60
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ‘TUHAN’ PADA KACA MATA THOMAS AQUINAS DAN AL ASY’ARI Oleh: S. Syaifuddin. Abstrak Obviously, some truths about God surpass what reason can demonstrate. Our khowledge of them will therefore require a different source of divine truth, namely, sacred teaching. According to aquinas, sacred teaching contains the most complate and reliable account of what we profess about God. Of course, whether sacred teaching is authoritative vis- a-vis divine realities depends on whether what it says about God is true. In other side, Al Asy‟ari put as one of the first to try to apply kalam or ratinal argument to the defence of ortodox doctrine, one of it is related concept of God.. He seems to have been the first to do this in a way acceptable a large body of ortodox opinion. He had the advantage of having intimate and detailed knowlegde of the views of the Mu‟tazila. A. Pendahuluan Setiap manusia mempunyai fitrah berupa kepercayaan terhadap adanya Zat Yang Maha Kuasa, yang dalam istilah agama disebut Tuhan. Fitrah manusia tersebut adalah fitrah beragama tauhid yang dijadikan Allah SWT pada saat manusia itu diciptakan. 1 Dalam kehidupan sehari-hari Tuhan digambarkan sebagai Zat yang supranatural dan serba absolut sehingga sulit untuk dipahami. Kesulitan dalam memahami adanya dan hakikat Tuhan inilah yang akhirnya menimbulkan berbagai aliran dan paham. Oleh sebab itu keinginan manusia untuk dapat memahami tentang Tuhan telah 1 Nasruddin Razaq, Dienul Islam , Cet 5, (Bandung: PT al-Ma‟arif, 1982), hal. 77.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015

1

‘TUHAN’ PADA KACA MATA THOMAS AQUINAS DAN AL

ASY’ARI

Oleh: S. Syaifuddin.

Abstrak

Obviously, some truths about God surpass what reason can

demonstrate. Our khowledge of them will therefore require a different

source of divine truth, namely, sacred teaching. According to aquinas,

sacred teaching contains the most complate and reliable account of what we

profess about God. Of course, whether sacred teaching is authoritative vis-

a-vis divine realities depends on whether what it says about God is true. In

other side, Al Asy‟ari put as one of the first to try to apply kalam or ratinal

argument to the defence of ortodox doctrine, one of it is related concept of

God.. He seems to have been the first to do this in a way acceptable a large

body of ortodox opinion. He had the advantage of having intimate and

detailed knowlegde of the views of the Mu‟tazila.

A. Pendahuluan

Setiap manusia mempunyai fitrah berupa kepercayaan terhadap

adanya Zat Yang Maha Kuasa, yang dalam istilah agama disebut

Tuhan. Fitrah manusia tersebut adalah fitrah beragama tauhid yang

dijadikan Allah SWT pada saat manusia itu diciptakan.1 Dalam

kehidupan sehari-hari Tuhan digambarkan sebagai Zat yang

supranatural dan serba absolut sehingga sulit untuk dipahami.

Kesulitan dalam memahami adanya dan hakikat Tuhan inilah yang

akhirnya menimbulkan berbagai aliran dan paham. Oleh sebab itu

keinginan manusia untuk dapat memahami tentang Tuhan telah

1 Nasruddin Razaq, Dienul Islam , Cet 5, (Bandung: PT al-Ma‟arif, 1982), hal.

77.

Page 2: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

2

melahirkan berbagai macam pertanyaan tentang Tuhan.2 Dari

berbagai pertanyaan itu yang dianggap penting adalah apakah Tuhan

itu benar-benar ada? Jika memang benar ada bagaimana pembuktian

dan argumen-argumennya.

Berangkat dari pertanyaan di atas muncullah keinginan untuk

mengungkap lebih dalam lagi tentang argumen Tuhan menurut 2 orang

tokoh, Thomas Aquinas dan Al-Asy‟ari. Sebagaimana diketahui

Thomas Aquinas (1225-1274 M) seorang filosof Kristen dilahirkan di

Roccasecca, dekat Aquina, Italia, dari keturunan bangsawan terkemuka

dan masuk ordo Dominikus, mengajar di Paris. Seorang ahli teologi

terbesar dari Gereja pada abad pertengahan. Ia berhasil memadukan

antara pikiran kristiani dengan sistem filsafat Aristoteles.3 Thomas

Aquinas hidup dalam zaman kejayaan bagi filsafat dan teologi

skolastik.4 Ia berperan penting sekali dalam perdebatan-perdebatan

antara universitas-univertas dan ordo-ordo membiara. Terutama dialah

yang membela ajaran Aristoteles terhadap serangan-serangan aliran

lain.5

Sedang dari tradisi skolastik muslim, ketokohan Imam al-

Asy'ari seorang ulama pendiri mazhab As-Ari‟yah (260H/873M

sampai dengan 324 H/935 M) selalu dan tetap diperhitungkan. Karena

pemikirannya yang sangat luas di negeri kita banyak berpengaruh di

2Abdul Majid, Dkk, Al-Islam, Bagian I, (Malang: Pusat Dokumentasi dan

Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan William Raeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan

Sekarang, terj P. Hardono Hadi, (Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI Yogyakarta,

2000), hal. 47. Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, PT.

Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1994, hal. 256. Habeyb, Kamus Populer, Pustaka Pelajar

(Anggota IKAPI), Yogyakarta 2001, hal. 19. 4 Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1976), hal. 66.

5 Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984),

hal.54.

Page 3: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

3

kalangan kaum muslimin sampai sekarang, Bahkan pun beliau juga

dikenal sebagai salah seorang penyusun serta pionir dari suatu aliran

dalam ilmu kalam. Sejak kecil hingga berusia 40 tahun, al-Asy'ari

diasuh dan berguru dengan ayah tirinya, Abu Ali al-Jubba‟i, tokoh

besar Mu‟tazilah di Bashrah, sehingga ia sangat menguasai masalah-

masalah kemu‟tazilahan. Integritasnya dalam paham mu‟tazilah diakui

gurunya sehingga al-Jubba‟i sering mempercayakannya berdebat

tentang mu‟tazilah dengan pihak lain.6

Dalam konteksnya tentang soal ketuhanan, baik Thomas

Aquinas maupun al-Asy'ari sangat terkenal pendapat dan ajarannya

tentang argumen-argumen pembuktian adanya Tuhan. Oleh karena itu

yang menjadi masalah bagaimana argumen-argumen pembuktian

tentang adanya Tuhan menurut kedua tokoh itu? Dengan dapat

dijawabnya argumen-argumen tersebut, diharapkan dapat dicari

persamaan dan perbedaan pandangan kedua ahli itu guna menambah

keyakinan tentang adanya Tuhan. Karena tanpa adanya keyakinan

yang kuat tentang eksistensi Tuhan, maka bukan tidak mungkin akan

memperlemah semangat pengamalan dan penghayatan terhadap ajaran

agama.

B. Teori Ketuhanan

1. Tuhan Dalam Perspektif Filosof Muslim

„Tuhan‟ adalah masalah yang tidak pernah tuntas untuk dikaji

dari berbagai disiplin ilmu. Setiap orang pada dasarnya memerlukan

Tuhan apalagi manakala ia seorang diri merenungi akan dirinya dari

mana dan hendak kemana. Tepatlah apa yang dikatakan oleh Louis

6 Abu al-Hasan al-Asy‟ari, Maqaalaat Al-Islaamiyyin Waikhtilaaf Almushalliin,

jilid I, (Kairo Mesir: Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, 1369 H/1950 M). hal.70.

Page 4: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

4

O.Kattsoff: “Ketika perang dunia ke-II berkecamuk ada suatu

ungkapan yang populer bahwa di dalam lubang-lubang perlindungan

tidak ada penganut ateisme.” Makna yang dikandung ungkapan itu

kiranya menyebutkan bila seseorang terjebak dalam situasi yang

membahayakan jiwanya, tentu ia mengakui adanya Tuhan. Dalam

keadaan semacam itu orang merasakan betapa perlunya Tuhan, dan

sebagai konsekuensinya harus mengakui adanya Tuhan.7

Sehubungan dengan itu kajian ini hendak ditujukan pada

pemikiran beberapa filosof muslim, namun demikian tentu tidak

semuanya dan tentu saja hanya sekilas pandang. Di antara filosof

muslim yang dimaksud:

a. Al-Kindi

Al-Kindi adalah filosof pertama dalam dunia filsafat Islam.

Al-Kindi adalah filosof muslim yang berusaha untuk

menyelaraskan agama dan filsafat. Posisi al-Kindi yang meyakini

bahwa agama dan filsafat atau nalar dan wahyu bisa diselaraskan

kemudian terulang kembali dalam sejarah peradaban manusia

beberapa abad kemudian, melalui apa yang dilakukan oleh Santo

Thomas Aquinas dalam tradisi Kristen beberapa abad kemudian.8

Al-kindi, selain dari filosof, adalah juga ahli ilmu

pengetahuan. Pengetahuan ia bagi ke dalam dua bahagian:

“Pengetahuan ilahi (devine science), sebagaimana yang tercantum

dalam Qur‟an yaitu pengetahuan yang langsung diperoleh Nabi

dari Tuhan. Dasar pengetahuan ini adalah keyakinan. Pengetahuan

7 Lois O.Kattsoff, Pengantar Filsafat, alih bahasa, Soejono Soemargono, cet 7,

(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996), hal. 443. 8 Pradana Boy, Filsafat Islam , Sejarah, Aliran dan Tokoh, (Malang: Universitas

Muhammadiah Malang, 2003), hal. 87. Lihat juga Ali Mahdi Khan, Dasar-dasar Filsafat

Islam Pengatar Ke Gerbang Pemikiran, terj. Subarkah, (Bandung: Yayasan Nuansa

Cendekia, 2004), hal. 47.

Page 5: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

5

manusiawi (human Science) atau falsafat. Dasarnya adalah

pemikiran (ratio-reason). Filsafat bagi Al-Kindi adalah

pengetahuan tentang yang benar (knowledge of truth).9 Yang benar

pertama (the first truth) bagi al-Kindi adalah Tuhan, Falsafat yang

paling tinggi adalah falsafat tentang Tuhan.10

Al-Kindi menyifati Tuhan dengan istilah-istilah baru.

Menurutnya Tuhan adalah yang benar dan tinggi serta dapat disifati

dengan sebutan-sebutan negatif, seperti Tuhan bukan materi, tak

berbentuk, tak berjumlah dan tak berhubungan. Tuhan juga tak

dapat disifati dengan ciri-ciri yang ada di alam. Tuhan tak berjenis,

tak terbagi dan tak berkejadian. la abadi, oleh karena itu, la Maha

Esa dan selain- Nya adalah terbilang.11

Dalil-dalil al-Kindi dalam

membahas tentang kemaujudan Allah bertumpu pada keyakinan

akan hubungan sebab akibat segala sesuatu yang maujud pasti ada

yang mewujudkan. Rangkaian sebab ini terbatas. Oleh karena itu,

perlu ada sebab pertama atau sebab sejati, yaitu tiada lain adalah

Allah sendiri yang tak berjenis. Dengan kata lain, bahwa dalam

pencariannya itu, al-Kindi mengikuti jalur ahli logika.

Al-Kindi dalam bukunya "Rasa'il al-Kindi al-Falsafiyah"

menjelaskan bahwa alam ini dijadikan oleh Allah dari tidak ada

kepada ada. Di samping itu pula Allah, juga yang mengendalikan

dan mengatur serta menjadikannya sebagai sebab bagi yang lain.

Alam ini diciptakan Allah dari tiada, dan oleh karenanya al-Kindi

menyanggah teori mengenai ke-qadim-an alam seperti yang

9 Pradana Boy ZTF, op. cit, hal. 89.

10 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam , cet. 9, (Jakarta: PT.

Bulan Bintang, 1995), hal. 9. 11

M.M. Syarif, The History of Muslim Philosopy, Bagian ke-3 “The

Philosopher”, terj, Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1993), hal.21

Page 6: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

6

dikatakan oleh Aristoteles. Menurut al-Kindi, di alam ini terdapat

berbagai gerak antara lain gerak yang menjadikan dan yang

merusak, dan gerak yang seperti ini ada empat sebabnya, yaitu:

sebab material, formal, pembuat dan sebab tujuan. Sebab-sebab

tersebut pada akhirnya bertemu pada ”Sebab Pertama” yang

menyebabkan segala kejadian dan kemusnahan di alam ini, yakni

Allah SWT.12

b. Al-Razi

Al-Razi adalah seorang rasionalis yang hanya percaya pada

kekuatan akal dan tidak percaya pada wahyu serta perlunya nabi-

nabi. Nama lengkap Al-Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibn

Zakaria Al-Razi, lahir di Ray, suatu kota dekat Teheran, di tahun

863 masehi, dan wafat pada tahun 925 Masehi.13

Al-Razi berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk

mengetahui apa yang baik serta apa yang buruk, untuk tahu pada

Tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Manusia

dalam pendapatnya, pada dasarnya mempunyai daya berpikir yang

sama besarnya, dan perbedaan timbul karena berlainan pendidikan

dan berlainan suasana perkembangannya.14

Dalam falsafatnya

mengenai hubungan manusia dengan Tuhan ia dekat pada falsafat

Pythagoras, yang memandang kesenangan manusia sebenarnya

adalah kembali kepada Tuhan dengan meninggalkan alam materi

ini. Untuk kembali kepada Tuhan, roh harus terlebih dahulu

disucikan dan yang dapat menyucikan roh adalah ilmu

pengetahuan dan berpantang mengerjakan beberapa hal. Bagi Al-

12

Abuddin Natta. Op.cit, hal. 122-123. 13

Harun Nasution, op. cit, hal. 18-23. 14

Bakker , Sejarah Filsafat Dalam Islam , cet.1, (Yogyakarta: Yayasan

Kanisius, 1978), hal. 42.

Page 7: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

7

Razi sebagaimana dilihat, jalan mensucikan roh adalah filsafat.

Dalam hal faham Pythagoras ada transmigration of souls dan ini

dalam faham al-Razi tidaklah jelas. Al-Razi dengan demikian dekat

menyerupai zahid, dalam hal hidup kebendaan. Tetapi ia

menganjurkan moderasi, jangan terlalu bersifat zahid tetapi pula

jangan terlalu mencari kesenangan. Manusia jangan pula sampai

tidak makan atau berpakaian, tetapi makan dan berpakaian sekedar

untuk memelihara diri.15

c. Al-Farabi

Al-Farabi adalah filosof Muslim yang bergelar al-Muallim

al-Tsani atau The Second Master (guru kedua) setelah Aristoteles

yang bergelar al-Muallim al-Awwal atau The First Master (guru

pertama),16

nama lengkapnya, Abu Nasr Muhammad ibn

Muhammad ibn Tarakhan ibn Uzalagh al-Farabi.17

Ia lahir di

Wasij, suatu desa di Farab (tansoxania) di tahun 870 M. Menurut

keterangan ia berasal dari Turki dan orang tuanya adalah seorang

jenderal. Ia sendiri pernah menjadi hakim. Dari Farab ia kemudian

pindah ke Bagdad, pusat ilmu pengetahuan di waktu itu, di sana ia

belajar pada Abu Bishr Matta ibn Yunus (penterjemah), dan tinggal

di Bagdad selama 20 tahun. Kemudian ia pindah ke Aleppo dan

tinggal di Istana Saif al-daulat memusatkan perhatiannya pada

pengetahuan dan falsafat.

Isi dari falsafat al-Farabi adalah falsafat emanasi atau

pancaran, yaitu dengan falsafat ini al-Farabi mencoba menjelaskan

bagaimana yang banyak bisa timbul dari yang satu. Tuhan bersifat

15

Pradana Boy, ZTF, op. cit, hal. 100. 16

Pradana Boy, op. cit, hal. 109 17

JWM.Bakker SY, op. cit, hal. 32.

Page 8: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

8

maha satu tidak berobah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak,

maha sempurna dan tidak berhajat pada apapun, kalau demikian

hakekat sifat Tuhan, bagaimana terjadinya alam materi yang banyak

ini dari yang maha satu? menurut al-Farabi alam terjadi dengan cara

emanasi.

Tuhan sebagai akal, berfikir tentang diri-Nya, dan dari

pemikiran ini timbullah maujud lain, Tuhan merupakan wujud

pertama dan dengan pemikiran itu timbulah wujud kedua yang juga

mempunyai substansi. Ia disebut akal pertama, (first intelligence)

yang tak bersifat materi. Wujud kedua ini berfikir tentang wujud

pertama dan dari pemikiran ini timbullah wujud ketiga disebut akal

kedua, (second intellegence). Wujud kedua atau akal pertama itu

juga berpikir tentang dirinya dan dari situ timbullah langit pertama

(first heaven). Pada pemikiran wujud kesebelas/.akal kesepuluh,

berhentilah terjadinya atau timbulnya akal-akal. Tetapi dari akal

kesepuluh muncullah bumi serta roh-roh dan materi pertama yang

menjadi dasar dari keempat unsur, api, udara, air dan tanah.

Jadinya ada 10 akal dan 9 langit yang kekal berputar sekitar

bumi. Akal kesepuluh mengatur dunia yang ditempati manusia ini.

Tentang qidam (tidak bermula) atau baharunya alam, al-Farabi

mencela orang yang mengatakan bahwa alam ini menurut

Aristoteles adalah kekal. Menurut al-Farabi alam terjadi dengan

tidak mempunyai permulaan dalam waktu, yaitu tidak terjadi

secara berangsur-angsur, tetapi sekaligus dengan tak berwaktu.

Alam terjadi melalui ciptaan sekaligus tanpa waktu oleh

Tuhan yang Maha Agung. Tidak jelas apa yang dimaksud al-

Farabi. Sebagian penyelidik berpendapat bahwa bagi al-Farabi

alam ini baharu. Tetapi De Boer mengatakan alam bagi al-Farabi

Page 9: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

9

qadim (tidak bermula). Yang jelas bahwa materi asal dari alam

memancarkan dari wujud Allah dan pemancaran itu terjadi dari

qidam. Pemancaran diartikan penjadian. Materi dan alam dijadikan

tetapi mungkin sekali bersifat qidam.18

Jiwa manusia sebagai mana halnya dengan materi asal

memancarkan dari akal kesepuluh. Sebagaimana Aristoteles ia juga

berpendapat bahwa jiwa mempunyai daya-daya: gerak,

mengetahui, berpikir, akal potensial, akal aktual, akal mustafad.

Akal potensial menangkap bentuk-bentuk dari barang-barang yang

dapat yang dapat ditangkap dengan pancaindra, aktual aktual

menangkap arti-arti dan konsep. Sedangkan akal mustafad

mempunyai kesanggupan untuk mengadakan komunikasi dengan

atau menangkap inspirasi dari akal yang di atas dan di luar diri

manusia yaitu akal kesepuluh yang diberi nama akal aktif (active

intellect) yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk segala yang ada

semenjak azal. Hubungan akal manusia dengan akal aktif sama

dengan hubungan mata dengan matahari. Mata melihat karena ia

menerima cahaya dari matahari. Akal manusia dapat menangkap

arti-arti dan bentuk-bentuk karena mendapat cahaya dari akal

aktif.19

d. Ibnu Sina

Ibnu Sina, nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Husain

iben Abdullah iben Sina, Ia bergelar Abu Ali. Bagi ibnu Sina sifat

wujudlah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan di atas

18

Harun Nasution, Op. Cit, hal. 20 19

Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal.

18.

Page 10: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

10

segala sifat lain, walaupun essensi sendiri. Esensi, dalam faham

ibnu sina, terdapat dalam akal, sedang wujud terdapat di luar akal.

Wujudlah yang membuat tiap essensi yang dalam akal mempunyai

kenyataan di luar akal. Tanpa wujud, essensi tidak besar artinya.

Oleh sebab itu wujud lebih penting dari essensi. Tidak

mengherankan kalau dikatakan bahwa ibnu sina telah terlebih

dahulu menimbulkan falsafat wujudiah atau existentialism dari

filosof-filosof lain. 20

Kalau dikombinasikan, essensi dan wujud dapat

mempunyai kombinasi berikut:

a. Essensi yang tak dapat mempunyai wujud, dan hal yang serupa

ini disebut oleh Ibnu Sina mumtani‟ yaitu sesuatu yang mustahil

berwujud. Sebagai umpamanya, adanya sekarang ini, juga

kosmos lain di samping kosmos yang ada.

b. Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak

mempunyai wujud. Yang serupa ini disebut mumkin yaitu

sesuatu yang mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak

berwujud. Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak

ada, kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.

c. Essensi yang tidak boleh tidak mesti mempunyai wujud. Di sini

essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud; essensi dan wujud

adalah sama dan satu. Disini essensi tidak dimulai oleh tidak

berwujud dan kemudian berwujud. Sebagaimana halnya dengan

essensi dalam kategori kedua, tetapi essensi mesti dan wajib

mempunyai wujud selama-lamanya. Yang serupa ini disebut

.20

Ibrahim Madzkur, Filsafat Islam, Metode dan Penerapannya, terj.Wahyudi,

dkk, , (Jakarta: 1988), hal. 211.

Page 11: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

11

mesti berwujud yaitu Tuhan Wajib al-wujud inilah yang

mempunyai mumkin al-wujud.

Dengan argumen ini Ibnu Sina ingin membuktikan adanya

Tuhan menurut logika21

2. Dalil Pembuktian Adanya Tuhan

Sifat manusia mempercayai Tuhan pencipta alam ini terdapat

bersama dengan adanya tubuh manusia, sebagaimana yang

ternyatasemenjak zaman yang dikenal sampai hari ini.22

Setiap

manusia mempunyai kecenderungan untuk membuktikan wujud

Tuhannya, bahkan secara langsung, seperti Nabi Musa sendiri pernah

meminta agar Dia memperlihatkan diri kepadanya. (Q.S. al-

A‟raf:143)23

Tuhan Allah itu ada tetapi bagaimana dapat dibuktikan dan

diuraikan adanya Allah ini? Dalam hal ini ada berbagai macam dalil

dan jalan dapat digunakan. Beberapa di antaranya:

a. Dalil Fisika

Dalil ini mula-mula dipakai oleh Abdul Huseli Al-Allaf,

seorang ahli dalam mazhab Mu'tazilah, pengikut Wasil bin Atha'.

Dia memulai Dalil ini dengan teori atom. Bahwa alam ini baik yang

berupa zat padat, zat cair ataupun zat gas, semuanya dapat dibagi-

bagi hingga ke bagian yang terkecil yang biasa disebut orang

molekul. Molekul-molekul ini satu sama lainnya saling tarik-

menarik. Karena kekuatan tarik-menarik inilah terjadi benda-benda

21

Harun Nassution, op.cit, hal. 34 22

Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Pikiran Terhadap Agama, jilid 1,

(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1984), hal. 95. 23

Yayasan Penterjemah/Pentafsir al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,

(Surabaya: DEPAG RI, 1978), hal. 243.

Page 12: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

12

itu. Tiap-tiap molekul itu terjadi dari atom-atom yang teratur

valensinya, teratur beratnya, dan juga teratur persejiwaannya satu

dengan lainnya. Tiap-tiap atom ini berputar-putar di sekitar atom-

atom yang lain.

Dari perputaran atom inilah kemudian timbul daya tarik

menarik antara molekul-molekul. Kalau atom-atom itu tidak

berputar-putar, tidak akan ada daya tarik-menarik, maka tidak akan

ada satu pun benda di alam ini.24

Timbul pertanyaan: Siapakah

gerangan yang memutar dan menggerakkan atom- atom yang

sebanyak itu? Sudah barang tentu karena ada gerakan pasti ada yang

menggerakkan dan yang menggerakkan atau memutar ini tidak ada

lain kecuali Tuhan. Jadi jelaslah, bahwa Tuhan itu ada.

Atau dalil Fisika ini dapat diuraikan begini; di dalam alam

ini, ada susunan dan peraturan yang amat bagus. Dengan teratur

sekali bumi bergerak mengitari matahari dalam waktu 365 hari 5

jam 49 menit 12 detik, sedang bulan mengitari bumi dalam waktu 29

hari 12 jam 44 menit dan 3 detik. Begitu juga planet-planet dan

bintang-bintang lainnya. Semuanya berjalan dengan teratur sekali di

angkasa raya, dan tak sekalipun pernah berantuk atau bertubrukan

satu sama lain.

Kemudian dengan adanya susunan yang demikian hebat dan

adanya peraturan alam semesta yang harmonis ini, dapatkah terjadi

dengan sendirinya? Tentu saja tidak dapat, dan tentulah semua itu

terjadi dan berlaku karena ada yang mengendalikan dan

mengaturnya. Adapun yang mengendalikan dan mengatur ini, tidak

24

Humaidi Tatapangarsa, Kuliah Akidah Lengkap, (Surabaya: PT.Bina Ilmu

Surabaya, 1999), hal. 44.

Page 13: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

13

ada lain kecuali Tuhan. Jadi makin jelas, bahwa Tuhan itu memang

ada.25

b. Dalil Akhlak

Manusia mempunyai perasaan moral yang tertanam dalam

jiwa dan hati sanubarinya. Perasaan moral ini, tidak diperoleh dari

pengalaman dalam hidupnya di dunia, tetapi merupakan

pembawaannya sejak lahir. Dengan perasaan moral itu, orang merasa

bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan-perbuatan

buruk dan menjalankan perbuatan-perbuatan baik.

Dan perasaan berkewajiban melakukan perbuatan baik dan

menjauhi perbuatan buruk itu sama sekali tidak tergantung pada

akibat-akibat yang akan timbul dari perbuatan itu. la harus berbuat

baik semata-mata, karena perintah yang datang dari dalam hati

sanubarinya untuk berbuat baik. Demikian pula ia merasa

berkewajiban untuk menjauhi perbuatan buruk semata-mata, karena

perintah yang timbul dari dalam hati nuraninya.

Perintah dari dalam hati ini, bersifat absolut dan universil

(categorical imperative). Perbuatan baik dilakukan karena perintah

memang demikian. Dan pekerjaan jahat dijauhi, karena perintah

juga mengatakan demikian. Perbuatan baik dilakukan dan perbuatan

buruk di jauhi karena itu adalah kewajiban manusia.

Dalam pada itu menurut pengalaman yang sering terjadi

didunia, dapat diketahui bahwa tidak selamanya perbuatan-

perbuatan baik membawa kepada kebaikan, dan perbuatan buruk

acapkali pula tidak mendapat hukuman sebagaimana mestinya.

Dengan demikian antara apa yang terjadi dalam kehidupan di dunia

25

Ibid., hal. 38.

Page 14: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

14

dan perintah yang datang dari dalam sanubari, ada kalanya

kontradiksi dalam praktek. Tetapi sungguhpun demikian, manusia

tetap merasa bahwa ia berkewajiban mendengar perintah

sanubarinya itu.

Suasana kehidupan duniawi yang seringkali pincang atau tidak

adil itu menimbulkan suatu perasaan, yaitu pasti ada kehidupan yang

kedua dibalik kehidupan yang pertama yang sekarang ini. Hidup

yang kedua ini kekal abadi, dan dalam hidup yang kekal inilah

perbuatan-perbuatan baik yang belum mendapat balasan baik, dan

perbuatan-perbuatan buruk yang belum mendapat hukuman, akan

memperoleh balasannya masing-masing. Yang baik dibalas baik,

yang buruk diganjar hukuman.

Dan adanya pembalasan yang demikian itu tidak bisa terjadi

dengan sendirinya, tetapi pastilah pembalasan yang adil itu berasal

dari satu zat yang maha adil, dan zat inilah yang disebut Tuhan.

c. Dalil Kesaksian

Untuk membuktikan benar tidaknya sesuatu persoalan,

diperlukan adanya kesaksian. Dalam dunia peradilan misalnya,

hakim yang jujur tak akan menjatuhkan vonis kepada terdakwa,

bilamana persoalan yang menyangkut terdakwa belum jelas dan

meyakinkan, dan untuk meyakinkan ini juga diperlukan adanya

saksi-saksi.

Orang banyak percaya bahwa kota-kota seperti Kairo,

Moskow, Washington, Mekkah dan lain-lain itu ada. Kepercayaan

itu pada umumnya bukan karena mereka telah pernah datang

menyaksikannya, tetapi karena menurut kata orang yang pernah

datang ke sana, bahwa kota-kota tersebut memang ada. Jadi juga

berdasarkan atas kesaksian.

Page 15: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

15

Bahwa Tuhan itu ada, juga dapat dibuktikan karena adanya

sejumlah para saksi yang telah ada dari masa ke masa, yang telah

berhasil membuktikan bahwa Tuhan itu ada, berkata, mendengar,

melihat dan bertindak dengan hebatnya. Mereka para saksi adanya

Tuhan ini terdiri dari manusia-manusia pilihan, berakhlaq luhur,

dapat dipercaya, tak pernah berdusta. Mereka itulah para Nabi dan

Rasul Tuhan yang pernah lahir di muka bumi. Jadi, berdasar

kesaksian-kesaksian para Nabi, memang Tuhan itu ada.

d. Dalil Inayah dan Ikhtiro‟

Dalil Inayah dikemukakan oleh Ibnu Rusyd atau Averroes,

seorang filosof Islam terkenal yang hidup antara tahun 1126-1198.

Selain dalil Inayah ini, Ibnu Rusyd mengemukakan pula dalil

Ikhtiro. Kedua dalil Ibnu Rusyd ini, dalam soal pembuktian adanya

Tuhan dinilai oleh para ulama sebagai dalil-dalil yang paling kuat

dan tidak berbelit-belit, sebab kedua dalil tersebut tidak saja sesuai

dengan akal pikiran, tetapi juga cocok dengan ayat-ayat Al-Quran.

Inayah artinya perhatian, perindahan. Maksudnya ialah

perhatian/perindahan Tuhan, dalil ini menyatakan bahwa alam ini

dan segala isinya sesuai betul dengan kehidupan manusia dan

makhluk-makhluk yang lain. Umpamanya siang dan malam,

matahari dan bulan, pergantian musim,hewan tumbuh-tumbuhan dan

hujan, dan lain sebagainya. Semuanya sesuai betul dengan

kehidupan manusia, seolah-olah semuanya itu memang dijadikan

untuk kepentingan manusia.26

26

Abu Ahmadi, op. cit, hal. 270.

Page 16: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

16

Persesuaian ini, tentu saja tidak terjadi secara kebetulan,

tetapi terjadi karena penciptaan yang rapi dan teratur yang

berdasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan. Bahkan juga persesuaian

itu menunjukkan adanya perhatian/pemeliharaan dari Sang Pencipta

tadi terhadap alam semesta ini.

Dalam pada itu adanya perhatian dan kebijaksanaan Tuhan,

nampak jelas pula pada diri manusia, terutama ketika masih bayi.

Mula-mula manusia dikeluarkan dari perut ibu dengan tidak

mengetahui apa-apa. Tetapi kemudian akal manusia berangsur-

angsur maju sedikit demi sedikit, sesuai dengan perkembangan

jasmaninya.

Andaikata sejak lahir itu manusia telah diberi akal yang telah

bekerja, tentulah manusia akan merasa berat dibalut erat-erat

tubuhnya, tentulah manusia akan gelisah benar berhubung kekuatan

badannya belum dapat memenuhi kehendak akalnya, dan selain itu

kalau manusia lahir telah berakal, tentulah mereka tidak akan

mendapatkan kasih sayang orang tua, sebagaimana halnya bayi-bayi

yang lahir dengan tidat berakal.

Dengan demikian, kelahiran manusia dengan keadaan bodoh

dan belum dapat memikirkan sesuatu, adalah bersesuaian benar

dengan keadaan manusia yang masih bayi. Kemudian setelah

manusia itu bertambah besar, akal manusiapun naik dan maju pula,

sehingga sesuai dengan perkembangan jasmaninya.

Ini semua, mustahil dapat terjadi dengan sendirinya, tetapi

pastilah ada yang menjadikan, yaitu Tuhan. Dialah yang telah

memperhatikan dan memelihara segala sesuatu yang diciptakannya,

Page 17: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

17

sehingga segalanya sesuai betul dengan keadaan masing-masing

hasil ciptaannya itu.27

Dapat disimpulkan, bahwa dalil Inayah berusaha untuk

membuktikan adanya Tuhan, khusus dari segi adanya perhatian atau

perindahan kapada segala yang ada ini, sehingga segalanya ada dan

berlaku sesuai benar dengan kepentingan dari masing-masing

makhluk. Adapun dalil Ikhtiro' artinya penciptaan. Sesuai dengan

artinya ini, maka Dalil Ikhtiro‟ berusaha membuktikan adanya

Tuhan, khusus dari segi penciptaan alam semesta ini. Dalil ini

ditegakkan atas dua dasar.

Dasar pertama; bahwa keadaan segala yang berwujud inilah

mukhtaro' (diciptakan). Dasar kedua : bahwa keadaan tiap-tiap yang

diciptakan mempunyai mukhtari'nya (penciptanya). Dari dua dasar

itu dapat ditarik kesimpulan bahwa segala yang ada di alam ini,

pastilah mempunyai Fail Mukhtari'nya (pembuat yang

menciptakannya atau Sang Pencipta). Dan Fail Mukhtari' ini tiada

lain kecuali Tuhan Allah. Pada prinsipnya, dalil ikhtiro‟

menetapkan, bahwa alam ini baru ada, sesudah diadakan, Tiap-tiap

yang baru tentulah dengan sendirinya berhajad kepada yang

mengadakannya. Tidak mungkin sekiranya alam ini dapat

mengadakan dirinya sendiri. Dan yang mengadakan segalanya ini,

dialah Tuhan yang Wajibul Wujud.28

27

A.Hanafi, Pengantar Teologi Islam , (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2003),

hal. 239-263. 28

T.M.Hasbi Ash Shiddiqy, Al-Islam , jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971),

hal. 57-65. Bandingkan uraian J.W.M.Bakker, Sejarah Filsafat Dalam Islam ,

(yogyakarta:Yayasan Kanisius, 1978), hal. 73-82.

Page 18: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

18

C. Figur Thomas Aquinas dan Al-Asy’ari serta Pemikiran Mereka

1. Figur Thomas Aquinas dan Pandangannya tentang „Tuhan‟

Thomas Aquinas adalah seorang ahli teologi Katolik dan

filosof. Dilahirkan di Italia dan belajar di bawah asuhan pendeta-

pendeta Benedictine dan Dominican, juga belajar pada universitas-

universitas di Naples, Paris dan Cologne. Ia menerima gelar Doktor

dalam teologi dari Universitas Paris dan mengajar di sana sampai

1259.29

Thomas Aquinas dianggap sebagai filosof skolastik terbesar.

Dalam semua institusi pendidikan Katolik yang mengajarkan filsafat,

sistemnya diajarkan sebagai satu-satunya sistem yang benar; ini sudah

menjadi aturan baku yang ditetapkan oleh Leo XIII pada tahun 1879.

Oleh karena itu, St. Thomas tidak hanya penting dalam sejarah, tetapi

pengaruhnya tetap hidup, seperti Plato, Aristoteles, Kant, dan Hegel

bahkan, sebenarnya melebihi dua tokoh yang disebut terakhir.

Dalam beberapa hal, ia banyak mengikuti Aristoteles, sehingga

orang Stagyrite ini, dikalangan umat Katolik-hampir-hampir

mempunyai otoritas sebagai salah seorang Bapa; mengkritiknya dalam

masalah filsafat murni dianggap kafir.30

St. Thomas adalah putra dari pangeran Aquino, yang kastilnya,

di kerajaan Nepal, dekat dengan Monte Cassino, dimana pendidikan

“dokter. Angelic” ini bermula. Selama 6 tahun ia belajar di universitas

Frederick II Nepal; kemudian ia menjadi pengikut Dominican dan

pergi ke Cologne, untuk belajar di bawah bimbingan Albertus Magnus,

ahli Aristotelian terkemuka dikalangan para filosof pada waktu itu.

29

Linda Smith, dan William Raeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan

Sekarang, terj P. Hardono Hadi, (Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI Yogyakarta

2000), hal. 46 30

K.Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta:Kanisius, Yogyakarta, 1999),

hal. 129.

Page 19: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

19

Setelah menjalani pendidikan di Cologne dan Paris, ia kembali ke

Italia, di mana ia menghabiskan sisa-sisa hidupnya kecuali selama tiga

tahun, 1269-1272.31

ia mengadakan analisa sejarah pemikiran filosof

Yunani dan Arab, lalu menempatkan pemikiran mereka dalam arus

pemikiran filsafat waktu itu, bahkan juga mengkritik pemikiran

mereka.32

Thomas Aquinas adalah seorang santo, mistikus, dan teolog

serta metafisikus. Aquinas pergi ke sekolah di bawah para

Benediktindi pertapaan terkenal di Monte Cassino dan kemudian

belajar di Universitas Napoli. Pada Tahun 1244, ia menjai seorang

Dominikan ordo yang baru saja didirikan dari para pertapa (miskin).

Keluarganya menjai ngeri dan menculiknya, tetapi Thomas tetap teguh

dan memilih caranya sendiri.33

Aquinas meneruskan belajarnya di Paris dsan Cologne di

bawah bimbingan Albertus Agung. Ia adalah orang yang besar,

lamban; dan mahasiswa yang lain menyebutnya “ lembu bodoh”.

Namun kecerdasannya tidak diragukan, dan Albertus Agung

menyatakan: “lembu bodoh ini akan memenuhi dunia dengan

lenguhannya.” Aquinas pergi ke Paris lagi pada Tahun 1254 dimana

dua tahun kemudian, ia menjadi Profesor penuh. Ia mengajar di Paris

dan Italia sampai kematiannya pada tahun 1274 dalam perjalanannya

menuju ke Konsili lyons. Karyanya dikutuk di Paris dan oxford, dan

tidak disetujui lagi sampai lima puluh tahun setelah kematiannya. Ia

diangkat menjadi santo pada tahun 1323. Sewaktu sedang

mempersembahkan misa pada bulan Desember 1273, Aquinas

31

Ibid, hal. 599. 32

Hassan Shadiliy, Ensiklopedi Indonesia, Op.cit, hal. 253. 33

Delfgaauw, Bernard, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, alih bahasa, Soejono

Soemargono, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1992), hal. 56.

Page 20: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

20

mempunyai pengalaman yang mungkin merupakan suatu

penampakkan atau kegagalan syaraf. Ia berhenti menulis. Sewaktu

didesak untuk meneruskan, ia memberitahu sekretarisnya “Saya tidak

dapat, karena semua yang telah saya tulis kelihatan seperti jerami.”

Buah karya Aquinas sangatlah banyak, Summa Theologica-nya

saja memuat lebih dari dua juta kata. Summa Theologica adalah

penyajian telogi secara sistematik, yang ditulis bagi para calon

biarawan dalam kependetaan, dan juga merupakan rangkuman definitif

filsafat Katolik.34

Seluruh karyanya ditulis dalam rentang waktu dua

puluh tahun. Dua karya utama Aquinas adalah: Summa Contra

Gentiles atau “Pedoman Melawan Kaum Kafir”, ditulis bagi mereka

yang tidak percaya akan iman Kristen; dan Summa Theologica

“Pedoman Teologi”, ditulis untuk orang-orang Kristen, khususnya

bagi para pertapa muda yang mempelajari teologi.35

Bahasa Latin Aquinas padat tetapi jernih. Ia menunjukkan

perhatian pada pernyataan yang jernih dan tepat. Perhatian seperti itu

merupakan ciri Abad Pertengahan, dan memberi filsafat Aquinas suatu

tingkat modern pada waktu perhatian mengenai filsafat dan bahasa

menjadi terkait secara erat sekali.36

Thomas Aquinas mendasarkan filsafatnya pada kepastian

adanya Tuhan. Ia mengetahui banyak ahli teologi percaya pada adanya

Tuhan hanya berdasarkan pendapat umum. Ada juga ahli teologi yang

menganggap eksistensi Tuhan tidak dapat diketahui dengan akal; itu

hanya dapat diketahui berdasarkan iman. Menurut Thomas Aquinas,

34

Robert C.Salomon &Kathleen M.Higgins, Sejarah Filsafat, terj. Saut Pasaribu,

(Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2002), hal. 289. 35

Ibid 36

Smith dan William Raeper, Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang,

(Yogyakarta: Kanisius, (Anggota IKAPI), 2000), hal. 47.

Page 21: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

21

eksistensi Tuhan dapat diketahui dengan akal. Untuk membuktikan

pendapatnya ini ia mengajukan lima dalil (argumen) seperti yang

diringkaskan berikut ini.

Argumen pertama diangkat dari sifat alam yang selalu

bergerak. Di dalam alam ini segala sesuatu bergerak. Dari sini

dibuktikan bahwa Tuhan ada. Bierman dan Gould menamakan

argumen ini argumen gerak.37

Jelas sekali bahwa alam ini bergerak.

Setiap yang bergerak pasti digerakkan oleh yang lain sebab tidak

mungkin suatu perubahan dari potensialitas bergerak keaktualitas

bergerak tanpa ada penyebabnya, dan penyebab itu tidak mungkin ada

pada dirinya sendiri. Dengan kata lain, tidak mungkin sesuatu bergerak

sendiri. gerakan adalah perubahan dari potentia ke actus; potentia

tanpa sebab lain tidak mungkin actus. Akan tetapi, timbul persoalan:

bila sesuatu bergerak hanya karena ada penggerak yang

menggerakkannya, tentu penggerak itu pun memerlukan pula

penggerak di luar dirinya. Bila demikian, terjadilah penggerak

berangkai yang tidak terbatas. Konsekuensinya adalah tidak ada

penggerak. Menjawab persoalan ini Thomas Aquinas mengatakan

bahwa justru karena itulah maka sepantasnya kita sampai pada

penggerak pertama, yaitu penggerak yang tidak digerakkan oleh yang

lain. Itulah Tuhan.38

Argumen kedua disebut sebab yang mencukupi (efficient

cause). Ringkasannya kira-kira sebagai berikut. Di dalam dunia

inderawi kita saksikan adanya sebab yang mencukupi. Tidak ada

sesuatu yang mempunyai sebab pada dirinya sendiri. Sebab, bila

37

Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, alih bahasa, Soejono

Soemargono, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1992), hal. 43. 38

Hamzah Yaqub, Filsafat Agama, Titik Temu akal dengan Wahyu, (Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya, 1992), hal. 51.

Page 22: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

22

demikian, ia mesti menjadi lebih dulu dari pada dirinya. Ini tidak

mungkin. Dalam kenyataannya yang ada adalah rangkaian sebab dan

musabab. Seluruh sebab berurutan dengan teratur: penyebab pertama

menghasilkan musabab, musabab ini menjadi penyebab yang kedua

yang menghasilkan musabab kedua, musabab kedua ini menjadi

penyebab yang ketiga yang menghasilkan musabab yang ketiga, dan

begitu seterusnya sehingga terjadi rangkaian penyebab. Itu berarti

bahwa membuang sebab sama dengan membuang musabab. Artinya,

bila tidak ada sebab pertama, tentu tidak akan ada rangkaian sebab itu

tadi, dan ini akan berarti tidak akan ada apa-apa. Nyatanya apa-apa itu

ada. Oleh karena itu, wajarlah untuk menyimpulkan adanya sebab

pertama, dan itu Tuhan.39

Argumen ketiga adalah argumen kemungkinan dan keharusan

(possibility and necessity). Kita menyaksikan di dalam alam ini segala

sesuatu bersifat mungkin ada dan mungkin tidak ada. Adanya alam ini

bersifat mungkin. Kesimpulan itu kita ambil karena kenyataannya isi

alam dimulai dari tidak ada, lalu muncul, lantas berkembang, akhirnya

rusak atau hilang. Kenyataan itu, yaitu alam berkembang menuju

hilang, membawa kita kepada konsekuensi bahwa alam-alam ini tidak

mungkin selalu ada karena ada dan tidak ada tidak mungkin menjadi

sifat sesuatu sekaligus dalam waktu yang sama. Bila sesuatu yang tidak

mungkin ada, ia tidak mungkin ada. Nah, mestinya sekarang ini tidak

ada sesuatu. Ini berlawanan dengan kenyataan. Kalau demikian, harus

ada sesuatu yang ada sebab tidak mungkin muncul yang ada bila ada

pertama itu tidak ada. Sebab, bila pada suatu waktu tidak ada sesuatu,

maka tidak mungkin muncul sesuatu yang lain. Jadi, ada pertama itu

39

Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, alih bahasa, Soejono

Soemargono, (Yogyakarta: PT. Tiara, 1992), hal. 87.

Page 23: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

23

harus ada karena adanya alam dan isinya ini. Akan tetapi, ada pertama

itu, ada yang harus ada itu dari mana? terjadi lagi rangkaian penyebab.

Kita harus berhenti pada penyebab yang harus ada, itulah Tuhan.40

Argumen keempat memperhatikan tingkatan yang terdapat

pada alam ini. Isi alam ini masing-masing berkelebihan dan

berkekurangan, misalnya dalam hal kebaikan, keindahan, kebenaran.

Ada orang yang dihormati, ada yang lebih dihormati, ada yang

terhormat. Ada indah, lebih indah, terindah. Benar juga demikian.

Tingkatan tertinggi menjadi sebab tingkatan dibawahnya.

Api yang mempunyai panas adalah sebab untuk panas

dibawahnya. Yang maha sempurna, yang maha benar, adalah sebab

bagi sempurna dan benar pada tingkatan dibawah-Nya. Tuhan, karena

itu, adalah tingkatan tertinggi. Begitu juga tentang ada. Tuhan

memiliki sifat ada yang tertinggi; ada yang dibawahnya disebabkan

oleh ada yang tertinggi itu.41

Argumen kelima berdasarkan keteraturan alam. Kita saksikan

isi alam dari jenis yang tidak berakal bergerak atau bertindak menuju

tujuan tertentu, dan pada umumnya berhasil mencapai tujuan itu,

sedangkan mereka itu tidak mempunyai pengetahuan tentang tujuan

itu. Dari situ kita mengetahui bahwa benda-benda itu diatur oleh

sesuatu dalam bertindak mencapai tujuannya. Sesuatu yang tidak

berakal mestinya tidak mungkin mampu mencapai tujuan. Nyatanya

mereka mencapai tujuan. Itu tidak mungkin seandainya tidak ada yang

mengarahkan mereka. Yang mengarahkan itu pastilah berakal dan

mengetahui. Kita lihat anak panah diarahkan oleh pemanah. Yang

40

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, 1, (Yogyakarta: Kanisiu,

1980), hal. 107. 41

Smith dan William Raeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang,

terj P. Hardono Hadi, (Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI, 2000)

Page 24: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

24

mengarahkan alam semesta ini haruslah ada, harus berakal dan

berpengetahuan. Itulah Tuhan.42

Demikian lah lima argumen tentang

adanya Tuhan. Argumen ini amat terkenal pada abad pertengahan.

Argumen ini ditulis oleh Thomas Aquinas dalam summa theologica.43

Setelah Thomas Aquinas merasa berhasil menyusun argumen-

argumen di atas, dan ia merasa filsafat itu telah membuktikan adanya

Tuhan, selanjutnya ia berusaha menjelaskan sifat-sifat Tuhan itu.

Menurut Thomas Aquinas, Tuhan tidak tersusun dari esensi dan

aksidensi, karena itu Tuhan tidak dapat berubah. Tuhan tidak memiliki

potentia. Ia semata-mata actus, Ia form murni. Lebih lanjut ia

menyatakan bahwa Tuhan sama dengan esensinya. Untuk memahami

ini hendaknya kita telah mengetahui bahwa sesuatu terdiri atas esensi

dan aksidensi. Tatkala orang membuat definisi, hanya sifat esensi

itulah yang disebut; sifat-sifat aksidensi dibuang. Tuhan bukan terdiri

dari esensi dan aksidensi; Tuhan seluruhnya esensi. Kita pun telah

mengetahui bahwa bila sesuatu hanya esensinya, yaitu definisinya saja,

maka pengertiannya tetap. Karena Tuhan hanya esensi, maka Tuhan

tidak pernah mengalami perubahan. Yang berubah itu adalah sifat-sifat

aksidensi.44

Berbeda dengan Augustinus, Thomas Aquinas berpendapat,

bahwa Tuhan tidak berbuat semuanya; perbuatan Tuhan dibatasi oleh

kebaikan. Jadi Tuhan tidak bebas sebebas-bebasnya dalam berbuat.

Tentang penciptaan, Aquinas berpendapat bahwa Tuhan menciptakan

alam semesta dari tiada, sekaligus jadi berlawanan dengan teori

42

Ak. Bierman dan James A. Gould, Op cit, hal. 640-641 43

John Herman Randall, Reading In Philoshophy, (New York: Barnes and Noble

, Inc, New York, 1950), hal. 271-272. 44

Frederick Mayer, A. History of Ancient & Medieval Philosophy, (New York:

America Book Company, 1950), hal. 455.

Page 25: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

25

Darwin. Dalam mencipta itu Tuhan tidak dipengaruhi oleh apapun,

karena itu ia tidak memerlukan penciptaan secara evolusi. Tentang

cara Tuhan menciptakan alam semesta kelihatan tidak dibicarakan oleh

Thomas Aquinas. Apakah ia menganut teori emanasi? Itu amat

mungkin karena penciptaan dari tiada biasanya hanya dapat dipahami

melalui teori emanasi.45

Sungguh wajar muncul pertanyaan : apa tujuan Tuhan

menciptakan alam semesta ini? Thomas Aquinas menjawab bahwa

tujuannya adalah memperlihatkan kebaikan Tuhan. Melalui penciptaan

itu Tuhan bermaksud memperlihatkan kesempurnaan-Nya, kemaha

kuasaan-Nya. Orang skeptis bertanya, mengapa isi alam ini banyak dan

bertingkat-tingkat? Thomas Aquinas menjawab bahwa dalam

keragaman ciptaan ini terdapat penjelasan tentang sifat-sifat keilahian

Tuhan, merupakan penjelasan kemurahan Tuhan, yang sebenarnya

Tuhan dapat saja menciptakan isi alam ini sama.

Menurut Thomas Aquinas alam ini tidak kekal. Sekalipun

demikian, menurut pendapatnya akal tidak dapat membuktikan apakah

alam ini kekal atau kah tidak kekal. Sedangkan menurut Aristoteles

alam ini kekal. The Motion of the physical universal is eternal…. Bila

bergerak itu kekal, tentu fisik alam semesta alam ini kekal.46

Dalam kaitannya tentang kosmologi, yang terpenting di dalam

kosmologi Aquinas ialah pandangannya tentang matter dan from.

Menurut pendapatnya, matter tidak dapat ada terpisah dari form. Bila

terpisah, kata Aquinas, tentu akan terdapat kontradiksi sebab matter itu

tidak jelas. Pada Aristoteles, matter dan form terpisah/ masiiig-inasing

45

Ibid, hal. 458. 46

Albert E.Avey, Handbook in the History of Philosophy, (New York, Barnes &

Noble, t.th.), hal.31-33.

Page 26: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

26

otonom47

. Setiap benda terdiri atas bahan (matter) dan sifat (form).

Kalau Ai-ida melihat sepotong emas, maka zat (matter) emas ialah

bendanya itu, sedangkan kuningnya emas, susunan kiinianya, dan lain-

lain sifatnya, adalah sifat (form). Nah, tentulah Anda tidak mungkin

meinisahkan zat emas dari sifat emas. Anda tidak dapat membedakan

zat air dan sifat air. Tatkala Anda mengenal air yang Anda kenal, itu

adalah matter dan form-nya. Demikianlah jalan pikiran Aquinas. Justru

teori Aristoteles itulah yang sulit dipahaini.

Perbedaan antara manusia dan malaikat menurut Aquinas ialah

karena malaikat tidak mempunyai tubuh/ jadi tidak mempunyai matter.

Mereka semata-mata form, sedangkan manusia mempunyai matter

dan form.

Dalam hal ruang dan waktu Aquinas sama dengan Aristoteles.

Ruang tidak dapat dipikirkan terlepas dari eksistensi benda. la tidak

menerima paham yang mengatakan bahwa ruang tidak terbatas karena

hal ini berlawanan dengan ajaran Kristen. Adapun waktu/ ia ditentukan

oleh gerak. Sebagaimana halnya ruang, waktu juga terbatas. Alasan

yang diajukan oleh Aquinas untuk menopang pendapatnya mengenai

ruang dan waktu tidak memuaskan. Itu tidak mengherankan karena

persoalan ruang dan waktu merupakan dua persoalan filsafat yang sulit

dipecahkan.

Adapun Pandangan Aquinas tentang jiwa amat sederhana.

Katanya, jiwa dan raga mempunyai hubungan yang pasti: raga

menghadirkan matter dan jiwa menghadirkan form, yaitu prinsip-

prinsip hidup yang aktual. Kesatuan antara jiwa dan raga bukanlah

terjadi secara kebetulan. Kesatuan itu diperlukan untuk terwujudnya

47

Ibid, hal. 32.

Page 27: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

27

kesempurnaan manusia. Yang dimaksud dengan jiwa oleh Aquinas

ialah kapasitas intelektual (pikir) dan kegiatan vital kejiwaan lainnya.

Oleh karena itu, Aquinas mengatakan bahwa manusia adalah makhluk

berakal. Konsekuensinya ialah jiwa harus membimbing raga karena

jiwa lebih tinggi daripada raga. Akan tetapi jiwa itu bergantung juga

pada raga; kegiatan raga mempengaruhi jiwa. Selanjutnya Aquinas

membuat perbedaan yang tajam antara tiga tipe jiwa: jiwa vegetatif,

yaitu jiwa yang mengatur tetumbuhan; jiwa sensitif yang mengatur

kehidupan hewan; dan jiwa rasional yang mengatur kehidupan

manusia 48

. Jiwa rasional inilah yang merupakan manifestasi

kehidupan yang tertinggi yang menyuguhkan supremasi intelek di atas

benda (tetumbuhan) dan hewan.

Sekalipun jiwa itu memiliki kesatuan (jiwa itu satu), ia dapat

dibagi dalam kemampuannya. Kemampuan itu ialah kemampuan

mengindera (sensation), kemampuan pikir (reason), dan nafsu

(appetite) yang mencakup kemauan. Jiwa bersifat material, sama

dengan Augustinus. Bukti yang menunjukkan bahwa jiwa bersifat

imaterial ialah jiwa itu mampu memikir- kan objek-objek yang

imaterial dan mampu memikirkan yang universal.

Dengan mengikuti ajaran Kristen, Aquinas berpendapat bahwa

jiwa akan hidup kembali. Jiwa, di sana nanti, akan hidup kembali

sesudah kematiannya dan ia akan disatukan dengan jasad. Ini sama

dengan teori Al-Ghazali.

Selanjutnya Aquinas mengajarkan bahwa kita seharusnya me

nyeimbangkan akal dan iman: akal membantu membangun dasar dasar

filsafat Kristen. Akan tetapi, harus selalu disadari bahwa hal itu tidak

48

Mayer, op cit, hal. 459.

Page 28: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

28

selalu dapat dilakukan karena akal terbatas. Akal tidak dapat

meniberikan penjelasan tentang kehidupan kembali (resurrection) dan

penebusan dosa. Akal juga tidak akan mampu membuktikan kenyataan

esensial tentang keimanan Kristen. Oleh karena itu, ia berpendapat

bahwa dogma-dogma Kristen itu tepat sebagaimana yang disebutkan

dalam firman-firman Tuhan.

Berdasarkan uraian itu kita dapat mengetahui adanya dua jalur

pengetahuan dalam filsafat Aquinas. Jalur itu ialah jalur akal yang

dimulai dari manusia dan berakhir pada Tuhan, dan yang kedua ialah

jalur iman yang dimulai dari Tuhan (wahyu), didukung oleh akal.

Aquinas membagi pengetahuan menjadi tiga bagian: pengetahuan

fisika, matematika, dan metafisika. Dari yang tiga ini metafisikalah

yang lebih banyak mendapat perhatiannya, yang menurut pendapatnya

dapat menyajikan abstraksi tingkat tertinggi.49

Sehubungan dengan teorinya di atas maka di dalam filsafat

Aquinas, filsafat dapat dibedakan dari agama dengan melihat

penggunaan akal. Filsafat ditentukan oleh penjelasan sistematis akidah,

sedangkan agama di tentukan oleh keimanan. Sekalipun demikian,

perbedaan itu tidak begitu jelas karena pengetahuan sebenarnya adalah

gabungan kedua-duanya. Agama dapat pula dibagi dua. Yang pertama

ialah agama natural yang dibentangkan di atas akal, dan yang kedua

ialah agama wahyu yang dibentangkan di atas iman.

Di dalam doktrinnya tentang pengetahuan, Aquinas adalah real

is moderat. la tidak sependapat dengan Plato yang mengajarkan bahwa

alam semesta ini mempunyai eksistensi yang objektif. la mengajarkan

bahwa alam semesta ini berada dalam tiga cara. Pertama, sebagai

49

Mayer, op cit, hal. 461

Page 29: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

29

sebab-sebab di dalam pemikiran Tuhan (anter em); kedua,. sebagai

idea dalam pikiran manusia (post rem); dan ketiga, sebagai esensi

sesuatu (in rein).

Dapat dicatat di sini bahwa Aquinas mencoba menjembatani

dua ekstriinitas: extreme nominalism dan extreme realism.

Nominalisme ialah suatu ajaran dalam filsafat skolastik yang

menyatakan bahwa tidak ada eksistensi abstrak yang sungguh-sungguh

objektif; yang ada hanyalah kata-kata dan nama-nama; yang benar-

benar real ialah fisik yang partikular ini saja (Runes: 210). Realisme

ialah salah satu ajaran dalarn filsafat yang mengatakan bahwa realitas

universal abstrak sama dengan atau lebih tinggi daripada realitas

fisik50

.

Aquinas melakukan harmonisasi antara kedua ekstrem itu

dengan cara memperlihatkan bahwa alam semesta mempunyai

berbagai pengertian bila diterapkan pada Tuhan, manusia, dan alam.

Sains, menurutnya, berkenaan dengan alam jenis ketiga, yaitu alam

sebagai esensi. Konsep-konsep sains tidak membenci pada hal-hal

yang bersifat materi, sebab manusia dilahirkan tidak membawa idea-

idea imaterial. Menurut pendapat Aquinas, pikiran tidak akan berisi

apa-apa bila tidak menggunakan indera. Proses pengetahuan dimulai

dari penginderaan, yang memberikan kepada kita persepsi tentang

suatu objek di dalam alam. Persoalan yang dihadapkan kepada

Aquinas ialah bagaimana persepsi itu diterjemahkan ke dalam idea-

idea yang dapat dipikirkan. Untuk menyelesaikan masalah ini Aquinas

menggunakan istilah intelek aktif yang bertugas menjelmakan unsur-

unsur dalam alam semesta, lalu menciptakan jenis-jenis yang dapat

50

Dagobert Runes, Dictionary Of Philosophy, (New Jersey:Totowa, 1971), hal.

264

Page 30: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

30

dipikirkan. Intelek aktif itulah, yang memberikan kepada kita keadaan

susunan alam semesta. Melalui intelek aktif kita dapat memahaini

prinsip-prinsip pertama yang mengatur semua kenyataan.51

Pengalaman, menurut Aquinas, bukanlah suatu proses yang

kacau; pengalaman menyatakan prinsip-prinsip universal tentang

eksistensi. Kualitas-kualitas partikular tidaklah terpisah-pisah; mereka

mempunyai kualitas yang esensial dalam keseluruhan. Tugas sainslah

untuk mengklasifikasikan dan menguraikan kualitas-kualitas itu. Sains,

oleh karena itu, bersangkutan dengan alam semesta. Oleh sebab itu,

semakin universal sains, semakin penting kedudukannya bagi

kesejahteraan manusia.

Kalau dibandingkan dengan pandangan modern tentang sains,

teori Aquinas amat berbeda. Menurut pandangan filsafat sains modern,

pencapaian terbaik pada sains bila ia lebih menjurus kepada objek-

objek yang partikular. Sains modern tidak memberikan penghargaan

yang tinggi kepada masalah-masalah imaterial. Bagian imaterial itu

merupakan bagian pembahasan metafisika. Sedangkan pada Aquinas

tadi, sains akan semakin tinggi nilainya bila ia semakin universal.

Dalam konteksnya dengan argumen Tuhan dan implikasinya,

bahwa Thomas Aquinas mempekuat pembuktian adanya Tuhan

dengan mengkaitkan pada bahasan nilai etika. Dalam hal ini nilai etika

tertinggi pada etika Aquinas ialah Kebaikan Tertinggi. Kebaikan

Tertinggi tidak dapat dicapai dalam kehidupan sekarang. Kita harus

menunggu hari kelak ketika kita memperoleh pandangan yang

sempurna tentang Tuhan. Pandangan etika Aquinas menekankan

superioritas tentang kebaikan keagamaan. Karenanya ia banyak

51

Rizal Mustanyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002), hal. 68.

Page 31: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

31

membahas iman. la toleran terhadap orang-orang yang tidak beriman

dan bekerja sama dengan mereka, tetapi ia juga terang-terangan

menuduh mereka kafir. Orang-orang kafir itu akan mengalami lepas

hubungan dengan Tuhan. Bila mereka terus saja deinikian, mereka

akan mati dalam hukuman. Tentang kematian yang deinikian Gereja

tidak akan memberikan hukuman, tetapi dunia akan memberikan

hukuman.52

Dasar kebaikan ialah kemurahan hati (charity) yang menurut

Aquinas lebih dari sekadar kedermawanan atau belas kasihan.

Kemurahan hati itu terdapat di dalam jiwa yang penuh cinta. Cinta

kepada Tuhan datang pertama kali, dari situ muncul cinta kepada

selain Tuhan. Akan tetapi, konsepnya tentang cinta tidak menyeluruh

karena tidak mencakup orang kafir.

Kehidupan pertapa (ascetic) memainkan peranan yang kuat di

dalam etikanya. Oleh karena itu, ia setuju kepada St. Augustinus yang

mengajarkan bahwa kehidupan membujang (celebacy) lebih baik

daripada kawin. Hidup dalam perkawinan itu rendah. Pengaruh

Aquinas cukup besar pada abad-abad selanjutnya melalui pendapat-

pendapatnya bahwa perkawinan tidak boleh cerai karena hal itu

berlawanan dengan hukum masyarakat dan menentang Tuhan.

Monogami adalah watak asli manusia. la juga menentang keras

pembatasan kelahiran. Kedudukan ayah dalam keluarga adalah yang

tertinggi, jadi ia mendukung patrilineal (menarik garis keturunan dari

pihak ayah) yang memang berkembang pada Abad pertengahan.

Mengenai kebebasan kemauan (free will) ia menyatakan bahwa

manusia berada dalam kedudukan yang berbeda dari Tuhan. Tuhan

52

Linda Smith dan William Raeper, Ide-Ide Filsafat Dan Agama Dulu Dan

Sekarang, (Yogyakarta: Kanisius , 2000), hal. 46.

Page 32: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

32

selalu benar sedangkan manusia kadang-kadang salah. Manusia selalu

dihadapkan kepada bermacam-macampilihan. Dalam memilih itu

manusia dipengaruhi oleh tuntutan materi. Kadang-kadang manusia

dihinggapi keraguan sebagaimana sering kita meragukan adanya

kehidupan di akhirat. Oleh karena itu, manusia sering memilih sesuatu

yang rendah dan itu membimbing manusia menjauhi Tuhan. Kita dapat

memperoleh kebebasan sempurna dengan cara meimilih sesuatu yang

akan membawa kepada kebahagiaan abadi dan mendekatkan kita

kepada sifat-sifat ilahi.

Kemauan manusia tidak ditentukan oleh sesuatu di luar dirinya.

Oleh karena itu,bila kita memilih yang salah, layaklah kita mendapat

hukuman. Manusia itu pada akhirnya akan mampu mengenal Tuhan,

bila berusaha. Itu dapat dicapai dengan akal, wahyu, atau dengan

intuisi. Namun, ia hanya tertarik sedikit pada pembahasan tentang

intuisi, karena itu ia tidak percaya kepada adanya pencerahan Ilahi

(ilmu mukasyafah dalam tashawwuf Islam). Pikiran lebih penting

daripada kemauan; demikian pendapatnya. Melalui pikiran itulah kita

akan sampai kepada kepastian.

Tentang autoritas sosial, menurut Aquinas, itu berakar pada

sifat-sifat. manusia; sifat-sifat itu didapat dari Tuhan. Negara dan

manusia akan tetap ada sekalipun, inisalnya, manusia tidak terusir dari

surga. Karena manusia adalah makhluk sosial, maka ia cenderung

hidup berkelompok. Kehidupan berkelompok itu merupakan natural

law (hukum alam). Aturan hidup berkelompok itu dibuat dalam suatu

sistem hukum negara. Tujuannya haruslah kesejahteraan warga negara.

Sifat manusia sebenarnya tidak menyenangi tirani. Monarki lebih

sesuai dengan watak manusia. Negara berpijak pada organisasi

keluarga yang mendapat keadaannya dari Tuhan: berkeluarga memang

Page 33: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

33

naluri yang didapat manusia dari Tuhan. Keluarga merupakan

organisasi sosial yang pertama sebelum adanya masyarakat. Keluarga

sebagai lembaga sosial bersifat tetap, tidak berubah, sekalipun ada

pengaruh dari kekuasaan yang lebih tinggi dan ada pengaruh dari

adanya kebutuhan-kebutuhan.

Di belakang teori Aquinas itu sesungguhnya terbentang suatu

perspektif sejarah yang telah berkembang pada Abad Pertengahan.

Sebelum Aquinas tampil terdapat anggapan bahwa dahulu kehidupan

manusia ada di dalam surga; di sana keadaannya manusia itu tanpa

kesalahan dan tanpa dosa warisan. Dari sini lahirlah anggapan bahwa

keluarga adalah sesuatu yang amat esensial dalam masyarakat dan

merupakan institusi yang tidak dapat berubah. Timbul pula anggapan

pada para penulis zaman itu bahwa sejarah dimulai dari ketinggian,

kehormatan, dan eksistensi yang memuasknn sekalipun sejarah

sebagaimana kita saksikan, dimulai dari kehidupan yang buas dan

biadab. Pada studi selanjutnya, pelajar Abad Pertengahan menghadapi

idea tentang surga, dan mereka mengharapkan keselamatan. Akan

tetapi, pelajar zaman sekarang kehilangan cita-cita tatkala mereka

mempelajari sejarah karena mereka melihat bahwa sekalipun modern,

manusia ini masih dibungkus oleh kebutahurufan hampir dalam segala

hal.53

Sesudah terusir dari surga, menurut penulis-penulis Abad

Pertengahan, manusia itu menemui anarki, perpecahan, dan

permusuhan. Melalui organisasi kelompoklah manusia dapat menjamin

kehidupannya yang lebih aman. Bangsa-bangsa yang telah ada

53

http://media http://media.isnet.org/off/Xtian/Aquinas/bio.html, hal. 2

Page 34: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

34

sebelum turunnya wahyu Kristen adalah sekadar percobaan dalam

organisasi manusia.

Menurut Aquinas, hukum ada empat macam, yaitu hukum

abadi, hukum alam, hukum Tuhan, dan hukum manusia. Harus ada

hukum yang pasti dalam penciptaan dan pengaturan alam semesta;

inilah yang dimaksud dengan hukum abadi, yaitu suatu rencana (blue

print) yang mengatur penciptaan dan pengaturan alam semesta ini.

Esensi hukum ini tidak dapat dipahami oleh manusia; bekasnya dapat

dilihat pada hukum alam. Hukum alamlah yang menyebabkan semua

makhluk mendapat kesempurnaannya, mencari kebaikan dan

menghindari kejahatan. Hukum alam menyediakan kehidupan bagi

manusia dengan segala haknya seperti hak untuk berketurunan dan hak

untuk hidup di dalam masyarakat.54

Sementara hukum alam itu sudah dikenal umum oleh manusia

karena setiap saat manusia berhubungan dengannya, hukum Tuhan

adalah hukum Kristen yang mempunyai kedudukan yang istimewa.

Hukum ini dikenal melalui wahyu Tuhan yang diberikan karena

kemurahan-Nya. Ten Commandement adalah salah satu contoh hukum

Tuhan. Adapun hukum manusia dibagi menjadi jus gentium dan jus

civile. Di dalam hukum manusia hadir hukum alam dalam kasus-kasus

tertentu. Misalnya menurut hukum alam, membunuh adalah perbuatan

salah, tetapi terserah pada hukum manusia untuk menjatuhkan

hukuman apa yang sesuai bagi pelanggar. Hukum manusia tidak

berwenang melanggar prinsip-prinsip fundamental seperti merampas

atau membunuh. Bila dilanggar, akan runtuhlah semua kerangka

pengaturan alam.

54

Mayer, Frederick, Op. Cit.

Page 35: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

35

Menurut Aquinas, tujuan masyarakat dan individu-individu

adalah kebahagiaan yang abadi dan mengenal Tuhan. Negara hanya

dapat membantu secara tidak langsung dalam usaha mencapai tujuan

itu. Gerejalah yang bertugas membantu manusia secara langsung

mencapai tujuan itu. Hidup di bumi mestilah menuju eksistensi hari

akhirat. Tugas dan tanggung jawab negara ialah menyediakan kondisi

ini untuk meraih kebahagiaan di akhirat.

Agama dan moral berhubungan amat erat pada Abad

Pertengahan. Oleh karena itu, dapatlah dipahaini mengapa Aquinas

begitu yakin terhadap hubungan agama dan moral. Katanya, tingkah

laku moral dapat dikembangkan secara penuh bila penguasa

menghormati dan mematuhi agama serta menyatukan diri secara pasti

dengan undang-undang Gereja. Menghukum orang kafir adalah tugas

raja; itu harus dilakukannya berdasarkan iman. Aquinas

mengemukakan deinikian karena menurut pendapatnya keberhasilan

penguasa bergantung pada kebaikan moralnya.

Menurut Aquinas ciri pemimpin yang berwibawa terletak pada

moralnya; ia harus bijak, karena itu pemimpin harus menempatkan

penggunaan akal dalam mengatur negara. Peinimpin harus menonjol

dalam rasa keadilannya (sense of justice) dan ia harus bertakwa kepada

Tuhan serta hormat kepada hukum moral. Penguasa harus sederhana

dalam kehidupannya, menghindari sifat tamak. Pendorong seseorang

yang ingin menjadi penguasa yang baik ialah pahala di surga, bukan

kebesaran atau kemenangan. Kedudukan penguasa sebenarnya

mewakili sebagian kedudukan Tuhan dalam mengatur alam semesta.

Page 36: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

36

Oleh karena itu, raja harus menerapkan ajaran Tuhan, lebih dari orang

lain.55

Di dalam filsafat agama, Aquinas mengatakan bahwa manusia

tidak akan selamat tanpa perantaraan Gereja. Dalam hal ini ia sama

benar dengan Augustinus: outside the Church no salvation can be

found. Sakramen-sakramen Gereja perlu. Sakramen itu mempunyai

dua tujuan: pertama menyempurnakan manusia dalam penyembahan

kepada Tuhan, kedua menjaga manusia dari dosa. Baptis mengatur

permulaan hidup, penyesalan (confirmation) untuk keperluan

pertumbuhan manusia, dan sakramen mahakudus (eucharist) untuk

menguatkan jiwa. Dosa dapat dihilangkan dengan dua cara: dengan

penebusan dosa (penance) dengan ini kita mengadakan penyesalan

terhadap dosa-dosa kita dan dengan perminyakan suci (extreme

unction) yang mempersiapkan untuk kehidupan abadi. Lebih jauh lagi,

sakramen mempunyai pengertian kemasyarakatan.

Filsafat Aquinas mendapat perlawanan dari para filosof lain

yang se zaman dengannya. Perlawanan terhadap filsafat Aquinas

didasarkan atas dua alasan, yaitu alasan filosofis dan alasan pribadi.56

Dari sisi filsafat, perlawanan terhadap ajarannya memang besar. Ini

terutama disebabkan terlalu banyaknya ia menggunakan akal,ia hanya

sedikit tertarik pada intuisi karena ia tidak percaya kepada adanya

kekuatan dalam (intuisi) yang dengan melaluinya manusia dapat

memperoleh pengetahuan yang pasti. Banyak pemikir yang

berpendapat bahwa Aquinas terlalu dipengaruhi oleh pemikir Yunani,

dan sebagai akibatnya ia banyak mengenalkan unsur-unsur yang tidak

55

K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani II, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hal. 298. 56

Tom Jacobs, Paham Allah dalam Filsafat, agama-Agama dan Teologi,

(Yogyakarta: Kanisius, 1978), hal. 185.

Page 37: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

37

konsisten dalam keimanan Kristen. Pendekatannya yang rasional

merupakan penyebab penolakan. sepanjang Abad Pertengahan

biasanya orang mengikuti St. Bernard yang meyakini bahwa iman

dapat digunakan sebagai dasar tolak dalam segala usaha manusia.

Kelebihan Aquinas terletak pada uraiannya yang sistematis.

Sekalipun demikian, orang akan banyak menemukan kontroversi

dalam pemikirannya. Alasan lain menolak Aquinas ialah karena

keortodokannya. la tidak yakin bahwa manusia sendirian mampu

mengenal Tuhan; hanya dengan melalui Gerejalah orang dapat

mengenal Tuhan.57

Adapun yang menaikkan popularitasnya ialah sifatnya yang

moderat: Sementara mengakui kehidupan pertapa, ia juga mengakui

bahwa perkawinan dan sistem keluarga menduduki posisi sentral

dalam teori politiknya. Bahkan ia berpendapat bahwa berketurunan

adalah sebagian dari hukum alam. Dapat juga ditambahkan bahwa titik

tolak Aquinas adalah empiris. Oleh karena itu, sebagian teorinya dapat

dikombinasikan dengan riset-riset ilmu modern.

2. Al Asy’ari, Figur dan Pemikirannya

Nama lengkap al-Asy‟ari adalah Abu Hasan Ali ibn Ismail ibn

Ishaq ibn Saalim ibn Ismail ibn Abdullah ibn Musa ibn Bilal ibn

Burdah ibn Abu Musa al-Asy‟ari. Dilahirkan di Bashrah (Irak) dan

meninggal di Baghdad.58

Mengenai tanggal lahirnya terdapat

perbedaan pendapat. Ibn Khallikan, dalam wacananya mengenai

riwayat hidup al-Asy‟ari menyebutkan bahwa dia dilahirkan tahun

57

John K.Roth, Op. Cit, hal. hal. 144. 58

JWM.Bakker, Sejarah Filsafat Dalam Islam , (Yogyakarta: Yayasan Kanisius,

1978), hal.55.

Page 38: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

38

260H atau 270/873 atau 883 dan wafat di Baghdad tahun 330/941

atau tak lama sesudah itu.59

Menurut Shibli Nu‟mani dan Ibn al-Asakir

(penulis kitab Tabyin Kidzb al Muftari, mengenai riwayat hidup dan

ajaran-ajaran Asy‟ari), dia dilahirkan tahun 270/873 dan wafat tahun

330/941.60

Al-Asy‟ari dimakamkan di antara Karkh dan Bab al-Bashrah

(Pintu Gerbang Bashrah). Beliau adalah keturunan dari Abu Musa al-

Asy‟ari, salah seorang sahabat Nabi yang terkenal. Al-Asy‟ari, dimasa

mudanya diasuh oleh tokoh Mu‟tazilah Bashrah, Abu „Ali Muhammad

ibn Abd al-Wahhab al-Jubba‟i dan sebagai muridnya pula maka dia

menganut mahzab Mu‟tazilah hingga berusia empat puluh tahun.

Setelah itu pikirannya berubah secara tiba-tiba dan suatu hari dia

berangkat ke masjid Bashrah di mana dia mempermaklumatkankan,

“Orang yang mengenalku pasti tahu siapa aku, dan orang yang tidak

mengenalku ketahuilah bahwa aku adalah Abu al-Hasan „Ali al-

Asy‟ari, bahwa saya dahulu berpendapat, al-Qur'an itu makhluk,

bahwa Allah tidak akan dapat dilihat mata manusia, dan bahwa

manusia adalah pencipta perbuatan-perbuatannya. Ketahuilah !

sekarang saya bertaubat dan tidak lagi sebagai seorang mu‟tazilah.

Semua pendapat itu saya tinggalkan dan mulai sekarang saya akan

membantah paham-paham Mu'tazilah serta menunjukkan titik lemah

dan cacatnya.61

59

Ibn Khallikan, Wafayat al-A‟yan, (Kairo Mesir: Maktabah al-Nahdlah al-

Misriyyah, tth.), hal. 454 60

M M.Syarif, Aliran-Aliran Filsafat Islam, terj. Karsidi Diningrat, (Bandung:

t.p., 1993), hal. 72. 61

Muslim Ishak, Sejarah dan Perkembangan Teologi Islam, Duta Grafika,

Semarang, 1968, hal.109. Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa

Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.67.

Page 39: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

39

Apa penyebab berubahnya pikiran al-Asy'ari itu, tidak sukar

diketahui dengan pasti. Dalam karyanya Ilm al-Kalam, Shibli

mengatakan bahwa “ perubahan tersebut terjadi karena adanya

petunjuk yang diperolehnya dari mimpi”.62

Al-Asy'ari menulis sejumlah buku, dan dikatakan oleh Ibn

Furak bahwa jumlah karangannya itu mencapai 300 buah. Ibn „Asakir

Dimasyqi menyebutkan 93 judul, namun hanya sedikit yang lestari dan

dinumrasikan oleh Brockelmann. Karyanya yang berjudul al-Ibanah „

an ushul al-Dianah,63

dicetak di Hyderabad, Deccan (India sekarang

Banladesh), tahun 1321 / 1903 dan sebuah risalah kecil berjudul

risalah fi ihtihsan al-Khaudh fi‟l kalam, dicetak tahun 1323 / 1905 dan

dicetak ulang di Hyderabad tahun 1344 / 1925.

Karya-karya al-Asy'ari lainnya yang terkenal adalah al-

Maqalat al-Islamiyyin64

(diterbitkan di Istanbul tahun 1348 / 1929),

Kitab Al-Syarh Wa‟l-Tafshil, Luma‟, Mu‟jaz, I‟adat Al-Burhan dan

Tab‟in. Dari semua ini Maqalat Al-Islamiyyin Wa Ikhtilaf Al-

Mushaliyyin merupakan buku paling otentik mengenahi paham dari

berbagai aliran tentang dogma-dogma dan doktrin-doktrin agama. Al-

maqalat ditulis jauh lebih dulu dibanding buku-buku lainnya menganai

subyek yang sama seperti karya Ahmad Syahratstani yang berjudul al-

Milal wa al-Nihal65

dan karya Ibn Hazm yang berjudul al-Fashl fai‟l

Milal wa al-Ahwa wa al-Nihal.

62

Ibid. 63

Buku ini sudah diterjemahkan oleh Afif Muhammad dengan judul Ajaran-

ajaran Asya‟ri, Pustaka Bandung, 1986 64

Buku ini sudah diterjemhkan oleh H.A Natsir Yusub, Karsidi Diningrat,

dengan judul Prinsip-Prinsip Dasar Aliran Theologi Islam, Buku 1, (Bandung: Pustaka

Setia, 1998), dan Buku 2-nya diterjemahkan oleh Rosihan Anwar, dan Taufik Rahman

pada Penerbit yang sama. 65

Buku ini sudah diterjemahkan oleh Karsidi Diningrat dengan judul Sekte-sekte

Islam, Pustaka Bandung, 1996.

Page 40: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

40

Ibn Taimiyah dalam karyanya, Minhaj al-Sunah, mengatakan

bahwa buku paling komprehensif dari semua buku mengenai faham

berbagai aliran tentang prinsip-prinsip pokok Islam yang pernah dia

baca adalah Maqalat Al-Islamiyyin karya al-Asy'ari dan bahwa al-

Asy'ari membahas paham-paham berbagai aliran itu secara amat

terperinci, suatu rincian yang tidak dilakukan oleh para penulis lain

dalam bidang yang sama.

Adapun prinsip-prinsip pemikiran al-Asy‟ari tentang „Tuhan‟ berdasar

teologi al-Asy‟ari adalah sebagai berikut:

a. Konsep Tentang Tuhan dan Hakikat Sifat-Sifat Tuhan

Menurut al-Asy‟ari, Allah itu satu, unik, kadim, dan wujud;

Dia bukan substansi, bukan tubuh, bukan aksiden, tidak terbatas oleh

arah dan oleh ruang. Dia memiliki sifat-sifat seperti mengetahui,

berkuasa, hidup, berkehendak, dia mendengar dan melihat serta

berfirman.

Dalam masalah sifat-sifat Tuhan terdapat dwi-aliran pemikiran

yang dihadapi oleh al-Asy‟ari. Di satu pihak terdapat kaum

Shifatiyyah (kaum Atributis), Mujassimah (kaum Anthropomorfis) dan

kaum Musyabbihin (orang-orang yang memperbandingkan Tuhan

dengan makhluk-Nya) yang berpendapat bahwa Tuhan memiliki segala

sifat sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur'an dan bahwa segala

sifat seperti tangan, kaki, telinga, mata dan Dia bersemayam di atas

„Arsy (kursi) mesti diartikan secara literal (harfiyah. Paham tentang

sifat-sifat Tuhan seperti itu merupakan anthropomorfisme murni,

mengandung arti bahwa Tuhan memiliki eksistensi jasadi. Di lain

pihak terdapat aliran Mu'taziliyyah yang berpendirian bahwa Tuhan itu

Page 41: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

41

Esa, kadim, unik, wujud (ada) dan pada-Nya tiada dualisme sama

sekali. Dia tidak memiliki sifat sama sekali, sifat-sifat yang terpisah

dari esensi-Nya. Esensi-Nya, misalnya, adalah mengetahui, berkuasa,

melihat, berkehendak, dll. Menurut mereka, sifat-sifat Tuhan itu tiada

lain daripada dan bukan tambahan bagi esensi-Nya.

al-Asy‟ari mengemukakan pandangannya yang dapat dikata,

merupakan suatu rekonsiliasi antara kedua pandangan ekstrim tersebut.

Sejalan dengan paham Shifatiyyah dan bertentangan dengan paham

Mu'taziliyyah serta pada filosof (yakni, mereka yang terpengaruh

filsafat Yunani).

Kaum Shifatiyyah ekstrim berpendirian bahwa sifat-sifat Tuhan

yang berbau tajsim atau mengisyaratkan bahwa Tuhan bereksistensi

jasadi harus dipahami secara harfiah. Berbeda dari mereka, al-Asy‟ari

menyatakan bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat yang

kelihatannya mirip dengan sifat-sifat manusia, tetapi hal itu jangan

diartikan secara literal belaka. Semua sifat-sifat demikian mesti

dipahami secara bila kaifa, tanpa dibuntuti dengan pertanyaan :

bagaimana, dan bila tasybih, tanpa mencari perbandingannya. 66

Di sinilah aliran al-Asy‟ari mengemukakan prinsip bahwa

sifat-sifat Tuhan itu unik dan pada dasarnya berbeda dari sifat-sifat

makhluk dan dengan demikian jangan diperbincangkan. Prinsip ini

dikenal dengan doktrin mukhalafah, atau perbedaan makhluk.

Berdasarkan doktrin ini, bila suatu sifat atau istilah diaplikasikan

kepada Tuhan, maka istilah atau sifat tersebut mesti dipahami secara

unik dan jangan dipahami seperti kita memahaminya terhadap

makhluk. Karena doktrin mukhalafah itulah maka al-Asy‟ari

66

Abu al-Hasan al-Asya‟ri, al-Ibanah an Ushul ad-Diyanah,(Kairo: ath-

Thaba‟ah al-Munirah Jami‟ah al-Azhar, tth), hal. 47

Page 42: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

42

berpendirian bahwa kita tidak boleh menyebutkan sifat Tuhan selain

daripada yang termaktub secara jelas di dalam al-Qur'an. Sifat-sifat

Tuhan berbeda dari sifat makhluk, bukan dalam tingkatannya tetapi

dalam jenisnya, yakni dalam segenap hakikatnya.

Berbeda dari kaum Mu'taziliyyah, al-Asy‟ari mengatakan

bahwa “Tuhan memiliki sifat-sifat yang melekat pada-Nya tetapi sifat-

sifat itu tambahan bagi esensi-Nya”.67

Sifat-sifat ini kadim, tetapi tidak

identik dengan esensi-Nya, tetapi tidak berbeda sekali atau lain dari

pada esensi-Nya. Tuhan mengetahui, misalnya, berarti bahwa Tuhan

memiliki pengetahuan sebagai suatu sifat, yang berada pada-Nya, dan

walaupun sifat itu betul-betul tidak sama dengan esensi-Nya, tetapi

sifat itu bukanlah sesuatu yang betul-betul berbeda atau lain daripada

esensi-Nya. Di sini, al-Asy‟ari menganut paham yang betul-betul sulit

untuk dipahami.

Mereka tidak sependapat dengan Mu'taziliyyah dan mereka

tidak menyatakan bahwa sifat-sifat Tuhan itu idntik dengan esensi-Nya

sebab ini mereka anggap penyangkalan atas keberadaan sifat-sifat.

Meraka tidak pula dapat menegaskan bahwa sifat-sifat eternal itu

betul-betul berbeda, atau lain daripada dan terpisah dari Tuhan, sebab

bila dikatakan demikian berarti yang kadim itu banyak dan ini

menyalahi keesaan-Nya.

Dengan demikian, meraka berpendapat bahwa sifat-sifat Tuhan

itu, dalam satu pengertian, tercakup dalam dan pada pengertian lain,

terpisah dari, esensi Tuhan.68

Sudah lumprah bahwa menurut al-

Asy‟ari esensi (mahiyyah) dan sifat-sifat adalah hal yang berbeda dan

67

Ibid. hal. 291 68

Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,

(Jakarta: UI Press, 1986), hal. 71

Page 43: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

43

keduanya tidak dapat ada kecuali pada Tuhan,yang Mahawujud.

Menurut al-Asy‟ari, makna atau konotasi (mafhum) sesuatu dengan

realitanya (haqiqah) tidaklah sama, dengan demikian maka sifat-sifat

Tuhan adalah bukan esensi-Nya, yakni sifat-sifat itu memiliki makna

sendiri (lain). Makna dzat (esensi) berbeda dari makna sifat-sifat lain.

Esensi Tuhan, misalnya, bukan mengetahui atau berkuasa atau

bijaksana, namun pada hakikatnya (haqiqah) sifat-sifat itu terdapat

dalam esensi-Nya, dan dengan demikian sifat-sifat itu tidak berbeda

dari atau lain daripada esensi-Nya.

Untuk mendukung pandangan tersebut, al-Asy‟ari

mengemukakan argumen-argumen berikut. Argumen analogis yang

dikemukakan al-Asy‟ari, pertama: perbuatan-perbuatan Tuhan

membuktikan bahwa Tuhan itu mengetahui, berkuasa, dan

berkehendak; itu juga membuktikan bahwa Dia memiliki pengetahuan,

berkuasa (daya), kehendak, dll. Apa yang terbukti pada makhluk mesti

terbukti pula pada khaliknya.69

Bagi manusia, kata “mengetahui”

berarti orang yang memiliki pengetahuan dan bahkan memiliki akal

sehat dan dia (orang itu) dapat membedakan antara esensi dan sifatnya.

Dengan analogi serupa, esensi Tuhan harus dibedakan dari sifat Tuhan.

jangan pula dipahami bahwa sifat dan esensi itu bercampur dalam diri

Tuhan. jadi, sifat-sifat Tuhan tidak identik dengan esensi-Nya., seperti

yang dipahami oleh Mu'taziliyyah. Tetapi gaya berpikir analogis ini

amatlah lemah, sebab apa yang benar pada makhluk tidak mesti benar

pada khalik. Namun berdasarkan doktrin mukhalafah, pengetahuan

atau kekuasaan atau kehendak Tuhan itu sebetulnya adalah sifat-sifat

69

Muslim Ishak, Sejarah dan Perkembangan Teologi Islam, (Semarang: Duta

Grafika, Semarang, 1968), hal. 117.

Page 44: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

44

aqliyyah (rasional) yang menunjukkan makna yang betul-betul

berbeda dari dan bila diterapkan pada makhluk-Nya.

Kedua, mereka berpendapat bahwa bila semua sifat Tuhan

identik dengan esensi-Nya, maka esensi Tuhan merupakan suatu

kombinasi sifat-sifat homogen yang bertentangan, misal, Tuhan itu

penyayang (rahim) dan juga Mahakeras (qahhar); kedua sifat yang

bertentangan ini merupakan esensi Tuhan, yang esa, unik, tunggal

(ahad), dan itu absurd (mustahil).

Selanjutnya, mereka berpendapat bahwa jika semua sifat Tuhan

itu identik dengan esensi-Nya dan bila, misalnya, Dia mengetahui,

berkuasa dan hidup itu adalah dengan esensi-Nya sendiri, berarti tak

ada gunanya jika kita katakan bahwa Tuhan itu punya sifat. Makanya,

sifat-sifat Tuhan itu tidak identik dengan esensi-Nya.

Ketiga, jika sifat-sifat Tuhan itu tidak berbeda dari esensi-Nya,

maka makna berbagai sifat yang berbeda-beda pasti akan sama, sebab

esensi Tuhan merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dibagi-bagi

lagi. Arti mengetahui, berkehendak, dan hidup, misalnya, semuanya

pasti akan sama dan dengan begitu arti penegtahuan bisa bermakna

kekuasaan, atau kekuasaan bisa berarti kehidupan, dan seterusnya.70

Ini

juga suatu kemustahilan. Sifat-sifat Tuhan yang tidak sama (berbeda-

beda makna) itu menunjukkan adanya arti yang berlainan dan dengan

demikian maka sifat-sifat tersebut tidak dapat identik dengan esensi-

Nya. Esensi Tuhan itu satu dan Dia memiliki banyak sifat yang secara

azali berada pada diri-Nya dan, walau tidak identik dengan esensi-Nya,

namun sifat-sifat itu tidaklah berbeda sama sekali dari esensi-Nya.

70

Abul Hasan Ismail al-Asya‟ri, Maqaalaat al-Islaamiyyin wa-Ikhtilaaf al-

Mushalliin, (Kairo Mesir: Maktabah al- al-Nahdlah al-Misriyyah, Kairo, Mesir, tth), hal.

484

Page 45: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

45

b. Masalah Kehendak Bebas

Mengenai masalah free will atau kemampuan manusia untuk

memilih dan menghasilkan perbuatan, lagi-lagi al-Asy‟ari menganut

paham tengah-tengah, yakni mereka berada di antara paham libertarian

yang dianut Mu'taziliyyah dan paham fatalistik oleh Jabariyyah.

Jabariyyah berpendapat bahwa tindakan manusia sudah ditentukan

sebelumnya (sebelum manusia menghasilkan perbuatan itu) dan telah

ditetapkan oleh Allah. Manusia tidak berkuasa untuk berbuat apapun.

“Segala sesuatu,” tegas mereka, “ adalah dari Allah.” Allah berkuasa

absolut atas segala sesuatu termasuk atas kehendak dan tindakan

manusia. Mu'taziliyyah dan Qadariyah, di lain pihak, berpendapat

bahwa manusia memiliki kekuasaan penuh untuk menghasilkan suatu

perbuatan dan memiliki kemerdekaan penuh dalam memilih

perbuatannya walaupun kekuasaan atau daya untuk berbuat itu

memang diciptakan pada dirinya oleh Allah.

Penganut al-Asy‟ari mengambil jalan tengah. Mereka

membedakan antara kreasi (khalq) dengan akuisisi (kasb) bagi suatu

perbuatan. Tuhan, menurut al-Asy‟ari adalah pencipta (khaliq)

perbuatan manusia dan manusia adalah orang yang berusaha untuk

mendapatkannya (muktasib). “ perbuatan manusia diciptakan oleh

Allah, makhluk atau manusia tidak dapat menciptakan perbuatan apa

pun.71

“Tiada pencipta selain Allah dan dengan begitu maka perbuatan

manusia pun adalah ciptaan-Nya.”72

Menurut mereka., kekuasan atau daya (qudrah) ada yang

orisinal (qadimah) dan ada pula yang merupakan perolehan (haditsah).

Dari yang dua ini yang efektif hanyalah yang orisinal. Daya perolehan

71

Ibid, hal. 291. 72

Al-Asya‟ri, al-Maqaalaat, op.cit, hal.539-554.

Page 46: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

46

tidak dapat menciptakan apa-apa. Daya yang dimiliki manusia adalah

pemberian Tuhan dan dengan demikian daya itu merupakan daya

perolehan, yakni sesuatu yang diperoleh manusia.73

Kata al-Asy'ari,

“Arti kasb yang sebenarnya adalah terjadinya sesuatu atau peristiwa

karena adanya daya perolehan (derived power), dan peristiwa itu

terjadi melalui akuisisi (kasb), yakni manusia menggunakan daya

pemberian dari Tuhan.”74

maka dengan demikian, Tuhan adalah

pencipta perbuatan manusia dan manusia adalah yang mendapatkannya

(akuisitor).

Manusia tidak dapat menciptakan apa pun; dia tidak dapat

menghasilkan suatu perbuatan. Hanya Allah-lah yang dapat

menciptakan, sebab kreasi absolut hanya merupakan hak prerogatif

Tuhan. Tuhan menciptakan pada manusia kekuasaan dan kemampuan

untuk menunaikan suatu perbuatan. Tuhan juga menciptakan pada

manusia daya untuk memilih secara bebas (ikhtiyar) antara dwi-

alternatif antara benar dan salah. Kebebasan untuk memilih pada

manusia ini tidak dapat menghasilkan suatu perbuatan, sudah

kebiasaan atau tabiat Tuhan untuk menciptakan perbuatan yang selaras

dengan pilihan dan daya yang diciptakan oleh Allah, baik pada awal,

ketika terjadi atau pun setelah perbuatan itu selesai.

Manusia hanya bebas memilih alternatif dan juga bebas untuk

mendapatkan (iktisab) pahala dari Tuhan bila pilihannya benar atau

mendapatkan siksa jika pilihannya salah. Jadi, demi menghindari

paham fatalis, al-Asy‟ari memberlakukan doktrin akuisisi (kasb) yang

dengannya, mereka pikir, mereka dapat menegaskan bahwa pada

manusia terdapat kehendak bebas (free will) dan manusia bertanggung

73

Ibid, hal. 542 74

MM.Syarif, Op. Cit, hal. 68.

Page 47: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

47

jawab atas perbuatannya. Namun free will di sini berbeda dengan

yang dimaksud oleh Mu'taziliyyah : sebetulnya, menurut al-Asy‟ari,

manusia tidak memiliki kekuasaan efektif malainkan hanya memiliki

perolehan yang dengannya dia mendapatkan andil dalam menghasilkan

suatu perbuatan.

Dalam perbuatan manusia yang disengaja terdapat dwi-sebab.

Tindakan adalah dampak atau akibat dari perpaduan kausa asa, Tuhan,

dengan pilihan dan niat manusia, muktasib (akuisator), yakni pihak

yang memiliki kekuasaan tak efektif sebab yang dimilikinya itu

merupakan kekuasaan perolehan. Allah menciptakan dengan dwi-cara :

dengan bertempat (mahall) atau tanpa tempat. Perbuatan manusia

adalah ciptaan Allah dengan mahall.75

“Tuhan menciptakan, pada

manusia, kekuasaan, kemampuan, pilihan dan kehendak untuk

menunaikan suatu perbuatan. Sedangkan manusia, yang dianugerahi

kekuasaan perolehan ini, bebasmemilih salah satu alternatif dan bebas

menghendaki atau berniat untuk melakukan suatu perbuatan dan,

selaras dengan niat atau pilihan ini, Allah menciptakan dan

menyempurnakan perbuatan itu.76

Adanya niat atau kehendak inilah yang mengakibatkan manusia

harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Manusia sama sekali tidak

bisa berinisiatif dan tidak pula dapat menghasilkan apapun. Tetapi

sempurnanya suatu perbuatan tidak terlepas dari niat dan pilihan

manusia juga. Jadi, manusia akan mendapatkan pahala atau siksa

sebagai imbalan atas perbuatan yang dipilihnya itu baik atau buruk.

Pilihan manusia adalah kesempatan bagi timbulnya perbuatan, dimana

75

Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.

124. 76

Al-Syahrastani, op.cit, hal. 53.

Page 48: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

48

penyebab perbuatan itu adalah Allah, yang selaras dengan pilihan itu.

Dalam hal ini paham al-Asy‟ari sangat mendekati paham

Okasionalisme Malebranche di Eropa pada delapan setengah abad

kemudian. Kesesuaian antara pilihan manusia dengan kreasi Tuhan ini,

menurut al-Asy‟ari bukanlah karena adanya kesesuaian yang telah

diciptakan Allah sebelumnya, tetapi karena sudah kebiasaan atas tabiat

Tuhan untuk menciptakan kesesuaian itu kapan saja perbuatan manusia

dilakukan. Singkatnya, itulah solusibagi free will yang dikemukakan

oleh al-Asy‟ari. Pandangan al-Asy‟ari mengenai masalah ini tidak

terlepas dari kesulitan logis dan etis. Sebetulnya mereka sangat sulit

untuk merekonsiliasikan ketentuan mutlak dari Tuhan bagi segala

peristiwa dengan tanggungjawab manusia atas perbuatannya. Sebagian

al-Asy‟ari angkatan berikutnya, khususnya Imam Fakhr al-Din al-Razi,

sama sekali tidak mengakui doktrin akusiasi, supaya terlepas dari

tuduhan bahwa dia menganut paham fatalisme, dan memilih untuk

menganut paham determinisme semata.77

c. Masalah Akal dan Wahyu Serta Kriteria Baik dan Buruk

Dalam masalah menyangkut landasan atau sumber kebenaran

dan realita, yakni apakah landasannya adalah akal atau wahyu, al-

Asy‟ari berbeda pendapat dari Mu'taziliyyah. Namun kedua mazhab

sama-sama mengakui pentingnya akal dalam memahami agama secara

rasional, namun titik perbedaannya adalah dalam soal apakah dalam

hal ini lebih fundamentalis adalah akal atau wahyu dan, dalam masalah

konflik, mana yang harus diutamakan, apakah akal atau wahyu.78

Mu'tazilah berpendapat bahwa akal lebih fundamentalis daripada

77

Shibli Nu‟mani, op.cit, hlm 72. 78

Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, terj. Yudian Wahyudi

Asmin, (Bandung: Bumi Aksara, 2002), hal. 187.

Page 49: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

49

wahyu dan dengan demikian mesti didahulukan (dalam menangani

konflik) daripada wahyu. Wahyu hanyalah mengkonfirmasikan apa

yang diterima akal dan, jika terdapat konflik antara keduanya, maka

yang lebih didahulukan adalah akal, sementara wahyu harus

dinterpretasikan sedemikian rupa sehingga selaras dengan akal.

al-Asy‟ari, di lain pihak, berpendapat bahwa wahyu lebih

fundamentalis daripada akal dan wahyu dan merupakan landasan

kebenaran dan realita. Dan akal hanya berperan mengkonfirmasikan

apa yang dikemukakan oleh wahyu. Bila terjadi konflik antara akal dan

wahyu, maka yang harus diutamakan adalah wahyu. Inilah salah satu

prinsip yang membedakan antara kalam rasional Mu'taziliyyah dengan

kalam ortodoks al-Asy‟ari. Bila akal dijadikan sebagai satu-satunya

dasar kebenaran dan realita, termasuk kebenaran dan realita mengenai

prinsip atau konsep dasar Islam yang paling pokok, maka itu

merupakan filsafat spekulasi murni dan bukan suatu teologi doktrinal

pada suatu agama tertentu, terutama Islam. Islam dilandasi dengan

prinsip pokok yang pada hakikatnya di luar jangkauan indera manusia,

tidak dapat dibuktikan secara rasional. Prinsip-prinsip ini, pertama,

mestinya dipercayai berdasarkan wahyu. Wahyulah yang sebenar-

benarnya merupakan landasan bagi realita dan kebenaran doktrin-

doktrin pokok Islam itu. Agama ini, yang berdasarkan wahyu harus

dirasionalisasikan. Islam sebagai sebuah agama tidak syak lagi,

mengakui pentingnya rasio. Namun tak berarti akal atau berpikir

analitik merupakan satu-satunya dasar sumber Islam sebagai sebuah

agama. Menilai Islam dan prinsip-prinsip dasarnya, tidak diragukan

lagi, adalah dengan akal, tetapi apa yang dinilai (dipikirkan) tentu saja

tidak mesti tunduk kepada keputusan akal. Maka akal mesti dibawah

wahyu. Fungsi akal adalah untuk merasionalisasikan agama dan bukan

Page 50: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

50

untuk mempertanyakan validitas atau kebenaran prinsip-prinsipnya

yang sudah jelas dilandasi oleh wahyu sebagaimana terkandung di

dalam al-Qur'an dan Sunah.79

Masalah kriteria baik dan buruk timbul sebagai buntut masalah

akal dan wahyu. Dan masalah ini merupakan salah satu persoalan

paling kontroversial dalam tentang Islam. Menurut Mu'tazilah, patokan

atau kriteria untuk menilai baik dan buruknya suatu perbuatan adalah

dengan akal, bukan dengan wahyu. Kebenaran dan nilai moral dari

sesuatu dan dari perbuatan manusia mesti diputuskan oleh akal.

Menurut mereka, secara moral baik dan buruk itu bersifat obyektif,

baik dan buruk tidak dapat terlepas dari sesuatu dan dari perbuatan,

dan itu sudah tabiatnya begitu, jadi baik dan buruk dapat diketahui dan

ditentukan oleh akal.

Berbeda dengan Mu'tazilah, paham yang dikemukakan al-

Asy‟ari adalah bahwa landasan atau kriteria atau patokan untuk

menentukan baik dan buruk adalah wahyu dan bukanlah akal. Baik dan

buruknya (husn wa qubh) perbuatan bukanlah sifat yang sudah menjadi

tabiat pada sesuatu dan pada tindakan manusia. Baik dan buruk

hanyalah aksiden (a‟rad). Perbuatan dengan sendirinya tidak ada yang

baik dan buruk. Baik dan buruk dijadikan oleh hukum Allah.

d. Masalah Melihat Tuhan (Ru‟yat)

Mengenai melihat Tuhan, al-Asy‟ari, demi rekonsiliasi, lagi-

lagi menganut posisi di tengah-tengah, yakni antara pandangan

anthropomorfis yang dianut Zhahiriyyah dan aliran lainnya di satu

pihak dengan paham yang dianut Mu'tazilah dan para filosof di pihak

lain. Kaum muslim aliran ultra ortodoks dan Zhahiriyyah, pada

79

CA.Qodir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam, terj. Hasan Basri,

1989, hal. 56.

Page 51: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

51

khususnya, berpendapat bahwa Allah itu mungkin dilihat dan orang

yang saleh tentu akan melihat-Nya. Dia berada pada berbagai arah dan

Dia mungkin saja ditunjukkan. Mu'tazilah dan para filosof menyangkal

pendapat bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala, sebab bila

demikian berarti Tuhan itu bereksistensi jasmani. Dan itu mustahil. al-

Asy‟ari, berbeda dari paham umat Muslim ortodoks, menyatakan

bahwa Allah itu dapat dilihat;80

tapi mereka tidak sepakat mengenai

apakah Tuhan dapat ditunjukkan. Mereka menerima prinsip filsafat

bahwa apa saja yang menempati ruang atau arah mestilah temporal,

padahal Allah tidak temporal. Pengakuan ini mengakibatkan mereka

dihantui kerumitan, sebab bila Tuhan tidak “meruang dan mewaktu”

dan hanya sesuatu yang demikianlah (yang meruang dan mewaktu)

yang dapat dilihat, maka Tuhan tidak dapat dilihat;81

namun konklusi

ini bertentangan dengan paham mereka bahwa Tuhan dapat dilihat.

Jadi, untuk mengatasi kesulitan ini mereka menyatakan bahwa suatu

benda, biarpun benda itu tidak ada di depan orang yang melihatnya,

mungkin saja untuk dilihat.82

Ini alasan yang lemah dan ganjil sekali,

sebab bertentangan dengan segenap prinsip optika.

Tuhan itu mungkin untuk dilihat meskipun indera penglihatan

kita tidak memperoleh “kesan”obyek yang mengenai indera itu. selain

itu, mungkin juga Tuhan menciptakan pada manusia kapasitas untuk

melihat-Nya tanpa kondisi-kondisi visi semestinya, misalnya adanya

obyek yang dilihat secara konkret dalam ruang dan waktu yang

konkret, syarat moral bagi indera penglihatan biasa tidak adanya

penghalang terhadap persepsi, dst. Dan sekalipun Tuhan itu tidak

80

Ibid, hal. 582-602 81

Al-asyari, al- Ibanah, op.cit, hal. 9. 82

Shibli Nu‟mani , op.cit, hal. 63.

Page 52: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

52

meruang dan mewaktu ”namun mungkin saja Dia menjadikan diri-

Nya terlihat oleh makhluk-Nya bagaikan bulan purnama.”mereka

selanjutnya mengatakan bahwa tanpa adanya impresi (kesan) pada

organ penglihatan kita pun Tuhan tetap mungkin dilihat dengan alasan

lainnya. Secara praktis, antara “sensasi” (penginderaan) dan “pantulan

citra” itu kecuali bahwa penginderaan memiliki suatu sifat

tambahanatas sifat-sifat yang lazim terdapat pada keduanya dan sifat

tambahan ini, yakni kesan pada organ indera yang dihasilkan oleh

obyek eksternal, tidak membuat perbedaan dalam mempersepsi suatu

obyek. Jadi, kendatipun dalam melihat Tuhan tidak terdapat kesan ini,

tetap saja hal itu disebut “melihat”. Bagi pelajar psikologi mana pun,

kelemahan argumen ini nampak sekali, sebab suatu “pantulan

citra”hanya mungkin jika didahului oleh suatu kesan pada organ

indera, jadi, kesan obyek merupakan prasyarat bagi adanya pantulan

citra.

Mu'tazilah berpendapat bahwa bila Tuhan dapat dilihat, maka

kapan dan di mana saja Dia dapat dilihat, baik karena esensi-Nya

begitu atau karena sifat pada-Nya yang tak bisa terpisah dari esensi-

Nya. Jadi, bila Tuhan dapat dilihat dalam segala zaman, berarti

sekarang pun dapat dilihat. Dan jika Dia dapat dilihat sekarang,

mestilah kita melihat-Nya sekarang, sebab jika segala syarat

“penglihatan” sudah ada, maka hal melihat mesti terjadi. al-Asy‟ari

menjawab keberatan itu dengan cara yang amat naif seraya

mengatakan, “kami tidak menyatakan bahwa melihat-Nya secara

aktual mesti terjadi biarpun segenap syarat yang delapan itu memang

ada”. al-Asy‟ari memperkuat pandangan mereka dengan ayat al-

Qur'an. Dinyatkan di dalam al-Qur'an, Musa memohon kepada Allah,

“Ya Allah, tunjukkanlah diri-Mu kepadaku supaya aku dapat melihat-

Page 53: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

53

Mu.” Seandainya melihat Tuhan itu mustahil, tidak mungkin Musa

berkata demikian. Sebab dapat diduga bahwa apakah dia tahu bahawa

itu mustahil atau tidak, yang jelas hal itu tidak masuk akal, sebab orang

cerdas seperti dia tak mungkin tidak tahu ketidakmungkinan itu dan

tak mungkin meminta sesuatu yang tak mungkin dipenuhi.83

e. Pembuktian Adanya Allah

Kaum al-Asy‟ari menggeluti pembuktian adanya Tuhan dan

mereka jadikan sebagai dari kajian-kajian ketuhanan. Al-Asy'ari

memulai buku Al-Luma' (sorotan) dengan pasal tentang Wujud al-Sani

(adanya Sang Pencipta). Langkah ini kemudian diikuti oleh murid-

muridnya.84

Untuk meneguhkan adanya Allah, al-Asy'ari memaparkan

berbagai pola pembuktian alami. Sebagai contoh, perkembangan

manusia dari sperma menjadi segumpal darah, kemudian menjadi

daging, merupakan bukti yang pasti akan adanya Sang Pencipta Yang

Maha Kuasa dan Maha Mengetahui.85

Mereka bertumpu pada bukti teleologis. Untuk itu mereka

mengatakan bahwa alam yang rumit penciptanya dan kokoh aturannya

itu pasti bersumber pada sebab yang mengatur dan menata, sedangkan

karya-karya yang kokoh menunjukkan ilmu dan hikmah si Pencipta.86

Kaum al-Asy‟ari adalah kaum Sifatiah (yang mengatakan

bahwa Allah punya sifat-sifat) seperti halnya kaum Salaf. Mereka

meneguhkan sifat-sifat Allah sebagaimana adanya, dan membedakan

sifat yang disifati (al-Mausuf). Jadi Allah mengetahui dengan ilmu,

83

Al-Asy'ari, al-Ibanah fi Usul al-Diyanah, Heiderabad, edisi pertama, hal. 9. 84

Al-Asy'ari, al-Luma' fi al-Radd „ala Ahl al-Ziyaq wa al-Bida‟ (Kairo: Nahdlah

al-Misriyyah, 1950), hal. 6-7. 85

Ibid 86

Al-Syahrastani, Nihayah, London 1934, hal. 67

Page 54: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

54

berkuasa karena sifat kuasa. Sifat-sifat Allah adalah al-'Ilmu (Maha

Mengetahui), al-Qudrah (Maha Kuasa), al-Hayah (Maha Hidup), al-

Iradah (Maha Berkehendak), al-Sama' (Maha Mendengar), al-Basar

(Maha Melihat) dan al-Kalam (Maha Berfirman). Semua ini adalah

sifat-sifat azali (eternal) dan abadi. Menegaskan sifat berarti

menegasikan yang disifati, sebagaimana halnya menegasikan aksi

berarti menegasikan subyek yang beraksi.87

Mereka menolak al-Ta'til (pandangan yang mengosongkan

Allah dari sifat-sifat atau Allah tidak punya sifat-sifat) dalam berbagai

macam coraknya, baik nihilisasi Sang Pencipta dari Ciptaan-Nya

maupun nihilisasi Sang Pencipta dari sifat-sifat-Nya.88

Mereka

menolak al-Tasybih dan al-Tajsim, dan mereka menyerahkan kepada

Allah teks-teks agama yang memberikan kesan demikian, atau mereka

takwilkan, karena Allah sama sekali tidak menyamai makhluk-Nya.

Bukan Substansi, bukan jisim juga bukan aksidensia, tidak bertempat

di dalam ruang dan waktu, juga tidak bisa menerima aksidensia-

aksidensia dan hal-hal temporal.89

Kekuasaan Allah adalah satu, dan

diterapkan pada semua hal yang menjadi obyek kekuasaan-Nya, maka

apapun yang ada di alam ini haruslah lahir dari kekuasaan-Nya. Ilmu

Allah SWT adalah azali dan mencakup semua obyek pengetahuan,

tanpa melalui indera maupun pembuktian. Melihat Allah dengan

pandangan mata adalah boleh, karena setiap yang ada bisa dilihat.

Meneguhkan bahwa Allah bisa dilihat tidak berarti tasybih dan tajsim,

87

Al-Bagdadi, al-Farq, hal. 322 - 323. 13 88

Al-Syahrastini. Whayah al-iqdam, hal. 123. 89

Ibid., hal. 103.

Page 55: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

55

sebab melihat di sini tidak sama dengan kita melihat benda benda di

dunia.90

Wajah-wajah (orang yang beriman) pada hari itu berseri-seri.

Mereka memandang Tuhannya. (Al-Qiyamah:22-23). Firman Allah

adalah sifat azali. Al-Qur'an adalah firman Allah oleh sebab itu, bukan

makhluk.91

Demikian teori itu secara global. Kami berusaha untuk

mengulas teori-teori ini seperti yang ada pada orang yang

mengatakannya juga pada murid-muridnya. Pemaparan ini akan

menjelaskan bagaimana kaum al-Asy‟ari memegangi benar pandangan

guru mereka, di samping mengungkapkan sebagian aspek yang mereka

usahakan untuk ditonjolkan. Kami tidak akan bisa mengulas semua

kaum al-Asy‟ari di sepanjang fase sejarah mereka. Untuk itu kami

cukup hanya menjelaskan tokoh-tokoh besar mereka, juga orang-

orang yang punya andil dalam menyebarluaskan dan memperkuat

mazhab ini. Kami akan memegangi hanya sumber yang memang

mereka tulis sendiri, agar kami bisa menjelaskan seterang dan sedapat

mungkin sikap mereka dalam menghadapi problematika ketuhanan.

Untungnya, zaman melestarikan sebagian hasil karya mereka.

D. Penutup

Argumen Thomas Aquinas dan al-Asy‟ari tentang Tuhan.

Thomas Aquinas mengemukakan lima argumen tentang Tuhan.

Pertama, diangkat dari sifat alam yang selalu bergerak. Di dalam alam

ini segala sesuatu bergerak. Dari sini dibuktikan bahwa Tuhan ada.

Kedua, Argumen kedua disebut sebab yang mencukupi (efficient

cause). Ketiga, argumen kemungkinan dan keharusan (possibility and

90

Al-Asy'ari, al-Luma', hal. 32. 91

16 Al-Bagdadi, al-Farq, hal. 325.

Page 56: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

56

necessity). Kita menyaksikan di dalam alam ini segala sesuatu bersifat

mungkin ada dan mungkin tidak ada. Keempat, memperhatikan

tingkatan yang terdapat pada alam ini. Isi alam ini masing-masing

berkelebihan dan berkekurangan, misalnya dalam hal kebaikan,

keindahan, kebenaran. Ada orang yang dihormati, ada yang lebih

dihormati, ada yang terhormat. Ada indah, lebih indah, terindah. Benar

juga demikian. Tingkatan tertinggi menjadi sebab tingkatan

dibawahnya. Kelima, Argumen kelima berdasarkan keteraturan alam.

Kita saksikan isi alam dari jenis yang tidak berakal bergerak atau

bertindak menuju tujuan tertentu, dan pada umumnya berhasil

mencapai tujuan itu, sedangkan mereka itu tidak mempunyai

pengetahuan tentang tujuan itu. Dari situ kita mengetahui bahwa

benda-benda itu diatur oleh sesuatu dalam bertindak mencapai

tujuannya. Sesuatu yang tidak berakal mestinya tidak mungkin mampu

mencapai tujuan. Adapun argumen al-Asy‟ari tentang Tuhan sebagai

berikut; pertama, kita wajib percaya bahwa Tuhan Allah adalah wajib

al-Wujud, karena adanya berita wahyu dan perintah Tuhan dan hal itu

dapat ditangkap oleh akal pikiran kita. Bukti wujudnya Tuhan adalah

adanya alam semesta ini, pasti ada yang menciptakannya, yaitu Allah

SWT. Karena Tuhan itu wujud, maka pastilah dapat dilihat oleh

manusia. Kedua, Sebagai seorang yang pernah mengikuti paham

mu‟tazillah, al-Asy‟ari juga menghargai akal. Tetapi akal manusia

hanya mampu mengetahui adanya Tuhan dan fungsi akal hanya

sebagai saksi penguat yang membenarkan apa yang disampaikan oleh

wahyu. Akal tidak boleh menghakimi wahyu. Apabila bertemu nash

yang tidak sesuai dengan akal, maka diterima apa adanya dan tidak

boleh dita‟wilkan. Mereka beranggapan bahwa karena akal manusia

sangat terbatas, sehingga tidak mampu memahami wahyu secara

Page 57: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

57

lengkap dan sempurna. Ketiga, manusia dapat melihat Tuhan di

akherat karena Tuhan itu maujud, setiap yang maujud memungkinkan

untuk dapat dilihat.

Persamaan dan perbedaan argumen Thomas aquinas dan al-

Asy‟ari tentang Tuhan. Persamaan pemikiran Thomas Aquinas dan al-

Asy‟ari yaitu pada sikapnya yang menganggap akal dan wahyu sangat

penting untuk mengenal dan menyakini eksistensi Tuhan. Di samping

itu keduanya merupakan tokoh skolastik pada masanya. Sedangkan

perbedaannya Thomas Aquinas menyakini adanya hukum sebab akibat

(kausalitas) dalam menyakini keberadaannya Tuhan. Sedangkan al-

Asy‟ari meragukan hukum sebab akibat (kausalitas). Al-Asy‟ari

menyangkal bahwa hukum kausalitas itu memiliki kebenaran yang

kuat. Tidak ada satu makhluk pun menjadi sebab akibat bagi segala

sesuatu. Sesuatu atau wujud (makhluk) tidak memiliki daya atau

kausalitas apapun yang dapat menghasilkan suatu akibat. Daya yang

nampaknya dimiliki manusia dan obyek-obyek sebetulnya bukanlah

daya efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, Dkk, Al-Islam, Bagian I, Malang: Pusat Dokumentasi dan

Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth.

Abu al-Hasan al-Asy‟ari, Maqaalaat Al-Islaamiyyin Waikhtilaaf

Almushalliin, jilid I, Kairo Mesir: Maktabah al-Nahdah al-

Misriyyah, 1369 H/1950 M .

Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf (Dirasah Islamiah IV),

cet, 1, Citra Niaga, Jakarta: Rajawali Press, 1993.

Ahmad Amin, Dhuha al-Islam , Kairo: Maktabah al-Misriyah, 1936.

Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.

Page 58: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

58

Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, Mesir: Musthafa al-Baby al-

Khalaby, 1967.

A.Hanafi, Pengantar Teologi Islam , Jakarta: Pustaka al-Husna Baru,

2003.

Amin Syukur, Pengantar Studi Islam , Semaranng: Teologia Press

bekerjasama dengan CV.Bima Sejati, Semarang, 2000.

Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat,Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.

Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, alih bahasa, Soejono

Soemargono, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1992.

Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya Dengan Sosio-

Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, terj. Sigit Jatmiko

dkk, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002.

Dagobert Runes, Dictionary Of Philosophy, New Jersey:Totowa, 1971.

Frederick Mayer, A. History of Ancient & Medieval Philosophy, New

York: America Book Company, 1950.

Hamzah Yaqub, Filsafat Agama, Titik Temu akal dengan Wahyu, Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya, 1992.

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, 1, Yogyakarta: Kanisiu,

1980.

Harun Nasution, Falsafat Agama , Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam , cet. 9, Jakarta:

PT. Bulan Bintang, 1995.

Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa

Perbandingan, Jakarta: UI Press, 1986.

Humaidi Tatapangarsa, Kuliah Akidah Lengkap, Surabaya: PT.Bina Ilmu

Surabaya, 1999.

Page 59: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

59

Ibn Khallikan, Wafayat al-A‟yan, Kairo Mesir: Maktabah al-Nahdlah al-

Misriyyah, tth .

John Herman Randall, Reading In Philoshophy, New York: Barnes and

Noble , Inc, New York, 1950.

Juhaya S.Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta:Yayasan Pria,

2003.

Karen Armstrong, Sejarah Tuhan : Kisah Pencarian Tuhan Yang

Dilakukan Oleh Orang-Orang Yahudi, Kristen dan Islam

Selama 400 Tahun, terj. Zainul Am, cet. 2, Bandung: Mizan,

Anggota IKAPI, 2001.

K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1976.

Linda Smith dan William Raeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan

Sekarang, terj P. Hardono Hadi, Yogyakarta: Kanisius Anggota

IKAPI Yogyakarta, 2000.

Lois O.Kattsoff, Pengantar Filsafat, alih bahasa, Soejono Soemargono,

cet 7, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996.

Muslim Ishak, Sejarah dan Perkembangan Teologi Islam, Duta Grafika,

Semarang, 1968, hal.109. Harun Nasution, Teologi Islam

Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press,

1986.

M.M. Syarif, The History of Muslim Philosopy, Bagian ke-3 “The

Philosopher”, terj, Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, 1993.

Nasruddin Razaq, Dienul Islam , Cet 5, Bandung: PT al-Ma‟arif, 1982.

Pradana Boy, Filsafat Islam , Sejarah, Aliran dan Tokoh, Malang:

Universitas Muhammadiah Malang, 2003.

Rizal Mustanyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002.

Robert C.Salomon &Kathleen M.Higgins, Sejarah Filsafat, terj. Saut

Pasaribu, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2002.

Page 60: Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 · Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 2, Desember 2015 1 ... Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang, tth), hal. 111. 3 Linda Smith dan

60

Smith dan William Raeper, Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan

Sekarang, Yogyakarta: Kanisius, (Anggota IKAPI), 2000.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia,

(Jakarta: Jambatan Jakarta, 1990.

Tom Jacobs, Paham Allah dalam Filsafat, agama-Agama dan Teologi,

Yogyakarta: Kanisius, 1978.

T.M.Hasbi Ash Shiddiqy, Al-Islam , jilid 1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971.

Yayasan Penterjemah/Pentafsir al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,

Surabaya: DEPAG RI, 1978.

Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Pikiran Terhadap Agama, jilid 1,

Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1984