80
ISSN: 1412-033X

Keanekaragaman Dan Potensi Flora Di Suaka Margasatwa Di P. Buton

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pulau Buton

Citation preview

  • ISSN: 1412-033X

  • THIS PAGE INTENTIONALLY LEFT BLANK

  • PENERBIT: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta,

    Puslitbang Bioteknologi dan Biodiversitas Universitas Sebelas Maret Surakarta

    ALAMAT PENERBIT/REDAKSI: LABORATORIUM PUSAT MIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126. Tel. & Fax.: +62-271-663375; Tel.: +62-271-646994 Psw. 398, 339; Fax.: +62-271-646655. E-mail: [email protected]; [email protected]. Online: www.unsjournals.com

    TERBIT PERTAMA TAHUN: 2000

    ISSN: 1412-033X

    TERAKREDITASI BERDASARKAN KEPUTUSAN DIRJEN DIKTI DEPDIKNAS RI No. 52/DIKTI/Kep/2002

    PEMIMPIN REDAKSI/PENANGGUNGJAWAB: S u t a r n o

    SEKRETARIS REDAKSI: Ahmad Dwi Setyawan, Ari Pitoyo

    PENYUNTING PELAKSANA: Suranto (Biologi Molekuler), Marsusi, Solichatun (Botani),

    Edwi Mahajoeno, Sugiyarto (Zoologi), Wiryanto, Kusumo Winarno (Ilmu Lingkungan)

    PENYUNTING AHLI: Prof. Ir. Djoko Marsono, Ph.D. (UGM Yogyakarta)

    Prof. Dr. Hadi S. Alikodra, M.Sc. (IPB Bogor) Prof. Drs. Indrowuryatno, M.Si. (UNS Surakarta)

    Prof. J.M. Cummins, M.Sc., Ph.D. (Murdoch University Australia) Prof. Dr. Jusup Subagja, M.Sc. (UGM Yogyakarta)

    Prof. Dr. R.E. Soeriaatmadja, M.Sc. (ITB Bandung) Dr. Setijati Sastrapradja (Yayasan KEHATI Jakarta)

    Dr. Dedi Darnaedi (Kebun Raya Bogor) Dr. Elizabeth A. Wijaya (Herbarium Bogoriense Bogor)

    Dr. Yayuk R. Suhardjono (Museum Zoologi Bogor)

    BIODIVERSITAS, Journal of Biological Diversity mempublikasikan tulisan ilmiah, baik hasil penelitian asli maupun telaah pustaka (review) dalam lingkup keanekaragaman hayati (biodiversitas) pada tingkat gen, spesies, dan ekosistem. Setiap naskah yang dikirimkan akan ditelaah oleh redaktur pelaksana, redaktur ahli, dan redaktur tamu yang diundang secara khusus sesuai bidangnya. Dalam rangka menyongsong pasar bebas, penulis sangat dianjurkan menuliskan karyanya

    dalam Bahasa Inggris, meskipun tulisan dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar tetap sangat dihargai. Jurnal ini terbit empat kali setahun, setiap bulan bulan Januari, April, Juli, dan Oktober.

  • PEDOMAN UNTUK PENULIS Format penulisan pada nomor ini merupakan acuan utama bagi

    para penulis, adapun pedoman ini hanya merupakan ringkasannya. Setiap naskah harus disertai surat pengantar yang menyatakan bahwa tulisan merupakan hasil karya penulis atau para penulis dan belum pernah dipublikasikan. Penulis diminta mengirimkan dua kopi naskah dan satu disket ukuran 3 atau compact disc (CD), kecuali naskah yang dikirim melalui e-mail. Pada koreksi terakhir kembali diminta satu disket untuk pencetakan.

    Tulisan diketik pada satu sisi kertas putih, ukuran A4 (210x297 mm2), dalam satu kolom, menggunakan spasi ganda, jenis huruf Times New Roman, ukuran 12 point, dengan jarak tepi 2 cm di semua sisi. Program pengolah kata atau jenis huruf tambahan dapat digunakan, namun harus PC compatible dan berbasis Microsoft Word. Nama ilmiah (genus, spesies, author), dan kultivar atau strain disebutkan secara lengkap pada penyebutan pertama kali. Nama genus dapat disingkat setelahnya penyebutan yang pertama, kecuali menimbulkan kerancuan. Nama author dapat dihilangkan setelah penyebutan pertama. Misalnya pertama kali ditulis Rhizopus oryzae L. UICC 524, selanjutnya ditulis R. oryzae UICC 524. Nama daerah dapat dicantumkan apabila tidak menimbulkan makna ganda. Penyebutan nama ilmiah secara lengkap dapat diulang pada bagian Bahan dan Metode. Tatanama kimia dan biokimia mengikuti aturan IUPAC-IUB. Simbol-simbol kimia standar dan penyingkatan untuk nama kimia dapat dilakukan apabila jelas dan umum digunakan, misalnya pertama kali ditulis lengkap butilat hidroksitoluen (BHT) selanjutnya ditulis BHT. Ukuran metrik menggunakan satuan SI, penggunaan satuan lain harus diikuti nilai ekuivalen dengan satuan SI pada penyebutan pertama. Penyingkatan satuan, seperti g, mg, ml, dan sebagainya tidak diikuti titik. Indek minus (m-2, l-1, h-1) disarankan untuk digunakan, kecuali dalam hal-hal seperti per-tanaman atau per-plot. Persamaan matematika tidak selalu dapat dituliskan dalam satu kolom dengan teks, untuk itu dapat ditulis secara terpisah. Angka satu hingga sepuluh dinyatakan dengan kata-kata, kecuali apabila berhubungan dengan pengukuran, sedangkan nilai di atasnya dituliskan dalam angka, kecuali di awal kalimat. Pecahan sebaiknya dinyatakan dalam desimal. Dalam teks digunakan % bukannya persen. Pengungkapan ide dengan kalimat yang rumit dan bertele-tele perlu dihindari, sebaiknya digunakan kalimat yang efektif dan efisien. Naskah hasil penelitian diharapkan tidak lebih dari 25 halaman (termasuk gambar dan tabel), naskah telaah pustaka menyesuaikan, masing-masing halaman berisi 700-800 kata, atau sebanding dengan naskah dalam nomor penerbitan ini.

    Judul ditulis secara padat, jelas, dan informatif, maksimum 20 kata. Judul ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris untuk naskah dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris saja untuk naskah dalam bahasa Inggris. Naskah yang terlalu panjang dapat dibuat berseri, tetapi naskah demikian jarang diterbitkan jurnal ini. Judul pelari (running title) sekitar lima kata. Nama penulis atau para penulis pada naskah kelompok ditulis secara lengkap dan tidak disingkat. Nama dan alamat institusi ditulis lengkap dengan nama dan nomor jalan (lokasi), kode pos, nomor telepon, nomor telepon genggam, nomor faksimili, alamat e-mail, dan website. Pada naskah kelompok perlu ditunjukkan penulis untuk korespondensi beserta alamat dengan urutan seperti di atas. Abstract sebaiknya tidak lebih dari 200 kata, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris untuk naskah dalam bahasa Indonesia (teks dalam bahasa Indonesia hanya untuk kepentingan keredaksian) atau bahasa Inggris saja untuk naskah dalam bahasa Inggris. Kata kunci (Keywords) sekitar lima kata, meliputi nama ilmiah dan daerah (apabila ada), topik penelitian dan metode-metode khusus yang digunakan. Pendahuluan (Introduction) sekitar 400-600 kata, meliputi latar belakang, tinjauan pustaka dan tujuan penelitian. Bahan dan Metode (Materials and Methods) sebaiknya ditekankan pada cara kerja dan cara analisis data. Hasil dan Pembahasan (Results and Discussion) ditulis sebagai satu rangkaian, pada tulisan yang cukup panjang sebaiknya dibuat beberapa sub judul. Pembahasan merupakan jawaban pertanyaan mengapa dan bagaimana hasil penelitian dapat terjadi, bukan sekedar mengungkapkan kembali hasil penelitian dalam bentuk kalimat. Pembahasan yang lengkap dan menyeluruh lebih disukai dari pada pembahasan yang tidak tuntas. Naskah telaah pustaka tanpa sub judul Bahan dan Metode, serta Hasil dan Pembahasan. Kesimpulan (Conclusion) sebaiknya tetap diberikan, meskipun biasanya sudah terungkap pada Hasil dan Pembahasan. Ucapan terima kasih (Acknowledgments) apabila diperlukan ditulis secara singkat. Gambar dan Tabel maksimum tiga halaman, dapat dibuat dengan tinta cina atau printer laser. Judul gambar ditulis di bawah gambar, sedangkan judul table ditulis di atas tabel. Foto dicetak pada kertas glossy dan diberi keterangan. Gambar berwarna dapat diterima apabila informasi ilmiah dalam naskah dapat hilang tanpa gambar tersebut. Setiap gambar dan foto sebaiknya menyertakan file digital.

    Penulis dianjurkan menyertakan foto atau gambar untuk sampul depan, meskipun tidak dimuat dalam naskah sendiri. Tidak ada lampiran, semua data atau analisis data dimasukkan dalam Hasil dan Pembahasan.

    Pustaka dalam naskah ditulis dalam bentuk nama belakang penulis dan tahun. Pada kalimat yang diacu dari beberapa penulis, maka nama penulis diurutkan berdasarkan kebaharuan pustaka. Naskah yang ditulis oleh dua penulis, maka nama keduanya disebutkan, sedang naskah yang ditulis oleh tiga penulis atau lebih, maka hanya nama penulis pertama ditulis diikuti et al. atau dkk., misalnya: Sprent dan Sprent (1990) atau (Smith 1982a, b; Baker and Manwell, 1991; Suranto et al., 1998). Pada sitasi bertingkat digunakan kata cit atau dalam, misalnya (Gyorgy, 1991 cit Coward, 1999) atau Gyorgy (1991, dalam Coward, 1999).

    Daftar Pustaka diketik dengan spasi ganda. Sitasi mengikuti

    CBE-ELSE-Vancouver style dengan modifikasi sebagai berikut: Jurnal: Suranto, S., K.H. Gough, D.D. Shukla, and C.K. Pallaghy. 1998. Coat

    protein sequence of Krish-infecting strain of Johnson-grass mosaic potyvirus. Archives of Virology 143: 1015-1020.

    Buku: Sprent, J.l., and P. Sprent. 1990. Nitrogen Fixing Organisms: Pure

    and Applied Aspects. London: Chapman and Hall. Bab dalam buku: Baker, C.M.A. and C. Manwell. 1991. Population genetics, molecular

    markers and gene conservation of bovine breeds. In: Hickman, C.G. (ed.). Cattle Genetic Resources. Amsterdam: Elsevier Science Publishers B.V.

    Abstrak: Liu, Q., S. Salih, J. Ingersoll, R. Meng, L. Owens, and F.

    Hammerschlag. 2000. Response of transgenic Royal Gala apple (Malus x domestica Borkh.) shoots, containing the modified cecropin MB39 gene to Erwinia amylovora [084]. Abstracts of 97th Annual International Conference of the American Society for Horticultural Science. Lake Buena Vista, Florida, 23-26 July 2000.

    Prosiding: Alikodra, H.S. 2000. Keanekaragaman hayati bagi pembangunan dae-

    rah otonom. Dalam: Setyawan, A.D. dan Sutarno (ed.). Menuju Taman Nasional Gunung Lawu, Prosiding Semiloka Nasional Konservasi Biodiversitas untuk Perlindungan dan Penyelamatan Plasma Nutfah di Pulau Jawa. Surakarta, 17-20 Juli 2000.

    Skripsi, Tesis, Disertasi: Purwoko, T. 2001. Biotransformasi Isoflavon oleh Rhizopus oryzae

    UICC 524 dan Aktivitas Antioksidan Isoflavon Aglikon dari Tempe terhadap Oksidasi Minyak Kedelai. [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.

    Informasi dari Internet: Rosauer, D. 1998. Forest Disturbance and Succession. http://

    www.anu.edu.au/ Forestry/silvinative/ daniel/chapter1/1.1.html Naskah publikasi in press dapat disitasi dan dicantumkan dalam

    daftar pustaka. Komunikasi pribadi dapat disitasi, tetapi tidak dapat dicantumkan dalam daftar pustaka. Penelitian yang tidak dipublikasi-kan atau sedang dalam tahap pengajuan publikasi tidak dapat disitasi. Beberapa catatan tambahan. Naskah diketik tanpa tanda hubung (-), kecuali kata ulang. Penggunaan huruf l (el) untuk 1 (satu) atau O (oh) untuk 0 (nol) perlu dihindari. Simbol , , , dan lain-lain dimasukkan melalui fasilitas insert, bukan mengubah jenis huruf. Kata-kata dan tanda baca sesudahnya tidak diberi spasi. Kemajuan naskah. Pemberitahuan naskah dapat diterima atau ditolak akan diberitahukan sekitar satu bulan setelah pengiriman. Naskah dapat ditolak apabila materi yang dikemukakan tidak sesuai dengan misi jurnal, kualitas materi rendah, format tidak sesuai, gaya bahasa terlalu rumit, terjadi ketidakjujuran keaslian penelitian, dan korespondensi tidak ditanggapi. Penulis atau penulis pertama pada naskah kelompok akan mendapatkan satu eksemplar jurnal yang memuat tulisannya selambat-lambatnya sebulan setelah naskah diterbitkan. Penulis akan kembali mendapatkan satu eksemplar jurnal nomor penerbitan berikutnya.

    PENTING: Penulis atau para penulis dalam naskah kelompok setuju memindahkan hak cipta (copyright) naskah yang diterbitkan BIODIVERSITAS, Journal of Biological Diversity kepada Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta. Penulis tidak lagi diperkenankan menerbitkan naskah secara utuh tanpa ijin penerbit. Penulis atau pihak lain diperkenankan memperbanyak naskah dalam jurnal ini selama tidak untuk tujuan komersial. Untuk penemuan baru, penulis disarankan mengurus hak patennya sebelum mempublikasikan dalam jurnal ini.

  • B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 6, Nomor 3 Juli 2005 Halaman: 153-156

    Alamat korespondensi:

    Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Tel. & Fax.: +62-271-664178 e-mail: [email protected]

    Perubahan Kadar Dopamin, Homovanillic Acid (HVA) serta Interleukin-1 (IL-1) dan Tumor Necrosis Factor- (TNF-) pada

    Cerebral Palsy Alteration of dopamine, homovanillic acid (HVA) with interleukine-1 (IL-1) and tumor

    necrosis factor- (TNF-) in cerebral palsy

    SATIMIN HADIWIDJAJA Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126

    Diterima: 4 Nopember 2004. Disetujui: 22 Maret 2005.

    ABSTRACT

    Now, diagnosis of cerebral palsy base only on clinical finding without involve the alteration of the neurochemistry cause by cerebral hypoxic, although cerebral palsy is a syndrome cause by cerebral hypoxic; so, the accuracy diagnosis of this disease is very low. The aim of this study is to know the alteration of neurochemistry in cerebral palsy, especially the dopamine, homovanillic acid (HVA), interleukine-1 (IL-1) and tumor necrosis factor- (TNF-). So, in the future, diagnosis of this disease not only base on clinical finding as above, but must be combine with alteration of the neurochemistry. This study is conducted by observational method as cross-sectional study. Material of this study is venous blood; take by periphery venous blood vessels on median cubital vein at the upper arm. Dopamine analysis by RIA and homovanillic acid (HVA) by HPLC while Interleukine-1 (IL-1) and tumor necrosis factor- (TNF-) analysis by ELISA. The result of this study show the alteration of dopamine, homovanillic acid (HVA), interleukine-1 (IL-1) and tumor necrosis factor- (TNF-), in the spastic and dyskinetic type of cerebral palsy.

    2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

    Key words: IL-1, TNF-, dopamine, HVA, cerebral palsy.

    PENDAHULUAN

    Cerebral palsy (CP) adalah suatu sindrom akibat gangguan otak yang bersifat non progresif dan non herediter pada anak-anak karena adanya hipoksia serebri yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Berdasarkan kejadiannya, cerebral palsy dapat mulai timbul pada masa prenatal, intranatal maupun perinatal dengan manifestasi klinis munculnya gangguan gerak dan/atau sikap tubuh (Wilsdon, 1996). Faktor prenatal yang mampu menyebabkan timbulnya hipoksia serebri adalah malnutrisi, faktor intranatal terutama akibat trauma saat lahir, sedang faktor perinatal akibat infeksi serebral. Di banyak negara, baik negara berkembang maupun negara industri angka kejadian cerebral palsy masih tinggi, yaitu: 2 per 1000 kelahiran hidup atau 2 (Paneth dan Kiely, 1984, dalam Wilsdon, 1996). SCOPE (1994, dalam Wilsdon, 1996) melaporkan di London terdapat 1 kejadian cerebral palsy di antara 400 kelahiran hidup atau 2,5, di Amerika Serikat terdapat angka cerebral palsy 4,2 per 1000 kelahiran hidup, sedang di Swedia terdapat sekitar 1,5 per 1000 kelahiran hidup.

    Terdapat dua kelompok besar cerebral palsy, yaitu: tipe spastik (66%) dan tipe diskinetik (21%). Cerebral palsy tipe spastik terjadi akibat kerusakan di korteks serebri dan traktus piramidalis dengan manifestasi klinik adanya

    kelumpuhan disertai spastisitas; sub kelompok tipe ini dapat dalam bentuk hemiplegia (30%), diplegia (16%), dan kuadriplegia (20%). Cerebral palsy tipe diskinetik terjadi karena kerusakan ganglia basalis dan traktus ekstrapiramidalis dengan manifestasi klinik munculnya gerakan-gerakan abnormal sebagai gerak involunter; sub kelompok tipe ini dapat dalam bentuk athetoid, dystonia, dan hypotonia. Dua kelompok kecil cerebral palsy adalah tipe ataxic (3%) terjadi akibat kerusakan pada serebellum, sedang tipe campuran (10%) mempunyai gejala lebih dari satu tipe tersebut di atas. Cerebral palsy, apabila hanya disebut demikian, yang dimaksud adalah cerebral palsy tipe spastik, sehingga perubahan apapun yang ditemukan dalam cerebral palsy tipe spastik merupakan manifestasi dari keseluruhan cerebral palsy (Wilsdon, 1996).

    Burt (1993) menyebutkan bahwa dopamin dapat mengontrol gangguan gerak akibat kerusakan otak. Dopamin yang merupakan neurotransmitter kelompok katekolamin banyak terdapat di hampir seluruh jaringan otak, terutama di ganglia basalis dan substantia nigra, maka kerusakan jaringan otak akibat hipoksia serebri dapat mempengaruhi kandungan dopamin ekstraseluler.

    Penelitian tentang kerusakan jaringan otak umumnya menunjukkan bahwa hipoksia serebri dapat meningkatkan sitokin IL-1 dan TNF- (Betz et al., 1996; Silverstein et al., 1997; Yoon et al., 1997a,b). Setiap traumatic brain injury menyebabkan terjadinya peningkatan IL-1 dan TNF-. Semua sitokin ini dapat ditemukan di liquor serebrospinalis dan serum (Morganti-Kossman et al., 1997; Oygur et al., 1998). Sitokin IL-1 dan TNF- secara biologis dapat

  • BIODIVERSIT AS Vol. 6, No. 3, Juli 2005, hal. 153-156 154

    meningkatkan katabolisme jaringan, sehingga perubahan patologik di otak akibat pengaruh langsung hipoksia serebri akan menjadi lebih parah. Sitokin IL-1 dan TNF- dikeluarkan oleh sel mikroglia yang merupakan stressed cell akibat adanya stressor hipoksia serebri.

    Hipoksia serebri akan mempengaruhi aktifitas neuron dopaminergik pada striatum tikus yang menyebabkan meningkatnya dopamin ekstraseluler. Peningkatan dopamin ekstraseluler ini bukan saja disebabkan meningkatnya dopamine release tetapi juga akibat adanya hambatan dopamine reuptake (Akiyama et al., 1991; Chang et al., 1993). Penurunan tekanan oksigen (hipoksia) di otak bayi mempunyai korelasi negatif dengan meningkatnya kandungan dopamin ekstraseluler; artinya semakin rendah penurunan tekanan oksigen di otak maka akan semakin tinggi kandungan dopamin ekstraseluler, sehingga menyebabkan semakin turunnya kinerja sistem neuron dopaminergik. Burt (1993) mengemukakan bahwa sebagian besar gangguan gerakan yang berhubungan dengan patobiologi ganglia basalis dapat muncul ke dalam satu dari dua kategori gangguan gerakan yang gejalanya saling berlawanan, yaitu: (i) akinesia (tidak ada gerakan) dan hipertonia (rigiditas dari otot), (ii) dyskinesia (gerakan abnormal) dan hipotonia (artinya otot menjadi lemas).

    Pada cerebral palsy akan terjadi peningkatan IL-1 dan TNF- pada darah tepi yang dapat menyebabkan meningkatnya dopamin ekstraseluler. Ekspresi sitokin IL-1 dan TNF- yang tinggi saat terjadi hipoksia serebri dalam liquor serebrospinalis dan plasma darah menyebabkan kerusakan jaringan otak melalui peningkatan katabolisme, sedang dalam konsentrasi yang rendah berfungsi untuk neuroproteksi terhadap kerusakan jaringan otak akibat hipoksia serebri (Ross dkk., 1994; Rothwell dan Strijbos, 1995; Hagberg et al., 1996). Pada masa posthipoksia serebri yang disertai dengan kerusakan jaringan otak masih dijumpai ekspresi sitokin IL-1 dan TNF- dalam konsentrasi rendah untuk memberikan pengaruh neuroproteksi (Dammann dan Leviton, 1997).

    Kerusakan otak (squelae) merupakan perubahan yang tidak reversibel, walaupun paparan hipoksia serebri sudah tidak ada. Perubahan kandungan dopamin di striatum maupun kompartemen ekstraseluler setelah hipoksia serebri disebabkan perubahan dopamine release dan dopamine uptake (Kondoh, 1995). Hasil akhir metabolit dopamin adalah homovanillic acid (HVA) yang akan dikeluarkan melalui ginjal bersama-sama dengan urin. Besarnya kandungan HVA ini mempunyai korelasi dengan kandungan dopamin di otak.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk memperlihatkan perubahan IL-1, TNF-, Dopamin, dan HVA pada anak normal, cerebral palsy tipe spastik maupun tipe diskinetik serta untuk melihat data deskriptif hubungan antara cerebral palsy dengan tingkat sosial-ekonomi yang kurang baik.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini merupakan penelitian observasional, jenis cross-sectional study yang bertujuan untuk mengetahui perubahan IL-1, TNF-, dopamin dan HVA di darah tepi pada anak normal dan anak cerebral palsy. Kelompok kontrol diperankan oleh anak normal (non-cerebral palsy) diambil sebanyak 13 anak berdasarkan kriteria inklusi. Kelompok kasus cerebral palsy tipe spastik ditetapkan berdasarkan adanya spastisitas dan kelumpuhan anggota

    tubuh, sedang cerebral palsy tipe diskinetik ditetapkan berdasarkan gerak involunter, masing-masing diambil 12 orang anak secara random.

    Material (bahan) dalam penelitian ini adalah darah vena yang diambil melalui vena mediana cubiti baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Pertama, darah diambil sebanyak 7 mL dengan tabung venoject untuk pemeriksaan TNF-, IL-1, dan Dopamin. Darah kemudian disentrifus pada 3000 rpm selama 5 menit; serum yang muncul dibagi menjadi tiga bagian masing-masing untuk pemeriksaan TNF-, IL-1, dan Dopamin dengan dimasukkan ke dalam tabung aliquot sendiri-sendiri, disimpan pada suhu -20oC. TNF- dan IL-1 diperiksa dengan teknik ELISA indirect (Sandwich) dengan reagen Quantikine HS kit, sedangkan Dopamin diperiksa dengan teknik RIA dengan reagen IBL dopamine RIA kit. Kedua, darah diambil 5 mL dengan tabung venoject yang mengandung heparin untuk pemeriksaan HVA, disentrifus pada 3000 rpm selama 5 menit. Plasma yang muncul dimasukkan ke dalam tabung aliquot untuk disimpan pada suhu -20oC. HVA ini diperiksa dengan teknik HPLC metode Lawrence A.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Variabel IL-1, TNF-, Dopamin dan HVA dianalisis dengan bantuan perangkat lunak program SPSS versi 9. Hasilnya disajikan pada Tabel 1.

    Tabel 1. IL-1, TNF-, dopamin dan HVA pada CTL, CPS, CPDys Subjek Jumlah Variabel Rerata SD

    IL-1 (pg/mL) 0,515 0,182 TNF- (pg/mL) 4,925 0,894 Dopamin (ng/mL) 0,419 0,229

    CTL 13

    HVA (g/mL) 9,007 2,079 IL-1 (pg/mL) 1,594 0,810 TNF- (pg/mL) 7,610 2,834 Dopamin (ng/mL) 0,712 0,264

    CPS 12

    HVA (g/mL) 5,871 1,529 IL-1 (pg/mL) 0,793 0,499 TNF- (pg/mL) 6,534 2,600 Dopamin (ng/mL) 0,504 0,181

    CPDys 12

    HVA (g/mL) 3,042 0,323 Keterangan: CTL = Kontrol, CPS = CP spastik, CPDys = CP diskinetik, SD = standar deviasi.

    Seluruh cerebral palsy (gabungan bersama antara

    cerebral palsy tipe spastik dengan tipe diskinetik) dibandingkan dengan kelompok kontrol melalui uji beda, analisis datanya disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Uji beda dua mean variabel penelitian antara kelompok kontrol dengan cerebral palsy . Variabel Beda rerata Nilai t Signifikansi 1. IL-1 -0,678 -3,092 0,004 2. TNF- -2,147 -2,755 0,009 3. Dopamin -0,189 -2,281 0,029 4. HVA 4,550 6,943 0,001

    Berdasarkan Tabel 2, terdapat perbedaan yang sangat bermakna (p

  • HADIWIDJAJA Kadar dopamin, HVA, IL-1, dan TNF- pada cerebral palsy

    155

    adanya perbedaan seluruh variabel antara anak normal dengan anak cerebral palsy.

    Cerebral palsy tipe spastik merupakan kelompok cerebral palsy terbesar dan merupakan representasi dari keseluruhan cerebral palsy; sehingga perbedaan antara anak normal dengan cerebral palsy tipe spastik sama dengan analisis perbedaan antara anak normal dengan keseluruhan cerebral palsy. Perbedaan variabel IL-1, TNF-, Dopamin, dan HVA di darah tepi antara anak normal dengan cerebral palsy tipe spastik dapat diketahui melalui uji beda dua mean (Tabel 3).

    Tabel 3. Uji beda dua mean variabel penelitian antara kelompok kontrol dengan Cerebral palsy tipe spastik. Variabel Beda rerata Nilai t Signifikansi 1. IL-1 -1,079 -4,686 0,001 2. TNF- -2,685 -3,250 0,004 3. Dopamin -0,293 -2,971 0,007 4. HVA 3,136 4,265 0,001

    Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa semua variabel IL-1, TNF-, Dopamin, dan HVA berbeda sangat nyata (p

  • BIODIVERSIT AS Vol. 6, No. 3, Juli 2005, hal. 153-156 156

    Riwayat kehamilan yang kurang baik, misalnya timbulnya keracunan kehamilan (pre-eklampsia) serta gangguan persalinan (partus lama), mengakibatkan konsumsi oksigen ke otak berkurang. Gangguan otak akibat kurang gizi serta riwayat kehamilan dan persalinan yang kurang baik ini sama dengan akibat yang disebabkan oleh hipoksia serebri pada anak-anak.

    Secara deskriptif terlihat bahwa dari 24 anak cerebral palsy (12 anak dengan cerebral palsy tipe spastik dan 12 anak dengan cerebral palsy tipe diskinetik), tercatat 19 anak berasal dari keluarga yang tingkat sosial-ekonominya kurang baik; sehingga dari data ini terlihat 79% anak cerebral palsy berasal dari keluarga miskin. Ke-19 anak cerebral palsy ini tercatat ada yang berasal dari ibu yang mengalami partus lama 7 orang dan keracunan kehamilan 9 orang, sedang sisanya berasal dari ibu yang riwayat kehamilan dan persalinannya normal.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kerusakan jaringan otak (brain damage) akibat adanya hipoksia serebri yang terdapat pada cerebral palsy baik pada tipe spastik maupun tipe diskinetik menyebabkan terjadinya perubahan kandungan IL-1, TNF-, Dopamin, dan HVA di darah tepi. Nilai variabel IL-1, TNF-, Dopamin dan HVA pada anak normal dan anak cerebral palsy, dapat dilihat di bawah ini: (i) Anak normal: interleukin-1 (IL-1) = 0,515 0,182 pg/mL atau antara 0,333-0,697 pg/mL; tumor necrosis factor- (TNF-) = 4,925 0,894 pg/mL atau antara 4,031-5,819 pg/mL; Dopamin = 0,419 0,229 ng/mL atau antara 0,190-0,648 ng/mL; homovanillic acid (HVA) = 9,007 2,079 g/mL atau antara 6,928-11,086 g/mL. (ii) Anak cerebral palsy: interleukin-1 (IL-1) > anak normal; tumor necrosis factor- (TNF-) > anak normal; dopamin > anak normal; homovanillic acid (HVA) < anak normal. (iii) Anak cerebral palsy tipe spastik: interleukin-1 (IL-1) = 1,594 0,810 pg/mL atau antara 0,784-2,404 pg/mL; tumor necrosis factor- (TNF-) = 7,610 2,834 pg/mL atau antara 4,776-10,444 pg/mL; Dopamin = 0,712 0,264 ng/mL atau antara 0,448-0,976 ng/mL; homovanillic acid (HVA) = 5,871 1,529 g/mL atau antara 4,342-7,400 g/mL. (iv) Anak cerebral palsy tipe diskinetik: interleukin-1 (IL-1) = 0,793 0,499 pg/mL atau antara 0,294-1,292 pg/mL; tumor necrosis factor- (TNF-) = 6,534 2,600 pg/mL atau antara 3,934-9,134 pg/mL; Dopamin = 0,504 0,181 ng/mL atau antara 0,323-0,685 ng/mL; homovanillic acid (HVA) = 3,042 0,323 g/mL atau antara 2,719-3,365 g/mL. Cerebral palsy banyak dijumpai di lingkungan keluarga dengan tingkat sosial-ekonomi yang kurang baik; terbukti dari 24 anak cerebral palsy tercatat 19 anak (79%) dari keluarga miskin dengan riwayat kehamilan dan persalinan ibunya kurang baik.

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kasus cerebral palsy dengan rancangan penelitian kohort dengan sampel yang lebih banyak serta dilakukan pada umur sedini mungkin, terutama terhadap bayi dengan Apgar score yang rendah serta anak yang menderita infeksi serebral. Diagnosis cerebral palsy ditegakkan disamping dari gejala-gejala klinis yang ada juga diikutsertakan adanya perubahan neurokimiawi yang terjadi akibat hipoksia serebri; dengan demikian gold standard untuk diagnosis cerebral palsy dapat ditegakkan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Akiyama, Y., K. Koshimura, T. Ohue, K. Lee, S. Miwa, S. Yamagata, and H. Kikuchi. 1991. Effects of hypoxia on the activity of the dopaminergic neuron system in the rat striatum as studied by in vivo brain microdialysis. Journal of Neurochemistry 57 (3): 997-1002.

    Araki, T., H. Kato, K. Shuto, T. Fujiwara, K. Kogure, and Y. Itoyama. 1996. Effects of cerebral ischemia on dopamine receptors in the gerbil striatum. European Journal of Pharmacology 306 (1-3): 73-79.

    Araki, T., H. Kato, K. Shuto, T. Fujiwara, and Y. Itoyama. 1997. Effect of cerebral ischemia on dopamine receptors and uptake sites in the gerbil hippocampus. European Neuropsychopharmacology 7 (4): 275-282.

    Betz, A.L., G.P. Scheilke, G.Y. and Yang. 1996. interleukin-1 in cerebral ischemia. Keio Journal of Medicine 45 (3): 230-237.

    Burt, A.M. 1993. Textbook of Neuroanatomy. 1st ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

    Chang, C.J., H. Ishii, H. Yamamoto, T. Yamamoto, and M. Spatz. 1993. Effects of cerebral ischemic on regional dopamine release and D1 and D2 receptors. Journal of Neurochemistry 60 (4): 1483-1490.

    Constantinides, P. 1994. General Pathobiology. Norwalk, Connecticut: Appleton & Lange.

    Dammann, O. dan A. Leviton. 1997. Maternal intrauterine infection, cytokines, and brain damage in preterm newborn. Pediatric Research 42 (1): 1-8.

    Hagberg, H., E. Gilland, E. Bona, L.A. Hanson, M. Hahin-Zoric, M. Blennow, M. Holst, A. McRae, and O. Soder. 1996. Enhanced expression of interleukin (IL)-1 and IL-6 messenger RNA and bioactive protein after hypoxia-ischemia in neonatal rats. Pediatric Research 40 (4): 603-609.

    Kondoh, T., S.H. Lee, and W.C. Low. 1995. Alteration in striatal dopamine release and uptake under conditions of mild, moderate and severe cerebral ischemia. Neurosurgery 37 (5): 948-954.

    McCance, K.L. and S.E. Huether. 1994. Pathophysiology. The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. 2nd edition. St.Louis Baltimore: IE International Edition Mosby.

    Morganti-Kossnan, M.C., P.M. Lenzlinger, V. Hans, P. Stabel, E. Csuka, E. Ammann, R. Stocker, and T. Kossmann. 1997. Production of cytokines following brain injury: Beneficial and deleterious for the damaged tissue. Molecular Psychiatry 2 (2): 133-136.

    Nakajima, W., A. Ishida, and G. Takada, 1996. Effect of anoxia on striatal mono-amine metabolism in immature rat brain compared with that of hypoxia: an in vivo microdialysis study. Brain Research 740 (11-2): 316-322.

    Oygur, N., O. Sonmez, O. Saka, and O. Yegin. 1998. Predictive value of plasma and cerebrospinal fluid tumour necrosis factor-alpha and interleukin-1 beta concentrations on outcome of full term infants with hypoxic-ischemic encephalopahy. Archives Disease Child Fetal Neonatal 79 (3): F190-193.

    Phebus, L.A., R.E. Mincy, and J.A. Clemens. 1995. Ischemia increases tissue and decreases extracellular levels of acid dopamine metabolites in the rat striatum: further evidence for active transport of metabolites. Life Science 56 (13): 1135-1141.

    Ross, S.A., Halliday, M.I., Campbell, G.C., Byrnes, D.P., Rowlands, B.J. 1994. The presence of tumor necrosis factor in CSF and plasma after severe head injury. British Journal of Neurosurgery 8 (4): 419-425.

    Rothwell, N.J. and P.J. Strijbos. 1995. Cytokines in the neurodegeneration and repair. International Journal of Developmental Neuroscience 13 (3-4): 179-185.

    Silverstein, F.S., J.D. Barks, P. Hagan, X.H. Liu, J. Ivacko, and J. Szaflarski. 1997. Cytokines and perinatal brain injury. Neurochemistry International 30 (4-5): 375-383.

    Tabaddor, K., L.I. Wolfson, and N.S. Sharpless. 1978a. Diminished ventricular fluid dopamine metabolites in adult-onset dystonia. Neurology 28 (12): 1254-1258.

    Tabaddor, K., L.I. Wolfson, and N.S. Sharpless. 1978b. Ventricular fluid homovanillic acid and 5-hydroxyindoleacetic acid concentrations in patients with movement disorders. Neurology 28 (12): 1249-1253.

    Wilsdon, J. 1996. Cerebral palsy In: Stewart, A.M. (ed.). Occupational Therapy and Physical Dysfunction. 4th ed.New York: Wiley

    Yoon, B.H., J.K. Jun, R. Romero, K.H. Park, R. Gomez, J.H. Choi, and I.O. Kim. 1997a. Amniotic fluid inflamatory cytokines (interleukin-6, interleukin-1 beta, and tumor necrosis factor-alpha), neonatal brain white matter lesions, and cerebral palsy. American Journal of Obstetry and Gynecology 177 (1): 19-26.

    Yoon, B.H., R. Romero, C.J. Kim, J.N. Koo, G. Choe, H.C. Syn, and J.G. Chi. 1997b. High expression of tumor necrosis factor-alpha and interleukin-6 in periventricular leukomalacia. American Journal of Obstetry and Gynecology 177 (2): 406-411.

  • B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 6, Nomor 3 Juli 2005 Halaman: 157-159

    Alamat korespondensi:

    Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Tel. & Fax.: +62-271-632494. e-mail: [email protected]

    Ekspresi Protein p53, Rb, dan c-myc pada Kanker Serviks Uteri dengan Pengecatan Immunohistokimia

    The expression of p53, Rb, and c-myc protein in cervical cancer by immunohistochemistry stain

    ADI PRAYITNO1,, RUBEN DARMAWAN2, ISTAR YULIADI3, AMBAR MUDIGDO1 1 Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta 57126

    2 Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta 57126 3 Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan, RSUD dr Muwardi, Surakarta 57126

    Diterima: 14 Pebruari 2005. Disetujui: 1 April 2005.

    ABSTRACT

    The pathogenesis of cancer as whole (50%) is caused by gene mutation. Pathogenesis of cervical cancer has focusing on Human Papilloma Virus (HPV). Early-7 (E7) proteins of HPV shell bind the Rb tumor suppressor gene, so pRb (Rb protein) cant express. Because of the E2F transcription factor gene cant bound with pRb, so E2F gene are going active and help c-myc for DNA replication and to stimuli the cell cycle. E6 protein of HPV is bind to and facilitates the degradation of the p53 tumor suppressor gene product. The objective of this experiment is to known the expression of p53, Rb and c-myc proteins in cancer of uterine cervix. Nineteen blocks paraffin tissue of cervical cancer are cut in thoroughly cleaned cryotome and place in glass plate that covered with poly-elysine. The immunohistochemistry is done with monoclonal antibody anti p53, Rb and c-myc proteins. The Result of this experiment is shown that the expression of proteins of p53 protein is 40%, Rb protein is 30.8% and c-myc protein is 50.1%. The conclusion from this experiment is that the expression of p53, Rb and c-myc proteins in cervical cancer are in mild category (30-70%). The experiment about cervical cancer is suggested.

    2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

    Key words: cervical cancer; p53; Rb; c-myc; immunohistochemistry.

    PENDAHULUAN

    Banyak faktor penyebab terjadinya kanker, baik internal maupun external. Faktor internal terutama keberadaan gen-gen yang berperan pada siklus sel telah menjadi pusat perhatian dalam hubungannya dengan proses terjadinya pertumbuhan tumor. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan tumor, terdapat dua golongan gen: Pertama adalah kelompok pemicu terjadinya tumor yang lazim disebut tumor oncogenes, seperti: gen c-myc dan gen ras; Kedua adalah kelompok penekan terjadinya tumor yang lazim disebut tumor suppressor gene, seperti: gen p53 dan gen Rb. Hingga saat ini banyak peneliti sementara menyimpulkan bahwa penyebab terjadinya kanker (50%) adalah adanya mutasi pada gen-gen tersebut (Putsztai dkk., 1996; Cotrans dkk., 1999).

    Kanker serviks uteri adalah kanker yang paling sering ditemukan terutama di negara-negara berkembang dan sekaligus merupakan penyebab kematian pada perempuan di dunia pada umumnya. Di Indonesia kanker serviks uteri ini menduduki peringkat pertama diantara jenis kanker lainnya (Badan Registrasi Kanker, 1998). Studi epidemiologi mencurigai bahwa kanker serviks uteri disebabkan oleh agen saat melakukan hubungan seksual. Saat ini patogenesis terjadinya kanker serviks uteri tersebut

    difokuskan pada keberadaan HPV (Putsztai dkk., 1996; Schmits, 1997a,b). Protein E6 dari HPV-16 and 18 akan mengakibatkan inaktivasi gen p53 melalui mekanisme pengikatan yang disebut ubiquitin-dependent proteolytic pathway (E6AP), sehingga akan terjadi penurunan kadar protein p53 (wild type). Protein E7 (onco protein) akan mengikat gen pRb, sehingga akan berakibat sama seperti pada protein p53. Ikatan E6 dengan pRb tersebut menyebabkan tidak terikatnya gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein-pRb, sehingga gen E2F menjadi aktif dan akan membantu c-myc untuk terjadinya replikasi DNA dan menstimuli siklus sel (Mendelshon dkk., 1995; Pusztai dkk., 1996; Dellas, 1997; Cotrans dkk., 1999).

    Dari uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran ekspresi protein-protein pemicu tumor dan penekan tumor pada kanker serviks uteri.

    BAHAN DAN METODE

    Sampel didapat hari hasil biopsi (frozen section) serviks uteri pada bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit dr. Muwardi Surakarta dari bulan Juli- Desember 2000. sebanyak 19 belas blok parafin jaringan kanker serviks uteri dipotong menggunakan microtom yang bersih dengan hati-hati dan ditempatkan pada glass plate yang telah dilapisi dengan poly-elisen. Pengecatan imunohistokimia dikerjakan dengan metode TSA indirect (NEN Life Science Products, RENAISSENCE) mengguna-kan antibodi monoklonal anti protein p53, pRb, dan c-myc

  • BIODIVERSIT AS Vol. 6, No. 3, Juli 2005, hal. 157-159

    158

    (1:500). Untuk Counter stain dilakukan dengan pengecatan HE. Hasil foto mikroskop dibuat dengan perbesaran aX100 lensa obyektif.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kanker serviks uteri adalah kanker penyebab kematian tersering pada perempuan di negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya. Di Indonesia data ini tidak jauh berbeda (Badan Registrasi Kanker, 1998). Faktor resiko yang diketahui adalah hubungan seksual pada usia yang sangat muda dan pasangan yang selalu berganti-ganti. Faktor resiko lainnya adalah status sosial ekonomi yang rendah, pemakaian kontrasepsi oral, merokok, paritas yang tinggi dan adanya riwayat penyakit menular seksual. Penyebab penyakit menular seksual pertama kali diduga oleh Virus herpes simpleks tipe 2, tetapi kemudian dipastikan bahwa penyebab-nya adalah virus human papiloma setelah mempelajari patogenesis kanker serviks uteri dan condyloma acuminata (Schmits, 1997a,b; Cotrans dkk., 1999). Sembilan puluh persen penderita Kanker serviks uteri menunjukkan HPV-DNA positif (Borysiewicz, 1996) dan hampir 100% kasus Squamous Cell Ca. juga menunjukkan HPV-DNA positif (Hollema, 1998). HPV dapat menyebabkan verucca, papilloma dan kanker pada kulit serta mukosa manusia (Mendelshon dkk., 1995). HPV tipe 16 dan 18 dianggap paling berpotensi sebagai penyebab kelainan tersebut (Hollema, 1998). Tabel 1. Ekspresi protein p53, Rb dan c-myc (%) pada kanker serviks uteri.

    No. sampel p53 Rb c-myc 1. 30* 40 40 2. 30* 40 50 3. 30* 30* 60 4. 40 30* 70 5. 50 50 40 6. 40 40 50 7. 50 40 70 8. 40 30* 60 9. 30* 20* 40

    10. 50 50 30* 11. 40 20* 50 12. 40 30* 50 13. 40 20* 30* 14. 40 50 60 15. 50 40 70 16 40 10* 30* 17 40 60 70 18. 40 40 60 19. 30* 30* 50

    Rata-rata 40 30,8 50,1 Keterangan: persentase didapat dari sel positif/100 sel/satu lapang pandang. 5-30% : katagori ekspresi ringan (*); 31-70%: kategori ekspresi sedang; 71-100%: kategori ekspresi kuat.

    Gambar 1. Ekspresi protein p53 pada kanker serviks uteri. Warna hitam kecoklatan pada inti sel kanker (tanda panah) memperlihatkan ekspresi protein p53 tersebut.

    Gambar 2. Ekspresi protein Rb pada kanker serviks uteri. Warna hitam kecoklatan pada inti sel kanker (tanda panah) memperlihatkan ekspresi protein pRb tersebut.

    Gambar 3. Ekspresi protein c-myc pada kanker serviks uteri. Warna hitam kecoklatan pada inti sel kanker (tanda panah) memperlihatkan ekspresi protein c-myc tersebut.

    020406080

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

    p53 pRb c-myc

    Gambar 4. Ekspresi p53 (biru), Rb (merah) dan c-myc (warna terang) dari 19 sampel kanker serviks uteri.

    Eks

    pres

    i pro

    tein

    (%)

    Jumlah sampel

  • PRAYITNO dkk. Protein p53, Rb, dan c-myc pada kanker serviks uteri

    159

    Human Papiloma Virus (HPV) adalah virus DNA-circular dengan genome 7800-8000 base pairs. Human Papilloma Virus ada lebih dari 70 jenis yang tidak dapat diidentifikasi secara serologis, tetapi dengan DNA-hybridization dan PCR-spesifik primer dapat teridentifikasi (Mendelshon dkk., 1995). Genome virus ini terdiri dari the early region (E) yang mengkode protein yang berperan pada replikasi genome, mengkrontrol transkripsi dan replikasi serta transformasi sel. The late region (L) berisi L-genes yang mengkode protein capsid (Smits, 1997a,b). Definisi tipe HPV yang terbaru tidak lebih dari 90% terlihat adanya homologi pada sequence DNA E6, E7 dan L1. Protein E6 (onco-protein) high-risk HPV (tipe 16 dan 18) mempunyai peran dalam proliferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan tumor supressor gene-p53. E6-protein HPV 16 and 18 akan mengakibatkan inaktivasi gen p53 melalui mekanisme pengikatan yang disebut ubiquitin-dependent proteolytic pathway (E6AP). Jadi dengan penurunan kadar protein p53 dalam sel akan berakibat pada kegagalan pengendalian pertumbuhan sel, karena tidak terjadinya hambatan aktivasi sel (Ngan dkk., 1997; Mendelshon dkk., 1995; Pusztai dkk., 1996; Cotrans dkk., 1999). Protein E7 (onco-protein) high-risk HPV mempunyai peran dalam proliferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan tumor supressor gene-Rb. Protein E7 (onco protein) akan mengikat gen Rb. Ikatan tersebut menyebabkan tidak terikatnya gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein Rb, sehingga gen E2F menjadi aktif dan akan membantu c-myc (faktor transkripsi) untuk terjadinya replikasi DNA dan menstimuli siklus sel (Mendelshon dkk., 1995; Pusztai dkk., 1996; Dellas, 1997; Cotrans dkk., 1999). Foto-foto hasil penelitian ini disajikan pada Gambar 1-3.

    Protein c-myc (proto-oncogene) adalah protein yang disandi oleh gen c-myc, yang berfungsi sebagai protein inti sel untuk transkripsi dan replikasi sel dalam siklus sel, sehingga dikelompokkan dalam gen-gen pemicu terjadinya tumor. Gen ras adalah famili proto-oncogenes juga yang merupakan second major class dari GTP-binding proteins, dimana dalam banyak penelitian protein ini dipastikan berperan dalam mitogenic signal transduction pada siklus sel. Gen p53 adalah gen yang mengkode phosphoprotein inti sel seberat 53 kDa, dan bertindak sebagai negatif regulator dalam siklus sel, sehingga dikelompokkan dalam gen-gen penekan tumor. Gen Rb adalah gen yang ditemukan bertanggung jawab pada tumor retina-mata (retinoblastoma) dan merupakan prototipe dari gen-gen penekan tumor (Putsztai dkk., 1996).

    Perbedaan potensi berbagai tipe HPV terhadap karsinogenesis tergantung affinitas protein-E6 dalam mengikat gen p53 dan protein-E7 dalam mengikat gen Rb. yang mempunyai arti yang penting dalam karsinogenesis kanker serviks uteri. Hal tersebut diatas bukan merupakan proses mutasi akibat pengaruh karsinogen (Mendelshon, 1995).

    Dari Tabel 1 dan Gambar 4. terlihat bahwa ekspresi c-myc terlihat lebih tinggi dibandingkan pRb dan p53 dengan rata-rata 50,1%. Hal tersebut menunjukkan bahwa siklus sel sedang berlangsung, karena fungsi protein c-myc adalah sebagai protein pemicu terjadinya transkripsi sel. Ekspresi protein p53 (40%) masih dalam batas normal, artinya protein p53 yang berfungsi sebagai protein penekan tumor tidak menonjol aktivitasnya dalam rangka memperbaiki gen-gen yang rusak atau mutasi. Ekspresi protein Rb (30,8%) dapat dianggap rendah, artinya protein Rb yang berfungsi sebagai protein penekan tumor tidak menonjol aktivitasnya yaitu mengikat faktor transkripsi

    (E2F) dan selanjutnya siklus sel yang diperankan protein c-myc akan berlangsung (Cotrans dkk., 1999; Putztai dkk., 1996).

    Penelitian lebih lanjut dapat diarahkan pada hubungan antara stadium kanker, dengan ekspresi berbagai macam protein /gen yang ada hubungannya dengan replikasi dan siklus sel yang mengarah pada keganasan sel/organ/ jaringan/sistem/tubuh. Klasifikasi Internasional untuk Stadium Keganasan Serviks Uteri yang dikemukakan oleh Morehead (1965) sebagai berikut:

    International classification of the cervical cancer: Stage 0 : Intra epithelial carcinoma Stage 1 : Carcinoma in situ Stage 2 : The carcinoma extends beyond the cervix but not

    reached the pelvic wall Stage 3 : The carcinoma has reached the pelvic wall Stage 4 : The carcinoma has invaded another organ.

    KESIMPULAN

    Ekspresi rata-rata protein p53 adalah 40%, Rb adalah 30,8% dan c-myc adalah 50,1%, sehingga disimpulkan bahwa ekspresi protein p53, Rb dan c-myc pada kanker serviks uteri berkategori sedang (30-70%).

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Terimakasih kami ucapkan kepada DCRG-URGE Dikti Depdiknas RI Jakarta, PAU Bioteknologi UGM Yogyakarta, dan penghargaan khusus diberikan kepada Prof. Dr. dr. Noerhayati Soeripto, DTM&H, Prof. dr. Sofia Mubarika, MMedSc., Ph.D, Prof. Marsetyawan HNES, MSc., Ph.D dan Wayan T. Artama, drh., S.U., Ph.D.

    DAFTAR PUSTAKA

    Badan Registrasi Kanker, 1998. Badan Registrasi Kanker. Jakarta: Ikatan Ahli Patologi Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia..

    Borysiewicz. 1996. A recombinant vaccinia virus encoding HPV type 16 and 18, E6 and E7 proteins as immunotheraphy for cervical cancer. The Lancent 347:1523-1527.

    Cotrans, R.S., V. Kumar and SL. Robbins. 1997. Robbins Patologic basis of Disease. 6th ed. London: WB Saunders Co.

    Dellas, A. 1997. Investigation of the bell and c-myc expression in relationship to the Ki labelling index in cervical intra epithelial neoplasia. Interna Journal of Gynecology Pathology 16 (3): 212-218.

    Hollema. 1996. Viral Carcinogenesis. Surabaya: Dutch Foundation for The Post Graduated Course, UNAIR.

    Mendelshon, J., P. Howley, M. Israel, Liottal. 1995. The Molecular Basis of the Cancer. Philadelphia: WB Saunders Co.

    Morehead, R.P. 1965. Human Pathology. New York: The Blakistone Division McGraw Hill Book Co.

    Ngan, H.Y.S., M. Stanley, S.S. Liu, and H.K. Ma. 1994. HPV and p53 in cervical cancer. Genitourin Medical 70: 1888-1901.

    Ngan, H.Y.S., S.W. Tsao, and M. Stanley. 1997. Abnormal expresion and mutation of p53 in cervical cancer: A study at protein, RNA and DNA levels, Genitourin Medical 73: 54-58.

    Pusztai, L., C.E. Lewis, and E. Yap. 1996. Cell Proliferation in Cancer-Regulation Mechanisms of Neoplastic Cell Growth. Oxford: Oxford University Press..

    Schmits, H.L. 1997a. Overview: epidemiology and diagnosis of cervical cancer. Seminar Nasional Upaya Peningkatan Deteksi HPV Pada Kanker Serviks Secara Biologi Molekuler dan Pengelolaannya. Pusat Kedokteran Tropis UGM, Yogyakarta.

    Schmits, H.L. 1997b. Overview: Molecular biology and detection of HPV infection, Seminar Nasional Upaya Peningkatan Deteksi HPV Pada Kanker Serviks Secara Biologi Molekuler dan Pengelolaannya. Yogyakarta: Pusat Kedokteran Tropis UGM.

  • B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 6, Nomor 3 Juli 2005 Halaman: 160-163

    Alamat korespondensi: Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Tel. & Fax.: +62-271-663375 e-mail: [email protected]

    Kajian Pembentukan Warna pada Monascus-Nata Kompleks dengan Menggunakan Kombinasi Ekstrak Beras, Ampas Tahu

    dan Dedak Padi sebagai Media Study on coloration of Monascus-nata complex using combination of rice flour, tofu

    solid waste, and rice bran extracts as the medium

    TIAS HESTI KUSUMAWATI, SURANTO, RATNA SETYANINGSIH Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126.

    Diterima: 4 Agustus 2004. Disetujui: 21 Januari 2005.

    ABSTRACT

    Monascus-nata complex was made up from fermented nata which was grown in the medium containing Monascus purpureus fungi, that could be used as coloration of nata. Rice flour usually used as medium to produce pigments by M. purpureus. Tofu solid waste and rice bran could be used to produce pigments although the colour intensity of M. purpureus pigment was lower than rice. The aims of these research were to study colour, pH medium and weight of miselium Monascus-nata complex from the combination of rice flour with tofu solid waste extracts and rice flour with rice bran extracts as the medium. In these research, 5% (b/v) rice flour extracts, combination of rice flour extract : tofu solid waste extract in the ratio of 1:1, 1:2, 1:3 and rice flour : rice bran extracts in the ratio of 1:1, 1:2, 1:3 were used as the medium. Ten nata de coco (1x1x1 cm3) were put in to the extracts of medium (100mL) in bottle, then inoculated with 10% (v/v) starter of M. purpureus containing 1.3x107 cfu/mL and incubated at room temperature on an orbital shaker at 100 rpm for 16 days. Parameters which were measured, i.e. colour intensity, preferable test, pH medium, weight of miselium Monascus-nata complex. Data were analyzed using analysis of variant and followed by DMRT in 5% significations except preferable test which were analyzed using hedonic test. Combination of rice flour extract : tofu solid waste extracts in the ratio of 1:1 could be used to replace rice flour extracts on the making of Monascus-nata complex. Orange colour intensity from rice flour extract : tofu solid waste extracts in the ratio of 1:1 was higher than from rice flour extracts. Orange colour intensity from rice flour extract : tofu solid waste extracts in the ratio of 1:1 and rice flour were 0.156 and 0.123 respectively. Red colour intensity from medium rice flour extract : tofu solid waste extracts in the ratio of 1:1 approach the red colour intensity of rice flour. Red colour intensity from medium rice flour extract : tofu solid waste extracts in the ratio of 1:1 and rice flour extract were 0.088 and 0.145 respectively. All of pH value decreased from 7 to 6.82. Weight of miselium Monascus-nata complex from all medium was average 0.024 g.

    2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

    Key words: Monascus-nata complex, rice flour, tofu solid waste, rice bran.

    PENDAHULUAN

    Persaingan produk makanan di pasaran semakin meningkat. Agar produk makanan dapat bersaing dan dipilih oleh konsumen, produk makanan harus memiliki rasa yang enak, warna yang menarik, nilai gizi tinggi serta ekonomis. Pertimbangan-pertimbangan di atas menjadi dasar digunakannya zat-zat tambahan, khususnya zat warna baik sintetis maupun alami untuk meningkatkan kualitas produk terutama penampakannya. Industri makanan lebih banyak menggunakan zat warna sintetis daripada zat warna alami karena lebih murah dan mudah didapat. Penggunaan zat warna sintetis yang boleh digunakan semakin berkurang karena banyak yang menimbulkan alergi dan berbahaya bagi manusia. Kondisi ini mendorong usaha pengembangan produk bahan tambahan makanan terutama zat pewarna yang bersifat alami. Menurut Sukandar (2000) sebagian besar pewarna alami berasal dari ekstrak tumbuhan, hewan, atau dari mikroorganisme.

    Produksi bahan tambahan makanan menggunakan mikroorganisme semakin meningkat. Salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan bahan pewarna alami adalah Monascus purpureus. Pigmen yang dihasilkan oleh M. purpureus sangat stabil dan aman digunakan sebagai bahan tambahan makanan (Fabre et al., 1993; Sheu et al., 2000). Jamur M. purpureus sudah banyak dimanfaatkan untuk menghasilkan pigmen melalui proses fermentasi baik pada substrat padat maupun cair. Beras adalah media yang paling banyak digunakan dalam proses fermentasi dan dikenal dengan nama angkak (red rice) (Bakoov et al., 2001). Limbah industri makanan seperti dedak padi, ampas tahu dan onggok dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan pigmen merah oleh M. purpureus tetapi intensitas warna yang dihasilkan tidak sebaik beras. Kombinasi dedak padi, ampas tahu dan onggok, dapat digunakan untuk menggantikan sebagian beras yang digunakan sebagai substrat (Jenie dkk., 1994).

    Pewarnaan nata dapat memperbaiki penampakannya sebagai bahan makanan. Sheu et al. (2000) menggunakan M. purpureus untuk memberi warna pada nata. Nata, selulosa bakteri yang dihasilkan oleh A. xlynum, diwarnai dengan cara melakukan fermentasi menggunakan M. purpureus pada media cair. Nata yang diwarnai dengan

  • KUSUMAWATI dkk. Pembentukan warna pada Monascus-nata kompleks 161

    cara seperti ini disebut Monascus-nata kompleks. Warna yang tampak pada nata disebabkan pigmen yang berada di dalam miselium M. purpureus (intraseluler) dan miselium tersebut dapat tumbuh di dalam jaringan selulosa nata. Sheu et al. (2000) menyatakan bahwa pewarnaan menggunakan pigmen yang dihasilkan oleh M. purpureus sangat stabil dan tidak mengubah rasa nata.

    Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji pembentukan warna, pH media, berat miselia Monascus-nata kompleks dalam media yang dibuat dari kombinasi ekstrak beras dengan ampas tahu dan ekstrak beras dengan dedak padi. Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat diketahui perbandingan media yang dapat digunakan dalam pembuatan Monascus-nata kompleks.

    BAHAN DAN METODE

    Bahan Pembuatan nata de coco membutuhkan: gula pasir,

    kecambah kacang hijau, air kelapa masak, asam asetat 25%, biakan murni A. xlynum yang diperoleh dari Lab. Biologi Tanah Fak. Pertanian UNS Surakarta. Fermentasi Monascus-nata kompleks membutuhkan: beras IR-28, ampas tahu, dedak padi, biakan murni M. purpureus FNCC 6008 yang diperoleh dari Lab. Pangan dan Gizi PAU UGM, NaOH 1M, akuades, PDA (Potato Dextrosa Agar), NH4NO3, KH2PO4, MgSO4H2O. Ekstraksi pigmen Monascus-nata kompleks membutuhkan: metanol.

    Cara kerja Pembuatan Nata de coco

    Pembuatan kultur kerja. Kultur kerja dibuat dengan cara menginokulasikan 1 ose kultur murni bakteri A. xlynum ke dalam media agar miring dan diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam. Komposisi media agar miring sama dengan media fermentasi nata, tetapi ditambah agar 2% (Rahayu dkk., 1993).

    Pembuatan starter nata. Komposisi media untuk starter sama dengan media untuk fermentasi. Media disterilkan dengan autoclave pada suhu 121C selama 15 menit. Sebanyak 2 mL media steril dimasukkan ke dalam kultur kerja dan diinkubasi pada suhu kamar selama 72 jam, kemudian dipindahkan ke dalam media sebanyak 100 mL dan diinkubasi pada suhu kamar selama 72 jam. Starter siap dipakai setelah timbul lapisan nata di permukaan media (Rahayu dkk., 1993).

    Fermentasi nata. Media fermentasi diatur pH-nya menjadi 4 dengan cara menambahkan asam asetat 25% sebanyak kurang lebih 18-20 mL/L, kemudian disterilkan pada suhu 121C selama 15 menit. Setelah dingin 10% (v/v) starter dimasukkan ke dalam media fermentasi. Wadah fermenter ditutup dengan kertas dan diikat dengan karet. Fermentasi nata berlangsung selama 12 hari (Rahayu dkk., 1993).

    Pemanenan nata. Lapisan nata yang terbentuk dengan ketebalan kurang lebih 1 cm diambil kemudian dipotong dengan ukuran 1x1x1cm3. Potongan nata direndam dalam air selama kurang lebih 3 hari dan setiap hari air diganti (Rahayu dkk., 1993).

    Pembuatan Monascus-nata kompleks Pembuatan kultur kerja Kultur murni jamur M.

    purpureus diperbanyak dengan cara menginokulasikan satu ose kultur ke media PDA miring dan diinkubasi pada suhu kamar selama 8 hari. Kultur siap digunakan sebagai kultur kerja (Jenie, 1995; Sheu et al., 2000).

    Pembuatan starter M. purpureus. Media diatur pH nya menjadi netral dengan menambahkan NaOH 1M sebanyak kurang lebih 25 mL/L, kemudian disterilisasi pada suhu 121C selama 15 menit. Setelah dingin, media diinokulasi dengan 5 tabung kultur kerja dan diinkubasi selama 7 hari dengan shaker kecepatan 100 rpm pada suhu kamar. Starter yang telah berumur 7 hari berisi 1,3x107 cfu/mL (Sheu et al., 2000; Jenie, 1995)

    Penyiapan media fermentasi Monascus-nata kompleks. Media fermentasi yang digunakan adalah ekstrak beras, ampas tahu, dedak padi. Ekstrak beras, ampas tahu dan dedak padi dibuat dengan cara menyiapkan tepung beras, ampas tahu dan dedak padi terlebih dahulu, dengan komposisi 5% (b/v) tepung beras, tepung beras:ampas tahu (1:1, 1:2, 1:3), tepung beras:dedak padi(1:1, 1:2, 1:3) kemudian dididihkan pada suhu 100C selama 30 menit dan disaring. Tepung ampas tahu dan dedak padi dibuat dengan mengeringkan ampas tahu dan dedak padi dalam oven pada suhu 60C selama 2 hari, kemudian dihaluskan menggunakan blender. Pembuatan tepung beras dilakukan dengan cara mencuci beras kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 60C selama 1 hari dan dihaluskan (Jenie dkk., 1994).

    Fermentasi Monascus-nata kompleks. Media fermentasi dinetralkan dengan menambahkan 1M NaOH sebanyak kurang lebih 25 mL tiap 1 L. Sepuluh potongan nata de coco dimasukkan ke dalam media fermentasi (100 mL) dalam botol jam. Setelah disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121C selama 20 menit, kemudian didinginkan. Setiap botol diinokulasi dengan starter sebanyak 10% (v/v). Fermentasi berlangsung selama 16 hari dan dilakukan dengan shaker kecepatan 100 rpm pada suhu kamar (Jenie dkk., 1994; Sheu et al., 2000).

    Ekstraksi pigmen Monascus-nata kompleks dikeringkan pada suhu 70C

    selama 24 jam. Kompleks yang sudah kering sebanyak 0,07 g ditumbuk dengan mortar dan ditambah 10 mL metanol sambil diaduk dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian didiamkan selama 24 jam. Campuran kemudian disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Supernatan disaring dengan kertas saring dan merupakan pigmen intraseluler yang akan diukur intensitas warnanya menggunakan Spektrofotometer UV-VIS (Kanoni dan Astuti, 1988; Jenie, 1995).

    Pengukuran parameter Parameter yang diukur adalah warna Monascus-nata

    kompleks meliputi intensitas warna (Kanoni dan Astuti, 1988) dan uji kesukaan warna (Kartika dkk., 1988), pH media, berat miselia Monascus-nata kompleks. Semua parameter diukur pada akhir fermentasi yaitu setelah hari ke-16.

    Rancangan percobaan Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

    dengan satu faktor, 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan sebagai berikut:

    PO= ekstrak beras P1 = ekstrak beras: ampas tahu (1:1) P2 = ekstrak beras: ampas tahu (1:2) P3 = ekstrak beras: ampas tahu (1:3) P4 = ekstrak beras: dedak padi (1:1) P5 = ekstrak beras: dedak padi (1:2) P6 = ekstrak beras: dedak padi (1:3)

    terhadap variabel bebas yaitu kombinasi media sedangkan variabel terikat adalah warna, pH media, berat miselia Monascus-nata kompleks.

  • BIODIVERSIT AS Vol. 6, No. 3, Juli 2005, hal. 160-163 162

    Analisis data Data dianalisis dengan Analisis Variansi (ANAVA) untuk

    mengetahui pengaruh perlakuan terhadap semua variabel pengamatan, dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Sugandi dan Sugiarto, 1994) untuk mengetahui perlakuan media yang menunjukkan beda nyata, sedangkan untuk uji kesukaan digunakan Metode Hedonik (Kartika dkk., 1988).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Warna Monascus-nata kompleks Intensitas warna

    Hasil pengukuran intensitas warna (Tabel 1; Gambar 1) menunjukkan bahwa Monascus-nata kompleks yang menggunakan media fermentasi ekstrak beras : ekstrak ampas tahu perbandingan 1:1 memiliki intensitas warna merah yang paling mendekati intensitas warna merah pada media ekstrak beras yaitu sebesar 0,088. Pada media ekstrak beras intensitas warna merah paling tinggi yaitu sebesar 0,145, sedangkan pada media fermentasi ekstrak beras:dedak padi perbandingan 1:3 intensitas warna merah terendah yaitu sebesar 0,043. Intensitas warna jingga yang didapatkan pada media fermentasi ekstrak beras : ekstrak ampas tahu perbandingan 1:1 sebesar 0,156 sedikit lebih tinggi daripada yang didapatkan pada media ekstrak beras sebesar 0,123. Intensitas warna jingga terendah didapatkan pada media fermentasi ekstrak beras:dedak padi (1:3) yaitu sebesar 0,065.

    Menurut Lin (1973) media fermentasi yang paling baik untuk pembentukan pigmen merah oleh Monascus purpureus adalah bahan yang mengandung pati sebagai sumber karbon (C). Intensitas warna merah tertinggi didapatkan pada media ekstrak beras dikarenakan komponen utama beras adalah pati sebagai sumber C yaitu sebesar 80%. Pembentukan pigmen dipengaruhi oleh jenis karbohidrat dan perbandingan C dengan N. Bila konsentrasi C dalam media meningkat harus diimbangi dengan peningkatan konsentrasi N yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan maksimum dan pembentukan

    pigmen (Broder dan Koehler, 1980). Kombinasi media ekstrak beras dengan ampas tahu dan ekstrak beras dengan dedak padi yang digunakan pada perbandingan 1:1; 1:2; 1:3, dengan bagian ekstrak ampas tahu dan dedak padi yang semakin meningkat menghasilkan intensitas warna merah maupun jingga yang semakin menurun. Penurunan intensitas warna pada media ekstrak beras : ekstrak ampas tahu dan ekstrak beras:dedak padi dengan bagian ekstrak ampas tahu dan dedak padi yang semakin meningkat kemungkinan disebabkan perbandingan C dan N di dalam media tidak terdapat dalam jumlah yang seimbang untuk mendukung pembentukan pigmen.

    Jenis karbohidrat di dalam media yang digunakan sangat mempengaruhi pembentukan pigmen. Percobaan yang dilakukan Sheu et al. (2000) menggunakan maltosa didapatkan Monascus-nata kompleks yang berwarna merah tua sedangkan bila digunakan sukrosa Monascus-nata kompleks yang didapatkan berwarna merah muda. Perbedaan jenis karbohidrat yang terdapat di dalam media kemungkinan menyebabkan intensitas warna jingga dan merah juga berbeda. Perbandingan C dan N dan juga kemungkinan adanya jenis karbohidrat yang berbeda di dalam media diduga menyebabkan intensitas warna yang didapatkan juga berbeda. Tabel 1. Intensitas warna jingga ( 400 nm) dan merah ( 500 nm) Monascus-nata kompleks setelah fermentasi 16 hari pada berbagai macam media.

    Intensitas warna Perla-kuan Jingga ( 400 nm)

    Merah ( 500 nm)

    Nilai kesukaan

    warna Nilai pH

    Rerata berat

    miselia (g)PO 0,123b 0,145d 3,32 6,84bc 0,026 P1 0,156c 0,088c 2,28 6,91c 0,021 P2 0,093a 0,065b 3,07 6,93c 0,028 P3 0,085a 0,053ab 3,78 6,85bc 0,017 P4 0,088a 0,052ab 4,15 6,78ab 0,022 P5 0,076a 0,052ab 4,65 6,67a 0,025 P6 0,065a 0,043a 4,10 6,75ab 0,029 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata berdasar DMRT 5%. Nilai kesukaan: 1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = biasa saja, 4 = kurang suka, 5 = tidak suka, 6 = sangat tidak suka.

    A

    B

    C

    D

    E

    F

    G

    Gambar 1. Warna Monascus-nata kompleks setelah fermentasi 16 hari, yang diperoleh dari: media ekstrak beras (A); media ekstrak beras: ampas tahu perbandingan 1:1 (B) 1:2 (C) 1:3 (D); media ekstrak beras:dedak padi perbandingan 1:1 (E) 1:2 (F) 1:3 (G).

  • 163

    Kesukaan warna Tabel 1 menunjukkan bahwa kesukaan panelis terhadap

    warna Monascus-nata kompleks berada pada skala 2-4 yaitu antara nilai kesukaan suka sampai kurang suka. Dari hasil ranking dan analisis uji kesukaan dapat diketahui bahwa kesukaan terhadap warna Monascus-nata kompleks yang didapatkan dari media ekstrak beras : ekstrak ampas tahu perbandingan 1:1 dianggap para panelis paling disukai karena warna jingga yang terlihat paling tajam di antara sampel yang lain, sedangkan kompleks yang didapatkan dari media ekstrak beras:dedak padi perbandingan 1:2 dianggap paling tidak disukai karena warnanya kurang tajam dan merata.

    Nilai pH Hasil pengukuran pH media setelah fermentasi selama

    16 hari dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai pH tertinggi didapatkan pada media ekstrak beras : ekstrak ampas tahu perbandingan 1:2 dan pH terendah pada media ekstrak beras:dedak padi perbandingan 1:2. Nilai pH setelah fermentasi selama 16 hari mengalami penurunan dari pH awal 7 menjadi sekitar 6,82. Penurunan pH disebabkan karena adanya dekomposisi protein pada media (Jenie, 1995). Menurut Lehninger (1993) protein dibentuk oleh adanya asam-asam amino yang berikatan kovalen. Adanya asam-asam amino bergugus samping (R) bermuatan (-) dalam media campuran yang mempunyai kecenderungan melepaskan ion H+ diduga menyebabkan penurunan pH. Dua asam amino yang mengandung gugus R bermuatan negatif adalah asam aspartat dan asam glutamat.

    Nilai pH media di bawah 5 lebih mendukung pembentukan pigmen merah (Jenie dkk., 1994). Pada nilai pH yang rendah terdapat lebih banyak gugus =NH yang berasal dari pemecahan protein. Menurut Carels dan Shepherd (1977) pigmen merah terbentuk dari penggantian atom oksigen pada cincin piranoid dari monascorubrin atau rubropunctatin (pigmen jingga) dengan gugus = NH. Lebih rendahnya intensitas warna merah dibandingkan intensitas warna jingga dapat dikaitkan dengan pH media yaitu sekitar 6. Pada kisaran pH tersebut gugus =NH yang terdapat dalam media tidak tersedia dalam jumlah yang cukup banyak untuk menggantikan atom O pada cincin piranoid dari pigmen jingga, sehingga pigmen merah yang dihasilkan lebih sedikit.

    Berat miselia Pada pengamatan Monascus-nata kompleks menggu-

    nakan SEM (Scanning Electron Microscopy) diketahui bah-wa miselia Monascus dapat tumbuh di dalam jaringan selu-losa nata (Sheu et al., 2000). Penghitungan berat miselia Monascus-nata kompleks dilakukan dengan mencari selisih berat kering sesudah dengan sebelum fermentasi. Hasil penghitungan berat miselia dapat dilihat pada Tabel 1. Analisis Variansi menunjukkan bahwa penggunaan media dengan perbandingan yang berbeda tidak mempengaruhi berat miselia yang didapatkan. di dalam Monascus-nata kompleks, sehingga tidak dilanjutkan dengan DMRT 5%. Berat miselia yang tidak berbeda nyata antar perlakuan menunjukkan bahwa pertumbuhan Monascus di dalam nata tidak dipengaruhi oleh perbandingan ampas tahu maupun dedak padi yang berbeda.

    Pembentukan pigmen Monascus dimulai pada fase pertumbuhan lambat dan mulai meningkat pada fase pertumbuhan stasioner (Jenie dkk., 1994). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa pembentukan pigmen dimulai sesudah pertumbuhan terjadi. Nutrisi yang

    terkandung pada media digunakan untuk memenuhi pertumbuhan terlebih dahulu. Apabila pertumbuhan mencapai maksimum, nutrisi yang tersisa pada media digunakan untuk pembentukan pigmen. Penggunaan media ekstrak beras : ekstrak ampas tahu dan ekstrak beras:dedak padi pada perbandingan 1:1;1:2;1:3 tidak mempengaruhi pertumbuhan jamur di dalam nata tetapi mempengaruhi intensitas warna yang dihasilkan. Hal ini kemungkinan disebabkan pada media yang digunakan, jamur Monascus purpureus membutuhkan sejumlah nutrisi yang hampir sama untuk mencapai pertumbuhan maksimum. Apabila pertumbuhan maksimum tercapai, nutrisi yang tersisa digunakan untuk pembentukan pigmen. Kemungkinan ada-nya perbedaan jumlah nutrisi yang tersisa menyebabkan intensitas warna yang dihasilkan juga berbeda.

    KESIMPULAN

    Media ekstrak beras : ekstrak ampas tahu pada perbandingan 1:1 dapat digunakan untuk mengganti media ekstrak beras dalam pembuatan Monascus-nata kompleks. Intensitas warna jingga Monascus-nata kompleks yang didapatkan dari media ekstrak beras : ekstrak ampas tahu (1:1) sebesar 0,156 lebih tinggi dari intensitas warna jingga yang didapatkan dari media ekstrak beras sebesar 0,123. Intensitas warna merah yang didapatkan pada media ekstrak beras : ekstrak ampas tahu pada perbandingan (1:1) sebesar 0,089 paling mendekati intensitas warna merah yang didapatkan dari media ekstrak beras sebesar 0,145. Nilai pH pada semua media turun dari 7 menjadi sekitar 6,82. Berat miselia Monascus-nata kompleks yang didapatkan dari semua media sekitar 0,024.

    DAFTAR PUSTAKA Bakoov, A., D. Mate, A. Laciakova, and M. Pipova, 2001. Utilization of

    Monascus purpureus in the production of foods of animal origin. Bulletin Veterinary Institute of Pulawy 45: 111-116.

    Broder, C.U., and P.E. Koehler, 1980. Pigments produced by Monascus purpureus with regard to quality and quantity. Journal of Food Science 45: 567-569.

    Carels, M. and D. Shepherd, 1977. The effect of different nitrogen sources on pigment production and sporulation of Monascus species in submerged, shaken culture. Canadian Journal of Microbiology 23: 1360-1372.

    Fabre, C.E., G. Goma, and P.J. Blanc. 1993. Production and food applications of the red pigments of Monascus ruber. Journal of Food Science 58 (5): 1099-1102.

    Jenie, B.S.L. 1995. Utilization of tofu and tapioca solid wastes and rice bran to produce red pigments by Monascus purpureus in tofu liquid waste medium. Indonesian Food and Nutrition Progress 2 (2): 24-29.

    Jenie, B.S.L., Helianti, dan S. Fardiaz, 1994. Pemanfaatan ampas tahu, onggok dan dedak untuk produksi pigmen merah oleh Monascus purpureus. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 5 (2): 22-29.

    Kanoni, S. dan M. Astuti, 1988. Kajian tentang Keamanan Zat Warna dari Monascus purpureus. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.

    Kartika, B., P. Hastuti, dan W. Supartono, 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.

    Lehninger, A.L. 1993. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I. Jakarta: Penerbit Airlangga.

    Lin, C.F. 1973. Isolation and Cultural Conditions of Monascus sp for the Production of Pigment in a Submerged Culture. Journal of Fermentation Technology 51: 135-142.

    Rahayu, E.S., I. Retno, U.Tyas, H. Eny, dan M.N. Cahyanto, 1993. Bahan Pangan Hasil Fermentasi. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.

    Sheu, E., C.L. Wang, and Y.T. Shyu, 2000. Fermentation of Monascus purpureus on bacterial cellulosa-nata and the color stability of Monascus-nata complex. Journal of Food Science 65 (2): 342-345.

    Sugandi dan Sugiarto, 1994. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset.

    Sukandar, U. 2000. Singkong sebagai substrat yang potensial untuk produksi zat warna Monascus. Proseding Seminar Nasional Teknologi Proses Kimia V. Jakarta: Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik UI.

  • B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 6, Nomor 3 Juli 2005 Halaman: 164-167

    Alamat korespondensi:

    Jl. Ir. H. Juanda 18, Bogor 16122. Tel.: +62-251-324006. Faks.: +62-251-325854 e-mail: [email protected]

    Transesterifikasi Ester Asam Lemak Melalui Pemanfaatan Teknologi Lipase

    Application of lipase technology for transesterification of fatty acid ester

    RINI HANDAYANI, JOKO SULISTYO Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor 16122.

    Diterima: 26 Januari 2005. Disetujui: 1 April 2005.

    ABSTRACT

    We have reported the potency of microbial extracellular enzyme for synthesis of fatty acid ester. Further investigation was aimed to study capacity of the enzyme on bioprocess of crude palm oil by transesterification of saturated fatty acid to fatty acid ester. We have studied some lipases from culture filtrate of Candida rugosa FM-9301, Bacillus subtilis FM-9101 and Pseudomonas aerogenes FM-9201, which were preincubated in a medium containing olive oil as inducers, using a shaker under conditions that allowed for lipase production at pH 4.5-6.5 and room temperature for 5 days. Those strains shown different activities during the hydrolysis of substrates, which resulted in decreasing or increasing free fatty acids those, were liberated from media containing crude palm oil and organic solvents. The optimal transesterification condition was at temperature of 45-50C and at pH 4.5 for C. rugosa and pH 6.0 to 7.0 for P. aerogenes and B. subtilis. Under the enzyme concentration of 50% (v/v), the transesterification was rapidly occurred, while at the concentration of 20% (v/v) the enzymatically biosynthesis required longer incubation period. The substrates incubated with C. rugosa lipase exhibited higher linoleic and linolenic acid (7.16 and 2.15%, respectively), than that of B. subtilis lipase (4.85% and 1.43%, respectively), while P. aerogenes lipase (3.73% and 1.11%, respectively).

    2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

    Key words: transesterification, lipase, crude palm oil, fatty acid ester.

    PENDAHULUAN

    Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa dan kelapa sawit dunia dengan kontribusi tinggi sebagai komoditi ekspor. Saat ini, areal perkebunan kelapa sawit mengalami peningkatan cukup pesat. Seiring dengan meningkatnya luas areal, produksi minyak sawit mentah (CPO) juga terus meningkat (Latief, 1991). Minyak sawit telah banyak digunakan dalam industri pangan dan non pangan sebagai bahan baku industri farmasi, kosmetika, deterjen dan surfaktan (Ghosh dan Bhattacharyya, 1995; Tucker dan Woods, 1995). Asam lemak dan ester asam lemak berantai pendek juga bermanfaat sebagai senyawa aromatik penyedap rasa (Kosugi dan Azuma, 1994; Singh dkk., 1994). Metil dan etil ester asam lemak berantai panjang bermanfaat untuk produksi alkohol lemak serta bahan bakar pengganti untuk motor bermesin disel (Linko dkk., 1994). Asam lemak tidak jenuh berantai panjang, antara lain asam oleat, linoleat, linolenat dan arakhidonat (Ketaren, 1986), bahkan bermanfaat untuk pencegahan dan penyembuhan berbagai penyakit yang berkaitan dengan sistem peredaran darah antara lain trombosis dan atero-klerosis (Shirasaka dan Shimizu, 1995; Posorske, 1984).

    Produksi ester alkohol berantai panjang dari asam lemak dengan cara esterifikasi dan alkoholisis oleh katalisator kimia sudah tidak diragukan lagi. Proses secara

    kimiawi tersebut memiliki keterbatasan, antara lain asam-asam dari jenis yang lebih tidak jenuh akan mengalami polimerisasi atau perubahan-perubahan lain selama proses esterifikasi (Sil-Roy dan Bhattacharyya, 1993). Asam lemak dengan grup-grup fungsional seperti epoksi dan hidroksi sulit sekali untuk diesterifikasi tanpa merusaknya terlebih dahulu. Katalisis ester yang sulit dilakukan dengan metode kimiawi tersebut menjadi sederhana dengan pemanfaatan teknologi enzimatik lipase (Bailey, 1950; Sulistyo dkk., 2000).

    Pada penelitian ini enzim lipase digunakan sebagai biokatalisator pada reaksi hidrolisis dan transesterifikasi trigliserida dari minyak sawit mentah dan santan kelapa dengan alkohol atau pelarut organik lainnya untuk mensintesis produk transfer berupa ester asam lemak.

    BAHAN DAN METODE

    Ekstraksi enzim lipase dari mikroba Biakan mikroba penghasil enzim lipase terdiri dari

    Bacillus subtilis FM-9101, Candida rugosa FM-9301, dan Pseudomonas aerogenes FM-9201 ditumbuhkan secara terpisah. Media basal untuk memproduksi enzim mengandung pepton 0,5%, K2HPO4 0,1%, NaCl 0,05%, MgSO4 0,05%, FeSO4 0,001%, ZnSO4 0,0001%, CuSO4 0,0001%, MnSO4 0,0001%, ekstrak khamir 0,5% (Cowan, 1981; Sulistyo dkk., 1999) dan masing-masing bahan penginduksi (minyak zaitun) sebanyak 2,0%, pada 10 mM bufer Na-fosfat pH 4,5-6,5. Media produksi digoyang pada suhu ruang selama 5 hari, kemudian disentrifus pada

  • HANDAYANI dan SULISTYO Transesterifikasi ester asam lemak 165

    kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada 4C dan supernatan digunakan sebagai sumber enzim.

    Uji aktivitas enzimatik lipase Minyak zaitun sebanyak 1,0 mL dimasukkan ke dalam

    erlenmeyer 100 mL, lalu ditambahkan berturut-turut 0,5 mL CaCl2 0,1 M dan 4,5 mL bufer asetat 0,1 M (pH 5,5). Campuran reaksi diinkubasi pada suhu 40C selama 10 menit, kemudian ditambahkan enzim lipase sebanyak 10% (v/v) dari masing-masing biakan dan diinkubasi kembali pada suhu 40C dengan digoyang pada kecepatan 160 rpm selama 30 menit. Selanjutnya, campuran reaksi ditambah 20 mL etanol dan 3 tetes indikator fenolptalin serta dititrasi dengan NaOH 0,05 M sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Satu unit aktivitas enzim lipase setara dengan 1 mol asam lemak bebas yang dihasilkan dari hidrolisis substrat yang dikatalisis oleh enzim lipase selama 30 menit.

    Pengaruh pH dan suhu pada aktivitas enzimatik lipase Campuran reaksi (dalam erlenmeyer 100-mL)

    mengandung 1,0 mL minyak zaitun, 0,5 mL CaCl2 0,1 M dan 4,5 mL 0,1 M bufer asetat pada pH 4,0-8,0, diinkubasikan pada suhu 30-60C dengan cara digoyang pada kecepatan 160 rpm selama 30 menit. Selanjutnya, aktivitas residu enzim lipolitiknya diuji sebagaimana cara pengujian aktivitas enzimatik tersebut di atas.

    Analisis asam lemak bebas (ALB) Kadar asam lemak bebas ditentukan dengan mengukur

    sebanyak 5,0 g sampel minyak dalam campuran alkohol-benzena (25: 25, v/v). Campuran larutan ditrasi dengan KOH-alkohol (0,1N) menggunakan indikator fenolptalin. Titrasi dilakukan sampai larutan berubah menjadi merah muda. Persentase ALB pada setiap sampel diperoleh dari hasil penghitungan volume larutan titrant terhadap bobot molekul minyak.

    Kromatografi gas (GC) Campuran reaksi dianalisis secara kuantitatif

    menggunakan kromatografi gas (GC) dengan menimbang sebanyak 0,02-0,05 g sampel dan dilarutkan dengan 2,0 mL NaOH dalam metanol 0,5 M, kemudian dipanaskan pada suhu 80C selama 20 menit. Setelah penambahan larutan BF3 dalam metanol sebanyak 2,0 mL, sampel dipanaskan kembali pada suhu 80C selama 20 menit dan selanjutnya ditambahkan NaCl jenuh dan heksan, masing-masing sebanyak 2,0 mL. Sampel (2,0 l) dimasukkan dalam kolom silikagel GC. GC dijalankan dengan pelarut H2 (g) dan N2 (g) pada suhu awal 150C dan suhu injektor 200C. Deteksi sampel diukur dengan FID pada suhu 250C. Reaksi hidrolisis enzimatik

    Substrat (50 g minyak asam) ditempatkan dalam gelas erlenmeyer 100 mL diinkubasikan dengan 25% (v/v) larutan enzim lipase dalam buffer pada suhu 50C dan digoyang pada 100 rpm diatas shaker selama 24 jam. Reaksi hidrolisis yang terjadi diestimasi dengan pengukuran kandungan asam lemak bebas (ALB) pada setiap sampel yang dianalisis. Emulsi lemak dihancurkan dengan cara pemanasan pada suhu 80C dan lapisan lemak yang mengandung enzim dan gliserol dipisahkan dengan cara sentrifugasi. ALB sebagai produk hidrolisis yang terkandung dalam lapisan lemak selanjutnya dianalisis.

    Reaksi transesterifikasi ester asam lemak Substrat CPO dan pelarut alkohol (etanol, metanol,

    propanol, butanol konsentrasi 10-25%) atau buffer sebagai kontrol dalam gelas erlenmeyer 100-mL diinkubasi dengan 25% larutan enzim lipase dari beberapa biakan mikroba (B. subtilis, C. rugosa dan P. aerogenes) dengan cara dikocok menggunakan pengocok magnetis pada suhu 50C selama 24 jam. Campuran produk (masing-masing sebanyak 2,0 mL) disaring untuk memisahkannya dari kotoran yang tidak terlarut. Hasil reaksi dianalisis secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis (TLC; thin layer chromatography) dan secara kuantitatif menggunakan GC.

    TLC. Sampel diencerkan dengan etanol dengan perban-dingan 1:10. Sebanyak 0,01 mL sampel encer digunakan untuk analisis TLC. Untuk mengetahui spot produk yang terkromatografi, plat TLC dikembangkan dalam larutan heksan:dietil eter:asam asetat (80:20:1) selama satu jam. Setelah dikeringkan, plat TLC disemprot dengan 0,1% 2,7-diklorofluoresin dalam 99,5% etanol dan selanjutnya diamati pada panjang gelombang 254 dan 360 nm.

    GC. Sampel (2,0 L) dimasukkan dalam kolom silikagel GC. GC dijalankan dengan pelarut H2 (g) dan N2 (g) pada suhu awal 150C dan suhu injektor 200C. Deteksi cuplikan diukur dilakukan dengan FID pada suhu 250C.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Isolat yang dipilih untuk pengujian aktivitas lipolitik adalah bakteri yang diisolasi dari sampel limbah mengandung minyak. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dari beberapa isolat yang telah diidentifikasi, tiga biakan penghasil enzim lipase yaitu C. rugosa, B. subtilis dan P. aerogenes menunjukkan aktivitas lipolitik secara signifikan, masing-masing sebesar 32.10 U/mL, 37,05 U/mL dan 36,08 U/mL, setelah ketiga biakan tersebut diprakulturkan pada substrat mengandung minyak zaitun 2% dan pada suhu ruang (Sulistyo dkk., 2001).

    Hasil uji pengaruh pH dan suhu pada perumbuhan enzim lipase dari berbagai sumber biakan menunjukkan bahwa pH dan suhu optimal untuk aktivitas enzim lipase dari C. Rugosa, B. subtilis dan P. aerogenes masing-masing adalah pada pH 4,5 (5,14 mol/menit) dan suhu 45C (5,33 mol/menit), pada pH 7,0 (masing-masing 5,81 mol/menit dan 5,85 mol/menit), dan pada suhu 40C dan 45C (masing-masing 5,98 mol/menit dan 5,92 mol/menit) (Gambar 1 dan 2).

    Tabel 1 menunjukkan hasil uji kualitatif perubahan pada substrat CPO setelah terjadi reaksi enzimatik menggunakan beberapa biakan penghasil enzim lipase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber enzim lipase berpengaruh pada proses transesterifikasi, meskipun pada konsentrasi 10-25% pengaruh enzim tidak signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa enzim lipase dari biakan tertentu dapat bekerja secara efektif dan efisien sebagai biokatalisator pada proses transesterifikasi (Herawan dan Eka, 1996), karena kondisi media bagi aktivitas enzimatik menjadi optimal, sehingga terjadi proses penguraian trigliserida yang diikuti pembentukan asam lemak yang diperlukan untuk sintesis ester asam lemak.

    Terjadinya reaksi transesterifikasi dapat dianalisis berdasarkan perbandingan jumlah gugus hidroksil pada substrat sebelum dan sesudah reaksi enzimatik. Tabel 1 menunjukkan hasil bahwa enzim lipase berpengaruh terhadap penurunan kadar asam lemak bebas (ALB) pada substrat CPO. Pada reaksi hidrolisis, penambahan enzim

  • BIODIVERSIT AS Vol. 6, No. 3, Juli 2005, hal. 164-167 166

    lipase dari C. rugosa dapat menurunkan kadar ALB sebanyak 25%., sedangkan penambahan enzim lipase dari B. subtilis dan P. aerogenes hanya menurunkan kadar ALB sekitar 6-7%. Akan tetapi dengan penambahan santan kelapa atau butanol sebagai pelarut organik, penurunan kadar ALB substrat mencapai 29-30%, bahkan hingga 34% pada substrat dengan penambahan butanol yang direaksikan dengan enzim lipase dari C. rugosa.

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    30 35 40 45 50 55 60Suhu Inkubasi (oC)

    Akt

    ivita

    s (u

    mol

    /men

    it)

    C. rugosaB. subtilisP. aerogenes

    Gambar 1. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim lipase dari beberapa biakan mikroba.

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0

    pH

    Akt

    ivita

    s (u

    mol

    /men

    it)

    C. rugosaB. subtilisP. aerogenes

    Gambar 2. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim lipase dari beberapa biakan mikroba.

    Tabel 1. Pengaruh sumber enzim lipase pada perubahan kadar ALB minyak sawit.

    Substrat Sumber enzim Kadar enzim Kadar ALB (%) Kontrol CPO + Bufer CPO + Bufer CPO + Santan CPO + Santan CPO + Butanol CPO + Butanol CPO + Bufer CPO + Bufer CPO + Santan CPO + Santan CPO + Butanol CPO + Butanol CPO + Bufer CPO + Bufer CPO + Santan CPO + Santan CPO + Butanol CPO + Butanol

    - C. rugosa C. rugosa C. rugosa C. rugosa C. rugosa C. rugosa B. subtilis B. subtilis B. subtilis B. subtilis B. subtilis B. subtilis P. aerogenes P. aerogenes P. aerogenes P .aerogenes P. aerogenes P. aerogenes

    0% 10% 25% 10% 25% 10% 25% 10% 25% 10% 25% 10% 25% 10% 25% 10% 25% 10% 25%

    8,09 6,33 6,06 5,21 5,57 5,30 5,72 7,67 7,50 5,75 5,59 5,59 5,65 7,61 7,57 6,40 6,75 5,75 6,74

    Gambar 3 menunjukkan kromatogram TLC hasil reaksi

    substrat CPO setelah penambahan butanol 10% dan dinkubasi menggunakan enzim lipase dari C. rugosa selama 48 jam. Secara kualitatif terjadinya reaksi

    transglikosilasi dapat ditandai dengan adanya pembentukan spot-spot sebagai produk transfer (PT) yang terdeteksi pada kromatogram hasil analisis TLC. Ester asam lemak yang memiliki polaritas lebih tinggi, memiliki spot kromatogram dengan nilai-Rf yang lebih tinggi (0,82) dibanding nilai-Rf produk asam lemak bebas hasil hidrolisis trigliserida pada CPO antara lain stearat (Rf 0,59), palmitat (Rf 0,46), linoleat (Rf 0,25), linolenat (Rf 0,09) dan oleat (Rf 0,04).

    Produk transfer

    Stearat

    Linoleat

    LinolenatOleat

    Stearat

    Linoleat

    LinolenatOleat

    Palmitat

    Standar

    Gambar 3. Kromatogram TLC hasil reaksi enzimatik lipase pada substrat CPO dan butanol. Keterangan: 1. Kontrol, 2. C. rugosa, 3. B. subtilis, 4. P. aerogenes.

    Gambar 4 menunjukkan kondisi campuran reaksi mengandung substrat CPO setelah penambahan pelarut alkohol (metanol, etanol, butanol dan propanol) 10-25%, dinkubasi dengan enzim lipase dari C. rugosa selama 48 jam. Secara kualitatif terjadinya reaksi transesterifikasi ditunjukkan dengan adanya pembentukan ester asam lemak yang memiliki polaritas dan solubilitas lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (buffer) yang tidak diberi penambahan pelarut alkohol (Saifuddin dan Chua, 2004). Campuran reaksi menunjukkan terjadinya perubahan sifat kelarutan yang lebih baik, ditandai dengan tingginya kadar asam lemak tidak jenuh dari golongan oleat, linoleat dan linolenat (Tabel 2) sebagai produk asam lemak bebas hasil hidrolisis trigliserida secara enzimatik pada CPO. Gambar 4. Campuran reaksi mengandung substrat CPO dan beberapa pelarut alkohol sebagai akseptor reaksi transesterifikasi dengan enzim lipase dari biakan C. rugosa.

  • HANDAYANI dan SULISTYO Transesterifikasi ester asam lemak 167

    Hasil analisis kromatografi gas pada substrat CPO yang telah direaksikan dengan butanol dan enzim lipase dari C. rugosa, menunjukkan bahwa komposisi kandungan asam lemak tidak jenuh yang merupakan asam lemak esensial, terbentuk lebih tinggi dibanding kandungan asam lemak jenuh. Hasil tersebut memberi indikasi bahwa komposisi asam lemak bebas pada substrat CPO sebelum dan sesudah mengalami reaksi transesterifikasi, mengalami perubahan yang nyata. Reaksi transesterifikasi menggunakan butanol dengan enzim lipase dari C. rugosa dapat meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuh yaitu asam oleat, linoleat dan linolenat, masing-masing sebesar 19%, 29% dan 42%, serta menurunkan asam lemak jenuh, yaitu laurat dan palmitat masing-masing sebesar 87% dan 45%, akan tetapi sebaliknya kandungan asam lemak jenuh stearat juga meningkat sebesar 53%.

    Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak seluruh komponen asam lemak tidak jenuh dapat ditingkatkan mengikuti penurunan kandungan sebagian asam lemak jenuh. Sebaliknya Reaksi enzimatik menggunakan butanol dengan enzim lipase dari B. subtilis dan P. aerogenes tidak dapat meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat, linoleat dan linolenat, meskipun dapat menurunkan asam lemak jenuh, khususnya asam laurat dan palmitat, masing-masing sebesar 96% dan 62% (B. subtilis) serta 97% dan 69% (P. aerogenes). Peningkatan kandungan asam stearat juga terjadi meskipun tidak terlalu besar.

    Hasil tersebut mengindikasikan bahwa sumber enzim berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan kandungan asam lemak bebas secara cukup signifikan pada ketersediaan akseptor butanol. Perubahan komposisi dan kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada substrat CPO belum optimal, sehingga masih dapat ditingkatkan lagi mengingat tingginya kandungan asam palmitat pada CPO (40-46%) belum sepenuhnya dapat termanfaatkan dengan baik. Untuk meningkatkan reaksi transesterifikasi secara lebih efektif dan efisien, diperlukan optimasi perihal sumber enzim dari berbagai sumber biakan mikroba, khususnya dari golongan termofilik dan alkalotoleran, serta kondisi optimum inkubasi maupun jenis pelarut organiknya, agar seluruh kandungan asam lemak jenuh yang terdapat dalam substrat dapat ditransferkan menjadi ester asam lemak secara optimal (Winarno, 1987). Indikasi tersebut didasarkan pada asumsi apabila efektivitas enzim pada reaksi transesterifikasi menjadi sangat tinggi, maka kandungan asam lemak tidak jenuh akan meningkat, sehingga minyak akan tetap mencair pada suhu ruang dan fungsinya sebagai bahan berminyak dapat dimanfaatkan secara optimal, antara lain sebagai senyawa aromatik penyedap rasa, untuk produksi alkohol lemak atau untuk pemanfaatan sebagai produk farmaka yang berfungsi untuk pencegahan dan penyembuhan penyakit yang berkaitan dengan sistem peredaran darah, antara lain trombosis dan arteriosklerosis.

    KESIMPULAN

    Penelitian ini membuktikan bahwa asam lemak pada minyak sawit mentah (CPO) dan minyak kelapa, dapat direaksikan secara transesterifikasi menggunakan enzim lipase yang diekstraksi dari biakan mikroba, antara lain C. rugosa, B. subtilis dan P. aerogenes menjadi ester asam lemak, pada ketersediaan butanol sebagai pelarut organik. Selain itu, reaksi transesterifikasi dengan enzim lipase dari C. rugosa juga menyebabkan terjadinya perubahan pada kandungan asam lemak bebas. Perubahan cukup signifikan yang ditunjukkan oleh adanya penurunan beberapa komponen asam lemak jenuh, diikuti dengan peningkatan beberapa komponen asam lemak tidak jenuh sebagai asam lemak esensial, memberikan indikasi yang prospektif perihal pemanfaatan enzim lipase dari biakan mikroba.

    DAFTAR PUSTAKA

    Bailey, A.E. 1950. Industrial Oil and Fat Product. New York: Pinterscholastic Publishing Inc.

    Cowan, S.T. 1981. Manual for Identification of Medical Bacteria. 6th ed. Cambridge: Cambridge University Press.

    Ghosh, S. and D.K. Bhattacharyya. 1995. Utilization of acid oils in making valuable fatty products by microbial lipase technology. Journal of American Oil Chemistry Society 72 (12): 1541-1544.

    Herawan, T. dan N. Eka. 1996. Hidrolisis minyak sawit menggunakan lipozyme dari Mucor miehei. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 4(2): 91-98.

    Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

    Kosugi, Y. and N. Azuma. 1994. Synthesis of triacylglycerol from polyunsaturated fatty acid by immobilazed lipase. Journal of American Oil Chemistry Society 71 (12): 1397-1403.

    Latief, S. 1991. Analisis komposisi asam lemak minyak sawit yang dipercepat. Berita Penelitian Perkebunan 1 (1): 21-26.

    Linko, Y.Y., M. Lms, A. Huhtala, and P. Linko. 1994. Lipase catalyzed transesterification of rapeseed oil and 2-ethyl-1-hexanol. Journal of American Oil Chemistry Society 71 (12): 1411-1414.

    Posorske, L.H. 1984. Industrial scale application of enzyme to the fats and oil industry. Journal American Oil Chemistry Society 61 (11): 1758-1760.

    Saifuddin, N. and K.H. Chua. 2004. Production of ethil ester (biodisel) from used frying oil: optimization of transesterification process using microwave irradiation. Malaysian Journal of Chemistry 6 (1): 077-082.

    Shirasaka, N. and S. Shimizu. 1995. Production of eicosapentaenoic acid by Saprolegnia sp. 28YTF-1. Journal of American Oil Chemistry Society 72 (12): 1545-1549.

    Sil-R