Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KARAKTERISTIK SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al-Cu
PERLAKUAN AGING
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh :
BOWO ARIEF WICAKSONO
NIM : 025214028
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
THE CHARACTERISTIC ON PHYSICAL AND MECHANICAL
PROPERTIES OF Al-Cu TREATMENT OF AGING
FINAL PROJECT
Presented as Partial fulfillment of the RequirementTo Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Mechanical Engineering
By :
BOWO ARIEF WICAKSONO
Student Number : 025214028
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SAINS DAN TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2010
iii
iv
TUGAS AKHIR
v
vi
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menyelidiki pengaruh aging
terhadap sifat fisis dan mekanis paduan aluminium tembaga.
Dalam penelitian ini tindakan yang dilakukan yaitu pengecoran,
pembuatan benda uji, pengujian dan pengambilan bahan, serta pembahasan.
Dalam pengujian aging variasi waktu yang digunakan adalah 12, 24 dan 36 jam.
Semetara itu jenis pengujian berupa uji tarik, uji kekerasan, struktur mikro serta
porositas.
Dari hasil proses aging tingkat kekerasan bahan meningkat akan tetapi
tidak terlalu berpengaruh pada perubahan porositas bahan.
vii
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia yang dilimpahkan, sehingga penulis berhasil menyelesaikan Tugas
akhir penelitian Karaktristik Sifat Fisis dan Mekanis Paduan Al-Cu Perlakuan
Aging. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini penulis banyak sekali mendapat
dorongan dan bantuan dari banyak pihak. Atas bantuan dan dorongan tersebut
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yosef Agung Cahyanta S.T., M.T., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Sanata Dharma.
2. Budi Sugiharto S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
3. I Gusti Ketut Puja S.T., M.T., selalu Dosen Pembimbing Tugas Akhir
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta koreksi dalam
menyelesaikan Tugas akhir ini.
4. Segenap Dosen Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi yang telah
meberikan ilmunya kepada penulis.
5. Mas Martono selaku Laboran Ilmu Logam Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanat Dharma, yang telah banyak membantu selama proses
penelitian.
6. Kedua orang tua yang telah dan selalu mendukung dalam segala hal, serta
kakak yang selalu mau membantu dalam terselesaikannya Tugas akhir ini
7. Saudara-saudara yang selalu mendukung serta mendoakan
terselesaikannya Tugas Akhir ini
ix
8. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Tugas Akhir ini, yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini belum sempurna karena
keter batasan ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis dengan
hati terbuka mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata penulis mengharapkan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya
Yogyakarta 19 Oktober 2010
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERNYATAAN v
INTISARI vi
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI vii
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xiv
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Penelitian 1
1.2. Tujuan Penelitian 2
1.3. Batasan Masalah 2
BAB II DASAR TEORI 3
2.1 Sifat-sifat aluminium 3
2.2 Paduan aluminium 4
2.2.1 Klasifikasi Paduan aluminium 5
2.2.2 Paduan Aluminium cor 6
xi
2.2.3 Paduan Al-Cu 7
2.2.4 Paduan Al-Si, Al-Si-Mg, Al-Cu 7
2.3 Pengaruh Unsur Paduan dalam Aluminium 8
2.4 Dasar-Dasar Pengecoran 9
2.4.1 Sifat-Sifat logam Cair 9
2.4.2 Membuat Coran 9
2.4.3 Pengecoran menggunakan Cetakan Logam 10
2.4.4 Pengujian Hasil Coran 12
2.5 Aging 13
BAB III METODE PENELITIAN 14
3.1 Bahan Yang Digunakan 14
3.2 Peralatan 14
3.3 Proses Pengecoran 15
3.4 Pembuatan Benda uji 15
3.5 Proses perlakuan Panas Aging 16
3.6 Pengujian Coran 16
3.6.1 Pengujian kekerasan Brinell 16
3.6.2 Pengujian Tarik 18
3.6.3 Pengamatan struktur mikro 20
3.6.4 Pengamatan porositas 21
3.7 Diagram alir penelitian 22
xii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 23
4.1 Pengujian Tarik 23
4.2 Uji kekerasan 24
4.3 Pengamatan Struktur mikro 25
4.4 Pengamatan Porositas 27
4.5 Proses Aging Pada Paduan Al-Cu 4,5% 28
4.6 Pengamatan Struktur MIkro Hasil Aging 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 31
5.1 Kesimpulan 31
5.2 Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 34
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Alat uji kekerasan Brinell 17
Gambar 3.2 Benda uji pengujian tarik 18
Gambar 3.3 Alat uji tarik 19
Gambar 3.4 Mikroskop Metalography 20
Gambar 3.5 Gambar Diagram Alir Penelitian 22
Gambar 4.1 Grafik Kekuatan Tarik 23
Gambar 4.2 Grafik Uji Kekerasan 24
Gambar 4.3 Gambar Pengujian Struktur Mikro 25
Gambar 4.8 Grafik Pengamatan Porositas 27
Gambar 4.9 Grafik uji kekerasan Al-Cu (4,5% Cu) perlakuan Aging 28
Gambar 4.10 Grafik Pengamatan Porositas Al-Cu Perlakuan aging 29
Gambar 4.11 Gambar Struktur MIkro Pasca Aging 30
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor 5
Tabel 2.1 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa 6
Tabel 2.3 Pengaruh Unsur Paduan Pada Aluminium 6
Tabel 3.1 Penggunaan penetrator untuk uji kekerasan Brinell 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Peradaban manusia menyatakan bahwa bahan sangat berhubungan erat
dengan kehidupan manusia pada setiap jamannya. Begitu pula perkembangan
teknologi yang semakin pesat khususnya bidang industri, menyebabkan
kebutuhan bahan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berawal dari
penemuan-penemuan logam melalui proses temperatur yang sangat tinggi,
menuntut manusia untuk selalu berkembang dan selangkah lebih maju. Proses
yang begitu cepat itulah yang sedang kita alami saat ini.
Banyaknya kebutuhan akan bahan itulah maka penulis mencoba untuk
mempelajari struktur dan sifat bahan. Bahan yang baik adalah bahan yang
mempunyai sifat fisis dan mekanis yang baik pula, agar dapat diterima dan
dipergunakan sesuai dengan keinginan. Penulis memilih Aluminium Paduan (Al-
Cu) dengan perlakuan aging, sebagai soal tugas akhir karena saat ini, penggunaan
aluminium telah diterapkan dalam berbagai bidang yang sangat luas. Bukan
hanya untuk peralatan rumah tangga, akan tetapi penggunaan aluminium juga
dipakai untuk keperluan industri diantaranya, bahan pesawat terbang, mobil,
kapal laut, konstruksi dan sebagainya Hal ini dikarenakan aluminium mempunyai
sifat-sifat antara lain , tahan korosi, mudah dibentuk dan lain sebagainya. Selain
itu keuntungan lain dari aluminium adalah sifatnya yang ringan, juga biaya
produksinya lebih murah dibandingkan logam-logam yang lain.
2
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisis dan mekanis
aluminium paduan (Al-Cu) dengan presentase Cu 2%, 4,5%, dan 5%. Sifat-sifat
mekanis meliputi kekuatan tarik, uji kekerasan,sedangkan sifat fisis meliputi uji
mikro, uji porositas.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis memberikan batasan-batasan agar
dalam penulisan dapat terarah dengan baik. Direncanakan aluminium akan diuji
sebelum dan setelah melalui perlakuan aging. Sehingga dapat diketahui sifat-sifat
fisis dan mekanis aluminium paduan (Al-Cu) melalui pengujian.
3
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Sifat-sifat aluminium
Di dalam sektor industri, aluminium sangat banyak digunakan karena
aluminium mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Yuliono,Y.,2006) :
a. Kerapatan
Berat jenis dari suatu aluminium adalah 2,7 gr/cm3
b. Tahan terhadap korosi
Salah satu ciri logam non ferro adalah jika suatu logam non ferro
mempunyai kerapatan yang tinggi maka daya tahan terhadap korosi yang
dimiliki logam tersebut juga semakin baik. Hal tersebut juga berlaku bagi
aluminium. Karena aluminium mempunyai lapisan tipis oksida dan
transparan dan jenuh terhadap oksigen diseluruh permukaan. Lapisan
tersebut dapat mengendalikan laju korosi bahan serta melindungi lapisan
dibawahnya.
c. Sifat mekanis
Aluminium mempunyai sifat mekanis yang sebanding dengan paduan bukan
besi (non ferrous alloys) dan juga beberapa jenis baja. Adapun sifat mekanis
tersebut adalah kekerasan dan kekuatan tarik.
d. Tidak beracun
Aluminium merupakan bahan yang tidak beracun. Maka dari itu aluminium
sering digunakan sebagai pembungkus atau kaleng makanan dan minuman.
4
Hal ini disebabkan reaksi kimia antara makanan dan minuman dengan
aluminium tidak menghasilkan zat beracun yang berbahaya bagi manusia.
e. Sifat mampu bentuk
Sifat mampu bentuk aluminium yang baik memungkinkan aluminium dapat
dibuat menjadi lembaran tipis atau plat. Sifat mampu bentuk ini disebut
juga sifat mampu tempa
f. Titik lebur rendah
Titik lebur aluminium adalah 660°C sehingga aluminium sangat baik
untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relatif singkat dan dengan
biaya relatif murah.
g. Penghantar panas dan listrik yang baik
Aluminium mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Daya hantar yang
dimiliki aluminium adalah sebesar 65% daya hantar tembaga. Dalam hal ini
digunakan aluminium dengan kemurnian 99,9%.
Selain sifat-sifat di atas, aluminium juga mempunyai sifat anti magnet.
Aluminium juga mempunyai nilai arsitektur dan dekoratif yang tinggi.
2.2 Paduan aluminium
Penggunaan aluminium pada umumnya terbatas pada aplikasi yang tidak
terlalu mengutamakan faktor kekuatan seperti : penghantar panas dan listrik,
perlengkapan bidang kimia, dan lain sebagainya. Salah satu usaha untuk
meningkatkan kekuatan aluminium murni adalah dengan pengerasan regang atau
5
perlakuan panas. Cara ini tidak memuaskan bila tujuan utama yang ingin dicapai
adalah untuk menaikkan kekuatan bahan.
Pada perkembangan selanjutnya, peningkatan kekuatan aluminium dapat
dicapai dengan menambahkan unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur paduan
itu antara lain Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Silikon (Si), Magnesium (Mg),
Seng (Zn), dan lain-lain. Sifat-sifat lain seperti mampu cor dan mampu mesin
menjadi semakin baik.
2.2.1 Klasifikasi Paduan Aluminium
Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai
negara. Paduan aluminium dibagi menjadi dua yaitu :
a) Paduan aluminium cor (Cast Aluminium Alloys)
b) Paduan aluminium Tempa (Wrough Aluminium Alloys)
Dari tabel 2.1 dan tabel 2.2 berikut ini dapat kita ketahui tentang klasifikasi dan
unsur-unsur paduan utama, yang terdapat pada paduan aluminium cor dan paduan
aluminium tempa. (Surdia,T., 1999)
Table 2.1 Klasifikasi paduan Aluminium Cor
Seri paduan Unsur paduan utama1XXX Al 99 %2XXX Cu3XXX Si + Cu atau Ag4XXX S5XXX Mg6XXX Tidak digunakan7XXX Zn8XXX Sn
6
Tabel 2.2 Klasifikasi Paduan Aluminium Tempa
Seri paduan Unsur paduan utama1XXX Al 99 %2XXX Cu3XXX Cu atau Cu + Mg4XXX Mn5XXX Si6XXX Mg + Si7XXX Zn + Mg atau Zn + Mg + Cu8XXX Unsur lainnya
2.2.2 Paduan Aluminium Cor
Struktur mikro paduan aluminium cor ( berhubungan erat dengan sifat-
sifat mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran
dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan.
Dengan cetakan logam pendinginan akan lebih cepat dibandingkan dengan
menggunakan cetakan pasir. Sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan
lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Tabel 2.3 dibawah
ini menunjukkan sifat mekanis beberapa paduan aluminium cor. (Surdia,T., 1999)
Tabel 2.3 Pengaruh Unsur Paduan Pada Aluminium
Mg Cu Si Zn Mn Pb
Batas getas ++ ++ + ++ + 0
Daya tahan terhadap korosi ++ - ++ - ++ 0
Kemampuan dituang + 0 ++ 0 0 0
Kemampuan diproses cutting + 0 + + - +
Keterangan :
++ = Sangat meningkat - = Menurun
+ = Meningkat 0 = Tidak berpengaruh
7
2.2.3 Paduan Al-Cu
Paduan Al-Cu sebenarnya jarang digunakan karena mempunyai titik cair
yang jelek, tapi hal ini dapat diperbaharui dengan menambah unsur
Si,dikarenakan unsur tersebut sangat bagus pada suhu tinggi. Pada suhu tinggi
baik juga ditambahkan unsur Mg dan Ni. Paduan aluminium dengan kadar Cu 4,5
% memiliki sifat-sifat mekanis dan mampu mesin yang baik, sedangkan mampu
cor bahan ini agak jelek.
2.2.4 Paduan Al-Si, Al-Si-Mg, Al-Si-Cu
Paduan Al-Si merupakan paduan aluminium yang paling banyak
digunakan dengan kadar Si bervariasi antara 5-20%. Paduan ini tahan terhadap
korosi dan memiliki mampu cor baik dan banyak dipakai pada elemen-elemen-
mesin. Paduan ini relatif ringan, koefisien muai rendah, penghantar panas dan
listrik yang baik. Bila paduan ini dicor maka akan mempunyai sifat mekanis yang
rendah dikarenakan butir-butir Si cukup besar, sehingga pada saat pengecoran
perlu ditambahkan natrium untuk memperbaiki sifat mekanisnya.
Sifat-sifat paduan Si dapat diperbaiki dengan perlakuan panas.
Penambahan unsur Mg, Cu , atau Mn selanjutnya dapat diperbaiki dengan
perlakuan panas. Penambahan Mg (0,3-1%) pada paduan Al-Si akan
menghasilkan peningkatan yang cukup besar terhadap sifat-sifat mekanisnya.
Penambahan Cu (3-5%) pada paduan Al-Si dapat meningkatkan sifat-sifat
mekanis. Paduan Al-Si-Cu banyak digunakan untuk bahan piston motor bakar.
8
2.3. Pengaruh Unsur Paduan dalam Aluminium
Unsur-unsur yang biasa digunakan untuk paduan dari aluminium adalah
sebagai berikut :
a) Silikon (Si)
Keuntungan yang diperoleh karena menggunakan silikon sebagai unsur
paduan lebih banyak dibanding kerugiannya. Keuntungan menggunakan silikon
sebagai unsur paduan membuat proses pengecoran menjadi lebih mudah, selain itu
daya tahan terhadap korosi juga meningkat, memperbaiki sifat atau karakteristik
coran tersebut, serta menurunkan penyusutan pada hasil coran. Sementara itu
kerugian yang diperoleh karena menggunakan silikon sebagai unsur paduan
adalah menurunnya keuletan bahan terhadap beban kejut, serta hasil coran akan
menjadi rapuh jika kandungan Si nya terlalu tinggi.
b) Tembaga (Cu)
Keuntungan yang diperoleh karena menggunakan tembaga sebagai unsur
paduan juga lebih banyak dibandingkan kerugiannya. Keuntungan menggunakan
tembaga sebagai unsur paduan membuat tingkat kekerasan bahan hasil coran
tersebut meningkat, selain itu kekuatan tariknya menjadi lebih baik , serta
mempermudah dalam pengerjaan mesin. Akan tetapi menyebabkan coran tersebut
kurang tahan terhadap korosi, serta mengurangi keuletan hasil coran.
9
2.4 Dasar-dasar pengecoran
2.4.1 Sifat-Sifat Logam Cair
Logam cair adalah cairan sama seperti air, tetapi berbeda dengan air dalam
berbagai hal. Kecairan logam sangat tergantung pada temperatur. Logam cair akan
cair sepenuhnya pada temperatur tinggi, sedangkan pada temperatur rendah
berbeda dengan air, terutama pada keadaan dimana terdapat inti-inti kristal
Berat jenis logam cair lebih besar daripada berat jenis air. Berat jenis air
adalah 1,0 gr/cm3 sedangkan berat jenis besi cor 6,8 sampa1 7,0 gr/cm3, paduan
aluminium 2,2 sampai 2,3 gr/cm3 sedangkan paduan timah 6,6 sampai 6,8gr/cm3.
Jelas dalam hal berat jenis leogam cair berbeda banyak dibandingkan berat jenis
air. Sementara dari segi aliran, aliran logam memiliki kelembaman dan gaya
tumbuk yang besar.
Air juga mempunyai sifat menyebabkan wadah menjadi basah, sedang
logam cair tidak. Oleh karena itu jika logam cair mengalir diatas cetakan pasir,
logam cair tersebut tidak akan melesak ke dalam pasir, asalkan jarak antar
partikel-partikel pasir cukup kecil.
2.4.2 Membuat Coran
Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituangkan kedalam cetakan,
kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Untuk membuat coran harus
dilakuan proses-proses seperti : pencairan logam, membuat cetakan, menuang,
membongkar, dan membersihkan coran. Untuk mencairkan logam digunakan
bermacam-macam tanur seperti tanur kupola, tanur induksi frekuensi rendah
10
untuk besi cor, tanur busur listrik dan sebagainya. Setelah logam tersebut telah
mencair dan bercampur dengan paduan yang telah dicampur, kemudian
dituangkan kedalam cetakan logam. Setelah penuangan dan coran telah membeku,
kemudian coran dikeluarkan dari cetakan dan dibersihkan, bagian-bagian yang
tidak perlu dibuang dari coran.
Mudah tidaknya pembuatan coran tergantung dari bentuk dan ukuran benda
coran. Coran yang berbeda tebal dan tipis ,coran yang memerlukan ketelitian atau
mempunyai sudut-sudut tajam susah kemungkinannya untuk dihasilkan. Oleh
karen aitu untuk membuat coran yang baik, perencana dan perencana coran perlu
mengerti cara pengecoran logam yang baik
2.4.3 Pengecoran menggunakan cetakan logam
Pengecoran menggunakan cetakan logam dilaksanakan dengan cara
menuang logam cair ke dalam cetakan logam. Cara ini dapat menghasilkan coran
dengan ketelitian dan kualitas yang tinggi. Cetakan logam biasanya digunakan
untuk logam-logam dengan titik cair rendah, antara lain aluminium, tembaga,
ataupun magnesium. Keuntungan penggunaan cetakan logam dibandingkan
cetakan pasir diantaranya adalah :
a. Ketelitian ukuran sangat baik kalau dibandingkan dengan pengecoran pasir
sehingga tambahan ukuran untuk penambahan dapat dikurangi. Oleh karena
itu memungkinkan membuat coran yang lebih ringan, disamping itu
mempunyai struktur permukaan yang lebih halus.
11
b. Struktur yang rapat dapat dihasilkan dengan cara ini, oleh karena itu sifat
mekanik dan memeliki ketahanan yang baik bila dibandingkan coran yang
menggunakan cetakan pasir.
c. Mekanisme dari proses adalah mudah dan mempunyai produktivitas tinggi
apabila dibandingkan dengan mengguanakan cetakan pasir. Cara ini sangat
baik bila digunakan untuk proses produksi.
d. Luas lantai untuk pengecoran sedikit dan suasana kerja baik
Sedangkan beberapa kerugian cetakan logam dibandingkan cetakan pasir
diantaranya adalah :
a. Cara ini tidak sesuai dengan jumlah produksi yang kecil disebabkan
tingginya biaya cetakan.
b. Sukar untuk membuat coran yang mempunyai bentuk rumit
c. Pembetukan cetakan logam yang sukar dan mahal, oleh karena itu jika
terjadi perubahan rencana pengecoran akan sangat sulit untuk dilakukan
d. Dalam banyak hal, cetakan besi memerlukan pelunakan. Seperti pada
cetakan paduan tembaga terbatas pada jenis bahannya dan umumnya
mempunyai berat yang terbatas
12
2.4.4 Pengujian Hasil Coran
Untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis bahan dapat diperoleh lewat
beberapa pengujian, yang mana pengujian fisis dan mekanis bahan sebagaimana
berikut :
a. Pengujian Tarik
Bentuk dan ukuran benda uji yang dipakai disesuaikan dengan permesinan
yang dipakai yaitu dengan mengguanakan standar ASTM yang mana
menggunakan rumus (Djapri,S., 1998) :
Lo = 4,5 Ao ………………………………………………..(1)
Keterangan Lo = Panjang ukur (mm),
Ao = Luas penampang mula-mula
= lebar x Tebal benda Uji (mm)
b. Pengujian kekerasan
Pengujian kekerasan bahan memiliki berbagai jenis, diantaranya uji
kekerasan Brinell, Vickers, maupun Rockwell. Uji kekerasan Brinell berupa
pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan bola baja berdiameter (2,5,
5 , 10) mm dan diberi beban tertentu, kemudian diameter hasil pijakan diukur
dengan mikroskop elektronik.
c. Pengujian struktur mikro
Pengujian struktur mikro dari suatu bahan dapat kita ketahui dengan cara
memfoto benda uji yang terlebih dulu dietsa dengan bahan kimia.
13
d. Pengujian porositas
Pengujian porositas untuk mengetahui kepadatan molekul dari benda
tersebut. Semakin sedikit porositas bahan, semakin padat pula molekul
bahan tersebut
2.5 Aging
Aging adalah suatu proses penuaan logam menurut waktu pada suhu yang
tidak terlalu tinggi untuk menghilangkan dislokasi akibat presipitasi partikel
dengan deformasi partikel sehingga paduan mengalami penguatan. Proses aging
sendiri bertujuan untuk mengeraskan dan membentuk keseragaman struktur suatu
bahan. Kekerasan dan keseragaman struktur dapat diperoleh tergantung pada
lamnya proses pemanasan. Pendinginan setelah dilakukan proses aging dilakukan
pelan-pelan pada suhu kamar.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan yang digunakan
Sebagai bahan utama paduan adalah aluminium, dan unsur paduan lainnya
adalah tembaga (Cu). Aluminium yang dipakai adalah pelek motor bekas,
sedangkan untuk tenbaga yang dipakai adalah kawat tembaga. Bahan-bahan
tersebut diperoleh dengan cara membeli. Selain bahan-bahan coran tersebut,
digunakan pula solar atau minyak tanah sebagai bahan bakar saat melakuan
pengecoran.
3.2 Peralatan
Peralatan utama dalam proses pembakaran adalah burner dan tungku
pembakaran. Tungku ini berfungsi untuk melindungi panas dari angin yang
berhembus, yang bisa membuat panas tidak merata dan bisa menyebabkan proses
peleburan lama sehingga hasilnya menjadi kurang bagus. Untuk bahan bakar
penulis menggunakan minyak tanah yang menjadi sumber bahan baku utama
kompor. Kompor ini kemudian akan dihubungkan ke kompresor guna diisi angin
sehingga akan bisa dipakai untuk melakukan proses pembakaran. Kompor inilah
yang dihubungkan ke dalam burner. Cetakan yang dipakai adalah cetakan logam
yang mempunyai tingkat presisi sangat baik. Tang penjepit digunakan sebagai alat
untuk mengangkat kowi dari tungku pembakaran setelah bahan paduan Al-Cu
menjadi bubur cair. Kowi ini dipesan di kasongan, yang mana kowi ini tahan
panas. Kemudian untuk mengukur suhu yang ada didalam kowi (hasil coran)
15
digunakanlah termokopel. Kemudian alat-alat yang digunakan dalam proses
pengujian hasil coran antara lain : oven logam, yang digunakan untuk proses
aging, mesin uji tarik untuk uji tarik(elastisitas), mesin uji kekerasan Brinell MOD
100 MR untuk uji kekerasan sementara untuk uji struktur mikro digunakan amplas
dan autosol(untuk mengkilapkan permukaan logam) serta mikroskop untuk
melihat struktur mikro hasil coran.
3.3 Proses Pengecoran
Proses pengecoran dilakukan dilakukan diluar lab ilmu logam dikarenakan
ruang lingkup yang dipakai cukup luas. Untuk memulai pengecoran mula-mula
harus kita siapkan semua peralatan serta bahan-bahan yang dibutuhkan. Untuk
melakukan pengecoran, dari peleburan bahan sampai menjadi hasil coran, waktu
yang dibutuhkan diperkirakan 25-40 menit. Gambar-gambar selama proses
pengecoran, hasil coran dan alat-alat yang digunakan dapat dilihat pada lampiran.
3.4 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji dilakukan dengan memilih hasil coran yang memiliki
permukaan rata. Setelah mendapatkan benda coran yang dimaksud, maka
dilakukan pemotongan sesuai ukuran yang ditentukan. Setelah dipotong kemudian
diberi perlakuan panas aging. Dari hasil pemotongan dipilih hasil yang paling
baik untuk dijadikan benda uji. Sisa benda coran yang dipotong digunakan untuk
uji kekerasan dan struktur mikro
16
3.5 Proses Perlakuan Panas Aging
Proses aging ini dilakukan dengan menggunakan oven logam yang terdapat
di Laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Proses
aging yang dilakukan adalah selama 12, 24, dan 36 jam.
3.6 Pengujian Coran
3.6.1 Pengujian Kekerasan Brinell
Pengujian Brinell dilakukan dengan alat uji kekerasan Brinell MOD 100
MR. Untuk melakukan pengujian ditentukan dulu diameter indentor yaitu 2,5 mm.
Dari indentor dapat ditentukan beban yang digunakan sebesar 62,5 kg. Pengujian
dilakukan dengan menekan indentor pada benda uji selama kurang lebih 30 detik.
Dilakukan beberapa kali penekanan untuk satu variabel bahan.. Gambar alat uji
kekerasan brinell dapat dilihat pada Gambar 3.1
Besarnya harga kekerasan Brinell dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Anonim, 2006) :
HB = Gaya yang bekerja pada penetrator (Kg,N)/Luas penampang bekas injakan
HB =))()
2(( 22 dDDD
P
........................................(2)
dengan :
P = gaya yang bekerja pada penetrator
D = diameter penetrator (mm)
d = diameter bekas injakan
Diameter penetrator yang digunakan tergantung pada tebal benda uji. Untuk
menentukan nya dapat dilihat pada Tabel 3.1
17
Tabel 3.1 Penggunaan penetrator untuk uji kekerasan Brinell
Tebal benda uji (mm) Diameter penetrator1-33-6>6
D = 2,5D = 5D = 10
HB Rata-rata2D
P Bahan
160160-8080-20
30105
Baja, besi corKuningan, logam campur CuAluminium, tembaga
DiameterPenetratorD (mm)
2DP
= 5 2DP
= 10 2DP
= 30
Gaya (kg)2,5 31,25 62,5 187,55 125 250 75010 500 1000 3000
Gambar 3.1 Alat Uji Kekerasan Brinell
18
3.6.2 Pengujian Tarik
Untuk pengujian tarik, mesin yang digunakan adalah mesin uji tarik.
Mesin uji tarik yang dipergunakan dapat dilihat pada Gambar 3.3. Dari data-data
pengujian tarik dapat diperoleh kekuatan tarik rata-rata bahan yang diuji. Benda
uji yang dipakai harus dibuat sedemikian rupa agar pada proses pengujian ini
didapat hasil yang diinginkan. Untuk mengetahui benda uji pengujian tarik dapat
dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Benda Uji Pengujian Tarik
Untuk menentukan ukuran benda uji tarik dapat digunakan persamaan 1. Dimana
dapat ditentukan faktor pembandingnya (Djapri,S., 1998)
Lo = 4,5 Ao ………………………………………………..(3)
Keterangan Lo = Panjang ukur (mm),
Ao = Luas penampang mula-mula
= lebar x Tebal benda Uji (mm)
19
Gambar 3.3 Alat Uji Tarik
20
3.6.3 Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan ini dimaksudkan guna mengetahui struktur mikro bahan hasil
coran, baik butiran maupun struktur kristalnya. Lewat pengamatan struktur mikro
dapat dilihat perubahan-perubahan yang terjadi serta pengaruh perubahan struktur
mikro terhadap kekuatan tarik maupun kekerasan bahan. Alat yang dipergunakan
berupa mikroskop metalography. Gambar dapat dilihat pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Mikroskop Metalography
21
3.6.4 Pengamatan Porositas
Pengujian porositas berfungsi untuk mengatuhui tingkat porositas bahan.
Porositas bahan terjadi karena banyak hal. Diantaranya keisinya rongga coran oleh
gas-gas sehingga menyebabkan terjadinya lubang-lubang kecil pada coran.
Porositasa bahan juga berpengaruh pada tingkat kekerasan bahan. Semakin sedikit
porositas yang terjadi semakin bagu struktur butiran hasil coran. Untuk
mengetahui tingkat porositas bahan dapat kita foto menggunakan mikroskop
metalography.
22
3.8 Diagram Alir Penelitian
Untuk mengetahui proses penelitian dapat dilihat pada diagram alir seperti
terlihat pada gambar.
Gambar 3.5 Diagram alir penelitian bahan
Al-Si(5% Cu)
Struktur mikroUji kekerasanPorositas
Al-Si
Al-Si(4,5% Cu)
Al-Si(3% Cu)
Al-Si(2% Cu)
Al-Si( 0% Cu)
Aging selama 12 jam,24 jam, 36 jam
Kesimpulan
Uji tarik
23
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kekuatan tarik bahan (rata-rata)
Dari data-data hasil pengujian tarik dapat diperoleh kekuatan tarik rata-rata
bahan. Berikut ini grafik batang rata-rata hasil kekeuatan tarik
Gambar 4.1 Grafik kekuatan tarik bahan
Dari gambar diperoleh paduan Al-Si (0% Cu) memiliki kekuatan tarik
yang paling tinggi. Paduan Al-Si dengan penambahan paduan variasi Cu (2%-5%)
ternyata menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan tariknya. Hal ini dapat
dilihat dari perubahan struktur mikronya, dimana kepadatan butiran Al-Cu lebih
sedikit. Akan tetapi pada variasi Cu (3% Cu), justru cenderung naik dikarenakan
butiran Al-Cu cenderung lebih banyak dan lebih rapat.
0
2
4
68
10
1214
16
0 2 3 4,5 5
kandungan Cu (%)
keku
atan
tari
k(k
g/m
m2)
24
4.2 Uji Kekerasan
Dari data-data pengujian kekerasan dapat diperoleh grafik sebagaimana
berikut.
0102030405060708090
1 2 3 4 5
kandungan Cu (%)
angk
ake
kera
san
bah
an(B
HN
)
4,50
Gambar 4.2 Hasil Uji Kekerasan (rata-rata)
Dengan bertitik tolak dari hasil penelitian, dapat diambil analisa sebagai
berikut : Al-Si dengan 0% Cu mempunyai angka kekerasan 51 BHN sedangkan
dengan penambahan Cu mengalami kenaikan kekerasan dimulai dari 52 BHN
pada penambahan 2 % Cu, 70 BHN pada 3 % Cu, 77 BHN pada 4,5 % Cu,
sedangkan pada 5% Cu terjadi sedikit penurunan kekerasan yaitu pad angka 75,48
BHN. Variasi Cu mempengaruhi tingkat kekerasan bahan. Hal ini dibuktikan
dengan penambahan Cu angka kekerasan bahan mengalami peningkatan. Pada
presentase penambahan Cu 4,5 % mempunyai tingkat kekerasan paling tinggi
dengan angka BHN 77. sehingga dapat diambil kesimpulan A-Si yang
mempunyai tingkat kekerasan paling tinggi adalah paduan dengan 4,5 % Cu. Hal
25
ini dapat dilihat pula dari foto struktur mikronya dimana paduan Al-Si 4,5 % Cu
mempunyai bentuk struktur mikro yang berbeda
4.3 Pengamatan Struktur Mikro
Dari hasil pengamatan struktur mikro diperoleh gambar sebagaimana
berikut :
200µ
Gambar 4.3 Struktur mikro Al-Si (0% Cu)
200µ
Gambar 4.4 Struktur mikro Al-Si (2% Cu)
26
200µ
Gambar 4.5 Struktur mikro Al-Si (3% Cu)
200µ
Gambar 4.6 Struktur mikro Al-Si (4,5 % Cu)
200µ
Gambar 4.7 Struktur mikro Al-Si (5% Cu)
27
Dari uji struktur mikro yang dilakukan, penambahan kadar tembaga
menghasilkan perubahan struktur mikro. Dalam gambar 4.4 sampai gambar 4.8,
bagian yang berwarna hitam atau gelap adalah unsur Al-Si, sedangkan bagian
yang berwarna cerah adalah unsur Cu. Karena hanya prosentase unsur paduan saja
yang berbeda maka struktur mikro yang dihasilkan juga hampir sama, yang
berbeda hanya prosentase struktur butiran kristal yang dihasilkan. Struktur butiran
yang dihasilkan menentukan sifat fisis dan mekanis Paduan Al-Si-Cu.
4.4 Pengamatan Porositas
Gambar 4.8 Grafik uji porositas bahan
Pada pengujian porositas tidak terlalu signifikan. Porositas bahan terjadi
karena banyak faktor. Terutama pada proses penuangan hasil coran terdapat gas-
gas yang mengisi rongga coran, sehingga menyebabkan terjadinya rongga-rongga.
Dalam penelitian kali ini pada coran Al-Si (3 % Cu) mengalami porositas yang
0
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5
kandungan Cu
poro
sita
s
0 4,5
28
paling besar. Porositas sedikit banyak berpengaruh pada kekuatan tarik dan
kekerasan bahan. Semakin kecil porositas bahan semakin rapat struktur bahan.
4.5 Proses Aging Pada Paduan Al-Si (4,5 % Cu)
Pengujian pada paduan ini berupa uji kekerasan bahan dan pengamatan
hasil struktur mikro. Proses aging ini dilakukan sebanyak 3x, yaitu : proses aging
12 jam, 24 jam, dan 36 jam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan
paduan Al-SI (4,5 % Cu) melalui proses aging.
65707580
859095
1 2 3 4
waktu aging (jam)
ang
kake
kera
san
bah
an
(BH
N)
12 240 36
Gambar 4.9 Hasil Uji kekerasan Al-Si (4,5 %) Cu dengan proses aging
Dilihat dari hasil kekerasan bahan, angka BHN yang diahasilkan berbeda-
beda. Pada proses aging 12 jam didapat angka BHN 85,41, sedangkan pada proses
aging 24 jam didapat angka BHN 86,67 dan pada proses aging 36 jam angka BHN
yang diperoleh adalah 92,45. Bandingkan dengan angka kekerasan bahan tanpa
aging yang mempunyai angka kekerasan BHN 77,31. Semakin lama waktu aging
29
yang dilakukan membuat kekerasan bahan meningkat, sehingga dapat
disimpulkan proses aging mempengaruhi tingkat kekerasan bahan..
4.6 Pengamatan Porositas Al-Si (4,5% Cu) pasca aging
Gambar 4.10 Grafik Porositas Al-Si (4,5% Cu) pasca aging
Setelah dilakukan proses aging terjadi sedikit perubahan pada gambar
4.10. Proses aging tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan
porositas bahan. Akan tetapi proses aging mempengaruhi sift-sifat yang lain.
2.
2.1
2.
2.2
2.
2.3
2.
0 12 24 36
waktu aging (jam)
po
rosi
tas
30
4.7 Pengamatan Struktur Mikro Hasil Aging
200µ
Gambar 4.11 Struktur mikro Al-Si (4,5% Cu), waktu aging 12 jam
200µ
Gambar 4.12 Struktur mikro Al-Si (4,5% Cu), waktu aging 24 jam
200µ
Gambar 4.13 Struktur mikro Al-Si (4,5% Cu), waktu aging 36 jam
31
Dari gambar hasil pengujian terjadi perubahan struktur mikro karena
pengaruh aging. Struktur mikro bahan dalam gambar 4.9 sampai gambar 4.11,
bagian yang berwarna hitam atau gelap adalah unsur Al-Si, sedangkan bagian
yang berwarna cerah adalah unsur Cu. Karena mengalami perlakuan aging terjadi
perubahan butiran kristal, dimana struktur butiran yang dihasilkan menentukan
sifat fisis dan mekanis Paduan Al-Si-Cu. Dalam hal ini perubahan struktur kristal
menyebabkan angka kekerasan bahan yang dihasilkan meningkat, dibandingkan
angka kekerasan bahan tanpa mengalami perlakuan aging.
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian beberapa pengujian yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut
1. Kekuatan tarik tertinggi terjadi pada aluminium dengan
penambahan kadar cu 3% yaitu sebesar 15,1 kg/mm.
2. Kekerasan bahan yang paling tinggi diperoleh pada paduan Al-Cu
dengan presentase Cu 4,5% perlakuan aging pada variasi waktu 36
jam yaitu sebesar 92 BHN.
3. Perubahan struktur mikro mulai terlihat setelah aluminium diberi
penambahan presentase Cu 2%. Struktur mikro bahan yang paling
berbeda terlihat pada campuran Al-Cu 4,5 % yg mana struktur
butiran kristalnya mengalami perubahan cukup signifikan. Struktur
mikro bahan menjadi lebih rapat, yang mana kerapatan butiran
menjadi indikasi tingkat kekerasan dan kekuatan tarik yang lebih
baik
5.2 Saran
Dari hasil-hasil benda coran, benda uji, data-data yang diperoleh dari hasil
pengujian dengan ini penulis menyarankan :
1. Untuk memperoleh hasil coran yang baik, seharusnya aluminium
yang akan di cor dipotong kecil-kecil, agar proses peleburan lebih
33
cepat. semakin cepat proses peleburan akan mempersingkat waktu,
serta material pendukung dalam proses peleburan.
2. Untuk menggunakan cetakan logam yang terdapat di dalam Lab
Teknologi Mekanik USD, sebaiknya cetakan tersebut di perbaiki
lagi, karena posisi serta bentuk cetakan yang tidak presisi membuat
hasil coran merembes keluar, yang menyebabkan perubahan
bentuk hasil coran.
3. Pembersihan terak dan kotoran saat proses berlangsung sangat
penting, agar kotoran dan terak tidak ikut masuk dalam cetakan
yang menyebabkan hasil coran tidak bagus.
4. Pada saat peleburan sebaiknya cetakan juga ikut dipanaskan, agar
saat logam cair dituang tidak langsung membeku karena bisa
membuat hasil coran buruk atau gagal
34
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Panduan Praktikum Ilmu Logam, Lab Ilmu logam, FST.USD,Yogyakarta
Djapri, S.,1998, Metalurgi Mekanik, Erlangga, Jakarta
Suroto, A., Sudibyo, B., 2000, Ilmu Logam dan Metalurgy, ATMI, Surakarta
Surdia,T. Chijiiwa,K. 2000, Teknik Pengecoran Logam, P.T. Pradnya Paramitha,Jakarta
Surdia,T. Saito,S., 1999, Pengetahuan Bahan Teknik, P.T. Pradnya Paramitha,Jakarta
Yuliono,Y.,2006, Pengaruh Aging Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Paduan Al-Si-Cu, skripsi, TM USD, Yogyakarta (tidak dipublikasikan)
LAMPIRAN
Gambar. Material sebelum dicor
Gambar. Kompressor
Gambar. Termokopel
Gambar. Burner
Gambar. Tungku pembakaran
Gambar. Kompor
Gambar. Cetakan logam
Gambar. Palu,obeng,kunci,tang penjepit,gergaji
Gambar. Peleburan material
Gambar. Pembersihan kerak cat
Gambar. Penuangan hasil coran kedalam cetakan