87
BAB I REKAM MEDIK 1. Identifikasi Nama : Ny. A Umur : 44 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Belitang Agama : Islam Pekerjaan : Petani Status perkawinan : sudah menikah Tanggal pemeriksaan : Kamis, 21 Maret 2013 2. Anamnesis a. Keluhan utama Nyeri pinggang b. Riwayat penyakit sekarang ± 6 bulan yang lalu, penderita mengeluh nyeri pinggang yang hilang timbul, nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tersebut bertambah berat pada saat duduk, berdiri, membungkuk (pada saat sholat), batuk dan mengejan. Nyeri dirasakan menjalar dari pinggang ke paha belakang, betis, punggung kaki kiri. Nyeri dirasakan berkurang saat berbaring. Penderita juga mengeluh jempol kaki kirinya 1

Kasus LBP

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kasus LBP

BAB I

REKAM MEDIK

1. Identifikasi

Nama : Ny. A

Umur : 44 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Belitang

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Status perkawinan : sudah menikah

Tanggal pemeriksaan : Kamis, 21 Maret 2013

2. Anamnesis

a. Keluhan utama

Nyeri pinggang

b. Riwayat penyakit sekarang

± 6 bulan yang lalu, penderita mengeluh nyeri pinggang yang hilang timbul,

nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tersebut bertambah berat pada saat duduk, berdiri,

membungkuk (pada saat sholat), batuk dan mengejan. Nyeri dirasakan menjalar dari

pinggang ke paha belakang, betis, punggung kaki kiri. Nyeri dirasakan berkurang saat

berbaring. Penderita juga mengeluh jempol kaki kirinya terkadang terasa kesemutan.

BAB dan BAK tidak ada gangguan. Aktivitas sehari-hari seperti makan dan minum

tidak ada gangguan, namun penderita sekarang tidak dapat lagi melakukan

pekerjaannya sebagai petani.

c. Riwayat penyakit/operasi dahulu

- Riwayat trauma: ± 4 tahun yang lalu penderita jatuh dari motor.

- Riwayat diurut-urut setelah penderita jatuh dari motor.

1

Page 2: Kasus LBP

- Riwayat operasi disangkal.

- Riwayat batuk lama disangkal.

- Riwayat penurunan berat badan yang drastis disangkal.

- Riwayat DM ± 5 tahun yang lalu, terkontrol.

- Riwayat hipertensi ± 1 tahun yang lalu.

d. Riwayat penyakit pada keluarga

- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

- Riwayat DM (+) adik dan ibu penderita.

e. Riwayat pekerjaan

Penderita adalah seorang petani

f. Riwayat sosial ekonomi

Penderita tinggal di rumahnya sendiri bersama suami, anak, dan cucunya.

Kesan: sosial ekonomi menengah ke bawah.

3. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : baik

Kesadaran : GCS: E4M6V5 = 15 (compos mentis)

TB/BB : 155 cm/70 kg BMI : 29,1 kg/m2

Cara berjalan/gait

Antalgik gait : (-)

Hemiparese gait : (-)

Steppage gait : (-)

Parkinson gait : (-)

Tredelenberg gait : (-)

Waddle gait : (-)

Lain – lain : (-)

Bahasa/bicara

Komunikasi verbal : baik

Komunikasi nonverbal : baik

Tanda vital

Tekanan darah : 130/80 mmHg

2

Page 3: Kasus LBP

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 22 x/menit

Suhu : 36,7 ºC

Kulit : dalam batas normal

Status psikis

Sikap : kooperatif

Ekspresi wajah : wajar

Orientasi : baik

Perhatian : penuh

b. Saraf-saraf otak

Nervus kanan kiri

I. N. Olfaktorius tidak ada kelainan tidak ada kelainan

II. N. Opticus tidak ada kelainan tidak ada kelainan

III. N. Occulomotorius tidak ada kelainan tidak ada kelainan

IV. N. Trochlearis tidak ada kelainan tidak ada kelainan

V. N. Trigeminus tidak ada kelainan tidak ada kelainan

VI. N. Abducens tidak ada kelainan tidak ada kelainan

VII. N. Fascialis tidak ada kelainan tidak ada kelainan

VIII. N. Vestibularis tidak ada kelainan tidak ada kelainan

IX. N. Glossopharyngeus tidak ada kelainan tidak ada kelainan

X. N. Vagus tidak ada kelainan tidak ada kelainan

XI. N. Accesorius tidak ada kelainan tidak ada kelainan

XII. N. Hypoglosus tidak ada kelainan tidak ada kelainan

c. Kepala

Bentuk : oval, bulat

Ukuran : normal

3

Page 4: Kasus LBP

Posisi

Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)

Hidung : epistaksis (-)

Telinga : dalam batas normal

Mulut : dalam batas normal

Wajah : simetris

Gerakan abnormal : (-)

d. Leher

Inspeksi : dalam batas normal

Palpasi : dalam batas normal

Luas gerak sendi

Ante/retrofleksi : 65 / 50

Laterofleksi : 40 / 40

Rotasi : 45 / 45

Test provokasi

Lhermitte test/spurling: (-)

Distraksi test : (-)

Test valsava : (-)

Test nafziger : (-)

e. Thorax

Bentuk : normal

Pemeriksaan ekspansi thoraks: Ekspirasi maksimum (-). Inspirasi maksimum (-).

Paru-paru

Inspeksi : statis, dinamis, simetris kanan = kiri

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

4

Page 5: Kasus LBP

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas atas jantung ICS II, batas kanan linea sternalis kanan

ICS IV, batas kiri linea midclavicularis ICS IV

Auskultasi : HR 88 x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)

f. Abdomen

Inspeksi : simetris, datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

g. Trunkus:

Inspeksi : simetris

Deformitas : (-)

Lordosis : (-)

Scoliosis : (-)

Gibbus : (-)

Hairy spot : (-)

Pelvic tilt : (-)

Palpasi

Spasme otot-otot paravertebra : (-)

Nyeri tekan (lokasi) : (+) punggung bawah L4-S1

Luas gerak sendi lumbosakral

Ante/retrofleksi : 95 / 35

Laterofleksi : 40 / 40

Rotasi : 35 / 35

Test provokasi

Valsava test : (-)

Test Lasseque : (-) / (+)

Test Baragard dan Sicard: (-) / (-)

Niffziger test : (-)

Test SLR : (-) / (+)

Test O’ Connell : (+) / (-)

FNST : (-) / (-)

Test Patrick : (-) / (-)

Test Kontrapatrick : (-) / (-)

Test Gaenslen : (-) / (-)

Test Thomas : (-) / (-)

Test Ober’s : (-) / (-)

5

Page 6: Kasus LBP

Nachalas knee flexion test: (-) /(-)

McBride sitting test : (-) / (-)

Yeoman’s hyperextension: (-) / (-)

McBridge sitting test : (-) / (-)

Test Schober : (-)

h. Anggota gerak atas

Inspeksi Dextra Sinistra

Deformitas (-) (-)

Edema (-) (-)

Tremor (-) (-)

Nodus heberden (-) (-)

Neurologi

Motorik

Gerakan cukup cukup

Kekuatan

Abduksi lengan +5 +5

Fleksi bahu +5 +5

Ekstensi siku +5 +5

Fleksi jari-jari tangan +5 +5

Abduksi jari tangan +5 +5

Tonus normal normal

Tropi eutropi eutropi

Refleks fisiologis

Refleks tendon biseps normal normal

Refleks tendon triseps normal normal

Refleks patologis

Hoffman (-) (-)

6

Page 7: Kasus LBP

Tromer (-) (-)

Sensorik

Protopatik normal

Proprioseptik normal

Vegetatif normal

Penilaian fungsi tangan dextra sinistra

Anatomical normal normal

Grips normal normal

Spread normal normal

Palmar abduct normal normal

Pinch normal normal

Lumbrical normal normal

Luas gerak sendi Aktif dekstra

Aktif sinistra

Pasif dekstra

Pasif sinistra

Abduksi bahu 0º-180º 0º-180º 0º-180º 0º-180º

Adduksi bahu 180º-0º 180º-0º 180º-0º 180º-0º

Fleksi bahu 0º-180º 0º-180º 0º-180º 0º-180º

Ekstensi bahu 0º-60º 0º-60º 0º-60º 0º-60º

Endorotasi bahu (f0) 90º-0º 90º-0º 90º-0º 90º-0º

Eksorotasi bahu (f0) 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º

Endorotasi bahu (f90) 90º-0º 90º-0º 90º-0º 90º-0º

Eksorotasi bahu (f90) 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º

Fleksi siku 0º-150º 0º-150º 0º-150º 0º-150º

Ekstensi siku 150º-0º 150º-0º 150º-0º 150º-0º

7

Page 8: Kasus LBP

Ekstensi pergelangan tangan 0º-70º 0º-70º 0º-70º 0º-70º

Fleksi pergelangan tangan 0º-80º 0º-80º 0º-80º 0º-80º

Supinasi 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º

Pronasi 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º

Test provokasi

Kanan Kiri

Yergason test (-) (-)

Apley scratch test (-) (-)

Moseley test (-) (-)

Adson manuver (-) (-)

Tinel test (-) (-)

Phalen test (-) (-)

Prayer test (-) (-)

Finkelstein test (-) (-)

Promet test (-) (-)

i. Anggota gerak bawah

Inspeksi kanan kiri

- Deformitas : (-) (-)

- Edema : (-) (-)

- Tremor : (-) (-)

Palpasi

- Nyeri tekan (lokasi): (-) (-)

- Diskrepansi : (-) (-)

Neurologi

8

Page 9: Kasus LBP

Motorik kanan kiri

Gerakan cukup cukup

9

Page 10: Kasus LBP

Kekuatan

Fleksi paha +5 +5

Ekstensi paha +5 +5

Ekstensi lutut +5 +5

Fleksi lutut +5 +5

Dorsofleksi pergelangan kaki +5 +5

Dorsofleksi ibu jari kaki +5 +5

Plantar fleksi pergelangan kaki +5 +5

Tonus normal normal

Tropi eutropi eutropi

Refleks Fisiologis

Refleks tendo patella normal normal

Refleks tendo achilles normal normal

Refleks patologi

Babinsky (-) (-)

Chaddock (-) (-)

Sensorik kanan kiri

- Protopatik : normal normal

- Proprioseptik : normal normal

Vegetatif : normal normal

Luas gerak sendi Aktif Aktif Pasif Pasif

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Fleksi paha 0º-45º 0º-23º 0º-45º 0º-23º

Ekstensi paha 45º-0º 45º-0º 45º-0º 45º-0º

Endorotasi paha 0º-40º 0º-40º 0º-40º 0º-40º

Adduksi paha 0º-10º-15º 0º-10º-15º 0º-10º-15º 0º-10º-15º

10

Page 11: Kasus LBP

Abduksi paha 0º-90º 0º-60º 0º-90º 0º-90º

Fleksi lutut 0º-135º 0º-100º 0º-135º 0º-135º

Ekstensi lutut 0º-120º 0º-100º 0º-120º 0º-120º

Dorsofleksi p. kaki 0º-20º 0º-20º 0º-20º 0º-20º

Plantar fleksi p. kaki 0º-50º 0º-50º 0º-50º 0º-50º

Inversi kaki 0º-60º 0º-60º 0º-60º 0º-60º

Eversi kaki 0º-20º 0º-20º 0º-20º 0º-20º

Test Provokasi kanan kiri

Stres test (-) (-)

Drawer’s test (-) (-)

Test Tunel pada sendi lutut (-) (-)

Test Homan (-) (-)

Test lain – lain (-) (-)

Pemeriksaan- pemeriksaan lainnya

Bowel test / Bladder test

- Sensorik peri anal : tidak dilakukan

- Motorik sphincter ani eksternus : tidak dilakukan

- BCR (Bulbocavernosis Refleks) : tidak dilakukan

Fungsi luhur

- Afasia : tidak ada

- Apraksia : tidak ada

- Agrafia : tidak ada

- Alexia : tidak ada

11

Page 12: Kasus LBP

4. Pemeriksaan Penunjang

A. Radiologis:

Pada gambaran radiologis terdapat:

Suspek HNP L5-S1

Spondylolisthesis L5-S1

Fraktur avulsi L4

B. Laboratorium: 18 Maret 2013

Hb : 13,5 g/dL

Eritrosit : 4.320.000/mm3

Leukosit : 11.500/mm3

Hematokrit : 39%

Trombosit : 388.000/µL

LED : 107 mm/jam

Diff count : 0/1/0/71/21/7

Waktu perdarahan: 1 menit

Waktu pembekuan: 9 menit

Glukosa sewaktu : 228 mg/dL

Ureum : 18 mg/dL

Kreatinin : 0,6 mg/dL

Ca : 9,5 mmol/L

Natrium : 143 mEq/L

Kalium : 3,5 mEq/L

12

Page 13: Kasus LBP

C. Lain –lain CT – Scan/MRI: tidak dilakukan

5. Resume

Seorang perempuan berusia 44 tahun, datang dengan keluhan utama nyeri

pada pinggang. ± 6 bulan yang lalu, penderita mengeluh nyeri pinggang yang hilang

timbul, nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tersebut bertambah berat pada saat duduk,

berdiri, membungkuk (pada saat sholat), batuk dan mengejan. Nyeri dirasakan

menjalar dari pinggang ke paha belakang, betis, punggung kaki kiri. Nyeri dirasakan

berkurang saat berbaring. Penderita juga mengeluh jempol kaki kirinya terkadang

terasa kesemutan. BAB dan BAK tidak ada gangguan. Aktivitas sehari-hari seperti

makan dan minum tidak ada gangguan, namun penderita sekarang tidak dapat lagi

melakukan pekerjaannya sebagai petani.

Pemeriksaan fisik: trunkus simetris, spasme otot vertebra (-), nyeri tekan (+)

di lokasi L4-S1 punggung bawah, tes Laseque (+) pada kaki kiri, tes SLR (+) pada

kaki kiri, tes O’Connell (+).

Pada gambaran radiologis terdapat suspek HNP L5-S1, Spondylolisthesis L5-S1,

dan Fraktur avulsi L4.

6. Evaluasi

NO Level ICF Kondisi saat ini Sasaran

1 Struktur dan fungsi tubuh Nyeri pinggang

seperti ditusuk-tusuk

yang hilang timbul

dan menjalar ke

tungkai kiri

Mengurangi rasa nyeri

pada pinggang dan

tungkai kiri

2 Aktivitas Tidak ada gangguan

aktivitas sehari-hari

Mempertahankan

kemampuan beraktivitas

dalam kehidupan sehari-

hari

13

Page 14: Kasus LBP

3 Partisipasi Penderita dapat ikut

dalam kegiatan

sosial & lingkungan

sekitar

Mempertahankan

partisipasi pasien dalam

kegiatan sosial &

lingkungan sekitar

Catatan : ICF International Clasification of Function ( WHO 2002 )

7. Diagnosis Klinis

LBP et causa spondylolisthesis + fraktur avulsi + suspek HNP.

8. Program Rehabilitasi Medik

Fisioterapi

Terapi panas : SWD lumbosacral dan IRR ekstremitas inferior, lima kali,

tiga kali seminggu

Terapi dingin : (-)

Stimulasi listrik : TENS gluteus kiri

Terapi latihan : (-)

Okupasi terapi

ROM excercise : (-)

ADL Excercise : (-)

Ortotik prostetik

Ortotic : korset

Prostetic : (-)

Alat bantu ambulasi : (-)

Terapi wicara

Afasia : (-)

Dysartria : (-)

Dysfagia : (-)

14

Page 15: Kasus LBP

Sosial medik :

- Memberi motivasi agar pasien melanjutkan terapi

Edukasi :

- Menghindari banyak membungkukkan badan dan mengangkat barang-barang

yang berat

- Segera beristirahat jika merasakan nyeri saat berdiri/berjalan/duduk lama

- Menggunakan ortose untuk membatasi gerakan

9. Terapi Medikamentosa

- Natrium diclofenac tab 2x50 mg jika sakit

- Vitamin B1B6B12 tab 1x1

10. Prognosa

- Medik : bonam

- Fungsional : dubia

15

Page 16: Kasus LBP

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Vertebrae

Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan

elemen yangterganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung

bawah.Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur

fleksibelyang dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae.Vertebrae

dikelompokkan sebagai berikut1:

Cervicales (7)

Thoracicae (12)

Lumbales (5)

Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)

Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)

Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi atas

2 bagian1:

Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis

(sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan

posterior.

Bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis,

serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong

dan pelindung kolumna vertebrae.

16

Page 17: Kasus LBP

Gambar 1. Padangan lateral columna vertebralis

 

Bagian posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi

apofisial (fascet joint). Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh

ligamentum dan tulag rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus

vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut

discus invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan

ligamentum longitudinalis posterior.1

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Diskus Intervertebralis

Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus

ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan

columna vertebralis. Struktur ini dapat dianggap sebagai discus semielastis, yang

terletak di antara corpus vertebrae yang berdekatan dan bersifat kaku. Ciri fisiknya

17

Page 18: Kasus LBP

memungkinkan berfungsi sebagai peredam benturan bila beban pada columna

vertebralis mendadak bertambah, seperti bila seseorang melompat dari tempat yang

tinggi. Kelenturannya memungkinkan vertebra yang kaku dapat bergerak satu dengan

yang lain. Sayangnya daya pegas ini berangsur-angsur menghilang dengan

bertambahnya usia.1

Gambar 2. Pandangan lumbar vertebrae

Setiap discus terdiri atas bagian pinggir, anulus fibrosus, dan bagian tengah

yaitu nucleus pulposus.

Anulus fibrosus

Terdiri atas jaringan fibrocartilago, di dalamnya serabut-serabut kolagen

tersususn dalam lamel-lamel yang kosentris. Berkas kolagen berjalan miring

di antara corpus vertebrae yang berdekatan, dan lamel-lamel yang lain

berjalan dalam arah sebaliknya. Serabut-serabut yang lebih perifer melekat

18

Page 19: Kasus LBP

dengan erat pada ligamentum longitudinale anterius dan posterius columna

vertebralis.1

Nucleus fibrosus

Pada anak-anak dan remaja merupakan massa lonjong dari zat gelatin yang

banyak mengandung air, sedikit serabut kolagen, dan sedikit sel-sel tulang

rawan. Biasanya berada dalam tekanan dan terletak sedikit ebih dekat ke

pinggir posterior daripada pinggir anterior discus. Permukaan atas dan

bawah corpus vertebrae yang berdekatan yang menempel pada discus diliuti

oleh cartiloago hyalin yang tipis. Sifat nucleus pulposus yang setengah cair

memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit

kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi

columna vertebralis.1

Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada columna vertebralis

menyebabkan nucleus pulposus yang semi cair menjadi gepeng. Dorongan keluar dari

nucleus ini dapat ditahan oleh daya pegas anulus fibrosus disekelilingnya kadang-

kadang, dorongan keluar ini terlalu kuat bagi anulus, sehingga anulus menjadi robek

dan nucleus pulposus enjadinkeluar dan menonjol kedalam canalis vertebralis, tempat

nucleus ini dapat menekan radix nervus spinalis, nervus spinalis, atau bahkan medula

spinalis.1

Dengan bertambahnya umur, kandungan air di dalam nucleus pulposus

berkurang dan digantikan oleh fibrocartilago. Serabut-serabut collagen anulus

berdegenerasi, dan sebagai akibatnya anulus tidak lagi berada dalam tekanan. Pada

usia lanjut, discus ini tipis dan kurang lentur, dan tidak dapat lagi dibedakan antara

nucleus dan anulus.1

19

Page 20: Kasus LBP

Gambar 3. A. Perubahan bentuk nucleus pulposus saat fleksi dan ekstensi. B. Diskus

intervertebralis

Discus intervertebralis tidak ditemukan di antara vertebra C1 dan 2 atau di

dalam os sacrum atau os coccygeus. Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus

maupun nucleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang

merupakan bagian peka nyeri adalah:1

Lig. Longitudinale anterior 

Lig. Longitudinale posterior 

Corpus vertebra dan periosteumnya

20

Page 21: Kasus LBP

Articulatio zygoapophyseal

Lig. Supraspinosum

Fasia dan otot fasia dan stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus

vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu

ligamentum (pasif) dan otot(aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap

kolumna vertebrale ini stabilitas daerah pinggang sangat bergantung pada gerak

kontraksi volunter dan refleks otot-otot sakrospinalis, abdominal, gluteus maksimus,

dan hamstring. Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan

digantioleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang

lentur, dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian

L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral.1

 

Gambar 4. “penonjolan” nucleus pulposus

2.2 PAIN (NYERI)

2.2.1 Definisi Pain

The International Association for the Study of Pain mendefinisikan nyeri

sebagai “perasaan yang tidak menyenangkan baik itu sensasi maupun emosi berkaitan

dengan adanya suatu kerusakan jaringan. Definisi ini mencakup aspek objektif,

21

Page 22: Kasus LBP

proses fisiologi nyeri, subjektif, emosi dan psikologi. Respon nyeri sangat bervariasi

antar individu maupun pada individu yang sama dalam waktu yang berbeda.2

2.2.2 Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh

individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling

mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.

Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti

tentang nyeri itu sendiri.3

Menurut Smeltzer & Bare (2002), jenis pengukuran nyeri adalah sebagai

berikut:4

2.2.2.1 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah

garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak

yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri”

sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan pasien skala tersebut

dan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat

juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh

nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih

sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri.5

22

Page 23: Kasus LBP

2.2.2.2 Skala Identitas Nyeri Numeriks

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) digunakan sebagai

pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan

menggunakan skala 0-10. Skala biasanya digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai

nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).5

2.2.2.3 Skala Analog Visual

Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS

adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan

pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan penuh

untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran

keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik

pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.6

23

Gambar 5

Gambar 6

Page 24: Kasus LBP

2.2.2.4 Skala Nyeri menurut Bourbanis

Kategori dalam skala nyeri Bourbanis sama dengan kategori VDS, yang

memiliki 5 kategori dengan menggunakan skala 0-10. Menurut AHCPR (1992),

kriteria nyeri pada skala ini yaitu:5

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah

tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak

dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas

panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

24

Gambar 7.

Gambar 8.

Page 25: Kasus LBP

2.3 LOW BACK PAIN

2.3.1 Definisi Low Back Pain

Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah atau nyeri pinggang bawah

adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal

(inflamasi), maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri yang berasal dari punggung

bawah dapat berujuk kedaerah lain atau sebaliknya yang berasal dari daerah lain

dirasakan di daerah punggung bawah/refered pain.7

Menurut Rakel (2002) Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung

antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor).

Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal

paha. LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan

muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.8

2.3.2 Klasifikasi Low Back Pain

Jenis Low Back Pain dari beberapa symptom penyakit spinal (nyeri, kaku,

keterbatasan gerakan, dan deformitas), nyeri adalah yang paling penting. Empat jenis

nyeri dapat dibedakan, yaitu lokal, alih, radicular, dan yang diakibatkan oleh spasme

otot sekunder (protektif). Jenis-jenis nyeri ini dapat dibedakan dari deskripsi pasien

tentang karakteristik, lokasi, kondisi yang memodifikasi nyeri itu sendiri.9

2.3.2.1 Nyeri Lokal

Nyeri lokal disebabkan oleh proses patologis yang mengenai struktur yang

mengandung serabut saraf sensorik. Keterlibatan dari periosteum copus vertebra,

kapsul sendi apophysial, otot-otot, annulus fibrosus, dan ligamentum-ligamentum

sering menyebabkan nyeri. Nyeri lokal sering digambarkan seperti nyeri yang terus-

menerus dan sangat nyeri, namun dapat juga intermiten dan tajam, dan walaupun

tidak berbatas jelas, nyeri selalu dirasakan di dalam atau dekat bagian yang terlibat

25

Page 26: Kasus LBP

dari tulang belakang. Biasanya terdapat respon splinting secara spontan untuk

melindungi pusat nyeri dengan cara kontraksi otot-otot paravertebral dan beberapa

gerakan atau postur yang menawan spasme dan mengubah posisi dari jaringan yang

trauma yang justru dapat memperburuk nyeri. Otot-otot yang spasme tersebut dapat

lebih sensitif nyeri dengan penekanan.9

2.3.2.2 Nyeri Alih

Nyeri alih memiliki 2 tipe. Pertama, yang berasal dari spinal ke visera dan

struktur lain yang mendasari dermatom lumbal dan sacral atas. Yang kedua, yang

berasal dari visera pelvis dan abdomen ke spinal. Nyer yang disebabkan oleh penyakit

dari lumbar bagian atas sering dialihkan ke panggul, panggul lateral, inguinal, dan

paha anterior. Hal ini dapat diatribusikan oleh n. cluneal superior yang berasal dari

divisi posterior tiga vertebrae lumbalis pertama dan menginervasi bagian superior

gluteal. Nyeri yang ditimbulkannya dari bagian bawah lumbar biasanya dialihkan ke

saraf spinal bawah, yang mengaktifkan neuron-neuron yang berasal dari area yang

sama yang menginervasi paha posterior. Nyeri jenis ini biasanya luas dan memiliki

kualitas yang dalam, dan amat nyeri, namun cenderung beberapa kali lebih dialihkan

ke superficial. McCall dkk dan Kellgren dapat membuktikan area peralihan ini

dengan injeksi larutan salin hipertonik ke sendi apophysial. Namun, Sinclair dkk

menyebutkan daerah peralihan ini tidak jelas dan tidak dapat dibuktikan pada lesi

yang tepat. Pada umunya, intensitas nyeri alih memiliki kesamaan dengan nyeri lokal.

Dengan kata lain, gerakan yang membedakan nyeri lokal memiliki efek yang sama

pada nyeri alih, walaupun berbeda tempat lokasi asal yang disebut nyeri radiks.9

Nyeri yang berasal dari visceral biasanya dirasakan di dalam abdomen,

panggul, region lumbal, dan dimodifikasi oleh aktivitas visera dan terkadang dengan

postur tubuh berdiri tegak atau supinasi. Nyeri ini tidak banyak berhubungan dengan

gerakan-gerakan oleh punggung. Nyeri radik memiliki beberapa karakteristik nyeri

alih namun berbeda dalam intesitasnya yang lebih berat, pengalihan distal, terbatas

pada satu radiks, dan faktor yang membangkitkannya. Mekanismenya adalah

peregangan, iritasi, atau kompresi dari radiks spinal. Karakteristik nyeri tersebut

26

Page 27: Kasus LBP

tajam dan intensitas tinggi. Batuk, bersin, dan mengangkat beban dapat mencetuskan

nyeri alih ini, walaupun tiap aktivitas ini meningkatkan tekanan intrabdominal, dapat

juga meningkatkan tekanan intraspinal yang dapat menekan radiks.9

Pola yang paling sering adalah sciatica, nyeri yang berasal dari region gluteal

dan dialihkan ke paha posterior atau posterolateral. Nyeri ini berasal dari iritasi radiks

L5 atau S1. Keluhan lain yang menyertai adalah parestesia atau hilangnya sensorik

superficial, nyeri pada kulit, dan nyeri tekan di daerah tertentu sepanjang sarah yang

menyertai radiks tersebut. Jika radik anterior terlibat, dapat juga terjadi hilangnya

reflex, kelemahan, atropi, dan getaran-getaran fasciculus.9

2.3.2.3 Nyeri yang berasal dari spasme otot

Nyeri ini biasanya terjadi berhubungan dengan nyeri lokal. Spasme dapat

dipikirkan sebagai refleks nocifensive untuk proteksi melawan injuri. Spasme

otot berhubungan dengan gangguan punggung bawah dan mengganggu postur

normal. Kontraksi otot yang kronik dapat meningkat menjadi tumpul dan

terasa nyeri kram. Pasien dapat merasa kaku pada otot sacrospinalis dan

gluteal dan saat palpasi nyeri bersifat lokal.9

2.3.3 Faktor Risiko Low Back Pain

Obesitas yang berasal dari obesitas sentral, dan kehamilan pada tingkat akhir

dapat mengganggu kelengkungan spinal dan menyebabkan low back pain. Pada

kehamilan, nyeri biasanya membaik saat kelahiran. Beberapa aktivitas seperti

jogging, lari pada jalan bersemen ketimbang lintasan sintel, mengangkat beban berat,

duduk yang terlalu lama (mengendara truk, mobil, dan kursi yang didesain tidak baik)

dapat mencetuskan nyeri. Namun demikian faktor psikologis juga dapat mencetuskan

nyeri.10

27

Page 28: Kasus LBP

2.3.4 Penyebab Low Back Pain

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya LBP, antara lain:

2.3.4.1 Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir

Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Kelainan-kelainan

kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya setengah bagian

karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya low back

pain yang disertai dengan skoliosis ringan.11

Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu, namun

keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra di bagian

bawah karena tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal dengan Spina Bifida.

Penyakit spina bifida dapat menyebabkan gejala- gejala berat sepert club foot,

rudimentair foot, kelayuan pada kaki, dan sebagainya. namun jika lubang tersebut

kecil, tidak akan menimbulkan keluhan.11

2.3.4.2 Low Back Pain karena Trauma

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP

(Bimariotejo, 2009). Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot

atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri

pinggang bawah yang akut.11

Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan

kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya

trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat

sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus

yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang

lebih lanjut.12

28

Page 29: Kasus LBP

2.3.4.3 Low Back Pain karena Perubahan Jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada

tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah

punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota

bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabkan

oleh perubahan jaringan antara lain osteoartritis (spondylosis deformans), fibrositis,

dan penyakit infeksi sendi.12

2.3.4.4 Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat

Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat

mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada

bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan

sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu

yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP.11

Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya

penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh

dan kelemahan otot.11

2.3.5 Terapi Low Back Pain

Tatalaksana pada pasien LBP bergantung dari riwayat pasien dan tipe dari

nyeri yang diderita oleh pasien. Dengan terapi tanpa pembedahan, sebagian besar

pasien dengan LBP akan sembuh dalam enam bulan. Jika tidak ada perbaikan,

diagnosis lebih lanjut dan pembedahan disarankan untuk dilakukan.13

2.3.5.1 Terapi Nonbedah

Terapi pasien dengan LBP dimulai dengan istirahat atau tirah baring untuk

membatasi aktivitas pasien. Istirahat ini dapat mengurangi inflamasi dan mengurangi

spasme otot yang menyebabkan nyeri.14 Istirahat juga dapat memberikan kesempatan

29

Page 30: Kasus LBP

perbaikan pada syaraf yang cedera. Namun, istirahat tirah baring melebihi dua hari

tidak disarankan karena hal ini dapat merusak tulang, jaringan lunak, otot, dan sistem

peredarahan darah.15

Jika LBP disertai dengan fraktur dari sebagian vertebrae, pasien

direkomendasikan menggunakan korset rigid selama dua atau tiga bulan. Penggunaan

korset rigid juga dapat membatasi pergerakan sendi lumbosakral sehingga

mengurangi risiko cedera sendi lebih lanjut.14

Penggunaan terapi medikasi pada terapi LBP juga dapat dilakukan untuk

mengurangi nyeri. Obat-obatan yang digunakan pada umumnya berasal dari golongan

NSAIDs, muscle relaxant, dan antidepresan.15 Selain itu, nyeri juga dapat dihindari

dengan menghindari posisi atau gerakan tubuh yang dapat mencetuskan nyeri. Oleh

karena itu, pemilihan posisi yang membuat pasien nyaman sangat penting untuk

melindungi pasien dari kecelakaan sendi, mereduksi gejala, dan mencegah cedera

lebih lanjut.15 Walaupun demikian, pasien dengan LBP juga perlu melakukan latihan-

latihan untuk memperbaiki fleksibilitas dari punggung dan hamstring serta untuk

menguatkan kembali otot-otot punggung dan abdominal.14

2.3.5.2 Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan dilakukan jika terapi nonbedah tidak memperbaiki

keadaan pasien LBP dan jika telah diketahui pasti penyebab dari LBP yang telah

dibuktikan gambaran radiologi, MRI, atau CT-scan. Pada pasien LBP dengan

spondilolisthesis misalnya, pembedahan dilakukan jika terjadi pergeseran vertebrae

berat yang menyebabkan kesulitan berjalan, perubahan pada fungsi ekskresi (bowel

and bladder), dan perburukan fungsi syaraf.15

Pembedahan pada pasien MBP dapat berupa laminektomi, mikrodistektomi,

dan fusi. Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengurangi kompresi dari radiks

syaraf. Dengan dilakukan pembedahan ini, diharapkan penyebab utama dari LBP

dapat diatasi dan pasien tidak menderita nyeri lagi.13,14

30

Page 31: Kasus LBP

2.3.5.3 Rehabilitasi

Terapi rehabilitasi biasanya memerlukan waktu latihan beberapa kali selama

empat hingga enam minggu. Beberapa kasus memerlukan waktu lebih panjang untuk

menjalani terapi hingga selesai.14

Tujuan utama dari terapi rehabilitasi ini adalah untuk mengontrol gejala LBP.

Terapis akan membantu pasien menemukan posisi dan pergerakan yang dapat

mengurangi rasa nyeri. Terapi menggunakan panas (IRR, MWD, dan SWD), dingin

(cryoterapi), ultrasound (US), dan stimulasi elektrik (TENS) juga dapat digunakan

untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.14

Latihan yang dijalani pasien LBP adalah peregangan otot-otot paha. Seiring

dengan perbaikan kondisi pasien, dilakukan juga latihan untuk menguatkan otot-otot

abdominal dan otot-otot punggung. Latihan ini dilakukan pada otot-otot tersebut

untuk membantu pasien agar mudah bergerak dan mengurangi permasalahan nyeri di

waktu mendatang jika nyeri ini kambuh lagi. Sebenarnya latihan peregangan otot

tidak dibatasi pada otot-otot ini saja karena semua otot menahan tulang belakang

lumbal dan korset pelvic dapat diseimbangkan dan stretching yang regular dapat

membantu memperbaiki gerakan yang normal tulang belakang dan pelvis. Stretching

menggunakan gerakan dinamik postural (yoga postur) dapat secara khusus menolong

karena dapat memperbaiki keseimbangan otot tulang belakang dan korset pelvic.15

Latihan ini biasanya bersatu dengan program rehabilitasi yang lebih

komprehensif, meliputi latihan stabilisasi. Tujuan latihanini adalah untuk

mengajarkan kepada pasien bagaimana menemukan tulang belakang yang normal

selama latihan setiap hari. Posisi normal tulang belakang berbeda untuk setiap

individu, dibedakan oleh pelvis dan postur tulang belakang yang menempatkan

penekanan terakhir pada elemen tulang belakang dan struktur pendukung. Stabilisasi

spinal menekankan aktivasi yang sinergis dari trunkus dan otot-otot pada posisi

tengah karean kekuatan otot abdominal dan otot-otot gluteal. Selain itu,

31

Page 32: Kasus LBP

memungkinkan pasien untuk melatih otot-otot yang mendukung trunkus dan tulang

belakang sehingga dapat mengurangi seluruh penekanan dari tulang belakang.14

2.3.5.4 Edukasi

Edukasi pasien sangat penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi dari tulang

belakang. Pada masa akut, pasien harus memeiliki pengertian yang baik atas kondisi

mereka dan kemungkinan efek merugikan dari tirah baring yang lama. Instruksi pada

postur yang sesuai dan mekanik tubuh dengan aktivitas sehari-hari sangat penting

untuk setiap pasien. Bila nyeri menjadi tidak terkontrol, pasien harus aktif pada

program rehabilitasi tulang belakang yang meningkat yang kemudian dapat

digabungkan dengan program latihan rumah untuk melanjutkan kekuatan fungsi.

Strategi keamanan punggugn dan proteksi sendi disatukan melalui proses

rehabilitasi.15

2.3.6 Prognosis

Prognosis mencakup prognosis klinis dan prognosis fungsional. Tujuan dari

menentukan prognosis adalah untuk memberikan penilaian terhadap perkembangan

lebih lanjut dari penyakit yang diderita.16

2.3.6.1 Prognosis Klinis

Secara klinis, prognosis LBP bergantung dari etiologi LBP, tata laksana yang

akan dijalani oleh pasien, kepatuhan pasien, dan latihan-latihan yang akan dilakukan

oleh pasien. Pasien sedang menjalani fisioterapi berupa pemanasan dalam (SWD dan

IRR), TENS, dan disarankan untuk menggunakan korset. Jika pasien patuh,

mengikuti latihan dan tata laksana dengan baik, prognosis secara klinis dari pasien ini

adalah dubia ad bonam.16

2.3.6.2 Prognosis Fungsional

Prognosis secara fungsional dapat dinilai dengan menggunakan standar

fungsional Functional Independence Measure (FIM), Indeks Katz, atau Indeks

Barthel. Secara umum yang dinilai adalah fungsional aktivitas pasien yang mencakup

kegiatan sehari-hari, yaitu makan, mobilitas, mandi, personal toilet, berpakaian,

32

Page 33: Kasus LBP

mengatur BAB dan BAK. Pasien ini dapat dapat melakukan semua kegiatan tersebut

secara mandiri, tetapi ada keterbatasan gerak pada saat duduk, hendak berdiri, dan

beribadah (sholat). Dengan program rehabibiltasi tulang belakang yang aktif dan

terfokus, prognosis dari pasien ini untuk dapat beraktivitas yang bebas dari nyeri

sangat baik, walaupun beberapa pasien LBP menetap dan membutuhkan lebih banyak

intervensi. Oleh karena itu, prognosis fungsional pasien ini adalah dubia ad bonam.16

2.4 SPONDYLOLISTHESIS

2.4.1 Definisi Spondylolisthesis

Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata

spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti

“bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran

(biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya.17,20,21,25

2.4.2 Etiopatofisiologi

Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral

(kecil bagian belakang dan bagian belakang panggul) yang kecil, sendi facet tidak

kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut sebagai spondilolisthesis

displastik, atau mungkin terjadi selama masa remaja karena patah tulang atau cedera

pada salah satu tulang-tulang belakang darikegiatan olahraga terkait seperti angkat

berat, berlari, berenang, atau sepak bola yang menyebabkan seseorang memiliki

spondilolisthesisisthmic.17,25

Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesis yang dikategorikan berdasarkan

sistem klasifikasi Wiltse:

a. Tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik (kongenital) dan terjadi akibat

kelainan kongenital pada permukaan sacral superior dan permukaan L5 inferior

atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.

33

Page 34: Kasus LBP

b. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus atau

pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang bermakna pada

individu di bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa adanya

pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu vertebra

mengalami pergeseran kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut

dengan spondylolisthesis.

Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:

- Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress

spondilolisthesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktiur rekuren yang

disebabkan oleh hiperketensi. Juga disebut dengan stress fracture pars

interarticularis dan paling sering terjadi pada laki-laki.

- Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars

interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars

interartikularis masih tetap intak akan tetapi meregang dimana fraktur

mengisinya dengan tulang baru.

- Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian

pars interartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan dalam menegakkan

diagnosis kelainan ini.

c. Tipe III, merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi sebagai akibat

degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan sendi tersebut

akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang. Tipe

spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III,

spondylolisthesis degeneratif pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.

d. Tipe IV, spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut pada

elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet) dibandingkan dengan

fraktur pada bagian pars interartikularis.

e. Tipe V, spondylolisthesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang

sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya

34

Page 35: Kasus LBP

2.4.3 Epidemiologi

Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi otopsi.

Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara umum

populasi pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering melibatkan level L4-L5.

Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki listhesis tipe ini.17,18,24

2.4.4 Gejala klinis

Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis pergeseran

dan usia pasien.Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi klinis dapat berupa

nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan pada panggul dan paha

posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi dengan tingkat

pergeseran, meskipun mereka disebabkan ketidakstabilan segmental. Tanda

neurologis seringkali berkorelasi dengan tingkat selip dan melibatkan motorik,

sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai untuk pelampiasan akar saraf (biasanya

S1).19

Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah:

1. Nyeri punggung bawah.

Hal ini sering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi tulang

belakang lumbal.20

2. Beberapa pasiendapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan,atau

kelemahan pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah dari saraf dapat

menyebabkan hilangnya kontrol dari usus atau fungsi kandung kemih.20

3. Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak daripunggung

bawah.20

Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang

dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau kombinasi dari

gejala-gejala tersebut. Pergeseran yang paling umum adalah di L4-5 dan kurang

umum di L3-4. Gejala-gejala radikuler sering hasil dari stenosis recessus lateral dari

35

Page 36: Kasus LBP

facet dan ligamen hipertrofi dan/atau disk herniasi. Akar saraf L5 dipengaruhi paling

sering dan menyebabkan kelemahan ekstensor halusis longus. Stenosis pusat dan

klaudikasio neurogenik bersamaan mungkin atau mungkin tidak ada.20

Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah multifaktorial. Rasa sakit

ini berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk atau

bersandar. Fleksi memperbesar ukuran kanal oleh peregangan ligamentum flavum

menonjol, pengurangan lamina utama dan aspek, dan pembesaran foramen tersebut.

Hal ini mengurangi tekanan pada akar saraf keluar dan, dengan demikian,

mengurangi rasa sakit.20

2.4.5 Diagnosis

Pada kebanyakan kasus, jarang ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik

pasien spondilolistesis. Pasien biasanya mengeluh nyeri di bagian punggung yang

disertai dengan nyeri intermitten pada tungkai. Spondilolistesis sering menyebabkan

spasme otot, atau kekakuan pada betis.

Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan menggunakan foto polos tulang

belakang. X-ray lateral akan menunjukkan kelainan apabila terdapat vertebra yang

bergeser ke depan dibandingkan dengan vertebra di dekatnya. Spondilolistesis dibagi

berdasarkan derajatnya berdasarkan persentase pergeseran vertebra dibandingkan

dengan vertebra di dekatnya, yaitu:

1. Derajat I: pergeseran kurang dari 25%

2. Derajat II diantara 26-50%

3. Derajat III diantara 51-75%

4. Derajat IV diantara 76-100%

5. Derajat V, atau spondiloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari

tempatnya

36

Page 37: Kasus LBP

Gambar 9. Pengukuran Derajat Spondilolisthesis

Gambar 10. Derajat Spondilolisthesis

37

Page 38: Kasus LBP

Jika pasien mengeluh nyeri, kebas-kebas, kelemahan pada tungkai, pemeriksaan

penunjang tambahan mungkin diperlukan. Gejala-gejala ini dapat disebabkan stenosis

atau penyempitan ruang tempat lewatnya saraf pada tungkai. CT scan atau MRI dapat

membantu mengidentifikasi kompresi saraf yang berhubungan dengan

spondilolistesis. Pada keadaan tertentu, PET scan dapat membantu menentukan

adanya proses akftif pada tulang yang mengalami kelainan. Pemeriksaan ini juga

berperan dalam menentuskan terapi pilihan untuk spondilolistesis.22

2.4.6 Pemeriksaan Penunjang

Berikut adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang menunjang diagnosis

spondilolisthesis:

a. X-ray

Pemeriksaan awal untuk spondilolistesis yaitu foto AP, lateral, dan spot view

radiograffi dari lumbal dan lumbosacral junction. Foto oblik dapat memberikan

informasi tambahan, namun tidak rutin dilakukan. Foto lumbal dapat memberikan

gambaran dan derajat spondilolistesis tetapi tidak selalu membuktikan adanya

isolated spondilolistesis.

b. SPECT

Bone scan ( SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi

stress/tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto

polos. Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai,

akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitif akan terjadi.

c. Computed tomography (CT) scan

CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat memeberikan

gambaran yang lebih baik dari spondilolistesis. CT scan juga dapat membantu

menegakkan penyebab spondilolistesis yang lebih serius.

38

Page 39: Kasus LBP

d. Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat mengidentifikasi

tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak ( diskus, kanal, dan anatomi serabut

saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos.

e. EMG

EMG dapat mengidentifikasi radikulopati lainnya atau poliradikulopati

(stenosis), yang dapat timbul pada spondilolistesis.23

2.4.7 Penatalaksanaan

2.4.7.1 Nonoperatif

Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservative. Pengobatan non

operative diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau defisit

neurologis yang stabil. Hal ini dapat merupakan pengurangan berat badan, stretching

exercise, pemakaian brace, pemakain obat anti inflamasi. Hal terpenting dalam

manajemen pengobatan spondilolistesis adalah motivasi pasien.22

2.4.7.2 Operatif

Pasien dengan defisit neurologis atau nyeri yang mengganggu aktifitas, yang

gagal dengan non operative manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila radiologis

tidak stabil atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray disarankan untuk operasi

stabilisasi. Jika progresivitas slip menjadi lebih 50% atau jika slip 50% pada waktu

diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada high grade spondilolistesis walaupun tanpa

gejala, fusi tetap harus dilakukan. Dekompresi tanpa fusi adalah logis pada pasien

dengan simptom oleh karena neural kompresi. Bila manajemen operative dilakukan

pada dewasa muda maka fusi harus dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip

yang bermakna bila dilakukan operasi tanpa fusi. Jadi indikasi fusi antara lain: usia

muda, progresivitas slip lebih besar 25%, pekerja yang sangat aktif, pergeseran 3mm

pada fleksi/ekstensi lateral x-ray. Fusi tidak dilakukan bila multi level disease,

motivasi rendah, aktivitas rendah, osteoporosis, habitual tobacco abuse. Pada habitual

39

Page 40: Kasus LBP

tobacco abuse angka kesuksesan fusi menurun. Brown dkk mencatat pseudoarthrosis

(surgical non union) rate 40% pada perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi insitu

dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan:22

1. anterior approach

2. posterior approach (yang paling sering dilakukan)

3. posterior lateral approach

2.4.8 Komplikasi

Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun penarikan

(traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang

membutuhkan penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan spondilolistesis,

dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (<1%), kebocoran cairan

serebrospinal (2%-10%), kegagalan melakukan fusi (5%-25%), infeksi dan

perdarahan dari prosedur pembedahan (1%-5%). Pada pasien yang perokok,

kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat melakukan fusi ialah (>50%).

Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita

spondilolistesis isthmic atau congenital yang lebih progresif. Radiografi serial dengan

posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui perkembangan pasien

ini.24

2.4.9 Prognosis

Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal kemungkinan

akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien dengan perubahan

vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan mengalami gejala yang

sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya spondilolistesis degenerative meningkat

seiring dengan bertambahnya usia, dan pergeseran vertebra yang progresif terjadi

pada 30% pasien. Bila pergeseran vertebra semakin progresif, foramen neural akan

semakin dekat dan menyebabkan penekanan pada saraf (nerve compression) atau

sciatica hal ini akan membutuhkan pembedahan dekompresi.24

40

Page 41: Kasus LBP

2.5 FRAKTUR

2.5.1 Definisi Fraktur dan Mekanisme Trauma

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang

menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada

lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa

trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan

tulang klavikula atau radius distal patah.26

Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan

arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat

menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah

tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan

patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.26

2.5.2 Gejala dan Tanda

Manifestasi klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, hilangnya

fungsi, tanda-tanda inflamasi yang berupa nyeri akut dan berat, pembengkakan lokal,

merah/perubahan warna, dan panas pada daerah tulang yang patah. Selain itu ditandai

juga dengan deformitas, dapat berupa angulasi, rotasi, atau pemendekan, serta

krepitasi. Apabila fraktur terjadi pada ekstremitas atau persendian, maka akan ditemui

keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi). Pseudoartrosis dan gerakan abnormal.26, 27

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur, sehingga

perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan

diagnosis adalah pemeriksaan X-foto, yang harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu

anterior-posterior dan lateral. Dengan pemeriksaan X-foto ini dapat dilihat ada

tidaknya patah tulang, luas, dan keadaan fragmen tulang. Pemeriksaan ini juga

berguna untuk mengikuti proses penyembuhan tulang. 26, 27

41

Page 42: Kasus LBP

Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x

pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. Bila

berdasarkan pengamatan klinis diduga ada fraktur, maka perlakukanlah sebagai

fraktur sampai terbukti lain.26

2.5.3 Klasifikasi Fraktur

Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas complete,

dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta

incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:27

1. Fissure/Crack/Hairline – tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di

tempat, biasa terjadi pada tulang pipih

2. Greenstick Fracture – biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna,

clavicula, dan costae

3. Buckle Fracture – fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam

Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi 27 :

1. Transversal – garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu

tulang)

2. Oblik – garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari

sumbu tulang)

3. Longitudinal – garis patah mengikuti sumbu tulang

4. Spiral – garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih

5. Comminuted – terdapat 2 atau lebih garis fraktur

Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:

a. Undisplace – fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya

b. Displace – fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:

- Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat

- Angulated – membentuk sudut tertentu

- Rotated – memutar

- Distracted – saling menjauh karena ada interposisi

42

Page 43: Kasus LBP

- Overriding – garis fraktur tumpang tindih

- Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

Gambar 11. Tipe Fraktur menurut garis frakturnya

Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur

dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan

fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur

masih utuh. Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus dan terdapat luka yang

menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka,

yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang

yang patah sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.26

2.5.4 Penatalaksanaan

Fraktur biasanya disertai trauma, untuk itu sangat penting untuk melakukan

pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernapasan (breathing), dan

sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada

masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu

terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di

RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi

43

Page 44: Kasus LBP

semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan

lengkap. Kemudian, lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk

mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada

jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto. Pengobatan fraktur

tertutup bisa konservatif atau operatif.

2.5.4.1 Terapi konservatif

a. Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri

dengan kedudukan baik.

b. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur

inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.

c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur

suprakondilus, fraktur Colles, fraktur Smith. Reposisi dapat dalam anastesi

umum atau lokal.

d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulit

(traksi Hamilton Russel, traksi Bryant).

2.5.4.2 Terapi operatif

a. Reposisi terbuka, fiksasi interna.

b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna.

2.6 HERNIA NUCLEUS PULPOSUS

2.6.1 Definisi Hernia Nucleus Pulposus

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan

yang berada diatara ruas tulang belakang biasa disebut nucleus pulposus mengalami

kompresi di bagian posterior atau lateral, kompresi tersebut menyebabkan nucleus

pulposus pecah sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis

spinalis dan mengakibatkan iritasi dan penekanan radiks saraf sehingga di daerah

44

Page 45: Kasus LBP

iritasi terasa nyeri yang menjalar(Benjamin, 2011). Berikut ini adalah sifat nyeri dari

HNP adalah:

1. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa

tahun). Nyeri menyebar sesuai dengan distribusi saraf skiatik.

2. Sifat nyeri khan dari posisi berbaring ke duduk,nyeri mulai dari pantat dan terus

menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai bawah.

3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat

batuk atau mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan

nyeri berkurang klien beristiraho berbaring.

4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan kekuatan

otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.

5. Nyeri bertambah bila daerah L5—S1 (garis antara dua krista iliaka) ditekan

Gambar 12.Gambaran herniasi pada nukleus pulposus

2.6.2 Etiologi dan Predisposisi

Herniasi dari diskus intervertrebalis membentuk tonjolan dari anulus fibrosus.

Dalam keadaan normal anulus fibrosus melindungi dari letak nukleus yang

terkandung di dalamnya. Pada saat terjadi herniasi pada nukleus, terjadi kompresi

pada jaras syaraf yang berdekatan dengan tempat terjadinya herniasi sehingga terjadi

iritasi yang menyebabkan rasa nyeri yang bisa disebut skiatika, apabila semakin parah

dapat terjadi disfungsi sistem saraf(Sahrakar, 2011).

45

Page 46: Kasus LBP

Faktor resiko terjadinya HNP terdiri dari faktor resiko yang dapat dirubah dan

yang tidak dapat dirubah yaitu:

Faktor risiko yang tidak dapat diubah:

1. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi

2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita

3. Riwayat cedera atau trauma pada punggung

Faktor risiko yang dapat diubah:

1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik

barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada

punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti

supir.

2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan

yang berat dalam jangka waktu yang lama.

3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus

untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.

4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat

menyebabkan strain pada punggung bawah.

2.6.3 Patofisiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :

1. Aliran darah ke discus berkurang

2. Beban berat

3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit

Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan

nukleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang

berada di canalis vertebralis menekan radiks. Bangunan peka nyeri mengandung

reseptor nosiseptif (nyeri) yang diberikan rangsang oleh berbagai stimulus lokal

(mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai

46

Page 47: Kasus LBP

mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri

merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses

penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang

selanjutnya dapat menimbulkan iskemia. Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri

inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri

neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf. Iritasi neuropatik pada

serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama, penekanan hanya terjadi

pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum yang

menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah

dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua,

penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler

di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini

menyebabkan timbulnya rangsang mekanik panas yang sangat peka terhadap

rangsang mekanikal dan termal (Sahrakar, 2011);(Foster 2012).

Gambar 13. Gambar proses terjadinya herniasi

2.6.4 Penegakan Diagnosis

2.6.4.1 Anamnesis

Pada anamesis didapatkan nyeri diskogenik yang akan bertambah berat

apabila duduk, membungkuk, batuk, bersin atau kegiatan yang dapat meningkatkan

47

Page 48: Kasus LBP

tekanan dari intradiscal. Lalu diperhatikan kapan mulai timbulnya keluhan,

bagaimana mulai timbulnya keluhan, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah

nyeri yang diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau

memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita

penyakit yang sama. Perlu juga ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf

seperti adanya nyeri radikuler, riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya

saddle anestesi(windsor, 2012).

2.6.4.2 Pemeriksaan Fisik

Posisi berdiri:

a. Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.

b. Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas, gibus, skoliosis,

lordosis lumbal (normal, mendatar, atau hiperlordosis), pelvis yang miring

tulang panggul kanan dan kiri tidak sama tinggi, atrofi otot.

c. Derajat gerakan (range of motion) dan spasmus otot.

d. Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa dingin).

e. Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada sendi

sakroiliaka, dan lain-lain.

f. Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.

Posisi duduk:

a. Perhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya.

b. Perhatikan bagian belakang tubuhnya.

Posisi berbaring:

a. Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap berbaringnya.

b. Pengukuran panjang ekstremitas inferior.

c. Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.

Pemeriksaan neurologik:

a. Pemeriksaan sensorik

b. Pemeriksaan motorik untuk mencari apakah ada kelemahan, atrofi atau

fasikulasi otot

48

Page 49: Kasus LBP

c. Pemeriksaan tendon

d. Pemeriksaan yang sering dilakukan

- Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque)

- Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava)

- Tes Patrick dan Tes Contra Patrick

- Tes Distraksi dan Tes Kompresi (windsor, 2012).

Gambar 14. Pemeriksaan patrik dan laseque

2.6.4.3 Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan lab untuk mengetahui adanya infeksi.

- Skrining rheumatologi.

- Tes neuroendokrin

- Elektromiografi (EMG)

- Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)

- Magnetic resonance imaging (MRI) (windsor, 2012).

2.6.4.4 Pemeriksaan Gold standard

Pemeriksaan terbaik adalah dengan menggunakan Magnetic resonance

imaging karena dengan pemeriksaan tersebut dapat didiagnosis terjadinya kompresi

pada tulang belakang (windsor, 2012).

49

Page 50: Kasus LBP

Gambar 15.Gambaran MRI HNP

2.6.5 Penatalaksanaan

2.6.5.1 Medikamentosa

OAINS dapat membantu mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien.

OAINS yang dapat dipilih adalah bergantung pada dosis yang akan digunakan dan

harga yang akan diberikan. Apabila nyeri dirasakan sangat menyiksa, dapat diberikan

analgesic narkotik untuk mengurangi rasa nyeri dengan cepat. Contoh obat anti

inflamasi non steroid yang dapat diberikan adalah Calecoxib, Ibuprofen, Naproxen,

dan Ketoprofen.

Selain diberikan terapi obat dapat juga dilakukan terapi bedah. Terapi bedah

yang dapat dilakukan apabila terjadi herniasi diskus intravertebralis adalah

microdiscectomy dan laminotomy.

2.6.5.2 Non-medikamentosa

Memberikan program rehabilitasi untuk 3 waktu yang berbeda yaitu:

- Fase akut dapat dilakukan terapi konservatif berupa pemberian penanganan awal

seperti pemberian analgetik, anti inflamasi, dan terapi fisik.

- Fase recovery fokus dari terapi pada fase ini adalah fungsi dari biokimia dan

deficit jaringan ikat . Dapat pula dimulai latihan fisik ringan untuk memperkuat

otot.

50

Page 51: Kasus LBP

- Fase maintenance fakus dari terapi pada fase adalah untuk mencegah agar rasa

nyeri kembali menyerang (Windsor, 2012).

2.6.6 Prognosis

Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi

konservatif. Sebagian kecil dapat berkembang menjadi kronik meskipun sudah

diterapi. Pada pasin yang dioperasi, 90% keluhan membaik terutama nyeri tungkai,

sementara kemungkinan terjadinya kekambuhan setelah operasi adalah 5%.

51

Page 52: Kasus LBP

BAB III

ANALISIS KASUS

Ny. A, perempuan, 44 tahun, alamat luar kota, datang dengan keluhan utama

nyeri pinggang yang menjalar sampai ke tungkai. Dari anamnesis, didapatkan bahwa

± 6 bulan yang lalu, penderita mengeluh nyeri pinggang yang hilang timbul, nyeri

seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tersebut bertambah berat pada saat duduk, berdiri,

membungkuk (pada saat sholat), batuk dan mengejan. Nyeri dirasakan menjalar dari

pinggang ke paha belakang, betis, punggung kaki kiri. Nyeri dirasakan berkurang saat

berbaring. Penderita juga mengeluh jempol kaki kirinya terkadang terasa kesemutan.

BAB dan BAK tidak ada gangguan. Penderita masih dapat melakukan aktivitas

pribadi seperti makan dan minum, namun penderita sekarang tidak dapat lagi

melakukan pekerjaannya sebagai petani. Dari Riwayat penyakit/operasi dahulu ± 4

tahun yang lalu penderita jatuh dari motor, penderita diurut-urut setelah ia jatuh dari

motor, riwayat DM ± 5 tahun yang lalu yang terkontrol, dan riwayat hipertensi ± 1

tahun yang lalu, sementara riwayat operasi disangkal. Dari riwayat penyakit keluarga

tidak ada penyakit dengan keluhan yang sama dengan penderita pada keluarga, akan

tetapi terdapat riwayat DM pada adik dan ibu penderita. Penderita bekerja sebagai

petani dan sering memanggul beban berat, dengan keadaan sosioekonomi menengah

ke bawah.

Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien mengalami nyeri punggung yang

menjalar ke jempol kaki. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri

radikuler yang mungkin berasal dari diskus L5-S1 dan merupakan tanda-tanda nyeri

pungung bawah (LBP). Riwayat trauma dapat merupakan faktor resiko terjadinya

spondylolisthesis ataupun spondilosis. Adanya riwayat trauma dapat menyingkirkan

diagnosis spondilitis TB pada pasien ini.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan tanda vital, keadaan umum,

dan keadaan spesifik yang normal, kecuali pada pinggang dan ekstremitas bawah.

52

Page 53: Kasus LBP

Pada pemeriksaan neurologikus, tidak didapatkan kelainan saraf kranialis, saraf

sensoris, dan motorik pada ekstremitas atas, namun dijumpai kelainan pada

ekstremitas bawah, di mana terdapat tes lasseque yang bernilai positif pada tungkai

kiri. Laseque test yang bernilai positif ini menunjukkan adanya iskialgia atau iritasi

saraf iskiadikus. Sementara itu SLR test atau Straight Leg Raise Test yang positif

juga menunjukkan kemungkinan terdapat iritasi saraf iskiadikus.

Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai peningkatan yang tidak signifikan

dari leukosit dalam darah dan gula darah sewaktu. Pada pemeriksaan rontgen

didapatkan pergeseran vertbra L5-S1 yang merupakan tanda dari spondylolisthesis.

Selain itu, ditemukan adanya penyempitan diskus intervetebralis L5-S1 yang

merupakan tanda dari hernia nucleus pulposus. Adanya fraktur avulsi yang ditemukan

pada pemeriksaan rontgen juga dapat mempengaruhi nyeri yang dirasakan oleh

pasien pada kasus ini. Akan tetapi, untuk menegakkan diagnosis HNP membutuhkan

pemeriksaan radiologis lebih lanjut, yaitu MRI yang akan menunjukkan adanya

penonjolan dari discus intervertebralis. Oleh karena itu, diagnosis pada pasien ini

adalah LBP e.c. spondilolithesis + fraktur avulsi + suspek HNP.

Tatalaksana rehabilitasi medik pada pasien ini meliputi fisoterapi berupa

infrared, short wave diatermi dan stimulasi listrik, dari segi terapi ortotik prostetik.

Efek fisiologis dari inframerah adalah peningkatan proses metabolism, pembuluh

darah, pigmentasi, pengaruh terhadap saraf dan jaringan otot agar berelaksasi. Efek

yang diharapkan dari inframerah adalah mengurangi atau menghilangkan rasa sakit,

meningkatkan suplai darah, relaksasi otot. Oleh karena pada pasien ini belum

dipasang pen untuk tatalaksana fraktur, maka terapi panas untuk jaringan yang lebih

dalam dapat digunakan seperti short wave diatermi. Dari terapi SWD, efek yang

diharapkan adalah dapat meningkatkan aliran darah, mengurangi rasa nyeri, relaksasi

otot. Dari terapi TENS, efek yang diharapjan hampir sama dengan SWD dan infrared

diantaranya meningkatkan aliran darah dan relaksasi otot.

Dari segi terapi ortotik prostetik, pasien disarankan untuk memakai korset

LSO (Lumbal Sacral Orthose). Fungsinya untuk mengontrol posturspinal,

53

Page 54: Kasus LBP

mengurangi nyeri, mencegah cedera lebih lanjut, menghindarkan gerakan

yangberbahaya bagi spinal.

Tatalaksana kasus dengan medikamentosa, pasien diberikan obat penghilang

nyeri berupa natrium diclofenac 50 mg tiga kali sehari dan diberikan vitamin B1, B6

dan B12 satu kali sehari. Edukasi kepada pasien untuk membatasi tindakan

mengangkat barang serta untuk menggunakan mekanika tubuh dengan benar dan

menggunakan korset lumbal. Pasien ini diterapi operatif apabila dari terapi

konservatif tidak dapat mengurangi gejala yang timbul. Terapi operatif yang dapat

dilakukan yaitu berupa disectomy dan laminectomy.

Pasien ini sedang menjalani fisioterapi berupa pemanasan (SWD dan IRR),

TENS, dan disarankan untuk menggunakan korset. Jika pasien patuh, mengikuti

latihan dan tata laksana dengan baik, prognosis secara medik dari pasien ini adalah

bonam.

Pasien ini dapat dapat melakukan semua kegiatan sehari-hari secara mandiri,

tetapi ada keterbatasan gerak pada saat duduk, berdiri, dan beribadah (sholat).

Dengan program rehabilitasi tulang belakang yang aktif dan terfokus, prognosis dari

pasien ini untuk dapat beraktivitas yang bebas dari nyeri sangat baik, walaupun pada

beberapa pasien LBP dapat menetap dan membutuhkan lebih banyak intervensi. Oleh

karena itu, prognosis fungsional pasien ini adalah dubia.

54

Page 55: Kasus LBP

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:

EGC.

2. IASP. 2011. IASP Taxonomy. Diunduh dari http://www.iasp-pain.org/. [Diakses

tanggal 22 Maret 2013].

3. Tamsuri, A. 2007. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63

4. Smeltzer, S. C, Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume

2. Edisi 8. Jakarta: EGC

5. Agency for Health Care Policy and Research. 1992. Assessment & management of

pain. Diunduh dari http://rnao.ca/. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

6. Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses, dan Praktik Edisi 4 Vol 1. Jakarta: EGC.

7. Meliala, L. dan Pinzon, R. 2004. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri

Punggung Bawah. Dalam Meliala, L. et al. Kumpulan Makalah Pain

Symposium: Toward Mechanism Based Treatment, hal 109-116.

Yogyakarta: Medikagama Press.

8. Maher, Salmond dan Pellino. 2002. Low Back Pain Syndrome. Philadelphia: FA

Davis Company.

9. Roper, A.H. dan R.H. Brown. 2005. Adams dan Victor’s Priciples of Neurology.

Edisi 8. The McGraw Hill Companies. Inc. USA. Halaman 168-170.

10. Ehrilch, G.E. 2003. Low Back Pain. Bulletin of the World Health Organization;

81. Halaman 671-676.

11. Bimariotejo. (2009). Low Back Pain (LBP). Diunduh dari

www.backpainforum.com/ [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

12. Idyan, Z. (2008). Hubungan Lama duduk Saat Perkuliahan dengan Keluhan Low.

Back Pain. Diunduh dari http://inna-ppni.or.id/ [Diakses tanggal 22 Maret

2013].

55

Page 56: Kasus LBP

13. Ullrich, P.F. 2007. Lower back Pain Treatment. Diunduh dari http://www.spine-

health.com/. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

14. Aging Spine Center. 2003. A Patients’ Guide to Lumbar Spondylolisthesis.

http://www.agingspinecenter.com/. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

15. Ruslan, H.M. dan Fauziah N.K. 2009. Terapi Fisik dan Rehabilitasi Medik Edisi

Ketiga. Palembang: Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Unsri.

16. Jalalin. 2006. Penuntun Pemeriksaan Fisik dan Fungsional Ilmu Kedokteran

Fisik dan Rehabilitasi. Palembang: Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas

Kedokteran Unsri.

17. Sjamsuhidajat R, Jong Wd.2005. Spondilolistesis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah

Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 835

18. Spondylolisthesis.org. 2011. Spondylolisthesis. Diunduh dari:

http://www.spondylolisthesis.org/ [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

19. Syaanin, Syaiful. Neurosurgery of Spondylolisthesis. Padang: RSUP. Dr. M.

Djamil/FK-UNAND Padang.

20. Nicrovic, Peter. A. 2009. Back pain in children and adolescents: Overview of

causes. UpToDate Systematic review ver. 17.3

21. Lee, Dennis, 2011. Spondylolisthesis Symptoms. Diunduh dari:

http://www.medicinenet.com/ [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

22. Irani, Z. Spondylolisthesis Imaging. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/ [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

23. Shiel Jr, William C.Spondylolisthesis. MedicineNet.com . Diunduh dari:

http://www.medicinenet.com/ [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

24. Japardi, I. 2002. Spondilolistesis. Dalam USU digital Library. Medan: Fakultas

Kedokteran Bagian Bedah, Universitas Sumatera Utara.

25. Medical Disability Guidelines. 2009. Spondylolisthesis. Diunduh dari:

http://www.mdguidelines.com/ [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

26. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi revisi.

Jakarta: EGC. Hal. 1138-96

56

Page 57: Kasus LBP

27. Carter MA. 1994.Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA,

Wilson LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit,

Buku II Edisi 4. Jakarta: EGC. Hal 1175-80.

57