Upload
gurda-himawan
View
336
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN TATA CARA PELAKSANAAN USAHA WARALABA MENURUT UNDANG-
UNDANG NO. 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA (STUDI KASUS PADA USAHA WARALABA PT. INDOMARET)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Guna Memperleh
Gelar Sarjana Hukum
OLEH
Susi Nurbayani
NIM : 080200052
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
20012
KAJIAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN TATA CARA PELAKSANAAN USAHA WARALABA MENURUT UNDANG-
UNDANG NO. 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA (STUDI KASUS PADA USAHA WARALABA PT. INDOMARET)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Guna Memperleh
Gelar Sarjana Hukum
OLEH
Susi Nurbayani
NIM : 080200052
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Disetujui Oleh :
KETUA DEPARTEMEN
DR. HASIM PURBA, SH, MH.Hum
NIP. 19660301985081001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Syamsul Rizal, SH.M.Hum Aflah, SH, M.Hum NIP. 196402161989111001 NIP. 197005192002122002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Segala Puji dan Syukur kehadirat Allah
SWT, sang Maha Pemberi jalan kepada ummat, yang telah mencurahkan Rahmad
dan Karunia yang begitu besar kepada penulis sehingga penulis skripsi ini dapat
selesai tepat pada waktunya.
Shalawat beriring salam penulis haturkan pada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW semoga kita mendapat Syafaat di hari akhir kelak.
Adalah menjadi kewajiban bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara untuk membuat suatu skripsi dalam rangka menyelesaikan masa
kuliahnya. Untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum itulah, penulis juga membuat
suatu skripsi yang berjudul “KAJIAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN
TATA CARA PELAKSANAAN USAHA WARALABA MENURUT
UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA (STUD
KASUS PADA USAHA WARALABA PT. INDOMARET)
Kesadaran penulis akan tidak sempurnanya hasil penulisan skripsi ini
membawa harapan yang besar pada semua pihak agar dapat memberikan kritik
dan saran yang konstruktif guna menghasilkan sebuah skripsi yang lebih baik dan
lebih sempurna bagi lagi baik dari segi materi maupun cara penulisan dimasa
mendatang.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada pada skripsi ini penulisan
memberikan penghargaan dan ucapan Terima Kasih banyak kepada kedua orang
tuaku tersayang, papa dan mama yang selalu mendukung dan mendoakan Saya
ii
menjadi Sarjana Hukum yang berguna bagi nusa dan bangsa. Untuk adik-adik ku
yang selalu merindukanku terima kasih atas doa dan dukungan kalian selama ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Syafruddin, SH, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum
Keperdatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
6. Bapak Syamsul Rizal,SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I terima kasih
penulis ucapkan atas bimbingan dan kesabaran Bapak selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
7. Ibu Aflah,SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II terima kasih penulis
ucapkan atas bimbingan dan kesabaran Ibu selama penulis menyelesaikan
skripsi ini.
Terima kasih juga saya ucapkan buat dosen-dosenku yang tercinta : Ibu
Rosnidar Sembiring, Ummi Zakkiyah, Ibu Syamsiar, Pak Makdin Munthe, Pak
Edy Murya, Syaiful Azzam dll atas pelajaran yang bapak/ibu berikan selama ini.
iii
Tidak lupa juga buat teman-temanku Suci, Dian, Arien, Cynthia, Ririn,
thank’s ya atas motivasi kalian sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Makasih juga buat Kak Ria, kak Yuna, kak Lisa, kak Sari, bg Dedi, bg Indra, bg
Dian, dan bang Syawal yang udah bantuin saya dalam penyelesaian skripsi ini.
Demikianlah semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi amal sholeh bagi
penulis dalam meraih ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum.
Medan, 2012Penulis
Susi Nurbayani
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
ABSTRAKSI ................................................................................................. vi
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 6
C. Tujuan Penulisan...................................................................... 7
D. Manfaat Penulisan.................................................................... 7
E. Metode Penelitian..................................................................... 8
F. Keaslian Penulisan.................................................................... 10
G. Sistematika Penelitian ............................................................. 10
BAB II :PENGATURAN BISNIS WARALABA ( FRANCHISE ) DALAM
KERANGKA HUKUM NASIONAL DI INDONESIA
A. Sejarah Waralaba ( Franchise ) ................................................ 12
B. Pengertian dan Definisi Waralaba ............................................ 15
C. Perjanjian Waralaba di Indonesia ............................................. 27
D. Tata Cara Pendaftaran Waralaba di Indonesia .......................... 35
BAB III : PROSEDUR PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA DI
PT.INDOMARET
A. Gambaran umum PT.Indomaret ............................................... 39
B. Karakteristik perjanjian Frenchise PT,Indomaret ..................... 47
C. Klausul dalam perjanjian Frenchise PT.Indomaret ................... 48
v
BAB IV : HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN
WARALABA PT.INDOMARET
A. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba ................................................................................ 58
B. Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Waralaba Dalam Hal Terjadi
Keterlambatan Pembayaran Royalty Pada Perjanjian Waralaba di
PT.Indomaret .......................................................................... 65
C. Penyelesaian Sengketa Yang Terjadi Serta Berakhirnya Perjanjian
Waralaba di PT.Indomaret ...................................................... 67
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 72
B. Saran........................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 74
vi
KAJIAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN TATA CARA PELAKSANAAN USAHA WARALABA MENURUT UNDANG-
UNDANG NO. 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA (STUDI KASUS PADA USAHA WARALABA PT. INDOMARET)
Susi Nurbayani *) 1
Syamsul Rizal, SH.M.Hum **) 2
Aflah, SH, M.Hum ***) 3
ABSTRAK
Dalam perkembangan ekonomi sekarang ini meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing, go public hingga sistem bisnis franchising dan kegiatan tersebut mencakup produksi, konsumsi dan distribusi. Franchising atau Usaha bisnis waralaba merupakan suatu sistim bisnis yang menjual produk dan jasa pelayanan Sistem ini melibatkan pihak pemilik usaha waralaba (franchisor) di satu pihak yang memberikan lisensi kepada pihak lainnya (pemegang usaha waralaba atau franchise) untuk membuka usaha bisnis dengan menggunakan nama dagang pihak pemilik waralaba.
Perjanjian waralaba merupakan perjanjian khusus karena tidak dijumpai dalam KUH Perdata. Perjanjian ini dapat diterima dalam hukum karena di dalam KUH Perdata ditemui satu pasal yang mengatakan adanya kebebesan berkontrak. Pasal itu mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata).Bentuk perjanjian waralaba adalah perjanjian tertulis sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) PP Waralaba.
Dalam perjanjian waralaba yang telah disepakati oleh para pihak pemberi dan penerima waralaba antara PT.Indomaret sebagai pemberi waralaba (Franchisee)kepada Frenchisor terdapat pasal perjanjian tentang wanprestasi. Apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaran royalti, maka bagi pemberi waralaba (frenchisee) PT.Indomaret dapat menuntut si Penerima Waralaba (Frenchisor) sesuai dengan klausal perjanjian yang telah dibuat yakni tentang wanprestasi.Apabila terjadi perselisihan, maka tindakan pertama yang dilakukan PT.Indomaret dengan frenchisee nya adalah dengan mediasi.
Untuk menghindari masalah dalam pelaksanaan perjanjian bisnis waralaba,franchisor harus melakukan seleksi ketat terhadap para franchisee/kandidat yangbenar-benar telah terkualifikasi dengan baik (tidak hanya sekedar modal).
Kata Kunci : Tata Cara Pelaksanaan Usaha Waralaba.
1 Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan FH USU2 Dosen Pembimbing I Departemen Hukum Keperdataan FH USU3 Dosen Pembimbing II Departemen Hukum Keperdataan FH USU
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di bidang perekonomian merupakan pembangunan yang
paling utama di Indonesia. Hal ini dikarenakan keberhasilan di bidang ekonomi
akan mendukung pembangunan di bidang lainnya. Dengan kata lain jika
masyarakat sudah sejahtera, maka lebih mudah bagi pemerintah untuk
melaksanakan pembangunan di bidang politik, social budaya dan hankam.
Masyarakat secara keseluruhannya akan menghadapi persoalan-persoalan yang
bersifat ekonomi, yaitu persoalan yang menghendaki seseorang dalam suatu
perusahaan atau suatu masyarakat membuat keputusan tentang cara yang terbaik
untuk melakukan suatu kegiatan ekonomi4.
Kegiatan ekonomi ini berkembang dan hidup sesuai dengan perkembangan
zaman dari yang paling sederhana sampai pada suatu sistem yang sangat rumit
yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing,
go public hingga sistem bisnis franchising dan kegiatan tersebut mencakup
produksi, konsumsi dan distribusi. Franchising atau Usaha bisnis waralaba
merupakan suatu sistim bisnis yang menjual produk dan jasa pelayanan Sistem ini
melibatkan pihak pemilik usaha waralaba (franchisor) di satu pihak yang
memberikan lisensi kepada pihak lainnya (pemegang usaha waralaba atau
4 Sadano Sakino, Pengantar Teori Mikro Ekonomi., Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996,
hlm.4
2
franchise) untuk membuka usaha bisnis dengan menggunakan nama dagang pihak
pemilik waralaba.
Usaha waralaba pada dasarnya merupakan konsep pemasaran/cara untuk
menjual produk dan jasa pelayanan ke pasaran dibawah nama dagang atau simbol
komersial lainnya milik pihak pemilik usaha waralaba. Sebagai pengganti
penggunaan merek dagang yang dimiliki oleh si pemilik usaha waralaba, pihak
pemegang usaha waralaba memberikan bayaran.
Bayaran tersebut berhubungan dengan modal investasi awal, barang-
barang atau pelayanan, pelatihan atau royalti5. Istilah franchise yang sudah di
Indonesia kan menjadi waralaba. Waralaba berasal dari kata “wara” yang berarti
lebih istimewa dan laba berarti untung. Jadi kata waralaba berarti usaha yang
memberikan keuntungan lebih/istimewa6. Secara hukum wararalaba berarti
persetujuan legal atas pemberian hak atau keistimewaan untuk menawarkan suatu
produk/jasa dari pemilik (pewaralaba) kepada pihak lain (terwaralaba) yang diatur
dalam suatu permainan tertentu. Dalam PP. RI. No. 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba Pasal 1 ayat 1 menyatakan:
“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain, berdasarkan perjanjian waralaba”.
5 www.business.vic.gov.au diakses pada tanggal 16 Mei 20126 Darmawan Budi Suseno. Sukses Usaha Waralaba Mudah, Resiko Rendah dan
Menguntungkan, Yogyakarta, Cakrawala, 2007, hlm. 19
3
Sedangkan menurut Peraturan Menteri perdagangan No.12 / M – DAG /
PER/3/2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda
Pendaftaran Usaha Waralaba, Pasal 1 Ayat 1 menyatakan:
”Waralaba (Franchise) adalah perikatan antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba”
Di samping pengertian tersebut, ada pengertian waralaba menurut doktrin
sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdurrahman :
”Secara umum waralaba dikenal dengan istilah franchise yang berarti
persetujuan atau perjanjian (kontrak) antara leveransir dan pedagang eceran atau
pedagang besar, yang menyatakan bahwa yang tersebut pertama itu memberikan
kepada yang tersebut terakhir itu suatu hak untuk memperdagangkan produknya,
dengan syarat-syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak”7.
Selain itu ada pula pengertian waralaba menurut Juajir Sumardi :
“Franchise adalah sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada
masyarakat konsumen, yang dijual kepada pihak lain yang berminat. Pemilik dari
metode yang dijual ini disebut (franchisor), sedangkan pembeli yang berhak
untuk menggunakan metode ini disebut (franchisee)8.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, diketahui bahwa waralaba
merupakan salah satu bentuk format bisnis dimana pihak pertama yang disebut
7Abdurrahman A, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan, Perdagangan. Jakarta, PT. Paradnya
Paramita. 1970, hlm. 424 8Juadir Sumardi, Aspek- aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional.
Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm. 16
4
pemberi waralaba (franchisor) memberikan hak kepada pihak kedua yang disebut
penerima waralaba (franchise) untuk mendistibusikan barang/jasa dalam lingkup
area geografis dan periode waktu tertentu dengan mempergunakan merek, logo,
dan sistem operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh franchisor9 . Pemberian
hak ini dituangkan dalam bentuk perjanjian waralaba (franchise agreement)10.
Perjanjian waralaba tersebut merupakan salah satu aspek perlindungan
hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak yang lain. Hal ini
dikarenakan perjanjian dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk menegakkan
perlindungan hukum bagi para pihak. Jika salah satu pihak melanggar isi
perjanjian, maka pihak yang lain dapat menuntut pihak yang melanggar tersebut
sesuai dengan hukum yang berlaku11.
Waralaba digambarkan sebagai perpaduan bisnis “besar” dan “kecil” yaitu
perpaduan antara energi dan komitmen individual dengan sumber daya dan
kekuatan sebuah perusahaan besar. Waralaba adalah suatu pengaturan bisnis
dimana sebuah perusahaan (franchisor) memberi hak pada pihak independen
(franchisee) untuk menjual produk atau jasa perusahaan tersebut dengan peraturan
yang ditetapkan oleh franchisor. Franchisee menggunakan nama, goodwill,
produk dan jasa, prosedur pemasaran, keahlian, sistem prosedur operasional, dan
fasilitas penunjang dari perusahaan franchisor. Sebagai imbalannya franchisee
membayar initial fee dan royalti (biaya pelayanan manajemen) pada perusahaan
franchisor seperti yang diatur dalam perjanjian waralaba12.
9 IKADIN, Aspek – Aspek Hukum tentang Franchise, Bandung, 1997, hlm.15410 Juajir Sumardi, Op Cit, hlm.3911 Juajir Sumardi , Op Cit. hlm. 44 - 4512 S. Muharam, Apa Itu Bisnis Waralaba, SMFr@nchise, Januari, 2003
5
Bisnis waralaba adalah tren bisnis masa depan dengan resiko kegagalan
yang kecil dimana pertumbuhannya sangat pesat dan memberi warna tersendiri
dalam perekonomian Indonesia. Perjanjian waralaba merupakan salah satu aspek
perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan yang merugikan pihak
lain. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian waralaba, maka pihak yang
lain dapat menuntut pihak yang melanggar sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam hal ini Pemerintah telah berperan aktif di dalam membuat peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan waralaba ini sebagai bentuk
perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum. Pelaksanaan perjanjian bisnis
waralaba di PT. Indomart berpedoman kepada perundang-undangan dan tunduk
kepada Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perjanjian.
Pada sisi lain seorang atau suatu pihak penerima waralaba yang
menjalankan kegiatan usaha sebagai mitra usaha pemberi waralaba dalam hal ini
yang berlaku di PT. Indomaret, menurut ketentuan dan tata cara yang diberikan,
juga memerlukan kepastian bahwa kegiatan usaha yang sedang dijalankan olehnya
tersebut memang benar-benar teruji dan memang merupakan suatu produk yang
disukai masyarakat serta akan dapat memberikan suatu manfaat (finansial)
baginya. Ini berarti waralaba sesungguhnya juga memiiliki satu aspek yang
penting baik itu bagi pengusaha pemberi waralaba maupun mitra usaha penerima
waralaba yaitu masalah kepastian dan perlindungan hukum.
Pemerintah dalam hal ini senantiasa turut aktif dalam menggulirkan
kebijakan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pelaku
ekonomi agar mampu merentangkan sayap usahanya. Bagi Pemerintah,
6
penegakan hukum (rule of law) merupakan tanggung jawab yang harus
direalisasikan untuk memberikan pelayanan dan keadilan hukum bagi warganya
demi terciptanya ketertiban dan keselarasan dalam kehidupan. Bagaimanapun
perlindungan hukum merupakan hak bagi setiap warga negara dimanapun berada
dan Pemerintah mempunyai tanggung jawab besar untuk menegakkan hukum
demi terselenggarakannya perlindungan hukum bagi warganya tanpa ada
diskriminasi. Campur tangan yang dilakukan pihak Pemerintah ini diwujudkan
melalui sarana hukum, sedangkan apa yang dimaksudkan dengan hukum adalah
dengan berbagai bentuk peraturan perundangan khususnya dalam bidang bisnis
waralaba. Lebih dari itu hukum apabila diamati dengan menggunakan optik
hukum dan masyarakat, yakni melihat hukum tidak hanya sebagai fungsi dari
peraturan, melainkan juga kebijakan (policy) pelaksanaannya serta tingkah laku
masyarakat13.
B. Rumusan Masalah
Dalam skripsi ini penulis memfokuskan pada pelaksanaan perjanjian bisnis
waralaba, di mulai dari pelaksanaan bisnis waralaba itu sendiri, dari segi tatacara
pendaftaran waralaba tersebut sampai ketentuan-ketentuan yang mengatur
terhadap perlindungan hukumnya bagi para pihak. Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan diatas, ada beberapa macam permasalahan yang diangkat, antara
lain :
1. Bagaimanakah Pengaturan Bisnis Waralaba (Franchise) Dalam Kerangka
Hukum Nasional di Indonesia ?
13 Satjipto Raharjo, Permasalahan Hukum di Indonesia, Bandung, 1978, hlm. 13
7
2. Bagaimanakah Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Waralaba di PT.Indomaret?
3. Bagaimanakah Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba di
PT.Indomaret ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini yang dilakukan dalam skripsi mengenai Kajian
Yuridis Terhadap Ketentuan Tatacara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba
dalam Rangka Pemberian Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Kecil (Studi
Kasus PT. Indomart) adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seperti apakah Pengaturan Bisnis Waralaba (Franchise)
Dalam Kerangka Hukum Nasional di Indonesia.
2. Untuk mengetahui Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Waralaba di
PT.Indomaret.
3. Untuk mengetahui seperti apakah Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam
Perjanjian Waralaba di PT.Indomaret.
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan penulisan ini diharapkan dapat diambil manfaatnya baik bagi
penulis sendiri maupun bagi pihak lain. Manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pustaka di bidang ilmu hukum khususnya dalam bidang
tatacara pendaftaran waralaba serta perlindungan hukumnya terhadap
usaha kecil.
8
b. Dapat memberikan bahan dan masukan serta referensi bagi penelitian
yang dilakukan selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan kepada
pihak-pihak yang melakukan perjanjian waralaba.
b. Memberikan informasi yang jelas kepada para pembaca skripsi ini dan
masyarakat pada umumnya tentang tatacara pendaftaran pelaksanaan
waralaba serta perlindungan hukum terhadap usaha kecil.
E. Metode Penelitian
Dalam penulisan karya imliah data adalah merupakan dasar utama,
karenanya metode penelitian sangat diperlukan dalam penyusunan skripsi. Oleh
karena itu dalam penyusunan skripsi ini penulis menyusun data dengan
menghimpun data-data yang ada referensinya dengan masalah yang diajukan.
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Dalam metode pengumpulan data melalui library research ini maka penulis
melakukannya dari berbagai sumber bacaan yang berhubungan dengan judul
pembahasan, baik itu dari literatur-literatur ilmiah, majalah, peraturan
perundang-undangan.
2. Sifat Penelitian
Dalampenelitian peneliti menggunakan penelitian deskriptif. Karena penelitian
ini dimaksudkan untuk menggambarkan secara jelas dan sistematis tentang
perlindungan hukum bagi para pihak dalam pelaksanaan perjanjian waralaba
serta perlindungan hukumnya terhadap usaha kecil.
9
3. Sumber Data
Adapun sumber data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Sekunder
Data sekunder terdiri dari:
1) Bahan hukum primer (yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat) terdiri dari:
- Norma dasar pancasila;
- Peraturan dasar, batang tubuh UUD 1945, Tap MPR;
- Peraturan perundang-undangan;
- Bahan-bahan hukum yang tidak dikoodifikasikan;
- Jurisprudensi;
- Traktat
2) Bahan hukum sekunder (bahan hukum yang tidak mempunyai
kekuatan, dan hanya berfungsi sebagai penjelas dari bahan hukum
primer), yang terdiri dari:
- Perundang-undangan;
- Hasil karya ilmiah para sarjana;
- Hasil penelitian;
3) Bahan hukum tersier
Merupakan bahan hukum yang memberikan informasi tentang
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misal
bibliografi.
10
b. Data Primer
Yaitu data-data yang berupa keterangan-keterangan yang berasal dari
pihak yang terlibat dengan objek yang diteliti yang dimaksudkan untuk
memperjelas data sekunder.
F. Keaslian Penulisan
Adapun judul tulisan ini adalah Kajian Yuridis Terhadap Ketentuan
Tatacara Pelaksanaan Usaha Waralaba Menurut Peraturan Pemerintah No.42
Tahun 2007 Tentang Waralaba (Studi Kasus Pada Usaha Waralaba
PT.Indomaret), judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk
yang sama, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan
demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap – tiap bab terbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan,Latar Belakang,Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan
Manfaat Penulisan,Metode Penelitian, Keaslian Penulisan,Sistematika
Penelitian
Bab II : Pengaturan Bisnis Waralaba ( Franchise ) Dalam Kerangka Hukum
Nasional di Indonesia
Sejarah Waralaba ( Franchise ),Pengertian dan Definisi Waralaba,
Perjanjian Waralaba di Indonesia,Tata Cara Pendaftaran Waralaba di
Indonesia
11
Bab III : Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Waralaba di PT.Indomaret
Gambaran umum PT.Indomaret, Karakteristik perjanjian frenchise
PT.Indomaret, Klausul dalam perjanjian Frenchise PT.Indomaret
Bab IV : Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba di
PT.Indomaret, Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian
Waralaba Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007
tentang Waralaba, Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Waralaba
Dalam Hal Terjadi Keterlambatan Pembayaran Royalty Pada
Perjanjian Waralaba di PT.Indomaret, Penyelesaian Sengketa Yang
Terjadi Serta Berakhirnya Perjanjian Waralaba di PT.Indomaret
Bab V : Penutup, Kesimpulan, Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12
BAB II
PENGATURAN BISNIS WARALABA ( FRANCHISE ) DALAM
KERANGKA HUKUM NASIONAL DI INDONESIA
A. Sejarah Waralaba
Bisnis waralaba adalah tren bisnis masa depan dengan resiko kegagalan
yang kecil dimana pertumbuhannya sangat pesat dan memberi warna tersendiri
dalam perekonomian Indonesia. Perjanjian waralaba merupakan salah satu aspek
perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan yang merugikan
pihak lain. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian waralaba, maka pihak
yang lain dapat menuntut pihak yang melanggar sesuai dengan hukum yang
berlaku. Dalam hal ini Pemerintah telah berperan aktif di dalam membuat
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan waralaba ini sebagai
bentuk perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum. Pelaksanaan
perjanjian bisnis waralaba di PT. Indomarco Prismatama (Indomaret)
berpedoman kepada perundang-undangan dan tunduk kepada Buku III
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perjanjian.
Sejarah franchise dimulai di Amerika Serikat oleh perusahaan mesin
jahit singer sekitar tahun 1850-an. Pada saat itu, Singer membangun jaringan
distribusi hampir di seluruh daratan Amerika untuk menjual produknya.
Di samping menjual mesin jahit, para distributor tersebut juga memberikan
pelayanan purna jual dan suku cadang. Jadi para distributor tidak semata menjual
13
mesin jahit, akan tetapi juga memberikan layanan perbaikan dan perawatan
kepada konsumen.14
Walaupun tidak terlampau berhasil, Singer telah menebarkan benih
untuk franchising di masa yang akan datang dan dapat diterima secara universal.
Pola ini kemudian diikuti oleh industri oleh industri mobil, industri
minyak dengan pompa bensinnya serta industri minuman ringan. Mereka
ini adalah para produsen yang tidak mempunyai jalur distribusi untuk produk-
produk mereka, sehingga memanfaatkan sistem franchise ini di akhir-akhir abad
ke 18 dan diawal abad ke 19.
Sesudah perang dunia ke 2, usaha eceran mengadakan perubahan dari
orientasi produk ke orientasi pelayanan. Disebabkan kelas menengah mulai
sangat mobile dan mengadakan relokasi dalam jumlah besar ke daerah-
daerah pinggiran kota, maka banyak rumah makan/restoran atau drive in
mengkhususkan dalam makanan siap saji dan makanan yang bisa segera di makan
di perjalanan.15
Pada awalnya istilah franchise tidak dikenal dalam kepustakaan Hukum
Indonesia, hal ini dapat dimaklumi karena memang lembaga franchise ini sejak
awal tidak terdapat dalam budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia. Namun
karena pengaruh globalisasi yang melanda di berbagai bidang, maka franchise
ini kemudian masuk ke dalam tatanan budaya dan tatanan hukum masyarakat
Indonesia.16
14 Deden Setiawan, Franchise Guide Series – Ritel, Dian Rakyat, 2007, hlm. 1315 http : www.waralaba.com, 19.00 WIB tanggal 30 Maret 201216
Tengku Keizerina Devi Azwar, Perlindungan Hukum Dalam Franchise, 2005, hlm. 1 - 2
14
Waralaba mulai ramai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1970-an dengan
mulai masuknya franchise luar negeri seperti Kentucky Fried Chicken,
Swensen, Shakey Pisa dan kemudian diikuti pula oleh Burger King dan Seven
Eleven, Walaupun sistem franchise ini sebetulnya sudah ada di Indonesia
seperti yang diterapkan oleh Bata dan yang hampir menyerupainya ialah SPBU
(pompa bensin).17
Pada awal tahun 1990-an International Labour Organization (ILO) pernah
menyarankan Pemerintah Indonesia untuk menjalankan sistem franchise guna
memperluas lapangan kerja sekaligus merekrut tenaga-tenaga ahli franchise untuk
melakukan survei, wawancara, sebelum memberikan rekomendasi. Hasil kerja
para ahli franchise tersebut menghasilkan “Franchise Resource Center” dimana
tujuan lembaga tersebut adalah mengubah berbagai macam usaha menjadi
franchise serta mensosialisasikan sistem franchise ke masyarakat Indonesia.
Istilah franchise ini selanjutnya menjadi istilah yang akrab dengan
masyarakat, khususnya masyarakat bisnis Indonesia dan menarik perhatian
banyak pihak untuk mendalaminya kemudian istilah franchise dicoba di
Indonesiakan dengan istilah ‘waralaba’ yang diperkenalkan pertama kali oleh
Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM) sebagai padanan
istilah franchise. Waralaba berasal dari kata wara (lebih atau istimewa) dan laba
(untung), maka waralaba berarti usaha yang memberikan laba lebih/istimewa.18
Pertumbuhan bisnis waralaba yang tumbuh subur di Indonesia, pada
prinsipnya tidak lepas dari peran serta dari merek-merek waralaba lokal.
17 Deden Setiawan, op. cit, hlm. 6
18 Tengku Keizerina Devi Azwar, op. cit, hlm. 2
15
Perkembangan waralaba lokal yang semakin pesat, bisa dilihat dari masih sangat
terbukanya peluang usaha ini untuk mewaralabakan perusahaan-perusahaan
tradisional yang telah mempunyai merek dagang dan sistem yang stabil. 19
Merek-merek lokal ini diarahkan pemerintah untuk bernaung di bawah
AFI (Asosiasi Franchise Indonesia) yang merupakan asosiasi resmi yang diakui
oleh pemerintah dalam bidang waralaba. Asosiasi ini merupakan anggota dari
IFA (International Franchise Association) yang adalah organisasi franchise
skala internasional.
AFI didirikan pada tanggal 22 November 1991 dengan bantuan dari ILO
(International Labour Organization) dan Pemerintah Indonesia.19 Asosiasi ini
salah satunya bertujuan untuk mengembangkan franchise dalam rangka
penciptaan distribusi nasional, kesempatan kerja dan pengembangan usaha kecil
menengah ( UKM ).20
B. Pengertian dan Defenisi Waralaba
Pengertian Franchise berasal dari bahasa Perancis affranchir yang
berarti to free yang artinya membebaskan. Dengan istilah franchise di
dalamnya terkandung makna, bahwa seseorang memberikan kebebasan dari
ikatan yang menghalangi kepada orang untuk menggunakan atau membuat
atau menjual sesuatu.21 Dalam bidang bisnis franchise berarti kebebasan
19 Yohanes Heidy Purnama, Epidemi Trend Bisnis Waralaba, http : www.neo-
promosindo.com, 30 Maret 201220 Deden Setiawan, op. cit. hlm. 7 21Ridwan Khairandy, op. cit, hlm. 133
16
yang diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu
di wilayah tertentu.22
Franchise ini merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis,
yaitu suatu metode untuk memasarkan produk atau jasa ke masyarakat.
Selanjutnya disebutkan pula bahwa franchise dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di mana sebuah perusahaan
induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain yang
berskala kecil dan menengah (franchisee), hak-hak istimewa untuk melaksanakan
suatu sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama waktu
tertentu, di suatu tempat tertentu.23
Dari segi bisnis dewasa ini, istilah franchise dipahami sebagai
suatu bentuk kegiatan pemasaran dan distribusi. Di dalamnya sebuah
perusahaan besar memberikan hak atau privelege untuk menjalankan bisnis
secara tertentu dalam waktu dan tempat tertentu kepada individu atau
perusahaan yang relatif lebih kecil. Franchise merupakan salah satu bentuk
metode produksi dan distribusi barang atau jasa kepada konsumen dengan suatu
standard dan sistem eksploitasi tertentu. Pengertian standar dan eksploitasi
tersebut meliputi kesamaan dan penggunaan nama perusahaan, merek, serta sistem
produksi, tata cara pengemasan, penyajian dan pengedarannya.24
Sementara itu Munir Fuady menyatakan bahwa Franchise atau sering
disebut juga dengan istilah waralaba adalah suatu cara melakukan kerjasama di
22 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT. Rineka Cipta, Jakarta,
2003, hlm. 5623 Ibid, hlm. 5724 Ridwan Khairandy, op. cit. hlm. 134
17
bidang bisnis antara 2 (dua) atau lebih perusahaan, di mana 1 (satu) pihak akan
bertindak sebagai franchisor dan pihak yang lain sebagai franchisee, di mana di
dalamnya diatur bahwa pihak-pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dari
know-how terkenal, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan
kegiatan bisnis dari/atas suatu produk barang atau jasa, berdasar dan sesuai
rencana komersil yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilannya dan diperbaharui
dari waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun
noneksklusif, dan sebaliknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada
franchisor sehubungan dengan hal tersebut. 25
Selanjutnya Munir Fuady mengatakan lagi bahwa Franchisee adalah suatu
lisensi kontraktual diberikan oleh franchisor kepada franchisee yang :26
1. Mengizinkan atau mengharuskan franchisee selama jangka waktu franchise,
untuk melaksanakan bisnis tertentu dengan menggunakan nama khusus yang
dimiliki atau berhubungan dengan pihak franchisor.
2. Memberikan hak kepada franchisor untuk melaksanakan pengawasan berlanjut
selama jangka waktu franchise terhadap aktivitas bisnis franchise oleh
franchisee.
3. Mewajibkan pihak franchisor untuk menyediakan bantuan kepada franchisee
dalam hal melaksanakan bisnis franchise tersebut semisal memberikan
bantuan pendidikan, perdagangan, manajemen, dan lain-lain.
25 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005,
hlm.33926 Ibid, hal.340
18
4. Mewajibkan pihak franchisee untuk membayar secara berkala kepada
franchisor sejumlah uang sebagai imbalan penyediaan barang dan jasa oleh
pihak franchisor.
Adapun definisi franchise menurut Asosiasi Franchise International
adalah “suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dengan
franchisee. Pihak franchisor menawarkan dan berkewajiban memelihara
kepentingan terus-menerus pada usaha franchise dalam aspe-aspek pengetahuan
dan pelatihan. Sebaliknya franchisee memiliki hak untuk beroperasi di bawah
merek atau nama dagang yang sama, menurut format dan prosedur yang
ditetapkan oleh franchisor dengan modal dan sumber daya franchisee sendiri”27
Menurut Munir Fuady, bahwa franchise mempunyai karakteristik
yuridis /dasar sebagai berikut :28
1. Unsur Dasar
Ada 3 (tiga) unsur dasar yang harus selalu dipunyai, yaitu :
a. pihak yang mempunyai bisnis franchise disebut sebagai franchisor.
b. pihak yang mejalankan bisnis franchise yang disebut sebagai franchisee.
c. adanya bisnis franchise itu sendiri
2. Produk Bisnisnya Unik
3. Konsep Bisnis Total
Penekanan pada bidang pemasaran dengan konsep P4 yakni Product, Price,
Place serta Promotion
4. Franchise Memakai / Menjual Produk
27 Deden Setiawan, op. cit. hlm. 228 Munir Fuady, op. cit. hlm. 341 - 345
19
5. Franchisor Menerima Fee dan Royalty
6. Adanya pelatihan manajemen dan skill khusus
7. Pendaftaran Merek Dagang, Paten atau Hak Cipta
8. Bantuan Pendanaan dari Pihak Franchisor
9. Pembelian Produk Langsung dari Franchisor
10. Bantuan Promosi dan Periklanan dari Franchisor
11. Pelayanan pemilihan Lokasi oleh Franchisor
12. Daerah Pemasaran yang Ekslusif
13. Pengendalian / Penyeragaman Mutu
14. Mengandung Unsur Merek dan Sistem Bisnis
Sejalan dengan hal ini, franchise atau waralaba dalam Black’s
Law Dictionary diartikan sebagai :
“ A special privilege granted or sold, such as to use a name or to products or service. In its simple terms, a franchise is a license from owner of trademark or trade name permitting another to sell a product or service under that name or mark more broadly stated, a franchise has evolved into an elaborate agreement under which the franchisee undertakes to conduct a business or sell a product or service in accordance with methods and procedures prescribed by the Franchisor, and the Franchisor under takes to assist the franchisee through advertising, promotion and other advisory services”.
(Rumusan tersebut di atas, bahwa waralaba ternyata tidak juga
mengandung unsur-unsur sebagaimana yang diberikan pada lisensi, hanya
saja dalam pengertian waralaba tersebut dalam Blacks’Law Dictionary,
waralaba menekankan pada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang
atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang franchisor (pemberi waralaba)
dimana pihak franchise (penerima waralaba) berkewajiban untuk mengikuti
20
metode dan tatacara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi
waralaba. Dalam kaitannya dengan pemberian izin dan kewajiban pemenuhan
standar dari pemberi waralaba, artinya akan memberikan bantuan
pemasaran, promosi maupun bantuan teknis lainnya agar penerima waralaba dapat
menjalankan usahanya dengan baik.29
Black’s Law Dictionary, menyatakan bahwa pengertian eksklusivitas
memberikan pengertian sama dengan franchise dealer, yakni menunjukkan
bahwa eksklusivitas yang diberikan oleh penerima waralaba ternyata
(adakalanya) diimbangi oleh pemberian eksklusivitas oleh pemberi waralaba
kepada penerima waralaba atas suatu wilayah kegiatan tertentu. Sedangkan
makna eksklusivitas dalam Black’s Law Dictionary memberikan arti bagi
franchise (hak kelola), sebagai suatu hak khusus yang diberikan kepada franchise
dealer oleh suatu usaha manufaktur atau organisasi jasa waralaba, untuk menjual
produk atau jasa pemilik waralaba di suatu wilayah tertentu, dengan atau tanpa
eksklusivitas30.
British Franchise Association (BFA) mendefinisikan franchise sebagai
berikut : Franchisor adalah contractual license yang diberikan oleh suatu pihak
(franchisor) kepada pihak lain (franchisee) yang :
29 Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary 6 th ed, St Paul MN : West
publishing, Co, 1990, lihat Gunawan Widjaja, hlm. 8 27 Tengku Keizerina Devi Azwar, op. cit. hlm. 8
21
Mengizinkan franchisee untuk menjalankan usaha selama periode franchise
berlangsung, suatu usaha tertentu yang menjadi milik franchisor
a. Franchisor berhak untuk menjalankan control yang berlanjut selama periode
franchise.
b. Mengharuskan franchisor untuk memberikan bantuan pada franchisee dalam
melaksanakan usahanya sesuai dengan subjek franchiseenya (berhubungan
dengan pemberian pelatihan, merchandising, atau lainnya).
c. Mewajibkan franchisee untuk secara periodik selama periodik franchise
berlangsung, membayar sejumlah uang sebagai pembayaran atas franchise
atau produk atau jasa yang diberikan oleh franchisor kepada franchisee.
d. Bukan merupakan transaksi antara perusahaan induk (holding company)
dengan cabangnya atau antara cabang dari perusahaan induk yang sama, atau
antara individu dengan perusahaan yang dikontrolnya.31
Sehingga jelas bahwa waralaba melibatkan suatu kewajiban untuk
menggunakan suatu sistem dan metode yang ditetapkan oleh pemberi
waralaba termasuk di dalamnya hak untuk mempergunakan merek
dagang. Dengan membeli sistem yang teruji dan merek dagang yang
terkenal, siapapun yang memenuhi kualifikasi berdasarkan ketentuan pemilik
bisnis waralaba, pasti bisa memiliki bisnis sesuai dengan kategori produk yang
disenangi atau kategori trend bisnis yang akan datang.32
31 Richard Burton Simatupang, op. cit. hlm 57 – 5832 Arifa’i, op. cit, hlm. 57-58
22
Seperti yang telah dijelaskan di muka bahwa ada beberapa cara yang dapat
ditempuh dalam mengembangkan usaha secara internasional, yaitu:33
a. Melalui perdagangan internasional dengan cara ekspor-impor
b. Dengan pemberian lisensi
c. Melakukan franchising (pemberian waralaba)
d. Membentuk perusahaan patungan (joint venture);
e. Nelakukan penanaman modal langsung (foreign direct investment) dengan
kepemilikan yang menyeluruh atau melalui merger, konolidasi maupun
akuisisi.
Diatas disebutkan bahwa frenchise merupakan salah satu cara yang dapat
ditempuh oleh pengusaha untuk mengembangkan usahanya secara internasional.
Frenchise dapat digunakan sebagai cara untuk mengembangkan usaha secara
internasional, karena dalam frenchise terjadi kerjasama antara beberapa pihak dan
dapat dilakukan secara internasional.
Henry Campbell Dalam bukunya Black Law’s Dictionary, Franchise atau
waralaba diartikan sebagai:
” A special privilege granted or sold such as to use or name or to sell products or services. Ini its simple terns a frenchise is a license from owner of a trademark or trade name permiting another to sell a produst or service under that name or mark. More broadly stated, a frenchise has envolved into an elaborate agreement under whish the franchise undertakes to condust a business or sell a product or services in accordance with methods and procedures prescribed by franchisor undertakes to assist the frenchises through advertising, promotion and other acvisory services”34
33Cunawan, Widjaja, Lisensi atau Waralaba, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2002),
Halaman.134 Ibid, halaman 7
23
Dalam pengertian di atas, lebih ditekankan pada pemberian hak untuk
menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang
franchisor (pemberi waralaba), dengan kewajiban pada pihak franchisee
(penerima waralaba) untuk mengikuti metode dan tatacara atau prosedur yang
telah ditetapkan oleh franchisor, franchisor akan memberikan bantuan pemasaran,
promosi, maupun bantuan teknis lainnya agar frenchisee dapat menjalankan
menjalankan usahanya dengan baik.35
Kata frenchise berasal dari bahasa Perancis yang berarti bebas dari belenggu
(free from servitude). Menurut Prof.Dr.Winardi, SE, frenchise berarti hak
istimewa dari pemerintah untuk sebuah badan usaha:
a. Hak yang diberikan oleh pemerintah kepada suatu badan usaha atau seorang
individu untuk menjalankan usaha tertentu,
b. Tertentu (perusahaan-perusahaan kereta api swasta di luar negeri bekrja
dengan dasar frenchise tersebut
c. Secara analog hal tersebut berarti pula hak yang serupa yang diberikan
seorang prosedur kepada seorang penyalur mengenai hasil produksi.36
Sedangkan menurut Martin Mendelson, franchise format bisnis adalah
pemberian sebuah lisensi oleh seorang (frenchisor) kepada pihak lain
(Frenchisee), dan lisensi tersebut member hak kepada frenchisee untuk berusaha
dengan menggunakan merek dagangn atau nama dagang franchisor, serta untuk
menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari selluruh elemen yang
diperlukan untuk membuat seseorang yang sebenarnya belum terlatih dalam bisnis
35Ibid, halaman 1536 Winardi, Kamus Ekenomi; Inggris-Indonesia, (Bandung; Mandar Maju, 1992), halaman
216
24
dan untuk menjalankan bisnis tersebut dengan bantuan yang terus menerus atas
dasar ditentukan sebelumnya.37
IIPM (Institut Pendidikan dan Pengembangan Manajemen) menyebut
Frenchise dengan istilah waralaba. Adapun kata waralaba berasal dari wara yang
berarti lebih istimewa dan laba berarti untung. Jadi kata waralaba berarti berarti
usahayang memberikan keuntungan lebih atau istimewa38 lebih lanjut IIPM
mendefinisikan pewaralaba adalah suatu teknik atau metode pemasaran untuk
mendistribusikan barang dan jasa, dimana perwaralaba memberikan atau menjual
pada terwaralaba hak untuk menggunakan nama dagang, citra, dan system milik
pewaralaba dengan imbalan yang berupa uang pangkal (Initial Frenchise fee) dan
royalty dari terwaralaba.39
Dalam Peraturan Pemerintah RI No.42 2007 tentang Waralaba, didefinisikan
waralaba sebagai:
Pasal 1 Ayat (1)
“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/aatau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba”
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG?PER/3/2006
Tentang ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Waralaba
dijelaskan pengertian waralaba, yaitu:
37 Martin, Mendelson, franchising: Petunjuk Praktis Bagi Franchisor dan Franchisee,
(cetakan Pertama), (Jakarta: IPPM, 1993 ) halaman 438 Amir, Karamoy, Sukses Usaha Lewat Waralaba (cetakan pertama), (Jakarta: Jurnalindo
Aksara Grafika, 1996), halaman 339 Darmawan, Budi, Suseno, Waralaba: Bisinis Resiko Maksim di Laba (Cetakan Pertama)
(Jogjakarta: Pilar Humania, 2005), halaman 44
25
“Waralaba (frenchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba kepada penerima Waralaba”
Jika dilihat dari sejarahnya, frenchise dari awal berkembangnya mengalami
banyak perkembangan dan perubahan. Pada awal berkembangnya IfrenchiseI
hanya merupakan suatu cara yang digunakan seorangn pengusaha untuk
melakukan distribusi hingga berkembang sampai pada frenchise sebagai format
bisnis.
Secara spesifik ada dua bentuk frenchise atau waralaba yang berkembang di
Indonesia:40
a. Frenchise Format Bisnis
Seorang pemegangn waralaba memperoleh hak utnuk memasarkan dan
mejual produk atau pelayanan dalam suatu wilayah atau lokasi spesifik,
dengan menggunakan standart operasional dan pemasaran.
Dalam bentuk ini terdapat tiga jenis format bisnis frenchise, yaitu:41
1) Frenchise Pekerjaan
Dalam bentuk ini frenchise (pemegang frenchise) yang menjalankan
usaha frenchise pekerjaan sebenarnya membeli dukungan untuk usahanya
sendiri. Misalnya, ia mungkin menjual jasa penyetelan mesin mobil
sengan merek frenchise tertentu. Bentuk frenchise ini cenderung paling
40 Douglas, J Queen, Pedoman Membeli dan Menjalankan Frenchise, (Cetakan Pertama),
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 1993), halaman 641 Juajir, Sumardi, Aspek-aspek Hukum Frenchise dan Perusahaan Transnasional,
(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1995),Halaman 23
26
murah, umumnya membutuhkan modal yang kecil karena tidak
menggunakan tempat dan perlengkapan yang berlebihan.
2) Frenchise Usaha
Pada saat ini frenchise usaha adalah bidang frenchise yang berkembang
pesat. Bentuknya mungkin berupa took eceran yang menyediakan barang
atau jasa, atua restoran fast food. Biaya yang dibutuhkan tempat usaha
dan peralatan khusus.
3) Frenchise Investasi
Ciri utama yang membedakan jenis frenchise ini dari frenchise pekerjaan
dan frenchise usaha adalah besarnya usaha, khususnya besarnya investasi
yang dibutuhkan. Frenchise investasi adalah perusahaan yang sudah
mapan, dan investasi awal yang dibutuhkan mungkin mencapai milyaran.
Perusahaan yang mengambil frenchise investasi biasanya ingin
melakukan diversifikasi, tetapi karena manajemennya tidak
berpengalaman dalam pengelolaan usaha baru sehingga mengambil
system frenchise jenis ini, misalnya suatu hotel, maka dipilih cara
franchising yang memungkinkan mereka memperoleh bimbingan dan
dukungan.
a. Franchise Distribusi Produk
Seorang pemegang waralaba memperoleh lisensi aksekutif untuk
memasarkan produk dari suatu perusahan tunggal dalam sebuah
lokasi spesifik.
Contoh: keagenan sepatu, pompa bensin, dealer sepeda motor
27
C. Perjanjian Waralaba di Indonesia
Perjanjian Frenchise adalah suatu perjanjian yang diadakan antara franchisor
dengan frenchise dimana pihak franchisor memberikan hak kepada pihak
frenchise untuk memproduksi dan memasarkan barang (produk) dan/atau jasa
(pelayanan) dalam waktu dan tempat tertentu yang di bawah pengawasan
franchisor, sementara frenchisee membayar sejumlah uang tertrentu atas hak y agn
diperolehnya.42
Douglas J.Queen merumuskan perjanjian waralaba adalah satu dokumen
hukum yang menggariskan tanggung jawab dari pemilik dan pemegang
waralaba.43 Lebih lanjut, martin mandelson menambahkan perjanjian waralaba
harus secara tepat menggambarkan janji-janji yang dibuat dan harus adil, serta
pada saat ini yang bersamaan menjamin bahwa ada perjanjian yang cukup
melindungi integritas sistem.44
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/3/2006
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha
Waralaba dijelaskan tentang pengertian perjanjian waralaba, yaitu:
Pasal 5
Perjanjian waralaba memuat klausula paling sedikit:
a. Nama dan alamat para pihak;
b. Jenis Hak Kekayaan Intelektual;
c. Kegiatan usaha;
42 Juajir, Sumardi,opcit, halaman 4443 Douglas, J Queen, Pedomen Membeli dan Menjalankan Frenchise, (Cetakan Pertama),
Jakarta: PT.Elek Media Komputindo, 1993), halaman 4544 Martin, Mendelson, Frenchising Petunjuk praktis bagi Frenchisor dan Frenchisee,
(cetakan Pertama), Jakarta: IPPM, 1993, halaman 45
28
d. Hak dan kewajiban para pihak;
e. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran
yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba;
f. Wilayah usaha;
g. Jangka waktu perjanjian;
h. Tatacara pembayaran imbalan;
i. Kepemilikan perubahan kepemilikan dan hak ahli waris
j. Penyelesaian sengketa; dan
k. Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan diatas, terlihat bahwa system
bisnis frenchise melibatkan dua pihak, yaitu:
a. Franchisor atau Pemberi Waralaba, yaitu wirausaha sukses pemilik
produk, jasa, atau system operasi yang khas dengan merk tertentu,
yang biasanya telah dipatenkan.
b. Franchisee atau Peneriam Waralaba, yaitu perorangan dan/atau
pengusaha lain yang dipilih oleh franchisor atau yang disetujui
permohonannya untuk menjadi frenchisee oleh pihak franchisor, untuk
menjalankan usaha dengan menggunakan nama dagang, merek, atau
system usaha milik franchisor, dengan syarat memberi imbalan
franchisor berupa uangdalam jumlah tertentu pada awal kerja sama
dijalin (uang pangkal) dan atau pada selang waktu tertentu selama
jangka waktu kerjasama (royalty)
29
Perjanjian waralaba memuat kumpulan persyaratan, ketentuan dan
komitmen yang dibuat dan dikehendaki oleh pemberi waralaba bagi para
penerima waralabanya. Dalam perjanjian waralaba tercantum ketentuan berkaitan
dengan hak dan kewajiban penerima waralaba dan pemberi waralaba, misalnya
hak territorial yang dimiliki penerima waralaba, persyaratan lokasi, ketentuan
pelatiahan, biaya-biaya yang harus dibayarkan olh penerima waralaba kepada
pemberi waralaba, ketentuan berkaitan dengan lama perjanjian waralaba dan
perpanjangannya dan ketentuan lain yang mengatur hubungan antara penerima
waralaba dan pemberi waralaba.
Bila dihubungkan pengertian perjanjian dan waralaba maka dalam
pengertian yang demikian seorang penerima waralaba juga menjalankan usahanya
sendiri tetapi dengan menggunakan merek dagang atau merek jasa serta dengan
memanfaatkan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh
pemberi waralaba. Kewajiban untuk mempergunakan metode dan tata cara atau
prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba oleh penerima waralaba
membawa akibat lebih lanjut bahwa suatu usaha waralaba adalah suatu usaha
mandiri yang tak mungkin digabungkan dengan kegiatan usaha lainnya (milik
penerima waralaba). Ini berarti pemberian waralaba menuntut ekslusifitas dan
bahkan dalam banyak hal mewajibkan terjadinya noncompetition clause bagi
peneriam waralaba, bahkan setelah perjanjian pemberian waralabanya berakhir.
Jadi dalam hal ini jelas bahaw waralaba melibatkan suatu kewajiban untuk
menggunakan suatu system dan metode yang ditetapkan oleh pemberi waralaba
termasuk didalamnya hak untuk mempergunakan merek dagang.
30
Pengertian waralaba (yang umum) ini dibedakan dari waralaba nama dagang
yang memang mengkhususkan diri pada perizinan pegunaan nama dagang dalam
rangka pemberian izin untuk melakukan penjualan produk pemberi dalam suatu
batas wilayah tertentu dalam suatu pasar yang bersifat non-kompetitif. Makna
yang terakhir ini menyatakan bahwa pemberian waralaba nama dagang seringkali
terikat dengan kewajiban untuk memenuhi persyaratan penentuan harga yang
telah ditetapkan dan digariskan oleh pemberi waralaba.
Perjanjian waralaba merupakan perjanjian khusus karena tidak dijumpai
dalam KUH Perdata. Perjanjian ini dapat diterima dalam hukum karena di dalam
KUH Perdata ditemui satu pasal yang mengatakan adanya kebebesan berkontrak.
Pasal itu mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata).
Bentuk perjanjian waralaba adalah perjanjian tertulis sesuai dengan Pasal 4
ayat (1) PP Waralaba. Perjanjian tertulis maksudnya adalah suatu perjanjian yang
dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah
suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan.
Salim HS menyebutkan ada tiga bentuk perjanjian tertulis,yaitu:45
1. Perjanjian di bawah tangan ditandatangani oleh para pihak yang
bersangkutan saja
2. Perjanjian dengan saksi notaries untuk melegalisir tandatangan para
pihak
45 Salim, HS Perkembangan Hukum Kontrak di Indonesia, (Jakarta: PT.Sinar Grafika,
2005). Halaman 32
31
3. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaries dalam bentuk akta
notaries.
Bila dihubungkan dengan pendapat Salim HS dengan ketentuan bentuk
perjanjian waralaba dalam Pasal 4 ayat (1) PP Waralaba diatas maka bentuk
perjanjian waralaba yang terdapat dalam PP Waralaba tidak menjelaskan dengan
tegasbagaimana bentuk perjanjian tertulis tersebut, dengan keadaan seperti ini
tentunya bentuk perjanjian waralaba yang ada dilapangan dapat berbentuk 3 (tiga)
macam yaitu:
1. Perjanjian Waralaba dengan bentuk perjanjian di bawaha tangan yang
ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan saja
2. Perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian yang disaksikan notaris
untuk melegalisir tanda tangan para pihak
3. Perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian yang dibuat dihadapan dan
oleh notaris dalam bentuk akata notaris
Namun ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) PP Waralaba dapat berubah apabila
dalam prakteknya, sarana komunikasi dan instruksi yang dipergunakan antara para
pihak dalam pembuatan perjanjian bukanlah bahasa Indonesia, (contohnya bahasa
Inggris), maka perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, dalam hal ini, harus ada suatu klausul yang secara eksplisit menyatakan
bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa resmi dari perjanjian waralaba tersebut,
bukan terjemahannya ke dalam bahasa-bahasa lain. Pemberi Waralaba asing harus
memenuhi persyaratan keabsahan di Negara asalnya dan dokumen-dokumen yang
32
berkaitan telah disahkan oleh instansi yang berwenagn di negaranya serta
diketahui oelh Pejabat Perwakilan Republik Indonesia di negar pemberi waralaba.
Sebelum para pihak tertikat dalam suatu perjanjian waralaba, pemberi
waralaba wajib menyampaikan keterangan tertulis kepada penerima waralaba
mengenai kegiatan usahanya termasuk neraca dan daftar rugi laba selama 2 (dua)
tahun terakhir, hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas usaha
yang menjadi obyek waralaba. Pemberi waralaba juga harus merinci fasilitas-
fasilitas atau bantuan-bantuan yang akan ditawarkan kepada penerima waralaba,
persyaratan-persyaratn yang harus dipenuhi oleh penerima waralaba, hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak, cara-cara pengakhiran, pembatalan dan
perpanjangan perjanjian tersebut, serta hal-hal yang perlu diketahui oleh penerima
waralaba dalam rangka pelaksanaan perjanjian waralaba.
Martin Mendelson46 menyebutkan ada 10 (sepuluh) hal0hal yang harus
diperhatikan dalam pembuatan kontrak dibuat secara terperinci, yang terdiri dari:
1. Perencanaan dan identifikasi kepentingan kepada penerima waralaba,
hal ini tentunya akan menyangkut hal-hal seperti merek dagang, hak
cipta dan sistem bisnis pemberi waralaba beserta know how
2. Sifat serta luasnya hak-hak yang diberikan kepada penerima
waralaba, hal ini menyangkut wilayah operasi dan pemberian hak-
hak secara formal untuk menggunakan merek dagang, nama dagang
dan seterusnya.
46 Martin Mendelson, Frenchising, Petunjuk Bagi Franchisor dan Franchisee,(Jakarta:
Pustaka Binamun Pressindo, 1997), halaman 58-63
33
3. Jangka waktu perjanjian, Prinsip dasar dalam mengatur hal ini bahwa
hubungan waralaba harus dapat bertahan pada jangka waktu yang
lama, atau setidak-tidaknya selama waktu 5 (lima) tahun dengan
klausula kontrak waralaba dapat diperpanjang.
4. Sifat dan luasnya jasa-jasa yang diberikan, baik pada masa-masa
awal maupun selanjutnya, ini akan meyangkut jasa-jasa pendahuluan
yang memungkinkan peneriam waralaba untuk memulai,
ditrainingdan dilengkapi dengan peralatan untuk melakukan bisnis.
Pada masa selanjutnya, pemberi waralaba akan memberikan jasa-jasa
secara terperinci hendaknya diatur dalam kontrak dan juga
diperkenankan untuk memperkenalkan ide-ide baru.
5. Kewajiban-kewajiban awal dan selanjutnya dari penerima waralaba.
Ini akan mengatur kewajiban untuk menerima beban keunagna dalam
mendirikan bisnis sesuai dengan persyaratan pemberi waralaba serat
melaksanakan sesuai dengan sistem operasi, akunting dan
administrasi lainnya untuk memastikan bahwa informasi yang
penting tersedia untuk kedua belah pihak. Sistem-sistem ini akan
dikemukakan dalam petunjuk operasional yang akan disampaikan
kepada penerima waralaba selama pelatihan dan akan terus tersedia
sebagai pedoman/referensi setelah ia membuka bisnisnya.
6. Kontrol operasional terhadapa penerima waralaba, kontrol-kontrol
tersebut untuk memastikan bahwa standar operasional dikontrol
secara layak, karena kegagalan untuk mempertahankan standar
34
operasional dikontrol secara layak, karena kegagalan untuk
mempertahankan standar pada satu unit peneriam waralaba akan
mengganggu keseluruhan jaringan waralaba
7. Penjualan bisnis, salah satu kunci sukses dari waralaba adalah
motivasi yang ditanamakannya kepada peneriama waralaba, disertai
sifat kewirausahaan penerima waralaba, serta insentif yang
dihasilkan dari capital gain. Unutk alasan ini, bisnis diwaralabakan
harus dapat dijual. Seorang pemberi waralaba hendaknya sangat
selektif ketika mempertimbangkan lamaran dari peneriam waralaba,
terutama terhadap orang-orang yang kaan bergabung dengan jejaring
dengan membeli bisnis dari waralaba yang mapan.
8. Kematian penerima waralaba, untuk memberikan ketenangan bagi
penerima waralaba, harus dibuat ketentuan bahwa pemberi waralaba
akan memberikan bantuan untuk memungkinkan bisnis
dipertahankan sebagai suatu asset yang perlu direalisir atau jika tidak
bisa diambil alih oleh ahli warisnya apabila ahli waris tersebut
memnuhi syarat sebagai penerima waralaba.
9. Arbitrase, dalam kontrak sebaiknya ditentukan mengenai
penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dengan melalui
arbitrase, dengan harapan penyelesaiannya akan lebih cepat, murah
dan tidak terbuka sengketanya kepada umum.
10. Berakhirnya kontrak dan akibat-akibatnya. Dalam kontrak harus
selalu ada ketentuan yang mengatur berakhirnya perjanjian. Perlu
35
ditambahkan dalam kontrak, penerima waralaba mempunyai
kewajiban selama jangka waktu tertentu utnuk tidak bersaing dengan
pemberi waralaba atau penerima waralaba lainnya, juga tidak
diperkenankan menggunakan sistem atau metode pemberi waralaba.
Jika dalam pembuatan perjanjian waralaba para pihak dalam perjanjian
waralaba membuat perjanjian dengan memperhatikan hal-hal yang dikemukakan
oleh Martin Mendelson dan PP Waralaba di atas, maka sudah ada kejelasan dan
ketegasan bagi penerima waralaba sehingga antara pemberi dan penerima
waralaba tidak terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaannya.
Masa berakhirnya perjanjian waralaba adalah lamanya waktu selama
frenchise boleh menggunakan lisensi atau system yang diwaralabakan. Hal ini
sesuai yang tercantum dalam perjanjian yang telah disepakati. Menurut hasil
penelitian di Indonesia berkisar 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) tahun.47 Dengan
kemungkinan perpanjangan. Namun demikian, dalam praktek, pemilik frenchise
(franchisor) dapat membatalkan perjanjian lebih awal apabila pemegang frenchise
(frenchisee) tidak dapat memenuhi kewajibannya.48
D. Tata Cara Pendaftaran Waralaba di Indonesia
Bisnis Frenchise ini di bangun atas dasar perjanjian, oleh karena itu masing-
masing pihak harus mengetahui apa isi dari perjanjian itu. Dengan diketahuinya
isi perjanjian tersebut maka masing-masing pihak mengetahui kewajiban dan
47 Rooseno, Harjowidigdo, Perspektif Pengaturan Frenchise,I Makalah Peraturan Ilmiah
Tentang Usaha Frenchise dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: BPHN, 1993), halaman 18
48 Juajir, Sumardi, op.cit, halaman 56
36
haknya. Dengan demikian diharapkan para pihak tidak merasa dirugikan satu
sama lain.
Dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disebutkan
bahwa:
Pasal 1338 KUH Perdata
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undagn bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain denga sepakat kedua belah pihak, atua karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan dukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut
diatas, maka tiap-tiap pihak dalam perjanjian wajib mematuhi hal-hal yang telah
diperjanjikan dan melaksanakan perjanjian dengan itikad baik.
Apabila ada pihak yang tidak mematuhi dan tidak melaksanakan perjanjian
dengan baik maka dapat dikatakan pihak tersebut tidak beritikad baik. Pihak yang
dirugikan oelh pihak yang tidak beritikad baik akan mendapat perlindungan
hukum. Perlindungan hukum yang dimaksud disini adalah perlindungan terhadap
hak-hak yang dimiliki oleh pihak yang dirugikan tersebut didalam perjanjian.
Pasal 1341 KUH Perdata
“tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang dengan nama apapun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang, asal dibuktikan, bahwa ketika perbuatan dilakukan, baik si berutang maupun orang dengan atau untuk siapa si berutang itu berbuat, mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang berpiutang.
Hak-hak yang diperolehnya dengan itikad baikoleh orang-orang pihak ketiga
atas barang-barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu dilindungi.
Untuk mengajukan hal batalnya perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan
37
Cuma-Cuma oleh si berutang, cukuplah si berpiutang membuktikan bahwa si
berutang pada waktu melakuakn perbuatna itu tahu, bahwa ia dengan berbuat
demikian merugikan orang-orang yang menguntungkan padanya, tak peduli
apakah orang yang menerima keuntungan juga mengetahuinya atau tidak.”
Dengan adanya Pasal 1341 Kitab Undang-Undang Hukum perdata tersebut
diatas, pihak yang beritikad baik akan dilindungi hak-haknya degan cara tidak
mencabut hak-hak yang dimiliki oleh pihak yang beritikad baik tersebut di dalam
perjanjian.
Dalam keputusn Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Julitentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba diatur ketentuan yang bersifat preventif,
yaitu yang dilakukan dalam bentuk:49
1. Kewajiban bagi Pemberi Waralaba untuk menyampaikan keterangan
tertulis dan benar kepada Penerima Waralaba sebelum perjanjian Waralaba
ditandatangani oleh kedua belah pihak, Pemberi Waralaba dan Penerima
Waralaba
2. Adanya ketentuan yang mengatur mengenai kalusula minimum yang diatur
dalam Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dan Penerima
Waralaba
3. Kewajiban untuk melakukan pendaftaran Perjanjian Waralaba pada
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, termasuk atas setiap
perubahannya
49 Gunawan, Widjaja, Waralaba, (cetakan kedua), Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2003, halaman 48
38
4. Kewajiban untuk melakukan pelaporan berkala atas pelaksanaan waralaba
Ketentuan yang bersifat preventif ini dimaksudkan agar kedua belah pihak,
Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba tidak ada yang dirugikan dalam
perjanjian waralaba, sehingga kelak kegiatan waralaba dapat berjalan dengan baik.
39
BAB III
PROSEDUR PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA DI
PT.INDOMARET
A. Gambaran umum PT.Indomaret50
Berawal dari pemikiran untuk mempermudah penyediaan kebutuhan pokok
sehari-hari karyawan, maka pada tahun 1988 didirikanlah sebuah gerai yang diberi
nama Indomaret. Sejalan pengembangan operasional toko, perusahaan tertarik
untuk lebih mendalami dan memahami berbagai kebutuhan dan perilaku
konsumen dalam berbelanja. Guna mengakomodasi tujuan tersebut, beberapa
orang karyawan ditugaskan untuk mengamati dan meneliti perilaku belanja
masyarakat. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa masyarakat cenderung
memilih belanja di gerai modern berdasarkan alasan kelengkapan pilihan produk
yang berkualitas, harga yang pasti dan bersaing, serta suasana yang nyaman.
Berbekal pengetahuan mengenai kebutuhan konsumen, keterampilan
pengoperasian toko dan pergeseran perilaku belanja masyarakat ke gerai modern,
maka terbit keingian luhur untuk mengabdi lebih jauh bagi nusa dan bangsa. Niat
ini diwujudkan dengan mendirikan Indomaret, dengan badan hukum
PT.Indomaret yang memiliki visi menjadi ritel yang unggul serta motto “mudah
dan Hemat”
Pada mulanya Indomaret membentuk konsep penyelenggaraan gerai yang
berlokasi di dekat hunian konsumen, menyediakan berbagai kebutuhan pokok
maupun kebutuhan sehari-hari, melayani masyarakat umum yang bersifat
50 http://indomaret.co.id/profil-perusahaan/waralaba/, 16 mei 2012 jam 12:11
40
majemuk, serta memiliki luas toko sekitar 200m2. Seiring dengan perjalanan
waktu dan kebutuhan pasar, Indomaret terus menambah gerai di berbagai kawasan
perumahan, perkantoran, niaga, wisata dan apartemen. Dalam hal ini terjadilah
proses pembelajaran untuk pengoperasian suatu jaringan retail yang berskala
besar, lengkap dengan berbagai pengalaman yang kompleks dan bervariasi.
Setelah menguasai pengetahuan dan keterampilan mengoperasikan jaringan ritel
dalam skala besar. Manajemen berkomitmen untuk menjadikan Indomaret sebagai
sebuah aset nasional.
Laju pertumbuhan gerai Indomaret yang cepat dengan transaksi melebihi 45
juta struk per bulan, dapat terlaksana karena didukung oleh sistem teknologi
informasi yang andal. Sistem tersebut terintegrasi pada setiap point of sales (POS)
kasir di semua gerai yang mencakup sistem penjualan, persedian, dan penerimaan
barang. Teknologi di POS kasir tersebut sudah dirancang untuk memenuhi
kebutuhan perkembangan jumlah gerai dan transaksi pada masa depan.
Untuk mempercepat pelayanan dan kenyaman berbelanja di kasir, Indomaret
menggunakan pemandai (scanner barcode), pembayaran dengan Indomaret Card,
Jak Card, pembayaran debit dan penarikan tunai dari berbagai bank. Dalam
bidang distribusi barang, Indomaret menerapkan Digital Picking Sistem dan Tail
Gate Sistem pada setiap pusat distribusinya. Kedua sistem ini memeperrcepat dan
meningkatkan efisiensi proses pengambilan barang dari rak penyimpanan dan
pemuatan barang ke armada pengiriman maupun penurunan barang di gerai
Indomaret.
41
Eksistensi dan perkembangan Indomaret didukung oleh tim merchandising
dalam menangani pemilihan, pengadaan dan pengembangan produk; kerja sama
dengan lebih dari 1.000 mitra pemasok; strategi penetapan harga yang tepat serta
pengelolaan pemajangan produk. Indomaret mengelola sekitar 4.800 produk
terdiri dari food, nonfood, general merchandise dan fresh product.
Pengadaan produk Indomaret didukung lebih dari 1.000 pemasok berskala
nasional termasuk UMKM, kemitraan terjalin dan terus berkembang dari waktu ke
waktu atas dasar prinsip saling menguntungkan dan tumbuh kembang bersama.
Dengan sistem teknologi mutakhir, Indomaret terus berupaya menyediakan
beragam produk dan jasa inovatif sesuai perkembangan gaya hidup untuk
memastikan kemudahan, kenyamanan dan kepraktikan konsumen dalam
berbelanja. Pengembangan lebih dari 200 produk private label dengan harga
ekonomis dan kualitas prima memberikan nilai tambah bagi konsumen Indomaret.
Indomaret berupaya “menjadi aset nasional dalam bentuk jaringan ritel
waralaba yang unggul dalam persaingan global”. Tahun 1997 Indomaret
memperkenalkan sistem kemitraan dengan membuka peluang bagi masyarakat
untuk turut serta memiliki dan mengelola sendiri gerai Indomaret. Sampai dengan
Januari 2011, gerai waralaba Indomaret telah mencapai 2.000 (40 %). Mitra usaha
waralaba ini meliputi: koperasi, badan usaha dan perorangan.
Target pasar Indomaret adalah semua kalangan masyarakat Indonesia.
Strategi pemasarannya diintegrasikan dengan kegiatan promosi yang dijalankan
secara berkala dengan bernagai metode sesuai dengna jenis produk dan focus
42
target pasarnya. Beberapa strategi jangka pendek yang dijalankan oleh Indomaret
antara lain:
1. Harga Heboh : promosi mingguan yang memberikan harga sangat murah
untuk produk-produk kebutuhan sehari-hari
2. Super Hemat: leaflet edisi dua mingguan yang mempromosikan produk-
produk dengan harga hemat sebagai panduan bagi konsumen untuk belanja
hemat
3. Promosi bulan ini : promosi bulanan atas produk tertentu dalam bentuk
pemberian hadiah langsung atau potongan harga.
Untuk strategi jangka panjang, Indomaret menerapkan berbagai program yang
berkaitan dengan loyalitas konsumen serta pembentukan komunitas.
Dalam upaya meningkatkan brand image sampai ke tingkat dunia,
Indomaret berhasil menjadi official Event Store (OES) Piala Dunia 2010 dengan
menyidihkan peritel-peritel besar di Indonesia. Dengan terpilihnya Indomaret
sebagai OES oleh Global Brands Group (Pemegang lisensi eksklusif FIFA di
seluruh dunia), maka Indomaret menjadi gerai yang menjual produk PIal Dunia
2010 serta berhak menggunakan logo dan atribut Piala Dunia 2010 pada setiap
kegiatan promosi di Indonesia. Terpilihnya Indomaret sebagai OES merupakan
keberhasilan yang berkaitan erat dengan pengalaman, kemampuan dan luasnya
jaringan Perusahaan sehingga menjadi yang terbaik di bidang usahanya.
Dalam mencermati bisnis baru, kadang pebisnis hanya terfokus pada
keuntungan finansial. Padahal banyak keuntungan lain yang bisa diperoleh.
Khususnya yang membeli hak waralaba, dan indomaret memberikan berbagai
43
keuntungan sehingga dapat menjadi kekuatan bagi yang hendak memasuki dunia
wirausaha. Keuntungan dari bisnis waralaba Indomaret ini adalah:
1. Transformasi pengetahuan, bergabung dengan Indomaret maka akna banyak
memperoleh pengetahuan dan sekaligus menempatkan anda sebagi pelaku
bisnis
2. Potensi Pasar, Bnautan survey lokasi dari Indomaret akan memperkaya
wawasan mengenai potensi dan strategis tidaknya suatu lokasi
3. Tidak Full Time, dukungan sistem opersional toko yang terintegrasi,
membuat para investor tidak perlu terlibat secara full time dalam operasional
toko ataupun meninggalkan pekerjaan sebelumnya
4. Peluang Berkembang, Investor dapat memiliki lebih dari satu unti toko
dengan tingkat kesibukan yang sama dan dapat diatur.
5. Minimalisasi Resiko, perencanaan matang, mulai survey lokasi sampai
dengna pembukaan toko, kecepatan distribusi dan kelengkapan barang-
barang dagangan, serta dukungan manajemen toko yang solid akan
membantu investor dalam menekan resiko kerugian.
Tahapan kerjasama waralaba pada PT. Indomaret antara lain:
1. Presentasi Pertama, suapaya presentasi berjalan lebih efektif dan bisa
langsung ditindak-lanjuti, bagi terwaralaba yang sudah memiliki usulan
lokasi tempat usaha sebaiknya membawa fotocopy dokumen pendukung,
seperti: sertifikat bangunan, IMB, KTP, KK dan (jika sudah ada) SIUP,
TDP, NPWP, PKP serta denah lokasi. Pada presentasi pertma ini akan
44
dijelaskan dengan detail mekanisme kerjasama, besarnya investasi, sistem
operasional toko, sistem pembagian keuntungan dan sistem pelaporan.
2. Presentasi Kedua, pada presentasi kedua akan dipaparkan hasil survey
kelayakan dan rencana anggaran belanja (RAB) yang mengarah pada
besarnya nilai investasi. Biasanya pada presentasi kedua ini dilanjutkan
dengan penandatanganan MOU (Nota Kesepakatan) yang mencakup
butir-butir pembagian tugas antara pihak Indomaret dengan Investor
dalam mempersiapkan pembukaan toko, mulai dari pengurusan
pengizinan, renovasi bangunan, pembelian perlengkapan toko, seleksi dan
training karyawan, serta term pembayaran.
3. Pembukaan Toko, setelah semua item kesepakatan di realisasikan maka
toko siap dibuka dengan program promosi yang ditetapkan Indomaret.
Segera setelah toko buka, akan ditandatangani surat perjanjian waralaba
untuk jangka waktu lima tahun.
Ada dua pola kerjasama waralaba pada PT. Indomaret yakni:
1. Tidak memiliki tempat usaha, jika anda tidak memiliki tempat usaha,
Indomaret menawarkan dua opsi kerjasama :
a) Usulan lokasi toko baru
Indomaret menawarkan lokasi yang telah di survey disertai
perencanaan matang, mulai dari desain layout toko, estimasi investasi,
pendapatan, pengeluaran dan payback period.
45
b) Take over Kepemilikan
Indomaret menawarkan toko milik sendiri yang sudah teruji dan
menguntungkan. Sistem ini relatif lebih safe namun nilai investasinya
lebih tinggi dibanding dengan membuka toko baru karena ada biaya
toko, sejak dibuka hingga mencapai kondisi matang.
Unsur biaya yang merupakan satu paket harga tersebut yaitu:
1) Franchise fee untuk lima tahun
2) Peralatan toko dan gudang
3) Sewa tempat selama 5 tahun
4) Perijinan
5) Goodwill
Penjualan toko Indomaret memiliki kriteria yang bertujuan
memberikan nilai keunutngan dan kepastian berinvestasi dengan
mudah. Kriteria toko Take Over adalah :
1) Track record telah teruji
2) Eksistensi toko telah diterima
3) Perijinan toko telah lengkap
2. Memiliki tempat usaha
Apabila anda telah memiliki lokasi usaha, Indomaret menawarkan kerja
sama sebagai berikut:
1) Ruang usaha/rumah/tanah
Prosedur kerjanya sama dengan usulan lokasi toko baru. Indomaret
terlebih dahulu melakukan survey kelayakan lokasi yang anda
46
usulkan, mulai dari potensi wilayah, peruntukan bangunan dan
perizinan, perencanaan layout toko smapai dengan estimasi payback
periodnya. Jika semua dinilai layak, kerjasama dapat dilakukan, akan
tetapi jika tidak atau ada kendala lain, Indomaret akan menyarankan
untuk mencari lokasi yang lain.
2) Minimarket Existing
Bila anda memiliki yang kurang berkembang dan ingin
mengembangkannya, dapat bergabung dengna Indomaret. Prosedur
standartnya sama, mulai dari survey kelayakan lokasi sampai dengan.
Estimasi payback period. Perlakuan yang membedakannya adalah
daam menghitung investasi perlengkapan toko, jika perlengkapan toko
tersebut sesuai dengan standart Indomaret maka investasinya lebih
murah. Namun jika tidak sesuai denga standar Indomaret,
perlengkapan tersebut harus diganti baru.
Biaya Franchise : Rp. 36.000.000 (+PPN)
Biaya Investasi : Rp. 410.000.000
Franchise Fee, Perijinan, Pembelian, Peralatan elektronik dan non
elektronik
Biaya Royalti : Rp. 0 – Rp.175.000.000 > 0%
Rp.175.000.000 – Rp.200.000.000 > 2%
Rp. 200.000.000 – Rp.225.000.000 > 3%
Rp.225.000.000 > 4 %
47
B. Karakteristik Perjanjian franchisee PT.Indomaret
Berdasarkan penjelasan diatas didapat beberapa karakteristik yuridis dari
suatu bisnis Franchise, karakteristik itu antara lain 51:
a) Unsur dasar : dalam suatu perjanjian franchise terdapat tiga unsur dasar
yang selalu ada, yaitu:
• Pihak franchisor
• Pihak Franchise
• Bisnis franchise itu sendiri
b) Keunikan Produk
c) Konsep bisnis keseluruhan
d) Franchise memakai atau menjual produk
e) Fee dan royalty yang diterima oleh Franchisor
f) Pelatihan Management dan keterampilan khusus
g) Pendaftaran merek dagang, merek dan paten
h) Pembelian Produk langsung dari franchisor
i) Bantuan Promosi dan periklanan dari pihak Franchisor
j) Pelayanan pemilihan lokasi oleh franchisor
k) Daerah Pemasaran yang ekslusif
l) Pengendalian dan penyeragaman mutu
51 Fuady, Munir. Pembiayaan Perusahaan Masa Kini (Tinjauan Hukum Bisnis) .
Bandung .
48
C. Klausul dalam perjanjian franchise PT. Indomaret
Dalam perjanjian waralaba di ritel PT. Indomaret, terdapat klausul-klausul
yang dapat dijelaskan satu persatu yakni:
1. Subjek kontrak franchise
Subjek hukum dalam kontrak franchise ialah siapa saja yang membuat dan
menandatangani kontrak tersebut baik atas nama dirinya sendiri atau mewakili
bahan usaha tempatnya bekerja.
Subjek hukum dalam kontrak ini ada tiga jenis yaitu:
a. Subjek hukum berupa orang perorangan
b. Subjek hukum berupa barang usaha
c. Subjek hukum yang terdiri dari beberapa orang yang bersekutu untuk
menjalankan usahanya.
Dalam isi kontrak franchising mini market ini, subjek hukumnya adalah
dua orang direktur selaku franchisor yang telah mendapatkan persetujuan dari dua
orang komisaris perseroan yang turut menandatangani akta tersebut sebagai tanda
persetujuannya. Kemudian pihak perseorangan yang bertindak untuk dirinya
sendiri yang selanjutnya disebut franchise .
2. Kesepakatan untuk membuat dan untuk menandatangani kontrak yang
berisikan:
i. Pasal 1
Defenisi
Dalam klausul ini menjelaskan tentang beberapa istilah yang
diperlukan dalam isi perjanjian waralaba di Indomaret, pengertian dari
49
bank, imbalan waralaba atau franchise fee, gerai, hari kerja bank, hak
eksklusif waralaba, kontribusi, merek jasa, panduan, penjualan kotor,
penjualan, panduan rekening tunda atau escrow account, produk,
sistem, wilayah waralaba force majeur, surplus kas dan saldo bank.
Penjelasan dalam pasal ini bahwa dalam klausul ini memudahkan
franchise untuk memahami istilah-istilah yang ada dalam kontrak
tersebut.
ii. Pasal 2
Hak Eksklusif Waralaba
Yang dimaksud dalam pasal ini adalah bahwa Franchisor memberikan
kepada Franchise hak eksklusif untuk menggunakan, mendirikan dan
mengelola gerai sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan yang
dimuat dalam perjanjian ini. Franchisee tidak diperkenankan untuk
memberikan dan atau mengalihkan hak eksklusif waralaba dengan cara
apapun kepada pihak lain tanpa ada persetujuan terlebih dahulu dari
franchisor.
Bagi franchise adanya klausul ini menyebabkan ia terikat dengan
kewajiban untuk tidak mengalihkan hak eksklusif yang dimuat dalam
perjanjian ini kepada pihak lain. Sedangkan bagi franchisor kalusul ini
dapat menggugat franchise jika franchise ingkar janji atau
wanprestasi.
50
iii. Pasal 3
Imbalan Waralaba
Franchise wajib membayar kepada franchisor berupa imbalan
waralaba yang tidak dapat dikembalikan (non refunable) dengan
jumlah dan nomor rekening yang sudah ditentukan. Bagi franchise
ketetapan ini mengikat dirinya untuk melakukan pembayaran. Bagi
franchisor kalusul ini memberikan kepastian hukum bagi dirinya
bahwa Franchise akan memenuhi kewajibannya.
Jika tidak ia bisa menggugatnya berdasarkan pasal wan prestasi namun
jika ketentuan ini tidak ada, berarti tidak ada kewajiban bagi
franchiseenya untuk membayar franchise fee kepada franchisor.
iv. Pasal 4
Wilayah Waralaba
Hak eksklusif penentuan wilayah waralaba ditentukan oleh
Franchisor. Tujuan wilayah klausul ini ialah memenuhi ketentuan
khusus PP No.42 Tahun 2007 yang mewajibkan untuk mencantumkan
kalusul tentang wilayah usaha.selain itu franchisor dapat
mengantisipasi persaingan tidak sehat diantara franchise dengan
membagi-bagi wilayah kekuasaan untuk mereka. Jadi, tiap satu orang
franchise yang memiliki satu outlet hanya berhak memiliki satu
wilayah kekuasaan saja. Jika ingin menambah wilayah kekuasaannya
berarti ia harus membeli outlet diwilayah yang lain.
51
v. Pasal 5
Jangka Waktu
Franchisor memberikan hak ekskludif waralaba kepada franchise
unutk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal perjanjian ini
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 2 perjanjian ini ( jangka
waktu waralaba)
Bertujuan untuk memberikan ketegasan tentang jangka waktu
kerjasama agar tetap produktif dan tidak merugikan salah satu pihak.
Klausul diatas menerangkan waktu berlakunya hak dan kewajiban para
pihak menurut kontrak adalah selama 5 tahun. Klausul ini harus benar-
benar dicantumkan agar tidak ada konflik di kemudian hari
vi. Pasal 6
Gerai
Franchise mendirikan, menggunakan dan mengelola gerai sesuai
dengna panduan, sistem dan perjanjian ini. Franchisee dengan
biayanya sendiri akan menggunakan kontraktor yang ditunjuk
franchisor untuk mendirikan, merenovasi dan memperbaiki gerai.
Dalam pasal ini juga membahas tentang penyewaan, pernyataan, dan
jaminan sehubungan dengan gerai. Kemudian mengenai ijin-ijin, tata
letak dan kondisi gerai, asuransi, pengawasan, gondola dan floor space
serta pembukaan gerai baru.
Dalam klausul ini, franchisee terikat dengan kewajiban yang diberikan
oleh franchisor.
52
vii. Pasal 7
Karyawan
Mengenai perekrutan karyawan dengan memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan dalam panduan. Hanya karyawan yang lulus seleksi yang
dapat dipekerjakan oleh franchisee. Diatur juga mengenai kewajiban
franchisee terhadap hak dan kewajiban karyawan.
Klausul ini menegaskan bahwa, kewajiban franchisor memberikan
supporting management (dalam hal ini) adalah karyawan kepada
Franchisee, artinya ada kewajiban terbatas, franchisor hanya
memberikan supporting management terhadap suatu hal yang sudah
disebutkan dan disepakati oleh kontrak franchise. Jika tidak ada
klausul ini, berarti kontrak yang ditandatangani bukanlah kontrak
franchise namun hanya kontrak kerja sama usaha bisnis.
viii. Pasal 8
Pendidikan dan Pelatihan
Franchisor akan memberikan pendidikan dan pelatihan yang wajib
diikuti oleh franchise dan karyawannya sesuai dengan panduan dan
perjanjian ini. Franchise wajib membayar dan menanggung seluruh
biaya pendidikan dan pelatihan kepada franchisor, kacuali beberapa
ketentuan lain.
Klausul ini sama dengan pasal 7 di atas, Franchisor wajib memberikan
supporting management berupa pendidikan dan pelatihan pertama kali
pada saat usaha dibuka, pelatihan berkala dan berkelanjutan. Dan
53
franchise wajib membayar dan menanggung seluruh biaya pendidikan
dan pelatihan kepada franchisor, kecuali dengan beberapa ketentuan
lain.
ix. Pasal 9
Panduan dan Sistem
Dalam pasal ini diatur mengenai panduan dan system yang harus
ditaati oleh franchisee.
Bahwa franchisor dalam hal ini, hanya kana meminjamkan panduan
dan system yang akan digunakan franchisee dalam mendirikan dan
mengelola gerai. Franchisor berhak untuk mengadakan perubahan dari
waktu ke waktu dan/atau meminta franchisee untuk mengembalikan
panduan dna system
x. Pasal 10
Pemesanan Pembelian, Pengiriman dan Pembayaran
Mengenai pengaturan tentang prosedur memasok produk sebelum
pembukaan gerai dan secara rutin.
xi. Pasal 11
Rekening Tunda
Terdiri dari enam butir ketentuan yang mengatur para pihak mengenai
pembayaran melalui rekening tunda
54
xii. Pasal 12
Target minimal penjualan kotor
Bahwa franchise wajib mencapai target minimal penjualan kotor atas
gerai sebagaimana yang sudah ditentukan dalam lampiran perjanjian
ini. Jika dalam waktu maksimal 6 bulan, franchisee tidak mencapai
target penjualan kotor maka, franchisor dapat memberikan bantuan
manajemen dalam mengelola gerai sampai maksimal 6 bulan. Apabila
franchisee tidak memenuhi target minimal tersebut dalam jangka
waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal selesainya pemberian bantuan
manajemen dalam mengelola gerai oleh franchisor maka franchisee
menyetujui bahwa franchisor dapat melakukan tindakan apapun
terhadap gerai termasuk untuk menutup gerai.
xiii. Pasal 13
Kontribusi
Mengatur bahwa franchisee wajib memberikan kontribusi yang
dimaksud dalam ayat 2 pasal ini kepada franchisor setiap tanggal 15
bulan berikutnya selama jangka waktu waralaba.
xiv. Pasal 14
Pembagian Surplus Kas
Pada periode pertama surplus kas dibagikan 6 bulan sejak tanggal
beroperasinya gerai kemudian pada periode berikutnya dibagikan
setiap triwulan.
55
xv. Pasal 15
Iklan dan Promosi
Untuk kepentingan pemasaran, franchise atas biayanya sendiri dan
berdasar persetujuan tertulis dari franchisor dapat mengadakan
promosi tunggal pada gerai. Franchise dengan tidak mengurangi
ketentuan tersebut pada ayat 1 pasal ini wajib untuk mengikuti promosi
gabungan diadakan oleh franchisor.
xvi. Pasal 16
Penyetoran Penjualan Kotor
Mengatur tentang kewajiban franchise untuk menyetorkan hasil
penjualan kotornya pada rekening tunda selambat-lambatnya pada
pukul 12.00 waktu setempat pada hari berikutnya. Bahwa franchisor
lalai atua tidak melakukan penyetoran ats pejualan kotor yang
dimaksud dalam pasal ini.
xvii. Pasal 17
Kuasa
Mengatur mengenai ketentuan apabila ada pengalihan gerai oleh
franchise.
xviii. Pasal 18
Akuntansi dan Keuangan
Franchise akan membantu franchise dalam pencatatan laporan
keuangan atas setiap transaksi penjualan produk dan pengeluaran –
pengeluaran sehubungan dengan aktifitas gerai. Dan franchise wajib
melakukan pembayaran yang telah ditentukan.
56
xix. Pasal 19
Pernyataan dan Jaminan
Mengatur tentang pernyataan dan jaminan dari franchise.
xx. Pasal 20
Merek Jasa
Franchise wajib untuk menggunakan merek jasa milik Franchisor
dalam setiap aktifitas gerai dan tidak diperkenankan gdengan cara
apapun menjual, mendaftar atau mengalihkan merek jasa tersebut
sehingga seolah-olah menjadi milik franchise atau pihak ketiga kecuali
dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari franchisor. Dan
ketentuan jika franchisor untuk melakukan perubahan dan atau
modifikasi terhadap setiap bagian merek jasa
xxi. Pasal 21
Biaya-biaya
Mengenai pembiayaan yang dilakukan franchise untuk menanggung
dan membayar lunas semua jenis pajak, bea materai, retribusi serta
biaya dan ongkos yang timbul.
xxii. Pasal 22
Kerahasiaan dan Non Kompetensi
Mengenai kerahasiaan dalam waralaba ini
xxiii. Pasal 23
Wanprestasi
Penjelasan tentang ketentuan yang menyebabkan usaha franchise
berada dalam keadaan wanprestasi
57
xxiv. Pasal 24
Force Majure
Kerugian-kerugian yang diderita oleh salah satu pihak yang
diakibatkan karena terjadinya Force majure bukan tanggung jawb
pihak lain dalam perjanjian. Oleh karenanya para pihak dibebaskan
dari tuntutan sehubungan denga pelaksanaan perjanjian ini.
xxv. Pasal 25
Hubungan Hukum
Penerima waralaba bukan merupakan afiliasi, subsidi, anak
perusahaan, karyawan, agen, perwakilan, (atau kuasa dari) pemberi
waralaba
xxvi. Pasal 26
Hukum yang berlaku dan penyelesaian perselisihan
Mengatur bagaimana cara penyelesaian permasalahan yang ada oleh
kedua belah pihak
xxvii. Pasal 27
Lain-lain
Hal lain yang berkaitan dengan perjanjian ini.
58
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN
WARALABA PT.INDOMARET
A. Hak dan Kewajiban para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba Menurut
PP Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba
Kemampuan untuk menghasilkan suatu bentuk kerjasama yang saling
menguntungkan dalam jangka waktu panjang merupakan faktor penting dalam
mengimplementasikan konsep bisnis waralaba. Sebagi suatu konsep bisnis
pemasaran, waralaba memiliki diri konsep bisnis total (Total business concept)
yang merupakan kombinasi 4 (empat) P52, yaitu product, price, place/distribution
dan Promotion. Konsep itu dikemas dalam suatu format bisnis atau paket usaha
terpadu yang memiliki standart dan mudah di transferkan, serta dapat dijalankan
secara universal (dapat diterapkan oleh para calon wirausaha dari beragam kultur
di berbagai tempat/mancanegara). Khusus dalam system waralaba yang disebut
dengan bussines format frenchise, pemberi waralaba tidak hanya menggunakan
penerima waralaba sebagai sarana pemasaran hasil produksinya, melainkan lebih
terfokus pada upaya mentransferkan paket-paket usaha barang/jasa tertentu secara
natural.
Transfer paket usaha tersebut selanjutnya disertai dengan adanya keharusan
bagi pemberi waralaba untuk selalu menjaga kelangsungan kerjasama dengan para
pemakai paket usaha (Penerima waralaba) karena jika terjadi kegagalan pada
usaha penerima waralaba maka pada gilirannya akan dapat menggangu
52 Amir Karamoy, Sukses Usaha Lewat Waralaba, Jakarta: Jurnalindo Aksara Grafika,
1996, halaman 97
59
kelangsungan usaha pemberi waralaba, atau setidaknya akan dapat menjatuhkan
citra/nama baik pemberi waralaba.
Karakteristik dasar bisnis waralaba53 adalah sebagai berikut :
1) Harus ada perjanjian yang tertulis dan disepakati, adapun perjanjian ini
merupakan aspek terpenting yang mewakili kepentingan pemberi waralaba
dan penerima waralaba, terutama mengenai kondisi perusahaannya,
menyangkut masalah manajemen, financial, siapa pemilik sahamnya, apa
bentuk/jenis kegiatan perusahaannya, serta mengemukakan semua aspek
bisnis yang diwaralabakan.
2) Pemberi waralaba wajib memberikan bimbingan dan latihan kepada
penerima waralaba dalam segala aspek yang menyangkut bisnis yang akan
dijalankan, terutama membantu peneriam waralaba pada saat persiapan
awal mulai usaha.
3) Transaksi antara peneriam waralaba dan pemberi waralaba bukan
merupakan taransaksi antar cabang perusahaan pemberi waralaba dengan
perusahaan pemberi waralaba, melainkan hanya merupakan transaksi
antara dua pemilik modal yang independen
4) Penerima waralaba bentuk atas daerah pemasaran tertentu, karena
penerima waralaba dan pemberi waralaba adalah pemilik modal yang
independen, maka tentang kesepakatanpenguasaan wilayah pemasaran
oleh penerima waralaba perlu ditegaskan dalam perjanjian. Hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya unfair business practice.
53 Suharsono, pedoman Membeli dan Mengelola Frenchise, Jakarta: Dela Pratasa, 1997,
halaman 28
60
5) Penerima waralaba mempunyai kewajiban membayar royalty dan/atau fee.
6) Penerima waralaba dalam menjalankan usahanya berhak menggunakan
merek dagang/jasa, hak cipta, trade secrets dan know how,serta hak-hak
lainnya yang menyangkut cirri-ciri usaha waralaba milik pemberi
waralaba.
Pada umumnya outlet yang dikelola oleh penerima waralaba tidak ada
investasi ataupun penyertaan modal (equity participation) dari pemberi waralaba.
Dalam hal ini pengadaan peralatan yang dibutuhkan oleh penerima waralaba
untuk keperluan operasional produksi,biasanya pemberi waralaba menawarkan
jasa untuk menyediakan peralatan tersebut. Peneriam waralaba dapat membelinya
melalui fasilitas leasing (sewa beli). Walaupun demikian, ternyata peran pemberi
waralaba cukup dominan terhadap usaha peneriam waralaba. Hal ini dapat
dibuktikan bahwa untuk mendesain outlet atau menatanya tetap ditentukan atau
harus mendapatkan persetujuan dari pemberi waralaba. Dari kondisi ini tampak
bahwa posisi penerima waralaba dapat dikatakan sebagai pihak pemilik modal
saja.
Untuk menjamin pelaksanaan hak dan kewajiban, kesepakatan itu
dituangkan ke dalam apa yang dinamakan perjanjian waralaba. Dalam perjanjian
waralaba diatur antara lain tentang hak dan kewajiban penerima waralaba dan
pemberi waralaba, besarnya fee maupun royalty yang harus dibayar oleh penerima
waralaba kepada pemberi waralaba, untuk bantuan yang akan diterima penerima
waralaba dari pemberi waralaba, pemutusan hubungan perjanjian dan berakhirnya
perjanjian. Pembayaran royalti atau fee merupakan suatu bentuk kompetensi atas
61
hak yang diperoleh dari perjanjian waralaba royalty ini biasanya dikeluarkan
setriap bula ataupun setiap tahun oleh penrima warlaba dan besarnya ditentukan
sesuai dengan kesepakatan kedua belahpihak atau disesuaikan dengan nilai usaha
yang diwaralabakan. Adapun frenchise fee merupakan suatu bentuk beban
(charge) yang umum dikenakan kepada penerima waralaba yang dibayar hanya
satu kali, yaitu pada saat kerjasama di mulai. Biaya ini di asumsikan sebagai biaya
pra-operasi dan dapat diterima kembali oleh penerima warlaba dalam bentuk
latihan/magang bagi karyawan dan pemberian konsultasi.kendati demikian, perlu
dikemukakan di sini, ternyata tidak semua bentuk waralaba menuntut adanya
pembayaran fee. Ini dapat dilihat pada tipe waralaba distribusi dan waralaba
produsen karena pada hakikatnya dalam waralaba semacam ini yang lebih
dipentingkan oleh pemberi waralabanya adalah perluasan jaringan distribusi hasil
produksinya. Contohnya, pada waralaba distribusi kendaraan bermotor roda empat
dan sepeda motor beserta komponennya.
Bentuk bantuan yang diberikan oleh pemberi waralaba kepada penerima
waralaba adalah bantuan manajemen dan technical assistance yang sifatnya
berkesinambungan, terutama dalam hal penayusunan rencana usaha (business
plan) dan strategi pemasaran, pedoman operasional usaha dan standarisasi produk,
latihan lanjutan, pemberian hasil rise dan pengembangan produk/jasa serta
promosi dagang.
Untuk mendukung keberhasilan sinergi kerja dalam perjanjian waralaba
ini ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yaitu akses modal, akses
pasar, skill dan teknologi (know-how dan trade secret), akses merk dagang/jasa
62
yang sudah teruji, manajemen dan hubungan kemitraan. Perjanjian waralaba dapat
berjalan lancar, pemberi waralaba perlu menyampaikan semua informasi yang
berhubungan dengan kegiatan usaha yang diwaralabakan. Dengan demikian,
penerima waralaba dapat mempertimbangkan atau memutuskan apakah akan
membuat perjanjian waralaba yang dimaksud atau tidak.
Sebagaimana telah diuraikan pada bab terdahulu, bisnis waralaba ini telah
berkembang pesat dan perdagangan Indonesia. Hal ini yang melatarbelakangi
perkembangannya tidak lain adalah karena hukum perjanjian Indonesia menganut
asas kebebasan berkontrak, sebagaimana diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata, yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Berdasarkan pasal itu, setiap
orang dapat dibenarkan untuk membuat syarat perjanjian waralaba dengan syarat-
syarat yang ditetapkan sendiri, asalkan isi perjanjian yang dibuat itu tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum (Pasal
1337 KUH Perdata). Untuk itu setiap persetujuan hanya akan berlaku antara
pihak-pihak yang membuatnya dan sebaliknya persetujuan yang telah dibuat tidak
boleh merugikan pihak ketiga (Pasal 1340 KUH Perdata). Kecuali jika perjanjian
itu memang diperjanjikan untuknya. Berdasarkan Pasal 1337 dan Pasal 1340
KUH Perdata tersebut, walaupun para pihak (pemberi waralaba dan penerima
waralaba) diberi peluang secara bebas menentukan syarat perjanjian/kontrak yang
mereka inginkan, kesepakatan itu kemudian ditandai dengan penandatanganan
pada perjanjian. Namun undang-undang masih membatasi tindakan para pihak,
karena masih dipertanyakan apakah perjanjian yang dibuat itu telah sesuai atau
63
tidak bertentangan dengan kepatutan, keadilan, kebiasaan dan undang-undang itu
sendiri. Jadi kebebasan berkontrak yangl dimaksud tidaklah dalam pengertian
bebas secara mutlak. Oleh karena itu setiap perjanjian yang mengandung unsur
yang bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang oleh
pemerintah dapat dilarang diberlakukan. Apalagi jika kebebasan yang dimaksud
berkaitan dengan kegiatan bisnis, yaitu kebebasan atau kesewenang-wenangan
yang hanya bertujuan mengejar keuntungan ekonomi.
Pengaturan ada dalam PP waralaba menyangkut hak & kewajiban para
pihak baik pihak pemberi waralaba maupun penerima waralabadapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Pemberi waralaba wajib memberikan prospektus waralaba kepada calon
penerima waralaba pada saat melakukan penawaran (Pasal 7 PP Waralaba)
2. Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan,
bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan
kepada penerima waralaba secara berkesinambungan (Pasal 8 PP Waralaba)
3. Pemberi waralaba dan penerima waralaba wajib mengutamakan penggunaan
barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar
mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh pemberi
waralaba (Pasal 9 ayat (1) PP Waralaba)
4. Pemberi waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah
di daerah setempat sebagai penerima waralaba atau pemasok barang dan/atau
jasa sepanjang memnuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi
waralaba (Pasal 9 ayat (2) PP Waralaba.
64
5. Pemberi waralaba wajib mendaftarkan prospektus waralaba sebelum membuat
perjanjian waralaba dengan penerima warlaba (Pasal 10 PP Waralaba)
6. Penerima waralaba wajib mendaftarkan perjanjian waralaba (Pasal 11 PP
Waralaba).
Dari uraian sebelumnya maka secara umum dapat dirumuskan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban pemberi waralaba maupun penerima waralaba sebagai
berikut:
1. Kewajiban pemberi waralaba
a. Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan Hak atas
Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem
manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang
merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba, dalam
rangka pelaksanaan waralaba yang diberikan tersebut;
b. Memberikan bantuan pada penerima waralaba pembinaan, bimbingan dan
pelatihan kepada penerima waralaba.
2. Hak dan pemberi waralaba
a. Melaporkan laporan-laporan secara berkala atau jalannya kegiatan usaha
penerima waralaba;
b. Melakuan pengawasan jalannya pelaksanaan waralaba;
c. Melaksanakan inspeksi pada daerah kerja penerima waralaba guna
memastikan bahwa waralaba yang diberikan telah dilaksanakan
sebagaimana mestinya;
65
d. Sampai batas tertentu mewajibkan penerima waralaba dalam hal-hal
tertentu, untuk membeli barang modal dan atau barang-barang tertentu
lainnya dari pemberi waralaba;
e. Mewajibkan penerima waralaba untuk menjaga kerahasaian Hak atas
Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem
manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang
merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba;
f. Mewajibkan agar penerima waralaba tidak melakukan kegiatan yang
sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha yang mempergunakan
Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya
sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang
merupakan karakteristik khusus yang menajadi objek waralaba.
g. Menerima pembayaran royalti dalam bentuk, jenis dan jumlah yang
diangap layak olehnya;
h. Meminta dilakukannya pendaftaran atas waralaba yang diberikan kepada
penerima waralaba;
B. Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Waralaba Dalam Hal Terjadi
Keterlambatan Pembayaran Royalti Pada Perjanjian Waralaba di
PT.Indomaret
Dalam perjanjian waralaba yang telah disepakati oleh para pihak pemberi dan
penerima waralaba antara PT.Indomaret sebagai pemberi waralaba (Franchisee)
kepada Frenchisor terdapat pasal perjanjian tentang wanprestasi. Wanprestasi
66
adalah kelalaian karena tidak memenuhi perikatan yang dipertanggungjawabkan.54
Ada 3 bentuk wanprestasi yaitu:55
1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali
Dalam hal ini tidak diperlukan penetapan lalai. Debitur dapat segera dituntut
ganti rugi.
2) Terlambat memenuhi prestasi
Dalam hal ini debitur terlambat memenuhi prestasinya, maka diperlukan
penetapan lalai, kecuali:
Debitur, setelah terjadinya perikatan, baik secara tegas maupun diam-diam
membebaskan kreditur dari kewajiban untuk memberikan penetapan lalai.
Debitur memberitahukan kreditur bahwa ia tidak akan memenuhi prestasi
3) Memenuhi prestasi secara tidak baik
Menurut Meijers dalam R.Setiawan (Pokok-pokok hukum perikatan, 1999),
jika akibat ingkar janji adalah positif, maka tidak diperlukan penetapan lalai.
Dalam hal Debitur ingkar janji maka Kreditur dapat menuntut:56
a) Pemenuhan prestasi
b) Pemenuhan prestai dagang ganti rugi
c) Ganti rugi
d) Pembatalan
e) Pembatalan dengan ganti rugi
54 Subekti, hukum perjanjian, (Jakarta: PT.Internusa, 1987), cetakan ke XI, hal 2055 Hardijan Rusli, hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan,1993) hal 9956 Ibid, hal 31
67
Apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaran royalti, maka bagi
pemberi waralaba (frenchisee) PT.Indomaret dapat menuntut si Penerima
Waralaba (Frenchisor) sesuai dengan klausal perjanjian yang telah dibuat yakni
tentang wanprestasi. Tindakan pertama yang dilakukan pihak PT.Indomaret
adalah dengan memberikan peringatan untuk segera melakukan pemenuhan
pembayaran royalti sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, apabila surat
peringata tersebut tidak dihiraukan oleh penerima waralaba (Frenchisor) maka
PT. Indomaret berhak untuk membatalkan perjanjian tersebut dengan/tanpa biaya
ganti rugi sesuai dengan kesepakatan awal yang telah ditentukan.
C. Penyelesaian Sengketa Yang Terjadi Serta Berakhirnya Perjanjian
Waralaba PT. Indomaret
Suatu perjanjian adakalanya mengalami perselisihan antara pihak, yang
dalam hal bisnis waralaba terkait dengan pemebri waralaba (Frenchisor) dan
penerima waralaba (frenchisee). Sengketa yang terjadi pada saat pembuatan
ataupun sedang dijalankannya perjanjian waralaba di PT.Indomaret dengan
frenchisee diatur dalam perjanjian dengan klausula pasal penyelesaian sengketa.
Dalam pasal tersebut, apabila terjadi perselisihan, maka tindakan pertama yang
dilakukan PT.Indomaret dengan frenchisee nya adalah dengan mediasi. Hal ini
dilakukan untuk efisiensi waktu serta biaya yang diperlukan. Apabila
penyelesaian sengketa melalui tahap ini tidak mendapatkan hasil yang diinginkan,
para pihak masih belum dapat menyelesaikannya maka penyelesaian sengketa di
lakukan di Pengadilan Negeri.
68
Pada dasarnya setiap perikatan, termasuk perjanjian memiliki jangka
waktu berlakunya, dan akan berakhir dengan sendirinya dengan habisnya jangka
waktu yang diatur dalam perjanjian tersebut, kecuali jika diperpanjang atau
diperbaharui oleh para pihak (Time constraint). Hal ini yang juga perlu mendapat
perhatian adalah masalah pengakhiran lebih awal. Dalam hal ini perlu diatur
secara pasti dan jelas apa-apa saja yang merupakan dan menjadi dasar
pembenaran pengakhiran lebih awal. Dalam pengakhiran perjanjian waralaba
perlu diperhatikan pasal 1266 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu
perjanjaian hanya dapat dibatalkan atau diakhiri sebelum jangka waktunya jika
keputusan mengenai pembatalan dan pengakhiran tersebut telah dijatuhkan oleh
hakim pengadilan negeri.
Suatu perjanjian selain memiliki jangka waktu berlakunya, pada dasarnya
juga dapat batal atau dibatalkan. Berdasarkan pada alasan kebatalannya.
Kebatalan dapat dibedakan dalam perjanjian yang dapat dibatalkan dan perjanjian
yang batal demi hukum.
a. Perjanjian yang dapat dibatalkan
Undang-undang memberikan kemungkinan bahwa suatu perjanjian dapat
dibatalkan, jika perjanjian tersebut dalam pelaksanaannya akan merugikan
individu tertentu. Individu Ini tidak hanya pihak dalam perjanjian tersebut,
tetapi juga meliputi setiap individu yang merupakan pihak ketiga diluar pihak
yang mengadakan perjanjian. Dalam hal ini, pihak yang jika dengan
dilaksanakannya perjanjian tersebut akan menderita kerugian dapat
mengajukan pembatalan atas perjanjian tersebut, baik sebelum perjanjian itu
69
dilaksanakan maupun setelah perjanjian tersebut dilaksanakan. Bagi keadaan
yang terakhir ini, pasal 1451 dan pasal 1452 KUH Perdata menentukan bahwa
setiap kebatalan membawa akibat bahwa semua keberadaan dan orang-
orangnya dipulihkan sama seperti keadaan sebelum perjanjian dibuat.
b. Perjanjian yang batal demi hukum
Suatu perjanjian dikatakan batal demi hukum, jika terjadi pelanggaran
terhadap syarat objektif dari sahnya suatu perikatan. Keharusan akan adanya
objek dalam perjanjian, dirumuskan dalam pasal 1332 sampai dengan pasal
1334 KUH Perdata, yang diikuti dengan pasal 1335 sampai dengan pasal 1336
KUH Perdata mengatur mengenai rumusan causa yang halal, yaitu causa yang
diperbolehkan oleh hukum. Tidak adanya objek dalam suatu perjanjian jelas
tidak menerbitkan suatu perjanjian. Perjanjian demikian adalah kosong
adanya. Berbeda dengan hal tersebut, suatu causa yang halal tidaklah mudah
ditemukan rumusannya dalam suatu perjanjian. Setiap pihak yang
mengadakan suatu perjanjian dapat saja menyebutkan suatu isi perjanjian,
sehingga walaupun sebenarnya perjanjian itu terbit dari suatu causa yang tidak
halal, menjadi tampak sebagai suatu perjanjian yang diperkenankan oleh
hukum.
Disamping ketidakpemenuhan syarat objektif seperti disebutkan diatas,
undang-undang juga merumuskan secara konkrit untuk tiap-tiap perbuatan
hukum (terutama pada perjanjian formil) yang mensyaratkan dibentuknya
perjanjian dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang jika tidak
dipenuhi maka perjanjian tersebut akan batal demi hukum.
70
Berdasarkan sifat kebatalannya, perjanjian dapat dibedakan dalam
kebatalan relatif dan kebatalan mutlak:57
a) Kebatalan Relatif
Suatu kebatalan disebut relatif, jika kebatalan tesebut hanya berlaku terhadap
individu-individu perorangan tertentu saja.
b) Kebatalan Mutlak
Suatu kebataan disebut dengan mutlak, jika kebatlan tersebut berlaku umum
terhadap seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali.
Disamping pemberlakuan nulitas atau kebatalan yang relatif dan mutlak,
KUH Perdata juga mengatur ketentuan mengenai pengecualian pemberlakuan
nulitas, seperti yang diatur dalam pasal 1341 ayat (2) KUH Perdata, yang
melindungi hak-hak ketiga yang telah diperolehnya dengan itikad baik atas segala
kebendaan yang menjadi pokok perjanjian yang batal tersebut. Perjanjian
waralaba yang dibatalkan dapat membawa akibat nulitas yang relatif dan mutlak
secara bersama-sama.
Pengakhiran suatu perjanjian waralaba dapat terjadi apabila ada peristiwa-
peristiwa sebagai berikut:
1. Salah satu pihak dalam perjanjian lalai atau gagal dan atau tidak mampu
melaksanakan kewajiban-kewajiban atau melanggar larangan sesuai isi
perjanjian ini.
57 Gunawan Widjaja, waralaba, (cetakan kedua), (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2003), halaman 90
71
2. Salah satu pihak dengan suatu ketetapan pemerintah telah dicabut izin
usahanya sehingga tidak mampu melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
isi perjanjian ini.
3. Salah satu pihak dengan suatu putusan Pengadilan yang berwenang untuk itu
telah dinyatakan bangkrut/pailit.
4. Salah satu pihak dengan suatuPutusan Pengadilan yang berwenang untuk itu,
atas seluruh atau sebagian harta tetapnya yang merupakan hartanya yang
paling esensial telah dirampas atau telah disita sehingga secara wajar tidak
dimungkinkannya lagi memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam Perjanjian.
Masa berlakunya perjanjian waralaba pada PT.Indomaret adalah lamanya
waktu selama frenchisee boleh menggunakan lisensi atau sistem yang
diwaralabakan. Hal ini sesuai yang tercantum dalam perjanjian yang telah
disepakati. Menurut hasil penelitian di Indonesia berkisar 5 (lima) sampai 10
(sepuluh) tahun58. Namun demikian dalam praktek, pemilik frenchise
(Frenchisor) dapat membatalkan perjanjian lebih awal apabila pemegang
frenchise (Frenchisee) tidak dapat memenuhi kewajibannya.
58Roseno, Harjowidigdo, perspektif Pengaturan Perjanjian Frenchise, Makalah Pertemuan
Ilmiah Tentang Usaha Frenchise dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: BPHN, 1993) halaman 18
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bisnis waralaba di Indonesia diatur sesuai dengan Peraturan pemerintah
No.42 Tahun 2007 tentang Waralaba yang merupakan peraturan
pemerintah pengganti PP.No.16 Tahun 1997. Selain itu secara umum
pengaturan mengenai waralaba juga terdapat pada Kitab Undang-undang
Hukum Perdata pada Pasal 1338 tentang syarat sahnya perjanjian, Pasal
1341 tentang perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh pihak
yang dirugikan tersebut didalam perjanjian, Peraturan Memperindag No..
259 /MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata
Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
2. Pelaksanaan perjanjian waralaba di PT.Indomaret dilakukan melalui tiga
tahapan, tahapan pertama pemohon waralaba harus melengkapi syarat-
syarat dokumen yang dibutuhkan, tahap kedua melakukan PT.Indomaret
memperesentasikan hasil survey kelayakan dari calon penerima waralaba
kemudian tahap ketiga setelah semua item kesepakatan di realisasikan
maka toko siap dibuka dengan program promosi yang ditetapkan
Indomaret. Segera setelah toko buka, akan ditandatangani surat perjanjian
waralaba untuk jangka waktu lima tahun.
3. Hak dan kewajiban para penerima dan pemberi waralaba telah tercantum
dalam PP No. 42 tahun 2007 pada Pasal 7, Pasal 8,Pasal 9 ayat 1 dan 2,
Pasal 10 dan Pasal 11.
73
B. Saran
1. Untuk menghindari masalah dalam pelaksanaan perjanjian bisnis
waralaba, franchisor harus melakukan seleksi ketat terhadap para
franchisee/kandidat yang benar-benar telah terkualifikasi dengan baik
(tidak hanya sekedar modal), melakukan langkah-langkah preventif
seperti pembuatan kontrak yang mudah dipahami, meminimalkan celah-
celah hukum dari kontrak perjanjian yang bisa digunakan secara
sepihak, dan adanya mekanisme kontrol yang memadai.
2. Penerima waralaba sebelum memutuskan untuk membeli hak waralaba
harus menyesuaikan dengan karakter diri penerima waralaba itu sendiri,
karena format bisnis waralaba harus mengikuti prosedur yang ditentukan
pemberi waralaba yang nantinya dirasakan mengekang kreatifitas dan
ego penerima waralaba.
74
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman A, 1970 Ensiklopedia Ekonomi Keuangan, Perdagangan, PT. Paradnya Paramita, Jakarta
Amir Karamoy, 1996, Sukses Usaha Lewat Waralaba,: Jurnalindo Aksara Grafika, Jakarta.
Amir, Karamoy, 1996. Sukses Usaha Lewat Waralaba cetakan pertama, (Jakarta: Jurnalindo Aksara Grafika,)
Black, Henry Campbell, 1990 . Black’s Law Dictionary 6 th ed, St Paul MN : West Publishing, Co,
Darmawan, Budi, Suseno, 2005. Waralaba: Bisinis Resiko Maksim di Laba, Cetakan Pertama, Jogjakarta: Pilar Humania,
Darmawan Budi Suseno. 2007. Sukses Usaha Waralaba Mudah, Resiko Rendah dan Menguntungkan, Yogyakarta, Cakrawala,
Deden Setiawan, 2007. Franchise Guide Series – Ritel, Dian Rakyat,
Douglas, J Queen, 1993. Pedomen Membeli dan Menjalankan Frenchise, Cetakan Pertama, Jakarta: PT.Elek Media Komputindo,
Douglas, J Queen, 1993. Pedoman Membeli dan Menjalankan Frenchise, Cetakan Pertama, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,)
Gunawan, Widjaja, 2002. Lisensi atau Waralaba, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
Gunawan, Widjaja, 2003. Waralaba, cetakan kedua, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
Gunawan Widjaja, 2003. waralaba, cetakan kedua, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,),
IKADIN, 1997. Aspek – Aspek Hukum tentang Franchise, Bandung,
Juadir Sumardi, 1995. Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional. Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
75
Juajir, Sumardi, 1995. Aspek-aspek Hukum Frenchise dan Perusahaan Transnasional, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,
Martin, Mendelson, 1993 Frenchising Petunjuk praktis bagi Frenchisor dan Frenchisee, cetakan Pertama, Jakarta: IPPM,
4absaMartin, Mendelson, 1993. franchising: Petunjuk Praktis Bagi Franchisor dan
Franchisee, cetakan Pertama, Jakarta: IPPM,
Munir Fuady, 2005, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Richard Burton Simatupang, 2003. Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT. Rineka
Cipta, Jakarta,
Rooseno, Harjowidigdo, 1993, Perspektif Pengaturan Frenchise,I Makalah Peraturan Ilmiah Tentang Usaha Frenchise dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, Jakarta: BPHN,
Roseno, Harjowidigdo, 1993. Perspektif Pengaturan Perjanjian Frenchise, Makalah Pertemuan Ilmiah Tentang Usaha Frenchise dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, Jakarta: BPHN,
Sadano Sakino, 1996. Pengantar Teori Mikro Ekonomi., Jakarta, Raja Grafindo Persada,
Salim, HS. 2005. Perkembangan Hukum Kontrak di Indonesia, Jakarta: PT.Sinar Grafika,
Satjipto Raharjo, 1978. Permasalahan Hukum di Indonesia, Bandung
Suharsono, 1997, Pedoman Membeli dan Mengelola Frenchise, Jakarta: Dela Pratasa,
http : www.waralaba.com, 19.00 WIB tanggal 30 Maret 2012
http://indomaret.co.id/profil-perusahaan/waralaba/, 16 Mei 2012 jam 12:11
www.business.vic.gov.au diakses pada tanggal 16 Mei 2012
76
Outline
KAJIAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN TATACARA
PELAKSANAAN USAHA WARALABA MENURUT PERATURAN
PEMERINTAH NO. 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA ( STUDI
KASUS PADA USAHA WARALABA PT. INDOMARET )
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
E. Metode Penelitian
F. Keaslian Penulisan
G. Sistematika Penelitian
BAB II :PENGATURAN BISNIS WARALABA ( FRANCHISE ) DALAM
KERANGKA HUKUM NASIONAL DI INDONESIA
A. Sejarah Waralaba ( Franchise )
B. Pengertian dan Definisi Waralaba
C. Perjanjian Waralaba di Indonesia
D. Tata Cara Pendaftaran Waralaba di Indonesia
77
BAB III : PROSEDUR PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA DI
PT.INDOMARET
A. Gambaran umum PT.Indomaret
B. Karakteristik perjanjian Frenchise PT,Indomaret
C. Klausul dalam perjanjian Frenchise PT.Indomaret
BAB IV : HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN
WARALABA PT.INDOMARET
A. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba
B. Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Waralaba Dalam Hal Terjadi
Keterlambatan Pembayaran Royalty Pada Perjanjian Waralaba di
PT.Indomaret
C. Penyelesaian Sengketa Yang Terjadi Serta Berakhirnya Perjanjian
Waralaba di PT.Indomaret
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
78
Departemen Hukum Keperdataan
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. Hasyim Purba, SH, M.HumNIP. 196603031985081001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Syamsul Rizal, SH, M.Hum Afflah, SH, M.Hum NIP.196402161989111001 NIP.197005192002122002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012