Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pclila Pcrkcbunan 2002, L8(1), 10·-21
Kajian Agronomis dan Ekonomis Penggunaan Kelapa Sebagai Penaung Tanaman Kakao yang Dipanen Nira dan Buah
Agronomical and Economical Analysis of Coconut as Cocoa Shade Tree Harvested as Sugar and Kernel
A. Adi Prawoto l!, Fauzan Azis '!, dan Suhartoyo'!
Ringkasan
Pola tanam kakao. dengan penaung produktif diharapkan mampu mempertangguh usahatani kakao dengan meningkatnya pendapaLan pekebun. Studi kasus pemakaian tanaman kelapa sebagai penaung kakao. telah dilakukan di salah satu perkebunan besar di Jawa Timur, yang terletak 10 m dpl. dengan tipe curah hujan C (Schmidt & Ferguson). Pola tersebut telah dikaji pada pembuahan semester II tahun 1999 dan semester I tahun 2000. Kakao Iindak berjarak tanam 3 m x 3 ill umur sekitar 17 tahun dan kelapa dengan jarak tanam 9 m x 9 m umur sekitar 20 tahun digunakan sebagai obyek pengamatan. Tiga perlakuan yang dikaj i yaitu kakao monokultur berpenaung lanHOro, kakao berpenaung kelapa dipanen buah masak, dan kakao berpenaung kelapa dipanen nira atau gula kelapa. Hasilnya menunjukkan bahwa habitus tanaman kakao berpenaung lamtoro serta hasil buahnya Iebih baik daripada tanaman kakao berpenaung kelapa, baik kelapa yang dipanen buah maupun nira. Dibandingkan kakao monokultur penurunan hasil biji kakao kering di bawah penaung kelapa dipanen buah sekitar 275 kg/ha/th atau sekitar 20,47% sedangkan pada penaung kelapa dipanen nira sekitar 397 kg/halth atau sekitar 24,42 %. Hasil nira menguras air sekitar 25 kali yang dipanen buah, unsur hara N 57 % dan unsur P, K, Mg, Ca berkisar pada 128% sampai 316% terhadap yang dipanen buah. Pengambilan unsur hara mikro oleh panenan nira Iebih rendah daripada panenan buah, yaitu berkisar dari 6,25% sampai 65,81 %. Berdasarkan kajian ekonomis. tumpangsari kakao-kelapa jauh lebih menguntungkan daripada kakao monokultur. Dengan populasi kelapa 123 pohon/ha, maka potensi tambahan pendapatan dari hasil kelapa buah sekitar 7.380 butir per tahun dan bila dipanen nira dengan sistem bagi hasil 1 : 1, potensi gula yang menjadi bagian pekebun sekitar 13.759 kg gula/ha/tahun. Berdasarkan standar harga tahun 2000, pendapatan dari gula tersebut sekitar 530% terhadap pendapatan dari kelapa buah. Kelapa yang dipanen nira memerlukan pemupukan unsur hara makro dan natrium lebih banyak daripada kelapa yang dipanen buah.
I) Ahli Penelili dan Teknisi (Senior Researcher and Technicians); Pusal Penelilian Kopi dan Kakao Indonesia, JI. PH Sudirman 90, Jembcr 68118, Indonesia.
Naskah dilerima 5 Desember 2001 (Manuscripr received 5 December 2001).
10
Kajian agronnmis dan ekonomis pcnggunaan kelapa scbagai penaung tanamall kakan yang dipancn nira dan buah
Summary
The purpose of cocoa diversification by planting productive shade species is to improve and stabilize farmer's income. A study of coconut (Cocos nucifera) as permanent shade trees for cocoa was conducted in an estate in East Java, 10 m asl. and C (Schmidt & Ferguson) rainfall type classification, on flat topography. The plaming materials were 17 years old bulk cocoa in plaming distance 3 I1l x 3 m, 20 years old tall palm in 9 m x 9 m, and Leucaena sp. in 6 In X 6 m. Three kinds of treatments were cocoa under palm to produce mature kernel, to produce sugar, and cocoa under Leucaena as control. The result showed that cocoa performance under Leucaena was better and the yield was higher than that under palm sluuling. Compared to cocoa under Leucaena, the decreasing of dry bean yield was around 275 kg or about 20.47%, and 397 kg per ha/year or. ahout 24.42%, respectively under palm harvested as mature kernels and sugar. Producing sugar exhausted water 25 tillles compared to kernel, while the N 57%, P, K, Mg, and Ca in the range 128% to 316%, compored 10 producing mature kernel. The micro-elemenr exhaustion were 6.25% to 65.81 % compared to producing kernel. Based on economic anaLysis wirtz standard prices of year 2000, cocoa-coconut multll7le cropping was more advantageous than cocoa monoculture. Under population q{ 123 palms per hectare, the potency of comma yield around 7,380 kernels per year, while under sugar producrion system wirh yield sharing model I : 1 between planters alld fanners, sugar production was around 13.759 kg per year. Based on year 2000 slGlldard prices, revenue from sugar production was 530% compared to kernel production. The implications from the result was the tapped palms used more macronutrients and natrium than untapped ones.
Key words: Theobroma cacao, Cocos nucijera, mineral, palm sugar, income.
PENDAHULUAN Salah satu spesies tanaman yang pa
Kakao merupakan komoditas yang ling sering ditanam bersama dengan kakao mempunyai prospek pasar cukup cerah adalah kelapa. Pengusallaan kakao di bawah tetapi memiliki risiko kegagalan usaha tanaman kelapa merupakan langkah cukup besar oleh iklim yang tidak peningkatan efisiensi pemanfaatan sumbcr mendukung, serta serangan hama dan daya lahan dan energi matahari. Penyebaran penyakit. Upaya untuk menekan risiko akar tanaman kelapa tua (umur > 20 tlJ) tersebut telah banyak dilakukan, an tara meneapai kerapatan tinggi hanya sampai lain dengan menerapkan pola diversifikasi batas 2 III di sekitar pohon dan pada jeluk horizontal. Peluang penerapan cliversifikasi 0-60 em (Greeneia eil. Gomez & Gomez. dalam budidaya kakao eukup besar 1983). Pada radius 2 m tersebut pemengingat komoditas ini toleran nyebaran akar kelapa berkisar pada 76penaungan. 85 %. Di luar batas itu lahan dapat
I ]
Prawoto. Azis dan Suhanoyo
dimanfaatkan oleh spesies lanaman lain
yang tentunya toleran terhadap penawlgan. Di lain pihak sebaran lateral akar primer
tanaman kakao umur 13 tahun terkonsentrasi pada radius 210 em dari pokok. Dalam radius tersebut bobot kering akar primer meneapai 82,7% terhadap total
bobot kering akar pada radius 0-360 em dari pokok tanaman (Omoti et at., 1984).
Aspek kedua adalah efisiensi
pemanfaatan sumber energi eahaya matahari. Kakao adalaIl tanaman yang suka
naungan, laju fotosintesisnya berlangsung
optimum pada penyinaran 70-80 % langsung. Oleh sifatnya tersebut maka
dalam budi daya tanaman kakao yang baik
digunakan pohon penaung yang berfungsi
untuk menekan suhu maksimum dan laju
cvapotranspirasi, serta untuk melindungi
tanaman dari angin keneang. Dengan
demikian tumpangsari kakao-kelapa
memungkinkan sebagian besar energi
matahari dapat dimanfaatkan untuk
metabol isme tanaman.
Dari dua aspek tersebut di atas tampak
bahwa pengaturan jarak tanam dalam
tumpangsari mcmpakan hal yang sangat
penting karena berkaitan langsung dengan
tingkat tcrscdianya cnergi matahari serta
sebaran sistem perakaran. Mengingat
konsentrasi perakaran kclapa terletak pada
radius 2 m dari pokok, maka jarak mini
mum tanaman kakao dari pokok kclapa
adalah 3 m. Untuk tanaman kakao,
walaupun akar lateralnya tumbuh ke
samping sampai batas tajuk tanaman, tetapi
distribusi akar yang terbanyak hanya
sampai jarak 90-120 em dari pokok
tananian (Valmayor eT at., 1974). Thong
dan Ng (1978) juga menyatakan bahwa 89% akar lateral kakao terdapat dalam radius 92 em dari pangkal batang.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa tumpangsari kakao-kelapa dapat meningkatkan produksi kelapa melalui tertekannya pertumbuhan gulma dan penambahan bahan organik dari
guguran daun serta hasil pangkasan kakao. Gulma yang sering menjadi masalah besar di areal kelapa monokultur pertumbuhannya dapat sangat terhambat dcngan pola lumpangsari ini, sehingga biaya pengendaliannya dapat ditekan.
Tingkat kompctisi tcrsebut meningkat apabila dari tanaman kelapa dipanen nira untuk pcmbuatan gula karena hasil nira dipanen setiap hari. Dari aspek ekonomi, diversifikasi vertikal ini membuka peluang peningkatan pendapatan serta lapangan kerja yang eukup besar. Di lain pihak usaha
tani tersebut dikhawatirkan berdampak buruk terhadap kakao yang ditumpangsarikan mengingat hasil nira potensiaJ untuk dipcroleh sctiap hari.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan studi kasus yang ada di salah satu perkebunan besar
di Jawa Timur, dilaksanakan pada semester II tahun 1999 dan semester T tahun 2000. Tinggi tempat 10 m dpl. tipe eurah hujan C (Schmidt & Ferguson), topografi
landai. Pcrlakuan yang dikaji adalah :
A : Kakao di bawah lamtow (Leucael1o
sp.), umur kakao 17 tahun.
B Kakao di bawah kelapa (Cocos l1ucifera) dalam (Tall) yang di panen
12
C
Kajian agronomis dan ekonomis pcnggunaan kelapa schagai pcnaung lanaman kahn yang dipancn nira dan hoal,
buah masak. Umur kakao 17 tahun dan kelapa 22 tahun.
Kakao di bawah kelapa yang dipanen nira (gula kelapa). Umur kakao 17 tahun dan kelapa 20 tahun.
Pemeliharaan tanaman kakao yang
dilakukan kebun terhadap tiga petak perlakuan tersebut adalah sarna. Parameter yang diamati adalah jumlah buah kakao yang diperoleh dengan cara taksasi yang dilakukan pada bulan April (untuk semester 1) dan Oktober (untuk semester II) selama dua periode panen. Pohon contoh diambil dari setiap larikan kakao, jUl1llah
larikan ada 20 per perlakuan dan dari setiap
larik dipilih satu pohon secara random. Mengingat lahan yang datal' dan tingkat
penaungan yang homogen serta dengan asumsi jenis tanah yang sama, maka data hasil buah clianalisis menurut rancangan acak kelompok dengan jumlah larikan (pohon)
sebagai ulangan.
Parameter yang lain adalah pendapatan dari hasil buah kelapa serta gula kelapa. Analisis usahatani dilakukan dengan
pengamatan faktor-faktor input dan outpur dari data sekunder yang tersedia di
kebun serta hasil wawancara dengan pekebun. Analisis usaha tani mendasarkan
pada tingkat harga tahun 2000.
Di samping itu diamati pula jumlah air dan unsur hara yang terkandung dalam
buah kelapa serta nira. Sal1lpel buah kelapa sebanyak 20 butir yang diambil dari 20 pohon, sampel nira merupakan komposit dari 20 pohon kelapa masing-masing
sekitar 50 m!. Data panenan buah kelapa per pohon per tahun serta hasil gula diperoleh dari data sekunder yang tersedia
di kebun dan dilengkapi dengan wawancara langsung kepada penyadap. Sampel air kelapa, daging buah, sabut serta tel1lpurung kelapa untuk analisis kadar air serta unsur hara merupakan komposit dari 20 butir tersebut diambil pada awaJ musim hujan tahun 1999 (bulan Desember), demikian
pula dengan sampel air nira. Pengamatan kadar air dan unsur hara dilakukan di Laboratoriul11 Analisis Jaringan Tanaman Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Tanaman dan HasH Buah Kakao
Pada musim kemarau (semester II),
habitus tanaman kakao yang berpenaung lamtoro secara visual lebih baik, warna daun hijau tua dan tampak lebih segar, serta lumbuhnya tunas-tunas baru lebih sellat dan merata daripada yang berpenaung kelapa. Sementara itu kakao yang berpenaung kelapa dan dipancn buah keragaannya kurang sehat, daun bcrwarna
pucal kekuningan, nekrosis bagian tepi daun serta mati pucuk. Kakao yang berpenaung kelapa dan dipanen nira juga menunjukkan keragaan yang sarna dengan yang dipanen
buah, daun kelihatan agak layu, tetapi kondisi tajuk tanaman kelapa 1ebih bersih.
Keragaan tanaman kakao, khususnya
tingkat kcrimbunan tajuk dan tingkal penaungan, antara lain dapat terccrmin dari intensitas penyinaran yang sampai di lantai kebun. Intcnsitas cahaya diukur
dengan Luxmeter dan dilakukan pada hari yang cerah. Seperti tampak dari
13
Prawoto, Az.is dan SlIhanoyo
Tabcl 1, intensitas penyinaran di bawah tajuk kakao berpenaung kelapa lebih rcndah daripada kakao monokultur, Hasil
pengukuran pada semester I lebih tinggi daripada semester II tahun sebelumnya, karena tanaman kakao sudah dipangkas. Dengan intensitas penyinaran di bawah
tajuk sebesar 1,3-1,9% terhadap penyinaran di atas tajuk berarti identik dengan ILD (indeks luas daun) 7,0-6,39. Kisaran nilai tersebut masih cUkup tinggi dari standar ILD optimum menurut Alvim et al. (1972),
yaitu 3,6-5,6.
Untuk meningkatkan penyinaran yang
diteruskan tajuk kelapa, sesungguhnya sampai batas tertentu pelepah kelapa dapat dikurangi. Pengurangan pelepah tua sampai 5-6 pelepah per pohon, atau tersisa 1214 pelepah/pohon, tidak mengganggu hasil kelapa (purba cit. Witjaksana, 1989). Setiap pohon kelapa periu didukung minimum 18 pelepah daun agar produksinya tetap tinggi (Akuba, 1994).
Taksasi bua'h kakao untuk produksi semester I dan II dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung jumlah buah yang panjaHgnya lebih dari 10 em pada setiap pohon eontoh, dan hasilnya
TabeJ I. Rata-rata inrensitas cahaya di bawah tajllk kakao (% tcrhadap penyinaran di atas tajllk)
Table I. Average of light intensiry under cocoa canopy (% 10 light ifllensity above cocoa canopy)
Intensitas cahaya Perlakuan nallngan Light intensity
Shade treatment Semesler I Semester II
Leucaena sp. 1.93 0.88
Cocos nueifera buah (kernels) 131 0.85
COCO.l' Iweifera gula (SlIgar) 1.68 0.70
tertera dalam Tabcl 2. Batasan panjang tersebut dipilih sebab peluang layu pentil (cherelle wilt) pada buah yang panjangnya lebih dari 10 em sudah keeil.
Dari data Tabel 2 tampak bahwa pengaruh dari spesies Leucaena sp. sebagai
penaung kakao lebih baik daripada spesies C. nucifera, terlebih jika kelapa tersebut dipanen nira. Penurunan jumlah tongkol pada pembuahan semester II dari dua perlakuan penaung kelapa dipanen buah dan dipanen nira berturut-turut adalah 2,3 dan 3,4 buah/pohon atau jika dikonversi dengan pod value 35 meneapai sekitar 66 kg dan 97 kg biji kering per hektar. Penurunan hasil yang lebih barlyak terjadi pada pembuahan semester satu, yaitu setara dengan 209 kg biji kering dan 300 kg per
hektar, berturut-turut untuk perlakuan penaung kelapa dipanen buah dan dipanen nira. Penurunan hasil kakao tersebut
tentunya tidak terlalu tinggi apabila
populasi kelapa 70-80 pohon/ha seperti hasil penelitian di Malaysia (Khoo & Chew. 1978) dan tanaman kelapa juga dipupuk. Hasil tongkol kakao yang ditanam di
bawah kelapa populasi 64 pohon/ha dinyatakan sekitar 47 % lcbih tinggi daripada yang populasi kelapanya 144 pohon/ha (Darmosarkoro et al., 1993). Dalam penelitian ini populasi kelapa meneapai 123 pohon/ha dan dalam prakteknya tanaman kelapa tidak dipupuk, sementara hasil nira dipanen setiap hari
dan hasil kelapa buah setiap bulan. Dari perbandingan tersebut akhirnya dapat diduga bahwa pcnyebab rendahnya hasil kakao dalam areal kajian ini discbabkan
oleh tingkat kompetisi air dan hara mineral serta cahaya matahari yang tinggi.
14
Kajian agronomis dan ekonomis penggunaan kclapa sebagai penaung tanaman kakao yang dipancn nira dan buah
Tabel 2. Rala-rala jumlah buah kakao per pohon dari bcberapa macam naungan
Tahle 2. Average ofcocoa pod number per Iree as af!ecled by shade Irealmeru
Buah kakao/pohon Perlakuan nanngan Cocoa pod number/tree
Shade realment Semester r Semester II
Leucaena sp. 28.4 a 14.6 a
Cocos nucifera buah (kemel) 21.1 ab 13.1 a
Cocos nuc!{era gula (sligar) 17.9 b 14.6 a
Calalan (Notes) Data pada kolom yang sarna lidak bcrbcda "yata pada taraf 5% menurUl uji TUkey. apabila diikuli huruf yang sarna (Dato ill tire mme roil/mil were 1101 signijicantly differem (I{ 5 % level accordilll! 10 TI/key test iffollowed hy the SGme Iet/er).
Serapan Air dan Unsur Hara Tanaman Kelapa
Untuk mengetahui serapan hara oleh tanaman kelapa, telah dilakukan analisis kandungan unsur hara dalam nira, air kelapa, daging buah kelapa, sabut kelapa,
dan tempurung kelapa, hasilnya tertera dalam Tabel 3.
Dari Tabel 3 tampak bahwa di dalam nira kelapa selain air, juga banyak mengandung unsur K disusul Na, N, Mg
dan Ca. Kandungan unsur hara mikro sangat sedikit. Sebalikllya dalam kelapa
buah terkandung unsur N paling banyak, disusul K, P, Mg, Ca, Na, Fe, Zn, Mn dan Cu. Baik dalam nira maupun buah
kelapa tidak terkandung unsur Cd dan S04' Ciri khas tanaman kelapa tampak di sini yaitu kandungan natriumnya yang tinggi.
Untuk mengctahui praporsi bobat
kamponen buah kelapa yang terdiri atas sabut, tempurung, daging buah, dan air kelapa, telah dilakukan pengamatan terhadap 20 contoh buah kelapa yang dipanen, hasil pengamatan tertera dalam Tabel 4.
Tabel 3. Kandungan uosur hara dan air dalam nira, air kelapa. daging. sabul dan lcmpurung kclapa
Table 3. Mineral comenr in coconU{ sugar. waleI', meat, husk and shell
Tolok ukur Air nira Air kelara Dagiog keiapa Sabul Tempurung Parameter Palm sugar Cocoma warer Coconul meal Coconut husk Coconut shell
Air (Water) - 4633% 53.83% 23.75%
N. 161 ppm 7 ppm 0.99% 0.28% 023%
P, ppm 102 9 3,561 0 480
K, ppm 1,980 3,573 11,564 6,726 22,027
Ca, ppm 32 62 154 140 285
Mg, ppm 49 72 1.251 170 406
Na, ppm 174 53 134 'J2 307
SO" ppm 0 0 0 0 0
Cu, ppm 0.27 009 13 G 3
Fe. ppm 061 0 40 159 173
Mo, PPIll 0.25 0.77 I7 3 3 Zo, ppm 0.04 0.16 21 4 II
Cd, rrm 0 0 0 0 0
15
Prawoto, Azis dan Suhartoyo
Tabel 4. Proporsi hohot knmponen kdapa buah tua
Table 4. PropOrliof/ of mature COCOf/1II kernel component
Kadar airTolok ukur Bohot (Weight) Warer content Parameter (g)
(%)
Sail! butir kelapa 1,321 One coconut
Air kclapa 339 100
Coconut water
Daging huah 406 4653 Coconur meat
Sahut 339 53.79 Coconur husk
Tempurung 237 2375 Coconut shell
Dari wawancara dengan pekebull diperoleh data hasil per pohon sebagai berikut : Rata-rata hasil buah kelapa dalam satu talmn sekitar 60 butir. Rata-rata hasil nira dalam satu tahun = 360 x 3,27 I sekitar 1.177,2 I. Hasil buah kelapa sebanyak 60 butir/pohon/tahun tersebut adalah sesuai dengan hasil pengamatan Balai Penelitian Kelapa Manado yang menyatakan bahwa pada umur 22 tahun ratarata hasil buah kelapa sebanyak 54 butir/
pohon/tahun; hasil maksimum akan dicapai pada umur 38 tahwl (Kaat et al., ] 995).
Selanjutnya dari data Tabel 3 dan 4 serta data hasil buah dan nira tersebut dapat diprediksi jumlah air serta W1Sur hara yang diangkut dalam panenan seJama satu tahun untuk tiap pohon kelapa. hasilnya tercantum dalam Tabel 5.
Dari Tabel 5 tampak bahwa setiap taJ1Wl panenan nira mengangkut air sckitar 25 kali lebih banyak daripada panen kelapa buah, apalagi batasan hasil nira 3,27 II
pohon/hari tersebut adalah cukup rendah. Di beberapa kebun dengan tipe iklim yang lebih basah (tipe B menurut Schmidt & Ferguson), hasil nira dilaporkan dapat mencapai sekitar 6 lIpohon per hari (komunikasi dengan Admillistratur). Di samping itu nira juga mengangkut sebagian
besar unsur hara makra seb,U1yak 1,2 sampai 3,2 kaJi lipat dari yang dimnbil dalam panen kelapa buah, bahkan pcnyerapan unsur Na oleh nira sekitar 19 kali lebih banyak
daripada yang diangkut dalam panenan kelapa buah. Di antara unsur hara makro. hanya N yang pengangkutalmya dalam hasil nira lebih sedikit, yaitu sekitar 57%
terhadap yang diangkut buah kclapa. Di lain pihak penyerapan unsur hara mikro
Tahel 5. Estimasi jumlah air dan unsur hara yang diangl<ut dalam hasil panen kelapa per pohon per fahun
Table 5. Estimlllion of warer and mineral exhausted by coconut per tree per year
Terhadap panen Tolokllkur Panen hllah Panen nira buah, % Parameter Kemel yield SIIgaryied PCI. to kernel
vield, %
Air (Water) 45.96 I 1,177 I 2.56[
N (g) 331 190 57
P (g) 94 120 121;
K (g) 1;04 2,33\ 290
Ca (g) 119 37.70 3.163
Mg (g) 41.2 57.7 140.11
Na (g) II 205 1,936
SO,(g) 0 0 0
Cu (mg) 4&3 318 66
Fe (mgl 6.669 718 II
Mil (mg) 533 294 55
Zn (mg) 753 47 6
Cd (mg) () () 0
] 6
Kajian agronllmi~ dan ekonomi~ pcnggunaan kelapa scbagai pcnallng lanaman kakao yang dipancn nira dan bllah
csensial oleh panenan nira lebih sedikiL daripada oleh panen buah. Dengan demikian tanaman kelapa yang dipanen nira perlu
memperoleh perawatan yang lebih baik, khususnya pemupukan unsur hara makro, agar persaingannya dengan tanaman kakao yang dinaungi dapat diperkecil. Di samping
itu karena pengangkuLan air yang tinggi, maka usahatani nira (gula kelapa) Iebih sesuai dilakukan pada daerah bertipe iklim basah dan unluk daerah berLipe ikJim kering sebaiknya terbatas dilakukan selama musim
hujan.
Analisis Usaha Tani
Untuk membandingkan kontribusi keuntungan dari ketiga perlakuan tersebut, dilakukan pengamatan pemakaian faktorfaktor inpuf sena OUfpUf dari masing
masing perlakuan.
1. Usaha tani kelapa buah
Areal kelapa yang dipanen buah sudah
berumur 22 tahun, jarak tanam 9 m x 9 m, sementara kakaonya berumur 17 tahun dengan jarak tanam 3 m x 3 m. Dengan jarak tanam tersebut maka populasi kclapa wlluk pola tanam tumpangsari cukup rapat. yaitu sekitar 123 pohon/ha. Putaran petik buah kelapa dilak'ukan dua bulan sekali dcngan hasil rata-rata 10 butir/pohon.
Dengan asumsi jumlah populasi penuh, maka produksi buah kelapa yang dapat
diperoleh sebanyak 7.380 butir/haith. Dari jumlah tersebut, rata-rata 56 % di antaranya
bermuLu AB, sedangkan 44% sisanya bermutu C. Harga buah kelapa muLU AB sekitar Rp900,- per butir, sedangkan
untuk mutu C Rp600,- per butir. Dengan
demikian dari produksi buah kelapa
sebanyak 7.380 butir/ha/th akan diperoleh
pendapatan sekitar Rp5. 667.900, -fha/th.
Semen tara itu biaya produksi yang
dikeluarkan hanya upah petik dan
pengangkutan kelapa sebesar Rp258. 300,
fhafth. Pemupukan tanaman kelapa serta
pengendalian hama dan penyakit tidak
pernah dilakukan. Berdasar pada per
hiLungan di atas dapat diketahui bahwa
besarnya keunLungan yang dapat diper
oleh dari hasil kelapa buah sebesar
Rp5.409.600,-fhaith. Nilai tcrsebuL jauh
lebih besar daripada dampak penurunan
hasil biji kakao sebesar 275 kg dan dengan
standar harga tahun 2000 setara dengan
sekitar Rp1.375.000,-. Hasil kajian di
Sumatra Utara pada tahun 1989 menun
jukkan bahwa pemakaian kelapa sebagai
penaung kakao sudah ekonomis apabila
hasil buah kelapa ,di atas 50 butir/pohon/
tahUll dengan tingkat harga hanya Rp97,44
per butir (Abbas ef ai., 1989).
2. Usaha tani gula kelapa
Dalam pengusahaan gula kelapa ter
jalin hubungan kerjasama (kemitraan)
antara kebun dan petani penyadap. Kebun
selaku pemilik lahan dan tanaman kelapa
menyerahkan pengelolaan hasil tanaman
kelapa kepada petani penyadap, sedang
kan petani penyadap selaku pe laksana
mengeljakan seluruh rangkaian kegiatan
proses produksi gula kelapa. Pemba
gian hasil penjualan gula kelapa dalam
kasus ini dilakukan dengan perbandingan
1 : 1.
17
Prawoto, Azis dan Suhartoyo
Pada masa persiapan, penyadap perlu membuat "tataan" atau takikan pada setiap batang pohon kelapa guna memudahkan pemanjatannya, dilanjutkan dengan pengirisan seludang bunga kelapa. Dalam setiap pohon dapat disadap 1-3 seludang bunga pada waktu yang sarna. Takikan pada batang kelapa yang disadap adalah sangat intensif, namun pernah dilaporkan bahwa takikan tersebut tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil buah kelapa (Kaat & Walangadi, 1994). Seludang yang telah diiris tersebut tidak dapat langsung menghasilkan nira, akan tetapi masih membutuhkan masa belum menghasilkan
selama sekitar 25 hari. Selama masa bclum menghasilkan tcrsebut, pengirisan ulang terus dilakukan setiap hari hingga seludang mulai menghasilkan nira. Selama masa persiapan, petani mendapat upah dari kebun sebesar Rpl .200,-/ph/hari. Dengan populasi tanaman kelapa sebanyak 123 ph/ha, maka selama masa persiapan kebun harus mengeluarkan biaya sebesar Rp3.690.000,Iha yang menjadi bagian dari invcstasi kebun.
Dalam pelaksanaan proses produksi guJa kelapa, petani membutuhkan beberapa macam alat produksi yang hams disediakan oleh petani sebagai investasi. Jumlah investasi alat produksi tersebut senilai Rp455.100,- dengan alokasi biaya sebesar Rpl.178,20 per hari.
Dengan umur kelapa 22 tahun dan topografi yang datar, maka setiap penyadap mampu mengelola sebanyak 28 pohon kelapa dengan perolehan nira sebanyak 3,27 l/ph/hari. Dengan demikian setiap hektar pertanaman kelapa mampu menyerap lima orang pctani penyadap. Untuk mempertahankan kualitas nira yang dihasilkan agar tidak cepat masam, perlu ditambahkan kapur dan natrium metabisulfit (Na
2S04 0
S) masing-masing sebanyak 1 gl
liter nira atau 91,56 g/hari. Harga kapur sebesar Rp500,-/kg sedangkan natrium metabisulfit sebesar Rp5.200,-/kg. Bahan bakar yang digunakan berupa sabut kelapa dengan kebutuhan sebanyak 0,03 m3 untuk setiap kilogram guJa kelapa. Sabut kelapa tersebut disediakan kebun tanpa mengeluarkan biaya.
Tabel 6. lenis, harga, dan masa pakai alat produksi gula kclapa per petan;
Table 6, Kind, price and grace period of equiplllenrs for palm sligar process each farmer
Harga/unitAlat lumJah Price/unir
Equipmelll Numher Rp
Pisau sadap (Tap knife) Jerigcn (.Jerry can), 5 I cap,
Wajan besar (Big wok) SUlil (Frying sparula)
Celakan (Sugar mold) Saringan (Sieve)
1
84
2 1
150
1
35,000 2,400
100,000
1,500
100 2,000
Jumlah Toral
Rp
35,000 201,000
200,000 1,500
15,000 2,000
Penyusutan Masa pakai per hari. Rp
Grace period Reduction/day, Rp
3 th (Years) 287.67 I th (Year) 55233
3 th (Ycars) 182.65 6 bin (Month) 8,33
4 bIn (Month) 12500 3 bin (Month) 22.22
Jumlah biaya penyusutan/hari 1,178.20 Total of cost reduction/day
18
Kajian agronomis dan ckonomis pcnggunaan kdapa scbagai pcnaung lanaman kakao yang dipancn nira dan buah
Bcrdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa setiap liter nira menghasilkan 190 gram gula kelapa. Dari gula kelapa yang dihasilkan, sekitar 94% di antaranya termasuk kriteria mutu AB, sedangkan selebihnya sebanyak 6 % termasuk kriteria mutu C. Harga jual dari
kcdua kriteria mutu tersebut pada kondisi tahun 2000 masing-masing sebcsar Rpl.450,- dan Rp1.200,-/kg. Dalam proses pcmbuatan gula kelapa dibutuhkan jam kerja efektif selama 10 jam setiap hari, meliputi penyadapan pagi, pemanasan nira, penyadapan sore, pengolahan dan pencetakan gula.
Perhitmlgan Hasil dan Pendapan Setiap Penyadap per Hari :
- Jumlah pohon 28 pohon
- Hasil nira 91,561
- Hasil gula kclapa 17,40kg
- Mum AB =93,66%=16,30 [email protected],· = Rp 23.635,
- Mum C = 6,34% = 1,10 [email protected],- = Rp 1.320,
JUll11ah pendapatan kolo.. = Rp 24.955,
PcngUl'angan
- Bagian k",hun (50%) == Rp 12.477,
- Biaya hahan = Rp 522,
- Biaya pcnyusutan alai = Rp 1.178,
- Jumlah biaya = Rp 14.177,-
Jumlah pcndapalan bersih = Rp 10.778,-
Dengan sistem bagi hasil 1 : 1,
ternyata pendapatan penyadap ini cukup
kccil scbab untuk memproses nira menjadi
gula diperlllkan dua lcnaga kcrja.
Dcngan populasi kelapa 123 pohon/ ha apabila disadap semua maka potensi
hasil gula per hari sckitar 76,44 kg dan dalam satu tahun sekitar 27.518 kg.
Dengan sistem bagi hasil 1 : 1, maka dalam satu tahun, pekeblln berpeluang memperoleh hasil gula sebanyak 13.759 kg. Dengan asumsi mutu serta harga seperti tersebut di atas, maka dalam satu tahun pekebun mcmpunyai peluang memperoleh pendapatan sekitar Rp28.659.997,-. Angka tersebut berarti
530% atau lima kali lipat terhadap pendapatan yang diperoleh dari hasil kelapa buah. Jika penurunan hasil kakao dikaitkan dengan tambahan pendapatan dari hasil gula kelapa ini maka masih terdapat keuntungan yang sangat berarti. Penurunan hasil biji kakao sekitar 397 kg biji kering/ha/th sctara dcngan
Rp1.985.000,-. Dengan demikian nilai tambah yang disebabkan oleh scdikit sentuhan agroindustri ini sangat tinggi. Hasil ini mirip dengan pernyataan Kindangen et al. (1989) bahwa pendapatan usahatani gula kelapa sekitar 4 kali lebih besar daripada diusahakan dalam bcntuk kopra atau kclapa butiran. Keuntungan yang
lain bahwa pendapatan gula kelapa ini pacta prinsipnya dapat diperoleh setiap hari sehingga sangat besar artinya bagi petani penyadap maupun pekebun. Memang pada
kenyataannya tidak semua pohon kelapa dapat disadap, namun penyadap memiliki kemampuan khusus untuk memilihnya.
KESIMPULAN
a. Habitus tanaman kakao monokultur serta hasil buahnya lebih baik daripada
yang ditanam di bawah kclapa, baik kelapa yang dipanen buah maupun kelapa yang dipanen nira (gula). Dengan populasi kelapa 123 pph (pohon/ha) dan
19
Prawoto, Azis dan Suhartoyo
perawatan minimum, penunman hasil biji
kakao kering pada penaung ke!apa dipanen buah sekitar 275 kg/ha/th
sedangkan pada penaung ke!apa dipanen
nira sekitar 397 kg/ha/th.
b. Hasi! nira mengangkut air per tahun
sekitar 25 kali hasil buah kelapa yang dipanen, unsur hara N 57 % dan unsur
P, K, Mg, Ca berkisar pada 128 % sampai 316% terhadap yang diangkut
hasil panen buah. Penyerapan natrium 19 kali lipat. Di lain pihak pengambilan
unsur hara mikro oleh panenan nira
lebih rendah, yaitu berkisar pada 6
66 % terhactap yang diangkut panenan
buah.
c. Dengan populasi kelapa 123 pohon/ha,
potensi tambahan pendapatan dari hasH kelapa buah sekitar 7.380 butir
per tahun atau berdasarkan standar harga tahun 2000 mencapai sekitar
Rp5.667.900,-. Jika dipanen nira dan dengan sistem bagi hasil 1 : 1 maka
potensi gula yang diperoleh pekebun sekitar 13.759 kg/ha/th atau senilai
Rp28.659.997,-. Dengan demikian pola
tanam kakao-kelapa jauh lebih me
nguntungkan daripada kakao monokultur, dan pendapatan dari hasil gula
merah sekitar 530% pendapatan dari kelapa buah.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, B.S.; Dja'far & Daswir (1989). Analisis sensitivitas usaha budidaya kakao terhadap keuntungan an tara pemakaian penaung kelapa dengan lamtoro. Bull. Perkeb. 20, 97103.
Akuba, R. H. (1994). Dampak pemangkasan daun kelapa terhadap produksi dan iklim mikro. Bull. Balilka 23, 8491.
Alvim, P. de T.; A.D. Machado & F. Vel10 (1972). Physiological responses of cacao to environmental factors. IV In£. Cocoa Res. Conf., Sl. Augustine, Trinidad, 210-225.
Darmosarkoro, W.; A. Purba & L.A. Napitupulu (1993). Pengaruh pemupukan dan kerapatan kelapa terhadap produksi tumpangsari kelapakakao. Kump. Mak. Konp. Nas. Kelapa 1lI, Yogyakarta 20-23 Juli 1993, 163-172.
Gomez, A.A. & K.A. Gomez (1983). Mulliple Cropping in [he Humid Tropics of Asia. International Development Research Centre, Ottawa, Canada.
Kaat, H. & D. Walangadi (1994). Pengaruh takikan batang terhadap produktivitas kelapa. Buletin BALlTKA, 23, 5762.
Kaat, H.; D. Walangadi & J.H.W. Rembang (1995). Pertumbuhan dan produksi kelapa pada berbagai tingkat umur. Bulletin BALlTKA, 24, 30-37.
Khoo, K.T. & P.S. Chew (1978). Effects of thinning of coconut stand on the performance of coconuts and the underplanted cocoa on coastal clay soils in Peninsular Malaysia. In£. Con! on Cocoa and Coconuts, Kuala Lumpur, June 21-24. 15 p.
Kindangen, J.G.; N.M. Mokodongan & M. Djafar (1989). Pendapatan petani gula kelapa di daerah transmigrasi lahan pasang surut ~ropinsi Riau. Bulletin BALlTKA, 9, 62-67.
20
Kajian agronomis dan cKonomis penggunaan kclapa schagai pcnaung lanaman kakao yang dipancn nira dan huah
Ling, A.H. (1984). Litter production and nutrient cycling in a mature cocoa plantation on Inland soils of Peninsular Malaysia. 1984 Int. Con! on Cocoa & Coconuts, Kuala Lumpur, paper no. 24.
Lolong, A.A. & J. Mawikere (1995). Laju infeksi Phytophthora palmivora Butler penyebab penyakit busuk pucuk . kelapa. Buletin BALITKA, 24, 1DIS.
Omoti, U.; Ue. Amalu & D.O. Ataga (1984). Distribution and morphology of roots of the Nigerian tall coconut in relation to nutrient absorption and fertilizer placement. 1984 Int. Con! on Cocoa & Coconuts, Kuala Lumpur, paper No. 45.
Sudjarmoko, B.; D. Listyati & H.T. Luntungan (1989). Keuntungan ekonomis penggunaan pola tanam kelapa-kakao dibanding kelapa monokulrur. Buletin BALlTKA, 9, 74-78.
Thong, K.e. & W.L. Ng (1978). Growth and nutrients composition on monocrop cocoa plant on Inland Malaysian soil. Proc. Int. Con[. on Cocoa & Coconuts, Kuala Lumpur, 262-286.
Valmayor, R.V.; T.e. Tabora; J.R. Romirez; W.A. Herrera & A.B. Asencion (1974). The natural distribution of Ihe root systems of citrus, lanzones, and cacao. The Philippine Agriculture, 58, 244-262.
Witjaksana (1989). Tumpangsari kelapa-kakao ditinjau dari segi kelapa sebagai tanarnan utama. Kump. Makalah Sem. Sehari Tumpangsari Kelapa-Kakao, Bandar Kuala, 18 Januari 1989.
***********
21