Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal, Juli 2013
Karakteristik Unjuk Kerja
Menara Pendingin Sistem Tertutup
Muhammad Abdullah Hamidi
Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Abstrak - Menara pendingin dibutuhkan dalam sistem tata udara pada gedung
sebagai pendingin air kondenser. Menara pendingin yang digunakan pada penelitian
ini bertipe forced draft - counter flow – indirect/ closed evaporative cooling tower.
Penelitian ini berusaha untuk menunjukkan karakteristik performa menara pendingin
sistem tertutup berupa nilai efektivitas, NTU (Number of Transfer Unit), kapasitas
pendinginan, dan koefisien perpindahan kalor dan massa keseluruhan dari menara
pendingin. Eksperimen dilakukan pada penukar kalor berupa koil dengan susunan
bersilangan dengan diameter 3/8 inchi, yang memiliki jalur parallel. Hasil
eksperimen kemudian dibandingkan dengan korelasi perpindahan kalor dan massa
dasar yang ada pada textbook, juga dipadukan dengan simulasi CFD untuk
menginvestigasi proses fisik yang terjadi di dalam kolom menara pendingin. Baik
eksperimen, perhitungan teoritis, dan simulasi CFD, divariasikan dengan nilai laju
massa air hangat, udara dingin, dan air semprot yang berbeda untuk memberikan
deskripsi yang jelas tentang karakteristik performa dari menara pendingin sistem
tertutup.
Kata kunci: menara pendingin, pendinginan evaporatif, cfd.
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
I. PENDAHULUAN
Ada beberapa tipe dari menara pendingin. Menara pendingin basah bekerja secara
aliran natural, atau aliran mekanis. Menara pendingin aliran mekanis sendiri bisa
berupa aliran tekan, atau aliran induksi. Aliran udara dan air bisa bertipe aliran lawan
arah, aliran silang, atau pun keduanya. Masing-masing tipe menara pendingin, punya
karakteristik tersendiri. Berdasarkan tipe kontak antara fluida panas dengan udara
pendinginnya, maka menara pendingin dibagi dua, yaitu yang kontak secara
langsung, dan kontak tidak langsung.
Pada menara pendingin kontak langsung, air dan udara yang bertemu secara
langsung menyebabkan adanya evaporasi dari air dan menyebabkan reduksi
temperatur secara simultan. Hasilnya yaitu air yang terevaporasi yang berbentuk
vapor(air yang berfasa gas) ditambahkan ke udara menyebabkan udara yang amat
lembab pada sisi keluaran udara. Air yang terevaporasi harus digantikan dengan air
baru untuk menjaga debit dari sirkulasi air pendinginan kondenser, air ini disebut air
pelengkap (make-up water). Air pelengkap pada menara pendingin kontak langsung
cukup besar, karena debit air dan udara yang saling kontak juga besar untuk menjaga
keefektifan dari menara pendingin ini. Untuk daerah perkotaan, konsumsi air pun
dibatasi. Gedung yang mengkonsumsi air yang banyak dapat digolongkan dalam jeis
gedung boros energy.
Pada tipe kontak langsung juga terjadi pengotoran pada air panas. Terlebih pada
daerah perkotaan, udara lingkungan yang digunakan untuk penginginan banyak
mengandung debu juga zat asam. Zat dan partikel tersebut akan tercampur pada air
panas dan menyembabkan pengotoran pada air. Hal ini dapat penyebabkan
pengotoran pada pipa kondenser yang menghambat perpindahan panas dari kondenser
ke air sirkulasi. Terlebih juga dapat menyebabkan karat pada pipa kondenser yang
terbuat dari tembaga. Pada menara pendingin kontak langsung menghasilkan polusi
suara berupa kebisingan yang terjadi akibat air dalam debit yang besar yang jatuh
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
langsung dan menumbuk ke permukaan. Meskipun menara pendingin ini terletak di
luar gedung, namun faktor ini tetap diperhatikan.
Untuk mengurangi faktor yang telah disebutkan di atas, maka menara pendingin
jenis kontak tidak langsung, atau lebih dikenal dengan sistem tertutup, digunakan
pada menara pengingin di gedung perkotaan. Pada menara pendingin sistem tertutup,
air hangat dan udara dingin dipisahkan dengan jalur pipa tembaga. Saat
pengoprasiannya, evaporasi dari air terjadi di sisi luar pipa tembaga yang terbasahi
oleh air sekunder. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan secara signifikan
perpindahan panas dari air primer ke udara atmosfir.
II. ALAT UJI DAN METODE PENELITIAN
Peralatan pengujian yang dipergunakan adalah “Mass and Heat Transfer
Experimental Apparatus”, yakni peralatan penelitian perpindahan kalor dan massa.
Kode dari alat ini ialah CT-336 V produksi Jepang.
Pertama dilakukan perhitungan koefisien keseluruhan perpindahan kalor, dengan
korelasi-korelasi yang terkait dengan fenomena yang terjadi pada sistem menara
pendingin sistem tertutup. Kemudian dilakukan pembuatan model yang meliputi
pembuatan geometri kolom, memasukkan persamaan matematis yang sesuai
disertai kondisi batas, dan melakukan meshing. Dimensi model disesuaikan
dengan alat exsisting untuk memperoleh hasil yang mendekati kondisi actual.
Kemudian dilakukan verifikasi model dengan memastikan bahwa simulasi
awal/dummy menunjukkan hasil yang dapat diterima(reasonable) dengan berbagai
model dan persamaan yang dijalankan saat perhitungan. Setelah melihat hasil
simulasi awal, optimasi meshing dapat dilakukan. Kemudian kembali melakukan
simulasi dengan berbagai variable masukan. Setelah itu dilakukan eksperimen
dimulai dengan instalasi coil penukar kalor pada alat existing. Kemudian dilakukan
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
pengujian dengan berbagai variable masukan dengan menjaga temperatur masukan
air konstan 380 C.
Gambar 1. skematik menara pendingin system tertutup
III. MODEL TEORITIS
Efektivitas dari menara pendingin dihitung dengan
! = !"#$%!"#$%!!""#$!%!
(1)
dengan,
range = to – ti
approach = ti – twi
Dengan mengintegrasikan persamaan kesetimbangan energi, dari inlet ke outlet
menara pendingin dengan ts konstan memberikan persamaan;
!!!!!!!!
= ln !!,!!!!!!,!!!!
(2)
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
Untuk perpindahan panas antara udara saturasi - air semprot dengan udara
keseluruhan, diwakili dengan perubahan entalpi berdasarkan persamaan Merkel,
dengan mengintegrasikan persamaan tersebut dari udara inlet ke outlet memberikan;
!!!!!
= ln !"!!!!,!!"!!!!,!
(3)
Persamaan 2 dan 3 terdapat nilai log-mean dari perbedaan temperatur dan entalpi.
Nilai Uo dan K merupakan nilai perpindahan kalor dan massa keseluruhan.
Sedangkan untuk nilai Uo teoritis dihitung dengan persamaan
!!!!
= !!!!!!
+ !!"## + !
!!!!! (4)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Simulasi CFD
Simulasi dilakukan dengan kriteria konvergensi persamaan energi sebesar 1e-06,
dan 1e-03 untuk persamaan lainnya(kontinuitas, momentum, k, epsilon, h2o), dan
simulasi konvergen pada iterasi 130-150.
Gambar 2. vektor kecepatan pada menara pendingin
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
Dari vektor kecepatan terlihat bahwa memang kecepatan udara dingin sebagai
media perpindahan meningkat saat melewati susunan koil penukar kalor.
Meningkatnya kecepatan udara tentunya juga meningkatkan bilangan reynold,
nusselt, dan koefisien perpindahan panas konveksinya. Dari vektor kecepatan juga
terlihat adanya turbulensi pada daerah sebelum masuk ke susunan koil. Disebabkan
karena udara masuk sebelumnya tidak didistribusi merata sebelum masuk kolom.
Kecepatan tertinggi justru berada pada daerah drift eliminator akibat perubahan luas
yang signifikan.
Kesetimbangan Energi
Gambar 3. kesetimbangan energi antara sisi udara dan sisi air
Nilai kesalahan dari perbandingan kesetimbangan pada eksperimen tidak melebihi
30% dari garis kesetimbangan, artinya eksperimen ini dapat cukup diterima. Dari
grafik, dapat menjadi catatan bahwa grafik menunjukkan nilai perubahan energi pada
sisi udara cenderung lebih besar dari pada sisi air.
Efektifitas Bola Basah
Nilai efektivitas dari menara pendingin diperoleh dari persamaan (2.44). Grafik
(3) dan (4) menunjukkan pengaruh laju alir massa udara dan air terhadap nilai
efektivitas dari menara pendingin.
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
Gambar 3. Grafik efektivitas dengan variasi laju massa udara
Nilai efektivitas semakin tinggi seiring dengan semakin banyaknya massa udara
yang dialirkan. Sebaliknya, nilai efektivitas semakin turun dengan bertambahnya
jumlah air hangat yang didinginkan.
Gambar 3. Grafik efektivitas vs laju massa udara (variasi laju massa air semprot)
Nilai efektivitas meningkat dengan bertambahnya laju massa air semprot. Nilai
efektivitas terbesar ialah dengan mengalirkan secara maksimum massa udara dan
massa air semprot.
Pada gambar 5, dapat dilihat efek rasio laju massa air hangat disbanding dengan
laju massa udara. Dari grafik tersebut terlihat bahwa, nilai efektivitas memiliki
kecendrungan untuk berkurang seiring dengan meningkatknya rasio mw/ma.
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
Gambar 5. Grafik Efektivitas vs rasio mw/ma
Nilai efektivitas dipengaruhi oleh besarnya laju alir massa dari air hangat dan
udara dingin. Semakin sedikit jumlah air hangat yang didinginkan, maka nilai
efektivitas semakin berkurang. Sebaliknya, semakin banyak jumlah udara dingin
yang dialirkan maka nilai efektivitas semakin bertambah.
Number of Transfer Unit (NTU)
Nilai NTU merepresentasikan kinerja menara pendingin. Nilai ini akan cenderung
konstan dengan berbagai variasi jumlah aliran air dan udara yang terjadi dalam sistem
menara pendingin. Dengan persamaan (2.43). nilai NTU diselesaikan secara numeric,
dan menghasilkan nilai yang diplot pada Gambar
Gambar 6. Nilai NTU dengan pengaruh rasio mw/ma
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
Tidak seperti pada nilai efektivitas pada gambar 3, nilai NTU yang sama-sama
dijadikan patokan performa dari menara pendingin memiliki kecendrungan yang
berbeda. Nilai NTU terlihat tidak memiliki kecendrungan akibat berubahnya variasi
udara maupun air hangat.
Gambar 7. Grafik NTU vs laju massa udara (variasi laju massa air semprot)
Dengan laju massa air hangat sebesar 300 kg/jam, dengan laju massa air semprot
yang besar, nilai NTU berada di angka 0,5 dan mengalami penurunan seiring
bertambahnya laju massa udara.
Gambar 5. Grafik nilai NTU vs rasio ms/ma
Kecendrungan nilai NTU dapat dilihat dengan mengeplot grafik perbandingan
nilai NTU dengan rasio laju massa air semprot(ms) dengan laju massa udara(ma). dari
grafik menunjukkan bahwa nilai NTU akan semakin besar seiring dengan semakin
besarnya rasio ms/ma.
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
Garis Operasi Menara Pendingin
Gambar 6. garis operasi menara pendingin pada diagram psychrometric
Garis operasi pada menara pendingin dapat di plot pada diagram psychrometric
ataupun grafik entalpi-temperatur. Garis operasi menara pendingin pada diagram
psychrometric dapat dilihat pada gambar 9.
Pada gambar, diplot salah satu data (yang cukup merepresentasikan data lain)
pada diagram psychrometric, akan terlihat kurva actual dari udara yang cenderung
lurus. Hal ini menunjukkan bahwa menara pendingin sistem tertutup hanya
memanfaatkan panas laten dari evaporasi untuk pembuangan panasnya. Ditandai
dengan tidak berubahnya temperature bola kering(bahkan cenderung sedikit turun)
dan bertambahnya jumlah grain atau butiran air yang terkandung dalam udara saat
keluar dari kolom menara pendingin.
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
Gambar 7. Grafik H-T untuk garis operasi menara pendingin
Pengaruh variasi laju massa air semprot(ms) pada garis operasi menara pendingin
dapat dilihat pada grafik 10. Pada eksperimen, temperature inlet yang dimasukkan
seragam, yaitu 38 oC, laju massa air hangat konstan sebesar 300 kg/jam, dan laju
massa udara sebesar 270 kg/jam. Pada grafik H-T di atas dapat dilihat range menara
pendingin atas variasi laju massa air semprot yang menunjukkan bahwa besar range
berbanding lurus dengan laju massa air semprot. Sedangkan, gradient kemiringan dari
garis operasi cenderung sama untuk setiap variasi.
Gambar 8. Garis operasi pada grafik H-T
Pada grafik 11, terlihat pengaruh variasi laju massa udara(ma) pada garis operasi
menara pendingin pada grafik H-T. Grafik di atas ialah garis operasi pada
temperature inlet 38 oC, laju massa air hangat konstan sebesar 300 kg/jam, dan laju
massa air semprot 66 kg/jam. Range menara pendingin atas variasi laju massa air
semprot yang menunjukkan bahwa besar range berbanding lurus dengan laju massa
udara. Gradient kemiringan dari garis operasi berbanding terbalik dengan laju massa
udara.
Kapasitas Pendinginan
Grafik 12 Menunjukkan nilai buang panas menara pendingin yang divariasikan
dengan jumlah laju alir air hangat. Meskipun dalam grafik 5 menunjukkan bahwa
efektivitas pada laju aliran air hangat yang besar, efektivitas semakin kecil. Pada
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
grafik 12 Menunjukkan bahwa semakin besar laju massa air hangat, kapasitas
pendinginan menara pendingin akan semakin besar.
Gambar 9. Grafik kapasitas pendinginan dengan variasi laju massa air hangat &
air semprot
Pada grafik juga diplot nilai prediksi perhitungan dengan menggunakan rasio laju
massa air semprot sebesar 1. Nilai eksperimen menunjukkan kapasitas pendinginan
yang lebih kecil dari prediksi. Namun dari grafik dapat dilihat bahwa plot garis
teoritis(perhitungan) dan eksperimen memiliki kecendrungan yang sama.
Gambar 10. Grafik kapasitas pendinginan vs laju massa air semprot (variasi laju
massa udara)
Nilai buang panas menara pendingin yang divariasikan dengan jumlah laju alir air
semprot. Pada grafik 13 Menunjukkan bahwa laju massa air semprot dan laju massa
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
udara, berbanding lurus dengan nilai kapasitas pendinginan. Hasil prediksi/ teoritis
juga menunjukkan nilai yang lebih besar dari data eksperimen.
Gambar 11. Grafik Kapasitas pendinginan vs air tambahan
Grafik di atas menunjukkan bahwa nilai kapasitas pendinginan berbanding lurus
dengan besarnya jumlah air tambahan (yang dihitung dengan persamaan 2.45), yang
juga merupakan massa air semprot yang terevaporasi. Semakin besar nilai make-up
water teoritis, maka akan semakin meningkatkan kapasitas pendinginan akibat kalor
laten air yang terevaporasi
Gambar 12. Grafik kalor evaporasi berdasarkan eksperimen dan prediksi kalor laten
maksimum
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
Pada gambar 15, nilai kapasitas kalor menara pendingin yang diperoleh dari
eksperimen, dievaluasi dengan analogi Zukauskas untuk memprediksi besarnya nilai
kalor laten maksimum yang terjadi pada permukaan susunan koil penukar kalor.
Nilai kapasitas buang kalor pada eksperimen hanya sebesar 50-60% dari nilai
teoritis. Pada nilai teoritis di grafik 15, nilai diplot berdasarkan persamaan (2.27)
dengan asumsi bahwa seluruh permukaan koil terbasahi dengan lapisan air yang amat
tipis dan terjadi evaporasi pada seluruh permukaannya. Nilai yang menyimpang pada
data eksperimen dengan hasil perhitungan teoritis disebabkan tidak terpenuinya
asumsi ini. Penyederhanaan yang dipakai pada perhitungan korelasi dan juga karena
tidak seluruh permukaan koil yang terlapisi oleh air semprot (seperti yang
ditunjukkan pada gambar 16) sehingga evaporasi yang terjadi semakin kecil. Jika
nilai kalor evaporasi eksperimen pada grafik 15 dibandingkan dengan nilai kapasitas
pendinginan pada grafik 13 dan 4.14, maka terlihat bahwa seharusnya nilai kapasitas
pendinginan dapat lebih besar. Penyerapan panas akibat kalor laten evaporasi yang
terjadi tidak seluruhnya dimanfaatkan untuk pembuangan panas pada air hangat,
namun nyatanya terpakai menjadi pendinginan pada sisi udara.
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
Gambar 13. Distribusi dari lapisan air semprot pada pipa[7]
Penelitian ini memang bertujuan untuk memberikan gambaran karakteristik
performa dari menara pendingin sistem tertutup, namun dari data eksperimen, dapat
dinilai spesifikasi pendinginan dari menara pendingin ini. Dalam satuan refrigerasi
ton, nilai buang kalor maksimun dari miniature menara pendingin ini sebesar 0,4 RT.
Dengan variasi laju massa udara dan air hangat, nilai RT dapat dilihat pada gambar
17.
Gambar 14. Kapasitas pendinginan dalam RT
Peristiwa Perpindahan
Nilai koefisien perpindahan panas dapat diplot pada grafik dengan menggunakan
persamaan 2.38, sedangkan persamaan 2.39 untuk menentukan koefisien perpindahan
massa.
Pada gambar 18, data hasil eksperimen dibandingkan dengan korelasi pada
persamaan(2.40) dan simulasi CFD. Dari grafik terlihat bahwa terjadi penyimpangan
data eksperimen dengan prediksi. Nilai K dari persamaan(2.40) mendekati nilai
eksperimen. Lain halnya dengan nilai yang ditunjukkan simulasi CFD yang
menunjukkan nilai K yang lebih kecil, karena sulit untuk menggambarkan kondisi
batas yang sesuai untuk pemodelan evaporasi pada menara pendingin. Pada simulasi
CFD, evaporasi akan semakin besar dengan membuat butiran air untuk air semprot
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
(pada fase diskrit) menjadi lebih kecil. Pada simulasi yang dilakukan, diameter
butiran air semprot sebesar 1 mm.
Gambar 15. Grafik koefisien perpindahan massa
Nilai K berbanding lurus dengan besarnya laju massa udara. Untuk laju massa air
semprot yang kecil, gradient kenaikan nilai K cenderung kecil. Gradien kenaikan nilai
K juga berbanding lurus dengan besarnya laju massa air semprot.
Gambar 16. Grafik koefisien perpindahan panas vs laju massa air semprot
Pada gambar 14, data hasil eksperimen dibandingkan dengan perhitungan teoritis
untuk menghitung nilai Uo. Dari grafik terlihat bahwa terjadi penyimpangan data
eksperimen dengan prediksi. Meskipun terlihat trend kenaikan yang sama seiring
dengan meningkatnya laju massa air semprot.
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
Hilang Tekan
Besarnya hilang ketinggian(head losses) yang disebabkan oleh jalur aliran air
pada susunan pipa amat berpengaruh pada daya pompa. Semakin besar hilang
ketinggian, maka daya pompa yang dibutuhkan akan semakin besar. Ini
mempengaruhi efisiensi dan penghematan energy untuk menara pendingin system
tertutup.
Gambar 17. Grafik jatuh tekan dengan variasi laju massa udara pada susunan koil
Pada gambar 20, terlihat grafik pengaruh laju massa air hangat terhadapt besarnya
nilai hilang ketinggian. Grafik di atas diplot dengan persamaan hilang tekan secara
perhitungan/teoritis pada sub bab 3.4, dengan variasi perubahan laju massa udara.
Dari grafik tersebut terlihat bahwa besarnya jatuh tekan berbanding lurus dengan
besarnya laju massa air hangat yang mengalir pada susunan koil penukar kalor.
Sedangkan untuk hilang tekan yang terjadi pada aliran udara, semakin besar
seiring dengan tinggi kolom menara pendingin, dapat dilihat pada hasil kontur
tekanan statik yang ditunjukkan pada gambar 20. Hilang tekan juga semakin besar
seiring dengan naiknya laju massa udara.
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
Gambar 18. Grafik jatuh tekan dengan variasi laju massa udara pada susunan koil
Nilai jatuh tekan sesaat sebelum udara memasuki susunan koil penukar kalor, dan
sesaat setelah melewati koil yang di dapat dari simulasi CFD dibandingkan dengan
hasil perhitungan teoritis pada persamaan(2.49) dengan analogi Zhukauskas. Nilai
cenderung berbeda karena pada perhitungan teoritis, kecepatan udara dianggap
seragam ketika memasuki susunan koil, padahal pada kenyataannya berbeda karena
sisi inlet dari udara terletak di bagian samping menara pendingin.
Gambar 19. Grafik pengaruh nilai jatuh tekan atas laju massa udara pada kolom
menara pendingin
Dari data eksperimen untuk hilang tekan yang terjadi, dilakukan komparasi
dengan data hilang tekan dari simulasi CFD. Terlihat nilai jatuh tekan pada simulasi
CFD hanya sekitar sebesar 50% dari hasil eksperimen. Hal ini disebabkan karena
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
simulasi CFD dilakukan dengan domain 2D, sehingga luas permukaan bagian inlet
dan outlet pada kolom sama panjang dengan kolom.
Gambar 20. Kontur tekanan statik pada kolom menara pendingin
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa peningkatan
jumlah massa alir air semprot, menyebabkan naiknya nilai efektivitas, perpindahan
panas dan perpindahan massa keseluruhan, dan kapasitas pendinginan dari menara
pendingin. Kemudian ada nilai minimum bagi laju alir massa air semprot, dimana di
bawah ketinggian tersebut perpindahan panas dan massa menunjukkan nilai yang
tidak signifikan.
Pada pendingin evaporative langsung, biasanya panas buang memanfaatkan kalor
laten evaporasi sebesar 80%, dan kalor sensible udara sebesar 20%, namun panas
buang pada menara pendingin system tertutup ini memanfaatkan 100% kalor laten
evaporasi. Untuk Nilai koefisien perpindahan massa, cenderung stabil untuk laju
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
massa air semprot yang kecil. Dengan adanya Simulasi CFD sendiri, secara detail
menggambarkan fenomena fisik yang terjadi dalam kolom menara pendingin.
DAFTAR PUSTAKA
[1] ASHRAE Handbook, Fundamentals. 2005. American Society of Heating,
Refrigeration and Air Conditioning Engineers Inc., Atalanta.
[2] ASHRAE Handbook, HVAC Sistem and Equipment. 2008. American Society
of Heating, Refrigeration and Air Conditioning Engineers Inc., Atalanta.
[3] Cheremisinoff, N.P., Cheremisinoff, P.N. 1981. Cooling Towers – Selection,
Design, and Practice. Ann Arbor Science: Michigan.
[4] Duan, Z., Zhan, C., Zhang, X. (2012). Indirect Evaporative Cooling: Past,
Present And Future Potentials. Renewable and Sustainable Energi Reviews,
16. Pp. 6823–6850.
[5] Facao, J., Oliveira, A. (2004). Heat And Mass Transfer Correlations For The
Design Of Small Indirect Contact Cooling Towers. Applied Thermal
Engineering, 24. Pp. 1969–1978.
[6] Hasan, Ala Ali. 2005. Performance Analysis Of Heat Transfer Processes
From Wet And Dry Surfaces: Cooling Towers And Heat Exchangers. PhD
Dissertation, Helsinki University of Technology
[7] Hasan, Ala. Siren, Kai. (2002). Theoritical and Computational Analysis of
Closed Wet Cooling Towers and its Aplications in Cooling Buildings. Energy
and Buildings, 34. Pp. 477-486
[8] Holman, Jack P., Lyold, John. 2010. HEAT TRANSFER. Mcgraw-Hill: New
York.
[9] Incropera, Frank P., Bergman, Theodore L. 2011. Fundamentals of Heat and
Mass Transfer. John Wiley & Sons, Inc: New York.
[10] Instruction Manual for Mass and Heat Transfer Experimental Apparatus.
1987. Ogawa Seiki Co., LTD. Tokyo, Japan.
[11] Panjaitan, John R. 1995. Karakteristik dan Unjuk Kerja Kondenser
Evaporatif. Skripsi, Universitas Indonesia.
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013
Jurnal, Juli 2013
[12] Shim, G.J., Baek, S.M., Moon, C.G., Lee, H.S. (2008). Performance
Characteristics of a Closed Circuit Cooling Tower with Multi Path. Heat
Transfer Engineering, 31. Pp. 992-997.
[13] Stabat, P., Marchio D. (2003). Simplified Model For Indirect-Contact
Evaporative Cooling-Tower Behavior. Applied Energi, 78. Pp. 433–451.
[14] Suardi, Karim. 1990. Karakteristik Fill Menara Pendingin Jenis Tekan Paksa,
Aliran Lawan Arah. Skripsi, Universitas Indonesia.
Karakteristik unjuk…, Muhammad Abdullah Hamidi, FT UI, 2013