11
Kajian Studi Kasus Pencemaran Laut Tumpahan Sumur Minyak Montara Milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) di Perairan Laut Timor, Indonesia OLEH : ARIS NURYANA 230210120068 UNIVERSITAS HASANNUDIN

Kajian Studi Kasus Pencemaran Laut ARIS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tumpahan Sumur Minyak Montara Milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) di Perairan Laut Timor, Indonesiasebab dan dampak pencemaran minyak

Citation preview

Page 1: Kajian Studi Kasus Pencemaran Laut ARIS

Kajian Studi Kasus Pencemaran Laut

Tumpahan Sumur Minyak Montara Milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) di Perairan Laut Timor, Indonesia

OLEH :

ARIS NURYANA230210120068

UNIVERSITAS HASANNUDINFAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

JURUSAN ILMU KELAUTANMAKASSAR

2014

Page 2: Kajian Studi Kasus Pencemaran Laut ARIS

Tumpahan Sumur Minyak Montara Milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) di Perairan Laut Timor, Indonesia

2014

Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu

menjadi fokus perhatian masyarakat luas, karena akibatnya sangat cepat dirasakan oleh

masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai

tersebut. Pencemaran minyak semakin banyak terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya

permintaan minyak untuk dunia industri yang harus diangkut dari sumbernya yang cukup

jauh, meningkatnya jumlah anjungan – anjungan pengeboran minyak lepas pantai dan juga

karena semakin meningkatnya transportasi laut.

Kasus – kasus pencemaran laut sering ditemukan diperairan Indonesia. Salah satu

contoh kasus yang masih hangat dibicarakan adalah kasus meledaknya sumur minyak

Montara milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Pty Ltd (PTTEP-AA) pada tanggal 21

Agustus 2009 dan mencemari wilayah perairan Laut Timor.

PT TEP Australasia (Ashmore Cartier) Pty Ltd merupakan perusahan tambang minyak

lepas pantai di Laut Timor. Jarak site plan Montara berkisar antara 200 km dari daratan

Australia (Pantai Kimberley) ke arah laut atau sekitar 280 km barat laut dari Truscott,

Australia Barat. Site Plan Montara terletak di antara beberapa commonwealth, diantaranya

adalah beberapa gunung bawah laut, pulau dan gugusan karang.

Pada tanggal 21 Agustus 2009 terjadi kebocoran minyak Montara di laut Timor.

Kebocoran ini berlangsung hingga November 2009 sehingga tumpahan lapisan minyak

menyebar luas di perairan laut Timor. Para nelayan melaporkan bahwa akibat tumpahan

minyak ini ditemukan banyak ikan mati di laut. Berdasarkan survey yang dilakukan tim ASA

(2010) dalam Rancak (2011), suhu permukaan laut diperkirakan melebihi 80 oC dan

tumpahan minyak yang menutupi permukaan air laut selama 24 jam pertama menunjukkan

bahwa tumpahan minyak menyebar secara tidak acak. Luasan minyak diperkirakan sekitar

400 bbls per hari atau 64.000 Liter per hari. Menurut ASA (2010) dalam Rancak (2011)

kasus ini adalah kasus tumpahan minyak terburuk yang pernah terjadi. Tumpahan minyak

mentah ini berlanjut sampai dengan 72 hari, sampai pada akhirnya dapat dikendalikan pada

tanggal 3 November 2009. Respon dari pihak perusahaan terhadap tumpahan minyak di

mulai pada tanggal 21 Agustus 2009 (hari dimana tumpahan minyak mentah mulai terlihat)

dan difokuskan di sekitar Site Plan di laut terbuka. Observasi melalui pesawat udara

dilakukan setiap hari, kemudian dilanjutkan dengan simulasi menggunakan computer, serta

Page 3: Kajian Studi Kasus Pencemaran Laut ARIS

Tumpahan Sumur Minyak Montara Milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) di Perairan Laut Timor, Indonesia

2014

pemantauan melalui citra satelit telah dilakukan oleh AMSA (Australian Maritime Savety

Authority) sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Meledaknya sumur minyak Montara milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Pty

Ltd (PTTEP-AA) sangat berdampak terhadap ekosistem di Laut Timor. World Wide Fund for

Nature (WWF) melakukan penelitian untuk daerah yang terkena bencana pada tanggal 24

September 2009 untuk mempelajari dampak pada kawasan kehidupan laut. Permukaan

minyak dapat terdeteksi seperti air yang berkilau, beresidu tebal seperti lilin, kemilau dengan

bau yang kuat. Perkiraan resmi dari AMSA menunjukkan bahwa sekitar 6.000 km² daerah

tercemar bencana tumpahan minyak, dan diyakini memiliki dampak yang lebih luas antara

10.000 km² sampai 25.000 km² (AES, 2009). Area yang tercemar ratusan hingga ribuan

kilometer persegi, yang semula dinyatakan Australia tidak sampai masuk perairan kedaulatan

Indonesia. Temuan dari studi yang memakai teknologi identifikasi kandungan kimia

aromatik, menyatakan sampel cemaran minyak dari perairan Laut Timor di wilayah

Indonesia, 95 persen identik dengan jejak yang berasal dari sumur minyak Blok Montara itu.

Artinya, minyak itu sudah masuk ke wilayah Indonesia (Mukhtasor, 2010)

Gambar 1. Tumpahan Minyak di Laut Timor pada Tanggal 30 Agustus 2009

Sumber : Rancak (2011)

Gambar 2. Tumpahan Minyak di Laut Timor pada Tanggal 10 September 2009

Sumber : Rancak (2011)

Pencemaran ini menjadi masalah yang penting bagi Bangsa Indonesia,karena telah

mencemari Lingkungan Laut Indonesia yang memasuki Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.

Landasan filosofis berdasarkan pasal 192 United Nations Convention on the Law of The Sea

(UNCLOS), dinyatakan bahwa setiap Negara harus menjaga lingkungan laut, yang berarti

bahwa dalam pasal ini memberikan penekanan bahwa ekosistem laut merupakan bagian yang

wajib dijaga dan dilestarikan oleh setiap negara.

Bersangkutan dengan Kasus ini, pemerintah Indonesia mengancam akan melaporkan

perusahaan asal Australia, Montara, akibat meledaknya sumur minyak tersebut ke forum

internasional jika solusi belum juga tercapai. Ini merupakan suatu tindakan tegas dari

Indonesia dalam menghadapi Pencemaran Lingkungan yang terjadi dalam yurisdiksi wilayah

Indonesia. Pengaturan mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup di

Page 4: Kajian Studi Kasus Pencemaran Laut ARIS

Tumpahan Sumur Minyak Montara Milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) di Perairan Laut Timor, Indonesia

2014

lautIndonesia terdapat pada UU No. 23/1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU

No. 5/1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), UU No. 9/1985 Tentang Perikanan, UU

No.5/1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, UU No. 6/1996

Tentang Perairan Indonesia, serta UU No.21/1992 Tentang Pelayaran. Yang kesemua ini

telah diratifikasi Indonesia. Mengenai tanggung jawab dan ganti rugi pencemaran lingkungan

laut belum secara khusus diatur dalam UU tersebut.

Secara garis besar, bentuk kerugian akibat kebocoran sumur minyak Montara dapat

dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu kerugian dari segi ekonomi dan kerugian dari segi

lingkungan. Kerugian ekonomi dapat diidentifikasikan dari sisi hasil panen rumput laut

kering petani setempat. Menurut data yang ada, sebelum terjadi pencemaran, petani rumput

laut di Rote Ndao dapat memproduksi 7334 ton rumput luat kering per tahun. Pada tahun

2009, atau setelah pencemaran terjadi, produksi turun hingga 1512 ton. Bahkan, hingga Juni

2010, produksi rumput laut kering di Rote baru mencapai 341,4 ton. Pernyataan bentuk

tanggung jawab pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Perhubungan mengajukan

klaim ganti rugi kepada perusahaan asal Australia, Montara. Disampaikan oleh Menteri

Perhubungan Freddy Numberi bahwa Pemerintah Indonesia mengajukan klaim ganti rugi

sebesar Rp 23 triliun kepada perusahaan asal Australia, Montara, akibat meledaknya sumur

minyak di Celah Timor sejak 21 Agustus 2009 lalu.

Kemudian kerugian dari aspek lingkungan dapat diidentifikasi dari kerusakan

ekosistem laut tercemar. Tumpahan minyak ladang Montara telah mengakibatkan rusaknya

wilayah budidaya rumput laut, terumbu karang, serta kawasan vegetasi magrove. Lebih

mengkhawatirkan terkait dengan rilisan data dari Kementerian Perikanan dan Kelautan,

bahwa terdapat kandungan zat PHA yang mencemari laut Timor. PHA adalah zat yg

menyebabkan kanker dan jumlahnya sudah di atas ambang batas. Intinya bahwa tumpahan

minyak dari blok Montara yang masuk ke wilayah perairan Indonesia di lautan NTT telah

mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosial bagi kurang lebih 17.000 warga NTT dan juga

kerusakan lingkungan yang berdampak tahunan. Bencana ini merugikan ribuan nelayan dan

pembudidaya rumput laut di NTT, menurunkan fungsi kelautan, mematikan biota laut, dan

menurunkan keanekaragaman hayati, serta berpotensi menimbulkan dampak turunan berupa

pengangguran dan menambah angka kemiskinan.

Untuk mengkaji dampak lingkungan dari kebocoran minyak ini, Departemen

Lingkungan Australia telah membentuk tim survei cepat yang bekerja mulai tanggal 25

September 2009. Dalam laporannya disebutkan tujuan survei cepat ini adalah untuk

Page 5: Kajian Studi Kasus Pencemaran Laut ARIS

Tumpahan Sumur Minyak Montara Milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) di Perairan Laut Timor, Indonesia

2014

menjawab beberapa pertanyaan berikut yakni (1) Spesies apa saja yang ada di sekitar

Montara, (2) Bagaimana tingkah laku spesies tersebut di lokasi yang tercemar, (3) Apa

dampak fisik oil slick terhadap spesies dan (4) Apa dampaknya terhadap tingkah laku spesies.

Survey ini dipimpin oleh Dr. Watson (dengan melakukan transek selama 5 hari dan total

wilayah yang disurvei 99.040 ha. Selama survei, ditemukan tingkat keragaman dan

kelimpahan megafauna cukup tinggi di sekitar oil slick yakni 2.801 burung, 462 Cetacea dan

62 ular laut, sehingga dikawatirkan mengganggu kehidupan mereka. Di sekitar perairan

tercemar ditemukan jenis ular laut (Acalyptophis peronii) yang sudah mati mengambang,

Anous stolidus dalam keadaan sekarat. Tiga hari setelah survei ditemukan 17 ekor unggas

mati di pulau karang Ashmore dan ditemukan residu minyak di sekitar tubuh 4 ekor burung

yang mati (Watson et al, 2009) dalam Rancak (2011).

Untuk upaya penanganan dari kasus ini belum terdapat pelaksanaan konkrit dari 2009

hingga kini. Belum ada upaya langsung dalam mengurangi pertambahan luasan daerah

cemaran. Para peneliti masih mencari solusi terbaik dalam kasus ini.

Berdasarkan beberapa litelatur, terdapat beberapa solusi yang dapat digunakan dalam

penanganan tumpahan minyak di Laut Timor ini salah satunya adalah gambut moss-seperti

yang sudah dicobakan di Norwegia tahun 2009 (koral minyak) dan pembuatan tanggul yang dapat

dibuat untuk menggiring minyak ke daratan, menggunakan mikroba yang dapat memakan tumpahan

minyak, hingga solusi ekstrim yaitu dengan membakar minyak yang sudah tumpah di lautan. Selain

itu terdapat pula beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ burning,

penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan penggunaan bahan kimia

dispersan.

In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan air sehingga mampu mengatasi

kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut

yang terasosiasi, yang dijumpai dalam teknik penyisihan secara fisik. Cara kedua yaitu penyisihan

minyak secara mekanis melalui dua tahap yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms

dan melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang

disebut skimmer. Upaya ini terhitung sulit dan mahal meskipun disebut sebagai pemecahan ideal

terutama untuk mereduksi minyak pada area sensitif, seperti pantai dan daerah yang sulit dibersihkan

dan pada jam-jam awal tumpahan. Sayangnya, keberadaan angin, arus dan gelombang mengakibatkan

cara ini menemui banyak kendala.

Cara ketiga adalah bioremediasi yaitu mempercepat proses yang terjadi secara alami, misalkan

dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi konversi sejumlah komponen menjadi produk yang

kurang berbahaya seperti CO2 , air dan biomass. Selain memiliki dampak lingkunga kecil, cara ini

bisa mengurangi dampak tumpahan secara signifikan. Sayangnya, cara ini hanya bisa diterapkan pada

Page 6: Kajian Studi Kasus Pencemaran Laut ARIS

Tumpahan Sumur Minyak Montara Milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) di Perairan Laut Timor, Indonesia

2014

pantai jenis tertentu, seperti pantai berpasir dan berkerikil, dan tidak efektif untuk diterapkan di

lautan.

Cara keempat dengan menggunakan sorbent yang bisa menyisihkan minyak melalui mekanisme

adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan sorbent) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam

sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat sehingga mudah

dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik,oleofobik dan mudah

disebarkan di permukaan minyak, diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu

organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite,

pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).

Dan cara terakhir adalah dengan menggunakan dispersan kimiawi yaitu dengan memecah

lapisan minyak menjadi tetesan kecil (droplet) sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya

hewan ke dalam tumpahan. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut

surfaktan (berasal dari kata : surfactants = surface-active agents atau zat aktif permukaan).

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. A. 2012. Metode Penanggulangan Tumpahan Minyak Dilaut Serta Dampak Pencemarannya. Universitas Khairun. http://serdaducemara.wordpress.com. (Diakses pada hari Rabu tanggal 10 September 2014 pukul 00.33 WITA)

ASA. 2010. Modelling of Chemical Dispersant Operation. Montara Well Release Monitoring Study S7.2 Oil Fate and Assessment

Fitria. 2014. Solusi Tumpahan Minyak di Lautan. http://lingkungan.net/2013/03/solusi-tumpahan-minyak-di-lautan/. (Diakses pada hari Rabu tanggal 10 September 2014 pukul 00.50 WITA)

Ireng, E. 2010. Penanganan Pencemaran Laut Timor Memasuki Titik Terang. http://www.antaranews.com/berita/172318/penanganan-pencemaran-laut-timor-memasuki-titik-terang. (Diakses pada hari Rabu tanggal 10 September 2014 pukul 00.10 WITA)

Mukhtasor. 2010. Penanggulangan Pencemaran Laut Terhadap Aktivitas Migas di Indonesia. Materi Seminar Migas (Diunduh pada hari Selasa tanggal 9 September 2014 pukul 23.12 WITA)

Mustoe, Simon. 2009. Biodiversity Survey of the Montara Field Oil Leak, Survey repost prepared on behalf of the World Wildlife Fund (WWF)-Australia, Melbourne: Applied Ecology Solutions Pty Ltd. sebagaimana dimuat dalam http://www.wwf.org.au/publications/montaraoilspillreport.pdf; Simamora, Adianto P.,”RI to Make Formal Claim in East Timor Spill”, The Jakarta Post, diakses Pada Selasa tanggal 9 September 2014 pukul 23.55 WITA

Noegroeho, O. S., dkk. 2013. Pencemaran Laut Akibat Tumpahan Minyak Yang Bersifat Lintas Batas Negara. Universitas Soedirman. (Diunduh pada hari Selasa tanggal 9 September 2014 pukul 22.55 WITA)

Rancak, G. T. 2011. Pengamatan Pencemaran Tumpahan Minyak di Laut Timor. Institut Teknologi Sepuluh November. (Diunduh pada hari Selasa tanggal 9 September 2014 pukul 22.34 WITA)

Page 7: Kajian Studi Kasus Pencemaran Laut ARIS

Tumpahan Sumur Minyak Montara Milik PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) di Perairan Laut Timor, Indonesia

2014

Tarigan, I. A. 2010. Indonesia Meminta Ganti Rugi Rp 23 T ke Montara. http://news.okezone.com/read/2010/11/25/337/396975/indonesia-meminta-ganti-rugi-rp23-t-ke-montara. (Diakses pada hari Rabu tanggal 10 September 2014 pukul 00.14 WITA)