Upload
ngolien
View
232
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN TEKNIS TAHUN ANGGARAN 2015
KAJIAN TINGKAT DEGRADASI DAN POTENSI
SUMBER DAYA IKAN DI SUNGAI BATANGHARI,
JAMBI
Oleh : Siswanta Kaban, Asyari, Khoirul Fatah, Melfa Marini, Tuah Nanda, Burnawi, Dody H. Nasution dan Mersi
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PALEMBANG
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2015
ii
KAJIAN TINGKAT DEGRADASI DAN POTENSI SUMBER DAYA IKAN DI
SUNGAI BATANGHARI, JAMBI
Siswanta Kaban, Asyari, Khoirul Fatah, Melfa Marini, Tuah Nanda W Merlia,
Burnawi, Dody H. Nasution dan Mersi
ABSTRAK
Sungai Batanghari merupakan sungai lintas provinsi yang pemanfaatanya sangat
tinggi, masyarakat memanfaatkan sungai Batanghari dengan berbagai aktivitas harian
seperti MCK (mandi, cuci, kakus) dengan membuat jamban, transportasi, mancing
dan bahkan tidak sedikit yang memanfaatkan sungai tersebut untuk minum serta tidak
kalah menarik disungai Batanghari juga dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai
lahan pencarian emas, hal ini ditandai dengan adanya PETI (Penambangan Emas
Tanpa Izin). Mereka beroperasi dengan menggunakan kapal kayu bermuatan mesin
dan menggunakan merkuri (Hg) untuk mempercepat pemisahan antara emas dengan
partikel lain. Belum lagi adanya pengambilan pasir disungai ini yang akhirnya
menyebabkan abrasi.
Tingkat pencemaran Pencemaran di Sungai Batanghari kian meningkat baik oleh
limbah rumah tangga, perusahaan atau PETI, dan itu akan mengganggu
perkembangan ikan. Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan salah satu cara
peningkatan budidaya ikan yang dilakukan di Provinsi Jambi, salah satunya
pemanfaatan Sungai Batanghari untuk peningkatan produksi ikan khususnya ikan nila
dan patin jambal. KJA di Sungai Batanghari terus berkembang dengan kisaran ±
20.000 keramba. Untuk mengkaji pencemaran dan potensi sumber daya ikan di
Sungai Batanghari dilakukan secara survei lapangan dengan analisis laboratorium,
experiment fishing dan melakukan wawancara serta menggunakan enumerator.
Beberapa jenis ikan yang merupakan ikan dominan dan spesies ekonomis penting
di Sungai Batanghari yaitu ikan baung (Hemibagrus nemurus), ikan Lais (Kryptoreus
sp), Gabus (Channa striata), ikan Belida (Chitala chitala) dan ikan Seluang (Rasbora
argyrotaenia). Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji dan menganalisis potensi
sumber daya ikan untuk kesinambungan bahan pengelolaan perikanan di Sungai
Batanghari, Jambi. Komposisi jenis ikan yang tertangkap di lokasi tersebut
didominasi oleh ikan-ikan berukuran berat yang relatif bervariasi. Hal tersebut terkait
dengan selektifitas alat tangkap yang digunakan memiliki ukuran mata jaring yang
relatif bervariasi sehingga ikan-ikan yang berukuran lebih kecil tertangkap juga.
Adanya perbedaan hasil tangkapan yang didapatkan dari mulai hulu samapi hilir, di
daerah jambi pada lokasi penyengat khususnya hasil tangkapan menggunakan jaring
hasil yang dominan yang didapatkan adalah ikan sapu jagat (Macrochirichthys
macrochirus). Sedangkan pada bagian hulu ikan yang dominan adalah ikan baung
(Hemibagrus nemurus) sedangkan pada bagian hilir diominasi oleh ikan juaro
(Pangasius polyuronodon) dan ikan gulamo (Johnius sp)
iii
Sungai Batanghari telah mengalami degradasi dengan tingkat pencemaran
sedang, dengan tingkat pencemaran tertinggi di bagian tengah yang disebabkan oleh
industri, aktifitas masyarakat, kja dan kegiatan penambangan ilegal. Nilai indeks
keanekaragaman untuk biota perairan seperti halnya fitoplankton, zooplankton dan
dengan nilai 1< H’< 2, hal ini menunjukkan bahwa sungai batanghari sedang
mengalami tekanan lingkungan. Jumlah jenis ikan yang ditemukan di sungai
Batanghari sebanyak 136 jenis dari 40 famili yang didominasi dari famili
Cypprinidae. Penangkapan ikan berlangsung sepanjang tahun terutama pada musim
kemarau dan pada awal musim penghujan serta ekploitasi terhadap ikan hias termasuk
botia masih tetap dilakukan sehingga di kuatirkan akan terjadi penurunan populasi dan
keragaman jenis ikan di Sungai Batanghari. Nilai standing stok ikan yang paling
rendah ditemukan pada stasiun muara sabak yaitu 19.92 kg/km2 dan nilai tertinggi
ditemukan pada wilayah jambi yaitu pada stasiun penyengat olak dan stasiun KJA
yaitu 300,6 kg/km2 dan 299.95 kg/km
2.
Kata Kunci : pencemaran, sumber daya ikan, identifikasi, pengelolaan, Sungai
Batanghari
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena kami dapat
menyelesaikan Laporan Teknis Kegiatan TA 2015 yang berjudul Kajian Tingkat
Degradasi dan Potensi Sumber Daya Ikan di Sungai Batanghari, Jambi. Kegiatan
penelitian ini merupakan kegiatan pertama dari Kajian Tingkat Degradasi dan Potensi
Sumber Daya Ikan di Sungai Batanghari, Jambi di Balai Penelitian Perikanan Perairan
Umum Palembang.
Kegiatan penelitian ini diawali dengan penyusunan proposal pada awal tahun
kegiatan dan pelaksanaan kegiatan di lapangan mulai bulan Maret 2015 dan berakhir
pada bulan Desember 2015. Kajian Tingkat Degradasi dan Potensi Sumber Daya Ikan
di Sungai Batanghari, Jambi bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi
lingkungan terkini, sumber daya ikan di sungai Batanghari yang diharapkan hasil ini
bisa menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan (stakeholders) dalam
pengelolaan sumber daya ikan di sungai Batanghari
Penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu
terutama kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jambi dan Kepala Balai
Penelitian Perikanan Perairan Umum (BP3U), para peneliti, teknisi dan pejabat
struktural lingkup BP3U Palembang, sehingga Laporan Teknis ini dapat selesai.
Kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun diharapkan untuk
perbaikan penulisan Laporan Teknis ini.
Palembang, Desember 2015
Tim Penulis
v
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Penerima Manfaat ................................................................................. 3
1.3 Strategi Pencapaian Keluaran ................................................................ 3
BAB II METODE PENELITIAN
2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 4
2.2. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 4
2.3. Metode Analisa Data ............................................................................ 8
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakteristik Habitat dan Parameter Fisika Kimia ....... ..................... 12
3.2. Parameter Biologi Perairan .......................................................... 22
3.3. Potensi Produksi Ikan ........................................... ............................. 35
3.4. Sumber Daya Ikan .............................................................................. 43
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 51
vi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Parameter dan metode analisis sampel air ............................................. 6
Tabel 2. Posisi Lokasi Pengambilan Sampel ....................................................... 11
Tabel 3. Kondisi Lingkungan di Sungai Batanghari berdasarkan WQI .............. 31
Tabel 4. Jenis Jenis Ikan di Sungai Batanghari .................................................... 33
Tabel 5. Sebaran Ukuran Ikan di Sungai Batanghari ........................................... 37
Tabel 6. Sex Ratio dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Ikan ....................... 40
Tabel 7. Pola Kebiasaan Makan Beberapa Jenis Ikan di Sungai Batanghari .... 41
Tabel 8. Jenis, Jumlah dan Berat Ikan yang berdasarkan Ukuran Mata Jaring.... 42
Tabel 9. Jenis jenis Alat Tangkap di Sungai Batanghari...................................... 41
Tabel 10. Alat Tangkap dan Jenis Hasil Tangkapan ............................................ 44
Tabel 11. Jenis Hasil Tangkapan Menggunakan Experimen Fishing .................. 48
vii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Peta Lokasi Sampling Penelitian ....................................................... 4
Gambar 2. Profil Suhu Air di Sungai Batanghari Tahun 2015 ........................... 13
Gambar 3. Bebe Profil Oksigen Terlarut di Sungai Batanghari tahun 2015 ....... 14
Gambar 4. Profil pH Sungai Batanghari Tahun 2015 ......................................... 15
Gambar 5. Profil Kecepatan Arus di Sungai Batanghari tahun 2015.................. 16
Gambar 6. Profil Kecerahan di Sungai Batanghari tahun 2015 .......................... 17
Gambar 7. Profil lebar Sungai Batanghari tahun 2015 ........................................ 18
Gambar 8. Nilai DHL Sungai Batangahari tahun 2015 ...................................... 18
Gambar 9. Nilai TSS Sungai Batangahari tahun 2015 ........................................ 19
Gambar 10. Nilai Alkalinitas Sungai Batangahari tahun 2015 ........................... 20
Gambar 11. Nilai Kesadahan Sungai Batangahari tahun 2015 ............................ 21
Gambar 12. Nilai COD Sungai Batangahari tahun 2015 ..................................... 21
Gambar 13. Nilai klorofil-a Sungai Batangahari tahun 2015............................... 22
Gambar 14. Konsentrasi Logam berat Pb dan Hg pada Sedimen ....................... 23
Gambar 15. Konsentrasi Logam berat pb dan Hg pada Air ................................. 24
Gambar 16. Konsentrasi NO3-N di Sungai Batanghari tahun 2015 .................... 25
Gambar 17. Konsentrasi NO2-N di Sungai Batanghari tahun 2015 .................... 26
Gambar 18. Konsentrasi O-PO4 di Sungai Batanghari tahun 2015 ..................... 26
Gambar 19. Konsentrasi O-PO4 di Sungai Batanghari tahun 2015 ..................... 27
Gambar 20. Kelimpahan Fitoplankton di Sungai Batanghari tahun 2015 ........... 28
Gambar 21. Keanekaragaman fitoplankton di Sungai Batanghari 2015 ........... 29
Gambar 22. Indek Dominansi fitoplankton di Sungai Batanghari tahun 2015 .... 29
Gambar 23. Kelimpahan Zooplankton di Sungai Batanghari tahun 2015 ........... 30
Gambar 24 Indeks keanekaragaman Zooplankton di Sungai
Batanghari tahun 2015 ...................................................................... 30
Gambar 25. Indeks Dominansi Zooplankton di Sungai Batanghari tahun 2015 .. 31
Gambar 26. Standing Stok Ikan (kg/km2) di Sungai Batanghari Tahun 2015..... 32
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sungai Batanghari di Provinsi Jambi masuk dalam Empat wilayah Kabupaten
yaitu zona hulu di Kabupaten Batanghari, Zona Tengah di Kabupaten Muaro
Jambi dan Kota Jambi, zona hilir dan estuaria di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur. Aktivitas perikanan tangkap merupakan salah satu usaha andalan selain
sektor pertanian, perkebunan, industri dan perikanan budidaya. Sungai Batanghari
berasal dari Pegunungan Bukit Barisan dari 2 lokasi sebagai awalnya sungai yaitu
Danau Kerinci (Jambi) dari arah selatan menuju ke utara-timur menjadi Sungai
Batang Tembesi dan Danau Kembar dari arah utara (Sumbar) menuju selatan-
timur yang menjadi Sungai Batanghari Hulu. Kedua sungai tersebut bertemu di
Kota Muara Tembesi dan selanjutnya mengalir ke timur menuju ke timur bernama
Sungai Batanghari melewati Kota Jambi menuju laut di Selat Berhala.
Sumberdaya ikan perairan umum merupakan sumberdaya yang dapat pulih
(renewable resources) namun jika penangkapan yang terus meningkat tanpa
adanya perbaikan alam dapat mengakibatkan kesrusakan bahkan hilangnya
sumberdaya tersebut. Mengingat tingginya intensitas penangkapan sumberdaya
ikan di perairan sungai di Jambi, dan tekanan lingkungan kususnya pada bidang
perkebunan dan industri dan Keramba Jaring Apung maka dikhawatirkan akan
mengancam kelestarian dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perairan di
Sungai Batanghari. Dengan adanya indikator semakin menurunnya laju tangkap
sebagai indeks kelimpahan stok di perairan ini, maka stok sumberdaya ikan di
perairan umum perlu mendapat perhatian yang serius sehingga sumberdaya yang
ada masih dapat menjadi modal bagi perbaikan (recovery) stok dalam kaitannya
dengan pemanfaatan yang berkelanjutan.
Agar pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan di perairan ini dapat
dimanfaatkan secara lestari maka diperlukan hasil riset untuk mendasarinya.
Dalam kaitan itu, penelitian ini difokuskan pada kajian stok dan identifikasi
sumberdaya sebagai acuan pengelolaan ikan di Sungai Batanghari, Jambi.
Tujuan dan sasaran dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi dan
melakukan kegiatan terkait :
2
a. Semua informasi yang terkait dengan potensi sumberdaya ikan di Sungai
Batanghari (jenis-jenis ikan, produksi, lokasi penangkapan dan upaya-upaya
konservasi yang telah direncanakan dan dilakukan).
b. Informasi karakteristik lingkungan Sungai Batanghari, baik fisik, biota dan
kimia perairan.
c. Informasi terkait dengan tata guna (pemanfaatan) lahan dan perencanaan di
Sungai Batanghari, khususnya di sekitar Sungai Batanghari
1.2. Penerima Manfaat
1. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi.
2. Direktorat Jenderal Sumberdaya Ikan (Subdirektorat. Perairan Umum
Daratan PUD).
3. Mahasiswa Perguruan Tinggi.
4. Masyarakat baik nelayan dan pemerhati lingkungan.
5. Peneliti bidang perikanan perairan umum daratan.
1.3. Strategi Pencapain Keluaran
Metodologi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan dengan pendekatan pengumpulan data primer
dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran pustaka,
laporan teknis, dan hasil penelitian yang relevan dari instansi terkait (BPS
Provinsi Jambi, BWS Jambi, Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Pjambi dan
Kabupaten Muara Tebo, Kabupaten Muaro jambi, Kab. Muara Bulian, Kabupaten
Tanjung Jabung Bappeda, BLH dan Perguruan Tinggi).
Data primer dikumpulkan dari empat kali survey inventarisasi di beberapa
stasiun pengamatan di lapangan yaitu parameter fisika kimia perairan, aspek
biologi ikan, hasil tangkapan ikan dengan ekperimen fishing dan wawancara dari
enumerator.
Data sekunder adalah data pendukung, untuk memberikan pemahaman
yang lebih dalam dan detil terhadap objek, permasalahan dan tujuan penelitian.
3
Data primer dikumpulkan dari empat kali survei mewakili musim hujan, peralihan
dan kemarau. inventarisasi pada 7 stasiun pengamatan dari hulu hingga hilir
Sungai Batanghari yang ditentukan berdasarkan metode purposive sampling.
4
II. METODOLOGI
2.1. Waktu dan Lokasi
Kegiatan penelitian dilakukan di Sungai Batanghari, Provinsi Jambi (Gambar 1).
Kegiatan penelitian dilakukan sebanyak 4 (empat) kali dalam setahun, pada bulan
Maret, Mei Agustus dan Oktober 2015. Penentuan stasiun pada masing-masing
sungai ditentukan secara purpossive random sampling.
Gambar 1. Lokasi sampling penelitian
2.2. Teknik Pengumpulan Data
a. Informasi jenis-jenis ikan dan potensi sumber daya ikan di Sungai Batanghari
dengan pendekatan experiment mengunakan jaring dan Metode Leger Huet.
Jaring insang yang digunakan pada ujicoba penangkapan mempunyai deskripsi
teknis sebagai beriku: panjang satu pis adalah 35 m dan lebar 2,5 m yang terbuat
dari benang nylon monofilamen dengan diameter benang 0,15 mm. Satu unit
jaring insang terdiri dari 7 pis jaring, masing-masing pis jaring mempunyai ukuran
mata jaring yang yang berbeda yaitu 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5 dan 4,0 inci.
5
Masing-masing pis jaring disambung secara seri dengan urutan pis sesui ukuran
mata jaring di atas. Dua unit jaring insang dioperasikan secara bersamaan di
perairan pinggiran (perairan litoral) maupun perairan tengah (limnetik). Satu unit
jaring jaring insang ditawur sejajar dengan garis pantai dan satu unit jaring insang
lainnya ditawur tegak lurus garis pantai. Masing-masing unit jaring ditawur
(setting up) pada sore hari dan diangkat (hauling up) pada pagi hari dengan jumlah
waktu rendam (soaking time) rata-rata sekitar 8 jam.
Identifikasi jenis ikan dilakukan berdasarkan Allen (1991) dan Allen et al. (2000)
yang kemudian dicek silang dengan data menurut Fishbase (Froese & Pauly,
2011). Pengukuran panjang dan penimbangan bobot tubuh dilakukan pada
masing-masing ikan yang tertangkap. Jenis-jenis ikan yang belum teridentifikasi
kemudian diawetkan menggunakan formalin 10% sebagai spesimen untuk
keperluan identikasi lebih lanjut di laboratorium.
b. informasi ikan dominan, langka dan memiliki nilai ekonomis dan budaya yang
tinggi serta anomali pada ikan, logam berat pada ikan untuk mengetahui tingkat
degradasi dari jenis ikan yang dominan (Stephen, et.all, 2002). Informasi lain
terutama terkait dengan aktivitas penangkapan dan alat tangkap, estimasi
produksi, pertumbuhan, makanan, dan reproduksinya.
c. Estimasi besaran stok dilakukan dengan metode pencatatan yang dilakukan
enumerator dan experimental fishing. Pencatatan terutama dilakukan di tempat-
tempat pendaratan ikan.
d. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan dan dikelompokkan mewakili
musim hujan dan musim kemarau. Pengamatan parameter fisika (temperatur,
kecerahan, turbiditas, kecepatan arus, kedalaman, DHL,TSS/TDS) curah hujan
dan debit air), kimia (pH, oksigen terlarut, TOC/DOC, total posfor pada ikan dan
pakan, amoniak dan alkalinitas) dan biologi perairan (plankton, bentos dan
macroinvertebrata) serta logam berat pada air dan ikan (Tabel 1) yang
berpedoman pada APHA, AWWA and WPCF (1981), Bain and Stevenson (1999)
dan Effendi (2003).
6
Tabel 1. Parameter dan metode analisis sampel air
No. Parameter Peralatan Metode
AIR
1. Fisika
Suhu Termometer visual
Kecerahan Secchi Disk visual
Daya Hantar Listrik Conductivity
meter
elektrometri
Kedalaman air Echo depth Akustik
Total Suspended
Solids Gravimetric
Total Dissolved
Solids Gravimetri
Kecepatan arus Flow meter elektrometri
2. Kimia pH pH-meter Colorimetri
oksigen terlarut Titrasi Winkler
Alkalinitas titrimetri
Hardness titrimetri
Total Acidity titrimetri
COD Dichromate Reflux
Nitrat, amoniak Spectrofotomet
er
spektrofotometri
Total Posfat Spectrofotomet
er
spektrofotometri
3. Biologi
Plankton
Ikan,Makroozoobent
os Logam Berat (Pb
dan Hg
Plankton net
Berbagai alat
Tangkap
Ekman Grab
Graffit
Enumerator dan Hasil
Tangkapan Nelayan
Transek
AAS
2.3. Metode Analisis data
Potensi Produksi Ikan
Penentuan potensi ditentukan menggunakan metode Metode Leger Huet,
Pendugaan potensi produksi ikan dengan metode cepat kajian potensi ikan terbagi
menjadi empat jenis yaitu: Metode Leger-Huet, Metode Biuns-Eishosmans,
Metode korelasi sederhana dan Model kajian perikanan sungai di Afrika. Rumus
dasar Metode Leger-Huet adalah sebagai berikut :
7
K = BLk
Dimana :
K = Produktivitas tahunan perairan atau standing stok (kg/km2)
B = Kapasitas biogenic
L = Lebar rata-rata sungai
k = Produktivitas coeffisient
Kapasitas biogenic dapat menggunakan koefisien kesuburan perairan berdasarkan
tumbuhan (perifiton, fitoplankton, makrofita) atau dapat dihitung berdasarkan
modifikasi dengan menggunakan biomass makrozoobenthos.
Koefisien kesuburan adalah sebagai berikut:
Skor 1-3 bila miskin makanan alami
Skor 4-6 bila makanan alami sedang/cukup
Skor 7-10 bila kaya akan makanan alami.
Nilai coefficient k adalah jumlah dari tiga koefisien (k1 + k2 + k3), Dimana :
k1 = hasil rata-rata suhu
k2 = tergantung pada kesadahan dan alkalinitas perairan dan
Skor 1 untuk perairan lunak/tidak alkalis
Skor 2 untuk perairan sadah/alkalis
k3 = komposisi jenis ikan dominan dengan nilai berikut :
Skor 1 untuk ikan berarus deras (rheophilic)
Skor 1,5 untuk kombinasi ikan arus deras dan lambat
Skor 2,0 untuk ikan dominan berarus lambat (limnophilic)
Metode ini kemudian dimodifikasi untuk perairan sungai yang lebar dan luas
dengan merubah koefisien 1 (k1) dan kapasitas biogenic (Holcik, 1979 dalam
Welcomme, 1983) dimana :
k1 dihitung berdasarkan persamaan : k1 = -0.6671 + 0.16671* Suhu (-o
C)
8
Kapasitas biogenic B dari perairan akan dinilai menggunakan biomassa dari
makrozoobenthos menggantikan jumlah tumbuhan air. Menurut Albrecht dalam
Welcomme (1983), perhitungan kapasitas biogenic ini tergantung pada biomass
makrozoobenthos. Bila biomass makrozoobenthos kurang dari 60 kg/ha maka
kapasitas biogenic (B) dihitung dengan rumus :
B = 0.00 + 0,05 Bb
Bila biomass makrozoobenthos pada kisaran 60-700 kg/ha maka kapasitas
biogenic digunakan rumus B = 0,35158 + 0,45469 log Bb dimana Bb adalah
biomass makrozoobenthos hasil pengukuran.
Kondisi Lingkungan
Analisa data lingkungan fisik, kimia dan biologi dilakukan secara analisis
deskriptif berdasarkan data yang diperoleh dan disajikan dalam bentuk tabel atau
grafik. Selain itu, parameter biologi disajikan dalam bentuk indeks biologi yang
meliputi kelimpahan, keanekaragaman dan dominansinya. Kelimpahan parameter
biologi perairan dihitung menggunakan rumus Sedwick Rafter (Welch, 1952;
Edmonson, 1971) yaitu:
N = (ns x va)/(vs x vc)
di mana:
N : jumlah sel plankton per liter air contoh
ns : jumlah sel plankton pada Sedwick Rafter
va : volume air terkonsentrasi dalam botol/diendapkan (50 ml)
vs : volume air dalam preparat Sedwick Rafter (1 ml)
vc : volume air contoh yang diambil dalam botol (0,5 liter)
Indeks keanekaragaman plankton dihitung dengan menggunakan persamaan
Shanon-Wiener. Perhitungan ini menggambarkan analisis informasi mengenai
jumlah individu serta berapa banyak jenis yang ada dalam suatu komunitas.
Rumus perhitungan (Odum, 1971) yang digunakan adalah sebagai berikut:
9
di mana:
H’ = indeks keanekaragaman Shanon-Wiener
pi = ni/N
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah seluruh individu
Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan formula Simpson, yaitu:
di mana:
Di = Indeks Dominansi
ni = jumlah individu tiap jenis
N = jumlah total individu tiap jenis
s = jumlah genera
Kriteria indeks dominansi berkisar antara 0-1 :
Dominan : jika Di > 0,5
Tidak dominan : jika Di ≤ 0,5
Tahapan analisis data untuk menentukan indeks kualitas lingkungan dengan cara
skoring adalah sebagai berikut:
Untuk menghitung IKL dengan mengikuti beberapa tahap yaitu:
a. Seluruh parameter lingkungan (fisika, kimia dan biologi) yang sudah dirata-
rata, diberikan skoring atau skala penilaian kualitas dibandingkan dengan standar
kualitas optimum terhadap ikan ekonomis penting
b. Tahap selanjutnya pemberian bobot nilai berdasarkan tingkatan kepentingan
terhadap pertumbuhan dan reproduksi ikan ekonomis penting
Data hasil pengukuran parameter diseluruh lokasi pengamatan ditentukan nilai
rataan minimum dan maksimum yang tercatat selama penelitian dan dibandingkan
dengan parameter optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan ekonomis
penting. Skor yang didapatkan dikalikan dengan bobot skor yang ditentukan
berdasarkan ketergantungan ikan contoh dengan parameter yang diuji.
Indeks kualitas lingkungan yang didapat, selanjutnya dilakukan skoring atau
ditentukan nilai jangkauannya, dan nilai jangkauan ini dibagi menjadi 5 interval
10
yang sama. Jumlah total skor (parameter yang telah skor dan dibobot) setiap
stasiun pengambilan sampel dihitung ditentukan status kualitas perairannya
dengan membandingkan terhadap kisaran nilai tertinggi dan terendah kualitas
perairan dari 7 stasiun pengamatan.
11
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah penelitian tahun ke-1 sehingga hasil belum bisa di
laporkan. akan tetapi telah ada penelitian tahun 2010 mengenai Pendugaan stok
ikan dan pengembangan teknologi penangkapan ikan yang sesuai ccrf (code of
conduct for responsible fisheries). Hasil penelitaan menunjukkan perikanan di
Sungai Batanghari masih layak dikembangkan baik perikanan tangkap maupun
budidaya dan beberapa jenis ikan yang merupakan ikan dominan dan spesies
ekonomis penting di Sungai Batanghari yaitu ikan baung (Mystus nemurus), ikan
Lais (Kryptoreus sp), Gabus (Channa striata), ikan Belida (Chitala chitala) dan
ikan Seluang (Rasbora argyrotaenia).
Pengambilan data parameter lingkungan dilakukan di hulu sampai dengan
hilir Sungai Batanghari yang meliputi 7 stasiun pengambilan. Parameter penting
yang diukur yaitu suhu, kedalaman, kecerahan, DO (Dissolve Oxygen), pH.
Parameter lainnya yaitu kelimpahan fitoplankton sebagai indikator kesuburan
perairan.Pengukuran kualitas air Sungai Batanghari dilakukan pada 7 stasiun
pengamatan seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Posisi Lokasi Pengambilan Sampel
Stasiun Lokasi Posisi
Lintang (LS) Bujur (BT)
1 Muara Tebo 1° 29. 504' 102° 27.277'
2 Muara Bulian 1° 42. 764' 103° 15.095'
3 Penyengat olak 1° 33. 824' 103° 33.427'
4 Lokasi KJA 1° 34. 426' 103° 34.426'
5 Kunangan 1° 35. 298' 103° 35.572'
6 Muara Kandis 1° 23. 049' 103° 59.499'
7 Sabak 1° 08. 592' 103° 51.378'
3.1 Karateristik Habitat dan Parameter Fisika Kimia
Sungai Batanghari berdasarkan elevasi dan karakteristik habitatnya dapat
dibagi atas zona hulu, zona tengah dan zona hilir. DAS sungai Batanghari
merupakan salah satu DAS Nasional yangg telah menunujukkan fenomena
degradasi sehingga tergolong DAS Prioritas, berbagai fenomena yang merupakan
12
indikator dergradasi seperti halnya dergradasi vegetasi di sepanjang sungai,
pencemaran air maupun sedimentasi. Secara ekologi DAS sangat penting karena
meliputi tipe ekosistem dan sumberdya yang bermanfaat untuk kehidupan
masnusia. Sebanyak 10 kabupeten dari provinsi jambi dan 3 kabupaeten dari
provinsi sumatera selatan DAS yang mengaliri ke Sungai Batanghari, sehingga
membutuhkan pengelolaan secara holistik dan terpadu.
Kualitas perairan Sungai Batanghari bagian hilir dipengaruhi oleh aktifitas
penduduk, perkebunan, pertanian dan industri. Kualitas perairan ini akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sumberdaya ikan Sungai
Batanghari. Pengukuran sampel air sebagian dilakukan secara langsung
dilapangan (in situ) dan sebagian dilakukan dilaboratorium. Hasil pengukuran dan
analisa kualitas air di Sungai Batanghari sebagai berikut :
3.1.1. Suhu
Suhu yang diukur hanya dipermukaan perairan saja (+ 30 cm dari permukaan)
dengan menggunakan termometer. Kondisi suhu permukaan perairan bervariasi
dari musim ke musim, akan tetapi suhu tidak banyak berbeda menurut perubahan
kedalaman. Perbedaaan suhu terlihat dari hulu ke hilir, dari hasil penelitian
menunjukkan suhu air lebih rendah di bagian hulu didandingkan dengan bagian
hilir sungai, akan tetapi kisaran suhu tidak terlalu jauh dan kisaran suhu di Sungai
Batanghari barkisar antara 26,9 – 32,6 0C (gambar 2).
13
Gambar 2. Profil Suhu air di Sungai Batanghari tahun 2015
Perbedaan suhu relatif kecil yang disebabkan karena pengambilan dan
pengukuran air dilakukan pada waktu yang berbeda (pagi hingga sore hari). Hasil
pengukuran suhu perairan Sungai Batanghari ternyata masih tergolong normal
untuk kehidupan biota perairan seperti yang ditetapkan dalam Kep. No.
02/MENKLH/I/Tahun 1988 yaitu suhu perairan alami. Kondisi ini didukung oleh
tidak adanya indikasi pencemaran yang bersifat termal.
Setiap organisme mempunyai suhu maksimum, optimum dan minimum bagi
kehidupannya. Menurut Boyd (1979) dalam Ginting (2002) suhu optimum untuk
pertumbuhan ikan di daerah tropis berkisar antara 25 0C – 30
0C. Selanjutnya
Mulyanto (1992) menyatakan bahwa ikan-ikan mempunyai toleransi yang rendah
terhadap perubahan suhu yang mendadak. Di samping itu kenaikan suhu dapat
mempengaruhi kelarutan oksigen dan meningkatkan toksisitas polutan. Perubahan
suhu akan mempengaruhi distribusi, metabolisme, nafsu makan, reproduksi
organisme perairan serta berpengaruh langsung terhadap proses fotosintesis
fitoplankton dan tanaman air (Zakiyah, 1991).
14
3.1.2. Oksigen Terlarut (O2)
Oksigen terlarut (DO-dissolved oxygen) merupakan peubah kualitas air
yang paling penting dalam perikanan, karena organisme memerlukan oksigen.
Kadar oksigen terlarut di dalam air dihasilkan oleh adanya proses fotosintesis dari
fiftoplankton dan difusi oksigen dari atmosfir. Kelarutan oksigen dalam air
dipengaruhi oleh peubah lain seperti suhu, salinitas, bahan organik dan kecerahan.
Gambar 3. Profil Oksigen Terlarut di Sungai Batanghari tahun 2015
Hasil pengukuran konsetrasi oksigen terlarut di perairan Sungai Batanghari
berkisar antara 4,1 – 7,5 mg/L (gambar 3). Nilai oksigen terendah di temukan di
lokasi muara kandis dengan nilai 4,1 mg/l hal ini disebabkan tingginya kandungan
bahan organik dari anak sungai kandis yang masuk ke sungai batanghar. Kadar
oksigen terlarut ini masih cukup baik dalam kaitannya terhadap kegiatan fisiologis
ikan. Menurut Welch (1980), kegiatan fisiologis makhluk hidup dalam air akan
menurun pada saat kadar oksigen kurang dari 8–10 ppm. Kondisi oksigen terlarut
di perairan Sungai Batanghari juga masih layak untuk kegiatan perikanan.
Menurut PP No. 20 Tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air dijelaskan
bahwa kandungan DO untuk kegiatan perikanan diharuskan > 3 mg/L.
15
3.1.3. Derajat Keasaman
Nilai pH pada setiap stasiun pengamatan pada bulan Maret berkisar antara
6,5-7,5, pada bulan Mei berikisar antara 5,5-6,6, pada bulan Agutsus berkisar
antara 5,5-7,5 dan bulan Oktober 6.5- 7.1 (gambar 4). Secara keselurahn pH di
sungai batanghari masih cukup baik, akan tetapi rendahnya derajat keasaman
khususnya pada bulan Mei pada stasiun muara kandis disebabkan oleh adanya
pengaruh dari sungai kandis 4yang merupakan lahan gambut yang masuk ke
Sungai Batanghari.
Gambar 4. Profil pH di Sungai Batanghari tahun 2015
3.1.4. Kecepatan Arus
Arus yang terdapat dilokasi penelitian dipengaruhi oleh pasang surut dan arus
sungai. Pada saat pasang air akan bergerak menuju hulu sungai akibat dorongan
air laut. Dorongan arus pasang cukup kuat sehingga menyebabkan turbulansi
akibat pertemuan air sungai dan laut. Sebaliknya pada saat surut air akan bergerak
dari hulu ke hilir yang didominasi oleh air sungai. Fenomena ini terjadi terus
menerus setiap harinya. Pengukuran arus dilokasi penelitian setiap lokasi berbeda-
beda, terkadang dilakukan pada saat air surut atau air pasang
16
Gambar 5. Profil kecepatan arus di Sungai Batanghari tahun 2015
Kecepatan arus pada masing-masing tempat juga bervariasi, karena
pengukuran dilakukan baik pasang mupun surut, dimana nilainya berkisar antara
0,1 – 0,6 m/s (gambar 5).
31.5. Kecerahan
Kecerahan dan kekeruhan merupakan parameter yang saling berkaitan, parameter-
parameter ini merupakan indikator produktifitas perairan sehubungan dengan
proses fotosintesis dan proses respirasi biota perairan. Tingkat kecerahan dan
kekeruhan di lokasi penelitian bervariasi tergantung pada arus saat pasang surut
dan jarak dari muara sungai. Saat arus pasang surut kuat biasanya kekeruhan
perairan akan semakin tinggi sedangkan pada saat arus melemah biasanya
kekeruhan akan berkurang.
17
Gambar 6. Profil kecerahan di Sungai Batanghari tahun 2015
Hasil pengukuran kecerahan selama penelitian diperoleh nilai kecerahan berkisar
8-40 cm, dimana stasiun yang memiliki kecerahan yang rendah pada bagian hulu,
hal ini disebabkan oleh adanya pasokan dari aliran kanal perkebunan yang
menyebabkan air menjadi lebih keruh (gambar 6).
3.1.6. Lebar Sungai
Lebar sungai batang hari mengalami kenaikan dari hulu ke hilir, dan lebar sungai
tertinggi terlihat padat gambar yaitu pada bulan agustus, hal ini di sebabkan pada
bulan ini curah hujan masih sukup tinggi sehingga adanya kenaikan tinggi muka
air. Sedangkan pada lokasi muara sabak terjadi trend penurunan lebar sungai yang
dikarenakan sungai aliran sungai batanghari sudah menjadi 2 bagian sungai.
18
Gambar 7. Profil lebar Sungai Batanghari tahun 2015
3.1.7. Daya Hantar Listrik (DHL)
Daya hantar listrik (DHL) adalah kemampuan air untuk mennghantarkan
arus listrik. Besarnya nilai DHL juga mencerminkan banyaknya ion-ion
bermuatan listrik di dalam air yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat
kesuburan perairan dan potensi produksi. Studi di Afrika menunjukkan bahwa 61
% perbedaan hasil tangkapan ikan pada berbagai sistem atau dalam sistem sungai
berkaitan dengan nilai daya hantar listrik (welcome, 2001).
Gambar 8. Nilai DHL Sungai Batangahari tahun 2015
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bilai DHL di Sungai batanghari berkisar
antara 69, 6 – 550 µs/cm (gambar 8). Tertinggi dijumpai pada lokasi muara sabak
19
yaitu sebesar 550 µs/cm yang dipengaruhi oleh pasang dari air laut dengan
salinitas sebesar 6,2 0/00.
3.1.8. Total Suspended Solid
Hasil pengukuran TSS di lokasi penelitian diperoleh nilai TSS pada bulan
Maret berkisar 146-208 ppm, bulan Mei berkisar 103-222 ppm, bulan Agustus
berkisar 38-142 ppm dan bulan Oktober berkisar 26-48 mg/l (Gambar 9).
Gambar 9. Nilai TSS Sungai Batangahari tahun 2015
Nilia TSS di sungai Batanghari cukup tinggi terutama pada musim hujan dan
tertinggi di temukan di bagian hulu yaitu pada stasiun muara tebo, tingginya nilai
TSS ini disebabkan adanya penambangan ilegal terutama di daerah anak sungai
batanghari yang mengalir ke sunggai batnghari. Nilai TSS menurun seiring
dengan menurunnya curah hujan di sepanjang sungai batanghari, kecuali pada
lokasi muraa tebo dimana aktivitas penambangan ilegal yang cukup tinggi yang
menyebabkan nilai TSS pada bulan oktober masih relatif tinggi.
3.1.9. Alkalinitas
Nilai alkalinitas suatu perairan menunjukan kapasitas penyangga perairan tersebut
serta dapat digunakan untuk menduga kesuburannya (Swingle, 1968 dalam Gaffar
et al, 2005). Hasil pengukuran alkalinitas di Sungai Rokan berkisar antara 6.9-
13.5 ppm (gambar 10). Nilai alkalinitas ini mempunyai korelasi yang erat dengan
20
kesuburan perairan dan sumberdaya ikan di sungai Rokan karena perairan ini
memiliki sumberdaya ikan yang cukup besar.
Gambar 10. Nilai Alkalinitas Sungai Batangahari tahun 2015
Nilai Alkalinitas sungai batanghari meningkat seiring dengan menurunnya curah
hujan dengan kisaran 10- 50 mg/l yang termasuk kesadahan lunak,kecuali pada
stasiun muara tebo pada bulan oktober juga disebabkan aktivitas penambangan
ilegal di sepanjang lokasi tersbut.
3.1.10. Kesadahan
Kesadahan (hardness) adalah gambaran kation logam divalen (valensi dua), pada
perairan air tawar, kation divalen yang berlimpah adalah kalsium dan magnesium,
sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah kalsium dan
magnesium. Kalsium dan magnesium berikatan dengan anion penyusun
alkalinitas, yaitu bikarbonat dan karbonat.
21
Gambar 11. Nilai Kesadahan Sungai Batangahari tahun 2015
3.1.11. COD (Chemical Oxygen Demand)
Hasil pengukuran COD pada tiap-tiap stasiun untuk ketiga series
menunjukkan kisaran antara 0,3 – 8,9 mg/l, sedangkan baku mutu untuk
kepentingan perikanan lebih ≤ 20 mg/l (Gambar 12).
Gambar 12. Nilai COD Sungai Batangahari tahun 2015
22
31.12. Klorofil-a
Nilai klorofil-a di Sungai Batanghari berkisar antara 4,5-17,5 mg/m3.
Klorofil-a berhubungan dengan produktivitas primer perairan. Kandungan
klorofil-a tertinggi terdapat pada Stasiun Muara tebo dan terendah terdapat pada
stasiun Muara Kandis.
Gambar 13. Nilai klorofil-a Sungai Batangahari tahun 2015
3.1.13. Logam Berat Pb dan Hg
Logam berat merupakan salah satu unsur kimia yang mempunyai densitas 5
gr/cm3 (Miettinen, 1977), Pb dan Hg termasuk kedalam logam berat, apabila
masuk kedalam tubuh organisme akan terakumulasi, sehingga cepat atau lambat
akan membahayakan kehidupan organism tersebut (Yatim et,al, 1979). Logam
berat yang dikonsumsi oleh organisme dasar perairan dalam jangka panjang akan
terakumulasi dan mengalami peningkatan kandungan dalam organ tubuhnya serta
dapat mengganggu pertumbuhan, reproduksi ikan pemakan hewan taupun
tumbuhan dasar perairan.
23
Gambar 14. Konsentrasi Logam berat Pb dan Hg pada Sedimen
Logam berat yang masuk ke perairan akan mengalami pengendapan dan
masuk ke organisme melalui penyerapan. menurut Hutagalung (1991) logam
berat yang terakumulasi di sedimen karena proses absorbsi melalui 5 fase yaitu:
1) fase terikat secara absorpsi dan pertukaran ion, 2) fase terikat karbonat, 3)
fase terikat oleh oksida Fe/Mn, 4) fase terikat pada zat organik dan sulfida, dan 5)
fase terikat kisi - kisi logam [6]. Harahap (1991) mengatakan bahwa logam berat
mempunyai sifat yang mudah terikat dan mengendap di dasar perairan dan
terakumulasi membentuk sedimen. Oleh karena itu. Kadar logam berat dalam
sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air. Konsentrasi logam berat Pb di
Sungai Batanghari berkisar antara 50 – 203 mg/kg dengan rata2 97,98 ± 0,3
mg/Kg, hal ini menunjukkan bahwa sungai tersebut terkontaminasi logam berat
yang telah melibihi 80 mg/kg. Sedangkan untuk Logam berat Hg berkisar antara
0,17 -0,66 mg/kg dengan rata-rata 0,331 ± 0,004 mg/kg, hal ini menunjukkan
bahwa sungai Batanghari telah terkontaminasi logam berat yang telah melibihi 0,3
mg/kg yang telah dikeluarkan oleh Dutch Quality Standars For Metals in
Sediment (IADC/CEDA, 1997). Tinggi nilai logam berat Hg khusunya pada
stasiun 1 merupakan akbiat dari penambangan emas tanpa ijin (PETI) di
sepanjang aliran Sungai Batanghari.
24
Gambar 15. Konsentrasi Logam berat pb dan Hg pada Air
Konsentrasi rata-rata logam berat Pb dan Hg diSsungai Batanghari adalah 0,008 ±
0,011 mg/L dan 0,0006 ± 0,00062 mg/L, yang menunjukkan bahwa logam berat
Pb dan Hg masih berada dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh KepmenLH
no 51 Tahun 2004. Namun pada lokasi 1 nilai Hg sudah melebihi ambang batas
yang ditetapkan dengan konsentrasi 0,02 mg/L yang disebabkan aktivitas
penambangan PETI yang cukup tinggi.
3.1.4 Zat Hara
Zat hara utama yang diperlukan bagi tumbuhan perairan (terutama
fitoplankton) untuk tumbuh dan berkembang ialah nitrogen (sebagai nitrat (NO3-)
atau Nitrit (NO2-)) dan fosfor (sebagai fosfat, PO4
-). Zat-zat hara yang lain,
mungkin diperlukan dalam jumlah kecil atau sangat kecil, namun pengaruhnya
terhadap produktifitas tidak sebesar nitrogen dan fosfor. Menurut Hutabarat
(1989), dari 6 jenis nutrien (nitrogen, fosfor, potasium, kalsium, mangan dan
sodium) yang dibutuhkan oleh tanaman berbunga hanya nitrogen (N) dan fosfor
(P) yang merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan alga. Hasil pengukuran
Nitrat (NO3-N), Nitrit (NO2-N) dan Fosfat (PO4) di lokasi pengamatan disajikan
pada Gambar 16.
25
Gambar 16. Konsentrasi NO3-N di Sungai Batanghari tahun 2015
Kandungan rata-rata nitrat air Sungai Batanghari berkisar antara 0,0038 –
0,83 mg/L, Berdasarkan kepada kandungan nitratnya, dengan mengacu kepada
Sharp (1983) dalam Susana (2005), maka perairan Sungai Batanghari dapat
dikategorikan kedalam tipe perairan dengan kesuburan sedang hingga tinggi,
yakni perairan dengan kandungan nitrat berkisar >0,422 mg/L. Tingginya
kandungan nitrat ini diduga berkaitan dengan kondisi perairan sungai Batanghari
yang merupakan daerah yang di sepanjang alirannya terdapat kegiatan industri
dan juga perkebunan karet dan sawit sehingga memungkinkan banyaknya aliran
limbah yang mengandung nutrien.
26
Gambar 17. Konsentrasi NO2-N di Sungai Batanghari tahun 2015
Nilai Nitrit Sungai Batanghari antara 0,0105 mg/L – 0,045 mg/L. Jika
dilihat dari konsentrasi nitritnya, maka perairan Sungai Batanghari dikategorikan
dalam kondisi Normal seusai dengan PP No.20 Tahun 1990 tentang pengendalian
pencemaran air yang mensyaratkan nilai nitrit untuk kegiatan perikanan < 0,06
mg/L.
Gambar 18. Konsentrasi O-PO4 di Sungai Batanghari tahun 2015
Nilai fosfat di Sungai Batanghari berkisar antara 0,012 - 0,189 mg/L
(Gambar 18). Nilai Fosfat Perairan Sungai Batanghari menunjukkan bahwa
27
sungai tersebut dapat digunakan untuk kegiatan perikanan (PP No.20 Tahun 1990
tentang pengendalian pencemaran air). Berkaitan dengan tingkat kesuburan
perairan, secara umum perairan Sungai Batanghari dapat dikategorikan mesotrofik
, yakni perairan dengan kandungan fosfat berkisar antara < 0,2 mg/L.
Kandungan zat hara (nitrat, nitrit dan fosfat) yang tinggi dalam perairan
dapat meningkatkan kesuburan dari perairan. Hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya blooming algae dan juga tumbuhan air. Hal tersebut mulai terjadi di
beberapa bagian terutama di Sungai Batanghari bagian tengah. Tumbuhan enceng
gondok mulai banyak tumbuh dan hampir menutupi badan sungai. Hal tersebut
sesuai dengan hasil pengukuran fosfat yang menunjukkan bahwa kadar fosfat di
Sungai Batanghari bagian tengah tepatnya di stasiun kungangan mempunyai nilai
paling tinggi. Fosfat dalam perairan didapat dari buangan limbah baik industri
maupun limbah rumah tangga yang masuk ke perairan.
Gambar 19. Konsentrasi O-PO4 di Sungai Batanghari tahun 2015
3.2. Parameter Biologi Perairan
Penentuan status tingkat kesehatan suatu ekosistem perairan selain dapat di
analisa melalui kualitas fisik dan kimiawi habitat, dapat juga dianalisa dengan
menggunakan indikator biologi seperti plankton, invertebrata seperti organisma
dasar yang menetap (benthos) dan ikan (nekton).
28
3.2.1. Fitoplankton
Hasil identifikasi fitopplankton pada 7 stasiun di perairan sungai
Batanghari didapatkan sebanyak 9 genera yang berasal dari 3 kelas yaitu
Bacillariophycea, Cyanophyceae dan Chlorophyceae yang di dominasi dari kelas
Bacillariophycea. Kelimpahan fitoplankton di Sungai Batanghari berkisar antara
80 -760 sel/L, dimana kelimpahan tertinggi di stasiun muara sabak yang
merupakan bagian hilir sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut yang paling
tinggi (Gambar 20).
Gambar 20. Kelimpahan Fitoplankton di Sungai Batanghari tahun 2015
Nilai indeks keanekaragaman menggambarkan kondisi lingkungan suatu
perairan, menurut Wilhm dan Dorris (1966) dalam Siagian et al (1996) bahwa jika nilai
H’ > 3 berarti sebaran individu tinggi atau keragaman tinggi berarti lingkungan tersebut
belum mengalami gangguan (tekanan) atau struktur organisme yang ada berada dalam
keadaan baik. Jika nilai H’ antara 1 - 3 berarti sebaran individu sedang atau keragaman
sedang berarti lingkungan telah mengalami gangguan (tekanan) yang agak jelek.
Sebaliknya jika H’ < 1 berarti sebaran individu rendah atau keragaman rendah berarti
lingkungan tersebut telah mengalami gangguan (tekanan) atau struktur organisme yang
ada berada dalam keadaan tidak baik. Nilai Indeks Keanekaragaman fitoplankton di
Sungai Batanghari berkisar antara 0,7 – 1,4, hal ini menunjukkan bahwa organisme di
sungai Batanghari telah mengalami tekanan lingkungan (Gambar 21).
29
Gambar 21. Indeks Keanekaragaman fitoplankton di Sungai Batanghari 2015
Indek dominasi jenis plankton dapat digunakan untuk melihat ada atau
tidaknya spesies tertentu yang mendominansi suatu komunitas plankton pada
perairan tersebut. Dari hasil nilai rata-rata indeks dominansi jenis plankton di
setiap pengamatan berkisar antara 0,09- 0,4 (Gambar 22). Secara umum tidak
terlihat adanya spesies tertentu yang mendominansi suatu komunitas plankton
pada perairan tersebut, karena hampir semuanya termasuk kriteria dominansi
parsial rendah (<0,5).
Gambar 22. Indek Dominansi fitoplankton di Sungai Batanghari tahun 2015
30
3.2.2. Zooplankton
Hasil identifikasi zooplankton di sungai Batanghari di dapatkan 18 genera
dari 6 kelas yaitu sarcodina, monogonata, mastigopora, ciliata, dogononta dan
Crustecea yang didominasi dari kelas sarcodina dari genera difflugia dengan
kelimpahan berkisar antara 360 – 3760 Ind/L (Gambar 20).
Gambar 23. Kelimpahan zooplankton di Sungai Batanghari tahun 2015
Nilai Indeks keanekaragaman yang berada pada kisaran 0.56-1.34
mengindikasikan bahwa perairan sungai Batanghari sedang mengalami proses
degradasi pada beberapa lokasi yang termanfaatkan di sekitar sungai (Gambar 24).
Gambar 24. Indeks Keanekaragaman zooplankton di Sungai Batanghari 2015
31
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai indeks dominansi jenis
plankton di setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0,1 – 0,33 (Gambar 22).
Indek dominasi jenis plankton dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya
spesies tertentu yang mendominansi suatu komunitas plankton pada perairan
tersebut. Secara umum tidak terlihat adanya spesies tertentu yang mendominansi
suatu komunitas plankton pada perairan tersebut, karena hampir semuanya
termasuk kriteria dominansi parsial rendah < 0,5.
Gambar 25. Indek Dominansi zooplankton di Sungai Batanghari tahun 2015
Hasil perhitungan beberapa kualitas air berdasarkan pendekatan WQI, bahwa
kualitas perairan di Sungai Batanghari mengalami tekanan lingkungan dengan
tingkat pencemaran yang sedang (Tabel 3)
Tabel 3. Kondisi Lingkungan di Sungai Batanghari berdasarkan WQI tahun 2015
Lokas Penelitian WQI (Water Quality Index) Tingkat Pencemaran
St.Murara Tebo 66.2 Sedang
St. Muara bulian 69.81 Sedang
St. Muara kandis 57.44 Sedang
Lokasi KJA 55.36 Sedang
Penyengat Olak 62.31 Sedang
St Kunangan 64.22 Sedang
Muara Sabak 61.69 Sedang
Nilai indeks kualitas air menunjukkan bahwa tekanan lingkungan mluai terlihat
pada bagian tengah sungai, hal ini disebabkan oleh pemanfatan industri (industri
32
Karet pada umumnya), Lokasi Keramba Jaring Apung dan aktivitas masyarakat
lebih intensif di bagian tengah khususnya yang berada pada lokasi kota jambi.
3.3. Potensi Produksi Ikan
Pendekatan pendugaan estimasi ikan dengan cara sederhana dapat
dilakukan dengan menggunakan panjang sungai, persamaan ini dapat ditentukan
hubungan stok ikan yang ada pada suatu sungai dengan bentuk morfologi dala hal
ini adalah panjang sungai tersebut. Hubungan ini bisa digunakan untuk rencana
pembangunan perikanan dengan melihat hubungan normal antara hasil tangkapan
dengan panjang sungai. Namun masih perlu modifikasi dan koreksi ari daya
hantar listrik dan keanekaragaman jenis yang ada disungai tersbut.
Pendugaan potensi produksi ikan dengan metode cepat kajian potensi ikan
itu sendiri terbagi menjadi empat jenis yaitu: Metode Leger-Huet, Metode Biuns-
Eishosmans, Metode korelasi sederhana dan Model kajian perikanan sungai di
Afrika. Pendugaan potensi ikan dengan pendekatan morfologi, kesuburan dan
biogenic capacity (bentos) melalui metode Leger-Huet menunjukkan nilai
standing stok ikan pada beberapa stasiun pengamatan di sepanjang Sungai
Batanghari bervariasi baik antar stasiun maupun waktu pengamatan (Gambar 26).
Gambar 26 Standing stok ikan (kg/km2) di Sungai Batanghari tahun 2015
33
Nilai standing stok ikan yang paling rendah ditemukan pada stasiun muara
sabak yaitu 19.92 kg/km2 dan nilai tertinggi ditemukan pada wilayah jambi yaitu
pada stasiun penyengat olak dan stasiun KJA yaitu 300,6 kg/km2 dan 299.95
kg/km2.
Berdasarkan nilai standing stok tersebut, potensi produksi ikan pada
Sungai Batanghari dapat diketahui melalui pendekatan Henderson (1973) yaitu
potensi produksi ikan pada perairan umum daratan adalah 40% dari nilai standing
stok. Potensi produksi ikan berdasarkan metode ini umumnya dipengaruhi oleh
biota makroozoobentos dan lebar sungai.
3.4. Sumber Daya Ikan
Survey yang dilakukan pada tahun 2015 di Sungai Batanghari mendapatkan
136 sepesies dari 40 famili yang di dominasi dari famili cyprinidae (Tabel 4).
Bebearpa jenis ikan masih cukup banyak ditemukan di daerah bagian tengah
antara lain ikan palau, lampam, lambak, sedangkan di daerah bagian hilir yang
cukup banyak adalah bulu ayam, duri putih, duri kuning,lundu, sapu jagat dan lain
lain. Ikan dengan kategori sedikit atau mulai jarang ditemukan antara lain ikan
botia, jelawat, langli, belida, sihitam, baung jakso, belut tulang, dalum dsb. Ikan
arwana yang dulu masih ada sekarang betul betul sudah hilang di Sungai
Batanghari, begitu juga ikan balashark atau puntung hanyut tidak lagi ditemukan.
Tabel 4. Jenis jenis ikan di Sungai Batanghari
No. Nama Daerah Nama Ilmiah Famili Catatan
1. Aro Osteochilus. sp Cyprinidae **
2. Aro angit Osteochilus kappeni Cyprinidae *
3. Aro merah mato Osteochilus
melanopleura
Cyprinidae **
4. Bajang/wajang Cyclocheilichthys
enoplos
Cyprinidae **
5. Baung Hemibagrus nemurus Bagridae **
6. Baung jakso Hemibagus wyckii Bagridae *
7. Baung laut Osteogeneiosus
militaris
Ariidae *
8. Baung munti Bagroides melapterus Bagridae **
9. Bawal Pampus argenteus Stromatidae *
10. Bejubang/Botia Botia macracantha Botiidae *
11. Belanak Liza sp Mugilidae *
12. Belida Chitala lopis Notopteridae *
34
13. Belut Monopterus albus Synbranchidae **
14. Belut laut Gymnothorax sp Muraenidae *
15. Belut tulang Kryptopterus apogon Siluridae *
16. Bengalan Puntioplites bulu Cyprinidae **
17. Betok Anabas testudineus Anabantidae **
18. Betutu Oxyeleotris marmorata Eleotridae **
19. Bujuk Channa lucius Channidae *
20. Bulu ayam Coilia lindmani Engraulidae ***
21. Buntal Tetraodon sp Tetraodontidae **
22. Buntal batik Tetraodon biocellatus Tetraodontidae *
23. Coli Albulichthys albuloides Cyprinidae **
24. Cupang Betta sp Osphronemidae **
25. Dalum Bagarius sp Akysidae *
26. Duri putih Arius leiotetocephalus Ariidae ***
27. Dukang Arius sp Ariidae **
28. Duri kuning Arius sp Ariidae ***
29. Elang Datnioides sp Datnioididae *
30. Gabus Channa striata Channidae **
31. Gulama Johnius belengeri Sciaenidae ***
32. Gulama Johnius trachycephalus Sciaenidae **
33. Gulama pala batu Johnies sp Sciaenidae **
34. Gulama rebung Johnius sp Sciaenidae **
35. Gurame Osphronemus gouramy Anabantidae *
36. Hidung budak Hemisilurus
rosenberghi
Siluridae *
37. Hiu Sphyrna sp Sphyrnidae *
38. Ikan belang Puntius tetrazona Cyprinidae *
39. Ikan timah/layur Trichiurus savala Trichiuridae *
40. Jalai Channa maruloides Channidae *
41. Jambal pipih Pangasius sp Pangasidae *
42. Janggut Polynemus sp Polynemidae **
43. Jarang gigi Johnius sp Sciaenidae *
44. Johar Rasbora sp Cyprinidae *
45. Juar Luciosoma trinema Cyprinidae **
46. juaro Pangasius
polyuronodon
Pangasidae ***
47. Julung-julung Hemiramphus sp Hemiramphidae ***
48. Kakap Lates calcarifer Latidae *
49. Kalui/gurami Osphronemus goramy Osphronemidae **
50. Klemak/Jelawat Leptobarbus hoeveni Cyprinidae *
51. Keperas Cyclocheilichthys
apogon
Cyprinidae ***
52. Keperas hitam Cyclocheilichthys sp Cyprinidae
53. Keperas merah Cyclocheilichthys sp Cyprinidae ***
54. Kerandang Channa
pleurophthalmus
Channidae **
55. Kili-kili buayo Syngnathoides sp Syngnathidae **
35
56. Kiper Scatophagus argus Scatophagidae *
57. Kulari Puntius hugenini Cyprinidae **
58. Lais Kryptopterus
kryptopterus
Siluridae ***
59. Lais bemban Kryptopterus sp Siluridae **
60. Lais hujan Kryptopterus bicirrhis Siluridae **
61. Lais janggut Kryptopterus sp Siluridae **
62. Lais muncung Kryptopterus sp Siluridae **
63. Lambak Thynnichthys polylepis Cyprinidae ***
64. Lambak
muncung
Dangila ocellata Cyprinidae **
65. Lambak pasir Dangila festiva Cyprinidae **
66. Lampam/kepiat Barbodes
schwanenfeldi
Cyprinidae ***
67. Lambak pipih Labiobarbus sp Cyprinidae ***
68. Langli Botia hymenophysa Botiidae *
69. Layang Bagrichthys
hypselopterus
Bagridae *
70. Lele Clarias batrachus Clariidae **
71. Lele dumbo Clarias sp Claridae **
72. Lidah / sebelah Cynoglossus sp Claridae ***
73. Lomek Harpadon nehereus Harpodontidae **
74. Lumajang Cyclocheilichthys
enoplos
Cyprinidae **
75. Lundu Mystus wolffi Bagridae ***
76. Mentulu Barbichthys laevis Cyprinidae *
77. Nila Oreochromis niloticus Cichlidae *
78. Palau / puyau Osteochilus hasselti Cyprinidae ***
79. Parang-parang Macrochirichthys
macrochirus
Cyprinidae **
80. Patin Pangasius djambal Pangasidae *
81 Patin bangkok Pangasius
hypophthalmus
Pangasidae *
82. Patin lubuk Pangaius sp Pangasidae *
83. Patin muncung Pangasius sp Pangasidae **
84. Patin pedado Pangasius sp Pangasidae *
85. Pari Dasyatis. sp Dasyatidae *
86. Pimping Chela oxygaster Cyprinidae **
87. Pirang mas Setipinna taty Engraulidae **
88. Pirang putih Setipinna sp Engraulidae **
89. Putak Notopterus notopterus Notopteridae *
90. Repang Puntioplites waandersi Cyprinidae *
91. Ringo Thynnichthys thynoides Cyprinidae **
92. Riu-riu Mystus gulio Bagridae **
93. Sapil/tembakang Helostoma temmicki Helostomatidae **
94. Sapu jagat Hypostomus
plecostomus
Loricariidae ***
36
95. Sebarau Hampala
macrolepidota
Cyprinidae ***
96. Sebarau lalat Hampala ampalong Cyprinidae *
97. Seberuk Osteochilus schlegelii Cyprinidae **
98. Segidamar Glossogobius sp Gobiidae *
99. Selincah Belontia hasselti Belonitidae **
100. Selontok Glossogobius giuris Gobiidae **
101. Selontok putih Glossogobius sp Gobiidae *
102. Seluang Rasbora sp Cyprinidae ***
103. Seluang maram Rasbora sp Cyprinidae ***
104. Seluang pantau Rasbora ap Cyprinidae *
105. Seluang pimping Chela oxygastroides Cyprinidae *
106. Sembilang Plotosius canius Plotosidae *
107. Sihitam Labeo chrysophekadion Cyprinidae *
108. Selusur merah Epalzeorhynchos
kalopterus
Cyprinidae **
109. Selusur putih Crossocheilus
siamensis
Cyprinidae **
110. Semuringan Puntius fasciatus Cyprinidae **
111. Semumul Cyprinidae
112. Senangin Eleutheronema
tetradactylus
Polynemidae *
113. Sengarat Belodonthycthys
dinema
Siluridae *
114. Senggiringan Mystus nigriceps Bagridae **
115. Sepat siam Trichogaster pectoralis Belontiidae **
116. Sepat rawa Trichogaster
trichopterus
Belontiidae **
117. Sepat mutiara Trichogaster leeri Belontiidae *
118. Sepatung Pristolepis fasciata Nandidae **
119. Sepengkah Parambassis wolffii Ambassidae **
120. Serai Polynemus sp Polynemidae **
121. Seriding Ambassis sp Ambassidae **
122. Siumbut Cyclocheilictys enoplos Cyprinidae *
123. Sumpit Taxotes sp Toxotidae **
124. Tapah Wallago leerii Siluridae *
125. Tali-tali Acantopsis sp Cobiti`dae **
126. Tawes Barbonymus
gonionotus
Cyprinidae **
127. Tembakang Helostoma temmincki **
128. Tempalo/macam2 Betta spp Osphronemidae **
129. Tengadak Barbus Schwanenfeldii Cyprinidae ***
130. Teri Stolephorus sp Engraulidae **
131. Tilan Mastacembelus
unicolor
Mastacembelidae **
132. Terong/kepar Belontia hasselti *
133. Timah-timah Aplocheilus panchax Aplocheilidae ***
37
134. Tirusan Johnius sp Sciaenidae **
135. Toman Channa micropeltes Channidae **
136. Udang galah Macrobrachium
rosenbergii
Palaemonidae ***
Ukuran ikan yang didapatkan di Sungai Batanghari Jambi terdapat pada Tabel
5. Beragam ukuran ikan yang ditemukan mulai dari yang relatif kecil atau
berukuran benih, ukuran sedang sampai ukuran relatif besar atau ikan dewasa.
Ikan dengan ukuran kecil yang banyak ditemukan adalah beberapa jenis ikan
seluang, selusur batang merah atau selusur batang putih, Yang berukuran sedang
adalah ikan lambak, lambak pipih, lambak pasir, palau, keperas, keperas merah
dan senggiringan.
Tabel 5. Sebaran ukuran ikan di Sungai Batanghari
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Ukuran
panjang
(cm)
Ukuran
Berat
(gram)
1. Aro Osteochilus. sp 6,3-24,5 3 - 208
2. Aro merah mato Osteochilus
melanopleura
15,6-20,8 44-104
3. Bajang Cyclocheilichthys
enoplos
9,4-25,0 8-53
4. Baung Hemibagrus nemurus 10,2-33,0 8-377
5. Baung Jakso Hemibagus wyckii 10,6-23,5 11-103
6. Baung munti Bagroides melapterus 17,5-23 41-167
7. Belida Chitala lopis 24,6-27,0 94-131
8. Bengalan Puntioplites bulu 8,2-9,5 6-12
9. Betok Anabas testudineus 8,6-10,0 13-22
10. Betutu Oxyeleotris marmorata 17,4-25,2 68-242
11. Buntal Tetraodon sp 13,1-22,1 55-476
12. Dalum Bagarius sp 13,0-27,0 14-107
13. Duri Arius leiotetocephalus 11,0-19,5 12-92
14. Elang Datnioides sp 4,7-14,5 1-87
15. Jambal pipih Pangasius sp 10,5-14,9 11-40
16. Janggut Polynemus sp 11,0-16,4 9-25
17. Jarang gigi Johnius sp 11,1-25,4 10-134
18. Juaro Pangasius
polyuronodon
8,1-28,6 7-146
19. Kakap Lates calcarifer 7,6-17,5 7-126
20. Kelemak/jelawat Leptobarbus hoeveni 12,8-20,1 25-80
21. Keperas Cyclocheilichthys
apogon
9,6-14,6 11-42
22. Keperas merah Cyclocheilichthys sp 9,2-11,7 10-20
23. Lais Kryptopterus 9,1-30.0 9-162
38
kryptopterus
24. Lais janggut Kryptopterus sp 12,7-27,6 12-64
25. Lais muncung Kryptopterus sp 13,1-19,2 12-38
26. Lambak Thynnichthys polylepis 11,2-14,0 15-34
27. Lambak
muncung
Dangila ocellata 12,5-18 23-70
28. Lambak pasir Dangila festiva 10,3-14,0 13-28
29. Lambak pipih Labiobarbus sp 13,2-14,3 22-30
30. Lampam/kepiat Barbodes
schwanenfeldi
3,9-26,5 1-421
31. Lundu Mystus wolffi 10,3-16,8 13-64
32. Mentulu Barbichthys laevis 10,2-22,0 11-150
33. Palau Osteochilus hasselti 10,016,6 12-63
34. Parang-parang Macrochirichthys
macrochirus
11,6-24,6 8-66
35. Pirang Setipinna taty 9,1-21,7 4-75
36. Patin lubuk Pangaius sp 22,6-26,7 95-159
37. Repang Puntioplites waandersi 6,6-18,0 3-90
38. Sapu-sapu Hypostomus
plecostomus
22,3-37,1 85-449
39. Sebarau Hampala
macrolepidota
11,618,2 18-67
40. Selontok Glossogobius giuris 11,6-27,2 14-176
41. Seberuk Osteochilus schlegelii 5,6-13,5 1-28
42. Seluang Rasbora sp 6,0-9,0 2-6
43. Seluang pantau Rasbora sp 9,6-14,5 5-32
44. Selusur bt
merah
Epalzeorhynchos
kalopterus
4,2-9,6 1-10
45. Selusur bt putih Crossocheilus
siamensis
6,5-9,0 1-6
46. Sengarat Belodonthycthys
dinema
16,6-26,2 20-90
47. Senggiringan Mystus nigriceps 8,7-21,0 6-80
48. Sepat mutiara Trichogaster leeri 5,9-8,1 3-8
49. Sepat siam Trichogaster pectoralis 7,6-10,0 8-15
50. Sepengkah Parambassis wolffii 9,0-19,0 13-118
51. Sihitam Labeo chrysophekadion 8,8-31,9 9-428
52. Sumpit Taxotes sp 10,7-22,2 23-262
53. Tapah Wallago leerii 21,6-35,6 69-335
54. Tembakang Helostoma temmincki 7,2-8,1 8-9
55. Terong Mastacembelus
unicolor
11,9-14,0 35-53
56. Tilan Belontia hasselti 8,7-48,5 1-478
39
3.4.1. Sex Ratio dan Tingkat Kematangan Gonad
Sex ratio (nisbah kelamin) penting diketahui untuk menetukan keseimbangan
suatu jenis ikan di alami, apabila ikan jantan dan betina seimbang atau betina
lebih banyak di alam, diartikan bahwa populasi ikan tersebut masih ideal untuk
mempertahankan kelestarian. Dari contoh ikan yang didapatkan, beberapa jenis
ikan terlihat seimbang antara ikan jantan dengan betina, namun secara umum
jumlah persentase ikan betina lebih banyak dari yang jantan, keculai ikan palau,
yang menujukkan jumlah jantan lebih banyak dari jenis betinanya.
Tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan hal yang sangat penting dari
suatu siklus hidup ikan. Mengetahui tingkat kematangan gonad ikan dapat
memberikan keterangan yang berarti mengenai frekuensi, musim pemijahan,
ukuran ikan pertama kali matang gonad dan memijah (Nikolsky, 1963).
Kematangan gonad ikan (TKG) adalah tahapan pada saat perkembangan
gonad sebelum dan sesudah ikan memijah (Utiah, 2007). Perkembangan gonad
pada ikan secara garis besarnya terdiri dari 2 tahap yaitu tahap pertumbuhan dan
tahap pematangan (Lagler et al., 1977). Penentuan TKG dapat dilakukan secara
morfologis dan histologis. Secara morfologis dapat dilihat dari bentuk, panjang,
berat, warna dan perkembangan gonad melalui fase perkembangannya
(Anonimous, 2007).
Pengamatan TKG dan sex ratio dilakukan selama 4 kali survey, diketahui
bahwa ikan-ikan di Sungai Batanghari mengalami proses pematangan gonad dari
bulan Maret sampai Oktober secara bertahap (Tabel 6).
Sejumlah ikan yang cukup banyak ditemukan, beberapa diantaranya sudah ada
yang mengalami pemijahan dengan kematangan gonad atau TKG V seperti ikan
palau (Osteochillus haselti), kepras merah (Cyclocheilichthys sp), kepiat dan
lambak pasir (Labiobarbus sp)/(Tabel 3). Sedangkan ikan lundu (Mystus wolffi),
repang (Puntioplites waandersi)baru mengalami kematangan gonad (TKG) I, II ,
III dan TKG IV.
40
Tabel 6. Sex ratio dan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan
No. Jenis Ikan Bulan Tingkat Kematangan Gonad (%) Sex Ratio (%)
I II III IV V Bt Jt
1. Baung Maret
Mei
Agustus
Oktober
40
-
-
-
60
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
60
-
-
-
40
70
-
-
60
30
-
-
40
2. Keperas merah Maret
Mei
Agustus
Oktober
-
-
-
-
20
-
-
-
20
-
-
22
10
-
-
60
50
-
-
18
58,8
-
-
56
41,2
-
-
44
3. Kepiat/lampam Maret
Mei
Agustus
Oktober
60
20
-
-
40
50
-
-
-
30
-
20
-
-
-
73
-
-
-
7
57,2
56
-
48
42,8
44
-
52
4. Lais Maret
Mei
Agustus
Oktober
40
-
-
-
40
-
-
-
20
-
-
10
-
-
-
70
-
-
-
20
40
-
-
60
60
-
-
40
5. Lambak Maret
Mei
Agustus
Okrtober
25
20
-
-
75
40
-
-
-
40
-
40
-
-
-
50
-
-
-
10
75
60
-
56
25
40
-
44
6. Lambak pasir Maret
Mei
Agustus
Oktober
40
-
-
-
60
-
-
-
-
-
-
10
-
-
-
50
-
-
-
40
60
-
-
62
40
-
-
38
7. Lundu Maret
Mei
Agustus
Oktober
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
35
-
-
-
65
-
-
-
-
-
-
-
62
-
-
-
48
8. Palau Maret
Mei
Agustus
Oktober
-
-
-
10
12
10
-
-
40
15
-
20
44
60
-
30
4
15
-
40
39,8
45
-
62
60,2
65
-
38
9. Repang Maret
Mei
Agustus
Oktober
20
-
-
14
60
-
-
40
20
-
-
30
-
-
-
16-
-
-
-
-
60
-
-
50
40
-
-
50
10. Sebarau Maret
Mei
Agustus
Oktober
80
20
-
-
20
50
-
-
-
30
-
23
-
-
-
40
-
-
-
37
68,9
46
-
52
31,1
54
-
48
11. Selontok Maret
Mei
Agustus
Oktober
-
-
-
-
-
33,4
-
-
-
-
-
30
-
66,6
-
40
-
-
-
30
-
60
-
51
-
40
-
49
41
3.4.2. Kebiasaan Makan
Makanan bagi ikan dapat merupakan faktor yang menentukan populasi,
pertumbuhan dan kondisi ikan. Jenis makanan satu species ikan biasanya
tergantung pada umur, tempat, waktu dan alat pencernaan dari ikan itu sendiri,
dengan mengetahui makanan atau kebiasaan makan satu jenis ikan dapat dilihat
hubungan ekologi antara ikan dengan organisme lain yang ada di suatu perairan,
misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, saingan dan rantai makanan (Effendie,
1992).
Beberpa jenis ikan yang sudah diamati isi lambung maupun isi ususnya (Tabel
7) menunjukkan bahwa jenis-jenis ikan duri (Arius sp), lais (Kryptopterus
kryptopterus), sebarau (Hampala macrolepidota) dan sengarat (Hampala
macrolepidota) tergolong kelompok ikan karnivora (pemakan ikan dan hewan
lainnya). Sedangkan ikan lambak (Thynnichthys polylepis) termasuk ikan
herbivora (pemakan tumbuhan). Selain itu tercatat pula ikan-ikan kelompok
omnivora (pemakan segala macam makanan) seperti ikan lampam dan ikan palau
lundu (Mystus nigriceps), dan bulu ayam (Coilia lindmani)
Tabel 7. Pola kebiasaan makan beberapa jenis ikan di Sungai Batanghari.
No. Jenis Ikan Pakan Alami Sifat Makan
1. Baung Udang, kepiting, detritus Omnivora
2. Bulu ayam Insekta,Annelida, detritus ,plankton Omnovora
3. Duri Udang, ikan kecil, siput Karnivora
4. Gulamo Udang, ikan, kepiting, cacing Karnivora
5. Lais Ikan kecil, udang, serangga air Karnivora
6. Lambak Tumbuhan, algae, detritus Herbivora
7. Lampam Tumbuhan, detritus, cacing Omnivora
8. Lidah Udang, ikan kecil, kepiting Karnivora
9. Lomek Ikan kecil, udang Karnivora
10. Lundu Udang, cacing,serangga,detritus Omnivora
11. Palau Tumbuhan, algae, cacing Omnivora
12. Sebarau Ikan kecil, udang, serangga air Karnivora
13. Sengarat Ikan kecil, udang, kepiting Karnivora
42
3.4.3. Hasil Tangkapan Ikan
Hasil percobaan penangkapan ikan berdasarkan ukuran mata jaring 1 sampai 3
inch terdapat pada Tabel 8. Ikan yang tertangkap oleh jaring dengan ukuran 1 inch
antara lain adalah ikan-ikan berukuran kecil atau ikan yang masih kecil atau anak
ikan seperti : gulamo, johar, juaro, julung-julung, kepiat/lampam, Lais, lambak
batu, lambak muncung, lambak pipih, parang-parang, pimping, repang, seburuk,
selontok dan ikan seluang. Sedangkan untuk ukuran jaring 3 inch hanya
menangkap ikan yang berukuran relatif besar atau induk ikan seperti patin, ikan
aro, baung, belida, repang dan sapu jagat dsb.
Tabel 8. Jenis, jumlah dan berat ikan yang tertangkap berdasarkan ukuran
mata jaring
No. Ukuran Jaring
(inch)
Nama Ikan Jumlah Ikan
(ekor)
Berat ikan
(gram)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
1 inch
Gulamo
Johar
Juaro
Julung-julung
Kepiat/lampam
Lais
Lais piar
Lambak batu
Lambak muncung
Lambak pipih
Parang-parang
Pimping
Repang
Seburuk
Selontok
Seluang
1
1
14
1
2
1
3
1
1
1
1
1
2
4
1
2
54
20
163
8
12
9
60
4
3
11
22
18
15
29
18
30
17.
18.
19
20.
21.
1,5 inch
1,5 inch
1,5 inch
1,5 inch
1,5 inch
Baung
Jarang gigi
Juaro
Lundu
Parang-parang
2
1
1
30
2
94
?
100
890
150
22.
23.
2 inch
2 inch
Coli
Jarang gigi
1
2
96
134
24.
25.
26.
27.
28.
2,5 inch
2,5 inch
2,5 inch
2,5 inch
2,5 inch
Aro
Coli
Juaro
Kepiat
Keperas
2
2
1
2
1
140
172
215
84
34
43
29
30.
31.
2,5 inch
2,5 inch
2,5 inch
Lele dumbo
Mentulu
Sapu jagat
1
1
1
100
56
180
32.
33.
34.
35.
36.
3 inch
3 inch
3 inch
3 inch
3 inch
Aro
Baung
Belida
Repang
Sapu jagat
1
1
1
1
3
140
224
202
190
600
Di Sungai Batanghari banyak jenis alat tangkap yang digunakan para
nelayan antara lain adalah : jaring atau pukat, jala, belad, tajur, pancing dan
sebagainya (Tabel 9). Jaring dengan berbagai ukuran paling dominan dioperasikan
diberbagai lokasi dapatmenangkap banyak jenis ikan antara lain ; Aro, belida,
gabus/ruan, jarang gigi, juaro, keperas, kepiat, klemak, lais, lais hujan, mentulu,
repang, sapu jagat, seburuk, sihitam, tirusan dll. Selain jaring alat tangkap yang
dapat menangkap banyak dan beragam jenis ikan adalah belad yaitu alat tangkap
yang terbuat dari jaring juga yang dipasang dipinggir-pingirir sungai. Ikan yang
tertangkap dari bermacam jenis dan ukuran ikan antara lain : Baung, belida,
betutu, gulamo, janggutan/kurau, juaro, lais, lundu, pirang, seluang, sembilang,
senangin, sengarat, sepengkah, tapa, tilan dll. Sedangkan Jala juga dapat
menangkap beberapa jenis ikan dengan berbagai ukuran antara lain : ikan Aro, aro
angit, baung, Ikan lidah, keperas, kepiat, lambak batu, lambak pasir,lambak pipih,
lele dumbo, mentulu, parang-parang dll. Begitu juga alat tangkap lain juga banyak
dihunakan di berbagai lokasi di Sungai batanghari. Diantara alat tangkap yang
digunakan nelayan ada beberapa alat tangkap yang sangat selektif yang hanya
menangkap jenis-jenis ikan tertentu seperti Tajur, pancing, rawai, sengkirai. Tajur
biasanya menangkap ikan baung, lais atau jenis ikan lainnya, sedangkan rawai ada
yang khusus menangkap ikan patin dan sengkirai adalah alat yang khusus
digunakan untuk menangkap udang. Alat tangkap yang umum digunakan adalah
alat rawai di bagian hulu maupun tengah, akan tetap pada bagian hilir sungai
Batanghari umumnya menggunakan alat tangkap blad (barrier traps), alat tangkap
ini merupakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
Pada dasarnya hasil tangkapan ikan di sungai Batanghari jambi berlangsung
sepanjang tahun, tetapai terdapat fluktuasi antara musin kemarau dan musim hujan
akan tetapai intensitas penangkapan ikan lebih tinggi pada musim kemarau. Awal
44
musim penghujan merupakan puncak penangkapan karena pada musim penghujan
ikan berukuran relative besar relatif mudah tertangkap.
Tabel 9. Jenis-jenis Alat Tangkap di Sungai Batanghari
No Alat Tangkap Jenis Alat Tangkap
1 Gill net Jaring Insang hanyut (Drift gill nets)
Jaring Insang tetap (Set gill nets)
2 Lift net Anco (Portable liftnet)
Serok (Scoop nets)
3 Hook and Lines Rawai (Long lines)
Pancing (hand and lines)
4 Traps Sero (Guiding barrier)
Jermal 9Stow nets)
Bubu (Portable traps)
Blad (Barrier Traps)
Jala (cast nets)
5 Tombak
Tabel 10. Alat tangkap dan Jenis Hasil Tangkapan
No. Alat
Tangkap
Lokasi Jenis Ikan Hasil Tangkapan
(gram)/(ekor)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jala MuaraTebo
(Mangun Jaya)
Juaro
Keperas
Kepiat
Kuting beliung
Lais
Lampam caka
Sepat siam
serai
Yuyu
200 / 10
60 / 1
15 / 3
9 / 1
20 / 1
10,5 / 1
0,2 / 1
1 / 1
1 / 1
1.
2.
Jala Pulau Cinan Betrong
Sepat siam
1 / 3
100 / 13
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
Jala Seberang
Kanan
Jembatan
Aro
Aro angit
Baung
Ikan lidah
Keperas
Kepiat
Lambak batu
Lambak pasir
Lambak pipih
Lele dumbo
Mentulu
Parang-parang
-
-
100 / 8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
45
13.
14.
15.
16.
17.
Repang
Sapu jagat
Seburuk
Sihitam
Wajang
-
-
-
-
-
1. Tajur Tebing Tinggi Baung
Patin
Tapa
1300 / 5
-
-
1. Tajur Mangun Jaya Baung
Tapa
2000 / 8
1. Tajur Pulau Cinan Baung
Patin
1000 / 4
-
1. Tajur Sungai Rengas Baung 1000 / 2
1.
2.
3.
Tajur lais Sungai
Bungkal
Baung
Buntal
Lais
400 / 2
700 / 3
800 / 10
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21
22.
23.
24.
Belad Seberang
Jembatan
Aro
Baung
Belida
Betutu
Buntal
Coli
Duri
Gulamo
Janggutan/kurau
Juaro
Julung-julung
Kakap elang
Lais
Lundu
Pari
Pirang
Sebelah
Selontok
Seluang
Sembilang
Senangin
Sengarat
Sepengkah
Tapa
Tilan
360 / 5
4500 / 17
240 / 2
220 / 1
300 / 5
40 / 2
4
220 / 11
60 / 2
40 / 1
1
20 / 1
125 / 11
161 / 10
-
220 / 4
135 / 3
2270 / 23
40 / 3
4300 / 12
4
105 / 2
196 / 5
340 / 2
5320 / 17
1.
2.
3.
Pukat Sungai Hitam Betok
Gabus/ruan
Keli
1000 / 20
700 / 8
120 / 12
Pukat Kunangan Aro
Belida
Dalum
Gabus/ruan
700 / 12
300 / 2
180 / 1
90 / 2
46
Juaro
Lele dumbo
Mentulu
Patin
Pari
Repang
Sapo jagat
Seburuk
Selontok
Sengarat
Sepengkah
Sihitam
Tirusan
90 / 3
180 3
-
200 / 2
200 / 1
-
300 / 5
-
-
550 / 4
30 / 3
28 / 1
70 / 3
1.
2.
3.
4.
Pukat Lingkasi Nagis Betok
Gabus
Keli
Sepat siam
40 / 15
1000 / 15
50 / 10
1100 / 28
1.
2.
3.
Pukat Sei.Bungkal Baung
Momok
Keperas
400 / 15
400 /8
200 / 3
1.
2.
3.
4.
Pukat Sei.Rengas Keperas
Seluang
Senggiringan
Wajang
200 /1
400 / 13
200 / 2
1500 / 10
1. Pukat Sungai Udang Gabus 300 / 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Pukat Mangun Jaya Baung
Ikan belang
Julung-julung
Kepiat
Lais
Lambak
Malis
Seluang pimping
Senggiringan
Tembakang
300 / 4
1 / 4
2 / 1
3 / 5
4 / 4
2 / 5
1 / 5
1 /5
2 / 3
2 / 5
1.
2.
3.
Pukat Belungking Berengit
Lambak
Mentulu
8 / 5
900 / 28
2 / 3
1.
2.
3.
Pukat Pulau cinan Juaro
Seburuk
Tilan
610 /
510 /
110 /
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pukat Sungai Bulian Baung
Keperas
Kepiat
Lambak
Lambak muncung
Lais
Layang
/ 66
/366
-
3000 / 90
2000 / 60
/ 235
500 / 12
47
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Palau
Parang-parang
Senggiringan
Seluang
Sengarat
Tapa
/ 120
-
700 / 21
-
-
3500 / 50
1.
2.
3.
4.
5.
Pukat Sungai Lais Lambak
Seluang
Sengarat
Senggiringan
Tapa
1000 / 25
1000 / 40
1000 /25
1000 / 30
2000 / 45
1.
2.
3.
4.
Pukat Malapari Baung
Dalum
Lambak
Sengarat
Senggiringan
-
-
-
-
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Pukat Seberang
Kanan
Aro
Belida
Gabus/ruan
Jarang gigi
Juaro
Keperas
Kepiat
Klemak
Lais
Lais hujan
Lambak
Lambak batu
Layang
Lele dumbo
Mentulu
repang
Sapo jagat
Seburuk
Selontok
Sengarat
Sepengkah
Sihitam
Tirusan
Wajang
700 / 12
300 / 2
90 / 2
-
-
-
-
60 /2
-
-
-
-
-
180 3
-
-
300 / 5
-
-
550 / 4
30 / 3
28 / 1
70 / 3
50 / 4
1.
2.
3.
Pancing Seberang
Jembatan
Buntal
Bulu ayam
Duri kuning
200 / 1
40 / 1
-
1. Rawai Terusan Baung
Patin
350 / 2
1400 / 12
1. Sengkirai Seberang
Jembatan
Udang 100 / 10
48
Hasil Tangkapan dengan experimen fishing
Ikan hasil tangkapan percobaan (experimen fishing) di Sungai batanghari
menggunakan alat tangkap jaring dengan berbagai disajikan pada Tabel 11.
Komposisi jenis ikan yang tertangkap di lokasi tersebut didominasi oleh ikan-ikan
berukuran berat yang relatif bervariasi. Hal tersebut terkait dengan selektifitas alat
tangkap yang digunakan memiliki ukuran mata jaring yang relatif bervariasi
sehingga ikan-ikan yang berukuran lebih kecil tertangkap juga. Adanya perbedaan
hasil tangkapan yang didapatkan dari mulai hulu samapi hilir, di daerah jambi
pada lokasi penyengat khususnya hasil tangkapan menggunakan jaring hasil yang
dominan yang didapatkan adalah ikan sapu jagat (Macrochirichthys macrochirus).
Sedangkan pada bagian hulu ikan yang dominan adalah ikan baung (Hemibagrus
nemurus) sedangkan pada bagian hilir diominasi oleh ikan juaro dan ikan gulamo
(Johnius sp)
Tabel 11.Jenis Hasil Tangkapan Menggunakan Eexperimen Fishing
N
o Stasiun Jenis Ikan Nama latin
Berat
(gr)
1
Mangun
Jayo Parangan
Macrochirichthys
macrochirus 130
Coli Albulichthys albuloides 268
Baung Hemibagrus nemurus 224
Mentulu Barbichthys laevis 56
Kepiat/lampam
Macrochirichthys
macrochirus 33.8
Keperas Cyclocheilichthys apogon 34
2 Bulian Belida Chitala lopis 202
jarang gigi/bulu
ayam Coilia lindmani 99
lais Kryptopterus kryptopterus 9
3 Penyengat aro Osteochilus. Sp 280
Kepiat
Macrochirichthys
macrochirus 50
sapu Jagat Hypostomus plecostomus 780
repang Ostheocillus repang 194
parang
Macrochirichthys
macrochirus 42
49
Lais piar Kryptopterus sp 60
johar Rasbora sp 20
seluang Rasbora sp 30
seburuk Hampala macrolepidota 29
lambak muncung Labiobarbus sp 3
lambak pipih Labiobarbus sp 11
baung Hemibagrus nemurus 44
4
Muaro
Kandis baung Hemibagrus nemurus 50
Juaro Pangasius polyuronodon 315
jarang gigi Coilia lindmani 35
Lele dumbo Clarias sp 100
5 Sabak Juaro Pangasius polyuronodon 163
julung-julung Zenarchopterus ectuntio 8
gulamo Johnius sp 64
50
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1. Sungai Batanghari telah mengalami degradasi dengan tingkat pencemaran
sedang, dengan tingkat pencemaran tertinggi di bagian tengah yang
disebabkan oleh industri, aktifitas masyarakat, kja dan kegiatan
penambangan ilegal
2. Nilai indeks keanekaragaman untuk biota perairan seperti halnya
fitoplankton, zooplankton dan dengan nilai 1< H’< 2, ini menunjukkan
bahwa Sungai Batanghari sedang mengalami tekanan lingkungan
3. Jumlah jenis ikan yang ditemukan di sungai Batanghari tahun 2015
sebanyak 136 jenis dari 40 famili yang didominasi dari famili
Cypprinidae.
4. Penangkapan ikan berlangsung sepanjang tahun terutama pada musim
kemarau dan pada awal musim penghujan serta ekploitasi terhadap ikan
hias termasuk botia masih tetap dilakukan sehingga di kuatirkan akan
terjadi penurunan populasi dan keragaman jenis ikan di Sungai Batanghari
5. Nilai standing stok ikan yang paling rendah ditemukan pada stasiun muara
sabak yaitu 19.92 kg/km2 dan nilai tertinggi ditemukan pada wilayah
jambi yaitu pada stasiun penyengat olak dan stasiun KJA yaitu 300,6
kg/km2 dan 299.95 kg/km
2
4.2. Saran
Perlunya pengetahuan lebih lanjut mengenai beberapa ikan dominan seperti
halnya ikan baung, ikan lais, ikan belida dan ikan botia serta pengembangan
reservat pada beberapa DAS Batanghari untuk peningkatan pengelolaan
berdasarkan aspek biologis, ekologis dan social eknomis serta melakukan
pengembangbiakan dan domestikasi beberapa ikan yang sudah jarang ditemukan
di Sungai Batanghari.
51
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1993. Studi identifikasi dan Inventarisasi Plasma Nuftah Perikanan
Perairan Umum Provinsi Jambi, Dinas Perikanan Provinsi Daerah Tk. I,
Jambi. 119 hal.
Anonim. 2007. Pemeriksaan gonad ikan. http ://jlcome,blogspot.Come/2007/05.
Diunduh tanggal 23 November 2014
Anonymous, 2010. Pendugaan Stok Ikan dan Pengembangan Teknologi
Pengangkapan Ikan yang sesua CCRF (Code of Conduct for Responsible
Fisheries) di Sungai Batanghari Jambi. Laptek Riset Balai Penelitian
Perikanan Perairan Umum, Palembang. 98 hal.
APHA, AWWA and WPCF. 1981. Standard Method for Examination of Water
and Waste Water. Fifteenth Edition. Byrd Pre press and R.R. Donnelly abd
Sons, USA, 1134 p.
Allen, G.R. 1991. Field Guide to the Freshwater Fishes of New Guinea.
Christensen Research Institute. University of California. USA 268 pp.
Allen, G.R., S.H. Midgley & M. Allen. 2002. Field Guide to the Freshwater
Fishes of Australia. Perth: Western Australian Museum 394 pp.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing.
Auburn University Agricultural Experiment Station. Alabama USA. 359p.
Bain, M.B. and N.J. Stevenson. 1999. Aquatic Habitat Assesment Common
Methods. American Fisheries Society. Maryland. USA, 216 p.
Boverton, R.J.H and S.J. Holt. 1957. On the dynamics of exploited fish
populations. Fish. Invest. Minist. Agric. Fish. Food G.B. (2 Sea Fish),
19:533 pp.
Effendie, M.I. 1992. Metoda Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan. Bagian
Ichtiology IPB : 112 halaman.
Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.1997.
Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 p
52
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: 51 Tahun 2004 Tentang Baku
Mutu Air Laut dan Biota Laut, 2004
Kottelat, M; A.J Whitten; S.N Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo, 1993. Freshwater
Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Ikan Air tawar Indonesia
Bagian Barat dan Sulawesi ). Periplus Editions- Proyek EMDI. Jakarta.
Lagler, K.F., Bardach, J.E., R.R. Miller & D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology.
2nd.ed. New York, John Wiley and Sons.
Nikolsky, G.V. 1963. The ecology of fishes. Academic Press: 325 p.
Pennak, R.W. 1978. Freshwater Invertebrates of the United States. New York: A
Willey Interscience Publications John Willey and Sons.
Spare, P. dan S.C, Venema. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku
1: Manual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.
Stephen, B. Smith, Anne P.D, Robin J.L, Blazer V.S, and Ronald W.G. 2002.
Illustrated Field Guide for Assesing External and Internal Anomaliesin
Fish, Information and Technology Report, USGS, 56 p.
Utiah, A. 2007. Penampilan reproduksi induk ikan baung (Mystus nemurus)
dengan pemberian pakan buatan yang ditambah asam lemak N-6 dan N-3 dan
dengan implantasi estradiol-17 B dan tiroksin. Makalah sekolah pasca
sarjana I.P.B.2006. http ://www.damandiri.or.id/detail.php. Diunduh tanggal
25 N0vember 2014.
Weber, M and L.F. de Beaufort, 1913. The fishes of the Indo-Australian
Archipelago. II.- Malacopterygii, Myctophoidea, Ostariophysi: I.-
Siluroidea. E.J. Brill, Leiden. 404 p.
Welcomme, R.L. 1985. River basins. FAO Fish Tech Pap. (202): 60 p.
Welcomme, R.L. 2001. Inland Fisheries: Ecology and Management. Food and
Agricultural Organization. The United Nation. Fishing News Book.
Oxford. 357 p.
53
Lampiran 1. Aktivitas Kegiatan dan Jenis ikan
A. Kondisi dan Aktivitas di Sungai Batanghari
54
B. Aktivitas Team di Sungai Batanghari
55
C.Beberapa Jenis-Jenis Ikan ( Nama Lokal) di Sungai Batanghari
Ikan Parangan
Ikan Sengat
Ikan Kepiat
Ikan Keperas
Ikan lais
Ikan Puting Beliung
56
Ikan Baung
Ikan Sepengkag
Ikan Serai
Ikan Lampam caka
Ikan Yuyu
Ikan sepat siam
Ikan Juaro
Ikan Belida
57
Lampiran 2. Beberapa Panjang berat ikan di Sungai Batanghari
Janis Ikan Lambak
No Aro
No Panjang Total (cm)
Berat (gr)
Panjang Total (cm)
Berat (gr)
1 12.6 18
1 10.6 16
2 12.7 19
2 13.8 37
3 11.7 19
3 17.4 74
4 12.8 19
4 11.6 21
5 11.2 15
5 9.9 13
6 12.3 19
6 10.3 14
7 12.6 21
7 11.5 17
8 12.8 20
8 10.1 14
9 7.2 4
Lampam
10 6.3 3
1 9.3 10
11 12.3 22
2 9.1 10
12 11.1 18
3 10.3 16
13 13.0 28
4 9.2 10
14 10.6 15
5 9.4 11
15 11.5 20
6 8.6 8
16 10.7 15
7 9.0 9
8 9.1 10
Repang
9 9.5 11
1 14.2 33
10 7.4 6
2 15.7 53
11 7.3 7
3 15.5 43
12 8.7 10
4 9.7 10
13 10.3 15
5 10.6 15
14 16.2 70
6 12.4 22
15 16.0 74
7 11.7 19
16 15.7 62
8 9.4 9
17 15.4 64
9 13.9 32
18 13.6 44
10 10.5 12
19 11.1 20
11 9.6 11
20 11.6 13
12 9.3 10
21 10.6 15
13 8.8 8
22 15.5 49
14 8.7 7
23 14.0 47
15 11.7 23
24 12.6 39
16 15.0 36
25 9.0 12
17 13.1 27
26 8.7 7
18 9.0 9
27 9.0 11
19 9.5 11
28 7.1 6
20 10.3 13
58
29 9.5 13
21 9.2 9
30 7.6 7
22 9.0 10
31 9.3 12
23 9.0 8
32 9.7 14
24 9.5 8
33 13.3 39
25 10.1 11
34 7.5 6
26 8.7 8
35 10.5 16
27 8.5 7
36 10.2 15
28 6.6 3
37 7.7 6
29 8.0 5
38 10.1 17
30 9.9 10
39 9.8 9
31 7.6 5
Bengalan
Lais Muncung
1 9.5 12
1 19.2 38
2 8.5 7
2 20.2 35
3 8.2 6
3 17.4 21
4 14.0 19
Baung
5 14.2 17
1 17.0 36
6 15.6 18
2 14.5 21
7 14.6 16
3 16.0 28
8 17.6 38
4 18.9 92
9 15.4 28
5 20.7 62
10 13.7 17
6 14.6 33
11 13.1 12
7 13.2 23
8 13.6 24
Belida
9 13.1 22
1 24.6 94
10 12.2 25
2 27.0 131
11 13.4 21
12 20.7 85
Lidah
13 12.2 14
1 16.1 15
14 19.5 72
2 13.5 31
15 11.8 13
3 17.2 19
16 10.4 10
4 16.7 64
17 13.7 22
5 14.0 10
18 10.7 10
6 13.9 10
19 10.2 10
7 16.1 15
20 12.5 15
21 19.0 48
Baung Munti
22 22.0 79
1 20.9 44
23 19.4 42
2 21.3 57
24 16.1 32
3 18.7 41
25 15.2 32
4 17.5 61
59
26 17.0 46
5 20.5 95
27 15.6 37
28 21.1 77
Tapah
29 21.2 87
1 34.5 335
30 19.3 58
2 35.6 335
31 11.1 8
3 26.2 130
32 24.9 114
4 29.2 200
33 25.0 151
5 28.4 150
34 30.0 276
6 25.9 143
35 10.5 11
7 23.0 84
36 14.8 27
8 27.0 146
37 16.3 35
9 17.1 40
38 19.2 57
10 21.6 69
11 22.9 71
Sebarau
1 18.2 67
Jarang gigi
2 14.7 35
1 25.4 134
3 16.2 55
2 23.5 102
4 16.0 46
3 20.2 34
5 17.0 57
4 20.5 63
6 13.2 28
5 18.3 39
7 14.5 34
6 24.4 103
8 13.8 31
7 19.2 50
9 14.0 31
8 18.8 46
10 12.8 24
9 17.7 38
11 16.0 47
10 16.8 38
12 13.5 27
11 18.3 39
13 14.0 33
12 23.9 107
14 16.5 51
13 16.7 32
15 13.5 29
14 19.6 57
16 13.4 24
15 16.9 35
17 11.7 20
16 16.6 28
18 13.5 27
17 15.8 25
19 14.0 21
18 17.1 40
20 13.8 28
19 19.6 48
21 12.2 20
20 20.8 68
22 11.8 20
21 20.2 66
23 12.7 23
22 11.1 10
24 12.5 23
23 11.3 11
25 11.6 18
26 12.8 23
Sepengkah
27 12.1 19
1 14.6 55
28 12.6 22
2 19.0 118
60
29 12.5 21
3 15.1 67
30 14.3 30
4 15.2 74
5 11.4 41
Lambak Pasir
6 11.6 29
1 12.2 18
7 12.3 40
2 12.8 21
8 16.9 80
3 12.0 15
9 13.8 49
4 12.5 21
10 10.0 18
5 11.0 15
11 9.7 12
6 12.5 22
12 13.0 39
7 11.1 13
13 15.6 70
8 11.1 13
14 11.9 30
9 10.3 13
15 10.1 17
10 12.0 17
16 9.0 13
11 14.2 28
11.9 17
Senggiringan
1 15.6 27
Sengarat
2 15.7 27
1 25.5 84
3 15.2 25
2 26.2 93
4 14.7 20
3 24.8 76
5 17.7 51
4 23.5 72
6 11.8 13
5 21.1 47
7 9.9 7
6 21.4 48
8 12.5 14
7 23.8 62
9 13.4 19
8 23.2 60
10 8.7 6
9 25.6 90
11 21.0 80
10 23.3 57
12 20.0 56
11 18.0 29
12 24.2 63
Parang
13 23.4 63
1 22.3 52
14 23.9 78
2 12.0 10
15 21.7 63
3 11.6 8
16 16.3 20
4 24.6 66
5 22.1 54
Patin lubuk
6 22.5 53
1 25.2 120
7 22.5 58
2 24.5 115
8 22.3 59
3 26.7 159
4 22.6 95
Layang
5 25.0 105
1 16.0 24
2 16.0 27
Lambak Muncung
3 12.0 12
61
1 17.3 49
4 14.1 19
2 18.0 55
5 12.6 12
3 14.4 25
6 13.6 15
4 17.8 53
7 15.1 19
5 16.0 42
6 14.0 26
Kakap
7 14.5 30
1 10.5 24
8 16.4 46
2 17.5 126
9 14.1 29
3 10.1 25
10 12.5 23
4 10.4 25
11 13.1 26
5 10.2 23
12 11.7 17
6 8.5 14
13 13.6 26
7 7.6 7
14 14.0 27
Selontok
Lambak pipih
1 27.2 176
1 14.0 28
2 23.3 101
2 14.3 30
3 26.7 166
3 14.0 24
4 18.3 58
4 13.2 22
5 19.0 58
5 13.3 26
6 11.6 18
Lais Janggut 7 19.2 68
8 13.8 24
1 25.0 56
9 15.4 36
2 26.5 64
10 16.0 31
3 21.6 29
11 12.3 14
4 21.4 29
12 15.5 34
5 23.8 44
13 14.8 24
6 27.6 75
7 20.9 29
aro mata merah
8 20.3 29
1 16.9 64
9 22.8 34
2 20.8 104
10 16.8 18
3 19.8 91
11 21.7 42
4 16.1 48
12 14.3 13
5 15.6 44
13 12.7 12
14 14.6 15
Juaro
15 15.0 15
1 22.5 95
2 18.3 60
Duri putih
3 21.6 93
1 17.6 34
4 21.2 96
2 18.5 63
5 20.6 76
3 18.7 83
6 20.8 65
62
4 17.0 33
7 15.8 35
5 19.5 92
8 19.2 57
6 18.0 47
7 18.2 47
Tilan
8 16.5 43
1 25.3 54
9 17.2 44
2 20.8 28
10 19.2 74
3 18.9 22
11 17.2 48
4 18.6 18
12 17.5 46
5 8.7 1
13 15.4 38
6 20.7 28
14 16.8 42
7 29.2 95
15 18.3 57
8 29.5 94
16 18.3 58
9 31.4 108
17 17.8 47
10 48.5 478
18 16.3 34
11 31.7 127
19 19.6 90
20 16.7 50
Sihitam
21 16.9 42
1 12.1 20
22 17.6 66
2 21.2 129
23 16.8 50
3 19.2 74
24 17.1 57
4 12.9 22
25 15.9 30
5 11.5 15
26 14.8 31
6 10.0 11
27 15.9 49
7 11.0 15
28 14.0 32
8 31.9 428
29 13.8 25
9 26.0 211
30 14.2 25
10 8.8 9
31 11.0 12
11 12.2 22
32 14.5 31
12 14.9 33
33 13.1 22
13 13.0 25
34 15.1 35
14 10.3 12
35 15.3 37
15 15.7 40
36 13.9 31
16 15.4 39
Palau
betok
1 11.8 21
1 10.0 22
2 10.9 15
2 9.0 16
3 11.1 10
3 9.9 24
4 12.7 24
4 9.1 14
5 11.3 21
5 9.1 16
6 14.2 38
6 9.6 18
7 14.1 35
7 8.9 15
8 15.5 45
8 9.2 17
63
9 11.0 16
9 8.9 15
10 11.5 18
10 8.8 13
11 11.8 21
11 8.8 13
12 10.9 17
12 8.9 15
13 10.5 16
13 8.6 14
14 11.2 17
14 8.6 13
15 11.1 18
16 11.5 20
keperas
17 11.0 16
1 11.1 15
18 11.5 18
2 11.1 17
19 10.5 15
3 10.0 12
20 10.2 14
4 9.6 11
21 10.5 14
5 12.6 27
22 11.7 21
6 13.1 34
23 12.2 22
7 12.0 25
24 11.3 20
8 12.2 23
25 11.2 18
9 14.6 42
26 10.9 18
27 11.3 17
mentulu
28 10.9 15
1 16.1 39
29 11.2 18
2 14.7 30
30 10.6 16
3 16.6 53
31 10.0 13
4 14.0 26
32 9.9 11
5 16.8 45
33 9.8 13
6 15.5 35
34 11.9 17
7 10.7 13
35 15.4 57
10.2 11
36 13.3 28
37 12.7 26
Keperas merah
38 13.3 27
1 9.2 10
39 12.7 26
2 11.7 17
40 11.7 20
3 11.7 20
41 11.3 17
4 10.0 13
42 11.0 16
5 10.0 14
43 11.0 15
6 10.5 14
44 10.7 14
7 11.0 16
45 11.3 18
8 10.5 14
46 12.8 27
9 10.2 14
47 11.6 19
10 9.7 12
48 12.0 25
11 9.7 11
49 11.5 21
12 9.5 11
50 11.6 19
13 9.7 12
51 13.5 30
14 9.6 10
64
52 10.7 15
15 10.2 10
53 11.7 22
16 9.8 12
54 11.2 17
17 9.7 10
55 11.4 19
56 11.2 18
wajang
57 10.8 15
1 12.2 17
58 11.0 17
2 15.2 34
59 10.6 17
3 16.4 44
60 11.7 18
4 12.1 20
61 11.0 15
5 13.0 19
62 12.3 21
6 11.1 13
63 10.0 13
7 13.6 21
64 10.7 12
8 9.4 8
65 11.0 16
9 12.5 20
66 10.6 13
10 11.5 19
67 10.2 11
11 13.0 21
68 11.2 18
12 25.0 23
69 12.6 29
13 12.4 23
70 13.0 27
71 11.5 23
terong
72 11.5 22
1 12.4 35
73 11.0 13
2 11.9 35
74 11.2 15
3 14.0 53
75 10.5 15
76 12.0 22
baung reso
77 10.7 15
1 10.6 11
78 11.5 20
2 23.5 99
79 11.5 16
3 22.5 103
80 11.0 18
4 13.7 21
81 10.3 14
82 10.0 13
lundu
83 12.5 23
1 13 19
84 11.5 21
2 10 9
85 11.5 20
3 9 15
86 11.0 17
87 10.5 14
Jambal pipih
88 10.7 15
1 12.7 20
89 10.0 12
2 12.5 23
90 10.8 17
3 14.9 40
91 11.7 19
4 7.3 4
92 11.0 16
5 11.2 18
93 12.7 23
6 13.2 24
94 15.4 58
7 11.8 20
65
95 16.6 63
8 11.0 16
96 16.2 63
9 12.5 21
97 13.5 38
10 10.5 11
98 13.1 32
99 15.2 53
gulamo
100 12.0 25
1 15.0 34
101 16.3 61
2 16.8 59
12.5 27
3 13.4 22
4 11.4 12
janggut
1 16.4 25
dalum
2 11.6 9
1 32.9 198
3 11.0 16
sembilang
kalui
1 29.0 111
1 9.5 19