Upload
hanguyet
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN KERAGAMAN KUCING LIAR BERDASARKAN KAMERA
JEBAK DI RESORT BALIK BUKIT DAN BALAI KENCANA TAMAN
NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN
(SKRIPSI)
Oleh:
ELEN FITRIA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRAK
KAJIAN KERAGAMAN KUCING LIAR BERDASARKAN KAMERA
JEBAK DI RESORT BALIK BUKIT DAN BALAI KENCANA TAMAN
NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN
Elen Fitria
Kucing liar merupakan salah satu spesies kunci yang keberadaannya dapatmempengaruhi satwa lain. Kucing liar memiliki peran penting dalam menjagakeanekaragaman hayati dan kesetabilan ekosistem. Pengamatan kucing liar secaralangsung cukup sulit dilakukan dikarenakan spesiesnya yang bersifat elusif danmenghindari perjumpaan dengan manusia. Oleh karena itu dilakukan pengamatankucing liar menggunakan kamera jebak yang dapat menghasilkan data visual yangotentik dan akurat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keragaman jenis kucingliar serta hewan mangsa potensial kucing liar di Resort Balik Bukit dan BalaiKencana, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Penelitian dilakukandibawah program dan bekerjasama dengan WWF Indonesia Program SumateraBagian Selatan. Sebanyak 36 unit kamera jebak dipasang secara acak di 31 grid cellpada Resort Balik Bukit dan Balai Kencana, TNBBS. Data berupa foto dan videodipilah secara manual berdasarkan jenis hewan yang ditemukan dan diolahmenggunakan Aplikasi Advanced Renamer, Karen Directory Printer, Ms. Excel danArcGIS. Analisis data dilakukan secara dekriptif. Kucing liar (N=54) yangditemukan sebanyak 5 jenis, yaitu harimau sumatera (n=17), kucing emas (n=15),macan dahan (n=13), kucing batu (n=5), dan kucing congkok (n=4). Jenis hewanmangsa potensial kucing liar yang didapatkan adalah beruang madu, rusa sambar,kambing hutan, babi, kijang, kancil, beruk, musang, landak, tikus, sempidansumatera, kuau raja, dan biawak.
Kata kunci : Kucing liar, hewan mangsa potensial, kamera jebak, Taman NasionalBukit Barisan Selatan, Balik Bukit, Balai Kencana
KAJIAN KERAGAMAN KUCING LIAR BERDASARKAN KAMERA
JEBAK DI RESORT BALIK BUKIT DAN BALAI KENCANA TAMAN
NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN
Oleh:
ELEN FITRIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
vi
RIWAYAT HIDUP
Elen Fitria dilahirkan pada tanggal 29 Januari 1998 di Jakarta sebagai anak kedua
dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak Hasmunisa Allam, S.E. dan Ibu Isti
Rohana.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal yang pertama pada tahun 2002 di
Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Waylima. Kemudian melanjutkan pendidikan
Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2003 di SDN 1 Padang Manis, Sekolah Menengah
Pertama (SMP) pada tahun 2009 di SMPN 1 Gedong Tataan, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) pada tahun 2012 di SMAN 1 Gading Rejo. Pada tahun
2014 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN)
penulis diterima di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Jurusan Biologi, Universitas Lampung.
Pada tahun 2017, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Dono
Arum, Lampung Tengah dan Kerja Praktik di WWF Indonesia Program Sumatera
Bagian Selatan yang berada di Provinsi Lampung dengan judul Keragaman Jenis
Satwa Liar di Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
Berdasarkan Kamera Jebak Menggunakan Metode Jim Sanderson.
vi
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
kemahasiswaan tingkat Jurusan, Fakultas, dan Universitas. Tahun 2014, penulis
bergabung di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unila sebagai anggota Korps
Muda Bem (KMB), Birohmah Unila, dan Rohani Islam (ROIS) FMIPA Unila.
Pada tahun 2015, penulis menjadi Sekertaris Umum Gebyar Prestasi Mahasiswa
KMB X BEM Unila dan Bendahara Kementrian Pergerakan dan Pemberdayaan
Wanita (PPW) BEM Unila. Pada tahun 2016, penulis menjabat sebagai Sekertaris
Departemen Kajian Strategis BEM FMIPA Unila dan Sekretaris Ikatan
Mahasiswa Pesawaran.
Selain itu, selama perkuliahan juga aktif menjadi asisten di berbagai praktikum
biologi, yaitu Praktikum Biologi Umum (2015), Botani Ekonomi dan Etnobotani
(2016), Taksonomi Tumbuhan (2016), Ekologi Hewan Tanah (2016), Biologi
Konservasi (2016), Pencemaran Lingkungan (2018), dan Ekologi Umum (2018).
Pada tahun 2018, penulis melakukan penelitian skripsi yang bekerja sama serta di
bawah program WWF Indonesia Program Sumatera Bagian Selatan dan Balai
Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dengan judul Kajian Keragaman
Kucing Liar Berdasarkan Kamera Jebak di Resort Balik Bukit Dan Balai
Kencana, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Motto
طلب العلم فریضة على كل مسلم ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”
(HR. Ibnu Majah: 224)
خیر الناس أنفعھم للناس “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”
(HR. Ahmad: 3289)
“Orang yang suka berkata jujur mendapatkan tiga hal, yaitukepercayaan, cinta dan rasa hormat”
(Ali bin Abi Thalib)
إن هللا ال یغیر ما بقوم حتى یغیروا ما بأنفسھم “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa apa yang pada diri mereka”(Ar-Ra'd: 11)
ال یكلف هللا نفسا إال وسعھا"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(Al-Baqarah: 286)
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atasrahmat dan karuniaNya yang telah memberikan kekuatan, membekali denganilmu, dan memperkenalkan dengan kasih sayang sehingga karya yang penuh cintaini dapat terselesaikan. Solawat serta salam semoga selalu terlimpah kepadaRasulullah Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Dengan rasa syukur dan bangga, ku persembahkan karya penuh cinta ini kepadaorang-orang yang sangat ku sayangi dan kasihi.
Kedua orangtua, Papa Muni dan Mama Rohana yang telah memberikan kasihsayang, ilmu, dukungan, waktu, dan doa yang selalu mengiringi setiap langkahkehidupanku. Terimakasih sudah hadir di kehidupan ini.
Saudara tersayang, Kak Manda, Bela dan Bili terimakasih atas nasihat, dukungan,dan doa yang selalu mengiringi disetiap waktu. Semoga kita dapat menjadiwanita sholihah berakhlak mulia yang berbakti kepada orangtua serta menjadisyafaat bagi Papa dan Mama di akhirat. Aamiin
Seluruh sahabat dan keluarga besarku, terimakasih atas semangat dan doa demikeberhasilanku.
Dunia Konservasi Hewan Liar, semoga populasi hewan liar dapat dipulihkan danterciptanya kehidupan yang stabil. Salam Lestari !!
Almamater Tercinta, Universitas Lampung
Indonesia Tanah Airku
SANWACANA
Alhamdulillahirobbilalamiin,
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Keragaman
Kucing Liar Berdasarkan Kamera Jebak di Resort Balik Bukit dan Balai
Kencana Taman Nasional Bukit Barisan Selatan” yang telah dilaksanakan
dibawah program dan bimbingan WWF Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua saya tercinta, Papa Hasmunisa Allam, S.E. dan Mama Isti
Rohana yang memberikan kasih sayang, kesabaran dan menjadi motivasi
terbesar untuk tegar dan kuat dalam menjalani kehidupan ini.
2. Ibu Dra. Elly Lestari Rustiati, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing 1 yang selalu
sabar membimbing, memberikan ilmu, serta meluangkan waktunya untuk
selalu memberikan dukungan, perhatian, kritik dan saran yang membangun
hingga menyelesaikan perkuliahan.
3. Bapak Yob Charles, M.Si., selaku Pembimbing II sekaligus Project Leader
WWF Indonesia Program Sumatera Bagian Selatan yang telah sabar
membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmunya selama penyusunan
skripsi.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Haryanto, M.S., selaku Dosen Pembahas yang
telah membimbing, memberikan masukan dan arahan, serta saran yang
membangun dalam proses penyelesaian skripsi.
5. Kak Irfan Nurarifin, S.Si., selaku Pembimbing Lapangan yang telah
membimbing dengan sabar, mengarahkan serta membantu penulis
menyelesaikan skripsi.
6. Ibu Dr. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
7. Ibu Dr. Endang Nurcahyani, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik.
8. Bapak Prof. Dr. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D., selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas lampung.
9. Bapak dan Ibu seluruh Dosen Jurusan Biologi F.MIPA Unila yang telah
memberikan ilmu dan pengalamannya yang sangat berharga selama masa
perkuliahan.
10. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung.
11. Bapak Ir. Agus Wahyudiono, selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan dan seluruf staf yang telah mengizinkan penulis untuk
melaksanakan penelitian.
12. Mba Ifat, Kak Beno, Mba Rara, Pak Sudi, Mas Edi, Mba Ade, dan seluruh
Staf WWF Indonesia Program Sumatera Bagian Selatan yang telah
membantu, membimbing, dan membagi ilmunya selama penulis
menyelesaikan skripsi.
13. Tim Ranger WWF, Mba Sesil, dan Bang Riki yang telah membantu dan
berbagi ilmunya kepada penulis.
14. Keluarga tercinta, Kak Manda, Abang Ichan, Bela, Bili, dan Nayma yang
selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat untuk penulis.
15. Sahabat sampai surga, sahabat terbaik, Anisa Fathul Aziz, yang telah
memberikan semangat, dukungan, dan menemani penulis dalam keadaan suka
maupun duka. Love you my nisut.
16. Sahabat seperjuangan selama kuliah, Ahmad Afan Efendi, Lasmi Putri
Kinasih, Fanisha Restu Dikjayanti, Deni Wahyu Safitri, R.A. Maya Puspita,
Istiqomah, Nur Isfa’ni yang telah memberikan semangat dan dukungan yang
tiada henti kepada penulis.
17. Keluarga Lestari Foundation (Firda Nur Islami, Latifah Noor Zahrah, Tika
Novianasari, Dian Neli P., Khairul Ikhwan, Evi Kuriasari, Nafila Izazaya
Idrus, dan Elsa Virnarenata) yang telah memberikan semangat, ilmu, dan
mewarnai kehidupan perskripsian menjadi lebih bermakna.
18. Keluarga Organisasi, Korps Muda Bem (KMB) X Bem Unila, Kastrat Ketjeh
2016 Bem Fmipa Unila, Keluarga Mahasiswa Unila Pesawan (KMUP),
Kementrian Pergerakan Pemberdayaan Wanita (PPW) Bem Unila , Rohani
Islam (ROIS) Fmipa Unila, Birohmah Unila yang telah memberikan
pengalaman hidup yang belum pernah didapatkan seumur hidup dan
membentuk karakter kepemimpinan, kedewasaan, serta kekeluargaan.
19. Teman-teman seperjuangan Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah
memberikan kebersamaan dan kebahagiaan mulai dari awal perkuliahan
hingga selesai.
20. Kakak-kakak dan adik-adik di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung
yang telah memberikan banyak pembelajaran, ilmu, pengalaman, kritik dan
saran yang membangun.
21. Serta almamater tercinta Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penyusunan skripsi
ini dan jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa
membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Aamiin...
Bandar Lampung, Juli 2018
Penulis,
Elen Fitria
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian................................................................................ 4
C. Manfaat Penelitian.............................................................................. 4
D. Kerangka Pikir.................................................................................... 5
II.TINJAUAN PUSTAKA
A. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) ............................. 6
B. Kucing Liar......................................................................................... 8
1. Habitat Kucing Liar ...................................................................... 9
2. Karakteristik Kucing Liar............................................................. 10
3. Satwa Mangsa Kucing Liar ......................................................... 12
4. Kucing Liar di Sumatera .............................................................. 13
C. Kamera Jebak ..................................................................................... 20
III.METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................ 22
B. Teknik Pemasangan Kamera Jebak di Lapangan ............................. 22
C. Desain Penelitian .............................................................................. 24
D. Pelaksanaan Penelitian...................................................................... 25
E. Analisis Data ..................................................................................... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Keragaman Jenis Kucing Liar di Resort Balik Bukit dan Balai Kencana,
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ............................................ 28
1. Kucing Liar Berdasarkan Ketinggian Habitat............................. 32
2. Aktivitas Harian Kucing Liar...................................................... 33
3. Hewan Mangsa Potensial ........................................................... 36
B. Keragaman Jenis Hewan di Resort Balik Bukit dan Balai Kencana, Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan ........................................................ 39
C. Ancaman Terhadap Hewan Liar ...................................................... 51
D. Peranan Kucing Liar di Ekosistem .................................................. 53
V. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan ........................................................................................... 55
B. Saran ................................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jenis hewan yang ditemukan di Resort Balik Bukit dan Balai Kencana,
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ...................................... 40
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Taman nasional bukit barisan selatan ........................................ 7
Gambar 2. Kucing batu di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ............ 14
Gambar 3. Kucing bakau ............................................................................ 15
Gambar 4. Kucing congkok ........................................................................ 16
Gambar 5. Kucing hidung pesek ................................................................. 17
Gambar 6. Kucing emas di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan .......... 18
Gambar 7. Macan dahan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan .......... 19
Gambar 8. Harimau sumatera di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ... 19
Gambar 9. Resort Balik Bukit Dan Balai Kencana ..................................... 24
Gambar 10. Lokasi pemasangan kamera jebak di Resort Balik Bukit Dan Balai
Kencana ................................................................................... 25
Gambar 11. Lokasi kucing liar di Resort Balik Bukit dan Balai Kencana . 29
Gambar 12. Harimau sumatera di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan . 29
Gambar 13. Kucing emas di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ......... 30
Gambar 14. Macan dahan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ........ 30
Gambar 15. Kucing batu di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan........... 31
Gambar 16. Kucing congkok di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ... 31
Gambar 17. Kucing liar berdasarkan ketinggian habitat di Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan ........................................................................ 32
Gambar 18. Aktivitas harian kucing liar ..................................................... 34
Gambar 19. Biawak di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan .................. 41
Gambar 20. Sempidan sumatera di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 42
Gambar 21. Kuau raja di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan............... 42
Gambar 22. Siamang di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ................ 43
Gambar 23. Beruk di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan..................... 44
Gambar 24. Landak di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ................. 45
Gambar 25. Babi hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ............. 46
Gambar 26. Kancil di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.................... 46
Gambar 27. Rusa di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ...................... 47
Gambar 28. Kijang di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.................... 48
Gambar 29. Tapir di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan...................... 48
Gambar 30. Musang belang di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan...... 49
Gambar 31. Beruang madu di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ....... 50
Gambar 32. Musang merah di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan....... 50
Gambar 33. Musang l.k. di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ........... 51
Gambar 34. Aktivitas manusia secara ilegal di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan...................................................................................... 52
Gambar 35. Waktu aktivitas manusia secara ilegal di Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan ........................................................................ 52
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan taman nasional
terbesar ketiga di Pulau Sumatera yang mempunyai luas daratan ± 355.511 ha dan
perairan ± 21.600 ha. Kawasan TNBBS terletak di ujung bagian selatan dari
deretan pegunungan Bukit Barisan Selatan sehingga kawasan ini memiliki
topografi yang beragam mulai dari 0 sampai 1964 m dpl. Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan juga tersusun atas ekosistem yang cenderung masih lengkap,
yaitu ekosistem rawa, estuaria, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, hutan
hujan bukit, hutan hujan pegunungan bawah, dan hutan hujan pegunungan tinggi.
Keanekaragaman hayati tertinggi berada di ekosistem hutan hujan dataran rendah
(Balai TNBBS, 2017).
Salah satu kelompok spesies yang berperan penting dalam menjaga
keanekaragaman hayati dan kestabilan ekosistem adalah kucing liar (Berger,
1999; Crooks, 1999; Miller et al., 2001). Kucing merupakan predator besar
dan/atau predator puncak yang dapat menjadi spesies kunci, yaitu dapat
mempengaruhi keberadaan populasi hewan lain di habitat alaminya (Povey and
Spaulding, 2006).
2
Aktifitas perburuan seperti pada harimau sebagai target utama untuk diambil
kulit, rambut dan bagian-bagian tubuh lainnya seperti tulang, gigi, dan cakar
merupakan salah satu ancaman terhadap kucing liar. Selain itu, kucing liar
dijadikan sebagai hewan peliharaan. Fragmentasi hutan dan kehilangan habitat
juga merupakan ancaman utama bagi kelangsungan hidup kucing liar di habitat
alaminya, serta menurunnya populasi hewan mangsa kucing liar (Nowell dan
Jackson, 1996). Ancaman tersebut akan menyebabkan populasi kucing liar terus
menurun.
Kucing liar yang terdapat di Indonesia adalah harimau sumatera (Panthera tigris
sumatrae), kucing merah (Felis badia), macan dahan (Neofelis diardi), kucing
emas (Catopuma temminckii), kucing hidung pesek (Prionailurus planiceps),
kucing bakau (Prionailurus viverrinus), kucing batu (Pardofelis marmorata),
macan tutul/kumbang (Panthera pardus), dan kucing congkok (Prionailurus
bengalensis). Spesies kucing tersebut dilindungi berdasarkan Undang-Undang
No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan
dan Satwa (Sunarto, 2009).
International Union for Conservation of Nature (IUCN), lembaga internasional
yang menekankan programnya dalam bidang konservasi sumber daya alam, telah
menetapkan status konservasi harimau sumatera sebagai salah satu hewan
berstatus critically endangered (CR) dan menempatkannya dalam daftar spesies
3
yang terancam punah (Species Red List) (IUCN, 2006). Kucing merah bestatus
endangered (EN), macan dahan berstatus vulnerable (VU), kucing emas berstatus
near threatened (NT), kucing hidung pesek berstatus endangered (EN), kucing
bakau berstatus vulnerable (VU), kucing batu berstatus near threatened (NT),
macan tutul/kumbang berstatus vulnerable (VU), dan kucing congkok berstatus
least concern (LC) (IUCN, 2018).
Data kucing liar diperlukan karena pentingnya peranan kucing liar di habitat
alaminya. Namun, pengamatan secara langsung cukup sulit dikarenakan spesies
yang bersifat elusif, sekretif, dan menghindari perjumpaan dengan manusia
(Griffiths and Van Schaik, 1993). Hal tersebut mengakibatkan sulitnya
mengetahui populasi, distribusi spesies, kemelimpahan relatif, pola aktivitas serta
okupansinya secara langsung (Silveira et al., 2003).
Seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan kamera jebak dalam survei
dan pemantauan hewan liar semakin banyak digunakan. Pengetahuan mengenai
keanekaragaman spesies dan deteksi terhadap mamalia yang bersifat elusif dan
sekretif dengan densitas yang rendah, semakin meningkat (Azlan dan Sharma,
2002; Azlan et al., 2003; Kawanishi and Sunquist, 2003). Kamera jebak dapat
dipasang pada lokasi yang diinginkan sesuai dengan tanda keberadaan hewan.
Kamera ini dapat merekam keberadaan hewan secara otomatis termasuk
perilakunya dan menghasilkan data visual, baik berupa foto ataupun video. Foto
dan video yang dihasilkan lebih otentik dan relatif akurat serta dapat
dipertanggung jawabkan (Sunarto et al., 2013; Wibisono and MacCarthy, 2010).
4
Penggunaan kamera jebak telah banyak digunakan untuk memperoleh informasi
mengenai kucing liar di habitat alaminya. di antaranya estimasi populasi (Franklin
et al., 1999; O’Brien et al., 2003; Wibisono dkk., 2011; Sunarto et al., 2013),
karakteristik ekologi dan interaksi antar spesies kucing liar di Sumatera bagian
tengah (Sunarto, 2011), tumpang tindih pola aktivitas harian kucing liar di
Kerinci Seblat (Ridout and Linkie, 2009), dan distribusi, ekologi, perilaku spesies
kucing liar di Taman Nasional Way Kambas (Subagyo dkk., 2013).
Belum banyak yang mengetahui informasi keberadaan kucing liar di TNBBS.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kehidupan kucing
liar serta hewan mangsa potensial kucing liar di habitatnya. Penelitian tentang
keberadaan kucing liar di Resort Balik Bukit dan Balai Kencana telah dilakukan
sebagai lokasi pemantauan badak sumatera oleh WWF Lampung.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keragaman jenis kucing liar serta hewan
mangsa potensial kucing liar di Resort Balik Bukit dan Balai Kencana, TNBBS.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini menghasilkan informasi keragaman jenis dan habitat kucing liar
serta hewan mangsa potensialnya di Resort Balai Kencana dan Balik Bukit,
TNBBS. Informasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai sebagai salah satu
5
acuan dalam menyusun rencana konservasi yang efektif bagi kucing liar dan
pengelolaan populasi hewan liar di Indonesia khususnya di kawasan TNBBS.
D. Kerangka Pikir
Kucing liar merupakan spesies hewan yang dilindungi oleh pemerintah
berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam dan Ekosistem dan dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Hewan. Adapun spesies kucing liar yang ada di
Indonesia antara lain harimau sumatera, kucing merah, macan dahan, kucing emas,
kucing hidung pesek, kucing bakau, kucing batu, macan tutul/kumbang, dan
kucing congkok. Menurut Subagyo (2013) terdapat 4 spesies kucing liar yang
terdapat di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) yaitu harimau sumatera,
kucing congkok, macan dahan, dan kucing batu.
Informasi mengenai kucing liar di Resort Balik Bukit dan Balai Kencana, TNBBS
masih sedikit, sehingga memiliki urgensi tinggi untuk diketahui informasi
ekologinya serta kemelimpahan hewan mangsa kucing liar di resort tersebut.
Penelitian dengan menggunakan kamera jebak ini dilakukan untuk memperoleh
informasi mengenai kucing liar di habitatnya. Informasi yang didapatkan dapat
digunakan sebagai dasar dalam menyusun rencana konservasi kucing liar di
TNBBS.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) adalah kawasan pelestarian
alam yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini
membentang dari ujung selatan Provinsi Lampung mengikuti pegunungan
Bukit Barisan sampai ke Provinsi Bengkulu sebelah utara (Gambar 1). Secara
geografis, TNBBS terletak antara 4°33’− 5°57’ LS, 103°23’−104°43’ BT dan
berada di 2 provinsi, yakni Provinsi Lampung dan Provinsi Bengkulu. Luas
daratan yang dimiliki TNBBS adalah ± 355.511 ha dan luas perairan ± 21.600
ha. Adapun fungsi kawasan TNBBS sebagai kawasan perlindungan sistem
penyangga kehidupan, kawasan pengawetan keanekaragaman jenis hidupan
liar dan ekosistemnya serta sebagai kawasan pemanfaatan secara lestari
potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (TNBBS, 2017).
Kawasan TNBBS memiliki topografi yang beragam yakni 0-600 m dpl untuk
daerah pantai, ketinggian lebih dari 1.000 m dpl di daerah berbukit yang
terdapat di bagian selatan kawasan pegunungan Bukit Barisan Selatan,
kemudian ketinggian 1.000 – 2.000 m dpl di bagian tengah dan bagian utara
TNBBS. Kondisi lapangan di bagian timur kawasan TNBBS mempunyai
kemiringan yang sedang (20-40%), kemiringan terjal (>80%) terdapat di
7
Gambar 1. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Dikutip dari WWF
Lampung)
bagian utara kawasan, sedangkan bagian barat dan selatan relatif datar (3-5%)
(TNBBS, 2017).
Keragaman hayati yang tinggi menjadikan TNBBS memiliki hampir sebagian
besar hewan khas Pulau Sumatera dengan 122 jenis mamalia termasuk 7 jenis
primata, 450 jenis burung, 123 jenis reptil dan amfibi, 221 jenis serangga, 7
jenis moluska, 2 jenis krustasea serta 53 jenis ikan. Adapun mamalia besar
penghuni kawasan ini adalah badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis),
gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau sumatera (Panthera
tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), rusa sambar (Rusa unicolor), kancil
(Tragulus javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), kijang (Muntiacus
muntjak), kambing hutan (Capricorn sumatrensis), ajak (Cuon alpinus),
beruang madu (Helarctos malayanus). Dari kelompok primata terdapat
8
siamang (Symphalangus syndactylus), owa (Hylobates agilis), monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), lutung (Presbytis
cristata) dan simpai (Presbytis melalophos) (TNBBS, 2017). Menurut Red
Data Book IUCN terdapat 6 jenis hewan mamalia yang terancam, masing-
masing adalah gajah sumatra, badak sumatra, harimau sumatera, tapir,
beruang madu dan ajag ( TNBBS, 2017).
B. Kucing Liar
Kucing liar termasuk ke dalam Famili Felidae yang masuk ke dalam Ordo
Carnivora. Menurut Wozencraft (1993) terdapat 8 genus dan 37 jenis kucing
di dunia (Macdonald et al., 2010; O’Brien, 2007). Sembilan jenis di antaranya
berada di Indonesia, yaitu harimau sumatera (Panthera tigris sumatrensis),
kucing merah (Felis badia), macan dahan (Neofelis diardi), kucing emas
(Catopuma temminckii), kucing hidung pesek (Prionailurus planiceps),
kucing bakau (Prionailurus viverrinus), kucing batu (Pardofelis marmorata),
macan tutul/kumbang (Panthera pardus), dan kucing congkok (Prionailurus
bengalensis). Kucing liar yang berada di Pulau Sumatera yaitu harimau
sumatera, macan dahan, kucing emas, kucing hidung pesek, kucing batu, dan
kucing congkok (Pusparini dkk., 2014; Nowell and Jackson, 1996; Sunquist
and Sunquist, 2002).
9
1. Habitat Kucing Liar
Habitat merupakan tempat yang digunakan sebagai tempat hidup dan
berkembang biaknya hewan liar (Alikodra, 2002). Habitat juga memiliki
peran dan fungsi dalam penyediaan pakan, air, dan pelindung bagi hewan
liar dari segala bentuk ancaman dan bahaya (Subagyo, 2013). Wilayah
jelajah hewan liar merupakan seluruh wilayah yang dijelajahi dalam
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Teritori merupakan wilayah yang
dipertahankan dengan aktif seperti tempat tidur dan tempat bersarang
(Delany, 1982).
Banyak dari jenis kucing menempati habitat yang beragam. Jenis tersebut
juga terkadang berada pada rentang wilayah padang pasir sampai hutan
tropis. Hal ini membutuhkan adaptasi yang tinggi yang merupakan
karakteristik dari semua jenis kucing. Semua Felidae mengandalkan
lingkungan fisik untuk berhasil menangkap mangsanya yang merupakan
hal utama dalam menjaga kelangsungan hidupnya (Bothma, 1998).
Terdapat komponen utama penyusun kebutuhan kucing liar yaitu
ketersediaan air, hewan mangsa dan naungan. Naungan digunakan
sebagai tempat untuk berburu dan menghabiskan pakan hasil buruannya
dengan cara bersembunyi di semak. Menurut Alikodra (1990), naungan
terbagi menjadi dua bagian yaitu thermal cover (teduhan) dan hiding cover
(lindungan). Teduhan adalah tempat perlindungan terhadap sengatan
panas matahari, sedangkan lindungan adalah tempat perlindungan dari
serangan atau ancaman bahaya predator.
10
Menurut Griffith (1994) keanekaragaman dan kepadatan hewan mangsa di
hutan lebih tinggi pada daerah dengan ketinggian 100 hingga 600 m dpl
dibandingkan dengan hutan yang ketinggiannya ketinggian 600 hingga
1700 m dpl. Semakin tinggi letak geografis habitat hutannya maka
semakin semakin kecil variasi vegetasinya yang juga berpengaruh
terhadap kepadatan dan keanekaragaman hewan mangsanya. Keberadaan
hutan dataran rendah sangat penting untuk mendukung biomasa hewan
unggulata besar seperti babi, rusa sambar, dan kijang sebagai hewan
mangsa. Selain itu, sebaran hewan mangsa juga biasa ditemukan di daerah
yang dekat perairan, seperti sungai. Menurut Hutajulu (2007) bahwa
sungai sebagai tempat berkumpulnya hewan di hutan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya
2. Karakteristik Kucing Liar
Kucing memiliki tubuh yang relatif pendek namun sangat kuat dan lentur
dengan tulang punggung fleksibel sehingga tubuhnya dapat memutar.
Kombinasi tersebut menghasilkan gerakan yang cepat, tangkas, dan kuat.
Semua kucing berjalan di atas jari kakinya yang disebut digitigrade,
memiliki alas yang lembut pada jari kaki dan bantalan pada kakinya
sebagai penopang berat tubuh (Sunquist and Sunquist, 2002).
Kucing juga memiliki penciuman dan pendengaran yang tajam, mereka
mampu mendengar suara dengan frekuensi tinggi yang tidak dapat
didengar oleh manusia (frekuensi 60 kHz) sehingga dapat mendengar
pekikan ultrasonik bangsa rodensia (RED, 2003). Selain itu, kucing juga
11
memiliki kemampuan untuk memutarkan daun telinganya sehingga
mampu mendengarkan suara dari berbagai arah tanpa harus memutar dan
menggerakkan kepala. Pada indra penciuman, kucing memiliki alat
khusus yaitu organ vomeronasal atau organ jacobson yang membantunya
mendeteksi bau. Namun, penciumannya tidak digunakan untuk berburu
namun lebih digunakan untuk berinteraksi terhadap sesamanya (Povey and
Spaulding, 2006). Indera penglihatan kucing dilengkapi dengan tapetum
lucidum yaitu lapisan yang terletak tepat di belakang retina, atau pada
beberapa jenis terletak di dalam retina. Lapisan ini merefleksikan cahaya
yang masuk melalui retina, sehingga menambah jumlah cahaya yang
masuk ke dalam sel fotoreseptor. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan
melihat dalam kondisi gelap, sehingga kucing tetap dapat melihat dalam
kondisi lingkungan gelap (Turner and Bateson, 2000).
Gigi pada kucing memiliki spesifikasi dan fungsi yang berbeda-beda, gigi
seri digunakan untuk menjepit dan menggigit, gigi taring digunakan untuk
menikam dan melancarkan gigitan untuk membunuh mangsa, dan gigi
geraham digunakan untuk untuk mengiris dan memotong mangsa (Done et
al., 2009).
Ekor pada kucing sebagian besar berukuran kurang lebih sepertiga
sampai
setengah dari panjang badannya. Fungsi ekor pada beberapa jenis seperti
macan dahan dan kucing batu digunakan sebagai alat keseimbangan
bergerak di atas pohon. Kemudian pada jenis Uncia uncia, Puma cocolor
dan Acinonyx jubatus, ekornya digunakan sebagai alat bantu untuk
12
bergerak di daerah terjal yang dapat memberikan gerakan cepat saat
mengejar mangsa. Pada kucing bob (Lynx rufus) dan lynx tidak memiliki
ekor (Sunquist and Sunquist, 2002).
Kemampuan berburu yang dimiliki kucing adalah mampu membuntuti dan
mendekati mangsa tanpa diketahui dan sedikit pergerakan (Povey and
Spaulding, 2006). Cakar digunakan dalam berburu, yakni untuk menahan
dan mengunci pergerakan mangsa yang kemudian dibunuh menggunakan
giginya. Apabila cakar tidak sedang digunakan, cakar dimasukkan ke
dalam telapak kaki, hal ini menyebabkan kucing tidak menghasilkan suara
saat berjalan maupun mengikuti mangsanya (Sunquist and Sunquist,
2002).
3. Mangsa Kucing Liar
Kucing liar merupakan hewan karnivora yang memangsa hewan dengan
ukuran maksimum mangsanya berhubungan dengan ukuran tubuhnya
(Schaller, 1967), jumlah pakan yang dimakan sebanyak kurang lebih
seperlima dari berat tubuhnya. Jenis mangsa kucing liar yang biasa
ditemukan di hutan seperti kijang, babi, dan rusa sambar merupakan
mangsa kucing berukuran besar. Beruk dan cecah merupakan mangsa
potensial kucing berukuran sedang. Sedangkan kancil, monyet ekor
panjang, delimukan zamrud (Chalcophaps indica), kuau raja (Argusianus
argus), puyuh mahkota (Rollulus roulroul), tupai tanah (Tupaia tana) dan
tekukur (Streptopelia chinensis) merupakan mangsa kucing berukuran
13
kecil (Subagyo, 2016). Jenis hewan mangsa tersebut merupakan jenis
yang umum dijumpai di Sumatera (O’Brien et al., 2003; Hutajulu, 2007;
Sunarto, 2011) maupun daratan Asia (Giman et al., 2007; Gray and Phan,
2011; Kitamura et al., 2010; Cheyne and Mac Donald, 2011).
Jenis hewan mangsa potensial seperti babi, beruk, monyet ekor panjang,
rusa sambar, dan kijang merupakan hewan yang biasa dimangsa oleh
harimau sumatera (Franklin et al., 1999; Subagyo, 2013). Jenis tersebut
juga bisa menjadi hewan mangsa bagi macan dahan dan kucing yang
berukuran hampir sama (Subagyo, 2013). Ngoprasert et al. (2012)
menyatakan bahwa macan dahan dan kucing congkok biasa ditemukan di
habitat yang sama dengan babi dan kijang. Analisis feses oleh Grassman
(2009) menunjukkan bahwa kijang merupakan hewan mangsa dari macan
dahan. Hewan mangsa yang berukuran lebih kecil, seperti burung, tikus
dan ayam hutan bisa menjadi hewan mangsa bagi kucing liar yang
berukuran lebih kecil, seperti kucing congkok dan kucing batu (Nowell
and Jackson, 1996).
4. Kucing Liar di Sumatera
Kucing batu (Pardofelis marmorata) - Near Treathtened
Kucing batu memiliki tubuh yang sama seperti macan dahan, namun
lebih coklat dan terdapat corak yang samar pada panggulnya (Gambar
2). Warna tubuhnya kuning kecoklatan dengan rambut yang tebal dan
lembut. Terdapat garis hitam di kepala, leher, dan punggung. Ekor
panjang dan tebal. Dagu dan bawah bibir berwarna putih dan
14
Gambar 2. Kucing batu di Taman Nasioanal Bukit Barisan Selatan
(WWF, 2016)
kekuningan. Kucing batu memiliki selaput pada jari kakinya.
Tengkoraknya tinggi dan bulat. Hidup nokturnal dan arboreal,
mangsanya berupa serangga, kadal, ular, burung, dan mamalia kecil
seperti tikus dan tupai (Lekagul and McNeely, 1988).
Kucing bakau ( Prionailurus bengalensis) - Vulnerable
Kucing bakau memliki tubuh yang berwarna abu-abu dengan bintik
hitam di panggul tubuh dengan panjang kurang dari 25 mm (Gambar
3). Kucing bakau tersebar di Asia Selatan dan Asia Tenggara
termasuk Indonesia (Pulau Sumatra dan Jawa), India Selatan,
Srilangka, dan Thailand. Kucing bakau menyukai hidup di daerah
perairan sepanjang tepi sungai dan hutan bakau. Ukuran tubuhnya 57-
78 cm dengan panjang ekor 20-30 cm dan berat mencapai 5-16 kg.
Rambutnya berwarna abu-abu hijau zaitun dengan pola totol yang
membentuk garis membujur di sepanjang tubuh.
15
Gambar 3. Kucing bakau (Didokumentasikan oleh Terry Whittaker,
2018)
Kucing ini merupakan hewan nokturnal yang pandai berenang bahkan
mampu menyelam untuk menangkap mangsa. Mangsa dari kucing ini
adalah ikan, tikus, burung, dan hewan air bertubuh lunak (Lekagul and
McNeely, 1988).
Kucing congkok ( Prionailurus bengalensis) - Least Concern
Kucing congkok memiliki totol hitam di punggung dan pinggul,
ukurannya lebih dari 25 mm, rambutnya kecil dan tipis, pada bagian
atas tubuhnya berwarna emas cerah hingga kecoklatan, dan bagian
bawahnya berwarna putih (Gambar 4). Garis hitam berjumlah 4-5 di
kepala di antara dua telinga, sampai ke tubuh bagian tengah.
Kucing ini tersebar di China, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan
Palawan. Kucing congkok bersifat toleran terhadap manusia dan
sering ditemukan di dekat pemukiman. Biasa dijumpai memanjat
16
Gambar 4. Kucing congkok ( Didokumentasikan oleh Daniel Heuclin,
2018)
pohon dan berada di gua untuk mencari kelelawar, burung, dan ular
(Lekagul and McNeely, 1988). Selain itu, kucing congkok dapat hidup
pada berbagai tipe habitat dan lebih toleran terhadap daerah terganggu
(Nowell and Jackson, 1996; Sunquist and Sunquist 2002) juga dapat
beradaptasi dengan baik di perkebunan sawit (Silmi et al., 2013). Jenis
mangsa kucing congkok mudah ditemukan dan melimpah pada
berbagai habitat (Grassman et al., 2005; Rajaratnam et al., 2007;
Austin et al., 2007).
Kucing hidung pesek (Prionailurus planiceps) - Endengared
Kucing ini berukuran hampir sama dengan kucing domestik, memiliki
tubuh kecil dengan ekor yang pendek sekitar seperempat dari tubuhnya
(Gambar 5). Memiliki kepala yang agak panjang dan datar. Kucing
17
Gambar 5. Kucing hidung pesek ( Didokumentasikan oleh Jim
Sanderson, 2018)
ini menyukai air, dapat ditemukan di perairan, terkadang mencuci
mangsanya di air seperti rakun. Kucing ini tersebar di Thailand,
Malaysia, dan Indonesia (Sumatera dan Borneo) (Lekagul and
McNeely, 1988).
Kucing emas (Catopuma temminckii) - Near Trathtened
Warna rambut kucing ini adalah emas sampai abu-abu kecoklatan
dengan bagian bawah yang lebih terang. Pada tubuhnya tidak terdapat
corak dan garis, tetapi di rambutnya terdapat corak yang menyerupai
garis dengan garis yang agak samar (Gambar 6) (Lekagul and
McNeely, 1988).
Kucing emas terdapat di daerah yang kering, hutan hujan tropis, dan
habitat yang lebih terbuka dari Tibet ke Nepal, China, Burma,
18
Gambar 6. Kucing emas di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(WWF, 2016)
Thailand, Malaysia dan Indonesia (Sumatera). Hidup teresetrial dan
memanjat pohon apabila terdesak. Dengan ukuran tubuhnya yang
relatif agak besar, kucing emas mampu memangsa berbagai burung,
tikus besar, reptil, kambing, domba, rusa sambar muda hingga anak
kerbau (Lekagul and McNeely, 1988).
Macan dahan sumatera (Neofelis diardi) - Vulnerable
Macan dahan merupakan jenis kucing liar dengan ukuran tubuh sedang
(Gambar 7). Macan dahan yang berkerabat dekat dengan macan dahan
asia (neofelis nebulosa) ini terdiri atas dua subjenis yakni subjenis
Sumatera (Neofelis diardi diardi) dan Kalimantan (Neofelis diardi
borneensis). Kucing ini bersifat elusif (tidak suka menampakkan diri)
dan berpenampilan kriptik (mudah tersamarkan dengan lingkungan
sekitarnya) (Lekagul and McNeely, 1988).
19
Gambar 7. Macan dahan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(WWF, 2016)
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) – Critical Endangerd
Harimau sumatera merupakan kucing terbesar yang memiliki loreng
hitam pada tubuhnya, warna tubuhnya adalah kuning kecoklatan
(Gambar 8).
Gambar 8. Harimau sumatera di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (WWF, 2018)
Daerah bawah dagunya berwarna putih, area pada mata putih dengan
corak hitam memiliki ekor yang tebal. Harimau menyukai air dan
20
dapat berenang, dan menghabiskan waktu beberapa jam dalam sehari
untuk berendam. Harimau biasa berburu pada pagi hari. Mangsa
harimau sumatera dari ikan hingga babi dan rusa sambar. Harimau
memiliki penciuman yang sangat baik (Lekagul and McNeely, 1988).
C. Kamera Jebak
Kamera jebak merupakan suatu alat dan sistem untuk memantau hewan liar
secara efektif dan efisisen dalam upaya mendukung upaya konservasi hewan
liar (Karant and Nicolas, 2001). Teknologi kamera jebak telah banyak
memberikan kemudahan dalam pemantauan berbagai jenis hewan liar di
Indonesia. Penggunaan kamera jebak dalam pemantauan hewan liar di
Indonesia pertama kali digunakan oleh Griffiths (1994) di Taman Nasional
Gunung Leuser, Sumatera Utara. Penggunaan kamera jebak dalam memantau
keberadaan hewan liar yang biasanya sangat menghindari kontak dengan
kehadiran manusia menunjukkan efektifitas tinggi (Novarino et al., 2007).
Adanya sensor infra merah dalam kamera sebagai pendeteksi panas dan gerak
dari suatu objek, jadi setiap ada objek yang hidup melintas di depan kamera
tersebut, maka kamera secara otomatis akan merekam gambar dan/atau
mengambil rekaman objek di depannya.
Kamera jebak mampu merekam berbagai informasi hewan liar, seperti jenis
hewan, keadaan fisik, pergerakan hewan, waktu perjumpaan dan
lingkungannya. Selain itu, kamera jebak mampu mengetahui suhu lokasi
pemasangan, jarak perpindahan hewan pada sudut tangkap kamera. Hasil
21
gambar dan video dari kamera jebak dapat digunakan sebagai perhitungan
kasar dari kelimpahan relatif, perkiraan dari jumlah populasi minimum suatu
jenis berdasarkan pada pengenalan secara individual atau perkiraan dari
kelimpahan (Maddox et al., 2004).
22
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada Maret – April 2018 berdasarkan data
kamera jebak di bawah program dan bekerjasama dengan WWF Indonesia
Program Sumatera Bagian Selatan di Resort Balik Bukit dan Balai Kencana,
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Resort Balik Bukit dan
Balai Kencana merupakan resort tipe A, yaitu resort yang memiliki tutupan
lahan yang cukup lengkap (TNBBS, 2017). Kedua resort tersebut didominasi
oleh hutan lahan kering primer, selain itu terdapat pula hutan lahan kering
sekunder, lahan pertanian bercampur dengan semak, serta semak belukar (Peta
KBRI, 2014; Balai TNBBS, 2015) (Gambar 9). Kedua resort ini memiliki
curah hujan 3000 – 3500 mm per tahun dan iklim bertipe A (basah) dengan
lebih dari 9 bulan basah pertahun (Balai TNBBS, 2017). Adapun luas wilayah
dari Resort Balik Bukit adalah 28126 Ha sedangkan Resort Balai Kencana
memiliki luas lahan 19814 Ha.
B. Teknik Pemasangan Kamera Jebak di Lapangan
1. Kamera dipasang dengan mengikatnya pada batang pohon setinggi 120-
150 cm dari dasar tanah.
2. Jarak kamera dengan obyek berkisar antara 5 hingga 8 meter.
23
3. Besaran sudut antara arah kamera dengan obyek adalah 45 derajat. Hal ini
untuk mendapatkan hasil rekaman yang lebih lama, sehingga diharapkan
obyek dapat dilihat dari berbagai sisi tubuhnya.
4. Intensitas cahaya pada kamera juga perlu diperhatikan untuk mendapatkan
gambar yang baik. Sebaiknya kamera dipasang lebih diarahkan ke arah
utara-selatan yang bukan merupakan sudut dari terbit dan terbenamnya
matahari.
5. Mempertimbangkan keamanan kamera, seperti faktor manusia, cuaca,
kondisi hutan, dan gangguan hewan.
6. Mengoprasikan kerja kamera :
a. Kamera jebak diatur untuk mengambil obyek dalam bentuk video
dalam durasi 30 detik.
b. Interval waktu antarvideo adalah tiga detik.
c. Stamp Date diatur dalam keadaan aktif untuk memunculkan data
waktu perekaman pada setiap video.
d. Exposure diatur untuk mengambil tiga exposure dalam sekali picu.
7. Setelah kamera aktif, dilakukan uji coba dalam pengambilan gambar.
Pengujian ini dilakukan dengan cara salah satu anggota tim lapangan
WWF untuk memperagakan hewan di depan kamera kemudian dilihat
hasil yang didapatkan dari uji tersebut.
8. Menulis Informasi kamera dan kondisi habitat lokasi pemasangan kamera
pada buku lapangan.
(Sunarto et al., 2014)
24
Gambar 9. Resort Balik Bukit dan Balai Kencana (Dikutip dari WWF
Lampung)
C. Desain Penelitian
Input dan analisis data kamera jebak menggunakan kamera bertipe Bushnell
HD dilakukan berdasarkan data kamera jebak WWF periode 3 tahun 2016 -
2017. Pemasangan kamera jebak dilakukan untuk program pemantauan badak
sumatera (Dicecorhinus sumatera) pada Agustus 2016 – Febuari 2017 yang
pelaksanaannya dilaksanakan oleh tim WWF. Kamera jebak yang dipasang
sebanyak 36 unit dalam 31 grid cell (Gambar 10). Grid cell adalah luasan
wilayah yang dibuat berukuran 2 x 2 km2 pada peta virtual (maya) dengan
bantuan program ArcGIS. Kamera jebak diatur untuk memotret hewan dalam
bentuk video.
25
Gambar 10. Lokasi pemasangan kamera jebak di Resort Balik Bukit dan
Balai Kencana (Dikutip dari WWF Lampung)
Pemasangan kamera jebak menggunakan Random Sampling artinya kamera
jebak dipasang secara acak pada grid cell tersebut. Pemasangan dilakukan
pada jalur hewan yang diduga berpotensi sebagai lintasan badak sumatera.
Pemilihan lokasi pemasangan kamera jebak berdasarkan dari tanda-tanda
sekunder hewan seperti kotoran, bekas pakan, cakaran, dan jejak.
D. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yakni:
1. Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan dengan survei langsung di Resort Balik
Bukit dan Balai Kencana. Survei di Resort Balai Kencana dilakukan pada
tanggal 16 - 23 Agustus 2017, sedangkan survei di Resort Balik Bukit
26
dilaksanakan pada 10 - 14 November 2017. Survei ini dilakukan untuk
mengenal area penelitian, seperti kondisi habitat, tutupan lahan, kerapatan
tumbuhan, dan tanda-tanda keberadaan hewan.
2. Pengumpulan data
Adapun jenis data yang dikumpulkan meliputi:
a. Hasil kamera jebak berupa video yang diperoleh dari kamera jebak
b. Informasi kamera jebak, seperti waktu pemasangan dan pengambilan
kamera jebak, ketinggian kamera dari permukaan tanah, dan kondisi
kamera.
c. Informasi kondisi habitat (koordinat dan ketinggian), kondisi fisik
(topografi, tanah, ada/tidaknya kubangan dan sumber air) berdasarkan
kajian literatur .
Informasi pada point b dan c didapatkan dari buku kamera jebak yang diisi
oleh tim lapangan WWF.
3. Pengolahan data
Data kamera jebak dipisahkan dipisahkan dalam folder berdasarkan grid
cell, waktu periode pemasangan kamera jebak, kode kamera jebak dan
kode kartu memori. Kemudian dilakukan pemilahan video hasil kamera
jebak berdasarkan jenis hewan yang teridentifikasi.
Setelah dilakukan pemilahan, data video hasil kamera jebak diubah
namanya menggunakan Aplikasi Advanced Renamer. Nama data tersebut
berubah menjadi
27
“1010-53-36aOCC03C019M00058ParmarEK0000120160803203828.
AVI”. Nama tersebut mengandung informasi grid cell(1010-53-36a),
waktu periode pemasangan kamera jebak (OCC03), id kamera jebak
(C019), id kartu memori (M00058), jenis hewan (Parmar, yang merupakan
singkatan dari nama ilmiah kucing batu (Pardofelis marmorata) dari 3
huruf pertama “Par” diambil dari nama genus, sedangkan 3 huruf terakhir
“mar”diambil dari nama spesiesnya ), nama video (EK00001), tahun
(2016), bulan (08), tanggal (03), jam (20), menit (38), detik (28), dan
format file (.AVI). Nama-nama data tersebut dicetak dalam bentuk .pdf
menggunakan Aplikasi Karen Directory Printer. Kemudian, dilakukan
input kedalam Ms. Excel untuk mempermudah dalam membaca data.
E. Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan data yang sudah diinput kedalam
Ms.Excel, data tersebut pilah lagi hanya untuk spesies kucing liar saja. Data
kucing liar yang didapatkan telah disusun berdasarkan waktu dan lokasi
terpotretnya kucing liar pada kamera jebak, serta habitatnya. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari setiap kucing liar yang
terpotret. Keberadaan hewan mangsa kucing liar juga telah dianalisis untuk
mengetahui hewan mangsa potensial dari kucing liar.
55
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Simpulan yang dapat di peroleh adalah sebagai berikut:
1. Kucing liar yang ditemukan sebanyak lima jenis, yaitu harimau sumatera
(n=17), kucing emas (n=15), macan dahan (n=13), kucing batu (n=5), dan
kucing congkok (n= 4).
2. Jenis hewan mangsa potensial kucing liar adalah beruang madu (n=9), rusa
sambar (n=52), kambing hutan (n=3), babi hutan (n=106), kijang (n=356),
kancil (n=2), beruk (346), musang (n=67), landak (n=52), tikus (n=4),
sempidan sumatera (n=8), kuau raja (n=18), dan biawak (n=1).
B. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
adalah perlu dilakukannya penelitian lanjutan mengenai kucing emas dan
jumlah individu dari setiap populasi kucing liar di Resort Balik Bukit dan
Balai Kencana, Taman Nasioanal Bukit Barisan Selatan.
56
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H. S. 1990. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati.IPB.
Bogor.
Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa liar Jilid I. Yayasan Penerbit Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor.
Austin, S.C., M.E. Tewes, L.I. Grassman, & N.J. Silvy. 2007. Ecology and
conservation of leopard cat (Prionailurus bengalensis) and clouded
leopard (Neofelis nebulosa) in Khao Yai National Park. Thailand. Acta
Zoologica Sinica 53(1): 1–14
Azlan, M. J. dan S.K.Sharma. 2002. First Record Of Melanistic Tapir In
Peninsular Malaysia. Journal of Wildlife and Parks.20:123.
Azlan, M.J. 2009. The use of camera trap in Malaysian rainforests. Journal of
Tropical Biology and Conservation 5: 81–86
Azlan, M.J., L. Engkamat and Munan. 2003. Bornean Bay Cat Photograph And
Sighting. Cat News.39:2.
Berger J. 1999. Anthropogenic Extinction Of Top Carnivores And Interspecific
Animal Behaviour: Implications Of The Rapid Decoupling Of A Web
Involving Wolves, Bears, Moose, And Ravens. Proceedings of the Royal
Society of London.B 266:2261-2267.
Bothma, J. D. P.. 1998. Carnivore Ecology in Arid Lands. Springer.Verlag Berlin
Heidelberg.
Cheyne, M.S and Mac Donald, W.D. 2011. Wild felid diversity and activity
patterns in Sabangau peat-swamp forest, Indonesian Borneo. Oryx 45(1),
119-124 doi:10.1017/ S003060531000133X.
Crooks, K.R. dan M.E. Soulé. 1999. Mesopredator Release And Avifaunal
Extinctions In A Fragmented System. Nature.400:563-566.
Departemen Kehutanan. 2007. Data Strategis Kehutanan. Departemen
Kehutanan. Jakarta.
57
Dinata, Y., dan Jito Sugardjito. 2008. Keberadaan Harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrae Pocock, 1929) dan Hewan Mangsanya di Berbagai Tipe
Habitat Hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera. Jurnal
Biodiversitas. 7(3): 222-226.
Franklin, N., Bastoni, Sriyanto, D.Siswomartono, J. Manangsang& R.L. Tilson.
1999. Last of the Indonesian Tiger: a caude for optimism pp 130-147 in J.
Seidensticker, S.Cristie, & P. Jackson (eds). 1999. Riding the tiger: tiger
conservation in human-dominated lanscape. Cambridge University Press.
Cambridge, UK.
Giman, B., R. Stuebing, N. Megum, W.J. Mcshea and C.M. Stewart. 2007. A
camera trapping inventory for mammals in a mixed use planted forest in
Sarawak. Raffles Bulletin of Zoology. 55(1):209-215
Grassman, L.I. Tewes, M.E. Silvy, N.J. Kreetiyutanont. 2005b. Ecology of three
sympatric felids in a mixed evergreen forest in north-central Thailand.
Journal of Mammalogy 86(1): 29–38.
Grassmann, L. 2009. Clouded Leopard: the living sabertooth. Cat News: 23-28
Gray, T.N.E and C. Phan. 2011. Habitat preferences and activity pattern of the
larger mammal community in Phnom Prich Wildlife Sanctuary, Cambodia.
The Raffles Bulletin of Zoology 59(2):311-318
Griffith, M. 1994. Population Density of Sumatran Tiger in Gunung Leuser
National Park in Tilsen, R et al., (eds) : Sumatran Tiger Population and
Habitat Viability Analysis Report. Pp. 93-102.IUCN/SSC Conservation
Breeding Specialist Group. Apple Valley MN.
Griffiths, M. dan C. P. Van Schaik, 1993. The Impact Of Human Traffic On The
Abundance And Activity Patterns Of Sumatran Rain Forest Mammals.
Conservation Biology.7(3): 623–626
Haidar A.I, dkk. 2017. Panduan Pemantauan Populasi Harimau Sumatera.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta.
Hearn, A.J., J. Ross, D. Pamin, H. Bernard, L. Hunter & D.W. Macdonald. 2013.
Insights into the spatial and temporal ecology of the sunda clouded leopard
(Neofelis diardi). Raffles Bulletin of Zoology 61(2): 871–875
Holden, J. 2001. Small cats in Kerinci Seblat National Park, Sumatra, Indonesia:
Evidence collected through photo-trapping. CatNews 35: 11–14
Hutajulu, B. Sunarto. Klenzendorf, S. Supriatna, J. Budiman, A. and Yahya, A.
(2007).Study on the ecological characteristics of clouded leopard in Riau,
Sumatra. In: J. Hughes and M. Mercer (eds.) Felid Biology and
Conservation: Programme and Abstracts: An International Conference,
17–20 September 2007, Oxford. Oxford University, Wildlife
58
IUCN. 2018. Diakses pada tanggal 12 Februari 2018, 10.00 WIB
<www.iucnredlist.org>
Jinping, Yu. 2010. Leopard cat, Prionailurus bengalensisis. Cat News 5: 26–29
Junaidi, Rizaldi, dan Novarinol, W. 2012. Inventarisasi Jenis-jenis Mamalia di
Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas
dengan Menggunakan Camera Trap. Jurnal Biologi Universitas Andalas 1:
27 - 34
Karanth, K. U dan J. D. Nichols.2000. Ecologycal Status and Conservation of
Tigers in India. Final Technical Report to The Division of International
Conservation. United States.
Kawanishi, K and M.E. Sunquist. 2003. Conservation Status Of Tiger In
Peninsular Malaysia. Biological Conservation 120:329-344
Kitamura, S. S.T.Aree, S. Madsri and P. Poonswad. 2010. Mammals diversity and
conservation in a small isolated forest of southern Thailand. The Raffles
Bulletin of Zoology. 58(1):145-156.
Ladyfandela, Nindy. 2017. Kehadiran Kucing Liar (Carnivora: Felidae) Di
Kawasan Suaka Alam Malampah, Sumatera Barat. Skripsi. Universitas
Andalas.
Lekagul, B., J.A. McNeely. 1988. Mammal of Thailand. Dharashunta Press.
Thailand. xv + 873 pp.
Lucherini, M., J.I. Reppucci, R.S. Walker, M.L. Villalba, A. Wurstten, G.
Galliardo, A. Iriarte, R. Villalobos & P. Perovic. 2009. Activity pattern
segregation of carnivores in the high Andes. Journal of Mammalogy 90(6):
1404–1409
Lynam, A.J., K.E. Jenks, N. Tantipisanuh, W. Chutipong, D. Ngoprasert, G.A.
Gale, R. Steinmetz, R. Sukmasuang, N. Bhumpakhan, L.I. Grassman, P.
Cutter, S. Kitamura, D.H. Reed, M.C. Bakeer, W. McShea, N. Songsasen,
& P. Leimgruber. 2013. Terrestrial activity pattern of wild cats from
camera-trapping. The Raffles Bulletin of Zoology 61(1):407–415
Macdonald, D.W., A.J. Loveridedan K. Nowell. 2010. Dramatic Personae: an
introduction to the wild felids pp 3-58 in Macdonald and A.J. Loveridae
(eds). 2010. Biology and Conservation of Wild Felids. Oxford University
Press. Oxford.
Maddox WT, Ashby FG. 2004. Dissociating explicit and procedural-learning
based systems of perceptual category learning. Behav. Pro-cess. 66:309–
32
59
Mangas, J.G., J. Lozano, S. Cabezas-Díaz, dan E. Virgós. 2008. Thepriority value
of scrubland habitats for carnivore conservation in Mediterranean
ecosystems. Biodivers Conserv. 17:43–51
McCarthy, J.L., H.T. Wibisono, K.P. McCarthy, T.K. Fuller &. N. Andayani.
2015. Assesing the distribution and habitat use of four felids species in
Bukit Barisan Selatan National Park, Sumatra, Indonesia. Global Ecology
and Conservation 3:210–221
Miller, B., D. Foreman, C.M. del Rio, R. Noss, M. Philips, R. Reading, M.E.
Soule, J. Terborgh & L. Wilcox. 2001. The importance of large carnivores
to healthy ecosystem. Endangered Species UPDATE 18(5): 202-210
Mohamed, A., H. Samejima & A. Wilting. 2009. Record of five Bornean cat
species from Deramakot Forest Reserve in Sabah, Malaysia. CAT news
51:12–15
Novarino, W., S. N. Kamilah, A. Nugroho, M. N. Janra, M. Silmidan M.
Syafrie.2007. Kehadiran Mamalia pada Sesapan (Salt lick) Di Hutan
Lindung Taratak, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Biota 12 (2)
: 100-107.
Nowell, K. dan P. Jackson. 1996. Status Survey and Conservation Action Plan of
Wild Cats. IUCN/SSC Cat Specialist Group. Gland, Switzerland. pp xxiv
+ 383.
O’Brien, T. Wibisono, H. Kinnaird, M. 2003. Crouching tigers, hidden prey:
sumatran tiger and prey populations in a tropical forest landscape. Animal
Conservation 6: 131–139.
O‟Brien, S.J. dan Johnson, W.E.. 2007. The Evolution of Cats. Scientific
American, Inc.
Payne J., C.M. Francis, K. Phillipps & S.N. Kartikasari. 2000. Panduan lapangan
mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam. The
Sabah Society dan Wildlife Conservation Society bekerjasama dengan
WWF Malaysia. Jakarta: xv + 386 hlm.
Povey, K dan W. Spaulding. 2006. Wild Cat of Southeast Asia: An Educator’s
Guide. Point Defiance Zoo dan Aquarium/WildAid. Thailand. Pp. 108.
Pusparini, W., H.T. Wibisono, G. V. Reddy, Tarmizidan P. Bharata. 2014. Cat
News Spesial Issue 8. Small and Medium Sized Cats in Gunung Leuser
National Park, Sumatera, Indonesia. Non-Panthera Cats in Southeast Asia.
Putri, R.A.A. 2017. Keanekaragaman Jenis Felidae Menggunakan Kamera Jebak
di Resort Pemerihan-Way Haru, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Skripsi. Fakultas Kehutanan. Intitut Pertanian Bogor. Bogor
60
Rajaratnam, R., M. Sunquist, L. Rajaratnam & L. Ambu. 2007. Diet and habitat
selection of the leopard cat (Prionailurus bengalensis) in agricultural
landscape in Sabah, Malaysian Borneo. Journal of Tropical Ecology 23:
209–217
Redaksi Ensiklopedi Indonesia (RED).2003. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna.
Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi.
Reed. 2012. Occurence of three felids across a network of protected areas in
Thailand: prey, intraguild, and habitat associations. Biotropica. 44(6):
810–817.
Ridout, M.S & M. Linkie. 2009. Estimating overlap of daily activity patterns from
camera trap data. Journal of Agricultural, Biological, and Environmental
Statistics 14:322-337
Sanderson, J,. Sunarto, A. Wilting, C. Driscoll, R. Lorica, J. Ross, A. Hearn, S.
Mujkherjee, J.A. Khan, B. Habib, & L. Grassman, L. 2008. Prionailurus
bengalensis. In: IUCN. 2010. IUCN Red List of Threatened Species.
Version 2010.3. http://www.iucnredlist.org. 21 Oktober 2010, pukul.
08:27 WIB.
Sanderson, J. and Grant, H.. 2013. Automatic data Organization, Stroge, and
Analysis of Camera trap Pictures. Indonesian Natural History.1 (1) : 11-
19.
Schaller, G.B. 1967. The Deer and the Tiger: A Study of Wildlife in India.
University of Chicago Press, Illinois. 370 pp.
Silmi, M., S. Mislan, Anggara & B. Dahlen. 2013. Using leopard cats
(Prionailurus bengalensis) as biological pest control of rats in a palm oil
plantation. Journal of Indonesian Natural History 1(1): 31–6.
Silmi, M., S. Mislan, Anggara & B. Dahlen. 2013. Using leopard cats
(Prionailurus bengalensis) as biological pest control of rats in a palm oil
plantation. Journal of Indonesian Natural History 1(1): 31–6.
Silveira, L., A.T.A. Jacomo and J.A.F.Diniz-Filho. 2003. Camera trap, line
transect cencus and track surveys: a comparative evaluation. Biological
Conservation 114:351-355
Sriyanto. 2003. Kajian mangsa harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae,
Pocock 1929) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Tesis. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Indonesia.
Subagyo, A., M. Yunus, Sumianto, J. Supriatna, N. Andayani, A. Mardiastuti, L.
Sjahfirdi, Yasman dan Sunarto. 2013. Survei dan Monitoring Kucing Liar
(Carnivora:Felidae) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung,
Indonesia. Seminar Nasional Sains dan Teknologi V. Lembaga Penelitian
Universitas Lampung.
61
Subagyo, Agus. 2016. Ekologi Dan Konservasi Felidae Di Taman Nasional Way
Kambas, Sumatra, Indonesia. Disertasi. Universitas Indonesia. Depok.
Indonesia
Sunarto, M.J. Kelly, S. Klenzendorf, M.R.Vaughan, Zulfahmi, M.B. Hutajulu and
K. Parakkasi. 2013. Threatened predator on the equator: multi-point
abundance estimates of the tiger Pantheratigris in central Sumatra. Oryx
47(2):211-220
Sunarto, S., M.J. Kelly, K. Parakkasi & M.B. Hutajulu. 2015. Cat coexistence in
central Sumatra: ecological characteristics, spatial and temporal overlap,
and implications for management. Journal of Zoology 296(2): 104–115
Sunarto. 2011. Ecology and restoration of Sumatran tigers in forest and plantation
landscape. Dissertation. Faculty of the Virginia Polytechnic Institute dan
State University. Virginia.
Sunquist, M dan F. Sunquist. 2002. Wild Cat of the World. The University of
Chicago Press Ltd. London.University of Chicago Press, Chicago.
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). 2017. Diakses pada tanggal 15
Oktober 2017, 10.00 WIB. <htpps://www.tnbbs.org>
Tim Monitoring Badak Indonesia. 2014. Panduan Survei dan Monitoring Badak
Sumatera: Teknik Okupansi, Kamera Otomatis, dan Analisis DNA.
Kementrian Kehutanan. Jakarta.
Turner, D. C., and P. P. G. Bateson. 2000. The Domestic Cat: the Biology of its
Behaviour. Cambridge University Press, Cambridge, U.K.
Van Strien N. J. 1996. The Mammal Fauna Of The Gunung Leuser National Park.
In Leuser: A Sumatran Sanctuary. Van Schaik C. P. dan Supriatna J.
(Eds). Yayasan Bina Sains Hayati Indonesia, Depok, Indonesia, pp. 132-
202.
Wibisono, H.T. and J. Maccarthy. 2010. Melanistic marbled cat from Bukit
Barisan Selatan National Park, Sumatra, Indonesia. Cat News 52:9-10
Wibisono, H.T., M. Linkie, G.Guillera-Arroita, J.A. Smith, Sunarto, W.Pusparini,
Asriadi, P. Baroto, N. Brickle, Y. Dinata, E. Gemita, D. Gunaryadi, I.A.
Haidir, Herwansyah, I. Karina, D. Kiswayadi, D. Kristiantono, H.
Kurniawan, J.J. Lahoz-Monfort, N.Leader-Williams, T. Maddox,
D.J.Martyr, Maryati, A. Nugroho, K. Parakkasi, D. Priatna, E.
Ramadiyanta, W.S. Ramono, G.V. Reddy, E.J.J. Rood, D.Y. Saputra, A.
Sarimudi, A. Salampessy, E. Septayuda, T. Suhartono, A.Sumantri, Susilo,
I. Tanjung, Tarmizi, K. Yulianto, M. Yunus, Zulfahmi. 2011. Population
status of a cryptic top predator: an island-wide assesment of tiger in
Sumatran rainforests. PloS ONE 6(11):1-6
62
Wilcox. 2001. The Importance of Large Carnivores to Healthy Ecosystem.
Endangered Species UPDATE 18(5): 202-210.
World Wildlife Fund (WWF). 2017. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2017, 10.00
WIB. <htpps://www.wwf.or.id>
World Wildlife Fund (WWF). 2016. Buku Data Video Trap – Badak Sumatera.
WWF BBS. Lampung.
Wozencraft, W. C. (1993). Order Carnivora. 1206 pp. En: Wilson, D. E. y Reeder,
D. A. M. (Eds.). Mammal Species of the World: A Taxonomic and
Geographic Reference. Smithsonian Institution Press.