219
i KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT PURWA SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Seni Rupa Strata Satu Oleh : Nama : Dian Purbarini Nim : 2450406020 Program Studi : Seni Rupa/SI JURUSAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011

KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

  • Upload
    dodan

  • View
    249

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

i

KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN

WAYANG KULIT PURWA

SKRIPSI

Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Seni Rupa Strata Satu

Oleh :

Nama : Dian Purbarini Nim : 2450406020 Program Studi : Seni Rupa/SI

JURUSAN SENI RUPA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2011

Page 2: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

ii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan

Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang pada :

hari : Kamis

tanggal : 17 Februari 2011

Panitia Ujian Skripsi

Ketua, Sekretaris,

Drs. Dewa Made K., M.Pd. Drs. Syakir, M.Sn. NIP. 195111181984031001 NIP. 196505131993031003

Penguji III, Penguji II, Drs. Aryo Sunaryo, M.Pd Drs. Syafii, M.Pd. NIP.195008311975011001 NIP. 195908231985031001

Penguji I,

Drs. Purwanto, M.Pd NIP. 195901011981031

Page 3: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar

hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau

seluruhnya. Pendapat atau temuan lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan

dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Februari 2011

Dian Purbarini

Page 4: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto :

Hidup kita adalah hari ini bukan masa lalu ataupun masa depan, maka janganlah terus meratapi masa lalu dengan penyesalan dan memandang masa depan dengan ketakukan, tapi jalani hari ini dengan sebaik-baiknya (sumber : peneliti).

Persembahan:

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Bapak Ibuku tercinta atas kasih sayang dan do’a

yang tiada hentinya untuk kesuksesan anaknya;

2. Kakakku Tyas Purbasari dan adikku Abdur

Rahman Al Basyir atas do’a dan dukungannya;

3. Akhlis Miftahun N. atas motivasi dan pelajaran

hidup yang sangat berharga;

4. Almamater UNNES.

Page 5: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

v

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat limpahan

rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Keanekaragaman Bentuk Panakawan Wayang kulit Purwa. Penulis menyadari

dengan sepenuh hati bahwa tersusunnya skripsi ini bukan hanya atas kemampuan

dan usaha penulis semata, namun juga berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Rustono, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Negeri Semarang;

2. Drs. Syafii, M.Pd, Ketua Jurusan Seni Rupa sekaligus Dosen Pembimbing II

yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

3. Drs. Aryo Sunaryo, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini;

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Seni Rupa yang telah memberikan bekal ilmu

dan pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi

ini;

5. Bapak Ibuku tersayang yang telah memberikan dukungan baik moral maupun

materi, terimakasih atas doa dan kasih sayangnya.

6. Pamanku M. Ali Syafii atas bantuannya baik moral maupun materi sehingga

skripsi ini bisa terwujud.

7. Teman-teman SRD angkatan 2006, Nanik, Fredo, Eva, Suharno, Wahyu,

Bayu, Wahid, Rama, Nita, Kis, Hasan, Arif N.S, Agso, Adi, Arif Ardi, Vega,

Supriyadi, kalian telah memberi warna dalam hidupku, thank’s for all.

Page 6: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

vi

8. Teman-teman kost Kinanthi, teman-teman Kontrakan Vera, Rini, Nanik,

Meldut, Sumik, Jum, Karina, yang telah menyertai penulis selama ini, kalian

adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dan dorongan baik material maupun spiritual sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal atas kebaikan yang

telah mereka berikan selama ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca semua.

Semarang, Februari 2011

Peneliti,

Dian Purbarini

Page 7: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

vii

SARI

Purbarini, Dian 2010. Keanekaragaman Bentuk Panakawan Wayang Kulit Purwa. Seni Rupa. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Drs. Aryo Sunaryo, M.Pd, Pembimbing II : Drs. Syafii, M.Pd

Kata kunci : Keanekaragaman Bentuk, panakawan, wayang kulit purwa. Salah satu seni rupa tradisi yang sangat penting untuk dijaga kelestariannya adalah seni wayang. Dalam pewayangan, panakawan terdiri dari Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Selain memiliki karakter yang berbeda dari tokoh-tokoh pewayangan lainnya, panakawan juga memiliki bentuk yang lucu dan unik. Gaya dan perbentukan panakawan juga bermacam-macam. Hal ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam lagi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang keanekaragaman bentuk panakawan wayang kulit purwa meliputi perbentukan tokoh, busana dan atribut serta sunggingan/pewarnaan. Manfaat penelitian ini adalah sebagai referensi atau sumber pengembangan ilmu, acuan dan bahan pertimbangan untuk lebih melestarikan seni rupa tradisi khususnya wayang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sasaran penelitian adalah panakawan koleksi museum Radya Pustaka Surakarta, Museum Sono Budoyo Yogyakarta, Museum Wayang Kekayon Yogyakarta dan dalang sudiharjo Jepara. Teknik pengumpulan data yang digunakan observasi, wawancara, dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini melalui proses reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian menyatakan bahwa secara visual panakawan wayang kulit purwa beranekaragam. Keanekaragaman terdapat pada bentuk, sikap tangan, sikap kaki, sikap kepala, di samping itu juga ada yang sama/mirip pada perbentukan mata, hidung, mulut. Busana yang digunakan panakawan adalah sarung. Sedangkan atribut yang digunakan secara umum adalah anting, kalung, gelang, cincin dan senjata. Sedangkan pada Semar tidak memakai kalung dan senjata melainkan memakai sumping. Pewarnaan pada panakawan juga beranekaragam, ada dua warna tubuh yaitu hitam dan perada, warna wajah menggunakan warna putih dan perada. Warna-warna komplementer seperti merah, biru, hijau, kuning terdapat pada sembuliyan dan uncal wasta dan sampur/sabuk, sedangkan warna atribut menggunakan warna merah putih, biru, hijau dan kuning.

Saran yang dikemukakan bagi peneliti lain untuk menindaklanjuti dengan membandingkan tokoh panakawan gagrak lainnya, ada alternatif lain yaitu panakawan gagrak Cirebon, Jawa Timuran, Banyumasan dan bagi para guru seni rupa, dengan kesederhanaan bentuk, busana dan atribut serta pewarnaan/sunggingan panakawan memungkinkan untuk digunakan sebagai pembelajaran yang elementer di sekolah.

Page 8: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

viii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................... .. i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... .. ii

HALAMAN PERNYATAAN....................................................................... .. iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………………...... iv

PRAKATA ................................................................................................... .. v

SARI.................................................................................................................... vii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… viii

DAFTAR TABEL……………………………………………………………… x

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... xi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 1

1.2 Masalah………………………………………………………………….. 5

1.3 Tujuan…………………………………………………………………… 6

1.4 Manfaat…………………………………………………………………. . 6

1.5 Sistematika Skripsi……………………………………….……………… 6

BAB II LANDASAN TEORETIS

2.1 Wayang sebagai Karya Seni tradisi……………………………………… 8

2.2 Gagrak Wayang Kulit Purwa………………..…………………………. 27

2.3 Tokoh Panakawan……………………………………………………… 38

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian…………………………………………………... 45

3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian…………………………………………... 46

3.3 Sumber Data…………………………………………………………...... 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………… 47

Page 9: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

ix

3.5 Teknik Analisis Data……………………………………….…………….49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Latar Penelitian……………………………………… 52

4.2 Keanekaragaman Bentuk Panakawan Wayang Kulit Purwa……………. 80

BAB V PENUTUP

5.1 SIMPULAN…………………………………………………………….182

5.2 SARAN…………………………………………………………………183

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keanekaragaman Bentuk Panakawan Semar Wayang Kulit

Purwa .............................................................................................. 185

Tabel 2. Keanekaragaman Bentuk Panakawan Gareng Wayang Kulit

Purwa .............................................................................................. 188

Tabel 3. Keanekaragaman Bentuk Panakawan Petruk Wayang Kulit

Purwa .............................................................................................. 192

Tabel 4. Keanekaragaman Bentuk Panakawan Bagong Wayang Kulit

Purwa .............................................................................................. 195

Page 11: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

xi

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar : 2.1 a). Semar gaya Surakarta, b). Semar gaya Yogyakarta,

c). Semar gaya Jawa Timuran, d). Semar gaya Cirebon ..... 19

Gambar : 2.2 a). Gareng gaya Surakarta, b). Gareng gaya

Yogyakarta, c).Gareng gaya Cirebon, d). Gareng gaya

Jawa Timuran .................................................................... 22

Gambar : 2.3 a). Petruk gaya Surakarta, b). Petruk gaya Yogyakarta,

c).Petruk gaya Ratu Cirebon .............................................. 26

Gambar : 2.4 a). Bagong gaya Surakarta, b). Bagong gaya

Yogyakarta, c). Bagong gaya Cirebon. ............................... 29

Gambar : 2.5 Berbagai Bentuk Mata Wayang ......................................... 31

Gambar : 2.6 Jenis-Jenis Mata Wayang ................................................... 31

Gambar : 2.7 Berbagai Bentuk Hidung Wayang ...................................... 32

Gambar : 2.8 Berbagai Bentuk Mulut Wayang ........................................ 33

Gambar : 2.9 Busana dan Atribut Wayang .............................................. 34

Gambar : 4.1 Museum Radya Pustaka Surakarta ..................................... 56

Gambar : 4.2 Wayang Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta ......... 58

Gambar : 4.3 Panakawan Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS............. 59

Gambar : 4.4 Semar Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS .................... 59

Gambar : 4.5 Gareng Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS ................... 60

Gambar : 4.6 Petruk Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS .................... 60

Gambar : 4.7 Museum Sono Budoyo Yogyakarta .................................... 61

Gambar : 4.8 Wayang Wahyu koleksi Museum SBY .............................. 63

Gambar : 4.9 Semar Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ................ 65

Gambar : 4.10 Gareng Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ............... 65

Gambar : 4.11 Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ................ 66

Gambar : 4.12 Bagong Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY .............. 66

Gambar : 4.13 Panakawan Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ......... 67

Page 12: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

xii

Gambar : 4.14 Museum Wayang Kekayon Yogyakarta ............................. 67

Gambar : 4.15 Salah Satu Ruang Pamer Museum WKY ........................... 68

Gambar : 4.16 Wayang Panakawan Madya Surakarta ............................... 71

Gambar : 4.17 Wayang Purwa Gaya Surakarta .......................................... 72

Gambar : 4.18 Panakawan Era Ramayana Adegan di Pancawati ............... 72

Gambar : 4.19 Panakawan Era Ramayana Adegan di Pancawati ............... 73

Gambar : 4.20 Semar Gaya Yogyakarta Koleksi Museum WKY ............... 73

Gambar : 4.21 Gareng Gaya Yogyakarta Koleksi Museum WKY ............ 74

Gambar : 4.22 Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi Museum WKY .............. 74

Gambar : 4.23 Bagong Gaya Yogyakarta Koleksi Museum WKY............. 75

Gambar : 4.24 Panakawan Koleksi Sudiharjo Jepara ................................. 78

Gambar : 4.25 Semar Koleksi Sudiharjo Jepara......................................... 78

Gambar : 4.26 Gareng Koleksi Sudiharjo Jepara ....................................... 78

Gambar : 4.27 Petruk Koleksi Sudiharjo Jepara ........................................ 79

Gambar : 4.28 Bagong Koleksi Sudiharjo Jepara ...................................... 79

Gambar : 4.29 Bentuk Tubuh Semar RPS ................................................. 82

Gambar : 4.30 Mata Semar Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS ........... 83

Gambar : 4.31 Hidung Semar Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS ........ 83

Gambar : 4.32 Mulut Semar Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS .......... 83

Gambar : 4.33 Bentuk Tubuh Semar Koleksi SBY .................................... 86

Gambar : 4.34 Mata Semar Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ........ 86

Gambar : 4.35 Hidung Semar gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ..... 87

Gambar : 4.36 Hidung Semar gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ..... 87

Gambar : 4.37 Bentuk Tubuh Semar Gaya Yogyakarta WKY ................... 90

Gambar : 4.38 Mata Semar Gaya Yogyakarta koleksi Museum WKY ....... 90

Gambar : 4.39 Hidung Semar Gaya Yogyakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 91

Gambar : 4.40 Mulut Semara Gaya Yogyakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 91

Gambar : 4.41 Mata Semar Gaya Madya Surakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 91

Page 13: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

xiii

Gambar : 4.42 Hidung Semar Gaya Madya Surakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 91

Gambar : 4.43 Mulut Semar Gaya Madya Surakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 92

Gambar : 4.44 Bentuk Tubuh Semar Koleksi Sudiharjo Jepara ................. 94

Gambar : 4.45 Mata Semar Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara ........ 94

Gambar : 4.46 Hidung Semar Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara .... 95

Gambar : 4.47 Mulut Semar Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara ...... 95

Gambar : 4.48 Tubuh Gareng Gaya Surakarta Museum RPS ..................... 99

Gambar : 4.49 Mata Gareng Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS .......... 100

Gambar : 4.50 Mulut Gareng Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS ........ 100

Gambar : 4.51 Hidung Gareng Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS ...... 100

Gambar : 4.52 Tubuh Gareng Gaya Yogykarta Koleksi SBY .................... 102

Gambar : 4.53 Mata Gareng Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ...... 103

Gambar : 4.54 Hidung Gareng Gaya Yogyakarta Koleksi Museum

SBY................................................................................... 103

Gambar : 4.55 Mulut Gareng Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ..... 103

Gambar : 4.56 Tubuh Gareng Gaya Yogyakarta Koleksi museum

WKY ................................................................................. 106

Gambar : 4.57 Mata Gareng Gaya Yogyakarta koleksi Museum WKY ..... 107

Gambar : 4.58 Hidung Gareng Gaya Yogyakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 107

Gambar : 4.59 Mulut Gareng Gaya Yogyakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 107

Gambar : 4.60 Mata Gareng Gaya Madya Surakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 108

Gambar : 4.61 Hidung Gareng Gaya Madya Surakarta Koleksi

Museum WKY .................................................................. 108

Gambar : 4.62 Mulut Gareng Gaya Madya Surakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 108

Gambar : 4.63 Tubuh Gareng Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara .... 110

Page 14: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

xiv

Gambar : 4.64 Mata Gareng Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara ...... 111

Gambar : 4.65 Hidung Gareng Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo

Jepara ................................................................................ 112

Gambar : 4.66 Mulut Gareng Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara ..... 112

Gambar : 4.67 Tubuh Petruk Gaya Surakarta Museum RPS ...................... 115

Gambar : 4.68 Mata Petruk Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS ........... 115

Gambar : 4.69 Hidung Petruk Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS........ 155

Gambar : 4.70 Mulut Petruk Gaya Surakarta Koleksi Museum RPS .......... 116

Gambar : 4.71 Tubuh Petruk Gaya Yogykarta Koleksi SBY ..................... 118

Gambar : 4.72 Mata Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ....... 118

Gambar : 4.73 Hidung Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY .... 118

Gambar : 4.74 Mulut Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ...... 119

Gambar : 4.75 Tubuh Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi museum

WKY ................................................................................. 121

Gambar : 4.76 Mata Petruk Gaya Yogyakarta koleksi Museum WKY....... 121

Gambar : 4.77 Hidung Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 122

Gambar : 4.78 Mulut Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi Museum WKY .... 122

Gambar : 4.79 Mata Petruk Gaya Madya Surakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 122

Gambar : 4.80 Hidung Petruk Gaya Madya Surakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 122

Gambar : 4.81 Mulut Petruk Gaya Madya Surakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 123

Gambar : 4.82 Tubuh Petruk Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara ..... 124

Gambar : 4.83 Mata Petruk Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara........ 125

Gambar : 4.84 Hidung Petruk Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara .... 125

Gambar : 4.85 Mulut Petruk Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara ...... 125

Gambar : 4.86 Tubuh Bagong Gaya Yogykarta Koleksi SBY ................... 128

Gambar : 4.87 Mata Bagong Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY ..... 128

Page 15: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

xv

Gambar : 4.88 Hidung Bagong Gaya Yogyakarta Koleksi Museum

SBY................................................................................... 129

Gambar : 4.89 Mulut Bagong Gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY .... 129

Gambar : 4.90 Tubuh Bagong Gaya Yogyakarta Koleksi museum

WKY ................................................................................. 131

Gambar : 4.91 Mata Bagong Gaya Yogyakarta koleksi Museum WKY ..... 131

Gambar : 4.92 Hidung Bagong Gaya Yogyakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 132

Gambar : 4.93 Mulut Bagong Gaya Yogyakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 132

Gambar : 4.94 Mata Bagong Gaya Madya Surakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 132

Gambar : 4.95 Hidung Bagong Gaya Madya Surakarta Koleksi

Museum WKY .................................................................. 132

Gambar : 4.96 Mulut Bagong Gaya Madya Surakarta Koleksi Museum

WKY ................................................................................. 133

Gambar : 4.97 Tubuh Bagong Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo

Jepara ................................................................................ 134

Gambar : 4.98 Mata Bagong Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara ...... 134

Gambar : 4.99 Hidung Bagong Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo

Jepara ................................................................................ 135

Gambar : 4.100 Mulut Bagong Gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara .... 135

Gambar : 4.101 Anting Semar Koleksi Museum RPS ................................. 152

Gambar : 4.102 Gelang Semar Koleksi Museum RPS ................................. 152

Gambar : 4.103 Sunggingan pada Sabuk dan Sembuliyan ........................... 152

Gambar : 4.104 Aning Cabe Merah Semar SBY ......................................... 153

Gambar : 4.105 Sembuliyan pada Busana Semar SBY ................................ 154

Gambar : 4.106 Gelang Semar SBY ............................................................ 154

Gambar : 4.107 Sunggingan pada Busana Semar SBY ................................ 154

Gambar : 4.108 Sunggingan pada Sabuk Semar WKY ................................ 156

Gambar : 4.109 Sunggingan pada Sarung Semar WKY ............................... 156

Page 16: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

xvi

Gambar : 4.110 Sunggingan pada Gelang dan Anting Semar WKY ............ 156

Gambar : 4.111 Sunggingan pada Sabuk Semar Pesisiran ........................... 158

Gambar : 4.112 Sunggingan pada Wajah dan Anting Semara Pesisiran ....... 158

Gambar : 4.113 Sunggingan pada Sumping Semar Pesisiran ....................... 159

Gambar : 4.114 Sunggingan pada Busana Semar Pesisiran ......................... 160

Gambar : 4.115 Sunggingan pada Kalung Gareng RPS ............................... 161

Gambar : 4.116 Sunggingan pada Gelang Gareng RPS ............................... 162

Gambar : 4.117 Sunggingan pada Sabuk dan Senjata Gareng RPS .............. 162

Gambar : 4.118 Busana Gareng Gaya Yogyakarta Koleksi Museum

SBY................................................................................... 163

Gambar : 4.119 Sunggingan pada Wajah Gareng SBY ................................ 163

Gambar : 4.120 Sunggingan pada Anting dan Kalung Gareng SBY ............ 164

Gambar : 4.121 Sunggingan pada Sarung Gareng WKY ............................. 165

Gambar : 4.122 Sunggingan pada Wajah Gareng WKY .............................. 165

Gambar : 4.123 Sunggingan pada Kalung dan Anting Gareng WKY........... 166

Gambar : 4.124 Sunggingan pada Busana Gareng Pesisiran ........................ 167

Gambar : 4.125 Sunggingan pada Sabuk Gareng Pesisiran .......................... 167

Gambar : 4.126 Sunggingan pada Anting dan Kalung Gareng pesisiran ...... 167

Gambar : 4.127 Sunggingan pada Wajah Gareng Pesisiran ......................... 168

Gambar : 4.128 Sunggingan pada Kalung dan Gelang Petruk RPS .............. 169

Gambar : 4.129 Sunggingan pada Sarung Petruk RPS ................................. 170

Gambar : 4.130 Sunggingan pada Wajah Petruk RPS .................................. 170

Gambar : 4.131 Sunggingan pada Wajah Petruk SBY ................................. 171

Gambar : 4.132 Sunggingan pada Kalung Petruk SBY ................................ 171

Gambar : 4.133 Sunggingan pada Kalung Petruk WKY .............................. 172

Gambar : 4.134 Sunggingan pada Busana Petruk WKY .............................. 173

Gambar : 4.135 Sunggingan pada Wajah Petruk WKY ............................... 173

Gambar : 4.136 Sunggingan pada Busana Petruk Pesisiran ......................... 174

Gambar : 4.137 Sunggingan pada Wajah Petruk Pesisiran........................... 174

Gambar : 4.138 Sunggingan pada Senjata Petruk Pesisiran ......................... 175

Gambar : 4.139 Sunggingan pada Wajah Bagong SBY ............................... 176

Page 17: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

xvii

Gambar : 4.140 Sunggingan pada Busana Bagong SBY .............................. 177

Gambar : 4.141 Sunggingan pada Wajah dan Atribut Bagong WKY ........... 178

Gambar : 4.142 Sunggingan pada Busana dan Atribut Bagong WKY ......... 178

Gambar : 4.143 Sunggingan pada Kalung Roda Bagong Pesisiran .............. 179

Gambar : 4.144 Sunggingan pada Wajah Bagong Pesisiran ......................... 180

Gambar : 4.145 Sunggingan pada Busana Bagong pesisiran........................ 180

Page 18: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Estetika Visual Panakawan…………...…………….. 185

Lampiran 2. Gambar Panakawan Yogyakarta Koleksi Sagio…..…………. 202

Lampiran 3. Instrumen Penelitian……… ……………………………….. 204

Lampiran 4. SK Pengangkatan Dosen Pembimbing Skripsi…………......... 207

Lampiran 5. Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi…………… ………… 208

Lampiran 6. Biodata Peneliti……………………… …………………….. 213

Page 19: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Budaya Indonesia saat ini, terpengaruh kuat oleh arus budaya asing. Hal

ini disebabkan lemahnya upaya untuk melestarikan budaya sendiri. Jika tidak

adanya upaya tersebut tidak mustahil budaya Indonesia berangsur-angsur akan

semakin hilang. Oleh sebab itu kita harus kembali kepada identitas budaya yang

mengandung nilai-nilai luhur budaya bangsa. Unsur-unsur budaya meliputi

banyak hal, salah satunya adalah seni. Seni adalah hasil karya manusia, dengan

seni manusia lebih peka, sebab ia merasakan keindahan, keselarasan,

keseimbangan, irama, harmoni, proporsi.

Kesenian Indonesia beranekaragam termasuk seni tradisi. Seni rupa tradisi

merupakan seni yang sangat penting untuk dijaga kelestariannya, karena seni

tradisi adalah sebuah wujud karakteristik dari suatu bangsa. Konsep penciptaan ini

berdasarkan pada filosofi sebuah aktivitas pada sebuah budaya, itu bisa berupa

aktivitas religius, aktivitas seremonial atau simbol-simbol yang menjadi bagian

utuh dari aktivitas tersebut (http//www. galeri nasional.pdf/250310).

Seni rupa tradisi yang termasuk ke dalam seni rupa Indonesia, tidak luput

dari kebudayaan yang melatarbelakanginya. Kebudayaan yang melatarbelakangi

seni rupa tradisi adalah seni rupa yang bersifat kedaerahan, etnik, dan berbeda-

beda di setiap daerah, dipengaruhi oleh tradisi masyarakat setempat, contohnya

wayang, ornamen pada rumah-rumah tradisional di setiap daerah, batik dan

banyak lainnya. Tiap daerah atau suku bangsa pasti mempunyai ciri khas sendiri,

Page 20: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

2

meski sama-sama wayang misalnya, antara wayang gaya Yogyakarta dan

Soloterdapat perbedaan.

Wayang adalah salah satu dari seni tradisi yang bersifat kedaerahan serta

memiliki karakteristik yang berbeda di setiap daerah. Wayang kulit purwa

merupakan seni tradisi yang sangat populer di kalangan masyarakat yang tak

lekang oleh waktu. Kesenian wayang merupakan gambaran dari kehidupan

masyarakat Jawa sepanjang zaman. Dalam seni pewayangan, digambarkan

tingkah laku manusia sehari-hari, ada peranan kebathilan dan ada juga peranan

kebajikan yang penuh dengan budi pekerti luhur.

Seni pewayangan di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, yang

membedakannya adalah hadirnya tokoh panakawan pada pewayangan Indonesia,

sedangkan di India tidak ada. Dalam cerita pewayangan, panakawan terdiri dari

Semar, gareng, Petruk, Bagong adalah panakawan pihak baik yang mengabdi pada

tokoh baik. Semar adalah dewa yang menyamar manusia dan turun ke bumi, yang

bertugas untuk menjaga ketentraman. Semar adalah dewa yang diturunkan ke

jagad raya, yang sebelumnya berwujud dewa dan berparas elok bernama Batara

Ismaya.

Dalam pewayangan para dalang tidak akan pernah meninggalkan

Panakawan pada setiap pementasannya. Tanpa adanya adegan geculan

panakawan, pementasan wayang dirasa kurang sempurna. Meskipun hanya

berperan sebagai tokoh pamomong para kesatria dan sering kali sebagai tokoh

lucu dalam adegan geculan, tetapi pitutur yang disampaikan lewat adegan

panakawan sangat sarat dengan piwulang becik. Bahkan para dewa pun selalu

Page 21: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

3

meminta bantuan kepada Semar untuk menyelesaikan permasalahan yang dewa

pun tidak bisa menanganinya.

Dalam beberapa adegan pewayangan, panakawan bahkan menjadi tokoh

utama seperti halnya para kesatria. Misalnya dalam lakon Semar Mbangun Jati

Diri, yang menjadikan Semar menjadi tokoh utamanya. Petruk Dadi Ratu, yang

berkisah tentang Petruk yang menjadi raja di negeri Ngrancang Kencana dan

bernama Helgeduelbeh setelah ia melarikan ajimat Kalimasada. Begitu halnya

dengan Gareng, ia pernah menjadi raja di Paranggumiwang dan bernama

Pandubergola. Ia diangkat sebagai raja atas nama Dewi Sumbadra. Ia sangat sakti

dan hanya bisa dikalahkan oleh Petruk.

Panakawan Semar, Gareng, Petruk, Bagong selalu memihak kebenaran

dan keadilan, serta meluruskan segala bentuk penyelewengan. Semar seorang

pamomong yang suci, jujur, dan sederhana. Begitu juga dengan anak-anaknya

yang meskipun selalu bertingkah konyol, tetapi baik hati dan jujur.

Dalam proyek studi karya Wijaya (2009) dan Hidayatusalam (2007)

ternyata panakawan juga dapat dijadikan sebagai inspirasi dalam berkarya.

Dengan bentuknya yang unik, Wijaya dan Hidayatusalam mengeksplor

panakawan dalam karyanya dengan berbagai bentuk yang imajiner namun tidak

meninggalkan ciri khas aslinya.

Dalam wayang Jawa tokoh panakawan terdiri atas Semar, Gareng,

Bagong, dan Petruk (golongan baik) serta Togog dan Mbilung (golongan buruk).

Seperti tokoh wayang lainnya, panakawan juga mempunyai berbagai versi. Hal ini

dipengaruhi oleh keanekaragaman budaya Indonesia. Selain itu juga di pengaruhi

Page 22: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

4

oleh pengalaman estetis setiap orang yang menciptakan perwujudan wayang itu

sendiri. Wayang panakawan merupakan salah satu hasil karya akal budi

masyarakat Indonesia yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.

Selain memiliki karakter yang berbeda dari tokoh-tokoh pewayangan

lainnya, panakawan juga memiliki bentuk yang lucu dan unik, lain dari yang lain.

Setiap perwujudan dari panakawan mempunyai makna tersendiri. Hal ini sangat

menarik untuk dikaji lebih dalam lagi. Selain mengekpresikan sesuatu yang unik

dan menarik, tampaknya bentuk panakawan secara visual juga beranekaragam.

Bentuk panakawan yang unik dan berbeda dari tokoh wayang kulit purwa lainnya

memiliki gejala menarik untuk dikaji, dipahami, dan dianalisis mengenai

perwujudan visualnya. Mengingat sepengetahuan penulis belum ada penelitian

terhadap keanekaragaman bentuk panakawan, maka perlu dilakukan suatu kajian

secara mendalam dan kontekstual dengan latar yang dikaji.

Sehubungan dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis mengenai keanekaragam

panakawan wayang kulit purwa, meliputi perbentukan visual panakawan. Menurut

Sulano (2008) berbicara mengenai wujud visual wayang kulit purwa dirasa masih

sangat luas pengertiannya, sebab yang dimaksud dengan wujud visual itu adalah

keseluruhan bentuk wayang yang dapat dilihat secara langsung oleh mata, seperti

ukuran/proporsi wayang, busana/atribut-atribut yang dikenakan, wanda/karakter

wayang, bentuk-bentuk tatahan, bentuk mata, hidung dan mulut wayang, dan

sunggingan/pewarnaan wayang. Oleh karena itu penelitian ini dibatasi hanya akan

meneliti pada bagian mata, hidung, mulut, busana dan atribut yang dikenakan, dan

Page 23: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

5

sunggingan/pewarnaan panakawan wayang kulit purwa.. Adapun panakawan yang

dikaji dalam penelitian ini adalah panakawan wayang kulit purwa koleksi museum

dan perorangan.

I.2 Rumusan Masalah

Dari seluruh uraian latar belakang di atas, maka masalah utama yang akan

dikemukakan dalam penelitian ini adalah keanekaragam bentuk panakawan

wayang kulit purwa. Masalah utama dirinci menjadi tiga sub masalah yaitu

perbentukan tokoh panakawaan wayang kulit purwa; busana dan atribut

panakawan wayang kulit purwa; dan sunggingan/pewarnaan panakawan wayang

kulit purwa.

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang keanekaragaman

panakawan wayang kulit purwa meliputi perbentukan tokoh, busana dan atribut

dan sunggingan/pewarnaan panakawan wayang kulit purwa.

I.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

I.4.I Bagi mahasiswa seni rupa, hasil penelitian ini akan menambah wawasan

dan pengetahuan, serta dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi penelitian

lebih lanjut.

I.4.2 Bagi Jurusan Seni Rupa UNNES, hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai referensi atau sumber pengembang ilmu pengetahuan dan bahan acuan

untuk penelitian selanjutnya.

Page 24: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

6

I.4.3 Bagi instansi terkait yakni Dinas Pariwisa dan Kebudayaan, hasil penelitian

ini dapat dijadikan acuan dan bahan pertimbangan untuk lebih melestarikan seni

rupa tradisi khususnya wayang.

I.5 Sistematika Skripsi

Guna mempermudah pemahaman para pembaca maka dikemukakan

sistematika skripsi ini yang secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

bagian awal, bagian tengah, bagian akhir.

Pada bagian awal skipsi ini terdiri dari lembar judul, persetujuan

pembimbing, pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, prakata, abstrak,

daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar lampiran.

Adapun pada bagian tengah skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-

masing memuat pembahasan yang berbeda tetapi masih dalam satu keterkaitan

tema.

BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini dikemukakan mengenai latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika skripsi.

BAB II Tinjauan Pustaka. Menguraikan teori-teori yang digunakan sebagai

landasan penelitian yang dimaksudkan sebagai kerangka acuan atau pedoman

sebelum melaksanakan penelitian terutama berkaitan dengan masalah-masalah

yang dibahas meliputi konsep pewayangan : pengertian wayang kulit purwa, asal

usul wayang, gagrak wayang kulit purwa, pengertian panakawan, asal usul

panakawan, perbentukan panakawan wayang kulit purwa.

BAB III Metode penelitian. Berisi tentang metode-metode tertentu sesuai

dalam melaksanakan penelitian, yaitu meliputi pendekatan penelitian, lokasi

Page 25: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

7

penelitian, fokus dan sasaran penelitian, teknik pengumpulan data dan tehnik

analisis data.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini berisi hasil uraian dari

penelitian dan pembahasan, yaitu meliputi panakawan koleksi berbagai museum

dan dalang Sudiharjo Jepara, sekilas mengenai gambaran umum museum dan

dalang Suduharjo Jepara, keanekaragaman panakawan wayang kulit purwa

meliputi mata, hidung, mulut, busana/atribut dan sunggingan/pewanaan

panakawan wayang kulit purwa.

BAB V Penutup. Berisi tentang rangkuman pernyataan singkat yang

dijabarkan dari hasil penelitian dan saran atas hasil dan kesimpulan penelitian :

keanekaragaman panakawan wayang kulit purwa, sedangkan bagian akhir berupa

daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

Page 26: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

8

BAB II

LANDASAN TEORETIS

2.I Wayang sebagai Karya Seni Tradisi

2.I.I Pengertian Seni Tradisi

Menurut Bastomi (tt : 20) tradisi artinya turun temurun atau kebiasaan.

Seni tradisional berarti suatu kesenian yang dihasilkan secara turun-temurun atau

kebiasaan berdasarkan norma-norma, patron-patron atau pakem tertentu yang

sudah berlaku. Tradisi meliputi banyak hal, salah satu diantaranya adalah seni.

Menurut Rohidi (2000:80) seni adalah suatu simbol yang termasuk dalam

perangkat simbol pengungkapan perasaan atau simbol ekspresif. Demikian pula

dengan karya seni yang merupakan bentuk ekspresi yang identik dengan simbol

yang dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi sesuatu yang mampu

menyampaikan maksud dan makna tertentu.

Berdasarkan pengertian di atas, seni tradisi adalah seni yang telah

diturunkan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Konsep penciptaan seni ini berdasarkan pada filosofi sebuah aktifitas pada sebuah

budaya itu bisa berupa aktivitas religius, aktivitas seremonial atau simbol-simbol

yang menjadi bagian utuh dari aktivitas tersebut (http//galeri nasional. seni rupa

tradisi/21052010). Menurut Bastomi (tt:22) dalam proses penciptaan seni

tradisional terjadi hubungan antara pencipta dengan kondisi lingkungannya. Seni

tradisional berkaitan dengan hal-hal yang gaib. Seni tradisional akan kuat bertahan

jika berakar pada hal-hal yang sakral. Dalam kegiatan yang sifatnya sakral atau

Page 27: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

9

magis dalam bentuk upacara-upacara yang menggunakan alat-alat akan

melahirkan seni tradisional.

Dalam kaitannya dengan seni tradisi, sifat kedaerahan, etnik, mitos dan

magis adalah komponen yang melatarbelakangi munculnya seni tradisi. Faktor

utama yang melatarbelakangi munculnya seni tradisi adalah faktor lingkungan

tempat tinggal masyarakat setempat. Seni rupa tadisi yang sering kali mengangkat

mengenai etnik dan kedaerahan, contohnya wayang.

2.I.2 Pengertian Wayang

Wayang dalam bahasa Jawa berarti “bayangan”. Dalam bahasa Melayu

disebut bayang-bayang. Dalam bahasa Aceh : bayang. Dalam bahasa Bugis :

wayang atau bayang. Dalam bahasa Bikol dikenal kata : baying artinya “barang”,

yaitu “apa yang dapat dilihat dengan nyata”. Akar kata dari wayang adalah yang.

akar kata ini bervariasi dengan yung, yong, antara lain terdapat pada kata layang –

“terbang”, doyong – “miring”, tidak stabil ; royong – selalu bergerak dari satu

tempat ke tempat lain; Poyang-payingan “berjalan sempoyongan, tidak tenang”

dan sebagainya. Dengan membandingkan berbagai pengertian akar kata yang

beserta variasinya, dapatlah dikemukakan bahwa dasarnya adalah : tidak stabil,

tidak pasti, tidak tenang, terbang, bergerak kian kemari (Mulyono, 1982:9).

Mulyono (1982 :10) juga menyatakan bahwa bahasa Jawa wayang yang

mengangandung pengertian “berjalan kian kemari, tidak tetap, sayup-sayup (bagi

substansi bayang-bayang)”, telah terbentuk pada waktu yang amat tua ketika

ketika awalan wa masih mempunyai fungsi tata bahasa. Oleh karena boneka

wayang yang digunakan dalam pertunjukan berbayangan atau memberi bayang-

Page 28: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

10

bayang, maka dinamakan wayang, awayang atau hawayang pada waktu itu berarti

“bergaul dengan wayang, mempertunjukan wayang”. Lambat laun wayang

menjadi nama dari pertunjukan bayang-bayang atau pentas bayang-bayang. Jadi

pengertian wayang akhirnya menyebar luas sehingga berarti “pertunjukan pentas

atau pentas dalam arti umum, sehingga sekarang misalnya orang berbicara tentang

wayang topeng”.

Sagio dan Samsugi (1991 : 4) menjelaskan bahwa pengertian wayang

menurut Pigeaud adalah boneka yang dipertunjukan (wayang itu sendiri);

pertunjukan yang dihidangkan dalam berbagai bentuk, terutama yang

mengandung pelajaran (wejangan), yaitu wayang purwa atau wayang kulit, yang

diiringi dengan teratur oleh gamelan (instrument slendro).

2.I.3 Asal Usul Wayang

Fungsi semula pertunjukan wayang adalah sebagai upacara religius untuk

pemujaan kepada nenek moyang bagi penganut kepercayaan “Hyang” yang

merupakan kebudayaan Indonesia asli. Kemudian berkembang hingga digunakan

sebagai media komunikasi sosial yang dapat bermanfaat bagi perkembangan

masyarakat pendukungnya (www//Wikipedia.wayang purwa/030410). Untuk

menuju roh nenek moyang ini, selain mewujudkannya dalam bentuk gambar dan

patung, roh nenek moyang yang dipuja disebut “hyang” atau “dahyang”. Orang

bisa berhubungan dengan para Hyang ini untuk meminta pertolongan dan

perlindungan melalui seorang medium yang disebut “syaman”. Ritual inilah yang

merupakan asal mula pertunjukan wayang, yaitu sekitar tahun 1500 SM

(Senawangi, 2009 : 24).

Page 29: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

11

Soetarno (2007) menyebutkan ada beberapa pendapa dari beberapa ahli

yang menyatakan mengenai asal kelahiran wayang, yaitu :

1). Wayang berasal dari China

Pendapat ini dikemukakan oleh Goslings, ia mengemukakan bahwa

wayang kulit Jawa itu berasal dari China dengan alasan bahwa kata “Ringgit”

bahasa krama “wayang itu berasal dari China. Pendapat ini didukung oleh Kwee

Kek Beng yang menyatakan kata wayang itu berasal dari bahasa China, yaitu

“Wayaah” bahasa Hokiyahatu “Woying” bahasa Mandarin atau juga “Woyong”

bahasa Kanton.

2). Wayang berasal dari India

Pendapat ini dikemukakan oleh Krom dalam bukunya Gescheidenis van

Nederlands Indie. Pendapat ini didasarkan pada alasan bahwa wayang kulit Jawa

menggunakan bahan cerita yang berasal dari india yaitu Mahabarata dan

Ramayana. Selain itu juga didasarkan pada alasan di India juga mempunyai

wayang dengan permainan bayangan yang disebut “Chayanataka”. Pendapat ini

juga dikemukakan oleh Pischel, ia menyatakan bahwa asal mula wayang dari

india berasal dari kata rupapajivane yang terdapat dalam Mahabarata dan kata

Rupparupakam yang terdapat daloam Therigatha.

3). Wayang berasal dari Jawa

Pendapat ini dikemukakan oleh Hazeu, Rassers dan Kruyt. Hazeu

menyatakan bahwa orang Jawa pada zaman dahulu mempunyai kepercayaan

menyembah roh leluhur yang telah meninggal. Sebab menurut kepercayaannya

roh-roh nenek moyang itu dapat menampakan di dunia sebagai bayangan. Oleh

Page 30: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

12

karena itu orang Jawa untuk menghormati roh nenek moyangnya dengan cara

membuat lukisan yang menyerupai bayangan nenek moyang dan gambar-gambar

itu dijatuhkan pada kelir atau gedhek/tembok. Sedangkan Rassers berpendapat

bahwa wayang kulit itu berasal dari totemisme yang ada di Jawa pada zaman

dahulu. Totemisme merupakan kebudayaan prasejarah, yaitu kepercayaan

segolongan manusia pada benda keramat.

Asal mula bentuk wayang kulit (purwa) sekarang dapat ditelusuri dalam

cerita Ramayana di relief candi Panataran ( JawaTimur 1350-1369). Pola tersebut

mas ih dipertahankan pada wayang kulit Bali. Berangkat dari pola dasar di candi

Panataran, bentuk wayang lambat laun berkembang dan mencapai puncak pada

akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 masa Sri Susuhunan Paku Buwono IV dan

Paku Buwono IX di Surakarta atau masa Sri sultan Hamengku buwono V, VI, VII

dan Paku Buwono Alam I, II di Jogjakarta. Di candi Prambanan (Jawa Tengah)

terdapat cerita Ramayana dalam bentuk relief dan pahatan dekoratif. Namun tidak

dapat disimpulkan bahwa pola itu sumber bentuk wayang kulit/purwa yang ada

sekarang (Ismunandar, 1994 : 61).

2.1.4 Bentuk Visual Wayang Kulit Purwa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007 : 277) dijelaskan bahwa

bentuk mempunyai arti, lengkung; lentur; taji; kuku; busur; bangun; gambaran;

rupa; wujud. Sularno (2010) mengemukakan bahwa berbicara mengenai

bentuk/wujud visual wayang kulit purwa dirasa masih sangat luas pengertiannya,

sebab yang dimaksud dengan wujud visual itu adalah keseluruhan bentuk wayang

yang dapat dilihat secara langsung oleh mata, seperti ukuran/proporsi wayang,

Page 31: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

13

busana/atribut-atribut yang di kenakan, wanda/karakter wayang, bentuk-bentuk

tatahan, bentuk mata, hidung dan mulut, dan sunggingan/pewarnaan dalam

wayang. Oleh karena itu penelitian ini dibatasi hanya akan meneneliti pada

bagian mata, hidung, mulut, sunggingan/pewarnaan dan busana/atribut panakawan

wayang kulit purwa.

2.1.4.1 Bentuk Mata

Menurut Widodo, bentuk-bentuk mata wayang adalah mata gabahan

tunduk, contoh Arjuna, Puntadewa, Pandudewanata; mata kedelai, contoh

Drupada, Salya, Udawa; mata kedondong, contoh patih Tuhayata, Kartamarma;

mata bulat, contoh Arya Bima, Arya Gatut Kaca; mata penanggalan, contoh

Pandita Durna, Raksasa Cakil; mata kelipan, contoh Semar, Sukrasana,

Kalabendana. Sedangkan menurut Sagio dan Ir. Samsugi (1988:124) bentuk

mata yang merupakan bagian dari muka wayang adalah mata liyepan (gabahan),

kedhelen, thelengan, peten, plelengan, kiyipan, kiyeran (penanggalan), mata wuta,

dan mata kapi.

1). Mata liyepan

Mata liyepan disebut juga mata gabahan, karena bentuk biji mata yang

menyerupai gabah. Terdapat pada wayang kelompok Bambang jangkah, dan

putren. Biasanya diikuti dengan bentuk hidung ambangir dan mulut salitan.

Contoh : Sembada, Irawan, Kresna.

Page 32: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

14

2). Mata kedhelen

Bentuk mata ini biji matanya mirip dengan biji kedelai. Terdapat bersama

hidung Sembada dan mulut salitan. contoh prabu Baladewa, Resi Seta, Prabu

Matswapati.

3). Mata thelengan

Mata thelengan memiliki biji mata bundar (mirip lingkaran). Terdapat

bersama-sama hidung dhempok dan mulut salitan misalnya pada Gatutkaca, Bima

Suyudana dan Antareja.

4). Mata peten

Bentuk biji mata peten menyerupai buah petai. Terdapat bersama-sama

hidung dhempok, mulut salitan dan gusen alus, misalnya pada Citraksi.

5). Mata plelengan

Ditinjau dari bentuknya hampir sama dengan mata thelengan. Jika

disungging biji matanya diberi warna emas, putih, merah dan hitam. pada mata

plelengan juga kelihatan bulu mata. Perbedaan lain dengan mata thelengan, pada

mata plelengan terdapat tatahan langgat bubuk mengelilingi bentuk luar mata.

Plelengan disebut juga thelengan. Wayang yang bermata plelengan misalnya

Dasamuka, Dursasana, Indrajit, Burisrawa.

6). Mata kiyipan

Mata kiyipan disebut juga mata kelipan. Biji mata separuh lonjong,

disungging dengan warna emas, putih, merah dan hitam juga kelihatan bulu

matanya. mata kiyipan terdapat bersama-sama mulut gusen atau merenges dan

hidung medhang. Contohnya Narada dan Cakil.

Page 33: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

15

8). Mata Wuta

Bentuk mata ini untuk menggambarkan mata buta, tidak tampak biji

matanya misalnya Destarasta.

9). Mata kapi

Mempunyai dua biji mata yang berbentuk bundar. Disungging seperti

mata plelengan. Pada mata kapi terdapat alis yang dipahat. Misalnya Anoman,

Sugriwa dan Subali.

10). Mata Belis

Bentuknya seperti mata plelengan, tapi dua buah. Disungging juga seperti

mata plelengan. Terdapat alis yang ditatah. Biasanya terdapat pada tokoh raksasa.

misalnya Kumbakarna dan Prahastha.

11). Mata Rembesan

Mata ini bentuknya hampir sama dengan mata kelipan. Pada sunggingan di

bawah biji mata diberi warna merah. Terdapat khusus pada tokoh Semar.

12) Mata Keran

Kera (Jawa) sama artinya dengan juling. Mata ini berbiji mata bunder,

dengan sunggingan seperti pada mata plelengan tidak tampak bulu matanya.

Contohnya Nala Gareng.

Page 34: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

16

Gambar : 2.6

Jenis-jenis Mata Sumber ; Sagio dan Widodo

2.1.4.2 Bentuk Hidung

Menurut Sagio dan Samsugi (1988 : 120), hidung dalam wayang kulit

adalah ambangir, sembada, dempok, mungkal Gerang, nyantik palwa, bunder

dan nemplik.

1) Hidung ambangir

Hidung ambangir bentuknya kecil dan runcing sehingga dapat

menggambarkan hidung ynag mancung. tokoh dalam wayang yang memiliki

hidung ini biasanya mempunyai ciri bertubuh kecil (kelompok putren), bokongan

(bambangan) dan jangkah (bambang jangkah). Bentuk hidung ini disertai mulut

salitan dan mata liyepan (gagahan). Contoh Krisna, Arjuna, dewi Sinta, Prabu

Rama dan Wisanggeni.

Page 35: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

17

2) Hidung sembada

Hidung ini hampir sama bentuknya dengan hidung ambangir, hanya saja

ukurannya pada umumnya lebih besar. Terdapat pada wayang kelompok

Katongan atau sebagian kelompok gagahan. Hidung sembada biasanya diikuti

dengan mata kedelen dan mulut salitan. Contoh Setyaki, Seta, Baladewa dan

Aswatama.

3) Hidung Dhempok

Bentuknuya mirip dengan ujung jari tangan. biasanya disertai dengan mata

berbentuk thelengan dan bermulut salitan. Terdapat pada sebagian kelompok

gagahan. Misalnya pada Gatutkaca, Bima, Dasamuka, Antareja.

4) Hidung mungkal gerang

Bentuk hidung ini hampir sama dengan hidung dhempok. Tetapi ujungnya

sedikit lebih runcing. Disebut mungkal gerang diduga karena bentuknya yang

menyerupai ungkal (batu asah) yang telah gerang (aus). Hidung jenis ini terdapat

bersama-sama dengan mata plelengan dan mulut gusen. contoh Dasamuka,

Indrajit, Burisrawa dan Dursasana.

5) Hidung medang

Bentuk hidung ini seperti ujung pedang dan biasanya mencuat ke atas.

terdapat bersama-sama dengan mulut prengesan atau gusen dan mata

penanggalan. Misalnya pada Cakil dan Narada.

6) Hidung nyantik palwa

Hampir sama dengan bentuk hidung dhempok tapi ukuran pada umumnya

lebih besar. Palwa (Jawa) berarti perahu. Nyantik palwa mungkin karena

Page 36: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

18

ujungnya seperti haluan perahu. Bentuk hidung ini terdapat bersama-sama dengan

mulut ngablak, mata belis. Misalnya Kumbakarna, Niwatakawaca dan Prahasta.

7) Hidung bunder

Bentuk hidung ini bunder (mirip dengan lingkaran). Terdapat pada

wayang dalam bentuk dhagelan, misalnya Nala Gareng.

8) Hidung Nemlik

Bentuk hidung nemlik pada umumnya lebih kecil dari pada hidung ynag

lain. Terdapat pada tokoh-tokoh kera. Contoh Anoman dan Togog.

Gambar : 2.7

Jenis-jenis hidung Sumber : Sagio dan Widodo

2.1.4.3 Bentuk Mulut

Menurut Widodo, berbagai wayang dapat dibedakan dari jenis-jenis

mulutnya. Ada wayang halusan yaitu golongan putrid, putran hingga prabu Rama

Page 37: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

19

Wijaya dan prabu Basudewa, kesemuanya tidak mempunyai anak gigi di muka

gigi depan. Wayang halusan yang mempunyai anak gigi depan yaitu: untuk yang

bermata kedelai Arya Setyaki sampai Prabu Baladewa dan untuk yang bermata

bulat yaitu Arya Gatutkaca dan sejenisnya. Sedangkan menurut Sagio dan

Samsugi (1988 : 127) seperti halnya dengan mata dan hidung, mulut wayang

banyak ragamnya. Karakter tokoh dalam cerita wayang mempengaruhi bentuk

mulut. Jenis-jenis diantaranya adalah mulut salitan, mulut mingkem, mulut

mesem, mulut gusen, mulut mrenges, mulut anjeber dan mulut ngablak. Berikut

adalah gambar jenis-jenis mulut di atas :

1). Mulut Salitan

Biasanya terdapat pada wayang mempunyai karakter baik, misalnya

Kresna, Gatutkaca dan Lesmana. Sebenarnya salitan merupakan sebutan untuk

lengkungan mulut bagian belakang. Dalam mulut salitan tampak unton-unton

yang menggambarkan gigi. Banyaknya unton-unton tiga buah. Kadang-kadang di

depan unton-unton pertama (paling depan) terdapat seperti unton-unton kecil yang

disebut slilitan. Pada wayang kelompok bambangan dan gagahan yang bermulut

salitan ada yang menggunakan slilitan ada yang tidak.

2) Mulut mingkem

Mingkem (Jawa) artinya tertutup rapat. Hal ini ditandai dengan

bertemunya bibir atas dan bawah. Dalam wayang kulit mulut mingkem terdapat

bersama-sama dengan hidung ambangir. Contohnya pada Begawan abiyasa dan

Sang Hyang Wenang.

Page 38: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

20

3). Mulut mesem

Mesem (Jawa) artinya tersenyum. Biasanya terdapat pada wayang

kelompok dhagelan yang digambarkan murah senyum dan bersuasana gembira,

Contohnya pada Petruk dan Gareng.

4) Mulut Gusen

Ciri dan bentuk mulut gusen ialah bahwa gigi dan gusi bagian atas tampak.

unton-unton (gigi) berjumlah tiga buah ditambah dengan sebuah gigi taring yang

letaknya paling belakang. Kadang-kadang ditemukan pula slilitan di depan gigi

terdepan. Bentuk slilitan pada wayang bermulut gusen berbeda dengan yang

bermulut salitan. Biasanya terdapat bersama-sama dengan mata plelengan dan

mulut mungkal gerang. Misalnya Dasamuka, Indrajit dan Pragota. Ditemukan

juga wayang bermulut salitan yang tampak gusi atasnya, dengan unton-unton tiga

buah tanpa taring disebut gusen alus. Mulut gusen alus disertai hidung ambangir

atau dhempok, mata liyepan, atau gabahan, misalnya Citraksi dan Wibisana

(ketika berada di Pancawati pertama kali) dan Bogagenta.

5) Mulut Mrenges

Mulut mrenges tampak sedikit terbuka sehingga gigi dan gusi rahang atas

dan bawah kelihatan jelas. Biasanya terdapat bersama-sama mata plelengan atau

penanggalan. Misalnya Cakil dan Sumali.

6) Mulut anjeber

Mulut anjeber juga terbuka tetapi pada umumnya lebih lebar. Biasanya

terdapat pada wayang kapi (kera) dengan hidung nemlik. Misalnya Anoman,

Anila, Subali dan Sugriwa.

Page 39: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

21

7) Mulut ngablak

Mulut ngablak juga terbuka lebar degan gigi-gigi yang pada umumnya

besar. Terdapat bersama-sama mata belis, plelengan dan kliyipan, serta hidung

nyathik palwa.Contohnya Kumbakarna, Prahasta dan Kala Sekipu.

Gambar : 2.8

Jenis-jenis Mulut Sumber : Sagio dan Widodo

2.1.4.4 Busana dan Atribut Wayang

Tokoh-tokoh wayang dapat dikenali dari busana dan atributnya. Para dewa

dan pendeta digambarkan memakai baju berlengan panjang semacam jubah,

sementara dibagian bahu bergantung selendang. Para satria mengenakan kain

yang disebut dodot, bagian dadanya terbuka. Bentuk busana dodot beragam, ada

yang membulat ke belakang ada yang bergelambir menganjur ke bawah. Para

panakawan memakai sarung. Busana dan atribut wayang juga beranekaragam

Page 40: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

22

tergantung kedudukan dan perannya dalam pewayangan, sebagai contoh raksasa

kumbakarna di bawah ini :

Keterangan Gambar : 2.9 :

Gambar : 2.10

Busana dan atribut Wayang Sumber : http://wayangku.wordpress.com//120610)

Keterangan Gambar : 01. Jamang Lidi 02. Jamang 03. Mahkota 04. Tali Garuda 05. Utah-utahan 06. Dawala/Tali 07. Sumping 08. Praba 09. Kelatbahu 10. Kelatbahu depan 11. kalung 12. Tali praba 13. Tali Ulur-ulur 14. Sabuk/ Paningset

Page 41: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

23

15. Timang Slepe 16. Tali Sabuk 17. Gelang 18. Kampuh/ Dodot 19. Uncal wastra 20. Badong 21. Uncal kencana 22. Celana pendek 23. Celana Panjang 24. Kunca 25. Gelang kaki 2.1.4.5 Sunggingan Wayang Kulit Purwa

Warna adalah kualitas rupa yang dapat membedakan kedua objek identik

raut, ukuran, dan nilai gelap terangnya (Sunaryo, 2002:12 ). Pulasan sendiri juga

sering disebut dengan kata sunggingan. Untuk mewarnai wayang diperlukan

beberapa tahap pulasan (polesan).

Sistem percampuran dan perpaduan warna dapat dijumpai pada pewarnaan

wayang kulit. Dalam menyungging wayang, orang Jawa sangat berpedoman pada

sistem warna Jawa. Menyungging wayang sudah menggunakan warna putih untuk

menciptakan nada warna. Perpaduan monokromatik dan analogus dapat dijumpai

pada teknik sunggingan wayang. Tentu saja pewarnaan wayang bagi orang Jawa

tidak sembarang, melainkan berpedoman pada kaidah-kaidah pewarnaan wayang

yang meliputi aspek estetis dan simbolis. Hal ini dilakukan karena orang Jawa

sangat menjunjung tradisi dan nilai-nilai kebudayaan, terutama dalam

melestarikan wayang yang menjadi pedoman kehidupan orang Jawa.

Menurut Hermawati, dkk (2006 :72-82), ada beberapa tahapan dalam

proses menyungging wayang, yakni :

Tahap pertama adalah persiapan bermacam-macam cat. Dalam tahapan ini adalah

membuat bahan pewarna/cat. Untuk membuat bahan pewarna/cat, diperlukan

bahan baku warna dan bahan perekat. Bahan baku warna merupakan bahan dasar

Page 42: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

24

cat pokok, biasanya terbuat dari ; putih dari tulang dibakar, kuning dari atal batu,

yaitu atal utuh yang belum menjadi serbuk, nila dibuat dari nila werdi, yakni

untuk kain batik, hitam dibuat dari hoyan, pewarna hitam dibuat dari langes,

kukus lampu, merah dari gincu merah.

Bahan-bahan tersebut masing-masing dicampur dengan bahan perekat dari

ancur/arabic gom/lem arab yang masih berupa lempengan.

Tahap kedua, proses pewarnaan. Sebelum proses mewarna, hal utama

yang harus dilakukan yakni, menggosok wayang kulit yang hendak disungging

dengan kertas amplas atau gelas sampai halus untuk menghilangkan sisa-sisa

bekas tatahan, agar mudah disungging dan cat-catnya melekat dengan baik.

Adapun urut-urutan menyungging wayang kulit, yakni :

Andasari, proses ini adalah memberi warna putih atau kuning pada seluruh

bagian wayang kulit, secara rata dan tipis. Nyengo atau menghitamkan, yakni

memberi warna hitam pada seluruh bagian-bagian wayang yang seharusnya

berwarna hitam misalnya, bagian kepala, suluhan(bagian mata), muka, gelung,

bodolan, gimbalan, semua jenis seritan(rambut), harus sampai pada bagian dalam

agar tidak belang seperti uban. Angrodo, pengenaan perada (warna keemas-

emasan), yang perlu diperada adalah perlengkapan pakaian, misalnya : perhiasan-

perhiasan, jamang, kawatan, uncal kencana, dan sebagainya.

Amepesi, yakni meskipun cara pemberian perekat ancur/lem arab sesuai

dengan tempat dan bentuknya, sesuai pula perada yang ditempelkan, namun masih

ada sisa-sisa perada yang dibersihkan. Proses amepesi ini bermaksud agar jelas

batas-batas garis cat yang satu dengan yang lainnya, sehingga tampak rapi.

Page 43: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

25

Angjambon, memberi warna merah muda, pengecatan jambon dilakukan

setelah amepesi. Bagian-bagian yang dicat jambon adalah : jamang, garuda, kelat

bau, ujung-ujung mas-masan, yang serba sembuliyan, warna-warna harus

berselang-seling, jangan sampai warna-warna yang berdekatan hampir sama

(tumbuk).

Menguningkan, proses ini ialah memberi warna kuning, misal pada

jamang, sumping, patran (daun), dawala (tali jamang), kalung, dan sebagainya.

Cat kuning tidak hanya untuk hijau saja, sebagian juga untuk sinar kapuranta

(merah kekuning-kuningan). Mijenen, memberi warna hijau muda, dalam proses

warna hijau muda ini digunakan untuk membuat kuning menjadi lebih tua yang

hendak dijadikan sinar hijau. Memberi warna biru muda atau mengapurantakan,

proses ini memberi warna biru muda, kemudian mewarnai kapuranta (merah

kekuning-kuningan). Proses ini dalam hal menyungging wayang disebut ngenem-

enemi. Warna biru atau kapuranta digunakan pada : muka garuda, dawala, lung

(garis-garis melengkung) untuk praba. Nyawi, proses ini adalah membuat coretan-

coretan tipis pada perlengkapan pakaian wayang yang berlukiskan wastra agar

terlihat penuh dan rumit. Selain nyawi, ada proses drenjemi yakni memberi titik-

titik lembut pada bagian yang tidak patut disawi.

Angraupi, berasal dari kata raup yang berarti muka, angraupi berarti

mencat muka. Warna muka merah, hitam dan sebagainya. Menggembleng, yakni

mengenakan perada pada tubuh wayang. Sebelum diperada harus dicat dulu

dengan warna kuning, agar ketika perada pecah tidak nampak mencolok.

Page 44: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

26

Angulat-ulati, berasal dari kata ulat yang berarti air muka. Angulat-ulati,

memberikan perwatakan pada wajah wayang, misalnya membuat alis,

mempertegas biji mata, membuat godek, memperjelas bibir dan gigi wayang

sesuai dengan karakter masing -masing tokoh wayang yang di pulas. Seorang

tukang pulas dituntut juga menguasai karakter wayang yang disunggingnya,

sehingga tidak lari dari karakter yang sebenarnya. Angulat-ulati berarti memberi

lukisan air muka. Misal, ketika melukiskan pusat mata hendaklah tidak ditengah-

tengah sekali, tetapi agak maju sedikit.

Angedus, proses memandikan wayang, agar warna semakin mengkilat dan

tahan lama. Demikianlah beberapa tahapan dalam menyungging wayang.

Menghidupkan air mukanya, itulah pekerjaan terakhir dan menghasilkan wayang

paripurna, setelah pemasangan gapit dan penyambungan tangan.

2.2 Gagrak Wayang Kulit Purwa

Pada awal pemerintahan Kerajaan Mataram, Panembahan Senopati

menambahkan wayang Garuda dan Gajah untuk pelengkap pertunjukan. Saat ini

pula lah rambut mulai ditatah halus. Wayang inilah yang sekarang dikenal sebagai

wayang gagrak/gaya Mataraman. Pada masa pemerintahan Mas Jolang, Wayang

kembali diperbesar. Dengan mulai menggunakan istilah wanda pada wayang-

wayang tertentu. Setelah jaman pemerintahan Sultan Agung, tepatnya zaman

pemerintahan Amangkurat Tegal Arum, pakem pedalangan kemudian pecah

menjadi dua. Yaitu Gaya Kanoman oleh Nyi Anjang Mas dengan penggunaan

sepatu, jubah, dan keris pada wayang dewa dan pendeta yang beroprasi di wilayah

timur (www.gagrak Wayang//030410).

Page 45: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

27

Gaya yang satu lagi adalah gaya Kasepuhan oleh Kyai Panjang Mas. Gaya

pedalangan ini menghilangkan Bagong karena mendapat larangan dari pemerintah

Belanda. Bagong dianggap sebagai orang yang lancang mulut dan sering

mengkritik pemerintahan Belanda di Jawa. Pada pemerintahan Pakubuono III

pusat pemerintahan Mataram dipindah dari Kartasura ke Surakarta. Ini adalah

masa peralihan dari gaya Mataraman ke jaman Surakartan. Perubahan ini terlihat

dengan diubahnya bentuk kera dan raksasa sehingga hanya bermata satu. Selain

itu wayang gaya Surakarta juga diperamping sehingga memudahkan dalang dalam

melakukan sabet atau olah wayang.

Pada masa pemerintahan Pakubuono IV, terjadi perselisihan antara

golongan tua dan muda. Golongan tua yang dikepalai oleh Pangeran Mangkubumi

menyatakan perselisihannya terhadap Pakubuono IV yang mau bekerjasama dan

mengakui kedaulan pemerintahan Belanda atas kerajaan Mataram. Akibat dari

perjanjian Giyanti, Mataram di pecah menjadi dua yaitu Kasultanan

Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta. Pangeran Mangkubumi

lalu menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono I. Sebagai golongan tua, kemudian

Mangkubumi mengembangkan wayang gaya Mataraman sedangkan Pakubuono

IV mengembangkan wayang gaya Surakarta atau sekarang lebih tenar dengan

nama wayang gaya Solo. Lebih lanjut, Kasunanan Surakarta yang kemudian

pecah lagi menjadi Kasunanan Solo dan Mangkunegaran. Oleh Mangkunegara I,

wayang gaya Solo lalu di perbesar. Pada wayang gaya Yogyakarta pun lalu terjadi

perubahan dengan adanya gaya baru yaitu wayang Paku Alaman yang masih

Page 46: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

28

mempertahankan bentuk gaya Mataram namun kebanyakan wayangnya

menggunakan keris (www.gagrak wayang kulit purwa.pdf//030410).

Berbicara masalah gagrak dalam konsep wayang disebut dengan gaya

dalam seni selalu terkait dengan istilah aliran seni. Gaya atau corak, langgam

maupun style ( still ) sebenarnya berurusan dengan bentuk luar sesuatu karya seni.

Sebenarnya, yang dimaksud gaya wayang kulit purwa disini yaitu : Suatu

terminology dalam dunia seni yang memberi keterangan ragam tentang adanya

corak tertentu, sehingga masing-masing ragam dapat dilihat dan dibedakan

dengan jelas. Gaya ini tidak hanya terbatas pada perwujudan wayangnya saja

seperti ukuran wayang, jenis tatahan dan sunggingannya, namun juga meliputi

pementasannya yakni tari, suluk, dan iringannya ( Sagio dan Ir. Samsugi:13 ).

Berdasarkan berbagai sumber (www.gagrak wayang wayang kulit

purwa//030410); Sularno (2010), www/wapedia/mobi/id/Banyumas/260610) ada

berbagai macam gagrak wayang kulit yaitu gagrak/gaya Surakarta, Yoyakarta,

Jawa Timuran, Banyumasan, Cirebonan dan lain-lain semuanya memiliki

perbedaan dan memiliki ciri yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini akan lebih

banyak membahas mengenai wayang gagrak Surakarta dan gagrak Yogyakarta

dan Pesisiran.

Secara khusus penelitian ini mengkaji mengenai keanekaragaman

panakawan dilihat dari segi perbentukan visualnya. Dalam penelitian ini lebih

mengutamakan pada panakawan wayang kulit purwa Semar, Gareng, Petruk,

Bagong. Berbicara mengenai wujud visual wayang kulit purwa dirasa masih

sangat luas pengertiannya, sebab yang dimaksud dengan wujud visual itu adalah

Page 47: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

29

keseluruhan bentuk wayang yang dapat dilihat secara langsung oleh mata, seperti

ukuran/proporsi wayang, busana/atribut-atribut yang dikenakan, wanda/karakter

wayang, bentuk-bentuk tatahan, bentuk mata, bentuk-bentuk hidung, bentuk mulut

dan sunggingan/pewarnaan dalam wayang. Oleh karena itu penelitian ini dibatasi

hanya akan meneliti pada bagian mata, hidung, mulut, busana/atribut-atribut dan

sunggingan/pewarnaan saja

2.3 Tokoh Panakawan

Kata panakawan menurut pedalangan berasal dari kata pana yang artinya

cerdik, jelas, terang sekali atau cermat dalam pengamatan dan kawan yang berarti

teman. Jadi panakawan berati teman atau pamong yang sangat (pana) cerdik

sekali, dapat dipercaya serta mempunyai pandangan luas dan pengamatan yang

tajam dan cermat (secara tegasnya panakawan adalah pamong/orang kepercayaan

yang dapat tanggap ing sasmita dan limpad pasang ing grahita). Jadi

sesungguhnya panakawan bukan sebagai pelayan melainkan “abdi” (Mulyono,

1989:68).

Panakawan secara lahiriah adalah sebagai simbol atau suatu pola struktur

dari “pembantu pimpinan” yang sangat ideal. Artinya bahwa panakawan itu

adalah “abdi” (bukan pelayan). Ajudan itu hendaknya memiliki watak

“wicaksana”, dapat dipercaya, jujur, panjang nalar dan rileks/tenang serta berani

menghadapi segala keadaan dan persoalan, baik yang rumit maupun pelik

(Mulyono, 1989:68).

Menurut Hermawati (2006:27) kata panakawan berarti teman yang

multifungsi, yang mumpuni, yang bukan saja mengawani tetapi juga

Page 48: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

30

mengarahkan, menghibur, memberi semangat dan motivasi. Hampir pada jenis

wayang memiliki panakawan, namun yang paling terkenal adalah para panakawan

pada wayang purwa yang terdiri dari Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Tokoh

panakawan menggambarkan rakyat biasa yang mengabdi pada tuannya. Semar,

Gareng, Petruk dan Bagong mengabdi pada para satria yang baik budi. Sedangkan

panakawan yang mengabdi pada para raja atau satria yang dipihak jahat terdapat

Togog dan Sarawita atau Bilung. Dalam wayang terdapat pula abdi wanita, yang

paling dikenal ialah Limbuk dan Cangik. Limbuk berbadan gemuk sedangkan

Cangik berbadan kecil dan Kurus. Para abdi atau panakawan umumnya sebagai

penghibur tuannya, tetapi tidak jarang pula mereka juga berperan sebagai

penasehat.

Dalam wayang Jawa karakter panakawan terdiri atas Semar, Gareng,

Bagong, dan Petruk. Panakawan adalah para pembantu dan pengasuh setia

Pandawa. Dalam wayang kulit, panakawan ini paling sering muncul dalam gara-

gara, yaitu babak pertujukan yang seringkali berisi lelucon maupun wejangan.

2.3.1 Berbagai Versi Panakawan Wayang Kulit Purwa di Jawa

2.3.1.1 Semar

2.3.1.1.1 Tokoh Semar dalam Cerita Pewayangan

Dari segi etimologi, Joinboll ( dalam Mulyono 1978 : 28 ) berpendapat

bahwa Semar berasal dari sar yang berarti sinar ” cahaya “. jadi Semar berarti

suatu yang memancarkan cahaya atau dewa cahaya, sehingga ia disebut juga

Nurcahya atau Nurrasa ( Mulyono, 1978 : 18 ) yang didalam dirinya terdapat atau

bersemayam Nur Muhammad, Nur Illahi atau sifat Ilahiah. Semar yang memiliki

Page 49: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

31

rupa dan bentuk yang samar, tetapi mempunyai segala kelebihan yang telah

disebutkan itu, merupakan simbol yang bersifat Ilahiah pula. Ia merupakan

pamong yang sepi ing pamrih, rame ing ngawe ” sepi akan maksud, rajin dalam

bekerja dan memayu hayuning bawana ” menjaga kedamaian dunia ( Mulyono,

1978 : 119).

Semar adalah salah satu nama panakawan dalam kisah pewayangan yang

menjadi pengasuh dari Pandawa. Alkisah, ia juga bernama Hyang Ismaya. Nama

lain Semar adalah Badranaya, Naya Antaka, Janggan Asmarasanta, Boga Sampir,

Ismaya, Duda Nanang Nunung. Mekipun ia berwujud manusia jelek, ia memiliki

kesaktian yang sangat tinggi bahkan melebihi para dewa. Domisili Semar adalah

padepokan Karang Kadempel. Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh

panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini

dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan

kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak

ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa

Sansekerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa (Setyani,

2008).

Menurut Widyawati (2009 : 711) munculnya Semar di bumi ketika jaman

raden Kaniyasa atau Resi Kanumanasa, pandhita yang ada di Saptarga. Pada

waktu itu, di sana ada orang cebol yang sedang berlari karena dikejar dua ekor

macan yang akan memangsanya, orang tersebut bernama Smarasanta, lalu

ditolong oleh sang resi. Macan diruwat dengan senjata lalu berubah menjadi dua,

yang tua bernama Dewi Kanastren jadi jodoh Smarasanta, sedangkan yang muda

Page 50: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

32

bernama Dewi Retnawati, jadi istri Sang Resi Kanumayasa. Semarasanta lalu

nyantrik pada sang resi dan dipanggil Janggan Semarasanta. Sang Janggan

Semarasanta itu lalu jadi pamong keturunan sang Resi Kanumayasa, hanya sampai

para Pandawa Raden Harjuna. Sedangkan kalau ada putra Raden Janakandan

diikuti oleh Semar itu hanya silihan saja sebagai teman supaya bisa meramaikan

pakeliran. Semar berbadan hitam, warnanya hitam berarti tetap tidak berubah

(langgeng), menjadi ratu di jagad Sunyaruri, yaitu di alam sunyi. Kalau

memperlihatkan diri dibumi hanya jadi tuwanggana, yaitu pamong keturunan

Sang Manik Maya.

Dalam pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah Cepot,

Dawala, dan Gareng. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar

hanya didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki

seorang anak bernama Besut. Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan

pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya

sejajar dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang

Baratayuda menurut versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna

seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang

satunya adalah Semar (http//www.Semar//090810).

2.3.1.1.2 Aneka Bentuk Tokoh Wayang Semar

Menurut Usman (2010 : 34) Semar memiliki bentuk fisik yang sangat

unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang

bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk

lainnya. Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Wajahnya tua tapi

Page 51: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

33

potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil. Ia berkelamin laki-laki,

tapi memiliki payudara seperti perempuan. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup

sebagai rakyat jelata.

Menurut Siswoharsoyo (1953 : 68) seperti yang dikutip Widyawati (2009 :

710) Semar itu dewa yang berbadan manusia, berbentuk Semamar

membingungkan, laki-laki bukan, wanita pun bukan, cebol, badannya hitam

gemuk, bulat, tidak muda tidak tua,dikepalanya ada kuncung jadi kelihatan seperti

bocah, makanya dia punya ciri sebentar-sebentar menangis, senang menangis,

susah juga menangis karena selamanyatidak tahu senang dan tidak tahu susah.

Bentuk tokoh Semar itu sendiri sering digambarkan dengan perawakan

cebol, kepala kecil berambuk pendek / cepak warna hitam, berkuncung rambut

putih, mata berair, hidung kecil, bibir tipis, gigi satu, wajah berbedak putih,

memakai anting-anting (bentuk) lombok, pantat besar bundar, memakai jarik

poleng (motif kotak-kotak) dengan empat warna : merah kuning putih hitam.

Nama lain Semar, Ki Bogajati, Ki Margaewuh, Badra Naya, Naya Antaka,

Janggan Asmara Santa, Duda Nanang Nunung, Ismaya, Boga Sampir. Tempat

tinggalnya bernama Karang Kabolotan. Selain itu juga perbentukan tokoh Semar

lainnya adalah Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya ke atas

dan tangan kirinya ke belakang (www.wikipedia//semar/090810). Berikut adalah

contoh bentuk tokoh Semar :

Page 52: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

34

a) b)

c) d)

Gambar : 2.1 a). Semar gaya Surakarta, b) Semar gaya Yogyakarta, c). Semar gaya Jawa

Timuran, d). Semar gaya Cirebon (Sumber : http//www.Semar//090810

2.3.1.2 Gareng

2.3.1.2.1 Tokoh Gareng dalam Cerita Pewayangan

Gareng adalah nama dari salah satu panakawan dalam kisah pewayangan

yang berkembang di Jawa Tengah. Menurut Mulyono (1989 : 67) Nala Gareng

mempunyai bentuk tubuh yang semua cacat. Selanjutnya Mulyono mengatakan

Gareng adalah panakawan yang berkaki pincang, hal ini merupakan sebuah

sanepa dari sifat Gareng sebagai kawula yang selalu hati-hati dalam bertindak.

Selain itu, cacat fisik Gareng yang lain adalah tangan yang ciker atau patah. Ini

Page 53: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

35

adalah sanepa bahwa Gareng memiliki sifat tidak suka mengambil hak milik

orang lain. Diceritakan bahwa tumit kanannya terkena semacam penyakit bubul.

Selain itu Gareng berhidung besar dan matanya julig. Gareng mengkhususkan

dirinya pada permainan kata-kata insinuasi yang lihai ketimbang dalam dagelan

yang kasar.

Menurut Widyawati (2009 : 221) Gareng adalah seorang satria tampan

yang bernama Bambang Sukadadi dari padepokan Bluluktiba. Setelah selesai

bertapa, ia kemudian bertemu dengan Bambang Pecrupanyukilan dari padepokan

Kembang Sore yang tak lain adalah Petruk. Mereka saling mengadu kekuatan

serta kesaktiannya. Dalam perkelahian tersebut mereka dilerai oleh bathara

Ismaya dan setelah diberikan nasihat-nasihat mereka berubah rupa dan wujudnya.

Kemudian kedua satria tersebut deberi nama Gareng untuk Bambang Sukadadi

dan Petruk untuk Bambang Pecrupanyukilan. Kedua insan tersebut akhirnya

menjadi pengikut Batara Ismaya yang berwujud Semar dan diakui sebagai anak-

anaknya sendiri.

Waluyo (tt:30) menyebutkan Gareng sangat sakti namun sombong,

sehingga selalu menantang duel setiap satriya yang ditemuinya. Suatu hari, saat

baru saja menyelesaikan tapanya, ia berjumpa dengan satriya lain bernama

Bambang Panyukilan. Karena suatu kesalahpahaman, mereka malah berkelahi.

Dari hasil perkelahian itu, tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah

mereka berdua rusak. Kemudian datanglah Batara Ismaya (Semar) yang kemudian

melerai mereka. Karena Batara Ismaya ini adalah pamong para ksatria Pandawa

yang berjalan di atas kebenaran, maka dalam bentuk Jangganan Samara Anta, dia

Page 54: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

36

(Ismaya) memberi nasihat kepada kedua ksatria yang baru saja berkelahi itu.

Dikarenakan kagum oleh nasihat Batara Ismaya, kedua ksatria itu minta mengabdi

dan minta diaku anak oleh Lurah Karang Dempel, titisan dewa (Batara Ismaya)

itu. Akhirnya Jangganan Samara Anta bersedia menerima mereka, asal kedua

kesatria itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria berbudi luhur

(Pandawa), dan akhirnya mereka berdua setuju. Gareng kemudian diangkat

menjadi anak tertua (sulung) dari Semar.

2.3.1.2.1 Aneka Bentuk Tokoh Wayang Gareng

Gareng adalah Si Kerdil yang bertubuh cacat, dengan lengan yang

bengkok dan terputus-putus, kakinya gejig/bubulen (Mulyono, 1989:67).

Perawakannya pendek dan kecil, kepalanya gundul memakai kucir, matanya

juling, mulutnya kecil, hidungnya besar dan bulat seperti bola pingpong,

tangannya bengkok (ceko), kakinya pincang karena penyakit "bubulen" aura

wajahnya gelap, berkalung gobog (koin dari negara Cina), sarungnya slobok yaitu

bercorak kotak-kotak dengan garis-garis diagonal dari sudut-sudutnya,

mempunyai senjata sabit (clurit, beberapa orang / pakar menyebutnya kudi).

Gareng juga berkaki pincang, tangan yang ciker atau patah, tumit kanannya

terkena semacam penyakit bubul. Selain itu Gareng berhidung besar dan matanya

julig. Berikut adalah beberapa contoh bentuk tokoh Gareng :

Page 55: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

37

(a) (b)

(c) (d)

Gambar : 2.2 a). Gareng Gaya Surakarta, b). Gareng Gaya Yogyakarta, c) Gareng Gaya

Cirebon, d). Gareng Gaya Jawa Timur (Sumber : http/www.Gareng.co.id//090810)

Gareng juga mempunyai banyak versi seperti halnya Semar, dia juga

terdapat dalam berbagai gagrak, yaitu gagrak Betawi, Cirebon, Kedu,

Banyumasan, Yogyakarta, Surakarta, Jawa Timuran dan sebagainya. Gareng

digambarkan sebagai figur yang tubuhnya cacat, mulai dari kepala, tangan hingga

kakinya. Hampir semua gagrak menggambarkan Gareng semacam itu. Hanya saja

postur tubuhnya yang berbeda.

Page 56: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

38

2.3.1.3 Petruk

2.3.1.3.1 Tokoh Petruk dalam Cerita Pewayangan

Petruk adalah nama dari salah satu panakawan dalam kisah pewayangan

yang berkembang di Jawa Tengah. Menurut pedalangan, Petruk adalah anak

pendeta raksasa di pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama Begawan

Salantara. Sebelumnya ia bernama Bambang Pecruk Panyukilan. Ia gemar

bersenda gurau, baik dengan ucapan maupun tingkah laku dan senang berkelahi.

Ia seorang yang pilih tanding/sakti di tempat kediamannya dan daerah sekitarnya.

Oleh karena itu ia ingin berkelana guna menguji kekuatan dan kesaktiannya.

Bambang Pecrupanyukilan berniat mengadu kesaktiannya, kemudian di

tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Sukodadi dari pertapaan Bluluktiba

yang pergi dari padepokannya di atas bukit, untuk mencoba kekebalannya. Karena

mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang tanding. Mereka berkelahi

sangat lama, berhantam, bergumul, tarik-menarik, tendang-menendang, injak-

menginjak, hingga tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud

aslinya yang tampan. Perkelahian ini kemudian dipisahkan oleh Smarasanta

(Semar) dan Bagong yang mengiringi Batara Ismaya. Mereka diberi fatwa dan

nasihat sehingga akhirnya keduanya menyerahkan diri dan berguru kepada

Smara/Semar dan mengabdi kepada Sanghyang Ismaya. Demikianlah peristiwa

tersebut diceritakan dalam lakon Batara Ismaya Krama. Akibat perubahan wujud

tersebut masing-masing kemudian berganti nama. Bambang Petruk Panyukilan

menjadi Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi menjadi Gareng (Ki Waluyo : tt :

40).

Page 57: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

39

Menurut Widyawati (2009 : 221) Petruk adalah seorang satria tampan

bernama Bambang Pecrupanyukilan dari padepokan kembang sore. Setelah

menyelesaikan tapanya, ia ingin menguji kesaktiannya. Ditengah jalan ia bertemu

dengan Bambang Sukadadi dari padepokan Bluluktiba, karena sama-sama ingin

membuktikan kekuatan dan kesaktiannya, mereka pun berkelahi, tidak ada yang

menang tidak ada yang kalah, hingga mereka dipisahkan oleh Batara Ismaya yaitu

Semar. Keduanya menjadi pengikut Semar dan dianggap sebagai ank kandung

sendiri oleh Semar. Bambang Pecrupanyukilan diberi nama Petruk sedangkan

bambang Sukadadi diberi nama Gareng.

Menurut Usman (2010:42) Petruk dan panakawan yang lain (Semar,

Gareng dan Bagong) selalu hidup di dalam suasana kerukunan sebagai satu

keluarga. Bila tidak ada kepentingan yang istimewa, mereka tidak pernah berpisah

satu sama lain. Sebelum Sanghyang Ismaya menjelma dalam diri cucunya yang

bernama Smarasanta (Semar), kecuali Semar dengan Bagong yang tercipta dari

bayangannya, mereka kemudian mendapatkan Gareng/Bambang Sukodadi dan

Petruk/Bambang Panyukilan. Setelah Batara Ismaya menjelma kepada Janggan

Smarasanta (menjadi Semar), maka Gareng dan Petruk tetap menggabungkan diri

kepada Semar dan Bagong. Di sinilah saat mulai adanya panakawan yang terdiri

dari empat orang dan kemudian mendapat sebutan dengan nama ”parepat/prepat”.

Petruk memiliki nama alias, yakni Dawala. Dawa artinya panjang, la,

artinya ala atau jelek. Sudah panjang, tampilan fisiknya jelek. Hidung, telinga,

mulut, kaki, dan tangannya panjang. Namun jangan gegabah menilai, karena

Lurah Petruk adalah jalma tan kena kinira, biar jelek secara fisik tetapi ia sosok

Page 58: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

40

yang tidak bisa diduga. Gambaran ini merupakan pralambang akan tabiat Ki

Lurah Petruk yang panjang pikirannya, artinya Petruk tidak grusah-grusuh

(gegabah) dalam bertindak, ia akan menghitung secara cermat untung rugi, atau

resiko akan suatu rencana dan perbuatan yang akan dilakukan. Petruk Kanthong

Bolong, menggambarkan bahwa Petruk memiliki kesabaran yang sangat luas,

hatinya bak samodra, hatinya longgar, plong dan perasaannya bolong tidak ada

yang disembunyikan, tidak suka menggerutu dan ngedumel

(http/www.Petruk.org.com//24/0910).

2.3.1.3.2 Aneka Bentuk Tokoh Wayang Petruk

Menurut Usman (2010 : 42) Petruk terkemuka karena tubuhnya yang

kurus, mulutnya yang sangat besar dan banyak makan, serta hidungnya yang

sangat panjang dan melit. tubuhnya panjang dengan tangan yang panjang dan juga

hidung tubuh yang panjang.

Petruk terdiri dari beberapa wanda, di antaranya yang banyak dikenal

adalah Petruk wanda Jamblang dan Petruk wanda Jlegong. Selanjutnya dalam

sumber tersebut dijelaskan, ciri Petruk wanda Jamblang adalah sebagai berikut :

adegipun ndegeg (dalam sikap berdiri dadanya maju ke depan ), bahu padeg,

jangga ageng (lehernya besar), praupan ndangah (wajah menengadah ), praean

wiyar (muka lebar), Badan ketingal kendor (badan terlihat bongsor dan longgar).

Sedangkan ciri Petruk wanda Jlegong adalah adegipun agrong (perawakannya

besar/bongsor), bahu ngajeng andhap (bahu depan rendah), jangga celak dan

ageng (leher pendek dan besar), praean wiyar (muka lebar), jaja ageng, badan

Page 59: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

41

ketingal kera (kurus), awak-awakan limrahipun cemeng (badan warna hitam) (

http://www.wikipedia//com).

(a) (b)

(c)

Gambar : 2.3 a). Petruk Gaya Surakart, b). Petruk Gaya Yogyakarta, c) Petruk Ratu Cirebon

(Sumber : www.wayang petruk//230410)

2.3.1.4 Bagong

2.3.1.4.1 Tokoh Bagong dalam Cerita Pewayangan

Ki Lurah Bagong adalah nama salah satu tokoh panakawan dalam kisah

pewayangan yang berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Menurut

Widyawati (2009 : 43) Bagong terjadi dari bayangan Bathara Ismaya ketika

diperintahkan oleh sang rama Sanghyang Tunggal untuk jadi pengurus Resi

Page 60: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

42

Kanumanasa sampai Sang Arjuna. Lalu ia diberi teman yang diciptakan dari

bayangan Sang Ismaya. Bayangan tersebut lalu berbentuk wujud bulat, gemuk,

matanya lebar, mulutnya juga lebar, bibirnya menggantung memakai Gombak.

Bisa menjadi wujud seperti itu adalah kehendak Ywang Kang Murbeng Pasthi,

sebagai teman Batara Manik Maya (Batara Guru). Bagong itu artinya Gombak,

ketika jaman dahulu, setiap bocah banyak yang digombak supaya awet muda

seperti bocah kecil. Begitu arti diadakannya wayang Bagong, asalnya dari kata

Bagong atau Gombak.

Gaya bicara Bagong yang seenaknya sendiri sempat dipergunakan para

dalang untuk mengritik penjajahan kolonial Hindia Belanda. Ketika Sultan Agung

meninggal tahun 1645, putranya yang bergelar Amangkurat I menggantikannya

sebagai pemimpin Kesultanan Mataram (http//www.bagong.org//24/09/10).

Selanjutnya dalam sumber tersebut dijelaskan raja baru ini sangat berbeda dengan

ayahnya. Ia memerintah dengan sewenang-wenang serta menjalin kerja sama

dengan pihak VOC-Belanda. Keluarga besar Kesultanan Mataram saat itu pun

terpecah belah. Ada yang mendukung pemerintahan Amangkurat I yang pro-

Belanda, ada pula yang menentangnya. Dalam hal kesenian pun terjadi

perpecahan.

Seni wayang kulit terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan Nyai

Anjang Mas yang anti-Amangkurat I, dan golongan Kyai Panjang Mas yang

sebaliknya. Rupanya pihak Belanda tidak menyukai tokoh Bagong yang sering

dipergunakan para dalang untuk mengritik penjajahan VOC. Atas dasar ini,

golongan Kyai Panjang Mas pun menghilangkan tokoh Bagong, sedangkan Nyai

Page 61: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

43

Panjang Mas tetap mempertahankannya. Namun, pada zaman kemerdekaan

Bagong bukan lagi milik Yogyakarta saja. Para dalang aliran Surakarta pun

kembali menampilkan empat orang panakawan dalam setiap pementasan mereka.

Bahkan, peran Bagong cenderung lebih banyak daripada Gareng yang biasanya

hanya muncul dalam gara-gara saja.

2.3.1.4.2 Aneka Bentuk Tokoh Wayang Bagong

Dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa, tokoh Wayang Bagong dilukiskan

dalam beberapa wanda. Di antara wanda Bagong adalah: Wanda Gembor dengan

bibir lebih lebar dan terbuka. Dibandingkan dengan wanda lainnya, Bagong

wanda Gembor merupakan wanda yang paling tua dan paling besar ukurannya.

Hampir sebesar Semar. Sikap tubuhnya agak membungkuk dan kepalanya agak

menunduk. Wanda Gilut, yakni yang bibir bawahnya lebih tebal. Tubuh Bagong

wanda Gilut agak pendek, tetapi kepalanya mendongak dan dadanya membusung.

Ciri lainnya, Bagong pada wanda Gilut ini mengenakan keris berwarangka

sandang walikat. Wanda Ngengkel, sikap tubuhnya lebih tegak dan kepalanya

agak mendongak. Yang terakhir, disebut Wanda Blungkang, yang gundul

rambutnya, dan bibir bawahnya panjang. Pada tahun 1987 Ir. Haryono

Haryoguritno, seorang pakar seni kriya Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta,

menciptakan wanda baru bagi Bagong, yakni Bagong wanda Blo'on. Wanda baru

itu diciptakan sebagai pasemon terhadap keadaan zaman, saat generasi muda yang

kurang peduli pada keadaan di sekitarnya (http//www.bagong.org//24/09/10).

Page 62: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

44

( a) (b)

(c)

Gambar : 2.4

a). Raja Gaya Surakarta b). Bagong Gaya Kyai Inten Yogyakarta c). Gambar Grafis Wayang Kulit Purwa Gagrak Cirebon

(Sumber : http;//4.bp.blogspot.com)

Page 63: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

45

BAB III

METODE PENELITIAN

3.I Pendekatan Penelitian

Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan

menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan metode ilmiah.

Metode adalah suatu cara kerja untuk memahami suatu objek yang menjadi

sasaran ilmu yang bersangkutan ( Koentjaraningrat,1987 : 14). Dalam penelitian

ini supaya tujuan yang diharapkan tercapai maka harus ditetapkan metode

penelitian yang tepat.

Sesuai dengan pokok permasalah yang dikaji, penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif, yang mempunyai sifat deskriptif. Artinya permasalahan

yang dibahas dalam penelitian tidak berkenaan dengan angka-angka, tetapi

bertujuan menggambarkan atau menguraikan tentang hal-hal yang berhubungan

dengan keadaan atau status fenomena (Moleong, 1994: 103).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif, yaitu pendekatan dalam suatu penelitian yang tidak menggunakan

perhitungan angka-angka melainkan menggunakan rangkaian kalimat-kalimat.

Penelitian ini mengkaji mengenai keanekaragaman panakawan wayang kulit

purwa dari berbagai versi yang terdiri atas serangkaian subsistem/komponen yang

memiliki keterkaitan hubungan fungsional sebagai suatu sistem. Sehingga untuk

mengkaji, mendeskripsikan dan menganalisis keterkaitan itu maka penelitian ini

menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.

Page 64: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

46

3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian

Penelitian ini mengambil objek wayang panakawan di museum-museum

dan koleksi perorangan meliputi museum Sono Bodoyo dan museum wayang

Kekayon Yogyakarta, Museun Radya Pustaka Surakarta dan koleksi pribadi

dalang di daerah Jepara yaitu bapak Sudiharjo.

Sasaran penelitian ini adalah panakawan wayang kulit purwa dari

berbagai versi, Satuan-satuan masalah yang dikaji adalah keanekaragaman

panakawan wayang kulit purwa ditinjau dari berbagai versi. Fokus kajian tertuju

pada upaya untuk mengidentifikasi, memahami, dan menjelaskan secara kualitatif

terhadap masalah-masalah tersebut. Untuk memperoleh data empiris penulis

mengambil sampel panakawan wayang kulit purwa dari museum Radya pustaka

Surakarta, museum Sono Budoyo dan museum Wayang Kekayon Yogyakarta,

dan koleksi pribadi dalang di daerah Jepara yaitu bapak Sudiharjo.

3.3 Sumber Data

Sumber data yang ada dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data

dapat diperoleh. Untuk mempermudah mengidentifikasi sumber data, Suharsimi

(2006:129) mengklasifikasikannya menjadi tiga tingkatan huruf p dari bahasa

Inggris yaitu :

1. person, sumber data berupa orang. Maksudnya sumber data yang bisa

memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis

melalui angket,

2. place, sumber data berupa tempat. Maksudnya sumber data yang

menyajikan tampilan berupa keadaan diam (misalnya ruangan, wujud benda,

Page 65: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

47

warna) dan bergerak (misalnya aktivitas, kinerja, laju kendaraan, nyannyian, gerak

tari, dan lain-lain), dan

3. paper, sumber data berupa simbol. Maksudnya sumber data yang

menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, atau simbol-simbol lain.

Sumber data dalam penelitian ini tergolong sumber data person, place and

paper. Dikatakan person karena data dapat diperoleh dari pemilik wayang

panakawan dan Staf bagian koleksi dan konservasi museum Radya Pustaka

Surakarta, museum Sono Budoyo dan museum Wayang Kekayon Yogyakarta

melalui observasi sedangkan dikatakan place karena sumber datanya berupa

wujud benda yang diambil dari suatu tempat. Sumber datanya adalah wayang

panakawan koleksi museum dan milik pribadi. Sedangkan dikatakan paper karena

dalam penelitian ini juga menggunakan data yang berupa gambar dari buku-buku

dan juga internet. Museum yang digunakan dalam penelitian ini adalah museum

Radyapustaka Surakarta, museum Sono Budoyo, museum wayang kekayon

Yogjakarta dan koleksi perorangan bapak Sudiharjo.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang

lebih banyak menampilkan uraian kata-kata dari pada angka. Oleh karena itu

teknik yang digunakan dalam usaha memperoleh data di lapangan ialah :

3.4.I Observasi

Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data

tentang suatu masalah sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat

rechecking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh

Page 66: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

48

sebelumnya. Arikunto (1996:145) menyatakan bahwa teknik observasi dalam

pengertian psikologi meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek

dengan menggunakan seluruh alat indera.

Teknik observasi dilakukan di lapangan dengan penelitian pengamatan

langsung terhadap segala hal yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

Dalam penelitian ini peneliti mengamati secara cermat mengenai keanekaragaman

panakawan dilihat dari segi perbentukan visualnya. Dalam penelitian ini lebih

mengutamakan pada keanekaragaman panakawan wayang kulit purwa, meliputi

perbentukan tokoh, busana/atribut dan pewarnaan/sunggingan. Teknik observasi

yang digunakan dalam penelitian ini merupakan observasi langsung, yaitu peneliti

terjun langsung ke tempat penelitian dengan menggunakan alat bantu tulis dan

kamera untuk membantu peneliti mendokumentasikan wayang panakawan.

3.4.2 Wawancara

Teknik wawancara merupakan teknik utama yang lebih banyak digunakan

untuk mencari data lapangan. Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap

muka dengan maksud tertentu. Dalam penelitian kualitatif, wawancara merupakan

teknik utama dalam pengumpulan data karena dengan wawancara akan dapat

memperoleh data selain yang diketahui dan dialami oleh subjek juga yang

tersembunyi, yang melatarbelakangi perilaku subjek (Ismiyanto, 2003:MP/X/8).

Dalam penelitian ini, informan yang digunakan untuk memperoleh

informasi mengenai keanekaragaman bentuk panakawan, dan faktor-faktor

pendukung seperti aspek sosial, agamis, filosofis, dan politik adalah para dalang

Jawa dan pecinta wayang kulit purwa.

Page 67: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

49

3.4.3 Dokumentasi

Dokumentasi atau studi dokumenter merupakan teknik pengumpulan data

penelitian melalui dan dengan menggunakan dokumen-dokumen atau peninggalan

(sudah ada penelitian sebelum dilakukan) yang relevan dengan masalah penelitian

(Ismiyanto, 2003:MP/X/9).

Melalui teknik dokumentasi dapat disimpulkan beberapa dokumen, data-

data dan gambaran yang berkaitan dengan permasalahan yang diungkap seperti

pengumpulan data dengan melihat catatan-catatan penting yang ada hubungannya

dengan penelitian yang akan dilakukan yakni mengenai panakawan wayang kulit

purwa.

Lebih lanjut penelitian ini dilakukan melalui pengumpulan data yang

dibutuhkan untuk penelitian meliputi data-data berupa dokumen tertulis, foto-foto

dan gambar yang ada hubungannya dengan objek penelitian.

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses penyusunan data, pengolahan data dan

interaksi data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi.

Analisis data dilakukan melalui dua prosedur yaitu analisis selama pengumpulan

data dan analisis setelah proses pengumpulan data (Miles dan Huberman 1984 dan

Syamsudin 2006 : 111). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

dilakukan secara deskriptif kualitatif. Miles dan Huberman (1992:16-20)

menyebutkan tiga unsur dalam proses analisis penelitian kualitatif yaitu : reduksi

data, penyajian data, dan verifikasi.

Page 68: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

50

3.5.I Reduksi data

Proses reduksi data meliputi pemilihan, penyederhanaan data-data kasar

yang diperoleh dari lapangan. Kemudian diseleksi, diringkas dan dikelompokkan

dalam satuan-satuan pokok pikiran. Dalam proses reduksi, data-data yang tidak

perlu maupun yang tidak berkenaan dengan masalah penelitian dapat disingkirkan

dan kemudian diganti dan ditambah dengan data-data yang sesuai.

3.5.2 Penyajian Data

Setelah direduksi tahap berikutnya adalah penyajian data, sebagaimana

halnya dengan proses reduksi data. Penciptaan dan penggunaan data tidaklah

terpisah dari analisis. suatu penyajian sekumpulan informasi yang tersusun akan

memberikan kemungkinan adanya penarikan sebuah kesimpulan. Dalam

penyajian ini akan disajikan data secara lengkap, baik data yang diperoleh melalui

observasi, wawancara dan dokumentasi, kemudian dianalisis antara kategori dan

permasalahan yang ada, guna mendapatkan hasil penyajian yang rapi dan

sistematis sehingga data yang terkumpul tersusun dengan baik.

3.5.3 Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Penarikan kesimpulan merupakan tahap atau langkah paling akhir dalam

proses analisis data. Proses ini berkaitan dengan penarikan kembali selama

penulisan terhadap hal-hal yang melintas dalam pikiran baik pendapat, cerita

tertentu yang dikategorikan dan ditelaah secara seksama untuk memperoleh

kesimpulan.

Dari ketiga hal tersebut dapat disimpulkan bahwa antara reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang

Page 69: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

51

saling berhubungan dan jalin-menjalin antara satu dengan yang lain baik pada saat

sebelum, selama, dan setelah pengumpulan data.

Page 70: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

52

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umun Latar Penelitian

4.1.1 Tokoh Panakawan dalam Pertunjukan Wayang Kulit Purwa di Jawa

Dalam masyarakat Jawa, wayang adalah sebuah wujud karakteristik dari

kepribadian luhur Jawa. Seperti dalam cerita-cerita maupun karakter tokoh-

tokohnya mengindikasikan pandangan hidup masyarakat Jawa. Selain bahwa

cerita wayang adalah pandangan hidup orang Jawa, masyarakat Jawa juga percaya

bahwa wayang adalah ritual tradisi yang tidak bisa ditinggalkan, seperti contoh

jika mempunyai anak onthang-anthing, atau anak satu-satunya harus diruwat

dengan mengadakan pagelaran wayang semalam suntuk dan dengan syarat-syarat

lainnya jika anak tersebut menikah (Usman 2010:94).

Menurut Sudiharjo, informan peneliti, pertunjukan wayang kulit terbagi

menjadi tiga babak, dan selanjutnya dibagi menjadi adegan-adegan. Dalam babak

pertama, adegan pembukaan yang khas yang bertempat di balairung suatu istana

raja, dalam adegan ini terjadinya krisis dilaporkan. Adegan kedua dalam babak

pertama menggambarkan istana musuh. Adegan-adegan dalam babak kedua ini

meliputi perang tanding, pertemuan pahlawan dengan orang bijak dan selingan

berupa dagelan atau hadirnya tokoh panakawan. Dalam babak kedua inilah

penonton menantikan hadirnya tokoh panakawan yang merupakan tokoh yang

disenangi dan banyak dikenal pecinta wayang kulit Jawa. Babak kedua saat

adegan gara-gara muncul menjadi perhatian para penikmat wayang kulit Jawa

Page 71: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

53

karena dalam adegan gara-gara muncul tokoh panakawan, khususnya panakawan

Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Keempat tokoh panakawan inilah yang menjadi

fokus dalam penelitian ini. Babak ketiga mempertunjukan adegan perang atau

pertempuran terakhir.

Berbicara mengenai panakawan Semar, Gareng, Petruk, Bagong, tentu erat

kaitannya dengan adegan gara-gara dalam pementasan wayang. Panakawan

tersebut lazimnya muncul saat adegan gara-gara. Gara-gara merupakan suguhan

yang segar, sedap dan santai, Namun selalu sarat dengan pesan moral dan petuah-

petuah yang adiluhur. Adapun ucapan dalam adegan gara-gara yang biasa

diucapkan dalang dari Jepara Ki Mutoyo, informan peneliti, adalah sebagai

berikut :

“Eka bumi, dwi sawah, tri gunung, catur samodra, panca taru, sad panggonan, sapta pandita, hasta tawang, nawa langit, dasa ratu”. Artosipun inggih punika : Eka (siji) bumi-lemah kang ingederan ing samodro; dwi(lara) Sawah-lemah kang tinanduran ing pari lan palawija sarta tethukulan kanggo kebutuhane kawula ing madyapada; Tri (telu) gunung-gunung iku minangka dadi pakukuhane jagad saisine, catur (papat) samodra-banyu kang ngideri jagad; panca (lima) taru-gegodhodongan minangka pepaesane bumi lan bisa dadi sebab kesuburane bumi; sad (enem) panggonan-pasabane jalma manungsa sarta sato kewan lan gegremetan lan sapanunggalane; sapto(pitu) manungsa pinandhita kang wus katarima tapane mungguhuing Gusti kang akarya jagad lan bisa dadi pangayomane sapada titah madya pada ing babagan kautaman; hasta(wolu) tawang-langit minangka pralampita yen manungsa saknyatane suwung yen tan purun angudi kawruh kautaman; nawa (songo) langit-jroning urip ora keno darbe laku adigang-adigung-adiguna, jalaran senajan langit sinawang langit wis katon dhuwur nanging sayektine sak dhuwure iseh ana langit maneh; dasa (sepuluh) ratu, sayektine ratu kuwi minangka mustikane jalma manungsa. (Eka (satu) bumi tanah yang dikelilingi oleh samudra; dwi (dua) sawah-tanah yang ditanami dengan padi dan palawija serta tumbuhan untuk kebutuhan manusia di dunia; tri (tiga) gunung- gunung itu sebagai paku dunia beserta isinya; catur (empat) samudra

Page 72: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

54

air yang mengelilingi bumi; panca (lima) dedaunan sebagai perhiasan bumi dan bisa menjadi sebab kesuburan bumi; sad (enam) tempat tinggal manusia serta hewan dan serangga dan lain sebagainya; sapta (tujuh) manusia yang sudah sempurna ilmu dan ibadahnya, sehingga mampu menjadi panutan bagi sesama manusia; hasta (delapan) langit sebagai perlambang bahwa manusia sejatinya kosong jika tidak mau mencari ilmu; nawa (sembilan) langit – dalam hidup orang tidak boleh serakah, sombong, dan merasa paling kuat karna di atas langit masih ada langit; dasa (sepuluh) ratu sejatinya ratu itu sebagai mutiara diantara manusia).

Selajutnya Ki Mutoyo menjelaskan, disebut gara-gara karena di dalam

gara-gara itu sebagai pembuka perjalanan hidup manusia di dunia untuk

berhubungan di antara sesama manusia dan juga Yang Maha Pencipta. Akhirnya

jika sudah dapat melakukan perintah dengan benar dan tepat langsung dapat

kajumbuhan manunggale kawula kelawan Gusti. Selanjutnya setelah gara-gara

selesai ada seberkas sinar cerah memancarkan teja sebesar lidi, namun mampu

menyinari dunia seisinya karena seberkas sinar cerah yang memancarkan teja itu

muncul perilaku baik dan buruk, benar dan salah, terang dan gelap dan

sebagainya. Siapa sesungguhnya cahaya yang bersinar itu, sesungguhnya wujud

dari sinar itu tidak lain adalah Husna : Semar ya Badranaya sebagai pamonge

tumuwuhe trah Wita Radya, dene Husamane pitutur utama (wedhatama).

Panakawan dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh

keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh

utama kisah Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan

Ramayana, para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh

keluarga Sri Rama ataupun Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam

setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan

(Sumukti, 2005:21).

Page 73: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

55

Panakawan terdiri dari dua faksi, dalam kisah Mahabarata yaitu

panakawan faksi benar dan panakawan faksi salah. Panakawan faksi benar, sering

disebut panakawan kanan, karena membela pihak yang dianggap benar seperti

para Pandawa adalah Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Dalam kisah Ramayana

panakawan Semar, Gareng Petruk Bagong sering diceritakan mengikuti Sri Rama.

Sedangkan panakawan pihak salah atau sering disebut pihak kiri, karena dianggap

membela pihak yang salah adalah Togog dan Bilung. Selain itu ada juga

panakawan perempuan yang pada umumnya melayani Sumbadra atau beberapa

putri lainnya di keraton, yaitu Limbuk dan Cangik (Usman : 40).

Mengingat panakawan terdiri dari beberapa golongan, maka pada

penelitian ini hanya dibatasi pada panakawan golongan baik atau benar yang

mengabdi pada Pandhawa dan pihak-pihak yang dianggap benar, yaitu Semar,

Gareng, Petruk dan Bagong saja.

4.1.2 Tokoh Panakawan Koleksi Beberapa Museum dan Dalang Ki

Sudiharjo

4.1.2.1 Koleksi Wayang Museum Radya Pustaka Surakarta

Museum Radya Pustaka Surakarta (selanjutnya ditulis museum RPS)

didirikan oleh Patih Karaton Surakarta : Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat

IV pada tanggal 28 Oktober 1890, semasa pemerintahan Sri Susuhunan Pakoe

Boewono IX memegang tampuk pimpinan, hingga penghujung tahun 1990 sudah

genap berusia satu abad. Dalam bangunan ini banyak menyimpan riwayat R.T.H.

Djojohadiningrat II yang nama kecilnya Walidi, yang memprakarsai pendirian

sebuah perkumpulan Paheman Radya Pustaka dengan museumnya. Namun

Page 74: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

56

realisasinya terwujud pada hari Selasa Kliwon tanggal 15 Maulud Ehe 1820

bertepatan tanggal 28 Oktober 1890 (www.visit-solo.com, id.wikipedia.org).

Gambar : 4. 1

Museum Radya Pustaka Surakarta (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Proses pemindahan museum ini dari Dalem Kepatihan ke Gedung

Kadipolo pada tanggal 1 Januari 1913. Gedung ini digunakan untuk museum dan

Sriwedari digunakan untuk Kebon Rojo. Hal tersebut dimulai ketika gedung yang

kosong tersebut diminta oleh pengurus Paheman kepada Sri Susuhunan untuk

kepentingan Radya Pustaka. Dalam aktivitasnya museum ini menyelenggarakan

sarasehan yang terdiri dari unsur utusan Karaton Kesunanan Surakarta,

Kasultanan Yogyakarta, Pura Mangkunagaran, Pura Paku Alaman serta sejumlah

hadirin, yang kemudian melahirkan ejaan Sriwedari,yaitu suatu kesepakatan

dalam cara penulisan huruf Jawa dan menjadi keputusan Pemerintah pada tanggal

29 Desember 1922. Radya Pustaka kemudian mendirikan Panitibasa pada 25

Syawal Be 1820 atau 15 November 1941 dengan pimpinan G.B.H. Kusumayuda

Page 75: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

57

dan menerbitkan Candrawati dan Nitibasa. Pemerintah membeli Candrawati untuk

dibagi-bagikan ke sekolah-sekolah secara gratis. Juga dimulai peng-Indonesia-an

buku-buku yang bertuliskan huruf Jawa (www.visit-solo.com, id.wikipedia.org).

Berdasarkan pengamatan peneliti ketika observasi di museum Radya

Pustaka ini, begitu masuk dengan membayar biaya Rp. 5000 per orang, di teras

gedung kita akan menemukan koleksi arca dan meriam serta beberapa batu

peringatan ulang tahun museum ini. Ada 3 ruang utama pada gedung ini. Di ruang

pertama kita akan menemukan patung Sosrodiningrat IV sang pendiri museum

tepat berada di depan pintu masuk. Di ruang utama ini kita akan menemukan

berbagai macam koleksi wayang. Ada wayang gedhog, wayang purwo, wayang

krucil, wayang golek, topeng, dan koleksi senjata. Koleksi panakawan yang

dipajang adalah koleksi panakawan yang masih mengikuti gaya Kasepuhan oleh

Kyai Panjang Mas. Gaya pedalangan ini menghilangkan Bagong karena mendapat

larangan dari pemerintah Belanda. Bagong dianggap sebagai orang yang lancang

mulut dan sering mengkritik pemerintahan Belanda di Jawa. Sehingga panakawan

yang ada hanya tiga, yaitu Semar, Gareng dan Petruk. Kondisi wayang panakawan

sebagian cat warna yang ada sudah mulai mengelupas, terutama pada tubuh

Petruk, tetapi sebagian masih lumayan baik.

Menurut pendapat peneliti, pengelola museum kurang telaten dalam

merawat koleksi wayang yang ada, khususnya koleksi panakawan yang di pajang.

Karena ketika peneliti melihat koleksi panakawan yang ada, posisi panakawan

Petruk terjatuh kesamping, sehingga terhalang figura dan tidak begitu terlihat. Hal

ini menyulitkan peneliti untuk mendokumentasikan panakawan tersebut. Ketika

Page 76: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

58

peneliti meminta kepada siswa yang magang sebagai pemandu di museum

tersebut untuk membenarkan posisi Petruk, mereka tidak dapat membukanya

karena tidak memegang kuncinya. Namun ketika peneliti datang untuk kedua

kalinya, posisi Petruk sudah di tegakkan ke posisi yang benar.

Koleksi panakawan berada di ruang pertama pintu masuk sebelah kanan

menghadap ke pintu masuk. Panakawan dipajang dalam pigura kaca berbentuk

persegi panjang dengan background berwarna putih dan merah. Pigura yang

digunakan terbuat dari kayu berwarna coklat tua. Panakawan ini terdapat pada

adegan bersama Bambang Wijanarko (putera Raden Harjuna). Panakawan yang

terdapat pada museum ini mempunyai warna tubuh hitam dengan warna wajah

yang berbeda-beda, dengan aksesoris berupa kalung, gelang, anting dan cincin.

Pada Petruk dan Gareng mempunyai senjata.

Gambar : 4.2 Wayang Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta

(Sumber : www.Cahandong.org.com)

Page 77: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

59

Gambar : 4.3 Panakawan Gaya Surakarrta Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar : 4.4 Semar Gaya Surakarta Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Page 78: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

60

Gambar : 4.5

Gareng Gaya Surakarta Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar : 4.6

Petruk Gaya Surakarta Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta Sumber : Dokumentasi Pribadi

Page 79: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

61

4.1.2.2 Koleksi Wayang Museum Sono Budoyo Yogyakarta

Gambar : 4.7 Museum Sono Budoyo Yogyakarta

(Sumber : dokumentasi pribadi)

Museum Sono Budoyo (selanjutnya ditulis museum SBY) terletak di

sebelah utara alun-alun Utara Kraton Yogyakarta, memiliki koleksi budaya

terlengkap setelah museum pusat Jakarta. Bangunan dengan arsitketur jawa ini

dibangun tahun 1935 sebuah gapura yang bentuk arsiteknya menyerupai gapura

pada Masjid Kudus menghubungkan pendopo dengan bangunan joglo induk, yang

keseluruhannya merupakan arsitektur bangunan yang indah. Di dalamnya

memamerkan barang-barang tembikar dari zaman Neolitikum, arca-arca dan

benda-benda perunggu dari abad VIII sampai abad X yang merupakan

kelengkapan dari candi-candi di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah

(http//:www.museum sono budoyo/040710).

Pada tahun 1919 di Surakarta berdiri Yayasan Java Institut yang bergerak

dibidang kebuayaan Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Yayasan ini dipimpin oleh

Page 80: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

62

Prof. Dr.D.A. Husein Jayadiningrat dibantu oleh Koperberg (sekretaris), Ir.

Karsten (perencana bangunan museum), Stutterheim (arkeolog), P.H.W. Sitson

dan K.P. Bosch (ahli museum dan penasehat museum pemerintah). Dalam

kongres yang dilaksanakan pada tahun 1924, Java Instituut memutuskan akan

mendirikan sebuah museum di Yogyakarta. Realisasi berikutnya dari keputusan

kongres Java Instituut, adalah pembentukan sebuah panitia kecil pada thun 1931

dengan tugas mempersiapkan berdirinya sebuah museum. Panitia dipimpin Ir. Th.

Karsten, P.H.W. Sitsen, dan S. Koperberg. Pada Tahun 1934 panitia kecil diberi

wewenang untuk menentukan lokasi serta corak arsitektur bangunan museum.

Tanah dan bangunan Schouten hadiah dari Sri Sultan Hamengku Buwono VIII

dimanfaatkan utnuk mendirikan museum ini. Kemudian dibangunlah pendapa

dengan sengkalan "Buta Ngrasa Esthining Lata" yang artinya tahun 1865 Jawa

atau tahun 1934 M. Peresmian pembukaan Museum Sonobudoyo ini dilakukan

oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada hari Rabu Wage, 9 Ruwan 1866

Jawa dengan ditandai candrasengkala " kayu Winayang ing Brahmana Budha"

yang berarti tahun 1866 Jawa atau tanggal 6 November 1935 Masehi

(http//:www.museum sono budoyo/040710).

Bangunan museum berupa rumah joglo dengan model masjid keraton

kasepuhan Cirebon, luas bangunan 7.867 m2. Bangunan ini terdiri : ruang

pameran, pendapa kecil, pendapa besar, gandok kiri dan kanan, gudang,

laboratorium, ruang konsevasi, perpustakaan, audotorium, dan perkantoran.

Page 81: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

63

Gambar : 4.8

Wayang Wahyu Koleksi Museum Sono Budoyo (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Berdasarkan pengamatan peneliti ketika melakukan observasi di museum

Sono Budoyo Yogyakarta, di Ruang Wayang yang terletak di belakang ruang

utama, tersimpan koleksi aneka wayang sebagai berikut: Wayang kulit gaya

Yogyakarta, sumber ceritanya berasal dari Kitab Mahabarata dan Ramayana,

Wayang Suluh, yang menceritakan perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia,

Wayang kulit Gedhog, bersumber dari cerita Panji, Wayang Diponegoro, karya

RM Kuswadji KS dari Yogyakarta, dibuat pada tahun 1985, dengan cerita Babad

Diponegoro, Wayang Wahyu, hasil karya Bapak Sutadi BS dari Surakarta.

Mengambil cerita dari kitab perjanjian lama dan perjanjian baru (kelahiran Yesus,

dll), Wayang Kancil, yang bercerita tentang hewan-hewan (fabel). Dibuat oleh

Babah Bo Liem pada tahun 1925, wayang Sadat karya Bapak Suryadi BA yang

beralamat di Trucuk, Klaten, dibuat tahun 1992; bercerita tentang Babad Demak

dan Babad Tanah Jawi, Wayang Cina; bercerita tentang Babad Cina, Kapiten

Liem Kie Tjwan tahun 1850, simpingan wayang kulit Purwa, yang terdiri dari:

Page 82: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

64

144 wayang, sebuah kelir atau layar, lampu blencong dan gedebog pisang (untuk

menancapkan wayang), wayang kulit Purwa gaya Bali, wayang Golek Purwa dari

Pasundan Jawa Barat, yang mengambil cerita dari kitab Mahabarata dan

Ramayana, wayang Klithik, diciptakan oleh Paku Buwono II, dengan cerita

bersumber dari Serat Damarwulan, wayang Dupara, wayang Golek Menak dari

Tegal, Jawa Tengah dengan sumber cerita Serat Menak, wayang Golek Menak

dari Krawang, Jawa Barat. Jenis Panakawan yang dimiliki adalah panakawan gaya

Yogyakarta, koleksi ini berada di bagian khusus koleksi-koleksi wayang lainnya.

Berdasarkan pengamatan peneliti, koleksi panakawan yang dimiliki

museum ini dipajang dalam figura kaca berbentuk persegi panjang dikemas

seperti pada saat pagelaran wayang kulit lengkap dengan kelir, lampu blencong,

dan panakawan ditancapkan pada gedebog pisang imitasi. Panakawan di

posisikan di tengah-tengah kelir, sedangkan pada kiri dan kanannya terdapat

gunungan dan beberapa wayang yang dijejer (lihat gambar : 4.27). Bagian koleksi

panakawan ini terdapat pada ruang di belakang ruang utama.

Panakawan koleksi museum Sono Budoyo ini masih terlihat baik. Hal ini

terlihat dari warna cat yang masih jelas dan tidak ada yang mengelupas. Selain itu,

lampu blencong yang ada selalu dihidupkan pada jam kunjung, sehingga dapat

menerangi bagian koleksi panakawan. Meskipun pada ruang pamer khusus

wayang ini lebih gelap dari ruang-ruang pamer yang berada di depan.

Page 83: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

65

Gambar : 4.9

Semar Gaya Yogyakarta Koleksi Museum Sono Budoyo (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar : 4.10

Gareng Gaya Yogyakarta Koleksi Museum Sono Budoyo (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Page 84: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

66

Gambar : 4.11

Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi Museum Sono Budoyo (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar : 4.12

Bagong Gaya Yogyakarta Koleksi Museum Sono Budoyo (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Page 85: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

67

Gambar : 4.13

Panakawan Gaya Yogyakarta Koleksi Museum Sono Budoyo (Sumber : Dokumentasi Pribadi

4.1.2.3 Koleksi Wayang Museum Wayang Kekayon Yogyakarta

Gambar : 4.14

Museum Wayang Kekayon Yogyakarta (Sumber : Dokumentasi pribadi)

Museum Wayang Kekayon (selanjutnya ditulis museum WKY) adalah

museum mengenai wayang yang ada di kota Yogyakarta, tepatnya di Jl. Raya

Yogya-Wonosari Km. 7, kurang lebih 1 km dari Ring Road Timur. Kompleks

Page 86: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

68

bangunan seluas 1,1 ha dibuat sesuai dengan arsitektur Jawa tradisional dan

didominasi oleh bentuk Joglo. Kompleks Museum terdiri atas 1 (satu) ruang

auditorium dengan fasilitas audio visual digunakan untuk penjelasan awal bagi

pengunjung serta sepuluh unit bangunan museum. Ada ruang lebih besar bernama

Pendopo, digunakan untuk menampung kegiatan-kegiatan sosial seperti

pernikahan, pameran seni, rapat dan kinerja bayangan wayang.Museum yang

didirikan pada tahun 1990 ini memiliki koleksi berbagai wayang dan topeng serta

menampilkan sejarah wayang yang diperkenalkan mulai dari abad ke-6 sampai

abad ke-20. Wayang-wayang di dalam museum ini terbuat baik dari kulit, kayu,

kain, maupun kertas (Sumber : http/museum wayang kekayon.com)

Gambar : 4.15

Salah Satu Ruang Pamer Museum Wayang Kekayon (Sumber : http/museum wayang kekayon.com)

Berdasarkan pengamatan peneliti secara langsung di museum Wayang

Kekayon ini, terdapat koleksi beberapa jenis wayang, seperti: Wayang Purwa,

Wayang Madya (menceritakan era pasca perang Baratayuda), Wayang Thengul,

Wayang Klithik (mengisahkan Damarwulan dan Minakjinggo), Wayang Beber,

Page 87: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

69

Wayang Gedhog (cerita Dewi Candrakirana), Wayang Suluh (mengenai sejarah

perjuangan kemerdekaan Indonesia), dan lain lain. Berkaitan dengan wayang

purwa, museum ini memiliki beberapa poster yang menggambarkan strategi

perang yang dipakai dalam perang Baratayuda antara keluarga Pandawa dan

Kurawa, yaitu: strategi Sapit Urang dan strategi Gajah.

Di dalam gedung pameran wayang unit 7, terdapat koleksi Wayang Jawa,

Wayang Tutur, Wayang Transparant gaya Surakarta, Wayang Diponegaran,

Wayang Golek Purwo, Wayang Golek Cepak, Wayang Golek Sunda Mini,

Wayang Sunda, Wayang Sejati (Wisnuwardhana), Wayang Wong Dewi Trijata.

Koleksi wayang di museum ini adalah 100 personifikasi dari Kurawa, musuh

Pandawa, dan Wayang Golek berusia 250th yang berasal dari Jepara. Ada juga

boneka dengan kostum secara rinci mewakili karakter dari kinerja Ramayana

Ballet, seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan lain-lain.

Menurut pengamatan peneliti, Museum Wayang Kekayon memiliki

koleksi wayang yang cukup banyak dari seluruh kawasan Nusantara dan

mancanegara yang terdapat di dalam sepuluh unit bangunan museum yang terdiri

atas : Wayang Purwa gaya Yogyakarta termasuk di dalamnya adalah tokoh

panakawan, khusus tokoh panakawan gaya Yogyakarta berada ditempat paling

belakang, wayang Purwa gaya Surakarta, Wayang Madya dan Gedhog, Wayang

Klithik, Krucil, dan Beber, Wayang Madura, Dupara, Kartasuran, Kidang

Kencana, Wayang Bali, Suluh, Golek Menak, Golek Tengul, dan lain-lain,

Wayang Jawa, Tutur, Diponegaran, Golek Cepak, Sejati, dan lain-lain, Aneka

Topeng, Yogya, Bali & aneka kesenian tradisional, Wayang Kontemporer,

Page 88: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

70

Wayang Thailand, Amerika, India, Wayang satu abad khusus Kraton, dan lain-

lain. Koleksi masterpiece adalah wayang kulit seratus kurawa dan koleksi yang

unik lainnya adalah hubungan zodiak/ bintang anda dengan tokoh wayang.

Berdasarkan pengamatan peneliti, koleksi panakawan yang dimiliki

museum WKY ini lebih dari satu versi panakawan. Panakawan yang ada pada

museum ini panakawan gaya Yogyakarta, panakawan gaya Surakarta dan

panakawan madya Surakarta. Panakawan terdapat pada ruang pamer unit 2 dan

ruang pamer paling belakang. Pada ruang pamer unit 2 terdapat panakawan dalam

berbagai adegan,ada panakawan yang terlihat unik dan berbeda dari panakawan

lainnya, yaitu Panakawan Madya Surakarta yang terdiri dari Semar, Gareng,

Petruk dan Bagong ini mempunyai warna tubuh biru, tidak seperti warna yang

biasanya digunakan sebagai warna tubuh seperti warna coklat, perada atau hitam.

Hal ini yang membuat Panakawan gaya ini unik dan menarik. Panakawan ini

memakai sarung berwarna dasar hitam dan ornament berwarna kuning, pada

sarung Semar terdapat ornament kawung, Sarung Petruk, Gareng dan Bagong

terdapat ornamen tumpal, (lihat gambar : 4.30).

Selain Panakawan Madya Surakarta, pada ruang pamer unit 2 juga terdapat

panakawan dalam adegan di Pancawati yang menghadirkan Prabu Rama, Raden

Lesmana, Patih Sugriwo, Raden Anggada, Raden Anila, Raden Senggana dan

juga panakawan Gareng dan Petruk (lihat gambar : 32 dan 33). Pada adegan

Senggana Duta tersebut, panakawan Gareng dan Petruk bertubuh tegak dengan

warna coklat kekuningan pada tubuh dan memakai sarung berwarna dasar coklat

tua dengan ornament berbentuk segitiga berwarna coklat muda. Masih diruang

Page 89: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

71

pamer unit 2, terdapat panakawan Limbuk dan Cangik gaya Surakarta dalam

adegan Jejeran Negara astina.

Pada ruang pamer terakhir, yaitu berada di bagian paling belakang

museum ini terdapat koleksi panakawan gaya Yogyakarta yang dikemas satu-satu

dalam figura kaca berbentuk persegi panjang yang diposisikan secara vertikal,

berwarna biru dan background berwarna hijau. Pada pemasangannya, dimulai dari

Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Berikut gambar-gambar panakawan koleksi

museum Wayang Kekayon :

Gambar : 4.16 Wayang Madya Surakarta

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Page 90: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

72

Gambar : 4.17

Wayang Purwa Gaya Surakarta Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar : 4.18 Panakawan era Ramayana Adegan di Pancawati

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Page 91: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

73

Gambar : 4.19

Panakawan Era Ramayana Adegan di Pancawati Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar : 4.20

Semar gaya Yogyakarta Koleksi Museum Wayang Kekayon Sumber : Dokumentasi Pribadi

Page 92: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

74

Gambar : 4.21

Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon Yogyakarta Sumber : Dokumentasi pribadi

Gambar : 4.22

Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon Yogyakarta Sumber : Dokumentasi Pribadi

Page 93: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

75

Gambar : 4.23

Bagong Gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon Yogyakarta Sumber : Dokumentasi Pribadi

4.1.2.4 Koleksi Wayang dalang Ki Sudiharjo Jepara

Ki Sudiharjo tinggal di desa Kelet, kecamatan Keling, kabupaten Jepara.

Desa Kelet terletak di daerah perbatasan antara Jepara dan Pati. Kelet adalah

daerah pesisir pantai Utara. Ada sekitar 40 RT dan 5 Rw yang ada di Desa Kelet.

Sekitar 65% warga desa Kelet bermatapencarian sebagai pedagang, 15% sebagai

petani, 10% sebagai wirausaha dan tukang, sedangkan 10% sebagai PNS.

meskipun berbeda-beda status dan matapencaharian warga desa Kelat tetap hidup

rukun berdampingan.

Secara keseluruhan penduduk desa Kelet beragama Islam, sekitar 15%

beragama Kristen. Tempat untuk masing-masing penduduk berbeda agama ini

tidak digabungkan dalam satu komplek melainkan untuk penduduk beragama

Kristen bermukim di Persil, yaitu tempat yang bersebelahan dengan pemukiman

penduduk beragama Islam, tetapi masih satu desa yaitu desa kelet.

Page 94: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

76

Penduduk desa Kelet sangat agamis dan penuh rasa solidaritas terhadap

umat beragama. Hal ini terlihat dari kebanyakan anak-anak bersekolah di sekolah

Islami seperti MI, MTs, dan Madrasah Aliyah. Tetapi masih ada yang bersekolah

di Sekolah Dasar Negeri yang kebanyakan siswa dan guru-gurunya beragama non

Islam. Dalam bertetangga, penduduk desa Kelet masih menjunjung tinggi gotong

royong dan kekeluargaan. Namun seperti kehidupan di pedesaan lainnya warga

masyarakat di desa Kelet belum bisa sepenuhnya menerima berubahan-perubahan

yang dibawa dari perkotaan, seperti gaya-gaya remaja yang nyentrik dan gaul

dalam istilah sekarang ini. Warga masyarakat desa Kelet masih mengangap tabu

tentang pacaran. Sehingga jika anak gadisnya atau anak laki-lakinya sudah

mengenal lawan jenis, mereka segera menikahkannya. Oleh karena itu

kebanyakan remaja di desa Kelet menikah di usia kurang dari 20th. Kesadaran

akan pentingnya menempuh pendidikan tinggipun sangat kurang. Pemuda-

pemuda di desa Kelet bekerja di luar kota, seperti Jakarta, Kalimantan dan

menjadi TKW atau TKI ke luar negeri.

Ki Sudiharjo (67th) terakhir mendalang pada tahun 1976. Ia memperoleh

nafkah sehari-hari dengan menyewakan wayang kulit purwa. Saat ini Ki Sudiharjo

tidak lagi bekerja sebagai seorang dalang maupun pekerjaan lainnya. Ia menikmati

masa tuanya bersama keluarganya di desa Kelet. Menurut Ki Sudiharjo, jenis

wayang kulit yang dimilikinya adalah wayang kulit gaya Pesisiran. Ia

memesannya dari perajin di daerah Solo. Meskipun ia adalah seorang dalang, kini

ia tidak lagi menerima tanggapan dikarenakan usia yang sudah tua. Ki Sudiharjo

sudah tidak jelas dalam berbicara dan penglihatannya sudah sangat berkurang.

Page 95: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

77

Kini ia mewariskan kepiawaiannya dalam mendalang kepada beberapa muridnya

yang juga merupakan dalang yang sering mendapat tanggapan di desa Kelet dan

sekitarnya.

Koleksi wayang yang dimiliki Ki Sudiharjo ada satu kotak yang terdiri

lebih dari 147 buah wayang. Ia juga memiliki koleksi wayang Arjuna dan Bima

gaya Yogyakarta dan beberapa wanda. Koleksi Ki Sudiharjo diantaranya adalah

panakawan dari pihak pandawa yaitu Semar, Gareng, Petruk, Bagong dan

panakawan pihak kurawa yaitu, Togog dan Mbilung. Ada juga tokoh lain seperti

Limbuk, Cangik, buta dan dewa.

Menurut Ki Sudiharjo panakawan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong

yang dimiliki adalah panakawan gaya Pesisiran, ia memesan wayang koleksinya

dari Solo sekitar taun 60-an. Ki Sudiharjo hanya mempunyai satu jenis panakawan

saja, yaitu gaya Pesisiran yang disimpan dalam kotak bersama dengan koleksi

wayang lainnya. Hal ini dikarenakan Ki Sudiharjo sudah tidak mendalang lagi,

sehingga koleksi wayang yang dimiliki hanya dijadikan satu dalam kotak. Sekitar

satu tahun sekali wayang-wayang tersebut dikeluarkan dari kotak dan dibersihkan

agar awet, karena wayang koleksi Ki Sudiharjo sering di sewa setiap ada

pagelaran wayang di desa Kelet, Mojo dan sekitarnya. Namun dikarenakan usia

dan kurangnya perawatan, panakawan yang dimiliki sudah tidak terlalu bagus

lagi, banyak cat yang sudah mengelupas. Berikut panakawan koleksi Sudiharjo

Jepara :

Page 96: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

78

Gambar : 4.24

Panakawan koleksi Sudiharjo Jepara Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar : 4.25

Semar gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar : 4.26

Gareng gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara Sumber : Dokumentasi Pribadi

Page 97: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

79

Gambar : 4.27

Petruk gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara Sumber : dokumentasi Pribadi

Gambar : 4. 28

Bagong gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara (Sumber : dokumentasi pribadi)

Page 98: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

80

4.2 Keanekaragaman Bentuk Panakawan Wayang Kulit Purwa

4.2.1 Perbentukan Tokoh

4.2.1.1 Semar

Berikut ini adalah keanekaragaman panakawan Semar yang dikaji oleh

peneliti, meliputi Semar gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo,

Semar gaya Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo, Semar Madya Surakarta

dan Semar gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon Yogyakarta dan

Semar gaya pesisiran koleksi Ki Sudiharjo Jepara yang meliputi bentuk tubuh,

mata, hidung dan mulut.

Perbentukan tokoh Semar gaya Surakarta koleksi Museum Radya Pustaka

Surakarta adalah tubuh tegak, pendek, bokong besar. Hidung pesek, mulut lebar

dan terbuka dengan satu gigi di rahang bagian bawah, telinga lebar, memakai

anting berwarna kuning, memakai sumping berupa bunga berwarna biru dan

putih, memakai gelang tangan berwarna kuning, badan tegak agak kurus, pada

buah dadanya terdapat dua lekukan/garis di bagian bawah dan atas, kedua kaki

sejajar, wajah lebar dengan garis-garis lengkung di sudut hidung dan dahi dan

wajah mendongak ke atas, lekukan pada dagunya terdiri dari empat lekukan/garis,

memaki kain bang bintulu yang terdiri dari empat warna, yaitu merah, putih, biru

dan kuning, memakai uncal, memakai sabuk yang terdiri dari dua tingkatan,

tingkatan pertama terdiri dari lima sunggingan yaitu merah, kuning, putih, biru

keputih-putihan,dan biru dan tingkatan kedua berwarna merah dengan ornament

berupa belah ketupat dan titik-titik/garis berbentuk silang, kelima jari tangan

kanan terbuka (lihat Gambar : 4.4).

Page 99: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

81

Bentuk mata Semar adalah rembesan dengan garis sudut mata yang

melengkung ke atas. Terdapat pula lingkaran mata berupa garis lengkung yang

mengelilingi mata. Alis mata tebal dan pendek. Mata terdiri dari tiga tingkatan,

bagian terluar yaitu kornea mata yang berbentuk setengah lingkaran berwarna

kuning, pupil atau bola mata yang berbentuk setengah lingkaran berwarna merah

dan dan lingkaran hitam di tengah-tengah bola mata (Gambar : 4.30). Hal ini

memberi kesan bahwa Semar sedang melirik ke atas. Keseluruhan dari bentuk

mata terdapat outline berwarna merah. Bentuk mata Semar tersebut memberi

kesan sayu dan tenang pada wajah Semar.

Bentuk hidung Semar besar dan lebih ke dalam, pada sudut hidung

terdapat dua garis lengkung sejajar yang membelah antara mata dan mulut

(Gambar : 4.31). Adanya garis tersebut memberikan kesan dinamis pada wajah

Semar. Garis-garis pada wajah Semar membuat wajah Semar terlihat tua. Pada

hidung Semar gaya Surakarta ini pipi bagian belakang kelihatan, ini karena wajah

Semar mengahadap ¼ bagian. Hal ini memberi kesan Semar semakain terlihat

gemuk.

Bentuk mulut Semar pada rahang bagian bawah lebih panjang dari rahang

bagian atas, mulut agak terbuka dan terdapat satu gigi di rahang bawah,

mempunyai kumis-kumisan, pada sudut bibir terdapat garis lengkung berbentuk

ulir (Gambar : 4.32). Mulut Semar tersenyum dan cabik. Pada dagu terdapat tiga

lekukan/garis. Outline tidak begitu tegas, hanya berupa garis yang sangat tipis.

Bentuk mulut Semar ini membuat wajah Semar terlihat ceria seperti kanak-kanak.

Page 100: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

82

Tubuh Semar gaya Surakarta ini tegap dan wajah mendongak ke atas. Raut

wajah Semar terlihat tua namun ekspresinya terkesan kekanak-kanakan. Pada

bahu kanan lebih keatas hingga sejajar dengan telinga, hal ini juga memberi kesan

tegap pada tubuh Semar. Ukuran telingapun lebih besar dan lebar. Secara

keseluruhan, Semar gaya Surakarta Koleksi Museum Radya Pustaka Solo ini

terkesan tegas dan lebih ramping, seperti halnya tokoh-tokoh wayang kulit gaya

Surakarta yang ramping sehingga memudahkan dalang untuk memainkannya.

Menurut pendapat penulis, figur Semar gagak Surakarta koleksi museum

Radya Pustaka Solo memiliki kesan sedikit lebih tegas karena posisi badannya

yang tegak, dan memiliki genggaman tudingan yang menunjuk dengan jari

telunjuk yang berkesan kasar.

Gambar : 4.29 Bentuk tubuh Semar RPS

Gambar oleh Penulis

Page 101: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

83

Gambar : 4.30

Bentuk Mata Semar gaya Surakarta Koleksi Museum RPS Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.31 Bentuk Hidung Semar gaya Surakarta Koleksi Museum RPS

Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.32 Bentuk Mulut Semar gaya Surakarta Koleksi Museum RPS

Gambar oleh Penulis

Selanjutnya adalah panakawan gaya Yogyakarta koleksi museum SBY.

Perbentukan Semar gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY tampak tubuh lebih

tegak dan pendek, rambut berwarna hitam, jambul putih, warna tubuh hitam,

memakai jarik poleng (motif kotak-kotak) berwarna putih dengan garis-garis

Page 102: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

84

berwarna hitam, tangan bagian kiri kedepan, jari telunjuk menunjuk ke bawah,

tangan bagian belakang diatas bokong, jari-jari menghadap ke depan, tubuh tegak,

wajah menengadah, mulut terbuka dengan satu gigi di bagian bawah, memakai

anting cabe merah, memakai gelang tangan berwarna merah putih (lihat Gambar :

4.33).

Pada Semar gaya Yogyakarta ini warna tubuhnya sama dengan Semar

gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo yaitu badan berwarna hitam

dan wajah putih. Meskipun sama-sama Semar gaya Yogyakarta, tetapi Semar

gaya Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo ini tidak sama dengan Semar

gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon. Pada pewarnaan saja sudah

jauh berbeda, pada Semar koleksi museum Sono Budoyo ini menggunakan warna

hitam dan putih pada tubuh dan wajahnya, sedangkan Semar koleksi museum

wayang kekayon menggunakan warna perada pada tubuh dan wajahnya. Semar

gaya Yogyakarta ini, pada dagunya terdapat dua garis/lekukan, hal ini sama

dengan Semar gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon. Pada dahinya

juga tidak ada garis-garis kerutan seperti ketiga gagrak lainnya. Ukuran tubuhnya

pun berbeda, Semar gaya ini lebih kecil daripada Semar koleksi Wayang

Kekayon. Persamaan yang ada pada keduanya adalah pada tangan kiri jari

telunjuk menunjuk, sedang jari tangan lainnya menggenggam.

Bentuk mata pada Semar gaya Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo

ini juga sangat berbeda dengan ketiga gagrak sebelumnya, Semar gaya ini

mempunyai bentuk mata yang berupa garis dengan bola mata berbentuk setengah

lingkaran (Gambar : 4.34), kelopak mata besar dengan garis lengkung pada sudut

Page 103: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

85

mata yang tegas. Alis mata melengkung tajam dengan ujung garis yang

melengkung ke atas. Bentuk mata seperti ini memberi kesan tegas dan penuh

wibawa pada wajah Semar. Mata Semar gaya ini terdiri dari tiga lapisan, lapisan

pertama pupil mata berwarna hitam, lapisan kedua berwarna merah, lapisan ketiga

berwarna coklat.

Bentuk hidung pada Semar gaya ini hanya berupa garis lengkung

berbentuk ulir (Gambar : 4.35). Letak hidung lebih ke dalam, sehingga pipi bagian

samping kelihatan, selain itu pada ujung ulir pada hidung juga terdapat garis yang

berkelok ditengah-tengah bagian mata dan mulut. Hal ini sama dengan Semar

gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo. Hanya saja hidung Semar

gaya Surakarta lebih besar dan pendek. Jarak antara dahi dengan mulut juga cukup

jauh, berbeda dengan Semar gaya pesisiran yang lebih dekat, selain itu juga Semar

gaya Pesisiran dahinya lebih panjang.

Bentuk mulut Semar gaya Yogyakarta ini juga berbeda dengan mulut

Semar dari ketiga gagrak lainnya, mulut Semar gaya ini lebih kecil dan tipis.

Mulutnya terbuka dengan satu gigi dibagian bawah (Gambar : 4.36). Persaman

yang ada dari ke empat gagrak tersebut adalah adanya satu gigi di rahang bagian

bawah. Bibir Semar gaya ini pada bagian bawah lebih panjang daripada bibir

bagian atas. Hampir sama dengan bibir Semar gaya Surakarta yang juga bibir pada

bagian bawah lebih panjang dari pada bibir bagian atas.

Page 104: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

86

Gambar : 4.33 Bentuk tubuh Semar koleksi SBY

Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.34

Mata Semar gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY Gambar oleh Penulis

Page 105: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

87

Gambar : 4.35 Hidung Semar gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY

Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.36

Mulut Semar gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY Gambar oleh Penulis

Museum wayang kekayon memiliki dua koleksi panakawan Semar,

Gareng, Petruk, Bagong, yaitu gaya Yogyakarta dan panakawan madya Surakarta.

Pada penggambaran tokoh Semar gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang

Kekayon Yogyakarta adalah bokong Semar lebih besar, tubuh pendek dan gemuk,

tangan bagian belakang menggenggam, sedangkan jari telunjuk menunjuk ke atas,

kelima jari tangan kanan terbuka, wajah menengadah, kaki sejajar, memakai

anting cabe berwarna hijau, memakai sarung bermotif kawung, memakai gelang

tangan berwarna merah dan putih (lihat Gambar : 4.37). Sedangkan Semar Madya

Surakarta koleksi museum WKY memiliki proporsi tubuh yang lebih besar (lihat

Page 106: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

88

Gambar : 4.16), wajah menengadah ke atas, bibir bagian bawah lebih panjang dari

pada bibir bagian atas. Semar gaya ini terlihat unik karena memiliki tubuh yang

berwarna biru. Semar gaya ini juga mempunyai kuncung, tetapi tidak berwarna

putih seperti pada Semar gaya Yogyakarta koleksi museum WKY, melainkan

berwarna hitam, perut buncit dengan bokong yang besar, lebih besar daripada

Semar gaya Yogyakarta koleksi museum WKY.

Bentuk wajah Semar gaya Yogyakarta koleksi museum wayang Kekayon

ini lebih pendek dan lebar , pada dahi terdapat tiga lekukan yang memberi kesan

bahwa Semar selalu tampak sedang berfikir. Pada Semar gaya madya Surakarta

koleksi museum WKY kepala lebih kecil. Jika dagu pada Semar gaya Surakarta

koleksi museum RPS dan Semar gaya pesisiran bulat, maka Semar gaya

Yogyakarta dan gaya madya Surakarta koleksi museum WKY ini lebih lonjong.

Bentuk mata Semar gaya Yogyakarta WKY ini rembesan, hampir mirip

dengan bentuk mata Semar gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo.

Hanya bedanya mata Semar gaya ini lebih sempit. Mata Semar ini terdiri dari tiga

tingkatan yaitu tingkatan pertama pada bagian terluar berwarna perada, tingkatan

kedua berwarna putih, dan tingkatan ketiga bola mata berwarna merah (Gambar :

4.38). Pada bagian atas mata sebelum alis terdapat dua garis lengkung, sedangkan

alis mata tebal dan pendek. Jika dibandingkan dengan kedua gagrak sebelumnya,

mata Semar gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon ini lebih tampak

sayu. Sedangkan bentuk mata Semar gaya madya Surakarta memiliki mata yang

lebih besar dan lebih lebar dari mata Semar gaya Yogyakarta koleksi museum

WKY. Pada ujung mata terdapat suluh mata. Alis mata panjang dan tebal, tetapi

Page 107: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

89

lebih tebal alis mata pada Semar Yogyakarta koleksi museum WKY. Jika Semar

gaya Yogyakarta memiliki tiga lapisan warna, mata Semar gaya ini terdiri dari

empat lapisan warna. Lapisan pertama, pipil mata berwarna hitam, lapisan kedua

berwarna jingga, lapisan ketiga berwarna kuning, lapisan keempat berwarna

merah (Gambar : 4.41).

Hidung berbentuk ulir, menonjol ke luar (Gambar : 4.39). Seperti hidung

Semar pada gaya Surakarta, pada hidung Semar gaya Yogyakarta ini juga terdapat

dua garis diagonal yang membelah antara mata dan mulut yang berawal dari sudut

hidung. Namun tidak terlalu panjang seperti halnya pada Semar gaya Surakarta.

Antara dahi dan hidung dihubungkan oleh lekukan yang cukup dalam, sehingga

membuat hidung Semar lebih mancung dari pada dahi. Sedangkan pada hidung

Semar gaya Madya Surakarta hampir sama dengan hidung Semar gaya Yogyakrta

koleksi museum WKY, kecil, tetapi tidak terdapat ulir dan terdapat dua garis yang

melengkung dari liang hidung hingga ke ujung mulut. Hanya saja wajah Semar

gaya ini pipi bagian belakang agak terlihat, sehingga hidung Semar gaya ini lebih

ke tengah (Gambar : 4. 42) .

Mulut Semar gaya Yogyakarta koleksi Museum Wayang Kekayon, mulut

panjang dan mengatup, bibir bagian atas dan bawah sejajar, janggut menonjol

kedepan, mulut mengatup, gigi satu dibagian bawah. Mulut Semar gaya

Yogyakarta koleksi museum Wayang kekayon ini lebih tipis jika dibanding

Wayang gaya Surakarta maupun gaya Pesisiran. Seperti tampak pada gambar,

mulut Semar mengatup dengan satu gigi terlihat menonjol keluar (Gambar : 4.40).

Pada sudut bibir terdapat lekukan melingkar yang tidak terdapat pada gaya

Page 108: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

90

Surakarta maupun gaya Pesisiran. Bibir bagian atas lebih tipis dari pada bibir

bagian bawah. Antara hidung dan bibir bagian bawah terdapat jarak yang panjang.

Sedangkan bibir Semar gaya Madya Surakarta lebar dengan satu gigi di bagian

bawah, bibir bagian bawah lebih panjang dari bibir bagian atas (lihat gambar

4.43). Hal ini sama dengan bibir Semar gaya Yogyakarta koleksi museum WKY.

Gambar : 4.37

Bentuk tubuh Semar gaya Yogyakarta WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.38

Mata Semar gaya Yogyakarta Koleksi Museum WKY

Page 109: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

91

Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.39

Hidung Semar gaya Yogyakarta Koleksi Museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.40

Mulut Semar Gaya Yogyakarta Koleksi Museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.41

Mata Semar gaya Madya Surakarta koleksi museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.42

Hidung Semar gaya Madya Surakarta koleksi museum WKY Gambar oleh Penulis

Page 110: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

92

Gambar : 4.43

Mulut Semar gaya Madya Surakarta koleksi museum WKY Gambar oleh Penulis

Pada tokoh Semar Gaya Pesisiran bentuk tubuh lebih pendek, kepala dan

badan menyatu tanpa leher, tubuh berwarna prada, memakai kain bermotif

kawung berwarna putih dengan garis-garis hitam, memakai gelang tangan

berwarna merah putih, kaki lebih pendek, kelima jari tangan kanan terbuka, Jari

telunjuk tangan kiri menunjuk, wajah menghadap ke depan, mulut terbuka dengan

satu gigi, wajah putih, berkuncung putih, memakai sumping bermotif daun,

memakai anting di hidung, dagu terdiri dari tiga lekukan/garis (Gambar : 4.25).

Bokong pada Semar gaya Pesisiran ini lebih rendah dan lebih lonjong

dibanding Semar gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo. Pada

Semar gaya ini tubuhnya juga lebih pendek, dan perut lebih besar. Jika Semar

gaya Surakarta Koleksi museum Radya Pustaka Solo panjang tangan hingga

sejajar dengan telapak kaki maka Semar gaya Pesisiran Koleksi Ki Sudiharjo ini

tangan lebih pendek hanya sampai mata kaki (Gambar : 4.58).

Mata Semar gaya Pesisiran koleksi Ki Sudiharjo sangat berbeda dengan

Semar koleksi Museum Radya Pustaka Solo, mata Semar gaya ini besar dan

hanya berupa bulatan dengan garis atau lekukan di sudut mata yang sangat kecil

Page 111: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

93

dan tipis. Mata Semar gaya ini terdiri dari dua tingkatan, tingkatan pertama

berwarna merah dan tingkatan kedua yaitu bola mata berwarna hitam (Gambar ;

4.45). Alis mata berupa garis lengkung yang kecil, tipis dan panjang melebihi

ukuran mata. Jika Semar gaya Surakarta pada dahi Semar halus dan hanya ada

garis horizontal yang merupakan guratan pada tengah-tengah dahi, Semar gaya

pesisiran ini memiliki dahi dengan delapan garis lekukan vertikal yang

melengkung dari rambut ke dahi. Garis tersebut tebal, jelas, dan tersusun secara

teratur. Bentuk dahi pun berbeda dengan bentuk dahi Semar gaya Surakarta. Dahi

Semar gaya Pesisiran lurus ke depan sedang Semar gaya Surakarta melengkung

sehingga menonjol ke depan.

Bentuk mulut Semar gaya ini terbuka dengan satu gigi di bagian bawah,

kumis-kumisan, rahang bagian bawah lebih lebar (Gambar ; 4.46). Pada mulut

Semar gaya pesisiran ini lebih kecil jika dibandingkan Semar gaya Surakarta

koleksi museum Radya Pustaka Solo. Terdapat lekukan di bawah bibir, sehingga

dagu tidak menonjol ke depan. Tidak seperti Semar gaya Surakarta yang dagunya

menonjol ke depan. Pada dagu terdapat tiga lekukan/garis dengan garis outline

yang tegas. Pada kumis-kumisan juga menggunakan garis yang tebal dan panjang

hingga melebihi bibir bagian bawah.

Hidung Semar gaya Pesisiran ini lebih kecil dan menonjol ke luar, tidak

seperti hidung Semar gaya Surakarta yang berada lebih ke dalam dan pipi bagian

belakang kelihatan menonjol (Gambar : 4.47). Wajah Semar gaya ini diposisikan

menyamping, sehingga hanya terlihat bagian samping saja. Sedangkan Semar

gaya Surakarta memiliki wajah dengan sudut pandang ¾ bagian, sehingga bagian

Page 112: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

94

pipi yang lainnya sedikit terlihat. Pada bagian dari dahi ke hidung terdapat

lekukan yang cukup dalam, sehingga hidung Semar sejajar dengan dahi. Pada

Hidung Semar gaya Pesisiran ini pada lubang hidung terdapat anting-anting

berwarna perada. Hal ini tidak ada pada Semar gaya Surakarta.

Gambar : 4.44

Bentuk Tubuh Semar koleksi Sudiharjo Jepara Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.45

Mata Semar gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara Gambar oleh Penulis

Page 113: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

95

Gambar : 4.46 Mulut Semar gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara

Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.47

Hidung Semar gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara Gambar oleh Penulis

Berdasarkan pengamatan peneliti dari penjelasan di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan pada perbentukan Semar

berbagai versi di atas. Perbedan yang mencolok terdapat pada Semar gaya

Pesisiran dengan ketiga gagrak lainnya. Pada Semar gagrak Pesisiran bentuk

tubuh lebih tegak dan lebih ramping dibanding gagrak lainnya yang rata-rata

tubuhnya melebar. Selain perbedaan pada postur tubuh, perbedaan juga terdapat

pada bentuk mata, hidung dan mulut.

Secara keseluruhan bentuk mata Semar memang berbentuk rembesan,

namun pada setiap mata terdapat perbedaan pada lapisan dalam mata. Pada mata

Semar gaya Surakarta koleksi museum RPS, mata terdiri dari tiga tingkatan,

bagian terluar yaitu kornea mata yang berbentuk setengah lingkaran berwarna

Page 114: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

96

kuning, pupil atau bola mata yang berbentuk setengah lingkaran berwarna merah

dan dan lingkaran hitam di tengah-tengah bola mata, sehingga memberi kesan

Semar melirik ke atas. Mata Semar gaya Yogyakarta koleksi museum SBY

mempunyai terdiri dari tiga lapisan, lapisan pertama pupil mata berwarna hitam,

lapisan kedua berwarna merah, lapisan ketiga berwarna coklat. Sedangkan pada

Semar gaya Yogyakarta koleksi museum WKY dan Semar gaya Pesisiran

masing-masing mempunyai tiga lapisan mata dan dua lapisan mata.

Pada hidung hampir semua mempunyai bentuk hidung yang sama, hanya

saja pada Semar gaya Pesisiran memakai anting-anting hidung. Pada bentuk

Mulut juga hampir sama pada semua gagrak, perbedaannya hanya pada menutup

dan membuka saja. Pada Semar gaya Surakarta koleksi museum RPS, Semar gaya

Yogyakarta koleksi museum SBY dan Semar gaya Pesisiran mulut terbuka

sedangkan Semar gaya Yogyakarta koleksi museum WKY mulut semar

mengatup. Persamaan lainnya terdapat pada gigi, Semar berbagai versi di atas

mempunyai satu gigi yang terlihat, baik mulut mengatup maupun terbuka.

Postur tubuh Semar berbagai versi di atas juga berbeda-beda satu dengan

lainnya. Semar gaya Yogyakarta koleksi museum SBY mempunyai portur tubuh

yang paling besar diantara Semar gaya lainnya. Ia juga mempunyai bokong dan

perut yang sama besarnya. Sedangkan postur tubuh yang paling kecil adalah

Semar gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara. Menurut Sudiharjo, informan

peneliti, Semar gaya Pesisiran yang dimilikinya memang lebih kecil daripada

Semar gagrak Yogyakarta, hal ini dikarenakan untuk memudahkan dalang ketika

memainkan wayang. Kebanyakan wayang yang diminati para dalang adalah gaya

Page 115: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

97

Pesisiran dan Surakarta, karena bentuknya yang ramping, sehingga tidak

menyulitkan dalang ketika memainkannya.

Dilihat dari ekspresi wajah Semar, Semar gaya Pesisiran terlihat lebih

muda karena tidak terdapat guratan-guratan pada wajahnya seperti pada ketiga

gagrak lainnya, yaitu Semar gaya Surakarta koleksi museum RPS, Semar gaya

Yogyakarta koleksi museum SBY dan Semar gaya Yogyakarta koleksi museum

WKY yang terdapat garis-garis pada wajahnya sehingga terkesan seperti kerutan

pada wajah yang menandakan lanjut usia. Selain itu juga Semar gaya Pesisiran

mempunyai mulut yang terbuka lebar yang terlihat seperti tertawa, sehingga

ekspresi wajahnya terlihat lebih cerah dan ceria.

4.2.I.2 Gareng

Keanekaragaman bentuk selanjutnya adalah Nala Gareng. Berikut adalah

kajian estetika visual Gareng yang dikaji oleh Peneliti, meliputi Gareng gaya

Surakarta koleksi museum RPS, Gareng koleksi museum SBY, Gareng gaya

Yogyakarta dan gaya Madya Surakarta koleksi museum WKY dan Gareng gaya

Pesisiran koleksi Ki Sudiharjo Jepara.

Perbentukan Gareng gaya Surakarta Koleksi museum RPS adalah

Bersenjata, tangan bagian kiri didepan bengkok, rambut hitam digelung, kaki

depan pincang, kepala menunduk, memakai sarung, ornamen pada sarung lebih

banyak, tubuh lebih kurus, tangan kiri ciker dan bengkok, mempunyai ukuran kaki

depan dan belakang sama, kaki depan pincang/jinjit (Gambar : 4.48).

Bentuk mata Gareng gaya Surakarta koleksi museum RPS ini adalah mata

keran, bulat, besar dengan tiga tingkatan warna, tingkatan pertama yaitu bagian

Page 116: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

98

dalam mata atau pupil berwarna hitam, tingkatan kedua berwarna merah,

tingkatan ketiga berwarna putih (Gambar : 4.49). Alis mata berupa garis

lengkung panjang setengah lingkaran mengelilingi lingkaran mata. Pupil mata

berada di bagian atas, sehingga mata Gareng menatap ke atas dengan wajah agak

menunduk.

Bentuk mulut Gareng gusen, mempunyai kumis-kumisan (Gambar : 4.50).

Mulut Gareng mengatup dengan satu gigi terlihat. Bibir bagian atas sama tipisnya

dengan bibir bagian bawah. Pada dagu terdapat empat garis lekukan yang

memberi kesan Gareng lebih gemuk. Dagu tersebut menutupi leher, dagu

langsung menempel pada dada, sehingga leher Gareng tidak kelihatan. Kumis-

kumisan pada Gareng gaya Surakarta ini memanjang sepanjang bibir bagian atas.

Bentuk hidung pentel pace, terdapat liang hidung dengan cuping hidung

yang besar. Bentuk hidung Gareng besar dan tanpa hiasan apapun, hanya bulatan

dengan liang hidung yang besar (Gambar : 4.51). Hidung Gareng yang besar

memenuhi wajah Gareng. Sehingga Gareng terkesan keberatan hidung. Dibanding

mulut dan mata, hidung Gareng jauh lebih besar.

Secara keseluruhan, Gareng gaya ini memiliki bentuk tubuh yang lebih

tegak dan lebih besar. Unsur visual seperti mata, hidung dan mulut mempunyai

ciri yang berbeda dengan Gareng gagrak lainnya. Begitu juga dengan atribut yang

digunakan, meskipun sama-sama memakai kalung roda, gelang, cincin, anting dan

senjata, tetapi memiliki bentuk, warna dan ornament yang berbeda-beda. Pada

atribut Gareng gaya ini memiliki gelang, kalung dan cincin berwarna senada, yaitu

perada.

Page 117: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

99

Gareng gaya ini mempunyai bentuk wajah yang pipih dan lebar,

mempunyai bentuk mata keran yang menghadap ke atas, hal ini sesuai dengan

pacandrane Gareng yang sering diucapkan dalang ketika melakukan pagelaran

wayang saat adegan gara-gara. Hidung Gareng besar seperti buah terong, hingga

melebihi besar mata dan mulutnya. Sehingga Gareng terkesan keberatan hidung.

Selain mata, bentuk hidung ini bisa dijadikan ciri khas untuk membedakan Gareng

dengan panakawan atau tokoh wayang lainnya. Mulut Gareng gaya ini lebih kecil

jika dibandingkan dengan hidung Gareng. Telinga Gareng lebar dan memakai

antingberwarna merah, putih dan coklat.

Gambar : 4.48

Tubuh Gareng gaya Surakarta Koleksi Museum RPS Gambar oleh Penulis

Page 118: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

100

Gambar : 4.49

Mata Gareng gaya Surakarta Koleksi Museum RPS Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.50

Mulut Gareng gaya Surakarta Koleksi Museum RPS Gambar oleh Penulis

Gambar :4.51

Hidung Gareng gaya Surakarta Koleksi Museum RPS Gambar oleh Penulis

Page 119: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

101

Berikut adalah perbentukan Gareng gaya Yogyakarta koleksi Museum

SBY. Bentuk tubuh lebih besar, bersenjata, tangan bagian kiri di depan, bengkok

dan terputus-putus, tubuh bengkok, kaki sejajar, rambut hitam bergelung.

Memakai aksesoris berupa kalung, gelang tangan, memakai sarung, tubuh

berwarna hitam dengan wajah berwarna putih (Gambar : 4.52).

Bentuk mata Gareng koleksi Museum SBY berbeda dengan ketiga Gareng

gagrak lainnya, meskipun sama-sama berbentuk bulat, namun sunggingan di

dalamnya yang membuatnya berbeda. Mata Gareng gaya ini terdiri dari tiga

warna, pada lapisan pertama yaitu pada lapisan mata bagian bawah berwarna

coklat kurang dari seperempat bagian, bagian kedua yaitu bagian tengah berwarna

merah, bagian ini paling luas diantara kedua bagian lainnya, hampir memenuhi

seluruh lingkaran mata, bagian ketiga pupil mata berwarna hitam (Gambar : 4.53).

Tidak seperti pupil pada mata Gareng gaya pesisiran dan gaya Yogyakarta koleksi

museum Wayang Kekayon yang memiliki pupil mata yang besar, Gareng koleksi

museum Sono Budoyo ini lebih kecil, hanya berupa titik hitam saja. Pupil mata

berada di bagian atas mata, sehingga membuat pandangan mata Gareng mengarah

ke atas. Alis mata Gareng gaya ini mirip dengan Gareng gaya Yogyakarta lainnya,

yaitu panjang melengkung hingga mencapai pelipis.

Hidung Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum Sonobudoyo mirip

dengan ketiga gagrak sebelumnya, yaitu hidung pentel pace. Hanya saja hidung

Gareng gaya ini bagian ujungnya tidak terlalu menonjol, ini juga dikarenakan

wajah Gareng yang menunduk, sehingga hidungnya pun luruh ke bawah (Gambar

: 4.54).

Page 120: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

102

Mulut Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum SBY bentuknya sama

dengan gagrak lainnya, hanya saja pada Gareng gaya ini mulutnya mengatup

sehingga giginya tidak begitu terlihat. Bibir Gareng gaya ini bibir atas dan bibir

bawah sama-sama tipis dengan sudut bibir menonjol dan melengkung ke atas

(Gambar : 4.55). Bentuk bibir seperti ini mirip dengan bentuk bibir pada Gareng

gaya Surakarta koleksi museum RPS, tetapi gigi Gareng gaya RPS terlihat jelas.

Lekukan pada bawah bibir sangat dalam sehingga membuat bibir bagian bawah

terlihat lebih panjang dan lancip. Sedangkan pada dagu Gareng gaya ini terdiri

dari dari tiga lekukan dengan ukuran yang berbeda-beda. Lekukan pertama lebih

besar dari kedua lekukan lainnya. Panjang telinga dengan dagu lebih panjang

dagu, karena telingga Gareng gaya ini lebih ke atas, tidak seperti telinga Gareng

gaya pesisiran dan Gareng koleksi museum WKY yang lebih panjang dari dagu.

Bentuk telinga Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum Sonobudoyo ini sama

dengan Gareng gaya Surakarta koleksi museum RPS.

Gambar : 4.52

Tubuh Gareng Gaya Yogyakarta koleksi museum SBY Gambar oleh Penulis

Page 121: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

103

Gambar : 4.53

Mata Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum SBY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.54

Hidung Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum SBY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.55

Mulut Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum SBY Gambar oleh Penulis

Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum WKY memiliki dua koleksi

panakawan, yaitu gaya Yogyakarta dan gaya Madya Surakarta. Sehingga dalam

penelitian ini peneliti mengkaji dua Gareng. Gareng gaya Yogyakarta koleksi

museum WKY memiliki tubuh besar, badan gemuk, tidak bersenjata, kaki bagian

depan jinjit dan lebih kecil dari kaki bagian belakang, lengan bagian kiri bengkok

Page 122: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

104

dan terputus-putus, rambut berkuncir panjang melengkung, memakai sarung

bermotif kawung, warna tubuh perada, rambut hitam, memakai sarung motif

kawung berwarna putih dengan dasaran berwarna perada (Gambar : 4.56).

Dominasi warna perada/emas. Palemahan berwarna merah. Sedangkan Gareng

gaya Madya Surakarta memiliki bentuk tubuh yang paling kecil diantara tiga

panakawan lainnya, tubuh lebih tegak, wajah menghadap lurus ke depan, kaki

depan cacat, ukuran kaki depan lebih kecil dari pada kaki bagian belakang, warna-

warna yang digunakan adalah warna merah, biru, coklat, kuning dan hitam

(Gambar : 16).

Bentuk mata Gareng gaya ini hampir sama dengan Gareng gaya Pesisiran,

besar dan terdiri dari empat tingkatan. Bedanya hanya mata Gareng gaya ini

menatap ke atas, sedangkan Gareng gaya Pesisiran menatap ke bawah. Tingkatan

pada mata Gareng gaya ini terdiri dari, tingkatan pertama dari bagian terluar dari

bola mata yaitu berwarna perada, lapisan kedua berwarna putih, lapisan ketiga

berwarna merah, dan lapisan keempat berwarna hitam (Gambar : 4.57). Alis mata

tebal dan pendek dengan garis ujung yang lebih kecil dan melengkung ke atas.

Sedangkan mata Gareng gaya Madya Surakarta terdiri dari tiga lapisan warna,

lapisan pertama, bagian terluar mata berwarna kuning, lapisan kedua berwarna

merah, lapisan ketiga pupil mata berwarna hitam. Alis mata berwarna hitam, tebal

dan panjang dengan ujung yang semakin menipis (Gambar : 4.60)

Bentuk hidung Gareng gaya Yogyakarta ini adalah pentil pace, bulat

dengan liang hidung yang lebar (Gambar : 4.58). Bentuk hidung Gareng gaya ini

mirip dengan hidung Gareng gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo

Page 123: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

105

dan juga Gareng gaya Pesisiran koleksi Ki Sudiharjo. Pada Gareng gaya ini garis

awal hidung di mulai tepat pada tengah-tengah mata, atau ¾ bagian wajah, sama

seperti Gareng gaya Pesisiran. Hidung Gareng ini tidak terlalu besar dan tidak

juga terlalu kecil. Sedangkan Gareng gaya Madya Surakarta lebih besar dan liang

hidung juga lebih besar dari pada hidung Gareng Yogyakarta koleksi museum

WKY (Gambar : 4.61).

Bentuk mulut Gareng gaya Yogyakarta ini sama dengan mulut Gareng

gaya Pesisiran dan Gaya Surakarta koleksi museum RPS, hanya saja mulut

Gareng gaya ini lebih kecil dan gigi terlihat lebih jelas. Bibir bagian atas dan

bawah sama-sama tipis dan bibir bagian atas lebih panjang daripada bibir bagian

bawah (Gambar : 4.59). Dagu lebih pendek dengan tiga lelukan. Wajah Gareng

gaya ini lebih kecil dibanding Gareng gaya Pesisiran dan gaya Surakarta.

Sedangkan mulut Gareng gaya Madya Surakarta juga kecil, bibir atas dan bibir

bawah sama-sama tipis, mempunyai kumis-kumisan dan dagu terdiri dari tiga

lekukan (Gambar : 4.62).

Berbeda dengan gagrak sebelumnya, Gareng gaya Yogyakarta koleksi

museum WKY ini memiliki postur tubuh yang lebih bagus. Hal ini terlihat dari

panjang kaki dan badan seimbang tidak ada perbedaan terlalu jauh seperti Gareng

gaya Pesisiran panjang tubuh lebih panjang dibanding kaki, sehingga membuat

Gareng gaya ini tersebut terkesan cebol. Namun jika dibandingkan dengan Gareng

gaya Surakarta, Gareng gaya Yogyakarta ini masih terlihat lebih gemuk. Hal ini

dikarenakan Gareng gaya Yogyakarta memiliki tubuh lebih tinggi dan besar.

Tangan Gareng gaya Yogyakarta ini keduanya juga terlihat cacat, yang paling

Page 124: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

106

parah, terlihat pada tangan bagian kiri tampak bengkok dan terpuus-putus dan

kelima jari terbuka. Begitu juga dengan Gareng gaya Pesisiran, hanya saja yang

terlihat terputus-putus justru tangan sebelah kanan.

Perbentukan lainnya adalah bentuk kaki, pada Gareng gaya Pesisiran, kaki

sebelah kiri bertumpu pada tungkai kaki, sedang Gareng gaya ini bertumpu pada

jari-jari kaki/jinjit. Pada garis bahu Gareng gaya ini bahu bagian kanan, tepat di

bawah leher, lebih ke atas dibanding bahu sebelah kanan. Pada rambut Gareng

gaya Yogyakarta ini jauh berbeda dari rambut kedua gagrak lainnya. Rambut

Gareng gaya ini panjang dan dikuncir melengkung ke bawah hingga menyentuh

leher, sedangkan Gareng gaya Surakarta mempunyai rambut yang digelung dan

Gareng gaya Pesisiran rambut agak panjang, kaku, dan di kuncir ke atas.

Gambar : 4.56 Tubuh Gareng gaya Yogyakarta Koleksi Museum WKY

Gambar oleh Penulis

Page 125: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

107

Gambar : 4.57

Mata Gareng gaya Yogyakarta keloksi museum WKY

Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.58

Hidung Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY Gambar oleh penulis

Gambar : 4.59

Mulut Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum WKY Gambar oleh Penulis

Page 126: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

108

Gambar : 4.60

Mata Gareng Madya Surakarta Koleksi Museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.61

Hidung Gareng Madya Surakarta Koleksi Museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.62

Mulut Gareng Madya Surakarta Koleksi Museum WKY Gambar oleh Penulis

Selanjutnya adalah Gareng gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara.

Gareng Pesisiran ini mempunyai tubuh pendek berwarna perada, wajah putih,

rambut hitam berkuncir ke atas, kepala menunduk, memakai sarung bermotif

kawung, tubuh lebih kurus, tangan ciker dan bengkok, mempunyai ukuran kaki

depan dan belakang sama, kaki depan pincang, memakai atribut berupa anting,

kalung, gelang dan tidak bersenjata (Gambar : 4.63).

Page 127: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

109

Bentuk mata Gareng gaya Pesisiran ini tergolong mata keran, berbentuk

bulat dengan empat tingkatan (Gambar : 4.64), tidak seperti bentuk mata Gareng

gaya Surakarta yang matanya berbentuk bulat telur. Tingkatan pertama bagian

terluar berwarna putih, tingkatan kedua berwarna merah muda/njambon, tingkatan

ketiga berwarna merah, tingkatan keempat pupil berwarna hitam. Secara

keseluruhan, pandangan Gareng menghadap ke bawah. Alis mata tebal dan

panjang, hingga mencapai pelipis.

Bentuk hidung Gareng pentil pace, bulat besar terdapat upil-upilan

(Gambar : 4.65). Bentuk hidung Gareng gaya ini mirip dengan hidung Gareng

gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo. Bentuk dahi lebih turun,

tidak terlalu menonjol, sehingga membuat hidung Gareng ini terlihat lebih besar.

Pada gareng gaya ini garis awal hidung di mulai tepat pada tengah-tengah mata,

atau ¾ bagian wajah, sedangkan Gareng gaya Surakarta lebih ke atas, sejajar

dengan garis mata bagian bawah, atau ¼ bagian wajah.

Bentuk mulut Gareng gaya ini mirip dengan mulut Gareng gaya Surakarta,

hanya bedanya bibir bagian atas lebih lancip dan tanpa gigi (Gambar : 4.66).

Mulut Gareng mengatup dengan bentuk mulut lebih panjang dan mempunyai

kumis-kumisan. Bibir bagian atas lebih tebal dan lebih panjang daripada bibir

bagian bawah. Pada dagu terdapat tiga garis lekukan yang memberi kesan Gareng

lebih gemuk. Kumis-kumisan pada Gareng gaya Pesisiran ini lebih panjang dari

pada Gareng gaya Surakarta.

Gareng gaya ini sangat berbeda dengan Gareng gaya Surakarta koleksi

museum Radya Pustaka Solo. Gareng gaya pesisiran ini lebih pendek dan kecil,

Page 128: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

110

jika perut Gareng gaya Surakarta sangat buncit maka Gareng gaya ini perutnya

lebih kecil. Gareng gaya ini memiliki kedua tangan yang ciker, lebih-lebih pada

tangan sebelah kanan, tampak sekali patah-patah dan dan berkelok-kelok dengan

kelima jari tangan terbuka. Sedangkan pada tangan sebelah kiri juga jari-jarinya

ciker dan keempat jarinya menggenggam, sedangkan jari telunjuknya menunjuk

ke bawah. Perbedaan lainnya juga tampak mata mata, pada Gareng gaya Pesisiran,

bola mata menghadap ke bawah, sedang pada Gareng gaya Surakarta bola mata

menatap ke atas. Bentuk wajah Gareng gaya ini lebih lonjong tidak seperti Gareng

gaya Surakarta yang lebih lebar. Gareng juga memakai kalung bermotif bintang

berwarna biru dan anting berbentuk bulat dengan warna yang sama. Rambut

Gareng gaya Pesisiran ini dikuncir tegak ke atas, sedang Gareng gaya Surakarta

rambutnya digelung.

Gambar : 4. 63 Tubuh Gareng gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo

Gambar oleh Penulis

Page 129: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

111

Gambar : 4.64

Mata Gareng gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.65

Hidung Gareng gaya Pesisiran Koleksi Sudiharjo Jepara Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.66

Mulut Gareng gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara Gambar oleh Penulis

Page 130: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

112

Secara keseluruhan, dari perbentukan Gareng berbagai versi di atas dapat

ditarik kesimpulan bahwa Gareng gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara

mempunyai postur tubuh yang paling kecil dibanding Gareng gaya lainnya.

Sedangkan Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum WKY mempunyai postur

tubuh yang paling besar dari ketiga gagrak lainnya. Selain itu perbedaan yang

mencolok juga terdapat pada senjata, rambut dan kaki. Gareng gaya Yogyakarta

koleksi museum WKY tidak mempunyai senjata seperti Gareng gagrak lainnya.

Kaki Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum SBY, Gareng koleksi museum

WKY dan Gareng gaya Pesisiran kaki depannya jinjit, sedangkan Gareng gaya

Surakarta koleksi museum RPS kaki depannya tidak terlihat jinjit.

Rambut Gareng gaya Surakarta koleksi museum RPS dan Gareng gaya

Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo mempunyai rambut yang digelung,

Sedangkan Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum WKY mempunyai rambut

panjang yang dikuncir hingga menjuntai ke bahu. Gareng gaya Pesisiran juga

mempunyai rambut yang panjang dikuncir, hanya saja rambutnya tidak sepanjang

Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum WKY. Jika rambut Gareng koleksi

museum WKY panjang melengkung ke bawah, Gareng Pesisiran mempunyai

rambut yang kaku lurus ke atas.

Pada mata. hidung dan mulut juga terdapat perbedaan sekaligus

persamaan. Gareng berbagai versi di atas sama-sama mempunyai bentuk mata

keran. Perbedaannya terdapat pada lapisan dalam matanya dan arah pandangnya.

Pada Gareng gaya Surakarta koleksi museum RPS dan Gareng koleksi museum

SBY mempunyai tiga lapisan warna dalam mata, sedangkan Gareng gaya

Page 131: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

113

Yogyakarta koleksi museum WKY dan Pesisiran mempunyai empat lapisan warna

mata. Wajah Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum SBY menunduk

sedangkan yang lainnya tidak. Arah pandangan mata juga berbeda-beda, Gareng

gaya Surakarta koleksi museum RPS, koleksi museum SBY dan koleksi museum

WKY pupil mata menghadap kebelakang atas, sedangkan Gareng gaya Pesisiran

pupil mata menghadap ke bawah. Pada bibir hampir semuanya sama, hanya saja

bibir Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum SBY terlihat agak lebar dibanding

bibir Gareng lainnya.

4.2.I.3 Petruk

Selanjutnya adalah keanekaragaman Panakawan Petruk yang dikaji oleh

peneliti, meliputi Petruk gaya Surakarta koleksi Museum RPS, gaya Yogyakarta

koleksi museum SBY, gaya Yogyakarta dan gaya Madya Surakarta koleksi

Museum WKY dan Petruk gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara.

Petruk gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo memiliki

bentuk tubuh tegak, perut buncit, wajah lurus ke depan, garis bahu depan turun,

kaki sejajar, jari telunjuk tangan kiri menunjuk ke bawah, tubuh panjang, warna

wajah putih, rambut hitam berkuncir ke atas, warna-warna yang digunakan : biru,

merah, kuning, hijau, hitam, putih, memakai sarung. Atribut yang digunakan :

gelang, kalung berbentuk lonceng/kalung Genta, cincin, anting, mempunyai

senjata (Gambar : 4.67).

Bentuk mata Petruk adalah mata kedondong. Mata petruk gaya ini terdiri

dari dua bagian, bagian dalam dan bagian luar, pada bagian dalam terdiri dari tiga

tingkatan. Bagian luar adalah pinggiran mata berwarna putih, sedangkan pada

Page 132: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

114

bagian dalam yang terdiri dari tiga tingkatan/lapisan yaitu lapisan pertama pupil

mata berwarna hitam, lapisan dua berwarna merah, dan lapisan ketiga berwarna

putih (Gambar : 4.68). Alis mata panjang dan melengkung, ujung alis mata

melengkung ke atas.

Bentuk hidung Petruk gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka

nyampaluk, lebih pendek dan besar. Hidung Petruk gaya ini berkelok agak

bengkok (Gambar : 4.69). Mulut mesem/prengesan, bentuk mulut Petruk gaya ini

lebar, agak terbuka, tanpa gigi dan bibir bagian atas lebih tebal dari bibir bawah.

Seperti tokoh panakawan lainnya, Petruk juga mempunyai kumis-kumisan yang

memanjang sepanjang bibir dan melengkung ke bawah. Pada bibir bagian bawah,

bagian ujung berada di bawah dagu (Gambar : 4.70). Hal ini dikarenakan dagu

Petruk besar dibagian ujung dan melengkung ke atas, sehingga menutupi ujung

bibir bagian bawah. Dagu Petruk terdiri dari tiga lekukan.

Petruk gaya ini mempunyai bentuk tubuh yang ramping. Mata, hidung dan

mulut Petruk gaya ini memiliki kekhasan tersendiri. Pada mata misalnya, mata

Petruk gaya ini, meski sama-sama bermata kedondong, tetapi lapisan dalam atau

sunggingan matanya pasti berbeda dengan Petruk gaya lainnya. Mata Petruk aya

ini lebar sehingga memberi kesan seperti melotot. Hidung Petruk panjang, hal ini

menjadi iri khas dari tokoh Petruk ini. Menurut pengamatan peneliti, tokoh

wayang yang mempunyai hidung panjang seperti ini mungkin hanya Petruk.

Sedangkan pada mulut, Petruk mempunyai mulut yang lebar, seolah seperti selalu

tersenyum.

Page 133: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

115

Gambar : 4. 67

Bentuk tubuh Petruk gaya Surakarta koleksi Museum RPS Gambar oleh Penulis

Gambar: 4.68

Mata Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi Museum RPS Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.69

Hidung Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi Museum RPS Gambar oleh Penulis

Page 134: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

116

Gambar : 4.70

Mulut Petruk Gaya Yogyakarta Koleksi Museum RPS Gambar oleh Penulis

Selanjutnya adalah Petruk gaya Yogyakarta Koleksi Museum SBY. Petruk

gaya ini mempunyai tubuh lebih tinggi, panjang, wajah agak menunduk, garis

bahu depan lebih turun, tubuh bengkok dan bungkuk, kaki sejajar, panjang tangan

sampai ke mata kaki, kedua tangan menggengam dengan jari telunjuk menunjuk.

Rambut hitam berkuncir pendek, tubuh hitam, wajah putih, bibir merah (Gambar :

4.71). Hidung nyempaluk, panjang dan berkelok, upil-upilan, bibir bagian atas

lebih tebal dari bibir bagian bawah, dan berkumis. Sunggingan : hijau. kuning.

merah putih. Memakai atribut berupa gelang, kalung, cincin dan bersenjata.

Bentuk mata Petruk gaya ini adalah mata kedondong. Mata Petruk gaya ini

berbeda dari mata Petruk gaya Surakarta. Meski sama-sama bermata

kedondongan, tetapi lapisan dalam mata Petruk ini berbeda. Pada Petruk gaya

Surakarta koleksi museum RPS tiga lapisan warna, sedangkan Petruk gaya ini

terdiri dari empat bagian (lihat Gambar : 4.72). Bagian pertama, pupil mata

berwarna hitam, lapisan ketiga berwarna putih, lapisan keempat bagian terluar

dari pupil mata berwarna coklat.

Page 135: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

117

Bentuk hidung Petruk gaya ini nyampaluk, berkelok dan lebih kecil

dibagian ujung (lihat Gambar : 4.73). Hidung Petruk gaya ini sama seperti Petruk

gaya Surakarta koleksi museum RPS, namun cuping hidung petruk gaya ini lebih

besar dibanding Petruk gaya Surakarta.

Mulut Petruk gaya ini adalah mulut mesem/prengesan. Bentuk mulut

Petruk gaya ini sama dengan Petruk gaya Surakarta di atas, yaitu panjang, bibir

bagian atas bergelombang, mempunyai satu gigi dan berkumis (lihat Gambar

:4.74). Meskipun secara umum bentuk mulut kedua gagrak tersebut sama, akan

tetapi ada perbedaannya pula. Pada Petruk gaya ini bibir bagian atas lebih tebal

daripada bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terdiri dari tiga lekukan, begitu

juga dengan kumis-kimsan yang mengikuti lekuk bibir bagian atas. Pada ujung

kumis melungkung ke atas dan semakin menipis, dagu menonjol ke depan dan

terdiri dari tiga lekukan.

Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan yang mendasar dari perbentukan

Petruk kedua gagrak di atas. Hanya saja tubuh Petruk gaya ini lebih besar, dan

terkesan sangkuk. Seperti pada Petruk gaya Surakarta koleksi museum RPS yang

mempunyai mata kedondong, hidung panjang dan mulut yang lebar, petruk gaya

Yogyakarta kolekasi museum SBY ini juga mempunyai mata kedondong, hidung

panjang dan mulut yang lebar. Hanya saja pada Petruk gaya ini, kesemuanya lebih

besar dan panjang. Pada hidung Petruk gaya ini lebih besar dan panjang dari pada

hidung Petruk gaya Surakarta koleksi museum RPS. Begitu juga mulutnya. Bibir

bagian atas Petruk gaya ini jauh lebih tebal dibanding bibir bagian bawah. Jika

Page 136: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

118

dibandingkan dengan Petruk gaya Surakarta koleksi museum RPS, Petruk gaya ini

terlihat lebih menarik dan bersih karena wajahnya berwarna putih.

Gambar : 4. 71 Perbentukan Petruk gaya Yogyakarta koleksi Museum SBY

Gambar oleh penulis

Gambar : 4. 72

Mata Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum SBY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.73

Hidung Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum SBY Gambar oleh Penulis

Page 137: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

119

Gambar : 4.74

Mulut Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum SBY Gambar oleh Penulis

Berikutnya adalah Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY. Pada

Petruk gaya ini terdapat dua gaya, yaitu Petruk gaya Yogyakarta dan Petruk gaya

Madya. Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY ini memiliki bentuk tubuh

yang lebih tegak, lebih besar, kaki depan jinjit, bersepatu, bersenjata, jari telunjuk

tangan kanan menunjuk ke bawah, tangan kiri menggenggam (Gambar : 4.75).

Hidung nyampaluk, lurus, bibir atas lebih besar dari bibir bawah, terdapat kumis-

kumisan, rambut hitam berkuncir panjang hingga ke bahu, tubuh berwarna perada.

Memakai atribut berupa gelang, kalung, anting-anting dan bersenjata. Sunggingan

: hijau, biru, jingga, merah, kuning. Sedangkan Petruk gaya Madya Surakarta

memiliki bentuk tubuh yang lebih pendek dan perut yang lebih buncit, memakai

atribut berupa anting, kalung, gelang (Gambar : 4.16). Warna-warna yang

digunakan adalah, biru, kuning, coklat, merah dan hitam. Perbentukan Petruk gaya

ini hampir sama dengan Petruk gaya Surakarta koleksi museum RPS.

Bentuk mata pada Petruk gaya ini berbeda dari kedua gagrak sebelumnya.

Jika Petruk gaya Surakarta koleksi museum RPS dan Petruk gaya Yogyakarta

koleksi museum SBY memiliki bentuk mata kedondong, maka mata Petruk gaya

ini adalah mata kedelai tegak (Gambar: 4.76). Alis mata pendek dan lebih tebal.

Pada bagian luar mata terdapat garis tipis yang mengelilingi mata. Sedangkan

Page 138: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

120

Petruk gaya Madya Surakarta koleksi museum WKY mempunyai mata yang lebih

sipit, dengan tiga lapisan warna. Lapisan pertama berwarna jingga, lapisan kedua

pupil mata berwarna hitam dan lapisan ketiga berwarna putih (Gambar : 4.79).

Bentuk hidung Petruk gaya ini nyempaluk, dengan ujung hidung mengecil.

Hidung Petruk gaya ini lebih lurus dan lebih pendek di banding Petruk gaya

Yogyakarta koleksi Museum SBY dan Petruk gaya Surakarta koleksi museum

RPS (Gambar : 4.77). Hidung Petruk gaya Madya Surakarta juga nyempaluk.

Hampir sama dengan Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY, hanya saja

hidung Petruk ini lebih besar (Gambar : 4.80).

Mulut Petruk adalah mulut mesem/prengesan. Bentuk mulut Petruk gaya

Yogyakarta ini berbeda dari kedua Petruk sebelumnya, jika kedua Petruk di atas

bibir bagian atas bergelombang dan lebih tebal dari bibir bagian bawah, Petruk

gaya ini bibir bagian atas dan bawah sama-sama tipis, hanya saja pada bibir

bagian atas lebih menjorok ke depan (Gambar : 4.78). Seperti Petruk gagrak

lainnya, Petruk gaya ini giginya juga terlihat. Dagu Petruk gaya ini lebih menonjol

dan hanya terdiri dari satu lekukan.Mulut Petruk gaya Surakarta koleksi museum

WKY ini sama dengan mulut Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY,

hanya saja Petruk gaya ini mempunyai kumis-kumisan (Gambar ; 81).

Kedua Petruk di atas, satu sama lain tidak mempunyai perbedaan yang

mendasar. Perbedaan yang mencolok adalah pada warna. Sedangkan pada unsur-

unsur visual seperti mata, hidung dan mulut tidak mempunyai perbedaan yang

berarti. Perbedaan yang mencolok juga terdapat pada perut. Perut Petruk gaya

Yogyakarta koleksi museum WKY lebih kecil jika dibandingkan perut Petruk

Page 139: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

121

gaya Madya Surakarta yang memiliki perut yang lebih buncit dan besar. Kedua

Petruk tersebut juga memakai atribut berupa anting, kalung, gelang. Hanya saja

bentuk, warna dan motif masing-masing atribut tersebut berbeda. Selain itu pada

Petruk gaya Madya Surakarta tidak mempunyai senjata.

Gambar : 4.75

Perbentukan Petruk gaya Yogyakarta koleksi Museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4. 76 Mata petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY

Gambar oleh Penulis

Page 140: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

122

Gambar : 4.77

Hidung Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.78

Mulut Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.79

Mulut Petruk gaya Madya Surakarta koleksi Museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.80

Hidung Petruk gaya Madya Surakarta koleksi Museum WKY Gambar oleh Penulis

Page 141: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

123

Gambar : 4.81

Mulut Petruk gaya Madya Surakarta koleksi Museum WKY Gambar oleh Penulis

Selain koleksi beberapa museum di atas, dalam penelitian ini juga

membahas mengenai Petruk gaya pesisiran koleksi dalang di derah Jepara. Petruk

gaya Pesisiran koleksi dalang Sudiharjo Jepara memiliki bentuk tubuh lebih

condong ke belakang, tangan bagian depan menunjuk ke bawah, tangan bagian

belakang menggenggam, kedua kaki sejajar, panjang tangan sebatas mata kaki,

wajah menghadap lurus ke depan, rambut dikuncir menghadap ke atas, memakai

gelang, kalung, anting dan bersenjata (Gambar : 4.82).

Bentuk mata Petruk gaya Surakarta koleksi Sudiharjo Jepara adalah

mata kedondong, sama seperti mata Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum

SBY hanya saja pada pada apisan mata dalam dan letak pupil mata berbeda. jika

petruk gaya Yogyakarta koleksi museum SBY pandangan mata mengarah ke

belakang, pandangan mata Petruk gaya ini mengarah ke depan. Lapisan mata

terdiri dari tiga lapisan warna. Lapisan pertama, yaitu lapisan terluar mata

berwarna putih, lapisan kedua berwarna merah, lapisan ketiga, pupil mata

berwarna hitam (Gambar : 4.83). Alis mata melengkung seperti alis mata pada

Petruk gaya Surakarta.

Page 142: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

124

Bentuk hidung Petruk gaya ini nyampaluk, panjang dengan ujung

hidung mengecil (Gambar : 4.84). Mulut petruk gaya ini prengesan/mesem. bibir

bagian atas dan bawah sama-sama tipis hanya saja pada bibir bagian atas lebih

panjang dari bibir bawah (Gambar : 4.85). Bibir bagian atas terdiri dari tiga

lekukan. Sama seperti Petruk gagrak lainnya, Petruk gaya ini juga mempunyai

satu gigi yang terlihat. kumis-kumisan mengikuti lekuk bibir atas tebal dan

melengkung ke bawah. Dagu menjorok ke depan dan terdiri dari tiga lekukan.

Gambar : 4.82 Perbentukan Petruk gaya Pesisiran

Gambar oleh Penulis

Page 143: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

125

Gambar : 4.83 Mata Petruk gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara

Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.84

Hidung Petruk gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.85

Mulut Petruk gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara Gambar oleh Penulis

Page 144: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

126

Menurut peneliti, secara keseluruhan Petruk berbagai versi di atas

mempunyai lebih banyak kemiripan/kesamaan, meskipun masih ada

perbedaannya. Kemiripan yang ada terlihat pada postur tubuh yang sama-sama

panjang dan tinggi, tangan yang sama-sama panjang, hidung yang sama-sama

panjang, aksesoris yang sama berupa kalung gentha dan gelang, sama-sama

bersenjata, perut yang sama-sama buncit dan rambut yang sama-sama panjang

berkuncir.

Meskipun secara umum semua hal tersebut mirip, bukan berarti sama

persis. Pada postur tubuh, mesipun sama-sama tinggi, Petruk gaya Yogyakarta

mempunyai postur tubuh yang lebih besar dari pada Petruk gaya Surakarta dan

Pesisiran. Tubuh Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo memiliki

tubuh lebih bungkuk dibanding Petuk gaya lainnya. Perbedaan lainnya terdapat

pada mata Petruk, jika lazimnya Petruk bermata kedondong, Petruk gaya ini justru

bermata kedelai tegak dengan suluh mata yang tampak jelas. Selain itu pada bibir

Petruk gaya ini juga berbeda dari Petuk gaya lainnya, ia mempunyai mulut dengan

bibir atas dan bibir bawah yang sama-sama tipis. Tidak seperti petruk gaya

Yogyakarta koileksi museum SBY yang mempunyai bibir atas lebih tebal

daripada bibir bagian bawah. Rambut Petruk gaya ini juga sangat panjang,

melebihi panjang rambut Petruk gaya lainnya. Petruk gaya Pesisiran juga

mempunyai rambut yang unik, rambut Petruk gaya ini berkuncir, agak panjang,

kaku dan menghadap ke atas.

Page 145: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

127

4.2.I.4 Bagong

Keanekaragaman bentuk panakawan selanjutnya adalah Bagong.

Berikut ini adalah keanekaragaman bentuk Bagong yang dikaji oleh Peneliti,

meliputi Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo Yogyakarta,

Bagong gaya Yogyakarta dan gaya Madya Surakarta koleksi Museum Wayang

Kekayon Yogyakarta dan Bagong gaya Pesisiran koleksi dalang di daerah Jepara.

Menggingat museum RPS mengikuti aliran Kyai Pajang mas sehingga

menghilangkan Bagong, maka dalam penelitian ini langsung membahas mengenai

perbentukan Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY. Bagong gaya

Yogyakarta koleksi museum SBY mempunyai bentuk tubuh bulat, tegak, wajah

lurus ke depan, kepala menunduk, wajah tersenyum, perut buncit, dada lebih besar

daripada perut, kedua tangan menggenggam, kaki kecil, tubuh berwarna hitam,

wajah putih, memakai gelang, anting, kalung dan tidak bersenjata (Gambar ;

4.86).

Bentuk mata Bagong gaya ini adalah mata plelengan, berbentuk bulat

dengan tiga lapisan warna. Lapisan pertama, bagian terluar dari mata berwarna

perada, lapisan kedua berwarna merah, lapisan ketiga pupil mata berwarna hitam.

Pada tepi mata terdapat garis tipis berwarna hitam yang mengelilingi mata

(Gambar : 4.87). Pada Bagong gaya ini suluh mata tidak tampak jelas pada garis

mata, tetapi hanya berupa garis tipis yang terlihat samar-samar. Alis mata

melengkung berbentuk setengah lingkaran menyatu dengan garis yang

mengelilingi mata dan suluh mata.

Page 146: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

128

Hidung Bagong nemplik. Hidung Bagong gaya ini hanya berupa

tonjolan pada daerah antara mata dan mulut, selain itu juga terdapat liang hidung

(Gambar : 4.88). Mulut Bagong gaya ini termasuk dalam mulut gusen/prengesan

(Gambar : 4.89). Bibir atas dan bibir bawah sama-sama tipis, mulut agak terbuka

dengan satu gigi yang tampak. Kumis-kumisan hanya terdapat diatas keketan,

tidak sepanjang bibir. Dagu menjorok ke depan dengan dua lekukan.

Gambar : 4.86 Mata Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY

Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.87

Mata Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY Gambar oleh Penulis

Page 147: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

129

Gambar : 4.88 Hidung Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY

Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.89

Mulut Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY Gambar oleh Penulis

Selanjutnya adalah Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum WKY.

Bagong di museum WKY ini juga ada dua, yaitu Bagong gaya Yogyakarta dan

Bagong gaya Madya Surakarta. Perbentukan Bagong gaya Yogyakarta ini tubuh

lebih bungkuk jika dibanding Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY.

Wajah lebih menunduk, namun pandangan mata lurus ke depan, sehingga dagu

menyentuh dada hanya menyisakan rongga sebagai leher yang menghubungkan

kepala dan badan, perut Bagong lebih kecil, tangan bagian belakang

menggenggam sedangkan tangan bagian depan jari telunjuk menunjuk ke bawah,

kedua kaki sejajar tanpa palemahan (Gambar : 4.90). Sedangkan Bagong gaya

Page 148: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

130

Madya Surakarta memiliki tubuh yang lebih besar dari pada Semar dan Gareng

gaya Madya Surakarta, wajahnya besar dan lebar, begutu juga dengan mata dan

mulutnya. Ia memakai atribut berupa kalung, anting dan gelang. warna-warna

yang digunakan adalah biru, kuning, merah, coklat, putih dan hitam (Gambar :

4.16).

Bentuk mata Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum WKY adalah

plelengan, yang menjadi pembeda Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum

WKY dan koleksi museum SBY selain bentuk tubuhnya juga pada matanya.

Meski sama-sama bermata plelengan, namun kedua gaya ini berbeda pada

sunggingan matanya. Mata Bagong gaya ini terdiri dari tiga lapisan warna, lapisan

pertama bagian terluar mata berwarna prada, lapisan kedua berwarna putih,

lapisan ketiga berwarna merah (Gambar : 4.91). Alis mata tebal dan pendek. Sulur

mata berwarna hitam. Pada mata Bagong gaya Madya Surakarta juga mempunyai

mata plelengan sama dengan mata Bagong gaya Yogyakarta, hanya saja mata

Bagong gaya ini lebih besar dan terdiri dari empat lapisan warna, lapisan pertama

berwarna hitam, lapisan kedua berwarna merah, lapisan ketiga berwarna kuning

dan lapisan keempat pupil mata berwarna hitam ( Gambar : 4.94).

Bentuk hidung nemplik. Hidung Bagong gaya ini kecil dan liang hidung

yang besar (Gambar : 4.92). Hidung Bagong gaya ini sama dengan hidung

Bagong gaya Madya Surakarta. Hanya saja hidung Bagong Madya Surakarta agak

panjang dan liang hidung lebih besar (Gambar : 4.95). Mulut Bagong gaya

Yogyakarta ini sama dengan mulut Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum

SBY. Hanya saja dagu Bagong gaya ini bagian tengah dagu menonjol. Kumis-

Page 149: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

131

kumisan berada di atas keketan melengkung ke bawah dengan ujung kumis

semakin tipis dan melengkung ke atas (Gambar : 4.93). Sedangkan mulut Bagong

gaya Madya Surakarta lebih lebar dan panjang dengan bibir bawah lebih panjang

dari pada bibir bagian atas (Gambar : 4.96).

Gambar : 4. 90 Perbentukan Bagong gaya Yogya koleksi museum WKY

Gambar oleh Penulis

Gambar : 4. 91

Mata Bagong gaya Yogya koleksi museum WKY Gambar oleh Penulis

Page 150: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

132

Gambar : 4.92

Hidung Bagong gaya Yogya koleksi Museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.93

Mulut Bagong gaya Madya Surakarta koleksi Museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.94

Mata Bagong gaya Madya Surakarta koleksi museum WKY Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.95

Hidung Bagong gaya Madya Surakarta koleksi museum WKY Gambar oleh Penulis

Page 151: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

133

Gambar : 4.96

Mulut Bagong gaya Madya Surakarta koleksi museum WKY Gambar oleh Penulis

Gagrak ketiga adalah Bagong gaya pesisiran koleksi dalam Ki Sudiharjo

Jepara. Bagong gaya ini mempunyai bentuk tubuh lebih tegak dan besar, rambut

kuncung seperti Semar berwarna hitam,mata lebih besar, alis mata panjang hingga

kepelipis,kedua jari-jari tangan membuka, kaki sejajar, wajah lebih besar,mulut

lebar,wajah menghadap ke depan. Bagong memakai atribut berupa kalung, gelang

dan cincin serta tidak bersenjata (Gambar : 4. 97).

Bentuk mata Bagong gaya ini sama dengan gaya Bagong gaya lainnya,

yaitu bermata plelengan. Namun ada perbedaan pada mata Bagong gaya ini

dengan kedua gagrak sebelumnya, kedua gagrak tersebut mempunyai sulur mata

sedangkan Bagong gaya pesisiran tidak memiliki sulur mata. Mata Bagong terdiri

dari tiga lapisan warna. Lapisan pertama bagian luar mata berwarna putih, lapisan

kedua berwarna merah, dan ketiga pupil mata berwarna hitam (Gambar : 4.98).

Alis mata tebal dan panjang hingga kepelipis mata.

Hidung Bagong gaya ini nemplik, hidung Bagong gaya ini berbeda dari

dua gagrak sebelumnya, pada liang hidung Bagong gaya ini terdapat dua garis

sejajar hingga mencapai keketan pada mulut Bagong (Gambar : 4.99). Mulut

Bagong gaya ini lebih panjang dibanding gaya Bagong gaya Yogyakarta koleksi

Page 152: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

134

museum SBY dan museum WKY. Bibir atas dan bawah tipis, hanya saja bibir

bagian bawah lebih panjang dari bibir bagian atas (Gambar : 4.100). Kumis-

kumisan terdapat disepanjang bibir bagian atas melengkung ke bawah. Dagu

terdiri dari tiga lekukan.

Gambar : 4.97 Perbentukan Bagong gaya Pesisiran

Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.98

Mata Bagong gaya Pesisiran Gambar oleh Penulis

Page 153: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

135

Gambar : 4.99

Hidung Bagong gaya Pesisiran Gambar oleh Penulis

Gambar : 4.100

Mulut Bagong gaya Pesisiran Gambar oleh Penulis

Berdasarkan diskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan

Bagong berbagai versi di atas mempunyai bentuk tubuh yang berbeda satu dengan

lainnya. Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY mempunyai kepala yang

besar, mempunyai wajah yang lebar dan mulut yang lebar juga. Ia juga

mempunyai dada yang lebih pesar dari pada perutnya, ia mempunyai dada dan

perut yang besar, tetapi mempunyai bokong yang lebih kecil dari perutnya,

Page 154: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

136

sehingga Bagong gaya ini terlihat susah berjalan karena keberatan dada dan perut.

Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum WKY juga mempunyai kepala yang

kecil dan wajah yang lebar, tetapi ia mempunyai bokong yang besar, perut dan

dada yang tidak terlalu besar, sehingga bentuk tubuh Bagong gaya ini terlihat

lebih balance dari pada Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY. Tubuh

Bagong gaya Peisiran berbeda dari kedua gaya sebelumnya, tubuh Bagong gaya

ini seimbang antara kepala, perut dan bokong. Ia mempunyai kepala yang besar,

perut yang besar dan lebar, ia juga mempunyai bokong yang besar dan lebar.

Diantara Bagong berbagai Gagrak di atas, Bagong gaya Madya Surakarta

mempunyai ukuran tubuh, mata dan mulut paling besar.

Mata Bagong berbagai versi di atas semuanya bermata plelengan. Hanya

saja perbedaannya tampak pada lapisan dalam mata. Bagong gaya Yogyakarta

koleksi museum SBY dan Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY

mempunyai tiga lapisan warna dan terdapat suluh mata, tetapi Bagong Pesisiran

tidak terdapat suluh mata, mata Bagong gaya ini bulat dan besar. Hidung Bagong

kesemua gagrak di atas adalah berhidung nemplik. Sedangkan mulut Bagong

berbagai versi diatas lebar dan panjang. Pada Mulut Bagong gaya Madya

Surakarta koleksi Museum WKY paling lebar dari pada mulut Bagong gaya

lainnya.

Page 155: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

137

4.2.2 Busana dan Atribut

4.2.2.I Semar

Berikut adalah busana dan atribut Semar gaya Surakarta koleki museum

RPS yang dikaji oleh peneliti. Semar gaya ini memakai aksesoris berupa anting

berwarna kuning (Gambar : 4.101), memakai sumping bermotif bunga berwarna

biru keputihan, memakai busana berupa sarung, ornament yang terdapat pada

sarung Semar berwarna merah, kuning, biru, putih dan didominasi warna kuning

(gambar), gelang tangan berwarna kuning (Gambar : 4.102). Atribut-atibut yang

digunakan adalah gelang tangan, anting, sumping berupa bunga dan cincin (lihat

Gambar : 4.4).

Pada Semar gagrak Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo kurang

menonjolkan karakter Semar sebagai seorang dewa yang mengejawantah, hal ini

terlihat dari tidak adanya aksesoris Semar yang memiliki makna simbolik seperti

Anting Cabe Merah, kuncung, rantai yang menghubungkan mulut dengan kaki,

tetapi Semar gaya ini mempunyai satu gigi bawah dan Kain Poleng Bangbintulu

(Poleng Bang Bintulu, kain yang mempunyai 4 macam warna didalamnya.

Pewarnaan kampuh yang berjumlah 4 macam tersebut merupakan bentuk

simbolisasi dan nafsu manusia, yaitu Lawwamah, Sufiah, Ammarah, dan

Mutmainah yaitu warna merah, hitam, putih, kuning). Nafsu merah dari desakan

kedugingan yang berasal dari anasir api, nafsu hitam berasal dari anasir tanah,

nafsu kuning berasal dari anasir suasana ( udara ) dan nafsu putih yang berasal

dari anasir air. Empat nafsu tersebut merupakan pembentuk jasmani. Masing-

masing anasis membawa sifat asalnya. Empat nafsu itu yang menjadi musuh

Page 156: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

138

manusia yang harus dikendalikan, atau dikalahkan ( Sularno, www.tesis seni

rupa//060710).

Selanjutnya adalah busana dan atribut Semar gaya Yogyakarta koleksi

museum Sono budoyo Yogyakarta. Busana Semar gaya Yogyakarta koleksi

museum SBY berupa sarung. Namun ornament pada sarung Semar gaya ini

berbeda dari Semar gaya Surakarta koleksi museum RPS. Semar gaya Yogyakarta

ini memakai kain bermotif kotak-kotak hitam putih. Atribut yang digunakan

Semar gaya ini anting cabe merah (Gambar : 4.104), gelang tangan biasa (4.106)

seperti yang digunaka para abdi dan cincin (lihat Gambar : 4.33).

Secara keseluruhan atribut dan busana yang dikenakan Semar gaya ini

tidak jauh berbeda dari Semar gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka

Solo. Satu hal yang dimiliki Semar gaya ini tetapi tidak dimiliki Semar gaya

Surakarta adalah anting cabe merah yang menjadi ciri khas Semar sebagai seorang

dewa yang ngejawantah (lihat Gambar : 4.104).

Seperti halnya Semar gaya lainnya, Semar gagrak Yogyakarta koleksi

museum WKY juga memakai busana berupa sarung. Semar gaya Yogyakarta

koleksi museum Wayang Kekayon mempunyai rambut hitam, mempunyai

kuncung berwarna putih, memakai aksesoris berupa anting berwarna hijau (lihat

Gambar ; 4.110), gelang tangan dan cincin. Semar gaya ini terlihat lebih

sederhana dalam berbusana dibanding kedua gagrak sebelumya, jika kedua gagrak

sebelumnya memakai hiasan pada rambut, anting cabe merah, pada Semar gaya

Yogyakarta Koleksi museum Wayang Kekayon ini kesemuanya absen. Sedangkan

Page 157: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

139

Semar gaya Madya Surakarta koleksi museum WKY juga memakai busana

sarung, memakai atribut berupa anting, gelang dan cincin (lihat Gambar : 4.16).

Ornament yang terdapat pada sarung Semar gaya Surakarta koleksi

museum RPS lebih njlimet dengan warna merah, kuning, biru, putih dan

didominasi warna kuning, Semar gaya Yogyakarta koleksi museum SBY

memakai sarung bermotif kotak-kotak hitam putih, sedangkan Semar gaya

Yogyakarta koleksi WKY memakai sarung bermotif kawung (Gambar : 4.109). Ia

juga mengenakan aksesoris gelang tangan berwarna merah putih dan anting cabe

berwarna hijau. Seperti wayang kulit gaya Yogyakarta lainnya, Semar gaya ini

juga mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan lebih gemuk.

Ornamen yang terdapat pada sarung Semar gaya Surakarta koleksi

museum WKY juga bermotif kawung seperti pada Semar gaya Yogyakarta

koleksi museum WKY, hanya saja motif kawung pada Semar gaya Madya

Surakarta ini lebih besar (gambar : 4.16). Semar gaya ini tidak memakai sumping

dan sangat sederhana dalam penampilannya.

Semar koleksi Ki Sudiharjo memakai aksesoris berupa anting berwarna

biru, memakai sumping, memakai busana berupa sarung (lihat Gambar : 4.44),

jika ornament yang terdapat pada sarung Semar lebih njlimet dengan warna

merah, kuning, biru, putih dan didominasi warna kuning , Semar gaya pesisiran

ini lebih sederhana yaitu ia memakai jarik poleng (motif kotak-kotak) berwarna

putih dengan garis-garis berwarna hitam (Gambar : 4.114). Ia juga mengenakan

aksesoris gelang tangan berwarna merah putih (Gambar : 4.114). Jika ditelaah

lebih dalam, wujud Semar gaya Pesisiran ini lebih memenuhi kriteria sesuai

Page 158: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

140

dengan karakternya dibandingkan dengan Semar gaya Surakarta yang jauh dari

karakter Semar yang sebenarnya yaitu sebagai seorang dewa yang ngejawantah..

Berdasarkan uraian di atas, Semar gaya Pesisiran koleksi Ki Sudiharjo ini

lebih menonjolkan karakter Semar sebagai seorang dewa yang mengejawantah

dibanding Semar gaya Surakarta. Namun Semar gaya Pesisiran ini juga kurang

sesuai jika dimaknai sempurna sebagai seorang sufi, karena ia juga tidak memakai

aksesoris yang mempunyai makna simbolik seperti anting cabe merah, rantai yang

menghubungkan mulut dengan kaki, Kain Poleng Bangbintulu (Poleng Bang

Bintulu, kain yang mempunyai 4 macam warna didalamnya. Pewarnaan kampuh

yang berjumlah 4 macam tersebut merupakan bentuk simbolisasi dan nafsu

manusia, yaitu Lawwamah, Sufiah, Ammarah, dan Mutmainah yaitu warna

merah, hitam, putih, kuning).

Secara keseluruhan Semar berbagai gagrak di atas mempunyai perbedaan

sekaligus persamaan. Perbedaan yang ada terdapat pada masing-masing ornament

pada sarung dan juga atribut yang digunakan. Perbedaan yang mencolok dengan

Semar gagrak lainnya adalah Semar gaya Surakarta. Semar gaya ini tidak

mempunyai kuncung berwarna putih seperti gagrak lainnya, selain itu juga Semar

gaya Surakarta dan Semar gaya Pesisiran memakai sumping sedang Semar gaya

lainnya tidak. Persamaan sekaligus perbedaan lainnya adalah pada anting, Pada

Semar gaya Yogyakarta koleksi museum WKY dan SBY memakai anting yang

sama yaitu berbentuk cabai, meskipun dengan warna yang berbeda. Walaupun

Semar berbagai versi tersebut memakai busana dan atribut yang sama yaitu

memakai busana berupa sarung dan memakai atribut berupa gelang, cincin dan

Page 159: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

141

anting-anting, namun pada setiap busana dan atribut yang digunakan mempunyai

warna, motif dan bentuk yang berbeda-beda

Pada Semar gaya Surakarta koleksi museum RPS tidak mempunyai

kuncung berwarna putih, seperti pada Semar gagrak lainnya, tetapi mempunyai

kuncung yang berwarna hitam seperti warna rambutnya. Ia juga memakai atribut

berupa sumping dengan ornament berupa bunga seperti pada Semar gaya

Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara. Selain itu Semar mempunyai buah dada seperti

perempuan. Namun, raut wajahnya seperti laki-laki. Hal ini sesuai dengan

pendapat para ahli bahwa tokoh Semar adalah samar, yaitu ora lanang ora wadon.

Selain Semar gaya Surakarta koleksi museum RPS juga ketiga gagrak lainnya

juga mempunyai perbentukan yang mengisyaratkan figur Semar yang ora lanang

ora wadon.

4.2.2.2 Gareng

Gareng gaya Surakarta koleksi museum RPS ini seperti halnya panakawan

lainnya, ia memakai kain berupa sarung. Atribut yang digunakan adalah

sejata/parang, anting, gelang tangan, memakai kalung roda bermotif ceplok (lihat

Gambar : 4.48). Busana Gareng lebih lengkap dibanding Semar, jika Semar tidak

memakai atribut seperti kalung dan senjata, tetapi ketiga anaknya termasuk

Gareng memakai keduanya. Ia juga memakai kain sarung bermotif yang berwarna

merah, putih, biru dan kuning. Atribut yang dipakai adalah senjata berwarna

merah yang terletak di tengah-tengah sarung (Gambar : 4.117). Senjata tersebut

disarungkan di sabuk. Ia juga memakai anting berwarna coklat dan merah,

Page 160: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

142

memakai gelang tangan berwarna kuning kecoklatan (Gambar : 4.116), memakai

kalung berwarna kuning kecoklatan dengan motif ceplok (Gambar : 4.115).

Selanjutnya adalah Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum SBY.

Busana yang dikenakan Gareng gaya Yogyakarta ini sama seperti yang dikenakan

panakawan lainnya, yaitu memakai sarung. Busana yang digunakan Gareng gaya

Yogyakarta koleksi museum SBY berupa kain sarung dengan motif segitiga. Pada

kain Gareng gaya ini motif segitiga yang digunakan terbentuk dari pembagian

motif kotak-kotak yang dibagi menyilang menjadi empat bagian. bagian atas dan

bawah diberi warna yang sama, begitu juga bagian sisi kiri diberi warna yang

sama dengan motif segi tiga bagian kanan (lihat Gambar : 4.118). Motif ini sangat

berbeda dengan motif sarung Gareng gaya Yogyakarta WKY dan Gareng gaya

Pesisiran yang memakai sarung bermotif kawung.

Atribut yang digunakan juga terdapat perbedaan dan persamaan dengan

gagrak sebelumnya. Gareng gaya ini juga memakai atribut seperti kalung, anting,

dan juga gelang tangan. Tidak seperti Gareng gaya Pesisiran, Gareng gaya ini

membawa senjata. Anting yang digunakan berbentuk lingkaran berwarna merah

putih senada dengan warna kalung yang dipakai (Gambar : 4.119).

Busana yang digunakan Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum WKY

berupa kain sarung dengan motif kawung (Gambar : 4.135). Pada kain Gareng

gaya ini motif kawung yang digunakan lebih kecil dibanding motif kawung pada

kain gareng gaya Pesisiran. Atribut yang digunakan juga berbeda dengan kedua

gagrak sebelumnya. Gareng gaya ini juga memakai atribut seperti kalung, anting,

dan juga gelang tangan (lihat Gambar : 4.56). Sama seperti Gareng gaya Pesisiran,

Page 161: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

143

Gareng gaya ini juga tidak membawa senjata. Kalung Gareng gaya ini berupa

lingkaran tanpa ornament dengan tali yang sangat tipis. Anting yang digunakan

berbentuk lingkaran, dengan kuncup bunga di bawahnya.

Sarung yang dipakai Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum WKY

pemakaiannya lebih ke atas perut dan sangat pendek. Jika Gareng gagrak

Surakarta dan Pesisiran kain bagian belakang menutupi lutut dan kain bagian

depan di atas lutut, tidak begitu dengan Gareng gagrak Yogyakarta ini, Gareng

gagrak ini kain bagian belakang menutupi lulut sedang kain bagian depan hanya

sampai di pangkal paha. Sehingga bagian paha hingga ujung kaki terlihat (Gambar

: 4.56). Busana dan atribut pada Gareng gaya Madya Surakarta juga berupa

sarung, dengan atribut seperti kalung, anting dan gelang. Kalung yang digunakan

Gareng gaya ini berbeda dari gagrak lainnya, jika pada Gareng gagrak lainnya

memakai kalung roda, Gareng gaya ini memakai kalung lonceng seperti halnya

Petruk (Gambar : 4.16).

Sama seperti Gareng gaya lainnya, Gareng gaya Pesisiran koleksi

Sudiharjo Jepara ini juga memakai busana berupa sarung. Sarung yang dipakai

Gareng gaya Pesisiran ini bermotif kawung berwarna putih dengan outline

berwarna merah, sedangkan dasaran berwarna hitam (Gambar : 4.124).

Atribut yang digunakan Gareng pesisiran adalah anting, kalung, gelang

tangan, dan tanpa senjata (Gambar ; 4.63). Hal ini berbeda dengan Gareng gaya

Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo, karena pada Gareng gaya

Surakarta memakai senjata. Pada kalung dan anting pun berbeda, Gareng gaya ini

Page 162: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

144

memakai kalung yang bermotif bintang berwarna biru (Gambar : 4.126)

sedangkan Gareng gaya Surakarta bermotif ceplok.

Secara keseluruhan dari keempat gagrak tersebut tidak terdapat perbedaan

yang terlalu mendasar. Gareng keempat gagrak di atas sama-sama memakai

sarung dan atribut berupa kalung, gelang dan cincin. Perbedaan yang ada terdapat

pada ornament masing-masing gagrak, ornament pada kalung dan anting dan juga

senjata yang digunakan. Hanya Gareng gaya Pesisiran yang tidak mempunyai

senjata. Jika diperhatikan secara seksama, meskipun bentuk, warna dan model

kalung yang dipakai oleh Gareng beranekaragam, namun kalung tersebut adalah

tetap kalung roda. Hanya saja telah diubah dan dieksplor oleh pembuat wayang

Gareng tersebut sesuai dengan keinginan perajin wayang tersebut.

Pada atribut berupa gelang tangan pada Gareng berbagai gagrak di atas

memakai gelang dengan bentuk yang sama, hanya saja pada warnanya berbeda.

Gareng gaya Surakarta koleksi museum RPS memakai gelang tangan dengan

warna coklat kekuningan, sedangkan Gareng gaya lainnya memakai gelang tangan

berwarna merah putih.

4.2.2.3 Petruk

Busana yang dikenakan Petruk gaya Surakarta Koleksi Museum Radya

Pustaka Surakarta sama dengan busana yang dikenakan oleh panakawan pada

umumnya, yaitu sarung. Pada Petruk gaya Surakarta ini atribut yang digunakan

adalah sejata/parang, anting, gelang tangan, memakai kalung berbentuk lonceng.

Busana dan atribut yang dikenakan Petruk sama dengan yang digunakan Gareng,

jika Semar tidak memakai atribut seperti kalung dan senjata, tetapi ketiga anaknya

Page 163: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

145

termasuk Gareng dan Petruk memakai keduanya. Ia juga memakai kain sarung

bermotif yang berwarna merah, putih, biru dan kuning. Atribut yang dipakai

adalah senjata berwarna merah yang terletak di tengah-tengah sarung (gambar :

4.129). Senjata tersebut disarungkan di sabuk. Ia juga memakai anting berwarna

coklat, memakai gelang tangan berwarna kuning kecoklatan (Gambar : 4.128),

dan juga memakai kalung berbentuk lonceng yang berwarna kuning kecoklatan

(Gambar : 4.128).

Seperti busana Petruk gaya Surakarta koleksi museum RPS, busana yang

dikenakan Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum SBY berupa sarung. Atribut

yang digunakan gelang, kalung genta, anting, senjata (Gambar : 4.71). Busana

Petruk gaya ini berupa kain sarung bermotif kotak-kotak. Pada setiap kotak terdiri

dari empat segitiga yang berwarna hitam putih. Segitiga pada bagian atas dan

bawah berwarna hitam, sedangkan bagian kiri dan kanan berwarna putih.

Ornamen pada kain sarung ini berbeda dengan ketiga kain Petruk gagrak lainnya.

Ornamen pada kain Petruk gaya ini motif segitiga yang digunakan

terbentuk dari pembagian motif kotak-kotak yang dibagi menyilang menjadi

empat bagian. Bagian atas dan bawah diberi warna yang sama, begitu juga bagian

sisi kiri diberi warna yang sama dengan motif segi tiga bagian kanan (Gambar : 4.

4.71). Motif ini sangat berbeda dengan motif sarung Petruk gaya Surakarta koleksi

museum RPS.

Selanjutnya busana dan atribut Petruk gaya Yogyakarta koleksi Museum

WKY. Petruk gaya ini juga memakai busana sarung. Petruk mempunyai rambut

hitam panjang dan dikuncir, memakai aksesoris berupa anting berwarna coklat,

Page 164: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

146

dan memakai sepatu (Gambar : 4.75). Hal ini yang membedakan Petruk dari

panakawan lainnya. Sehingga membuat Petruk gaya ini terlihat lebih spesial

karena panakawan lainnya tidak ada yang memakai sepatu. Agaknya Petruk gaya

Yogyakata memang sering ditampilkan memakai sepatu, hal ini sama seperti pada

Petuk gaya Yogyakarta yang dibuat Sagio, seperti yang tedapat pada Sagio dan Ir.

Pambudi (lihat lampiran II Gambar : 2.3).

Petruk gaya ini terlihat lebih sederhana dalam berbusana dibanding kedua

gagrak sebelumya. Ornament yang terdapat pada sarung Petruk Surakarta koleksi

RPS lebih njlimet dengan warna merah, kuning, biru, putih dan didominasi warna

kuning , Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum SBY memakai sarung bermotif

kotak-kotak hitam putih, Petruk gaya ini memakai sarung bermotif kawung

(Gambar : 4.134).

Dalam memakai sarung, Petruk sama seperti Gareng gaya Yogyakarta

koleksi museum WKY, yaitu lebih ke atas perut dan sangat pendek. Jika kedua

gagrak sebelumnya yaitu Petruk gagrak Surakarta dan Petruk gaya Yogyakarta

koleksi museum SBY kain bagian belakang menutupi lutut dan kain bagian depan

di atas lutut, tidak begitu dengan Petruk gagrak Yogyakarta ini, Petruk gagrak ini

kain bagian belakang menutupi lulut sedang kain bagian depan hanya sampai di

pangkal paha. Sehingga bagian paha hingga ujung kaki terlihat Bahkan kaki

Petruk bagian depan seperti telanjang. Sedangkan busana pada Petruk gaya Madya

Surakarta koleksi museum WKY juga berupa sarung dengan motif segitiga.

Atribut yang digunakan berupa kalung , gelang dan anting-anting.

Page 165: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

147

Busana dan atribut Petruk gaya pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara. Petruk

gaya ini juga memakai sarung. Atibut yang digunakan adalah anting, kalung

genta, gelang, dan senjata. Perbedaan yang tampak mencolok pada atribut Petruk

gaya ini dibanding Petruk gaya lainnya adalah pada senjatanya. Senjata Petruk

gaya ini pada gagang/peganggannya yang berbentuk kepala burung (Gambar :

4.138). Sehingga membuat senjata Petruk gaya ini terlihat lebih unik dari senjata

Petruk gaya lainnya. Ornamen yang terdapat pada sarung Petruk gaya Pesisiran

berupa kain slobok, yaitu kain bercorak kotak-kotak dengan garis-garis diagonal

dari sudut-sudutnya (Gambar : 4.135).

Secara keseluruhan Petruk berbagai versi tersebut memiliki perbedaan

sekaligus persamaan. Perbedaan yang mendasar terdapat pada ornament sarung

dan msing-masing atribut seperti anting, kalung, cincin dan senjata. Sedangkan

atribut berupa gelang, hanya Petruk gaya Surakarta yang berbeda. Persamaan

lainya Petruk berbagai versi di atas memakai busana berupa sarung. Meskipun

sama-sama memakai sarung, namun sarung yang dipakai Petruk berbagai versi di

atas tentu saja berbeda motif dan sunggingannya. Petruk berbagai versi ini sama-

sama memakai kalung genta, meskipun bentuk, motif dan warnanya berbeda.

Perbedaan yang paling mencolok adalah pada Petruk gaya Yogyakarta

koleksi museum SBY, Petruk gaya ini memakai sepatu, padahal lazimnya sepatu

hanya digunakan oleh pawa dewa dan jika ada tokoh Petruk memakai sepatu

adalah pada saat ia menjadi raja dengan nama Prabu Durtawarna atau Gurnadur

Jenderal Belgeduwel Beh (Widodo, 1984 : 136). Selain tiu pada Petruk gaya

Yogyakarta dalam Sagio dan Ir. Pambudi juga memakai sepatu.. Namun sampai

Page 166: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

148

hasil penelitian ini dibuat, peneliti belum dapat mengetahui secara jelas mengapa

Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY ini memakai sepatu.

4.2.2.4 Bagong

Busana yang dikenakan Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY

sama dengan busana panakawan pada umumnya, yaitu sarung. Ornamen yang

terdapat pada kain sarung Bagong berupa segitiga dengan warna-warna yang

berbeda (Gambar : 4.140). Ornamen ini sama dengan Petruk dan Gareng gaya

Yogyakartakoleksi museum SBY. Letak sarung berada di bawah perut dan

panjangnya sebatas mata kaki. Atribut yang terdapat pada Bagong gaya ini adalah

kalung roda, gelang, anting dan tidak bersenjata (lihat Gambar : 4.86). Dibanding

panakawan lainnnya, busana dan atribut Bagong lebih sederhana.

Selanjutnya adalah atribut Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum

WKY. Bagong gaya ini memiliki perbedaan yang menonjol dengan Bagong

gagrak Yogyakarta koleksi Museum Sono Budoyo pada atribut dan ornament

sarungnya. Ornamen yang terdapat pada sarung Bagong gaya ini bermotif kawung

(Gambar :4.142). Atribut yang digunakan sama yaitu anting, kalung dan gelang

(Gambar : 4.90). Perbedaanya pun terletak pada ornament masing-masing atribut

yang digunakan. Bentuk kalung Bagong gaya ini adalah kalung dengan tiga

leontin (Gambar : 4.141). Bagong gaya ini memakai sarung di bawah perutnya

dengan panjang sarung mencapai mata kaki. Sedangkan Busana yang dipakai

Bagong gaya Madya Surakarta koleksi museum WKY berupa kain sarung dengan

motif segitiga. Atribut yang dipakai adalah anting, kalung dan Gelang.

Page 167: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

149

Busana dan atribut berikutnya adalah busana Bagong gaya Pesisiran

koleksi Sudiharjo Jepara. Busana Bagong gaya ini sama dengan busana kedua

gagrak sebelumnya yaitu sarung. Atribut-atribut yang dipakai yaitu kalung,

anting, gelang. Tidak seperti Gareng dan Petruk yang memiliki senjata, Bagong

tidak memiliki senjata.

Ornamen yang ada pada busana Bagong gaya Pesisiran ini berbeda dari

panakawan gaya Pesisiran lainnya. Jika Semar, Gareng dan Petruk memakai

sarung dengan motif kotak-kotak, Bagong memakai sarung dengan motif kawung

berwarna putih dengan dasaran berwarna hitam. Dalam pemakaian sarung,

Bagong gaya ini berbeda dari Bagong versi lainnya. Bagong gaya ini memakai

sarung lebih ke atas, yaitu di bawah dada, Sedangkan bagong gaya lainnya

memakai sarung di bawah perutnya.

Secara keseluruhan Bagong berbagai versi di atas juga mempunyai

perbedaan sekaligus persamaan. Meski sama-sama memakai atribut berupa

sarung, namun ornament yang terdapat pada masing-masing sarung tersebut

berbeda-beda. Perbedaan lainnya adalah pada kalung yang digunakan Bagong

gaya Yogyakarta koleksi museum WKY. Bagong gaya ini tidak memakai kalung

roda berbentuk bulat seperti pada Bagong gaya lainnya, melainkan memakai

kalung dengan tiga leontin berbentuk segitiga.

Bagong berbagai gagrak di atas, memakai gelang yang sama, baik bentuk

maupun warnanya. Anting yang dipakai pada Bagong gaya Yogyakarta koleksi

museum WKY dan anting Gareng gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara

mempunyai bentuk yang sama dengan leontin pada kalung yang dipakai. Hanya

Page 168: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

150

Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY yang memakai anting yang

berbeda dengan kalungnya, ia memakai anting berbentuk bulat dengan warna

merah putih.

4.2.3 Pewarnaan/Sunggingan

4.2.3.I Semar

Tahap terakhir pada klasifikasi bentuk wayang adalah warna dari wayang

tersebut atau dalam dunia pewayangan sering disebut sunggingan. Dan warna

utama yang digunakan pada zaman dulu adalah :Warna putih terbuat dari tulang

binantang yang dibakar. Ditumbuk hingga halus, ditambah dengan kapur sirih dan

ancur mentah yang di rendam dalam proporsi perbandingan yang tepat. Warna

Hitam Warna hitam dihasilkan dari hoyan yang dicampur londho jangkang kepuh.

Bisa juga dari langer kukus lampu. Warna Kuning warna kuning dihasilkan dari

dari batu atal yang digerus. Warna Biru dibuat dari bahan nila (nila werdi). Warna

merah bahan dari gincu merah (Widodo, 1984 : 89). Seiring berkembangnya

zaman maka warna-warna tersebut sudah tidak digunakan lagi. Adapun pengrajin

wayang kulit jaman sekarang menggunakan cat acrylic sebagai bahan

penyunggingnya. Selain mudah didapat di toko-toko, dengan menggunakan cat ini

maka pengrajin wayang dapat menghemat waktu yang dulunya digunakan untuk

membuat warna-warna tersebut.

Berikut adalah sunggingan/pewarnaan Semar yang dikaji oleh peneliti,

meliputi Semar gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo, Semar gaya

Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo, Semar Madya Surakarta dan Semar

Page 169: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

151

gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon Yogyakarta dan Semar gaya

pesisiran koleksi Ki Sudiharjo Jepara

Semar gaya Surakarta koleksi museum RPS mempunyai badan berwarna

hitam, warna muka Semar putih, tetapi telinga hitam (lihat Gambar : 4.4).

Berdasarkan makna filosofisnya, putih berarti suci, hal ini sesuai dengan karakter

Semar yang merupakan seorang pamomong sejati yang berilmu tinggi, suci lahir

maupun bathin. Sedangkan tubuh Semar yang berwarna hitam berdasarkan

psikologi warna melambangkan misteri, agaknya hal ini sesuai dengan figur

Semar yang sangat misterius dan menyimpan berbagai macam pertanyaan.

Warna-warna yang digunakan pada kain sarung Semar adalah merah,

kuning, biru dan putih, tampak warna kuning menjadi dominasi. Pada sabuk yang

dikenakan Semar terdapat dua sunggingan dengan dua tingkatan, tingkatan

pertama terdiri dari lima sunggingan yaitu merah, kuning, putih, biru keputih-

putihan, dan biru dan tingkatan kedua berwarna merah dengan ornament berupa

belah ketupat dan titik-titik/garis berbentuk silang, pada sunggingan uncal warna-

warna yang digunakan adalah warna-warna panas seperti merah, kuning dan biru

(Gambar : 4.103). Pada atribut berupa gelang, cincin dan anting menggunakan

warna masing-masing berwarna kuning. Pada pewarnaan wayang gaya Surakarta

koleksi museum Radya Pustaka Solo, Warna komplementer lebih diutamakan,

sehingga membuat pewarnaan ini terlihat mencolok. Selain itu warna hitam pada

tubuh Semar menjadi dominasi dalam pewarnaan Semar gagrak Surakarta ini.

Page 170: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

152

Gambar : 4.101 Gambar : 4.102 Anting Semar Koleksi Museum RPS Gelang Semar Koleksi Museum RPS

(Gambar diolah oleh Penulis)

Gambar : 4.103 Sunggingan Pada Sabuk dan Sembuliyan

(Gambar Diolah oleh Penulis)

Pewarnaan pada Semar gaya Surakarta koleksi Museum SBY. Warna-

warna yang digunakan : merah, hitam, putih, hijau, rambut hitam, memakai

aksesoris berupa anting cabe merah yang merupakan ciri khas dari sosok Semar,

dari keempat gagrak yang ada, hanya Semar gaya Yogyakarta koleksi museum

SBY ini saja yang memakainya. Semar koleksi museum Sono Budoyo ini

Page 171: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

153

menggunakan warna hitam dan putih pada tubuh dan wajahnya (Gambar : 4.9).

Wajah berwarna putih artinya suci, sama seperti pewarnaan pada Semar gagrak

Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo.

Pada busana Semar gaya ini kain sarung yang digunakan terdapat

sembuliyan yang disungging dengan warna-warna cerah seperti kuning, hijau dan

merah (Gambar : 4.105). Diantara warna-warna yang ada pada Semar gaya

Yogyakarta ini warna-warna tersebut terlihat paling menyala. Hal ini dikarenakan

warna-warna lainnya pada sarung Semar adalah hitam dan putih. Pewarnaan pada

gagrak Yogyakarta Koleksi museum SBY warna hitam menjadi dominasi.

Pada Semar gagrak Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo Yogyakarta

inilah yang paling sesuai dengan karakter Semar sebagai seorang dewa yang

mengejawantah, hal ini terlihat dari aksesoris Semar yang memiliki makna

simbolik seperti Anting Cabe Merah (Gambar : 104), kuncung, satu gigi bawah

dan Kain memakai jarik poleng/motif kotak-kotak berwarna putih dengan garis-

garis berwarna hitam (Gambar : 4.107). Selain itu juga memakai gelang biasa

berwarna merah putih (Gambar : 106).

Gambar : 4.104

Anting cabe merah SBY Gambar diolah oleh Penulis

Page 172: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

154

Gambar : 4. 105

Sembuliyan pada Busana Semar SBY Gambar diolah oleh Penulis

Gambar : 4. 106

Gelang Semar SBY Gambar diolah oleh Penulis

Gambar : 4.107

Sunggingan Pada Busana Semar SBY Gambar diolah oleh Penulis

Page 173: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

155

Berikutnya pewarnaan Semar gaya Yogyakarta koleksi Museum Wayang

Kekayon Yogyakarta (WKY). Warna-warna yang digunakan pada Semar gaya ini

adalah warna hitam, putih, merah, emas/prada, hijau dan biru. Warna hitam

terdapat pada rambut, garis-garis outline dan juga pada kain sarung, warna putih

pada kuncung dan pada ornament kawung pada busana Semar, warna merah

tampak pada ukiran sabuk, selain merah sunggingan pada sabuk juga berwarna

biru, emas/perada dan putih (Gambar : 4.108), sedangkan warna perada terdapat

pada warna tubuh dan wajah, juga pada dasaran sarung yang dipakai Semar

(Gambar : 4.109). Pada aksesoris berupa gelang tangan, warna-warna yang

digunakan adalah merah dan putih (Gambar : 4.110). Warna-warna yang

digunakan Semar gaya ini lebih sedikit jika dibandingkan warna-warna yang ada

pada Semar gaya Surakarta dan Pesisiran. Sedangkan pewarnaan yang ada pada

Semar gaya Madya Surakarta tergolong unik dan lain dari pewarnaan wayang

yang biasa peneliti lihat. Semar gaya ini memiliki tubuh berwarna biru. Hal ini

berbeda dari pewarnaan pada panakawan maupun tubuh tokoh wayang lainnya

yang kebanyakan menggunakan warna hitam dan perada. Pewarnaan pada atribut

yang digunakan Semar gaya ini lebih sederhana dan sedikit warna, hanya

menggunakan warna kuning dan coklat. Pada sarung digunakan warna dasar hitam

dan ornament berwarna kuning (lihat Gambar : 4.16).

Pada Semar gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon

Yogyakarta ini warna perada lebih banyak digunakan, sehingga membuat

pewarnaan ini lebih menyala. Warna-warna lainnya pun sangat sederhana dan

tidak terlalu menjolok. Namun dengan adanya warna emas/perada memberikan

Page 174: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

156

kesan indah dan mewah. Warna emas pada tubuh, sebagian busana dan aksesoris

tampak sangat menonjol.

Gambar : 4.108

Sunggingan Pada Sabuk Semar WKY (Gambar Diolah oleh penulis)

Gambar : 4.109

Sunggingan pada sarung Semar WKY (Gambar Diolah oleh penulis)

Gambar : 4.110

Sunggingan Pada Gelang dan Anting Semar WKY (Gambar Diolah Oleh Penulis)

Page 175: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

157

Selanjutnya adalah pewarnaan Semar gaya Pesisiran. Warna-warna yang

digunakan pada Semar gaya ini adalah warna hitam, putih, merah, emas/prada,

hijau dan biru. Warna hitam terdapat pada rambut, garis-garis outline dan juga

pada kain sarung, warna putih pada kuncung,wajah, dan motif kotak-kotak pada

kain sarung, warna merah tampak pada sunggingan sabuk, selain merah

sunggingan pada sabuk juga berwarna hijau dan putih, sedangkan warna perada

terdapat pada warna tubuh dan aksesoris berupa anting hidung. Warna-warna yang

digunakan Semar gaya ini lebih sedikit jika dibandingkan warna-warna yang ada

pada Semar gaya Surakarta.

Pada Semar gaya Pesisiran koleksi Ki Sudiharjo ini warna perada lebih

banyak digunakan, sehingga membuat pewarnaan ini terlihat menyala. Warna-

warna lainnya pun sangat sederhana dan tidak terlalu mencolok. Namun dengan

adanya warna emas/perada memberikan kesan indah dan mewah. Warna emas

pada tubuh dan perhiasan seperti anting tampak sangat menonjol (Gambar : 4.25).

Pada sabuk Semar sunggingan yang digunakan adalah warna gradasi

kuning, hijau kuning, hijau biru dan gradasi putih, merah (Gambar : 111). Disela-

sela antara dua gradasi tersebut terdapat warna perada. Pada sunggingannya

terdapat arsiran berupa garis-garis horizontal yang beraturan, hal ini membuat

sunggingan lebih indah. Sedangkan sunggingan pada sumping adalah ukir-ukiran

yang disungging dengan warna kuning, hijau, putih dan merah. Semar gaya

pesisiran ini lebih sederhana yaitu ia memakai jarik poleng (motif kotak-kotak)

berwarna putih dengan garis-garis berwarna hitam (Gambar : 114).

Page 176: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

158

Warna muka Semar putih (Gambar : 112), putih berarti suci, hal ini sesuai

dengan karakter Semar yang merupakan seorang pamomong sejati yang berilmu

tinggi, suci lahir maupun bathin. Pada wajah Semar terdapat bibir dan mata yang

berwarna merah menyala, hal ini tampak kontras dengan warna wajah Semar yang

Putih. Mata Semar gaya ini terdiri dari dua tingkatan, tingkatan pertama berwarna

merah dan tingkatan kedua yaitu bola mata berwarna hitam. Pada wajah Semar

tidak tampak adanya garis-garis guratan berwarna hitam seperti yang tampak pada

Semar gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka solo, hal ini membuat

Semar gaya Pesisiran terlihat lebih muda.

Gambar : 4.111

Sunggingan pada sabuk Semar Pesisiran Gambar Diolah oleh Penulis

Gambar : 4.112

Sunggingan Pada Wajah dan Anting Semar Pesisiran Gambar Diolah oleh Penulis

Page 177: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

159

Gambar : 4.113

Sunggingan Pada Sumping Semar Pesisiran Gambar Diolah oleh Penulis

Gambar : 4.129

Sunggingan Pada Busana Semar Pesisiran Gambar Diolah oleh Penulis

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa

sunggingan/pewarnaan Semar berbagai versi di atas banyak yang menggunakan

warna-warna komplementer. Untuk pewarnaan gaya Yogyakarta koleksi museum

SBY dan gaya Surakarta koleksi museum RPS banyak ditemui kombinasi dari

warna-warna komplementer pada bagian sarung, kain lipatan, sembuliyan dan

bagian sabuk seperti Merah dan Hijau, dan Orange dan Biru. Gaya Yogyakarta

Page 178: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

160

koleksi museum WKY dan gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara juga

menggunakan pewarnaan yang sama, namun karena pada gaya Surakartawarna

prada (emas) lebih di utamakan maka warna komplementer tersebut terkesan

kalah terang yang mengakibatkan pewarnaan ini kurang menyala.

Pada bagian mata juga tampak jelas sekali perbedaannya dimana pada

mata Semar tidak menyisakan warna putih seperti yang terlihat pada Semar gaya

Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara. Sedangkan pada Semar gaya Yogyakarta

koleksi museum WKY menyisakan warna putih pada matanya. Berbeda lagi pada

mata Semar gaya Surakarta koleksi museum RPS dan museum SBY warna putih

diganti dengan warna perada. Pada pewarnaan bibir berwarna merah.

Perbedaan sunggingan kedua gaya ini juga terletak pada kumis dimana

kumis pada Semar gaya Surakarta koleksi museum RPS adalah kumis yang tebal

sedang kumis pada Semar gaya Yogyakarta koleksi museum SBY berupa sayatan

tipis. Dan perbedaan terakhir ada pada pola kain sarung, dimana sunggingan pada

sarung Semar gaya Surakarta koleksi museum RPS, gaya Yogyakarta koleksi

museum SBY dan gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo lebih banyak menggunakan

warna komplementer seperti merah, hijau, biru, kuning, Sedangkan Semar gaya

Yogyakarta koleksi museum WKY lebih banyak menggunakan warna perada.

4.2.3.2 Gareng

Berikut adalah sunggingan/pewarnaan pada Gareng yang dikaji oleh

Penulis meliputi Gareng gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo,

Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo, Gareng Madya Surakarta

Page 179: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

161

dan Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon Yogyakarta dan

Gareng gaya pesisiran koleksi Ki Sudiharjo Jepara.

Gareng gaya Surakarta koleksi museum RPS warna-warna yang digunakan

adalah hitam, putih, merah, biru, kuning, warna kuning kecoklatan. Warna hitam

pada rambut dan warna tubuh, warna kuning kecoklatan pada warna wajah dan

atribut berupa kalung (Gambar : 4.115), gelang tangan (Gambar : 4.116) dan

sebagian ornament pada sarung, warna putih pada mata, gigi, sunggingan pada

sabuk, selain warna putih sunggingan pada sabuk juga terdapat warna merah,

kuning, biru dan coklat (Gambar : 4.117), warna merah pada bola mata, bibir,

senjata dan sebagian ornament pada sarung.

Warna hitam menjadi dominasi pada pewarnaan Gareng gaya Surakarta.

Namun diimbangi dengan warna komplementer pada busananya, sehingga

membuat pewarnaan ini terlihat mencolok, meski warna wajah yang berwarna

coklat tampak tidak terlalu mencolok. Dalam pewarnaan Gareng gaya Surakarta

ini tidak menggunakan prada/emas yang biasa digunakan pada sunggingan

wayang kulit purwa. Untuk mengganti warna perada, digunakan warna kuning

kecoklatan seperti yang tampak pada warna wajah dan atribut.

Gambar : 4.115 Ornament dan Sunggingan Pada Kalung Gareng RPS

Gambar Diolah oleh Penulis

Page 180: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

162

Gambar : 4.116

Sunggingan Pada Gelang Gareng RPS Gambar diolah oleh Penulis

Gambar : 4.117

Sunggingan pada sabuk dan senjata Gareng RPS Gambar diolah oleh Penulis

Pewarnaan kedua adalah Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum SBY.

Warna-warna yang digunakan pada Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum

SBY adalah warna coklat, hitam, putih, merah dan kuning. Warna hitam terdapat

pada tubuh, rambut, kumis-kumisan, alis mata, dan pada outline-outline. Warna

merah terdapat pada sabuk, bibir, sunggingan pada mata, gelang tangan dan

sunggingan pada anting (Gambar : 4.5). Warna putih pada sunggingan mata dan

Page 181: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

163

warna hitam putih terdapat pada motif segitiga pada kain. Pada atribut seperti

kalung, gelang, anting dan cincin menggunakan warna merah putih.

Secara keseluruhan warna-warna Gareng gaya Yogyakarta didominasi

oleh warna hitam, sehingga membuat pewarnaan ini tidak terlalu menyala. Warna-

warna lain seperti perada tidak dipakai di sini. hal ini sangat berbeda dengan

gagrak Yogyakarta lainnya yang cenderung menggunakan warna perada sehingga

terkesan mewah dan mahal. Pewarnaan pada sarung saja sangat sederhana, hanya

ada warna hitam putih pada motif segitiga dan warna merah dan kuning pada

uncal dan sabuk (Gambar : 4.118).

Gambar : 4. 118 Busana Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum SBY

Gambar diolah oleh Penulis

Gambar : 4.119

Sunggingan pada wajah Gareng SBY Gambar Diolah oleh Penulis

Page 182: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

164

Gambar : 4. 120 Sunggingan Pada Anting dan Kalung Gareng SBY

Gambar Diolah oleh Penulis

Selanjutnya pewarnaan Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum WKY.

Warna-warna yang digunakan pada Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum

WKY adalah warna emas/perada, warna coklat, hitam, putih, merah, dan biru.

Warna hitam tedapat pada rambut, kumis-kumisan, alis mata, dan pada outline-

outline. Warna merah terdapat pada sabuk, bibir, sunggingan pada mata, gelang

tangan dan sunggingan pada anting. Warna putih pada sunggingan mata dan motif

kawung pada kain. Warna coklat terdapat pada leontin kalung dan warna perada

terdapat pada warna tubuh dan pada dasaran kain. Berbeda dari

sunggingan/pewarnaan Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum WKY yang

lebih banyak mengunakan warna perada, Gareng gaya Madya Surakarta ini lebih

banyak menggunakan warna biru. Atribut yang dipakai adalah gelang, kalung, dan

Page 183: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

165

cincin. Kalung berwarna merah, kuning, hitam, sedangkan sarung berwarna dasar

hitam dengan ornament berwarna kuning (lihat Gambar : 4.121)

Secara keseluruhan warna-warna Gareng gaya Yogyakarta WKY ini

didominasi oleh warna perada/emas, sehingga membuat pewarnaan ini terkesan

mewah dan menarik. Warna-warna lain seperti biru dan merah sangat sedikit

dipakai. Hanya ada pada ornament sabuk, sehingga membuat pewarnaan ini

kurang mencolok. Sedangkan pada gareng gaya Madya Surakarta WKY ini

didominasi warna biru sehingga membuat pewarnaan Gareng gaya ini terlihat

mencolok.

Gambar : 4.121

Sunggingan pada Sarung Gareng WKY Gambar diolah oleh Penulis

Gambar : 4.122

Sunggingan pada Wajah Gareng WKY Gambar Diolah oleh Penulis

Page 184: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

166

Gambar : 4.123

Sunggingan pada Kalung dan Anting Gareng WKY Gambar Diolah oleh penulis

Pewarnaan keempat yaitu Gareng gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara.

Pada Gareng gaya Pesisiran koleksi Ki Sudiharjo ini warna perada lebih banyak

digunakan, sehingga membuat pewarnaan ini terlihat menyala. Warna-warna

lainnya pun sangat sederhana dan tidak terlalu mencolok. Namun dengan adanya

warna emas/perada memberikan kesan indah dan mewah. Warna emas pada tubuh

tampak sangat menonjol.

Warna-warna yang digunakan pada Gareng gaya ini adalah warna hitam,

putih, merah, emas/prada, hijau dan biru. Warna hitam terdapat pada rambut,

garis-garis outline dan juga pada dasaran kain sarung, warna putih pada wajah,

dan motif kawung pada kain sarung (Gambar : 4.124), warna merah tampak pada

sunggingan sabuk, selain merah sunggingan pada sabuk juga berwarna hijau dan

putih (Gambar : 4.125), sedangkan warna perada terdapat pada warna tubuh, dan

warna biru pada anting dan pada leontin kalung, sedangkan talinya berwarna

merah (Gambar : 4.126). Warna-warna yang digunakan Gareng gaya ini lebih

Page 185: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

167

sedikit jika dibandingkan warna-warna yang ada pada Gareng gaya Surakarta,

selain itu pada tiap sunggingan terdapat arsiran.

Gambar : 4.124

Sunggingan pada Busana Gareng Pesisiran Gambar Diolah oleh Penulis

Gambar : 4.125

Sunggingan pada Sabuk Gareng Pesisiran Gambar diolah oleh penulis

Gambar : 4.126

Sunggingan Pada Anting dan Kalung Gareng Pesisiran Gambar diolah oleh Penulis

Page 186: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

168

Gambar : 4.127

Sunggingan pada Wajah Gareng Pesisiran (Gambar Diolah oleh Penulis)

Secara keseluruhan, keempat Gareng dari berbagai versi di atas memiliki

persamaan sekaligus perbedaan dalam pewarnaan/sunggingan. Perbedaan yang

menonjol tampak pada wajah Gareng gaya Pesisiran, Gareng gaya surakarta dan

Gareng gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang kekayon. Wajah Gareng gaya

Pesisiran berwarna putih, wajah Gareng gaya Surakarta berwarna coklat

kekuningan, sedangkan Gareng gaya Yogyakarta berwarna prada. Warna putih

pada wajah Gareng gaya Pesisiran ini sama dengan warna wajah pada Gareng

gaya Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo. Seperti halnya sunggingan pada

Semar, sunggingan pada Gareng juga lebih banyak menggunakan warna

komplementer seperti merah dan hijau, kuning dan biru. Pada Gareng gaya

Yogyakarta koleksi museum WKY warna komplementer sangat sedikit

digunakan, yaitu warna merah dan biru pada sabuk saja. Perwarnaan Gareng gaya

ini didominasi warna perada. Sehingga membuat Gareng gaya ini terkesan lebih

mewah dibanding Gareng gaya lainnya.

Page 187: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

169

4.2.3.3 Petruk

Berikut ini adalah sunggingan/pewarnaan Petruk yang dikaji oleh peneliti,

meliputi Semar gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo, Semar gaya

Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo, Semar Madya Surakarta dan Semar

gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon Yogyakarta dan Semar gaya

pesisiran koleksi Ki Sudiharjo Jepara.

Warna-warna yang digunakan pada Petruk gaya Surakarta koleksi museum

RPS adalah warna perada, coklat, hitam, putih, merah, biru dan kuning. Warna

hitam terdapat pada tubuh, rambut, kumis-kumisan, alis mata, dan pada outline-

outline. Warna merah terdapat pada sabuk, bibir, sunggingan pada mata,

palemahan dan sebagian ornament pada sarung (Gambar : 4.6). Warna perada

terdapat pada warna wajah dan juga terdapat pada warna dasar kain sarung. Warna

hitam terdapat pada warna tubuh. Pada atribut seperti kalung, gelang dan cincin

menggunakan warna kuning kecoklatan (Gambar : 4.128).

Secara keseluruhan, warna Petruk gaya ini didominasi warna hitam. Selain

itu warna perada juga banyak digunakan dalam pewarnaan Petruk gaya Surakarta.

Warna-warna komplementer seperti merah, biru dan kuning jarang sekali

digunakan, kalaupun digunakan itu sangat sedikit dan pada bagian yang kecil saja.

Sehingga membuat pewarnaan ini kurang mencolok.

Page 188: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

170

Gambar : 4.128

Sunggingan Pada Kalung dan Gelang Tangan Petruk RPS Gambar Diolah oleh Penulis

Gambar : 4.129

Sunggingan Pada Sarung Petruk RPS

Gambar : 4.130

Sunggingan pada Wajah Petruk RPS Gambar Diolah oleh Penulis

Page 189: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

171

Pewarnaan Petruk gaya Yokyakarta koleksi museum SBY. Warna-warna

yang digunakan pada Petruk gaya ini adalah warna merah, kuning, hijau, hitam,

dan putih. Warna merah terdapat pada warna bibir, mata, anting, gelang, kalung,

tangkai senjata dan sunggingan pada sarung. Warna hitam terdapat pada rambut,

warna tubuh, alis mata, kumis, dan sunggingan pada sarung, dan sebagainya.

Warna hitam menjadi dominasi pada Petruk gaya ini. Warna komplementer

banyak digunakan dalam pewarnaan Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum

SBY sehinnga membuat pewarnaan ini terlihat menyala.

Gambar : 4.131 Sunggingan pada Wajah Petruk SBY

Gambar Diolah oleh penulis

Gambar : 4.147

Sunggingan pada Kalung Genta Petruk SBY Gambar Diolah oleh Penulis

Page 190: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

172

Selanjutnya adalah pewarnaan Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum

WKY. Warna-warna yang digunakan pada Petruk gaya ini adalah warna perada/

emas, warna hitam, hijau, putih, merah, jingga dan kuning (Gambar : 4.22).

Warna perada terdapat pada wajah dan seluruh tubuh. Warna hitam terdapat pada

rambut, alis mata,pupil mata,warna hijau terdapat pada kalung genta Petruk dan

anting, warna putih terdapat pada ornament kawung, merah terdapat pada gelang,

bibir,sunggingan pada mata, dan sunggingan pada kain sarung. Biru terdapat pada

sembuliyan. Jingga, merah, perada terdapat pada kain wiru, dan sepatu. Kuning

pada senjata. Pada Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY, warna perada

menjadi dominasi. Warna-warna komplementer sangat sedikit digunakan.

Sehingga membuat pewarnaan ini kurang mencolok. Berbeda dari pewarnaan

Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY yang didomonasi warna perada,

pewarnaan Petruk gaya Madya Surakarta koleksi Museum WKY dominan

berwarna biru. Warna-warna yang digunakan adalah biru, merah, kuning, coklat

dan hitam (lihat Gambar : 4.16)

Gambar : 4.133

Sunggingan pada Kalung Genta Petruk WKY Gambar Diolah oleh Penulis

Page 191: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

173

Gambar : 4.134

Sunggingan Pada Busana Petruk WKY Gambar Diolah Oleh Penulis

Gambar : 4.135 Sunggingan Pada Wajah Petruk WKY

Gambar Diolah Oleh Penulis

Petruk sampel terakhir adalah Petruk gaya Pesisiran. Pewarnaan Petruk

gaya ini berbeda dari ketiga gagrak sebelumnya. Warna-warna yang digunakan

Petruk gaya ini adalah warna perada/emas, hitam, putih, merah, biru, coklat,

kuning dan hijau. Warna perada terdapat pada warna tubuh, warna hitam terdapat

pada rambut, warna putih terdapat pada wajah dan sarung (Gambar : 151), warna

merah terdapat pada bibir dan kalung genta, warna biru terdapat pada anting dan

Page 192: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

174

sembuliyan pada kain sarung. Pada tepi kain atau wiru terdapat sunggingan

dengan warna merah, kuning dan hijau. Pada senjata Petruk terdapat warna coklat

pada tempat/sarung senjata, sedangkan pada gagang senjata yang berbebtuk

kepala burung berwarna hijau dengan garis berwarna merah (Gambar : 4.138).

Secara keseluruhan warna-warna yang digunakan Petruk gaya pesisiran ini

didominasi oleh warna perada, yaitu warna pada seluruh tubuh yang membuat

pewarnaan Petruk gaya ini terlihat menyala. Warna-warna komplementer sangat

sedikit digunakan, sehinggga membuat pewarnaan ini kurang mencolok.

Gambar : 4.136

Sunggingan pada Busana Petruk Pesisiran Gambar Diolah oleh Penulis

Gambar : 4.137

Sunggingan pada Wajah Petruk Pesisiran Gambar Diolah oleh Penulis

Page 193: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

175

Gambar : 4.138

Sunggingan pada Senjata Petruk Pesisiran Gambar Diolah Oleh Penulis

Berdasarkan pewarnaan/sunggingan Petruk berbagai versi di atas, dapat

ditarik sebuah kesimpulan bahwa selalu terdapat perbedaan dan persamaan pada

pewarnaan wayang kulit purwa, khususnya tokoh panakawan. Meskipun sama-

sama Petruk gaya Yogyakarta, antara Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum

Sono Budoyo dan koleksi museum Wayang Kekayon pun berbeda. Petruk gaya

Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo didominasi warna hitam, sedangkan

Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon didominasi warna

prada/emas. Persamaan yang ada terdapat pada Petruk gaya Pesisiran dan Petruk

gaya Yogyakarta koleksi museum Sono Budoyo, yaitu wajah kedua gagrak

tersebut berwarna putih.

Pewarnaan yang ada pada Petruk berbagai versi di atas juga lebih banyak

menggunakan warna komplementer. Hanya saja masih diimbangi dengan warna

perada dan hitam pada tubuh. Seperti pada Petruk gaya Pesisiran dan Petruk gaya

Yogyakarta koleksi museum WKY yang bertubuh perada dan Petruk gaya

Yogyakarta koleksi museum SBY dan Petruk gaya Surakarta koleksi museum

RPS yang berawarna hitam.

Page 194: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

176

4.2.3.4 Bagong

Pewarnaan Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY menggunakan

warna-warna hitam, putih, merah, biru, hijau, dan kuning. Hitam terdapat pada

seluruh tubuh dan rambut. Merah, kuning, hijau terdapat pada ornament sarung.

Biru gradasi putih terdapat pada kalung roda. Putih terdapat pada wajah.

Pewarnaan Bagong gaya ini didominasi warna hitam.

Secara keseluruhan warna pada Bagong didominasi warna hitam.

Penggunaan warna komplementer pada pewarnaan Bagong gaya ini membuat

pewarnaan Bagong gaya ini terlihat menyala. Warna hitam pada seluruh tubuh

tampak menjadi dominasi, namun hal ini diimbangi dengan warna putih pada

wajah Bagong. Sehingga membuat Bagong gaya ini terlihat balance.

Gambar : 4.139

Sunggingan Pada Wajah SBY Gambar diolah oleh Penulis

Page 195: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

177

Gambar : 4.155

Sunggingan Pada Busana Bagong SBY Gambar diolah oleh Penulis

Warna-warrna yang digunakan pada Bagong gaya Yogyakarta koleksi

WKY adalah warna-warna perada, merah, hitam, putih, hijau, dan biru. Warna

perada terdapat pada seluruh tubuh, hitam terdapat pada rambut, outline, warna

merah, biru, hijau, terdapat pada sarung. Warna merah terdapat pada bibir, gelang,

dan sunggingan tengah mata. Putih terdapat pada gigi, bagian dalam mata, dan

kuku-kuku. Secara keseluruhan warna perada menjadi dominasi pada Bagong

gaya Yogyakarta koleksi MWKY.

Dibandingkan Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY, pewarnaan

Bagong gaya ini lebih terkesan mewah. Hal ini dikarenakan penggunaan warna

prada pada Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum WKY. Perbedaan yang

tampak dari kedua gagrak tersebut terdapat pada pewarnaan. Meski pada

perbentukkan pun juga terdapat berbeda, tetapi perbedaan yang paling menonjol

tampak pada pewarnaannya. Sedangkan pewarnaan pada Bagong gaya Madya

Surakarta dominan berwarna biru. Warna tubuh berwarna putih, rambut bitam,

Page 196: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

178

warna pada busana/sarung berwarna dasar hitam dengan ornament berwarna

kuning (lihat Gambar : 4.16).

Gambar : 4.141

Sunggingan pada Wajah dan Atribut Bagong WKY

Gambar : 4.142

Sunggingan pada Busana dan Atribut Bagong WKY (Gambar Diolah oleh Penulis )

Selanjutnya adalah pewarnaan/sunggingan Bagong gaya Pesisiran koleksi

Sudiharjo Jepara. Warna-warna yang digunakan adalah warna putih, prada/emas,

hitam, merah, biru, dan hijau. Warna putih terdapat pada wajah dan dasaran pada

Page 197: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

179

sarung Bagong, warna prada terdapat pada warna tubuh, warna hitam terdapat

pada rambut, kumis-kumisan, dan outlie. Warna merah terdapat pada tali kalung,

mulut, sembuliyan dan sunggingan pada gelang.

Pewarnaan Bagong gaya ini hampir sama dengan Bagong gaya

Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon Yogyakarta, yaitu sama-sama

menggunakan warna prada sebagai warna tubuh. Sehingga membuat pewarnaan

ini terlihat menyala. Hanya saja warna wajah kedua gagrak tersebut tidak sama.

Warna-warna komplementer tidak banyak digunakan pada Bagong gaya ini.

Sunggingan pada atribut dan wiru hanya menggunakan warna merah, hijau dan

biru. Seperti pada anting, kalung dan wiru/tepi kain hanya disungging dengan

warna gradasi biru ke putih. Sunggingan dengan gradasi hijau ke putih terdapat

pada sabuk. Sedangkan sunggingan dengan warna merah terdapat pada

sembuliyan dan gelang. Dari ketiga gagrak Bagong ini, Bagong gaya pesisiran

koleksi Sudiharjo Jepara inilah yang sedikit menggunakan sunggingan dengan

warna komplementer. Sunggingan pada sarung saja hanya menggunakan warna

hitam dan putih.

Gambar : 4.143

Sunggingan pada Kalung Roda Bagong Pesisiran Gambar Diolah oleh Penulis

Page 198: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

180

Gambar : 4.144

Sunggingan pada Wajah Bagong Pesisiran (Gambar Diolah oleh Penulis)

Gambar : 4.145

Sunggingan pada Busana Bagong Pesisiran (Gambar Diolah oleh penulis)

Secara keseluruhan berdasarkan Bagong berbagai versi di atas, dapat

disimpulkan bahwa Bagong gaya Surakarta koleksi museum Radya Pustaka Solo

mempunyai sunggingan dengan warna-warna yang bervariasi dan lebih banyak

menggunakan warna komplementer, seperti merah, biru, kuning dan hijau .

Sedangkan Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum Wayang Kekayon dan

bagong gaya Pesisiran Jepara lebih banyak menggunakan sunggingan warna biru

pada sabuk dan atribut dan warna putih untuk sunggingan pada wajah.

Page 199: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

181

Sunggingan pada mata Bagong gaya Yogyakarta Koleksi museum WKY

mnyisakan warna hitam, sedangkan mata Bagong gaya Yogyakarta koleksi

museum SBY dan gaya Pesisiran koleksi Sudiharjo Jepara tidak menyisakan

warna putih, tetapi semua bagian di blok dengan warna merah, hanya menyisakan

warna hitam ditengah-tengah mata sebagai pupil mata. Bagong Pesisiran : warna

putih, prada/emas, hitam, merah, biru, dan hijau. Warna perada menjadi dominasi

sehingga membuat pewarnaan ini terlihat menyala.

Pewarnaan Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY menggunakan warna-

warna hitam, putih, merah, biru, hijau, dan kuning.

Page 200: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

182

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti menyimpulkan

bahwa panakawan wayang kulit purwa beranekaragam. Keanakaragaman terdapat

pada bentuk, sikap tangan, sikap kaki, sikap kepala, di samping itu juga ada yang

sama/mirip pada perbentukan mata, hidung, mulut. Busana yang digunakan

panakawan adalah sarung. Sedangkan atribut yang digunakan Gareng, Petruk,

Bagong secara umum adalah anting, kalung, gelang, cincin dan senjata.

Sedangkan pada Semar tidak memakai kalung dan senjata melainkan memakai

sumping. Pewarnaan pada panakawan juga beranekaragam, ada dua warna tubuh

yaitu hitam dan prada, warna wajah menggunakan warna putih dan prada. Pada

uncal wastra terdapat warna-warna komplementer seperti merah, biru, hijau,

kuning terdapat pada sembuliyan dan sampur/sabuk. Sedangkan warna atribut

menggunakan warna merah putih, biru, hijau dan kuning. keanekaragaman

panakawan dari segi perbentukan tokoh terutama dikaji dari segi mata, hidung,

mulut; busana/atribut dan pewarnaan/sunggingan. Secara rinci simpulan

dideskripsikan sebagai berikut :

5.1.1 Perbentukan tokoh panakawan beranekaragam. Selain itu juga terdapat

kesamaan/kemiripan pada mata, hidung dan mulut. Perbentukan tokoh panakawan

Semar adalah tubuh pendek, bokong besar, kaki pendek, mempunyai kuncung,

mata rembesan, mulut tipis dengan satu gigi, terdapat kumis-kumisan, hidung

pesek dan kecil. Gareng bertubuh pendek, kaki gejig/jinjit, tangan ciker/bengkok,

Page 201: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

183

kepala bulat, rambut hitam, Mata keran, mulut gusen dengan satu gigi,

mempunyai kumis-kumisan, bentuk hidung pentel pace. Petruk bertubuh

kero(kurus), panjang/tinggi, perut buncit, rambut panjang, bentuk mata

kedondong, hidung nyempaluk, panjang dan melit, mulut lebar. Bagong bertubuh

bulat, perut buncit, kedua kaki sejajar tanpa palemahan, mata plelengan, hidung

pesek dan kecil, mulut lebar.

5.1.2 Busana dan atribut panakawan memiliki kesamaan yaitu sarung. Atribut

yang digunakan pun tidak jauh berbeda. pada Gareng, Petruk dan Bagong atribut

yang digunakan berupa gelang tangan, cincin, anting, kalung dan bersenjata.

Sedangkan Semar juga memakai atribut seperti anting, gelang tangan, cincin,

tetapi tidak bersenjata, melainkan memakai sumping.

3. Pewarnaan/sunggingan pada panakawan ada dua warna tubuh yang berbeda,

yaitu hitam dan prada. Hitam pada panakawan RPS dan Panakawan SBY,

sedangkan perada pada panakawan WKY dan panakawan Pesisiran. Warna-warna

komplementer seperti, merah, biru, hijau, kuning terdapat pada uncal wastra dan

sampur/sabuk. Warna wajah menggunakan warna putih dan prada. Sedangkan

Warna pada atribut lebih banyak menggunakan warna merah putih dan kuning.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, peneliti memberikan

saran:

5.2.1 Bagi peneliti lain untuk menindaklanjuti dengan membandingkan tokoh

panakawan gagrak lainnya, ada alternatif lain yaitu panakawan gagrak Banyumas,

panakawan gagrak Cirebon dan panakawan gagrak Jawa timuran.

Page 202: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

184

5.2.2 Bagi para guru seni rupa di Sekolah Dasar, dengan kesederhanaan bentuk,

busana dan atribut serta pewarnaan/sunggingan panakawan memungkinkan untuk

digunakan sebagai pembelajaran yang elementer di sekolah.

Page 203: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

185

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan praktik. Edisi

Revisi IV.Jakarta: PT Rineka Cipta

Bastomi, Suwaji.2001. Gelis Kenal Wayang. Surabaya : Pustaka Baru

_____________. Sejarah Seni Rupa Indonesia 1. Semarang : FPBS IKIP

Semarang

Gie, TL.1976. Garis Besar Estetika Filsafat Keindahan.Yogyakarta: Karya

_______.1976. Pengantar Estetika. Yogyakarta: Yayasan Kanisius

Hermawati, dkk.2006. Wayang Koleksi Museum Jawa Tengah. Semarang

Hidayatussalam.2007.Ekspresi Semar dalam Karya Seni Lukis.Skripsi.Fakultas

Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang

Ismiyanto.2003. Metode Penelitian. Semarang:Universitas Negeri Semarang

Moeliono. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Moleong, Lexy J.1988.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Mulyono, Sri.1989. Apa dan Siapa Semar.Jakarta: PT Tema Baru

Rhondi, M.2002.Tinjauan Seni Rupa. Paparan perkuliahan Mahasiswa.Jurusan

Seni Rupa.Tidak dipublikasikan

Rohidi, T.R.2000.Kesenian dalam pendekatan kebudayaan.Bandung:STSI

Bandung

Rokhmat, Nur.2009.Nilai Estetis dan Makna Simbolis Lampion Arak-arakan

Takbir Mursal. Dalam Imajinasi Jurnal SeniVolume V-1 Juli 2009.

Fakultas Bahasa dan Seni UniversitasNegeri Semarang.

Sachari, A.2002.Estetika: makna, simbol dan daya. Bandung:ITB

Page 204: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

186

Sagio dan Samsugi, 1988. Wayang Kulit Gagrak Yogyakarta, Morfologi, Tatahan,

Sunggingan dan Teknik Pembuatan. Jakarta: Balai Pustaka.

Setyani, T.I.2008. Ragam Wayang di Nusantara.Tesis. Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya Universitas Indonesia.

Sularno.2010. Wayang Kulit Purwa Gaya Surakarta dan Wayang Kulit Purwa

Gaya Yogyakarta Ditinjau dari Bentuk Visualnya.Tesis.Fakultas

Sastra dan Seni Rupa, Universitas Ssebelas Maret

Sumukti, Tuti.2006. SEMAR; Dunia Batin Orang Jawa. Yogyakarta : Galang

Press

Sunaryo, Aryo.2010.“Identifikasi dan Apresiasi Wayang Kulit”. Bahan

Perkuliahan Kajian Seni Rupa Nusantara Jurusan Seni Rupa

Universitas Negeri Semarang

____________.2007.Wayang Kulit Gaya Surakarta dan Yogjakarta, Perupaan

dan perbedaannya. Bandung:ITB

____________.2002. Nirmana. Paparan Perkuliahan Mahasiswa. Jurusan Seni

Rupa Unnes Tidak dipublikasikan

Syafii.2006.Konsep dan model pembelajaran Seni Rupa. Paparan Perkuliahan

Mahasiswa. Jurusan Seni Rupa tidak dipublikasikan

Triyanto.2008.Estetika Nusantara: Sebuah Perspektif Budaya. Semarang:

UNNES PRESS

Usman, Syafaruddin dan Isnawita Din.2010. WAYANG (Kepribadian Luhur

Jawa).Jakarta: Cakrawala

Widodo M. P. 1984. Tuntunan Ketrampilan Tatah Sungging Wayang Kulit.

Surakarta: Depdikbud Kanwil Propinsi Jawa Timur.

Widyawati, R.W.2009. Ensiklopedi Wayang.Yogyakarta : Pura Pustaka

http//www.galeri nasional.pdf/250310

http//Wikipedia, ensiklopedia bebas.wayang/03062010

Page 205: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

187

www.wayang kulit purwa/o40310)

http//www.Sudarjanto.multiply.com//230911)

http//www.bagong.org//240910

Page 206: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

188

Lampiran 1 Tabel : 1

Keanekaragaman Bentuk Panakawan Semar Wayang Kulit Purwa No. Aspek-aspek Koleksi Museum RPS Koleksi Museum SBY Koleksi Museum WKY Koleksi Dalang

Gaya Yogyakarta Madya Surakarta 1. Perbentukan

Tokoh Tubuh tegak, bokong besar, lonjong, wajah lebar dengan garis-garis lengkung di sudut hidung dan dahi dan wajah mendongak ke atas, mempunyai kuncung.

tubuh lebih tegak dan pendek, tangan bagian kiri kedepan, jari telunjuk menunjuk ke bawah, tangan bagian belakang diatas bokong, jari-jari menghadap ke depan, tubuh tegak, wajah menengadah, mempunyai kuncung

bokong Semar lebih besar, tubuh pendek dan gemuk, tangan bagian belakang menggenggam, sedangkan jari telunjuk menunjuk ke atas, kelima jari tangan kanan terbuka, wajah menengadah, kaki sejajar, berkuncung

tubuh lebih besar, wajah menengadah ke atas, mempunyai kuncung, perut buncit, kaki lebih pendek, tangan kiri menunjuk, bokong besar dan lonjong.

bentuk tubuh lebih pendek, kaki lebih pendek, kelima jari tangan kanan terbuka, Jari telunjuk tangan kiri menunjuk, wajah menghadap ke depan, bokong besar.

-Mata Mata rembesan dengan garis sudut mata yang melengkung ke atas. Terdapat lingkaran mata berupa garis lengkung yang mengelilingi mata. Mata terdiri tiga lapisan warna : kuning, merah, hitam.

Bentuk mata yang berupa garis dengan bola mata berbentuk setengah lingkaran, kelopak mata besar dengan garis lengkung pada sudut mata yang tegas. Mata terdiri dari tiga lapisan, lapisan pertama pupil mata berwarna hitam, lapisan kedua berwarna merah, lapisan ketiga berwarna coklat.

Mata rembesan, terdiri dari tiga tingkatan yaitu tingkatan pertama pada bagian terluar berwarna perada, tingkatan kedua berwarna putih, dan tingkatan ketiga bola mata berwarna merah.

Mata rembesan, terdiri dari empat lapisan pertama, pupil mata berwarna hitam, lapisan kedua berwarna jingga, lapisan ketiga berwarna kuning, lapisan keempat berwarna merah

Mata besar dan hanya berupa bulatan dengan garis atau lekukan di sudut mata yang sangat kecil dan tipis. Mata Semar gaya ini terdiri dari dua tingkatan, tingkatan pertama berwarna merah dan tingkatan kedua yaitu bola mata berwarna hitam

-Hidung Bentuk hidung Semar besar dan lebih ke dalam, pada sudut hidung terdapat dua garis lengkung sejajar yang

Hidung berupa garis lengkung berbentuk ulir. Letak hidung lebih ke dalam, sehingga pipi bagian

Hidung berbentuk ulir, menonjol ke luar, terdapat dua garis diagonal yang membelah antara mata dan

Hidung kecil, pesek, tidak terdapat ulir dan terdapat dua garis yang melengkung dari liang hidung hingga ke

Hidung kecil dan menonjol ke luar, memakai anting di hidung.

Page 207: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

189

membelah antara mata dan mulut.

samping kelihatan, selain itu pada ujung ulir pada hidung juga terdapat garis yang berkelok ditengah-tengah bagian mata dan mulut.

mulut yang berawal dari sudut hidung, a ntara dahi dan hidung dihubungkan oleh lekukan yang cukup dalam.

ujung mulut, pipi bagian belakang agak terlihat, sehingga hidung Semar gaya ini lebih ke tengah

-Mulut rahang bagian bawah lebih panjang dari rahang bagian atas, mulut agak terbuka dan terdapat satu gigi di rahang bawah, mempunyai kumis-kumisan, pada sudut bibir terdapat garis lengkung berbentuk ulir

Mulut lebih kecil, terbuka dengan satu gigi dibagian bawah, bibir atas dan bawah sama-sama tipis, mempunyi kumis-kumisan.

mulut lebar dan mengatup, bibir bagian atas dan bawah sejajar, janggut menonjol kedepan, mulut mengatup, gigi satu dibagian bawah, Bibir bagian atas lebih tipis dari pada bibir bagian bawah. Antara hidung dan bibir bagian bawah terdapat jarak yang panjang.

bibir lebar dengan satu gigi di bagian bawah, bibir bagian bawah lebih panjang dari bibir bagian atas, mulut terbuka, terdapat kumis-kumisan.

terbuka dengan satu gigi di bagian bawah, kumis-kumisan, rahang bagian bawah lebih lebar Terdapat lekukan di bawah bibir yang menghubungkan dengan dagu.

2. Busana dan Atribut

Memakai aksesoris berupa anting berwarna kuning, memakai sumping bermotif bunga berwarna biru keputihan, memakai busana berupa sarung, Atribut-atibut yang digunakan adalah gelang tangan, anting, sumping berupa bunga dan cincin

Busana berupa sarung, memakai kain bermotif kotak-kotak hitam putih. Atribut yang digunakan Semar gaya ini anting cabe merah, gelang tangan biasa seperti yang digunaka para abdi dan cincin.

Memakai busana berupa sarung dengan motif kawung, aksesoris berupa anting cabe berwarna hijau, gelang tangan dan cincin.

Memakai busana sarung bermotif kawung, memakai atribut berupa anting, gelang dan cincin wajah putih, berkuncung putih, memakai sumping bermotif daun, memakai anting di hidung,

Memakai aksesoris berupa anting berwarna biru, memakai sumping, memakai busana berupa sarung, memakai jarik poleng (motif kotak-kotak) berwarna putih dengan garis-garis berwarna hitam juga mengenakan aksesoris gelang tangan merah putih.

3. Sunggingan Warna-warna yang digunakan pada kain sarung Semar adalah merah, kuning, biru dan putih, tampak warna kuning menjadi dominasi. Pada sabuk yang dikenakan

Warna-warna yang digunakan : merah, hitam, putih, hijau, rambut hitam, memakai aksesoris berupa anting cabe merah, wajah putih, tubuh hitam. Sembuliyan yang

Warna-warna yang digunakan adalah warna hitam, putih, merah, emas/prada, hijau dan biru. Warna hitam terdapat pada rambut, garis-garis outline dan juga pada kain sarung,

Warna biru pada tubuh menjadi dominasi. Pewarnaan pada atribut yang digunakan adalah warna kuning dan coklat. Pada sarung digunakan warna dasar hitam dan

Warna-warna yang digunakan adalah warna hitam, putih, merah, emas/prada, hijau dan biru. Warna hitam terdapat pada rambut, garis-garis outline dan

Page 208: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

190

Semar terdapat dua sunggingan dengan dua tingkatan, tingkatan pertama terdiri dari lima sunggingan yaitu merah, kuning, putih, biru keputih-putihan, dan biru dan tingkatan kedua berwarna merah dengan ornament berupa belah ketupat dan titik-titik/garis berbentuk silang, pada sunggingan uncal warna-warna yang digunakan adalah warna-warna panas seperti merah, kuning dan biru. Pada atribut berupa gelang, cincin dan anting menggunakan warna masing-masing berwarna kuning.

disungging dengan warna-warna cerah seperti kuning, hijau dan merah. Sarung bercorak kotak-kotak hitam putih

warna putih pada kuncung dan pada ornament kawung pada busana Semar, warna merah tampak pada ukiran sabuk, selain merah sunggingan pada sabuk juga berwarna biru, emas dan putih, sedangkan warna prada terdapat pada warna tubuh dan wajah, juga pada dasaran sarung yang dipakai Semar, pada aksesoris berupa gelang tangan, warna-warna yang digunakan adalah merah dan putih.

ornament berwarna kuning juga pada kain sarung, warna putih pada kuncung,wajah, dan motif kotak-kotak pada kain sarung, warna merah tampak pada sunggingan sabuk, selain merah sunggingan pada sabuk juga berwarna hijau dan putih, sedangkan warna perada terdapat pada warna tubuh dan aksesoris berupa anting hidung.

Page 209: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

191

Tabel : 2 Keanekaragaman Bentuk Panakawan Gareng Wayang Kulit Purwa

No. Aspek-aspek Koleksi Museum RPS Koleksi Museum SBY Koleksi Museum WKY Koleksi Dalang

Gaya Yogyakarta Madya Surakarta 1. Perbentukan

tokoh Bersenjata, tangan bagian kiri didepan bengkok, rambut hitam digelung, kaki depan pincang, kepala menunduk, memakai sarung, ornamen pada sarung lebih banyak, tubuh lebih kurus, tangan kiri ciker dan bengkok, mempunyai ukuran kaki depan dan belakang sama, kaki depan pincang/jinjit.

Bentuk tubuh lebih besar, bersenjata, tangan bagian kiri di depan, bengkok dan terputus-putus, tubuh bengkok, kaki sejajar, rambut hitam bergelung. Memakai aksesoris berupa kalung, gelang tangan

memiliki tubuh besar, badan gemuk, tidak bersenjata, kaki bagian depan jinjit dan lebih kecil dari kaki bagian belakang, lengan bagian kiri bengkok dan terputus-putus, rambut berkuncir panjang melengkung, memakai sarung bermotif kawung,

bentuk tubuh yang paling kecil diantara tiga panakawan lainnya, tubuh lebih tegak, wajah menghadap lurus ke depan, kaki depan cacat, ukuran kaki depan lebih kecil dari pada kaki bagian belakang

tubuh pendek berwarna perada, wajah putih, rambut hitam berkuncir ke atas, kepala menunduk, memakai sarung bermotif kawung, tubuh lebih kurus, tangan ciker dan bengkok, mempunyai ukuran kaki depan dan belakang sama, kaki depan pincang. Memakai atribut berupa anting, kalung, gelang dan tidak bersenjata

-Mata mata keran, bulat, besar dengan tiga tingkatan warna, tingkatan pertama yaitu bagian dalam mata atau pupil berwarna hitam, tingkatan kedua berwarna merah, tingkatan ketiga berwarna putih

Mata keran, terdiri dari tiga warna, pada lapisan pertama yaitu pada lapisan mata bagian bawah berwarna coklat kurang dari seperempat bagian, bagian kedua yaitu bagian tengah berwarna merah, bagian ini paling luas diantara

besar dan terdiri dari empat tingkatan. Bedanya hanya mata Gareng gaya ini menatap ke atas, sedangkan Gareng gaya Pesisiran menatap ke bawah. Tingkatan pada mata Gareng gaya ini terdiri dari, tingkatan

terdiri dari tiga lapisan warna, lapisan pertama, bagian terluar mata berwarna kuning, lapisan kedua berwarna merah, lapisan ketiga pupil mata berwarna hitam. Alis mata berwarna hitam, tebal dan panjang dengan ujung yang semakin menipis (

mata keran, berbentuk bulat dengan empat tingkatan, tidak seperti bentuk mata Gareng gaya Surakarta yang matanya berbentuk bulat telur. Tingkatan pertama bagian terluar berwarna putih, tingkatan kedua berwarna merah

Page 210: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

192

kedua bagian lainnya, hampir memenuhi seluruh lingkaran mata, bagian ketiga pupil mata berwarna hitam

pertama dari bagian terluar dari bola mata yaitu berwarna perada, lapisan kedua berwarna putih, lapisan ketiga berwarna merah, dan lapisan keempat berwarna hitam

muda/njambon, tingkatan ketiga berwarna merah, tingkatan keempat pupil berwarna hitam. Secara keseluruhan, pandangan Gareng menghadap ke bawah

-Hidung hidung pentel pace, terdapat liang hidung dengan cuping hidung yang besar. Bentuk hidung Gareng besar dan tanpa hiasan apapun, hanya bulatan dengan liang hidung yang besar

hidung pentel pace. Hanya saja hidung Gareng gaya ini bagian ujungnya tidak terlalu menonjol, ini juga dikarenakan wajah Gareng yang menunduk, sehingga hidungnya pun luruh ke bawah

Hidung pentil pace, bulat dengan liang hidung yang lebar, garis awal hidung di mulai tepat pada tengah-tengah mata, atau ¾ bagian wajah, sama seperti Gareng gaya Pesisiran. Hidung Gareng ini tidak terlalu besar dan tidak juga terlalu kecil.

Hidung pentil pace, lebih besar dan liang hidung juga lebih besar

Pentil pace, bulat besar terdapat upil-upilan.

-Mulut mulut Gareng gusen, mempunyai kumis-kumisan, mulut Gareng mengatup dengan satu gigi terlihat. Bibir bagian atas sama tipisnya dengan bibir bagian bawah

mulutnya mengatup sehingga giginya tidak begitu terlihat. Bibir Gareng gaya ini bibir atas dan bibir bawah sama-sama tipis dengan sudut bibir menonjol dan melengkung ke atas

lebih kecil dan gigi terlihat lebih jelas. Bibir bagian atas dan bawah sama-sama tipis dan bibir bagian atas lebih panjang daripada bibir bagian bawah. Dagu lebih pendek dengan tiga lelukan.

kecil, bibir atas dan bibir bawah sama-sama tipis, mempunyai kumis-kumisan dan dagu terdiri dari tiga lekukan

bibir bagian atas lebih lancip dan tanpa gigi. Mulut Gareng mengatup dengan bentuk mulut lebih panjang dan mempunyai kumis-kumisan. Bibir bagian atas lebih tebal dan lebih panjang daripada bibir bagian bawah. Pada dagu terdapat tiga garis

Page 211: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

193

lekukan yang memberi kesan Gareng lebih gemuk. Kumis-kumisan

2. Busana dan Atribut

Busana berupa sarung. Atribut yang digunakan adalah sejata/parang, anting, gelang tangan, memakai kalung roda bermotif ceplok

Memakai sarung dengan motif segitiga. Pada kain Gareng gaya ini motif segitiga yang digunakan terbentuk dari pembagian motif kotak-kotak yang dibagi menyilang menjadi empat bagian. bagian atas dan bawah diberi warna yang sama, begitu juga bagian sisi kiri diberi warna yang sama dengan motif segi tiga bagian kanan. Atribut : kalung, anting, dan juga gelang tangan.

Sarung dengan motif kawung. Pada kain Gareng gaya ini motif kawung yang digunakan lebih kecil dibanding motif kawung pada kain Gareng gaya Pesisiran. Atribut yang digunakan juga berbeda dengan kedua gagrak sebelumnya. Gareng gaya ini juga memakai atribut seperti kalung, anting, dan juga gelang tangan. Sama seperti Gareng gaya Pesisiran, Gareng gaya ini juga tidak membawa senjata. Kalung Gareng gaya ini berupa lingkaran tanpa ornament dengan tali yang sangat tipis. Anting yang digunakan berbentuk lingkaran, dengan kuncup bunga di bawahnya.

Busana berupa sarung, dengan atribut seperti kalung, anting dan gelang. kalung yang digunakan gareng gaya ini berbeda dari gagrak lainnya, jika pada Gareng gagrak lainnya memakai kalung roda, Gareng gaya ini memakai kalung lonceng

Sarung yang dipakai Gareng gaya Pesisiran ini bermotif kawung berwarna putih dengan outline berwarna merah. Sedangkan dasaran berwarna hitam. anting, kalung, gelang tangan, dan tanpa senjata.

3. Sunggingan warna-warna yang warna coklat, hitam, Warna-warna yang lebih banyak warna hitam, putih,

Page 212: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

194

digunakan adalah hitam, putih, merah, biru, kuning, warna kuning kecoklatan. Warna hitam pada rambut dan warna tubuh, warna kuning kecoklatan pada warna wajah dan atribut berupa kalung. gelang tangan dan sebagian ornament pada sarung, warna putih pada mata, gigi, sunggingan pada sabuk, selain warna putih sunggingan pada sabuk juga terdapat warna merah, kuning, biru dan coklat, warna merah pada bola mata, bibir, senjata dan sebagian ornament pada sarung.

putih, merah dan kuning. Warna hitam terdapat pada tubuh, rambut, kumis-kumisan, alis mata, dan pada outline-outline. Warna merah terdapat pada sabuk, bibir, sunggingan pada mata, gelang tangan dan sunggingan pada anting. Warna putih pada sunggingan mata dan warna hitam putih terdapat pada motif segitiga pada kain. Pada atribut seperti kalung, gelang dan cincin menggunakan warna merah putih.

digunakan adalah warna emas/perada, warna coklat, hitam, putih, merah, dan biru. Warna hitam tedapat pada rambut, kumis-kumisan, alis mata, dan pada outline-outline. Warna merah terdapat pada sabuk, bibir, sunggingan pada mata, gelang tangan dan sunggingan pada anting. Warna putih pada sunggingan mata dan motif kawung pada kain. Warna coklat terdapat pada leontin kalung dan warna perada terdapat pada warna tubuh dan pada dasaran kain.

menggunakan warna biru. Atribut yang dipakai adalah gelang, kalung, dan cincin. Kalung berwarna merah, kuning, hitam, sedangkan sarung berwarna dasar hitam dengan ornament berwarna kuning

merah, emas/prada, hijau dan biru. Warna hitam terdapat pada rambut, garis-garis outline dan juga pada dasaran kain sarung, warna putih pada wajah, dan motif kawung pada kain sarung, warna merah tampak pada sunggingan sabuk, selain merah sunggingan pada sabuk juga berwarna hijau dan putih, sedangkan warna perada terdapat pada warna tubuh, dan warna biru pada anting dan pada leontin kalung, sedangkan talinya berwarna merah.

Page 213: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

195

Tabel : 3 Keanekaragaman Bentuk Panakawan Petruk Wayang Kulit Purwa

No. Aspek-aspek Koleksi Museum RPS Koleksi Museum SBY Koleksi Museum WKY Koleksi Dalang

Gaya Yogyakarta Madya Surakarta 1. Perbentukan

Tokoh Bentuk tubuh tegak, perut buncit, wajah lurus ke depan, garis bahu depan turun, kaki sejajar, jari telunjuk tangan kiri menunjuk ke bawah, tubuh panjang, warna wajah putih, rambut hitam berkuncir ke atas

Tubuh lebih tinggi, panjang, wajah agak menunduk, garis bahu depan lebih turun, tubuh bengkok dan bungkuk, kaki sejajar, panjang tangan sampai ke mata kaki, kedua tangan menggengam dengan jari telunjuk menunjuk. Rambut hitam berkuncir pendek,

Lebih tegak, lebih besar, kaki depan jinjit, bersepatu, bersenjata, jari telunjuk tangan kanan menunjuk ke bawah, tangan kiri menggenggam. rambut hitam berkuncir panjang hingga ke bahu

Bentuk tubuh yang lebih pendek dan perut yang lebih buncit. Petruk gaya ini juga memakai atribut berupa anting, kalung, gelang.

Bentuk tubuh lebih condong ke belakang, tangan bagian depan menunjuk ke bawah, tangan bagian belakang menggenggam, kedua kaki sejajar, panjang tangan sebatas mata kaki, wajah menghadap lurus ke depan, rambut dikuncir menghadap ke atas

-Mata Mata kedondong. Mata petruk gaya ini terdiri dari dua bagian, bagian dalam dan bagian luar, pada bagian dalam terdiri dari tiga tingkatan. Bagian luar adalah pinggiran mata berwarna putih, sedangkan pada bagian dalam yang terdiri dari tiga tingkatan/lapisan yaitu lapisan pertama

Mata kedondong terdiri dari empat bagian. Bagian pertama, pupil mata berwarna hitam, lapisan ketiga berwarna putih, lapisan keempat bagian terluar dari pupil mata berwarna coklat.

Petruk gaya ini adalah mata kedelai tegak. Alis mata pendek dan lebih tebal. Pada bagian luar mata terdapat garis tipis yang mengelilingi mata.

Sedangkan Petruk gaya Madya Surakarta koleksi museum WKY mempunyai mata yang lebih sipit, dengan tiga lapisan warna. Lapisan pertama berwarna jingga, lapisan kedua pupil mata berwarna hitam dan

Mata kedondong, mata Petruk gaya ini mengarah ke depan. Lapisan mata terdiri dari tiga lapisan warna. Lapisan pertama, yaitu lapisan terluar mata berwarna putih, lapisan kedua berwarna merah, lapisan ketiga, pupil mata berwarna hitam

Page 214: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

196

pupil mata berwarna hitam, lapisan dua berwarna merah, dan lapisan ketiga berwarna putih

lapisan ketiga berwarna putih

-Hidung nyampaluk, lebih pendek, besar dan melit. Hidung Petruk gaya ini berkelok dan agak bengkok

nyampaluk, berkelok dan lebih kecil dibagian ujung

nyampaluk, dengan ujung hidung mengecil. Hidung Petruk gaya ini lebih lurus dan lebih pendek

nyampaluk. Hampir sama dengan Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY, hanya saja hidung Petruk ini lebih besar

nyampaluk, panjang dengan ujung hidung mengecil

-Mulut Bentuk mulut Petruk gaya ini lebar, agak terbuka, tanpa gigi dan bibir bagian atas lebih tebal dari bibir bawah. Seperti tokoh panakawan lainnya, Petruk juga mempunyai kumis-kumisan yang memanjang sepanjang bibir dan melengkung ke bawah. Pada bibir bagian bawah, bagian ujung berada di bawah dagu

panjang, bibir bagian atas bergelombang, mempunyai satu gigi dan berkumis

bibir bagian atas dan bawah sama-sama tipis, hanya saja pada bibir bagian atas lebih menjorok ke depan. Seperti Petruk gagrak lainnya, Petruk gaya ini giginya juga terlihat. Dagu Petruk gaya ini lebih menonjol dan hanya terdiri dari satu lekukan.

Mulut Petruk gaya Surakarta koleksi museum WKY ini sama dengan mulut Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum WKY, hanya saja Petruk gaya ini mempunyai kumis-kumisan

Mulut petruk gaya ini prengesan/gusen. bibir bagian atas dan bawah sama-sama tipis hanya saja pada bibir bagian atas lebih panjang dari bibir bawah .Bibir bagian atas terdiri dari tiga lekukan. Sama seperti Petruk gagrak lainnya, Petruk gaya ini juga mempunyai satu gigi yang terlihat. kumis-kumisan mengikuti lekuk bibir atas tebal dan melengkung ke bawah. Dagu menjorok ke depan dan terdiri dari tiga lekukan

2. Busana dan Busana sarung. Pada Busana sarung. Atribut Busana sarung. Petruk Busana sarung Busan sarung. Atibut yang

Page 215: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

197

Atribut Petruk gaya Surakarta ini atribut yang digunakan adalah sejata/parang, anting, gelang tangan, memakai kalung berbentuk lonceng.

yang digunakan gelang, kalung genta, anting, senjata. Busana Petruk gaya ini berupa kain sarung bermotif kotak-kotak. Pada setiap kotak terdiri dari empat segitiga yang berwarna hitam putih. Segitiga pada bagian atas dan bawah berwarna hitam, sedangkan bagian kiri dan kanan berwarna putih.

mempunyai rambut hitam panjang dan dikuncir, memakai aksesoris berupa anting berwarna coklat, dan memakai sepatu.

dengan motif segitiga. Atribut yang digunakan berupa kalung, gelang dan anting-anting.

digunakan adalah anting, kalung genta, gelang, dan senjata. Perbedaan yang tampak mencolok pada atribut Petruk gaya ini dibanding Petruk gaya lainnya adalah pada senjatanya. Senjata Petruk gaya ini pada gagang/peganggannya yang berbentuk kepala burung.

3. Sunggingan warna perada, coklat, hitam, putih, merah, biru dan kuning. Warna hitam terdapat pada tubuh, rambut, kumis-kumisan, alis mata, dan pada outline-outline. Warna merah terdapat pada sabuk, bibir, sunggingan pada mata, palemahan dan sebagian ornament pada sarung. Warna perada terdapat pada warna wajah dan juga terdapat pada warna dasar kain sarung. Warna

Warna-warna yang digunakan warna merah, kuning, hijau, hitam, dan putih. Warna merah terdapat pada warna bibir, mata, anting, gelang, kalung, tangkai senjata dan sunggingan pada sarung. Warna hitam terdapat pada rambut, warna tubuh, alis mata, kumis, dan sunggingan pada sarung, dan sebagainya. Warna hitam menjadi

Warna-warna yang digunakan pada Petruk gaya ini adalah warna perada/ emas, warna hitam, hijau, putih, merah, jingga dan kuning. Warna perada terdapat pada wajah dan seluruh tubuh. Warna hitam terdapat pada rambut, alis mata,pupil mata,warna hijau terdapat pada kalung genta Petruk dan anting, warna putih terdapat pada

berwarna biru. Warna-warna yang digunakan adalah biru, merah, kuning, coklat dan hitam

Warna-warna yang digunakan Petruk gaya ini adalah warna perada/emas, hitam, putih, merah, biru, coklat, kuning dan hijau. Warna perada terdapat pada warna tubuh, warna hitam terdapat pada rambut, warna putih terdapat pada wajah dan sarung, warna merah terdapat pada bibir dan kalung genta, warna biru terdapat pada anting dan sembuliyan pada kain sarung. Pada tepi kain

Page 216: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

198

hitam terdapat pada warna tubuh. Pada atribut seperti kalung, gelang dan cincin menggunakan warna kuning kecoklatan

dominasi pada Petruk gaya ini. Warna komplementer banyak digunakan dalam pewarnaan Petruk gaya Yogyakarta koleksi museum SBY sehinnga membuat pewarnaan ini terlihat menyala.

ornament kawung, merah terdapat pada gelang, bibir,sunggingan pada mata, dan sunggingan pada kain sarung. Biru terdapat pada sembuliyan. Jingga, merah, perada terdapat pada kain wiru, dan sepatu. Kuning pada senjata

atau wiru terdapat sunggingan dengan warna merah, kuning dan hijau. Pada senjata Petruk terdapat warna coklat pada tempat/sarung senjata, sedangkan pada gagang senjata yang berbebtuk kepala burung berwarna hijau dengan garis berwarna merah

Page 217: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

199

Tabel : 4 Keanekaragaman Bentuk Panakawan Bagong Wayang Kulit Purwa

No. Aspek-aspek Koleksi Museum

RPS Koleksi Museum SBY Koleksi Museum WKY Koleksi Dalang

Gaya Yogyakarta Madya Surakarta 1. Perbentukan Tokoh Bentuk tubuh bulat, tegak,

wajah lurus ke depan, kepala menunduk, wajah tersenyum, perut buncit, dada lebih besar daripada perut, kedua tangan menggenggam, kaki kecil, tubuh berwarna hitam, wajah putih, memakai gelang, anting, kalung dan tidak bersenjata.

Tubuh lebih bungkuk, wajah lebih menunduk, namun pandangan mata lurus ke depan, sehingga dagu menyentuh dada hanya menyisakan rongga sebagai leher yang menghubungkan kepala dan badan, perut buncit, tangan bagian belakang menggenggam sedangkan tangan bagian depan jari telunjuk menunjuk ke bawah, kedua kaki sejajar tanpa palemahan.

Bagong gaya Madya Surakarta memiliki tubuh yang lebih besar dari pada Semar dan Gareng gaya Madya Surakarta, wajahnya besar dan lebar, begutu juga dengan mata dan mulutnya.

Bentuk tubuh lebih tegak dan besar, rambut kuncung seperti Semar berwarna hitam,mata lebih besar, alis mata panjang hingga kepelipis,kedua jari-jari tangan membuka, kaki sejajar, wajah lebih besar,mulut lebar,wajah menghadap ke depan.

-Mata plelengan, berbentuk bulat dengan tiga lapisan warna. Lapisan pertama, bagian terluar dari mata berwarna perada, lapisan kedua berwarna merah, lapisan ketiga pupil mata

Plelenganerdiri dari tiga lapisan warna, lapisan pertama bagian terluar mata berwarna prada, lapisan kedua berwarna putih, lapisan ketiga berwarna merah. Alis

Pada mata Bagong gaya Madya Surakarta juga mempunyai mata plelengan sama dengan mata Bagong gaya Yogyakarta, hanya saja mata Bagong gaya ini

Bermata plelengan. Namun ada perbedaan pada mata Bagong gaya ini dengan kedua gagrak sebelumnya, kedua gagrak tersebut mempunyai sulur mata

Page 218: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

200

berwarna hitam. Pada tepi mata terdapat garis tipis berwarna hitam yang mengelilingi mata

mata tebal dan pendek. Sulur mata berwarna hitam.

lebih besar dan terdiri dari empat lapisan warna, lapisan pertama berwarna hitam, lapisan kedua berwarna merah, lapisan ketiga berwarna kuning dan lapisan keempat pupil mata berwarna hitam

sedangkan Bagong gaya pesisiran tidak memiliki sulur mata. Mata Bagong terdiri dari tiga lapisan warna. Lapisan pertama bagian luar mata berwarna putih, lapisan kedua berwarna merah, dan ketiga pupil mata berwarna hitam.

-Hidung berupa tonjolan pada daerah antara mata dan mulut, selain itu juga terdapat liang hidung.

kecil dan liang hidung yang besar .

Hanya saja hidung Bagong Madya Surakarta agak panjang dan liang hidung lebih besar

liang hidung Bagong gaya ini terdapat dua garis sejajar hingga mencapai keketan pada mulut.

-Mulut Mulut Bagong gaya ini termasuk dalam mulut gusen/prengesan. Bibir atas dan bibir bawah sama-sama tipis, mulut agak terbuka dengan satu gigi yang tampak. Kumis-kumisan hanya terdapat diatas keketan, tidak sepanjang bibir. Dagu menjorok ke depan dengan dua lekukan.

Mulut Bagong gaya Yogyakarta ini sama dengan mulut Bagong gaya Yogyakarta koleksi museum SBY. Hanya saja dagu Bagong gaya ini bagian tengah dagu menonjol. Kumis-kumisan berada di atas keketan melengkung ke bawah dengan ujung kumis semakin tipis dan melengkung ke atas

Sedangkan mulut Bagong gaya Madya Surakarta lebih lebar dan panjang dengan bibir bawah lebih panjang dari pada bibir bagian atas

Bibir atas dan bawah tipis, bibir bagian bawah lebih panjang dari bibir bagian atas. Kumis-kumisan terdapat disepanjang bibir bagian atas melengkung ke bawah. Dagu terdiri dari tiga lekukan.

2. Busana dan Atribut Memakai sarung. Ornamen yang terdapat

Memakai sarung bermotif kawung. Atribut yang

Memakai sarung dengan motif segitiga. Atribut

Memakai sarung. Atribut-atribut yang dipakai yaitu

Page 219: KEANEKARAGAMAN BENTUK PANAKAWAN WAYANG KULIT …lib.unnes.ac.id/2698/1/3465.pdf · adalah tokoh utama dalam kisah hidupku, thank’s for all. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis

201

pada kain sarung Bagong berupa segitiga dengan warna-warna yang berbeda. kalung roda, gelang, anting dan tidak bersenjata. Dibanding panakawan lainnnya, busana dan atribut Bagong lebih sederhana.

digunakan sama yaitu anting, kalung dan gelang.

yang dipakai adalah anting, kalung dan Gelang.

kalung, anting, gelang. Tidak seperti Gareng dan Petruk yang memiliki senjata, Bagong tidak memiliki senjata.

3. Sunggingan Warna-warna hitam, putih, merah, biru, hijau, dan kuning. Hitam terdapat pada seluruh tubuh dan rambut. Merah, kuning, hijau terdapat pada ornament sarung. Biru gradasi putih terdapat pada kalung roda. Putih terdapat pada wajah. Pewarnaan Bagong gaya ini didominasi warna hitam.

Warna-warna perada, merah, hitam, putih, hijau, dan biru. Warna perada terdapat pada seluruh tubuh, hitam terdapat pada rambut, outline, warna merah, biru, hijau, terdapat pada sarung. Warna merah terdapat pada bibir, gelang, dan sunggingan tengah mata. Putih terdapat pada gigi, bagian dalam mata, dan kuku-kuku.

Dominan berwarna biru. Warna tubuh berwarna putih, rambut bitam, warna pada busana/sarung berwarna dasar hitam dengan ornament berwarna kuning

Warna-warna yang digunakan adalah warna putih, prada/emas, hitam, merah, biru, dan hijau. Warna putih terdapat pada wajah dan dasaran pada sarung Bagong, warna prada terdapat pada warna tubuh, warna hitam terdapat pada rambut, kumis-kumisan, dan outlie. Warna merah terdapat pada tali kalung, mulut, sembuliyan dan sunggingan pada gelang