59
KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA DENNY WAHYUDI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

DENNY WAHYUDI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2010

Page 2: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Karakteristik Habitat Mamalia Laut di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis

lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

Denny Wahyudi C24062449

Page 3: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

RINGKASAN

Denny Wahyudi. C24062449. Karakteristik Habitat Mamalia Laut di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Di bawah bimbingan M. Mukhlis Kamal dan Totok Hestirianoto

Kepulauan Seribu adalah daerah perairan yang merupakan habitat bagi mamalia laut. Gugusan karang yang terdapat di perairan Kepulauan Seribu menjadi habitat yang layak bagi organisme perairan termasuk mamalia laut. Studi tentang karakteristik habitat mamalia laut di Kepulauan Seribu hingga saat ini belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik habitat mamalia laut di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.

Waktu pengambilan data dilakukan secara dua tahap, yaitu pada tanggal 10 Mei– 27 Mei 2010, dan tanggal 22 Juni–3 Juli 2010. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain kapal motor, binokuler, kamera DSLR (Nikon D3000+Lensa Sigma 70-300mm DL Macro Super), GPS (Global Positioning System), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data sheet, alat tulis, jam tangan, dan peta batimetri Kepulauan Seribu. Metode yang digunakan adalah metode penjelajahan menggunakan kapal motor. Habitat perairan yang diamati adalah kedalaman, suhu permukaan, kecepatan arus permukaan, kondisi angin, salinitas permukaan, pasang surut, dan nekton.

Lokasi perjumpaan dengan mamalia laut antara lain di sekitar perairan Gusung Mungu, Karang Baronang, Utara Pulau Payung, perairan Pulau Pari, Selatan Pulau Payung, Pulau Semut, Timur Pulau Opak Besar, Goba Tipis, Gusung Mengkek, Selatan Pulau Panggang, Timur Karang Lebar, dan Timur Karang Congkak. Lumba-lumba yang ditemukan dalam kelompok saat pengamatan antara lain lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris), dan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis). Sedangkan jenis mamalia lain yang ditemukan di perairan Kepulauan Seribu adalah jenis paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens). Kedalaman terendah yang diperoleh saat pengamatan adalah 2,1 m. Sedangkan kedalaman yang paling dalam saat pengamatan adalah 84,5 m. Kecepatan arus yang diperoleh berkisar antara 0,0207-0,2098 m/s. Kecepatan angin yang diperoleh setelah dikonversi dengan skala Beaufort berkisar antara 1–10 knot. Suhu permukaan yang diperoleh berkisar antara 26-32 °C. Nilai salinitas permukaan yang diperoleh di perairan Kepulauan Seribu berdasarkan waktu kemunculan mamalia laut berkisar antara 30–320/00. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, saat kemunculan mamalia laut di beberapa lokasi terjadi pada saat air surut rendah, surut, mulai pasang rendah, dan air pasang.

Rencana pengelolaan yang disarankan adalah melalui perlindungan habitat mamalia laut di Kepulauan Seribu melalui pendekatan Manajemen Berbasis Ekosistem, dan peningkatan kearifan lokal masyarakat Kepulauan Seribu. Selain itu, perlu diadakannya penelitian secara berkala, untuk mengetahui parameter habitat yang sesuai untuk kehidupan mamalia laut, agar keberadaan mamalia laut di Kepulauan Seribu tetap lestari.

Kata kunci: Kepulauan Seribu, Habitat, Mamalia laut

Page 4: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

DENNY WAHYUDI

C24062449

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2010

Page 5: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul penelitian : Karakteristik habitat mamalia laut di perairan Kepulauan

Seribu, Jakarta Utara

Nama : Denny Wahyudi

NRP : C24062449

Program studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc

NIP. 132084932 NIP. 19620324 198603 1 001

Mengetahui : Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc

NIP. 19660728 199103 1 002

Tanggal lulus: 6 September 2010

Page 6: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah

diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Karakteristik

habitat mamalia laut di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara; disusun

berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Mei–Juli 2010, dan merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal,

M.Sc sebagai pembimbing pertama dan Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc Sebagai

pembimbing kedua serta Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku komisi pendidikan

program S1 yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta motivasi sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih

kepada keluarga dan rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis baik secara

moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan

keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian, penulis mengharapkan hasil

penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak. Akhir kata, penulis

mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk penyempurnaan tulisan ini.

Bogor, Agustus 2010

Penulis

Page 7: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing dan

pembimbing akademik serta Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc sebagai anggota

komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan, dan

motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc sebagai dosen penguji dan Ir. Agustinus M.

Samosir, M.Phil sebagai ketua komisi pendidikan program S1 atas saran, masukan,

dan perbaikan yang telah diberikan.

3. Para staf Tata Usaha MSP, terutama Mba Widaryanti atas arahan dan bantuan

yang telah diberikan.

4. Bapak (Sadikin), Ibu (Sri Wahyuni), dan adik (Fariz Billal N.) atas doa, kasih

sayang, dukungan, dan motivasi yang telah diberikan.

5. Tika Lina Putri atas doa, kasih sayang, dukungan, dan motivasi yang telah

diberikan.

6. Chikarista Irfangi selaku rekan penelitian atas kerja sama, bantuan, dan masukan

yang telah diberikan.

7. Keluarga Ibu Dahlia, terutama Pak Jamaludin dan keluarga di Pulau Panggang atas

bantuannya.

8. Teman-teman MSP 43, ADC (Dinda, Luly, Restu, Dwi, Astri, Edwin, Danang, Gafar,

dan Umam), Bang Harun, Putri, Kharina, Danil (ITK 43), BUNCIT (Putri, Ayu, Fitri,

Aditya, Angger), Mang Endar, Teman-teman FPIK, Rumah Kontrak J-Camp (Pak

Supriyatna, Ibu Eem, Erry, Andriana, Iqrarul, Sasikirono), dan Teman-teman UKF

IPB.

Page 8: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 29 Desember 1987

dari pasangan Bapak Sadikin dan Ibu Sri Wahyuni. Penulis

merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan

formal ditempuh di TK Hanjuang, SD Kartika X - 4 (1994), SLTPN

177 Jakarta Selatan (2003), dan SMAN 47 Jakarta Selatan (2006).

Pada tahun 2006, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian

Bogor melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat Dan

Kemampuan). Setelah belajar selama 1 tahun pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB)

penulis masuk di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi asisten

praktikum Mata Kuliah Dasar-dasar Limnologi (2008/2009 dan 2009/2010), dan

Sumberdaya Perikanan (2008/2009). Penulis juga aktif sebagai Ketua Divisi

Karnivora UKF (2007/2008), dan Ketua Departemen Eksternal UKF (2008/2009).

Penulis juga pernah menjadi tim surveyor dari WWF (Worl Wild Foundation) (2009)

dalam rangka pelestarian sea food di Indonesia.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis

melaksanakan penelitian yang berjudul “Karakteristik Habitat Mamalia Laut di

Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara”.

Page 9: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................................... vi

1. PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2 1.3. Tujuan ...................................................................................................................................... 2 1.4. Manfaat .................................................................................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 3 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian .............................................................................. 3 2.2. Deskripsi Mamalia Laut .................................................................................................. 4 2.3. Habitat dan Penyebaran ................................................................................................ 5

2.3.1. Kedalaman ............................................................................................................... 6 2.3.2. Kecepatan arus permukaan ............................................................................ 6 2.3.3. Suhu ............................................................................................................................. 6 2.3.4. Salinitas ....................................................................................................................... 7 2.3.5. Pasang surut air laut ........................................................................................... 7 2.3.6. Nekton ........................................................................................................................ 7

2.4. Migrasi Mamalia ................................................................................................................. 8

3. METODE PENELITIAN .............................................................................................................. 9 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................... 9 3.2. Alat dan Bahan .................................................................................................................... 10 3.3. Metode Kerja ........................................................................................................................ 10

3.3.1. Desain survey ........................................................................................................... 10 3.3.2. Pengumpulan data ............................................................................................... 11

3.4. Analisis Data ......................................................................................................................... 11 3.4.1. Parameter habitat dan perkiraan posisi sudut matahari ................. 11

4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................................... 13 4.1. Hasil .......................................................................................................................................... 13

4.1.1. Jenis dan lokasi perjumpaan ........................................................................... 13 4.1.2. Kondisi habitat perairan ................................................................................... 13

4.2. Mamalia Laut dan Karakteristik Lingkungan Kepulauan Seribu .............. 18 4.2.1. Kedalaman berdasarkan kemunculan mamalia laut .......................... 18 4.2.2. Kecepatan arus permukaan dan angin berdasarkan kemunculan mamalia laut ................................................................................ 28 4.2.3. Suhu permukaan berdasarkan kemunculan mamalia laut ............. 29 4.2.4. Salinitas berdasarkan kemunculan mamalia laut ................................ 31 4.2.5. Pasang surut berdasarkan kemunculan mamalia laut ...................... 32

4.3. Kemunculan Mamalia Laut Berdasarkan Waktu dan Perkiraan Posisi Sudut Matahari ................................................................................................................... 33 4.4. Aspek Pengelolaan ............................................................................................................ 34

Page 10: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

ii

5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................................... 36 5.1. Kesimpulan ........................................................................................................................... 36 5.2. Saran ........................................................................................................................................ 36

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................. 37

LAMPIRAN ............................................................................................................................................... 40

Page 11: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kondisi pasang surut air laut berdasarkan waktu kemunculan mamalia laut ........................................................................................................................................................ 14 2. Jumlah mamalia laut berdasarkan jenis dan hari perjumpaan ............................. 16 3. Jumlah, jenis mamalia laut, parameter fisika berdasarkan waktu dan lokasi kemunculan ............................................................................................................... 16

Page 12: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta lokasi pengamatan di wilayah perairan Kepulauan Seribu ......................... 9

2. Posisi pengamat pada metode Single Platform .............................................................. 10

3. Jenis dan lokasi perjumpaan dengan mamalia laut ..................................................... 15

4. Peta batimetri perairan Selatan Pulau Payung berdasarkan kemunculan paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens) ............................................................... 18 5. Peta batimetri perairan Gusung Mungu berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) .......................................................... 19 6. Peta batimetri perairan Karang Baronang berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) .......................................................... 20 7. Peta batimetri perairan Utara Pulau Payung berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) .......................................................... 20

8. Peta batimetri perairan Pulau Semut berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) .......................................................... 21 9. Peta batimetri perairan Timur Pulau Opak Besar berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) .......................................................... 21 10. Peta batimetri perairan Goba Tipis berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) .......................................................... 22 11. Peta batimetri perairan Gusung Mengkek berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) .......................................................... 22 12. Peta batimetri perairan Timur Karang Lebar berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) .......................................................... 23 13. Peta batimetri perairan Timur Karang Congkak berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) .......................................................... 23 14. Peta batimetri perairan Timur Karang Congkak berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) .......................................................... 24 15. Peta batimetri perairan Karang Baronang berdasarkan kemunculan lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris) ................................................... 25 16. Peta batimetri perairan Utara Pulau Payung berdasarkan kemunculan lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris) ................................................... 25 17. Peta batimetri perairan Pulau Pari berdasarkan kemunculan lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris) ................................................... 26

Page 13: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

v

18. Peta batimetri perairan Gusung Mungu berdasarkan kemunculan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) ............................................................................. 27 19. Peta batimetri perairan Pulau Semut berdasarkan kemunculan

lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) ............................................................................. 27

Page 14: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ..................................................... 41

2. Gambar lumba-lumba ............................................................................................................... 42

3. Tabel ketinggian air saat pasang surut laut wilayah Tanjungpriok .................. 43

4. Contoh perhitungan perkiraan posisi sudut matahari ............................................ 45

Page 15: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lumba-lumba, paus dan duyung merupakan jenis mamalia laut yang terdapat di

perairan laut Indonesia. Di Indonesia umumnya lumba-lumba hidup di daerah muara

sungai sampai laut. Menurut Priyono (2001) terdapat 10 jenis lumba-lumba yang

menyebar di Indonesia, dan yang terdapat di perairam Laut Jawa ialah lumba-lumba

hidung botol (Tursiops truncatus), lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris),

dan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis). Saat ini hampir seluruh jenis lumba-lumba

dikategorikan ke dalam kondisi terancam punah (near threatened) oleh International

Union for Conservation of Nature dan Natural Resources (IUCN) dan masuk ke dalam

daftar Appendix I, dan Appendix II Convention on Internasional Trade in Endangered

Spesies of Wild Fauna and Flora (CITES) (www.iucnredlist.org 2010).

Habitat merupakan suatu wilayah yang dijadikan untuk melakukan aktivitas

atau kegiatan oleh setiap organisme perairan. Lumba-lumba yang hidup di sekitar

wilayah pantai memanfaatkan daerah teluk-teluk dan muara-muara sungai untuk

mencari makan, kawin, dan istirahat (Priyono 2001). Pertumbuhan populasi manusia

memberikan pengaruh tekanan terhadap sumberdaya alam, sungai, estuari, dan

wilayah pesisir laut sehingga membuat kondisi ekosistem menjadi lebih buruk untuk

kehidupan satwa liar, seperti perubahan dan penurunan kualitas habitat untuk lumba-

lumba dan pesut (Reeves et al. 1997 in Kreb & Budiono 2005).

Kepulauan Seribu adalah daerah perairan yang merupakan habitat bagi mamalia

laut. Gugusan karang yang terdapat di perairan Kepulauan Seribu menjadi habitat

yang layak bagi organisme perairan termasuk mamalia laut. Kondisi terumbu karang

yang cukup baik dapat memberikan pasokan makanan bagi mamalia laut. Habitat bagi

cetacean sering digambarkan dengan ketersediaan jumlah spesies mangsanya (Davis

et al. 1998 in Moreno et al. 2005). Beberapa jenis mamalia seperti lumba-lumba

paruh panjang memanfaatkan daerah karang untuk melindungi diri dari serangan

predator seperti ikan hiu (Norris & Dohl 1980 in Di Sciara et al. 2009). Karczmarski et

al. (2000) menyatakan bahwa penting untuk mengetahui habitat inti dari daerah

distribusi dan daerah inti dimana terjadi proses biologi dan sosial, hal tersebut

merupakan bagian terpenting untuk memahami proses ekologi dari organisme dan

sangat penting untuk konservasi dan pengelolaan bagi satwa liar.

Page 16: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

2

Berdasarkan uraian di atas perlu adanya suatu kegiatan pengelolaan terhadap

habitat dari mamalia laut agar keberadaan mamalia laut di Kepulauan Seribu tetap

lestari. Studi tentang karakteristik habitat mamalia laut di Kepulauan Seribu hingga

saat ini belum dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui karakteristik habitat mamalia laut di perairan Kepulauan Seribu sehingga

dapat menentukan suatu arahan yang tepat untuk mengelola habitat dan potensi

mamalia laut di wilayah Kepulauan Seribu.

1.2. Rumusan Masalah

Tekanan yang dilakukan oleh manusia di sekitar kawasan Kepulauan Seribu

seperti pembuangan limbah domestik, perusakan terumbu karang, aktivitas

penangkapan ikan, tumpahan minyak dari kapal pengangkut minyak, dan aktivitas

pelayaran yang diduga dapat menimbulkan penuruan kualitas habitat dan jalur ruaya

dari mamalia laut di Kepualauan Seribu. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu

adanya bentuk pengelolaan yang tepat agar kondisi habitat mamalia laut di alam tetap

lestari. Oleh karena itu, diperlukan suatu informasi yang tepat untuk membuat suatu

pengelolaan untuk mamalia laut di alam yaitu dengan mengetahui karakteristik habitat

mamalia laut Kepulauan Seribu.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik habitat mamalia laut di

perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.

1.4. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah agar dapat memberikan informasi dan

referensi bagi perencanaan dan pengambilan kebijakan untuk pengelolaan

sumberdaya perairan di Kepulauan Seribu seperti, penentuan jalur pelayaran dan

penentuan daerah penangkapan ikan supaya keberadaan mamalia laut di Kepulauan

Seribu tetap lestari.

Page 17: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa.

Lokasinya berada antara 06°00’40” dan 05°54’40” Lintang Selatan dan 106°40’45” dan

109°01’19” Bujur Timur. Jumlah keseluruhan pulau yang ada di wilayah Kepulauan

Seribu mencapai 110 buah. Adapun komposisinya adalah sebagai berikut:

a. 50 Pulau mempunyai luas kurang dari 5 ha.

b. 26 Pulau mempunyai luas antara 5-10 ha.

c. 24 Pulau mempunyai luas lebih dari 10 ha.

Pulau-pulau lainnya digunakan untuk rekreasi, cagar alam, cagar budaya dan

peruntukan lainnya. Total luas keseluruhan wilayah Kepulauan Seribu kurang lebih

hampir 11 kali luas daratan Jakarta, yaitu luas daratan mencapai 897.71 ha dan luas

perairan Kepulauan Seribu mencapai 6.997,50 km2 (www.pulauseribu.net 2009).

Pulau Untung Jawa merupakan pulau berpenghuni yang paling selatan atau paling

dekat dengan jarak 37 mil laut dari Jakarta. Sedangkan kawasan paling utara adalah

Pulau Dua Barat yang berjarak sekitar 70 mil laut dari Jakarta (Noor 2003).

Tipe iklim di 11 pulau permukiman adalah tropika panas dengan suhu

maksimum 32 °C, suhu minimum 21,6 °C dan suhu rata-rata 27 °C serta kelembaban

udara 80%. Cuaca baik di Kepulauan Seribu adalah sekitar bulan Maret, April sampai

dengan Mei. Curah hujan cukup tinggi dimana bulan terbasah yaitu pada Januari.

Curah hujan yang tercatat mencapai 100-400 mm. Curah hujan bermusim yang

dominan di wilayah Kepulauan Seribu yaitu Musim Barat (musim angin barat disertai

hujan lebat) dan Musim Timur (musim angin timur serta kering). Musim-musim

tersebut mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan penduduk maupun bagi

kegiatan-kegiatan lainnya serta kondisi wilayah. Hal tersebut mempengaruhi kegiatan

nelayan yang akan sangat terganggu pada saat musim Angin Barat

(www.pulauseribu.net 2009).

Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monson yang

secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember-Maret) dan

Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan April-

Mei dan Oktober-November. Kecepatan angin pada musim Barat bervariasi antara 7-

20 knot/jam, yang umumnya bertiup dari Barat Daya sampai Barat Laut. Angin

kencang dengan kecepatan 20 knot/jam biasanya terjadi antara bulan Desember-

Page 18: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

4

Februari. Pada musim Timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot/jam yang

bertiup dari arah Timur sampai Tenggara. Musim hujan biasanya terjadi antara bulan

November-April dengan hujan antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi

pada bulan Januari dan total curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Musim kemarau

kadang-kadang juga terdapat hujan dengan jumlah hari hujan antara 4-10 hari/bulan.

Curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus (Noor 2003).

Kawasan Kepulauan Seribu memiliki topografi datar hingga landai dengan

ketinggian sekitar 0–2 meter d.p.l. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut

dengan ketinggian pasang antara 1–1,5 meter. Morfologi Kepulauan Seribu

merupakan dataran rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi karang yang

membentuk atol maupun karang penghalang. Atol dijumpai hampir diseluruh gugusan

pulau, kecuali Pulau Pari, sedangkan fringing reef dijumpai antara lain di Pulau Pari,

Pulau Kotok, dan Pulau Tikus (Noor 2003).

Suhu permukaan di Kepulauan Seribu pada musim Barat berkisar antara 28.5-

30 °C. Pada musim Timur suhu permukaan berkisar antara 28,5-31 °C. Salinitas

permukaan berkisar antara 30–340/00 pada musim barat maupun pada musim timur

(Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta 1998 in Noor 2003).

2.2. Deskripsi Mamalia Laut

Mamalia laut yang termasuk ke dalam ordo cetacea merupakan mamalia yang

hidup di air laut dan beberapa hidup di daerah sungai (Mead & Gold 2002 in Hendrian

2007). Lumba-lumba yang termasuk ke dalam kelompok mamalia laut memiliki

aktivitas atau tingkah laku harian sebagai bentuk adaptasi. Beberapa jenis lumba-

lumba melakukan aktivitas melompat ke udara dan menjatuhkan diri kembali ke air.

Aktivitas ini disebut dengan istilah breaching. Aktivitas breaching merupakan suatu

tanda untuk menghilangkan parasit yang menempel pada tubuh mamalia tersebut,

unjuk kekuatan, sekedar kesenangan, dan suatu bentuk komunikasi pada kelompok

(Carwardine 1995).

Lumba-lumba yang tergolong dalam kelompok mamalia memiliki tingkah laku

yang beragam. Dalam aktivitas renang, lumba-lumba sering menunjukkan

keberadaannya dengan melompat ke atas permukaan air. Menurut Karczmarski &

Cockcroft (1999) in Karczmarski et al. (2000) tingkah laku lumba-lumba dapat

dikelompokkan menjadi empat, antara lain:

Page 19: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

5

1. Foraging/ feeding yaitu perilaku berupa menyelam dengan arah tak tentu di

satu lokasi, muncul ke permukaan dan bernafas berkali-kali, mengejar ikan,

dan memakannya.

2. Travelling yaitu melakukan renang ke arah tertentu dan melakukan

penyelaman secara berkelompok, muncul ke permukaan air, dan mengejar

ikan secara berkelompok.

3. Resting yaitu perilaku istirahat, terkadang terlihat mengapung, jarang

muncul ke permukaan, dan sesekali melakukan renang secara pelan.

4. Socializing dan playing yaitu perilaku agresif seperti melompat keluar air,

berenang di gelombang pada daerah selancar, dan renang secara cepat

dengan merubah arah tujuan atau sering bersentuhan tubuh dengan lumba-

lumba lain.

Weber & Thurman (2001) in Ali (2006) menyatakan bahwa lumba-lumba dan

pesut kebanyakan pemakan ikan, walaupun terkadang memakan cumi-cumi. Lumba-

lumba memangsa makanannya dengan gigi dan kemudian menelannya. Lumba-lumba

yang masih kecil memakan ikan kecil dan cumi-cumi di daerah epipelagik di perairan

laut terbuka, beberapa spesies lumba-lumba memakan ikan dasar di perairan dangkal

dekat pantai, teluk, dan sungai.

Untuk melanjutkan proses regenerasi, lumba-lumba melakukan proses kawin.

Pada proses kawin, terlebih dahulu dilakukan proses percumbuan. Untuk

mendapatkan pasangan, lumba-lumba jantan di dalam satu kelompok melakukan

pertarungan. Lumba-lumba yang telah mendapatkan pasangan dan siap untuk kawin

akan terpisah dari kelompok. Perkawinan dan melahirkan anak terjadi sepanjang

tahun, tetapi puncak musim kelahiran terjadi pada musim panas (Priyono 2001).

2.3. Habitat dan Penyebaran

Lumba-lumba hampir ditemukan di perairan laut seluruh dunia. Beberapa

spesies lumba-lumba hidup pada perairan tawar atau sungai seperti lumba-lumba

Irrawaddy (Orcaella brevirostris) dan lumba-lumba Sungai Gangga (Platanista

gangetica). Lumba-lumba sering memanfaatkan teluk-teluk dan muara-muara sebagai

tempat mencari makan, kawin dan istirahat (Priyono 2001). Distribusi lumba-lumba

di dunia dipengaruhi oleh kondisi lingkungan termasuk kondisi oseanografi, seperti

salinitas, suhu permukaan laut (Selzer & Payne 1998 in Ali 2006), dan kedalaman laut

(Ross et al. 1987 in Ali 2006).

Page 20: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

6

Menurut Spalding et al. (2001) in Ali (2006) lumba-lumba sesekali dijumpai di

sekitar ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan daerah yang paling

penting bagi beberapa spesies ikan karang. Ikan-ikan karang yang berukuran kecil,

krustase, dan cumi-cumi yang masuk ke dalam kelompok moluska hidup pada daerah

terumbu karang yang merupakan makanan untuk lumba-lumba.

2.3.1. Kedalaman

Kedalaman laut akan membuat bentuk permukaan dasar laut menjadi beberapa

bagian. Perbedaan kedalaman akan mempengaruhi aktivitas lumba-lumba di dalam

air. Pada kedalaman 200-300 m lumba-lumba umumnya melakukan aktivitas berupa

mencari makan. Pada kedalaman 2-7,2 m ditemukan lumba-lumba yang melakukan

proses percumbuan atau kawin. Suara yang ditimbulkan oleh mesin kapal dapat

menyebabkan terganggunya sistem navigasi dari lumba-lumba. Umumnya, lumba-

lumba jenis ini lebih memilih menghindar atau mengubah arah tujuan, dan menyelam

ke kedalaman yang lebih dalam untuk menghindari kecelakaan seperti tertabrak

dengan kapal (Karczmarski et al. 1997).

2.3.2. Kecepatan arus permukaan

Arus merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari masa air laut menuju

kestabilan yang terjadi secara terus-menerus (Gross 1972 in Akbar 2008). Arus

perairan mempunyai peranan yang penting dalam menentukan alur pelayaran bagi

kapal-kapal. Arus juga dapat dimanfaatkan oleh lumba-lumba dalam aktivitas renang.

Beberapa spesies lumba-lumba dijumpai berenang di depan atau samping kapal

dengan memanfaatkan arus yang dihasilkan dari kapal. Arus yang terdapat di perairan

dimanfaatkan lumba-lumba untuk menghemat energi saat melakukan aktivitas renang

(Andersen 1969).

2.3.3. Suhu

Suhu merupakan faktor penting dalam proses biologis bagi organisme dan

proses ekologis di sekitarnya. Adanya perubuhan iklim yang berdampak terhadap

peningkatan suhu permukaan laut mengakibatkan terganggunya jalur migrasi dan

waktu migrasi dari lumba-lumba. Sebagian dari paus dan lumba-lumba hidup pada

perairan yang hangat. Migrasi yang dilakukan mamalia ke daerah ekuator dari arktik

Page 21: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

7

dan antartika bertujuan untuk mendapatkan makanan dan untuk beradaptasi

terhadap suhu hangat (Andersen 1969).

2.3.4. Salinitas

Salinitas menggambarkan konsentrasi seluruh ion yang terdapat di perairan

(Boyd 1988 in Effendi 2003). Beberapa jenis lumba-lumba memiliki toleransi

terhadap salinitas. Hal ini dapat diketahui dengan aktivitas beberapa lumba-lumba

yang mampu berenang atau mencari makan sampai ke wilayah estuari. Menurut

Gawarkiewicz et al. (1998) in Ali (2006) distribusi lumba-lumba dibatasi oleh gradien

salinitas di permukaan laut.

2.3.5. Pasang surut air laut

Pasang surut terjadi akibat adanya gaya gravitasi antara bulan, bumi, dan

matahari. Pasang surut sangat berpengaruh terhadap kondisi biota laut yang berada

di perairan dangkal atau pantai dan biota yang berada di tengah laut atau laut lepas

(Jong Huat 2003 in www.o-fish.com 2010). Pada air surut, mamalia laut lebih banyak

ditemukan di daerah laut terbuka (offshore). Pada saat air surut, arus air surut akan

membawa makanan bagi biota laut yang hidup ditengah laut. Arus laut saat air surut

akan membawa fitoplankton, zooplankton, dan ikan-ikan kecil ke tengah laut, sehingga

terjadi supply makanan di daerah tengah laut (Jong Huat 2003 in www.o-fish.com

2010). Pada saat kondisi air pasang, arus laut akan kembali membawa biota yang

menjadi supply makanan ke daerah perairan dangkal (Jong Huat 2003 in www.o-

fish.com 2010).

2.3.6. Nekton

Nekton atau yang biasa disebut ikan memiliki peranan penting dalam kehidupan

di dalam air. Keberadaan ikan di dalam perairan memiliki peran sebagai konsumen

dalam rantai makanan. Lumba-lumba yang menjadi konsumen tingkat tinggi atau

predator sangat tergantung terhadap keberadaan ikan untuk memenuhi kebutuhan

makanannya. Beberapa jenis lumba-lumba seperti Delphinus delphis memakan ikan

ukuran kecil seperti sardin, dan anchovi (www.longbeachmarine.org 2010). Selain

ikan kecil, lumba-lumba juga memakan cumi-cumi (Hutabarat & Evans 1985).

Page 22: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

8

2.4. Migrasi Mamalia

Migrasi merupakan aktivitas pergerakan dari suatu tempat menuju tempat yang

lain. Beberapa kelompok mamalia laut melakukan migrasi ke suatu perairan pada

kondisi tertentu termasuk lumba-lumba. Migrasi dipengaruhi oleh wilayah yang biasa

dijadikan tempat aktivitas lumba-lumba. Weiss (2010) in www.fieldtripearth.org

(2010) mengatakan bahwa jenis lumba-lumba hidung botol memiliki tipe pola

menetap di suatu wilayah. Berdasarkan kepada wilayahnya, jenis lumba-lumba hidung

botol memiliki tipe menetap, yaitu menetap pada musim tertentu, dan menetap

sejenak pada wilayah tertentu.

Migrasi yang dilakukan oleh lumba-lumba lebih disebabkan adanya perbedaan

suhu air dan pergerakan ikan mangsa. Migrasi yang dilakukan oleh sebagian

kelompok mamalia bertujuan untuk mendapatkan makanan. Suhu perairan yang

hangat seperti di daerah tropis sering dijadikan tujuan migrasi. Baker et al. (1986) in

www.dolphin-institute.org (2010) menyatakan terdapat jenis paus saat musim dingin

di wilayah Hawai melakukan migrasi ke wilayah yang bersuhu hangat untuk mencari

makan.

Page 23: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Waktu

pengambilan data dilakukan secara dua tahap, yaitu pada tanggal 10 Mei–27 Mei 2010,

dan tanggal 22 Juni–3 Juli 2010. Lokasi pengambilan data terletak di sekitar daerah

selatan perairan Pulau Pari sampai Pulau Tidung Besar, dan sampai daerah utara

perairan Pulau Sebaru Besar. Peta lokasi pengamatan di kawasan perairan Kepulauan

Seribu disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi pengamatan di wilayah perairan Kepulauan Seribu

Page 24: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

10

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain kapal motor, binokuler,

kamera DSLR (Nikon D3000+Lensa Sigma 70-300mm DL Macro Super), GPS (Global

Positioning System), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer,

floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, data sheet, alat tulis, jam tangan,

dan peta batimetri Kepulauan Seribu. Bahan yang digunakan pada penelitian ini

adalah aki kering.

3.3. Metode Kerja

3.3.1. Desain survey

Desain survey yang digunakan dalam penelitian mengenai mamalia laut adalah

dengan menggunakan metode penjelajahan dengan menggunakan kapal motor. Pada

pengamatan cetacean survei dilakukan dengan satu kelompok pengamat (Single

platform) (Siahaninenia 2008). Gambar posisi pengamat di atas kapal disajikan pada

Gambar 2.

Gambar 2. Posisi pengamat pada metode Single Platform

Pengamatan dilakukan oleh tiga orang yang mengamati kemunculan lumba-

lumba pada satu dek (platform). Posisi pengamat pertama berada di haluan kapal,

pengamat kedua berada di tengah kapal, dan pengamat ketiga berada di dekat buritan

kapal.

Page 25: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

11

3.3.2. Pengumpulan data

Pengambilan data kemunculan lumba-lumba dilakukan secara visual dari atas

kapal motor. Data yang diambil saat kemunculan lumba-lumba yaitu tanggal, waktu

kemunculan, kondisi cuaca, posisi kapal dengan GPS, waktu pengukuran arus,

kedalaman, suhu permukaan laut, salinitas permukaan laut, kecepatan angin, pasang

surut air laut, dan dokumentasi kemunculan dengan menggunakan kamera digital atau

handycam (Corkeron et al. 1997). Data yang didapat dari hasil pengukuran dicatat

dibuku dan atau terekam langsung dalam alat. Data jenis ikan yang diduga sebagai

makanan bagi mamalia laut di perairan Kepulauan Seribu diperoleh dengan

melakukan wawancara dengan nelayan.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Parameter habitat dan perkiraan posisi sudut matahari

Data suhu permukaan dan salinitas permukaan laut yang diperoleh dari

termometer alkohol dan hand refractometer akan digunakan untuk mengetahui

karakteristik habitat dari mamalia laut yang berada di Kepulauan Seribu. Data

kedalaman yang diperoleh dari echosounder berdasarkan kemunculan lumba-lumba

akan dibuat menjadi peta batimetri dengan menggunakan software surfer 8.0 yang

dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik habitat dari mamalia laut yang

berada di kepulauan Seribu. Data kecepatan arus permukaan yang diperoleh dari

floating drougde akan digunakan untuk mengetahui pengaruh arus terhadap perilaku

lumba-lumba di dalam air. Data kecepatan angin diperoleh dengan cara

membandingkan bentuk gelombang yang terbentuk saat kemunculan lumba-lumba

dengan skala Beaufort. Data pasang surut air laut diperoleh dari Dinas Hidro

Oseanografi (2009).

Data sebaran dan posisi kapal yang diperoleh dari GPS diolah dengan

menggunakan Software ArcView 3.3, ArcGIS 9.2 dan Surfer 8.0. Untuk mengetahui

hubungan antara distribusi lumba-lumba dengan batimetri di perairan Kepulauan

Seribu dapat menggunakan metode overlay, yaitu dengan membuat plot antara

koordinat kapal dengan peta batimetri perairan Kepulauan Seribu (Ali 2006).

Data posisi sudut matahari yang diperoleh dari waktu kemunculan mamalia laut

akan digunakan untuk mengetahui pengaruh sudut matahari terhadap kemunculan

mamalia laut. Data posisi sudut matahari dapat didekati dengan persamaan sebagai

berikut:

Page 26: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

12

(1)

(2)

Keterangan:

1. t = waktu kemunculan

2. Pukul 06.00 = sudut 00

3. Pukul 12.00 = sudut 900

` 4. Pukul 18.00 = sudut 1800

Page 27: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

13

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Jenis dan lokasi perjumpaan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat beberapa lokasi yang

diketahui sebagai jalur aktivitas dari mamalia. Lokasi tersebut berupa daerah laut

terbuka (offshore) ataupun daerah perairan dangkal seperti daerah tubir terumbu

karang. Daerah laut terbuka dan daerah tubir terumbu karang diperkirakan sebagai

tempat aktivitas seperti foraging (mencari makan), travelling (berenang bergerombol),

dan resting (berenang secara perlahan). Mamalia laut yang ditemukan pada waktu

kemunculan membentuk suatu kelompok, di dalam kelompok tersebut terdapat dua

jenis lumba-lumba yang berenang secara bersamaan. Lokasi perjumpaan dengan

mamalia laut antara lain di sekitar perairan Gusung Mungu, Karang Baronang, Utara

Pulau Payung, Perairan Pulau Pari, Selatan Pulau Payung, Pulau Semut, Timur Pulau

Opak Besar, Goba Tipis, Gusung Mengkek, Selatan Pulau Panggang, Timur Karang

Lebar, dan Timur Karang Congkak. Lumba-lumba yang ditemukan dalam kelompok

saat pengamatan antara lain lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), lumba-

lumba paruh panjang (Stenella longirostris), dan lumba-lumba biasa (Delphinus

delphis). Sedangkan jenis mamalia laut lain yang ditemukan di perairan Kepulauan

Seribu adalah jenis paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens). Menurut Priyono

(2001) lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), lumba-lumba paruh panjang

(Stenella longirostris), dan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) memiliki persebaran

di sekitar Laut Jawa. Jenis dan lokasi perjumpaan dengan mamalia disajikan pada

Gambar 3.

4.1.2. Kondisi habitat perairan

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh nilai suhu permukaan laut saat

kemunculan mamalia laut berkisar antara 26-32 °C. Nilai salinitas yang diperoleh dari

hasil pengamatan adalah berkisar antara 30–320/00. Kecepatan arus yang diperoleh

saat pengamatan berdasarkan waktu kemunculan mamalia laut berkisar antara

0,0207-0,2098 m/s. Kecepatan angin yang berada di Kepulauan Seribu dipengaruhi

oleh angin musin Barat dan angin musim Timur. Dari hasil pengamatan kecepatan

angin berdasarkan waktu kemunculan lumba-lumba yang dikonversi menggunakan

skala Beaufort diketahui kecepatan angin berkisar antara 1–10 knot. Kecepatan angin

Page 28: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

14

memberikan pengaruh terhadap bentuk gelombang saat kemunculan mamalia laut.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, saat kemunculan mamalia laut di beberapa

lokasi terjadi pada saat air surut rendah, surut, mulai pasang rendah, dan air pasang.

Data kondisi pasang surut air laut dan jumlah mamalia laut berdasarkan jenis dan hari

perjumpaan disajikan dalam Tabel 1 dan 2. Kondisi habitat perairan yang diperoleh

berdasarkan waktu dan lokasi kemunculan disajikan dalam Tabel 3.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari nelayan, jenis ikan yang terdapat di

perairan offshore dan daerah tubir terumbu karang antara lain cumi-cumi selat (Loligo

pealii), ikan kembung (Rastrelliger sp.), ikan lemuru (Sardinella lemuru), ikan selar

(Caranx sp.), ikan tembang (Sardinella fimbriata), ikan tengkek (Megalaspis cordyla),

ikan terbang (Paraxoceotus brachypterus), ikan teri (Stolephorus sp.), dan ikan tongkol

(Auxis thazard thazard). Lumba-lumba hidung botol memangsa berbagai macam ikan,

cepalopoda (cumi-cumi), dan beberapa jenis krustase (Barros & Odell 1990; Cockroft

& Ross 1990 in Ingram & Rogan 2002). Selain lumba-lumba hidung botol, lumba-

lumba paruh panjang juga memakan ikan-ikan mesopelagis kecil, cumi-cumi, dan

udang di sekitar terumbu karang dan dasar perairan pada perairan dangkal (Perrin

1998).

Tabel 1. Kondisi pasang surut air laut berdasarkan waktu kemunculan mamalia laut

Tanggal Waktu Lokasi Cuaca Kondisi Pasang Surut

Air Laut*

10 Mei 2010 11.20 Gosong Mungu Berawan, berangin Surut

11 Mei 2010 12.45 Karang Baronang Cerah Surut terendah

16 Mei 2010 08.36 Utara Pulau Payung Cerah Surut

18 Mei 2010 08.50 Perairan Pulau Pari Berawan, berangin Surut

19 Mei 2010 14.04 Selatan Pulau Payung Cerah Surut

25 Mei 2010 10.05 Pulau Semut Cerah Surut

12.00 Timur Pulau Opak Besar Cerah Mulai pasang rendah

26 Mei 2010 15.45 Selat Karang Congkak (Goba Tipis) Cerah Pasang

27 Mei 2010 11.11 Karang Congkak (Gusung Mengkek) Mendung Surut

23 Juni 2010 16.17 Selatan Pulau Panggang Mendung Pasang

24 Juni 2010 09.45 Timur Karang Lebar Cerah Surut terendah

28 Juni 2010 10.17 Timur Karang Congkak Mendung Surut

03 Juli 2010 09.47 Timur Karang Congkak Mendung Mulai pasang rendah

Keterangan: *Konversi dari data pasang surut wilayah Tanjungpriok (Dinas Hidro-Oseaograsi 2009).

Page 29: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

15

15

Pag

e15

Gambar 3. Jenis dan lokasi perjumpaan dengan mamalia laut

15

Page 30: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

16

16

Pag

e16

Tabel 2. Jumlah mamalia laut berdasarkan jenis dan hari perjumpaan

No. Jenis

Tanggal Perjumpaan

10 Mei

2010

11 Mei

2010

16 Mei

2010

18 Mei

2010

19 Mei

2010

25 Mei

2010

26 Mei

2010

27 Mei

2010

23 Juni

2010

24 Juni

2010

28 Juni

2010

03 Juli

2010

1 Delphinus delphis 6 2

2 Pseudorca crassidens 12

3 Stenella longirostris 5 10 13

4 Tursiop truncates 5 10 3 19 8 16 10 8 5

5 Calf (tidak teridentifikasi) 1 1 4

6 Tidak teridentifikasi 3 4

Jumlah 12 18 13 14 12 25 8 16 4 10 8 5

Tabel 3. Jumlah, jenis mamalia laut, parameter fisika berdasarkan waktu dan lokasi kemunculan

Tanggal Waktu

Perkiraan

Posisi Sudut

Matahari

Lokasi Dan Jenis Jumlah

Jenis Cuaca

Paramater Fisika

Mamalia Laut Yang di

Temukan Suhu (0C) Salinitas (0/00)

Kecepatan Kecepatan Angin

Arus (m/s) *Skala Beaufort (knot)

10 Mei 2010 11.20 800 Gusung Mungu

Berawan, berangin 31 30 0,1299 7–10

Delphinus delphis 2

Tursiops truncatus

11 Mei 2010 12.45 78,750 Karang Baronang

Cerah 32 32 0,0629 1-3

Stenella longirostris 2

Tursiops truncatus

16 Mei 2010 08.36 390 Utara Pulau Payung

Cerah 31 30 0,0207 1-3

Stenella longirostris 2

Tursiops truncatus

16

Page 31: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

17

17

Pag

e17

Tabel 3. (Lanjutan)

18 Mei 2010 08.50 42,50 Perairan Pulau Pari

Berawan, berangin 30 32 0,2098 7-10

Stenella longirostris 1

19 Mei 2010 14.04 590 Selatan Pulau Payung

Cerah 32 32 0,0478 1-3

Pseudorca crassidens 1

25 Mei 2010 10.05 61,250 Pulau Semut

Cerah 30,5 31 0,1250 4-6

12.00 900 Timur Pulau Opak Besar

Cerah 31 31 0,1111 4-6

Delphinus delphis 2

Tursiops truncatus

26 Mei 2010 15.45 33,750 Goba Tipis

Cerah 31 31 0,0909 7-10

Tursiops truncatus 1

27 Mei 2010 11.11 77,750 Gusung Mengkek

Mendung 30,5 32 0,0783 4-6

Tursiops truncatus 1

23 Juni 2010 16.17 25,750 Selatan Pulau Panggang

Mendung 30 32 0,0838 7-10

24 Juni 2010 09.45 56,250 Timur Karang Lebar

Cerah 30 31 0,0542 7-10

Tursiops truncatus 1

28 Juni 2010 10.17 64,250 Timur Karang Congkak

Mendung 27 31 0,0781 7-10

Tursiops truncatus 1

03 Juli 2010 09.47 56,750 Timur Karang Congkak

Mendung 26 32 0,0451 7-10

Tursiops truncatus 1

Keterangan: *Konversi kecepatan angin hasil pengamatan secara visual ke dalam Skala Beaufort (Beaufort 1805 in www.spc.noaa.gov 2010).

17

Page 32: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

18

4.2. Mamalia Laut dan Karakteristik Lingkungan Kepulauan Seribu

4.2.1. Kedalaman berdasarkan kemunculan mamalia laut

Kepulauan seribu merupakan daerah gugusan pulau yang memiliki tipe

kedalaman yang berbeda pada tiap wilayahnya. Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi

kemunculan mamalia laut terdapat di daerah laut terbuka (offshore) dan daerah tubir

terumbu karang dengan kedalaman yang berbeda. Pada kemunculan paus pembunuh

palsu (Pseudorca crassidens) di perairan Selatan Pulau Payung yang mana perairan

tersebut merupakan daerah laut terbuka dan jalur pelayaran kapal, kedalaman tempat

kemunculan paus pembunuh palsu berkisar antara 62–82 m. Paus pembunuh palsu

menyukai perairan hangat dengan kedalaman perairan yang berkisar antara 38–3000

m (Carwardine 1995). Peta batimetri pada lokasi kemunculan paus pembunuh palsu

disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4. Peta batimetri perairan Selatan Pulau Payung berdasarkan kemunculan paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens)

Lumba-lumba hidung botol merupakan lumba-lumba yang paling sering

ditemukan kemunculannya saat pengamatan. Lokasi kemunculan lumba-lumba

hidung botol merupakan daerah laut terbuka dan daerah tubir terumbu karang dengan

kisaran kedalaman yang berbeda-beda. Kedalaman minimum berdasarkan lokasi

kemunculan lumba-lumba hidung botol adalah 2,9 m dan kedalaman maksimum

Page 33: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

19

berdasarkan lokasi kemunculan lumba-lumba hidung botol adalah 79 m. Lumba-

lumba jenis ini merupakan jenis yang umum dijumpai di perairan dengan tingkat

adaptasi yang berbeda-beda pada setiap lokasi kemunculan. Leatherwood & Reeves

(1983) in Ingram & Rogan (2002) menyatakan bahwa dari seluruh wilayah jelajahnya,

lumba-lumba hidung botol umumnya ditemukan di daerah dangkal, dan dekat dengan

pantai. Lumba-lumba hidung botol mampu hidup dalam berbagai macam tipe habitat

termasuk perairan antar benua (Gomez de Segura et al. 2006; Azzellino et al. 2008 in

Baerzi et al. 2008), lagun dan laut dalam (Baerzi et al. 2008), dan perairan di sekitar

pulau dan kepulauan (Fortuna et al. 2007 in Baerzi et al. 2008). Lumba-lumba hidung

botol mampu menyelam hingga kedalaman 100-250 m. Pada kedalaman tersebut

masih dapat ditemukan makanan bagi lumba-lumba (Leatherwood & Reeves 1990 in

Birkun 2002). Bentuk dasar topografi dengan kemiringan curam diperkirakan

menjadi tempat atau membantu lumba-lumba dalam memangsa ikan (Ballance

1992;Wilson et al. 1997 in Ingram & Rogan 2002). Peta batimetri pada lokasi

kemunculan lumba-lumba hidung botol disajikan dalam Gambar 5, Gambar 6, Gambar

7, Gambar 8, Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar

14.

Gambar 5. Peta batimetri perairan Gusung Mungu berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)

Page 34: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

20

Gambar 6. Peta batimetri perairan Karang Baronang berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)

Gambar 7. Peta batimetri perairan Utara Pulau Payung berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)

Page 35: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

21

Gambar 8. Peta batimetri perairan Pulau Semut berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)

Gambar 9. Peta batimetri perairan Timur Pulau Opak Besar berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)

Page 36: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

22

Gambar 10. Peta batimetri perairan Goba Tipis berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)

Gambar 11. Peta batimetri perairan Gusung Mengkek berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)

Page 37: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

23

Gambar 12. Peta batimetri perairan Timur Karang Lebar berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)

Gambar 13. Peta batimetri perairan Timur Karang Congkak berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)

Page 38: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

24

Gambar 14. Peta batimetri perairan Timur Karang Congkak berdasarkan kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)

Lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris) merupakan jenis mamalia

laut yang umum dijumpai pada daerah perairan dangkal ataupun daerah perairan

dalam. Kedalaman minimum pada lokasi kemunculan lumba-lumba paruh panjang

adalah 31,8 m, dan kedalaman maksimum pada lokasi kemunculan adalah 72,8 m.

Daerah kemunculan lumba-lumba paruh panjang merupakan daerah laut terbuka.

Menurut Norris & Dohl (1980) in Di Sciara et al. (2009) saat siang lumba-lumba paruh

panjang diketahui bergerak ke daerah perairan dangkal terutama daerah karang,

dikarenakan untuk melindungi diri dan menghindari pemangsa seperti ikan hiu.

Ketika berada di daerah karang, lumba-lumba paruh panjang ditemukan di daerah

yang relatif dangkal (kebanyakan kurang dari 20 m) (Di Sciara et al. 2009). Peta

batimetri pada lokasi kemunculan lumba-lumba paruh panjang disajikan dalam

Gambar 15, Gambar 16, dan Gambar 17.

Page 39: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

25

Gambar 15. Peta batimetri perairan Karang Baronang berdasarkan kemunculan lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris)

Gambar 16. Peta batimetri perairan Utara Pulau Payung berdasarkan kemunculan lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris)

Page 40: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

26

Gambar 17. Peta batimetri perairan Pulau Pari berdasarkan kemunculan lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris)

Lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) memiliki wilayah sebaran yang cukup

luas termasuk wilayah perairan tropis. Lumba-lumba ini ditemukan pada kedalaman

yang berbeda-beda di setiap lokasi kemunculan. Berdasarkan hasil pengamatan,

kedalaman minimum pada lokasi kemunculan lumba-lumba ini adalah 3,3 m dan

kedalaman maksimum adalah 39,4 m. Bourreau & Gannier (2003) in www.cms.int

(2010) menyatakan bahwa lumba-lumba di laut Mediterania ditemukan pada daerah

dangkal pada kemiringan perairan yang curam dengan kedalaman 480 m. Selain itu,

dari hasil pengamatan lumba-lumba biasa yang ditemukan di Kepulauan Seribu berada

pada daerah inshore (dekat pantai) dan offshore (laut terbuka). Di perairan laut Hitam,

lumba-lumba biasa ditemukan di perairan dekat pantai sampai ke daerah laut lepas

(Reyes 1991 in www.cms.int 2010). Pada umumnya lumba-lumba biasa dapat ditemui

pada daerah offshore pada musim panas dan musim gugur (Neumann & Orams 2005).

Peta batimetri pada lokasi kemunculan lumba-lumba biasa disajikan dalam Gambar 18

dan Gambar 19.

Page 41: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

27

Gambar 18. Peta batimetri perairan Gusung Mungu berdasarkan kemunculan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis)

Gambar 19. Peta batimetri perairan Pulau Semut berdasarkan kemunculan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis)

Page 42: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

28

Kepulauan seribu merupakan daerah gugusan pulau yang memiliki tipe

kedalaman yang berbeda pada tiap wilayahnya. Kedalaman di kawasan Kepulauan

Seribu berkisar antara 5–90 m (Mihardja dan Pranowo 2001). Berdasarkan hal

tersebut dapat diketahui bahwa mamalia laut yang ditemukan di Kepulauan Seribu

memiliki kemampuan adaptasi menurut kedalaman yang berbeda-beda di setiap lokasi

kemunculan. Tingkat kedalaman dapat mempengaruhi beberapa aktivitas bagi

mamalia laut. Beberapa aktivitas yang dilakukan mamalia laut pada tingkat

kedalaman tertentu antara lain mencari makan, berenang di dekat permukaan, dan

melakukan perkawinan. Pada kedalaman 200-300 m lumba-lumba umumnya

melakukan aktivitas berupa mencari makan, dan pada kedalaman 2-7,2 m ditemukan

lumba-lumba yang melakukan proses percumbuan atau kawin (Karczmarski et al.

1997).

4.2.2. Kecepatan arus permukaan dan angin berdasarkan kemunculan mamalia laut

Arus yang merupakan perpindahan masa air berperan dalam membawa

fitoplankton, zooplankton, dan larva ikan atau udang dari daerah perairan dangkal

menuju tengah laut atau sebaliknya. Menurut Gross (1972) in Akbar (2008) arus

merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari masa air laut menuju kestabilan yang

terjadi secara terus-menerus. Pada saat kemunculan paus pembunuh palsu (Pseudorca

crassidens) kecepatan arus permukaan yang diperoleh adalah 0,0478 m/s. Sedangkan

saat kemunculan lumba-lumba hidung Botol (Tursiops truncatus), lumba-lumba paruh

panjang (Stenella longirostris), dan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) kecepatan

arus permukaan yang diperoleh berkisar antara 0,0207-0,2098 m/s.

Beberapa spesies lumba-lumba dijumpai berenang di depan atau samping kapal

dengan memanfaatkan arus yang dihasilkan oleh kapal. Arus yang terdapat di

perairan dimanfaatkan lumba-lumba untuk menghemat energi saat melakukan

aktivitas renang (Andersen 1969). Arus yang terlalu kencang diduga tidak terlalu

disukai oleh lumba-lumba. Hal ini diduga berkaitan dengan aktivitas lumba-lumba

dalam mencari makan. Arus yang terlalu kencang akan menyulitkan lumba-lumba

dalam menangkap mangsanya, dan akan mengurangi energi lumba-lumba saat

melakukan pemangsaan ataupun saat berenang.

Kecepatan angin yang bertiup di Kepulauan Seribu bergantung kepada jenis

musim angin yang bertiup. Berdasarkan hasil pengamatan, kecepatan angin yang

Page 43: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

29

diperoleh setelah dikonversi dengan skala Beaufort berkisar antara 1–10 knot. Pada

saat kemunculan paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens) kecepatan angin

permukaan yang diperoleh berkisar antara 1-3 knot. Kemunculan lumba-lumba

hidung botol (Tursiops truncatus) di Kepulauan Seribu memiliki kisaran kecepatan

angin permukaan antara 1-10 knot. Kecepatan angin permukaan saat kemunculan

lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris) berkisar antara 1-3 knot dan 7-10

knot. Untuk Kecepatan angin permukaan saat kemunculan lumba-lumba biasa

(Delphinus delphis) adalah 4-6 knot dan 7-10 knot.

Beaufort (1805) in www.spc.noaa.gov (2010) mengatakan bahwa bentuk

permukaan air pada kecepatan angin 1-3 knot akan membuat permukaan terlihat

beriak dan tidak ada buih pada puncak gelombang. Untuk kecepatan angin 4-6 knot

pada permukaan air akan terbentuk gelombang kecil, puncak gelombang mulai

terlihat, dan gelombang tidak pecah. Untuk kecepatan angin 7-10 knot gelombang

yang terbentuk mulai besar, puncak gelombang mulai pecah, dan mulai terbentuk buih

saat pecah gelombang. Menurut Noor (2003) kecepatan angin yang bertiup di

Kepulauan Seribu saat musim Barat berkisar antara 7-15 knot/jam, dan saat musim

Timur berkisar antara 7-20 knot/jam. Berdasarkan hal tersebut, mamalia laut yang

ditemukan di Kepulauan Seribu memiliki tingkat adaptasi terhadap kecepatan angin

yang berbeda-beda. Kecepatan angin akan mempengaruhi bentuk gelombang yang

terbentuk saat kemunculan. Gelombang yang terbentuk pada permukaan air diduga

dapat mempengaruhi perilaku mamalia laut. Hasil pengamatan secara visual saat

kemunculan mamalia laut menunjukkan bahwa pada kecepatan angin permukaan 1-3

knot mamalia laut melakukan aktivitas berenang secara bergerombol pada permukaan

air (travelling) lebih lama. Sedangkan pada kecepatan angin permukaan 4-10 knot

mamalia laut melakukan aktivitas berenang secara bergerombol pada permukaan air

(travelling) lebih cepat.

4.2.3. Suhu permukaan berdasarkan kemunculan mamalia laut

Suhu menjadi faktor yang sangat berperan dalam proses fisiologis bagi seluruh

organisme, baik pada ikan maupun pada mamalia laut. Suhu juga dapat berperan

dalam penyebaran organisme yang ada di perairan. Dari hasil pengamatan, diperoleh

nilai suhu permukaan laut saat kemunculan paus pembunuh palsu (Pseudorca

crassidens) adalah 32 °C. Paus pembunuh palsu menyukai perairan yang hangat

(Carwardine 1995). Bruyns (1971) in Kastelein et al. (2000) menyatakan bahwa paus

Page 44: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

30

pembunuh palsu yang ada di alam liar hidup pada suhu permukaan di atas 20 0C, dan

kadang-kadang mereka juga dijumpai pada suhu 9 0C (Stacey & Baird 1991 in Kastelein

et al. (2000). Menurut Odell & McClune (1999) in Kastelein et al. (2000) diduga

bahwa paus pembunuh palsu memiliki pola makan musiman yaitu pada saat musim

panas.

Lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) merupakan jenis mamalia laut

yang mampu hidup pada kisaran suhu yang berbeda pada tiap lokasi kemunculan.

Berdasarkan hasil pengamatan, kisaran suhu permukaan saat kemunculan lumba-

lumba hidung botol adalah 26-32 0C. Di daerah pantai Utara Amerika, lumba-lumba

paruh panjang sering dijumpai pada suhu permukaan 10-32 0C (Wells & Scott 1999 in

www.iucnredlist.org 2010).

Lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris) merupakan lumba-lumba

yang mampu hidup pada beberapa jenis tipe habitat. Dari hasil pengamatan, suhu

permukaan yang didapat saat kemunculan lumba-lumba paruh panjang berkisar

antara 31-32 0C. Di daerah perairan Barat Daya Samudera Atlantik, lumba-lumba

paruh panjang dtemukan pada suhu permukaan yang berkisar antara 22-30 0C

(Moreno et al. 2005).

Lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) memiliki wilayah sebaran yang cukup

luas termasuk wilayah perairan tropis maupun subtropis. Berdasarkan hasil

pengamatan, diperoleh nilai suhu permukaan saat kemunculan lumba-lumba biasa

adalah 31 0C. Cawardine (1995) in www.cms.int (2010) menyatakan bahwa lumba-

lumba biasa dapat dijumpai pada kisaran suhu permukaan antara 10-20 0C. Selain itu,

lumba-lumba biasa juga dapat hidup pada perairan hangat. Wells et al. (1999) in

Burgess (2006) mengatakan suhu air laut dapat mempengaruhi suhu tubuh saat

beraktivitas dan pada saat memangsa makanan.

Suhu permukaan di Kepulauan Seribu pada musim Barat berkisar antara 28.5 –

30 °C, dan pada musim Timur suhu permukaan berkisar antara 28.5 - 31 °C (Dinas

Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta 1998 in Noor 2003). Bruyns (2001) in Ali (2006)

menyatakan bahwa lumba-lumba memiliki kisaran suhu yang disukai sebagai habitat

hidupnya yaitu 26 – 31 °C. Untuk kestabilan suhu, cetacea memiliki lapisan lemak

dibawah kulitnya. Lemak terdapat pula di bagian lain dari tubuh, dengan jumlah

sekitar 50% dari berat tubuhnya. Lapisan lemak tersebut untuk mempertahankan

kondisi tubuh tetap pada suhu 36-37 °C, walaupun hidup pada lingkungan dengan

suhu kurang dari 25 °C dan mungkin dibawah 10 0C (Reseck 1998). Selain berfungsi

Page 45: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

31

sebagai penahan panas tubuh, lemak pada cetacea juga digunakan sebagai bentuk

adaptasi terhadap daya apung (Nybakken 1992). Berdasarkan hal tersebut, dapat

diduga bahwa mamalia laut yang ditemukan dapat beradaptasi dengan suhu di

Kepulauan Seribu.

Pada umumnya suhu perairan sangat berpengaruh terhadap migrasi mamalia

laut, baik paus maupun lumba-lumba. Suhu perairan mempengaruhi penyebaran dan

ketersediaan makanan bagi mamalia laut. Selain itu, mamalia laut yang umumnya

berdarah panas lebih memilih perairan tropis yang relatif hangat dan perubahan suhu

perairannya relatif kecil sebagai tujuan migrasi. Adanya perubahan iklim yang

berdampak terhadap peningkatan suhu permukaan laut mengakibatkan terganggunya

jalur migrasi dan waktu migrasi dari lumba-lumba. Sebagian dari paus atau lumba-

lumba hidup pada perairan yang hangat. Migrasi yang dilakukan mamalia ke daerah

ekuator dari arktik dan antartika bertujuan untuk mendapatkan makanan dan untuk

beradaptasi terhadap suhu hangat (Andersen 1969).

4.2.4. Salinitas berdasarkan kemunculan mamalia laut

Salinitas air laut dapat memberikan pengaruh terhadap aktivitas organisme

perairan. Salinitas umumnya berpengaruh terhadap osmoregulasi organisme perairan

sebagai bentuk adaptasi. Dari hasil penelitian, nilai salinitas permukaan yang

diperoleh saat kemunculan paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens) adalah

320/00. Untuk kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) nilai

salinitas permukaan saat pengamatan berkisar antara 30-320/00. Pada beberapa

wilayah seperti di Guayaquil, salinitas perairan mempengaruhi distribusi dari lumba-

lumba hidung botol. Lumba-lumba hidung botol yang hidup di wilayah ini hidup

disekitar daerah muara, yang mana tingkat salinitasnya mengalami perubahan karena

adanya run off dari daerah daratan atau sungai. Pada daerah ini, lumba-lumba hidung

botol lebih memilih daerah yang sedikit jauh dari muara untuk menghindari

perubahan salinitas yang terjadi akibat run off (Felix 1994).

Nilai salinitas yang diperoleh saat kemunculan lumba-lumba paruh panjang

(Stenella longirostris) berkisar antara 30-320/00. Kisaran salinitas saat kemunculan

lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) adalah 30-310/00. Salinitas permukaan

Kepulauan Seribu berkisar antara 30-340/00 (Dinas Perikanan dan Kelautan DKI

Jakarta 1998 in Noor 2003). Perairan Kepulauan Seribu termasuk perairan laut lepas,

yang mana tingkat perubahan salinitas permukaan air laut tidak terlalu besar. Selain

Page 46: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

32

itu, daerah Kepulauan Seribu tidak mendapatkan pengaruh run off dari daratan yang

dapat merubah nilai salinitas. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa

mamalia laut yang ditemukan mampu beradaptasi dengan kondisi salinitas di

Kepulauan Seribu. Nilai salinitas juga dapat mempengaruhi distribusi dari lumba-

lumba. Distribusi lumba-lumba karena salinitas umumnya dipengaruhi oleh

perbedaan tipe habitat pada lokasi kemunculan lumba-lumba di dunia. Menurut

Gawarkiewicz et al. (1998) in Ali (2006) distribusi lumba-lumba dibatasi oleh gradien

salinitas di permukaan laut.

4.2.5. Pasang surut berdasarkan kemunculan mamalia laut

Pasang surut terjadi akibat adanya gaya gravitasi antara bulan, bumi, dan

matahari. Pasang surut sangat berpengaruh terhadap kondisi biota laut yang berada di

perairan dangkal atau pantai dan biota yang berada di tengah laut atau laut lepas (Jong

Huat 2003 in www.o-fish.com 2010). Dari hasil pengamatan yang dilakukan, saat

kemunculan paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens) kondisi perairan sedang

surut. Lokasi kemunculan paus pembunuh palsu berada pada perairan laut terbuka.

Untuk kemunculan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) kondisi

perairan sedang mengalami surut maupun pasang. Lokasi kemunculan lumba-lumba

hidung botol saat surut berada pada daerah perairan laut terbuka, dan saat air pasang,

lumba-lumba ini ditemukan dekat dengan daerah tubir terumbu karang. Air pasang

memberikan pengaruh terhadap gerak renang lumba-lumba. Irvine & Wells (1972) in

Harzen (1998) mengatakan bahwa Dekat Sarasota, Florida, lumba-lumba

memanfaatkan arus air pasang menuju perairan dangkal dekat dengan lamun untuk

mencari makan terutama memangsa ikan.

Kondisi perairan saat lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris) muncul

adalah saat kondisi surut. Lokasi kemunculan lumba-lumba paruh panjang adalah

pada perairan laut terbuka. Saat kemunculan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis)

kondisi perairan sedang surut, dan lokasi kemunculan juga berada pada perairan laut

terbuka.

Pada saat air surut, arus air surut akan membawa makanan bagi biota laut yang

hidup di tengah laut. Arus laut saat air surut akan membawa fitoplankton,

zooplankton, dan ikan-ikan kecil ke tengah laut, sehingga terjadi supply makanan di

daerah tengah laut (Jong Huat 2003 in www.o-fish.com 2010). Pada saat kondisi air

pasang, arus laut akan kembali membawa biota yang menjadi supply makanan ke

Page 47: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

33

daerah perairan dangkal (Jong Huat 2003 in www.o-fish.com 2010). Paus pembunuh

palsu dan lumba-lumba yang muncul pada daerah laut terbuka saat air surut

memanfaatkan arus air surut untuk mendapatkan makanan yang lebih banyak di

daerah perairan laut terbuka. Sedangkan lumba-lumba yang muncul pada daerah

dekat tubir terumbu karang memanfaatkan arus air pasang yang membawa makanan

ke daerah terumbu karang. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa mamalia

laut yang ditemukan di Kepulauan Seribu memanfaatkan arus air saat terjadi pasang

surut air laut. Keberadaan arus air saat pasang maupun surut diduga dapat membantu

lumba-lumba maupun paus pembunuh palsu untuk mendapatkan makanan, sehingga

mamalia laut tersebut lebih efisien untuk mengeluarkan energi saat mencari makan

dan berenang dengan memanfaatkan arus air tersebut.

4.3. Kemunculan Mamalia Laut Berdasarkan Waktu dan Perkiraan Posisi Sudut Matahari

Pada Tabel 1. dapat diketahui bahwa waktu kemunculan dari mamalia laut di

Kepulauan Seribu paling banyak berada pada selang waktu 08.01-12.00 WIB, dan

mamalia laut yang paling sedikit muncul berada pada selang waktu 12.01-17.00 WIB.

Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa posisi matahari dan waktu kemunculan

dapat mempengaruhi perilaku mamalia laut di perairan. Berdasarkan pengamatan

perilaku secara visual, aktivitas yang dilakukan saat selang waktu 08.01-12.00 WIB

adalah travelling (berenang bergerombol), resting (berenang secara perlahan), dan

foraging (mencari makan).

Pada Tabel 3. dapat diketahui bahwa posisi sudut matahari diduga dapat

mempengaruhi suhu permukaan air laut. Selain posisi sudut matahari, nilai suhu

permukaan laut juga diduga dipengaruhi kondisi cuasa saat pengamatan. Menurut

hasil pengamatan, pada selang pukul 08.01-12.00 WIB suhu permukaan laut relatif

lebih sejuk dan hangat dengan kisaran suhu antara 26-32 0C. Sedangkan pada selang

pukul 12.01-17.00 WIB suhu permukaan laut ≥ 32 0C. Semakin tinggi posisi matahari

sudut datang cahaya yang terbentuk akan semakin besar dan akan mempengaruhi

suhu permukaan laut. Berdasarkan hal tersebut, kemunculan mamalia laut diduga

dipengaruhi posisi ketinggian matahari. Mamalia laut relatif menyukai suhu

permukaan yang relatif sejuk dan hangat untuk beraktivitas dan menghindari suhu

permukaan laut yang panas. Menurut hasil penelitian Siahaninenia (2008) di pantai

Lovina Bali, menyatakan bahwa kemunculan lumba-lumba terjadi paling banyak pada

Page 48: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

34

pukul 09.00-11.00 WIB. Lammers et al. (2001) in Siahaninenia (2008) mengatakan

bahwa perjumpaan dengan lumba-lumba paruh panjang lebih banyak terjadi pada pagi

hari dibandingkan pada sore hari. Sedangkan menurut Setiawan (2004) mengatakan

bahwa di perairan Taman Nasional Komodo kemunculan mamalia laut lebih sering

terlihat pada pukul 15.30-18.00 WIB. Hal ini diduga karena mamalia laut menuju

suatu tempat untuk istirahat setelah melakukan aktivitas pada pagi dan siang hari.

4.4. Aspek Pengelolaan

Habitat satwa liar di perairan laut yang semakin terdesak oleh aktivitas manusia

yang cenderung merusak, membuat kualitas habitat semakin memburuk. Pencemaran

domestik ataupun pencemaran dari daerah daratan, dan penggunaan bahan peledak

saat penangkapan merupakan aktivitas manusia yang merusak kondisi habitat satwa

liar. Habitat merupakan rumah bagi setiap satwa liar baik satwa terestrial maupun

satwa aquatic khususnya mamalia laut. Perlindungan habitat bagi mamalia laut

dengan pola distribusi yang luas paling baik dilakukan melalui pendekatan Manajemen

Berbasis Ekosistem, dengan membuat jaringan Sea Mammal Sanctuary atau Daerah

Perlindungan Laut (DPL), dimana tetap memperhatikan kepentingan manusia seperti

wisata dan penangkapan ikan.

Manajemen Berbasis Ekosistem merupakan suatu kebijakan untuk mengelola

ekosistem, baik dari segi pemanfaatan maupun nilainya, dengan melibatkan seluruh

stakeholder untuk memelihara kesatuan ekologi walaupun dihadapkan pada

ketidakpastian dan perubahan ekosistem secara alami. Pengelolaan terhadap aktivitas

penangkapan ikan, polusi suara dan kimia, dan lalu lintas pelayaran dibutuhkan untuk

mengurangi dampak buruk dan untuk memelihara fungsi ekosistem. Perlindungan

terhadap habitat kritis melalui Manajemen Berbasis Ekosistem memberikan manfaat

bagi seluruh pihak, baik untuk ekosistem maupun kepentingan manusia (Hoyt 2005).

Pendekatan Manajemen Berbasis Ekosistem dapat diterapkan di kawasan

Kepulauan Seribu, dimana terdapat banyak gugus karang. Terumbu karang yang

menjadi produsen, tempat mencari makan, tempat memijah beberapa biota, dan

tempat belindung bagi beberapa jenis ikan termasuk lumba-lumba. Pemakaian bahan

beracun seperti potassium (K) yang masih dilakukan masyarakat Kepulauan Seribu di

beberapa lokasi karang untuk menangkap ikan sangat membahayakan kehidupan

biota yang hidup berasosiasi dengan karang. Rusaknya daerah terumbu karang, akan

berpengaruh kepada penurunan stok ikan yang ada di perairan Kepulauan Seribu,

Page 49: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

35

yang kemungkinan ikan tersebut merupakan makanan bagi lumba-lumba. Selain itu,

perlu ditingkatkannya sifat kearifan lokal dari masyarakat Kepulauan Seribu untuk

tidak merusak habitat satwa liar, dan tidak melakukan perburuan satwa liar seperti

lumba-lumba untuk tetap menjaga kelestarian ekosistem laut.

Page 50: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

36

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Lokasi perjumpaan dengan mamalia laut antara lain di sekitar perairan Gusung

Mungu, Karang Baronang, Utara Pulau Payung Kecil, perairan Pulau Pari, Selatan Pulau

Payung, Pulau Semut, Timur Pulau Opak Besar, Goba Tipis, Gusung Mengkek, Selatan

Pulau Panggang, Timur Karang Lebar, dan Timur Karang Congkak. Lokasi tersebut

merupakan daerah offshore (laut terbuka) dan daerah tubir terumbu karang. Jenis

mamalia laut yang ditemukan berdasarkan hasil pengamatan adalah paus pembunuh

palsu (Pseudorca crassidens), lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), lumba-

lumba paruh panjang (Stenella longirostris), dan lumba-lumba biasa (Delphinus

delphis).

Kedalaman yang diperoleh saat pengamatan berdasarkan lokasi kemunculan

mamalia laut berkisar antara 2,1-84,5 m. Kecepatan arus yang diperoleh berkisar

antara 0,0207-0,2098 m/s. Kecepatan angin yang diperoleh setelah dikonversi dengan

skala Beaufort berkisar antara 1–10 knot. Suhu permukaan yang diperoleh berkisar

antara 26-32 °C. Nilai salinitas permukaan yang diperoleh di perairan Kepulauan

Seribu berdasarkan waktu kemunculan mamalia laut berkisar antara 30–320/00.

Berdasarkan hasil pengamatan, saat kemunculan mamalia laut di beberapa lokasi

terjadi pada saat air surut terendah, surut, mulai pasang rendah, dan air pasang.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan pada penelitian selanjutnya adalah penambahan

selang waktu penelitian untuk mendapatkan data yang akurat. Penambahan alat

seperti hydrophone untuk mengetahui tingkah laku, dan kamera bawah air

(underwater camera) untuk mendapatkan gambar yang maksimal. Selain itu, dapat

juga digunakan metode tagging dengan sensor seperti pada penyu untuk melihat

distribusi kelompok serta parameter habitat yang diperlukan untuk kehidupan

mamalia laut di Kepulauan Seribu.

Page 51: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

37

DAFTAR PUSTAKA

Akbar IMA. 2008. Keragaman suhu dan kecepatan arus di Selat Makasar periode Juli 2005-Juni 2006 (Mooring Instant) [skripsi]. Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ali S. 2006. Pola distribusi lumba-lumba di Pantai Lovina Bulelelng Bali [skripsi]. Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Andersen HT (Ed.). 1969. The biology of marine mammals. Academic Press. New York, USA. v + 489 p.

Baker CS, Herman LM, Perry A, Lawton WS, Starley JM, Wolman AA, Kaufman GD, Winn HE, Hall JD, Reinke JM, & Ostman J. 1986. Migration and habitat use. [terhubung berkala]. http://www.dolphininstitute.org/our_research/whale_research/migrationandhabitatuse.htm. [30 Maret 2010].

Bearzi G, Fortuna CM, & Reeves RR. 2008. Ecology and conservation of common bottlenose dolphins Tursiops truncatus in the Mediterranian Sea. Mammal Review. 39 (2): 92 – 123.

Birkun A, Jr. 2002. The current status of bottlenose dolphins (Tursiops truncatus) in the Black Sea. ACCOBAMS. AC18 Inf 2.

Burgess EA. 2006. Foraging ecology of common dolphins (Delphinus sp.) in the Harauki Gulf, New Zealand [thesis]. Massey University. Albany. New Zealand.

Carwardine M. 1995. Smithsonian handbook: Whales, dolphins, and porpoise. Dorling Kindersley Publishing, Inc. New York. 256 h.

Di Sciara GN, Hanafy MH, Fouda MH, Afifi A, & Costa M. 2009. Spinner dolphin (Stenella longirostris) resting habitat in Samadai reef (Egypt, Red Sea) protected through tourism management. Marine Biological Association Of The United Kingdom. 89(1): 211-216.

Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta. 249 p. 66.

Felix F. 1994. Ecology of the coastal bottlenose dolphins Tursiops truncatus in the Gulf of Guayaquil, Ecuador. Investigation on cetacea. 115: 235 – 236.

Harzen S. 1998. Habitat use by bottlenose dolphin (Tursiops truncatus) in the Sado Estuary, Portugal. Aquatic Mammals. 24(3): 117-128.

Page 52: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

38

Hendrian A. 2007. Deskripsi pola frekuensi suara cetacean sub-ordo Odontoceti di perairan Alor dan Solor, Nusa Tenggara Timur [skripsi]. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Huat J. 2003. Pengaruh pasang surut air laut. [terhubung berkala]. http:// www.o-fish.com/AkuariumLaut/PentingnyaWaterMotion.htm. [15 Agustus 2010].

Ingram SN, & Rogan E. 2002. Identifying critical areas and habitat preferences of bottlenose dolphins Tursiops truncatus. Marine Ecology Progress Series. 244: 247 – 255.

Jawatan Hidro-Oseanografi TNI AL. 2009. Daftar pasang surut (Tide tables). Jakarta: Jawatan Hidro-Oseanografi TNI AL.

Karczmarski L, Cockcroft VG, & McLachlan A. 2000. Habitat use and preferences of Indo-Pacific Humpbak Dolphins Sousa chinensis in Algoa Bay, South Africa. Marine Mammal Science. 16(1): 65-79.

Kastelein RA, Mosterd J, Schooneman NM, & Wiepkema PR. 2000. Food consumption, growth, body dimensions, and respiration rates of captive false killer whales (Pseudorca crassidens). Aquatic Mammals. 12(1): 33-44.

Karczmarski L, Thornton M, & Cockcroft VG. 1997. Description of selected behaviours of humpback dolphins Sousa chinensis. Aquatic Mammals. 23(3): 127-133.

Kreb D, & Budiono. 2005. Cetacean diversity and habitat preferences in tropical waters of east Kalimantan, Indonesia. The Raffles Bulletin Of Zoology. 53(1): 149-155.

Mihardja DK & Pranowo WS. 2001. Kondisi Perairan Kepulauan Seribu. [terhubung berkala]. http://www.scribd.com/doc/13206456/Mihardja-DK-W-S-Pranowo-2001-Kondisi-Perairan-Kepulauan-Seribu. [24 Juli 2010].

Moreno IB, Zerbini AM, Danilewicz D, Santos MC de O, Lopes PCS, Junior JLB, & Azevedo AF. 2005. Distribution and habitat characteristics of dolphins of the genus Stenella (Cetacea: Delphinidae) in the southwest Atlantic Ocean. Marine Ecology Progress Series. 300: 229-240.

Neumann M & Orams MB. 2005. Behaviour and ecology of Common dolphin (Delphinus delphis) and the impact of tourism in Mercury Bay, North Island, New Zealand. [terhubung berkala]. http://www.doc.govt.nz/upload/documents/science-andtechnical/SfC254.pdf. [10 Agustus 2010].

Noor A. 2003. Analisis kebijakan pengambangan marikultur di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta [disertasi]. Program pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 188 hlm.

Page 53: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

39

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 104-106 hlm.

Perrin WF. 1998. Stenella longirostris. Mammalian Species. 599: 1 – 7. Priyono A. 2001. Lumba-lumba di Indonesia. Jurusan Sumberdaya Hutan, Fakultas

Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. viii + 27 hlm.

Reseck J Jr. 1998. Marine biology, 2nd ed. A Reston Book Prentice Hall. Eaglewood Cliff, New Jersey.

Setiawan A. 2004. Sebaran dan tingkah laku Cetacea di perairan sekitar Taman Nasional Komodo, Flores, Nusa Tenggara Timur [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 61 hlm.

Siahaninenia SR. 2008. Kajian tingkah laku, distribusi, dan karakter suara lumba-

lumba di perairan Pantai Lovina, Bali, dan Teluk Kiluan, Lampung [tesis]. Program pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 96 hlm.

Weiss J. (2010). Bottlenose dolphins. [teruhung berkala]. http://www.fieldtripearth.org/article.xml?id=1496&ordinal=4.

www.cms.int. 2010. Delphinus delphis. [terhubung berkala]. http://www.cms.int/reports/small_cetaceans/data/d_delphis/d_delphis.htm. [31 Agustus 2010].

www.dephut.go.id. 2010. Kepulauan seribu. [terhubung berkala]. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_kepulauanseribu.htm. [16 Maret 2010].

www.iucnredlist.org. 2010. Tursiops truncatus. [terhubung berkala]. http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/22563/0. [25 Januari 2010].

www.longbeachmarine.org. 2010. Marine mammal summary sheet. [terhubung berkala]. http://www.longbeachmarine.org/downloads/incjourn.pdf. [ 11 April 2010].

www.pulauseribu.net. 2010. Kepulauan seribu. [terhubung berkala]. http://www.pulauseribu.net/modules/news/article.php?item_id=477. [16 Maret 2010].

www.spc.noaa.gov. 2010. Beaufort scale. [terhubung berkala]. http://www.spc.noaa.gov/faq/tornado/beaufort.html. [27 Juni 2010].

Page 54: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

40

LAMPIRAN

Page 55: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

41

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

Kapal motor tempel Kompas bidik

Floating drougde GPS (Global Positioning System)

Hand refractometer Kamera DSLR (Nikon D3000+Lensa

Sigma 70-300mm DL Macro Super)

Echosounder (GARMIN FishFinder 250)

41

Page 56: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

41

Lampiran 2. Gambar lumba-lumba

Tursiops truncatus Delphinus delphis

Stenella longirostris Pseudorca crassidens

42

Page 57: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

Lampiran 3. Tabel ketinggian air saat pasang surut laut wilayah Tanjungpriok

Data ketinggian air saat pasang surut bulan Mei 2009

(Sumber: Dinas Hidro Oseanografi 2009)

Data ketinggian air saat pasang surut bulan Juni 2009

(Sumber: Dinas Hidro Oseanografi 2009)

43

Page 58: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

Data ketinggian air saat pasang surut bulan Juli 2009

(Sumber: Dinas Hidro Oseanografi 2009)

44

Page 59: KARAKTERISTIK HABITAT MAMALIA LAUT DI PERAIRAN … · ), Echosounder (GARMIN FishFinder 250), hand refractometer, floating drougde, termometer alkohol, kompas bidik, aki kering, data

Lampiran 4. Contoh perhitungan perkiraan posisi sudut matahari

1. Perhitungan perkiraan posisi sudut matahari pada pukul 11.20 WIB

Jadi pada pukul 11.20 perkiraan posisi sudut matahari adalah 800

2. Perhitungan perkiraan posisi sudut matahari pada pukul 15.45 WIB

Jadi pada pukul 11.20 perkiraan posisi sudut matahari adalah 33,750

45