Upload
tika-risyad
View
220
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
KEBISINGAN
Oleh:
Atikah Risyad (110405048)Budi Warman (110405074)
Christianto Sitio (110405088)Dasa Hayuwibawa (110405057)
Sola Fide Gavra Tarigan (110405073)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARAFAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIAMEDAN
2011Kata Pengantar
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kasih karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini
tepat pada waktunya yang berjudul “Kebisingan”.
Makalah ini berisikan tentang kebisingan di tempat kerja, dampaknya dan cara
menanggulanginya. Karena kebisingan merupakan salah satu jenis dari unsafe
condition yang berdampak besar pada terjadinya kecelakaan di tempat kerja.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita mengenai
kebisingan agar pengaruh kebisingan bagi keselamatan kerja dapat dikurangi,
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir.
Medan, 09 Desember 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................1
1
DAFTAR ISI .............................................................................................................2BAB I PENDAHULUANI.1 Latar Belakang Penulisan………………………………………………...…... 3I.2 Tujuan penulisan……………………………………………...…………...…... 3
BAB II ISIII.1 Pengertian Kebisingan .......…………………………………………………. 2II.2 Sifat dan Sumber Bising ..............................................................................5II.3 Jenis-jenis Bising .........................……………………..………......................7II.4 Efek Kebisingan ............................................………………….…............... 9II.5 Pengendalian Bising...................................................................................13II.6 Pengukuran Kebisingan .......................................……………….……...... 18II.7 Standar Kebisingan .................................................................................. 20
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan…………………………………………………………………… 23III.2 Saran………………………………………………………….….………….... 23
Daftar pustaka...................................................................................................... 24
BAB I
2
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Penulisan
Setiap aktifitas manusia disadari atau tidak, dapat menjadi sumber bising.
Seiring perkembangan zaman manusia pun membutuhkan industri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Namun kebanyakan aktifitas dalam suatu industri terutama
proses produksi, dapat menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu pekerja
maupun masyarakat sekitarnya.
Kebisingan adalah bentuk energi yang bila tidak disalurkan pada tempatnya
akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Upaya
pengawasan dan pengendalian kebisingan menjadi faktor yang menentukan
kualifikasi suatu perusahaan dalam menangani masalah lingkungan yang muncul.
Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan.
Karena termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara / bunyi. Oleh
karena itu bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan, maka yang dapat
dilakukan yaitu mereduksi dengan melakukan pengendalian melalui berbagai
macam cara.
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
Memberikan gambaran umum kebisingan sebagai salah satu faktor yang dapat
menurunkan derajat kesehatan masyarakat;
Dapat memahami kondisi kebisingan, alat-alat monitoring pengendalian yang
digunakan dan fasilitas-fasilitas lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai
penambah pengetahuan bagi pembaca maupun penulis.
Mengurangi tingkat terjadinya kecelakaan akibat kebisingan di tempat kerja.
BAB II
3
ISI
II.1 Pengertian Kebisingan
Pengertian kebisingan menurut beberapa ahli, antara lain:
Menurut Doelle (1993): “suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan
tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara.
Secara fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi
getaran dari suatu sumber getar yang sampai ke gendang telinga.”
Menurut Patrick (1977): “kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara
yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya.”
Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu
Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak
dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
KEP-48/MENLH/11/1996 definisi bising adalah “bunyi yang tidak diinginkan dari
usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan.”
Bising dalam kesehatan kerja, bising dapat diartikan sebagai suara yang dapat
menurunkan pendengaran baik secara kualitatif (penyempitan spektrum
pendengaran) maupun secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran),
berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi, dan pola waktu. Kebisingan
adalah bahaya yang umum di tempat kerja.
Suara atau bunyi dapat dirasakan oleh indra pendengaran akibat adanya
rangsangan getaran yang datang melalui media yang berasal dari benda yang
bergetar.
Menurut Suma’mur (1984) bahwa dari segi kualitas bunyi terdapat dua hal yang
menentukan, yaitu frekuensi suara dan intensitas suara. Frekuensi dinyatakan dalam
jumlah getaran perdetik atau Hertz (Hz), yaitu jumlah getaran yang sampai ketelinga
setiap detiknya. Sedangkan intensitas atau arus energi lazim dinyatakan dalam
desibel (dB), yaitu perbandingan antara kekuatan dasar bunyi (0,0002 dyne/cm² )
dengan frekuensi (1,000 Hz) yang tepat dapat didengar oleh telinga normal.
4
Mengingat desibel yang diterima oleh telingan merupakan skala logaritmis , maka
tingkat kebisingan 3 dB di atas 60 dB pengaruhnya akan berbeda dengan 3 dB di
atas 90 dB. Intensitas dinilai dan dianalisis, selanjutnya hasil yang diperoleh harus
dibandingkan dengan standar yang ditetapkan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah intensitas kebisingan yang diterima oleh tenaga kerja sudah melampaui Nilai
Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan atau belum. Dengan demikian akan
dapat segera dilakukan upaya pengendalian untuk mengerangi dampak terhadap
kebisingan tersebut. NAB kebisingan ditempat kerja berdasarkan beraturan Menaker
1978 , besarnya rata-rata 85 dB untuk waktu kerja terus-menerus tidak lebih 8 jam /
hari atau 40 jam / minggu. Pengendalian kebisingan dengan dua pendekatan, yakni
pendekatan jangka pendek dan pendekatan jangka panjang. Pengendalian
kebisingan yang beroreantasi dengan mengeliminirsumber kebisingan, penggunaan
alat pelindung diri, pengendalian secara teknik/
teknologi, mengatur merotasi kerja antara tempat yang bising dengan tempat yang
lebih
nyaman, didasarkan pada intensitas kebisingan yang dapat diterima (NAB). Menurut
Pulat (1992) pemakaian sumbat telinga dapat mengurangi kebisingan sebesar ± 30
dB,
sedangkan tutup telinga mengurangi kebisingan sedikit lebih sebesar yaitu antara 40
– 50 dB.
II.2 Sifat dan Sumber Bising
a. Sifat Bising
Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
Kadarnya berbeda;
Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan bertambah pula;
Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu.
b. Sumber Bising
Sumber-sumber bising sangat banyak, namun dikelompokkan menjadi kebisingan
industri, kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan olahraga dan seni, dan
kebisingan lalu lintas. Selanjutnya, emisi kebisingan dipantulkan melalui lantai, atap,
dan alat-alat.
Sumber bising secara umum (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
5
Indoor : manusia, alat-alat rumah tangga dan mesin;
Outdoor: lalu lintas, industri dan kegiatan lain.
Pembagian sumber bising lain dapat dibedakan menjadi:
Sumber terbesar: lalu lintas (darat, laut dan udara)
Tingkat tekanan suara dari lalu lintas dapat diprediksi dari:
- Kecepatan lalu lintas;
- Kecepatan kendaraan;
- Kondisi permukaan jalan.
Industri: tergantung kepada jenis industri dan peralatan
- Mesin-mesin proses, pemotong, penggerinda, blower, kompresor, kipas dan
pompa;
- Sumber terbesarnya abrasi gas pada kecepatan tinggi, fan dan katup ketel
uap.
Bidang jasa gedung: ventilasi, pembangkit pendingin ruangan, pompa pemanas,
plambing dan elevator;
Bidang domestik: kegiatan rumah tangga, vaccum cleaner, mesin cuci, dan
pemotong rumput;
Aktivitas waktu luang: balap mobil, diskotik, ski dan menembak.
Diantara pencemaran lingkungan yang lain, pencemaran/polusi kebisingan dianggap
istimewa dalam hal (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
[1] Penilaian pribadi dan penilaian subyektif sangat menentukan untuk mengenali
suara sebagai pencemaran kebisingan atau tidak. Terdapat kesulitan dalam
menempatkan kebisingan antara tingkat penilaian subjektif seorang individu yang
menangkapnya sebagai "kebisingan" dan tingkat fisik yang dapat diukur secara
obyektif
[2] Kerusakannya setempat dan sporadis dibandingkan dengan pencemaran air dan
pencemaran udara (bising pesawat udara merupakan pengecualian).
Tidak ada perbedaan jelas antara siapa agresornya dan siapa korbannya,
sebagaimana yang sering terjadi ada korban-korban dari kebisingan akibat piano
dan karaoke. Meskipun jumlah keluhan yang terdaftar di kota-kota besar selama
beberapa tahun terakhir ini telah berkurang, kebisingan masih merupakan bagian
besar dari keluhan-keluhan masyarakat.
II.3 Jenis-Jenis Bising
6
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan:
1. Bising terus menerus (continuous noise)
Bising terus menerus dihasilkan oleh mesin yang beroperasi tanpa henti,
misalnya blower, pompa, kipas angin, gergaji sirkuler, dapur pijar, dan
peralatan pemprosesan (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
Bising terus-menerus (Prabu,Putra, 2009) adalah bising dimana fluktuasi dari
intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu:
Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. bising
ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0.5 detik berturut-
turut, seperti suara kipas angin, suara mesin tenun.
Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya
mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya
gergaji sirkuler, katup gas.
2. Bising terputus-putus (intermittent noise)
Adalah kebisingan saat tingkat kebisingan naik dan turun dengan cepat, seperti
lalu lintas dan suara kapal terbang di lapangan udara (Goembira, Fadjar, Vera S
Bachtiar, 2003). Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu
bising yang berlangsung secar tidak terus-menerus, melainkan ada periode
relatif tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, kereta api
(Prabu,Putra, 2009).
3. Bising tiba-tiba (impulsive noise)
Merupakan kebisingan dengan kejadian yang singkat dan tiba-tiba. Efek
awalnya menyebabkan gangguan yang lebih besar, seperti akibat ledakan,
misalnya dari mesin pemancang, pukulan, tembakan bedil atau meriam,
ledakan dan dari suara tembakan senjata api (Goembira, Fadjar, Vera S
Bachtiar, 2003). Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40
dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti
suara tembakan suara ledakan mercon, meriam (Prabu,Putra, 2009).
4. Bising berpola (tones in noise)
Merupakan bising yang disebabkan oleh ketidakseimbangan atau pengulangan
yang ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Pola gangguan misalnya
disebabkan oleh putaran bagian mesin seperti motor, kipas, dan pompa. Pola
7
dapat diidentifikasi secara subjektif dengan mendengarkan atau secara objektif
dengan analisis frekuensi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
5. Bising frekuensi rendah (low frequency noise)
Bising ini memiliki energi akustik yang penting dalam range frekuensi 8-100 Hz.
Bising jenis ini biasanya dihasilkan oleh mesin diesel besar di kereta api, kapal
dan pabrik, dimana bising jenis ini sukar ditutupi dan menyebar dengan mudah
ke segala arah dan dapat didengar sejauh bermil-mil (Goembira, Fadjar, Vera S
Bachtiar, 2003).
6. Bising impulsif berulang
Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya mesin tempa (Prabu,Putra, 2009).
Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas (Prabu,Putra,
2009):
1. Bising yang mengganggu (Irritating noise).
Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya
mendengkur.
2. Bising yang menutupi (Masking noise)
Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung
bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja , karena
teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise)
Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi jenis ini
akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
II.4 Efek Kebisingan
8
Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap manusia, yaitu:
1. Gangguan kenyamanan dan stress pada anak-anak (Freddy Hernawan, 2008);
2. Kebisingan pada intensitas tinggi dan pemaparan yang lama dapat
menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non
pendengaran yang bersifat subyektif seperti gangguan pada komunikasi,
gangguan
9
tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan tidak senang/mudah marah
(Dian Anggraeni, 2006);
3. Gangguan pendengaran sebesar 3,85 % untuk kebisingan impulsif dan
gangguan pendengaran sebesar 27,78% untuk kebisingan kontinyu pada pekerja
di industri kompor dan bengkel las Malang (Pasaoran Tamba I, 2001);
4. Gangguan terhadap konsentrasi kerja yang dapat mengakibatkan menurunnya
kualitas dan kuantitas kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003);
5. Gangguan dalam kenikmatan bekerja terutama pada orang yang sangat rentan
terhadap kebisingan sehingga dapat menimbulkan rasa pusing, gangguan
konsentrasi dan kehilangan semangat kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar,
2003);
6. Menurut (Prabu, Putra, 2009) dampak kebisingan bagi pekerja:
1. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi
pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini
disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga
dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah
tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem
saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem
pencernaan dan keseimbangan elektrolit.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama
dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres,
kelelahan dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang
menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.
Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini
menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya
10
kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan
komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang
angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa
kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.
5. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan
diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada
pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah
pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus
di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali,
biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas
kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya
digunakan untuk percakapan.
7. Penurunan daya dengar.
Penurunan daya dengar dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara
yang keras seperti sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang masuk ke
telinga dapat mencapai struktur telinga dalam dan bila melampaui batas
fisiologis dapat menyebabkan rusaknya membran thympani, putusnya rantai
tulang pendengaran atau rusak organ spirale (Goembira, Fadjar, Vera S
Bachtiar, 2003). Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak
sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh
pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang
sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara
ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan
tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009).
2. Temporary Threshold Shift (TTS)/Tuli Sementara
11
Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising berupa
kenaikan ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah
berakhirnya pemaparan bising, akan kembali pada kondisi semula. TTS
adalah kelelahan fungsi pada reseptor pendengaran yang disebabkan oleh
energi suara dengan tetap dan tidak melampui batas tertentu. Maka apabila
akhir pemaparan dapat terjadi pemulihan yang sempurna. Akan tetapi jika
kelelahan melampaui batas tertentu dan pemaparan terus berlangsung setiap
hari, maka TTS secara berlahan-lahan akan berubah menjadi PTS
(Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). TTS diakibatkan pemaparan
terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami
penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu
pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat
secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali (Prabu,Putra, 2009).
3. Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen
Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat
irreversible sehingga tidak mungkin tejadi pemulihan. Gangguan dapat terjadi
pada syaraf-syaraf pendengaran, alat-alat korti atau dalam otak sendiri. Ini
dapat diakibatkan oleh efek kumulatif paparan terhadap bising yang berulang-
ulang selama bertahun (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
Fase-fase perkembangan kurangnya pendengaran akibat bising tetap menurut
Parmeggiani (dikutip dalam Rozita E.,Wahyuni T, 2005) adalah:
a. Fase I
Terjadi pada 10-20 hari pertama pemaparan bising. Pada saat sudah bekerja,
telinga penderita terasa penuh, mendenging, sakit kepala ringan, pusing, dan
merasa lelah.
b. Fase II
Terjadi pada jangka waktu pemaparan beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Pada fase ini semua gejala subjektif hilang, kecuali telinga yang mendenging
secara intermitten. Gejala lain tergantung dari sifat bising, lama waktu
pemaparan, dan prediposisi individual.
c. Fase III
12
Terjadi sebagai lanjutan fase II. Pada kondisi ini penderita merasa
pendengarannya tidak normal lagi. Penderita tidak dapat lagi mendengar
pembicaraan-pembicaraan terutama jika terdapat bising latar belakang.
d. Fase IV
Pada fase ini, diikuti oleh tinnitus yang tetap (terus menerus) yang menunjukan
bahwa terjadi kerusakan pada struktur syaraf dari cochlea. Hal ini tidak hanya
mengganggu pendengaran, tetapi juga mengganggu istirahat, tidur, dll.
Pengaruh yang ditimbulkan pada setiap tingkat bising dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut.
Tabel 2.1 Pengaruh Bunyi terhadap Fisiologis dan Psikologis Manusia
Bunyi
(dBA)Pengaruh terhadap Manusia
39-40 Tidak mengganggu
55-65Penyempitan pembuluh darah dan peningkatan frekuensi denyut
jantung
70 Kontinu akan berdampak penyakit jantung
80 Kelelahan mental dan fisik, psikomatis dan perasaan jengkel
90 Kerusakan alat pendengaran dan penurunan daya pendengaran
100Kontinu dapat kehilangan pendengaran secara permanen dan
pada waktu singkat dapat mengurangi daya dengar
120 Rasa nyeri dan sakit
150 Kehilangan pendengaran pada saat itu juga
Sumber: Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003
II.5 Pengendalian Bising
Permasalahan kebisingan bisa diuraikan menjadi tiga komponen, (Goembira,
Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003), yaitu:
1. Sumber radiasi;
2. Jalur tempuh radiasi;
3. Penerima (telinga).
13
Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga komponen
ini. Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu pengendalian
bising aktif (active noise control) dan pengendalian bising pasif (passive noise
control).
A. Active Noise Control
1. Kontrol Sumber
Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi
sumber, yaitu penggantian komponen atau mendisain ulang alat atau mesin
supaya kebisingan yang ditimbulkan bisa dikurangi. Program maintenance yang
baik supaya mesin tetap terpelihara, dan penggantian proses. Misalnya
mengurangi faktor gesekan dan kebocoran suara, memperkecil dan mengisolasi
elemen getar, melengkapi peredam pada mesin, serta pemeliharaan rutin
terhadap mesin. Tetapi cara ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya
juga butuh biaya yang sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
Beberapa upaya untuk mengurangi kebisingan di sumber antara lain (Tambunan,
2005):
Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat
kebisingan yang lebih rendah
Mengganti “jenis proses” mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih
rendah) dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan
digunakan sbg penggantian proses riveting.
Sumber: Tambunan, 2005
Modifikasi “tempat” mesin, spt pemberian dudukan mesin dengan
material-material yang memiliki koefisien redaman getaran lebih tinggi
Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja
14
Gambar 2.1 Hanging baffles (Tambunan, 2005)
Antisipasi kebisingan dengan kontrol sumber ternyata 10 kali lebih murah (unit
harga terhadap reduksi dB) daripada antisipasi pada propagasi atau kontrol
lingkungan. Pada area kerja dengan kebisingan > 100 dB A, kontrol sumber
berupa kontrol rekayasa mesin adalah hal yang mutlak dilakukan menurut
Standard Basic Requirement OSHA.
Cladding
Cladding adalah salah satu jenis pengendali bising untuk mengurangi
pancaran bising dari pipa akibat aliran fluida di dalamnya. Cladding terdiri
atas lapisan penyerap suara dan bahan impermeable. Lapisan ini ada
berbagai jenis dengan tingkat atenuasi yang bervariasi.
Silencer, Attenuator, Muffler
Silencer (ditunjukkan pada Gambar 2.2), attenuator, muffler digunakan untuk
mereduksi bising fluida dengan meletakkannya di daerah atau jalur aliran
fluida.
Gambar 2.2 Silencer
15
2. Kontrol Lingkungan
Rekayasa terhadap kebisingan di industri kurang diterapkan dengan baik.
Beberapa industri menyertakan spesifikasi tingkat kebisingan saat memilih alat
baru, namun terkadang masih mengalami masalah kebisingan. Hal lain yang
dapat dilakukan antara lain yaitu dengan pengendalian pada medium
perambatan. Sebenarnya upaya pengendalian ini memiliki tujuan untuk
menghalangi perambatan suara dari sumber suara yang menuju ke telinga
manusia. Untuk menghalangi perambatan, ditempatkanlah sound barrier antara
sumber suara dan telingan. Pemblokiran rambatan ini hanya akan berhasil jika
sound barrier tidak ikut bergetar saat tertimpa gelombang yang merambat (tidak
beresonansi). Faktor terpenting yang akan mempengaruhi keberhasilan sound
barrier adalah bahan dimensi. Pengendalian kebisingan pada medium rambat
terpaut pada:
Pemisahan ruangan dengan sekat atau pembatas akustik;
Menggunakan material yang memiliki daya serap suara;
Pembuatan barrier. Barrier digunakan untuk menghalangi paparan bising dari
sumber ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber dan
penerima;
Memasang panel dan penghalang;
Memperluas jarak antar sumber dan melakukan pemagaran.
3. Proteksi Personal
Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah penggunaan earplugs dan
earmuffs. Pemilihan antara kedua proteksi ini disesuaikan dengan kondisi. Pada
kenyataannya, earmuffs bisa mengurangi desibel yang masuk ke telinga lebih
besar dari earplugs. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa over proteksi juga
dapat mengurangi efektifitas proses.
1. Earmuffs
Earmuffs terbuat dari karet dan plastik. Earmuffs bisa digunakan untuk
intensitas tinggi (>95 dB), bisa melindungi seluruh telinga, ukurannya bisa
disesuaikan untuk berbagai ukran telinga, mudah diawasi dan walaupun
terjadi infeksi pada telinga alat tetap dapat dipakai. Kekurangannya,
penggunaan earmuffs menimbulkan ketidaknyamanan, rasa panas dan
pusing, harga relatif lebih mahal, sukar dipasang pada kacamata dan helm,
membatasi gerakan kepala dan kurang praktis karena ukurannya besar.
16
Earmuffs lebih protektif daripada earplugs jika digunakan dengan tepat, tapi
kurang efektif jika penggunaannya kurang pas dan pekerja menggunakan
kaca mata.
Gambar 2.3 Earmuff (Tambunan, 2005)
2. Earplugs
Earplugs lebih nyaman dari earmuffs, berlaku untuk tingkat kebisingan
sedang (80-95 dB) untuk waktu paparan 8 jam. Jenis earplugs ada
bermacam-macam: padat dan berongga. Bahannya terbuat dari karet lunak,
karet keras, lilin, plastik atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut.
Gambar 2.4 Earplug (Tambunan, 2005)
Keuntungan dari ear plug adalah: mudah dibawa karen akecil, lebih nyaman
bila digunakan pada tempat yang panas, tidak membatasi gerakan kepala,
lebih murah daripada ear muff, lebih mudah dipakai bersama dengan
kacamata dan helm. Sedangkan kekurangan dari ear plug yaitu atenuasi lebih
kecil, sukar mengontrol atau
Gambar 2.5 Earplug
17
diawasi, saluran telingan lebih mudah terkena infeksi dan apabila sakit ear
plug tidak dapat dipakai.
B. Passive Noise Control
Cara ini dilakukan dengan mereduksi sumber bising yang berbeda fase 180o dari
sumber bising. Misalnya suatu sumber bising di satu titik dalam ruang merambat
dengan gelombang p1. Jika dapat dibangkitkan suatu gelombang anti bising p2
dengan komponen amplitudo dan frekuensi yang sama dengan gelombang p1, dan
berbeda fasa 180o, maka super posisi kedua gelombang akan saling meniadakan.
C. Antisipasi Lain
Selain cara-cara pengendalian di atas, harus dilakukan antisipasi terhadap pekerja.
Salah satu tekniknya adalah dengan tes audiometric berkala terhadap pekerja,
pendidikan/pelatihan dan penghitungan fraksi dosis kebisingan. Tes audiometric
biasanya dilakukan oleh ahli THT secara medis.
II.6 Pengukuran Kebisingan
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak
suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih
besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi
adalah desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik.
Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar.
Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.
Kebisingan bisa menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh,
suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk
menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring
dengan bantuan alat:
a. Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan;
b. Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan
untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey
meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain.
18
Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band
analyzer sudah cukup banyak memberikan informasi.
Sound Level Meter (SLM)
SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran
kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk
attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga
jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk
memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total.
Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi
dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun
tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada
perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan
tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.
Gambar 2.4 Sound Level Meter
(Sumber: Defi P,Wahyuni T, 2005)
Octave Band Analyzer (OBA)
Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda,
oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai
tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang
rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA.
Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk
pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf
standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400,
2400-4800, dan 4800-9600 Hz.
19
II.7 Standar Kebisingan
Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan
tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang
ditetapkan oleh berbagai pihak.
1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai
ambang batas kebisingan. lihat Tabel 2.3 untuk lebih jelas.
2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.SE
01/MEN/1978
“Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu”
“NAB untuk kebisingan di tempat kerja ditetapkan 85 dB (A)”
Tabel 2.3 Nilai Ambang Kebisingan
Menurut Kep Menaker No. KEP-51/MEN/1999
Waktu Pemaparan per hari
Intensitas (dB A)
8421
Jam
85889194
30157,5
3,751,880,94
Menit
97100103106109112
28,1214,067,033,521,750,880,440,220,11
Detik
11511812112412713
133136139
Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999
3. Department of Labor (DOL) OSHA CFR 1910.95
20
Tabel 2.4 Kriteria Kebisingan
Menurut DOL OSHA
Waktu (jam/hari)
Tingkat Kebisingan (dB A)
86432
1,51
0,5<0,25
90929597
100102105110115
Sumber: Barry H. Kartowitz (dikutip pada Defi P., Iferta Inafalia., 2005)
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987,
tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan
Tabel 2.6 Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan
No ZonaTingkat Kebisingan (dB A)
Maksimum yang dianjurkan
Maksimum yang diperbolehkan
1 A 35 452 B 45 553 C 50 604 D 60 70
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan No. 718/Men/Kes/Per/XI/1987
Keterangan:
Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan
dsb;
Zona B = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya;
Zona C = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya;
Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.
Formula ACGIH dan NIOSH untuk menghitung waktu maksimum yang
diperkenankan bagi seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan
tingkat kebisingan tidak aman adalah sebagai berikut:
T =480
2(L-85 )
3
21
di mana:
T = waktu maksimum di mana pekerja boleh berhadapan dengan tingkat
kebisingan (dalam menit)
L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya
3 = exchange rate
22