28
OTONOMI DAERAH KELOMPOK 6 DARA SYIFA SAKINAH RIDHOWAN SYARKAWI TENDRI AYU PUTRI K SAKINAH PUTRI ILHAM NOVIANTY DWI SAPUTRI JUNIA ARYANI WELLYAN RAHMAD ADILLIO SELLY MARLINA DELLA ELVINA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BENGKULU 2013 i

K-28 Otonomi Daerah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

K-28 Otonomi Daerah

Citation preview

OTONOMI DAERAH

KELOMPOK 6DARA SYIFA SAKINAH RIDHOWAN SYARKAWI TENDRI AYU PUTRI KSAKINAH PUTRI ILHAMNOVIANTY DWI SAPUTRIJUNIA ARYANIWELLYAN RAHMAD ADILLIOSELLY MARLINADELLA ELVINA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS BENGKULU2013

PRAKATAPuji dan syukur atas rahmat Allah SWT yang memberikan kesehatan dan bekal ilmu untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul Otonomi DaerahPada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:1. Bapak Muhammad Fauzi selaku guru pembimbing yang telah memberi arahan, saran, motivasi, dan bimbingannya kepada penulis.2. Ayah, Ibu tercinta yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis.3. Mahasiswa Fakultas Kedokteran 2013 sebagai teman sejawat yang telah memberikan motivasi dan dukungan untuk menyelesaikan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua agar lebih kita agar lebih memahami otonomi daerah.

Bengkulu, November 2013

Penulis

DAFTAR ISIPRAKATAiiDAFTAR ISIiiiBAB I1PENDAHULUAN11.1Latar Belakang1BAB II2PEMBAHASAN22.1Pengertian Otonomi Daerah22.2Tujuan Otonomi Daerah32.3 Prinsip Otonomi Daerah52.4Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah52.5Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia62.6Permasalahan atau Kendala dalam Penerapan Otonomi Daerah di Indonesia.82.7Syarat-syarat pembentukan Otonomi Daerah112.8Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah152.8.3Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah dari Segi Keamanan Politik16BAB III17PENUTUP173.1Kesimpulan17DAFTAR PUSTAKA18

i

BAB IPENDAHULUANLatar BelakangDampak reformasi yang terjadi di Indonesia, ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan, adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak sentralistik di pemerintah pusat ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik di pemerintah daerah. Pemerinntahan semacam inimemberikan keleluasaan kepada daerah dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan keadilan, serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah. Kebijakan Otonomi Daerah yang tertuang dalam UU No.22 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan strategi baru yang membawa harapan dalam memasuki era reformasi, globalisasi serta perdagangan bebas.Hal-hal pokok yang menjiwai lahirnya undang-undang ini adalah demokratisasi, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat serta terpeliharanya nilai-nilai keanekaragaman daerah. Hal tersebut muncul oleh karena kebijakan ini dipandang sebagai jalan baru untuk menciptakan tatanan yang lebih baik dalam sebuah skemagood governancedengan segala prinsip dasarnya.Sistem otonomi daerah merupakan buah demokrasi yang tumbuh berkembang di Indonesia sejak era reformasi 1998.Dalam pelaksanaannya, otonomi daerah bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan daerah sesuai dengan potensi lokal wilayahnya. Kedudukan pemerintah daerah terutama tingkat II (Kabupaten/Kota) dalam sistem otonomi daerah menjadi sangat penting karena akan berperan sebagai motor dalam pelaksanaan otonomi. Pemerintah daerah yang menguasai daerah yang lebih sempit daripada pemerintah pusat diharapkan sangat memahami kondisi dan permasalahan wilayahnya secara lebih detail. Dengan demikian, pembangunan daerah diharapkan akan berjalan secara pasif dan merata sampai pada wilayah-wilayah daerah.

BAB IIPEMBAHASANPengertian Otonomi DaerahOtonomi daerah berasal dari bahasa Yunani yaitu auto dan nomous yang berarti sendiri dan peraturan atau hukum.Jadi dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah adalah hak kewenangan dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Beberapa pengertian otonomi daerah menurut beberapa pakar, antara lain:1. Pengertian Otonomi Daerah menurut F. Sugeng Istianto, adalah:Hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah2. Pengertian Otonomi Daerah menurut Ateng Syarifuddin, adalah:Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dapat dipertanggungjawabkan3. Pengertian Otonomi Daerah menurut Syarif Saleh, adalah:Hak mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat4. Pengertian otonomi daerah menurut Benyamin Hoesein, adalah:Pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat

5. Pengertian otonomi daerah menurut Philip Mahwood, adalah:Suatu pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sendiri dimana keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber material yang bersifat substansial mengenai fungsi yang berbedaSedangkan menurut UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah adalah hak wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.2 Tujuan Otonomi DaerahMenurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu sistem Sentralistik tidak dapat menjamin kesesuaian tindakan-tindakan Pemerintah Pusat dengan keadaan di daerah-daerah.Maka untuk mengatasi hal ini, pemerintah kita menganut sistem Desentralisasi atau Otonomi Daerah.Hal ini disebabkan wilayah kita terdiri dari berbagai daerah yang masing-masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat pendidikan dan lain sebagainya.Dengan sistem Desentralisasi diberikan kekuasaan kepada daerah untuk melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan khusus di daerah kekuasaannya masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh menyimpang dari garis-garis aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.Jadi pada dasarnya, maksud dan tujuan diadakannya pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai efektivitas pemerintahan.Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat mandiri dan bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat peraturan bagi wilayahnya. Namun, harus tetap mempertanggungjawabkannya dihadapan Negara dan pemerintahan pusat.Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi daerah. Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.a) Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.b) Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai pemerintahan yang efisien.c) Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada daerah.d) Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.Otonomi daerahdapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.

Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, sebaiknya dimulai dari diri sendiri.Para pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya merupakan sebuah amanah yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan.Selain itu, kita semua juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan otonomi daerah.Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya bukan hal yang mudah karena tidak mungkin dilakukan secara instan. Butuh proses dan berbagai upaya serta partisipasi dari banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan serta kerjasama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.

2.3 Prinsip Otonomi DaerahAtas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004) : a)Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.Daerah memliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.b)Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

2.4 Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi DaerahPembagian antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Jenis kekusaan yang ditangani pusat hampir sama dengan yang ditangani oleh pemerintah di negara federal, yaitu hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter, dan agama, serta berbagai jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah pusat, seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional, administrasi pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), dan pengembangan sumber daya manusia.Selain sebagai daerah otonom, provinsi juga merupakan daerah administratif, maka kewenangan yang ditangani provinsi atau gubernur akan mencakup kewenangan desentralisi dan dekonsentrasi. Kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom provinsi dalam rangka desentralisasi mencakup:1. Kewenangan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, seperti kewenangan dalam bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan perkebunan.2. Kewenangan pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan pengendalian pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah provinsi dan perencanaan tata ruang provinsi.3. Kewenangan kelautan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, penegakan hukum dan bantuan penegakan keamanan, dan kedaulatan negara.4. Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan daerah kota diserahkan kepada provinsi dengan pernyataan dari daerah otonom kabuapaten atau kota tersebut.

2.5 Pelaksanaan Otonomi Daerah di IndonesiaSejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut. Termasuk diharapkannya penerapan otonomi daerah karena kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di jakarta. Sementara itu pembangunan di beberapa wilayah lain dilalaikan. Disamping itu pembagian kekayaan secara tidak adil dan merata di setiap daerahnya. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, seperti:Aceh, Riau, Irian Jaya (Papua), Kalimantan dan Sulawesi ternyata tidak menerima perolehan dana yang patut dari pemerintah pusat serta kesenjangan sosial antara satu daerah dengan daerah lain sangat mencolok.Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri.Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan yang didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu:1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan (community-based). Aturan itu ditetapkan untuk memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara dengan cara yang berkelanjutan. 2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat mereka.Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu daerah.Kedua contoh diatas dapat terjadi berkat adanya Otonomi Daerah di daerah terebut.Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan. Sebaliknya, untuk suara kontra bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah. Oleh karena itu, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika Otonomi Daerah pertama kali diberlakukan. Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul karena adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.

2.6 Permasalahan atau Kendala dalam Penerapan Otonomi Daerah di Indonesia.Dalam era transisi kebijakan sentralistik ke desentralistik demokratis yang dituju dalam pemerintahan nasional sebagaimana ditandai dengan diberlakukannya Otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No. 22 tahun 1999 sejak tanggal 1 Januari 2010, memang masih ditemui kendala-kendala yang perlu diatasi. Dari sekian kendala terdapat permasalahan yang mengandung potensi instabilitas yang dapat mengarah kepada melemahnya ketahanan nasional di daerah bahkan dapat memicu terjadinya disintegrasi bangsa bila tidak segera diatasi. Hal itu antara lain :

1. Pembagian UrusanContoh permasalahan yaitu dalam pembuatan kebijakan pusat untuk daerah (FTZ).Permasalahan yang paling sering dialami oleh daerah adalah banyaknya aturan yang saling tumpang tindih antara pusat dan daerah. Akibatnya banyak aturan pusat yang akhirnya tidakbisa diterapkan di daerah. Salah satu sebab itu karena pusat tidak memahami keadaan yang sedang dialami daerah tersebut.Kondisi inilah yang diduga menjadi kendala utama belum maksimalnya pelaksanaan Free Trade Zone (FTZ) di Kepri ini. Daerah selalu menunggu aturan dari pusat atau kebijakan dari pusat sehingga setelah ditunggu ternyata hasilnya selalu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Seharusnya hal tersebut dapat diatasi apabila pembagian urusan antara daerah danpusat tidak tumpang tindih.Artinya, dalam pengusulan suatu konsep aturan daerah harus terlibat langsung. Atau dengan kata lain sebelum pemerintah pusat membuat aturan, daerah memiliki tugas seperti mengajukan konsep awal yang tidak bertentangan dengan aturan yang ada di daerah. Sehingga pemerintah pusat dalam menyusun aturan, memiliki landasan yang kuat mengacu pada konsep daerah.

2. Pelayanan MasyarakatPada umumnya, Sumber Daya Manusia pada pemerintah daerah memiliki sumberinformasi dan pengetahuan yang lebih terbatas dibandingkan dengan sumber daya pada Pemerintah Pusat.Hal ini mungkin diakibatkan oleh sistem kepegawaian yang masih tersentralisasi sehingga Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan wewenang dalam mengelola SumberDaya Manusianya sesuai dengan kriteria dan karakteristik yang dibutuhkan oleh suatu daerah.Sehingga pelayanan yang diberikan hanya standar minimum.

3. Lemahnya Koordinasi Antar Sektor dan DaerahKoordinasi antarsektor tidak hanya menyangkut kesepakatan dalam suatu kerjasama yang bersifat operasional tetapi juga koordinasi dalam pembuatan aturan. Dua hal ini memang tidak serta merta menjamin terjadinya sinkronisasi antar berbagai lembaga yang memproduksi peraturan dan kebijakan tetapi secara normatif koordinasi dalam penyusunanperaturan perundangan akan menghasilkan peraturan perundang-undangan yang sistematisdan tidak bertubrukan satu sama lain. Walaupun Kepala Daerah dalam kedudukan sebagai Badan Eksekutif Daerahbertanggung jawab kepada DPRD, namun DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah tetap merupakan partner (mitra) dari dan berkedudukan sejajar dengan Pemerintah Daerah atau Kepala Daerah. Masalah seperti ini pun sangat terasa di Pusat.Kesan memposisikan diri yang lebih kuat, lebih tinggi dari yang lainnya yang kadang-kadang disaksikan oleh masyarakat luas.Ada tiga hal yang perlu disadari dan disamakan oleh legislatif dan eksekutif dalam menyikapi berbagai perbedaan yaitu pola pikir, pola sikap dan pola tindak. Pola pikir yang harus sama adalah kita sadar terhadap apa yang harus kita pertahankan dan kita upayakan, yaitu integritas dan identitas bangsa serta berbagai upaya untuk memajukan dan mencapai tujuanbangsa. Pola sikap yaitu, bahwa setiap elemen bangsa mempunyai kemampuan dan kontribusi seberapapun kecilnya.Dan pola tindak yang komprehensif, terkordinasi dan terkomunikasikan.

4. Pembagian PendapatanUU 25/1999 pada dasarnya menganut paradigma baru, yaitu berbeda dengan paradigma lama, maka seharusnya setiap kewenangan diikuti dengan pembiayaannya, sesuai dengan bunyi pasal 8 UU 22/1999. Pada saat sekarang ini, banyak daerah yang mengeluh tentang tidak proporsionalnya jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima, baik oleh Daerah Propinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota.Banyak daerah yang DAU-nya hanya cukup untuk membayar gaji pegawai daerah dan pegawai eks kanwil, Kandep/Instansi vertikal di daerah.Disamping itu, kriteriapenentuan bobot setiap daerah dirasakan oleh banyakdaerah kurang transparan.Kriteriapotensi daerah dan kebutuhan daerah tampaknya kurang representatif secara langsung terhadap pembiayaan daerah. Dengan demikian perhitungan DAU yang transparan sebagaimana diaturdalam pasal 7 UU 25/1999 jo PP 104/2000 tentang perimbangan keuangan terutama pasal-pasal yang menyangkut perhitungan DAU dan faktor penyeimbangan, kiranya perlu ditata kembali. Kemudian, pembagian bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA) dirasakan kurang mengikutiprinsip-prinsip pembiayaan yang layak yang sejalan dengan pemberian kewenangan Kepala Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Seperti halnya dalam paradigma lama, melaluiparadigma baru pun bagian daerah selalu jauh dari Sumber Daya Alam yang kurang potensial (seperti:perkebunan, kehutanan, pertambangan umum dan sebagainya), sedangkan disektorminyak dan gas alam, hanya mendapat porsi kecil. Bagian bagi hasil di bidang ini perlu diperbesar, sehingga daerah penghasil mendapat bagian yang proporsional sebanding dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi dan eksploitasi SDA tersebut.

5. Anatisme Daerah (Ego Kedaerahan)Sifat seperti ini sangat tidak baik jika ada disuatu wilayah/daerah atau dimanapun, karena hal ini dapat menimbulkan kesenjangan atau kecemburuan terhadap daerah-daerahlain.Contoh pemasalahannya kejadian yang terjadi di daerah kabupaten Anambas dalampenerimaan CPNS.Bagi pelamar CPNS minimal mempunyai 1 ijazah yang dikeluarkan oleh disdik kabupaten.Anambas baik SD, SMP, dan SMA. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terlalu egoisnya suatu daerah yang mengutamakan putra daerah untuk dapat menjadi CPNS dalam mengembangkan daerahnya sendiri sehinnga untuk warga daerah lain tidak diberikanpeluang untuk menjadi CPNS dan hal ini juga dapat menimbulkan kerugian bagi warga Anambas karena dapat mengurangi pendapatan mereka ( yang berjualan atau yang membuka tempat-tempat kos) Solusinya sebaiknya dalam hal ini daerah Anambas tidak terlalu egois dalampenerimaan CPNS ini. Sehingga warga lain yang bukan berasal dari Anambas dapat bekerja dan dan bersaing demi memajukan daerah tersebut dan membuka peluang bagi siapapun yang memiliki kemampuan dan skiil serta pengetahuan mereka dalam berkopetensi untuk bersaing demi kebaikan dan memajukan daerah tersebut. Hal ini juga dapat meningkatkan pendapatan untuk penghasilan bagi warga yang memiliki mata pencarian sebagai pedagang dan yang memiliki rumah-rumah kos. Jika dibandingkan dengan adanya fanatisme.

6. DisintegrasiHal ini dapat menimbulkan perpecahan atau terganggunya stabilitas keamanan nasional dalam penyelenggaraan sebuah negara. Hal ini dapat disebabkan olek keegoisan suatu kelompok masyarakat atau daerah dalam mempertahankan suatu pendapat yang memiliki unsur kepentingan-kepentingan kelompok satu dengan yang lain. Yang dapat merugikan atau kecemburuan terhadap kelompok-kelompok yang lain untuk mendapatkan hak yang sama sehingga dapat memecahkan rasa persatuan dan kesatuan kita dan dapat menimbulkan berbagai pertikaian dalam sebuah negara atau daerah tersebut. Contohnya: GAM, RMS, dan lain-lain. Solusinya sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik harusnya tidak egois dalam mempertahankan suatu hak atau pendapat antara kelompok yang satu dengan yang lain dapat menimbulkan pertikaian dan mengganggu keamanan didaerah tersebut. Namun kita harus bersatu demi memajukan daerah atau negara yang kita cintai.

2.7 Syarat-syarat Pembentukan daerah OtonomWilayah Negara kesatuan RI dapat dijadikan sebagai daerah otonom apabila daerah tersebut memenuhi persyaratan, yaitu :a. Kemampuan ekonomiUntuk menjadi daerah otonom, suatu daerah harus mempunyai kemampuan ekonomi yang memadai agar jalannya pemerintahan tidak tersendat-sendat dan pembangunan dapat terlaksana dengan baik.b. Luas daerahUntuk menjadikan daerah otonom diperlukan luas wilayah tertentu, sehingga keamanan dan stabilitas serta pengawasan dari pemerintah daerah dapat dijalani dengan baik.c. Pertahanan dan Keamanan NasionalHankam suatu daerah merupakan modal penting utama bagi jalannya sebuah pemerintahan.d. Syarat-syarat lainArtinya yaitu segala sesuatu yang memungkinkan daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan dan pembinaan kestabilan politik serta persatuan dan keatuan bangsa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab.Dasar hukum diselenggarakan otonomi daerah di IndonesiaDasar hukum otonomi daerah yaitu :1. UUD 1945 pasal 182. UU No. 32 tahun 20043. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 3 tahun 2003Bentuk dan Susunan Pemerintah Daerah1. Dewan perwakilan rakyat Daerah (DPRD)DPRD merupakan lembaga yang berperan sebagai badan legislative di daerah baik di provinsi, kabupaten maupun kota. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di dearah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi Pancasila.Dan dipilih melalui pemillu.2. Pemerintahan DaerahPemerintah daerah merupakan lembaga di daerah yang berperan sebagai badan eksekutif daerah. Berdasarkan UUD 1945 pasal 18 ayat 4 pemerintah daerah yang dibentuk di wilayah provinsi, kabupaten dan kota ini dipilih secara demokratis. Dlam menjalankan kewenangannya, pemerintah daerah berhak menetpkan peraturan daerah dan peraturan lainnya untuk melaksanakn otonomi dan tugas bantuan.

Asas-asas Otonomi Daerah Asas Sentralisasi adalah pemusatan seluruh penyelenggaraan pemerintah Negara dengan pemerintah pusat. Asas Desentralisasi adalah segala pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah gubernur sebagai wakil pemerintah dan perangkat pusat di daerah. Asas Pembantuan adalah asas yang menyatakan turut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintah yang ditugaskan kepada pemerintah daerah dengan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada yang memberi tugas.

Kewenangan yang dimiliki oleh daerah otonom Kewenangan PolitikAdanya otonomi daerah, rakyat melalui DPRD memiliki kewenangan memilih kepala daerah sendiri. Kewenangan AdministrasiMenyangkut keuangan pemerintah pusat dengan memberikan uang kepada daerah untuk mengelola karyawan dan organisasi.

2.8 Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah2.8.1 Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah dari Segi Ekonomi Dampak Positif : Dari segi ekonomi banyak sekali keutungan dari penerapan otonomi daerah diantaranya; pemerintahan daerah memberikan wewenang kepada masyarakat daerah untuk mengelola sumber daya alam yang dimiliki di masing-masing daerah, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat. Dengan begitu masyarakat akan mandiri dan berusaha untuk mengembangkan suber daya alam yang mereka miliki, karena mereka lebih mengetahui hal-hal apa saja yang terbaik bagi mereka. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan di indonesia, selain karena efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal di Indonesia memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi kebaikan daerahnya. Dampak Negatif : Namun demikian, sejak orde lama sampai berakhirnya orde baru, pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara.Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya.Dan dengan adanya penerapan sistem ini membukan peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat daerah (pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek KKN.

2.8.2 Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah dari Segi Sosial Budaya Dampak Positif : Dengan diadakannya desentralisasi akan memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya bisa di jadikan symbol daerah tersebut.

Dampak Negatif : Dapat menimbulkan kompetisi yang tidak sehat anatar daerah karena setiap ingin menonjolkan kebudayaan masing-masing dan merasa bahwa kebudayaannya paling baik.2.8.3Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah dari Segi Keamanan Politik Dampak Positif: Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijakna ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI). Dampak Negatif : Disatu sisi otonomi daerah berpotensi menyulut konflik antar daerah satu dengan yang lain

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanOtonomi daerah telah memberi pengaruh positip dan negatip terhadap sistem pemerintahan daerah. Adapun pengaruh positip dan negatip dari otonomi daerah tersebut antara lain pemilihan kepala daerah langsung, hubungan antara provinsi dengan kabupaten/kota, hubungan antara eksekutif dan legislatif, distorsi putera daerah, dan kemunculan raja lokal, serta timbulnya konflik batas wilayah.Mengeluarkan suatu kebijakan ibarat melemparkan batu kedalam air, pasti akan menimbulkan riak, namun riaknya air akan hilang ketika batu telah sampai kepada dasar atau kedalaman tertentu. Begitu juga kebijakan otonomi daerah yang menimbulkan pro dan kontra sebagai suatu konsekuensi logis yang harus disikapi oleh seluruh masyarakat menuju proses pendewasaan bangsa.

DAFTAR PUSTAKARiyanto, Sugeng. Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang:Aneka Ilmu. 2008.Srijanti, dkk.Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta: Graha Ilmu. 2009.Ubaidillah, dkk.Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah. 2007.Ubaidillah, dkk.Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah.2012.