48
Kebijakan Anak Muda di Indonesia: Mengaktifkan Peran Anak Muda Seri laporan dari : Membangun Kapasitas untuk Pemberdayaan dan Keterlibatan Anak Muda di Indonesia Oleh: Afra Suci Ramadhan Mei 2013

Kajian kebijakan anak muda Indonesia

  • Upload
    pamflet

  • View
    123

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ini merupakan hasil dari kajian organisasi Pamflet terhadap kebijakan anak muda di Indonesia. Laporan ini merupakan rangkaian dari seri "Membangun Kapasitas untuk Pemberdayaan dan Keterlibatan Anak Muda di Indonesia"

Citation preview

Page 1: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

Kebijakan Anak Muda di Indonesia:

Mengaktifkan Peran

Anak Muda

Seri laporan dari :

Membangun Kapasitas untuk Pemberdayaan dan Keterlibatan Anak Muda di Indonesia

Oleh: Afra Suci Ramadhan

Mei 2013

Page 2: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

2

Ucapan Terima Kasih

Pamflet, sebuah organisasi berbasis anak muda, bekerja sama dengan Sekitarkita untuk menganalisis kebijakan anak muda di Indonesia dengan dana dari UNESCO. Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian program “Mengembangkan Kapasitas Anak Muda untuk Pemberdayaan dan Meningkatkan Keterlibatannya Sebagai Warga Negara”. Seiring dengan kajian ini, Pamflet juga melakukan pemetaan terhadap organisasi anak muda kontemporer di Indonesia untuk memberikan gambaran terkini. Pamflet juga melakukan analisis khusus terhadap anak muda di Papua, mulai dari situasi sosial, kebijakan tingkat lokal, dan organisasi anak muda kontemporernya.

Analisis kebijakan ini dilaksanakan oleh Afra Suci Ramadhan dengan bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Dalam pengumpulan data penulis memperoleh bantuan yang sangat berarti dari Maulida Raviola. Untuk wawancara narasumber, ada Joan Wicitra, Rukita Wusari, Aquino Hayunta, dan Mirwan Andan yang telah menyumbangkan waktu dan ide mereka. Penelitian ini juga mendapat dukungan berarti dari tim Pamflet lainnya, yaitu Indah Yusari, Leonhard Bartolomeus, dan Farhanah. Selain itu, ucapan terima kasih juga ditujukan kepada nama-nama berikut yang secara langsung atau tidak berkontribusi pada hasil laporan ini: Andre H. Susanto, Mikel Aguirre, Charaf Ahmimed, In Young Suh, Daniel Rz. Garibay, Ailsa Amila, Fita Rizki Utami, Alanda Kariza, Ade Darmawan, Nanda Dwinta, Indra Wirhdana, SH.MH, Agita Pasaribu, Iman Usman, Ayu Ratna Wulandari, Agnes Novita W., Rizky Ashar Murdiono, Retha Dungga, Rachel Arinii, Diatyka Widya, Rinaldi Ridwan, Dyah Chitraria, Maesy Angelina, Asep Topan, Diba Safitri, Kiki Amalia Tazkiah, dan para peserta pelatihan ‘Youth Initiative & Civic Engagement’ 2013.

Page 3: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

3

Daftar Isi

Ringkasan ............................................................................................................. 4

Akronim................................................................................................................ 6

Keterangan untuk istilah “Anak Muda” ................................................................. 7

Pengantar ............................................................................................................. 8 Tujuan................................................................................................................................................................. 10 Pertanyaan Kajian ......................................................................................................................................... 10 Metode................................................................................................................................................................ 11

Kebijakan Anak Muda di Indonesia : Antara Ada dan Tiada ................................. 13 Dari Pemuda Pembangunan ke Pemuda Globalisasi ..................................................................... 12 Perjalanan UU Kepemudaan ..................................................................................................................... 18

Anak Muda, Yang Dipersiapkan, Yang Diabaikan ................................................. 22 Bukan Seragam tapi Beragam .................................................................................................................. 24 Partisipasi Tanpa Aksi ................................................................................................................................. 25 Melihat ke Depan, Menunggu Jawaban ................................................................................................. 27

Pelaksanaan Kebijakan ....................................................................................... 29

Rekomendasi ...................................................................................................... 32

Page 4: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

4

Ringkasan

Tinjauan kebijakan ini berisi analisis tentang keberadaan kebijakan yang terkait dengan anak muda di Indonesia, mencakup bagaimana negara memandang anak muda dalam instrumen kebijakan, permasalahan dan kebutuhan yang perlu dikelola oleh sebuah kebijakan, dan persoalan yang ada pada kebijakan yang sedang berlaku disertai dengan rekomendasi. Tinjauan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan kebijakan tentang anak muda di Indonesia dan menyajikan rekomendasi yang didasari oleh kebutuhan dan permasalahan anak muda. Laporan ini memaparkan hasil analisis dari bahan yang diperoleh melalui wawancara dengan berbagai pihak terkait dan tinjauan literatur yang relevan. Beberapa hasil temuan penting dari penelitian ini yang telah dirangkum dalam poin-poin berikut:

Belum ada kebijakan anak muda yang terintegrasi di Indonesia. Ada delapan kebijakan terkait dengan anak muda yang memiliki definisinya masing-masing tentang anak muda. Hanya UU No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan yang mengatur kriteria anak muda secara sepesifik. Antara satu kebijakan dan kebijakan lainnya saling beririsan dan bahkan tumpang tindih dalam menyasar permasalahan anak muda.

Fragmentasi kebijakan terkait anak muda berakibat pada penyaluran dana program yang tidak terintegrasi dan seringkali tumpang tindih antar Kementrian satu dan yang lainnya. Padahal jumlah dana yang tersedia untuk program anak muda di Kemenpora sendiri jika digabungkan dengan program di Kementrian lain cukup signifikan.

Dari masa ke masa, meskipun anak muda dilihat sebagai generasi penerus

namun perannya belum diaktifkan secara praktis. Anak muda masih dilihat sebagai obyek yang perlu dijaga dan dikontrol. Birokrasi yang rumit dan transparansi di instansi pemerintahan juga semakin membatasi akses anak muda untuk terlibat dalam program-program yang menyasar kelompoknya.

Kebijakan anak muda yang ada, terutama UU Kepemudaan, belum

merepresentasikan kebutuhan dan permasalahan anak muda. Menurut beberapa narasumber, hal ini disebabkan oleh proses perumusan yang tertutup atau kurang disosialisasikan ke anak muda sehingga partisipasi anak muda dalam perumusannya belum representatif. Proses perumusan kebijakan juga belum memaksimalkan penelitian dan kajian yang komprehensif terhadap kebutuhan dan persoalan anak muda.

Permasalahan utama yang dihadapi oleh anak muda di Indonesia adalah

pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan (termasuk kesehatan reproduksi), kemandirian pangan, dan gerakan fundamentalisme yang mendorong sikap anti toleransi dan kekerasan.

Page 5: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

5

Negara belum melihat anak muda sebagai kelompok yang beragam dengan

kebutuhan dan permasalahan yang spesifik, seperti anak muda dengan disabilitas, anak jalanan, dan perempuan muda. Baik dari segi definisi dan program yang dijalankan masih menyeragamkan kelompok muda dan belum memberikan afirmasi pada kelompok muda yang termarjinalkan.

Meskipun sudah mengatur tentang organisasi kepemudaan, UU Kepemudaan

masih menggunakan kerangka lama dalam mendefinisikan organisasi anak muda, sehingga ada banyak inisiatif atau organisasi anak muda kontemporer yang tidak memenuhi kriteria tersebut. Hal ini mengakibatkan sulitnya kempok ini mengakses sumber daya yang disediakan oleh pemerintah. Organisasi kepemudaan yang masuk dalam daftar Kemenpora biasanya merupakan organisasi yang berafiliasi dengan partai, kelompok agama dan suku, serta organisasi massa yang sudah ada.

Partisipasi anak muda di setiap tahap dalam berbagai program dan kebijakan

terkait mereka adalah kunci dari keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Dengan mengaktifkan peran anak muda justru sebenarnya akan lebih meringankan beban pemerintah dalam mengelola kebutuhan dan mengatasi permasalahan anak muda.

Salah satu faktor penghambat keterlibatan aktif anak muda yang paling mendasar adalah budaya politik yang selama ini tertanam dan dipraktikan sejak rezim Orde Baru. Oleh penguasa rezim tersebut, Indonesia dibayangkan sebagai sebuah keluarga besar, yaitu keluarga bangsa. Anak muda yang diposisikan sebagai ‘anak’ harus menghormati dan menurut pada pimpinan yang lebih tua ‘bapak’. Hierarki kultural semacam ini bisa ditemui dalam birokrasi pemerintahan di Indonesia.

Semakin berkembangnya kreatifitas dan inisiatif anak muda perlu didukung dengan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah. Selama ini, bayak dari kelompok muda potensial berangkat dari inisiatif dan sumber dayanya sendiri dan program mereka bisa berjalan dengan baik. Dorongan pemerintah bisa lebih memperbesar dampak inisiatif tersebut, berkat struktur dan pengaruh yang dimiliki. Terutama dengan adanya otonomi daerah, setiap wilayah bisa mengembangkan potensi lokal anak mudanya untuk bekerjasama mendesain program yang efektif.

Page 6: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

6

Akronim

RUU Rancangan Undang-Undang

UU Undang-Undang

Keppres Keputusan Presiden

PP Peraturan Pemerintah

Permen Peraturan Menteri

BPS Badan Pusat Statistik

GBHN Garis Besar Halauan Negara

MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat

DPR Dewan Permusyawaratan Rakyat

NKK/BKK Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Koordinasi Kemahasiswaan

OSIS Organisasi Siswa Intra Sekolah

KPAN Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

KNPI Komite Nasional Pemuda Indonesia

Kemenpora Kementrian Pemuda dan Olah Raga

Kemendikbud Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Kemenkes Kementrian Kesehatan

RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

UNESCO United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization

WHO World Health Organization

Page 7: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

7

Keterangan untuk istilah “Anak Muda”

Dalam bahasa Indonesia, ada beberapa istilah untuk menjelaskan kategori transisi dari anak-anak menuju dewasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia…

Peneliti memilih untuk menggunakan istilah anak muda dibandingkan pemuda atau remaja dengan alasan sebagai berikut:

1. Istilah “pemuda”, sesuai dengan konteks sejarah sosial politik di Indonesia, identik dengan generasi muda di era perjuangan kemerdekaan dan baru terbentuknya negara Indonesia. Presiden Soekarno mengasosiasikan pemuda sebagai pejuang revolusi dan penggerak mobilisasi politik. Pada masa tersebut, pemuda juga berperan dalam politik. Kemudian setelah era orde lama digantikan oleh orde baru, istilah pemuda menjadi erat dengan pembangunan. Kelompok populasi yang sudah bukan anak-anak dan menuju dewasa didorong untuk menyukseskan pembangunan dengan berpedoman pada Pancasila. Pemuda yang tadinya revolusioner Setelah generasi ‘pemuda pembangunan’ memberontak untuk menjatuhkan orde baru, istilah pemuda kemudian meredup dan jarang muncul dalam media populer. Dari masa reformasi hingga saat penelitian ini dilaksanakan telah bermunculan banyak organisasi yang didirikan oleh generasi muda. Organisasi tersebut cenderung tidak menggunakan pemuda melainkan kata “muda”. Istilah pemuda dirasa tidak lagi mewakili semangat zaman dan maknanya sudah melekat dengan atribut politik dan moral. Istilah “anak muda” kemudian lebih banyak digunakan karena istilah ini bebas dari campur tangan otoritas di luar mereka.1 Menurut Hilmar Farid, istilah seperti “anak muda” lebih memberi agency kepada kelompok ini dibandingkan istilah pemuda yang dilekatkan oleh pihak lain di luar mereka. Istilah “anak muda” yang memiliki simbol aktif mewakili tujuan dari peninjauan kebijakan ini, yaitu mengaktifkan peran anak muda sebagai mitra yang setara dalam pembuatan kebijakan dan keputusan dalam kehidupan bernegara.

2. Istilah “remaja” cenderung merujuk pada “adoloscence” yang memandang fase anak muda sebagai transisi psikologis dan fisik. Istilah ini kerap ditemukan dalam penelitian atau kajian anak muda yang terkait dengan sisi psikologi atau kesehatan. Penggunaan istilah remaja juga sering digunakan jika posisi anak muda dianggap sebagai objek. Istilah ini juga terpisah dari konteks sosial politik. Seperti pada anak muda di era 2000-an kembali diposisikan sebagai remaja yang acuh tak acuh terhadap politik dengan semangat nasionalisme yang rendah.2 Dengan sebutan remaja, anak muda menjadi target pemasaran yang strategis sehingga citra anak muda lekat

1 Farid, Hilmar. Meronta dan Berontak, Pemuda dalam Sastra Indonesia. Prisma Vol.30 (Jakarta: LP3ES, 2011), hal. 73 2 Lihat : Nugroho Yanuar & Tumenggung, Adeline M. Marooned in The Junction: Indonesian Youth Participation in Politics. Part of Go! Young Progressives in Southeast Asia. Friedrich Ebert Stifftung.

Page 8: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

8

dengan konsumtivisme. Oleh karena itu, kajian ini memilih untuk tidak menggunakan istilah remaja dalam mendefinisikan kelompok muda di Indonesia.

3. Ada banyak batasan umur dalam mendefinisikan anak muda. Batasan umur terebut ditentukan oleh konteks sosial-politik dan budaya di wilayah masing-masing. Setiap daerah punya batasan yang berbeda, berbagai lembaga juga punya batasan umur yang berbeda. Di PBB misalnya youth berumur antara 15-24 tahun, sedangkan young people 10-19. 3 Sedangkan di UU No. 40/2009 tentang Kepemudaan, batasan umurnya 16-30 tahun. Untuk konsistensi dalam kajian ini, kami menggunakan batasan umur yang dibuat oleh pemerintah untuk memudahkan pengumpulan data dan disesuaikan dengan konteks Indonesia. Namun, ada beberapa data yang diambil dari lembaga PBB menggunakan kerangka umur 15-24 tahun.

Pengantar

3 UNESCO. Empowering Youth Through National Youth Policy. (Paris: UNESCO, 2004), hal. 10-11

Page 9: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

9

Wacana tentang anak muda biasanya membawa bangsa Indonesia ke dalam romantisme sejarah, pada era-era transisi politik bangsa yang didorong oleh generasi muda. Posisi anak muda dianggap penting dalam kehidupan bernegara lewat sebutan ‘generasi penerus’, baik dalam konteks perjuangan kemerdekaan maupun pembangunan. Pembahasan mengenai kelompok ini juga sering dikaitkan dengan angka populasinya, baik secara global maupun di masing-masing negara. Indonesia tidak terlepas dari tren populasi ini, seperti negara lain di Asia, Indonesia sedang mengalami peningkatan jumlah kelompok muda berumur 16-30 tahun. Dengan jumlah populasi lebih dari 230juta penduduk di tahun 2011, komposisi anak muda di Indonesia menyita sekitar 37% (62.343.755 juta) dari total populasi.4 Jumlah besar tersebut bisa punya dua arti bagi sebuah negara, menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pembangunan. Untuk merespon situasi ini, pemerintah Indonesia perlu memiliki strategi khusus dalam mengembangkan potensi dan memaksimalkan peran anak muda sebagai warga negara.

Di satu sisi, anak muda di Indonesia mengalami bermacam permasalahan yang menghambat pengembangan diri mereka dalam masa transisi dari anak-anak menuju ke fase dewasa. Kesenjangan akses pendidikan, pekerjaan, hingga teknologi yang dialami oleh anak muda di berbagai daerah di Indonesia seolah mencerminkan bahwa sorotan pemerintah terhadap anak muda belum memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan mereka. Bisa dilihat dari angka partisipasi sekolah, ada 1,2 juta anak muda yang tidak atau belum pernah mengakses pendidikan formal (laki-laki 569,8 ribu orang dan perempuan 626,4 ribu orang).5 Di luar persoalan tersebut, anak muda dibebani dengan citranya sebagai kelompok yang belum matang dan suaranya belum dianggap penting dalam pengambilan keputusan. Sikap mendua dalam memandang anak muda menyebabkan segala upaya untuk memberdayakan anak muda menjadi tidak maksimal.

Bukan hal baru bagi pemerintah Indonesia untuk merespon permasalahan anak muda dan memberdayakan mereka melalui instrumen kebijakan. Sejak era Orde Baru hingga saat ini tercatat beberapa kebijakan yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan anak muda. Meskipun belum mempunyai Kebijakan Nasional tentang Anak Muda yang terpadu (National Youth Policy), pemerintah sudah melegalkan UU No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan yang dijadikan rujukan nasional ketika berbicara soal anak muda. Walaupun pemerintah Indonesia memiliki beberapa kebijakan terkait anak muda di luar UU Kepemudaan, hanya undang-undang ini yang spesifik bertujuan memberdayakan anak muda Indonesia. Ada banyak tanggapan saat kebijakan tersebut diresmikan, pertanyaan tentang bagaimana kebijakan ini dirumuskan dan diimplementasin juga bermunculan.

Sayangnya, Nasib anak muda di bawah satu rezim ke rezim lainnya tidak jauh berbeda, namun konteks sosial, politik, dan budaya yang transformatif mendesak komitmen serius dari pemerintah saat ini. Minimnya khazanah tentang anak muda atau kebijakan terkait dengan nasib mereka membuat berbagai pihak kekurangan referensi dalam mengembangkan rencana komprehensif untuk perumusan kebijakan maupun program bagi anak muda. Bisa dilihat dari kebijakan sejak era Orde Baru hingga saat ini masih berangkat dari sudut pandang yang sama tentang anak muda. Jargon-jargon serupa “pemuda berakhlak mulia” belum tentu bisa

4 Badan Pusat Statistik. Statistik Pemuda 2010. (Jakarta: BPS, 2010) hal.10 5 Badan Pusat Statistik, ibid

Page 10: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

10

menjawab permasalahan konkrit yang dihadapi kelompok ini. Ditambah dengan ambigunya ungkapan “partisipasi anak muda dalam pembangunan”, kebijakan nasional tentang anak muda belum efektif karena perspektif anak mudanya dipertanyakan.

Tinjauan terhadap kebijakan anak muda menjadi agenda yang mendesak untuk dilakukan sebagai masukan untuk kebijakan yang sudah ada. Lebih dari itu, kajian kebijakan ini bertujuan merumuskan kebutuhan dan permasalahan yang perlu dijawab dari sebuah kebijakan. Kami percaya tidak ada kebijakan yang efektif tanpa melibatkan subyek kebijakan dalam perumusan maupun pelaksanannya. Perspektif anak muda yang seringkali diremehkan perlu direspon segera dan ditindaklanjuti. Kajian ini juga bertujuan untuk memperkaya sudut pandang anak muda dalam menanggapi kebijakan terkait hidup mereka. Apabila di era Orde Baru dan pasca Reformasi ada anggapan anak muda semakin apatis, kajian ini juga mencoba untuk menggali dan mendorong keterlibatan mereka untuk merespon kebijakan tersebut. Kami yakin jika pemerintah bertujuan untuk menjawab kebutuhan dan memberdayakan anak muda, pemerintah harus melibatkan mereka secara utuh. Demokrasi akan menjadi sekedar basa-basi tanpa partisipasi. Seperti kata sastrawan legendaris Indonesia Pramoedya Ananta Toer: “Hanya angkatan muda yang bisa menjawab”. 6

Tujuan

Kajian terhadap kebijakan anak muda di Indonesia ini merupakan bagian dari rangkaian program “Mengembangkan Kapasitas Anak Muda untuk Pemberdayaan dan Meningkatkan Keterlibatannya Sebagai Warga Negara”. Seiring dengan kajian ini, kami juga melakukan kajian terhadap Organisasi Anak Muda Kontemporer di Indonesia dan Kondisi Anak Muda di Papua. Kajian kebijakan dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Melihat perkembangan kebijakan terkait anak muda yang pernah dibuat oleh pemerintah Indonesia.

2. Mengkaji kebijakan yang berlaku untuk kemudian melihat efektifitasnya dalam memberdayakan anak muda.

3. Memberi gambaran tentang kebutuhan dan isu yang menjadi prioritas anak muda saat ini.

4. Memberikan rekomendasi untuk meningkatkan partisipasi anak muda dalam pembuatan kebijakan dan program pemerintah.

Pertanyaan Kajian

1. Apa kebutuhan utama anak muda di Indonesia? 2. Bagaimana pemerintah memahami perannya sebagai pelaksana program

dan perumus kebijakan yang berkaitan dengan anak muda? 3. Apakah prioritas pemerintah sesuai dengan proritas anak muda? 4. Apa saja kerangka kebijakan yang mengatur anak muda di Indonesia?

6 Dikutip dari video wawancara dengan Pramoedya Ananta Toer oleh Daniel McGuire, Injil Abubakar, Lexy Rambadeta. 26 Agustus 1999

Page 11: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

11

5. Bagaimana kebijakan anak muda merespon kebutuhan khusus kelompok anak muda yang rentan dan marjinal?

6. Bagaimana pelaksanaan kebijakan anak muda secara nasional? 7. Bagaimana keterlibatan anak muda sebagai warga sipil dalam pembuatan

kebijakan dan keputusan di Indonesia?

Metode

Tim pengkaji menggunakan metode yang terdiri dari desk study termasuk penelesuran berita di media nasional baik cetak maupun online dan konsultasi secara individual maupun kelompok dengan para pemangku kepentingan. Kami menganalisis data kualitatif yang diperoleh, kemudian kami juga melakukan observasi langsung dalam proses temu antara pihak pemerintah dengan legislatif. Kajian ini dilakukan selama kurang lebih dua bulan di Jakarta. Kajian ini merupakan satu rangkaian dengan riset tipologi organisasi anak muda dan Analisis Situasi Anak Muda di Papua, sehingga pencarian data yang kami lakukan juga dibantu dengan lintas referensi.

1. Desk Study

Kami melakukan kajian terstruktur yang dikumpulkan dari tinjauan literatur akademis dan literatur praktis yang membahas isu anak muda di Indonesia dan umum, seperti yang kami cantumkan dalam daftar referensi. Kami juga melakukan pembacaan media terhadap berita-berita yang relevan dengan kajian ini baik berita terkini (selama periode 2 bulan) maupun berita terdahulu yang kami akses dari lembaga pusat informasi media. Kami juga mengumpulkan data-data statistik yang dibuat oleh berbagai instansi seperti Kementrian, pusat data Badan Pusat Statistik (BPS), dan lembaga PBB. Hasil dari pengumpulan data ini kami kaji dengan kerangka analisis untuk menjawab pertanyaan kajian.

2. Wawancara Semi Terstruktur dengan Informan Kunci Kami mengawali wawancara dari pertanyaan umum dan menyeluruh untuk kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan lebih detil dan relevan dengan tujuan penelitian. Melalui pendekatan ini pertanyaan dibiarkan terbuka dan tidak membatasi percakapan sebatas jawaban dari pertanyaan, agar pewawancara bisa memperoleh gambaran konteks dalam mendiskusikan topik detail. 7 Kami mewawancarai 16 informan, 12 dengan wawancara tatap muka dan 4 lainnya melalui medium online. Total durasi wawancara tatap muka yang kami lakukan mencapai 20 jam. Kami kemudian menganalisis hasil wawancara baik melalui resume maupun hasil transkrip. Kami mewawancara perwakilan dari Instansi pemerintah, organisasi anak muda, aktivis muda, perwakilan dari

3. Konsultasi dengan Para Pemangku Kepentingan Pada 18 Februari 2013, saat tahap pertengahan kajian, kami menyelenggarakan presentasi hasil temuan dengan mengundang berbagai kelompok anak muda dan perwakilan organisasi anak muda, lembaga penelitian universitas, perwakilan dari pemerintah meliputi Kementrian terkait (Kemenpora,

7 Gubrium, Jaber F & Holstein, James A. Handbook of Interview Research: Context and Method. (California: Sage Publications, 2002)

Page 12: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

12

Kemensos, Kemendikbud, dan Kemenkes), Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, dan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, serta Lembaga Swadaya Masyarakat. Kami mempresentasikan hasil temuan sementara dan mengumpulkan masukan terkait permasalahan, kebutuhan, dan organisasi anak muda. Hasil pertemuan tersebut kami integrasikan di dalam kajian ini terutama pada bagian rekomendasi.

Kebijakan Anak Muda

di Indonesia

Cara Pandang Negara

terhadap Anak Muda

Page 13: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

13

Kebijakan Anak Muda di Indonesia : Antara Ada dan Tiada

“Banyak orang, terutama anak muda itu sendiri yang tidak tahu keberadaan UU tentang Kepemudaan, karena sosialisasinya minim dan proses perumusannya tidak transparan dan partisipatif.”

Fita Rizki Utami- Aliansi Remaja Independen

Dalam setiap rezim pemerintahan, generasi muda selalu menjadi salah satu topik yang disorot pada agenda pembangunan. Rencana untuk memajukan dan memberdayakan anak muda selalu masuk ke dalam program strategis kementrian terkait, seperti Kementrian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora), Kementrian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Page 14: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

14

(Kemendikbud). Pemerintah Indonesia sendiri sudah melegitimasi niat tersebut di Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005‐ 2025 (terdapat dalam UU No. 17/2007) bagian IV.1.2.A Butir 6 dengan bunyi sebagai berikut: “Pembangunan kepemudaan diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan karakter bangsa dan partisipasi pemuda dalam pembangunan ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik berwawasan kebangsaan dan etika bangsa Indonesia”. Bagian tersebut akhirnya dijadikan landasan yuridis oleh Kemenpora dan Dewan Perwakilan Rakyat komisi X untuk merumuskan dan menetapkan UU No.40 tahun 2009 tentang Kepemudaan. Hingga Januari 2013, dari 198 negara di seluruh dunia, sudah ada 99 negara yang memiliki Kebijakan Nasional tentang Anak Muda (National Youth Policy), 56 negara sedang merevisi kebijakan yang sudah ada, sedangkan 43 negara lainnya belum memiliki kebijakan terintegrasi semacam ini.8 Di Asia Tenggara sendiri ada 6 negara yang sudah memiliki Kebijakan Nasional tentang Anak Muda, 1 negara yang sedang merevisi, dan 4 negara belum memilkinya. Indonesia menjadi salah satu negara yang belum memiliki strategi kebijakan nasional yang terpadu untuk urusan anak muda. Jika UU No.40 tahun 2009 tentang Kepemudaan menjadi satu-satunya rujukan utama dalam mendefinisikan anak muda di Indonesia beserta arah dan tujuan programnya, ada beberapa kebijakan lain yang terkait dengan anak muda di luar tanggung jawab Kemenpora. Kebijakan ini berada di bawah tanggung jawab Kementrian lain dan menjadi satu bagian atau pasal dalam undang-undang yang mempunyai topik spesifik. Tidak bisa dipungkiri jika persoalan anak muda merupakan tanggung jawab lintas sektor. Selain itu batasan umur anak muda yang beririsan dengan batasan umur anak-anak dalam UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (hingga usia 18 tahun), semakin memperluas cakupan sektor kementrian yang terlibat dalam urusan anak muda. Berdasarkan kajian terhadap undang-undang yang ada saat ini, berikut kebijakan yang terkait dengan anak muda di Indonesia. (Lihat Tabel 1)

8 The State of Youth Policy in 2013. http://www.youthpolicy.org/blog/2013/01/state-of-youth-policy-2013/ diakses pada 10 Februari 2013

Page 15: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

15

Page 16: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

No

Undang-Undang dan Peraturan yang

Berhubungan dengan Anak Muda

Definisi Anak Muda

Hak yang Diatur di dalam Undang-Undang

dan Peraturan

Kesimpulan dari Undang-Undang dan Peraturan

Catatan

1 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Anak : dari dalam kandungan-18 tahun Anak muda berumur 16-17 tahun yang masuk ke dalam kategori ini.

Kewarganegaraan Beribadah,

berekspresi, dan berpikir

Hak untuk diasuh Pelayanan kesehatan

& Jaminan sosial Pendidikan Hak bagi anak dengan

disabilitas dan berkebutuhan khusus.

Berpendapat & didengar pendapatnya

Beristirahat, bermain, & berkreasi

Perlindungan dari diskriminasi, kekerasan, eksploitasi, penelantaran.

Perlindungan dari peperangan, penganiayaan, kegiatan politik, sengketa bersenjata,

Fase awal dari kelompok anak muda, yang berumur di bawah 18 tahun masuk ke dalam kategori anak sehingga kebijakan ini juga berlaku bagi mereka. Undang-undang ini mencakup hak-hak anak seperti proteksi, akses pendidikan, kesehatan, perlindungan dan akses untuk anak berkebutuhan khusus misalnya anak jalanan, anak dengan disabilitas, anak di daerah konflik, dan lain-lain. Kebijakan ini juga memuat ketentuan pidana bagi pelanggaran dan wewenang lembaga Komisi Pelrindungan Anak.

UU ini didasari oleh Konvensi Hak-Hak Anak dan Penghapusan Pekerja Anak dan konvensi terkait hak asasi manusia lainnya.

UU ini bisa dijadikan dasar perlindungan bagi kelompok anak muda (di bawah 18 tahun) yang tidak diatur di UU lain seperti anak dengan disabilitas, anak terlantar, anak di daerah konflik, dll.

Page 17: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

3

dll. Hak bagi anak

terlantar, anak dengan disabilitas, anak asuh.

2 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Peserta didik (anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu) Usia sekolah

Hak untuk pendidikan bermutu bagi seluruh warga negara

Pendidikan khusus bagi kelompok dengan disabilitas

Pendidikan bagi masyarakat adat atau daerah terpencil

Pendidikan sepanjang hayat (long-life learning)

Wajib pendidikan dasar bagi kelompok usia 7-15 tahun

Peran masyarakat untuk mengawasi dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan

Pendidikan non-

Kebijakan ini merupakan panduan bagi penyelenggaran pendidikan di Indonesia secara keseluruhan. Pembahasan tentang kurikulum, sistem pendanaan, wewenang pemerintah daerah, jenjang pendidikan formal, pendidikan nonformal, tenaga pendidik, sarana/prasarana, standar nasional, dan ketentuan pidana, ada di dalamnya.

Dalam keterangan mengenai pendidikan nonformal (Pasal 26), pendidikan kepemudaan termasuk di dalamnya, begitu pula dengan pelatihan untuk mengembangkan profesi. Peran anak muda sebagai peserta didik diatur hak dan kewajibannya dalam undang-undang ini.

Page 18: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

4

formal*

* Pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

3 UU No. 36 tahun 2009

tentang Kesehatan

Remaja (tidak ada penjelasan khusus untuk rentang umur) Namun jika UU ini merujuk pada WHO, batasan umurnya adalah 10-19 tahun

Usia sekolah (tidak ada batasan umur, pada umumnya

Upaya pemeliharaan kesehatan bagi remaja

Pemeliharaan kesehatan reproduksi remaja

Edukasi, informasi dan layanan terkait kesehatan remaja

Upaya perbaikan gizi bagi remaja perempuan

Sama dengan undang-undang Sisdiknas, UU Kesehatan mengatur berbagai hal terkait dengan penyediaan layanan dan upaya kesehatan skala nasional. Yang membedakan dengan UU Sisdiknas, dalam UU Kesehatan terdapat bagian khusus yang mengatur “Kesehatan Remaja” (pasal 136 dan 137). Dalam pasal tersebut dikemukakan upaya untuk pemeliharaan kesehatan anak muda termasuk kesehatan reproduksi dan hal tersebut wajib

UU ini juga memberi mandat untuk edukasi mengenai kesehatan bagi remaja namun belum dijelaskan secara konkret apakah dalam jalur pendidikan formal atau nonformal.

UU ini menjamin

Page 19: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

5

usia 7-18 tahun) dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. Yang paling menarik adalah Pasal 137 tentang kewajiban pemerintah dalam menjamin akses edukasi, informasi, dan layanan kesehatan agar mereka dapat hidup sehat dan bertanggung jawab. Kebijakan ini menunjukkan kebutuhan khusus edukasi dan layanan kesehatan bagi fase remaja yang tidak difenisikan umurnya secara khusus namun dimasukkan dalam kategori usia sekolah.

layanan kesehatan bagi remaja, termasuk untuk kesehatan reproduksi.

4 UU No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan

Pemuda: 16-30 tahun

Perlindungan, khususnya dari pengaruh destruktif

Pelayanan dalam penggunaan prasarana dan sarana kepemudaaan tanpa diskriminasi

Advokasi Akses untuk

pengembangan diri Kesempatan

Undang-undang ini tentunya menjadi instrumen yang akan mendominasi kajian tentang kebijakan anak muda di Indonesia. Dengan total 54 pasal, di UU Kepemudaan pemerintah fokus pada pengaturan mengenai definisi anak muda (terutama umur), pemberdayaan potensi, pengembangan kepempimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, kemitraan, organisasi anak muda,

Dari segi definisi, batasan umur anak muda beririsan dengan definisi Anak di UU Perlindungan Anak dan Remaja di UU Kesehatan.

UU ini mengatur

Page 20: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

6

berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan pengambilan keputusan strategis program kepemudaan.

kemudian alokasi dana, serta mandat koordinasi lintas sektor dalam urusan kepemudaan. Sebagai rujukan utama, kebijakan ini diharapkan mampu merespon tantangan yang dihadapi anak muda dan menjawab kebutuhan mereka. Sehingga diperlukan kajian lebih jauh dari tindak lanjut undang-undang ini sejak diresmikan tahun 2009

fungsi, karateristik, arah, dan strategi pelayanan kepemudaan sesuai sudut pandang negara.

Di dalam UU ini

jelas partisipasi anak muda adalah hak dan peran mereka.

5 UU No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

Remaja (tanpa batasan umur yang jelas), namun mungkin saja sejajar dengan definisi UU Kesehatan.

Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga

Undang-undang ini dibuat untuk merespon perkembangan penduduk dan menyiasati ledakan serta dampak negatif dari perkembangan penduduk yang tidak seimbang. Demi mendukung jalannya pembangunan nasional, kebijakan mengarah pada pengendalian jumlah penduduk serta pembentukan Keluarga Berencana dan Berkualitas. Pada wilayah ‘keluarga” seperti tercantum dalam Bab VII, pasal 48.b, peningkatan kualitas remaja

Dengan adanya UU ini, anak muda dianggap berperan dalam mempersiapkan dirinya untuk merencanakan kehidupan berkeluarga.

Pemberian akses

informasi di UU ini tidak dijelaskan apakah institusi

Page 21: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

7

melalui akses informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan terkait kehidupan berkeluarga. Dengan adanya kebijakn ini, anak muda sebagai bagian dari unit keluarga, memiliki hak terkait yang dijamin oleh Negara.

sekolah formal diwajibkan atau informasi ini hanya sekedar diberikan dalam seminar dan sejenisnya.

6 UU No. 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka

Peserta didik dalam pendidikan Pramuka 7-25 tahun

Mengikuti pendidikan kepramukaan

Menggunakan atribut

pramuka Mendapatkan

sertifikat dan/atau tanda kecakapan kepramukaan

Mendapatkan

perlindungan selama mengikuti kegiatan kepramukaan.

Sejak era Orde Baru, gerakan pramuka dilihat sebagai wadah untuk membentuk generasi muda yang sejalan dengan visi pembangunan dan Pancasila. Kebijakan yang dibuat untuk mengatur Pramuka secara komprehensif ini fokus pada pelatihan dan penanaman nilai-nilai Pramuka. Selain mencantumkan kode, dasar, dan kegiatan pendidikan kepramukaan, UU Gerakan Pramuka juga mendefinisikan anak muda sebagai peserta didik dalam batasan umur 7 hingga 25 tahun. Ditambah dengan pengaturan kurikulum, atribut, wewenang serta tujuan dari pelatihan kepramukaan itu sendiri.

Pramuka dipandang oleh Kemenpora sebagai sarana untuk pengembangan karakter dan pendidikan kebangsaan bagi anak muda.

Persoalan siapa

yang berwenang menangani Pramuka seringkali menjadi perdebatan antara Kemenpora & Kemendikbud.

Page 22: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

8

Mengingat Kemendikbud memiliki wewenang di sekolah, tempat Pramuka dilaksanakan.

7 Peraturan Pemerintah No.41 tahun 2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan

Pemuda: 16-30 tahun

Pengembangan kewirausahaan pemuda

Pengembangan kepeloporan pemuda

Penyediaan sarana dan prasarana kepemudaan

Kebijakan ini merupakan turunan dari UU No.40 tahun 2009 tentang Kepemudaan yang fokus pada tiga aspek, yaitu kewirausahaan, kepeloporan, dan sarana prasarana pendukung program kepemudaan. Meskipun definisi kewirausahaan pemuda belum konkrit dan jelas batasannya, PP ini mengatur tentang pengembangan kewirausahaan melalui pelatihan, bantuan akses permodalan, pemagangan, kemitraan dan lainnya. Di dalamnya juga dijelaskan apa saja dukungan yang bisa diperoleh dari pemerintah terkait kewirausahaan. Sedangkan untuk bagian kepeloporan pemuda, pasal-pasal terkait mencantumkan pelatihan,

PP ini mengatur lebih jelas tentang mandat dan wewenang pemerintah di tingkat nasional dan daerah untuk mengembangkan anak muda.

Fokus pada

kewirausahaan pemuda sebenarnya tumpang tindih dengan program di Kementrian lainnya seperti Gerakan kewirausahaan yang digagas

Page 23: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

9

pendampingan dan forum kepemimpinan pemuda sebagai cara membangun kepeloporan tersebut. Dan aspek sarana dan prasarana kepemudaan mengatur penyediaan, pemeliharaan, pemanfaatan, dan pendanaan. Wewenang pengawasan PP ini dipegang oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan organisasi kepemudaan atau masyarakat. Mandat untuk pelaksanaan PP terletak pada pemerintah dan pemerintah daerah.

Kementrian Koperasi dan UKM atau program Kewirausahaan di Kementrian Perindustrian.

8

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 3 tahun 2011 tentang Kebijakan Partisipasi Anak dalam Pembangunan

Anak : dari dalam kandungan-18 tahun Anak muda berumur 16-17 tahun yang masuk ke dalam kategori ini.

Keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dan dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman serta kemauan bersama sehingga anak dapat menikmati hasil atau mendapatkan manfaat

Sebagai instrumen kebijakan yang bersifat lebih teknis untuk diimplementasikan, Peraturan Menteri (Permen) No.3 tahun 2011 merupakan satu-satunya kebijakan yang mengatur sistem keterlibatan anak (anak muda usia 16-18 masuk di dalamnya) di segala level pengmbilan keputusan yang berhubungan dengan diri mereka. Mulai dari level keluarga, komunitas, sekolah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), hingga

Peraturan ini dibuat untuk merespon konteks sosial budaya Indonesia yang membatasi partisipasi anak. Peraturan ini bisa digunakan sebagai dasar untuk advokasi bagi anak muda fase awal dalam upaya berpartisipasi di

Page 24: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

10

dari keputusan tersebut.

Hak untuk didengar pendapatnya untuk dijadikan masukan dalam membuat keputusan atau program.

Kebijakan Publik. Kebijakan ini penting untuk dimasukkan dalam kajian ini karena mencantumkan kewajiban pemerintah dan badan legislatif untuk melibatkan anak untuk memberikan masukan terhadap perumusan dan keputusan tersebut.

berbagai tingkat program yang dibuat pemerintah.

Page 25: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

11

Kajian ini membatasi cakupan tinjauan mendalam pada UU No.40 tahun 2009 tentang Kepemudaan sebagai landasan nasional untuk mendefinisikan dan mengatur anak muda di Indonesia. Namun kami juga mengkaji kebijakan terkait lainnya. Jika kita melihat sekilas seluruh kebijakan yang ada, hal yang menarik adalah setiap kebijakan memandang anak muda dengan berbeda. Ada yang melihat anak muda dalam fase awalnya dalam kategori “anak-anak”, anak muda sebagai “remaja” (biasanya dalam konteks kesehatan dan psikologi), yang mengkategorikan anak muda sebagai siswa atau peserta didik, kemudian yang menyebut kelompok ini sebagai “pemuda” (biasanya dalam hal pembangunan, kepemimpinan, pemberdayaan, dan kebangsaaan). Berbagai instrumen juga memperlakukan subyek anak muda dengan berbeda. Dalam kebijakan terkait kategori anak dan isu kesehatan, akses pendidikan, informasi, pelayanan kesehatan, dan perlindungan terhadap kekerasan, konflik, atau perang menjadi fokus cakupan pengaturannya. Kebijakan tersebut memperhatikan hak mendasar kelompok muda, anak muda diperlakukan sebagai subyek yang perlu diberikan perlindungan dan jaminan sosial. Sedangkan dalam kebijakan Kepemudaan dan Pramuka menitikberatkan pada kepemimpinan anak muda, kemandirian, kebangsaan, kewirausahaan, organisasi kepemudaan, serta alokasi dana khusus untuk kelompok ini. Di sini anak muda dilihat sebagai kelompok yang perlu dibentuk baik secara ideologi, kepribadian, dan perilaku. Kemudian anak muda dipandang sebagai mitra dalam pembangunan. Meskipun dalam UU Kepemudaan dan Peraturan Menteri tentang Partisipasi anak membahas mekanisme keterlibatan anak muda yang berusia di bawah 18 tahun, jalan bagi anak muda untuk berpartisipasi secara konkrit dalam program pemerintahan belum terwujud. Partisipasi juga menjadi salah satu kata kunci penting dalam UU Kepemudaan dan dilekatkan sebagai peran anak muda. Namun gagasan partisipasi tersebut cenderung ambigu karena representasi dan kalangan yang dianggap bisa berpartisipasi belum didefinisikan secara jelas. Persoalan terkait partisipasi akan dibahas lebih lanjut di halaman-halaman selanjutnya, tapi minimnya keterlibatan anak muda dari berbagai kalangan tercermin dari kurangnya sosialisasi mengenai keberadaan UU Kepemudaan baik ketika masih dirumuskan hingga sudah diresmikan. Aspek partisipasi juga bisa menjawab pertanyaan apakah kebijakan terkait anak muda saat ini sudah menjawab kebutuhan dan permasalahan konkrit kelompok muda di tengah masyarakat.

Gambar.1.A.1

Page 26: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

12

Hasil Jajak Pendapat Kompas tentang kondisi anak muda Indonesia Keberadaan berbagai kebijakan yang telah disebutkan dirasakan belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nasib mereka. Seperti yang digambarkan oleh Kompas dalam jajak pendapat tahun 2010, menurut masyarakat kondisi anak muda dalam memperoleh pekerjaan dan pendidikan yang layak semakin buruk. 9 Menurut salah satu anak muda yang menjadi narasumber kajian ini, tidak efektifnya kebijakan tersebut salah satunya disebabkan oleh perumusan yang tidak berbasis data permasalahan di kalangan anak muda. Selain partisipasi dan kurangnya pemanfaatan data riset terkini dalam perumusan, kebijakan anak muda yang ada dianggap belum menjelaskan mekanisme pengawasan dan evaluasi untuk mengukur efektifitasnya. Tidak heran jika ada banyak anak muda yang tidak merasakan dampak dari kebijakan kepemudaan, dan bahkan mereka belum tentu mengetahui keberadaannya.

Dari Pemuda Pembangunan ke Pemuda Globalisasi

Keberadaan kebijakan anak muda di Indonesia tidak bisa lepas dari konteks internasional, ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan mandat tentang kebijakan anak muda sejak 1969. 10Mandat tersebut kemudian diikuti dengan berbagai pertemuan, seperti Sidang Umum PBB yang menghasilkan rekomendasi untuk melibatkan anak muda dalam pembangunan. Mandat PPB ini kemudian ditindaklanjuti dengan ditetapkannya untuk pertama kalinya, tahun 1985 sebagai Tahun Pemuda Internasional dengan tema utama “Partisipasi, Pembangunan, Perdamaian”. 11 Indonesia yang pada masa ini aktif dalam keanggotaan komite penasehat PBB juga turut merekomendasikan penyelenggaraan konferensi mengenai pemuda. Selanjutnya, salah satu lembaga PBB yang pertama kali mebentuk divisi kepemudaan, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), beberapa kali menyelenggarakan “Regional Youth Forum”. Forum tersebut membahas persoalan anak muda yang kemudian di tahun 1978 pada Regional Youth Forum di Kathmandu Nepal mengamanatkan setiap negara anggota PBB untuk mempunyai Kebijakan Nasional tentang Anak Muda. Berdasarkan amanat dan mandat dari lembaga PBB tersebut, Pemerintah Indonesia di era Orde Baru kemudian mulai terdorong untuk merumuskan kebijakan nasional terkait anak muda.

Kilas balik ke tahun-tahun sebelumnya, di era Orde Lama, perhatian pemerintah terhadap generasi muda sudah muncul setelah Proklamasi Kemerdekaan.12 Hal ini ditandai dengan ditempatkannya Wikana13 sebagai Menteri Negara Urusan Pemuda,

9 Jajak Pendapat Kompas: Pemuda di Latar Ikatan yang Melemah. Kompas edisi Senin, 20 Oktober 2010. 10 11 Kansil C.S.T. Aku Pemuda Indonesia: Pendidikan Politik Generasi Muda (Inpres Presiden No. 12 tahun 1982). (Jakarta: Balai Pustaka, 1986) hal. 56 12 Kansil C.S.T., Ibid. 13 Wikana adalah seorang pejuang dan aktivis muda era kemerdekaan Indonesia yang terkenal dalam peristiwa Rengasdengklok. Beliau berperan penting dalam proses pencetusan Proklamasi Kemerdekaan dan perjuangan anti-kolonialisme. Sebelumnya beliau tergabung dalam Partai

Page 27: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

13

yang menjabat sejak kabinet Sjahrir II dan III di tahun 1946-1947 hingga masa kabinet Sjarifudin I dan II tahun 1947-1948. Kemudian jabatan Wikana digantikan oleh Supeno14 di masa kabinet Hatta I tahun 1948-1949. Namun pada masa itu situasi Indonesia sebagai bangsa yang baru merdeka dan masih dalam perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan, sehingga sulit bagi mereka untuk berbuat banyak dalam mengelola generasi muda. Setelah Wikana dan Supeno, posisi menteri urusan pemuda ditiadakan hingga berakhirnya rezim Orde Lama. Meskipun sempat muncul jabatan Menteri Olahraga dalam Kabinet Dwikora I dan II tahun 1964-1966, namun pemerintah di masa Orde Lama belum merumuskan kebijakan nasional terkait dengan anak muda.

Pada era kemerdekaan hingga masa pemerintahan Orde Lama, anak muda diasosiasikan sebagai kekuatan revolusi yang tengah terjadi dan diberi sebutan sebagai pejuang, pelopor, atau kaum republiken.15 Istilah pemuda pada masa ini dekat dengan gagasan yang bersifat politis dan revolusioner. Kebijakan anak muda pada saat itu belum menjadi perhatian utama meskipun anak muda di zaman ini memiliki kesadaran politis. Hingga berdirinya pemerintahan Orde Baru, orang-orang muda masih memainkan peranan politiknya dalam sejarah Indonesia.16 Setelah beralih ke pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto, upaya untuk menjauhkan masyarakat dari gagasan politis yang revolusioner mulai membatasi gerak politik anak muda. Untuk sementara waktu posisi Menteri Urusan Pemuda dihilangkan hingga akhirnya tahun 1978 jabatan ini kembali diaktifkan dengan nama Menteri Muda Urusan Pemuda yang diduduki oleh dr. Abdul Gafur. Mengapa pada periode 70-an pemerintah mulai merasa perlu untuk mengaktifkan kembali posisi tersebut?

Situasi yang cukup kompleks di masa awal Orde Baru membentuk dualisme dalam wacana anak muda pada era 70-an. Seperti yang digambarkan dengan sangat komprehensif oleh Aria Wiratma Yudhistira dalam bukunya “Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde Baru terhadap Anak Muda Awal 1970-an”, sebelumnya anak muda identik dengan perjuangan kemerdekaan dan semangat anti-kolonialisme, setelah memasuki Orde Baru jargon “pembangunan” kemudian menggantikan semangat perjuangan tersebut. Perjuangan kemerdekaan diharapkan diteruskan oleh anak muda dengan berpartisipasi dalam pembangunan. Anak muda kemudian diberi tugas sebagai generasi penerus pembangunan dan meningkatkan hasil yang sudah dicapai. 17 Di satu sisi, harapan pemerintah Orde Baru terhadap anak muda terusik oleh kecemasan akan gaya hidup anak muda yang dianggap menyukai hidup manja dan dipandang perilaku dan kepribadiannya mengikuti kebudayaan Barat. Kecemasan ini bahkan mendorong pemerintah untuk membuat

Komunis Indonesia, Partai Indonesia, dan pernah menjadi ketua Barisan Pemuda Gerakan Rakyat Indonesia. (Mencari Wikana: Sepak terjang Pemuda dari Sumedang. http://historia.co.id/?d=840) 14 Supeno merupakan pejuang kemerdekaan yang dikenal dekat dengan Amir Syarifuddin dalam karier politiknya. Kemudian Ia diangkat menjadi Menteri Pembangunan Pemuda dalam Kabinet Hatta I. Beliau wafat saat masih menjabat posisi tersebut karena ditembak oleh tentara Belanda saat Agresi Militer Belanda II. (http://id.wikipedia.org/wiki/Supeno) 15 Ongkokham. Angkatan Muda dalam Sejarah dan Politik. Prisma No.12, 1977. hal.21 16 Yudhistira, Aria Wiratma. Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde Baru terhadap Anak Muda Awal 1970-an. (Jakarta: Marjin Kiri, 2010) 17 Ibid

Page 28: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

14

seminar nasional di tahun 1972 untuk mengidentifikasi permasalahan generasi muda. 18

Perkelahian antar pelajar, tingkah laku yang berani terhadap orang tua, penggunaan ganja, dan kepribadian yang melenceng dari nilai ketimuran mendominasi citra anak muda. Pemerintah dan generasi yang lebih tua mengkhawatirkan degradasi budi pekerti, moral, nilai-nilai agama, dan bahkan semangat nasionalisme dan patriotisme generasi muda. Padahal pengaruh budaya barat tidak bisa dilepaskan dari dampak diresmikannya kebijakan Penanaman Modal Asing No.1 tahun 1967. Kebijakan yang kemudian mempengaruhi keadaan ekonomi Indonesia, kemudian meningkatkan konsumsi terhadap produk yang berasal dari luar negeri, termasuk kebudayaan populernya seperti musik dan film. Anak muda pada era tersebut mengikuti tren gaya hidup hippies yang melanda dunia barat. Ditambah dengan persoalan yang menghambat pembangunan seperti banyaknya anak muda yang tidak bersekolah dan angka pengangguran. Pemerintah pun mulai terdorong untuk membuat arahan bagi generasi muda dalam bentuk kebijakan nasional agar bisa membentuk generasi yang kepribadian, semangat, dan perilakunya sesuai dengan nilai Pancasila dan Pembangunan.

Pemerintah Orde Baru kemudian mengeluarkan kebijakan melalui Garis-Garis Besar Halauan Negara (GBHN) tahun 1978 tentang Generasi Muda yang ditetapkan dalam Tap MPR No. IV/MPR/78. Atas mandat tersebut, Presiden Soeharto dalam Keputusan Presiden No.13 tahun 1978 menetapkan dr. Abdul Gafur sebaga Menteri Muda urusan Pemuda. Upaya untuk membentuk generasi pemuda “pembangunan” tidak hanya dilakukan melalui Menteri Muda Urusan Pemuda tetapi juga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) yang menetapkan Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda. Ketetapan tersebut nantinya akan disusun kembali dalam Keputusan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga No.0023/Menpora/85. Pola dasarnya meliputi masalah, potensi, asas serta tujuan, orientasi, kebijakan program, pelaksanaan program, dan jalur pembinaan generasi muda. Sebagai tindak lanjut dari GBHN tersebut, pemerintah menyadari bahwa urusan membina generasi muda merupakan kerja lintas sektor yang memerlukan koordinasi antar departemen. Akhirnya di tahun 1979 Presiden membentuk Badan Koordinasi Penyelenggaraan Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda lewat Keputusan Presiden no.23 tahun 1979. Badan koordinasi ini diketuai oleh Menteri P dan K kemudian diwakili oleh Menteri Dalam Negeri dengan Ketua Pelaksana adalah Menteri Urusan Pemuda serta anggotanya adalah menteri-menteri lainnya.

18 Kansil, C.S.T, Ibid.

Page 29: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

15

Tidak berhenti sampai di satuan koordinasi tersebut, pada perkembangannya Presiden merasa perlu membuat kebijakan yang lebih teknis yang menyasar ke transformasi ideologi generasi muda. Lalu beliau mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.12 tahun 1982 tentang Pendidikan Politik Bagi Generasi Muda. Jangan berharap bahwa pendidikan politik yang dimaksud dalam Inpres ini serupa dengan semangat politik era Orde Lama ketika anak muda lekat dengan gerakan politik berdasarkan ideologi masing-masing. Pendidikan politik yang dimaksud hanya didasarkan pada satu ideologi yaitu Pancasila dan partisipasi politik di sini bukan keterlibatan anak muda dalam memperjuangkan haknya melainkan partisipasi dalam organisasi kepemudaan yang “diizinkan” oleh pemerintah, seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) atau Komite Nasional Pemuda Indonesia. Dengan propaganda sejarah dan jargon pembangunannya, pemerintah Orde Baru menghendaki anak muda penurut yang akan meneruskan pembangunan (ekonomi). Meskipun prinsip demokrasi dicantumkan, demokrasi semu yang dijalankan oleh Orde Baru pada akhirnya tidak memberi dampak pada apatisme anak muda.

Meskipun anak muda dipandang tidak disiplin dan tidak peduli terhadap bangsanya oleh pemerintah Orde Baru, pada kenyataannya tetap ada segelintir mahasiswa yang mengkritisi pemerintah. Praktek kekuasan Orde Baru yang menyuburkan korupsi, mengutamakan partai Golongan Karya (Golkar) dalam pemilu, hingga menaikkan harga bahan bakar memicu kekecewaan kaum muda. Kelompok mahasiswa mulai menyuarakan aspirasinya melalui tulisan hingga aksi protes dan golput. Pada kisaran tahun 1970 hingga 1978 mahasiswa melancarkan aksi protesnya seperti dalam perstiwa Malari pada 15 Januari 1974, sampai aksi gerakan yang berkembang di kampus-kampus setelah pemilu 1977 memenangkan Soeharto

Pokok-pokok petunjuk GBHN tahun 1978 untuk program generasi muda:

1. Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara. 3. Mempertebal idealisme, semangat patriotisme, dan harga diri. 4. Memperkokoh kepribadian dan disiplin serta mempertinggi

budi pekerti luhur. 5. Memupuk kesegaran jasmani dan daya kreasi. 6. Pengembangan kepemimpinan, ilmu, ketrampilan, dan

kepeloporan. 7. Mendorong dan mengembangkan peran serta pemuda dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

8. Pengembangan wadah-wadah pembinaan generasi muda. 9. Menciptakan dan memelihara suasana yang sehat agar

kreatifitas dan tanggung jawab generasi muda semakin berkembang.

10. Meningkatkan fasilitas dan sarana pembinaan dan pengembangan generasi muda.

Page 30: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

16

untuk ketiga kalinya. Berbagai aksi tersebut mendorong pemerintah otoriter Orde Baru untuk “mengatur” protes tersebut melalui penahanan tanpa sebab dan teror.

Pada akhirnya pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) dengan Surat Keputusan No.0156/U/1978 untuk membatasi kegiatan mahasiswa pada kegiatan akademis saja. Pemerintah melalui BKK berdasarkan Surat Keputusan Menteri P dan K No. 037/U/1979 membekukan lembaga Dewan Mahasiswa dan mengubahnya dengan Badan Koordinasi Kemahasiswaan. Dampak dari kebijakan ini adalah lumpuhnya peranan organisasi mahasiswa dalam melakukan kegiatan berbau politis. Gerakan mahasiswa yang tadinya ikut membantu menumbangkan Orde Lama untuk kemudian mendirikan Orde Baru, pada akhirnya harus tunduk pada kekuasaan pemerintah. Praktis partisipasi anak muda pada masa ini hanya sekedar pajangan dalam acara peringatan Hari Sumpah Pemuda atau kegiatan seremonial lainnya.

Cara pandang pemerintah Orde Baru yang otoriter terhadap anak muda kemudian harus berakhir di tahun 1998 ketika situasi ekonomi dan politik Indonesia bergejolak. Mahasiswa kembali ambil peran dalam menurunkan kekuasan Orde Baru. Seperti pendapat Intan Paramaditha: “Kita melihat elemen-elemen yang mengemuka dan kemudian dipertukarkan: pusat yang guncang, kuasa Sang Ayah (Soeharto) yang tumbang, dan anak muda yang turun ke jalan”.19 Runtuhnya pemerintah Orde Baru membawa Indonesia ke periode selanjutnya yang dikenal dengan era Reformasi. Pada masa ini terjadi kekosongan dalam menempatkan wacana anak muda yang sebelumnya identik dengan gerakan mahasiswa. Anak muda di era 2000-an kembali diposisikan sebagai remaja yang acuh tak acuh terhadap politik dengan semangat nasionalisme yang rendah.20 Dengan sebutan remaja, anak muda menjadi target pemasaran yang strategis sehingga citra anak muda lekat dengan konsumtivisme. Anggapan bahwa kepedulian anak muda terhadap persoalan bangsa dikuatkan dengan hasil jajak pendapat Kompas. Dalam jajak pendapat tersebut, 57,4% responden berusia 17-30 tahun mengakui bahwa kepedulian mereka terhadap berbagai persoalan bangsa lemah, kemudian orientasi sikap mereka saat ini 63,8% didominasi oleh diri sendiri.21 Padahal sikap anak muda yang apolitis ini merupakan hasil dari keadaan pemerintah yang tidak membaik pasca Orde Baru.

Kekhawatiran pemerintah Reformasi bukan hanya apatisme dan nasionalisme anak muda, tetapi juga kepemimpinan anak muda. Rendahnya ketertarikan anak muda untuk jadi pemimpin, meskipun mereka yakin mampu untuk memimpin, tidak terlepas dari peninggalan Orde Baru. Kondisi yang dibentuk oleh rezim tersebut tidak memberi ruang bagi pemuda untuk mengaktualisasikan potensi kepemimpinan yang mereka miliki.22 Ditambah dengan maraknya korupsi dan konflik partai yang membentuk citra buruk elite politik, generasi muda menjadi gamang untuk membuat perubahan dari dalam sistem. Terhambatnya sirkulasi

19 Paramaditha, Intan. Praktik Kultural Anak Muda:Narasi 1998 dan Eksperimen. Prisma Vol. 30, 2011. 20 Lihat : Nugroho Yanuar & Tumenggung, Adeline M. Marooned in The Junction: Indonesian Youth Participation in Politics. Part of Go! Young Progressives in Southeast Asia. Friedrich Ebert Stifftung. 21 Jajak Pendapat Kompas. Dirindukan, Dicemaskan. Kompas edisi 28 Oktober 2011 22 Tak Ada Peluang bagi Pemuda untuk Jadi Presiden. Kompas edisi 11 Oktober 2003

Page 31: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

17

pemimpin muda di Indonesia kemudian menjadi salah satu faktor pendorong dirumuskannya UU Kepemudaan. Seperti yang diungkapkan oleh Adhyaksa Dault, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga periode 2004-2009: “Adanya RUU Kepemudaan tersebut diharapkan dapat mempercepat sirkulasi kepemimpinan baik di tingkat daerah maupun nasional yang selama ini mandek”.

Selain persoalan tersebut, anak muda era 2000-an dihadapkan pada konteks globalisasi dan perkembangan teknologi informasi. Tantangan bagi generasi muda semakin berat karena nantinya harus bersaing dalam kerangka pasar bebas. Hal ini juga menjadi dicemaskan oleh pemerintah pasca Orde Baru, apakah anak muda Indonesia bisa unggul dalam kompetisi globalisasi. Harapan sebagai generasi penerus pembangunan di era baru diteruskan menjadi generasi yang mempunyai daya saing di era globalisasi. Antisipasi terhadap situasi ini sudah menjadi bagian dari rencana jangka panjang Kemenpora sejak 1997. Dalam rangkuman rencana yang dinamakan “Visi 2020 Pemuda Indonesia”, Kemenpora sudah membuat rancangan prioritas pembangunan generasi muda untuk mempersiapkan mereka menghadapi era 2020. Yang menjadi prioritas dalam skenario pemerintah adalah mempersiapkan generasi muda menghadapi era 2020. Kriterianya meliputi: rasa cinta tanah air untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan Indonesia dan pertumbuhan ekonomi dengan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas serta peningkatan produktivitas dan efisiensi.23

Melihat visi rujukan tersebut, kita bisa memahami maksud dan arah dari kebijakan anak muda di era 2000-an. Jika mengamati UU Kepemudaan yang sudah digodok sejak 2005, fokus isu yang ditampung dalam kebijakan tersebut adalah kepemimpinan, kepeloporan, kewirausahaan dan organisasi pemuda. Perhatian khusus pada kewirausahaan pemuda dalam undang-undang ini hendak merespon tingginya tingkat pengangguran pemuda di Indonesia. Menurut data BPS, secara rata-rata setiap 100 dari angkatan kerja pemuda, ada 19 orang yang belum mempunyai dan sedang mencari pekerjaan. Sedangkan lebih dari 60% angkatan kerja muda bekerja sebagai karyawan dan hanya sekitar 14% yang berusaha sendiri, menggenjot angka wirausaha muda menjadi salah satu tujuan utama dari kebijakan ini. Pada era Orde Lama anak muda yang politis dan nasionalis menjadi harapan, di Orde Baru anak muda yang bermoral dan berpartisipasi dalam pembangunan adalah pemuda ideal, era Reformasi menghendaki anak muda yang mandiri dan inovatif. Walaupun anak muda yang beriman dan bertaqwa masih menjadi tujuan mendasar, kemandirian lewat kepeloporan dan kewirausahaan diperlukan agar angkatan muda bisa menciptakan lapangan kerja tanpa harus menganggur karena tidak terserap pasar kerja yang sudah tersedia.

Sejalan dengan program kementrian lainnya, isu kewirausahaan muda semakin naik daun di tengah masyarakat. Pandangan tentang anak muda yang cenderung apatis dan konsumtif mulai beralih menjadi lebih potensial dengan keterlibatan insiatif kelompok muda dalam Industri kreatif tanah air. Generasi muda sudah mulai berkreasi dan menciptakan dunia kreatif yang menguntungkan bagi semua orang. 24 Selain kapasitas anak muda dalam sektor ekonomi, kemampuan anak muda dalam berdiplomasi dan kepeloporan juga tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Keterlibatan delegasi muda Indonesia dalam berbagai konferensi, pameran

23 Visi 2020 Pemuda Indonesia. Jakarta: Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, 1997. 24 Melawan Pengangguran. Kompas edisi 3 Juli 2009

Page 32: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

18

kesenian, dan acara berskala Internasional lainnya mulai meningkatkan citra positif pemerintah dan masyarakat terhadap anak muda. Munculnya organisasi dan komunitas yang berangkat dari inisiatif anak muda untuk merespon permasalahan di berbagai isu juga menjadi bukti bahwa anak muda sekarang sadar akan kemudaan dan tanggung jawabnya dalam membuat perubahan sosial. Sayangnya, dalam UU Kepemudaan meskipun sudah terdapat penjelasan tentang Organisasi Kepemudaan, deskripsi tersebut belum bisa menjawab kebutuhan model organisasi anak muda kontemporer, seperti yang dikemukakan oleh salah satu narasumber kami. Pertanyaannya, meskipun pemerintah saat ini mengedepankan aspek kemandirian, kepemimpinan, dan partisipasi aktif anak muda dalam berbagai sektor, apakah birokrasi dan personil pemerintah sudah seluruhnya memahami aspek tersebut?

Perjalanan UU Kepemudaan

Proses perumusan rancangan UU Kepemudaan sudah dimulai sejak 2005, ketika pihak Kemenpora dibantu dengan akademisi dari berbagai perguruan tinggi menggodok naskah akademik. Kemudian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Surat Presiden Nomor R-23/Pres/04/2009, yang ditujukan pada pimpinan DPR, agar RUU Kepemudaan dapat segera dibahas oleh Kemenpora dan Komisi X DPR. Sejak saat itu naskah akademis terus disempurnakan.25 RUU Kepemudaan menjadi salah satu bagian dari rencana kerja pemerintah sejak 2006 hingga 2007. Untuk menyempurnakan substansi RUU Kepemudaan, Kemenpora melakukan konsultasi publik yang bekerjasma dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia, instansi pelaksana di daerah seperti dinas yang menangani bidang kepemudaan, Komite Nasional Pemuda Indonesia, mahasiswa serta ahli hukum dan nonhukum.

Ada beberapa topik penting yang menjadi sorotan dalam perumusan naskahnya. Pertama dan yang dipermasalahkan oleh banyak pihak adalah batasan umur anak muda yang diatur di dalamnya. Pada saat pembahasan dengan DPR, naskah RUU Kepemudaan menetapkan kategori pemuda yaitu umur 18-35 tahun. Usulan lain datang dari pemerintah yaitu 18-30 tahun, sedangkan menurut organisasi kemasyarakatan 18-40 tahun. Pemerintah dalam naskah akademiknya sudah mempertimbangkan dan membandingkan batasan usia dari berbagai negara di seluruh dunia dan melihat kerangka internasional. Usulan cakupan umur yang cukup luas disebabkan banyaknya pemimpin organisasi kepemudaan yang ada berumur di atas 30 tahun. Menurut Menpora pada waktu itu, Adhyaksa Dault, batasan umur yang diajukan memang akan mendatangkan banyak protes, namun hal ini diperlukan karena pemerintah malu jika mengirimkan delegasi mudanya ke pertemuan internasional usianya jauh di atas delegasi lainnya. 26 Menurut Adhyaksa, kebijakan ini harus bisa mempercepat sirkulasi kepemimpinan maka batasan usia harus diatur dalam kebijakan. Pada akhir saat UU Kepemudaan diresmikan batasan

25 Batasan Umur Pemuda Indonesia 18-25 tahun. Suara Karya Online, 20 Mei 2009, diakses di http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=227307 pada 26 Suara Karya Online, Ibid.

Page 33: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

19

usia ditetapkan 16-30 tahun. Keputusan ini diambil berdasarkan jalan tengah dari usulan yang masuk dan perbandingan dengan negara lain.27 Penentuan batasan usia ini dinilai cukup berpengaruh bagi anak muda yang aktif dalam organisasi anak muda dan program advokasi hak anak muda. Meskipun lebih banyak yang merujuk pada batasan usia PBB 15-24 tahun, kejelasan definisi anak muda membantu mereka untuk merumuskan target sasaran, mengatur keanggotaan organisasi dan memperjuangkan hak kelompok usia tersebut.

“Jika memang batasan umur tersebut yang telah ditetapkan, maka diharapkan memang orang dengan kelompok umur tersebutlah yang aktif tergabung dalam organisasi kepemudaan dan bukan orang di luar kelompok umur tersebut. Sehingga benar-benar ada pemberdayaan anak mudanya.”

Anak Agung Ayu Ratna Wulandari , PKBI Bali

Yang kedua adalah topik mengenai Organisasi Kepemudaan yang ketentuannya diatur dalam kebijakan ini. Adanya satu bagian dalam kebijakan yang mengatur definisi dan kriteria organisasi kepemudaan sebenarnya merespon kebijakan lain terdahulu terkait pengaturan organisasi yang dibentuk oleh pemuda. Setelah era NKK/BKK kemudian Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan dan kebijakann UU No. 8 tahun 1985 tentang Keberadaan Organisasi Masyarakat dan Organisasi Kepemudaan dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Mengingat struktur kekuasaan juga sudah berubah pasca Orde Baru, dari yang terpusat lalu dilokasikan ke setiap daerah, mendorong pentingnya kebijakan baru. Pada prosesnya, RUU Kepemudaan masih mengatur bahwa setiap organisasi kepemudaan dapat terhimpun dalam satu wadah komite nasional. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) memprotes bagian tersebut karena menurut mereka sudah ada KNPI sebagai naungan untuk perwakilan anak muda dari berbagai daerah.28 Lalu bagian tersebut dihilangkan ketika UU Kepemudaan diresmikan. Kini Pasal 40 Bab XI pada UU No.40 tahun 2009 menjelaskan kriteria Organisasi Kepemudaan meliputi ketentuan anggota, asas, dan fungsinya.

Bagi beberapa pemimpin organisasi anak muda yang kami wawancara, bagian Organisasi Kepemudaan menjadi bagian yang juga paling berpengaruh terhadap hak anak muda untuk berkumpul dan berserikat. Serupa dengan harapan Mennegpora periode 2010-2013 Andi Malarangeng bahwa UU Kepemudaan bisa menjadi payung hukum Organisasi Kepemudaan yang ada.29 Sayangnya, beberapa anak muda yang menjadi narasumber kami berpendapat bahwa pengaturan Organisasi Kepemudaan dalam kebijakan ini belum bisa merespon inisiatif anak muda kontemporer yang tidak dirangkum dalam kriteria tersebut. Menurut mereka, pemerintah masih menggunakan organisasi dengan sistem lama seperti KNPI untuk dijadikan rujukan,

27 RUU Kepemudaan Selesai September. Kompas edisi 1 Juli 2009 28 RUU Kepemudaan Dinilai Banyak Kelemahan. Tempo edisi 15 Okteober 2008 diakses di http://www.tempo.co/read/news/2008/10/15/058140398/RUU-Kepemudaan-Dinilai-Banyak-Kelemahan pada 11 Februari 2013 29 Mennegpora: Optimisme Pemuda Modal Penting. Kompas edisi 29 Oktober 2009

Page 34: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

20

sedangkan inisiatif anak muda yang bermunculan sekarang memilki model yang lebih inovatif dan tidak birokratis seperti sebelumnya.

Ketiga, poin terakhir dan mendasar yang mengundang tanggapan keras dari para aktivis muda adalah partisipasi atau keterlibatan anak muda dalam proses pembuatan dan peresmian kebijakan ini. Kemenpora memang telah melakukan konsultasi publik untuk beberapa kali, konten UU Kepemudaan masih dinilai belum representatif terhadap kebutuhan anak muda. Baik dari cakupan definisi anak muda maupun fokus topik yang diangkat di dalamnya. Indonesia pasca Orde Baru memang seolah menjanjikan demokrasi dan keterbukaan, namun partisipasi konkrit anak muda dalam menentukan arah kebijakan masih berupa angan-angan. Apabila kita menemukan poin bahwa anak muda berperan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan dan membangun masyarakat, pada praktiknya komitmen tersebut hanya sebatas kertas. Meskipun di luar pihak pemerintah sudah banyak yang memberikan pelatihan terkait partisipasi dan pendidikan politik bagi anak muda, inisiatif pemerintah masih sangat kurang dalam mendorong partisipasi tersebut.30

Padahal salah satu mandat dalam UU tersebut adalah mengarahkan pelayanan anak muda untuk melibatkan mereka dalam pembuatan kebijakan publik. Pihak Kemenpora sendiri nyaris tidak pernah mengadakan pelatihan tentang advokasi kebijakan atau semacamnya, sedangkan Kemendikbud hanya fokus pada pelatihan Pramuka serta Kepemimpinan Organisasi SIswa Intra Sekolah (OSIS). Kurangnya partisipasi ini juga terkait dengan rendahnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk menginformasikan kehadiran RUU Kepemudaan hingga kemudian sudah diresmikan selama lebih dari 3 tahun. Hal ini tercermin dalam program strategis Kemenpora 2013 yang masih fokus pada sosialisasi UU Kepemudaan bukan implementasi kebijakannya. 31

30 Nugorho, Yanuar & Tumenggung Adeline, M. Ibid 31 Hasil observasi langsung dalam Rapat Pertanggungjawaban Kemenpora pada Komisi X DPR. 13 Februari 2013

Page 35: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

21

Anak Muda Indonesia:

Partisipasi dalam Fase

Transisi

Page 36: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

22

Anak Muda, Yang Dipersiapkan, Yang Diabaikan

Menjadi muda adalah bagian dari suatu tahapan kehidupan individu. Masa muda merupakan fase transisi setelah cukup tua untuk menjadi seorang anak tetapi terlalu muda untuk menjadi dewasa. Anak muda mengalami momen transisi penting dalam hidupnya, dari tergantung menjadi mandiri. Menjalani pergulatan pribadi dalam hal personal, sosial, bahkan ekonomi, untuk kemudian menjadi seseorang yang bertanggung jawab pada hidupnya dan memiliki komitmen terhadap lingkungan sosialnya. Maka dari itu, anak muda menjadi kelompok sasaran untuk dibentuk dan dipersiapkan baik melalui jalur pendidikan maupun pelatihan.

Secara global, kondisi anak muda di seluruh dunia dihadapkan pada kesenjangan ekonomi, teknologi, sosial dan budaya yang bervariasi menurut negara dan daerahnya. Menurut data PBB, 43% dari populasi dunia diisi anak muda berumur di bawah 25 tahun dan 60% dari jumlah tersebut berasal dari negara berkembang.32 Situasi sosial-ekonomi dan struktur kebijakan yang tidak menentu di negara berkembang menjadikan masa depan anak muda lebih sulit untuk ditentukan. Anak muda adalah kelompok paling merasakan dampak dari proses globalisasi ekonomi dan budaya. Angka pengangguran anak muda global, yang sejak dahulu melebihi kelompok usia lainnya, mengalami peningkatan terbesar dalam sejarah pada 2009 pada puncaknya, ada75.8 juta anak muda menganggur. 33 Dalam situasi seperti krisis ekonomi, kelompok ini seringkali menjadi yang terakhir diperkerjakan, yang pertama dipecat. Kompetitifnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan dan gaji yang layak membuat nasib anak muda tidak stabil secara ekonomi. Selain dalam kerangka ekonomi, ketidakadilan terhadap anak muda juga sangat dirasakan dalam memperoleh akses terhadap pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. Desakan ekonomi neoliberalisme dan kerusakan lingkungan semakin menjadikan anak muda kelompok rentan. Sehingga yang tadinya dianggap sebagai aset kemudian menjadi beban bagi negara yang tidak bisa mengelola mereka dengan baik.

32 United Nations Population Division, World Population Prospects, 2010. 33 Lembaran fakta United Nation World Youth Report, 2012.

Page 37: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

23

“Dengan situasi ekonomi dan politik yang tidak menentu, anak muda seringkali jadi alat dan korban. Misalnya sebagai tenaga kerja murah.”

Rachel Arinii - Asian-Pacific Resource & Research Center for Women

Di Indonesia, jumlah populasi muda terus meningkat sejak 1971, saat ini ada sekitar 33 juta anak muda hidup di perkotaan dari total 62 juta anak muda di Indonesia. Kondisi hidup anak muda tidak berbanding lurus dengan perkembangan ekonomi di Indonesia. Kebutuhan mendasar anak muda sebagai warga negara belum terpenuhi dan semakin sulit untuk dipenuhi. Tidak meratanya akses pendidikan menyebabkan masih ada 1,2 juta anak muda yang tidak pernah bersekolah dan sebagian besar berada di pedesaan. Semakin meningkatnya biaya pendidikan juga membatasi partisipasi mereka untuk bersekolah, tercermin dari rendahnya angka partisipasi sekolah kelompok usia 19-24 tahun yang hanya sebesar 15,09%.34 Persoalan pendidikan tidak hanya berhenti di akses namun juga kualitasnya. Menurut salah satu aktivis muda, kurikulum pendidikan di Indonesia tidak mendorong anak muda untuk berpikir kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar. Terlepas dari anggapan bahwa kurikulum pendidikan tidak memenuhi kriteria tuntutan pasar kerja, sistem pendidikan yang berlaku saat ini tidak menstimulasi kreatifitas peserta didiknya. Mengingat tujuan pendidikan bukan semata untuk memenuhi permintaan pasar kerja, tentu tujuan dari proses tersebut adalah terbentuknya individu yang kritis, mandiri, inovatif, dan responsif terhadap permasalahan di sekitarnya.

Kebutuhan mendasar lain yang mendesak bagi anak muda adalah kesehatan, baik informasi maupun pelayanan yang berkualitas dan terjangkau. Selain persoalan kesehatan secara umum, fase pubertas dan fertilitas yang dialami anak muda menuntut adanya pembekalan informasi yang tepat bagi mereka. Kelompok muda tergolong rentan terhadap HIV/AIDS. Jumlah kasus AIDS tertinggi terjadi pada kelompok berusia 20-29 (usia produktif) yang berarti mereka terinfeksi HIV 3-10 tahun sebelumnya.35 Hal ini disebabkan oleh rendahnya pemahaman mereka terhadap HIV/AIDS, hanya 11,6% dari kelompok ini yang punya pengetahuan komprehensif. Anak muda juga dihadapkan pada kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan karena terbatasnya dana dan tempat pelayanan yang ramah bagi anak muda.

Selain pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan, anak muda juga terkena dampak dari perubahan iklim yang akan berakibat juga pada ketersediaan pangan. Rendahnya kesadaran masyarakat pada umumnya terhadap mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim akan berpengaruh pada anak muda untuk saat ini maupun di kemudian hari. Meskipun isu lingkungan sempat menjadi tren hingga ke kalangan muda, kesadaran untuk mengubah pola dan gaya hidup. Visi Indonesia untuk menuju kemandirian pangan dan beradaptasi terhadap perubahan iklim tidak akan tercapai jika anak muda yang dianggap sebagai generasi penerus tidak diberikan edukasi komprehensif terkait topik ini. Dengan terus meningkatnya harga bahan bakar minyak dan terbatasnya ketersediaan pangan, anak muda nantinya

34 Statistik Pemuda 2010. Op. cit. 35 Lembar Fakta Orang Muda dan HIV di Indonesia. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2012.

Page 38: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

24

harus menanggung biaya tinggi meskipun jumlah pendapatan mereka tidak memadai.

Di tengah situasi penuh keterbatasan tersebut, anak muda menjadi sasaran dari kelompok fundamentalisme agama untuk dijadikan kader gerakan mereka. Meningkatnya jumlah kasus kekerasan berbasis agama di Indonesia sejak 2004 (rata-rata 150 kasus per tahun) ternyata melibatkan anak muda sebagai pelaku di dalamnya.36 Gerakan fundamentalisme yang sudah masuk ke sekolah-sekolah menengah untuk merekrut kader barunya mempengaruhi keterlibatan anak muda dalam tindakan kekerasan. Melalui berbagai medium, kelompok radikal mempengaruhi pola pikir anak muda Indonesia menjadi intoleran. Hasil riset Ciciek Farha Religiusitas Kaum Muda: Studi di Tujuh Kota (2008) memperlihatkan, proses konservatisme dapat muncul dari institusi sekular, yakni sekolah umum, melalui kegiatan keagamaan ekstrakurikuler.37 Masuknya gelombang radikalisme di kalangan anak muda tentu akan mempengaruhi pandangan anak muda terhadap lingkungan sekitar dan bangsanya. Proses pencarian jatidiri mereka kemudian dilalui dengan kecenderungan untuk melakukan tindakan kekerasan. Anak muda membutuhkan ruang untuk berekspresi dan mengaktualisasikan diri berdasarkan potensi dan minatnya. Keterbatasan akses dan program untuk menampung kebutuhan ini menjadi peluang bagi gerakan fundamentalisme dalam merekrut generasi muda sebagai alatnya.

Bukan Seragam tapi Beragam

Satu hal mendasar yang tidak disadari dalam perumusan kebijakan terkait anak muda adalah keberagaman anak muda. Apabila mereka dikategorikan hanya secara demografis dan politis, pemerintah akan melupakan perbedaan identitas anak muda di Indonesia. “Beragam” adalah salah satu kata paling mutakhir yang dapat mendeskripsikan langsung situasi anak muda.38 Keberagaman identitas dan karateristik anak muda Indonesia tidak hanya direpresentasikan oleh agama dan suku daerah atau sebatas di perkotaan saja. Ada anak jalanan, anak muda dengan disabilitas, hingga anak muda yang memiliki orientasi seksual minoritas. Terkait dengan permasalahan yang disebutkan sebelumnya, masa transisi anak muda baik secara psikologis maupun fisik, seringkali membutuhkan pengakuan dari pihak luar mengenai identitasnya. Penyeragaman dalam memandang karakter anak muda tidak akan menyederhanakan persoalan dan kebutuhan anak muda Indonesia.

Salah satu penggiat isu kesehatan perempuan berpendapat bahwa kebijakan pemerintah terkait anak muda belum sensitif gender. Pemerintah tidak

36 Survei LSI: Jumlah Kasus Kekerasan di Era SBY Meningkat. Diakses di http://news.detik.com/read/2012/12/23/151858/2125620/10/survei-lsi-jumlah-kasus-kekerasan-di-era-sby-meningkat pada 1 Maret 2013. 37 TItik Awal Radikalisme. Kompas 3 Agustus 2012. Diakses di http://nasional.kompas.com/read/2012/08/03/03360538/Titik.Awal.Radikalisme pada 22 Februari 2013. 38 Nadhifah, Niesrina. Yang Tidak Pernah Sederhana: Gender, Seksualitas, Agama, dan Keberagaman Anak Muda Indonesia . Makalah disampaikan pada diskusi di Salihara, Februari 2012. Diakses di http://kalam.salihara.org/media/documents/2012/02/16/d/i/diskusi-yang_tidak_pernah_sederhana-nisrina.pdf pada 25 Februari 2013.

Page 39: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

25

mempertimbangkan ketimpangan akses antara anak muda laki-laki dan perempuan. Penggunaan kata “Pemuda” tanpa ada “Pemudi” sendiri sudah merupakan upaya penyeragaman. Padahal perempuan muda merupakan kelompok yang rentan terhadap kemiskinan, dengan rendahnya angka partisipasi sekolah dibandingkan laki-laki dan sulitnya akses mereka terhadap layanan kesehatan.

Sedangkan bagi anak muda dengan disabilitas, akses pendidikan dan fasilitas yang memadai. Hingga kini, 90% dari 1,5 juta anak dengan disabilitas justru tidak dapat menikmati pendidikan.39 Hal ini semakin mempersempit kesempatan anak muda dengan disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Perhatian terhadap kebutuhan khusus kelompok muda dengan disabilitas sangat diperlukan, mengingat banyaknya diskriminasi mereka alami. Partisipasi anak muda dengan disabilitas dalam organisasi kepemudaan juga masih rendah, padahal mereka memiliki kesempatan yang sama. Pemerintah tidak memberikan mandat agar membuka peluang khusus bagi kelompok ini untuk berpartisipasi dalam berbagai program pemerintah seperti kewirausahaan atau kepeloporan pemuda.

Kondisi hidup anak muda juga tidak seluruhnya berada dalam naungan keluarga, menurut data terkini Kementrian Sosial ada 230.000 anak jalanan di seluruh Indonesia.40 Jumlah tersebut mungkin bisa lebih banyak lagi jika melihat realita lapangan. Sedangkan tidak semua anak jalanan bisa ditampung oleh rumah singgah komunitas atau lembaga tertentu dan program dari Dinas Sosial juga tidak bisa menangani seluruhnya. Dengan situasi hidup di jalanan dan membiayai diri mereka sendiri, praktis akses terhadap pendidikan formal tidak terjangkau, ketersediaan wadah pendidikan nonformal juga tidak bisa menjaring semua kelompok. Kelompok anak jalanan juga rentan menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual.

Pandangan pemerintah terhadap generasi muda juga cenderung mengabaikan keragaman orientasi seksual anak muda. Meskipun komunitas anak muda Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) terus bermunculan di seluruh Indonesia, pengakuan terhadap mereka masih minim. Kelompok LGBT muda juga mengalami diksriminasi di berbagai level dan rentan menjadi sasaran kekerasan. Padahal sebagai warga negara Indonesia, mereka berhak memperoleh perlindungan dan akses pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang sama dengan anak muda lainnya. Salah satu lembaga pemerintah yang mulai merangkul kelompok ini dalam programnya adalah Komisi Penanggulangan AIDS. Diskriminasi terhadap mereka menghambat potensi dan partisipasi kelompok LGBT muda dalam program pembangunan. Sensitifitas pemerintah sangat dibutuhkan terhadap kelompok marjinal dan rentan tersebut agar program yang dilaksanakan menjamin akses sumber daya yang setara bagi kelompok ini. Anak muda, biar bagaimanapun tidak bisa digeneralisir.

Partisipasi Tanpa Aksi

“ Pemerintah tidak bisa mengabaikan pentingnya mendengarkan suara anak muda saat merumuskan kebijakan untuk mereka. Kebijakan yang tidak

39 Pusat Kajian DIsabilitas FISIP UI. Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia: Sebuah Desk Review, 2010. 40 2011, Jumlah Anak Jalanan Meningkat. Koran Jakarta 31 Januari 2012. Diakses di http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/82342/ pada 1 Maret 2013.

Page 40: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

26

mencerminkan pandangan, kebutuhan, dan persoalan nyata anak muda akan meredup dengan sendirinya karena dukungan yang tidak memadai. Maka dari itu, perumusan program dan kebijakan anak muda harus dimulai dengan keterlibatan yang menyeluruh dan pengambilan keputusan oleh anak muda di setiap level, termasuk sekolah, komunitas, kampus, baik di tahap provinsi maupun nasional.” Empowering Youth through National Youth Policies- UNESCO (2004)

Di setiap dokumen rekomendasi yang dihasilkan untuk memperbaiki implementasi program dan kebijakan anak muda, partisipasi menjadi kunci keberhasilan. Kemauan untuk menciptakan zona partisipasi di Indonesia bukannya tidak diwujudkan oleh pemerintah. Seperti yang sudah dibahas di bagian sebelumnya, ada UU Kepemudaan dan bahkan Peraturan Menteri yang memberikan mandat untuk melibatkan anak muda. Walaupun ada banyak program pemerintah yang melibatkan anak muda di dalamnya, keterlibatannya cenderung sebatas pelaksana atau bahkan pajangan seremonial saja. Idealnya, anak muda terlibat mulai dari tahap awal perumusan, peresmian, pelaksanaan, hinga pengawasan dan evaluasi program atau kebijakan. Keterllbatan di sini bukan hanya diartikan sekedar kehadiran fisik, melainkan kesetaraan posisi mereka dengan pihak pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya. Prinsip transparansi dan akuntabilitas proses perumusan dan pelaksanaannya kemudian menjadi penting agar anak muda bisa melihat upaya nyata dari kebijakan atau program tersebut. Pertanyaannya, jika pemerintah sudah mengeluarkan mandat partisipasi anak muda di dalam berbagai kebijakan, mengapa pada praktiknya sulit bagi anak muda masuk ke dalam proses tersebut?

Salah satu faktor penghambat yang paling mendasar adalah budaya politik yang selama ini tertanam dan dipraktikan sejak rezim Orde Baru. Oleh penguasa rezim tersebut, Indonesia dibayangkan sebagai sebuah keluarga besar, yaitu keluarga bangsa. Sistem relasi yang dibangun –baik di pemerintahan, sekolah, atau militer –dinyatakan dalam bahasa kekeluargaan. Ada “bapak”, “ibu”, serta “anak-anaknya” dengan konsekuensi peranan masing-masing. Prinsip “keluarga Indonesia” ini diambil dari prinsip keluarga Jawa. “Bapak” berperang sebagai pembimbing, “ibu” harus menghormati bapak dan merawat anak-anaknya, dan “anak” harus menghormati orang tua. 41 Sikap hormat tersebut seringkali menjadi persoalan ketika anak muda memilih jalan yang berbeda dengan yang telah ditentukan oleh orang tua mereka. Hierarki kultural semacam ini bisa ditemui dalam birokrasi pemerintahan di Indonesia. Menurut pendapat salah satu aktivis muda yang pernah diundang oleh satu Kementrian untuk konsultasi program, pihak pemerintah hanya ingin kita tahu dan kalau bisa membantu pelaksanaannya, bukan untuk memberi masukan atau menentukan keputusan. Ia juga mengakui bahwa kesulitan untuk berkontribusi dalam perumusan program disebabkan anggapan pihak pemerintah bahwa anak muda masih anak-anak dan belum berpengalaman. Yang lebih tua merasa dirinya lebih berpengalaman dan hanya membutuhkan kontribusi anak muda dalam hal teknis bukan substansinya.

41 Shiraishi, Saya Sasaki. Pahlawan-Pahlawan Belia, Keluarga Indonesia dalam Politik, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2001).

Page 41: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

27

Kebijakan untuk melibatkan anak muda hanya akan ada sebatas kertas jika pihak birokrasi pemerintahan masih bertahan dengan budaya lama. Hal ini menjelaskan alasan tidak adanya mekanisme dan sistem konkrit yang dibentuk untuk membuka jalan bagi partisipasi yang setara. Meskipun bukan hal mudah mengubah budaya politik pemerintahan ini, jika ada komitmen yang nyata dari koordinator atau pemimpin yang berperan sebagai “bapak” agar lebih egaliter dan inklusif, partisipasi anak muda bisa menjadi tindakan nyata.

Melihat ke Depan, Menunggu Jawaban

“Dengan kebijakan dan implementasi seperti sekarang, situasi anak muda 5 hingga 10 tahun lagi tidak akan berubah dan justru memburuk. Pemerintah akan menanggung akibat dari ketidakseriusannya mengelola anak muda. Persoalan seperti melonjaknya populasi, tingkat pengguran, dan kemiskinan akan menghambat pembangunan dalam jangka panjang.”

Nanda Dwinta – Yayasan Kesehatan Perempuan

Ketika ditanya mengenai bayangan nasib anak muda Indonesia di masa depan, seluruh narasumber kami menyatakan kekhawatiran mereka. Jika kondisi anak muda terus dibiarkan seperti sekarang, bangsa ini akan mengalami kerugian besar. Keberlanjutan pembangunan terhambat dengan masalah kesehatan dan ekonomi warganya. Belum lagi perubahan iklim akan memberikan beragam dampak bagi ketersediaan sumber daya untuk menghidupi masyarakat. Kesenjangan akan semakin lebar antara perkotaan dan pedesaan, akses terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan juga makin sulit didapat, ketimpangan akses teknologi juga mempengaruhi kapasitas anak muda di daerah terpencil. Berkomitmen pada kebijakan dan program yang menyasar anak muda adalah investasi jangka panjang bagi setiap negara di dunia.42

Di satu sisi, pemerintah perlu menyadari potensi yang ada dalam diri anak muda di Indonesia, untuk kemudian dirangkul dan dikembangkan melalui rencana aksi yang tepat. Semakin berkembangnya kreatifitas dan inisiatif anak muda perlu didukung dengan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah. Selama ini, bayak dari kelompok muda potensial berangkat dari inisiatif dan sumber dayanya sendiri dan program mereka bisa berjalan dengan baik. Dorongan pemerintah bisa lebih memperbesar dampak inisiatif tersebut, berkat struktur dan pengaruh yang dimiliki. Terutama dengan adanya otonomi daerah, setiap wilayah bisa mengembangkan potensi lokal anak mudanya untuk bekerjasama mendesain program yang efektif. Tumbuhnya kesadaran politis kelompok muda juga sebaiknya tidak dipandang sebagai ancaman melainkan potensi untuk memajukan sirkulasi kepemimpinan dan kepeloporan anak muda. Jika pemerintah terus memandang anak muda sebagai kelompok yang terancam akan degradasi moral dan nasionalisme, pemerintah seharusnya menganalisis terlebih dahulu asumsi tersebut baru kemudian merumuskan kebijakan. Cara pandang konstruktif terhadap anak muda akan berpengaruh pada visi pemerintah membangun masa depan generasi muda. Anak muda bukan hanya generasi penerus, tetapi juga generasi saat ini yang

42 Angel, William D. Op.Cit.

Page 42: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

28

punya kesadaran menentukan nasib mereka di masa depan jika pemerintah mau mendengar dan menjawab kebutuhan mereka.

Page 43: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

29

Pelaksanaan Kebijakan

Prioritas Nasional yang terkait dengan bidang kepemudaan dan keolahragaan dijabarkan dalam RPJMN 2010- 2014 khususnya pada Bab 2: Sosial Budaya dan

Kebijakan yang Efektif

Saatnya Anak Muda

Bergerak

Page 44: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

30

Kehidupan Beragama. Pembangunan kepemudaan diprioritaskan pada peningkatan partisipasi pemuda, budaya dan prestasi olahraga. Pemerintah sudah mengeluarkan priorita tertulis untuk mengembangkan anak muda. UU Kepemudaan sudah diterjemahkan menjadi PP Kepemimpinan, Kewirausahaan, dan Kepeloporan Pemuda.

Kebijakan nasional seharusnya mempunyai visi baru untuk memperbaiki situasi anak muda di negara ini dan memiliki program aksi untuk melaksanakan visi tersebut yang dijalankan oleh pemerintah bekerjasama dengan organisasi anak muda. Kebijakan nasional anak muda juga sebaiknya tidak dipisahkan dengan isu prioritas pemerintah lainnya seperti pengentasan kemiskinan, transformasi demokrasi, perluasan lapangan kerja, Reformasi sistem pendidikan, akses kesehatan yang inklusif, penanganan perubahan iklim, dan isu lainnya. Jika kebijakan dan rencana program aksi untuk anak muda terpisah dari isu prioritas tersebut, implementasi kebijakan tidak berjalan dengan efektif. Isu konkrit ini butuh ditangani dengan partisipasi anak muda di dalamnya, bersama dengan upaya pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan identifikasi kami dalam kajian ini, berikut permasalahan yang ada dalam kebijakan yang berlaku bagi anak muda saat ini:

Kurangnya komitmen politik serta arahan kebijakan yang visioner dan konkrit baik dari pemimpin maupun kalangan legislatif dalam menangani persoalan dan potensi anak muda. Pengelolaan program anak muda menuntut adanya keterkaitan lintas sektor dalam kebijakan nasional dan pengarusutamaan programnya dalam rencana pembangunan nasional dan daerah.

Prioritas arah kebijakan dan strategi Kemenpora sesuai

RPJMN tahun 2010-014:

(1) Penyadaran Pemuda

(2) Pemberdayaan Pemuda

(3) Pengembangan Kepemimpinan Pemuda

(4) Pengembangan Kewirausahaan Pemuda

(5) Pengembangan Kepeloporan Pemuda, yaitu:

(6) Pengembangan Kepedulian dan Kesukarelaan Pemuda

(7) Peningkatan Sinkronisasi dan Kemitraan Kepemudaan

(8) Peningkatan Prasarana dan Sarana Kepemudaan

(9) Pemberdayaan Organisasi Kepemudaan

(10) Peningkatan Peran Serta Masyarakat

(11) Pengembangan Penghargaan Kepemudaan

Sumber: Rencana Strategis Kementrian Pemuda dan Olah Raga, 2010.

Page 45: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

31

Terbatasnya kerangka konseptual dan rencana tindak lanjut untuk mendesain, menjalankan, dan mengevaluasi kebijakan nasional yang relevan dan terpadu baik program antar Kementrian di tingkat nasional hingga di level daerah.

Dana yang tersedia belum dialokasikan dengan tepat sehingga penyerapan dana yang sudah dianggarkan tidak efektif. Sebagai gambaran, total pagu 2012 Kemenpora adalah Rp 1,5 triliun43 namun dalam laporan pertanggungjawaban terhadap Komisi X DPR penyerapan dana tidak sampai 50% di semester I dan 0% di semester II. 44 Untuk 2013, total pagu yang diajukan Kemenpora mencapai Rp 1,9 triliun. Bahkan jika alokasi dana untuk program terkait anak muda dari berbagai kementrian digabungkan, seharusnya potensial untuk mengimplementasikan banyak aksi program.

Koordinasi lintas Kementrian dan birokrasi nasional serta daerah dalam menjalankan kebijakan dan program anak muda. Setiap instansi seolah menjalankan program mereka secara terpisah. Meskipun mandat untuk mensinkronisasikan program anak muda sudah ada, pada praktiknya belum terlaksana dengan baik.

Minimnya sosialisasi, transparansi dan akuntabilitas program anak muda yang dijalankan oleh pemerintah baik di tingkat nasional maupun daerah.

Rendahnya partisipasi para pemangku kepentingan, terutama anak muda dan organisasi anak muda baik dalam merumuskan kebijakan maupun program, visi dan strategi, pelaksanaan, hingga di tahap evaluasi.

Terbatasnya data pengukuran dan hasil riset untuk dijadikan rujukan dalam menganalisis permasalahan dan kebutuhan anak muda. Ditambah lagi dengan tidak adanya kajian untuk melihat kerja lintas sektor untuk program anak muda. Akibatnya pemerintah dan legislatif cenderung bertindak berdasarkan asumsi dan cara pandangnya masih satu arah.

Kurangnya kesempatan pelatihan bagi personil Kementrian terkait dan badan pemerintah lainnya untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kebijakan anak muda serta bagaimana menanggapi aspirasi anak muda dan mengundang keterlibatan anak muda.

Permasalahan dalam mendefinisikan anak muda dan kelompok di dalamnya termasuk menggali kebutuhan dan aspirasi yang membedakan anak-anak dengan anak muda. Mengingat antar kebijakan tumpang tindih dalam mendefinisikan usia dan kebutuhan kelompok muda.

Prioritas terhadap permasalahan anak muda masih dimasukkan ke dalam bagian Kehidupan berbudaya dan beragama dalam RPJMN, bukannya diintegrasikan dengan prioritas terkait pengentasan kemiskinan, integrasi sosial, dan pembangunan kapasitas kewarganegaraan dalam proses perumusan kebijakan dan program.

Belum maksimalnya rencana aksi yang terikat dengan jangka waktu tertentu dan dilengkapi dengan indikator keberhasilan yang bisa diukur baik secara kuantitas maupun kualitas.

Proses perumusan kebijakan belum mengintegrasikan mandat dan rekomendasi dari perjanjian internasional seperti World Programme of

43 Raker bersama Komisi X DPR. Berita diakses di http://kemenpora.go.id/index/preview/berita/5897/2012-06 pada 2 Maret 2013 44 Berdasarkan hasil observasi langsung dalam Rapat Pertanggungjawaban Kemenpora pada Komisi X DPR. 13 Februari 2013

Page 46: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

32

Action for Youth. Padahal kerangka tersebut bisa membantu pemerintah dalam mengajukan rancangan kebijakan.

Referensi organisasi anak muda yang terdaftar Kemenpora belum diperbaharui dan disesuaikan dengan konteks terbaru. Hal ini menyebabkan ada banyak organisasi anak muda potensial di seluruh Indonesia tidak bisa mengakses dana dan sumber daya dari Kementrian tersebut. Selama ini referensi organisasi Kemenpora hanya terbatas pada KNPI, organisasi berbasis keagamaan, kedaerahan dan onderbouw partai yang masuk dalam daftar mereka. 45

Rekomendasi

Pemerintah mewujudkan komitmen poitiknya terhadap anak muda dengan membuat Rencana Aksi Nasional untuk Anak Muda (National Action Plan for Youth) yang terpadu dan mengintegrasikannya dengan prioritas isu nasional dalam rencana program pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah bisa menjadikan rekomendasi World Programme of Action for Youth sebagai referensi. Rencana ini juga harus dilengkapi dengan periode waktu dan inidkator pencapaian yang jelas dan terukur.

Rencana Aksi Nasional tersebut menjadi tanggung jawab seluruh Kementrian yang tergabung di dalamnya dengan pengaturan koordinasi lintas sektor yang jelas. Selain mengatur koordinasi dengan pihak internal (Kementrian dan pemerintahan daerah), penataan bagi pihak eksternal (Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi anak muda) juga perlu dicantumkan.

Mengubah persepsi personil pemerintahan pada keterlibatan anak muda dalam setiap level program dan kebijakan. Kemudian Merealisasikan partisipasi yang inklusif dan efektif dengan anak muda dan organisasi anak muda melalui mekanisme dan sistem yang akomodatif bagi kelompok muda. Untuk mempelajari mekanisme tersebut sebenarnya pemerintah Indonesia bisa mempelajari praktik yang sudah dijalankan di negara tetangga. Seperti National Youth Council di Filipina, Malaysia, dan SIngapura.

Untuk mendorong partisipasi anak muda, pemerintah perlu menciptakan sistem birokrasi yang tidak berbelit-belit agar program dan kemitraan dengan anak muda bisa dijalankan dengan efektif dan tepat sasaran. Pemerintah bisa mengambil contoh dari mekanisme partisipasi anak muda di instansi lain yang sudah cukup baik seperti pengalaman di Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan daerah yang sering bermitra dengan organisasi anak muda.

Mengadakan penelitian dalam skala nasional untuk memperoleh data dan bukti seputar permasalahan dan kebutuhan anak muda di Indonesia. Hasil dari penelitian ini kemudian dijadikan salah satu dasar dalam merumuskan Rencana Aksi Nasional untuk Anak Muda.

Menyelenggarakan konsultasi dengan anak muda baik di tingkat nasional maupun daerah yang dikerjakan bekerjasama dengan organisasi anak muda dan dinas kepemudaan di setiap daerah. Konsultasi ini bertujuan untuk

45 Data Organisasi Kepemudaan milik Kemenpora bisa diunduh di http://kemenpora.go.id/index/preview/statistik/7105/2013-02

Page 47: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

33

menggali aspirasi anak muda untuk mengidentifikasi kebutuhan, persoalan, dan masukan yang berarti dari mereka. Konsultasi ini tentu harus menundang beragam anak muda dan berimbang dalam komposisi.

Meningkatkan pendanaan dan memperbaiki pengelolaan dana yang ditujukan untuk program anak muda. Alokasi yang jelas pada program tepat sasaran dan audit secara berkala serta mengevaluasi hasil penyerapannya.

Mengevaluasi program dan kebijakan yang sudah dijalankan oleh beberapa Kementrian di tingkat nasional dan daerah.

Membuat pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi personil instansi terkait mengenai pengelolaan program dan kemitraan dengan anak muda. Upaya ini bisa dilakukan bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan lembaga donor yang relevan dengan program ini.

Memperbaiki strategi komunikasi program dan kebijakan anak muda. Menciptakan media komunikasi yang atraktif bagi anak muda agar seluruh kebijakan dan program bisa dipahami oleh anak muda. Selain itu, strategi komunikasi yang efektif juga mendorong partisipasi anak muda dalam program terkait.

Pemerintah menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam merumuskan kebijakan dan mengelola program anak muda. Rendahnya akuntabilitas Pemerintah Indonesia dan tingginya Indeks Persepsi Korupsi mempengaruhi kepercayaan publik dan anak muda terhadap pemerintah. Untuk mendorong sirkulasi kepemimpinan dan kepeloporan anak muda, pemerintah harus berupaya menjadi lebih transparan dan akuntabel. 46

Memperaiki pengaturan mengenai Organisasi Kepemudaan dengan berdasarkan pada konsultasi terbuka bersama perwakilan dari beragam organisasi di tingkat nasional maupun daerah. Jika mekanisme konsultasi tatap muka memakan biaya, pemerintah bisa memanfaatkan online forum atau konsultasi yang diakses di seluruh Indonesia. Selalu memperbaharui daftar organisasi anak muda dengan mengundang mereka secara terbuka untuk mendaftarkan organisasi dan komunitasnya.

46 Young People’s Civic Engagement in East Asia and the Pacific. (Bangkok: UNICEF EAPRO, 2008)

Page 48: Kajian kebijakan anak muda Indonesia

34