39
KAJIAN LITERATUR MANAJEMEN KEPERAWATAN PADA KASUS KEGAWATAN SISTEM PERNAFASAN DAN PERKEMIHAN OLEH: NS. INDAH MEI RAHAJENG, SKEP MSC NIP: 198303152010122003 PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2018

KAJIAN LITERATUR MANAJEMEN KEPERAWATAN PADA …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

KAJIAN LITERATUR

MANAJEMEN KEPERAWATAN PADA KASUS KEGAWATAN

SISTEM PERNAFASAN DAN PERKEMIHAN

OLEH:

NS. INDAH MEI RAHAJENG, SKEP MSC NIP: 198303152010122003

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala Tuhan YME karena

Rahmat dan KaruniaNya tulisan ilmiah berjudul “Manajemen Keperawatan Pada Kasus

Kegawatan Sistem Pernafasan dan Perkemihan” dapat tersusun.

Dalam penyusunannya, penulis berhadapan dengan berbagai macam tantangan yang

akan tetapi dapat terlampaui dengan baik. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima

kasih kepada pihak – pihak yang telah ikut membantu dan mendukung perwujudan

tulisan ilmiah ini. Untuk itu penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak

yang telah memberikan bantuannya, utamanya kepada penulis buku dan artikel yang

memperkaya bahan tulisan serta rekan dosen sejawat atas dukungan dan inspirasinya.

Semoga kontribusinya mendapat balasan dari Tuhan YME.

Penyusun sadar bahwa karya ini jauh dari kesempurnaan baik segi penyusunan maupun

isinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan karya

selanjutnya.

Akhir kata, harapan kami tulisan ini bisa memberikan manfaat untuk pembaca dan kita

sekalian.

Denpasar, 25 November 2018

Penyusun

DAFTAR ISI

I. SINDROM GAGAL NAPAS PADA ORANG DEWASA ..................................... 3

A. KONSEP MEDIS............................................................................................... 3

1. DEFINISI ....................................................................................................... 3

2. PATOLOGI .................................................................................................... 3 3. ETIOLOGI ..................................................................................................... 4

4. PATOFISIOLOGI2......................................................................................... 4

5. KRITERIA DIAGNOSTIK............................................................................ 5

6. PENATALAKSANAAN MEDIS .................................................................. 5

B. ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA KLIEN DENGAN ARDS ....... 6

1. PENGKAJIAN (KRITIS) .............................................................................. 6

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................... 7

II. ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM

BASA.............................................................................................................................. 15

A. KONSEP PENGATURAN KESEIMBANGAN ASAM-BASA .................... 15

1. ASIDOSIS METABOLIK ........................................................................... 17

2. ALKALOSIS METABOLIK ....................................................................... 20

3. ASIDOSIS RESPIRATORIK ...................................................................... 22

4. ALKALOSIS RESPIRATORIK .................................................................. 23

B. ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN ASAM DAN BASA ........................................................................... 24

1. PENGKAJIAN ............................................................................................. 24

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................. 25

III. KEGAWATAN GENITOURINARY .................................................................... 32

A. RETENSI URIN .............................................................................................. 32

1. PENYEBAB: ................................................................................................ 32

2. TANDA GEJALA ........................................................................................ 33

3. PENATALAKSANAAN: ............................................................................ 33

4. INTERVENSI KEPERAWATAN ............................................................... 33

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................. 34

B. BATU GINJAL ................................................................................................ 35

1. TANDA GEJALA ........................................................................................ 35

2. INTERVENSI .............................................................................................. 35

C. HEMATURIA.................................................................................................. 35

3. PENKAJIAN ................................................................................................ 36

4. INTERVENSI .............................................................................................. 36

D. OLIGURIA/ANURIA...................................................................................... 36

1. PENYEBAB ................................................................................................. 36

2. TANDA GEJALA ........................................................................................ 37

3. INTERVENSI: ............................................................................................. 37

IV. Daftar Pustaka......................................................................................................... 38

3

I. SINDROM GAGAL NAPAS PADA ORANG DEWASA

A. KONSEP MEDIS

1. DEFINISI

Sindrom gagal napas atau Adult Respiratorty Distress Syndrome (ARDS) adalah

gangguan fungsi paru akibat kerusakan alveoli, ditandai dengan kerusakan membran

kapiler-alveoli sehingga menimbulkan edema alveoli yang disertai hipoksemia. 1

Sindrom ini biasanya dikenal dengan edema paru nonkardiogenik. 2

2. PATOLOGI

Paru tampak hitam kemerahan, tidak mengembang. Emboli trombosit-fibrin pada 6 jam

pertama. Pada tahap berikutnya didapatkan kongesti kapiler, edema interstisiil, edema

alveoli, perdarahan intraalveoli, hipertrofi dan hiperplasi sel alveoli, pengendapan

kolagen yang menjadi fibrosis. 1

4

3. ETIOLOGI

LANGSUNG: 1 TIDAK LANGSUNG1

Aspirasi asam lambung

Tenggelam

Konfusio paru

Infeksi paru yang difus

Inhalasi gas toksik

Keracunan oksigen (oksigen

konsentrasi tinggi dalam waktu

lama)

Sepsis

Pakreatitis akut

Trauma multipel

Penyalahgunaan obat

Tranfusi berlebihan

Pasca transplantasi paru

4. PATOFISIOLOGI2

Sindrom gagal napas terjadi akibat kerusakan membran kapiler alveoli yang

mengakibatkan kebocoran cairan ke ruang interstisial alveoli. 2

5

5. KRITERIA DIAGNOSTIK

Diagnostik ARDS dapat dibuat berdasarkan kriteria berikut: 2

a) gagal napas akut

b) infiltrat pulmonar

c) hipoksemia (PaO2 di bawah 60)

6. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan ARDS sebagai berikut: 2

1. Mengidentifikasi dan menanggulangi penyebab

2. Memastikan ventilasi yang terpenuhi

Jika terdapat indikasi dapat dilakukan intubasi dan pemakaian ventilator dengan

tekanan ekspirasi-akhir positif (PEEP) dan tekanan udara positif kontinu (CPAP)

yang dapat memperbaiki kolaps alveoli

3. Manajemen sirkulasi

4. Memastikan volume cairan adekuat

Hipotensi sistemik terjadi sebagai efek dari hipovolemia sekunder akibat kebocoran

cairan ke dalam ruang interstisial.

Hipovolemia diatasi tanpa menyebabkan kelebihan cairan lebih lanjut. Pemberian

cairan kristaloid intravena dengan pemantauan cermat.

5. Manajemen nutrisi

Kebutuhan nutrisi pasien ARDS adalah berkisar 35 sampai 45 kkal/kg

6

B. ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA KLIEN DENGAN ARDS

1. PENGKAJIAN (KRITIS)

I. Pengkajian Kritis

1. AIRWAY 3

Airway/jalan nafas dapat tersumbat jika penyebab adalah aspirasi, inhalasi asap dll.

Bunyi napas : ronkhi, krekels

Batuk dengan sputum sedikit berbusa

2. BREATHING 3

Inspeksi PERNAPASAN: RR meningkat (napas cepat), ekspansi dada menurun,

peningkatan usaha pernapasan (penggunaan otot-otot aksesori/tambahan

pernapasan)

Perkusi : pekak pada area konsolidasi

3. CIRCULATION 3

SIRKULASI:

Jantung (pompa): takikardia, mungkin ada riwayat bedah jantung

Pembuluh Darah (pipa): Tekanan darah normal/meningkat

Isi : hipoksemia (PaO2 di bawah 50), kulit pucat/ sianosis

4. DISABILITY 3

Tingkat Kesadaran:

Penurunan kesadaran, bingung

5. EKSPOSURE 3

Pemeriksaan fisik seluruh badan:

Kulit pucat atau sianosis, edema, dapat juga tampak tanda trauma

6. FULL OF VITAL SIGN 3

Pemeriksaan lengkap tanda-tanda vital:

RR : meningkat/napas cepat

Nadi : cepat/takikardia

TD : normal/meningkat

7

Suhu : turun

7. HISTORY 3

Pasien dapat juga punya riwayat trauma (fraktur, aspirasi (tenggelam)), sepsis

karena transfusi darah, bedah jantung

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1,2,3

1) Analisa Gas Darah (AGD/ blood gase artery (BGA))

Dapat hipoksemia dapat memicu asidosis respiratory

2) rontgen torak

terdapat gambaran atelektasis yang menyebar

3) tes fungsi paru

penurunan kompliens paru

4) EKG

Bisa terdapat disritmia

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. PK: HIPOKSEMIA

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekret,

penurunan fungsi silia, edema interstisial

3. Gangguan perkuran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam

interstsial paru dan atau alveoli

4. Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan pemakaian

deuretik, perpindahan cairan ke area lain

5. PK: ASIDOSIS (Respiratorik)

6. ansietas/ketakutan berhubungan dengan krisis, ancaman pada status kesehatan

7. kurang pengetahuan tentang perawatan berhubungan dengan kurang informasi

JABARAN SETIAP DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) PK: Hipoksemia 4

Definisi 4

8

Menggambarkan individu yang mengalami atau beresiko tinggi untuk mengalami

insufisiensi(kekurangan) saturasi oksigen yang berhubungan dengan

hiperventilasi alveolus, pirau pulmonal, atau ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.

Populasi resiko tinggi4

PPOM

Pneumonia

Atelektasis

Edema pulmonal

ARDS

Depresi pusat

pernapasan

Sindrom guillain-barre

Miastenia gravis

Distrofi otot

Obesitas

Penurunan gerakan dinding dada

(trauma, pneumotorak)

Cidera kepala

Cidera multipel

Tujuan Keperawatan

Perawat akan menangani dan mengurangi komplikasi dari hipoksemia

INTERVENSI: 4

(1) Pantau tanda dan gejala ketidakseimbangan asam basa: 2,4

Analisa gas darah : pH < 7,35 , PaCO2 > 48 mmHg

Nadi cepat, adanya peningkatan frekuensi pernapasan/ penurunan.

Perubahan mental (somnolen, peka rangsang)

Penurunan output urine (kurang dari 30 cc/jam)

Kulit dingin, pucat, sianosis

(2) Jika terdapat indikasi dapat dilakukan intubasi dan PEMAKAIAN

VENTILATOR dengan tekanan ekspirasi-akhir positif (PEEP) dan tekanan

udara positif kontinu (CPAP) yang dapat memperbaiki kolaps alveoli

PENGGUNAAN VENTILATOR; 2

INDIKASI: PaO2 di bawah 50, frekuensi napas lebih dari 35 x/menit

Macam :

a. Ventilator tekanan negatif

b. Ventilator tekanan positif (PEEP atau CPAP)

Tujuan: berfungsi langsung mengembangkan alveoli

9

(pasien diistirahatkan kerja motoriknya dengan pemberian obat

melumpuhkan otot-otot pernapasan tetapi fungsi sensorik masih

berfungsi [pasien masih dapat merasakan sensasi], rasa yang

mungkin tidak wajar ini perlu dijelaskan pada pasien untuk

mencegah kecemasan)

(3) Evaluasi efek posisi klien terhadap oksigenasi, gunakan nilai BGA /analisa gas

darah sebagai indikator penilaian.

(4) Posisikan pasien semifowler atau fowler tinggi. Ubah posisi setiap 2 jam dan

hindarkan posisi yang mengganggu oksigenasi

(tindakan akan meningkatkan ventilasi optimal)

(5) Pantau EKG apakah ada disritmia sebagai gangguan oksigenasi.

(hipoksemia dapat menjadi pencetus ketidakteraturan irama jantung)

b) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekret,

penurunan fungsi silia, edema interstisial 3,4

INTERVENSI 2,4

(1) Mengidentifikasi penyebab

(2) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas

bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.

(3) Auskultasi bunyi napas (bunyi tambahan ronkhi/rales) tiap 2 tau 4 jam.

(4) Observasi dan dokumentasikan dispnea

(5) Posisi fowler (Tinggikan kepala tempat tidur)

Bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk memilih posisi untuk

bernapas.

Aanjurkan untuk napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan

dan sesuai toleransi individu.

(6) Observasi karakteristik batuk/pembentukan secret (pengguaan ventilator dapat

meningktakan produksi secret )

(7) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari tergantung toleransi jantng.

Memberikan air hangat.

(8) Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi

Bronkodilator

10

(ex. Epinefrin {adrenalin, vaponefrin}, albuterol {proventil, ventolin},

terbutalin dll)

inhalasi (metilprednisolon, deksametason)

Antihistamin {beklometason [vanceril, beclonent]})

Analgesic

(9) Berikan humidifikasi tambahan mis,. Nebuliser ultranik, humidifier aerosol

ruangan

(10) Postural drainage dan Fisioterapi dada

(11) Penghisapan sekresi (suction)

(12) Pantau BGA, nadi oksimetri dan foto dada

c) Gangguan perkuran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam interstsial

paru dan atau alveoli 3,4

Definisi Gangguan pertukaran gas :

suatu kondisi aktual dan potensial penurunan pemasukan gas (oksigen dan

karbondioksida) antara alveoli dan kapiler darah (pembuluh darah yg

menyelubungi alveolus). 4

Batasan karakteristik: 4

MAYOR (harus didapat)

Dispnea pada usaha napas

MINOR (mungkin terdapat) 1

Tendensi untuk melakukan posisi tiga titik (duduk, satu tangan di atas

masing-masing lutut, membungkuk ke depan)

Napas dengan bibir dengan fase ekspirasi yang lama

Kacau mental/agitasi

Letargi dan lelah

Meningkatnya tahanan vaskuler paru (peningkatan arteri/tekanan ventrikel

kanan)

Menurunnya isi oksigen, menurunnya saturasi oksigen, meningkatnya PCO2,

yang diukur dari analisa gas darah

Sianosis

11

INTERVENSI kep dx.3 4

(1) Kaji tanda-tanda hipoksia

(2) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas

bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.

(3) Posisi fowler (Tinggikan kepala tempat tidur)

Bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk memilih posisi untuk

bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/

toleransi individu.

(4) Kaji/awasi secara rutin kulit dan membran mukosa.

(5) Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan

(6) Auskultasi bunyi napas

catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.

(7) Palpasi fremitus

(8) Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.

(9) Awasi tanda vital dan irama jantung

(10) Awasi GDA dan nadi oksimetri.

(11) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan

toleransi pasien.

(12) Jika terdapat indikasi dapat dilakukan intubasi dan PEMAKAIAN

VENTILATOR dengan tekanan ekspirasi-akhir positif (PEEP) dan tekanan

udara positif kontinu (CPAP) yang dapat memperbaiki kolaps alveoli

d) Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan pemakaian

deuretik, perpindahan cairan ke area lain

DEFINISI

Kekurangan volume cairan adalah keadaan di mana seorang yang tidak/kurang

makan dan minum per oral yang beresiko mengalami dehidrasi vaskuler, interstisiil

atau intraseluler.

BATASAN KARAKTERISTIK

MAYOR

a). Ketidakcukupan masukan cairan peroral

12

b). Tidak adanya keseimbangan antara asupan dan haluaran

c). Membrane mukosa/kulit kering

d). Berat badan kurang

MINOR

a). Meningkatnya natrium darah

b). Menurunnya output urine atau aoutput urine berlebihan

c). Sering berkemih

d). Turgor kulit menurun

e). Haus/mual./anoreksia

INTERVENSI:

1) Memberikan masukan cairan

Rasional: Peningkatan upaya bernapas dan frekuensi bernapas dapat

menimbulkan meningkatnya kehilangan cairan tidak kasat mata. Dan cairan

dapat mengencerkan sekret yang mengganggu jalan nafas

2) Pemberian cairan intravena (IV) berupa cairan kristaloid harus dipantau dengan

cermat.

3) Mungkin dibutuhkan obat-obatan inotropik atau vasopresor

Rasional: hipovolemia disebabkan perpindahan cairan ke ruang interstisial

EVALUASI (berdasar pada kriteria hasil)

Beberapa dari hasil yang diharapkan:

mempertahankan masukan cairan yang adekuat

e) PK: Asidosis (Respiratorik)*

DEFINISI

PK : Asidosis: Menggambarkan individu yang mengalami atau berisiko tinggi untuk

mengalami suatu ketidakseimbangan asam-basa yang berhubungan dengan

peningkatan produksi asam atau kehilangan basa yang berlebihan. 1

Populasi dengan Risiko Tinggi untuk terjadi kondisi:

Untuk Asidosis Respiratorik 4

Hipoventilasi

13

Edema pulmonal akut

Obstruksi jalan napas

Pneumotoraks

Takar lajak obat-obat sedatif

Pneumonia berat

PPOM

Asma

Tujuan Keperawatan4

Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi asidosis.

INTERVENSI

Untuk Asidosis Respiratorik 4

(1) Pantau tanda dan gejala asidosis respiratorik4

(a) Takikardia

(b) Disritmia

(c) Berkeringat

(d) Mual dan/atau muntah

(e) Gelisah

(f) Dispnea

(g) Peningkatan usaha napas

(h) Penurunan frekuensi pernapasan

(i) peningkatan PCO2

(j) PO2 normal atau menurun

(k) Peningkatan kalsium serum

(l) Penurunan natrium klorida

(Asidosis respiratorik dapat terjadi bila ada gangguan pada sistem

pernapasan yaitu ketidakmampuannya membuang CO2 atau bila mekanisme

kompensasi terjadi dengan menstimulasi peningkatan jantung dan usaha napas

untuk menghilangkan CO2 yang berlebihan. Suatu peningkatan PaCO2

merupakan kriteria utama. peningkatan PaCO2 meningkatkan aliran darah ke

otak, yang mana menimbulkan penurunan perfusi ke jantung, ginjal, dan

saluran pencernaan ) 1

14

(2) Untuk klien-klien dengan asidosis respiratorik: 1

(a) Perbaiki ventilasi melalui:

Pengubahan posisi dengan meninggikan kepala tempat tidur (untuk

meningkatkan pengembangan diafragma bagian bawah)

Latih napas dalam dengan ekspirasi memanjang (meningkatkan

pengeluaran CO2)

Membantu dalam ekspektorasi mukus diikuti dengan penghisapan, bila

diperlukan (untuk memperbaiki ventilasi-perfusi)

(b) Konsul dengan dokter terhadap kemungkinan penggunaan ventilasi mekanis

bila perbaikan tidak terjadi setelah intervensi di atas.

(c) Berikan oksigen setelah klien bernapas lebih baik. (pemberian oksigen kurang

bermanfaat jika klien masih belum dapat bernapas dengan baik)

(d) Tingkatkan pemberian hidrasi/ cairan optimal

(membantu mengencerkan sekret dan mencegah sumbatan mukus )

(e) Gunakan batasan dalam penggunaan obat sedatif dan transquilizer

(kedua obat ini dapat menyebabkan depresi pernapasan)

6) Mulai lagi intervensi b.1) sampai dengan b.5) untuk mengatasi asidosis

ansietas

(penjabaran diagnosa Keperawatan ini bisa baca di Carpenito, Lynda Juall.

1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi 6. EGC:Jakarta

HAL 132 s/d 145 )

Reference:

1. Sudoyo, Ari W.DR.dr., Setiyohadi, Bambang,dr., Alwi, Idrus, DR,dr., et.al. 2006.

Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. Edisi IV. Jilid I Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:

Jakarta. Hal. 167 s/d 172

2. Smeltzer and bare.2001. BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Bruner & Suddarth’s. Edisi 8.Volume 1.EGC:Jakarta.hal.615 s/d 618

15

3. Doengoes, Marilynn E., Moorhouse, MF., Geissier,SC. 2000. RENCANA

ASUHAN KEPERAWATAN Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien.Edisi 3. EGC: Jakarta

4. Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek

Klinis. Edisi 6. EGC:Jakarta

II. ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS GANGGUAN KESEIMBANGAN

ASAM BASA

A. KONSEP PENGATURAN KESEIMBANGAN ASAM-BASA

Kadar ION

Ion H, Na, dan K dalam tubuh dalam jumlah yang berimbang. Ikatan ion-H dengan

protein lebih kuat dari ikatan ion-Na dan ion-K dengan protein. 3

Meningkat dan berkurangnya kadar ion-H dengan protein akan merubah muatan

protein, bentuk molekul pretein yang akhirnya menimb ulkan kerusakan jaringan

akibat perubahan fungsi protein.3

Untuk itu tubuh harus menjaga konsentrasi ion-H dalam batas normal dalam tubuh

untuk mencegah gangguan. 3

PENGATURAN Ion-H: 3

1. penyangga kimiawi di dalam dan di luar sel

2. pengaturan tekanan parsial CO2 dengan cara pengaturan kecepatan ventilasi paru

3. pengaturan kadar bikarbonat dalam plasma dengan cara pengaturan ekskresi ion-

H melalui ginjal.

Menurut bronsted, 3 asam adalah zat penyumbang ion-H dan Basa adalah penerima ion-

H

PENYANGGA

Penyangga di luar sel sebagian besar dilakukan oleh ion-HCO3

Reaksi CO2+H2O H+ + HCO3 ˉ

16

Kadar ion-H yang berlebih akan menyebabkan reaksi bergeser kearah CO2+H2O yang

mengakibatkan kadar CO2 sehingga terjadi hiperventilasi pada paru untuk mengatur

tekanan parsial CO2. 3

Peningkatan ion-H dalam plasma akan meningkatkan meningkatkan sekresi ion-H

dalam tubulus ginjal. 3

PADA KEADAAN ALKALOSIS METABOLIK

Kadar ion HCO3 ˉ yang berlebih menyebabkan kadar ion- H+ berkurang , reaksi akan

bergeser ke kiri sehingga terjadi hipoventilasi untuk mempertahankan tekanan parsial

CO2. akibatnya seksresi ion-H di tubulus ginjal berkurang sehingga reabsorbsi

bikarbonat menurun., kemudian bikarbonat diekskresi menjadi Na-bikarbonat. 3

RUMUS HENDERSON-HASSELBALCH

Berdasarkan rumus ini perubahan menjadi alkalemi dan asidemi dipengaruhi oleh rasio

antara PCO2 dan ion- HCO3. bila rasio meningkat maka kadar ion-H naik (asidemi) dan

bila rasio menurun maka kadar ion-H akan turun (alkalemi). 3

Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa 2

Mekanisme homeostatik mempertahankan pH plasma adalah indikator konsentrasi ion

hidrogen (ion- H+). Normalnya 7,35 – 7,45.

Semakin banyak ion-H maka kondisi semakin asam. pH plasma yang sesuai dengan

kebutuhan tubuh adalah 6,8 – 7,8

Mekanisme pengaturan keseimbangan Asam-Basa mencakup aktifitas bufer kimia,

ginjal, dan paru:

1. BUFER KIMIA2

Bufer kimia adalah substansi yang mencegah perubahan besar dalam pH cairan tubuh

dengan membuang dan melepaskan ion-ion hidrogen.

Sistem bufer utama adalah ion bikarbonat (ion-HCO3 ˉ)

RASIO = ion bikarbonat (ion-HCO3 ˉ) : asam bikarbonat (H2CO3

) yaitu 20:1

JIKA rasio berubah MAKA pH akan berubah

2. GINJAL2

Ginjal mengatur kadar bikarbonat dalam cairan ekstraseluler, dengan cara:

Meregenerasi ion bikarbonat

17

Mereabsorbsi ion bikarbonat dari tubulus ginjal.

Pada ASIDOSIS , ginjal akan:

Ekskresikan ion hidrogen (keluar tubuh)

Menyimpan ion bikarbonat untuk mempertahankan keseimbangan

Pada ALKALOSIS , ginjal akan:

Mempertahankan ion hidrogen

Mengekskresikan ion bikarbonat (keluar tubuh) untuk mempertahankan

keseimbangan

Jika klien gagal ginjal, ginjal tidak mampu mengkompensasi aidosis metabolik.

3. PARU-PARU2

Mekanisme pernapasan (paru-paru) dikendalikan oleh otak (medulla oblongata)

Paru-paru mengendalikan kadar asam karbonik (CO2), dengan cara:

Pengaturan VENTILASI

Tekanan parsial CO2 dalam arteri (PaCO2) menstimulasi pernapasan.

Pada ASIDOSIS , respon paru akan:

Peningkatan frekuensi pernapasan

(meningkatkan pengeluaran CO2 untuk mengurangi kelebihan asam)

Pada ALKALOSIS , paru-paru akan:

Penurunan frekuensi pernapasan

(menahan CO2 untuk meningkatkan beban asam)

1. `ASIDOSIS METABOLIK

Asidosis metabolik ditandai: 2

pH rendah

peningkatan ion-H

Penurunan ion bikarbonat

Ditandai dengan turunnya kadar ion-HCO3 diikuti dengan penurunan PCO2 dalam arteri

Penurunan 1 meq/L kadar ion-HCO3 diikuti penurunan PCO2 1,2 mmHg. 3

Penyebab asidosis metabolik: 3

a) Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh

b) Berkurangnya kadar ion-HCO3

18

c) ada retensi ion-H di dalam tubuh.

Kadar normal ; 3

ion-HCO3 : 24 meq/L

PCO2 : 40 mmHg

ion-H : 40 nmol/L

PERAN GINJAL

Asidosi metabolik membuat ginjal mengkompensasi dengan cara meningkatkan sekresi

dan ekskresi ion-H (asidifikasi urin, pH urin turun) sebanyak 50-100 meq/hari serta

reabsorbsi ion-HCO3 yang terdapat dalam cairan filtrasi glomerulus.

PERAN HORMON dalam SEKRESI ion-H: 3

a) Angiotensin-II

Mengaktifasi penukar Na-H sehingga terjadi peningkatna sekresi ion-H dan

reabsorsi ion-HCO3

b) Aldosteron

Mempengaruhi sekresi ion-H melalui pompa H-ATPase, sehingga reabsorsi ion-

Na yang menyebabkan mempermudah sekresi ion-H ke dalam lumen.

c) hormon Paratiroid

menghambat penukar Na-H sehingga sekresi ion-H dan reabsorbsi ion-HCO3

terhambat.

Gap Anion adalah anion tidak terukur plasama yang dapat membantu dalam diagnosis

banding asidosis metabolik. 2

Rumus Gap Anion = Na+ - (Clˉ + HCO3ˉ)

Asidosis metabolik secara klinis dibagi 2 bentuk berdasarkan nilai Gap Anion: 2

a) Asidosis gap anion tinggi

Akibat penumpukan berlebih asam terikat.

Terjadi dalam ketoasidosis, asidosis laktat, uremia, ketoasidosis.

b) Asidosis gap anion normal

Akibat kehilangan langsung ion bikarbonat

19

Terjadi dalam diare, pemberian klorida berlebih, pemberian nutrisi IV/parenteral

tanpa bikarbonat atau zat terlarut yang menghasilkan bikarbonat (ex.laktat)

MANIFESTASI KLINIS3

pH lebih 7,1

a) rasa lelah (fatique)

b) sesak nafas (kussmaull)

c) nyeri perut

d) nyeri tulang

e) mual/muntah

pH kurang atau sama dengan 7,1

a) gejala pada pH >7,1

b) aritmia

c) kontriksi vena perifer

d) penurunan tekanan darah

e) penurunan aliran darah ke hati

f) kontriksi aliran darah ke paru

(pertukaran O2 terganggu)

PENATALAKSANAAN ASIDOSIS METABOLIK

Pengobatan ditujukan pada penyebab/defek metabolik 2

a) Jika penyebab masalah masukan klorida yang berlebih, maka pengobatan

menghilangkan sumber klorida 2

b) bila diperlukan diberi bikarbonat 2

c) memantau kadar kalium dan elektrolit yang lain 2

Indikasi koreksi asidosis metabolik perlu di ketahui dengan baik agar koreksi dapat

dilakukan dengan tepat tanpa menimbulkan hal yang membahayakan pasien3

a) langkah pertama3

menetapkan berat ringannya gangguan. gangguan disebut letal jika pH darah

kurang dari 7 atau kadar ion-H lebih dari 100 nmol/L . perhatian lebih intensif

bila pH darah 7,1 – 7,3 atau kadar ion-H antara 50 -80 nmol/L.

b) Langkah kedua3

Menetapkan anion-gap atau bila perlu anion-gap urin untuk mengetahui dugaan

etiologi asidosis metabolik. Dengan bantuan tanda klinik lain, untuk menentukan

etiologi.

c) Langkah ketiga3

Menetapkan sejauh mana koreksi dapat dilakukan

Pada penurunan fungsi ginjal, koreksi dapat dilakukan secara penuh hingga

mencapai kadar ion-HCO3 20-22 meq/L. Menghindari terjadinya

20

hiperkalemia, mengurangi malnutrisi, mengurangi percepatan gangguan

tulang

Pada ketoasidosis diabetikum

Koreksi dilakukan bila:

a. kadar ion-HCO3 kurang dari atau sama dengan 5 meq/L

b. hiperkalemia berat

c. setelah koreksi insulin dan oksigen pada asidosis laktat tapi asidosis

belum terkendali pada ketoasidosis diabetikum

koreksi dilakukan sampai kadar ion-HCO3 10 meq/L

Pada asidosis metabolik bercampur asidosis respiratorik

Tidak dalam ventilator, koreksi harus hati-hati dengan pertimbangan depresi

pernapasan.

Koreksi dilakukan memberikan Na-bikarbonat sesuai kebutuhan bikarbonat pasien.

2. ALKALOSIS METABOLIK

Asidosis metabolik ditandai: 2

pH tinggi

penurunan ion-H

Peningkatan ion bikarbonat

Alkalosis metabolik adalah peningkatan primer bikarbonat di dalam arteri, sehingga

rasio kadar ion-HCO3 dan PCO2 berubah.paru mengkompensasi dengan cara

menurunkan ventilasi supaya PCO2 meningkat. Kenaikan kadar HCO3 sebesar 1 meq/L

menyebabkan kenaikan PCO2 0,7 mmHg. 3

Penyebab alkalosis metabolik: 2,3

1. terbuangnya ion-H pada lambung melalui saluran cerna (karena muntah,

penghisapan lambung)

2. penggunaan diuretik yang membuang kalium (tiazid, furosemid dll)

3. mengkonsumsi alkali (misal yang ada dalam obat antasida)berlebihan

4. terbuangnya ionbikarbonat dari dalam tubuh

21

dalam keadaan normal sekresi ion-H oleh gaster menstimulasi ekskresi bikarbonat oleh

pankreas.

Terbuangnya ion-H melalui muntah /NGT, ion bikarbonat pankreas tidak diekskrsikan

karena ekskresi bikarbonat oleh pankreas distimulasi oleh ion-H di duodenum.

Hilangnya ion-H yang tidak diimbangi berkurangnya bikarbonat akan menimbulkan

alkalosis. 3

Hipokalemia dapat menyebabkan alkalosis dengan cara:

1. Pada hipokalemi menyebabkan ginjal akan menahan kalium sehingga ekskresi

ion hidrogen meningkat.

2. Kalium dalam keluar ke ekstraseluler, dan untuk penyeimbang ion-H masuk ke

dalam sel

Manifetasi klinis:

Lihat pada tanda dan gejala pada diagnosa keperawatan selajutnya

PENATALAKSANAAN ALKALOSIS METABOLIK

Pengobatan ditujukan pada penyebab/Kondisi yang mendasari 2

1. memberi masukan klorida yang cukup, agar ginjal dapat mengabsorbsi natruim

dengan klorida (sehingga kelebihan bikarbonat dapat diekskresikan ) 2

2. pemberian terapi cairan NaCl 2

3. jika terjadi hipokalemia diberikan KCl untuk mengganti kekurangan 2

Pengobatan lainnya3

4. Pada keadaan alkalosis metabolik, disebut letal bila pH darah lebih dari 7,7

5. Bila ada deplesi volume cairan tubuh, normalkan kembali volume plasma

dengan pemberian NaCI isotonis

6. Bila penyebabnya hipokalemi, koreksi kalium dalam plasma

7. Bila penyebabnya hipokloremi, koreksi chlorida dengan pemberian NaCI

isotonis.

8. Bila etiologinya adalah pemberian bikarbonat berlebihan, stop pemberian

bikarbonat.

9. Dalam keadaan fungsi ginjal turun atau pada keadaan edema akibat gagal

jantung, cor-pulmonale atau sirosis hati, koreksi dengan NaCI isotonis tidak

dapat dilakukan karena ditakutka terjadi retensi Na dan kelebihan cairan (edema

22

bertambah). Dapat diberikan antagonis enzim karbonik anhidrase, sehingga

reabsorsi bikarbonat terhambat. Bila dengan antagonis enzim karbonik anhidrase

tak berhasil, dapat diberikan HCI dalam larutan isotonis (150 meq/L) selama 8 –

24 jam. Kebutuhan HCI dapat dihitung dengan mengetahui jumlah distribusi

bikarbonat pada keadaan alkalosis tersebuut sbb:

Kelebihan bikarbonat= 0,5 x Berat Badan x (HCO3 plasma – 24)

3. ASIDOSIS RESPIRATORIK

Asidosis respiratorik ditandai: 2

pH kurang dari 7,35

PaCO2 lebih dari 42 mmHg

ETIOLOGI: 2

Tidak adekuatnya ventilasi sehingga pengeluaran CO2 dari dalam tubuh tidak optimal

MANIFESTSI KLINIS: 2

Hiperkapnea (peningkatan PaCO2) menimbulkan:

a. Peningkatan frekuensi nadi dan pernapasan

b. Peningkatan tekanan darah

c. Kusut pikir

d. Perasaan penat pada kepala

e. Vasodilatasi serebrovaskular dan peningkatan aliran darah serebral akan

meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).

Peningkatan TIK dapat menimbulkan papiledema dan dilatasi pembuluh darah

konjungtiva.

PENATALAKSANAAN ASIDOSIS RESPIRATORIK

Pengobatan ditujukan memperbaiki ventilasi 2

a. obat-obatan diberikan sesuai indikasi

contoh:

bronkodilator untuk menurunkan spasme bronkial

antibiotik untuk infeksi pernapasan

b. higiene paru dari mukus

23

c. hidrasi minimal 2-3 liter/hari

d. oksigenasi

e. ventilasi mekanik jika ada indikasi dengan pengawasan intensif

4. ALKALOSIS RESPIRATORIK

Alkalosis respiratorik ditandai: 2

pH lebih dari 7,45

PaCO2 kurang dari 38 mmHg

ETIOLOGI: 2

Hiperventilasi yang akan menurunkan kadar PaCO2 , biasanya terjadi pada pasien:

a. Ansietas

b. Hipoksemia

c. Intoksikasi salisilat

d. Ventilasi berlebihan pada klien dengan pemakaian ventilasi mekanik

MANIFESTASI KLINIS: 2

Vasokonstriksi dan penurunan aliran darah serebral sehingga menimbulkan:

a. ketidakmampuan konsentrasi

b. kebas dan kesemutan karena kekurangan ionisasi kalsium

c. tinitus

d. kehilangan kesadaran

PENATALAKSANAAN ALKALOSIS RESPIRATORIK

Rujuk ke diagnosa keperawatan PK: Alkalosis Respiratorik

Gangguan dan Kompensasi Asam-Basa

Gangguan Peristiwa Awal Kompensasi

Asidosis

Respiratorik

PaCO2 naik, HCO3 normal/naik, pH

turun

Ginjal mengeliminasi H+ & menahan

HCO3

Alkalosis

Respiratorik

PaCO2 turun, HCO3 normal/turun, pH

naik

Ginjal menghemat H+ & mengekskresi

HCO3

24

Asidosis Metabolik PaCO2 normal/turun, HCO3 turun, pH

turun

Paru-paru mengeliminasi CO2

(Frekuensi napas meningkat) &

menghemat HCO3

Alkalosis

Metabolik

PaCO2 normal/naik, HCO3 naik, pH naik Paru-paru menurunkan frekuensi

pernapasan menahan CO2, menghemat

H+ & eksresi HCO3

B. ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN ASAM DAN BASA

1. PENGKAJIAN

a. Riwayat kesehatan

Pertanyaan difokuskan untuk mencari kemungkinan penyebab asidosis atau alkatosis,

lihat pada etiologi dan faktor resiko

b. Pemeriksaan fisik

Data Fokus : MENGACU PADA MANIFESTASI KLINIS PENYAKIT

c. Pemeriksaan Penunjang 1,2

1) Analisa Gas Darah (AGD/ blood gase artery (BGA))

Pemeriksaan ini untuk mendeteksi kadar :

(a) pH darah

(b) PaCO2

(c) PaO2

(d) Saturasi oksigen (SaO2)

(e) HCO3

(f) Kelebihan dan kekurangan basa

2) kadar elektrolit serum

kadar kalium, kalsium, klorida

3) rontgen torak

untuk mengetahui masalah paru

4) EKG

Deteksi adanya disritmia karena kelebihan kalium

25

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

PK: ASIDOSIS (Metabolik, Respiratorik)

PK: ALKALOSIS (Metabolik, Respiratorik)

JABARAN SETIAP DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. PK: Asidosis (Metabolik, Respiratorik)*

* bila indikasi menggunakan diagnosa ini, perawat harus menguraikan PK: Asidosis

metabolik atau PK: asidosis respiratorik

DEFINISI

PK : Asidosis: Menggambarkan individu yang mengalami atau berisiko tinggi untuk

mengalami suatu ketidakseimbangan asam-basa yang berhubungan dengan

peningkatan produksi asam atau kehilangan basa yang berlebihan. 1

Populasi dengan Risiko Tinggi untuk terjadi kondisi:

Untuk Asidosis Respiratorik 1

Hipoventilasi

Edema pulmonal akut

Obstruksi jalan napas

Pneumotoraks

Penggunaan obat-obat sedatif

Pneumonia berat

PPOM

Asma

Untuk Asidosis Metabolik 1

Diabetes mellitus

Asidosis laktat

Fase-lanjut keracunan salisilat

Uremia

Mencerna metanol atau etilen glikol

26

Diare

Fistula pada intestinal

Pemasukan jumlah salin isotonik atau amonium klorida berlebihan

Tujuan Keperawatan

Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi asidosis.

INTERVENSI

Untuk Asidosis Metabolik 1

1) Pantau tanda dan gejala asidosis metabolik

a) Pernapasan cepat dan lambat

b) Sakit kepala

c) Mual dan Muntah

d) Bikarbonat plasama dan pH arteri darah rendah

e) Perubahan tingkah laku, mengantuk

f) Kalsium serum meningkat

g) Klorida serum meningkat

h) PCO2 kurang dari 35-40 mm Hg

i) Penurunan HCO3

(Asidosis metabolik disebabkan oleh kemampuan ginjal untuk

mengeksresikan ion hidrogen, fosfat, sulfat, dan denda-benda keton.

Kehilangan bikarbonat terjadi bilamana ginjal mengalami penurunan dalam

reabsorpsi bikarbonat. Asidosis metabolik melalui hiperkalemia ,

hiperfosfatemia, dan nilai bikarbonat yang menurun. Benda-benda keton yang

berlebihan menyebabkan sakit kepala, mual, muntah dan nyeri perut.

Frekuensi pernapasan meningkat dan dalam untuk meningkatkan ekskresi CO2

dan mengurangi asidosis. Asidosis dapat berdampak pada SSP dan dapat

meningkatkan iritabilitas neuromuskular oleh karena pertukaran ion hidrogen

dan kalium di seluler) 1

2) Untuk klien-klien dengan asidosis metabolik: 1

27

a) Mulai dengan penggantian cairan secara IV sesuai program tergantung dari

penyebab dasarnya.

(dehidrasi dapat disebabkan karena kehilangan cairan lambung dan urine)

b) Jika etiologinya adalah diabetes mellitus, rujuk pada PK:Hipo/hiperglikemia

untuk intervensi.

c) Kaji tanda dan gejala hipokalsemia, hipokalemia, dan alkalosis setelah

asidosisnya terkoreksi.

(koreksi asidosis yang cepat, mungkin dapat menyebabkan ekskresi kalsium dan

kalium yang cepat serta menimbulkan alkalosis)

d) Lakukan koreksi pada setiap gangguan ketidakseimbangan elektrolit sesuai

program dokter. Rujuk pada PK: Ketidakseimbangan elektrolit untuk intervensi

spesifik pada setiap jenis ketidakseimbangan elektrolit.

e) Pantau nilai gas darah arteri dan pH urine.

(nilai ini membantu mengevalusi kefektifan pengobatan)

Untuk Asidosis Respiratorik 1

(1) Pantau tanda dan gejala asidosis respiratorik1

(a) Takikardia

(b) Disritmia

(c) Berkeringat

(d) Mual dan/atau muntah

(e) Gelisah

(f) Dispnea

(g) Peningkatan usaha napas

(h) Penurunan frekuensi pernapasan

(i) peningkatan PCO2

(j) PO2 normal atau menurun

(k) Peningkatan kalsium serum

(l) Penurunan natrium klorida

(Asidosis respiratorik dapat terjadi bila ada gangguan pada sistem

pernapasan yaitu ketidakmampuannya membuang CO2 atau bila mekanisme

kompensasi terjadi dengan menstimulasi peningkatan jantung dan usaha napas

untuk menghilangkan CO2 yang berlebihan. Suatu peningkatan PaCO2

merupakan kriteria utama. peningkatan PaCO2 meningkatkan aliran darah ke

28

otak, yang mana menimbulkan penurunan perfusi ke jantung, ginjal, dan

saluran pencernaan ) 1

(2) Untuk klien-klien dengan asidosis respiratorik: 1

(a) Perbaiki ventilasi melalui:

Pengubahan posisi dengan meninggikan kepala tempat tidur (untuk

meningkatkan pengembangan diafragma bagian bawah)

Latih napas dalam dengan ekspirasi memanjang (meningkatkan

pengeluaran CO2)

Membantu dalam ekspektorasi mukus diikuti dengan penghisapan, bila

diperlukan (untuk memperbaiki ventilasi-perfusi)

(b) Konsul dengan dokter terhadap kemungkinan penggunaan ventilasi mekanis

bila perbaikan tidak terjadi setelah intervensi di atas.

(c) Berikan oksigen setelah klien bernapas lebih baik. (pemberian oksigen kurang

bermanfaat jika klien masih belum dapat bernapas dengan baik)

(d) Tingkatkan pemberian hidrasi/ cairan optimal

(membantu mengencerkan sekret dan mencegah sumbatan mukus )

(e) Gunakan batasan dalam penggunaan obat sedatif dan transquilizer

(kedua obat ini dapat menyebabkan depresi pernapasan)

7) Mulai lagi intervensi b.1) sampai dengan b.5) untuk mengatasi asidosis

b. PK: Alkalosis (Metabolik, Respiratorik)*

* bila indikasi menggunakan diagnosa ini, perawat harus menguraikan PK: Alkalosis

metabolik atau PK: alkalosis respiratorik

DEFINISI

PK : Alkalosis : Menggambarkan individu yang mengalami atau berisiko tinggi untuk

mengalami suatu ketidak seimbangan asam-basa yang berhubungan dengan kelebihan

bikarbonat atau kehilangan ion hidrogen1

Populasi Risiko Tinggi1

Untuk Alkalosis Respiratorik1

29

Hiperventilasi

Infeksi berat

Asma

Ventilasi mekanik

Pembatasn dalam pergerakan difragma (mis., karena obesitas dan kehamilan)

Oksigen yang tidak adekuat pada udara yang dihisap

Gagal jantung kongestif

Intoksikasi alkohol

Sirosis

Tirotoksikosis

Paraldehid, epinefrin, tanda-tanda dini kelebihan dosis salisilat

Koreksi asidosis metabolik terlalu cepat

Untuk Alkalosis Metabolik1

Muntah-muntah yang lama, penghisapan cairan lambung, muntah

Penggunaan diuretik (mis., tiazid) dengan akibat kehilangan kalium dan ion

hidrogen

Terapi kortikosteroid

Penggantian IV dengan larutan IV yang tidak mengandung kalium

Penyakit hormon adrenokortikal

Hiperkalemia atau hipokalsemia yang lama

Koreksi asidosis metabolik yang berlebihan

TUJUAN KEPERAWATAN

Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi alkalosis

INTERVENSI

Untuk Alkalosis Metabolik1

1). Pantau tanda dan gejala alkalosis metabolik1

a) Kebas pada jari-jari, pusing

b) Spasme otot

c) Hipoventilasi (untuk menghemat asam karbonat)

d) Peningkatan HCO3

30

e) sedikit peningkatan PCO2

f) penurunan klorida, kalsium, dan kalium serum

(penurunan kalsium serum menimbulkan banyak gejala)

2). Untuk klien dengan alkalosis metabolik: 1

a) Mulai dengan pemberian cairan secara parenteral (untuk mengoreksi

kekurangan cairan, natrium dan klorida).

b) Pantau secara teliti pemberian amonium klorida

(amonium klorida meningkatkan jumlah ion hidrogen yang beredar, yang

menyebabkan penurunan Ph. Obat-obatan dapat menyebabkan penurunan pH

yang sangat cepat dan hemolisis sel darah merah)

c) Evaluasi fungsi ginjal dan hati sebelum pemberian amonium klorida.

(kerusakan fungsi ginjal dan hati tidak dapat mengakomodasi peningkatan

hemolisis)

d) Perhatikan secara intensif Jika pasien mendapat resep obat-obat sedatif dan

transquilizer

(kedua jenis obat tersebut dapat menekan fungsi pernapasan)

e) Pantau nilai gas darah arteri dan pH urine, nilai elektrolit serum, dan BUN.

(nilai ini membantu mengevalusi respon klien terhadap pengobatan dan

mendeteksi timbulnya asidosis metabolik sebagai akibat koreksi terhadap

alkalosis yang terlalu cepat)

Untuk Alkalosis Respiratorik

1). Pantau tanda dan gejala alkalosis respiratorik1

a) Sakit kepala

b) Kesemutan

c) Kebas

d) Kelemahan otot-otot

e) Normal atau penurunan HCO3

f) penurunan PCO2

g) kalium serum menurun

h) klorida meningkat

i) kalsium serum meningkat

31

(penurunan asam karbonat dalam plasma menyebabkan vasokontriksi, aliran

darah ke otak menurun dan menurunkan ion kalsium)

2. Untuk klien-klien dengan alkalosis respiratorik: 1

a) Tentukan penyebab hiperventilasi:

(etiologi berbeda memerlukan intervensi berbeda pula, misal ansietas atau

ventilasi mekanik yang tidak benar)

b) Jika kalien cemas, lakukan pendekatan secara tenang, jaga kontak mata dan

dampingi klien.

(pasien cemas akan meningkat frekuensi pernapasannya dan terjadi

peningkatan pembuangan CO2)

c) Anjurkan pada klien untuk bernapas secara perlahan mengikuti petunjuk

perawat. (tindakan akan meningkatkan retensi CO2)

d) Alternatif tindakan untuk klien cemas: bernapas ke dalam kantong kertas dan

bernapas kembali ke kantong

(tindakan ini akan meningkatkan Pa CO2 sebagai hasil penghisapan CO2

kembali dari pernapasannya sendiri)

e) Jika ansietas sebagai penyebab: lihat diagnosa keperawatan ansietas dan pola

napas tidak efektif sebagai tambahan intervensi

f) Konsultasi dengan dokter untuk pemberian sedatif jika diperlukan.

(sedatif dapat membantu menurunkan frekuensi pernapasan ansietas)

g) Pantau nilai gas darah arteri dan kadar elektrolit (mis,. Kalium dan kalsium)

(nilai ini membantu mengevalusi respon klien terhadap pengobatan)

h) Jika perlu, liat PK: Ketidakseimbangan Elektrolit untuk pengelolaan

ketidakseimbangan cairan yang spesifik.

KETERANGAN diagnosa keperawatan

PK:Hipo/hiperglikemia

(penjabaran diagnosa Keperawatan ini bisa baca di Carpenito, Lynda Juall.

1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi 6. EGC:Jakarta

HAL 1056 s/d 1058 )

PK: Ketidakseimbangan elektrolit

32

(penjabaran diagnosa Keperawatan ini bisa baca di Carpenito, Lynda Juall.

1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi 6. EGC:Jakarta

HAL 1061 s/d 1068 )

ansietas

(penjabaran diagnosa Keperawatan ini bisa baca di Carpenito, Lynda Juall.

1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi 6. EGC:Jakarta

HAL 132 s/d 145 )

pola napas tidak efektif

(penjabaran diagnosa Keperawatan ini bisa baca di Carpenito, Lynda Juall.

1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi 6. EGC:Jakarta

HAL 802 s/d 803 )

Sumber:

1. Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis.

Edisi 6. EGC:Jakarta

2. Smeltzer and bare.2001. BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Bruner & Suddarth’s. Edisi 8.Volume 1.EGC:Jakarta.hal.273 s/d 281

3. Sudoyo, Ari W.DR.dr., Setiyohadi, Bambang,dr., Alwi, Idrus, DR,dr., et.al. 2006.

Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. Edisi IV. Jilid I Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:

Jakarta. Hal. 143 s/d 146

III. KEGAWATAN GENITOURINARY

A. RETENSI URIN

Retensi urine merupakan ketidakmampuan melakukan urinasi meskipun terdapat

keinginan atau dorongan hal tersebut. Retensi akut atau kronis

1. PENYEBAB:

a) Striktur uretra

b) Pembesaran prostat (BPH)

c) Obstruksi karena bekuan darah

33

d) Batu

e) Neurogenic bladder

f) Multiple sclerosis

g) Stenosis congenital

h) Pasca partum

i) Pasca operasi (khususnya pasca operasi daerah perineum/anal)

j) Efek samping obat-obatan yang mengandung agen parasympatholytic

k) Anastesi yang mengurangi inervasi kandung kemih.

Retensi uri dapat menimbulkan infeksi yang disebabkan distensi kandung kemih

yang berlebihan, gangguan suplai darah pada dinding kandung kemih dan

proloferasi bakteri.

2. TANDA GEJALA

a) Nyeri perut bagian bawah

b) Distensi kandung kemih (teraba massa pada palpasi di atas symphysis pubis)

c) Pemeriksaan USG : tampak retensi urin

TUJUAN PENATALAKSANAAN

a) Penanganan cepat dengan drainage bladder untuk mencegah injury karena

peregangan bladder berlebihan.

b) Mengatasi infeksi atau obstruksi

3. PENATALAKSANAAN:

a) Pemasangan kateter

b) Mengidentifikasi penyebab retensi urin dan menangani penyebab masalah

c) Konsultasi dengan ahli urologic

4. INTERVENSI KEPERAWATAN

a). Meningkatkan Eliminasi Urin

Beri privasi klien untuk ke kamar mandi dan miksi

Kompres hangat di area suprapubik atau berendam air hangat

Jika nyeri pos operasi mengganggu eliminasi maka beri analgesik

34

b). Meredakan rasa nyeri

Berkurangnya retensi urin umumnya akan meredakan distensi abdomen, rasa

nyeri dan gangguan rasa nyaman. Penanganan penyebab mengurangi rasa takut

dan kekhawatiran pasien

c). Menangani Komplikasi

Pasien dapat mengalami retensi urin dan overvlow menunjukkan perlu

kateterisasi.

Penjelasan kepada pasien mengapa tidak bisa BAK secara normal

Setelah mengeluarkan urin lalu latihan ulang kandung kemih

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN

PK(potensial komplikasi): RETENSI URINARIUS AKUT

INTERVENSI:

a) Pantau klien pasca operasi terhadap adanya retensi urin

b) Observasi terhadap adanya distensi kandung kemih

c) anjurkan klien untuk memberitahukan apabila ada kesulitan berkemih dan

ketidaknyamanan pada kandung kemih.

d) jika tidak beekemih setelah 10 jam , pasang kateter

e) pantau retensi urin pasca partum

f) motivasi klien buang air kecil antara 6-8 jam setelah melahirkan

g) motivasi klien untuk miksi tiap 6 -8 jam pasca partum

h) jika pasien berkemih diantara 8- 10 jam pascaoperasi atau klien mengeluh

merasa tidak nyaman pada daerah kandung kemih, lakukan:

1) pispot hangat

2) jika memungkinkan, motivasi klien berkemih di kamar mandi

3) jalankan air kran sebagai perangsang klien untuk berkemih

4) kompres daerah perineum klien dengan air hangat

i) setelah berkemih pasca operasi/pasca partum, lanjutkan pemantauan dan

najurkan klien berkemih satu jam kemudian atau bila terasa ingin berkemih.

35

B. BATU GINJAL

Adanya batu pada ginjal menimbulkan kolik renal.

Batu pada ginjal menyebabkan sakit terus menerus di area kostovertebral. Munsul

hematuria dan piuria. Nyeri pada area ginjal menyebar anterior pada wanita ke

bawah mendekati kandung kemih, pada laki-laki mendekati testis.

Kolik Renal adalah nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh

area kostovertebral, dan muncul mual muntah. Nyeri dimulai dari panggul menyebar

sampai paha dan kaki.

1. TANDA GEJALA

a. Lemah

b. Nyeri berat, mulai dari pinggul menyebar dan dengan durasi yang cepat

c. Urinary urgency, dysuria

d. Nausea, vomiting

e. Diaphoresis

f. Suhu tubuh sedikit meningkat

g. Hematuria

h. Riwayat adanya batu di saluran kemih.

2. INTERVENSI

a. Pasang infus dengan cairan crystalloid isotonic 1 liter/30 – 60 menit dan kurangi

secara bertahap 200-500 ml/hari.Dengan tujuan untuk membantu pengeluaran

batu

b. ANALGESIC: ketorolac salah satu pilihan obat untuk pasien dengan colic renal.

Bisa juga di berikan morphine atau meperidin untuk mencegah syok dan

sinkop akibat nyeri yang berat

c. Antiemetic: ondansetron atau promethazine

d. Untuk perawatan lanjutan: rawat inap di RS, terapi untuk batu ginjal,

e. Jika kolik renal disebabkan oleh batu, operasi pengangkatan batu diperlukan

C. HEMATURIA

Hematuria merupakan tanda penyakit ginjal.

36

Hematuria dapat disebabkan:

Trauma, batu saluran kemih, terapi anticoagulant, ruptur blader, tumor pada

ginjal/bladder, dll.

Macam-macam hematuria:

a. perdarahan pada permulaan miksi menunjukkan cidera pada bagian anterior

uretra

b. perdarahan diakhir miksi menujukkan cidera pada regio posterior uretra

c. perdarahan selama miksi menunjukkan cidera pada bladder atau saluran kemih

bagian atas dan atau ginjal.

3. PENKAJIAN

a. Mengkaji riwayat kesehatan pasien dengan teliti

b. Mengumpulkan specimen urine dengan hati-hati. Untuk wanita yang menstruasi

pengambilan specimen urine sebaiknya menggunakan kateter.

c. Jika perdarahan significant merupakantanda infeksi. Lengkapt pemeriksaan

hitung darah lengkap.

4. INTERVENSI

Intervensi tergantung penyebab hemturia.

D. OLIGURIA/ANURIA

Oliguria adalah keskresi urine kurang dari 500 ml/hari.

Anuria adalah produksi urine tidak ada.

1. PENYEBAB

a. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

b. Obstruksi salran kemih

c. Necrosis tubular acut

d. Tumor

e. Trauma

f. Laserasi uretra bedah

37

2. TANDA GEJALA

a. Pasien mengeluhkan output urine menurun

b. Kelemahan

c. Tanda dehidrasi atau overload cairan

3. INTERVENSI:

a. Identifikasi penyebab

b. Terapi sesuai penyebab

c. Konsultasi ahli urology jika diperlukan

38

IV. Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis.

Edisi 6. EGC:Jakarta

Doengoes, Marilynn E., Moorhouse, MF., Geissier,SC. 2000. RENCANA ASUHAN

KEPERAWATAN Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan

Pasien.Edisi 3. EGC: Jakarta

Smeltzer and bare.2001. BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Bruner

& Suddarth’s. Edisi 8.Volume 1.EGC:Jakarta.

Sudoyo, Ari W.DR.dr., Setiyohadi, Bambang,dr., Alwi, Idrus, DR,dr., et.al. 2006. Buku

Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. Edisi IV. Jilid I Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.