136
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL AGUSTUS website : www.bi.go.id email : [email protected] 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

AGUSTUS

website : www.bi.go.id email : [email protected]

2016

KAJIAN EKONOMI DAN

KEUANGAN REGIONAL

Page 2: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

VISI BANK INDONESIA :

kredibel dan terbaik di regional

melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian

inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

MISI BANK INDONESIA :

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi

kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

yang berkualitas;

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien

serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk

mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi

pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional;

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan

stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan

akses dan kepentingan nasional;

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia

yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta

melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka

NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :

-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai

untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity,

Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

Page 3: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kata Pengantar

iii

BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan

perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan

ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan II 2016 dengan penekanan

kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi,

Perbankan dan Sistem Pembayaran, Ketenagakerjaan dan Prakiraan Perkembangan

Ekonomi Daerah pada triwulan III 2016. Analisis dilakukan berdasarkan data

laporan bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat

Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya.

Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada

stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,

dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak

lain yang membutuhkan.

Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan

buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi

sangat diharapkan.

Pekanbaru, 23 Agustus 2016

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

Ismet Inono Deputi Direktur

KATA PENGANTAR

Page 4: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kata Pengantar

iv

duduk di rumah memegang amanah

duduk di tanah memegang petuah

duduk di kampung menjadi payung

duduk di banjar bertunjuk ajar

duduk di ladang tenggang menenggang

duduk di negeri tahukan diri

duduk di dusun ia penyantun

duduk beramai elok perangai

apa tanda Melayu bertuah,

tahu berguru pada yang sudah

tahu berbuat pada yang ada

tahu memandang jauh ke muka

apa tanda Melayu terbilang,

dada lapang pandangan panjang

Page 5: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

iv

HALAMAN

Kata Pengantar .................................................................. iii

Daftar Isi ............................................................................. iv

Daftar Tabel ....................................................................... vii

Daftar Grafik ...................................................................... viii

Daftar Gambar.................................................................... xii

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih........................................ xiii

RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................. 1

BAB 1. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 10

1.

2.

Kondisi Umum.............................................

PDRB Sisi Penggunaan..............................

10

12

2.1. Konsumsi ....................................... 13

2.2 Investasi (PMTB)............................ 15

2.3 Ekspor dan Impor ........................... 16

2.3.1. Ekspor ..................................

2.3.2. Impor ....................................

16

18

3. PDRB Sektoral ........................................... 19

3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 20

3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian .......... 22

3.3. Sektor Industri Pengolahan ............................ 23

3.4. Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor.................

24

4.

3.5.

4.1

Sektor Konstruksi...........................................

Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan

4.1.2.

26

26

28

28

29

29

DAFTAR ISI

Page 6: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

v

4.2

HALAMAN

4.2.1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan

4.2.2. Sektor Pertambangan dan

4.2.3. Sektor Industri

4.2.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran,

dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor..

30

31

31

32

33

34

35

Boks 1

Boks 2

Quick Survei Paket Kebijakan Ekonomi

Permasalahan Ekonomi Riau

BAB 2. ASESMEN INFLASI DAERAH ................................................... 36

1. Kondisi Umum................................................................... 36

2.

Perkembangan Inflasi Provinsi Riau

2.1. Inflasi Kota..................................................................

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru.....................................

2.1.2. Inflasi Kota Dumai............................................

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan....................................

2.2. Disagregasi Inflasi (yoy).............................................

2.2.1. Inflasi Inti (Core)...............................................

2.2.2. Inflasi Volatile Foods........................................

2.2.3. Inflasi Administered Price.................................

2.3. Prospek Perkembangan Harga Barang dan Jasa

Triwulan Berjalan......................................................

2.4. Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau

37

41

41

42

43

44

45

47

48

49

50

Boks 3

Upaya Pengendalian Inflasi di Provinsi Riau

BAB 3

ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH......................................

1. 1. Kondisi Umum.......................................................................

52

52

Page 7: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

vi

Boks 4

BAB 4.

HALAMAN

2. 2. Realisasi APBD Triwulan I 2016...........................................

3. 2.1 Realisasi Pendapatan................................................

4. 2.2 Realisasi Belanja........................................................

5. Hasil Rapat Koordinasi Revisi Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah( RPJMD) Provinsi Riau Tahun 2014-2019

6.

7. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN PENGEMBANGAN

UMKM

53

54

55

59

1. Kondisi Umum Perbankan.................................................... 59

2. Perkembangan Bank Umum................................................ 60

2.1. ............................. 60

2.2. . 62

2.3. 63

3.

4.

Intermediasi dan Risiko Perbankan

65

67

4.1. Ketahanan S . 67

4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah.............. 70

4.3. .... 72

5. Perkembangan Perbankan 74

6. 76

Boks 5 Upaya Pengendalian Inflasi di Provinsi Riau

BAB 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH .................................................

77

1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai.. 79

2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai..................... 80

2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow - Outflow)....... 80

2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar.......................

2.3. Uang Rupiah Tidak Asli............................................

3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai............

3.1. Transaksi Kliring.......................................................

81

82

81

83

BAB 6 ASESMEN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH...... 85

Page 8: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Daftar Isi

vii

1.

HALAMAN

Kondisi Umum ..........

85

2.

3.

Ketenagakerjaan... .......

Kesejahteraan Daerah.............................................................

3.1. Penduduk Miskin Riau....................................................

3.2. Garis Kemiskinan Riau

3.3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan

Kemiskinan (P2) Riau

86

90

90

91

92

Boks 6

BAB 7

Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Maritim untuk

Mendukung Peningkatan Kepariwisataan dan Pertumbuhan Ekonomi

yang Berkelanjutan

PROSPEK PEREKONOMIAN ...

94

1. 94

2. Perkiraan Inflasi...... ............. 97

3. 99

Daftar Istilah xv

Page 9: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Tabel

vii

HALAMAN

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) ........................... 12

Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau ............................ 14

Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) ............... 16

Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) ....... 20

Tabel 3.1. Ringkasan Realisasi APBD Provinsi Riau ............................................ 53

Tabel 3.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau ........................ 54

Tabel 3.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau ............................... 56

Tabel 4.1 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau .......................... 60

Tabel 4.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan ................ 63

Tabel 4.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi .................................... 67

Tabel 4.4. Kredit Lokasi Proyek Menurut Sektor Ekonomi ..................................... 68

Tabel 4.5. Kredit UMKM di Provinsi Riau Menurut Sektor Ekonomi ...................... 73

Tabel 5.1. Historis Net Outflow Lebaran dalam 6 tahun terakhir ........................... 81

Tabel 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau SUmatera .............................. 86

Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 tahun keatas yang bekerja .................................. 87

Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Provinsi

Tabel 7.1. Perkembangan Pertumb

Tabel 7.2. Outlook Pereko

Tabel 7.3. Perkembangan Infl

DAFTAR TABEL

Page 10: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

viii

HALAMAN

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy%) ..... 11

Grafik 1.2.Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau ...................... 13

Grafik 1.3.Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ........................................ 14

Grafik 1.4.Kredit Konsumsi .................................................................................... 14

Grafik 1.5. Kredit Kendaraan Bermotor ................................................................ 14

Grafik 1.6. Indeks Suku Cadang dan Aksesori ....................................................... 14

Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau ........................... 15

Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau .............................. 15

Grafik 1.9. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau ....................... 16

Grafik 1.10. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau ......................... 16

Grafik 1.11. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau ................................... 17

Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau ............................ 17

Grafik 1.13. Ekspor CPO Dunia ............................................................................. 17

Grafik 1.14. Pertumbuhan Ekspor dan Indeks Dollar ............................................. 17

Grafik 1.15 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah. ... 18

Grafik 1.16. Perkembangan Ekspor Non Migas Riau .............................................. 19

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau ............ 19

Grafik 1.18. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier ............................. 19

Grafik 1.19. Perkembangan Impor Barang Konsumsi ............................................. 19

Grafik 1.20. Perkembangan Harga Karet .............................................................. 21

Grafik 1.21. Perkembangan Harga Sawit .............................................................. 21

Grafik 1.22. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian ............................. 21

Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit ................................ 21

Grafik 1.24. Pertumbuhan Subse 22

Grafik 1.25. Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau ............................. 22

Grafik 1.26. Perkembangan Kegiatan Usaha di Provinsi Riau ................................. 22

Grafik 1.27. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan ........... 24

DAFTAR GRAFIK

Page 11: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

ix

Grafik 1.28. Indeks Makanan Minuman dan Tembakau ....................................... 24

Grafik 1.29. Pertumbuhan Sektor Perdagangan Berdasarkan Subsektor ............. 25

Grafik 1.30. Jenis Pengeluaran Rumah Tangga ................................................... 25

Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Durable Goods di Riau .................................... 25

Grafik 1.32. Indeks Barang Tahan Lama ................................................................ 25

Grafik 1.33. Kredit Konstruksi ............................................................................... 26

Grafik 1.34. Konsumsi

Grafik 1.36. Likert Scale

29

Grafik 1.41. Lifting

Grafik 1.43. P

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) .............................. 38

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) ................................ 38

Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) .................. 39

Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) ............ 39

Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw II di Provinsi Riau (qtq) .............................. 40

Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw II

2016 di Riau (qtq) ............................................................................. 41

Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw II

(2011-2015) .................................................................................... 42

Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru

Tw II 2016 ........................................................................................ 43

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis

Tw II (2011-2015) ............................................................................. 43

Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai

Tw II 2016 ......................................................................................... 43

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan ............................................. 44

Page 12: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

x

Grafik 2.12. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota

Tembilahan Tw II 2016........................................................................ 44

Grafik 2.13. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) ............................................... 45

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) .................................... 46

Grafik 2.15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD ............................. 46

Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas Dunia .................................................... 46

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable

Goods (yoy) ....................................................................................... 46

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) ............................... 47

Grafik 2.19. Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di

Kota Pekanbaru ................................................................................ 47

Grafik 2.20. Perkembangan Harga Komoditas Beras di Kota ...... .48

Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Administered Price

Grafik 2.24. ...50

50

Grafik 4.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau ............................ 61

Grafik 4.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok ................ 61

Grafik 4.3. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank ......... 61

Grafik 4.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank ..................... 61

Grafik 4.5. Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan ............. 62

Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan ............... 62

Grafik 4.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan...................... 64

Grafik 4.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan ....................... 64

Grafik 4.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta ................ 65

Grafik 4.10. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta .................. 65

Grafik 4.11. Perkembangan LDR di Provinsi Riau ................................................ 65

Grafik 4.12. Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau ............ 66

Grafik 4.13. Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan I-2016............ 66

Grafik 4.14. Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw I-2016 ........... 66

Grafik 4.15. NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw I-2016 ...................... 66

Grafik 4.16. Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-2016 .............. 68

Page 13: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

xi

Grafik 4.17. Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-2016 ............... 68

Grafik 4.19. Perkembangan Kredit Perumahan ................................................... 70

Grafik 4.20. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor ................................... 70

Grafik 4.21. Perkembangan Kredit Multiguna ..................................................... 70

Grafik 4.22. Perkembangan Kredit Durable Goods ............................................ 70

Grafik 4.23. Indeks Penghasilan Konsumen dan Indeks Konsumsi Barang Tahan

71

Grafik 4.24. Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM ............................ 72

Grafik 4.25. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha .............................. 72

Grafik 4.26. Perkembangan NPL Kredit UMKM .................................................. 73

Grafik 4.27. NPL Sektoral UMKM Triwulan I-2016 (%) ....................................... 73

Grafik 4.28. Perkembangan Aset Perbankan Syariah .......................................... 74

Grafik 4.29. Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan ... 74

Grafik 4.30. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Jenis

Penggunaan ................................................................................... 75

Grafik 4.31. Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral ............ 75

Grafik 4.32. Perkembangan NPL Perbankan Syariah ........................................... 76

Grafik 4.33. Perkembangan FDR Perbankan Syariah .......................................... 76

Grafik 4.34. Perkembangan Aset BPR/S ............................................................. 77

Grafik 4.35. Perkembangan DPK BPR/S .............................................................. 77

Grafik 4.36. Perkembangan Kredit BPR/S ........................................................... 77

Grafik 4.37. Penyaluran Kredit Sektoral ............................................................. 77

Grafik 4.38. Perkembangan NPL BPR/S .............................................................. 78

Grafik 4.39. Perkembangan LDR BPR/S .............................................................. 78

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau ........................ 80

Grafik 5.2. Perkembangan Inflow dan Outflow Bulanan Tw.I-2016 .............. 80

Grafik 5.3. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan ........................................ 82

Grafik 5.4. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Riau .............. 83

Grafik 5.5. Perkembangan Nilai Transaksi Kliring di Riau .................................. 84

Grafik 5.6. Perkembangan Volume Transaksi Kliring di Riau Growth ................ 84

Grafik 6.1. Perkembangan TPAK Riau Feb-2016 ............................................... 86

Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran Terbuka Feb-2016 ........................................ 86

Grafik 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja ............................... 87

Page 14: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik

xii

Grafik 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja ................................. 88

Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja Per Minggu Feb-2016 .......................................... 89

Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan .............................................. 89

Grafik 6.7. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan ........................ 89

Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin Riau ............................................. 90

Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin Riau .......................................................... 90

Grafik 6.10 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan Riau .......................... 92

Grafik 6.11. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan Riau ......................... 92

Grafik 7.1 Perkembangan Indeks Keyakinan

Grafik 7.2 Perkembangan Indeks Ek

Grafik 7.3 Perkembangan Harga Bumbu-bu

Grafik 7.4 Perkembangan Harga Daging Segar dan Hasilnya di Kota Pekanbaru...98

Page 15: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Gambar

xii

HALAMAN

Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw I 2016 dibandingkan dengan

Historisnya (yoy).....................................

37

DAFTAR GAMBAR

Page 16: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tabel Indikator

xiii

I II III IV I II III IV I II

Indeks Harga Konsumen*) :

- Provinsi Riau 111.51 112.42 115.00 119.90 118.39 120.73 121.55 123.08 123.63 123.04

- Kota Pekanbaru 111.13 111.89 114.51 119.56 117.98 120.31 121.04 122.80 123.16 122.29

- Kota Dumai 111.27 112.62 115.02 119.60 118.50 120.83 122.16 122.75 124.23 124.48

- Kota Tembilahan 116.05 117.61 120.11 124.06 122.58 124.94 125.77 126.62 127.48 127.17

Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :

- Provinsi Riau 7.75 6.59 5.81 8.65 6.17 7.39 5.70 2.65 4.42 1.92

- Kota Pekanbaru 7.38 6.17 5.50 8.53 6.16 7.53 5.70 2.71 4.39 1.65

- Kota Dumai 7.26 6.78 5.88 8.53 6.50 7.29 6.21 2.63 4.84 3.02

- Kota Tembilahan 12.59 10.64 8.91 10.06 5.63 6.23 4.71 2.06 4.00 2.63

Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 4.05 2.83 2.61 1.39 (0.01) (2.13) (1.38) 4.45 2.32 2.40

Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2,988.85 2,833.27 3,075.96 3,162.66 2,596.67 3,009.73 2,558.21 2,670.62 2,220.90 2,633.10

Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4,442.86 4,119.36 4,548.42 5,196.40 4,348.07 5,124.70 4,697.83 5,378.75 4,183.82 4,311.28

Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 407.21 351.21 380.77 299.12 304.74 280.97 303.32 195.42 265.06 304.08

Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 542.25 585.34 602.44 686.66 723.88 531.30 482.82 390.43 670.27 655.36

I II III IV I II III IV I II

Bank Umum

Total Aset (dalam Rp Juta) 73,201,701 82,036,875 86,572,336 85,652,213 90,534,888 98,451,429 95,323,470 81,686,208 84,514,141 87,150,773

DPK (dalam Rp Juta) 54,466,287 60,795,211 63,383,834 64,143,197 66,525,297 70,420,859 69,189,487 62,050,178 62,588,183 65,616,219

- Giro 12,556,764 16,863,613 14,828,129 13,723,591 15,108,109 15,301,001 14,785,606 9,874,611 11,909,735 11,691,981

- Tabungan 27,363,917 26,936,859 27,586,835 29,478,220 27,139,376 27,688,804 28,427,087 31,117,804 28,694,078 30,903,236

- Deposito 14,545,606 16,994,736 20,968,870 20,941,386 24,277,812 27,431,054 25,976,795 21,057,764 21,984,370 23,021,002

Kredit (dalam Rp Juta) 48,487,679 50,668,252 50,978,867 52,283,437 52,401,716 54,012,485 54,946,577 56,538,247 56,252,232 58,325,238

- Modal Kerja 14,871,302 15,620,041 15,971,702 16,318,273 16,078,784 16,801,235 16,801,524 17,653,632 17,488,673 18,650,406

- Investasi 15,482,142 16,292,777 16,080,635 16,621,249 16,716,814 17,125,784 17,428,770 17,480,648 17,203,391 17,571,645

- Konsumsi 18,134,236 18,755,434 18,926,530 19,343,915 19,606,118 20,085,465 20,716,283 21,403,968 21,560,168 22,103,187

- LDR (%) 89.02 83.34 80.43 81.51 78.77 76.70 79.41 91.12 89.88 88.89

- NPL (%) 3.32 3.54 3.57 3.46 3.64 4.16 4.34 3.71 4.07 3.98

Kredit UMKM (dalam Rp Juta) 18,094,921 19,753,458 19,687,770 20,032,690 19,809,940 20,212,276 19,894,360 19,884,668 19,905,368 20,633,645

- Mikro 4,424,699 5,210,241 4,940,401 5,402,536 5,461,112 5,531,045 5,465,328 5,645,990 5,835,773 6,105,089

- Kecil 7,030,433 7,279,402 7,669,811 7,531,647 7,439,193 7,775,301 7,771,320 7,687,958 7,791,884 8,063,526

- Menengah 6,639,789 7,263,815 7,077,558 7,098,507 6,909,635 6,905,929 6,657,713 6,550,721 6,277,711 6,465,029

NPL UMKM (%) 5.12 5.82 5.99 5.49 6.20 6.71 7.41 6.76 7.65 7.69

BPR

Total Aset (dalam Rp Juta) 1,102,376 1,091,313 1,106,417 1,160,162 1,189,489 1,185,757 1,186,762 1,228,315 1,246,785 1,252,252

DPK (dalam Rp Juta) 748,775 744,336 770,216 809,748 847,560 857,250 881,188 877,171 895,393 911,325

- Tabungan 336,569 345,835 352,030 356,075 364,632 349,230 353,742 348,011 347,972 337,076

- Deposito 412,206 398,502 418,186 453,673 482,929 508,020 527,447 529,160 547,421 574,250

Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek 762,700 782,561 815,127 836,111 864,307 911,096 916,504 907,081 916,870 957,829

Rasio NPL (%) 15.47 15.78 15.56 13.75 14.45 13.84 14.39 12.92 14.08 13.76

LDR (%) 101.86 105.14 105.83 103.26 101.98 106.28 104.01 103.41 102.40 105.10

A. INFLASI DAN PDRB

INDIKATOR2014

2014

B. PERBANKAN

INDIKATOR

2016

2016

2015

2015

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 17: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Tabel Indikator

xiv

C. SISTEM PEMBAYARAN

I II III IV I II III IV I II

247,524 2,250,641 2,610,379 3,154,898 (111,261) 2,575,811 1,801,608 3,405,622 (264,922) 5,668,369

1,884,781 1,135,202 2,330,869 721,361 1,798,608 1,405,848 2,414,612 1,224,352 2,253,374 1,293,835

2,132,305 3,385,843 4,941,248 3,876,259 1,687,347 3,981,659 4,216,220 4,629,974 1,988,452 6,962,203

Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 380,769 317,520 196,336 249,464 185,727 303,590 171,823 313,207 799,259 614,941

Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) 73,538 97,703 90,461 104,120 89,640 109,603 88,477 68,937 - -

Volume Transaksi RTGS (lembar) *) 47,244 48,670 48,509 52,078 31,363 32,636 30,853 13,564 - -

Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1,226 1,656 1,413 1,578 1,446 1,797 1,404 1,094 - -

Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 787 825 758 789 506 535 490 215 - -

Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 7,742 7,672 8,070 8,438 7,881 5,163 8,684 7,366 6,890 6,560

Volume Transaksi Kliring (lembar) 261,889 257,996 256,661 274,715 254,005 135,164 237,984 206,110 209,067 194,424

Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 129 130 135 128 127 85 138 117 113 -

Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) 60 59 60 66 62 61 63 63 61 -

Inflow (dalam Rp Juta)

Outflow (dalam Rp Juta)

Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta)

INDIKATOR201620152014

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 18: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

1

GAMBARAN UMUM

pada triwulan II 2016 mengalami pertumbuhan positif, yaitu sebesar 2,40% (yoy).

Pertumbuhan ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan I 2016

yang tercatat sebesar 2,32% (yoy) serta lebih tinggi jika dibandingkan periode yang

sama tahun 2015 yang tercatat kontraksi 2,13% (yoy). Jika dilihat dari pertumbuhan

ekonomi tanpa migas Riau triwulan II 2016 tercatat sebesar 4,08% (yoy), mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,49% (yoy).

Perekonomian Riau pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 2.40% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 2.32% (yoy)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 19: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

2

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau ini sejalan dengan pertumbuhan

ekonomi nasional dan Sumatera yang juga tercatat meningkat masing-masing dari

4,92% (yoy) dan 4,18% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 5,18% (yoy) dan 4,49%

(yoy) pada triwulan II-2016

I. ASSESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 2016 bersumber dari

meningkatnya konsumsi pemerintah, investasi, dan perbaikan ekspor.

Konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tercatat tumbuh meningkat

dibandingkan triwulan I 2016. Meningkatnya konsumsi pemerintah

didukung oleh monitoring realisasi anggaran yang lebih intensif. Selain itu,

meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan juga

didorong oleh peningkatan investasi seiring dengan masih berlanjutnya

investasi pelaku usaha dan proyek infrastruktur strategis pemerintah.

Sedangkan meningkatnya ekspor terutama akibat meningkatnya permintaan

komoditas pulp semakin mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi

Riau triwulan laporan. Di sisi lain, perlambatan konsumsi rumah tangga dan

peningkatan impor menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan

ekonomi triwulan II 2016.

Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan II 2016

secara umum menunjukkan peningkatan. Peningkatan kinerja terjadi di tiga

sektor utama yaitu sektor pertanian, konstruksi, dan perdagangan besar

eceran. Meningkatnya pertumbuhan di sektor pertanian berasal dari

peningkatan kinerja perkebunan kelapa sawit seiring dengan membaiknya

harga TBS Lokal dan CPO Global dan meningkatnya kredit perkebunan

kelapa sawit. Sedangkan meningkatnya kinerja di sektor konstruksi

dipengaruhi oleh peningkatan realisasi belanja pemerintah yang mana hal ini

juga tercermin dari meningkatnya volume konsumsi semen. Sementara itu,

peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan eceran ditunjukkan oleh

peningkatan durable goods serta meningkatnya indeks pembelian barang

tahan lama sejalan dengan momentum perayaan Idul Fitri dan liburan

sekolah. Laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tertahan oleh

kontraksi sektor pertambangan dan penggalian seiring dengan semakin

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 2016 bersumber dari meningkatnya konsumsi swasta, konsumsi pemerintah, investasi dan perbaikan kinerja ekspor

Pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral didorong oleh peningkatan kinerja sektor pertanian, konstruksi dan perdagangan besar dan eceran

Page 20: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

3

menurunnya kinerja lifting migas serta melambatnya industri pengolahan

akibat melambatnya permintaan negara mitra dagang serta fluktuasi harga

komoditas internasional.

Memasuki triwulan III 2016, perkembangan berbagai indikator ekonomi

mengindikasikan membaiknya kinerja ekonomi Riau ke depan. Kegiatan

konsumsi diindikasikan mengalami perbaikan meski masih terbatas seiring

terjaganya daya beli dan sejalan dengan membaiknya ekspektasi konsumen

yang disertai dengan kenaikan kredit konsumsi dan pembelian durable

goods. Sementara itu, kegiatan investasi juga diindikasikan membaik sejalan

dengan monitoring anggaran secara lebih intensif untuk mempercepat

realisasi proyek infrastruktur strategis di Riau. Kegiatan investasi swasta juga

diperkirakan membaik yang tercermin pada meningkatnya konsumsi semen

dan indikator likert scale realisasi dan perkiraan investasi. Seiring dengan

mandatori campuran 20% biodiesel ke dalam bahan bakar berpotensi

meningkatkan penyerapan produk industri pengolahan sawit di Riau.

Di sisi sektoral, kinerja sektor pertanian dan industri pengolahan diperkirakan

meningkat seiring dengan adanya pergeseran musim panen dan semakin

gencarnya program pemerintah di sektor pertanian berupa intensifikasi dan

perluasan areal tanam. Periode liburan sekolah dan tahun ajaran baru juga

diperkirakan turut mendorong peningkatan aktivitas di sektor perdagangan

pada periode laporan. Sementara itu kinerja sektor pertambangan dan

penggalian diperkirakan mengalami kontraksi lebih dalam seiring dengan

penurunan lifting migas Riau. Secara keseluruhan tahun 2016, indikasi

perbaikan ekonomi masih cukup kuat seiring dengan membaiknya harga

komoditas perkebunan meskipun masih terbatas, serta realisasi proyek

infrastruktur strategis pemerintah yang terus ditingkatkan.

II. ASSESMEN INFLASI DAERAH

Inflasi Riau pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 1,92% (yoy), lebih rendah

jika dibandingkan triwulan I-2016 yang tercatat sebesar 4,42% (yoy). Kondisi

ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan

penurunan dari 4,45% pada triwulan I-2016 menjadi 3,45% pada triwulan

Inflasi Provinsi Riau pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 1,92% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 4,42% (yoy)

Perkembangan berbagai indikator ekonomi terkini mengindikasikan membaiknya kinerja ekonomi Riau triwulan III

2016

Pertumbuhan ekonomi sektoral bersumber dari meningkatnya kinerja sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan dan konstruksi.

Page 21: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

4

II-2016. Jika dibandingkan dengan rata-rata historis 5 tahun terakhir 2011-

2015, inflasi Riau pada triwulan I dan II-2016 masih tercatat lebih rendah.

Secara tahunan, menurunnya tekanan inflasi bersumber dari semua

komponen terutama dari kelompok volatile food seiring dengan terjaganya

pasokan dan tidak terlepas dari berbagai koordinasi aktif yang ditempuh

Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, dan instansi terkait lainnya, antara lain

sidak dan operasi pasar untuk komoditas beras, gula pasir, minyak goreng,

daging sapi serta pemberian himbauan (moral suasion) secara aktif kepada

beberapa elemen masyarakat. Selain itu, penurunan inflasi juga bersumber

dari kelompok administered price akibat penurunan harga bahan bakar dan

penyesuaian tariff listrik untuk beberapa golongan pelanggan pada triwulan

laporan. Disisi lain, penurunan tekanan inflasi dari kelompok inti bersumber

dari menurunnya harga bahan bangunan seperti batu bata dan semen, serta

menurunnya harga laptop/notebook seiring dengan relatif terjaganya nilai

tukar rupiah yang mulai menunjukkan trend penurunan sejak awal tahun

2016.

Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di

Kota Dumai mencapai 3,02% (yoy), diikuti oleh Tembilahan dan Pekanbaru

masing-masing 2,63% (yoy) dan 1,65% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga

kota tersebut menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan

I-2016 yang masing-masing tercatat sebesar 4,84% (yoy), 4,00% (yoy) dan

4,39% (yoy). Hal ini juga menunjukkan bahwa disparitas inflasi antar ketiga

kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil.

III. ASSESMEN KEUANGAN PEMERINTAH

Alokasi anggaran pendapatan daerah Provinsi Riau pada tahun 2016 secara

umum mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Dari sisi

pendapatan, APBD Provinsi Riau tercatat menurun sebesar 13% (yoy), yaitu

dari Rp8,72 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp7,58 triliun pada tahun 2016.

Penurunan ini juga dipengaruhi oleh menurunnya Dana Bagi Hasil (DBH)

migas seiring dengan semakin menurunnya lifting migas. Di sisi lain,

anggaran belanja pemerintah daerah pada tahun 2016 relatif meningkat

Secara tahunan, menurunnya tekanan inflasi bersumber dari semua komponen terutama volatile food seiring koordinasi aktifnya TPID

Riau

Realisasi anggaran pendapatan pemerintah Riau di triwulan II 2016 secara umum lebih baik jika dibandingkan triwulan I 2016.

Inflasi tahunan tertinggi terjadi di Kota Dumai, diikuti Tembilahan dan Pekanbaru

Page 22: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

5

dibandingkan tahun 2015 sebesar 2,69% (yoy) yaitu dari Rp10,68 triliun

pada tahun 2015 menjadi Rp10,97 triliun pada tahun 2016.

Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau hingga

triwulan II 2016 secara umum lebih baik dibandingkan periode yang sama

pada tahun sebelumnya. Hingga triwulan II 2016 Anggaran Pendapatan

Daerah telah terealisasi sebesar 43,03% dari total yang dianggarkan,

sementara itu realisasi Anggaran Belanja Daerah telah mencapai 23,50%

dari total yang dianggarkan.

IV. ASSESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN

PENGEMBANGAN EKONOMI

Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 mengalami

penurunan dibandingkan dengan triwulan I-2016 yang tercermin dari

menurunnya pertumbuhan Aset, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK),

namun hal ini berbanding terbalik dengan penyaluran Kredit Bank Umum

pada triwulan II-2016 yang tercatat sebesar Rp58,33 triliun, tumbuh sebesar

7,98% (yoy), lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan I-2016 yang

tumbuh sebesar 7,35%(yoy) seiring dengan meningkatnya pertumbuhan

ekonomi. Sementara itu, aset perbankan triwulan II-2016 tercatat mencapai

Rp88,40 triliun, mengalami penurunan dari kontraksi 6,50% (yoy) pada

triwulan sebelumnya menjadi kontraksi lebih dalam sebesar 11,28% (yoy).

Sementara, DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp66,52 triliun, juga

menurun dari kontraksi 5,77% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi

kontraksi lebih dalam sebesar 6,66% (yoy) pada triwulan II 2016.

Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2016

mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun

masih lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

sebelumnya. Menurunnya fungsi intermediasi tercermin dari nilai Loan to

Deposit Ratio (LDR) yaitu sebesar 88,89% yang sebelumnya di triwulan I-2016

tercatat sebesar 89,88%. Namun demikian, nilai LDR tersebut masih dibawah

100% yang menunjukkan bahwa risiko likuiditas pada kondisi yang masih

terjaga dan adanya sikap kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit.

Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan

triwulan I-2016.

Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Page 23: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

6

Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan II 2016 masih didominasi oleh

sektor pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing

23,03% dan 21,88% dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp13,43

triliun dan Rp12,76 triliun. Tingginya penyerapan kredit pada sektor tersebut

tidak terlepas dari masih prospektifnya sektor tersebut di Provinsi Riau.

Penyaluran kredit kepada sektor pertanian masih didominasi oleh subsektor

perkebunan kelapa sawit sedangkan subsektor perdagangan didominasi oleh

subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau

Pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 sedikit

membaik jika dibandingkan dengan triwulan I 2016. Membaiknya

pertumbuhan kredit konsumsi tercermin dari penyaluran kredit ke sektor

perumahan yang tumbuh lebih baik dibanding triwulan sebelumnya.

Membaiknya realisasi kredit konsumsi pada triwulan laporan diperkirakan

didorong oleh daya beli masyarakat yang mulai membaik ditengah perbaikan

harga komoditas.

Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp20,63 triliun pada

triwulan II 2016, meningkat 2,08% (yoy) jika dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,48%. Porsi kredit yang diserap UMKM

dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau mengalami sedikit

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 35,39% menjadi

35,38%.

Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 tercatat

membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari

meningkatnya pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan dibandingkan

triwulan I-2016. Aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp5,75 triliun

meningkat sebesar 19,12% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I-

2016 yang tumbuh sebesar 6,78% (yoy).

Aset BPR/S di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 tercatat sebesar Rp1,25

triliun, tumbuh membaik jika dibandingkan dengan triwulan I-2016 yaitu

dari 4,71% (yoy) menjadi 5,61% (yoy) pada triwulan II-2016. Sementara,

Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan II 2016 masih didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan

Kinerja perbankan syariah tercatat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara, kinerja BPR/S menunjukkan

perlambatan.

Pertumbuhan kredit konsumsi di triwulan II-2016 sedikit membaik jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Penyaluran kredit UMKM pada triwulan II 2016 meningkat dibandingkan triwulan I

2016.

Aset BPR/S tercatat tumbuh membaik dibandingkan triwulan I 2016.

Page 24: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

7

DPK BPR/S pada triwulan II-2016 tercatat sebesar Rp911 miliar, tumbuh

6,31% (yoy) membaik dibandingkan dengan triwulan I-2016 yang tumbuh

sebesar 5,64% (yoy).

V. ASSESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN

PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan II

2016 mengalami net outlow, sejalan dengan kondisi yang terjadi pada

triwulan yang sama tahun sebelumnya. Hal ini utamanya didorong oleh

peningkatan outflow dan penurunan inflow, akibat seasonal factor

meningkatnya konsumsi masyarakat pada bulan Ramadhan di triwulan II

2016. Kondisi tersebut ditambah dengan meningkatnya penarikan secara

tunai oleh masyarakat menjelang hari raya Idul Fitri dan memasuki musim

liburan sekolah. Di sisi lain, transaksi non tunai melalui kliring mengalami

penurunan baik dari sisi nominal maupun volume.

Salah satu upaya Bank Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang kartal

layak edar (fit for circulation) di masyarakat, maka secara berkala Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan kegiatan pemusnahan

Uang Tidak Layak Edar (UTLE). Uang tidak layak edar tersebut diterima dari

setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat. Selain itu Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga rutin melakukan kegiatan kas

keliling wholesale untuk perbankan dan kas keliling retail untuk melayani

masyarakat umum.

Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi

keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara

rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada

masyarakat di beberapa daerah termasuk kalangan perbankan melalui

prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Dengan adanya sosialisasi ciri

keaslian uang rupiah, masyarakat diharapkan terhindar dari penyebaran

uang rupiah tidak asli.

Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan II 2016 mengalami net outlow

Bank Indonesia secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat

Secara berkala Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar

(UTLE)

Page 25: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

8

VI. ASSESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada

tahun 2016 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan.

Dari indikator terkait menunjukkan terjadi peningkatan kualitas

ketenagakerjaan antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) Riau dari 6,72% di tahun 2015 menjadi 5,94% di tahun 2016.

Sementara perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik

terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk miskin dibanding julah

penduduk di Riau yakni dari 8,42% pada Maret 2015 menjadi 7,98% pada

Maret 2016.

VII. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III-2016 secara umum

diperkirakan tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2.70+0.5%(yoy)

dengan tendensi ke arah batas atas. Sumber pertumbuhan dari sisi

penggunaan diperkirakan berasal dari seluruh komponen baik konsumsi,

investasi, maupun ekspor yang mengalami perbaikan kinerja dibandingkan

triwulan sebelumnya. Sementara itu, secara sektoral peningkatan kinerja

diperkirakan berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor

industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan besar dan

eceran. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan oleh berlanjutnya

penurunan produksi sektor pertambangan dan penggalian yang

diperkirakan lebih dalam dari kontraksi yang terjadi pada triwulan I dan

triwulan II tahun 2016.

Ditinjau dari sisi penggunaan, pertumbuhan pada triwulan III 2016

diperkirakan ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah

tangga. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK) pada triwulan III 2016 (Juli dan Agustus) di Provinsi Riau

menunjukkan adanya tren peningkatan. Peningkatan optimisme konsumen

tersebut diperkirakan karena ekspektasi perbaikan ekonomi sampai dengan

6 bulan yang akan datang, terutama espektasi terhadap penghasilan dan

konsumsi durable goods meskipun masih terbatas. Sementara itu konsumsi

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2016 diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran 2.70+0.5%(yoy) dengan tendensi ke arah batas atas

Perkembangan ketengakerjaan dan kesejahteraan daerah di awal tahun 2016 terindikasi membaik.

Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2016 diperkirakan ditopang oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan

perbaikan ekspor

Page 26: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

9

pemerintah juga diperkirakan akan meningkat jika dibandingkan triwulan

sebelumnya, terkait dengan mulai meningkatnya realisasi APBD pada

triwulan III 2016 meskipun dengan alokasi pendapatan yang lebih rendah

dibandingkan tahun lalu. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor pada triwulan III

2016 diperkirakan membaik namun masih terbatas.

Dari sisi sektoral, kinerja sektor pertanian di triwulan mendatang

diperkirakan akan membaik dibandingkan triwulan I dan triwulan II 2016.

Faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan diperkirakan berasal dari

subsektor perkebunan sawit. Kurang optimalnya produksi sawit pada awal

tahun 2016 karena tertundanya pemupukan pada saat kondisi asap pada

semester II 2015, diperkirakan akan terus mulai membaik pada triwulan III

2016. Selain itu mulai meningkatnya harga TBS lokal dan meningkatnya

permintaan domestik CPO (termasuk penyerapan untuk produk turunan),

serta mulai berproduksinya beberapa lahan replanting mendorong laju

pertumbuhan sektor pertanian. Sejalan dengan peningkatan kinerja sektor

pertanian Riau, perkembangan sektor industri pengolahan juga diperkirakan

akan meningkat yang didorong oleh perbaikan harga komoditas

internasional, meningkatnya kinerja industri pengolahan CPO dan produk

turunannya termasuk biodiesel, serta industri pengolahan pulp and paper.

Di sisi lain, menurunnya kinerja industri pengilangan migas dan batubara

menjadi faktor yang menahan pertumbuhan

Inflasi Provinsi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung

mengalami peningkatan, yaitu berada pada kisaran 3.15+0.5% (yoy).

Meningkatnya tekanan inflasi disebabkan peningkatan harga bahan

makanan yang cukup tinggi pada awal triwulan III 2016. Adapun capaian

inflasi hingga akhir tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 3,95

+0.5% (yoy), masih berada di dalam sasaran inflasi nasional 2016 sebesar

4±1% (yoy). Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati

batas atas kisaran proyeksi antara lain menguatnya kemungkinan terjadinya

la nina yang berpotensi menganggu produksi daerah sentra pertanian.

Sementara itu, faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah yaitu

perkembangan harga minyak dunia yang masih belum membaik sehingga

meminimalisir tekanan inflasi dari kelompok administered prices.

Inflasi Riau pada triwulan III-2016 diperkirakan berada pada kisaran 3.15+0.5%

(yoy)

Pertumbuhan ekonomi di sisi sektoral utamanya diperkirakan bersumber dari subsektor perkebunan dan industri pengolahan

Page 27: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

10

1. KONDISI UMUM

Perekonomian Riau pada triwulan II 2016 mengalami pertumbuhan positif, yaitu

sebesar 2,40% (yoy). Pertumbuhan ini mengalami peningkatan jika dibandingkan

dengan triwulan I 2016 yang tercatat sebesar 2,32% (yoy) serta lebih tinggi jika

dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang tercatat kontraksi 2,13% (yoy).

Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau triwulan II 2016 tercatat

sebesar 4,08% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 3,49% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau ini sejalan

dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan Sumatera yang juga tercatat

meningkat masing-masing dari 4,92% (yoy) dan 4,18% (yoy) pada triwulan I 2016

menjadi 5,18% (yoy) dan 4,49% (yoy) pada triwulan II-2016 (Grafik 1.1).

Bab 1 ASESMEN PERTUMBUHAN

EKONOMI DAERAH

Page 28: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

11

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)

Sumber: BPS

Meningkatnya perekonomian Provinsi Riau pada triwulan II 2016 utamanya

disebabkan oleh peningkatan kinerja sektor pertanian, konstruksi, dan

perdagangan. Selain itu, beberapa sektor tersier seperti pengadaan listrik, gas juga

mengalami peningkatan. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan kinerja

sektor-sektor tersebut di atas, sektor jasa perusahaan baik pendidikan, kesehatan

dan lainnya serta administrasi pemerintahan, pertanahan, dan jaminan sosial juga

tercatat mengalami peningkatan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi Riau

secara keseluruhan. Di sisi lain, peningkatan pertumbuhan ekonomi tertahan oleh

kontraksi sektor pertambangan dan penggalian yang semakin dalam, melambatnya

industri pengolahan, menurunnya kinerja sektor pengadaan air, pengelolaan

sampah dan perlambatan transportasi dan pergudangan serta real estate.

Faktor yang mendorong meningkatnya pertumbuhan di sektor pertanian berasal

dari peningkatan kinerja perkebunan kelapa sawit seiring dengan membaiknya

harga TBS Lokal dan CPO Global dan meningkatnya kredit perkebunan kelapa

sawit. Sedangkan meningkatnya kinerja di sektor konstruksi dipengaruhi oleh

peningkatan realisasi belanja pemerintah yang mana hal ini juga tercermin dari

meningkatnya volume konsumsi semen. Sementara itu, peningkatan kinerja sektor

perdagangan besar dan eceran ditunjukkan oleh peningkatan durable goods serta

meningkatnya indeks pembelian barang tahan lama sejalan dengan momentum

perayaan Idul Fitri dan liburan sekolah.

Dari sisi penggunaan, peningkatan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh

meningkatnya konsumsi pemerintah, investasi, dan perbaikan ekspor. Konsumsi

pemerintah pada triwulan laporan tercatat tumbuh meningkat dibandingkan

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Nasional 5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74 5.04 4.92 5.18

Sumatera 5.03 4.55 4.52 4.20 3.47 2.98 3.13 4.56 4.18 4.49

Riau 4.05 2.83 2.61 1.39 (0.0 (2.1 (1.3 4.45 2.32 2.40

(2.50) (1.50) (0.50) 0.50 1.50 2.50 3.50 4.50 5.50 6.50

Laju Pertumbuhan PDRB (% yoy)%

Page 29: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

12

triwulan I 2016. Meningkatnya konsumsi pemerintah didukung oleh monitoring

realisasi anggaran yang lebih intensif. Selain itu, meningkatnya pertumbuhan

ekonomi Riau pada triwulan laporan juga didorong oleh peningkatan investasi yang

terelaksasi dengan peningkatan konsumsi semen, realisasi investasi PMA dan PMDN

serta likert scale realisasi dan perkiraan investasi triwulan II 2016. Sedangkan

meningkatnya ekspor terutama akibat meningkatnya permintaan komoditas pulp

semakin mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi Riau triwulan laporan.

2. PDRB SISI PENGGUNAAN

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II 2016 bersumber dari

meningkatnya konsumsi pemerintah, investasi, dan perbaikan ekspor. Konsumsi

pemerintah pada triwulan laporan tercatat tumbuh meningkat dibandingkan

triwulan I 2016. Meningkatnya konsumsi pemerintah didukung oleh monitoring

realisasi anggaran yang lebih intensif. Selain itu meningkatnya pertumbuhan

ekonomi Riau pada triwulan laporan juga didorong oleh peningkatan investasi

seiring dengan masih berlanjutnya investasi pelaku usaha dan proyek infrastruktur

strategis pemerintah. Sedangkan meningkatnya ekspor terutama akibat

meningkatnya permintaan komoditas pulp semakin mendukung peningkatan

pertumbuhan ekonomi Riau triwulan laporan. Disisi lain, perlambatan konsumsi

rumah tangga dan peningkatan impor menjadi faktor yang menahan laju

pertumbuhan ekonomi triwulan II 2016.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Riau

I II III IV I II Tw 1 Tw 2

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 7.23 6.00 6.36 5.92 5.56 5.95 6.41 5.80 2.11 2.04 2.31 2.08

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 15.44 (0.07) (1.61) 0.70 2.09 0.29 2.89 3.14 0.06 0.00 0.01 0.01

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.08) 2.27 1.17 3.30 7.39 3.75 (1.69) 6.88 -0.09 0.14 -0.05 0.26

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 1.81 1.61 2.40 5.31 6.79 4.06 2.96 3.09 0.45 1.23 0.95 1.01

5. Ekspor Luar Negeri 4.82 (30.63) (17.75) (9.55) 1.96 (15.27) (4.68) (9.11) 1.86 -4.96 -1.24 -2.47

6. Impor Luar Negeri (13.01) (7.10) (8.25) (17.42) 4.17 (7.65) (3.47) 15.63 -0.51 -0.29 -0.14 0.65

7. Net Ekspor Antar Daerah 26.49 (83.04) (63.82) (983.21) 15.62 (59.89) (23.18) (78.64) 0.86 -0.95 -0.93 -1.91

PDRB 2.70 (0.01) (2.13) (1.38) 4.45 0.22 2.32 2.40 2.70 0.22 2.32 2.40

2014 2015

2015

Growth (% yoy)

2016 2014

2016

Kontribusi Pertumbuhan (%)

Komponen Pengeluaran

2015

Page 30: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

13

2.1. Konsumsi

Konsumsi rumah tangga Provinsi

Riau pada triwulan II 2016 tercatat

sebesar 5,80% (yoy), melambat jika

dibandingkan triwulan sebelumnya

yang mencapai 6,41% (yoy).

Melambatnya konsumsi rumah

tangga dipengaruhi pula oleh harga

komoditas internasional dan

permintaan negara mitra dagang

yang belum stabil sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat yang mayoritas

bekerja di subsektor perkebunan kelapa sawit. Perlambatan konsumsi rumah

tangga ini juga tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks

Keyakinan Ekonomi (IKE) yang berada pada level pesimis (di bawah batas 100)

(Grafik 1.2) serta menurunnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) triwulan II 2016.

Pada triwulan II 2016, IKK tercatat sebesar 94,97% atau lebih rendah di

bandingkan triwulan I 2016 sebesar 96,91%. Disisi lain, IEK juga tercatat

mengalami penurunan dari 110,76% pada triwulan sebelumnya menjadi 101,66%

pada triwulan laporan.

Menurunnya Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di sebabkan oleh menurunnya Indeks

Penghasilan Konsumen pada level 101,5% triwulan II 2016, lebih rendah

dibandingkan triwulan lalu yang mencapai 109,16%. Selain itu, Indeks

Ketersediaan Lapangan Kerja yang berada pada level pesimis 57,61% bahkan lebih

rendah dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 58,80%. Hal ini secara langsung

mempengaruhi Indeks Kegiatan Usaha Konsumen ke depan yang berada pada level

110,22%, menurun dibandingkan triwulan lalu sebesar 115,42% (Grafik 1.3).

Menurunnya ekspektasi konsumen terhadap kondisi saat ini juga terindikasi dari

Kredit Konsumsi yang tumbuh melambat secara tahunan (Grafik 1.4) serta

melambatnya kredit rumah tangga khususnya Kredit Kendaraan Bermotor (Grafik

1.5) yang terelaksasi pula pada Indeks Suku Cadang dan Aksesori berdasarkan hasil

Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia (Grafik 1.6).

Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II

2011 2012 2013 2014 2015 2016

IKK IKE IEK Garis 100

Page 31: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

14

Sumber : LBU Bank Indonesia Sumber : Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia

Sementara itu, konsumsi pemerintah pada triwulan laporan masing-masing tercatat

tumbuh sebesar 3,14% (yoy) dan 6,88% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I

2016 yang masing-masing tercatat sebesar 2,89% (yoy) dan kontraksi 1,69% (yoy).

Meningkatnya konsumsi pemerintah didukung oleh monitoring realisasi anggaran

yang lebih intensif sehingga mendorong realisasi triwulan II 2016 yang relatif lebih

baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. (Tabel 1.1). Realisasi

belanja pemerintah pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 23,50% atau Rp 2,58

triliun, lebih tinggi jika dibandingkan triwulan II 2015 yang tercatat sebesar 13,21%

atau sebesar Rp 1,41 triliun.

Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 1.4. Kredit Konsumsi

Sumber: LBU Bank Indonesia

Grafik 1.5. Kredit Kendaraan Bermotor

Grafik 1.6. Indeks Suku Cadang dan Aksesori

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II

2013 2014 2015 2016

Indeks Kegiatan Usaha Indeks Penghasilan Konsumen

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis 100

0

5

10

15

20

25

30

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

Per

sen

(%

)

Rp

Tri

liun

Kredit Konsumsi g - yoy (kanan)

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

. M

ilia

r

Kendaraan g - yoy (kanan)

60

70

80

90

100

110

120

130

140

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Suku Cadang dan Aksesori

Indeks Total

Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Anggaran (Rp Miliar) Realisasi % Anggaran (Rp Miliar) Realisasi %

Pendapatan Daerah 8.721,57 3.768,55 43,21% 7.588,65 3.265,04 43,03%

Belanja Daerah 10.683,97 1.411,56 13,21% 10.972,07 2.578,12 23,50%

Pembiayaan Daerah 1.962,40 0,75 0,04% 3.383,43 3.131,90 92,57%

Surplus / (Defisit) -1.962,40 2.356,99 -120,11% -3.383,43 686,91 -20,30%

Triwulan II 2015 Triwulan II 2016Uraian

Page 32: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

15

2.2. Investasi (PMTB)

Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan II 2016 tercatat sebesar

3,09% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat sebesar

2,96% (yoy). Kondisi ini didukung oleh meningkatnya realisasi investasi Penanaman

Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Realisasi PMDN

triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp2,7 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan I

2016 yang tercatat sebesar Rp1,34 triliun (Grafik 1.7). Sedangkan realisasi PMA

triwulan II 2016 tercatat sebesar USD 420 ribu, meningkat sangat signifikan

dibandingkan realisasi triwulan I 2016 yang tercatat hanya sebesar USD 42,46 ribu

(Grafik 1.8). Kondisi ini dipengaruhi oleh optimisme pelaku usaha terhadap kondisi

pertumbuhan ekonomi ke depan di tengah upaya untuk mempercepat proyek-

proyek infrastruktur pemerintah.

Kegiatan investasi PMDN di Riau utamanya bersumber dari kegiatan investasi di

industri makanan, kimia dasar dan pertambangan, sedangkan PMA di provinsi Riau

didominasi oleh investasi di bidang pertambangan, kimia dasar, dan farmasi,

perdagangan dan reparasi serta jasa lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah Provinsi Riau, jumlah investor PMA

dan PMDN di Riau terus meningkat dan perusahaan tersebut juga mampu

menyerap tenaga kerja baik Tenaga Kerja Indonesia maupun Asing (Tabel 1.3).

Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau

Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

-200

-100

0

100

200

300

400

500

600

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

3,500,000

4,000,000

4,500,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

% yoyUSD RibuRealisasi PMDN growth (yoy)

-500

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

% yoyUSD RibuRealisasi PMA Realisasi PMDN

Tabel 1.3. Jumlah Investor dan Tenaga Kerja PMA & PMDN di Riau

Sumber : Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah Provinsi Riau

I II I II

Jumlah Perusahaan 52 152 38 114

Tenaga Kerja Indonesia 894 1257 1490 2205

Tenaga Kerja Asing 11 12 11 22

2016

PMA PMDN

2016Uraian

Page 33: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

16

2.3. Ekspor dan Impor

2.3.1. Ekspor

Kinerja net ekspor Provinsi Riau pada triwulan II 2016 tercatat tumbuh sebesar

0,03% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang mengalami kontraksi

sebesar 1,65% (yoy). Perbaikan net ekspor bersumber dari peningkatan ekspor

antar daerah yang sebelumnya tumbuh 39,80% (yoy) menjadi 150,89% (yoy) pada

triwulan II 2016.

Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton)

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau,

peningkatan ekspor terutama bersumber dari komoditas pulp seiring dengan

proyeksi peningkatan produksi pulp salah satu pemain besar di industri ini yang

mencapai di atas 10% (Grafik 1.10).

Grafik 1.9. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau

Grafik 1.10. Perkembangan Volume Ekspor Pulp Riau

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

I II III IV I II I-16 II-16 I-16 II-16

Makanan dan Hewan Bernyawa 426.03 378.30 398.85 530.07 1,733.24 385.27 343.40 9.21 7.97 (9.57) (9.23)

Tembakau dan Minuman 6.89 9.54 5.53 5.97 27.93 7.47 8.26 0.18 0.19 8.38 (13.41)

Barang Mentah 741.56 711.78 737.73 729.47 2,920.53 685.76 774.12 16.39 17.96 (7.52) 8.76

Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 28.20 53.34 15.37 22.16 119.06 40.08 23.15 0.96 0.54 42.10 (56.59)

Minyak dan Lemak Nabati 2,613.93 3,403.66 3,004.55 3,541.13 12,563.28 2,455.28 2,562.86 58.69 59.45 (6.07) (24.70)

Bahan Kimia 118.96 171.17 114.89 136.84 541.85 172.27 169.38 4.12 3.93 44.81 (1.04)

Barang Manufaktur 412.50 396.91 420.91 413.11 1,643.43 437.40 429.92 10.45 9.97 6.04 8.32

Mesin dan Peralatan - 0.00 0.00 0.00 0.01 0.29 0.18 0.01 0.00 0.00 0.00

Hasil Olahan Manufaktur 0.00 0.00 0.01 0.00 0.01 - - - - (100.00) (100.00)

Koin, bukan mata uang - - - - - - - - - - -

4,348.07 5,124.70 4,697.83 5,378.75 19,549.34 4,183.82 4,311.28 100.00 100.00 (3.78) (15.87)

2016 Pangsa (%)

Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton)

Total

Jenis 2015 (ribu ton) 2015yoy (%)

(40.0)

(20.0)

-

20.0

40.0

60.0

80.0

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

%

rib

u t

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

(20.00)

(10.00)

-

10.00

20.00

30.00

40.00

-

100.0

200.0

300.0

400.0

500.0

600.0

700.0

800.0

900.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

%

rib

u t

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

Page 34: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

17

Grafik 1.11. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau

Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Meningkatnya ekspor juga dipengaruhi oleh meningkatnya harga komoditas

global. Namun perbaikan ekspor ini masih relatif terbatas karena gejolak ekonomi

di Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok yang masih berlanjut (Grafik 1.13 dan

1.14) sehingga berdampak terhadap permintaan komoditas utama.

Berdasarkan negara tujuan ekspornya, peningkatan ekspor pada triwulan laporan

terutama berasal dari India yang tercatat sebesar 677 ribu ton, meningkat 29,18%

(qtq) dibandingkan triwulan I 2016 yang hanya mencapai 524 ribu ton. Namun

peningkatan ekspor tertahan oleh melemahnya permintaan dari Eropa yang

diperkirakan melambat akibat BREXIT meskipun jika dilihat dari pangsa ekspor Riau

ke Inggris relatif kecil namun kondisi BREXIT tersebut memberikan dampak

terhadap ekonomi negara mitra dagang Riau (Grafik 1.15).

\

(120.0)

(100.0)

(80.0)

(60.0)

(40.0)

(20.0)

-

20.0

40.0

60.0

-

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

350.0

400.0

450.0

500.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

%

ribu t

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

-100

-50

0

50

100

150

200

250

-

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

%

rib

u t

on

Vol (kiri) yoy (kanan)

Grafik 1.13 Ekspor CPO Dunia (Juta MT)

Grafik 1.14. Pertumbuhan Ekspor dan Indeks Dollar

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

Other Benin Thailand Papua New Guinea Malaysia Indonesia

Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia

Sumber: United States Department of Agriculture

Page 35: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

18

Grafik 1.15. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

2.3.2. Impor

Perkembangan impor Riau pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 8,19% (yoy),

meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat tumbuh 1,56% (yoy).

Peningkatan kinerja impor terutama disebabkan oleh meningkatnya impor luar

negeri 15,63% (yoy) terjadi setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya

sebesar 3,47% (yoy). Peningkatan impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan

laporan utamanya bersumber dari peningkatan impor non migas yang tercatat

tumbuh 161,73% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan I 2016 yang

mengalami kontraksi sebesar 7,39% (yoy) sebagaimana yang ditunjukkan Grafik

1.16. Jika dilihat dari jenis barang non migas yang diimpor, barang modal dan

intermedier (Grafik 1.17 dan Grafik 1.18) tercatat mengalami peningkatan masing-

masing mencapai 125,08% (yoy) dan 163,59% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan lalu yang masing-masing mengalami kontraksi sebesar 69,58% (yoy) dan

9,11% (yoy). Meningkatnya impor juga dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar

rupiah yang pada triwulan II 2016 secara rata-rata tercatat sebesar

Rp13.317,00/USD, membaik jika dibandingkan rata-rata nilai tukar rupiah pada

triwulan I 2016 sebesar Rp13.527,00/USD. Namun peningkatan impor ini tertahan

oleh melambatnya impor barang konsumsi sebesar 23,34% (yoy) seiring dengan

melambatnya konsumsi rumah tangga (Grafik 1.19).

786 762 1,078 1,034

678 759 766 1,024 965 780 869 942 681 891 971 1,188 773 797

511 481

787 675 835 818 635

920 598

538 651 990

510 798 644

720

524 677

783 733

842 922 851 662 814

920

691 651 548

518

580

637 606

787

622 550

734 563

600 901

644 585 658

609

573 432

589

759

592

570 587

756

- -

1,343 1,257

1,433 1,457

1,830 1,657 1,558

1,667

1,617 1,717

1,892

1,988

1,985

2,228

1,890

1,928

981 896

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

Cina India ASEAN MEE Lainnya

Page 36: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

19

Grafik 1.16. Perkembangan Impor Non Migas Riau

Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau

Grafik 1.18. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier

Grafik 1.19. Perkembangan Impor Barang Konsumsi

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

3. PDRB SEKTORAL

Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan II 2016 secara

umum menunjukkan peningkatan. Peningkatan kinerja terjadi di tiga sektor utama

yaitu sektor pertanian, konstruksi, dan perdagangan besar eceran. Meningkatnya

pertumbuhan di sektor pertanian berasal dari peningkatan kinerja perkebunan

kelapa sawit seiring dengan membaiknya harga TBS Lokal dan CPO Global dan

meningkatnya kredit perkebunan kelapa sawit. Sementara itu, meningkatnya

kinerja di sektor konstruksi tercermin dari meningkatnya kredit konstruksi dan

volume konsumsi semen yang pada triwulan II 2016 tercatat sebanyak 379.929

ton, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak

373.842 ton. Selain itu, peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan eceran

ditunjukkan oleh peningkatan durable goods serta meningkatnya indeks pembelian

barang tahan lama.

-100

-50

0

50

100

150

200

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

yoy,%Ribu Ton Volume (ribu ton) growth (rhs)

(200)

(100)

-

100

200

300

400

500

600

700

800

-

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

%ribu Ton Barang Modal(lhs) yoy (rhs)

(50)

-

50

100

150

200

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

%ribu Ton Barang intermedier (lhs) yoy (rhs)

(200)

(100)

-

100

200

300

400

500

600

-

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

%ribu Ton Barang Konsumsi (lhs) yoy (rhs)

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

Page 37: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

20

Selain itu, sektor jasa perusahaan baik pendidikan, kesehatan dan lainnya serta

administrasi pemerintahan, pertanahan dan jaminan sosial juga tercatat mengalami

peningkatan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi Riau secara keseluruhan.

Namun peningkatan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tertahan oleh

kontraksi sektor pertambangan dan penggalian yang semakin dalam, melambatnya

industri pengolahan, menurunnya kinerja sektor pengadaan air, pengelolaan

sampah dan perlambatan transportasi dan pergudangan serta real estate.

Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan II 2016

tercatat mengalami pertumbuhan positif sebesar 4,31% (yoy), lebih tinggi jika

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I 2016 sebesar 3,18% (yoy). Sejalan

dengan subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian, kinerja

subsektor kehutanan dan penebangan kayu serta subsektor perikanan juga tercatat

meningkat masing-masing dari 6,55% (yoy), kontraksi 3,01% (yoy) dan 0,33%

(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar

5,91% (yoy), kontraksi 7,10% (yoy) dan 0,09% (yoy).

2015

I II III IV I II IV I II

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6.21 7.28 -4.54 -7.62 8.24 0.35 3.18 4.31 1.85 0.08 0.73 0.99

Pertambangan dan Penggalian -5.28 -8.43 -7.62 -6.07 -5.50 -6.91 -2.95 -4.35 -1.64 -2.12 -0.86 -1.23

Industri Pengolahan 5.63 -0.48 0.94 4.28 9.58 3.61 5.40 4.62 2.32 0.86 1.31 1.13

Pengadaan Listrik, Gas 6.81 8.32 8.67 8.51 1.18 6.43 14.66 17.24 0.00 0.00 0.01 0.01

Pengadaan Air 1.06 -2.90 3.10 2.55 7.01 2.41 2.00 -1.49 0.00 0.00 0.00 0.00

Konstruksi 8.46 4.59 5.07 8.06 7.69 6.39 3.84 4.87 0.63 0.51 0.31 0.40

Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor 3.82 1.36 0.57 0.58 3.97 1.63 4.93 5.98 0.36 0.14 0.46 0.56

Transportasi dan Pergudangan 7.99 4.29 4.58 5.69 6.85 5.38 4.52 4.46 0.05 0.04 0.04 0.04

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.97 1.08 -2.17 -0.03 8.75 1.89 5.47 6.10 0.05 0.01 0.03 0.03

Informasi dan Komunikasi 5.64 8.88 7.70 5.26 6.90 7.15 4.21 5.19 0.04 0.04 0.03 0.03

Jasa Keuangan 4.93 5.84 -3.44 -0.11 -0.69 0.35 1.83 8.41 -0.01 0.00 0.02 0.08

Real Estate 5.32 7.04 7.91 8.38 9.98 8.34 1.91 0.51 0.08 0.07 0.02 0.00

Jasa Perusahaan 12.84 6.98 7.09 8.31 8.25 7.67 0.19 1.34 0.00 0.00 0.00 0.00

Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos. 1.53 1.38 6.08 5.92 4.21 4.39 -5.07 0.02 0.07 0.07 -0.07 0.00

Jasa Pendidikan 5.90 6.29 6.47 8.91 3.94 6.35 0.63 2.64 0.02 0.03 0.00 0.01

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.40 11.68 8.92 11.06 8.26 9.94 0.17 1.03 0.02 0.02 0.00 0.00

Jasa lainnya 11.14 8.41 9.55 11.20 11.24 10.14 5.65 6.27 0.05 0.04 0.03 0.03

2.70 -0.01 -2.13 -1.38 4.45 0.22 2.32 2.40 4.45 0.22 2.32 2.40

5.92 2.83 -0.57 -0.28 6.20 2.01 3.49 4.08 6.20 2.01 3.49 4.08

Growth (% yoy)

2015

Kontribusi Pertumbuhan (%)

2016 2015 2015 2014

PDRB

PDRB Tanpa Migas

Uraian2016

Page 38: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

21

Meningkatnya kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan

laporan terindikasi dari meningkatnya harga CPO Global dan TBS Lokal akibat

menurunnya jumlah produksi seiring terjadinya La Nina. Selain CPO dan TBS, harga

karet juga menunjukkan tren meningkat. Pada dasarnya beberapa faktor yang

menyebabkan volatilitas harga komoditas dunia ini, antara lain kondisi ekonomi

internasional, volume permintaan dan pasokan, fluktuasi nilai tukar dan pergerakan

harga minyak dunia (Grafik 1.22 dan Grafik 1.23).

Grafik 1.20. Perkembangan Harga Karet

Sumber: Bloomberg

Grafik 1.21. Perkembangan Harga Sawit

Sumber : Bloomberg

Berdasarkan informasi dari contact liaison, peningkatan harga ini memberikan

optimisme terhadap kinerja sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan ke depan

(Grafik 1.24). Pada semester I 2016, produktifitas sawit berada pada titik yang

rendah seiring dengan terjadinya musim trek sehingga menyebabkan terbatasnya

suplai TBS yang secara otomatis mendorong kenaikan harga TBS dan CPO. Selain

itu, meningkatnya kinerja juga terindikasi dari perkembangan kredit perkebunan

kelapa sawit (Grafik 1.25) berdasarkan lokasi bank yang secara nominal tercatat

sebesar Rp 12,49 triliun atau tumbuh 15,51% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan

triwulan I 2016 yang tercatat sebesar Rp 11,59 triliun atau tumbuh 13,47% (yoy).

Grafik 1.22. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian

Sumber: BPS Provinsi Riau

Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit

Sumber : LBU Bank Indonesia

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Harga Karet (USD) Growth

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

1800

1900

TwI

TwII

TwIII

TwIV

TwI

TwII

TwIII

TwIV

TwI

TwII

TwIII

TwIV

TwI

TwII

TwIII

TwIV

TwI

TwII

TwIII

TwIV

TwI

TwII

TwIII

TwIV

TwI

TwII

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

TBS

CPO (RHS)

Rp/Kg$/MT

-2.00

-1.50

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

Total I II III IV Total I II

2015 2016

%

Axis Title

Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian

Kehutanan dan Penebangan Kayu

Perikanan

0

10

20

30

40

50

60

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

Per

sen

(%

)

Rp

Tri

liun

Kredit Kelapa Sawit g - yoy (kanan)

Page 39: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

22

3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan II 2016 mengalami kontraksi

sebesar 4,35% (yoy), lebih dalam

dibandingkan kontraksi triwulan

sebelumnya sebesar 2,95% (yoy)

(Grafik 1.26). Semakin dalamnya

kontraksi terutama bersumber dari

penurunan kinerja pertambangan

minyak dan gas bumi yang pada

triwulan I 2016 tercatat kontraksi

2,77% (yoy), turun lebih dalam

pada triwulan II 2016 menjadi -

4,66% (yoy) sebagaimana yang ditunjukkan Grafik 1.28.

Berdasarkan hasil survei dan liaison, penurunan tersebut disebabkan semakin

berkurangnya cadangan minyak bumi dan keterbatasan perusahaan untuk

melakukan eksplorasi dan investasi ditengah melemahnya harga minyak yang tidak

memenuhi nilai keekonomisannya. Kondisi ini juga tercermin dari pencapaian lifting

minyak bumi Provinsi Riau yang hingga triwulan II 2016 masih cenderung

melanjutkan tren penurunan (Grafik 1.27).

Grafik 1.25. Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau

Sumber: Kementerian ESDM

Grafik 1.26. Perkembangan Kegiatan Usaha di Provinsi Riau

Sumber: SKDU Bank Indonesia

Kinerja lifting minyak bumi di Riau ke depannya diperkirakan akan semakin

menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua (natural

declining) dan minimnya penemuan sumber cadangan minyak baru yang produktif

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

I II III

IV

I II III

IV

I II III

IV

Tw

-I

Tw

-II

2013 2014 2015 2016

SBT

Grafik 1.24. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sumber: BPS Prov. Riau (diolah)

Page 40: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

23

di Provinsi Riau. Beberapa perusahaan pertambangan minyak berusaha menahan

laju penurunan produksi melalui penggunaan alat-alat drilling berteknologi tinggi,

seperti injeksi uap dan mulai melakukan uji coba bahan-bahan kimia seperti injeksi

kuman serta bahan kimia lainnya agar dapat mengambil sisa-sisa minyak bumi

namun tingginya biaya investasi tidak sebanding dengan harga minyak saat ini

sehingga tidak memenuhi nilai keekonomisannya. Selain itu, perusahaan minyak

juga dihadapkan pada permasalahan perijinan antara lain meliputi ijin eksploitasi,

ijin pengembangan sumur dan fasilitas produksi, serta ijin lingkungan (AMDAL)

termasuk terkait pembuangan limbah, dimana terjadi tumpang tindih antara

peraturan beberapa pihak berwenang.

Di sisi lain, perbaikan kontraksi di sektor pertambangan dan penggalian bersumber

dari perbaikan kinerja pertambangan batu bara yang semula tercatat kontraksi

sebesar 24,44% (yoy), membaik pada triwulan laporan kontraksi 5,15% (yoy).

Berdasarkan informasi dari contact liaison, kondisi ini didorong oleh perkembangan

harga batubara dunia yang mulai menunjukkan peningkatan akibat menurunnya

produksi batubara di Tiongkok dan Amerika Serikat sehingga perusahaan berupaya

untuk terus mempertahankan produksi dalam rangka menjaga eksistensi

perusahaan dan memenuhi kontrak dengan buyer pada triwulan laporan.

3.3. Sektor Industri Pengolahan

Kinerja sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan II 2016 tumbuh

4,62% (yoy), melambat jika dibandingkan triwulan I 2016 yang tumbuh sebesar

5,40% (yoy). Perlambatan kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan laporan

didorong oleh beberapa subsektor berikut antara lain, kontraksi industri batubara

dan pengilangan migas, industri karet, barang dari karet dan plastik dan

perlambatan industri kayu dan industri makanan dan minuman (Grafik 1.29). Pada

triwulan II 2016 subsektor pertambangan dan pengilangan migas tercatat

mengalami kontraksi 0,43% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya

yang masih tumbuh 2,07% (yoy). Kontraksi industri batubara dan pengilangan

migas pada triwulan laporan terjadi seiring dengan semakin berkurangnya

cadangan minyak bumi. Subsektor lainnya yang mengalami kontraksi pada triwulan

II 2016 adalah industri karet, barang dari karet dan plastik sebesar -4,87% (yoy),

menurun cukup signifikan dibandingkan triwulan I 2016 yang masih tumbuh

5,89% (yoy). Kontraksi subsektor karet ini dipengaruhi oleh fluktuasi harga karet

Page 41: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

24

yang belum menunjukkan perbaikan yang signifikan dan minimnya pasokan bahan

baku mengakibatkan kinerja perusahaan di subsektor industri pengolahan karet

juga semakin menurun.

Sementara itu, subsektor industri barang dari kayu, gabus dan barang anyaman

dari bambu, rotan dan sejenisnya pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,77%

(yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2016 yang tercatat sebesar 4,95% (yoy).

Berdasarkan informasi dari contact liaison, perlambatan tersebut disebabkan oleh

menurunnya permintaan kertas dari luar negeri sehubungan dengan masih

berlanjutnya politik dumping negara-negara kawasan Amerika terhadap produk

kertas Indonesia

Perlambatan kinerja sektor industri pengolahan juga bersumber dari subsektor

industri makanan dan minuman (Grafik 1.30) yang tercatat sebesar 5,53% (yoy),

sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 5,55% (yoy). Perlambatan

kinerja industri pengolahan subsektor makanan dan minuman yang salah satunya

adalah pengolahan kelapa sawit dipengaruhi oleh gejolak ekonomi di Amerika

Serikat, Eropa dan Tiongkok yang masih berlanjut sehingga mengakibatkan

menurunnya permintaan ekspor. Selain itu, belum stabilnya harga komoditas global

turut menggoncang kinerja perusahaan.

Grafik 1.27 Perkembangan Pertumbuhan Industri Pengolahan

Sumber : BPS Provinsi Riau

Grafik 1.28. Indeks Makanan, Minuman dan Tembakau

Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia

3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor

Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda

motor pada triwulan II 2016 tercatat meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yaitu

dari 4,93% (yoy) menjadi 5,98% (yoy). Peningkatan pada sektor ini terutama

didorong oleh peningkatan kinerja subsektor perdagangan mobil, sepeda motor

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Makanan, Minuman dan Tembakau

Indeks Total

Page 42: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

25

dan reparasinya serta perdagangan besar dan eceran yang pada triwulan laporan

masing-masing tercatat sebesar 6,02% dan 5,96% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 5,46% dan 4,73% (yoy) sebagaimana

Grafik 1.31. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan konsumsi yang tercermin dari

peningkatan Indeks Rata-rata Penggunaan Penghasilan Konsumen untuk

pengeluaran barang transpor (Grafik 1.32) pada momentum Hari Raya Idul Fitri dan

liburan sekolah.

Grafik 1.29. Pertumbuhan Sektor Perdagangan berdasarkan subsektor

Sumber: BPS Provinsi Riau

Grafik 1.30 Jenis Pengeluaran Rumah Tangga

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Jika dilihat dari kredit perbankan, peningkatan pertumbuhan sektor perdagangan

juga tercermin dari meningkatnya penyaluran kredit durable goods berdasarkan

lokasi bank di Provinsi Riau (Grafik 1.33) yang pada triwulan laporan tercatat

sebesar Rp 71,02 Miliar atau tumbuh 253,61% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan

triwulan I 2016 yang tercatat sebesar Rp 55.60 Miliar atau tumbuh 182,40% (yoy).

Sejalan dengan hal tersebut, peningkatan kinerja sektor perdagangan besar dan

eceran juga tercermin dari meningkatnya Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama

(Grafik 1.34) triwulan II 2016 yang berada pada level optimis 105,74% lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada pada level pesimis 81,20%.

50

70

90

110

130

150

170

190

210

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8

2013 2014 2015 2016

Indeks

Indeks Keyakinan Konsumen Pengeluaran Konsumsi Pengeluaran Barang Transpor

Grafik.1.31. Perkembangan Kredit Durable Goods di Riau

Sumber: LBU Bank Indonesia

Grafik.1.32. Indeks Barang Tahan Lama

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

0

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Mil

iar

Durable Goods g - yoy (kanan)

0

20

40

60

80

100

120

140

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II

2013 2014 2015 2016

Page 43: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

26

Kinerja sektor konstruksi pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 4,87% (yoy),

meningkat dibandingkan triwulan I 2016 sebesar 3,84% (yoy). Meningkatnya

realisasi investasi PMDN dan PMA serta semakin gencarnya pemerintah dalam

merealisasikan proyek-proyek yang di biayai dengan APBD juga turut mendorong

peningkatan kinerja sektor konstruksi pada triwulan laporan. Peningkatan kinerja

sektor kontruksi tercermin dari meningkatnya realisasi penyaluran dan

pertumbuhan kredit konstruksi berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau yang pada

triwulan laporan tercatat sebesar Rp 1,85 triliun, lebih tinggi jika dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 1,73 triliun (Grafik 1.35). Selain itu,

indikator peningkatan volume realisasi konsumsi semen yang pada triwulan laporan

mencapai 379.929 ton juga turut menjadi indikator pendukung meningkatnya

kinerja sektor konstruksi. Meskipun tidak setinggi periode yang sama tahun

sebelumnya, namun pencapaian volume konsumsi semen triwulan II 2016 ini

tercatat lebih tinggi di bandingkan realisasi triwulan I 2016 sebanyak 373.842 ton

(Grafik 1.36).

4. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN BERJALAN

Memasuki triwulan III 2016, perkembangan berbagai indikator ekonomi

mengindikasikan membaiknya kinerja ekonomi Riau ke depan. Kegiatan konsumsi

diindikasikan mengalami perbaikan meski masih terbatas seiring terjaganya daya

beli dan sejalan dengan membaiknya ekspektasi konsumen yang disertai dengan

kenaikan kredit konsumsi dan pembelian durable goods. Sementara itu, kegiatan

investasi juga diindikasikan membaik sejalan dengan monitoring anggaran secara

3.5. Sektor Konstruksi

Grafik.1.33. Kredit Konstruksi

Sumber: LBU Bank Indonesia

Grafik.1.34. Konsumsi Semen

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia

-20

0

20

40

60

80

100

0

0.5

1

1.5

2

2.5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

Pe

rse

n (

%)

Rp

Tri

liu

n

Konstruksi g - yoy (kanan)

-20

-10

0

10

20

30

40

50

-

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

%

rib

u T

on

Konsumsi Semen (kiri) g.yoy (kanan)

Page 44: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

27

lebih intensif untuk mempercepat realisasi proyek infrastruktur strategis di Riau.

Kegiatan investasi swasta juga diperkirakan membaik yang tercermin pada

meningkatnya konsumsi semen dan indikator likert scale realisasi dan perkiraan

investasi. Seiring dengan mandatori campuran 20% biodiesel ke dalam bahan

bakar berpotensi meningkatkan penyerapan produk industri pengolahan sawit di

Riau. Di sisi sektoral, kinerja sektor pertanian diperkirakan meningkat seiring

dengan adanya pergeseran musim panen dan semakin gencarnya program

pemerintah di sektor pertanian berupa intensiikasi dan perluasan areal tanam.

Periode liburan sekolah dan tahun ajaran baru juga diperkirakan turut mendorong

peningkatan aktivitas di sektor perdagangan pada periode laporan. Sementara itu

kinerja sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan mengalami kontraksi

lebih dalam seiring dengan penurunan lifting migas Riau. Secara keseluruhan tahun

2016, indikasi perbaikan ekonomi masih cukup kuat seiring dengan membaiknya

harga komoditas perkebunan meskipun masih terbatas, serta realisasi proyek

infrastruktur strategis pemerintah yang terus ditingkatkan.

Tabel 1.6. Tendensi Arah Perekonomian Daerah Tw III 2016

Uraian Tendensi Asesmen Pendukung

Pertumbuhan EkonomiPerbaikan konsumsi rumah tangga, pemerintah,

investasi, ekspor

Konsumsi Rumah TanggaPerayaan Hari Raya Idul Fitri, persepsi membaiknya

penghasilan konsumen

Konsumsi Pemerintah Monitoring realisasi anggaran yang lebih intensif

Investasi (PMTB)Ekspansi investasi existing, maintenance,

berlanjutnya proyek infrastruktur strategis

EksporPerbaikan harga komoditas internasional, kerjasama

internasional, rencana peningkatan produksi pulp

ImporPenguatan nilai tukar, membaiknya daya beli

masyarakat

Page 45: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

28

4.1. PDRB SISI PENGGUNAAN

Seiring dengan perkembangan indikator terkini, perekonomian Riau pada triwulan

mendatang diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Peningkatan ini utamanya didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga,

konsumsi pemerintah, investasi dan perbaikan ekspor.

4.1.1 Konsumsi

Peningkatan pendapatan akibat

ekspektasi membaiknya harga

komoditas perkebunan dan

meningkatnya realisasi anggaran

pemerintah daerah mendorong

peningkatan konsumsi rumah tangga.

Adapun faktor-faktor yang dapat

mendorong peningkatan konsumsi

rumah tangga antara lain adalah

perayaan Idul Fitri, libur sekolah dan tahun ajaran baru serta persepsi akan

membaiknya penghasilan mendorong realisasi konsumsi masyarakat. Sedangkan

faktor-faktor yang berpotensi menahan pertumbuhan konsumsi rumah tangga

adalah lebih rendahnya alokasi pendapatan tahun 2016 sehingga mengurangi

optimalisasi penggunaan anggaran serta adanya kebijakan penyesuaian tarif listrik

golongan tertentu dan menurunnya harga minyak mentah yang dapat menekan

perbaikan harga komoditas global.

Sementara itu, adanya monitoring anggaran yang lebih intensif diharapkan

mendorong realisasi konsumsi pemerintah yang lebih baik. Monitoring ini

merupakan salah satu faktor pendorong utama meningkatnya pertumbuhan

konsumsi pemerintah. Namun demikian, tertekannya pertumbuhan konsumsi

pemerintah dapat bersumber dari sikap pemerintah yang semakin hati-hati dalam

menggunakan anggaran dan adanya regulasi yang menghambat realisasi bantuan

sosial dan hibah.

Grafik 1.35. Indeks Survei Konsumen

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Agt

2011 2012 2013 2014 2015 2016

IKK IKE IEK Garis 100

Page 46: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

29

4.1.2 Investasi

Indikator terkini menunjukkan

peningkatan kinerja investasi seiring

dengan meningkatnya investasi sektor

swasta dan pemerintah meskipun ada

kemungkinan bias ke bawah. Beberapa

faktor pendorong meningkatnya

pertumbuhan investasi pada triwulan

berjalan antara lain i) ekspansi investasi

existing danprogram maintenance, ii)

masih berlanjutnya proyek infrastruktur strategis seperti jalan tol, rehabilitasi

bangunan, peningkatan dan pembangunan jalan dan jembatan dan pembangunan

jalur kereta api Dumai-Bukit Kayu Kapur, iii) adanya penurunan suku bunga acuan

diharapkan menurunkan tingkat suku bunga bank, iv) relaksasi LTV diharapkan

meningkatkan KPR (investasi sektor konstruksi) dan v) insentif tax amnesty

diharapkan mendorong peningkatan masuknya dana segar sehingga dapat

meningkatkan kapasitas permodalan. Adapun faktor lain yang berpotensi menahan

pertumbuhan investasi di Riau pada triwulan III 2016 adalah sikap pelaku usaha

yang cenderung wait and see terkait perkembangan harga komoditas yang belum

optimal, belum maksimalnya kapasitas utilisasi dan belum disahkannya RTRW

sesuai dengan yang diharapkan pemerintah di Provinsi Riau.

4.1.3 Ekspor

Ekspor pada triwulan III 2016

diperkirakan meningkat meskipun

masih dalam level terbatas.

Perbaikan ekspor ini didukung oleh

menurunnya produksi CPO Dunia

sehingga menaikkan harga, Vietnam

yang akan segera bergabung dengan

International Tri-Partite Rubber

Commission (ITRC) dan diharapkan dapat mendorong perbaikan harga karet,

Grafik 1.36. Likert Scale Investasi

Sumber: Liaison Bank Indonesia

Grafik 1.37. Perkiraan Harga 3 Bulan yad

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

-1.50

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Investasi

Perkiraan Investasi

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Agt

2013 2014 2015 2016

Page 47: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

30

penetapan bea keluar serta kontrak penjualan biodiesel periode Mei-Oktober 2016

mendorong meningkatnya penjualan domestik, meningkanya produksi kertas dan

tisu guna memenuhi permintaan buyer salah satu perusahaan besar di industri

sejenis. Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang dapat menahan

pertumbuhan ekspor Riau ke depan yaitu mulai diberlakukannya kebijakan

compound rubber Tiongkok (max 88%) mulai 1 Juli 2015 menurunkan demand

dari Tiongkok, Black campaign CPO di kawasan Eropa, meningkatnya intensi

proteksi industri dalam negeri maupun industri produk substitusi, pembatasan

volume ekspor karet terkait kesepakatan tri partit (Indonesia, Malaysia, Thailand)

untuk mendorong kenaikan harga dan kembali tertekannya harga minyak dunia

menyebabkan perbaikan harga komoditas yang tidak optimal.

4.1.4 Impor

Impor diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2016. Hal ini

dipicu oleh meningkatnya daya beli masyarakat serta penguatan nilai tukar yang

sudah terlihat sejak awal tahun 2016. Namun masih belum optimalnya kapasitas

utilisasi perusahaan di tengah gejolak ekonomi global berpotensi menahan laju

impor.

Grafik 1.38 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD

Sumber: Bank Indonesia

Page 48: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

31

4.2. PDRB SEKTORAL

Perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan didorong oleh

peningkatan kinerja sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan besar &

eceran serta konstruksi. Peningkatan laju ekonomi sektoral diperkirakan tertahan

oleh kontraksi sektor pertambangan yang semakin dalam.

4.2.1 Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Panen raya kedua tanaman pangan pada periode laporan diperkirakan mendorong

membaiknya kinerja sektor ini. Beberapa faktor yang mendorong peningkatan

kinerja sektor ini antara lain adalah adanya kontrak penjualan biodiesel pemerintah

dengan perusahaan di Riau serta program pemerintah yang cukup baik di bidang

pertanian, antara lain:

Intensifikasi dan perluasan areal tanam oleh Distan melalui peningkatan

indeks pertanaman.

Bantuan alsintan berupa traktor roda empat dan handtractor kepada

petani.

Program penanaman 284.417 hektare tanaman jagung pada tahun 2016.

Program pembagian kapal tangkap ikan bagi nelayan

Perluasan area tanam bawang merah dengan jumlah insentif Rp37,5 juta

per hektar.

Adapun beberapa faktor yang berpotensi menahan laju pertumbuhan sektor

pertanian antara lain i) bantuan benih Pajale yang belum sepenuhnya disalurkan

(pertanian tabama), ii) belum disahkannya RTRW yang berdampak terhadap izin

sertifikat lahan yang tidak bisa dikeluarkan sehingga bantuan dana untuk

replanting kelapa sawit terhambat, ii) preferensi Tiongkok untuk mulai

menggunakan kedelai dibandingkan dengan kelapa sawit seiring dengan

berkembangnya industri peternakan serta selisih harga yang rendah dan iv) adanya

libur lebaran menyebabkan petani enggan melakukan panen kelapa sawit akibat

tutupnya beberapa petani kelapa sawit.

Page 49: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

32

Grafik 1.39. Perkembangan Harga Sawit

Sumber: Bloomberg

Grafik 1.40 Perkembangan Harga Karet

Sumber: Bloomberg

4.2.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian

Subsektor pertambangan dan

penggalian diperkirakan akan

mengalami kontraksi yang semakin

dalam. Adapun perbaikan saat ini

diperkirakan bersifat sementara karena

harga yang relatif membaik. Namun

berdasarkan kondisi secara alamiah,

lifting migas mengalami penurunan

seiring dengan cadangan minyak yang semakin berkurang dan usia sumur yang tua

serta keterbatasan untuk melakukan eksplorasi baru. Akibatnya, produksi migas

secala alami turun sekitar 8-12% per tahun namun dengan investasi yang

dilakukan penurunan dapat ditekan menjadi 6-7%. Namun dengan kondisi saat ini,

perusahaan tidak mungkin melakukan investasi baru akibat harga yang tidak

memenuhi nilai keekonomisan atau tidak dapat menutupi biaya investasi yang

tergolong besar. Selain itu eksplorasi sumur baru juga menghadapi kendala

perijinan terutama izin amdal.

-40.00%

-30.00%

-20.00%

-10.00%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

-

100.00

200.00

300.00

400.00

500.00

600.00

700.00

800.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8*

2015 2016

US

D/M

T

Sawit growth

-35.00%

-30.00%

-25.00%

-20.00%

-15.00%

-10.00%

-5.00%

0.00%

5.00%

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8*

2015 2016

US

D/K

g

Karet growth

Grafik 1.41. Lifting Migas

Sumber: Kementerian ESDM

(25.00)

(20.00)

(15.00)

(10.00)

(5.00)

-

5.00

-

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

350.00

400.00

450.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Agt

2011 2012 2013 2014 2015 2016

yo

y,%

rib

u b

are

l/h

ari

Lifting (LHS) growth (RHS)

Page 50: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

33

Grafik 1.42. Perkembangan Harga Batubara

Sumber: Bloomberg

Grafik 1.43 Perkembangan Harga Minyak WTI

Sumber: Bloomberg

Kenaikan harga minyak ke depan relatif terbatas mengingat masih tingginya

pasokan di tengah permintaan yang masih lemah. Meningkatnya harga minyak

akhir-akhir ini bersifat temporary dipengaruhi oleh penurunan supply AS dan

gangguan produksi (di Kanada, Nigeria, Libya dan Venezuela) serta perbaikan

demand pada awal triwulan III 2016, terutama dari India dan Tiongkok.

Berdasarkan informasi dari contact liaison, produksi batubara semester I 2016

meningkat dibandingkan 2015. Hal ini didorong oleh perkembangan harga

batubara dunia yang mulai menunjukkan peningkatan, sehingga perusahaan

berupaya untuk terus mempertahankan produksi dalam rangka menjaga eksistensi

perusahaan dan memenuhi kontrak dengan buyer pada triwulan laporan. Namun

demikian produksi batubara Riau relatif terbatas.

4.2.3 Sektor Industri Pengolahan

Kinerja industri pengolahan diperkirakan meningkat sejalan dengan kebijakan 15%

kelapa sawit dalam BBN semakin digencarkan sehingga meningkatkan penyerapan

domestik. Selain itu, peningkatan penjualan domestik di subsektor industri

pengolahan CPO menjadi Biodiesel terjadi akibat didorong oleh peningkatan

permintaan dari Pemerintah untuk mensuplai Pertamina. Di sisi lain, peningkatan

produksi kertas dan tisu dari salah satu pemain besar di industri sejenis turut

menjadi faktor yang dapat mendorong peningkatan pertumbuhan di sektor ini.

-30.00%

-25.00%

-20.00%

-15.00%

-10.00%

-5.00%

0.00%

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8*

2015 2016

US

D/T

on

Batubara growth

-60.00%

-50.00%

-40.00%

-30.00%

-20.00%

-10.00%

0.00%

10.00%

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8*

2015 2016

US

D/b

bl

Minyak WTI growth

Page 51: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

34

Adapun faktor yang berpotensi menahan laju pertumbuhan sektor ini antara lain, i)

Black campaign CPO di Eropa, dalam

bentuk penerapan bea masuk dan

kewajiban adanya label POF (Palm Oil

Free). Begitu juga dengan negara lain

seperti India, Rusia dan Tiongkok yang

menerapkan adanya bea masuk, ii)

pasokan BBM yang masih cukup tinggi

menyebabkan kembali rendahnya harga

minyak dunia tekanan bagi

perkembangan harga komoditas

perkebunan, iii) keterbatasan pasokan

TBS akibat persaingan dengan perusahaan indusri sejenis, terutama pada saat

harga membaik di triwulan II 2016 sehingga produksi perusahaan meningkat

seiring dengan meningkatnya permintaan dan iv) tindakan anti dumping Amerika

Serikat.

4.2.4 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor

Meningkatnya konsumsi rumah tangga pada periode triwulan berjalan diperkirakan

mendorong peningkatan sektor perdagangan besar, eceran dan reparasi mobil ini.

Selain itu, masih rendahnya risiko tekanan inflasi, terutama dipengaruhi oleh

kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi dan tarif angkutan

menjadi insentif bagi pengusaha di sektor ini dan berpotensi mendorong

peningkatan daya beli masyarakat. Namun demikian, depresiasi nilai tukar dapat

menyebabkan harga sparepart, suku cadang dan aksesoris kendaraan bermotor

melambung sehingga menahan kinerja sektor perdagangan. Disisi lain,

pembatasan operasionalisasi truk selama mudik lebaran juga diperkirakan

menghambat pasokan dan stock barang.

Grafik 1.44. Indeks Pembelian Barang Tahan Lama

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

0

20

40

60

80

100

120

140

99

.00

94

.50

98

.40

10

0.0

0

10

0.0

0

10

4.0

0

11

8.5

0

10

5.0

0

10

8.7

3

90

.33

77

.00

99

.00

81

.20

10

5.7

4

11

1.0

0

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Agt

2013 2014 2015 2016

Page 52: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

35

4.2.5 Sektor Konstruksi

Seiring dengan berlanjutnya proyek

infrastruktur, kinerja kategori Konstruksi

diperkirakan membaik. Meningkatnya

kinerja sektor ini dapat menimbulkan

optimisme pelaku usaha terhadap

membaiknya daya beli masyarakat ke

depan. Sebaliknya, apabila pelaku

swasta khawatir dalam merealisasikan

investasinya terkait dengan kepatuhan

wajib pajak, terutama untuk penjualan rumah premium yang tercermin dari

undisbursed loan di kategori konstruksi yang didominasi oleh perumahan premium

dapat menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan sektor konstruksi. Demikian

juga dengan belum disahkannya RTRW sesuai dengan yang diharapkan.

Grafik 1.45. Konsumsi Semen

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

Jan

-14

Fe

b-1

4

Ma

r-1

4

Ap

r-1

4

Ma

y-1

4

Jun

-14

Jul-

14

Au

g-1

4

Se

p-1

4

Oct

-14

No

v-1

4

De

c-1

4

Jan

-15

Fe

b-1

5

Ma

r-1

5

Ap

r-1

5

Ma

y-1

5

Jun

-15

Jul-

15

Au

g-1

5

Se

p-1

5

Oct

-15

No

v-1

5

De

c-1

5

Jan

-16

Fe

b-1

6

Ma

r-1

6

Ap

r-1

6

Ma

y-1

6

Jun

-16

Jul-

16

2014 2015 2016

%

To

n

Konsumsi Semen (kiri) g.yoy (kanan)

Page 53: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Reformasi struktural menjadi salah satu strategi utama yang dilakukan Pemerintah

untuk mendongkrak perekonomian Indonesia, di tengah perlambatan ekonomi global

yang salah satunya terangkum dalam 12 paket kebijakan yang merupakan bagian dari

9 Program Prioritas Nawacita. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah tersebut tidak

terlepas dari berbagai Tantangan Struktural Perekonomian berikut:

Gambar I

Tantangan Struktural Perekonomian

Optimisme terhadap ketahanan ekonomi tidak terlepas dari komitmen untuk terus

mempercepat dan melaksanakan reformasi structural tersebut secara berkelanjutan,

konsisten dan bersinergi lintas sektor serta antar pemerintah daerah dan pemerintah

pusat. Oleh sebab itu, untuk melihat bagaimana respon pelaku usaha terhadap paket

Riau melakukan Quick Survey terkait 12 paket kebijakan kepada 7 (tujuh) responden

yang bergerak di subsector industry pengolahan karet dan CPO dan perdagangan. Hasil

survey menunjukkan bahwa efektifitas kebijakan hanya dirasakan oleh 33% responden,

terutama terkait relevansi paket kebijakan IX, X dan XII terkait infrastruktur listrik dan

logistic, keterbukaan investasi dan Ease of Doing Business. Responden menyatakan

bahwa paket kebijakan tersebut belum tersosialisasikan dengan baik sehingga sebagian

besar responden belum merasakan dampak langsung efektifitas kebijakan tersebut.

Boks

Quick Survey Awareness Pelaku Usaha terhadap

Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah

Page 54: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Grafik 1 Efektifitas Kebijakan Grafik 2 Relevansi Kebijakan dengan

Bidang Usaha Responden

Untuk meningkatkan daya saing industri beberapa kendala masih dihadapi antara lain:

pengembangan kawasan industri yang belum terarah, masih banyaknya kendala perizinan, kondisi

infrastruktur yang belum memadai terutama jalan dan pelabuhan sehingga logistic cost juga masih

cukup tinggi. Selain itu realisasi APBD yang masih rendah, serta belum siapnya pemanfaatan dana

desa dan pemanfaatan CPO fund yang belum tepat sasaran juga menjadi salah satu sumber

permasalahan belum optimalnya pelaksanaan 12 paket kebijakan di Riau.

Grafik 2. Efektifitas Kebijakan Grafik 3. Relevansi Kebijakan dengan Bidang Usaha

Responden

Sumber: Quick Survey Bank Indonesia

Page 55: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Selama kurun waktu 12 tahun terakhir, struktur perekonomian Provinsi Riau

didominasi oleh 3 (tiga) sektor utama

yaitu sektor pertambangan dan

penggalian, industri pengolahan, dan

pertanian, kehutanan dan perikanan.

Namun demikian, secara jangka

panjang Provinsi Riau tidak lagi dapat

hanya mengandalkan sektor tersebut,

seiring dengan semakin menurunnya

lfting migas (khususnya sektor pertambangan dan penggalian dan industri

pengolahan migas), kondisi fluktuasi harga komoditas internasional (migas dan

CPO), dan masih terbatasnya hilirisasi di Provinsi Riau (hilirisasi hasil perkebunan

kelapa sawit).

Secara alamiah, lifting migas mengalami penurunan seiring dengan cadangan

minyak yang semakin berkurang dan usia sumur yang tua serta keterbatasan

untuk melakukan eksplorasi baru. Akibatnya, produksi migas secara alami turun

sekitar 8-12% per tahun namun dengan investasi yang dilakukan penurunan

dapat ditekan menjadi 6-7%. Namun harga migas saat ini tidak memenuhi nilai

keekonomisan sehingga perusahaan tidak dapat menutupi biaya investasi yang

Grafik 2. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau

Grafik 3. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau

Sumber: Kementerian ESDM Sumber : Bloomberg

(30.00)

(25.00)

(20.00)

(15.00)

(10.00)

(5.00)

-

5.00

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*

2011 2012 2013 2014 2015 2016

yoy,%ribu barel/hari Lifting (LHS) growth (RHS)

Grafik 1 Shifting Sektoral Riau

Sumber: BPS Provinsi Riau, diolah

Boks

Dinamika Sektoral Riau

Page 56: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

tergolong besar. Selain itu eksplorasi sumur baru juga menghadapi kendala

perizinan terutama ijin amdal dan masih terkendala RTRW. Disisi lain, kenaikan

harga komoditas internasional ke depan relatif terbatas mengingat masih

tingginya pasokan di tengah permintaan yang masih lemah.

Sementara itu, pengembangan industri pengolahan yang saat ini masih didominasi

komoditas sawit memiliki beberapa tantangan sebagai berikut:

Gambar I

Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Industri Sawit

Sumber : Bank Indonesia

Dengan kondisi tersebut diatas, sudah seharusnya Provinsi Riau fokus terhadap

pengembangan kawasan industri dan infrastruktur yang mendukung

industrialisasi dalam jangka panjang seperti pengembangan sarana jalan,

pelabuhan, dan kelistrikan dengan terus melakukan monitoring progress dan

evaluasi secara intensif terutama untuk mendukung program hilirisasi sawit

(menciptakan nilai tambah produk kelapa sawit).

Page 57: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

36

1. KONDISI UMUM

Perkembangan inflasi Provinsi Riau pada triwulan II 2016 berada pada level di

bawah perkiraan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan tekanan inflasi Riau pada

triwulan II 2016 yang secara year-on-year tercatat lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Menurunnya tekanan inflasi terjadi di semua komponen

terutama dari kelompok volatile food seiring dengan terjaganya pasokan dan tidak

terlepas dari berbagai koordinasi aktif yang ditempuh Pemerintah Daerah, Bank

Indonesia, dan instansi terkait lainnya. Selain itu, penurunan inflasi juga bersumber

dari kelompok administered price dan inflasi inti akibat penurunan harga bahan

bakar, penyesuaian tariff listrik serta relatif terjaganya nilai tukar rupiah.

ASESMEN

INFLASI DAERAH

Bab 2

Page 58: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

37

Namun demikian, penurunan laju inflasi yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan

harga bawang putih, beras, bawang merah dan daging sapi akibat meningkatnya

permintaan yang tidak diiringi oleh peningkatan pasokan pada bulan Ramadhan dan

menjelang hari raya Idul Fitri. Sementara itu, kenaikan harga rokok kretek, rokok

putih dan rokok kretek filter turut menjadi faktor yang menahan penurunan inflasi

kelompok administered price secara tahunan. Demikian juga dengan penurunan

inflasi kelompok core yang tertahan oleh kenaikan sejumlah komoditas seperti gula

pasir, makanan jadi, serta biaya pendidikan khususnya di Sekolah Menengah Pertama

dan Sekolah Menengah Atas karena memasuki periode tahun ajaran baru.

2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU

Inflasi Riau pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 1,92% (yoy), lebih rendah jika

dibandingkan triwulan I-2016 yang tercatat sebesar 4,42% (yoy). Kondisi ini sejalan

dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan penurunan dari

4,45% pada triwulan I-2016 menjadi 3,45% pada triwulan II-2016. Jika

dibandingkan dengan rata-rata historis 5 tahun terakhir 2011-2015, inflasi Riau pada

triwulan I dan II-2016 masih tercatat lebih rendah.

Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw II 2016 dibandingkan dengan Historisnya (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Secara tahunan, menurunnya tekanan inflasi bersumber dari semua komponen

terutama dari kelompok volatile food seiring dengan terjaganya pasokan dan tidak

terlepas dari berbagai koordinasi aktif yang ditempuh Pemerintah Daerah, Bank

Indonesia, dan instansi terkait lainnya, antara lain sidak dan operasi pasar untuk

komoditas beras, gula pasir, minyak goreng, daging sapi serta pemberian himbauan

Page 59: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

38

(moral suasion) secara aktif kepada beberapa elemen masyarakat. Selain itu,

penurunan inflasi juga bersumber dari kelompok administered price akibat

penurunan harga bahan bakar dan penyesuaian tariff listrik untuk beberapa

golongan pelanggan pada triwulan laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi

dari kelompok inti bersumber dari menurunnya harga bahan bangunan seperti batu

bata dan semen, serta menurunnya harga laptop/notebook seiring dengan relatif

terjaganya nilai tukar rupiah yang mulai menunjukkan trend penurunan sejak awal

tahun 2016.

Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota

Dumai mencapai 3,02% (yoy), diikuti oleh Tembilahan dan Pekanbaru masing-

masing 2,63% (yoy) dan 1,65% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut

menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan I-2016 yang masing-

masing tercatat sebesar 4,84% (yoy), 4,00% (yoy) dan 4,39% (yoy). Disparitas inflasi

antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif

mengecil.

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan

Nasional (yoy)

Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota

di Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau,

sumber penurunan tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan II 2016 terutama

berasal dari penurunan yang cukup signifikan pada kelompok bahan makanan dan

kelompok transportasi & komunikasi. Kelompok sandang sedikit mengalami

peningkatan kontribusi dari 0,15% pada triwulan sebelumnya menjadi 0,16% pada

triwulan II-2016. Sebaliknya kelompok bahan makanan, makanan jadi, perumahan,

kesehatan, pendidikan, rekreasi & olahraga, serta transportasi & komunikasi

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

% (yoy) Nasional Riau Sumatera

1.65

3.02

2.63

1.92

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

% (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau

Page 60: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

39

mengalami penurunan kontribusi dibandingkan triwulan sebelumnya. Adapun

kelompok barang dan jasa yang memberikan kontribusi terkecil adalah kelompok

transportasi & komunikasi dengan kontribusi sebesar -0,18% atau tercatat

mengalami deflasi sebesar -1,17% (yoy).

Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Sementara itu, perkembangan inflasi Riau secara triwulanan mengalami deflasi -

0,48% (qtq), menurun bila dibandingkan dengan triwulan I-2016 yang tercatat

mengalami inflasi sebesar 0,45% (qtq). Angka inflasi Riau pada triwulanan laporan

juga lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu

5 (lima) tahun terakhir yang tercatat sebesar 1,01% (qtq).

Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq)

Sumber : BPS, diolah

Menurunnya tekanan inflasi Riau secara triwulanan didorong oleh menurunnya

harga subkelompok transpor, bumbu-bumbuan, bahan bakar, penerangan dan air,

perlengkapan/peralatan pendidikan. Dilihat dari komoditasnya, penurunan harga

utamanya bersumber dari bensin, cabai merah, solar, tarif listrik, batubata, semen,

buncis, cabai rawit, laptop/notebook, daging ayam ras, dan bahan bakar rumah

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

-2

0

2

4

6

8

10

Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi TransportasiKomunikasi

% Kontribusi% (yoy)% (yoy) Tw I 2016 % (yoy) Tw II 2016 Kont.Tw I 2016 Kont.Tw I 2016

-2

-1

0

1

2

3

4

5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

% qtq Pekanbaru Dumai Tembilahan Nasional Riau

Page 61: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

40

tangga. Penurunan harga aneka cabai disebabkan oleh melimpahnya pasokan di

sebagian besar sentra produksi di Jawa dan Sumatera Barat, sedangkan menurunnya

harga daging ayam ras terjadi seiring dengan panen Day Old Chick (DOC) dan

meningkatnya impor jagung yang mampu meredam peningkatan harga pakan

ternak. Sementara itu, penurunan harga komoditas subkelompok transpor dan

bahan bakar, penerangan dan air seperti bensin dan solar disebabkan oleh

penurunan harga premium dan solar pada bulan Mei dan April 2016 dan kebijakan

tarif adjustment listrik setiap bulannya.

Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw II di Provinsi Riau (qtq)

Sumber : BPS, diolah

Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, kelompok bahan

makanan, transportasi & komunikasi dan perumahan mengalami deflasi sebesar -

2,25% (qtq), -1,48% (qtq) dan -0,34% (qtq) dengan andil pada inflasi triwulan

laporan masing-masing sebesar -0,56%, -0,23% dan -0,08%. Sementara itu, inflasi

triwulanan tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan 1,51% (qtq) dengan

andil 0,31%, disusul kelompok sandang dan kesehatan masing-masing 0,73% (qtq)

dan 0,24% (qtq) dengan andil 0,05% dan 0,01%.

0.831.01 0.95

1.22

1.63

0.44

-0.48-0.71

0.20

0.59

-1.5

-0.5

0.5

1.5

2.5

3.5

Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan

% (qtq) Historis 2011-2015 Tw II-2016

Page 62: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

41

Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw II 2016 di Riau (qtq)

Sumber : BPS, diolah

2.1. Inflasi Kota

2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru

Pada triwulan II-2016, Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 1,65% (yoy), lebih

rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,39% (yoy).

Menurunnya tekanan inflasi terutama terjadi pada kelompok volatile food akibat

berlangsung musim panen di sebagian besar daerah sentra produksi khususnya Jawa

dan Sumatera Barat sehingga pasokan sejumlah komoditas strategis seperti cabai

merah, daging ayam ras dan cabai rawit relatif terjaga.

Sumber penurunan tekanan inflasi juga bersumber dari kelompok administered price

akibat adanya penurunan harga bensin dan solar pada periode triwulan laporan dan

kebijakan penyesuaian tarif listrik yang ditetapkan oleh Kementerian Energi dan

Sumber Daya Mineral sehingga menyebabkan komoditas bensin, solar, tarif listrik

mengalami deflasi. Selain itu, deflasi juga terjadi kelompok inflasi inti seperti

batubata, semen dan laptop/notebook. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh

terjaganya nilai tukar rupiah sehingga menyebabkan barang-barang impor

mengalami penurunan harga. Penurunan inflasi yang lebih dalam tertahan oleh

kenaikan tarif angkutan udara, bawang merah, beras, rokok kretek, gula pasir, rokok

putih dan bawang putih akibat meningkatnya permintaan pada bulan ramadhan dan

menjelang hari raya Idul Fitri sehingga mendorong distributor untuk menaikkan

harga.

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi

TransportasiKomunikasi

% Kontribusi% (qtq)

% (qtq) Tw I 2016 % (qtq) Tw II 2016

Kont.Tw I 2016 Kont.Tw II 2016

Page 63: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

42

Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa, deflasi bersumber dari kelompok

transportasi & komunikasi sebesar -1,13% (yoy), sedangkan kelompok lainnya

mengalami inflasi dengan peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi

3,77% (yoy), diikuti bahan makanan 2,65% (yoy), sandang 2,44% (yoy), dan

pendidikan, rekreasi & olahraga 2.37% (yoy). Dari keseluruhan kelompok, makanan

jadi dan bahan makanan memiliki kontribusi inflasi tertinggi masing-masing

mencapai 0,76% dan 0,59%.

Sebagian besar kelompok komoditas mengalami penurunan tekanan inflasi

dibandingkan dengan triwulan I-2016, dengan penurunan terbesar terjadi pada

kelompok bahan makanan dari 10,09% (yoy) menjadi 2,65% (yoy), transportasi &

komunikasi dari 2,11% (yoy) menjadi -1,13% (yoy), dan kelompok perumahan dari

2,37% (yoy) menjadi 0,58% (yoy). Sebaliknya, kelompok komoditas yang mengalami

peningkatan laju inflasi yaitu kelompok sandang dari 1,91% menjadi 2,44% (yoy).

Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw II (2011-2015)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Pekanbaru Tw II 2016

2.1.2. Inflasi Kota Dumai

Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi kota Dumai juga

tercatat mengalami penurunan dari 4,84% menjadi 2,83% (yoy). Menurunnya

tekanan inflasi di Dumai terutama bersumber dari kelompok volatile food karena

terjaganya pasokan komoditas bumbu-bumbuan seperti bawang merah, cabai

merah, cabai rawit, serta telur ayam ras. Di sisi lain, relatif rendahnya inflasi inti

disebabkan oleh menurunnya harga emas perhiasan dan minyak goreng, sedangkan

penurunan inflasi administered price bersumber dari menurunnya harga bahan bakar

rumah tangga, solar dan tarif listrik seiring dengan kebijakan penyesuaian harga

-2

-1

0

1

2

3

4

5

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy

2.653.77

0.58

2.441.18

2.37

-1.13-0.2

0.2

0.6

1.0

-4

0

4

8

12

Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi

Transport &Kom

% kontribusi% (yoy) % (yoy) Tw II 2016 Kont.Tw II 2016

Page 64: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

43

komoditas tersebut oleh pemerintah. Penurunan laju inflasi yang lebih dalam

tertahan oleh kenaikan harga sejumlah komoditas seperti rokok kretek filter dengan

andil sebesar 0,47% serta meningkatnya biaya pendidikan Sekolah Menengah Atas

dan komoditas bawang putih yang masing-masing memiliki andil sebesar 0,25%

terhadap inflasi tahunan kota Dumai.

Apabila dilihat per kelompok komoditas semua komponen inflasi tercatat lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan inflasi terbesar triwulan

laporan terjadi pada kelompok bahan makanan dari 5,84% menjadi 2,83% (yoy)

pada triwulan II-2016, diikuti kelompok transportasi & komunikasi dari 2,08%

menjadi deflasi -0,90% (yoy). Begitu halnya kedua kelompok tersebut, kelompok

sandang, makanan jadi, perumahan, pendidikan, rekreasi & olahraga, serta

kesehatan juga mengalami perlambatan tekanan.

Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw II (2011-2015)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.10. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw II 2016

2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan

Searah dengan kedua kota lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan

laporan tercatat sebesar 2,63% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang mencapai 4,00% (yoy). Penurunan tekanan inflasi ini utamanya

disebabkan oleh penurunan harga komoditas volatile food seperti cabai merah akibat

panen di daerah sentra produksi yang menyebabkan melimpahnya pasokan dan

terpenuhinya kebutuhan masyarakat di Kota Tembilahan. Sementara itu,

menurunnya tekanan inflasi juga bersumber dari inflasi inti yang berada pada level

terjaga terutama karena menurunnya harga telepon seluler dan bahan bangunan

besi beton. Hal ini diperkirakan terjadi karena apresiasi nilai tukar rupiah yang mana

-2

-1

0

1

2

3

4

5

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

% (qtq)% (yoy) Inflasi Tahunan Inflasi Triwulanan avg yoy

2.83

7.17

0.95

2.76

5.14

6.92

-0.90 -0.4

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

-2

0

2

4

6

8

BahanMakanan

MakananJadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi

Transport &Kom

% kontribusi% (yoy) % (yoy) Tw II 2016 Kont.Tw II 2016

Page 65: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

44

gejolak kurs rupiah sejak awal tahun 2016 relatif terjaga. Selain itu, inflasi kelompok

administered price juga tercatat mengalami penurunan akibat menurunnya harga

bensin, solar dan tarif listrik seperti yang terjadi di Provinsi Riau dan nasional secara

umum. Namun demikian, penurunan inflasi yang lebih dalam tertahan oleh

meningkatnya harga bawang putih, bawang merah, jeruk, udang basah dan rokok

kretek sehingga menimbulkan tekanan inflasi.

Berdasarkan kelompoknya, penurunan inflasi terbesar terjadi pada kelompok

transportasi & komunikasi dari 1,89% menjadi deflasi 2,05% (yoy) pada triwulan II-

2016, diikuti oleh bahan makanan dari 7,51% menjadi 4,09% (yoy) dan perumahan

dari 2,08% menjadi 0,74% (yoy). Sebaliknya, kelompok lainnya mengalami

peningkatan inflasi, dengan tekanan inflasi tertinggi pada triwulan laporan terjadi

pada kelompok makanan jadi dari 3,26% menjadi 4,35% (yoy), dan kelompok

sandang dari 2,19% menjadi 3,09% (yoy).

Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.12. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw II 2016

2.2. Disagregasi Inflasi1 (yoy)

Menurunnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan didorong oleh menurunnya

tekanan inflasi pada semua komponen inflasi administered price, volatile food dan

inflasi inti. Menurunnya tekanan inflasi administered price bersumber dari penurunan

harga bensin, solar, dan bahan bakar rumah tangga sejalan dengan kebijakan

pemerintah yang menurunkan harga premium dan solar pada bulan Mei dan April

2016, serta kebijakan tarif adjustment listrik setiap bulannya. Sementara itu,

menurunnya tekanan inflasi volatile food disebabkan oleh menurunnya harga cabai

1 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok

-2

-1

-1

0

1

1

2

2

3

3

4

4

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy

4.09 4.35

0.74

3.09

4.99 4.91

(2.05)

-0.4

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

-4

-2

0

2

4

6

BahanMakanan

MakananJadi

Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi

Transport &Kom

% kontribusi% (yoy) % (yoy) Tw II 2016 Kont.Tw II 2016

Page 66: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

45

merah, cabai rawit dan daging ayam ras akibat berlangsungnya panen raya di besar

daerah sentra produksi serta panen Day Old Chick (DOC) dan meningkatnya impor

jagung yang mampu meredam peningkatan harga pakan ternak. Disisi lain,

terkendalinya laju inflasi inti dipengaruhi oleh terjaganya nilai tukar rupiah yang

mampu menekan gejolak harga inflasi inti seperti perlengkapan/peralatan

pendidikan berupa laptop/notebook, termasuk bahan bangunan seperti batubata

dan semen. Sebaliknya, penurunan laju inflasi tertahan oleh kenaikan harga rokok

kretek, bawang putih, beras, gula pasir dan makanan jadi yang masing-masing

memberikan andil 0,14%, 0,13%, 0,13%, 0,11% dan 0,10% terhadap inflasi

tahunan Provinsi Riau.

Grafik 2.13. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy)

Sumber : BPS, diolah

2.2.1. Inflasi Inti (Core)

Laju inflasi inti pada triwulan II-2016 tercatat sebesar 2,60% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan I-2016 yang mencapai 2,98% (yoy). Terjaganya inflasi inti

merupakan dampak dari relatif terjaganya nilai tukar rupiah yang mulai menunjukkan

trend penurunan sejak awal tahun 2016. Penurunan tingkat inflasi ini juga turut

dipengaruhi oleh penurunan daya beli masyarakat akibat perlambatan ekonomi Riau

yang menyebabkan penurunan permintaan secara umum, serta relatif terkendalinya

ekspektasi inflasi. Pada akhir periode triwulan laporan perlambatan tekanan inflasi

inti didorong oleh penurunan harga komoditas batu bata/batu tela, semen,

laptop/notebook dan harga televisi berwarna.

-5

0

5

10

15

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7

2013 2014 2015 2016

(% yoy)CPI Core Volatile Food Administered

Page 67: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

46

Di sisi lain, hal utama yang menahan laju penurunan inflasi inti adalah kenaikan harga

komoditas emas perhiasan dan kenaikan harga gula pasir yang terjadi di sebagian

besar daerah serta kenaikan harga makanan jadi pada bulan Ramadhan, menjelang

hari raya Idul Fitri, dan memasuki musim liburan sekolah sehingga permintaan

meningkat dan mendorong produsen serta distributor menaikkan harga. Selain itu,

penyumbang inflasi inti terbesar lainnya adalah kenaikan biaya pendidikan Sekolah

Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas yang masing-masing memiliki andil

sebesar 0,08% dan 0,07% akibat memasuki tahun ajaran baru.

Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, inflasi inti terendah terjadi di Tembilahan

sebesar 2,19% (yoy), diikuti Pekanbaru dan Dumai masing-masing sebesar 2,29%

dan 4,08% (yoy). Apabila dilihat dari pergerakannya, inflasi inti di ketiga kota

tersebut mengalami penurunan dibandingkan triwulan I-2016.

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas Dunia

Sumber : Bloomberg, diolah

Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy)

Sumber : BPS, diolah

0

2

4

6

8

10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

% (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU

11,000

11,500

12,000

12,500

13,000

13,500

14,000

14,500

15,000

2-J

an

-15

23

-Ja

n-1

5

13

-Fe

b-1

5

9-M

ar-

15

30

-Ma

r-1

5

21

-Ap

r-1

5

13

-Ma

y-1

5

5-J

un

-15

26

-Ju

n-1

5

23

-Ju

l-1

5

13

-Au

g-1

5

4-S

ep

-15

28

-Se

p-1

5

20

-Oct

-15

10

-No

v-1

5

1-D

ec-

15

23

-De

c-1

5

18

-Ja

n-1

6

9-F

eb

-16

1-M

ar-

16

23

-Ma

r-1

6

14

-Ap

r-1

6

9 M

ei

20

16

30

Me

i 2

01

6

20

-Ju

n-1

6

15

-Ju

l-1

6

5 A

gu

st 2

01

6

Kurs Tengah

-20.00%

-15.00%

-10.00%

-5.00%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

-

200.00

400.00

600.00

800.00

1,000.00

1,200.00

1,400.00

1,600.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8*

2015 2016

US

D

Emas growth

0

2

4

6

8

10

12

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2013 2014 2015 2016

% (yoy)Tradeable Non Tradeable

Page 68: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

47

2.2.2. Inflasi Volatile Food

Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode triwulan laporan tercatat

sebesar 2,59% (yoy), menurun signifikan jika dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang sebesar 9,22% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi volatile food

didorong oleh inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan, terutama berasal

dari subkelompok bumbu-bumbuan, padi-padian, daging dan hasilnya serta sayuran.

Komoditas utama penyumbang deflasi dari kelompok tersebut ialah cabai merah,

buncis, cabai rawit, daging ayam ras dan jengkol. Penurunan tersebut terjadi seiring

dengan berlangsungnya musim panen di sebagian besar daerah sentra produksi

sehingga meningkatkan pasokan yang tersedia yang pada akhirnya mampu menekan

kenaikan harga.

Namun demikian, beberapa harga komoditas mulai menunjukkan kenaikan harga

pada akhir triwulan laporan seperti bawang putih, beras, bawang merah dan daging

sapi sehingga menahan penurunan laju inflasi kelompok volatile food pada triwulan

II-2016. Meningkatnya harga sejumlah komoditas strategis tersebut dipengaruhi oleh

faktor musiman Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri, namun kenaikan harga

yang terjadi masih dalam rentang harga yang wajar.

Jika dilihat dari ketiga kota perhitungan inflasi di Riau, inflasi volatile food terendah

pada triwulan II-2016 terjadi di Dumai sebesar 2,33% (yoy), diikuti oleh Pekanbaru

dan tertinggi di Tembilahan dengan angka inflasi masing-masing sebesar 2,43%

(yoy) dan 4,21% (yoy). Namun demikian, inflasi volatile food di ketiga kota tersebut

tercatat lebih rendah bila dibandingkan triwulan I-2016 yang masing-masing tercatat

sebesar 5,55% (yoy), 10,37% (yoy) dan 7,78% (yoy).

Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy)

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.19. Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Pekanbaru

Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI

-8

-4

0

4

8

12

16

20

24

28

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

% (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU

8000

18000

28000

38000

48000

58000

68000

MI

MII

MII

IM

IVM

VM

IM

IIM

III

MIV M

IM

IIM

III

MIV M

IM

IIM

III

MIV

MV

MI

MII

MII

IM

IV MI

MII

MII

IM

IVM

VM

IM

IIM

III

MIV

M I

M I

IM

III

M IV

Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 June-16 Juli 16

Cabe Merah Besar Cabe Merah KeritingCabe Rawit Bawang MerahBawang Putih

Page 69: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

48

Grafik 2.20. Perkembangan Harga Komoditas Beras di Kota Pekanbaru

Grafik 2.21. Perkembangan Harga Daging dan Telur di Kota Pekanbaru

2.2.3. Inflasi Administered Prices

Pada triwulan II-2016 kelompok administered prices mengalami deflasi 0,26% (yoy),

lebih rendah dibandingkan triwulan I-2016 yang tercatat mengalami inflasi sebesar

3,46% (yoy). Deflasi kelompok inflasi ini terutama bersumber dari koreksi harga pada

kelompok transpor, perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar akibat menurunnya

harga bensin, solar dan tarif listrik pada triwulan laporan seiring dengan kebijakan

penyesuaian harga bahan bakar dan listrik untuk beberapa golongan yang

diimplementasikan oleh pemerintah. Jika dilihat per kota, menurunnya tekanan

inflasi administered price terjadi pada semua kota yang disurvei di Provinsi Riau. Pada

triwulan II-2016, Pekanbaru mengalami deflasi administered price sebesar -0,87%

(yoy), sementara Dumai dan Tembilahan mengalami inflasi sebesar 1,25% dan

1,65% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,24%,

4,39%, dan 3,31% (yoy).

Grafik 2.22. Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy)

Sumber : BPS, diolah

8000

18000

28000

38000

48000

58000

68000

MI

MII

MII

IM

IVM

VM

IM

IIM

III

MIV M

IM

IIM

III

MIV M

IM

IIM

III

MIV

MV

MI

MII

MII

IM

IV MI

MII

MII

IM

IVM

VM

IM

IIM

III

MIV

M I

M I

IM

III

M I

V

Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 June-16 Juli 16

Cabe Merah Besar Cabe Merah KeritingCabe Rawit Bawang MerahBawang Putih

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

160000

8000

13000

18000

23000

28000

33000

38000

43000

MI

MII

MII

I

MIV

MV

MI

MII

MII

I

MIV M

I

MII

MII

I

MIV M

I

MII

MII

I

MIV

MV

MI

MII

MII

I

MIV M

I

MII

MII

I

MIV

MV

MI

MII

MII

I

MIV

M I

M I

I

M I

II

M I

V

Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 June-16 Juli 16

Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras Daging Sapi

-4

0

4

8

12

16

20

24

28

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

% (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU

Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI

Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI

Page 70: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

49

2.3 Prospek Perkembangan Harga Barang dan Jasa Triwulan Berjalan

Secara tahunan inflasi IHK Riau sampai dengan Juli 2016 mencapai 2,38% (yoy)

atau secara kumulatif Januari-Juli 2016 mengalami inflasi sebesar 1,04% (ytd),

meningkat jika dibandingkan posisi Juni 2016 yang secara kumulatif deflasi

0,02% (ytd) dan secara tahunan mencapai 1,92% (yoy), namun masih berada di

bawah kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia 4±1% (yoy). Jika dilihat per

kelompok disagregasi, peningkatan inflasi berasal dari tekanan inflasi volatile

food yaitu kenaikan harga cabai merah, daging ayam ras, kentang beras, bawang

merah, dan daging sapi, serta kenaikan tekanan kelompok inti akibat

meningkatnya harga gula pasir dan emas perhiasan menjelang hari raya Idul Fitri.

Namun demikian jika dilihat secara historis, inflasi IHK secara year on year pada

bulan lebaran tahun ini cukup terkendali dan lebih rendah dibandingkan rata-

rata periode lebaran 4 tahun terakhir.

Ke depan, inflasi diperkirakan masih berada pada batas bawah sasaran inflasi

nasional 2016, yaitu 4%±1% (yoy). Pada bulan Agustus 2016, inflasi secara bulanan

(mtm) diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan Juli 2016.

Penurunan tersebut diperkirakan terjadi pada kelompok disagregasi administered

price yakni penurunan Tarif Dasar Listrik rata-rata Rp3 per kwh pada 12 golongan

yang tidak mendapatkan subsidi. Penurunan tarif listrik ini disebabkan penguatan

nilai tukar rupiah terhadap dolar USD dan penurunan harga minyak Indonesia. Selain

itu penurunan bahan bakar Dexlite sebesar Rp.300/ liter yang resmi berlaku sejak 1

Agustus 2016 diperkirakan akan menurunkan laju inflasi pada kelompok ini.

Sementara itu, koordinasi kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia dalam

mengendalikan inflasi akan terus dilakukan, khususnya mewaspadai tekanan inflasi

volatile food akibat adanya kemungkinan fenomena La Nina yang akan menguat di

pertengahan 2016, meskipun masih dalam intensitas lemah. Fenomena tersebut

berpotensi menyebabkan banjir, longsor dan puting beliung sehingga dapat

menganggu produksi daerah sentra pertanian dan berpotensi memberikan

gangguan dari sisi supply. Namun demikian tekanan inflasi kelompok bahan

makanan secara keseluruhan diperkirakan akan berkurang pada periode Agustus

2016. Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan

inflasi akan terus diperkuat melalui upaya menjamin ketersediaan pasokan dan

Page 71: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

50

distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi

inflasi agar tetap terkendali.

Grafik 2.23. Pergerakan Inflasi Tahunan Riau

Sumber : BPS, diolah

Grafik 2.25. Perkiraan Harga 3 Bulan Ke Depan

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 2.26. Perkiraan Harga Per Kelompok

Grafik 2.24. Perbandingan Inflasi Juli Riau

2.4 Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau

Kegiatan pengendalian inflasi yang dilakukan di Provinsi Riau pada periode laporan

adalah terus meningkatkan koordinasi untuk mengendalikan harga. Pada jangka

pendek, TPID berkoordinasi dan menyusun program dalam menghadapi bulan

Ramadhan dan hari raya Idul Fitri yang secara historis selalu memberikan tekanan

kenaikan harga antara lain: (i) rapat koordinasi TPID untuk mempersiapkan program

pengendalian inflasi ramadhan; (ii) melakukan inspeksi mendadak ke pasar untuk

mengidentifikasi potensi lonjakan harga; (iii) melakukan pemantauan ketersediaan

pangan di gudang distributor dan pedagang pasar; (iv) menyelenggarakan

pertemuan dengan pelaku pasar untuk mengantisipasi tindakan spekulasi dan

mengambil keuntungan; (v) menyelenggarakan pertemuan dengan distributor dan

pemangku kebijakan lain untuk memastikan aliran distribusi bahan pangan dapat

dijaga; (vi) menyelenggarakan pasar murah/operasi pasar di lingkungan masyarakat;

0

2

4

6

8

10

12

14 Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan

0,69

1,06

1,23

0,460,58

1,30

0,93 0,87 1,03

1,51

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan

Inflasi Bulan Juli (% mtm)

Juli 2016 Avg Juli (2012-2015)

130

140

150

160

170

180

190

200

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul

2013 2014 2015 2016

Bahan makananMakanan jadi, Minuman, Rokok, dan TembakauSandangTranspor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Grafik 2.26. Perkiraan Harga Per Kelompok Barang

Page 72: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

51

(vii) merangkul tokoh agama untuk menjaga perilaku konsumtif masyarakat di bulan

Ramadhan; (viii) mengelola ekspektasi masyarakat melalui himbauan berupa

publikasi di media cetak maupun elektronik (talkshow dan iklan layanan masyarakat).

Pada jangka menengah, TPID akan melakukan evaluasi rumusan Roadmap TPID

Tahun 2015 untuk memonitor perkembangan kegiatan pengendalian inflasi yang

dilakukan, fokus pada komoditas volatile food beras, cabe merah, bawang merah,

daging sapi, dan daging ayam ras. Evaluasi meliputi beberapa aspek diantaranya:

progress dan kendala pelaksanaan program perbaikan sarana irigasi, pencetakan

lahan sawah baru, perbaikan teknis budidaya cabe, pengembangan bawang merah

varietas Bima, penyusunan masterplan pengembangan tanaman hortikultura, dan

sebagainya. Roadmap tersebut kemudian akan dilengkapi dengan penyesuaian

program kerja terbaru dan telah ditandatangani sebagai bentuk komitmen

pelaksanaan program TPID pada 1 Agustus 2016. Roadmap tersebut juga akan

dilengkapi rencana tindak lanjut hasil Rakornas VII TPID yang diselenggarakan pada

bulan Agustus 2016.

Page 73: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

z

Upaya Pengendalian Inflasi di Provinsi Riau

Tantangan pengendalian inflasi di Provinsi Riau utamanya disebabkan oleh

11 komoditas dari 3 kelompok komoditas yang secara rata-rata memberikan andil

terbesar bagi pembentukan inflasi pada tahun 2015. Di tengah melambatnya

pertumbuhan ekonomi Riau akibat masih rendahnya kinerja sektor-sektor utama

membuat upaya pengendalian inflasi perlu dilakukan lebih baik, agar daya beli

masyarakat di tengah lesunya kondisi perekonomian tetap terjaga. Pada kelompok

administered price, komoditas tarif tenaga listrik, bensin dan rokok menjadi

komoditas pemberi andil terbesar. Sementara pada kelompok volatile food,

komoditas utama penyumbang andil inflasi di Riau adalah cabai merah, bawang

merah, beras, daging sapi dan telur ayam.

Selain komoditas-komoditas utama penyumbang andil terbesar tersebut, tantangan

dalam pengendalian inflasi adalah karakteristik Riau sebagai daerah non produsen

membuat ketergantungan yang relatif tinggi terhadap pasokan dari daerah produksi.

Gangguan produksi dan distribusi menjadi risiko yang perlu dikelola terutama

menghadapi Hari Raya Besar Keagamaan. Pada semester I-2016, faktor musiman di

Riau adalah pada periode bulan puasa dan menjelang Idul Fitri yang secara historis

memberikan tekanan inflasi yang relatif tinggi. Secara historis di 5 tahun terakhir,

rata-rata tingkat inflasi Riau di bulan puasa berada pada angka 0,85% (mtm).

Boks

Page 74: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Dalam upaya pengendalian inflasi di Riau, saat ini telah dibentuk Tim Pengendalian

Inflasi Daerah Provinsi Riau dan 12 TPID di tingkat Kabupaten/Kota. TPID yang terdiri dari

gabungan instansi lintas satker merupakan bentuk upaya koordinasi untuk mengatasi tekanan

inflasi dari berbagai sektor. Dari sisi penawaran, upaya peningkatan produksi dilakukan baik

dengan optimalisasi lahan yang ada maupun ekstensifikasi lahan baru. Upaya peningkatan

produksi perlu dilakukan secara komprehensif dengan meningkatkan sarana infrastruktur

pendukung seperti saluran irigasi yang banyak mengalami kerusakan. Untuk mengantisipasi

defisit pangan di Riau, perbaikan jalur distribusi berupa perbaikan jalan serta memprioritaskan

angkutan pangan mendapat perhatian untuk menjaga ketersediaan dan kelancaran pasokan.

Dari sisi permintaan, untuk menjaga harga berada pada tingkat yang wajar telah dilakukan

beberapa upaya seperti pemanfaatan pangan alternatif sagu di Riau untuk pemenuhan

karbohidrat. Selain itu himbauan terus disampaikan kepada masyarakat untuk tetap menjaga

konsumsi pada batas sewajarnya agar tidak terjadi lonjakan harga akibat kelangkaan barang.

Fungsi tata niaga sebagai intermediari antara penawaran dan permintaan juga menjadi

salah satu agenda program TPID Riau melalui percepatan proses pembangunan pasar induk

dengan referensi Pasar Kramat Jati di Jakarta dan Pasar Caringin di Bandung, monitoring

distribusi bahan pangan serta tindakan antisipasi perilaku profit taking yang dilakukan oleh para

pelaku usaha. Selain itu untuk meningkatkan pemenuhan pangan khususnya beras dari Riau,

dilakukan melalui optimalisasi Toko Tani Indonesia (TTI) sebanyak 16 outlet yang dipasok oleh

8 Gapoktan dari daerah produsen padi lokal. TPID juga secara berkala telah melakukan upaya

pengelolaan ekspektasi masyarakat melalui publikasi kegiatan seperti rapat koordinasi,

talkshow, himbauan bersama tokoh masyarakat serta iklan layanan masyarakat untuk dapat

menjaga pola konsumsi dan ekspektasi masyarakat mengenai respon kenaikan harga dan

ketersediaan pasokan.

Page 75: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Secara khusus untuk menghadapi periode bulan puasa serta Idul Fitri, program TPID

ditingkatkan terutama rapat koordinasi lintas satker untuk memastikan harga pangan pokok

tetap berada pada level wajar. Sebagai identifikasi awal, dilakukan inspeksi ke pasar untuk

mengetahui perkembangan harga dan analisa penyebab kenaikan harga. Untuk mengantisipasi

potensi penimbunan barang juga dilakukan inspeksi ke gudang dan pertemuan dengan para

distributor dan pedagang besar.

Sebagai respon kenaikan harga di bulan puasa, diselenggarakan operasi pasar serentak

di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Riau yang dilaksanakan secara periodik. Pelaksanaan

difokuskan di titik-titik yang berkenaan langsung dengan masyarakat sehingga dampaknya

dapat langsung diterima oleh masyarakat. Selain itu, operasi pasar diselenggarakan

bekerjasama antar satuan kerja seperti Bulog, Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) serta

pihak swasta untuk mengakomodir komoditas-komoditas yang menjadi perhatian seperti beras,

daging, gula dan minyak goreng.

Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan berdampak pada pencapaian inflasi Riau

yang relatif rendah di Semester I-2016. Secara spesifik untuk periode Ramadhan dan Idul Fitri

tahun 2016, inflasi yang terjadi hanya mencapai 0,43% (mtm), lebih rendah dari rata-rata inflasi

Riau di bulan puasa periode 2012-2015 yang mencapai 0,85% (mtm). Secara umum, infasi Riau

di Semester I-2016 adalah 1,92% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang

mencapai 3,45% (yoy).

Tantangan pengendalian inflasi ke depan adalah dinamika perekonomian yang relatif

terjadi lebih cepat. Dalam rangka mengantisipasi tantangan tersebut, TPID Provinsi Riau akan

mengevaluasi Roadmap Pengendalian Inflasi di Riau baik di tingkat Provinsi maupun

Kabupaten/Kota. Beberapa pokok pembahasan yang akan dikaji adalah (i) peningkatan

produksi berdasarkan produk/kawasan unggulan; (ii) pengembangan infrastruktur pendukung

produksi dan distribusi pangan; (iii) pengembangan struktur pasar dan tata niaga bahan pangan

pokok; (iv) kegiatan operasi pasar dan pasar murah; (v) pengelolaan dampak penyesuaian

harga; (vi) mendorong ketersediaan informasi; dan (vii) koordinasi intensif antar SKPD. Untuk

mendukung pencapaian inflasi yang rendah dan stabil, perlu dilakukan upaya oleh segenap

pemangku kebijakan sehingga program dapat berjalan secara komprehensif.

Page 76: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

52

1. Kondisi Umum

Perkembangan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi

Riau hingga triwulan II 2016 secara umum lebih baik dibandingkan periode yang

sama pada tahun sebelumnya. Hingga triwulan II 2016 Anggaran Pendapatan

Daerah telah terealisasi sebesar 43,03% dari total yang dianggarkan, sementara itu

realisasi Anggaran Belanja Daerah telah mencapai 23,50% dari total yang

dianggarkan.

ASESMEN KEUANGAN

PEMERINTAHAAH

Bab 3

Page 77: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

53

2. Realisasi APBD Triwulan I 2016

Alokasi anggaran pendapatan daerah Provinsi Riau pada tahun 2016 secara umum

mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Dari sisi pendapatan, APBD

Provinsi Riau tercatat menurun sebesar 13% (yoy), yaitu dari Rp8,72 triliun pada

tahun 2015 menjadi Rp7,58 triliun pada tahun 2016. Kondisi ini didorong oleh

penurunan rata-rata harga minyak internasional yaitu dari USD 48,68/barel di tahun

2015 menjadi USD 34,27/ barel di tahun 2016. Penurunan harga minyak dunia

tersebut berdampak terhadap penurunan Dana Bagi Hasil Provinsi Riau hingga 65%

(yoy), disamping karena adanya penurunan lifting minyak bumi akibat natural

declining. Di sisi lain, anggaran belanja pemerintah daerah pada tahun 2016 relatif

meningkat dibandingkan tahun 2015 sebesar 2,69% (yoy) yaitu dari Rp10,68 triliun

pada tahun 2015 menjadi Rp10,97 triliun pada tahun 2016. Peningkatan utamanya

berasal dari anggaran belanja transfer pemerintah Provinsi kepada pemerintah

Kabupaten/Kota.

Tabel 3.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Triwulan II 2015 dan Triwulan II 2016

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Realisasi APBD pemerintah Provinsi Riau pada triwulan II 2016 khususnya belanja

pemerintah daerah relatif meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun

sebelumnya, sementara realisasi pendapatan daerah mengalami penurunan

meskipun tidak signifikan. Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah Provinsi Riau

pada triwulan II 2016 masing-masing mencapai 43,03% dan 23,50% sementara

realisasi pada triwulan yang sama tahun 2015 tercatat sebesar 43,21% dan 13,21%

dari total anggaran. Rendahnya realisasi belanja pemerintah selama dua tahun

terakhir disinyalir juga menjadi dorongan bagi pemerintah daerah untuk

mempercepat realisasi APBD khususnya dari sisi belanja daerah pada tahun 2016.

Anggaran (Rp Miliar) Realisasi % Anggaran (Rp Miliar) Realisasi %

Pendapatan Daerah 8.721,57 3.768,55 43,21% 7.588,65 3.265,04 43,03%

Belanja Daerah 10.683,97 1.411,56 13,21% 10.972,07 2.578,12 23,50%

Pembiayaan Daerah 1.962,40 0,75 0,04% 3.383,43 3.131,90 92,57%

Surplus / (Defisit) -1.962,40 2.356,99 -120,11% -3.383,43 686,91 -20,30%

Triwulan II 2015 Triwulan II 2016Uraian

Page 78: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

54

2.1. Realisasi Pendapatan Realisasi pendapatan daerah Provinsi Riau hingga triwulan II 2016 tercatat sebesar

43,03%, menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang

tercatat sebesar 43,21%. Penurunan realisasi pendapatan didorong oleh penurunan

realisasi kelompok pendapatan asli daerah (PAD).

Komponen utama yang mendorong penurunan realisasi PAD berasal dari realisasi

pajak daerah yang baru mencapai Rp992,57 miliar atau sebesar 35,89% dari total

yang dianggarkan pada tahun 2016, yaitu sebesar Rp2,76 triliun. Realisasi ini lebih

rendah jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang

mencapai Rp1,21 triliun atau sebesar 41,48% dari total yang dianggarkan.

Penurunan realisasi pendapatan pajak daerah salah satunya diperkirakan bersumber

dari penurunan realisasi pajak Keterangan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

(BBNKB) yang tidak sesuai target, yang sampai dengan triwulan II 2016 realisasi pajak

BBNKB tercatat sebesar Rp298,90 miliar atau 39,12% dari target sebesar Rp764,12

miliar. Realisasi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada

tahun sebelumnya, dimana pada akhir triwulan II 2016 realisasi pajak BBNKB tercatat

sebesar Rp379,67 miliar atau sebesar 41,84% dari target sebesar Rp907,48 miliar.

Masih rendahnya realisasi dari pajak BBNKB diperkirakan karena penurunan jumlah

kendaraan baru di Provinsi Riau yang disebabkan daya beli masyarakat yang menurun

akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi secara nasional pada tahun 2016.

Tabel 3.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau

Triwulan II Tahun 2015 dan 2016

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi %

PENDAPATAN DAERAH 8.721,57 3.768,54 43,21 7.588,64 3.265,03 43,03

PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.656,36 1.508,82 41,27 3.495,55 1.280,19 36,62

Pajak Daerah 2.924,92 1.213,18 41,48 2.765,55 992,57 35,89

Retribusi Daerah 24,37 8,66 35,54 11,00 4,39 39,91

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 208,54 130,64 62,64 218,00 1,46 0,67

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 498,52 156,33 31,36 501,00 281,76 56,24

DANA PERIMBANGAN 4.196,34 1.820,73 43,39 4.085,27 1.978,68 48,43

Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 559,67 475,56 84,97 877,34 427,98 48,78

Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 2.903,25 939,78 32,37 1.015,83 444,11 43,72

Pendapatan Dana Alokasi Umum 654,22 381,63 58,33 737,74 430,35 58,33

Pendapatan Dana Alokasi Khusus 79,20 23,76 30,00 1.454,36 676,23 46,50

Dana Penyesuaian 868,88 439,00 50,53 5,00 5,00 100,00

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 868,88 438,99 50,52 7,82 6,16 78,77

Tw II 2015 Tw II 2016Uraian (Miliar Rupiah)

Page 79: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

55

Sementara itu, pendapatan yang berasal dari Dana Perimbangan hingga triwulan II

2016 tercatat mencapai Rp1,97 triliun atau sebesar 48,43% dari total yang

dianggarkan. Realisasi ini relatif meningkat dibandingkan periode yang sama pada

tahun sebelumnya yang terealisasi sebesar Rp1,82 triliun atau 43,39% dari total yang

dianggarkan. Peningkatan realisasi Dana Perimbangan berasal dari komponen

pendapatan dana alokasi khusus dimana pada triwulan II 2016 tercatat realisasi

sebesar Rp 676,23 miliar atau sebesar 46,50% dari yang dianggarkan. Jumlah ini

meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana Dana Alokasi

Khusus hanya terealisasi sebesar Rp 23,76 miliar atau 30% dari yang dianggarkan.

Adanya peningkatan pendapatan dari Dana Alokasi Khusus sejalan dengan beberapa

proyek pemerintah pusat di Provinsi Riau, diantaranya proyek jalan tol Pekanbaru-

Dumai dan pembangunan jalur lintas kereta api trans-sumatera. Penurunan

pendapatan daerah yang berasal dari Dana Bagi Hasil sumber daya alam diperkirakan

mencapai 65% pada tahun 2016 dibandingkan tahun 2015. Kondisi ini terjadi akibat

penurunan harga minyak dunia dan faktor penurunan produksi yang disebabkan

oleh kondisi sumur yang semakin tua (natural declining).

2.2. Realisasi Belanja

Realisasi anggaran belanja Provinsi Riau pada triwulan II-2016 tercatat sebesar Rp

2,57 triliun atau sebesar 23,50% dari total alokasi anggaran. Total belanja langsung

pada tahun 2016 secara umum menurun dibandingkan tahun 2015, khususnya pada

komponen belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Belanja barang dan jasa

pada tahun 2016 dianggarkan sebanyak Rp2,7 triliun, lebih rendah dibandingkan

tahun 2015 yang dianggarkan sebanyak Rp3,10 triliun. Sementara itu, belanja modal

yang dianggarkan pada tahun 2016 adalah sebesar Rp2,53 triliun, juga menurun jika

dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp2,90 triliun. Penurunan alokasi anggaran

diperkirakan akibat penyesuaian terhadap menurunnya pendapatan di tahun 2016.

Di sisi lain, rencana anggaran kelompok belanja tidak langsung pada tahun 2016

cenderung meningkat dibandingkan tahun 2015, yaitu dari Rp4,40 triliun menjadi

Rp5,38 triliun. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pada belanja hibah,

belanja bagi hasil kepada pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa, serta

belanja pegawai. Kondisi ini diperkirakan akibat adanya peningkatan UMP dan UMK

Page 80: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

56

di tahun 2016 serta fokus pemerintahan di tahun 2016 yang lebih menitikberatkan

pada percepatan pembangunan di pedesaan.

Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Tw II 2015 dan Tw II 2016

Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau

Realisasi anggaran belanja pemerintah Provinsi Riau pada awal tahun 2016 tercatat

sebesar Rp2,57 triliun atau 23,50% dari total belanja sebesar Rp10,97 triliun yang

dianggarkan dalam APBD 2016. Kondisi ini menunjukkan peningkatan yang cukup

signifikan jika dibandingkan dengan realisasi belanja daerah pada triwulan II tahun

2015 yang tercatat sebesar Rp 1,41 triliun atau 13,21% dari total belanja sebesar

Rp10,68 triliun pada APBD 2015. Penyerapan anggaran belanja daerah baik belanja

langsung dan belanja tidak langsung mengalami kenaikan yang cukup signifikan jika

dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan II 2016

ini realisasi belanja tidak langsung di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp2,57 triliun atau

sebesar 30,65% dari total anggaran belanja tidak langsung sebesar Rp5,38 triliun,

kondisi ini meningkat jika dibandingkan dengan realisasi belanja tidak langsung pada

triwulan II 2015 yang baru mencapai 21,04% dari anggaran belanja tidak langsung.

Meningkatnya realisasi belanja tidak langsung pada triwulan II 2016 bersumber dari

belanja hibah dan belanja bagi hasil yang masing-masing tercatat sebesar Rp638,96

miliar dan Rp451,41 miliar atau 49,39% dan 35,17% dari anggaran belanja hibah

dan belanja bagi hasil untuk tahun 2016. Kondisi ini lebih baik dibandingkan periode

yang sama pada tahun 2015 dimana realisasi belanja hibah dan belanja hasil hanya

sekitar 40,58% dan 2,77%.

Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi %

BELANJA DAERAH 10.683,97 1.411,55 13,21 10.972,07 2.578,12 23,50

BELANJA TIDAK LANGSUNG 4.402,19 926,22 21,04 5.388,35 1.651,76 30,65

Belanja Pegawai 1.122,75 390,88 34,81 1.202,95 496,42 41,27

Belanja Bunga - - - - -

Belanja Subsidi - - - - - -

Belanja Hibah 1.070,65 434,44 40,58 1.293,61 638,96 49,39

Belanja Bantuan Sosial 7,18 - - 10,00 4,88 48,80

Belanja Bagi Hasil 1.159,15 32,09 2,77 1.283,58 451,41 35,17

Belanja Bantuan Keuangan 1.032,47 68,88 6,67 1.580,21 60,07 3,80

Belanja Tidak Terduga 10,00 - - 18,00 - -

BELANJA LANGSUNG 6.281,78 485,33 7,73 5.583,72 926,36 16,59

Belanja Pegawai 272,81 76,92 28,20 340,56 105,11 30,86

Belanja Barang dan Jasa 3.107,85 264,04 8,50 2.711,04 502,92 18,55

Belanja Modal 2.901,12 144,31 4,97 2.532,12 318,33 12,57

Uraian (Miliar Rupiah)Triwulan II 2015 Triwulan II 2016

Page 81: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

57

Sementara itu Belanja Langsung terealisasi sebesar Rp 926,36 miliar atau 16,59%

dari Rp5,58 triliun yang dianggarkan. Realisasi ini lebih baik jika dibandingkan

dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yakni sebesar Rp485,33 miliar

atau sebesar 7,73% dari yang dianggarkan sebesar Rp 6,28 triliun. Meningkatnya

realisasi belanja langsung tersebut, bersumber dari realisasi belanja modal dan

belanja barang dan jasa di triwulan II tahun 2016 yang tercatat relatif meningkat

dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hingga Juni 2016,

realisasi belanja modal pemerintah Provinsi Riau tercatat mencapai Rp318,33 miliar,

lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015 yang baru mencapai

Rp144,31 miliar. Selanjutnya, realisasi belanja barang dan jasa hingga akhir Juni 2016

mencapai Rp502,92 miliar, lebih tinggi dibandingkan realisasi pada periode yang

sama di tahun sebelumnya yang mencapai Rp264,04 miliar.

Meskipun relatif lebih baik dibanding tahun sebelumnya, realisasi belanja pemerintah

Provinsi Riau hingga akhir tahun 2016 masih perlu mendapat perhatian serius.

Adapun kendala dalam realisasi belanja APBD di Provinsi Riau antara lain:

1. Keterlambatan pengesahan APBD Kabupaten / Kota / Provinsi, termasuk

keterlambatan Daerah dalam menetapkan Perda APBD dan terlambatnya

penyusunan dan penetapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD;

2. Belum kuatnya manajemen keuangan daerah, dan masih lemahnya

pemantauan pelaksanaan program/ kegiatan dengan belum diberlakukannya

reward dan punishment bagi SKPD yang tidak dapat memenuhi target

penyerapan;

3. Belum memadainya kemampuan manajemen pelaksanaaan proyek, antara lain

kurangnya koordinasi pelaksanaan kegiatan pembangunan di daerah, dan

keterbatasan SDM terkait dengan persiapan teknis, penyusunan RAB, dan

desain konstruksi atas pekerjaan fisik.

4. Tingginya pertukaran Pejabat Pengelola Keuangan pada awal tahun anggaran.

5. Pemerintah Daerah sangat berhati-hati dalam melaksanaan pengadaan barang

dan/atau jasa melalui lelang di daerah, sehingga terkadang proses lelang

mengalami keterlambatan. Proses pengadaan barang dan/atau jasa dapat

terhambat karena:

a. Tidak terdapat tenaga ahli (PPK) yang memadai pada masing-masing

satker, kurangnya personil yang mempunyai sertifikasi pengadaan

Page 82: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Keuangan Pemerintah

58

barang dan jasa; termasuk Keengganan pegawai untuk ditunjuk

menjadi PPK karena takut terjerat kasus hukum oleh oknum di

kepolisian dan kejaksaan.

b. belum ditetapkannya pengelola anggaran dan pengelola kegiatan/

pengadaan;

c. perencanaan pengadaan yang mengalami keterlambatan, meliputi

penetapan jadwal pengadaan, penyusunan dan penetapan dokumen

pengadaan, serta pengumuman pengadaan.

6. Terdapatnya double penganggaran antara pemerintah pusat dan

daerah terhadap kegiatan yang sama sehingga anggaran tidak terserap

dengan maksimal.

7. Kurang baiknya perencanaan anggaran yang berdampak terhadap

adanya revisi anggaran di pertengahan tahun. Hal ini biasanya akan

menyebabkan program dan kegiatan dimana program dan kegiatan

yang belum/tidak direncanakan sebelumnya tidak dapat dilaksanakan

pada awal tahun anggaran, karena harus menunggu perubahan

anggaran (APBD-P).

Solusi yang ditempuh agar penyerapan APBD di Provinsi Riau lebih maskimal

kedepannya antara lain :

1. Menyusun rencana penyerapan anggaran (disbursement plan) yang

sinkron dengan rencana pengadaan (procurement plan).

2. Mengurangi pertukaran Pejabat Pengelola Keuangan di awal tahun

anggaran sehingga kelancaran pelaksanaan anggaran pada tahun

berjalan dapat dilakukan dengan baik.

3. Komitmen dan kesepakatan antara legislatif dan yudikatif terhadap

pentingnya ketepatan waktu dalam penyusunan anggaran.

4. Penyusunan program di daerah berpatokan pada RPJMD dengan

mengacu kepada RPJMN.

Page 83: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Pada tanggal 27 Juni 2016, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)

Provinsi Riau melaksanakan Rapat Koordinasi Revisi RPJMD Provinsi Riau Tahun 2014-

2019. Rapat ini bertujuan untuk melakukan penyempurnaan terhadap dimensi revisi

RPJMD dan penyesuaian terhadap regulasi, diantaranya terkait dengan Undang-Undang

23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta revisinya, pergeseran asumsi

kemampuan keuangan yang signifikan, penyesuaian target, penetapan RPJMN 2015-

2019 dan Nawacita, revisi RPJPD Provinsi Riau 2005-2025, penyesuaian kebijakan

kewilayahan, perubahan pola perhitungan IPM, ringkasan struktur keuangan

unbalanced, koreksi indikator dan penetapan sasaran daerah, keselarasan antara isu,

arah kebijakan, program serta target yang ditetapkan. Selanjutnya fokus pembangunan

jangka panjang tahap PJMD ke 3 dengan mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi

pada tingkat 2-3%, IPM pada indeks 73, tingkat kemiskinan menurun 7-8% dengan

prioritas wilayah pedesaan, indeks gini 0,3, pengendalian inflasi hingga mencapai 3-4%

per tahun serta berkurangnya disparitas antar wilayah.

Adapun beberapa saran dan masukan dari stakeholder diantaranya adalah sebagai

berikut:

Melakukan percepatan pengesahan RTRW,

Mencari alternative pengganti sektor migas,

Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Pendidikan diminta merumuskan

konsep pendidikan gratis,

Membuka keterisoliran daerah-daerah terpencil di kabupaten/Kota,

Melakukan transparansi pengelolaan pemerintahan dengan menggunakan

informasi tekhnologi, perlu adanya langkah kongkrit tingkat implementasi yang

jelas terhadap pelaksanaan kerjasama daerah PEKANSIKAWAN serta

menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor prioritas,

Penguatan restorasi gambut di Kabupaten Kepulauan Meranti,

Penguatan kerjasama daerah SIAPBEDELAU

Sumber: BAPPEDA Provinsi Riau

Boks

Revisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Provinsi Riau Tahun 2014-2019

Page 84: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Penguatan pariwisata Kabupaten Siak,

Pengembangan industri hilir produk perkebunan sawit di Kabupaten Rokan Hulu dapat

memperkecil disparitas antar wilayah, dan

Pengurangan terhadap angka kemiskinan dan tingkat pengangguran dan perlu

dibangunnya sistem pelayanan kesehatan yang terintegrasi dengan memanfaatkan

informasi teknologi.

Sejalan dengan revisi RPJPD Provinsi Riau tahun 2005-2025, terdapat pergeseran

pencapaian target-target indikator ekonomi makro, perlunya peningkatan agroindustri,

perumusan alternatif baru pengganti migas dan perkebunan ke arah sektor lainnya

seperti sektor pariwisata berbasis budaya. Peningkatan sektor pariwisata secara

langsung akan berdampak pada perkembangan sektor rill secara swadaya masyarakat,

serta perputaran likuditas atau uang beredar di masyarakat menjadi lebih tinggi

sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Selain pengembangan sektor

alternatif, diperlukan pengembangan kawasan industri berbentuk ekonomi khusus

dengan adanya kekhususan produk industri yang ditonjolkan dan terintegrasi dengan

fasilitas perhubungan yang memadai. Beberapa fasilitas infrastruktur perhubungan

yang perlu dikembangkan secara intensif antara lain pelabuhan Kuala Enok, Tanjung

Buton, dan Dumai, pembangunan tol dan railway Pekanbaru Dumai, sekaligus

pengembangan Dumai sebagai salah satu titik pengembangan tol laut di wilayah pesisir

pulau Sumatera yang juga berbatasan langsung dengan Negara tetangga Singapura

dan Malaysia.

Sumber: BAPPEDA Provinsi Riau

Page 85: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

59

1. Kondisi Umum Perbankan

Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 mengalami penurunan

dibandingkan dengan triwulan I-2016 yang tercermin dari menurunnya

pertumbuhan Aset, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), namun hal ini

berbanding terbalik dengan penyaluran Kredit yang justru mengalami pertumbuhan,

seiring dengan meningkatnya perekonomian. Pada triwulan II-2016 aset perbankan

tercatat mencapai Rp88,40 triliun, mengalami penurunan dari kontraksi 6,50% (yoy)

pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi lebih dalam sebesar 11,28% (yoy).

Sementara, DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp66,52 triliun, juga

menurun dari kontraksi 5,77% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi

lebih dalam sebesar 6,66% (yoy) pada triwulan II 2016.

Bab 4 STABILITAS KEUANGAN

DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN dan

UMKM

Page 86: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

60

Berbanding terbalik dengan perkembangan aset dan DPK yang mengalami

penurunan, penyaluran kredit pada triwulan II-2016 mengalami perbaikan jika

dibandingkan triwulan I-2016, yaitu dari 7,33% (yoy) tumbuh menjadi 7,94% (yoy)

dengan nilai mencapai Rp59,28 triliun. Seiring dengan membaiknya pertumbuhan

kredit, kualitas kredit yang disalurkan perbankan di provinsi Riau juga mengalami

perbaikan. NPL perbankan di triwulan II-2016 tercatat lebih rendah dibandingkan

dengan NPL di triwulan I-2016 dari 4,23% menjadi 4,14%. Sejalan dengan

penurunan pertumbuhan DPK yang diikuti pertumbuhan kredit yang mulai membaik,

LDR perbankan berada pada level 89,11% yang mencerminkan bahwa masih cukup

terjaganya likuiditas perbankan di Provinsi Riau.

Tabel 4.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau (RpJuta)

Sumber : Bank Indonesia

2. Perkembangan Bank Umum

2.1. Perkembangan Aset

Pada triwulan II 2016, aset bank umum di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp87,15

triliun mengalami kontraksi sebesar 11,48% (yoy) menurun dibandingkan triwulan I

2016 yang mengalami kontraksi sebesar 6,65% (yoy). Jika dilihat secara triwulanan

aset bank umum mengalami ekspansi sebesar 3,12% (qtq) menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mengalami ekspansi sebesar 3,46% (qtq).

I II III IV I II Tw I 2016 Tw II 2016

Aset (Rp Juta) 91.724.376 99.637.187 96.510.233 82.914.524 85.760.926 88.403.026 (6,50) (11,28)

- Bank Umum 90.534.888 98.451.429 95.323.470 81.686.208 84.514.141 87.150.773 (6,65) (11,48)

- BPR/S 1.189.489 1.185.757 1.186.762 1.228.315 1.246.785 1.252.252 4,82 5,61

Kredit (Rp Juta) 53.266.023 54.923.581 55.863.081 57.445.328 57.169.102 59.283.067 7,33 7,94

- Bank Umum 52.401.716 54.012.485 54.946.577 56.538.247 56.252.232 58.325.238 7,35 7,98

- BPR/S 864.307 911.096 916.504 907.081 916.870 957.829 6,08 5,13

Kredit UMKM (Rp Juta) 19.809.940 20.212.276 19.894.360 19.884.668 19.905.368 20.633.645 0,48 2,08

Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 67.372.858 71.278.108 70.070.676 62.927.349 63.483.576 66.527.545 (5,77) (6,66)

- Bank Umum 66.525.297 70.420.859 69.189.487 62.050.178 62.588.183 65.616.219 (5,92) (6,82)

- BPR/S 847.560 857.250 881.188 877.171 895.392,67 911.325,21 5,64 6,31

LDR 79,06% 77,06% 79,72% 91,29% 90,05% 89,11%

NPL 3,82% 4,33% 4,50% 3,86% 4,23% 4,14%

- Bank Umum 3,64% 4,16% 4,34% 3,71% 4,07% 3,98%

- BPR/S 14,45% 13,84% 14,39% 12,92% 14,08% 13,76%

(yoy, %)2015 2016Indikator

Page 87: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

61

Grafik 4.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan kepemilikannya, menurunnya pertumbuhan aset bank umum pada

triwulan laporan terutama bersumber dari kontraksi aset kelompok bank umum

pemerintah sebesar 16,05% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan

sebelumnya sebesar 9,64% (yoy). Sementara pertumbuhan aset bank swasta

mengalami pertumbuhan sebesar 1,74% (yoy) lebih baik dibandingkan triwulan

sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 1,40% (yoy). Pangsa aset bank umum

pemerintah masih tetap mendominasi dengan share 70,48% mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya dengan share 70,57%.

Grafik 4.3. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank

Sumber : Bank Indonesia

Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan kegiatannya, aset bank umum konvensional

(pangsa 93,44%) pada triwulan II-2016 tercatat mengalami kontraksi sebesar

13,05% (yoy) dengan nilai mencapai Rp81,43 triliun menurun dibanding triwulan

sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 7,37% (yoy) dengan nilai mencapai

Rp79,61%. Namun berbeda dengan kinerja bank umum syariah (pangsa 6,56%), di

-20

-10

0

10

20

30

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp Triliun Aset g - yoy (RHS)

20

40

60

80

100

120

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Rp Triliun Pemerintah Swasta Total (RHS)

20

40

60

80

100

120

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Rp Triliun Pemerintah Swasta Total (RHS)

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%) Konvensional Syariah

Page 88: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

62

tengah perlambatan pertumbuhan aset bank umum konvensional, kinerja bank

umum syariah masih tercatat cukup baik dengan aset yang tumbuh sebesar 19,14%

(yoy) dengan nilai mencapai Rp5,72 triliun, membaik dibanding dengan triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,84% (yoy) dengan nilai mencapai Rp 4,91 triliun.

2.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK)

Penghimpunan DPK oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 tercatat

mengalami kontraksi sebesar 6,82% (yoy). Penurunan kinerja tersebut melanjutkan

perlambatan pertumbuhan DPK yang terjadi mulai triwulan I 2015. Terkontraksinya

DPK pada triwulan II 2016 bersumber dari Deposito (pangsa 35,08%) yang

terkontraksi lebih dalam yaitu dari kontraksi 9,45% (yoy) menjadi kontraksi 16,08%

(yoy) di triwulan II-2016, dan komponen Giro (pangsa 17,82%) yang terkontraksi

sebesar 23,59% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang

terkontraksi 21,17% (yoy). Sementara itu Tabungan (pangsa 47,10%) mengalami

peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan dari 5,73% (yoy) di triwulan I-2016

menjadi 11,61% (yoy) di Triwulan II-2016.

Grafik 4.5. Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan

S Sumber : Bank Indonesia

Deposito yang terkontraksi lebih dalam disebabkan oleh Deposito milik Pemerintah

Daerah yang terkontraksi semakin dalam dari kontraksi 47,67% (yoy) menjadi

kontraksi 63,16% (yoy) di triwulan II-2016. Kondisi ini menunjukkan Pemerintah

Daerah dan Badan banyak melakukan penarikan sejumlah dana yang disimpan dalam

bentuk Deposito, hal ini terkait dengan percepatan realisasi anggaran APBD pada

triwulan II-2016. Sementara penurunan pertumbuhan Giro disebabkan oleh

menurunnya Giro di sektor Pemerintah Daerah yang mengalami kontraksi semakin

dalam yakni dari kontraksi 43,27% (yoy) menjadi kontraksi 56,07% (yoy) pada

5

10

15

20

25

30

35

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

RpTriliun DPK Giro Tabungan Deposito

-40

-20

0

20

40

60

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015 2016

Persen (%)Giro Tabungan Deposito DPK

Page 89: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

63

triwulan II-2016. Terjadinya kontraksi giro pemerintah daerah pada triwulan I-2016

dan triwulan II-2016 merupakan efek dari diberlakukannya Peraturan Menteri

Keuangan No.235/PMK.07/2015 perihal Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil

dan/atau Dana Alokasi Umum Dalam Bentuk Non Tunai dimana sejak PMK tersebut

diberlakukan, Dana Bagi Hasil (DBH) atau Dana Alokasi Umum (DAU) yang selama

ini disalurkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam bentuk dana tunai

berubah kedalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Di sisi lain, Tabungan

menunjukkan tren pertumbuhan dari triwulan I-2015 hingga triwulan II-2016

meskipun pertumbuhan di triwulan laporan relatif belum signifikan. Kondisi ini

mencerminkan masih cukup rendahnya daya beli masyarakat dan ekspektasi kondisi

perekonomian yang masih rendah sehingga masyarakat cenderung berjaga-jaga

menyimpan dananya dalam bentuk tabungan di perbankan.

Tabel 4.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (RpMiliar)

Sumber : Bank Indonesia

2.3. Perkembangan Penyaluran Kredit

Pada triwulan II-2016, kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau

tercatat sebesar Rp58,33 triliun. Jumlah ini tumbuh sebesar 7,98% (yoy), lebih baik

jika dibandingkan dengan triwulan I-2016 yang tumbuh sebesar 7,35%(yoy).

Perbaikan penyaluran kredit menunjukkan mulai meningkatnya permintaan kredit

pada triwulan laporan, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi

meskipun masih terbatas.

I II III IV I II

Pemerintah 16.103 17.859 16.726 6.254 9.396 8.065 -54,84

Pemerintah Pusat 291 294 335 360 431 412 40,29

Pemerintah Daerah 13.832 15.818 14.341 4.094 7.634 6.467 -59,12

Badan/ Lembaga Pemerintah 106 102 114 130 165 164 60,19

Badan Usaha Milik Negara 1.820 1.602 1.768 1.525 1.038 907 -43,41

Badan Usaha Milik Daerah 53 43 168 144 129 116 168,78

Swasta 8.093 9.256 8.165 9.133 7.734 8.175 -11,68

Perusahaan Asuransi 84 67 80 85 82 69 3,36

Perusahaan Swasta 7.001 8.189 7.051 7.836 6.561 6.949 -15,14

Yayasan dan Badan Sosial 793 783 820 922 848 887 13,33

Koperasi 214 218 214 290 242 269 23,64

Lainnya 3 3 3 2 3 3 -7,33

Perorangan 42.326 43.302 44.295 46.661 45.455 49.374 14,02

RpMiliar2016

g - yoy2015

Page 90: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

64

Grafik 4.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

S Sumber : Bank Indonesia

Membaiknya penyaluran kredit pada triwulan II-2016 bersumber dari membaiknya

penyaluran kredit pada sektor pemerintah yang tumbuh sebesar 14,40% (yoy) lebih

baik jika dibandingkan triwulan I-2016 sebesar 13,65 (yoy). Membaiknya penyaluran

kredit juga ditopang oleh membaiknya penyaluran kredit di sektor swasta yang

mengalami kenaikan walaupun masih mengalami kontraksi sebesar 4,43% (yoy)

pada triwulan laporan, namun masih lebih baik jika dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 4,50% (yoy). Sementara itu

berdasarkan jenis penggunaanya, kredit investasi (pangsa 30,13%) mengalami

perlambatan yaitu dari tumbuh 2,91% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 2,60% (yoy)

di triwulan II-2016 dengan nilai mencapai Rp17.57 triliun. Sementara kredit modal

kerja (pangsa 31,98%) mengalami perbaikan jika dibandingkan triwulan sebelumnya

yaitu dari 8,77% (yoy) di triwulan I 2016 tumbuh menjadi 11,01% (yoy) di triwulan

II 2016 dengan nilai mencapai Rp 18,65 triliun. Hal ini juga diikuti oleh membaiknya

kredit konsumsi (pangsa 37,90%) yang tumbuh dari 9,97% (yoy) di triwulan I-2016

menjadi 10,05% (yoy) di triwulan II-2016 dengan nilai mencapai Rp22,10 triliun.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka penyaluran kredit produktif di triwulan II-2016

mencapai Rp36,22 triliun atau tumbuh sebesar 6,76% (yoy).

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Rp TriliunModal kerja Investasi Konsumsi Produktif Total

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%) Modal kerja InvestasiKonsumsi ProduktifTotal

Page 91: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

65

Grafik 4.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.10. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta

S Sumber : Bank Indonesia

Perlambatan kredit terjadi pada penyaluran kredit valas sementara kredit dalam mata

uang Rupiah mengalami pertumbuhan. Kredit rupiah mencapai Rp57,49 triliun,

tumbuh 8,78% (yoy) meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh 7,99% (yoy). Sementara kredit valas mencapai Rp 832,99 miliar, mengalami

kontraksi yang semakin dalam sebesar 28,15% (yoy) jika dibandingkan triwulan

sebelumnya yang terkontraksi sebesar 21,52% (yoy).

3. Intermediasi dan Risiko Perbankan

Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 mengalami

penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun masih lebih baik jika

dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Menurunnya

fungsi intermediasi tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu sebesar

88,89% yang sebelumnya di triwulan I-2016 tercatat sebesar 89,88%. Namun

demikian, nilai LDR tersebut masih dibawah 100% yang menunjukkan bahwa risiko

likuiditas pada kondisi yang masih terjaga dan adanya sikap kehati-hatian perbankan

dalam penyaluran kredit.

Grafik 4.11. Perkembangan LDR di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

0

1

2

3

0

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Rptriliun

Pemerintah Swasta Rupiah Valas (Kanan)

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

-10

-5

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Persen (%)

Pemerintah Swasta Rupiah Valas (Kanan)

74

76

78

80

82

84

86

88

90

92

94

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp Triliun

DPK Kredit LDR (Kanan)

Page 92: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

66

NPL kredit bank umum pada periode laporan menunjukkan penurunan dibandingkan

triwulan sebelumnya yaitu dari 4,07% menjadi 3,98%. Tingkat NPL kredit bank

umum yang menurun menunjukkan trend perbaikan kualitas kredit yang disalurkan

bank umum di Provinsi Riau dalam kurun 3 bulan terakhir. Dengan demikian kualitas

kredit di Provinsi Riau masih berada di bawah batas kewajaran yang ditetapkan oleh

Bank Indonesia (5%) namun perlu menjadi perhatian oleh perbankan, mengingat

kecenderungan NPL dapat meningkat di triwulan berikutnya.

Grafik 4.12. Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.13. Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan II-2016

S Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.14. Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan II-2016

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.15. NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan II-2016

S Sumber : Bank Indonesia

Dilihat dari sektor ekonominya, NPL tertinggi masih dialami oleh sektor konstruksi

yaitu sebesar 8,05%, menurun dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 9,48%.

Beberapa sektor lain yang memilki NPL cukup tinggi pada periode laporan ini adalah

sektor perdagangan sebesar 6,52% dan sektor pengangkutan 4,61%. Pada kedua

sektor tersebut angka NPL juga tercatat menunjukkan penurunan jika dibandingkan

triwulan sebelumnya.

1

2

3

4

5

-

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)RpTriliun

Kurang lancar Diragukan Macet Diragukan

0

2

4

6

8

10

Pe

rtan

ian

Pe

rtam

ban

gan

Pe

rin

du

stri

an

List

rik,

gas

dan

..

Ko

nst

ruks

i

Pe

rdag

anga

n, r

es.

.

Pe

nga

ngk

uta

n, p

er.

.

Jasa

Lain

nya

4,25

1,501,05 0,79

8,05

6,52

4,61 4,28

2,33

Persen (%)

24,57

0,26

1,14

0,07 6,41

35,85

2,74

6,71

22,25

Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Listrik, gas dan air

Konstruksi

Perdagangan, resto dan hotel

Pengangkutan, pergudangan

Jasa

Lainnya

-50

0

50

100

150

200

250

300

350

Pe

rtan

ian

Pe

rtam

ban

gan

Pe

rin

du

stri

an

List

rik,

gas

dan

air

Ko

nst

ruks

i

Pe

rdag

, re

sto

..

Pe

nga

ngk

uta

n, p

e..

Jasa

Lain

nya

Page 93: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

67

4. Stabilitas Sistem Keuangan

4.1. Ketahanan Sektor Korporasi Daerah

Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan II 2016 masih didominasi oleh sektor

pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing 23,03% dan

21,88% dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp13,43 triliun dan Rp12,76

triliun. Tingginya penyerapan kredit pada sektor tersebut tidak terlepas dari masih

prospektifnya sektor tersebut di Provinsi Riau. Penyaluran kredit kepada sektor

pertanian masih didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit dengan pangsa

93,00%dari total kredit sektor pertanian atau sebesar Rp12,49 triliun. Sedangkan

subsektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan,

minuman dan tembakau dengan pangsa 18,46% dari total kredit sektor

perdagangan atu sebesar Rp2,36 triliun.

Pada triwulan II 2016 penyaluran kredit kepada sektor pertanian membaik yaitu

tercatat tumbuh sebesar 13,11% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2016

yang tumbuh sebesar 9,57% (yoy), begitu pula dengan penyaluran kredit di sektor

perdagangan yang turut tumbuh sebesar 11,28% (yoy) di triwulan II 2016, membaik

jika dibandingkan dengan triwulan I 2016 yang tumbuh sebesar 8,71% (yoy).

Tabel 4.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpTriliun)

Sumber : Bank Indonesia

Meningkatnya penyaluran kredit sektor pertanian utamanya didorong oleh

peningkatan subsektor perkebunan kelapa sawit yang pada triwulan II 2016

tumbuh sebesar 15,51% (yoy) lebih baik dibanding triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 13,47% (yoy). Sementara meningkatnya penyaluran kredit

sektor perdagangan utamanya didorong oleh peningkatan sub sektor

I II III IV I II

Pertanian 11,45 11,87 12,14 12,62 12,54 13,43 23,03 13,11

Pertambangan 0,39 0,50 0,42 0,45 0,36 0,40 0,68 (20,47)

Perindustrian 2,14 2,26 2,28 2,31 2,43 2,52 4,31 11,48

Listrik, gas dan air 0,11 0,10 0,11 0,22 0,21 0,20 0,34 90,69

Konstruksi 1,76 1,88 2,14 1,90 1,73 1,85 3,17 (1,41)

Perdag, resto dan hotel 11,20 11,47 11,48 12,04 12,18 12,76 21,88 11,28

Pengangkutan, pergud 1,62 1,57 1,55 1,51 1,46 1,38 2,37 (12,29)

Jasa 4,08 4,24 4,08 4,05 3,76 3,64 6,24 (14,25)

Lainnya 19,65 20,11 20,74 21,43 21,58 22,15 37,98 10,12

Total 52,40 54,01 54,95 56,54 56,25 58,33 100,00 7,98

2016Pangsa g (yoy)RpTriliun

2015

Page 94: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

68

perdagangan kelapa dan kelapa sawit yang di triwulan II 2016 tumbuh sebesar

3,69% (yoy) lebih baik dibanding triwulan I 2016 yang tumbuh 1,60% (yoy).

Grafik 4.16. Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-2016

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.17. Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-2016

S Sumber : Bank Indonesia

Tabel 4.4. Kredit Lokasi Proyek Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpTriliun)

Sejalan dengan kredit berdasarkan lokasi bank, jumlah penyaluran kredit

berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Riau pada triwulan I 2016 tercatat sebesar

Rp85,76 trilun atau tumbuh sebesar 13,33% (yoy) lebih baik dibandingkan triwulan

I 2016 yang tercatat sebesar Rp83,81 triliun atau tumbuh sebesar 13,19% (yoy).

Penyaluran kredit masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan yang

memiliki pangsa masing-masing 29,44% dan 17,45% dengan nilai kredit masing-

masing sebesar Rp25,24 triliun dan Rp14,96 triliun.

15,51

-18,38

1,46

3,69

12,01

-2,37

47,18

Perkebunan kelapa sawit

Perkebunan karet dan getah lainnya

Perdagangan eceran didominasi makanan

Perdagangan kelapa dan kelapa sawit

Perdagangan eceran komoditi lainnya.

Perdagangan eceran bahan konstruksi

Hotel bintang

93,00

2,68

18,46

5,22

5,57

4,94

10,02

Perkebunan kelapa sawit

Perkebunan karet dan getah lainnya

Perdagangan eceran didominasi makanan.

Perdagangan kelapa dan kelapa sawit

Perdagangan eceran komoditi lainnya.

Perdagangan eceran bahan konstruksi

Hotel bintangPersen (%)

I II III IV I II

Pertanian 19,34 19,83 20,24 24,91 24,43 25,25 29,44% 27,34

Pertambangan dan Penggalian 1,18 1,21 1,11 1,08 0,92 0,95 1,10% -21,72

Industri Pengolahan 9,03 8,72 9,23 8,98 8,31 8,44 9,84% -3,28

Listrik, Gas dan Air 0,45 0,45 0,48 1,76 1,65 1,75 2,04% 289,54

Konstruksi 1,95 2,23 2,46 2,29 2,17 2,35 2,74% 5,46

Perdagangan 12,04 12,50 12,59 14,36 14,59 14,96 17,45% 19,70

Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 1,93 1,89 1,96 1,94 1,85 1,89 2,20% -0,07

Jasa 4,53 4,67 4,37 4,77 4,61 4,48 5,23% -4,12

Lainnya 23,60 24,17 24,93 25,13 25,28 25,69 29,96% 6,31

TOTAL KREDIT 74,05 75,67 77,37 85,22 83,82 85,76 100,00% 13,33

g (yoy)Sektor Ekonomi (Rp Triliun)2015 2016

Pangsa

Page 95: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

69

Secara sektoral NPL sektor pertanian pada triwulan II 2016 berada pada level 4,25%

memburuk jika dibandingkan triwulan I 2016 yang berada pada level 3,92%,

sementara NPL di sektor perdagangan pada triwulan II 2016 berada pada level

6,52% membaik jika dibandingkan triwulan I 2016 yang berada pada level 7,01%

namun telah berada diatas treshold yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%,

oleh karena itu penyaluran kredit secara ekspansif di sektor Pertanian dan

Perdagangan harus dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian.

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia

menunjukkan adanya perbaikan Kinerja keuangan pelaku usaha pada triwulan II-

2016 jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari perkembangan

kemampuan akses kredit yang cenderung meningkat. Penurunan suku bunga

perbankan saat ini sudah mulai berdampak terhadap kondisi kredit para pelaku

usaha, baik dari kredit modal kerja ataupun kredit investasi. Meskipun demikian,

peningkatan diperkirakan belum siginifikan mengingat ketidakpastian kondisi

ekonomi dan masih terbatasnya permintaan.

Grafik 4.18. Akses Kredit (SBT%)

Page 96: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

70

4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah

Kredit konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 sedikit membaik jika

dibandingkan dengan triwulan I 2016, dimana pada triwulan ini kredit konsumsi

tercatat tumbuh sebesar 10,05% (yoy) lebih baik dari triwulan sebelumnya yang

tumbuh 9,97% (yoy).

Grafik 4.19. Perkembangan Kredit Perumahan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.20. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor

S Sumber : Bank Indonesia

Membaiknya pertumbuhan kredit konsumsi tercermin dari penyaluran kredit ke

sektor perumahan yang tumbuh lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Pada

triwulan II-2016, kredit perumahan tercatat sebesar Rp8,02 triliun atau tumbuh

sebesar 7,73% (yoy) meningkat dibandingkan dengan triwulan I-2016 yang tercatat

tumbuh Rp7,71 triliun atau tumbuh 5,52% (yoy). Membaiknya penyaluran kredit di

sektor perumahan bersumber dari meningkatnya kredit rumah tangga kepemilikan

rumah tinggal tipe 22 s.d 70 (pangsa 55,61%) yang pada triwulan II 2016 tercatat

tumbuh sebesar 18,46% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh hanya

sebesar 14,55% (yoy).

Grafik 4.21. Perkembangan Kredit Multiguna

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.22. Perkembangan Kredit Durable Goods

S Sumber : Bank Indonesia

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp Triliun

Perumahan g yoy (kanan)

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp. Miliar

Kendaraan g yoy (kanan)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0

2

4

6

8

10

12

14

16

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp. Triliun

Multiguna g yoy (kanan)

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

0

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp Miliar

Durable goods g yoy (kanan)

Page 97: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

71

Sementara kredit kendaraan bermotor pada triwulan II-2016 tercatat sebesar

Rp365,24 miliar, mengalami kontraksi yang lebih dalam jika dibandingkan triwulan

sebelumnya yakni dari kontraksi 12,05% menjadi 15,66% (yoy). Melambatnya

pertumbuhan di sektor kendaraan bermotor bersumber dari menurunnya kredit

kendaraan roda empat (pangsa 89,04%) yang mengalami kontraksi lebih dalam dari

kontraksi triwulan sebelumnya yaitu 12,73% (yoy) menjadi 16,83% (yoy).

Membaiknya kredit konsumsi juga ditopang oleh sektor kredit durable goods yang

mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari 182,40% (yoy) di triwulan I-2016

menjadi 253,61% (yoy) di triwulan II-2016 dengan nilai mencapai Rp71,02 miliar.

Meningkatnya kredit durable goods sejalan dengan kredit multiguna yang

pertumbuhannya meningkat dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 12,62% (yoy)

menjadi 21,67% (yoy) dengan nilai kredit sebesar Rp14,15 triliun.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen, ketahanan sektor rumah tangga tercermin dari

peningkatan indeks konsumsi barang tahan lama yang meningkat pada periode

laporan. Peningkatan penghasilan masyarakat (Indeks Penghasilan Konsumen)

menjadi pendorong kuatnya konsumsi rumah tangga di Provinsi Riau yang

dipengaruhi momen Bulan Ramadan dan persiapan Idul Fitri.

Grafik 4.23. Indeks Penghasilan Konsumen dan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Indeks Penghasilan Konsumen

Indeks Konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama

Page 98: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

72

4.3. Ketahanan Sektor UMKM

Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh

bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp20,63 triliun pada triwulan II 2016,

meningkat 2,08% (yoy) jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 0,48%. Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank

umum di Provinsi Riau mengalami sedikit penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya yaitu dari 35,39% menjadi 35,38%. Penyaluran kredit skala usaha mikro

(Pangsa 29,59%) memiliki pertumbuhan tertinggi pada triwulan II 2016 yaitu sebesar

10,38% (yoy), sementara kredit skala usaha menengah juga membaik walaupun

masih tercatat kontraksi sebesar 6,38% (yoy) namun masih lebih baik jika

dibandingkan triwulan I 2016 yang mengalami kontraksi sebesar 9,15% (yoy). Di sisi

lain kredit skala usaha kecil yang memiliki pangsa terbesar kredit UMKM Riau

(39,08%) pada triwulan II 2016 mengalami perlambatan dari tumbuh sebesar 4,74%

(yoy) pada triwulan I 2016 menjadi tumbuh 3,71% (yoy) pada triwulan II 2016.

Grafik 4.24. Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.25. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha

S Sumber : Bank Indonesia

Jika dilihat porsinya, kredit UMKM lebih banyak disalurkan pada usaha kecil sebesar

Rp8,06 triliun (pangsa 39,08%), kemudian diikuti oleh kredit usaha menengah

(pangsa 31,33%) dan kredit usaha mikro (pangsa 29,59%) masing-masing sebesar

Rp6,47 triliun dan Rp6,11 triliun.

-5

0

5

10

15

20

25

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp Triliun

Kredit UMKM g yoy (kanan)

Mikro30%

Kecil39%

Menengah31%

Page 99: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

73

Tabel 4.5. Kredit UMKM di Provinsi Riau TwIV-2015 Menurut Sektor Ekonomi (RpMiliar)

Sumber : Bank Indonesia

Secara sektoral, penyerapan kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di

Provinsi Riau masih didominasi oleh sektor perdagangan (pangsa 45,55%) dan

pertanian (pangsa 33,42%). Pada triwulan II-2016, kredit UMKM yang disalurkan ke

sektor perdagangan mencapai Rp9,40 triliun atau tumbuh sebesar 8,87% (yoy) di

triwulan II-2016, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,09%

(yoy). Sementara itu, kredit UMKM yang disalurkan ke sektor pertanian mencapai

Rp6,89 triliun mengalami kontraksi sebesar 0,85% (yoy) lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,52% (yoy).

Grafik 4.26. Perkembangan NPL Kredit UMKM

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.27. NPL Sektoral UMKM Triwulan II-2016 (%)

S Sumber : Bank Indonesia

NPL UMKM tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan I-2016

yaitu dari 7,65% menjadi 7,69%. Masih tingginya NPL tersebut didorong oleh

memburuknya NPL sektor pertanian yang tercatat cukup tinggi sebesar 7,30%

memburuk dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,68%.

Tingginya NPL di sektor tersebut diperkirakan karena harga komoditas yang belum

sepenuhnya membaik sehingga mencipatakan daya beli masyarakat yang rendah dan

I II III IV I II

Pertanian 6.658 6.956 6.952 6.772 6.693 6.896 33,42 -0,85

Pertambangan 158 186 150 161 92 95 0,46 -48,94

Perindustrian 466 391 390 432 415 452 2,19 15,62

Listrik, gas dan air 107 99 105 38 89 176 0,85 78,32

Konstruksi 1.060 1.060 1.023 1.046 1.078 1.184 5,74 11,66

Perdagangan 8.456 8.634 8.563 8.831 9.056 9.400 45,55 8,87

Pengangkutan 719 708 662 640 580 565 2,74 -20,14

Jasa 2.166 2.168 2.041 1.945 1.888 1.825 8,84 -15,82

Lainnya 21 12 9 20 17 41 0,20 254,25

Total 19.810 20.212 19.894 19.885 19.905 20.634 100 2,08

2016Pangsa g (yoy)RpMiliar

2015

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp TriliunKredit UMKM NPL

7,30

5,66

5,56

0,89

8,31

8,21

8,45

7,35

1,77

Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Listrik, gas dan air

Konstruksi

Perdagangan

Pengangkutan

Jasa

Lainnya Persen (%)

Page 100: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

74

berpengaruh terhadap kemampuan membayar hutang jatuh tempo. Angka NPL di

sektor UMKM tersebut telah jauh melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia yaitu sebesar 5%. Oleh karena itu, perlu menjadi perhatian serius

perbankan untuk semakin meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran

kredit UMKM.

5. Perkembangan Perbankan Syariah

Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 tercatat membaik

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya

pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan dibandingkan triwulan I-2016. Aset

perbankan syariah tercatat sebesar Rp5,75 triliun meningkat sebesar 19,12% (yoy)

atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2016 yang tumbuh sebesar 6,78% (yoy).

Sementara, dana yang dihimpun oleh perbankan syariah tercatat sebesar Rp3,93

triliun atau tumbuh 13,79% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tumbuh sebesar 12,18% (yoy). Peningkatan DPK perbankan syariah didorong

oleh meningkatnya jenis simpanan tabungan (pangsa 53,25%) dan deposito (pangsa

36,79%) dibandingkan triwulan I-2016. Tabungan meningkat dari 5,45% (yoy)

menjadi 8,49% (yoy), sementara Deposito tumbuh sebesar 25,87% (yoy) lebih tinggi

dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 21,79% (yoy). Sementara Giro

(pangsa 9,96%) tumbuh melambat dari 19,16% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi

4,11% (yoy) pada triwulan laporan.

Grafik 4.28. Perkembangan Aset Perbankan Syariah

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.29. Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan

S Sumber : Bank Indonesia

-20

-10

0

10

20

30

40

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)

Rp Triliun

Aset g yoy (kanan)

- 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Rp Miliar

Giro Tabungan Deposito Total

Page 101: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

75

Grafik 4.30. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Penggunaan

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.31. Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral

S Sumber : Bank Indonesia

Sementara di sisi pembiayaan, perbankan syariah pada triwulan II-2016 tercatat

sebesar Rp4,01 triliun meningkat dari tumbuh 6,22% (yoy) di triwulan I 2016

menjadi 17,88% (yoy). Meningkatnya pembiayaan perbankan syariah didorong oleh

peningkatan pembiayaan konsumsi (pangsa 49,59%) dan investasi (pangsa

31,69%). Pembiayaan konsumsi meningkat dari 11,63% (yoy) pada triwulan I 2016

menjadi 16,61% (yoy) pada triwulan II 2016, sementara pembiayaan investasi

mengalami perbaikan yang pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 10,08% (yoy),

pada triwulan II 2016 tumbuh menjadi 33,81% (yoy).

Secara sektoral, pembiayaan perbankan syariah masih terkonsentrasi pada sektor

pertanian (pangsa 12,48%) dan perdagangan (pangsa 17,04%). Pembiayaan sektor

pertanian dan perdagangan pada triwulan I-2016 masing-masing tercatat sebesar

Rp501 miliar dan Rp684 miliar mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I

2016. Pembiayaan sektor pertanian meningkat dari tumbuh sebesar 19,23% menjadi

20,16% (yoy), sementara pembiayaan sektor perdagangan meningkat dari 16,91%

(yoy) menjadi 67,88% (yoy).

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Rp Miliar

Modal Kerja Investasi Konsumsi Total501

54

25

28

189

684

120

391

2.021

Pertanian

Pertambangan

Perindustrian

Listrik, gas dan air

Konstruksi

Perdag, resto dan hotel

Pengangkutan, pergud

Jasa

Lainnya

Rp Miliar

Page 102: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

76

Grafik 4.32. Perkembangan NPL Perbankan Syariah

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.33. Perkembangan FDR Perbankan Syariah

S Sumber : Bank Indonesia

Selanjutnya, kualitas pembiayaan oleh perbankan syariah pada triwulan laporan

tercatat membaik, hal ini tercermin dari menurunnya NPF yaitu dari 5,50% di

triwulan I-2016 menjadi 4,96% di triwulan II-2016. Namun demikian, perbankan

syariah tetap perlu meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran

pembiayaan. Di sisi lain, FDR perbankan syariah tercatat membaik dari 95,80% pada

triwulan I 2016 menjadi sebesar 101,87% yang menunjukkan bahwa risiko likuiditas

berada pada kondisi yang masih terjaga.

6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S)

Aset BPR/S di Provinsi Riau pada triwulan II-2016 tercatat sebesar Rp1,25 triliun,

tumbuh membaik jika dibandingkan dengan triwulan I-2016 yaitu dari 4,71% (yoy)

menjadi 5,61% (yoy) pada triwulan II-2016. Sementara, DPK BPR/S pada triwulan II-

2016 tercatat sebesar Rp911 miliar, tumbuh 6,31% (yoy) membaik dibandingkan

dengan triwulan I-2016 yang tumbuh sebesar 5,64% (yoy). Membaiknya

pertumbuhan DPK BPR/S didorong oleh membaiknya pertumbuhan tabungan

(pangsa 36,98%) dari yang pada triwulan II 2016 walau masih mengalami kontraksi

sebesar 3,48% (yoy) namun masih lebih baik dibandingkan triwulan I 2016 yang

mengalami kontraksi lebih dalam sebesar 4,57% (yoy). Namun membaiknya

pertumbuhan DPK tertahan oleh melambatnya pertumbuhan deposito (Pangsa

63,01%) yang pada triwulan II 2016 tumbuh sebesar 13,04% (yoy) melambat

dibandingkan triwulan I 2016 yang tumbuh sebesar 13,35% (yoy).

0

1

2

3

4

5

6

7

0

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp Miliar

Nominal NPL (Kanan)

75

80

85

90

95

100

105

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

DPK Pembiayaan FDR (Kanan)

Page 103: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

77

Grafik 4.34. Perkembangan Aset BPR/S

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.35. Perkembangan DPK BPR/S

S Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.36. Perkembangan Kredit BPR/S

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.37. Penyaluran Kredit Sektoral

S Sumber : Bank Indonesia

Perlambatan juga terjadi dari sisi penyaluran kredit, pada triwulan II-2016 kredit yang

disalurkan oleh BPR/S tercatat sebesar Rp958 miliar atau tumbuh 5,13% (yoy) atau

melambat dibandingkan triwulan I-2016 yang tumbuh mencapai 6,08% (yoy).

Melambatnya penyaluran kredit utamanya bersumber dari perlambatan sektor

perdagangan (pangsa 24,76%) dari 12,78% (yoy) di triwulan I-2016 menjadi

tumbuh sebesar 7,79% (yoy) di triwulan II-2016. Namun perlambatan pertumbuhan

kredit dimaksud tertahan oleh membaiknya penyaluran kredit ke sektor pertanian

(pangsa 27,82%) yang walaupun masih tercatat mengalami kontraksi sebesar 1,44%

(yoy) namun lebih baik dibandingkan triwulan I 2016 yang mengalami kontraksi lebih

dalam sebesar 1,82% (yoy).

Di sisi lain, kualitas kredit yang disalurkan oleh BPR/S pada triwulan II 2016 tercatat

mengalami perbaikan yakni sebesar 13,76%, lebih baik dibandingkan dengan

triwulan I-2016 dimana NPL tercatat pada level 14,08%. Selain itu, risiko likuiditas

BPR/S juga perlu menjadi perhatian dimana angka LDR BPR/S pada triwulan II-2016

012345678910

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp Miliar

Aset g yoy (kanan)

-

200

400

600

800

1.000

-

100

200

300

400

500

600

700

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Rp Miliar

Tabungan Deposito DPK (Kanan)

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

-

200

400

600

800

1.000

1.200

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp. Miliar

Kredit g yoy (kanan)

-

50

100

150

200

250

300

350

400

Per

tan

ian

Per

tam

ban

gan

Per

ind

ust

rian

List

rik,

gas

dan

air

Ko

nst

ruks

i

Per

dag

anga

n

Pen

gan

gku

tan

Jasa

Lain

nya

267

1 7 3 14

237

23 35

371 Rp Miliar

Page 104: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

78

mencapai 105,10% yang menunjukkan bahwa DPK BPR/S tidak dapat menutupi

jumlah kredit yang disalurkan.

Grafik 4.38. Perkembangan NPL BPR/S

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 4.39. Perkembangan LDR BPR/S

S Sumber : Bank Indonesia

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

-

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Persen (%)Rp Miliar

Nominal NPL (Kanan)

96

98

100

102

104

106

108

110

112

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016

Page 105: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Upaya Pengendalian Inflasi di Provinsi Riau Melalui Kegiatan Diversifikasi Pangan

Ketahanan pangan merupakan salah satu permasalahan di Provinsi Riau yang belum terselesaikan. Komoditas

pangan utama di Riau yaitu beras mengalami defisit pangan sebesar 59,45% pada tahun 2013 atau setara dengan

397.558 Ton. Kekurangan pasokan tersebut selama ini dipenuhi dari luar wilayah Riau. Ketergantungan pasokan

dari luar menyebabkan Riau menjadi rentan terhadap guncangan stok pangan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menekan permintaan

beras dengan melakukan upaya diversifikasi pangan. Sagu saat ini menjadi salah satu sektor ekonomi utama

masyarakat di Kepulauan Meranti. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014), Kep. Meranti memiilki wilayah

seluas 370 ribu Hektar (BPS, 2014). Dari luas wilayah tersebut, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kep.

Meranti menyampaikan bahwa 16,17% merupakan areal perkebunan sagu. Selain itu, dari 41.299 KK yang terdiri

dari 183.912 jiwa penduduk Meranti (BPS Kep. Meranti, 2013), 6.766 KK (Dishutbun Kep. Meranti, 2014) atau

setara 16,38% bekerja di sektor sagu.

Dengan luas tanam mencapai 49.163 Hektar dimana 78% areal merupakan lahan sagu rakyat, Meranti dapat

memproduksi 210.162 Ton sagu kering/tahun (Dishutbun Kep. Meranti, 2014). Potensi pengembangan komoditas

sagu untuk mendorong perekonomian Kepulauan Meranti sangat besar, dengan permintaan rata-rata tepung sagu

kering sebanyak 400.000 Ton/thn, Meranti baru dapat memenuhi ± 50% dari permintaan tersebut. Apabila

permintaan 400,000 Ton/thn tepung sagu kering dapat dipenuhi dari Kab. Kep. Meranti, maka perputaran uang

untuk sagu ± Rp. 2,3 Triliun.

Mayoritas pemasaran hasil sagu tersebut dilakukan ke Cirebon yang akan mengolah bahan sagu tersebut

menjadi produk lain. Selain pasar lokal, sagu juga diminati oleh pasar eskpor. Malaysia dan Jepang menjadi dua

Negara tujuan ekspor sagu Meranti, dimana permintaan dari dua Negara tersebut memiliki kecenderungan

meningkat dikarenakan saat ini telah ada penelitian yang menunjukkan bahwa sagu dapat menjadi pangan

alternatif potensial. Selain itu sagu juga diketahui dapat diolah menjadi gula rendah glukosa. Selain dimanfaatkan

untuk industri berbagai makanan seperti mie sagu,dan kue sagu kering.Tepung sagu dari kepulauan Meranti juga

digunakan untuk bahan baku industri non makanan seperti produk biodegradable plastic. Potensi sagu juga tidak

terbatas pada produk olahan saja, namun limbah sagu seperti kulit tanaman dan ampas sagu dapat diolah menjadi

bahan bakar pembangkit listrik, pakan ternak serta bio ethanol.

Boks

Page 106: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Bank Indonesia Provinsi Riau melalui perannya dalam perekonomian

Riau terutama dalam pengendalian hal inflasi pangan (volatile food) tergerak untuk melakukan pengembangan

komoditas sagu di Kepulauan Meranti sebagai komoditas alternatif pangan. Kegiatan ini dilakukan melalui

kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti melalui penandatanganan MoU pada tahun 2015.

Selanjutnya, Bank Indonesia melakukan sertifikasi terhadap benih varietas unggul Sagu Selat Panjang

Kabupaten Kepulauan Meranti yang dilanjutkan dengan pembentukan 5 kelompok tani pembenih varietas sagu

Selat Panjang Kepulauan Meranti yang telah disertifikasi. Pada bulan Desember tahun 2015, KPwBI Provinsi Riau

kembali memperkuat kerjasama melalui penandatangan Kerjasama Operasional (KSO) dengan Pemerintah

Kabupaten Kepulauan Meranti. Berdasarkan KSO tersebut, KPw BI Provinsi Riau menyalurkan bantuan Program

Sosial Bank Indonesia berupa satu unit kilang sagu kepada Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga

(UP2K) di Kelurahan Desa Sungai Tohor.

Satu unit kilang sagu tersebut digunakan oleh masyarakat Desa Sungai Tohor untuk mengolah tanaman sagu

hasil pertanian mereka menjadi sagu basah, Petani sagu di Desa Sungai Tohor awalnya hanya merupakan petani

sagu yang menjual tanaman hasil perkebunan sagu kepada pengumpul dengan harga yang rendah. Dengan

mengolah tanaman sagu menjadi sagu basah yang merupakan turunan pertama, petani sagu mendapat manfaat

dengan menjual hasil olahan tersebut dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan menjual dalam bentuk tanaman

(tual). Sejak mulai dioperasikan pada awal tahun 2016, kilang sagu bantuan Bank Indonesia kepada UP2K Desa

Sungai Tohor telah memproduksi sebanyak 204 Ton sagu.

Selanjutnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti serta menjadikan

sagu sebagai alternatif komoditas pangan, pengolahan produk turunan sagu tidak dapat hanya berhenti sampai

dengan mengolah tanaman sagu menjadi sagu basah. Hal ini belum berdampak signifikan dalam menggerakkan

Page 107: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

roda perekonomian terutama dari sisi inflasi. Sagu basah tersebut masih dapat diolah menjadi produk turunan

seperti tepung sagu yang dapat digunakan sebagai bahan baku makanan, dan dapat juga diolah menjadi produk

akhir seperti beras analog dan gula cair.

Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia Riau pada tahun 2016 berupaya mendorong pengolahan

sagu di Kepulauan Meranti untuk dapat dikembangkan menghasilkan produk turunan yang dapat menggantikan

atau menjadi alternatif komoditas penyumbang inflasi. Produk turunan tersebut antara lain berupa tepung sagu

dan beras analog sebagai komoditas alternatif menggantikan beras, serta gula cair dari tegu untuk mengurangi

ketergantungan impor akan kebutuhan gula dalam negeri.

Program Pengembangan Klaster Sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti oleh KPwBI Provinsi Riau dirancang

untuk jangka waktu 4 tahun.Tahap ini berakhir ketika kelompok yang dibina telah melalui tahap pashing out

(kemandirian). Adapun tujuan pengembangan klaster disini jelas yaitu adanya kemandirian. Untuk menjadikan

kelompok tani menjadi mandiri tentunya melalui sebuah proses. Proses ini dilalui melalui fase atau tahap-tahap,

dimana apabila prosesnya baik maka hasil yang akan di capai juga baik. Mekanisme dalam proses ini tak terlepas

dari sikap yang dibangun dalam sebuah kelembagaan kelompok tani sagu.

Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4

1. Identifikasi potensian dan perencanaan klaster sagu yang melibatkan masyarakat dan Pemda Kab.Kep Meranti.

2. Koordinasi dengan stakeholders Klaster Sagu di Kep.Meranti

3. Menetapkan konsentrasi bentuk program kepada petani sagu.

4. Melaksanakan Mou Dengan Pemda Kab.Kep.Meranti.

1. Pembentukan kelompok tani penangkar bibit sagu.

2. Melakukan Pelatihan penangkaran bibit sagu besertifikat.

3. Pembangunan 1 unit kilang sagu di Desa Sei.Tohor.

4. Pembinaan Kelompok Unit usaha kilang sagu melalui UP2K Desa Sei Tohor.

5. Melaksanakan Monitoring dan Evaluasi.

1. Perencanaan, Pengembangan

Produk turunan sagu.

2. Penjajakan informasi dan

sharing dengan stakeholder

terkait untuk pengolahan tepung

sagu menjadi gula cair.

3. Pelatihan Pengolahan tepung

sagu menjadi gula cair kepada

Kel.Tani sagu dan UMKM.

4. Pemberian bantuan teknis

perangkat mesin pengolahan

tepung sagu menjadi gula cair

kepada UP2K

5. Pelatihan pengemasan gula cair

dan manajemen usaha.

6. Fasilitasi perizinan

Dep.Kesehatan/Badan POM

untuk gula cair.

7. Pelatihan kelembagaan dan

Usaha Kelompok tani.

8. Sosialisasi dan Pelatihan

pembiyaan

usaha/penggalangan modal

usaha kel.tani mengarah

kepada Pembentukan LKMA

khususnya produsen dan

pemasaran produk.

9. Monitoring dan Evaluasi

1. Workshop kampanye gula cair untuk elemen masyarakat.

2. Peningkatan akses pasar untuk produk kelompok (Kel.UP2K).

3. Pembentukan LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnsi) petani Sagu di Pulau Meranti.

4. Pelatihan Manajemen Lembaga Keuangan Mikro untuk UP2K

5. FGD dengan semua lembaga Pemerintah terkait menuju Meranti Mandiri Gula tahun 2018.

6. Evaluasi dengan mengukur Impact /dampak program metode PVA (Project Vektor Analisis). Untuk masyarakat binaan dan non binaan KPWBI Riau.

Telah dilaksanakan oleh KPwBI Provinsi Riau (Tahun Pertama)

Tahun 2016 (Tahun kedua)

Tahun 2017 (Tahun ketiga)

Page 108: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

79

1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai

Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan II 2016

mengalami net outlow, sejalan dengan kondisi yang terjadi pada triwulan yang sama

tahun sebelumnya. Hal ini utamanya didorong oleh peningkatan outflow dan

penurunan inflow, akibat seasonal factor meningkatnya konsumsi masyarakat pada

bulan Ramadhan di triwulan II 2016. Kondisi tersebut ditambah dengan

meningkatnya penarikan secara tunai oleh masyarakat menjelang hari raya Idul Fitri

dan memasuki musim liburan sekolah. Di sisi lain, transaksi non tunai melalui kliring

mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume.

Bab 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

RUPIAH

Page 109: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

80

2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai

2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)

Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Riau dapat terlihat dari pergerakan

arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow). Pada triwulan laporan,

terjadi peningkatan sisi outflow dari Rp1,98 triliun menjadi Rp6,96 triliun atau

meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 250,13% (qtq). Sementara itu

jumlah inflow pada triwulan II 2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yaitu Rp2,25 triliun menjadi Rp1,29 triliun atau turun 42,58%

(qtq). Peningkatan jumlah outflow diperkirakan karena faktor musiman

meningkatnya konsumsi masyarakat pada bulan Ramadhan, yang berlanjut

menjelang hari raya Idul Fitri dan memasuki musim liburan sekolah sehingga

masyarakat lebih banyak melakukan penarikan secara tunai. Tingginya peningkatan

outflow dan rendahnya jumlah inflow pada triwulan laporan telah mendorong

terjadinya net outflow sebesar Rp5,66 triliun.

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 5.2. Perkembangan Inflow dan Outflow Bulanan Triwulan II-2016

S Sumber : Bank Indonesia

(1,00)

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Rp Triliun

inflow outflow net outflow

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

Inflow Outflow Net Outflow

1.294

6.962

5.668

Rp. Miliar

Page 110: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

81

Tabel 5.1. Historis net outflow lebaran dalam 6 tahun terakhir

2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Salah satu upaya Bank Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang kartal layak edar

(fit for circulation) di masyarakat, maka secara berkala Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Riau melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar

(UTLE). Uang tidak layak edar tersebut diterima dari setoran bank maupun penukaran

uang dari masyarakat. Selain itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga

rutin melakukan kegiatan kas keliling wholesale untuk perbankan dan kas keliling

retail untuk melayani masyarakat umum. Kegiatan kas keliling wholesale selama

periode triwulan II 2016 dilakukan di Belilas, Sie Apit, Dumai Expo, dan Bagan

Siapiapi. Selain itu pada bulan Ramadhan juga dilakukan kegiatan penukaran

bersama dengan perbankan yang dilakukan di beberapa kota yaitu Pekanbaru,

Tembilahan, Dumai, dan Pasir Pangaraian. Sementara itu kegiatan kas keliling retail

untuk kepentingan masyarakat umum dilakukan setiap 1 kali dalam seminggu.

Upaya lain yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau untuk

memenuhi uang layak beredar di Provinsi Riau adalah dengan membuka kas titipan.

Kas titipan yang sudah beroperasi normal berada di kota Dumai dengan plafon

sebesar Rp50 miliar, dan akan ditingkatkan Rp100 miliar (telah dilakukan

pemeriksaan oleh DPU). Untuk menambah jumlah kas titipan saat ini telah dilakukan

survey dan pembuatan kajian eligibilitas pembukaan kas titipan di 5 Kabupaten di

Riau, dan telah dilakukan sosialisasi di Rengat dan Pasir Pangaraian.

Tahun Bulan Inflow OutflowNet

Outflow

Total Net

Outflow

Growth Net

Outflow

7 143.264 887.186 743.922

8 134.029 2.729.102 2.595.073 3.338.995

7 390.546 1.195.829 805.283

8 730.599 2.386.992 1.656.392 2.461.675 -26,27%

6 372.888 1.272.864 899.976

7 453.223 3.250.585 2.797.362 3.697.338 50,20%

6 309.145 1.184.449 875.304

7 230.435 3.974.095 3.743.660 4.618.964 24,93%

6 475.443 1.687.565 1.212.122

7 1.133.615 3.284.678 2.151.063 3.363.185 -27,19%

6 415.018 4.170.889 3.755.870

7 1.997.090 460.510 (1.536.580) 2.219.290 -34,01%

2011

2012

2013

2014

2015

2016

Page 111: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

82

Grafik 5.3. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan

Sumber : Bank Indonesia

Jumlah UTLE yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau

pada triwulan II-2016 tercatat sebesar Rp615 miliar, menurun jika dibanding triwulan

sebelumnya sebesar 23,06% (qtq) dengan rasio UTLE terhadap inflow sebesar

47,53%. Menurunnya pemusnahan uang tidak layak edar pada triwulan II - 2016

sejalan dengan menurunnya jumlah inflow pada triwulan laporan.

2.3. Uang Rupiah Tidak Asli

Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian

uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan

sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat di beberapa

daerah termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba,

Diterawang) di Pasir Pangaraian dan Lokasi Car Free Day. Dengan adanya sosialisasi

ciri keaslian uang rupiah, masyarakat diharapkan terhindar dari penyebaran uang

rupiah tidak asli. Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan II-2016 tercatat meningkat

dibandingkan dengan triwulan I-2016. Pada triwulan laporan, jumlah uang rupiah

tidak asli sebanyak 431 lembar, sementara pada triwulan sebelumnya sebanyak 369

lembar.

-50

0

50

100

150

200

250

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Persen (%)Rp Miliar

UTLE Inflow Rasio g - yoy

Page 112: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

83

Grafik 5.4. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Riau terdiri dari 262 lembar menyerupai pecahan Rp100 ribu, 149 lembar

menyerupai pecahan Rp50 ribu dan 12 lembar menyerupai pecahan Rp20 ribu, 4

lembar menyerupai pecahan Rp10 ribu, dan 4 lembar menyerupai pecahan Rp5 ribu.

Penemuan tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat

serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau.

3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI

3.1. Transaksi Kliring

Transaksi pembayaran dengan kliring pada triwulan II 2016 tercatat menurun baik

dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Menurunnya

nominal dan jumlah warkat kliring pada periode laporan diperkirakan dipengaruhi

oleh meningkatnya preferensi masyarakat terhadap transaksi pembayaran non tunai

melalui BI-RTGS yang transaksinya lebih cepat. Nilai transaksi kliring pada triwulan II

2016 tercatat sebesar Rp6,56 triliun dengan volume transaksi mencapai 194.424

lembar, menurun sedikit jika dibandingkan dengan triwulan I 2016 yang nilainya

tercatat sebesar Rp6,89 triliun dengan volume transaksi 209.067 lembar. Meskipun

terjadi penurunan transaksi pembayaran dengan kliring baik dari segi nominal

125 106 104 87123

202126 132

369431

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

250

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Persen (%)Lembar

Uang Rupiah Tidak Asli g (yoy) - kanan

Page 113: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

84

transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan, namun nilai rata-rata transaksi per

warkat tercatat meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp32,95

juta menjadi Rp33,74 juta per warkat.

Grafik 5.5. Perkembangan Nilai Transaksi Kliring di Provinsi Riau

Sumber : Bank Indonesia

Grafik 5.6. Perkembangan Volume Transaksi Kliring di Provinsi Riau

S Sumber : Bank Indonesia

-20

-15

-10

-5

0

5

10

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Persen (%)Rp. MiliarNominal yoy - nominal

-30

-25

-20

-15

-10

-5

0

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016

Persen (%)Warkat Warkat yoy - lembar

Page 114: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

85

1. Kondisi Umum

Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada tahun

2016 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Dari indikator

terkait menunjukkan terjadi peningkatan kualitas ketenagakerjaan antara lain

menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 6,72% di tahun

2015 menjadi 5,94% di tahun 2016. Sementara perkembangan kesejahteraan di

Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk

miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 8,42% pada Maret 2015

menjadi 7,98% pada Maret 2016.

Bab 6

ASESMEN

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH

Page 115: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

86

2. Ketenagakerjaan

Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Feb - 2016

Sumber : BPS

Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Feb - 2016

Sumber : BPS

Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Februari 2016 menunjukkan

bahwa 2,98 juta (atau 67,01%) dari 4,4 juta jiwa penduduk dengan usia 15 tahun

ke atas merupakan angkatan kerja. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

mengalami penurunan dari periode Februari 2015 yang tercatat sebesar 6,72%

menjadi 5,94%. Trend penurunan TPT Riau searah dengan pergerakan TPT Indonesia

yang tercatat 5,81% pada Februari 2015 menjadi 5,50% di Februari 2016 sehingga

mengindikasikan terjadinya peningkatan ketenagakerjaan secara nasional.

Di tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT kelima tertinggi di

Sumatera. Sementara Bengkulu menjadi daerah dengan angka TPT terendah di

Sumatera dengan angka 3,84%. Jika dibandingkan dengan periode Agustus 2015,

Kepulauan Riau merupakan satu-satunya provinsi di Sumatera yang mengalami

peningkatan TPT di tahun 2016, yang diperkirakan sebagai akibat perlambatan

ekonomi khususnya sektor industri, sehingga banyak pegawai yang diphk atau

dirumahkan.

Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%)

73,59

70,34

70,01

68,87

68,63

68,53

68,06

68,06

67,01

65,58

64,24

58 60 62 64 66 68 70 72 74 76

Bengkulu

Sumatera Barat

Sumatera Selatan

Sumatera Utara

Lampung

Jambi

Bangka Belitung

Indonesia

Riau

Kepulauan Riau

Aceh

9,03

8,13

6,49

6,17

5,94

5,81

5,5

4,66

4,54

3,94

3,84

0 2 4 6 8 10

Kepulauan Riau

Aceh

Sumatera Utara

Bangka Belitung

Riau

Sumatera Barat

Indonesia

Jambi

Lampung

Sumatera Selatan

Bengkulu

Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel BengkuluLampung Babel Kepri

Agt 2014 9,02 6,23 6,50 6,56 5,08 4,96 3,47 4,79 5,14 6,69

Feb 2015 7,73 6,39 5,99 6,72 2,73 5,03 3,21 3,44 3,35 9,05

Agt 2015 9,93 6,71 6,89 7,83 4,34 6,07 4,91 5,14 6,29 6,20

Feb 2016 8,13 6,49 5,81 5,94 4,66 3,94 3,84 4,54 6,17 9,03

Page 116: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

87

Sumber: BPS.

Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Sumber: BPS Provinsi Riau

Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja di Riau masih didominasi oleh

sektor pertanian yaitu mencapai 41,44% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor

perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi dan sektor jasa kemasyarakatan

sosial dan perorangan dengan share penyerapan tenaga kerja masing-masing

mencapai 22,04% dan 18,26%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian

tercatat menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu

46,09% menjadi 41,44%. Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja pada sektor

perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi mengalami peningkatan, yaitu dari

16,04% menjadi 22,04%.

Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

2014 2015 2016

Pertanian Perkebunan Kehutanan Perburuan dan Perikanan 42,41 46,09 41,44

Pertambangan dan Penggalian 1,73 1,32 1,91

Industri 5,51 4,91 6,06

Listrik Gas dan Air Minum 0,31 0,12 0,32

Konstruksi 5,54 4,84 5,39

Perdagangan Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 20,5 16,04 22,04

Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 3,79 3,85 2,14

Lembaga Keuangan Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,29 2,98 2,44

Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan 17,91 19,85 18,26

Total 100 100 100

FebruariLapangan Pekerjaan Utama

0 10 20 30 40 50

Pertanian, Pekerbunan..

Pertambangan dan..

Industri

Listrik, Gas..

Konstruksi

Perdagangan, ru..

Transportasi, Per..

Lembaga Keuangan

Jasa Kemasyarakatan

%2016 2015 2014

Page 117: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

88

Sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai

buruh/karyawan/pegawai yaitu sebesar 41,20%. Angka ini cenderung menurun

dibandingkan tahun 2015 yang tercatat sebesar 44,15%. Penurunan penduduk yang

bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai diperkirakan karena terjadinya

perlambatan ekonomi khususnya penurunan Kinerja sektor migas yang

menyebabkan terjadinya pengurangan karyawan di sektor usaha tersebut.

Sementara itu, penduduk yang bekerja dengan berusaha sendiri mengalami

peningkatan dari 18,63% di tahun 2015 menjadi 21,01% di tahun 2016. Hal

tersebut mengindikasikan bahwa penduduk dituntut untuk kreatif menciptakan

lapangan kerja yang sendiri pasca terjadinya pengurangan karyawan di beberapa

sektor usaha.

Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Dilihat dari jumlah jam kerja perharinya, mayoritas tenaga kerja di Riau

menghabiskan waktu jam kerjanya selama 0 dan lebih dari 35 jam seminggu, yaitu

sebanyak 62,05%. Pekerja dengan waktu lebih dari 35 jam seminggu merupakan

pekerja penuh, sementara pekerja dengan waktu kurang dari 35 jam seminggu

merupakan pekerja tidak penuh. Dengan demikian, mayoritas angkatan kerja yang

bekerja di Riau pada Februari 2015 merupakan pegawai dengan waktu kerja penuh.

Hal ini sesuai dengan jumlah status pekerja terbesar di Riau yang berprofesi sebagai

buruh/karyawan/pegawai. Pekerja tidak penuh di Riau didominasi oleh pekerja yang

berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan buruh bebas.

21%

12%

5%41%

5%3%

13%

Berusaha Sendiri

Berusaha Dibantu BuruhTidak Tetap / Buruh TidakDibayar

Berusaha Dibantu BuruhTetap / Buruh Dibayar

Buruh /Karyawan/Pegawai

Pekerja Bebas di Pertanian

Page 118: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

89

Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu Februari - 2016

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh tenaga kerja di Riau mayoritas

merupakan tamatan SMP ke bawah, dengan prosentase sebesar 56,40%. Kondisi ini

tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencapai 58,58%dari total

angkatan kerja yang bekerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan Diploma dan

Universitas hanya mencapai 11,43%, sementara pekerja yang menamatkan tingkat

pendidikan SMA dan SMK mencapai 32,17%. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di Riau masih tergolong rendah.

3% 7%

13%

15%62%

1 - 7

8 - 14

15 - 24

25 - 34

0 dan 35+

SD kebawah37%

SMP19%

SMA23%

SMK9%

Diploma3%

Universitas9%

SD kebawah

SMP

SMA

SMK

Diploma

Universitas

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

SD KEBAWAH SMP SMA SMK DIPLOMA UNIVERSITAS

2,79

6,237,70

8,48

13,54

8,05

Feb 2015 Feb 2016

Page 119: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

90

Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) terbesar berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan Diploma

dan Universitas, yaitu mencapai 21,59. Kondisi ini menunjukkan bahwa lapangan

kerja yang tersedia di Provinsi Riau belum optimal dalam menyerap tenaga kerja

dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

3. Kesejahteraan Daerah

3.1 Penduduk Miskin Riau

Jumlah penduduk miskin di Riau pada bulan Maret 2016 sebesar 515,40 ribu atau

7,98% dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini mengalami penurunan sebanyak

15,98 ribu jiwa jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2015 yang

berjumlah 531,39 ribu atau 8,42% dari jumlah penduduk Riau.

Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Jumlah penduduk miskin di Riau baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun

perkotaan pada Maret 2016 mengalami penurunan. Dimana pada daerah pedesaan

jumlah penduduk miskinnya mencapai 352,9 ribu penduduk, turun sebesar 11,98

ribu penduduk atau sekitar 3,28% jika dibandingkan dengan Maret 2015 yang

sebanyak 364,94 ribu penduduk. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Riau

yang tinggal di daerah perkotaan Maret 2016 sebesar 162,45 ribu jiwa, juga turun

sebesar 4 ribu jiwa atau sebesar 2,40% jika dibandingkan dengan Maret 2015 yang

sebesar 166,45 ribu jiwa.

8,47

8,22

7,72

8,12

8,42

7,98

7,2

7,4

7,6

7,8

8

8,2

8,4

8,6

420

440

460

480

500

520

540

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Persen (%)Dalam Ribu

Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin

68%

32%

Perdesean Perkotaan

Page 120: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

91

3.2 Garis Kemiskinan Riau

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh GK, karena

penduduk miskin adalah penduduk yang memiki rata-rata pengeluaran per kapita

per bulan di bawah GK. Semakin tinggi GK, semakin banyak penduduk yang

tergolong sebagai penduduk miskin.

Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau Tahun 2016

Sumber : BPS Provinsi Riau

Garis Kemiskinan (GK) Riau pada tahun 2016 mencapai angka Rp426.001 per

kapita/bulan, meningkat 6,71% (yoy) dari tahun 2015 yang tercatat Rp399.211 per

kapita/bulan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan yang terdiri dari

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM),

terlihat bahwa komoditas makanan memiliki peranan yang jauh lebih besar

dibandingkan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan

kesehatan).

Peningkatan GK di daerah perdesaan pada tahun 2016 mencapai 7,61% (yoy)

sementara peningkatan GK di daerah perkotaan pada tahun 2016 mencapai 5,32%

(yoy). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa GK di daerah perdesaan mengalami

peningkatan yang lebih besar dibandingkan perkotaan sehingga mengakibatkan

jumlah peningkatan penduduk miskin di Riau relatif lebih cepat bertambah.

GKM GKNM

Perkotaan

Mar-15 280.361 124.441 404.802

Mar-16 292.026 134.320 426.346

Perdesaan

Mar-15 302.422 93.327 395.659

Mar-16 326.262 99.515 425.777

Kota + Desa

Mar-15 293.851 105.361 399.211

Mar-16 312.352 113.648 426.001

GK Tahun 2015Daerah Total

Page 121: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

92

3.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan

(P2) Riau

Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada tahun 2016 trend menurun. Indeks

kedalaman kemiskinan turun dari 1,382 pada Maret 2015 menjadi 1,359 pada Maret

2016. Penurunan indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran

penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan.

Grafik 6.10. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Grafik 6.11. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.

Apabila dilihat secara terpisah, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan

mengalami penurunan yaitu dari 1,088 pada Maret 2015 menjadi 0,934 pada Maret

2016, berbanding terbalik dengan tingkat kedalaman kemiskinan di daerah

perdesaan yang mengalami kenaikan yaitu dari 1,569 pada Maret 2015 menjadi

1,633 pada Maret 2016. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran

penduduk miskin di daerah perkotaan semakin mendekati garis kemiskinan

sementara rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan semakin

menjauhi garis kemiskinan.

Kondisi yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau yang

menunjukkan trend penurunan, yaitu tercatat turun dari 0,358 pada Maret 2015

menjadi 0,337 pada Maret 2016. Penurunan indeks ini mengindikasikan

ketimpangan pengeluaran penduduk miskin mengalami penurunan. Jika

dibandingkan antara daerah perdesaan dan perkotaan tercatat bahwa Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan mengalami peningkatan dari 0,410

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

Smstr I Smstr II Smstr I Smstr II Smstr I Smstr II Smstr I

2013 2014 2015 2016

Ind

ek

s K

ed

ala

ma

n K

em

isk

ina

n (

%)

Kota Desa Riau

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

Smstr I Smstr II Smstr I Smstr II Smstr I Smstr II Smstr I

2013 2014 2015 2016

Ind

ek

s K

ep

ara

ha

n K

em

isk

ina

n (

%) Kota Desa Riau

Page 122: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

93

pada Maret 2015 menjadi 0,424 pada Maret 2016, sedangkan di daerah perkotaan

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan dari 0,275 pada Maret

2015 menjadi 0,203 pada Maret 2016, hal ini mengindikasikan terjadi peningkatan

ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan sementara di

daerah perkotaan terjadi penurunan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin.

Page 123: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Provinsi Riau memiliki potensi kemaritiman di bidang perikanan dan kelautan serta

maupun mengalami kendala antara lain: i) tidak ada industri pakan ikan sehingga biaya

yang dibutuhkan untuk pengembangan industri perikanan menjadi lebih mahal karena

pakan yang harus diimpor dari luar daerah; ii) masih banyaknya ilegal fishing di daerah

perbatasan oleh nelayan asing seperti di Bengkalis dan Rokan Hilir serta masih terdapat

kapal penangkap ikan yang belum memiliki izin, iii) mata rantai distribusi didominasi oleh

pengepul sehingga bargaining power nelayan dalam menentukan harga relatif rendah

akibat (sistem pinjaman dengan pengepul yang di nilai lebih likuid sesuai kebutuhan; iv)

pengawasan terhadap daerah perairan di Riau masih rendah akibat keterbatasan Sumber

Daya Manusia; dan v) keterbatasan infrastruktur seperti pelabuhan perikanan dan

galangan kapal.

Grafik 1. Produksi Perikanan Riau Grafik 2. Produsen Ikan di Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Ton

Perikanan Laut Kolam Perairan Umum

Boks

Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Maritim

Untuk Mendukung Peningkatan Kepariwisataan Dan

Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan

Tabel 1. Produksi Perikanan Riau Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2015

Grafik 1 Produsen Ikan Grafik 2 Produksi Ikan

Page 124: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

Selain itu, Riau juga memiliki potensi wisata bahari yang tidak kalah menariknya

dibandingkan Provinsi lain di Sumatera. Promosi objek wisata tersebut sebenarnya telah

dilakukan melalui berbagai media elektronik, cetak dan social media, namun belum mampu

menarik banyak wisatawan. Hal ini disebabkan oleh kondisi infrastruktur jalan yang kurang

memadai, sarana transportasi dan akomodasi yang kurang memadai, serta kurang terawatnya

kondisi dan fasilitas pendukung di daerah wisata. Beberapa objek wisata bahari unggulan di

Provinsi Riau antara lain:

Gambar 1

Objek Wisata Bahari Riau

Untuk memaksimalkan potensi ini, pemerintah daerah Provinsi Riau perlu untuk memperketat

pengawasan kapal yang beroperasi di wilayah perairan Riau terutama di daerah perbatasan yang

rawan tindakan pencurian ikan dan penjualan ikan di tengah laut, mendata kembali seluruh

kapal penangkap ikan, optimalisasi alokasi bantuan anggaran untuk nelayan, peningkatan

kualitas pelabuhan perikanan, dan mengaktifikan kembali galangan kapal. Disisi lain, untuk

memaksimalkan potensi wisata bahari, Riau perlu untuk melakukan percepatan perbaikan

infrastruktur menuju daerah wisata disertai dengan peningkatan fasilitas pendukung dan kondisi

akomodasi agar lebih memadai. Selain itu diperlukan penguatan Sumber Daya Manusia (SDM)

di sektor Pariwisata dan sektor Jasa, peningkatan sosialisasi dan kampanye Sadar Wisata, serta

menarik wisatawan dengan mengadakan event wisata tahunan seperti Bakar Tongkang, Pacu

Jalur, Bono, dan Festival Pulau Rupat.

Page 125: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

94

1. PROSPEK MAKROREGIONAL

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III-2016 secara umum diperkirakan

tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2.70+0.5%(yoy) dengan tendensi ke arah

batas atas. Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari

seluruh komponen baik konsumsi, investasi, maupun ekspor yang mengalami

perbaikan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, secara sektoral

peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan

perikanan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan besar

dan eceran. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan oleh berlanjutnya

penurunan produksi sektor pertambangan dan penggalian yang diperkirakan lebih

dalam dari kontraksi yang terjadi pada triwulan I dan triwulan II tahun 2016.

PROSPEK PEREKONOMIAN

DAERAH

Bab 7

Page 126: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

95

Tabel 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III-2016 serta 2016 (Dalam %)

*: Data Sementara; ** Data Sangat Sementara:P Proyeksi Bank Indonesia

Ditinjau dari sisi penggunaan, pertumbuhan pada triwulan III 2016 diperkirakan

ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. Kondisi ini

sejalan dengan perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan III

2016 (Juli dan Agustus) di Provinsi Riau menunjukkan adanya tren peningkatan.

Peningkatan optimisme konsumen tersebut diperkirakan karena ekspektasi

perbaikan ekonomi sampai dengan 6 bulan yang akan datang, terutama espektasi

terhadap penghasilan dan konsumsi durable goods meskipun masih terbatas.

Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 7.2. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Sementara itu konsumsi pemerintah juga diperkirakan akan meningkat jika

dibandingkan triwulan sebelumnya, terkait dengan mulai meningkatnya realisasi

APBD pada triwulan III 2016, dimana Gubernur meminta komitmen kepada seluruh

Kepala SKPD untuk meningkatkan realisasi belanja di semester II 2016.

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor pada triwulan III 2016 diperkirakan membaik

namun masih terbatas. Ekspor luar negeri diperkirakan masih mengalami kontraksi

sejalan dengan masih menurunnya kinerja sektor pertambangan dan penggalian dari

sisi migas, serta masih terbatasnya perbaikan kinerja sektor perkebunan sawit dan

industri CPO (non migas). Selain itu faktor yang menahan pertumbuhan ekonomi

I II III IV I* II* IIIP

PDRB 2.70 -0.01 -2.13 -1.38 4.45 0.22 2.34 2.40 2.2-3.2 1.9-2.9

2016P20142015

20152016

Komponen

0

20

40

60

80

100

120

140

160

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2013 2014 2015 2016

Indeks

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2013 2014 2015 2016

Indeks

Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja

Indeks Konsumsi Durable Goods Garis 100

Page 127: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

96

Riau adalah perbaikan pertumbuhan ekonomi global terutama negara mitra dagang

utama yang diperkirakan masih terbatas pada triwulan mendatang.

Tabel 7.2 Outlook Perekonomian Global

Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia, Juli 2016

Dari sisi sektoral, kinerja sektor pertanian di triwulan mendatang diperkirakan akan

membaik dibandingkan triwulan I dan triwulan II 2016. Faktor pendorong

meningkatnya pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan sawit.

Kurang optimalnya produksi sawit pada awal tahun 2016 karena tertundanya

pemupukan pada saat kondisi asap pada semester II 2015, diperkirakan akan terus

mulai membaik pada triwulan III 2016. Selain itu mulai meningkatnya harga TBS

lokal dan meningkatnya permintaan domestik CPO (termasuk penyerapan untuk

produk turunan), serta mulai berproduksinya beberapa lahan replanting mendorong

laju pertumbuhan sektor pertanian. Sejalan dengan peningkatan kinerja sektor

pertanian Riau, perkembangan sektor industri pengolahan juga diperkirakan akan

meningkat yang didorong oleh perbaikan harga komoditas internasional,

meningkatnya kinerja industri pengolahan CPO dan produk turunannya termasuk

biodiesel, serta industri pengolahan pulp and paper. Di sisi lain, menurunnya kinerja

industri pengilangan migas dan batubara menjadi faktor yang menahan

pertumbuhan.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 secara keseluruhan

diperkirakan tetap berada pada kisaran 1,9 2,9% (yoy) sesuai proyeksi pada

triwulan sebelumnya, lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang hanya tumbuh

2015 2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017

Dunia 3,1 3,4 3,6 3,2 3,5 3,3 3,8 3,3 3,5 3,7 4,0 3,4 3,6 3,1 3,3

Negara Maju 1,9 2,1 2,1 1,9 2,0 1,8 2,1 1,7 2,1 2,1 2,1 2,1 2,1 1,7 1,9

Amerika Serikat 2,5 2,6 2,6 2,4 2,5 2,0 2,4 1,8 2,3 1,9 2,3 2,6 2,5 2,0 2,2

Kawasan Eropa 1,5 1,7 1,7 1,5 1,6 1,5 1,7 1,6 1,6 1,6 1,6 1,7 1,7 1,5 1,6

Jepang 0,6 1,0 0,3 0,5 -0,1 0,7 0,6 0,5 0,5 0,5 0,9 1,0 0,4 0,5 0,0

Negara Berkembang 4,0 4,3 4,7 4,1 4,6 4,2 4,8 4,3 4,4 4,7 5,3 4,3 4,7 4,1 4,4

Negara Berkembang Asia 6,6 6,3 6,2 6,4 6,3

Tiongkok 6,9 6,3 6,0 6,5 6,2 6,5 6,3 6,5 6,3 6,6 6,3 6,3 6,0 6,5 6,2

India 7,3 7,5 7,5 7,5 7,5 7,6 7,7 7,6 7,7 7,6 7,7 7,5 7,5 7,5 7,5

Volume Perdagangan Dunia (barang dan jasa) 2,6 3,4 4,1 2,9 3,3 2,2 2,9

Harga Komoditas (U.S.Dollars)

Minyak (Minas&ICP, USD per barel) 50,9 42,0 48,2 34,8 41,1 37 46 35 43

Mei 2016

Consensus Forecast Bank Indonesia

Januari 2016Realisasi

Mei 2016 Juni 2016April 2016 April 2016 Februari 2016

WEO IMF

Page 128: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

97

sebesar 0,22% (yoy). Pertumbuhan tertinggi diperkirakan terjadi pada triwulan III

2016 ini. Peningkatan kinerja ekonomi didorong oleh peningkatan kinerja sektor

pertanian, kehutanan, dan perikanan dan sektor industri pengolahan. Meningkatnya

permintaan ekspor ke negara tujuan utama dan permintaan domestik terutama

produk CPO, pulp dan kertas serta turunannya. Di sisi lain faktor yang menghambat

laju pertumbuhan adalah penurunan kinerja sektor pertambangan dan penggalian

disebabkan oleh penurunan kinerja lifting minyak bumi akibat natural declining,

dengan perkiraan penurunan pada kisaran 4-6% (yoy). Dari sisi penggunaan,

peningkatan ekonomi pada tahun 2016 utamanya disebabkan oleh meningkatnya

konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi akibat mulai

meningkatnya kondisi perekonomian, serta perbaikan kontraksi kinerja ekspor Riau.

Meskipun demikian, terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan

ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). Kondisi ini

utamanya terkait dengan kondisi sumur minyak yang tidak produktif (natural

declining), tidak optimalnya penggunaan teknologi injeksi untuk optimalisasi

produksi, serta eksplorasi sumur baru yang terkendala proses perizinan sehingga

diperkirakan berpotensi mengakibatkan kontraksi yang lebih dalam pada sektor

pertambangan migas. Selain itu, potensi pemulihan kinerja sektor pertanian masih

cukup rendah, terutama terhadap subsektor perkebunan kelapa sawit sehubungan

dengan dampak el nino dan la nina yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan

dan lahan, serta kondisi banjir sehingga produksi pertanian relatif terganggu.

2. PERKIRAAN INFLASI

Tabel 7.3. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan II 2016

Inflasi Provinsi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung

mengalami peningkatan, yaitu berada pada kisaran 3.15+0.5% (yoy). Peningkatan

tersebut disebabkan oleh peningkatan harga terutama bahan makanan yang cukup

tinggi pada awal triwulan III 2016. Adapun capaian inflasi hingga akhir tahun 2016

I II III IV I II IIIP

Inflasi Tahunan (% yoy) 6.17 7.40 5.70 2.65 4.42 1.92 2.65 - 3.65 3.45 - 4.45

Keterangan2015

2016P2016

Page 129: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

98

diperkirakan berada pada kisaran 3,95 +0.5% (yoy), masih berada di dalam sasaran

inflasi nasional tahun 2016 sebesar 4±1% (yoy).

Faktor pendorong inflasi Riau pada triwulan III 2016 diperkirakan terutama berasal

dari inflasi volatile food, bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat

keterbatasan pasokan seiring dengan kemungkinan terjadinya la nina yang menguat

sehingga mengganggu pasokan dari beberapa sentra produksi yang banyak

memasok kebutuhan ke wilayah Riau. Beberapa komoditas seperti beras, cabe

merah, bawang merah, daging sapi diperkirakan akan meningkat karena

keterbatasan pasokan. Selain itu tekanan inflasi volatile food juga didorong oleh

meningkatnya permintaan masyarakat pada hari raya Idul Fitri di awal triwulan III.

Inflasi kelompok administered price, diperkirakan mengalami penurunan seiring

penurunan tarif listrik dan penurunan bahan bakar Dexlite. Sementara itu, meskipun

relatif stabil tekanan inflasi inti diperkirakan sedikit meningkat akibat mulai

membaiknya daya beli masyarakat karena meningkatnya penghasilan (akibat mulai

meningkatnya harga TBS lokal) dan peningkatan realisasi belanja pemerintah

sehingga akan meningkatkan sisi permintaan. Faktor yang menahan peningkatan

tekanan inflasi inti adalah penguatan nilai tukar rupiah sehingga menurunkan

imported inflation.

Grafik 7.3. Perkembangan Harga Bumbu-Bumbuan di Kota Pekanbaru

Grafik 7.4. Perkembangan Harga Daging Segar & Hasilnya di Kota Pekanbaru

Sumber: Survei Pemantauan Harga Bank Indonesia

Beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas

kisaran proyeksi (downside risk) antara lain, menguatnya kemungkinan terjadinya la

nina yang berpotensi menganggu produksi daerah sentra pertanian dan

meningkatkan inflasi bahan makanan. Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang

8000

18000

28000

38000

48000

58000

68000

MI MIII MV MII MIV MII MIV MII MIV MI MIII MI MIII MV MII MIV M II M IV M II

Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 June-16 Juli 16 Agst 16

Cabai Merah Besar Cabai Merah Keriting Cabai Rawit

Bawang Merah Bawang Putih

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

160000

8000

13000

18000

23000

28000

33000

38000

43000

MI MIII MV MII MIV MII MIV MII MIV MI MIII MI MIII MV MII MIV M II M IV M II

Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 June-16 Juli 16 Agst 16

Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras Daging Sapi

Page 130: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

99

berpotensi membawa inflasi ke batas bawah (upside risks) proyeksi, yaitu

perkembangan harga minyak dunia yang masih belum membaik sehingga

meminimalisir tekanan inflasi dari kelompok administered prices. Pada tingkat

regional, koordinasi aktif forum Tim Pengendalian Inflasi Daerah terus ditingkatkan

baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan beberapa fokus

pembahasan antara lain implementasi roadmap TPID Provinsi dan menyusun

roadmap TPID di tingkat Kota/Kabupaten, serta sosialisasi dan membuat rencana

tindak lanjut arahan Presiden dalam Rakornas VII TPID antara lain:

1. Mengintensifkan koordinasi dan mengoptimalkan program/kegiatan

pengendalian inflasi di tingkat Kota/Kabupaten

2. Merumuskan dukungan intervensi atau program pengendalian arga yang

diperlukan dengan alokasi APBD yang memadai

3. Melakukan monitoring kewajaran stok pangan di gudang-gudang secara

berkala dengan berkoordinasi dengan penegak hukum

4. Monitoring kondisi infrastruktur distribusi pangan daerah, melakukan respon

perbaikan secara cepat, dan berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat jika

terjadi kendala

5. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu disparitas harga seperti biaya

transportasi, biaya dan kondisi bongkar muat, kondisi penyimpanan barang,

serta faktor-faktor lainnya.

3. REKOMENDASI

Sehubungan dengan upaya pengendalian inflasi, dan upaya peningkatan

pertumbuhan ekonomi, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Jangka pendek

a. Melakukan tindak lanjut dan monitoring secara intensif arahan Presiden

dalam Rakornas VII TPID, serta diintegrasikan dalam roadmap

pengendalian inflasi yang saat ini sedang dilengkapi (TPID Provinsi)/akan

disusun (untuk beberapa TPID Kabupaten/Kota)

b. Riau memiliki 2,3 juta Ha areal perkebunan kelapa sawit dimana 1,2 juta

diantaranya merupakan perkebunan milik rakyat. Pada tahun 2016,

Page 131: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

100

terdapat 168 ribu Ha lahan perkebunan rakyat yang akan direplanting.

Dengan karakteristik kelapa sawit yang baru akan menghasilkan pada

tahun ke 4 dan mencapai produksi optimal pada tahun ke 7, terdapat

risiko kehilangan penghasilan di 84.000 KK atau 336.000 jiwa (asumsi 1

KK mengelola 2 Ha dan 1 KK berisi 4 jiwa). Risiko tersebut dapat

dimitigasi dengan membudidayakan tanaman pangan dalam periode

tanaman belum menghasilkan. Selain menjaga daya beli masyarakat,

program tersebut berpotensi meningkatkan produksi pangan Riau yang

dapat menjaga ketersediaan pasokan dan pengendalian harga.

c. Mekanisme dan pengelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP)

Sawit perlu diperjelas sehingga transparansi dan akuntabilitas

pengelolaan CPO Fund dapat dipertanggungjawabkan. Riau sebagai

penyumbang CPO Fund terbesar perlu mendapat perhatian khusus

terutama pembiayaan replanting yang belum dapat disupport dengan

optimal oleh lembaga keuangan.

d. Diusulkan ke pemerintah pusat agar prioritas pengembangan saluran

irigasi yang sebagian besar menggunakan anggaran APBN merupakan

saluran untuk tanaman pangan, sehingga produksi tanaman pangan

dapat lebih ditingkatkan.

2. Jangka panjang

a. Fokus pengembangan kawasan industri dan infrastruktur yang

mendukung industrialisasi seperti sarana jalan, pelabuhan dan kelistrikan

dengan terus melakukan monitoring progress dan evaluasi secara

intensif terutama untuk mendukung program hilirisasi sawit

(menciptakan nilai tambah produk kelapa sawit); Pembangunan

infrastruktur jalan tol, irigasi dan pelabuhan (Tanjung Buton dan Kuala

Enok) sebagai jalur distribusi membutuhkan peran pemerintah pusat

dikarenakan kebijakan dan penggunaan anggaran APBN yang memiliki

porsi lebih besar. Dalam hal pemenuhan kelistrikan PLN untuk

kebutuhan industri (terutama industri CPO), saat ini juga terhitung

Page 132: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

101

sangat costly bagi pihak perusahaan yang diminta mempersiapkan sisi

infrastruktur dan perlengkapannya.

b. Diperlukan kerjasama antar daerah dalam pemenuhan kebutuhan

pangan dikarenakan karakteristik Provinsi Riau bukan merupakan daerah

sentra produksi pangan, sebagai langkah awal diperlukan realisasi

rencana kerjasama antar Gapoktan provinsi Sumbar, Sumut, Sumsel

komoditas beras.

c. Perlunya penyusunan roadmap pengembangan kemaritiman di Provinsi

Riau mengingat potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar. Hal

ini tercermin dari total produksi perikanan yang terus meningkat setiap

tahunnya. Namun fokus pengembangan terhadap sektor kemaritiman di

Riau relatif minim. Sampai dengan saat ini, tidak ada industri pakan ikan

sehingga biaya pengembangan perikanan di Riau menjadi lebih mahal.

Selain itu, pemerintah daerah Provinsi Riau perlu untuk memperketat

pengawasan kapal yang beroperasi di wilayah perairan Riau terutama di

daerah perbatasan yang rawan tindakan pencurian ikan dan penjualan

ikan di tengah laut, mendata kembali seluruh kapal penangkap ikan,

optimalisasi alokasi bantuan anggaran untuk nelayan, peningkatan

kualitas pelabuhan perikanan, dan mengaktifikan kembali galangan

kapal. Disisi lain, untuk memaksimalkan potensi wisata bahari, Riau perlu

untuk melakukan percepatan perbaikan infrastruktur menuju daerah

wisata disertai dengan peningkatan fasilitas pendukung dan kondisi

akomodasi agar lebih memadai. Disamping itu, diperlukan penguatan

Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor Pariwisata dan sektor Jasa,

peningkatan sosialisasi dan kampanye Sadar Wisata, serta menarik

wisatawan dengan mengadakan event wisata tahunan seperti Bakar

Tongkang, Pacu Jalur, Bono, dan Festival Pulau Rupat.

Page 133: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xv

Aktiva Produktif

Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan

tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran

kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank

Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan

risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin

kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah

mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang

diberikan kepada perorangan.

Kualitas Kredit

Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan

kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5

kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva

Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,

tabungan atau deposito.

DAFTAR ISTILAH

Page 134: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xvi

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap

dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum

konvensional.

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Inflasi Administered Price

Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam

kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan

bakar).

Inflasi Inti

Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan

agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan

ekspektasi masyarakat.

Inflasi Volatile Food

Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk

dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya

beras).

Kliring

Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta

kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang

perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kliring Debet

Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan

penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada

penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang

memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal)

Page 135: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xvii

dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit

kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan

secara nasional.

Kliring Kredit

Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung

oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa

menyampaikan fisik warkat (paperless).

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang

diterima (giro, tabungan dan deposito).

Net Interest Income (NII)

Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.

Non Core Deposit (NCD)

Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga.

Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan

10% deposito berjangka waktu 1-3 bulan.

Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)

Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar,

Diragukan dan Macet

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin

timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP

ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar

PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang

Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi

agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah

100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan).

Page 136: KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar iii BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah

xviii

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total

kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin

rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net

Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit

Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)

Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan

seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta

pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan

pembayaran.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)

Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring

kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.