Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAIDAH AL-SU’A <L WA AL-JAWA<B DALAM AL-QUR’AN
Dipresentasekan pada Seminar Mata Kuliah
“Qawa>‘id al-Tafsi >r ”
Semester II
Konsentrasi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Kelas Reguler
Oleh:
Muhammad Dirman Rasyid
80600216003
Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. M. Galib M., M.A.
Dr. Dudung Abdullah, M.Ag.
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tafsir sebagai suatu ilmu yang digunakan untuk memahami kitab Allah yang
diturunkan kepada nabi Muhammad saw. menjelaskan maknanya dan mengeluarkan
hukum yang terkandung di dalamnya,1 tentu memiliki kedudukan yang sangat penting.
Olehnya itu, diperlukan seperangkat kaidah-kaidah yang dapat dijadikan landasan
berpijak bagi mufasir sehingga tidak keliru dalam upaya memahami al-Qur’an.
Seorang mufasir yang tidak menguasai kaidah-kaidah penafsiran produk tafsirnya bisa
dikategorikan sebagai produk tafsir terendah, bahkan belum layak disebut sebagai
tafsir.2
Dalam ilmu tafsir terdapat banyak kaidah-kaidah, ada yang berkaitan dengan
kaidah logika, teologi, usu>l al-fiqh, kebahasaan dan sebagainya. Dalam aspek
kebahasaan maka hal ini berkaitan dengan kaidah bahasa arab baik dari segi
gramatikalnya maupun dari segi kesusastraannya, meskipun pada dasarnya kaidah
tersebut juga di ambil dari dalam al-Qur’an. Para ulama menyusun kaidah tersebut
dengan ber-istinba >t } pada uslub-uslub yang digunakan al-Qur’an.
Kaidah-kaidah dari aspek kebahasaan meliputi penggunaan kata-kata dan
sistematika bentuk kalimat tertentu yang mempunyai makna-makna yang tertentu pula
sesuai dengan pola yang digunakan. Di antara kaidah-kaidah dalam aspek kebahasaan
adalah al-su’a>l wa al-jawa>b, maksudnya adalah kaidah tentang pola pertanyaan dan
1Kadar M. Yusuf, Studi al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2009), h. 127-128.
2Jabal Nur, “Qawa’id Tafsir Hubungannya dengan Bahasa Arab (Kaidah-Kaidah Dasar yang
Harus Dikuasai Dalam Pembelajaran Tafsir”, Jurnal Al-Ta’dib 6, no. 2 (Juli-Desember 2013): h. 20.
2
jawaban dalam al-Qur’an. Sebab dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang
berisikan pertanyaan yang kemudian diikuti oleh jawaban atau pertanyaan yang
jawabannya ada dalam al-Qur’an. Bentuk dan materi pertanyaannya pun beragam
demikian pula jawabannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka pokok masalah pada makalah ini
adalah “bagaimana kaidah al-su’a >l wa al-jawa>b dalam al-Qur’an?”. Dari pokok
masalah tersebut maka sub-masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hakikat al-su’a >l wa al-jawa>b dalam al-Qur’an?
2. Bagaimana wujud al-su’a>l wa al-jawa>b dalam al-Qur’an?
3. Bagaima urgensi pemahaman al-su’a >l wa al-jawa>b dalam al-Qur’an?
C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan
a. Untuk menjelaskan hakikat kaidah al-su’a>l wa al-jawa>b dalam al-Qur’an.
b. Untuk mendeskripsikan kaidah al-su’a >l wa al-jawa>b dalam al-Qur’an.
c. Untuk memahami ugensi pengetahuan terhadap kaidah al-su’a >l wa al-jawa>b
dalam al-Qur’an.
2. Kegunaaan
a. Makalah ini diharapkan memiliki arti ilmiah yang dapat menambah informasi,
memperkaya dan mengembangkan khasznah keilmuan dan keislaman,
khususnya dalam kajian ilmu hadis dan memberikan gambaran serta penjelasan
mengenai kaidah al-su’a>l wa al-jawa>b dalam al-Qur’an.
3
b. Secara praktis, makalah ini diharapkan dapat menjadi khasanah keilmuan bagi
mahasiswa yang mempelajari ilmu-ilmu al-Qur’an dan tafsir.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian al-Su’a >l wa al-Jawa>b dalam al-Qur’an
Secara bahasa al-su’a>l wa al-jawa>b merupakan gabungan dari dua kata yaitu
al-su’a >l dan al-jawa >b. Kata al-su’a >l merupakan bentuk masdar dari asal kata سأل yang
mempunyai makna asal meminta, memohon, bertanya.3 Adapun kata al-jawa>b berasal
dari kata جوب yang bermakna balasan dari perkataan atau jawaban atas perkataan.4
Jadi, secara harfiah al-su’a>l wa al-jawa >b dapat diartikan sebagai pertanyaan dan
jawaban.
Dalam kaitannya dengan al-Qur’an dan kaidah tafsir makan al-su’a>l wa al-
jawa >b merupakan salah satu bentuk uslub dalam al-Qur’an. Di dalam al-Qur’an
terdapat ayat-ayat yang berisikan pertanyaan beserta jawaban atas pertanyaan tersebut.
Sebagaimana dalam firman Allah QS al-Baqarah/2: 189:
ق يس هلة لونكعنٱل ج قيتللناسوٱل هيمو ...ل
Terjemhanya:
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (petunjuk) waktu bagi manusia dan (Ibadah) haji”…5
Pada ayat di atas memuat pertanyaan dan jawaban, kalimat هلة يس ٱل عن لونك
merupakan pertanyaan dan kalimat setelahnya yaitu ج وٱل للناس قيت مو هي adalah قل
jawabannya.
3Ah}mad Ibn Fa >ris, Mu‘jam Maqa>yi >s al-Lugah, Juz 3 ([t.t.]: Da>r alFikr, 1979 M/1399 H) , h.
124.
4Ah}mad Ibn Fa >ris, Mu‘jam Maqa>yi >s al-Lugah, Juz 1 ([t.t.]: Da>r alFikr, 1979 M/1399 H) , h.
491.
5Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Cet. III; Solo: Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2013 M/1434 H), h. 29.
5
Al-Suyu >t }i > menyatakan bahwa pada dasarnya jawaban harus sesuai dengan yang
ditanyakan, tetapi terkadang jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan pertanyaan,
hal tersebut disebabkan karena pertanyaan yang semestinya di ajukan adalah apa yang
terkandung dalam jawaban, uslub ini dinamakan sebagai uslub al-h}aki >m oleh al-
Sakka >ki>. Sebagaimana pada ayat 186 QS al-Baqarah/2 di atas, jawaban atas pertanyaan
tentang bulan sabit dengan menyebutkan hikmahnya bukan dengan memberikan
jawaban tentang bagaiaman bulan sabit itu dan proses terjadinya. Karena pertanyaan
yang lebih utama untuk ditanyakan adalah hikmahnya atau faedahnya.6
Dari pemaparan di atas maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud al-su’a >l
wa al-jawa>b dalam al-Qur’an adalah pola pertanyaan yang disertai dengan jawaban
yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an. Pola tersebut tidak semuanya sama, tapi
beragam, terkadang jawaban yang diberikan dialihkan dalam artian berbeda dari apa
yang ditanyakan sebagaimana telah dikemukakan di atas, terkadang juga jawaban lebih
umum atau lebih khusus, tergantung pada keadaan dan keperluan untuk hal tersebut.7
Pembahasan mengenai al-su’a >l wa al-jawa >b erat kaitannya dengan aspek
kebahasaan khususnya dari aspek bala>gah yang berbicara mengenai keindahan sususan
kalimat serta pemilihan kata yang seseuai dengan konteksnya.
B. Kaidah-Kaidah al-Su’a >l wa al-Jawa>b dalam al-Qur’an
Ayat-ayat yang menggunakan yang mengandung al-su’a>l wa al-jawa >b bisa
dilihat dari kalimatnya, paling umum dan mudah dikenali dengan menggunakan frasa
terulang sebannyak 15 يسألونك Adapun frasa .قل kemudian diikuti dengan fasa يسألونك
6Jala>l al-Di>n al-Suyu >t }i>, Al-‘Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a >n, Juz 2 ([t.t]: Al-Hai’ah al-Mas}riyah al-
‘A<mmah li al-Kita>b, 1974 M/1394 H), h. 369.
7Jala>l al-Di>n al-Suyu >t }i>, Al-‘Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, Juz 2, h. 369.
6
kali dalam al-Qur’an, 4 di antaranya bersambung dengan huruf 8.و Selain itu, terdapat
pula bentuk lain, misalnya dalam percakapan sebagaimana percakapan antara Nabi
Musa as. dengan Fir’aun dalam QS al-Syu‘ara>/26: 23-28.
Ada beberapa kaidah yang disusun oleh para ulama terkait al-su’a>l wa al-jawa>b
dalam al-Qur’an. Di antaranya sebagai berikut:
a. Jawaban harus sesuai dengan yang ditanyakan, pengalihan jawaban hanya
bisa dilakukan apabila ada indikator yang kuat untuk pengalihan jawaban
tersebut atau pertanyaan tersebut tidak sesuai untuk ditanyakan.
Sebagaimana dalam firman Allah QS al-Baqarah/2: 189 yang telah dijelaskan
sebelumnya. Adapun indikator dari pengalihan makna dari pertanyaan tentang
bulan sabit lalu dijawab dengan menjelaskan hikmah atau fungsi dari bulan sabit
tersebut adalah riwayat yang berkaitan dengan sebab turunnya ayat tersebut.9
Sebab turunnya ayat tersebut sebagaimana dituliskan al-T {abari>, bahwasanya
Rasulullah saw. ditanyai tentang perubahan bentuk dan keadaan bulan sabit, lalu
turunlah ayat ini. Al-T {abari >, mengeluarkan riwayat tentang sebab turunnya ayat
ini dalam tafsirnya ketika menafsirkan ayat ini.10
ث نا قلالهلةعنيسألونك:}ق ولهق تادة،عنسعيد،ثنا:قاليزيد،ثنا:قالمعاذ،بنبشرحدل:ذلكعنوسلمعليهللاصلىاللنبسألوا:ق تادةقال[189:البقرة{]للناسمواقيتهي
[189:البقرة{]للناسمواقيتهي:}تسمعونمافيهااللفأن زلالهلة؟هذهجعلت
8Al-Baqarah/2: 189, 215, 217, 219, 220, 222. Al-Ma>’idah/5: 4. Al-A‘ra>f/7: 187. Al-Anfa>l/8: 1.
Al-Isra>’/17: 85. Al-Kahf/18: 83. T{a>ha>/20/: 105 Al-Na>zi‘a>t/79: 42. H{usain Nasa>r, Mu‘ja>m A<ya>t al-Qur‘a >n
(Mis }r: Syirkah Maktabah wa Mat }ba‘ah Mus}t }afa> al-Ba>bi> al-H{ilbi>, 1965 M/1385 H), h. 256, 269.
9Jala>l al-Di>n al-Suyu >t }i>, Al-‘Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, Juz 2, h. 369.
10Muh}ammad Ibn Jari>r al-T {abari>, Ja>mi‘ al-Baya>n ‘an Ta’wi >l A <y al-Qur‘a >n, Juz 3 (Al-Ji>zah: Da>r
Hijr li al-T {aba>‘ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi>‘ wa al-I‘la>n, 2001 M/1422 H), h. 279-280.
7
Artinya:
Telah berbicara kepada kami Basyr Ibn Mu‘az\, dia berkata: telah berbicara kepada kami Yazi>d, dia berkata: telah berbicara kepada kami Sa‘i>d, dari Qata>dah, firman Allah: {للناسمواقيتهيقلالهلةعنيسألونك} , Qata>dah berkata: mereka menanyai Rasulullah saw. tentang itu (bulan sabit): “kenapa dijadikan bulan sabit ini?” Maka Allah menurunkan ayat sebagaimana yang kalian dengar {للناسمواقيتهي} .
Pada riwayat tersebut jelas bahwa yang ditanyakan adalah tujuan atau hikmah
kenapa dijadikan bulan sabit. Sehingga pengalihan makna tersebut sudah sesuai
dengan apa yang ditanyakan.
Sementara itu, al-Sakka >ki> menamakan uslub jawaban ini sebagai uslu >b al-h}aki>m
pengalihan jawaban atas pertanyaan, sebab pertanyaan yang lebih tepat adalah
apa yang terkandung dalam jawaban,11 seperti pada ayat QS al-Baqarah/2: 189
tersebut yang lebih tepat untuk ditanyakan adalah tujuan dan faedah dari bulan
sabit untuk kehidupan manusia.
Al-Zuh}aili> dalam al-Tafsi>r al-Muni>r menjelaskan bahwa yang lebih utama untuk
ditanyakan kepada Rasulullah saw. adalah hikmah, tujuan dan faedah dari
dijadikannya bulan sabit, bukan tentang bagaimana proses terjadinya. Sebab
Rasulullah saw. bukan diutus untuk menjelaskan ilmu falak atau perbintangan.
Pertanyaan yang sesuai adalah apa yang terkandung dalam jawaban yaitu tentang
hikmah, tujuan dan faedah sebab hikmah dari bulan sabit demikian adalah agar
manusia mengetahui pembagian waktu baik dalam urusan penanggalan atau
dalam hal ibadah seperti penentuan waktu puasa, hari lebaran, haji dan
sebagainya. Ini sesuai dengan pengutusan Nabi saw.12
11Muha}ammad Ibn ‘Abd al-Rah}ma>n al-Qazu >waini>, Al-I<d}a>h} fi ‘Ulu>m al-Bala>gah, Juz 2 (Cet.
III; Bairu >t: Da>r al-Jali>l, [t.th.]), 94.
12Wahbah Ibn Mus}t }afa> al-Zuh}aili>, Al-Tafsi>r al-Muni >r fi al-‘Aqi>dah wa al-Syari >‘ah wa al-
Manhaj, Juz 2 (Cet. II; Damasyq: Da >r al-Fikr al-Mu‘a>s}arah, 1418 H), h. 171.
8
Contoh lain dari pengalihan jawaban, terdapat dalam fiman Allah QS al-
Syu‘ara >/26: 23-28:
23)العالميرب ومافرعونقال ن هماوماوالرضالسماواترب قال( م وقنيكنتمإنب ي رسولكمإنقال(26)الوليآبئكمورب رب كمقال(25)تستمعونألحولهلمنقال(24)
ن هماوماوالمغربالمشرقرب قال(27)لمجنونإليكمأرسلالذي (28)ت عقلونكنتمإنب ي Terjemahnya:
23. Fir’ain bertanya, “Siapa Tuhan seluruh alam itu?”
24. Dia (Musa) menjawab, “Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu) jika kamu memercayai-Nya.”
25. Dia (Fir’aun) berkata kepada orang di sekelilingnya, “Apakah kamu tidak mendengar (apa yang dikatakannya)?”
26. Dia (Musa) berkata, “Dia Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu.”
27. Dia (Fir’aun) berkata, “Sungguh, Rasulmu yang diutus kepada kamu benar benar-benar orang gila.”
28. Dia (Musa) berkata, “(Dialah) Tuhan (yang menguasai) timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya; jika kamu mengerti.”13
Pada ayat-ayat di atas terjadi percakapan antara Nabi Musa as. dengan Fir’aun,
Nabi Musa as. menjawab pertanyaan Fir’aun tentang hakikat dan jenis Tuhan
dengan “Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya (itulah
Tuhanmu) jika kamu memercayai-Nya.” yang merupakan sifat Tuhan, karena
pertanyaan tentang hakikat Tuhan adalah pertanyaan yang salah, sebab Tuhan
tidak dapat diketahui hakikatnya. Sebab itu, Fir’aun heran dengan jawaban
tersebut, dan ia pun berkata ke sekelilingnya “Apakah kamu tidak mendengar
(apa yang dikatakannya)?”, lalu Nabi Musa as. menjawab “Dia Tuhanmu dan
juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu.” Jawaban kedua Nabi Musa as. ini
13Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 368.
9
membatalkan keyakinan mereka (orang-orang di sekeliling Fir’aun) tentang
ketuhanan Fir’aun.14
Pengalihan jawaban juga terkadang dilakukan jika pertanyaan dimaksudkan
untuk mencari-cari kesalahan.15 Sebagaimana dalam firman Allah QS al-Isra >/17:
85:
قليال ويس مإل عل وماأوتيتمم نٱل ررب أم قلٱلر وحمن (85)لونكعنٱلر وحTerjemahnya:
Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh. Katakanlah, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.”16
Ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan oleh orang yahudi kepada
Rasulullah saw. tentang roh. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk menguji
Rasulullah saw. sebab mereka (yang mempertanyakan) mengetahui dengan jelas
bahwa persoalan roh tidak ada yang mengetahuinya secara pasti. Maka dengan
turunnya ayat tersebut banyak dari ahl al-kita>b yang beriman sebab sesuai
dengan yang dijelaskan di dalam kitab-kitab mereka. Jawaban pada ayat tersebut
memberikan pesan bahwa manusia tidak dapat mengetahui hakikat roh karena
keterbatasan pemahaman dan akalnya dan Tuhan pun tidak membebani manusia
untuk mengetahui hal tersebut.17
14Jala>l al-Di>n al-Suyu >t }i>, Al-‘Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, Juz 2, h. 370-371.
15Jala>l al-Di>n al-Suyu >t }i>, Al-‘Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, Juz 2, h. 372.
16Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 290.
17Muh}ammad Mutawalli> al-Sya‘ra>wi>, Tafsi >r al-Sya‘ra >wi >: al-Khawa >t }ir, Juz 14 (Mis}r: Akhba >r
al-Yaum, 1997 M), h. 8719.
10
b. Jawaban terkadang dilebihkan atau lebih ringkas, tergantung dari konteks
yang dibicarakan.
Terkadang jawaban yang diberikan dilebihkan dari pertanyaan yang ditanyakan,
sebagaimana jawaban Nabi Musa as. ketika ditanyai oleh Allah swt. dalam
firman Allah QS T {a>ha >/20: 17-18:
فيهاولغنميعلىباوأهش علي هاأت وكأعصايهيقال(17)موسىيبيمينكتلكوما(18)أخرىمآرب
Terjemahnya:
17. “Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa?”
18. Dia (Musa) berkata, “Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku merontokkan (daun-daun) dengannya untuk (makanan) kambingku, dan bagiku masih ada lagi manfaat lain.”18
Nabi Musa as. dari ayat di atas terlihat melebihkan jawabannya, hal ini karena
Nabi Musa as. merasa nyaman berdialog dengan Allah swt.19
Terkadang pula jawaban yang diberikan lebih ringkas dari pertanyaan yang
dilontarkan. Seperti dalam firman Allah QS Yu >nus/10: 15:
لهأوهذاغيبقرآنائتلقاءني رجونلالذينقالب ي ناتآيت ناعليهمت ت لىوإذا يكونماقلبد لهأنل إليوحىماإلأتبعإنن فسيتلقاءمنأبد عظيمي ومعذابرب عصيتإنأخافإن (15)
Terjemahnya:
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami dengan jelas, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata, “Datangkanlah kitab selain al-Qur’an ini atau gantilah.” Katakanlah (Muhammad), “Tidaklah pantas bagiku menggantinya atas kemauanku sendiri. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku. Aku benar-benar takut akan azab hari yang besar (Kiamat) jika mendurhakai Tuhanku.”20
18Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 313.
19M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005), h. 67.
20Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 201.
11
Soal yang terdapat dalam ayat adalah berupa tantangan untuk mendatangkan atau
menggantikan yang seperti dengan al-Qur’an, tetapi dijawab dengan
ketidakmampuan untuk mengubahnya atau menggantikannya. Jawaban ini lebih
ringkas dibanding pertanyaan yang mempertanyakan mendatangkan dan
menggantikan. Ini merupakan isyarat bahwa jangankan mendatangkan dalam arti
membuat seperti al-Qur’an, merubah atau menggantinya saja manusia tidak
sanggup, maka dengan jawaban itu otomatis menafikan kesanggupan untuk
mendatangkan atau membuat seperti al-Qur’an.21
c. Muatan jawaban harus sesuai dengan pertanyaan. Seperti penggunaan kata
ganti harus sesuai antara pertanyaan dan jawaban.
Jadi, jawaban harus sesuai tempat kembalinya dengan pertanyaan, dalam hal ini
seperti penggunaan kata ganti. Sebagai contoh, dalam firman Allah QS Yu >suf/12:
90:
...أخيوهذايوسفأنقاليوسفلنتأإنكقالواTerjemahnya:
Mereka berkata, “Apakah engkau benar-benar Yusuf?” Dia (Yusuf) menjawab, “Aku Yusuf dan ini saudaraku…22
Pada ayat di atas jawaban dengan menggunakan kata ganti أن, sesuai dengan
pertanyaan yang menggunakan kata ganti 23.أنت
21Jala>l al-Di>n al-Suyu >t }i>, Al-‘Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, Juz 2, h. 371.
22Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 246.
23Jala>l al-Di>n al-Suyu >t }i>, Al-‘Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, Juz 2, h. 372.
12
d. Pada dasarnya bentuk kalimat antara jawaban dan pertanyaan harus sesuai.
Jika pertanyaan dalam jumlah ismiyyah maka jawaban pun harus demikian,
dan terkadang dikira-kirakan.
Maksud dari kaidah ini adalah pada dasarnya bentuk kalimat jawaban harus
sesuai dengan pertanyaan, seperti dalam firman Allah saw. QS Ya >si >n/36: 78-
79:24
عليمخلقبكل وهومرةأولأنشأهاالذييحي يهاقل(78)رميموهيالعظاميحي منقال...(79)
Terjemahnya:
78. …Dia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-berulang, yang telah hancur luluh?”
79. Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptkannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.25
Tetapi jika terdapat jawaban bentuknya sesuai dengan pertanyaan, misalnya
pertanyaan dengan jumlah fi‘liyyah tetapi jawaban langsung menyebutkan isim,
maka hal tersebut dikira-kirakan dengan membuang fi‘l-nya.26
e. Pertanyaan apabila mempertanyakan pengertian, defenisi atau maksud, maka
menggunakan kata yang dimaksudkan (objek yang ditanyakan) yang didahului
dengan huruf عن, dan apabila pertanyaan bermaksud memohon, meminta, atau
tentang keperluan, khususnya dalam persoalan materi maka menggunakan
objeknya langsung atau dengan menggunakan huruf من.
24Badr al-Di>n al-Zarkasyi>, Al-Burha >n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, Juz 4 (Bairu >t: Da>r al-Ma‘rifah, 1957
M/1376 H), h. 47.
25Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 445.
26Badr al-Di>n al-Zarkasyi>, Al-Burha >n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, Juz 4, h. 47.
13
Maksudnya dari kaidah ini adalah jika yang pertanyaan bermaksud untuk
mengetahui tentang hakikat, pengertian, maksud, maka redaksi pertanyaan
menggunakan huruf عن lalu diikuti kata yang menunjukkan objek ditanyakan,
dan ini yang banyak ditemui dalam al-Qur’an.27 Adapun contohnya sebagaimana
firman Allah QS al-Baqarah/2: 219:
ر المر عن يسألونك (219...)والميس Terjemahnya:
Mereka menayakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi…28
Sedangkan, apabila yang pertanyaan bermaksud untuk memohon, meminta apa
yang semestinya dilakukan atau tentang keperluan, khususnya dalam persoalan
materi, maka redaksi pertanyaan menggunakan kata yang menunjukkan objek
yang ditanyakan atau dengan huruf 29.من Adapun contoh yang langsung
menggunakan kata yang menunjukkan objeknya, sebagaimana dalam firman
Allah QS QS al-Baqarah/2: 219:
(10...)ي حنف قحونماذاويسألونك...
Terjemahnya:
…Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka
infakkan…30
Adapun aplikasi yang didahului dengan huruf من, kemudian diikuti kata yang
menunjukkan objeknya,31 dalam firman Allah QS al-Ah}za >b/33: 53:
27Jala>l al-Di>n al-Suyu >t }i>, Al-‘Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, Juz 2, h. 376.
28Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 34.
29Jala>l al-Di>n al-Suyu >t }i>, Al-‘Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, Juz 2, h. 376.
30Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 34.
31Jala>l al-Di>n al-Suyu >t }i>, Al-‘Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur‘a>n, Juz 2, h. 376.
14
(53...)حجابوراءم نفاسألحوهحن متاعاسألتموهنوإذا...
Terjemahnya:
…Apabila kamu meminta/menanyakan seseatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi) maka bertanyalah/mintalah dari belakang tabir…32
C. Urgensi Pemahaman Terhadap Kaidah al-Su’a >l wa al-Jawa>b dalam al-Qur’an
Dari uraian pada bagian kaidah-kaidah al-su’a >l wa al-jawa >b dalam al-Qur’an,
dapat dipahami betapa pentingnya pengetahuan akan kaidah ini. Sebab ini berkaitan
dengan aspek kebahasaan dan menjadi suatu keharusan untuk menguasainya sehingga
memberikan pemahaman yang benar.
Pentingnya menggunakan kaidah kebahasaan dalam memahami al-Qur’an
karena suati ayat al-Qur’an begitu kompleks sehingga tidak cukup melihatnya dalam
satu sisi saja.33 Seperti dalam kasus pertanyaan mengenai bulan sabit, yang secara
z}a>hir tidak sesuai antara jawaban dan soal, tapi dengan mengetahui masalah kaidah ini
maka dapat dipahami mengapa al-Qur’an memberikan jawaban yang demikian.
Selain itu, pengetahuan tentang al-su’a>l wa al-jawa>b dalam al-Qur’an
memberikan pelajaran kepada umat Islam tentang adab-adab bertanya dan materi yang
dipertanyakan. Sebagaimana pada beberapa ayat yang memberikan jawaban berbeda
dari apa yang ditanyakan memberikan pengertian bahwa hal tersebut kurang tepat
untuk ditanyakan karena di luar kemampuan manusia atau karena persoalan tersebut
tidak cukup bermanfaat untuk manusia ketahui, misalnya pertanyaan orang-orang
32Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 425.
33Ismail Pangeran, “Beberapa Kaidah Penafsiran al-Qur’an”, Jurnal Hunafa 4, no. 2 (Juni
2007): h. 283.
15
yahudi yang bermaksud menguji Rasulullah saw. tentang roh atau pertanyaan orang-
orang musyrik tentang hari kiamat.34
Pembahasan mengenai al-su’a>l wa al-jawa >b dalam al-Qur’an sangat berkaitan
dengan aspek bala >gah. Dengan berbagai pola yang digunakannya juga merupakan
bagian dari keindahan sistematika susunan al-Qur’an yang memiliki unsur kesusastraan
yang sangat tinggi. Pola yang beragam tersebut juga menunjukkan sisi keistimewaan
al-Qur’an dari segi sesuainya dengan konteks dan tema yang sedang dibicarakan.35
Sehingga, dengan memahami persoalan al-su’a >l wa al-jawa>b dalam al-Qur’an semakin
jelas dan tampak sisi-sisi ke-i‘ja>z-an al-Qur’an dan semakin memperkuat bukti bahwa
ia turun dari sisi-Nya.
34Ah}mad Ibn ‘Abd al-Fatta>h} D {ulaimi>, Al-Su’a>l fi al-Qur‘a>n al-Kari >m wa As\aruhu fi al-
Tarbiyah wa al-Ta‘li >m (Al-Madi>nah al-Munawwarah: Ja >mi‘ah al-Isla>miyyah, 2001 M/1421 H), h. 274.
35Mahdi> Ra>d }i> ‘Abd al-Sa>dah al-Sa>‘idi>, “Asa>li>b fi al-Jawa>b fi al-Qur‘a>n al-Kari>m.” Risa >lah al-
Ma >jisti >r (Baqda>d: Kulliyah al-A<da>b, Ja>mi‘ah Bagda>d, 2002 M/1423 H), h. 113.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab sebelumnya mengenai al-su’a>l wa al-jawa >b dalam al-
Qur’an, maka dapat ditarik kesimpulan sebagaimana berikut:
1. Al-su’a >l wa al-jawa>b merupakan salah satu uslub yang digunakan al-Qur’an,
dan adapun maksud dari hal tersebut adalah penggunaan pola pertanyyan dan
jawaban sekaligus di dalam al-Qur’an. Kemudian, kaidah yang dimaksud
bertujuan untuk mengetahui mengenai makna dibalik pola tersebut. Pola atau
bentuk yang digunakan al-Qur’an dalam hal ini cukup beragam, demikian pula
dengan materi yang ditanyakan.
2. Terdapat beberapa kaidah mengenai hal ini dan sebagaimana telah dijelaskan
bahwa tujuan dari kaidah ini adalah untuk mengetahui makna yang terkandung.
Kaidah al-su’a >l wa al-jawa >b sangat erat kaitannya dengan aspek kebahasaan
khususnya dalam bidang bala>gah. Jadi, dapat pula dikatakan bahwa persoalan
ini adalah mengandalkan nalar disamping juga memerluka riwayat untuk
mengetahuinya.
Dalam persoalan al-su’a>l wa al-jawa>b dinyatakan bahwa pada dasarnya
jawaban harus sesuai dengan materi yang ditanyakan, namun pada
penerapannya dalam al-Qur’an seringkali ditemukan jawaban agak berbeda dari
materi yang ditanyakan, pengalihan jawaban ini disebabkan beberapa faktor
bisa jadi karena pertanyaan yang dilontarkan tidak cukup bermanfaat, atau
pertanyaaan yang dimaksud kurang tepat, seperti pertanyaan tentang bulan sabit
17
yang dijawab dengan fungsi, hikmah dan tujuannya, demikian pula pertanyaan
yang menguji tentang roh dan hari kiamat lalu dijawab dengan menyatakan
bahwa pengetahuan akan hal tersebut hanya milik Allah swt.
3. Pengetahuan tentang kaidah al-su’a >l wa al-jawa>b merupakan salah satu hal
yang harus dipenuhi dalam konteks kaidah-kaidah penafsiran, agar dapat
memahami dan menafsirkan al-Qur’an dengan benar dan terhindar dari
kesalahpahaman memahami redaksi atau teks al-Qur’an. Sebagamana telag
dijelaskan bahwa kaidah ini berkaitan dengan aspek kebahasaan khususnya dari
segi bala >gah, yang berbicara persoalan keindahan dan kesusastraan, maka
dengan kaidah ini semakin memberikan bukti dan menampakkan sisi keindahan
dan keistimewaan redaksi, pola kalimat, pemilihan kata serta sistematika
susunannya dalam al-Qur’an. Dengan demikian, semakin mempertegas bahwa
al-Qur’an bukanlah perkataan Muhammad saw. melainkan wahyu yang
diturunkan dari langit.
B. Implikasi
Implikasi dari makalah ini secara teoritis diharapkan memiliki konstribusi
dalam pengembangan kajian keislaman terkhusus dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an
dan tafsir. Pada makalah ini menyajikan pendapat-pendapat ulama mengenai kaidah-
kaidah tafsir yang berkaitan dengan tema al-su’a >l wa al-jawa >b dalam al-Qur’an, dan
diharapkan adanya penelitian lanjutan yang kiranya bisa mengupas lebih dalam dan
detail tentang permasalahan ini, sehingga semakin memapankan teori-teori yang telah
ada atau menemukan teori baru yang lebih relevan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dewasa ini.
18
Adapun secara praktis, diharapkan makalah ini dapat berkonstribusi pada
mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, khususnya konsentrasi ilmu al-
Qur’an dan tafsir dan pemerhati kajian ilmu al-Qur’an dan tafsir.
19
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
D{ulaimi>, Ah}mad Ibn ‘Abd al-Fatta >h}. Al-Su’a >l fi al-Qur‘a >n al-Kari >m wa As\aruhu fi al-Tarbiyah wa al-Ta‘li >m. Al-Madi >nah al-Munawwarah: Ja >mi‘ah al-Isla >miyyah, 2001 M/1421 H.
Ibn Fa >ris, Ah}mad. Mu‘jam Maqa >yi>s al-Lugah, Juz 1. [t.t.]: Da >r alFikr, 1979 M/1399 H.
-------. Mu‘jam Maqa >yi >s al-Lugah, Juz 3. [t.t.]: Da >r alFikr, 1979 M/1399 H.
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Cet. III; Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013 M/1434 H), h. 29.
Nasa >r, H{usain. Mu‘ja>m A <ya>t al-Qur‘a>n. Mis}r: Syirkah Maktabah wa Mat }ba‘ah Mus}t }afa > al-Ba >bi > al-H{ilbi >, 1965 M/1385 H.
Nur, Jabal. “Qawa’id Tafsir Hubungannya dengan Bahasa Arab (Kaidah-Kaidah Dasar yang Harus Dikuasai Dalam Pembelajaran Tafsir”. Jurnal Al-Ta’dib 6, no. 2 (Juli-Desember 2013): h. 19-29.
Pangeran, Ismail. “Beberapa Kaidah Penafsiran al-Qur’an”. Jurnal Hunafa 4, no. 2 (Juni 2007): h. 281-290.
al-Qazu >waini >, Muha }ammad Ibn ‘Abd al-Rah }ma>n. Al-I<d}a >h} fi ‘Ulu >m al-Bala >gah, Juz 2. Cet. III; Bairu >t: Da >r al-Jali>l, [t.th.].
al-Sa >‘idi >, Mahdi> Ra>d}i > ‘Abd al-Sa >dah. “Asa >li >b fi al-Jawa>b fi al-Qur‘a >n al-Kari >m.” Risa >lah al-Ma>jisti >r. Baqda >d: Kulliyah al-A<da >b, Ja >mi‘ah Bagda >d, 2002 M/1423 H.
Suryadilaga, M. Alfatih, dkk. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005.
al-Suyu >t }i >, Jala>l al-Di >n. Al-‘Itqa >n fi ‘Ulu >m al-Qur‘a>n, Juz 2. [t.t]: Al-Hai’ah al-Mas }riyah al-‘A<mmah li al-Kita >b, 1974 M/1394 H.
al-Sya‘ra >wi >, Muh }ammad Mutawalli >. Tafsi >r al-Sya‘ra>wi >: al-Khawa>t }ir, Juz 14. Mis}r: Akhba >r al-Yaum, 1997 M.
al-T {abari>, Muh }ammad Ibn Jari >r. Ja >mi‘ al-Baya>n ‘an Ta’wi >l A <y al-Qur‘a>n, Juz 3. Al-Ji>zah: Da >r Hijr li al-T {aba >‘ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi >‘ wa al-I‘la >n, 2001 M/1422 H.
Yusuf, Kadar M. Studi al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2009.
al-Zarkasyi >, Badr al-Di >n. Al-Burha >n fi ‘Ulu >m al-Qur‘a>n, Juz 4. Bairu >t: Da >r al-Ma‘rifah, 1957 M/1376 H.
al-Zuh}aili >, Wahbah Ibn Mus }t }afa >. Al-Tafsi>r al-Muni >r fi al-‘Aqi >dah wa al-Syari >‘ah wa al-Manhaj, Juz 2. Cet. II; Damasyq: Da >r al-Fikr al-Mu‘a >s}arah, 1418 H.