Upload
praktikumhasillaut
View
8
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengekstrak karagenan dari seaweed Eucheuma cottoni
Citation preview
Acara V
EKSTRAKSI KARAGENAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh:
Nama : Ignatius Alfredo Ade Prasetyo
NIM : 13.70.0191
Kelompok : C4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1
1. MATERI METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor,
pengaduk, hot plate, glass beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),
isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1N, NaCl 10%, HCl 0,1 N serta aquades
1.2. Metode
Rumput laut basah
ditimbang sebanyak
40 gram
Rumput laut dipotong kecil-
kecil dan diblender dengan
diberi air sedikit
Rumput laut yang sudah halus
dimasukkan kedalam panci
Rumput laut direbus dalam
1L air selama 1 jam
dengan suhu 80-90oC
pH diukur hingga netral
yaitu pH 8 dengan
ditambahkan larutan HCL
0,1 N atau NaOH 0,1N
Hasil ekstraksi disaring dengan
menggunakan kain saring bersih
dan cairan filtrat ditampung dalam
wadah.
2
Serat karagenan dibentuk tipis-
tipis dan diletakan dalam wadah
Dimasukan dalam oven
dengan suhu 50-60oC
Serat karagenan kering
ditimbang. Setelah itu
diblender hingga jadi
tepung karagenan
Volume larutan diukur dengan
menggunakan gelas ukur.
Ditambahkan NaCl 10%
sebanyak 5% dari volume
larutan.
Direbus hingga suhu
mencapai 60oC
Filtrat dituang ke wadah berisi cairan
IPA (2x volume filtrat). dan diaduk dan
diendapkan selama 10-15 menit
Endapan karagenan ditiriskan
dan direndam dalam caira IPA
hingga jadi kaku
3
2. HASIL PENGAMATAN
Data hasil pengamatan ekstraksi karagenan dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Hasil ekstraksi karagenan
Kelompok Berat Basah (gram) Berat Kering
(gram) % Rendemen
C1
C2
C3
C4
C5
40
40
40
40
40
3,14
3,04
0,28
4,50
2,86
7,85
7,60
0,70
8,75
7,15
Berdasarkan Tabel 1 diatas, dapat dilihat bahwa setiap kelompok memiliki berat awal
yang sama yaitu 40 gram. Akan tetapi karena berat akhir atau berat kering yang
berbeda-beda, hal ini membuat % rendemen karagenan pada setiap kelompok yang
didapatkan juga berbeda-beda. Pada kelompok C1 dihasilkan % rendemen sebesar
7,85%. Kelompok C2 diperoleh % rendemen sebesar 7,60 %. Kelompok C3 diperoleh
% rendemen terendah yaitu sebesar 0,70 %. Kelompok C4 diperoleh % rendemen
tertinggi yaitu sebesar 8,75 %. Sedangkan pada kelompok C5 dihasilkan rendemen
sebesar 7,15%.
4
3. PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi hasil laut ini membahas mengenai pembuatan ektraksi
karagenan yang diperoleh dari rumput laut. Seaweed atau biasa dikenal dengan rumput
laut merupakan salah satu kelompok alga yang termasuk tumbuhan berklorofil serta
memiliki satu atau banyak sel dan tumbuhnya berkoloni. Beberapa contoh produk dari
rumput laut antara lain alginat, agar, dan karagenan yang dapat menjadi gelling agent
yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Munaf, 2000). Rumput laut termasuk
ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Pada umumnya
keseluruhan dari bagian tanaman ini dikenal dengan sebutan thallus. Bentuk thallus
rumput laut ada bermacam-macam, antara lain: bulat seperti tabung, pipih, gepeng,
bulat seperti kantong, rambut dan lain sebagainya. Menurut Kaliaperumal et al., (2004),
bagian dari tanaman rumput laut ini terdiri dari blades, float, stipes, dan holdfast.
Blades memiliki struktur sama seperti daun dan dapat melakukan fotosintesis, tetapi
blades bukan merupakan daun sejati. Floats adalah bagian yang berisi udara,yang
berfungsi untuk mengapung dan mendukung pengambilan cahaya matahari. Stipe
berstruktur seperti batang pada alga, namun tidak semua alga memiliki stipe.
Sedangkan holdfast merupakan struktur yang menyerupai akar dari rumput laut yang
hanya berfungsi untuk menempel pada habitatnya, bukan untuk menyerap nutrient.
Seaweed pada dasarnya mampu berfotosintesis sama dengan tumbuhan lainnya oleh
karena itu seaweed membutuhkan cahaya, karbondioksida untuk fotosintesis dan
sumber lainnya seperti nitrogen, fosfor, dan trace element untuk pertumbuhannya.
Seperti organisme produsen lainnya, seaweed menghasilkan oksigen saat siang hari dan
karbondioksida pada saat respirasi. Namun bedanya, seaweed tidak memiliki sistem
akar seperti tanaman pada umumnya. Jika ingin mengambil nutrisi di laut, maka nutrisi
tersebut dapat diambil dengan cara difusi dan transport aktif melalui permukaan
seaweed (Thomas, 1962).
Dinding sel rumput laut mengandung polisakarida, yang meliputi agar, alginat,
karagenan Lopez (2009), dan juga senyawa minor seperti fucoidan dan laminarin
(Rioux, 2009). Semua senyawa memiliki kemampuan dan peran mereka sendiri-sendiri,
5
seperti kapasitas untuk membentuk gel, pengkelat logam, dan tindakan lainnya. Agar
dapat didefinisikan sebagai koloid hidrofilik yang diekstrak dari rumput laut tertentu
dari kelas Rhodophyceae yang memiliki sifat tidak larut dalam air dingin, tetapi larut
dalam air mendidih. Agar adalah sebuah campuran polisakarida yang merupakan
monomer dasar galaktosa dan dapat sulfat dalam variabel derajat tetapi untuk tingkat
yang lebih rendah dari karagenan (Armisen, 1987). Pereira (2011) dalam jurnal anal
mengatakan bahwa sulfat polisakarida memiliki sejumlah aktivitas biologis termasuk
antikoagulan, antivirus, antitumor, anti-inflamasi, dan imunostimulan yang mungkin
menemukan relevansi dalam pangan fungsional, kosmetik, dan farmasi.
Menurut teori Van de Velde & De Ruiter (2002) yang dikutip dari jurnal
“Determination of critical gelation conditions of j-carrageenan by viscosimetric and FT-
IR analyses”, karagenan adalah polisakarida linear yang terusun atas unit-unit galaktosa
dengan rantai (1-4) -3,6-anhydro-D-galaktosa dan b (1-3) -D-galaktosa (Skema 1).
Karagenan dapat diperoleh melalui proses ekstraksi dengan air atau alkali dari spesies
yang berbeda dari Rhodophyaceae (rumput laut merah). Secara teoritis ada tiga jenis
karagenan yang ideal: kappa, iota dan lambda. Jenis utama dari karagenan yang berasal
dari k-karagenan (dari Kappaphycus Alvarezii; nama dagang Cottonii), iota-karagenan
(dari Eucheuma denticulatum; nama dagang spinosum), dan lambda karagenan (dari
Gigartina pistillata dan sporofit Chondrus crispus). Ketiga karagenan tersebut secara
luas digunakan dalam makanan, farmasi dan industri kosmetik yang berperan sebagai
pembentuk gel menstabilkan dan agen pembentuk viskositas yang baik.
Gambar 1. Struktur kimia kappa-, iota-, dan lambda karagenan
Karagenan adalah sumber yang sangat baik dari senyawa bioaktif seperti karotenoid,
serat makanan, protein, asam lemak esensial, vitamin dan mineral (Fleurence, 1999).
Menurut Bhaskar & Miyashita (2005) yang dikutip dari jurnal “Decolorization of Low
6
Molecular Compounds of Seaweed by Using Activated Carbon”, karagenan dapat
dengan cepat mengatur hormon untuk mempercepat proses metabolisme dan
mempromosikan warna kulit tampak lebih muda. Saat ini, ekstrak karagenan digunakan
dalam industri makanan yang digunakan sebagai stabilizer, pembentuk gel dan agen
penebalan. Karagenan dikenal karena biaya produksinya yang rendah dan mengandung
logam tidak beracun, sumber antioksidan, antimikroba, dan agen bioaktif lainnya.
Rumput laut Kappaphycus alvarezii atau sebelumnya dikenal sebagai Eucheuma
cottonii merupakan salah satu sumber terbaik dari kappa karagenan dan banyak
dibudidayakan di Filipina, Indonesia, Malaysia dan negara-negara lain termasuk India.
Kappaphycus alvarezii banyak digunakan dalam produksi industri κ-karaginan
(Glicksman, 1983). Industri produsen karagenan murni tidak lagi terbatas pada ekstraksi
karagenan dalam bentuk murni. Saat ini, dalam intustri produsen karagenan, SRC
banyak digunakan sebagai alternatif untuk karaginan. SRC biasanya digunakan dalam
makanan hewan, tetapi baru-baru ini telah ditemukan perbaikan metode untuk
menghasilkan SRC food grade untuk konsumsi manusia.
Praktikum kali ini akan membahas tentang ekstraksi karagenan dari seaweed Eucheuma
cottonii. Ekstraksi sendiri adalah metode pemisahan suatu komponen cair dari
campurannya menggunakan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah. Proses
ekstraksi terdiri dari tiga langkah besar, yaitu proses pencampuran, proses pembentukan
fasa setimbang, dan proses pemisahan fasa setimbang. Solven adalah faktor terpenting
dalam proses ekstraksi, sehingga pemilihan solven merupakan faktor penting. Menurut
Perry et al., (1984), bahwa solven harus saling melarutkan terhadap salah satu
komponen murninya, sehingga diperoleh dua fasa rafinat. Proses ekstraksi akan dapat
berjalan dengan baik apabila pelarut ideal harus memenuhi syarat-syarat yaitu
selektivitasnya tinggi, memiliki perbedaan titik didih dengan solute cukup besar,
bersifat inert, perbedaan densitas cukup besar, tidak beracun, tidak bereaksi secara
kimia dengan solute maupun diluen, viskositasnya kecil, tidak bersifat korosif, tidak
mudah terbakar, murah dan mudah didapat. Distantina et al., (2007), mengatakan bahwa
beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses ekstraksi adalah suhu, waktu kontak,
7
faktor ukuran partikel, pengadukan, waktu dekantasi. jenis pelarut, rasio berat bahan
dengan volume pelarut, pengadukan, waktu ekstraksi, ukuran padatan, dan perendaman.
Rumput laut yang digunakan sebagai bahan mengekstrak karagenan pada praktikum kali
ini adalah rumput laut Eucheuma cottonii.
Klasifikasi Eucheuma cottoni terdiri dari:
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma alvarezii
Kappaphycus alvarezii
(Atmadja, 1996).
Menurut Atmadja (1996), Eucheuma cottonii memiliki nama lain yaitu Kappaphycus
alvarezii. Nama Cottoni biasa dikenal dan dipakai sebagai nama dagang. Ciri-ciri fisik
dari rumput laut ini adalah permukaan yang licin, cartilogeneus, dan thallus silindris.
Warna rumput laut ini tidak semuanya bewarna gelap, beberapa bewarna hijau, hijau
kuning, merah atau abu-abu. Perubahan warna dapat diakibatkan oleh proses adaptasi
kromatik dimana penyesuaian antara pigmen dengan pencahayaan. Pada thalli
berbentuk sederhana hingga kompleks, duri thallus memanjang, berongga, dan tidak
melingkari thallus. Batang-batang utama bercabang ke berbagai arah dan keluar berasal
dari panggkal. Cottonii tumbuh dan melekat pada substrat dengan bantuan cakram.
Beberapa cabang pertama dan kedua mengarah pada sinar matahari. Kadar karagenan
untuk spesies Eucheuma berkisar 54% hingga 73% dan menyesuaikan tempat
tumbuhnya.
Pada praktikum ekstraksi karagenan ini digunakan beberapa alat dan bahan. Alat yang
digunakan dalam praktikum ini antara lain blender, panci, kompor, pengaduk, hot plate,
glass beaker, thermometer, oven, pH meter, dan timbangan digital. Bahan yang
digunakan pada praktikum ini yaitu rumput laut (Eucheuma cottonii), isopropil aklohol
8
(IPA), NaOH 10%, NaCl 10%, HCl 0,1N, dan aquades. Pengamatan dilakukan pada
kadar persen rendemen masing-masing kelompok dan berat kering dari serat karagenan
yang dihasilkan. Tujuan dari praktikum ini adalah dapat mengekstrak karagenan dari
bahan seaweed Eucheuma cottonii.
Pertama-tama rumput laut basah ditimbang beratnya sebanyak 40 gram, lalu dipotong
kecil-kecil dan diblender. Menurut Winarno (2002), rumput laut dipotong kecil-kecil
bertujuan untuk memperbesar luas permukaan rumput laut sehingga luas permukaan
total rumput laut yang kontak dengan pelarut air semakin besar dan hasil proses
ekstraksi dapat berjalan dengan optimal. Kemudian rumput laut direbus (diekstraksi)
dalam air sebanyak 1 L selama 1 jam pada suhu 80-90oC. Whistler dan Miller (1973)
mengatakan bahwa kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain jenis karagenan, ada tidaknya ion, suhu, pH, dan komponen organik larutan.
Selain itu, Glicksman, (1983) mengemukakan bahwa kelarutan karagenan juga
dipengaruhi oleh adanya gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa dan sulfat ester. Karagenan
umumnya larut dalam air panas (>70o C). Dalam air dingin, hanya lamda karagenan dan
garam natrium dari kappa dan iota karagenan yang larut. Pada proses pengekstraksian
karagenan dari rumput laut terjadi transfer massa dari fase padat ke fase cair.
Perpindahan ini melalui dua tahapan pokok, yaitu difusi dari dalam padatan ke
permukaan padatan dan yang kedua adalah transfer massa dari permukaan padatan ke
cairan. Difusi komponen karagenan dari fase padat, yaitu rumput laut ke fase cair yaitu
larutan akan mencapai keseimbangan ketika sudah tidak ada perubahan konsentrasi
karagenan dalam pelarut (Treybal, 1981). Setelah direbus selama 1 jam, didinginkan
hingga bersuhu 35-38oC.
Selanjutnya larutan diatur pH nya menjadi pH 8 dengan menambahkan larutan HCl 0,1
N atau NaOH 0,1 N. Menurut Matsuhi (1977), bahwa pada penambahan asam dan basa
dapat berfungsi untuk meminimalkan terjadinya proses hidrolisis. Disisi lain
penambahan basa akan mengakibatkan sifat dari gel agar dari agar (Glickman, 1983).
Kemudian larutan disaring dengan kain saring yang bersih dan filtratnya ditampung
dalam wadah. Penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan cairan dari zat
pengotor yang tidak diinginkan selama proses berlangsung. Berikutnya, cairan filtrat
9
yang didapatkan ditambahkan larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat.
Menurut pernyataan Campo et al., (2000), bahwa larutan NaCl yang ditambahkan akan
menyebabkan peningkatan pada aktivitas antibakteri pada senyawa antimikroba jika
penggunaan ini dilakukan secara bersama-sama dengan NaCl. Sel bakteri yang stres
berpengaruh pada konsentrasi NaCl 10% dan akan lebih sensitif. Dalam hal ini, larutan
NaCl dapat membantu proses pengendapan dari karagenan.
Setelah itu dilakukan proses pemanasan sampai suhu 60oC. Das & E. Anand (2010)
mengatakan bahwa pemanasan dilakukan untuk membantu pemisahan protein dan
mendenaturasi protein secara merata dan efisien. Selanjutnya filtrat dituangkan ke
dalam wadah yang berisi cairan IPA sebanyak 2 kali volume filtrat untuk diendapkan
dengan cara diaduk selama 10-15 menit sehingga terbentuk endapan karagenan.
Isopropil alkohol merupakan salah satu solven yang penggunaannya relatif cukup besar.
Harga IPA lebih tinggi dibanding dengan jenis pelarut seperti alkohol. Penggunaan
larutan IPA dalam praktikum ini bertujuan untuk mengendapkan karagenan
(Muhammad, 2006). Kappa dan iota karagenan mempunyai kemampuan untuk
membentuk gel pada saat larutan panas dibiarkan menjadi dingin, karena mengandung
gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa. Proses ini juga bersifat reversible, artinya gel akan
mencair jika dipanaskan dan bila didinginkan akan membentuk gel kembali (Glicksman,
1983). Kemudian endapan karagenan ditiriskan dan direndam kembali dalam cairan IPA
sampai diperoleh serat karagenan yang lebih kaku. Lalu serat karagenan dibentuk tipis-
tipis dan diletakkan dalam wadah tahan panas dan dikeringkan dalam oven selama 12
jam pada suhu 50-60oC. Setelah dioven, serat karagenan kering yang didapatkan
ditimbang beratnya selanjutnya diblender menjadi tepung karagenan.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa setiap kelompok memiliki berat
awal yang sama yaitu 40 gram. Akan tetapi karena berat akhir atau berat kering yang
berbeda-beda, hal ini membuat % rendemen karagenan pada setiap kelompok yang
didapatkan juga berbeda-beda. Jumlah berat akhir adalah berbanding lurus dengan %
rendemen yang dihasilkan, pada kelompok C1 dihasilkan % rendemen sebesar 7,85%
dengan berat akhir 3,14 gram. Kelompok C2 diperoleh % rendemen sebesar 7,60 %
dengan berat akhir 3,04 gram. Kelompok C3 diperoleh % rendemen terendah yaitu
10
sebesar 0,70 % dengan berat akhir 0,28 gram. Kelompok C4 diperoleh % rendemen
tertinggi yaitu sebesar 8,75 % dengan berat akhir 4,50 gram. Sedangkan pada kelompok
C5 dihasilkan rendemen sebesar 7,15% dengan berat akhir 2,86 gram. Perlakuan yang
diberikan oleh setiap kelompok adalah sama, akan tetapi hasil yang didapatkan berbeda-
beda.
Menurut Distantina et al. (2007), bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
ekstraksi karagenan antara lain jenis pelarut, rasio berat bahan dengan volume pelarut,
suhu, pengadukan, waktu ekstaksi, ukuran paatan, dan perendaman. Adanya perbedaan
hasil yang didapatkan tersebut juga bisa oleh karena kandungan karagenan pada setiap
rumput laut berbeda-beda dan juga ukuran rumput laut pada saat pemotongan awal juga
kurang seragam, sehingga hasilnya mengalami perbedaan. Metode ekstraksi yang
bervariasi akan mempengaruhi rendemen yang dihasilkan, oleh karena itu metode
ekstraksi sangat penting untuk diperhatikan karena setiap langkah dalam proses
ekstraksi akan menentukan kualitas karagenan. Selain hal tersebut perbedaan hasil ini
ini juga dapat dikarenakan suhu pemanasan yang digunakan pada masing – masing
kelompok berbeda – beda, ukuran rumput laut pada saat pemotongan awal yang kurang
seragam, sehingga agar yang dihasilkan pun berbeda – beda antar kelompok.
Karagenan termasuk dalam GRAS dan diakui sebagai Bahan Tambahan Pangan (21
CFR 172.620) oleh FDA di negara Amerika Serikat. Di Eropa, karagenan juga telah
diakui sebagai BTP dengan E number E407. Whistler dan Miller (1973) menyatakan
bahwa kurang lebih 80% produksi karagenan digunakan dalam industri makanan,
farmasi, dan kosmetik. Aplikasi karagenan dalam bidang pangan misalnya pada
berbagai produk berfungsi sebagai pembentuk gel atau penstabil, pensuspensi,
pembentuk tekstur emulsi. Menurut Suptijah (2002). Contoh produk dari aplikasi
karagenan antara lain jeli, jamu, saus, permen, sirup, puding, dodol, salad dressing, gel
ikan, nugget, produk olahan susu. Karagenan dapat menghambat pembentukan kristal es
pada produk makanan yang dibekukan. Pada umumnya, penggunaan karagenan
dikombinasikan dengan CMC (Sodium Carboxy Methyl Cellulose), locust bean gum,
guaran, atau beberapa jenis bahan penstabil lainnya (Arbuckle, 1986).
11
Dari jurnal Pintor, (2012) dapat dikaitkan dengan praktikum ini, bahwa karagenan
adalah hidrokoloid yang dapat diaplikasikan dalam industri susu karena dapat
berinteraksi dengan protein susu (Piculell, 1995). Kekuatan interaksi antara berbagai
jenis karagenan (lambda, kappa dan iota) dengan protein susu tergantung pada muatan
negatif karagenan karena jumlah kelompok sulfat, dan kondisi lingkungan (Imeson,
2000; Ye, 2008). Meskipun demikian, pada kondisi lingkungan yang sama jenis
karagenan mempengaruhi fungsi sistem (Langerdorff et al., 1999, 2000). Karagenan
dapat berperan sebagai stabilisator dalam produksi es krim untuk membuat efek positif
pada viskositas dasar es krim, mengatasi pembentukan kristal es selama pengolahan dan
penyimpanan dan menjaga struktur dengan memperlambat leleh pada tahap konsumsi
(Crichett dan Flack 1977; Clarke, 2004).
12
4. KESIMPULAN
Produk seaweed antara lain alginat, agar, dan karagenan dapat digunakan sebagai
gelling agent yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Karagenan dapat diperoleh melalui proses ekstraksi dengan air atau alkali dari
spesies yang berbeda dari Rhodophyaceae (rumput laut merah).
Eucheuma cottonii atau Kappaphycus alvarezii banyak digunakan dalam produksi
industri κ-karaginan
Kadar karagenan untuk spesies Eucheuma berkisar 54% hingga 73% dan
menyesuaikan tempat tumbuhnya.
Faktor yang berpengaruh dalam proses ekstraksi adalah suhu, waktu kontak,
faktor ukuran partikel, pengadukan, waktu dekantasi. jenis pelarut, rasio berat
bahan dengan volume pelarut, pengadukan, waktu ekstraksi, ukuran padatan, dan
perendaman.
Pemotogan rumput laut bertujuan untuk memperbesar luas permukaan rumput
laut sehingga luas permukaan total rumput laut yang kontak dengan pelarut air
semakin besar dan hasil proses ekstraksi dapat berjalan dengan optimal.
Pemanasan bertujuan untuk membantu pemisahan protein dan mendenaturasi
protein secara merata dan efisien.
Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis
karagenan, ada tidaknya ion, suhu, pH, dan komponen organik larutan.
Larutan IPA yang digynakan bertujuan untuk mengendapkan karagenan.
Kappa dan iota karagenan mempunyai kemampuan untuk membentuk gel pada
saat larutan panas dibiarkan menjadi dingin, karena mengandung gugus 3,6-
anhidro-D-galaktosa.
Proses pembentukan gel bersifat reversible, artinya gel akan mencair jika
dipanaskan dan bila didinginkan akan membentuk gel kembali.
Karagenan dalam bidang pangan berfungsi sebagai pembentuk gel atau penstabil,
pensuspensi, pembentuk tekstur emulsi.
13
Penggunaan karagenan dalam produk pangan antara lain jeli, jamu, saus, permen,
sirup, puding, dodol, salad dressing, gel ikan, nugget, produk olahan susu.
Aplikasi penggunaan karagenan dalam bidang pangan biasanya dikombinasikan
dengan CMC.
Semarang, 22 Oktober 2015 Mengetahui,
Praktikan, Asisten Dosen:
- Ignatius Dicky A.W
Ignatius Alfredo Ade Prasetyo
13.70.0191
14
5. DAFTAR PUSTAKA
Anisuzzaman S. M., Bono A, Krishnaiah D, and Hussin N.A. 2014. “Decolorization of
Low Molecular Compounds of Seaweed by Using Activated Carbon”.
International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol. 5, No. 2,
April 2014. coast of India,” J. Fish, Indian, vol. 52, pp. 263-268, 2005.
Atmadja WS. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis-Jenis
Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 147 – 151.
Campo JD, Amiot, Nguyen-The C. 2000. Antimicrobial Effect of Rosemary Extract. J
Food prot. 63:1359-1368.
Das, Sunita& E. Anand Ganesh.(2010). Extraction of Chitin from Trash Crabs
(Podophthalmus vigil) by an Eccentric Method.
http://www.academicjournals.org/IJMMS/PDF/pdf2009/May/Palpandi%20et%20a
l.pdf
Distantina, S., Sediawan,W.B., dan Mulyono, P.,2001, Pengaruh Perendaman Rumput
Laut dengan HCl terhadap Agar-agar Menggunakan Pelarut Air,Prosiding Seminar
Nasional Kejuangan 2001 Teknik Kimia UPN Veteran,Yogyakarta.
Glicksman, M. 1983. Food Hidrocolloids II. CRC Press. Boca Rota, Florida.
ISSN 1684-5315.
J. Fleurence, “Seaweed proteins: Biochemical, nutritional aspects and potential uses,”
Trends Food Sci. Technol, vol. 10, pp. 25-28, 1999.
J. Moses, R. Anandhakumar and M. Shanmugam. (2015). “Effect of alkaline treatment
on the sulfate content and quality of semi-refined carrageenan prepared from
seaweed Kappaphycus alvarezii Doty (Doty) farmed in Indian waters”. Academic
Journals Vol. 14(18), pp. 1584-1589, 6 May, 2015 DOI: 10.5897/AJB2014.14203
Article Number: E38190A52714.
L. E. Rioux, S. L. Turgeon, and M. Bealieu, “Effect of season on thecomposition of
bioactive polysaccharides from the brown seaweed saccharina longicruris,” Journal
Phytochemistry, vol. 70, pp 1069-1075, 2009.
L. Lopez, S. Bastida, C. R. Cappilas, L. Bravo, M. T. Larrea, F. S. Muniz, S. Cofrades,
and F. J. Colmenero, “Composition and antioxidant capacity of low salt meat emulsion
model systems containing edible seaweeds,” Journal of Meat Science, vol. 83, pp492-
498, 2009.
15
L. Pereira, “A Review of the nutrient composition of selected edible seaweeds,” in
Seaweed: Ecology, Nutrient Compositionand Medicinal Uses, V. H. Pomin, Ed., pp.
15–47, Nova Science, New York, NY, USA, 2011.
Leonel Pereira, Saly F. Gheda, and Paulo J. A. Ribeiro-Claro. 2013. “Analysis by
Vibrational Spectroscopy of Seaweed Polysaccharides with Potential Use in Food,
Pharmaceutical, and Cosmetic Industries”. International Journal of Carbohydrate
Chemistry Volume 2013, Article ID 537202, 7 page.
http://dx.doi.org/10.1155/2013/537202.
Matsuhasi, T. (1977). Acid Pretreatment of Agarophytes Provides Improvement in Agar
Extraction. J. Food Sci., 42, 1396 – 1400.
Muhammad, M, Setyawan, W.B, Sulistyo, H, (2006)," A Preeliminery study:
Distillation of Isopropanol – Water Mixture Using Fixed Adsorptive Distillation
Method", Chemical Engineering Departement of Muhammadiyah University of
Surakarta(UMS) and UGM, Jurnal Separation and Purification Technology.,48, hal.
85–92.
Munaf, R. D. (2000). Rumput Laut : Proyek Sistem Informasi Ilmu Pengetahuan
Nasional Guna Menunjang Pembangunan. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah
LIPI. Jakarta.
Murat S_en, Erboz E.N. 2010. “Determination of critical gelation conditions of j-
carrageenan by viscosimetric and FT-IR analyses”. Food Research International 43
(2010) 1361–1364.
N. Bhaskar and K. Miyashita, “Lipid Composition of Padina Tetratomatica (Dictyotales,
Pheophyta), A brown seaweed of the west coast of India,” J. Fish, Indian, vol. 52, pp.
263-268, 2005.
Perry, R.H., and Green, D. (1984). Perry’s Chemical Engineers Handbook , 6th ed., p.
15-5, McGraw-Hill Book Co., Singapore.Rees (1969)
Pintor, A. and Totosaus, A. 2012. “Ice cream properties affected by lambda-carrageenan
or iota-carrageenan interactions with locust bean gum/carboxymethylcellulose
mixtures”. International Food Research Journal 19(4): 1409-1414 (2012).
R. Armisen and F. Galatas, “Chapter 1 – Production, properties and uses of agar, from
production and utilization of products from commercial seaweeds,” Fisheries and
Aquaculture Technical Paper, FAO, no. 288. pp. 1-57. 1987.
16
Suptijah, P. 2002. Karagenan. http://rudyct.tripod.com/ sem2_012/pipih_ suptijah. html.
[10 Mei 2004].
Thomas, David N. (1962). Seaweed. Smithsonian Institution Press. London.
Treybal, R.E., (1981). Mass Transfer Operation, 3th ed., p.p. 34-37, 88, Mc Graw Hill
International Editions, Singapore.
Van de Velde F, Knusten SH, Usov AI, Romella HS, Cerezo AS (2002). ˡH and ˡ3 C
high resolution NMR spectroscopy of Carrageenans: application in research and
industry. Trends Food Sci. Technol. 13:73-92.
Whistler, R. L. dan J. N. B. Miller. 1973. Industrial Gum: Polysacharides and Their
Derivatives. 2nd Edition. Academic Press. New York.
Winarno, F.G., (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
17
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus :
Kelompok C1:
Kelompok C2:
Kelompok C3:
Kelompok C4:
Kelompok C5:
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal