21
http://dx.doi.org/10.21776/ub.sbn.2019.003.01.05 © 2018 Jurnal Studi Budaya Nusantara - SBN All rights reserved KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA KOLABORASI SENIMAN AGUS ISMOYO-NIA FLIAM Ernawati Fakultas Teknik, Universitas Maarif Hasyim Latif [email protected] Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui estetika seni batik kontemporer karya kolaborasi dari seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan kritik seni dan estetika, dari aspek makna dan fungsi karya. Hasil dari penelitian ini, menunjukan bahwa makna pada karya batik kontemporer mengandung nilai estetik meliputi nilai budaya kosmologis yang diwujudkan dengan bentuk visual yang terilhami dari alam/kosmos, nilai simbolik yaitu citra yang mengandung makna dan nilai etika atau sikap dari orientasi kehidupan berbudaya. Karya memiliki fungsi personal dan fungsi sosial. Hal ini penting dalam menyikapi karya seniman sebagai pengetahuan intangible, metode tranfser pengetahuan berbasis lokal, dan nilai akar tradisi sebagai konsep tumbuh dalam berkarya seni. Kata kunci: Makna, fungsi, Karya Seni Abstract The purpose of this research is to understand batik art contemporary aesthetics created by collaboration of artists Agus Ismoyo-Nia Fliam. This research use qualitative description method using art criticism and aesthetics approach from meaning and fungction of the work aspect. The result of this research, show that the meaning of batik art contemporary contain aesthetic values include cosmological cultural values that is manifested bt visual form and inspired by nature/cosmos. Symbolic value that is an image that contains the meaning and ethical values or attitudes of a cultured life orientation. Work art has personal and social fungtions. This is important in addressing the work of artists as intangible knowledge, knowledge transfer method by local basis and value of main tradition as a concept of growth in work art. Keywords: meaning, function, work art

KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

  • Upload
    others

  • View
    31

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

http://dx.doi.org/10.21776/ub.sbn.2019.003.01.05

© 2018 Jurnal Studi Budaya Nusantara - SBN All rights reserved

KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA KOLABORASI SENIMAN AGUS ISMOYO-NIA FLIAM

Ernawati

Fakultas Teknik, Universitas Maarif Hasyim Latif

[email protected]

Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui estetika seni batik kontemporer karya kolaborasi dari seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan kritik seni dan estetika, dari aspek makna dan fungsi karya. Hasil dari penelitian ini, menunjukan bahwa makna pada karya batik kontemporer mengandung nilai estetik meliputi nilai budaya kosmologis yang diwujudkan dengan bentuk visual yang terilhami dari alam/kosmos, nilai simbolik yaitu citra yang mengandung makna dan nilai etika atau sikap dari orientasi kehidupan berbudaya. Karya memiliki fungsi personal dan fungsi sosial. Hal ini penting dalam menyikapi karya seniman sebagai pengetahuan intangible, metode tranfser pengetahuan berbasis lokal, dan nilai akar tradisi sebagai konsep tumbuh dalam berkarya seni. Kata kunci: Makna, fungsi, Karya Seni

Abstract The purpose of this research is to understand batik art contemporary aesthetics created by

collaboration of artists Agus Ismoyo-Nia Fliam. This research use qualitative description method using art criticism and aesthetics approach from meaning and fungction of the work aspect. The result of this research, show that the meaning of batik art contemporary contain aesthetic values include cosmological cultural values that is manifested bt visual form and inspired by nature/cosmos. Symbolic value that is an image that contains the meaning and ethical values or attitudes of a cultured life orientation. Work art has personal and social fungtions. This is important in addressing the work of artists as intangible knowledge, knowledge transfer method by local basis and value of main tradition as a concept of growth in work art.

Keywords: meaning, function, work art

Page 2: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 65

PENDAHULUAN

Perkembangan seni kriya salah satunya batik menunjukkan dinamika yang menarik. Karya-

karya kriya yang berangkat dari orientasi segi fungsional praktis dan keindahan ornamen,

sekarang menunjukkan adanya fenomena perubahan menjadi karya-karya yang lebih konseptual

dan kreatif. Perubahan ini, dikenal dengan fenomena seni batik kontemporer yang tampak

mengedepankan gaya-gaya individual dalam teknik pengerjaannya, konsep, serta bentuk karya

yang baru.

Kriya batik kontemporer di sini, memiliki aspek selain berangkat dari akar yang bersifat

tradisional, disisi lain merindukan kreasi dan inovasi yang mendambakan sesuatu yang baru.

Dalam hal ini, tidak ada jarak pemisah antara seni masa lalu dan masa kini, tetapi lebih kepada

menanamkan konsep tumbuh dari citra tradisi dalam visualisasi yang berbeda. Batik merupakan

salahsatu budaya identitas bangsa Indonesia di mata dunia.

Salah satu ciri manusia sebagai makhluk yang berbudaya yaitu dengan memahami nilai

yang terkandung dalam budaya tersebut dan sekaligus mampu mewujudkannya melalui sebuah

karya dari hasil pemaknaan dan penghayatan yang mendalam berdasarkan budaya yang

mengakar. Makna berdasarkan konsep yang erat hubungannya dengan nilai begitu penting dalam

karya seni. Hal ini terjadi pada seniman senior yang fokus pada seni rupa kontemporer yaitu

seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam. Mereka menganggap nilai lokal sebagai pertumbuhan berkarya

begitu penting dan berharga, dalam menghadapi era kontemporer terus berjalan bersama dengan

kemajuan zaman. Memahami karya seni memiliki berbagai cara dengan sudut pandang yang

berbeda, namun salah satu hal yang paling kompleks melekat dalam memahami karya yaitu

berpikir estetik. Estetik berhubungan dengan keindahan visual dan pesan yang

disampaikan/dikomunikasikan melalui visual yang dihadirkan. Nilai estetik juga meliputi

masyarakat pendukungnya. Agus Ismoyo-Nia Fliam terjun di dalam berkesenian sebagai bagian

dari masyarakat yang berbudaya dengan suku Jawa yang mengabdi dengan jalan memilih batik

sebagai media berkesenian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan seniman, kolaborasi karya seni batik ditekankan

pada konsep tumbuh dan hidup. Salahsatu konsep tumbuh diterapkan dengan ikut tumbuh dan

berkembang dalam budaya sesuai makna pada batik seratan citra Semen. Semen berasal dari

kata “semi” yang artinya tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari hidup dan gerak. Motif

Semen pada batik adalah yang mengandung gambar meru atau gunung beserta flora dan fauna di

sekitarnya (Kusrianto, 2013: 127). Sementara bagi seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam memiliki

aspek yang luas semen lebih kepada tentang kehidupan. Mengingat luasnya pandangan makna

yang dimiliki seniman, Karya difokuskan pada beberapa karya yang memiliki kedekatan makna

dengan citra Semen. Berdasarkan makna dari Citra Semen, kiranya mampu menjadi salah satu

motif yang menarik untuk dikupas atau dianalisis.

Karakter manusia dan alam merupakan sumber terciptanya karya seniman, dimana dua ide

ini dikemas menjadi ide yang kreatif dan menarik. Hal ini terlihat dalam motif Citra Semen memiliki

jenis motif yang cukup banyak, penulis fokus kepada citra batik Semen Rama. Peneliti memilih

Semen Rama, berhubungan dengan ornamen Semen Rama yang terdiri dari delapan ornamen

pokok yaitu Pohon Hayat, Meru, Garuda, Binatang, Burung, Pusaka, Bangunan atau Perahu, dan

Lidah Api. Dalam penelitian yang telah ada ornamen tersebut sering dikaitkan dengan ajaran

Astha-brata, yang berisi tentang sikap ideal yang seharusnya dimiliki seorang pemimpin. Membaca

ulang citra Semen Rama dari sudut pandang yang lebih luas diharapkan dapat menghasilkan

interpretasi baru.

Penelitian dan aplikasi pemahaman ini, diharapkan dapat memberi sumbangsih dalam

pembentukan kearifan nasional, dengan merespon kemajuan ilmu pengetahuan dan nilai

kemanusiaan yang universal. Salah satu nilai pengetahuan yang termanifestasi dalam kepedulian

akan keseimbangan budaya lokal sebagai alam untuk tumbuh mengikuti kemajuan zaman tanpa

Page 3: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 66

rasaa kaku dan ragu, karena lokalpun dapat diterapkan untuk berbagai pembelajaran kesenian

dan budaya, baik daerah tertentu maupun integral.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif deskriptif, dengan pendekatan

kritik seni dan estetika. Fokus kajian penelitian ini adalah estetika pada makna dan fungsi karya

a.Teknik Pengumpulan Data

Langkah yang akan dilakukan peneliti sesuai dengan pedoman pengambilan data dalam penelitian

kualitatif yaitu sebagai berikut:

1. Observasi Partisipasi, yaitu melibatkan diri langsung dengan objek yang diteliti. Hal ini

dilakukan supaya peneliti sebagai instrumen utama (key instrument) dapat merasakan

objek yang diteliti dan dapat memberikan penilaian

2. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti yaitu wawancara mendalam dengan struktur

pelaksanaan semi terstruktur dan tidak terstruktur.

3. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dan informasi tentang objek penelitian.

Dokumentasi ini dilakukan dengan mengambil data yang berasal dari sumber non-

manusia, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data foto karya yang akan dikaji,

arsi-arsip dilokasi, audio maupun video guna kepentingan penelitian.

b. Analisis Data

Guna mengungkap data tersebut, peneliti melakukan langkah analisis secara deskriptif melalui

beberapa tahapan, yaitu: 1) Mengidentifikasi data yang terkumpul baik teks maupun bentuk visual

dan studi literatur, 2) membaca, mempelajari dan menelaah keseluruhan data yang terkumpul, 3)

Mengadakan reduksi data 4)Menyusun dan mengkategorisasikan data berdasar pada masing-

masing kategori permasalahan penelitian, 5)mengadakan pemeriksaan data untuk menetapkan

keaabsahan data sesuai dengan teori yang telah ditetapkan sebelumnya, baik secara tekstual

maupun konstekstual, dan 6) melakukan penafsiran (menginterpretasikan) data berdasarkan

pemikiran induktif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Konsep Alam dalam Kreasi Karya Batik Tumbuh dari Unsur Citra Semen Rama

Kreasi Seniman

Batik Semen Rama mrupakan simbol dari ajaran Asthabrata yang diungkapkan dengan

lakon pewayangan kekawin Ramawijaya. Ajaran tersebut dituturkan oleh Ramawijaya ketika

memberi wejangan terhadap Barata dalam rangka dikukuhkannya sebagai raja Hastinapura dan

terhadap Wibisana ketika dikukuhkan sebagai raja Alengkadiraja, kemudian ajaran astabrata

disimbolkan dalam pola batik Semen Rama yang terdiri atas sembilan unsur citra, yaitu pohon

hayat, meru, garuda, binatang, burung, pusaka, rumah/perahu, lidah api dan dampar. Dalam

beberapa penelitian dan tulisan, unsur-unsur motif tersebut dikaitkan dengan ajaran Astha-Brata

yang lebih kepada wejangan sikap moral yang perlu dimiliki oleh Raja atau pemimpin atau ajaran

keutamaan melalaui delapan ajaran.

Batik Seratan Citra Semen Rama karya Manu W. Padmadipura, Tahun 1997

(Foto Reproduksi : Ernawati)

Page 4: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 67

Asta-brata diadaptasi pujangga Jawa Kuno atau kakawin Ramayana Jawa Kuno kebujanggaan

Surakarta pada abad ke-18 yaitu oleh Yosodipuro I ke dalam Jawa baru Serat Romo. Ditafsirkan

kembali tentang relasi teks Asta-brata pada motif batik Semen Rama, belum terlacak sampai

sekarang, siapa yang pertama merelasikannya karena diperkirakan penyampaiannya secara lisan.

Pada tulisan bangsa Belanda pada abad ke-10 tidak ada pembahasan tentang relasi antara ajaran

Asta-brata dengan motif batik serat Rama. Relasi Asta-brata dengan motif semen Rama terjadi,

selain karena budaya lisan tetapi juga untuk kepentingan para orientalis dalam rangka mendidik

bangsa Indonesia (Wawancara dengan Manu, Desember 2017). Pemaknaan citra Semen Rama

pada hal ini, sebagai ajaran dari sikap moral yang diajarkan oleh para dewa untuk pemimpin atau

simbolis yang mempunyai makna ajaran tentang sikap yang ideal yang seharusnya dimiliki oleh

seorang pemimpin.

Pada kreasi karya tumbuh dari unsur citra Semen Rama, tidak ada kepakeman berapa jumlah

citra yang harus dihadirkan dalam karya, namun lebih kepada pengilhaman dari citra Semen.

Visual yang disampaikan memiliki makna berdasarkan konsep Tribawana, dengan bentuk visual

tidak menjiplak dari bentuk unsur citra Semen Rama. Antara visual dan pemaknaan memiliki

perbedaan, namun memiliki persamaan dalam aspek penyampaian pesan makna sikap atau moral

kepada manusia. Visual yang dihadirkan dalam bentuk kreasi dan bersifat bebas, dalam

pemaknaan lebih kepada makna kosmologi, dan makna sikap lebih kepada sikap atau moral yang

perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berkarya seni, sebagai bagian dari alam

(Makrokosmos) itu sendiri. Persamaan dan perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel makna

unsur citra Semen Rama Astha- Brata dan makna konsep lokal/alam berikut:

Tabel 1. Unsur Citra Semen Rama dalam Konsep Lokal Pada batik Kontemporer Seniman

Visual Motif Astha

Brata

Konsep

Lokal

dengan

Tumbuh

dari Citra

Semen

Pohon

Hayat

Endra-

brata, bersifat

darma, pemberi kemakmuran

dan pelindung

dunia dengan pemberian

hujan,

memelihara kehidupan

dunia

Sebagai

bagian dari Makrokosmos

yang

membantu dalam hidup

manusia, dan

sebagai gambaran

regenerasi

seniman yang terus berkarya

Meru

Yama-

brata, menghukum

yang bersalah

dengan memelihara

keadilan

Tanah atau

bumi sebagai lambang dari

alam(Makroko

smos),maksudnya yang

memberi hidup

berisi sumber pengetahuan

dan kekuatan,

dari Yang Maha

Menguasai

alam

Page 5: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 68

Garuda

Surya-

brata, memiliki sifat tabah

Penggamb

aran kosmos wilayah atas,

atau bagian

dari Bapak Angkasa.misal

nya, matahari,

hujan, dan udara

Binatang

Sasi-brata,

atau watak

Candra (rembulan),

yaitu bersifat

menggembirakan dunia dan

memberi hadiah

kepada yang

berjasa

Sebagai

kesuburan dan

kemakmuran

Burung

Bayu –brata, yaitu

watak yang tidak ditonjol-

tonjolkan.

Angin atau dunia atas

Sebagai

bagian dari

wilayah Bapak

angkasa atau

udara

Pusaka

Dhanaba-brata atau

Kuwera-brata

ialah berwatak sentosa dan

berusaha

memberikan

kemakmuran

(sandang

pangan) kepada bawahannya.

Bintang atau

Kuwera itu mengandung

cahaya yang

mempunyai kekuasaan sakti.

Ornamen pusaka ini

menggambarka

n bintang sebagai

Dhanaba-brata

Sebagai petilasan dari

pancaran

kegembiraan dan ketenangan

Rumah,

Perahu

Pasa-brata atau Baruna-

brata, ialah

wataknya dengan air

bersenjatakan

Nagapasa yang berbisa. Dewa

laut mempunyai

hati lapang seperti lautan

tetapi berbahaya

bagi yang mengabaikanny

a. Dewa laut itu

dilambangkan dengan air , atau

Manusia

(Mikrokosmos)

, sebagai makhluk yang

berpengetahua

n dan berbudaya.

Banyu (air) sebagai

Koco wirangi,

gambaran intropeksi diri

Page 6: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 69

barang yang berhubungan

dengan air yaitu

kapal.

Lidah Api

Agni-brata yaitu watak

dewa api,

kesaktian untuk memberantas

musuh. Pada

motif batik seratan motif

Semen Rama

dilambangkan dengan motif

lidah api

Api dalam kehidupan

orang Jawa,

dikenal sebagai api, geni, atau

sebagai akni.

Pemaknaan api sebagai

simbolisme

sikap semangat,

kesaktian atau

antusiasm. Aspek

negatifnya

ketika api

sebagai

semangat tidak

disertai dengan keseimbangan

sikap atau etika

akan mewakili berbagai nafsu,

keinginan akan

kekayaan dan kemewahan

dalam

kehidupan duniawi.

Subyek Astha-brata,

yaitu raja

dilambangkan dengan Dampar

Tempat duduk raja

bermakna

kekuasaan, kesaktian raja.

Pada proses

kreatif lebih kepada bagian

dari alur cerita

pada karya yaitu tokoh-

tokoh cerita

pada karya.

Kontemporer dengan konsep lokal merpakan mekanisme yang dapat dikaitkan dengan

semua aspek kesenian. Kembali kepada batik, misalnya pada batik seratan citra Semen. Dalam

batik seratan citra Semen terdapat ketiga aspek Mikrokosmos, Makrokosmos dan sumber kreatif

yang divisualisasikan. Semi memiliki arti tumbuh. Hal ini ketika dikaitkan dengan budaya tradisi

budaya Jawa sama halnya dengan tradisi yang terus tumbuh dan berkembang.

Dalam aspek penginterpretasian dapat menghasilkan pemaparan yang berbeda karena

kondisi zaman yang berbeda, sementara untuk esensi batik seratan citra Semen itu sendiri sama.

Dapat dikatakan sama karena, Empu sebagai pembuat karya monumental tidak mengubah

esensinya. Interpretasi itu sendiri, selain dipengaruhi zaman, juga melibatkan aspek kepentingan,

pemakai, dan kondisi geografis yang berbeda. Aspek tersebut, merupakan getaran jiwa yang

berbeda, sehingga dapat menghasilkan karya visual yang berbeda pula. Keberagaman getaran

jiwa tersebut, tercermin pada batik seratan citra Semen yang beragam. Semen berasal dari kata

semi yang berarti tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari hidup dan gerak, mengandung

meru, beserta flora dan fauna (Kusrianto, Adi, dalam batik filosofi, makna dan kegunaan : 127).

Pola Semen merupakan ornamen yang menggambarkan tumbuh-tumbuhan atau tanaman

menjalar. Dalam citra Semen ditampilkan bentuk ornamen berupa stilasi dari alam seperti, bentuk

binatang, tanaman, dan unsur-unsur lainnya. Penempatan ornamen seakan-akan tanpa ada

Page 7: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 70

pengaturan, terutama untuk struktur tumbuh-tumbuhan, tetapi bila diperhatikan dengan seksama

akan terasa visualisasi struktur ornamen seperti Lar, Rumah, Burung, Gunung, lidah api, dan

sebagainya merupakan cerita dari penyatuan tiga jagad yaitu Tribawana. Visualisasi pada batik

seratan citra Semen, merupakan gambaran adanya jagad mikro atau Mikrokosmos seperti rumah,

dalam bahasa Jawa disebut dengan dalem, sedangkan untuk sulur-sulur, dedaunan, binatang

sebagai jagad makro atau Makrokosmos, lalu kemudian cahayanya dalam bentuk sayap-sayap

yang melambangkan kendaraan yang ditumpangi dewa Wisnu. Deskripsi citra Semen, sebagai

bersemi dan tumbuh selain dalam visualisasinya yang berkenaan dengan Tribawana, juga dapat

dijadikan pemaknaan untuk diaplikasikan, bahwa konsep Tribawana sebagai bagian dari budaya.

Hal ini dapat direalisasikan pada proses kreatif berkarya batik sebagai salah satu wujud

pengembalian akar tradisi sebagai pijakan, untuk menumbuh kembangkan batik secara lebih luas

dalam menyikapi batik berikutnya, baik batik modern, kontemporer maupun lainnya.

Tradisi tidak membatasi dalam kreativitas, tetapi menjadi akar dan roh yang kuat dalam

berkarya seni. Tradisi memiliki muatan nilai sebagai parameter yang dapat digunakan dalam

penentuan sifat dari sesuatu, sementara untuk karya seni atau objek sebagai benda pembawa nilai,

bukan nilai itu sendiri. Mengingat hal tersebut, nilai sebagai sifat yang dimiliki benda, sehingga

perlu didukung dengan objek yang nyata yaitu karya seni. Berikut visualisasi karya dan

hubungannya dengan nilai dalam konsep Tribawana kreasi Rumah

Estetika dalam Karya Batik Agus Ismoyo-Nia Fliam denan Tumbuh dari Citra Semen

Kesenian pada dasarnya merupakan hasil kreativitas manusia atau seniman yang

menciptakan. Sebagai hasil olah rasa, cipta, dan karsa seniman, kesenian tidak bisa lepas dari

ikatan-ikatan nilai luhur budaya. Termasuk pula estetika yang hidup dan berkembang di lingkungan

masyarakat tempat asal seni yang bersangkutan karena, karya seni merupakan ekspresi

keindahan masyarakat yang bersifat kolektif (Sunarto, 2018). Salah satu kesenian dalam bentuk

visual yaitu batik. Selain itu estetika tidak hanya membahas tentang persoalan karya seni

melainkan juga meliputi ranah yang lebih luas yaitu subjek estetis, objek estetis, hingga nilai

estetis. Objek estetis merupakan aspek yang diamati maupun diciptakan seseorang, subjek estetis

merupakan pengamat atau kreator yang membuat objek estetis, sedangkan nilai estetis ialah tolak

ukur subjek untuk menimbang keindahan atau kejelekan maupun ketertarikan atau

ketidaktertarikan pada suatu objek. Lebih lanjut Sunarto (2018: 16) menjelaskan estetika tidak

hanya berkaitan dengan sifat dan nilai seni tetapi juga dengan tanggapan-tanggapan terhadap

benda-benda alam yang menemukan ekspresi dalam bahasa yang indah (beautiful). Sementara

seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam memiliki pandangan yang sedikit berbeda dengan pemaknaan

estetik yang dipaparkan di atas, yaitu pada aspek ekspresi yang beranggapan bahwa ekspresi

estetik dapat juga bersifat personal dan penilaian seni tidak ada hubungannya dengan penilaian

baik atau buruk, mengingat karya merupakan citra visual yang bersifat representasi. Estetika

bukan sekedar keindahan, lebih jauh lagi tentang kedalaman makna yang melibatkan kerja kreatif

logika rasa.

Karya batik pasca-modern atau kontemporer, kreasi seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam

tumbuh dari budaya lokal. Visual yang ditampilkan memiliki perbedaan tetapi konsep dan esensi

nilai yang hampir sama yaitu tentang lokal. Bagi seniman dengan konsep ini, visual tradisi yang

tumbuh dan berkembang bukan menjiplak motif asli yang terdiri dari pakem jumlah motif pada

selembar kain batik tetapi memiliki jiwa tradisi dengan mendalami makna dan pengetahuan yang

ada di dalam citra dari tradisi tersebut. Karena dalam tampilan secara visual, tergantung

perspektif seniman. Hal ini tentu dapat dikatakan masuk akal ketika diumpamakan seseorang yang

melukiskan objek yang sama, tetapi memposisikan diri dari arah perspektif yang berbeda tentu

hasil visual yang terciptapun akan berbeda pula.

Agus Ismoyo-Nia Fliam sebagai seniman setempat lebih menumbuhkan pandangan

mereka dari perspektif kebutuhan zaman, bahwa zaman mampu menumbuhkan kebentukan yang

Page 8: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 71

bervariasi tetapi esensi nilai memiliki makna yang mendalam dan bersifat abadi. Jadi bagi seniman,

batik bukan tentang visual motif tetapi esensi makna dan kedalaman rasa penciptanya.

Wujud visual yang dihadirkan memiliki kekhasan yang berbeda, selain dari aspek makna

tidak terlepas dari kemampuan seniman dalam aspek teknik. Teknik berkarya batik seniman

dengan melapis-lapiskan pola, baik secara pola gambar sebagai citra maupun secara material

bahan kain. Keterampilan atau craftmanship yang dimiliki dihadirkan melalui metode campuran

antara teknik tradisional dengan teknik baru. Teknik terlihat acak secara visual, serta dimensi

gradasi warna yang menciptakan ruang. Teknik tutupan lilin dan pewarnaan celup yang berulang-

ulang, dan kelincahan tangan menambah penyampaian keahlian dari seniman, baik aspek teknik

maupun sikap teliti dan kesabaran seniman. Adapun warna yang digunakan bermacam-macam

yaitu warna indigo, Jelawe, tinggi, tegeran (rata-rata), kadang-kadang dikombinasikan dengan

warna kimia (indigosol, naphtol) dan warna reaktif. Warna pada karya tidak dikonsep sedemikian

rupa, sebagai gambaran visual. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agus Ismoyo bahwa:

Untuk warna pada karya saya lebih spontan yaaa, kadang gak lalu dikonsep dari awal mau

warna apa gitu. Mungkin karena saya lebih senang bereksperimen kalau untuk warna, tidak

mematok-matok gitu ya. Karya kita lebih pada dimensi dan lapisan serta tumbuh dari citra

Semen yaaa, Semen disini sebagai pemaknaan kehidupan. Jadi ya, lebih kepada

lapisannya ya, untuk warnakan setelah mengalami berkali-kali tutup celup akan mengalami

perubahan terus ya.

Selain keterampilan atau craftmanship dalam karya batik karya juga memiliki wacana estetika yang

disampaikan yaitu nilai budaya tentang alam, klasifikasi simbolik, dan orientasi kehidupan orang

Jawa yang pemahamannya diperoleh dari kegiatan Ngelmu/belajar pengetahuan (kognitif).

Berikut beberapa sample karya batik kontemporer seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam dengan

konsep lokal tumbuh dari citra semen Rama:

Citra Pohon Hayati/ Pohon Beringin

Tree of Life Front II

Page 9: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 72

Tree of Life II Back

Karya dengan judul Pohon Hayati II/ Tree of Life II (2005) tumbuh dari citra pohon hayati

dari Semen Rama. Media yang digunakan adalah kain sutra habita, berukuran 140 x 110 cm.

Karya terdiri dari bagian depan karya dan juga bagian belakang. Pada bagian depan, visual yang

dihadirkan merupakan komposisi seimbang antara bagian kiri dan kanan dengan diberi garis

tengah bidang yang membaginya. Sementara untuk gambaran daun pohon merupakan dimensi

dari komposisi garis meliuk-liuk dengan dominasi warna hijau, sentuhan warna putih dan beberapa

goreasan garis warna jingga Sementara pada bagian belakang karya merupakan komposisi citra

kawung, dengan banyak bercak warna putih dan merah.

Karya dengan judul Pohon Hayati III/ Tree of Life III (2005) tumbuh dari citra pohon hayati

Semen Rama. Media yang digunakan adalah kain sutra habita. Karya berukuran 200 x 50 cm.

Pada karya panel di atas, terdiri dari citra pohon beringin menjulang tinggi. Tetapi bagian daun

dengan warna cokelat dan bercakan putih tidak mengisi semua bagian pohon. Citra kawung

sebagai lapisan pertama dengan hijau kebiruan pada bagian atas dan kawung dengan biru, serta

bercakan putih pada bagian bawah tumbuh-tumbuhan di sekitar pohon hayati tersebut.

Citra

Kawung

Pohon

Beringin

Komposisi

garis gelombang

sebagai tumbuh-

tumbuhan di

sekitar pohon

Page 10: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 73

Tree of Life IV Front

Tree of Life IV Back

Karya dengan judul Pohon Hayati IV/ Tree of Life IV (2010) tumbuh dari citra pohon hayati

Semen Rama. Media yang digunakan adalah kain sutra habita, dengan ukuran 138 x 106 cm.

Karya batik ini terdiri dari bagian depan karya dan bagian belakang. Pada bagian depan visual

yang dihadirkan merupakan komposisi garis lengkung dan meliuk yang disusun secara seimbang

antara bagian kiri dan kanan dengan diberi garis tengah bidang yang membaginya. Garis tengah

pohon berwarna cokelat dan kuning atau kuning kecokelatan. Sementara untuk gambaran daun

pohon, merupakan dimensi dari komposisi garis meliuk-liuk dengan dominasi warna hijau,

sentuhan warna putih, warna kuning dan beberapa goresan garis warna jingga. Warna daun hijau

diletakkan pada komposisi paling atas sebagai gambaran daun yang muda dibandingkan dengan

daun pohon yang kuning dan cokelat muda pada komposisi daun di bawahnya. Bagian latar citra

bagian depan karya merupakan bercak-bercak padat dan rapat hasil dari cipratan malam.

Sementara pada bagian belakang karya merupakan komposisi citra stupa warna hijau, cokelat,

hitam dan merah muda yang disusun secara selang seling dan acak, tetapi masih mengutamakan

prinsip keseimbangan.

Citra

Pohon

Hayat

Citra

Stupa

Page 11: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 74

Tree of Life VI Front Tree of Life VI Back

Karya dengan judul Pohon Hayati VI/ Tree of Life VI (2012) tumbuh dari citra pohon hayati

dari Semen Rama. Media yang digunakan adalah kain sutra habita. Karya ini terdiri atas dua

bagian yaitu bagian depan dan bagian belakang. Visualisasi pada karya ini terdiri atas, citra pohon

beringin, citra kawung, dan citra stupa. Lapisan kawung dan lapisan stupa saling tumpang tindih

membentuk dimensi ruang. Lapisan paling atas merupakan pohon hayat atau beringin berupa

daun pohon yang rindang tanpa terlihat bagian kayu pohonnya. Daun rindang beringin berwarna

hijau dengan komposisi garis putih berupa sulur tidak terputus. Sementara pada bagian belakang

karya terdiri atas komposisi antara dimensi kawung warna merah dengan citra stupa warna biru

yang hampir tidak terlihat karena dilapisi komposisi garis acak di atasnya.

Makna dari karya pohon hayat di atas meskipun dengan bentuk visual yang berbeda-beda

namun memiliki makna yang sama salah satu lambang pada citra Semen Rama yang

dihubungkan dengan ajaran Asthabrata digambarkan sebagai Endra-brata, bersifat darma,

pemberi kemakmuran dan pelindung dunia dengan pemberian hujan, memelihara kehidupan dunia.

Pada karya seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam hampir memiliki makna yang sama dengan ajaran

Astha-brata yaitu pohon sebagai pemberi kehidupan. Pohon dipercaya mampu memberikan hayat

atau kehidupan bagi umat manusia. Fungsi pohon hayat memberikan pengayoman dan

perlindungan serta mempertebal semangat dan keyakinan masyarakat (wawancara dengan

Stupa

Pohon

Hayat

Citra

Kawung

Page 12: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 75

Ismoyo, Januari 2019). Adapun perspektif seniman dari segi konsep alam lebih memandang pada

kesadaran akan realitas yang terlihat dan terjadi bahwa pohon hayat sebagai pohon kehidupan,

berperan dalam proses bernafas manusia, yang dihubungkan dengan Bapa Angkasa, dan pohon

yang mengakar melekat dan membumi pada Ibu Bumi, menggambarkan adanya kesatuan fungsi

yang tidak terpisahkan antara bumi dan angkasa. Pohon hayat sebagai salah satu konsep karya

yang tumbuh dari citra Semen, berangkat dari pohon sebagai bagian dari alam (makrokosmos)

yang memiliki peran penting, sebagai salah satu tumbuhan yang membantu dalam hidup manusia.

Pohon sebagai penyimpan cadangan air, pennghirup karbon dioksida dan pemberi oksigen untuk

manusia.

Pohon hayati sebagai bagian dari makrokosmos yang berhubungan pula dengan Bapa

Angkasa yang membanatu dalam proses bernafasnya manusia sebagai mikrokosmos.

Dihubungkan dengan proses kreatif dalam berkarya pohon hayat sebagai regenerasi yang terus

tumbuh melahirkan seniman untuk terus berkarya seni dan diikuti secara terus menerus oleh

seniman berikutnya, khususnya dalam berkarya batik (wawancara dengan Nia Fliam, Januari

2019). Berhubungan dengan proses kreatif berkarya batik sebagai regenerasi, yaitu sebagai

gambaran spirit yang terus tumbuh dalam berkreasi diikuti oleh generasi berikutnya. Berangkat

dari akar sebagai tradisi yang kuat menghasilkan ranting dan menjulang tinggi sebagai gambaran

kreasi karya batik dengan kebaruan.

Berdasarkan pemaparan di atas, citra pohon hayati merupakan makrokosmos dalam jagad

yang membantu dalam perjalanan hidup manusia (mikrokosmos) dan sebagai gambaran alur

cerita pertumbuhan untuk perkembangan dalam berkarya batik.

Karya dengan judul Api Merah/ Red fire I tumbuh dari citra lidah api Semen Rama. Media

yang digunakan adalah kain sutra habita, dengan ukuran 250 x 115 cm. Karya ini berbentuk

pelapisan citra kobaran api yang dihasilkan dari kerja canting, citra divisualisasikan secara acak

namun masih seimbang dengan gradasi warna merah serta goresan garis api dengan dimensi

bentuk lidah api kecil dan besar, yang dihasilkan dari kerja canting dengan kombinasi warna

kuning menuju jingga.

Kobaran

Api Merah

Page 13: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 76

Karya dengan judul Api Merah/ Red fire II (2003) tumbuh dari citra lidah api Semen Rama.

Media yang digunakan adalah kain sutra habita, dengan ukuran 225 x 115 cm. Pada kreasi karya

batik dengan penyajian dalam bentuk pelapisan citra ini, terdiri atas dimensi citra kawung yang

saling bertumpang tindih dengan citra parang yang membentuk komposisi bidang berupa diagonal

dengan gerakan vertikal ke horizontal dan sebaliknya dengan arah berlawanan. Api kuning

kemerahan menyala di atas komposisi lapisan citra di bawahnya.

Karya dengan judul Api Biru/ Blu Fire (2004) tumbuh dari citra lidah api Semen Rama.

Media yang digunakan adalah kain sutra habita. Karya berukuran 250 x 100 cm. Pada kreasi

karya batik bentuk 2 dimensi ini dengan penyajiannya secara panel, terdiri atas dimensi citra

kawung yang saling bertumpang tindih dengan motif parang yang membentuk komposisi bidang

berupa diagonal dengan gerakan vertikal ke horizontal dan sebaliknya dengan arah berlawanan.

Api biru menyala di atas komposisi bidang pada lapisan di bawahnya.

Lidah api pada citra Semen Rama yang dikaitkan dengan ajaran Asthabrata dihubungkan

dengan Agni-brata yaitu watak dewa api, kesaktian untuk memberantas musuh. Lidah Api Fire/api

pada karya seniman Agus Ismoyo dan Nia Fliam yang sering muncul dalam beberapa karya

seninya. Karya Fire merupakan konsep Semesta yang tumbuh dari citra Semen atau kehidupan

tentang bagian dari makrokosmos yaitu api yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia

sebagai mikrokosmos/ Jagad alit.

Citra api

Citra

parang

Citra

Kawung

Citra Parang

Api Biru

Citra Kawung

Page 14: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 77

Karya yang tumbuh dari lidah api terkesan hidup, padat dengan gerak, dan memiliki arah

gerak yang berbeda-beda. Karya-karya dengan konsep unsur api ini, seakan menghadirkan potret

nyala api mulai dari yang redup sampai membara. Nyala-nyala api juga memercikan bunga-bunga

api, lidah api yang seakan-akan menjilat dan melahap hal yang ada disekitarnya. Warna yang

dihadirkan menggambarkan tingkat nyala api yang dihadirkan. Mulai dari api warna merah yang

membara, warna cokelat yang menghadirkan seperti halnya api yang telah bercampur dengan

asap, warna kuning sebagai percikan bunga api, dan warna biru memiliki kesan sifat api yang

panas tapi menyejukan secara visual. Terlepas dari semua warna yang ada selain api sebagai

salah satu unsur alam dari makrokosmos api yang dihadirkan pada karya seniman Agus Ismoyo-

Nia Fliam, menjelaskan bahwa ornamen lidah api dalam kehidupan mereka sebagai orang Jawa

dikenal sebagai api, geni, atau sebagai akni. Api sebagai simbolisme semangat atau antusiasm,

dengan visual nyala api yang berbeda menggabarkan semangat yang berbeda dan berubah-ubah.

Sementara bentuk negatifnya ketika api tidak disertai keseimbangan rasa dalam bersikap atau

etika dapat mewakili berbagai nafsu, keinginan akan kekayaan, dan kemewahan dalam kehidupan

duniawi.

Karya dengan judul Tumbuh (2006) tumbuh dari citra binatang dari Semen Rama. Media

yang digunakan adalah kain sutra habita, berukuran 115 x 110 cm. Pada karya batik ini

menggambarkan suasana alam terdiri dari binatang kepe dengan berbagai ukuran warna merah

putih, dan kuning putih. Selain itu ada kadal, kawung, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan yang

disusun secara acak tetapi masih terlihat seimbang dengan komposisi warna yang harmonis.

Visualisasi dalam bentuk binatang tidak banyak dihadirkan pada lembaran kain batik,

dalam karya seniman di lokasi penelitian. Unsur binatang lebih banyak diwujudkan dalam bentuk

tiga dimensi, yang diciptakan dari kain batik. Pada karya visualisasi yang dihadirkan yaitu

representasi dari binatang kepe, kadal, kawung, tumbuh-tumbuhan, dan buah-buahan. Pada

karya ini lebih kepada ikonik cerita harmonisasi alam Makrokosmos, antara binatang dengan

tumbuhan. Binatang disini juga dikenal sebagai hewan yang dianggap lambang kesuburan dan

kemakmuran.

Binatang

Kepe

Citra

Kawung

Keranjang

berisi tomat

Kadal

Citra

Tumbuhan

Page 15: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 78

Karya dengan judul Mikrokosmos (1997) tumbuh dari citra rumah dari Semen Rama. Media

yang digunakan adalah kain sutra habita, berukuran 210 x 120 cm. Pada karya ini terlihat manusia

sebagai mikrokosmos yang berada di atas lapisan bidang lengkung garis bagian tengah sebagai

titik pusat of interest pada karya, dengan lima macam variatif bentuk yang membentuk variasi garis

melengkung terdiri atas dua bidang berbentuk gelombang di sebelah kiri dan dua bidang

berbentuk garis gelombang pada bagian kanan, dan satu bidang gelombang pada bagian tengah.

Selain itu, terdapat bentuk arah panah ke atas pada bagian badan manusia sebagai gambaran

jiwa seniman. Kelima bentuk bidang lengkung tersebut, memiliki isian yang variatif. Dua bidang

lengkung kiri dan kanan penuh dengan komposisi ukel atau pilin, dilanjutkan pada bidang lengkung

berikutnya bentuk komposisi garis-garis lengkung. Semenatara pada bidang lengkung yang di

tengah berupa bulatan-bulatan kecil yang menumpuk.

Tua (2016) tumbuh dari citra perahu Semen Rama. Media yang digunakan adalah kain

sutra habita, berukuran 150 x 200 cm. Pada karya ini, terdiri atas dimensi bentuk berupa

Manusia/

Mikrokosmos

Kompo

sisi

Gelom

bang

Garis

Lengk

ung

Komposisi

sulur-sulur

membentuk

Garis

Lengkung

Komposisi

bidang bulat

kecil

membentuk

bidang

bergelomba

ng

Belanga berisi

air

Gelomban

g Air

Page 16: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 79

gelombnag air biru dengan garis tepi putih serta lipatan karya hasil bakaran dilipat sehingga

membentuk bidang 3 dimensi. Lipatan hasil bakaran sebagai gambaran besar kecilnya gelombang

air. Karya dalam penyajiannya berupa instalasi menggantung karya dan di bawahnya belanga

berisi air.

Citra rumah, perahu pada ajaran Astha-brata sebagai Pasa-brata atau Baruna-brata, ialah

wataknya dengan air bersenjatakan Nagapasa yang berbisa. Dewa laut itu dilambangkan dengan

air, atau barang yang berhubungan dengan air yaitu kapal. Visualisasi pada batik ini merupakan

gambaran adanya jagad mikro seperti rumah dalam bahasa Jawa disebut dengan dalem. Hal ini

sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh seniman yaitu:

Ya,...kalau diibaratkan ya rumah sama dengan kita. Jadi sumber kreatif itu ada dalam diri

kita sebagai seniman. Ini juga kalau dalam kehidupan sehari-hari saya sebagai orang Jawa,

kalau ada yang manggil nama saya, saya menjawab dalem gitu ya...

Rumah sebagai tempat tinggal manusia dalam kehidupan nyata, sementara dihubungkan

dengan berkarya batik pada konsep Semesta manusia sebagai Mikrokosmos. Hal ini dalam proses

kretif menciptakan batik manusia sebagai rumah pencipta kreativitas atau makhluk yang berkarya

dan berbudaya. Sementara untuk pamor air, pada karya ini melambangkan air sebagai koco

wirangi yaitu gambaran intropeksi diri dengan sikap selalu belajar dari hal yang telah terjadi atau

dialami sebelumnya, untuk dapat memperbaiki diri dikehidupan berikutnya khususnya diterapkan

dalam berkaryaa. Realisasinya dengan selalu berusaha ada perbaikan dalam berkarya seni,

dengan belajar dari pengalaman berkarya yang dilalui sebelumnya.

Karya dengan judul Semen Sinom (2016) tumbuh dari citra Garuda Semen Rama. Media

yang digunakan adalah kain sutra habita, berukuran 115 x 120 cm. Karya batik berbentuk panel,

terdiri atas Sayap-sayap garuda, dan pohon beringin. Dalam penyususnannya sayap gurda berada

di sudut kanan atas yang hinggap pada daun-daun pohon beringin dan remekan bulatan-bulatan

kecil dibagian daun-daun beringin lainnya.

Garuda di sini lebih kepada penggambaran kosmos wilayah atas atau bagian dari Bapa

Angkasa. Garuda bisa terbang dan bergerak karena adanya angin yang digerakan oleh sang

Pencipta ketika dihubungkan dengan makna sayap Garuda. Citra yang dihadirkan sayap garuda

bertebaran dan hinggap pada pohon beringin. Sayap garuda yang bertebaran sebagai nilai etika

bagaimana cara bersikap untuk memposisikan diri dan terbuka sebagai salah satu orientasi

kehidupan orang Jawa.

Sayap-

sayap

Gurda

Pohon

Beringin

Page 17: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 80

Karya dengan judul Linggayoni (2012) tumbuh dari citra Pusaka Semen Rama. Media yang

digunakan adalah kain sutra habita, berukuran 256 x 85 cm. Karya ini memiliki bentuk 3 dimensi

yang terdiri atas komposisi lapisan citra kawung, parang, stupa, komposisi garis, dan poleng

merah putih, hitam putih membentuk ruang berupa sarong yang disajikan dengan instalasi

(digantung).

Pusaka pada ajaran Astha-brata ialah tentang ajaran berwatak sentosa dan berusaha

memberikan kemakmuran (sandang pangan) kepada bawahannya. Pada karya Linggayoni lebih

memiliki pemaknaan yang lebih luas yaitu sebagai cahaya atau wahyu pemberi ketenangan.

Linggayoni sebagai simbol Petilasan yang merupakan simbol dari kesederhanaan orang Jawa,

kesunyian, tempat untuk menemukan atau berdialog dengan diri sendiri. Pada proses berkarya

direalisasikan dengan proses mengenali diri sendiri dan bersikap sederhana dengan mengikuti alur

rotasi alam itu sendiri.

Poleng Merah Putih

Poleng Hitam Putih

Kawung

Parang

Togog

Semar

Man

ikmoyo

/ Maha

Guru

Wajik

Semar Togog

Page 18: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 81

Detail Tokoh dalam Karya Jiwa

(Foto: http://visitjavacs.com/2015/06/asal-usul-semar-togog-dan-bathara-guru.html)

Karya dengan judul Jiwa (2001) tumbuh dari citra Meru. Media yang digunakan adalah kain

sutra habita, berukuran 75 x 65 cm. Karya berbentuk panel dinding ini menggambarkan visual tiga

orang tokoh pewayangan yaitu Togog, Semar, Maha Guru atau Manikmoyo, dan bentuk wajik

warna merah dan ungu selang seling sebagai latar dan menutup beberapa bagian tubuh tokoh-

tokoh tersebut.

Meru pada kisah Astha-brata sebagai Yama-Brata menghukum yang bersalah dengan

memelihara keadilan. Berbeda pada karya di sini, citra Meru menjadi bagian alur cerita dalam

karya ini. Terlihat tiga tokoh ditampilkan pada cerita karya batik dengan alur cerita yang mereka

berusaha mencerna meru atau gunung. Terdapat tiga tokoh yaitu Togog, Semar, dan Maha Guru

atau Manikmoyo sebagai gambaran pikir, rasa dan jiwa. Konsep Semesta pada karya ini

menggambarkan pada alur proses berkarya perlu ada keseimbangan antara pikiran dan perasaan

sehingga dihasilkan jiwa yang baik. Bentuk wajik sebagai latar dari tiga tokoh yang

dihadirkanmerupakan gambaran dari gabungan dua bidang segitiga, yaitu segitiga gunung dan

segitiga lautan. Gunung dan lautan merupakan bagian dari alam atau Makrokosmos.

Berdasarkan pemaparan di atas dalam hubungan konsep Semesta dalam karya kreasi

tumbuh dari citra Semen Rama memiliki aspek pencitraan yang dibangun oleh proses peragaan

nilai-nilai. Karya dengan konsep Semesta memiliki nilai estetik meliputi nilai budaya kosmologis

yang diwujudkan dengan bentuk visual yang terilhami dari jagad/kosmos, nilai simbolik yaitu citra

yang mengandung makna dan nilai etika atau sikap dari orientasi kehidupan orang Jawa

(pemaknaan kehidupan Jawa dalam simbol yang disampaikan, yaitu cara bersikap).

Dalam upaya mencermati karya seni dari Agus Ismoyo-Nia Fliam dapat dilihat secara fisik

dan non-fisik. Selain itu dapat diberi batasan sebagai kesatuan yang terdiri atas representasi,

konotasi, dan materi tanggap indrawi. Berhubungan dengan nilai yang terkandung dalam karya

seni batik memuat nilai bentuk dan nilai isi. Melalui sebuah isi seniman menunjukkan daerah

perhatian atau minatnya. Sementara melalui bentuk seniman menunjukkan kreativitas dan

kecerdasannya untuk memvisualisasikan. Muatan isi karya, merupakan hasil dari aktivitas mental

yang melibatkan aspek pengetahuan atau wawasan seniman, dan muatan bentuk merupakan hasil

dari kombinasi pengetahuan dan keterampilan dari seniman. Sehubungan dengan pemahaman di

atas, untuk mengkaji karya diamati melalui beberapa aspek. Melalui pembahasan ini,

dimungkinkan dapat mengungkap permasalahan secara komperhensif baik aspek bentuk atau

tekstual maupun isinya atau kontekstual. Berikut pemamaparan dari identifikasi kajian karya

kreasi karya tumbuh dari citra Semen Rama.

a. Fungsi Karya Batik

Karya seni tidak lepas dari fungsi yang menyertainya. Dalam membahas fungsi karya

kreasi tumbuh dari citra Semen Rama ini dikaitkan dengan teori Feldman (1967) yang menjelaskan

Wajik

Page 19: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 82

bahwa fungsi seni meliputi: 1) kebutuhan-kebutuhan individu kita, sebagai ekspresi pribadi 2)

kebutuhan-kebutuhan sosial, mengenai display, perayaan dan komunikasi, serta 3) kebutuhan fisik,

mengenai barang-barang dan bangunan (Feldman, 1967: 2). Lebih jauh lagi berhubungan dengan

fungsi seni, Feldman membaginya menjadi tiga bagian yaitu fungsi personal (personal function of

art), fungsi sosial (social function of art) dan fungsi fisik (physical function of art) (Feldman, 1967:

4). Fungsi personal merupakan sebagai suatu alat ekspresi pribadi, namun tidak semata-mata

sebagai emosi pribadi. Karya batik seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam mengekspresikan perasaan

dan gagasannya dengan kolaborasi, memilih batik pada permukaan kain sebagai media

ungkapnya.

Fungsi personal pada karya berkaitan dengan hasil ekspresi estetik dari pribadi

senimannya adalah realitas kreasi yang lahir dan tumbuh berdasarkan citra dari akar tradisi dan

proses kehidupan yang dijalani. Citra estetik yang diungkapkan seniman mengandung budaya

kosmologis, klasifikasi simbolik, dan orientasi kehidupan orang Jawa. Fungsi citra disini menjadi

penting, guna membangun nilai-nilai estetis lebih bermakna untuk menjadi tanda-tanda peradaban

untuk kehidupan manusia, dengan tumbuh dari akar tradisi yang dilaksanakan secara turun

temurun oleh generasi berikutnya.

Karya batik yang diciptakan menjadi memiliki kekhasan, didasarkan pada kreativitas yang

dimiliki seniman dengan berangkat dari konsep Semesta dan budaya lokal, khususnya Jawa.

Tindakan kretivitas melibatkan tindakan mental, pengetahuan, sikap dan pengalaman seniman.

Karya batik tercipta karena khasnya seperti alur cerita dalam selembar kain dengan gradasi warna,

lapisan citra dan lapisan media yang menggambarkan proses kehidupan tentunya memiliki fungsi

personal, sehingga melahirkan gaya pribadi atau bersifat individu dari seniman Agus Ismoyo-Nia

Fliam yang disatukan.

Proses kreatif tidak lepas dari keterampilan yang dimiliki seniman yang pada akhirnya

menumbuhkan interaksi antara seniman dengan lingkungannya. Identitas karya batik diperoleh

dari ekspresi pribadi seniman dalam cara proses kreatif yang dilaksanakan dan citra yang

dihadirkan. Dengan konsep Semesta yang tumbuh dari akar tradisi pada batik sebagai bagian dari

kriya, terpengaruh oleh latar belakang seniman yang berangkat dari pendidikan seni murni

menghadirkan karya batik berupa kriya seni. Dapat dikatakan kriya seni di sini, karena secara

konsep berangkat dari budaya tradisi dan teknik mengutamakan keterampilan dan ketelitian tinggi

yang erat hubunganya dengan kriya. Sementara secara tampilan visual menghadirkan ekpresi dan

kebebasan yang menghilangkan aspek fungsi praktis yang dimilikinya.

Ekspresi pada karya yang dihadirkan lebih kepada ekspresi nilai. Hal ini karena karya

berangkat dari konsep Semesta sebagai akar budaya yang sarat akan makna atau nilai. Makna

atau nilai yang dimaksud sesuai yang telah dipaparkan sebelumnya pada bagian makna dan nilai

konsep Semesta dalam berkarya batik, baik nilai sebagai esensi (makna) maupun yang

berhubungan dengan nilai pengetahuan (kognitif), nilai sikap maupun nilai keterampilan.

Fungsi karya batik selanjutnya yaitu berhubungan dengan fungsi sosial. Fungsi sosial yang

disampaikan pada karya batik Agus Ismoyo-Nia Fliam terdiri atas revitalisasi, pengetahuan, pesan

moral, spiritual dan estetika. Fungsi terakhir dari karya batik yaitu fungsi fisik. Hal ini berhubungan

dengan kegunaan karya batik. Karya seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam tidak memiliki fungsi praktis

sebagai benda pakai tetapi lebih kepada hiasan. Hiasan ini, sebagai karya batik yang memiliki

fungsi fisik dalam pengetahuan baik nilai estetik, nilai simbol, dan nilai spiritual yang sudah

menyatu di dalamnya, bahkan berada di atas fungsi fisiknya.

b. Gaya Karya Batik

Dalam karya seni, tidak dapat dipungkiri akan menyampaikan cerita dalam visual melalui

cara atau gaya dari seniman. Di sini kembali kepada pendapat Feldman yang mengelompokkan

gaya atau seni melalui waktu, daerah, wujud, teknik dan subject matter (Feldman, 1967: 5). Gaya

di sini akan dipengaruhi oleh zamannya, namun aspek maknawi tetap sebagai proses penyadaran

Page 20: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 83

terhadap nilai-nilai estetik yang berdasarkan akar budaya atau menceritakan peristiwa budaya

melalui estetika dalam karya batik.

c. Teknik Penciptaan Karya

Teknik yang digunakan seniman pada proses penciptaan karyanya lebih menekankan pada

ekspresi dan rasa. Sehingga ekpresi estetik dari dalam dirinya menjadi kunci dalam perwujudan

karya ini. Teknik ini disebutnya sebagai teknik logika rasa.

Teknik logika rasa merupakan perpaduan tentang pikiran rasional dari pengetahuan yang

diperoleh (Ngelmu) dengan ekspresi dari rasa yang mengalir. Teknik mewadahi material, gaya,

dan elemen estetis. Sementara ekspresi berhubungan dengan kedalaman rasa atau orientasi dan

sentuhan rasa dari dalam diri seniman. Teknik dan ekspresi seniman seakan memiliki kekuatan

yang sama yaitu memerlukan ketekunan dan konsentrasi yang tinggi dalam melalui proses

tersebut. Teknik dan ekspresi muncul secara bersamaan, merupakan kenyataan di lapangan,

bahwa teknik berkarya batik tidak hanya aktivitas intelektual yang erat hubungannya dengan

pertimbangan logika dan pemikiran tetapi ekspresi yang berdasarkan kedalaman rasa menyertai

setiap lakunya.

Teknik yang diterapkan oleh seniman merupakan kerja sapuan kuas, kerja canting, kerja

cap, potong, tempel, jahit aplikasi dengan manual menggunakan keterampilan tangan seniman.

Pada proses penggunaan alat-alat tersebut ada pergeseran dari kebiasaan pada umumnya. Jika

kerja canting biasanya dilakukan dengan kehati-hatian, seniman mengkombinasikannya dengan

kerja canting berupa goresan-goresan kasar dan tetesan-tetesan malam yang sengaja

ditumpahkan. Kerja cap yang biasanya terstruktur dengan rapi dan penuh kehati-hatian pada

kreasi ini, cap batik dibentuk acak membentuk garis, ruang dan dimensi. Kerja kuas menghaslkan

goresan kuas kombinasi antara goresan halus dan spontan. Sementara konsistensi terjadi pada

jahit aplikasi dengan menggunakan keterampilan tangan menghasilkan jahitan halus dan rapi,

menggambarkan ketelitian dan kesabaran pada diri seniman. Dalam kegiatan penerapan berbagai

teknik tersebut bekerjasama dengan ekspresi seniman, sehingga antara teknik kerja dengan

ekspresi saling mempengaruhi terhadap karya kreasi batik yang dihasilkan.

Berdasarkan pemaparan di atas, keistimewaan dari teknik pembuatan kreasi karya batik di

lokasi penelitian, terletak pada penerapan dan penggabungan teknik tradisi dan inovasi sehingga

menjadi kebaharuan, pelapisan pola atau citra sebagai gambaran ruang dan waktu dalam

perjalanan kehidupan, dan penerapan logika rasa yang melibatkan kerja intelektual dan

pembacaan rasa dalam diri seniman dalam mewujudkan karya.

1. Simbolisasi Karya

Visualisasi yang dihadirkan pada kreasi karya seniman merupakan perpaduan antara

ikonik dan juga simbolik yang membentuk alur cerita pada lembaran karya batik. Ikonik

dalam visualisasinya hampir memiliki kemiripan bentuk sesuai kenyataan. Sementara

visualisasi bentuk simbolik rata-rata antara apa yang ingin digambarkan dan bentuk

penggambarannya tidak memiliki kemiripan bentuk. Bentuk ikonik dan simbolik pada

karya digambarkan dengan stilisasi dan deformasi.

Simbol dalam karya sebagai realitas subjektif sehingga forma simbolik yang dihadirkan

adalah forma yang hidup sebagai bagian kegiatan yang melibatkan aspek mental dari seniman.

Pengalaman subjektif yang memiliki suatu perasaan yang kuat akan membentuk forma yang

menunjukan ekspresivitas yang sedemikian kuat mengakar. Dalam hal ini simbol memiliki makna

dalam rangkaian penyadaran. Dalam konteks tersebut seniman menyajikannya dalam satu model

pengetahuan yang bersifat persuasif tentang pentingnya kembali menyadari akar budaya dalam

proses tumbuh dan berkembang melalui berkarya, pemaknaan akan nilai-nilai, baik nilai

komunikasi yang baik sebagai sila krama atau sikap maupun nilai ideologi sebagai pandangan

yang baik perihal kosmologi atau jagad (wawancara dengan Agus Ismoyo, Maret 2018). Jenis

simbol di sini sebagai “presentasional”. Simbol ini tidak perlu harus menjadi unsur saja, namun

Page 21: KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA

Ernawati/ Kajian Estetika Seni Batik.... – Vol.3 No.1 (2019) 64-84 84

dapat berdiri sendiri sebagai simbol yang penuh bukan sebagai suatu konstruksi, namun dapat

pula menjadi suatu unsur dari suatu konstruksi atau susunan alur cerita dalam karya. Simbol

semacam ini yang terdapat dalam kreasi seni atau karya estetik di lokasi penelitian. Melalui

abstraksi-abstraksi yang ada dibenaknya, seniman mengaktualisasikan pesan-pesan moral, dan

soisal melalui pengalaman estetiknya dalam bentuk yang artistik dan cara berfikir reaktif (fokus

pada knsep yan divisualisasikan, tetapi pada proses ada penembangan atau perubahan). Dari segi

bertindak dan berfikir juga dapat pula memenuhi kebutuhan spiritual diri seniman dari aspek

estetika yang berdasar kepada budaya yang dimaksudkan, yaitu nilai budaya kosmologis,

klasifikasi simbolik, dan orientasi kehidupan orang Jawa.

SIMPULAN

Karya seni batik kontemporer karya kolaborasi seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam memiliki

fungsi fisik sebagai hiasan atau karya bukan fungsional, fungsi sosial dalam nilai pendidikan dan

pesan moral atau sikap dan fungsi personal sebagai ekspresi estetik berdasarkan pembacaan

logika dan rasa. Gaya karya pasca-modern dengan karakteristik pelapisan pola atau citra batik,

serta teknik kombinasi antara teknik tradisi dengan kebaharuan. Struktur karya, terdiri atas judul,

tumbuh dan tema, bahan karya batik, bentuk 2 dimensi dan 3 dimensi dengan penyajian panel dan

instalasi, subject matter dan juga cara penggambarannya dengan stilasi dan deformatif.

Daftar Pustaka

Barret, Terry. (1994), Criticizing Art Understanding the Contemporary, Mayfield Publishing

Company. Mountain View, California.

Barret, Terry. (1995), Criticizing Art, Mayfield Publishing Company, Mountain View, California.

Feldman, Edmund Burke. (1967), Art as Image and Idea atau Seni sebagai Ujud dan Gagasan,

terjemahan SP.Gustami (1991), FSRD Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Yogyakarta.

Kusrianto, Adi. (2013), Batik: Filosofi, Motif, dan Kegunaan. Vandi Offset: Yogyakarta

Sunarto. 2018 dalam Pengantar Penyunting Buku: Hospers, John. 2018. Filsafat Estetika.

Diterjemahkan oleh Jalaludin Rumi.Yogyakarta: Tafa Media