Upload
estyjayanti
View
72
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kesja
Citation preview
MAKALAH
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
Oleh :
Kelompok 507
De’yang Wangi P. P G99141092
Agung Wahyu H G99141093
Madinatul Munawaroh G99141094
Adinda Ferinawati G99141095
Akhmad Miftahudin Fazri G99141096
Rizqy Qurrota A.A G99142084
Amalia Fitri Puspitasari G99142085
Indah Purnama Sari G99142086
Esty Jayanti G99142087
Benazier Marcella B G99142088
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan di Indonesia akhir-akhir ini sangat pesat, baik dari jumlah maupun
pemanfaatan teknologi kedokteran. Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan tetap harus mengedepankan peningkatan mutu pelayanan kepada
masyarakat dengan tanpa mengabaikan upaya Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) bagi seluruh pekerja Rumah Sakit.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang tidak
terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja sangat penting dalam
meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi
jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja berdampak positif atas
keberlanjutan produktivitas kerjanya. Oleh sebab itu isu keselamatan dan
kesehatan kerja pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus
diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah
sistem pekerjaan. Dengan kata lain pada saat ini keselamatan dan kesehatan
kerja bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan
bagi setiap para pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan.
Program kesehatan kerja merupakan suatu upaya pemberian
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi masyarakat pekerja yang
bertujuan untuk memeliharan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
pekerja, mencegah timbulnya gangguan kesehatan, melindungi pekerja dari
bahaya kesehatan serta menempatkan pekerja dilingkungan kerja yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja. Upaya kesehatan kerja mencakup
kegiatanpelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian di bidang
kesehatan melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit
termasuk pengendalian faktor resiko, penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan termasuk pemulihan kapasitas kerja (Depkes RI, 2005).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit perlu mendapat
perhatian serius dalam upaya melindungi kemungkinan dampak negatif yang
ditimbulkan oleh proses pelayanan kesehatan, maupun keberadaan sarana,
prasarana, obat-obatan dan logistik lainnya yang ada di lingkungan Rumah
Sakit sehingga tidak menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan
kedaruratan termasuk kebakaran dan bencana yang berdampak pada pekerja
Rumah Sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat di sekitarnya.
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh
masyarakat maka tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena Sumber Daya Manusia
(SDM) Rumah Sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat
sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan
kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan
pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada
di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar.
Di dunia Internasional, program K3 telah lama diterapkan di berbagai
sektor industri (akhir abad 18), kecuali di sektor kesehatan. Perkembangan
K3RS tertinggal dikarenakan fokus pada kegiatan kuratif, bukan preventif.
Fokus pada kualitas pelayanan bagi pasien, tenaga profesi di bidang K3 masih
terbatas, organisasi kesehatan yang dianggap pasti telah melindungi diri dalam
bekerja.
K3RS merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan
Rumah Sakit, khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM
Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat sekitar
Rumah Sakit. Hal ini secara tegas dinyatakan di dalam Undang-undang No.44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 40 ayat 1 yakni “Dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara
berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali”. K3 termasuk sebagai salah satu
standar pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi Rumah Sakit, disamping
standar pelayanan lainnya.
Selain itu seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang
No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa “Rumah Sakit harus
memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan”, yang mana persyaratan-persyaratan tersebut
salah satunya harus memenuhi unsur K3 di dalamnya. Dan bagi Rumah Sakit
yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut tidak diberikan izin
mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit
(pasal 17).
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan
instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan
kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi.
Oleh karena itu, sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-
upaya K3 di RS. Selain itu, agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien
dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi
pengelola maupun karyawan RS.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi K3RS
K3 merupakan singkatan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Terdapat
perbedaan dalam menyebut kepanjangan dari K3, beberapa artikel menyebut
"Kesehatan dan Keselamatan Kerja". Namun merujuk kepada istilah bahasa
inggris nya, Occupational Health and Safety (OHS), maka istilah Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dirasa lebih tepat (Muhammad, 2014). Terdapat beberapa
pengertian mengenai kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya:
1. Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)
Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat
kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di
semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
pekerjaan atau jabatannya.
2. Kesehatan dan keselamatan kerja
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat
kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi
kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi (Kepmenkes, 2007).
Secara umum, K3 didefinisikan sebagai ilmu tentang antisipasi, rekognisi,
evaluasi dan kontrol terhadap bahaya yang muncul di tempat kerja yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja - selain juga dapat
berpengaruh terhadap komunitas dan lingkungan sekitar (Muhammad, 2014).
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan
paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah
bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak
hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap
pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
menerapkan upaya-upaya K3 di RS (Kepmenkes, 2007).
B. Tujuan, Manfaat dan Sasaran K3RS
1. Tujuan
Untuk menciptakan cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman dan dapat meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS.
2. Manfaat
Bagi RS
Dapat meningkatkan mutu pelayanan, mempertahankan kelangsungan
operasional RS dan meningkatkan citra RS.
Bagi karyawan RS
Dapat melindungi karyawan dari penyakit akibat kerja (PAK) dan
mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja (KAK).
Bagi pasien dan pengunjung
Dapat meningkatkan layanan dan kepuasan yang baik bagi pasien dan
pengunjung (Kepmenkes, 2007).
3. Sasaran
Sasaran K3RS menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No:
1087/MENKES/SK/VII/2010 Tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit adalah
1. Pengelola Rumah Sakit
2. SDM Rumah Sakit
C. Ruang Lingkup K3RS
Standar K3RS mencakup: prinsip, program dan kebijakan pelaksanaan K3RS,
standar pelayanan K3RS, standar sarana, prasarana dan peralatan K3RS,
pengelolaan barang berbahaya, standar sumber daya manusia K3RS, pembinaan,
pengawasan, pemcatatan dan pelaporan (Kepmenkes, 2010).
1) Prinsip, Kebijakan Pelaksanaan dan Program Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS)
a) Prinsip K3RS
Agar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dapat
dipahami secara utuh, perlu diketahui pengertian 3 komponen yang
saling berinteraksi, yaitu:
(1) Kapasitas kerja adalah status kesehtan kerja dan gizi kerja yang
baik serta kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik.
(2) Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung
oleh pekerja dalam melaksankan tugasnya.
(3) Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja
(Hudoyo, 2004).
b) Program K3RS
Program K3 di Rumah Sakit bertujuan untuk melindungi
keselamatan dan kesehatan serta meningkatkan produktifitas pekerja,
melindungi keselamatan pasien, pengunjung, dan masyarakat serta
lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap petugas petugas
kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja.
Program K3RS yang harus diterapkan adalah :
(1) Pengembangan kebijakan K3RS
(2) Pembudayaan perilaku K3RS
(3) Pengembangan Sumber Daya Manusia K3RS
(4) Pengembangan Pedoman dan Standard Operational Procedure
(SOP) K3RS
(5) Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
(6) Pelayanan kesehatan kerja
(7) Pelayanan keselamatan kerja
(8) Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah
padat, cair, gas
(9) Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang
berbahaya
(10) Pengembangan manajemen tanggap darurat
(11) Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan
kegiatan K3
(12) Review program tahunan
c) Kebijakan pelaksanaan K3
Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar,
modal, dan teknologi, namun keberadaan Rumah Sakit juga memiliki
dampak negatif terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat
kerja, bila Rumah Sakit tersebut tidak melaksanakan prosedur K3.
Oleh sebab itu perlu dilaksanakan kebijakan sebagai berikut :
(1) Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan Rumah Sakit
(2) Menyediakan Organisasi K3 di Rumah Sakit sesuai dengan
Kepmenkes Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman
Manajemen K3 di Rumah Sakit
(3) Melakukan sosialisasi K3 di Rumah Sakit pada seluruh jajaran
Rumah Sakit
(4) Membudayakan perilaku K3 di Rumah Sakit
(5) Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di
masing-masing unit kerja di Rumah Sakit
(6) Meningkatkan Sistem Informasi K3 di Rumah Sakit
2) Standar Pelayanan K3 di Rumah Sakit
Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai
komponen yang ada di Rumah Sakit. Pelayanan K3 di Rumah Sakit sampai
saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak Rumah
Sakit yang belum menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan kerja (SMK3).
a) Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan
kerja seperti tercantum pada pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009
dan peraturan Menteri tenaga kerja dan Transmigrasi RI
No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja. Adapun bentuk
pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai berikut :
(1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebekum kerja bagi pekerja
(2) Melakukan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang
kesehatan kerja dan memberikan bantuan kepada pekerja di
Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental
terhadap pekerjanya.
(3) Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai
dengan pajanan di Rumah Sakit
(4) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan
kemampuan fisik pekerja
(5) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi
pekerja yang menderita sakit
(6) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja Rumah
Sakit yang akan pension atau pindah kerja
(7) Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap
pekerja dan pasien
(8) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
(9) Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang
berkaitan dengan kesehatan kerja (Pemantauan/pengukuran
terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial, dan ergonomi)
(10) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit
teknis terkait di wilayah kerja Rumah Sakit
b) Standar pelayanan Keselamatan kerja di Rumah Sakit
Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat
dengan sarana, prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan
keselamatan kerja yang dilakukan :
(1) Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana,
prasarana, dan peralatan kesehatan
(2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja
terhadap pekerja
(3) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
(4) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair
(5) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja
(6) Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja
(7) Member rekomendasi/masukan mengenai perencanaan,
pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya
terkait keselamatan/keamanan
(8) Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
(9) Pembinaan dan pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan
Kebakaran (MSPK)
(10) Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan
keselamatan kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah
Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah kerja kerja Rumah Sakit
3) Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit
Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat
tervisualisasi oleh mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat
dikenali oleh pasien dan umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan
gedung (pintu, lantai, dinding, tiang, kolong gedung, jendela) ataupun
bangunan itu sendiri. Sedangakan prasarana adalah seluruh jaringan/instansi
yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, antara lain : instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas
medis, komunikasi, dan pengkondisian udara, dan lain-lain.
4) Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya
Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan
atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya.
a) Kategori B3
Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar,
Oksidator, Racun, Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik,
Mutagenik, Arus listrik.
b) Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3
(1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk
mengenal ciri-ciri dan karakteristiknya.
(2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang
diperlukan sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi
yang ditangani sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi
apabila kecelakaan terjadi
(3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan
evaluasi yang dilakukan meliputi pengendalian operasional,
pengendalian organisasi administrasi, inspeksi dan pemeliharaan
sarana prosedur dan proses kerja yang aman, pembatasan
keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.
(4) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya
c) Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya
Rumah Sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan
barang yang diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta
memberikan proposal berikut company profile. Informasi yang
diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari material atau produk,
kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan lingkungan
serta informasi lain yang dibutuhkan oleh Rumah Sakit.
Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan,
menyimpan, mengelola B3 harus menginformasikan kepada instalasi
logistic sebagai unit pengadaan barang setiap kali mengajukan
permintaan bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3. Untuk
memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang
memuat kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem
penilaian untuk masing-masing kriteria yang ditentukan (Kepmenkes,
2010).
5) Standar SDM K3 di Rumah Sakit
Kriteria tenaga K3
a) Rumah Sakit Kelas A
(1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus
yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran
Okupasi minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal
1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal)
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2 orang
(8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat
pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 2 orang
b) Rumah Sakit Kelas B
(1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus
terakreditasi mengenai K3 RS
(2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal
1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal)
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS minimal 1 orang
(5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat
pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 1 orang
c) Rumah Sakit kelas C
(1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal
1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 1 orang (Kepmenkes, 2010).
6) Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan
a) Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang.
Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen
Kesehatan. Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain dengan melalui
pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan temu konsultasi.
Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan
internal, yang dilakukan oleh pimpinan langsung Rumah Sakit yang
bersangkutan, dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri
kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan
tugasnya masing-masing.
b) Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3
secara tertulis dari masing-masing unit kerja Rumah Sakit dan
kegiatan K3RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi
K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan /diinformasikan oleh
organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di
wilayah Rumah Sakit. Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan
kegiatan k3 adalah menghimpun dan menyediakan data dan informasi
kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan
K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan
menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3 (Kepmenkes,
2007).
Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan
tahunan) dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan
pelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-
waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3.
Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah
mencatat dan melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang
tercakup di dalam :
(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan
lingkungan Rumah Sakit.
(2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya
penanggulangan dan tindak lanjutnya (Sulatomo, 2003).
D. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
1. Pengertian Manajemen K3 RS
Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS,
pasien, serta pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan
lingkungan kerja RS yang sehat, aman dan nyaman termasuk pemukiman
masyarakat sekitarnya.
2. Sistem Manajemen K3 RS
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur
organisasi, perencanaan, pelaksanaan, prosedur, sumber daya, dan
tanggungjawab organisasi. Tujuan dari SMK3 RS adalah menciptakan tempat
kerja yang aman dan sehat supaya tenaga kerja produktif disamping dalam
rangka akreditasi Rumah Sakit itu sendiri. Prinsip yang digunakan dalam
SMK3 adalah AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan Control) dari
metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja.
3. Langkah manajemen:
a. Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis,
jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS.
Manajemen RS mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya
esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya
program K3 di RS (Sulatomo, 2003).
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS
dalam struktur organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan
kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi antara lain :
1) Advokasi sosialisasi program K3 RS.
2) Menetapkan tujuan yang jelas.
3) Organisasi dan penugasan yang jelas.
4) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit
kerja di lingkungan RS.
5) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
6) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
7) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya
peningkatan dan pencegahan.
8) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
b. Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas
dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:
1) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk
menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan
penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada
tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial
yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4
tingkatan yakni menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko
dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah
bahkan tidak ada risiko sama sekali, administrasi, dan alat pelindung
pribadi (APP).
2) Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan
Standar Operasional Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi,
diperbaharui, serta harus dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada
karyawan dan pihak yang terkait.
3) Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)
4) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3
dan sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian
SMK3 RS.
5) Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan
dicatat serta dilaporkan.
c. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab
manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing
serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus
ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung
jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta
penegakkan disiplin.
1) Tugas pokok unit pelaksana K3 RS
a) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
b) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk
pelaksanaan dan prosedur.
c) Membuat program K3 RS
2) Fungsi unit pelaksana K3 RS
a) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3.
b) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS.
c) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
d) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan
korektif.
e) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
f) Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
g) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan
sesuai kegiatannya.
h) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru,
pembangunan gedung dan proses (Soehatman, 2010).
E. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang diderita karyawan dalam
hubungan dalam kerja baik faktor resiko karena kondisi tempat kerja, peralatan
kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan, dan
hasil produksi (Buchari, 2007).
Jenis penyakit akibat kerja adalah:
1. Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (sili-
kosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya
merupakan faktor utama penyebab cacat dan kematian;
2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras;
3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan
oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis);
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perang-
sang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan;
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat peng-
hirupan debu organis;
6. Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang
beracun;
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang
beracun;
8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun;
9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun;
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun;
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun;
12. Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal (Pb,timah hitam)atau persenyawaannya
yang beracun;
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun;
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida;
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatis atau aromatis yang beracun;
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzen atau homolognya yang beracun;
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzen dan homo-
lognya yang beracun;
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya;
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton;
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida, atau derivatnya
yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel;
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan;
23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanis (kelainan-kelainan otot, urat,
tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi);
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih;
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetis dan radiasi yang
mengion;
26. Penyakit kulit(dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisis, kimiawi atau
biologis;
27. Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak
mineral, antrasen atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tsb.;
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes;
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus;
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi
31. Penyakit yang disebabkan oleh kimia lainnya termasuk bahan obat (Buchari,
2007).
BAB III
ISI DAN PEMBAHASAN
Kegiatan stase Ilmu Kesehatan Masyarakat kelompok kami di RSUD
karanganyar dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2015 sampai dengan 10
Oktober 2015. Kami mendapat beberapa bimbingan salah satunya mengenai
K3RS oleh ibu Nur Miskiyah pada hari kamis tanggal 8 Oktober 2015 di
RSUD Karanganyar.
Pada dasarnya penerapan K3RS di RSUD Kota Karanganyar sudah
mengikuti peraturan yang dikeluarkan Menteri Kesehatan, bahwa setiap
Rumah Sakit seharusnya memiliki struktur organisasi yang secara khusus
membawahi masalah K3RS yang disebut unit pelaksana K3RS. Unit
pelaksana inilah yang akan bertanggung jawab langsung kepada direktur
Rumah Sakit terkait masalah seputar K3RS yang timbul serta penanganan dan
pencegahannya. Di RSUD Karanganyar sendiri sudah membentuk sebuat tim
yang menangani K3RS, namun sayangnya belum begitu terstruktur. Namun
tim K3RS RSUD Karanganyar sudah mulai memantau sekitar 75% dari
rumah sakit.
Beberapa hal yang sudah menjadi perhatian dari tim antara lain
pemasangan APAR yang sudah tercapai sekitar 70%. Namun belum bisa
memnuhi standar secara volume dan jumlah. Seharusnya APAR yang
dianjurkan sesuai standar yaitu bervolume 15 lt dan ada di setiap 15 meter dan
didekat peralatan yang mudah terbakar. Selain itu APAR belum dilengkapi
dengan perangkat alat pelindung diri seperti helm, masker, dan APD sesuai
standar K3RS. Permasalahan kedua yang teratasi adalah mengenai instalasi
listrik yang sudah dibuat jalurnya disetiap gedung, sehingga apabila terjadi
kerusakan pada salah satu instalasi listrik disebuah gedung maka tidak akan
berefek pada gedung-gedung yang lainnya. Kemudian pada beberapa jalan
yang miring lantainya sudah diganti dengan keramik yang tidak licin. Serta
dipasangnya beberapa pegangan dinding pada beberapa tempat yang
memerlukan pegangan.
Pelaksanaannya juga dipantau secara berkala oleh seksi Pelayanan
Medik. Hal ini diperlukan mengingat baik sumber daya manusia kesehatan
maupun pengunjung Rumah Sakit memiliki risiko kecelakaan maupun
gangguan kesehatan yang cukup tinggi karena banyaknya faktor di Rumah
Sakit yang berpotensi menyebabkan kecelakaan maupun gangguan kesehatan
tersebut. Hal ini disebabkan begitu banyak faktor penyebab yang ada di
Rumah Sakit. Mulai dari faktor kimia seperti reagen yang ada di laboratorium,
faktor fisik seperti radiasi, faktor biologi seperti mikroorganisme yang
merupakan potensi terbesar, faktor ergonomis seperti pencahayaan yang
cukup di setiap ruangan, dan faktor psikososial.
Di bangsal, para perawat menggunakan pengaman diri seperti
handscoon untuk menghindari potensi penularan kuman saat perawatan pasien
dan mencegah terpaparnya cairan tubuh pasien ke perawat maupun
sebaliknya. Namun untuk handscoon tidak diganti untuk setiap pasien, dan
para perawat masih belum mengenakan masker.
Dari segi faktor ergonomis, terlihat pencahayaan yang adekuat di
ruangan RSUD Karanganyar. Selain melalui lampu, sumber cahaya juga
didapat berupa cahaya matahari yang masuk jendela yang memadai di setiap
ruangan. Sedangkan untuk lorong ke arah tiap bangsal pencahayaan sangat
cukup disiang hari dan untuk malam hari lampu cukup menerangi lorong-
lorong.
Sanitasi di rumah sakit sudah cukup baik. Pembersihan dilakukan oleh
cleaning service. Hasil pemeriksaan usap lantai dilakukan secara berkala guna
mengevaluasi hasilnya. Di beberapa tempat masih didapatkan hasil yang
kurang memuaskan terutama di sudut ruangan. Cara mengatasinya adalah
dengan memisahkan alat untuk membersihkan daerah yang infeksius dan non-
infeksius, serta melakukan pelatihan bagaimana cara membersihkan yang
benar.
Pihak RSUD Kota Surakarta melalui bagian kesehatan lingkungan
secara rutin juga mengadakan pengawasan terhadap makanan dan minuman
setiap 6 bulan sekali. Hal ini dilakukan mengingat kondisi Rumah Sakit yang
begitu dinamis sehingga dirasa perlu untuk mengawasi makanan dan
minuman yang ada. Selain itu, pengawasan juga dilakukan terhadap kondisi
udara, lantai, dan dinding Rumah Sakit. Di banyak titik juga telah disediakan
tabung pemadam kebakaran dan di langit-langit bangunan juga telah
disediakan alat yang sensitif terhadap asap atau api. Alat-alat tersebut
disediakan guna mengantisipasi kondisi yang lebih buruk manakala terjadi
kebakaran. Penulisan “Jalur Evakuasi” juga sudah terpasang untuk berjaga-
jaga bila dibutuhkan evakuasi pasien lebih lanjut. Meskipun petunjuk jalur
tersebut masih minim dan perlu ditambahkan lagi supaya lebih jelas. Karena
pada beberapa tempat penulisan tanda evakuasi hanya terlihat di sekitar
tangga saja. Selain itu adanya tim tanggap darurat bencana dari pihak Rumah
Sakit juga akan sangat membantu.
Tim K3RS RSUD Karanganyar juga mengelola limbah cair untuk
mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. RSUD Karanganyar sudah
memiliki alat pengolah limbah cair (IPAL) sehingga diharapkan dengan
adanya alat ini, setiap limbah cair yang dihasilkan Rumah Sakit menjadi aman
untuk dibuang. Karena apabila tidak diolah secara baik dan benar, limbah cair
dapat mencemari lingkungan. Di RSUD Karanganyar juga sudah dilengkapi
dengan incinerator dengan cerobong yang cukup tinggi. IPAL dan incenerator
ini diposisikan jauh dari lokasi perawatan pasien dan lokasi para pegawai.
Lokasinya juga dibatasi dengan pagar dan tanda dilarang masuk untuk selain
petugas. Selain itu RSUD Karanganyar juga memiliki tempat pembuatan
kompos untuk sampah organik. Letaknya bersamaan dengan IPAL dan
incenerator. Biasanya kompos dari limbah ini dimanfaatkan untuk pemupukan
taman di RSUD.
Kemudian mengenai permasalahan sampah, pihak RSUD Karanganyar
bekerjasama dengan organisasi green & clean selaku bank sampah. Awalnya
permasalahan yang dihadapi oleh tim K3RS adalah sampah medis yang
diperjual belikan oleh para pemulung yang berdatangan ke RSUD
Karanganyar, sehingga setelah itu muncul gagasan untuk bekerjasama dengan
yayasan peduli lingkungan agar sampah medis tidak disalahgunakan oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab. Penempatan sampah sudah sesuai
dengan jenisnya, dan untuk di RSUD Karanganyar ditempatkan pada 4 wadah
yang berbeda dengan label yang berbeda-beda. Tempat sampah nomor 1
berlabelkan sampah B3. Tempat sampah nomor 2 berlabelkan sampah an
organik (dimanfaatkan kembali/daur ulang). Tempat sampah nomor 3
berlabelkan sampah organik (mudah terurai). Sedangkan tempat sampah
nomor 4 berlabelkan sampah lain (residu). Kelemahannya tempat sampah ini
tidak bisa ditemukan secara bersamaan di tempat yang sama. Misalnya pada
suatu bangsal hanya ditemukan 1 tong sampah saja didekat pintu masuk,
sehingga apabila sampah yang akan dibuang tidak sesuai dengan label maka
harus mencari tempat sampah yang sesuai dengan labelnya. Hal ini akan
menyebabkan tercampurnya sampah karena sampah kadang dicampurkan
dengan sampah yang tidak sesuai dengan label pada tempat sampahnya.
Mengenai petugas pengambil sampah Tim RSUD karanganyar
mempercayakan kepada petugas yang sekaligus bisa mengoperasikan
incenerator. Sehingga diharapkan sampah medis tidak disalahgunakan oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab.
Alur pengelolaan sampah di RSUD Karanganyar dibagi menjadi dua.
Sampah noninfeksius, dipilah menjadi dua yaitu sampah anorganik dan
sampah organik. Sampah anorganik akan ditampung sementara dengan
sampah anorganik lainnya dan ditampung dalam kontainer sampah.
Sedangkan untuk sampah organik juga dibagi menjadi sampah pengunjung
dan sampah taman/kebun. Sampah organik dari pengunjung akan ditampung
di kontainer sampah bersama dengan sampah anorganik, sedangkan sampah
organik dari hasil taman/kebun diolah sebagai kompos. Kedua mengenai
sampah infeksius, benda tajam seperti spuit, ampul dan benda tajam/keras
lainnya ditampung dalam safety box untuk kemudian disalurkan ke PT.
ARAH environtmental. Sedangkan untuk sampah kasa, kapas, dan selang
infus akan dihancurkan melalui incenerator. Sedangkan untuk sampah flabot
dikelola oleh yayasan green & clean. Adanya kerjasama ini RSUD
Karanganyar dibantu untuk menampung sampah sementara setiap harinya dan
memilah sampah medis. Yayasan inilah yang nanti menyalurkan sampah
kepada pihak ketiga yang bekerjasama dengan RSUD Karanganyar.
Salah satu hambatan mengenai K3RS yang ada di RSUD Karanganyar
adalah tim ini baru bisa menangani masalah sarana dan prasarana sedangkan
untuk peningkatan SDM belum bisa maksimal. Tim sudah pernah elakukan
studi banding dan dalam waktu dekat ini baru akan dilaksanakan pelatihan
beberapa anggota tim agar pekerja di tiap bagian memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang baik dalam bidang K3RS, pihak RSUD Karanganyar
mengirim beberapa orang untuk mengikuti pelatihan K3RS. Namun kesulitan
yang lain adalah kurang mendukungnya para pegawai di bidang lain untuk
mendukung berjalannya sistem K3RS ini. Misalnya seperti pelaporan kejadian
kecelakaan kerja tidak dilaporkan sepenuhnya oleh para pegawai di bidang
lain. Selain itu hambatan yang lainnya adalah mengenai sarana pintu kamar
mandi pasien. Dari beberapa pintu yang tersedia masih ada pintu yang
membukanya ke arah dalam kamar mandi. Seharusnya semua pintu kamar
mandi pasien mengarah keluar atau membukanya dengan cara ditarik keluar.
Mengenai pencegahan bencana, pada semua gedung sudah dilengkapi
dengan jalur evakuasi ke arah titik kumpul yang aman. Sedangkan untuk
gedung bertingkat, fasilitas yang belum memenuhi standar K3RS adalah
adanya tangga darurat yang bisa digunakan bila ada bencana atau kebakaran.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Program K3RS merupakan suatu proram antisipasi, rekognisi, evaluasi dan
kontrol terhadap bahaya yang muncul di rumah sakit yang dapat mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan pasien, pengunjung dan pegawai. Lingkungan kerja
adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik, kimia, biologi,
ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya. Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak
hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap
pasien maupun pengunjung RS. Dampak kesehatan dari bahaya potensial di
Rumah Sakit salah satunya adalah penyakit akibat kerja (PAK).
Pelaksanaan sistem K3RS di RSUD Karanganyar sudah cukup baik, seperti
meminimalkan proses pencemaran lingkungan melalui pengelolaan limbah
Rumah Sakit serta pencegahan bencana seperti tersedianya APAR. Sedangkan
SDM untuk membantu terlaksananya sistem belum maksimal disiapkan, karena
baru dikonsentrasikan ke sarana dan prasarana yang ada, namun dalam waktu
dekat akan ditingkatkan untuk kualitas SDM mengenai K3RS. Beberapa kendala
seputar K3RS di RSUD Karanganyar antara lain SDM yang kurang, kerjasama
dengan pegawai dari bidang lain yang belum maksimal dan beberapa sarana yang
masih harus dilengkapi.
B. Saran
1. RSUD Karanganyar lebih meningkatkan sosialisasi mengenai fungsi K3 di
Rumah Sakit kepada siapa saja yang berada di Rumah Sakit termasuk dokter,
perawat, pasien serta tenaga medis maupun non medis lainnya. Hal ini
diperlukan agar dapat meminimalkan tindakan beresiko bagi dirinya sendiri
maupun orang lain.
2. RSUD Karanganyar mengoptimalkan fungsi K3RS yang ada yaitu dengan
cara melakukan pelatihan terkait Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit
sehingga pekerja yang kerjanya terkait dengan SMK3 akan lebih berkompeten
dalam pekerjaannya.
3. Semua pihak yang terkait dengan RSUD Karanganyar secara tanggung jawab
melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) K3RS sesuai dengan
peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku.
4. RSUD Karanganyar secara rutin mengevaluasi penyelenggaraan K3 RS untuk
menilai apakah kinerjanya sudah maksimal ataukah masih memerlukan
perbaikan sistem K3RS yang selanjutnya. Selain itu, Rumah Sakit harus selalu
mengidentifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko
yang selalu ada di Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Buchari (2007). Penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja. Sumatera Utara : USU Repository.
Hudoyo (2004). Upaya kesehatan kerja di rumah sakit. Jakarta : EGC
Juliatin (2013). Kecelakaan kerja. Sumatera Utara : USU Repository
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2007). Pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 432/Menkes/SK/IV/2007
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010). Standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2010.
Muhammad (2014). Dasar K3. http://www.konsultasik3.com/p/keselamatan-dan-kesehatan-kerja.html. Diakses 21 Agustus 2015
Soehatman, Ramli (2010). Sistem manajemen keselamatan & kesehatan kerja. OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat
Sulatomo (2003). Manajemen kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Sarana yang tersedia di RSUD Kota Surakarta dalam usaha penanganan kebakaran
Sistem pengolahan limbah (IPAL) dan tempat penampungan sampah sementara.
Para petugas yang bekerja di RSUD Kota Surakarta. Terlihat beberapa diantaranya
menggunakan alat pelindung diri namun ada juga yang belum
Kondisi di RSUD Kota Surakarta ramah bagi penyandang cacat
Pemberian pagar terhadap alat berat untuk mencegah kecelakaan terhadap
pengunjung dan petugas, serta penyediaan handrub di banyak titik untuk mengurangi
potensi infeksi di wilayah RSUD Kota Surakarta
Tempat kerja yang nyaman bagi petugas RSUD Kota Surakarta, dan atap transparan
untuk mencukupi kebutuhan cahaya di dalam gedung RSUD Kota Surakarta