Upload
lamdien
View
229
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KAFAAH DALAM PERKAWINAN
SEBAGAI PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH
(Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor )
Oleh :
HAERUL ANWAR
NIM: 204044103037
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1430H/ 2009M
KAFAAH DALAM PERKAWINAN
SEBAGAI PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH
(Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor )
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
HAERUL ANWAR
NIM: 204044103037
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Noryamin Aini, MA Sri Hidayati, M.Ag. Nip: 150 247 330 Nip: 150 282 403
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1430H/2OO9M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul KAFAAH DALAM PERKAWINAN SEBAGAI PEMBENTUKAN
KELUARGA SAKINAH( Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten
Bogor ) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3 Maret 2009.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum
Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Syakshiyyah (Peradilan Agama)
Jakarta, 4 Maret 2009
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA
(..............................)
NIP: 130 789 745
2. Sekertaris : Drs. Ahmad Yani, MA
(..............................)
NIP: 150 269 678
3. Pembimbing I : Drs. Noryamin Aini, MA
(..............................)
NIP: 150 247 330
4. Pembimbing II : Sri Hidayati, M.Ag.
(...................
...........)
NIP: 150 282 403
5. Penguji I : Prof. DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA,
MM(..............................)
NIP. 150 210 422
6. Penguji II : Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA
(..............................)
NIP: 130 789 745
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
hukuman dan sanksi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 20 Februari 2009
Haerul Anwar
KATA PENGANTAR
��� ا ا�� �� ا�� ���
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain memanjatkan untaian puji dan
syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayat-Nya yang senantiasa
berlimpah kepada penulis, sehingga penulis diberikan kemampuan, kekuatan serta
ketabahan hati dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis
haturkan kepada Revolusioner Besar junjungan Nabi Muhammad SAW, yang senantiasa
membawa cahaya dan rahmat bagi seru sekalian alam.
Kini tiba saat dinanti-nantikan, sebuah perjalanan panjang yang penuh dengan
perjuangan, walau dengan yang tertatih-tatih dan melelahkan akhirnya penulis mampu
menyelesaikan studi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak sekali kesulitan dan
hambatan yang dihadapi, serta saat ini juga masih jauh dari kesempurnaan dalam hal ini
tidak terlepas dari sifat manusia yaitu tempatnya salah dan lupa.
Selanjutnya penulis ingin sekali mengucapkan ribuan terima kasih tiada tara dan
tiada terhingga atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis, yaitu
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., M.M. dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pembantu Dekan I, II, dan
III yang telah membimbing dan memberikan ilmu serta waktunya di tengah-tengah
kesibukan beliau.
2. Bapak Drs.H.A. Basiq Djalil, SH. MA. Ketua Program Studi Al-Ahwâl Al-
Syakhsiyyah fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Kamarusdiana S. Ag, MH. Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhsiyyah yang
telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.
4. Bapak Drs. Noryamin Aini, MA. Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, petunjuk, dan pengarahan kepada penulis, sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik
5. Ibu Sri Hidayati, M.Ag. dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga,
dan pikiran selama membimbing penulis.
6. Seluruh Dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif HIdayatullah Jakarta,
serta kepada karyawan dan Staf Perpustakaan yang telah memfasilitasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini
7. Yang sangat teristimewa dan sangat penulis cintai orangtuaku yang setia dan sabar
memberikan motivasi dan doa yang tak henti-hentinya, karena kalianlah akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima Kasih atas cinta dan kasih sayangnya
dan segala bimbingan baik moril maupun materil
8. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada adik abang yang sabar mau
membantu proses penghitungan data kualitatif, yaitu Sari Wahyuni Nasution.
9. Kepada Ibu Dra.Budi Purwantini MH. Dan Dra. Istianah MH. Hakim Pengadilan
Agama Bogor yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Untuk Sahabat-sahabatku (Soria Adi, Akhmad Nurkholis, Saipul Hadi, Katiran,
Melqy, Ion, Daulay, Beni Ferez, Eko Julianto, Endu, Martua Pulungan, Ranto
Hasibuan dan Azwar Nasution) terima kasih atas doa dan bantuan kalian semua.
11. Rekan-rekan SAS Non-Regular angkatan 2004, semoga kalian semua selalu dalam
kesuksesan.
12. Untuk teman-teman UMC (Uin Motor Club), Emir faisal, Iman Hendri, Bogel dan
Ote terima kasih sudah memberi semangat dan dorongan terhadap penulis
Kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung, hingga terselesaikan skripsi ini, hanya ucapkan terima kasih yang penulis
haturkan. Semoga segala bantuan tersebut diterima sebagai amal baik disisi Allah SWT.
Dan memperoleh balasan pahala yang berlipat ganda (Amin). Maka akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat, bagi penulis khususnya dan pembaca umum.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta : 20 Februari 2009 M
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah.................................................... 5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................... 6
D. Metode Penelitian........................................................................... 7
E. Review Studi Terdahulu................................................................. 10
F. Sistematika Penulisan...................................................................... 12
BAB II KONSEP KAFAAH MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Kafaah.......................................................................... 13
B. Landasan Hukum dan Ukuran Kafaah ........................................... 23
C. Tujuan dan Pentingnya Kafaah dalam Perkawinan........................ 27
D. Kafaah Dalam Perspektif Imam Mazhab........................................ 29
BAB III GAMBARAN UMUM SERTA DEMOGRAFI DESA KEMANG
A. Letak Geografis Desa Kemang........................................................ 34
B. Kondisi Demografis Desa Kemang ................................................ 35
C. Kondisi Sosiologi dan Kependudukan ........................................... 37
BAB IV ANALISIS PENELITIAN
A. Profil Responden Masyarakat desa Kemang................................... 41
B. Sejarah Pernikahan Masyarakat Desa Kemang............................... 51
C. Pemahaman Kafaah Masyarakat Desa Kemang ........................... 53
D. Signifikasi Kafaah Dalam Pernikahan .......................................... 57
E. Praktek Kafaah Dalam Pernikahan................................................ 64
F. Suasana Keharmonisan Dalam Rumah Tangga.............................. 68
G. Analisis Data.................................................................................... 91
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................... 95
B. Saran-saran...................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 97
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Defenisi dan Unsur Kafaah Perspektif Imam Mazhab …………. 33
Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah (Ha).................. 34
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Umur ................................................. 35
Tabel 3.3 Penduduk Menurut Jenis Kelamin.................................................. 36
Tabel 3.4 Penduduk Menurut Jenis Profesi/ Pekerjaan.................................. 37
Tabel 3.5 Jumlah Pemeluk Agama di Desa Kemang..................................... 38
Tabel 3.6 Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Kemang................................. 38
Tabel 3.7 Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Kemang.................................. 39
Tabel 3.8 Jumlah Tingkatan Sekolah Yang di Selsesaikan............................ 39
Tabel 3.9 Prasarana Keamanan di Desa Kemang........................................... 40
Tabel 4.1 Responden Menurut Usia................................................................ 41
Tabel 4.2 Responden Menurut Jenjang dan Jenis Pendidikan Terakhir......... 42
Tabel 4.3 Responden Menurut Status Perkawinan......................................... 42
Tabel 4.4 Responden Menurut Asal Daerah................................................... 43
Tabel 4.5 Responde Menurut Asal Daerah Sebagai Pendatang...................... 43
Tabel 4.6 Responden Menurut Lamanya bermukim...................................... 44
Tabel 4.7 Responden Menurut Status Bekerja................................................ 45
Tabel 4.8 Responden Menurut Jenis Pekerjaan Suami dan Istri..................... 46
Tabel 4.9 Responden Menurut Jabatan tetap.................................................. 47
Tabel 4.10 Responden Menurut Pekerjaan Sampingan.................................. 48
Tabel 4.11 Responden Menurut Penghasilan Perbulan................................... 49
Tabel 4.12 Responden Menurut Asal–Usul Suku Ayah Kandung.................. 49
Tabel 4.13 Responden Menurut Asal–Usul Suku Ibu Kandung..................... 50
Tabel 4.14 Status Responden Pada Saat Menikahan, .................................... 51
Tabel 4.15 Responden Menurut Proses Pernikahan Sekarang....................... 52
Tabel 4.16 Responden Menurut Status Administrasi Pernikahan.................. 52
Tabel 4.17 Pernah Tidaknya Responden Mendengar Istilah Kafaah............ 53
Tabel 4.18 Pemahaman Responden Dengan Istilah Kafaah.......................... 54
Tabel 4.19 Sumber Responden Mendapatkan Pengetahuan Kafaah............. 55
Tabel 4.20 Persepsi Responden Tentang Wajib Tidaknya Kafaah
Dalam Perkawinan......................................................................... 55
Tabel 4.21 Persepsi Responden Tentang Pernikahan Yang
Tidak Sekufu................................................................................. 56
Tabel 4.22 Persepsi Responden Tentang Pentingnya Persamaan
Tingkatan Pendidikan Dalam Pernikahan...................................... 57
Tabel 4.23 Persepsi Responden Tentang Pentingnya Persamaan Tingkatan
Agama Dalam Pernikahan.............................................................. 58
Tabel 4.24 Persepsi Responden Tentang Persamaan Ketaqwaan/ Kesalehan
Dalam Pernikahan........................................................................ 59
Tabel 4.25 Persepsi Responden Tentang Persamaan Suku............................ 60
Tabel 4.26 Persepsi Responden Tentang Persamaan Tingkat Status
Sosial dalam pernikahan............................................................... 61
Tabel 4.27 Persepsi Responden Tentang Persamaan Tingkat Ekonomi......... 61
Tabel 4.28 Persepsi Responden Tentang Persamaan Tampilan Wajah.......... 62
Tabel 4.29 Persepsi Responden Tentang Perbedaan Latar Belakang
Antara Suami Istri........................................................................... 63
Tabel 4.30 Latar Belakang Responden Menurut Tingkat Pendidikan............ 64
Tabel 4.31 Latar Belakang pasangan menurut Agama................................... 65
Tabel 4.32 Latar Belakang Ketaqwaan Pasangan........................................... 65
Tabel 4.33 Responden Menurut Latar Belakang Suku................................... 66
Tabel 4.34 Tingkatan Status Sosial Antara Suami atau Istri.......................... 66
Tabel 4.35 Latar Belakang Ekonomi Suami dan Istri..................................... 67
Tabel 4.36 Latar Belakang Tampilan Wajah Suami dan Istri......................... 68
Tabel 4.37 Tingkatan Keharmonisan Antra Suami/ Istri................................. 68
Tabel 4.38 Tingkatan Rasa Sayang Terhadap Pasangannya.......................... 69
Tabel 4.39 Tingkatan Rasa Cinta Terhadap Pasangannya.............................. 70
Tabel 4.40 Tingkatan Suasana Keceriaan Antara Suami dan Istri.................. 71
Tabel 4.41 Tingkatan Suasana Kehangatan Antara Suami dan Istri............... 71
Tabel 4.42 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang
Pendapat Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan.................. 72
Tabel 4.43 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang
Pendapat Menurut Persamaan Tingkatan Agama….................... 73
Tabel 4.44 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang
Pendapat Menurut Persamaan Tampilan Wajah…........................ 74
Tabel 4.45 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang
Pendapat Menurut persaman Suku................................................ 74
Tabel 4.6 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang
Pendapat Menurut Status Sosial.................................................... 75
Tabel 4.47 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut
Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan................................. 76
Tabel 4.48 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut
Menurut tingkatan Agama.......................................................... 77
Tabel 4.49 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut
Menurut Persamaan Tampilan Wajah…….................................. 77
Tabel 4.50 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut
Menurut Persamaan Tingkatan Suku……..................................... 78
Tabel 4.51 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut
Menurut persamaan Status Sosial.................................................. 79
Tabel 4.52 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan
Fisik Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan......................... 80
Tabel 4.53 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan
Fisik Menurut Persamaan Tingkatan Agama............................... 80
Tabel 4.54 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan
Fisik Menurut Persamaan Tampilan Wajah……......................... 81
Tabel 4.55 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan
Fisik Menurut Persamaan Suku.................................................... 82
Tabel 4.56 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan
Fisik Menurut Persamaan Status Sosial........................................ 82
Tabel 4.57 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus pisah ranjang
Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan.................................. 83
Tabel 4.58 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus pisah ranjang
Menurut Persamaan Agama......................................................... 84
Tabel 4.59 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Ranjang
Menurut Persamaan Tampilan Wajah…….................................. 84
Tabel 4.60 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Ranjang
Menurut Persamaan Tingkatan Agama........................................ 85
Tabel 4.61 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Ranjang
Menurut Persamaan Status Sosial................................................ 86
Tabel 4.62 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah
Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan................................. 86
Tabel 4.63 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah
Menurut Persamaan Tingkatan Agama....................................... 87
Tabel 4.64 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah
Menurut Persamaan Tampilan Wajah…….................................. 88
Tabel 4.65 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah
Menurut Persamaan Suku............................................................ 88
Tabel 4.66 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah
Menurut Persamaan Status Sosial................................................ 89
Tabel 4.67 Unsur kafaah yang paling berperan dalam pembentukan
Keluarga Sakinah ...................................................................... 90
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Pengantar Kesediaan Menjadi Pembimbing
2. Surat Pengantar Permohonan Data dan Wawancara ke Pengadilan Agama
Bogor.
3. Surat Pengantar Permohonan Data dan Wawancara ke Kantor Urusan agama
(KUA) Kecamatan Kemang.
4. Surat Pengantar Permohonan Data dan Wawancara ke Desa Kemang
5. Hasil Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Bogor.
6. Hasil Wawancara dengan BP4 KUA Kemang.
7. Hasil Wawancara dengan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Desa Kemang.
8. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dan Wawancara dari Pengadilan
Agama Bogor.
9. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dan Wawancara dari Kantor
Urusan Agama Kecamatan Kemang.
10. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dan Wawancara dari kepala Desa
Kemang.
11. Surat Pernyataan Bahwa Responden yang bersangkutan telah diwawancarai
12. Sampel Quisioner yang disebar pada masyarakat Desa Kemang yang digunakan
sebagai instrumen penelitian kualitatif
13. Peta Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Islam, setiap akan memulai perkawinan dianjurkan untuk diadakan
pinangan terlebih dahulu. Peminangan ini bertujuan, salah satunya, untuk mengetahui
apakah calon suami dan calon istri mempunyai tingkatan keseimbangan atau kafa’ah
dalam bahasa Arab. Tinjauan kafaah ini selalu dilakukan agar perkawinan dapat
dilakukan secara baik dan dapat lestari. Kebiasaan yang terjadi dalam menilai kafaah ini
dalam praktek di masyarakat indonesia sangat relatif, karena dasar dan pedoman
peninjauan bukan berdasarkan Hukum Islam. Namun pada prakteknya, dasar
pedomannya adalah pertimbangan Hukum adat kebiasaan masyarakat setempat.
Sejak jaman dahulu hingga sekarang perkawinan merupakan kebutuhan manusia.
Oleh karena itu perkawinan, merupakan masalah yang selalu hangat dibicarakan di
kalangan masyarakat. Perkawinan juga mempunyai pengaruh yang sangat besar dan luas,
baik dalam hubungan kekeluargaan pada khususnya maupun dalam kehidupan
bermasyarakat pada umumnya. Adapun hikmah dari perkawinan adalah menghalangi
mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diizinkan syara’ dan menjaga kehormatan
diri dari terjatuh pada kerusakan seksual.1
Perkawinan yang dalam istilah Agama Islam disebut “Nikah” ialah: melakukan
suatu aqad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang pria dan wanita untuk
1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqih Munakahat dan Undang-
Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 48
menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar suka rela dan
keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga
yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang di ridhoi oleh
Allah.2
Sedangkan arti perkawinan itu sendiri menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974
tentang perkawinan adalah “ ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa”3
Dafinisi di atas terlihat sangat menghargai dimensi keagamaan untuk misi
perkawinan. Namun dengan berkembangnya zaman sekarang ini, nampaknya masih
banyak dari kalangan masyarakat kita yang terus mementingkan pada penilaian materi
saja dalam menempuh perkawinan. Mereka lupa bahwa ada aspek lain yang tidak dapat
dihargai dengan nilai materi. Karena pada umumnya mereka memandang pada aspek
yang nyata saja dalam kehidupan ini, maka akhirnya mereka lupa apa makna dan tujuan
perkawinan itu.
Ada beberapa motivasi yang mendorong seseorang laki-laki memilih seorang
perempuan untuk pasangan hidupnya dalam perkawinan. Demikian pula dorongan
seorang perempuan waktu memilih laki-laki menjadi pasangan hidupnya. Hal yang pokok
di antaranya adalah: karena penampilan fisik wanita/ pria, kekayaan, keturunan, agama
2 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, cet.II (yogyakarta: Liberty
1986), h.8
3 Ibid. h. 9
dan kesuburan keduanya dalam mengharapkan keturunan, kebangsawanan dan karena
keberagaman.4
Pada zaman ini banyak dari kalangan masyarakat yang melupakan aspek rohaniah
dalam melakukan perkawinan. Mereka tidak lagi memandang aspek agama dan akhlak
sebagai modal utama dalam membina kehidupan rumah tangga. Bahkan di antara mereka
ada yang beranggapan bahwa kebahagiaan berumah tangga hanya dapat dicapai apabila
kedua belah pihak mempunyai status yang sama walaupun beda dalam hal keyakinan.
Untuk melestarikan kehidupan berumah tangga, ada aspek yang sangat
menentukan dan perlu diperhatikan serta dipahami, yaitu aspek yang di dalam ilmu fiqih
disebut dengan kafaah. Kafaah sendiri mempunyai arti kesamaan, serasi, seimbang.
Sedangkan arti luas yaitu keserasian antara calon suami dan istri, baik dalam agama,
ahlak kedudukan, keturunan, pendidikan dan lain-lain.
Dalam sebuah hadist diterangkan :
…ا���ب ����� اآـ��ء ���، وا�"�! ����� اآ��ء ���…… )روا� ا���آ�(
Artinya : (Bangsa Arab)’Arab, sebahagiannya sekufu bagi sebagian Orang Arab
lainnya dan Mawalli sekufu bagi mawalli lainnya (Riwayatkan oleh hakim) 5
Berdasarkan hadist tersebut suami istri yang sederajat, sepadan atau sebanding
dalam perkawinan yaitu laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama kedudukannya,
sebanding dengan tingkatan status sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan.
Tidaklah diragukan makna kesebandingan kedudukan antara laki-laki dan perempuan
menjaga keutuhan perkawinan
4 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h.48 5 Alhafiz Ibn Mujar Asqolani Bulughul al-Maram, (Surabaya:T.tp, Indonsesia, T.th) h .215
Kafaah bisa menjadi faktor kebahagiaan hidup suami istri dan lebih menjamin
keselamatan perempuan dari kegagalan atau kegoncangan rumah tangga.6
Mengetahui calon sangat penting dan bisa dijadikan pertimbangan sebelum
melangsungkan pernikahan. Calon suami istri bisa melihat apakah ada kesekufuan atau
tidak di antara mereka, baik sekufu dari segi agama, akhlak, keturunan, kedudukan,
pendidikan dan lain-lain.
Memang Islam tidak mengenal perbedaan antara manusia dengan manusia
lainnya, asalkan mereka Islam dan bertaqwa. Ketentuan itu sudah menjadi ukuran kafaah
dalam perkawinan, dengan alasan bahwa setiap muslim itu bersaudara.
Untuk dapat terbina dan terciptanya suatu rumah tangga yang sakinah, mawaddah
dan rohmah, Islam menganjurkan akan adanya kafaah atau keseimbangan antara calon
suami istri. Tetapi ini bukan sesuatu hal yang mutlaq, melainkan suatu hal yang perlu
diperhatikan guna terciptanya tujuan pernikahan yang bahagia dan abadi. Karena pada
prinsipnya Islam memandang sama kedudukan ummat manusia dengan manusia yang
lainnya.
Para imam mazhab di antaranya, Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad dan
Imam Hanafi, mereka banyak berbeda pandangan untuk menentukan ukuran kafaah
dalam perkawinan. Terdapat perbedaan di antara para Imam Mazhab pada waktu
menentukan apa saja yang menjadi ukuran standar kesamaan antara calon suami dan istri.
Oleh karena itu, menjadi hal yang menarik untuk penulis teliti faktor-faktor apa
yang termasuk kategori kafaah menurut masyarakat Desa Kemang dan apakah kafaah
dalam perkawinan dapat membentuk keluarga sakinah. Penulis tertarik untuk mengkaji
fenomena tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul :
6 Muhammad Thalib, Terjemah Fiqih sunnah Jilid 7, (Bandung: PT. Al-Ma’rif, 1987), h. 36
“KAFAAH DALAM PERKAWINAN SEBAGAI PEMBENTUKAN
KELUARGA SAKINAH (Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten
Bogor) ”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya pembahasan mengenai kafaah dalam pernikahan, maka pada
pembahasan skripsi ini penulis membatasi hanya menyangkut penerapan prinsip
kafaah dalam perkawinan di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten
Bogor.
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan diteliti dan diuraikan dalam skripsi ini
adalah :
1). Bagaimana peranan kafaah dalam membentuk keluarga yang sakinah ?
2). Bagaimana pemahaman masyarakat Desa Kemang Kecamatan Kemang tentang
konsep kafaah dalam pernikahan ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini yaitu :
1) Untuk mengetahui peranan kafaah dalam pembentukan keluarga sakinah
2) Untuk mengetahui pemahaman masyarakat Desa Kemang tentang kafaah dalam
perkawinan
2. Kegunaan Penelitian
1) Pengembangan dan pengaktualisasian konsep kafaah dalam konteks hukum
perkawinan.
2) Sumbangsih kepada masyarakat dalam memberikan pemahaman tentang
pentingnya mencari pasangan yang sekufu dalam perkawinan.
3) Memberikan gambaran terhadap praktek nikah secara kafaah dalam tarap
pelaksanaannya di masyarakat.
4) Kegunaan akademik, untuk memenuhi satu syarat guna memperoleh gelar S1
dalam bidang hukum Islam.
D. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empirik. Studi diawali dengan
menelaah bahan pustaka. Hasil telaah pustaka dijadikan sebagai kerangka konsep dan
landasan teori dalam operasi penelitian ini. Studi kemudian menjadikan masyarakat
sebagai objek penelitian.
Untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan masalah yang diangkat,
maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut
Bogdan dan Taylor seperti dikutip Moleong, metode kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang
dan prilaku yang diamati. 7
7 Lexy J, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. XVII (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002),
h.3
Di samping itu, penulis juga menggunakan data kuantitatif, untuk membuktikan
serta memperkuat hasil penelitian kualitatif. Data kuantitatif ini penulis memperoleh
dari hasil angket yang penulis sebarkan di Desa Kemang Kecamatan Kemang Bogor.
Dalam penelitian, penulis lebih mendahulukan pendekatan kualitatif.
2. Sumber Data
Data penelitian ini dua jenis data, yaitu :
a. Data Primer
Data penelitian ini terutama diperoleh dari hasil wawancara dan survei
yang dilakukan oleh penulis terhadap masyarakat Desa Kemang Kecamatan
Kemang Bogor
b. Data Skunder
Data sekunder yang dalam hal ini bersifat pelengkap diperoleh dari kantor
Desa Kemang, Pengadilan Agama Bogor, Kantor Urusan Agama Kemang,
buku, majalah, dan koran yang membahas tentang kafa’ah dalam perkawinan.
3. Populasi dan Sempel
Populasi studi ini adalah masyarakat Desa Kemang Kecamatan Kemang
Kabupaten Bogor yang telah menikah, penulis memilih responden yang sudah menikah
karena responden yang sudah menikah lebih memiliki pengalaman tentang kehidupan
berumah tangga dan berusia minimal tujuh belas sampai dengan tujuh puluh tahun
sesuai dengan daftar nama yang diperoleh dari kantor Desa Kemang terdaftar sebanyak
9.496 jiwa. Penulis mengalami kendala dalam pencarian daftar orang, dikarenakan data
yang diperoleh sudah banyak berubah disebabkan data Desa Kemang belum
diperbaharui yang ada data tahun 2007, penulis juga menemukan tidak sedikit
responden yang tidak mengerti atau tidak peduli akan sampel yang disebarkan. Namun
pada akhirnya penulis dapat memperoleh 100 responden yang dapat ditemui dengan
cara exidentil.
Untuk sampel wawancara, penulis menggunakan pertimbangan yang matang guna
mendapatkan data yang akurat dan tepat. Sampel ini ditujukan kepada beberapa pihak
yang terkait diantaranya :
1. Dua orang tokoh Agama di Desa Kemang Kecamatan Kemang Bogor
yaitu H. Hanafi dan H. Dani Raharja
2. Satu orang tokoh masyarakat Desa Kemang yaitu : H. Soma Harja
3. BP4 Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kemang yaitu :
H. Istikhori. SAg
4. Dua orang hakim Pengadilan Agama (PA) Bogor yaitu : Dra Budi
Purwantini MH dan Dra Istianah MH
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik berupa wawancara dan
survei.
5. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu suatu
teknik analisis data dimana penulis menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil
penelitian.
6. Teknik Penulisan
Sedangkan dalam penyusunan secara teknik penulisan semuanya berpedoman
pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam Buku Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
E. Review Studi Terdahulu
Dari beberapa literatur skripsi yang berada di perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum dan perpustakaan utama, penulis menemukan sejumlah skripsi yang
membahas masalah kafaah. Karena tema-tema skripsi itu terlalu luas, penulis hanya
akan mereview skripsi yang secara khusus terkait dengan bahasan skripsi penulis Daftar
skripsi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Umar, Eksistensi Kafaah Merupakan Upaya Menjaga Kemuliaan Dzat Ahlul Bait.
Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Ahwal Al-Syakshiyyah (SAS).
Fakultas Syariah dan Hukum 2004
Skripsi ini membahas tentang kemuliaan Ahlul bait, dari segi pernikahan
terhadap wanita-wanita keturunan mulia-Syarifah yang akan dinikahi oleh seorang
laki-laki yang bukan dari keturunan Syarif. Dari beberapa pendapat imam mazhab.
Hasilnya adalah keturunan mulia Syarifah harus menjaga keturunan Nabi Saw
karena silsilah ini merupakan anugrah ilahi yang tidak semua orang dapat
memilikinya.
2. Ilyas, Studi Kritis Tentang Konsep Kafaah Dalam Perspektif Liberalisme Hukum
Islam, Perbandingan Mazhab Hukum (PMH). Fakultas Syariah dan Hukum 2006
Skripsi ini membahas persepsi mahasiswa JABODETABEK tentang
kesamaan agama dalam perkawinan. Hasilnya adalah mahasiswa masih sangat
konservatif dalam menyikapi perbedaan agama dalam perkawinan untuk memilih
pasangan
3. Aulia, Ulfah Asep. Kafaah Dalam Perkawinan Menurut Masyarakat Desa Sirna
Rasa Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Bogor. Konsentrasi Peradilan Agama,
Program Studi Ahwal Al-Syakshiyyah (SAS). Fakultas Syariah dan Hukum 2007
Skripsi ini membahas tradisi masyarakat Desa Sirna Rasa Kecamatan Tanjung
Sari Kabupaten Bogor, dalam hal perkawinan yang memiliki kesamaan dengan konsep
kafaah.
Dari beberapa judul skripsi di atas, sudah jelas berbeda pembahasannya dengan
skripsi yang akan dibahas oleh penulis. Penulis akan mencoba membahas perkawinan
dengan fokus kafaah dalam masyarakat Kemang Bogor dan bagaimana masyarakat
kemang mengetahui konsep kafaah, serta sejauh mana peranan kafaah dalam membentuk
keluarga yang sakinah. Dalam skripsi ini penulis akan mencoba melihat dari aspek
sosiologi hukum, yang terdapat dalam masyarakat.
F. Sistematika Penulisan
Agar penulis menjadi lebih sistematis, maka tata uraian terbagi menjadi lima
bab dengan susunan sebagi berikut :
Bab I Pendahuluan yang didalamnya berisi latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian,
Review Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan.
Bab II Menguraikan tentang Tujuan teoritis. Bab ini memuat: Pengertian kafaah,
Dasar Hukum Kafaah dalam Perkawinan, dan Pendapat Para Imam Mazhab
Tentang Konsep Kafaah.
Bab III Memaparkan gambaran umum lokasi penelitian. Bab ini meliputi: Kondisi
Umum Desa Kemang, serta kondisi sosiologis dan kependudukan.
Bab IV Bab ini berisi tentang: analisis hasil penelitian. Bab ini memuat: Profil
responden, Sejarah Perkawinan, Pemahaman masyarakat Desa Kemang
tentang kafaah, Signifikasi kafa’ah dalam pernikahan, Praktek kafaah dan
Suasana keharmonisan dalam rumah tangga responden.
Bab V Adalah bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. Dalam bab ini,
penulis membuat kesimpulan atas masalah yang telah dibahas dan
mengemukakan saran-saran sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan
tersebut.
BAB II
KONSEP KAFAAH MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Kafaah
Dari segi etimologi (bahasa) kafaah berasal dari bahasa Arab yaitu :
آ&ـ��ءة -آ&ـ��ء atau ء"� artinya: sama, semacam, sepadan. Jadi kafaah آ&ـ�) -آ&ـ�"ء -آ&ـ
atau sekufu itu artinya sepadan, sejodoh, seimbang sederajat.8 Dalam kamus Al-
munawwir kata kafaah disebutkan � ا�(�*" وا�(
artinya: yang sama.9
Disebutkan juga dalam Kamus Kontemporer Arab- Indonesia karangan Ahmad
Zuhdi Muhdor ءة��.artinya: sama, persamaan dan kesepadanan آـ�"ء، آ��ء، آـ10
Kafaah yang berasal dari bahasa Arab dari kata &� berarti sama atau ا�(�*&" وا�(
setara, kata ini kata yang terpakai dalam bahasa Arab dan terdapat dalam Al-Qur’an
dalam arti “sama”. Contoh dalam Al-Qur’an surat al-khlash Ayat 4:
”yang berarti “tidak satupun yang sama dengan-Nya و�ـ� ی(� �. آـ�"ا أ�+
Kata kufu atau kafaah dalam perkawinan mengandung arti bahwa perempuan
harus sama atau setara dengan laki-laki. Sifat kafaah mengandung arti sifat yang terdapat
pada perempuan yang dalam perkawinan sifat tersebut harus ada pada laki-laki yang
mengawininya.11
8 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsiran
Al-Qur’an ), h. 378-379
9 Al-Munawwir, Kamus Arab indonesia (Jakarta, Pustaka Progresif, 2002) h. 1221 10 Ahmad Zuhdi Muhdor, Kamus Kontemporer Arab- Indonesia, Cet II ( Yogyakarta: Yayasan Ali
Maksum, 1996 ), h.1511 11 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia h.140
Kafaah dalam terminologi hukum Islam ialah mensyaratkan agar seorang suami
muslim mesti sederajat, sepadan atau lebih unggul dibandingkan dengan istrinya,
meskipun seorang perempuan boleh memilih pasangannya dalam perkawinan. Ini
bertujuan agar ia tidak kawin dengan laki-laki yang derajatnya berada dibawahnya.12
Hasbullah Bakry menjelaskan bahwa pengertian kafaah ialah kesepadanan di
antara calon suami dengan calon istrinya setidak-tidaknya dalam tiga perkara yaitu:
1. Agama (sama-sama Islam),
2. Harta (sama-sama berharta)
3. Kedudukan dalam masyarakat (sama-sama merdeka)13
Pengertian kafaah menurut istilah juga dikemukakan oleh M. Ali Hasan yang
mengartikan kafaah sebagai kesetaraan yang perlu dimiliki oleh calon sumi dan istri, agar
dihasilkan keserasian hubungan suami istri secara mantap dalam menghindari celaan di
dalam masalah-masalah tertentu.14
Di saat laki-laki hendak dipinang seorang gadis, maka
keluarganya pertama kali harus menyelidiki status sosial dan hartanya15
Kafaah atau kufu berarti sederajat, sepadan atau sebanding. Yang dimaksud
kufu dalam pernikahan adalah laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam
kedudukan, sebanding dalam tingkatan sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan.
Jadi, tekanan dalam hal kafaah adalah keseimbangan, keharmonisan dan keserasian,
terutama dalam hal agama, yaitu akhlak dan ibadah.16
12 Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir Perempuan Islam, (Bandung: Nuansa, 2007), h 83
13 Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta, UI PRESS, 1998), h. 159
14 M. Ali hasan , Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam.( Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 33
15 Zaid Husein Ahmad, Terjemah Fiqhul Mar’atil Muslimah, (Jakarta, T.tp, 1995), h. 267
16 Slamet Abidin, Fiqih Munakahat 1. (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999) h. 50
Kafaah (persamaan atau derajat) itu adalah hak perempuan dan walinya. Wali
tidak bisa memaksa mengawinkan perempuan dengan orang yang tidak sekufu kecuali
yang bersangkutan ridha, demikian pula para walinya. Maka si perempuan tidak boleh
dikawinkan kecuali atas persetujuan dengan para wali. Apabila perempuan dan walinya
sudah ridha maka perkawinannya boleh dilaksanakan. Sebab, persetuju akan
menghilangkan halangan untuk kawin.17
Penentuan kafaah itu merupakan hak perempuan yang akan kawin sehingga bila
dia akan dikawinkan oleh walinya dengan orang yang tidak se-kufu dengannya, dia dapat
menolak atau tidak memberikan izin kepada walinya.18
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya sekilas menyebutkan tentang
kafaah dalam bab 10 tentang pencegahan perkawinan yaitu pasal pasal 61: Tidak se-kufu
tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan kecuali tidak se-kufu karena
perbedaan Agama atau ikhtilaful al-dien. 19
Oleh karena itu, hendaklah pihak-pihak yang mempunyai hak se-kufu itu
menyatakan pendapatnya tentang calon mempelai keduanya. Sebaiknya persetujuan
tentang sekufu itu oleh pihak-pihak yang terkait berhak dicatat, sehingga dapat dijadikan
alat bukti, seandainya ada para pihak yang akan yang menggugat nanti.20
Kriteria kafaah masih menjadi bahan perbincangan di kalangan ahli hukum
Islam. Namun demikian ada beberapa aspek kafaah yang dianggap mendasar dalam
perkawinan diantaranya :
17 Ibid., h. 24-25,
18 Abd Rahman Ghazaliy, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 140
19 Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 1992)
20 Kamal Muktar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974)., h.75
1. Keturunan (Nasab)
Dalam menentapkan nasab sebagai kriteria kafaah ulama berbeda
pendapat. Jumhur ulama menempatkan nasab sebagai kriteria dalam kafaah.
Dalam pandangan ini orang non Arab tidak setara dengan orang Arab. Ketinggian
nasab orang Arab itu menurut mereka karena Nabi sendiri adalah orang Arab.
Bahkan di antara sesama orang Arab, kabilah Quraisy lebih utama dibandingkan
dengan non Quraisy. Alasannya karena Nabi sendiri orang Quraisy.” 21
Pada masa Nabi masih hidup banyak terjadi perkawinan antar bangsa
dan Nabi tidak mempersoalkannya. Di antaranya adalah hadist yang di riwayatkan
oleh imam nasa’i bunyinya :
أم� رس"ل ا A@ ا ?=�. وس=� >�;: �94 7�8 ان 45(3 )-٥٣٣٠4(��� �D م����أس� م: < �E"+ ا�و ر( زی+ مأ� (
Artinya :Nabi Muhammad SAW. menyuruh Fatimah binti Qais untuk kawin
dengan Usamah bin Zaid, hamba sahaya Nabi, maka Usamah mengawini
perempuan itu dengan suruhan Nabi tersebut (Riwayatkan oleh Ahmad).22
Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya berpendapat bahwa wanita
Quraisy tidak boleh kawin kecuali dengan laki- laki Quraisy, dan perempuan Arab
tidak boleh kawin kecuali dengan lelaki Arab.23
2. Merdeka
21 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam, h. 143 22 Imam Nasa’I, Al-Sunan Al-Kubro li Al-Nasa’i, Al-Maktabah Al-Syamilah, (http://. al-islam.com) juz
III, h. 266
23 Abd Rahman Ghazaliy, Fiqih Munakahat h. 99
Dalam hukum Islam, status budak hanya didapat melalui kelahiran atau
tawanan, yaitu apabila seorang non-Muslim yang tidak dilindungi oleh suatu
perjanjian atau akte jaminan yang jatuh ke tangan muslim akan dijadikan budak.
Sejak semula, perbudakan merupakan hukuman bagi orang yang tidak beriman
dan bagi yang tidak mau mengakui otoritas sang pemberi hukum. Perbudakan
akan membuat dirinya cacat dalam hal kapasitas hukum, setelah merdeka pun
statusnya tetap berbeda dengan perempuan yang merdeka sejak lahir.24
Perbudakan menjadikan perbedaan antara orang yang merdeka dengan
seorang budak. Berkenaan dengan perkawinan, tidak sama perempuan yang
merdeka dengan laki-laki yang dimerdekakan. Syarat kesederajatan dalam
kemerdekaan amat penting bagi kaum muslim.25
Laki-laki yang merdeka sejak dari bapaknya tidak sekufu dengan
perempuan yang merdeka sejak dari kakeknya, tetapi lelaki yang merdeka sejak
sepertiga generasi adalah sekufu dengan perempuan yang merdeka sejak dari
kakeknya, jika bisa membuktikan dan menyebutkan nama bapaknya sekaligus
nama kakeknya.26
Begitu juga perempuan yang merdeka sejak dari bapaknya dan
perempuan yang dimerdekakan tidak se-kufu dengan pria yang merdeka sejak dari
sepertiga generasi.27
3. Beragama Islam
24 Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir, h. 87
25 Ibid., h. 88
26 Farhat J. Ziadeh, “Equality (Kafaah) in the Muslim law of Mariage” American Jurnal of
Comparative Law, (1957): h. 511
20 H.S.A Alhamdani, Risalah Nikah.( Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h. 21
Waktu keislaman leluhur atau penganutnya menjadi aspek yang
dibincangkan dalam kafaah. Orang yang baru memeluk Islam tidak sederajat
dengan seorang perempuan yang mempunyai dua-tiga generasi ke atas sudah
memeluk Islam. Ini hanya relevan bagi tempat yang Islam sudah ada dalam waktu
yang cukup lama. Jika keberadaan Islam datangnya belakang, maka tidak menjadi
aib.28
Menurut Farhat J. Ziadeh yang mengutip Saybani mengatakan, orang
yang sholeh tidak usah lagi diragukan keimanannya kecuali kalau menemukan
ketidak sesuaian dengan keimanannya.29
Maka dapat disimpulkan bahwa seorang laki-laki yang beragama Islam
dengan seorang perempuan non muslimah, maka dapat dikategorikan tidak
sekufu, yaitu tidak sepadan. Allah menerangkan di dalam Al-Qur’an :
���� ������ ���⌧������☺���� ����� !"�#%& � '()#*+�� ,(-.�#/# '�01�2 "�3# 4(⌧�����/#
0���� 056�7)8�9�%�: � �.....) ة ا�HI� / :٢٢١ای( Artinya :Janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu….. (Al-Baqarah : 221)
4. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-
hari, khususnya untuk laki-laki. Karena dari sinilah dapat diketahui kesanggupan
seorang lelaki untuk membelanjai istrinya. Seorang perempuan yang
pekerjaannya terhormat, ia tidak kufu dengan laki-laki yang pekerjaannya kasar.
Akan tetapi, kalau pekerjaan itu hampir bersamaan tingkat antara satu dengan
28 Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir, h. 86-87
29 Farhat J. h. 512
yang lain, ini tidaklah dianggap ada perbedaan. Untuk mengetahui pekerjaan yang
terhormat atau kasar, ini dapat diukur dengan kebiasaan setempat. Adakalanya
pekerjaan terhormat di satu tempat kemungkinan dipandang tidak terhormat di
tempat lain, mereka menganggap ukuran kufu’ menurut pekerjaan adalah
berdasarkan hadist di bawah ini 30
١- (�� 8�ل رس"ل ا4? �� اآ��ء وا�"...........?� ا�� ?�رضM ا��� !� )روا� ا���آ� ( اP�� *E(� او �O�م� ���،
Artinya : Dari ibnu Umar ra, berkata : Mawalli sekufu bagi mawalli lainnya
kecuali tukang bekam. (Riwayatkan oleh hakim) 31
5. Kekayaan
Dalam kehidupan di masyarakat manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan
kesehariannya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka akan terlihat perbedaan
dalam segi harta untuk mencukupi kebutuhannya. Sehingga semakin besar
kebutuhan seseorang dapat menunjukkan kekayaannya
Kekayaan menjadi ukuran kafaah menurut Ulama Syafi’iyah karena
suami yang fakir tidak sama nafkahnya dengan orang kaya. Pendapat ini
dikuatkan oleh ulama Hanafiah yang mengatakan tentang kekayaan Sebagai
ukuran kafaah, maka yang dianggap sekufu ialah seorang laki-laki yang dianggap
sanggup membayar mas kawin dan uang belanja, apabila tidak sanggup
membayar mas kawin dan nafkah atau salah satunya maka tidak dianggap
sekufu.32
30 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah jilid 2, (Beirut, Dar El Fikri, 1983), h. 131 31 Assaidil Imam Muhammad Bin Ismail Al-Kahlani, Subulussalam juz 3, (Bandung: Dahlan, 1183), h.
128 32Muhammad Thalib, Terjemah Fiqih Sunnah, h. 22
Hal ini sebagaimana riwayat Imam At-Tirmidzi bahwa Rasulullah
bersabda :
ا���T ا��ل: "ل ا A= ا ?=�. وس=*� 8�ل ?� س"رة ان* رس )-١٩٢٤٣ )روا� ا��V م�Yي ( وا�(�م اHV�"ي
Artinya :Dari samarah bahwa Rasulullah SAW “berkata kebangsawanan adalah
pada kekayaan dan kemuliaan pada takwa (Riwayatkan oleh Tirmizi)”.33
Seorang laki-laki dianggap mampu memberikan nafkah dengan melihat
kekayaan ayahnya. Sehingga harta merupakan ukuran kufu’ dikarenakan kalau
perempuan yang kaya bila berada di tangan suami yang melarat akan mengalami
bahaya. Sebab suami menjadi susah dalam memenuhi nafkahnya dan jaminan
anak-anaknya.34
6. Tidak Cacat
Dengan cacatnya suami, istri dapat menuntut fasakh karena dianggap
tidak sekufu. Meskipun cacatnya tidak menyebabkan fasakh, tetapi hal itu akan
membuat orang tidak senang mendekatinya, seperti buta, terpotong atau rusak
anggota tubuhnya. Ulama Hanafiah dan Hanabilah berpendapat cacat fisik tidak
dapat dijadikan sebagai ukuran kafaah dalam perkawinan 35
Ibnu Qadamah sebagaimana di kutip oleh Hamdani berpendapat, syarat
tidak cacat itu bukan faktor kafaah, karena tidak ada pendapat yang menyatakan
bahwa perkawinan akan batal dengan tidak adanya kafaah, tetapi siperempuan
serta walinya berhak meminta khiyar (pilihan) untuk meneruskan atau
membatalkan perkawinan, karena kerugian akan diterima pihak perempuan,
33 Imam At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Al-Maktabah Al-Syamilah (http://www. al-islam.com) juz, II,
h. 73
34 Ibid, h. 48 35 H. S.A Al Hamdani, Risalah Nikah, h. 104
sehingga wali boleh mencegah apabila seorang perempuan kawin dengan laki-laki
yang berpenyakit kusta, supak atau gila.36
Perempuan mempunyai hak untuk menerima atau menolaknya, karena
resiko tentu akan dirasakan oleh pihak perempuan. Adapun bagi wali perempuan
boleh mencegah untuk kawin denga laki-laki gila, tangannya buntung atau
kehilangan jari-jari.37
B. Landasan Hukum dan Ukuran Kafaah
1. Landasan hukum
Konsep kafaah merupakan perwujudan dari kehidupan sosial dalam
berinteraksi di masyarakat, ketika akan memilih pasangan untuk dinikahi. Pada
dasarnya kafaah sudah diterapkan di masyarakat namun dalam kafaah tidak diatur
secara jelas mengenai batasan dan ukuran ke-sekufuan seseorang. Namun
demikian, kafaah tetap menjadi bahan pertimbangan, sebab perkawinan
merupakan penggabungan dua keluarga.38
Sebelum melangsungkan perkawinan seseorang perlu mempertimbangkan :
a. Adanya kesamaan status sosial, sehingga pada ahirnya perbedaan dalam
jenjang sosial dapat dijadikan aturan hukum.
Tetapi Farhat J Ziadeh, berpendapat bahwa kafaah tidak cukup kuat untuk
dijadikan aturan hukum.
36 Ibid
37 Muhammad Thalib, h. 49 38 Farhat J. Ziadeh, h.503
b. Sumber-sumber kafaah berasal dari Imam-imam mazhab, yang memunculkan
kafaah dari kemapanan seseorang dalam masyarakat. Para imam mazhab
berpendapat bahwa kemapanan diukur dari status sosial.39
Tidak ada dalil yang secara jelas menyatakan bahwa kafaah menjadi syarat
yang wajib dalam perkawinan. Imam mazhab yang empat (Hanafi, Syafi’i,
Hambali, dan Malik) mempunyai kesamaan pendapat bahwa kafaah tidaklah
wajib. Namun dalam penyampaian kafaah terdapat perbedaan dalam menjelaskan
secara rinci. Rasul bersabda :
اذا ا5�آ� م� : 8�ل رس"ل ا A= ا ?=�. وس=� : ?� ا�M ه�ی�ة �8ل )-١٩٥٧=H. >� دی4. 5�ض"ن ��="ا ا4V< �)5: > اEرض و>��دا و5 *Eا�� روا... (ن(�"� ا �
.Oم(
Artinya : Dari Abu Hurairah, beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda “Apabila
datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan ahlaknya, maka nikahkan dia
kalau tidak kamu lakukan maka nanti akan menimbulkan fitnah dan kerusakan
didunia…”. (Riwayatkan oleh Ibnu Majah ).40
Dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim :
45(3 :?� ا�M ه�ی�ة رMA ا ?4. ?� ا�A I4= ا ?=�. وس=� �8ل )-٤٧٧١b�رc �أةا� :����O�و ،��I���،�����Yات دی� 5��9 ی+اك���f< ،��روا� ( ، و�+ی4
)ا��hIرى وم�=�
Artinya : Dari Abu Hurairah R.A berkata Rasul SAW “perempuan itu dinikahi
karena empat perkara : karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya dan karena agamanya. Jatuhkanlah pilihanmu karena agamanya,
maka kamu akan mendapatkan keberuntungan. (HR Al Bukhari dan Muslim)41
39 Ibid 40 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Al-Maktabah Al-Syamilah (http://www. al-islam.com) juz, VI, h.
105
41 Sahih, Bukhari, (Beirut, Dar El Fikr, 1991), jilid 9, h. 72
2. Ukuran Kafaah
Ulama berpendapat ukuran kafaah yaitu sikap hidup yang lurus dan sopan
bukan dari segi keturunan, pekerjaan, kekayaan, dan lain sebagainya. Jadi bagi
laki-laki yang soleh, walaupun bukan keturunan yang terpandang, maka ia boleh
menikahi wanita manapun. Seorang laki-laki pekerja rendah, boleh kawin dengan
wanita kaya, asalkan pihak perempuan rela.42
Kafaah dipertimbangkan hanya pada pelaksanaan perkawinan dan ketidak
sederajatan yang terjadi kemudian tidak dapat mempengaruhi kualitas perkawinan
yang sudah terjadi. Maka jika seorang pria kawin dengan seorang wanita dan
kedua pasangan tersebut se-kufu namun ternyata pria tersebut seorang pezina, ini
tidak bisa menjadi alasan bagi bubarnya perkawinan.43
Anshori Umar dalam bukunya Fiqih Wanita mengatakan "Tak ada
perbedaan pendapat dalam mazhab Maliki, bahwa perawan yang dipaksa
ayahnya untuk kawin dengan laki-laki peminum khamar, atau orang fasik, maka
ia berhak menolak. Hakim perlu meninjau perkawinan itu, lalu menceraikan
kedua suami istri tersebut." 44
Alasan dari mazhab ini adalah terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Hujuraat
ayat 13 :
�;<�=.. >6��-.�=?@�2 "�3# �1⌧�A ��B<C:�� 056��-.D@�E�F�� �B>�%E6G
�HJK�)4L�� ��M�ED�N��E)7�� � � )١٣ای: / ا���Oات(..
42 Muhammad Thalib,h. 38 43 Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir Perempuan Islam, h. 84
44 Anshori Umar, Fiqih Wanita. (Semarang: As Syfa 1981), h. 371
Artinya :...Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal ........ (Al-Hujuraat : 13)
Ayat tersebut mengakui bahwa manusia adalah sama dan tidak seorangpun
yang paling mulia dari pada-Nya selain dengan taqwa kepada Allah SWT.
Dengan menunaikan kewajiban kepada Allah dan kewajibannya kepada sesama
manusia45
Pemikiran di atas diperkuat oleh hadist Rasullullah SAW yang diriwayatkan
oleh Ibn Laal :
c @�<E jkس4�ن ا� Dى ا�4�س آ"H*V��� *Eل( ا�+ ?= أ�+ اE ��روة ا(
Artinya :“Manusia itu adalah seperti gigi-gigi sisir, tidak ada keutamaan atas satu
dengan yang lainnya kecuali karena ketakwaan ” (HR. Ibn Laal)46
Hadist ini menyatakan manusia itu diibaratkan gigi sikat yang sebaris
dan sama panjang, tidak ada perbedaan antara satu suku bangsa dengan suku lain,
letak geografis dan tradisi. Akan tetapi faktor yang membedakan antara manusia
adalah ketaqwaan. 47
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prinsip dalam
ukuran kafaah itu adalah dilihat dari keteguhan agama dan ahlak yang luhur,
bukan dilihat dari segi kedudukan, harta, keturunan, atau lainnya karena dalam
syariat Islam pada dasarnya semua manusia adalah sama.
45 Muhammad Thalib, h 38
46 Subulussalam, Bab kafaah dan khiyar dalam pernikahan, (http:// www. al-islam.com), juz III, h. 494
47 Abdul Ghoffar, Fiqih Keluarga, Cet. V, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 36
Para Imam Mazhab telah berbeda pendapat dalam menetapkan aspek apa
saja yang menjadi ukuran kafaah, adapun yang menjadi persaman dan perbedaan
di kalangan Imam Mazhab tentang kafaah sebagai berikut :
a. Aspek kafaah yang telah disepakati para ulama yaitu :
1). Agama, Para Imam Mazhab mensyaratkan agama sebagai unsur
yang mesti ada.
2). Kemerdekaan, Merupakan unsur yang mesti ada dan ini tidak
diperselisihkan lagi.
b. Sedangkan dari segi unsur kafaah yang masih diperselisihkan yaitu :
1). Nasab, Terdapat perbedaan dalam menentukan perlu tidaknya faktor
nasab
2). Pekerjaan, Faktor penunjang dalam keseharian, masih
diperselisihkan perlu tidaknya
3). Harta, Harta merupakan cerminan dari kemapanan ekonomi sebuah
keluarga.
C. Tujuan dan Pentingnya Kafaah dalam Perkawinan
1. Tujuan kafaah
Kafaah berperan membentuk keluarga yang sakinah sesuai dengan
ajaran Islam. Dengan dipahami substansi kafaah merupakan langkah
awal untuk menciptakan keluarga yang sakinah.48
Kafaah juga bertujuan menyelamatkan perkawinan dari kegagalan
yang disebabkan perbedaan di antara dua pasangan. Pada akhirnya
dapat menimbulkan ketidak harmonisan dalam berumah tangga.49
48 Abd Rahman Ghazaliy, Fiqih Munakahat. h. 97 49 Ibid
Kafaah sangat berperan sebagai penetralisasi kesenjangan, sebab
perbedaan berasal dari kehidupan manusia yang syarat dengan
kesenjangan status yang beragam. Keberadaan manusia yang hidup
berkelompok-kelompok dan bersuku-suku telah menelurkan butir-butir
perbedaan status dan martabat. 50
2. Pentingnya kafaah
Kiki Sakinatul Fuad dalam tesis berjudul “Posisi Perempuan Keturunan
Arab Dalam Budaya Perjodohan”, yang mengutip dari Zainal Abidin Al-Alawy
berpandangan bahwa kafaah ini perlu mendapat perhatian dalam pernikahan
sebagaimana para ulama mengatakan untuk menolak datangnya aib juga untuk
meneliti sesuatu yang lima yakni Agama, peribadi, ketelitian, harta, dan
akalnya.51
Farhat J. Ziadeh dalam artikelnya Equality in The Muslim Law Of Mariage,
menyatakan konsep kafaah bertujuan melindungi wanita dari pernikahan yang
singkat dan menjaga wanita dari rasa malu karena perbedaan. Kafaah akan
meredam gejala perceraian dan mewujudkan kebahagiaan rumah tangga.
Kafaah dianjurkan oleh Islam dalam memilih calon suami-istri, tetapi tidak
menentukan sah atau tidaknya dalam pernikahan. Karena jika perkawinan tidak
seimbang antara suami dan istri akan menimbulkan problem berkelanjutan dan
besar kemungkinan menyebabkan terjadinya perceraian.. 52
D. Kafaah Dalam Perspektif Imam Mazhab
1. Pendapat Imam Hanafi
50 Hasyim Assegaf, Derita Putri-Putri Nabi Studi Historis Kafaah Syarifah, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000), h. 27 51 Kiki Sakinatul Fuad, “Posisi Perempuan Keturunan Arab Dalam Budaya Perjodohan”, (Tesis, S 2
Universitas Indonesia, Depok, 2005), h.44 52 M. Abdul Mujib, Kamus Istilah Fiqih, Cet. II (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995 ), h. 147
Kafaah diartikan sebagai kesepadanan antara laki-laki dan
perempuan dalam lima kriteria :
1) Nasab, Nasab dibagi menjadi dua golongan Arab dan Ajam,
sementara Arab terbagi kembali dalam dua golongan yaitu:
Quraisy dan non Quraisy. Seperti laki-laki Quraisy sekufu dengan
perempuan Qurasiy walupun berbeda kabilah,. Sementara
perempuan Arab non-Quraisy sekufu dengan laki-laki Arab dari
kabilah manapun dan laki-laki Ajam tidak sekufu bagi perempuan
Quraisy. 53
2) Islam, Orang Quraisy sekufu dengan sesamanya, agama tidak
menjadi masalah bagi orang Quraisy, seperti: orang tua seorang
lelaki muslim tidak beragama Islam, sedangkan orang tua
perempuan muslimah beragama Islam masih dikategorikan sekufu.
3) Kemerdekaan, Tidak ada masalah dalam hal kemerdekaan,
karena orang arab tidak boleh diperbudak. Sedangkan bagi
orang ajam, nasab yang berlaku hanya kemerdekaan dan
keislamannya saja. Lelaki yang merdeka dan memiliki ayah budak,
tidak sekufu dengan perempuan merdeka.54
4) Pekerjaan, Seorang laki-laki sepadan dalam hal pekerjaan dengan
keluarga perempuan dan ukuran kesepadananya adalah adat
dan tradisi yang berlaku di masyarakat.
53 Hasyim Assegaf, h. 46
54 Ibid, h. 47
5) Keagamaan, Keagamaan ini hanya berlaku bagi orang Ajam dan
Arab. Seperti orang fasik tidak sekufu dengan perempuan saleh
yang memiliki ayah saleh.
2. Pendapat Imam Syafi’i
Kafaah menurut mazhab syafi’i seperti di kutip Assegaf,55 adalah
persamaan dan kesempurnaan, persamaan ini terbagi kepada empat
kriteria :
1) Nasab, Orang ajam hanya berhak menikah dengan orang ajam,
orang Quraisy hanya berhak menikah dengan orang Quraisy.
Mazhab Syafi’i memiliki persepsi yang sama dengan mazhab
Hanafi tentang golongan tertinggi di masyarakat Arab.
2) Agama, Laki-laki harus sama dalam hal istiqamah dan kesucian.
Laki-laki yang fasik tidak sekufu dengan perempuan yang
istiqamah kecuali telah bertaubat, sementara laki-laki pezina tidak
kufu dengan perempuan yang suci meskipun laki-laki tersebut
telah bertaubat.
55 Ibid, h. 49
3) Kemerdekaan, Hanya berlaku pada pihak laki-laki dan tidak pada
perempuan, karena laki-laki dapat menikah dengan siapa saja
baik hamba atau sederajad.
4) Profesi, Laki-laki miskin yang pekerjaannya tergolong rendah tidak
sekufu dengan perempuan yang kaya, namun laki-laki yang miskin
dapat sekufu dengan perempuan yang kaya dengan syarat
kerelaan orang tua.
3. Pendapat Imam Hambali
Mendefenisikan kafaah dengan kesamaan dalam lima hal56 :
1) Keagamaan, Laki-laki fasik tidak sekufu dengan perempuan suci
dan saleh
2) Pekerjaan, Laki-laki yang memiliki pekerjaan yang dianggap
rendah, dan hina tidak kufu dengan perempuan yang memiliki
pekerjaan yang mulia.
3) Harta, Laki-laki yang miskin tidak kufu dengan perempuan yang
kaya, karena berhubungan dengan mahar dan nafkah.
4) Kemerdekaan, Dalam hal kemerdekaan dibedakan antara budak
laki-laki dan perempuan, Karena laki-laki budak dianggap tidak
sekufu dengan perempuan merdeka.
5) Nasab, Laki-laki Ajam tidak sekufu dengan perempuan Arab.
4. Pendapat Imam Malik
56
Ibid. h. 53
Mazhab Maliki tidak mengakui kafaah dalam nasab kemerdekaan dan harta,
karena masalah kafaah dalam perkawinan hanya berhubungan dengan dua hal yang
menjadi hak bagi perempuan bukan walinya yaitu :
1) Keagamaan : yakni muslim bukan fasik
2) Bebas dari aib : yang dapat membahayakan pihak perempuan.
Untuk lebih mudah memahami pandangan tentang definisi dan unsur kafaah
berdasarkan mazhab secara singkat dapat dilihat dalam tabel57
2.1
Tabel 2.1
Ringkasan Defenisi dan Unsur Kafaah Perspektif Imam Mazhab
MAZHAB DEFINISI KRITERIA
Imam Hanafi
Kesamaan, kesepadanan dan
kecocokan antara laki-laki dan
perempuan
Keturunan, Islam,
Merdeka, Kesalehan,
Perkerjaan
Imam Syafi’i
Kesamaan dan kesepadanan dalam
perkawinan yang menjadi aib
apabila tidak menjalankan
Nasab
Agama
Kemerdekaan
Pekerjaan
Imam Hambali Kesepadanan antara laki-laki dan
perempuan dalam lima hal
Keagamaan, pekerjaan,
harta, kemerdekaan, dan
nasab
Imam Malik
Kesepadanan dan kesamaan yang
menjadi hak perempuan bukan
walinya
Keagamaan,
Tidak Memiliki aib yang
Membahayakan
Bagi pihak perempuan.
Data bersumber dari : Tesis Kiki Sakinatul Fuad
57 Kiki Sakinatul Fuad, h.33
Data dari tabel di atas menunjukkan bahwa di antara para imam mazhab
yang empat banyak yang memiliki kesamaan pada definisi dan unsur kafaah. ini
semua bertujuan untuk menciptakan keluarga yang sakinah.
BAB III
GAMBARAN UMUM SERTA DEMOGRAFI DESA KEMANG
A. Letak Geografis
Desa Kemang merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan
Kemang Kabupaten Bogor. Desa Kemang adalah daerah yang terdiri dari lima dusun.
Desa Kemang berada pada 175m di atas Permukaan Air Laut dan mempunyai curah
hujan rata-rata 2500-3000 Milimeter/ Tahun. Sedangkan suhu kelembapan udara rata-
rata 26,5 °Celcius
Desa Kemang merupakan Desa yang menjadi pusat Kecamatan Kemang
jumlah penduduk pada akhir bulan Desember 2007 sebanyak 9.496 jiwa dengan
jumlah Kepala Keluarga 2.281. Luas wilayah Desa Kemang adalah 270.694 ha,
saling berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Pondok Udik,
Sebelah Timur : Berbatasan dengan PTPN XI Cimulang,
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Tonjong/ Cimanggis,
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Parakan Jaya.
Tabel 3.1.
Luas Wilayah Desa Kemang Menurut Jenis
Penggunaan Tanah (Ha)
Tanah Sawah Tanah
Perkebunan
Bangunan/
Pekarangan
Hutan
Negara
Lain- lain Jumlah
179,2 56,9 16,5 -------- 35.5 288.1
Sumber data : Kantor Desa Kemang
Data dari tabel di atas, menjelaskan bahwa di Desa Kemang wilayah yang
lebih luas adalah tanah persawahan dibandingkan dengan tanah perkebunan seluas 56,
9 ha.
B. Kondisi Demografis
Pemerintahan kantor Desa Kemang dipimpin oleh seorang Kepala Desa
dibantu oleh beberapa stafnya dan dibantu oleh 10 Kepala Rukun Warga atau 46
Rukun Warga. Berikut tabel penduduk Desa Kemang berdasarkan usia:
Tabel 3.2.
Jumlah Penduduk Menurut Umur
No. Umur/ Usia
Laki-laki dan Perempuan Jumlah Persentase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
49-49
50-54
55-59
> 60
761
1.025
845
768
724
890
855
847
808
616
520
506
331
8.01 %
10.79 %
8.90 %
8.09 %
7.62 %
9.37 %
9.00 %
8.92 %
8.51 %
6.49 %
5.48 %
5.33 %
3.49 %
Jumlah 9496 100 %
Sumber data : Kantor Desa Kemang
Pencatatan atau pendataan penduduk di kantor Desa Kemang berpedoman
pada register yang telah ada antara lain register datang, pindah, lahir, meninggal
dunia sehingga untuk pencatatan atau pendaftaran selalau mengacu kepada register
yang berlaku. Sedangkan penduduk Desa Kemang menurut jenis kelamin
sebagaimana tabel berikut :
Tabel 3.3.
Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis kelamin Jumlah Orang Persentase
1
2
Laki-laki
Perempuan
4.861
4.635
51.29 %
48.81 %
Jumlah seluruh jiwa 9.496 100 %
Sumber data : Kantor Desa Kemang
Masyarakat Desa Kemang Kecamatan Kemang memiliki kepadatan
penduduk yaitu 0,35 jiwa/ km2 dari segi tingkat pertumbuhan penduduk: 1, 55%
pertahun, berdasarkan data kependudukan Desa Kemang tahun 2007.
1) Kondisi ekonomi masyarakat Desa Kemang
Perkembangan perekonomian di wilayah Desa Kemang. Masyarakat banyak
yang berprofesi di luar sektor pertanian ini dapat diketahui melalui tabel berikut :
Tabel 3.4.
Penduduk Menurut Jenis Profesi/ Pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah Orang Persentase
1
2
3.
4.
5.
6
Sektor Jasa
Pegawai Swasta
Petani/ peternak
Pegawai Negeri Sipil
TNI/ POLRI
Lain-lain
1.316
1.312
310
55
31
3024
21.75 %
21.70 %
5.13 %
0.91 %
0.51 %
50 %
Jumlah 6048 100 %
Sumber data : Kantor Desa Kemang
C. Kondisi Sosiologi dan Kependudukan
1. Bidang Keagamaan.
Warga Desa Kemang merupakan penduduk yang terdiri dari beragam
Agama. Namun mayoritas penduduknya beragama Islam dari jumlah keseluruhan
penduduk Desa Kemang, 88% adalah beragama Islam. Ini dapat dilihat dari data
Statistik Kependudukan Desa Kemang adapun rincian para pemeluk agama sebagai
berikut :
Tabel 3.5.
Jumlah Pemeluk Agama menurut keyakinan masyarakat Desa Kemang
No. Agama Jumlah Orang Persentase
1
2
3
4
5
6
Islam
Khatolik
Protestan
Hindu
Budha
Konghucu
8. 368
123
361
29
358
257
88,12 %
1,30 %
3,80 %
3,77 %
3,77 %
257 %
Jumlah 9496 100 %
Sumber data : Kantor Desa Kemang
Untuk mendukung pelaksanaan ibadah di Desa Kemang tersedia tempat-
tempat ibadah sebagai berikut :
Tabel 3.6.
Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Kemang menurut jenis tempatnya
No. Sarana peribadatan Jumlah Keterangan
1
2
3
4
5
Masjid
Musholla/ Surau
Majlis Taklim
Gereja
Wihara
9
17
25
-
1
Sumber data : Kantor Desa Kemang
2. Bidang Pendidikan
Fasilitas pendidikan di Desa Kemang, khususnya pendidikan dasar cukup
memadai.
Adapun sarana pendidikan yang ada sebagai berikut :
Tabel 3.7.
Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Kemang
SD/MI SMP/MTS SMA/ ALIYAH KETERANGAN
No.
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
1 3 3 --- 2 --- 2
Sumber data : Kantor Desa Kemang
Dari hasil laporan bulan Desember 2007, diketahui bahwa di samping
pendidikan formal, di Desa Kemang terdapat pendidikan non formal yaitu satu
Pondok pesantren. Warga Desa Kemang kebanyakan hanya menyelesaikan Sekolah
Dasar. Ini terbukti dari data yang di peroleh di Desa Kemang sebagai berikut :
Tabel 3.8.
Jumlah Tingkatan Sekolah Yang di Selsesaikan
No. Pendidikan Jumlah Orang Persentase
1
2
3.
4.
5.
6
Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah
Sekolah Menengah Pertama
SMU/ SMK/ MA
Sarjana D-1 D-3
Sarjana S1- S3
Tidak Sekolah
3.235
1.272
815
74
45
935
50.73 %
19.94 %
12.79 %
1.17 %
0.71 %
14.66 %
Jumlah 6376 100 %
Sumber data : Kantor Desa Kemang
3. Bidang kesehatan
Dari hasil laporan bulan Desember 2007, dalam meningkatkan pengetahuan
dan kehidupan masyarakat di bidang kesehatan telah dilaksanakan hal-hal sebagai
sebagai berikut :
a. Mengadakan kegiatan kerja bakti dalam rangka meningkatkan kesehatan
lingkungan.
b. Membentuk POSYANDU untuk meningkatkan gizi dan pemeliharaan
kesehatan anak.
4. Bidang Keamanan
Desa Kemang memiliki sistem keamanan yang cukup memadai. Sarana dan
fasilitas keamanan di Desa Kemang adalah :
Tabel 3.9.
Prasarana Keamanan Desa Kemang
No. Jenis Jumlah
1
2
3
Pos Kamling
Bapak Bimbingan Desa
Bapak Bimbingan Masyarakat
30 Unit
1 Orang
1 Orang
Sumber data : Kantor Desa Kemang
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
H. Profil Responden Masyarakat Desa Kemang
Pada sub bagian ini penulis mencoba mendeskripsikan profil responden dari
beberapa aspek berikut : usia, jenjang pendidikan, status perkawinan, asal daerah, asal
daerah suami atau istri dan pekerjaan. Penyajian dan uraian identitas responden
diharapkan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas tentang karakter responden
dan kaitannya dengan masalah-masalah tujuan penelitian. Berikut ini tabel-tabel tentang
profil responden.
Tabel 4.1.
Responden menurut Usia
No Alternatif Jawaban F %
1
2
17 s/d 40
41 s/d 50
85
15
85
15
Jumlah 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel di atas dapat diketahui, bahwa 65% responden berusia 17 s/d 40 tahun,
dan sisanya responden berusia 40 s/d 50 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian
besar responden berusia 17 s/d 40 tahun. Tabel selanjutnya penulis mencoba untuk
memperlihatkan jenjang pendidikan responden.
Tabel 4.2.
Responden menurut Jenjang Dan Jenis Pendidikan Terakhir
No Alternatif Jawaban F % Umum Agama
1
2
3
4
5
SD/ MI
SMP/ MTS
SMA/ MA
Pesantren
S1/ D2
35
29
24
5
7
35
29
24
5
7
32
22
18
0
6
3
7
6
5
1
Jumlah 100 100 78 22
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.2 Menunjukkan bahwa mayoritas (35%) responden lulusan pendidikan
sekolah dasar, sedangkan responden menyelesaikan pendidikan sekolah menengah
pertama hanya 29% dan yang paling sedikit pendidikan responden yang sampai
perguruan tinggi mencapai 7%. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan responden lebih
didominasi oleh tamatan sekolah dasar. Ini dikuatkan oleh pendapat tokoh masyarakat
Desa Kemang: “masyarakat hanya mampu menyelesaikan Sekolah Dasar”58
. Tabel
selanjutnya menyajikan tentang status perkawinan responden.
Tabel 4.3.
Respoden menurut Status Perkawinan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Menikah
Janda/ duda cerai hidup
Janda/ duda cerai mati
92
2
6
92
2
6
Jumlah 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
58 H.Soma Harja. Tokoh Masyarakat Desa Kemang, Wawancara Pribadi, (Bogor, 25 januari 2009)
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, 92% responden berstatus masih menikah, 8%
respoden berstatus duda atau janda pada saat menikah. Dari data ini menunjukkan bahwa
mayoritas responden masih mempertahankan status perkawinannya.
Dalam tabel berikutnya penulis akan memperlihatkan Asal Daerah suami atau istri
responden
Tabel 4.4.
Responden menurut Asal Daerah
No Alternatif Jawaban F %
1
2
Penduduk asli
Warga pendatang
59
39
60.2
39.8
Jumlah 98 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel 4.4 di atas memperlihatkan, bahwa 60.2% responden adalah penduduk
asli Desa Kemang dimana penelitian dilakukan. 39.8% responden yang berasal dari luar
desa. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang lebih didominasi oleh
penduduk asli.
Tabel selanjutnya disajikan guna mendapatkan informasi tentang asal daerah
responden yang pendatang.
Tabel 4.5.
Responden menurut Asal Daerah Sebagai Pendatang
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
4
Dari asal kecamatan yang sama (Kemang)
Dari asal kabupaten/kodya yang sama (Bogor)
Dari asal provinsi yang sama (Jawa Barat)
Dari asal provinsi yang berbeda
12
14
5
8
30.8
35.9
12.8
20.5
Jumlah 39 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel 4.5 terlihat bahwa 35.1% responden adalah pendatang di Desa Kemang
kebanyakan berasal dari propinsi yang berbeda, sedangkan yang berasal dari kecamatan
yang sama hanya 24.6% responden. Data ini menunjukkan para pendatang di Desa
Kemang didominasi oleh luar Provinsi.
Dalam tabel berikutnya akan diketahui berapa lama responden pendatang
bermukim di Desa Kemang
Tabel 4.6.
Responden menurut Lamanya Bermukim
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
4
5
1 s/d 5
6 s/d 10
11 s/d 20
21 s/d 30
31 s/d 40
9
10
11
7
5
21.4
23.8
36.2
16.7
11.9
Jumlah 42 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.6 di atas bisa diketahui, bahwa 36.2% responden yang pendatang baru
bermukim sekitar 10 sampai 20 tahun. Sedangkan pendatang yang sudah lama menetap
berjumlah 11.9% responden. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa para pendatang
kebanyakan baru bermukim sepuluh sampai dengan dua puluh tahun.
Data selanjutnya disajikan untuk mengetahui seberapa banyak responden yang
memiliki pekerjaan tetap.
Tabel 4.7.
Responden menurut Status Bekerja
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
4
Memiliki pekerjaan tetap
Baru memiliki pekerjaan tidak tetap
Ibu Rumah Tangga
Tidak bekerja
46
19
29
6
46
19
29
6
Jumlah 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, 46% responden memiliki pekerjaan tetap,
sedangkan responden yang tidak memiliki pekerjaan minim sekitar 6%. Dari data di atas
penulis dapat menyimpulkan bahwa responden atau masyarakat Desa Kemang memiliki
pekerjaan tetap. Dari data statistik di atas diakui oleh salah satu tokoh masyarakat Desa
Kemang: “Masyarakat kebanyakan bekerja tetap dibandingkan dengan pekerja yang
tidak tetap seperti halnya pertanian dan perdagangan, sedangkan pekerja yang sifatnya
sementara sering berganti pekerjaan seperti buruh bangunan disaat bangunan selesai
maka pekerjaan kemungkinan bisa berganti”59
. Keterangan ini senada dengan pengasuh
yayasan Nurul Iman Desa Kemang : “Masyarakat sudah banyak yang memiliki
pekerjaan tetap karena mereka sudah banyak yang mempunyai usaha sendiri”60
.Tabel
berikutnya penulis mencoba untuk memperlihatkan jenis pekerjaan responden.
59 Ibid
60 H. Hanafi, Pengasuh Yayasan Nurul Iman, Wawancara Pribadi, ( Bogor, 25 Januari 2009)
Tabel 4.8.
Responden menurut Jenis Pekerjaan Suami dan Istri
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Perdagangan
Pertanian
Bangunan
Jasa Angkutan
Admin TU
Peternakan
Jasa elektronik
Pendidikan
Karyawan
Kesehatan
Hiburan
23
12
6
7
6
2
1
7
2
1
4
32.4
16.9
8.4
9.9
8.4
2.8
1.4
9.9
2.8
1.4
5.7
Jumlah 71 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Berdasarkan jenis pekerjaan responden, ternyata responden lebih banyak (32.4%)
bekerja sebagai pedagang, dan 16.9% responden berprofesi sebagai petani. Sementara itu
sangat sedikit jumlah responden yang bekerja untuk sektor formal (PNS). Data ini
menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang mayoritas bekerja di sektor informal yang
dekat dengan tradisi masyarakat desa.
Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang status jabatan responden dalam
pekerjaannya.
Tabel 4.9
Responden menurut Jabatan Pekerjaan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Pedagang di warung
Pedagang keliling
Buruh bangunan
Karyawan
Pegawai TU
Guru TK
Gurur SMU
Pedagang di toko
Perawat
Penjahit
Gurur ngaji
Konsultan Hukum
Lurah
Supir
Manggung/ Penyanyi
Tukang Ojek
11
6
6
6
5
4
2
3
1
1
1
1
1
1
1
3
20.7
11.3
11.3
11.3
9.4
7.5
3.8
5.7
1.9
1.9
1.9
1.9
1.9
1.9
1.9
5.7
Jumlah 53 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel ini terlihat bahwa 20.7% responden sebagai pedagang di warung, dan
(11.3%) karyawan dan (11.3%) buruh bangunan. Data di atas menjelaskan sebagian besar
responden bergerak pada sektor informal.
Tabel selanjutnya masih ada kaitannya dengan pekerjaan yaitu, pekerjaan
sampingan.
Tabel 4.10
Responden menurut Pekerjaan Sampingan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
Tidak memiliki pekerjaan sampingan
Bisnis
3
4
5
6
7
8
9
10
Bertani
Pedagang di toko
Guru SMP
Pengerajin Kayu
P3N
Tukang Ojek
Supir
Pedagang keliling
49
3
3
2
1
1
1
1
1
1
77.8
4.7
4.7
3.2
1.6
1.6
1.6
1.6
1.6
1.6
Jumlah 63 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa 77.8% responden tidak memiliki pekerjaan
sampingan sedangkan yang memiliki pekerjaan sampingan 9.4% responden lebih banyak
memiliki pekerjaan sampingan pada sektor pertanian dan berbisnis. Dari data di atas
dapat diketahui hampir seluruh responden tidak mempunyai pekerjaan sampingan. Maka
dapat disimpulkan yang memiliki pekerjaan sampingan dari seluruh responden berjumlah
22.2% responden.
Tabel berikutnya penulis mencoba menyajikan informasi tentang penghasilan
responden dalam satu bulan.
Tabel 4.11.
Responden menurut Penghasilan Perbulan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
Kurang dari Rp. 500.000
Rp. 500.001–1.000.000
3
4
5
6
Rp. 1.000.001–2.000.000
Rp. 2.000.001–4.000.000
Rp. 4.000.001–6.000.000
Rp. 6.000.001–10.000.000
20
31
8
4
2
1
30.3
47
12.1
6.1
3
1.5
Jumlah 66 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel di atas bisa diketahui, bahwa rata-rata penghasilan responden Desa
Kemang dalam sebulan lima ratus sampai satu juta rupiah atau berjumlah 47% responden.
Tabel berikutnya memberikan informasi tentang suku dari ayah kandung responden
Tabel 4.12.
Responden menurut Asal–Usul Suku Ayah Kandung
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
4
5
6
7
Tidak jelas, suku campuran
Sunda
Jawa
Padang
Melayu
Mandailing
Betawi
6
72
5
1
3
12
1
6
72
5
1
3
12
1
Jumlah 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel 4.12 ini dapat diketahui bahwa 72% responden berasal dari suku sunda,
sedangkan 28% responden berasal dari suku di luar sunda. Dari sini dapat diketahui
masyarakat Desa Kemang masih didiami oleh suku asli Desa Kemang.
Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang asal suku dari ibu kandung
responden
Tabel 4.13
Responden menurut Asal–Usul Suku Ibu Kandung
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
4
5
6
7
Tidak jelas, suku campuran
Sunda
Jawa
Padang
Melayu
Mandailing
Betawi
7
70
5
1
4
12
1
7
70
5
1
4
12
1
Jumlah 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.13 menunjukkan, bahwa 70% responden berasal dari suku sunda,
sedangkan 30% responden berasal dari luar suku sunda. Maka dapat diketahui bahwa
suku sunda menjadi suku yang mayoritas di Desa Kemang.
I. Sejarah Pernikahan
Beberapa tebel berikut menyajikan informasi mengenai sejarah perkawinan
responden.
Tabel 4.14
Status Responden Pada Saat Pernikahan Yang Sekarang
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Gadis/ Perjaka
Janda cerai mati/ Duda cerai mati
Janda cerai hidup/ Duda cerai hidup
88
8
3
88
8
3
Jumlah 99 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.14 menunjukkan, bahwa 88% responden pada saat pernikahan yang
sekarang berstatus gadis atau perjaka, sedangkan 12% responden telah menikah atau
sudah tidak gadis atau perjaka. Dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat Desa
Kemang menikah pada saat masih gadis atau perjaka.
Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang sejarah pernikahan dari segi
dijodohkan atau pilihan sendiri dalam memilih pasangan hidup.
Tabel 4.15
Status Responden Pada saat Pernikahan yang sekarang
No Alternatif Jawaban F %
1
2
Dipilihkah/dijodohkan
Memilih sendiri
7
93
7
93
Jumlah 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.15 di atas menunjukkan bahwa 93% responden memililih sendiri dalam
menentukan pasangan hidupnya, dan 7% responden pasangannya sudah dijodohkan oleh
orangtua atau keluarganya. Dari tabel ini dapat diketahui bahwa kebanyakan responden
menetukan pasangan hidupnya sendiri. Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang
status administrasi pernikahan
Tabel 4.16
Responden menurut Status Administrasi Pernikahan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
Dicatatkan di (KUA)
Nikah sirri (menurut agama saja)
97
1
99
1
Jumlah 98 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.16 menunjukkan bahwa, 99% responden menikah secara resmi dan
tercatat di KUA, sedangkan 1% responden menikah melalui jalur agama saja. Dari sini
dapat diketahui bahwa pada umumnya masyarakat Desa Kemang melakukan pernikahan
di Kantor Urusan Agama (KUA). Ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang
sadar akan akan pentingnya pencatatan perkawinan. Sebagaimana hasil wawancara
dengan Pegawai BP4 KUA Kemang “ Masyarakat Desa Kemang pada umumnya
melakukan pernikahan di Kantor Urusan Agama, karna masyarakat sadar akan
pentingnya pencatatan pernikahan dan lebih mendapat kepastian hukum”.61
J. Pemahaman Masyarakat Desa Kemang Tentang Kafaah/ Sekufu
Beberapa tabel berikut menyajikan informasi tentang pengetahuan responden
tentang perkawinan yang sekufu’.
Tabel 4.17
Pernah Tidaknya Responden Mendengar Istilah Kafaah
No Alternatif Jawaban F %
1
2
Pernah
Tidak pernah
34
54
38.6
61.4
Jumlah 88 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel di atas memperlihatkan pengetahuan responden tentang pernah tidaknya
mendengar kata kafaah. Mayoritas (61.4%) responden menyatakan tidak pernah
mendengar kata kafaah. Sedangkan sebaliknya, 38.6% responden pernah mendengar
istilah kafaah dan kafaah ini tentang kesetaraan dalam perkawinan. Data ini
menunjukkan bahwa responden cukup banyak yang pernah mendengar.
Fenomena ini dikuatkan oleh pendapat penghulu BP4 KUA Kecamatan Kemang:
“Masyarakat Desa Kemang cukup banyak yang pernah mendengar tentang masalah ke
61 Istikhori. penghulu KUA Kecamatan Kemang, Wawancara Pribadi, (Bogor, 18 Desember 2009)
se-kufuan dalam pernikahan, masyarakat mengetahuinya melalui pengajian-pengajian
dimajlis taklim, atau masjid yang diadakan setiap seminggu sekali dan pada waktu
penyuluhan pernikahan kami juga sampaikan tentang pentingnya kesekufuan dalam
pernikahan.” 62
Tabel selanjutnya menyajikan penilaian responden tentang apa saja yang
dipahami responden dari istilah sekufu’/ kafaah.
Tabel 4.18
Pemahaman Responden Dengan Istilah Kafaah
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
4
5
Kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri
Kesetaraan latar belakang antara calon suami dan istri
Kesepahaman antara calon suami dan istri
Kecintaan antara calon suami dan istri
Pernikahan yang direstui oleh calon orangtua
13
8
2
5
6
38.2
23.5
5.9
14.7
17.7
Jumlah 34 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel di atas mengisyaratkan beberapa kategori pengertian tentang apa yang
dipamai responden tentang ajaran kese-kufuan dalam pernikahan. 38.2% responden
berpendapat kafaah adalah kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri. Dan
23.5% responden menilai kafaah adalah kesetaraan latar belakang antara calon suami
istri. Berdasarkan informasi pada Tabel 4.18 bisa ditarik satu kesimpulan bahwa
responden yang pernah mendengar kata kafaah, menyimpulkan kafaah adalah kesamaan
dan kesetaraan latar belakang antara calon suami dan istri. Bedasarkan pengamatan
penulis ada sesuatu yang melatar belakangi pemahaman responden, yaitu pernikahan
62 Istikhori. penghulu KUA Kecamatan Kemang, Wawancara Pribadi, (Bogor, 18 Desember 2009)
yang memiliki kesamaan latar belakang dan kesetaraan latar belakang dapat membentuk
keluarga yang harmonis.
Selanjutnya dalam tabel berikut penulis akan menyajikan mengenai dari mana
mereka mengetahui tentang Ajaran ke-sekufuan.
Tabel 4.19
Sumber Responden Mendapatkan Pengetahuan Kafaah
No Alternatif Jawaban F %
2.6
56.4
1
2
3
Keluarga (Kerabat)
Tokoh Agama (Kiai/Ustazd)
Media (Buku/koran/TV)
1
22
16 41
Jumlah 39 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel di atas merupakan jawaban dari pertanyaan penulis “dari manakah
Ibu/bapak mengetahui tentang ajaran kesekufuan/kafaah dalam pernikahan.” 41%
responden mengetahui pernikahan secara kafaah dari media (Buku/koran/TV). 56.4%
responden mengetaui istilah kafaah dari pengajian majlis taklim yang disampaikan oleh
Ustazd, 2.6% responden mendapatkan informasi kafaah dari keluarga. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar informasi tentang kafaah yang diperoleh masyarakat
Desa Kemang berasal dari ceramah ustadz di majlis taklim’. Tabel berikutnya
menyajikan informasi pemahaman responden tentang wajib tidaknya kafaah dalam
perkawinan.
Tabel 4.20
Persepsi Responden tentang wajib tidaknya Kafaah Dalam Perkawinan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Wajib menurut adat, dan harus dipenuhi
Tidak wajib, tapi ia baik bagi calon pasangan
Hanya anjuran agama
27
9
37
37
12.3
50.7
Jumlah 73 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel 4.20 dapat dilihat, bahwa 12.3% responden menjawab bahwa kafaah
tidak wajib dalam pernikahan namun ia baik bagi calon pasangan yang akan
melangsungkan pernikana, 50.7% responden menjawab bahwa kafaah dalam pernikahan
tidak wajib melainkan hanya dianjuran agama bagi orang yang sedang mencari calon
pasangan.
Data di atas mengambarkan bahwa sebagian besar responden banyak yang tahu,
bahwa kafaah dalam agama Islam sifatnya dianjurkan untuk memilih pasangan yang
sekufu agar lebih mempermudah dalam membentuk keluarga yang harmonis.
Tabel selanjutnya menginformasikan pemahaman responden tentang pernikahan
yang tidak sekufu.’
Tabel 4.21
Persepsi Responden Tentang pernikahan yang tidak sekufu’
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Tidak perlu dibatalkan
Perlu diingatkan
Harus dibatalkan
47
17
4
69.1
25
5.9
Jumlah 68 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Menurut tabel 4.21 dapat diketahui, bahwa 69.1% responden berpendapat, bahwa
perkawinan yang tidak memiliki ke-sekufuan tidak perlu dibatalkan, dan 25% responden
menyatakan pasangan yang memiliki banyak perbedaan atau tidak sekufu perlu untuk
diingatkan. Namun ada beberapa responden yang menyatakan pernikahan yang tidak
sekufu perlu dibatalkan (5.9%)
Hal ini menggambarkan bahwa 69.1% responden mengatakan tidak perlu dibatalkan.
Hal ini disetujui oleh pengasuh yayasan Nurul Iman Desa Kemang: “Perkawinan
yang di dalamnya terdapat banyak perbedaan, sebanyak apapun perbedaan itu tidak
dapat membatalkan perkawinan selama satu agama dan satu akidah”63
. Keterangan
ini selaras dengan hasil wawancara dengan salah satu tokoh agama Desa Kemang:
“Perkawinan yang banyak perbedaan dibandingkan dengan persamaanya tidaklah
dapat dijadikan alasan untuk membatalkan perkawinan, terlebih perbedaan itu lebih
disebabkab perbedaan lahiriah,”64
K. Signifikasi Kesamaan [Kafaah] dalam Pernikahan
Beberapa tabel berikut menyajikan informasi tentang signifikasi kesamaan sesuai
dengan apa yang dialami oleh responden untuk terbentuknya keluarga yang sakinah.
Tabel 4.22
Persepsi Responden Tentang Kesetaraan
Tingkatan Pendidikan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Tidak penting
Cukup penting
Penting
26
28
39
28
30.1
41.9
63 H. Hanafi, Pengasuh yayasan Nurul Iman, Wawancara Pribadi, (Bogor, 25 Januari 2009)
64 H. Dani Raharja, Tokoh Agama Desa Kemang, Wawancara Pribadi, (Bogor, 25 Januari 2009)
Jumlah 93 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Menurut tabel 4.22 dapat diketahui, bahwa 41.9% responden berpendapat, bahwa
kesetaraan dalam tingkatan pendidikan tergolong penting untuk keharmonisan dalam
rumah tangga, 28% responden mengatakan kesetaraan pada tingkat pendidikan dalam
pernikahan tidak penting. Dari data di atas terlihat bahwa kebanyakan responden
mengatakan kesetaraan tingkatan pendidikan penting untuk terwujudnya keluarga yang
sakinah.
Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang pentingnya persamaan agama
demi terwujudnya keluarga yang harmonis.
Tabel 4.23
Persepsi Responden Tentang Pentingnya Kesetaraan Agama
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Tidak penting
Cukup penting
Penting
3
6
46
5.5
10.9
83.6
Jumlah 55 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel di atas terlihat bahwa 83.6% responden menyatakan pentingnya
kesetaraan agama dalam berumah tangga untuk mewujudkan keluarga yang harmonis
sedangkan 5.5% responden berpendapat kesetaraan dalam hal agama tidak penting.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masarakat menyatakan agama masih
penting untuk dipertimbangkan dalam memilih pasangan agar lebih mudah untuk
terbentuknya keluarga yang harmonis, apabila tidak dipertimbangkan, hal ini dapat
mengakibatkan pertengkaran, sebagaimana pendapat hakim Pengadilan Agama Bogor:
“faktor agama sering menjadi masalah antara suami istri, perkaranya di pengadilan
agama adalah karena ketidak se-kufuan pada masalah agama, karena akan
menimbulkan masalah antara kedua belah pihak”.65
Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang persamaan organisasi ke-
agamaan demi terbentuknya keluarga yang harmonis.
Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang pentingnya kesetaraan ketaqwaan
bagi calon pasangan pada saat menikah untuk tujuan keharmonisan dalam berumah
tangga
Tabel 4.24
Persepsi Responden Tentang Kesetaraan
Ketaqwaan dalam Pernikahan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Tidak penting
Cukup penting
Penting
8
24
56
9.1
27.3
63.6
Jumlah 88 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.24 memperlihatkan variasi jawaban yang diberikan responden, data tabel
di atas menunjukkan 27.3% responden mengatakannya kesetaraan ketaqwaan antara
suami dan istri penting untuk keharmonisan berumah tangga. Data ini mudah untuk
dipahami bahwa mayoritas masyarakat Desa Kemang sangat mempertimbangkan faktor
ketaqwaan atau kesalehan dalam pernikahan. Hal ini sejalan dengan informasi dari
seorang hakim Pengadilan Agama Bogor : “Kalau tidak terdapat kesekufuan pada
masalah agama (ketaqwaan atau kesalehan) hal itu dapat mengakibatkan
pertengkaran.” 66
65 Budi Purwantini, Hakim Pengadilan Agama Bogor , Wawancara Pribadi (Bogor, 12
Desemeber 2008) 66 Istianah. Hakim Pengadilan Agama Bogor, Wawancara Pribadi, (Bogor 12 Desember 2008).
Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang perlu tidaknya kesamaan suku
dalam pernikahan, agar dapat menciptakan keluarga yang harmonis
Tabel 4.25
Persepsi Responden Tentang Kesetaraan
Suku dalam Perkawinan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Tidak penting
Cukup penting
Penting
48
27
15
53.3
30
16.7
Jumlah 90 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.25 menunjukkan, bahwa 53.3% respon berpendapat kesetaraan suku bagi
calon pasangan tidak penting dalam perkawinan, 16.7% responden berpendapat
kesetaraan suku dalam berumah tangga penting dalam membentuk keluarga yang
sakinah. Dari data tabel 4.25 dapat di ketahui bahwa responden tidak bergitu
mempertimbangkan kesetaraan suku dalam memilih pasangan.
Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang kesetaraan status sosial dalam
pernikahan untuk membina kehidupan berumah tangga yang harmonis.
Tabel 4.26
Persepsi Responden Tentang Kesetaraan Tingkat
Status Sosial dalam perkawinan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Tidak penting
Cukup penting
Penting
34
27
21
41.5
32.9
25.6
Jumlah 82 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.26 memperlihatkan bahwa 41.5% responden mengatakan kesetaraan
pada status sosial tidak penting dalam pernikahan. Hanya 32.9% responden mengatakan
kesamaan status sosial terbilang cukup penting, sebagai bahan pertimbangan mancari
calon pasangan. Namun ada beberapa responden yang berpendapat kesetaraan status
sosial dengan pasangannya penting untuk terbentuknya keluarga yang harmonis (25.6%).
Dari sini dapat diketahui bahwa dari keseluruhan responden yang menyatakan kesetaraan
status sosial dalam perkawian tergolonga penting berjumlah (58.5%). Tabel selanjutnya
menunjukkan persepi responden tentang kesetaraan tingkatan ekonomi dalam
menciptakan keluarga yang sakinah.
Tabel 4.27
Persepsi Responden tentang kesetaraan Tingkat Ekonomi
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Tidak penting
Cukup penting
Penting
48
22
15
56.5
25.9
17.6
Jumlah 85 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.27 menjelaskan bahwa, 56.5% responden menganggap bahwa
kesetaraan tingkatan ekonomi tidak penting dalam pernikahan. 25.9% responden
menyatakan kesetaraan tingkatan ekomomi cukup penting untuk terciptanya suasana
keluarga yang harmonis. Dan 17.6% responden berpendapat penting kesetaraan ekonomi
dalam memilih calon pasangan. Dari sini dapat ditarik kesimpulan, kebanyakan
responden beranggapan kesamaan tingkatan ekonomi tidak menjadi bahan pertimbangan
dalam memilih pasangan.
Tabel berikutnya memperlihatkan persepsi responden tentang persamaan
tampilan wajah demi terwujudnya keharmonisan dalam berumah tangga.
Tabel 4.28
Persepsi Responden tentang Kesetaraan Tampilan wajah
(Kecantikan/ Ketampanan)
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Tidak penting
Cukup penting
Penting
45
27
12
53.6
32.1
14.3
Jumlah 84 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.28 memperlihatkan 53.6% responden menyatakan kesetaraan tampilan
wajah tidak penting untuk memilih calon pasangan. Sedangkan 32.1% responden
berpendapat kesetaraan tampilan wajah cukup penting dalam pernikahan dan dapat
membentuk keharmonisan dalam rumah tangga. Hal ini menggambarkan bahwa
masyarakat Desa Kemang menganggap kecantikan atau ketampanan tidak begitu penting
dalam pernikahan. Namun responden yang menyatakan pentinganya kesetaraan pada
tampilan wajah dalam pernikahan tergolong banyak ( 46.4%)
Tabel selanjutnya menggambarkan persepsi responden tentang batal tidaknya
sebuah perkawinan yang memiliki perbedaan latar belakang dalam pernikahan
Tabel 4.29
Persepsi Responden tentang Perbedaan Latar Belakang
Antar Suami Istri dalam pernikahan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
Dapat membatakan
Tidak dapat membatalkan
7
55
11.3
88.7
Jumlah 62 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel di atas diketahui bahwa 88.7% responden berpendapat perbedaan
latar belakang dalam perkawinan tidak dapat membatalkan perkawinan. Sedangkan
11.3% responden berpendapat perbedaan latar belakang antara suami dan istri dalam
perkawinan dapat membatalkan perkawinan. Dari sini sudah jelas dapat diketahui
bahwa mayoritas responden sudah cukup mengerti bahwa perbedaan latar belakang
dalam perkawinan tidak dapat membatalkan pernikahan. Data ini diperkuat oleh
pendapat seorang tokoh agama sekaligus P3N dan merangkap guru madrasah
Tarbiyatul Islamiah: “Perkawinan yang banyak perbedaan dibandingkan dengan segi
kesamaanya tidaklah dapat dijadikan alasan untuk membatalkan perkawinan,
terlebih perbedaan itu lebih disebabkan perbedaan lahiriah, perbedaan latar
belakang antara suami istri tidak dapat membatalkan perkawinan kalaupun terjadi
pembatalan bukan karena perbedaannya melainkan karena keperibadiannya” 67
L. Praktek Nikah Kafaah Masarakat Desa Kemang
Beberapa tabel berikut menyajikan informasi tentang kesetaraan tingkatatan
pendidikan pasangan responden.
Tabel 4.30
Latar Belakang Pasangan Responden Menurut
kesamaan Tingkat Pendidikan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Pendidikannya lebih tinggi
Pendidikan Suami dan Istri Sama
Pendidikannya lebih rendah
21
36
12
30.4
52.2
17.4
Jumlah 69 100
67 H. Soma Harja, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi, (Bogor 25 Januari 2009)
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.30 menunjukkan bahwa 52.2% responden menyatakan memiliki
kesamaan tingkatan pendidikan dengan pasangannya. 30.4% responden menyatakan
berbeda tingkatan pendidikan dengan pasangannya dan tingkatan pendidikan
pasangannya lebih tinggi. Data ini menunjukkan bahwa cukup banyak masyarakat Desa
Kemang yang memiliki kesamaan tingkatan pendidikan dengan pasangannya.
Tabel berikutnya menggambarkan kesamaan latar belakang agama yang dipeluk
oleh responden.
Tabel 4.31
Latar Belakang Pasangan Responden Menurut kesamaan Agama
No Alternatif Jawaban F %
1
2
Dulu beda agama, baru masuk Islam
Seagama
8
83
8.8
91.2
Jumlah 91 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.31 memperlihatkan, bahwa 91.2% respoden memiliki kesamaan agama
dengan pasangannya. 8.8% responden memiliki perbedaan agama dengan pasangannya,
baru masuk Islam. Hal ini menggambarkan bahwa mayoritas masyarakat Desa Kemang
cukup selektif dalam memilih pasangan yang seagama.
Tabel selanjutnya menyajikan kesamaan tingkat ketaqwaan responden denga
pasangannya.
Tabel 4.32
Latar Belakang Pasangan Responden Menurut kesamaan Ketaqwaan
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Pendidikannya lebih tinggi
Ketaqwaan Suami dan Istri Sama
Pendidikannya lebih rendah
12
32
17
19.7
52.4
27.9
Jumlah 61 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.32 memperlihatkan, 52.4% responden memililki tingkatan ketaqwaan
yang sama dengan pasangannya. 27.9% responden menyatakan berbeda tingkatan
ketaqwaan dengan pasangannya, yang tingkatan ketaqwaan pasangannya lebih rendah.
Data ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki ketaqwaan yang sama
dengan pasangannya
Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang kesamaan latar belakang suku
responden.
Tabel 4.33
Latar Belakang Pasangan Responden Menurut kesamaan Suku
No Alternatif Jawaban F %
1
2
Sama suku
Beda suku
80
15
84.2
15.8
Jumlah 95 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel di atas memperlihatkan, bahwa 84.2% responden mengatakan bahwa
mereka memiliki kesamaan suku dengan pasangan mereka. 15.8% responden berbeda
suku dengan pasangan mereka. Berdasarkan informasi dari tabel 4.33 bahwa masyarakat
Desa Kemang mayoritas memiliki kesamaan suku dengan pasangannya.
Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang kesamaan latar belakang status
sosial responden
Tabel 4.34
Latar belakang Pasangan Responden menurut Kesamaan
Tingkatan Status Sosial
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Status Sosialnya Lebih Tinggi
Status Sosial Suami dan Istri Sama
Status Sosialnya Lebih Rendah
15
30
6
29.4
58.8
11.8
Jumlah 51 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel 4.34 dapat diketahui, bahwa 58.8% responden memiliki status sosial
yang sama denga pasangannya. 29.4% responden memiliki status sosial yang berbeda
dengan pasangannya dimana, status sosial pasangannya lebih tinggi. Maka dapat
diketahui bahwa status sosial yang dimiliki oleh masyarakat Desa Kemang banyak yang
memiliki tingkatan status sosial yang sama dengan pasangannya. Tabel berikutnya
menyajikan informasi tentang kesamaan tingkatan ekonomi responden
Tabel 4.35
Latar Belakang Pasangan Responden menurut Kesamaan Ekonomi
No Alternatif Jawaban F %
1
3
4
Ekonominya lebih tinggi
Ekonomi Suami dan Istri Sama
Ekonominya lebih rendah
18
31
2
35.3
60.8
3.9
Jumlah 51 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.35 memperlihatkan bahwa, 60.8% responden memiliki kesaman
Tingkatan ekonomi dengan pasangannya. Dan sebagian responden menjawab memiliki
latar belakang ekonomi yang berbeda dengan pasangannya, sedangkan ekonomi
pasangannya lebih tinggi (35.3%). Dari data tabel 4.35 dapat diketahui bahwa pada
umumnya responden memiliki tingkatan ekonomi yang sama dengan pasangannya. Tabel
selanjutnya menyajikan kesamaan latar belakang tampilan wajah pasangan responden
Tabel 4.36
Kesamaan Latar Belakang Tampilan Wajah Pasangan Responden
No Alternatif Jawaban F %
1
2
Suami/ istri lebih jelek
Suami/ istri lebih tampan/ cantik
21
52
28.8
71.2
Jumlah 73 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Data dari tabel 4.36 menunjukkan 71.2% responden menyatakan pasangan
mereka lebih tampan atau cantik. Sedangkan 28.8% responden menyatakan tampilan
wajah pasangan mereka tidak begitu menarik untuk dilihat. Dari tabel di atas dapat
diketahui bahwa kebanyakan responden memiliki kesamaan tampilan wajah dengan
pasangan mereka.
M. Suasana Keharmonisan Dalam Rumah Tangga
Beberapa tabel berikut mendeskripsikan tentang suasana keharmonisan keluarga
responden.
Tabel 4.37
Tingkatan Keharmonisan Antara Suami/ Istri
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Tidak harmonis
Cukup harmonis
Harmonis
17
28
53
17.3
28.6
54.1
Jumlah 98 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel di atas terlihat bahwa 54.1% responden menyatakan bahwa
pernikahan mereka tergolong keluarga yang harmonis, sedangkan 17.3% responden
mengalami ketidak harmonisan dalam keluarganya. Data ini menunjukkan bahwa
sebagian besar keluarga responden berada dalam suasana keharmonisan. Hal ini seperti
yang dituturkan oleh tokoh masyrakat Desa Kemang : “Sebagian besar masyarakat desa
kemang hidup dengan rukun dan harmonis. Indikasi dari ketidak harmonisan dapat
mudah diketahui melalui pemberitaan yang mudah menyebar jika sebuah keluarga
mengalami pertengkaran.”.68
Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang suasana rasa sayang responden
terhadap pasanganya.
Tabel 4.38
Tingkatan Rasa Sayang Responden Terhadap
Pasangannya Setelah Menikah
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Berkurang, memudar
Masih seperti dulu
Semakin sayang
23
35
35
24.8
37.6
37.6
Jumlah 93 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
68 Ibid
Tabel 4.38 menjelaskan bahwa, 37.6% responden menyatakan semakin sayang
terhadap pasangannya setelah menikah. 37.6% responden mengatakan suasana rasa
sayang terhadap pasangannya masih seperti dulu, tidak mengalami perubahan. 24.8%
responden mengatakan rasa sayang mereka berkurang atau memudar setelah menikah.
Dari data ini dapat diketahui bahwa responden yang keluarganya berada pada situasi rasa
sayangnya semakin bertambah cukup banyak.
Tabel selanjutnya memberikan informasi tentang suasana rasa cinta responden
terhadapa pasangannya.
Tabel 4.39
Tingkatan Rasa Cinta Responden Terhadap
Pasangannya Setelah Menikah
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Berkurang, memudar
Masih seperti dulu
Semakin cinta
17
38
27
20.7
46.3
33
Jumlah 82 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel di atas memberikan informasi tentang rasa cinta yang dialami responden
setelah menikah. 46.3% responden merasakan suasana rasa cinta terhadap pasangannya
masih seperti dulu sejak dari awal mula pernikahan. 33% responden mengatakan semakin
cinta terhadap pasangannya setelah menikah. Dari data ini terlihat bahwa responden yang
mempunyai rasa cinta tehadap pasangannya, merasakan cintanya masih seperti dulu
cukup signifikan.
Tabel berikutnya menggambarkan tentang keadaan keceriaan di antara pasangan
responden.
Tabel 4.40
Rasa Keceriaan Responden dengan Pasangannya Setelah Menikah
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Berkurang, memudar
Masih seperti dulu
Semakin ceria
28
25
33
32.5
29.1
38.4
Jumlah 86 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel di atas memperlihatkan 38.4% responden menyatakan bahwa mereka
merasakan adanya pertambahan rasa keceriaan setelah menikah. Ini terbukti dari semakin
hari semakin ceria pada keluarga mereka sesuai dengan apa yang dirasakan oleh
responden. 32.5% responden mengalami berkurangnya keceriaan ditengah-tengah
keluarga mereka setelah menikah. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang
yang keluarganya mengalami keceriaan setelah menikah cukup banyak. Tabel selanjutnya
menerangkan suasana kehangatan responden dengan pasanagannya.
Tabel 4.41
Suasana Kehangatan/ Keintiman Antara Suami dan Istri
Setelah Menikah
No Alternatif Jawaban F %
1
2
3
Berkurang, memudar
Masih seperti dulu
Semakin hangat/ intim
38
19
22
48.1
24.1
27.8
Jumlah 79 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.41 memperlihatkan bahwa, 48.1% responden menyatakan kehangatan
pada keluarga mereka berkurang atau memudar setelah menikah. Sedangkan 27.8%
responden mengalami adanya pertambahan kehangatan pada keluarga responden dengan
pasanganya setelah menikah. Dari sini dapat di ketahui bahwa keluarga responden yang
mengalami pertambahan kehangatan terbilang banyak.
Beberapa tabel berikut mendeskripsikan tentang suasana keharmonisan keluarga
responden dan seberapa efektif kafaah dapat menjaga keharmonisan keluarga. Dalam
tabel berikut akan disampaikan suasana keharmonisan keluarga responden dalam kasus
silang pendapat menurut latar belakang pendidikan.
Tabel 4.42
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan tingkatan Pendidikan
No. Pendidikan Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
4
1
11.1
1.9
24
37
66.7
71.1
8
14
22.2
27
36
52
100
100
Jumlah 88
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari sini dapat diketahui bahwa perbedaan tingkatan pendidikan dalam
pernikahan dapat mempengaruhi suasana keharmonisan dalam rumah tangga dan
dampaknya akan mengakibatkan terjadi silang pendapat (98.1%), sedangkan yang
memiliki kesaman tingkatan pendidikan dengan pasangannya cukup banyak juga yang
mengalami silang pendapat (88.9%). Ini berarti kesamaan dalam tingkatan pendidikan
tidak begitu berperan dalam menjaga keharmonisan dalam keluarga.
Tabel selanjutnya menampilkan informasi tentang keluarga responden dalam
kasus silang pendapat menurut latar belakang agama
Tabel 4.43
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan tingkatan Agama
No. Agama Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
79
1
95.2
33.3
2
1
2.4
33.3
2
1
2.4
33.4
83
3
100
100
Jumlah 86
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.43 memperlihatkan bahwa 95.2% responden berpendapat kesamaan
tingkatan agama dalam pernikahan cukup berperan dalam menjaga suasana keharmonisan
dalam rumah tangga. 66.7% responden memiliki perbedaan tingkatan agama dengan
pasangannya dan pernah mengalami silang pendapat. Perbedaan tingkatan agama di
antara pasangan dapat mengakibatkan terjadinya silang pendapat yang pada akhirnya
dapat mengganggu keharmonisan sebuah keluarga.
Tabel berikutnya penulis menyajikan suasana keharmonisan keluarga responden
dalam kasus silang pendapat menurut latar belakang tampilan wajah
Tabel 4.44
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tampilan Wajah
No. Tampilan
Wajah
Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
19
2
36.5
5.5
31
30
59.6
83.3
2
4
3.9
11.1
52
36
100
100
Jumlah 88
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel ini terlihat bahwa 36.5% responden yang memilki kesamaan tampilan
wajah tidak pernah mengalami pertengkaran silang pendapat dengan pasangan dan
keharmonisan keluarga tetap terjaga. Dan responden yang tidak memiliki kesetaraan
tampilan wajah dengan pasangannya pada umumnya mengalami pertengkaran silang
pendapat (94.4%). Data di atas menjelaskan persamaan dalam tampilan wajah dalam
perkawinan dapat memperkecil terjadinya silang pendapat dalam kehidupan berumah
tangga. Tabel selanjutnya memaparkan keharmonisan keluarga responden dalam kasus
adu mulut menurut latar belakang suku
Tabel 4.45
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Suku
No. Suku Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
63
9
78.8
60
8
5
10
33.3
9
1
11.2
6.7
80
15
100
100
Jumlah 95
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Menurut tabel 4.45 dapat diketahui, bahwa 78.8% responden yang memiliki
kesamaan suku dengan pasangan tidak pernah mengalami silang pendapat dalam
perkawinan. Sedangkan responden yang berbeda suku dengan pasangannya pernah
mengalami silang pendapat (40%). Hal ini menggambarkan walaupun memiliki
kesamaan suku dengan pasangannya tidak bisa terlepas dari silang pendapat yang
sewaktu-waktu dapat mengganggu keharmonisan dalam berkeluarga. Dari sini sudah
jelas dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden yang sekufu pada suku tidak
pernah mengalami silang pendapat pada keluarga mereka.
Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang perselisihan paham
dikarenakna status sosial
Tabel 4.46
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tingkat Status Sosial
No. Status
Sosial
Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
26
31
86.6
57.4
2
18
6.7
33.3
2
5
6.7
9.3
30
54
100
100
Jumlah 84
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Menurut tabel 4.46 dapat diketahui, bahwa 86.6% responden yang memiliki
kesetaraan status sosial dengan pasangan, tidak pernah mengalami silang pendapat
dengan pasangannya, sehingga dapat menjaga keharmonisan keluarga. 42.6% responden
yang berbeda status sosial dengan pasangan, pernah mengalami silang pendapat. Data ini
memperlihatkan hampir seluruh responden yang memiliki kesetaraan status sosial dengan
pasangannya tidak pernah mengalami silang pendapat dan keharmonisan dalam keluarga
dapat terjaga.
Tabel selanjutnya memaparkan informasi tentang keluarga responden dalam
kasus pertengkaran adu mulut menurut latar belakang pendidikan.
Tabel 4.47
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut Tingkatan Pendidikan
No. Pendidikan Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
25
22
69.4
42.3
6
19
16.7
36.5
5
11
13.9
21.2
36
52
100
100
Jumlah 88
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel 4.47 di atas mengisyaratkan bahwa 57.7% responden yang berbeda
tingkatan pendidikan dengan pasangannya pernah mengalami pertengkaran adu mulut
sehingga dapat mengganggu keharmonisan keluarga. 69.4% responden yang memiliki
kesamaan tingkatan pendidikan dengan pasangan tidak pernah mengalami pertengkaran
adumulut dan kualitas keharmonisan keluarga tetap terjaga. Data di atas menggambarkan
bahwa perbedaan tingkat pendidikan dapat mengganggu keharmonisan keluarga.
Tabel selanjutnya memberikan informasi pertengkaran adu mulut pada keluarga
responden disebabkan tingkatan agama.
Tabel 4.48
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan tingkatan Agama
No. Agama Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
80
1
96.4
33.3
3
-
3.6
-
-
2
-
66.7
83
3
100
100
Jumlah 86
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.48 menunjukkan 96.4% responden yang memiliki kesamaan agama
tidak pernah terjadi pertengkaran adumulut dengan pasangannya dan keharmonisan
keluarga mereka tidak terganggu. 66.7% responden tidak memiliki kesetaraan tingkatan
agama dengan pasangannya dan pernah mengalami pertengkaran adumulut. Dari data ini
terlihat bahwa mayoritas responden yang memiliki kesetaraan pada tingkatan agama tidak
pernah mengalami pertengkaran adu mulut dan keharmonisan keluarga mereka dapat
terjaga.
Tabel selanjutnya menyajikan pertengkaran adu mulut pada keluarga responden
menurut latar belakang tampilan wajah
Tebel 4.49
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut Tampilan Wajah
No. Tampilan
Wajah
Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
33
9
63.5
25
19
26
36.5
72.2
-
1
-
2.8
52
36
100
100
Jumlah 88
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel di atas memperlihatkan, bahwa 63.5% responden yang memiliki
kesetaraan pada tampilan wajah tidak pernah merasakan pertengkaran adu mulut dan
keharmonisan pada keluarga mereka terjaga. Dan responden yang tidak memiliki
kesetaraan pada tampilan wajah cukup banyak yang mengalami petengkaran adu mulut
(75%). Data ini menunjukkan bahwa mayoritas pasangan yang tidak memiliki kesetaraan
pada tampilan wajah dapat mengganggu keharmonisan keluarga.
Tabel selanjutnya menyajikan Keharmonisan keluarga responden dalam kasus
pertengkaran adu mulut menurut latar belakang suku
Tabel 4.50
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Suku
No. Suku Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
74
12
92.5
80
6
2
7.5
13.3
-
1
-
6.7
80
15
100
100
Jumlah 95
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.50 memperlihatkan, 92.5% responden yang memiliki kesamaan suku
dengan pasangannya tidak pernah mengalami pertengkaran adu mulut. Sedangkan
responden yang berbeda suku dengan pasangannya pernah mengalami pertengkaran adu
mulut (20%). Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa perbedaan suku tidak begitu
berpengaruh pada keharmonisan berkeluarga ini terlihat dari sedikitnya angka
pertengkaran adu mulut yang dialami oleh responden yang memiki perbedaan suku
dengan pasangnnya.
Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang pertengkaran adu mulut
menurut latar belakang status sosial
Tabel 4.51
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Status Sosial
No. Status
Sosial
Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
28
16
93.4
29.6
1
32
3.3
59.3
1
6
3.3
11.1
30
54
100
100
Jumlah 84
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel di atas memperlihatkan, bahwa 93.4% responden yang memiliki
kesetaraan pada status sosial dengan pasangan tidak pernah mengalami pertengkaran adu
mulut dan suasana keharmonisan dalam keluarga mereka terjaga. 70.4% responden
pernah mengalami pertengkaran adu mulut dengan pasangannya. Berdasarkan informasi
dari tabel 4.51 bahwa faktor kesetaraan status sosial, dalam kehidupan berkeluarga sangat
besar perannya menjaga keharmonisan rumah tangga.
Tabel selanjutnya memaparkan informasi tentang keluarga responden dalam
kasus kekerasan fisik menurut latar belakang tingkatan pendidikan responden
Tabel 4.52
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tingkatan Pendidikan
No. Pendidikan Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
35
50
97.2
96.2
1
-
2.8
-
-
2
-
3.8
36
52
100
100
Jumlah 88
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Menurut tabel 4.52 dapat diketahui, bahwa 97.2% responden memiliki kesetaran
pada tingkatan pendidikan dengan pasangannya dan tidak pernah mengalami kekerasan
fisik dan 96.2% responden yang memiliki perbedaan tingkatan pendidikan dengan
pasangannya tidak pernah mengalami kekerasan fisik. Dari data tabel 4.52 dapat
diketahui bahwa kesamaan atau perbedaan tingkatan pendidikan tidak menjadi penyebab
timbulnya kekerasan fisik, ini dapat dilihat dari sedikitnya angka kekerasan fisik pada
responden yang berbeda tingkatan pendidikan dengan pasangnnya. Tabel berikutnya
menyajikan informasi tentang kekerasan fisik yang dialami responden menurut latar
belakang Agama
Tabel 4.53
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan tingkatan Agama
No. Agama Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
81
1
97.6
33.3
1
2
1.2
66.7
1
-
1.2
-
83
3
100
100
Jumlah 86
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel 4.53 dapat diketahui, bahwa 97.6% responden yang memiliki
kesamaan agama dengan pasangnnya tidak pernah mengalami kekerasan fisik pada
keluarganya dan tidak mengganggu keharmonisan keluarganya. 66.7% responden yang
memilki perbedaan agama dengan pasangannya pernah terjadi kekerasan fisik pada
keluarga mereka. Maka dapat diketahui bahwa kesetaraan pada tingkatan agama dapat
mencegah terjadinya kekerasan fisik dan dapat mewujudkan keluarga yang harmonis.
Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang kekerasan fisik yang dialami responden
menurut latar belakang tampilan wajah.
Tabel 4.54
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tampilan Wajah
No. Tampilan
Wajah
Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
44
25
84.6
69.5
8
7
15.4
19.4
-
4
-
11.1
52
36
100
100
Jumlah 88
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.54 mempelihatkan bahwa, 84.6 responden yang memiki kesetaraan
pada tampilan wajah tidak pernah mengalami kekerasan fisik pada keluarga mereka.
30.5% responden pernah mengalami kekerasan fisik dan mengakibatkan terganngunya
keharmonisan keluarga mereka. Dapat diketahui bahwa kesamaan tampilan wajah dengan
pasangannya dapat menjaga suasana keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga. Tabel
selanjutnya memperlihatkan Keharmonisan keluarga responden dalam kasus kekerasan
fisik menurut latar belakang suku
Tabel 4.55
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Suku
No. Suku Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
76
13
95
86.6
4
1
5
6.7
-
1
-
6.7
80
15
100
100
Jumlah 95
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Menurut data di atas dapat diketahui, bahwa, 95% responden yang memiliki
kesetaraan pada suku dengan pasangnnya tidak pernah mengalami kekerasan fisik dan
keharmonisan keluarga mereka dapat terjaga. Sedangkan responden yang berbeda suku
dengan pasangannya pernah mengalami kekerasan fisik (13.4%). Dari tabel di atas dapat
diketahui bahwa kesamaan atau perbedaan pada suku tidak dapat dikategorikan menjadi
penyebab terjadinya kekerasan fisik,. Tabel selanjutnya menyajikan latar belakang
keharmonisan keluarga responden dalam kasus kekerasan fisik menurut latar belakang
status sosial
Tabel 4.56
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan tingkat Statu Sosial
No. Status
Sosial
Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
26
8
86.7
14.8
3
30
10
55.6
1
16
3.3
29.6
30
54
100
100
Jumlah 84
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Data dari tabel 4.56 menunjukkan 86.7% responden yang memiliki kesetaraan
status sosial dengan pasangnnya tidak pernah terjadi kekerasan fisik pada keluarganya
dan keharmonisan dalam keluarganya terjaga. 85.2% responden terganggu keharmonisan
keluarganya karena perbedaan status sosial dengan pasangnnya dan pernah mengalami
kekerasan fisik. Hal ini menunjukkan bahwa kesetaraan pada status sosial sangat
berperan dalam menjaga keharmonisan keluarga dan dapat mencegah terjadinya kekrasan
fisik
Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang keluarga responden dalam
kasus pisah ranjang menurut latar belakang tingkatan pendidikan responden
Tabel 4.57
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tingkatan Pendidikan
No. Pendidikan Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
35
49
97.2
94.2
1
2
2.8
3.9
-
1
-
1.9
36
52
100
100
Jumlah 88
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel diatas terlihat bahwa 97.2% responden yang memiliki kesetaraan
tingkatan pendidikan dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah ranjang dan
keharmonisan keluarga mereka dapat terjaga. Sedangkan 5.8% responden yang berbeda
tingkatan pendidikan dengan pasangannya pernah mengalami pisah ranjang dengan
pasangannya. Data ini menunjukkan bahwa perbedaan tingkatan pendidikan dalam
pernikahan kecil kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya pisah ranjang.
Tabel selanjutnya menyajikan informasi pisah ranjang menurut tingkatan agama
Tabel 4.58
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tingkatan Agama
No. Agama Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
83
2
100
66.7
-
1
-
33.3
-
-
-
-
83
3
100
100
Jumlah 86
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.58 menjelaskan bahwa, 100% responden yang memiliki kesetaraan
dalam hal agama tidak pernah mengalami pisah ranjang dengan pasangannya. 33.3%
responden yang memiliki perbedaan agama dengan pasangannya, pernah mengalami
pisah ranjang. Dari data ini dapat diketahui bahwa seluruh masyarakat Desa Kemang
yang memiliki kesetaraan agama tidak pernah mengalami pisah ranjang. Ini menunjukkan
bahwa kestaraan dalam hal agama sangat berperan dalam membentuk keluarga yang
harmonis. Tabel berikutnya tentang Keharmonisan keluarga responden dalam kasus pisah
ranjang menurut latar belakang tampilan wajah
Tabel 4.59
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tampilan Wajah
No. Tampilan
Wajah
Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
49
24
94.2
66.7
3
12
5.8
33.3
-
-
-
-
52
36
100
100
Jumlah 88
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.59 menunjukkan, bahwa 94.2% responden yang memiliki kesetaraan
pada tampilan wajah tidak pernah mengalami pisah ranjang, dan 33.3% responden yang
tidak memiliki kesetaraan pada tampilan wajah pernah mengalami pisah ranjang dengan
pasangannya. Dari data tabel 4.59 dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden yang
memiliki kesetaraan pada tampilan wajah tidak pernah mengalami pisah ranjang dan
mengindikasikan bahwa keluarga mereka harmonis.
Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang keharmonisan keluarga
responden dalam kasus pisah ranjang menurut latar belakang suku
Tabel 4.60
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Suku
No. Suku Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
78
15
97.5
100
2
-
2.5
-
-
-
-
-
80
15
100
100
Jumlah 95
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Menurut tabel di atas, 2.5% responden memiliki kesamaan suku dengan
pasangannya pernah mengalami pisah ranjang. Sedangan responden yang tidak memiliki
kesamaan suku dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah ranjang (100%). Dari
tabel ini dapat diketahui bahwa kesetaraan dalam suku tidak bisa menjadi guaranti akan
terhindar dari pisah ranjang. Tabel berikutnya memaparkan keluarga responden pada
kasus pisah ranjang menurut latar belakang status sosial
Tabel 4.61
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tingkatan Status Sosial
No. Status
Sosial
Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
29
41
96.7
75.9
1
7
3.3
13
-
6
-
11.1
30
54
100
100
Jumlah 84
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel 4.61 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang memiliki
kesetaranan status sosial dengan pasangnnya tidak pernah mengalami pisah ranjang
(96.7%). Namun 24.1% responden yang tidak memiliki kesamaan status sosial dengan
pasangannya pernah mengalami pisah ranjang. Informasi ini menjelaskan bahwa
kesetaraan dalam hal status sosial sangat membantu dalam pembentukan keluarga yang
harmonis.
Tabel selanjutnya menjelaskan tentang suasana keharmonisan keluarga
responden dalam kasus pisah rumah menurut latar belakang pendidikan
Tebel 4.62
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tingkatan Pendidikan
No. Pendidikan Tidak
Pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
36
51
100
98.1
-
1
-
1.9
-
-
-
-
36
52
100
100
Jumlah 88
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel di atas terlihat bahwa, 100% responden yang memiliki kesetaraan
tingkatan pendidikan dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah rumah dan
1.9% responden yang berbeda tingkatan pendidikan dengan pasangannya pernah
mengalami pisah rumah. Data ini menunjukkan bahwa seluruh masyarakat Desa Kemang
yang memiliki kesetaraan tingkat pendidikan dengan pasangannya tidak pernah
mengalami pisah rumah dan kesetaraan pada tingkatan pendidikan penting untuk menjaga
keharmonisan keluarga.
Tabel berikutnya menyajikan informasi keharmonisan keluarga responden
dalam kasus pisah rumah karna belakang Agama
Tabel 4.63
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tingkatan Agama
No. Agama Tidak
pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
81
1
97.6
33.3
2
2
2.4
66.7
-
-
-
-
83
3
100
100
Jumlah 86
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.63 memperlihatkan 97.6% responden yang memiliki kesetaraan
tingkatan agama tidak pernah mengalami pisah rumah dan keharmonisan keluarga dapat
terjaga. Sedangkan 66.7% responden yang bebeda tingkatan agama dengan pasangannya
pernah mengalami pisah rumah. Hal ini menggambarka bahwa masyarakat Desa Kemang
yang memiliki kesamaan tingkatan agama tidak pernah mengalami pisah rumah. Tabel
selanjutnya akan memaparkan keharmonisan keluarga dalam kasus pisah rumah menurut
latar belakang tampilan wajah
Tabel 4.64
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tampilan Wajah
No. Tampilan
Wajah
Tidak
pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
52
35
100
97.2
-
1
-
2.8
-
-
-
-
52
36
100
100
Jumlah 88
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel di atas diketahui bahwa seluruh responden yang memiliki kesetaraan
dalam tampilan wajah tidak pernah mengalami pisah rumah dengan pasangannya
(100%). Sedangkan responden yang tidak memiliki kesamaan tampilan wajah dengan
pasangannya, pernah mengalami pisah rumah (2.8%). Dari sini sudah jelas dapat
diketahui bahwa seluruh responden yang setara pada tampilan wajah hidup dengan
harmonis. Tabel berikutnya menggambarkan keharmonisan keluarga responden dalam
kasus pisah rumah menurut latar belakang suku
Tabel 4.65
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Suku
No. Suku Tidak
pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
79
13
98.8
86.7
1
2
1.2
13.3
-
-
-
-
80
15
100
100
Jumlah 95
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.65 menunjukkan bahwa 98.8% responden yang memiliki kesamaan
suku dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah rumah. 13.3% responden yang
bebeda suku dengan pasangannya pernah mengalami pisah rumah. Hal ini
menggambarkan bahwa hampir seluruh responden yang memiliki kesamaan suku dengan
pasangannya tidak pernah mengalami pisah rumah. Tabel selanjutnya menyajikan
suasana keharmonisan keluarga responden dalam kasus pisah rumah menurut latar
belakang status sosial
Tabel 4.66
Pengalaman responden tentang keharmonisan keluarga
menurut persamaan Tingkatan Status Sosial
No. Status
Sosial
Tidak
pernah %
Pernah
1-4 % > 5 % F %
1
2
Sama
Beda
30
49
100
90.7
-
5
-
9.3
-
-
-
-
30
54
100
100
Jumlah 84
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.66 memperlihatkan bahwa, 9.3% responden yang tidak memiliki
kesetaraan pada status sosial, menyatakan pernah mengalami pisah rumah dengan
pasangannya. Sedangkan seluruh responden yang memiliki kesetaraan status sosial
dengan pasangannya tidak pernah mengalami pisah rumah dan keharmonisan pada
keluarganya dapat terjaga. Hal ini menunjukkan bahwa kesetaraan pada status sosial
mutlak tidak dapat mengakibatkan terjadinya pisah rumah.
Tabel berikutnya menyajikan informasi tentang unsur kafaah yang paling
berperan dalam pembentukan keluarga yang harmonis menurut pengalaman keluarga
responden.
Tabel 4.67
Unsur kafaah yang paling berperan dalam pembentukan
Keluarga Sakinah
No. Unsur Kafaah F %
1
2
3
4
5
Pendidikan
Agama
Tampilan Wajah
Suku
Status Sosial
7
62
8
13
8
7.2
63.3
8.1
13.3
8.1
Jumlah 98 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Menurut tabel 4.67 dapat diketahui, bahwa 63.3% responden menyatakan
kesetaraan pada tingkatan agama dengan pasangannya akan lebih mempermudah dalam
membentuk keluarga yang harmonis. Responden yang memiliki kesekufuan pada
masalah agama tidak pernah mengalami komflik dalam berumah tangga. Sedangkan
13.3% responden berpendapat kesekufuan pada unsur kesuku-an juga berperan dalam
menciptakan keluarga yang harmonis. Dari data 4.67 dapat diketahui bahwa kebanyakan
responden menyatakan faktor kesamaan agama sangat berperan dalam membentuk
keluarga yang harmonis dibandingkan dengan unsur kafaah yang lainnya.
N. Analisis Data
Mengacu pada beberapa inti permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian
terdahulu ada beberapa butir temuan penelitian yang perlu dielaborasi secara lebih
mendetail. Permasalahan tersebut adalah: (1). Peranan kafaah dalam membentuk
keluarga yang sakinah. (2). Pemahaman dan pengetahuan masyarakat Desa Kemang
terhadap pernikahan yang sekufu.
1. Peranan kafaah dalam membentuk keluarga yang sakinah
Pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kemang adalah pernikahan
yang tergolong kepada keluarga harmonis. Keharmonisan yang terdapat di masyarakat
Desa Kemang dikarenakan adanya kesamaan latar belakang diantara para pasangan.
Kafaah membawa pengaruh yang positif dalam membentuk keluarga yang sakinah dan
dapat menjaga agar tidak terjadi keretakan dalam keluarga. Selain itu ke se-kufuan juga
dapat mencegah terjadinya pertengkaran disebakan perbedaan latar belakang yang sudah
ada. Ini terbukti dari tingginya angka keharmonisan yang terdapat pada Desa Kemang
hal itu dapat dilihat dari keluarga yang mengalami pertengkaran adu mulut dengan
pasangannya tergolong sedikit dan indikasinya adalah rasa sayang, cinta, keceriaan dan
suasana kehangatan dengan pasangannya masih tetap ada didalam diri masyarakat
setempat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pasangan akan mengalami pertengkaran
karena perkawinan merupakan pertemuan dua insan yang belum pernah hidup bersama,
maka apabila seseorang menikah dengan orang lain yang memiliki latar belakang yang
berbeda sedikit banyaknya akan mengakibatkan gesekan-gesekan yang mengakibatkan
perceraian. Meskipun pertengkaran sering terjadi di dalam keluarga itu merupakan
bumbu dari kehidupan berkeluarga, pertengkaran yang paling memuncak dalam rumah
tangga responden hanya sampai kepada kekerasan fisik, namun pertengkaran tersebut
masih dapat diatasi atau dimediasi oleh tokoh agama setempat, sehingga tidak sampai
kepada penjatuhan talak yang mengakibatkan putusnya ikatan perkawinan.
2. Pemahaman dan pengetahuan masyarakat Desa Kemang terhadap konsep kafaah
dalam perkawinan.
a. Pemahaman
Dalam pemahaman tentang pernikahan sekufu’ yang dilakukan di masyarakat
Desa Kemang, bahwa banyak masyarakat Desa Kemang yang sudah cukup memahami
tentang pernikahan yang sekufu’. Pernikahan yang sekufu’ adalah pernikahan yang
memiliki kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri. Kesaman latar belakang
diantaranya: pendidikan, agama, mazhab, organisasi keagama-an, ketaqwaan, suku, status
sosial, tingkatan ekonomi dan tampilan wajah. Ini terbukti dengan banyaknya responden
yang menjawab bahwa konsep kafaah dianjurkan dalam Islam ini dapat dilihat ditabel
4.22. Pada prakteknya di masyarakat sudah menjalankan konsep kafaah dalam
perkawinan. Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang menjalankan
konsep kafaah, indikasinya adalah bahwa masyarakat Desa Kemang pada saat menikah
memiliki latar belakang yang sama dengan pasangannya.
b. Pengetahuan pernikahan yang sekufu’
Mengenai pengetahuan pernikahan yang sekufu’, mayoritas masyarakat Desa
Kemang cukup mengerti dan cukup mengetahui bahwa pernikahan yang memiliki
kesamaan latar belakang dapat membentuk keluarga yang sakinah, masyarakat mendapat
pengetahuan tentang ajaran kafaah dari membaca buku hukum Islam dan mendengarkan
ceramah ustazd dimajlis taklim atau mushola. Selain itu masyarakat menganggap
pernikahan yang memiliki kesamaan latar belakang penting untuk diterapkan, terutama
bagi masyarakat yang akan memilih calon pasangan, terlebih lagi bagi yang hendak
melangsungkan pernikahan agar pada nantinya lebih mudah untuk mewujudkan keluarga
yang harmonis. Namun terkadang ada masyarakat yang beranggapan bahwa kafaah ini
tidak perlu, sehingga mereka lebih memilih mencari pasangan dengan cara sendiri,
terlepas dari mereka sudah melakukan pemilihan pasangan dengan mempacarinya
terlebih dahulu
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dari hasil wawancara penulis dengan hakim
Pengadilan Agama Bogor, BP4 KUA Kemang dan tokoh agama beserta tokoh
masyarakat, survei lapangan serta dilengkapi dengan tabel yang memuat data-data
tentang pengetahuan, pemahaman masyarakat tentang nikah secara kafaah dan peran
kafaah dalam perkawinan, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Kafaah diperuntukan bagi calon suami agar sederajat dengan calon istrinya ini
disyaratkan agar dapat menghasilkan keserasian dalam hubungan suami-istri,
kafaah disini mengandung arti bahwa laki-laki harus sama atau setara dalam
tingkatan ekonomi, pendidikan, ahlak dan tampilan wajah dan terutama dalam hal
agama pada saat memilih calon pasangan yang akan dilamarnya. Kafaah
merupakan hak perempuan dan walinya. Wali tidak bisa memaksa mengawinkan
perempuan dengan orang yang tidak sekufu kecuali yang bersangkutan ridha.
2. Kafaah dalam perkawinan berperan dalam pembentukan keluarga yang sakinah,
kafaah juga dapat menyelamatkan perkawinan dari kegagalan disebabkan
perbedaan di antara dua pasangan. dari beberapa perkawinan yang ada
dimasyarakat banyak memiliki kesamaan dengan pasangannya. Banyak keluarga
yang ada dimasyarakat hidup dengan harmonis, jika terjadi pertengkaran karna
perselisihan paham sehingga terjadi pertengkaran dan kalaupun pertengkaran itu
tidak dapat teratasi tidak sampai kepada penjatuhan talak.
3. Masyarakat Desa Kemang sudah cukup mengetahui mengenai ajaran kesamaan
dalam pernikahan, Namun masyarakat kurang terbiasa dengan istilah kafaah atau
sekufu
4. Dalam pemahaman pernikahan yang sekufu masyarakat sudah cukup memahami
tentang pernikahan yang sekufu namun masyarakat Desa Kemang memahami
secara substansi, yaitu: pernikahan yang memiliki kesamaan latar belakang antara
calon suami dan istri.
B. Saran
1. Orang tua harus mampu memberikan pemahaman tentang kafaah, kepada
anaknya agar menikah dengan yang sekufu, demi tercapainya tujuan pernikahan
yang sakinah mawaddah warohmah.
2. Bagi pasangan yang hendak melangsungkan perkawinan hendaknya
mempertimbangkan terlebih dahulu persamaan dan perberdaan yang terdapat di
antara keduanya.
3. Diharapkan kepada tokoh agama dan masyarakat supaya lebih memperhatikan
dan mensosialisasikan pentingnya kafaah, bagi para pemuda agar menjadikan ke-
sekufu-an sebagai pertimbanagn dalam memilih pasangan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al- Karim
Assegaf, M.Hasyim Derita Putrid-Putri Nabi Studi Historis Kafa’ah Syarifah, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2000
Alhamdani, H.S.A Risalah Nikah. Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
Abidin, Slamet Drs. Fiqih Munakahat 1. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.
Ahmad, Zaid Husein Terjemah Fiqhul Mar’atil Muslimah, Jakarta: T.tp, 1995
Al-Munawwir, Kamus Arab- Indonesia Jakarta: Pustaka Progresseif, 2002
Al-Asqolani, Ibn Hajar Bulughul al-Maram, T.tp, Surabaya, t.th.
At-Tirmidzi, Imam, Sunan At-Tirmidzi Al-Maktabah Al-Syamilah http://www. al-
islam.com juz, II. t.th.
Bakry, Hasbullah Pedoman Islam di Indonesia, Jakarta: UI Press, 1998.
Daly, Peunoh Dr. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1988
Depag, Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, jakarta: Dirjen Bimas Islam, 1992
Fuad, Kiki Sakinatul “Posisi Perempuan Keturunan Arab Dalam Budaya Perjodohan”,
Tesis, S 2 Universitas Indonesia, Depok, 2005
Ghazaliy, Abd Rahman Prof. Dr. Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003.
Ghoffar, Abdul Fiqih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al-kautsar, t.th
Hasan, M. Ali Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Jakarta: Prenada Media,
2003.
Ismail Al-Kahlani, Assaidil Imam Muhammad Bin Subulussalam juz 3, Bandung:
Dahlan, 1183.
J, Moleong, Lexy Dr. Metode Penelitian Kualitatif, Cet. XVII Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002.
Mujib, M. Abdul Kamus Istilah Fiqih, Cet. II, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995.
Muktar, Kamal Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang,
1974.
Muhdor, Ahmad Zuhdi Kamus Kontemporer Arab- Indonesia, Cet II Yogyakarta:
Yayasan Ali Maksum, 1996
Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah, http://www. al-islam.com juz, VI. t.th.
Nasa’i, Imam Al-Sunan Al-Kubro li Al-Nasa’I, Al-Maktabah Al-Syamilah, (http://. al-
islam.com) juz III, t.th.
Syarifuddin, Amir Prof. Dr., Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006.
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, cet.II
Yogyakarta: Liberty, 1986.
Sabiq, Sayyid Fiqh as-sunnah Jilid 2, Beirut: Dar El Fikri, 1983
Siddiqui, Mona Menyingkap Tabir Perempuan Islam, perspektif kaum peminis Bandung:
Nuansa, 2007
Subulussalam, Bab kafa’ah dan Khiyar dalam pernikahan, Al-Maktabah Al-Syamilah
(http:// www. al-islam.com), juz III, t.th.
Thalib, Muhammad Drs. Terjemah Fiqih Sunnah jilid 7, Bandung: PT. Al-Ma’rif, 1987.
Umar, Anshori fiqih Wanita. Semarang: As Syfa, 1981
Yunus, Mahmud Prof. H. Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, t.th.
Ziadeh, Farhat J. “Equality(Kafa’ah) in The Muslim Law Of Mariage” American Jurnal
of Comparative Law, 1957.
Zomeno, Amalia Kafa’ah In The Maliki School: Fatwa From Fifteenth-Century Fez. t.th.
Angket Penelitian untuk Penulisan Skripsi
AJARAN KAFA’AH/KESETARAAN DALAM PERNIKAHAN
(STUDI PERILAKU PERNIKAHAN MASYARAKAT ISLAM)
Assalamu’alaukim wr.wb.
Yth. Ibu Responden
Berikut adalah angket untuk penelitian tentang
Ajaran Kafa’ah/Kesetaraan dalam Pernikahan (Studi Perilaku Penikahan Masyarakat Islam.) Kami sangat mengharapkan kesediaan Ibu untuk mengisi angket.
Seluruh identitas dan informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya.
Terimakasih atas bantuan Ibu dan semoga Allah mencatat bantuan tersebut sebagai amal-ibadah.
Nama Mahasiswa : Haerul Anwar
Dosen Pembimbing
1. Drs. Noryamin Aini, MA
2. Sri Hidayati, M.Ag.
PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SHAKHSHIYYAH (SAS)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM,
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009
PETUNJUK PENGISIAN
.
A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Berapa usia Ibu sekarang? tahun
2. Latar belakang pendidikan yang pernah Ibu tamatkan?
Jenjang pendidikan Apa Jenis sekolah yang Ibu tamatkan*
a). Sekolah Dasar 1. Sekolah Umum (SD)
2. Sekolah Agama (MI)
b). SLTP 1. Sekolah Umum (SMP) 2. Sekolah Agama (M.Ts)
c). SLTA 1. Sekolah Umum (SMU/SMK/SMEA)
2. Sekolah Agama (M. Aliyah)
3. Pondok Pesantren
d). Pendidikan Tinggi 1. Perguruan Tinggi Umum
2. Perguruan Tinggi Agama
* Lingkari pilihan jenis pendidikan Ibu
3. Apa status perkawinan Ibu saat ini? [1] Menikah [3] Janda cerai hidup
[2] Janda cerai mati
4. Apakah Ibu sebagai penduduk asli (sejak lahir) yang menetap di daerah ini?
[1] Penduduk asli (langsung ke No.A–7) [2] Warga pendatang
5. Jika sebagai PENDATANG, dari mana asal daerah Ibu?
[1] Dari asal kecamatan yang sama [3] Dari asal provinsi yang sama [2] Dari asal kabupaten/kodya yang sama [4] Dari asal provinsi yang berbeda
6. Sudah BERAPA LAMA Ibu menetap di tempat sekarang? [....... tahun]
7. Apakah Ibu memiliki pekerjaan tetap/tidak tetap?
[1] Memiliki pekerjaan tetap [3] Tidak bekerja (langsung ke No A-13) [2] Baru memiliki pekerjaan tidak tetap [4] Ibu Rumah Tangga (langsung ke No A-
13)
8. PEKERJAAN Ibu bergerak di BIDANG apa.?
Angket diisi sendiri oleh responden. Jika ada pertanyaan yang tidak jelas, Ibu bisa menanyakan kepada peneliti. Teknik memberi jawaban dengan cara melingkari nomor
pilihan yang tersedia, atau mengisi tempat kosong yang tersedia
[1] Pendidikan [ 7 ] Jasa layanan hukum [13] Jasa kebersihan
[2] Layanan administrasi/TU [ 8 ] Jasa layanan kesehatan [14] Jasa layanan elektronik
[3] Jasa layanan angkutan [ 9 ] Jasa konsultasi [15] Pertanian
[4] Jasa telekomunikasi [10] Jasa kecantikan [16] Peternakan–perikanan
[5] Jasa hiburan [11] Jasa pengiriman–ekspedisi [17] Perdagangan
[6] Jasa percetakan [12] Jasa bangunan/konstruksi [18] ____________________
9. Apa JABATAN Ibu di pekerjaan tersebut.
[1] Pejabat eselon 1 [10] Pengusaha besar [19] Guru SLTP/SMU [28] Pedagang keliling
[2] Pejabat eselon 2 [11] Manajer [20] Guru TK/SD [29] Pedagang di warung
[3] Direktur [12] Pejabat eselon 3 [21] Guru ngaji [30] Montir
[4] Anggota DPR/D [13] Dosen [22] Penceramah [31] Tukang ojek
[5] Akuntan/auditor [14] Apotiker [23] Artis/seniman [32] Penjahit
[6] Hakim [15] Camat [24] Pegawai TU [33] Sopir
[7] Konsultan hukum [16] Pejabat eselon 4 [25] Dagang di toko [34] Buruh bangunan
[8] Jaksa [17] Lurah [26] Perawat [35] Buruh kebersihan
[9] Dokter [18] Bidan [27] Satpam [36]
________________
10. Selain pekerjaan di atas, apakah Ibu mempunyai pekerjaan sampingan/tambahan?
[1] Ya,sebutkan ______________________ 2. Tidak
11. Berapa RATA–RATA PENGHASILAN bulanan Ibu?
[1] Kurang dari Rp. 500.000 [4] Rp. 2.000.001–4.000.000 [7] Rp. 10.000.001–15.000.000
[2] Rp. 500.001–1.000.000 [5] Rp. 4.000.001–6.000.000 [8] Rp. 15.000.001–20.000.000
[3] Rp. 1.000.001–2.000.000 [6] Rp. 6.000.001–10.000.000 [9] > Rp. 20.000.000
12. Bagaimana asal–usul suku AYAH kandung Ibu?
[1] Tidak jelas, suku campuran [2] Jelas, sebutkan [...................................................]
13 Bagaimana asal–usul suku IBU kandung Ibu
[1] Tidak jelas, suku campuran [2] Jelas, sebutkan [..................................................]
B. SEJARAH PERNIKAHAN
1. Bagaimana status pernikahan Ibu pada saat menikahi suami sekarang?
[1] Gadis [2] janda cerai mati [3] Janda cerai hidup
2. Bagaimana status suami saat menikah dengan Ibu?
[1] Perjaka [2] Duda cerai mati [3] Duda cerai hidup [4] Beristri
3. Bagaimana proses Ibu menikahi suami sekarang?
[1] Dipilihkah/dijodohkan oleh orangtua [3] Memilih sendiri
[2] Dipilihkan/dijodohkan keluarga [4]
____________________________________
4. Bagaimana status administrasi pernikahan Ibu dengan suami sekarang?
[1] Dicatatkan di (KUA) [2] Nikah sirri (menurut agama saja)
5. Selama ini, sudah berapa Ibu menikah? ____ kali
6. Pada saat memilih suami yang ada sekarang, sebutkan 3 (tiga) faktor yang paling menjadi dasar pertimbangan pemilihan tersebut?
[1] Dasar pertimbangan cinta [6] Dasar pertimbangan keturunan/ningrat [2] Dasar pertimbangan materi [7] Dasar pertimbangan kesukuan
[3] Dasar pertimbangan ketampana [8] Dasar pertimbangan kedaerahan
[4] Dasar pertimbangan status sosial [9] Dasar pertimbangan akhlak/kesopanan [5] Dasar pertimbangan kesalehan [0] _________________________________
C. PEMAHAMAN KAFA’AH/SEKUFU
1. Apakah Ibu pernah mendengar ajaran tentang sekufu/setara dalam pernikahan.?
[1] Pernah [2] Tidak pernah [langsung ke Nomor C-4]
2. Jika pernah mendengar, apa yang Ibu pahami dengan istilah tersebut?
[Tandai semua pilihan yang benar menurut pilihan Ibu]
[1] Kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri
[2] Kesetaraan latar belakang antara calon suami dan istri [3] Kecocokan antara calon suami dan istri
[4] Kecintaan antara calon suami dan istri
[5] Pernikahan yang direstui oleh calon orangtua suami dan orangtua istri [6] Kesepahaman antara calon suami dan istri
[7] Kesepakatan antara calon suami dan istri
3. Dari manakah Ibu mengetahui tentang ajaran kesekufuan/kafa’ah dalam pernikahan?
[Tandai semua pilihan yang benar menurut pilihan Ibu]
[1] Membaca dari buku hukum Islam
[2] Mendengar ceramah ustadz di mejlis taklim [3] Mendengar ceraman ustdaz di pengajian mesjid/mushoka
[4] Mendengar ceramah ustadz di TV/radio
[5] Mendengar pembicaraan teman-teman dekat
[6] Mendengar materi/isi penyuluhan hukum Islam [7] Membaca majalah/surat kabar Islam
[8] ______________________________________________________
4. Apakah kafa’ah antara calon suami dan istri menjadi suatu kewajiban dalam pernikahan?
[1] Wajib menurut agama, harus dipenuhi [4] Hanya anjuran agama
[2] Wajib menurut adat, harus dipenuhi [5] Hanya ajaran adat/kebiasaan
[3] Tidak wajib, tapi ia baik bagi calon pasangan [6] Tidak tahu
5. Apakah pernikahan yang tidak sekufu antara calon suami dan istri perlu dibatalkan?
[1] Tidak perlu dibatalkan [4] Harus dibatalkan
[2] Perlu diingatkan [5] Tidak tahu
D. SIGNIFIKANSI KESAMAAN [KAFA’AH] DALAM PERNIKAHAN
Pertanyaan Sangat
Tdk Penting
Tidak Penting
Kurang Penting
Sedikit Penting
Cukup Penting
Penting Sangat Penting
Tidak Tahu
1. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan TINGKAT
PENDIDIKAN dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
2. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan AGAMA
YANG DIPELUK dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
3. Seberapa penting calon suami-istri
memiliki kesamaan
ALIRAN/MAZHAB keagamaan dlm
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
4. Seberapa penting calon suami-istri
memiliki kesamaan ORGANISASI SO-
SIAL-KEAGAMAAN dlm pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
5. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki ke-samaan TINGKAT KETAQWAAN/ KESALEHAN dalam
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
6. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan SUKU dlm
pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
7. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan ASAL
DAERAH dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
8. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan PILIHAN
PARTAI POLITIK dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
9. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan TINGKAT
KENINGRATAN/KETURUN-AN dalam
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
10. Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT
STATUS SOSIAL dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
11. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan TINGKAT
KEKAYAAN dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
12. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan KETAM-
PANAN dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
13. Menurut PENGALAMAN Ibu, apakah banyak perbedaan latar belakang antara suami dan istri dapat membatalkan sebuah pernikahan?
[1] Dapat membatalkan [2] Tidak dapat membatalkan [3] Tidak tahu
E. PRAKTEK KESAMAAN [KAFA’AH] DALAM PERNIKAHAN
1. Pada saat menikah, bagaimana TINGKAT PENDIDIKAN suami Ibu?
[1] Pendidikan suami dua tingkat lebih tinggi [4] Pendidikan suami dua tingkat lebih rendah
[2] Pendidikan suami satu tingkat lebih tinggi [5] Pendidikan suami satu tingkat lebih
rendah
[3] Pendidikan suami sama dengan pendidikanku [6] Tidak tahu
2. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang AGAMA suami Ibu?
[1] Dulu beda agama, tapi sudah lama Islam [3] Tetap beda agama [5] Tidak tahu
[2] Dulu beda agama, baru masuk Islam [4] Seagama
3. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang ALIRAN/MAZHAB suami Ibu?
[1] Beda mazhab [2] Sama mazhab
4. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang ORGANISASI SOSIAL-KEAGAMAAN suami Ibu?
[1] Sama organisasi [2] Beda organisasi [3] Tidak tahu
5. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang TINGKAT KETAQWAAN/KESALEHAN suami Ibu?
[1] Ketakwaan suami dua tingkat lebih tinggi [4] Ketakwaan suami satu tingkat lebih rendah
[2] Ketakwaan suami satu tingkat lebih tinggi [5] Ketakwaan suami satu tingkat lebih
rendah
[3] Ketakwaan suami sama dengan ketakwaanku [6] Tidak tahu
6. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang SUKU suami Ibu?
[1] Sama suku [2] Beda suku
7. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang asal kedaerahan suami Ibu?
[1] Sama asal daerah [2] Beda asal daerah
8. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang pilihan PARTAI POLITIK suami Ibu?
[1] Sama partai politik [2] Beda partai politik [3] Tidak tahu
9. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KENINGRATAN/KETURUNAN suami Ibu?
[1] Keturunan suami dua tingkat lebih tinggi [4] Keturunan suami dua tingkat lebih
rendah
[2] Keturunan suami satu tingkat lebih tinggi [5] Keturunan suami satu tingkat lebih rendah
[3] Keturunan suami sama dengan keturunanku [6] Tidak tahu
10. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang TINGKAT STATUS SOSIAL suami Ibu?
[1] Status sosial suami dua tingkat lebih tinggi [4] Status sosial suami dua tingkat lebih
rendah
[2] Status sosial suami satu tingkat lebih tinggi [5] Status sosial suami satu tingkat lebih rendah
[3] Status sosial suami sama dengan Status sosialku [6] Tidak tahu
11. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KEKAYAAN suami Ibu?
[1] Kekayaan suami dua tingkat lebih tinggi [4] Kekayaan suami dua tingkat lebih rendah
[2] Kekayaan suami satu tingkat lebih tinggi [5] Kekayaan suami satu tingkat lebih rendah
[3] Kekayaan suami sama dengan kekayaanku [6] Tidak tahu
12. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KETAMPANAN suami Ibu?
[1] Suami lebih jelek [2] Suami lebih tampan [3] Tidak tahu
13. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang AGAMA suami Ibu?
[1] Sama-sama Islam [2] Beda agama
F. SUASANA KEHARMONISAN DALAM RUMAH TANGGA
1. Menurut penilaian Ibu, seberapa harmonis kehidupan pernikahan yang dijalani sekarang?
[1] Sangat tidak harmonis [5] Cukup harmonis
[2] Tidak harmonis [6] Harmonis [3] Kurang harmomis [7] Sangat harmonis
[4] Agak harmonis [8] Tidak tahu
2. Setelah menikah, bagaimana RASA SAYANG Ibu terhadap suami selama ini?
[1] Berkurang, memudar [3] Semakin sayang
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
3. Setelah menikah, bagaimana RASA CINTA Ibu terhadap suami selama ini?
[1] Berkurang, memudar [3] Semakin cinta
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
4. Setelah menikah, bagaimana RASA KEAKRABAN Ibu terhadap suami selama ini?
[1] Berkurang [3] Semakin akrab
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
5. Setelah menikah, bagaimana SUASANA KECERIAAN Ibu dengan suami selama ini?
[1] Berkurang [3] Semakin ceria
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
6. Setelah menikah, bagaimana RASA KEHANGATAN/KEINTIMAN Ibu dengan suami selama ini?
[1] Berkurang [3] Semakin hangat/intim
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
7. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi SILANG PENDAPAT yang Ibu alami dengan suami dalam pernikahan?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14
[2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
8. Selama pernikahan yang ada, apakah pernah terjadi PERTENGKARAN ADU MULUT dengan
suami?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14
[2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
9. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi KEKERASAN FISIK terhadap ibu
yang dilakukan suami dalam rumah tangga?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14
[2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
10. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi PISAH RANJANG dengan suami?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14
[2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
11. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi PISAH RUMAH dengan suami?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14
[2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
12. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi TALAK 1-2 dengan suami?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14
[2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah 13. JIKA PERNAH terjadi SILANG PENDAPAT dengan suami, apa faktor PALING utama yang
menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________
14. JIKA PERNAH terjadi PERTENGKARAN ADU MULUT dengan suami, apa faktor PALING utama
yang menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
15. JIKA PERNAH terjadi KEKERASAN FISIK terhadap suami, apa faktor PALING utama yang
menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________
16. JIKA PERNAH terjadi PISAH RANJANG dengan suami, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
17. JIKA PERNAH terjadi PISAH RUMAH dengan suami, apa faktor PALING utama yang menjadi
penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
18. JIKA PERNAH terjadi TALAK 1-2- oleh suami, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
Terima kasih. Semoga amal baik Ibu dicatat sebagai pahala oleh Allah Swt.
Angket Penelitian Untuk Penulisan Skripsi
AJARAN KAFA’AH/KESETARAAN DALAM PERNIKAHAN
(STUDI PERILAKU PERNIKAHAN MASYARAKAT ISLAM)
Yth. Bapak Responden
Berikut adalah angket untuk penelitian tentang Ajaran Kafa’ah/Kesetaraan dalam Pernikahan (Studi Perilaku Penikahan Masyarakat
Islam. Kami sangat mengharapkan kesediaan Bapak untuk mengisi angket.
Seluruh identitas dan informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya. Terimakasih atas bantuan Bapak dan semoga Allah
mencatat bantuan tersebut sebagai amal-ibadah.
Nama Mahasiswa : Haerul Anwar
Dosen Pembimbing
1. Drs. Noryamin Aini, MA
2. Sri Hidayati, M.Ag.
PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SHAKHSHIYYAH (SAS)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM,
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009
PETUNJUK PENGISIAN
.
D. IDENTITAS RESPONDEN
1. Berapa usia Bapak sekarang? tahun
2. Latar belakang pendidikan yang pernah Bapak tamatkan?
Jenjang pendidikan Apa Jenis sekolah yang Bapak tamatkan*
a). Sekolah Dasar 1. Sekolah Umum (SD)
2. Sekolah Agama (MI)
b). SLTP 1. Sekolah Umum (SMP) 2. Sekolah Agama (M.Ts)
c). SLTA 1. Sekolah Umum (SMU/SMK/SMEA)
2. Sekolah Agama (M. Aliyah)
3. Pondok Pesantren
d). Pendidikan Tinggi 1. Perguruan Tinggi Umum
2. Perguruan Tinggi Agama
* Lingkari pilihan jenis pendidikan Bapak
3. Apa status perkawinan Bapak saat ini? [1] Menikah [3] Duda cerai hidup
[2] Duda cerai mati
4. Apakah Bapak sebagai penduduk asli (sejak lahir) yang menetap di daerah ini?
[1] Penduduk asli (langsung ke No.A–7) [2] Warga pendatang
5. Jika sebagai PENDATANG, dari mana asal daerah Bapak?
[1] Dari asal kecamatan yang sama [3] Dari asal provinsi yang sama [2] Dari asal kabupaten/kodya yang sama [4] Dari asal provinsi yang berbeda
6. Sudah BERAPA LAMA Bapak menetap di tempat sekarang? [....... tahun]
7. Apakah Bapak memiliki pekerjaan tetap/tidak tetap?
[1] Memiliki pekerjaan tetap [3] Tidak bekerja (langsung ke No A-13)
[2] Baru memiliki pekerjaan tidak tetap [4] ______________________________
8. PEKERJAAN Bapak bergerak di BIDANG apa.?
[1] Pendidikan [ 7 ] Jasa layanan hukum [13] Jasa kebersihan
[2] Layanan administrasi/TU [ 8 ] Jasa layanan kesehatan [14] Jasa layanan elektronik
Angket diisi sendiri oleh responden. Jika ada pertanyaan yang tidak jelas, Bapak bisa menanyakan kepada peneliti. Teknik memberi jawaban dengan cara melingkari
nomor pilihan yang tersedia, atau mengisi tempat kosong yang tersedia
[3] Jasa layanan angkutan [ 9 ] Jasa konsultasi [15] Pertanian
[4] Jasa telekomunikasi [10] Jasa kecantikan [16] Peternakan–perikanan
[5] Jasa hiburan [11] Jasa pengiriman–ekspedisi [17] Perdagangan
[6] Jasa percetakan [12] Jasa bangunan/konstruksi [18] ____________________
9. Apa JABATAN Bapak di pekerjaan tersebut.
[1] Pejabat eselon 1 [10] Pengusaha besar [19] Guru SLTP/SMU [28] Pedagang keliling
[2] Pejabat eselon 2 [11] Manajer [20] Guru TK/SD [29] Pedagang di warung
[3] Direktur [12] Pejabat eselon 3 [21] Guru ngaji [30] Montir
[4] Anggota DPR/D [13] Dosen [22] Penceramah [31] Tukang ojek
[5] Akuntan/auditor [14] Apotiker [23] Artis/seniman [32] Penjahit
[6] Hakim [15] Camat [24] Pegawai TU [33] Sopir
[7] Konsultan hukum [16] Pejabat eselon 4 [25] Dagang di toko [34] Buruh bangunan
[8] Jaksa [17] Lurah [26] Perawat [35] Buruh kebersihan
[9] Dokter [18] Bidan [27] Satpam [36]
________________
10. Selain pekerjaan di atas, apakah Bapak mempunyai pekerjaan sampingan/tambahan?
[1] Ya,sebutkan ______________________ 2. Tidak
11 Berapa RATA–RATA PENGHASILAN bulanan Bapak?
[1] Kurang dari Rp. 500.000 [4] Rp. 2.000.001–4.000.000 [7] Rp. 10.000.001–15.000.000
[2] Rp. 500.001–1.000.000 [5] Rp. 4.000.001–6.000.000 [8] Rp. 15.000.001–20.000.000
[3] Rp. 1.000.001–2.000.000 [6] Rp. 6.000.001–10.000.000 [9] > Rp. 20.000.000
12. Bagaimana asal–usul suku AYAH kandung Bapak?
[1] Tidak jelas, suku campuran [2] Jelas, sebutkan [...................................................]
13 Bagaimana asal–usul suku IBU kandung Bapak
[1] Tidak jelas, suku campuran [2] Jelas, sebutkan [..................................................]
E. SEJARAH PERNIKAHAN
1. Bagaimana status pernikahan Bapak pada saat menikahi istri sekarang?
[1] Perjaka [2] Duda cerai mati [3] Duda cerai hidup [4] Beristri
2. Bagaimana status istri saat menikah dengan Bapak?
[1] Gadis [2] Janda cerai mati [3] Janda cerai hidup
3. Bagaimana proses Bapak menikahi istri sekarang?
[1] Dipilihkah/dijodohkan oleh orangtua [3] Memilih sendiri [2] Dipilihkan/dijodohkan keluarga [4]
____________________________________
4. Bagaimana status administrasi pernikahan Bapak dengan istri sekarang?
[1] Dicatatkan di (KUA) [2] Nikah sirri (menurut agama saja)
5. Selama ini, sudah berapa Bapak menikah? ____ kali
6. Pada saat memilih istri yang ada sekarang, sebutkan 3 (tiga) faktor yang paling menjadi dasar
pertimbangan pemilihan tersebut?
[1] Dasar pertimbangan cinta [6] Dasar pertimbangan keturunan/ningrat [2] Dasar pertimbangan materi [7] Dasar pertimbangan kesukuan
[3] Dasar pertimbangan kecantikan [8] Dasar pertimbangan kedaerahan
[4] Dasar pertimbangan status sosial [9] Dasar pertimbangan akhlak/kesopanan [5] Dasar pertimbangan kesalehan [0] _________________________________
F. PEMAHAMAN KAFA’AH/SEKUFU
1. Apakah Bapak pernah mendengar ajaran tentang sekufu/setara dalam pernikahan.?
[1] Pernah [2] Tidak pernah [langsung ke Nomor C-4]
2. Jika pernah mendengar, apa yang Bapak pahami dengan istilah tersebut?
[Tandai semua pilihan yang benar menurut pilihan Bapak]
[1] Kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri [2] Kesetaraan latar belakang antara calon suami dan istri
[3] Kecocokan antara calon suami dan istri
[4] Kecintaan antara calon suami dan istri [5] Pernikahan yang direstui oleh calon orangtua suami dan orangtua istri
[6] Kesepahaman antara calon suami dan istri
[7] Kesepakatan antara calon suami dan istri
3. Dari manakah Bapak mengetahui tentang ajaran kesekufuan/kafa’ah dalam pernikahan?
[Tandai semua pilihan yang benar menurut pilihan Bapak]
[1] Membaca dari buku hukum Islam [2] Mendengar ceramah ustadz di mejlis taklim
[3] Mendengar ceraman ustdaz di pengajian mesjid/mushoka
[4] Mendengar ceramah ustadz di TV/radio
[5] Mendengar pembicaraan teman-teman dekat [6] Mendengar materi/isi penyuluhan hukum Islam
[7] Membaca majalah/surat kabar Islam
[8] ______________________________________________________
4. Apakah kafa’ah antara calon suami dan istri menjadi suatu kewajiban dalam pernikahan?
[1] Wajib menurut agama, harus dipenuhi [4] Hanya anjuran agama [2] Wajib menurut adat, harus dipenuhi [5] Hanya ajaran adat/kebiasaan
[3] Tidak wajib, tapi ia baik bagi calon pasangan [6] Tidak tahu
5. Apakah pernikahan yang tidak sekufu antara calon suami dan istri perlu dibatalkan?
[1] Tidak perlu dibatalkan [4] Harus dibatalkan [2] Perlu diingatkan [5] Tidak tahu
D. SIGNIFIKANSI KESAMAAN [KAFA’AH] DALAM PERNIKAHAN
Pertanyaan Sangat
Tdk Penting
Tidak Penting
Kurang Penting
Sedikit Penting
Cukup Penting
Penting Sangat Penting
Tidak Tahu
13. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan TINGKAT
PENDIDIKAN dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
14. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan AGAMA
YANG DIPELUK dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
15. Seberapa penting calon suami-
istri memiliki kesamaan
ALIRAN/MAZHAB keagamaan dlm
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
16. Seberapa penting calon suami-
istri memiliki kesamaan
ORGANISASI SO-SIAL-KEAGAMAAN
dlm pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
17. Seberapa penting calon suami dan istri memiliki ke-samaan TINGKAT
KETAQWAAN/ KESALEHAN dalam
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
18. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan SUKU dlm
pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
19. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan ASAL
DAERAH dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
20. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan PILIHAN
PARTAI POLITIK dalam
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
21. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan TINGKAT KENINGRATAN/KETURUN-AN
dalam pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
22. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan TINGKAT
STATUS SOSIAL dalam
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
23. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan TINGKAT
KEKAYAAN dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
24. Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan KETAM-
PANAN dalam pernikahan? [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
13. Menurut PENGALAMAN Bapak, apakah banyak perbedaan latar belakang antara suami dan istri dapat membatalkan sebuah pernikahan?
[1] Dapat membatalkan [2] Tidak dapat membatalkan [3] Tidak tahu
E. PRAKTEK KESAMAAN [KAFA’AH] DALAM PERNIKAHAN
1. Pada saat menikah, bagaimana TINGKAT PENDIDIKAN istri Bapak?
[1] Pendidikan istri dua tingkat lebih tinggi [4] Pendidikan istri dua tingkat lebih rendah
[2] Pendidikan istri satu tingkat lebih tinggi [5] Pendidikan istri satu tingkat lebih rendah
[3] Pendidikan istri sama dengan pendidikanku [6] Tidak tahu
2. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang AGAMA istri Bapak?
[1] Dulu beda agama, tapi sudah lama Islam [3] Tetap beda agama [5] Tidak tahu
[2] Dulu beda agama, baru masuk Islam [4] Seagama
3. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang ALIRAN/MAZHAB istri Bapak?
[1] Beda mazhab [2] Sama mazhab
4. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang ORGANISASI SOSIAL-KEAGAMAAN istri Bapak?
[1] Sama organisasi [2] Beda organisasi [3] Tidak tahu
5. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang TINGKAT KETAQWAAN/KESALEHAN istri Bapak?
[1] Ketakwaan istri dua tingkat lebih tinggi [4] Ketakwaan istri satu tingkat lebih rendah [2] Ketakwaan istri satu tingkat lebih tinggi [5] Ketakwaan istri satu tingkat lebih rendah
[3] Ketakwaan istri sama dengan ketakwaanku [6] Tidak tahu
6. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang SUKU istri Bapak?
[1] Sama suku [2] Beda suku
7. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang asal kedaerahan istri Bapak?
[1] Sama asal daerah [2] Beda asal daerah
8. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang pilihan PARTAI POLITIK istri Bapak?
[1] Sama partai politik [2] Beda partai politik [3] Tidak tahu
9. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KENINGRATAN/KETURUNAN istri Bapak?
[1] Keturunan istri dua tingkat lebih tinggi [4] Keturunan istri dua tingkat lebih rendah [2] Keturunan istri satu tingkat lebih tinggi [5] Keturunan istri satu tingkat lebih rendah
[3] Keturunan istri sama dengan keturunanku [6] Tidak tahu
10. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang TINGKAT STATUS SOSIAL istri Bapak?
[1] Status sosial istri dua tingkat lebih tinggi [4] Status sosial istri dua tingkat lebih
rendah
[2] Status sosial istri satu tingkat lebih tinggi [5] Status sosial istri satu tingkat lebih rendah
[3] Status sosial istri sama dengan Status sosial ku [6] Tidak tahu
11. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KEKAYAAN istri Bapak?
[1] Kekayaan istri dua tingkat lebih tinggi [4] Kekayaan istri dua tingkat lebih rendah
[2] Kekayaan istri satu tingkat lebih tinggi [5] Kekayaan istri satu tingkat lebih rendah
[3] Kekayaan istri sama dengan kekayaanku [6] Tidak tahu
12. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KECANTIKAN istri Bapak?
[1] Istri lebih jelek [2] Istri lebih cantik [3] Tidak tahu
13. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang AGAMA istri Bapak?
[1] Sama-sama Islam [2] Beda agama
F. SUASANA KEHARMONISAN DALAM RUMAH TANGGA
19. Menurut penilaian Bapak, seberapa harmonis kehidupan pernikahan yang dijalani sekarang?
[1] Sangat tidak harmonis [5] Cukup harmonis
[2] Tidak harmonis [6] Harmonis
[3] Kurang harmomis [7] Sangat harmonis
[4] Agak harmonis [8] Tidak tahu
20. Setelah menikah, bagaimana RASA SAYANG Bapak terhadap istri selama ini?
[1] Berkurang, memudar [3] Semakin sayang
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
21. Setelah menikah, bagaimana RASA CINTA Bapak terhadap istri selama ini?
[1] Berkurang, memudar [3] Semakin cinta
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
22. Setelah menikah, bagaimana RASA KEAKRABAN Bapak terhadap istri selama ini?
[1] Berkurang [3] Semakin akrab
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
23. Setelah menikah, bagaimana SUASANA KECERIAAN Bapak dengan istri selama ini?
[1] Berkurang [3] Semakin ceria
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
24. Setelah menikah, bagaimana RASA KEHANGATAN/KEINTIMAN Bapak dengan istri selama ini?
[1] Berkurang [3] Semakin hangat/intim
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
25. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi SILANG PENDAPAT yang bapak
alami dengan istri dalam pernikahan?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14 [2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
26. Selama pernikahan yang ada, apakah pernah terjadi PERTENGKARAN ADU MULUT dengan
istri?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14 [2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
27. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi KEKERASAN FISIK yang Bapak
lakukan terhadap istri dalam rumah tangga?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14
[2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
28. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi PISAH RANJANG dengan istri?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14
[2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
29. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi PISAH RUMAH dengan istri?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14 [2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
30. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi TALAK 1-2 dengan istri?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14
[2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan
[3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
31. JIKA PERNAH terjadi SILANG PENDAPAT dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi
penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________
32. JIKA PERNAH terjadi PERTENGKARAN ADU MULUT dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
33. JIKA PERNAH terjadi KEKERASAN FISIK terhadap istri, apa faktor PALING utama yang menjadi
penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat [3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
34. JIKA PERNAH terjadi PISAH RANJANG dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
35. JIKA PERNAH terjadi PISAH RUMAH dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi
penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi
[2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6] ____________________________________
36. JIKA PERNAH terjadi TALAK 1-2- oleh Bapak, apa faktor PALING utama yang menjadi
penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi [2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
Terima kasih. Semoga amal baik Bapak dicatat sebagai pahala oleh Allah Swt