Upload
praktikumhasillaut
View
24
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
karagenan merupakan polisakarida dari hasil ekstraksi yang berasal dari spesies rumput laut atau alga merah (rhodophyceae).
Citation preview
Acara V
EKSTRAKSI KARAGENAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Kristina Galuh Sista S. 13.70.0117
Kelompok D3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
Acara V
2015
1. MATERI METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor,
pengaduk, hot plate, glass beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),
isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1 N serta aquades
1.2. Metode
1
Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air sedikit
Rumput laut direbus di dalam 1L air selama 1 jam dengan suhu 80-90oC
Rumput laut yang sudah halus dimasukkan kedalam panci
Hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring bersih
dan cairan filtrat ditampung dalam wadah.
pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan
ditambahkan larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1N
Rumput laut basah ditimbang sebanyak
40 gram
2
Ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume
larutan.
Volume larutan diukur dengan menggunakan gelas ukur.
Filtrat dituang ke wadah berisi cairan IPA (2x volume filtrat). dan diaduk dan
diendapkan selama 10-15 menitDirebus hingga suhu mencapai 60oC
Endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam caira IPA
hingga jadi kaku
Serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakan dalam wadah
3
Serat karagenan kering ditimbang. Setelah itu diblender hingga jadi
tepung karagenan
Dimasukan dalam oven dengan suhu 50-60oC
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan ekstraksi karagenan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Ekstraksi Karagenan
Kelompok Berat Kering (g) Berat Basah (g) Rendemen (%)
D1 2,74 40 6,85
D2 2,68 40 6,70
D3 3,20 40 8,00
D4 3,02 40 7,55
D5 3,46 40 8,65
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa berat basah yang digunakan oleh semua
kelompok adalah 40 g. Sedangkan berat kering yang didapatkan dari kelompok D1
sampai D5 berturut-turut adalah 2,74 g, 2,68 g, 3,20 g, 3,02 g, 3,46 g. Sehingga
diperoleh rendemen pada kelompok D1 sampai dengan D5 berturut-turut adalah 6,85%,
6,70%, 8,00%, 7,55%, dan 8,65%.
4
3. PEMBAHASAN
Pada praktikum Teknologi Hasil Laut kali ini membahas tentang mengesktrak
karagenan dari seaweed Euchema cotonii. Berdasarkan teori Van de Velde (2002)
karagenan merupakan polisakarida dari hasil ekstraksi yang berasal dari spesies rumput
laut atau alga merah (rhodophyceae). Menurut Webber, et. al (2012), karagenan
merupakan galaktan tersulfat yang diekstraksi dari alga merah (Rhodophyta), tersusun
dari residu D-galaktosa diikat di ikatan α-1,3 dan β-1,4. Dalam ekstraksi karagenan dari
Kappaphycus alvarezii dapat dioptimalisasi dengan menggunakan Respone Surface
Methodology. Metode alternative ini tanpa menggunakan perlakuan alkali sebelumnya
dan melakukan presipitasi ethanol. Metode ini memperkenalkan langkah isolasi,
pengeringan atomisasi yang digunakan untuk mengurangi waktu untuk kandungan
bubuk karagenan kering. Menurut Frashier dan Parker (1985) karagenan memiliki sifat
hidrofilik, dimana karagenan dapat mengikat air dan dapat menstabilkan sistem emulsi
pada produk emulsi. Berdasarkan sifat yang hidrofilik ini, maka dapat diketahui bahwa
penambahan karagenan dalam produk emulsi dilakukan untuk meningkatkan viskositas
fase kontinu sehingga emulsi dapat menjadi stabil.
Menurut Mahmood, et. al. (2014) proses ganggang laut banyak kegunaannya karena
digunakan sebagai sumber bahan yang bernilai. Karagenan terkandung di rumput laut
dalam macam polisakarida. Dan dalam penelitian menunujukan adanya modifikasi
kimia dari k-karagenan dalam bentuk ester dengan menggunakan kloride decanoil,
piridin dan reaksi temperature dengan suhu yang bervariasi yaitu dari 60°C dan 90°C.
Hasil ester karagenan meningkat dengan meningkatnya suhu sintesis. Hal ini ditegaskan
ketika diteliti lebih lanjut dengan Fourier transform infrared (FTIR) dan perhitungan H
NMR. Menurut Mochtar (2013), beberapa tipe dari ganggang yang memiliki nilai
ekonomi dan dimanfaatkan dalam jumlah besar adalah Kappaphycus alvarezii, Hypnea
sp dan Chondrus sp untuk produksi karagenan, Gracilaria sp dan Gellidium sp untuk
produksi agar, Sargassum sp dan Turbinaria sp untuk produksi alginate. Umur panen
dari ganggang akan mempengaruhi hasil dan kekuatan gel dari karagenan yang
dihasilkan. Karagenan yang diteliti ini berasal dari Eucheuma cottonii. Sampel
ganggang cottonii yang digunakan dipanen pada saat umur yang berbeda-beda (40, 45
5
6
dan 50 hari). Hasil yang didapat menunjukan bahwa apabila ganggang dipanen pada
hari ke 50 hasil karagenan yang didapat lebih tinggi dibanding dengan panen di umur 40
dan 45 hari.
Van de Velde (2002) mengungkapkan kembali bahwa jenis karagenan komersial yaitu
iota, kappa dan lambda. Terdapat 2 jenis lain karagenan, yang pertama karagenan mu
yang merupakan prekursor karagenan kappa, serta yang kedua karagenan nu yang
merupakan prekursor karagenan iota. Jenis iota dan kappa ini terbentuk secara enzimatis
yang berasal dari prekursornya oleh sulfohydrolase. Karagenan ini diproduksi dengan
menggunakan ekstraksi dengan alkali. Untuk menghasilkan karagenan jenis iota
memiliki spesies utama yaitu Eucheuma denticulatum, sedangkan pada karagenan
lamda diproduksi dari spesies Gigartina dan Condrus. Pada karagenan kappa
didominasi dari rumput laut tropis yaitu Kappaphycus alvarezii, atau yang biasa disebut
dengan nama Eucheuma cottonii. Menurut Awang Bono (2014) Kappaphycus alvarezii
yang biasa dikenal dengan Euchema cottonii merupakan sumber dari karagenan dan
dapat ditemukan didaerah Malaysia, Philipina, dan Indonesia. Karegenan dapat
digunakan diberbagai aplikasi untuk makanan manusia dan industri makanan hewan.
Karagenan juga dapat digunakan untuk industri non makanan seperti kosmetik,
percetakan dan bahan tekstil. Kondisi proses dalam menghasilkan karagenan semi halus
akan berdampak pada viskositas dan kekuatan gel karagenan yang dihasilkan.
Viskositas gel akan meningkat dengan berkurangnya waktu pemasakan, suhu
pemasakan dan konsentrasi dari potassium hidroksida (KOH). Hasil ini berbeda dengan
kekuatan gel yang akan meningkat dengan meningkatnya pula waktu pemasakan, suhu
pemasakan, dan konsentrasi potassium hidroksida yang digunakan.
Berdasarkan teori Atmadja (1996) beberapa jenis Eucheuma berperanan penting dalam
dunia perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karagenan. Maka pada
praktikum ini mengekstrak karagenan dari seaweed Eucheuma cottonii. Kadar
karagenan pada setiap spesies tersebut antara 54% - 73%, hal ini dapat tergantung dari
jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Awalnya, Eucheuma ini diperoleh dari perairan
Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Lalu selanjutnya dikembangkan ke
berbagai negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi tempat tumbuh yang terdapat di
7
Indonesia diantaranya Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu.
Pembuatan ekstraksi karagenan berdasarkan teori Distantina, et al. (2011) memiliki
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu jenis pelarut yang
digunakan, perbandingan antara berat bahan dengan jumlah pelarut yang digunakan,
cara dan lama pengadukan atau ekstraksi, temperatur ekstraksi, juga ukuran padatan
yang diekstrak. Pada praktikum ini mula-mula yang dilakukan adalah rumput laut basah
ditimbang sebanyak 40 gram. Kemudian rumput laut tersebut dipotong kecil-kecil dan
diblender dengan diberi air sedikit. Berdasarkan teori Winarno (2002) tujuan
dilakukannya pemotongan dan pemblenderan ini agar permukaan rumput laut basah
dapat menjadi lebih luas, sehingga dapat terjadi kontak antara permukaan rumput laut
basah dengan air pada tahap berikutnya secara maksimal. Selanjutnya rumput laut yang
sudah halus dimasukkan kedalam panci. Lalu direbus di dalam 1L air selama 1 jam
dengan suhu 80-90oC. Kemudian pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan
ditambahkan larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1N. Penambahan NaOH ini dilakukan
karena dalam mengekstrak rumput laut diperlukan suasana yang alkalis (Distantina et
al., 2011). Setelah itu disaring menggunakan kain saring dan filtratnya ditampung dalam
wadah dan diukur volume filtrat yang ada. Setelah itu hasil ekstraksi disaring dengan
menggunakan kain saring bersih dan cairan filtrat ditampung dalam wadah. Proses
penyaringan karagenan ini menurut Glicksman (1983) untuk memisahkan partikel yang
masih melayang atau yang belum mengendap, sehingga dengan dilakukannya
penyaringan cairan dalam larutan ini dapayt diperoleh filtrat. Kemudian volume larutan
diukur dengan menggunakan gelas ukur. Lalu ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5%
dari volume larutan. Penambahan NaCl ini bertujuan meningkatkan kekuatan dari gel,
sehingga karagenan terbentuk dalam suasana yang alkali/basa sehingga hal ini termasuk
cara pengawetan secara kimiawi (Satuhu, 1996).
Selanjutnya direbus hingga suhu mencapai 60oC, kemudian filtrat dituang ke wadah
berisi cairan IPA (2x volume filtrat). dan diaduk serta diendapkan selama 10-15 menit.
Setelah itu endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam cairan IPA yaitu termasuk
larutan non polar, dimana larutan ini memiliki daya kelarutan yang rendah pada
8
karagenan, endapan karagenan direndam hingga menjadi kaku. Fungsi perendaman
dengan larutan IPA menurut Guiseley et al. (1980) yaitu untuk menjadikan viskositas
karagenan meningkat (bertambah besar). Kemudian serat karagenan dibentuk tipis-tipis
dan diletakan dalam wadah. Lalu serat karagenan kering ditimbang. Setelah itu
diblender hingga jadi tepung karagenan, dan dimasukan dalam oven dengan suhu 50-
60oC. Berdasarkan teori Aslan (1998) tujuan dilakukannya pengeringan untuk
menghilangkan kadar air yang terkandung dalam serat karagenan.
Berdasarkan metode yang dilakukan pada praktikum ini maka diperoleh rendemen
dengan rumus yang ada, pada kelompok D1 sampai dengan D5 berturut-turut
rendemennya adalah 6,85%, 6,70%, 8,00%, 7,55%, dan 8,65%. Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa rendemen yang didapatkan pada setiap kelompok berbeda-beda.
Berdasarkan teori Basma et al. (2009) dapat diketahui bahwa % rendemen sangat
dipengaruhi oleh faktor suhu dan waktu ekstraksi yang dilakukan. Karena faktor suhu
dan waktu menentukan maka dapat diketahui bahwa pada praktikum yang sudah
dilakukan pada proses pemanasan, suhu yang digunakan tidak selalu stabil, hal ini bisa
terjadi karena penganturan kompor yang terlalu besar, juga pengadukan yang tidak
seragam. Menurut S. K. Bajpai & Pradeep, T. (2013) penggunaan suhu yang berbeda
dibawah kelembapan yang berbeda pula akan berdampak pada penyerapan kelembapan
pada kappa karagenan. Kappa karagenan merupakan sulphonated galactan yang
diektraksi dari banyak spesies dari alga merah. Karagenan ini banyak digunakan di
industri makanan sebagai gelling agent. Dari hasil yang didapatkan kesetimbangan
kelembapan dapat ditemngukan dengan menurunnya suhu dan aktvitas air yang konstan.
4. KESIMPULAN
Karagenan merupakan polisakarida dari hasil ekstraksi yang berasal dari spesies
rumput laut atau alga merah (rhodophyceae).
Penambahan karagenan dalam produk emulsi dilakukan untuk meningkatkan
viskositas fase kontinu sehingga emulsi dapat menjadi stabil.
Jenis seaweed Eucheuma berperanan penting dalam dunia perdagangan
internasional sebagai penghasil ekstrak karagenan.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu jenis pelarut yang digunakan,
perbandingan antara berat bahan dengan jumlah pelarut yang digunakan, cara dan
lama pengadukan atau ekstraksi, temperatur ekstraksi, juga ukuran padatan yang
diekstrak.
Penambahan NaOH dalam mengekstrak rumput laut diperlukan untuk menciptakan
suasana yang alkalis.
Penambahan NaCl bertujuan meningkatkan kekuatan dari gel, sehingga karagenan
terbentuk dalam suasana yang alkali/basa.
Fungsi perendaman dengan larutan IPA untuk menjadikan viskositas karagenan
meningkat (bertambah besar).
Tujuan pengeringan untuk menghilangkan kadar air yang terkandung dalam serat
karagenan.
% rendemen sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan waktu ekstraksi yang
dilakukan.
Semarang, 29 Oktober 2015Praktikan
Kristina Galuh Sista S.13.70.0117
Asisten Dosen,- Ignatius Dicky A. W.
9
5. DAFTAR PUSTAKA
Aslan,M., (1998), ”Budidaya Rumput Laut”, Kanisius, Yogyakarta, hal. 89.
Atmadja WS. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis- Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 147 – 151.
Basma, J., Sedayu, B. B., Utomo, B. S. B. 2009. Mutu semi refined carrageenan (SRC) yang diproses menggunakan air limbah pengolahan SRC yang didaur ulang. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 4(1): 1-11.
Bono Awang, et al. (2014). Effect of Process Conditions on the Gel Viscosity and Gel Strength of Semi-Refined Carrageenan (SRC) Produced from Seaweed (Kappaphycus alvarezii). Journal of King Saud University-Engineering Sciences 26, 3-9. University Malaysia Sabah. Malaysia.
Distantina, S. ; Wiratni; Moh. Fahrurrozi; and Rochmadi. (2011). Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology 54 : 738-742.
Fashier, L. R, N. S. Parker. 1985. How Do Food Emulsion Stabilizers Work?. Crisro. Food Research Quaerterly. 45 (2): 33-39.
Glicksman, M. (1983). Food Hydrocolloid Vol II. CRC Press, Inc. Boca Raton. Florida.
Guiseley K.B., Stanley N.F., Whitehouse, P.A. 1980. Carrageenan. Dalam: Davids RL. Hand Book of Water Soluble Gums and Resins. New York, Toronto, London: Mc Graw Hill Book Company. Halaman 125-142
Mahmood Wan Ahmad Kamil, et al. (2014). Effects of Reaction Temperature on the Synthesis and Thermal Properties of Carrageebab Ester. Journal of Physical Science, Vol. 25 (1), 123-138.
Mochtar Andi Hasizah, et al. (2013). Effects of Harvest Age on Seaweed on Carragenan Yield and Gel Strength. World Applied Sciences Journal 26 (Natural Resources Research and Development in Sulawesi Indonesia: 13-16,2013 ISSN 1818-4952.
S. K. Bajpai & Pradeep, T. (2013). Studies on Equilibrium Moisture Absorption of Kappa Carrageenan. International Food Research Journal 20 (5) : 2183-2191. Vindhya Institute of Technology and Science, Jabalpur. India.
10
11
Satuhu, S. (1996).Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.Van de Velde,.F.,Knutsen, S.H., Usov, A.I., Romella, H.S., and Cerezo, A.S., 2002,
”1H and 13 C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication in Research and Industry”, Trend in Food Science and Technology, 13, 73-92.
Webber Vanessa, et. al. (2012). Optimization of The Extraction of Carrageenan from Kappaphycus alvarezii using Response Surface Methodology. Tecnol. Altment., Campinas, 32 (4) : 812-818, out-dez.
Winarno, F.G., (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
:
= 6,85%
Kelompok D2
= 6,7%
Kelompok D3
= 8 %
Kelompok D4
= 7,55%
Kelompok D5
= 8,65%
12
13
6.2. Laporan Sementara
14
6.3. Diagram Alir
15
6.4. Abstrak Jurnal