61
KANDUNGAN LEUSIN, TREONIN, DAN ARGININ PADA TEPUNG BELALANG KAYU (Valanga nigricornis) DENGAN METODE SUN- DRYING DAN OVEN-DRYING TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi Oleh : Ali Akbar Velayati 135070300111027 PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

KANDUNGAN LEUSIN, TREONIN, DAN ARGININ PADA TEPUNG ...repository.ub.ac.id/4143/1/Ali Akbar Velayati.pdf · belalang kayu memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Selain itu penulis

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • KANDUNGAN LEUSIN, TREONIN, DAN ARGININ PADA TEPUNG

    BELALANG KAYU (Valanga nigricornis) DENGAN METODE SUN-

    DRYING DAN OVEN-DRYING

    TUGAS AKHIR

    Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi

    Oleh : Ali Akbar Velayati 135070300111027

    PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG 2017

  • i

    KANDUNGAN LEUSIN, TREONIN, DAN ARGININ PADA TEPUNG

    BELALANG KAYU (Valanga nigricornis) DENGAN METODE SUN-

    DRYING DAN OVEN-DRYING

    TUGAS AKHIR

    Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi

    Oleh :

    Ali Akbar Velayati 135070300111027

    PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG 2017

  • ii

    HALAMAN PENGESAHAN

    TUGAS AKHIR

    KANDUNGAN LEUSIN, TREONIN, DAN ARGININ PADA TEPUNG

    BELALANG KAYU (Valanga nigricornis) DENGAN METODE SUN-DRYING

    DAN OVEN-DRYING

    Oleh:

    Ali Akbar Velayati

    NIM. 135070300111027

    Telah diuji pada

    Hari : Selasa

    Tanggal : 20 Juni 2017

    Dan dinyatakan lulus oleh:

    Penguji I

    Novita Wijayanti, STP, MP. NIP 198011222005022006

    Penguji II/Pembimbing I Penguji III/Pembimbing II

    Titis Sari Kusuma, S.Gz. MP. Eva Putri Arfiani, S.Gz.MPH NIP. 198007022006042001 NIP. 2015058809222001

    Mengetahui,

    Ketua Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

    Dian Handayani, SKM, M.Kes, PhD. NIP. 197404022003122002

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan

    hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul

    “KANDUNGAN LEUSIN, TREONIN, DAN ARGININ PADA TEPUNG BELALANG

    KAYU (Valanga nigricornis) DENGAN METODE SUN-DRYING DAN OVEN-

    DRYING”.

    Ketertarikan penulis akan topik ini didasari oleh fakta bahwa pemanfaatan

    produk olahan belalang kayu di masyarakat masih kurang maksimal. Padahal

    belalang kayu memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Selain itu penulis

    juga membuat tepung dari belalang kayu dimana pembuatan tepung belalang kayu

    ini melalaui dua proses pegeringan yang berbeda yakni, sun-drying dan oven-

    drying. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan asam

    amino pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan , sun-drying dan

    oven-drying.

    Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terimakasih yang tak

    terhingga kepada :

    1. Dr.dr. Sri Andarini, M.Kes, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

    Brawijaya yang telah memberikan kesempatan menuntut ilmu di Fakultas

    Kedokteran Universitas Brawijaya.

    2. Dian Handayani, S.K.M., M.Kes., Ph.D., sebagai Ketua Program Studi Ilmu

    Gizi Fakultas Kedokteran Brawijaya.

    3. Ibu Novita Wijayanti, STP.,MP., selaku dosen penguji yang telah

    memberikan arahan dan masukan untuk Tugas Akhir ini menjadi lebih baik.

  • iv

    4. Ibu Titis sari Kusuma, S.Gz. MP., selaku Dosen pembimbing pertama yang

    telah membimbing dalam penyusunan Tugas Akhir ini

    5. Ibu Eva Putri Afriani, S.Gz, MPH., selaku Dosen pembimbing kedua yang

    telah memberikan saran dan sehingga penulis dapat menyusunan Tugas

    Akhir ini dengan baik.

    6. Segenap anggota Tim TA FKUB yang telah bersedia direpotkan dalam

    pengurusan administrasi Tugas Akhir.

    7. Keluarga tercinta (mama, papa dan kakak) yang selalu memberikan

    dukungan dan motivasi secara lahir dan batin serta tak pernah bosan untuk

    mendoakan untuk kelancaran menyelesaikan Tugas Akhir ini.

    8. Teman-teman Tim Walang yang telah berjuang bersama untuk

    menyelesaikan Tugas Akhir ini.

    9. Teman-teman Gizi 2013 yang telah memberikan dukungan dalam

    menyelesaikan Tugas Akhir ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

    Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh

    karena itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun.

    Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat sebagaimana mestinya. Akhir kata penulis

    mengucapkan terimakasih

    Malang, 20 Juni 2017

    Penulis

  • v

    ABSTRAK

    Velayati, Ali Akbar. 2017. Kandungan Leusin, Treonin, dan Arginin Pada Tepung Belalang Kayu (Valanga nigricornis) Dengan Metode Sun-Drying dan Oven-Drying. Tugas Akhir, Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) Titis Sari Kusuma, S.Gz., MP (2) Eva Putri Arfiani, S.Gz., MPH.

    Belalang kayu merupakan salah satu pangan fungsional sumber protein tinggi. Pengolahan belalang kayu menjadi tepung dapat menjadi pangan olahan berprotein tinggi. Pengolahan tepung dengan metode pengeringan yang berbeda seperti pengeringan oven dan pengeringan penjemuran matahari akan mempengaruhi kandungan protein tepung. Mutu suatu protein ditentukan dari kandungan asam aminonya. Asam amino esensial yang diperlukan tubuh hanya diperoleh dari asupan makanan diantaranya adalah leusin, treonin, dan arginin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan leusin, treonin, dan arginin pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan oven dan pengeringan matahari. Penelitian ini merupakan penelitian analytical study dengan menggunakan studi semi eksperimental. Sampel belalang kayu pada penelitian ini berasal dari petani belalang kayu di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan kandungan leusin, treonin dan arginin pada metode pengeringan oven berturut – turut adalah 3,973 gram/100 gram; 1,701 gram/100 gram; 0,2275 gram/100 gram, sedangkan kandungan leusin, treonin, dan arginin pada metode pengeringan matahari berturut – turut adalah 4,659 gram/100 gram; 2,186 gram/100 gram; 2,629 gram/100 gram. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kandungan leusin, treonin, dan arginin pada tepung belalang kayu metode pengeringan oven dan pengeringan matahari.

    Kata kunci: tepung belalang kayu, leusin, treonin, arginin, metode pengeringan

  • vi

    ABSTRACT

    Velayati, Ali Akbar. 2017. The Content of Leucine, Threonine, and Arginine on Locust (Valanga nigricornis) Flour with Sun-Drying dan Oven-Drying Methods. Final Assignment, Nutrition Program, Faculty of Medicine Universitas Brawijaya. Supervisors: (1) Titis Sari Kusuma, S.Gz., MP (2) Eva Putri Arfiani, S.Gz., MPH.

    Locust is one of the functionsl food sources of high protein. The processing locust into the flour can become high protein precessed food. Flour processing with different drying methods such as oven drying and sun drying will affect the protein content of the flour. The quality of a protein is determined by its amino acid content. The essential amino acid that the body need only obtained from the intake of food such as leucine, thronine, and arginine. This study aims to determine the content of leucine, threonine, and arginine in locust flour with sun drying and oven drying methods. This research in an anlytical study using semi experimental study. The sample of locust in this study came from the locust farmers in Kabupaten Nganjuk, East Java. The results showed that the content of leucine, threonine, and arginine in the oven drying method respctively were 3,973 grams/100 grams; 1,701 grams/100 grams; 0,2275 grams/100 grams, while leucine, threonin, and arginine content in sundrying method respectively are 4,659 grams/100 grams; 2,186 grams/100 grams; 2,629 grams/100 grams. The conclusion of this research is that there are differences of leucine, threonine, and arginine content on locust flour with oven drying and sun drying methods.

    Kata kunci: locust flour, leucine, threonine, arginine, drying method

  • vii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    Judul ........................................................................................................ i

    Halaman Pengesahan ............................................................................. ii

    Kata Pengantar ....................................................................................... iii

    Abstrak ..................................................................................................... v

    Abstract .................................................................................................... vi

    Daftar Isi ................................................................................................... vii

    Daftar Gambar ......................................................................................... x

    Daftar Tabel ............................................................................................. xi

    Daftar Singkatan ...................................................................................... xii

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

    1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 4

    1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 4

    1.3.1 Tujuan Umum ................................................................ 4

    1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................... 5

    1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 5

    1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................. 5

    1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................. 6

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Protein .................................................................................... 7

    2.1.1 Klasifikasi Protein ......................................................... .. 8

    2.1.2 Fungsi Protein .............................................. ................. 10

    2.1.3 Asupan Protein .............................................. ................. 12

    2.1.4 Kekurangan Protein ....................................................... 13

    2.2 Asam Amino ............................................................................. 14

    2.2.1 Leusin ............................................................................. 14

    2.2.2 Treonin ........................................................................... 15

    2.2.3 Arginin ........................................................................... 16

    2.4 Belalang Kayu (Valanga nigricornis) ........................................ 17

  • viii

    2.5 Pengeringan ................ ............................................................ 19

    2.5.1 Sun-Drying .................................................................... 20

    2.5.2 Oven-Drying ................................................................... 21

    BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konsep ..................................................................... 22

    3.2 Penjelasan Kerangka Konsep .................................................. 23

    3.3 Hipotesis ............................................................................... .... 23

    BAB 4 METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian .............................................................. 24

    4.2 Variabel Penelitian ................................................................... 24

    4.2.1 Variabel Bebas ............................................................... 24

    4.2.2 Variabel Terikat ............................................................. 24

    4.3 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 24

    4.4 Alat dan Bahan ........................................................................ 25

    4.4.1 Alat Untuk Pengeringan ................................................. 25

    4.4.1.1 Pengeringan Metode Sun-Drying ........................... 25

    4.4.1.2 Pengeringan Meode Oven-Drying .......................... 25

    4.4.2 Alat Untuk Penepungan ................................................ 26

    4.4.3 Alat Untuk Analisis Asam Amino ................................... 26

    4.4.4 Bahan Untuk Analisis Asam Amino ............................... 26

    4.5 Definisi Operasional ................................................................ 26

    4.5.1 Belalang kayu (Valanga nigricornis) ................................ 26

    4.5.2 Tepung belalang kayu (Valanga nigricornis .................... 26

    4.5.3 Leusin .............................................................................. 27

    4.5.4 Treonin ............................................................................ 27

    4.5.5 Arginin ............................................................................. 27

    4.5.6 Sun-drying ....................................................................... 27

    4.5.7 Oven-drying ..................................................................... 28

    4.6 Prosedur Penelitian .................................................................. 28

    4.6.1 Persiapan Sampel ........................................................... 28

    4.6.1.1 Sun-drying ............................................................... 28

    4.6.1.2 Oven-drying ............................................................. 28

  • ix

    4.6.2 Analisis Asam Amino dengan UPLC ............................... 29

    4.7 Alur Penelitian .......................................................................... 30

    4.8 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ......................................... 31

    4.8.1 Jenis Data ...................................................................... 31

    4.8.2 Cara Pengumpulan Data ................................................ 31

    BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA

    5.1 Karakteristik Sampel ................................................................. 32

    5.2 Pelaksanaan Penelitian ............................................................ 33

    5.2.1 Pembuatan Tepung Belalang dengan Metode

    Penjemuran Matahari .................................................... 33

    5.2.2 Pembuatan Tepung Belalang dengan Metode

    Pengeringan Oven ........................................................ 34

    5.3 Hasil Uji Asam Amino Leusin, Treonin, dan Treonin................. 34

    5.4 Hasil Uji Proksimat .................................................................. 36

    BAB 6 PEMBAHASAN

    6.1 Karaktersitik Sampel ................................................................. 37

    6.2 Kandungan Protein ................................................................. 38

    6.3 Kandungan Asam Amino Leusin .............................................. 38

    6.4 Kandungan Asam Amino Treonin............................................. 40

    6.5 Kandungan Asam Amino Arginin.............................................. 40

    6.6 Implikasi pada Bidang Gizi ...................................................... 42

    6.7 Keterbatasan Penelitian .......................................................... 44

    BAB 7 PENUTUP

    7.1 Kesimpulan............................................................................... 45

    7.2 Saran ....................................................................................... 45

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 46

    Lampiran ................................................................................................. 49

  • x

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Belalang Kayu (Valanga nigrocornis) ....................................... 18

    Gambar 3.1 Kerangka Konsep…………………………………………………. .. 22

    Gambar 4.1 Alur Penelitian ........................................................................... 30

    Gambar 5.1 Sampel Belalang Kayu (Valanga nigrocornis) .......................... 32

    Gambar 5.2 Tepung Belalang Kayu Metode Penjemuran Matahari .............. 33

    Gambar 5.3 Tepung Belalang Kayu Metode Pengeringan Oven .................. 34

    Gambar 5.4 Grafik Perbedaan Kandungan Asam Amino Leusin,

    Treonin, dan Arginin Pada Tepung Belalang kayu .................... 35

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Kategori Asupan Protein . ............................................................. 12

    Tabel 5.1 Hasil Uji Asam Amino Leusin, Treonin, dan Arginin ...................... 35

    Tabel 5.2 Hasil Uji Proksimat ....................................................................... 36

  • xii

    DAFTAR SINGKATAN

    KEP Kurang Energi Protein

    PHI Problem Health Indicator

    HGH Human Growth Hormone

    BCAA Branched-Chain Amino Acid

    UPLC Ultra Performance Liquid Cromatography

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Saat ini di Indonesia masih banyak terjadi masalah gizi. Masalah gizi yang

    utama di Indonesia adalah KEP (Kurang Energi Protein). KEP merupakan masalah

    gizi yang disebabkan defisiensi zat gizi makro khususnya protein. Kekurangan

    protein dalam jangka panjang pada anak-anak bisa menyebabkan anak-anak

    mengalami stunting. Stunting merupakan keadaan dimana tinggi badan di bawah

    normal. Masalah stunting di Indonesia merupakan salah satu masalah gizi yang

    masih banyak terjadi. Tercatat tahun 2013 prevalensi balita stunting di Indonesia

    adalah 37.2% dimana prevalensi tersebut meningkat dari 35.60% pada tahun 2010

    (Riskesdas, 2013). Berdasarkan cut off dari Problem Health Indicator (PHI) untuk

    masalah stunting, prevalensi tersebut termasuk ke dalam kategori yang tinggi

    (Fahmida, 2007). Hal tersebut terjadi karena tingkat asupan protein yang kurang.

    Secara nasional, rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia 62,1 gram per

    hari atau 13,3 persen dari total konsumsi energi. Ini berarti kontribusi konsumsi

    protein penduduk Indonesia kurang dari 15 persen dari total konsumsi energi

    sesuai pola makan seimbang (Riskesdas, 2010).

    Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh khususnya untuk anak-anak yang

    masih dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan. Protein berfungsi dalam

    pembentukan massa otot, pertumbuhan tinggi badan, dan pertumbuhan dan

    pematangan dari fungsi tubuh (RDA, 1989). Protein adalah sumber asam-asam

    amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh

    karbohidrat. Ada sembilan asam amino yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh dan

  • 2

    hanya bisa di dapatkan dari asupan makanan yang biasa disebut sebagai asam

    amino esensial. Dua dari sembilan asam amino esensial yang bermanfaat bagi

    tubuh adalah leusin dan treonin. Asam amino leusin membantu regulasi

    pembentukan dan pemecahan protein, menyediakan energi untuk otot dan

    mencegah kerusakannya. Selain asam amino esensial ada juga asam amino non

    esensial yang dapat dihasilkan oleh tubuh, salah satunya adalah arginin. Arginin

    dapat dihasilkan oleh tubuh, tetapi jumlah yang dihasilkan masih kurang dari yang

    dibutuhkan sehingga juga harus didapat dari asupan makanan. Asam amino

    arginin sangat dibutuhkan untuk anak-anak karena berhubungan langsung dengan

    pertumbuhan dengan cara mengaktifkan hormon pertumbuhan (HGH-Human

    Growth Hormon). Hormon pertumbuhan ini yang bertanggung jawab untuk

    meningkatkan perkembangan otot, membakar lemak, dan mengatur sistem imun

    (Fernandez, 2014).

    Jumlah protein dan asam amino yang dibutuhkan tubuh ditentukan oleh

    proses pembentukan protein, pemeliharaan sel dan organ tubuh, perbaikan

    kerusakan sel tubuh dan metabolisme tubuh. Seluruh proses ini dipengaruhi oleh

    gen, fase siklus hidup, aktivitas fisik, tingkat asupn makanan, penyakit, hormon

    dan sistem kekebalan tubuh. Pada fase siklus hidup terutama bayi dan anak-anak,

    proses pertumbuhan mencapai puncaknya sehingga kebutuhan akan protein dan

    asam amino meningkat. Kebutuhan asam amino leusin untuk balita adalah dan 54

    mg/kg BB per hari. Kebutuhan treonin untuk balita adalah 24 mg/kg BB per hari

    (FAO, 2011).

    Pemenuhan kebutuhan protein dan asam amino sangat diperlukan untuk

    mengoptimalkan fungsi-fungsi dari protein dan asam amino tersebut. Terlebih lagi

    untuk anak-anak yang perlu asupan protein dan asam amino untuk pertumbuhan

  • 3

    dan perkembangan. Jika asupan protein kurang dari kebutuhan tentu saja akan

    mengurangi fungsi dari protein dan juga mengakibatkan pertumbuhan dan

    perkembangan anak menjadi terhambat yang selanjutnya menyebabkan stunting

    pada anak-anak.

    Salah satu pangan yang bisa berpotensi sebagai sumber protein non-

    konvensional atau sumber protein yang belum banyak dikonsumsi oleh

    masyarakat adalah belalang kayu (Daryatmo, 2004). Belalang adalah serangga

    yang selama ini dianggap sebagai hama ternyata mampu berpotensi menjadi

    pangan sumber protein tinggi. Setiap 100 gram belalang mentah rata-rata

    mengandung 170 kkal energi; 62,7% air; 26,8% protein; 3,8% lemak; dan 2,4%

    serat. Bila belalang dalam keadaan kering, setiap 100 gram rata-rata mengandung

    420 kkal energi; 7% air; 62,2% protein; 10,4% lemak; dan 15,8% karbohidrat.

    Salah satu faktor penting dalam memilih serangga untuk bahan pangan adalah

    jumlah yang tersedia di satu tempat dalam suatu waktu (Koswara, 2002). Belalang

    kayu banyak di dapatkan di Indonesia, terutama di daerah Wonosari, Gunungkidul,

    Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakatnya memanfaatkan belalang sebagai

    cemilan dan makanan dalam bentuk belalang goreng. Seperti dalam penelitian

    Maryati (2012) tentang Training to Make Grasshopper Flour as High Protein

    Material Food In Gunung Kidul. Selain diijadikan sebagai camilan dan makanan

    khas dalam bentuk belalang goreng, belalang bisa dimanfaatkan menjadi produk

    pangan yaitu tepung.

    Tepung merupakan bahan baku berbagai olahan. Tepung memiliki

    beberapa keistimewaan, antara lain rasa yang sama dengan bahan dasar

    pembuatnya (misal tepung udang, tepung ikan, tepung beras, dan sebagainya),

    dapat disimpan lebih lama, dan praktis dalam penggunaannya. Tepung biasanya

  • 4

    identik dengan tepung terigu, beras, sagu, dan aneka tepung sumber karbohidrat

    lainnya. Padahal, beberapa bahan dasar makanan yang merupakan sumber

    protein juga dapat dibuat tepung, seperti tepung ikan, tepung udang, dan

    sebagainya. Dalam hal ini, belalang kayu juga dapat diolah menjadi tepung dan

    bisa digunakan sebagai pangan olahan yang berprotein tinggi.

    Dalam pembuatan tepung terdapat proses dimana bahan baku dari tepung

    tersebut akan dikeringkan untuk mengurangi kadar airnya. Metode yang selama

    ini biasa dilakukan masyarakat untuk melakukan pengeringan tersebut adalah sun

    drying atau pengeringan menggunakan sinar matahari. Selain metode sun drying

    ada juga metode pengeringan oven drying dimana pengeringan dilakukan

    menggunakan oven. Proses pengeringan yang kurang tepat akan berpengaruh

    pada sifat bahan asal yang dikeringkan misal, bentuk dan kenampakan, serta juga

    bisa berpengaruh pada sifat mutu gizi (Masduqi, 2014). Zat gizi yang mungkin

    mengalami perubahan akibat panas dari proses pengeringan adalah protein.

    Karena protein mengalami perubahan, asam amino mungkin juga akan mengalami

    perubahan.

    Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan

    kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin pada tepung belalang kayu

    dengan metode pengeringan menggunakan oven dan sinar matahari. Serta

    memilih metode pengeringan yang tepat untuk pengolahan tepung belalang untuk

    mendapatkan hasil asam amino yang optimal.

    1.2 Rumusan Masalah

    Apakah ada perbedaan kandungan asam amino leusin, arginin, dan treonin

    pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan oven dan penjemuran

    dengan matahari langsung ?

  • 5

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum

    Untuk mengetahui adanya perbedaan kandungan asam amino leusin, arginin,

    treonin pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan oven dan

    penjemuran dengan matahari langsung.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1.3.2.1 Untuk mengetahui kandungan asam amino leusin, arginin, dan treonin

    pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan dengan oven.

    1.3.2.2 Untuk mengetahui kandungan asam amino leusin, arginin, dan treonin

    pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan dengan

    penjemuran sinar matahari langsung.

    1.3.2.3 Untuk membandingkan kandungan asam amino leusin, arginin, dan treonin

    pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan dengan oven dan

    penjemuran sinar matahari langsung.

    1.3.2.4 Untuk mengetahui metode pengeringan terbaik untuk membuat tepung

    belalang kayu.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan teori lebih lanjut terkait

    bidang gizi kesehatan tentang manfaat untuk memilih metode pengeringan tepung

    belalang kayu yang terbaik untuk mendapatkan kandungan asam amino leusin,

    arginin, dan teronin yang optimal.

  • 6

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan

    sumber pangan kepada masyarakat, yaitu bahan yang perlu dikembangkan

    pengolahannya karena kandungan gizi yang baik dan alternatif pangan

    fungsional kaya protein yang bermanfaat bagi dunia pangan serta dalam dunia

    kesehatan diharapkan dapat mencegah terjadinya wasting dan stunting pada

    balita

  • 7

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Protein

    Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima

    ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino,

    yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-

    unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Unsur nitrogen adalah unsur utama

    protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam

    karbohidrat dan lemak (Almatsier, 2009).

    Protein merupakan senyawa yang terdapat dalam setiap sel hidup.

    Setengah dari berat kering dan 20% dari berat total seorang manusia dewasa

    adalah protein. Hampir setengahnya terdapat di dalam otot, seperlimanya di dalam

    tulang dan kartilago, sepersepuluhnya dalam kulit dan sisanya pada jaringan-

    jaringan lain serta cairan tubuh. Semua enzim yang terdapat dalam tubuh

    merupakan protein. Bermacam-macam hormon merupakan protein dan

    turunannya. Asam nukleat di dalam sel, yang bertanggung jawab terhadap

    transmisi informasi genetik dalam reproduksi sel, sering terdapat dalam bentuk

    berkombinasi dengan protein, yaitu nukleoprotein. Hanya urine dan cairan empedu

    yang dalam keadaan normal tidak mengandung protein.

    Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, karena selain

    sebagai sumber energi, protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan zat

    pengatur di dalam tubuh. Selain zat pembangun, fungsi utamanya adalah

    membentuk jaringan baru (misalnya memebentuk janin pada masa kehamilan

    seorang ibu atau jaringan baru pada proses pertumbuhan anak), disamping untuk

  • 8

    memelihara jaringan yang telah ada (pengganti bagian-bagian yang aus atau

    rusak).

    2.1.1 Klasifikasi Protein

    Protein terdapat dalam bentuk serabut (fibrous), globular, dan konjugasi.

    1. Protein Bentuk Serabut

    Protein bentuk serabut terdiri atas beberapa rantai peptida berbentuk

    spiral yang terjalin satu sama lain sehingga menyerupai batang yang kaku.

    Karakteristik protein bentuk serabut adalah rendahnya daya larut, mempunyai

    kekuatan mekanis yang tinggi dan tahan terhadap enzim pencernaan. Protein

    ini terdapat dalam unsur – unsur struktur tubuh. Ada beberapa macam protein

    serabut, yaitu kolagen, elastin, kreatin, dan miosin.

    Kolagen merupakan protein utama jaringan ikat. Kolagen tidak larut air,

    mudah dibentuk menjadi gelatin bila direbus dalam air, asam encer atau alkali.

    Kolagen tidak mengandung triptofan tapi banyak mengandung hidrokspirolin

    dan hidroksilisin. Sebanyak 30% protein total manusia adalah kolagen. Elastin

    terdapat dalam urat, otot, arteri (pembuluh darah) dan jaringan elastis lain.

    Elastin tidak dapat diubah menjadi gelatin. Kreatin adalah protein rambut dan

    kuku. Protein ini mengandung banyak sulfur dalam bentuk sistein. Rambut

    manusia mengandung 14% sistein. Miosin merupakan protein utama serat

    otot (Almatsier, 2009).

    2. Protein Globular

    Protein globular berbentuk bola, terdapat dalam cairan jaringan tubuh.

    Proteian ini larut dalam larutan garam dan asam encer, mudah berubah

    dibawah pengaruh suhu, konsentrasi garam serta mudah mengalami

  • 9

    denaturasi. Ada beberapa macam protein globular, yaitu albumin, globulin,

    dan histon.

    Albumin terdapat dalam telur, plasma, dan hemoglobin. Albumin larut

    dalam air dan mengalami koagulasi bila dipanaskan. Globulin terdapat dalam

    otot, serum, kuning telur, dan biji tumbuh – tumbuhan. Globulin tidak larut

    dalam air tetapi larut dalam larutan garam encer dan garam dapur dan

    mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi. Globulin mengalami

    koagulasi bila dipanaskan. Histon terdapat dalam jaringan-jaringan kelenjar

    tertentu seperti timus dan pankreas. Histon di dalam sel terikat dalam asam

    nukleat (Almatsier, 2009).

    3. Protein Konjugasi

    Protein konjugasi adalah protein sederhana yang terikat dengan bahan-

    bahan non asam amino. Gugus nonasam amino ini dinamakan gugus

    prostetik. Ada beberapa macam protein konjugasi, yaitu nukleoprotein,

    lipoprotein, fosfoprotein dan metaloprotein.

    Nukleoprotein adalah kombinasi protein dengan asam nukleat dan

    mengandung 9-10% fosfat. Hidrolisis asam nukleat menghasilkan purin,

    pirimidin, gula (ribosa atau deoksiribosa) dan asam folat. Nukleoprotein

    terdapat dalam inti sel dan merupakan bagian penting DNA dan RNA

    (pembwa gen). Nukleoprotein adalah kombinasi protein dengan karbohidrat

    dalam jumlah besar. Karbohidrat ini merupakan polisakarida kompleks yang

    mengandung N-asetil heksoamina dan unsur uronat atau gula lain.

    Nukleoprotein yang dapat larut dalam air, tidak mudah didenaturasi oleh

    panas. Lipoprotein adalah protein larut air yang berkonjugasi dengan lipida,

    seperti lesitin dan kolesterol. Lipoprotein terdapat dalam plasma dan berfungsi

  • 10

    sebagai pengangkut lipida dalam tubuh. Fosfoprotein adalah protein yang

    terikat melalui ikatan ester dengan asam fosfat seperti pada kasein dalam

    susu. Metaloprotein adalah protein yangg terikat dengan mineral, seperti

    feritin dan hemosiderin di mana mineralnya adalah zat besi, tembaga, dan

    seng (Almatsier, 2009).

    2.1.2 Fungsi Protein

    Fungsi utama protein adalah sebagai berikut :

    a. Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan

    Sebelum sel-sel dapat mensintesis protein baru, mereka harus mempunyai

    semua asam amino esensial yang availabel secara simultan, ditambah dengan

    sejumlah nitrogen atau grup amino yang cukup untuk membentuk asam amino

    non-essensial. Pertumbuhan atau peningkatan massa otot hanya mungkin terjadi

    apabila campuran asam-asam amino yang dibutuhkan terdapat dalam jumlah yang

    lebih banyak dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan dan

    penggantian jaringan (Muchadi, 2009).

    b. Pembentukan Senyawa Tubuh yang Esensial

    Hormon yang diproduksi dalam tubuh seperti insulin, epinefrin, dan tiroksin,

    pada dasarnya dalah protein. Sebagia tambahan, setiap sel dalm tubuh

    mengandung banyak sekali enzim yan berbeda, dan semuanya adalah protein.

    Enzim ini mengkatalis banyak sekali perubahan biokimia yang esensial untuk

    kesehatan sel-sel dan jaringan (Muchadi, 2009).

    c. Regulasi Keseimbangan Air

    Cairan dalam tubuh terdapat dalam tiga kompartemen, yaitu, di dalam sel

    (intraseluler), diluar sel (ekstraseluler) atau diantara sel (intersekuler), dan di

    dalam pembuluh darah (intravaskuler). Tempat (kompartemen) cairan tersebut

  • 11

    dipisahkan satu dari yang lainnya oleh membran sel. Distribusi cairan diantara

    mereka harus dijaga keseimbangannya. Keseimbangan ini dapat diperoleh melalui

    sistem pengontrolan yang kompleks yang menyangkut aik protein maupun

    elektrolit (Muchadi, 2009).

    d. Mempertahankan Netralitas Tubuh

    Protein dalam darah berfungsi sebagai buffer (penyangga), yaitu bahan

    yang dapat beraksi dengan baik dengan asam atau basa untuk menetralkannya.

    Hal ini merupakan fungsi yang sangat penting karena sebagian besar jaringan

    tubuh tidak dapat berfungsi bila pH-nya berubah dari normal. Dengan cara

    bereaksi setiap kelebihan asam atau alkali, fungsi protein dalam darah tersebut

    merupakan salah satu upaya tubuh agar tidak terjadi perubahan pH dalam darah

    (Muchadi, 2009).

    e. Pembentukan Antibodi

    Kemampuan tubuh untuk melawan infeksi tergantung dari kemampuannya

    dalam memproduksi antibodi untuk melawan organisme atau zat asing yang

    masuk ke dalam tubuh. Karena tubuh harus memproduksi antibodi yang spesifik

    untuk setiap organisme atau zat asing yang masuk ke dalam tubuh, maka

    kebutuhan akan protein untuk tujuan ini menjadi besar. Kenyataannya, daya tahan

    yang rendah terhadap penyakit infeksi yang menyerang anak-anak yang kurang

    gizi, disebabkan karena rendahnya kemampuan untuk membentuk antibodi.

    Keampuan untuk mendetoksifikasi atau menghilangkan zat-zat racun dari

    tubuh dikontrol oleh enzim yang terutama berlokasi dalam hati. Dalam keadaan

    kekurangan protein, kemampuan untuk melawan pengaruh zat racun tersebut

    menjadi lemah, sehingga individu yang menderita kekurangan protein lebih mudah

    mengalami keracunan (Muchadi, 2009).

  • 12

    f. Transpor Zat Gizi

    Protein berperan penting dalam trasportasi zat gizi dari usus, menembus

    dinding usus sampai ke darah; dari darah ke jaringan; dan menembus membran

    sel ke dalam sel. Sebagian besar zat yang membawa zat gizi tertentu adalah

    protein. Protein pembawa (carrier) ini bersifat spesifik terhadap zat gizi, misalnya

    retinol-binding protein (Protein pengikat retinol), yang hanya dapat membawa

    vitamin A; atau mereka dapat juga membawa beberapa zat gizi yang berbeda,

    seperti mangan (Mn) dan besi (Fe) yang saling berkompetisi diangkut oleh

    “transferrin”; atau dapat juga untuk membawa suatu grup lipid dan sejenisnya,

    seperti yang dilakukan oleh “lipoprotein”. Apabila terdapat kekurangan protein,

    hanya sedikit “carrier” yang dapat disintesis, sehingga baik penyerapan (absorpsi)

    maupun transportasi beberapa zat gizi akan terganggu (Muchadi, 2009).

    2.1.3 Asupan Protein

    Asupan protein adalah masuknya zat gizi protein baik hewani maupun

    nabati dari makanan yang dikonsumsi dalam sehari dibandingkan dengan

    kebutuhan sehari untuk mencapai kebutuhan normal kemudian dikalikan seratus

    persen, asupan protein dikategorikan pada Tabel 2.1 berikut.

    Tabel 2.1 Kategori Asupan Protein

    Keterangan Asupan Energi dan Protein (%)

    Asupan kurang < 89

    Asupan normal 90 – 119

    Asupan diatas kecukupan >119

    (Almatsier, 2002)

  • 13

    2.1.4 Kekurangan Protein

    Peranan protein sangat penting bagi anak-anak terutama balita yang masih

    dalam masa pertumbuhan. Jika asupan protein dibawah angka kecukupan gizinya,

    maka anak-anak beresiko mengalami kondisi Kurang Energi Protein (KEP). KEP

    dikelompokkan kedalam tiga tipe utama yaitu marasmus, kwashiorkor, dan

    marasmus kwashiorkor.

    Beberapa penyebab marasmus antara lain karena masukan makanan

    yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematuritas, penyakit pada masa

    neonatus serta kesehatan lingkungan. Anak yang mengalami marasmus biasanya

    memiliki berat badan sangat rendah kurang dari 60% berat badan sesuai dengan

    usianya, ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran tubuh, mudah terkena

    infeksi penyakit, rambut tipis dan mudah rontok, kulit kering dan berlipat

    bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan, dan bentuk perut cekung sering

    disertai diare kronik atau susah buang air kecil.

    Kondisi kwashiorkor banyak ditemukan pada anak usia 1-3 tahun yang

    kurang mendapatkan asupan protein. Anak yang mengalami kwashiorkor sering

    kali mengalami pembengkakan (edema) pada seluruh tubuh hingga tampak

    gemuk, otot mengecil dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuran

    Lingkar Lengan Atas (LiLA)-nya kurang dari 14 cm, serta munculnya ruam yang

    berwarna merah muda pada kulit kemudian berubah menjadi coklat kehitaman dan

    mengelupas.

    Marasmus kwashiorkor ditandai dengan gejala salah satu atau bersama

    dari marasmus dan kwashiorkor. Marasmus kwashiorkor adalah sebuah fenomena

    penyakit di Indonesia yang diakibatkan oleh kekurangan prottein kronis pada anak-

    anak yang sering disebabkan beberapa hal, antara lain anak tidak cukup

  • 14

    mendapat makanan bergizi (terutama tidak mengandung cukup energi dan

    protein), anak tidak mendapat asupan gizi yang memadai dan anak mungkin

    menderita infeksi penyakit. Kondisi ini sering dikenal dengan istilah busung lapar

    (Kemenkes RI, 2015).

    2.2 Asam Amino

    Asam amino terdiri atas karbon yang terikat pada satu gugus karboksil(-

    COOH), satu gugus amino (-NH2), satu atom hidrogen dan satu gugus radikal (-R)

    atau rantai cabang.

    Pada umumnya asam amino yang diisolasi dari protein hidroksilat

    merupakan alfa-asam amino, yaitu gugus karboksil dan amino terikat pada atom

    karbon yang sama. Yang membedakan asam amino satu sam lain adalah rantai

    cabang atau gugus R-nya. R berkisar dari satu atom hidrogen (H) sebagaimana

    terdapat pada asam amino paling sederhana glisisn ke ranntai karbon lebih

    panjang, yaitu tujuh atom karbon.

    2.2.1 Leusin

    Beberapa studi telah diverifikasi bahwa diet tinggi protein menstimulasi

    sintesis protein. Beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari diet ini pada komposisi

    tubuh dapat dikaitkan dengan tingginya konsumsi asam amino rantai bercabang

    (BCAA), yang meliputi asam amino leusin, valin dan isoleusin. Menurut hipotesis

    ini, konsumsi tinggi protein tidak hanya meningkatkan ketersediaan substrat (asam

    amino) untuk sintesis protein, tetapi juga menstimulasi proses anabolik setelah

    konsumsi protein tinggi.

    Leusin telah diketahui bahwa mempunyai peran untuk memodulasi tingkat

    sintesis protein, terutama dengan merangsang aktivitas protein yang terlibat dalam

    proses transalasi, yang penting untuk sel untuk mengontrol sintesis protein.

  • 15

    Modulasi ini mungkin melibatkan aktivasi jalur intraseluler tertentu yang terlibat

    dalam sintesis protein, termasuk jalur aktivasi mamalian target of rapamycin

    (mTOR) .

    Tidak seperti asam amino lainnya yang terdegradasi dalam hati, BCAA

    (leucine, isoleucine dan valine) serta alanin, glutamat dan aspartat dioksidasi di

    otot rangka. Dari 3 BCAA, leusin menyajikan tingkat oksidasi yang luar biasa dan

    lebih tinggi dibandingkan dengan isoleusin dan valin. Enzim yang terlibat dalam

    katabolisme leusin meliputi mitokondria dan sitosol branchedchain aminoacids

    aminotransferases (BCAT) dan enzim yang kompleks branchedchain asam

    ketoacid dehydrogenase (BCKDH). Dari reaksi katalisis oleh BCAT, yang

    reversibel, asam amino yang transamined dan diubah menjadi asam keton-nya, α-

    keto-iso-kaproat (KIC). Simultan untuk reaksi ini, konversi α-ketoglutarat - akseptor

    nitrogen yang berasal dari BCAA - menjadi glutamat juga berlangsung. Reaksi ini

    dapat mempromosikan sintesis asam amino lainnya, seperti alanin dan glutamin.

    Setelah reaksi dikatalisis oleh BCAT, asam keton mengalami dekarboksilasi

    oksidatif, yang merupakan reaksi bolak-balik dimediasi oleh BCKDH. Kompleks

    enzimatik ini ditemukan pada permukaan bagian dalam membran mitokondria.

    Dari reaksi ini, KIC diubah menjadi isovaleryl-CoA yang teroksidasi oleh dua

    dehydrogenases yang berbeda, menghasilkan asetil-CoA dan asetoasetat

    sebagai produk akhir (Vianna et al., 2010).

    2.2.2 Treonin

    Treonin adalah asam amino polar dan merupakan salah satu dari tiga asam

    amino (treonin, serin dan tirosin) dengan rantai samping yang mengandung gugus

    hydroxylic (OH). Treonin digunakan dalam tubuh untuk sintesis protein jaringan;

    produksi musin oleh enterocyctes dari usus untuk pelumasan dan perlindungan

  • 16

    dari patogen; kolagen, elastin dan pembentukan enamel gigi, dan sebagai

    prekursor untuk glisin. Treonin adalah asam amino yang sangat diperlukan dan

    harus berasal dari sumber makanan. Treonin memiliki dua jalur katabolik pada

    mamalia. Treonin dapat dikatabolisme oleh treonin dehidratase [TDH] dalam

    sitosol untuk NH4 + dan 2-ketbutyrate yang cepat dan ireversibel dikonversi

    menjadi CO2 atau mungkin dimetabolisme oleh treonin dehidrogenase [TDG]

    dalam mitokondria untuk membentuk 2 amino-3-ketobutyrate yang kemudian

    dibelah oleh 2-amino-ketobutyrate CoA ligase untuk membentuk glisin dan asetil-

    CoA (Chapman, 2011).

    2.2.3 Arginin

    Arginin adalah asam amino semi-esensial yang terlibat dalam beberapa

    bidang fisiologi manusia dan metabolisme. Hal ini dianggap tidak terlalu penting

    karena manusia dapat mensintesis arginin dari glutamin, glutamat, dan prolin.

    Namun, asupan makanan tetap penentu utama dari tingkat arginin plasma, karena

    tingkat biosintesis arginin tidak meningkatkan untuk mengimbangi penipisan atau

    pasokan yang tidak memadai.

    Arginin mengandung empat atom nitrogen per molekul, sehingga pembawa

    nitrogen yang paling melimpah pada manusia dan hewan. Meskipun tidak antar-

    jemput antar-organ utama nitrogen, arginin tetap memainkan peran penting dalam

    metabolisme nitrogen sebagai perantara dalam siklus urea, sehingga penting

    untuk amonia detoksifikasi.C

    Arginin disintesis pada mamalia dari glutamin melalui pyrroline 5-

    karboksilat (P5C) sintetase dan prolin oksidase dalam multi-langkah metabolisme

    konversi. Pada orang dewasa, arginin paling endogen berasal dari citrulline,

    produk sampingan dari metabolisme glutamin dalam usus atau hati. Citrulline

  • 17

    dilepaskan ke dalam sirkulasi dan diambil terutama oleh ginjal untuk konversi

    menjadi arginin.

    Arginin sebagai tambahan di makanan enteral mudah diserap. Sekitar

    setengah dari arginin tertelan cepat dikonversi dalam tubuh untuk ornithine,

    terutama oleh enzim arginase. Ornithine, pada gilirannya, dapat dimetabolisme

    untuk glutamat dan prolin, atau melalui enzim ornithine dekarboksilase ke jalur

    poliamina degradasi menjadi senyawa seperti putresin dan poliamina lainnya.

    Selain aktivitas metabolik yang disebutkan di atas, arginin merupakan

    prekursor untuk sintesis protein, serta oksida nitrat, urea, creatine, dan agmatine.8

    Arginine yang tidak dimetabolisme oleh arginase ke ornithine diproses oleh salah

    satu dari empat lainnya enzim: sintase oksida nitrat (menjadi oksida nitrat); arginin:

    amidinotransferase glisin (menjadi creatine); arginin dekarboksilase (menjadi

    agmatine); atau arginyl-tRNA sintetase (untuk menjadi arginyl-tRNA, prekursor

    sintesis protein). Arginin juga merupakan aktivator alosterik dari synthase N-

    acetylglutamate, yang mensintesis Nacetylglutamate dari glutamat dan asetil-CoA

    (Appleton, 2002).

    2.4 Belalang Kayu (Valanga nigricornis)

    Valanga nigricornis adalah serangga berukuran sedang sampai besar

    dengan eksoskeleton yang berkembang, bersayap 2 pasang, tekstur sayap depan

    lebih tebal, kaki belakang lebih besar yang berfungsi untuk melompat.

    Setiap 100 gram belalang mentah rata-rata mengandung 170 kkal energi;

    62,7% air; 26,8% protein; 3,8% lemak; dan 2,4% serat. Bila belalang dalam

    keadaan kering, setiap 100 gram rata-rata mengandung 420 kkal energi; 7% air;

    62,2% protein; 10,4% lemak; dan 15,8% karbohidrat. Salah satu faktor penting

  • 18

    dalam memilih serangga untuk bahan pangan adalah jumlah yang tersedia di satu

    tempat dalam suatu waktu (Koswara, 2002). Gambar belalang kayu (Valanga

    nigricornis) dapat dilihat dibawah ini:

    Gambar 2.1 Belalang kayu (Valanga nigricornis)

    Menurut Burmeister (1838), berikut adalah kedudukan taksonomi belalang

    kayu (Valanga nigricornis):

    Kingdom : Animalia

    Phylum : Arthropoda

    Classis : Insecta

    Ordo : Orthoptera

    Familia : Acrididae

    Genus : Valanga

    Species : Valanga nigricornis

    Di Afrika, fase migrasi belalang dalam jumlah yang sangat banyak

    sehingga mudah ditangkap dan dipanen disebut locust atau locustana. Locustana

    banyak digemari di banyak negara, salah satunya Zimbabwe. Di Zimbabwe,

    locustana atau belalang dikumpulkan sebelum fajar tiba, dimana serangga

    tersebut dalam keadaan tidak aktif, sehingga mudah untuk ditangkap. Kemudian

    belalang direbus dalam air mendidih, lalu dijemur sampai kering selama 1 – 2 hari.

    Jika akan diolah, sayap dan kakinya dilepas dan kemudian belalang yang sudah

  • 19

    kering direndam dalam air hingga air teresap, dimasak dengan bawang merah,

    tomat, dan hancuran kacang tanah berbumbu (Koswara, 2002).

    Di Ethiopia, locustana ditumbuk dan direbus dengan susu, atau dikeringkan

    dan digiling menjadi tepung. Tepung locustana atau belalang ini kemudain

    dicampur dengan minyak sayur dan dipanggang menghasilkan makanan sejenis

    cake. Belalang juga disangrai dan digoreng di Papua New Guinea. Di banyak

    negara Afrika, belalang segar disangrai, diberi garam dan dikonsumsi sebagai

    snack. Produk ini tinggi kandungan proteinnya dan mengandung lemak dalam

    jumlah yang cukup.

    2.5 Pengeringan

    Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau

    menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air

    tersebut dengan menggunakan energi panas. Tujuan dari pengeringan adalah

    mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana mikroorganisme dan kegiatan

    enzim yang dapat menyebabkan pembusukan akan terhenti, dengan demikian

    bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama. Secara

    umum keuntungan dari pengeringan ini adalah bahan menjadi awet dengan

    volume bahan menjadi kecil sehingga memudahkan dalam pengangkutan

    (Riansyah et al., 2013). Disamping keuntungannya, pengeringan juga mempunyai

    beberapa kerugian, yaitu sifat asal bahan yang dikeringkan dapat berubah,

    misalnya bentuk, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu, dan sebagainya.

    Kerugian lainnya adalah ada beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan

    sebelum dipakai, misalnya harus dibasahkan kembali (dehidrasi) sebelum

    digunakan (Lubis, 2007).

  • 20

    Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih

    rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat

    terjadi perubahan warna, tekstur, aroma, dan lain-lain. Meskipun perubahan-

    perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan cara memberikan

    perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan dikeringkan. Dengan

    mengurangi kadar airnya, bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa

    seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral dalam konsentrasi yang lebih

    tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak

    atau berkurang (Apriliyanti, 2010).

    Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas

    dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan. Pertama panas harus ditransfer

    dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap

    air yang terbentuk harus dipindahkan melalui strukutur bahan ke medium

    disekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida dimana cairan harus

    ditransfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi

    panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus berdifusi melalui

    berbagai macam tahanan agar dapat lepas dari bahan dan bentuk uap air yang

    bebas. Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan dan

    cara pemanasan yang digunakan (Hani, 2012).

    2.5.1 Sun-Drying

    Sun drying mungkin hanya dapat dilakukan di daerah di mana, dalam

    setahun tahun rata-rata, cuaca memungkinkan untuk melakukan pengeringan

    setelah panen. Keuntungan utama dari sun drying adalah modal dan operasional

    yang rendah biaya dan fakta bahwa keahlian sedikit diperlukan. Kelemahan utama

    dari metode ini adalah sebagai berikut: kontaminasi, pencurian atau kerusakan

  • 21

    oleh burung, tikus atau serangga; lambat atau intermiten pengeringan dan tidak

    ada perlindungan dari hujan atau embun yang membasahi produk, mendorong

    pertumbuhan jamur dan dapat mengakibatkan kadar air akhir yang relatif tinggi;

    rendah dan variabel kualitas produk karena lebih atau di bawah standar

    pengeringan; melelahkan karena tanaman harus diaktifkan, pindah jika hujan;

    paparan langsung sinar matahari mengurangi kualitas (warna dan kadar vitamin)

    dari beberapa buah-buahan dan sayuran. Selain itu, karena matahari pengeringan

    tergantung pada faktor-faktor yang tidak terkendali, produksi seragam dan standar

    produk yang tidak diharapkan

    2.5.2 Oven-Drying

    Pengeringan menggunakan oven dinilai lebih higienis daripada cara

    pengeringan lain. Pengeringan dengan oven dapat dilakukan pengontrolan baik

    suhu maupun waktu sehingga hasil dari pengeringan bisa diatur sesuai dengan

    yang dikehendaki. Pengeringan menggunakan oven memiliki suhu yang stabil

    sehingga pemanasannya dapat merata dan menyeluruh sehingga dapat

    mengurangi kadar air lebih optimal. Proses pengeringan yang tidak tepat,

    pengeringan yang terlalu lama atau cepat dan pengeringan yang tidak merata

    serta perubahan suhu terlalu mendadak akan mengakibatkan adanya perubahan

    sehingga hasil pengeringan dengan oven kompsisi nutrisinya lebih baik

    dibandingkan dengan pengeringan sinar matahari yang tidak bisa dikontrol

    suhunya.

  • 22

    BAB 3

    KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

    3.1 Kerangka Konsep

    Gambar 3.1 Kerangka Konsep

    Keterangan :

    = yang diteliti

    = yang tidak di teliti

    Sun drying suhu 29-31°C selama 3 hari

    Esensial

    Kandungan Leusin

    Non esensial

    Kurangnya Asupan

    Stunting/wasting pada anak

    Kandungan Arginin

    Oven drying suhu 50°C lama 7 jam

    Asam amino

    Kandungan Treonin

    Pengeringan

    Tepung Belalang kayu

    Belalang kayu Valanga nigricornis (protein 26,8

    gr/100 gr)

    Protein

  • 23

    3.2 Penjelasan Kerangka Konsep

    Protein yang dibutuhkan oleh tubuh bisa didapat dalam bentuk asam amino.

    Asam amino sendiri bisa didapat dari dalam tubuh sendiri karena bisa diproduksi

    di dalam tubuh atau asam amino non esensial dan asam amino yang di dapat dari

    luar tubuh misalnya atau asam amino esensial. Apabila asupan dari protein atau

    asam-asam amino tersebut tidak tercukupi dapat berpengaruh pada pertumbuhan

    khususnya anak-anak yang bisa menyebabkan stunting atau tinngi badan dibawah

    normal serta wasting atau gizi kurang pada anak-anak.

    Belalang kayu merupakan serangga yang mengandung protein tinggi yaitu

    26,8gr/100gr bahan. Belalang kayu nantinya akan dibuat menjadi tepung sehingga

    perlu melalui proses pengeringan. Pengeringan yang dilakukan menggunakan dua

    metode yakni, sun dying dan oven drying. Dari pengeringan tersebut akan

    didapatkan tepung belalang kayu. Dari tepung belalang kayu tersebut terdapat

    kandungan asam-asam amino yang bermanfaat bagi tubuh diantaranya adalah

    leusin, treonin, dan arginin. Ketiga asam amino tersebut mempunyai fungsi

    masing-masing yang salah satunya berhubungan dengan pertumbuhan dan

    perkembangan pada anak. Sehingga dengan konsumsi belalang kayu dapat

    mencegah atau menurunkan kejadian stunting serta wasting pada anak – anak.

    3.3 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan kandungan asam

    amino leusin, arginin, dan treonin pada tepung belalang kayu dengan metode oven

    drying dan sun drying

  • 24

    BAB 4

    METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian analytical study dengan menggunakan

    studi semi experimental. Dikatakan semi experimental oleh karena penelitian tidak

    memiliki variabel kontrol, dimana penelitian bertujuan untuk menguji keberadaan

    senyawa kandungan leusin, treonin dan arginin dalam tepung belalang kayu

    (Valanga nigricornis) pada perlakuan menggunakan pengeringan matahari dan

    pengeringan oven. Dalam penelitian ini, sampel yang diambil berasal dari petani

    belalang kayu di kabupaten Nganjuk, Jawa timur. Pada penelitian ini tidak

    dilakukan replikasi oleh karena keterbatasan sampel.

    4.2 Variabel Penelitian

    4.2.1 Variabel Bebas

    Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pengeringan sun drying

    dan metode pengeringan oven drying.

    4.2.2 Variabel Terikat

    Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kandungan leusin, treonin, dan

    arginin pada tepung belalang kayu.

    4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini di lakukan selama 3 bulan dari Desember 2016 sampai

    Februari 2017.

    a. Desa Jintel, Kab. Nganjuk untuk pengumpulan, pembersihan, dan

    penyortiran belalang kayu.

  • 25

    b. Rumah peneliti di Kota Malang untuk penjemuran belalang kayu.

    c. Lab. Diet Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas

    Brawijaya Malang untuk pembuatan tepung belalang kayu.

    d. Laboratorium Embrio Biotekindo Bogor untuk analisa kadar leusin,

    treonin, dan arginin pada tepung belalang kayu.

    e. Laboratotrium Mutu dan Keamanan Pangan (Testing Laboratory of

    Food Quality and Food Savety) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

    Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya untuk analisa

    proksimat.

    4.4 Alat dan Bahan

    4.4.1 Alat untuk Pengeringan

    4.4.1.1 Pengeringan Metode Sun-Drying

    Alat yang digunakan pada pengeringan matahari adalah panci kukus

    alumunium kapasitas 10 kg, kompor merek Quantum, wadah plastik ukuran 40 x

    35 cm, alumunium voil merek Klin Pak, timbangan analog 3 kg merek Lion Star,

    plastik wrap merek Klin Pak, tusuk gigi, wajan penggorengan alumunium, spatula,

    dan kompor merk Rinai.

    4.4.1.2 Pengeringan Metode Oven-Drying

    Alat yang digunakan pada pengeringan menggunakan oven listrik adalah

    pisau stainless-steel, talenan plastik, wadah plastik, nampan stainless-steel

    ukuran 50x50 cm, Oven drying merek Agrowindo, dan timbangan analog 3 kg

    merek Oxone OX-211.

  • 26

    4.4.2 Alat untuk Penepungan

    Alat – alat yang dibutuhkan pada proses penepungan dalam penelitian ini

    adalah grinder merk PHILIP, wadah plastik, ayakan 60 mesh, sendok dan stainless

    steel, sendok sayur, plastik 1kg, timbangan digital 2 kg merek Tanita, dan sealer.

    4.4.3 Alat untuk Analisis Asam Amino

    Alat – alat yang dibutuhkan pada analisis asam amino dalam penelitian ini

    adalah satu set intstrumen gas-spektroskopi massa (GCMS), satu set instrumen

    kromatografi cair kerja ultra (UPLC).

    4.4.4 Bahan untuk Analisis Asam Amino

    Bahan-bahan yang dibutuhkan pada analisis asam amino dalam penelitian

    ini adalah tepung belalang kayu Valanga nigricornis, NaOH, H2SO4 pekat, H3BO3,

    KI, HCl, Formaldehid, Hexan, BF3, NaCl, Na2SO4, N-oktil alcohol.

    4.5 Definisi Operasional

    4.5.1 Belalang kayu (Valanga nigricornis)

    Memiliki kriteria inklusi belalang hidup, tubuh berwarna kuning kecoklatan,

    mempunyai bercak-bercak gelap pada femur, tibia berwarna merah, memiliki

    anggota tubuh yang lengkap dan utuh. Pengukuran dilakukan menggunakan

    pengamatan langsung.

    4.5.2 Tepung belalang kayu

    Merupakan belalang kayu (Valanga nigricornis) yang dimatikan dengan

    cara menarik kepala belalang hingga terlepas dari tubuhnya kemudian dibersihkan

    kotoran dan isi perut, dibilas dengan air mengalir, dilepas kaki dan sayapnya.

    Setelah itu dikeringkan dengan cara dijemur atau dioven. Kemudian belalang yang

    sudah kering digiling hingga menjadi tepung. Pengukuran pada tepung belalang

  • 27

    kayu (Valanga nigricornis) dilakukan dengan cara menimbang tepung belalang

    sesuai dengan kebutuhan menggunakan timbangan. Hasil ukur pengukuran dalam

    bentuk gram dengan skala ukur rasio.

    4.5.3 Leusin

    Asam amino rantai cabang (BCAA) yang memiliki tingkat oksidasi yang

    lebih tinggi dari isoleusin dan valin. Pengukuran kandungan treonin dilakukan

    dengan metode Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) menggunakan

    spektofotometer. Hasil pengukuran dalam bentuk miligram dengan skala ukur

    rasio.

    4.5.4 Treonin

    Asam amino polar dan merupakan salah satu dari tiga asam amino

    (treonin, serin dan tirosin) dengan rantai samping yang mengandung gugus

    hydroxylic (OH). Pengukuran kandungan treonin dilakukan dengan metode Ultra

    Performance Liquid Chromatography (UPLC) menggunakan spektofotometer.

    Hasil pengukuran dalam bentuk miligram dengan skala ukur rasio.

    4.5.5 Arginin

    Asam amino semi-essensial yang mengandung empat atom nitrogen per

    molekul. Pengukuran kandungan treonin dilakukan dengan metode Ultra

    Performance Liquid Chromatography (UPLC) menggunakan spektofotometer.

    Hasil pengukuran dalam bentuk miligram dengan skala ukur rasio.

    4.5.6 Sun-drying

    Metode pengeringan menggunakan radiasi sinar matahari yang dilakukan

    dalam waktu 3 hari. Pengukuran dilakukan dengan cara visual dengan hasil ukur

    sampel kering dan skala ukur nya adalah ordinal.

  • 28

    4.5.7 Oven-drying

    Metode pengeringan menggunakan panas yang dihasilkan oleh oven.

    Pengukuran dilakukan dengan pengukur waktu. Alat yang digunakan berupa jam

    dilakukan selama 7 jam pada oven dengan suhu 50 oC. Skala ukur yang digunakan

    adalah skala ukur ordinal.

    4.6 Prosedur Penelitian

    4.6.1 Persiapan sampel

    4.6.1.1 Sun-drying

    1. Belalang kayu yang telah dibersihkan kemudian dilakukan pengukusan

    selama 30 menit dan selanjutnya diletakkan di atas nampan stainless steel dan

    nampan plastik yang telah dilapisi alumunium foil.

    2. Nampan kemudian ditutup dengan plastik wrap untuk menghindari

    kontaminasi dan dilubangi untuk menjaga sirkulasi udara agar tidak lembab.

    3. Setelah itu belalang kayu dijemur dibawah sinar matahari langsung dimulai

    pada pukul 08.00 s.d. 15.00 WIB dan dimonitor setiap 2 jam sekali selama 3 hari.

    4. Setelah kering belalang kayu disangrai dengan api kecil selama 5 menit.

    5. Kemudian belalang kayu dihaluskan hingga menjadi tepung menggunakan

    grinder.

    6. Setelah dihaluskan, belalang kayu diayak dengan ayakan 60 mesh untuk

    mendapatkan hasil tepung yang homogen.

    4.6.1.2 Oven-drying

    1. Belalang kayu yang telah dibersihkan diletakkan di atas nampan stainless

    steel.

    2. Panaskan drying oven hingga suhu 50 oC.

  • 29

    3. Belalang kayu dimasukkan ke dalam oven selama 7 jam yang dimonitor

    setiap 1 jam sekali.

    4. Belalang kayu yang telah kering dihaluskan hingga menjadi tepung

    menggunakan grinder.

    5. Kemudian belalang kayu diayak dengan ayakan 60 mesh untuk

    mendapatkan hasil tepung yang homogen.

    4.6.2 Analisis Asam Amino dengan UPLC

    Analisa asam amino dilakukan oleh Laboran dari Laboratorium Embrio

    Biotekindo Bogor dengan metode UPLC. Setelah dilakukan penggilingan akan

    diambil sampel dari masing-masing perlakuan sebanyak 500 gram. Asam amino

    dianalisis menggunakan teknik UPLC. Prinsip analisis asam amino ini adalah

    protein dipecah menjadi asam amino melalui proses hidrolisis dengan HCl 6N.

    Hidrolisat dilarutkan dengan buffer sodium sitrat dan masing-masing asam amino

    tersebut akan dipisahkan dengan menggunakan UPLC. Sebelum dilakukan proses

    hidrolisis, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi protein sengan menggunakan

    metode Kjeldahl.

  • 30

    4.7 Alur Penelitian

    Gambar 4.1 Alur Penelitian

    Pencucian Belalang Kayu

    (Valanga nigricornis)

    Metode Pengeringan

    Oven 50oC selama 7 jam

    Metode Pengeringan

    Matahari selama 3 hari Penggilingan

    500 gram Tepung

    Belalang Kayu

    (Valanga nigricornis)

    Analisa Asam amino

    (Analisis UPLC)

    Pengukusan selama 30 menit

    Penggilingan

    500 gram Tepung

    Belalang Kayu

    (Valanga nigricornis)

    Pengayakan dengan

    ayakan 60 mesh

    Pengayakan dengan

    ayakan 60 mesh

    Analisa Asam amino

    (Analisis UPLC)

    Belalang Kayu

    (Valanga nigricornis)

  • 31

    4.8 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

    4.8.1 Jenis Data

    Data yang diperoleh merupakan data primer karena

    penelitian yang dilakukan langsung oleh peneliti. Data primer yaitu

    kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin pada tepung

    belalang kayu (Valanga nigricornis) yang dikeringkan dengan

    metode sun drying dan oven drying.

    4.8.2 Cara Pengumpulan Data

    Data kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin

    pada tepung belalang kayu (Valanga nigricornis) dengan metode

    pengeringan sun drying dan oven drying diperoleh dari hasil

    perhitungan kandungan asam amino dengan uji UPLC.

  • 32

    BAB 5

    HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

    5.1 Karakteristik Sampel

    Sampel belalang kayu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

    belalang kayu jenis Valanga nigricornis, jenis tersebut merupakan jenis yang biasa

    dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, khususnya di daerah Jawa Timur dan

    Jawa Tengah. Sampel belalang kayu jenis Valanga nigricornis di dapatkan dari

    petani belalang di Desa Jintel, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk. Sampel

    belalang kayu bisa dilihat pada gambar 5.1 berikut:

    Gambar 5.1 Sampel Belalang Kayu Valanga nigricornis

    Kriteria belalang kayu yang digunakan untuk sampel sesuai dengan kriteria

    inklusi yaitu, warna tubuh kuning kecoklatan, mempunyai bercak- bercak terang

    pada femur belalang, tibia belakang berwarna merah pada pangkalnya, memiliki

    anggota tubuh yang utuh dan hidup. Belalang kayu yang di gunakan untuk

    penelitian ini sejumlah 6 kg belalang kayu segar

  • 33

    5.2 Pelaksanaan Penelitian

    Belalang kayu yang sudah didapatkan kemudian akan diolah menjadi

    tepung. Belalang kayu dimatikan terlebih dahulu dengan cara melepaskan sayap

    dan dan tibia kemudian dilakukan pembersihan kotoran yang ada di dalam perut

    belalang dan dibilas menggunakan air hangat. Selanjutnya akan dilakukan proses

    pengeringan pada belalang kayu dengan dua metode pengeringan yaitu,

    pengeringan dengan penjemuran sinar matahari dan metode pengeringan dengan

    oven.

    5.2.1 Pembuatan Tepung Belalang dengan Metode Penjemuran Matahari

    Belalang yang sudah dibesihkan dipisahkan menjadi dua sesuai dengan

    perlakuan dengan berat masing – masing 3 kg. Pada metode penjemuran matahari

    belalang dijemur dibawah sinar matahari langsung dengan menggunakan wadah

    yang ditutupi plastic wrap yang sudah dilubangi untuk menghindari kontaminasi

    dari udara dan menjaga sirkulasi udara tetap berjalan. Proses penjemuran

    dilakukan selama 3 hari hingga memiliki berat yang konstan. Setelah dijemur

    belalang kemudian disangrai untuk menghilangkan kontaminasi bakteri. Setelah

    disangrai kemudian belalang digiling menggunakan grinder kemudian diayak untuk

    menghasilkan tepung yang homogen. Sampel tepung belalang kayu dengan

    metode pengeringan penjemuran matahari dapat dilihat pada gambar 5.2 berikut:

    Gambar 5.2 Tepung Belalang Kayu Metode Penjemuran Matahari

  • 34

    Gambar diatas menunjukkan hasil tepung belalang kayu dengan metode

    penjemuran matahari. Tepung belalang kayu tersebut kemudian dikemas dalam

    plastik untuk dikirmkan ke laboratorium untuk dilakukan uji asam amino.

    5.2.2 Pembuatan Tepung Belalang dengan Metode Pengeringan Oven

    Pada metode pengeringan menggunakan oven ini, belalang kayu disimpan

    terlebih dahulu didalam freezer. Setelah itu, belalang kayu di oven selama 7 jam

    dengan suhu 50 oC. Setelah kering kemudian belalang digiling menggunakan

    grinder kemudian di ayak untuk mendapatkan hasil tepung yang homogen. Hasil

    tepung belalang kayu metode pengeringan oven dapat dilihat pada gambar 5.3

    berikut:

    Gambar 5.3 Tepung Belalang Kayu Metode Pengeringan Oven

    Gambar diatas menunjukkan hasil tepung belalang kayu dengan metode

    pengeringan oven. Tepung belalang kayu kemudian dikemas untuk dikirimkan ke

    laboratorium untuk dilakukan uji asam amino.

    5.3 Hasil Uji Asam Amino Leusin, Treonin, dan Arginin

    Kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin pada tepung belalang

    kayu dengan metode pengerigan Sun-Drying dan Oven-Drying didapatkan dari uji

    Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) yang dilakukan di Laboratorium

    Embrio Biotekindo Bogor. Sampel yang digunakan adalah 500 g tepung belalang

    kayu dengan metode pengeringan sun-drying dan 500 g tepung belalang kayu

  • 35

    dengan metode pengeringan oven-drying. Hasil uji asam amino leusin, treonin,

    dan arginin dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:

    Tabel 5.1 Hasil Uji Asam Amino Leusin, Treonin, dan Arginin

    Asam Amino Kandungan Asam Amino (%)

    Metode Sun-Drying Metode Oven-Drying

    Leusin

    Treonin

    Arginin

    4,659 %

    2,186 %

    2,629 %

    3,973 %

    1,701 %

    0,2275 %

    Berdasarkan tebel hasil uji asam amino diatas, diketahui bahwa kandungan

    asam amino leusin, treonin, dan arginin lebih besar pada tepung belalang dengan

    metode pengeringan sun-drying.

    Perbedaan kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin pada

    tepung belalang kayu dengan metode pengeringan sun-drying dan oven-drying

    dapat dilihat pada Gambar 5.4 berikut:

    Gambar 5.4 Grafik Perbedaan Kandungan Asam Amino Leusin, Treonin, dan Arginin pada Tepung Belalang Kayu Metode Pengeringan Sun-Drying dan Oven-Drying

    4,66%

    2,19%2,63%

    3,97%

    1,70%

    0,23%

    0,00%

    1,00%

    2,00%

    3,00%

    4,00%

    5,00%

    Leusin Treonin ArgininKan

    du

    nga

    n A

    sam

    Am

    ino

    (%)

    Asam Amino

    Kandungan Asam Amino (%) Metode Sun-Drying

    Kandungan Asam Amino (%) Metode Oven-Drying

  • 36

    Pada gambar grafik diatas menunjukkan perbedaan kandungan asam

    amino yang di uji antara perlakuan metode pengeringan sun-drying dengan oven

    drying.

    5.4 Hasil Uji Proksimat

    Uji proksimat dilakukan pada sampel belalang segar dan tepung belalang

    dengan dua metode pengeringan, yakni sun-drying dan oven-drying. Masing-

    masing sampel sebanyak 100g dilakukan uji proksimat di Laboratorium Mutu dan

    Keamanan Pangan (Testing Laboratory of Food Quality and Food Savety) Jurusan

    Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.

    Hasil uji proksimat dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut:

    Tabel 5.2 Hasil Uji Proksimat

    Parameter Belalang Segar Tepung Belalang

    Metode Sun-Drying

    Metode Oven-Drying

    Protein (%)

    Lemak (%)

    Air (%)

    Abu (%)

    Karbohidrat (%)

    17,79

    1,34

    71,76

    0,78

    8,33

    55,9

    6,43

    9,75

    3,03

    24,89

    57,31

    4,08

    10,07

    2,9

    25,64

    Berdasarkan tabel hasil uji proksimat diatas, diketahui bahwa dari setiap

    parameter yang diuji, terdapat kenaikan nilai kandungan gizi dari belalang segar

    menjadi tepung belalang. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengolahan belalang segar

    menjadi tepung belalang dapat meningkatkan nilai kandungan gizi belalang

    tersebut.

  • 37

    BAB 6

    PEMBAHASAN

    6.1 Karakteristik Sampel

    Belalang kayu (Valanga nigricornis) meupakan salah satu jenis belalang

    yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia, khususnya di Daerah Jawa

    Tengah dan Jawa Timur. Belalang kayu ini dapat dijadikan pangan alternatif tinggi

    protein untuk pengganti makanan sumber protein konvensional seperti ayam, sapi,

    dan ikan karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi dan juga ketersediannya

    yang banyak sehingga mudah untuk didapatkan. Pengolahan pada belalang kayu

    dapat meningkatan nilai mutu dari belalang kayu tersebut sehingga dapat dijadikan

    sebagai pangan alernatif sumber protein. Pengolahan dengan cara pembuatan

    tepung akan meningkatkan masa simpan dari suatu bahan dan dapat menjadi nilai

    tambah suatu bahan.

    Berdasarkan hasil uji proksimat yang sudah dilakukan pada penelitian ini,

    diketahui bahwa belalang kayu segar memiliki kandungan protein 17,79 %; lemak

    1,34 %; karbohidrat 8,33 %; air 71,76 %; dan abu 0,78 % dalam 100 gram bahan.

    Uji proksimat juga dilakukan pada sampel tepung belalang dengan dua metode

    pengeringan, pada metode pengeringan oven tepung belalang kayu memiliki

    kandungan protein 57,31 %; lemak 4,08 %; karbohidrat 25,64 %; air 10,07 %; dan

    abu 2,9 %, sedangkan pada metode pengeringan penjemuran matahari tepung

    belalang kayu memiliki kandungan protein 55,9 %; lemak 6,43 %; karbohidrat

    24,89 %; air 9,75 %; dan abu 3,03 %. Berdasarkan hasil uji tersebut kandungan

    zat gizi pada belalang kayu mengalami peningkatan setelah diolah menjadi

    tepung.

  • 38

    6.2 Kandungan Protein

    Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan pada tepung

    belalang kayu, diketahui bahwa kandungan protein dalam 100 g belalang kayu

    segar adalah 17,7 g protein, sedangkan kandungan protein dalam 100 g tepung

    belalang kayu dengan metode sun-drying adalah 55,9 g dan kandungan protein

    tepung belalang kayu dengan metode oven-drying adalah 57,3 g.

    Dari hasil uji proksimat tersebut diketahui bahwa kandungan protein pada

    tepung belalang kayu dengan metode oven-drying lebih tinggi dibandingkan

    dengan tepung belalang kayu dengan metode sun-drying. Hal ini terjadi karena

    pada perlakuan tepung belalang kayu metode sun-drying, dilakukan pengkusan

    sebelum dilakukan penjemuran. Pengolahan dengan pengukusan dapat mencapai

    suhu hingga 100°C. Pengolahan dengan suhu tinggi mengakibatkan jumlah air

    bebas hilang dan terjadi koagulasi sehingga tekstur daging memadat, sejalan

    dengan itu protein akan mengalami denaturasi sehingga membentuk struktur yang

    lebih sederhana. Pada proses tersebut menyebabkan berkurangnya kandungan

    protein akibat pengaruh suhu selama proeses pengolahan. Semakin tinggi suhu,

    maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi, dan panas menyebabkan

    sebagian protein larut dan ikut hilang bersama-sama dengan air yang keluar dari

    daging (Purwaningsih et al., 2013).

    6.3 Kandungan Asam Amino Leusin

    Berdasarkan hasil pengujian asam amino kandungan leusin pada tepung

    belalang kayu dengan metode pengeringan sun-drying berturut – turut adalah

    sebesar 4,659 gram/100 gram, sedangkan kandungan leusin pada tepung

    belalang kayu dengan metode pengeringan oven-drying adalah sebesar 3,973

  • 39

    gram/100 gram. Berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa kandungan leusin

    lebih tinggi pada tepung belalang kayu dengan metode sun-drying dibandingkan

    dengan metode oven-drying.

    Menurut Shadung et al. (2012) yang melakukan penelitian tentang

    pengaruh metode pengeringan terhadap kandungan asam amino pada hewan

    sejenis kumbang yang biasa di konsumsi di Afrika, didapatkan hasil bahwa metode

    pengeringan dengan oven dapat meningkatkan kandungan asam amino leusin,

    sesuai dengan temuan Ekpe et al. (2007) pada biji mangga. Kenaikan kadar asam

    amino setelah pengeringan mungkin karena efek enzim pada inhibitor tripsin.

    Selain itu, suhu dan waktu pengolahan panas juga dapat mengubah kualitas

    protein dan komposisi asam amino. Jika dikaitkan dengan penelitian ini,

    kandungan protein pada belalang kayu yang sudah melewati proses pengeringan

    memang meningkat dibandingkan dengan belalang kayu segar. Namun pada dua

    perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini, kandungan asam amino leusin lebih

    tinggi pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan penjemuran

    matahari. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan suhu antara metode

    pengeringan oven yang memiliki suhu lebih tinggi dari suhu metode penjemuran

    matahari sehingga mempengaruhi komposisi kandungan asam aminonya.

    Selain suhu, lama waktu pengeringan juga dapat mempengaruhi

    kandungan asam amino. Ini didukung oleh penelitian Atowa et al. (2014), dimana

    kandungan asam amino pada ikan makarel fillet asap yang dikeringkan dengan

    oven pada suhu 70 – 80°C semakin menurun seiring dengan semakin lama waktu

    pengeringan. Pengurangan asam amino pada sampel yang diolah dengan panas

    tersebut dapat disebabkan oleh perubahan asam amino ke produk lain, yang

    mungkin menyebabkan perpecahan ikatan disulfida dan pembebasan sulfida.

  • 40

    6.4 Kandungan Asam Amino Treonin

    Berdasarkan hasil pengujian asam amino kandungan treonin pada tepung

    belalang kayu dengan metode pengeringan sun-drying adalah sebesar 2,186

    gram/100 gram, sedangakan kandungan treonin pada tepung belalang kayu

    dengan metode pengeringan oven-drying adalah sebesar 1,701 gram/100 gram.

    Berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa kandungan treonin lebih tinggi

    pada tepung belalang kayu dengan metode sun-drying dibandingkan dengan

    metode oven-drying.

    Hal yang dapat mempengaruhi kandungan protein pada suatu bahan

    adalah proses pemanasan. Proses pemanasan dapat menyebabkan protein

    mengalami denaturasi. Pada saat pemanasan, panas akan menembus daging dan

    menurunkan sifat fungsional protein. Pemanasan juga dapat merusak asam amino

    sehingga dengan semakin meninkatnya suhu kadar asam amino akan semakin

    menurun. Hal ini sesuai dengan hasil uji asam amino pada tepung belalang kayu

    dimana kandungan asam amino lebih rendah pada perlakuan dengan pengeringan

    oven dengan suhu 50°C dibandingkan dengan pengeringan dengan penjemuran

    matahari yang memiliki suhu lebih rendah. Hal ini didukung oleh penelitian Yuniarti

    et al (2013) dimana kandungan protein pada ikan gabus mengalami penurunan

    yang paling besar pada suhu pengeringan vakum 53°C. Penurunan ini disebabkan

    oleh denaturasi protein yang disebabkan oleh suhu pemanasan tinggi.

    6.5 Kandungan Asam Amino Arginin

    Arginin merupakan asam amino yang diproduksi di hati dan beberapa

    diantranya dalam ginjal. Arginin sangat penting bagi anak-anak karena fungsinya

    yang bermanfaat untuk meningkatkan pengeluaran hormon pertumbuhan

  • 41

    (Purwaningsih et al., 2013). Hormon pertumbuhan ini yang bertanggung jawab

    untuk meningkatkan perkembangan otot, membakar lemak, dan mengatur sistem

    imun (Fernandez, 2014).

    Berdasarkan hasil pengujian asam amino kandungan arginin pada tepung

    belalang kayu dengan metode pengeringan sun-drying adalah sebesar 2,629

    gram/100 gram, sedangkan kandungan arginin pada tepung belalang kayu dengan

    metode pengeringan oven-drying adalah sebesar 0,2275 gram/100 gram.

    Berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa kandungan arginin lebih tinggi pada

    tepung belalang kayu dengan metode sun-drying dibandingkan dengan metode

    oven-drying.

    Pada perlakuan dengan metode penjemuran sinar matahari, belalang kayu

    terlebih dahulu mengalami proses pengukusan sebelum dijemur. Proses

    pengukusan ini efektif untuk mengurangi kadar air pada belalang kayu sehingga

    lebih cepat kering ketika dijemur dan juga proses pengukusan ini sedikit

    menurunkan kandungan asam amino arginin. Hal ini didukung oleh penelitian

    Purwaningsih et al., (2013) dimana pengukusan merupakan pengolahan dengan

    penurunan asam amino terendah dibandingkan dengan perebusan pada sampel

    ikan glodok. Penelitian ini menunjukkan penurunan kadar arginin pada ikan glodok

    yang diolah dengan cara pengukusan adalah sebesar 0,16 %, dibandingkan

    dengan perebusan yang menyebabkan penurunan arginin sebesar 1,89 %. Hal ini

    juga didukung oleh penelitian Purwaningsih et al., (2013) pada sampel keong

    ipong-ipong dimana kandungan asam amino pada daging keong ipong-ipong

    kukus lebih kecil penurunannya dibandingkan dengan metode pengolahan

    direbus. Penurunan kadar air pada proses pengukusan akan menyebabkan

    protein lebih terkonsentrasi. Keluarnya air dari bahan pangan menyebabkan

  • 42

    protein lebih terkonsentrasi sehingga kandungan asam aminonya lebih baik

    dibandingkan dengan metode lain.

    6.6 Implikasi pada Bidang Gizi

    Protein dalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur

    C, H, O, dan N. Terdapat sembilan asam amino yang tidak dapat dihasilkan oleh

    tubuh dan hanya bisa didapatkan dari asupan makan atau yang biasa disebut

    sebagai asam amino esensial. Protein dan asam amino esensial berfungsi

    terutama sebagai katalisator, pembawa, penggerak, pengatur, ekspresi genetik,

    neurotransmitter, penguat struktur, penguat imunitas dan untuk pertumbuhan

    (WHO, 2002 dalam Hardinsyah et al., 2013). Mutu protein dalam makanan

    ditentukan oleh komposisi dan jumlah asam amino esensial. Semakin lengkap

    komposisi dan jumlah asam amino esensial, maka semakin tinggi mutu protein

    pada suatu pangan. Kebutuhan protein yang baik dikonsumsi adalah 5-15 % dari

    total kebutuhan energi dalam sehari (Hardinsyah et al., 2013)

    Suatu bahan makanan dikatakan sebagai sumber protein apabila

    mengandung 20 % protein per 100 gram bahan dalam bentuk padat dan 10 %

    protein per 100 gram bahan dalam bentuk cair, sedangkan bahan makanannya

    yang dapat dikatakan sebagai bahan makanan tinggi protein jika mengandung 35

    % per 100 gram bahan protein dalam bentuk padat dan 17,5 % protein per 100

    gram dalam bentuk cair (BPOM, 2011). Untuk standar asam amino yang

    terkandung dalam bahan makanan adalah 6,6 gram/100 gram protein untuk leusin,

    3,5 gram/100 gram protein untuk treonin, dan 5,2 gram/100 gram protein untuk

    arginin (Atowa, 2014).

  • 43

    Berdasarkan hasil uji pada penelitian ini, kandungan protein pada tepung

    belalang kayu adalah sebesar 57,31 % protein per 100 gram bahan pada metode

    pengeringan oven dan 55,9 % protein per 100 gram pada metode pengeringan

    penjemuran matahari. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa tepung

    belalang kayu adalah bahan makanan tinggi protein. Oleh karena itu, pemanfaatan

    tepung belalang sebagai alternatif pangan sumber protein sangat dianjurkan.

    Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG), kebutuhan protein untuk anak

    balita adalah 26 gram sehari. Jika persebaran kebutuhan protein dalam sehari

    dibagi dalam tiga kali makan utama dan dua kali snack, maka untuk pemenuhan

    protein satu kali snack dalam sehari adalah sekitar 10 % atau sebesar 2,6 g. Jika

    dibandingkan dengan hasil uji proksimat, maka pemenuhan kebutuhan protein

    dalam snack dapat dipenuhi dengan konsumsi 5 g tepung belalang kayu dengan

    metode pengeringan oven.

    Selain protein, asam amino juga sangat dibutuhkan oleh anak balita untuk

    pertumbuhn dan perkembangan. Kebutuhan asam amino leusin untuk balita

    adalah dan 54 mg/kg BB per hari. Kebutuhan treonin untuk balita adalah 24 mg/kg

    BB per hari (FAO, 2011). Jika berat badan rata-rata balita adalah 12 kg, maka

    kebutuhan asam aminno leusin adalah 648 mg dan treonin adalah 288 mg.

    Kandungan leusin tepung belalang kayu dengan metode sun-drying adalah

    sebesar 4,659 gram/100 gram, sedangkan kandungan leusin pada tepung

    belalang kayu dengan metode pengeringan oven-drying adalah sebesar 3,973

    gram/100 gram. Untuk memenuhi kebutuahan leusin dalam sehari maka

    dibutuhkan sekitar 139 g tepung belalang kayu metode sun-drying dan 163 g

    tepung belalang kayu metode oven-drying.

  • 44

    Kandungan treonin pada tepung belalang kayu dengan metode sun-drying

    adalah sebesar 2,186 gram/100 gram, sedangkan kandungan treonin pada tepung

    belalang kayu dengan metode oven-drying adalah sebesar 1,701 gram/100 gram.

    Untuk memenuhi kebutuhan asam amino treonin dalam sehari maka dibutuhkan

    sekitar 131 g tepung belalang kayu metode sun-drying dan 169 g tepung belalang

    kayu metode oven-drying.

    Pemenuhan asam amino tersebut dapat dilakukan dengan konsumsi

    tepung belalang tersebut dan ditambah dengan konsumsi bahan makanan lainnya

    untuk menunjang kebutuhan asam amino dalam sehari.

    6.7 Keterbatasan Penelitian

    Dalam penelitian ini, tidak dilakukan replikasi karena keterbatasan sampel

    sehingga penelitian ini tidak mendapatkan hasil yang akurat pada kandungan

    asam amino leusin, treonin, dan arginin pada tepung belalang kayu dengan

    metode pengeringan oven dan penjemuran matahari. Selain itu, keterbatasan

    pada penelitian ini adalah sampel belalang kayu untuk metode pengeringan oven

    sempat mengalami penyimpanan dalam freezer selama dua hari dan pembuatan

    sampel tepung belalang kayu metode pengeringan oven juga dilakukan selama

    dua hari dikarenakan keterbatasan waktu dalam penggunaan laboratorium.

  • 45

    BAB 7

    PENUTUP

    7.1 Kesimpulan

    Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

    1. Terdapat perbedaan antara kandungan asam amino leusin, treonin, dan

    arginin pada tepung belalang kayu dengan metode pengeringan oven

    dan penjemuran matahari.

    2. Kandungan asam amino leusin, treonin dan arginin pada tepung

    belalang kayu metode pengeringan oven adalah 3,973 %; 1,701 %; dan

    0,2275 %.

    3. Kandungan asam amino leusin, treonin, dan arginin pada tepung

    belalang kayu metode pengeringan penjemuran matahari adalah 4,659

    %; 2,186 %; dan 2,629 %.

    7.2 Saran

    Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran, yaitu:

    1. Perlu dilakukan replikasi pada sampel tepung belalang kayu untuk melihat

    seberapa nyata perbedaan kandungan asam amino pada dua metode

    pengeringan.

    2. Perlu dilakukan upaya penyebarluasan informasi mengenai kandungan

    asam amino pada tepung belalang kayu agar dapat dijadikan alternatif

    bahan pangan sumber protein

    3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait pengolahan yang tepat pada

    belalang kayu agar dapat menjadi pangan alternatif sumber protein yang

    optimal.

  • 46

    DAFTAR PUSTAKA

    Agus, Y . 2007. Pengaruh metode pengeringan dan perlakuan blanching terhadap

    parameter proses pengeringan dan mutu produk tiwul instan berbahan

    baku singkong (Manihot esculente).

    Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

    Appleton, J. 2002. Arginine: Clinical Potencil of a Semi-Essential Amino Acid: A

    Review, 7(6), 512-522.

    Asthami, N., Estiasih, T., & Maligan, J. M. (2016). MIE INSTAN BELALANG KAYU

    ( Melanoplus cinereus ): KAJIAN PUSTAKA Instant Noodle from Wood

    Grasshopper ( Melanoplus cinereus ): A Review, 4(1), 238–244.

    Atowa, C. O., Nwabu, A. O., & Ogiedu, T. A. 2014. Storage and Drying Time Effects

    on Digestibility and Amino Acid Compositionif Dried Smoked Horse Mackerel

    (Trachurus trachurus) Fillets. International Journal of Food Science and

    Nutrition Engineering, 4(4), 98-105.

    Chapman, K. P. 2011. Impact of The Splanchnic Bed On The Dietary

    Requirements for Threonine and Lysine in Humans. Faculty of Medicine.

    University of Toronto.

    Daryatmo, J. 2004. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Hidrolisis Pada

    Tepun Belalang Kembara (Locusta sp.) Terhadap Degradasinya Secara In

    Sacco. 29(3).

    FAO. 2011. Dietary Protein Quality Evaluation in Human Nutrition. Report of an

    FAO Expert Consultan. Auckland, New Zealand.

    Fernandez, I. 2014. Asam Amino Esensial Untuk Tumbuh Kembang Anak.

    Fakultas Tekonologi Pertanian. Universitass