90

Kapitan Pattimura

  • Upload
    elijzs

  • View
    2.735

  • Download
    16

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sedjarah perdjuangan Thomas Matulesia dan rajat Saparua dalam membela Hak Azasi Manusia melawan pendjadjahan tanpa kompromi sehingga keempat pahlawan Saparua memilih vonis mati ditiang gantungan daripada kompromi dengan pendjadjah.

Citation preview

Page 1: Kapitan Pattimura
Page 2: Kapitan Pattimura

BAB I : PATRIOTISME TIMBUL DI MALUKU

"Polawan repu, pisi repu" berarti cengkih banyak, uang banyak. Demikianlah

berkumandang di bandar-bandar di Maluku dan dinegeri-negeri penghasil cengkih dan pala. Cengkih dan pala membawa kemakmuran bagi rakyat. Pedagang-pedagang Jawa, Melayu, Makasar, Arab, Gujarat, Keling, Cina pergi datang. Kapal-kapal layar mengarungi dan

berpapasan di lautan bebas Nusantara dari barat ketimur, dari timur kebarat; semuanya giat dalam suatu perniagaan nasional dan internasional. Itulah keadaan dalam abad ke-15 sampai

dengan abad ke-17. Sudah sejak masa Kerajaan Sriwijaya, Kediri dan Majapahit, gudang rempah-rempah,

Maluku, menarik pedagang-pedagang.dari bagian barat Nusantara. Maluku adalah satu-satunya

daerah di dunia pada waktu itu yang menghasilkan cengkih dan pala. Di bandar-bandar Hitu, Banda, Ternate, Tidore terdengar berbagai bahasa dan logat. Berbagai macam orang yang ber-

pakaian beraneka ragam dan beraneka warna, yang berkulit sawo matang bercampur dengan yang berkulit hitam dan yang berkulit kuning langsat. Yang berambut keriting bersenggol senggolan dengan yang berambut kejur atau berombak atau yang berjenggot atau berkumis tebal.

Ada yang berperawakan tinggi berhidung mancung, ada yang pendek berhidung pesek dan ada pula yang sedang bentuk tubuhnya.

Di pelabuhan-pelabuhan terapung-apung dan terolengoleng riak gelombang atau berlayar

kian kemari mengangkut atau menurunkan muatan, bermacam kapal, kora-kora, arombai, biduk, perahu bercadik atau tanpa cadik. Bermacam potongan layar yang beraneka warna dan

bermacam bendera memeriahkan suasana di pelabuhan. Di sebelah sini orang timbang-menimbang cengkih dan pala, di sebelah sana tukar-menukar rempah-rempah dengan kain, beras, tembikar, barang tembaga terutama gong, senjata api dan lain- lain. Di kejauhan sana

pedagang Cina menawarkan barang-barang porselin yang sangat berharga dan mahal. Berjenis burung berkicau dalam sangkar di bawah pohon-pohon yang rindang seolah-olah memanggil-

manggil si pembeli. Lalu lalang manusia sangat ramai. Para bangsawan, orang kaya, penguasa-penguasa sibuk dengan timbang-menimbang, tawarmenawar, jual-beli, transaksi, pengawasan dan lain- lain. Mereka dibantu oleh bawahan atau para budak. Melalui tangan-tangan mereka

cengkih dan pala diperjualbelikan dan perdagangan dilakukan. Ada kalanya mereka memonopoli pembelian rempah-rempah lalu ditumpukkan di rumah-rumah mereka di dekat atau di bandar.

Perdagangan ini sangat menguntungkan mereka. Tetapi juga bagi petani-petani cengkih dan pala perdagangan nasional dan internasional ini membawa pula kemakmuran. "Goyang cengkih, ringgit gugur" kedengaran di kebun-kebun cengkih dan pala dan di negeri-negeri

pesisir. Ibarat pohon cengkih yang berbuah digoyang-goyang saja, gugurlah ringgit bagi kehidupan rakyat.

Besar pula laba yang diperoleh pedagang-pedagang asing itu. Mereka merupakan penghubung atau perantara antara daerah Maluku dengan Nusantara bagian barat, dengan dunia Asia bagian barat, Afrika Utara dan Eropa.

Mahalnya cengkih dan pala di pasaran dunia bukan karena ongkos produksi yang tinggi akan tetapi karena biaya pengangkutan melalui jalan dagang yang sangat panjang dari timur

kebarat, perdagangan yang berpindah tangan di tiap-tiap bandar, pajak impor transit ekspor yang tinggi dan keuntungan-keuntungan yang dipetik oleh pedagang-pedagang perantara. Risiko yang besar, karena mengarungi lautan, yang kerap kali bergelombang buas, bahaya banyak laut dan

Page 3: Kapitan Pattimura

penyamun. Betapa mahal harga rempah-rempah itu. Di Maluku harga satu sentenar (50 kg) satu sampai dua dukat (satu dukat = uang emas

Belanda = f 5,25), di Malaka sudah berharga sepuluh dukat. Kapal Spanyol "Victoria", yang

berhasil mengangkut cengkih langsung dari Ternate ke Eropa pada tahun 1521, menjualnya dengan keuntungan dua ribu lima ratus persen. 1).

Perdagangan rempah-rempah membawa kemakmuran bagi kerajaan-kerajaan di Afrika Utara dan Laut Tengah. Seorang Eropa menulis "Sulit bagi kita dewasa ini untuk membayangkan betapa perdagangan rempah-rempah dalam abad ke-14 dan ke 15 bisa menjadi dasar bagi masa

gemilang sesuatu peradaban, bukan saja di Mesir tetapi juga di kerajaan-kerajaan kecil di Italia. Seorang penulis lain mencatat pada waktu itu perdagangan rempah-rempah yang melalui Kairo

saja, dihitung dengan nilai emas absolut, berharga kira-kira empat ratus dua puluh ribu pound sterling setiap tahun.2)

Dalam tahun 1600 produksi cengkih di Maluku Utara setiap tahun tiga ribu bahar dan di

Ambon seribu seratus bahar (satu bahar rata-rata lima ratus pon). Produksi bunga pala (fuli) dua ribu lima ratus dan pala dua ribu delapan ratus dua puluh lima bahar. Ekspor pala, fuli, cengkih

setahun rata-rata dua ribu tujuh ratus ton (satu ton = seribu lima ratus pon).3). Ini berarti uang yang beredar di Maluku yang ada di tangan pedagang dan petani cengkih dan pala, ada kira-kira empat puluh lima ribu sampai delapan puluh satu ribu dukat setahun. Suatu jumlah yang pada

waktu itu sangat besar, apalagi dibayar dengan mata uang emas. Inilah keadaan semasa berkembang kerajaan-kerajaan maritim di Indonesia seperti Ternate,

Tidore, Malaka, Demak, Banton, Aceh dan Makasar. Di Maluku Utara pada waktu terdapat dua kerajaan besar, Ternate dan Tidore. Dua kerajaan lain, Bacan dan Jailolo, telah mundur kekuasaannya. Sedangkan di Maluku Tengah terdapat suatu sistem ketatanegaraan yang teratur

rapi dalam "republik-republik negeri", yaitu tiap negeri atau desa mempunyai pemerintahan yang teratur pula. Republik-republik kecil itu bersifat demokratis dan mempunyai ikatan teritorial genealogic berarti rakyatnya mempunyai wilayah hidup tertentu dan hidup dalam ikatan

kekerabatan menurut keturunan. Kepala pemerintahan negeri disebut raja, patih atau orang kaya, yang dipilih oleh rakyat dalam suatu musyawarah besar tua-tua adat. Raja didampingi oleh suatu

dewan pemerintahan negeri yang disebut "saniri negeri". Perniagaan menimbulkan suatu pergaulan nasional, suatu pergaulan antar suku di Maluku.

Berdatangan orang-orang Jawa, Melayu, Bali, Makasar, Bugis dan Buton. Ada yang datang ber-

dagang, ada pula yang datang menyiarkan agama Islam. Ada yang menetap di bandar-bandar. Kampung Pala Jawali, Sol Jawa dan kampung Makasar di Kota Ternate, Soa Badi. Kota Ambon,

Desa Maspait dan Kota Jawa di Pulau Ambon, menunjukkan adanya suatu pergaulan antar suku Indonesia, yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya. Asimilasi yang timbul, terutama di Ternate, Tidore, Bacan dan Hitu memperkuat unsur-unsur pergaulan nasional Indonesia di

daerah Maluku. Dan pergaulan itu sangat penting dalam menghadapi orangorang asing dari Eropa, yaitu Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Mereka datang keMaluku dan

menimbulkan banyak masalah politik social dan ekonomi selama beberapa abad lamanya.

1.1 Patriotisme, Benang Merah Dalam Perjuangan Rakyat . Maluku

Dalam sejarah rakyat Maluku, sejak dari abad ke-16, terlihat seutas benang merah, yaitu perlawanan yang maha hebat menentang kolonialisme dan imperialisme bangsa Eropa. Kisahnya

mulai dengan kedatangan orang-orang Portugis. Pada suatu hari dalam tahun 1512, tiba-tiba rakyat di berbagai tempat seperti di Banda, di

negeri-negeri dipesisir Jazirah Hitu diPulau Ambon. diTernate dan Tidore, terkejut karena

melihat kapal-kapal layar berbentuk besar-besar mendekati pelabuhan mereka. Turunlah orang-orang bule, di antara mereka ada orang berambut pirang. Itulah orang-orang Portugis yang

menginjak kakinya di bumi Maluku. Mereka datang dari jauh, sesudah berlayar berbulan-bulan lamanya, mengarungi samudera luas, melalui Tanjung Harapan, menuju ke Asia terus ke Indonesia dan masuklah kegudang rempah-rempah. Masuklah pula ke Maluku Utara orang-orang

Page 4: Kapitan Pattimura

Spanyol, yang melalui ujung Amerika Selatan tiba di Philipina dan akhirnya buang sauh di Ternate dan Tidore.

Mereka datang untuk mencari bahan dagangan yang sangat terkenal dan mahal di Eropa,

yaitu cengkih dan pala. Betapa rakyat Hitu, Banda, Ternate dan Tidore cemas mendekati mereka yang turun kedarat itu. Penuh kecurigaan, karena telah mendengar cerita-cerita dari pedagang-

pedagang Melayu dan Jawa. Betapa sultan-sultan menerima mereka, berhati-hati, tetapi kemudian lebih terbuka clan akhirnya bersahabat. Celakanya bagi rakyat Maluku, tetapi untung bagi orang-orang asing itu, bahwa pada waktu itu Kerajaan Ternate hidup bermusuhan dengan

Kerajaan Tidore. Kedua kerajaan itu sedang saling berebut kekuasaan, saling berebut jalan perdagangan; saling berebut pulau-pulau yang menghasilkan cengkih dan pala; saling hancur

menghancurkan angkatan lautnya. Lalu sultan-sultan itu mencari kawan dan bersahabatlah dengan orang-orang Eropa itu. Sultan Ternate bersabat dan mengadakan perjanjian dengan orang-orang Portugis. Sultan Tidore mengundang orang Spanyol masuk ke dalam wilayah

kerajaannya. Portugal dan Spanyol, yang saling berperang dan bermusuhan di Eropa, beruntung

mendapat kawan di gudang rempah rempah, Maluku. Permusuhan mereka berlangsung juga di situ. Peperangan, yang tak berhenti-henti antara Ternate dan Tidore, masing-masing dibantu oleh sekutunya, melemahkan kedua kerajaan itu. Perdagangan makin mundur, armada dagang makin

hancur, uang negara makin habis, rakyat makin menderita. Sedangkan sikap orang-orang asing itu makin congkak, makin angkuh, makin tidak sopan dan makin tidak mengindahkan kekuasaan

sultan-sultan. Tuntutan-tuntutan mereka makin menjadi-jadi, Mereka memperkuat kedudukan dan kekuasaan dengan jalan mendirikan benteng-benteng batu, mula-mula dengan seizin sultan, tetapi akhirnya tanpa persetujuan lagi. Armada mereka makin banyak dan kuat. Serdadu-serdadu

Portugis makin bertambah. Lambat laun Ternate dan sekutu-sekutunya berhasil melemahkan Tidore, dan Spanyol.

Dengan demikian kelihatan seolah-olah Ternate keluar sebagai pemenang. Tetapi itu semuanya

semu belaka. Kemenangan itu dibayar sangat mahal, karena sebenarnya melemahkan kerajaan itu sendiri, sedangkan sahabat karibnya berhasil bercokol di benteng-benteng batu di ibukota dan

wilayahKerajaan Ternate. Dari situ Portugis mulai melancarkan siasat untuk lebih melemahkan lagi kekuasaan

Ternate. Turut campur tangannya orang-orang asing itu dalam soal-soal pemerintahan dan soal -

soal rumah tangga kraton, usaha untuk menguasai sendiri perniagaan, penyebaran agama Kristen-Katholik, keserakahan untuk mengambil untung sebesar besarnya, akhirnya

menimbulkan bencana. Sultan Hairun perintahkan rakyatnya untuk mengangkat senjata dan mengusir bekas sekutunya.

Bukan saja di Maluku Utara, tetapi juga di Hitu, Ambon, Seram dan Lease, Portugis

berhasil bercokol di dalam benteng benteng batu. Juga di daerah-daerah itu agama Kristen dise-barkan. Pertentangan dan peperangan timbul pula dan menyeret rakyat Maluku ke dalam kancah

perpecahan. Ada yang memihak Ternate, ada pula yang memihak Portugis. Pedagang dan pelaut Jawa, Makasar, Melayu, yang merasa terancam dan terdesak karena monopoli Portugis, membantu rakyat. Celakanya bukan saja peperangan melawan Portugis berkecamuk tetapi juga

perang antara rakyat Kristen melawan rakyat Islam. Campur baur heroisme dengan kekejaman dari kedua belah pihak. Darah mengalir membasahi bumi Maluku. Patriot-patriot dan pahlawan-

pahlawan tanpa nama berguguran. Sultan Hairun menjadi korban kekejaman Portugis. Putranya, Sultan Baat Ullah, berhasil mengusir Portugis dari Ternate, mereka berpindah ke Ambon. Perang melawan Portugis dilanjutkan di situ, dipimpin oleh Hitu dan dibantu armada Jawa.

Peperangan yang berlangsung bertahun-tahun itu melemahkan semua pihak baik Portugis maupun Ternate, Tidore, Hitu, Banda dan pedagang-pedagang Indonesia sendiri. Pada saat

kelemahan pihak lawan maupun kawan, suatu hari dalam tahun 1600 muncul sebuah armada asing yang lain. Anak buahnya bule, berambut pirang atau putih kekuming-kuningan, bermata biru atau hijau seperti mata kucing, besar-besar bentuk tubuhnya. Itulah pelaut dan pedagang

Page 5: Kapitan Pattimura

Belanda. Bangsa Belanda bermusuhan juga dengan Portugal dan Spanyol di Eropa, Jadi ketika mereka muncul di perairan Maluku mulailah mereka membantu rakyat Hitu untuk mengusir Portugis. Tetapi Hitu diikat dulu dengan perjanjian untuk menjual rempah-rempah hanya kepada

orang asing yang baru itu. Mereka diperbolehkan membuat benteng batu. Karena Portugis sudah lemah, dengan mudah Belanda melenyapkan kekuasaan mereka dari Maluku dalam tahun 1605

untuk selama-lamanya. Tetapi bukan Hitu yang memperoleh keuntungan. Bukan Hitu yang mengambil alih kekuasaan Portugis, tetapi Kompeni Belandalah yang sekarang mengganti Portugis. "Kompania Wolanda", begitulah mereka dikenal di kalangan rakyat, bercokol di

Benteng Victoria di Ambon. Sedikit demi sedikit, dari tahun ke tahun, mereka memperkuat armadanya, membuat

benteng batu di mana-mana, membuat perjanjian dengan raja, patih, orang kaya dan sultan untuk memonopoli perdagangan cengkih dan pala dan memonopoli pelayaran dan pengangkutan di laut. Perjanjian itu mengikat rakyat dan kepala-kepalanya. Orang Belanda ternyata tidak lebih

baik dari orang Portugis. Perniagaan rakyat tidak lebih maju. Rakyat tidak bebas lagi menanam cengkih dan pala. Cengkih hanya boleh ditanam di Ambon dan Lease dan Pala di Banda. Jika

ternyata hasil rempah-rempah terlalu banyak di pasar dunia, diadakan pelayaran hongi untuk memusnahkan pohon-pohon cengkih dan pala. Sultan-sultan Ternate, Tidore, dan Bacan diikat dengan kontrak. Mereka berjanji untuk memusnahkan kebun-kebun cengkih dan pala di dalam

daerah kekuasaan mereka. Sebagai ganti rugi mereka menerima sejumlah uang setiap tahun dari kompeni. Tetapi rakyat tidak menerima apa apa, hanya kemelaratan. Ekonomi rakyat dikuasai

orang-orang bule dari negeri dingin itu. Rakyat yang memproduksi untuk pasaran dunia, nasional maupun internasional, merasa pahit getirnya pemerintahan orang asing yang baru ini. Pedagang-pedagang Indonesia dan asing lainnya dihalau sama sekali dari perairan Maluku.

Bukan itu saja. Kekuasaan raja-raja, sultan-sultan, kepala kepala adat dan lain- lain lembaga pemerintahan rakyat dipersempit, dikurangi dan akhirnya dilenyapkan. Kompania Wolanda turut campur dalam segala bentuk pemerintahan, sampai ke negeri-negeri. Dengan perjanjian dan

berbagai peraturan akhimya Kompeni bertuan di Maluku. Monopoli, kerja paksa atau kerja rodi, penyerahan wajib hasil cengkih dan pala, hongi dan berbagai hukuman badan adalah ciri khas

dari pemerintahan Kompeni. Kegelisahan dan keresahan rakyat makin menjadi-jadi. Pengekangan, penindasan,

pemerasan dan lain- lain praktek keserakahan tidak tertahankan lagi. Rakyat yang mempunyai

harga diri dan ingin hidup bebas dan merdeka di tanah tumpah darahnya sendiri, pada waktunya akan mengangkat senjata untuk menghancurkan penindas-penindas dan pemeras-pemeras rakyat.

Tifa peperangan dipalu, bunyi tiupan "kulit bid " (lokan) tanda perang sahut menyahut, parang dan "salawaku" (perisai) bergerincing, tari "cakalele" (tari perang) membangkitkan semangat perlawanan. Tanda seluruh rakyat Maluku akan menyambung nyawanya di medan

laga.

1.2 Pahlawan-pahlawan Berguguran Maka dalam. tahun 1609 rakyat Banda mengangkat senjata membunuh serdadu serdadu

Belanda, disusul dengan serangan balasan dari pihak Kompeni. Inilah permulaan dari

peperangan melawan Belanda di Maluku, yang tidak habis-habisnya, sampai kekuasaan Kompeni berakhir sekitar tahun 1800.

Menyusul rakyat di Jazirah Leitimor di Pulau Ambon dalam tahun 1616, lalu menjalar ke seluruh Maluku. Mega mendung meliputi rakyat Banda, ketika mereka berusaha melepaskan diri dari cengkeraman monopoli Belanda. Gubernur Jenderal Coen menyerang rakyat Banda dengan

kekuatan yang jauh lebih besar dan alat perang yang jauh lebih modern. Kekejaman berlaku. Patriotisme dan heroisme mengiringi pahlawan-pahlawan Banda tanpa nama ke alam baka.

Pembunuhan rakyat Banda secara besar-besaran dalam tahun 1621 itu, disusul dengan penangkapan dan pengusiran rakyat asli dari tanah tumpah darahnya, merupakan lembaran terhitam dari permulaan sejarah Belanda di Indonesia. Lalu pulau itu diisi dengan penghuni baru

Page 6: Kapitan Pattimura

yaitu orang-orang Belanda pegawai Kompeni dengan turunnya. Mereka membuka perkebunan pula dan dikenal sebagai kaum perkenier. Budak-budak didatangkan untuk bekeria bagi mereka.

Api peperangan terus berkobar. Armada Ternate di bawahpimpinan "kimelana" (wali)

Hidayat dan Leliato, yang berpusat di Luhu (Seram. Barat), terlibat dalam pertempuran melawan. Kompeni. Menjalar peperangan itu ke Ambon dan Lease.

Rakyat Hitu, yang semula bersekutu dengan Kompeni, lambat laun menderita kerugian karena cengkeraman monopoli. Perdagangan dan pelayaran mereka mengalami kemunduran besar, kesejahteraan rakyat makin menjadi buruk. Kebebasan di laut untuk berhubungan dengan

pelaut dan pedagang Jawa, Makasar, Melayu dan lain- lain pedagang Asia dikekang. Mau tidak mau timbul bentrokan dengan Belanda, yang akhirnya menyebabkan berkecamuk perang mati-

matian untuk mempertahankan hak-hak rakyat atas tanah tumpah darahnya. Kapitan Kakiali dan Tulukabessy, didampingi oleh pahlawan-pahlawan Hitu, memimpin Perang Hitu, yang berlangsung secara total selama dua belas tahun. Mereka harus membayar patriotisme dan

heroisme dengan jiwa raga mereka. Johan Pais, seorang pemimpin yang berpengaruh besar di kalangan rakyat Kristen di Leitimor, harus menebus aktivitas perlawanannya dengan jiwa

raganya juga. Dalam Kerajaan Ternate dan Tidore rakyat bergolak. Kompeni bertindak tanpa ampun dan

menaklukkan sultan-sultan dengan perjanjian yang merugikan rakyat. Kimelaha-kimelaha

Ternate dan Tidore di Seram, tidak mau tunduk pada perjanjian-perjanjian itu. Berkali-kali mereka bertempur melawan Kompeni. Dalam perang Hoamual, seluruh rakyat Seram, Buru,

Boano, Manipa, dan Lease terbakar oleh keganasan api peperangan. Tetapi sekalipun rakyat mendapat bantuan besar dari tentara Makasar, ternyata persenjataan Kompeni di darat maupun di laut jatuh lebih kuat dari persenjataan rakyat. Armada perang rakyat yang terdiri atas kora-kora

besar kecil, berjenis arombai-perang tidak dapat mengimbangi kapal-kapal perang kompeni, yang dipersenjatai dengan meriam-meriam dan lain- lain senjata. Keras dan ganas tindakan Gubernur ke Vlamingh van Oudshoorn. Rakyat tidak akan lupa "jenderal halilintar" ini, ternyata

dari cerita-cerita rakyat yang masih hidup di Nusa Ina (pulau ibu = seram). Dia bertindak melakukan deportasi, yaitu pemindahan rakyat secara paksa dan secara besar-besaran. Dua belas

ribu rakyat di Jazirah Hoarnual clan pulau-pulau di sekitarnya dipindahkan dari tanah air mereka yang subur dan penuh kebun-kebun cengkih. Sesudah itu kebun-kebun mereka itu dibakar semuanya. Yang beragama Islam dipindahkan ke Jazirah Hitu dan yang beragama Kristen ke

Jazirah Leitimor di Pulau Ambon. Raja-raja mereka diasingkan ke Batavia. Rakyat Islam dari Iha (Saparua) dipindahkan untuk mengisi Hoamual. Manipa diisi dengan rakyat dari pulau-pulau:

Kelang, Boano dan Ambalau. Dari Lease diangkut rakyat untuk mengisi pulau yang telah dikosongkan.

Sungguh nasib yang malang diderita oleh rakyat Maluku Tengah. Hubungan dengan tanah

dan kampung halaman menu-rut adat dihancurkan. Hubungan kerabatan dan darah dimusnahkan. Rakyat dicerai beraikan, disebar-sebarkan di tanah yang bukan milik mereka, di daerah yang

asing bagi mereka. Putuslah hubungan dengan kebun-kebun cengkih, sumber hidup mereka. Mulailah lagi dari permulaan mereka harus mengusahakan tanah di tempat kediaman yang baru itu atau mengusahakan mata pencaharian yang lain. Tujuh sampai delapan tahun diperlukan

sebelum pohon-pohon cengkih memberi hasil. Dibanyak tempat timbul perselisihan antara mereka yang baru dipindahkan dengan penduduk asli karena masalah tanah. Tidak begitu

mudah memperoleh tanah di tempat yang baru itu, terutama di Jazirah Hitu dan Leitimor. Mereka menjadi terlalu sibuk dengan mengatur hidup sehari-hari dari pada memikirkan perang lagi. Apalagi semua pemimpin mereka sudah ditangkap dan dibuang ke luar Maluku. Inilah

keadaan yang dikehendaki oleh de Vlamingh dan penguasa-penguasa Belanda. Sampai akhir abad ke-17 masih, ada peperangan berkobar di Seram Timur, Ternate dan

Buru. Seratus tahun lamanya rakyat diberbagai pulau silih berganti memerangi Kompeni, sekalipun tidak sehebat seperti bagian pertama abad itu. Betapa banyak rakyat yang tewas selama dua abad bertempur melawan orang-orang Portugis dan Belanda. Betapa banyak

Page 7: Kapitan Pattimura

pahlawan Yang gugur menyirami buminya dengan darahnya. Kemiskinan timbul di mana-mana. Perniagaan rakyat mati. Tanam paksa dan penyerahan paksa cengkih dan pala serta pajak yang berat menghancurkan kesejahteraan rakyat Maluku. Menurut catatan para ahli, diperkirakan pada

akhir abad ke-18, penduduk Maluku Tengah telah berkurang dengan 100.000 orang, yaitu 2/3 dari jumlah pada awal abad ke-17. Jumlah produksi cengkih berkurang dari 3,5 juta pon menjadi

1 juta .4 ) Rakyat Maluku memasuki abad ke-18 dengan keadaan politik sosial dan ekonomi yang

sangat parah. Dalam abad itu perhatian Kompeni telah dialihkan ke Pulau Jawa. Hasil pertanian

dan perkebunan seperti padi, kopi, gula, dalada benang, nila dan kayu lebih menguntungkan Belanda dalam perdagangan Asia. Sekalipun Kompeni tidak melepaskan monopolinya di

Maluku, namun rempah-rempah dari Maluku tidak lagi menentukan hidup matinya Kompeni. Bandar bandar seperti Ambon, Hitu, Ternate, Tidore makin sepi dan makin mundur. Semua kekuasaan tunduk pada pemerintahan Kompeni. Masih ada beberapa kali di dalam abad itu

bangsawan-bangsawan Ternate dan Tidore mencoba mengangkat senjata, tetapi sultan-sultan tidak berdaya lagi. Dengan demikian terlaksanalah perintah pucuk pimpinan VOC atau Kompeni

di Negeri Belanda, untuk menaklukkan raja-raja dan rakyat Maluku "dengan traktat atau dengan kekerasan."

Tetapi lambat laun timbul kemunduran dalam tubuh Kompeni. Perubahan politik di Eropa

memunculkan Inggris dan Perancis sebagai kekuasaan maritim yang besar dan kuat. Kekuatan mereka terasa pula di Asia, juga di Indonesia. Disamping itu tubuh Kompeni makin rapuh. Salah

urus, keserakahan pegawai-pegawainya, korupsi yang merajalela dan lain- lain kecurangan, mempercepat keruntuhan VOC pada akhir abad ke-18, Jajahannya di Asia beralih ke tangan pemerintah Belanda. Perebutan kekuasaan diIndonesia antara Belanda dan Inggris berakhir

dengan jatuhnya Maluku untuk masa tujuh tahun (1796 - 1803), kemudian tujuh tahun lagi (1810-1817) ke dalam tangan Inggris. Peristiwa inilah membuka lembaran baru dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku di bawah pimpinan Thomas Matulessia alias Kapitan Pattimura.

Page 8: Kapitan Pattimura

BAB II : THOMAS MATULESSIA ANAK LEASE

0, Saparua tempat bersejarah eee

bersejarah bagi kami anak anak Maluku eee tempat berjuang Pattimura dan kawan eee

untuk menghalaukan penjajah dari tanah Maluku eee sioh mako nau anak kona eeee Pattimura gagah dan perkasa sioh

sudahlah gugur jadi bunga bangsa

2.1 Alam Maluku Membentuk Manusianya. Demikianlah lagu anak-anak Maluku, mengenangkan suatu peristiwa dalam sejarah

perjuangan rakyat Nusa Ina, Ambon dan Lease (pulau-pulau, Saparua dan Nusalaut). Dari Nusa

Ina, pulau Ibu atau Seram, terpancar penduduk Ambon, Haruku, Saparua dan Nusalaut. Dari daerah tiga batang sungai, Eti, Tala dan Sapalewa, bergeraklah penduduk dari gunung dan hutan

ke pesisir, menyeberangi lautan, menghuni pulau-pulau sebelah selatan Seram Barat. Itu terjadi beberapa ribu tahun Yang lalu. Kapan...? Tidak diketahui orang dengan pasti.

Ibarat seorang ibu melindungi anak-anaknya demikian letak Pulau-pulau itu di tengah-

tengah Kepulauan Maluku. Terpesona tiap-tiap pengunjung yang menyusuri pesisir pulau itu. Alangkah indahnya kebun lautnya, penuh aneka ragam karang berwarna dan bintang-binatang

laut. Berjenis ikan beraneka warna, berombongan atau sendiri-sendiri, dengan indah dan lincah berenang kian kemari. Sekali-sekali tiba-tiba terpencar atau menghilang, karena muncul seekor ikan atau binatang laut yang ganas. Kemudian muncul lagi dari balik batu karang atau dari

lubang-lubang batu. Setiap sudut atau setiap tanjung mempunyai daya tarik tersendiri. Pantai-pantai dengan

pasir putihnya berkilau-kilauan di bawah terik matahari. Disana-sini dilindungi oleh pohon nyiur

atau ketapang. Hutan-hutan bakau merupakan tempat berteduh dan bersembunyi ikan- ikan pantai. Pada malam terang bulan berpantulan cahaya yang redup. Riak gelombang dan alun

bergulung gulung, berpecahan dan melampiaskan buihnya membasahi pasir putih yang halus. Dari balik pohon pohon sayup sayup kedengaran bunyi tifa dan petikan gitar atau ukulele mengiringi lagu lagu yang merayu-rayu. Di situlah ada negeri. Penduduknya tengah beristirahat

sesudah bekerja keras pada siang hari mencari ikan, berkebun atau berladang, berburu, mencari hasil hutan dan sebagainya.

Di kejauhan kelihatan hutan-hutan sagu, sumber pokok makanan rakyat. Dataran pulau-pulau yang tidak begitu luas sampai ke lereng gunung ditanami dengan pohon-pohon nyiur, durian, kenari, mangga, langsat, gandaria, rambutan, manggistan dan lain- lain pohon buah-

buahan. Terbentang di bawah pohon pohon yang rindang itu kebun cengkih dan pala. Hutan di Seram masih rawan ditumbuhi rumpun sagu, berjenis-jenis kayu-kayuan, rotan, pohon damar

dan lain- lain. Berjenis binatang dan bermacam burung berkeliaran dihutan-hutan. lklim di Maluku sangat keras. Panas terik di musim kemarau membakar kulit manusia.

Petani, pemburu ataupun nelayan biasanya berkulit hitam, karena terik matahari yang membara

di badannya. Hujan lebat di musim penghujan, disertai angin kencang dan badai, menuntut daya tahan yang kuat dari tiap-tiap manusia. Adakalanya hujan terus menerus berhari-hari, deras

berseling gerimis. Tak tampak sang matahari berhari-hari. Ombak menghempas dan menghantam tepi pantai. Bergemuruhlah hantaman ombak di

tanjung tanjung atau ditepi pantai yang berbatu karang. Pelaut dan nelayan ragu-ragu keluar labuhan. Arus deras yang berbahaya bisa menyebabkan orang terbawa kelaut terbuka, kemudian

menemui ajalnya. Lautan Maluku sangat kaya akan ikan seperti cakalang, taniri, ikan layar, ikan hiu, ikan babi (lumba- lumba) dan seribu satu macam ikan lain dan binatang laut. Berjenis kulit bia atau lokan bertaburan di pantai-pantai. Isinya menambah protein penduduk.

Page 9: Kapitan Pattimura

Letak geografis pulau-pulau yang berat, keadaan iklim yang keras, lautan yang sering bergolak, hutan yang lebat, melahirkan manusia-manusia Seram, Ambon dan Lease, yang tegap -tegap dan kekar, pemberani, tabah tahan penderitaan, wanita maupun lelakinya. Sekalipun

makanannya sagu dan ubi, tetapi dibumbui dengan sayur dan kelapa atau kenari, ikan dan daging hewan buruan, menjadikannya orang yang kuat ditempa alam. Manusia-manusia yang kuat

pisiklah yang mampu hidup dalam iklim dan alam sedemikian. Iklim dan alam pun membekas dalam dirinya. Ibarat laut yang tenang, tiba-tiba diganggu

angin, bergolaklah lautan, mendidih, bergelombang setinggi gunung. Demikianlah pula watak

orang Seram, Ambon dan Lease. Cepat naik darah, jika diganggu atau haknya dilanggar atau tidak diindahkan. Kemarahannya cepat menggelombang, ia memukul, mengamuk sampai-sampai

bisa membunuh. Keras hatinya, keras kepalanya bukan main. Seringkali sulit dikuasai. Alam yang indah serta laut yang biru, beralun, bergelombang, hutan dan gunung yang yang

hijau, menjadikannya orang yang riang gembira, berdendang dan menari, memuji-muji tanah

tumpah darahnya, Maluku "manis eeee." Tetapi alam pula kerap kali menjadikan orang malas. Alam yang kaya, yang seolah olah

menyediakan kebutuhan. hidup di depan hidung, menjadikan manusia "harap gampang" artinya tidak memikirkan hari esok atau hari kemudian. Cukuplah dipikirkannya hari kini. Ia mencari hanya untuk hari ini saja. Untuk apa bersusah-payah? Ibarat "lempar tongkat ke dalam tanah dan

keluarlah ubi hari esok," kata orang Seram. Begitu subur tanah di situ, atau "pergi kelaut, timbalah, dan kau akan peroleh ikan untuk satu tanuar (satu kali makan)."

2.2 Thomas Anak Haria

Dalam iklim semacam itulah lahir seorang anak laki- laki, bernama Thomas, dari keluarga

Matulessia. Ia dilahirkan dalam tahun 1783 di negeri Haria. Perkawinan Frans Matulessia dan Fransina Silahoi melahirkan dua orang anak laki- laki saja, Johannis Thomas. 1)

Datuk-datuk keluarga Matulessia berasal dari Seram. 'Turun-temurun mereka berpindah ke

Haturessi (sekarang Negeri Hulaliu). Kemudian seorang moyang dari Thomas berpindah keTitawaka (sekarang Negeri Itawaka). Di antara turunannya ada yang menetap di Itawaka, ada

yang berpindah ke Ulath, ada yang kembali menetap di Hulaliu dan ada yang berpindah ke Haria. Yang di Haria menurunkan ayah dari Johannis dan Thomas 2) ,ibu mereka berasal dari Siri Sori Serani.

Thomas tidak kawin dan tidak berketurunan. Perkawinan Johannis menurunkan keluarga Matulessy, yang sekarang berdiam di Haria, ahli waris yang memegang surat pengangkatan

kapitan Pattimura sebagai pahlawan nasional. Di rumah keluarga itu pula disimpan pakaian, parang dan salawaku dari pahlawan Pattimura. Keluarga Matulessia beragama Kristen Protestan. Nama Johannis dan Thomas diambil dari Alkitab. Keluarga atau mata-rumah Matulessia

terpancar dari mata-rumah Matatulessi (ma = mati; tula = dengan; lessi = lebih). Nama itu ke-mudian berubah menjadi Matulessia.

Di dalam 'Proklamasi Haria" tertera nama Thomas Matulessia. Sepucuk surat dikirim Thomas kepada raja-raja di Seram, ditandatanganinya dengan nama Thomas Matulessia. Menurut beberapa orang yang berfam (nama famili) Matulessy, sesudah Perang Pattimura,

Belanda tidak mau menerima raja, patih, murid, pegawai, serdadu atau agen polisi, yang bernama Matulessia. Fam itu harus diganti, lalu ada keluarga yang berganti fam menjadi

Matulessy atau Matualessy. Ada pula yang tetap memakai nama Matulessia. Di Hulaliu keluarga itu mengganti namanya menjadi Lesiputih, artinya putih lebih, yang mengandung makna orang putih yang menang. Pada tahun 1920, atas rekes dari keluarga tersebut, Gubernur Jenderal Van

Limburg Stirum memutuskan mengizinkan keluarga Lesiputih memakai nama Matulessy lagi. Negeri Haria di Pulau Saparua terletak di sebuah teluk yang indah, terang sepanjang tahun,

kecuali jika angin barat bertiup. Tempat persinggahan kora-kora dan "arombai" atau perahu-perahu yang datang dari Ambon dan Haruku ke Saparua. Pada saat itu musim hujan, laut Banda bergolak, sehingga Teluk Saparua tidak dapat dimasuki. Teluk dan laut di sekitar Haria karya

Page 10: Kapitan Pattimura

akan ikan dan mengundang rakyat untuk turun ke laut. Menangkap ikan adalah pencarian rakyat Haria.

Dipantai berderet-deret perahu-perahu nelayan, arombai (rembaya) kecil besar, yang

mempunyai haluan dan buritan melengkung naik. berukiran warna-wara. Arombai, yang wajib disediakan untuk keperluan Kompeni berderet-deret di sabuah (=hubungan terbuka, yang

atapnya ditopang oleh tiang-tiang kayu). Disana sini kelihatan kora-kora yang sudah menua, ada pula yang sudah rapuh, karena tidak dipergunakan lagi, sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Kompeni beberapa tahun yang lalu. Teluk Haria penuh dengan sero.

Tanah di balik Negeri Haria berbatu karang, tidak baik untuk bercocok tanam. Hutan jati menutupi daratan dan gunung berbatu itu. Melengkung sepanjang pesisir selatan dan tenggara

Teluk Haria sampai ke gunung, ada tanah yang subur. Di sini rakyat berkebun dan berladang. Di sini terdapat kebun kebun cengkih dan pala. Tanah ini berbatasan dengan tanah Negeri Booi.

Di tengah-tengah negeri, dekat dengan pelabuhan berdiri sebuah gereja. Bangunan itu

dibangun oleh rakyat sebagai tempat menyembah Allah, untuk memperkenalkan agama Kristen Protestan, yang masuk dan disebarkan oleh orang-orang Belanda beberapa puluh tahun yang

lalu. Didekatnya letak sebuah "baeleo" (balai musyawarah rakyat). Di sini tempat musyawarah raja dengan seluruh "saniri negeri" dan tua-tua adat. Di sini pula tempat anak negeri membawa berjenis persembahan sebagaimana telah ditentukan oleh adat-istiadat secara turun-temurun.

Di dekat baeleo berdiri rumah raja. Raja dipilih dalam, suatu musyawarah besar. Kompeni mengeluarkan peraturan agar bisa turut campur tangan dalam penentuan calon raja, patih atau

orang-kaya, sehingga seorang raja bisa saja dipecat atau diangkat tanpa musyawarah atau persetujuan rakyat. Hal ini terjadi jika raja tidak ketat mengawasi pelaksanaan peraturan monopoli, kerja rodi dan lain- lain.

Sebuah sekolah rakyat berdiri tidak jauh dari gereja. Tempat anak-anak belajar agama, berhitung, dan membaca. Biasanya seorang guru sekolah merangkap juga guru injil, penyebar agama dan pemelihara kehidupan rohaniah rakyat. Guru adalah orang kedua sesudah raja.

Pengaruhnya sangat besar. Rakyat sangat menghormatinya. Keadaan yang sama terdapat di Negeri Porto yang berbatasan dengan Haria. Rakyat Porto adalah rakyat nelayan, petani dan

pemburu. Tanah pertanian dibalik negeri itu luga dan subur. 2.3 Cengkeraman Monopoli dan Kerja Rodi

"Mungare" dan "jujaro " (= pemuda dan pemudi) Porto dan Haria tegap-tegap badannya. Kekar dan kuat-kuat perawakannya. Pemuda-pemuda pelaut, nelayan dan pendayung itu besar -

besar lengannya, lebar- lebar dadanya. Badan yang kehitam hitaman, terbakar karena sinar matahari dilaut, rambut keriting atau berombak, mata kemerah-merahan kena uap laut yang asin dan tajam, itulah mungare-mungare sebaya dengan Thomas.

Masa kanak-kanak Thomas tidak diketahui orang. Ia seorang anak biasa di antara ratusan.anak rakyat Haria dan Porto. Dia seorang anak Lease senasib dengan beribu-ribu anak

dari ketiga pulau itu, yang hidup dalam kekurangan karena cengkeraman monopoli Kompeni. Semasa kecil dia melihat orang orang sekampungnya, termasuk ayah, paman, dan saudara saudaranya, dipaksakan untuk kerja rodi. Di samping itu ada kerja kuarto. Kompania Wolanda

memerlukan dan mengerahkan tenaga rakyat untuk berjenis pekerjaan, suatu sistem kerja paksa atau rodi. Dia mengalami pengerahan berpuluh laki- laki senegeri untuk mendayung arombai,

mengangkut balok-balok kayu dari hutan Seram dan Lease untuk berjenis keperluan Kompania. Kayu-kayu yang berat dan keras, seperti kayu besi, kayu nani kayu lenggoa harus diangkut ke Ambon. Tiap negeri diwajibkan menyerahkan sebuah atau lebih arombai untuk keperluan

pengangkutan Kompeni. Rakyatpun diwajibkan mendayung atau rnengayuh arombai itu dan perahu pos, yaitu perahu yang mengangkut dan mengambil surat-surat bagi kepentingan residen

di Haruku atau Saparua ke dan dari Ambon. Atau untuk mengangkut residen dalam perjalanan dinasnya. Melalaikan pekerjaan rodi itu berarti menerima risiko hukuman badan, dipanggil oleh residen ke Saparua, diikat pada tiang lalu dicambuk dengan rotan. Yang berani melawan dirantai

Page 11: Kapitan Pattimura

dan dimasukkan ke dalam kamar gelap di dalam benteng Duurstede. Sekalipun ada ditentukan pembayaran, biasanya amat rendah, tetapi adakalanya pendayung pendayung itu dibayar, ada kalanya tidak. Itu tergantung dari pada mental pegawai-pegawai Kompeni, karena ada yang

serakah, korup dan pemeras. Raja-raja diharuskan menyerahkan kayu, kapur dan lain- lain bahan bangunan kepada

Kompeni dengan harga yang telah ditetapkan secara sepihak. Adakalanya datang perintah untuk memperbanyak tanaman cengkih, karena ada kekurangan cengkih di pasaran dunia. Tiga empat tahun kemudian belum lagi pohon-pohon itu berbuah, diperlukan waktu tujuh sampai delapan

tahun untuk berbuah, datang perintah pohon-pohon itu harus ditebang, dimusnahkan atau dibakar karena produksi cengkih sudah berlebihan. Ini yang disebut "ekstirpasi, " yang mematikan

pencaharian rakyat. Raja, patih atau orang-orang kaya sebagai kepada pemerintahan negeri harus mengawasi

kerja kwarto dan rodi, menyediakan arombai, mengerahkan tenaga pendayung dan mengawasi

peraturan monopoli. Negeri-negeri diwajibkan menyerahkan sejumlah rempah-rempah, yang sudah ditentukan oleh Kompeni, setiap tahun dengan bayaran yang rendah sekali atau sama

sekali tidak dibayar, Inilah contingenten, semacam pajak dibayar natura (hasil bumi). Ada lagi lain macam pajak yaitu "penyerahan wajib" yang disebut verplichte leverantien. Raja atau sultan diikat dengan perjanjian untuk menyerahkan sejumlah rempah-rempah kepada Kompeni dengan

harga yang telah ditetapkan. Tetapi di dalam praktek kerap kali kedua macam pajak itu dicampur baurkan. Ada kalanya contingenten itu dibayar sedangkan verplichte leverantien, tidak dalam

praktek keduanya tidak dapat dipisahkan atau dibedakan, sehingga kerap kali rakyat di Seram, Ambon dan Lease dikenakan sekaligus kedua macam pajak itu. 3)

Tetapi monopoli hanya dapat dipertahankan dengan bedil dan meriam. Oleh karena itu

tangan besi Kompeni sangat terasa di negeri-negeri. Kompeni berusaha mati-matian mencegah perdagangan bebas antara rakyat dengan pedagang-pedagang Jawa, Makasar, dan Melayu. Perdagangan rakyat antar pulau diperkenankan, tetapi semua pedagang harus mendapat pas dari

Kompeni. Berkali-kali pedagang-pedagang dari luar Maluku itu mencoba mendobrak blokade kapal-kapal Belada. Mereka dikejar dan jika tertangkap dihancurkan kapal-kapalnya. anak

buahnya ditangkap dan dihukum. Rakyat yang mengadakan perdagangan dengan pedagang-pedagang itu dicap "penyelundup," didenda atau dihukum badan.

Para raja diwajibkan mengawasi secara cermat, agar jangan ada rempah-rempah yang

dijual kepada siapa pun, atau dibawa pohon-pohon cengkih dan pala yang dilarikan ke luar daerah Maluku. Jika ini terjadi hukuman berat akan dijatuhkan atas para raja. Setiap tahun raja-

raja dari Ambon, Lease, Buru, Seram Barat dan pulau-pulau di sekitarnya harus menyerahkan arombai atau kora-kora ke Benteng Victoria di Ambon, dengan pendayung-pendayungnya untuk pelayaran hongi. Raja negeri harus turut serta sebagai nakoda di arombai yang beranak buah

kira-kira tiga puluh enam orang. Bayaran tidak ada, hanya "masnait" (=anak buah arombai) diberi bekal berupa beras, dendeng dan sopi (=minuman keras yang dibuat dari enau). Peraturan

hongi sudah ditetapkan dan dijalankan secara ketat dan keras, diawasi langsung oleh gubernur. Sebelum berangkat peraturan itu dibacakan dulu dalam bahasa Melayu di hadapan raja-raja yang turut serta. Pelayaran itu memakan waktu beberapa minggu dengan tujuan melaksanakan

ekstirpasi, memburu pedagang-pedagang asing yang masuk ke perairan Maluku, menghukum suku-suku yang sering menyerang kapal-kapal Kompeni atau mengamankan sesuatu daerah

kerusuhan. 2.4 Mungare-mungare Lease

Dalam suasana semacam inilah Thomas makin menjadi dewasa, makin mengertilah ia betapa berat beban rakyat. Ia sendiri tidak luput dari tugas-tugas kuarto dan rodi. Bersama

dengan kakaknya, Johannis dan kawan-kawannya seperti Hermanus dan Bastian Latupeirissa, Marawael Hattu, Jeremias dari Haria dan pemuda Nanlohy, Latumaliallo, Tetelepta, Sahertian dan lain- lain dari Porto, diperintahkan pada waktu-waktu tertentu oleh bapa raja Haria dan Porto

Page 12: Kapitan Pattimura

untuk mendayung arombai ke Ambon atau mengangkut residen. Mereka diperintahkan mengambil kayu di Seram dan mengangkutnya ke Benteng Victoria di Ambon.

Pada kesempatan semacam itu Thomas bertemu dengan kakak beradik Pattiwael dari Tiow

dan Saparua, Philip dan Lukas Latumahina dari Paperu, pemuda-pemuda dari Hatawano, Ulath, Ouw, Booi dan dari lain- lain negeri. Kerap kali mereka berlomba kecepatan arombai dari Seram

ke Ambon atau sekembalinya dari Ambon ke Saparua. Arombai mereka melaju cepat membelah ombak dan gelombang, menentang arus dan angin, dengan ayunan kayuh serentak seirama dengan bunyi tifa dan gong. Para masnait berbadan hitam, kekar dan atletis bermandikan

keringat dan percikan air laut, bersorak-sorak menambahkan semangat tanding. Dengan demikian cepatlah mereka tiba di tempat tujuan.

Sekali-sekali di kala arombai mereka berputar haluan untuk masuk Teluk Ambon, melewati tanjung Alang dan Nusaniwe, gerakan kayuh diperlambat diiringi oleh "kapata" (=lagu dalam bahasa tanah = bahasa daerah) yang merdu dan tenang seirama dengan Teluk Ambon

yang tenang dan indah. Dikejauhan tampak Gunung Nona, dibelakangnya lagi muncul gunung Sirimau melindungi Negeri Soya. Samar-samar kelihatan Kota Ambon, jauh di belakang teluk

dalam. Diliputi kabut, tampak Gunung Salahutu di Jazirah Hitu. Beramai-ramai mendekati Benteng Victoria lalu buang sauh di Labuan Honipopu. Di situ

muatan diturunkan sambil di awasi pegawai Kompeni. Para Masnait turun ke darat dan ber-

istirahat beberapa hari di Ambon. Bandar Ambon cukup ramai, kota kecil tetapi rapi dan teratur. Banyak lagam bahasa terdengar di situ. Kota itu didiami oleh penduduk dari berbagai negeri di

Pulau Ambon yang dikumpulkan oleh Kompeni dan mendirikan kampung-kampung di sekitar Benteng Victoria. Di kota itu berdiam juga suku-suku bangsa Ternate, Bugis, Bali, Timor dan Irian. Juga orang-orang asing, seperti orang Eropa, Benggala, Papanga dan Cina.

Di sini mereka bertemu dan bermalam pada kawan-kawan. Mereka mendengar bermacam khabar, mereka diberitahukan tentang bermacam peraturan dan tindakan yang diambil oleh Kompeni. Mereka mendengar tentang kerusuhan-kerusuhan di berbagai negeri. Mereka

mendengar tentang sikap angkuh dari pegawai-pegawai Kompania, kecurangan-kecurangan, pemerasan terhadap rakyat, tingkah laku dan tindakan sewenang-wenang terhadap rakyat, yang

tidak sesuai dengan usaha para pendeta dan guru injil yang giat menyebarkan moral agama Kristen yang mereka anut, yaitu kasih sayang terhadap Tuhan dan sesama manusia.

Tetapi jangan dikira pemuda-pemuda Lease ini adalah orang-orang yang halus perangai

dan budi, sopan-santun dan taat. Pekerjaan mereka yang berat, alam yang keras, menjadikan mereka manusia-manusia yang keras pula, keras kemauan, keras hati, keras kepala, keras dan

kasar dalam tindak-tanduk, keras suara, kasar dalam pembawaan dan lekas naik darah. Mereka mengutuk perbuatan dan tindakan dan pemerasan Kompania. Dendam kusumat membara di dalam hati mereka, mendengar berita dan cerita dari kawan-kawan mereka. Reaksi mereka ter-

hadap sesuatu masih menurut naluri alamiah, terutama Alifuru dari Seram. Masih terlalu singkat waktu bagi agama Kristen untuk menembus jiwa mereka, untuk mengubah manusia alam ini,

melepaskan mereka dari ikatan kepercayaan dan adat istiadat yang animistic, magic, penuh tahyul, guna-guna dan lain- lain. Sinar agama belum berhasil mengubah ahlak Alifuru itu. Sekalipun demikian rakyat patuh pada agama dan rajin ke gereja. Mereka merasa ada sesuatu inti

kebenaran dan norma norma yang berlainan dengan apa yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Dan inilah yang sedang mereka kejar setapak demi setapak.

Thomas dan kawan-kawannya bukan mungare-mungare yang mudah diperintah. Sering terjadi keributan di dalam negeri. Sering terjadi perkelahian antara pemuda senegeri atau antar negeri. Naluri berkelahi ini diwarisi dari nenek moyang mereka, orang-orang Alifuru, dipertebal

lagi oleh pertumpahan darah antar suku dan peperangan melawan orang asing sejak dari kedatangan orang Portugis, jadi hampir tiga ratus tahun sudah. Alasan perkelahian itu

bermacam-macam seperti perebutan gadis, bertanding mengadu kekuatan, kekalahan dalam lomba arombai, perselisihan batas tanah petuanan antara dua negeri. Raja bertindak keras dan menghukum yang membandel.

Page 13: Kapitan Pattimura

Sering pula mungare dan jujaro mengadakan keramaian disertai tari- tarian, cakalele (= tari perang), berkapata, berdendang dan berpantun, diiringi oleh tifa dan totobuang (semacam jajaran kenong), genderang, gong, dan lain- lain alat musik. Minuman tuak dan sopi menghangat

suasana. Tua muda, lelaki perempuan, kecil besar turut bergembira. Adu ketangkasan mempergunakan parang dan salawaku, panah dan tombak, sering terjadi. Adu gulat dan adu

berkelahi tidak ketinggalan. Dalam upacara penting seperti pengangkatan raja, memperbaiki baeleo atau gereja,

mengangkat atau memanas "pela", perkawinan raja atau anak raja, rakyat Siri Sori Islam, yaitu

pela Negeri Haria, turut menghadiri dan meramaikan upacara itu. Pela datang menyumbang ramuan, tenaga, hasil kebun, dan ladang. Dalam suasana "masohi" (=gotong-royong) rakyat

negeri-negeri itu bantu membantu dalam duka dan suka, juga dalam peperangan. Suasana diramaikan pula oleh "jujaro" dan mungare dari Porto, Tiow, Saparua, Paperu dan Booi, negeri-negeri yang berdekatan dengan Haria. Keramaian sering pula dihadiri oleh pembesar dan

pegawai Belanda. Sekali-sekali residen juga hadir. Tidak ketinggalan para informan dilepaskan di tengah-tengah rakyat untuk memasang telinga menangkap keluhan atau komplotan yang

mungkin sedang direncanakan. Tuak dan sopi, adakalanya jenever dari negeri dingin, yang di-hadiahkan oleh pegawai Belanda, kerap kali membocorkan rahasia yang mempunyai akibat buruk bagi rakyat.

Pada hari-hari tertentu residen mengadakan keramaian. Raja-raja diundang ke Saparua. Rakyat turut meramaikan suasana dengan bermacam perlombaan antar negeri, bermacam tarian

diperlihatkan. Inilah ksesempatan pula bagi residen, komandan militer dan lain- lain petugas Belada untuk menegaskan lagi cara-cara pelaksanaan monopoli, pemberantasan "penye-lundupan," pemungutan pajak pelaksanaan kuarto dan lain- lain. Ini pula kesempatan untuk

memberi hadiah kepada raja-raja yang berjasa kepada Belanda dan menghardik raja-raja yang berkepala batu.

Lease tidak mudah diperintah. Penulis-penulis Belanda dan para residen dalam laporan

mereka, mengakui sendiri bahwa rakyat Lease adalah rakyat yang paling "lastig" (=memusing-kan) "woelig" (= bergolak) dan geneigd tot verzet = cenderung untuk berontak). Pulau Saparua

spant de kroon, artinya paling atas dalam membangkang, baru menyusul Pulau Haruku, Nusa laut terhitung yang paling lunak. Rakyat Haria, Porto dan Tuhaha paling berkepala batu, paling sulit dengar dengaran, paling sulit menuruti perintah.

2.5 Inggris kekuasaan Baru

Pada waktu Thomas berumur tiga belas tahun terjadi pergantian pemerintahan. Pada suatu hari pada akhir bulan Pebruari tahun 1976, residen memerintahkan kepada raja Saparua supaya satu arombai disiapkan untuk mengangkutnya ke Ambon, karena dipanggil oleh gubemur

Cornabe. Berangkatlah ia dengan komandan militer dan pengawalnya ke ibu kota. Sekembalinya, para masnait menyiarkan kabar bahwa ada kesibukan yang luar biasa di Ambon.

Kapal-kapal perang Inggris berlabuh di pelabuhan. Mereka melihat bendera Inggris berkibar di Benteng Victoria, sedangkan tentara Inggris berbaris dan berpatroli di jalan-jalan.

Beberapa hari kemudian nelayan-nelayan dari Haria dan Porto melihat kapal-kapal

berbendera, Inggris menuju ke Saparua. Juga rakyat Booi, yang negerinya terletak di lereng gunung, melihat kapal-kapal itu. Apa gerangan yang terjadi........?

Permulaan bulan Maret raja-raja, patih dan orang kaya dari Pulau Haruku diundang oleh residen ke Benteng Zeelandia diNegeri Haruku dan dari Pulau Saparua dan Nusalaut diundang oleh residen Saparua ke Benteng Duurstede. Tentu ada sesuatu yang penting yang terjadi. Raja-

raja, patih dan orangkaya dari Pulau Saparua dan Nusalaut, disertai saniri masing masing , pada hari yang ditentukan, berdatangan ke ibu kota karesidenan Saparua. Ada pula rakyat dari

berbagai negeri yang datang ke Saparua. Mereka ingin sekali mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dari jauh telah kelihatan bendera Inggris berkibar di Duurstede. Beberapa kapal berbendera Inggris berlabuh di dekat benteng itu.

Page 14: Kapitan Pattimura

Tuan-tuan raja, patih, orang kaya dan saniri negeri dari Pulau Saparua dan Nusalaut, begitulah ujar tuan residen membuka pertemuan. Sejak tanggal 17 Pebruari terjadi pergantian pemerintahan. Pemerintahan Inggris telah mengambil alih pemerintahan atas gubernemen

Ambon dan Banda. Dan pada hari ini saya akan menyerahkan kekuasaan atas Pulau Saparua dan Nusalaut kepada utusan Kompeni Inggris. Demikianlah melalui juru bahasa seorang Belanda,

hadirin mendengar penjelasan dari residen dalam bahasa Melayu. Komandan Inggris sebagai utusan dari Laksamana Pieter Tarnier gubernur Inggris di

Ambon, melalui juru bahasanya, menerangkan bahwa di Eropa, jauh dari sini sedang mengamuk

peperangan antara Inggris dan Perancis. Negeri Belanda diduduki oleh Perancis, sedangkan raja Willem V melarikan diri ke Inggris, dan berdiam di kota kecil Kew dekat London. Raja itu telah

mengeluarkan instruksi dalam "warkat Kew" supaya semua jajahan Kompeni Belanda di Afrika dan Asia diserahkan kepada Inggris. Jadi hari ini dia akan mengambil alih kekuasaan dari residen Belanda." Selanjutnya ia katakan bahwa dalam waktu yang tidak begitu lama lagi akan

dikeluarkan peraturanperaturan berhubung dengan penggantian pemerintahan itu. Ulu berakhirlah pertemuan itu.

Hadirin bangkit berdiri bersalaman dengan kedua penguasa itu lalu keluar turun dari Benteng Duurstede. Banyak di antara mereka yang tidak dapat mengerti keterangan itu. Pe-ngetahuan mereka tentang Eropa yang begitu jauh letaknya tidak seberapa. Apalagi mengerti

pergolakan yang sedang terjadi di sana. Sedangkan residen dan para pegawai Kompeni sendiri tidak bisa mengerti situasi yang timbul. Komunikasi begitu sulit, perjalanan dari Eropa ke

Maluku memakan waktu kurang lebih satu tahun, tidak memungkinkan mereka mengetahui apa yang terjadi. Bagaimana dengan Batavia..? Apakah Inggris juga menguasai Jawa..?

Gegerlah rakyat di negeri-negeri Lease mendengar penjelasan dari kepala-kepala mereka.

Rakyat bertanya-tanya apa yang akan dibawa oleh pemerintah yang baru itu. Apakah mereka akan lebih baik dari Kompeni Belanda? Ataukah akan lebih buruk lagi? Suatu hal yang mereka sadar benar adalah bahwa kekuasaan Belanda di Ambon dapat juga dipatahkan oleh suatu

kesatuan kecil. Kiranya ini suatu kesempatan baik bagi rakyat untuk mengangkat senjata menghancurkan kekuasaan orang-orang Eropa untuk membebaskan diri dari kaum penjajah.

Kekuatan Inggris di Ambon tidak seberapa, karena sebagian sedang dikerahkan untuk merebut Banda. Rakyat Hitu melihat hal ini lalu mengangkat senjata di bawah pimpinan raja Seit, Ulupaha Tua, menyerang Benteng Victoria. Ancaman itu hampir raja berhasil, kalau bala

bantuan Inggris tidak tiba pada waktunya dari Banda. Ulupaha Tua dan pemimpin-peimpin Hitu mengalami nasib buruk, seperti nenek moyang mereka dalam abad ke-16 dan 17. Mereka

dihukum mati gantung.4) Mereka berkorban untuk kemerdekaan yang mereka inginkan kembali. Tetapi di negeri-negeri lain rakyat rupanya tidak siap untuk mengangkat senjata. Terbetik

berita bahwa hati pemuda pemuda yang panas, didinginkan oleh pemuka-pemuka gereja dan

guru-guru. Risiko masih terlalu. besar. Orang dikejutkan oleh tindakan Inggris terhadap raja Seit. Keadaan belum masak.

Sementara itu setapak demi setapak, Inggris mulai menyusun pemerintahannya. Para risiden diangkat menggantikan residen Belanda. Pegawai-pegawai Kompeni Belanda tetap bekerja sesuai dengan instruksi dari raja mereka Willem V. Mulailah peraturan-peraturan tiba

dinegeri-negeri. Raja dan rakyat mulai melihat cuaca yang terang. Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Peraturan Kompeni Belanda berganti dengan peraturan Kompeni Inggris.

Peraturan monopoli diperlunak, kerja kwarto dan rodi diperingan, rakyat diberi lebih banyak kebebasan untuk berdagang, ekstirpasi dihentikan dan hongi dihapus.

Tujuh tahun lamanya rakyat Seram, Ambon dan Lease merasa bahwa ada sesuatu berkah

yang turun atas mereka. Harapan baru akan hidup yang lebih baik timbul lagi. Kebunkebun cengkih dan pala memberi harapan besar. Perniagaan menjadi ramai. Hanya terhadap

penyelundupan Inggris bertindak keras juga. Sementara itu Thomas dan kawan-kawannya makin menjadi dewasa. Penghapusan pas

menjamin kebebasan bergerak. Pemuda pemuda Haria ini sering pergi pulang Ambon Saparua.

Page 15: Kapitan Pattimura

Di ibu kota banyak yang didengar, banyak berita yang mereka dapati. Antara lain bahwa Belanda masih tetap bertahan di Ternate. Gubernur di sana tidak mau tunduk pads instruksi raja dan tidak mau menyerah kepada Inggris. Baru nanti ketika pada tahun 1801 Ternate diserang oleh Inggris,

dengan bantuan Sultan Nuku dari Tidore, maka runtuhlah kekuasaan Komnania Wolanda.

2.6. Kompania Wolanda Kembali lagi Dalam tahun 1802 rakyat mendengar berita bahwa terjadi lagi perubahan pemerintahan.

Dari Ambon datang kabar bahwa Inggris dan Belanda telah mengadakan perjanjian. Maluku

akan dikembalikan lagi kepada Belanda. Gegerlah rakyat di negeri-negeri. Apakah hal ini benar-benar akan terjadi?

Bulan Maret 1803 raja-raja dan patih dari Pulau Saparua dan Nusalaut diundang lagi ke Benteng Duurstede. Sekali lagi mereka menyaksikan penyerahan pemerintahan. Kali ini dari Inggris kepada Belanda. Kompania Wolanda telah kembali. Tujuh tahun lamanya rakyat hidup

damai, lepas dari berbagai tekanan monopoli, kerja rodi, ekstirpasi dan hongi. Lenyaplah harapan akan kesejahteraan di negeri-negeri. Inggris telah pergi. Suatu bangsa yang berlainan

perangai, budi, tingkah laku dari pada orang-orang Belanda. Dalam tujuh tahun itu rakyat belajar menghargai dan mengerti apa kebebasan itu sebenarnya. Kekejaman Kompania Wolanda akan terulang lagi. Sampai kapan? Ya, sampai kapankah kekejaman itu akan berlangsung? Mungkin

untuk selama-lamanya. Jiwa rakyat tertekan lagi. Suasana menjadi mendung di negeri-negeri. Apakah ada yang akan mencoba melawan dan mengangkat senjata? Apa jawaban kaum muda?

Apa jawaban Thomas dan kawan-kawannya? Apa jawaban putra-putra Saparua yang terkenal pemberani dan pembangkang? Rupanya keadaan belum masak. Belum ada orang yang berani muncul sebagai pemimpin untuk memimpin rakyat melawan penjajah Belanda. Jadi kembalilah

Belanda berkuasa. Sekalipun secara resmi Kompeni telah mati dan semua miliknya, termasuk jajahannya, dikuasai oleh Pemerintah Belanda, akan tetapi rakyat tidak mengetahui dan tidak mengerti akan hal ini. Yang terbayang di mata mereka hanya kekejaman Kompania Wolanda

akan kembali lagi. Thomas dan kawan-kawannya mengalami hal ini kembali. Residen Belanda Kruipenning,

mengumumkan bahwa peraturan peraturan yang ditetapkan oleh Inggris ditiadakan. Peraturan Zaman Kompeni akan berlaku lagi. Dan karena peperangan di Eropa mengamuk lagi, maka Pemerintah Belanda memerlukan uang. Uang itu harus datang dari rakyat. Dan untuk itu

peraturan monopoli harus dijalankan kembali. Bukan main kegoncangan yang timbul di kalangan rakyat. Pemuda-pemuda di berbagai negeri menjadi gelisah. Tetapi mereka tidak ber-

daya. Demikian pula raja-raja patih. Contingenten dan verplichte leverantien mulai dipungut kembali. Keda rodi terulang lagi. Perdagangan bebas dilarang. Sistem pas dikenakan lagi bagi rakyat yang bepergian.

Karena peperangan antara Belanda dan Inggris berulang lagi dalam tahun 1803 itu, maka kapal-kapal perang Inggris berhasil memutuskan hubungan antara Batavia dan Maluku. Kas

pemerintahan Belanda di Ambon menjadi kosong. Tidak ada uang yang dikirim dari Batavia untuk membayar kaum militer dan pegawai-pegawai. Juga tidak untuk membayar rakyat yang menyetor verplichte leverantien. Lalu pemerintah mencari kesuatu sistem keuangan yang belum

pernah dikenal rakyat. Dikeluarkannya uang kertas. Secara paksa diedarkan dan rakyat diharuskan menerimanya. Akibatnya rakyat memboikot pemerintah. Pasar-pasar menjadi kosong

dan kebutuhan sehari-hari menjadi mahal. Hal ini sangat merisaukan kaum militer. Lalu pemerintah mencari akal lain. Rakyat dikenakan "penyerahan wajib" daging ayam, rusa, babi hutan, minyak goreng dan lain- lain, dibayar dengan harga rendah.5 )

Dalam. tahun 1808 rakyat mendengar berita tentang tibanya seorang gubernur jenderal baru di Batavia. Namanya Daendels. Katanya ia dikirim raja Belanda, adik kaisar Perancis yang

bernama Napoleon. Nama ini sudah sering didengar rakyat dari orang Inggris. Inggris bercerita mengenai perang besar di Eropah antara Inggris dan sekutunya melawan Perancis. Tetapi apa hu-bungannya dengan rakyat di Maluku, tidak dimengerti dan disadari oleh penduduk. Baru sesudah

Page 16: Kapitan Pattimura

kapal-kapal dari Batavia menembus blokade Inggris dan membawa perintah untuk Gubernur Maluku Cransen mulailah rakyat di negeri-negeri menjadi gelisah, terutama kaum mudanya. Anak buah orang Belanda dan pelaut-pelaut Jawa dan Makasar, yang bekerja di kapal-kapal

Belanda itu membawa kabar bahwa Daendels disebut rakyat Jawa "Jenderal Guntur," karena dia memerintah dengan tangan besi. Seluruh pulau Jawa dijadikan benteng pertahanan untuk

menghalau pendaratan tentara Inggris. Pegawai-pegawai sipil distreliterisasikan dan tunduk pada hukum dan undang undang militer. Rakyat dikerahkan secara besar-besaran untuk membuat pertahanan. Siapa membangkang ia dihukum berat

Tangan besi itu akan menimpa pula rakyat di Ambon dan Lease. Instruksi tiba dari Daendels. Gubernur dan komandan militer harus mengerahkan tenaga kaum muda jika perlu

secara paksa, untuk dijadikan militer dan dikirim keJawa. Pemerintahan harus direorganisir sehingga komandan militer harus bertanggung jawab penuh atas pertahanan. Rakyat harus dikerahkan dan bahan-bahan disediakan untuk membuat benteng pertahanan 6)

Pengumuman dikeluarkan. Raja-raja patih dipanggil oleh residen. Timbul kegoncangan di negeri-negeri. Di antara pemuda pemuda ada yang meninggalkan negeri dan menyingkir ke

hutan. Mereka tidak sudi dijadikan serdadu Belanda, apalagi dikirim ke Jawa. Rakyat dikerahkan untuk menebang kayu, menyediakan bahan-bahan bangunan dan lain- lain dan mengangkutnya ke tempat-tempat tertentu untuk membuat benteng pertahanan, jika ada bayaran, tidak berarti sama

sekali karena sangat rendah. Rakyat mengeluh dan memprotes. Mereka membandingkan pemerintahan Belanda dengan pemerintahan Inggris. Tetapi raja-raja patih diancam sehingga

mereka bertindak keras pula terhadap rakyat yang berani melawan. Setahun kemudian raja-raja mendengar bahwa telah terjadi perselisihan antara Gubernur

Cransen dengan komandan militer dalam pelaksanaan instruksi Daendels. Akibatnya keduanya

dipecat oleh "Jenderal Guntur" dan diperintahkan berangkat ke Batavia. Gubernur Ternate, Wieling, dipindahkan ke Ambon untuk mengganti Cransen. Dengan pemindahan ini, gubernemen Temate dihapus dan Maluku Utara diletakkan' langsung dibawah gubernur Ambon.

Tetapi alangkah terkejutnya rakyat Ambon, sebab beberapa bulan kemudian tentang berita dari Benteng Victoria, bahwa gubernur baru itu telah membunuh diri. Berita ini tersiar sampai ke

negeri-negeri. Ternyata Wieling tertekan jiwanya. Dia merasa tidak bisa mengatasi kekuasaan militer. Menghadapi ancaman serbuan armada Inggris, ia menjadi bingung, takut dihukum oleh tangan besi gubernur jenderal di Batavia, lalu memutuskan untuk berpamitan dengan dunia yang

fana ini 7) "Berbaringlah ia dengan damai." Sedang penggantinya, Gubernur Heukevlugt, akan menghadapi tugas yang berat.

Kekurangan uang kontan menyebabkan Daendels mernerintahkan supaya diadakan penghematan di segala bidang, kecuali untuk pertahanan. Gubernur mengeluarkan instruksi su-paya rakyat di tiap-tiap negeri membayar sendiri guru-gurunya. Sampai saat itu Kompenilah

yang membayar guru-guru. Bayaran itu tidak seberapa, tetapi berarti besar bagi guru-guru. Belum lagi diambil langkah selanjutnya, gaji guru telah dihentikan. Guru-guru tidak sudi hidup

dari belas kasihan rakyat. Rasa angkuh mereka untuk menerima sedekah dari rakyat, menye-babkan dalam waktu singkat mereka hidup merana. Dapat dimengerti bila kegelisahan timbul di semua negeri Kristen. Timbullah kebencian yang mendalam dalam kalbu guru-guru itu terhadap

Belanda. Karena besar pengaruh mereka dikalangan rakyat dan kebencian itu tidak disembunyikan, maka bertambah membara kebencian rakyat terhadap Pemerintah Belanda. 8)

2.7 Tiupan Angin Kebebasan

Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Pada tanggal 16 Pebruari 1810, untuk kedua

kalinya rakyat Kota Ambon menyaksikan sebuah armada Inggris memasuki Teluk Ambon. Kapten Tucker mendarat dengan satu pasukan berkekuatan empat ratus orang tanpa ada

perlawanan dari pihak Belanda. Satu kesatuan mendarat di Wainitu. Satu kesatuan lagi bergerak ke Batu gantung. Di sini

terjadi pertempuran singkat. Belanda mempertahankan diri di atas sebuah bukit, tetapi akhirnya

Page 17: Kapitan Pattimura

menyerah. Keesokan harinya bendera putih dinaikkan di Benteng Victoria tanda Belanda menyerah. Komandan Militer Belanda Kolonel Filz adalah seorang komandan yang lemah. Ia tidak bersemangat sama sekali untuk bertempur. Tanggal 19 Pebruari Gubernur Heukevlugt

menandatangani pedanjian penyerahan Ambon dan daerah bawahannya kepada Inggris. 9) Banda pun diserang dan dengan mudah jatuh ke tangan Inggris. Ternate baru diserang

bulan Agustus dan menyerah pada tanggal 31 Agustus 1810. "Tidak dapat disangkal, bahwa serdadu-serdadu Belanda di sini, sama seperti di daerah lain di Nusantara, tidak berjuang dengan tekad yang menjadi ciri khas dari kesatuan-kesatuan Belanda di masa lampau. Mereka

mengalami demoralisasi karena pertikaian aliran-aliran politik pada waktu itu dan tidak mempunyai minat untuk mempertahankan regim baru itu," demikian tulis seorang Inggris.

Untuk kedua kali Maluku jatuh ke tangan Inggris. Untuk kedua kali timbul harapan bagi rakyat Ambon, Lease dan Seram akan perbaikan hidup. Menarik pelajaran dari masa pendudukan yang pertama, segera Pemerintah Inggris mengeluarkan pengumuman dan peraturan

yang disiarkan kepada raja-raja, patih dan rakyat. Maksudnya untuk mendapat dukungan dan simpati rakyat, sehingga tercegah timbulnya perlawanan bersenjata.

Diberitakan kepada-segenap rakyat Maluku, bahwa Belanda sebagai suatu bangsa sudah lenyap dan tidak akan bangkit lagi. Negara Belanda sudah dimasukkan ke dalam Kekaisaran Perancis. Jadi untuk selanjutnya rakyat Maluku akan diperintah oleh bangsa Inggris.' 10) Hal ini

sangat mempengaruhi Thomas dan kawan-kawannya di Lease. Mereka mengalami lagi perubah-an dan tindakan Pemerintah Inggris dan menyambut.baik semuanya itu. Pertama-tama tunggakan

gaji guru-guru segera dibayar dan keadaan yang sudah-sudah dipulihkan. Kedua, verplichte leverantien dihapus, rempah-rempah dibayar kontan dan harga bahan pakaian diturunkan. Ketiga, kerja rodi diperingan, sedangkan upah para pekerja kuarto dari satu menjadi tiga

"Ropijn". Selama pemerintahan Inggris berjalan banyak uang beredar dalam masyarakat. Disamping

"ropijn" beredar juga mata uang "matten", sedangkan uang kertas ditiadakan. Karena pegawai-

pegawai dan kaum militer Inggris bergaji cukup tinggi dan banyak mengeluarkan uang, bertambah banyak pula uang dalam sirkulasi. Hasil produksi rakyat dibayar cukup wajar.

Kesejahteraan dipertinggi lagi dengan pembentukan satu korps militer Ambon, sebesar lima ratus orang, yang bergaji cukup tinggi dan berseragam baik. Gaji mereka dapat membantu keluarga dan sanak-saudara mereka di negeri-negeri. .

Pemerintahan negeri diperlunak. Raja-raja dan patih tidak diperbolehkan menghukum rakyat. Yang bersalah harus diajukan kepada pemerintah. Jika rakyat mengadukan rajanya kepa-

da Pemerintah Inggris, karena sesuatu tindakan yang tidak benar atau tidak adil, kerap kali kepala itu dipecat tanpa didengar lagi, seperti terjadi dengan raja-raja Pelau, Kailolo dan Aboru. 11) Kebebasan ini, terutama kebebasan kaum muda dinegerinegeri, mempunyai akibat buruk bagi

Belanda bila nanti mereka kembali lagi sesudah Pemerintah Inggris berakhir.

2.8 Sersan Mayor Thomas Matulessia Kebebasan bergerak dipergunakan oleh Thomas dan pemuda-pemuda Lease untuk

sewaktu-waktu berkayuh ke Ambon. Ketika dikeluarkan pengumuman memanggil pemuda-

pemuda untuk masuk tentara Inggris. Thomas dan kawan-kawannya segera mendaftarkan diri. Mereka tidak ragu ragu karena dalam peraturan penerimaan ditentukan bahwa mereka hanya

akan berdinas di Ambon. Sesudah dipenuhi syarat-syarat penerimaan, diperiksa kesehatan dan diuji kemampuan masing-masing menerima lima ratus orang, termasuk Thomas Matulessia dari Haria. Korps Ambon disusun dan dimasukkan ke dalam asrama di Ambon. Mereka dibayar

cukup tinggi dan berseragam yang baik. Berbagai macam latihan dan keterampilan memperguna-kan senjata api mereka pelajari selama dalam ketenteraan Inggris. Latihan perang-perangan,

pendaratan diberbagai pantai yang berombak dan tidak, berkarang atau berpasir putih, adalah latihan-latihan yang sungguh dipersiapkan untuk menangkis dan menyerang musuh. Karena perang antara Inggris melawan Belanda dan Perancis masih berkecamuk, maka pemerintah

Page 18: Kapitan Pattimura

Inggris di Maluku tetap siap siaga. Oleh karena itu sesudah latihan- latihan dasar selesai kesatuan-kesatuan korps itu disebarkan ke berbagai pulau.

Thomas Matulessia telah menjadi seorang laki- laki dewasa, tegap dan kekar kuat

badannya. Ia menunjukkan kecakapan, keterampilan dan pimpinan yang melebihi kawan-kawannya. Oleh karena itu cepat ia naik pangkat. la diangkat menjadi pemimpin kawan-

kawannya, dari sersan kemudian menjadi sersan mayor. Ia seorang pemberani, wataknya keras, kerap kali tindakannya juga keras terhadap anak buahnya. Pengalaman ini bagi Thomas sangat berguna di kemudian hari. Tidak disangka oleh Thomas dan kawan-kawannya bahwa masa dinas

militer dalam angkatan perang Inggris ini akan sangat bermanfaat bagi mereka dalam memberi pimpinan kepada rakyat di masa yang akan datang. Kebencian mereka terhadap Belanda menja-

dikan mereka prajurit-prajurit yang bertekad bulat untuk menghancurkan Belanda. Tetapi mereka tidak dapat meramalkan apa yang akan terjadi kemudian. Rasanya tidak banyak mereka ketahui dan mengerti tentang pergolakan politik dan jalannya peperangan di Eropa. Melalui komandan

militer, Thomas dan korpsnya mendengar bahwa Gubernur Jenderal Daendels sudah berangkat meninggalkan Jawa. Janssens, penggantinya telah menyerahkan kekuasaan kepada Gubernur

Jenderal Inggeris Raffles. Seluruh Nusantara sekarang dikuasai oleh Inggris. Sedikit-dikitnya Thomas sudah berumur duapuluh tujuh tahun ketika ia memasuki

ketentaraan Inggris. Pada suatu hari ia berkenalan dengan seorang cantik yang di dalam

tubuhnya mengalir darah Eropa. Namanya pun menunjukkan dia turunan negeri dingin. Itulah Elisabeth Gassier. Suami Elisabeth adalah Eliza Titaley. Perpisahan mereka terjadi dengan

paksa, karena Eliza diangkut ke Pulau Jawa sebagai tentara Belanda. Terputuslah hubungan suami- isteri karena angkatan laut Inggris memutuskan semua hubungan antara Jawa dan Ambon.

Ketika Thomas berkenalan dengan Elisabeth, wanita ini bekerja sebagai pembantu rumah

tangga pada keluarga White, syahbandar Pelabuhan Ambon. Percintaan kedua orang muda ini terjalin selanjutnya, tanpa ada perkawinan. Elizabeth inilah yang dikemudian hari selalu menyertai Thomas dan terus-menerus mendorong Thomas untuk melawan Belanda.12).

Kebencian dan rasa dendam yang membara dalam sanubarinya terhadap Belanda adalah akibat dari pemutusan hubungan secara paksa dengan suaminya.

Demikianlah kehidupan Thomas selama hampir tujuh tahun dalam ketentaraan Inggris. Sekalipun Inggris memerintah dengan lunak menurut prinsip liberal, tetapi terjadi pula pembunuhan terhadap residen Inggris di Saparua. Menurut orang Inggris residen itu bertindak

terlalu keras terhadap penyelundupan. Tetapi orang Belanda mengatakan bahwa tindak-tanduknya yang tidak senonoh terhadap seorang gadis cantik di Saparua menyebabkan ia

menjadi korban pembunuhan. Pemerintah Inggris menuduh Raja Ulath, Jeremias Latuihamalo alias Salemba, sebagai biang keladi. Ia ditangkap, diadili lalu dibuang ke Madras. Setelah masa pembuangannya, ia kembali ke Saparua dan berdiam di Porto, negeri asalnya. Salemba inilah

yang akan memainkan peranan penting dan mendampingi Thomas sebagai penasehat dalam perang melawan Belanda.

Pada umumnya, selama masa pemerintahan Inggris rakyat di Seram, Ambon dan Lease hidup lega, damai dan tenteram terlepas dari bermacam-macam tekanan monopoli selama tujuh tahun.

Page 19: Kapitan Pattimura

BAB III KAPITAN PATTIMURA PEMIMPIN PERANG PEMBEBASAN RAKYAT

3.1 Maluku Berpindah Tangan

Dentuman meriam silih berganti susul-menyusul di medan pertempuran Waterloo di Belgia

pada tanggal 18 Juni 1815. Pertempuran itu menentukan nasib Napoleon Bonaparte dengan kekaisaran Perancisnya. Pertempuran itu menentukan pula masa depan negara-negara Eropa

yang sedang saling menghancurkan. Perancis kalah. Sebab itu lawan- lawannya berkumpul di Wiena pada tahun itu juga untuk mengatur kembali tata kehidupan bernegara dari bangsa-bangsa Eropa yang telah diobrak-abrik oleh Napoleon, dan di situ pula diatur kembali milik dan status

jajahan di Asia. Tanpa disadari dan tanpa diketahui apa yang terjadi di belahan bumi yang jauh itu, rakyat

Maluku melanjutkan hidupnya, menghirup udara yang lebih bebas di bawah pemerintahan Inggris yang mau mengerti dan mengatur kehidupan rakyat lebih baik daripada kekuasaan sebelumnya. Tetapi setahun sesudah pertempuran di Waterloo itu, datang berita bahwa Maluku

harus diserahkan kembali kepada Belanda. Ada apa sebenarnya? Inggris, yang keluar sebagai pemenang harus melaksanakan Traktat London, yang dibuatnya dengan Belanda dalam tahun

1814. Traktat London! Itulah sumber penyerahan kembali Indonesia kepada Belanda. Sumber yang dikukuhkan dalam musyawarah bangsa-bangsa Eropa di Wiens.

Setahun kemudian, pada tanggal 19 Agustus 1816, ketika bendera Union Jack diturunkan

dan dikibarkan triwarna merah putih biru di Balai Kota Batavia disaksikan oleh Letnan Gubernur Inggris John Fendall dan para Komisaris Jenderal Belanda. Elout, Buyskes dan van der Capellen, barulah terlaksana Traktar London.

Berita penyerahan itu sampai juga di Ambon, kemudian tersiar keseluruh pelosok daerah Maluku. Berita itu menggemparkan rakyat di negeri-negeri Seram, Ambon dan Lease. Bukankah

orang Inggris pernah menyiarkan berita bahwa Belanda tidak akan kembali lagi? Bahwa sebagai suatu bangsa, riwayat Belanda sudah berakhir? Kalau memang benar Belanda akan kembali, masih sudikah rakyat menerima nasibnya seperti dahulu, hidup lagi dalam cengkeraman

monopoli? Apa yang berkecamuk di dalam hati sanubari Thomas ketika ia mendengar berita itu, sulit

diduga. Sehari-harian ia bermuram-muraman saja. Kebenciannya terhadap Belanda digelorakan lagi oleh Lisbeth, begitulah Elisabeth disapakan sehari-hari. Kiranya dapat dimengerti bahwa Lisbeth mendorongnya untuk bertindak. Thomas mempunyai anak buah. Mengapa tidak

menggunakannya pada saat Belanda Kembali? Tetapi keadaan belum masak, saat belum tiba. Disiplin militer terlalu meresap dalam diri Thomas dan korpsnya untuk bertindak di luar

kehendak opsir-opsir atasannya. Ia masih harus menurut perintah. Tanggal 18 Maret 1817, pagi-pagi benar Thomas telah menggerakkan kesatuannya ke

berbagai tempat. Daerah pelabuhan dan pantai pendaratan di dekat Benteng Victoria dijaga

keras. Beberapa hari sebelumnya pimpinannya telah mengumpulkan komandan-komandan pasukan dan menerangkan kepada mereka situasi yang timbul karena Traktat London. Dalam

beberapa hari lagi akan tiba suatu eskader Belanda membawa Gubernur Belanda dan pengiringnya. Mereka akan disertai pula oleh sepasukan tentara. Jadi pasukan Thomas harus bersiapsiap untuk bertugas bila eskader itu telah kelihatan diTanjung Alang. Benar juga apa yang

terjadi pagi itu. Pagi itu rakyat Alang dan Nusaniwe menyaksikan suatu iring- iringan kapal Belanda sebanyak tujuh buah, terdiri atas kapal perang dan kapat pengangkut, memasuki Teluk

Ambon. Rakyat di pesisir teluk berbondong-bondong lari ke pantai untuk menyaksikan eskader itu. Beberapa buah kapal perang Inggris angkat sauh lalu berlayar menuju eskader itu. Sesudah pertukaran tandatanda penghormatan maritim dan tembakan penghormatan, menyusurlah kapal-

Page 20: Kapitan Pattimura

kapal itu ke Ambon. Berhadapan dengan Benteng Victoria berdentum meriam-meriam tanda penghormatan dari kedua belach pihak. Lalu kapal-kapal membuang sauh.

Di dekat pelabuhan dan pantai sekitar benteng, rakyat Ambon berkerumun menonton

dengan diam dan cemas menyaksikan apa yang sedang dan akan terjadi. Dentuman meriam mengundang rakyat dari daerah pegunungan bergegas-gegas turun ke pantai. Sekoci-sekoci

diturunkan dari kapal untuk mengangkut Komisaris Engelhard dan van Mideelkoop ke darat diikuti para pembesar militer dan sipil disertai keluarga masingmasing dan para komandan kapal. Dalam suatu upacara resmi, Martin, residen Inggris bersama para pembesar menyambut

rombongan itu. Sersan Mayor Thomas dan beberapa kawannya memperhatikan situasi secara sungguh-

sungguh. Kapal-kapal itu menarik perhatian mereka. Bertanya di sana-sini dari anak buah kapal dan memperoleh keterangan bahwa armada Belanda itu terdiri atas kapal perang Maria Reygersbergen, dipimpin komandan Overste J. Groot; Nassau dengan komandan Sloterdijk;

Lversten dengan komandan Kapten Laut PM. Dietz dan beberapa buah kapal pengangkut Swallow, Salambone dan Malabar. Jugs diperoleh kabar bahwa ada sepasukan tentara yang

berkekuatan kira-kira delapan ratus orang. Mereka sebagian besar terdiri atas orang-orang Jawa, yang baru direkrut. Pada hari-hari berikutnya Thomas dan pasukannya mengalami kesibukan menghadapi berakhirnya tugas mereka di dalam ketentaraan Inggris.

Persiapan penyerahan kekuasaan pada hari-hari berikutnya menyibukkan para pembesar dari kedua belah pihak. Perundingan pelaksanaan Traktat London menghasilkan persetujuan

pada tanggal 14 Maret dan baru ditandatangani pada tanggal 24 Maret, oleh Martin, Engelhard dan van Middelkoop. Tanggal 20 Maret Burfhgraaff dilantik sebagai residen di Hila dan keesokan harinya sebaggai residen Larike. Pada hari itu juga Jr. van den Berg dilantik sebagai

residen Saparua. Pada tanggal 25 Maret, tanggal serah terima kekuasaan. Rakyat Ambon menyaksikan

upacara penurunan bendera Inggris dan penaikan bendera Belanda. Penurunan Union Jack

disambut oleh Nassau dengan tiga puluh tiga tembakan meriam, sedangkan sebuah kapal Inggris membunyikan dua puluh satu tembakan. Dari Benteng Victoria berdentum tembakan yang sama

jumlahnya sebagai tanda penghormatan dan terima kasih. Kemudian tri warna merah-putih-biru dinaikkan dengan sambutan tembakan meriam yang sama pula jumlahnya dari kedua kapal perang tadi dan Benteng Victoria. Sesudah itu van Mideelkoop dilantik sebagai gubernur

Maluku. Lalu disusul dengan penyerahan kekuasaan dari Residen Martin kepada Van Middelkoop dan Engelhard. Dalam menyusun dan menjalankan pemerintahan gubernur itu

didampingi oleh Engelhard. Pada hari itu juga Uijtenbroek dilantik sebagai residen Haruku. Seluruh upacara diadakan di Batugajah, di tempat kediaman residen Inggris. Sehabis upacara serah terima, proklamasi penyerahan dibaca di depan umum dan disaksikan oleh raja-raja patih

yang memenuhi undangan residen Inggris dan rakyat Ambon yang berdiri di luar gedung upacara.

Serah terima kekuasaan itu disusul dengan penggantian penjagaan di pos-pos militer dan marine. Thomas dan kawan kawan menyerahkan tugas mereka kepada pasukan Jawa. Masih muda-muda mereka itu. Tetapi alangkah lucunya. Pasukan Jawa ini tidak dilengkapi sebagai

layaknya pasukan. Mereka belum diberi pakaian seragam. Mereka masuk pos-pos hanya bercelana pendek dan berbadan telanjang.1) Pandangan ini tidak menguntungkan Belanda di mata

masyarakat. Kenyataan ini menurunkan penilaian rakyat terhadap kualitas tentara Belanda. Lebih- lebih lagi mereka pernah menyaksikan kekalahan tentara Belanda beberapa tahun yang lalu oleh sepasukan kecil tentara Inggris.

Tanda buruk menimpa Belanda di siang hari, yaitu ketika rakyat Ambon menyaksikan tri warna diturunkan setengah tiang. Apa gerangan yang terjadi? Tersiar kabar bahwa Kapten Laut

PM Dietz, komandan kapal perang Evertsen yang pagi itu bertolak ke Banda, meninggal dunia ketika mendekati Tanjung Alang. Jenazahnya diturunkan dengan sekoci dan didayungkan kembali ke Kota Ambon.

Page 21: Kapitan Pattimura

Sore hari rakyat menyaksikan kesedihan orang-orang Belanda yang menguburkan opsir mereka itu. Kebetulan pada saat itu terlihat di langit beberapa gumpalan awan yang aneh bentuk-nya. Rakyat yang masih penuh tahyul menyiarkan desa-desus bahwa kematian Dietz dan gejala

alam itu adalah pertanda buruk bagi Belanda. Berita ini seolah-olah ditiup angin ke seluruh pelosok dan mulailah orang-orang meramalkan keruntuhan Kompania Wolanda. Setelah

penyerahan itu, Berkhoff diangkat sebagai residen Banda dan Neijs sebagai residen Ternate. Demikianlah dalam waktu yang singkat pimpinan pemerintahan pusat di Ambon maupun di daerah diambil alih oleh pemerintah Belanda dan berkibarlah kembali bendera merah-putih-biru

di setiap benteng, pusat kekuasaan kaum penjajah. Untuk kesekian kali sultan-sultan, raja-raja dan patih serta rakyat Maluku mengalami

perubahan kekuasaan. Kembalinya Belanda telah menjadi kenyataan. 3.2 Demobilisasi "Korps Limaratus"

Bagaimana dengan status Thomas dan kawan-kawannya sekarang? Pada waktu Traktat London disusun, Pemerintah Inggris menawarkan Korps Ambon dari Thomas kepada Belanda

tetapi ditolak. Karena Belanda berpendapat bahwa nanti bila Maluku telah dikembalikan toh akan ada pengerahan pemuda pemuda Ambon untuk menjadi sedadu. Dalam artikel 11 Traktat London ditetapkan agar supaya residen Inggris di Ambon merundingkan pengoperan Korps

Ambon ini dengan gubernur Belanda. Akan tetapi di dalam surat perjanjian penerimaan serdadu Ambon yang dibuat dengan Inggris dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris

berakhir di Maluku, maka serdadu-serdadu harus dibebaskan, sehingga mereka berkebebasan penuh untuk memilih memasuki dinas militer kekuasaan baru itu atau tidak. Berdasarkan hal ini anggota-anggota Korps Ambon menuntut keluar dari dinas militer Inggris. Thomas dan kawan-

kawannya tidak mau dioperkan begitu saja sebagai barang dagangan. Para komisaris menolak keinginan Korps Ambon ini.2) Tetapi residen Martinlah yang berkuasa atas mereka. Sesudah tanggal 24 Maret is menandatangani suatu seruan memanggil semua anggota Korps Ambon

untuk berkumpul di Kota Ambon. Berduyun-duyun dan beramai-ramai diiringi tifa dan totobuang dengan menggunakan arombai-arombai yang dihiasi daun kelapa dan bendera-

bendera, datanglah mereka dari pulau-pulau ke ibu kota. Rakyat berlari- lari ke pantai Teluk Ambon, bergembira ria dan kagum melihat lelaki- lelaki

yang tegap-tegap, kekar, gagah dengan seragam militer Inggris, berkayuh masuk Pelabuhan

Ambon diiringi irama tifa, gong dan totobuang. Suatu pameran kekuatan otot-otot yang memikat hati, menggetarkan hati gagis-gadis Ambon yang senang berkhayal. Terpikat hati mereka ketika

"Korps Lima Ratus" sehari kemudian berdefile dihadapan residen dan para opsir Inggris, para pembesar dan opsir Belanda disaksikan oleh ratusan rakyat Ambon baik dari kota maupun dari negeri dan gunung-gunung. Bangga pula Residen Martin berhadapan untuk penghabisan kali

dengan hasil gemblengan Inggris selama tujuh tahun. Kata perpisahannya sungguh mengesankan Thomas dan kawan-kawannya. Tanda mata dibagi-bagikan. Tetapi yang lebih penting lagi bagi

seorang militer yang didemobilisasikan ialah penyerahan surat bebas oleh residen Inggris kepada masing-masing anggota korps. Surat itu rnengangkat mereka ke status "borgor. " Bukan saja mereka, tetapi juga anggota keluarga mereka mengecap kesenangan dan keuntungan dari status

itu. Sebagai seorang "borgor" (dari kata Belanda: bungur) yang memiliki surat bebas

(vrijbrief), mereka memperoleh status sosial yang lebih bebas dan lebih tinggi dari pada anak negeri biasa. Mereka dibebaskan dari berbagai jenis kerja-paksa dan kerja kuarto. Didalam pemerintahan kota atau negeri, mereka, diletakkan di bawah perintah seorang sersan lingkungan

(sergeant wijkmeester). Mereka tidak tunduk pada raja atau patih. Mereka tidak boleh dihukum oleh kepala negeri, tetapi hanya oleh residen, dan dengan cara yang berlainan dari pada anak

negeri biasa. Setelah upacara selesai dan ditutup dengan defile, para anggota korps ini diserbu oleh

sanak-saudara, pemuda dan pemudi, kawan-kawan dan kenalan. Pada malam harinya Thomas

Page 22: Kapitan Pattimura

dan kawan-kawan mengadakan pesta perpisahan dengan rakyat Ambon. Para opsir dan prajurit Inggris diundang pula. Semalam suntuk rakyat Ambon turut berpesta. Lagu- lagu berkumandang diudara. Dendang-berdengang pantun-berpantun saling berbalasan. Tifa dan totobuang

mengiringi lagu- lagu "mungare" dan "jujaro". Jalan-jalan menjadi ramai. Di sana-sini ada rombongan yang berjalan terhuyung-huyung, beroleng ke sana kemari, bersorak-sorai, dan

berteriak-teriak sebagai tanda bahwa mereka terlalu banyak berkenalan dengan "air kata-kata" yaitu tuak dan sopi, anggur atau jenever. Sehari dua lagi mereka yang berasal dari Lease tinggal di Ambon untuk berbelanja; membeli keperluan hidup, hadiah dan lain- lain bagi anak isteri,

kekasih, sahabat dan kaum kerabat. Habislah sudah gratifikasi (uang demobilisasi) dua bulan gaji dari balatentara Inggris. Mereka pergunakan pula kesempatan untuk berpamitan dengan kawan

kawan mereka orang Inggris. Pada saat berangkat ke Lease, Thomas dan kawan-kawannya diantar oleh kawan-kawan

kepelabuhan menaiki arombai masing-masing. Berpamitanlah mereka dengan ibukota Ambon

dan rakyatnya. Beberapa kali arombai-arombai berputar-putar di teluk kemudian terjadi suatu pandangan yang sangat menarik. Rakyat di sepanjang Teluk Ambon menyaksikan suatu perlom-

baan adu tenaga mengayuh arombai menuju ke teluk dalam. Tifa gong mengiringi irama kayuh. Sorak-sorai bergembira putra-putra dari Lease ini memperlihatkan kerja otot-otot yang kekar. Ketika kapal-kapal Belanda tiba, para masnait bersoraksorak berteriak-teriak mengejek

Kompania Wolanda. Bagi mereka tidak ada perbedaan antara Belanda sekarang dengan Kom-pania dahulu. Mereka tidak menyembunyikan kebencian mereka sepanjang jalan bila berpapasan

dengan kapal Belanda. Setiba di Negeri Baguala (Paso) mereka memikul arombai mereka, berjalan kira-kira lima

belas menit melalui genting tanah (pas), kemudian menurun ke Teluk Baguala. Dari situ mereka

melanjutkan perjalanan ke Lease. Jalan ini adalah jalan yang terpendek dan lebih aman dari Ambon ke Lease dan sebaliknya, sehingga dihindari jalan panjang yang berombak dan bergelombang di Tanjung Alang dan Nusaniwe. Lomba arombai mempercepat perjalanan ke

negeri masing-masing. Yang pertama tiba adalah arombai dari negeri-negeri di Pulau Haruku. Dari jauh kawan-kawannya dari Saparua dan Nusalaut melihat mereka disambut oleh anak

negeri, sanak-saudara dan sahabat. Semua orang ingin mengetahui apa yang sudah terjadi di Ambon. Ketika memasuki Teluk Haria tifa dan gong mengiringi perlombaan antara arombai Haria dan Porto disertai soraksorai dan teriakan para masnait. Rakyat kedua negeri itu berlarilari

ke pantai ingin menyaksikan Lomba arombai itu. Lomba arombai antara kedua negeri itu selalu menarik perhatian, karena telah menjadi tradisi dan permainan rakyat. Kalah atau menang silih

berganti Haria dan Porto menjadi saingan bebuyutan. Perlombaan sore hari itu di teluk yang begitu tenang dan sungguh mengasyikkan. Tua-muda, kecil-besar, semuanya turut bersorak-sorak. Perahu-perahu kecil besar yang ada di darat tergesagesa didorong ke laut dan turut

berlomba- lomba mendekati arombai-arombai yang sedang bertanding itu. Haluan diputar dan peralahan-lahan mereka menuju ke pantai. Thomas dan kawan-kawan

disambut oleh rakyat dengan riang gembira. Semua orang ingin mendengar kabar dari Ambon, Bagaimana dengan Inggris? Sudah berangkat atau belum? Apakah betul-betul Belanda sudah kembali? Ada kapal perang Belanda? Berapa banyak? Tentara Belanda kuat atau lemah.

Begitulah bertubi-tubi rombongan eks prajurit Inggris itu dijhujani dengan berjenis pertanyaan. Peluk mesra antara Thomas dengan ibu dan sanak-saudaranya. Akhirnya mereka bersatu kembali

sesudah berpisah beberapa tahun. Malam harinya mereka bersatu kembali sesudah berpisah beberapa tahun. Malam harinya mereka disambut oleh bapa raja, tuan guru dan saniri negeri. Bala rakyat memenuhi halaman rumah raja. Para bekas prajurit itu menceritakan pengalaman

mereka dan kejadian di Ambon. Sampai jauh malam orang berkumpul di rumah-rumah mendengar cerita, obrolan dan dongeng. Pada hari Minggu gereja penuh sesak. Tuan guru

menaikkan doa ke hadriat Allah, mengucapkan syukur akan kembalinya para bekas prajurit itu bersatu lagi dengan kaum-keluarganya. Suasana yang sama di Haira dan Porto itu terjadi juga di lain- lain negeri di Lease.

Page 23: Kapitan Pattimura

3.3 Kesan dan Beban

Beberapa hari kemudian, pada akhir bulan Maret terdengar dentuman meriam silih-

berganti. Datangnya dari Teluk Saparua. Ada apa? Perang lagi? Rakyat Haria bertanya-tanya. Ternyata hanya tembakan penghormatan, tanda Residen van den Berg tiba dengan kapal perang

di Saparua. Sehari dua lagi akan diadakan timbang-terima pemerintahan. Sekali lagi raja-raja patih dan orang-kaya dari Pulau Saparua dan Nusalaut menuju ke Kota Saparua atas undangan residen Inggris untuk menyaksikan timbang-terima dengan van den Berg. Ini adalah yang

terakhir kalinya mereka menyaksikan penggantian kekuasaan. Sesudah itu tidak pernah lagi ada kekuasaan asing lain menggantikan Belanda.

Di Ambon pasukan Inggris, pegawai sipil dan para pembesar bergegas-gegas untuk meninggalkan Ambon. Kali ini untuk selama-lamanya. Residen Martin akan menyusul kemudian, karena masih ada hal-hal yang hares diselesaikan dengan Middelkoop dan Englehard.

Inggris meninggalkan berbagai kesan di hati rakyat. Pada rakyat Negeri Seit diwarisi kebencian karena Ulupaha, pahlawan tua, telah dihukum mati oleh Pemerintah Inggris dalam tahun 1796.

Banyak juga orang yang tewas dan dihukum mati pada waktu itu. Penduduk lain mendapat kesan bahwa Pemerintah Inggris sungguh-sungguh memperhatikan penderitaan rakyat. Berbagai peraturan yang dikeluarkan dan dijalankan meringankan rakyat.

Memang Inggris meninggalkan kesan yang menonjol dibandingkan dengan Kompeni. Bentuk pemerintahan tidak banyak berubah. Tetapi pikiran-pikiran yang maju dan bebas dirasai

oleh rakyat. Urusan keuangan membawa ketenangan di kalangan masyarakat. Pegawai-pegawainya berwatak dan sungguh-sungguh. Kepala-kepala pemerintahan seperti gubernur, para residen dan para opsir, di samping gaji, menerima juga tunjangan yang wajar, sehingga

pemerasan terhadap rakyat dapat dijauhkan.2) Pada awal masa pemerintahan Engelhard dan van Middelkoop melaporkan ke Batavia apa

yang mereka alami.

"Monopoli rempah-rempah dimana-mana mengalami kemunduran dan terancam akan punah. Karena semasa pemerintahan Inggris perniagaan swasta di Maluku begitu berkembang,

sehingga Amboina dapat dikatakan menjadi bandar penimbunan hasil dari seluruh perdagangan di bagian timur Jawa. Kapal-kapal dari barat Nusantara membawa kesana pakaian, candu barang-barang buatan Eropah, yang dapat dibeli dengan murah, sesudah pelayaran dari Inggris

ke Indonesia menjadi bebas. 4) Jadi perbedaan ini sangat menyolok. Sampai kedatangan orang Inggris, rakyat hanya

mengenal Kompeni. Sekarang mereka merasa kehilangan suatu pemerintah yang mempunyai ide-ide yang maju dan bebas. Engelhard menulis kepada Flout di Batavia sebagai berikut:

Berbagai adat kebiasaan orang Inggris, yang berbeda dengan adat kebiasaan kita, tak dapat

tiada meninggalkan bekas, yang tidak menguntungkan kita di Maluku. Pada rakyat ditinggalkan prinsip-prinsip yang lain sama sekali.5)

Apa yang dibawa oleh orang-orang Belanda yang kembali ke Maluku? Dari kantor gubernur dikeluarkan bermacam-macam putusan yang merehabilitasi peraturan-peraturan di zaman Kompeni. Monopoli berlaku lagi. Perdagangan bebas dilarang dan tindakan diambil

terhadap pedagang-pedagang yang melanggarnya. Kembali mereka dicap "penyelundup", Tindakan Gubernur Middelkoop dalam bidang keuangan sangat menggelisahkan, baik pegawai-

pegawainya sendiri dan kaum militer maupun rakyat. Karena tidak ada uang, maka diedarkan kembali uang kertas yang sangat dibenci itu. Tindakan itu tidak terpuji dan tidak disetujui oleh Engelhard oleh karena kantor penukaran belum diorganisasi dan dibuka. Walaupun demikian

dilaksanakan juga. Tindakan ini menjadi permulaan pertengkaran antara kedua pembesar itu. Uang kertas dalam kenyataannya tidak bisa ditukar. Di seluruh Indonesia Timer hanya ada tiga

buah kantor penukaran .6) Rakyat menjadi makin gelisah. Mereka menolak menerima uang kertas itu. Mereka teringat

kembali akan pengalaman di zaman Daendels. Di dalam peredaran dan simpanan mereka masih

Page 24: Kapitan Pattimura

ada uang ropijn Inggris dan uang matten Spanyol, perak dan emas. Tetapi celakanya bagi rakyat di Saparua, jika uang kertas itu ditolak, si penolak ditangkap oleh residen lalu dihukum cambuk dengan rotan. Sebaliknya jika rakyat membeli sesuatu di gudang atau toko gubernemen dan

membayar dengan uang kertas, pegawai residen tidak bersedia menerimanya. Mereka diharuskan membayar dengan uang perak.

Lain lagi pendirian Residen Berkhoff di Banda tanggal 9 April dia menulis surat kepada gubernur Maluku seperti berikut:

"Saat ini saya merasa tidak berwewenang untuk mengesahkan pembayaran dengan uang

kertas, tanpa ada sesuatu pengumuman yang mendesak atau tanpa ada sesuatu jaminan. Tanpa itu dikhawatirkan akan timbul ketidak percayaan dan mungkin agitasi. Apa lagi

pengalaman di mass lampau di wilayah ini meninggalkan bekas yang mendalam,7)

Jujurkah? Beranikah? Mungkin! Mungkin pula ada motif yang lain, yaitu membela rakyat

Belanda dan turunannya yang menghuni Kepulauan Banda. Maklumlah, masyarakat Banda bukan masyarakat kulit hitam, jadi untuk apa mereka harus disusahkan?

Lagi- lagi keluar perintah untuk kerja rodi. Rakyat diharuskan membuka kebun cengkeh dan pala untuk kepentingan gubernemen. Saparua telah mulai dengan penanaman pala sebanyak tujuh ratus lima puluh pohon, yang dibebankan kepada rakyat. Penanaman pala ini dilakukan

sebagai percobaan, karena sampai saat ini hanya Banda yang diizinkan menanam pala. Belum lagi selesai pekerjaan ini datang lagi perintah untuk membuka kebun kopi. Kayu diperlukan oleh

gubernemen dalam jumlah yang banyak untuk tonggak-tonggak pangkalan angkatan laut, untuk memperbaiki kerusakan berat pada benteng, rumah sakit tentara, gedung-gedung di Banda dan pos-pos di Leitimor. Kapal perang "Nassau" memerlukan kayu bakar dua ratus vadem dan

Reybersbergen tiga puluh enam vadem (per vadem enam kaki kubik, berharga empat ropijn). Sekalipun harga telah ditentukan, tetapi pembayarannya sangat seret. Rakyat negeri negeri yang langsung diperintah dari benteng Nieuw Victoria mengalami keseretan yang menjengkelkan.

Tanda penyerahan kayu diterima dari opsir zeni. Dari orang ini ke superintendent atau pengawas umum pemerintahan negeri untuk disetujui, kemudian- ke pemegang buku untuk diberi fiat, baru

dapat diambil uangnya di kantor keuangan.') Urusan yang berbelit-belit dan birokratis ini memakan waktu berhari-hari, kadang-kadang berminggu-minggu. Kesempatan terbuka bagi pegawai-pegawai untuk memotong di sini, mengurangi di sang dan memeras lagi. Maklumlah

pegawai-pegawai itu masih banyak dari rezim lama, yaitu rezim Kompania Wolanda, yang terkenal dengan korupsi dan pemerasan. Di daerah-daerah residen baru boleh membayar,

sesudah mendapat izin dari gubernur untuk mengeluarkan sejumlah uang yang disetujuinya, lebih mendongkolkan lagi, dibayar dengan uang kertas. Dalam rangka kerja paksa komandan militer memerintahkan tiap negeri supaya menyediakan dua buah arombai dengan masnaitnya

untuk pelayaran secara teratur ke pos Baguala, kewajiban ini melanjutkan ketentuan lama semasa Kompania yang sudah dihapus oleh Inggris.

Tidak ada tanda-tanda sama sekali bahwa gubernur pernah membela nasib rakyat terhadap begitu banyak tuntutan dari fihak militer. Jika gubernur berhasil mendapatkan serdadu untuk berdinas di Maluku saja, maka komandan militer tidak menyetujuinya. la berpendapat bahwa

seorang serdadu dapat dikirim kemana saja diperlukan oleh gubernemen.') Ini yang ditentang oleh rakyat, Pemuda-pemuda tidak mau masuk dinas militer untuk diangkut ke Jawa. Tantangan

ini yang memusingkan Residen van den Berg. Apalagi menghadapi rakyat Saparua dan Nusalaut yang sudah dipengaruhi oleh Thomas dan kawan kawannya, bekas prajurit-prajurit Inggris, yang banyak terdapat di negeri-negeri.

Inilah kegagalan Engelhard yang mengeluarkan instruksi untuk merekrut serdadu Ambon bagi Jawa. Belanda memer- lukan empat ratus orang. Hanya tigapuluh tiga orang memasuki

dinas militer, memenuhi panggilan itu. Itu pun sebagian besar orang-orang Jawa yang berdiam di Ambon.") Kewajiban rakyat seolah-olah tidak habis-habis. Dendeng, ikan kering dan garam

Page 25: Kapitan Pattimura

harus pula diserahkan kepada gubernemen. Bertambah berat tugas rakyat. Bertambah gelisah seluruh rakyat Ambon, Lease dan Seram.

Di negeri-negeri tersiar kabar bahwa sekolah-sekolah akan ditutup. Terutama di Saparua

isyu ini menambah kegelisahan masyarakat. Di sini tersiar kabar bahwa guru-guru akan diber-hentikan dan anak-anak akan disekolahkan dikota Saparua. Benarkah hal ini? Dalam suratnya

kepada para komisaris di Ambon tertanggal 15 April Residen van den Berg menulis bahwa persekolahan akan hancur sama sekali jika Pemerintah Belanda tidak membayar para guru seperti di zaman Kompeni. Pemerintah Perancis (Daendels) dalam tahun 1810 telah

menghentikan pembayaran gaji guru-guru dan memerintahkan rakyat tiap-tiap negeri untuk membayar guru-guru mereka. Tindakan itu sangat merugikan. Oleh karena itu residen tidak akan

mengadakan perubahan apapun.'') Inilah nasihat residen kepada para komisaris sebagai jawaban atas surat mereka mengenai

rencana untuk mempersatukan sekolah-sekolah di ibukota Keresidenan Saparua. Mereka hendak

mengikuti contoh pemerintah Inggris yang mempersatukan sekolah-sekolah kecil di sekitar kota dalam satu sekolah besar di Kota Ambon. Bukan maksud para komisaris untuk memperbaiki

pendidikan, tetapi untuk menghemat uang negara, sehingga beban sekolah-sekolah yang tidak digabungkan dapat ditanggung oleh negeri masing-masing.'') Advis residen ini adalah pendapat yang bijaksana. Ini berarti guru-guru akan tetap menerima gaji mereka. Tetapi hal ini tidak

diketahui oleh rakyat. Residen tidak dapat mengatasi isyu-isyu yang telah tersiar di dalam masyarakat Saparua dan Nusalaut. Jadi akhirnya tuduhan rakyat terhadap pemerintah Belanda,

bahwa gubernemen akan menutup sekolah-sekolah clan akan memecat guru-guru, harus dipikul oleh van den Berg.

Saparua adalah pulau yang terpadat penduduknya, kirakira dua belas ribu orang, dan

tanahnya tersubur. Oleh karena itu hasil produksi cengkih juga sangat besar. Kata orang Belanda "Saparua is het neusje van de zalm" (Saparua adalah hidung ikan zalm). Hidung ikan zalm adalah bahagian yang paling enak. Jadi Saparua merupakan bagian yang paling empuk, paling

basah, paling enak untuk menjadi kaya dengan cara pemerasan dan lain- lain tindakan yang tidak halal. Itulah sebabnya mengapa bekas Gubernur Jenderal Siberg mengusulkan kepada para

komisaris jenderal untuk mengangkat keponakannya, van den Berg, sebagai residen Saparua.'') Thomas Matulessia sadar bahwa kebencian rakyat Saparua dan Nusalaut makin meningkat

karena residen dan pegawai pegawainya menjalankan instruksi dari gubernur dengan keras.

Tanpa kebijaksanaan, dengan sikap seorang ambtenar penjajahan yang otoriter, tanpa pengertian terhadap persoalan-persoalan masyarakat dan terhadap manusia Lease. Tindakan-tindakannya

sangat menyakitkan hati, misalnya, residen memaksa rakyat membuat garam untuk gubernemen, suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Residen mengadakan perjalanan keliling untuk cacah jiwa yang ada hubungan dengan

kerja rodi dan pajak. Siapa tidak muncul atau terlambat datang dicambuk dengan rotan. Dalam kesempatan berkeliling itu ia memerintahkan kaum borgor untuk kerja paksa. Siapa yang hendak

bebas harus memberi uang sogok kepada residen. Tetapi residen mempunyai alasan. Dalam masa berakhir pemerintahan Inggris terjadi manipulasi dengan surat bebas. Surat itu dapat dibeli dari pegawai-pegawai Inggris. Maklumlah para pemuda dan kaum lelaki sudah jemu dengan kerja

rodi, kerja kuarto dan berjenis-jenis kewajiban. Jadi mereka cari jalan apa raja untuk mendapatkan surat bebas itu. Pencatatan jiwa penduduk itu menimbulkan pula kecurigaan di

antara kaum lelaki. Mereka khawatir dipaksa memasuki tentara Belanda lalu diangkut ke Jawa. Yang selalu menggelisahkan mereka ialah apabila mereka dibawa ke Jawa, Siapa yang akan memberi makan dan memelihara anak- isteri dan orang tua mereka? Itulah sebabnya, setiap kali

residen datang, banyak laki laki yang meninggalkan negeri pergi ke hutan. Sering residen menuntut, mengadili, menjatuhkan vonis dan menghukum sendiri orang-

orang yang bersalah. Tanga pemeriksaan yang teliti dan adil, orang yang bersalah dihukum berat, dipukul dengan rotan atau dihukum kurungan dalam kamar gelap di benteng. Kaum borgor yang bersalah sering dicambuk dengan rotan dengan cara seperti mencambuk anak negeri. Mereka

Page 26: Kapitan Pattimura

diikat pada tiang atau pohon kemudian dicambuk. Menurut peraturan seorang borgor harus ditiarapkan di alas bangku baru dipukul dengan tali pengganti rotan. Dua orang kawan Thomas, yaitu Anthone Rhebok dan Philip Latumahina, keduanya borgor dan berusia sekitar tigapuluh

lima dan empat puluh tahun dicambuk seperti orang biasa. Dalam waktu yang begitu pendek, belum sampai sebulan setengah, van den Berg telah

menyulut sumbu dinamit bagi meledaknya suatu revolusi rakyat yang paling berdarah. Dinamit kebencian berpuluh-puluh tahun terhadap penjajah Belanda tidak dapat lagi ditahan lagi dan meledaklah.

3.4 Gerakan Kemerdekaan

Suasana pada umumnya menjadi tegang segera setelah timbang terima kekuasaan. Rakyat Ambon, Lease, Scram Barat dan Selatan memikul beban yang berat jika dibandingkan dengan rakyat Seram Timur, Goram dan pulau-pulau sekitarnya. Rakyat disitu tidak langsung dikuasai

oleh pegawai dan militer Kompeni. Mereka lebih beruntung. Mereka lebih beban bergerak dan berdagang dengan orang asing. Mereka tidak merasa akibat ekstirpasi dan hongi Kompeni.

Jadi di dalam jiwa rakyat Ambon, Lease, Seram Barat dan Selatan tertanam keinginan besar untuk melepaskan diri dari Belanda. Tetapi adat istiadat yang mengikat mereka pada raja-raja patih, tindakan keras dari Kompeni yang mengakibatkan/memaksanakan mereka tunduk,

pengaruh besar dari guru sekolah dan guru injil, mencegah rakyat untuk mengangkat senjata pada waktu-waktu yang lampau. Tetapi runtuhnya kekuasaan Kompeni oleh suatu pasukan keeil

Inggris pada tahun 1796, kemudian terulang lagi pada tahun 1810, membuka mata rakyat bahwa kekuasaan Belanda dapat dihancurkan dengan senjata. Jadi sudahlah tiba waktunya untuk merencanakan perebutan kekuasaan dengan kekerasan senjata.'')

Suasana di Kota Ambon. Segera sesudah penyerahan para eks militer Inggris menolak masuk tentara Belanda. Mereka mulai mempengaruhi orang-orang buangan gubernemen yang telah dibebaskan dan bekas budak-budak Kompeni. Juga sebagian kaum borgor yang tidak

berpenghasilan menggabungkan diri dengan mereka. Kota Ambon mulai dikacaukan dengan per-mainan judi, gangguan keamanan, pencurian, perkelahian dan lain- lain tindakan kekerasan.

Pasukan penjagaan kota dan polisi yang berpatroli diserang di jalan-jalan. Semua fihak mengeluh. Pemerintah menjadi pusing.'')

Pada saat yang sama datang laporan dari Residen Hila bahwa ada orang-orang dari

pegunungan dan hutan yang mengganggu keamanan di jalan raya. Untuk mengatasi gangguan itu, gubernur mengeluarkan pengumuman:

Dalam jangka waktu tiga bulan semua eks prajurit Ingris, para penganggur dan orang asing tanpa pekerjaan atau tanpa Surat keterangan dari kepala negeri, harus mencari pekerjaan di kota Ambon, atau masuk tentara Belanda atau pulang ke negeri masing-masing. Jika tidak mereka

akan ditangkap dan diangkut ke Banda.16 )

Ke Banda berarti kerja paksa sebagai budak di perkebunan gala kaum pertikelir. Karena

ancaman ini banyak di antara mereka yang meninggalkan kota Ambon, antara lain keSaparua. Bertambahlah di situ potensi yang militant yang dapat diperlukan bagi suatu perang rakyat.

Pada tanggal 4 April delapanpuluh orang laki- laki dari Jazirah Hitu mengadakan suatu rapat rahasia di hutan petuanan Liang. Mereka bermusyawarah selama empat hari. Pada tanggal

9 April sekali lagi limapuluh orang berkumpul selama tiga hari di tempat yang sama. Di sini mereka menentukan sikap untuk mengangkat senjata memerangi Belanda. Mereka bersumpah setia secara khidmat seraya memutuskan untuk mengirim surat kepada rakyat di Seram dan

Haruku, mengajak rakyat bangkit untuk melepaskan diri dari pemerintahan Belanda.'') Sesudah musyawarah itu para penghubung berangkat ke negeri-negeri di Jazirah Hitu dan Pulau Haruku.

Di Pelau seorang tua, Kapitan Suwara Patti dihubungi agar siap menerima kedatangan orang-orang Hitu. Kapitan itu pergi pula ke Liang untuk menghubungi kapitan-kapitan disana.

Page 27: Kapitan Pattimura

Dari Haruku khabar rencana Liang itu tersiar pula ke Hulaliu, dari sana di bawa orang menyeberang selat ke Haria.

Raja lepas dari Hulaliu dan Pelau mendengar rencana ini. Mereka menuju ke ibu kota

karesidenan, Haruku, dan melaporkannya kepada Residen Uitenbroek. Tanggal 25 April residen menulis surat kepada gubernur di Ambon dan melaporkan hal itu. Tetapi gubernur tidak begitu

percaya akan laporan itu. Sekalipun demikian, van Middelkoop memerintahkan Overste Krayenhoff, komandan militer seMaluku, untuk menempatkan seorang sersan, seorang kopral dan enam orang serdadu di Benteng Hoorn di Pelau. Uitenbroek juga diperintahkan untuk me-

nyelidiki hal itu selanjutnya. Dikirim pula seregu serdadu untuk menduduki Hitulama. Dua orang secara terpisah, dikirim ke Liang melalui jalan yang berbeda, untuk menyelidiki keadaan di situ

dan untuk mengetahui apakah kapitan Suwara Patti berada di Liang. Tanggal 26 April kedua pesuruh itu kembali dan melaporkan bahwa keadaan di Liang tenang-tenang Baja dan kapitan Suwara Patti ticlak berada di situ. Laporan ini cocok dengan laporan Residen Hila tanggal 30

April, yang juga menerima surat dari gubernur untuk menyelidiki keadaan di Liang. Menurut penyelidikan dua orang petugasnya keadaan di Liang tenang, malahan rakyat sangat gembira

dengan kembalinya Belanda. Hanya orang kaya lepas dari Liang yang dicurigai. Residen Haruku melaporkan pada tanggal 5 Mei, bahwa menurut penyelidikannya tidak

ada tanda-tanda ketidak puasan dan rencana pemberontakan di kalangan, rakyat Pelau dan Kai-

lolo. Lagi pula berita adanya komplotan antara rakyat kedua negeri itu dengan rakyat Liang tidak benar sama sekali. Sedangkan kapitan Suwara Patti adalah seorang penduduk Pelau yang sudah

tua, tidak berdaya lagi dan tidak mengetahui apa-apa. la tidak pernah pergi ke Liang. Berita ini diperkuat lagi oleh seorang pesuruh gubernur yang dikirim ke sana untuk menyelidiki keadaan.

Kemudian Residen Haruku mengirim raja lepas Pelau dan Hulaliu tersebut ke Ambon

untuk menghadap Gubernur. Kedua orang itu memberi laporan bahwa ada keresahan di kalangan rakyat. Laporan mereka tidak dipercayai oleh van Middlekoop dan Engenhard. Mereka mencurigai kedua raja itu, karena mereka menduga bahwa kedua raja itu memberi laporan palsu

dengan perhitungan akan diangkat kembali menggantikan raja sekarang yang diangkat oleh Inggris. Hal semacam itu pernah terjadi. Ketika tahun 1803 Pemerintah Belanda mengambil alih

kekuasaan dari Inggris ada beberapa raja yang telah dipecat Inggris diangkat kembali. Raja Pelau clan Hulalui ditangkap dan dipenjarakan. '')

Palsukah laporan- laporan itu? Benarkah tidak ada kegelisahan dan kebencian serta rencana

perlawanan di kalangan masyarakat terhadap Belanda? Pimpinan Belanda di Ambon ber-pendapat tidak ada apa-apa. Kalau begitu rakyat di Jazirah Hitu dan Pulau Haruku sangat

waspada. Pengalaman di waktu lampau menjadikan mereka sangat hati-hati. Terlambat pembesar Belanda sadar bahwa berita tentang rencana Liang itu memang benar, ketika rakyat Saparua mengangkat senjata disusul oleh rakyat di Pulau Haruku dan Jazirah Hitu.

3.5 Rencana Saparua 9)

Pada akhir April 1817 suasana di negeri-negeri di Pulau Saparua dan Nusalaut makin menjadi tegang dan panas. Bermacam berita menggelisahkan rakyat, antara lain bahwa kaum le-laki akan dipaksakan untuk memasuki tentara Belanda dan akan dikirim keBatavia. Berita ini

bersumber pada pengumuman van Middelkoop, yang seperti disebut di atas menyebabkan bekas prajurit Inggris dan orang-orang borgor yang menganggur meninggalkan Ambon dan berpindah

ke Saparua. Philip Latumahina, seorang bekas juru tulis Residen van den Berg, menyiarkan berita itu

ke mana-mana. Sebagai seorang borgor ia pernah dicambuk dengan rotan oleh residen bersama

dengan Anthonie Rhebok dengan alasan berkelahi. Kemudian ia diberhentikan. Philip tidak pernah lupa akan penghinaan itu.

Selama itu terdapat pula berita dari Hulailu mengenai rencana Liang. Thomas dan adiknya hampir setiap malam mengumpulkan kawan-kawan mereka untuk membicarakan situasi yang makin memburuk. Ibu Thomas yang sudah tua hanya menggeleng-geleng kepala saja. la tidak

Page 28: Kapitan Pattimura

pernah mencegah anak-anaknya dan pemuda-pemuda Haria lainnya, yang sudah menjadi bapak-bapak itu, untuk melancarkan suatu rencana bersenjata menghancurkan kekuasaan Belanda.

Patih Haria, Jeremias Leihitu, mencium adanya kegelisahan. Haria adalah pintu masuk-

keluar Pulau Saparua, dan sering dilalui oleh pegawai dan serdadu Belanda ke Ambon dan sebaliknya. Patih yang tidak menguasai rakyatnya mudah diketahui dan dihardik residen. Tetapi

Patih Haria tidak berani bertindak terhadap Thomas dan kawan-kawannya, lebih- lebih mengingat status borgor dari orang-orang itu.

Malam tanggal 2 Mei serombongan laki- laki berkumpul lagi di rumah Thomas dan

Johannis. Saatnya telah tiba untuk bertindak. Besok setiap pemuda Haria harus dikerahkan. Kita berkumpul di Wailunyo, demikian Johannis. Enam orang beta tugaskan untuk mengerahkan

orang-orang dari Haria, berkata Thomas. Semua harus membawa senjata. Keesokan harinya Johannis Matulessia, Nikolas Pattinasarany, Jeremias Tamaela, Marawael Hattu, Bastian Latupeirissa dan Hermanus Latupeirissa berkeliling rumah-rumah di Haria untuk mengajak

setiap pemuda berkumpul di Wailunyo, hutan petuanan Haria yang berbatasan dengan petunaan Tiow dan Paperu. Kesibukankesibukan di Haria itu diketahui pula oleh orang-orang Porto.

Bergegas-gegas dan berbondong-bondong kaum lelaki Haria dan Porto menuju ke Wailunyo. Seratus orang laki- laki yang tegap, berorot kekar, penuh dengan kebencian terhadap Belanda, berkumpul di hutan itu. Ada yang bersenjata api, ada yang bersenjata parang dan salawaku ada

yang bersenjata panah dan tombak, semuanya bersiap-siap, waspada kalau-kalau pertemuan telah diketahui residen.

Musyawarah tanggal 3 Mei itu dibuka oleh Hermanus Latupeirissa dengan doa. Dalam keadaan yang menentukan ini, seratus orang itu sadar bahwa sebagai manusia mereka memerlukan bimbingan Ilahi dalam menghadapi kesukaran-kesukaran yang akan timbul. Di atas

bahu Thomas dan kawan-kawannya terletak suatu tanggung jawab yang berat sekali. Jiwa raga mereka pertaruhkan dalam mengambil prakarsa untuk menghancurkan kekuasaan kolonial Belanda. Olen karena itu diperlukan dari kelompok seratus orang laki- laki itu tekad yang

sebulat-bulatnya, karena pertaruhan adalah jiwa raga mereka, keluarga mereka, anak isteri mereka dan seluruh rakyat. Sebab itu dengan khidmat, sesuai kebiasaan masyarakat adat di Lease

yang penuh regilio-magis, mereka bersumpah saling setia. Kutukan "tete nenek moyang" akan menimpa barang siapa yang mengingkari sumpah setia itu.

Thomas, Johannis dan kawan-kawannya mengemukakan keberatan-keberatan terhadap

Pemerintah Belanda. Sudah terlalu berat beban rakyat. Dengan berapi-api isi hati kelompok seratus itu dicurahkan, penuh kebencian dan nafsu membunuh. Akhirnya diputuskan untuk

menghancurkan Benteng Duurstede di Saparua dan membunuh semua orang yang berada di dalamnya. Barang siapa mengingkari putusan itu akan dibunuh beserta keluarganya. Dalam, waktu singkat, ibarat ditiup angin, tersiar rencana Wailunyo ke seluruh pelosok Lease. Suasana

perang mulai meliputi rakyat. Senjata api dikeluarkan; parang, tombak dan anak panah diasah. Sudah terlalu lama rakyat menunggu-nunggu saat ini.

Bagaimana sikap raja-raja, patih dan orang-kaya? Pendirian mereka terbagi-bagi. Ada yang menyetujui rencana itu, ada yang tidak memperlihatkan sikap tetapi diam-diam menyetujui, ada pula yang menolaknya. Thomas dan kawan-kawannya mengawasi gerak-gerik Patih Haria.

Setiap hari ia bertemu dengan residen..Datang berita dari Siro-Sori Serani bahwa juga raja negeri itu, Honannis Salomo Kesauly, setiap hari menemui residen. Apa gerangan yang mereka

bicarakan? Sudahkah mereka membuka rahasia Wailunyo kepada residen? Tak ayal lagi, kedua orang ini membahayakan rencana rakyat. Harus disingkirkan, begitulah pendapat Thomas dan Johannis.

Pada tanggal 9 Mei, ke-enam orang tadi berkeliling lagi di rumah-rumah di Haria dan memanggil kaum lelaki dan mungare untuk berkumpul lagi di Wailunyo. Kali ini sekitar seratus

orang pula berkumpul di situ. Tiupan kulit bia (siput), tanda rapat akan dimulai, membelahi udara dan menyebabkan bulu roma berdiri. Thomas memimpin rapat ini. la membuka rapat dengan bersembahyang. Suatu tanda bahwa kelompok seratus sungguhsungguh berada dalam

Page 29: Kapitan Pattimura

keadaan tekanan jiwa yang maha hebat dan berat. Apa pun yang akan mereka lakukan Tuhan akan beserta dengan mereka, melindungi rakyat dan mengampuni mereka. Demikianlah Thomas menutup doanya.

Sesudah itu hadirin mengajukan pertanyaan siapa akan memimpin mereka, siapa yang akan diangkat menjadi kapitan. Dengan ketetapan hati dan kebulatan tekad, sambil menatap hadirin,

dengan sinar mats yang berapi-api, yang memancarkan tanggung jawab yang besar dengan mengacungkan kelewangnya, berserulah Thomas Matulessia bahwa dia akan menjadi kapitan. Dia akan memimpin kawan-kawannya dan akan mengerahkan suatu armada laut terdiri dari

arombai-arombai. Benteng akan diserang dan dihancurkan. Tuan "Fetor " akan dibunuh. Serentak bersoraklah kelompok seratus orang itu. Thomas Matulessia laki- laki kabarisi!

Dan, menggemalah sorakan itu ke seluruh pelosok pulau-pulau di maluku dari abad ke abad hingga kini. Sorak-sorai orang-orang itu menggetarkan dan membelah udara di hutan Wailunyo clan disambut dengan bunyi tifa, gong, tiupan kulit bia dan genderang perang. Berkelompok

serentak mereka melakukan tari cakalele. Sungguh sangat emosional. Setelah itu musyawaran dilanjutkan. Persoalan patih Haria clan raja Siri Sori Serani

dikemukakan. Kedua kepala negeri itu dicurigai karena hubungan mereka dengan residen yang dilakukan hampir setiap hari. Olen karena itu musyawarah memutuskan untuk membunuh kedua kepala negeri itu. Putusan diambil untuk mengirim kurir ke semua negeri di Lease, memanggil

semua laki- laki untuk musyawarah besar di hutan Saniri diSaparua, berbatasan dengan hutan Siri-Sori dan Tuhaha, pada tanggal 14 Mei.

Sementara rakyat di negeri-negeri mempersiapkan suatu peperangan, bagaimana keadaan di Benteng Duurstede? Residen mendapat laporan yang saling bertentangan. Ada yang melapor-kan tentang adanya persiapan perlawanan, tetapi ada.pula yang membantahnya. Van den Berg

tidak menguasai bahasa daerah, lagi pula ia tidak mengerti dialek bahasa Melayu Ambon dengan baik. Juru tulisnyalah, Ornek, seorang Indo, banyak mengetahui tentang gerak-gerik dan suasana rakyat. la dan kawan-kawan sekerjanya bertanggung jawab atas banyak tindakan residen yang

dilakukan berdasarkan saran mereka. Apakah Patih Haria telah memberitahukan residen tentang rencana Wailunyo itu? Hukuman mati telah diputus dalam musyawarah rakyatnya. Akan tetapi

dia belum, diapa-apakan. Mungkinkah dia memberi laporan yang menenteramkan residen? Mungkinkah ia sendiri setuju dengan rencana rakyatnya? Mungkinkah ia mengelabui mata tuan Fetor?

Seorang pria Haria, Pieter Matheus Souhoka, melapor kepada residen betapa bencinya rakyat terhadap Belanda dan bahwa suatu perlawanan bersenjata sedang dipersiapkan. Untuk

mengetahui kebenaran berita itu van den Berg mengundang raja Booi dan Nolot kebenteng. Tetapi kedua raja ini menyangkal berita itu. Benarkah mereka tidak mencium dan tidak me-ngetahui gerak-gerik rakyatnya? Ataukah mereka takut akan dibunuh? Ataukah merekapun

hendak mengelabui mata residen? Souhoka harus membayar laporannya itu dengan cambukan rotan. Tetapi dua hari kemudian "nyora" Raja Nolot bertamu pada Nyonya van den Berg. Sambil

minum kopi ia memberitahukan bahwa laporan Souhoka itu benar adanya. Sebab di negerinya setiap hari kaum lelaki mengadakan rapat dan sedang menyiapkan senjata untuk menyerang Belanda. Berita ini pun tidak dipercayai oleh van den Berg dan komandan pasukannya. Kelalaian

ini akan mereka bayar dengan jiwa mereka. Raja Siri-Sori Serani dan raja Amet tidak berani melaporkan gerakan rakyat itu kepada

residen. Mereka takut diketahui oleh rakyatnya dan dibunuh. Apalagi vonis di Wailunyo telah dijatuhkan atas raja Siri-Sori. Tetapi secara diam-diam mereka berangkat ke Ambon dan melaporkan kepada gubernur rencana Saparua itu. Juga kali ini pembesar Belanda tidak percaya

pada laporan kedua raja itu. Raja Amet disuruh pulang, sedangkan raja Siri Sori ditahan di Ambon.

Page 30: Kapitan Pattimura

Benteng Duurstede di Saparua lambang kekuasaan Belanda. (foto museum siwa-limaAmbon).

3.6 Runtuhnya Benteng Duurstede; Sambutan Oleh Hitu Hari Rabu tanggal 14 Mei. Pagi-pagi benar, setiap pemuda di semua negeri berkeliling,

memalu tifa, meniup kulit bia (siput), memanggil rakyat untuk berangkat ke hutan Saniri meng-

hadiri musyawarah benar rakyat desa. Cuaca mendung pagi itu, karena musim penghujan sudah mulai, meramalkan kesuraman Yang akan meliputi Saparua pada hari-hari yang akan datang.

Dari segenap penjuru rakyat Hunimua (Saparua), Nusahalawani (Nusalaut) dan Haruku menuju ke tempat musyawarah. Kaum lelaki dan mungare bersenjatakan senjata api dan berjenis senjata tajam, mendaki gunung diikuti oleh kaum ibu dan jujaro yang membawa bekal, air, tuak dan

sopi. Tidak banyak orang berbicara, gelak-tawa tidak kedengaran. Air muka para pendaki gunung itu memancarkan apa yang terkandung dalam kalbu mereka. Kesungguhan dan kebulatan

tekad untuk berjuang. Para kapitan bermunculan memimpin pasukan dari negeri masing-masing. Kapitan Thomas Matulessia memimpin pasukan dari Haria. Tampak pula raja-raja dan patih dari berbagai negeri jugs hadir beberapa orang guru.

Di tempat musyawarah tampak tokoh-tokoh yang akan memainkan peranan penting dalam pertarungan melawan penjajah: Johannis Matulessia dan Anthone Rhebok dari Saparua, Philip

Latumahina dengan adiknya Lukas dari Paperu, Said Perintah dari Siri-Sori Islam, kakak beradik Pattiwael dari Tiow. Lukas Selano kapitan dari Nolot, Lukas Lisapialia alias, Aron kapitan dari Ihamahu, pemuda Titaley dari Saparua, kapitan Aipasa dari Tuhaha, kapitan Nanleita dan

Henanussa dari Booi dan kapitan Watimury alias Kakirussi dari Porto. Bunyi tiupan kulit bia panjang ......... tiga kali berturut-turut. Hening.........., sunyi

senyap ........... semua terpaku pada tempatnya masing-masing. Masing-masing dengan

pikirannya sendiri-sendiri menunggu apa yang akan datang. Seorang kepala adat muncul di tengah-tengah rakyat. Berserulah ia dalam bahasa tanah (bahasa daerah) mengundang segenap

rakyat untuk memperhatikan apa yang akan dikemukakan di dalam musyawarah yang penting ini. Kemudian naiklah suaranya berseru kepada datuk-datuk Hunimua, Nusahalawano dan Haruku untuk menyertai anak cucunya dalam waktu yang genting itu. Itulah adat kebiasaan

rakyat yang masih belum terlepas dari alam animisme. Seorang guru maju ke tengah lingkaran manusia yang berkumpul itu. Semua orang berdiri, kepala ditundukkan. Bergemalah suarau guru

itu menaikkan puji syukur ke hadirat Allah Yang Mahakuasa, inendoakan keteguhan iman bagi para pemimpin rakyat, keampunan bagi segenap rakyat, yang pada detikdetik ini berada di ambang pintu perjuangan kemerdekaan. Kemudian kapitan Thomas Matulessia maju kedepan

dan memimpin musyawarah besar itu. Suaranya bergema di hutan belantara, membentangkan keberatan-keberatan terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Waktu sudah tiba untuk

membebaskan rakyat. Benteng Duurstede harus diserang, besok atau lusa. Semua orang Belanda harus dibunuh, semua penghuni benteng harus dimusnahkan. Juga mereka yang mengkhianati perjuangan rakyat ini. Segenap rakyat harus mempersiapkan semua jenis senjata yang dapat

dipakai. Bahan makanan harus dikumpulkan. Tangga-tangga kayu atau bambu harus disiapkan untuk menyerang benteng. Untuk

perjuangan besar ini diperlukan persatuan. Segala perselisihan antar negeri harus dilenyapkan; permusuhan antara "patasiwa " dan "patalima " harus ditiadakan.

Banyak orang berbicara, kapitan-kapitan, tua-tua adat, kepala-kepala negeri, guru-guru,

kepala-kepala mungare; semuanya berapi-api, emosional, semuanya memuntahkan kebencian dan kemarahan mereka terhadap Wolanda, yang sudah bertahuntahun ditahan dan disimpan,

malahan ditekan. Akhirnya dalam suatu upacara adat yang khidmat, tegang mendirikan bulu roma, semua hadirin bersumpah saling setia satu terhadap yang lain. Barang siapa yang berani berkhianat akan digantung pada dua batang pohon yang berdiri disitu. Suasana kemudian

menjadi riuh rendah, bersorak-sorai pasukan-pasukan diikuti oleh cakalele. Tifa gong dan genderang dipalu, balas membalas, disambut dengan lagu- lagu perang, sampai jauh petang.

Page 31: Kapitan Pattimura

Sementara itu para kapitan berunding mengatur siasat penyerangan terhadap Benteng Duurstede. Rencana Saparua telah dibulatkan, tidak ada lagi jalan keluar atau mundur. Rencana harus dilaksanakan malam itu juga. Revolusi pembebasan rakyat telah dimulai.

Dari tempat musyawarah itu pasukan dari Hatawano, SiriSori, Ulat, Ouw, dan Booi, menuju ke Porto. Jam Sembilan malam mereka tiba, disertai banyak ribut, tifa-tifa dipalu,

bercakalele mereka sepanjang jalan, sehingga rakyat Haria dan Porto berbondong-bondong dengan obor yang menyala-nyala menuju Pelabuhan Porto. Di situ arumbai dan kayu-kayu gubernemen, yang telah siap untuk diangkut ke Ambon, disita. Juga sebuah arombai pesanan

residen, yang tidak dibayar olehnya sesuai dengan harga yang telah disepakati, disita. Keesokan harinya, tanggal 15 Mei, residen yang pagi-pagi benar menerima laporan tentang

tindakan rakyat di Porto, segera menaiki kudanya dan menuju ke Porto seorang diri. Mungkin pada sangkanya, jika ia sendiri seorang wakil raja Belanda, muncul, maka rakyat yang membandel itu akan mundur dan menjadi tenang. Tetapi setiba di Haria dia mengalami keadaan

yang gawat. Mula-mula ia singgah di rumah patih Haria untuk meminta laporan mengenai kejadian malam sebelumnya. Tetapi rakyat, yang mengetahui kedatangannya mencari untuk

membunuhnya. Terpaksa ia disembunyikan. Tergesa-gesa ia menulis surat kepada komandannya di Saparua yang berbunyi: "Sersan datanglah segera dengan dua belas orang bersenjata lengkap untuk membebaskan saya. Seluruh rakyat berontak. Datanglah segera." Surat itu dibawa oleh dua

orang laki- laki Haria. Seterima surat itu juru tulisnya, Ornek, disertai beberapa orang, segera menuju keHaria. Tetapi di Hitaupu mereka disambut oleh tembakan pasukan rakyat. Tangan

Ornek kena peluru. Melihat begitu banyak orang bersenjata, ia tergesa-gesa kembali. Dengan dikawal dua puluh orang borgor, seorang kopral dan dua belas prajurit, untuk kedua kalinya, Ornek menuju Haria. Turut pula raja Amet. Tetapi setiba di tempat yang sama, terjadi tembak

menembak yang ramai. Tangan seorang prajurit Belanda hancur kena tembakan. Pasukan Belanda diserang pasukan rakyat yang besar jumlahnya. Sebab itu Ornek memerintahkan pasukan mundur kembali lagi ke Saparua.

Sementara itu rakyat Haria dan Porto mencari residen untuk dibunuh. Thomas yang baru kembali dari pos depan memerintahkan supaya residen dilepas dan diantar ke Saparua.

Berbondong-nondong laki- laki dari Haria dan Porto mengantar tuan Fetor sampai kedepan benteng. Juga Thomas turut serta. Di antara jalan residen harus menelan ejekan dan hinaan. Mengapa Thomas ini tidak mempergunakan kesempatan itu untuk membunuh residen? Ada

dugaan bahwa ia tidak menghendaki rakyat Haria dan Porto dipersalahkan negeri lain karena membunuh residen. Tindakan itu harus dilakukan bersama-sama dengan cara menyerang

benteng. Mungkin juga ia tidak sampai hati membunuh residen yang sudah tidak berdaya, tidak bersenjata dan tidak dikawal. Membunuh lawan di medan laga adalah soal lain bagi seorang prajurit.

Segera sesudah van den Berg berada kembali di Duurstede, ia memerintahkan untuk mengadakan persiapan guna menghadapi segala kemungkinan. Sebelumnya, ditengah jalan ia

telah melihat sendiri betapa bergelora semangat perang rakyat. Nyonya van den Berg dan Ornek melaporkan kepada residen bahwa mereka sudah mengirim surat keAmbon memberitahukan kejadian pagi itu. Surat Ornek ditujukan kepada gubernur, sedangkan surat nyonya van den Berg

ditujukan kepada pamannya. Isinya memberitahukan bahwa rakyat Saparua telah berontak. Suaminya telah ditangkap dan dibunuh. Itulah surat terakhir yang diterima oleh para pembesar di

Ambon mengenai orang-orang Belanda dan pasukannya di Saparua. Segera Residen berusaha mengirim surat ke Ambon liwat Paperu. Usaha itu gagal karena

orang-orang yang disuruhnya mencari arombai di Paperu ditembak di jalan. Mereka tidak

kembali lagi ke benteng. Risakotta, guru di Porto, yang bersama-sama Patih Haria mengantar residen masuk ke dalam benteng, kembali pada petang hari. Setiba di Tiow Patih Haria tidak

mau lagi kembali ke negerinya karena takut dibunuh. Guru Risakotta inilah yang mencatat kejadian-kejadian dalam peperangan melawan Belanda. Catatannya itu dikenal dengan nama Rapport Porto. Pada malam harinya Anthone Rhebok dan Philip Latumahina mengunjungi

Page 32: Kapitan Pattimura

residen. Thomas telah memberi instruksi kepada kedua orang itu agar mencatat apa yang ada di dalam benteng itu. Kekuatan dan jumlah tentara, persenjataan mereka, berapa meriam yang ada dan kegiatan apa yang sedang dilakukan.

Anthone Rhebok, seorang borgor dari Saparua, adalah bekas serdadu Kompeni. la sudah berumur empat puluh tahun, berbadan besar dan sangat kuat. Parasnya menyinarkan batin yang

kuat tetapi perangai yang lemah-lembut. Philip Latumahina, juga seorang borgor, berbadan besar dan gemuk. Berotot kekar dan berbadan kuat, berasal dari Paperu. Pernah ia menjadi juru tulis residen van den Berg. Kedua orang ini membenci van den Berg karena mereka pernah dicambuk

dengan rotan oleh residen sendiri. Tetapi malam itu mereka harus melupakan semua itu. Van den Berg agak curiga, terkejut dan ragu-ragu menerima kedua orang itu. Tetapi sesudah mereka

menasihati residen supaya berhati-hati dan bertindak bijaksana dan jangan memakai kekerasan, maka residen berbalik menjadi berbesar hati. Anggur dikeluarkan dan mereka minum bersama. Residen minta maaf atas hukuman yang dilakukan terhadap keduanya beberapa waktu yang lalu.

Malahan Latumahina diizinkan tidur dalam benteng pada malam itu. Sedang Rhebok diminta untuk mengantarkan sepucuk surat kepada rakyat Siri-Sori untuk menentramkan mereka, karena

kegelisahan yang timbul, disebabkan raja mereka ditahan di Ambon. Rhebok bersedia dan ketika ia akan berangkat residen menjabat tangannya. Tetapi surat itu tidak pernah disampaikannya. Ia menuju ke pasar Saparua dan menempelkan surat itu di sebuah tiang. Latumahina memper-

gunakan kesempatan malam itu untuk mengumpulkan keterangan yang diperlukan. Pagi-pagi benar ia meninggalkan benteng. Sungguh residen bertindak naif dan sangat tidak waspada.

Bukankah ia sudah diperingati oleh raja Siri-Sori Serani, patih Haria, raja Amet dan guru Risakotta? Hari itu ia sangat tidak hati-hati. Ketidak-waspadaan ini akan mengakibatkan maut meraih seluruh isi benteng itu.

Benteng Duurslede dihuni oleh residen beserta istri pegawai dan tiga orang anaknya, Juru Tulis Ornek, seorang sersan, dua orang artileris, dua orang kopral dan sepasukan serdadu serta sejumlah orang borgor. Pada malam itu sersan Verhagen berhasil menyelamatkan putrinya,

Maria yang berusia 13 tahun yang beribu seorang pribumi. Melihat keadaanya yang sudah ga-wat, pada malam hari, sesudah air surut, maka anak yang telah dihitamkan wajahnya itu

diturunkan dengan tali disebelah selatan benteng keatas pantai berkarang. Berlarilah Maria ke sanak saudara ibunya. Sampai tahun 1886 ternyata Maria masih hidup.

Malam itu terjadi ketegangan yang besar dalam benteng. Demikian pula di luar benteng

suasana sangat sibuk dan tegang. Subuh tanggal 16 Mei, pasukan rakyat telah siap sedia untuk menyerang benteng. Tetapi siapa yang akan memimpin mereka? Aneh, tidaklah rakyat memilih

seorang kapitan, seorang panglima, dalam musyawarah besar kemarin dulu? Mengapa pada waktu itu Thomas Matulessia tidak diangkat oleh para kapitan? Apakah mereka mau beroperasi sendiri-sendiri? Belumlah mereka menaruh kepercayaan kepada laki- laki dari Haria itu?

Pada pagi itu, saat mereka menghadapi peristiwa genting itu, tidak ada seorang kapitan yang berani mengambil pimpinan. Apakah Thomas tidak mengetahui rencana penyerangan pada

pagi itu? Mengapa ia tidak hadir? Thomas berada di negerinya, Haria, hanya lima kilometer dari Saparua. Saat genting itu merupakan saat yang menentukan, namun Thomas tidak berada di tengah pasukan rakyat.

Wakil-wakil rakyat dan para kapitan, kira-kira lima puluh orang banyaknya, bermusyawarah pada pagi itu untuk mamperbincangkan siapa yang akan memimpin mereka.

Beberapa orang berseru bahwa Thomas Matulessia adalah pemimpin yang telah terpilih di hutan Wailunyo. seorang kepada "soa" dari Negeri Tuhaha menyambut dan mengusulkan supaya Thomas Matulessia diangkat sebagai kapitan untuk memimpin penyerangan dan perjuangan

selanjutnya. Karena dia telah memimpin rapat rapat sebelumnya dan mempunyai kecakapan militer, berani, perkasa, jujur dan beriman kuat, rapat menerima usul itu.

Demikianlah pada pagi buta itu Thomas Matulessia diangkat menjadi kapitan dan panglima perang tentara rakyat untuk memimpin rakyat dalam perang kemerdekaan yang akan dicetuskan pada pagi itu. Rapat mengutus empat orang berangkat ke Haria guna memberitahukan Thomas

Page 33: Kapitan Pattimura

tentang keputusan itu, lalu membawanya ke Saparua. Mereka menemui Thomas, Johannis, kakak beradik Latuperissa dan lain- lain kawan sedang membicarakan berbagai masalah. Utusan mengemukakan putusan musyawarah dan mengajak Thomas untuk ke Saparua. Sesudah Thomas

dan kawan-kawan yakin akan kesungguhan wakil-wakil rakyat yang mengangkatnya sebagai panglima perang, maka berangkatlah ia dengan kawan-kawannya disertai utusan-utusan itu ke

Saparua pada waktu fajar menyingsing. Pasukan-pasukan menyambutnya dengan sorak-sorai, teriakan-teriakan yang menggetarkan

udara pada pagi hari itu dan mengejutkan penghuni benteng. Anthonie Rhebok menemui

Thomas. Tadi malam ia telah memberi laporan tentang pertemuannya dengan residen kepada Thomas dan kawan-kawannya. Tidak lama kemudian Philip Latumahina datang. Ia baru saja

keluar dari benteng. Ia memberi laporan tentang situasi di dalam benteng. Kapitan-kapitan dikumpulkan. Kapitan Thomas Matulessia berdiri menengadah ke langit. Semua orang berdiri menundukkan kepalanya. Guru kepala dari Saparua, J. Sahetappy, memanjatkan doa ke hadapan

hadirat Allah, memohon kekuatan dan ketabahan bagi pasukan-pasukan, yang akan mengadakan serangan umum terhadap Duurstede. Kemudian Kapitan Matulessia dan para kapitan mengatur

siasat penyerangan. Pasukan-pasukan dibagi dalam satuan-satuan kecil dipimpin oleh seorang kapitan atau oleh seorang bekas prajurit. Bekas serdadu Kompeni dan Inggris yang sudah terlatih baik dijadikan inti penyerangan. Banyak juga pasukan yang bersenjatakan bedil. Pasukan-

pasukan mulai bergerak mengepung benteng. Tangga-tangga disiapkan. Sementara itu van den Berg dan Sersan Verhagen mengawasi gerakan rakyat pada pagi itu

dari benteng. Pasukan telah disiapkan sejak malam hari. Matahari sudah semakin tinggi, tetapi belum lagi ada serangan. Dari berbagai negeri berdatangan pasukan-pasukan rakyat, lengkap dengan berbagai senjata. Dari benteng tidak ada tembakan, meriam pun membisu. Semuanya

tunggu-menunggu. Tiba-tiba .......... lihatlah.......... Beratus-ratus mata ditujukan ke benteng. Bendera putih sedang dinaikkan.

Belanda menyerah? Suatu siasatkah? Sudahkah van den Berg terpengaruh oleh nasihat

Rhebok dan Latumahina tadi malam? Utusan Belanda datang menemui Kapitan Matulessia, minta berunding. Tetapi panglima perang dan kapitan-kapitan telah membulatkan tekad.

Perundingan ditolak, utusan disuruh kembali. Pada tengah hari segala sesuatu sudah siap. Putusan dijatuhkan, komando diberikan:

serang...!!! serbu...!!! Bedil diletuskan, cakalele disertai teriak-teriakan yang mendirikan bulu

roma membelah angkasa. Berlari- lari pasukan-pasukan menyerbu benteng. Pasukan Belanda menyambutnya dengan tembakan yang gencar. Meriam-meriam memuntahkan peluru yang

menyebarkan maut di kalangan para penyerbu. Sampai dua kali serangan dipukul mundur. Untuk ketiga kali datang lagi serangan. Tangga disandarkan, tali-temali dengan kaitan dilemparkan ke atas tembok benteng dan mulailah pasukan menaiki benteng dari berbagai jurusan. Udara

bergetar dengan letusan beratus bedil, sahut-menyahut dari kedua belah pihak, disertai teriakan -teriakan yang seram.

Van den Berg muncul di atas benteng, melambai- lambaikan sepotong kain putih dalam usahanya yang terakhir untuk menyelamatkan isi benteng itu. Sebuah peluru menembus pahanya menyebabkan ia terpelanting ke bawah. Sementara itu Kapitan Matulessia dan pasukannya tiba

di atas benteng dan menyerbu masuk, menyerang musuh. Melihat penyerbuan yang begitu galak dan residen yang tergeletak di tanah dan disangka sudah mati, berlarilah pasukan Belanda yang

masih hidup ke luar melalui tembok benteng. Tetapi alangkah sedih nasib mereka. Di luar rakyat telah siap menunggu. Nyawa mereka dihabiskan. Di dalam benteng terjadi adegan yang sama. Perlawanan yang gigih diberikan oleh lawan yang bertahan. Tetapi akhirnya mereka dihabiskan

karena kekuatan dan jumlah pasukan rakyat yang begitu besar. Ornek clan kakaknya disertai raja Amet berhasil meloncat keluar benteng lalu lari dengan perahu, tetapi mengalami nasib yang

mengerikan. Mereka diburu oleh pasukan yang berjaga di laut dan diseret ke darat. Maut lalu merenggut nyawa mereka.

Page 34: Kapitan Pattimura

Setelah keadaan agak mereda berbaliklah Kapitan Matulessia mencari van den Berg. Masih tergeletak di tanah, belum tewas ia. Matulessia memerintahkan beberapa orang menyeretnya ke sebuah tiang, lalu diikat. Guru Sahetappy dipanggil. Berdoalah untuk tuan Fetor, perintah

Kapitan Matulessia. Sementara itu beberapa juru tembak telah siap. Begitu doa selesai, kelewang panglima diangkat, bedil-bedil meletus serentak dan tamatlah riwayat seorang kepala pemerintah

yang lalim, yang menyebabkan begitu banyak perbuatan ngeri dan begitu banyak korban yang jatuh. Ia pun harus menebus kelaliman pemerintah kolonial dengan jiwanya. Nyonya van den Berg dan dua orang putranya serta seorang putrinya diketemukan bersembunyi di gudang

cengkih. Mereka diseret ke camping mayat residen dan mautpun merenggut nyawa mereka. Sesudah benteng itu jatuh dan semua musuh tewas, muncul Salomo seorang budak asal

Paperu, bekas pelayan residen, dengan seorang anak residen yang bernama Jean. Ia dibungkus dengan sehelai kain karena kepala dan telinganya terpotong pedang. Setelah anak itu dihadapkan pada Kapitan Matulessia, berkumpullah para kapitan dan para penasihat di ruang jaga untuk

menentukan nasib anak itu. Pasukan mendesak agar ia dibunuh saja. Tetapi Salomon Pattiwael, seorang tua anggota keluarga patih Tiow, maju ke depan dan memohon supaya anak itu jangan

dibunuh, tetapi diserahkan kepadanya untuk dirawat dan dipelihara. Sejenak Thomas berpaling memandang para hadirin. Terharu juga ia melihat anak kecil yang tidak berdaya dan berlumuran darah itu. Kemudian Thomas memutuskan dan berkata: "Ini suatu tanda bahwa Tuhan tidak

menghendaki anak ini dibunuh. Janganlah seorang berani mengangkat pedangnya menyentuh anak ini. Siapa pun yang berani ia akan dibunuh bersama seluruh keluarganya". Berbalik kepada

Salomon Pattiwael, Thomas memerintahkan: "Bawalah anak ini dan peliharalah dia baik-baik. 11) Luputlah Jean Lubert van den Berg dari maut. Suatu episode yang berdarah telah berlalu. Kemenangan telah dicapai tetapi dengan pengorbanan baik lawan maupun kawan.

Kapitan Matulessia memberi perintah mengumpulkan raja-raja dan patih pada keesokan harinya di Saparua. Mereka dihadapkan pada pilihan: memimpin rakyat dalam perjuangan atau mengalami nasib seperti tuan Fetor dan raja Amet. Sejak hari itu semua kegiatan harus ditujukan

dan dipusatkan pada perang pembebasan rakyat. Raja-raja dan patih harus turut serta ber-tanggung jawab. Demikian perintah panglima perang, Kapitan Thomas Matulessia. Kemudian

raja-raja diperintahkan bersama sama rakyat menguburkan mayat-mayat musuh. Sesudah benteng dibersihkan, panglima perang memerintahkan untuk memaku semua

meriam yang ada, sehingga tidak dapat dipergunakan lagi. Bedil-bedil dan peluru dibagi-

bagikan. Gudang yang penuh dengan cengkih ditutup. Cengkih itu kemudian sangat berguna untuk membelanjai peperangan. Sesudah benteng diperiksa dengan teliti, ternyata bahwa hanya

ada sisa satu tong mesiu meriam.12) Kemudian pintu-pintu benteng itu ditutup dengan palang besi. Tidak pernah benteng itu dipakai oleh pasukan rakyat sebagai benteng pertahanan rakyat. Benteng itu dianggap tidak dapat dipergunakan karena tidak ada mesiu meriam. Bertahan di

benteng itu berarti menjadi bulan bulanan tembakan meriam dari kapal-kapal perang Belanda yang pasti akan muncul. Mungkin ini benar. Tetapi dilihat dari segi strategi pertahanan dengan

direbutnya kembali benteng itu oleh Belanda di kemudian hari, pertahanan rakyat di Saparua dan Tiow menjadi sulit.

Segera para kapitan dikumpulkan. Siasat harus diatur, karena Belanda tentu akan datang

menyerang dalam waktu beberapa hari lagi. Pimpinan perang harus disusun. Kapitan Matulessia mengangkat Anthonie Rhebok menjadi kapitan dan wakilnya. Philip Latumahina ditetapkan

sebagai letnan. Kapitan Lukas Selano alias Huliselan, Kapitan Aron dan Kapitan Aipassa di-tetapkan menjadi kapitan pertahanan di Hatawano. Pertahanan di jazirah tenggara Saparua ditugaskan pada Said Perintah, Pieter Titaley dari Ouw dan Kapitan Lusikoy dari Ulath.

Kapitan Matulessia mengirim Surat kepada semua raja-raja dan patih serta orang kaya di Lease, Ambon dan Seram. Ia bentangkan sebab-sebab rakyat Lease memulai suatu perang mela-

wan Belanda dan merebut Benteng Duurstede. Hubungan pimpinan rakyat di Saparua dengan Hitu berlangsung melalui Hulaliu, Pelau dan Kailolo. Dengan demikian apa yang terjadi di Sa-parua diketahui pula oleh raja-raja dan patih dan kapitan-kapitan di Jazirah Hitu. Serentak

Page 35: Kapitan Pattimura

dengan perlawanan di Saparua, rakyat di jazirah itu mengangkat senjata. Di bawah pimpinan Kapitan Ulupaha dari Seit rencana Liang dilaksanakan. Kapitan yang telah berusia kira-kira delapan puluh tahun itu sangat berpengaruh. Keluarganya senantiasa menentang kaum penjajah.

Kakaknya pernah mengangkat senjata memerangi Pemerintah Inggris dalam tahun 1796, yang dibayarnya dengan jiwanya.

Seit menberi komando. Rakyat Seit, Asilulu, Uring, Wakasihu dan Larike menyerang benteng Belanda di Larike dan mengepungnya. Pada saat yang sama Hila diserang. Residen Burghgraaff kena tembak. Tetapi tidak semua kepada negeri berada di fihak rakyatnya. Pada

waktu Hila diserang, para orang kaya Seit dan Lima melarikan diri ke Kota Ambon. Van Middelkoop mencurigai mereka karena mereka meninggalkan anak- istri. Alasannya baru

diketahui kemudian sewaktu keamanan sudah dipulihkan kembali. Pejabat residen Hila dalam laporannya kepada gubernur, menasihatkan supaya kedua orang kaya itu ditahan. Gubernur memerintahkan penangkapan kedua orang kaya itu. Juga raja Mamala, yang pada waktu itu

berada di Batumerah dicurigai. Ia pun ditawan. Dua orang lainnya yaitu para orang kaya Uring dan Asilulu sudah meninggalkan negeri mereka sebelum rakyat mengangkat senjata. Van

Middelkoop menganggap mereka bersalah meninggalkan tempat tugas karena desa-desus atau karena takut atau karena berhubungan dengan pasukan rakyat. Selain itu mereka tiba di Ambon tanpa membawa keluarga mereka yang ditinggalkan di Lebelehu dan Lima. Sebab itu mereka

pun ditawan. 23)

3.7 Drama di Waisisil Kenyataannya pemerintah di Ambon panik. Sebab sampai kini laporan- laporan yang

masuk tidak dipercayai oleh para komisaris dan komandan militer. Baru sesudah menerima

suarat dari Scriba Ornek dan Nyonya van den Berg pada tanggal 16 Mei mereka terkejut. Kelalaian mereka menyebabkan seluruh isi Benteng Duurstede menjadi korban. Rapat antara. para Komisaris diadakan tergesa-gesa dengan Letnan Kolonel Krayenhoff dan Overste Verheull,

komandan "Evertsen". Verheull mengusulkan supaya segera dikirim kapal-kapal perang ke Saparua. Ia sendiri siap sedia untuk memimpin eskader itu. Usul itu disetujui. Tetapi sementara

Verheul mengadakan persiapan, datang perintah dari para komisaris untuk membatalkan rencana itu sebab Residen Martin dan para opsir Inggris menasihatkan para komisaris supaya jangan mengirim kapal-kapal keSaparua. Mereka mengatakan, dalam musim penghujan laut Banda di

sebelah selatan Pulau Ambon dan Lease sangat bergolak dan berbahaya. Lagi pula para komisaris pun berpendapat kapal-kapal perang diperlukan untuk menjaga ibukota, walaupun

wakyat di Leitimor kelihatan tidak akan mengangkat senjata. Dengan adanya pemusatan tentara di Ambon dan kapal-kapal perang berjaga-jaga, sedangkan banyak kaum borgor tetap setia kepada Pemerintah Belanda, maka Leitimor tidak mengikuti jejak Saparua dan Hitu.

Sidang diadakan lagi dan Overste Krayenhooff ditugaskan untuk menyusun suatu pasukan ekspedisi ke Saparua yang akan dipimpin oleh Mayor Beetjes. Sementara persiapan diadakan

keesokan harinya. Di tengah-tengah kesibukan berpamitan dengan Residen Martin yang akan meninggalkan Ambon, datang berita tentang peristiwa penyerangan Benteng Duurstede. Martin yang diberitahu merasa heran bagaimana mungkin peristiwa itu bisa terjadi? Pada tanggal 17

Mei itu, tiba berita dari Hila tentang penyerangan rakyat di daerah itu. Bala bantuan di bawah pimpinan Walraven segera dikirim ke Hila. Malam hari terlihat nyala api di arah Hila. Kemudian

menyusul berita bahwa dari Seram datang pasukan untuk membantu rakyat. Ekspedisi Beetjes terdiri atas pasukan infantri Belanda dipimpin oleh Kapten Staalman dan

Letnan Verbruggen, sedangkan pasukan infanteri Jawa dipimpin Letnan Abdulmana. Pasukan

marinir dari kapal perang Eversten dan Nassau dipimpin oleh letnan- letnan laut Munter de Jong, Scheidius, Musquetier, Rijk Ian de Jeude. Raja Siri-Sori Serani turut pula dalam expedisi tu. la

diizinkan untuk kembali ke negerinya, mungkin karena para komisaris mengira ia dapat menentramkan rakyatnya dan selanjutnya dapat ia memainkan peranan untuk membantu pasukan Belanda.

Page 36: Kapitan Pattimura

Orang kaya Batumerah diikutsertakan untuk tugas tertentu. Sebelum ekspedisi yang terdiri atas 300 orang itu berangkat, diadakan inspeksi. Engelhard merasa sangat bangga dengan paukan dan persenjataannya. Tanggal 3 Juni ia menulis Surat kepada iparnya, yaitu eks Gubernur

Jenderal Siberg, di Batavia: 'Saya mengakui bahwa belum pernah saya melihat suatu korps seindah detasemen ini." Dengan disaksikan rakyat Ambon dan didahului oleh korps genderang

dan musik, ekspedisi itu berjalan ke Passo (Baguala). Setiba di situ pada petang hari ternyata hanya tersedia delapan perahu kecil dan dua arombai. Musqetier diperintahkan berangkat lebih dahulu dengan sepasukan kecil menuju Haruku. Di sana ia harus mempersiapkan sejumlah

arombai untuk mengangkut pasukan lainnya dari Passo ke Saparua. Beetjes melanjutkan perjalanan ke Suli. Tengah malam mereka tiba. Pasukannya sudah

sangat letih. Juga di sini tidak ada arombai. Apakah rakyat Suli juga sudah mendengar berita dari Saparua dan diam-diam berpihak pada pasukan rakyat? Kenyataannya tidak ada arombai walaupun Suli ada sebuah negeri nelayan. Pasukan bermalam dan keesokan harinya meneruskan

perjalanan ke Negeri Tial, tidak jauh dari Suli. Di sini Beetjes menyita dua puluh arombai dan perahu dan memerintahkan rakyat untuk menyeberangkan pasukannya ke Haruku. Waktu untuk

berkemas dan lautan yang berombak menyebabkan ekspedisi baru tiba pada tanggal 19 Mei di Haruku. Untuk memperkuat Benteng Zeelandia di Negeri Haruku, Beetjes meninggalkan lima puluh lima orang pasukannya, karena berdasarkan laporan- laporan yang dulu sampai di Ambon,

pasti rakyat Haruku akan bangkit. Kemudian sebagian pasukannya berjalan kaki menuju Pelau dan sebagian lagi diangkut melalui laut. Keduanya bertemu lagi di Pelau, dan raja Pelau telah

diperintahkan untuk menyediakan arombai. Pada malam hari seluruh ekspedisi bertolak dengan sepuluh buah arombai besar dan kecil. Orang kaya Batumerah ditugaskan untuk mengepalai arombai yang memuat mesiu, makanan dan air minum. Dua arombai dipersenjatai masing-

masing dengan sebuah meriam kapal kecil yang bisa berputar (draaibas). Tetapi perjalanan yang begitu lama, turun-naik arombai dan perahu, kemudian jalan kaki tanpa istirahat, serta gelombang laut yang memabukkan, menyebabkan pasukan sangat letih dan kehilangan semangat

bertempur. Berita tentang gerakan ekspedisi Beetjes tiba di markas besar Kapitan Matulessia. Tanggal

18 Mei ia menyeberang ke Hulaliu dan menggerakkan rakyat mengatur penyerangan dan per-tahanan. Pada waktu arombai mulai dikumpulkan di Pelau, pengamat-pengamat rakyat segera berlari- lari menuju ke Hulaliu untuk memberitahukan hal itu kepada para kapitan di sana. Berita

itu kemudian diseberangkan ke Haria, markas besar Panglima Matulessia. Segera para kurir dikirim ke mana-mana untuk menggerakkan para pejuang menuju ke Saparua. Juga ke Seram

dikirim kurir-kurir. Tanggal 20 Mei, pukul enam pagi, tampak armada Beetjes menyeberang dari Hulaliu

menuju Tanjung Hatuwakane diujung barat Teluk Haria. Pasukan rakyat telah bersiap-siap di

Porto dan Haria, di darat maupun di laut. Eskader arombai rakyat di Teluk Haria bersiap-siap menunggu kedatangan eskader Beetjes. Tetapi sekitar pukul delapan ternyata eskader Belanda

mengarah ke Saparua. Segera Kapitan Matulessia memerintahkan pasukan Haria ke Urputi untuk menjaga daerah Urputi sampai ke Paperu. Pasukan yang terdiri atas kaum borgor, kebanyakan eks prajurit Kompeni dan Inggris mengikuti Matulessia ke Saparua untuk menunggu pasukan

Beetjes. Pukul sembilan pagi tiba pasukan dari Seram di Haria, masing-masing dari Rumakai dan Tihulale. Mereka segera menuju ke Saparua.")

Pasukan rakyat yang telah berkumpul kira-kira seribu orang, diperintahkan untuk mengambil posisi di sepanjang pesisir Teluk Saparua dan di dalam benteng Duurstede. Komando tertinggi dipegang oleh Kapitan Matulessia dan Anthone Rhebok. Bukan main riuh-rendah pagi

itu di pantai dan negerinegeri Tiow dan Saparua. Genderang perang berbunyi bertalutalu. Cakalele menghangatkan suasana perang dan mempertinggi semangat tempur. Teriakan dan

pekikan Alifuru dari Seram melengking mendirikan bulu roma. Lagu- lagu perang berkumandang di udara. Semua siap tempur.

Page 37: Kapitan Pattimura

Kira-kira pukul sepuluh kelihatan armada Beetjes memasuki Pelabuhan Saparua. Didepan pelabuhan Paperu armada itu memutar haluan kesebelah timur, kearah Benteng Duurstede. Tetapi pasukan tidak didaratkan. Haluan diarahkan ke Waihenahia, kira-kira seperempat jam

sebelah timur benteng. Pasukan rakyat berlari- lari ke tempat itu. Tetapi ekspedisi tidak bisa mendarat karena ombak yang besar bergulung-gulung. Kembali haluan diputar menuju Paperu.

Eskader Beetjes memutar haluan ke Waisisil, suatu tempat antara Paperu dan Tiow. Beetjes me-nyiapkan pasukannya untuk mendarat. Pasukannya dibagi dalam tiga divisi. Ketiga-tiganya akan bergerak menyusur pantai menuju keBenteng Duurstede. Divisi pertama dipimpin oleh Letnan

Verbruggen, disertai Kadet 't Hooft yang membawa bendera tri warna untuk dikibarkan di benteng. Divisi kedua dipimpin Staalman dan akan menyusul pasukan di bawah komando

Beetjes. Daerah pantai Waisisil berawa-rawa penuh hutan belukar dan bakau. Melihat gelagat dari

ekspedisi yang menuju lagi ke Paperu, segera Kapitan Thomas Matullesia dan Anthone Rhebok,

mengerahkan pasukannya ke Tiow dan Waisisil. Sebagian terdiri atas pasukan dari Seram. Di hutan belukar dan semak semak Waisisil pasukan mengambil posisi. Diduga pasukan Beetjes

akan bergerak kejurusan benteng. Jika demikian maka pasukan rakyat ditugaskan untuk menyerang pasukan Beetjes dari belakang memotong jalan kembali ke eskader. Penembak -penembak situ ditugaskan untuk menembak opsir-opsir. Jika mereka tewas anak buahnya akan

menjadi kacau. Di pantai tempat pendaratan tidak tampak kegiatan. Suasana sunyi-sunyi saja. Beetjes

memberi perintah untuk mendarat. Tetapi begitu pasukannya terjun ke laut, meletuslah berpuluh-puluh bedil dari balik hutan belukar dan tewaslah puluhan serdadu. Tembakan balasan dengan meriam keril datang dan arombai. Tetapi banyak serdadu tidak segera dapat mempergunakan

bedilnya, karena peluru dan mesiu menjadi basah sebab pasukan mendarat secara tergesa-gesa. Sekalipun demikian pasukan Verbruggen berhasil maju. Dua kali dia dipukul mundur dengan meninggalkan banyak korban. Staalman, Beetjes dan Abdulmana berusaha maju terus dengan

pasukannya, sekalipun banyak korban yang jatuh. Pasukan Belanda terdesak. Ada yang terlempar ke laut dan banyak yang mati tenggelam atau mati tertembak.

Beetjes memberi perintah untuk mundur. Pala saat itulah jalannya dipotong oleh pasukan Anthone Rhebok. Terjadi pertempuran mati-matian, seorang melawan seorang. Banyak pasukan Belanda terjun ke laut dan mencoba menyelamatkan diri dengan jalan berenang. Malang bagi

pasukan Beetjes karena arombai-arombai tidak ada lagi. Tidak ada pasukan angkatan laut yang ditugaskan untuk menjaga eskader itu. Para penjaga yang ada dan para masnait Pelau menjadi

takut lalu melarikan diri dengan arombai-arombai. Sementara itu air telah pasang sehingga banyak serdadu terpaksa harus berenang. Tetapi mereka terus diburu oleh perenang-perenang rakyat dari Alifuru dan Seram. Tewaslah mereka dipotong dengan kelewang atau perang. Begitu

pula nasib Beetjes dan para opsirnya. Raja SiriSori Serani dan Salomon Kesauly yang turut mendarat belum lagi menginjak pantai telah tertembak dan tewas seketika. Empat arombai dapat

melarikan diri menuju ke Ambon.

Page 38: Kapitan Pattimura

Hancurnya tentera Beetjes di pantai Waisisil (Di museum maritim di Rotterdam disimpan beberapa lukisan Verheull, komandan kapal perang Evertsen ").

Satu tiba tanggal 21 Mei dengan kira-kira tigabelas orang dan yang satu lagi dengan kira-

kira lima puluh orang tenggelam sewaktu keluar Teluk Saparua. Semua orang mati tenggelam.

Arombai lain yang dipimpin oleh orang kaya Batumerah dengan muatan mesiu, makanan dari air juga tidak selamat. Pada saat pendaratan orang kaya itu tidak bersedia turut serta. Pada waktu

yang sangat kritis orang kaya itu dengan anak buahnya melarikan arombai mereka menuju ke Ambon. Karena dicurigai, maka setiba di Ambon ia ditawan. Kemudian tiba lagi sebuah arombai dengan duapuluh orang. Dari kurang lebih tigaratus orang serdadu dan opsir Belanda yang

selamat hanya kira-kira tigapuluh orang. Sungguh suatu kekalahan besar dan suatu tamparan yang hebat bagi para komisaris, pimpinan militer dan angkatan laut Belanda.

Tiada ayal lagi siasat Kapitan Thomas Matulessia dan stafnya berhasil gemilang. Ini diakui pula oleh ahli-ahli militer Belanda di kemudian hari. Mereka menilai kekalahan Beetjes itu sebagai suatu kesalahan militer yang besar. Mayor itu sebelum pendaratan tidak mengadakan

manoeuvers, yaitu siasat pendaratan semu di berbagai tempat untuk mengelabui lawan, tidak melakukan siasat serangan, dan tidak membentuk basis untuk mundur dalam keadaan terjepit.

Kesalahan itu menyebabkan pasukannya hancur dan berpuluh-puluh senjata jatuh ke tangan pasukan rakyat. Karena kesalahan strategi itu mayat mayor Beetjes dan pasukannya tergeletak di Pantai Waisisil dan terapung-apung di laut. Di antara mereka tergeletak juga mayat pasukan

rakyat. Ada pula yang luka- luka. Pasukan Nusalaut tiba terlambat. Para kapitan mereka dihardik dan dimaki-maki oleh panglima perang. Sebagai hukuman mereka ditugaskan untuk menanam mayat-mayat pasukan Belanda dalam sebuah lobang yang besar. Mayat pasukan rakyat dibawa

pulang ke negeri masing-masing. Pertempuran berakhir kira-kira pukul duabelas, jadi hanya satu jam bertempur. Suatu kemenangan yang gilang-gemilang. Kira-kira pukul tiga siang dua orang

tua, Sahuleka dan Lukas Souhoka, disertai banyak orang Haria membawa pulang seorang tawanan Belanda. Sambil bersorak-sorak, mereka membawanya mengelilingi "baeleo" . Kemudian ia dibawa ke tempat tahanan. Kira-kira pukul lima Kapitan Thomas Matulessia tiba

disertai pasukan Haria clan Porto. Mereka juga membawa seorang tawanan."") Van Hamer dan Leidemeyer, demikian nama kedua orang tawanan itu, sangat beruntung,

karena mendapat pengampunan dari Kapitan Matulessia. Yang satu karena memperlihatkan tan-da rajah di tangannya dan mengaku orang Inggris. sedangkan yang lain adalah pemukul genderang dan penjahit yang kebetulan diperlukan oleh panglima perang. Keduanya kemudian

Page 39: Kapitan Pattimura

berdinas langsung di bawah pengawasan Kapitan Matulessia sampai Saparua direbut kembali lalu mereka dibebaskan.

Makam de Haas di pantai Waisisil. Leman dua E.S. de Haas tewas dalam ekspedisi Beetjes 1817. Konon dibawah kubur ini dimakamkan kembali dalam tahun 1884 sejumlah besar kerangka pasukan Belanda yang tewas (foto penulis sebelah kiri 1976).

Malam itu rakyat Tiow dan Saparua bergembira ria. Api unggun menerangi setiap

lapangan dan pantai. Rakyat berkumpul mengelilingi pasukan-pasukan yang baru pulang, berdendang dan menari. Lagu- lagu kemenangan berkumandang di udara. Tuak dan sopi menghangatkan suasana dan membumbui cerita cerita pertempuran. Anak-anak dan para remaja

mengerumuni pasukan mendengar berbagai cerita bagaimana musuh, Kompania Wolanda dihantam dan dihancurkan. Kesibukan di pantai Waisisil sampai dini hari menandakan pasukan

dari Nusalaut bekerja keras menguburkan mayat-mayat. Dibanyak negeri rakyat bersukaria. "Kompania Wolanda sudah mati," begitulah berkumandang teriakan dan sorak-sorakan. Rakyat Haria dan Porto tidak ketinggalan. Semalam suntuk orang berdendang dan menari. Pemuda-

pemuda Haria membanggakan diri bahwa rencana yang mereka cetuskan di Wailunyo terlaksana dengan baik.

3.8 Proklamasi Haria

Dibalik pintu rumah kediaman ibu Matulessia, istri Johannis sibuk melayani Thomas,

Johannis, Anthone Rhebok, Philip Latumahina, Jeremias Latuhamallo, Lukas Lisapaly, Patti Saba, Said Parintah dan lain- lain anggota pimpinan perang. Tuak, sopi, jenewer, anggur

dihidangkan. Pisang rebus dan goreng ubi, keladi dan lain- lain makanan dihidangkan. Wajah -wajah kaum lelaki yang berkumpul itu nampak kesungguhan dan tekad yang bulat. Mereka sedang rnemperbincangkan rencana selanjutnya. Tiga rencana penting dibicarakan, dan harus

dilaksanakan dalam waktu singkat. Pertama, musyawarah besar raja-raja dan patih di Haria 26 Mei ditetapkan sebagai hari musyawarah. Dalam pertemuan itu akan dibahas keberatan-kebe-

ratan terhadap pemerintah Belanda dan sebab-sebab rakyat mengangkat senjata. Thomas dan beberapa kawan ditugaskan untuk membuat satu konsep. Kedua, serangan terhadap benteng "Zeelandia" di Haruku. Haruku merupakan jembatan loncatan bagi Belanda untuk menyerang

Saparua. Oleh karena itu pulau itu harus dibersihkan dari pasukan Belanda, kemudian dijadikan kubu pertahanan untuk menangkis pukulan balasan, yang pasti akan datang dalam waktu yang

singkat. Ketiga, seluruh Pulau Saparua harus dijadikan benteng pertahanan. Disemua negeri harus dibuat kubu-kubu pertahanan, juga disepanjang jalan. Dipantai-pantai dan jalan-jalan yang strategis harus dibuat lubang dengan ditanami bambu runcing dan ditutupi dengan rumput.

Seluruh rakyat harus dikerahkan untuk membuat pertahanan, karena Belanda pasti akan datang

Page 40: Kapitan Pattimura

menyerang. Semua arombai, kora-kora dan perahu harus disiapkan untuk melawan armada Belanda dan menghalau pendaratan pasukan musuh.

Keesokan harinya para kurir dikirim ke semua negeri di Lease, Seram Barat dan Selatan

dengan surat dan perintah. dari Panglima Perang Thomas Matulessia kepada semua raja-raja dan patih serta para kapitan. Juga utusan dikirim ke Jazirah Hitu untuk menghubungi Kapitan

Ulupaha. Kepada semua raja dan patih dari Saparua dan Nusalaut diserukan untuk datang berkumpul dan bermusyawarah di "baeleo" Haria pada tanggal 26 Mei. Para raja dan patih serta kapitan-kapitan di Pulau Haruku supaya bersiap-siap untuk mengadakan serangan terhadap

Benteng Zeelandia dan menghancurkannya serta memusnahkan serdadu Belanda di benteng itu. Kepada raja-raja dan para kapitan dari Seram Barat dan Selatan diserukan supaya segera datang

ke Hulaliu melalui Haria untuk memperkuat pasukan rakyat di Haruku. Minggu itu sangat sibuk, pasukan-pasukan dari segenap penjuru membanjiri Haria menuju

ke Hulaliu. Di situ didirikan markas komando pertahanan rakyat untuk Pulau Haruku. Kapitan

Lukas Selano diangkat menjadi komandan dengan stafnya Kapitan Lukas Lisapaly dan Kapitan Pattisaba. Sebagai tanda pengangkatan panglima Matulessia menghadiahkan sebilah pedang

kepada Kapitan Lukas Selano. Sementara persiapan diadakan di Pulau Haruku, Senin tanggal 26 Mei raja-raja dan patih

tiba di Haria untuk bermusyawarah. Ramai sekali negeri itu. Di baeleo telah berkumpul rakyat

Haria, Porto dan pasukan yang sedang menuju ke Hulaliu, antara lain dari Kamarian (Seram Barat). Musyawarah besar ini sangat penting artinya. Sesuai dengan adat kebiasaan, tua-tua adat

dari Haria, didampingi oleh raja mereka, membuka musyawarah besar yang dihadiri oleh raja-raja dan patih dari Honimua (Saparua) dan Nusalaut dengan didampingi tua-tua adat mereka. Kapitan Matulessia hadir lengkap dengan stafnya. Raja-raja clan patih dari Pulau Haruku tidak

turut serta, karena harus memimpin rakyatnya mempersiapkan serangan terhadap Benteng Zeelandia.

Guru kepala J. Sahetappy dari Saparua mempersilahkan hadirin berdiri lalu memanjatkan

doa syukur kehadapan Tuhan Yang Mahakuasa seraya mendoakan keselamatan bagi segenap rakyat dalam perjuangan mereka melawan kelaliman penjajah. Dalam iklim dan suasana

kemenangan yang gilang-gemilang, setiap mata kemudian ditujukan kepada Kapitan Thomas Matulessia, pahlawan mereka. Berdirilah Thomas Matulessia, disambut oleh sorak-sorai rakyat yang berkumpul. Dengan tegas dan berapi-api, Kapitan Matullesia membentangkan apa

sebabnya rakyat mengangkat senjata melawan Pemerintah Belanda. Keberatan-keberatan yang disusun bersama stafnya, diajukan ke hadapan musyawarah itu untuk dipertimbangkan. Dua hari

pemimpim-pemimpin rakyat bertukar pikiran dan berbincang bincang yang kadang-kadang dalam suasana tegang dan panas. Akhirnya selesailah naskah akhir yang kemudian ditandatangani oleh semua raja-raja dan patih. Tanggal 29 Mei diumumkan "Proklamasi Haria"

yang terdiri atas empatbelas macam keberatan dan diakhiri dengan pengkukuhan Thomas Matulessia sebagai kapitan panglima perang serta dibubuhi tanda tangan oleh duapuluh satu

orang raja-raja dan patih sebagai wakil rakyat. Bunyi proklamasi tersebut adalah sebagai berikut: Proklamasi Haria "')

Bersama ini kami dari Pulau Hunimua dan Nusalaut memberi pertanggungan jawab menurut kebenaran. Segala sesuatu terjadi karena Kapitan Thomas Matulessia, yang kami muliakan,

dan raja-raja patih dan rakyatnya, sudah terlampau menderita akibat kekejaman Pemerintah Belandax), sebagai terbukti di bawah ini : 1. Mengenai agama: pemerintah Belanda bermaksud memecat guru-guru dan menghancurkan

agama Kristen. 2. Pemerintah Belanda bermaksud hendak memisah semua laki- laki dari anak istrinya dengan

cara paksa dan mengirim mereka keBatavia. Yang menolak perintah itu akan dirantai. 3. Kami, rakyat, tidak dapat mempergunakan uang kertas dalam hidup sehari-hari. Jika kami

menolak untuk menerimanya dari gubernemen, kami dihukum keras. Lagi pula, jika kami

Page 41: Kapitan Pattimura

hendak membeli sesuatu dari gudang/toko gubernemen dan hendak membayar dengan uang kertas itu, pemerintah tidak mau menerimanya, kami harus membayar dengan uang perak.

4. Kami banyak melakukan pekerjaan berat untuk gubernemen, akan tetapi tidak menerima upah untuk hidup.

5. Untuk pekerjaan semacam itu, kami terima bayaran bertahun-tahun dari pemerintah Inggeris dan pemerintah itu menghormati agama kami. Oleh karena itu pada waktu itu rakyat taat dan hidup damai, akan tetapi ketika orang Belanda datang untuk memerintah kami,

terhapuslah segala-galanya itu. Oleh sebab itu rakyat sakit hati dan menentang pemerintah. Akan tetapi residen segera menjadi marah dan menembak dengan meriam dan senapan,

lalu kami menjadi sakit hati dan mulai menentang orang semacam itu. 6. Residen juga memerintahkan kami membuat garam, dengan maksud menjualnya. Akan

tetapi sejak dahulu sampai sekarang kami belum pernah melakukan pekerjaan itu untuk

gubernemen. Oleh karena itu kami merasa tidak senang. 7. Residen berkeliling di Saparua dan Nusalaut untuk melakukan cacah jiwa. Mereka yang

tidak segera datang untuk mencatat namanya dan nama-nama anggota keluarganya dipukul dengan rotan sekeras kerasnya. Lagi pula, dahulu kepala dati harus membayar hanya 2 Str (ringgit Spaance inatten), tetapi sekarang mereka harus membayar 6 Str. Karena

gubernemen bermaksud mengambil terlalu banyak untung dari rakyat yang miskin, maka rakyat merasa tidak senang.

8. Mengenai orang-orang borgor di berbagai negeri pada waktu pencatatan jiwa, Residen memerintahkan dengan tegas agar mereka bekerja untuk gubernemen di bawah pengawasan raja-raja Patih. Mereka yang ingin dibebaskan dari pekerjaan itu harus

membayar sejumlah uang kepada Residen. Oleh karena itu mereka merasa tidak senang. 9. Jika ada rakyat yang mengadu rakyat lain, Residen tidak pernah memeriksa perkara mereka.

Mereka yang terakhir datang untuk mengajukan pengaduan dihukum dan dirantai,

sebagaimana telah terjadi. 10. Kami tidak bisa dibayar empat gulden (rupiah) untuk mengantar pos ke Seram.

11. Untuk mengantar pos keAmbon dan kantor-kantor di sekitarnya, kami dibayar dua gulden (rupiah). Itu sangat menyakitkan hati kami.

12. Pemerintah Belanda memerintahkan kami menyerahkan ikan, garam, tanpa bayaran, tetapi

tidak membebaskan kami dari pekerjaan rodi lainnya, agar kami bisa melakukan pekerjaan tersebut.

13. Lagi pula walaupun kami tidak sempat memelihara kebun-kebun cengkih dan kopi toh kami masih diperintahkan untuk membuka kebun-kebun pala. Hal ini menyakitkan kami laki- laki dan perempuan yang diharuskan bekerja berat untuk gubernemen.

14. Hal-hal tersebut diatas dinyatakan dengan benar. Jika pemerintah Belanda hendak memerintah kami, harus dilakukan dengan damai dan baik, sebagaimana dilakukan oleh

orang-orang Inggeris, yang menepati janji mereka. Tetapi jika pemerintah Belanda tidak memerintah kami sebagaimana mestinya, maka kami akan memerangi mereka untuk selama-lamanya.

Juga kami kepala-kepala negeri serta rakyat, tidak memilih kapitan kami tersebut di atas menjadi pemimpin kami, akan tetapi itu ditunjuk oleh Yang Maha Tinggi.

Saparua, 29 Mei 1817

Page 42: Kapitan Pattimura

BAB IV : PASANG SURUT PERJUANGAN

4.1 Panik di Kalangan Belanda Sementara rakyat Lease, Seram Barat dan Selatan merayakan kemenangan di Waisisil dan

bersorak-sorai: "Tuan Kompania Wolanda sudah mati", dan rakyat Hitu turut menyambut dengan suatu serangan. Maka panik besar mulai meliputi Pemerintah Belanda di Ambon. Kekalahan pasukan Beetjes dan tewasnya begitu banyak opsir dan anak buah mengejutkan seluruh aparatur

pemerintahan. Para komandan militer dan marine tidak dapat mengerti bagaimana hal itu bisa terjadi. Yang pasti mereka salah memperhitungkan kekuatan rakyat. Mereka salah perhitungan

dan meremehkan strategi dan taktik Kapitan Thomas Matulessia dan bekas anggota-anggota "Korps Lima Ratus", gemblengan Inggris. Mengapa kapal-kapal perang tidak dipergunakan? Mengapa putusan semula, yaitu pengiriman kapal-kapal perang, dibatalkan? Mengapa gubernur

dan Engelhard menerima nasihat para pembesar Inggris? Akibatnya sikap saling menyalahkan mulai dilontarkan satu pembesar kepada yang lain. Siapa yang harus bertanggung jawab?

Bukankah Gubernur van Middelkoop dan Engelhard serta Overste Krayenhofr Bukankah mereka adalah pucuk pimpinan pemerintahan? Tetapi justru di pucuk pimpinan pemerintahan itu timbul kekacauan. Gubernur tidak bisa bekerja sama dengan Komisaris Engelhard. Kedua pembesar ini

senantiasa bercekcok. Van Middelkoop yang berwatak kekanak-kanakan, impulsif dan naif, selalu menimbulkan kejengkelan pada Engelhard. Kerap kali gubernur mengeluarkan putusan tanpa minta nasihat atau tanpa disetujui oleh Engelhard. Kedua-duanya tidak bisa mengelakkan

tanggung jawab kepada pemerintah pusat di Batavia. Laporan mengenai kekalahan di Waisisil harus dikirim kepada para komisaris jenderal, di Batavia. Tindakan harus diambil. Keadaan di

Haruku dan Jazirah Hitu makin menggelisahkan. Sesudah Duurstede jatuh dan rakyat di Jazirah Hitu mengangkat senjata, datang berita-

berita tentang ketidak puasan rakyat di mana-mana. Maka sadarlah pemerintah di Ambon akan

kekhilafan mereka. Dalam keadaan gelisah itu, pada tanggal 20 Mei, gubernur mengeluarkan suatu pengumuman yang berbunyi seperti berikut:')

Mendengar: bahwa ada orang-orang yang bermaksud jahat, yang menyiarkan berita bahwa pemerintah Belanda sekarang ini tidak akan membayar kayu dan lain- lain bahan bangunan, yang diserahkan kepada gubernemen; mengenai orang-orang Kristen, yang guru-gurunya akan

dihentikan; mengenai umat Islam, yang katanya dipaksa untuk memeluk ajaran Kristus, akhirnya bahwa akan adanya paksaan untuk masuk dinas militer, sebagaimana terjadi di masa

pemerintahan tuan-tuan Gubernur Cranssen dan Wielingen; Memutuskan: atas nama Pemerintah Belanda, memberi jaminan:

1. bahwa tidak boleh ada penyerahan kecuali dengan bayaran seperti terjadi di masa pemerintahan Inggris dan seperti ditentukan oleh keputusan kami tanggal 12 April 1817 ;

2. bahwa mengenai persekolahan umat Kristen, tidak akan ada perubahan dan tidak akan ada pemberhentian guru-guru;

3. bahwa dalam soal agama tidak akan ada paksaan, tetapi baik kepada umat Kristen maupun

umat Islam, diberi jaminan kebebasan beragama dan kepercayaan; 4. bahwa gubernemen tidak bermaksud untuk memaksakan penduduk masuk dinas militer

untuk dikirim ke Batavia dengan kekerasan dan sewenang-wenang, menceraikan mereka dari keluarga mereka, akan tetapi pengerahan menjadi serdadu dilaksanakan secara bebas dan disertai imbalan gaji yang wajar. Khususnya terhadap mereka yang pernah secara

Page 43: Kapitan Pattimura

sukarela memasuki dinas militer sebagai suatu mata pencaharian di masa pemerintahan Inggris yang baru raja berhenti, dikandung maksud untuk mengalihkan mereka ke dalam dinas Yang Mulia Raja Belanda, sehingga dengan demikian terlepaslah mereka dari

pengangguran dan akan memperoleh jaminan hidup yang tetap dan terhindarlah mereka dari perbuatan jahat dan pemerasan terhadap keluarga mereka atau menjadi beban

masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka; dan 5. bahwa terhadap yang tidak mau memasuki dinas militer, akan dianjurkan secara lunak dan

dipergunakan cara yang tepat, supaya mereka kembali ke negeri mereka masingmasing,

agar di sana mereka bisa hidup tentram dan damai dan dengan jalan bekerja diladang memperoleh hidup bagi mereka dan anak-anaknya.

Sekalipun isi pengumuman ini bermaksud baik, tetapi luka yang sudah berpuluh tahun, disebabkan cengkraman monopoli, ekstirpasi dan hongi, tidak bisa diobati dengan kata-kata yang merdu. Kata pepatah Belanda: Wie wind zaalt, zal ook wind oogsten (Mereka yang menabur

angin, akan menuai angin pula). Orang-orang Belanda dalam dinas Kompeni menabur angin ri-but, sekarang anak cucunya yang berwujud diri van Middelkoop, Engelhard, van den Berg dan

Beetjes menuai angin ribut pula, yaitu revolusi rakyat. Kehancuran pasukan Beetjes, yang beritanya tiba sehari sesudah pengumuman di atas,

yaitu pada tanggal 12 Mei, melenyapkan sama sekali harapan dan Middelkoop dan Englhard,

seperti terkandung dalam pengumuman itu. Pemerintah Belanda menjadi sungguh-sungguh panik.

4.2 Tindakan Belanda

Haruku terancam. Fort Zeelandia bisa mengalami nasib yang sama seperti Benteng

Duurstede. Krayenhoff diperintahkan untuk mengambil tindakan militer. Tanggal 22 Mei satu pasukan, terdiri dari tiga puluh orang, dibawah pimpinan kadet Scheidius, dikirim keHaruku. Sebelumnya Beetjes telah meninggalkan lima puluh lima orang serdadu untuk memperkuat

Benteng Zeelandia ketika ia menuju ke Saparua beberapa hari yang lalu. Pertahanan Residen Haruku Uitenbroek dan Komandan Benteng, Musquetier, berada dalam keadaan lemah. Jatuhnya

Benteng Duurstede, hancurnya ekspedisi Beetjes dan berita berita tentang ancaman serangan pasukan Pattimura, menyebabkan mereka mengirim kurir ke Ambon untuk minta bantuan.

Kadet Scheidius tiba hari itu juga di Haruku. Sedangkan atas permintaan Uitenbroek dan

Musquetier, pemerintah di Ambon minta bantuan Wilson, kapten kapal perang Inggris, Swalow, untuk mengangkut bala bantuan ke Haruku. Tanggal 23 Mei Swalow tiba dengan duabelas orang

serdadu, senjata dan mesiu. Engelhard juga minta bantuan kepada bekas residen Inggris di Ternate, Mackenzie, yang

pada waktu itu berada di kapal perang Nautilus di Pelabuhan Ambon dalam perjalanan keBeng-

gala. Mackenzie maupun Kapten Kapal Hepburn menolak permintaan itu. Surat Engelhard tidak dibalas. Malahan Mackenzie menjadi marah pada Kapten Wilson. Kapten itu harus memper-

tanggung jawabkan perbuatannya di Benggala nanti. Ketika beberapa waktu kemudian para komisaris jenderal di Batavia mengirim protes kepada pimpinan Inggris di Benggala, protes itu ditolak, bahkan para pembesar sangat marah karena ada kapal perang Inggris yang membantu

Belanda memerangi rakyat Maluku. Sementara itu di hari-hari berikutnya Benteng Zeelandia terus-menerus menerima bantuan

dari Ambon. Musquetier yang sering sakit digantikan oleh Kapten Infantri PL. Driel. Kepanikan yang terjadi karena malapetaka di Waisisil mendesak Pernerintah Belanda untuk mengerahkan orang-orang di Kota Ambon untuk menjadi serdadu. Kaum borgor dipanggil untuk masuk dinar

ketentaraan. Delapan ratus orang diterima, diantaranya tiga ratus orang dipersenjatai dengan bedil dan yang sisanya dengan tombak. Hakim RN Cateau van Rosevelt, bekas letnan kelas satu

pada kapal perang Nassau diangkat menjadi komandan. Duaratus limapuluh sampai tigaratus orang sukarelawan terdiri atas pegawai-pegawai negeri rendahan, diterima. Seratus di antara mereka dipersenjatai dengan senapan sedangkan yang lain ditempatkan di bagian artileri.

Page 44: Kapitan Pattimura

Empatpuluh orang Benggala yang ditinggalkan Inggris dikerahkan untuk menjadi polisi dan berpatroli dengan berkuda.

Di negeri-negeri di Leitimor telah ada tanda-tanda bahwa rakyat akan mengikuti jejak

rakyat Saparua dan Jazirah Hitu. Oleh karena itu Belanda menggerakkan pasukannya untuk mengawasi penduduk negeri. Meriam-meriam kapal perang Evertsen dan lain- lain mengancam

rakyat. Pasukan-pasukan Belanda dikirim ke Baguala (Paso), Hila, Hitu Lama dan Liang, untuk memperkuat pos-pos tentara agar dapat menahan serangan Ulupaha. serangan pasukan Ulupaha terhadap Hila berhasil ditahan dan dipukul mundur. Salah seorang pemimpin pasukan rakyat di

sang tertangkap dan kemudian digantung agar menjadi contoh bagi rakyat. Tetapi semangat rakyat tak kunjung padam.

4.3 Genderang Perang Bertalu-talu di Haruku

Kapitan Lukas Selano, Kapitan Lukas Lisapaly alias Aron dan Kapitan Pattisaba mulai

melakukan persiapan-persiapan untuk melancarkan serangan terhadap Benteng Zeelandia. Ada halangan-halangan dari beberapa pihak. Laporan komandan wilayah Haruku yang disampaikan

ke markas besar di Haria menyebabkan Pattimura memerintahkan agar patih Hulaliu dan Aboru, guru-guru dari Hulaliu, Aboru dan Wassu datang ke Haria. Tanggal 22 Mei mereka tiba. Rupa-rupanya mereka ini sering menghalangi persiapan perang yang sedang dijalankan. Pattimura

marah; mereka dihardik dan diumpat, bahkan ada pula yang dipukul. Panglima perang ini bukan seorang yang lunak. la bertindak keras terhadap siapa saja yang menghalang halangi perjuangan.

Sementara itu bala bantuan rakyat mengalir ke Haruku. Tanggal 26 Mei limapuluh delapan orang tiba dari Kamarian (Seram) di Haria pada saat musyawarah raja-raja-patih sedang berlangsung di baeleo, sehingga mereka sempat menyaksikan musyawarah itu. Pattimura

kemudian memerintahkan agar mereka menuju ke Hulaliu, yang letaknya kira-kira seperempat jam berperahu dari Haria dan Porto.

Keesokan harinya, kira-kira pukul sepuluh, tiba diHaria pasukan lainnya dari Seram, yaitu

dari Iha Luhu, Latu, Hualoi dan Amahai. Tengah hari pukul tiga tibalah raja Iha, Patih Latu, Orang-Kaya Sepai dan dua orang kaya dari Teluk Elpaputih dengan seratus orang pasukan.

Pasukan Alifuru ini segera diberangkatkan ke Hulaliu pula. Pukul lima sore, atas perintah Pattimura, raja Pelau, Patih Hulaliu dan orang kaya Kaibobu

tiba di Haria. Mereka membuat suatu kesalahan, sehingga harus menelan kemarahan Pattimura.

Mereka dihardik, ada yang dipukul dan diancam akan ditembak oleh orang-orang Haria yang mengepung mereka.2) Tindakan tindakan Pattimura terhadap raja-raja dan patih yang masih ragu-

ragu memimpin rakyat melawan Belanda sungguh keras. Sementara pasukan rakyat mengalir ke Hulaliu. Kapitan Selano dan stafnya menggerakkan

pasukan-pasukan untuk menduduki dan memperkuat Hulaliu, Kariu, Pelau, Kailolo, Oma,

Ruhumoni dan Kabau. Seregu kecil serdadu Belanda yang menjaga Benteng Hoorn di Pelau tidak sanggup mempertahankan diri. Mereka semuanya tewas. Dari Kabau ke Negeri Haruku

hanya lima kilometer. Di sini pasukan-pasukan disiapkan menunggu perintah penyerbuan. Pattimura dan stafnya menyeberang ke Hulaliu untuk memeriksa persiapan-persiapan. Sesudah itu ditetapkan tanggal penyerangan terhadap Benteng Zeelandia.

Kini pasukan rakyat di Pulau Haruku berjumlah kira-kira dua ribu orang. Seribu orang dari Seram, lima ratus dari Saparua dan lima ratus dari Haruku. Rakyat di tiap negeri sibuk mem-

bantu pasukan dengan menyediakan makanan, minuman, dan perumahan. Para kapitan sibuk mengatur pasukannya. Semangat tempur sangat tinggi. Suasana makin tegang dan panas. Satuan satuan mulai menyusup masuk ke dalam hutan di sekitar Negeri Haruku. Kapitan Selano dan

stafnya memindahkan markasnya di sekitar Benteng Zeelandia. Belandapun telah bersiap-siap. Sekitar duaratus orang mempertahankan benteng itu. Meriam meriam telah siap. Mereka telah

mengetahui kekuatan rakyat. Belanda sangat berhati-hati, karena tidak menghendaki terulangnya nasib "Duurstede".

Page 45: Kapitan Pattimura

Jum'at 30 Mei, pagi-pagi benar terlihat kegiatan luar biasa di kalangan pasukan rakyat. Kapitan Selano membagi pasukannya dalam tiga divisi. Tujuhratus di antaranya bersenjata bedil; yang lain tombak, anak panah, kelewang dan parang. Benteng akan diserang dari tiga jurusan.

Pada pagi itu Belanda pun telah berjaga-jaga. Kelihatan serdadu-serdadu bersandar pada tembok di bagian atas benteng menunggu serangan rakyat. Tepat pukul dua siang komando serangan

diberikan. Teriakan dan sorakkan dari Alifuru Seram melengking memecahkan kesunyian diikuti dengan teriakan tari perang cakalele. Dengan pakaian perang yang menyeramkan mereka keluar dari tiga jurusan. Beratus ratus bedil meletus segera dibalas dari benteng, disusul oleh tembakan

meriam yang gencar. Di sang-sini korban luka- luka di antara pasukan rakyat mulai jatuh. Makin mendekati benteng makin hebat dan gencar tembakan musuh. Serangan pertama kali ini dipukul

mundur. Kapitan Selano memberikan perintah menyusup barisan lagi. Untuk kedua kalinya datang

serangan. Tembak-menembak semakin seru. Meriam-meriam memuntahkan peluru mautnya.

Serdadu-serdadu Belanda tetap bertahan di belakang tembok benteng. Untuk kedua kalinya serangan ini dipukul mundur. Pasukan rakyat semakin panas dan bernafsu. Sekali lagi serangan

diadakan, tetapi kali ini pula pasukan rakyat tidak berhasil mendekati benteng. Untuk ketiga kalinya serangan itu dipukul mundur. Banyak juga korban yang jatuh, Di pihak Belanda ada yang luka- luka. Tidak diketahui berapa banyak serdadu musuh yang mati tertembak. Sesudah

komandan stafnya berunding menimbang-nimbang keadaan, maka dikeluarkan perintah supaya serangan ini dihentikan, dan sore hari Adrian Rajawane, seorang pengintai dari Kariu, tertangkap

oleh Belanda. Ia disiksa secara ganas sehingga terpaksa membuka rahasia. Dikatakannya bahwa duaribu orang akan mengadakan serangan pada tanggal 2 Juni yang akan datang. Serangan akan dilakukan dari lima jurusan antara pukul duabelas dan tiga siang. Kemudian Van Driel

mengambil tindakan. Rajawane dibawa ke Ambon. Bala bantuan diminta lagi dari Komandan Kravenhoff. Pemerintah Belanda mengirim tahanan serdadu berupa para rekrut baru.

Sementara itu kegagalan serangan disampaikan ke Haria. Kapitan Pattimura menjadi

marah. Ia mengumpat clan memaki maki. Lalu dikirim kurir ke Nusalaut dengan perintah supaya segera pasukan dikirim ke Haria. Tanggal 31 Mei, pasukan tiba. Pattimura memilih delapan

orang untuk dikirim keHaruku. Begitu banyak pasukan mengalir keHaruku, sehinggga memer-lukan organisasi yang baik, disiplin yang baik, pengaturan dan perumahan, keamanan bagi kaum wanita dan gadis-gadis remaja. Kapitan Selano dan Aron terkenal sebagai kapitan-kapitan yang

keras dan tegas. Tidak segan-segan mereka menghukum mereka yang bersalah. Tanggal 2 Juni tiba. Belanda berjaga-jaga, tetapi sepanjang hari tidak terjadi apa-apa.

Malam hari penjagaan diperketat. Tetapi semalam itu pun tidak ada serangan. Baru keesokan harinya dari berbagai jurusan pasukan-pasukan bergerak mengadakan serangan. Cakalele dengan sorak-sorai dan teriakan disambut oleh tembakan meriam yang gencar. Tiga jam lamanya per-

tempuran berlangsung, kemudian pasukan rakyat mundur. Apa sebabnya benteng tidak diserbu? Dengan kekuatan manusia yang begitu besar pasti

benteng itu akan jatuh, sekalipun korban mungkin akan besar. Belanda sendiri tidak mengerti mengapa tidak ada penyerangan terhadap benteng. Kadet Scheidius dalam buku hariannya mencatat:

Sangat mengherankan bahwa dengan kekuatan manusia yang begitu besar, mereka tidak berusaha mengadakan penyerbuan, sehingga dengan jumlah yang besar itu bisa

membanjiri pertahanan kami. Andai kata hal itu terjadi, tamatlah riwayat serdadu-serdadu kami. Allah menjauhkan hal itu. 3)

Kapitan Lukas Selano memerlukan konsultasi dengan kapitan Pattimura dan stafnya.

Tanggal 4 Juni, kira-kira pukul enam pagi, ia menyeberang ke Haria clan membawa serta tiga orang yang luka- luka. Kepala markas besar ia melaporkan situasi serangan yang lalu.

Pukul sepuluh datang pasukan dari berbagai negeri di Saparua ke Haria. Kapitan Pattimura memilih delapan puluh orang untuk memperkuat para pejuang di Haruku. Lalu Kapitan Selano berangkat dengan pasukan itu kembali ke posnya.1) Keesokan harinya ia kembali ke Haria

Page 46: Kapitan Pattimura

bersama Patih Aboru, Patih Wasuu, Raja Pelau, orang kaya Kaibobu, dan orang kaya Ruhumoni. Mereka melaporkan bahwa ada di antara rakyat Haruku dan Oma yang berusaha mengadakan perundingan dengan musuh. Pattimura menjadi sangat marah. Ia menghardik kepala kepala itu

dan memerintahkan untuk mencegah dan menolak perundingan apapun) Hukuman mati ditembak bisa dijatuhkan terhadap barang siapa yang mencoba mendekati musuh atau berunding.

Kepala-kepala itu diperintahkan segera kembali dan memimpin rakyat mereka dengan baik. Sementara itu Benteng Zeelandia diperkuat lagi menjadi tiga ratus orang ditambah dengan

tujuhpuluh orang borgor. Kapal perang Inggris Swallow kelihatan di perairan Haruku dan turut

membantu Belanda. Tanggal 9 Juni pasukan rakyat kembali mengadakan serangan umum, tetapi kali ini pun dipukul mundur. Sekali lagi tanggal 14 Juni serangan dilakukan dari tiga jurusan.

Tetapi ternyata pertahanan benteng terlalu kuat untuk dipatahkan. Lagi pula Swallow turut memuntahkan peluru meriamnya ke tengah pasukan rakyat yang datang menyerbu, sehingga korban berguguran.

Siasat memecah belah sekarang dipakai oleh Belanda. Ferdinandus, raja negeri Haruku, dipergunakan musuh untuk siasat ini. la diutus kenegeri Oma guna berunding dengan pemimpin

pemimpin pasukan rakyat dan raja Oma ditandu karena sudah berusia lanjut disertai duabelas orang. Tibalah raja itu di Oma dengan membawa bendera putih. Raja Oma, guru sekolah dan para kapitan menerima rombongan itu. Berkumpullah mereka dibaeleo disaksikan pasukan

rakyat Oma. Sesudah diadakan upacara adat perundingan dimulai, raja Haruku mengemukakan maksud kedatangannya. la datang sebagai utusan Belanda membawa pesan dari Residen

Uitenbroek supaya raja Oma berangkat keHaruku dan menyerahkan diri kepada Belanda. Si tua ini memperhitungkan usianya yang telah lanjut itu sebagai jaminan agar orang Oma dan rajanya akan menuruti nasihatnya. Tetapi alangkah salah perhitungannya. Bukan main amarah hadirin

dan pasukan rakyat. Ini berarti suatu pengkhianatan. Raja Ferdinandus clan rombongannya disergab lalu dibunuh. Hanya empat orang berhasil lolos clan melarikan diri keHaruku serta me-laporkan kejadian itu kepada residen dan komandan Zeelandia.

Pembunuhan itu merupakan tantangan bagi Belanda. Van Driel dan Uitenbroek mengambil keputusan untuk menghukum rakyat Oma dan rakyat di negeri lain yang berdekatan dengan

Negeri Haruku. Pasukan Belanda dikerahkan menyerang Oma. Pertempuran hebat terjadi. Tetapi akhimya pertahanan rakyat dapat dipatahkan. Rakyat menyingkir kehutan dan gunung. Dari tempat itu mereka menyaksikan asap api mengepul naik keudara. Setiap rumah musnah dibakar

habis oleh tentara musuh. Sesudah itu Belanda mundur lagi ke benteng. Dari Haruku menyusur pantai kapal perang kovert Iris. Di kawasan Ruhumoni pasukan

didaratkan. Musuh ditangkis, pertempuran sengit pun terjadi. Dentuman meriam dari korvet Iris memaksakan pasukan rakyat mundur dari kedua negeri itu. Rakyat meninggalkan negerinya masuk ke hutan-hutan. Peristiwa di Oma terulang. Habislah terbakar rumah-rumah rakyat oleh

musuh yang kemudian menarik diri ke kapal. Tindakan pembakaran dan pemusnahan negeri sangat dipuji Komisaris Engelhard.

Malahan dalam khayalannya ia ingin melihat kemusnahan rakyat. Ini ternyata dalam suratnya bertanggal 19 Juni yang dikirimkan kepada gubemur Belanda, Tielenius Krijthoff di Makasar, yang antara lain berbunyi:

Berkahkah bangsa ini memberontak. Dalam tahun 1812 mereka juga sudah membunuh seorang Residen Inggris, demikian pula di Hila. Jadi untuk menjamin keamanan untuk

selama-lamanya saya setuju supaya semua orang yang sudah dewasa dibunuh dan harus dijalankan dengan hati-hati agar kaum pemberontak tidak berkesempatan untuk melarikan diri .6)

Alangkah bejatnya moral seorang pembesar yang menamakan diri berasal dari bangsa yang

beradab, yang ditugaskan untuk memerintah rakyat. Penuh nafsu pembunuhan. Jawaban rakyat adalah memerangi Belanda sampai merdeka atau mati.

Page 47: Kapitan Pattimura

Sementara itu apa yang terjadi dimarkas besar? Pattimura dan stafnya tidak senang melihat kegagalan kapitan-kapitan dan raja-raja di Haruku. Sering ia marah-marah jika tiba berita yang-tidak menyenangkan dari pulau itu. Pikirannya berputar putar. Apa sebabnya pasukan yang

begitu besar tidak berhasil merebut Benteng Zeelandia? Pada tanggal 16 Juni orang-orang Hulaliu membawa raja Oma, guru sekolah Oma, lima orang laki- laki dan seorang anak kecil

laki- laki, semuanya berasal dari Negeri Haruku. Raja Oma melaporkan peristiwa yang terjadi dengan raja Haruku. Kapitan Pattimura menjadi sangat marah. Demikian pula orang-orang Haria yang berada di markas besar. Orang-orang Haruku itu dipukul dan diancam untuk dibunuh.

Siang hari pukul duabelas, tanggal 18 Juni, ketika Pattimura berada di baeleo, datang orang-orang Aboru dengan sepucuk surat damai. Rupanya dari pihak Belanda. Setelah memba-

canya, Pattimura menolak menjawab surat itu. Dilemparkan surat itu ketanah lalu berkata kepada orang-orang Aboru itu agar mengembalikan surat itu kepada pengirimnya. Orang-orang itu memungut surat itu lalu kembali ke Aboru.

Peristiwa pengkhianatan raja Haruku, yang diikuti serangan Belanda terhadap Oma, Kabau dan Ruhumoni mencemaskan Kapitan Pattimura dan stafnya. Mereka menyeberang ke Hulaliu

untuk berunding dengan para komandan dan kapitan-kapitan setempat. Semua berpendapat bahwa pertahanan Belanda di benteng sudah sangat kuat, ditunjang oleh kapal-kapal perang. Jadi sudah sulit untuk merebut benteng itu. Kapitan Selano, Aron dan Pattisaba diperintahkan untuk

menyusun barisan pertahanan Pulau Haruku. Belanda memang tidak berhasil diusir dari Haruku. Selalu saja terjadi kontak senjata dengan musuh yang beroperasi dari benteng. Keadaan ini

berlangsung sampai bulan Oktober. Berhari-hari rakyat di Pulau Saparua sangat sibuk. Tua muda lelaki perempuan, semua giat

mengangkat batu karang, tanah dan pasir untuk membuat kubu-kubu pertahanan di negeri

masing-masing. Kubu-kubu merupakan pagar batu, tinggi enam dan tebal empat kaki. Dengan peluru meriam empatpuluh delapan pon kubu itu tidak dapat ditembus. Kapitan Pattimura dan pembantu-pembantunya berkeliling mengawasi pembuatan kubu-kubu itu. Anthone Rhebok

ditugaskan menyeberang ke Nusalaut untuk mengatur dan mengkoordinasi pertahanan di sang. Kapitan Paulus Tiahahu ditetapkan sebagai komandan pasukan di Nusalaut.

4.4 Belanda Mencari Penyelesaian

Melihat keadaan di Haruku yang tidak bisa diselesaikan dengan kekuatan senjata,

Pemerintah Belanda berdaya-upaya supaya mendapat kontak dengan Panglima Perang Pattimura. Untuk sementara status quo di Haruku dipertahankan seperti keadaannya sekarang. Van

Middelkoop dan Englehard berunding dengan pemimpin angkatan darat dan laut. Ekspedisi baru akan dikirim ke Pulau Saparua. Kali ini tiga buah kapal perang dengan anak buahnya disiapkan untuk diberangkatkan ke Hatawano, bagian utara Pulau Saparua. Maria Reygersbergen, Iris dan

The Dispatch merupakan inti ekspedisi itu. The Dispatch adalah kapal perang Inggris yang turut membantu Belanda. Ekspedisi itu dipimpin Overste Groot, kapten kapal Reygersbergen.

Engelhard menggariskan tujuan dari ekspedisi itu. Pertama, mencari kontak dengan pimpinan perang rakyat untuk memperoleh keterangan mengenai sebab mereka mengangkat senjata melawan Belanda. Kedua, mendarat di Hatawano, di mana terdapat lima buah kampung

dan mendudukinya, untuk memutuskan hubungan antara rakyat didaerah itu dengan pimpinan perang yang ada di Saparua dan Haria serta melemahkan kekuatan pasukan rakyat. Hari Rabu,

tanggal 4 Juli, kapal kapal perang itu bertolak meninggalkan Pelabuhan Ambon. Di antara pasukan yang dibawa terdapat tiga puluh enam orang Ambon borgor dan sejumlah awak kapal Bugis. Ombak, angin menghantam ketiga buah kapal itu di Tanjung Nusawine. Setelah melewati

tanjung itu kapal-kapal itu menuju ke Haruku. Laut Banda sebelah selatan Kepulauan Lease mengamuk dalam musim penghujan ini. Terpaksa kapal-kapal itu harus menyusun Selat Haruku,

kemudian Selat Seram lalu mengarahkan haluannya ke Hatawano. Pasukan rakyat di sebelah barat dan utara Haniku berjaga-jaga ketika melihat ke tiga buah kapal perang itu. Mereka bersiap-siap kalau-kalau ada pendaratan di daerah mereka. Para kurir diperintahkan untuk

Page 48: Kapitan Pattimura

memberi tahukan markas besar di Haria tentang gerakan kapal-kapal musuh. Pengintai pengintai dilaut dan didarat membawa pula laporan tentang gerakan kapal-kapal itu.

Tanggal 9 Juli pagi ekspedisi Belanda itu tiba di perairan ujung utara Hatawano dan mulai

memutar-mutar menyusur pantai Nolot dan Itakawa. Kedatangan kapal-kapal perang itu segera diberitahukan ke mana-mana. Juga kemarkas besar di Haria. Pasukan-pasukan rakyat bersiap-

siap di hutan-hutan ditepi pantai. Rakyat telah menyingkir meninggalkan negeri karena pasti negeri mereka akan ditembaki. Tetapi pukul sepuluh meriam-meriam mulai memuntahkan peluru mautnya ke berbagai kampung dan memusnahkan banyak rumah rakyat. Tembakan-tembakan itu

berlangsung hampir empat jam lamanya. Pasukan-pasukan rakyat membalas tembakan itu dengan bedil ketika kapal kapal perang itu makin mendekati pantai. Badan kapal kena hujan

peluru. Segera sesudah markas besar menerima kabar dari Hatawano, Pattimura mengirim kurir ke

semua negeri di Saparua dan memerintahkan para kapitan dan pasukannya bergerak keHata-

wano. Pattimura dan staf berpindah ke Saparua dan mendirikan markas besarnya di ibukota keresidenan itu. Jarak antara Jazirah Hatawano dan Saparua kira-kira tujuh sampai duabelas kilo-

meter. Keesokan harinya, pukul Sembilan pagi, kapal-kapal perang mengulangi lagi tembakan-tembakan. Dibalas kembali oleh pasukan-pasukan rakyat. Beberapa orang pemberani muncul di pantai sambil berteriak: "Ayo Belanda, kalau berani, mari turun ke darat."

Sementara itu The Dispatch berpatroli di perairan antara Seram. dan Hatawano untuk mencegah bala bantuan dari Seram. Tanggal 11 Juli tembakan-tembakan meriam diulangi dan di-

jawab oleh tembakan bedil yang lebih seru lagi. Muncul lagi beberapa laki- laki dipantai dan berteriak: "Hai Belanda, mari turun kedarat ambil hadialmu, bawalah juga kaptenmu untuk ganti Mayor Beetjes yang sudah mati itu." Malam hari kelihatan kesibukan di kapal-kapal. Orang

sedang memperbaiki kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh tembakan kaum pejuang, ketika kapal-kapal itu terlalu rapat ke pantai.

Tanggal 12 Juli pagi Reygersbergen dan Iris melepaskan tembakan lagi. Tetapi akhirnya

Overste Pool, kapten Iris radar bahwa tak berapa besar kerugian yang ditimbulkan oleh tem-bakan-tembakan itu, kecuali rumah-rumah rakyat yang rusak. Tetapi kerugian diantara pasukan

rakyat tidak ada sama sekali. Rakyat berlindung di balik kubu-kubu batu yang sulit ditembus peluru meriam. Sedangkan Belanda telah memboroskan begitu banyak peluru, tanpa hasil apa-apa. Tidak nampak adanya percobaan pendapatan. Rupa-rupanya Overste Groot tidak mau

mengambil resiko terulangnya malapetaka Beetjes. Dari pantai kelihatan sekoci diturunkan dari Iris. Overste Pool turun menuju Reygersbergen untuk menemui Groot. Sesudah bertukar pikiran

mengenai hasil tembakan meriam, ia mengusulkan agar tembakan itu dihentikan raja. Groot menyetujuinya lalu memerintahkan agar tembakan meriam dihentikan.

Komandan Groot beralih pada siasat lain. Kepada seluruh rakyat Saparua ia menulis

sepucuk surat yang berbunyi: 1)

Sudah tiba saatnya untuk mengakhiri perlawanan kalian, jadi kami memberikan waktu dua puluh empat jam untuk kalian insyaf kembali. Kompeni sekarang sudah mengetahui bahwa kalian diperlakukan sewenang-wenang oleh residen. Oleh karena itu baiklah kalian

memilih suatu perutusan dan mengirim mereka kekapal saya, sehingga dapatlah mereka kemukakan keinginan kalian. Dan saya berjanji, Kompeni akan memenuhi keinginan

kalian yang wajar. Bendera putih, mulai sekarang, akan terus berkibar dari kedua kapal perang selama dua puluh empat jam. Dan sesudah waktu itu berlalu, tanpa ada sesuatu putusan dari fihak kalian untuk menyerah, maka permusuhan akan dilanjutkan lagi. Kalian

tidak usah khawatir akan nasib perutusan yang akan datang ke kapal itu. Mereka akan bebas dan tanpa cedera apapun akan diturunkan ke darat lagi.

Surat itu diikat pada sepotong tongkat bersama dengan sehelai bendera putih. Kira-kira

setengah dua siang di ”Maria Reygersbergen” dan ”Iris” dinaikkan bendera putih disertai dengan

Page 49: Kapitan Pattimura

satu kali tembakan penghormatan. Pada saat yang sama sebuah sekoci diturunkan dari Iris, dikayuh oleh awak kapal Bugis menuju ke darat. Setiba di pantai seorang mandor yang ditugaskan meloncat dari sekoci serta membawa tongkat berbendera putih itu dengan surat yang

terikat pada ujungnya. Kira-kira sepuluh menit ia menunggu, tetapi tidak ada seorang pun yang muncul. Para kapitan yang mengawasi gerak-gerik musuh dari balik hutan dan semak sangat

waspada dan berhati-hati. Mereka mencurigai tindak-tanduk kapal-kapal perang musuh. Tetapi mereka pun tidak terburu-buru untuk menembak awak kapal yang menuju ke darat itu. Seorang berteriak supaya mandor itu datang ke kampung. Akan tetapi karena hal itu bertentangan dengan

perintah komandannya, maka ia menancapkan tongkat itu di pasir, meloncat kembali ke dalam sekoci lalu berkayuhlah awak kapal itu kembali ke Iris.

Tidak lama kemudian seorang laki- laki muncul dari balik hutan dan mengambil tongkat itu. Sekira setengah jam kemudian seorang pemuda tampil ke pantai lalu berteriak kekapal: "Kami telah membaca surat itu. Jangan lagi menembak kami". Dari kapal terdengar teriakan,

tidak akan menembak. Lalu pasukan rakyat muncul di pantai, semuanya bersenjata bedil. Seorang kapitan, panglima pasukan rakyat Hatawano digotong dengan tandu lalu diletakkan di

atas pantai. Pada petang hari, pukul lima, kelihatan kapal-kapal perang itu mengangkat jangkar seraya

mendekati pantai. Hal ini mencurigai rakyat. Mereka berteriak: "Hai itu tidak jujur". Memang

komandan Groot merencanakan untuk mendekati pantai sedapat mungkin dan membuang jangkar, dengan maksud jika ada terjadi tembakan dari darat segera meriam-meriam akan

memuntahkan pelurunya dan pasukan akan didaratkan. Kelihatan seorang awak kapal mencoba melepaskan bendera putih dari kusutan ikatan tali haluan kapal. Melihat hal ini berteriak pasukan rakyat: "Hai jangan turunkan bendera itu". Mereka mengira bendera putih akan diturunkan tanda

penembakan akan dimulai lagi. Para - kapitan dan raja-raja memerlukan waktu untuk menjawab surat Belanda itu. Rakyat

perlu mengetahui isinya. Dan Pattimura perlu segera diberitahukan. Oleh karena itu sesudah

matahari terbenam muncul seorang laki- laki lalu berteriak kekapal: "Surat itu akan dibaca di semua gereja negeri-negeri pada hari Minggu tanggal 13 Juli. Jawaban akan diberikan baru pada

hari Senin lusa. Sampai hari itu kami minta penundaan jawaban." Overste Groot tidak menjawab. Pada malam hari Belanda mengadakan perondaan mengelilingi kapal perang dengan sekoci-sekoci yang dipersenjatai. Pasukan Pattimura mengawasi gerak-gerik mereka. Pada waktu

pengawal kapal berteriak: "Semuanya beres", maka disambut oleh pasukan rakyat: "Jaga, jaga" berarti "awas, awas". Semalam suntuk kedua belah pihak intai-mengintai.

Segera sesudah surat itu diterima, disalin oleh tiap raja dan dikirim, ke negeri-negeri. Kurir dikirim ke Saparua membawa surat itu kepada Pattimura dan stafnya. Malam itu juga pimpinan perang mengadakan perundingan. Kurir dikirim kembali dengan perintah agar tidak mengirim

utusan ke kapal, tetapi memancing kapten kapal turun ke darat. Hari Minggu, tanggal 13 Juli lonceng gereja berdentang mengundang anak-anak Allah

datang menyembahnya. Suasana pada pagi itu dilima Negeri Hatawano penuh ketegangan dan kekhawatiran akan tembakan meriam dari kapal perang. Rakyat turun dari gunung dan keluar dari hutan untuk berbakti. Gereja gereja penuh sesak. Sesudah khotbah selesai dan doa dinaikkan

untuk mohon perlindungan Allah Yang Mahakuasa dalam perjuangan menentang kelaliman Belanda, maka surat Overste Groot itu dibaca. Dengan tenang rakyat mendengar isinya. Surat itu

akan dibalas sesudah musyawarah di baeleo Nolot sehabis kebaktian. Raja-raja dan patih, para kapitan dan tua-tua adat yang ada di Hatawano segera berkumpul

dibaeleo Nolot setelah kebaktian gereja. Musyawarah diadakan untuk menentukan sikap

berdasarkan instruksi dari Panglima Perang Pattimura. Segala kemungkinan diperhitungkan. Akhirnya disusun sepucuk surat sebagai balasan atas surat Overste Groot, yang berbunyi:1)

Kami telah menerima surat tuan dan mengerti isinya. Kami tidak mempunyai perahu untuk datang ke kapal. Tetapi jika kapten bersedia turun kedarat untuk bermusyawarah dengan

Page 50: Kapitan Pattimura

kami dibaeleo akan sangat menyenangkan kami. Kalau tidak kirim kepada kami orang-orang Ambon bergor dan orang-orang hitam saja. Tertanda,

Kapitan-kapitan dari Seram, Saparua dan Nusalaut

Pukul sebelas seorang lelaki muncul di pantai. Ia membawa sepotong kayu dengan surat itu diikat pada bendera putih. Kayu itu ditancapkan di pasir lalu menghilang dibalik belukar. Dari kapal perang Iris diturunkan sekoci, dikayuh oleh beberapa awak kapal kedarat. Surat itu diambil

clan diantarkan kepada Overste Groot.

4.5 Perundingan di Hatawano Overste Groot berhasrat besar dalam usahanya mencari perdamaian. Ia mengetahui bahwa

alasan tidak ada perahu hanya tipuan belaka, sekalipun banyak arombai dan perahu perahu sudah

rusak ditembaki oleh kapal-kapal perangnya. Kapten Pool diundang ke kapal Reygersbergen. Kedua kapten itu berunding dan mempertimbangkan surat dari para kapitan itu. Sekalipun

ultimatum dua puluh empat jam itu sudah berlalu, tetapi diputuskan tidak akan melanjutkan permusuhan. Utusan akan dikirim ke darat esok harinya. Letnan Ellinghuyzen, komandan pasukan pendaratan, dan Letnan Christiaansen, seorang pandu laut yang pandai berbahasa

Melayu, ditugaskan untuk berunding dengan pimpinan rakyat. Sesudah pembicaraan kedua komandan itu selesai, Overste Groot mengirim surat kepada para kapitan di Jazirah Hatawano.

Surat itu disampaikan dengan cara seperti sehari yang lalu. Isinya memberitahukan bahwa ia sendiri tidak bisa datang, tetapi ia akan mengutus seorang opsir disertai pandu Christiaansen. Tetapi dimintanya agar para utusan diterima dan diperlakukan secara terhormat. Dan oleh karena

selama itu tidak akan ada sekoci bergerak dari kapal ke darat perahu pun tidak boleh ada yang menuju kelaut.

Seterima surat itu, para kapitan, raja-raja dan patih, tuatua-adat dan saniri-saniri negeri

yang masih menunggu di baeleo, membicarakan isinya. Diputuskan untuk mengirim surat itu ke-pada Panglima Perang Pattimura di Saparua dan menunggu instruksinya. Jeremias Latuhamallo

alias Solemba penasihat Kapitan Pattimura turut memainkan peranan dalam musyawarah ini. Ketika markas besar di Haria mendapat laporan bahwa ada kapal-kapal perang Belanda menuju ke Hatawano, Pattimura telah memerintahkan supaya Solemba berangkat ke Hatawano. Ia

ditugaskan sebagai penghubung untuk memberitahukan semua kejadian kepada panglima perangnya.

Tanggal 11 Juli Solemba menulis surat kepada Pattimura dan menganjurkan supaya Kapitan Lukas Lisapaly alias Aron ditarik dari Haruku dan dikirim ke Hatawano.') Sehari kemudian Kapitan Aron tiba di Hatawano untuk memperkuat pimpinan perang. Menghadapi

perundingan yang penting raja Porto mengirim surat kepada Pattimura. Sebagai pengantar surat Overste Groot jugs menasihati Pattimura dan permbantu-pembantunya agar tetap melanjutkan

perjuangan melawan Belanda.") Pukul dua siang, hari Minggu itu, seorang lelaki muncul di pantai lalu berteriak kekapal

Reygersbergen bahwa surat Belanda sudah dikirim ke Saparua dan besok baru akan diterima

jawabannya. Kemudian ia menghilang di balik semak-semak. Setelah terima surat itu segera Kapitan Thomas Matulessia dan stafnya berunding. Dipertimbangkan untuk mengajukan kebe-

ratan-keberatan yang tercantum dalam "Proklamasi Haria" Tujuh keberatan digariskan dalam surat yang akan disodorkan kepada utusan Belanda. Menjelang malam hari kurir membawa instruksi- instruksi untuk pimpinan perang diHatawano.

Pagi, Senin tanggal 14 Juli. Di pantai orang telah sibuk. Dua buah tiang bendera putih ditancapkan di pasir. Beberapa anggauta pasukan pengawal ditempatkan pada masing-masing

tiang. Melihat hal ini Overste Groot memerintahkan pandu Christiaansen supaya berkayuh ke darat untuk menanyakan maksud para pejuang. Diberitahukan kepadanya bahwa utusan Belanda ditunggu kedatangannya pukul sepuluh. Pandu itu kembali dan melaporkan berita itu kepada

Page 51: Kapitan Pattimura

komandan Groot. Sementara itu sebuah meja dan dua buah kursi diletakkan diantara dua buah tiang itu.

Pukul sepuluh Ellinghuyzen clan Christiaansen dengan sekoci turun ke darat. Para kapitan

dan para pengawal yang ada di pantai menerima mereka dengan sikap yang dingin, angkuh dan menantang. Ketika para utusan itu duduk di kursi, mereka dikerumuni para kapitan dan

pengawal-pengawal pantai. Kapal-kapal perang bersiap-siap memuntahkan peluru jika terjadi sesuatu dengan para utusan Belanda. Perundingan dimulai. Kepada para utusan disodorkan tujuh keberatan yang berbunyi: '')

1. Dalam menjalankan ibadah kami dihalangi oleh gubernemen;

2. Kami sangat tidak senang dengan uang kertas yang dikeluarkan oleh gubernemen. Kami tidak bisa menggunakannya di gereja untuk membantu orang yang kekurangan, karena uang kertas itu tidak dapat dimasukkan ke dalam peti derma;

3. Sesudah uang kertas itu beredar, tuan fetor tidak mau menerii-nanya, tetapi kalau kami mau membayar kepada gubernemen, selalu dituntut uang perak;

4. Tuan fetor, mengancam, jika ada orang yang menolak uang kertas, dia akan dirantai clan dikirim ke Batabia sebagaiorang tahanan, tetapi kalau orang itu membayar dengan uang perak, is akan dibebaskan lagi;

5. Tuan fetor menuntut dari kaum borgor dan rakyat biasa supaya surat bebas mereka diserahkan kepadanya, tetapi sesudah diserahkan tuan fetor tidak mau mengembalikannya, kecuali jika

ditebus dengan lima puluh ringgit uang perak Spanyol atau enam puluh ringgit uang tembaga; 6. Rakyat diharuskan menyerahkan ikan, garam dan dendeng, tanpa pembayaran; dan 7. Untuk berbagai pekerjaan dan penyerahan wajib bahan bangunan, yang dahulu dibayar oleh

gubernemen Belanda clan Inggris, sekarang dilakukan tanpa bayaran.

Sesudah kedua opsir itu membaca dengan teliti isi keberatan rakyat itu dan meminta

penjelasan seperlunya, maka bertanya mereka kepada para pemimpin rakyat: "Syarat apa yang kalian inginkan untuk berdamai?" Salah seorang pemimpin mengemukakan: "Kirimlah dari

Batavia dua orang pendeta untuk memimpin ibadah dan jema'at". Hadirin menyokong permintaan ini. Karena tidak ada lagi yang hendak diperbincangkan, kedua belah pihak menyetujui bahwa keberatan-keberatan itu akan disampaikan kepada gubernur. Dan agar

terpelihara saling pengertian yang telah timbul, untuk sementara waktu, bendera putih tetap dikibarkan didaratan dan dikapal perang.

Sebelum kedua opsir itu kembali kekapal, mereka menerima sepucuk surat untuk disampaikan kepada komandan Groot. Pukul sebelas kedua utusan itu tiba kembali dikapal lalu melaporkan hasil perundingan mereka kepada Kapten Groot dan Kapten Pool. Groot membuka

surat yang dibawa oleh para utusan. Surat itu berasal dari raja-raja Negeri Ihamahu, Itawaka, Nolot, Tuhaha dan Paperu. Mereka minta supaya Christiaansen dikirim ke Saparua untuk

berunding dengan Kapitan Pattimura. Komandan Groot mengemukakan hal ini kepada Christiaansen. Pandu ini tidak berkeberatan karena menurut pendapatnya cara para utusan diterima memperlihatkan niat yang yang baik. Christiaansen secara suka rela akan berangkat ke

Saparua. Mungkin karena Christiaansen pernah menjadi pandu semasa pemerintahan Inggris di Ambon. Jika demikian ia mengharapkan dapat bertemu dengan bekas prajurit gemblengan

Inggris, antara lain dengan Thomas Matulessia, yang mungkin sudah dikenalnya. Oleh karena itu ia berani berangkat sendiri dan harapan missinya akan berhasil. Akhirnya komandan Groot dan Pool menyetujui pengiriman ini.

Sesudah perundingan di Pantai Hatawano selesai, hasilnya diberitahukan kepada para kapitan dan raja-raja serta patih. Segera hasil itu disampaikan juga kepada Kapitan Pattimura.

Juga dilaporkan tentang permintaan raja-raja dan patih untuk mengirim Christiaansen ke Saparua. Christiaansen dilengkapi dengan surat-surat untuk panglima perang di Saparua. Pukul tiga siang ia berangkat dan berkayuh dengan sebuah perahu berbendera putih dari labuhan

Page 52: Kapitan Pattimura

Hatawano ke Pantai Ihamahu. Kedatangannya sudah diketahui oleh pasukan rakyat yang berjaga jaga di pantai. Beberapa orang pemuda mengantarnya berjalan kaki ke Saparua, yang memakan waktu kira-kira sejam setengah.

Markas besar di Saparua bertempat di sebuah bangsal besar di lapangan. Anthone Rhebok dan Latumahina menerima utusan Belanda itu. Sesudah surat-suratnya diperiksa lalu ia diantar-

kan kehadapan Pattimura. Sekarang ia berhadap-hadapan dengan Thomas Matulessia, orang yang banyak disebut-sebut sebagai panglima perang. Sikap Pattimura menerima utusan itu tegas sebagai seorang panglima perang, tetapi dengan cara yang patut sebagai seorang militer yang

berpendidikan. Tanya-jawab terjadi mengenai maksud kedatangannya. Kemudian Pattimura mengulangi keberatan-keberatan yang telah disampaikan di Hatawano. Karena lancar berbahasa

Melayu Christiaansen bisa mengerti sebab-sebab rakyat mengangkat senjata dan menangkap isi hati para pemimpinnya.

Selesai pembicaraan, malam telah tiba, Pattimura menganjurkan supaya Christiaansen

bermalam Baja di markas karena keselamatannya bisa terancam jika ia kembali dalam gelap gulita malam itu. Tetapi jika ia mau mengirim berita kepada komandannya, seorang kurir akan

membawanya ke Hatawano. Christiaansen dibawa ke sebuah rumah, lalu menulis sepucuk surat kepada komandannya. Antara lain ia melaporkan bahwa sikap Pattimura dan stafnya wajar seperti seorang militer yang cukup ramah. Oleh karena itu Overste Groot dianjurkan supaya

mengirim seorang opsir dan seorang kadet ke Saparua sesuai permintaan Pattimura. Surat itu kemudian diantarkan ke Hatawano dan Sesudah diteriakkan dari pantai, datanglah seorang awak

dengan sekoci lalu mengambilnya. Setelah isinya dipertimbangkan oleh komandan Groot, malam itu juga seorang opsir,

Boelen namanya, diperintahkan berangkat ke Ambon dengan sebuah barkas. Setibanya tanggal

16 Juli pagi, Boelen menghadap van Middelkoop melaporkan apa yang terjadi di Hatawano seraya menyampaikan keberatan keberatan rakyat terhadap gubernemen. Dilaporkan pula apa yang ditulis oleh Christiaansen. Gubernur kemudian mengemukakan keinginannya untuk hadir

pada perundingan selanjutnya di Hatawano. Keinginannya itu dicantumkan pula dalam suratnya kepada Overste Groot.

Sementara itu kirim-mengirim surat secara teratur terjadi antara Christiaansen dengan komandannya. Pattimura menginginkan agar raja-raja dan patih bertemu dengan komandan Groot pada tanggal 19 Juli didaratan Hatawano. Untuk itu supaya komandan mengirimkan

seorang opsir ke Saparua guna menjemput raja-raja. Groot dan Pool memutuskan untuk me-ngirim seorang opsir lagi memenuhi permintaan Pattimura, sekaligus ia dapat mempergunakan

kesempatan untuk melihatlihat gerak-gerik pasukan rakyat dan para pemimpin mereka serta persenjataan yang mereka miliki. Pilihan jatuh pada Letnan Feldman yang pandai berbahasa Melayu. la berangkat tanggal 17 Juli keSaparua sebagai utusan Belanda. Surat van Meddelkoop

dibicarakan oleh komandan dengan para opsirnya. Mereka memutuskan untuk mengirim sebuah surat kepada van Middelkoop. Keinginan

gubernur itu tidak dapat diterima dengan alasan bahwa Pattimura clan stafnya hanya mau berunding dengan utusan yang dikirim dari Batavia.

Apa yang terjadi dengan Feldman? Dari Pelabuhan Hatawano ia diantar ke pantai Ihamahu

pada pukul delapan pagi dengan sekoci berbendera putih. Segera sesudah mendarat, enam orang pengawal pantai mengantarnya keNegeri Ihamahu. Dari sini keenam orang itu membawanya

dengan perahu nelayan, meliwati sebuah tanjung, lalu mendaratlah mereka. Dari pantai itu mereka berangkat ke Saparua. Feldman membawa sepotong tongkat berbendera putih. Sepanjang jalan mereka bertemu dengan rombongan pasukan pengawal yang turut serta menggabungkan

diri, sehingga makin besar rombongan itu menjadi kira-kira enam puluh orang jumlahnya. Setiba di perbatasan Saparua, Feldman diperintahkan agar menunggu. Seorang pengawal perbatasan

diperintahkan untuk memberitahukan kedatangan utusan Belanda itu kepada Pattimura. Ketika pengawal itu tiba di markas, Kapitan Pattimura sedang berada di tengah sebuah

pasukan yang besar jumlahnya. Berita disampaikan. Setengah jam kemudian Pattimura menuju

Page 53: Kapitan Pattimura

ke perbatasan diikuti oleh pasukan rakyat. Feldman sangat terkejut ketika dari jauh kedengaran sorak-sorai pasukan-pasukan yang muncul dari hutan-hutan. Semuanya menuju ke arahnya dengan senjata bedil, kelewang, tombak, panah dan lain- lain. Didepan Pattimura berjalan

sepasukan Alifuru yang datang mengancam Feldman dengan tombak. Kapitan Pattimura biasanya dikelilingi oleh pasukan pengawal penembak jitu. Kapitan itu berpakaian sederhana

saja seperti pasukannya. Dua buah pistol bergantungan pada pinggangnya dengan kelewang di tangannya.

Dengan cahaya mata penuh penghinaan, Pattimura memandang utusan itu. Kemudian

tanpa bicara ia membali lalu memberi isyarat supaya Feldman mengikutinya. Setiba di markas besar Feldman tidak melihat Christiaansen karena pandu itu telah berangkat kembali ke

Hatawano. Untuk menakut-nakuti Feldman, ia diperintahkan berdiri di depan bangsal, dikelilingi oleh pasukan-pasukan yang mengancamnya. Beberapa waktu kemudian Pattimura menyuruh orang menanyakan Feldman tentang maksud kedatangannya ke Saparua. Feldman mengatakan

bahwa ia datang memenuhi keinginan Kapitan Matulessia sendiri untuk menjemput raja-raja yang akan datang ke Hatawano pada hari Sabtu tanggal 19 Juli guna berunding dengan pihak

Belanda. Hal ini telah diberitahukan oleh Groot kepada Pattimura beberapa hari yang lalu dalam suratnya. Kelewang Feldman diambil dan akan dikembalikan lagi jika ia hendak berangkat kembali kekapalnya. Kemudian dia disuruh masuk kebangsal menghadap Pattimura.

Pembicaraan berlangsung. Pattimura menanyakan Feldman mengenai kapal apa yang pagi itu masuk ke Hatawano. Feldman menjawab bahwa ia tidak tahu. Pattimura menjadi marah dan

mengancam utusan itu. Tetapi Feldman menjawab bahwa sewaktu ia berangkat kapal itu masih jauh, tidak dapat dikenal. Dengan nada marah Feldman diperintahkan supaya segera menulis surat kepada Overste Groot, minta supaya komandan itu atau seorang opsir kapal datang ke

Saparua nanti malam. Segera surat itu ditulis dan dibawa oleh kurir ke Hatawano. Pattimura masuk ruangan meninggalkan utusan itu dengan raja-raja yang ada di situ. Ketika ia keluar lagi, kapitan itu telah mengenakan pakaian militer. la disambut dengan sorakan oleh para pasukan.

Feldman diajaknya pergi kepantai dekat Benteng Duurstede. Ditengah jalan Pattimura menunjuk ke arah pasukannya dan berkata; lihatlah, masih ada beribu-ribu lagi. Tiba di pantai melalui

teropongnya ia melayangkan pandangannya ke laut mencari kalau-kalau ada kapal perang musuh. Dari situ rombongan kembali ke markas. Pattimura memerintahkan menyiapkan kudanya dan kemudian menuju ke Haria diikuti oleh Feldman dan para pengawal dengan berjalan kaki. Di

tengah jalan Feldman ditakuti-takuti akan diternbak, ditombak, ditikam dan lain- lain oleh pasukan yang berjaga-jaga sepanjang jalan. Begitu benci mereka kepada Belanda. Pattimura

yang telah jauh didepan terpaksa kembali lagi untuk menentramkan anak buahnya. Sejam kemudian mereka tiba di Haria dan menuju kerumah keluarga Matulessia. Disitu letnan itu bertemu dengan ibu Thomas yang sudah tua. Ia dipertemukan juga dengan dua orang tawanan

Belanda dari pasukan Beetjes. Mereka mengira bahwa dia datang untuk membebaskan mereka. Mereka kelihatan segar-bugar dan berpakaian seperti rakyat biasa. Tetapi kemudian mereka

dibawa kembali ketempat tawanan. Siang hari rombongan dari Saparua itu makan bersama. Di antaranya ada beberapa orang

raja. Sementara makan Pattimura menanyakan Feldman tentang keluarganya. Letnan itu

menjawab bahwa ayahnya seorang pendeta. Hadirin merasa tertarik dan mengangguk-angguk, suatu pertanda baik. Sambil bergurau Pattimura mengatakan: "Letnan Feldman, tulislah ayah

tuan agar dia datang kemari menjadi residen di Saparua". Mulai saat itu letnan itu diperlakukan dengan baik, sebab rakyat sangat menghormati seorang pendeta.

Menjelang malam hari mereka kembali ke Saparua. Malam itu dan malam-malam

selanjutnya, letnan itu bermalam di bangsal bersama pasukan pengawal. Sebetulnya kepadanya telah ditawarkan sebuah rumah, tetapi karena takut, maka dimintanya agar ia bermalam saja di

bangsal. Tetapi tidurnya itu terganggu semalaman oleh bunyi tifa dan dendang pasukan. Dua hari lamanya dia berada bersama Pattimura. la dibawa kemana-mana kecuali kedalam

benteng. Pengalamannya dengan Kapitan Pattimura menyebabkan ia bisa menilai temperamen

Page 54: Kapitan Pattimura

panglima perang. la baik hati, tetapi segera marah bila ada hal yang tidak disenanginya atau jika jawaban Feldman tidak menyenangkan hatinya. Feldman harus berhati-hati agar tidak menyinggung perkataan kapitan. Ketika mereka pada suatu siang meliwati sebuah gereja

diHaria, dari jauh Pattimura telah mengangkat topinya, mengatup kedua tangannya serta dengan rendah hati melewati gedung itu. Suatu tanda bahwa ia beragama yang mendalam. Melihat hal

itu Feldman segera menyontoh Pattimura. Tanggal 19 Juli pagi panglima perang memerintahkan supaya Feldman diantar kembali ke

Hatawano. Ketika letnan itu menanyakan apakah Pattimura tidak turut serta, kapitan itu

menjawab: "Tidak, sampaikan kepada tuan komandan bahwa raja-raja akan berada di Hatawano. Katakan kepada tuan overste supaya datang berunding dengan mereka."'') Pedangnya diserahkan

kembali dan pulanglah Letnan Feldman. Setibanya dikapal ia melaporkan segala sesuatu kepada komandannya.

Pada hari itu Kapitan "Thomas Matulessia dan stafnya mengatur siasat menghadapi

perundingan. Kepercayaan yang telah ditimbulkan pada Christiaansen dan Fledman membuka jalan bagi terpancingnya Overste Groot untuk turun berunding ke darat. Pattimura

memerintahkan supaya raja-raja dan patih berunding dengan utusan Belanda. Kapitan Lukas Lisapaly alias Aron harus bersiap-siap dengan pasukannya untuk menghadapi segala kemungkinan. Raja-raja yang berada di Saparua diperintahkan agar berangkat ke Hatawano dan

turut dalam perundingan. Sebagian dari pasukan yang dipusatkan di Saparua diperintahkan untuk berangkat ke Hatawano untuk menghadapi kemungkinan pecahnya pertempuran. Diperkirakan,

jika perundingan gagal, pertempuran pasti terjadi. Pukul dua telah ditetapkan dan disetujui oleh Groot sebagai waktu perundingan dimulai. Pukul tiga Pattimura dan stafnya akan tiba di Hatawano.

Pukul dua siang Overste Groot disertai Letnan Ellinghuyzen dan kapten kapal The Dispatch, Grozier yang akan bertindak sebagai juru bahasa turun kedarat. Dua orang serdadu mengawal mereka. Sebelum berangkat Kapten Pool dan pars opsir diinstruksikan supaya

menyiapkan meriam-meriam dan anak buah untuk menghadapi segala kemungkinan. Setiba di pantai utusan Belanda diterima oleh empat orang raja. Rombongan diantarkan ke sebuah rumah.

Di situ telah menunggu raja-raja dan patih yang berjubah hitam. Jubah atau pakaian hitam dipakai untuk ke gereja atau kesempatan yang menuntut kekhidmatan seperti dalam musyawarah. Suasana dalam tempat perundingan itu memantulkan kesungguhan pada wajah

raja-raja dan patih. Di tempat perundingan itu Overste Groot bertemu kembali dengan Christiaansen. Utusan Belanda dipersilahkan duduk. Segera Overste Groot mengajukan

pertanyaan mengapa raja-raja dan rakyat memerangi Belanda. Raja Nolot meminta supaya komandan bersabar, karena masih ada tiga orang raja lagi yang akan hadir. Sesudah ketiga orang itu tiba, perundingan dimulai. Overste Groot mengulangi lagi pertanyaannya. Sebagai jawaban

keberatan-keberatan diulangi lagi. Rakyat tidak dapat menerima tindakan-tindakan Belanda yang tidak sesuai dengan agama yang Belanda sendiri anut, dan yang mereka siarkan didalam

masyarakat, yaitu agama Kristen Protestan. Sementara perundingan berjalan, pasukan-pasukan di bawah pimpinan Kapitan Aron

mengepung rumah tempat perundingan. Rupa-rupanya firasat Groot menjadikannya waspada.

Mungkin juga dari celah-celah dinding para utusan Belanda sempat melihat gerakan di luar rumah yang mencurigakan. Lalu Groot menghentikan perundingan dan memutuskan untuk

kembali kekapal. Ia meninggalkan pesan supaya pemimpin pemimpin rakyat mengirim saja surat kekapal dan menjelaskan sikap mereka. Kemudian rombongan itu minta diri dan kembali kekapal. Kapitan Lukas dan pasukannya tidak bisa berbuat apa-apa karena instruksi dari Saparua

berbunyi: "Tidak boleh bertindak, tunggu kedatangan Pattimura.'.' Kira-kira pukul tiga Pattimura dan stafnya tiba, tetapi utusan Belanda sudah tidak ada. Ia

datang dengan perhitungan bahwa Belanda akan menolak tumutan raja-raja, sehingga perlu diambil sikap yang tegas, seraya memberi pimpinan kepada rakyat dalam pertempuran. Perundingan kilat dengan raja-raja dan patih diadakan. Perundingan selanjutnya dengan Belanda

Page 55: Kapitan Pattimura

ditolak. Pertempuran akan diteruskan. Kira-kira setengah jam kemudian mereka menerima surat dari Groot. Pattimura memerintahkan agar surat itu dikembalikan disertai pesan bahwa rakyat siap bertempur.

Raja-raja dan patih bermusyawarah lalu menyampaikan pendirian mereka, kepada Belanda yang berbunyi:")

Dengan hikmat Allah kami telah memilih Thomas Matulessia menjadi panglima kami untuk melanjutkan perang. Kami tidak mau lagi diperintah oleh Kompania Wolanda. (gubernemen Belanda).

Rakyat tidak sudi lagi dijajah. Kapitan Pattimura mengumpulkan para kapitan dan memerintahkan supaya bersiap siap untuk bertempur. Tiang bendera putih dicabut dari

tancapannya di pantai. Di kapal Reygersbergen Overste Groot mengumpulkan para opsir untuk membicarakan sikap Pattimura dan raja-raja serta tindakan spa yang akan diambil selanjutnya. Keesokan harinya, bendera putih diturunkan dari tiang kapal-kapal perang.

4.6 Kemenangan Rakyat Hatawano

Tanggal 21 Juli, pagi-pagi benar, pasukan rakyat telah siap. Dentuman meriam dari kapal-kapal perang Reygersbergen, Iris dan The Dispatch memuntahkan peluru-pelurunya kedarat, melindungi pasukan Belanda yang mendarat. Pertempuran hebat terjadi. Serdadu Belanda ada

yang terperosok ke dalam kolam kolam berbatu tajam dan runcing disepanjang pantai yang tidak diketahui musuh. Peluru-peluru meriam tidak bisa menembus kubu pertahanan rakyat, yaitu

pagar-pagar batu berkarang yang tebal. Tetapi rumah-rumah dan perahu musnah dan hancur ter-bakar kena tembakan meriam.

Pasukan Belanda digempur dari berbagai jurusan. Akhirnya mereka terpaksa melarikan diri

tergesa-gesa ke kapal. Dari kedua belch pihak jatuh korban, ada yang tewas dan luka- luka. Sekali lagi terlihat dari pantai beberapa kapal dan sekoci bergerak maju menuju daratan. Pasukan Belanda itu dipimpin oleh Letnan Boelen. Tujuan pasukannya adalah membakar arombai, perahu

dan rumah rakyat.

Armada arombai rakyat Hatawano menghalau utusan Belanda (Verheull).

Tetapi pendaratannya digempur dan dipukul mundur. Gagal lagi serangan Belanda. Juga usahanya untuk membakar beberapa arombai di Pantai Ihamahu disambut dengan tembakan

yang gencar sehingga gagal pula usaha itu. Sementara itu keadaan menjadi reda seketika. Tetapi terlihat sekali lagi bahwa Komandan Groot menggerakkan pasukan pendaratannya. Kali ini pasukan Belanda berhasil menerobos masuk ke Negeri Nolot. Arombai dan perahu dibakar.

Rumah rakyat, rumah raja dan gereja menjadi mangsa api. Para kapitan mengerahkan

Page 56: Kapitan Pattimura

pasukannya mengepung pasukan Belanda. Tetapi kedengaran ada perintah mundur ke kapal. Selamatlah pasukan itu!

Hari-hari berikutnya penembakan dan pendaratan terulang lagi, tetapi pasukan-pasukan

Belanda tidak dapat mempertahankan diri di daratan. Pasukan rakyat selalu memukul mundur pasukan musuh. Mulai dari tanggal 26 Juli tembakan-tembakan sudah berkurang dan pendaratan

menjadi jarang karena banyak korban telah ditelan oleh kolam-kolam yang penuh dengan borang-borang (bambu tajam dan runcing).

The Dispatch yang pada tanggal 21 Juli Siang dikirim ke Haruku untuk memberi laporan

yang harus diteruskan ke Ambon, telah kembali pada akhir Juli. Sampai waktu itu Belanda tidak berhasil merebut sejengkal tanah pun. Lagi pula, sekalipun kapal-kapal perang Belanda berusaha

memutuskan hubungan antara Seram dan Saparua, tetapi bala bantuan dari Seram tetap terus mengalir ke Hatawano. Kekuatan rakyat tidak bisa dipatahkan. Overste Groot terpaksa merencanakan siasat barn yaitu mencoba mendaratkan pasukannya di Negeri Saparua. Perjuang-

an di jazirah Hatawano merupakan suatu kemenangan bagi rakyat Hatawano.

4.7. Patih Akoon Berkhianat Nusalaut juga dinamakan Nusahalawano atau pulau emas. Bukan karena pulau kecil ini

menghasilkan emas, akan tetapi karena hasil cengkihnya yang besar mengalirkan emas kedalam

kantong rakyat. Tetapi karena cengkih ini pula monopoli menindas rakyat. Sekalipun rakyat Nusalaut termasuk rakyat yang lebih tenang daripada rakyat Saparua, tetapi mereka pun tidak

bisa membiarkan berlangsung terus. Nusalaut hanya mempunyai tujuh buah negeri. Segenap rakyatnya beragama Kristen. Berlainan dengan Saparua dan Haruku yang selain beragama Kristen juga ada yang beragama Islam.

Sejak semula rakyat dan raja-raja Berta patih berdiri di belakang Thomas Matulessi. Anthone Rhebok yang ditugaskan Pattimura untuk mengatur pertahanan di Nusalaut telah meng-angkat Kapitan Paulus Tiahahu sebagai komandan pasukan rakyat di sang. Benteng, Beverwijk

di Negeri Sila dan Leinitu sejak semula telah direbut rakyat. Pasukan Belanda yang jumlahnya hanya beberapa orang tewas. Para pejuang Nusalaut mengambil bagian dalam pertempuran di

Saparua, Haruku dan Hatawano. Raja-raja dan patih Nusalaut ikut menandatangani "Proklamasi Haria".

Paulus Tiahahu adalah raja Abubu. Mungkin karena umurnya sudah lanjut, ia menarik diri

dari pemerintahan dan diganti oleh Patih Manusama. Pengaruh Paulus yang besar dikalangan rakyat menyebabkan dia diangkat menjadi kapitan pasukan pasukan Nusalaut. Paulus

mempunyai seorang putri yang bernama Christina Marta. Putri raja ini mendampingi ayahnya dalam usaha menghalau penjajah dari buminya. Ia juga rnengalami keganasan peperangan yang hebat.

Semangat rakyat Nusalaut yang berapi-api itu ternyata dikhianati oleh patih Akoon, kepada sebuah negeri di pulau itu. Tanggal 26 Juli Komandan Groot memerintahkan Pool supaya

berpatroli dengan kapal Iris di perairan Nusalaut. Ketika Iris menghampiri Akoon, terlihat sebuah perahu dengan bendera Belanda menghampiri kapal itu. Iris memperlambat kecepatannya sampai perahu itu merapat dengan kapal. Naiklah Patih Akkon dan Dominggus Tuwanakotta

kekapal Iris lalu diantarkan ketempat Kapten Pool. Patih ini memberi laporan yang mengkhianati seluruh rakyat yang sedang berjuang mati-matian. Beberapa hari kemudian komandan itu

membentuk suatu komisi untuk menginterogasi patih Akkon mengenai keadaan di Nusalaut dan Duurstede, sehingga dapatlah dia mengambil siasat yang sesuai dengan keterangan itu.

Dominggus Tuwanakotta memberi keterangan yang sangat merugikan pertahanan rakyat

dan menguntungkan Belanda terutama tentang keadaan Duurstede. Keterangan itu berbunyi sebagai berikut: 14) Sedari saat pemberontakan sebagian rakyat Nusalaut menentang hal itu Rakyat menunggu-nunggu kedatangan Belanda. Jika Iris atau kapal perang yang lain datang ke Nusalaut, rakyat telah mufakat untuk serentak dengan raja-rajanya naik kekapal dan menyerahkan orang orang yang memberontak. Sekarang ini mereka berdiam diri karena takut pada orang Saparua. Dibenteng Beverwijk hanya

Page 57: Kapitan Pattimura

terdapat dua pucuk meriam, besi tumpunya telah dihancurkan. Benteng itu tidak dijaga. Benteng Duurstede masih utuh, hanya meriam-meriam telah dipaku oleh Thomas Matulessia dan pintu-pintu dipalang dengan palang besi. Pantai-pantai penuh dengan kolam yang diberi borang. Setiap orang Saparua diberi bedil. Sewaktu komandan Groot berunding di darat pada tanggal 19 Juli, Kapitan Lukas berada dekat tempat perundingan dan ia memberi perintah, jika ia muncul, maka semua orang Belanda harus diserang dan dipancung kepalanya. Kapten Grozier harus diselamatkan karena ia orang Inggris, yang dianggap sekutu rakyat.

Keterangan itu benar-benar menguntungkan Belanda. Tetapi bahwa rakyat Nusalaut setia

kepada Belanda adalah suatu kebohongan. Pada saat patih Akoon memberi keterangan itu, pahlawan-pahlawan dari Nusalaut sedang mempertaruhkan jiwa raganya di medan laga di

Hatawano dan Haruku. Kebohongan itu akan terbukti lagi dalam bulan-bulan yang akan datang yaitu ketika Kapitan Paulus Tiahahu memimpin pejuang pejuang Nusahalawano memerangi Belanda di Nusalaut dan Jazirah Tenggara Saparua. Munculnya Christina Martha di tengah-

tengah pasukan rakyat mempertinggi semangat juang pahlawan-pahlawan Nusalaut. Kebohongan itu terbukti lagi ketika beberapa hari kemudian patih Akoon itu diantar oleh

The Dispatch kembali ke negerinya. Setiba di Akoon ia diturunkan ke darat dengan sekoci. Tetapi begitu dia menginjak pantai, ia dikejar oleh rakyatnya sendiri dan nyaris tertangkap, jika tidak segera meloncat ke dalam sekoci yang melarikannya. Grozier sendiri memberi kesaksian

dalam laporannya kepada Groot sewaktu ia tiba kembali dengan patih itu. Ketika ia mendekati Akoon, ternyata orang orang yang ada didarat memusuhinya.

Pengkhianatan Dominggus Tuwanakotta itu akan menyebabkan malapetaka bagi mata rumahnya. Beberapa hari kemudian putrinya dicemar dan kakaknya, Julianus Tuwanakotta di-bunuh oleh rakyat Porto dan Haria.

4.8. Mengatur Pemerintahan

Kapitan Pattimura bukan hanya seorang panglima perang, tetapi juga seorang koordinator pemerintahan. Cita-citanya bukan mendirikan suatu kerajaan atau suatu kesultanan atau suatu negara republik. Struktur masyarakat adat Maluku Tengah tidak memungkinkan terbentuknya

suatu negara pada waktu itu. Proses pembentukan suatu negara akan memakan waktu yang sangat lama dan panjang untuk mempersatukan tiap-tiap negeri otonom. Peperangan melawan

penjajah tidak memberikan waktu untuk memikirkan hal itu. Yang dikehendakinya ialah lenyapnya penjajahan dari muka bumi Maluku.

Raja-raja dan patih telah menyatakan dalam , 'Proklamasi Haria" akan tunduk pada

perintah panglima perang. Sebaliknya Kapitan Thomas Matulessia memberi instruksi kepada semua raja-raja dan patih untuk memerintahkan rakyatnya bersikap dengan baik dan teratur,

tetapi tegas. Kebun-kebun cengkih harus dipelihara. Ladang- ladang harus ditanami, produksi sagu harus diperbanyak supaya dapat membantu pasukan-pasukan di medan perang dengan makanan. Semua usaha harus ditujukan untuk perjuangan melawan Belanda. Barang siapa yang

melawan atau mengacaukan ketentraman di dalam negeri harus dihukum oleh raja dan saniri negerinya. Kehidupan keagamaan harus diutamakan. Kebaktian di gereja maupun di rumah-

rumah tangga harus berjalan seperti biasa di bawah pimpinan para guru. Dinegeri-negeri Islam rakyatnya harus beribadah menurut keyakinan dan ajaran agamanya. Didalam keluarga Kristen para orang tua dituntut supaya menyerahkan anak-anaknya seperti biasanya kepada guru-guru

agar dididik pada jalan dan ajaran Kristus. Sebaliknya tuan guru berkewajiban untuk mengajar anak-anak, baik dalam soal keagamaan maupun dalam pelajaran yang biasa seperti membaca dan

berhitung. Pattimura mengirim para pembantunya secara teratur ke semua negeri untuk mengawasi

jalannya pemerintahan. Sekalipun demikian raja-raja tetap otonom menjalankan pemerintahan

seperti sediakala. Dalam masa-masa yang genting sekalipun, raja-raja patih tetap diakui oleh Pattimura sebagai kepada pemerintahan dan wakil rakyat, sebagaimana terbukti dalam musya-

warah mereka di Hatawano, baik dalam perundingan dengan Overste Groot, maupun dalam

Page 58: Kapitan Pattimura

musyawarah antar raja-raja patih untuk menuangkan pendirian mereka dalam surat kepada ko-mandan Belanda itu. Tetapi terhadap raja-raja yang bersalah Kapitan Pattimura bertindak keras dan tegas, ada yang dihardik, dipukul, sampai-sampai dipecat. Terhadap raja yang berkhianat

tidak ada ampun. Mereka dibunuh dan keluarganya dihancurkan, seperti halnya keluarga patih Akoon. Bagi rakyat yang berkhianat disediakan tempat gantungan didua batang pohon yang

berdiri di Gunung Saniri. Raja-raja dan patih selalu dihubungi langsung oleh Pattimura dengan surat. Demikian pula

dengan kapitan-kapitan di medan pertempuran Hatawano, Haruku dan Ulupaha di Hitu. Di

dalam peperangan ini rakyat Seram, Ambon dan Lease tidak berjuang sendirian. Bantuan datang juga dari luar. Pattimura dan stafnya sadar bahwa mereka memerlukan senjata api dan mesiu.

Meriam, bedil dan kapal perang tidak dapat dilawan dengan tombak dan anak panah seperti dalam masa perjuangan para datuk-datuk. Sebagai seorang bintara dalam ketentaraan Inggris, Kapitan Pattimura sadar benar-benar nilai senjata api bagi suatu pertempuran. Sayang meriam-

meriam di Duurstede tidak dapat dipergunakan karena tidak ada peluru dan mesiu meriam. Tetapi dalam benteng itu ada tersimpan sepuluh ribu pon cengkih yang sangat berharga untuk

membelanjai peperangan, cengkih ini ditukarkan dengan mesiu dan senjata api. Pada tanggal 21 Juli, ketika pertempuran di Hatawano sedang berlangsung, orang-orang

Kelmuri dari Seram memasuki Teluk Haria dengan dua buah arombai. Mereka membawa mesiu.

Berita itu disampaikan kepada Pattimura yang pada waktu itu sedang memimpin

pertempuran di Hatawano. Orang-orang Kelmuri itu disuruh datang ke Hatawano. Didalam pertemuan dengan Pattimura mereka menawarkan bantuan kepada para pejuang. Mereka membawa mesiu untuk ditukar dengan cengkih. Sebab itu Pattimura memerintahkan para

pembantunya supaya pergi ke Benteng Duurstede dan mengambil cengkih yang diperlukan oleh orang-orang Kelmuri itu. Inilah permulaan bantuan rakyat Seram Timur kepada para pejuang di Saparua. Mesiu itu sangat diperlukan dalam pertempuran yang sedang menghangat di Hatawano.

Pada tanggal 27 Juli datang orang-orang dari Seram Selor dengan sebuah arombai penuh

mesiu. Pimpinan perang sangat gembira dengan bantuan dari Seram Timur itu. Mesiu itu ditukar pula dengan cengkih. Rupanya seruan Pattimura pada awal perang kepada semua raja-raja di Seram supaya membantu rakyat Ambon dan Lease dalam perjuangan mengusir Belanda dari

tanah air mereka, tidak sia-sia. Para pelaut dan para pedagang Seram Timur, dengan perahu layar yang disebut rakyat

perahu "bot", adalah pelaut pelaut yang tangguh dan berani. Karena dimasa sebelumnya mereka tidak langsung dikuasai oleh Kompeni, mereka lebih bebas bergerak; mereka tidak terlalu menderita karena tekanan monopoli. Mereka bisa berlayar sampai keSulawesi, Bali dan Lombok.

Mereka inilah yang menjadi penghubung antara rakyat yang berjuang dengan rakyat Makasar dan raja-raja Bali dan Lombok. Para pelaut ini datang ke Saparua, Haria, Hatawano clan Hitu

menerobos blokade Belanda, dan mengadakan hubungan dengan Kapitan Pattimura di Saparua clan Ulupaha di Hitu. Mereka membawa mesiu dan bedil yang ditukarkan dengan cengkih. Kemudian mereka berlayar ke Bali, Lombok clan Sulawesi Selatan. Di situ mereka menceritakan

perlawanan rakyat Seram, Ambon dan Lease. Raja-raja di Bali dan Lombok memberi bantuan berupa senjata dan mesiu yang ditukar dengan cengkih. Selama peperangan berjalan, para pelaut

Seram Timur ini sangat berjasa bagi rakyat yang sedang berjuang. Demikian pula raja-raja di Bali dan Lombok. Sekalipun kapal kapal Belanda berpatroli di perairan Maluku, tetapi pelaut pelaut Makasar berhasil juga menembus blokade itu dan membawa bantuan berupa mesiu,

senjata api dan beras bagi para pejuang yang ditukarkan dengan cengkih.

4.9. Saparua Terancam Pattimura dan stafnya yang datang dan pergi antara Saparua - Hatawano untuk memimpin

pertempuran, melihat bahwa keadaan menjadi reda sesudah tanggal 26 Juli. Pendaratan Belanda

Page 59: Kapitan Pattimura

dihentikan, demikian pula penembakan dengan meriam. Mungkinkah Belanda sedang merencanakan pendaratan di tempat lain? Di Saparuakah? Kapitan Pattimura dan stafnya hanya dapat menduga-duga saja, sedangkan Belanda telah mendapat informasi dari patih Akoon

tentang pertahanan diSaparua, terutama keadaan Benteng Duurstede. Komandan Groot memang telah merencanakan pendaratan di Saparua untuk merebut benteng itu. Hampir tiga minggu

lamanya pasukan rakyat ditambat di Hatawano. Segenap tenaga dipusatkan di sana untuk menghalau dan melawan musuh yang mendadak mendarat. Karena keadaan sudah mereda, segera Kapitan Pattimura memerintahkan supaya pasukan ditarik ke Saparua. Pasukan-pasukan

yang ada di lain- lain negeri diperintahkan supaya datang keSaparua pula. Sementara Hatawano bergolak, Ulupaha dan pasukannya tidak saja bergerak di daerah

Hitu, tetapi mereka juga menyeberang keSeram Barat. Rakyat Luhu menggabungkan diri dengan pasukan Hitu lalu menyerang dan merebut benteng di Luhu. Hal ini segera diberitahukan kepada panglima perang. Pada tanggal 28 Juli kakak laki- laki kapitan Pelau tiba di Haria membawa

sepucuk surat dan memberi laporan kepada Kapitan Pattimura tentang perebutan benteng di Luhu. Komandan Pieter Weynand dan serdadu-serdadu Belanda semuanya dibunuh. Surat dan

berita itu adalah suatu tanda bahwa Pattimura diakui oleh para kapitan Hitu yang sedang berjuang dan diakui pimpinannya dalam peperangan. Pattimura juga menerima laporan bahwa Haruku sedang meningkatkan kewaspadaan. Terjadi tembak-menembak selama minggu-minggu

terakhir, setiap kali pasukan rakyat bertemu dengan pasukan Belanda yang sedang berpatroli. Beberapa kali terjadi serangan terhadap Benteng Zeelandia, tetapi tidak lagi sehebat yang sudah-

sudah. Karena Pattimura berpendapat bahwa Saparua terancam, maka diperintahkannya agar

cengkih yang ada di benteng segera dipindahkan. cengkih itu terlalu berharga sehingga kalau

direbut oleh Belanda akan sangat merugikan perjuangan rakyat. Pattimura dan stafnya merundingkan keadaan Saparua. Bagaimana menghadapi Belanda jika ada pendaratan di Saparua? Siasat apakah yang akan dipakai? Akan terulangkah malapetaka Beetjes jika siasat

dulu dipakai lagi? Akan dipertahankan atau dibiarkan Duurstede direbut Belanda? Jika akan dipertahankan pasukan di dalam benteng akan menjadi bulan-bulanan tembakan meriam kapal

perang karena benteng tidak dapat membalas dengan tembakan meriam. Melepaskan benteng membawa risiko bahwa musuh mendapat sejengkal tanah didaratan untuk bercokol dan bertahan. Merebutnya kembali akan membawa banyak korban, jika Belanda telah memperkuatnya dengan

pasukan yang besar dan meriam. Pengalaman di Haruku telah membuktikan hal ini. Dari benteng Belanda bisa melancarkan serangan. Memang demikian, tetapi tentaranya bisa mati kelaparan

dan mati kehausan kalau benteng itu dikepung. Demikianlah berbagai kemungkinan yang dihadapi oleh para pemimpin perang. Putusan akhir mereka akan diambil dalam satu dua hari kemudian.

Sementara itu dari Hatawano datang kurir melaporkan bahwa tanggal. 1 Agustus kapal-kapal perang telah berangkat meninggalkan perairan Hatawano, membelok di ujung Itawaka,

menyusur pantai timur menuju ke Saparua. Segera Pattimura memerintahkan agar para kapitan dan pasukan-pasukannya bersiap-siap, mulai dari Tanjung Paperu sampai keTanjung Ouw.

Tengah hari, tanggal 2 Agustus, Maria Reygersbergen dan The Dispatch memasuki Teluk

Saparua. Kedua kapal itu mendekati Duurstede dan memuntahkan peluru-pelurunya kepantai sekitar benteng itu. Tetapi sampai malam hari tidak terlihat tanda-tanda pendaratan. Pattimura

tidak mengerahkan arombai, kora-kora dan perahu-perahu untuk menyerang musuh. Pengalaman di Hatawano membuktikan bahwa arombai mudah jadi mangsa tembakan meriam. Oleli karena itu semua arombai, kora-kora dan perahu disembunyikan di huta belukar di tepi pantai.

Keesokan hari dalam cuaca yang cerah, kembali kapal kapal perang melepaskan tembakan meriam ditujukan kepantai sekitar benteng. Benteng Duurstede diincar kalau-kalau ada tembakan

dari sana. Jika informasi patih Akoon benar, maka pendaratan tidak akan mendapat tembakan dari benteng ini. Karena tidak ada juga tembakan dari benteng, maka Groot memutuskan untuk menurunkan beberapa sekoci. la meyakini kebenaran informasi patih itu. Komandan dan para

Page 60: Kapitan Pattimura

opsir Belanda berhati hati. Mereka mengatur pendaratan itu secara teliti sesuai teknik militer. Tidak boleh terulang malapetaka Beetjes. Oleh karena itu target pasukan pendaratan ialah merebut, menduduki dan memperkuat Benteng Duurstede. Pasukan pendaratan berada di bawah

komando Letnan Ellinghuyzen, bergerak menurut siasat yang telah diatur. Sementara itu meriam-meriam menghantam pantai. Armada rakyat tidak nampak menyerang dan menghalau

pendaratan itu. Makin mendekati daratan, makin menyebar sekoci-sekoci menjauhi benteng. Tetapi tidak ada tembakan dari Duurstede, juga tidak kelihatan adanya pasukan dalam benteng. Pasukan Belanda berhati-hati karena mereka mengetahui bahwa pantai-pantai penuh dengan

lubang-lubang berborang.

Sementara itu Pattimura telah menempatkan penembak penembak jitu di hutan-hutan belukar sekitar benteng dan di pantai-pantai sekelilingnya. Ketika musuh menginjak pantai meletuslah bedil-bedil dari balik hutan. Meriam-meriam kapal membalas tembakan itu. Serdadu-

serdadu Belanda bergerak menurut siasat yang telah diinstruksikan. Tetapi yang mengherankan tidak ada pasukan Pattimura yang menyerbu ke pantai pendaratan. Tembakan-tembakan mereka

bertujuan menewaskan, melukai dan memancing musuh supaya bergerak meninggalkan pantai dan menyerbu masuk ke dalam pertahanan rakyat. Disitu telah disiapkan beratus-ratus pasukan untuk menghabiskan musuh, tetapi ternyata musuh tidak akan terpancing. Serdadu-serdadu

Belanda bergerak langsung ke benteng. Musuh heran mengapa dari benteng tidak ada tembakan. Lambat laun sadarlah mereka bahwa benteng itu tidak dipertahankan. Tetapi mereka dihambat

oleh penembak-penembak jitu yang mengakibatkan jatuhnya korban-korban. Setelah komandan Groot dan para opsirnya yang mengamati pendaratan itu dari kapal

mengetahui situasi di darat, ia segera memerintahkan supaya segenap kekuatan dikerahkan untuk

merebut Duurstede. Dari laut sekoci-sekoci yang penuh dengan serdadu menyerbu ke bagian selatan benteng, sedangkan dari timur dan barat pasukan-pasukan berlari- lari membawa tangga dan tali untuk memanjat tembok benteng itu. Menjelang petang hari terlihat bendera merah-

putih-biru berkibar di Benteng Duurstede. Tanggal 3 Agustus, pukul enam sore Duurstede kembali jatuh ketangan musuh. Bersorak-sorai musuh di dalam benteng, disambut oleh meriam-

meriam, yang menghujani pertahanan rakyat di sekitar benteng itu. Menurut siasat yang telah diputuskan oleh Pattimura dan stafnya, benteng itu tidak akan

dipertahankan. Meriam-meriamnya toh tidak dapat dipergunakan. Pasukan pertahanan akan

menjadi bulan-bulanan tembakan meriam kapal. Sebab itu dengan mudah sekali benteng dapat direbut. Pattimura bermaksud untuk memancing musuh menurut siasat yang pemah dijalankan

terhadap pasukan Beetjes. Tetapi ternyata musuh tidak kena terpancing. Karena informasi patih Akoon dan laporan kedua opsir Belanda yang dikirim keSaparua beberapa waktu yang lalu, maka Overste Groot mengetahui betapa kuat persenjataan pasukan rakyat. Inti pasukan

Pattimura, "Korps Limaratus" bekas serdadu Inggris, menunggu serdadu-serdadu Belanda di hutan belukar sekitar benteng. Seandainya serdadu-serdadu Belanda menyerbu masuk

pertahanan rakyat, maka malapetaka Beetjes akan terulang lagi. Tetapi sekarang benteng telah direbut musuh. Betapa keliru perhitungan Pattimura dan

stafnya. Benteng itu akan menjadi suatu kubu pertahanan dan penyerbuan yang kuat bagi musuh.

Dalam bulan-bulan mendatang akan terbukti bahwa benteng itu menjadi duri dalam pertahanan pasukan rakyat. Pengepungan hanya akan berhasil dalam jangka pendek. Tetapi dalam jangka

panjang penguasaan benteng itu sangat penting bagi musuh. Sekali benteng itu direbut, Belanda langsung memperkuatnya dengan pasukan dan meriam-meriam dan bantuan tembakan-tembakan dari kapal perang, maka akan sulit direbut kembali dan dikepung terus-menerus.

Segera sesudah Duurstede diduduki, Groot memerintahkan supaya enam buah meriam diangkut dari kapal perang keDuurstede. Setibanya meriam-meriam itu, maka pada malam hari

pertahanan rakyat di sekitar benteng dihujani dengan berpuluhpuluh peluru. Komandan Groot mengangkat Letnan Ellinghuyzen menjadi komandan Benteng Duurstede. Keesokan harinya The Dispatch diperintahkan berangkat ke Ambon untuk melaporkan direbutnya Benteng Duurstede

Page 61: Kapitan Pattimura

kepada pimpinan pemerintahan. Bahan makanan dan air diangkut dari kapal untuk mencukupi persediaan bagi pasukan-pasukan untuk beberapa hari. Di sekeliling benteng dipasang bambu runcing dan disebarkan pecahan botol untuk mempersulit pasukan rakyat. Rumah-rumah di

sekitar benteng diperintahkan untuk dibakar, termasuk rumah residen.

Sementara itu pasukan Pattimura bergerak dan menembaki para serdadu yang sedang sibuk bekerja di luar benteng, tetapi setiap kali mereka ditembaki oleh meriam-meriam. Dalam hari hari berikutnya Pattimura mengerahkan pasukannya untuk menembak setiap serdadu yang

kelihatan diluar benteng. Ini adalah siasat jitu. Salah satu kesulitan Belanda ialah persediaan air minum. Di luar benteng, tidak jauh dari tangga terdapat sebuah sumur yang telah disumbat

dengan rumput-rumput, batu, kayu dan lain- lain. Itulah satu-satunya sumber air bagi pasukan di benteng dan bagi kapal-kapal. Sebab itu Pattimura menempatkan penembak-penembak jitu berhadapan dengan perigi itu. Setiap kali serdadu musuh keluar untuk membersihkan perigi itu,

setiap kali pula gugur satu dua orang serdadu. Letnan Dua van Geuricke telah tewas pada tanggal 7 Agustus ketika memimpin beberapa orang serdadu untuk membersihkan perigi itu. Tetapi

akhirnya juga Belanda berhasil membersihkan sumur itu. Awak kapal yang turun dengan sekoci untuk mengambil air tidak luput dari tembakan penembak jitu. Ada yang luka, ada pula yang tewas. Selama benteng itu dikepung, perigi itu menjadi sumber maut bagi pasukan Belanda.

Di dalam suasana perang yang ganas itu, pada tanggal 6 Agustus, raja-raja dan patih mengundang rakyat Pulau Saparua untuk berkumpul di perbatasan Tiow. Di dalam musyawarali

ini Kapitan Pattimura membentangkan situasi perang yang dihadapi rakyat. Tekad perjuangan sekali lagi dibulatkan. Bersumpahlah hadirin, apabila terjadi perdamaian atau apabila Kompania menang, maka tidak akan ada seorang pun membuka rahasia mengenai alasan-alasan perjuangan

dari permulaan sampai dibunuhnya residen. Tanggal 10 Agustus rakyat Haria berkumpul di baeleo. Di sini mereka bersumpah dan

berjanji tidak akan membuka rahasia bahwa perjuangan dimulai dari Haria.16) Dalam pada itu

rakyat Haria dan Porto selalu siap sedia, didaratan maupun dilautan. Kapal-kapal perang yang datang dan pergi antara Ambon- Saparua diawasi agar tidak memasuki Teluk Haria dan menda-

ratkan pasukan. Johannis Matulessia ditugaskan untuk mengatur pertahanan di sini. Pengepungan berjalan terus. Kekurangan makanan dan air semakin menekan musuh.

Komandan Groot mengirim Letnan Boelen ke Ambon untuk meminta bantuan. Kesulitan itu

merisaukan para komandan militer di Ambon. Sebuah barkas Anna Maria disewa, dan bersama The Dispatch diberangkatkan ke Saparua dengan bahan makanan, air minum, peluru dan berma-

cam-macam alat perang. Tiga orang opsir berangkat bersamasama untuk meneliti keadaan benteng dan pertahanan. Tanggal 10 Agustus mereka tiba di Saparua dengan Anna Maria. Dua hari kemudian komisi itu telah kembali ke Ambon. Groot minta supaya Ambon segera mengirim

lebih banyak bantuan lagi, karena tekanan pasukan Pattimura makin berat. The Dispatch yang singgah di Haruku bertemu dengan kapal perang Inggris Willoughby

yang dipimpin oleh Kapten Croiset. Dari kapal itu diambil dua pucuk meriam dan beberapa kereta pengangkut meriam. Ketika mendekati Tanjung Hatuwalane, The Dispatch melepaskan tembakan meriam ke Negeri Porto dan Haria. Sejak semula rakyat Lease tidak saja berhadapan

dengan Belanda, tetapi juga dengan kapal-kapal perang Inggris yang turut membantu Belanda di Haruku. Hatawano dan Saparua. Sedangkan selama perjuangan rakyat berlangsung senantiasa

menganggap Inggris sebagai sekutu rakyat. Belanda tetap dikepung rapat oleh pasukan Pattimura. Ellinghuyzen dan stafnya tidak

berani mengerahkan serdadu serdadunya untuk menyerang pasukan rakyat dan menerobos kubu-

kubu pertahanan. Groot selalu gelisah karena bantuan dari Ambon sangat kurang. Ia pun tidak berani mengambil tindakan atau risiko untuk menyerang. Anna Maria dan The Dispatch sampai

akhir Agustus datang dan pergi antara Saparua - Ambon untuk meminta bantuan pasukan, makanan, air, peluru, mesiu dan senjata. Sekalipun benteng sudah jatuh, tetapi seluruh Pulau Saparua tetap dikuasai oleh pasukan Pattimura.

Page 62: Kapitan Pattimura

Para komisaris jenderal di Batavia menjadi gelisah, tidak percaya bahwa keadaan bisa menjadi begitu buruk di Maluku. Berita mengenai penghancuran pasukan Beetjes lebih menggelisahkan lagi. Ditambah dengan berita-berita yang datang melalui berbagai pegawai

tinggi tentang pertentangan antara Gubernur van Middelkoop dengan Komisaris Engelhard. Tindakan harus diambil. Pertama-tama, bala bantuan harus dikirim ke Ambon. Kedua, harus

diambil tindakan penggantian pimpinan pemerintahan di Maluku. Untuk itu Laksamana Muda Buyskes, salah seorang anggota komisariat jenderal, akan dikirim keMaluku.

Akhir Agustus tiba bala bantuan dengan kapal Amerika, Lady Patterson dari Batavia.

Kapal itu membawa pasukan dan alat-alat perang. Dibawa pula berita bahwa Laksamana Buyskes akan datang ke Ambon. Segera, pasukan Belanda sebanyak seratus tigapuluh orang

dipindahkan ke kapal perang The Dispatch. Lalu berangkatlah kapal itu ke Saparua. Tanggal 3 September kapal itu tiba dan membuang sauh dekat kapal Reygersbergen. Kecuali pasukan, dibawa pula beberapa pucuk meriam, pelutu, mesiu, bahan makanan dan air minum.

Pattimura dan stafnya yang sudah mendapat laporan dari Pulau Haruku tentang kedatangan The Dispatch mengawasi gerak-gerik kapal itu. Nampak pasukan dan alat-alat perang mulai

diturunkan. Begitu sekoci-sekoci mendekat pantai, pasukan rakyat menyambutnya dengan tembakan yang gencar. Pada saat itu juga meriam-meriam dari kapal perang menghantam barisan rakyat. Begitu hebat tembakan meriam itu sehingga pasukan rakyat terpaksa mundur. Tetapi

sebelumnya duel tembakan berlangsung sampai malam hari. Nampak pula bahwa kekuatan Belanda semakin bertambah. Komandan Groot mulai berani bertindak. Kapten Lisnet diangkat

menjadi komandan Duurstede mengganti Letnan Ellinghuyzen. Letnan Boelen diserahi pimpinan bagian artileri. Rupanya penggantian ini berhubungan dengan suatu rencana penyerangan Belanda.

Keesokan harinya, tanggal 4 September, pada siang hari tampak oleh pimpinan perang rakyat kesibukan yang luar biasa disekitar benteng. Pasukan Belanda turun kelapangan, dua buah meriam diturunkan dan dipasang pada keretanya. Dibawah pimpinan Letnan Boelen pasukan itu

mulai bergerak, kirakira berkekuatan seratus orang. Dengan dipelopori oleh sepasukan borgor Ambon, untuk membuka jalan dan membersihkan penghalang-penghalang, pasukan Belanda

menyerbu masuk pertahanan rakyat dan mulai membakar rumah-rumah. Sejalan dengan itu meriam-meriam yang dibawa dan meriam-meriam dibenteng dan di kapal-kapal perang memuntahkan pelurunya ke pertahanan rakyat. Begitu hebat tembakan itu sehingga Pattimura

memerintahkan pasukannya mundur. Ada maksud lain juga, yaitu makin jauh mereka mundur makin jauh pula musuh masuk kedalam daerah pertahanan rakyat. Saat inilah yang ditunggu

berminggu-minggu. Pasukan Boelen bergerak maju, tetapi ternyata pasukan rakyat seolah-olah telah

menghilang. Mereka telah menghilang di balik hutan belukar, menunggu komando serangan

serantak. Pasukan Boelen tiba di Tiow pada jalan jurusan Haria - Porto. Ia memerintahkan supaya pasukannya kembali lagi dengan alasan pasukan rakyat tidak kelihatan lagi. Serdadu-

serdadu borgor Ambon mendesaknya untuk maju terus, tetapi komando mundur telah diberikan. Sebenarnya para opsir Belanda telah mencurigai pasukan Borgor Ambon. Ada prasangka

bahwa secara diam-diam mereka berhubungan dengan pasukan Pattimura. Overste Groot menca-

tat dalam buku jumlahnya tanggal 1 September sebagai berikut:17) Kaum borgor Ambon tidak bisa dipercaya lebih lama lagi. Mereka memperlihatkan ketidak

puasan dan pada malam hari mereka diajak oleh para pemberontak untuk menyeberang. Oleh karena itu Boelen tidak meluluskan desakan mereka. Pasukan Belanda kembali.

Mereka mendekati jembatan yang tadi mereka lalui. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh teriakan

perang pasukan Pattimura. Teriakan ini menyelamatkan pasukan Belanda, yang menyangka bahwa pasukan rakyat sudah mundur dan menghilang. Karena teriakan ini mendahului serangan,

maka pasukan Belanda berkesempatan untuk berjagajaga, sehingga ketika mereka diserang dapatlah mereka menangkis serangan itu. Sekalipun demikian ada korban yang jatuh. Di dalam bukunya Boelen mencatat:18)

Page 63: Kapitan Pattimura

Jembatan yang tadi kami lalui masih jauh di depan kami. Andaikata musuh (pasukan rakyat) dengan diam-diam beroperasi maka mungkin kami disergap. Akan tetapi teriakan perangnya menyadarkan kami pada waktunya.

Serangan Boelen ini memancing pembalasan. Pattimura memutuskan untuk menyerang

benteng keesokan harinya. Pada siang hari pasukannya menyergap seregu serdadu Belanda yang sedang membongkar tembok-tembok rumah residen yang telah terbakar beberapa hari yang lalu.

Sebelumnya tembok-tembok itu dipakai oleh para penembak jitu untuk bersembunyi dan dari situ mereka menembak serdadu-serdadu yang berada di luar benteng. Tembak-menembak terjadi sepanjang hari. Pada malam hari menjelang tengah malarn, dalam gelap gulita, pasukan rakyat

yang terpilih mengadakan serangan terhadap Duurstede. Mereka berhasil memanjat tembok lalu menyerbu masuk benteng. Pertempuran sengit terjadi. Banyak korban jatuh di kedua belah pihak.

Malam berikutnya terjadi lagi serangan mendadak yang tidak disangka-sangka oleh Komandan Lisnet. Terjadi pertempuran seorang melawan seorang dalam keadaan gelap gulita. Tetapi akhirnya pasukan rakyat dipukul mundur karena tembakan meriam dan pertahanan yang kuat

didalam benteng. Sekalipun demikian pasukan rakyat setiap hari mengincar setiap kepada yang muncul dari balik tembok.

Bulan September itu adalah bulan adu kekuatan antara kedua belah pihak. Bala bantuan mengalir dari Ambon ke Saparua. Bala bantuan juga mengalir dari Seram ke Haria. Sekalipun kapal-kapal perang berpatroli untuk memutuskan hubungan antara Seram dan Saparua, bantuan

tetap bisa mengalir. Selama bulan itu orang Seram Timur berhasil memasuki Teluk Haria sebanyak lima kali. Mereka membawa mesiu dan senjata untuk dipertukarkan dengan cengkih.

Mereka terus-menerus berlayar ke Bali dan Lombok untuk mendapatkan bantuan dari raja-raja di sana berupa mesiu, peluru, senjata api dan lain- lain keperluan perang. Bantuan ini tetap mereka berikan dalam bulan-bulan berikut.

Bagi Belanda kemajuan di medan tidak tercapai. Hal ini mengesalkan mereka, terutama para opsir di Saparua. Sekalipun Overste Groot telah mengeluarkan Surat selebaran, yang

menjanjikan hadiah sebesar F.1000 (seribu gulden) kepada siapa yang berhasil menangkap dan menyerahkan Pattimura kepada Belanda dan f.500 (lima ratus gulden) bagi penyerahan pembantu pembantunya, tetapi usaha itu sia-sia saja. Rakyat telah bertekad bulat merdeka atau

mati dengan pemimpin-pemimpinnya. Sumpah setia dalam berbagai musyawarah yang senantiasa dibaharui, dipegang teguh.

Pasukan Pattimura pun tidak berhasil mengusir Belanda dari Benteng Duurstede. Hanya tembakan-tembakan dari balik hutan dan kubu-kubu batu yang sementara itu dibikin dekat benteng, menyebabkan banyak serdadu musuh yang luka atau tewas. Sebaliknya tembakan

meriam menyebabkan pasukan rakyat banyak yang luka dan tewas juga. Sementara pertempuran berjalan, di mana-mana rakyat bekerja keras menyelesaikan dan

memperkuat kubu-kubu pertahanan sepanjang jalan atau di kampung-kampung untuk menghalau setiap serangan musuh. Seluruh Pulau Saparua dijadikan bastion atau kubu pertahanan rakyat yang tangguh.

DAFTAR CATATAN BAB IV

1) H.A. Idema -De oorzaken, hal. 18. 2) Risakotta -Rapport Porto, BKI dl. 65-1911, hal. 652.

3) v.d. Kemp -Het herstel van het Nederlandsch gezag in de Molukken in 1817, dl II, hal. 646.

4) Risakotta -Rapport Porto in v.d. Komp. Ibid, hal. 652.

5) Risakotta -Ibid, hal. 653.

Page 64: Kapitan Pattimura

6) Sapija -Sejarah Perjuangan Pattimura, hal. 102 7) v.d. Kemp -Het herstel van het Nederlandsch gezag in de Molukken in 1817, hal.

668.

8) v.d. Kemp -Ibid, hal. 669 (Rapport Boelen). 9) v.d. Kemp -Het Ned. Ind. Bestuur in het midden van 1817, hal. 53 voetnoot: 4b. Su-

rat itu diketemukan pada Pattimura sewaktu tertangkap clan dipakai dalam proses verbal terhadap Salemba.

10) v.d. Kemp -Ibid, voetnoot: 4a.

11) v. d. Kemp -Het herstel, hal. 670-671. 12) v.d. Kemp - Ibid, hal. 682-686. Laporan Verheull dalam Verheull I. hal. 181 --188.

13) Sapia - Sejarah Perjuangan Pattimura, hal. 142. 14) van Dore - Matulessia hal. 62-63, terdapat dalam v.d. Kemp. Het herstel, hal. 697. 15) v.d. Kemp - Het herstel, hal. 626. (voetnoot: Rapport Porto).

16) v.d. Kemp - Ibid, Rapport Porto, hal. 625-626. 17) Sapia - Sejarah Perjuangan Pattimura, hal. 167 Journal Reygersbergen.

18) Boelen - Matulessia, hal. 271 —273.

BAB V : PAHLAWAN PAHLAWAN TIANG GANTUNGAN

5.1 Merenungkan Tanggung Jawab Ibu Fransina Matulessia telah lanjut umur. Tidak disangka sangka bahwa kedua anaknya

yang laki- laki akan memimpin rakyat menentang Belanda. la pun tidak bermimpi bahwa Thomas

Page 65: Kapitan Pattimura

akan diangkat oleh raja-raja patih sebagai panglima perang bergelar Kapitan Pattimura. Sudah lama suaminya berpulang. seorang diri ibu yang sudah tua itu mendampingi kedua anaknya dalam suka dan duka. sebagai seorang ibu, hatinya selalu gelisah melihat anak bungsunya

memikul tanggung jawab begitu berat. Tetapi bangga pula ia karena mata rumah Matulessia dan Silahoi melahirkan seorang pemimpin rakyat. Resah juga hatinya melihat Thomas belum lagi

beristri. Jujaro-jujaro Haria mengkhayalkan hidup selanjutnya dalam pelukan laki- laki kabarisi ini. Ibu- ibu memasang berbagai jerat untuk mengikat Thomas dengan gadis mereka.

Dalam hari tuanya dan dalam keadaan perang Ibu Fransina menghiburnya dengan tiga orang

cucunya yaitu putra Johannis dan Nyawael Manuhutu: Abraham, Dominggus dan Thomas. Tiga orang anak itu menyibukkan nenek Fransina setiap hari. Menggeleng-geleng ibu Fransina

apabila ia menegur Thomas supaya memilih seorang teman hidup dan hanya memperoleh senyum saja. Thomas tidak ada waktu, ia terlalu sibuk memikirkan perang dan memikirkan nasib rakyat. Sekalipun demikian, ibunya mengetahui bahwa Thomas mempunyai kekasih diSaparua.

Sebelum perang, Elisabeth Titaley Gassier telah kembali keSaparua. Dalam masa-masa permulaan pergolakan rakyat, Lisbeth tidak tanggung-tanggung memuntahkan kebenciannya

terhadap Belanda dan mendesak Thomas untuk mengangkat senjata. Kerap kali Lisbeth kelihatan mendampingi Thomas difront terdepan. Dalam ketegangan perang yang mencekam, Thomas sering mencari ketenangan pada Lisbeth, yang berdiam dengan keluarga Raja Titaley. Tetapi

hubungan cinta mereka tidak bisa diikat oleh perkawinan karena Elisabeth masih terikat pada suaminya, Eliza Titaley, yang dulu diangkut ke Batavia sebagai serdadu.

Pada waktu-waktu tertentu Thomas memerlukan pelepasan ketegangan dari perang. Larilah ia ketepi pantai pada malam hari, duduk diperahu mengayunkan kaki memainkan air laut yang jernih di Teluk Haria. Pandangannya menembus jauh ke Haruku. Teluk yang tenang

memantulkan ketenangan dalam batin Thomas. Tetapi pikirannya tidak terhenti. Ia merenungkan tanggung jawab yang begitu berat. Dia adalah panglima perang. Raja-raja memberikan kepadanya wewenang penuh untuk memimpin mereka dan bala rakyat dalam perang ini menuju

ke pembebasan dari cengkeraman penjajahan. Bagaimana kalau mereka menang, apa selanjutnya yang akan diperbuat? Bagaimana kalau mereka kalah? Malapetaka akan menimpa rakyat! Dalam

keadaan semacam ini naiklah doanya kehadapan Allah Yang Mahakasih, memohon keteguhan iman baginya dan bagi kawan-kawannya. Rakyat memerlukan bimbingan Tuhan dalam pertarungan mati-matian ini. Saat-saat semacam ini adalah saat-saat peneguhan bathin, saat-saat

pembaharuan kebulatan tekad untuk memimpin rakyat menuju kemenangan. Dalam saat-saat semacam ini, para pengawal, yang senantiasa mengiringi kapitan mereka, berdiam diri; tidak

berani mereka berbicara, tidak berani bersenda gurau, tidak berani mengganggu kapitan mereka. Mereka sadar bahwa Thomas sedang memikirkan rakyatnya. Ada yang telah kehilangan anggota keluarganya, ada yang telah tewas, rumah-rumah yang telah menjadi mangsa musuh. Apa yang

akan terjadi di Haruku? Dapatkah pasukannya menahan serangan balasan Belanda? Hatawano telah memaksakan musuh meninggalkan daerah itu. Saparua adalah benteng yang sulit ditembus

sekalipun Duurstede telah jatuh. Nusalaut belum dijamah oleh musuh. Tetapi pengkhianatan patih Akoon ticlak bisa diampuni. Rahasia apa saja yang telah ia beritahukan kepada Belanda? Terkutuk orang itu dan seisi mata rumahnya. Arwah nenek moyang akan menimpa dan

menghancurkan pengkhianat itu seperti halnya dengan raja Amet dan raja SiriSori Serani. Pikirannya melayang ke Kapitan Tua Ulupaha. Sekalipun tidak bisa berjalan lagi dan harus

dipikul dengan tandu, kapitan itu memperkuat kedudukan para pejuang. Bukankah Seram Barat sekarang dikuasai penuh oleh rakyat yang dipimpin oleh Patih Kris dari Piru, para kapitan Hatiroya, Elias Latupau dari Piru dan Kapitan Tapenussa dari Eti, yang dibantu oleh Ulupaha

dan pasukannya dari Hitu? Bukankah para kapitan ini telah membebaskan Luhu dan sekitarnya dari kekuasaan musuh?

Keyakinan keagamaan Thomas sangat mendalam. la pernah menjadi tuagama atau seorang petugas gereja di Haria. Dengan demikian hubungannya dengan para guru agama yang juga menjadi guru sekolah sangat rapat, seperti guru Strudiek dari Haria, Guru Kepala Sahetappy dari

Page 66: Kapitan Pattimura

Saparua dan guru Risakotta dari Porto. Sekalipun Risakotta tidak menyukainya, tetapi Thomas tetap menghargai guru itu. Guru Sahetappy yang sudah lanjut usianya senantiasa mengkhotbahkan legalisasi perjuangan rakyat atas dasar Alkitab, Mazmur 17. Musyawarah-

musyawarah selalu didahului dengan dia. Anggota-anggota pasukan diharuskan mengunjungi kebaktian setiap hari Minggu. Tuntutan yang diajukan kepada utusan Belanda untuk mengirim

dua orang pendeta ke Saparua, menunjukkan betapa pimpinan perang menaruh kepercayaan besar pada seorang pendeta. Pendeta adalah orang yang diharapkan bisa mendengar hati nurani rakyat. Betapa besar Thomas menaruh perhatian pada perkembangan agama rakyatnya dan

pendidikan agama bagi anak-anak, tercantum suratnya kepada raja-raja dan patih di Seram yang berbunyi:1) Pertama: Kepada tuan-tuan sekalian, raja-raja patih dan orang kaya, diperintahkan agar sejauh

mungkin diusahakan supaya semua orang Kristen, baik anggota maupun bukan anggota jema'at, laki-laki maupun perempuan, hidup dengan damai sebagaimana biasanya. Hendaklah tuan-tuan mengembangkan kepentingan agama orang-orang Kristen, sesuai dengan perintah Yang Maha Tinggi yang bersemayam di dalam surga. Hal itu harus dilakukan dengan jalan pergi ke gereja setiap hari Minggu dan mengunjungi kebaktian setiap pekan. Supaya jangan seorangpun lalai dalam menjalankan perintah Tuhan, agar iman kita diperteguhkan dan kita dihiburkan dalam peperangan ini, yang bertujuan untuk memperbaiki nasib dan tanah air kita.

Kedua: Hendaklah tuan-tuan berusaha supaya anak-anak disekolahkan. Semua ibu-bapak, seperti biasa, harus menyerahkan anak-anaknya kepada para guru untuk diajarkan sabda Allah sebagaimana patut dilaksanakan oleh orang-orang Kristen untuk kebahagiaan tanah air kita, sesuai kehendak suci dari Tuhan Allah.

Selanjutnya: Jika diantara tuan-tuan ada yang tidak melaksanakan perintah ini, maka ia akan diadili dan dihukum, ia akan dibunuh serta seisi rumahnya. Apabila tuan-tuan raja-patih mengeluh karena perbuatan seseorang, tidak perduli siapapun dia itu, yang menentang tuan-tuan dan tidak mau menuruti permtah, maka ia harus dihukum, sebagaimana dikatakan di atas. Lagipula tuan-tuan, para raja-patih dengan kepala-kepala Soa, jika tidak memerintah rakyat sebagaimana dikatakan diatas, sehingga rakyat mengajukan pengaduan, maka tuan-tuan akan dihukum dengan cars yang tidak ada taranya.

Haria, 29 September 1817 Panglima perang ttd. Thomas Matulessia

Dalam jangka waktu dua minggu Kapitan Thomas Matulessia menerima tigapuluh satu jawaban dari raja-raja dan patih di Seram yang membubuhi tanda tangan mereka sebagai tanda terima surat itu.

Tanggung jawab terhadap kebahagiaan rakyatnya menggerakkan Thomas untuk mencari hubungan dengan suku bangsa lain di Nusantara. Hubungan surat-menyurat dan pengiriman

perutusan diadakan pula dengan raja-raja Bali dan Lombok. Pada permulaan bulan Oktober datang raja Ondor ke Haria membawa mesiu. Ketika ia akan kembali Pattimura menitipkan sepucuk surat kepada raja Bali. Dua orang borgor sebagai utusan rakyat yang berjuang, ikut serta

untuk menghubungi raja-rajaBali. 2) Begitulah Thomas Matulessia, Kapitan Pattimura, melaksanakan tanggungjawabnya terhadap

rakyat dan tanah airnya. 5.2 Strategi dan Taktik Seorung Laksamana

Pimpinan pemerintahan Belanda ternyata tidak sanggup menghadapi rakyat. Perselisihan gubernur dengan komisaris justru makin meningkat. Para komandan militer dan marine tidak

berhasil mendamaikan kedua pembesar itu. Terpaksa para komisaris jenderal diBatavia mengambil tindakan. Pimpinan pemerintahan harus diganti dengan seorang gubernur barn yang

Page 67: Kapitan Pattimura

harus pula mempunyai kekuasaan penuh clan berwibawa atas angkatan bersenjata. Pembesir yang tepat pada waktu itu ialah Laksamana Muda Buyskes.L, sudah pernah ke Maluku dalam ta-hun 1802 untuk menerima kembali pemerintahan dari Inggris. Jadi dia sudah mengenal keadaan

di daerah ini. Pattimura, Ulupaha dan para kapitan akan berhadapan dengan seorang laksamana yang telah berpengalaman dalam peperangan Napoleon di Eropa, terutama dalam perang laut.

Tanggal 26 Juni 1918 Buyskes berangkat ke Surakarta melalui darat. Tanggal 27 Juli ia meninggalkan Surabaya menuju Ambon dengan kapal perang Prins Frederik, disertai oleh dua buah kapal pengangkut penuh dengan serdadu, mesiu, peluru, senjata dan lain- lain keperluan.

Tentara yang dibawanya terdiri dari dua ratus lima puluh empat orang dibawah pimpinan Kapten Gezelschap dan duaratus limapuluh orang dipimpin oleh Mayor Meyer dan Vermeulen Krieger

serta turut pula Pendeta Lenting. Tanggal 1 September Buyskes tiba di Ternate. Perjalanan ke Ternate mempunyai tujuan

tertentu, yaitu membujuk sultan Ternate clan Tidore supaya membantu Belanda memerangi

rakyat Ambon, Seram dan Lease. Buyskes menjalankan politik lama dari kompeni, divide et impera. Kedua sultan itu kena terbujuk dan berjanji untuk menyerahkan duapuluh buah korakora

dengan prajurit dalam waktu yang singkat. Sebagai imbalan dan tanda terima kasih, Pemerintah Belanda menganugrahkan kepada kedua sultan itu masing-masing sebuah medali emas. ')

Tetapi bagaimana sikap rakyat Tidore dan Ternate? Mereka sudah tidak mau mati untuk

kepentingan Belanda. Istri dan anak-anak tidak sudi lagi mengorbankan suami dan ayah mereka untuk kepentingan penjajah. Seorang Belanda pada waktu itu mencatat :4)

".......Siapa saja yang kelihatan kuat untuk berperang ditangkap di jalan-jalan dan diambil dari rumah-rumah untuk mengisi kora-kora. Begitu hebat-hebat semangat perang orang-orang Ternate, Hingga ada yang menangis-nangis seperti anak keeil, ada yang putus asa dan mencebur ke dalam laut atau lari bersembunyi di pegunungan".

Sebab itu kedua sultan tersebut memerintahkan supaya dikerahkan orang Alifuru dari

berbagai pulau dalam kerajaan mereka untuk diberangkatkan ke Ambon. Sudah menjadi kewajiban dari tiap-tiap rumah tangga untuk menyerahkan seorang lakilaki guna kepentingan perang.

Tanggal 12 September armada Buyskes meninggalkan Ternate dan membawa serta residen Ternate, Neys. Delapanbelas hari kemudian, tanggal 30 September, Prins Frederik membuang

sauh di Pelabuhan Ambon. Kedatangan laksamana itu disambut dengan gembira oleh masyarakat Belanda. Hanya pucuk pimpinan pemerintah dan para komandan militer serta marine yang gelisah. Mereka semua menunggu keputusan. Kolonel Sloterdijk, komandan kapal perang

Nassau, yang juga mengepalai eskader Ambon, menunggu keputusan dalam keadaan bingung. Ia bertanggung jawab atas pengiriman ekspedisi Beetjes yang malam itu, tanpa dikawali oleh

sebuah kapal perangpun. Akhirnya Sloterdijk memutuskan untuk berpisah saja dengan dunia fana ini. Dengan satu tembakan pistol ia mengakhiri hidupnya. Peristiwa ini menggegerkan kalangan pemerintah dan masyarakat Belanda.

Buyskes segera mengadakan reorganisasi pemerintahan. Komisariat Maluku dibubarkan. Gubernur van Middelkoop dipecat dan diperintahkan berangkat ke Batavia pada kesempatan

pertama. Komisaris Engelhard ditugaskan untuk mengadakan inspeksi umum terhadap keadaan diKeresidenan Banda, karena di sana terdapat juga perselisihan antara orang-orang Belanda militer dan sipil. Tetapi Engelhard menolak dengan alasan sakit. Ia diperintahkan berangkat

kembali ke Batavia dan mengharap pucuk pimpinan pemerintahan. Kekuasaan atas pemerintahan sipil dan militer diambil-alih oleh Buyskes. Untuk sementara Net's diangkat menjadi residen di

Ambon dengan tugas memimpin seluruh administrasid penyelenggaraan semua urusan mengenai rakyat pribumi. Ternyata seluruh administrasi pemerintahan kacau.

Keadaan perang yang bagaimana yang dihadapi Buyskes dalam bulan Oktober ini? Pasukan

Pattimura menguasai seluruh Pulau Saparua. Duurstede telah direbut kembali oleh Belanda, tetapi benteng itu dikepung rapat. Sulit dan berbahaya bagi setiap serdadu musuh yang keluar

Page 68: Kapitan Pattimura

mengambil air dari perigi, yang berada hanya duapuluh lima langkah dari tangga-tangga benteng. Di Pulau Haruku semua negeri memerangi Belanda. Hanya Negeri Haruku dan Samet dikuasai oleh musuh. Nusalaut sepenuhnya dikuasai oleh para kapitan. Di Pulau Ambon, bagian

barat Jazirah Hitu, negeri-negeri Wakasihu, Larike, Asilulu, Seit, Lima, Lebelehu, Uring dan Hatiwe, berada dalam keadaan perang dibawah pimpinan Kapitan Ulupaha. Bagian timur Hulu

dikuasai oleh Belanda. Negeri-negeri di Leitimor dikuasai oleh Belanda dengan mempergunakan kaum borgor, yang banyak terdapat di Kota Ambon dan negeri-negeri. Seram Barat dan Selatan tetap bergolak dan dikuasai rakyat. Dari sini mengalir pasukan-pasukan untuk membantu rakyat

di Hitu, Haruku dan Saparua.

Armada kora-kora Ternate dan Tidore berbendera Belanda memasuki teluk Ambon (Verheull).

Buyskes menyusun rencana dan siasat militer. Laksamana muda itu menggariskan kepada

para opsir dalam stafnya beberapa tindakan reorganisasi angktan bersenjata dan prinsip pe-nyerangan. Pertama, dibentuk tiga detasemen, masing-masing terdiri dari empat puluh enam

orang marinir dan ditempatkan di tiga buah kapal yaitu Evertsen, Nassau dan Prins Frederik. Detasemen itu disebut menurut nama kapal perang dimana mereka ditempatkan dan diperkuat oleh satu kesatuan angkatan darat. Kedua, para komandan yang akan memimpin berbagai

ekspedisi diberi keterangan dan instruksi yang jelas. Ketiga, siasat pengepungan, yaitu serangan serentak dari berbagai jurusan akan dilakukan, sehingga pasukan rakyat tidak bisa menduga

dimana akan terjadi pendaratan dan dari arah mana datangnya serangan utama. Pada tanggal 11 Oktober rakyat yang berdiam di sekitar Teluk Ambon menyaksikan suatu

pawai kora-kora. Delapanbelas buah memasuki teluk. Kora-kora itu dipersenjatai dengan

meriam-meriam kecil dan membawa Alifuru Tidore dan Ternate. Pasukan Ternate dipimpin oleh Pangeran Tusan dan pasukan Tidore oleh Kimelaha Dukimi. Jumlah mereka sekitar seribu

limaratus orang. Dalam hari-hari berikutnya menyusul kora-kora lainnya, sehingga menjadi empatpuluh buah. Dengan bantuan beberapa ribu Alifuru Ternade dan Tidore ini, berhasillah Buyskes menjalankan politik memecah-belahnya. Buyskes mengorganisasi angkatan lautnya.

Pada waktu itu kapal perang Maria Reygersbergen berada di Saparua. Iris dan The Dispatch sedang berpatroli di perairan Lease. Di Ambon ada Evertsen, Nassau dan Anna Maria. Armada

itu diperkuat dengan kedatangan Prins Frederik. Swallow dibeli dari Inggris dan diganti namanya menjadi Zwaluw. Kemudian datang pula Venus. Disamping itu tersedia empatpuluh kora-kora, sejumlah kapal angkutan dan barkas. Kekuatan militer inilah yang akan dihadapi oleh Kapitan

Pattimura dan Kapitan Ulupaha. Kini Buyskes siap untuk melaksanakan strategi dan taktik perangnya. Sesudah mempelajari

keadaan, direncanakannya tindakan pertama, yaitu menaklukan Jazirah Hitu, kemudian Haruku,

Page 69: Kapitan Pattimura

lalu memutuskan hubungan antara Nusalaut dan Saparua untuk kemudian menaklukkan kedua pulau itu. Giliran terakhir ialah penaklukan Seram.

5.3 Pertarungan di Jazirah Hitu Beberapa hari sebelum rakyat di pesisir Teluk Ambon menyaksikan pawai kora-kora, rakyat

di jazirah Hitu telah mengamati-amati dengan saksama gerakan armada kora-kora itu tatkala menyusur pesisir Utara Hitu. Ulupaha dan para kapitan menyangka bahwa ada bala bantuan yang datang dari Seram atau dari Utara. Tetapi sesudah mengetahui bahwa armada itu adalah armada

Ternate dan Tidore yang berbendera Belanda, maka sadarlah mereka bahwa kedua sultan di Utara itu telah dibeli oleh musuh. Karena arombai yang tersedia tidak seimbang untuk mencegat

kora-kora yang dipersenjatai itu, maka Ulupaha dan para kapitan tidak dapat mengambil risiko untuk menyerang armada itu. Kabar kedatangan armada itu segera disiarkan ke seluruh Pulau Ambon, Seram dan Haruku, Dari Haruku dan Seram berita itu disampaikan kemarkas besar

Pattimura. Ulupaha mengambil tindakan. Pasukan dikerahkan dan dipusatkan di markas di Negeri Lima.

Larike akan diserang, kemudian barun Hila. Untuk mengembalikan keamanan di Jazirah Hitu, Buyskes mengeluarkan suatu seruan pada tanggal 10 Oktober yang ditujukan kepada rakyat di Jazirah Hitu supaya menyerah. Mereka yang menyerah akan diampuni. Seruan itu siasia saja,

rakyat tidak sudi tunduk lagi pada Belanda. Bersiap siap pasukan Ulupaha untuk menyerang Larike.

Tanggal 13 Oktober Buyskes menjelaskan rencana penyerangannya kepada Overste Krayenhoff. Mayor Meyer akan memegang komando atas seratus duapuluh orang marinir Eropa, tigapuluh orang infantri Eropa dan duapuluh orang infantri bumiputra. Setiap alat pengangkutan

laut dan setiap serdadu dibagi dalam tiga divisi, diberi nama Divisi Evertsen, Divisi Prins Frederik dan Divisi Nassau. Pada setiap divisi ditambah satu kora-kora dengan pasukan Alifuru Tidore. Tujuan serangan ialah Larike. Di sana Mayor Meyer dan komandan benteng, Coenraad

Keller, akan berusaha mengajak rakyat untuk bekerja sama dan menyerang Lima, karena diperkirakan markas pertahanan rakyat berada dinegeri Lima atau Lebelehu. Serangan terhadap

Lima akan dimulai oleh kora-kora Tidore. Dari selatan Letnan Hofman akan menyerang dan Laha bersama seratus orang Alifuru Tidore dan Ternate dan duabelas serdadu bumiputra. Tiga buah kora-kora Ternate dan sebuah arombai akan menuju ke Laha. Di situ rakyat akan dibujuk

untuk menunjukkan jalan keLima memotong hutan dan pegunungan. Selama itu kora-kora dan arombai tetap menunggu di Laha. Satu divisi akan masuk labuan

Uring, tetapi tetap berada di kapal atau sekoci. komandan di Hila dengan residen dan pasukannya akan menyerang Seit dari timur, sedangkan pasukan Meyer melalui Asilulu, Uring dan Lima akan menyerang dari Barat. Selama serangan itu kapal pengangkut Lasem akan bersiap-siap di

Labuan Hila. Letnan Knops dan detasemennya dari Mamala akan menduduki jembatan dan simpang Jalan Mamala - Hitulama- Rumahtiga. Letnan Teunissen dari Hitulama bergerak ke

Hila dan akan bertempur di bawah pimpinan Letnan de Bree. Jika pasukan rakyat dipukul mundur ke hutan-hutan, maka serdadu Eropa tidak boleh mengejar mereka. Tugas itu diserahkan kepada Alifuru Ternate dan Tidore. Jika operasi berhasil segera semua sekoci dan serdadu Eropa

kembali ke Ambon, kora-kora dan arombai tetap berlayar berjaga-jaga dari pesisir Hila sampai ke Larike dengan pimpinan Letnan Gerards. Pasukan Alifuru Ternate hares kembali keLaha lalu

menuju keAmbon. Sesudah beberapa hari di Hila, Mayor Meyer dan Gerards dengan menggunakan satu sekoci dari Prins Frederik dan kapal pengangkut Lasem kembali keAmbon, karena akan segera diberangkatkan ke Saparua. Demikian rapinya diatur siasat operasi oleh

seorang laksamana yang berpengalaman. Para kapitan berhadapan dengan seorang ahli perang, yang mempergunakan pasukan, kapal, sekoci dan kora-kora dalam jumlah yang begitu besar.

Keesokan harinya Buyskes mengadakan inspeksi pasukan. Tanggal 15 Oktober pasukan diangkut ke Hitu Barat dan Baratdaya dengan lima sekoci yang dipersenjatai dengan meriam-meriam kecil, dug arombai perang, enam arombai pengangkut, sebuah kapal dagang kecil yang

Page 70: Kapitan Pattimura

membawa Meyer dan tiga buah kora-kora Tidore di bawah pimpinan Kimelaha Dukimi. Pasukan Alifuru memakai ban putih di lengan kiri sebagai tanda pengenal.

Sementara Buyskes sibuk mengatur siasat operasinya. Kapitan Ulupaha mengerahkan

pasukannya menyerang Larike. Negeri itu dipertahankan oleh empatpuluh orang pasukan infantri. Pasukan rakyat memukul mereka, sehingga mereka menarik diri ke benteng. Rakyat

mengepung musuh. Musuh kehabisan peluru, hampir kehabisan makanan, panas melemahkan mereka, nasi dimasak dengan air laut karena kehabisan garam. Tanggal 15 siang serangan umum dilancarkan rakyat dengan tembakan seru. Panah api melayang kedalam benteng untuk

membakar isinya. Tetapi maut belum mau merengut nyawa musuh. Pada puncak krisis Meyer tiba dengan pasukannya. Pertempuran sengit terjadi. Tembakan meriam dari sekoci-sekoci

melemahkan serangan dan pertahanan rakyat. Akhirnya pasukan rakyat mengundurkan diri kehutan-hutan. Bersama ekspedisi itu datang pula orang kaya Uring dan orang kaya Asilulu, yang pada permulaan perang melarikan diri keAmbon. Mereka ditugaskan oleh Buyskes untuk

berusaha mengajak rakyat menyerah. Pengumuman itu mereka sebarkan. Sementara itu rencana serangan umum seperti direncanakan oleh Buyskes, dijalankan. Pagi-

pagi tanggal 16 Oktober Meyer dan pasukannya bergerak dari Larike ke Seit. Ditengah jalan mereka bertemu dengan sejumlah laki- laki yang berjubah putih dan membawa bendera putih. Mereka datang menyerah. Kepada Meyer mereka beritahukan bahwa tadi malam Ulupaha

dengan seribu tigaratus orang bergerak ke Lima. Keesokan harinya pasukan Meyer dan pasukan Ulupaha berhadapan di Lima. Pertempuran sengit terjadi di Lima dan di Seit. Dari segala penjuru

pasukan rakyat diserang. Ulupaha digotong dengan tandu, didampingi oleh putranya. Kapitan Katahala, memimpin pasukannya. Tetapi lama kelamaan pasukan itu tidak bisa bertahan, karena diserang dari semua jurusan dari laut, dari darat, dari barat dan timer dan dari pegunungan.

Akhirnya pasukan Ulupaha mundur ke hutan-hutan, clikejar oleh pasukan Alifuru dari Ternate dan Tidore. Disini terjadi adu kekuatan dan kecerdikan dari pohon ke pohon, dari semak kesemak sampai gelap menutup pemandangan. Beberapa korban yang jatuh tidak dapat

dikatakan. Keesokan harinya, tanggal 17 Oktober, ekspedisi Hila berakhir. Dua hari kemudian ekspedisi

kembali ke Ambon tanpa Ulupaha. Kapitan tua itu dengan Kapitan Katahala, disertai pasukan rakyat dan Alifuru dari Seram, berhasil meloloskan diri ke Seram Barat. Disini mereka melanjutkan peperangan melawan penjajah. Ketika ekspedisi Belanda kembali, pasukan Ulupaha

menyeberang dari Seram dan menyerang Benteng Larike. Pertempuran terjadi lagi. Tetapi mereka dipukul mundur lalu menyingkir ke Luhu. Tujuh orang tertangkap. Mereka gugur

sebagai pahlawan, mereka ditembak mati oleh pasukan Belanda. Dari Luhu Ulupaha dikirim berita ke Haria memberitahukan kepada Pattimura dan stafnya tentang situasi di Jazirah Hitu.

5.4 Api Peperangan Membakar Haruku Jatuhnya Hitu mendorong Pattimura dan para kapitan di Haruku untuk mencoba lagi merebut

Benteng Zeelandia. Melalui Haruku, para pengintai di Ambon, menyampaikan kabar kepada markas di Haria tentang kegiatan angkatan laut yang luar biasa di Teluk Ambon. Adanya beberapa puluh kora-kora penuh dengan Alifuru Ternate dan Tidore, menyadarkan pemimpin-

pemimpin rakyat, bahwa mereka tidak saja menghadapi Belanda tetapi juga bangsanya sendiri. Betapa ironis perkembangan sejarah rakyat cengkih dan pala. Sementara rakyat Se-ram, Ambon

dan Lease mempertaruhkan jiwa raganya untuk memerdekakan diri dari cengkraman penjajah, beberapa ribu Alifuru Ternate dan Tidore diperalat oleh Belanda untuk mengembalikan rakyat kebawah telapak kaki penjajah. Usaha itu hal itu terjadi dengan rakyat Hitu. Apa boleh beat.

Tekad rakyat Lease dan Seram telah dibulatkan. Perjuangan harus diteruskan. Pattimura menyeberang ke Haruku. Siasat diatur. Benteng Zeelandia harus dikepung lagi.

Keadaan perang, yang agak mereda dalam beberapa minggu terakhir, mulai panas lagi. Kubu-kubu di Pelau diperkuat. Hulaliu menjadi basis terakhir dalam pertahanan Pulau Haruku. Berpuluh-puluh pasukan mengalir lagi dari Seram. Bantuan senjata dan mesiu tiba dari Bali

Page 71: Kapitan Pattimura

dibawa oleh pelaut-pelaut Seram Timer pada tanggal 2, 3, dan 13 Oktober. Sebagian besar disalurkan kepada Kapitan Selano di Haruku. Setelah Hitu, Haruku pasti mendapat giliran. Perhitungan Pattimura tidak meleset. Komandan pertempuran, Kapitan Selano, segera

mengerahkan pasukannya menyerbu Negeri Haruku. Serangan merebut benteng tidak berhasil. Tetapi sampai tanggal 30 Oktober Benteng Zeelandia dikepung rapat. Jatuhnya Hitu

menimbulkan kegembiraan besar di kalangan masyarakat Belanda. Sudah beberapa bulan lamanya mereka kehilangan kepercayaan pada gubernur dan para komandannya. Kemenangan Buyskes mereka disambut dengan berduyun-duyun memasuki tentara secara sukarela. Tigaratus

sukarelawan, termasuk kaum borgor Ambon, dipersenjatai. Mereka disebarkan dalam ketiga divisi yang telah dibentuk sebelum Hitu diserang.

Sementara. itu Buyskes mempelajari laporan- laporan yang mencemaskan dari Haruku. Segera disiapkan tigaratus orang tentara Eropa dan delapanpuluh orang sukarelawan, dengan pimpinan Letnan Meynerd. Beberapa ribu tentara Alifuru Ternate dan Tidore dengan duapuluh

lima kora-kora, di bawah pimpinan kapitan mereka, ditaruh di bawah komando tiga orang Belanda "liplap" (=indo), yaitu Letnan Landouw, Shutz dan Pietersen. Tigapuluh lima orang

yang berasal dari kapal perang Frederik bertugas dibarkas dan sekoci yang dipersenjatai dengan dua pucuk meriam kecil. Mereka mengangkut mesiu, peluru dan bahan makanan untuk delapan hari. Letnan 't Hooft, seorang marmir yang luput dari kehancuran di Waisisil, mengepalai

pasukan itu. Ekspedisi itu dibagi dalam tiga divisi yang sudah ada. Sebagai komandan ekspedisi diangkat Mayor Meyer dan wakil komandan Kapten Vermeulen Krieger.

Tanggal 30 Oktober ekspedisi Meyer menyeberang dari Paso ke Haruku. Buyskes dan Pendeta Lenting turut serta. Pada saat itu Belanda di Benteng Zeelandia mengalami saat-saat yang kritis, karena sedang dikepung rapat dan diserang oleh pasukan rakyat. Kedatangan

ekspedisi membebaskan benteng itu dari kepungan. Di Haruku telah menunggu Overste Groot yang tiba pukul sepuluh pagi. Sehari sebelumnya orang kaya Batumerah dan seorang serdadu Belanda tiba di Saparua dan menyampaikan perintah Buyskes supaya Groot datang ke Haruku

agar turut dalam perundingan mengatur siasat serangan terhadap Haruku, Saparua dan Nusalaut. Segera Buyskes clan para komandan mengatur siasat penyerangan. Tanggal 2 Nopember, pada

waktu fajar merekah, Meyer akan berangkat dengan armadanya keKailolo. Kubu-kubu pertahanan rakyat di situ harus dihancurkan. la akan disertai raja Pelau, yang dahulu diusir oleh rakyatnya karena memihak Belanda dan ditahan oleh gubernur di Ambon. Raja ini ditugaskan

untuk mempengaruhi rakyatnya supaya tunduk pada Belanda. Gerakan ke Pelau akan diperkuat dengan dua arombai yang dipersenjatai dengan dua pucuk meriam kecil. Sesudah Pelau diduduki

akan ditempatkan di situ satu divisi, dua arombai perang dan empat orang arteleris. Negeri tidak boleh dibakar. Kemudian Negeri Hutasuwa yang berdekatan dengan Pelau harus direbut dan dihancurkan. Pasukan di Pelau akan bergabung dengan divisi keempat yang dipimpin oleh

Hofman. Overste Krayenhoff telah diinstruksikan supaya mengirim divisi itu ke Pelau. Dari situ pasukan itu harus segera berangkat keSaparua.

Kapitan Lukas Selano dan Pattisaba, yang sedang mengepung Benteng Zeelandia pada tanggal 30 Oktober melihat armada yang besar itu menuju ke Haruku. Menjelang tengah hari musuh mendekati benteng. Pada saat itulah meriam dibenteng dan dari laut memuntahkan

peluru-peluru mautnya. Begitu hebat tembakan-tembakan itu sehingga kubu-kubu kepungan hancur dan Kapitan Selano terpaksa memerintahkan pasukannya agar mundur. Pada malam hari

pasukan itu menarik diri ke Kailolo dan Pelau. Tanggal 2 Nopember 1817. Pagi itu cuaca sangat cerah, laut tenang dan licin. Maklumlah,

bulan Oktober dan Nopember adalah bulan-bulan yang tenang. Lautan di Maluku licin seperti

minyak, kata orang. Pasukan yang berjaga-jaga di pantai melihat armada musuh bergerak menuju ke labuan Kailolo. Sesudah armada tiba di depan negeri, Meyer memerintahkan untuk

mendarat. Dua divisi dan sebagian pasukan Alifuru didaratkan. Ketika mereka menginjak pantai, meletuslah bedil-bedil. Darah memerahi laut dan pasukan musuh berjatuhan di pantai. Meriam meriam memuntahkan pelurunya, menghambur maut di tengah pasukan rakyat. Pertempuran

Page 72: Kapitan Pattimura

berlangsung dari pantai kepantai, dari semak kesemak, dari hutan kehutan. Kolam-kolam yang berborang menelan musuh yang terperosok kedalamnya. Serangan musuh terlalu kuat untuk ditahan. Pasukan Selano dan Pattisaba mundur ke hutan. Habislah Kailolo dirampok dan rumah-

rumah rakyat dibakar. Dalam waktu singkat Kailolo rata dengan tanah. Pasukan yang mundur itu bergerak menuju ke Pelau untuk memperkuat pertahanan negeri itu.

Armada Belanda di Teluk Saparua. Pendaratan Alifuru Ternate dar Tidore Di latar belakang Benteng Duurstede (Verheull).

Keesokan harinya, pagi-pagi benar, tiga kesatuan musuh bergerak ke Pelau melalui laut dan

dua kesatuan melalui darat. Menjelang tengah hari kapal perang Iris dan The Dispatch memasuki labuan Pelau lalu mulai menghujani kubu-kubu pertahanan rakyat dengan gencar. Arombai dan

perahi-perahu hancur oleh tembakan-tembakan itu. Menjelang pukul satu siang kesatuan darat mendekati Pelau, Sementara armada dan pasukannya memasuki labuan. Kapal-kapal perang mulai lagi memuntahkan peluru mautnya ke pantai. Pasukan Meyer kemudian mulai mendarat di

tiga tempat. Sementara itu pasukan darat mulai menyerang kubu-kubu pertahanan rakyat. Pasukan Alifuru diperintahkan menyusup kehutan-hutan dan mengepung Negeri Pelau. Terjadi

pertarungan hebat antara pasukan Alifuru dari Seram melawan Alifuru dari Ternate dan Tidore. Korban dari kedua belah pihak berguguran. Sementara itu kapitan-kapitan menangkis serangan serdadu-serdadu Belanda. Terjadi pula pertempuran sengit. Begitu kuat tekanan musuh dari laut

maupun dari darat hingga akhirnya mereka memperoleh kemenangan. Rakyat mulai digiring ke pantai; tiga ratus orang tertangkap. Di antaranya banyak pejuang

yang tidak sempat lolos dari kepungan musuh. Laki- laki dipisahkan dari perempuan dan anak-anak. Mereka diikat dan ditawan di mesjid dan di rumah rumah. Atas perintah Buyskes, duapuluh empat orang, antara lain beberapa kapitan dan pemimpin rakyat, beberapa orang guru

dan imam serta putra raja Pelau, digiring ke pantai lalu ditembak mati, atas komando Meyer. Kejadian itu terjadi di depan mata raja Pelau.1) Awan gelap meliputi rakyat. Ratap tangis

terdengar di mana-mana. Belum lagi mereka sadari benarbenar apa yang telah menimpa mereka, terjadilah perampokan harta milik mereka. Perampokan selama duapuluh empat jam yang diizinkan oleh pimpinan perang Belanda sebagai hukuman terhadap rakyat dan untuk

memuaskan nafsu rampok dari tentara musuh. Untung rumah-rumah tidak dibakar. Benteng Hoorn diperbaiki. Tiga kesatuan di bawah pimpinan Letnan Artileri Richemont,

mendudukinya sampai divisi empat sebesar seratus orang tiba di bawah pimpinan Hofman untuk mempertahankan benteng itu, dan dibawa serta dua pucuk meriam. Sesudah mengatur operasi selanjutnya Buyskes kembali ke Ambon.

Tanggal 5 Nopember Meyer menyerang Hatusuwa yang cukup kuat pertahanannya. Pasukan rakyat dipukul mundur dan menarik diri ke Hulaliu. Meyer dan pasukannya terus bergerak dari

laut kekubu pertahanan yang terakhir. Kubu itu dipertahankan oleh Kapitan Sahureka Bakarbessy dan Suwarapatty Tuanoya. Disebelah barat negeri itu musuh mendarat. serangan

Page 73: Kapitan Pattimura

kenegeri itu dibantu dari laut dengan hantaman tembakan meriam. Musuh yang begitu besar jumlahnya menyerang kubu-kubu pertahanan rakyat habis-habisan. Banyak yang mati terperosok ke dalam lubang- lubang. Karena tidak berhasil bertahan maka pimpinan pertahanan

memerintahkan pasukannya menarik diri kehutan dan gunung. Meyer memerintahkan pasukan Alifuru Ternate dan Tidore mengejar mereka. Disini pasukan rakyat telah menyiapkan

perangkap. Sepanjang hutan diikat kentongan bambu pada rotan-rotan atau tali yang ditarik ke pos penjagaan. Kedatangan musuh segera diketahui dari arah mana tali rotan itu disentuh. Kemudian serangan tiba-tiba menewaskan pasukan Alifuru itu. Dijalan-jalan setapak dipasang

jerat, yang kalau diinjak menjerat musuh lalu menariknya keudara, sehingga tergantung dipohon dan mudah menjadi mangsa panah atau tembakan. Juga dipasang jerat bambu, yang

dilengkungkan melintang dijalan dan ditutup dengan rumput. Jika diinjak bambu itu akan memukul regu musuh yang liwat dan pada saat itu musuh diserbu. Pertempuran yang sengit dihutan-hutan berlangsung beberapa hari. Tetapi Negeri Hulaliu menjadi lautan api, dibakar oleh

musuh. Demikian pula arombai dan perahu-perahu menjadi abu di sulut api. Para kapitan di Aboru dan Wasuu menyusun pasukannya berjaga-jaga di sebelah barat

setelah mundur pada tanggal 30 Oktober dari pengepungan Benteng Zeelandia. Mereka memperhitungkan bahwa serangan akan datang dari laut dan dari daerah barat. Berita tentang jatuhnya Kailolo dan Pelau telah sampai pula dikedua negeri itu. Pada malam tanggal 5 Nopem-

ber datang berita dari utara tentang jatuhnya Hatusuwa dan Hulaliu. Dalam waktu singkat tentu negeri mereka akan diserang. Rakyat telah diungsikan kehutan dan gunung. Keesokan harinya

tiba-tiba saja, secara tidak diduga-duga, mereka diserang dari gunung. Musuh datang dari utara. Serangan limaratus alifuru Ternate yang dikirim oleh Meyer memotong jalan menembus hutan dan gunung mengagetkan para kapitan. Empat buah barkas dan sekoci tidak bisa mendaratkan

pasukan karena dihalangi ombak. Terlambat pasukan-pasukan ditarik dari barat. Serangan yang dilancarkan tidak berhasil menahan pasukan alifuru Ternate. Aboru dan Sassu direbut, kemudian semua bangunan dibakar. Tidak luput arombai dan perahu-perahu. Api menjulang tinggi ke

udara hingga terlihat di Saparua dan Haria. Semua negeri di Pulau Haruku jatuh ketangan musuh. Semua isi negeri kecuali Pelau

dibakar. Rakyat berlindung di hutan-hutan di bawah kolong langit. Pohon-pohon yang rendah menjadi payung pada siang hari dan tempat berbaring di bawahnya pada malam hari. Pasukan rakyat yang ada di hutan dan di gunung setiap kali bergerak ke pesisir, mengadakan serangan

tiba-tiba, mengacaukan musuh, kemudian menghilang lagi. Kapitan Pattimura dan stafnya cemas ketika menerima berita tentang jatuhnya Kailolo dan Pelau. Panas hati mereka, kutukan dan

maki-makian dilontarkan kepada musuh, ketika pembawa berita menceritakan penembakan mati pahlawan-pahlawan di Pantai Pelau.

Hari Minggu, tanggal 5 Nopember, dalam suatu kebaktian penuh prihatin seluruh jemaat

Haria dan Porto menaikkan doa ke hadapan Allah Yang Mahakasih agar rakyat Haruku dilin-dungi dan agar dikaruniakan keselamatan bagi jiwa mereka yang tewas dan dihukum mati.

Sehabis kebaktian Pattimura memerintahkan supaya pasukan di Haria dan Porto bersiap-siap, karena ada berita bahwa gerakan armada besar telah menuju ke bagian timur Haruku. Melalui teropongnya, dipantai Pattimura dapat mengikuti gerakan armada itu sampai pada pertempuran

di Hulaliu dan terbakarnya negeri itu. Dentuman-dentuman meriam mengejutkan rakyat. Pattimura mengeluarkan perintah supaya wanita, anak-anak, orang tua dan orang sakit, menying-

kir kegunung. Hari itu rakyat sibuk mengumpulkan harta miliknya dan berbondong-bondong meninggalkan negeri.

Keesokan harinya Hulaliu masih tampak terbakar dan pada siang hari tampak api menjulang

dari balik gunung di selatan Hulaliu. Aboru dan Wassu sedang terbakar. Pikiran Pattimura melayang- layang ke Haruku, mengenang para pejuang yang telah tewas dan yang masih bertahan

di hutan dan di gunung. Betapa hebat perjuangan mereka melawan musuh yang begitu besar ke-kuatannya di laut dan di darat. la mengenang rakyat yang menderita karena kehilangan suami, anak, kakak atau adik, rumah yang dibakar, harta milik yang dirampok. Mereka berkorban demi

Page 74: Kapitan Pattimura

kebebasan dari rantai penjajahan. Pada hari itu juga kurir dikirim ke Saparua dan Tiow ke Hatawano dan Jazirah Tenggara untuk memberitahu kepada para kapitan tentang keadaan di Pulau Haruku.

5.5. Saparua Kubu Terakhir

Apa yang terjadi di Saparua dalam minggu terakhir bulan Oktober setelah Buyskes melancarkan siasatnya? Kapitan Pattimura dan stafnya sangat sibuk menjadikan Saparua sebagai suatu Kubu pertahanan yang lebih kuat dari yang sudah-sudah. Di Tiow dibuat benteng

pertahanan yang terkuat untuk mengimbangi Duurstede. Tembok-tembok benteng itu dibuat dari batu karang yang besar-besar; tebalnya antara duabelas sampai empatbelas kaki dan limabelas

kaki tingginya. Di dalam benteng itu diperkuat dengan balok-balok. Antara kedua tembok dibuat pula tembok melintang untuk menahan musuh sambil mundur. Di bagian luar dibuat lubang-lubang yang diberi borang. Tanah disekitar benteng ditaburi sengat. Begitu kuat benteng itu se-

hingga tidak bisa ditembus oleh peluru meriam tigapuluh pon.1) Dari Tiow dan Saparua Pattimura dan stafnya bergerak ke Jazirah Hatawano dan Jazirah

Tenggara. Dari Siri-Sori sampai ke Ouw dibangun kubu-kubu dan labang-lubang dalam digali sepanjang pantai, menyusur hutan yang diperkirakan akan dilalui musuh. Anthone Rhebok menyeberang ke Nusalaut dan memerintahkan raja-raja dan sebagian para kapitan dengan pa-

sukannya supaya berangkat ke Saparua untuk memperkuat pertahanan di sana, terutama di Jazirah Tenggara.

Tentara Belanda tidak bisa bergerak ke pedalaman, karena kekuatan mereka masih terlalu kecil dan lemah. Pimpinan Duurstede jugs mengalami perubahan. Kapten Lisnet diangkat menjadi komandan dan Laksamana Muda Buyskes mengirim bala bantuan ke Saparua. Tanggal

23 Oktober kapal perang Eversten di bawah komando Overste Verheull tiba diSaparua membawa limapuluh orang sukarelawan Ambon, seorang sersan mayor, dua orang sersan, empat kopral dan empatpuluh tiga prajurit. Bantuan senjata yang dibawa berupa dua meriam lapangan

dan sebuah meriam, keeil. Tambahan kekuatan itu menggiatkan pasukan Belanda kembali. Tanggal 24 Oktober Reygersbergen menghantam pantai untuk melindungi sekoci-sekoci yang

menurunkan tentara dan senjata. Tembakan gencar dilepaskan oleh pasukan rakyat. Pada saat itu Kapitan Latumahina dengan pasukannya sedang mengepung rapat Benteng Duurstede. Setiap kepala yang muncul dari balik tembok pasti terguling kena tembakan. Sekalipun pasukannya

terus menerus ditembaki oleh Reygersbergen dan Eversten, tetapi anak buah Latumahina makin berani mendekati benteng dalam jumlah yang besar. Boelen mengerahkan pasukannya untuk

membersihkan daerah sekitar benteng, tetapi tembakan gencar dari kubukubu pertahanan rakyat mendesak pasukannya terbirit-birit lari masuk ke benteng. Kubu-kubu dipindahkan makin mendekati benteng dan karena dibuat dari batu karang yang besarbesar sulit ditembus peluru

meriam. Tembakan Eversten kepada pasukan di Tiow yang sedang memperkuat kubu-kubu, tidak membawa hasil apa-apa sehingga Verheull memerintahkan supaya tembakan dihentikan.

Overste Groot yang turut dalam perundingan di Haruku pada tanggal 30 Oktober, kembali lagi pada tanggal 2 Nopember dengan korvet Zwalyw. Pada hari itu seorang pelayan dari Sa-lomon Pattiwael secara diam-diam berhasil naik ke kapal Evertsen. Kepada Verheull ia

beritahukan bahwa anak laki- laki van den Berg masih hidup dan dipelihara dengan baik-baik di gunung. Itulah pertama kali kabar tentang anak ini terdengar oleh pihak Belanda.

Tanggal 5 Nopember kapal perang Nassau memasuki Teluk Saparua dengan membawa tujuh puluh empat pucuk meriam, disertai beberapa kora-kora Ternate dan Tidore. Dari darat kelihatan kegiatan yang luar biasa. Satu divisi marinir, dengan pimpinan Letnan 't Hooft, diturunkan dari

Eversten untuk memperkuat Benteng Duurstede. Sementara itu senjata dan meriam yang barn saja tiba dari Ambon, dipindahkan ke Reygersbergen. Juga meriam keeil di Evertsen

dipindahkan ke kapal perang itu. Apakah rencana Belanda? Reygersbergen di bawah pimpinan Overste Groot bertolak kebarat

menuju Haria dan Porto, dengan maksud mendaratkan pasukan di situ. Kemudian pasukan itu

Page 75: Kapitan Pattimura

akan menerobos ke Tiow dan Saparua. Pada saat yang sama pasukan dari Duurstede akan menyerang pertahanan rakyat, lalu menerobos pula ke Tiow. Bersamaan dengan berangkatnya Reygersbergen, Zwaluw menuju ke Nusalaut, Iris ke Hatawano, Venus dikirim ke Kulor untuk

memutuskan hubunganSaparua dengan Nusalaut dan Seram. Verheull ditetapkan sebagai komandan di Teluk Saparua. Eversten dan Nassau akan menembaki pertahanan rakyat sementara

pasukan Belanda menerobos ke Tiow. Gerakan kapal-kapal ini dilaporkan Kapitan Anthone Rhebok kepada Pattimura yang pada

waktu itu berada di Haria. Kapitan Pattimura tidak berdaya di laut. Di sini terletak kelemahan

pertahanannya. Sekalipun keberanian pasukannya tidak pernah diragukan apa gerangan yang dapat diperbuat oleh perahu dan arombai terhadap kapal-kapal perang yang besar dan barkas

yang dipersenjatai meriam. Sebagai seorang bekas sersan mayor ia tahu benar akan kekuatan meriam. Sebab itu ia mengirim kurir ke pantai untuk memperoleh laporan lebih lanjut mengenai gerakan kapal-kapal perang musuh. Pada saat ini Pattimura dan stafnya ragu-ragu. Di mana

sebenarnya musuh akan mendaratkan pasukan utamanya? Pulau Saparua telah dikepung. Tetapi dari mana akan datang induk pasukannya? Mereka tidak tahu. Haruku telah jatuh. Bagaimana di

Nusalaut? Pertahanan Nusalaut tidak kuat lagi karena sebagian besar pasukannya sudah berada di Saparua dengan para kapitannya bersama raja-raja dan patih. Tanggal 6 Nopember Zwaluw tiba di depan Benteng Beverwijk. Dua orang raja yang dibawa dari Ambon, yaitu raja Tulehu

dan raja Waai, turun kedarat. Dengan sekoci berbendera putih mereka menuju kebenteng. Didepan pasukan pengawal benteng dibaca pengumuman Buyskes yang menyerukan kepada

rakyat supaya menyerah. Kedua orang raja itu membujuk pasukan yang ada disitu supaya menyerah, tetapi pasukan itu menolak. Mereka menyatakan agar menghubungi raja-raja mereka yang berada di Saparua. Utusan Belanda naik kembali kekapal Zwaluw yang berlayar berpatroli

lagi di pesisir. Pada suatu ketika guru Soselisa mengadakan kontak dengan musuh, dan atas nama rakyat, menyatakan bahwa mereka menyerah kepada Belanda. Dengan demikian Benteng Beverwijk jatuh ke tangan musuh tanpa perlawanan pada tanggal 10 Oktober. Peristiwa ini tidak

diketahui oleh Pattimura. Sementara itu pada tanggal 7 Nopember tengah hari, Reygersbergen kelihatan memasuki

Teluk Haria. dan Porto. Pattimura telah siap dengan pasukan dan armadanya. Begitu sekoci sekoci diturunkan meletuslah bedil menghujani sekoci-sekoci itu. Reygersbergen membalas dengan tembakan meriam yang gencar. Tetapi ternyata tidak ada pendaratan pada petang hari itu.

Pukul setengah delapan malam Reygersbergen menjatuhkan jangkarnya didepan negeri Porto. Pada saat yang sama delapan buah kora-kora Ternate dan Tidore membuang sauh di camping

Reygersbergen. Kora-kora dengan pasukan itu dikirim oleh Meyer untuk membantu Groot. Mereka memberitahukan Groot dan anak buahnya tentang jatuhnya Pulau Haruku. Tanggal 8 Nopember, pukul empat pagi, alarem di Reygersbergen membangunkan pasukan di kapal dan di

kora-kora. Sekoci-sekoci dan serdadu-serdadu lalu diturunkan. Semalam suntuk Pattimura dan para kapitan berada di tengah pasukan. Armada arombai

Haria dan Porto telah siap. Begitu fajar merekah terlihat sekoci dan kora-kora dikayuhkan kedarat. Armada arombai menyambut mereka dengan tembakan yang seru. Terjadilah pertempuran sengit. Sejalan dengan itu udara sejuk pada pagi itu digetarkan oleh begitu banyak

dentuman meriam. Armada arombai mulati mundur karena tidak tahan muntahan meriam-meriam itu. Ada pula yang hancur dan anak buahnya berusaha menyelamatkan diri dengan jalan

berenang. Dari darat musuh dihujani peluru dan korban mulai berjatuhan. Sebaliknya Pattimura dan pasukannya diberondong habis-habisan oleh meriam besar dan meriam kecil. Lama -kelamaan tidak tertahan lagi tembakan-tembakan gencar itu. Pattimura memberi perintah agar

pasukannya mundur dari daerah pantai. Dengan demikian musuh berhasil mendarat, tetapi kolam-kolam menelan banyak korban. Sesudah musuh menguasai keadaan, maka kolam-kolam

dan kubu-kubu pertahanan dimusnahkan. Rumah-rumah, gereja dan baeleo menjadi lautan api, dibakar musuh. Jam sebelas pertempuran berhenti. Beberapa bagian Negeri Haria dan Porto jatuh ke tangan musuh.

Page 76: Kapitan Pattimura

Tetapi begitu meriam-meriam berhenti pasukan rakyat menyerang lagi. Sepanjang hari masih

terjadi tembak-menembak. Pada waktu dentuman meriam di Haria terdengar diSaparua, Verheull

memerintahkan Nassau untuk melepaskan tembakan kehutan dan gunung, sekedar siasat untuk mengalihkan perhatian pasukan rakyat saja. Ia sendiri turun ke darat menuju benteng.

Kapitan Anthone Rhebok dan Latumahina menerima berita tentang pendaratan di Haria dan Porto itu. Segera beberapa puluh pasukan diperintahkan untuk berangkat memperkuat pasukan di sana. Tetapi baru saja mereka meninggalkan Tiow, datang serangan dari pasukan Lisnet.

Tergesa-gesa mereka diperintahkan kembali. Siasat musuh yang menyerang dari dua arah dibantu oleh tembakan meriam besar dan kecil, menyebabkan pasukan-pasukan tidak sempat

saling membantu. Masing masing terikat pada medan pertempurannya. Hanya para, kurir yang bergerak cepat menyampaikan berita dan instruksi dari markas Pattimura. Demikian datang pula berita, dari Tiow dan Saparua. Kurir dikirim ke Jazirah Tenggara dan Jazirah Hatawano untuk

memberitahukan situasi perang di Haria - Porto dan Tiow - Saparua. Pada malam hari Pattimura mengadakan rapat staf dengan para kapitan dari medan Haria -

Porto dan Tiow - Saparua untuk meninjau situasi dan mengatur siasat menghadapi harihari yang akan datang. Sudah terang musuh mengepung Saparua dan induk pasukannya menyerang Haria. Jika Haria, Porto dan Tiow jatuh perjuangan harus diteruskan di Jazirah Tenggara di bawah

pimpinan Said Perintah, Kapitan Lusikoy dan Kapitan Paulus Tiahahu yang memimpin pasukan Nusalaut. Semua pasukan harus mundur kesitu. Kapitan Aron harus tetap mempertahankan

Hatawano. Tidak ada berita mengenai Kapitan Lukas Selano dan Kapitan Pattisaba. Para kurir ditugaskan berangkat pada malam itu juga kesemua medan untuk menyampaikan instruksi-instruksi itu. Tidak terduga oleh Pattimura dan kawan kawannya bahwa rapat itu adalah rapat

terakhir. Ketika perundingan sedang berlangsung terdengar tembakan Reygersbergen melepaskan tiga kali tembakan peluru api tanda bahwa Haria dan Porto telah direbut. Dari Saparua Eversten membalas dengan tiga kali tembakan yang sama.

Pada tanggal 8 Nopember itu Meyer berangkat dari Hulaliu dengan duaratus orang kePorto dan Haria. Ia diiringi oleh beberapa buah arombai perang dan dua buah sekoci, semuanya di-

persenjatai dengan meriam kecil; anak buahnya terdiri atas serdadu Belanda dan bumiputra. Pukul setengah lima ia bertemu dengan Overste Groot di Reygersbergen. Atas perintah Buyskes seluruh ekspedisi di Saparua diletakkan di bawah komando Meyer. Lalu kedua opsir itu

menentuan rencana serangan selanjutnya. Dua buah kora-kora Tidore dan Ternate dengan pimpinan O.Tusan dikirim ke Teluk

Saparua, disertai Kadet Zoutman. Mereka membawa instruksi itu kepada Lisnet supaya besok tanggal 9 pukul setengah tujuh pagi menyerang kubu-kubu pertahanan rakyat. Kepada Verheull diinstruksikan supaya Evertsen dan Nassau melindungi tentara Lisnet dengan tembakan meriam.

Di benteng harus ada satu kesatuan serdadu dengan para opsirnya untuk memberi perlindungan bila ada gerak mundur. Keesokan harinya Meyer akan mendarat dengan tigaratus orang di Haria

merebut negeri itu lalu menerobos ke Tiow untuk bersamaan dengan pasukan Lisnet menyerang benteng pertahanan rakyat. Saat itu Meyer masih menunggu divisi ketiganya yang belum tiba dari Pelau. Tetapi Groot bisa segera menyerahkan seratus orang marinir kepada Meyer.

Malam hari tanggal 8 itu pula, Zoutman tiba di Saparua. Verheull segera turun ke benteng untuk berunding dengan Lisnet. Mereka memutuskan agar keesokan harinya, pagi-pagi benar,

satu detasemen meriam, akan dikirim, ke Duurstede untuk menjaga benteng itu sementara Lisnet bergerak dengan kesatuannya. Pada malam itu juga, pasukan Pattimura menyusup ke Negeri Porto dan Haria. Ternyata musuh sudah menarik diri kekapal dan tidak menduduki kedua negeri

ini. Pertahanan diatur lagi untuk menghadapi hari esok. Pagi-pagi kira-kira pukul enam, Reygersbergen mulai melepaskan tembakan tanda

pendaratan baru akan dimulai. Di bawah komando Meyer dengan stafnya, Vermeulen Krieger dan Gezelschap, mendaratlah tentara Belanda yang terdiri atas kesatuan pendaratan dari Reygersbergen, korps sukarela Ambon, kesatuan artileri, satu detasemen kelasi dan marinir

Page 77: Kapitan Pattimura

dipimpin Letnan 't Hooft dan Alifuru Ternate dan Tidore dengan korakora mereka. Begitu musuh menginjak pantai pasukan Pattimura menyerbu. Tembak-menembak dengan sengit terjadi. Dari kubu-kubu pertahanan ayang masih utuh, yang tidak dimusnahkan sehari sebelumnya, Pattimura

dan pasukannya bertahan mati-matian melawan musuh yang begitu banyak dan kuat per-senjataannya. Meriam besar dan kecil didaratkan, dan akhirnya mematahkan perlawanan

pasukan rakyat. Setapak demi setapak mereka mundur ke kubu-kubu garis belakang. Pada saat pendaratan, terdengar tembakan dari Duurstede, tanda bahwa Lisnet dengan

tigaratus duabelas serdadu dan beratus-ratus alifuru, dengan dilindungi meriam, mulai bergerak

menyerang kubu pertahanan rakyat. Pasukan Anthone Rhebok dan Latumahina bersorak-sorak menyambut serangan musuh. Jembatan keTiow dibakar, sehingga meriam tidak bisa liwat dan

harus dikirim kembali. Pasukan musuh terpaksa harus menyusur pantai menuju keTiow, sementara Eversten dan Nassau menghantam kubu-kubu pertahanan rakyat. Korban kedua pihak berguguran. Gerakan mundur pasukan Pattimura membuka kesempatan bagi musuh untuk

membakar habis apa yang belum dimakan api sehari sebelumnya. Overste Groot tetap berada di kapal dan memerintahkan supaya setiap sekoci, kora-kora dan

arombai perang dijaga keras untuk menghindari kemungkinan terulangnya peristiwa Beetjes. Meyer memerintahkan supaya meriam-meriam besar dan kecil membuka jalan bagi serangan ke Tiow dan usaha ini berhasil.

Kubu-kubu pertahanan menjadi sasaran dan pasukan musuh mulai bergerak menuju Tiow. Pertempuran sengit terjadi sepanjang jalan dan memakan banyak korban dari pihak musuh

maupun pihak pasukan rakyat. Begitu hebat tembakan balasan dan serangan sergapan mendadak dari pasukan Pattimura, sehingga alifuru Ternate dan Tidore gentar maju dan hanya berlindung di semak-semak dan di balik pohon untuk menghadang pasukan rakyat yan muncul. Hanya

karena tembakan meriam besar dan kecil yang begitu gencar, memaksakan Pattimura dan pasukannya makin mundur ke Tiow dan pasukan Meyer makin mendekati tujuannya.

Pada waktu yang telah ditentukan pasukan Lisnet dan Meyer tiba di depan benteng

pertahanan Tiow. Dari dua jurusan meriam besar dan kecil menghantam benteng itu. Pasukan Pattimura terkepung dari pantai dan dari darat! Begitu dentuman meriam berhenti serangan

serentak dilancarkan. Kapitan Pattimura dengan sebagian pasukannya berhasil menarik diri kebenteng pertahanan Tiow. Segera ia mengambil pimpinan dalam benteng itu. Pertempuran detik-detik mendatang menentukan jalannya perang kemerdekaan rakyat Lease. Serangan musuh

dibalas serentak dengan sorak-sorai dan letusan beratus bedil. Bekas anggota-anggota "Krops Lima Ratus" memperlihatkan keberaniannya dan ketangkasan luar biasa. Di beberapa tempat

musuh dipukul mundur. Tetapi kembali mereka menyerbu. Meyer dan Vermeulen Krieger memimpin pasukannya menyerbu masuk ke benteng pertahanan Pattimura. Terjadi pertempuran sengit, muka berhadapan muka, kelewang-kelewang bergemerincing, sangkur melawan

kelewang, letusan bedil merobohkan lawan. Korban berjatuhan di kedua belah pihak; yang luka bercampuran dengan yang tewas. Tetapi selangkah demi selangkah pasukan rakyat terdesak dan

mulai mundur. Sambil mundur mereka melepaskan tembakan-tembakan; tetapi mereka dihujani peluru meriam besar dan kecil. Akhirnya musuh berhasil mere-but benteng yang kuat itu.

Page 78: Kapitan Pattimura

Pertempuran mati-matian d i Ulat-Ow. Perhatikan tembok pertahanan dan persenjawan rakyat. (Verheull).

Kapitan Pattimura dan stafnya tercerai-berai dari anak buahnya. Sebagian mundur ke Siri-

Sori, sebagian lagi ke gunung dan hutan Tiow - Saparua, sebagian lain ke hutan Tiow - Haria, ada pula ke Hatawano. Kapitan Pattimura mundur ke hutan Haria perbatasan dengan petuanan Booi, diikuti oleh beberapa anggota stafnya. Jalan mundur ke Siri-Sori telah terpotong ketika

pertempuran masih berjalan. Dihutan Haria ia mengumpulkan lagi pasukan yang mundur kesitu, semuanya duaratus tigapuluh orang. Rakyat Negeri Haria banyak pula yang lari kesitu. Sekali

lagi mereka bersumpah setia pada kapitan mereka. Dari ternpat itu Pattimura mengirim pasukan ke Haria untuk menaan rakyat yang sudah mulai masuk ke negeri dan mengancam mereka yang mencari hubungan dengan Overste Groot.

Bagaimanapun keras hati dan keras kemauannya, Pattimura adalah manusia juga. Kekalahan di Haria - Porto dan Tiow - Saparua merupakan pukulan besar baginya. Hatinya cemas karena

para komandannya tercerai. Ke mana Anthone Rhebok dan Philip Latumahina? Kemana para pembantunya yang terdekat? Sudah tewaskah mereka? Bagaimana keadaan di Jazirah Tenggara? Tidak akan lagi ia mendengar keadaan sebenarnya karena peristiwa-peristiwa terjadi begitu cepat

sehingga ia tidak sempat memperoleh berita dari medan-medan pertempuran. Suasana di Tiow dan Saparua hiruk-pikuk sesudah pertempuran. Rumah-rumah menjadi

lautan api dibakar musuh. Mayat mayat musuh dikumpulkan untuk ditanam. Yang luka- luka di-angkut ke kapal. Anggota pasukan rakyat yang tertangkap diperintahkan menggali lubang untuk menguburkan kawan-kawan mereka. Pada siang hari divisi tiga tiba dari Haruku dengan

pimpinan Letnan Richemont. Divisi sebesar seratus orang serdadu Belanda dan Jawa itu telah ditunggu-tunggu oleh Meyer. Semalam Overste Groot telah memberikan pada Meyer informasi

yang ia peroleh dari mata-matanya, yaitu jika Tiow direbut, pasukan rakyat akan mundur ke Siri-Sori. Oleh karena itu Meyer segera akan berunding dengan Verheull untuk mengatur siasat penyerangan Jazirah Tenggara. Meyer memerintahkan satu detasemen kembali ke Haria bersama

dengan sepasukan Alifuru, Kurir Zoutman diperintahkan membawa Surat kepada Groot yang berisi berita tentang jatuhnya Tiow dan Saparua dan instruksi sypaya semua arombai, kora-kora,

sekoci dan barkas dikirim ke Saparua. Letnan Jacobsen diperintahkan oleh Groot supaya memimpin armada kecil itu ke Saparua. Pukul sembilan malam ia tiba. Lalu Verheull menembakkan peluru api memberitahukan kepada Groot bahwa satuan armada telah tiba. Malam

harinya Meyer dan stafnya mengatur siasat bersama Verheull. Tanggal 10 Nopember, pagi-pagi benar Meyer berangkat ke Siri-Sori dengan empat ratus orang serdadu. Berangkat pula divisi

Eversten di bawah pimpinan Vermeulen Krieger dan 't Hooft, didahului oleh seratus limapuluh

Page 79: Kapitan Pattimura

alifuru Ternate. Melalui jalan sempit penuh dengan kolam, sengat dan jerat pasukan itu, tiba jam sembilan: di depan kubu pertahanan rakyat yang pertama di Siri-Sori.

Kapitan Said Perintah dengan para kapitan Siri-Sori Sorani dan Siri-Sori Islam mendapat

laporan tentang pertempuran di Tiow dari pasukan yang mundur. Pagi itu mereka melihat satu armada kora-kora menyusur pantai, datang dari Saparua. Korakora itu membawa pasukan alifuru

Ternate di bawah pimpinan OTusan. Verheull mengirim semua kora-kora Ternate ke SiriSori, sementara Eversten berlayar mengawasi dari jauh. Segera mereka disambut oleh armada arombai dan perahu rakyat. Tetapi siasat Belanda ini ternyata hanya untuk mengelabui pimpinan

pertahanan. Karena sekitar jam sembilan tiba-tiba kubu pertahanan yang pertama diserang. Meriam meriam memuntahkan peluru mautnya. Serangan ini tidak diduga-duga, karena

perhatian pasukan sedang dipusatkan ke laut. Berkobarlah pertempuran sengit di darat maupun di laut. Sekali lagi bekas "Korps Lima Ratus" yang berada di daerah ini memperlihatkan ketangkasan berperang dan keberanian yang mengagumkan musuh. Dari balik tembok-tembok

pertahanan musuh dihantam dan tembak-menembak dengan sengit terjadi. Tekanan makin berat. Pertempuran berpindah keSiri-Sori Islam. Pertempuran makin ketat karena bantuan datang dari

pasukan pasukan Ouw, Ulat dan Nusalaut. Sekalipun demikian, lambat laun tembakan-tembakan pasukan rakyat berkurang karena makin berkurang peluru dan mesiu. Said Perintah dengan pasukannya mundur ke Ulat - Ouw. Jatuh Sudah kedua negeri itu (Siri-Sori Kristen dan Siri-Sori

Islam). Mulailah pembakaran dan perampokan dengan seizin komandan Belanda. Apapun yang dijumpai dibakar; baeleo, mesjid arombai dan perahu. Kecuali gereja. Mungkin karena di

dalamnya terdapat wanita dan anak anak. Mereka tidak sempat menyingkir berhubung dengan serangan yang tiba-tiba. Sepanjang siang dan malam hari negeri mereka dibakar dan dirampok habis. Besar korban yang diberikan rakyat demi kebebasan.

Tanggal 11 Oktober. Pagi cerah dan sejuk. Sang surya muncul dari balik gunung memanasi bumi Ulat dan Ouw. Tetapi diudara terasa keterangan perang meliputi pasukan di balik kubu pertahanan. Semua bersiap-siap. Sudan sejak kemarin mereka menunggu-nunggu kedatangan

Belanda. Kapitan Lusikoy, Kapitan Titaley, Kapitan Said Perintah, dan Kapitan Paulus Tiahahu dari Nusalaut bergerak di antara pasukan. Disini memberi dorongan, di sana memberi nasihat,

kesana memeriksa senjata, kemari membangkitkan semangat tempur. Gelak-tawa di sana-sini, tanda semangat pasukan tetap tinggi. Tiba-tiba terdengar teriakan: "Kompania Wolanda datang; bunuh dia". Serentak musuh sebesar enampuluh orang, di bawah pimpinan Letnan Richemont

disambut dengan tembakan gencar. Musuh dipukul mundur dan dikejar. Larilah mereka kembali ke SiriSori. Sorakan kemenangan membelah udara.

Meyer, yang sedang menunggu kembalinya pasukan alifuru, yang dikirimnya kehutan untuk memburu pasukan rakyat, sibuk hari itu. Ia menyebar pengumuman Buyskes, mencari anak van den Berg dan menggiring rakyat kembali ke negeri. Ia tidak mau menerima laporan Richemont,

bahwa kekuatan pasukan rakyat begitu besar dan bersenjata api. Oleh karena itu hanya dengan seratus orang ia bergerak ke Ulat. Setiba di kubu pertahanan pertama ia disambut dengan hebat.

Tembak-menembak gencar sekali. Meyer tertahan di situ. Peluru dan mesiu ma-kin menipis. Kurir dikirim ke Eversten. Verheull mengirim enambiru peluru, lalu Meyer melancarkan serangan lagi, tetapi ia dipukul mundur lagi. Kembali pasukan musuh menyerang dengan

sangkur terhunus. Mereka berhasil menerobos pertahanan rakyat dan maju terus sampai ke kubu ketujuh dengan korban yang tidak sedikit. Disini Richemont tertembak mati. Kapten Krieger

kena tembak, tergores dadanya, hancur senapannya. Topi dan seragamnya ditembusi beberapa butir peluru. Ia terpelanting jatuh ke dalam pelukan 't Hooft. Pingsan ia untuk beberapa waktu. Setelah sadar ternyata dada dan perutnya luka karena peluru. Tetapi Meyer memerintahkan

pasukannya maju terus. Mereka berhasil merebut kubu kedelapan. Tibalah pasukan Belanda pada tanjakan Negeri Ouw. Disini mereka tertahan. Dari segala jurusan bermunculan pasukan rakyat

mengepung mereka. Serdadu Jawa menolak perintah maju, sebab itu Meyer mengancam dengan menembak bila mereka mundur.

Page 80: Kapitan Pattimura

Sorak-sorai pasukan yang bercakalele, teriakan perang yang menggigilkan, memecahkan udara dan mendirikan bulu roma. Di tengah-tengah keganasan itu muncul seorang gadis remaja bercakelele menantang peluru musuh. Dia adalah putri Nusahalawano, Christina Martha

Tiahahu. Srikandi berambut panjang, terurai ke belakang, berikat kepala sehelai kain berang (merah), mendampingi ayahnya, dan memberi semangat kepada pasukan Nusalaut untuk

menghancurkan musuh. Semuda ini ia telah memberikan semangat kepada kaum wanita dari Ulat dan Ouw untuk turut mendampingi kaum lelaki di medan pertempuran. Baru dimedan inilah Belanda berhadapan dengan kaum wanita yang fanatik turut bertempur. Di semua medan

srikandi ini muncul memberi semangat kepada para pejuang. Pasukan musuh mencari perlindungan di balik tembok kubu yang mereka rebut. Meyer telah

kehilangan banyak anak buah, dan mengirim kurir ke Siri-Sori untuk mendatangkan kora-kora dan pasukan alifuru Ternate. Baru saja mereka tiba kora-kora itu disambut oleh armada arombai dan perahu Ulat dan Ouw dan terjadilah pertempuran laut mati-matian. Sementara itu bantuan

bagi Meyer datang juga dari pasukannya di Siri-Sori. Pertempuran makin menjacli sengit lagi. Korban berjatuhan, dilaut maupun didarat. Pada suatu saat seorang penembak jitu memanjat

pohon kelapa yang berada dekat kubu di mana pasukan Belanda berlindung. Berdesing sebuah peluru menembus leher seorang opsir. Robohlah ia, luka parah. Ia adalah Mayor Meyer, komandan ekspedisi Saparua. Bersorak-sorailah para pejuang di kubu yang berhadapan dengan

tempat berlindung musuh, ketika penembak itu datang berlari- lari memberitahukan bahwa seorang opsir kena tembakannya.

Vermeulen Krieger mengambil alih komando dan Meyer diangkut ke kapal Eversten. Verheull mengirim kurir ke Saparua sehingga semua kora-kora diperintahkan menuju ke Ouw, juga sepasukan tentara di bawah pimpinan Letnan Gezelschap. Malam hari bala bantuan ini tiba.

Sepanjang malam tembak-menembak tiada reda. Keesokan harinya Eversten dan barkas bermeriam menghujani Negeri Ulat dan Ouw dengan tembakan peluru-peluru mautnya. Sesudah itu Krieger memerintahkan serangan umum. Hari itu tanggal 12 Nopember, hari yang menen-

tukan perlawanan rakyat Lease. Serangan musuh begitu hebat sehingga pejuang-pejuang yang menangkisnya kehabisan peluru. Pada suatu saat pasukan musuh dihujani dengan batu-batu.

Tembakan makin berkurang. Para opsir musuh sadar bahwa pasukan rakyat kehabisan peluru. Krieger memberi komando untuk keluar dari kubu-kubu. Serangan umum dilancarkan dengan sangkur terhunus. Perlawanan mati-matian diberikan. Tetapi kehabisan peluru memaksa para

pejuang mulai mundur. Mulailah musuh membakar rumah-rumah dan bangunan-bangunan. Pasukan mundur ke hutan dan gunung, meninggalkan kawan dan lawan yang tewas dan luka.

Jatuhlah kubu pertahanan rakyat yang terakhir di Lease. Seluruh Ulat dan Ouw diratakan dengan tanah, dibakar dan dirampok habis-habisan. Para pejuang meneruskan perjuangan di hutan-hutan melawan pasukan alifuru yang memburu. mereka. Beberapa kapitan tertangkap, antara lain Said

Perintah, Paulus Tiahahu dan putrinya Christina, Kapitan Hehanusa dari Titawai, raja Ulat dan patih Ouw. Besar juga korban musuh yang jatuh. Opsir-opsir ada yang luka berat maupun ringan

dan yang tewas. Mayat pasukan Alifuru Ternate dan Tidore bergelimpangan di pantai. Dengan jatuhnya kubu pertahanan rakyat di Jazirah Tenggara, tinggal lagi pertahanan di

Hatawano. Tetapi rupanya Buyskes, yang datang ke Saparua pada tanggal 12 Nopember, tidak

menganggap perlu untuk menyerang Hatawano. Cukup saja diblokir dari laut dan darat hingga pemimpin-pemimpin dan rakyatnya menyerah. Groot sebagai komandan armada telah

mengerahkan kapal-kapal, berkas dan sekoci yang bersenjata meriam kecil untuk memusnahkan semua arombai dan perahu sehingga para pejuang tidak dapat lagi menyeberang ke Seram.

5.6 Mega Mendung di Atas Lease Tanggal 10 Nopember pagi, kira-kira pukul Sembilan, terdengar tembakan meriam dari

Jazirah Tenggara, Kapitan Pattimura dengan staf dan pengawalnya mendaki sebuah bukit di hutan Booi. Dari situ melalui teropongnya ia dapat mengikuti pertempuran yang sedang berlangsung di Siri-Sori. Hutan itu terletak berhadapan dengan Jazirah Tenggara terpisah oleh

Page 81: Kapitan Pattimura

Teluk Saparua. Beberapa waktu kemudian kelihatan kebakaran besar dikedua Negeri Siri-Sori. Bagi Pattimura, menjadi jelas bahwa kedua negeri itu telah direbut musuh. Sampai matahari terbenam mereka mengawasi keadaan itu dari jauh.

Keesokan harinya terdengar lagi tembakan dari arah tenggara. Di tempat yang sama Pattimura mengawasi Pantai Ulat dan Ouw. Jelas kelihatan pertempuran laut antara armada

arombai melawan kora-kora. Pertempuran di pantai-pantai kelihatan pula dengan jelas. Apa yang terlintas di hati sanubarinya sulit diterka. Ingin ia berada di tengah-tengah rakyat yang sedang bertempur, tetapi sudah sulit baginya untuk bergerak ke Jazirah Tenggara. Hutan-hutan di Tiow

dan Saparua penuh dengan musuh. Alifuru yang dikirim untuk membersihkan hutan-hutan menggiring rakyat turun ke Tiow dan Saparua dan mencari anak van den Berg.

Malam 11 Nopember, di sebuah rumah di hutan Booi-Haria, Thomas Matulessia sedang duduk termenung. Apa yang sedang dipikirkannya? Nasib rakyatnya? Nasib yang akan dihadapi para pejuang jika kalah perang? Bermacam-macam hal terlintas dalam pikirannya. Sekali-sekali

ia berdiri, berjalan kian kemari sambil menarik napas seolah-olah hendak mengenyahkan sesakan dadanya. Anggota staf dan pengawalnya duduk dengan tenang mengamati gerak-gerik

pemimpin mereka. Tiba-tiba pintu terbuka ditendang orang. Beberapa pucuk bedil diarahkan kepada mereka. Terlambat para pengawal melompat meraih bedil. Seorang opsir berteriak: "Menyerahlah kalian, jangan meraih bedil, kalau tidak mau ditembak", sambil pistolnya

ditujukan ke dada Pattimura. Pada saat itu masuk dan betteriak raja Booi: "Thomas, menyerahlah engkau. Tidak ada gunanya untuk melawan. Rumah ini sudah dikepung, empatpuluh serdadu

siap sedia menembak mati kalian." "Terkutuklah engkau, pengkhianat", geram Kapitan Pattimura. Lalu ia digiring ke luar, dibawa ke Negeri Booi.

Apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa para pengawal begitu lengah? Pada malam tanggal

10 Nopember, sehabis merebut Siri-Sori, Meyer sedang duduk beristirahat. Seorang yang ingin bertemu dengan dia dibawa masuk oleh Seorang pengawal. Dia adalah raja Booi. Raja ini memberitahukan Meyer tempat bersembunyi Thomas Matulessia, yaitu di perbatasan hutan Booi

dan Haria. Dia sanggup menangkapnya bila Meyer memberi sepasukan tentara untuk menyertainya. Letnan Pietersen dipanggil lalu diperintahkan untuk menyeberang ke Negeri Booi,

bersama empatpuluh orang serdadu dengan dua arombai perang dengan disertai raja Booi. Malam hari tanggal 11 Nopember mereka tiba di Booi. Melalui jalan yang berliku- liku, didahului raja Booi sebagai penunjuk jalan, tibalah mereka di rumah persembunyiannya Pattimura dan

stafnya. Ternyata tempat itu tidak dikawal. Rupa-rupanya mereka semua, merasa aman karena tempat itu terletak cukup jauh di pegunungan. Tetapi naas bagi Kapitan Pattimura. Malam itu

juga ia diangkut menuju Eversten. Inilah satu iron didalam perjuangan rakyat. Panglima mereka jatuh ke tangan musuh karena pengkhianatan seorang raja yang turut mengangkatnya sebagai panglima perang. Tetapi inilah pula suatu pembalasan dendam dari seorang yang beberapa waktu

yang lalu dipecat sebagai raja Booi oleh Kapitan Pattimura. Malam itu juga Kapitan Lukas Latumahina, seorang Letnan Pattimura, tertangkap, oleh

Letnan Veerman yang ditugaskan Verheull menyusur Pantai Booi dan Paperu untuk membakar semua arombai dan perahu. Segera ia dibawa ke kapal Eversten. Anthone Rhebok dan Jakobus Pattiwael, Patih Tiow, tertangkap pula pada hari yang sama (13 Nopember). Dikapal Eversten

mereka bertemu muka dengan kapitan mereka. Para kapitan dan raja yang tertangkap di Siri-Sori, Ouw dan Ulat dibawa pula ke kapal Evertsen.

Pada hari yang sama guru Risakotta menyerah kepada Groot di Haria. la menyerahkan sebuah laporan berupa buku catatan hariannya. Laporan ini dalam sejarah dikenal dengan nama Rapport Porto. la juga menyerahkan suatu daftar nama kaum lelaki di Porto dan Haria yang

mengangkat senjata melawan Belanda. Laporan dan daftar ini nanti dipakai oleh Buyskes untuk menangkap orang-orang itu dan dijadikan bukti dalam proses pemeriksaan di depan pengadilan.

Beberapa hari kemudian Johannis Matulessia dan Philip Latumahina tertangkap pula. Mereka ditawan di kapal perang Reygersbergen.

Page 82: Kapitan Pattimura

Penangkapan Pattimura dan para kapitannya tersiar ke mana-mana. Di hutan dan digunung rakyat meratap karena kehilangan para pemimpin. Para pejuang diliputi kesedihan. Ada yang memutuskan untuk meletakkan senjata dan menyerah, ada pula yang bertekad untuk meneruskan

pejjuangan. Raja-raja dan rakyatnya turun ke negeri masing-masing. Tetapi yang mereka dapati hanya puing-puing dan abu bekas rumah yang dibakar musuh. Laki- laki yang turun semuanya

ditangkap untuk diperiksa. Di antara orang-orang yang turun dari pegunungan tampak pula Salomon Pattiwael dengan Jean Lubert, putra van den Berg. Selama peperangan ia disembunyikan di gunung Rila di Saparua. Anak itu diserahkan kepada Verheull. Dua tawanan

bekas serdadu Beetjes kembali lagi dengan selamat ditengah kawan-kawan mereka. Dalam hari-hari berikutnya banyak raja-raja dan pemimpin menyerah kepada Buyskes,

antara lain guru kepala J. Sahetappy dari Saparua. Di kapal Evertsen Pattimura dan para kapitannya berhadapan muka dengan lawan mereka

yaitu Buyskes, Verheull dan para opsirnya. Mereka semua dirantai. Buyskes dan stafnya

mengadakan interogasi, tetapi tidak banyak keterangan yang mereka peroleh. Para pejuang tetap memegang teguh sumpah setia yang berkali-kali mereka ulangi dalam musyawarah rakyat. Tidak

akan mereka buka rahasia apa pun. Konsekuensi akan mereka pikul, sekalipun berhadapan dengan maut. Demikian pula dengan raja dan Kapitan Paulus Tiahahu dari Abubu. Di depan lawannya pahlawan yang beruban ini bersikap menantang. Tubuhnya yang sudah sangat tua

bergemetaran. Pada Verheull ia memberi kesan seolah-olah ia sangat ketakutan. Tidak ada kata-kata yang ia keluarkan ketika Buyskes menjatuhkan hukuman "Raja Paulus Tiahahu akan

dihukum mati di Nusalaut." Christina Martha dihadapkan pada Buyskes. Verheull menatapnya dan merasa tertarik pada

gadis remaja belasan tahun ini. Parasnya manis, tubuhnya tegap, mata hitam jelita memancarkan

berbagai perasaan, garis mulut yang sayu, gigi putih bak nutiara, rambut hitam terurai di punggung, itulah srikandi dari Nusalaut. Berbaju kain linen biru dan bersarung sampai kebetis, ia berdiri memandang musuhnya. Tiba-tiba ia merebahkan diri dikaki Buyskes dan menangis

tersedu-sedu, memohon ampun bagi ayahnya yang sudah tua dan yang dicintainya dengan sege-nap jiwanya. Sebagaimana dalam perjuangan pada detik-detik ini pun ia berjuang mati-matian

untuk menyelamatkan ayahnya, sekalipun ia harus merendahkan diri di hadapan musuh yang dibencinya. Ia telah bersumpah untuk tidak akan menggulung rambutnya sebelum ia mandi dengan darah kompania. Betapapun ia mencintai ayahnya, betapapun para opsir Belanda yang

hadir terharu oleh adegan ini, ia tidak berhasil menyelamatkan nyawa ayahnya. Christina Martha diantarkan ke luar. Ia menolak ditempatkan terpisah. Ia ingin berada disisi

ayahnya yang dirantai pada tiang besi. Beberapa hari kemudian mereka diangkut ke Nusalaut. Mereka tidak diizinkan pamitan dengan Pattimura dan kawan-kawan seperjuangan. Kesedihan meliputi Kapitan Pattimura clan kawan-kawannya. Mereka tidak berdaya lagi. Hanya doa bagi

keselamatan jiwa Paulus sempat mereka naikkan ke hadirat Allah. Di benteng "Beverwijk" Paulus dan putrinya ditahan sambil menunggu pelaksanaan vonis.

Tanggal 17 Nopember pagi, Groot, Verheull dan Residen Neys yang datang bersama Buyskes beberapa hari yang lalu, berangkat dengan sebuah arombai ke Nusalaut. Duabelas kora -kora dengan alifuru Ternate dan Tidore di bawah pimpinan D Tusan dan Dukimi, turut serta

tujuhratus orang alifuru berbadan telanjang, bercidatu (cawat) dan berikat kepala disisipi bulu ayam atau bulu burung diturunkan didepan Benteng Beverwijk. Mereka ditugaskan Buyskes

untuk melaksanakan hukuman mati dan berjaga-jaga jangan sampai ada serangan yang tidak diduga-duga. Di pantai mereka bercakalele dengan parang dan salawaku (perisai); berteriak-teriak seolah-olah berada dalam pertempuran. Ngeri, seram dan ganas. Berduyun duyun rakyat

datang dari segala penjuru ketempat pelaksanaan hukuman. Mereka berdiri disekeliling tempat itu, diam, penuh rasa sedih dan duka, putus asa bercampur dengan kebencian. Air mata mengalir

membasahi pipi para ibu dan para jujaro. Sanak-saudara raja Paulus menangis tersedu-sedu. Lalu datanglah Paulus Tiahahu, tangannya terikat, didampingi oleh putrinya. Serentak rakyat berlutut, menundukkan kepala. Hening, sepi, sunyi mencekam, tanda malak'ul maut akan berlalu. Paulus

Page 83: Kapitan Pattimura

berhenti, mengangkat kepalanya yang beruban, memandang rakyatnya, hatinya terharu. Putrinya melayangkan pandangannya mencari sanak-saudara dan kawan. Paulus maju ke tempat yang telah ditunjuk. Seluruh tempat itu dikepung oleh tentara alifuru. Pasukan alifuru lainnya, para

algojo, dideretkan pada tempatnya. OTusan berdiri didepan dengan ujung kelewang tertuju, kebawah. Sesaat Christina bergerak maju hendak mencoba lagi meminta ampun dari para

pembesar Belanda, tetapi ia tertegun lalu mundur lagi. Seorang pengawal diperintahkan untuk membawanya kembali kebenteng. Residen Neys maju ke depan lalu mengatakan pada Paulus bahwa saat pelaksanaan hukuman telah tiba. Guru Soselisa maju mendekati Paulus. "Rajaku,

angkatlah hati tuanku, serahkan jiwa tuanku kepada Allah Pencipta segala mahluk". Lalu guru itu melanjutkan dengan doa "Bapa kami". Paulus memejamkan matanya. Rakyatnya turut

mendoakan keselamatan jiwanya. Begitu kedengaran "amin". OTusan, alat penjajah, memandang sekelilingnya bagaikan panglima maut. Sesaat kemudian.kelewangnya diangkat. Bedil bedil memuntahkan peluru mautnya. Menyerbulah dengan buas dan ganas pasukan alifuru dan

musnahlah tubuh pahlawan Raja Paulus Tiahahu. "0, Tuhan," jerit para ibu. Ratap-tangis membelah udara, mengiringi nyawa raja yang dicintai.

Detasemen marinir bergerak pulang kebenteng. Sambil meliwati mayat Paulus, tubuh yang sudah tidak bernyawa itu ditikam-tikam dengan sangkur.') Jenazah pahlawan Nusahalawano, raja Abubu, Paulus Tiahahu diusung oleh rakyat dan dimakamkan dengan upacara adat sebagai tanda

penghormatan dan terima kasih atas pengorbanan yang dipersembahkannya kepada nusa dan bangsa. Putrinya diserahkan kepada guru Soselisa untuk dipelihara. Dengan langkah tetap, tanpa

setetes air matapun. Christina keluar dari benteng dikelilingi oleh rakyat dan bergerak mengikuti usungan jenasah ayahnya

Pengorbanan raja Paulus Iliahahu di depan Benteng Beverwijk (Verheull).

Page 84: Kapitan Pattimura

Jean Lubert van den Berg diserahkan kepada Overste Verheull di Saparua (Verheull)

Berita pembunuhan Raja Paulus dengan cara yang begitu kejam tersiar ke seluruh pelosok

Lease. Kesedihan dan kemarahan meliputi rakyat. Nasib apa yang akan dialami oleh Pattimura dan kawan-kawannya? Akan dibunuhkah mereka dengan cara yang sama ataukah lebih ngeri

lagi? Mega mendung meliputi seluruh rakyat Lease. Untuk memperkuat posisi dan untuk mengembalikan kekuasaan kolonial atas kepulauan Lease, maka Buyskes memerintahkan pembuatan benteng pertahanan dari kayu di Haria-Porto. Di situ ditempatkan limapuluh orang,

diperkuat dengan dua pucuk meriam. Pertahanan ini ditujukan kepada para pejuang yang masih berada di hutan dan pegunungan sekitar Haria dan Porto, dan juga kepada mereka yang masih

berjuang di Haruku. Di Ulat dan Ouw ditempatkan limapuluh orang serdadu di benteng kayu. Di Hatawano, yang terpaksa menyerah karena blokade yang rapat, didirikan juga benteng pertahanan dari kayu dengan seratus orang, diperkuat dengan dua pucuk meriam. Pertahanan itu

ditujukan pula terhadap kemungkinan serangan dari Seram. Di Duurstede ditempatkan dua ratus serdadu, diperkuat dengan sejumlah besar meriam besar dan kecil. Karena Ulupaha dan para

kapitan masih menguasai Seram Barat dan Selatan, maka Buyskes mulai menyusun strategi untuk menyerang daerah itu.

Tanggal 18 Nopember Eversten meninggalkan Saparua menuju ke Ambon dengan membawa

tigapuluh tiga serdadu yang luka- luka, antara lain Meyer yang luka parah, dan sejumlah tawanan, di antaranya duapuluh dua orang pemimpin perang, Overste Groot dengan Reygersbergen

berangkat keHila pada tanggal 23 Nopember, siap untuk ke Seram, dengan iringan korakora alifuru Ternate dan Tidore. Hari itu korvet Iris dan Venus berangkat juga ke Hila. Ulupaha dan para kapitan bersiap-siap untuk menangkis serangan musuh setelah menerima kabar ten-tang

jatuhnya Lease dan tertangkapnya Kapitan Pattimura dan kawan-kawan.

5.7 Pengorbanan di Tiang Gantungan Setiba di Ambon Thomas dan kawan-kawannya dikurung dalam sel di Benteng Victoria.

Buyskes membentuk satu tim untuk menginterogasi para tawanan. Thomas tidak banyak bicara.

Tidak gampang untuk membujuknya. Pernah di kapal Evertsen OTusan datang membujuknya supaya mengakui kesalahannya, Kepada Thomas ia menanyakan mengapa ia begitu berani

mengangkat senjata memerangi kekuasaan kompeni yang begitu kuat. Thomas memandangnya dengan sinar mata penuh penghinaan, sehingga budak penjajah itu mundur penuh malu.

Pada permulaan Desember para pemimpin perang dihadapkan pada Ambonsche Raad van

Justiti (Dewan Pengadilan di Ambon). Dewan ini diketuai oleh JHJ Moorrees dan beranggota JJ Bruins, JH Martens, J. de Keyzer, JH van Schuler, LH. Smits dan G. Reis. Bertindak sebagai

fiskal adalah penuntut umum RH. Cateau van Rosevelt dan Sekretaris JB. Timmerman.') Sesudah beberapa kali bersidang vonis dijatuhkan. Empat pemimpin, masing-masing Thomas

Page 85: Kapitan Pattimura

Matulessia, Anthone Rhebok, Said Perintah dan Philip Latumahina dijatuhi hukuman gantung sampai mati. Thomas dikenakan hukuman tambahan, mayatnya akan digantung di dalam kurungan besi untuk dipertontonkan pada rakyat. Bagian terakhir ini disetujui Buyskes dengan

maksud menakut-nakuti rakyat. Sejumlah besar pemimpin lain dihukum buangan ke Pulau Jawa. Tanggal 15 Desember malam, sel tempat para tahanan penuh ketegangan dan peperangan

batin. Pikiran keempat pemimpin itu melayang- layang keanak istri dan sanak saudara. Pikiran Thomas beralih dari ibunya yang sudah tua dan anak istri kakaknya serta Elisabeth, dan juga kepada nasib rakyat yang dicintainya. Kebebasan yang mereka ingini membawa pengorbanan

besar yang harus mereka berikan. Tetapi sekarang kembali mereka akan ditindas oleh kaum penjajah.

Lamunan para pejuang itu terganggu ketika beberapa orang guru masuk. Mereka berpelukan dengan para tahanan. Tidak ada kata, tidak ada suara, tidak ada keluhan; tersumbat kerong-kongan masing-masing karena terharu. Mereka datang untuk melangsungkan suatu kebaktian

yang mengiringi para terhukum ketiang gantungan. "Mari kita panjatkan doa ke hadirat Allah Yang Mahakudus", berkata seorang guru. Doa dinaikkan. Dengan penuh kerelaan keempat orang

itu menyerahkan hidup mati mereka kedalam tangan Allah Yang Mahakuasa. Sehabis berdoa mereka bersama-sama menyanyikan mazmur, yang mempersiapkan dan akan mengiring mereka ke alam baka.

Pintu sel dibuka oleh pengawal perlahan-lahan. Overste Verheull masuk dengan diam-diam. Suatu kunjungan yang tidak diduga-duga. Apa yang diingininya? Apa yang akan dikatakannya?

Apakah ia datang untuk berpamitan dengan lawan- lawannya? Apa yang terlintas di dalam kalbunya? Ia berdiri memperhatikan sekumpulan kecil orang-orang yang terus menyanyi dan tidak menghiraukan apapun di sekelilingnya. Selesai menyanyikan beberapa mazmur seorang

guru membawa renungan mempersiapkan mereka menghadapi hakim surgawi, yaitu Allah Yang Mahaadil. Thomas berdiri di bawah lampu yang tergantung di tengah bilik. Air mukanya memancarkan ketenangan jiwa. Perhatiannya dipusatkan pada kebaktian singkat itu. Tidak ada

barang apa pun yang bisa membelokkan perhatiannya. Ia tidak menghiraukan keadaan di sekelilingnya. Kawan-kawan senasibnya berdiam diri, masing-masing dengan pikirannya sendiri.

Verheull meninggalkan mereka. Sampai fajar menyingsing para guru itu menyertai Pattimura dan kawan-kawan, berdoa dan bernyanyi. Said Perintah mempersiapkan diri menurut keyakinan agamanya. la pun telah menyerahkan segenap jiwa raganya kepada Allah. Beberapa kali matanya

bertemu mata dengan Kapitan Pattimura. Diantara keduanya telah terjalin suatu perekutuan "pela" yang mereka warisi dari datuk-datuk Negeri Haria dan Siri-Sori Islam. Pada saat-saat

semacam ini, dicekam oleh suasana maut, keduanya merupakan suatu simbol persekutuan Kristen dan Islam yang mendalam, yang dapat dimengerti oleh orang-orang Maluku, yang terikat dalam persekutuan pela.

Pagi-pagi benar, Selasa tanggal 16 Desember 1817. Para pemimpin rakyat telah siap. Sekitar pukul tujuh datang pengawal. Keempat orang pemimpin itu saling berpelukan, juga degan para

guru, kemudian berpamitan dari kawan-kawan mereka. Tangan mereka diikat lalu dibawa keluar. Di luar Benteng Victoria, didepan dewan pemerintahan (raadhuis), tiang gantungan sudah disiapkan sejak sehari sebelumnya. Para algojo telah siap berdiri di dekat tiang itu. Di Pelabuhan

Ambon ada empatpuluh lima kora-kora Ternate dan Tidore. Pasukan alifuru dalam pakaian perang didaratkan untuk menjaga keamanan dan terjadi saksi peristiwa yang akan terjadi nanti.

Semua divisi iturunkan dari kapal-kapal perang, dengan pimpinan Letnan laut Kelas Satu Steenboom, opsir dari Evertsen. Di lapangan pasukan ini mengambil posisi tempur dengan sangkur terhunus, beriaga-jaga terhadap segala kemungkinan.

Buyskes dan para pembesar sipil dan militer, didampingi para anggota Dewan Pengadilan, menunggu kedatangan para terhukum. Dari jauh rakyat Ambon berdiri berkelompok-kelompok

menunggu apa yang akan terjadi. Tenang, hening degan pikiran clan perasaan masing-masing. Dalam hari-hari terahir ramai orang membicarakan hukuman mati atas keempat ,mimpin perang dari Saparua itu. Berjenis perasaan meliputi masyarakat Ambon. Pro dan kontra menurut rasa

Page 86: Kapitan Pattimura

simpati atau antipati masing-masing. Sekarang, pada pagi yang cerah ini, rakyat Ambon berkerumun untuk menyaksikan hukuman itu.

Pukul tujuh. Dengan kawalan ketat, Kapitan Thomas Matulessia, Kapitan Anthone Rhebok, Letnan Philip Latumahina dan Raja Said Perintah tegap melangkah menuju kelapangan tiang

gantungan. Beratus pasang mata tertuju kepada mereka. Setiba didepan tiang gantungan mereka berhenti. Seorang petugas pengadilan maju ke depan untuk membacakan keputusan Dewan Pengadilan Ambon dalam bahasa Melayu:9')

Bahwa mereka akan dibawa ke tempat eksekusi yang biasa dilaksanakan di Ambon. Disana mereka akan dihukum gantung sampai mati, dilaksanakan oleh para algojo. Kemudian mayat mereka akan dibawa keluar dan digantung agar daging mereka menjadi mangsa udara dan burung-burung dan agar tulang-belulang mereka menjadi debu sehingga dengan demikian menjadi suatu pelajaran yang menakutkan bagi turun-temurun. Bahwa mayat Thomas Matulessia untuk selama lamanya akan digantung didalam sebuah kurungan besi dan sekalpun telah menjadi debu, akan menimbulkan ketakutan karena perbuatannya.

Ketika Thomas mendengar apa yang akan terjadi dengan jenazahnya sedetik kepalanya diangkat kemudian ditujukan lagi lurus ke bawah di depannya.

Philip Latumahina yang pertama-tama menaiki tiang gantungan. Latumahina yang berbadan gemuk dan besar. Jatuh ketanah, hampir ia meninggal sektika. Dengan susah-payah ia diseret

oleh algojo menaiki tangga lagi. Untuk kedua kalinya ia merasa tali gantungan dilehernya. Beberapa detik berlalu, kemudian nyawanya melayang. Anthone Rhebok dengan tenang, dengan ketetapan hati menantang maut, menaiki tangga tiang gantungan. Sejurus ia memandang

sekelilingnya, seakan-akan hendak memberi selamat tinggal kepada hadirin. Tali membelit lehernya...... bunyi genderang .... hilanglah nyawanya. Kemudian Said Parintah menaiki tangga.

Tegap, memandang musuh musuhnya dengan pandangan yang menantang. Algojo melakukan tugasnya. Bunyi genderang ....... Said Perintah menghembuskan nafas yang penghabisan.

Thomas Matulassia laki- laki kabarisi. Gagah perkasa di medan perang, gagah perkasa

pula dimedan maut. Dengan tegap, tanpa ragu-ragu ia menaiki tiang gantungan. Setibanya diatas pandanganya dilayangkan keatas, kepala musuh-musuhnya, memandang jauh kesana d i mana rakyatnya berd ir i, rakya t yang ia ingin dibebaskannya. Tetapi ia tidak berhasil.

Sekarang ia, akan menebus perjuangannya dengan j iwa-raganya. Waktu sudah tiba, algojo memasang tali membelit lehernya. Pandangannya d itujukan kepada musuh-musuhnya,

berhenti pada tuan tuan hak im. "Selamat t ingga l tuan- tuan", demik ian kata-kata perpisahan Thomas Matuless ia. " ) Genderang berbunyi dan selamat jalan kealam baka, pahlawan. Pengorbanan telah kau berikan. Tetapi musuh-musuhmu belum puas. Jenazah

Thomas dimasukkan kedalam kurungan besi, digantung, kemud ian d ibawa ke jurusan timur kota. Di sana pahlawan yang t idak bernyawa itu dipertontonkan kepada rakyat.

Kapitan Pattimura te lah menye lesa ikan baktinya. Semanga tnya memancar dar i tahun ketahun, memberi insp ira s i bagi Pattimura-Pattimura muda agar bangkit meneruskan

perjuangannya, memerdekakan rakyat dari rantai penjajahan.

5.8 Ulupaha Menutup Tiang Gantungan

Sebenarnya perlawanan rakyat masih berjalan terus selama bulan Desember d iLease. Dipegunungan dan hutan-hutan masih ada anggota-anggota pasukan yang berjuang.

Kapitan Lukas Selano, Kapitan Lukas Lisapaly alias Aron masih bertahan. Di sekitar Hula liu masih ada Kapitan Sahureka Bakarbesy dan Kapitan Sawarapatti Tuanoya, yang

sewaktu-waktu menyerang pasukan Belanda. Mereka sering dicari-cari oleh Belanda. Patti-saba juga belum menyerah. Nusalaut ternyata belum aman, rakyat bergolak lagi sebab

Page 87: Kapitan Pattimura

pembunuhan terhadap Raja Paulus. Oleh karena itu dalam pertengahan bulan Januari 1818, satu detasemen Belanda mengadakan pembersihan dan menangkap duapuluh tujuh orang laki- laki. Mereka diangkut ke Ambon.

Tanggal 1 Desember Buyskes mengerahkan tiga divisi, diperkuat oleh kapal-kapal perang Reygersbergen, Iris, The Dispatch, sejumlah sekoci dan barkas yang dipersenjatai dengan

meriam dan kora-kora Ternate dan Tidore untuk menyerang Seram Barat dan Selatan. Overste Groot dan Kapten Driel memimpin ekspedisi itu. Di tiga tempat diadakan pendaratan. Luhu direbut dan dibakar. Semua negeri di sepanjang pesisir, dari Piru sampai ke Hualoi, habis dibakar

berikut semua arombai, perahu dan jung. Hanya Piru dan Tanupu, sesuai instruksi Buyskes, tidak dimakan api.

Ulupaha dan para kapitan memberi perlawanan yang gigih. Ekspedisi itu tidak berhasil menangkap para pemimpin perang. Oleh karena itu sekali lagi dalam bulan Januari 1818 dikerahkan ekspedisi Seram kedua. Kali ini musuh berhasil menangkap bebeberapa kapitan.

Baru pada pertengahan Pebruari Kapitan Ulupaha menyerah dalam keadaan sakit. Segera kapitan yang berumur delapanpuluh tahun itu diangkut ke Ambon. Sementara itu sel-sel tahanan di

Benteng Victoria menjadi penuh dalam bulan Januari. Nampak kapitan-kapitan: Lukas Selano, Lukas Lisapaly, Jakobus Pattiwael, Patih Tiow. Mereka tertangkap dalam satu serangan pembersihan. Jeremias Latuhamallo alias Salemba berada juga diantara para tawanan. Suasana

duka dan murung meliputi setiap tawanan. Buyskes memerintahkan agar Dewan Pengadilan bersidang. Dewan itu menjatuhkan

hukuman gantung sampai mati pada empat orang tersebut. Tanggal 16 Januari 1818 rakyat Ambon menyaksikan hukuman gantung atas Kapitan Lukas Lisapaly alias Aron dari Negeri Ihamahu. la dipersalahkan mengangkat senjata menyerang Benteng Duurstede, berkomplotan

membunuh guru dari Amahai serta kakak dan anak-anaknya dan berkomplotan membununuh Julianus Tuwankotta, kakak Patih Akoon. Tanggal 26 Januari Lukas Selano, kapitan dari Nolot menjalani hukuman gantung. la dipersalahkan menyerang Duurstede, membunuh Nyonya van

den Berg dan menyerang Benteng Zeelandia.

Tanggal 2 Pebruari sekali lagi rakyat Ambon menyaksikan pelaksanaan hukuman gantung atas Jakobus Pattiwael, patih Negeri Tiow. la dipersalahkan menjadi pembantu dan penasihat Thomas Matulessia dan memerintahkan agar beberapa serdadu Beetjes yang tertangkap

dibunuh.'I) Tanggal 2 Pebruari itu vonis akan dilaksanakan atas diri Jeremias Latuhamallo. la di-persalahkan menjadi penasihat Thomas Matulessia dan turut bertanggung jawab atas segala

peristiwa yang telah terjadi, Mayatnya digantung ditontonkan dan dibiarkan menjadi mangsa udara dan burung. Tetapi nasibnya baik. Buyskes memberi pengampunan baginya, karena laksamana itu berpendapat sudah cukup banyak para pemimpin digantung untuk menakut-nakuti

rakyat, dan Jeremias tidak terbukti pernah membunuh seseorang serta pernah menyerang pasukan Belanda. Hukumannya diperingan menjadi hukuman buang di Jawa selama 25 tahun.

Hukuman mati dijatuhkan juga kepada duapuluh tiga orang lainnya. Tetapi Buyskes memberi keampunan kepada sembilan orang. Mereka dibuang ke Jawa. Sedangkan empatbelas orang lainnya menjalani hukuman mati, di antaranya empat orang kapitan dari Seram yang menjalani

hukuman gantung sampai mati pada tanggal 10 Pebruari. Tanggal 18 Pebruari seorang tua digotong dengan tandu memasuki Benteng Victoria. la

adalah kapitan Ulupaha, pahlawan tua dari Seit. la sedang sakit keras. Buyskes khawatir kalau kalau kapitan itu tidak lama lagi akan meninggal sehingga luput dari hukuman hakim dunia. Sebab itu, pada tanggal 19 Pebruari Buyskes menyurat kepada Dewan Pengadilan dan penuntut

umum agar segera membawa persoalan Ulupaha kedepan pengadilan, tanpa menempuh proses yang biasa, sebab dari interogasi ia telah mengakui perbuatannya. Pada hari itu juga Buyskes

memberi instruksi kepada Krayenhoff supaya komandan itu menyiapkan pasukan pengawal-keesokan harinya di tempat eksekusi jika vonis hukuman mati dijatuhkan dan jadi dilaksanakan

Page 88: Kapitan Pattimura

pada tanggal 20 Pebruari. Sidang kilat Dewan Pengadilan diadakan hari itu juga. Vonis dijatuhkan: hukuman gantung sampai mati dan akan dilaksanakan pada keesokan harinya.' 3)

Tanggal 20 Pebruari pagi pasukan pengawal telah siap di lapangan tempat eksekusi. Para

pembesar dan anggota Dewan Pengadilan telah siap menunggu kedatangan terhukum. Sekitar pukul tujuh kapitan Ulupaha, dalam keadaan sakit keras, digotong memasuki lapangan eksekusi.

Di depan tiang gantungan tandu diturunkan. Vonis dibaca. Kemudian para algojo memapak pahlawan tua itu menaiki tiang gantungan. Tali dipasang di lehernya .... genderang dipalu Kapitan Ulupaha, pahlawan delapanpuluhan dari Seit mengakhiri hukuman tiang gantungan.

Tawanan lainnya dibuang ke Pulau Jawa. Ketika Evertsen pada akhir Desember berangkat ke Pulau Jawa tigapuluh sembilan orang tawanan dibawa pula; antara lain Christina Martha. Gadis

ini sangat tertekan jiwanya sehingga menolak makan dan diobati ketika berada dalam sel. Verheull mencoba membujuk dan menghiburnya, tetapi sia-sia. Tubuhnya makin lemah dan ketika Evertsen barn meninggalkan Tanjung Alang, Christina menghembuskan nafasnya yang

penghabisan pada tanggal 2 Januari 1818. Jenazahnya diturunkan dan diserahkan kepada Laut Banda. Seorang srikandi muda telah berkorban untuk kebebasan rakyatnya.

Tanggal 25 Pebruari Buyskes meninggalkan Ambon dan membawa serta Vermeulen Krieger yang luka berat. Meyer sudah mati pada pertengahan Januari. Dikapal Wilhelmina itu banyak tawanan, semuanya laki- laki. Dalam waktu-waktu tertentu menyusul beberapa puluh lagi

sehingga semuanya berjumlah sembilanpuluh orang. Mereka semua dibuang ke Pulau Jawa. Kebanyakan dipekerjakan di perkebunan kopi di Jawa Timur dan Priangan. Banyak keluarga di

Jazirah Hitu, Lease dan Seram kehilangan atau ditinggalkan oleh suami, ayah, kakak atau adik. semuanya memberi pengorbanan bagi kemerdekan rakyat yang ingin mereka bebaskan dari cengkraman penjajahan.

Darah Thomas Matulessia alias Kapitan Pattimura dan para pahlawan mengalir membasahi

bumi ibu pertiwi memberi kesuburan bagi bibit-bibit yang kelak akan tumbuh dan mengangkat

senjata untuk membebaskan rakyat dari rantai penjajahan. Pattimura-Pattimura muda bangkit pada permulaan abad ke-20 dalam pergerakan nasional seperti Yong Ambon, Sarekat Ambon,

Ina Tuni dan lain- lain lalu dilanjutkan oleh generasi penerusnya dalam tahun 1945, dan berakhir dengan tercapainya citacita Pttimura dan kawan-kawannya. Tidak sia-sia kurban yang mereka persembahkan ditiang gantungan.

Sebagai tanda terima kasih Pattimura-pattimura muda mengabadikan Kapitan Pattimura dalam Divisi Pattimura. Kodam XV Pattimura, Universitas Pattimura, Kapal Perang Pattimura,

pangkalan udara Pattimura dan Jalan-jalan Pattimura di berbagai kota diIndonesia. Penghargaan terbesar adalah pengangkatan Kapitan Pattimura sebagai "pahlawan nasional" oleh Pemerintah Republik Indonesia. Semoga semangat juang dan pengorbanan Pattimura dan kawan-kawannya

menjacli suri tauladan bagi kita semua dalam pembangunan Negara dan Bangsa Indonesia.

DAFTAR CATATAN BAB V 1) v.d. Kemp —Het herstel, hal. 93. 2) v.d. Kemp —Ibid, hal. 633 (Rapport Porto)

3) v.d. Kemp —Het herstel, hal. 129-132 (Rapport Buitenzorg 25 September 1818); 4) van Rees W.A. —Vermeulen Krieger; Tafereelen uit het Indische Krijgsleven, hal. 89.

5) Buyskes —Rapport Buitenzorg in v. d. Kemp —Het herstel, hal. 137. 6) v.d. Kemp —Het herstel, hal. 63. 7) v.d. Kemp —Het Herstel, v. h. Ned gezag BKI dl 66, hal. 92.

8) v.d. Kemp —Het Ned. Ind. Bestuur, hal. XVII. 9) v.d. Berg van Saparua. —De Tragedie, hal. 330.

10) verheull I —in v. d. Kemp; Molukken III (BKI dl 66-1912), hal. 268-270. 11) v.d. Kemp —Over de opstand in de Molukken van 1817-1818 (BKI dl 75-1919), hal.

221-222.

Page 89: Kapitan Pattimura

12) v.d. Kemp —Het Ned, Ind. Bestuur, hal. XVII (besluit schout-bij-nacht Buyskes, 19 Februari 1818 no. 220).

13) v.d. Kemp— Over de opstand, hal. 228.

DAFTAR PUSTAKA Boelen,J. De opstand in de Molukken in 1817, dalam De Gids th. 1930 jilid IV hak. 247-287. Burger D.H. dan Prajudi, Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia 1— 1960.

Buykes, "Alang Rapport 10 Oktober 1818" — terdapat dalam Bijdrage TL & B dl 65-1911. Buykes "Buitenzorgs Verslag," 25 September 1818 dalam Biidrage TL & V dl 66-1912.

Berg v.d. van Saparoea G.G.J.L. De tragedie op 't eiland Saparua — 1946. Doren v J.B.J., Thomas Matulesia. Encycyclopedic, Nederlands Oost - Indie.

Enklaar Ds.I.H., Joseph Kam, Apostel der Molukken. Gonggrijp G., Schets ener economische geschiedenis van Nederlands Indie 1949.

Idema H.A. Mr., De oorzaak van de opstand op Saparoea 1817 Bijlage "Extract uit her Register der Handelingen en Besluiten van den Gouverneur der Moluksche Eilanden",

14 Agustus 1818. Leur v J.C., Indonesian trade and society — 1960.

Leur v. J.C., Eenige beschouwingen betreffende de oude Aziatischen handel. Nanulaita 1.0., Timbulnya militerisme Ambon, sebagai suatu persoalan politik, sosial — ekonomis, — Bhratara — Jakrta 1966.

Panitia Penggalian Sejarah Pahlawan Nasional Pattimura, Perjuangan Pattimura dalam Pengembangan Ampera dart masa ke masa Ambon 8 Pebruari 1966 (tidak diterbitkan — I.0.Nanulaita, sebagai anggota penyusun naskah)

Raja-raja patih Hunimua dan Nusalaut, Proklamasi Haria 29 Mei 1817 — terdapat daam v.d. Kemp. "Het Nederlandsch Indisch Bestuur in het midden van 1817" hal. 29-32. Rees van W.A.,

Vemeulen Krieger, Tafereelen uit het Indische krijgsleven. Risakotta, Rapport Porto 13 Nopember 1817 — terdapat dalam vd Kemp "Kolukken" I—II—III (BKI dl. 65, 66, 69). Sapia M., Sejarah Perjuangan Pattimura — 1957.

Schrieke B., Indonesian Sociological Studies I — 1955. Wall vd V.I., De Nederlandsche Oudheden in de Molukken —1928.

Kemp vd PH, Het herstel van het Nederlandsche gezeg in the Molukken in 1817 ("Molukken" I—II—Ill; Bijdrage T.L. & V dl. 65-1911; dl 66-1911; dl 69-1913). Kemp vd PH, Het Nederlandsch Indisch Bestuur van 1817 op 1818; 1911.

Kemp vd PH, Het Nederlandsch Indisch Bestuur in het midden van 1817; 1915. Lembaga Penelitian Sejarah Maluku, Bunga Rampai Sejarah Maluku I — 1973.

Vlekke B., Geschiedenis van de Indische Archipel — 1947. Verheull, Herinneringen van een refs Haar de Oost — Indien I — 1835,111836. Arnold Wright cs, Twentieth Century Impressions of Netherlands Indie, Lloyd's Greater Britain

Publishing Company LTD 1909. 199

tanggal 14 Mei 1817 clan kapitan-kapitan dari Tuhaha. 7. Brain Matulessy, asal Ulat, pensiunan Jawatan Penerangan Propinsi Maluku, berdiam di Ambon, umur 72 tahun, pada tanggal 15 dan 15 September 1976 mengenai asal usul

A Pattimura dan penyebaran keluarga Matulessy di Hulaliu, Itakawa, Ulat dan Haria.

DAFTAR SUMBER Wawancara 1. Sdr. Alex Siahia, asal Hulalui, berusia kira-kira 55 tahun, guru/pegawai Kanwil P & K Daerah

Maluku, pada tanggal 6 September 1976 mengenai: tempat asal keluarga Matulessia.

Page 90: Kapitan Pattimura

2. Keluarga Matulessy di Haria, turunan dari Johanis Matulessia (kakak Thomas Matulessia), tanggal 9 September 1976, mengenai; asal-usul Pattimura dan peninggalan-peninggalannya.

3. Bapak Hattu, asal Haria, pendeta diSaparua, kira-kira 60 tahun, pada tanggal 9 September

1976 mengenai: a. asal-usul Thomas Matulessia dan asalnya gelar Pattimura.

b. kuburan tentera Beetjes di Waisisil. 4. Bapak raja Ulat, berumur kira-kira 40 tahun, pada tanggal 10 September 1976, mengenai para

kapitan dan pertempuran-pertempuran di Ulat dan Ouw.

5. Bapak raja Siri-Sori, Abd. Karim Pattisahusiwa, umur kirakira. 60 tahun, pada tanggal 10 September 1976, mengenai raja Said Perintah dan asal-usulnya.

6. Guru-guru SD I dan II Tuhaha, Julius Huliselan dan Frans Pattipeiluhu, kira-kira 35 tahun, pada tanggal 11 September 1976, mengenai: Gunung Saniri, tempat musyawarah

Lain- lain 1. Keterangan tertulis dari Bapak Wilhelmus Pieter Nanlohy, dari Porto berusia 73 tahun,

bertanggal 12 September 1976, mengenai beberapa tokoh clan kapitan dari Porto dan beberapa peristiwa yang terjadi dalam tahun 1817.

2. Silsilah keluarga besar Matulessy yang berdiam di Haria Mulai dari Thomas dan Johannis,

Silsilah ini disusun oleh Zeth Matulessy pegawai PU propinsi Maluku, ahli waris Thomas dan Johannis, yang menerima clan menyimpan Surat Keputusan Pengangkatan Pattimura

sebagai Pahlawan Nasional.