12

Click here to load reader

Kecepatan disolusi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

only poorly soluble in acceptable formulations, a large ...... infusions of large volumes of isotonic saline solution in.

Citation preview

Page 1: Kecepatan disolusi

Kecepatan disolusi

1. Gelombang 2

1. apa itu kecepatan disolusi dan satuannya?

2. sebutkan dan jelaskan slh satu factor kecepatan disolusi?

3. Mengapa sampel ditambah aquades setelah pengambilan perselang wktu tertentu

4. fungsi koreksi ?

 

2. Gelombang 1

1. Sebutkan kondisi yang digunakan saat uji disolusi tablet asam salisilat !

2. Apa fungsi faktor koreksi ?

3. Sebutkan Tiga (3) Manfaat dari data uji disolusi !

4. Jelaskan pengaruh pH terhadap uji disolusi ?

I. DISOLUSI1. Tiujuan kec.disolusi?2. Kondisi yg digunakan untuk mengukur kecepatan disolusi as.salisilat ?3. Koreksi adalah ?4. Pengaruh suhu terhadap viskositas?

Agar suatu obat dapat diabsorsi, pertama sekali obat tersebut harus dapat terlarut

(terdispersi molekuler) dalam cairan dimana obat tersebut akan diabsorpsi. Di dalam

banyak kasus, kecepatan disolusi atau waktu yang dibutuhkan untuk obat melarut

dalam cairan pencernaan menjadi kecepatan pembatas (rate-limiting step) dari proses

absorbsi. Hal Ini benar/berlaku untuk obat yang diberikan dalam bentuk sediaan padat

oral seperti tablet, kapsul atau suspensi, seperti halnya juga untuk obat yang diberikan

secara intramuskular dalam bentuk granul atau suspensi. Ketika kecepatan disolusi

merupakan rate-limiting step, maka kecepatan disolusi juga akan mempengaruhi

Page 2: Kecepatan disolusi

absorpsi. Akibatnya, kecepatan disolusi dapat mempengaruhi onset, durasi dan

intensitas respon, dan mengontrol keseluruhan bioavailabilitas obat dari suatu sediaan.

Berdasarkan biopharmaceutics classification system (BCS), maka kelarutan dan

permeabilitas suatu obat/new chemical entity (NCE) dapat diklasifikasikan menjadi 4

kelas.

Kelas

I

Kelarutan tinggi –

permeabilitas tinggi

Kelas

II

Kelarutan rendah –

permeabilitas tinggi

Kelas

III

Kelarutan tinggi –

permeabilitas rendah

Kelas

IV

Kelarutan rendah –

permeabilitas rendah

Sekarang ini 40% obat/ new chemical entity (NCE) masuk dalam katagori kelas II

dan kelas IV. Obat-obat yang mempunyai kelarutan tinggi (mudah larut) maka rate-

limiting step bukan pada kecepatan disolusi (seperti pada kelas I dan III). Pada kasus

kelas II yaitu obat yang mempunyai kelarutan rendah-permabilitas tinggi maka

kecepatan absorbsi obat tersebut ditentukan/dibatasi oleh tahapan kecepatan disolusi

obat tersebut dalam cairan ditempat obat diabsorpsi. Hal ini merupakan suatu

tantangan bagi formulator untuk dapat mencari cara/teknik yang tepat dalam rangka

meningkatkan kelarutan senyawa obat tersebut. Dengan adanya peningkatan kecepatan

disolusi/kelarutan, diharapkan bioavailabilitas obat tersebut juga meningkat.

Ada sejumlah teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan Kecepatan

disolusi/kelarutan dari suatu obat, diantaranya:

1. Pendekatan Pro-drug (Pro-drug approach)

2. Sintesis bentuk garam (Salt synthesis)

3. Pengecilan ukuran partikel (Particle size reduction)

4. Pembentukan komplek (Complexation)

5. Perubahan bentuk fisik (Change in physical form)

6. Dispersi padat (Solid dispersions)

7. Pengeringan semprot (Spray dryng)

Page 3: Kecepatan disolusi

8. Hot-melt extrusion

Peningkatan bioavailabilitas suatu zat aktif dapat dilakukan dengan berbagai cara,

diantaranya dengan peningkatan disolusi/kelarutan zat aktif. Terdapat bermacam-

macam teknik untuk peningkatan kelarutan. Pemilihan tehnik yang tepat harus

mempertimbangkan banyak faktor seperti sifat fisika-kimia bahan obat/zat aktif,

stabilitas/shelf-life, kemudahan dalam pemprosesan/penanganan, serta besarnya

kelarutan yang diinginkankan

I.1 Kecepatan Disolusi

Disolusi adalah suatu proses pelepasan obat dari bentuk sediaan menjadi

bentuk terlarut. Laju disolusi adalah jumlah zat aktif dalam sediaan yang melarut

dalam waktu tertentu. Tujuan utama dilakukan uji disolusi adalah merupakan kontrol

kualitas untuk membuat dugaan karakter suatu obat di dalam saluran pencernaan,

apakah obat tersebut mudah larut atau tidak setelah lepas dari bentuk sediaannya

(Hutagaol dan Irwan, 2010). Laju pelarutan obat di dalam saluran cerna dipengaruhi

oleh kelarutan obat itu sendiri (Rosmaladewi dan Filosane, 2005). Faktor yang

mempengaruhi laju disolusi sediaan obat antara lain kelarutan, ukuran partikel, dan

kristalisasi obat. Dalam sediaan tablet, faktor formulasi, pengisi, penghancur,

pelincir dan efek kekuatan pengempaan berpengaruh terhadap laju disolus (Hutagaol

dan Irwan, 2010).

Berbagai metode untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi obat telah

banyak dilaporkan seperti pembuatan dispersi padat pembentukan prodrug, kompleks

inklusi obat dengan pembawa dan modifikasi senyawa menjadi bentuk garam dan

solvat (Zaini dkk, 2011). Peningkatan laju disolusi obat merupakan salah satu upaya

yang dapat dilakukan untuk memperbaiki permasalahan bioavaibilitas. Salah satu

metode untuk meningkatkan laju disolusi obat adalah dengan pembentukan dispersi

obat yang sukar larut dalam pembawa polimer (Rosmaladewi dan Filosane, 2005).

Page 4: Kecepatan disolusi

Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan

dalam masing-masing monografi (Depkes RI, 1995).

Laju dimana suatu padatan melarut di dalam suatu pelarut telh diajukan dalam

batasa-batasan kuantitif oleh Noyes dan Whitney pada tahun 1897 dan telah dikerjakan

dengan teliti oleh peneliti-peneliti. Persamaan tersebut dituliskan sebagai :

Dimana dw/dt adalah laju peningkatan disolusi dari jumlah material, Cs adalah

kelarutan saturasi dari obat dalam larutan pada lapisan difusi, C adalah konsentrasi

obat dalam larutan bulk, A adalah luas permukaan partikel yang menyentuh larutan, δ

adalah ketebalan lapisan difusi, dan D adalah koefisien difusi dari zat terlarut dalam

larutan. Persamaan ini memperediksikan :

a. Penurunan laju disolusi karena penurunan D ketika viskositas medium meningkat

b. Peningkatan laju disolusi jika ukuran partikel dikurangi dengan mikronisasi dengan

peningkatan A

c. Peningkatan laju disolusi dengan pengadukan karena δ

d. Perubahan laju disolusi ketika Cs diubah oleh perubahan pH (jika obat adalah elekrolit

lemah.

(Attwood dan Alexander, 2008)

Dalam teori disolusi atau perpindahan massa, diasumsikan bahwa selama

proses disolusi berlangsung pada permukaan padatan terbentuk suatu lapisan difusi air

atau lapisan tipis cairan yang stagnan dengan ketebalan h, seperti tampak pada gambar

berikut:

Gambar 1. Teori Disolusi

Page 5: Kecepatan disolusi

Bila konsentrasi zat terlarut di dalam larutan (C) jauh lebih kecil daripada

kelarutan zat tersebut (Cs) sehingga dapat diabaikan, maka harga (Cs-C) dianggap

sama dengan Cs. Jadi, persamaan kecepatan disolusi dapat disederhanakan menjadi:

(Martin et al.,1993)

Adapun gambar dari alat disolusi adalah :

Gambar 2. Alat-alat Uji Disolusi

(Martin et al.,1993)

I.2 Metode Uji Disolusi

Metode uji disolusi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Metode Keranjang (Basket)

Metode keranjang terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan

transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang di gerakkan oleh

motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian didalam suatu

tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu

dalam wadah pada 370C ± 0,50C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar

gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Wadah disolusi dianjurkan berbentuk

silinder dengan dasar setegah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98

mm hingga 106 mm dan kapasitasnominal 1000 mL. Pada bagian atas wadah dapt

dMdt

=D .S . Csh

Page 6: Kecepatan disolusi

digunakan suatu tutup yang pas untuk mencegah penguapan. Batang logam berada

pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari

sumbu vertikal wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Batas

kecepatan yang memungkinkan untuk memilih kecepatan dan mempertahankan

kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi dalam batas lebih

kurang 4% (Depkes RI,1995).

b. Metode Dayung

Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi

memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara

vertikal kesuatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali. Tablet

atau kapsul diletakan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi

untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak

air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan suhu pada 370C ±

0,50C. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam Farmakope Indonesia. Metode

dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat,

kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil

pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa

peralatan sebelum uji dilaksanakan (Depkes RI, 1995).

I.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Disolusi

Faktor-faktor luas yang dapat mempengaruhi disolusi adalah getaran, batang

pengaduk dan alat, wadah, prosedur sampling, kontrol temperature, variasi kecepatan.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi disolusi, antara lain :

a. pH Larutan

Apabila dilakukan pelarutan dalam media berair, obat akan terlarut lebih cepat apabila

berada dalam bentuk terionkan karena bentuk terion memiliki kelarutan yang besar di

dalam air. Contohnya cairan dalam lambung bersifat asma dengan pH 1-3,5; usus kecil

memiliki pH 5,5-7,5. Obat-obat yang bersifat asam lemah memiliki kelarutan yang

Page 7: Kecepatan disolusi

rendah dan kecepatan disolusi yang rendah di dalam lambung serta kelarutan dan

kecepatan disolusi yang tinggi di dalam usus kecil (Pandit, 2007).

b. Polimorfisme

Bila suatu obat memilki polimorfisme, salah satu pollimorfisme akan memiliki tingkat

kestabilan yang lebih besar atau memiliki struktur latik kristal yang lebih kuat. Semua

bentuk Kristal lainnya memiliki struktur latik yang lebih lemah sehingga bersifat lebih

tidak stabil. Umumnya kristal yang tidak stabil atau kurang stabil memiliki kelarutan

dan laju disolusi yang tinggi karena struktur latik kristalnya lebih mudah untuk

dipatahkan (Pandit, 2007)

c. Suhu

Suhu mempengaruhi kelarutan dari suatu obat dan juga mempengaruhi viskositas

kinematis dari pelarut. Sehingga dalam uji disolusi, temperature harus dijaga agar tetap

konstan (Dressman dan Kramer, 2005)

d. Koefisien Difusi

Koefisien difusi berhubungan dengan konstanta, dimana hubungannya :

Ki = D

δhL

Dimana Ki adalah konstanta laju disolusi, D adalah koefisien difusi, dan δhL adalah

tebal lapisan difusi. Koefisien difusi ini memiliki hubungan dengan ukuran partikel zat

terlarut yang diterangkan oleh persamaan :

D = K B T

3 dηπ

Dimana T adalah temperature dalam kelvin; KB adalah konstanta Boltzman 1,381 x 10-

23 J/K. Persamaan diatas menggambarkan pula bahwa koefisien difusi dipengaruhi oleh

viskositas (π). Dalam saluran cerna, koefisien difusi dapat menurun karena perubahan

viskositas cairan dalam saluran cerna (Dressman dan Kramer, 2005)

e. Tegangan Permukaan

Disolusi sistem dispersi padat dengan obat hidrofobik dapat ditingkatkan dengan

meningkatkan kelarutan obat dalam pembawa. Dalam hal ini, penambahan surfaktan

dapat meningkatkan laju disolusi obat yang sukar larut dalam air. Salah satu surfaktan

yang biasa digunakan dalam system dispersi padat adalah natrium lauril sulfat (Alatas

dkk, 2006).

Page 8: Kecepatan disolusi

I.4 Asam Salisilat

Asam salisilat memiliki rumus molekul C6H4COOHOH dengan BM 138,123

gram/mol dan titik leleh sebesar 156 0C. Densitasnya pada 25 0C adalah 1,443

gram/mol. Asam salisilat dapat menyublim tapi dapat terdekomposisi dengan mudah

menjadi karbondioksida dan fenol bila dipanaska secara tepat pada sekitar 200 0C.

Selain itu, asam salisilat mudah menguap dalam system (Depkes RI, 1995).

Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5 % dan tidak lebih dari 101

% C7H6O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Asam salisilat biasanya

berbentuk jarum halus atau serbuk hablur putih, rasa agak manis, tajam, dan stabil d

udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Kelarutan asam salisilat yaitu

sukar larut dalam air dan dalam benzene. Mudah larut dala etanol dan eter, larut dalam

air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform (Depkes RI, 1995)

Gambar 1. Rumus Bangun Asam Salisilat

(Malamy dan Daniel, 1992)