Upload
prasetio-r-hardy
View
434
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Kebudayaan KB di Indonesia Khususnya Jawa
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ancaman baby booming di tanah air kini semakin nyata. Berdasar data Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jika tahun ini program keluarga berencana stagnan,
penduduk Indonesia diprediksi pada tahun 2015, penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta
jiwa (Pemkab Malang.go.id, 2009). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, jumlah
penduduk Jawa Timur mencapai angka 34.508.611 jiwa. Jumlah ini menempatkan Jawa Timur
sebagai propinsi kedua setelah Jawa Barat dalam hal jumlah penduduk terbanyak. Dengan
kepadatan penduduk mencapai 761 jiwa/km2, di atas ratarata nasional yang sebesar 109
jiwa/km2 menjadikan wilayah ini termasuk wilayah padat, meski tidak sepadat DKI Jakarta
(12.635 jiwa/km2), Jawa Barat (1.033 jiwa/km2),Jawa Tengah (959 jiwa/km2) dan DIY
Yogyakarta (980 jiwa/km2) (East Java Mapping, 2004). Berdasarkan hasil Susenas 2006, jumlah
rumahtangga di Jawa Timur tahun 2006 ada sebanyak 10.490.640 dengan jumlah penduduk
37.478.737 jiwa. Dengan demikian rata-rata banyaknya penduduk per rumahtangga sebesar 3,57
orang. Dengan luas wilayah Jawa Timur sekitar 46.428 kilometer persegi, maka tingkat
kepadatan penduduk Jawa Timur sebesar 807 jiwa per kilometer persegi (BPS Jatim, 2009).
Secara umum, laju pertumbuhan penduduk di Jawa Timur, termasuk Pacitan, masih bisa
dikendalikan. Meskipun sekarang ini, program keluarga berencana nasional cenderung kurang
tergarap dengan baik. Pun, di sejumlah kabupaten di Jatim, persentase pasangan usia subur
menunjukkan angka yang cukup tinggi. Namun pertumbuhan penduduk justru menurun hingga
kisaran 0,84 persen. Hanya, besarnya jumlah warga berusia 15 tahun hingga 35 tahun (usia
subur), menjadi peluang terjadinya ledakan penduduk (Jawa Pos, 13 Mei 2009).
Ada kecenderungan, saat ini perkembangan KB stagnan. Penyebabnya adalah kurangnya
perhatian pemerintah daerah terhadap program KB. Padahal, program KB menjadi tugas
pemerintah daerah. Penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta pada tahun 2015, apabila
jumlah peserta KB tidak bertambah. Terjadinya stagnasi program KB dalam lima tahun terakhir
ini, mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk Indonesia sekitar tiga juta setiap tahun.
Dengan pertambahan ini, maka pada tahun 2008 penduduk Indonesia sudah mencapai 236,4 juta
jiwa (BKKBN, 2009).
Menghadapi era globalisasi, dimana persaingan semakin ketat, mau tidak mau kita harus
menciptakan manusia Indonesia yang kualitasnya tinggi. Dengan pertambahan jumlah penduduk
yang tidak terkendali, kita tidak akan bisa meningkatkan kualitas manusia Indonesia, karena
terbatasnya dana dan fasilitas yang tersedia. Jumlah penduduk yang besar membuat pemerintah
tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat. Di berbagai daerah masih kita temukan
anak-anak yang kekurangan gizi. Begitu juga dengan sektor-sektor lainnya, sehingga sulit
menciptakan manusia Indonesia yang berkualitas (Portal Indonesia, 2009). Menurut Bank Dunia
(2003), penyebab dasar kemiskinan adalah:
(1) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal;
(2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana;
(3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor;
(4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang
mendukung;
(5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi
(ekonomi tradisional versus ekonomi modern);
(6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat;
(7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya
alam dan lingkunganya;
(8) tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance);
(9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.
Berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa
Timur pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada
bulan Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta
orang yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah
pedesaan. pada Maret 2008, jumlah penduduk miskin di Jatim tercatat 6,651 juta jiwa. Sementara
pada periode yang sama 2009 turun menjadi 6,02 juta jiwa. selama Maret 2008-Maret 2009,
Garis Kemiskinan (GK) mengalami kenaikan sebesar 11,36, dari Rp169.112 per kapita per bulan
menjadi Rp188.317 per kapita per bulan akibat tingginya inflasi yang sedang terjadi, dengan
komposisi GK makanan Rp138.442 dan GK nonmakanan sebesar Rp49.874.
Berdasarkan kenyataan dan fakta-fakta diatas maka dapat diketahui bahwa peran keluarga
berencana sangat penting untuk provinsi Jawa Timur yang memiliki jumlah penduduk secara
umum dan jumlah penduduk miskin yang sangat tinggi, sehingga diperlukan langkah-langkah
bersama untuk mensukseskan program keluarga berencana di provinsi Jawa Timur.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui seberapa penting peran keluarga
berencana terhadap pengaruh budaya di Jawa khususnya bagi masyarakat Jawa Timur dan
memberikan solusi bagi Jawa Timur mengenai kegiatan keluarga berencana agar lebih efektif
dan berguna bagi Jawa Timur.
1.3 Batasan Penulisan
Batasan masalah yang digunakan dalam penulisan adalah sebagai berikut:
Penulisan artikel ini hanya dibatasi pada manfaat keluarga berencana di Jawa Timur
Objek dalam penulisan ini hanyalah KB di Jawa Timur
2. PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA
2.1 Keluarga Berencana
KB adalah singkatan dari Keluarga Berencana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1997), maksud daripada ini adalah: “Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan
sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dengan kata lain KB adalah perencanaan jumlah
keluarga. Pembatasan bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau
penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD dan sebagainya. Jumlah anak dalam
sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua. Gerakan ini mulai dicanangkan pada tahun
akhir 1970′an (Wikipedia, 2009).
Sejak dicanangkan dan digalakan secara nasional oleh Presiden RI Ke-2 Soeharto pada
tahun 1970, hingga kini Program Keluarga Berencana (KB) masih dipahami secara sempit oleh
masyarakat sehingga tujuan akhir KB yaitu membentuk keluarga bahagia dan sejahtera belum
benar-benar terwujud. Cita-cita luhur KB ini tersandung paradigma keliru tentang KB. Secara
awam, masyarakat memahami KB sebagai program pemerintah untuk mengendalikan laju
pertumbuhan pendudukan melalui perencanaan kelahiran dan jumlah anak sehingga masyarakat
merasa telah turut menyukseskan program KB tatkala ia telah berhasil menjarangkan kehamilan
dan membatasi jumlah anak paling banyak 2. Pemahaman yang keliru inilah yang menyebabkan
keberhasilan KB hingga sekarang belum mampu membentuk keluarga yang benar-benar bahagia
dan sejahtera. KB juga belum (jika tak mau dikatakan tidak) berhasil membentuk generasi yang
berkualitas. Atau dengan kata lain program KB secara kuantitas telah berhasil menekan laju
pertumbuhan jumlah peduduk namun secara kualitas tidak mampu mengangkat harkat dan
martabat keluarga di Indonesia. Angka pengangguran pada usia produktif dan jumlah anak putus
sekolah dari tahun ke tahun terus meningkat (Iqbal, 2009).
Jawa Timur
Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia. Ibukotanya
adalah Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km², dan jumlah penduduknya 37.070.731 jiwa
(2005). Jawa Timur merupakan provinsi terluas diantara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki
jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur berbatasan
dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa
Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau
Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Jawa dan Samudera Hindia(Pulau Sempu dan
Nusabarung). Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki
signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap Produk
Domestik Bruto nasional. Jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2005 adalah 37.070.731
jiwa, dengan kepadatan 774 jiwa/km2. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak adalah
Kabupaten Malang, sedang kota dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Surabaya. Laju
pertumbuhan penduduk adalah 0,59% per tahun (2004) (Wikipedia, 2009).
Berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa
Timur pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada
bulan Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta
orang yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah
pedesaan. Dengan demikian selama sepuluh bulan terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk
miskin Jawa Timur sebanyak 318.000 orang atau dengan kata lain persentase penduduk miskin
berkurang 1% poin dari, 19,94% pada Mei 2006 menjadi 18,93 % pada bulan Maret 2007.
Penurunan tersebut sebagai hasil atau dampak dari berbagai program pengentasan kemiskinan
serta peningkatan kegiatan ekonomi Jawa Timur secara umum (Anonymous, 2008).
2.2 Permasalahan di Jawa Timur
Ada berbagai permasalahan KB di Jawa Timur diantaranya adalah:
1. Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, jumlah penduduk Jawa Timur
mencapai angka 34.508.611 jiwa. Jumlah ini menempatkan Jawa Timur sebagai propinsi kedua
setelah Jawa Barat dalam hal jumlah penduduk terbanyak. Dengan kepadatan penduduk
mencapai 761 jiwa/km2, di atas ratarata nasional yang sebesar 109 jiwa/km2 menjadikan
wilayah ini termasuk wilayah padat, meski tidak sepadat DKI Jakarta (12.635 jiwa/km2), Jawa
Barat (1.033 jiwa/km2),Jawa Tengah (959 jiwa/km2) dan DIY Yogyakarta (980 jiwa/km2) (East
Java Mapping, 2004). Berdasarkan hasil Susenas 2006, jumlah rumahtangga di Jawa Timur
tahun 2006 ada sebanyak 10.490.640 dengan jumlah penduduk 37.478.737 jiwa. Dengan
demikian rata-rata banyaknya penduduk per rumahtangga sebesar 3,57 orang. Dengan luas
wilayah Jawa Timur sekitar 46.428 kilometer persegi, maka tingkat kepadatan penduduk Jawa
Timur sebesar 807 jiwa per kilometer persegi (BPS Jatim, 2009).
Gambar 1: Sering munculnya antrian akibat laju pertumbuhan
Ada tiga wilayah di Jawa Timur yang kepadatan penduduknya mencapai ratarata 7.108
jiwa/km2, yaitu Kota Malang, Kota Mojokerto dan Kota Surabaya. Tingginya kepadatan di
ketiga wilayah ini tidak lepas dari tingginya tingkat urbanisasi di ketiga wilayah tersebut. Untuk
wilayah-wilayah dengan karakteristik demikian membutuhkan perhatian yang serius baik dari
segi penyediaan infrastruktur maupun penataan mobilitas penduduknya. Rata – rata tingkat
kepadatan di kabupaten/kota di Jawa Timur mencapai 1.734 jiwa/km2 (BPS Jatim, 2009).
2. Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk
Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran.
Salah satu faktor penyebabnya yaitu masih belum maksimalnya fungsi program Kelurga
Berencana (KB) (Anonymous, 2009).
Persentase penduduk usia muda (0-14 tahun) cenderung mengalami penurunan dari
sensus ke sensus, dari 41,17% pada Sensus. Penduduk 1971 menjadi 25,51% pada Sensus
Penduduk Tahun 2000. Penurunan ini sedikit banyak mengindikasikan keberhasilan program
Keluarga Berencana yang dicanangkan pemerintah. Meski mengalami penurunan yang cukup
signifikan, bila kita bandingkan dengan Singapura, jumlah penduduk usia muda di Jawa Timur
masih lebih tinggi, dimana di Singapura pada tahun 2000 komposisi penduduk usia muda hanya
mencapai 16,5% dari total penduduk. Rendahnya minat pasangan muda di Singapora untuk
memiliki anak ini membuat pemerintah Singapura mengeluarkan kebijakan pemberian tunjangan
bagi pasangan yang hendak memiliki anak [Berita www.egov.gov.sg]. Fenomena ini tentunya
berbeda dengan propinsi Jawa Timur yang memiliki penduduk usia muda relatif tinggi. Hal ini
menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah propinsi Jawa Timur untuk lebih serius
mempersiapkan generasi muda ini menjadi generasi yang tumbuh lebih sehat, cerdas dan
berpotensi (Indra, 2007).
Selain itu, angka Dependency Ratio Jawa Timur juga turut berubah. Jumlah penduduk
usia muda cenderung mengalami penurunan dari sensus ke sensus (BPS Jatim, 2009). Penurunan
ini menyebabkan turunnya angka Dependency Ratio Jawa Timur dalam kurun waktu tersebut.
Sementara itu, jumlah penduduk usia produktif dan usia tua cenderung meningkat, sebagai akibat
pergeseran penduduk dari usia muda ke usia produktif dan dari usia produktif ke usia tua.
Dependency Ratio penduduk Jawa Timur pada tahun 2000 mencapai 0,70. Angka ini turun bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana pada tahun 1990 sebesar 0,87; tahun 1980
sebesar 1,03 dan tahun 1971 sebesar 1,11. Turunnya angka Dependency Ratio ini berarti jumlah
beban tanggungan yang harus dipikul per penduduk usia produktif semakin sedikit. Bisa
diartikan bila pada tahun 1971 seorang penduduk usia produktif harus mampu menanggung 1,11
orang penduduk yang lain, pada tahun 2000 seorang penduduk usia produktif hanya menanggung
kurang dari 1 orang penduduk yang lain (0,70). Dependency ratio menyatakan rasio
perbandingan antara kelompok penduduk usia tidak produktif (usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke
atas) terhadap kelompok penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun). Rasio ini menyatakan
seberapa berat beban tanggungan yang harus dipikul oleh jumlah penduduk usia produktif.
Rumus Dependency Ratio adalah jumlah penduduk usia (0-14 tahun) dan usia (65 tahun ke atas)
dibagi dengan jumlah penduduk usia 15 – 64 tahun (BPS, 2009).
3. Masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga
Berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa
Timur pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada
bulan Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta
orang yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah
pedesaan. Dengan demikian selama sepuluh bulan terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk
miskin Jawa Timur sebanyak 318.000 orang atau dengan kata lain persentase penduduk miskin
berkurang 1% poin dari, 19,94% pada Mei 2006 menjadi 18,93 % pada bulan Maret 2007.
Penurunan tersebut sebagai hasil atau dampak dari berbagai program pengentasan kemiskinan
serta peningkatan kegiatan ekonomi Jawa Timur secara umum (BPS, 2009).
Kondisi lemahnya ekonomi keluarga mempengaruhi daya beli termasuk kemampuan
membeli alat dan obat kontrasepsi (Wirawan, 2008). Keluarga miskin pada umumnya
mempunyai anggota keluarga cukup banyak. Kemiskinan menjadikan mereka relatif tidak
memiliki akses dan bersifat pasif dalam berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas diri dan
keluarganya. Pada gilirannya, kemiskinan akan semakin memperburuk keadaan sosial ekonomi
keluarga miskin tersebut. Demikian pula, tingkat partisipasi masyarakat terhadap pembinaan
ketahanan keluarga, terutama pembinaan tumbuh-kembang anak, masih lemah. Hal di atas akan
menghambat pembentukan keluarga kecil yang berkualitas (Gayuh, 2008).
4. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja tentang hak-hak
reproduksi dan kesehatan reproduksi
Pengetahuan remaja di Jawa Timur tentang kesehatan reproduksi ternyata masih sangat
rendah. Menurut data Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, 83,7 persen remaja kurang
memahami kesehatan reproduksi. Hanya 3,6 persen yang tahu pentingnya kesehatan reproduksi
ketidaktahuan remaja tentang kesehatan reproduksi itulah yang diduga memicu tingginya angka
aborsi di Jatim. Penelitian yang sama menemukan bahwa 15 persen responden pernah
berhubungan seks (bersetubuh). Sementara, 17 persen responden pernah melakukan aksi
”meraba-raba” saat berpacaran. Hasil lain, 30 persen responden pernah berciuman bibir dan
berpelukan (Jawa Pos, 09 Mei 2009).
Gambar 2: Penyuluhan dini tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi kepada
remaja
Menurut Is 2009, jumlah aborsi di Jawa Timur meningkat, sekarang ini saja sudah 70%
dari Usia pasangan subur melalukan aborsi. Sebagian besar mereka, tergolong masyarakat
dengan kategori miskin dan hanya mempunyai keterbatasan pendidikan. Hal ini dikarenakan
sebagian besar masyarakat, orang tua, maupun remaja belum memahami hak-hak dan kesehatan
reproduksi remaja (Ritya, 2009). Pemahaman dan kesadaran tentang hak dan kesehatan
reproduksi remaja masih rendah dan tidak tepat. Masyarakat dan keluarga masih enggan untuk
membicarakan masalah reproduksi secara terbuka dalam keluarga. Para anak dan remaja lebih
merasa nyaman mendiskusikannya secara terbuka dengan sesama teman (Indra, 2007).
Pemahaman nilai-nilai adat, budaya, dan agama yang menganggap pembahasan kesehatan
reproduksi sebagai hal yang tabu justru lebih popular. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja
melalui jalur sekolah belum sepenuhnya berhasil (Astiti, 1994). Semua ini mengakibatkan
banyaknya remaja yang kurang memahami atau mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang
masalah kesehatan reproduksi. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak dan kesehatan
reproduksi ini menyebabkan banyaknya remaja yang berperilaku menyimpang tanpa menyadari
akibatnya terhadap kesehatan reproduksi mereka (Wirawan, 2008).
5. Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB
. Pencapaian kesertaan KB pria Propinsi Jawa Timur dapat dikatakan masih sangat rendah,
khususnya pada masyarakat pedesaan. Rendahnya kesertaan KB pria dalam pelaksanaan
program KB dan Kesehatan Reproduksi (KR) harus segera diatasi, mengingat pria merupakan
penentu proses reproduksi itu sendiri. Pria merupakan partner reproduksi dan seksual, pria
terlibat langsung dalam fertilitas dan kebanyakan pria adalah penanggung jawab sosial ekonomi
keluarga (Hariastuti, 2008). Menurut Hariastuti, 2008 penyebab rendahnya partisipasi pria
dalam ber-KB di Jawa Timur disebabkan beberapa hal diantaranya kebijakan dari tingkat yang
lebih atas belum dapat sepenuhnya diterapkan di lapangan karena kondisi sarana dan prasarana
yang kurang mendukung, misalnya keterbatasan kemampuan petugas pelayanan maupun tidak
terpenuhinya standar pelayanan yang berkualitas. Hal lain perlu mendapat sorotan serius yaitu
pola-pola kerja dengan paradigma lama program KB yang mengacu pada pencapaian target
melalui penerapan ancaman, serta pandangan skeptis terhadap kemampuan masyarakat untuk
mengadopsi informasi program. Pendekatan seperti ini akhirnya menyebabkan petugas di lini
lapangan tidak memiliki cukup motivasi untuk menerapkan metode KIE, KIP/konseling sebagai
perwujudan penghargaan terhadap hak-hak reproduksi. Selain itu, Akses terhadap pelayanan
salah satu unsur pokok yang sangat erat hubungannya dengan kepuasan individu dan
keberhasilan pencapaian program (BKKBN, 2009). Analisa hasil penelitian yang telah
dilaksanakan, menunjukan bahwa alat kontrasepsi pria yang selama ini ada cukup terjangkau
baik dari segi biaya maupun ketersediaannya. Meskipun demikian dibeberapa tempat sarana
pelayanan KB pria masih sulit ditemukan karena kendala geografis yang tidak mendukung.
Keterkaitan antara akses terhadap sarana pelayanan dengan kesertaan KB pria berdasarkan hasil
temuan penelitian ini terbukti sangat kuat. Koefisien korelasi sebesar 0,283 dengan taraf
signifikansi 0,004 menunjukkan keeratan hubungan antara kedua faktor tersebut. Selain itu, yang
perlu mendapatkan perhatian lebih berdasar penelitian ini adalah perlunya pengembangan sarana
pelayanan khusus pria dengan pertimbangan kebutuhan pria akan sarana pelayanan yang
terjamin keamanan, kerahasiaan serta persepsi tentang minimnya permasalahan kesehatan yang
muncul paska pelayanan kontrasepsi bagi pria (Ritya, 2009). Berdasarkan temuan dilapangan
komplikasi paska pelayanan yang dialami pria terutama terjadi karena kurangnya kualitas
pelayanan terutama pada unsur kompetensi petugas pelayanan (Winarni, 2005).
6. Masih kurang maksimalnya akses dan kualitas pelayanan KB
Saat ini di Jawa Timur belum semua fasilitas pelayanan kesehatan primer dapat melayani
KB dan kesehatan reproduksi. Di samping hal tersebut, masih banyak pasangan usia subur yang
menggunakan kontrasepsi yang kurang efektif dan efisien untuk jangka panjang (Soekarno,
2009).
Gambar 3: Penyuluhan dengan Bis keliling kurangnya akses dan kualitas pelayanan KB
Salah satu contoh kurang maksimalnya akses dan kualitas pelayanan KB adalah di Kabupaten
Jember yang kehilangan sedikitnya seratus petugas penyuluh keluarga berencana, atau sekitar 36
persen dari jumlah yang ada pada tahun 2008. Hilangnya sejumlah petugas tersebut merupakan
konsekuensi dari perubahan struktur kelembagaan dan adanya petugas yang pensiun atau
meninggal. Padahal, penyuluh lapangan KB dan penyuluh KB (PLKB dan PLB) merupakan
ujung tombak keberhasilan program keluarga berencana. Pasalnya, dalam tugasnya mereka
dibekali pendidikan dan pelatihan khusus (Winarni, 2005). Kondisi ini semakin diperkuat dengan
pasca otonomi daerah, para penyuluh lapangan berstatus sarjana dialihkan oleh pemerintah
daerah untuk pembangunan sektor lain, sehingga terjadi kekurangan tenaga PLKB/PKB
(Wirawan, 2008).
2.3 Pola Kebijakan KB berbasis masyarakat di Jawa Timur
Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan pembangunan kependudukan dan keluarga
berencana dijabarkan dalam program-program pembangunan sebagai berikut:
1. Program Pengembangan Kebijakan Kependudukan
Program ini bertujuan untuk menyeserasikan kebijakan kependudukan yang
berkelanjutan.
Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan dan program pembangunan yang berwawasan
kependudukan meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan mobilitas;
b. Pengintegrasian faktor kependudukan ke dalam pembangunan sektor lainnya.
2. Program Penataan Administrasi Kependudukan
Program ini bertujuan untuk menata administrasi kependudukan dalam upaya mendorong
terakomodasinya hak-hak penduduk, tertib administrasi penduduk, tersedianya data dan
informasi penduduk yang akurat dan terpadu.
Kegiatan pokoknya adalah :
a. Penyempurnaan sistem pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan
informasi kependudukan melalui Sistem Administrasi Kependudukan (SAK);
b. Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan;
c. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang administrasi informasi
kependudukan.
3. Program Pengembangan Keluarga Berencana
Program ini bertujuan untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan
Kesehatan Reproduksi yang berkualitas.
Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan tentang pelayanan KB, komunikasi, informasi, dan
edukasi (KIE) peran serta masyarakat dalam KB dan kesehatan reproduksi;
b. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi;
c. Peningkatan penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien;
d. Penyediaan alat, obat dan cara kontrasepsi dengan memprioritaskan keluarga
miskin serta kelompok rentan lainnya; dan
e. Penyelenggaraan promosi dan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi.
4. Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap dan perilaku
positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi.
Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja;
b. Penyelenggaraan promosi kesehatan reproduksi remaja, pemahaman dan
pencegahan HIV/AIDS dan bahaya NAPZA;
c. Penguatan dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan
program kesehatan reproduksi remaja yang mandiri.
5. Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas
Program ini bertujuan untuk membina kemandirian dan sekaligus meningkatkan cakupan
dan mutu pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
Kegiatan pokoknya adalah :
a. Peningkatan kemampuan tenaga lapangan dan kemandirian kelembagaan KB yang
berbasis masyarakat;
b. Pengelolaan data dan informasi keluarga berbasis data mikro.
METODE PENULISAN
3.1 Sumber Data
Data dan fakta yang berhubungan dengan pembahasan tema ini didapatkan dengan
tahapan-tahapan pengumpulan data dengan cara pembacaan kritis terhadap ragam literatur yang
berhubungan dengan tema pembahasan.
Data yang digunakan adalah data dengan kriteria telah dipublikasikan kepada masyarakat
melalui literatur yang diterbitkan, surat kabar, buletin, jurnal upun internet. Dengan demikian
penulis mengelompokan atau menyeleksi data dan informasi berdasarkan ktegori dan relevansi
untuk selanjutnya dianalisis dan disimpulkan.
3.2 Analisis Data
Dalam penulisan ini teknik analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif
kualitatif. Menurut Arikunto (1998), analisa deskriptif kualitatif adalah analisa yang
digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori untuk
memperoleh kesimpulan.
Untuk menganalisa data dan informasi yang didapat, digunakan analisis isi (content
analysis). Analisis isi adalah suatu teknik yang sistematik untuk menganalisis makna pesan dan
cara mengungkapkan pesan. Analisis isi selalu melibatkan kegiatan menghubungkan atau
membandingkan penemuan berupa kriteria atau teori. Langkah yang dilakukan dalam
menganalisis data pada penelitian ini menggunakan interaktive model dari Miles dan Huberman
(Miles dan Huberman, 1994). Model ini terdiri dari 4 komponen yang saling berkaitan, yaitu
(1) pengumpulan data dan penyederhanaan atau reduksi data,
(2) penyajian data dan penarikan dan pengujian atau verifikasi kesimpulan.
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1 Analisis
Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkan didapatkan data bahwa pelu adanya upaya
untuk membangkitkan pembangunan KB di Jatim (Winarni, 2005). Pemicu harus diadakanya
upaya atau langkah-langkah startegis untuk meninkatkan pembangunan KB di Jawa Timur
adalah masih tingginya jumlah penduduk di Jawa Timur dimana berdasarkan hasil Susenas 2006,
jumlah rumahtangga di Jawa Timur tahun 2006 ada sebanyak 10.490.640 dengan jumlah
penduduk 37.478.737 jiwa. Dengan demikian rata-rata banyaknya penduduk per rumahtangga
sebesar 3,57 orang. Dengan luas wilayah Jawa Timur sekitar 46.428 kilometer persegi, maka
tingkat kepadatan penduduk Jawa Timur sebesar 807 jiwa per kilometer persegi (BPS Jatim,
2009). Selain itu, masih rendahnya tingkat ekonomi masyarakat di Jawa Timur dimana
berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa Timur
pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada bulan
Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta orang
yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah pedesaan.
Dengan demikian selama sepuluh bulan terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk miskin
Jawa Timur sebanyak 318.000 orang atau dengan kata lain persentase penduduk miskin
berkurang 1% poin dari, 19,94% pada Mei 2006 menjadi 18,93 % pada bulan Maret 2007.
Dengan demikian perlu dilakukan upaya atau langkah-langkah strategis untuk
meningkatkan pembangunajn KB di Jawa Timur agar tidak terjadi ledakan penduduk dan angka
kemiskina yang semakin tinggi di jawa timur melalui strategi pembangunan KB berbasis
masyarakat di Jawa Timur.
4.2 Sintesis
4.2.1 Pola Kebijakan KB berbasis masyarakat
Pola kebijakan Kb yang berbasis masyarakat adalah pola peningkatan KB yang
didasarkan pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat (Anonymous, 2009). Pola ini harus
dilakukan dengan dukungan dan partisipasi sepenuhnya dari masyarakat karena subjek dalam
pola ini adalah masyarakat sehingga dituntut peran serta masyarakat dalam pola ini. Langkah-
langkah dalam pola kebijakan KB berbasis masyarakat diantaranya adalah Program
Pengembangan Kebijakan Kependudukan, Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil,
Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program Pengembangan Keluarga Berencana, dan
Program Penataan Administrasi Kependudukan
4.2. 2 Program Pengembangan Kebijakan Kependudukan
Program ini bertujuan untuk menyeserasikan kebijakan kependudukan yang
berkelanjutan. Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan dan program pembangunan yang berwawasan kependudukan
meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan mobilitas;
b. Pengintegrasian faktor kependudukan ke dalam pembangunan sektor lainnya.
4.2.3 Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil
Keluarga merupakan tonggak utama untuk kemajuan masyarakat (Suyono, 2006). Oleh
karena itu pelembagaan keluarga kecil mutlak diperlukan untuk meningkatkan upaya
pembangunan KB (Mariyah, 1989). Program ini bertujuan untuk menata administrasi
kependudukan dalam upaya mendorong terakomodasinya hak-hak penduduk, tertib administrasi
penduduk, tersedianya data dan informasi penduduk yang akurat dan terpadu. Kegiatan
pokoknya adalah :
a. Penyempurnaan sistem pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan
informasi kependudukan melalui Sistem Administrasi Kependudukan (SAK);
b. Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan;
c. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang administrasi informasi kependudukan.
4.2.4 Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Pengetahuan remaja di Jawa Timur tentang kesehatan reproduksi ternyata masih sangat
rendah. Menurut data Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, 83,7 persen remaja kurang
memahami kesehatan reproduksi. Hanya 3,6 persen yang tahu pentingnya kesehatan reproduksi
ketidaktahuan remaja tentang kesehatan reproduksi itulah yang diduga memicu tingginya angka
aborsi di Jatim. Oleh karena itu Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman,
pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi.
Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja;
b. Penyelenggaraan promosi kesehatan reproduksi remaja, pemahaman dan pencegahan
HIV/AIDS dan bahaya NAPZA;
c. Penguatan dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan program
kesehatan reproduksi remaja yang mandiri.
4.2.5 Program Pengembangan Keluarga Berencana
KB adalah singkatan dari Keluarga Berencana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1997), maksud daripada ini adalah: “Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan
sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dengan kata lain KB adalah perencanaan jumlah
keluarga. Program ini bertujuan untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB
dan Kesehatan Reproduksi yang berkualitas. Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan tentang pelayanan KB, komunikasi, informasi, dan edukasi
(KIE) peran serta masyarakat dalam KB dan kesehatan reproduksi;
b. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi;
c. Peningkatan penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien;
d. Penyediaan alat, obat dan cara kontrasepsi dengan memprioritaskan keluarga miskin
serta kelompok rentan lainnya; dan
e. Penyelenggaraan promosi dan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi.
Gambar 4: Kegiatan Penyuluhan Program Pengembangan Keluarga Berencana
4.2.6 Program Penataan Administrasi Kependudukan
Program ini bertujuan untuk menata administrasi kependudukan dalam upaya mendorong
terakomodasinya hak-hak penduduk, tertib administrasi penduduk, tersedianya data dan
informasi penduduk yang akurat dan terpadu. Kegiatan pokoknya adalah :
a. Penyempurnaan sistem pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan
informasi kependudukan melalui Sistem Administrasi Kependudukan (SAK);
b. Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan;
c. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang administrasi informasi kependudukan.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
KB sangat penting bagi pembangunan di Jawa Timur
Alasan mengapa KB sangat penting di Jawa Timur diantaranya adalah: Masih tingginya
laju pertumbuhan dan jumlah penduduk, . Masih kurang maksimalnya akses dan kualitas
pelayanan KB, Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB, Kurangnya pengetahuan dan
kesadaran pasangan usia subur dan remaja tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan
reproduksi, Masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga, dan Masih tingginya
tingkat kelahiran penduduk.
Pola Kebijakan KB berbasis masyarakat yang dapat dilakukandi Jawa Timur
diantaranya adalah: Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas,
Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program Pengembangan Keluarga Berencana,
Program Penataan Administrasi Kependudukan, Program Pengembangan Kebijakan
Kependudukan
4.2 Saran
Pemerintah, terutama Pemprov Jawa Timur agar lebih meningkatkan kegiatan KB
sebagai antisipasi adanya ledakan penduduk
Masyarakat diharapkan lebih rajin untuk ikut serta dalam program KB, agar bisa
menciptakan keluarga yang sejahtera.
Pola kebijakan KB yang dapat dilakukan pemerintah harus selalu berbasiskan
masyarakat.