22
Tugas Makalah Mata Kuliah Karakterisasi dan Sifat Fisiologi Hasil Perairan Dosen: Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS Karakteristik dan Peranan Ubur- ubur Oleh Fernandy M. Djailani C351130301 Sekolah Pascasarjana Departemen Teknologi Hasil Perairan

Karakteristik dan Peranan Ubur-ubur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas kuliah

Citation preview

Tugas Makalah

Mata Kuliah Karakterisasi dan Sifat Fisiologi Hasil Perairan

Dosen: Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS

Karakteristik dan Peranan Ubur-ubur

Oleh

Fernandy M. Djailani

C351130301

Sekolah Pascasarjana

Departemen Teknologi Hasil Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

2015

1. Pendahuluan

Wilayah Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat baik untuk

berkontribusi dalam pemenuhan gizi masyarakat. Salah satu biota perairan yang

bernilai ekonomis tetapi belum banyak dimanfaatkan di Indonesia adalah

uburubur (Aurelia aurita). Ubur-ubur merupakan spesies yang termasuk ke dalam

kelas Scyphozoa. Bentuk morfologinya menyerupai selaput transparan dengan

banyak tentakel yang berfungsi untuk melindungi diri dan menangkap mangsa.

Jenis ubur-ubur ini memiliki varietas yang beraneka warna, mulai dari warna

gelap hingga yang berwarna terang (Imre dan Saghk 1997). Ubur-ubur memiliki

potensi yang baik untuk dijadikan sebagai sumber devisa negara melalui jalur

ekspor. Beberapa propinsi di Indonesia, yaitu Sulawesi Utara, Cilacap dan

Jepara sudah banyak mengekspor ubur-ubur ke berbagai negara antara lain

Jepang, Vietnam dan Hongkong. Ubur-ubur diekspor dalam bentuk segar atau

dengan pengolahan sederhana, yaitu dengan penggaraman untuk meningkatkan

daya awet serta mempermudah pengolahan selanjutnya. Berdasarkan statistik

nilai produksi ubur-ubur di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 674.000 ton

(KKP 2011).

Ubur-ubur diduga memiliki kandungan nilai gizi yang cukup tinggi, yaitu

meliputi protein, asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral. Ubur-ubur yang

terdapat di beberapa lokasi penangkapan ikan di Indonesia masih menjadi

komoditas by catch sehingga diperlukan adanya penelitian lebih lanjut agar dapat

menjadi bahan pangan bermanfaat (Imre dan Saghk 1997).

Informasi mengenai kandungan gizi ubur-ubur masih terbatas sehingga

sumberdaya tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimum, namun

faktanya spesies ini berpotensi sebagai sumber bahan pangan kaya gizi yang

bernilai ekonomis tinggi.

2. Ubur-ubur

Ubur-ubur plankton adalah hewan karnivor yang hidup di laut dan

jenisnya amat beragam, dari yang berukuran kecil hingga berukuran raksasa.

Ubur-ubur yang sangat umum dijumpai di laut adalah dari kelas Scyphozoa

(Scyphomedusae) dan diperkirakan ada 200 jenis.

2.1. Morfologi dan Anatomi

Ubur-ubur scyphozoa mempunyai ciri antara lain tubuhnya berbentuk

payung atau genta (bell) yang disertai dengan umbai-umbai berupa tentakel.

Bagian payung sebelah atas berbentuk cembung dan disebut eksumbrella,

sedangkan bagian bawah berbentuk cekung dan disebut subumrella. Diantara

keduanya terdapat mesoglea yang menyerupai lendir yang sangat kental. Di

tengah subumrella terdapat bukaan mulut. Detail morfologi dan anatomi ubur-ubur

jenis Aurelia aurita disajikan dalam gambar 1.

Gambar 1. Morfologi dan anatomi ubur-ubur bulan, Aurelia aurita. (Sumber Manuputty, 1988 dalam Trimaningsih 2008)

Ubur-ubur jenis ini dicirikan dengan adanya sel-sel penyengat yang

disebut nematosis (nematocyst) yang mengandung racun. Nematosis terdapat

hampir di sekujur tubuhnya, namun yang terbanyak adalah pada bagian lengan

atau tentakelnya yang berguna untuk menangkap mangsanya. Bentuk nematosis

ini berupa kantong kecil atau kapsul yang berisikan sel yang mirip panah harpun.

Apabila ubur-ubur itu terangsang maka akan melumpuhkan mangsanya,

sehingga panah harpun yang mikroskopis dengan benang panjang dan beracun

tersebut ditembakkan serempak oleh ratusan hingga ribuan nematosis. Daya

racun nematosis itu bervariasi menurut jenis ubur-uburnya. Sengatan ubur-ubur

menyebabkan kulit terasa gatal hingga perih. Ubur-ubur yang mempunyai racun

yang sangat kuat adalah Chinorex fleckeri, bila menyengat manusia bias

menimbulkan kematian (Nontji, 2006 dalam Trimaningsih, 2008).

Sebagian besar tubuh ubur-ubur terdiri dari air (sekitar 95-99 %) yang

membuat daya apungnya (buoyancy) sangat cocok untuk hidup melayang dalam

laut. Tentakelnya relatif panjang bahkan pada jenis tertentu bias mencapai

puluhan meter.

Gambar 2. Nematosis atau sel penyengat pada ubur-ubur. A. Nematosis berada dalam kapsul pada kondisi sebelum “ditembakkan”. B. Nematosis beracun yang telah “ditembakkan”. 1. Kapsul; 2. Pangkal; 3. Duri (spina); 4. Benang. (sumber: Zhong, 1989 dalam Trimaningsih, 2008)

Ubur-ubur adalah hewan karnivor, makanannya terdiri atas berbagai jenis

hewan, dari berbagai zooplankton hingga ikan yang ditangkapnya dengan

tentakel yang banyak nematosis. Tetapi ada pula yang “memelihara” simbion

dalam tubuhnya. Simbion ini berupa mikroalga yang hidup dalam jaringannya,

dan saling member keuntungan. Mikroalga dapat menggunakan produk

metabolic seperti karbon diaksida (CO2) dari ubur-ubur, sebaliknya ubur-ubur

dapat menggunakan oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis mikroalga.

2.2. Jenis-jenis Ubur-ubur

Ubur-ubur dari kelas Scyphozoa dapat dibagi menjadi menjadi empat

golongan yakni Semaeostomeae, Cubomedusae, Coronatae, dan Rhizostomae.

Beberapa jenis ubur-ubur disajikan dalam gambar 3.

Ubur-ubur Semaeostomeae dari marga Aurelia, Cyanea dan Pelagia

adalah jenis yang umum dijumpai. Ubur-ubur Aurelia aurita disebut juga “moon

jellyfish” (ubur-ubur bulan) mempunyai sebaran yang luas, terdapat juga di

perairan Indonesia. Cyanea dikenal mempunyai tentakel yang panjang. Di

perairan Atlantik Utara, Cyanea arctica dapat mencapai ukuran raksasa, dengan

garis tengah paying hingga lebih dari dua meter, dengan panjang tentakel lebih

dari 30 meter dan berat lebih dari satu ton. Tentunya ukuran ini sangat luar biasa

untuk ukuran plankton yang umumnya berukuran mikroskopis. Pelagia juga

termasuk ubur-ubur berukuran besar dengan delapan tentakel dan paying yang

bias mencapai satu meter atau lebih. Ubur-ubur Cubomedusae mempunyai

bentuk paying atau genta agak persegi seperti kotak dengan tentakel yang

muncul dari sudut-sudutnya. Ubur-ubur jenis ini adalah perenang yang kuat dan

pemangsa yang buas, makanannya berupa ikan yang dilumpuhkan dengan

nematosisnya. Nematosisnya mengandung racun yang sangat kuat hingga ubur-

ubur jenis ini dijuluki tawon laut (sea wasp). Salah satu jenis, Chinorex fleckeri,

Carybdea, Tripedalia, Tamoya merupakan ubur-ubur yang paling berbahaya

karena sengatannya dapt mematikan manusia. Ubur-ubur Coronatae berukuran

kecil hingga besar. Gentanya mempunyai kubah bagian atas yang terpisah

dengan bagian abawahnyadan mempunyai tentakel yang teratur berbentuk

korona (Periphylla mirabilis).

Ubur-ubur Rhizostomae banayak ditemui di perairan dangkal pada

perairan tropis hingga subtropis di kawasan Indo-Pasifik. Salah satu contohnya

adalah Cassiopea yang hidup di perairan dangkal atau goba (lagoon) pantai.

Gambar 3. Beberapa contoh ubur-ubur. Kelas Hydrozoa (Hydromedusae), jenis Siphonophora: a. Physallia physalis; b. Velella lata. Kelas Scyphozoa (Scyphomedusae), jenis Cubomedusae: c. Charybdea rastonii. Jenis Coronatae: d. Periphylla hiacinthina. Jenis Semaeostomeae: e. Pelagia panopyra; f. Dactylometra pacifica; g. Sanderio malayensis; h. Cyanea capilata; i. Aurellia aurita. Jenis Rhizostomeae: j. Cassiopea amachana; k. Mastigias papua; l. Rhopilema esculenta; m. Thysanostoma thysanura; n. Stomolophus nomurai (Sumber : Yamaji, 1979; McConnaughey, 1978 dalam Trimaningsih, 2008)

Di pulau terumbu karang kecil, Pulau Kakaban (Kalimantan Timur, Selat

Makasar), terdapat danau asal laut yang dikenal sebagai danau ubur-ubur.

Danau tersebut di dominasi oleh empat jenis ubur-ubur yakni, Casssiopea

ornata, Aurelia aurita, Tripedalia cystophora, dan Mastigias papua. Karakteristik

jenis Cassiopea ornate sangat aneh karena lebih banyak berdiam diri dengan

bukaan payungnya yanag terbalik menghadap ke atas, membiarkan tentakelnya

yang penuh alga simbion mendapatkan banayak sinar matahari untuk

fotosintesis. Kelompok ubur-ubur Rhizostomae adalah Rhopilema esculenta

banyak ditemui di perairan pantai utara Jawa.

2.3. Reproduksi Ubur-ubur

Reproduksi jenis ubur-ubur Scyphozoa berlangsung secara seksual pada

bentuk dewasa (medusa) dan aseksual pada bentuk polip (ubur-ubur bulan,

Aurelia aurita). Pada reproduksi seksual, telur yang telah dibuahi akan

menghasilkan zygot, kemudian akan berkembang menjadi planula yang akan

berenang hingga menemui substrat yang cocok untuk hidup. Pada substrat ini

ubur-ubur akan tumbuh dan berubah bentuk menjadi sifistoma yang akan

berkembang secara aseksual hingga akan membentuk polip yang bersusun-

susun (strobila). Polip-polip ini kemudian satu persatu akan melepaskan diri dan

hidup bebas sebagai efira yang selanjutnya akan tumbuh menjadi ubur-ubur

dewasa.

Gambar 4. Reproduksi Aurelia aurita

2.4. Metode Pertahanan Diri

Semua orang tahu ubur-ubur, serta betapa menarik dan anehnya jenis

hewan ini bagi kita. Tetapi, ubur-ubur, makhluk yang hampir 95 persen terbuat

dari air, juga memiliki sejumlah keistimewaan mengejutkan yang tidak diketahui

secara umum. Sebagian jenisnya, misalnya, membuat bingung musuh-musuhnya

dengan memancarkan cahaya (bioluminsence), sementara sebagian yang lain

menghasilkan racun mematikan di dalam tubuhnya.

Ubur-ubur dapat hidup di hampir segala iklim, dan sebagian besar

berbahaya bagi makhluk lainnya. Ubur-ubur memiliki struktur yang tembus

pandang dan tentakel (organ menyerupai belalai) yang berjuntai dari bagian

bawah tubuhnya. Pada beberapa spesies, ada cairan beracun di dalam

tentakelnya. Ubur-ubur menangkap mangsanya dengan cara menyemprotkan

racun ini dan membunuh musuh-musuhnya. Ubur-ubur yang tidak mempunyai

racun tentu saja bukan berarti tidak dapat mempertahankan diri. Sebagian di

antaranya menggunakan sel yang menghasilkan cahaya untuk melindungi

dirinya. Mereka bertindak dengan terencana dan menggunakan metode untuk

menyelamatkan diri dari kura-kura laut, burung laut, ikan dan paus, yang

semuanya merupakan musuhnya. Saat ubur-ubur berenang melarikan diri dari

musuh-musuhnya, seluruh tubuh ubur-ubur memancarkan cahaya. Tetapi, saat

musuh mencoba menggigitnya, cahaya di bagian tubuh yang berbentuk lonceng

pun padam, dan tentakel yang masih bercahaya dilepaskan dari tubuhnya.

Dengan cara ini, musuh-musuh mereka mengalihkan perhatian pada tentakel

tersebut. Ubur-ubur mengambil keuntungan dari situasi ini dan segera melarikan

diri. Selain untuk pertahanan diri, bioluminsence digunakan ubur-ubur untuk

menarik lawan jenis.

Ubur-ubur jengger memiliki rambut-rambut kecil di tubuh mereka yang

digunakan untuk bergerak maju di dalam air. Selain itu, hampir semua ubur-ubur

jengger memiliki sel penghasil cahaya khusus di sepanjang punggung tubuh

mereka yang berlipit. Beberapa spesies masing-masing memiliki ciri tersendiri

yang menarik. Misalnya, ubur-ubur jengger yang berwarna merah bisa bersinar

bila disentuh. Pada saat yang sama ubur-ubur ini mengalirkan partikel-partikel

bercahaya ke dalam air sebagai cara perlindungan untuk mengusir musuh-

musuhnya (Ganeri, 1995)

3. Komposisi Kimia

Komposisi kimia yang terkandung dalam Ubur-ubur :

1. Bioaktif alkaloid pada ubur-ubur (Bougainvillia sp) dapat dimanfaatkan

sebagai pengendali penyakit pada ikan kerapu macan (Andayani, 2008)

2. Asam trans-6-hexadecenoic acid (Hooper et al, 1973)

3. 9.3% tetracosehexaenoic acid(24:6n-3) dan 0.8% tetracosapentaenoic

acid(24:5n-6) pada ubur-ubur Aurelia sp (Nichols et al., 2003)

4. C26 sampai C29-sterols. Cholesterol merupakan sterol yang terbanyak

(Yasuda, 1974)

5. Protein Aquorin dapat membantu otak (mencegah kematian sel otak dalam

gangguan neurodegenerative, seperti Alzheimer dan Parkinson). Dosis yang

direkomendasikan yaitu 10 mg/hari (Gazella, 2008)

6. Protein Mucin telah di klaim dapat membantu menumbuhkan kembali tulang

rawan (Physorg.com)

7. Peptida Aurelin, sebagai antimikroba (bakteri gram negative dan bakteri gram

positif) (Ovchinnikova et al., 2006)

8. Hidrolisat kolagen pada ubur-ubur terbukti sebagai antifatigue (mengurangi

kelelahan) dan anti oksidan (Ding et al., 2010)

9. Menurut Hsieh et al., (2001), ubur-ubur mempunyai kalori yang rendah, tidak

mengandung lemak, kolesterol, dan gula. Jumlah kalori untuk 100 gram ubur-

ubur yang disajikan kurang dari 20 kcal. Ubur-ubur siap saji mengandung

sekitar 95% air dan 4-5% protein, terutama kolagen.

10. Komposisi Poximate ubur-ubur ordo Semaeostome family ulmaridae species

Aurelia auritayang diambil dari teluk Biscay (Spitz et al., 2010):

N n panjang K. Air Protein Lipid K. Abu Energi

30 1 8-12 cm 92,1% 2,1 % 0,3 % 4,2 % 0,7 kJ g-1

4. Manfaat Ubur-ubur

a. Sebagai bahan pangan

Masyarakat awam menganggap bahwa padatnya kandungan ubur-ubur di

perairan pantai menyebabkan ketidaknyamanan bagi mereka yang melakukan

aktivitas berenang. Selain itu banyaknya salpa akan merupakan pesaing

(competitor) ikan dalam memangsa zooplankton jenis lainnya (Arinardi, dkk, 1997

dalam Trimaningsih 2008).

Jenis ubur-ubur yang dipanen sebagai sumber pangan adalah dari jenis

(ordo) Rhizostomeae. Ubur-ubur dari jenis ini umumnya berukuran besar dan

tubuhnya lebih padat dibandingkan ubur-ubur lainnya, diameter ubur-ubur

tersebut umumnya berkiasar 25-40 cm. Di Indonesia jenis ubur-ubur yang di

panen antara lain : Rhopilema esculenta (ubur-ubur cendol), Aurelia aurita (ubur-

ubur bulan), Dactylometra quinquecirrha (ubur-ubur gerunggung) dan

Rhisostoma octopus.

b. Green Fluorosence Protein

Pada tahun 2008, Osamu Shimomura (Marine Biological Laboratory,

Woods Hole), Martin Chalfie (Columbia University, New York) dan Roger Tsien

(the University of California, San Diego) menerima hadiah Nobel untuk jasa

mereka dalam menemukan Green Fluorosence Protein. Protein ini memendarkan

cahaya hijau ketika terpajan (exposed) pada cahaya biru. Dan gen pengkode

protein ini telah dicoba diklonkan ke dalam sel makhluk hidup seperti bakteri,

yeast, serangga dan bahkan manusia, untuk membuktikan bahwa suatu gen

“alien” (asing) dapat diinsersi, diekspresikan dan dilewatkan.

Gambar 5. Struktur Gen Normal dan Gen yang disisipi GFP

Sumber : pGLOTM

Day 1

Gambar 6. Cara kerja untuk melihat gen bakteri yang resisten terhadap antibiotic (ampiciline). Sumber : pGLOTM

Day 2

Temuan Shimomura dan 3 temannya ini telah memberikan inspirasi bagi

para ahli biokimia didunia. Jika protein hijau ini dilekatkan pada protein lain atau

suatu struktur dalam sel, para peneliti akan bisa mengamati bagaimana mesin

sel yang kompleks itu bekerja. Berkat bantuan protein ini yang difasilitasi

teknologi Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), para peneliti bisa mengikuti proses

dalam tubuh yang selama ini tidak terlihat, seperti perkembangan sel sel syaraf

otak atau bagaimana sel kanker menyebar. Warna hijau pada protein digunakan

sebagai penanda pergerakan sel itu. Protein hijau ini akan ikut bergerak bila sel

bergerak, para peneliti bisa dengan mudah menginformasikan apa yang salah

dengan sel atau tubuh kita ketika terjadi infeksi penyakit.

Saat ini GFP telah digunakan dalam berbagai aplikasi, mulai dari mencari

obat untuk menangani ketulian hingga membuat ANDi –primata pertama hasil

rekayasa genetika– yang saat ini digunakan untuk mengembangkan pengobatan

untuk penyakit Huntington. Bahkan GFP ini berpotensi digunakan untuk

menemukan bahan tambang di lokasi pertambangan melalui bakteri yang dilabel

GFP. GFP juga bisa berkelap-kelip pada temperatur yang berbeda-beda,

sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai termometer kecil.

Kodok hasil rekayasa genetik dengan gen Ubur-ubur

Aequorea Victoria

Gambar 7 : Markus Nolf, Wikimedia Commons

Sebuah protein fluorescent dari ubur-ubur kristal (Aequorea victoria) yang

tinggal di Samudera Pasifik Utara, membuat penemunya menerima anugerah

Nobel bidang kimia. Dengan menautkan gen yang mengkode Green Fluorescent

Protein (GFP) dengan gen lain, para ilmuwan dapat melacak sel dan organisme

secara rinci dan indah.

Warna-warni GFP

Gambar 8: Nathan Shaner, Paul Steinbach, Roger Tsien, Wikimedia Commons

GFP asli bekerja dengan baik pada luminisensi Ubur-ubur, tetapi para

ilmuwan merasa kurang puas dan berusaha mengembangkan GFP ini selama

dua dekade terakhir. Mereka melakukan teknik rekayasa genetika untuk

membuat GFP berpendar lebih terang, lebih lama dan bahkan dengan warna-

warni berbeda.

Gambar di atas bukanlah coretan crayon anak SD, tetapi merupakan goresan

bakteri dalam cawan Petri yang mengekspresikan GFP dalam berbagai versi

yang berbeda warna.

GFP Pada Mencit

Gambar 9: University of Pennsylvania

Mencit pun kini sudah berhasil ‘dimodifikasi’ agar dapat berpendar seperti

Ubur-ubur, mereka kini dapat mengekspresikan GFP di dalam setiap sel

tubuhnya.

Macaca pun Bisa Hijau

Gambar 10: Anthony Chan, Yerkes National Primate Research Center

Bahkan, organisme yang sangat kompleks seperti Macaca ini pun kini

bisa ‘disusupi’ GFP. Para ilmuwan merekayasa beberapa rhesus Macaca untuk

mengekspresikan GFP bersama dengan sebuah protein yang menyebabkan

sang hewan menderita penyakit Huntington, sebuah penyakit neurodegeneratif.

GFP digunakan untuk memastikan bahwa gen penyebab penyakit tadi telah

‘merasuk’ ke dalam tubuh monyet tadi.

Struktur 3D GFP

Gambar 11: Alexander Brandt, Wikimedia Commons

GFP sendiri terdiri atas 238 asam amino. Bentuknya yang menyerupai gentong

inilah yang menjadi kunci sifat fluoresensi yang dimiliki GFP.

GFP pada Yeast

Gambar 12: Masur, Wikimedia Commons

Ragi kue/roti di atas mengaktifasi dua versi GFP yang berbeda pada

membran permukaannya, yaitu GFP hijau dan merah. Jika protein yang

berwarna merah dan hijau sama-sama terekspresi di dalam sel, maka akan

terlihat corak warna kekuningan. Sifat ini membantu para ilmuwan jika GFP

digunakan untuk melacak dua protein yang berada di dalam lokasi yang sama di

dalam sel.

Pelangi GFP

Gambar 13: Jean Livet et al, Harvard University

Gambar di atas adalah sel-sel otak tikus –disebut brainbow– merupakan

kombinasi antara protein ubur-ubur dan protein fluorescent koral. Dengan

mencampurkan protein fluorescent yang berwarna hijau, merah, kuning dan

oranye, para ilmuwan dapat membuat hingga 90 warna yang berbeda. Palet

warna ini dapat melacak jaringan yang rumit koneksi antara sel-sel otak.

Dengan begitu besarnya manfaat GFP dan luasnya aplikasi GFP dalam

berbagai penelitian, maka pantaslah sang ilmuwan yang pertama kali

menemukan manfaat besar protein ini untuk dianugerahi hadiah Nobel. Yang

jelas manfaatnya akan makin terasa terutama dalam penelitian mengenai

mekanisme penjangkitan dan pengobatan suatu penyakit (Anonim, 2011).

c. Laser

Seok-Hyun Yun bersama rekannya, Malte Gather, ahli fisika optik dari

Harvard Medical School dan Massachusetts General Hospital di Boston

menciptakan laser yang sinarnya berasal dari makhluk hidup. Teknologi laser

berawal dari ilmu fisika dan kemudian digunakan untuk menciptakan perangkat

rekayasa. Penggunaan materi hidup dalam pembuatan laser merupakan pertama

kalinya.

Untuk membuat laser dibutuhkan dua perangkat yakni material penguat

yang memadat dengan bantuan sinar, dan sarana optik untuk mengoptimalkan

sinarnya. Sarana optik laser konvensional biasanya terbuat dari kristal,

semikonduktor, atau gas. Tapi laser buatan Yun ini dibuat dari sel manusia dan

protein ubur-ubur.

Cahaya yang diciptakan memang lebih sempit dan lebih lemah daripada

laser konvensional. Tapi magnitudnya lebih terang. Ini berasal dari fluoresens

ubur-ubur. Cahayanya berwarna hijau.

Dalam bidang kedokteran, sinar laser bermanfaat mendiagnosis dan

mengobati penyakit, serta untuk membedah. Laser juga bermanfaat untuk

mengelas, mengebor, atau menyimpan memori optik dalam industri computer

(Nilam, 2011).

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, S. 2008. Respon non-spesifik ikan kerapu macan (Eppinephelus fuscoguttatus) terhadap immunostimulan senyawa aktif alkaloid ubur-ubur (Bougainvillia sp) melalui pakan. Makalah Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur. IPB Bogor.

Anonim. 2011. Nobel untuk Protein Sang Ubur-ubur. http://www.Sciencebiotek.net

Aryulina, Diah dkk. 2004. Biologi SMA dan MA untuk Kelas XI.Jakarta : Erlangga

Ganeri, Anita. 1995. Creatures That Glow. London: Marshall Editions

Hooper et al., Lipids 8, 1973, 509-516

Hsieh, Y.P.G, Fui-Ming Leong, & Jack Rudloe. 2004. “Jellyfish as food”. Hydrobiologia 451 (1-3): 11–17

Nichols et al., Lipids 38, 2003, 1207-1210

Nilam. 2011. Ahli fisika Harvard menciptakan laser berteknologi baru. Sinar terangnya dihasilkan dari ubur-ubur. http://teknologi.inilah.com/read/detail/1598492/laser-bertenaga-ubur-ubur [27 Oktober 2011]

Ovchinnikova et al., 2006. Aurelin, a novel antimicrobial peptide from jellyfish Aurelia aurita with structural features of defensins and channel-blocking toxins. Biochemical and Biophysical Research Communications, 348 (2): 514-523

Spitz et al., 2010. Proximate composition and energy of forage species from the Bay of Biscay: high-or low- quality food?. ICES Journal of Marine Science, 67: 909-915

Seo, et al., 1995. Isolation of novel bioactive steroids from the soft coral Alcyonium gracillimum. Tetrahedron, 51 (9): 2497-2506

Yasuda, Comparative biochemistry and Physiology B, 1974, 225-230