13
KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI KABUPATEN BOGOR Nama : Luthfi Aldiansyah NPM : 200110100028 PENDAHULUAN Tiga tujuan pembangunan pertanian yang dimuat di dalam Rencana Pembangunan Pertanian 2005-2009 adalah pencapaian ketahanan pangan, pengembangan agribisnis dan peningkatan kesejahteraan petani (Deptan, 2005). Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan, termasuk produk peternakan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (PP No.68/2002). Pengembangan agribisnis bertujuan meningkatkan produksi dan nilai tambah secara efisien sehingga mempunyai daya saing tinggi. Kedua tujuan itu secara keseluruhan harus berlandaskan pada peningkatan kesejahteraan petani. Inti dari ketiga tujuan tersebut sebenarnya adalah pencapaian ketahanan pangan berdasarkan azas kemandirian dan kontinuitas. Azas kemandirian diperlihatkan oleh pengembangan agribisnis yang kuat dan kontinuitas diperlihatkan oleh tingkat pendapatan petani yang layak bagi hidupnya sekeluarga dan pengembangan usaha. Pembangunan peternakan dua dekade lalu telah mencatat beberapa keberhasilan antara lain dalam pengembangan industri agribisnis ayam ras, pengembangan industri feedlot sapi potong dan sapi perah rakyat. Namun ketiga industri ini menggunakan bibit ternak asal impor, sehingga rentan terhadap perubahan ekonomi global. Sementara pembangunan komoditas ternak domestik tidak terlihat menggembirakan. Berbagai kelemahan internal tidak kunjung mendapat perhatian dan perbaikan. Hampir semua jenis ternak lokal diindikasikan mengalami pengurasan sehingga pertumbuhan populasi negatif. Pada sisi lain, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi konsumsi hasil ternak dalam negeri terus meningkat.

Kajian Kebijakan Pengembangan Peternakan Di Kabupaten Bogor

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ilmu sosial

Citation preview

Page 1: Kajian Kebijakan Pengembangan Peternakan Di Kabupaten Bogor

KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI KABUPATEN BOGOR

Nama : Luthfi Aldiansyah

NPM : 200110100028

PENDAHULUAN

Tiga tujuan pembangunan pertanian yang dimuat di dalam Rencana Pembangunan Pertanian 2005-2009 adalah pencapaian ketahanan pangan, pengembangan agribisnis dan peningkatan kesejahteraan petani (Deptan, 2005). Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan, termasuk produk peternakan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (PP No.68/2002). Pengembangan agribisnis bertujuan meningkatkan produksi dan nilai tambah secara efisien sehingga mempunyai daya saing tinggi. Kedua tujuan itu secara keseluruhan harus berlandaskan pada peningkatan kesejahteraan petani.

Inti dari ketiga tujuan tersebut sebenarnya adalah pencapaian ketahanan pangan berdasarkan azas kemandirian dan kontinuitas. Azas kemandirian diperlihatkan oleh pengembangan agribisnis yang kuat dan kontinuitas diperlihatkan oleh tingkat pendapatan petani yang layak bagi hidupnya sekeluarga dan pengembangan usaha. Pembangunan peternakan dua dekade lalu telah mencatat beberapa keberhasilan antara lain dalam pengembangan industri agribisnis ayam ras, pengembangan industri feedlot sapi potong dan sapi perah rakyat.

Namun ketiga industri ini menggunakan bibit ternak asal impor, sehingga rentan terhadap perubahan ekonomi global. Sementara pembangunan komoditas ternak domestik tidak terlihat menggembirakan. Berbagai kelemahan internal tidak kunjung mendapat perhatian dan perbaikan. Hampir semua jenis ternak lokal diindikasikan mengalami pengurasan sehingga pertumbuhan populasi negatif. Pada sisi lain, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi konsumsi hasil ternak dalam negeri terus meningkat. Sebagian kebutuhan konsumsi telah diisi oleh hasil ternak impor yang terus membesar.

Untuk mencapai tujuan pembangunan peternakan tersebut perlu dirumuskan strategi dan kebijakan dalam usaha memperkuat agribisnis ternak lokal dan bagaimana meraih peluang-peluang baik di dalam negeri maupun luar negeri. Upaya penulisan rencana pembangunan peternakan ini merupakan sumbangan pikiran dengan harapan bagaimana industri agribisnis peternakan mencapai kemandirian dalam swasembada pangan dalam waktu relatif pendek sementara plasma nuftah dapat dikembangkan

Page 2: Kajian Kebijakan Pengembangan Peternakan Di Kabupaten Bogor

PROGRAM PENGEMBANGAN PETERNAKAN

Strategi Dasar

Strategi dasar adalah strategi kebutuhan yang harus diutamakan sebelum pembangunan peternakan itu sendiri dilaksanakan. Strategi dasar bisa jadi bukan strategi tetapi suatu cara yang mutlak ada untuk mempertahankan kehidupan ternak. Namun dalam kerangka pengembangan ternak untuk tujuan mencapai ketahanan pangan, peningkatan produksi, dan kesejahteraan petani, maka kebutuhan mutlak tersebut menjadi strategi. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam strategi dasar, sebagai berikut:

Sumberdaya, Komoditas dan Produk Ternak

Strategi dasar pertama adalah memposisikan ternak sesuai dengan fungsi pemanfaatan dan pengembangannya. Posisi ternak dalam budidaya terdiri atas tiga manfaat utama yakni ternak sebagai sumberdaya, ternak sebagai komoditas dan ternak penghasil produk

Ternak sebagai sumberdaya dapat diibaratkan setara dengan sumberdaya alam seperti lahan dan air merupakan sumber turunan dan produksi. Sumberdaya ternak dapat hilang, tidak bisa diganti tetapi dapat dikembangkan. Karena itu sumberdaya harus dirawat supaya dapat terus memberikan keturunan dan berproduksi. Perbedaan posisi manfaat memberikan implementasi program dan kebijakan yang berbeda. Contoh ternak sumberdaya adalah sapi bali, sapi brahman, ayam buras, kambing etawah, domba garut dan sebagainya.

Ternak sebagai komoditas, adalah sekelompok ternak yang dihasilkan dari turunan ternak sumberdaya melalui suatu perkawinan tertentu atau kelompok ternak yang telah terpilih melalui suatu jalur perkawinan tertentu atau seleksi genetis tertentu berdasarkan ciri-ciri karakteristik yang diunggulkan. Ternak komoditas berfungsi menghasilkan bakalan unggul. Contoh kelompok ini adalah ayam ras GPS (Grant Parents Stock), sapi perah FH.

Adapun ternak sebagai penghasil produk adalah kelompok ternak yang berfungsi menghasilkan daging, susu dan telur secara efisien. Contoh kelompok ini adalah sapi bakalan impor, ayam ras FS dan sebagainya. Implikasi kebijakan pada setiap kelompok akan berbeda. Strategi pembangunan peternakan dengan memposisikan ternak dalam tiga jalur tersebut akan

Page 3: Kajian Kebijakan Pengembangan Peternakan Di Kabupaten Bogor

lebih memudahkan menetapkan program dan sasaran sekaligus akan memudahkan dalam monitoring dan evaluasi keberhasilan program.

Selama ini program pembangunan peternakan tidak jelas membuat perbedaan semacam itu. Indonesia telah menghasilkan ribuan ton daging yang hampir seluruhnya berasal dari pemotongan ternak sumberdaya. Artinya kita mengkonsumsi plasma nuftah yang seharusnya dirawat. Sementara ternak yang diimpor adalah ternak komoditas dan ternak produk, sehingga Indonesia tidak memperoleh manfaat lebih dari impor ternak produk tersebut. Pada sisi lain Indonesia mengekspor ternak hidup dari kelompok ternak sumberdaya, sehingga suatu hari nanti, ternak sumberdaya Indonesia telah pindah ke negara lain.

Memenuhi Kebutuhan Dasar

Apapun bentuk peternakan masa depan yang diidamkan, maka satu hal harus dilakukan terlebih dahulu, yakni memenuhi kebutuhan dasar ternak sebagai makhluk hidup. Kebutuhan dasar ternak adalah pakan (HMT dan butiran) dan air. Manusia harus memberikan pelayanan tinggi bagi kebutuhan pakan, sehingga ternak tidak perlu luntang lantung mencari HMT yang tidak ada. Penyediaan pakan yang cukup merupakan titik awal bagi mendorong industri untuk tumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa turut campur tangan pemerintah. Untuk memberikan pelayanan penyediaan pakan diperlukan lahan khusus bagi produksi HMT, kebutuhan air dan pengumpulan sisa-sisa produksi hijauan asal tanaman¬tanaman yang diusahakan manusia seperti tanaman pangan.

Memenuhi kebutuhan dasar usaha peternakan rakyat yang terdiri atas 50- 90 persen dari total populasi pada umumnya memiliki manajemen dan teknologi yang relatif rendah, sehingga harus dilakukan oleh pemerintah dengan mengajak masyarakat peternakan untuk berpartisipasi. Pemerintah harus menjamin tersedianya HMT dan butiran dalam bentuk investasi publik sebagaimana pemerintah menjamin ketersediaan irigasi dan pupuk dalam usahatani padi. Kebijakan investasi publik dalam usaha penyediaan pakan ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan peternakan secara nyata.

Pengendalian Penyakit

Penyakit ternak selain merupakan ancaman bagi kehidupan ternak sebagai makhluk tetapi juga menjadi ancaman bagi manusia yang hidup berdampingan dengan ternak dan yang mengkonsumsi hasil ternak. Struktur industri peternakan apapun bentuknya harus melakukan pengendalian panyakit. Dalam pelaksanaannya, sebagian besar peternak karena tidak mempunyai pengetahuan dan modal, tidak mampu melakukan pengendalian penyakit tersebut dan kewajiban itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah dengan mengajak partisipasi masyarakat sesuai dengan visi pembangunan peternakan. Kita sudah mengalami bagaimana serangan penyakit sapi gila, flu burung, mulut dan kuku menghancurkan industri peternakan negara-negara maju dan berkembang serta mengancam keselamatan manusia.

Pengendalian penyakit menuntut pengetahuan dan penguasaan teknologi tinggi dan kemampuan menanganinya di lapang. Usaha-usaha pengendalian penyakit, merupakan

Page 4: Kajian Kebijakan Pengembangan Peternakan Di Kabupaten Bogor

investasi publik dimana pemerintah harus menggerakkan kegiatan-kegiatan penelitian dan percobaan, memproduksi vaksin dan obat-obatan dan melakukan pengawasan dan pencegahan penularan penyakit dari satu wilayah ke wilayah lain. Pada sisi lain, pemerintah dapat mengajak partisipasi masyarakat peternakan dengan melakukan penyuluhan dan biosekuriti di lingkup peternakannya sendiri. Pemerintah harus bekerjasama dengan badan-badan penelitian dan perguruan tinggi.

Sumberdaya Manusia (SDM)

Untuk meningkatkan kemampuan SDM khususnya masyarakat peternak adalah tidak mungkin saat ini dilakukan melalui pendidikan langsung, kecuali melalui training-training pendek tetapi tetap membutuhkan biaya besar. Merekrut aparat yang berpendidikan cukup profesional adalah syarat penting dalam langkah meningkatkan sumberdaya manusia. Seleksi aparat yang berpendidikan dan profesional mengurangi beban negara dan memberikan produktivitas yang lebih baik.

Pendidikan tak langsung adalah menimba pengalaman dari pengelolaan pekerjaan yang berkesinambungan. Strategi lain adalah memproyeksikan tugas besar dalam pekerjaan kecil. Jika pekerjaan kecil berhasil, maka pekerjaan besar kemungkinan besar berhasil pula. Dalam hal ini, program nasional harus diproyeksikan pada tingkat kecamatan terlebih dahulu. Rekayasa program harus sedemikian rupa sehingga dapat memaksa aparat belajar secara autodidak. Metode ini selain paling murah dan efektif juga tidak menghambat rencana pembangunan. Pada waktu yang akan datang, kedudukan seseorang akan ditentukan oleh prestasinya sehingga para eksekutif selalu bekerja sesuai dengan blueprint dan bukan pada keinginan individu pimpinan.

Memperhatikan Struktur dan Sistem Produksi Ternak

Struktur produksi menyangkut apakah usaha rakyat tradisional, usaha maju, usaha skala menengah dan bagaimana porsi dari masing-masing usaha tersebut. Sementara sistem produksi adalah bagaimana budidaya ternak dilakukan apakah sistem padang penggembalaan, sistem pemberian pakan di tempat atau kombinasi kedua sistem itu. Sebagai contoh, sistem produksi ternak pada padang penggembalaan dan pemberian pakan di tempat pada umumnya hanya sesuai untuk pengembangan usaha rakyat (khususnya di Indonesia). Sistem kombinasi pada umumnya hanya sesuai untuk usaha-usaha komersil terutama untuk budidaya ternak penghasil produk. Pengembangan sumberdaya ternak lebih sesuai pada sistem padang penggembalaan, sedangkan untuk produksi komoditas dan produk lebih sesuai pada sistem pakan diantarkan atau kombinasi.

Membina Kerjasama Investasi dan Pembiayaan Saling Menguntungkan

Pemerintah pada saat ini selain memiliki dana terbatas tetapi juga perhatian pada sektor peternakan sangat rendah dibandingkan dengan perhatian terhadap tanaman pangan. Selain berupaya mengangkat masalah peternakan ke dalam bidang politik supaya mendapat perhatian lebih besar dalam rencana pembangunan ekonomi nasional tetapi juga perlu dicari

Page 5: Kajian Kebijakan Pengembangan Peternakan Di Kabupaten Bogor

upaya-upaya kerjasama khususnya investasi dan pembiayaan dalam peningkatan manfaat dan nilai tambah ternak lokal.

Strategi Mencapai Ketahanan Pangan

Pada dasarnya ketahanan pangan merupakan konsekuensi dari strategi dan kebijakan pembangunan yang sejak semula diarahkan ke sana. Strategi dan kebijakan pengembangan agribisnis seperti yang telah dibahas di atas juga mempunyai sasaran mencapai ketahanan pangan, khsususnya dalam hal peningkatan produksi hasil ternak.

Berdasarkan kondisi pengamanan produk ternak yang ada saat ini dan kondisi fasilitas pendukung maka strategi dan kebijakan yang perlu dilakukan adalah: (1) Meningkatkan kemampuan SDM dan fasilitas laboratorium pada BPMPP, BPPV, BBPPV, Balitvet, Laboratorium pada Dinas Peternakan Provinsi dan Dinas Peternakan Kota/Kabupaten sesuai wewenang dan tugas yang diembankan pada lembaga tersebut; (2) Membudayakan jaringan kerja pengendalian keamanan pangan asal ternak/hewan lingkup Deptan dan instansi terkait lain (Depkes, BPOM, Pemerintah Daerah dan Kepolisian); (3) Melakukan sosialisasi pada masyarakat luas tentang mutu produk ternak dan hasil pengujian mutu produk ternak yang diperdagangkan di pasar; (4) Memperketat pengawasan Program ASUH pada usaha RPH/RPA dan proses pengolahan makanan asal produk ternak.

Page 6: Kajian Kebijakan Pengembangan Peternakan Di Kabupaten Bogor

ANALISIS SWOT

Ada tiga hal yang dihadapi oleh suatu aktivitas ekonomi yakni apa yang ingin dicapai dan apa masalah perusahaan (faktor internal) dan peluang (faktor eksternal) yang dihadapi dalam mencapai keinginan tersebut. Dengan melakukan auditing kepada dua faktor tersebut dapat diketahui strategi dan tindakan yang akan dilakukan. Atas dasar ini penggunaan analisis SWOT sangat tepat.

Analisis SWOT (Bradfod et al., 2005) tak lain adalah melakukan auditing agribisnis wilayah dengan menggunakan 2 faktor penilaian yakni internal dan eksternal agribisnis. Faktor internal agribisnis terdiri atas kekuatan atau Strengths (S), kelemahan atau Weaknesses (W) sedangkan faktor eksternal terdiri atas peluang atau Opportunities (O) dan ancaman atau Threats (T). Faktor S terdiri atas variabel-variabel internal yang merupakan kemampuan yang dikuasai dan dimiliki misalnya tingkat pendidikan, ketersediaan lahan dan air dan sebagainya. Arah vektor adalah positif. Sedangkan faktor W adalah sama dengan variabel S hanya arahnya negatif. Faktor O merupakan variabel-variabel yang bersifat ekternal namun diperkirakan dapat dikuasai dan dimiliki dengan arah vektor adalah positif. Sedangkan faktor T mempunyai variabel-variabel yang sama dengan O hanya arah vektor negatif.

Analisis SWOT umum digunakan dalam mengevaluasi kondisi suatu usaha (Mindtools, 1999). Tujuannya adalah menetapkan kondisi suatu usaha dalam diagram yang terlihat pada Gambar 1 melalui suatu sistem penilaian. Salah satu manfaat dari pendekatan SWOT adalah kemampuannya mengarahkan kebijakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Sistem penilaian SWOT sering dianggap mempunyai kadar subjektivitas, namun dengan menggunakan informasi di lapang dan justifikasi para ahli, sifat subjektivitas dapat dikurangi atau dengan kata lain hasil analisis dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Pendekatan SWOT dalam makalah ini dilakukan dua tingkat pertama pada tingkat agribisnis khususnya agribisnis peternakan rakyat dan kedua pada tingkat pemerintah sebagai pihak yang sebenarnya dapat berfungsi sebagai penguasa wilayah di mana agribisnis peternakan dikembangkan. Hasil analisis dengan dua tingkat ini akan memperlihatkan gap antara posisi agribisnis rakyat dan pemerintah dalam diagram, dan dari sana dapat diambil kesimpulan dan kebijakan yang diperlukan

MASALAH DAN TANTANGAN

Dalam analisis SWOT kata ”masalah” diterjemahkan sebagai pengungkapan kelemahan dan kekuatan agribisnis sebagai faktor internal sedangkan kata ”tantangan” diterjemahkan sebagai ancaman dan peluang yang dihadapi sebagai faktor eksternal. Masalah dan tantangan sekaligus dibahas pada tingkat agribisnis ternak rakyat dan pemerintah.

Globalisasi Ekonomi (Faktor Eksternal)

Dua lingkungan strategis, yang patut mendapat perhatian dalam kerangka perkembangan industri agribisnis ternak dalam negeri adalah perubahan globalisasi dan permintaan pangan hasil ternak dalam negeri. Perubahan¬perubahan tersebut dapat

Page 7: Kajian Kebijakan Pengembangan Peternakan Di Kabupaten Bogor

memberikan keuntungan atau sebaliknya, sangat tergantung bagaimana posisi sikap yang diambil oleh Indonesia. Industri agribisnis yang sangat tergantung pada impor, maka dampak perubahan globalisasi ekonomi sangat nyata tetapi mungkin tidak berpengaruh nyata pada industri peternakan yang sebagian besar menggunakan input dalam negeri.

Sebelumnya perlu ada pemahaman bahwa sebagian besar jenis ternak dan hasil-hasilnya merupakan komoditas dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di pasar dunia, ternak dan hasil ternak diisi oleh banyak negara. Indonesia adalah salah satu negara dalam percaturan dunia sebagai negara konsumen karena sebagai produsen hasil ternaknya mempunyai peran yang relatif kecil. Dalam pasar global Indonesia adalah negara yang sangat membutuhkan input teknologi peternakan untuk menggerakkan proses produksi dalam negeri dan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dalam negeri.

Industri peternakan yang mempunyai ketergantungan tinggi pada bahan baku dan teknologi impor membawa berbagai ancaman dalam negeri. Seperti yang dialami dalam masa krisis moneter, yang telah memporak porandakan industri ayam ras dan sapi potong. Ancaman lain bisa datang dari negara eksportir teknologi tersebut khususnya jika mereka mendapat gangguan dalam negeri atau hubungan bilateral. Dalam hal ini, setiap saat negara tersebut dapat menghentikan ekspor teknologi. Seperti kasus wabah flu burung, setiap negara yang terkena epidemi akan menghentikan ekspor bibit GPS unggas ke Indonesa, maka dalam masa satu tahun industri ayam ras dalam negeri akan bangkrut. Atau, jika Australia mendapat masalah cuaca, sehingga mereka terpaksa menghentikan ekspor sapi bakalan ke Indonesia, maka dalam 3 tahun akan terjadi kepunahan ternak sapi lokal. Demikian juga dengan ancaman kesulitan impor susu, dapat memberikan dampak kelaparan pada jutaan bayi. Ketergantungan pada impor jika tidak ditunjang oleh usaha-usaha kemandirian yang produktif akan mendorong ketergantungan semakin mendalam dan sulit dipecahkan.

Pembangunan peternakan tentu harus disertai usaha-usaha konkrit untuk mengurangi impor. Pengurangan impor secara bertahap dapat dimulai dari item-item produk impor yang dapat dihasilkan sendiri dalam waktu relatif singkat misalnya 2-3 tahun. Item impor yang diperkirakan dapat dihasilkan sendiri adalah sapi bakalan, kulit, daging dan jeroan serta bahan baku pakan karena segera dapat diisi oleh produk dalam negeri. Diperlukan program-progam terobosan jangka menengah menghadapi penurunan impor tersebut dengan memanfaatkan keunggulan komparatif seperti plasma nuftah, persediaan pakan hijauan makanan ternak (HMT) yang berlimpah sepanjang tahun, teknologi budidaya dan keunggulan wilayah sebagai daerah bebas penyakit.

Pada sisi ekspor, Indonesia mempunyai peluang besar mengisi pasar ternak hidup, daging, telur dan susu. Indonesia dianggap sebagai negara produsen yang aman karena produk ternak yang masih murni alami, dan bebas penyakit mulut dan kuku. Sampai saat ini ekspor hasil peternakan Indonesia relatif kecil dibandingkan nilai impor, tetapi tetap menggembirakan karena ekspor terus mengalami pertumbuhan 17 persen per tahun (Statistik Peternakan, 2005). Posisi Indonesia sebenarnya sebagai eksportir ternak sangat diharapkan oleh negara

SARAN KEBIJAKAN

Page 8: Kajian Kebijakan Pengembangan Peternakan Di Kabupaten Bogor

Langkah selanjutnya setelah merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan di atas adalah merumuskan program induk. Program induk pembangunan peternakan konsisten dengan pemecahan masalah dan strategi pembangunan. Kebijakan yang diperlukan harus memberikan pelayanan dan dukungan bagi terlaksananya program-program tersebut. Program induk utama adalah menjawab pertanyaan bagaimana mengembangkan peternakan melalui tiga jalur pertumbuhan ternak yakni ternak sebagai sumberdaya, komoditas dan produk.

DAFTAR PUSTAKA

Page 9: Kajian Kebijakan Pengembangan Peternakan Di Kabupaten Bogor

Mindtools. 1999. "SWOT Analysis- Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats." PMI-Plus, Minus, Interesting. http://www.mindtools.com/swot.html.

Departemen Pertanian. 2005. Rencana Pembangunan Pertanian Tahun 2005-2009. Departemen Pertanian.

Bradford, Robert. W., Duncan, Peter. J., Tarcy, Brian. 2005. Simplified Strategic Planning. Internet Center for Management and Business Administration, Inc.

Ilham, N., B. Wiryono, I K. Kariyasa, M.N.A. Kirom dan S. Hastuti S. 2001. Analisis Penawaran dan Permintaan Komoditas Peternakan Unggulan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Ilham. N. 1995. Strategi Pengembangan Ternak Ruminansia di Indonesia. Ditinjau dari Potensi Sumberdaya Pakan dan Lahan. Forum Agro Ekonomi. p. 33-43. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Statistik Peternakan. 1995. Statistik Peternakan. Buku Data Statistik Peternakan. Direktorat Peternakan. Jakarta.

Swastika, D.K.S., N. Ilham, T.B. Purwantini dan I. Sodikin. 2000. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Prospek Pengembangan Peternakan Sapi Perah. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Yusdja. Y. 2005. Ekonomi Industri Agribisnis Sapi Perah di Indonesia. Makalah disampaikan dalam seminar Menuju Indonesia Sebagai Kolam Susu. Bandung Oktober 2005. Departemen Pertanian.