Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Karakteristik Yang Mempengaruhi Kejadian KPD di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari – Juli tahun 2017.
Melianti
Dosen Pengajar Akademi Kebidanan Yaspen Tugu Ibu, Jakarta
ABSTRAK
WHO, tahun 2000 - 2003 insiden kejadian KPD berkisar 4,5% - 7,6% di seluruh kehamilan. KPD dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Judul dalam penelitian ini “Gambaran yang Mempengaruhi Kejadian KPD di RSIA Setya Bhakti Periode Januari – Juli Tahun 2017”. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi. Penelitian ini terdapat dependent yaitu KPD dan variabel independent yaitu umur, paritas, usia kehamilan, malpresentasi dan CPD. Penelitian ini hanya mencantumkan analisis univariat. Jenis penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dengan metode cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua ibu bersalin di RSIA Setya Bhakti adalah 553 ibu bersalin. Sampel yang digunakan yaitu ibu bersalin yang terkena KPD terdapat 108 ibu bersalin. Teknik pengambilannya menggunakan Random Sampling. Hasil penelitan yang telah dilakukan diketahui bahwa dari 553 ibu bersalin yang digunakan sebagai sampel penelitian ini didapatkan yang mengalami KPD sebanyak 79 (73,1%), yang tidak KPD 29 (26,9%). Umur ibu pada 20 – 35 tahun 69 (64%), < 20 - > 35 tahun 39 (36%). Paritas pada primipara 62 (57%), multipara 43 (40%), grandepara 3 (3%). Usia kehamilan pada preterm 24 (22,2%), aterm 76 (70,4%), postterm 8 (7,4%). Ibu bersalin dengan malpresentasi 28 (26%), yang tidak dengan malpresentasi 80 (74,0%). Pada ibu bersalin dengan CPD 35 (32,4%), yang tidak CPD 73 (67,6%). Setelah kita ketahui adanya faktor ibu yang ketuban pecah dini di RSIA Setya Bhakti, ternyata masih terdapat kejadian ketuban pecah dini yang dikarenakan oleh multi faktor. Untuk mencegahnya harus mengikuti anjuran tenaga kesehatan lainnya untuk memeriksakan kehamilannya pada 4 kali ANC dan menginformasikan apa itu Ketuban Pecah Dini. Kata Kunci : KPD, Paritas, Usia Kehamilan, Malpresentasi
ABSTRACT
WHO, in 2000-2003 the incidence of KPD ranged from 4.5% to 7.6% in all pregnancies. KPD can occur late in pregnancy or long before the time of delivery. The title of this research is "Descriptions that Influence KPD Incidence in RSIA Setya Bhakti Period January - July 2017". The purpose of this study is to determine the frequency distribution. This study contained the dependent KPD and independent variables namely age, parity, gestational age, malpresentation and CPD. This study only included univariate analysis. This type of research uses descriptive design with cross sectional method. The population of this study were all maternity women at RSIA Setya Bhakti were 553 women giving birth. The sample used is maternity affected by KPD, there are 108 maternity mothers. The sampling technique uses random sampling. The results of the research that have been done are known that of the 553 maternity women used as the sample of this study it was found that experienced KPD as many as 79 (73.1%), which was not KPD 29 (26.9%). Age of mothers at 20-35 years 69 (64%), 35 years 39 (36%). Parity in primipara 62 (57%), multipara 43 (40%), grandepara 3 (3%). Gestational age at preterm 24 (22.2%), term 76 (70.4%), postterm 8 (7.4%). Mothers giving birth with malpresentations of 28 (26%), who did not with malpresentations of 80 (74.0%). In mothers with CPD 35 (32.4%), who did not CPD 73 (67.6%). After we know the existence of maternal factors that premature rupture of membranes in RSIA Setya Bhakti, it turns out there are still events of premature rupture of membranes due to multi factors. To prevent this, she must follow the advice of other health workers to check her pregnancy at 4 times the ANC and inform what it is Early Amniotic Disease. Keywords: KPD, Parity, Pregnancy Age, Malpresentation
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Ketuban pecah dini didefenisikan sebagai
pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan.
Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam
keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm
akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono,
2008).
Ketuban pecah dini merupakan masalah
yang masih kontropersial dalam kebidanan.
Penanganan yang optimal dan yang baku belum
ada bahkan selalu berubah. Persalinan dengan
Ketuban Pecah Dini biasanya dapat di sebabkan
oleh multi/grandemulti, hidroamnion, kehamilan
ganda, disproporsio cefalo pelvis, kelainan letak
(lintang dan sungsang). Oleh sebab itu, KPD
memerlukan pengawasan yang ketat dan
kerjasama antara keluarga dan penolong (bidan
dan dokter) karena dapat meyebabkan bahaya
infeksi intrauterin yang mengancam keselamatan
ibu dan janinnya. Dengan demikian, akan
menurunkan atau memperkecil resiko kematian
ibu dan bayinya (Manuaba, 2008).
Menurut Manuaba (2010) KPD merupakan
penyebab terbesar persalinan prematur dengan
berbagai akibatnya. Kejadian KPD mendekati 10%
dari semua persalinan. Pada umur kehamilan
kurang dari 34 minggu sekitar 4%. Kejadian KPD di
Indonesia sebanyak 35,70% - 55,30% dari 17.665
kelahiran.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-
2003 insiden kejadian ketuban pecah dini (KPD)
berkisar 4,5%- 7,6% di seluruh kehamilan.
Menurut WHO (2012), angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia tahun 2010 per 100.000 kelahiran hidup
mencapai 220 orang ibu dengan komplikasi
kebidanan antara lain perdarahan per vaginam
40%, ketuban pecah dini 30%, distosia 20% dan
infeksi masa nifas 10%.
Data yang didapatkan angka kejadian
ketuban pecah dini di negara-negara maju
maupun negara berkembang berkisar 5% sampai
dengan 25%. Ketuban pecah dini merupakan
penyebab utama yaitu 60-80 % morbiditas dan
mortalitas neonatal di seluruh dunia. Di Indonesia
angka kematian ibu masih tinggi dan merupakan
masalah yang menjadi prioritas di bidang
kesehatan. Menurut hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia menyebutkan Angka
Kematian Ibu (AKI) sebanyak 228/100.000
kelahiran hidup. Indonesia memiliki angka
kejadian KPD sekitar 39,1 % pada tahun 2012.
Sedangkan di Provinsi NTB angka kejadian KPD
sekitar 16 %.
Pada tahun 2009 di Provinsi Jawa Tengah
kasus ketuban pecah dini sebesar 52 kasus
(4,68%). Dari tahun 2008 – 2009 kejadian ketuban
pecah dini mengalami kenaikan 9,95%. Salah
satunya di RS. Dr. Kariadi Semarang cukup tinggi
pada bulan Juli – Desember tahun 2010 sebanyak
25%, yaitu tertinggi ketiga setelah dengan indikasi
serotinus (40%) dan indikasi partus tak maju
(35%).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan
Provinsi Lampung tahun 2008, jumlah kematian
ibu maternal di Propinsi Lampung 145 per 100.000
kelahiran hidup dengan perincian perdarahan 69
kasus, eklampsi 39 kasus, ketuban pecah dini 28
kasus, letak lintang 19 kasus dan persalinan
prematur 8 kasus.
Linda Romainda (2009) pada kelompok
multipara pada angka kejadian ketuban pecah dini
sebesar 65,5% dari 29 ibu dan pada kelompok
primipara sebesar 57,1%.
Untuk di Kota Mataram sendiri kematian
ibu juga mengalami sedikit peningkatan, dimana
pada tahun 2010 sebanyak 7 kasus dan pada
tahun 2011 tercatat 10 kasus yang terdiri dari
perdarahan (1,53%), infeksi (0,76%),
eklamsi/preeklamsi (2,30%) dan lain-lain (3,07%).
Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian
besar merupakan akibat dari adanya komplikasi
atau penyulit kehamilan, seperti febris,
korioamnionitis, infeksi saluran kemih, dan
sebanyak 65% adalah karena ketuban pecah dini
(KPD) yang banyak menimbulkan infeksi pada ibu
dan bayi.
Dari bagian pencatatan dan pelaporan
rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Labuang
Baji Makassar dari periode Januari - Desember
2011 dari 1220 ibu bersalin terdapat 31 (2,54%)
yang terdiagnosis Ketuban Pecah Dini. Hal ini
membuktikan bahwa tingginya kejadian ketuban
pecah dini merupakan masalah yang memerlukan
penanganan untuk menjadi proiritas utama di
Rumah sakit Umum Daerah Labuang Baji
Makassar.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nihayati (2011) didapatkan bahwa angka kejadian
Ketuban Pecah Dini di RSUD Praya cenderung
mengalami peningkatan dimana pada tahun 2008
sebanyak 147 kasus, pada tahun 2009 sebanyak
371 kasus dan pada tahun 2010 sebanyak 334
kasus.
Shabrina Hendrafita (2013) di RSUD
Cibinong bahwa ada pengaruh terhadap umur ibu
dengan ketuban pecah dini. Pada kelompok umur
20 tahun – 35 tahun terdapat 70,97% dari 88 ibu,
hal tersebut berbanding jauh dengan yang tidak
mengalami ketuban pecah dini pada umur < 20
tahun / > 35 tahun sejumlah 29,03% dari 36 ibu
bersalin.
Intan (2011) di RSUD Banjarnegara bahwa
ibu yang mengalami ketuban pecah dini terdapat
330 ibu dengan diagnosa malpresentasi dari 2482
sampel mengalami ketuban pecah dini. Pada
kelompok ibu yang mengalami ketuban pecah dini
sebesar 86,7% tidak mengalami malpresentasi
janin, sedangkan yang malpresentasi janin yaitu
13,3% dari 2482 sampel yang digunakan.
Di sebuah Rumah Bersalin Tiyanti,
Maospati Jawa Barat, menyebutkan faktor paritas
yaitu pada multipara sebesar 37,59% juga
mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini,
selain itu riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35
tahun mengalami ketuban pecah dini (Agil, 2007).
Menurut Hidayat (2009) komplikasi paling
sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan
37 minggu adalah sindroma distress pernapasan,
yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko
infeksi meningkat pada kejadian KPD, selain itu
juga terjadinya prolapsus tali pusat. Resiko
kecacatan dan kematian janin meningkat pada
KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan
komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm.
Kejadiannya mencapai 100% apabila KPD preterm
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23
minggu.
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 8 -
10% pada semua kehamilan (Prawirohardjo,
2008). Insiden dari PROM (Premature Rupture of
Membrane) yaitu 6-19%, sedangkan pada
kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua
kehamilan. Sekitar 30 – 40% persalinan prematur
didahului oleh pecah ketuban. Komplikasi ini
merupakan faktor yang signifikan terhadap
kemungkinan pesalinan dan kelahiran prematur.
Saat ketuban pecah, 50% ibu akan mengalami
persalinan secara spontan dalam 24 jam dan 80%
akan memulai persalinan dalam 48 jam (Liu,
2007).
Beberapa faktor yang dengan ketuban
pecah dini dalam penelitian ini antara lain umur
ibu, paritas, dan usia kehamilan. Faktor umur
mempunyai pengaruh sangat erat dengan
perkembangan alat-alat reproduksi wanita,
dimana reproduksi sehat merupakan usia yang
paling aman bagi seorang wanita untuk hamil dan
melahirkan. Umur yang terlalu muda (< 20 tahun)
atau terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko
yang lebih besar untuk melahirkan bayi yang
kurang sehat (Wiknjosastro H, 2006).
Menurut data yang diperoleh dari Medical
Record Rumah Sakit Ibu dan Anak Setya Bhakti
dengan jumlah persalinan pada tahun 2013
sebanyak 408 orang, adapun persalinan dengan
Ketuban Pecah Dini sebanyak 53 orang (12,99%).
Sedangkan kejadian Ketuban Pecah Dini pada
tahun 2017 mengalami peningkatan yaitu
sebanyak 79 orang dari 553 persalinan (14,28%).
METODE
Desain penelitian ini menggunakan desain
penelitian deskriptif. Jenis penelitian ini
menggunakan rancangan cross sectional. Cross
Sectional mempunyai keunggulan yaitu tidak
memerlukan waktu yang lama dan lebih ekonomis
serta tidak menghadapi kendala etik. Dalam hal ini
adalah untuk melihat pengaruh umur ibu, paritas,
usia kehamilan, malpresentasi janin dan
disproportion cefalopelvik di RSIA Setya Bhakti
pada Januari – Juli tahun 2017.
HASIL
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini
yakni untuk mengetahui distribusi frekuensi serta
mengetahui adanya pengaruh dari variabel yang
telah ditentukan berdasarkan umur ibu, paritas,
usia kehamilan, malpresentasi dan diproporsition
cevalopelfik yang mempengaruhi dengan kejadian
ketuban pecah dini di RSIA Setya Bhakti pada
bulan Januari – Juli tahun 2017.
Dimana dari jumlah populasi yang diteliti
yaitu seluruh ibu bersalin di RSIA Setya Bhakti
pada bulan Januari – Juli tahun 2017 sebanyak 553
dengan sampel yang ketuban pecah dini terdapat
108 maka dapat disajikan sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ketuban Pecah
Dini di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari –
Juli tahun 2017
NO Iya 79 73,1
1 Tidak 29 26,9
2 Jumlah 108 100
Jumlah 89 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa distribusi
frekuensi ketuban pecah dini dari total 553 ibu
bersalin di RSIA Setya Bhakti yang digunakan
sebagai sampel pada penelitian ini ada 79 (73,1%)
ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini,
sedangkan ibu bersalin yang tidak mengalami
ketuban pecah dini sebanyak 29 (26,9%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi yang
Mempengaruhi Kejaidan KPD terhadap Umur
Ibu di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari –
Juli tahun 2017
Umur Ibu N %
< 20 tahun / > 35
tahun
39 36
20 tahun – 35
tahun
69 64
Jumlah 108 100
Dari tabel diatas distribusi frekuensi ketuban
pecah dini terhadap umur ibu di RSIA Setya Bhakti
dengan umur < 20 tahun atau > 35 tahun dengan
niali presentasenya 39 (36%) dan jumlah ibu
dengan umur 20 tahun – 35 tahun dengan nilai
presentasenya 69 (64%) dari jumlah sampel 108
sampel yang digunakan.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi yang
Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah Dini
terhadap Paritas di RSIA Setya Bhakti pada
bulan Januari – Juli tahun 2017
Paritas N %
Primipara 62 57
Multipara 43 40
Grandepara 3 3
Jumlah 108 100
Dari tabel diatas didapatkan dapat diketahui
distribusi frekuensi kejadian ketuban pecah dini
terhadap paritas dari total 108 ibu bersalin di RSIA
Setya Bhakti yang digunakan sebagai sampel pada
penelitian ini, terdapat nilai presentasenya 62
(57%) ibu pada kelompok primipara, sedangkan
pada kelompok multipara terdapat nilai
presentasenya 43 (40%) dan kelompok
grandepara terdapat nilai presentasenya 3 (3%)
ibu.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi yang Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah
Dini terhadap Usia Kehamilan di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari – Juli
tahun 2017
Usia
Kehamilan N %
Preterm 24 22,2
Aterm 76 70,4
Postterm 8 7,4
Jumlah 108 100
Dari tabel diatas didapatkan distribusi
frekuensi kejadian ketuban pecah dini terhadap
usia kehamilan ibu bersalin di RSIA Setya Bhakti
yang usia kehamilannya preterm yang bernilai
presentasenya 24 (22,2)%, sedangkan ibu yang
usia kehamilannya aterm yang bernilai
presentasenya 76 (70,4%) dan ibu dengan usia
kehamilannya postterm yang bernilai
presentasenya 8 (7,4%) ibu.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi yang Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah
Dini terhadap Malpresentasi di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari – Juli
tahun 2017
Malpresentasi N %
Iya 28 26
Tidak 80 74,0
Jumlah 108 100
Dari tabel diatas didapatkan ditribusi frekuensi
kejadian ketuban pecah dini terhadap
malpresentasi ibu yang bersalin di RSIA Setya
Bhakti dengan malpresentasi nilai presentasenya
28 (26%) dan jumlah ibu bersalin yang tidak
dengan malpresentasi yaitu niali presentasenya 80
(74,0%) dari jumlah 108 sampel yang digunakan.
PEMBAHASAN
Dari hasil pengolahan data dan sesuai dengan
tujuan penelitia ini yaitu untuk mengetahui faktor
– faktor yang mempengaruhi ketuban pecah dini
di RSIA Setya Bhakti pada bulan Januari – Juli
tahun 2017 dengan masing – masing variabel yang
diteliti, maka dapat dilihat dan dijabarkan pada
pembahasan berikut :
1. Ketuban Pecah Dini
Ketuban Pecah Dini (KPD) Ketuban pecah dini
didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada
akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum
usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang
adalah terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan (Sujiyatni, 2009).
Angka kejadian ketuban pecah dini dari
hasil penelitian ini adalah sebesar 79 (73,1%) ibu
bersalin yang mengalami ketuban pecah dini,
sedangkan ibu bersalin yang tidak mengalami
ketuban pecah dini sebanyak 29 (26,9%) ibu
bersalin. Angka keseluruhan ketuban pecah dini di
RSIA Setya Bhakti pada tahun 2011 dan 2012
menunjukkan angka sebesar 12,14% dari 387 ibu
bersalin dan 12,5% dari 400 ibu bersalin. Angka
tersebut menunjukkan peningkatan dari tahun
2013 dengan angka 12,99% dari 408 ibu bersalin.
Angka peningkatan kejadian ketuban
pecah dini tersebut cukup tinggi, karena ibu
bersalin yang jarang melakukan kunjungan ANC
dan ketidaktahuan ibu mengenal ketuban pecah
dini. Oleh karena itu, tenaga kesehatan perlu lebih
memperhatikan faktor – faktor pencetus ketuban
pecah dini melalui antenatal care selama
kehamilan serta ibu diberi informasi yang cukup
mengenai salah satu tanda bahaya ini.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nihayati (2011) didapatkan bahwa angka kejadian
Ketuabn Pecah Dini di RSUD Praya cenderung
mengalami peningkatan dimana pada tahun 2008
sebanyak 147 kasus, pada tahun 2009 sebanyak
371 kasus dan pada tahun 2010 sebanyak 334
kasus.
Menurut teori Ketuban Pecah Dini
didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada
akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. Dalam keadaan normal 8 – 10%
perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban
pecah dini (Sarwono, 2008).
Disimpulkan bahwa penelitan yang
dilakukan oleh Nihayati meningkat dan (Sarwono,
2008) menjelaskan KPD terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan.
2. Umur Ibu
Hasil penelitian saya diperhitungkan dapat
diperoleh hasil ibu yang terbanyak dengan umur
20 tahun – 35 tahun terhitung 69 (64%) dari
jumlah sampel 108 sampel yang digunakan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Shabrina Hendrafita (2013) di RSUD Cibinong
bahwa ada pengaruh terhadap umur ibu dengan
ketuban pecah dini. Pada kelompok umur 20
tahun – 35 tahun terdapat 70,97% dari 88 ibu, hal
tersebut berbanding jauh dengan yang tidak
mengalami ketuban pecah dini pada umur < 20
tahun / > 35 tahun sejumlah 29,03% dari 36 ibu
bersalin.
Dari penelitian saya dan penelitian orang lain
di asumsikan bahwa umur 20 tahun – 35 tahun ibu
bersalin rentan mengalami ketuban pecah dini.
Hal ini sesuai dengan teori Sarwono (2002) yang
menyatakan bahwa kelompok usia 20 tahun – 35
tahun mempunyai peluang lebih sering untuk
terjadi persalinan dengan ketuban pecah dini. Hal
ini menunjukkan kejadian ketuban pecah dini bisa
terjadi pada semua kelompok usia terutama pada
kelompok usia sehat dan penyebab ketuban pecah
dini dapat terjadi tidak hanya berdasarkan umur,
karena pada usia 20 – 35 tahun merupakan usia
reproduktif aktif sehingga pada usia itu komplikasi
yang terjadi juga meningkat, termasuk komplikasi
ketuban pecah dini. Dengan demikian untuk
mengantisipasi kejadian ketuban pecah dini,
semua tenaga kesehatan wajib melakuakn
antisipasinya dan deteksi dini terhadapa kejadian
ketuban pecah dini tanpa membedakan umur ibu
saat hamil.
3. Paritas
Dari hasil peneiltian saya diperhitungkan
dapat diketahui bahwa dari 108 ibu bersalin yang
digunakan sebagai sampel pada penelitian ini,
yang terbanyak terdapat 62 (57%) ibu pada
kelompok primipara.
Hal ini sejalan dengan penelitian Linda
Romainda (2009) yang mengatakan bahwa tidak
sama, karena pada kelompok multipara pada
angka kejadian ketuban pecah dini sebesar 65,5%
dari 29 ibu dan pada kelompok primipara sebesar
57,1%.
Hal ini tidak sesuai dengan teori (Cunningham,
2006) bahwa ibu multipara yang melahirkan
beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini
pada kehamilan sebelumnya dan jarak kelahiran
yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan
mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan
berikutnya.
Karena paritas bukan faktor tunggal penyebab
ketuban pecah dini dan tidak faktor ini saja
diyakini berpengaruh terhadap terjadinya ketuban
pecah dini. Faktor penduduk pada wanita bersalin
tersebut, seperti keputihan, stres ( beban
psikologi ) saat hamil dan hal lainnya yang
memperberat kondisi ibu dan menyebabkan
ketuban pecah dini (Cunningham, 2009)
Hal ini terdapat kesenjangan, dalam penelitian
saya yang didapatkan antara penelitan saya
dengan teori dan dilihat dari ibu bersalin terhadap
paritas dikarenakan ketuban pecah dini pada ibu
bersalin dapat saja terjadi pada ibu primipara
maupun multipara.
Diharapkan tenaga kesehatan tidak hanya
berfokus pada pencegahan ketuban pecah dini
berdasarkan paritas ibu saja, serta faktor lainnya
sehingga komplikasi dari ketuban pecah dini dapat
diminimalisir.
4. Usia Kehamilan
Dari hasil penelitian saya yang terbanyak
diperoleh hasil ibu bersalin yang usia
kehamilannya aterm berjumlah 76 (70,4%) dari
108 ibu bersalin.
Penelitian lain menyebutkan menurut Putri
(2017) ketuban pecah dini dapat terjadi pada usia
kehamilan aterm maupun preterm. Hal ini sesuai
dengan penelitian saya dengan kejadian ketuban
pecah dini yang mempengaruhi usia kehamilan
cenderung ke aretm dan preterm.
Menurut teori penelitian (Sarwono, 2010)
ketuban pecah dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu pada kehamilan preterm,
tetapi usia kehamilan aterm bisa mengalami
ketuban pecah dini. Hal ini tidak sesuai dan ada
kesenjangan dengan penelitian saya. Karena,
penelitian saya mengalami ketuban pecah dini
pada usia kehamilan aterm dan preterm.
Diharapkan tenaga kesehatan bisa mendeteksi
ibu pada saat hamil agar tidak terjadi sesuatu yang
tidak diharapkan pada ibu.
5. Malpresentasi
Berdasarkan hasil penelitian saya diperoleh
hasil ibu yang bersalin dengan malpresentasi
berjumlah 28 (26%) dan jumlah ibu bersalin yang
tidak dengan malpresentasi yaitu 80 (74,0%) dari
jumlah 108 ibu bersalin yang digunakan sampel.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
penelitian Intan (2011) di RSUD Banjarnegara
bahwa ibu yang mengalami ketuban pecah dini
terdapat 330 ibu dengan diagnosa malpresentasi
dari 2482 sampel mengalami ketuban pecah dini.
Pada kelompok ibu yang mengalami ketuban
pecah dini sebesar 86,7% tidak mengalami
malpresentasi janin, sedangkan yang
malpresentasi janin yaitu 13,3% dari 2482 sampel
yang digunakan.
Namun, hasil penelitan ini sesuai dengan
teori (Manuaba, 2007) bahwa malpresentasi janin
atau kelainan letak janin dapat membuat ketuban
bagian yang terendah langsung menerima tekanan
intrauterin dan berlanjut menjadi ketuban pecah
dini.
Tetapi penelitian saya ini terdapat lebih banyak
ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini
dengan diagnosa letak sungsang dibandingkan
letak lintang. Hal ini sesuai dengan teori Manuaba
(2007) yang menyatakan bhawa yang dominan
mengalami ketuban pecah dini yaitu letak
sungsang dan bokong. Sedangkan kejadian letak
lintang tidak terlalu banyak.
Diharapkan tenaga kesehatan
mewaspadai ibu dengan diagnosa malpresentasi,
meskipun bukan merupakan faktor utama, tetapi
malpresentasi adalah salah satu faktor resiko
ketuban pecah dini.
6. Disproportion Cepalopelvik
Disproportion Cepalopelvik (CPD) timbul
karena kurangnya ukuran panggul, ukuran janin
terlalu besar atau yang lebih umum, kombinasi
keduanya (Cunningham, 2006).
Hasil penelitian saya dapat diketahui bahwa
ibu yang bersalin dengan disproportion
cepalopelvik berjumlah 35 (32,4%) dan jumlah ibu
bersalin yang tidak dengan disproportin
cepalopelvik yaitu 73 (67,6%) dari jumlah 108
sampel yang digunakan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
(Cunningham, 2006) bahwa pada panggul yang
sempit, saat kepala tertahan di pintu atas panggul
seluruh gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi
uterus bekerja secara langsung pada bagian
selaput ketuban yang menutupi seviks yang
membuka, akhirnya besar kemungkinan terjadinya
pecah selaput ketuban.
Tenaga kesehatan diharapkan melakukan deteksi
dini CPD pada ibu hamil sehingga dapat
diwaspadai akan terjadinya KPD dan dapat diambil
langkah yang tapat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil keseluruhan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti terhadap faktor ibu
yang mempengaruhi ketuban pecah dini di RSIA
Setya Bhakti pada bulan Januari – Juli tahun
2017, ternyata masih terdapat kejadian ketuban
pecah dini yang dikarenakan oleh multi faktor.
Dengan adanya keterbatasan maka penelitian ini
hanya bisa meneliti sebagian variabel saja
seperti umur ibu, paritas, usia kehamilan,
malpresentasi, disproporsi cefalopelvik. Dengan
sampel sebanyak 553 ibu bersalin dengan 108
kasus ibu yang mengalami Ketuban Pecah Dini,
maka penulis mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Dari 108 ibu bersalin yang digunakan sebagai
sampel pada penelitian ini ada 79 (73,1%) ibu
bersalin yang mengalami ketuban pecah dini,
sedangkan ibu bersalin yang tidak mengalami
ketuban pecah dini sebanyak 29 (26,9%).
2. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan 39
(36%) ibu bersalin dengan umur < 20 tahun atau
> 35 tahun, sedangkan 69 (64)% ibu bersalin
dengan umur 20 tahun sampai 35 tahun.
Disimpulkan dari hasil faktor yang
mempengaruhi ketuban pecah dini dengan umur
ibu.
3. Dari data yang diperoleh hasilnya bahwa dari 108
kasus terdapat 62 (57%) ibu bersalin dengan
status primipara dan terdapat 43 ibu (40%)
dengan status multipara, sedangkan 3 ibu
bersalin terdapat (3%) yang berstatus
grandepara. Kesimpulannya hasil faktor yang
mempengaruhi ketuban pecah dini dengan
paritas.
4. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa dari 108
kasus terdapat 24 (22,2%) ibu bersalin dengan
usia kehamilan preterm dan terdapat 76 (70,4%)
ibu bersalin dengan usia kehamilan aterm,
sedangkan terdapat 8 (7,4%) ibu bersalin dengan
usia kehamilan postterm. Berarti lebih banyak
ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini
pada usia kehamilan aterm.
5. Dati data yang diperoleh bahwa dari 108 kasus
terdapat 28 (26%) ibu bersalin dengan
malpresentasi, sedangkan 80 (74,0%) ibu
bersalin yang tidak dengan malpresentasi. Di
RSIA Setya Bhakti masih tedapat ibu bersalin
yang mengalami ketuban pecah dini dengan
malpresentasi.
6. Perhitungan yang diperoleh bahwa hasil dari 108
kasus ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini dengan CPD terdapat 35 (32,4%) dan
ibu beraslin yang tidak mengalami CPD ialah 73
(67,6%) ibu bersalin
DAFTAR PUSTAKA
Agil, R. 2007
Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Bersalin Tiyani, Maospati Tahun 2009. Karya Tulis Ilmiah. Prodi Kebidanan Magetan, Surabaya.
Ayurai, 2010
Ketuban Pecah Dini. Rineka Cipta 2010, Jakarta.
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri 2009. Jakarta :
EGC.
Chapman, 2006 Asuhan Kebidanan, Persalinan dan Kelahiran, 2006. Jakarta : EGC. Chibils dan Hendrik, 1965
Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.
Cunningham, 2006 William Obstetrick. Vol. I. 2006. Jakarta : EGC. Cunningham, 2009 Obstetri William. 2009. Jakarta : EGC. Cunningham, Mac Donald, Grant. 2005
William Obstetri, Alih bahasa: Joko Suyono, Andry Hartono; 2005. EGC : Jakarta.
Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI. 2009. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Lampung : Depkes RI. 2008. Dewi Ratna, 2012
Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI; Akbid Yaspen Tugu Ibu: Jakarta.
Hidayat, 2009 Hubungan Status Reproduksi Dan Perilaku Sehat Ibu dengan Kejadian Komplikasi Persalinan Di Wilayah kerja Puskesmas Kerangnom Kabupaten Klaten Tahun 2012. Skripsi. UNY. Yogyakarta.
Intan, 2011 Hubungan Malpresentasi Janin dan Ph Vagina Terhadap Ketuban Pecah Dini Tahun 2011. Edisi Revisi Tesis Kedua. Universitas Gunadarma : Jakarta.
Kaltreider, 1952 Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.
Liu, 2007 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Ruang Bersalin RS Umum Provinsi NTB Tahun 2008. Tesis Edisi
Revisi Ketiga. Universitas Pasudan Bandung : Bandung.
Manuaba, 2002 Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. 2002. EGC : Jakarta.
Manuaba, 2007 Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Cetakan I. 2007. EGC : Jakarta.
Manuaba, Fajar. 2008 Kuliah Obstetri. 2008. EGC : Jakarta. Manuaba. 2010
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Edisi 2. 2010. EGC : Jakarta.
Maria, 2007 Pengalaman Ibu yang Memiliki Bayi Prematur di RS dr.Pirnga di Kota Medan Tahun 2012. Karya Tulis Ilmiah. USU : Medan.
Mengert, 1984 Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998 Buku Kedokteran Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1.1998. Jakarta: EGC. Nihayati, 2011
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini di ruang bersalin rumah sakit umum provinsi NTB Tahun 2002. Skripsi Edisi Revisi ketiga, Akper Bhakti Kencana Bandung : Bandung.
Ocviyanti, 2010 Keputihan pada wanita hamil oleh DR.dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG Departemen Obstetri dan Ginekologi 2010. FKUI/RSCM : Jakarta.
Prawirohardjo. Sarwono. 2008 Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008 : Jakarta. Putri, 2017
Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Hamil di RS Kesdam tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.
Linda Romainda, 2009 Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.
Saifuddin, 2002
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal 2002. Jakarta : YBP-SP.
Saifuddin, 2006 Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo 2006 : Jakarta.
Shabrina Hendrafita, 2013 Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI ; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.
Seno, 2008 Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Ibu Bersalin di RSUD Cibinong tahun 2013. KTI; Akbid Yaspen Tugu Ibu : Jakarta.
Sualman, 2009 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini oleh dr.Kamisah Sualman, 2010. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Riau : Riau.
Sujiyatini, 2009 Asuhan Kebidanan Persalinan. Nuha Medika, 2009 : Yogyakarta. Sujiyatini, dkk. 2010 Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika, 2010 : Jakarta. Supardi, 2002 Catatan Kuliah Asuhan Ibu Nifas Askeb III. 2002. Cyrillus : Yogyakarta. Vaney, Helen. 2002 Buku Saku Bidan. 2002. EGC: Jakarta. Varney, 2006 Buku Ajar Asuhan Kebidanan. 2006. Jakarta: EGC.