Upload
muhamad-amoeir-anwar
View
276
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
KABUPATEN BUTON
1. Motto
“Yinda Yindamo Arata somanamo Karo (Harta rela dikorbankan demi keselamatan diri)”
“Yinda Yindamo Karo somanamo Lipu (Diri rela dikorbankan demi keselamatan negeri)”
“Yinda Yindamo Lipu somanamo Sara (Negeri rela dikorbankan demi keselamatan pemerintah)”
“Yinda Yindamo Sara somanmo Agama (Pemerintah rela dikorbankan demi keselamatan agama)”
2. Logo dan Artinya
Benteng
Benteng yang terdiri dari 72 kotak, dengan warna putih melambangkan keuletan dalam
menghadapi segala macam ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar daerah,
jumlah 72 kotak adalah identik dengan 72 kadie (kelompok masyarakat) yang bersatu dalam
kesatuan masyarakat Buton
17 Padi dan 8 Kapas
Tujuh belas buah padi dengan warna kuning, delapan buah kapas dengan warna hijau dan putih,
bermakna proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17-8-1945, sebagi pertanda bahwa
Kabupaten Buton adalah bagian dari Negera Kesatuan republik Indonesia.
Lingkaran Besar
Lingkaran dengan warna putih bermakna persatuan dan Kabupaten adalah penghasil aspal.
Segi Lima
Segi Lima bermakna Pancasila sebagai pandangan hidup dengan warna kuning.
Lingkaran Kecil, Ombak dan Perahu Layar
Lingkaran kecil dengan warna putih dan ombak warna biru yang didalamnya terdapat sebuah
perahu yang berlayar di laut lepas adalah lambang dinamika kehidupan masyarakat yang
sanggup menghadapi segala tantangan dan rintangan dan sekaligus melambangkan bahwa
selain dapat berusaha di darat dan di daerahnya sendiri, juga dapat mengarungi/menjelajah di
seluruh pelosok nusantara serta menunjukkan bahwa Kabupaten Buton terdiri dari kepulauan.
Tulisan Arab "Wolio"
Tulisan arab "wolio" melambangkan Ketuhanan Yang Maha esa dengan warna kuning
Tulisan "KABUPATEN BUTON"
Tulisan Kabupaten Buton dengan warna hitam adalah menunjukkan bahwa lambang daerah ini
adalah Lambang Kabupaten Buton.
3. Sejarah Pulau Buton
Buton adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau Sulawesi. Pada zaman
dahulu di daerah ini pernah berdiri kerajaan Buton yang kemudian berkembang menjadi
Kesultanan Buton. Buton dikenal dalam Sejarah Indonesia karena telah tercatat dalam naskah
Nagarakretagama karya Prapanca pada Tahun 1365 Masehi dengan menyebut Buton atau
Butuni sebagai Negeri (Desa)Keresian atau tempat tinggal para resi dimana terbentang taman
dan didirikan lingga serta saluran air. Rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru. Nama Pulau
Buton juga telah dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit. Patih Gajah Mada dalam
Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton. Konon katanya "asal usul pulau Buton" ini
terjadi akibat dari pergerakan lempeng kulit bumi poros Ka'bah-Thuur.Dataran arabia adalah
merupakan kecepatan awal pergerakan kulit bumi mengarah ke timur laut Sulawesi. Pulau
Sulawesi diambil sebagai standar, mengingat Sulawesi berada ditengah-tengah antara Mekka
(dataran arab) dengan pulau Toamoto (dalam al-qur'an disebut Thuur) yang berada di laut
Pasifik Selatan 180 derajat dari Ka'bah. Bila kita membuka peta bumi (world map), perhatikan
laut kaspia di dataran Arabia, relief dan struktur morfologisnya hampir sama dengan pulau
Buton. Oleh karena itu, apakah secara ilmiah memang ada hubungan geologis antara pulau
Buton dengan Laut Kaspia yang terdapat di dataran Arab?. Para peneliti geologi dari
GuelphUniversity Toronto Canada sekitar tahun 1993 lalu telah melakukan penelitian struktur
batuan yang terdapat di pulau Buton. Hasil penelitian disimpulkan bahwa struktur batuan pulau
Buton sama dengan yang terdapat di dataran Arab dengan usia sekitar 138 juta tahun. Masih
diperlukan studi lebih lanjut oleh para ilmuwan untuk menguak tabir ini sehingga Bangsa Arab
tau bahwa ada bagian mereka yang hilang dan yang hilang itu ada di pulau Buton. Cikal bakal
negeri Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia
Patamiana (si empat orang) yaitu Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh
sumber lisan mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke – 13. Mereka
mulai membangun perkampungan yang dinamakan Wolio (saat ini berada dalam wilayah Kota
Bau-Bau serta membentuk sistem pemerintahan tradisional dengan menetapkan 4 Limbo
(Empat Wilayah Kecil) yaitu Gundu-gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu yang masing-
masing wilayah dipimpin oleh seorang Bonto sehingga lebih dikenal dengan Patalimbona.
Keempat orang Bonto tersebut disamping sebagai kepala wilayah juga bertugas sebagai
pelaksana dalam mengangkat dan menetapkan seorang Raja. Selain empat Limbo yang
disebutkan di atas, di Buton telah berdiri beberapa kerajaan kecil seperti Tobe-tobe, Kamaru,
Wabula, Todanga dan Batauga. Maka atas jasa Patalimbona, kerajaan-kerajaan tersebut
kemudian bergabung dan membentuk kerajaan baru yaitu Kerajaan Buton dan menetapkan
WaKaaKaa (seorang wanita bersuamikan Si Batara seorang turunan bangsawan Kerajaan
Majapahit) menjadi Raja I pada tahun 1332 setelah mendapat persetujuan dari keempat orang
bonto/patalimbona (saat ini hampir sama dengan lembaga legislatif). Dalam periodisasi Sejarah
Buton telah mencatat dua Fase penting yaitu masa Pemerintahan Kerajaan sejak tahun 1332
sampai pertengahan abad ke – 16 dengan diperintah oleh 6 (enam) orang rajadiantaranya 2
orang raja perempuan yaitu WaKaaKaa dan Bulawambona. Kedua raja ini merupakan bukti
bahwa sejak masa lalu derajat kaum perempuan sudah mendapat tempat yang istimewa dalam
masyarakat Buton. Fase kedua adalah masa Pemerintahan Kesultanan sejak masuknya agama
Islam di Kerajaan Buton pada tahun 948 Hijriah ( 1542 Masehi ) bersamaan dilantiknya Laki La
Ponto sebagai Sultan Buton I dengan Gelar Sultan MurhumKaimuddinKhalifatulKhamis
sampai pada Muhammad FalihiKaimuddin sebagai Sultan Buton ke – 38 yang berakhir tahun
1960.
4. Potensi Pariwisata
Hutan Lindung Lambusango dan Kakenauwe
Merupakan hutan hujan tropis yang belum tersentuh, dan menjadi rumah bagi spesies endemik
seperti anoa, macaque, tarsius, kuskus dan beberapa jenis burung. Saat ini sumber daya alam
yang eksotis ini pengelolaannya menjadi tanggung jawab Operation Wallacea.
Basilikata
Merupakan kepulauan yang terletak di sebelah Barat Buton, terdiri dari Pulau Batauga, Siompu,
Liwutongkidi, Kadatua dan Talaga Raya, yang dapat ditempuh dengan speed boat selama
setengah jam. Dengan keanekaragaman biota laut, serta keindahan karang dan atolnya, Basilika
menjadi pesaing utama Kepulauan Wakatobi
Kepulauan Batuatas dan Kawi-Kawia.
Memiliki populasi ikan dan karang yang dengan formasi atol yang spektakuler serta lingkungan
laut yang indah dan menawan. Kepulauan ini dapat dicapai dengan mengunakan motor boat
selama 2-3 jam. Di Kabupaten Buton juga terdapat beberapa pantai dengan pasir putihnya,
seperti Bone Mantete, Boneoge, dan Katembe, yang terletak di Lakudo, serta pantai-pantai lain
seperti Pantai Jodoh dan Laompo di Batauga dan Pantai Koguuna di Pasarwajo.
Tirta Rimba
TIRTA RIMBA Terletak 6 km sebelah barat pusat Kota Bau-Bau di Kelurahan Lakologou
Kecamatan Wolio. Air terjun ini berada dalam kawasan hutan lindung merupakan daya tarik
natural tersendiri.
Pantai Nirwana
PANTAI NIRWANA Berjarak 11 km dari pusat Kota Bau-Bau dan biasanya ditempuh melalui
jalur transportasi darat. Pantai ini memiliki hamparan pasir putih sejauh 1 km dan menyuguhkan
panorama sunset nan indah. Pada bagian lain terdapat lekukan batu karang berbentuk gua yang
dapat dimanfaatkan sebagai tempat peristirahatan. Selain itu, kondisi ombak yang relatif tenang
dapat dimanfaatkan untuk bersampan, memancing, sky air, menyelam (diving),volley pantai, dan
olahraga air lainnya. Di lokasi ini telah pula dilengkapi dengan beberapa buah gazebo, kamar
ganti dan rumah peristrahatan serta pedagang minuman ringan.
Pantai Lakeba
PANTAI LAKEBA Berjarak sekitar 7 km dari pusat Kota Bau-Bau ditempuh melalui
transportasi darat. Pantai ini sangat baik untuk berjemur pada waktu siang, berenang, menyelam
serta menikmati indahnya matahari terbenam. Selain sebagai objek wisata, pantai ini juga
menjadi tempat aktivitas nelayan pada saat akan melaut.
Samparona
SAMPARONA Terletak di Kecamatan Sorawolio, 13 km dari pusat Kota Bau-Bau. Ditempuh
sekitar 7 km dari tepi jalan poros Bau-Bau - Pasarwajo dengan berjalan kaki menelusuri jalan
setapak melewati sawah dan kebun penduduk serta hutan tropis yang cukup lebat. Air terjun
dengan ketinggian hampir seratus meter ini cukup dengan debit air yang selalu besar mampu
menghilangkan rasa letih setelah berjalan jauh . Bagi mereka yang menggemari wisata petualang
ini jelas suatu tantangan yang menawan.
Permandian Alam Bungi
PERMANDIAN ALAM BUNGI Berjarak sekitar 8 km dari pusat Kota Bau-Bau yang dapat
ditempuh melalui jalur transportasi darat dan laut. Air terjun bertingkat yang sejuk dibawah
kerindangan pohon yang cukup rindang. Dibeberapa bagian terdapat areal permandian yang
cukup luas untuk berenang dengan kedalaman 1 sampai 4 meter.
Gua Lakasa
GUA LAKASA Gua ini merupakan objek wisata alam yang terletak 10 km dari pusat kota dapat
ditempuh dengan transportasi darat, sejauh 1 km dari jalan poros Kelurahan Sula Kecamatan
Betoambari. Gua dengan kedalaman 120 meter menyuguhkan keindahan batu stalakmit dan
stalaktik juga terdapat sumber air didalamnya.
Lagawuna
LAGAWUNA Objek wisata ini terletak di Kelurahan Karya Baru Kecamatan Sorawolio 24 KM dari pusat Kota Bau-Bau yang dapat ditempuh dengan kendaraan darat. Air Terjun Lagawuna menyuguhkan keindahan alam dan sejuknya hutan pinus dan kicauan berbagai jenis burung.
5. Potensi Perindustrian
Industri pengolahan hasil hutan meliputi komoditas rotan yang dibuat menjadi berbagai
macam produk yang dikembangkan di Batauga, Siotapina, Mawasangka, Lasalimu,
Kapontori dan Lasalimu Selatan.
Industri tenun dibuat menjadi berbagai macam model kain, baju,dll terdapat di
Mawasangka, Pasarwajo, Kadatua, Batauga, Kapontori, dan Siompu.
Industry komoditas kayu dikembangkan di Batauga, kapontori, Gu, dan sampolawa.
Industri pengolahan hasil laut yang paling potensial adalah rumput laut yang sangat
prospektif dikembangkan di Pasarwajo, Gu, Kapontori, dan Talaga Raya.
Industri pengolahan hasil perkebunan meliputi pengupasan jambu mete yang
dikembangkan di Gu, Lasalimu, Lakudo, Mawasangka, Pasarwajo, dan Talaga Raya.
6. Potensi Kehutanan
Luas kawasan hutan mencapai 444.457 Ha, terdiri dari hutan lindung (115.821 Ha), hutan
suaka alam dan wisata (72.645 Ha), hutan produksi tetap (121.658 Ha), hutan produksi
terbatas (43.879 Ha), hutan yang dapat dikonversi (45.634 Ha), hutan bakau (38.350 Ha), dan
hutan rakyat (6.470 Ha). Hingga saat ini produksi hasil hutan yang masih menjadi andalan
adalah rotan. Jumlah produksi rotan mencapai 2 ton/Ha dengan luas lahan mencapai 28.650
Ha. Sentra produksi rotan terdapat di Kapontori, Pasarwajo, Lasalimu, dan Batauga.
Sedangkan lokasi pengembangan rotan tersebar di Kapontori, Pasarwajo, Lasalimu, Batauga,
Lasalimu Selatan dan Sampolawa. Hutan Lindung Lambusango, merupakan hutan hujan
tropis yang belum tersentuh, dan menjadi rumah bagi spesies endemik seperti anoa,
macaque, tarsius, kuskus dan beberapa jenis burung. Saat ini sumber daya alam yang
eksotis ini pengelolaannya menjadi tanggung jawab Operation Wallacea.
7. Potensi Peternakan
Jenis populasi ternak yang dikembangkan di Kabupaten Buton terdiri dari ternak besar,
ternak kecil dan ternak unggas. Populasi ternak besar terdiri dari sapi, kerbau, kuda. Pada
tahun 2008, populasi tersebut berturut-turut adalah 5.098 ekor, 4 ekor, sedangkan kuda tidak
ada. Populasi sapi mengalami peningkatan sebesar 11,26 persen bila dibandingkan dengan
tahun 2007, sedangkan ternak kerbau populasinya sama dengan tahun 2007 yaitu sebanyak 4
ekor. Populasi sapi ini hampir merata di semua Kecamatan yang ada di Kabupaten Buton,
cuma beberapa kecamatan kepulauan seperti Batu Atas, Siompu, Siompu Barat, Kadatua,
Wabula, Lapandewa, serta Talaga Raya yang tidak mengembangkan jenis ternak tersebut,
sedangkan ternak kerbau hanya berada di satu kecamatan yaitu kecamatan Kapontori.
8. Potensi Perkebunan
Kabupaten Buton bisa juga disebut daerah agraris, hal ini dapat ditunjukkan dengan
besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh lahan yang ada di
Kabupaten Buton, 69,02 % digunakan untuk usaha pertanian, yaitu untuk tegal/kebun,
ladang/huma, tambak, kolam/tebat/empang, lahan untuk tanaman kayu-kayuan/hutan rakyat,
perkebunan rakyat. Sedangkan sisanya digunakan untuk bangunan dan halaman sekitarnya,
padang rumput serta lahan yang sementara tidak diusahakan dan lain sebagainya. Pada tahun
2008 luas lahan yang digunakan untuk usaha pertanian mencapai 166.994 ha, sedangkan luas
lahan yang tidak digunakan untuk pertanian mencapai 81.877 ha.
Pertanian dan tanaman pangan
Meskipun luas daratan di Kabupaten Buton lebih kecil dari luas lautannya namun
daerah ini memiliki potensi yang cukup besar bagi pengembangan bidang pertanian tanaman
pangan. Komoditas unggulan yang dikembangkan terdiri dari padi, kacang tanah, kacang
hijau, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kedelai.
Sub sektor tanaman bahan makanan adalah salah satu sub sektor pada sektor pertanian. Sub
sektor ini mencakup tanaman padi (padi sawah dan padi ladang), jagung, ubi kayu, ubi jalar,
kacang tanah, kacang kedele dan kacang hijau. Produksi padi sawah mencapai 5.557 ton.
Sedangkan produksi padi ladang tahun 2008 mencapai 6.406 ton.
Produksi tanaman buah-buahan di Kabupaten Buton terdiri dari Alpokat, Belimbing,
Duku/Langsat, Durian, Jambu Biji, Jambu Air, Jeruk, Mangga, Manggis, Nangka/Cempedak,
Nenas, Pepaya, Pisang, Rambutan, Salak, Sirsak, Sukun, Melinjo, dan Petai. Produksi buah-
buahan yang terbesar dihasilkan oleh pisang yaitu sebanyak 21.861 kw diikuti Jambu Air
sebanyak 11.614 kw, Nangka Cempedak sebanyak 5.826 kw , dan yang paling terkeci
lproduksinya adalah tanaman Duku Langsat yang hanya sebanyak 1 Kw.
Ada 20 jenis tanaman sayur-sayuran yang dikembangkan di Kabupaten Buton antara lain
bawang merah, bawang putih, bawang daun, kubis, kacang merah, kacang panjang, cabe
besar, tomat, dll. Bawang merah merupakan tanaman sayur-sayuran yang paling banyak
dihasilkan yaitu 4.194 kw, menyusul Kubist 1.7158 kw dan Kacang Panjang sebesar 1.130
kw.
Perkebunan
Luas areal perkebunan di Kabupaten Buton pada tahun 2008 ini adalah 31.480,46 ha, hal ini
tentunya sangat potensial bagi pengembangan tanaman perkebunan Ada 12 jenis tanaman
perkebunan yang dikembangkan di Kabupaten Buton saat ini yaitu aren/enau, asam jawa,
cengkeh, jambu mete, kakao, kapuk, kelapa dalam, kelapa hybrida, kemiri, kopi, lada dan
pala. Salah satu andalan komoditas perkebunan di wilayah ini adalah jambu mete.
Dari total luas tanaman perkebunan di Kabupaten Buton sebanyak 71,7 % atau seluas
22.574,54 ha merupakan areal tanaman jambu mete, disusul kelapa dalam seluas 3.588,24 ha
atau 11,4%, dan yang terluas ketiga adalah areal tanaman kakao yaitu 3.081,65 ha atau 9,79%
(tabel 5.5.1.). Tanaman jambu mete dikembangkan di hampir semua wilayah Kecamatan di
Kabupaten Buton. Luas areal yang terbesar mengembangkan tanaman jambu mete adalah
Kecamatan Mawasangka seluas 3.847,31 ha, disusul Lakudo 3.782,00 ha, Gu 2.506,00 ha,
Batauga 2.266,00 ha, Mawasangka Tengah 2.182,69 ha, Pasarwajo 1.640 ha,Lasalimu
Selatan 1.552,50 ha, sedangkan kecamatan laian rata-rata masih dibawah 1000 ha.
9. Potensi Pertambangan
Kabupaten Buton memiliki potensi pertambangan yang cukup kaya, dan beragam. Selain
aspal yang sudah lama dikelola, juga ada tambang mangan dan nikel. Kegiatan pertambangan
aspal di Kabupaten Buton saat ini ada 2 yaitu kegiatan eksploitasi dan ekplorasi. Untuk
kegiatan eksploitasi dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 produksi aspal Buton adalah
sebesar 78.633 ton dengan nilai Rp. 598.223.793. Bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya produksi aspal mengalami peningkatan sebesar 38,94 persen yaitu dari 56.594,50
ton pada tahun 2006, meningkat menjadi 78.633 ton pada tahun 2007. Selain aspal, hasil
tambang yang sudah di ekplorasi adalah nikel dengan produksi sebesar 90.000 ton dengan
nilai produksi sebesar Rp. 364.500.000.
Untuk kegiatan eksploitasi aspal dilakukan oleh 6 perusahaan seperti terlihat pada tabel 1
dimana yang melakukan ekpoloitasi pertambangan aspal tersebar di 3 Kecamatan yaitu
Pasarwajo, Lasalimu dan Sampolawa,.dengan luas wilayah eksploitasi sebesar 321.979 ha
dan seluas 318.766 ha atau 99,00 persen berada di Kabungka Kecamatan Pasarwajo. Adapun
total cadangan aspal adalah sebesar 207.019.120 ton dengan rata-rata kadar bitumen 15 - 30
persen.
Sedangkan untuk kegiatan ekplorasi tambang aspal tengah dilakukan oleh 10 perusahaan
dengan luas 31.797,50 ha. Untuk 2 jenis komoditi lainnya yaitu mangan dan nikel sampai
saat ini baru dalam tahap ekplorasi. Untuk mangan luas potensi pertambangannya sebesar
5.801 ha dan berada di Desa Kumbewaha Kecamatan Siontapina, dan tambang nikel berada
di Wulu dan Kokoe Kecamatan Talaga Raya dengan luas 3.243 ha. Untuk lokasi tambang
golongan C tersebar di 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Batauga, Lakudo dan Pasarwajo
dengan luas kurang lebih 15 ha.
Di Kabupaten Buton terdapat juga potensi minyak bumi yang teridentifikasi di wilayah
Lambusango Kecamatan Kapontori dengan spesifikasi cairan berwarna kekuning-
kuningan. Namum akibat belum adanya pengelolaan/ eksploitasi, maka areal dan jumlah
cadangan depositnya sampai saat ini belum terukur.
10.Adat istiadat buton
PAKANDE-KANDEA adalah suatu event tradisional yang merupakan warisan leluhur Suku
Buton yang lahir dan bermula sebagai nazar/syukuran. Dalam tradisi unik ini, disajikan
beraneka panganan kecil tradisional yang diletakkan di atas sebuah talam besar yang terbuat
dari kuningan dan ditutup dengan tudung saji bosara. Puncak dari event ini, ketika semua
tamu yang diundang mengawali acara makan bersam dengan disuapi panganan oleh remaja-
remaja putrid yang berpakaian adat dan duduk bersimpuh di sebelah talam.
Seringkali, event ini merupakan ajang promosi remaja-remaja putri untuk mendapatkan
jodoh. Selain itu, event ini merupakan arena kebersamaan rakyat untuk memupuk rasa
persatuan dan kesatuan dalam hukum adat dan membina hubungan silahturahmi yang penuh
keakraban. Tradisi ini merupakan permainan rakyat yang diatur dengan adat serta tata krama
dan sopan santun tertentu yang hingga saat ini masih hidup dalam kehidupan masyarakat
Suku Buton.
POSUO merupakan salah satu tradisi dari Sulawesi Tenggara tepatnya di daerah Buton.
Yang dimaksud Buton secara umum adalah wilayah Sulawesi Tenggara meliputi Kota
Baubau, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Buton, dan Kabupaten Buton Utara. Tradisi Posuo
yang berkembang di Sulawesi Tenggara (Buton) sudah berlangsung sejak zaman Kesultanan
Buton. Upacara Posuo diadakan sebagai sarana untuk peralihan status seorang gadis dari
remaja (labuabua) menjadi dewasa (kalambe), serta untuk mempersiapkan mentalnya.
Upacara tersebut dilaksanakan selama delapan hari delapan malam dalam ruangan khusus
yang oleh mayarakat setempat disebut dengan suo. Selama dikurung di suo, para peserta
dijauhkan dari pengaruh dunia luar, baik dari keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Para
peserta hanya boleh berhubungan dengan bhisa (pemimpin Upacara Posuo) yang telah
ditunjuk oleh pemangku adat setempat. Para bhisa akan membimbing dan memberi petuah
berupa pesan moral, spiritual, dan pengetahun membina keluarga yang baik kepada para
peserta.Dalam perkembangan masyarakat Buton, ada 3 jenis Posuo yang mereka kenal dan
sampai saat ini upacara tersebut masih berkembang. Pertama, Posuo Wolio, merupakan
tradisi Posuo awal yang berkembang dalam masyarakat Buton. Kedua, Posuo Johoro yang
berasal dari Johor-Melayu (Malaysia) dan ketiga, Posuo Arabu yang berkembang setelah
Islam masuk ke Buton. Posuo Arabu merupakan hasil modifikasi nilai-nilai Posuo Wolio
dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Posuo ini diadaptasi oleh Syekh Haji Abdul Ghaniyyu,
seorang ulama besar Buton yang hidup pada pertengahan abad XIX yang menjabat sebagai
Kenipulu di Kesultanan Buton di bawah kepemimpinan Sultan Buton XXIX Muhammad
Aydrus Qaimuddin. Tradisi Posuo Arabu inilah yang masih sering dilaksanakan oleh
masyarakat Buton.
Keistimewaan Upacara Posuo terletak pada prosesinya. Ada tiga tahap yang mesti dilalui
oleh para peserta agar mendapat status sebagai gadis dewasa. Pertama, sesi pauncura atau
pengukuhan peserta sebagai calon peserta Posuo. Pada tahap ini prosesi dilakukan oleh bhisa
senior (parika). Acara tersebut dimulai dengan tunuana dupa (membakar kemenyan)
kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa. Setelah pembacaan doa selesai, parika
melakukan panimpa (pemberkatan) kepada para peserta dengan memberikan sapuan asap
kemenyan ke tubuh calon. Setelah itu, parika menyampaikan dua pesan, yaitu menjelaskan
tujuan dari diadakannya upacara Posuo diiringi dengan pembacaan nama-nama para peserta
upacara dan memberitahu kepada seluruh peserta dan juga keluarga bahwa selama upacara
dilangsungkan, para peserta diisolasi dari dunia luar dan hanya boleh berhubungan dengan
bhisa yang bertugas menemani para peserta yang sudah ditunjuk oleh pemangku adat. Kedua,
sesi bhaliana yimpo. Kegiatan ini dilaksanakan setelah upacara berjalan selama lima hari.
Pada tahap ini para peserta diubah posisinya. Jika sebelummnya arah kepala menghadap ke
selatan dan kaki ke arah utara, pada tahap ini kepala peserta dihadapkan ke arah barat dan
kaki ke arah timur. Sesi ini berlangsung sampai hari ke tujuh. Ketiga, sesi mata kariya. Tahap
ini biasanya dilakukan tepat pada malam ke delapan dengan memandikan seluruh peserta
yang ikut dalam Upacara Posuo menggunakan wadah bhosu (berupa buyung yang terbuat
dari tanah liat). Khusus para peserta yang siap menikah, airnya dicampur dengan bunga
cempaka dan bunga kamboja. Setelah selesai mandi, seluruh peserta didandani dengan
busana ajo kalembe (khusus pakaian gadis dewasa). Biasanya peresmian tersebut dipimpin
oleh istri moji (pejabat Masjid Keraton Buton). Semua Upacara Posuo dimaksudkan untuk
menguji kesucian (keperawanan) seorang gadis. Biasanya hal ini dapat dilihat dari ada atau
tidaknya gendang yang pecah saat ditabuh oleh para bhisa. Jika ada gendang yang pecah,
menunjukkan ada di antara peserta Posuo yang sudah tidak perawan dan jika tidak ada
gendang yang pecah berarti para peserta diyakini masih perawan.
DOLE-DOLE merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat buton atas lahirnya
seorang anak. Menurut kepercayaan orang buton, anak yang telah didole-dole akan terhindar
dari segala macam penyakit. Prosesi dole-dole sendiri adalah sang anak diletakkan di atas
nyiru yang dialas dengan daun pisang yang diberi minyak kelapa. Selanjutnya anak tersebut
digulingkan diatasnya seluruh badan anak tersebut berminyak. Biasanya dilakukan pada
bulan rajab, syaban dan setelah Lebaran sebagai waktu yang dianggap baik.
PIDOAANO KUR I adalah sebuah ritual budaya yang di lakukan oleh masyarakat Wabula,
Kecamatan Wabula Kabupaten Buton. Kegiatan ini merupakan kegiatan penutup dari
keseluruhan rangkaian kegiatan adat dan budaya masyarakat wabula selama satu tahun.
Secara harafiah Pidoaano Kuri berarti pembacaan doa untuk keselamatan hidup, sehingga
keseluruhan acara tersebut dilandasi oleh doa syukur kepada Allah atas Rahmat dan Hidayah-
Nya sejak tahun lalu hingga sekarang dan permohonan doa untuk tahun yang akan datang.
11.Makanan Khas Buton
KASUAMI,Ini adalah kata untuk penyebutan makanan khas masyarakat Sulawesi
Tenggara. Makanan ini berbahan baku dari singkong (ketela pohon atau ubi kayu) yang
diparut kemudian dikukus dan dibentuk seperti tumpeng atau gunungan berbentuk segitiga
namun dengan ukuran agak kecil. Warnanya ada yang dibuat hitam agak keungu-unguan atau
putih kekuning-kuningan, tergantung keinginan ketika membuatnya. Dinamakan kasuami,
menurut penuturan beberapa orang yang saya kenal.
karena makanan yang berbahan baku dari singkong ini harus dipadukan dengan ikan sebagai
lauk utamanya, jadi tak boleh dipisahkan, layaknya suami-istri. Makanan ini sangat “serasi”,
salah satu bahan mengandung banyak karbohidrat, sementara pendamping utamanya (ikan
laut) merupakan sumber protein yang tinggi. Ikan laut biasanya dalam bentuk ikan bakar dan
ikan dengan bumbu yang berkuah. Namun demikian, makanan ini juga disuguhkan dengan
sayuran semacam buah pepaya muda, daun pepaya, bunga pepaya, dan daun sigkong. Dan tak
lupa, yang juga mencirikan kekhasan aroma makanan ini adalah sambal tomat super pedas
yang diiris-iris tanpa dihancurkan (diulek) dengan tetesan jeruk nipis. Jeruk nipis ini untuk
“mengeliminir” aroma amis ikan laut yang dibakar maupun yang dimasak dengan kuah.
Disamping itu, kasuami dapat juga “disandingkan” dengan bahan lain semacam kacang
merah sehingga nilai gizinya lebih tinggi dan bervariatif rasanya.
KABUTO adalah makanan khas Masyarakat Muna dan Buton Kepulauan di Sulawesi
Tenggara yang tergolong unik. Dikatakan unik lantaran bahan dasar menu makanan yang
mirip bahasa jepang itu adalah ubi kayu atau singkong yang telah dikeringkan dan dibiarkan
berjamur. Semakin lama disimpan dalam keadaan kering maka akan makin enak rasa dan
aroma makanan ini kala disantap.