27
Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ancaman baby booming di tanah air kini semakin nyata. Berdasar data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jika tahun ini program keluarga berencana stagnan, penduduk Indonesia diprediksi pada tahun 2015, penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta jiwa (Pemkab Malang.go.id, 2009). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, jumlah penduduk Jawa Timur mencapai angka 34.508.611 jiwa. Jumlah ini menempatkan Jawa Timur sebagai propinsi kedua setelah Jawa Barat dalam hal jumlah penduduk terbanyak. Dengan kepadatan penduduk mencapai 761 jiwa/km2, di atas ratarata nasional yang sebesar 109 jiwa/km2 menjadikan wilayah ini termasuk wilayah padat, meski tidak sepadat DKI Jakarta (12.635 jiwa/km2), Jawa Barat (1.033 jiwa/km2),Jawa Tengah (959 jiwa/km2) dan DIY Yogyakarta (980 jiwa/km2) (East Java Mapping, 2004). Berdasarkan hasil Susenas 2006, jumlah rumahtangga di Jawa Timur tahun 2006 ada sebanyak 10.490.640 dengan jumlah penduduk 37.478.737 jiwa. Dengan demikian rata-rata banyaknya penduduk per rumahtangga sebesar 3,57 orang. Dengan luas wilayah Jawa Timur sekitar 46.428 kilometer persegi, maka tingkat kepadatan penduduk Jawa Timur sebesar 807 jiwa per kilometer persegi (BPS Jatim, 2009).

Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ancaman baby booming di tanah air kini semakin nyata. Berdasar data Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jika tahun ini program keluarga berencana stagnan,

penduduk Indonesia diprediksi pada tahun 2015, penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta

jiwa (Pemkab Malang.go.id, 2009). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, jumlah

penduduk Jawa Timur mencapai angka 34.508.611 jiwa. Jumlah ini menempatkan Jawa Timur

sebagai propinsi kedua setelah Jawa Barat dalam hal jumlah penduduk terbanyak. Dengan

kepadatan penduduk mencapai 761 jiwa/km2, di atas ratarata nasional yang sebesar 109

jiwa/km2 menjadikan wilayah ini termasuk wilayah padat, meski tidak sepadat DKI Jakarta

(12.635 jiwa/km2), Jawa Barat (1.033 jiwa/km2),Jawa Tengah (959 jiwa/km2) dan DIY

Yogyakarta (980 jiwa/km2) (East Java Mapping, 2004). Berdasarkan hasil Susenas 2006, jumlah

rumahtangga di Jawa Timur tahun 2006 ada sebanyak 10.490.640 dengan jumlah penduduk

37.478.737 jiwa. Dengan demikian rata-rata banyaknya penduduk per rumahtangga sebesar 3,57

orang. Dengan luas wilayah Jawa Timur sekitar 46.428 kilometer persegi, maka tingkat

kepadatan penduduk Jawa Timur sebesar 807 jiwa per kilometer persegi (BPS Jatim, 2009).

Secara umum, laju pertumbuhan penduduk di Jawa Timur, termasuk Pacitan, masih bisa

dikendalikan. Meskipun sekarang ini, program keluarga berencana nasional cenderung kurang

tergarap dengan baik. Pun, di sejumlah kabupaten di Jatim, persentase pasangan usia subur

menunjukkan angka yang cukup tinggi. Namun pertumbuhan penduduk justru menurun hingga

kisaran 0,84 persen. Hanya, besarnya jumlah warga berusia 15 tahun hingga 35 tahun (usia

subur), menjadi peluang terjadinya ledakan penduduk (Jawa Pos, 13 Mei 2009).

Ada kecenderungan, saat ini perkembangan KB stagnan. Penyebabnya adalah kurangnya

perhatian pemerintah daerah terhadap program KB. Padahal, program KB menjadi tugas

pemerintah daerah. Penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta pada tahun 2015, apabila

jumlah peserta KB tidak bertambah. Terjadinya stagnasi program KB dalam lima tahun terakhir

ini, mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk Indonesia sekitar tiga juta setiap tahun.

Page 2: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

Dengan pertambahan ini, maka pada tahun 2008 penduduk Indonesia sudah mencapai 236,4 juta

jiwa (BKKBN, 2009).

Menghadapi era globalisasi, dimana persaingan semakin ketat, mau tidak mau kita harus

menciptakan manusia Indonesia yang kualitasnya tinggi. Dengan pertambahan jumlah penduduk

yang tidak terkendali, kita tidak akan bisa meningkatkan kualitas manusia Indonesia, karena

terbatasnya dana dan fasilitas yang tersedia. Jumlah penduduk yang besar membuat pemerintah

tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat. Di berbagai daerah masih kita temukan

anak-anak yang kekurangan gizi. Begitu juga dengan sektor-sektor lainnya, sehingga sulit

menciptakan manusia Indonesia yang berkualitas (Portal Indonesia, 2009). Menurut Bank Dunia

(2003), penyebab dasar kemiskinan adalah:

(1) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal;

(2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana;

(3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor;

(4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang

mendukung;

(5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi

(ekonomi tradisional versus ekonomi modern);

(6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat;

(7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya

alam dan lingkunganya;

(8) tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance);

(9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.

Berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa

Timur pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada

bulan Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta

orang yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah

pedesaan. pada Maret 2008, jumlah penduduk miskin di Jatim tercatat 6,651 juta jiwa. Sementara

pada periode yang sama 2009 turun menjadi 6,02 juta jiwa. selama Maret 2008-Maret 2009,

Garis Kemiskinan (GK) mengalami kenaikan sebesar 11,36, dari Rp169.112 per kapita per bulan

Page 3: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

menjadi Rp188.317 per kapita per bulan akibat tingginya inflasi yang sedang terjadi, dengan

komposisi GK makanan Rp138.442 dan GK nonmakanan sebesar Rp49.874.

Berdasarkan kenyataan dan fakta-fakta diatas maka dapat diketahui bahwa peran keluarga

berencana sangat penting untuk provinsi Jawa Timur yang memiliki jumlah penduduk secara

umum dan jumlah penduduk miskin yang sangat tinggi, sehingga diperlukan langkah-langkah

bersama untuk mensukseskan program keluarga berencana di provinsi Jawa Timur.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui seberapa penting peran keluarga

berencana terhadap pengaruh budaya di Jawa khususnya bagi masyarakat Jawa Timur dan

memberikan solusi bagi Jawa Timur mengenai kegiatan keluarga berencana agar lebih efektif

dan berguna bagi Jawa Timur.

1.3 Batasan Penulisan

Batasan masalah yang digunakan dalam penulisan adalah sebagai berikut:

Penulisan artikel ini hanya dibatasi pada manfaat keluarga berencana di Jawa Timur

Objek dalam penulisan ini hanyalah KB di Jawa Timur

2. PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA

2.1 Keluarga Berencana

KB adalah singkatan dari Keluarga Berencana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(1997), maksud daripada ini adalah: “Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan

sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dengan kata lain KB adalah perencanaan jumlah

keluarga. Pembatasan bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau

penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD dan sebagainya. Jumlah anak dalam

sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua. Gerakan ini mulai dicanangkan pada tahun

akhir 1970′an (Wikipedia, 2009).

Sejak dicanangkan dan digalakan secara nasional oleh Presiden RI Ke-2 Soeharto pada

tahun 1970, hingga kini Program Keluarga Berencana (KB) masih dipahami secara sempit oleh

Page 4: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

masyarakat sehingga tujuan akhir KB yaitu membentuk keluarga bahagia dan sejahtera belum

benar-benar terwujud. Cita-cita luhur KB ini tersandung paradigma keliru tentang KB. Secara

awam, masyarakat memahami KB sebagai program pemerintah untuk mengendalikan laju

pertumbuhan pendudukan melalui perencanaan kelahiran dan jumlah anak sehingga masyarakat

merasa telah turut menyukseskan program KB tatkala ia telah berhasil menjarangkan kehamilan

dan membatasi jumlah anak paling banyak 2. Pemahaman yang keliru inilah yang menyebabkan

keberhasilan KB hingga sekarang belum mampu membentuk keluarga yang benar-benar bahagia

dan sejahtera. KB juga belum (jika tak mau dikatakan tidak) berhasil membentuk generasi yang

berkualitas. Atau dengan kata lain program KB secara kuantitas telah berhasil menekan laju

pertumbuhan jumlah peduduk namun secara kualitas tidak mampu mengangkat harkat dan

martabat keluarga di Indonesia. Angka pengangguran pada usia produktif dan jumlah anak putus

sekolah dari tahun ke tahun terus meningkat (Iqbal, 2009).

Jawa Timur

Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia. Ibukotanya

adalah Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km², dan jumlah penduduknya 37.070.731 jiwa

(2005). Jawa Timur merupakan provinsi terluas diantara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki

jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur berbatasan

dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa

Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau

Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Jawa dan Samudera Hindia(Pulau Sempu dan

Nusabarung). Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki

signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap Produk

Domestik Bruto nasional. Jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2005 adalah 37.070.731

jiwa, dengan kepadatan 774 jiwa/km2. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak adalah

Kabupaten Malang, sedang kota dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Surabaya. Laju

pertumbuhan penduduk adalah 0,59% per tahun (2004) (Wikipedia, 2009).

Berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa

Timur pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada

bulan Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta

orang yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah

Page 5: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

pedesaan. Dengan demikian selama sepuluh bulan terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk

miskin Jawa Timur sebanyak 318.000 orang atau dengan kata lain persentase penduduk miskin

berkurang 1% poin dari, 19,94% pada Mei 2006 menjadi 18,93 % pada bulan Maret 2007.

Penurunan tersebut sebagai hasil atau dampak dari berbagai program pengentasan kemiskinan

serta peningkatan kegiatan ekonomi Jawa Timur secara umum (Anonymous, 2008).

2.2 Permasalahan di Jawa Timur

Ada berbagai permasalahan KB di Jawa Timur diantaranya adalah:

1. Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, jumlah penduduk Jawa Timur

mencapai angka 34.508.611 jiwa. Jumlah ini menempatkan Jawa Timur sebagai propinsi kedua

setelah Jawa Barat dalam hal jumlah penduduk terbanyak. Dengan kepadatan penduduk

mencapai 761 jiwa/km2, di atas ratarata nasional yang sebesar 109 jiwa/km2 menjadikan

wilayah ini termasuk wilayah padat, meski tidak sepadat DKI Jakarta (12.635 jiwa/km2), Jawa

Barat (1.033 jiwa/km2),Jawa Tengah (959 jiwa/km2) dan DIY Yogyakarta (980 jiwa/km2) (East

Java Mapping, 2004). Berdasarkan hasil Susenas 2006, jumlah rumahtangga di Jawa Timur

tahun 2006 ada sebanyak 10.490.640 dengan jumlah penduduk 37.478.737 jiwa. Dengan

demikian rata-rata banyaknya penduduk per rumahtangga sebesar 3,57 orang. Dengan luas

wilayah Jawa Timur sekitar 46.428 kilometer persegi, maka tingkat kepadatan penduduk Jawa

Timur sebesar 807 jiwa per kilometer persegi (BPS Jatim, 2009).

Gambar 1: Sering munculnya antrian akibat laju pertumbuhan

Page 6: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

Ada tiga wilayah di Jawa Timur yang kepadatan penduduknya mencapai ratarata 7.108

jiwa/km2, yaitu Kota Malang, Kota Mojokerto dan Kota Surabaya. Tingginya kepadatan di

ketiga wilayah ini tidak lepas dari tingginya tingkat urbanisasi di ketiga wilayah tersebut. Untuk

wilayah-wilayah dengan karakteristik demikian membutuhkan perhatian yang serius baik dari

segi penyediaan infrastruktur maupun penataan mobilitas penduduknya. Rata – rata tingkat

kepadatan di kabupaten/kota di Jawa Timur mencapai 1.734 jiwa/km2 (BPS Jatim, 2009).

2. Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk

Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran.

Salah satu faktor penyebabnya yaitu masih belum maksimalnya fungsi program Kelurga

Berencana (KB) (Anonymous, 2009).

Persentase penduduk usia muda (0-14 tahun) cenderung mengalami penurunan dari

sensus ke sensus, dari 41,17% pada Sensus. Penduduk 1971 menjadi 25,51% pada Sensus

Penduduk Tahun 2000. Penurunan ini sedikit banyak mengindikasikan keberhasilan program

Keluarga Berencana yang dicanangkan pemerintah. Meski mengalami penurunan yang cukup

signifikan, bila kita bandingkan dengan Singapura, jumlah penduduk usia muda di Jawa Timur

masih lebih tinggi, dimana di Singapura pada tahun 2000 komposisi penduduk usia muda hanya

mencapai 16,5% dari total penduduk. Rendahnya minat pasangan muda di Singapora untuk

memiliki anak ini membuat pemerintah Singapura mengeluarkan kebijakan pemberian tunjangan

bagi pasangan yang hendak memiliki anak [Berita www.egov.gov.sg]. Fenomena ini tentunya

berbeda dengan propinsi Jawa Timur yang memiliki penduduk usia muda relatif tinggi. Hal ini

menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah propinsi Jawa Timur untuk lebih serius

mempersiapkan generasi muda ini menjadi generasi yang tumbuh lebih sehat, cerdas dan

berpotensi (Indra, 2007).

Selain itu, angka Dependency Ratio Jawa Timur juga turut berubah. Jumlah penduduk

usia muda cenderung mengalami penurunan dari sensus ke sensus (BPS Jatim, 2009). Penurunan

ini menyebabkan turunnya angka Dependency Ratio Jawa Timur dalam kurun waktu tersebut.

Sementara itu, jumlah penduduk usia produktif dan usia tua cenderung meningkat, sebagai akibat

pergeseran penduduk dari usia muda ke usia produktif dan dari usia produktif ke usia tua.

Dependency Ratio penduduk Jawa Timur pada tahun 2000 mencapai 0,70. Angka ini turun bila

Page 7: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana pada tahun 1990 sebesar 0,87; tahun 1980

sebesar 1,03 dan tahun 1971 sebesar 1,11. Turunnya angka Dependency Ratio ini berarti jumlah

beban tanggungan yang harus dipikul per penduduk usia produktif semakin sedikit. Bisa

diartikan bila pada tahun 1971 seorang penduduk usia produktif harus mampu menanggung 1,11

orang penduduk yang lain, pada tahun 2000 seorang penduduk usia produktif hanya menanggung

kurang dari 1 orang penduduk yang lain (0,70). Dependency ratio menyatakan rasio

perbandingan antara kelompok penduduk usia tidak produktif (usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke

atas) terhadap kelompok penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun). Rasio ini menyatakan

seberapa berat beban tanggungan yang harus dipikul oleh jumlah penduduk usia produktif.

Rumus Dependency Ratio adalah jumlah penduduk usia (0-14 tahun) dan usia (65 tahun ke atas)

dibagi dengan jumlah penduduk usia 15 – 64 tahun (BPS, 2009).

3. Masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga

Berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa

Timur pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada

bulan Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta

orang yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah

pedesaan. Dengan demikian selama sepuluh bulan terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk

miskin Jawa Timur sebanyak 318.000 orang atau dengan kata lain persentase penduduk miskin

berkurang 1% poin dari, 19,94% pada Mei 2006 menjadi 18,93 % pada bulan Maret 2007.

Penurunan tersebut sebagai hasil atau dampak dari berbagai program pengentasan kemiskinan

serta peningkatan kegiatan ekonomi Jawa Timur secara umum (BPS, 2009).

Kondisi lemahnya ekonomi keluarga mempengaruhi daya beli termasuk kemampuan

membeli alat dan obat kontrasepsi (Wirawan, 2008). Keluarga miskin pada umumnya

mempunyai anggota keluarga cukup banyak. Kemiskinan menjadikan mereka relatif tidak

memiliki akses dan bersifat pasif dalam berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas diri dan

keluarganya. Pada gilirannya, kemiskinan akan semakin memperburuk keadaan sosial ekonomi

keluarga miskin tersebut. Demikian pula, tingkat partisipasi masyarakat terhadap pembinaan

ketahanan keluarga, terutama pembinaan tumbuh-kembang anak, masih lemah. Hal di atas akan

menghambat pembentukan keluarga kecil yang berkualitas (Gayuh, 2008).

Page 8: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

4. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja tentang hak-hak

reproduksi dan kesehatan reproduksi

Pengetahuan remaja di Jawa Timur tentang kesehatan reproduksi ternyata masih sangat

rendah. Menurut data Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, 83,7 persen remaja kurang

memahami kesehatan reproduksi. Hanya 3,6 persen yang tahu pentingnya kesehatan reproduksi

ketidaktahuan remaja tentang kesehatan reproduksi itulah yang diduga memicu tingginya angka

aborsi di Jatim. Penelitian yang sama menemukan bahwa 15 persen responden pernah

berhubungan seks (bersetubuh). Sementara, 17 persen responden pernah melakukan aksi

”meraba-raba” saat berpacaran. Hasil lain, 30 persen responden pernah berciuman bibir dan

berpelukan (Jawa Pos, 09 Mei 2009).

Gambar 2: Penyuluhan dini tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi kepada

remaja

Menurut Is 2009, jumlah aborsi di Jawa Timur meningkat, sekarang ini saja sudah 70%

dari Usia pasangan subur melalukan aborsi. Sebagian besar mereka, tergolong masyarakat

dengan kategori miskin dan hanya mempunyai keterbatasan pendidikan. Hal ini dikarenakan

sebagian besar masyarakat, orang tua, maupun remaja belum memahami hak-hak dan kesehatan

reproduksi remaja (Ritya, 2009). Pemahaman dan kesadaran tentang hak dan kesehatan

reproduksi remaja masih rendah dan tidak tepat. Masyarakat dan keluarga masih enggan untuk

membicarakan masalah reproduksi secara terbuka dalam keluarga. Para anak dan remaja lebih

merasa nyaman mendiskusikannya secara terbuka dengan sesama teman (Indra, 2007).

Pemahaman nilai-nilai adat, budaya, dan agama yang menganggap pembahasan kesehatan

Page 9: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

reproduksi sebagai hal yang tabu justru lebih popular. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja

melalui jalur sekolah belum sepenuhnya berhasil (Astiti, 1994). Semua ini mengakibatkan

banyaknya remaja yang kurang memahami atau mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang

masalah kesehatan reproduksi. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak dan kesehatan

reproduksi ini menyebabkan banyaknya remaja yang berperilaku menyimpang tanpa menyadari

akibatnya terhadap kesehatan reproduksi mereka (Wirawan, 2008).

5. Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB

. Pencapaian kesertaan KB pria Propinsi Jawa Timur dapat dikatakan masih sangat rendah,

khususnya pada masyarakat pedesaan. Rendahnya kesertaan KB pria dalam pelaksanaan

program KB dan Kesehatan Reproduksi (KR) harus segera diatasi, mengingat pria merupakan

penentu proses reproduksi itu sendiri. Pria merupakan partner reproduksi dan seksual, pria

terlibat langsung dalam fertilitas dan kebanyakan pria adalah penanggung jawab sosial ekonomi

keluarga (Hariastuti, 2008). Menurut Hariastuti, 2008 penyebab rendahnya partisipasi pria

dalam ber-KB di Jawa Timur disebabkan beberapa hal diantaranya kebijakan dari tingkat yang

lebih atas belum dapat sepenuhnya diterapkan di lapangan karena kondisi sarana dan prasarana

yang kurang mendukung, misalnya keterbatasan kemampuan petugas pelayanan maupun tidak

terpenuhinya standar pelayanan yang berkualitas. Hal lain perlu mendapat sorotan serius yaitu

pola-pola kerja dengan paradigma lama program KB yang mengacu pada pencapaian target

melalui penerapan ancaman, serta pandangan skeptis terhadap kemampuan masyarakat untuk

mengadopsi informasi program. Pendekatan seperti ini akhirnya menyebabkan petugas di lini

lapangan tidak memiliki cukup motivasi untuk menerapkan metode KIE, KIP/konseling sebagai

perwujudan penghargaan terhadap hak-hak reproduksi. Selain itu, Akses terhadap pelayanan

salah satu unsur pokok yang sangat erat hubungannya dengan kepuasan individu dan

keberhasilan pencapaian program (BKKBN, 2009). Analisa hasil penelitian yang telah

dilaksanakan, menunjukan bahwa alat kontrasepsi pria yang selama ini ada cukup terjangkau

baik dari segi biaya maupun ketersediaannya. Meskipun demikian dibeberapa tempat sarana

pelayanan KB pria masih sulit ditemukan karena kendala geografis yang tidak mendukung.

Keterkaitan antara akses terhadap sarana pelayanan dengan kesertaan KB pria berdasarkan hasil

temuan penelitian ini terbukti sangat kuat. Koefisien korelasi sebesar 0,283 dengan taraf

signifikansi 0,004 menunjukkan keeratan hubungan antara kedua faktor tersebut. Selain itu, yang

Page 10: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

perlu mendapatkan perhatian lebih berdasar penelitian ini adalah perlunya pengembangan sarana

pelayanan khusus pria dengan pertimbangan kebutuhan pria akan sarana pelayanan yang

terjamin keamanan, kerahasiaan serta persepsi tentang minimnya permasalahan kesehatan yang

muncul paska pelayanan kontrasepsi bagi pria (Ritya, 2009). Berdasarkan temuan dilapangan

komplikasi paska pelayanan yang dialami pria terutama terjadi karena kurangnya kualitas

pelayanan terutama pada unsur kompetensi petugas pelayanan (Winarni, 2005).

6. Masih kurang maksimalnya akses dan kualitas pelayanan KB

Saat ini di Jawa Timur belum semua fasilitas pelayanan kesehatan primer dapat melayani

KB dan kesehatan reproduksi. Di samping hal tersebut, masih banyak pasangan usia subur yang

menggunakan kontrasepsi yang kurang efektif dan efisien untuk jangka panjang (Soekarno,

2009).

Gambar 3: Penyuluhan dengan Bis keliling kurangnya akses dan kualitas pelayanan KB

Salah satu contoh kurang maksimalnya akses dan kualitas pelayanan KB adalah di Kabupaten

Jember yang kehilangan sedikitnya seratus petugas penyuluh keluarga berencana, atau sekitar 36

persen dari jumlah yang ada pada tahun 2008. Hilangnya sejumlah petugas tersebut merupakan

konsekuensi dari perubahan struktur kelembagaan dan adanya petugas yang pensiun atau

meninggal. Padahal, penyuluh lapangan KB dan penyuluh KB (PLKB dan PLB) merupakan

ujung tombak keberhasilan program keluarga berencana. Pasalnya, dalam tugasnya mereka

dibekali pendidikan dan pelatihan khusus (Winarni, 2005). Kondisi ini semakin diperkuat dengan

pasca otonomi daerah, para penyuluh lapangan berstatus sarjana dialihkan oleh pemerintah

Page 11: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

daerah untuk pembangunan sektor lain, sehingga terjadi kekurangan tenaga PLKB/PKB

(Wirawan, 2008).

2.3 Pola Kebijakan KB berbasis masyarakat di Jawa Timur

Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan pembangunan kependudukan dan keluarga

berencana dijabarkan dalam program-program pembangunan sebagai berikut:

1. Program Pengembangan Kebijakan Kependudukan

Program ini bertujuan untuk menyeserasikan kebijakan kependudukan yang

berkelanjutan.

Kegiatan pokoknya adalah :

a. Pengembangan kebijakan dan program pembangunan yang berwawasan

kependudukan meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan mobilitas;

b. Pengintegrasian faktor kependudukan ke dalam pembangunan sektor lainnya.

2. Program Penataan Administrasi Kependudukan

Program ini bertujuan untuk menata administrasi kependudukan dalam upaya mendorong

terakomodasinya hak-hak penduduk, tertib administrasi penduduk, tersedianya data dan

informasi penduduk yang akurat dan terpadu.

Kegiatan pokoknya adalah :

a. Penyempurnaan sistem pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan

informasi kependudukan melalui Sistem Administrasi Kependudukan (SAK);

b. Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan;

c. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang administrasi informasi

kependudukan.

3. Program Pengembangan Keluarga Berencana

Program ini bertujuan untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan

Kesehatan Reproduksi yang berkualitas.

Page 12: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

Kegiatan pokoknya adalah :

a. Pengembangan kebijakan tentang pelayanan KB, komunikasi, informasi, dan

edukasi (KIE) peran serta masyarakat dalam KB dan kesehatan reproduksi;

b. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi;

c. Peningkatan penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien;

d. Penyediaan alat, obat dan cara kontrasepsi dengan memprioritaskan keluarga

miskin serta kelompok rentan lainnya; dan

e. Penyelenggaraan promosi dan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi.

4. Program Kesehatan Reproduksi Remaja

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap dan perilaku

positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi.

Kegiatan pokoknya adalah :

a. Pengembangan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja;

b. Penyelenggaraan promosi kesehatan reproduksi remaja, pemahaman dan

pencegahan HIV/AIDS dan bahaya NAPZA;

c. Penguatan dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan

program kesehatan reproduksi remaja yang mandiri.

5. Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas

Program ini bertujuan untuk membina kemandirian dan sekaligus meningkatkan cakupan

dan mutu pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.

Kegiatan pokoknya adalah :

a. Peningkatan kemampuan tenaga lapangan dan kemandirian kelembagaan KB yang

berbasis masyarakat;

b. Pengelolaan data dan informasi keluarga berbasis data mikro.

Page 13: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

METODE PENULISAN

3.1 Sumber Data

Data dan fakta yang berhubungan dengan pembahasan tema ini didapatkan dengan

tahapan-tahapan pengumpulan data dengan cara pembacaan kritis terhadap ragam literatur yang

berhubungan dengan tema pembahasan.

Data yang digunakan adalah data dengan kriteria telah dipublikasikan kepada masyarakat

melalui literatur yang diterbitkan, surat kabar, buletin, jurnal upun internet. Dengan demikian

penulis mengelompokan atau menyeleksi data dan informasi berdasarkan ktegori dan relevansi

untuk selanjutnya dianalisis dan disimpulkan.

3.2 Analisis Data

Dalam penulisan ini teknik analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif

kualitatif. Menurut Arikunto (1998), analisa deskriptif kualitatif adalah analisa yang

digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori untuk

memperoleh kesimpulan.

Untuk menganalisa data dan informasi yang didapat, digunakan analisis isi (content

analysis). Analisis isi adalah suatu teknik yang sistematik untuk menganalisis makna pesan dan

cara mengungkapkan pesan. Analisis isi selalu melibatkan kegiatan menghubungkan atau

membandingkan penemuan berupa kriteria atau teori. Langkah yang dilakukan dalam

menganalisis data pada penelitian ini menggunakan interaktive model dari Miles dan Huberman

(Miles dan Huberman, 1994). Model ini terdiri dari 4 komponen yang saling berkaitan, yaitu

(1) pengumpulan data dan penyederhanaan atau reduksi data,

(2) penyajian data dan penarikan dan pengujian atau verifikasi kesimpulan.

Page 14: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

ANALISIS DAN SINTESIS

4.1 Analisis

Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkan didapatkan data bahwa pelu adanya upaya

untuk membangkitkan pembangunan KB di Jatim (Winarni, 2005). Pemicu harus diadakanya

upaya atau langkah-langkah startegis untuk meninkatkan pembangunan KB di Jawa Timur

adalah masih tingginya jumlah penduduk di Jawa Timur dimana berdasarkan hasil Susenas 2006,

jumlah rumahtangga di Jawa Timur tahun 2006 ada sebanyak 10.490.640 dengan jumlah

penduduk 37.478.737 jiwa. Dengan demikian rata-rata banyaknya penduduk per rumahtangga

sebesar 3,57 orang. Dengan luas wilayah Jawa Timur sekitar 46.428 kilometer persegi, maka

tingkat kepadatan penduduk Jawa Timur sebesar 807 jiwa per kilometer persegi (BPS Jatim,

2009). Selain itu, masih rendahnya tingkat ekonomi masyarakat di Jawa Timur dimana

berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa Timur

pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada bulan

Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta orang

yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah pedesaan.

Dengan demikian selama sepuluh bulan terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk miskin

Jawa Timur sebanyak 318.000 orang atau dengan kata lain persentase penduduk miskin

berkurang 1% poin dari, 19,94% pada Mei 2006 menjadi 18,93 % pada bulan Maret 2007.

Dengan demikian perlu dilakukan upaya atau langkah-langkah strategis untuk

meningkatkan pembangunajn KB di Jawa Timur agar tidak terjadi ledakan penduduk dan angka

kemiskina yang semakin tinggi di jawa timur melalui strategi pembangunan KB berbasis

masyarakat di Jawa Timur.

4.2 Sintesis

4.2.1 Pola Kebijakan KB berbasis masyarakat

Pola kebijakan Kb yang berbasis masyarakat adalah pola peningkatan KB yang

didasarkan pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat (Anonymous, 2009). Pola ini harus

dilakukan dengan dukungan dan partisipasi sepenuhnya dari masyarakat karena subjek dalam

pola ini adalah masyarakat sehingga dituntut peran serta masyarakat dalam pola ini. Langkah-

Page 15: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

langkah dalam pola kebijakan KB berbasis masyarakat diantaranya adalah Program

Pengembangan Kebijakan Kependudukan, Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil,

Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program Pengembangan Keluarga Berencana, dan

Program Penataan Administrasi Kependudukan

4.2. 2 Program Pengembangan Kebijakan Kependudukan

Program ini bertujuan untuk menyeserasikan kebijakan kependudukan yang

berkelanjutan. Kegiatan pokoknya adalah :

a. Pengembangan kebijakan dan program pembangunan yang berwawasan kependudukan

meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan mobilitas;

b. Pengintegrasian faktor kependudukan ke dalam pembangunan sektor lainnya.

4.2.3 Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil

Keluarga merupakan tonggak utama untuk kemajuan masyarakat (Suyono, 2006). Oleh

karena itu pelembagaan keluarga kecil mutlak diperlukan untuk meningkatkan upaya

pembangunan KB (Mariyah, 1989). Program ini bertujuan untuk menata administrasi

kependudukan dalam upaya mendorong terakomodasinya hak-hak penduduk, tertib administrasi

penduduk, tersedianya data dan informasi penduduk yang akurat dan terpadu. Kegiatan

pokoknya adalah :

a. Penyempurnaan sistem pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan

informasi kependudukan melalui Sistem Administrasi Kependudukan (SAK);

b. Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan;

c. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang administrasi informasi kependudukan.

4.2.4 Program Kesehatan Reproduksi Remaja

Pengetahuan remaja di Jawa Timur tentang kesehatan reproduksi ternyata masih sangat

rendah. Menurut data Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, 83,7 persen remaja kurang

memahami kesehatan reproduksi. Hanya 3,6 persen yang tahu pentingnya kesehatan reproduksi

ketidaktahuan remaja tentang kesehatan reproduksi itulah yang diduga memicu tingginya angka

Page 16: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

aborsi di Jatim. Oleh karena itu Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman,

pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi.

Kegiatan pokoknya adalah :

a. Pengembangan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja;

b. Penyelenggaraan promosi kesehatan reproduksi remaja, pemahaman dan pencegahan

HIV/AIDS dan bahaya NAPZA;

c. Penguatan dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan program

kesehatan reproduksi remaja yang mandiri.

4.2.5 Program Pengembangan Keluarga Berencana

KB adalah singkatan dari Keluarga Berencana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(1997), maksud daripada ini adalah: “Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan

sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dengan kata lain KB adalah perencanaan jumlah

keluarga. Program ini bertujuan untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB

dan Kesehatan Reproduksi yang berkualitas. Kegiatan pokoknya adalah :

a. Pengembangan kebijakan tentang pelayanan KB, komunikasi, informasi, dan edukasi

(KIE) peran serta masyarakat dalam KB dan kesehatan reproduksi;

b. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi;

c. Peningkatan penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien;

d. Penyediaan alat, obat dan cara kontrasepsi dengan memprioritaskan keluarga miskin

serta kelompok rentan lainnya; dan

e. Penyelenggaraan promosi dan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi.

Gambar 4: Kegiatan Penyuluhan Program Pengembangan Keluarga Berencana

Page 17: Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa

4.2.6 Program Penataan Administrasi Kependudukan

Program ini bertujuan untuk menata administrasi kependudukan dalam upaya mendorong

terakomodasinya hak-hak penduduk, tertib administrasi penduduk, tersedianya data dan

informasi penduduk yang akurat dan terpadu. Kegiatan pokoknya adalah :

a. Penyempurnaan sistem pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan

informasi kependudukan melalui Sistem Administrasi Kependudukan (SAK);

b. Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan;

c. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang administrasi informasi kependudukan.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

KB sangat penting bagi pembangunan di Jawa Timur

Alasan mengapa KB sangat penting di Jawa Timur diantaranya adalah: Masih tingginya

laju pertumbuhan dan jumlah penduduk, . Masih kurang maksimalnya akses dan kualitas

pelayanan KB, Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB, Kurangnya pengetahuan dan

kesadaran pasangan usia subur dan remaja tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan

reproduksi, Masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga, dan Masih tingginya

tingkat kelahiran penduduk.

Pola Kebijakan KB berbasis masyarakat yang dapat dilakukandi Jawa Timur

diantaranya adalah: Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas,

Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program Pengembangan Keluarga Berencana,

Program Penataan Administrasi Kependudukan, Program Pengembangan Kebijakan

Kependudukan

4.2 Saran

Pemerintah, terutama Pemprov Jawa Timur agar lebih meningkatkan kegiatan KB

sebagai antisipasi adanya ledakan penduduk

Masyarakat diharapkan lebih rajin untuk ikut serta dalam program KB, agar bisa

menciptakan keluarga yang sejahtera.

Pola kebijakan KB yang dapat dilakukan pemerintah harus selalu berbasiskan

masyarakat.