17
Acara V EKSTRAKSI KARAGENAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Rosita Kusumaningastuti NIM : 13.70.0108 Kelompok A2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Praktikum Karagenan ini dilaksanakan pada hari Kamis-Jumat, 17-18 September 2015 di Laboratorium Rekayasa Pangan UNIKA Soehijapranata Semarang

Citation preview

Page 1: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

Acara V

EKSTRAKSI KARAGENAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama : Rosita Kusumaningastuti

NIM : 13.70.0108

Kelompok A2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

1

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah blender, panci, kompor, pengaduk, hot

plate, gelas beker, thermometer, oven, pH meter, timbangan, dan kain saring.

1.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rumput lau (Eucheuma cottonii),

isopropyl alcohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1N, serta aquades.

1.2. Metode

Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air

sedikit hingga rumput laut tenggelam. Setelah itu dituang ke panci.

Ambil air sebanyak 800 ml

Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram

Page 3: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

2

Rumput laut direbus dalam 800ml air selama 1 jam dengan

suhu 80-90oC

pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan ditambahkan

larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1 N.

Page 4: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

3

Ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume larutan.

Direbus hingga suhu mencapai 60oC

Filtrate dituang ke wadah berisi cairan IPA (2x volume

filtrat). Dan diaduk dan diendapkan selama 10-15 menit

Hasil ekxtraksi disaring dengan menggunakan kain saring

bersih dan cairan filtrat ditampung dalam wadah.

Volume larutan diukur dengan menggunakan gelas ukur.

Page 5: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

4

Endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam caira IPA

hingga jadi kaku

Serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakan dalam

wadah

Dimasukan dalam oven dengan suhu 50-60oC

Page 6: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

5

Serat karagenan kering ditimbang. Setelah itu diblender

hingga jadi tepung karagenan

Page 7: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

6

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan karagenan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan karagenan

Kelompok Berat basah (g) Berat kering (g) % Rendemen

A1 40 3,17 7,93

A2 40 4,13 10,33

A3 40 4,45 11,13

A4 40 2,79 6,98

A5 40 2,50 6,25

Berdasarkan data dari Tabel 1. di atas, didapatkan untuk setiap kelompok A1-A5 hasil

penimbangan berat basah dari karagenan adalah 40 gram. Berat kering dan persentase

rendemen yang diperoleh berbeda-beda. Berat kering terbesar diperoleh oleh kelompok A3

yaitu sebesar 4,45 gram, sedangkan berat kering terendah diperoleh oleh kelompok A5 yaitu

2,50 gram. Persentase rendemen yang diperoleh berbanding lurus dengan berat kering

karagenan, dimana semakin besar nilai berat kering maka persentase rendemen juga semakin

tinggi. Nilai persentase rendemen terbesar diperoleh oleh kelompok A3 yaitu sebesar 11,13%

dan yang terendah diperoleh oleh kelompok A5 yaitu 6,25%.

Page 8: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

7

3. PEMBAHASAN

Seaweeds sudah cukup lama digunakan sebagai makanan, pupuk, dan sumber bahan obat-

obatan. Industri pembuatan agar, alginat, dan karagenan juga menggunakan seaweeds

sebagai bahan bakunya. Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput lauh yaitu

rumput laut merah atau Rhodophyceae. Eucheuma cottonii juga sering disebut sebagai

Kappaphycus alvarezii sebagai nama dagang karena karaginan yang dihasilkan termasuk

dalam fraksi κ-karaginan. Eucheuma cottonii atau Kappaphycus alvarezii memiliki ciri fisik

yaitu memiliki thallus yang berbentuk silinder, permukaannya licin, warnanya selalu berubah

terkait dengan faktor lingkungan untuk proses adaptasi pencahayaan yaitu terkadang hijau,

hijau kuning, abu, merah. Setiap thalli bentuknya berbeda-beda, ada yang sederhana dan

kompleks. Duri pada thallus berbentuk runcing, panjang, dan letaknya berjauhan.

Tumbuhnya melekat pada substrat dengan alat perekat berupa cakram. Yang mempengaruhi

pertumbuhan komponen karagenan pada Kappaphycus alvarezii adalah faktor lingkungan

seperti suhu, intensitas cahaya, dan nutrisi. Sekitar 120.000 ton setiap tahunnya Kappaphycus

alvarezii dipanen terutama dari Filipina, Indonesia, dan Tanzania. 70% dari hasil terbeut

digunakan sebagai sumber bahan baku pembuatan karagenan oleh seluruh dunia (Orbita,

2013).

Karagenan merupakan polisakarida yang diekstrak dari spesies algae merah kelas

Rhodophyceae. Karagenan adalah polimer yang mudah diproduksi, tidak beracun, dan dapat

digunakan pada berbagai bidang seperti industri makanan, kosmetik, pasta gigi, farmasi, dan

minuman (Iglauer et al., 2011). Selain itu, karagenan pernah diberitakan memiliki zat anti-

HIV dan aktivitas antioksidan (Tripathy et al., 2009). Karagenan memiliki struktur yang tidak

beragam bergantung dari spesies, tahapan hidupnya, dan metode prosesnya. Kemampuan

gelasi dari karagenan bergantung dari karakteristik hidrokoloidnya. Karagenan umumnya

memiliki berat molekul lebih dari 100kDa. Karagenan dapat dengan mudah berubah menjadi

bagian kecil apabila bertemu dengan panas, hidrolisis kimia, dan enzim. Ikatan 3,6-anhidro

galaktosa dan kelompok sulfat yang terdapat pada karagenan sangat menentukan bentuk

fisiknya (Henares et al., 2010).

Page 9: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

8

Menurut Distantina et al., (2010) karagenan secara komersial terdapat 3 jenis yaitu κ-, ι-, dan

λ- karagenan (kappa-, iota-, dan lambda-). Terdapat pula karagenan mu yang merupakan

precursor dari karagenan kappa dan karagenan nu yang merupakan precursor karagenan iota.

Secara alami, jenis iota dan kappan ini dibentuk secara enzimatis dari prekursornya yaitu

sulfohydrolase. κ-karagenan merupakan perulangan dari ikatan (1-3)-α-D-galactose-4-

sulfate dan (1-4)-β-3,6-anhidro-D-galactose (Tripathy et al., 2009). Kappa-karagenan ini

memiliki sifat yang keras, mudah rusak, dan rapuh. Kappa-karaginan mengandung D-

galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Gugusan 6-sulfat, yang

terdapat di dalamnya mampu menurunkan daya gelasi karaginan. Namun, apabila diberikan

perlakuan alkali dapat terjadi transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang dapat menghasilkan 3,6-

anhidro-D-galaktosa. Oleh sebab itu, derajat keseragaman molekul meningkat dan daya

gelasinya juga bertambah (Prasetyowati et al., 2008). Kappa-karagenan dapat digunakan

sebagai pembentuk gel dan agen pengental (Orbita, 2013).

ι-karagenan terdiri dari ikatan D-galaktosa 4-sulfat 3,6-anhidro-D-galaktosa 2-sulfat. Sifat

dari iota-karagenan adalah lenting dan cocok digunakan untuk produk berbasis daging,

strukturnya sangat lembut dan elastis (Henares et al., 2010). Iota-karaginan memiliki gugus

4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan

3,6-anhidro-D-galaktosa. Gugus 2-sulfat ester yang terdapat pada iota-karagenan tidak dapat

dihilangkan dengan pemberian alkali seperti kappa karaginan. Selain itu, iota-karaginan

sering mengandung gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan keseragaman molekul jadi

berkurang, namun hal ini dapat dihilangkan dengan pemberian alkali. λ-karagenan memiliki

ikatan D-galaktosa 2-sulfat D-galaktosa 2,6-disulfat. Lambda-karagenan memiliki residu

disulfat α-(1-4) D-galaktosa sehingga tidak dapat membetuk gel dan hanya dapat digunakan

sebagai pengental (Prasetyowati et al., 2008). Perbedaan jenis-jenis karagenan dapat dilihat

dari daya kelarutannya pada berbagai medium seperti yang terlihat pada Gambar 1 di bawah.

Page 10: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

9

Gambar 1. Daya Kelarutan Karagenan pada berbagai pelarut (Glicksman, 1983)

3.1. Cara Kerja

Pada praktikum ini, mula-mula seaweed (Eucheuma cottonii) yang basah ditimbang beratnya

hingga 40 gram kemudian dipotong kecil-kecil dan di-blender dalam beberapa ml air

(<800ml) hingga semuanya terendam. Pemotongan dan pem-blender-an bertujuan untuk

memperluas permukaan rumput laut sehingga dapat dilakukan ekstraksi dengan mudah dan

optimal karena semakin besar kontaknya dengan larutan (Arpah, 1993). Rumput laut tersebut

kemudian ditambahkan dengan air sisa tersebut hingga totalnya 800 ml dan direbus

(diekstrasi) selama 1 jam pada suhu 80-90oC sambil diaduk. Perry (1950) menyatakan bahwa

ekstraksi merupakan salah satu cara untuk memisahkan suatu komponen dari campurannya

dengan menggunakan sejumlah massa pelarut sebagai pemisah, perebusan ini bertujuan

untuk melarutkan karagenan. pH larutan diatur hingga menjadi pH 8 dengan menambahkan

larutan HCl 0,1N atau NaOH 0,1N. Penetralan pH menjadi pH 8 ditujukan untuk menjaga

ikatan glikosidik pada karagenan tidak terhidrolisis dan rusak karena pH yang terlalu asam

(Prasetyowati et al., 2008).

Hasil ekstraksi disaring menggunakan kain saring kering kemudian filtratnya ditampung

dalam wadah. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan bahan padat dan cair sehingga

Page 11: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

10

dapat diperoleh filtrat yang lebih jernih (Winarno, 1993). Filtrat tersebut kemudian ditambah

dengan larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume total filtrat yang dihasilkan kemudian

dipanaskan sampai suhu 60oC. Penambahan NaCl berfungsi untuk mengendapkan karagenan

yang terdapat pada larutan. NaCl ini merupakan garam yang bersifat thermo-reversible

(Campo et al., 2009). Air yang digunakan sebagai pelarut ini akan menghasilkan rendemen

yang tinggi, tetapi sifat gel yang didapat kurang baik (Ciancia, 1997). Proses pemanasan

berfungsi untuk mempercepat proses ekstraksi (Mappiratu, 2009). Filtrat yang sudah

dipanaskan, dituangkan pada 750 ml larutan IPA hingga diperoleh serat karagenan yang lebih

kaku sambil diputar-putar menggunakan pengaduk. Endapan karagenan ditiriskan dan

direndam dalam larutan IPA kembali hingga didapatkan serat karagenan yang kaku. Larutan

isoprophyl alcohol dapat digunakan untuk mengendapkan karagenan (Prasetyowati et al.,

2008). Serat karagenan yang terbentuk dibuka dan dibentuk tipis-tipis lalu diletakkan pada

wadah dan dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu 50-60oC. Serat karagenan yang

kering ditimbang dan diblender menjadi tepung karagenan. Menurut Winarno et al. (1980),

pengeringan bertujuan untuk menghilangkan seluruh atau sebagian air dari suatu bahan

dengan menguapkan air menggunakan energi panas. Pengeringan dapat dipengaruhi oleh

beberapa hal yaitu luas permukaan, suhu pengeringan, aliran udara, dan tekanan uap udara.

3.2. Hasil Pengamatan

Data yang didapatkan untuk setiap kelompok A1-A5 hasil penimbangan berat basah dari

karagenan adalah 40 gram. Berat kering dan persentase rendemen yang diperoleh berbeda-

beda untuk setiap kelompok. Berat kering terbesar diperoleh oleh kelompok A3 yaitu sebesar

4,45 gram, dilanjutkan kelompok A2 sebanyak 4,13 gram, kelompok A1 sebanyak 3,17 gram,

kelompok A4 sebesar 2,79 gram dan berat kering terendah diperoleh oleh kelompok A5 yaitu

2,50 gram. Persentase rendemen yang diperoleh berbanding lurus dengan berat kering

karagenan, dimana semakin besar nilai berat kering maka persentase rendemen juga semakin

tinggi. Rendemen karagenan dapat dihitung dengan cara membagi berat kering dengan berat

basah lalu dikalikan 100%. Nilai persentase rendemen terbesar diperoleh oleh kelompok A3

yaitu sebesar 11,13%, selanjutnya kelompok A2 sebesar 10,33%, dilanjutkan kelompok A1

7,93%, kelompok A4 sebesar 6,98% dan yang terendah diperoleh oleh kelompok A5 yaitu

Page 12: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

11

6,25%. Berdasarkan nilai tersebut, pada dasarnya nilai rendemen kelompok A1-A3 lebih

besar dibandingkan A4-A5. Hal ini dikarenakan metode yang dilakukanpun berbeda. Pada

kelompok A4 dan A5 penambahan NaCl 10% dilakukan sebelum dilakukan penyaringan.

Menurut Campo et al. 2009, NaCl berfungsi untuk mengendapkan karagenan yang terdapat

pada larutan. Sehingga kemungkinan besar karagenan sudah terendapkan terlebih dahulu dan

justru akan turut tersaring pada bahan padatan bersama pengotor lainnya dan tidak terlarut

pada filtrat. Oleh sebab itu, nilai rendemen yang diperoleh menjadi lebih sedikit. Pada

kelompok A1-A3 telah dilakukan penyaringan terlebih dahulu sehingga pengotor juga sudah

dihilangkan dan tidak akan mengganggu jalannya ekstraksi. Namun pada kelompok A1, hasil

yang didapatkan juga tidak terlalu tinggi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan terdapat faktor-

faktor lainnya yang mempengaruhi hasil ekstraksi seperti suhu pemanasan yang berbeda-

beda serta penetralan kurang sempurna. Suhu pemanasan yang kurang sesuai atau netralisasi

yang kurang sempurna dapat mengakibatkan karagenan terhidrolisis terlebih dahulu dan

menghasilkan % rendemen yang berbeda Treybal (1981).

Menurut Treybal (1981), hasil ekstraksi sangat dipengaruhi oleh suhu pemanasan, waktu

ekstraksi, pengadukan, jenis pelarut dan perendaman. Setiap tahapan dalam pengolahan

karagenan sangat mempengaruhi kualitas gel karagenan yang diperoleh terlebih lagi pada

hasil % rendemennya. Selain itu, umur rumput laut juga menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi konsentrasi karagenan yang diperoleh. Semakin tua umur rumput laut maka

kekuatan gel yang dihasilkan akan lebih signifikan dibandingkan dengan rumput laut yang

berusia muda. Didukung oleh pernyataan Yolanda et al., (2006) spesies rumput laut, umur,

cuaca, iklim dan kondisi sewaktu ekstraksi berlangsung juga dapat mempengaruhi hasil

ekstraksi karagenan.

3.3. Aplikasi Karagenan

Winarno (1990), menyatakan bahwa karagenan dapat menyerap air sehingga dapat

menghasilkan tekstur yang kompak. Selain itu, karagenan juga dapat meningkatkan

rendemen, daya serap air, menambah kesan juiceness, meningkatkan kemampuan potong

suatu produk, serta melindungi produk dari efek pembekuan dan thawing. Oleh sebab itu,

Page 13: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

12

karagenan memiliki banyak sekali manfaat dan sering digunakan pada berbagai industri

terutama industri makanan. Karagenan menurut jurnal yang ditulis oleh Poreda et al. (2015)

dapat digunakan untuk menjernihkan wort dari wine sebelum dilakukan proses fermentasi.

Kebanyakan industri menggunakan diatom, namun justru menimbulkan dampak negatif pada

lingkungan, sedangkan karagenan berdampak baik pada wort menjadi jernih dan tidak

menimbulkan efek samping. Selain itu, pada industri karagenan juga dapat dipakai sebagai

stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat, dan pencegah kristalisasi

dalam industri makanan ataupun minuman. Beberapa produk yang dihasilkan dari

penggunaan karagenan adalah jeli, jamu, saus, permen, sirup, puding, dodol, salad dressing,

gel ikan, nugget, dan produk susu. Susu pada dasarnya butuh stabilizer, karagenan dapat

berfungsi sebagai stabilizer tersebut agar globula lemaknya tidak mudah rusak (Hudha et al.,

2012). Es krim memiliki sifat yang sangat bergantung pada kristalnya dan mudah meleleh.

Dengan penambahan hidrokoloid jenis jenis kappa-karagenan, carboxymethylcellulose dan

locust bean gum dapat melambatkan pembentukan kristal es dan pelelehan es (Wang et al.,

1998).

Page 14: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

13

4. KESIMPULAN

Karagenan dapat diperoleh dengan cara mengekstrak seaweed Eucheuma cottonii.

Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis seaweed dari alga merah atau

Rhodophyceae.

Karagenan secara komersial terdapat 3 jenis yaitu κ-, ι-, dan λ- karagenan (kappa-, iota-,

dan lambda-).

Seaweed Eucheuma cottonii yang diekstraksi menghasilkan kappa karagenan.

Perebusan bertujuan untuk melarutkan karagenan.

Penambahan larutan NaCl berfungsi untuk mengendapkan karagenan.

Pengeringan bertujuan menghilangkan sebagian air dari bahan dengan cara menguapkan

air menggunakan energi panas.

Pada pH netral karagenan mengalami stabilitas yang paling baik.

Larutan IPA berfungsi untuk membantu mengendapkan karagenan sehingga serat akan

terbentuk.

Suhu pemanasan, waktu ekstraksi, pengadukan, jenis pelarut perendaman, spesies rumput

laut, umur, cuaca, iklim dan kondisi sewaktu ekstraksi berlangsung juga dapat

mempengaruhi hasil ekstraksi karagenan.

Karagenan dapat dipakai sebagai stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi,

pengikat, dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan ataupun minuman seperti

pada pembuatan produk jeli, jamu, saus, permen, sirup, puding, dodol, salad dressing, gel

ikan, nugget, dan produk susu.

Semarang, 24 September 2015

Praktikan, Asisten Dosen,

- Ignatius Dicky A. W.

Rosita Kusumaningastuti

13.70.0108

Page 15: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

14

5. DAFTAR PUSTAKA

Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarselo. Bandung.

Campo, V.L., Kawano,D.F., Silva Júnior, D.B., Ivone Carvalho, I., 2009, “Carrageenans:

Biological Properties, Chemical Modifications and Structural Analysis”,

Carbohydrate Polymers 77: 167-180.

Ciancia, M. Matulewicz, M.C. and. Cerezo, A.S., 1997, “Alkaline Modification of

Carrageenans. Part III. Use of mild alkaline media and high ionic strengths”,

Carbohydrate Polymers 32: 293-295.

Distantina, S., Fadilah, Rochmadi, Moh. Fahrurrozi, Wiratni. (2010). Proses Ekstraksi

Karagenan dari Eucheuma cottonii. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 21: 1-6

ISSN: 1411-4216.

Glicksman, M. (1983). Food Hydrocolloid Vol II. CRC Press, Inc. Boca Raton. Florida.

Henares, B. M., Erwin P. Enriquez, Fabian M. Dayrit, and Nina Rosario L. Rojas. (2010).

Iota-carrageenan hydrolysis by Pseudoalteromonas carrageenovora IFO12985.

Philippine Journal of Science 139 (2): 131-138 ISSN 0031 – 7683.

Hudha, Mohammad Istnaeny, Risa Sepdwiyanti, dan Suci Dian Sari. (2012). Ekstraksi

Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma Spinosum) dengan Variasi Suhu Pelarut dan

Waktu Operasi. Berkala Ilmiah Teknik Kimia Vol 1(1): 17-20.

Iglauer, S., Yongfu Wu, Patrick Shuler, Yongchun Tang, William A. Goddard III. (2011).

Dilute iota- and kappa-Carrageenan solutions with high viscosities in high salinity

brines. Journal of Petroleum Science and Engineering 75: 304–311.

Mappiratu. (2009). Kajian Teknologi Pengolahan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma

cottonii Skala Rumah Tangga. Media Litbang Sulteng, 2(1): 1-6.

Orbita, Maria L. S. (2013). Growth rate and carrageenan yield of Kappaphycus alvarezii

(Rhodophyta, Gigartinales) cultivated in Kolambugan, Lanao del Norte, Mindanao,

Philippines. AAB Bioflux Volume 5(3): 128-139.

Perry, J. H. (1950). Chemical Engineer and Book. Mac-Graw Hill Book Company. New

York.

Page 16: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

15

Poreda, A., Marek Zdaniewicz, Monika Sterczyńska, Marek Jakubowski, and Czesław

Puchalski. (2015). Effects of Wort Clarifying by using Carrageenan on Diatomaceous

Earth Dosage for Beer Filtration. Czech J. Food Sci. 33(4): 392–397.

Prasetyowati, Corrine Jasmine A., dan Devy Agustiawan. (2008). Pembuatan Tepung

Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Berdasarkan Perbedaan Metode

Pengendapan. Jurnal Teknik Kimia Vol. 15 (2): 27-33.

Treybal, R.E., (1981). Mass Transfer Operation, 3th ed. Mc Graw Hill International Editions.

Singapore.

Tripathy, J., Dinesh Kumar Mishra, Mithilesh Yadav, Arpit Sand, Kunj Behari. (2009).

Modification of κ-Carrageenan by Graft Copolymerization of Methacrylic Acid:

Synthesis and Applications. Journal of Applied Polymer Science Vol. 114: 3896–

3905.

Wang, S.T., Barringer, S.A. dan Hansen, P.M.T. (1998). Effect of carboxymethylcellulose

and guar gum on ice crystal propagation in a sucrose-lactose solution. Food

Hydrocolloids 21: 12-15.

Winarno F.G. (1990). Teknologi Pengolahan Rumput Laut.Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Winarno, F. G. (1993). Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Winarno, F.G.; S. Fardiaz; dan D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia,

Jakarta.

Yolanda Freile-Pelegrı´n, Daniel Robledo and Jose´ A. Azamar. (2006). Carrageenan of

Eucheuma isiforme (Solieriaceae, Rhodophyta) from Yucata´ n, Mexico. I. Effect of

extraction conditions. Botanica Marina Vol 49: 65–71.

Page 17: Karagenan_Rosita Kusumaningastuti_13.70.0108_A2_UNIKA Soegijapranata

16

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus

%Rendemen =Berat kering

Berat basah× 100%

Kelompok A1

%Rendemen =3,17 gram

40 gram× 100% = 7,93%

Kelompok A2

%Rendemen =4,13 gram

40 gram× 100% = 10,33%

Kelompok A3

%Rendemen =4,45 gram

40 gram× 100% = 11,13%

Kelompok A4

%Rendemen =2,79 gram

40 gram× 100% = 6,98%

Kelompok A5

%Rendemen =2,50 gram

40 gram× 100% = 6,25%

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal