Upload
rifki-darmawan
View
6
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas perekrutan anggota Suara Mahasiswa Universitas Indonesia
Citation preview
Walaupun ditengah gelombang kontroversi, DPR akhirnya tetap mengesahkan
Undang-undang Pendidikan Tinggi pada Jumat 13 Juli 2012 lalu. UU PT ini sebenaranya
adalah pengganti Undang Undang Badan Hukum Pendidikan yang telah dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu karena isinya dianggap tidak sejalan dengan
konstitusi hal ini disebabkan oleh muatan komersialisasi dan privatisasi pendidikan tinggi.
Apakah UU PT ini merupakan solusi yang tepat untuk mengganti UU BHP? Sedikit kajian
tentang UU PT akan dibahas disini.
UU PT yang sudah disahkan ini memuat beberapa pasal yang mengangkat otonomi
perguruan tinggi. Pengangkatan pasal otonomi perguruan tinggi didalam UU PT ini menurut
saya merupakan kebijakan yang dapat dikatakan seperti pedang bermata dua, karena disatu
sisi Pasal tersebut memberikan jaminan otonomi akademik dan non akademik kepada
perguruan tinggi dan memberikan fleksibilitas untuk pengelolaan sumber daya demi
peningkatan mutu perguruan tinggi. Otonomi perguruan tinggi juga akan menumbuhkan
kreativitas perguruan tinggi. Tetapi disisi lain, peningakatan mutu suatu perguruan tinggi
tentunya juga diikuti dengan peningkatan biaya yang harus dikeluarkan, hal ini tentu
menimbulkan kekhawatiran akan meningkatkan biaya kuliah bagi mahasiswa sehingga akan
menyulitkan masyarakat dengan kemampuan ekonomi lemah untuk dapat mengenyam
pendidikan tinggi.
Didalam UU PT ini juga terdapat indikasi pelepasan tanggung jawab pemerintah
terhadap hak rakyatnya untuk memperoleh akses pendidikan tinggi. Kita dapat melihat salah
satunya di pasal 73 ayat 1, didalam pasal tersebut disebutkan bahwa “Penerimaan
Mahasiswa baru PTN untuk setiap Program Studi melalui pola penerimaan Mahasiswa
secara nasional dan bentuk lain”. Bentuk lain yang yang dimaksud dalam ayat tersebut
perlu dipertanyakan. Kalimat tersebut juga memberikan celah bagi perguruan tinggi untuk
melebarkan akses pendidikan melalui berbagai jalur masuk yang nyatanya hanya bisa
dinikmati oleh kalangan berada. Sebagai contoh, saya berasumsi jika salah satu bentuk lain
yang dimaksud dari ayat tersebut adalah ujian seleksi mandiri yang sudah diselenggarakan
oleh beberapa perguruan tinggi negeri dalam beberapa tahun ini. Seperti diketahui, biaya
masuk PTN yang terbesar adalah lewat jalur seleksi mandiri yang telah dilaksanakan
beberapa tahun ini. Dan perlu diketahi bahwa, selisih biaya mahasiswa yang diterima lewat
jalur seleksi mandiri dengan jalur SNMPTN cukup besar, bisa beberapa kali lipat. Pelepasan
tanggung jawab pemerintah ini juga diperjelas dengan ayat 2 didalam pasal yang sama.
Didalam ayat itu disebutkan bahwa “ Pemerintah menanggung biaya calon Mahasiswa
yang akan mengikuti pola penerimaan Mahasiswa baru secara nasional”. Jika dilihat dari
sisi positif memang ayat ini patut diapresiasi karena ini merupakan bentuk nyata dari upaya
pemerintah dalam pemudahan aksesibilitas perguruan tinggi. Tetapi itu berarti pemerintah
hanya akan menanggung biaya calon mahasiswa yang diterima lewat seleksi nasional atau
SNMPTN. Lantas bagaimana dengan nasib calon mahasiswa yang diterima lewat jalur seleksi
mandiri? Bagaimana jika calon mahasiswa yang diterima lewat jalur seleksi mandiri adalah
golongan yang tidak mampu? Apakah hal ini luput dari pertimbangan pemerintah?
Pasal lain di UU PT yang juga perlu dikritisi karena adanya indikasi pelepasan
tanggung jawab oleh pemerintah adalah pasal 76 yang menjelaskan tentang pemenuhan hak
mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi. Didalam pasal 76 ayat 1, disebutkan bahwa
“Pemerintah, Pemerintah daerah, dan/atau perguruan tinggi berkewajiban memenuhi hak
Mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya
sesuai dengan peraturan akademik”. Dan pemenuhan hak mahasiswa sebagaimana
dimaksud pada pasal 76 ayat 1, diterangkan dalam ayat selanjutnya. Yaitu didalam ayat 2
yang disebutkan bahwa “ Pemenuhan hak Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan cara memberikan:
a. beasiswa kepada Mahasiswa berprestasi;
b. bantuan atau membebaskan biaya Pendidikan; dan/atau
c. pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh
pekerjaan “.Yang perlu diperhatikan dalam ayat ini adalah bagian c. Karena dalam bagian
yang disebutkan itu pemerintah justru memberikan pinjaman tanpa bunga yang wajib dilunasi
oleh mahasiswa. Maka, akan terdapat legitimasi untuk membuat mahasiswa kurang mampu
tidak memperoleh pendidikan secara gratis, melainkan diberikan hutang yang harus dibayar
ketika ia bekerja. Itu berarti mahasiswa yang baru lulus langsung berhadapan dengan college
debt crisis dimana mereka menanggung beban pinjaman pendidikan yang sangat besar yang
hanya dapat dibayar mungkin setelah rentang waktu bertahun-tahun bahkan puluhan tahun.
Dan karena tidak adanya kejelasan mengenai porsi masing – masing mekanisme pembiayaan
yang dilakukan oleh pemerintah, bagian c dapat menjadi celah bagi perguruan tinggi sebagai
dalih untuk menghilangkan bagian a dan b dimana setiap mahasiswa yang seharusnya bisa
mendapatkan beasiswa atau mendapatkan bantuan pembebasan biaya pendidikan berubah
haluan menjadi diberikannya pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus
dan atau memperoleh pekerjaan. Dan yang menjadi pertanyaan saya, jika mahasiswa yang
tidak mampu ini setelah lulus tidak mendapat pekerjaan, bagaimana cara mereka membayar
hutang pinjaman kuliahnya?
Wajah pendidikan yang seharunya mencerdaskan kehidupan bangsa akan berubah menjadi
wajah seorang rentenir yang menghantui setiap mahasiswa terhadap hutangnya yang
menumpuk atas biaya pendidikan. Hal ini juga dikhawatirkan akan membuat masyarakat kita
mempunyai pola pikir “saat lulus kuliah saya harus kerja untuk mengganti modal yang saya
keluarkan untuk menempuh pendidikan tinggi”. Bukankah pendidikan itu seharusnya untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa?
Menurut saya, didalam UU PT ini tidak ada jaminan aksesibilitas pendidikan tinggi seluas
luasnya untuk semua elemen masyarakat yang diberikan oleh pemerintah dalam rangka
memenuhi hak-hak rakyatnya untuk mengakses pendidikan tinggi. Seharusnya pemerintah
mampu memenuhi hak-hak semua elemen masyarakat untuk bisa mengkakses pendidikan
tinggi seluas-luasnya karena pendidikan merupakan pondasi untuk membangun bangsa,
memajukan Negara dan mesejahterakan masyarakat.
sekian kajian dari saya, semoga bermanfaat.