14
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII17-18 November 2017 Purwokerto 796 Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG TALAS SATOIMO HASIL FERMENTASI TERKENDALI DENGAN L. plantarum DAN S. cerevisiae (The characterization of Satoimo taro flour produced by controlled fermentation using L. plantarum and S. cerevisiae) Oleh Santi Dwi Astuti 1)* , Nuri Andarwulan 2)3) , Dedi Fardiaz 2)3) , Eko Hari Purnomo 3) 1) Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 2) Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor, Bogor 3) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor *E-mail : [email protected] ABSTRAK Sebagai sumber karbohidrat non-beras, talas Satoimo memiliki nilai ekonomi dan fungsional yang tinggi. Penelitian ini ditujukan untuk memodifikasi sifat fisikokimia dan fungsional tepung talas Satoimo sebagai ingredien pangan melalui fermentasi terkendali menggunakan kultur mikroba murni. Waktu fermentasi yang dilakukan yaitu 12, 24, 36, dan 48 jam. Kultur mikroba yang digunakan yaitu L.plantarum (1x10 6 CFU/ml); S.cerevisiae (1x10 6 CFU/ml), dan campuran L.plantarum dan S.cerevisiae (masing-masing 1x10 6 CFU/ml). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan BAL dan khamir hingga 48 jam fermentasi terutama dengan campuran L. plantarum dan S. cerevisiae menghasilkan peningkatan kadar amilosa; viskositas puncak, breakdown viscosity, viskositas akhir; dan kohesifitas tepung talas (masing-masing sebesar 27.26, 29.70, 51.76, 27.56, and 9.72%), sedangkan kelengketan menurun (28.83%). Fermentasi dengan campuran L.plantarum dan S.cerevisiae selama 48 jam menghasilkan tepung dengan viskositas akhir yang tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu rendah seperti es krim. Fermentasi dengan L. plantarum selama 12 jam menghasilkan tepung dengan breakdown viscosity yang rendah sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu tinggi seperti jelly drink. Fermentasi terkendali pada produksi tepung talas Satoimo mampu mereduksi sifat adesif (kelengketan) dan meningkatkan sifat kohesif (kekenyalan) sehingga memudahkan aplikasinya sebagai ingredien pangan. Kata kunci : tepung talas Satoimo, L.plantarum, S.cerevisiae, amilosa, viskositas ABSTRACT As non-rice carbohydrate sources, Satoimo taro has a high economic and functional value. The objective of this research was to modify the physicochemical and functional properties of taro flour as food ingredient that produced by controlled fermentation using pure microbial cultures. The fermentation time conducted were 12, 24, 36, and 48 h. The microbial cultures used were L plantarum (1x10 6 CFU/ml); S. cerevisiae (1x10 6 CFU/ml), and mixture of L. plantarum and S. cerevisiae (1x10 6 CFU/ml, respectively). The results showed that the increase of lactic acid bacteria (LABs) and yeasts up to 48 h of fermentation mainly using mixture of L. plantarum and S. cerevisiae resulted increase in amylose content; peak, breakdown, final viscosity; and cohesiveness

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

796

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL

TEPUNG TALAS SATOIMO HASIL FERMENTASI TERKENDALI

DENGAN L. plantarum DAN S. cerevisiae

(The characterization of Satoimo taro flour produced by controlled

fermentation using L. plantarum and S. cerevisiae)

Oleh

Santi Dwi Astuti1)*

, Nuri Andarwulan2)3)

, Dedi Fardiaz2)3)

, Eko Hari Purnomo3)

1) Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas

Jenderal Soedirman, Purwokerto 2)

Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST)

Center, Institut Pertanian Bogor, Bogor 3)

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor, Bogor

*E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Sebagai sumber karbohidrat non-beras, talas Satoimo memiliki nilai ekonomi dan fungsional

yang tinggi. Penelitian ini ditujukan untuk memodifikasi sifat fisikokimia dan fungsional tepung

talas Satoimo sebagai ingredien pangan melalui fermentasi terkendali menggunakan kultur mikroba

murni. Waktu fermentasi yang dilakukan yaitu 12, 24, 36, dan 48 jam. Kultur mikroba yang

digunakan yaitu L.plantarum (1x106 CFU/ml); S.cerevisiae (1x10

6 CFU/ml), dan campuran

L.plantarum dan S.cerevisiae (masing-masing 1x106 CFU/ml). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa peningkatan pertumbuhan BAL dan khamir hingga 48 jam fermentasi terutama dengan

campuran L. plantarum dan S. cerevisiae menghasilkan peningkatan kadar amilosa; viskositas

puncak, breakdown viscosity, viskositas akhir; dan kohesifitas tepung talas (masing-masing sebesar

27.26, 29.70, 51.76, 27.56, and 9.72%), sedangkan kelengketan menurun (28.83%). Fermentasi

dengan campuran L.plantarum dan S.cerevisiae selama 48 jam menghasilkan tepung dengan

viskositas akhir yang tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada

produk yang diproses pada suhu rendah seperti es krim. Fermentasi dengan L. plantarum selama 12

jam menghasilkan tepung dengan breakdown viscosity yang rendah sehingga berpotensi untuk

digunakan sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu tinggi seperti jelly drink.

Fermentasi terkendali pada produksi tepung talas Satoimo mampu mereduksi sifat adesif

(kelengketan) dan meningkatkan sifat kohesif (kekenyalan) sehingga memudahkan aplikasinya

sebagai ingredien pangan.

Kata kunci : tepung talas Satoimo, L.plantarum, S.cerevisiae, amilosa, viskositas

ABSTRACT

As non-rice carbohydrate sources, Satoimo taro has a high economic and functional value.

The objective of this research was to modify the physicochemical and functional properties of taro

flour as food ingredient that produced by controlled fermentation using pure microbial cultures.

The fermentation time conducted were 12, 24, 36, and 48 h. The microbial cultures used were L

plantarum (1x106 CFU/ml); S. cerevisiae (1x10

6 CFU/ml), and mixture of L. plantarum and S.

cerevisiae (1x106 CFU/ml, respectively). The results showed that the increase of lactic acid

bacteria (LABs) and yeasts up to 48 h of fermentation mainly using mixture of L. plantarum and S.

cerevisiae resulted increase in amylose content; peak, breakdown, final viscosity; and cohesiveness

Page 2: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

797

(27.26, 29.70, 51.76, dan 27.56%, respectively); while stickiness decrease (28,83%). Fermentation

using mixture of L. plantarum and S. cerevisiae for 48 h produced flour with highest final viscosity

and it is potential to be used as filler on products processed with low temperature such as ice

cream. Fermentation using Lactobacillus plantarum for 12 h produced flour with lowest

breakdown viscosity and it is potential to be used as a filler on products processed with high

temperature such as jelly drink. The controlled fermentation in Satoimo flour production is able to

reduce stickiness and increase cohesiveness so that making it easier to apply as food ingredient.

Keywords : Satoimo taro flour, L.plantarum, S.cerevisiae, physicochemical and functional

properties, food ingredient

PENDAHULUAN

Talas merupakan pangan sumber karbohidrat yang kaya serat pangan (5.19-8.24%) dan

mineral, terutama kalium (3057.15-4276.04 mg/100g), magnesium (313.7-415.07 mg/100g),

kalsium (132.43-190.93 mg/100g), dan fosfor (44.39-72.21 mg/100g) (Perez et al., 2007; Njoku

dan Ohia, 2007). Talas Satoimo (Colocasia esculenta var. antiquorum) yang dikenal dengan nama

talas Jepang atau Bithek saat ini telah dibudidayakan secara luas di wilayah Sulawesi, Jawa Timur,

dan Jawa Barat dengan produktivitas tanaman mencapai 30-40 ton/hektar. Sebagian besar talas

Satoimo di ekspor ke Jepang dalam bentuk talas segar yang dibekukan dan selebihnya diolah

menjadi tepung dan produk lain seperti yoghurt dan jus. Talas Satoimo memiliki nilai ekonomi

yang tinggi dan sejak dahulu telah dikonsumsi oleh masyarakat Jepang sebagai bagian dari pangan

konsumsi harian. Talas Satoimo dipercaya sebagai pangan yang berkhasiat sebagai anti aging (anti

penuaan dini) karena mengandung senyawa hyaluronic acid. Bentuk talas Satoimo berupa umbi

majemuk dengan bentuk, bobot, dan diameter yang kecil dan bervariasi serta memiliki kadar serat

dan gula yang tinggi.

Secara umum, tepung talas dibuat dengan cara pengupasan kulit, pengecilan ukuran dimensi

umbi, perendaman, pengeringan, penggilingan dan pengayakan. Selama perendaman, akan terjadi

proses fermentasi yang melibatkan peran mikroba. Penambahan kultur mikroba (fermentasi

terkendali) membutuhkan waktu yang lebih pendek dibanding fermentasi spontan dan dapat

menghasilkan produk dengan sifat fisikokimia dan fungsional yang diinginkan sebagai ingredien

pangan. Fermentasi oat dengan Lactobacillus spp. menghasilkan tepung dengan kadar amilosa dan

kekuatan gel tinggi hanya dalam waktu 12 jam (Wan et al., 2011). Fermentasi jagung dengan

Lactobacillus spp. meningkatkan kapasitas pengikatan air, kelarutan, dan daya pengembangan

(swelling power) tepung (Zeng et al., 2012). Selama fermentasi, mikroba-mikroba memproduksi

enzim-enzim hidrolisis yang mengubah senyawa dengan berat molekul tinggi menjadi senyawa

dengan berat molekul yang lebih kecil. L. plantarum dan Candida krusei pada fermentasi jagung

mampu menghasilkan enzim amilase dan lipase (Omemu et al., 2007). Fermentasi singkong

Page 3: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

798

dengan L. plantarum dan L. Fermentum mampu menghasilkan enzim α-amylase dan β-

glucoamilase (Kostinek et al., 2007).

Penggunaan tepung dari umbi sebagai ingredien pangan memiliki keuntungan dilihat dari

kelengkapan zat gizi makro dan mikro dibandingkan pati dari umbi (Richana dan Sunarti 2004).

Hingga saat ini, kajian tentang pembuatan dan karakterisasi tepung talas Satoimo masih sangat

terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk memodifikasi sifat fisikokimia dan

fungsional tepung talas Satoimo sebagai ingredien pangan melalui fermentasi terkendali

menggunakan kultur mikroba murni. Teknologi pembuatan tepung talas Satoimo sebagai ingredien

pangan, produk yang dihasilkan dan karakteristiknya diharapkan dapat dimanfaatkan oleh industri

hilir berbasis talas Satoimo.

METODOLOGI

Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah umbi talas Satoimo dengan umur panen 6 bulan

dengan bobot 95±15,92g, panjang 5,57±0,57cm, dan diameter 4,77±0,45cm yang diperoleh

dari perkebunan PT. Agrolawu Internasional Magetan Jawa Timur. Kultur L. plantarum

dan S. cerevisiae diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan IPB.

Pembuatan Tepung Talas dengan Fermentasi Terkendali

Umbi talas segar dikupas kulitnya dengan alat pengupas kulit umbi (Armfield,

England). Setelah dicuci, umbi diiris tipis (2 mm) dengan mesin pengiris umbi

(Alexanderwerk, Germany). Selanjutnya, 1,5 kg irisan umbi dicuci dengan 4,5L air minum

dalam kemasan (AMDK). Setelah ditiriskan, irisan umbi direndam dalam 4,5L larutan

asam sitrat 0,25% yang dibuat dengan melarutkan 11,25 g asam sitrat (PT. Brataco

Chemica, Bogor) dalam 4,5L AMDK selama 1 jam. Fermentor (Volume 7 L) yang

digunakan untuk merendam irisan umbi terbuat dari stainless steel dan terdiri dari dua

tabung. Tabung luar tak berperforasi dan tabung dalam yang berperforasi. Kultur murni

(L. plantarum, S. cerevisiae, dan campuran L. plantarum dan S. cerevisiae masing-masing

pada konsentrasi 10x106 CFU/ml) dilarutkan secara homogen ke dalam 4,5L AMDK.

Selanjutnya, irisan umbi dituangkan ke dalam air dan pastikan seluruh bahan terendam air

(sub merge fermentation). Irisan umbi direndam selama 12, 24, 36, dan 48 jam. Setelah

ditiriskan, irisan umbi dikeringkan dengan pengering kabinet (Masch. Bau u.

Verfahrenstechnik, D-6700 Ludwigshafen, Germany) suhu 60oC hingga kering patah (4-6

Page 4: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

799

jam). Irisan umbi kering digiling dengan mesin penggiling disk mill (PD. Karya Mitra

Usaha, Bogor). Tepung yang dihasilkan ditimbang dan diayak dengan ayakan 100 mesh

(model 66CMS, DE PVT.LTD, England), lalu disimpan pada suhu 5oC (Refrigerator

Sanyo-SRD167SB) untuk keperluan analisis lebih lanjut.

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial

dengan tiga faktor dan tiga ulangan. Apabila hasil analisis ragam berbeda nyata, maka akan

dilanjutkan dengan uji Duncan’s (DMRT) menggunakan program MS Exceldan SPSS

V.20.

Analisis Sifat Fisikokimia Tepung Talas

Analisis terdiri dari gula pereduksi Metode Nelson Somogyi, gula total dan pati

Metode Anthrone (Sudarmadji et al. 1997 dalam Kustyawati et al. 2013); amilosa

(Apriantono et al. 1989 dalam Kustyawati et al. 2013), proksimat (AOAC 1995) : air

(Metode 935.29), serat kasar (Metode 991.43), lemak (Metode 922.06), abu metode

gravimetri (Metode 940.26), protein metode Kjehdahl (Metode 920.152), pH dengan pH

meter digital Milwaukee yang telah dikaliberasi dengan buffer pH 4, 7, dan 10; rendemen

(Rahmawati 2013), densitas kamba (Narayana dan Narasinga 1984 dalam Adebowale dan

Maliki 2011), kapasitas penyerapan air (Kadan et al. 2003 dalam Rahmawati 2013); daya

pembengkakan (swelling power) (Adebowale dan Maliki 2011), sifat adonan tepung talas

menggunakan Rapid Visco Analyzer TecMaster Newport Scientific Pty Limited Australia-

RVA standar 2 (Syamsir et al. 2011); tekstur gel tepung talas dengan ukuran diameter 3 cm

dan tinggi 3 cm menggunakan Texture analizer TAXT-2 (modifikasi Rahmawati et al.,

2013), jumlah bakteri asam laktat (BAL), kapang, dan khamir dari campuran air rendaman

(5 ml) dan irisan umbi (5 g) di akhir fermentasi (Nago et al., 1998 dalam Rahmawati

2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik mikroba selama fermentasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah BAL akan meningkat dari 0 hingga 24 jam

fermentasi. Jumlah BAL tertinggi nampak pada talas yang difermentasi dengan L. Plantarum.

Peningkatan jumlah BAL tertinggi terjadi pada 0 hingga 12 jam fermentasi khususnya pada talas

yang difermentasi dengan S. cerevisiae yaitu dari 3.43 log CFU/ml menjadi 6.7 log CFU/ml.

Jumlah khamir tertinggi nampak pada talas yang difermentasi dengan campuran L. Plantarum dan

Page 5: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

800

S. cerevisiae. Jumlah khamir meningkat dari 0 hingga 12 jam fermentasi pada talas yang

difermentasi dengan L. Plantarum. Pada talas yang difermentasi dengan S. cerevisiae dan

campuran L. Plantarum dan S. cerevisiae, jumlah khamir meningkat dari 0 hingga 24 jam

fermentasi. Peningkatan jumlah khamir tertinggi nampak pada talas yang difermentasi dengan S.

cerevisiae pada 0 hingga 12 jam fermentasi yaitu dari 3.39 log CFU/ml menjadi 5.70 log CFU/ml.

Dari hasil ini, nampak adanya efek simbiotik antara BAL dan khamir seperti yang telah dilaporkan

pada penelitian sebelumnya. Omemu et al. (2007) menyatakan bahwa keberadaan khamir seperti S.

cerevisiae mampu meningkatkan pertumbuhan L. Plantarum pada fermentasi jagung. Ali and

Mustafa (2009) menambahkan BAL memberikan kondisi asam bagi pertumbuhan khamir, khamir

menyediakan vitamin dan faktor pertumbuhan lain seperti asam amino bagi pertumbuhan BAL.

Populasi mikroba selama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Peningkatan jumlah mikroba selama fermentasi telah dilaporkan pula pada beberapa

penelitian terdahulu. Kustyawati et al. (2013) menyatakan bahwa jumlah S. cerevisiae meningkat

dari 6.85 log CFU/ml menjadi 7.63 CFU/ml pada pembuatan tapioka melalui fermentasi selama 48

jam dengan penambahan S. cerevisiae yang bersumber dari inokulum komersial (Fermipan). Pada

fermentasi singkong dengan L. plantarum dan S. cerevisiae nampak bahwa L. Plantarum

meningkat hingga 24 jam fermentasi sedangkan S. cerevisiae meningkat hingga 60 jam fermentasi

(Gunawan et al., 2015).

Tabel 1. Populasi mikroba selama fermentasi

Mikroba Jenis kultur Waktu fermentasi

0 j 12 j 24 j 36 j 48 j

BAL L. plantarum (L) 6,79±0,08 7,43±0,09 8,18±0,09 8,08±0,15 8,00±0,14

S. cerevisiae C) 4,56±0,12 6,70±0,11 7,95±0,20 7,90±0,17 7,70±0,19

L + C 6,20±0,16 6,92±0,14 8,08±0,19 8,00±0,13 7,90±0,16

Khamir L. plantarum (L) 2,90±0,10 4,34±0,09 4,20±0,08 4,32±0,07 4,38±0,12

S. cerevisiae C) 3,48±0,08 5,70±0,13 5,90±0,12 5,70±0,14 5,65±0,10

L + C 4,90±0,14 5,78±0,10 6,08±0,15 5,90±0,16 5,78±0,15

Sifat kimia tepung talas terfermentasi

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan waktu fermentasi (dari 0 hingga 48

jam) secara nyata (P<0.05) menyebabkan peningkatan kadar amilosa hingga 22.51%; sedangkan

pati, gula total, gula pereduksi, protein, lemak, abu, dan serat kasar menurun hingga 12.08, 28.72,

58.23, 8.04, 63.69, 19.01, dan 7.03%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sobowale

et al. (2007) yang menyatakan bahwa fermentasi singkong selama 96 jam dengan L. plantarum

menyebabkan peningkatan kadar amilosa hingga 6.57%, sedangkan pati, gula, protein, lemak, serat

kasar, dan abu, menurun masing-masing hingga 8.56, 11.71, 23.64, 31.43, 48.19, dan 58.02%. Nilai

rataan karakteristik kimia tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba murni pada

waktu yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rataan karakteristik kimia tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur

mikroba murni pada waktu yang berbeda

Variabel Waktu fermentasi

Page 6: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

801

0 j 12 j 24 j 36 j 48 j

Pati (%bk) 65.91±0.92f 63.66±0.66

g 60.85±0.29

h 60.01±0.55

i 57.95±1.11

j

Amilosa (%bk) 7.23±0.10j 7.77±0.10

i 8.22±0.3

h 8.69±0.14

g 9.33±0.50

f

Gula total

(%bk) 25.77±3.24

a 23.54±4.15

b 21.14±4.64

c 20.43±4.52

d 18.37±4.72

e

Gula reduksi

(%bk) 4.07±0.35

a 3.37±0.66

b 2.98±0.64

c 2.07±0.63

d 1.70±0.65

e

Protein (%bk) 9.58±0.03a 9.4±0.09

a 9.21±0.04

a 8.99±0.15

a 8.81±0.18

a

Lemak (%bk) 1.57±0.04a 1.23±0.19

c 0.90±0.20

e 0.68±0.10

h 0.57±0.07

i

Abu (%bk) 6.26±0.23a 5.94±0.12

b 5.85±0.17

b 5.66±0.15

c 5.07±0.15

d

Serat kasar

(%bk) 15.21±2.17

a 14.95±1.99

b 14.72±2.01

c 14.57±2.06

d 14.14±1.77

e

Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata pada p=0.05

Penambahan inokulum berpengaruh sangat nyata terhadap kadar amilosa dan gula total

seperti nampak pada Gambar 2. Dengan bertambahnya waktu fermentasi penggunaan campuran L.

Plantarum dan S. cerevisiae (M) menyebabkan peningkatan kadar amilosa dan penurunan kadar

gula total yang paling besar. Peningkatan kadar amilosa selama 48 jam fermentasi dengan L.

Plantarum (L), S. cerevisiae (C), dan campuran L. Plantarum dan S. cerevisiae (M) secara berturut-

turut yaitu sebesar 17.47, 22.01, dan 27.26%; sedangkan penurunan kadar gula total-nya sebesar

23.59, 27.28, dan 35.27%. Perubahan parameter kimia yang terjadi disebabkan karena aktivitas

enzim yang dihasilkan BAL dan khamir. BAL dapat menghasilkan enzim β-glukoamilase yang

mampu memecah ikatan percabangan amilopektin menghasilkan amilosa rantai lurus dan glukosa.

BAL dan khamir mampu menghasilkan enzim α-amilase yang memecah ikatan glikosidik pati

secara acak menghasilkan molekul-molekul sakarida yang lebih sederhana Khamir juga mampu

memproduksi amilase ekstrakselular yang dapat secara langsung menghidrolisis pati menjadi

glukosa yang dimanfaatkan oleh seluruh populasi mikroba untuk pertumbuhannya (Kostinek et al.,

2007; Omemu et al., 2007).Peningkatan kadar amilosa juga dipengaruhi oleh derajat keasaman air

rendaman. pH yang rendah menyebabkan terputusnya rantai percabangan amilopektin. Asam (ion

H+) mampu menembus granula pati (difusi), memutus ikatan α-1,4- atau α-1,6- glikosidik untuk

menghasilkan senyawa karbokationik, dan sekaligus berikatan dengan molekul air dalam granula

pati (Chung et al. 2009).

Page 7: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

802

Gambar 1. Perubahan karakteristik kimia tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur

mikroba murni yang berbeda : (a) amilosa; (b) gula total

Perubahan sifat kimia selama fermentasi sangat ditentukan oleh kondisi proses seperti

ukuran irisan umbi, rasio umbi : air saat perendaman, penambahan kultur mikroba, dan metode

pemisahan umbi dan air rendaman setelah fermentasi. Oke and Bolarinwa (2012) menyatakan

bahwa fermentasi spontan irisan talas (berukuran 2-2,5 cm) jenis Colocasia esculenta var.

esculenta selama 48 jam meningkatkan kadar amilosa 4.94% (dari 55.08% menjadi 55.26%);

sedangkan gula menurun 27.5% (dari 2.4% menjadi 1.74%). Fermentasi tepung oat dengan L.

Plantarum selama 20 jam dengan rasio tepung : air = 1 : 2 yang dilanjutkan dengan pengeringan

menggunakan freeze drier menunjukkan adanya peningkatan amilosa dari 9% menjadi 9.8% (Wan

et al., 2011). Fermentasi irisan singkong dengan ketebalan 0.3 cm pada rasio umbi : air = 1 : 1.5

yang diikuti dengan penyaringan air pada kondisi vakum (setelah fermentasi) menunjukkan

penurunan kadar pati dari 69.4% menjadi 55.4% untuk fermentasi dengan L. plantarum; dan dari

79.41% menjadi 71.03% untuk fermentasi dengan S. cerevisiae (Gunawan et al., 2015).

Sifat fisik tepung talas

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan waktu fermentasi (dari 0 hingga 48

jam) secara nyata (P < 0,05) menyebabkan peningkatan kapasitas pengikatan air (10,00%) dan daya

pembengkakan (11.25%); sedangkan rendemen dan densitas kamba menurun (masing-masing

sebesar 12.75 dan 10.64%). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fermentasi

jagung dan talas menyebabkan penurunan rendemen, peningkatan kapasitas penyerapan air,

kelarutan, dan daya pembengkakan tepung (Zeng et al. 2012; Rachmawati et al 2013). Peningkatan

kapasitas penyerapan air dan daya pembengkakan sejalan dengan bertambahnya waktu fermentasi

berhubungan dengan peningkatan kadar amilosanya (Wan et al. 2011; Oke dan Bolarinwa 2012).

Selain itu, peningkatan daya pembengkakan juga disebabkan karena melemahnya ikatan hidrogen

intermolekuler dalam granula pati (ikatan antar amilosa pada daerah kristalen maupun ikatan antara

amilosa di daerah kristalen dengan amilopektin di daerah amorf) sejalan dengan bertambahnya

waktu fermentasi, sehingga saat tepung terhidrasi dengan air dan dipanaskan, energi kinetik air

yang tinggi menyebabkan tingginya ikatan air dengan granula pati (Zhu et al. 2010; Yuan et al.

2008). Nilai rataan karakteristik fisik tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur mikroba

murni dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 8: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

803

Tabel 3. Nilai rataan karakteristik fisik tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur

mikroba murni pada waktu yang berbeda

Variabel Waktu fermentasi

0 j 12 j 24 j 36 j 48 j

Rendemen (%bk) 14.74±0.02d 14.49±0.09

d 14.25±0.21

d 14.07±0.22

d 12.86±0.18

e

Densitas kamba (g

bk/ml) 0.94±0.00

a 0.92±0.01

b 0.89±0.01

d 0.86±0.02

f 0.84±0.02

g

KPA (ml/g bk)* 2.7±0.06e 2.78±0.11

d 2.86±0.13

c 2.93±0.12

b 2.97±0.10

a

DP (ml/g bk)** 8.8±0.1h 8.99±0.07

gh 9.2±0.15

fg 9.38±0.19

f 9.79±0.19

e

Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata pada p=0.05

*: Kapasitas penyerapan air; ** : Daya pembengkakan

Sifat fungsional tepung talas

Karakteristik fungsional adalah sifat bahan yang dikaitkan dengan kesesuaian

penggunaannya sebagai ingredien pangan sehubungan dengan karakteristik fisikokimia yang

dimiliki bahan tersebut (Chen 2003). Salah satu sifat fungsional tepung adalah profil pasting. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penambahan waktu fermentasi menyebabkan peningkatan secara

nyata (P < 0,05) suhu dan waktu pasting, viskositas puncak, breakdown viscosity, dan viskositas

akhir seperti nampak pada Tabel 4. Peningkatan suhu dan waktu pasting sejalan dengan

bertambahnya waktu fermentasi (hingga 48 jam) disebabkan peningkatan kadar amilosa-nya.

Molekul air membutuhkan suhu yang tinggi dan waktu yang lebih lama untuk menembus dan

berikatan dengan gugus hidroksil pada struktur heliks rantai amilosa (Singh et al. 2009). Nilai

rataan karakteristik pasting tepung talas Satoimo yang difermentasi dengan kultur mikroba murni

pada waktu yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.

Penambahan kultur mikroba yang berbeda berpengaruh signifikan (P < 0.05) pada

breakdown viscosity dan viskositas akhir. Breakdown viscosity menunjukkan kestabilan pasta pati

terhadap pemanasan. Viskositas akhir menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta

kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan dan menandai ketahanan pasta terhadap

gaya geser yang terjadi selama pengadukan (Kusnandar 2010). Penggunaan campuran L.

Plantarum dan S. cerevisiae (M) pada fermentasi hingga 48 jam menyebabkan peningkatan

tertinggi pada breakdown viscosity dan viskositas akhir selama 48 jam fermentasi yaitu sebesar

51.76%, 27.56% . Profil pasting (breakdown viscosity dan viskositas akhir) tepung talas Satoimo

pada waktu fermentasi yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2. Fermentasi dengan campuran L.

Plantarum dan S. cerevisiae pada talas Satoimo menghasilkan peningkatan tertinggi pada

viskositas puncak, breakdown viscosity, dan viskositas akhir tepung khususnya pada 0 hingga 12

jam fermentasi, yaitu masing-masing sebesar 204 cP, 25 cP. 396 cP. Viskositas akhir dihubungkan

dengan kemampuan molekul amilosa untuk retrogradasi, yaitu kemampuan molekul amilosa untuk

Page 9: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

804

berikatan kembali (re-asosiasi) dengan molekul amilosa yang lain (interaksi intramolekuler) atau

dengan molekul amilopektin (interaksi intermolekuler) didaerah kristalen yang lebih kokoh (Tong

et al. 2014; Winger et al. 2014). Penambahan waktu fermentasi akan menghasilkan peningkatan

amilosa yang tinggi pada tepung talas Satoimo. Peningkatan amilosa berkorelasi dengan

peningkatan retrogradasi yang ditandai dengan tingginya nilai viskositas akhir (Rahmiati et al.

2016).

Tabel 4. Nilai rataan karakteristik pasting tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur

mikroba murni pada waktu yang berbeda

Variabel Waktu fermentasi

0 j 12 j 24 j 36 j 48 j

Waktu gelatinisasi

(menit) 11.17±0.17

e 11.17±0.17

e 11.42±0.11

d 11.66±0.07

c 11.83±0.04

b

Suhu gelatinisasi

(oC)

87.64±0.09e 87.64±0.09

e 87.81±0.00

d 88.19±0.03

c 88.27±0.08

b

Viskositas puncak

(cP) 803±6

j 803±6

j 949±66

i 1069±64

h 1215±47

g

Breakdown viscosity

(cP) 28±3

j 28±3

j 41±13

i 59±18

h 76±12

g

Viskositas akhir

(cP) 1163±3

j 1163±3

j 1435±145

i 1736±128

h 1878±58

g

Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata pada p=0.05

Gambar 2. Perubahan karakteristik pasting tepung talas Satoimo hasil fermentasi dengan kultur

mikroba murni yang berbeda : (a) breakdown viscosity; (b) viskositas akhir

Page 10: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

805

Gambar 3. Profil pasting tepung talas Satoimo hasil fermentasi selama 24 jam dengan variasi

jenis kultur mikroba murni yaitu L. Plantarum (L24), S. cerevisiae (C24), dan campuran L.

Plantarum dan S. cerevisiae (M24)

Tepung yang difermentasi dengan campuran L. plantarum dan S. cerevisiae selama 12 jam

dapat dikelompokkan sebagai tipe C dimana tepung mengalami pengembangan yang terbatas yang

ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas maksimum dan breakdown viscosity (Gambar 3)

sehingga berpotensi sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu tinggi (Winger et

al. 2014). Rekomendasi pemanfaatan tepung berdasarkan sifat fisikokimia dan fungsionalnya

pernah diberikan pada penelitian sebelumnya. Richana dan Sunarti (2004) merekomendasikan

tepung umbi sebagai bahan baku produk bakery seperti cake atau rerotian lainnya karena memiliki

profil viskositas puncak yang rendah dan protein yang tinggi. Rios et al. (2016) merekomendasikan

pati talas Satoimo sebagai bahan pengisi pada produk salad dressing, olahan daging, dan produk

panggang.

Karakteristik Tekstur Gel Tepung Talas Terfermentasi

Gel tepung talas dianalisis dengan texture analyzer yang meliputi analisis terhadap kekuatan

gel dan profil teksturnya yang terdiri dari kekerasan (hardness), elastisitas (springiness),

kohesifitas (cohesiveness), dan kelengketan (stickiness). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penambahan waktu fermentasi akan menurunkan kekerasan, dan kelengketan sedangkan

kohesifitasnya meningkat. Fermentasi hingga 48 jam mengubah kekerasan, elastisitas, kohesifitas,

dan kelengketan masing-masing hingga sebesar 27,34 gF, 0,02, 0,05, dan 15,93 gF. Nilai rataan

Page 11: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

806

karakteristik tekstur gel tepung talas Satoimo yang difermentasi pada waktu yang berbeda dengan

kultur mikroba murni dapat dilihat pada Tabel 5.

Tepung talas yang dihidrasi dengan air lalu dipanaskan akan tergelatinisasi dan membentuk

pasta. Bila pasta didinginkan akan membentuk gel. Karakteristik gel tepung talas sangat ditentukan

oleh kadar patinya. Pati yang terdiri dari amilosa dan amilopektin merupakan komponen yang

paling berperan dalam pembentukan gel. Makin tinggi kadar pati maka kekerasan gel akan semakin

tinggi karena akan semakin banyak granula pati yang teretrogradasi saat pasta didinginkan

membentuk gel yang kokoh. Dalam penelitian ini, penurunan kekerasan gel diduga disebabkan

karena penurunan kadar pati selama fermentasi. Fermentasi dengan metode terendam (sub merge

fermentation) menyebabkan longgarnya struktur granula pati baik di daerah amorf ataupun

kristalin. Longgarnya struktur granula pati ini menyebabkan interaksi intramolekuler pati (antar

amilosa atau antara amilosa dan amilopektin) melemah dan interaksi intermolekuler pati (antara

amilosa atau amilopektin dengan air) menguat yang ditandai dengan peningkatan kapasitas

penyerapan air dan daya pembengkakan. Tingginya kapasitas air dan daya pembengkakan

menunjukkan tingginya jumlah air yang dapat diikat oleh granula pati. Gel yang mengandung air

dalam jumlah besar akan berkurang tingkat kekerasannya seperti yang terjadi pada penelitian ini

dan sejalan dengan yang dinyatakan oleh Yuan et al. (2008).

Tabel 5. Nilai rataan karakteristik tekstur gel tepung talas Satoimo yang difermentasi pada waktu

yang berbeda dengan kultur mikroba murni

Variabel Waktu fermentasi

0 j 12 j 24 j 36 j 48 j

Kekerasan (gF) 82,80±6,62 f 76,74±3,93

fg 72,38±4,97

gh 65,64±5,48

i 55,46±3,02

j

Elastisitas 0,97±0,00 ab

0,97±0,00 ab

0,96±0,00 bc

0,96±0,00 bc

0,95±0,00 c

Kohesifitas 0,65±0,00 c 0,66±0,01

bc 0,67±0,01

ab 0,68±0,00

ab 0,70±0,01

a

Kelengketan (gF) 55,01±0,41 f 51,85±0,63

g 49,78±1,13

gh 41,95±1,40

i 39,08±1,31

ij

Peningkatan kohesifitas dan Penurunan kelengketan dihubungkan dengan peningkatan kadar

amilosa. Amilosa yang berupa rantai lurus dengan struktur kristalin mampu mengikat air dalam

jumlah yang besar dan membentuk gel yang kohesif (kenyal) saat didinginkan. Peningkatan

amilosa menyebabkan penurunan rasio amilosa : amilopektin pati dan lebih lanjut menyebabkan

penurunan kelengketan karena amilopektin berkontribusi pada sifat kelengketan bahan berpati

(Yousif et al., 2012). Sejalan dengan kenaikan kadar amilosa, talas yang difermentasi dengan

campuran L. plantarum dan S. cerevisiae juga menunjukkan peningkatan kohesifitas dan

penurunan kelengketan yang tertinggi. Tepung yang memiliki sifat gel yang kohesif akan

memberikan tekstur yang kenyal pada produk pangan dan sifat yang kurang adesif (kurang lengket)

akan membantu terbentuknya adonan yang homogen saat pengolahan. Sehingga memudahkan

aplikasinya pada produk pangan. Perubahan

Page 12: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

807

Gambar 4. Perubahan tekstur tepung talas Satoimo yang difermentasi dengan kultur murni yang

berbeda : (a) kohesifitas; (b) kelengketan

KESIMPULAN

Peningkatan pertumbuhan BAL dan khamir hingga 48 jam fermentasi terutama dengan

campuran L. plantarum dan S. cerevisiae menghasilkan peningkatan kadar amilosa; viskositas

puncak, breakdown viscosity, viskositas akhir; dan kohesifitas tepung talas (masing-masing sebesar

27.26, 29.70, 51.76, 27.56, and 9.72%), sedangkan kelengketan menurun (28.83%). Fermentasi

dengan campuran L.plantarum dan S.cerevisiae selama 48 jam menghasilkan tepung dengan

viskositas akhir yang tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pengisi pada

produk yang diproses pada suhu rendah seperti es krim. Fermentasi dengan L. plantarum selama 12

jam menghasilkan tepung dengan breakdown viscosity yang rendah sehingga berpotensi untuk

digunakan sebagai bahan pengisi pada produk yang diproses pada suhu tinggi seperti jelly drink.

Fermentasi terkendali pada produksi tepung talas Satoimo mampu mereduksi sifat adesif

(kelengketan) dan meningkatkan sifat kohesif (kekenyalan) sehingga memudahkan aplikasinya

sebagai ingredien pangan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan

Tinggi atas pendanaan yang diberikan pada penelitian ini melalui Hibah Penelitian Disertasi Doktor

2017

DAFTAR PUSTAKA

Adebowale OJ, Maliki K. 2011. Effect of fermentation period on the chemical composition and

functional properties of Pigeon pea (Cajanus cajan) seed flour. International Food Research

Journal 18 (4) : 1329-1333.

Ali, A. A. and Mustafa, M. 2009. Use of Starter Cultures of Lactic Acid Bacteria and Yeast in the

Preparation of Kisra, a Sudanese Fermented Food. Journal of Nutrition, Pakistan 8 (9) :

1349-1353.

Page 13: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

808

AOAC. 1995. Official methods of analysis : Determination of moisture content (Method 935.29),

crude fiber content (Method 991.43), crude fat content (Method 922.06), ash content

(Method 940.26); crude protein content (Method 920.152). Washington DC: Association of

Official Analytical Chemist.

Chen, Z. 2003. Physicochemical Properties of Sweet PotatoStarches and Their Application in

Noodle Products. Netherland : The Netherland Wageningen University, PhD thesis.

Chung, H.J., Liu, Q., and Hoover, R. 2009. Impact of annealing and heat moisture treatment on

rapidly digestible, slowly digestible and resistant starch level in native and gelatinezed corn,

pea, and lentil starches. Carbohydrate Polymers 75 : 436-447.

Gunawan, S., Widjaja, T., Zullaikah, S., Ernawati, L., Istianah, N., Aparamarta, H.W., and

Prasetyoko, D. 2015. Effect of fermenting cassava with Lactobacillus plantarum,

Saccharomyces cerevisiae, and Rhyzopus oryzae on the chemical composition of their flour.

International Food Research Journal 22(3):1280-1287.

Kostinek, M., Specht, I., Edward, V.A., Pinto, C., Egounlety, M., Sossa, C., Mbugua, S., Dortu, C.,

Thonarte, P., Taljaard, L., Mengu, M., Franza, C.M.A.P., and Holzapfel, W.H. 2007.

Characterization and Biochemical Properties of Predominant Lactic Acid Bacteria from

Fermenting Cassava for Selection as Starter Cultures. International Journal of Food

Microbiology 114 : 342-351.

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan : Komponen Makro (Food Chemistry : Macro Component). 1st

ed. Jakarta : Dian Rakyat.

Kustyawati, M.E., Sari, M., and Haryati T. 2013. Effect of fermentation using Saccharomyces

cerevisiae on the biochemical properties tapioca. AGRITECH Vol. 3 (3) : 281-287.

Njoku, P.C. and Ohia, C.C. 2007. Spectrophometric Estimation Studies of Mineral Nutrient in

Three Cocoyam Cultivars. Pakistan Journal Nutrition 6 (6) : 616-619.

Oke, M.O. and Bolarinwa, I.F. 2012. Effect of Fermentation on Physicochemical Properties and

Oxalate Content of Cocoyam (Colocasia esculenta) Flour. ISRN Agronomy (1) : 1-4. DOI:

10.5402/2012/978709.

Omemu, A.M., Oyewole, O.B., and Bankole, M.O. 2007. Significance of Yeasts in The

Fermentation of Maize for Ogi Production. Food Microbiology 24 : 571-576.

Perez, E.E., Gutierrez, M.E., De Delahaye, E.P., Tovar, J., and Lares, M. 2007. Production and

Characterization of Xanthosoma sagittifolium and Colocasia esculenta Flours. Journal of

Food Science 72 : 367-372.

Rahmawati. 2013. Isolation and identification of indigenous microorganism and its application in

fermented corn and characterization of physicochemical properties of the flour. Bogor,

Indonesia : Bogor Agricultural University, PhD Thesis

Rahmawati, Dewanti-Hariyadi, R., Hariyadi, P., Fardiaz, D., and Richana, N. 2013. Isolation and

identification of microorganism during spontaneous fermentation of maize. Journal of Food

Technology and Industry 24 : 38-44.

Rahmiati, T.M., Purwanto, Y.A., Budijanto, S., and Khumaida, N. 2016. Physicochemical

properties of cassava flour (Manihot esculenta Crantz) of 10 breeding genotipes.

AGRITECH Vol. 36 (4) : 459-466. DOI: http://dx.doi.org/10.22146/agritech.16771.

Richana, N. and Sunarti, T.C. 2004. Karakterisasi Sifat Kimia Tepung Umbi dan Tepung Pati Umbi

Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa, dan Gembili (The characterization of starch and flour of

Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa and Gembili Tubers). Jurnal Pascapanen 1 (1) : 29-39.

Rios, K.R., Mondragon, E.G., Campos, M.S., Jimenez, M.R., Luna, J.L., Martinez, I.L., and

Ancona, D.B. 2016. Physicochemical and Nutritional Characterization of Starch Isolated

Page 14: KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18 November 2017 Purwokerto

809

from Colocasia antiquorum Cultivated in Oaxaca, Mexico. Journal of Chemistry Vol 2016.

Article ID 6721418 : 1-7. Hindawi Publ. Corp. http://dx.doi.org/10.1155/2016/6721418.

Singh J, Kaur L, McCarthy OJ. 2007. Factors influenching the physico-chemical, morphological,

thermal, and rheological properties of some chemically modified starches for food

appllications-a review. Food Hydrocolloids, 21 : 1- 22.

Sobowale, A.O., Olurin, T.O., and Oyewole, O.B. 2007. Effect of lactic acid bacteria starter culture

fermentation of cassava on chemical and sensory characteristics of fufu flour. African

Journal of Biotechnology Vol. 6 (16) : 1954-1958.http://www.academicjournals.org/AJB.

Syamsir, E., Hariyadi, P., Fardiaz, D., Andarwulan, N., and Kusnandar, F. 2011. Characterization

of tapioca from five varieties (Manihot utilisima Crantz) from Lampung. Jurnal Agrotek

5(1): 95-105.

Tong, C., Yaling, C., Fufu, T., Feifei, X., Yan, H., Hao, C., and Jinsong, B. 2014. Genetic

diversity of amylose content and RVA pasting parameter in 20 rice accessions grown in

Hainan, Cina. Food Chem. 161: 239-245.

Wan, J., Huang, W., Zhong, J., Huang, L., Patricia, R.D., and Liu, B. 2011. Effects of LAB

Fermentation on Physical Properties of Oat Flour and Its Suitability for Noodle Making.

Cereal Chemistry 88 (2) : 153-158.

Winger, M., Khouryieh, H., Aramouni, F., and Herald, T.J. 2014. Sorghum flour characterization

and evaluation in gluten-free flour tortilla. Journal of Food Quality 37(2): 95-106.

Yousif NMK, Huch M, Schuster T, Sung Co G, Dirar HA. 2010. Diversity of Lactic Acid Bacteria

from Hussuwa, a Traditional African Fermented Sorghum Food. J Food Microbiol. 27 : 757-

768.

Yuan, M.L., Lu, Z.H., Cheng, Y.Q., and Li, T.L. 2008. Effect of spontaneous fermentation on the

physical properties of corn starch and rheological characteristics of corn starch noodle.

Journal of Food Engineering 85 :12-17.

Zaidul, I.S.M., Yamauchi, H., Takigawa, S., Matsuura-Endo, C., Suzuki, T., and Noda, T. 2007.

Correlation between the compositional and pasting properties of various potato starches.

Journal of Food Chemistry 105: 164-172.

Zeng, J., Gao, H., Li, G., Zhao, X. 2012. Characteristic of Corn Flour Fermented by Some

Lactobacillus Species. China Academic Journal, El Publ House : 312-315.