Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Skripsi 2017
KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA PRIMER DI
RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNHAS KOTA MAKASSAR
PERIODE JUNI 2016 – JUNI 2017
Oleh:
Nur Azizah Jafar
C111 14 001
Pembimbing:
dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH,Sp.M(K), M.Kes
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASAR
2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Bagian Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan judul :
1. “KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA PRIMER DI RUMAH
SAKIT PENDIDIKAN UNHAS KOTA MAKASSAR PERIODE JUNI 2016 –
JUNI 2017”
Hari / Tanggal : Rabu / 05 Desember 2017
Waktu : 08.00 WITA
Tempat : Ruang Departemen Histologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Makassar, 05 Desember 2017
(dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH.,Sp.M.Kes)
NIP. 198110106 201404 1 001
iii
HALAMANPENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Nur Azizah Jafar
NIM : C111 14 001
Fakultas/ Program Studi : Kedokteran / Pendidikan Kedokteran
Judul Skripsi : Karakteristik Penderita Glaukoma Primer Di Rumah Sakit
Pendidikan Unhas Kota Makassar Periode Juni 2016-Juni
2017
2. Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
DEWAN PENGUJI
Pembimbing :dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH.,Sp.M.Kes (……………...)
Penguji : dr. Shelly Salmah, M.Kes (…..…......……)
dr. Nursyamsi, Sp.M.,M.Kes (….…..….……)
Ditetapkan di : Makassar
Tanggal : 05 Desember 2017
iv
BAGIAN HISTOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DANDIPERBANYAK
Judul Skripsi :
3. “KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA PRIMER DI RUMAHSAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITS HASANUDDIN KOTA MAKASSAR
PERIODE JUNI 2016-JUNI 2017”
Makassar, 05 Desember 2017
(dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH.,Sp.M.Kes)
NIP. 198110106 201404 1 001
v
SKRIPSIFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDINDesember 2017
Nur Azizah Jafardr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH,Sp.M(K), M.Kes
Karakteristik Penderita Glaukoma Primer Di Rumah Sakit Pendidikan Unhas KotaMakassar Periode Juni 2016-Juni 2017
ABSTRAK
Latar Belakang : Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui penyebabnyadan terbagi menjadi glaukoma primer sudut terbuka dan sudut tertutup. Pada tahap awalpenyakit, tidak ditemukan gejala-gejala yang menandakan terjadinya peningkatanintraokuler. Hal ini biasa terjadi pada penderita glaukoma sudut terbuka. Lain halnyadengan glaukoma sudut tertutup, umumnya ditemukan gejala berupa sakit kepala, rasanyeri hebat didalam mata dll. Saat ini glaukoma dianggap sebagai penyakit yangmenakutkan. Itulah mengapa sangat penting untuk melakukan diagnosis dini.
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderitaGlaukoma Primer Di Rumah Sakit Pendidikan Unhas Kota Makassar Periode Juni 2016-Juni 2017.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakandesain penelitian deskriptif kuantitatif, menggunakan data sekunder yaitu rekammedik. Penelitian dilakukan bulan September sampai November 2017 di BagianRekam Medik RSP Unhas dengan melihat rekam medik pasien. Subjek penelitianmenggunakan total sampling yaitu semua penderita glaukoma primer di RSP Unhasyang memiliki rekam medik dan memenuhi syarat untuk sampel penelitian denganjumlah sebanyak 52 orang.
Hasil dan simpulan: Jumlah penderita glaukoma primer yang sesuai dengan kriteriainklusi adalah sebanyak 52 orang. Pada penelitian ini didapatkan populasi penderitaglaukoma primer paling banyak ditemukan pada kelompok umur 56-65 tahun yaitusebanyak 24 orang (46,1%) dan paling banyak diderita oleh perempuan yaitu sebanyak27 orang (51,9%). Distribusi berdasarkan jenisnya paling banyak pada glaukomaprimer sudut terbuka sebesar 35 orang (67,3%). Sedangkan distribusi penderitaglaukoma primer berdasarkan riwayat hipertensi didapatkan yang paling banyakpenderita tidak memiliki riwayat hipertensi sebesar 33 orang (63,5%) dan juga riwayatdiabetes mellitus didaptakan pula yang paling banyak penerita tidak memiliki riwayatdm yaitu sebesar 38 orang (73,1%). Distribusi berdasarkan keluhan utama didapatkankeluhan dengan penglihatan menurun sebanyak 19 orang (36,5%) yang paling banyakdiderita oleh pasien. Dan untuk distribusi berdasarkan tekanan intraokulernyadidapatkan penderita paling banyak mengalami peningkatan tekanan intraokuler yaitusebanyak 30 orang (57,7%).
Kata kunci : Karakteristik, Glaukoma, Glaukoma Primer,Insidensi, Tekananintraokuler.
vi
BACHELOR THESISFACULTY OF MEDICINE
HASANUDDIN UNIVERSITYDesember 2017
Nur Azizah Jafardr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH,Sp.M(K), M.KesCharacteristics of Primary Glaucoma Patients at Education Hospital ofHasanuddin University Makassar of June 2016-June 2017
ABSTRACT
Background: Primary glaucoma is an unknown cause of glaucoma and is divided intoprimary open angle glaucoma and closed angle. In the early stages of the disease, thereare no symptoms that indicate an intraocular increase. This is common in people withopen-angle glaucoma. Another case with closed-angle glaucoma, commonly found inthe form of headache, severe pain in the eyes etc. Currently glaucoma is considered afrightening disease. That is why it is very important to make an early diagnosis.
Objective: The purpose of this study is to determine the characteristics of patientswith Primary Glaucoma In Education Hospital Unhas Makassar City June 2016-June2017 period.Method: This research is an observational research using descriptive quantitativeresearch design, using secondary data that is medical record. The study was conductedfrom September to November 2017 at the Medical Record Division of RSP Unhas bylooking at patient's medical record. The subjects used total sampling, all primaryglaucoma patients in RSP Unhas who had medical records and were eligible forresearch samples with a total of 52 people.Results and conclusion: The number of primary glaucoma sufferers according to theinclusion criteria is 52 people. In this research, the population of primary glaucomapatients is found most in the age group 56-65 years that is as many as 24 people (46,1%)and most suffered by women that is 27 people (51,9%). Distribution by type is mostlyin open-angle primary glaucoma of 35 people (67.3%). While the distribution ofprimary glaucoma patients based on history of hypertension was found that mostpatients did not have a history of hypertension of 33 people (63.5%) and also historyof diabetes mellitus was also the most successful do not have dm history of 38 people(73.1% ). Distribution based on the main complaint obtained complaints with eyesightdecreased as many as 19 people (36.5%) the most suffered by patients. And for thedistribution based on intraocular pressure obtained the most experienced patientsincreased intraocular pressure as many as 30 people (57.7%).
Keywords: Characteristics, Glaucoma, Primary Glaucoma, Incidence, IntraocularPressure.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, dan Karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini sebagai
salah satu syarat penyelesaian pendidikan dokter (SI) Kedokteran Program Studi
Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddi dengan judul
“ Karakteristik Penderita Glaukoma Primer di RSP Unhas Kota Makassar Periode
Juni 2016-Juni 2017”.
Begitu banyak kesulutan dan hambatan yang kami hadapi dalam tahap
persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian skripsi ini. Namun dengan bimbingan, kerja
sama, serta bantuan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk
itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimah kasih yang sebesar-
besarnya secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :
1. Prof. DR. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.
2. dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH.,Sp.M.Kes selaku pembimbing atas
kesediaan, keihklasan, dan kesabaran meluangkan waktu ditengah-tengah
kesibukannya yang sangat padat serta memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis mulai dari penentuan judul, pembuatan proposal hingga proses
penyelesaian skripsi ini.
3. dr. Shelly Salmah, M.Kes dan dr. Nursyamsi, Sp.M.,M.Kes., selaku penguji
atas kesediaan, saran, dan masukan yang diberikan kepada penulis pada saat
seminar proposal hingga seminar akhir yang sangat membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
viii
4. Orang tua penulis, Ayahanda Drs. Jafaruddin dan Ibunda tercinta Hj.
Haslinda,S.Pd yang telah banyak memberikan dorongan doa, moril, dan
materil yang tak terhingga selama penyusunan skripsi.
5. Untuk saudara kandung penulis, Muh. Azizul Hakim yang telah banyak
mendoakan dan menghibur selama penyelesaian skripsi ini.
6. Koordinator dan seluruh staf pengajar Blok Skripsi Pendidikan Dokter Umum
dan Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama penyusunan skripsi ini.
7. Staf bagian rekam medik RSP Unhas atas kesedian membantu dan
mempermudah penulis dalam mencari sampel dalam skripsi ini.
8. Untuk teman satu pembimbing penulis, Haspiani dan Fariz atas kesediaan
membantu, menemani, dan kerjasamanya selama proses penyelesaian skripsi.
9. Untuk Tim Lady Rose, Anisar, Pia, Ika, Chusnul, Ulfa, Irma, Aisyah,
Magfirah, dan Anna yang selalu mendoakan, mendukung, memberi semangat,
serta memberikan masukan dan saran selama pembuatan skripsi ini.
10. Untuk sahabat saya, Fitriani, Sri Utami, Athirah, dan Astuti atas motivasi,
dukungan, dan doa demi kelancaran skripsi ini.
11. Seluruh keluarga, Auliah Ramli, Zakiah, Rani dan teman-teman dekat penulis
yag tidak bisa saya sebutkan satu-persatu atas motivasi, doa, dukungan selama
penyusunan skripsi ini.
12. Teman angkatan penulis di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
NEUTROF14VINE dan semua pihak yang telah terlibat memberikan
bantuan kepada penulis baik langsung maupun tidak langsung walaupun
ix
tidak dapat dituliskan satu per satu, semoga Allah SWT membalas jasa - jasa
kalian.
Semoga segala hal bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada
penulis bernilai pahala dari Allah SWT. Amin.
Penulis menyadari, tulisan tidak luput dari salah dan khilaf, oleh karena itu
saran, kritik, dan masukan dari pembaca adalah sesuatu yang senantiasa penulis
harapkan demi kemajuan bersama.
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan mendapat
berkah dari Allah SWT. Amin.
Makassar, Desember 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN CETAK ...................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Glaukoma ................................................................................ 6
2.1.1 Definisi ................................................................................. 6
2.1.2 Epidemiologi ........................................................................ 6
2.1.3 Klasifikasi ............................................................................ 8
2.1.4 Faktor Risiko ........................................................................ 10
xi
2.1.5 Patogenesis ........................................................................... 13
2.1.6 Gejala Klinik ........................................................................ 15
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 17
2.1.8 Penatalaksanaan ................................................................... 19
BAB 3. KERANGKA TEORI,KONSEP,DEFINISI OPERATIONAL
3.1 Kerangka Teori ....................................................................... 25
3.2 Kerangka Konsep .................................................................... 26
3.3 Definisi Operasional ................................................................ 26
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ..................................................................... 30
4.2 Waktu dan Lokasi ................................................................... 30
4.3 Populasi dan sampel ................................................................ 30
4.4 Jenis Data ................................................................................ 31
4.5 Manajemen Penelitian ............................................................. 31
4.6 Etika Penelitian ....................................................................... 32
BAB 5. HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian ....................................................................... 33
BAB 6. PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis kelamin ................................. 38
6.1 Karakteristik Berdasarkan Usia .............................................. 40
6.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Glaukoma ............................ 41
xii
6.1 Karakteristik Berdasarkan Riwayat Hipertensi ....................... 42
6.1 Karakteristik Berdasarkan Riwayat Diabetes Mellitus ........... 44
6.1 Karakteristik Berdasarkan Riwayat Keluhan Utama .............. 45
6.1 Karakteristik Berdasarkan Tekanan Intraokuler ..................... 47
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ............................................................................. 49
7.1 Saran ....................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 51
LAMPIRAN ................................................................................................... 56
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Aliran Normal Humor Aqueus..............................................................14
Gambar 2.2 Aliran Humor Aqueus Pada Glaukoma Sudut Terbuka ........................15
Gambar 2.3 Aliran Humor Aqueus Pada Glaukoma Sudut Tertutup .......................15
Gambar 6.1 Diagram pie penderita glaukoma primer berdasarkan jenis kelamin....39
Gambar 6.2 Diagram pie penderita glaukoma primer berdasarkan usia...................40
Gambar 6.3 Diagram pie penderita glaukoma primer berdasarkan jenis glaukoma
primer....................................................................................................41
Gambar 6.4 Diagram pie penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat hipertensi
..............................................................................................................43
Gambar 6.5 Diagram pie penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat diabetes
mellitus..................................................................................................44
Gambar 6.6 Diagram pie penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat keluhan
utama.....................................................................................................46
Gambar 6.7 Diagram pie penderita glaukoma primer berdasarkan tekanan intraokuler
..............................................................................................................47
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 6.1 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan jenis kelamin............33
Tabel 6.2 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan usia...........................34
Tabel 6.3 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan jenis glaukoma primer
...................................................................................................................35
Tabel 6.4 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat hipertensi ..35
Tabel 6.5 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat diabetes
mellitus ......................................................................................................36
Tabel 6.6 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat keluhan utama
...................................................................................................................36
Tabel 6.7 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat keluhan utama
...................................................................................................................37
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Data Penelitian .............................................................................56
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dan Surat Permohonan IzinPengambilan Data ..................................... ...........................................60
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Rekomendasi Etik .............................................61
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik .....................................................62
Lampiran 5 Lembar Persetujuan Judul ......................................................................63
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Proposal.................................................................64
Lampiran 7 Lembar Persetujuan Hasil ......................................................................65
Lampiran 8 Data Diri Penulis ....................................................................................66
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata
merupakan organ sensoris yang sangat vital. Delapan puluh persen informasi diperoleh
dari penglihatan (Andayani G, 2008). Gangguan penglihatan diperkirakan diderita oleh
285 juta orang di dunia, dimana 246 juta mengalami low vision dan 39 juta mengalami
kebutaan, diantara jumlah tersebut 65% dari jumlah low vision dan 82% dari jumlah
kebutaan diderita pada usia lebih atau sama dengan 50 tahun (WHO, 2012). Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan, prevalensi severe low vision dan
kebutaan meningkat pesat pada penduduk kelompok usia 45 tahun keatas dengan rata-
rata peningkatan sekitar dua sampai tiga kali lipat setiap 10 tahunnya. Prevalensi severe
low vision dan kebutaan tertinggi ditemukan pada penduduk kelompok usia 75 tahun
keatas sesuai peningkatan proses degeneratif pada pertambahan usia.
Secara global penyebab utama gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi
tidak dikoreksi (43%) dan katarak (33%). Penyebab gangguan penglihatan lainnya
adalah glaukoma, Age Macular Degeneration (AMD), retinopati diabetik, trakoma dan
kekeruhan kornea (WHO, 2012).
Glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan dan merupakan penyebab
kebutaan kedua terbanyak setelah katarak diseluruh dunia. Berdasarkan data WHO
2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma.
2
Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma sekunder
dan glaukoma kongenital. Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui
penyebabnya dan terbagi menjadi glaukoma primer sudut terbuka dan sudut tertutup.
Glaukoma sudut terbuka biasanya merupakan glaukoma kronis, sedangkan glaukoma
primer sudut tertutup berupa glaukoma sudut tertutup akut dan kronis. Glaukoma
sekunder adalah glaukoma yang timbul sebagai akibat dari penyakit mata lain, trauma,
pembedahan, penggunaan kortikostroid yang berlebihan atau penyakit sistemik lainnya.
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang ditemukan sejak dilahirkan, dan biasanya
disebabkan oleh sistem saluran pembuangan di dalam mata tidak berfungsi dengan baik
sehingga menyebabkan pembesaran mata bayi. Disamping itu, glaukoma dengan
kebutaan total disebut juga sebagai glaukoma absolut (Infodatin glaukoma,2015).
Menurut Vaughan (1995), dinyatakan bahwa sekitar 85%-90% berasal dari bentuk
glaukoma sudut terbuka primer sedangkan sebagian kecil (10%-15%), merupakan
glaukoma sudut tertutup primer, atau disebut juga dengan glaukoma sudut sempit yang
dapat melalui stadium akut, subakut dan kronik, serta bentuk glaukoma lainnya.
Pada tahap awal penyakit, tidak ditemukan gejala-gejala yang menandakan
terjadinya peningkatan intraokuler. Hal ini biasa terjadi pada penderita glaukoma sudut
terbuka. Para ahli memperkirakan kurang lebih setengah dari penderita glaukoma tidak
menyadari bahwa proses penyakit sedang berlangsung sampai akhirnya terjadi
pengecilan lapangan pandang yang ekstensif. Lain halnya dengan glaukoma sudut
tertutup, umumnya ditemukan gejala berupa sakit kepala, rasa nyeri hebat didalam mata
terutama pada pagi hari, susah melihat sewaktu berpindah dari tempat terang ke tempat
gelap, mual dan muntah.
3
Saat ini glaukoma dianggap sebagai penyakit yang menakutkan. Berbagai
penatalaksanaan yang diterapkan kepada penderita, berupa medikamentosa, tindakan
pembedahan dan laser hanya ditujukan untuk memperlambat atau mencegah hilangnya
penglihatan (kebutaan). Namun, berkurangnya lapangan pandang yang telah terjadi
bersifat irreversibel (permanen).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “ Karakteristik Penderita Glaukoma Primer di Rumah Sakit Pendidikan
Unhas Kota Makassar Periode Juni 2016 - Juni 2017 ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran diatas, rumusan masalah yang ingin
diangkat oleh penulis adalah :
1. Bagaimana karakteristik penderita glaukoma primer di Rumah Sakit
Pendidikan UNHAS Makassar ?
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita glaukoma
primer di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Makassar.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan usia di
Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Makassar.
b. Untuk mengetahui distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan jenis
kelamin di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Makassar.
4
c. Untuk mengetahui distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat
keluhan utama di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Makassar.
d. Untuk mengetahui distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan kejadian
diabetes mellitus di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Makassar.
e. Untuk mengetahui distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan kejadian
hipertensi di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Makassar.
f. Untuk mengetahui distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan tekanan
intraokuler di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Makassar.
g. Untuk mengetahui distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan jenis
glaukoma primer di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Makassar.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat-manfaat yaitu :
a. Bagi peneliti
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk berpikir
secara logis dan sistematis. Penelitian ini juga memberikan pengalaman serta
pelajaran baru bagi peneliti terkait judul penelitian.
b. Bagi peneliti lain
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk penelitian
selanjutnya yang terkait dengan judul penelitian.
c. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran terkait judul
penelitian dan sebagai bahan evaluasi keadaan kesehatan. Serta dengan
5
penelitian ini diharapkan dapat menemukan secara dini karakteristik penderita
glaukoma primer sehingga dapat segera dilakukan tindakan selanjutnya guna
mengurangi dampak yang lebih besar bila pengobatannya terlambat.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Glaukoma
2.1.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma adalah suatu keadaan tekanan intraokuler/tekanan dalam bola
mata relatif cukup besar untuk menyebabkan kerusakan papil saraf
optik dan menyebabkan kelainan lapang pandang (Ilyas S,2008).
Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mendapatkan bahwa
glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan sesudah katarak
(prevalensi 0,16%). Katarak 1,02%, Glaukoma 0,16%, Refraksi 0,11% dan
Retina 0,09%. Akibat dari kebutaan itu akan mempengaruhi kualitas hidup
penderita terutama pada usia produktif, sehingga akan berpengaruh juga
terhadap sumber daya manusia pada umumnya dan khususnya Indonesia
(Depkes RI, 1998).
2.1.2 Epidemiologi Glaukoma
Penelitian prevalensi glaukoma di berbagai negara menunjukkan
sebagian besar glaukoma merupakan glaukoma primer, yaitu glaukoma primer
sudut terbuka yang proporsinya paling banyak, diikuti glaukoma primer sudut
7
tertutup (Quigley & Browman,2006). Berbagai survei prevalensi glaukoma
diberbagai wilayah menunjukkan hasil sebagai berikut: Survei pada ras Melayu
di Singapura pada populasi usia 40-80 tahun diperoleh hasil prevalensi glaukoma
sebesar 3,4%, POAG 2,5%, PACG 0,12% dan tidak berbeda pada laki-laki
maupun perempuan (Shen et al,2008). Survei di Rom Klao District Thailand
terhadap populasi 50 tahun ke atas, diperoleh hasil prevalensi glaukoma sebesar
5,9%, 59% diantaranya POAG, 22% PACG dan 18% glaukoma sekunder
(Bourne et al,2003). Hasil survei di Dhaka Bangladesh diperoleh hasil bahwa
pada populasi usia minimal 40 tahun, prevalensi glaukoma menurut definisi
ISGEO kategori 1 sebesar 2,1 %, glaukoma primer terbuka 2,5%, glaukoma
primer sudut tertutup 0,4% dan glaukoma sekunder 0,2% serta tidak ada
perbedaan signifikan antar prevalensi pada laki-laki maupun wanita (Rahman et
al, 2004). Dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, kepada responden berusia
15 tahun keatas ditanyakan apakah pernah didiagnosis glaukoma oleh tenaga
kesehatan. Diperoleh hasil bahwa responden yang pernah didiagnosis glaukoma
adalah sebesar 0,46%, tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (18,5%), kemudian
berturut-turut diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (12,8%),
Kep.Riau (12,6%), Sulawesi Tenagah (12,1%), Sumatera Barat (11,4%). Hasil
terendah diperoleh di Provinsi Riau (0,4%).
8
2.1.3 Klasifikasi Glaukoma
2.1.3.1 Glaukoma Primer
Pada glaukoma primer, penyebab timbulnya glaukoma tidak diketahui.
Glaukoma primer dibagi atas 2 bentuk yaitu glaukoma sudut tertutup atau
glaukoma sudut sempit dan glaukoma sudut terbuka, yang disebut juga sebagai
glaukoma simpleks atau glaukoma kronik (Ilyas S,2003).
A. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-95%), yang meliputi kedua
mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut
sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan
trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degenartif jaringan trabekular,
saluran schleem, dan saluran saluran yang berdekatan. Perubahan saraf optik
juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnosa dengan
peningkatan tekanan intra okular dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan
tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata timbul.
B. Glaukoma primer sudut tertutup
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit
sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan
menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke
depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang
posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari
penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata
9
yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris
menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan
dan nyeri yang hebat.
2.1.3.2 Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma
.Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab :
a. Perubahan lensa
b. Kelainan uvea
c. Trauma
d. Bedah
(Ilyas,S 2003)
2.1.3.3 Glaukoma kongenital
Glaukoma yang ditemukan sejak dilahirkan, dan biasanya disebabkan oleh
sistem saluran pembuangan di dalam mata tidak berfungsi dengan baik sehingga
menyebabkan pembesaran bola mata yang disebut sebagai buftalmos (Ilyas, S,
2003).
Gejala-gejala glaukoma kongenital biasanya sudah dapat terlihta pada bulan
pertama atau sebelum berumur 1 tahun. Kelainan pada glaukoma kongenital
terdapat pada kedua mata. Rasa silau dan sakit akan terlihat pada bayi yang
menderita glaukoma kongenital, hal ini terlihat pada suatu sikap seakan-akan
ingin menghindari sinar sehingga bayi tersebut akan selalu menyembunyikan
kepala dan matanya (Ilyas, S, 2000).
10
2.1.3.4 Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut
.Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa
sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini
memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan
siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata
telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit. (Radjamin, dkk,1993)
2.1.4 Faktor Risiko Terjadinya Glaukoma Primer
2.1.4.1 Faktor umur
Faktor bertambahnya umur mempunyai peluang lebih besar untuk menderita
glaukoma primer. Salah satu penelitian menyatakan bahwa frekuensi pada
umur sekitar 40 tahun adalah 0.4%–0.7% jumlah penduduk, sedangkan pada
umur sekitar 70 tahun frekuensinya meningkat menjadi 2%–3% dari jumlah
penduduk (Vaughan, et al, 1995). Framingham Study dalam laporannya tahun
1994 me- nyatakan bahwa populasi glaukoma adalah sekitar 0.7% penduduk
yang berumur 52–64 tahun, dan meningkat menjadi 1.6% penduduk yang
berumur 65–74 tahun, serta 4.2% pada penduduk yang berusia 75–85 tahun.
11
Keadaan tersebut didukung juga oleh pernyataan yang dikeluarkan oleh
Ferndale Glaucoma Study di tahun yang sama.
2.1.4.2 Tekanan bola mata yang meningkat
Secara umum dinyatakan bahwa tekanan bola mata yang lebih tinggi
akan lebih memungkinkan terhadap peningkatan progresifitas kerusakan diskus
optikus, walaupun hubungan antara tingginya tekanan bola mata dan besarnya
kerusakan, sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa kasus menunjukkan,
bahwa adanya tekanan bola mata yang berada di atas normal akan diikuti
dengan kerusakan diskus optikus dan gangguan lapang pandangan dalam
beberapa tahun. Sebaliknya, terjadi juga pada banyak kasus, bahwa selama
pemeriksaan tekanan bola mata tidak pernah di atas normal, namun terjadi
kerusakan pada papil dan lapang pandang yang merupakan khas dari glaukoma
(Boyd, 2002).
Sejumlah faktor yang dapat berhubungan dengan timbulnya glaukoma
sudut terbuka primer adalah tekanan bola mata. Hal ini disebabkan karena
tekanan bola mata merupakan salah satu faktor yang paling mudah dan paling
penting untuk meramalkan timbul- nya glaukoma di masa mendatang
(Vaughan, 1995).
2.1.4.3 Faktor riwayat dalam keluarga
Glaukoma primer merupakan suatu kelainan yang diturunkan secara genetik,
mungkin bersifat multifaktor dan poligenik. Adanya penderita glaukoma dalam
keluarga meningkatkan risiko glaukoma. Salah satu penelitian mengatakan
menunjukkan risiko ratio sebesar 2,1 pada orang yang memiliki keluarga
12
penderita glaukoma dibandingkan yang tidak memiliki keluarga penderita
glaukoma (Le et al,2003).
2.1.4.4 Ras
Beberapa ras etnik diketahui memiliki prevalensi glaukoma yang lebih tinggi,
yaitu di Asia khusunya etnik China untuk glaukoma sudut tertutup dan ras Afrika
untuk glaukoma sudut terbuka (Coleman et al 2009; Quigley&Broman 2006).
Pada glaukoma sudut tertutup primer hal ini dikaitkan dengan faktor hereditar
yang mempengaruhi konfigurasi bilik mata depan yaitu bilik mata depan yang
dangkal, sudut mata yang sempit dan iris plateu (Stamper et al 2009). Pada
glaukoma primer sudut terbuka prevalensi pada ras kulit hitam lebih tinggi. Hal
ini dikaitkan dengan iskemia akibat sickle cell anemia, respon terhadap
pengobatan yang lebih buruk, akses terhadap pengobatan yang lebih buruk, level
tekanan intraokular yang lebih tinggi, dan cup disc ratio yang lebih besar
dibandingkan ras kulit putih (Wilensky, 1994).
2.1.4.5 Jenis Kelamin
Sebagian besar studi pada glaukoma primer sudut terbuka tidak mendapat
perbedaan risiko berdasarkan jenis kelamin. Sedangkan glaukoma sudut tertutup
pada beberapa penelitian menunjukkan prevalensi yang lebih banyak pada
perempuan. Hal ini kemungkinan akibat sudut bilik mata depan perempuan lebih
dangkal yaitu volumenya 10% lebih kecil dibandingkan pada laki-laki (Stamper
et al 2009).
13
2.1.4.6 Penyakit Sistemik
Insiden dari glaukoma sudut terbuka primer seringkali dihubungkan dengan
penyakit sistemik, yaitu Diabetes Mellitus dan Hipertensi arterial. Penderita
diabetes mellitus beresiko 2 kali terkena glaukoma. Sebesar 50% dari
penderita diabetes mengalami penyakit mata dengan risiko kebutaan 25 kali
lebih besar (Ilyas, 2001). Penderita hipertensi pun beresiko lebih tinggi
terserang glaukoma daripada yang tidak mengidap penyakit hipertensi.
Penderita hipertensi, beresiko 6 kali lebih sering terkena glaukoma (Perdami,
2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Christina Magdalena (2006),
menemukan bahwa penderita yang telah menderita hipertensi ≥ 5 tahun
berisiko mengalami glaukoma sebesar 4 kali lebih besar (Magdalena, 2006).
2.1.5 Patogenesis
Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melalui
pupil ke kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli
anterior (COA) melalui pupil. Cairan aqueus keluar dari COA melalui
jalinan trabekula menuju kanal Schlemm’s dan disalurkan ke dalam sistem
vena (Vaughan, 2000). Gambar dari aliran normal cairan aqueus dapat dilihat
pada gambar 2.1.
14
Gambar 2.1. Aliran normal humor aqueus ( Song J, 2009).
Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler:
a. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata,
sedangkan pengeluaran pada jalinan trabekular normal.
b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik
mata belakang ke bilik mata depan.
c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.
(Kanski, JJ, 1994)
Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
terbuka, dan kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus
menurun (gambar 2.2). Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya
trabekulum oleh iris perifer, sehingga aliran cairan melalui pupil tertutup
dan terperangkap di belakang iris dan mengakibatkan iris mencembung ke
depan. Hal ini menambah terganggunya aliran cairan menuju trabekulum.
15
Gambar (2.2) Aliran humor aqueus pada glaukoma sudut terbuka,
Gambar (2.3) Aliran humor aqueus pada glaukoma sudut tertutup.
(Song J, 2009)
Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma
adalah apoptosis sel ganglion retina. Optik disk menjadi atropi, dengan
pembesaran cup optik. Efek dari peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi
oleh waktu dan besarnya peningkatan tekanan tersebut. Pada glaukoma
akut sudut tertutup, Tekanan Intra Okuler (TIO) mencapai 60-80 mmHg,
mengakibatkan iskemik iris, dan timbulnya edem kornea serta kerusakan
saraf optik. Pada glaukoma primer sudut terbuka, TIO biasanya tidak
mencapai di atas 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion retina berlangsung
perlahan, biasanya dalam beberapa tahun (Vaughan D, 2000).
2.1.6 Gejala klinik
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut
terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang
berat terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada
16
glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat
dan memberikan gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan (Khaw
T, 2005).
2.1.6.1 Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi
tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut.
Secara umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan
kerusakan dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah
retina (Khaw T, 2005).
2.1.6.2 Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan
oleh sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut
sudut tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya
(Khaw T, 2005).
2.1.6.3 Nyeri.
2.1.6.4 Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf
optik menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya
menghasilkan kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma stadium
akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel vision), meski
visus pasien masih 6/6 (Khaw T, 2005).
17
2.1.6.5 Perubahan pada diskus optik.
Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupa penggaungan dan
degenerasi papil saraf optic (Khaw T, 2005).
2.1.6.6 Oklusi vena
2.1.6.7 Pembesaran mata
Pada dewasa pembesaran yang signifikan tidak begitu tampak. Pada anak-
anak dapat terjadi pembesaran dari mata (buftalmus) (Khaw T, 2005).
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
2.1.7.1 Tonometri
Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang
menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat
mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea
masing-masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan
intraokuler yang di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya,
semakin tipis kornea pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah.
Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena
cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah
dan tanpa komponen elektrik.Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar
10-21 mmHg (Kanski JJ, 1994).
2.1.7.2 Oftalmoskopi
Oftalmoskopi yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan
saraf optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik (RS Mata YAP,2009) .
Rasio cekungan diskus (C/D) digunakan untuk mencatat ukuran diskus
18
otipus pada penderita glaukoma. Apabila terdapat peninggian TIO yang
signifikan, rasio C/D yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetris yang
bermakna antara kedua mata, mengidentifikasikan adanya atropi
glaukomatosa (Kanski JJ, 1994).
2.1.7.3 Perimetri
Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang
disebabkan oleh kerusakan saraf optik (RS Mata YAP,2009). Beberapa
perimetri yang digunakan antara lain :
a. Perimetri manual: Perimeter Lister, Tangent screen, Perimeter
Goldmann
b. Perimetri otomatis
c. Perimeter Oktopus
2.1.7.4. Gonioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan
lensa khusus untuk melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari
gonioskopi secara diagnostik dapat membantu mengidentifikasi sudut yang
abnormal dan menilai lebar sudut kamera okuli anterior (Kanski JJ, 1994).
2.1.7.5. Biometri
Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan
pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma
primer atau sekunder (Kanski JJ, 1994).
19
2.1.8 Penatalaksanaan
2.1.8.1 Terapi medikamentosa
a. Supresi Pembentukan Humor Aqueus
1) Golongan β-adrenergik Bloker
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan
kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β- adrenergic
bloker misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol dan lain-lain. Farmakodinamik golongan β-adrenergic
bloker dengan cara menekan pembentukan humor aquos sehingga tekanan
intraokuler dapat turun. Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar
diserap dengan baik oleh usus secara peroral sehingga bioavaibilitas rendah
, dan memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1 sampa 3 jam.
Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara 3
sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk
mengeluarkan obat golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat
hambatan aliran darah yang menuju ke hati atau hambatan enzim hati.
Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan
kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian
diberikan pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik
secara tunggal atau kombinasi terapi dengan miotik (Niel, 2006).
20
2) Golongan α2-adrenergik Agonis
Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif
dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya
apraklonidin memiliki efek menurunkan produksi humor aquos,
meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui trabekula meshwork
dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan
aliran keluar uveosklera. Indikasi penggunaan apraklonidin untuk
mengontrol peningkatan akut tekanan intraokuler pasca tindakan laser.
Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini apabila pasien dengan mono
amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena mempengaruhi
metabolisme dan uptake katekolamin (Blanco AA,2002).
3) Penghambat Karbonat Anhidrase
1) Asetasolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena dapat
menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja efektif
dalam menurunkan tekanan intraokuler apabila konsentrasi obat bebas
dalam plasma ±2,5 µM. Apabila diberikan secara oral, konsentrasi puncak
pada plasma dapat diperoleh dalam 2 jam setelah pemberian dapat
bertahan selama 4-6 jam dan menurun dengan cepat karena ekskresi pada
urin. Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan
intraokuler, mencegah prolaps korpus vitreum, dan menurunkan tekanan
introkuler pada pseudo tumor serebri (Niel, 2006).
21
2) Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal
Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga
bila digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif rendah.
Pemberian dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi melalui kornea dan
sklera ke epitel tak berpigmen prosesus siliaris sehingga dapat menurunkan
produksi humor aqueus dan HCO3- dengan cara menekan enzim
karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik anhidrase topikal seperti
dorsolamid bekerja efektif menurunkan tekanan intraokuler karena
konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-10µM. Penghambat karbonat
anhidrase topikal (dorsolamid) dapat menurunkan tekanan intraokuler
sebesar 15-20% (Blanco AA,2002).
Indikasi pemberian untuk mengontrol glaukoma baik jangka pendek
maupun jangka panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain
untuk mencegah kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah intraokuler
(Niel, 2006).
2.1.8.2 Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueus
a. Parasimpatomimetik
Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan efek miosis
pada mata dan bersifat sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi
muskulus ciliaris supaya iris membuka dan aliran humor aquos dapat keluar
(Khaw T, 2005).
22
b. Analog prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif
digunakan pada terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros merupakan
obat baru yang paling efektif katena dapat ditoleransi dengan baik dan tidak
menimbulkan efek samping sistemik Cara kerja obat ini dengan
meningkatkan aliran keluarnya humor aqueus melalui uveosklera. Obat ini
diindikasikan pada glaukoma sudut terbuka, hipertensi okuler yang tidak
toleran dengan antiglaukoma lain. kontrandikasi pada pasien yang sensitif
dengan latanopros (Blanco AA,2002).
2.1.8.3 Penurunan Volume Vitreus
Obat yang digunakan dalam menurunkan volume vitreus dapat
menggunakan obat hiperosmotik dengan cara mengubah darah menjadi
hipertonik sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan
pengecilan vitreus sehingga terjadi penurunan produksi humor aquos.
Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut
tertutup akut dan maligna (Niel, 2006).
2.1.8.2 Tindakan Operatif
a. Laser iridektomi
Iridektomi diindikasikan pada keadaan glaukoma sudut tertutup. Laser iridotomy
melibatkan pembuatan suatu lubang pada bagian mata yang berwarna (iris) untuk
mengizinkan cairan mengalir secara normal pada mata dengan sudut sempit atau
tertutup (Bruce J, 2006).
23
b. Laser trabeculoplasty
Adalah suatu prosedur laser dilaksanakan hanya pada penderita glaukoma dengan
sudut terbuka (open angles). Laser trabeculoplasty tidak menyembuhkan glaukoma,
namun sering dilakukan daripada meningkatkan jumlah obat-obat tetes mata yang
berbeda-beda. Pada beberapa kasus, digunakan sebagai terapi permulaan atau terapi
utama untuk open-angle glaukoma. Prosedur ini adalah metode yang cepat, tidak sakit,
dan relatif aman untuk menurunkan tekanan intraocular. Dengan mata yang dibius
dengan obat tetes bius, perawatan laser dilaksanakan melalui lens kontak yang berkaca
pada sudut mata (angle of the eye). Microscopic laser yang membakar sudut
mengizinkan cairan keluar lebih leluasa dari kanal-kanal pengaliran (Niel, 2006).
h. Trabeculectomy
Adalah suatu prosedur operasi mikro yang sulit, digunakan untuk merawat
glaukoma. Pada operasi ini, suatu potongan kecil dari trabecular meshwork yang
tersumbat dihilangkan untuk menciptakan suatu pembukaan dan suatu jalan kecil
penyaringan yang baru dibuat untuk cairan keluar dari mata. Untk jalan-jalan kecil
baru, suatu bleb penyaringan kecil diciptakan dari jaringan conjunctiva (conjunctival
tissue). Conjunctiva adalah penutup bening diatas putih mata. Filtering bleb adalah
suatu area yang timbul seperti bisul yang ditempatkan pada bagian atas mata dibawah
kelopak atas. Sistim pengaliran baru ini mengizinkan cairan untuk meninggalkan
mata, masuk ke bleb, dan kemudian lewat masuk kedalam sirkulasi darah kapiler
(capillary blood circulation) dengan demikian menurunkan tekanan mata.
24
Trabeculektomy adalah operasi glaukoma yang paling umum dilaksanakan. Jika
sukses, dia merupakan alat paling efektif menurunkan tekanan mata (Ilyas S, 2003) .
i. Viscocanalostomy
Adalah suatu prosedur operasi alternatif yang digunakan untuk menurunkan
tekanan mata. Dia melibatkan penghilangan suatu potongan dari sclera (dinding mata)
untuk meninggalkan hanya suatu membran yang tipis dari jaringan melaluinya cairan
aqueous dapat dengan lebih mudah mengalir. Ketika dia lebih tidak invasiv dibanding
trabeculectomy dan aqueous shunt surgery, dia juga bertendensi lebih tidak efektif.
Ahli bedah kadangkala menciptakan tipe-tipe lain dari sistim pengaliran (drainage
systems). Ketika operasi glaukoma seringkali efektif, komplikasi-komplikasi, seperti
infeksi atau perdarahan, adalah mungkin. Maka, operasi umumnya dicadangkan untuk
kasus-kasus yang dengan cara lain tidak dapat dikontrol (Niel, 2006).
25
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI
OPERATIONAL
3.1 Kerangka Teori
2 Kerangka Konsep
FaktorRisiko
Pengeluaran di sudut bilikmata terganggu
Hambatan pengaliran padapupil sewaktu pengaliran
cairan bilik matabelakang ke bilik mata
depan.
Korpus siliarismemproduksi terlalu
banyak cairan bilik mata,sedangkan pengeluaranpada jalinan trabekular
normal
Peningkatantekanan intraokular
Glaukoma
Glaukomasekunder
Glaukomakongenital
Glaukomaabsolut
Glaukomaprimer
Glaukoma primersudut terbuka
Glaukoma primersudut tertutup
Penatalaksanaan
26
3.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
Variabel independent = karakteristik
Variabel dependent = glaukoma primer
3.3 Definisi Operational
3.2.1 Glaukoma
adalah penyakit dimana terjadi kerusakan saraf optik dan penurunan fungsi
penglihatan yang biasanya disebabkan karena peningkatan tekanan intraokuler.
3.2.2 Kejadian Glaukoma primer
adalah jenis glaukoma yang tidak diketahui penyebab pastinya. Biasanya terjadi
pada orang yang berusia lebih dari 40 tahun. Glaukoma primer terbagi menjadi :
GlaukomaPrimer
karakteristik
Usia Jenis kelamin Tekanan intraokular Hipertensi Diabetes melitus Klasifikasi glaukoma
primer Riwayat keluhan utama
27
3.2.2.1 Glaukoma primer sudut tertutup
yaitu glaukoma primer yang terjadi pada individu dengan sudut bilik mata
depan yang sempit sehingga sewaktu-waktu sudut tersebut dapat menutupi dan
meningkatkan tekanan intraokuler.
3.3.2.2 Glaukoma primer sudut terbuka
adalah glaukoma primer yang diakibatkan karena adanya hambtan aliran keluar
cairan akuos namun bilik mata berada dalam keadaan sudut terbuka.
3.2.3 Umur
adalah umur penderita yang terdapat dalam status di rekam medik.
Kriteria Objektif :
Kategori umur menurut Depkes RI (2009)
1. 0 - 5 tahun (masa balita)
2. 5 - 11 tahun (masa kanak-kanak)
3. 12 - 16 tahun (masa remaja awal)
4. 17 - 25 tahun (masa remaja akhir)
5. 26 - 35 tahun (masa dewasa awal)
6. 36 - 45 tahun (masa dewasa akhir)
7. 46 - 55 tahun (masa lansia awal)
8. 56 - 65 tahun (masa lansia akhir)
9. > 65 tahun (masa manula)
3.2.4 Jenis kelamin
adalah jenis kelamin yang tertera dalam dalam kartu rekam medik , dengan
kriteria objektifnya adalah :
a. Perempuan
28
b. Laki-laki
3.2.5 Tekanan intraokuler
adalah pengukuran tekanan intraokuler yang tertera dalam rekam medik, yang
dikategorikan menurut American Academy of Opthalmology staff, 2014-2015 adalah
normal = 10-21 mmHg. Kriteria objektifnya adalah:
a. >21 mm Hg (meningkat)
b. 10- 21 mmHg (normal)
3.2.5 Riwayat keluhan utama
Adalah jenis keluhan atau gangguan fisik yang sering dirasakan penderita
glaukoma berdasarkan anamnesis dokter seperti yang tertera pada kartu status (Ilyas S,
2007). Kriteria objektifnya adalah :
a. Penglihatan menurun
b. Mata merah
c. Nyeri pada mata
d. Sakit kepala
e. Air mata berlebih
f. Kotoran mata berlebih
3.2.6 Kejadian diabetes mellitus
Yang dimaksud adalah pasien memiliki riwayat menderita penyakit diabetes
mellitus. Kriteria objektifnya adalah :
a. menderita diabetes mellitus
b. tidak menderita diabetes mellitus
29
3.2.7 Kejadian hipertensi
Yang dimaksud adalah pasien yang memilik riwayat menderita penyakit
hipertensi. Kriteria objektifnya adalah :
a. Menderita hipertensi
b. Tidak menderita hipertensi
30
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan desain
penelitian deskriptif kuantitatif, dimana data yang diperoleh dari sampel populasi
dianalisis dengan metode statistik untuk mengetahui karakteristik penderita glaukoma
primer di Rumah Sakit Pendidikan Unhas Makassar, melalui penggunaan rekam medik
sebagai data penelitian.
4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
4.2.1.Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini direncanakan dilakukan pada bulan September sampai
November 2017.
4.2.2.Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini direncanakan dilakukan di bagian Mata Rumah Sakit
Pendidikan Unhas Makassar.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1.Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita penyakit mata yang
berobat ke bagian Mata Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Makassar periode Juni 2016-
Juni 2017.
31
4.3.2.Sampel
Sampel dalam penelitian ini seluruh penderita glaukoma primer yang berobat ke
bagian Mata Rumah Sakit Pendidikan Unhas Makassar periode Juni 2016 – Juni 2017.
4.3.2.1. Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode total sampling
yaitu dimana sampel yang diambil dari populasi hanya yang menderita glaukoma
primer.
4.3.2.2. Kriteria Seleksi
a. Kriteria Inklusi
1) Memiliki rekam medik
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien dengan diagnosis glaukoma kongenital, glauoma juvenil, glaucoma
sekunder.
2) Status rekam medik hilang/terselip sehingga tidak dapat ditemukan.
4.4. Jenis Data Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari
rekam medik subyek penelitian.
4.5. Manajemen Penelitian
4.5.1.Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari bagian Rekam
Medik Rumah Sakit Pendidikan Unhas Makassar. Kemudian nomor rekam medik
32
penderita glaukoma primer dalam periode yang telah ditentukan dikumpulkan. Setelah
itu, dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung.
4.5.2.Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan setelah pencatatan data rekam medik yang
dibutuhkan Microsoft Excel untuk memperoleh hasil statistik deskriptif yang
diharapkan.
4.5.3.Penyajian Data
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan yang
disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian
4.6. Etika Penelitian
Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian ini, antara lain:
a. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak bagian mata
Rumah Sakit Pendidikan Unhas Makassar sebagai permohonan izin untuk
melakukan kegiatan.
b. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam
medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas
penelitian yang dilakukan.
c. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak
yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan sebelumnya.
33
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Pendidikan
Unhas Kota Makassar dan pencatatan data dilakukan pada tanggal 6-17 November
2017. Proses pengambilan data dilakukan dengan melihat data sekunder rekam medik
penderita glaukoma primer periode Juni 2016-Juni 2017.
Data yang diperoleh dari bagian rekam medik RSP Unhas tercatat sebanyak 67
pasien glaukoma primer selama periode Juni 2016-Juni 2017. Setelah disesuaikan
dengan kriteria inklusi dan ekslusi maka didapatkan 52 rekam medik pasien glaukoma
primer yang memenuhi kriteria inklusi dan dapat dijadikan sampel.
Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan diolah secara komputerisasi,
kemudian disajikan dalam bentuk tabel dengan narasi. Adapun hasil yang diperoleh
dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.1 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan jenis kelamin di RSP
Unhas Periode Juni 2016-Juni 2017
NO JENIS KELAMIN FREKUENSI PERSEN (%)1 Perempuan 27 51,92 Laki-laki 25 48,1
Jumlah 52 100Sumber : Rekam Medik RSP Unhas Makassar
34
Pada tabel di atas memperlihatkan distribusi penderita glaukoma primer menurut
jenis kelamin dimana perempuan lebih banyak menderita glaukoma primer yaitu 27
orang (51,9 %) dibandingkan dengan laki-laki yang jumlahnya 25 orang (48,1 %).
2. Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan usia
Tabel 5.2 Distribusi glaukoma primer berdasarkan usia di RSP Unhas Periode Juni
2016-Juni 2017
NO USIA (TAHUN) FREKUENSI PERSEN (%)1 17-25 (remaja akhir) 2 3,82 26-35 (dewasa awal) 1 1,93 36-45 (dewasa akhir) 2 3,84 46-55 (lansia awal) 10 19,25 56-65 (lansia akhir) 24 46,16 >65 (manula) 13 25
Jumlah 52 100Sumber : Rekam Medik RSP Unhas Makassar
Usia merupakan rentang kehidupan manusia yang diukur dengan satuan tahun.
Pada tabel di atas menunjukkan kejadian glaukoma primer paling banyak terjadi pada
kelompok usia 56-65 (lansia akhir) yaitu sebanyak 24 orang (46,1%), kemudian diikuti
kelompok usia >65 (manula) sebanyak 13 orang (25 %), kelompok usia 46-55 (lansia
awal) sebanyak 10 orang (19,2 %), kelompok usia 17-25 (remaja akhir) dan 36-45
(dewasa akhir) masing-masing 2 orang (3,8 %), kelompok usia 26-35 (dewasa awal)
sebanyak 1 orang (1,9 %), dan yang terakhir kelompok usia 12-16 (remaja awal), 5-11
(kanak-kanak), dan 0-5 (balita) masing-masing 0 atau tidak ada (0 %).
35
3. Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan jenis glaukoma primer
Tabel 5.3 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan jenis glaukoma primer di
RSP Unhas Periode Juni 2016-Juni 2017
NO JENIS GLAUKOMA PRIMER FREKUENSI PERSEN (%)1 Glaukoma primer sudut terbuka 35 67,32 Glaukoma primer sudut tertutup 17 32,7
Jumlah 52 100Sumber : Rekam Medik RSP Unhas Makassar
Dari tabel diatas memperlihatkan distribusi penderita glaukoma menurut jenis
glaukoma primer, dimana ditemukan bahwa jenis glaukoma primer yang terbanyak
selama periode Juni 2016-Juni 2017 yaitu glaukoma primer sudut terbuka sebanyak 35
orang (67,3 %) sedangkan untuk glaukoma primer sudut tertutup sebanyak 17 orang
(32,7 %).
4. Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat hipertensi
Tabel 5.4 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat hipertensi di RSP
Unhas Periode Juni 2016-Juni 2017
NO RIWAYAT HIPERTENSI FREKUENSI PERSEN (%)1 Ada 19 36,52 Tidak ada 33 63,5
Jumlah 52 100Sumber : Rekam Medik RSP Unhas Makassar
Ditinjau dari segi riwayat hipertensi, distribusi penderita glaukoma primer yang
tidak memiliki riwayat hipertensi sebanyak 33 orang (63,5 %) dan yang memiliki
riwayat hipertensi sebanyak 19 (36,5 %).
36
5. Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat diabetes mellitus
Tabel 5.5 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat diabetes
mellitus di RSP Unhas Periode Juni 2016-Juni 2017
NORIWAYAT DIABETES
MELLITUSFREKUENSI PERSEN (%)
1 Ada 14 26,92 Tidak ada 38 73,1
Jumlah 52 100Sumber : Rekam Medik RSP Unhas Makassar
Pada tabel di atas, menunjukkan distribusi penderita glaukoma primer yang tidak
memiliki riwayat diabetes mellitus sebanyak 38 orang (73,1 %) sedangkan yang
memiliki riwayat diabetes mellitus sebanyak 14 orang (26,9 %).
6. Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan keluhan utama
Tabel 5.6 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat keluhan utama di
RSP Unhas Periode Juni 2016-Juni 2017
NORIWAYAT KELUHAN
UTAMAFREKUENSI PERSEN (%)
1 Penglihatan menurun 19 36,52 Mata merah 9 17,33 Nyeri pada mata 11 21,24 Sakit kepala 8 15,45 Air mata berlebih 3 5,86 Kotoran mata berlebih 2 3,8
Jumlah 52 100Sumber : Rekam Medik RSP Unhas Makassar
Berdasarkan pada tabel di atas, riwayat keluhan utama yang terbanyak yaitu
dengan keluhan penglihatan menurun sebanyak 19 orang (36,5%), diikuti nyeri pada
mata sebanyak 11 orang (21,2%), mata merah sebanyak 9 orang (17,3%), sakit kepala
37
sebanyak 8 orang (15,4%), air mata berlebih sebanyak 3 orang (5,8%) dan terakhir
dengan kotoran mata berlebih sebanyak 2 orang (3,8 %).
7.Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan tekanan intraokuler
Tabel 5.7 Distribusi penderita glaukoma primer berdasarkan peningkatan tekanan
intraokuler pada mata kanan dan kiri di RSP Unhas Periode Juni 2016-Juni
2017
NO TEKANAN INTRAOKULER(mmHG)
FREKUENSI PERSEN (%)
1 10-21 (normal) 22 42,32 >21 (meningkat) 30 57,7
Jumlah 52 100Sumber : Rekam Medik RSP Unhas Makassar
Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat distribusi peningkatan tekanan intraokuler pada
penderita glaukoma primer yang terbanyak yaitu pasien yang mengalami peningkatan
tekanan intraokuler > 21 mmHg sebanyak 30 orang (57,7 %). Sedangkan tekanan
intraokuler yang normal 10-21 mmHg sebanyak 22 orang (42,3%).
38
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian dilaksanakan di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Pendidikan Unhas
Kota Makassar dari tanggal 6-17 November 2017. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang karakteristik penderita glaukoma primer rawat jalan
maupun rawat inap pada RSP Unhas periode Juni 2016-Juni 2017, guna mencegah
terjadinya komplikasi atau hal-hal yang tidak diinginkan.
Karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, jenis-jenis glaukoma primer,
riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, keluhan utama, dan tekanan intraokuler.
Pada pengumpulan sampel di dapatkan 52 sampel penelitian yang memenuhi kriteria
inklusi dari 67 penderita glaukoma primer yang tercatat pada bagian Rekam Medik
RSP Unhas periode Juni 2016-Juni 2017.
Berikut ini adalah pembahasan dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini:
1. Karakteristik penderita glaukoma primer berdasarkan jenis kelamin
Distribusi penderita glaukoma berdasarkan jenis kelamin ditemukan bahwa jenis
kelamin perempuan lebih banyak menderita glaukoma primer yaitu berjumlah 27 orang
(51,9 %) sementara laki-laki berjumlah 25 orang (48,1 %).
39
Beberapa studi terutama pada glaukoma sudut tertutup menunjukkan prevalensi
yang lebih banyak pada perempuan. Hal ini kemungkinan akibat sudut bilik mata depan
perempuan lebih dangkal yaitu volumenya 10% lebih kecil dibandingkan pada laki-
laki (Stamper et al 2009). Hasil ini juga tidak jauh berbeda dengan data yang disebutkan
dalam kepustakaan (AAO,2003) yang menyatakan penderita glaukoma primer pada
perempuan lebih sering 3-4 kali daripada laki-laki. Hasil ini juga sesuai dengan
penelitian Yuniharti S (1996), bahwa penderita glaukoma paling banyak pada jenis
kelamin perempuan (70,6%) dibandingkn dengan jenis kelamin laki-laki (29,4%).
Selain itu, penelitian ini juga didukung oleh data Departemen Kesehatan Indonesia
(2004) yang mencatat penerita glaukoma pada pasien rawat inap paling banyak pada
jenis kelamin perempuan (55,8%) dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki
(44,2%) dan pada pasien rawat jalan paling banyak berjenis kelamin perempuan (57%)
dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki (43%). Namun meskipun secara statistik
51,948,1
Gambar 6.1 Distribusi penderita glaukoma primerberdasarkan jenis kelamin di RSP Unhas periodeJuni 2016-Juni 2017
perempuan
laki-laki
40
mengalami perbedaan dikatakan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko
yang bermakna (Fetty Ismandari,2010).
2. Karakteristik penderita glaukoma primer berdasarkan usia
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan yang terbanyak mengalami glaukoma
primer yaitu pada kelompok usia 56-65 tahun sebanyak 24 orang (46,1%) dan urutan
kedua pada kelompok usia >65 tahun ebanyak 13 orang (25%).
Kebanyakan penelitian mendapatkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara
tekanan introkuler dan usia (Manueke ES, 2003). Dalam kepustakaan (Jerald A.
Bell,2005) menyatakan bahwa penderita glaukoma akan meningkat sesuai dengan
pertambahan usia. Hal ini disebabkan karena pada usia tua, telah terjadi proses
degenerasi pada jalinan trabekular meshwork, termasuk pengendapan bahan ekstrasel
didalam jalinan trabekular meshwork dan dibawah lapisan endotel kanalis schlem. Hal
ini akan mengakibatkan penurunan drainase humor aquos yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuler. Selain itu, didapatkan salah satu hasil penelitian yang
0003,81,93,8
19,2
46,1
25
Gambar 6.2 Distribusi penderita glaukoma primerberdasarkan usia di RSP Unhas periode Juni 2016-Juni 2017
0-5 (masa balita)
6-11 (kanak-kanak)
26-35 (dewasa awal)
36-45 (dewasa akhir)
46-55 (lansia awal)
56-65 (lansia akhir)
>65 (manula)
41
mengatakan bahwa kelompok usia yang mengalami glaukoma primer terbanyak yaitu
pada kelompok usia 61-70 tahun (Dewi Rosalin,2011). Dikatakan pula pada literatur
lain, bahwa penderita glaukoma sudut terbuka umumnya terjadi pada usia dewasa yaitu
diatas usia 40 tahun, dan terbanyak pada usia diatas 65 tahun (Kanski JJ,2000 ).
3. Karakteristik penderita glaukoma primer berdasarkan jenis glaukoma primer
Dari hasil penelitian, didapatkan jenis glaukoma primer yang paling banyak dialami
oleh pasien yaitu glaukoma primer sudut terbuka sebanyak 35 orang (67,3%)
sedangkan glaukoma primer sudut tertutup sebanyak 17 orang (32,7%).
Dalam penelitian ini penderita paling banyak mengalami glaukoma primer sudut
terbuka dibandingkan glaukoma primer sudut tertutup. Diperkirakan sebanyak 70 juta
orang di dunia menderita glaukoma dengan jenis glaukoma primer sudut terbuka
sebanyak 90% (Budiono dkk,2013). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Zhou dkk (2014), pada penelitian tersebut mengklasifikasikan
glaukoma menjadi tiga jenis yaitu glaukoma primer sudut tertutup, glaukoma primer
67,3
32,7
Gambar 6.3Distribusi penderita glaukoma primerberdasarkan jenis glaukoma primer di RSP Unhasperiode Juni 2016-Juni 2017
glaukoma primer sudutterbuka
glaukoma primer suduttertutup
42
sudut terbuka, dan glaukoma sekunder. Hasil pada penelitian tersebut glaukoma primer
sudut terbuka merupakan jenis glaukoma yang paling banyak diderita oleh penderita
glaukoma di Cina. Dalam penelitian lain, didapatkan jenis glaukoma primer terbanyak
yaitu glaukoma primer sudut terbuka sebesar 40,6% sedangkan glaukoma primer sudut
tertutup sebesar 37,8% (Khandeker et al,2005). Glaukoma primer sudut terbuka ini
merupakan glaukoma yang tidak memberikan gejala sehingga tidak disadari oleh
penderitanya. Biasanya penderita glaukoma primer sudut terbuka baru disadari setelah
penglihatan kabur. Apabila proses yang terjadi lebih lanjut penglihatan akan terus
berkurang dan penderita glaukoma tersebut dapat mengalami kebutaan (Ilyas,2007).
Sedangkan pada glaukoma primer sudut tertutup rata-rata memiliki tekanan intraokuler
yang tinggi sehingga penurunan lapangan pandangannya lebih cepat dibandingkan
dengan glaukoma primer sudut terbuka (Gazzard et al,2003). Hasil penelitian ini
didukung pula oleh penilitian yang dilakukan Rijal yang mendapatkan yang paling
banyak terjadi yaitu glaukoma primer sudut terbuka dibandingkan glaukoma primer
sudut tertutup (Rijal, 2005).
4. Karakteristik penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat hipertensi
Distribusi penderita glaukoma berdasarkan riwayat hipertensi didapatkan yang tidak
memiliki riwayat hipertensi sebanyak 33 orang (63,5 %) dan yang memiliki riwayat
hipertensi sebanyak 19 (36,5 %).
43
Pada penelitian ini, penentuan adanya hipertensi hanya berdasarkan riwayat
anamnesis pada pasien yang tercatat pada rekam medik pasien. Peningkatan tekanan
darah sistemik berhubungan dengan tingginya tekanan intraokuler. Mekanisme pasti
yang mendasari terjadinya hal ini masih belum diketahui dengan jelas (Giangiacoma
A, 2009). Keberadaan penyakit hipertensi seringkali tidak disadari oleh penderitanya
dan baru terdeksi saat sedang melakukan pemeriksaan fisik untuk penyakit tertentu,
sehingga penyakit ini sering disebut sebagai silent killer (Irza S,2009). Oleh karena itu,
dalam penelitian ini didapatkan persentase yang memiliki riwayat hipertensi lebih
rendah dibandingkan dengan tidak memiliki riwayat hipertensi. Salah satu penelitian
mengemukakan bahwa penderita tekanan darah tinggi, memiliki ratio sebesar 1,33
untuk menderita glaukoma primer sudut terbuka (Gordon et al, 2009). Sedangkan
dalam penelitian lain dikatakan ratio penderita hipertensi pada penderita glaukoma
primer sudut tertutup sebesar 0,5 (Vijaya et al, 2006). Dalam hal ini, secara
36,5
63,5
Gambar 6.4 Distribusi penderita glaukoma primerberdasarkan riwayat hipertensi di RSP Unhasperiode Juni 2016-Juni 2017
ada
tidak ada
44
patofisiologi hipertensi lebih berhubungan dan berpengaruh pada glukoma sudut
terbuka dibanding glaukoma sudut tertutup.
5. Karakteristik penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat diabetes
mellitus
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi penderita glaukoma primer yang tidak
memiliki riwayat diabetes mellitus sebanyak 38 orang (73,1 %) sedangkan yang
memiliki riwayat diabetes mellitus sebanyak 14 orang (26,9 %).
Seperti halnya hipertensi, penentuan adanya diabetes mellitus hanya berdasarkan
riwayat anamnesis pada pasien yang tercatat pada rekam medik pasien. Sebenarnya
banyak penderita diabetes mellitus yang tidak menyadari bahwa dirinya mengidap
penyakit tersebut. Hal ini disebabkan minimnya informasi di masyarakat tentang
diabetes mellitus, terutama gejala-gejalanya (Manueke ES,2003). Hal ini juga yang
bisa menyebabkan rendahnya persantase penderita glaukoma primer yang memiliki
riwayat diabetes mellitus dibandingakan yang tidak memiiki riwayat diabetes mellitus.
26,9
73,1
Gambar 6.5 Distribusi penderita glaukoma primerberdasarkan riwayat diabetes mellitus di RSP Unhasperiode Juni 2016-Juni 2017
ada
tidak ada
45
Diabetes mellitus diketahui menyebabkan kerusakan mikrovaskular pada retina dan
saraf optik. Bukti memperlihatkan bahwa gangguan saraf optik bagian anterior,
bertanggung jawab terhadap perubahan papil saraf optik yang akan menghasilkan saraf
optik glaukomatosa (Chopra Et al,2008). Teori lain menyatakan bahwa mekanisme
diabetes mellitus dapat menyebabkan glaukoma dapat diketahui dari adanya
peningkatan ketebalan lensa akibat dari overload sorbitol atau melalui pertumbuhan
neovaskularisasi pada jalinan trabekular yang akan menyebabkan gangguan pada
proses pengaliran aqueous humor sehingga meningkatkan tekanan intraokuler (Lang
GK,2000). Dalam sebuah penelitian dilaporkan bahwa glaukoma sudut terbuka primer
prevalensinya akan meningkatkan tiga kali lebih tinggi pada diabetes mellitus daripada
non diabetes mellitus (Admadi, 2008).
6. Karakteristik penderita glaukoma primer berdasarkan riwayat keluhan
utama
Dari hasil penelitian, distribusi penderita glaukoma primer menurut keluhan utama
yang terbanyak yaitu penderita yang mengeluhkan adanya penglihatan menurun
sebanyak 19 orang (36,5%).
46
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dienda dll
(2013), dimana hasil penelitiannya didapatkan keluhan utama terbanyak pada penderita
yaitu penurunan penglihatan (34%). Hal ini disebabkan karena pada glaukoma
kerusakan saraf mata dimulai dari tepi lapangan pandang dan yang nantinya lambat
laun meluas ketengah sehingga penderita tidak sadar akan adanya kerusakan pada
lapangan pandang perifer, setelah pada tahap lanjut dimana seluruh lapangan pandang
telah rusak baik perifer maupun sentral barulah penderita memeriksakan matanya.
Disamping itu, terdapat pula gejala lain diantaranya nyeri mata dan sakit kepala yang
disebabkan karena terjadinya nyeri alih pada cabang-cabang nervus trigeminus yaitu
saraf oftalmikus pada kornea dan cabang kedua dan ketiga yang menyebabkan nyeri
pada belakang kepala sebagai akibat dari peninggian tekanan intraokuler. Pada teori
dikatakan keluhan yang didapatkan tergantung dari jenis glaukoma yang diderita,
misalnya glaukoma primer sudut terbuka akan terdapat keluahan seperti penurunan
36,5
17,3
21,2
15,4
5,83,8
Gambar 6.6 Distribusi penderita glaukoma primerberdasarkan riwayat keluhan utama di RSP Unhas periodeJuni 2016-Juni 2017
Penglihatan menurun
Mata merah
Nyeri pada mata
Sakit kepala
Air mata berlebih
Kotoran mata berlebih
47
lapangan pandang, mata sebelah terasa berat, sakit kepala. Sedangkan pada glaukoma
primer sudut tertutup umumnya keluhan yang diderita berupa mata merah, nyeri pada
mata, melihat pelangi (halo), mual dan muntah, kelopak mata bengkak dengan
penurunan penglihatan mendadak.
7.Karakteristik penderita glaukoma primer berdasarkan tekanan intraokuler
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan distribusi tekanan intraokuler terbanyak
mengalami peningkatan yaitu sebesar 30 orang (57,8%).
Menurut salah satu kepustakaan yang menyatakan bahwa peningkatan tekanan
intraokuler merupakan salah satu faktor risiko glaukoma yang dapat ditangani.
Beberapa teori menyatakan efek peningkatan tekanan intraokuler yang menyebabkan
terjadinya glaukoma, yaitu kegagalan vaskularisasi sehingga menyebabkan iskemik
pada nervus optik dan kegagalan mekanis akibat kompresi pada jaringan saraf dari
nervus optik. (Jerald A. Bell). Pada sebagian besar kasus glaukoma, tekanan bola mata
42,3
57,7
Gambar 6.7 Distribusi penderita glaukoma primerberdasarkan tekanan intraokuler di RSP Unhas periodeJuni 2016-Juni 2017
10-21(normal)
>21(meningkat)
48
yang tinggi merupakan penyebab terjadinya kerusakan saraf mata. Biasanya hal ini
disebabkan oleh terganggunya cairan keluar pada sistem drainase cairan bola mata
yang mengakibatkan penumpukan cairan bola mata sehingga terjadi peningkatan
tekanan intraokuler. Peningkatan tekanan intraokuler ini merusak saraf dan berakhir
dengan hilangnya luas penglihatan. Tingginya tekanan intraokuler sebagai faktor risiko
dari glaukoma banyak didukung oleh berbagai penelitian. Penelitian di Australia
mendapatkan peningkatan tekanan intraokuler berhubungan dengan terjadinya
glaukoma sudut terbuka dengan risk ratio 1,2-1,5 (Le et al,2003). Penelitian di
Bangkok didapatkan 31% dari glaukoma primer sudut terbuka dengan tekanan
intraokuler ≥97,5 perentil, 50% pada glaukoma primer sudut tertutup dan 80% pada
glaukoma sekunder (Bourne et al,2003). Sedangkan untuk penderita glaukoma yang
memiliki tekananan intraokuler normal, hal ini sesuai dengan kepustakaan ketegangan
normal glaukoma yang menyatakan bahwa sekitar 15% menjadi 25% orang dengan
glaukoma sudut terbuka memiliki ketegangan normal glaukoma. Hal ini sering disebut
sebagai normal tension glaukoma atau glaukoma normotensi. Walaupun
mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti, tetapi terdapat beberapa faktor yang
diduga dapat menyebabkan hal ini antar lain adanya gangguan vaskular sistemik.
49
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian mengenai karakteristik penderita glaukoma di
RSP Unhas Kota Makassar periode Juni 2016-Juni 2017 didapatkan 52 pasien
glaukoma primer maka dapat disimpulkan bahwa:
7.1.1. Penderita glaukoma primer lebih banyak ditemukan pada perempuan daripada
laki-laki yaitu sebesar 51,9% (27 orang).
7.1.2. Penderita glaukoma primer paling banyak pada kelompok usia 56-65 tahun
yaitu sebesar 46,1% (24 orang).
7.1.3. Penderita glaukoma primer paling banyak menderita galukoma primer sudut
terbuka yaitu sebesar 67,3% (35 orang).
7.1.4. Penderita glaukoma primer paling banyak ditemukan tidak memiliki riwayat
hipertensi yaitu sebesar 63,5 % (33 orang).
7.1.5. Penderita glaukoma primer paling banyak ditemukan riwayat diabetes mellitus
yaitu sebesar 73,1 % (38 orang).
7.1.6. Penderita glaukoma primer lebih banyak memiliki riwayat keluhan utama
berupa penurunan penglihatan yaitu sebesar 69,2% (36 orang).
7.1.7. Penderita glaukoma primer lebih banyak mengalami peningkatan tekanan
intraokuler sebanyak 57,8% (30 orang).
50
7.2. Saran
Setelah melakukan penelitian mengenai karakteristik penderita glaukoma di RSP
Unhas Kota Makassar periode Juni 2016-Juni 2017 didapatkan 52 pasien glaukoma
maka dapat disimpulkan bahwa:
7.2.1. Diharapkan kepada petugas kesehatan untuk mengadakan penyuluhan tentang
kesehatan mata dan pencegahannya khususnya glaukoma agar masyarakat
dapat mengetahui mengenai gejala, faktor risiko maupun bahaya penyakit
tersebut sehingga kita dapat mendeteksi lebih dini.
7.2.2. Bagi masyarakat khususnya masyarakat yang berusia lebih dari 40 tahun untuk
secara rutin melakukan pemeriksaan mata karena penderita berusia lebih dari
40 tahun berisiko untuk menderita glaukoma.
7.2.3. Perlu kiranya dalam pengisian status pasien ditulis secara lengkap terutama
identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang jiak ada, dan
penyakit penyerta untuk menetapkan diagnosa pasien.
51
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, G., 2008. Introduction to Eye Problems in Indonesia, Department of
Ophthalmology, FKUI.
American Academy of Opthalmology staff., 2014-2015. Basic and Clinicalscience
course. Section 10. Glaukoma. San Fransisco.
Bell Jerald a., 2009. Ocular hypertension. In: E-Medicine [online].
Blanco AA, Costa VP, Wilson RP. 2002. Handbook of Glaucoma. London:
Martin Dunitz. 17-20.
Bourne RRA, et al. 2003. Prevalence of Glaukoma in Thailand: a Population Based Survey
in Room Klao District. Bangkok: 1069-74.
Boyd B, Luntz M, 2002. Open Angle Glaucoma Clinical Evaluation and Risk Factors
In Innovation in The Glaucoma Etiology, Diagnosis and Management, High
Light of Ophthalmology, Bogota, 3-10.
Broman AT. 2006. The Number of People With Glaukoma Worldwide IN 2010 and
2020. 90:262-267.
Bruce James, et al, 2006. Anthony Brown oftalmologi. Jakarta: Erlangga.
Chopra V et al. 2008. Type 2 Diabetes Mellitus and the Risk of Open Angel Glaucoma.
115: 227-32.
Coleman et al., 2009. Science and practice: Epidemiology of glaucoma. New York:
Thieme Medical Publishers, pp 2-11
Dienda, Muhammad dll. 2013. Karakteristik Penderita Glaukoma di Klinik Mata
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2011. Palembang: Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
52
Depkes RI, 1998. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010.
Jakarta.
Depkes, RI., 2003. Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan
Kebutaan (PGPK) untuk Mencapai Vision 2020, Perdami. 1-20.
Depkes, RI, 2004. Distribusi Penyakit Mata dan Adneksa Pasien Rawat Inap dan
Rawat Jalan Menurut Sebab Sakit di Indonesia Tahun 2004.
Gazzard G, et al. 2003. Intraocular Pressure and Visual field Loss in Primary Angle-
Closure and Primary Open-Angle Glaucomas..
Giangiacoma A, Coleman AL. 2010. The Epidemiology of Glaucoma In. 13-21.
Gordon MO, et al. 2002. The Ocular Hypertension Treatment Study. Arch
Opthalmology: 720-725.
Ilyas, S. 2000. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ilyas, S. 2003. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, S. 2007. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Edisi III. Penerbit CV. Sagung
Seto.. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Irza S. 2009. Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo
Tanjung Sumateraa Barat. Medan; Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
53
Ismandari, Fetty. 2010. Kebutaan pada Pasien Glaukoma Primer di Rumah Sakit
Umum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jakarta
J Niel Michael 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Jakarta: 2006.
Kanski JJ., 1994. Clinical Ophthalmology 3th Ed. Oxford: Butterworth-Heinermann.
234-248.
Khandekar RMA, et al. 2008. Oman Eya Study 2005: Prevalence and Determinants
Glaucoma. Eastern Meditteranean Health Journal. 1349-59.
Khaw T, Shah P, 2005. ABC of Eyes 4 th Edition. London: BMJ Publishing Group; 52-
59.
Lang GK. 2000. Ophthalmology A Short Texbook. New York: 233-77.
Laske MC, et al. , 2003. Factors for glaucoma progression and the effect of treatment : the
Early Manifest Glaucoma Trial. Arch Opthalmol, 121:48.
Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB., 2003. Introduction to Glaucoma: Terminology,
Epidemiology and Heredity In Basic And Clinical Science Course section 10 :
Glaukoma. American Academy of Ophthalmology. San Fransisco, USA, 5-12.
Le A et al, 2003. Risk Factor Incidence of Open-Angle Glaucoma: The Visual
Impairment Project. 44(9):3783-3789.
Nilawati, E., 2008. Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukoma di RSUP.H.Adam Malik
Medan. Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUSU. Medan : 23.
Nelson P, et al. Quality of life in glaukoma and its relationship with visualfunction.
J.Glaukoma. 2003;12:139.
54
Magdalena, C., 2006. Besar Risiko Kejadian Glaukoma Pada Penderita Hipertensi di
Rumah Sakit Umum DR. Soetomo.
Manueke ES. 2003. Hubungan Rigiditas Sklera Dengan Nilai Tekanan Intraokuler Pada
Penderita Miopia. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Mukesh BN, et al., 2002. Five year incidece of open angle glaucoma : the visual
impairment project. Opthalmology, 1047-56.
PERDAMI (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia)., 2008. Peringatan Hari
Glaukoma Sedunia.
Radjiman, dkk., 11993. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press.
Rahman MM, et al. 2004. The Prevalence of Glaukoma in Bangladesh: A Population Based
Survey in Dhaka Division. 1493-1497.
Rarker MT, et al., 2000 Rate of visual fields loss in progressiv glaukoma. Arch Opthalmol,
481-7.
Rijal AP. 2005. Cinical Analysis Of Glaucoma in Hospital Patiens. Kathmandu University
Medical Journal.
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas)., 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2008.
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas)., 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.
Rosalian, dewi., 2011. Visual Field Abnormality and Quality of Life of Patient with
Primary Open Angle Glaucoma. Surabaya; Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga.
55
RS Mata YAP, 2009. Diagnosis dan Penanganan Glaukoma.
Shen SY, et al, 2008. The Prevalence And Types og Glaucoma in Malay People: The
Singapore Malay Eye Study.
Stamper RL et al., 2009. Angle-Closure Glaucoma With Pupillary Block In; Diagnosis
and Theraphy of The Glaucomas. New York: Mosby, 217.
Song, J., 2009. The Silent of Eyesight.
Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan-Eva, P., 1995. Glaucoma in General
Ophthalmology, Fourteenth edition a Lange Medical Book Printice- Hall
International Inc. 208-225.
Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan-Eva, P., 2000. Glaucoma in General
Ophthalmology, general Ophthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya Medika. 220-232.
Vijaya L, et al. 2006. Prevalence og Angle-Closure Disease in A Rural Southern Indian
Population. Arch Opthalmology: 403-9.
WHO., 2012. Global Data On Visual Impairments 2010.
WHO., 2010. The World Health Report 2010.
Wilensky J T.,1994. Epidemiology of Open Angle Glaucoma In Textbook of
Ophthalmology. London, St Louis, Baltimore, Boston, Chicago, Philidelphia,
Sydney, Toronto, p. 829- 833.
Yunihartati, S, 1996. Trabekulektomi pada Penderita Glaukoma di RSUP. Dr.
Sardjito. Ophtalmologica Indonesia, Vol. 16, no.
56
Lampiran 1 Data Penelitian
Data penderita glaukoma primer periode Juni 2016- Juni 2017 di bagain rekammedik RSP Unhas
NO NO.RM
USIA(TAHUN)
JENISKELAMIN
RIWAYAT KELUHANTEKANAN
BOLAMATA
RIWAYATJENIS
GLAUKOMADM HIPER
TENSI
1 01907 67 P Air mata berlebih 15/18 - +Glaukoma
primer sudutterbuka
2 09929 63 L Air mata berlebih21/18
+ -Glaukoma
primer sudutterbuka
3 13519 55 L Mata merah 23/10 + +Glaukoma
primer sudutterbuka
4 14312 25 P Nyeri 17/11 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
5 18701 65 L Penglihatan menurun 24/30 - +Glaukoma
primer sudutterbuka
6 18930 61 P Mata merah 41/25 + +Glaukoma
primer sudutterbuka
7 33430 69 P Penglihatan menurun 17/19 - +Glaukoma
primer sudutterbuka
8 33565 65 L Mata merah 11/10 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
9 38702 67 P Penglihatan menurun 12/23 + +Glaukoma
primer suduttertutup
10 55597 46 P Penglihatan menurun 13/15 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
11 57640 56 P Mata merah 12/19 - -Glaukoma
primer suduttertutup
12 55156 62 P Nyeri 14/15 + -Glaukoma
primer sudutterbuka
13 50304 46 L Nyeri 14/15 + -Glaukoma
primer sudutterbuka
57
14 59851 65 L Kotoran mata berlebih 15/54 - +Glaukoma
primer suduttertutup
15 60398 65 P Sakit kepala 58/17 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
16 60645 60 L Nyeri 18/13 - +Glaukoma
primer sudutterbuka
17 61111 64 L Kotoran mata berlebih 30/15 - +Glaukoma
primer sudutterbuka
18 61145 31 L Penglihatan menurun 38/21 - -Glaukoma
primer suduttertutup
19 61376 68 P Penglihatan menurun 17/25 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
20 61555 50 L Air mata berlebih 13/12 + +Glaukoma
primer sudutterbuka
21 61761 43 P Penglihatan menurun 19/23 - +Glaukoma
primer sudutterbuka
22 62334 52 L Mata merah 47/43 + +Glaukoma
primer sudutterbuka
23 63459 59 P Penglihatan menurun 14/34 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
24 63554 67 L Penglihatan menurun 19/30 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
25 63698 68 P Mata merah 25/error - +Glaukoma
primer sudutterbuka
26 35438 63 L Sakit kepala 17/38 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
27 64884 71 P Sakit kepala 60/15 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
28 65192 63 P Penglihatan menurun 17/30 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
29 65206 77 P Mata merah 36/49 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
58
30 65222 53 P Sakit kepala 11/14 + +Glaukoma
primer sudutterbuka
31 66457 50 L Penglihatan menurun 26/45 - -Glaukoma
primer suduttertutup
32 67458 65 L Penglihatan menurun 33/13 - -Glaukoma
primer suduttertutup
33 68413 49 L Nyeri 35/error - -Glaukoma
primer suduttertutup
34 68384 66 L Penglihatan menurun 27/18 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
35 69695 60 P Penglihatan menurun 31/12 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
36 70177 68 L Penglihatan menurun 30/10 + +Glaukoma
primer suduttertutup
37 70375 43 P Sakit kepala 20/30 - +Glaukoma
primer sudutterbuka
38 70380 49 P Nyeri Error/29 + -Glaukoma
primer suduttertutup
39 70663 21 L Sakit kepala 20/58 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
40 71071 68 P Nyeri 19/21 + +Glaukoma
primer suduttertutup
41 75131 69 L Penglihatan menurun 40/41 - -Glaukoma
primer suduttertutup
42 75786 59 P Mata merah 11/error - -Glaukoma
primer suduttertutup
43 75816 46 L Nyeri Error/16 - -Glaukoma
primer suduttertutup
44 76649 63 P Nyeri 13/8 - +Glaukoma
primer suduttertutup
45 76994 65 L Penglihatan menurun 12/21 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
59
46 62456 63 P Sakit kepala 16/11 - -Glaukoma
primer suduttertutup
47 72793 57 L Sakit kepala 15/10 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
48 73574 60 L Penglihatan menurun 16/17 + +Glaukoma
primer sudutterbuka
49 62447 62 P Mata merah 16/29 + -Glaukoma
primer sudutterbuka
50 48528 56 P Penglihatan menurun 25/21 - -Glaukoma
primer sudutterbuka
51 69957 61 P Nyeri 21/48 - -Glaukoma
primer suduttertutup
52 59348 66 L Nyeri 12/43 - -Glaukoma
primer suduttertutup
60
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian dan Surat Permohonan Izin
Pengambilan Data
61
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Rekomendasi Etik
62
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik
63
Lampiran 5
LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL
Bersama ini kami selaku pembimbing skripsi mahasiswa :
Nama : Nur Azizah Jafar
Stambuk : C111 14 001
Menyetujui judul skripsi mahasiswa tersebut di atas dengan judul :
“KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA PRIMER DI RUMAH SAKIT
PENDIDIKAN UNHAS KOTA MAKASSAR PERIODE JUNI 2016-JUNI 2017”
Makassar, 27 April 2017
(dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH.,Sp.M.Kes)
NIP. 198110106 201404 1 001
64
Lampiran 6
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL
Bersama ini kami selaku pembimbing skripsi mahasiswa :
Nama : Nur Azizah Jafar
Stambuk : C111 14 001
Judul : Karakteristik Penderita Glaukoma Primer Di Rumah Sakit
Pendidikan Unhas Kota Makassar Periode Juni 2016-Juni 2017
Menyatakan bahwa mahasiswa ini telah mempresentasikan proposal skripsinya
pada :
Hari/tanggal : Rabu, 30 Agustus 2017
Waktu : 11.00 WITA
Tempat : Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar, 30 Agustus 2017
(dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH.,Sp.M.Kes)
NIP. 198110106 201404 1 001
65
Lampiran 7
LEMBAR PERSETUJUAN HASIL
Bersama ini kami selaku pembimbing skripsi mahasiswa :
Nama : Nur Azizah Jafar
Stambuk : C111 14 001
Judul : Karakteristik Penderita Glaukoma Primer Di Rumah Sakit
Pendidikan Unhas Kota Makassar Periode Juni 2016-Juni 2017
Menyatakan bahwa mahasiswa ini telah mempresentasikan hasil penelitian
skripsinya pada :
Hari/tanggal : Jumat, 24 November 2017
Waktu : 14.00 WITA
Tempat : Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar, 24 November 2017
(dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH.,Sp.M.Kes)
NIP. 198110106 201404 1 001
66
Lampiran 8
DATA DIRI PENULIS
Nama Lengkap : Nur Azizah Jafar
Nama Panggilan : Icha
NIM : C11114001
Tempat, Tanggal Lahir : Kalosi, 06 Juni 1996
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Jurusan/Fakultas : Pendidikan Dokter / Kedokteran
Nama Orangtua :
Ayah : Drs. Jafaruddin
Ibu : Hj. Haslinda S,Pd
Anak Ke : 1
Alamat : Rusunawa Unhas Blok B
Telepon : 085240439154
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
No. Jenjang Pendidikan Asal Tahun Tamat
1. Sekolah Dasar SDN 103 KALOSI 2008
2.Sekolah MenengahPertama
SMP 3 ALLA 2011
3. Sekolah Menengah Atas SMAN 1 ANGGERAJA 2014