12
Karakteristik Yang Mempengaruhi Kejadian KPD di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari – Juli tahun 2017. Melianti Dosen Pengajar Akademi Kebidanan Yaspen Tugu Ibu, Jakarta ABSTRAK WHO, tahun 2000 - 2003 insiden kejadian KPD berkisar 4,5% - 7,6% di seluruh kehamilan. KPD dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Judul dalam penelitian ini “Gambaran yang Mempengaruhi Kejadian KPD di RSIA Setya Bhakti Periode Januari – Juli Tahun 2017”. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi. Penelitian ini terdapat dependent yaitu KPD dan variabel independent yaitu umur, paritas, usia kehamilan, malpresentasi dan CPD. Penelitian ini hanya mencantumkan analisis univariat. Jenis penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dengan metode cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua ibu bersalin di RSIA Setya Bhakti adalah 553 ibu bersalin. Sampel yang digunakan yaitu ibu bersalin yang terkena KPD terdapat 108 ibu bersalin. Teknik pengambilannya menggunakan Random Sampling. Hasil penelitan yang telah dilakukan diketahui bahwa dari 553 ibu bersalin yang digunakan sebagai sampel penelitian ini didapatkan yang mengalami KPD sebanyak 79 (73,1%), yang tidak KPD 29 (26,9%). Umur ibu pada 20 – 35 tahun 69 (64%), < 20 - > 35 tahun 39 (36%). Paritas pada primipara 62 (57%), multipara 43 (40%), grandepara 3 (3%). Usia kehamilan pada preterm 24 (22,2%), aterm 76 (70,4%), postterm 8 (7,4%). Ibu bersalin dengan malpresentasi 28 (26%), yang tidak dengan malpresentasi 80 (74,0%). Pada ibu bersalin dengan CPD 35 (32,4%), yang tidak CPD 73 (67,6%). Setelah kita ketahui adanya faktor ibu yang ketuban pecah dini di RSIA Setya Bhakti, ternyata masih terdapat kejadian ketuban pecah dini yang dikarenakan oleh multi faktor. Untuk mencegahnya harus mengikuti anjuran tenaga kesehatan lainnya untuk memeriksakan kehamilannya pada 4 kali ANC dan menginformasikan apa itu Ketuban Pecah Dini. Kata Kunci : KPD, Paritas, Usia Kehamilan, Malpresentasi ABSTRACT WHO, in 2000-2003 the incidence of KPD ranged from 4.5% to 7.6% in all pregnancies. KPD can occur late in pregnancy or long before the time of delivery. The title of this research is "Descriptions that Influence KPD Incidence in RSIA Setya Bhakti Period January - July 2017". The purpose of this study is to determine the frequency distribution. This study contained the dependent KPD and independent variables namely age, parity, gestational age, malpresentation and CPD. This study only included univariate analysis. This type of research uses descriptive design with cross sectional method. The population of this study were all maternity women at RSIA Setya Bhakti were 553 women giving birth. The sample used is maternity affected by KPD, there are 108 maternity mothers. The sampling technique uses random sampling. The results of the research that have been done are known that of the 553 maternity women used as the sample of this study it was found that experienced KPD as many as 79 (73.1%), which was not KPD 29 (26.9%). Age of mothers at 20-35 years 69 (64%), <20-> 35 years 39 (36%). Parity in primipara 62 (57%), multipara 43 (40%), grandepara 3 (3%). Gestational age at preterm 24 (22.2%), term 76 (70.4%), postterm 8 (7.4%). Mothers giving birth with malpresentations of 28 (26%), who did not with malpresentations of 80 (74.0%). In mothers with CPD 35 (32.4%), who did not CPD 73 (67.6%). After we know the existence of maternal factors that premature rupture of membranes in RSIA Setya Bhakti, it turns out there are still events of premature rupture of membranes due to multi factors. To prevent this, she must follow the advice of other health workers to check her pregnancy at 4 times the ANC and inform what it is Early Amniotic Disease. Keywords: KPD, Parity, Pregnancy Age, Malpresentation

Karakteristik Yang Mempengaruhi Kejadian KPD di RSIA Setya ... · PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ketuban pecah dini didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • Karakteristik Yang Mempengaruhi Kejadian KPD di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari – Juli tahun 2017.

    Melianti

    Dosen Pengajar Akademi Kebidanan Yaspen Tugu Ibu, Jakarta

    ABSTRAK

    WHO, tahun 2000 - 2003 insiden kejadian KPD berkisar 4,5% - 7,6% di seluruh kehamilan. KPD dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Judul dalam penelitian ini “Gambaran yang Mempengaruhi Kejadian KPD di RSIA Setya Bhakti Periode Januari – Juli Tahun 2017”. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi. Penelitian ini terdapat dependent yaitu KPD dan variabel independent yaitu umur, paritas, usia kehamilan, malpresentasi dan CPD. Penelitian ini hanya mencantumkan analisis univariat. Jenis penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dengan metode cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua ibu bersalin di RSIA Setya Bhakti adalah 553 ibu bersalin. Sampel yang digunakan yaitu ibu bersalin yang terkena KPD terdapat 108 ibu bersalin. Teknik pengambilannya menggunakan Random Sampling. Hasil penelitan yang telah dilakukan diketahui bahwa dari 553 ibu bersalin yang digunakan sebagai sampel penelitian ini didapatkan yang mengalami KPD sebanyak 79 (73,1%), yang tidak KPD 29 (26,9%). Umur ibu pada 20 – 35 tahun 69 (64%), < 20 - > 35 tahun 39 (36%). Paritas pada primipara 62 (57%), multipara 43 (40%), grandepara 3 (3%). Usia kehamilan pada preterm 24 (22,2%), aterm 76 (70,4%), postterm 8 (7,4%). Ibu bersalin dengan malpresentasi 28 (26%), yang tidak dengan malpresentasi 80 (74,0%). Pada ibu bersalin dengan CPD 35 (32,4%), yang tidak CPD 73 (67,6%). Setelah kita ketahui adanya faktor ibu yang ketuban pecah dini di RSIA Setya Bhakti, ternyata masih terdapat kejadian ketuban pecah dini yang dikarenakan oleh multi faktor. Untuk mencegahnya harus mengikuti anjuran tenaga kesehatan lainnya untuk memeriksakan kehamilannya pada 4 kali ANC dan menginformasikan apa itu Ketuban Pecah Dini. Kata Kunci : KPD, Paritas, Usia Kehamilan, Malpresentasi

    ABSTRACT

    WHO, in 2000-2003 the incidence of KPD ranged from 4.5% to 7.6% in all pregnancies. KPD can occur late in pregnancy or long before the time of delivery. The title of this research is "Descriptions that Influence KPD Incidence in RSIA Setya Bhakti Period January - July 2017". The purpose of this study is to determine the frequency distribution. This study contained the dependent KPD and independent variables namely age, parity, gestational age, malpresentation and CPD. This study only included univariate analysis. This type of research uses descriptive design with cross sectional method. The population of this study were all maternity women at RSIA Setya Bhakti were 553 women giving birth. The sample used is maternity affected by KPD, there are 108 maternity mothers. The sampling technique uses random sampling. The results of the research that have been done are known that of the 553 maternity women used as the sample of this study it was found that experienced KPD as many as 79 (73.1%), which was not KPD 29 (26.9%). Age of mothers at 20-35 years 69 (64%), 35 years 39 (36%). Parity in primipara 62 (57%), multipara 43 (40%), grandepara 3 (3%). Gestational age at preterm 24 (22.2%), term 76 (70.4%), postterm 8 (7.4%). Mothers giving birth with malpresentations of 28 (26%), who did not with malpresentations of 80 (74.0%). In mothers with CPD 35 (32.4%), who did not CPD 73 (67.6%). After we know the existence of maternal factors that premature rupture of membranes in RSIA Setya Bhakti, it turns out there are still events of premature rupture of membranes due to multi factors. To prevent this, she must follow the advice of other health workers to check her pregnancy at 4 times the ANC and inform what it is Early Amniotic Disease. Keywords: KPD, Parity, Pregnancy Age, Malpresentation

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang Masalah

    Ketuban pecah dini didefenisikan sebagai

    pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan.

    Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun

    jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam

    keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm

    akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono,

    2008).

    Ketuban pecah dini merupakan masalah

    yang masih kontropersial dalam kebidanan.

    Penanganan yang optimal dan yang baku belum

    ada bahkan selalu berubah. Persalinan dengan

    Ketuban Pecah Dini biasanya dapat di sebabkan

    oleh multi/grandemulti, hidroamnion, kehamilan

    ganda, disproporsio cefalo pelvis, kelainan letak

    (lintang dan sungsang). Oleh sebab itu, KPD

    memerlukan pengawasan yang ketat dan

    kerjasama antara keluarga dan penolong (bidan

    dan dokter) karena dapat meyebabkan bahaya

    infeksi intrauterin yang mengancam keselamatan

    ibu dan janinnya. Dengan demikian, akan

    menurunkan atau memperkecil resiko kematian

    ibu dan bayinya (Manuaba, 2008).

    Menurut Manuaba (2010) KPD merupakan

    penyebab terbesar persalinan prematur dengan

    berbagai akibatnya. Kejadian KPD mendekati 10%

    dari semua persalinan. Pada umur kehamilan

    kurang dari 34 minggu sekitar 4%. Kejadian KPD di

    Indonesia sebanyak 35,70% - 55,30% dari 17.665

    kelahiran.

    Menurut Organisasi Kesehatan Dunia

    (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-

    2003 insiden kejadian ketuban pecah dini (KPD)

    berkisar 4,5%- 7,6% di seluruh kehamilan.

    Menurut WHO (2012), angka kematian ibu (AKI) di

    Indonesia tahun 2010 per 100.000 kelahiran hidup

    mencapai 220 orang ibu dengan komplikasi

    kebidanan antara lain perdarahan per vaginam

    40%, ketuban pecah dini 30%, distosia 20% dan

    infeksi masa nifas 10%.

    Data yang didapatkan angka kejadian

    ketuban pecah dini di negara-negara maju

    maupun negara berkembang berkisar 5% sampai

    dengan 25%. Ketuban pecah dini merupakan

    penyebab utama yaitu 60-80 % morbiditas dan

    mortalitas neonatal di seluruh dunia. Di Indonesia

    angka kematian ibu masih tinggi dan merupakan

    masalah yang menjadi prioritas di bidang

    kesehatan. Menurut hasil Survei Demografi

    Kesehatan Indonesia menyebutkan Angka

    Kematian Ibu (AKI) sebanyak 228/100.000

    kelahiran hidup. Indonesia memiliki angka

    kejadian KPD sekitar 39,1 % pada tahun 2012.

    Sedangkan di Provinsi NTB angka kejadian KPD

    sekitar 16 %.

    Pada tahun 2009 di Provinsi Jawa Tengah

    kasus ketuban pecah dini sebesar 52 kasus

    (4,68%). Dari tahun 2008 – 2009 kejadian ketuban

    pecah dini mengalami kenaikan 9,95%. Salah

    satunya di RS. Dr. Kariadi Semarang cukup tinggi

    pada bulan Juli – Desember tahun 2010 sebanyak

    25%, yaitu tertinggi ketiga setelah dengan indikasi

    serotinus (40%) dan indikasi partus tak maju

    (35%).

    Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan

    Provinsi Lampung tahun 2008, jumlah kematian

    ibu maternal di Propinsi Lampung 145 per 100.000

    kelahiran hidup dengan perincian perdarahan 69

  • kasus, eklampsi 39 kasus, ketuban pecah dini 28

    kasus, letak lintang 19 kasus dan persalinan

    prematur 8 kasus.

    Linda Romainda (2009) pada kelompok

    multipara pada angka kejadian ketuban pecah dini

    sebesar 65,5% dari 29 ibu dan pada kelompok

    primipara sebesar 57,1%.

    Untuk di Kota Mataram sendiri kematian

    ibu juga mengalami sedikit peningkatan, dimana

    pada tahun 2010 sebanyak 7 kasus dan pada

    tahun 2011 tercatat 10 kasus yang terdiri dari

    perdarahan (1,53%), infeksi (0,76%),

    eklamsi/preeklamsi (2,30%) dan lain-lain (3,07%).

    Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian

    besar merupakan akibat dari adanya komplikasi

    atau penyulit kehamilan, seperti febris,

    korioamnionitis, infeksi saluran kemih, dan

    sebanyak 65% adalah karena ketuban pecah dini

    (KPD) yang banyak menimbulkan infeksi pada ibu

    dan bayi.

    Dari bagian pencatatan dan pelaporan

    rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Labuang

    Baji Makassar dari periode Januari - Desember

    2011 dari 1220 ibu bersalin terdapat 31 (2,54%)

    yang terdiagnosis Ketuban Pecah Dini. Hal ini

    membuktikan bahwa tingginya kejadian ketuban

    pecah dini merupakan masalah yang memerlukan

    penanganan untuk menjadi proiritas utama di

    Rumah sakit Umum Daerah Labuang Baji

    Makassar.

    Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

    Nihayati (2011) didapatkan bahwa angka kejadian

    Ketuban Pecah Dini di RSUD Praya cenderung

    mengalami peningkatan dimana pada tahun 2008

    sebanyak 147 kasus, pada tahun 2009 sebanyak

    371 kasus dan pada tahun 2010 sebanyak 334

    kasus.

    Shabrina Hendrafita (2013) di RSUD

    Cibinong bahwa ada pengaruh terhadap umur ibu

    dengan ketuban pecah dini. Pada kelompok umur

    20 tahun – 35 tahun terdapat 70,97% dari 88 ibu,

    hal tersebut berbanding jauh dengan yang tidak

    mengalami ketuban pecah dini pada umur < 20

    tahun / > 35 tahun sejumlah 29,03% dari 36 ibu

    bersalin.

    Intan (2011) di RSUD Banjarnegara bahwa

    ibu yang mengalami ketuban pecah dini terdapat

    330 ibu dengan diagnosa malpresentasi dari 2482

    sampel mengalami ketuban pecah dini. Pada

    kelompok ibu yang mengalami ketuban pecah dini

    sebesar 86,7% tidak mengalami malpresentasi

    janin, sedangkan yang malpresentasi janin yaitu

    13,3% dari 2482 sampel yang digunakan.

    Di sebuah Rumah Bersalin Tiyanti,

    Maospati Jawa Barat, menyebutkan faktor paritas

    yaitu pada multipara sebesar 37,59% juga

    mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini,

    selain itu riwayat ketuban pecah dini sebelumnya

    sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35

    tahun mengalami ketuban pecah dini (Agil, 2007).

    Menurut Hidayat (2009) komplikasi paling

    sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan

    37 minggu adalah sindroma distress pernapasan,

    yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko

    infeksi meningkat pada kejadian KPD, selain itu

    juga terjadinya prolapsus tali pusat. Resiko

    kecacatan dan kematian janin meningkat pada

    KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan

    komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm.

    Kejadiannya mencapai 100% apabila KPD preterm

  • terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23

    minggu.

    Insidensi ketuban pecah dini terjadi 8 -

    10% pada semua kehamilan (Prawirohardjo,

    2008). Insiden dari PROM (Premature Rupture of

    Membrane) yaitu 6-19%, sedangkan pada

    kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua

    kehamilan. Sekitar 30 – 40% persalinan prematur

    didahului oleh pecah ketuban. Komplikasi ini

    merupakan faktor yang signifikan terhadap

    kemungkinan pesalinan dan kelahiran prematur.

    Saat ketuban pecah, 50% ibu akan mengalami

    persalinan secara spontan dalam 24 jam dan 80%

    akan memulai persalinan dalam 48 jam (Liu,

    2007).

    Beberapa faktor yang dengan ketuban

    pecah dini dalam penelitian ini antara lain umur

    ibu, paritas, dan usia kehamilan. Faktor umur

    mempunyai pengaruh sangat erat dengan

    perkembangan alat-alat reproduksi wanita,

    dimana reproduksi sehat merupakan usia yang

    paling aman bagi seorang wanita untuk hamil dan

    melahirkan. Umur yang terlalu muda (< 20 tahun)

    atau terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko

    yang lebih besar untuk melahirkan bayi yang

    kurang sehat (Wiknjosastro H, 2006).

    Menurut data yang diperoleh dari Medical

    Record Rumah Sakit Ibu dan Anak Setya Bhakti

    dengan jumlah persalinan pada tahun 2013

    sebanyak 408 orang, adapun persalinan dengan

    Ketuban Pecah Dini sebanyak 53 orang (12,99%).

    Sedangkan kejadian Ketuban Pecah Dini pada

    tahun 2017 mengalami peningkatan yaitu

    sebanyak 79 orang dari 553 persalinan (14,28%).

    METODE

    Desain penelitian ini menggunakan desain

    penelitian deskriptif. Jenis penelitian ini

    menggunakan rancangan cross sectional. Cross

    Sectional mempunyai keunggulan yaitu tidak

    memerlukan waktu yang lama dan lebih ekonomis

    serta tidak menghadapi kendala etik. Dalam hal ini

    adalah untuk melihat pengaruh umur ibu, paritas,

    usia kehamilan, malpresentasi janin dan

    disproportion cefalopelvik di RSIA Setya Bhakti

    pada Januari – Juli tahun 2017.

    HASIL

    Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini

    yakni untuk mengetahui distribusi frekuensi serta

    mengetahui adanya pengaruh dari variabel yang

    telah ditentukan berdasarkan umur ibu, paritas,

    usia kehamilan, malpresentasi dan diproporsition

    cevalopelfik yang mempengaruhi dengan kejadian

    ketuban pecah dini di RSIA Setya Bhakti pada

    bulan Januari – Juli tahun 2017.

    Dimana dari jumlah populasi yang diteliti

    yaitu seluruh ibu bersalin di RSIA Setya Bhakti

    pada bulan Januari – Juli tahun 2017 sebanyak 553

    dengan sampel yang ketuban pecah dini terdapat

    108 maka dapat disajikan sebagai berikut :

  • Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ketuban Pecah

    Dini di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari –

    Juli tahun 2017

    NO Iya 79 73,1

    1 Tidak 29 26,9

    2 Jumlah 108 100

    Jumlah 89 100

    Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa distribusi

    frekuensi ketuban pecah dini dari total 553 ibu

    bersalin di RSIA Setya Bhakti yang digunakan

    sebagai sampel pada penelitian ini ada 79 (73,1%)

    ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini,

    sedangkan ibu bersalin yang tidak mengalami

    ketuban pecah dini sebanyak 29 (26,9%).

    Tabel 2. Distribusi Frekuensi yang

    Mempengaruhi Kejaidan KPD terhadap Umur

    Ibu di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari –

    Juli tahun 2017

    Umur Ibu N %

    < 20 tahun / > 35

    tahun

    39 36

    20 tahun – 35

    tahun

    69 64

    Jumlah 108 100

    Dari tabel diatas distribusi frekuensi ketuban

    pecah dini terhadap umur ibu di RSIA Setya Bhakti

    dengan umur < 20 tahun atau > 35 tahun dengan

    niali presentasenya 39 (36%) dan jumlah ibu

    dengan umur 20 tahun – 35 tahun dengan nilai

    presentasenya 69 (64%) dari jumlah sampel 108

    sampel yang digunakan.

    Tabel 3. Distribusi Frekuensi yang

    Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah Dini

    terhadap Paritas di RSIA Setya Bhakti pada

    bulan Januari – Juli tahun 2017

    Paritas N %

    Primipara 62 57

    Multipara 43 40

    Grandepara 3 3

    Jumlah 108 100

    Dari tabel diatas didapatkan dapat diketahui

    distribusi frekuensi kejadian ketuban pecah dini

    terhadap paritas dari total 108 ibu bersalin di RSIA

    Setya Bhakti yang digunakan sebagai sampel pada

    penelitian ini, terdapat nilai presentasenya 62

    (57%) ibu pada kelompok primipara, sedangkan

    pada kelompok multipara terdapat nilai

    presentasenya 43 (40%) dan kelompok

    grandepara terdapat nilai presentasenya 3 (3%)

    ibu.

    Tabel 4. Distribusi Frekuensi yang Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah

    Dini terhadap Usia Kehamilan di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari – Juli

    tahun 2017

    Usia

    Kehamilan N %

    Preterm 24 22,2

    Aterm 76 70,4

    Postterm 8 7,4

    Jumlah 108 100

  • Dari tabel diatas didapatkan distribusi

    frekuensi kejadian ketuban pecah dini terhadap

    usia kehamilan ibu bersalin di RSIA Setya Bhakti

    yang usia kehamilannya preterm yang bernilai

    presentasenya 24 (22,2)%, sedangkan ibu yang

    usia kehamilannya aterm yang bernilai

    presentasenya 76 (70,4%) dan ibu dengan usia

    kehamilannya postterm yang bernilai

    presentasenya 8 (7,4%) ibu.

    Tabel 5. Distribusi Frekuensi yang Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah

    Dini terhadap Malpresentasi di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari – Juli

    tahun 2017

    Malpresentasi N %

    Iya 28 26

    Tidak 80 74,0

    Jumlah 108 100

    Dari tabel diatas didapatkan ditribusi frekuensi

    kejadian ketuban pecah dini terhadap

    malpresentasi ibu yang bersalin di RSIA Setya

    Bhakti dengan malpresentasi nilai presentasenya

    28 (26%) dan jumlah ibu bersalin yang tidak

    dengan malpresentasi yaitu niali presentasenya 80

    (74,0%) dari jumlah 108 sampel yang digunakan.

    PEMBAHASAN

    Dari hasil pengolahan data dan sesuai dengan

    tujuan penelitia ini yaitu untuk mengetahui faktor

    – faktor yang mempengaruhi ketuban pecah dini

    di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari – Juli

    tahun 2017 dengan masing – masing variabel yang

    diteliti, maka dapat dilihat dan dijabarkan pada

    pembahasan berikut :

    1. Ketuban Pecah Dini

    Ketuban Pecah Dini (KPD) Ketuban pecah dini

    didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum

    waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada

    akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya

    melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum

    usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang

    adalah terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya

    melahirkan (Sujiyatni, 2009).

    Angka kejadian ketuban pecah dini dari

    hasil penelitian ini adalah sebesar 79 (73,1%) ibu

    bersalin yang mengalami ketuban pecah dini,

    sedangkan ibu bersalin yang tidak mengalami

    ketuban pecah dini sebanyak 29 (26,9%) ibu

    bersalin. Angka keseluruhan ketuban pecah dini di

    RSIA Setya Bhakti pada tahun 2011 dan 2012

    menunjukkan angka sebesar 12,14% dari 387 ibu

    bersalin dan 12,5% dari 400 ibu bersalin. Angka

    tersebut menunjukkan peningkatan dari tahun

    2013 dengan angka 12,99% dari 408 ibu bersalin.

    Angka peningkatan kejadian ketuban

    pecah dini tersebut cukup tinggi, karena ibu

    bersalin yang jarang melakukan kunjungan ANC

    dan ketidaktahuan ibu mengenal ketuban pecah

    dini. Oleh karena itu, tenaga kesehatan perlu lebih

    memperhatikan faktor – faktor pencetus ketuban

    pecah dini melalui antenatal care selama

    kehamilan serta ibu diberi informasi yang cukup

    mengenai salah satu tanda bahaya ini.

    Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

    Nihayati (2011) didapatkan bahwa angka kejadian

  • Ketuabn Pecah Dini di RSUD Praya cenderung

    mengalami peningkatan dimana pada tahun 2008

    sebanyak 147 kasus, pada tahun 2009 sebanyak

    371 kasus dan pada tahun 2010 sebanyak 334

    kasus.

    Menurut teori Ketuban Pecah Dini

    didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum

    waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada

    akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya

    melahirkan. Dalam keadaan normal 8 – 10%

    perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban

    pecah dini (Sarwono, 2008).

    Disimpulkan bahwa penelitan yang

    dilakukan oleh Nihayati meningkat dan (Sarwono,

    2008) menjelaskan KPD terjadi pada akhir

    kehamilan maupun jauh sebelum waktunya

    melahirkan.

    2. Umur Ibu

    Hasil penelitian saya diperhitungkan dapat

    diperoleh hasil ibu yang terbanyak dengan umur

    20 tahun – 35 tahun terhitung 69 (64%) dari

    jumlah sampel 108 sampel yang digunakan.

    Penelitian ini sejalan dengan penelitian

    Shabrina Hendrafita (2013) di RSUD Cibinong

    bahwa ada pengaruh terhadap umur ibu dengan

    ketuban pecah dini. Pada kelompok umur 20

    tahun – 35 tahun terdapat 70,97% dari 88 ibu, hal

    tersebut berbanding jauh dengan yang tidak

    mengalami ketuban pecah dini pada umur < 20

    tahun / > 35 tahun sejumlah 29,03% dari 36 ibu

    bersalin.

    Dari penelitian saya dan penelitian orang lain

    di asumsikan bahwa umur 20 tahun – 35 tahun ibu

    bersalin rentan mengalami ketuban pecah dini.

    Hal ini sesuai dengan teori Sarwono (2002) yang

    menyatakan bahwa kelompok usia 20 tahun – 35

    tahun mempunyai peluang lebih sering untuk

    terjadi persalinan dengan ketuban pecah dini. Hal

    ini menunjukkan kejadian ketuban pecah dini bisa

    terjadi pada semua kelompok usia terutama pada

    kelompok usia sehat dan penyebab ketuban pecah

    dini dapat terjadi tidak hanya berdasarkan umur,

    karena pada usia 20 – 35 tahun merupakan usia

    reproduktif aktif sehingga pada usia itu komplikasi

    yang terjadi juga meningkat, termasuk komplikasi

    ketuban pecah dini. Dengan demikian untuk

    mengantisipasi kejadian ketuban pecah dini,

    semua tenaga kesehatan wajib melakuakn

    antisipasinya dan deteksi dini terhadapa kejadian

    ketuban pecah dini tanpa membedakan umur ibu

    saat hamil.

    3. Paritas

    Dari hasil peneiltian saya diperhitungkan

    dapat diketahui bahwa dari 108 ibu bersalin yang

    digunakan sebagai sampel pada penelitian ini,

    yang terbanyak terdapat 62 (57%) ibu pada

    kelompok primipara.

    Hal ini sejalan dengan penelitian Linda

    Romainda (2009) yang mengatakan bahwa tidak

    sama, karena pada kelompok multipara pada

    angka kejadian ketuban pecah dini sebesar 65,5%

    dari 29 ibu dan pada kelompok primipara sebesar

    57,1%.

    Hal ini tidak sesuai dengan teori (Cunningham,

    2006) bahwa ibu multipara yang melahirkan

  • beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini

    pada kehamilan sebelumnya dan jarak kelahiran

    yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan

    mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan

    berikutnya.

    Karena paritas bukan faktor tunggal penyebab

    ketuban pecah dini dan tidak faktor ini saja

    diyakini berpengaruh terhadap terjadinya ketuban

    pecah dini. Faktor penduduk pada wanita bersalin

    tersebut, seperti keputihan, stres ( beban

    psikologi ) saat hamil dan hal lainnya yang

    memperberat kondisi ibu dan menyebabkan

    ketuban pecah dini (Cunningham, 2009)

    Hal ini terdapat kesenjangan, dalam penelitian

    saya yang didapatkan antara penelitan saya

    dengan teori dan dilihat dari ibu bersalin terhadap

    paritas dikarenakan ketuban pecah dini pada ibu

    bersalin dapat saja terjadi pada ibu primipara

    maupun multipara.

    Diharapkan tenaga kesehatan tidak hanya

    berfokus pada pencegahan ketuban pecah dini

    berdasarkan paritas ibu saja, serta faktor lainnya

    sehingga komplikasi dari ketuban pecah dini dapat

    diminimalisir.

    4. Usia Kehamilan

    Dari hasil penelitian saya yang terbanyak

    diperoleh hasil ibu bersalin yang usia

    kehamilannya aterm berjumlah 76 (70,4%) dari

    108 ibu bersalin.

    Penelitian lain menyebutkan menurut Putri

    (2017) ketuban pecah dini dapat terjadi pada usia

    kehamilan aterm maupun preterm. Hal ini sesuai

    dengan penelitian saya dengan kejadian ketuban

    pecah dini yang mempengaruhi usia kehamilan

    cenderung ke aretm dan preterm.

    Menurut teori penelitian (Sarwono, 2010)

    ketuban pecah dini terjadi sebelum usia

    kehamilan 37 minggu pada kehamilan preterm,

    tetapi usia kehamilan aterm bisa mengalami

    ketuban pecah dini. Hal ini tidak sesuai dan ada

    kesenjangan dengan penelitian saya. Karena,

    penelitian saya mengalami ketuban pecah dini

    pada usia kehamilan aterm dan preterm.

    Diharapkan tenaga kesehatan bisa mendeteksi

    ibu pada saat hamil agar tidak terjadi sesuatu yang

    tidak diharapkan pada ibu.

    5. Malpresentasi

    Berdasarkan hasil penelitian saya diperoleh

    hasil ibu yang bersalin dengan malpresentasi

    berjumlah 28 (26%) dan jumlah ibu bersalin yang

    tidak dengan malpresentasi yaitu 80 (74,0%) dari

    jumlah 108 ibu bersalin yang digunakan sampel.

    Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan

    penelitian Intan (2011) di RSUD Banjarnegara

    bahwa ibu yang mengalami ketuban pecah dini

    terdapat 330 ibu dengan diagnosa malpresentasi

    dari 2482 sampel mengalami ketuban pecah dini.

    Pada kelompok ibu yang mengalami ketuban

    pecah dini sebesar 86,7% tidak mengalami

    malpresentasi janin, sedangkan yang

    malpresentasi janin yaitu 13,3% dari 2482 sampel

    yang digunakan.

    Namun, hasil penelitan ini sesuai dengan

    teori (Manuaba, 2007) bahwa malpresentasi janin

  • atau kelainan letak janin dapat membuat ketuban

    bagian yang terendah langsung menerima tekanan

    intrauterin dan berlanjut menjadi ketuban pecah

    dini.

    Tetapi penelitian saya ini terdapat lebih banyak

    ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini

    dengan diagnosa letak sungsang dibandingkan

    letak lintang. Hal ini sesuai dengan teori Manuaba

    (2007) yang menyatakan bhawa yang dominan

    mengalami ketuban pecah dini yaitu letak

    sungsang dan bokong. Sedangkan kejadian letak

    lintang tidak terlalu banyak.

    Diharapkan tenaga kesehatan

    mewaspadai ibu dengan diagnosa malpresentasi,

    meskipun bukan merupakan faktor utama, tetapi

    malpresentasi adalah salah satu faktor resiko

    ketuban pecah dini.

    6. Disproportion Cepalopelvik

    Disproportion Cepalopelvik (CPD) timbul

    karena kurangnya ukuran panggul, ukuran janin

    terlalu besar atau yang lebih umum, kombinasi

    keduanya (Cunningham, 2006).

    Hasil penelitian saya dapat diketahui bahwa

    ibu yang bersalin dengan disproportion

    cepalopelvik berjumlah 35 (32,4%) dan jumlah ibu

    bersalin yang tidak dengan disproportin

    cepalopelvik yaitu 73 (67,6%) dari jumlah 108

    sampel yang digunakan.

    Hasil penelitian ini sesuai dengan teori

    (Cunningham, 2006) bahwa pada panggul yang

    sempit, saat kepala tertahan di pintu atas panggul

    seluruh gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi

    uterus bekerja secara langsung pada bagian

    selaput ketuban yang menutupi seviks yang

    membuka, akhirnya besar kemungkinan terjadinya

    pecah selaput ketuban.

    Tenaga kesehatan diharapkan melakukan deteksi

    dini CPD pada ibu hamil sehingga dapat

    diwaspadai akan terjadinya KPD dan dapat diambil

    langkah yang tapat.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil keseluruhan penelitian

    yang dilakukan oleh peneliti terhadap faktor ibu

    yang mempengaruhi ketuban pecah dini di RSIA

    Setya Bhakti pada bulan Januari – Juli tahun

    2017, ternyata masih terdapat kejadian ketuban

    pecah dini yang dikarenakan oleh multi faktor.

    Dengan adanya keterbatasan maka penelitian ini

    hanya bisa meneliti sebagian variabel saja

    seperti umur ibu, paritas, usia kehamilan,

    malpresentasi, disproporsi cefalopelvik. Dengan

    sampel sebanyak 553 ibu bersalin dengan 108

    kasus ibu yang mengalami Ketuban Pecah Dini,

    maka penulis mengambil kesimpulan sebagai

    berikut :

    1. Dari 108 ibu bersalin yang digunakan sebagai

    sampel pada penelitian ini ada 79 (73,1%) ibu

    bersalin yang mengalami ketuban pecah dini,

    sedangkan ibu bersalin yang tidak mengalami

    ketuban pecah dini sebanyak 29 (26,9%).

    2. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan 39

    (36%) ibu bersalin dengan umur < 20 tahun atau

    > 35 tahun, sedangkan 69 (64)% ibu bersalin

    dengan umur 20 tahun sampai 35 tahun.

    Disimpulkan dari hasil faktor yang

    mempengaruhi ketuban pecah dini dengan umur

    ibu.

  • 3. Dari data yang diperoleh hasilnya bahwa dari 108

    kasus terdapat 62 (57%) ibu bersalin dengan

    status primipara dan terdapat 43 ibu (40%)

    dengan status multipara, sedangkan 3 ibu

    bersalin terdapat (3%) yang berstatus

    grandepara. Kesimpulannya hasil faktor yang

    mempengaruhi ketuban pecah dini dengan

    paritas.

    4. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa dari 108

    kasus terdapat 24 (22,2%) ibu bersalin dengan

    usia kehamilan preterm dan terdapat 76 (70,4%)

    ibu bersalin dengan usia kehamilan aterm,

    sedangkan terdapat 8 (7,4%) ibu bersalin dengan

    usia kehamilan postterm. Berarti lebih banyak

    ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini

    pada usia kehamilan aterm.

    5. Dati data yang diperoleh bahwa dari 108 kasus

    terdapat 28 (26%) ibu bersalin dengan

    malpresentasi, sedangkan 80 (74,0%) ibu

    bersalin yang tidak dengan malpresentasi. Di

    RSIA Setya Bhakti masih tedapat ibu bersalin

    yang mengalami ketuban pecah dini dengan

    malpresentasi.

    6. Perhitungan yang diperoleh bahwa hasil dari 108

    kasus ibu bersalin yang mengalami ketuban

    pecah dini dengan CPD terdapat 35 (32,4%) dan

    ibu beraslin yang tidak mengalami CPD ialah 73

    (67,6%) ibu bersalin

    DAFTAR PUSTAKA

    Agil, R. 2007

    Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Bersalin Tiyani, Maospati Tahun 2009. Karya Tulis Ilmiah. Prodi Kebidanan Magetan, Surabaya.

    Ayurai, 2010

    Ketuban Pecah Dini. Rineka Cipta 2010, Jakarta.

    Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri 2009. Jakarta :

    EGC.

    Chapman, 2006 Asuhan Kebidanan, Persalinan dan Kelahiran, 2006. Jakarta : EGC. Chibils dan Hendrik, 1965

    Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.

    Cunningham, 2006 William Obstetrick. Vol. I. 2006. Jakarta : EGC. Cunningham, 2009 Obstetri William. 2009. Jakarta : EGC. Cunningham, Mac Donald, Grant. 2005

    William Obstetri, Alih bahasa: Joko Suyono, Andry Hartono; 2005. EGC : Jakarta.

    Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI. 2009. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Lampung : Depkes RI. 2008. Dewi Ratna, 2012

    Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI; Akbid Yaspen Tugu Ibu: Jakarta.

    Hidayat, 2009 Hubungan Status Reproduksi Dan Perilaku Sehat Ibu dengan Kejadian Komplikasi Persalinan Di Wilayah kerja Puskesmas Kerangnom Kabupaten Klaten Tahun 2012. Skripsi. UNY. Yogyakarta.

    Intan, 2011 Hubungan Malpresentasi Janin dan Ph Vagina Terhadap Ketuban Pecah Dini Tahun 2011. Edisi Revisi Tesis Kedua. Universitas Gunadarma : Jakarta.

    Kaltreider, 1952 Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.

    Liu, 2007 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Ruang Bersalin RS Umum Provinsi NTB Tahun 2008. Tesis Edisi

  • Revisi Ketiga. Universitas Pasudan Bandung : Bandung.

    Manuaba, 2002 Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. 2002. EGC : Jakarta.

    Manuaba, 2007 Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Cetakan I. 2007. EGC : Jakarta.

    Manuaba, Fajar. 2008 Kuliah Obstetri. 2008. EGC : Jakarta. Manuaba. 2010

    Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Edisi 2. 2010. EGC : Jakarta.

    Maria, 2007 Pengalaman Ibu yang Memiliki Bayi Prematur di RS dr.Pirnga di Kota Medan Tahun 2012. Karya Tulis Ilmiah. USU : Medan.

    Mengert, 1984 Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.

    Mochtar, Rustam. 1998 Buku Kedokteran Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1.1998. Jakarta: EGC. Nihayati, 2011

    Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini di ruang bersalin rumah sakit umum provinsi NTB Tahun 2002. Skripsi Edisi Revisi ketiga, Akper Bhakti Kencana Bandung : Bandung.

    Ocviyanti, 2010 Keputihan pada wanita hamil oleh DR.dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG Departemen Obstetri dan Ginekologi 2010. FKUI/RSCM : Jakarta.

    Prawirohardjo. Sarwono. 2008 Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008 : Jakarta. Putri, 2017

    Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Hamil di RS Kesdam tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.

    Linda Romainda, 2009 Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.

    Saifuddin, 2002

    Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal 2002. Jakarta : YBP-SP.

    Saifuddin, 2006 Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo 2006 : Jakarta.

    Shabrina Hendrafita, 2013 Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.

    Seno, 2008 Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.

    Sualman, 2009 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini oleh dr.Kamisah Sualman, 2010. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Riau : Riau.

    Sujiyatini, 2009 Asuhan Kebidanan Persalinan. Nuha Medika, 2009 : Yogyakarta. Sujiyatini, dkk. 2010 Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika, 2010 : Jakarta. Supardi, 2002 Catatan Kuliah Asuhan Ibu Nifas Askeb III. 2002. Cyrillus : Yogyakarta. Vaney, Helen. 2002 Buku Saku Bidan. 2002. EGC: Jakarta. Varney, 2006 Buku Ajar Asuhan Kebidanan. 2006. Jakarta: EGC.