76
1 Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA INDONESIA): Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia Sumber: http://perpustakaan-kajian-islam.blogspot.com Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah- fitnah bertebaran, mengancam ukhuwah dan persatuan NKRI. Bahkan secara sistematis, sekelompok pihak merilis buku Buku Panduan MUI: Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia (MMPSI), membagi-bagikannya secara gratis di berbagai kota se-Indonesia. Padahal, secara informal, beberapa tokoh MUI menyatakan bahwa buku ini bukan terbitan resmi MUI. Ada baiknya, dalam rangka ukhuwah, kita mencoba mengkritisi apa saja kesalahan yang dimuat di buku MMPSI ini. Berikut ini kami sajikan artikel yang mengkritisi buku MMPSI, ditulis oleh cendekiawan muslim dari Sumatera Utara, Candiki Repantu.Tulisan dimuat dalam beberapa bagian. Bismillahirrahmanirrahim Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad PEMBUKA Tulisan ini dibuat untuk menanggapi “Buku Panduan MUI” yang berjudul Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia” (selanjutnya disebut MMPSI) yang diterbitkan oleh penerbit Alqalam yang dieditori oleh Prof. Dr. Hasan Baharun. Tanggapan ini sebagai niat baik untuk konfirmasi dan informasi karena terdapat penyimpangan-penyimpangan yang fatal dalam buku tersebut. Perlu diketahui, syiah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah syiah imamiyah itsna asyariyah, yaitu syiah yang meyakini ada 12 imam setelah Rasul saaw yakni Imam Ali as hingga Imam Mahdi afs.

Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

1

Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA INDONESIA): Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia

Sumber: http://perpustakaan-kajian-islam.blogspot.com

Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah bertebaran, mengancam ukhuwah dan persatuan NKRI. Bahkan secara sistematis, sekelompok pihak merilis buku Buku Panduan MUI: Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia (MMPSI), membagi-bagikannya secara gratis di berbagai kota se-Indonesia. Padahal, secara informal, beberapa tokoh MUI menyatakan bahwa buku ini bukan terbitan resmi MUI. Ada baiknya, dalam rangka ukhuwah, kita mencoba mengkritisi apa saja kesalahan yang dimuat di buku MMPSI ini. Berikut ini kami sajikan artikel yang mengkritisi buku MMPSI, ditulis oleh cendekiawan muslim dari Sumatera Utara, Candiki Repantu.Tulisan dimuat dalam beberapa bagian.

Bismillahirrahmanirrahim

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad

PEMBUKA

Tulisan ini dibuat untuk menanggapi “Buku Panduan MUI” yang berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia” (selanjutnya disebut MMPSI) yang diterbitkan oleh penerbit Alqalam yang dieditori oleh Prof. Dr. Hasan Baharun. Tanggapan ini sebagai niat baik untuk konfirmasi dan informasi karena terdapat penyimpangan-penyimpangan yang fatal dalam buku tersebut. Perlu diketahui, syiah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah syiah imamiyah itsna asyariyah, yaitu syiah yang meyakini ada 12 imam setelah Rasul saaw yakni Imam Ali as hingga Imam Mahdi afs.

Page 2: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

2

Terkadang disebut juga Mazhab Ja’fari atau Mazhab Ahlul Bait. Saya tidak mengulas syiah lainnya, karena pada dasarnya “Buku Panduan MUI”—meskipun masih diragukan benarkah diterbitkan oleh MUI secara resmi—mengarahkan tulisannya kepada syiah imamiyah ini, hal ini dibuktikan dengan membawa-bawa negara Iran sebagai “pengekspor” syiah tersebut, dan semua orang tahu Iran adalah satu-satunya negara yang menjadikan syiah imamiyah itsna asyariyah sebagai landasan negaranya. Selain itu, di Indonesia juga yang umumnya berkembang adalah syiah imamiyah ini.

Sekitar sepuluh tahunan yang lalu, juga pernah terbit sebuah buku karya seseorang yang mengaku bernama Husain al-Musawi dengan judul “Mengapa Aku Keluar dari Syiah”. Saat itu saya juga diminta dalam suatu diskusi untuk membedah buku yang menghujat syiah terebut. Saya menyebut beberapa hal penting kehadiran buku tersebut, dan tampaknya, poin-poin itu masih relevan dengan terbitnya buku MMPSI saat ini. Saya menyebutkan Kehadiran buku seperti ini memberikan beberapa hal penting.

Pertama, Pada tahap tertentu buku ini menjelaskan pemikiran-pemikiran mazhab syiah, bahkan iklan gratis bagi mazhab syiah. Hanya saja —daripada membahas secara ilmiah—, buku ini secara sengaja mengumpulkan sisi-sisi negatif mazhab syiah yang belum tentu benar. Hal ini sudah terlihat sejak dari judulnya “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Mazhab Syiah”. Tapi, secara positif, kita bisa berbaik sangka, bahwa buku ini ingin menjelaskan adanya mazhab syiah yang menyimpang dan ada yang tidak menyimpang, dan kita mewaspadai yang menyimpang tersebut. (Tapi nanti kita akan melihat ternyata buku ini juga berisi penyimpangan-peyimpangan).

Kedua, Buku ini pada tahap tertentu telah menciptakan sentimen kemazhaban dari kedua belah pihak (sunni dan syiah) yang dapat merusak persatuan kaum muslimin dalam bingkai berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Semoga tidak terjadi konflik sektarian yang meluas di Indonesia. Karena itu, buku ini mengingatkan orang syiah –dan pada tahap tertentu juga orang-orang sunni— untuk lebih waspada karena bisa saja buku ini digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menghalangi bagi terjadinya pendekatan antar mazhab dan persatuan kekuatan kaum muslimin.

Ketiga, buku ini meningkatkan ketegangan hubungan antar umat seagama yang seharusnya dipupuk terlebih disaat Islam dipojokkan dengan beragam isu konflik yang berdampak internasional seperti perang Suriah dan isu terorisme.

Keempat, buku ini dalam tataran tertentu semakin memperkuat “perjuangan” kelompok takfirisme transnasional (kelompok yang suka mengkafirkan dan menyesatkan kelompok lain) yang mulai banyak merebak di Indonesia, bahkan tidak jarang disertai dengan kekerasan dan anarkisme. Kelompok inilah yang sebenarnya harus diwaspadai.

Kelima, buku ini hadir mendekati pesta politik Indonesia yakni pemilu, yang tentu saja umat Islam akan turut andil besar dalam mensukseskannya. Tak pelak isu sentimen keagamaan, juga merebak di tengah-tengah komoditas politik, karena boleh saja banyak

Page 3: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

3

juga para penganut mazhab yg berbeda maju menjadi calon-calon politikus papan atas. Dan biasanya konflik muncul lebih cenderung karena politisasi ini. Saya yakin MUI tidak berniat untuk memecah belah umat, tetapi siapa yang bisa menjamin bahwa karya ini tidak digunakan oleh sekelompok orang untuk kepentingan golongannya, partainya, atau kelompoknya.

Dengan memperhatikan kelima poin itu, maka saya berusaha semaksimal mungkin mengulas dan memahaminya untuk memberikan informasi dan tanggapan yang memadai. Namun, tentu saja tanggapan saya ini bukanlah tanggapan resmi mazhab syiah. Ini hanya tanggapan dan bedah buku yang saya susun sepintas lalu, untuk diskusi dan bedah buku tersebut. Dan hanya sebagai wujud partisipasi dalam munazharah intelektual dan sumbangsih informasi dalam bentuk tulisan. Untuk mempermudah bacaan, maka tulisan ini di susun secara berseri sesuai tema yang saya pandang layak untuk di bedah dan mungkin tidak mencakup semua temanya, sesuai dengan format diskusi dan bedah buku. Semoga bermanfaat bagi kawan-kawan ahlussunnah dan juga syiah dalam mengukuhkan persaudaraannya dengan saling memahami melalui informasi yang memadai.

IDENTITAS BUKU

Buku yang dibedah saat ini berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia” (MMPSI). Buku ini diterbitkan sekitar bulan oktober tahun 2013, oleh penerbit Al-Qalam, suatu penerbit di bawah kelompok Gema Insani Jakarta. Buku kecil yang hanya setebal 120 halaman ini (sudah termasuk pengantar penerbit, pengantar penulis, daftar isi dan daftar pustaka), cukup bergengsi karena di tulis oleh Tim Penulis yang terdiri para ulama dan intelektual serta akademisi yang berkiprah di MUI Pusat, yaitu : DR (H.C) K.H. Ma’ruf Amin; Prof. Dr. Yunahar Ilyas, MA; Drs. H. Ichwan Syam; dan

Page 4: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

4

Dr. Amirsyah T, MA. Dan untuk menambah dayanya, buku ini di editori oleh Prof. DR. Hasan Baharun, yang dianggap sebagai editor ahli tentang syiah karena pernah menulis buku kecil saku yang berjudul “201 Tanya Jawab Syiah”, (maaf! saya menyebutnya buku kecil karena sebelum Prof. Baharun menerbitkan bukunya, seorang ulama syiah Prof. Ali Kurani pernah menulis berjilid-jilid buku tentang ribuan soal dan bantahan tentang syiah, yang berjudul Alfu as-Sual wa al-Isykal ‘ala Mukhalifin li Ahli al-Bait at-Thahirin).

Selain Daftar Isi, Pengantar Penerbit, Pengantar Penulis, dan sambutan Dewan Pimpinan MUI, buku ini terdiri dari lima bab, sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan; Bab II : Sejarah Syiah; Bab III : Penyimpangan Ajaran Syiah; Bab IV : Pergerakan Syiah di Indonesia; dan Bab V : Sikap dan Respon Majelis Ulama Indonesia. Bagian akhir ditutup dengan lampiran “Fatwa dan Pernyataan Ulama Indonesia Tentang Hakikat dan Bahaya Syiah” dan Daftar Pustaka

POIN-POIN TANGGAPAN

Penyimpangan Antara Visi Mui Dan Visi Penulis Buku

Di awal-awal babnya buku MMPSI ini menjelaskan visi MUI sebagai berikut :

“Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah musyawarah para ulama, zuama, dan cendekiawan Muslim, yang kehadirannya berfungsi untuk mengayomi dan menjaga umat. Selain itu MUI juga wadah silaturahim yang menggalang ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah insaniyyah, demi untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmonis, aman, damai, dan sejahtera dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.” (hal. 1).

Tanggapan :

Betapa indahnya kalimat-kalimat di atas, dan tentu kita semua berharap MUI memang menjadi lembaga yang mengayomi dan menjaga umat Islam yang berbeda-beda mazhabnya baik sunni maupun syiah. Kita berharap MUI menjadi wadah silturrahmi yg menggalang ukhuwah islamiyah diantara sesama kaum muslim, baik sunni maupun syiah, ukhuwah wathaniyah bagi semua warga Indonesia apapun suku, agama dan mazhabnya, dan ukhuwah insaniyah bagi sesama manusia tanpa memperdulikan agama dan mazhabnya. Tapi apakah harapan tersebut terlihat dalam buku ini? Apakah setelah membaca buku tersebut akan muncul semangat untuk membangun ukhuwah? Jauh panggang dari api. Sebab buku ini lebih berisi propaganda perpecahan daripada persatuan. Perhatikan kutipan MMPSI berikut ini :

Page 5: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

5

“Al-Bukhari berkata, “Saya tidak akan salat di belakang penganut Jahmiah dan rafidhah, sama seperti salat di belakang Yahudi dan Nasrani, tidak boleh mengucapkan salam kepada mereka, tidak dijenguk, tidak boleh dinikahkan, tidak boleh disaksikan jenazahnya, dan tidak boleh dimakan sembelihannya” (hal. 21)

Menurut pembaca, apakah kalimat ini mencerminkan jembatan ukhuwah atau akan menjadi penghalang ukhuwah? Kalau menjadi penghalang, maka kita ragu buku ini memenuhi visi mulia MUI. Saya serahkan anda menilainya masing-masing.

——

Berikutnya MMPSI ini menyatakan :

“Untuk menjalankan fungsi dan tujuan sebagaimana di atas, MUI melakukan pendekatan dan upaya proaktif, responsif, dan preventif terhadap berbagai problem keumatan dan kerakyatan agar problem-problem tersebut sedini mungkin dapat diatasi sehingga tidak menimbulkan dampak yang lebih luas pada masyarakat, khususnya umat Islam.” (hal. 1)

Tanggapan

Ini juga hal yang kita harapkan bersama bahwa MUI melakukan pendekatan yg proaktif, responsif, dan prepentif. Tapi apakah buku ini menerapkannya, atau sebenarnya buku ini cenderung pada pendekatan yang propokatif, retorik, dan destruktif saat membicarakan “kesesatan dan penyimpangan” syiah? Boleh jadi, bagi sebagian orang, ini adalah bentuk proaktif karena berusaha menasehati umat untuk hati-hati dengan “kesesatan” syiah; tetapi ini juga bisa dianggap propokatif karena memancing umat untuk “menyesatkan” syiah. Boleh jadi, ini wujud responsif terhadap perkembangan syiah yang “menyimpang” di tengah-tengah umat, tetapi ini juga bisa dinilai retorik karena hanya fokus pada “penyimpangannya” saja. Boleh jadi ini juga usaha preventif utk mencegah umat “dari kesesatan syiah”, tetapi juga bisa dinilai destruktif karena mencegah umat untuk mengutamakan persatuan di dalam perbedaan.

Selanjutnya, MMPSI menjelaskan :

“Atas dasar tugas dan tanggungjawab luhur dalam membina dan menjaga umat pada berbagai aspeknya, dan sebagai bentuk tanggungjawab ke hadapan Allah SWT dalam meluruskan aqidah dan syariah umat…membuat buku panduan—seperti buku panduan tentang syiah ini—setelah dilakukan penelitian dan pengkajian yang mendalam. Buku panduan ini sebagian merupakan penjelasan teknis dan rinci dari rekomendasi Rapat Kerja Nasional MUI pada Jumadil Akhir 1404 H/Maret 1984…” (hal. 2)

Page 6: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

6

Tanggapan :

Betapa beratnya tugas dan tanggung jawab tersebut, dan lebih berat lagi saat Allah swt meminta pertanggungjawaban atas semua perkataan, tulisan, dan tindakan kita kelak di akhirat dalam pengadilan Ilahi. Betapa banyak pelajaran yang bisa di ambil dari sejarah kekuasaan Islam yang mana para khalifah selalu bermasalah saat berhubungan dengan dukungan mazhab. Berapa banyak orang dihukum hanya karena berbeda dengan ulama formal yang didukung penguasa, atau ulama mayoritas yang didukung massa? Dan Luar biasanya juga, MUI merekomendasikan pada Rapat Kerja Nasional pada tahun 1404 H/1984 M, dan baru sekarang Tim Penulis merasa mewakili MUI untuk mengeluarkan buku panduannya setelah 30 tahun kemudian. Jadi, selama 30 tahun umat terombang ambing tanpa petunjuk dan panduan. 30 tahun yang lalu ketika orde baru demikian kuatnya, MUI menfatwakan untuk mewaspadai masuknya faham syiah—bukan menyesatkan syiah—yang disatu sisi dianggap akan mengeksport ideologis revolusi Iran, dan ideologi revolusi itu tentu saja dipandang berbahaya oleh negara Indonesia yang ketika itu dikuasai secara otoriter dan diktatoris. Jadi MUI pada 1984, karena aspek politis, hanya bervisi untuk mewaspadai syiah, tetapi tim penulis buku ini bervisi menyesatkan atau mungkin kalau bisa mengkafirkan syiah.

Kemudian MMPSI juga menyatakan :

“Hadirnya buku panduan ini merupakan wujud dari tanggungjawab dan sikap tegas MUI itu, dengan harapan umat Islam Indonesia mengenal syiah dengan benar dan kemudian mewaspadai serta menjauhi dakwah mereka, karena dalam pandangan MUI faham syiah itu menyimpang dari ajaran Islam, dan dapat menyesatkan umat. Hal ini tidak mungkin dibiarkan, karena bila tidak demikian, akan menimbulkan kegelisahan yang luar biasa, bahkan terjadi konflik sosial yang sulit ditemukan solusinya… Untuk itu MUI berkewajiban untuk memagari dan mengayomi umat agar mereka terhindar dari upaya-upaya penyesatan dan penyimpangan di dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.” (hal. 4)

Tanggapan

Inilah apa yang saya sebut di awal, preventif berubah menjadi propokatif, retorik dan destruktif. MUI sendiri belum pernah mengeluarkan fatwa menyesatkan syiah, tetapi buku ini seolah-olah membawa nama MUI atas kesesatan syiah..!? Ini salah satu yang harus diwaspadai dan penyimpangan buku ini. Ternyata visi MUI berbeda dengan visi para penulis buku ini. Kalau memang mau mengenalkan syiah, maka berlaku adillah. Kenalkanlah dalil-dalil mereka, bukan langsung penilaian “menyimpangnya” saja. Kalau mau mengenalkan syiah undang dan hadirkanlah representasi mereka untuk berbicara dan menjelaskan tentang syiah. Dan alangkah arifnya jika buku ini menjelaskan bagaimana sikap saling mengormati dan menghargai di antara umat Islam yang berbeda

Page 7: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

7

mazhabnya, dan silahkan setiap orang untuk menjalankan keyakinannya masing-masing, tanpa harus merasa risih dengan perbedaan, sebab perbedaan adalah rahmat Allah swt bagi semesta. Jadi bukan mengajak umat menjauhi syiah—apalagi dengan asumsi akan terjadi konflik seperti di propagandakan buku ini—tetapi membangun sikap ukhuwah dengan syiah sekalipun berbeda. Adapun soal konflik, di negara ini, sering terjadi konflik karena pragmatisme politik bukan karena keagamaan. Dan pragmatisme politik itulah yang sering menunggang di belakang ranah agama. Karena itu, konflik sunni dan syiah boleh jadi lebih didominasi kepentingan pragmatis dari pada keagamaan. Adapun soal memagari umat agar tidak menyimpang, maka alangkah baiknya MUI mengajarkan umat ini untuk memperkuat argumentasi keyakinannya secara ilmiah tetapi tetap bertindak secara ukhuwah saat berhadapan dengan orang yang berbeda mazhabnya, sebagaimana diajarkan Alquran, “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik. Dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya.”

Bab II : Tentang Sejarah Munculnya Syiah

Adapun tentang sejarah munculnya syiah buku MMPSI ini menyebutkan sebagai berikut :

Ada yang menganggap syiah lahir pada masa akhir kekhalifahan Utsman bin Affan ra atau pada masa awal kepemimpinan Ali bin Abi Thalib ra…tampaknya pendapat yang paling populer adalah bahwa syiah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihat Khlifah Ali dengan pihak Muawiyah bin Abu Sufyan ra di Shiffin yang lazim disebut sebagai peristiwa tahkim (arbitrasi)…sebagian besar orang yang tetap setia kepada khalifah Ali disebut syiah Ali (pengikut Ali).” (hal.5-6)

Tanggapan :

Para ahli memang berbeda pendapat tentang munculnya syiah. Sebagian mengatakan sesaat setelah Nabi saaw wafat, yaitu ketika perdebatan di Saqifah. Yang lainnya menyatakan syiah lahir pada masa akhir Khalifah Usman, awal kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (35 H). Pendapat lain menyatakan bersamaan dengan Khawarij, yakni pasca perang shiffin (Ensiklopedi Tematis Dunia Islam jilid III, 2002: 34). Ada juga pendapat, syiah muncul setelah peristiwa Karbala syahidnya Imam Husain as (Hitti, History of the Arab, 2003: 237).

Namun, terdapat pula penegasan bahwa syiah telah ada sejak masa Rasul saaw. Baqir Sadr menegaskan bahwa syiah telah hadir di tengah-tengah masyarakat Islam sejak masa hidup Rasul yang terdiri dari orang-orang yang meyakini ketetapan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin pasca Rasul saaw. Kelompok ini muncul memprotes dan

Page 8: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

8

menolak kepemimpinan Abu Bakar. Di antara mereka adalah Ammar bin Yasir, Miqdad, Abu Zar, Salman, Jabir bin Abdillah, dan lainnya. Merekalah pelopor gerakan syiah awal. (Baqir sadr, 1990 : 62). Hal ini didukung dengan hadits-hadits Rasul saaw yang menggunakan istilah syiah Ali, seperti, “Syiah Ali adalah orang-orang yang beroleh kemenangan”. Ketika turun ayat ‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk’ (Q.S. al-Bayyinah : 7), Rasulullah Saw bersabda, “Wahai Ali, itu adalah engkau dan syiahmu.” (Darwisy, Syiah Ali fi Ahadis Ahl as-Sunnah, 2006: 10). Silahkan setiap orang mau mengikuti teori yang mana..!

Kemudian MMPSI mengarahkan pembaca pada perkembangan syiah dari masa ke masa dengan membawa pembaca sadar maupun tidak untuk mengikuti asumsi MMPSI dalam menyesatkan syiah. Sebelum mengulasnya, saya ingin jelaskan bahwa dalam penggunaan bahasa, ada yang disebut implikatur, yaitu cara di mana pendengar (pembaca) bisa memahami sendiri asumsi-asumsi di balik sebuah informasi tanpa harus mengungkapkannya secara eksplisit. Dengan kata lain,implikatur adalah informasi tambahan yang bisa dideduksi dari sebuah informasi tertentu. Salah satu tujuan penggunaan implikatur adalah membujuk pendengar (pembaca) untuk percaya pada validitas klaim-klaim pembicara (penulis). Jadi, implikatur ini bisa digunakan untuk membuat orang secara tidak sadar menerima begitu saja pendapat-pendapat yang sebenarnya masih bisa diperdebatkan. Kalau anda sering mendengar politisi berkata, “Seorang presiden harus bertindak atas kepentingan negara bukan partainya”, ini adalah implikatur yang mengisyaratkan bahwa selama ini presiden selalu bertindak atas kepentingan partainya. Kita bisa menggunakan implikatur ini, baik untuk tujuan positif maupun negatif. Namun, implikatur biasanya lebih sering oleh digunakan oleh para politisi.

Implikatur ini juga digunakan Tim Penulis buku panduan ini agar pembaca mengembangkan maknanya sendiri. Misalnya MMPSI ini menyebutkan :

“Istilah syiah pada era kekhalifahan Ali hanyalah bermakna pembelaan dan dukungan politik. Syiah Ali muncul pertama kali pada era kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ra, bisa disebut sebagai pengikut setia khalifah yang sah pada saat itu melawan pihak Muawiyah, dan hanya bersifat kultural, bukan bercorak akidah seperti yang dikenal pada masa sesudahnya hingga sekarang. Sebab kelompok setia syiah Ali yang terdiri dari sebagian sahabat Rasulullah dan sebagian besar tabi’in pada saat itu tidak ada yang berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib ra lebih utama dan lebih berhak atas kekhalifahan setelah rasul daripada Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra. Bahkan Ali bin Abi Thalib ra sendiri, saat menjadi khalifah, menegaskan dari atas mimbar Masjid Kufah ketika berkhutbah bahwa, “sebaik-baik umat Islam setelah Nabi Muhammad saaw adalah Abu Bakar dan Umar ra.” (hal. 6-7)

Page 9: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

9

Kalimat-kalimat di atas memuat implikatur tersembunyi. Dengan menggunakan implikatur, buku ini mengajak pembacanya mengembangkan asumsinya sendiri tentang “kesesatan” syiah secara bertahap—meskipun nantinya buku ini secara jelas ingin menyesatkan syiah. Secara perlahan, pembaca diajak untuk mengatakan syiah sekarang berbeda dengan syiah yang dulu (tahap membedakan). Syiah yang dulu itu benar tetapi syiah sekarang tidak. Syiah yang benar adalah syiah yang hanya gerakan politik dan kultural, bukan gerakan akidah. Syiah dulu meyakini Abu Bakar dan Umar lebih baik dari Ali bin Abi Thalib, sedangkan syiah sekarang meyakini Ali lebih utama dari Abu bakar dan Umar (tahap menyalahkan). Lihatlah Ali bin Abi Thalib saja mengatakan yang terbaik adalah Abu Bakar dan Umar. Jadi, jika orang syiah mengakui mengikuti Ali, maka semestinya ia mengutamakan Abu Bakar dan Umar. Karenanya, yang benar adalah menganggap Abu Bakar dan Umar lebih mulia dari Ali, maka yang menganggap Ali lebih mulia dari Abu Bakar dan Umar adalah menyimpang (tahap menyimpangkan). Dan syiah sekarang berarti menyimpang.

Dan kemudian dihalaman-halaman berikutnya, pembaca di ajak dari menyatakan “syiah menyimpang” menjadi menyatakan “syiah sesat menyesatkan”. Untuk sampai pada tujuan itu, buku tersebut mengembangkan asumsinya pula dengan mengganti istilah syiah menjadi rafidhah, yaitu : “syiah sekarang bukan lagi mengutamakan Ali, tetapi kelompok rafidhah yang berdusta pada ahlul bait dan mencaci serta mengkafirkan Abu Bakar dan Umar serta sahabat lainnya” (lihat hal. 14, 16, 18). Berdusta atas ahlul bait, mencaci dan mengafirkan Abu Bakar, Umar dan sahabat lainnya tentunya adalah kesesatan (tahap menyesatkan). Begitulah kira rangkaian deduksi yang muncul dari teknik implikatur buku ini. Padahal, asumsi-asumsi ini masih dalam ajang perdebatan.

Salah satu yang paling sering disebutkan para penulis tentang syiah adalah mengecilkannya menjadi sekedar urusan politik ansich. Penilaian ini muncul karena yang diperebutkan adalah soal kepemimpinan, dan itu tentu saja masuk bab politik. Tetapi para penulis ini lupa, bahwa konsepsi dasar Islam menegaskan akidah merupakan pondasi seluruh ajaran Islam termasuk politik (siyasah). Nabi saaw juga pemimpin agama sekaligus politik. Para ulama juga menyatakan bahwa Islam pada dasarnya tak pernah memisahkan antara urusan agama/akidah dan politik. Memisahkan urusan agama dan politik adalah paradigma sekularisme yang difatwakan haram oleh MUI itu sendiri. Apakah Tim Penulis buku ini berpendapat bahwa para sahabat seperi Imam Ali, Siti Aisyah, Thalhah, Zubair, Muawiyah, dan para pendukungnya masing-masing berperang dan saling berbunuhan karena pragmatisme politik kekuasaan tanpa memperdulikan urusan agama/akidah?

Kemudian, menurut buku MMPSI ini, bukti bahwa syiah awal hanya gerakan politik dan kultural saja dan bukan persoalan akidah dengan alasan : “tidak ada sahabat dan tabiin yang berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib ra lebih utama dan lebih berhak atas kekhalifahan setelah Rasul dari pada Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra.”

Page 10: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

10

Dengan begitu, buku ini ingin mengatakan bahwa syiah sekarang itu telah menyimpang dari syiah dulu. Sekarang mari kita buktikan apakah benar tidak ada generasi sahabat Nabi saaw dan tabiin yang mengutamakan Imam Ali as daripada Khalifah Abu Bakar dan Umar? Ini berarti jika terbukti ada sahabat yang meyakini keutamaan Imam Ali dibandingkan Khalifah Abu Bakar dan Umar, maka asumsi para penulis buku ini gugur, dan berarti sejak awal syiah memang mazhab akidah dan itu terjaga terus hingga hari ini. Karenanya tidak ada penyimpangan keyakinan syiah dari dulu hingga sekarang.

Perhatikan keterangan berikut ini. Ibnu Hibban dalam ats-Tsiqat jilid 9 no. 16440 saat menyebutkan tentang Yusuf bin Isa al-Marwzi meriwayatkan :

نا يم حدث راه ن إب صر ب بري ن ن ع نا ال سف ث و ن ي سى ب ي نا ع ضل ث ف ن ال سى ب ك عن مو شري عن ثمان ن ع ى ب م عن زرعة أب سال ن ى ب عد أب ج ال ال ئل ق س ر ن جاب بد ب هللا ع لى عن قال ع ير ذاك ف خ

شر ب شك من ال يه قد ف فر ف ك

“Menceritakan kepada kami Ibrahim bin Nashr al-Anbari yang berkata, telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Isa, yang berkata telah menceritakan kepada kami Fadhl bin Musa, dari Syarik dari Utsman bin Abi Zur’ah, dari Salim bin Abil Ja’d, yang berkata: ‘aku bertanya kepada Jabir bin Abdullah tentang Ali’, maka Beliau menjawab : ‘Dia adalah manusia terbaik, siapa yang meragukannya sungguh telah kufur’.“

Selain itu, Ibnu Abdil Barr (al-Isti’ab jilid 3/1090), juga menegaskan tentang sahabat-sahabat yang mengutamakan Imam Ali di atas siapapun :

لمان عن وروى س ى قداد ذر وأب م باب وال ر وخ ى وجاب يد وأب ع س خدرى د ال ن وزي م ب لى أن األرق ن ع بى ب اب ضى طال هللا ر نه لم من أول ع س له أ ض ء وف لى هؤال يره ع غ

“Diriwayatkan dari Salman, Abu Dzar, Miqdad, Khabbab, Jabir, Abu Said Al Khudri dan Zaid bin Al Arqam bahwa Ali bin Abi Thalib ra adalah orang yang pertama masuk Islam dan mereka mengutamakan Ali dibanding sahabat yang lain.

Lihatlah dengan tegas Jabir bin Abdillah berpendapat bahwa Imam Ali as adalah manusia terbaik dan yang meragukannya adalah “kufur/ingkar”. Apakah pernyataan Jabir bin Abdillah ini bukan bukti ia mengutamakan Ali? Selain Jabir, ternyata Salman, Abu dzar, Khabbab, Abu Said al-Khudri, Zaid bin Arqam, dikatakan sebagai orang yang mengutamakan Imam Ali di atas sahabat manapun.

Lagi pula, jika mendukung Ali sebagai khalifah adalah perkara politik saja, lantas bagaimana dengan kekhalifahan Abu Bakar dan Umar? Kalau urusan politk juga dan bukan akidah, maka syiah tidaklah menyimpang jika tidak percaya pada kekhalifahan mereka. Kalau, syiah menyimpang karena tidak mengakuinya, maka berarti buku panduan ini memasukkan urusan khalifah sebagai urusan akidah. Lalu kenapa syiah dikatakan menyimpang memasukkan imamah sebagai urusan agama/akidah?

Page 11: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

11

Mungkin makna dukungan politik dinisbatkan sebagai bentuk lahir perebutan kekuasaan, tetapi kita tidak bisa hanya melihat bentuk lahirnya saja, karena setiap perilaku memiliki motif. Motif inilah yang menjadi ukuran apakah itu hanya politik ansich atau punya motif keagamaan. Apakah Salman, Ammar, Miqdad, Jabir bin Abdillah, Abu Dzar, Habib bin Mazhahir, Hujur bin Adi, Hasan, Husain, dan lainnya yang mendukung Imam Ali as (Syiah Ali) hanya karena pragmatisme politik saja tanpa motif agama? Beginikah cara Tim Penulis buku ini menilai Syiah Ali generasi awal.

Tentang Syiah dan Rafidhah

“Alhamdulillah, Hari ini telah hadir ditengah-tengah kita, seorang narasumber yang sudah tidak asing bagi kita, seorang intelektual muda, yang cukup valid untuk membincangkan tema seminar kita hari ini. Dan perlu juga diketahui oleh para audiens, Pak Candiki Repantu ini adalah seorang tokoh syiah di Medan dan Sumatera Utara.” Begitulah kira-kira saat beberapa waktu lalu saya diundang untuk menjadi narasumber dalam suatu seminar tentang “Teror atas Nama Tuhan”. Ada yang menarik kali ini, karena dari berbagai seminar yang saya hadiri, baru kali ini saya diperkenalkan oleh panitia kepada audiens, dengan menyematkan atau melabelkan sesuatu yang lain. Jika saya diperkenalkan hanya dengan label intelektual atau “cendekiawan” muda—(ini perasaan panitia saja, karena terpengaruh nama saya “Candiki” yang memang diambil dari kata Cendekiawan)—, sekarang labelnya ditambah lagi karena panitia memperkenalkan saya sebagai “tokoh syiah di Medan”. Saya tidak tahu maksud memperkenalkan saya dengan label tambahan tersebut.

Hanya saja, saat itu saya teringat teori “labeling” atau teori “tanda” (sign) dari Ferdinand de Saussure, yang menyatakan ada hungungan erat yang tak terpisahkan antara label dan konsep. “Tanda” yang terdiri dari label dan konsep ini, mempengaruhi cara orang mempersepsi sekitarnya, karena telah diisi dengan makna yang bisa dihubungkan dengan tanda lainnya. Ambillah contohnya, saya dilabelkan “cendekiawan” yang konsep dan maknanya adalah kecerdasan, maka orang akan mempersepsi saya sebagai orang cerdas. Tetapi, bagaimana jika saya disebut “orang syiah”, kira-kira persepsi apa yang mucul? tergantung konsepnya. Kalau baru saja mendengar berita “Orang Syiah di sampang diusir” atau membaca buku MMPSI yang kita bedah ini, maka muncullah dalam persepsinya “narasumber hari ini adalah orang yang menyimpang, sesat dan menyesatkan, dan layak diusir”—(untung saya tidak di usir, karena saya dengar di Jakarta seorang Ustadz Syiah diusir saat mau menghadiri seminar).

Dengan contoh di atas anda bisa memahami bahwa karena kita punya sejarah, budaya, dan bahasa yang terkait dengan kelompok tertentu maka masing-masing kita memiliki identitas, dan identitas ini selalu digunakan untuk memberikan label pada diri kita. Dan seseorang atau kelompok tertentu bisa punya lebih dari satu label, dan label ini ada yang digunakan sendiri oleh orangnya/kelompok tersebut dan ada yang dilekatkan

Page 12: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

12

secara semena-mena pada orang/kelompok tertentu. Dan label itu ada yang berdaya positif, tetapi ada yang mengandung stereotif negatif (perhatikan kembali kasus saya di atas). Misalnya juga, “orang melayu” sekaligus ditandai sebagai “orang Islam”, sehingga saat keluar dari Islam, maka tidak diakui lagi sebagai orang melayu (ini tanda dari dalam). Tetapi “orang melayu” disebut “orang pemalas” bisa jadi ditandai secara negatif oleh kelompok lainnya (tanda dari orang luar).

Dengan memahami sedikit teori tanda di atas, mari kita bedah isi buku ini saat membicarakan tentang “Syiah dan Rafidhah”. Perhatikan rentetan kalimat-kalimat berikut ini yang kita kutip dari buku panduan tersebut :

“Rafidhah adalah kelompok syiah yang berdusta mendukung Ahlul Bait, dengan menolak Abu Bakar, Umar dan sebagian besar sahabat Nabi saw, disertai sikap mengafirkan dan mencaci mereka (hal.14).…”Abul Qasim al-Isfahani yang berjuluk qiwamus sunnah, al-Razi, as-Syahrastani, dan Ibnu Taymiyah menguatkan asal mula istilah rafidhah untuk syiah imamiyah itsna asyariyah adalah karena penolakan mereka terhadap Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husain ra yang memuliakan Abu Bakar dan Umar ra….istilah ‘rafidhah’ bagi kelompok syiah yang menolak Abu Bakar dan Umar dan mencaci keduanya. Adapun Imam Abul Hasan al-Asy’ari berpendapat syiah imamiyah dinamakan rafidhah karena penolakan mereka terhadap kepemimpinan Abu Bakar dan Umar ra.” (hal. 15)

Tanggapan :

Dari ungkapan-ungkapan MMPSI di atas, maka terlihat bagaimana para penulisnya mencoba memberi tanda dengan stereotif negatif kepada syiah. Untuk menanamkan visinya, buku ini menggiring pembaca dari istilah syiah ke istilah rafidhah, tatapi dengan menyimpangkan makna rafidhah dan mengisinya dengan makna atau konsep yang negatif. Karena rafidhah memang bermakna “pemberontak/penolak” yang berkesan negatif. Perlu diketahui, awalnya, istilah rafidhah ini digunakan untuk orang yang memberontak apapun mazhabnya, bukan hanya syiah. Ini dibuktikan dengan merujuk ke Kitab Waqaah as-Shiffin, hal. 34, karya Nasr bin Muzahim (W. 212 H) yang menyebutkan bahwa Muawiyah menulis surat kepada Amr bin ‘Ash yang sedang berada di Palestina yang isinya mengatakan :

عد أما ه ب إن ان ف لي أمر من ك لحة ع ير وط زب د ما وال غك ق ل د . ب قط وق س نا ي ن مروان إل كم ب ح ي ال فضة صرة أهل راف ب ال

“Amma’ ba’du, Kamu telah mengetahui perkara tentang Ali, Thalhah dan Zubair, tetapi (ketahuilah) Marwan bin Hakam telah bergabung bersama para rafidhah/pemberontak dari penduduk Bashrah.”

Page 13: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

13

Karenanya, tidak tepat mengatakan istilah rafidhah muncul dari Zaid bin Ali seperti yang diteorikan oleh Abul Hasan al-Asy’ari, al-Isfahani, Al-Razi, Syahrastani, dan Ibnu Taymiyah. Sebab, ternyata istiah itu telah ada sebelum zaman Zaid dan digunakan oleh Muawiyah untuk menyebut kelompok pemberontak. Dan orang Basrah juga bukanlah syiah, karena mereka tidak percaya pada kepemimpinan Ali. Tetapi kemudian, makna rafidhah ini diarahkan kepada syiah, karena syiah selalu menjadi oposisi penguasa, dan diperlebar pada penolakan terhadap Abu Bakar dan Umar, seperti diindikasikan Al-Isfahani, al-Razi, Syahrasatani dan Abul Hasan al-Asy’ari di atas.

Adapun Ibnu Hajar al-Asqalani menyebut rafidhah sebagai syiah ekstrem yang lebih mengutamakan Ali di atas Abu Bakar, Umar dan seluruh sahabat, tetapi tidak mencela mereka. Berikut ungkapan Ibnu Hajar dalam kitabnya Hady as-Sari, 1/459 :

يع ش ت بة وال لى مح مه ع قدي لى وت ة ع صحاب من ال دمه ف لى ق ي ع كر أب هو روعم ب ي غال ف فعه ي ش لق ت ط يه وي ل ضي ع ال راف عي وإ ي ش ف

“Tasyayyu adalah mencintai Ali dan mengutamakannya atas semua sahabat {selain Abu Bakar dan Umar}, dan jika mengutamakannya diatas Abu Bakar dan Umar maka dia tasyayyu’ ekstrem yang disebut Rafidhah dan jika tidak maka disebut Syiah.”

Namun, merasa kurang mantap, Tim Penulis MMPSI yang antipati terhadap syiah, mengembangkan lagi maknanya dengan mengatakan :

“Rafidhah adalah kelompok syiah yang berdusta mendukung Ahlul Bait, menolak Abu Bakar, Umar dan sebagian besar sahabat Nabi saw, disertai sikap mengafirkan dan mencaci mereka.” (hal.14)

Setelah memberi muatan negatif, MMPSI ini mengarahkan sasarannya bahwa yang dimaksud rafidhah adalah syiah imamiyah itsna asyariyah (dan juga syiah ismailiyah), yang disepakati kesesatannya. Perhatikan kalimat MMPSI berikut ini :

“Syiah rafidhah yang mengklaim adanya nash/teks wasiat penunjukan Ali sebagai khalifah dan berlepas diri dari bahkan mencaci dan mengafirkan, para khalifah sebelum Ali dan mayoritas sahabat Nabi. Kelompok ini telah meneguhkan dirinya ke dalam sekte Imamiyah itsna asyariyah dan ismailiyah. Golongan ini disepakati kesesatannya oleh para ulama, tetapi secara umum tidak mengafirkan mereka.” (hal. 16-17)

Kalau kita perhatikan teori Saussure di atas, maka kita paham bahwa label dan konsep rafidhah ini dilabelkan oleh MMPSI ini kepada syiah imamiyah untuk mendeskreditkan kelompok tersebut dan mengarahkan pada stereotif negatif. Maka tepatlah apa yang dikatakan Muhsin Amin dalam A’yan as-Syiah seperti dikutip juga oleh MMPSI itu bahwa istilah “rafidhah adalah julukan buruk untuk orang yang mendahulukan Ali dalam soal khilafah dan kebanyakan digunakan untuk mendeskredikan dan membenci mereka. Visi

Page 14: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

14

MMPSI ini untuk mencipakan kesan negatif dengan mengubah “tanda”, semakin terbukti dengan kalimat mereka berikut ini :

”Kita mesti membedakan istilah syiah secara umum dan rafidhah secara khusus. Setiap rafidhah adalah syiah ekstrem yang telah mencaci, bahkan mengafirkan Abu bakar dan Umar ra…” (hal. 17-18)

Inilah di antara yang perlu diwasapadai dan penyimpangan tulisan tentang syiah yang dilakukan Buku MMPSI ini. Perhatikan defenisi Ibnu Hajar di atas tentang rafidhah, sangat jauh dari gambaran MMPSI tersebut. Ibnu Hajar hanya mengatakan ““Rafidhah adalah syiah ekstrim yang mengutamkan Imam Ali di atas Abu Bakar dan Umar…”, sedangkan MMPSI ini menyatakan : “…Rafidhah adalah syiah ekstrem yang telah mencaci, bahkan mengafirkan Abu bakar dan Umar ra.”

Tidak hanya sampai disitu, Buku MMPSI ini kemudian mencari dukungan pernyataan dengan membawa label “ulama salaf”, dan menyatakan bahwa tidak ada generasi sahabat dan tabiin yang memandang Ali lebih utama dari Abu Bakar dan Umar :

“…Tidak ada syiah rafidhah yang dianggap moderat oleh para ulama salaf.Syiah moderat adalah syiah pada generasi sahabat dan thabiin yang berjuang bersama Ali dimana mereka tidak pernah bersikap ekstrim dalam memandang kedudukan Ali dan tidak pula mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar RA.” (hal. 17-18).

Pendapat MMPSI ini tidak didukung oleh bukti-bukti yang valid, karena ternyata orang yang medahulukan Imam Ali as atas sahabat lainnya yang dikenal dengan syiah telah ada sejak zaman sahabat, thabiin, dan fukaha salaf. Perhatikan keterangan Ibnu Hazm dalam al-Fashl fi al-Milal wal Ahwa an-Nihal juz 4/181 tentang perbedaan dalam menilai keutamaan sahabat berikut ini :

لف ت لمون اخ س م يمن ال ضل هو ف عد أف ياء ب ب يهم األن ل سالم ع ذهب , ال عض ف نة أهل ب س , العض ه وب تزل ع م عض , ال ئة وب مرج يع , ال عة وجم ي ش ى , ال ضل أن إل عد األمة أف سول ب هللا ر لى ص

هللا يه ل لم ع س لي و ن ع ي ب ب أب ضي طال هللا ر نه د , ع نا وق قول هذا روي صن ال عض عن نصا بة صحاب ضي ال هللا ر نهم ين من جماعة وعن , ع ع تاب قهاء ال ف عض ذهب و , وال نة أهل ب س عض, ال وبه تزل ع م عض , ال ئة وب مرج ى , ال ضل أن إل ة أف صحاب عد ال سول ب هللا ر لى ص هللا يه ل لم ع س و

كر, وب م, أب . عمر ث

Terjadi perbedaan di kalangan kaum muslimin tentang siapa yang paling utama setelah para Nabi as. Sebagian ahlu sunnah, sebagian mu’tazilah, sebagian murji’ah dan seluruh syiah menyatakan bahwa yang paling utama setelah Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib ra, dan pendapat ini telah diriwayatkan dari sebagian sahabat, jamaah sebagian tabiin dan fuqaha. Dan pendapat sebagian ahlus sunnah, sebagian mu’tazilah dan sebagian murjiah yang menyatakan sahabat yang paling utama setelah Rasulullah saw adalah Abu Bakar kemudian Umar.”

Page 15: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

15

Mari kita bandingkan juga pernyataan MMPSI ini dengan pernyataan Sayid Muhammad ibn Aqil Al-Alawi al-Hadrami dalam Al-‘Atbu al-Jamil ala Ahli Jarh wa Ta’dil, hal. 30 yang juga mengutip defenisi Ibnu Hajar dan kemudian berkomentar :

“…Jelaslah, makna perkataannya (Ibnu Hajar) ini bahwa sesungguhnya semua orang yang mencintai Ali dan mengutamakannya atas Syaikhain (Abu Bakar dan Umar) disebut Rawafidh (jamak dari rafidah), …Banyak dari kalangan sahabat mulia seperti Miqdad, Zaid bin Arqam, Salman, Abu Dzar, Khabbab, Jabir, Abu Said al-Khudri, Ammar, Ubai bin Ka’ab, Hudzaifah, Buraidah, Abu Ayyub, Sahal bin Hunaif, Utsman bin Hunaif, Abu Haitsam bin Tayyahaan, Khuzaimah ibn Tsabit, Qais ibn Sa’d, Abu Thufail Amir ibn Watsilah, Al-Abbas bin Abdul Muththalib dan seluruh putranya, seluruh Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib serta banyak lagi selain mereka… mereka semua adalah RAWAFIDH karena mereka mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar karena kecintaan mereka kepada Ali. Dan juga banyak tabi’in dan tabi’it tabi’in, para ulama besar, dan ini umat yang tidak terhitung jumlahnya, dan mereka juga para pendamping Alqur’an. Dan mencacat keadilan mereka—demi Allah— akan mematahkan punggung (merusak agama)…”

Perhatikan bagaimana Sayid Muhammad bin Aqil yang dengan tegas mengidentifikasi di antara sahabat dan tabiin, serta tabiit tabiin banyak yang rafidhah (syiah eksterim). Dengan demikian, MMPSI ini keliru dan menyimpang, saat menyatakan bahwa tidak ada rafidhah (syiah ekstrim) di masa sahabat dan tabiin.

Bagaimana, apakah Tim Penulis MMPSI mau menfatwakan bahwa Miqdad, Zaid bin Arqam, Salman, Abu Dzar, Khabbab, Jabir, Abu Said al-Khudri, dan seterusnya nama-nama di atas, sebagai orang yang menyimpang, sesat menyesatkan dan tidak diterima hadisnya, karena mereka rafidhah alias syiah ekstrim?

Syiah Rafidhah dalam Periwayatan Hadis Sunni

Setelah kita saksikan bagaimana MMPSI mengarahkan pembaca untuk menyetujui kesesatan syiah dengan mengubah namanya menjadi rafidhah, maka berikutnya mencoba memperkuat asumsinya dengan menyatakan bahwa ulama hadis menolak periwayat rafidhah. Perhatikan pernyataan MMPSI di bawah ini :

“…Tidak ada syiah rafidhah yang dianggap moderat oleh para ulama salaf. Syiah moderat adalah syiah pada generasi sahabat dan thabiin yang berjuang bersama Ali dimana mereka tidak pernah bersikap ekstrim dalam memandang kedudukan Ali dan tidak pula mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar RA. Syiah moderat (yang tidak berakidah rafidhah) riwayatnya dapat diterima oleh

Page 16: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

16

para ulama hadis, tetapi tidak demikian halnya jika seorang perawi hadis tergolong syiah rafidah yang menolak, mencaci, dan mengafirkan Abu Bakar dan Umar serta mendakwahkan ajaran itu, pasti ditolak riwayatnya.” (hal. 18).

Tanggapan

Pernyataan MMPSI ini saling bertentangan dalam menjelaskan tentang rafidhah dan syiah moderat. Perhatikan, MMPSI menyatakan “Tidak ada syiah rafidhah yang dianggap moderat”. Siapakah yang dimaksud syiah moderat? MMPSI menyatakan : “Syiah Moderat adalah syiah yang tidak pernah bersikap ekstrim dalam memandang kedudukan Ali dan tidak pula mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar ra, dan riwayat dari syiah moderat (yang tidak berakidah rafidhah) dapat diterima”. Ini berarti : siapa saja yang menganggap Imam Ali lebih utama dari Abu Bakar dan Umar maka dia bukan syiah moderat, tetapi syiah rafidhah dan tidak diterima hadisnya.

Tetapi mengapa lantas MMPSI menambah embel-embel rafidhah dengan kalimat “mencaci maki dan mengafirkan Abu Bakar dan Umar”? Ini adalah kerancuan dan pertentangan yang di alami oleh MMPSI ini. Atau mungkin MMPSI ingin menyebutkan ada tiga jenis syiah, yakni syiah moderat, syiah tidak moderat, dan syiah rafidhah?

Kerancuan itu akan semakin terlihat saat kita merujuk pada catatan kakinya no. 26 dimana MMPSI menyatakan:

“Adz-Dzahabi ketika menjelaskan sosok perawi bernama Abban bin Taghlib (w.141 H), meski ia syiah, riwayatnya diterima oleh ulama ahli hadis seperti Imam Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa’i, karena ia dinilai moderat dan tidak berakidah rafidhah yang menista dan mengafirkan Abu Bakar dan Umar ra.. Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Dia tsiqah ada sedikit tasayyu berada di tingkatan ke-7”…Demikian halnya dengan sosok Syarik bin Abdillah (95-178) diterima riwayatnya karena tidak berakidah rafidhah. Bandingkan dengan pernyataan Abdul Husain al-Musawi dalam kitab al-Murajaat “Dialog Sunnah-Syiah” yang menyebut kedua orang itu dalam 100 perawi syiah dalam jalur sanad Ahlussunnah di Muraja’at (dialog) ke-16. Ia ingin menggiring opini bahwa perawi-perawi hadis ahlussunnah sebagiannya berakidah rafidhah sama dengan dirinya, padahal tidak demikian.” (footnote no. 26 hal. 18).

Perhatikan, MMPSI dengan berpegang pada Adz-Dzahabi menyatakan bahwa Abban bin taghlib adalah syiah moderat, dan syiah moderat sesuai dengan defenisi yang dibuat MMPSI sendiri yaitu “syiah yang tidak memandang kedudukan Ali lebih utama dari Abu Bakar dan Umar.” Sekarang mari kita lihat, dengan defenisi MMPSI tersebut, apakah Abban bin Taghlib termasuk syiah moderat? Jawabnya tidak! Karena Adz-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidalnya jilid 1: 5-6 ketika membahas biografi Abban bin

Page 17: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

17

Taghlib dengan jelas menyatakan bahwa, “Abban bin Taghlib lebih mengutamakan Ali dari Abu bakar dan Umar” :

م كن ول ان ي ن أب لب ب غ عرض ت ين ي يخ ش ل صال ل ل ، أ د ب قد ق ت ع يا ي ل ضل ع نهما أف م

“Dan tidaklah Abban bin Taghlib seperti itu, yang mana dia tidak membincangkan Syaikhain (Abu Bakar dan Umar), tetapi ia meyakini bahwa Ali lebih utama dari keduanya.” (Mizan al-I’tidal jilid 1: 5-6).

Jadi, Abban bin Taghlib lebih mengutamakan Imam Ali daripada Abu Bakar dan Umar, dengan demikian Abban bin Taghlib bukanlah syiah moderat (menutut defenisi MMPSI), tetapi termasuk syiah ekstrim atau rafidhah dan ternyata riwayatnya diterima. Adapun tambahan dari MMPSI bahwa rafidah itu mencaci dan mengafirkan Abu Bakar dan Umar bertentangan dengan makna syiah moderat yg mereka buat sendiri dan bertentangan dengan penjelasan para ulama seperti Ibnu Hajar (lihat bagian 4) dan lainnya bahkan adz-Dzahabi yang keras penentangannya terhadap rafidhah tidak seberani MMPSI dalam mendefenisikan rafidhah. Ia menulis :

م .… دعة ث برى ب ض ، ك رف ال كامل ك لو ال غ يه وال ف

عي ي ش ال ى ف غال ي ال لف زمان ف س هم ال لم من هو وعرف ك ي ت ثمان ف ير ع زب لحة وال ة وط عاوي ومفة يا حارب ممن وطائ ل ضى ع هللا ر نه عرض ، ع بهم وت س ي . ل غال ي وال ازمان ف نا ن ذى هو وعرف ال

فر ك ء ي سادة هؤال برأ ، ال ت ين من وي يخ ش ضا ال أي

“Kedua, bid’ah kubra, seperti rafidhah yang ekstrim……..Syiah ghulat/ekstrim pada zaman salaf dan menurut pemahaman mereka adalah orang yang menceritai Usman, Zubair, Thalhah, Muawiyah, dan kelompok yang memerangi Ali ra. Dan hal itu untuk mencaci mereka. Adapun saat ini dalam pemahaman kita bahwa syiah ghulat/ekstrim adalah orang-orang yang mengafirkan mereka, dan berlepas diri (tabarra) dari syaikhain (Abu Bakar dan Umar).” (Mizan al-I’tidal, 1/5-6)

Jadi, Adz-Dzahabi mengakui bahwa ia membuat defenisi baru rafidhah—yang menyimpang dari defenisi ulama salaf dan tentu ini untuk mendeskriditkan syiah—dalam menilai kedudukan syaikhain (Abu Bakar dan Umar) yakni dengan menyebutkan bahwa syiah ekstrim (rafidhah) adalah berlepas diri dari Abu Bakar dan Umar. Tetapi MMPSI membuat defenisi baru lagi dengan menyebutkan bahwa rafidhah mengafirkan Abu bakar dan Umar.

Begitu pula, MMPSI menyebutkan bahwa rafidhah tidak diterima periwayatan hadisnya oleh ulama-ulama hadis. Tapi pernyataan MMPSI tak lebih dari prasangka saja. Karena kalau kita memeriksa enam kitab hadis standar sunni (kutub as-sittah) maka di sana terdapat perawi-perawi rafidhah yang dikaui dan diterima hadisnya. Pada kesempatan ini saya ingin mengutip beberapa nama perawi yang dinyatakan sebagai rafidhah atau syiah ekstrim dan riwayatnya diterima. Dan saya membatasi hanya mengutip rawi yang

Page 18: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

18

hadisnya diriwayatkan oleh dua kitab paling shahih dimuka bumi ini yakni Shahih Bukhari dan Muslim. Mari kita lihat lihat bukti-bukti berikut ini :

1. Imam Bukhari dalam shahihnya hadis no. 6980 meriwayatkan : “Telah menceritakan kepadaku Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari al-Walid (dalam jalur lain disebutkan) telah menceritakan kepadaku Abbad bin Ya’qub al-Asadi telah mengabarkan kepada kami Abbad bin al-‘Awwam dari asy-Syaibani dari al-Walid bin ‘Aizar dari Abu ‘Amru dan asy-Syaibani dari Ibn Mas’ud ra, bahwa seorang laki-laki pernah bertanya Nabi saw, amalan apa yang paling utama? ‘ Nabi menjawab: “Shalat tepat pada waktunya, berbakti kepada kedua orang tua, dan jihad fi sabilillah.“

Dalam rangkaian sanad hadis di atas kita menemukan nama Abbad bin Ya’qub al-Asadi, seorang rafidhah. Adz-Dzahabi dalam Mizan Al Itidal jilid 2 hal 376 no. 4149 menyebutkan :

باد ن ع قوب ب ع سدي [ ق ، ت ، خ ] ي نى اال رواج ى ال كوف عة غالة من ، ال ي ش بدع ورؤوس ال نه ، ال ك لصادق ي ث ف حدي نه .. ال بخاري وع ثا ال ي حدي يح ف صح ا ال قرون آخر م ترمذي ، ب ن ، وال ماجة واب

ن مة واب ن ، خزي ى واب داود أب

“Abbad bin Ya’qub al-Asadi ar-Rawajini al-Kufi adalah seorang syiah ekstrim (rafidhah) dan ahli bid’ah tetapi jujur dalam penyampaian hadis… Hadisnya diriwayatkan oleh Bukhari dalam shahihnya, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Abi Dawud.:”

2. Harun bin Saad al-Ajli. Adz-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal jilid 4 hal 784 no. 9159, adalah perawi yang dapat diterima hadisnya. Tetapi beliau juga dinyatakan sebagai Rafidhah.

ن هارون عد ب س لى عج صدوق . ال ي سه ف ف نه ، ن ك ضي ل يض راف غ باس روى . ب ن عن ع ين اب ع مال ، ن هارون : ق عد ب س غال من ةال ي ي يع ف ش ت ال

“Harun bin Sa’ad al-Ajli, jujur pada dirinya (shaduq fi nafsihi), tetapi rafidhi ekstrim. Diriwayatkan dari Abbas dari Ibnu Main yang berkata, “Harun bin Saad adalah dari tasyayu’ ekstrim…

Ibnu Hajar dalam Tahdzib at-Tahdzib jilid 11 hal 6 no. 9 menyatakan : “Muslim dalam shahihnya…Harun bin Saad al-Ajli…berkata Ahmad, “banyak orang yang meriwayatkan darinya dan dia solih”… Disebutkan oleh Ibnu Hibban di dalam ats-Tsiqat dan juga ad-Dhua’fa bahwa “Harun bin Saad adalah rafidhah ekstrim, tidak boleh meriwayatkan darinya”. Berkata ad-Dauri dari Ibnu Main bahwa Harun adalah syiah ekstrim. As-Saji juga menyatakan bahwa Harun adalah rafidhah ekstrim.”

Page 19: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

19

Dan ketahuilah bahwa Harun bin Saad al-Ajli yang rafidhah ini adalah perawi sahih Muslim, seperti hadis no. 5090 sebagai berikut : “Telah menceritakan kepadaku Suraij bin Yunus telah menceritakan kepada kami Humaid bin Abdurrahman dari al-Hasan bin Shalih dari Harun bin Sa’ad dari Abu Hazim dari Abu Hurairah berkata: ‘Rasulullah saw bersabda: “Gigi geraham orang kafir atau gigi taring orang kafir seperti gunung Uhud dan tebalnya kulit orang kafir sejauh perjalanan tiga (hari).”

3. Imam Bukhari dalam shahihnya no. 6891 meriwayatkan, : “Telah menceritakan kepada kami al-Humaidi telah menceritakan kepada kami Sufyan telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin A’yun dan Jami’ bin Abu Rasyid dari Abu Wail dari Abdullah ra berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa berambisi memperoleh harta seorang muslim dengan sumpah palsu, ia berjumpa Allah sedang Allah dalam keadaan murka kepadanya.” Abdullah berkata, “Kemudian Rasulullah saw membacakan kitabullah: ‘Sesungguhnya orang-orang yang membeli janji Allah dan sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh bagian di akherat, dan Allah tidak mengajak mereka bicara’. (QS.Ali Imran: 77).”

Dalam sanad riwayat Bukhari di atas terdapat nama Abdul Malik bin A’yun al-Kufi. Beliau adalah seorang rafidhah dan saudara Zurarah bin A’yun seorang syiah yang sangat terkenal. adz-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal jilid 2 hal 651, no. 5190 menyatakan :

لك م بدال ن ع ين ب ى عن . [ خ ، عو ] أع ل أب يره وائ ا . وغ ن لوق ين اب ع يس : م شئ ل ال . ب هو : آخر وقصدوق ض ترف ال . ي ن ق نة اب ي ي نا : ع لك حدث م بدال ان :ع يا وك ض راف

“Abdul Malik bin A’yun meriwayatkan dari Abi Wail dan selainnya… Berkata Ibnu Main, “tidak ada apa-apanya”, dan berkata juga, “Jujur, rafidhi”…bekata Ibnu Uyainah, “menceritakan kepada kami Abdul Malik, dan dia rafidhah.”

Ibnu Hajar dalam Tahdzib at-Tahdzib jilid 6 hal 385, no. 729 menyatakan : “Abdul malik bi A’yun al-Kufi…berkata al-Humaidi dari Sufyan, menceritakan kepada kami Abdul Malik bin A’yun, Syi’i, di sisi kami ia rafidhi…Berkata Hamidi dari Sufyan, “mereka adalah tiga bersaudara, yakni Abdul Malik, Zurarah, dan Himran, mereka semua rafidhah.”

Dan ketahuilah bahwa Abdul Malik yang rafidhah ini adalah perawi enam kitab hadis sunni yakni Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Dawud dan Sunan Tirmidzi.

Kita cukupkan tiga contoh di atas, dimana perawi yang dikatakan rafidhah, rafidhah ekstrim, atau syiah ekstrim ternyata riwayatnya di terima di kitab-kitab shahih sunni bahkan kutubus sittah (enam kitab paling standar di sunni) meriwayatkan dari perawi rafidhah. Dengan bukti-bukti ini, maka benarlah pernyataan Sayid Abdul Husain

Page 20: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

20

Syarafuddin al-Musawi di dalam kitabnya al–Muraja’at bahwa banyak periwayat syiah dalam kitab-kitab hadis sunni, sedangkan klaim MMPSI hanyalah prasangka saja.

BAB III : PENYIMPANGAN AJARAN SYIAH

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (QS. Al Hujurat : 12)”

Kita telah membedah dua bab dari isi Buku MMPSI ini, dan anda sudah menyaksikan bagaimana penyimpangannya. Maka kini masuklah kita pada Bab III, tentang Penyimpangan Ajaran Syiah. Bab ini tidak lebih berisi hal-hal propaganda dan banyak manipulasi data serta prasangka yang tidak sesuai dengan pandangan syiah. Selain itu isu-isu yang diangkat juga bukanlah isu baru, ntah kalau penulis MMPSI baru mengetahuinya. Apa yang diangkat adalah isu-isu lama yang diulang-ulang, dan ulama-ulama syiah telah menjawab dan menjelaskan hal-hal tersebut secara gamblang dalam puluhan jilid kitab-kitab mereka. Namun, sebagian kelompok yang masih sulit menerima kehadiran syiah membawa isu-isu itu kembali dari dulu hingga kini, termasuklah MMPSI.

Kondisi ini telah melahirkan diskusi mazhab yang panjang. Ulama Sunni menulis buku yang menyerang mazhab syiah, dan Ulama syiah membalasnya dengan menulis buku juga sebagai jawaban. Misalnya Al-Murtadha menulis Asy-Syafi fi al-Imamah untuk membantah ulama-ulama sunni yang menghujat syiah. Ibnu Hajar al-Haitsami menulis Shawaiq al-Muhriqah dan dijawab oleh ulama syiah Nurullah al-Tusytari dengan menulis buku Shawarim al-Muhriqah fi Jawabi Shawaiq al-Muhriqah. Allamah Hilii menulis buku Minhaj al-Karamah dan juga Nahj al-Haq wa Kasyf ash-Shidq. Ibnu Taymiyah (sunni) menulis buku ‘Minhaj al-Sunnah’ untuk membantah buku ‘Minhaj al-Karamah’ dan Ibnu Rouzban (sunni) menulis Ibthal al-Bathil wa Ihmal Kasyf al-‘Athil untuk membantah Nahj al-Haq wa Kasyf al-Shidq. Allamah al-Muzaffar (syiah) pun menulis Dalail ash-Shidq 3 Jilid untuk membantah Ibnu Taymiyah dan Ibnu Rouzban. Kemudian diakhiri oleh al-Tustary (dari Syiah) dengan kitabnya lhqaq al-Haq yang diberi catatan oleh Ayatullah al-Mar’asyi an-Najafi, sehingga mencapai 25 jilid ukuran besar seperti Encyclopedia. Sampai sekarang belum ada yang menjawab buku ini.

Begitu pula, ad-Dahlawi (sunni) menulis buku at-Tuhfah al-Itsna Asyariyah dan kemudian dijawab oleh Sayyid Dildar Ali (syiah) di dalam kitabnya ash-Shawarim al-Ilahiyyah dan Shawarim al-Ihlam. Begitu pula dalam kitab as-Saif al-Maslul ‘ala Mukhrib Din ar-Rasul. Lalu, kitab Sayyid Dildar Ali dijawab oleh Rasyiduddin ad-Dahlawi (sunni), murid penulis kitab at-Tuhfah, dengan kitabnya asy-Syawkah al-Umariyyah. Tapi kemudian, kitab asy-Syawkah al-‘Umariyyah itu dijawab oleh Baqir Ali (syiah) dengan kitabnya al-Hamlah al-Haidariyyah. Selain itu, kitab at-Tuhfah ad-Dahlawi juga dijawab

Page 21: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

21

oleh kitab an-Nazhah al-Itsna ‘Asyariyyah. Lalu salah seorang Ahlus Sunnah menjawab kitab an-Nazhah al-Itsna ‘Asyariyyah dengan menulis kitab Rujum asy-Syayathin. Selanjutnya kitab ar-Rujum asy-Syayathin dijawab oleh Sayyid Ja’far al-Musawi dengan kitabnya Mu’in ash-Shadiqin fi Radd Rujum asy-Syayathin. Kemudian juga kitab at-Tuhfah ad-Dahlawi dijawab oleh Sayyid Muhammad dengan menulis kitab al-Ajnad al-Itsna ‘Asyariiyah al-Muhammadiyyah. Dan kitab Sayid Muhammad ini dijawab oleh Muhammad Rasyid ad-Dahlawi. Lalu Sayyid Muhammad menulis jawaban kembali dengan kitabnya al-Ajwibah al-Fakhirah fi ar-Radd ‘ala al-Asya’irah, dan dilanjutkan oleh anaknya Sayid Muhammad yakni Hamid Husain al-Hindi dengan menulis 20 jilid kitab Abaqat al-Anwar. Selain itu ditulislah 11 jilid al-Ghadir oleh al-Amini untuk membantah beberapa kitab yang menghujat syiah seperti kitab al-Iqd al-Farid, al-Farq Baina al-Firaq, al-Milal wa an-Nihal, al-Bidayah wa an-Nihayah, al-Mashahr, as-Sunnah wa as-Syiah, Fajr al-Islam, Zhuhr al-Islam, Dhuha Islam, Aqidah as-Syiah, al-Wasyiah dan juga Minhaj as-Sunnah. Sampai saat ini juga belum ada ulama sunni yang secara sistematis memberikan bantahan untuk buku-buku ulama syiah tersebut.

Apa saja yang menjadi isu kesesatan syiah yang ditebarkan ditengah-tengah masyarakat? MMPSI menyebutkan lima penyimpangan syiah, yaitu :

1. Penyimpangan Paham tentang Orisinalitas Alquran 2. Penyimpangan Paham tentang Ahlul Bait Rasul saw dan Meengafirkan Sahabat

Nabi 3. Penyimpangan Paham tentang Syiah Mengafirkan Umat Islam 4. Penyimpangan Paham tentang Kedudukan Imam Syiah 5. Penyimpangan Paham tentang Hukum Nikah Mut’ah

Kelima hal di atas diajukan MMPSI untuk menyesatkan syiah—atau mungkin mengkafirkannya. Isu-isu ini sebenarnya isu-isu lama yang telah dijawab oleh ulama-ulama syiah dengan menulis ratusan jilid buku. Sekarang marilah kita telusuri tuduhan-tuduhan MMPSI ini. Tapi seperti sering diingatkan, pembahasan ini bersifat ilmiyah dan tidak lain untuk memperkuat kokohnya Ukhuwah Islamiyah sunni-syiah, agar tidak terjadi salah pemahaman dikarenakan isu-isu yang keliru dipahami atau terselewengkan.

1. Tentang Orisinalitas Alquran

Perlu ditegaskan bahwa yang muktabar bagi syiah imamiyah itsna asyariyah yang pengikutnya mayoritas di dunia dan di Indonesia adalah menolak terjadinya tahrif pada Alquran, baik itu penambahan maupun pengurangan pada Alquran. Hal ini banyak ditegaskan para ulama syiah dari masa lalu hingga kini. Karenanya, untuk mendudukan persoalan tersebut, dan sebelum mengulas tentang tahrif Alquran, perlu diketahui, menurut para ulama syiah, Al-Quran diturunkan dalam dua tahap. Pertama, sabil al-ijmal (marhalah al-ihkam), yaitu diturunkan secara keseluruhan dalam bentuk global. Kedua, sabil at-tafshil (marhalah at-tafshil), yaitu diturunkan secara berangsur-

Page 22: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

22

angsur sejak Rasul saaw di utus hingga akhir hayatnya (lihat Baqir al-Hakim, Ulum al-Quran, hal. 27-28)

Ayatullah Baqir al-Hakim menjelaskan yang dimaksud diturunkannya wahyu itu secara global yaitu turunnya ilmu-ilmu Allah swt, termasuk Alquran dan rahasia-rahasia besar yang terkandung di dalamnya ke dalam hati Rasulullah saaw agar hatinya dipenuhi dengan cahaya pengetahuan al-Quran (Ulum al-Quran, hal. 27). Jadi, nuzul al-Quran (turunnya Alquran) itu terdiri dari dua hal, yakni teks Alquran dan makna Alquran (tafsir, takwil, hukum, rahasia-rahasianya, dan lainnya). Karena itulah, maka Rasulullah saaw adalah orang pertama yang menguasai maksud dan makna teks-teks Alquran itu, beliaulah penafsir pertama Alquran. Karena itu adakalanya Rasul saaw menyampaikan teks sekaligus makna yang terkandung di dalamnya. Inilah yang disebut hakikat nuzul Alquran yang mana Allah swt yang menurunkannya, membacakanya, mengumpulkannya di dalam dada Nabi saaw, dan menjelaskan maksudnya. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Alquran sendiri : “Janganlah engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk mebaca Alquran) karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya KAMI YANG AKAN MENGUMPULKANNYA (di dadamu) dan MEMBACAKANNYA. APABILA KAMI TELAH SELESAI MEMBACAKANNYA, MAKA IKUTILAH BACAANNYA ITU. KEMUDIAN, SESUNGGUHNYA KAMI YANG AKAN MENJELASKANNYA.” (Q.S. al-Qiyamah : 16-19)

Syaikh Shaduq dalam kitabnya al-I’tiqadat hal. 83-84 menjelaskan tentang akidah syiah tentang Alquran sebagai berikut :

“Keyakinan kami tentang Alquran, adalah Kalam Allah, wahyu-Nya, firman dan kitab suci-Nya. Ia tidak didatangi kebatilan dari depan maupun belakang. Ia diturunkan dari Dzat Yang Maha Bijak dan Maha Mengetahui. Ia mengandung kisah-kisah yang benar, ucapan pemutus, dan bukan senda gurau…Sungguh, Keyakinan kami bahwa Alquran yang diturunkan Allah kepada nabi-Nya, Muhammad saaw adalah apa yang termuat di antara dua sampul (mushaf) yang sekarang beredar di tengah-tengah manusia. Tidak lebih dari itu. Jumlah surahnya adalah 114 surah…Dan barangsiapa menisbahkan kepada kami bahwa kami meyakini Alquran lebih dari itu maka ia adalah pendusta.

Setelah mengetahui dua jenis penurunan wahyu dan pendapat ulama muktabar, mari kita bisa menganalisis tentang tahrif Alquran yang menjadi polemik sunni dan syiah. MMPSI menyebutkan bahwa ulama-ulama syiah meyakini terjadinya tahrif Alquran yang bermakna penambahan dan pengurangan Alquran. Hal ini dapat dilihat pada pernyataan MMPSI pada hal. 25-26 sebagai berikut :

“Menurut seorang ulama Syiah, al-Mufid, dalam kitab Awail al-Maqalat, menyatakan bahwa Alquran yang ada saat ini tidak orisinal. Alquran sekarang sudah mengalami distorsi, penambahan dan pengurangan. Tokoh syiah lain mengatakan dalam kitab Mir’atul Uqul Syarh al-Kafi, menyatakan bahwa Alquran telah mengalami pengurangan dan perubahan. Al-Qummi, tokoh

Page 23: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

23

mufassir syiah, menegaskan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa ayat-ayat Alquran ada yang diubah sehingga tidak sesuai dengan ayat aslinya seperti ketika diturunkan oleh Allah. Abu Manshur Ahmad bin Ali al-Thabarshi, seorang tokokh syiah abad ke-6 H menegaskan dalam kitab al-Ihtijaj, bahwa Alquran yang ada sekarang adalah palsu, tidak asli, dan telah terjadi pengurangan. Ni’matullah al-Jazairi menyatakan dalam kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyah, semua imam syiah menyatakan adanya tahrif (perubahan) Alquran, kecuali pendapat Al-Murtadha, as-Shaduq, dan al-Thabarshi yang berpendapat tidak ada tahrif. Dalam keterangan selanjutnya ia menjelaskan bahwa ulama yang menyatakan tidak ada tahrif pada Alquran itu sedang bertaqiyah” (hal. 25-26).

Tanggapan :

Pernyataan MMPSI di atas menyebutkan lima ulama syiah yang menyatakan tahrif Alquran, yaitu : Syaikh Mufid, Allamah Al-Majlisi, Al-Qummi, Ahmad bin Ali at-Thabarshi, dan Ni’matullah al-Jazairi.

Sekarang mari kita bandingkan pernyataan MMPSI tersebut dengan pernyataan ulama syiah, Al-Fadhl ibn al-Hasan Abu Ali At-Thabarsyi dalam kitabnya tafsirnya Majma’ al-Bayan sebagai berikut :

“Adapun tentang adanya penambahan pada Alquran maka hal tersebut disepakati sebagai sesuatu yang batil. Sedangkan adanya pengurangan dari Alquran maka beberapa dari kalangan kami (imamiyah) dan juga dari kalangan ahlussunnah, ada riwayat bahwa di dalam Alquran terjadi perubahan dan pengurangan. Akan tetapi yang benar menurut mazhab kami dan mazhab mereka ialah kebalikan dari itu. Dan pendapat yang demikian itulah yang didukung oleh al-Murtadha, semoga Allah mensucikan ruh beliau.” (At-Thabarsi, Tafsir Majma’ al-Bayan jilid 1, h. 15)

Dari pernyataan at-Thabarsyi di atas maka kita bisa mengambil kesimpulan :

1. Tentang penambahan Alquran disepakati kebatilannya dan tertolak. 2. Tentang pengurangan Alquran, maka terdapat ulama imamiyah dan ulama

Ahlussunnah yang meriwayatkan terjadinya hal tersebut. Mereka hanya menyampaikan riwayat bukan berpendapat adanya tahrif.

3. Para ulama syiah dan sunni, membahas pendapat dan riwayat-riwayat tentang pengurangan Alquran ini dan menolak terjadinya hal tersebut dengan argumentasi-argumentasi yang tak terbantahkan. Karenanya, menisbatkan kepada syiah atau kepada sunni keyakinan terjadinya tahrif Alquran dalam makna pengurangan Alquran juga tidak bisa diterima.

Lantas apakah kelima ulama syiah yang disebutkan oleh MMPSI tersebut meyakini terjadinya tahrif dan pengurangan Alquran? Jawabnya , tidak!. Berikut ini kita diskusikan.

Page 24: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

24

1. Syaikh Mufid.

MMPSI menyatakan :

“Syaikh Mufid dalam kitab Awail al-Maqalat, menyatakan bahwa Alquran yang ada saat ini tidak orisinal. Alquran sekarang sudah mengalami distorsi, penambahan dan pengurangan”. (hal. 25). [Dalam footnote-nya disebutkan dikutip dari kitab Awail al-Maqalat, hal. 80-81].

Sekarang mari kita lihat isi kitab Awail al-Maqalat pada halaman 80-81 bab “Pendapat tentang Penyusunan Alquran, Penambahan dan Pengurangannya” sebagai berikut :

قول ي ال يف ف أل قرآن ت ر وما ال وم ذك ادة من ق زي يه ال صان ف ق ن وال

ول بار إن :أق د األخ ضة جاءت ق ي ف ت س مة عن م هدى أئ تالف ،(ص) محمد آل من ال اخ قرآن ب ه وما ال أحدثعض ين ب م ظال يه ال من ف

حذف صان، ال ق ن أما وال قول ف ي ال يف ف تأل موجود ال ال ضي ف ق يه ي م ف قدي ت تأخر ب م ير ال أخ وتقدم ت م سخ عرف ومن ال نا سوخ ال ن م كي وال م ي وال مدن م وال ب ل رت ما ي اه ب رن صان وأما ذك ق ن إن ال ف

قول ع ال ال له ي ح ال ت نع و م وعه، من ت د وق نت وق تح ة ام قال لمت ادعاه، من م يه وك ل ة ع تزل ع م اليرهم ال وغ لم طوي فر ف نهم اظ حجة م تمدها ب ي اع ساده ف ف

د ال وق ه اإلمامة أهل من جماعة ق م إن قص ل ن لمة من ي ال ك ة من و ال آي سورة من و كن ان ما حذف ول كتا ب ث ي م صحف ف ير م ين أم ن مؤم له من (ع) ال أوي يروت ت س يه ف عان لى م قة ع ي ق له ح نزي ك ت وذلان تا ك اب ال ث نز م وإن م كن ل لة من ي الم جم هللا ك ى عال ذي ت قرآن هو ال عجز، ال م د ال سمى وق ل ي أوي تقرآن ا ال رآن ال ق هللا ق ى عال ال) :ت عجل و قرآن ت ال بل من ب ضى أن ق ق يك ي يه إل ل وح ي رب وق زدن

لما سمى (ع ل ف أوي قرآن ت ا، ال رآن يس ما وهذا ق يه ل ي ف ير أهل نب س ف ت تالف ال اخ

ندي قول هذا أن وع به ال ش قال من أ صان ادعى من م ق لم ن فس من ك قرآن ن لى ال قة ع ي ق ح دون الل، تأوي يه ال يل وإل هللا أم سأل و قه أ ي وف صواب ت ل ل

”Sesungguhnya riwayat-riwayat yang diperoleh dari imam-imam pemberi petunjuk dari keluarga Muhammad saaw, terdapat pernyataan tentang perbedaan Alquran, dan juga yang menceritakan tentang sebagian orang-orang zalim yang membuang dan mengurangi Alquran. Yaitu terjadi pada saat penyusunan (Alquran) dengan memerintahkan mendahulukan yang akhir dan mengakhirkan yang terdahulu, mengenalkan nasakh dan mansukh, makkiyah dan madaniyyah, tidaklah teratur sebagaimana disebutkannya. Adapun tentang pernyataan pengurangan (Alquran) yang secara akal tidaklah mustahil dan tidak terlarang terjadinya, maka setelah aku mencermati dari para penyerunya dan pernyataan dari Muktazilah dan selain mereka, maka tidaklah dapat diambil dan bersandar pada hujjah mereka yg rusak tersebut.

Page 25: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

25

“DAN TELAH BERAKATA JAMAAH AHLI IMAMAH (KELOMPOK SYIAH), SESUNGGUHNYA ALQURAN TIDAK BERKURANG WALUPUN HANYA SATU KATA, SATU AYAT, ATAU SATU SURAT. Akan tetapi (yang) dihapus (adalah) apa-apa yang ada dalam mushaf Amirul Mukminin as yang merupakan ta’wil dan tafsir makna-maknanya sesuai dengan hakikat turunnya. Yang demikian itu (ta’wil dan tafsir) sekalipun telah diturunkan Allah, tetapi itu bukan bagian dari friman Allah Alquran yang mukjizat. DAN MENURUT SAYA PENDAPAT INI LEBIH TEPAT DARIPADA PENDAPAT ORANG YANG MENGANGGAP ADANYA PENGURANGAN FIRMAN DARI ALQURAN ITU SENDIRI YANG BUKAN TA’WILNYA. DAN SAYA MEMILIH PENDAPAT INI. Hanya kepada Allah lah saya memohon taufiq untuk kebenaran.” (Awail al-Maqalat hal. 80-81)….{Setelah menolak pengurangan Alquran, kemudian Syaikh Mufid menjelaskan penolakanya terhadap penambahan Alquran}.

Jadi, sungguh aneh bin ajaib, MMPSI ini menuduh Syaikh Mufid mengakui tahrif Alquran. Kesimpulan kita sementara ini, penyimpangan MMPSI ini karena mengarahkan pandangannya pada judul bab dan ungkapan awal Syaikh Mufid dan meninggalkan bagian akhirya (mungkin ini bukan kesengajaan). Tetapi ini kesalahan fatal, karena menyebabkan manipulasi informasi dan menebarkan fitnah yang membahayakan.

2. Allamah al-Majlisi

Ulama lain yang dinyatakan meyakini tahrif Alquran oleh MMPSI adalah Allamah al-Majlisi pengarang buku Mir’atul Uqul. MMPSI menyatakan :

Al-Majlisi mengatakan dalam kitab Mir’atul Uqul Syarh al-Kafi, menyatakan bahwa Alquran telah mengalami pengurangan dan perubahan.” (hal. 25).

Tanggapan :

Anggapan tersebut dinisbatkan berdasarkan pada pernyataan Allamah Al-Majlisi dalam Kitab Mir’atul Uqul fi Syarh Akhbar Aali al-Rasul juz 12/525. Perlu diketahui kitab ini adalah adalah kitab yang mengomentari kitab Al-Kafi karya Syaikh al-Kulaini. Dan pada bagian yang disebutkan ini beliau sedang mensyarah hadis al-kafi yang menyebutkan tentang diturunkan Alquran dari Jibril sebanyak 17.000 ayat.

Di sini, ternyata MMPSI hanya mengutip bagian awal tulisan Al-Majlisi dan memotong paragraf berikutnya. Berikut paragraf pertama dari tulisan Al-Majlisi :

ث حدي ثامن ال شرون و ال ع ق : ال ي و .موث عض ف سخ ب ن ن هشام نع ال م ب سال ضع ن هارون مو بلم، س بر م خ ال يح ف صح ال و فى خ بر هذا أن ي خ ير و ال ث بار من ك يحة األخ صح حة ال صري ي ف

قص قرآن ن يره، و ال ي غ ندي و ت بار أن ع ي األخ باب هذا ف رة ال توات نى م مع

“Hadis ke 28. “hadis muwatsaq”. Disebagian salinan, Hisyam bin Salim, ditulis Harun bin Muslim. Riwayat shahih, dan tidaklah tersembunyi bahwa riwayat ini dan banyak

Page 26: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

26

riwayat-riwayat yang sahih lagi jelas tentang pengurangan Alquran dan perubahannya. Menurutku, riwayat-riwayat dalam bab ini bersifat mutawatir makna…” (Mir’atul Uqul juz 12/525)

Berdasarkan pernyataan inilah, MMPSI mengklaim bahwa Al-Majlisi mempercayai tahrif Alquran. Benarkah demikian? Jauh panggang dari api, karena bagi Al-Majlisi riwayat-riwayat itu tidak bisa dijadikan dalil meyakini tahrif Alquran. Beliau menegaskan hal itu pada paragraf berikutnya :

ه بت إذا ألن فه ث حري في ت ل ف ة ك تمل آي ح ك ي زهم و ذل جوي يهم ت ل سالم ع لى ال راءة ع هذا ققرآن عمل و ال ه ال ر ب توات لوم م م إذ مع قل ل ن صحاب من أحد من ي نا من أحدا أن األ ت م ا أعطاه أئ ران أو قلمه راءة، ع من ظاهر هذا و ق بع ل ت بار، ت عمري و األخ يف ل وني ك ترئ لى ج فات ع ل ك ت كة ال ي رك ال

ي لك ف بار ت األخ

Perhatikan bagaimana Al-Majlisi menegaskan bahwa : “…Karena, jika kita menetapkan tahrif Alquran, maka hal itu bisa terjadi pada seluruh ayatnya, sementara secara mutawatir para imam Ahlul Bait membolehkan membaca Alquran ini dan beramal dengannya. Dan tidak seorangpun yang menukil bahwasanya salah seorang imam memberikan Alquran atau mengajarkan bacaan yang berbeda. Inilah yang nyata bagi orang yang mengikuti riwayat-riwayat tersebut. Dan demi hidupku, bagaimana mereka berani memberlakukan perkara ini pada riwayat-riwayat tersebut…” (Mir’atul Uqul juz 12/525).

Jadi, MMPSI merekayasa data dengan mengutip sepotong tulisan al-Majlisi dan membuang lainnya.

3. Alqummi

MMPSI juga menyebutkan Alqummi sebagai salah seorang ulama yang meyakini tahrif Alquran sebagai berikut :

“Al-Qummi, tokoh mufassir syiah, menegaskan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa ayat-ayat Alquran ada yang diubah sehingga tidak sesuai dengan ayat aslinya seperti ketika diturunkan oleh Allah.” (hal. 26)

Tanggapan :

Pernyataan MMPSI ini berdasarkan pada Muqaddimah Tafsir Alqummi juz 1 hal. 5-11. Perlu diketahui, sebelumnya sudah saya jelaskan bahwa menurut ulama syiah, nuzul Alquran (turunnya Alquran) terdiri dari dua hal, yakni teks dan makna Alquran yang disertai tafsir, takwil, hukum, rahasia, dan ilmu-ilmu lainnya. Karenanya, Nabi saaw adalah penafsir pertama Alquran yang menyampaikan teks sekaligus

Page 27: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

27

maknanya. Inilah hakikat nuzul Alquran yang mana Allah swt yang menurunkannya, membacakannya, mengumpulkannya, dan menjelaskan maksudnya (Q.S. al-Qiyamah: 16-19). Jadi, Muqaddimah Tafsir Al-Qummi juga sedang menjelaskan hal-hal tersebut. Berikut ini pernyataan Alqummi dalam tafsirnya—{saya tidak menuliskan semuanya karena terlalu panjang, tetapi dipilih sesuai maksud yang dituju oleh MMPSI tersebut}—sebagai berikut :

قرآن ال نه ف سخ، م ا نه ن سوخ، وم ن نه م كم، وم نه مح ه، وم شاب ت نه م نه عام، وم نه خاص، وم م، وم قدي تنه ير، وم أخ نه ت قطع، وم ن نه م نه معطوف، وم كان حرف وم نه حرف، م لى وم زل ما خالف ع هللا ان نه ، ومفظه ما نه خاص، اهومعن عام ل فظه ما وم ناه خاص ل نه عام، ومع ات وم ضها آي ع ي ب سورة ف مامها ي وت ف

سورة نه اخرى له ما وم أوي ي ت له ف نزي نه ت له ما وم اوي له، مع ت نزي نه ت له ما وم أوي بل ت قله، نزي نه ت له وم أوي عد ت له ب نزي ت

“Alquran di dalamnya ada nasikh, mansukh, muhkam, mutasyabih, am, khas, taqdim, takhir, munqati’, ma’thuf, huruf diposisi huruf, dan sebagiannya berbeda dengan apa yang diturunkan Allah swt. Di dalamnya juga terdapat lafadz umum tetapi bermakna khusus, dan lafadz khusus bermakna umum, ayat-ayat yang sebagiannya di satu surat dan penyempurnaanya ada pada surah yang lain, terdapat ta’wilnya pada turunnya, bersamaan dengan turunnya, sebelum turunnya, dan sesudah turunnya…” (Tafsir Alqummi, hal. 5)

ان هو ما واما لى ك زل ما خالف ع هللا ان هو ه ف ول تم ” ق ن ير ك ناس اخرجت امة خ ل أمرون ل م ت ال عروفبنهون كر عن وت ن م نون ال ؤم هلل وت ا قال ” ب هللا ف بد وع يه) اب ل سالم ع قاري (ال ة هذه ل ير ” اآلي امة خ

لون ” ت ق ير ي ين ام ن مؤم سن ال ح ين وال س ح ن وال لي ب ع

يل ق ه ف يف ل ت وك زل ن ن اب سول ي ؟ ر قال هللا ما ف ت ان زل تم ” ن ن ير ك مة خ ناس اخرجت ائ ل ال ” ل ارى هللا مدح ت هم ي ل ة آخر ف أمرون ” اآلي عروف ت م ال نهون ب كر عن وت ن م نون ال ؤم هلل وت ا “ ب

“Adapun tentang “sebagiannya berbeda dengan apa yang diturunkan Allah swt”, adalah seperti firman-Nya, “Kamu adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan untuk manusia, yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah” (Kuntum khairu ummah ukhrijat linnasi takmuruna bil ma’ruf wa tanhauna ‘anil munkar wa tu’minuna billah)” (Q.S. Ali Imran: 110). Maka berkata Abu Abdillah as kepada yang membaca ayat ini : “khairu ummah” (sebaik-baik ummat) apakah mereka juga yang membunuh Amirul Mukminin Ali, Hasan dan Husain? Maka ditanyakan, bagaimana ayat ini diturunkan wahai putra Rasulullah? Imam as menjawab, “Sesungguhnya ia diturunkan ‘kuntum khairu aimmah ukhrijat linnasi’ (kamu adalah sebaik-baik imam yang dikeluarkan untuk manusia).” Perhatikanlah bagaimana Allah swt memuji mereka pada bagian akhir ayatnya…”Yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (Tafsir Alqummi jilid 1, hal. 10)

Jadi, yang dimaksud dengan perkataan Imam Ja’far “diturunkan ayat ini” yaitu hakikat turunnya yang disertai takwil atau penjelasannya. Jadi itu bukan teks Alquran tetapi

Page 28: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

28

penjelasan maksud Alquran tersebut agar orang tidak salah memahaminya sebagaimana ditunjukkan dengan kritik Imam kepada pemaknaan umumnya, yaitu “Apakah mereka juga termasuk mengaku sebagai umat terbaik, padahal mereka membunuh Ali, Hasan dan Husain”?

Dengan demikian, yang dimaksud oleh Al-Qummi dengan pernyataan “tidak sesuai dengan apa yang diturunkan Allah” adalah hakikat turunnya yang disertai takwil dan rahasianya kepada Rasul saaw. Itulah yang dijelaskanya pada Muqaddimah Tafsir al-Qummi tersebut. Tapi sayang MMPSI lebih mendahulukan pemahamannya daripada pemahaman ulama syiah.

4. Ahmad bin Ali at-Thabarshi

Berikutnya, ulama syiah yang dituduh MMPSI mempercayai tahrif Alquran adalah Ahmad bin Ali al-Thabarshi. MMPSI menyatakan :

“Abu Manshur Ahmad bin Ali al-Thabarshi, seorang tokoh syiah abad ke-6 H menegaskan dalam kitab al-Ihtijaj, bahwa Alquran yang ada sekarang adalah palsu, tidak asli, dan telah terjadi pengurangan”. (hal. 25-26)

Tanggapan :

Pernyataan di atas merupakan kesimpulan dari Kitab al-Ihtijaj juz 1/156 karya at-Thabarshi. Namun, setelah dicermati, ternyata MMPSI ini lagi-lagi melakukan penyimpangan. Terlepas dari kualitas riwayat yang dibawakan, At-Thabarshi tidak menyatakan demikian. Beliau hanya meriwayatkan bahwa Imam Ali menyusun Alquran yang di dalamnya terdapat penjelasan hakikat turunnya serta pelanggaran kaum muhajirin dan anshar. Para sahabat menolak Alquran susunan Imam Ali dan menyusun Alquran yang tidak mengandung hal-hal tersebut. Berikut pernyataan At-Thabarsyi dalam kitabnya al-Ihtijaj juz 1/156.

ي ة وف ي رواي فاري ذر أب غ ه ال ال أن ما :ق ي ل وف سول ت هللا ر لى ص هللا يه ل ه ع لي جمع وآل يه ع ل عسالم قرآن ال ه وجاء ال ى ب ن إل مهاجري صار ال ضه واألن يهم وعر ل ما ع د ل صاه ق ك أو ذل سول ب هللا ر

لى ص هللا يه ل ه، ع لما وآل تحه ف و ف كر أب ي خرج ب فحة أول ف ص تحها ح ف ضائ قوم، ف ب ال وث فال عمر ا :وق لي ي ال اردده ع نا حاجة ف يه، ل أخذه ف يه ف ل سالم ع صرف ال م وان ضروا ث د أح ن زي بت اب ان – ث ا وك اري قرآن ق ل قال – ل ه ف يا إن :عمر ل ل قرآن جاء ع ال يه ب ح وف ضائ ن ف مهاجري الصار، د واألن نا وق ف أن رأي ؤل قرآن ن قط ال س نه ون ان ما م يه ك يحة ف ض تك ف ن وه لمهاجري ل

صار، ه واألن أجاب د ف ى زي ك إل ذل

“Diriwayatkan oleh Abi Dzar al-Ghiffari, dia berkata : Ketika Rasul saaw wafat, Imam Ali as mengumpulkan Alquran dan membawanya ke hadapan Muhajirin dan Anshar dan mereka berpaling darinya, bagi apa yang telah diwasiatkan Rasulullah saaw terhadap hal itu. Ketika Abu Bakar membukanya, terdapat pada awal halamannya berbagai aib dari kaum-kaum. Maka diambil oleh Umar dan berkata : Wahai Ali, aku menolaknya dan

Page 29: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

29

kami tidak berhajat padanya, silahkan ambil kembali. Maka Imam Ali as mengambilnya dan beranjak pergi. Kemudian mereka menghadirkan Zaid bin Tsabit—penulis Alquran—dan Umar berkata kepadanya : “Sesungguhnya Ali datang membawa Alquran yang di dalamnya terdapat aib dari muhajirin dan anshar, dan sungguh kami melihat penting rasanya untuk menyusun Alquran dan membuang darinya bagian-bagian yang terdapat aib dan celaan kepada muhajirin dan anshar”. Maka kemudian Zaid menerimanya.” (Al-Ihtijaj jilid 1 : 156)

Betapa jelasnya maksud riwayat tersebut di atas. Bahwa tidak ada pengurangan dalam teks-teks Alquran, tetapi yang ada adalah pengurangan makna-makna atau penafsiran Alquran yang dilakukan Imam Ali as yang di dalamnya terdapat menjelaskan aib-aib dari kaum muhajirin dan anshar. Dan tentu saja penafsiran itu bukanlah Alquran. Inilah keunikan mushaf Imam Ali as, sebagaimana dijelaskan oleh banyak riwayat dari ulama-ulama syiah dan ahlussunnah bahwa Imam Ali as setelah wafatnya Rasul saaw mngumpulkan Alquran sesuai bacaan Rasulullah saaw yang dihimpun sesuai dengan urutan turunnya dan berisi asbab an-nuzul, nasikh, mansukh, makkiyah, madaniyah, tafsir dan takwil serta lainnya. Hal ini tercermin dalam ucapan Imam Ali as :

قد و تهم ل ئ تاب ج ک ال تمال ب ش لی م ل ع نزي ت ل ال تاوي وال

“Aku mempersiapkan suatu kitab untuk mereka yang di dalamnya mencakup tanzil dan takwil.” (Jawad Balaghi, Ala al-Rahman jilid 1 : 257)

5. Sayid Ni’matullah al-Jazairi

Berikutnya yang dijadikan sasaran oleh MMPSI untuk dituduh meyakini tahrif Alquran adalah Sayid Ni’matullah al-Jazairi. MMPSI menyebutkan :

“Ni’matullah al-Jazairi menyatakan dalam kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyah, semua imam syiah menyatakan adanya tahrif (perubahan) Alquran, kecuali pendapat Al-Murtadha, as-Shaduq, dan al-Thabarshi yang berpendapat tidak ada tahrif. Dalam keterangan selanjutnya ia menjelaskan bahwa ulama yang menyatakan tidak ada tahrif pada Alquran itu sedang bertaqiyah.” (hal. 26)

Tanggapan :

Pertama, MMPSI menyatakan bahwa semua “Imam Syiah” menyatakan tahrif Alquran, kecuali Al-Murtadha, as-Shaduq, dan al-Thabarshi. Ini adalah dusta yang dinisbatkan kepada Sayid Ni’matullah al-Jazairi, sebab beliau tidak ada menulis demikian. Ketahuilah bahwa Imam syiah itu ada 12 orang yakni adalah Imam Ali as hingga Imam Mahdi afs. Apakah 12 imam ini semuanya dikatakan oleh Sayid Ni’matullah sebagai meyakini tahrif Alquran? Dan lucunya lagi, Imam syiah itu dibandingkan MMPSI dengan al-Murtadha, as-Shaduq, dan al-Thabarsyi. Apakah MMPSI menganggap ketiga orang tersebut juga imam-imam syiah?

Page 30: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

30

Kedua, pernyataan bahwa hanya tiga orang yang berpendapat tidak ada tahrif Alquran juga kurang tepat. Karena Sayid Ni’matullah mengetahui puluhan ulama syiah dalam karya-karya mereka dari masa klasik sampai ke masanya menjelaskan tentang keterjagaan Alquran. Karenanya, kalau MMPSI mencermati dengan baik pernyataan Sayid Ni’matullah al-Jazairi, maka akan mengetahui maksud sebenarnya. Terlebih lagi pada halaman-halaman tersebut, sebelum dan sesudahnya, beliau sedang membahas tentang qiraat Alquran yang dikatakan oleh para ulama sunni mencapai tujuh atau sepuluh qiraat. Jadi, sederhananya maksud Sayid Ni’matullah al-Jazairi menyebut ketiga ulama tersebut sebagai contoh ulama yang menolak pendapat bahwa “keterjagaan Alquran akan menyebabkan dibuangnya banyak hadis yang dianggap menjelaskan tahrif”.

Agar lebih jelas berikut saya kutipkan pernyataan Sayid Ni’matullah al-Jazairi, dalam kitab Al-Anwar an-Nu’maniyah juz 2, hal 246 :

“Ketiga, Sesungguhnya menerima kemutawatirannya (terjaganya Alquran) adalah dari wahyu ilahi dan keseluruhannya diturunkan oleh Ruhul Amin (Jibril as), membuat dibuangnya riwayat-riwayat yang mustafidh bahkan mutawatir yang menunjukkan sharihnya atas berlaku tahrif pada Alquran dalam perkataan, materi dan i’rabnya. Padahal para sahabat kami—semoga Allah meridhai mereka— mereka sepakat atas keshahihannya dan membenarkannya. Pendapat ini diingkari oleh al-Murtadha, ash-Shaduq, dan at-Thabarsi. Mereka menghukumi bahwa sesungguhnya apa-apa yang ada di antara dua sisi mushaf, itulah Alquran yang diturunkan, tidak ada yang lain, dan tidak terjadi padanya tahrif dan perubahan…” (Anwar an-Nu’maniyah juz 2 : 246)

Jadi, apa yang disebutkan oleh Sayid Ni’matullah Al-Jazairi di atas adalah tentang adanya orang yang berpendapat tentang hubungan antara keterjagaan Alquran dan penolakan terhadap hadis. Yakni, jika kita mengatakan bahwa Alquran itu terjaga dan terpelihara, maka secara otomatis banyak riwayat yang harus dibuang (karena menduga riwayat-riwayat itu menyatakan tahrif tekstual Alquran). Pendapat inilah yang dibantah oleh Al-Murtadha, Ash-Shaduq, dan at-Thabarsyi. Bagi mereka, tidak ada hubungan linier antara menerima keterjagaan Alquran dengan terbuangnya riwayat-riwayat yang dianggap tahrif Alquran. Karena keterjagaan Alquran bersifat pasti bahkan mendapat jaminan dari Alquran itu sendiri, “sesungguhnya Kamilah yang menurunkan dzikir dan Kamilah yang menjaganya”, sehingga riwayat-riwayat tersebut jika shahih maka sebagiannya berbicara tentang tanzil (penjelasan tentang tanzil ini bisa lihat pada bagian ke-7 kajian ini), atau bisa ditakwilkan, dan sebagian riwayatnya dhaif dan tidak bisa dijadikan pegangan. Jadi, dengan jaminan Allah swt dan kemutawatiran terjaganya Alquran, maka tidak ada bisa dimasalahkan dengan riwayat-riwayat tersebut. Sebab, keterjagaan Alquran bersifat mutawatir qath’i as–syudur (meyakinkan), sedangkan riwayat tentang tahrif adalah bersifat dugaan (zhanni asy-syudur). Maka yang qath’i harus menjadi pegangan dibanding dari yang zhanni.

Page 31: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

31

Kemudian yang Ketiga, pernyataan bahwa ketiga ulama tersebut sedang taqiyah juga tidak dinyatakan oleh Sayid Ni’matullah. Beliau hanya menyatakan bahwa pendapat ketiga ulama tersebut, mengandung kemaslahatan yang besar, karena, jika tidak begitu, maka kita tidak bisa mengamalkan hukum dan kaidah-kaidah Alquran. Berikut kutipannya dari kitab Anwar an-Nu’maniyah :

“Yang jelas, pendapat ini memiliki kemaslahatan yang banyak. Di antaranya, menutup pintu celaan terhadapnya, karena bahwasanya jika hal ini bisa terjadi pada Alquran, maka bagaimana mungkin kita megamalkan kaidah dan hukum Alquran yang telah terjadi perubahan di dalamnya…” (Anwar an-Nu’maniyah juz 2 : 247)

Dengan penjelasan-penjelasan di atas, maka tuduhan MMPSI kepada syiah tentang tahrif Alquran yang dinisbatkan kepada lima ulama syiah di atas tidaklah benar. Kita sudah melihat bagaimana para penulis MMPSI ini memanipulasi data dari kitab-kitab syiah. Hal ini jauh dari sifat ilmiah dan amanah yang dijunjung tinggi oleh akal dan agama.

2. Penyimpangan Paham Tentang Mengafirkan Sahabat Nabi.

Setelah mengulas tentang tahrif Alquran, sekarang kita beralih pada bagian kedua tuduhan MMPSI tentang penyimpangan syiah, yakni mengafirkan sahabat Nabi. Tuduhan ini juga bukan propaganda baru bagi syiah, walaupun tentunya lagi-lagi tuduhan ini berdasarkan data yang manipulatif dan disinformatif.

Ketahuilah, Islam melarang keras mengafirkan dengan sembarangan siapapun kaum muslimin, bukan hanya para sahabat. Apakah menurut MMPSI, boleh mengafirkan kaum muslimin selain sahabat, seperti yang dilakukan oleh kaum takfiri, yang tercium juga aromanya pada buku MMPSI ini. Jadi pembatasan kepada sahabat, tidak pada tempatnya dalam ajaran Islam. Karena itulah syiah tidak sembarangan melakukan pengkafiran kepada sesama kaum Muslimin—apalagi kepada para sahabat— tanpa dalil-dalil yang valid dan otentik, bukan berdasarkan pada dugaan, prasangka atau propaganda semu. Karena syiah menyadari mengafirkan seseorang akan memiliki konsekuensi hukum yang luar biasa dalam agama Islam.

Karena itu, sebelum mengulas tuduhan-tuduhan dan penyelewengan yang dilontaran oleh MMPSI kepada syiah terkait persoalan sahabat, disini dijelaskan sedikit pandangan umumnya syiah tentang sahabat Nabi saaw.

Secara umum sahabat Rasulullah saw didefenisikan sebagai orang yang berjumpa dengan Rasulullah saaw dalam keadaan Islam hingga meninggalnya. Dalam persepektif ahlu sunnah, telah ittifaq bahwa seluruh sahabat adalah Adil (ash-shahabiy kulluhum udul). Keadilan para sahabat ini telah mendapat justifikasi dari Allah swt (Q.S. Al-Fath : 18, 29; At-Taubah : 100, 117; al-Anfal : 74; al-Hasyr : 8-10) dan Rasul-Nya sehingga tidak perlu dilakukan analisa jarh wa ta’dil. (Lihat Abu Hatim al-Razi, Taqdimah al-Ma’rifah li

Page 32: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

32

Kitab al-Jarh wa al-Ta’dil; Ibnu Hajar Asqalani, al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah; Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits).

Adapun menurut syiah tidak semua sahabat itu adil. Alquran dalam banyak ayatnya disamping memuji para sahabat Nabi saaw, juga mengecam perilaku sebagian sahabat, bahkan menegaskan adanya kefasikan dan kemunafikan di tengah-tengah sahabat (lihat Q.S. al-Munafikun : 1; Q.S. at-Taubah : 45-47, 101 dan lainnya). Misalnya, Allah berfirman :

مِو و و ل ْكم و ن وم و ن و ح ن و و و ْمناف قْون و األ ع راب و م دين ة و أ ه ل و م دْوا ال م ر ال النا فاق و ع ل ى م نْو ت ع ل ْمْهم و بْْهم و ن ع ل ْمْهم و ن ح ِرت ي ن و س نْع ذا ثْمِو م ددون و ع ظيمَو ع ذابَو إ لى يْر

“Dan diantara orang-orang arab badui yg ada disekitarmu itu ada orang-orang munafik. Dan diantara ahli Madinah sangat keterlaluan kemunafikannya. Engkau tidak mengetahui mereka, tetapi Kami mengetahuinya. Nanti mereka Kami siksa dua kali, kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (Q.S. at-taubah : 101).

Kemudian, Rasul saaw sendiri dalam riwayatnya menyebutkan bahwa diantara sahabatnya ada yg munafik sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim berikut ini:

ال بي ق ن لى ال ص هللا يه ل لم و ع س ي ي ف صحاب نا أ شر اث قا ع ناف يهم م ية ف مان ال ث لون دخ ينة ج تى ال لج ح جمل ي ي ال سم ف ياط خ ال

Nabi SAW yang bersabda “Di antara para sahabatku (fi Ashabi) terdapat dua belas orang munafik. Delapan diantaranya tidak akan masuk surga sampai unta masuk ke lubang jarum… (H.R. Muslim juz 4 no 2779)

Perhatikan hadits di atas Nabi menggunakan kalimat FI ASHABI (sahabatku) dan dikatakan munafik, dan tidak mungkin orang munafik dihukumi adil. Hanya saja, siapa saja sahabat yg munafik itu? syiah tidak menyebutkan siapa-siapa saja yang termasuk munafik tersebut. Tetapi, sesuai nas itu bahwa terdapat sahabat yg munafik dan ada yg tidak adil. Orang munafik sudah pasti tidak adil, tetapi org yang tidak adil belum tentu dihukumi munafik.

Karenanya, memandang keadilan seluruh sahabat—atau sebaliknya mencela apalagi mengkafirkan semuanya—tidaklah sesuai dengan syariat maupun akal (Murtadha ‘Askari, Ma’alim al-Madrasatain jil.1. hal. 130-135; Ahmad Husain Ya’qub, Nazhariyah Adalah as-Shahabah). Bagi syiah, para sahabat seperti umumnya manusia lain, mereka harus dinilai dari sisi perbuatan mereka dalam menjaga dan melaksanakan ajaran Islam, bukan dari sisi persahabatan dan perjumpaan mereka dengan Nabi saaw.

Dengan mengetahui pandangan syiah, maka tubuhan MMPSI bahwa syiah mengafirkan sahabat Nabi saaw tidaklah memiliki makna kecuali sekedar propaganda dan prasangka yang dilontarkan saja. Tapi untuk memuluskan propagandanya dan agar terlihat ilmiah,

Page 33: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

33

MMPSI berusaha mengutip karya-karya ulama syiah, meskipun harus melakukan manipulasi, baik pemotongan riwayat atau penyelewengan makna. Berikut ini kita ulas tuduhan-tuduhan MMPSI.

a. Tentang Khalifah Abu Bakar dan Umar

MMPSI menuduh syiah mengafirkan Khalifah Abu Bakar dan Umar sebagai berikut :

“Ni’matullah al-Jazairi (ulama syi’ah) berkata, “ Bahwa sayyidina Abu Bakar dan sayyidina Umar tidak pernah beriman kepada Rasulullah saw sampai akhir hayatnya”. Tak puas sampai disitu, ia juga memfitnah Abu Bakar r.a telah berbuat syirik dengan memakai kalung berhala saat shalat di belakang Nabi dan bersujud kepadanya”. (MMPSI, hal. 32-33)

Tanggapan :

Tuduhan kepada Sayid Ni’matullah al-Jazairi ini didasarkan MMPSI pada kitab al-Anwar an-Nu’maniyah juz 1 hal. 53 dan 45. Buku ini pada dasarnya bukanlah buku yang menjadi rujukan muktabar dalam syiah. Terlepas dari hal itu, jika kita periksa dan cermati tuduhan tersebut tidak tepat dialamatkan kepada Sayid Ni’matulah. Seperti biasanya, di sini MMPSI melakukan memanipulasi informasi. Al-Jazairi tidak pernah mengatakan di dalam kitabnya al-Anwar al-Nu’maniyah 1/53 bahwa “Abu Bakar dan Umar tidak pernah beriman kepada Rasulullah hingga akhir hayatnya”.

Adapun pernyataan MMPSI bahwa al-Jazairi di dalam kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyah juz 1 hal. 45 memfitnah “Abu Bakar ra telah berbuat syirik dengan memakai kalung berhala saat shalat dibelakang Nabi dan bersujud kepadanya”, juga tidak benar, karena pernyataan itu tidak memiliki sanad yang valid sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Lagian, hal itu dinisbahkan atas penjelasan al-Baladzuri di dalam kitab tarikhnya. Berikut kita kutipkan pernyataan Sayid Ni’matullah al-Jazairi :

“Dan janganlah heran dengan hadis ini, yang diriwayatkan melalui khabar khusus, bahwa “Abu Bakar shalat dibelakang Rasulullah sembari patung berhala tergantung dilehernya dan bersujud untuknya”. Keterangan makna ini sebagaimana yang disebutkan oleh al-Baladzury yang merupakan ulama jumhur (ahlussunnah) dalam kitab tarikhnya…” (Anwar Nu’maniyah juz 1, hal. 45)

Dengan penjelasan ini maka tuduhan MMPSI kepada Sayid Ni’matullah al-Jazairi tidak lah tepat karena kutipan dari kitab al-Anwar al-Nu’maniyah di atas jelas terlihat bahwa MMPSI melakukan manipulasi data dengan memotong redaksi kitab al-Anwar al-Nu’maniya

Page 34: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

34

b. Tentang Murtadnya Sahabat

Setelah menuduh syiah mengafirkan Khalifah Abu Bakar dan Umar, berikutnya MMPSI menuduh syiah mengafirkan semua sahabat, kecuali beberapa oran saja dengan bersandar pada riwayat Syaikh al-Kulaini. MMPSI menyatakan :

“Ulama syi’ah lainnya, al-Kulaini mengatakan bahwa seluruh sahabat itu murtad setelah Nabi saw wafat, kecuali tiga orang, al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghiffari, dan Salman al-Farisi.” (hal. 33)

Tanggapan :

Ini adalah salah satu hadis yang sering dipropagandakan kelompok anti syiah tapi dengan menyelewengkan maknanya. MMPSI juga melakukan teknik ini, sebagaimana kita lihat pada kasus-kasus sebelumnya. Dan kini MMSImegulanginya lagi dalam kasus “mutadnya sahabat” yang mana MMPSI memotong bagian akhir riwayat ini. Agar bisa kita memahami lebih utuh maksud riwayatnya, maka mari kita perhatikan redaksi lengkapnya :

يه جعفَرعن أببي عن أببيهبن عن حناننن ل سالم ع ناس َكانَن قَالَن ال دةعن أهلَن ال لى بعدالنببي رب ص هللا يه ل ه ع إبالِن ( وآلَقداد فَقَالَن الثاَِلثلة ومنبن فَقَلت ثاَلثَةصن ن اَلمب و اأَلَسود ب ي وأب فَارب سبي ن وسَلما ذَراَلغب ة اَلفَارب م وبرَكاته اِهبن رحمل م علَيهب ثاس عرف عد أن يرعن ب ين وقَالَن يسب الِذب نبينعلَن دارت هؤاَلءب اَلمؤمب يرب واببأَمب يه يهمالرحىوأبواأَنيبايبعواحتىجاءل ل سالم ع الن قَدخلَت رسولنن محمدإباِلن وما تعالَى اِهبن ل قَو فَبايعوذَلبك مَكرهاصن سل قَبلبهبن مب ر لى انقَلَبتم أوقلتبلَن مات فَنبنَن أ ال أعقاببكم ع

لى ينقَلبب ومن ي شيئاصن يضراهِن فَلَن عقببيهبن ع ين هِنا وسيجزب رب .الشاكب

“Hannan dari ayahnya, dari Abu Ja‘far as yang berkata: “Sesungguhnya manusia adalah ahli riddah (murtad) setelah Nabi saaw wafat kecuali tiga orang. Maka aku (perawi) berkata : ‘Siapa ketiga orang itu?’ Maka beliau as berkata : ‘Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi ra. Kemudian diketahui manusia (kembali) sesudah itu. Beliau as berkata: Mereka itulah yang menghadapi segala kesusahan dan tidak memberikan ba’iat (kepada Abu Bakar) sehingga mereka mendatangi Amirul Mukminin as yang dipaksa, lalu beliau pun memberi ba’iat (kepada Abu Bakr). Allah berfirman “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur (Q.S. Ali Imran: 144).”. (Raudhah al-Kafi, hal. 245, no. 341)

Hadis di atas tidak bisa dijadikan hujjah, karena terputus sanadnya, sebab hadis ini diriwayatkan langsung dari Hannan dari ayahnya dari Abi Ja’far as, sedangkan Syaikh al-Kulaini tidak pernah bertemu dengan Hannan, karena antara hidup Hannan dan Syaikh al-Kulaini sangat jauh. Namun terdapat hadis-hadis yang semisalnya yang diakui sahih.

Page 35: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

35

Namun begitu, terlepas dari kualitas hadis tersebut, pada dasarnya hadis ini memiliki konteks tertentu tentang kondisi awal-awal yang dihadapi oleh Imam Ali pasca wafatnya Rasul saaw. Yakni pengingkaran sahabat akan kepemimpinan Imam Ali dan membaiat Abu Bakar sebagai khalifah. Saat itu, Imam Ali dan keluarganya serta para pengikut setianya tidak berbai’at kepada Khalifah Abu Bakar. Mereka berkumpul di rumah Imam Ali sebagai bentuk penolakan atas kekhalifahan Abu Bakar. Mereka bertekad membai’at Imam Ali sebagai khalifah sesuai dengan pesan Nabi saaw. Jumlah mereka mencapai 40 orang. Mengetahui adanya perkumpulan di rumah Imam Ali as, maka Umar bin Khattab dan kawan-kawan mendatangi rumah Imam Ali as (rumah Sayidah Fatimah) untuk memaksa mereka bai’at. Pasca penyerangan rumah Imam Ali as, Imam Ali as dan Sayidah Fatimah meminta mereka bubar dan meminta komitmen mereka dengan memerintahkan mereka untuk datang lagi besok sambil mencukur kepala. Tetapi, esok harinya, tidak ada yang datang kecuali tiga orang tersebut yakni Salman, al-Miqdad, dan Abu Dzar al-Ghiffari. Sedangkan Ammar terlambat datang, dan kemudian setelah Ammar menyusul sahabat-sahabat lainnya, seperti disebutkan riwayat-riwayat berikut ini :

ن عمرو عن ت ب اب ال ث عت :ق سم ا هللا أب بد يه ع ل سالم ع قول ال بي إن :ي ن لى ال ص هللا يه ل ه ع وآلما بض ل د ق ناس ارت لى ال هم ع قاب فارا أع ال ك ا إ الث لمان :ث س قداد، م وذر وال فاري، وأب غ ه ال ما إن لبض سول ق هللا ر لى ص هللا يه ل ه ع عون جاء وآل ال أرب ى رج لي إل ن ع ي ب ب أب يه طال ل سالم ع الوا قال ال :ف هللا ال و عطي عدك طاعة أحدا ن دا، ب ال أب م؟ :ق وا ول ال ا :ق نا إن ع سم سول من هللا ر لى ص هللا يه ل ه ع يك وآل وم ف ر ي ال ،[ خم ] غدي لون؟ :ق ع ف وا وت ال عم :ق ال ن ي :ق ون أت ين، غدا ف ق ل مح

ال ما :ق اه ف ال أت ء إ ة، هؤال الث ث ال ال ن عمار هوجاء :ق سر ب ا عد ي ظهر ب ضرب ال ده ف لى ي صدره، ع م ثال ه ق ك :ل قظ أن مال ي ت س ومة من ت لة، ن ف غ عوا ال ال ارج ي حاجة ف كم ل ي تم ف م أن ي ل عون ي ط ي ت ف

لق رأس ح يف ال ك ي ف عون ي ط ي ت تال ف بال ق د، ج حدي عوا ال ال ارج ي حاجة ف كم ل ي ف

“Dari Amru bin Tsabit berkata: “Aku mendengar Abu Abdillah as berkata: Sesungguhnya setelah Nabi saaw wafat, maka manusia murtad kecuali tiga orang yakni Salman, al-Miqdad dan Abu Dzar al-Ghiffari. Sesungguhnya setelah Rasulullah saaw wafat, datanglah empat puluh orang lelaki kepada Ali bin Abi Talib as. Mereka berkata: Tidak, demi Allah! Selamanya kami tidak akan menaati sesiapapun melainkan engkau. Beliau as berkata: Kenapa? Mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengar Rasulullah saaw menyampaikan tentang engkau pada hari Ghadir (Khum). Beliau as berkata: Apakah kamu semua akan melakukannya? Mereka berkata: Ya. Beliau a.s berkata : Datanglah kamu besok dengan mencukur kepala. Amru berkata : Tidak datang kepada Ali as kecuali mereka bertiga. Amru berkata: ‘Ammar bin Yasir datang setelah Zuhur. Beliau as memukul tangan ke atas dadanya dan berkata kepada Ammar : ‘Kenapa anda tidak bangkit daripada tidur kelalaian? Kembalilah kamu, kerana aku tidak memerlukan kamu. Jika kamu tidak menaati aku untuk mencukur kepala, lantas bagaimana kamu akan mentaati aku untuk memerangi gunung besi! Justeru kembalilah kamu, aku tidak memerlukan kamu.” (Syaikh Mufid, al-Ikhtisas jilid 1, hal. 6; lihat juga Tarikh al-Ya’qubi jilid 2, hal.126; Bihar al-Anwar jilid 22, hal. 341 dari Imam Baqir)

Page 36: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

36

Dalam riwayat lain dikatakan setelah Ammar datang, kemudian disusul datang tiga orang lagi sahabat lainnya yakni Abu Sasan al-Anshari, Syutairah (atau disebut ditempat lain Hudzaifah), dan Abu Amrah, sehingga jumlah mereka menjadi tujuh orang (Rijal al-Kasyi, jilid 1, hal. 7, 11-12 no. 14 dan 24). Misalnya riwayat berikut ini :

“Abu Bakar al-Hadrami berkata, Abu Ja’far as berkata:… Manusia telah murtad kecuali tiga orang yakni Salam, Abu Dzar, dan Miqdad. Bekrta Abu Bakar, “Aku berkata bagaimana dengan Ammar?” Beliau berkata, “Ammar berpaling, tetapi kemudian kembali…. Kemudian orang-orang bertaubat setelah itu, orang pertama yang bertaubat adalah Abu Sasan al-Anshari, Abu ‘Amrah, dan Syutirah (Huzaifah). Jumlahnya menjadi tujuh orang. Tidak ada yang mengetahui hak Amirul Mukminin kecuali tujuh orang tersebut.” (Rijal al-Kasyi, jilid 1, hal. 11-12, no. 24).

Dengan memahami kisahnya secara utuh, maka dapatlah dipahami apa yang dimaksud dengan “semua manusia (sahabat) murtad kecuali tiga orang” yakni semua mengingkari dan meninggalkan Imam Ali as saat mereka diminta hadir dengan mencukur kepala, kecuali tiga orang yakni Salaman, Miqdad, dan Abu Dzar. Jadi, hadis ini bukan mengatakan para sahabat Nabi murtad dalam makna keluar dari agama Islam dan kembali menyembah berhala. Selain itu, jika kita merujuk pada banyak riwayat-riwayat lainnya, selain itu membatasi pada tiga sahabat itu saja yang mendukung Imam Ali as juga tidak bisa dibenarkan, karena masih banyak riwayat-riwayat lainnya yang menunjukkan para sahabat setia Imam Ali as dan mendukungnya seperti Ammar bin Yasir, Abbas paman Nabi, Abu sasan, Huzaifah, Ibnu Abbas, Jabir bin Abdillah al-Anshari, Hujur bin Adi, dan lainnya yang disebutkan di dalam kitab-kitab syiah maupun sunni.

Dengan demikian, maka tuduhan bahwa syiah mengafirkan sahabat Nabi tidaklah valid. Syiah tidak menyatakan para sahabat kafir (keluar dari Islam), karena tidak ada dalil bahwa mereka keluar dari Islam. Bahkan Imam Ali salat dan bergaul dengan mereka. Tetapi syiah berbeda dalam menyikapi “keadilan sahabat”. Jika sunni memberikan predikat adil bagi seluruh sahabat, maka syiah tidak. Di kalangan sahabat ada yang tidak adil. Namun begitu, dilarang mencaci sahabat dan isteri Nabi. Imam Khamenei berfatwa, “Diharamkan menghina simbol-simbol (orang yang diagungkan) saudara-saudara kita Ahlussunnah, dan tuduhan terhadap istri Nabi saaw dengan hal-hal yang mencederai kehormatannya.” (lihat ulasan fatwa Sayid Ali Khamenei ini dan dukungan para ulama Ahlussunnah dan syiah atas fatwa tersebut dalam Muhammad Hasan Tabara’iyan dan Muhammad Mahdi Tashkiri, Fatwa Resmi Syiah Terhadap Simbol Ahlussunnah, Jakarta : Nur al-Huda, 2012).

Adapun riwayat syiah di atas atau lainnya, dan juga riwayat-riwayat sunni yang secara tekstual menyebutkan kekafiran atau kemurtadan sahabat, bukanlah dipahami bermakna sahabat keluar dari Islam. Tetapi, para sahabat, ingkar dari kepemimpinan Ali pasca wafatnya Nabi. Mir Damad dalam kitab Nibras al-Dhiyah menyebutkan murtad disini bermakna menyimpang dari barisan dan merampas hak dari ahlinya.Imam Khumaini menjelaskan, “Yang dimaksud dengan murtad dalam riwayat-riwayat ini

Page 37: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

37

bermakna pelanggaran terhadap ikrar kepemimpinan, bukan bermakna murtad dari Islam”. Ayatullah Ja’far Subhani berkata, “Yang dimaksud dengan murtadnya sahabat adalah berpaling dari kepimpinan Ali, bukan keluar dari Islam.

Setelah penjelasan para ulama syiah ini, tidaklah layak memaksakan prasangka dan menuduh syiah mengkafirkan sahabat Nabi.

c. Tentang Tuduhan Nabi di Racun Siti Aisyah dan Hafshah MMPSI menyatakan :

“Al-Iyyasi dalam tafsirnya, dan al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar, menyatakan bahwa meninggalnya Rasulullah saaw karena telah diracun oleh Aisyah dan Hafshah.”(Hal. 33)

Tanggapan : MMPSI melakukan kedustaan. Tidak ada disebutkan di dalam Tafsir Iyyasi dan Biharul Anwar bahwa Nabi saaw meninggal karena diracun oleh Aisyah dan Hafshah. Ini adalah kebohongan yang yang diada-adakan oleh MMPSI untuk menfitnah syiah. Berikut saya kutipkan riwayat dari Tafsir Iyyasiyang juga disebutkan oleh al-Majlisi dalam Biharul Anwar :

صمد عن بدال ن ع ير ب ش ى عن ب هللا أب بد يه ع ل سالم ع ال ال درون : ق بى مات ت ن لى ال ص هللا يه ل ه ع تل او وال هللا ان ق قول ان : ي تل أو مات أف تم ق ب ل ق لى ان كم ع قاب سم . أع بل ف ق

موت هما .ال تاه ان ق س بل موت ق نا ـ ال ل ق هما ف وهما ان شر وأب لق من هللا خ “Dari Abdusshomad bin Basyir dari Abi Abdillah as yang berkata : “Diriwayatkan tentang kematian atau terbunuhnya Nabi saaw sebagaimana firman Allah swt, ‘Apakah jika dia wafat atau terbunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)’. Nabi saaw diracun sebelum wafat. Sesungguhnya keduanya memberikannya minum sebelum wafat. Maka kami katakan keduanya dan ayah keduanya seburuk-buruk makhluk Allah” (lihat Tafsir Iyyasi jilid 1, hal. 200 no. 152; Biharul Anwar jilid 22, hal. 516) Perhatikan riwayat di atas–terlepas dari kualitas riwayat tersebut–, tidak ada sama sekali disebutkan Aisyah dan Hafshah meracuni Nabi saaw. Tuduhan itu hanyalah prasangka MMPSI atas kalimat “keduanya” (innahuma) dalam riwayat tersebut yang dengan refleks diarahkan oleh MMPSI kepada Siti Aisyah dan Hafshah. Padahal dua orang itu dalam riwayat tersebut bisa ditafsirkan siapa saja, dan salah satunya yang pasti dalam banyak riwayat yang sahih adalah wanita Yahudi bernama Zainab yang meracuni Nabi saaw di Khaibar. Riwayat-riwayat yang sahih dan muktabar diterima di syiah maupun sunni, memang wafatnya Nabi saaw diakibatkan oleh racun yang mengendap di tubuh beliau, yang mana bahwa Nabi saaw di racun ketika di Khaibar oleh seorang wanita Yahudi dengan memberikan potongan daging kambing yang sudah di bubuhi racun. Dan racun inilah yang bereaksi sehingga memutus urat-urat nadi Nabi saaw, sebagaimana disebutkan riwayat berikut ini :

Page 38: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

38

فتكلم اللحم فقال: يا رسول هللا إني مسموم، قال: عن أبي عبد هللا )عليه السالم( قال: سم رسول هللا يوم خيبر االكلة التي أكلت بخيبر، وما من نبي وال وصي إال شهيدا مطاياي فقال النبي عند موته: اليوم قطعت

“Imam Shadiq as berkata : “Nabi Saw diracun pada hari Khaibar. Maka (ketika memakan daging), daging itu berkata, ‘Ya Rasulullah, aku diracun”. Berkata Imam Ja’far, “Bersabda Nabi saaw ketika mendekati wafatnya, ‘saat ini potongan daging yang aku makan ketika di Khaibar memutus nadiku, dan tidaklah Nabi dan washi kecuali mati syahid.” (Bihar al-Anwar jilid 22, hal. 516; Bashair ad-Darajat, hal. 523;). Hadis tentang diracunnya Nabi saaw di Khaibar ini juga banyak diriwayatkan di dalam kitab-kitab sunni yang diakui keshahihannya. Jadi, tidaklah tepat berhujjah dengan satu hadis dari Tafsir Iyyasidi atas dibandingkan dengan hadis-hadis yang lebih banyak dan lebih sahih tersebut. Karena itulah, riwayat di atas tidak dipandang oleh ulama-ulama syiah. Dan seandainya pun, kita menerima riwayat di atas, maka tidak dapat langsung diarahkan kepada Siti Aisyah dan Hafshah. Sayid Ja’far Murtadha al-Amili di dalam kitabnya as-Shahih min Sirah an-Nabi al-A’zham jilid 33 panjang lebar membicarakan wafatnya/syahidnya Nabi saaw dan mengulas masalah di racunnya Nabi saaw. Dan tentang dua wanita yang meracun Nabi saaw–dengan asumsi kita menerima riwayat Iyyasi tersebut di atas–, Murtadha al-Amili menjelaskan bahwa jika kita menggabungkan riwayat-riwayat yang ada, maka Nabi saaw di racun dua kali oleh dua wanita, yaitu di Khaibar dan di Madinah. Di Khaibar Nabi saaw di racun oleh Zainab, sedangkan di Madinah beliau di racun oleh Abdah (al-Amili,as-Shahih min Sirah an-Nabi al-A’zham jilid 33, hal.179-180). Tentang Khaibar sudah disebutkan di atas, adapun tentang diracunnya Nabi saaw oleh Abdah disebutkan dalam riwayat Imam Ali as yang cukup panjang, menceritakan bahwa Rasul saaw di undang oleh Abdah dan kemudian diberikan makanan yang telah diracun (al-Amili, as-Shahih min Sirah an-Nabi al-A’zham jilid 33, hal.167, dikutip dari al-Amali Syaikh Shaduq, hal. 294; Bihar al-Anwar jilid 17, hal. 395-396; Manaqib Ibn Syahr’asyub jilid 1, hal. 80; Raudhah al-Waizhin, hal. 61;Mustadrak al-Wasail jilid 16, hal. 307; Jami’ Ahadis Syiah jilid 23, hal. 542). Jadi, kalau kita mau menyimpulkan siapakah dua wanita yang dikecam oleh Nabi saaw di atas yang meracun dirinya, maka sesuai dengan riwayat yang jelas dan disebutkan namanya, kedua wanita itu adalah wanita Yahudi yang bernama Zainab dan Abdah, bukan Siti Aisyah dan Hafshah. Dengan demikian, tuduhan MMPSI kepada syiah lagi-lagi salah alamat. d. Kitab al-Thaharah Imam Khumaini tentang Siti Aisyah dan lain-lain. MMPSI menyatakan : “Dalam kitab al-Thaharah (jilid 3 hal. 457), pemimpin Revolusi Iran, al-Khomeini menyatakan bahwa Aisyah, Thalhah, Zubair, Muawiyah, dan orang-orang sejenisnya meskipun secara lahiriah tidak najis, mereka lebih buruk dan menjijikkan daripada anjing dan babi” (hal. 33) Tanggapan :

Page 39: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

39

Pernyataan MMPSI di atas tak lebih hanyalah prasangka karena sudah diliputi dengan “kebencian” terhadap syiah. Ada pepatah, “kalau kita sudah membenci seseorang, perbuatan baiknya pun akan terlihat buruk”, apalagi jika menemukan orang yang kita benci seolah-olah berbuat salah. Kemudian, kelihatannya MMPSI tidak ingin bersusah payah memahami kitab-kitab ulama syiah untuk menemukan makna dan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Selain itu, lagi-lagi, sebagaimana kebiasaanya, MMPSI kembali memotong kutipan mereka terhadap kitab-kitab syiah, termasuk Kitab at-Thaharah karya Imam Khumaini ini. Karena itu untuk memahami dengan baik apa yang ingin disampaikan oleh Imam Khumaini di dalam kitabnya at-Thaharah jilid 3, hal. 457 tersebut, kita harus melihat secara utuh penjelasan Imam Khumaini sebelumnya, sehingga kita bisa mengkonstruksi maksud Imam Khumaini. Katahuilah bahwa dalam halaman-halaman ini, Imam Khumaini sedang membahas tentang Nashibi dan Khawarij. Di sini, di bawah sub judul “Najisnya Nashibi dan Khawarij”, Imam Khumaini menjelaskan bahwa nashibi dan khawarij itu dihukumi kafir dan najis, dan yang dimaksud dengan nashibi itu adalah yang memusuhi ahlulbait as dan menjadikan permusuhan itu sebagai bagian dari akidahnya atau keyakinan agamanya, seperti potongan kutipan berikut ini :

الطائفتين المعروفتين، وهم الذين نصبوا لالئمة عليهم والخوارج أي ثم أن المتيقن من االجماع هو كفر النواصب …التدين به، وأن ذلك وظيفة دينية لهم، أو خرجوا على أحدهم كذلك كالخوارج المعروفة، السالم، أو بعنوان

“Kemudian ditetapkan berdasarkan ijma’ kafirnya nawashib dan khawarij, yakni dua kelompok yang sudah dikenal bahwa mereka adalah orang-orang yang memusuhi imam-imam as, atau dengan keyakinan hal itu bagian dan ketentuan agama bagi mereka, atau mereka keluar (memerangi) salah seorang mereka (ahlul bait), seperti halnya khawarij…” (Kitab at-Thaharah jilid 3, hal. 457) Setelah itu, dibawah subjudul “Tidak Najisnya Orang yang Keluar (memerangi) Imam Ali as Karena Alasan Duniawi”, Imam Khumaini menjelaskan :

أشد عذابا من الكفار، فلو خرج وأما سائر الطوائف من النصاب بل الخوارج فال دليل على نجاستهم وإن كانواالتدين بل للمعارضة في الملك أو غرض آخر كعائشة وزبير مير المؤمنين عليه السالم ال بعنوانسلطان على أ

نصب أحد عداوة له أو الحد من االئمة عليهم السالم ال بعنوان التدين بل لعدواة وطلحة ومعاوية وأشباههم أومنها نجاسة ال يوجب ظاهرا شئأو بني هاشم أو العرب أو الجل كونه قاتل ولده أو أبيه أو غير ذلك قريش

أخبار عليه ظاهرية. وإن كانوا أخبث من الكالب والخنازير لعدم دليل من إجماع أو“Sedangkan kelompok lain yang memusuhi (ahlul bait) bahkan khawarij sekalipun—tapi tidak menjadikan kebencian dan permusuhan kepada Ahlul bait sebagai bagian akidahnya—, maka tdk ada dalil kenajisan mereka, meskipun azab mereka lebih keras dari orang kafir. Karena itu, kalau seorang penguasa keluar (untuk memerangi) Amirul Mukminin (imam Ali as) bukan karena urusan agama, tetapi karena perselisihan dalam kekuasaan, atau karena alasan lainnya, seperti halnya Aisyah, Zubair, Thalhah, Mu’awiyyah dan yang seperti mereka, atau seseorang memusuhi kepadanya—Imam Ali—atau salah seorang imam as tapi tidak meyakininya sebagai bagian agamanya bahkan karena permusuhan seperti di antara Qurasy atau Bani Hasyim atau Arab, atau karena beliau (Imam Ali as) telah membunuhi anak-anak atau ayahnya (dalam peperangan), atau lainnya, maka tidak akan menyebabkan mereka najis secara lahir, sekalipun hal itu lebih buruk dari anjing dan babi (lebih buruk dari najisnya anjing dan

Page 40: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

40

babi), dikarenakan tdk adanya dalil dari ijmak atau riwayat atas kenajisannya.” (Imam Khumaini, Kitab at-Thaharah jilid 3, hal. 457 atau 337) Setelah memperhatikan penjelasan-penjelasan Imam Khumaini di atas, maka ada beberapa poin kontruksi yang bisa kita ambil :

Pada halaman-halaman sebelumnya (hal. 455-456 dari kitab at-Thaharah) Imam Khumaini menjelaskan tentang kafir dan najisnya nashibi dan khawarij dengan sub judul “Najisnya Nashibi dan Khawarij”. Nashibiyang dimaksud adalah pembenci dan memusuhi ahlul bait yang menjadikan permusuhan itu sebagai bagian dari keyakinan akidahnya/agamanya. Nashibi yang seperti inilah yang dimaksud dalam riwayat ahlul bait dan penjelasan para ulama syiah sebagai kafir dan najis.

Kemudian Imam Khumaini membahas tentang orang yang memusuhi ahlul bait tapi bukan karena agama, tetapi karena alasan-alasan duniawi. Yaitu bahwa orang yang memusuhi ahlul bait bahkan memerangi mereka, tetapi tidak menjadikan permusuhan itu sebagai bagian dari akidah/agamanya, tetapi karena alasan-alasan lain, maka kelompok ini tidaklah nashibi yang kafir dan tidak najis. Hal ini ditegaskan oleh Imam Khumaini.

Berikutnya Imam Khumaini menegaskan bahwa Siti Aisyah, Zubair, Thalhah, Muawiyah, dan semisalnya, tidaklah tergolong Nashibi yang kafir dan najis, meskipun mereka memerangi Ahlul Bait (Imam Ali), karena tidak menjadikan permusuhan itu sebagai bagian dari agama. Jadi, Imam Khumaini dalam hal ini menegaskan keislaman Aisyah dan para sahabat tersebut serta menolak anggapan najis dan kafirnya mereka.

Selanjutnya, Imam Khumaini menegaskan bahwa perbuatan memerangi Imam Ali atau ahlul bait yang disucikan dan dimuliakan Allah swt serta merupakan khalifah yang sah dan adil seperti Imam Ali as—sehingga mengakibatkan terbunuhnya ribuan nyawa kaum muslimin— adalah perbuatan yang sangat buruk, yang keburukannya lebih parah dari najisnya anjing dan babi. Agar bisa dengan mudah memahami ini, perhatikan exercise berikut, kalau kita ditanya, mana yang lebih buruk antara “memerangi keluarga suci Nabi saaw dan membunuh ribuan umat Islam” dengan “najisnya anjing dan babi”? Saya yakin kita semua sepakat dengan Imam Khumaini.

Dengan kontruksi di atas, maka kita bisa lebih memahami maksud Imam Khumaini dalam kitabnya tersebut. Jadi, pernyataan MMPSI di atas bahwa : “al-Khomeini menyatakan bahwa Aisyah, Thalhah, Zubair, Muawiyah, dan orang-orang sejenisnya meskipun secara lahiriah tidak najis, mereka lebih buruk dan menjijikkan daripada anjing dan babi” (MMPSI, hal. 33), merupakan potongan-potongan kalimat yang diarahkan untuk mempropaganda pembaca atas “kesesatan syiah”. Padahal, semua itu tak lebih merupakan prasangka yang dibalut kekeliruan dalam memahami maksud Imam Khumaini pada Kitabat-Thaharah tersebut. e. Tentang Tuduhan bahwa Abu Bakar dan Umar adalah Iblis

Page 41: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

41

Berikutnya, MMPSI juga menuduh buku-buku syiah yang berbahasa Indonesia atau terjemahan serta buletin-buletin yang disebarkan oleh komunitas syiah telah menfitnah, menjelek-jelekkan, melaknat, bahkan mengafirkan sahabat Nabi saaw. MMPSI menyatakan :

“Di Indonesia, berbagai publikasi syiah telah menfitnah, menjelek-jelekkan, melaknat, bahkan mengafirkan sahabat Nabi.” (hal. 34)

Setelah menuliskan itu, MMPSI kemudian mengutip beberapa potongan kalimat dari buku-buku yang ada, diantaranya adalah MMPSI menyatakan bahwa syiah sebagaimana terdapat dalam buku Abbas Rais Kermani yang berjudul “Kecuali Ali”, hal. 155-156, “Menyebut Abu Bakar dan Umar sebagai Iblis” (hal. 34) Tanggapan : MMPSI menuduh syiah menganggap Abu Bakar dan Umar sebagai Iblis berdasarkan pada buku terjemahan karya Abbas Rais Kermani, Kecuali Ali, hal. 155-156. Padahal tidak ada pada buku itu pernyataan ulama syiah yang menyatakan demikian. Yang ada adalah riwayat tentang dialog antara Abu Bakar, Umar dan orang yang tak dikenal, yang menyebut mereka Iblis. Selain itu, buku Kermani ini bukanlah buku standar syiah dalam periwayatan, yang dijadikan pegangan. Terlebih lagi, Kermani juga tidak menyebutkan sumber riwayatnya untuk bisa diperiksa, meskipun berkomentar hal itu terdapat di kitab yang berbeda dan muktabar. Sebagaimana diketahui, di dalam syiah tidak ada kitab shahih selain Alquran. Karena itu, sekalipun seandainya riwayat itu terdapat di kitab-kitab muktabar, tetapi belum tentu dianggap sahih. Meskpun begitu untuk memahaminya dengan utuh, berikut saya bawakan riwayat lengkapnya dari buku Abbas Rais Kermani tersebut : “Setelah wafatnya Nabi saaw, suatu pertemuan di bentuk pada malam hari. Pertemuan malam itu di rumah Umar saat menjabat sebagai khalifah pertama (?). Sejumlah pendukungnya hadir dalam pertemuan itu. Ibnu Abbas juga ikut dalam pertemuan ini. Mereka menggelar alas makan yang berwarna-warni dan penjaga berdiri di pintu rumah hingga orang asing tidak dapat mengikuti pertemuan itu. Tiba-tiba seseorang muncul dari pintu Umar dan berkata, “Siapa di antara kalian sebagai washi Nabi saw?” Abu Bakar menjawab, “Rakyat telah memilih saya.” Kemudian orang itu berkata, “Saya memiliki seorang saudara ketika menjelang wafat, dia berwasiat, ‘Apa pun yang tersisa dari (harta) saya, saya akan berikan kepada menantu saya. Setelah saudara saya meninggal, sejumlah orang mencampuri masalah ini dan mereka merampas hak sang menantu tersebut. Mereka menyakiti isterinya. Coba kalian tetapkan suatu hukum dalam permasalahan ini.’ Abu Bakar berkata, “Benar, apa yang kau katakan. Surat ini menegaskan bahwa ia telah berwasiat untuk menantunya.” Abu Bakar lalu menuliskan dalam surat itu bahwa tidak ada hak seorangpun untuk melanggar hak menantu tersebut dan dia membubuhi stempel, dan memberikannya kepada orang yang tidak dikenalnya itu. Setelah menerima surat, orang tak dikenal tersebut berkata, “Kalian telah menetapkan hukum secara Islami, sementara perbuatan Anda sendiri telah menentang hal tersebut. Kecuali Nabi saaw tidak mewasiatkan kepada putrinya mengenai Ali bin Abi Thalib.

Page 42: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

42

Bagaimana mungkin hawa nafsu telah mengalahkan kalian. Kalian telah merampas hak Ali as dengan menentang haknya secara jelas. Yang menjadikan beliau banyak berdiam diri di rumah.” Setelah orang ini mengatakan perkataan demikian, maka dia keluar dari rumah itu. Mereka pun mencarinya untuk kembali, namun jejaknya tidak ditemukan. Penjaga pintu mengatakan, “saya benar-benar tidak melihat ada orang masuk”. Umar menenangkan kekhawatiran khalifah Abu Bakar, dia berkata, “Janganlah bersedih, dia adalah setan.” Seketika itu terdengar suara di balik dinding, “Saya bukanlah setan! Akan tetapi kalian dan ayah kalian akan menjadi Iblis”. Di antara anggota pertemuan kepada saling berpesan untuk merahasiakan kejadian tersebut, khususnya kepada Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata, “Ketika saya bersama Ali, beliau bertanya, “Apa yang terjadi dalam pertemuan malam tadi?” Saya menjawab, “Engkau lebih mengetahui akan hal ini.” Imam Ali as berkata, “Orang itu adalah saudaraku Khidhir, ini adalah surat yang telah ditanda tangani oleh Abu Bakar malam tadi.” (Kermani, Kecuali Ali, hal. 155-156) Dengan memperhatikan keseluruhan riwayat di atas maka kita mengetahui bagaimana keadaan sebenarnya. Terlepas dari kualitas hadisnya, kita anggaplah riwayat itu ada dan sahih, tetapi apakah itu berarti kita bisa menghukumi syiah menyebut Abu Bakar dan Umar sebagai Iblis? Kalau kita membacanya dengan cermat, bukan sepotong seperti itu, maka kita akan mengetahui dengan jelas bahwa tidak ada tuduhan syiah seperti itu. Karena riwayat tersebut hanya menceritakan, ada seorang yang tak di kenal –yang disebut Imam Ali sebagai Khidir—datang ke majelis Khalifah Abu Bakar dan meminta diputuskan perkaranya, tetapi kemudian mengecamnya. Setelah itu tiba-tiba ia menghilang. Umar yang hadir saat itu berkomentar menenangkan Abu Bakar, “jangan bersedih, dia adalah setan.” Ketika itu iba-tiba terdengar suara, “Saya bukanlah setan! Akan tetapi kalian dan ayah kalian akan menjadi Iblis.” Kalau hadis di atas benar, tidaklah orang syiah menganggap Khalifah Abu Bakar dan Umar sebagai Iblis, tetapi itu adalah anggapan orang yang tak dikenal (Khidir). Selain itu, dalam riwayat itu bukanlah menganggap mereka sebagai Iblis, tetapi mungkin saja yang dimaksudkan adalah mereka di pengaruhi Iblis. Atau bisa dipahami sebagai berikut :

Jawaban dari balik dinding itu adalah jawaban spontanitas—dari orang yang tak dikenal tersebut—sebagai protes atas pernyataan Umar bin Khattab yang menganggap orang tak dikenal itu (Khidir) sebagai setan. Maka di balaslah bahwa merekalah sesungguhnya yang pantas disebut Iblis/setan karena mengetahui hukum yang benar tetapi melanggarnya. Artinya mereka melanggar syariat yang ditetapkan Allah dan peritah Rasulullah saaw. Ini terlihat dalam riwayat di atas menyatakan, “Kalian telah menetapkan hukum secara Islami, sementara perbuatan Anda sendiri telah menentang hal tersebut.”

Atau juga—dalam pandangan orang tak dikenal tersebut—bahwa mereka berbuat seperti Iblis yang tidak mau tunduk pada perintah Allah swt untuk menjadikan Nabi Adam as sebagai khalifah, bahkan Iblis menginginkan jabatan Khalifah itu untuk dirinya, dan menganggap dirinya lebih baik dari Nabi Adam as, sehingga memandang

Page 43: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

43

perintah Tuhan itu keliru. Dan kasus Nabi Adam as dengan Iblis ini, mirip dengan kasus kepemimpinan Imam Ali as, dimana Allah swt melalui Nabi-Nya memerintahkan manusia untuk tunduk dan menjadikan Imam Ali as sebagai khalifah, tetapi mereka mengingkarinya, bahkan menginginkannya untuk dirinya sendiri. Ini terlihat dalam riwayat di atas, “Kalian telah merampas hak Ali as dengan menentang haknya secara jelas. Yang menjadikan beliau banyak berdiam diri di rumah.”

Tindakan mereka mencampuri dan merampas kekhalifahan dan juga tanah fadak serta menyakiti Sayidah Fatimah as dengan menyerang rumahnya hingga menggugurkan janinnya adalah tindakan yang dipenuhi hawa nafsu dan dipengaruhi Iblis. Hal ini digambarkan dalam riwayat di atas dengan mencontohkan kasus yang di buat oleh orang tak dikenal tersebut, yaitu “Saya memiliki seorang saudara ketika menjelang wafat, dia berwasiat, ‘Apa pun yang tersisa dari (harta) saya, saya akan berikan kepada menantu saya. Setelah saudara saya meninggal, sejumlah orang mencampuri masalah ini dan mereka merampas hak sang menantu tersebut. Mereka menyakiti isterinya.” Kemudian Khalifah Abu Bakar memutuskan bahwa orang yang merampas dan menyakiti menantu dan isteri saudara orang tak dikenal sebagai orang yang zalim, dan setelah itu orang tersebut berkomentar, “Kalian telah menetapkan hukum secara Islami, sementara perbuatan Anda sendiri telah menentang hal tersebut… Bagaimana mungkin hawa nafsu telah mengalahkan kalian. Kalian telah merampas hak Ali as dengan menentang haknya secara jelas.”

Dengan memahami persoalannya secara utuh, maka kita dapat menyimpulkan bahwa riwayat di atas hanya menunjukkan pengingkaran Khalifah Abu Bakar dan Umar serta sahabat lainnya yang merampas hak-hak ahlul bait Nabi saw. Wallahu a’lam. f. Tentang Menfitnah Sayidah Aisyah Tidak Pantas Sebagai Ummul Mukminin MMPSI menyatakan bahwa syiah :

“Melecehkan dan menfitnah Sayidah Aisyah ra tidak pantas menjadi Ummul Mukminin” (hal. 34)

Tanggapan : MMPSI melontarkan tuduhan di atas kepada syiah telah berdasarkan buku Antologi Islam (2012: 59-60, dan 67-69), padahal buku tersebut tidak ada menyatakan demikian. Yang ada adalah bahwa buku tersebut menolak Sayidah Aisyah—dan juga isteri-isteri Nabi saaw yang lain—sebagai ahlul bait yang disucikan Allah swt dalam Q.S. al-Ahzab : 33. Buku Antologi Islam tersebut bukan menolak Aisyah sebagai Ummul Mukminin, tetapi menolak argumentasi sunni yang menyatakan bahwa kedudukan sebagai ummul mukminin, membuat Aisyah—atau isteri Nabi saaw yang lain—dapat dimasukkan sebagai ahlul bait yang disucikan Allah swt. Bagi penulis Antologi Islam, kedudukan sebagai ummul mukmini atau isteri Nabi saaw tidaklah membuat mereka maksum dan bebas dari kesalahan. Bahkan faktanya Sayidah Aisyah banyak melakukan tindakan kesalahan dibandingkan isteri-isteri Nabi saaw yang lain, meskipun dia lebih banyak

Page 44: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

44

meriwayatkan hadis-hadis Nabi saaw. Perhatikan ungkapan buku Antologi Islam, hal. 59 berikut ini : “Salah satu hal yang digunakan oleh saudara-saudara Sunni dalam memasukkan Aisyah ke dalam Ahlulbait adalah bahwa dia Ummahatul Mukminin. Namun, mari kita renungkan fakta – fakta berikut ini. Ambillah contoh seorang mukmin. Secara alamiah, ibu orang itu tentu menjadi ibu orang mukmin. Apakah julukan itu secara otomatis berarti bahwa ibu tersebut adalah seorang mukmin yang baik? Tentu saja tidak. Menjadi ibu seorang mukmin tidak lantas menjadikan ibu tersebut sebagai seorang mukmin yang baik dan saleh. Argumen yang sama dapat pula diterapkan kepada `ibu-ibu kaum mukmin’ (ummahatul mukminin). (Antologi Islam, hal. 59) Kemudian buku Antologi Islam menjelaskan bahwa meskipun Sayidah Aisyah dan isteri Nabi saaw yan lain, berkedudukan sebagai ummahatul mukminin yang harus kita hormati, tetapi jika mereka berlaku tidak baik dan melanggar agama, seperti menentang perintah Rasul, memimpin pemberontakan, membunuh orang-orang tak berdosa, maka kita tidak boleh mengikutinya. Kita harus berlepas diri dari perbuatan mereka yang melanggar syariat tersebut. Perhatikan tulisanAntologi Islam berikut : “Menurut ajaran Islam seorang mukmin diharuskan menghormati ibunya. Bagaimanapun, bilamana ibu tersebut menentang perintah Rasulullah, melakukan dan memimpin pemberontakan, dan membunuh orang-orang yang tak berdosa, kita, menurut ajaran Islam diharuskan untuk berlepas diri dari ibu semacam itu (maksudnya berlepas diri dari perbuatannya—pen)…” (Antologi Islam, hal. 59) Berikutnya, buku Antologi Islam ini menjelaskan rahasia mengapa isteri-isteri Nabi disebut sebagaiummahatul mukminin, yakni karena mereka tidak boleh dinikahi oleh orang lain setelah wafatnya Rasulullah saaw. berikut keterangannya : “Memang, terdapat alasan yang bagus mengapa Allah SWT memberi mereka julukan ‘ibu-ibu Kaum Mukminin’. Allah memberikan julukan ini untuk mencegah orang lain menikahi mereka setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Bukankah kita tidak dapat menikahi ibu kita sendiri? Seandainya Allah SWT tidak memberikan julukan tersebut kepada mereka, beberapa orang yang berpengaruh tentu telah menikahi mereka dan kemudian bisa jadi telah memiliki anak dan memerintahkan orang-orang untuk mengikuti mereka sebagai Ahlulbait, atau bahkan yang lebih buruk, mereka bisa jadi mengklaim sebagai putra-putra Nabi yang sesungguhnya dan mengklaim keNabian bagi mereka, dan kemungkinan-kemungkinan lain yang berbahaya. Karena itulah Allah SWT memberikan julukan “ibu-ibu kaum mukminin’ kepada mereka untuk mencegah perkawinan semacam itu. (Antologi Islam, hal. 59-60) Selanjutnya, untuk membuktikan klaimnya atas perbuatan Sayidah Aisyah yang melanggar perintah Nabi saaw dan syariat, maka Antologi Islam menurunkan bukti-bukti yang diambil dari kitab-kitab sunni. Karenanya, jika MMPSI menganggap ini pelecehan dan fitnah, maka yang pertama harus di tuduh MMPSI melakukan pelecehan dan fitnah kepada Sayidah Aisyah adalah ulama-ulama sunni itu sendiri. Berikut beberapa contoh pelanggaran Sayidah Aisyah yang dikemukan oleh tim penulisAntologi Islam, hal. 66-69 yang mereka kutip dari buku-buku sunni :

Page 45: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

45

1. Siti Aisyah menghina Siti Khadijah sehingga Nabi saaw marah. Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dikatakan pada satu kesempatan ketika Nabi Muhammad SAW menyebutkan Khadijah di depannya, maka Aisyah cemburu dan berkata, ‘Apa yang membuatmu teringat kepada seorang perempuan tua di antara perempuan-perempuan tua Quraisy seorang perempuan (dengan mulut yang tak bergigi) bergusi merah dan telah meninggal sejak lama, dan yang Allah telah menggantikan tempatnya dengan memberimu seseorang yang lebih baik dari dia?” Nabi Allah SAW menjadi sangat marah mendengar perkataan itu sehingga rambut beliau berdiri.

2. Siti Aisyah cemburu dan memecahkan piring. Aisyah mengakui hal ini sebagaimna diriwayatkan Imam Ahmad, an-Nasai dan Bukhari bahwa, “Shafiyah istri Nabi (suatu ketika) mengirimkan sepiring makanan yang dia buat untuk beliau ketika beliau sedang bersamaku. Ketika aku melihat sang pelayan perempuan, aku gemetar karena gusar dan marah, dan aku ambil mangkuk itu dan melemparkannya. Nabi Muhammad SAW lalu memandangku. Aku melihat kemarahan di wajah beliau dan aku berkata kepadanya, Aku berlindung dari kutukan Rasulullah hari ini.’ Nabi Muhammad SAW berkata, ‘Ganti!’ Aku berkata, ‘Apa gantinya duhai Nabi Allah?’ Beliau berkata, ‘Makanan seperti makanan dia (Shafiyah) dan sebuah mangkuk seperti mangkuknya!”

3. Siti Aisyah mencurigai dan memata-matai Nabi saaw. Imam Ahmad dalam musnadnya meriwayatkan bahwa Aisyah berkata, ‘Aku kehilangan jejak Rasulullah SAW. Aku curiga dia telah pergi ke salah seorang istrinya yang lain. Aku pergi mencarinya dan menemukannya sedang bersujud dan berseru, ‘Duhai Tuhanku, maafkan aku!”

4. Siti Aisyah menyatakan mulut Nabi saaw berbau busuk. Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya dari Aisyah, “Nabi biasa meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy dan suka tinggal di sana/bersama dia (Zainab). Maka Hafsah dan aku dengan diam-diam bersepakat bahwa jika beliau datang kepada salah seorang dari kita, kita akan berkata kepada beliau, ‘Nampaknya kamu telah memakan maghafir (sejenis getah yang berbau busuk), sebab aku mencium bau maghafir dalam dirimu.” Maka diturunkanlah ayat,“Wahai Nabi! Mengapakah engkau haramkan atas dirimu apa yang Allah telah menghalalkannya bagimu….. (QS. at-Tahrim : 1-4).”

5. Siti Aisyah mempengaruhi isteri Nabi saaw sehingga Nabi menceraikannya. Ibnu Saad meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW menikahi Malikah binti Ka’ab yang dikenal karena kecantikannya yang menonjol. Aisyah pergi mengunjungi dia dan berkata, “Tidaklah kamu malu menikahi pembunuh ayahmu sendiri?” Dia (Malikah) lalu mencari perlindungan dari Rasulullah, dan atas kejadian itu lalu beliau menceraikannya. Orang-orangnya lalu datang kepada beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah, dia masih muda dan kurang memiliki pengetahuan. Dia telah ditipu, karena itu ambillah dia kembali!” Rasulullah SAW menolak permintaan mereka, padahal pembunuh ayah Malikah adalah Khalid bin Khandama.

6. Siti Aisyah memerangi imam Ali as sebagai Khalifah yang sah dan adil sehingga menyebabkan tewasnya ribuan orang yang tidak berdosa. (Antologi Islam, hal. 67-69)

Page 46: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

46

Dengan beragam kasus-kasus seperti di atas, maka bagi tim Antologi Islam tidak sesuai jika Sayidah Aisyah dikategorikan sebagai Ahlul Bait yang disucikan Allah swt, sedangkan sebagai Ummul Mukminin, maka hal itu tetap melekat pada dirinya. Tidak ada yang mengingkarinya baik sunni maupun syiah. g. Siti Aisyah, Thalhah dan Zubair dan Peristiwa Terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan. MMPSI menyatakan bahwa:

Sayid Syarafuddin Al-Musawi di dalam bukunya Dialog Sunnah-Syiah, hal. 357 menyatakan “Aisyah mempropokasi khalayak dengan memerintahkan mereka agar membunuh Usman bin Affan. ‘Bunuhlah Na’tsal karena ia sudah kafir!’.” (hal. 35)

Emilia Renita dalam bukunya 40 Masalah Syiah, hal. 83 menyatakan : “Aisyah, Thalhah, Zubair, dan sahabat-sahabat yang satu aliran dengan mereka memerangi Imam Ali as. Sebelumnya, mereka berkomplot untuk membunuh Usman” (hal-35-36)

Di dalam buku Antologi Islam, tim penulis syiah menyatakan bahwa : “Para pemimpin itu [Aisyah, Thalhah, Zubair, dan lain-lain] tidak menuntut balas atas darah Usman karena mereka sendiri yang ada di balik persekongkolan itu. Mereka berpura-pura melakukan hal itu sebagai cara menjatuhkan kekhalifahan Imam Ali” (hal. 36)

Setelah menuliskan hal-hal tersebut kemudian MMPSI menegaskan bahwa : “Semua itu adalah tuduhan dusta dan fitnah yang sangat keji kepada sahabat Nabi yang berdasarkan imajinasi dan cerita-cerita bohong, serta bentuk penodaan terhadap agama dan sejarah Islam.” (hal-36) Tanggapan : MMPSI menuduh ulama dan penulis syiah melakukan tuduhan dusta serta fitnah yang keji kepada sahabat Nabi saaw. MMPSI juga menganggap cerita di atas sebagai imajinasi dan cerita bohong penulis syiah. Benarkah demikian? Ketahuilah, para ulama syiah tidak terbiasa untuk menyampaikan sesuatu tanpa bukti dan dalil. Para ulama syiah selalu menjaga nilai ilmiah suatu diskusi dan dialog untuk saling memahami. Para penulis syiah, dalam dialog dengan sunni selalu menampilkan literatur-literatur sunni sebagai hujjah dan etika dialog. Hal itu sangat terlihat, misalnya dalam buku Dialog Sunnah-Syiah karya Sayid Syarafuddin al-Musawi tersebut, begitu juga buku 40 Masalah Syiah karya Emilia Renita, dan Antologi Islam. Yang mana mereka menghiasi setiap komentar dengan rujukan-rujukan yang diakui. Termasuk masalah di atas, tentang Siti Aisyah ummul mukminin dan peristiwa pembunuhan Khalifah Usman bin Affan. Sayid Syarafuddin misalnya menulis bahwa “Aisyah memerintahkan untuk membunuh Na’tsal yakni Utsman karena ia telah kafir”, hal itu bukanlah imajinasi dan kedustaan yang beliau lakukan, tetapi hal itu bersumber dari kitab-kitab ulama sunni sendiri.

Page 47: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

47

Sebagaimana disebutkan dalam bukunya Dialog Sunnah-Syiah, hal. 357, catatan kaki no. 352 sebagai berikut : “Propokasi yang dilakukan Aisyah terhadap Utsman, dan protes-protesnya atas banyak di antara tindakan-tindakannya, serta cara ia memperolok-oloknya di depan khalayak, dan juga ucapannya, “Bunuhlah Na’tal (Utsman), sebab kini ia sudah kafir!”. Semua itu banyak disebut-sebut dalam kitab yang menukilkan berita-berita sekitar peristiwa-peristiwa waktu itu. Sebagai contoh, apa yang tersebut di dalam kitab Tarikh Ibnu Jarir dan Ibnu Atsir, sebagian dari syair yang mengecam Aisyah : Engkau yang memulai, engkau yang merusak Angin dan hujan (kekacauan) semuanya berasal darimu Engkau yang memerintahkan, Pembunuhan atas diri sang imam Engkau yang mengatakan, Kini ia telah kafir Baca kitab al-Kamil karangan Ibnu Atsir ketika ia menyebutkan mengenai permulaan (prolog) peperangan jamal (jilid III halaman 80). (al-Musawi, Dialog Sunnah-Syiah, hal. 357, catatan kaki no. 352) Tapi, sayang buku MMPSI yang konon di tulis oleh organisasi ulama papan atas Indonesia menuduh Sayid Syarafuddin sebagai pendusta, dan melupakan ulama Sunni yang menjadi sumber kisahnya. Beranikah para ulama, penulis MMPSI ini menuduhkan hal yang sama yakni : “kedustaan, fitnah yang keji, imajinasi dan pelecehan agama kepada Ibnu Jarir at-Thabari, Ibnu Atsir dan ulama-ulama sunni lainnya yang menceritakan dan menjadi sumber kisah di atas?” Dalam kitab al-Murajaat, hal. 490 terbitan Majma al-Alami Ahl al-Bait, disebutkan sumber-sumber kisah tersebut sebagai berikut : “Fatwa Aisyah tentang Usman. Aisyah berkata, “Bunuhlah Na’tsal, sungguh ia telah kafir”, yakni Usman. Lihat Tarikh at-Thabari juz 4, hal. 459; al-kamil fi at-Tarikh oleh Ibnu Atsir al-Jaziri as-Syafii juz 3, hal. 206; Tadzkirah al-Khawas oleh as-Sibth Ibnu al-Jauzi al-Hanafi, hal. 61 dan 64; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah juz 1 hal. 49…; Sirah al-Halabiyah oleh Ali Burhanuddin al-Halabi asy-Syafii juz 3, hal. 286…; Tarikh Ibnu A’tsum hal. 155”. (Sayid Syarafuddin al-Musawi al-Murajaat, hal. 490 catatan kaki no. 2 terbitan al-Majma’ al-Alami li Ahl al-Bait, cet. 2, tahun 1426 H) Untuk itu, agar memahaminya, di sini akan saya bawakan kisah di atas menurut penuturan ulama sunni yang secara jelas dijadikan rujukan oleh Sayid Syarafuddin al-Musawi yakni at-Thabari dan Ibnu Atsir. At-Thabari dalam Tarikh-nya jilid 3, terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cet. 1, 1407 H, hal. 11-12; atau Tarikh Thabari, jilid 4, Ed. Muhammad Abu al-fadhl Ibrahim, cet. Ke-4, Kairo : Dar al-Maarif, 1382 H/1962 M, hal. 458-459 berikut ini : شة أن ضي عائ هللا ر نها ما ع تهت ل سرف ىإل ان عة ي راج قها ف ى طري يها مكة إل ق بد ل ن ع الب أم ب كبد وهو ن ع ي ب لمة أب س سب ن ى ي ت أمه إل قال ه ف يم ل ال مه لوا ق ت ثمان ق ضي ع هللا ر نه ثوا ع ك م ف

يا مان ت ث ال م ق عوا ث ن ص ال ماذا نة أهل أخذها ق مدي تماع ال االج جازت ب هم ف ى األمور ب ير إل مجاز خعوا تم لى اج لي ع ن ع ي ب ب أب ت طال قال هللا ف يت و قت هذه أن ل ب ط لى ان م إن هذه ع بك األمر ت صاح لي ي ردون ت ردون صرف ان قول وهي مكة إل ف تل ت هللا ق ثمان و لوما ع هللا مظ بن و ل دمه ألط قال ب ها ف لن الب ام اب م ك هللا ول و ه أمال من أول إن ف ت حرف قد ألن نت ول ين ك قول لوا ت ت ال اق ث ع قد ن فر ف كت ال هم ق وه إن تاب ت س م ا لوه ث ت د ق ل وق وا تق ال ي وق ول ير وق ير األخ ي من خ ول ل ق قال األو ها ف ل

ن الم ام اب ك

Page 48: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

48

نك م بداء ف نك ال ير وم غ النك اح وم ري نك ال مطر وم ال

ت تل أمرت وأن ق لت … اإلمام ب نا وق ه ل د إن فر ق كنا ب ه ناك ف ع ي أط له ف ت له … ق ات ا وق ندن أمر من ع

“Aisyah ra. dalam perjalanannya pulang ke Madinah berhenti di Sarf dan kembali ke Mekah, Ia bertemu dengan Abd ibn Ummu Kilab dan dia adalah Abd ibn Abi Salmah, saudara dari pihak ibunya…Ibn Abi Salmah berkata, “Mereka telah membunuh Usman ra dan delapan hari tanpa pemimpin”. Aisyah berkata : “Kemudian apa tindakan mereka?” Abd berkata : “Penduduk Madinah telah sepakat menyerahkan urusan mereka ke jalan yang baik, mereka sepakat memilih Ali bin Abi Thalib”. Aisyah berkata: “Aku ingin yang itu runtuh menutupi yang ini! Sungguh kekuasaan jatuh ke tangan sahabatmu! Kembalikanlah aku, kembalikanlah aku, maka berangkatlah ia ke Mekah. Dan ia berkata : ‘Demi Allah, Utsman telah dibunuh secara dzalim. Demi Allah, kami akan menuntut darahnya!” Berkata kepadanya Ibn Ummu al-Kilab : “Mengapa. Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah orang pertama yang perhatian atas tindakan Utsman, dan engkau telah berkata : “BUNUHLAH SI NA’TSAL, SUNGGUH IA TELAH KAFIR!. Aisyah berkata: “Mereka memintanya bertobat kemudian mereka membunuhnya. Aku berpendapat dan mereka juga berpendapat. Dan pendapatku yang terakhir lebih baik daripada pendapatku yang pertama”. Ibnu Umm al-Kilab kemudian bersyair : Dari anda bibit disemai, dari anda kekacauan dimulai Dari anda datangnya badai, dari anda hujan berderai Anda menyuruh bunuh sang imam. Ia telah kafir, anda yang ucapkan Jika saja kami patuh, Ia tentu kami bunuh. Bagi kami sang pembunuh adalah sang penyuruh Senada dengan at-Thabari, adalah sejarawan sunni lainnya Ibnu Atsir dalam al-Kamil fi Tarikh juz 3, hal. 206, atau hal 100 (terbitan Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1415 H) berikut ini : أن عائشة كانت خرجت إليها وعثمان محصور ثم خرجت من مكة تريد المدينة فلما كانت بسرف لقيها رجل من

أخوالها من بني ليث يقال له عبيد بن أبي سلمة وهو ابن أم كالب فقالت له مهيم # قال قتل عثمان وبقوا ثمانيا قالت

ال اجتمعوا علي بيعة علي فقالت ليت هذه انطبقت علي هذه إن تم األمر لصاحبك ردوني ردوني ثم صنعوا ماذا ق

فانصرفت إلي مكة وهي تقول قتل وهللا عثمان مظلوما وهللا ألطلبن بدمه فقال لها ولم وهللا إن أول من أمال حرفه

وه وقد قلت وقالوا وقولي األخير خير من قولي ألنت ولقد كنت تقولين اقتلوا نعثال فقد كفر قالت إنهم استتابوه ثم قتل

األول فقال لها ابن أم كالب # فمنك البداء ومنك الغير

# ومنك الرياح ومنك المطر

# وقلت لنا إنه قد كفر وأنت أمرت بقتل اإلمام

# وقاتله عندنا من أمر فهبنا أطعناك في قتله

“Aisyah keluar darinya dan Usman terkepung. Kemudian ia keluar dari Mekah untuk kembali ke Madinah. Dalam perjalanan ia berhenti di Sarf dan bertemu dengan saudaranya dari Bani Laits untuk bertanya kepadanya, yakni Ubaid ibn Umm Abi Salamah dan dia adalah Ibn Umm al-Kilab… Ubaid berkata: “Mereka membunuh Usman, dan tidak ada pemimpn selama delapan hari!” Aisyah bertanya : “Kemudian apa tindakan mereka?” Ubaid berkata: “Mereka sepakat membaiat Ali”. Aisyah berkata: “Aku ingin yang itu runtuh menutupi yang ini! Kekuasaan telah jatuh ke tangan

Page 49: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

49

sahabatmu! Kembalikanlah aku, kembalikanlah aku. Maka ia pun berangkat ke Mekah. Dan Aisyah berkata: ‘Demi Allah, Utsman telah dibunuh secara zalim. Demi Allah, kami akan menuntut darahnya!” “Berkata Ibn Ummu al-Kilab kepada Aisyah : “Mengapa. Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah orang pertama yang perhatian atas tindakan Utsman, dan engkau telah berkata : “BUNUHLAH SI NA’TSAL! SUNGGUH IA TELAH KAFIR!. Aisyah berkata: “Mereka memintaya bertobat kemudian membunuhnya. Aku berpendapat dan mereka juga berpendapat. Dan pendapatku yang terakhir lebih baik daripada pendapatku yang pertama”. Ibnu Ummu al-Kilab kemudian bersyair : Dari anda bibit disemai, dari anda kekacauan dimulai, Dari anda datangnya badai, dari anda hujan berderai Anda menyuruh bunuh sang imam. Ia telah kafir, anda yang ucapkan Jika saja kami patuh, Ia tentu kami bunuh. Bagi kami sang pembunuh adalah sang penyuruh Setelah mendapatkan sedikit gambaran peristiwa terbunuhnya Khalifah Ustman dan tokoh-tokoh kuncinya, maka kita bisa menyimpulkan poin-poin berkenaan dengan tuduhan MMPSI kepada para penulis syiah berikut ini :

Kalau kita mengikuti apa yang dikisahkan di atas, maka pernyataan Sayid Syarafuddini al-Musawi bahwa Aisyah mempropokasi khalayak untuk membunuh Utsman dengan mengatakan, “Bunuhlah Na’tsal karena ia sudah kafir” adalah kisah yang populer di kalangan para ulama sunni dan mereka menuliskannya di kitab-kitab tarikh mereka dari masa klasik hingga saat ini. Kalau MMPSI tidak menerima kisah di atas karena lemah atau lainnya, maka cukuplah menolaknya dan membuktikannya, bukan menuduhkan kedustaan. Karenanya tutudhan MMPSI bahwa kisah ini buatan dan fitnah dari Sayid Syarafuddin al-Musawi tidaklah benar.

Begitu pula pernyataan Emilia Renita dalam bukunya 40 Masalah Syiah bahwa : “Aisyah, Thalhah, Zubair, dan sahabat-sahabat yang satu aliran dengan mereka memerangi Imam Ali as. Sebelumnya, mereka berkomplot untuk membunuh Usman” , juga bukanlah tanpa alasan. Pernyataan Ibnu Umm al-Kilab dan syairnya di atas dengan jelas menunjukkan peran Aisyah atas terbunuhnya Utsman : “Berkata Ibn Ummu al-Kilab kepada Aisyah : “Mengapa. Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah orang pertama yang perhatian atas tindakan Utsman, dan engkau telah berkata : “BUNUHLAH SI NA’TSAL! SUNGGUH IA TELAH KAFIR!. Adapun syair Ibnu Umm al-Kilab yang ditujukan kepada Aisyah menyebutkan : “Dari anda bibit disemai, dari anda kekacauan dimulai # Dari anda datangnya badai, dari anda hujan berderai # Anda menyuruh bunuh sang imam. Ia telah kafir, anda yang ucapkan # Jika saja kami patuh, Ia tentu kami bunuh. Bagi kami sang pembunuh adalah sang penyuruh #.

Sedangkan pernyataan buku Antologi Islam bahwa “Para pemimpin itu [Aisyah, Thalhah, Zubair, dan lain-lain] tidak menuntut balas atas darah Usman karena mereka sendiri yang ada di balik persekongkolan itu. Mereka berpura-pura

Page 50: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

50

melakukan hal itu sebagai cara menjatuhkan kekhalifahan Imam Ali”, bukanlah juga sebuah tuduhan dusta dan fitnah keji kepada sahabat, tetapi fakta yang terjadi di antara mereka. Hal itu dengan jelas dapat dilihat dari kisah yang dituturkan ath-Thabari dan Ibnu Atsir di atas. Di mana Thalhah dan Zubair yang jelas terlibat dalam pengepungan dan pembunuhan Utsman, sedangkan Aisyah menjadi propokatornya, dan kemudian mereka bertiga melakukan pemberontakan kepada Imam Ali as dengan mengatasnamakan menuntut darah Usman. Hal itu kemudian di tolak oleh Ibn Umm al-Kilab.

Menarik juga untuk mengutip ulasan Prof. Mahmoud M. Ayoub, seorang ulama sunni kontemporer dalam bukunya The Crisis of Muslim History yang memfokuskan menganalisis tokoh-tokoh kunci dalam kematian Khalifah Usman dan dilanjutkan pemberontakan kepada Imam Ali tentang peran Siti Aisyah ummul mukminin sebagai berikut : “Setelah gagal mencapai sasaran mereka dengan jalan damai, Thalhah dan Zubair meminta izin kepada Ali untuk pergi ke Mekah dalam rangka melaksanakan umrah. Sebenarnya mereka merencanakan pemberontakan terhadapnya. Konflik yang terjadi, yang dikenal dengan Perang Jamal, terjadi segera setelah Ali memangku jabatan. Perang ini menunjukkan kemerosotan tajam dalam konsepsi moral dan keagamaan tentang khilafah…” (Mahmoud M. Ayoub, The Crisis of Muslim History, Mizan, 2004, hal. 134) Kemudian tentang Aisyah Prof. Ayoub menyatakan : “…isteri Nabi yang dimaksudkan di atas adalah Aisyah. Penyelidikan atas riwayat-riwayat keterlibatannya dalam pemberontakan membantu dalam menggambarkan berbagai persoalan yang membahayakan umat Muslim. Terlepas dari maksud kata-kata al-Ahnaf bin Qais, Aisyah bukanlah korban tak berdaya dari kondisi politik. Sebaliknya, ia adalah tokoh utama dalam peristiwa dramatik yang mengarah ke, dan menyertai, kematian Utsman. Pertama, Aisyah menyerukan pembunuhan atas Utsman dengan menuduhnya, seperti telah kita lihat, “telah menghancurkan sunnah Nabi.” Ia kemudian meninggalkan Usman dalam keadaan terkepung di rumahnya, menolak untuk turun tangan atas nama Utsman dalam menghadapi massa yang marah, dan pergi ke Mekkah untuk melaksanakan haji. Akan tetapi, dalam perjalanan pulang, ketika mendengar Ali menaiki jabatan khalifah, ia protes, “Mengapa harus Ali yang berkuasa atas kita? Aku tidak akan masuk Madinah selama Ali memegang jabatan ini.” (Mahmoud M. Ayoub, The Crisis of Muslim History, Mizan, 2004, hal. 137). Dengan demikian, peran Siti Aisyah, Thalhah dan Zubair dalam pembunuhan Khlaifah Utsman dan pemberontakan kepada Imam Ali as diakui oleh ulama sunni dan syiah, yang klasik maupun yang kontemporer. Karenanya, kalau kita mengikuti cara berpikirnya MMPSI, bahwa menceritakan “hal-hal yang kelam” dalam kehidupan sahabat adalah fitnah dan tindakan keji, maka seluruh ulama ahli tarikh dan sejarawan, ahli hadis, serta lainnya baik yang dari sunni maupun dari syiah, yang hidup masa klasik dan masa kini, semuanya adalah para pendusta, tukang fitnah, dan penoda agama. Sungguh tuduhan yang ironis, tragis dan sadis.

Page 51: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

51

Al-Majlisi mengatakan dalam kitab Mir’atul Uqul Syarh al-Kafi, menyatakan bahwa Alquran telah mengalami pengurangan dan perubahan? Pada era perkembangan ilmu saat ini, ada beberapa pihak yang mencoba memahami syi'ah namun apa yang difahami sangat jauh dari ulama-ulama syi'ah sendiri. Hal ini bisa mengakibatkan kesalahan hal yang fatal, misalnya isu tahrif Al Quran seperti yang tertulis dalam buku panduan yang ditulis oleh beberapa anggota MUI "Mengenal dan

mewaspadai penyimpangan Syi'ah Indonesia (MMPSI)". Dalam buku tersebut disebutkan bahwa Al Majlisi merupakan salah seorang ulama Syi'ah yang meyakini adanya tahrif Alquran. Berikut pernyataan yang tertulis dalam buku MMPSI tersebut :

Al-Majlisi mengatakan dalam kitab Mir’atul Uqul Syarh al-Kafi, menyatakan bahwa Alquran telah mengalami pengurangan dan perubahan.” (hal. 25).

Untuk mengklarifikasi demi tetap terjaganya Ukhuwah Islamiah di Indonesia khususnya, berikut tanggapan yang disampaikan oleh cendikiawan muda dari Medan Ust. Candiki Repantu :

Anggapan tersebut dinisbatkan berdasarkan pada pernyataan Allamah Al-Majlisi dalam Kitab Mir’atul Uqul fi Syarh Akhbar Aali al-Rasul juz 12/525. Perlu diketahui kitab ini adalah adalah kitab yang mengomentari kitab Al-Kafi karya Syaikh al-Kulaini. Dan pada bagian yang disebutkan ini beliau sedang mensyarah hadis al-kafi yang menyebutkan tentang diturunkan Alquran dari Jibril sebanyak 17.000 ayat. Di sini, ternyata MMPSI hanya mengutip bagian awal tulisan Al-Majlisi dan memotong paragraf berikutnya. Berikut paragraf pertama dari tulisan Al-Majlisi :

ث حدي ثامن ال شرو و ال ع ق : نال ي و .موث عض ف سخ ب ن ن هشام عن ال م ب سال ضع ن هارون مو ب

لم، س بر م خ ال يح ف صح ال و فى خ بر هذا أن ي خ ير و ال ث بار من ك يحة األخ صح حة ال صري ي ف

قص قرآن ن يره، و ال ي غ ندي و ت بار أن ع ي األخ باب هذا ف رة ال توات نى م مع“Hadis ke 28. “hadis muwatsaq”. Disebagian salinan, Hisyam bin Salim, ditulis Harun bin Muslim. Riwayat shahih, dan tidaklah tersembunyi bahwa riwayat ini dan banyak riwayat-riwayat yang sahih lagi jelas tentang pengurangan Alquran dan perubahannya. Menurutku, riwayat-riwayat dalam bab ini bersifat mutawatir makna…” (Mir’atul Uqul juz 12/525) Berdasarkan pernyataan inilah, MMPSI mengklaim bahwa Al-Majlisi mempercayai tahrif Alquran. Benarkah demikian? Jauh panggang dari api, karena bagi Al-Majlisi riwayat-riwayat itu tidak bisa dijadikan dalil meyakini tahrif Alquran. Beliau menegaskan hal itu pada paragraf berikutnya :

ه بت إذا ألن فه ث حري في ت ل ف ة ك تمل آي ح ك ي زهم و ذل جوي يهم ت ل سالم ع لى ال راءة ع هذا ق

قرآن عمل و ال ه ال ر ب توات لوم م م إذ مع قل ل ن صحاب من أحد من ي نا من أحدا أن األ ت م ا أعطاه أئ ران أو قلمه راءة، ع من ظاهر هذا و ق بعت ل بار، ت عمري و األخ يف ل ون ك ترئ ج لى ي فات ع ل ك ت كة ال ي رك ال

ي لك ف بار ت األخ

Page 52: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

52

Perhatikan bagaimana Al-Majlisi menegaskan bahwa : “…Karena, jika kita menetapkan tahrif Alquran, maka hal itu bisa terjadi pada seluruh ayatnya, sementara secara mutawatir para imam Ahlul Bait membolehkan membaca Alquran ini dan beramal dengannya. Dan tidak seorangpun yang menukil bahwasanya salah seorang imam memberikan Alquran atau mengajarkan bacaan yang berbeda. Inilah yang nyata bagi orang yang mengikuti riwayat-riwayat tersebut. Dan demi hidupku, bagaimana mereka berani memberlakukan perkara ini pada riwayat-riwayat tersebut…” (Mir’atul Uqul juz 12/525). Jadi, MMPSI merekayasa data dengan mengutip sepotong tulisan al-Majlisi dan

membuang lainnya.

Syaikh Mufid Menyatakan Tahrif Al Quran Dalam Kitab Awail al-Maqalat ?

Salah satu isu yang sering dikambing hitamkan terhadap Syi'ah adalah soal tahrif Al

Quran. Hal ini juga tertulis dalam buku panduan MMPSI (Mengenal dan mewaspadai

penyimpangan Syi'ah Indonesia) yang ditulis oleh beberapa anggota pengurus MUI

(Bukan buku yang dikeluarkan secara resmi oleh MUI), yakni sebagai berikut :

“Syaikh Mufid dalam kitab Awail al-Maqalat, menyatakan bahwa Alquran yang ada saat

ini tidak orisinal. Alquran sekarang sudah mengalami distorsi, penambahan dan

pengurangan”. (hal. 25). [Dalam footnote-nya disebutkan dikutip dari kitab Awail al-

Maqalat, hal. 80-81].

Sekarang mari kita lihat isi kitab Awail al-Maqalat pada halaman 80-81 bab “Pendapat tentang Penyusunan Alquran, Penambahan dan Pengurangannya” sebagai berikut :

Page 53: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

53

قول ي ال يف ف أل قرآن ت ر وما ال وم ذك ادة من ق زي يه ال صان ف ق ن وال

ول بار إن :أق د األخ ضة جاءت ق ي ف ت س مة عن م هدى أئ تالف ،(ص) محمد آل من ال اخ قرآن ب ه وما ال أحدث

عض ين ب م ظال يه ال من فحذف صان، ال ق ن أما وال قول ف ي ال يف ف تأل موجود ال ال ضي ف ق يه ي م ف قدي ت تأخر ب م ير ال أخ وتقدم ت م سخ عرف ومن ال نا سوخ ال ن م كي وال م ي وال مدن م وال ب ل رت ما ي اه ب رن صان وأما ذك ق ن إن ال ف

قول ع ال ال له ي ح ال ت نع و م وعه، من ت نت دوق وق تح ة ام قال لمت ادعاه، من م يه وك ل ة ع تزل ع م اليرهم ال وغ لم طوي فر ف نهم اظ حجة م تمدها ب ي اع ساده ف ف

د ال وق ه اإلمامة أهل من جماعة ق م إن قص ل ن لمة من ي ال ك ة من و ال آي سورة من و كن ان ما حذف ول كتا ب ث ي م صحف ف ير م ين أم ن مؤم له من (ع) ال أوي ير ت س ف يه وت عان لى م قة ع ي ق له ح نزي كو ت ذلان تا ك اب ال ث نز م وإن م كن ل لة من ي الم جم هللا ك ى عال ذي ت قرآن هو ال عجز، ال م د ال سمى وق ل ي أوي تقرآن ا ال رآن ال ق هللا ق ى عال ال) :ت عجل و قرآن ت ال بل من ب ضى أن ق ق يك ي يه إل ل وح ي رب وق زدن

لما سمى (ع ل ف أوي قرآن ت ا، ال رآن يس ما وهذا ق يه ل ين ف ير أهل ب س ف ت تالف ال اخندي قول هذا أن وع به ال ش قال من أ صان ادعى من م ق لم ن فس من ك قرآن ن لى ال قة ع ي ق ح دون ال

ل، تأوي يه ال يل وإل هللا أم سأل و قه أ ي وف صواب ت ل ل”Sesungguhnya riwayat-riwayat yang diperoleh dari imam-imam pemberi petunjuk dari keluarga Muhammad saaw, terdapat pernyataan tentang perbedaan Alquran, dan juga yang menceritakan tentang sebagian orang-orang zalim yang membuang dan mengurangi Alquran. Yaitu terjadi pada saat penyusunan (Alquran) dengan memerintahkan mendahulukan yang akhir dan mengakhirkan yang terdahulu, mengenalkan nasakh dan mansukh, makkiyah dan madaniyyah, tidaklah teratur sebagaimana disebutkannya. Adapun tentang pernyataan pengurangan (Alquran) yang secara akal tidaklah mustahil dan tidak terlarang terjadinya, maka setelah aku mencermati dari para penyerunya dan pernyataan dari Muktazilah dan selain mereka, maka tidaklah dapat diambil dan bersandar pada hujjah mereka yg rusak tersebut. “DAN TELAH BERAKATA JAMAAH AHLI IMAMAH (KELOMPOK SYIAH), SESUNGGUHNYA ALQURAN TIDAK BERKURANG WALUPUN HANYA SATU KATA, SATU AYAT, ATAU SATU SURAT. Akan tetapi (yang) dihapus (adalah) apa-apa yang ada dalam mushaf Amirul Mukminin as yang merupakan ta’wil dan tafsir makna-maknanya sesuai dengan hakikat turunnya. Yang demikian itu (ta’wil dan tafsir) sekalipun telah diturunkan Allah, tetapi itu bukan bagian dari friman Allah Alquran yang mukjizat.DAN MENURUT SAYA PENDAPAT INI LEBIH TEPAT DARIPADA PENDAPAT ORANG YANG MENGANGGAP ADANYA PENGURANGAN FIRMAN DARI ALQURAN ITU SENDIRI YANG BUKAN TA’WILNYA. DAN SAYA MEMILIH PENDAPAT INI. Hanya kepada Allah lah saya memohon taufiq untuk kebenaran.” (Awail al-Maqalat hal. 80-81)….{Setelah menolak pengurangan Alquran, kemudian Syaikh Mufid menjelaskan penolakanya terhadap penambahan Alquran}. Jadi, sungguh aneh bin ajaib, MMPSI ini menuduh Syaikh Mufid mengakui tahrif Alquran. Kesimpulan kita sementara ini, penyimpangan MMPSI ini karena mengarahkan pandangannya pada judul bab dan ungkapan awal Syaikh Mufid dan meninggalkan bagian akhirya (mungkin ini bukan kesengajaan). Tetapi ini

Page 54: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

54

kesalahan fatal, karena menyebabkan manipulasi informasi dan menebarkan fitnah yang membahayakan.

Al Qummi Meyakini Tahrif Dalam Muqaddimah Kitab Tafsirnya ?

Pada era perkembangan ilmu saat ini, ada beberapa pihak yang mencoba memahami

syi'ah namun apa yang difahami sangat jauh dari ulama-ulama syi'ah sendiri. Hal ini dapat mengakibatkan kesalahan fatal, misalnya isu tahrif Al Quran seperti yang tertulis dalam buku panduan yang ditulis oleh beberapa anggota MUI "Mengenal dan mewaspadai penyimpangan Syi'ah Indonesia (MMPSI)". Dalam buku tersebut mdisebutkan bahwa Alqummi merupakan salah seorang ulama syi'ah yang meyakini adanya tahrif Alquran. Berikut pernyataan yang tertulis dalam buku MMPSI tersebut :

“Al-Qummi, tokoh mufassir syiah, menegaskan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa ayat-ayat Alquran ada yang diubah sehingga tidak sesuai dengan ayat aslinya seperti ketika diturunkan oleh Allah.” (hal. 26)

Untuk mengklarifikasi demi tetap terjaganya Ukhuwah Islamiah di Indonesia khususnya, berikut tanggapan yang disampaikan oleh cendikiawan muda dari Medan Ust. Candiki Repantu : Pernyataan MMPSI ini berdasarkan pada Muqaddimah Tafsir Alqummi juz 1 hal. 5-11. Perlu diketahui, bahwa menurut ulama syiah, nuzul Alquran (turunnya Alquran) terdiri dari dua hal, yakni teks dan makna Alquran yang disertai tafsir, takwil, hukum, rahasia, dan ilmu-ilmu lainnya. Karenanya, Nabi saaw adalah penafsir pertama Alquran yang menyampaikan teks sekaligus maknanya. Inilah hakikat nuzul Alquran yang mana Allah swt yang menurunkannya, membacakannya, mengumpulkannya, dan menjelaskan

maksudnya (Q.S. al-Qiyamah: 16-19). Jadi, Muqaddimah Tafsir Al-Qummi juga sedang menjelaskan hal-hal tersebut. Berikut ini pernyataan Alqummi dalam tafsirnya—{saya tidak menuliskan semuanya karena terlalu panjang, tetapi dipilih sesuai maksud yang dituju oleh MMPSI tersebut}—sebagai berikut :

Page 55: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

55

قرآن ال نه ف سخ، م ا نه ن سوخ، وم ن نه م كم، وم نه مح ه، وم شاب ت نه م نه عام، وم نه خاص، وم م، وم قدي ت

نه ير، وم أخ نه ت قطع، وم ن نه م نه معطوف، وم كان حرف وم نه حرف، م لى وم زل ما خالف ع هللا ان نه ، ومفظه ما ناه عام ل نه خاص، ومع فظه ما وم ناه خاص ل نه عام، ومع ات وم ضها آي ع ي ب سورة ف مامها ي وت ف

سورة نه اخرى له ما وم أوي ي ت له ف نزي نه ت له ما وم اوي له،ت مع ت زي نه ن له ما وم أوي بل ت قله، نزي نه ت له وم أوي عد ت له ب نزي ت

“Alquran di dalamnya ada nasikh, mansukh, muhkam, mutasyabih, am, khas, taqdim, takhir, munqati’, ma’thuf, huruf diposisi huruf, dan sebagiannya berbeda dengan apa yang diturunkan Allah swt. Di dalamnya juga terdapat lafadz umum tetapi bermakna khusus, dan lafadz khusus bermakna umum, ayat-ayat yang sebagiannya di satu surat

dan penyempurnaanya ada pada surah yang lain, terdapat ta’wilnya pada turunnya, bersamaan dengan turunnya, sebelum turunnya, dan sesudah turunnya…” (Tafsir Alqummi, hal. 5) ان هو ما واما لى ك زل ما خالف ع هللا ان هو ه ف ول تم ” ق ن ير ك ناس اخرجت امة خ ل أمرون ل عروف ت م ال بنهون كر عن وت ن م نون ال ؤم هلل وت ا قال ” ب هللا ف بد وع يه) اب ل سالم ع قاري (ال ة هذه ل ير ” اآلي امة خ

لون ” ت ق ير ي ين ام ن مؤم سن ال ح ين وال س ح ن وال لي ب عيل ق ه ف يف ل ت وك زل ن ن اب سول ي ؟ ر قال هللا ما ف ت ان زل تم ” ن ن ير ك مة خ ناس اخرجت ائ ل ال ” ل ا

رى هللا مدح ت هم ي ل ة آخر ف أمرون ” اآلي عروف ت م ال نهون ب كر عن وت ن م نون ال ؤم هلل وت ا “ ب“Adapun tentang “sebagiannya berbeda dengan apa yang diturunkan Allah swt”, adalah seperti firman-Nya, “Kamu adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan untuk

manusia, yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah” (Kuntum khairu ummah ukhrijat linnasi takmuruna bil ma’ruf wa tanhauna ‘anil munkar wa tu’minuna billah)” (Q.S. Ali Imran: 110). Maka berkata Abu Abdillah as kepada yang membaca ayat ini : “khairu ummah” (sebaik-baik ummat) apakah mereka juga yang membunuh Amirul Mukminin Ali, Hasan dan Husain? Maka ditanyakan, bagaimana ayat ini diturunkan wahai putra Rasulullah? Imam as menjawab, “Sesungguhnya ia diturunkan ‘kuntum khairu aimmah ukhrijat linnasi’ (kamu adalah sebaik-baik imam yang dikeluarkan untuk manusia).” Perhatikanlah bagaimana Allah swt memuji mereka pada bagian akhir ayatnya…”Yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman

kepada Allah.” (Tafsir Alqummi jilid 1, hal. 10) Jadi, yang dimaksud dengan perkataan Imam Ja’far “diturunkan ayat ini” yaitu hakikat turunnya yang disertai takwil atau penjelasannya. Jadi itu bukan teks Alquran tetapi penjelasan maksud Alquran tersebut agar orang tidak salah memahaminya sebagaimana ditunjukkan dengan kritik Imam kepada pemaknaan umumnya, yaitu “Apakah mereka juga termasuk mengaku sebagai umat terbaik, padahal mereka membunuh Ali, Hasan dan Husain”? Dengan demikian, yang dimaksud oleh Al-Qummi dengan pernyataan “tidak sesuai dengan apa yang diturunkan Allah” adalah hakikat turunnya yang disertai takwil dan

rahasianya kepada Rasul saaw. Itulah yang dijelaskanya pada Muqaddimah Tafsir al-Qummi tersebut. Tapi sayang MMPSI lebih mendahulukan pemahamannya daripada pemahaman ulama syiah.

Page 56: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

56

Ahmad bin Ali at-Thabarshi Meyakini Tahrif Al Quran Dalam Al-Ihtijaj ?

Pada era perkembangan ilmu saat ini, ada beberapa pihak yang mencoba memahami syi'ah namun apa yang difahami sangat jauh dari ulama-ulama syi'ah sendiri. Hal ini dapat mengakibatkan kesalahan fatal, misalnya isu tahrif Al Quran seperti yang tertulis dalam buku panduan yang ditulis oleh beberapa anggota MUI Mengenal dan mewaspadai penyimpangan Syi'ah Indonesia (MMPSI). Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa Ahmad bin Ali at-Thabarshi merupakan salah seorang ulama syi'ah yang meyakini adanya tahrif Alquran. Berikut pernyataan yang tertulis dalam buku MMPSI tersebut :

“Abu Manshur Ahmad bin Ali al-Thabarshi, seorang tokoh syiah abad ke-6 H menegaskan dalam kitab al-Ihtijaj, bahwa Alquran yang ada sekarang adalah palsu, tidak asli, dan telah terjadi pengurangan”. (hal. 25-26)

Untuk mengklarifikasi demi tetap terjaganya Ukhuwah Islamiah di Indonesia khususnya, berikut tanggapan yang disampaikan oleh cendikiawan muda dari Medan Ust. Candiki Repantu :

Pernyataan di atas merupakan kesimpulan dari Kitab al-Ihtijaj juz 1/156 karya at-Thabarshi. Namun, setelah dicermati, ternyata MMPSI ini lagi-lagi melakukan penyimpangan. Terlepas dari kualitas riwayat yang dibawakan, At-Thabarshi tidak

Page 57: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

57

menyatakan demikian. Beliau hanya meriwayatkan bahwa Imam Ali menyusun Alquran yang di dalamnya terdapat penjelasan hakikat turunnya serta pelanggaran kaum muhajirin dan anshar. Para sahabat menolak Alquran susunan Imam Ali dan menyusun Alquran yang tidak mengandung hal-hal tersebut. Berikut pernyataan At-Thabarsyi dalam kitabnya al-Ihtijaj juz 1/156. ي ة وف ي رواي فاري ذر أب غ ه ال ا أن ما :لق ي ل وف سول ت هللا ر لى ص هللا يه ل ه ع لي جمع وآل يه ع ل عسالم قرآن ال ه وجاء ال ى ب ن إل مهاجري صار ال ضه واألن يهم وعر ل ما ع د ل صاه ق ك أو ذل سول ب هللا ر

لى ص هللا يه ل ه، ع لما وآل تحه ف و ف كر أب ي خرج ب فحة أول ف ص تحها ح ف ضائ قوم، ف ب ال وث فال عمر ا :وق لي ي ال اردده ع نا حاجة ف يه ل أخذه ،ف يه ف ل سالم ع صرف ال م وان ضروا ث د أح ن زي بت اب ان – ث ا وك اري قرآن ق ل قال – ل ه ف يا إن :عمر ل ل قرآن جاء ع ال يه ب ح وف ضائ ن ف مهاجري الصار، د واألن نا وق ف أن رأي ؤل قرآن ن قط ال س نه ون ان ما م يه ك يحة ف ض تك ف ن وه لمهاجري ل

صار، ه واألن أجاب د ف ى زي ك إل ذل“Diriwayatkan oleh Abi Dzar al-Ghiffari, dia berkata : Ketika Rasul saaw wafat, Imam Ali as mengumpulkan Alquran dan membawanya ke hadapan Muhajirin dan Anshar dan mereka berpaling darinya, bagi apa yang telah diwasiatkan Rasulullah saaw terhadap hal itu. Ketika Abu Bakar membukanya, terdapat pada awal halamannya berbagai aib dari kaum-kaum. Maka diambil oleh Umar dan berkata : Wahai Ali, aku menolaknya dan kami tidak berhajat padanya, silahkan ambil kembali. Maka Imam Ali as mengambilnya dan beranjak pergi. Kemudian mereka menghadirkan Zaid bin Tsabit—penulis Alquran—dan Umar berkata kepadanya : “Sesungguhnya Ali datang membawa Alquran yang di dalamnya terdapat aib dari muhajirin dan anshar, dan sungguh kami melihat penting rasanya untuk menyusun Alquran dan membuang darinya bagian-bagian yang terdapat aib dan celaan kepada muhajirin dan anshar”. Maka kemudian Zaid menerimanya.” (Al-Ihtijaj jilid 1 : 156) Betapa jelasnya maksud riwayat tersebut di atas. Bahwa tidak ada pengurangan dalam teks-teks Alquran, tetapi yang ada adalah pengurangan makna-makna atau penafsiran Alquran yang dilakukan Imam Ali as yang di dalamnya terdapat menjelaskan aib-aib dari kaum muhajirin dan anshar. Dan tentu saja penafsiran itu bukanlah Alquran. Inilah keunikan mushaf Imam Ali as, sebagaimana dijelaskan oleh banyak riwayat dari ulama-ulama syiah dan ahlussunnah bahwa Imam Ali as setelah wafatnya Rasul saaw mngumpulkan Alquran sesuai bacaan Rasulullah saaw yang dihimpun sesuai dengan urutan turunnya dan berisi asbab an-nuzul, nasikh, mansukh, makkiyah, madaniyah, tafsir dan takwil serta lainnya. Hal ini tercermin dalam ucapan Imam Ali as : قد و تهم ل ئ تاب ج ک ال تمال ب ش لی م ل ع نزي ت ل ال تاوي وال“Aku mempersiapkan suatu kitab untuk mereka yang di dalamnya mencakup tanzil dan takwil.” (Jawad Balaghi, Ala al-Rahman jilid 1 : 257)

Page 58: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

58

Sayid Ni’matullah Al-Jazairi Meyakini Tahrif Al Quran Dalam Kitabnya Al-Anwar An-Nu’maniyah ?

Pada era perkembangan ilmu saat ini, ada beberapa pihak yang mencoba memahami syi'ah namun apa yang difahami sangat jauh dari ulama-ulama syi'ah sendiri. Hal ini dapat mengakibatkan kesalahan fatal, misalnya isu tahrif Al Quran seperti yang tertulis dalam buku panduan yang ditulis oleh beberapa anggota MUI Mengenal dan mewaspadai penyimpangan Syi'ah Indonesia (MMPSI). Dalam buku tersebut menyebutkan bahwa Sayid Ni’matullah Al-Jazairi merupakan salah seorang ulama syi'ah yang meyakini adanya tahrif Alquran. Berikut pernyataan yang tertulis dalam buku MMPSI tersebut :

“Ni’matullah al-Jazairi menyatakan dalam kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyah, semua imam syiah menyatakan adanya tahrif (perubahan) Alquran, kecuali pendapat Al-Murtadha, as-Shaduq, dan al-Thabarshi yang berpendapat tidak ada tahrif. Dalam keterangan selanjutnya ia menjelaskan bahwa ulama yang menyatakan tidak ada tahrif pada Alquran itu sedang bertaqiyah.” (hal. 26)

Page 59: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

59

Untuk mengklarifikasi demi tetap terjaganya Ukhuwah Islamiah di Indonesia khususnya, berikut tanggapan yang disampaikan oleh cendikiawan muda dari Medan Ust. Candiki Repantu :

Pertama, MMPSI menyatakan bahwa semua “Imam Syiah” menyatakan tahrif Alquran, kecuali Al-Murtadha, as-Shaduq, dan al-Thabarshi. Ini adalah dusta yang dinisbatkan kepada Sayid Ni’matullah al-Jazairi, sebab beliau tidak ada menulis demikian. Ketahuilah bahwa Imam syiah itu ada 12 orang yakni adalah Imam Ali as hingga Imam Mahdi afs. Apakah 12 imam ini semuanya dikatakan oleh Sayid Ni’matullah sebagai meyakini tahrif Alquran? Dan lucunya lagi, Imam syiah itu dibandingkan MMPSI dengan al-Murtadha, as-Shaduq, dan al-Thabarsyi. Apakah MMPSI menganggap ketiga orang tersebut juga imam-imam syiah? Kedua, pernyataan bahwa hanya tiga orang yang berpendapat tidak ada tahrif Alquran juga kurang tepat. Karena Sayid Ni’matullah mengetahui puluhan ulama syiah dalam karya-karya mereka dari masa klasik sampai ke masanya menjelaskan tentang keterjagaan Alquran. Karenanya, kalau MMPSI mencermati dengan baik pernyataan Sayid Ni’matullah al-Jazairi, maka akan mengetahui maksud sebenarnya. Terlebih lagi pada halaman-halaman tersebut, sebelum dan sesudahnya, beliau sedang membahas tentang qiraat Alquran yang dikatakan oleh para ulama sunni mencapai tujuh atau sepuluh qiraat. Jadi, sederhananya maksud Sayid Ni’matullah al-Jazairi menyebut ketiga ulama tersebut sebagai contoh ulama yang menolak pendapat bahwa “keterjagaan Alquran akan menyebabkan dibuangnya banyak hadis yang dianggap menjelaskan tahrif”. Agar lebih jelas berikut saya kutipkan pernyataan Sayid Ni’matullah al-Jazairi, dalam kitab Al-Anwar an-Nu’maniyah juz 2, hal 246 : “Ketiga, Sesungguhnya menerima kemutawatirannya (terjaganya Alquran) adalah dari wahyu ilahi dan keseluruhannya diturunkan oleh Ruhul Amin (Jibril as), membuat dibuangnya riwayat-riwayat yang mustafidh bahkan mutawatir yang menunjukkan sharihnya atas berlaku tahrif pada Alquran dalam perkataan, materi dan i’rabnya. Padahal para sahabat kami—semoga Allah meridhai mereka— mereka sepakat atas keshahihannya dan membenarkannya. Pendapat ini diingkari oleh al-Murtadha, ash-Shaduq, dan at-Thabarsi. Mereka menghukumi bahwa sesungguhnya apa-apa yang ada di antara dua sisi mushaf, itulah Alquran yang diturunkan, tidak ada yang lain, dan tidak terjadi padanya tahrif dan perubahan…” (Anwar an-Nu’maniyah juz 2 : 246) Jadi, apa yang disebutkan oleh Sayid Ni’matullah Al-Jazairi di atas adalah tentang adanya orang yang berpendapat tentang hubungan antara keterjagaan Alquran dan penolakan terhadap hadis. Yakni, jika kita mengatakan bahwa Alquran itu terjaga dan terpelihara, maka secara otomatis banyak riwayat yang harus dibuang (karena menduga riwayat-riwayat itu menyatakan tahrif tekstual Alquran). Pendapat inilah yang dibantah oleh Al-Murtadha, Ash-Shaduq, dan at-Thabarsyi. Bagi mereka, tidak ada hubungan linier antara menerima keterjagaan Alquran dengan terbuangnya

Page 60: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

60

riwayat-riwayat yang dianggap tahrif Alquran. Karena keterjagaan Alquran bersifat pasti bahkan mendapat jaminan dari Alquran itu sendiri, “sesungguhnya Kamilah yang menurunkan dzikir dan Kamilah yang menjaganya”, sehingga riwayat-riwayat tersebut jika shahih maka sebagiannya berbicara tentang tanzil (penjelasan tentang tanzil ini bisa lihat pada bagian ke-7 kajian ini), atau bisa ditakwilkan, dan sebagian riwayatnya dhaif dan tidak bisa dijadikan pegangan. Jadi, dengan jaminan Allah swt dan kemutawatiran terjaganya Alquran, maka tidak ada bisa dimasalahkan dengan riwayat-riwayat tersebut. Sebab, keterjagaan Alquran bersifat mutawatir qath’i as-syudur(meyakinkan), sedangkan riwayat tentang tahrif adalah bersifat dugaan (zhanni asy-syudur). Maka yang qath’i harus menjadi pegangan dibanding dari yang zhanni. Kemudian yang Ketiga, pernyataan bahwa ketiga ulama tersebut sedang taqiyah juga tidak dinyatakan oleh Sayid Ni’matullah. Beliau hanya menyatakan bahwa pendapat ketiga ulama tersebut, mengandung kemaslahatan yang besar, karena, jika tidak begitu, maka kita tidak bisa mengamalkan hukum dan kaidah-kaidah Alquran. Berikut kutipannya dari kitab Anwar an-Nu’maniyah : “Yang jelas, pendapat ini memiliki kemaslahatan yang banyak. Di antaranya, menutup pintu celaan terhadapnya, karena bahwasanya jika hal ini bisa terjadi pada Alquran, maka bagaimana mungkin kita megamalkan kaidah dan hukum Alquran yang telah terjadi perubahan di dalamnya…” (Anwar an-Nu’maniyah juz 2 : 247) Demikian tanggapan dari Ust. Candiki Repantu. Dengan demikian telah terbukti bahwa Sayid Ni’matullah Al-Jazairi tidak menyatakan meyakini tahrif Al Quran dan apa yang dinyatakan oleh beberapa anggota MUI yang menulis buku MMPSI hanyalah klaim belaka. Semoga kita lebih bijaksana menyikapi perbedaan, sehingga ukhuwah islamiyah senantiasa terjaga, khususnya di negara Indonesia tercinta ini.

Page 61: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

61

Sayid Ni’matullah Al-Jazairi Mengkafirkan Syd. Abubakar & Umar Dalam Kitabnya Al-Anwar An-Nu'maniyah ?

"Syi'ah mengkafirkan sahabat" terutama Syd. Abubakar dan Umar yang diyakini sebagai kholifah yang sah pasca wafatnya Nabi Saww merupakan salah satu isu yang sering dituduhkan kepada madzhab Ahlulbayt. Hal ini juga dinyatakan dalam buku "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah Indonesia (MMPSI)" yang ditulis oleh beberapa anggota MUI (Bukan mewakili MUI secara resmi). Dalam buku tersebut tertulis : “Ni’matullah al-Jazairi (ulama syi’ah) berkata, “ Bahwa sayyidina Abu Bakar dan sayyidina Umar tidak pernah beriman kepada Rasulullah saw sampai akhir hayatnya”. Tak puas sampai disitu, ia juga memfitnah Abu Bakar r.a telah berbuat syirik dengan memakai kalung berhala saat shalat di belakang Nabi dan bersujud kepadanya”. (MMPSI, hal. 32-33) Untuk mengklarifikasi demi tetap terjaganya Ukhuwah Islamiah di Indonesia khususnya, berikut tanggapan yang disampaikan oleh cendikiawan muda dari Medan Ust. Candiki Repantu :

Tuduhan kepada Sayid Ni’matullah al-Jazairi ini didasarkan MMPSI pada kitab al-Anwar an-Nu’maniyah juz 1 hal. 53 dan 45. Buku ini pada dasarnya bukanlah buku yang menjadi rujukan muktabar dalam syiah. Terlepas dari hal itu, jika kita periksa dan cermati tuduhan tersebut tidak tepat dialamatkan kepada Sayid Ni’matulah. Seperti biasanya, di sini MMPSI melakukan memanipulasi informasi. Al-Jazairi tidak pernah mengatakan di dalam kitabnya al-Anwar al-Nu’maniyah 1/53 bahwa “Abu Bakar dan Umar tidak pernah beriman kepada Rasulullah hingga akhir hayatnya”.

Page 62: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

62

Adapun pernyataan MMPSI bahwa al-Jazairi di dalam kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyah juz 1 hal. 45 memfitnah “Abu Bakar ra telah berbuat syirik dengan memakai kalung berhala saat shalat dibelakang Nabi dan bersujud kepadanya”, juga tidak benar, karena pernyataan itu tidak memiliki sanad yang valid sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Lagian, hal itu dinisbahkan atas penjelasan al-Baladzuri di dalam kitab tarikhnya. Berikut kita kutipkan pernyataan Sayid Ni’matullah al-Jazairi : “Dan janganlah heran dengan hadis ini, yang diriwayatkan melalui khabar khusus, bahwa “Abu Bakar shalat dibelakang Rasulullah sembari patung berhala tergantung dilehernya dan bersujud untuknya”. Keterangan makna ini sebagaimana yang disebutkan oleh al-Baladzury yang merupakan ulama jumhur (ahlussunnah) dalam kitab tarikhnya…” (Anwar Nu’maniyah juz 1, hal. 45) Dengan penjelasan ini maka tuduhan MMPSI kepada Sayid Ni’matullah al-Jazairi tidak lah tepat karena kutipan dari kitab al-Anwar al-Nu’maniyah di atas jelas terlihat bahwa MMPSI melakukan manipulasi data dengan memotong redaksi kitab al-Anwar al-Nu’maniyah. Demikian tanggapan dari Ust. Candiki repantu, semoga kita dapat lebih bijaksana dalam menghadapi setiap perbedaan demi kejayaan Islam.

Page 63: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

63

Benarkah Syi'ah Memurtadkan Sahabat Kecuali al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghiffari, dan Salman al-Farisi dalam Riwayat Al Kulainny ???

Salah satu isu yang sering digunakan oleh orang-orang yang berpandangan negatif terhadap syi'ah adalah "Syi'ah mengkafirkan sahabat Nabi Saww". Hal ini juga dilakukan oleh para penulis buku panduan "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah Indonesia (MMPSI)" yang ditulis oleh beberapa anggota MUI (2013). Dalam buku tersebut tertulis : “Ulama syi’ah lainnya, al-Kulaini mengatakan bahwa seluruh sahabat itu murtad setelah Nabi saw wafat, kecuali tiga orang, al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghiffari, dan Salman al-Farisi.” (hal. 33) Untuk mengklarifikasi demi tetap terjaganya Ukhuwah Islamiah di Indonesia khususnya, berikut tanggapan yang disampaikan oleh cendikiawan muda dari Medan Ust. Candiki Repantu :

Ini adalah salah satu hadis yang sering dipropagandakan kelompok anti syiah tapi dengan menyelewengkan maknanya. MMPSI juga melakukan teknik ini, sebagaimana kita lihat pada kasus-kasus sebelumnya. Dan kini MMSImegulanginya lagi dalam kasus “mutadnya sahabat” yang mana MMPSI memotong bagian akhir riwayat ini. Agar bisa kita memahami lebih utuh maksud riwayatnya, maka mari kita perhatikan redaksi lengkapnya :

يه جعفَرعن أببي عن أببيهبن عن حناننن ل سالم ع ناس َكانَن قَالَن ال دةعن أهلَن ال لى بعدالنببي رب ص هللا يه ل ه ع إبالِن ( وآلَقداد فَقَالَن الثاَِلثلة ومنبن فَقَلت ثاَلثَةصن ن اَلمب و اأَلَسود ب فَن وأب يذَراَلغب سبي ن وسَلما ارب ة اَلفَارب م وبرَكاته اِهبن رحمل م علَيهب ثاس عرف عد أن يرعن ب ين وقَالَن يسب الِذب نبين دارت هؤاَلءب اَلمؤمب يرب واببأَمب يه علَيهمالرحىوأبواأَنيبايبعواحتىجاءل ل سالم ع ال

Page 64: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

64

ن قَدخلَت رسولنن محمدإباِلن وما تعالَى اِهبن ل قَو فَبايعوذَلبك مَكرهاصن سل لبهبنقَب مب ر لى انقَلَبتم أوقلتبلَن مات فَنبنَن أ ال أعقاببكم على ينقَلبب ومن ي شيئاصن يضراهِن فَلَن عقببيهبن ع ين اهِن وسيجزب رب .الشاكب

“Hannan dari ayahnya, dari Abu Ja‘far as yang berkata: “Sesungguhnya manusia adalah ahli riddah (murtad) setelah Nabi saaw wafat kecuali tiga orang. Maka aku (perawi) berkata : ‘Siapa ketiga orang itu?’ Maka beliau as berkata : ‘Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi ra.Kemudian diketahui manusia (kembali) sesudah itu. Beliau as berkata: Mereka itulah yang menghadapi segala kesusahan dan tidak memberikan ba’iat (kepada Abu Bakar) sehingga mereka mendatangi Amirul Mukminin as yang dipaksa, lalu beliau pun memberi ba’iat (kepada Abu Bakr). Allah berfirman “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur (Q.S. Ali Imran: 144).”. (Raudhah al-Kafi, hal. 245, no. 341) Hadis di atas tidak bisa dijadikan hujjah, karena terputus sanadnya, sebab hadis ini diriwayatkan langsung dari Hannan dari ayahnya dari Abi Ja’far as, sedangkan Syaikh al-Kulaini tidak pernah bertemu dengan Hannan, karena antara hidup Hannan dan Syaikh al-Kulaini sangat jauh. Namun terdapat hadis-hadis yang semisalnya yang diakui sahih. Namun begitu, terlepas dari kualitas hadis tersebut, pada dasarnya hadis ini memiliki konteks tertentu tentang kondisi awal-awal yang dihadapi oleh Imam Ali pasca wafatnya Rasul saaw. Yakni pengingkaran sahabat akan kepemimpinan Imam Ali dan membaiat Abu Bakar sebagai khalifah. Saat itu, Imam Ali dan keluarganya serta para pengikut setianya tidak berbai’at kepada Khalifah Abu Bakar. Mereka berkumpul di rumah Imam Ali sebagai bentuk penolakan atas kekhalifahan Abu Bakar. Mereka bertekad membai’at Imam Ali sebagai khalifah sesuai dengan pesan Nabi saaw. Jumlah mereka mencapai 40 orang. Mengetahui adanya perkumpulan di rumah Imam Ali as, maka Umar bin Khattab dan kawan-kawan mendatangi rumah Imam Ali as (rumah Sayidah Fatimah) untuk memaksa mereka bai’at. Pasca penyerangan rumah Imam Ali as, Imam Ali as dan Sayidah Fatimah meminta mereka bubar dan meminta komitmen mereka dengan memerintahkan mereka untuk datang lagi besok sambil mencukur kepala. Tetapi, esok harinya, tidak ada yang datang kecuali tiga orang tersebut yakni Salman, al-Miqdad, dan Abu Dzar al-Ghiffari. Sedangkan Ammar terlambat datang, dan kemudian setelah Ammar menyusul sahabat-sahabat lainnya, seperti disebutkan riwayat-riwayat berikut ini : ن عمرو عن ت ب اب ال ث عت :ق سم ا هللا أب بد يه ع ل سالم ع قول ال بي إن :ي ن لى ال ص هللا يه ل ه ع وآلما بض ل د ق ناس ارت لى ال هم ع قاب فارا أع ال ك ا إ الث لمان :ث س قداد، م وذر وال فاري، وأب غ ه ال ما إن لبض سول ق هال ر لى ل ص هللا يه ل ه ع عون جاء وآل ال أرب ى رج لي إل ن ع ي ب ب أب يه طال ل سالم ع الوا قال ال :ف هللا ال و عطي عدك طاعة أحدا ن دا، ب ال أب م؟ :ق وا ول ال ا :ق نا إن ع سم سول من هللا ر لى ص هللا يه ل ه ع يك وآل وم ف ر ي ال ،[ خم ] غدي لون؟ :ق ع ف وا وت ال عم :ق ال ن ي :ق ون أت ين، غدا ف ق ل مح

ال ما :ق ال اهأت ف ء إ ة، هؤال الث ث ال ال ن عمار هوجاء :ق سر ب ا عد ي ظهر ب ضرب ال ده ف لى ي صدره، ع م ثال ه ق ك :ل قظ أن مال ي ت س ومة من ت لة، ن ف غ عوا ال ال ارج ي حاجة ف كم ل ي تم ف م أن ي ل عون ي ط ي ت ف

لق رأس ح يف ال ك ي ف عون ي ط ي ت تال ف بال ق د، ج حدي عوا ال ال ارج ي حاجة ف كم ل ي ف“Dari Amru bin Tsabit berkata: “Aku mendengar Abu Abdillah as berkata: Sesungguhnya setelah Nabi saaw wafat, maka manusia murtad kecuali tiga orang yakni Salman, al-

Page 65: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

65

Miqdad dan Abu Dzar al-Ghiffari. Sesungguhnya setelah Rasulullah saaw wafat, datanglah empat puluh orang lelaki kepada Ali bin Abi Talib as. Mereka berkata: Tidak, demi Allah! Selamanya kami tidak akan menaati sesiapapun melainkan engkau. Beliau as berkata: Kenapa? Mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengar Rasulullah saaw menyampaikan tentang engkau pada hari Ghadir (Khum). Beliau as berkata: Apakah kamu semua akan melakukannya? Mereka berkata: Ya. Beliau a.s berkata : Datanglah kamu besok dengan mencukur kepala. Amru berkata : Tidak datang kepada Ali as kecuali mereka bertiga. Amru berkata: ‘Ammar bin Yasir datang setelah Zuhur. Beliau as memukul tangan ke atas dadanya dan berkata kepada Ammar : ‘Kenapa anda tidak bangkit daripada tidur kelalaian? Kembalilah kamu, kerana aku tidak memerlukan kamu. Jika kamu tidak menaati aku untuk mencukur kepala, lantas bagaimana kamu akan mentaati aku untuk memerangi gunung besi! Justeru kembalilah kamu, aku tidak memerlukan kamu.” (Syaikh Mufid, al-Ikhtisas jilid 1, hal. 6; lihat juga Tarikh al-Ya’qubi jilid 2, hal.126; Bihar al-Anwar jilid 22, hal. 341 dari Imam Baqir) Dalam riwayat lain dikatakan setelah Ammar datang, kemudian disusul datang tiga orang lagi sahabat lainnya yakni Abu Sasan al-Anshari, Syutairah (atau disebut ditempat lain Hudzaifah), dan Abu Amrah, sehingga jumlah mereka menjadi tujuh orang (Rijal al-Kasyi, jilid 1, hal. 7, 11-12 no. 14 dan 24). Misalnya riwayat berikut ini : “Abu Bakar al-Hadrami berkata, Abu Ja’far as berkata:… Manusia telah murtad kecuali tiga orang yakni Salam, Abu Dzar, dan Miqdad. Bekrta Abu Bakar, “Aku berkata bagaimana dengan Ammar?” Beliau berkata, “Ammar berpaling, tetapi kemudian kembali…. Kemudian orang-orang bertaubat setelah itu, orang pertama yang bertaubat adalah Abu Sasan al-Anshari, Abu ‘Amrah, dan Syutirah (Huzaifah). Jumlahnya menjadi tujuh orang. Tidak ada yang mengetahui hak Amirul Mukminin kecuali tujuh orang tersebut.” (Rijal al-Kasyi, jilid 1, hal. 11-12, no. 24). Dengan memahami kisahnya secara utuh, maka dapatlah dipahami apa yang dimaksud dengan “semua manusia (sahabat) murtad kecuali tiga orang” yakni semua mengingkari dan meninggalkan Imam Ali as saat mereka diminta hadir dengan mencukur kepala, kecuali tiga orang yakni Salaman, Miqdad, dan Abu Dzar. Jadi, hadis ini bukan mengatakan para sahabat Nabi murtad dalam makna keluar dari agama Islam dan kembali menyembah berhala. Selain itu, jika kita merujuk pada banyak riwayat-riwayat lainnya, selain itu membatasi pada tiga sahabat itu saja yang mendukung Imam Ali as juga tidak bisa dibenarkan, karena masih banyak riwayat-riwayat lainnya yang menunjukkan para sahabat setia Imam Ali as dan mendukungnya seperti Ammar bin Yasir, Abbas paman Nabi, Abu sasan, Huzaifah, Ibnu Abbas, Jabir bin Abdillah al-Anshari, Hujur bin Adi, dan lainnya yang disebutkan di dalam kitab-kitab syiah maupun sunni. Dengan demikian, maka tuduhan bahwa syiah mengafirkan sahabat Nabi tidaklah valid. Syiah tidak menyatakan para sahabat kafir (keluar dari Islam), karena tidak ada dalil bahwa mereka keluar dari Islam. Bahkan Imam Ali salat dan bergaul dengan mereka. Tetapi syiah berbeda dalam menyikapi “keadilan sahabat”. Jika sunni memberikan predikat adil bagi seluruh sahabat, maka syiah tidak. Di kalangan sahabat ada yang tidak adil. Namun begitu, dilarang mencaci sahabat dan isteri Nabi. Imam Khamenei berfatwa, “Diharamkan menghina simbol-simbol (orang yang diagungkan) saudara-saudara kita Ahlussunnah, dan tuduhan terhadap istri Nabi saaw dengan hal-hal yang

Page 66: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

66

mencederai kehormatannya.” (lihat ulasan fatwa Sayid Ali Khamenei ini dan dukungan para ulama Ahlussunnah dan syiah atas fatwa tersebut dalam Muhammad Hasan Tabara’iyan dan Muhammad Mahdi Tashkiri, Fatwa ResmiSyiah Terhadap Simbol Ahlussunnah, Jakarta : Nur al-Huda, 2012). Adapun riwayat syiah di atas atau lainnya, dan juga riwayat-riwayat sunni yang secara tekstual menyebutkan kekafiran atau kemurtadan sahabat, bukanlah dipahami bermakna sahabat keluar dari Islam. Tetapi, para sahabat, ingkar dari kepemimpinan Ali pasca wafatnya Nabi. Mir Damad dalam kitab Nibras al-Dhiyah menyebutkan murtad disini bermakna menyimpang dari barisan dan merampas hak dari ahlinya.Imam Khumaini menjelaskan,“Yang dimaksud dengan murtad dalam riwayat-riwayat ini bermakna pelanggaran terhadap ikrar kepemimpinan, bukan bermakna murtad dari Islam”. Ayatullah Ja’far Subhani berkata, “Yang dimaksud dengan murtadnya sahabat adalah berpaling dari kepimpinan Ali, bukan keluar dari Islam. Setelah penjelasan para ulama syiah ini, tidaklah layak memaksakan prasangka dan menuduh syiah mengkafirkan sahabat Nabi.

Page 67: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

67

Benarkah Aisyah & Hafshah Meracuni Nabi Saww ??? Al Iyyasi (Tafsir) & Al Majlisi (Biharul Anwar)

Mungkin saja banyak isu beredar bahwa salah satu hal yang diyakini madzhab Ahlulbayt

(Syi'ah) bahwa Nabi Muhammad Saww meninggal akibat racun yang diberikan oleh Syd.

Aisyah dan Hafshah. Isu ini juga dinyatakan oleh para penulis buku panduan MUI yang

berjudul "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah di Indonesia". Berikut

pernyataan yang tertulis dalam buku tersebut : “Al-Iyyasi dalam tafsirnya, dan al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar, menyatakan bahwa meninggalnya Rasulullah saaw karena telah diracun oleh Aisyah dan Hafshah.”(Hal. 33)

Untuk mengklarifikasi demi tetap terjaganya Ukhuwah Islamiah di Indonesia khususnya, berikut tanggapan yang disampaikan oleh cendikiawan muda dari Medan Ust. Candiki Repantu :

MMPSI melakukan kedustaan. Tidak ada disebutkan di dalam Tafsir Iyyasi dan Biharul Anwar bahwa Nabi saaw meninggal karena diracun oleh Aisyah dan Hafshah. Ini adalah kebohongan yang yang diada-adakan oleh MMPSI untuk menfitnah syiah. Berikut saya

Page 68: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

68

kutipkan riwayat dari Tafsir Iyyasiyang juga disebutkan oleh al-Majlisi dalam Biharul Anwar :

صمد عن بدال ن ع ير ب ش ى عن ب هللا أب بد يه ع ل سالم ع ال ال درون : ق بى مات ت ن لى ال ص هللا يه ل ه ع تل او وال هللا ان ق قول ان : ي تل أو مات أف تم ق ب ل ق لى ان كم ع قاب سم . أع بل ف ق

موت هما .ال تاه ان ق س بل موت ق نا ـ ال ل ق هما ف وهما ان شر وأب لق من هللا خ “Dari Abdusshomad bin Basyir dari Abi Abdillah as yang berkata : “Diriwayatkan tentang kematian atau terbunuhnya Nabi saaw sebagaimana firman Allah swt, ‘Apakah jika dia wafat atau terbunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)’. Nabi saaw diracun sebelum wafat. Sesungguhnya keduanya memberikannya minum sebelum wafat. Maka kami katakan keduanya dan ayah keduanya seburuk-buruk makhluk Allah” (lihat Tafsir Iyyasi jilid 1, hal. 200 no. 152; Biharul Anwar jilid 22, hal. 516) Perhatikan riwayat di atas–terlepas dari kualitas riwayat tersebut–, tidak ada sama sekali disebutkan Aisyah dan Hafshah meracuni Nabi saaw. Tuduhan itu hanyalah prasangka MMPSI atas kalimat “keduanya” (innahuma) dalam riwayat tersebut yang dengan refleks diarahkan oleh MMPSI kepada Siti Aisyah dan Hafshah. Padahal dua orang itu dalam riwayat tersebut bisa ditafsirkan siapa saja, dan salah satunya yang pasti dalam banyak riwayat yang sahih adalah wanita Yahudi bernama Zainab yang meracuni Nabi saaw di Khaibar. Riwayat-riwayat yang sahih dan muktabar diterima di syiah maupun sunni, memang wafatnya Nabi saaw diakibatkan oleh racun yang mengendap di tubuh beliau, yang mana bahwa Nabi saaw di racun ketika di Khaibar oleh seorang wanita Yahudi dengan memberikan potongan daging kambing yang sudah di bubuhi racun. Dan racun inilah yang bereaksi sehingga memutus urat-urat nadi Nabi saaw, sebagaimana disebutkan riwayat berikut ini :

حم فقال: يا رسول هللا إني مسموم، قال: فتكلم الل عن أبي عبد هللا )عليه السالم( قال: سم رسول هللا يوم خيبر االكلة التي أكلت بخيبر، وما من نبي وال وصي إال شهيدا مطاياي فقال النبي عند موته: اليوم قطعت

“Imam Shadiq as berkata : “Nabi Saw diracun pada hari Khaibar. Maka (ketika memakan daging), daging itu berkata, ‘Ya Rasulullah, aku diracun”. Berkata Imam Ja’far, “Bersabda Nabi saaw ketika mendekati wafatnya, ‘saat ini potongan daging yang aku makan ketika di Khaibar memutus nadiku, dan tidaklah Nabi dan washi kecuali mati syahid.” (Bihar al-Anwar jilid 22, hal. 516; Bashair ad-Darajat, hal. 523;). Hadis tentang diracunnya Nabi saaw di Khaibar ini juga banyak diriwayatkan di dalam kitab-kitab sunni yang diakui keshahihannya. Jadi, tidaklah tepat berhujjah dengan satu hadis dari Tafsir Iyyasidi atas dibandingkan dengan hadis-hadis yang lebih banyak dan lebih sahih tersebut. Karena itulah, riwayat di atas tidak dipandang oleh ulama-ulama syiah. Dan seandainya pun, kita menerima riwayat di atas, maka tidak dapat langsung diarahkan kepada Siti Aisyah dan Hafshah. Sayid Ja’far Murtadha al-Amili di dalam kitabnya as-Shahih min Sirah an-Nabi al-A’zham jilid 33 panjang lebar membicarakan wafatnya/syahidnya Nabi saaw dan mengulas masalah di racunnya Nabi saaw. Dan tentang dua wanita yang meracun Nabi saaw–dengan asumsi kita menerima riwayat Iyyasi tersebut di atas–, Murtadha al-Amili menjelaskan bahwa jika kita menggabungkan riwayat-riwayat yang ada, maka Nabi saaw di racun dua kali oleh dua wanita, yaitu di Khaibar dan di Madinah. Di Khaibar Nabi saaw di racun oleh Zainab,

Page 69: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

69

sedangkan di Madinah beliau di racun oleh Abdah (al-Amili,as-Shahih min Sirah an-Nabi al-A’zham jilid 33, hal.179-180). Tentang Khaibar sudah disebutkan di atas, adapun tentang diracunnya Nabi saaw oleh Abdah disebutkan dalam riwayat Imam Ali as yang cukup panjang, menceritakan bahwa Rasul saaw di undang oleh Abdah dan kemudian diberikan makanan yang telah diracun (al-Amili, as-Shahih min Sirah an-Nabi al-A’zham jilid 33, hal.167, dikutip dari al-Amali Syaikh Shaduq, hal. 294; Bihar al-Anwar jilid 17, hal. 395-396; Manaqib Ibn Syahr’asyub jilid 1, hal. 80; Raudhah al-Waizhin, hal. 61;Mustadrak al-Wasail jilid 16, hal. 307; Jami’ Ahadis Syiah jilid 23, hal. 542). Jadi, kalau kita mau menyimpulkan siapakah dua wanita yang dikecam oleh Nabi saaw di atas yang meracun dirinya, maka sesuai dengan riwayat yang jelas dan disebutkan namanya, kedua wanita itu adalah wanita Yahudi yang bernama Zainab dan Abdah, bukan Siti Aisyah dan Hafshah. Dengan demikian, tuduhan MMPSI kepada syiah lagi-lagi salah alamat. Demikian tanggapan Ustadz Candiki Repantu, semoga dapat membuat kita lebih bijaksana dalam menghadapi perbedaan.

Page 70: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

70

Tuduhan Syd. Abu Bakar dan Umar Iblis dalam Buku "Kecuali Ali" Abbas Rais Kermani ???

Dalam buku panduan MUI yang berjudul "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah di Indonesia" tertulis : “Di Indonesia, berbagai publikasi syiah telah menfitnah, menjelek-jelekkan, melaknat, bahkan mengafirkan sahabat Nabi.” (hal. 34) Setelah menuliskan itu, MMPSI kemudian mengutip beberapa potongan kalimat dari buku-buku yang ada, diantaranya adalah MMPSI menyatakan bahwa syiah sebagaimana terdapat dalam buku Abbas Rais Kermani yang berjudul “Kecuali Ali”, hal. 155-156, “Menyebut Abu Bakar dan Umar sebagai Iblis” (hal. 34)

Untuk mengklarifikasi demi tetap terjaganya Ukhuwah Islamiah di Indonesia khususnya, berikut tanggapan yang disampaikan oleh cendikiawan muda dari Medan Ust. Candiki Repantu : MMPSI menuduh syiah menganggap Abu Bakar dan Umar sebagai Iblis berdasarkan pada buku terjemahan karya Abbas Rais Kermani, Kecuali Ali, hal. 155-156. Padahal tidak ada pada buku itu pernyataan ulama syiah yang menyatakan demikian. Yang ada adalah riwayat tentang dialog antara Abu Bakar, Umar dan orang yang tak dikenal, yang menyebut mereka Iblis. Selain itu, buku Kermani ini bukanlah buku standar syiah dalam periwayatan, yang dijadikan pegangan. Terlebih lagi, Kermani juga tidak

Page 71: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

71

menyebutkan sumber riwayatnya untuk bisa diperiksa, meskipun berkomentar hal itu terdapat di kitab yang berbeda dan muktabar. Sebagaimana diketahui, di dalam syiah tidak ada kitab shahih selain Alquran. Karena itu, sekalipun seandainya riwayat itu terdapat di kitab-kitab muktabar, tetapi belum tentu dianggap sahih. Meskpun begitu untuk memahaminya dengan utuh, berikut saya bawakan riwayat lengkapnya dari buku Abbas Rais Kermani tersebut : “Setelah wafatnya Nabi saaw, suatu pertemuan di bentuk pada malam hari. Pertemuan malam itu di rumah Umar saat menjabat sebagai khalifah pertama (?). Sejumlah pendukungnya hadir dalam pertemuan itu. Ibnu Abbas juga ikut dalam pertemuan ini. Mereka menggelar alas makan yang berwarna-warni dan penjaga berdiri di pintu rumah hingga orang asing tidak dapat mengikuti pertemuan itu. Tiba-tiba seseorang muncul dari pintu Umar dan berkata, “Siapa di antara kalian sebagai washi Nabi saw?” Abu Bakar menjawab, “Rakyat telah memilih saya.” Kemudian orang itu berkata, “Saya memiliki seorang saudara ketika menjelang wafat, dia berwasiat, ‘Apa pun yang tersisa dari (harta) saya, saya akan berikan kepada menantu saya. Setelah saudara saya meninggal, sejumlah orang mencampuri masalah ini dan mereka merampas hak sang menantu tersebut. Mereka menyakiti isterinya. Coba kalian tetapkan suatu hukum dalam permasalahan ini.’ Abu Bakar berkata, “Benar, apa yang kau katakan. Surat ini menegaskan bahwa ia telah berwasiat untuk menantunya.” Abu Bakar lalu menuliskan dalam surat itu bahwa tidak ada hak seorangpun untuk melanggar hak menantu tersebut dan dia membubuhi stempel, dan memberikannya kepada orang yang tidak dikenalnya itu. Setelah menerima surat, orang tak dikenal tersebut berkata, “Kalian telah menetapkan hukum secara Islami, sementara perbuatan Anda sendiri telah menentang hal tersebut. Kecuali Nabi saaw tidak mewasiatkan kepada putrinya mengenai Ali bin Abi Thalib. Bagaimana mungkin hawa nafsu telah mengalahkan kalian. Kalian telah merampas hak Ali as dengan menentang haknya secara jelas. Yang menjadikan beliau banyak berdiam diri di rumah.” Setelah orang ini mengatakan perkataan demikian, maka dia keluar dari rumah itu. Mereka pun mencarinya untuk kembali, namun jejaknya tidak ditemukan. Penjaga pintu mengatakan, “saya benar-benar tidak melihat ada orang masuk”. Umar menenangkan kekhawatiran khalifah Abu Bakar, dia berkata, “Janganlah bersedih, dia adalah setan.” Seketika itu terdengar suara di balik dinding, “Saya bukanlah setan! Akan tetapi kalian dan ayah kalian akan menjadi Iblis”. Di antara anggota pertemuan kepada saling berpesan untuk merahasiakan kejadian tersebut, khususnya kepada Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata, “Ketika saya bersama Ali, beliau bertanya, “Apa yang terjadi dalam pertemuan malam tadi?” Saya menjawab, “Engkau lebih mengetahui akan hal ini.” Imam Ali as berkata, “Orang itu adalah saudaraku Khidhir, ini adalah surat yang telah ditanda tangani oleh Abu Bakar malam tadi.” (Kermani, Kecuali Ali, hal. 155-156) Dengan memperhatikan keseluruhan riwayat di atas maka kita mengetahui bagaimana keadaan sebenarnya. Terlepas dari kualitas hadisnya, kita anggaplah riwayat itu ada dan sahih, tetapi apakah itu berarti kita bisa menghukumi syiah menyebut Abu Bakar dan Umar sebagai Iblis? Kalau kita membacanya dengan cermat, bukan sepotong

Page 72: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

72

seperti itu, maka kita akan mengetahui dengan jelas bahwa tidak ada tuduhan syiah seperti itu. Karena riwayat tersebut hanya menceritakan, ada seorang yang tak di kenal –yang disebut Imam Ali sebagai Khidir—datang ke majelis Khalifah Abu Bakar dan meminta diputuskan perkaranya, tetapi kemudian mengecamnya. Setelah itu tiba-tiba ia menghilang. Umar yang hadir saat itu berkomentar menenangkan Abu Bakar, “jangan bersedih, dia adalah setan.” Ketika itu iba-tiba terdengar suara, “Saya bukanlah setan! Akan tetapi kalian dan ayah kalian akan menjadi Iblis.” Kalau hadis di atas benar, tidaklah orang syiah menganggap Khalifah Abu Bakar dan Umar sebagai Iblis, tetapi itu adalah anggapan orang yang tak dikenal (Khidir). Selain itu, dalam riwayat itu bukanlah menganggap mereka sebagai Iblis, tetapi mungkin saja yang dimaksudkan adalah mereka di pengaruhi Iblis. Atau bisa dipahami sebagai berikut :

Jawaban dari balik dinding itu adalah jawaban spontanitas—dari orang yang tak dikenal tersebut—sebagai protes atas pernyataan Umar bin Khattab yang menganggap orang tak dikenal itu (Khidir) sebagai setan. Maka di balaslah bahwa merekalah sesungguhnya yang pantas disebut Iblis/setan karena mengetahui hukum yang benar tetapi melanggarnya. Artinya mereka melanggar syariat yang ditetapkan Allah dan peritah Rasulullah saaw. Ini terlihat dalam riwayat di atas menyatakan, “Kalian telah menetapkan hukum secara Islami, sementara perbuatan Anda sendiri telah menentang hal tersebut.”

Atau juga—dalam pandangan orang tak dikenal tersebut—bahwa mereka berbuat seperti Iblis yang tidak mau tunduk pada perintah Allah swt untuk menjadikan Nabi Adam as sebagai khalifah, bahkan Iblis menginginkan jabatan Khalifah itu untuk dirinya, dan menganggap dirinya lebih baik dari Nabi Adam as, sehingga memandang perintah Tuhan itu keliru. Dan kasus Nabi Adam as dengan Iblis ini, mirip dengan kasus kepemimpinan Imam Ali as, dimana Allah swt melalui Nabi-Nya memerintahkan manusia untuk tunduk dan menjadikan Imam Ali as sebagai khalifah, tetapi mereka mengingkarinya, bahkan menginginkannya untuk dirinya sendiri. Ini terlihat dalam riwayat di atas, “Kalian telah merampas hak Ali as dengan menentang haknya secara jelas. Yang menjadikan beliau banyak berdiam diri di rumah.”

Tindakan mereka mencampuri dan merampas kekhalifahan dan juga tanah fadak serta menyakiti Sayidah Fatimah as dengan menyerang rumahnya hingga menggugurkan janinnya adalah tindakan yang dipenuhi hawa nafsu dan dipengaruhi Iblis. Hal ini digambarkan dalam riwayat di atas dengan mencontohkan kasus yang di buat oleh orang tak dikenal tersebut, yaitu “Saya memiliki seorang saudara ketika menjelang wafat, dia berwasiat, ‘Apa pun yang tersisa dari (harta) saya, saya akan berikan kepada menantu saya. Setelah saudara saya meninggal, sejumlah orang mencampuri masalah ini dan mereka merampas hak sang menantu tersebut. Mereka menyakiti isterinya.” Kemudian Khalifah Abu Bakar memutuskan bahwa orang yang merampas dan menyakiti menantu dan isteri saudara orang tak dikenal sebagai orang yang zalim, dan setelah itu orang tersebut berkomentar, “Kalian telah menetapkan hukum secara Islami, sementara perbuatan Anda sendiri telah

Page 73: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

73

menentang hal tersebut… Bagaimana mungkin hawa nafsu telah mengalahkan kalian. Kalian telah merampas hak Ali as dengan menentang haknya secara jelas.”

Dengan memahami persoalannya secara utuh, maka kita dapat menyimpulkan bahwa riwayat di atas hanya menunjukkan pengingkaran Khalifah Abu Bakar dan Umar serta sahabat lainnya yang merampas hak-hak ahlul bait Nabi saw. Wallahu a’lam.

Benarkah Tuduhan Bahwa Sayidah Aisyah Tidak Pantas Sebagai Ummul Mukminin ???

Dalam buku panduan yang dibuat beberapa orang anggota MUI berjudul "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah di Indonesia" tertulis : “Melecehkan dan menfitnah Sayidah Aisyah ra tidak pantas menjadi Ummul Mukminin” (hal. 34) Untuk mengklarifikasi demi tetap terjaganya Ukhuwah Islamiah di Indonesia khususnya, berikut tanggapan yang disampaikan oleh cendikiawan muda dari Medan Ust. Candiki Repantu :

MMPSI melontarkan tuduhan di atas kepada syiah telah berdasarkan buku Antologi Islam (2012: 59-60, dan 67-69), padahal buku tersebut tidak ada menyatakan demikian. Yang ada adalah bahwa buku tersebut menolak Sayidah Aisyah—dan juga isteri-isteri Nabi saaw yang lain—sebagai ahlul bait yang disucikan Allah swt dalam Q.S. al-Ahzab : 33. Buku Antologi Islam tersebut bukan menolak Aisyah sebagai Ummul Mukminin, tetapi menolak argumentasi sunni yang menyatakan bahwa kedudukan sebagai ummul mukminin, membuat Aisyah—atau isteri Nabi saaw yang lain—dapat dimasukkan sebagai ahlul bait yang disucikan Allah swt. Bagi penulis Antologi Islam, kedudukan sebagai ummul mukmini atau isteri Nabi saaw tidaklah membuat mereka maksum dan bebas dari kesalahan. Bahkan faktanya Sayidah Aisyah banyak melakukan tindakan kesalahan dibandingkan isteri-isteri Nabi saaw yang lain, meskipun dia lebih banyak

Page 74: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

74

meriwayatkan hadis-hadis Nabi saaw. Perhatikan ungkapan buku Antologi Islam, hal. 59 berikut ini : “Salah satu hal yang digunakan oleh saudara-saudara Sunni dalam memasukkan Aisyah ke dalam Ahlulbait adalah bahwa dia Ummahatul Mukminin. Namun, mari kita renungkan fakta – fakta berikut ini. Ambillah contoh seorang mukmin. Secara alamiah, ibu orang itu tentu menjadi ibu orang mukmin. Apakah julukan itu secara otomatis berarti bahwa ibu tersebut adalah seorang mukmin yang baik? Tentu saja tidak. Menjadi ibu seorang mukmin tidak lantas menjadikan ibu tersebut sebagai seorang mukmin yang baik dan saleh. Argumen yang sama dapat pula diterapkan kepada `ibu-ibu kaum mukmin’ (ummahatul mukminin). (Antologi Islam, hal. 59) Kemudian buku Antologi Islam menjelaskan bahwa meskipun Sayidah Aisyah dan isteri Nabi saaw yan lain, berkedudukan sebagai ummahatul mukminin yang harus kita hormati, tetapi jika mereka berlaku tidak baik dan melanggar agama, seperti menentang perintah Rasul, memimpin pemberontakan, membunuh orang-orang tak berdosa, maka kita tidak boleh mengikutinya. Kita harus berlepas diri dari perbuatan mereka yang melanggar syariat tersebut. Perhatikan tulisanAntologi Islam berikut : “Menurut ajaran Islam seorang mukmin diharuskan menghormati ibunya. Bagaimanapun, bilamana ibu tersebut menentang perintah Rasulullah, melakukan dan memimpin pemberontakan, dan membunuh orang-orang yang tak berdosa, kita, menurut ajaran Islam diharuskan untuk berlepas diri dari ibu semacam itu (maksudnya berlepas diri dari perbuatannya—pen)…” (Antologi Islam, hal. 59) Berikutnya, buku Antologi Islam ini menjelaskan rahasia mengapa isteri-isteri Nabi disebut sebagaiummahatul mukminin, yakni karena mereka tidak boleh dinikahi oleh orang lain setelah wafatnya Rasulullah saaw. berikut keterangannya : “Memang, terdapat alasan yang bagus mengapa Allah SWT memberi mereka julukan ‘ibu-ibu Kaum Mukminin’. Allah memberikan julukan ini untuk mencegah orang lain menikahi mereka setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Bukankah kita tidak dapat menikahi ibu kita sendiri? Seandainya Allah SWT tidak memberikan julukan tersebut kepada mereka, beberapa orang yang berpengaruh tentu telah menikahi mereka dan kemudian bisa jadi telah memiliki anak dan memerintahkan orang-orang untuk mengikuti mereka sebagai Ahlulbait, atau bahkan yang lebih buruk, mereka bisa jadi mengklaim sebagai putra-putra Nabi yang sesungguhnya dan mengklaim keNabian bagi mereka, dan kemungkinan-kemungkinan lain yang berbahaya. Karena itulah Allah SWT memberikan julukan “ibu-ibu kaum mukminin’ kepada mereka untuk mencegah perkawinan semacam itu. (Antologi Islam, hal. 59-60) Selanjutnya, untuk membuktikan klaimnya atas perbuatan Sayidah Aisyah yang melanggar perintah Nabi saaw dan syariat, maka Antologi Islam menurunkan bukti-bukti yang diambil dari kitab-kitab sunni. Karenanya, jika MMPSI menganggap ini pelecehan dan fitnah, maka yang pertama harus di tuduh MMPSI melakukan pelecehan dan fitnah kepada Sayidah Aisyah adalah ulama-ulama sunni itu sendiri. Berikut beberapa contoh pelanggaran Sayidah Aisyah yang dikemukan oleh tim penulisAntologi Islam, hal. 66-69 yang mereka kutip dari buku-buku sunni :

Page 75: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

75

1. Siti Aisyah menghina Siti Khadijah sehingga Nabi saaw marah. Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dikatakan pada satu kesempatan ketika Nabi Muhammad SAW menyebutkan Khadijah di depannya, maka Aisyah cemburu dan berkata, ‘Apa yang membuatmu teringat kepada seorang perempuan tua di antara perempuan-perempuan tua Quraisy seorang perempuan (dengan mulut yang tak bergigi) bergusi merah dan telah meninggal sejak lama, dan yang Allah telah menggantikan tempatnya dengan memberimu seseorang yang lebih baik dari dia?” Nabi Allah SAW menjadi sangat marah mendengar perkataan itu sehingga rambut beliau berdiri.

2. Siti Aisyah cemburu dan memecahkan piring. Aisyah mengakui hal ini sebagaimna diriwayatkan Imam Ahmad, an-Nasai dan Bukhari bahwa, “Shafiyah istri Nabi (suatu ketika) mengirimkan sepiring makanan yang dia buat untuk beliau ketika beliau sedang bersamaku. Ketika aku melihat sang pelayan perempuan, aku gemetar karena gusar dan marah, dan aku ambil mangkuk itu dan melemparkannya. Nabi Muhammad SAW lalu memandangku. Aku melihat kemarahan di wajah beliau dan aku berkata kepadanya, Aku berlindung dari kutukan Rasulullah hari ini.’ Nabi Muhammad SAW berkata, ‘Ganti!’ Aku berkata, ‘Apa gantinya duhai Nabi Allah?’ Beliau berkata, ‘Makanan seperti makanan dia (Shafiyah) dan sebuah mangkuk seperti mangkuknya!”

3. Siti Aisyah mencurigai dan memata-matai Nabi saaw. Imam Ahmad dalam musnadnya meriwayatkan bahwa Aisyah berkata, ‘Aku kehilangan jejak Rasulullah SAW. Aku curiga dia telah pergi ke salah seorang istrinya yang lain. Aku pergi mencarinya dan menemukannya sedang bersujud dan berseru, ‘Duhai Tuhanku, maafkan aku!”

4. Siti Aisyah menyatakan mulut Nabi saaw berbau busuk. Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya dari Aisyah, “Nabi biasa meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy dan suka tinggal di sana/bersama dia (Zainab). Maka Hafsah dan aku dengan diam-diam bersepakat bahwa jika beliau datang kepada salah seorang dari kita, kita akan berkata kepada beliau, ‘Nampaknya kamu telah memakan maghafir (sejenis getah yang berbau busuk), sebab aku mencium bau maghafir dalam dirimu.” Maka diturunkanlah ayat,“Wahai Nabi! Mengapakah engkau haramkan atas dirimu apa yang Allah telah menghalalkannya bagimu….. (QS. at-Tahrim : 1-4).”

5. Siti Aisyah mempengaruhi isteri Nabi saaw sehingga Nabi menceraikannya. Ibnu Saad meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW menikahi Malikah binti Ka’ab yang dikenal karena kecantikannya yang menonjol. Aisyah pergi mengunjungi dia dan berkata, “Tidaklah kamu malu menikahi pembunuh ayahmu sendiri?” Dia (Malikah) lalu mencari perlindungan dari Rasulullah, dan atas kejadian itu lalu beliau menceraikannya. Orang-orangnya lalu datang kepada beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah, dia masih muda dan kurang memiliki pengetahuan. Dia telah ditipu, karena itu ambillah dia kembali!” Rasulullah SAW menolak permintaan mereka, padahal pembunuh ayah Malikah adalah Khalid bin Khandama.

6. Siti Aisyah memerangi imam Ali as sebagai Khalifah yang sah dan adil sehingga menyebabkan tewasnya ribuan orang yang tidak berdosa. (Antologi Islam, hal. 67-69)

Page 76: Kajian Ilmiah Atas Buku Panduan MUI (MAJLIS ULAMA ...almawaddah.info/bukuonline/download.php?file=...Konflik horizontal Sunni-Syiah akhir-akhir ini semakin merebak di Indonesia. Fitnah-fitnah

76

Dengan beragam kasus-kasus seperti di atas, maka bagi tim Antologi Islam tidak sesuai jika Sayidah Aisyah dikategorikan sebagai Ahlul Bait yang disucikan Allah swt, sedangkan sebagai Ummul Mukminin, maka hal itu tetap melekat pada dirinya. Tidak ada yang mengingkarinya baik sunni maupun syiah.