10
2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Transparan SNI (1994) menjelaskan bahwa sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani yang umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik yang digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Sabun yang dibuat dari NaOH dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap). Sabun yang berkualitas baik harus memiliki daya detergensi yang tinggi, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan dan tetap efektif walaupun digunakan pada suhu dan tingkat kesadahan air yang berbeda-beda (Shrivastava, 1982). Hill (2005) menyatakan bahwa sabun batangan yang ideal harus memiliki kekerasan yang cukup untuk memaksimalkan pemakaian (user cycles) dan ketahanan yang cukup terhadap penyerapan air (water reabsorption) ketika tidak sedang digunakan, sementara pada saat yang sama juga mampu menghasilkan busa dalam jumlah yang cukup untuk mendukung daya bersihnya. Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu saponifikasi dan netralisasi. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali. Pada proses saponifikasi akan diperoleh produk samping yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak menghasilkan gliserol (Spitz, 1996). Proses saponifikasi terjadi pada suhu 80-100 o C. Reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut. Reaksi kimia proses netralisasi asam lemak adalah sebagai berikut. Sabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa) dimana gugus R bersifat hidrofobik karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik karena bersifat polar. Molekul sabun terdiri dari bagian kepala yang disebut gugus hidrofilik dan bagian ekor yang disebut gugus hidrofobik. Gambar molekul sabun dapat dilihat pada Gambar 1.

Jurnal Sabun IPB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal tentang sabun deterjen

Citation preview

Page 1: Jurnal Sabun IPB

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun Transparan

SNI (1994) menjelaskan bahwa sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan

mereaksikan secara kimia antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal

dari minyak nabati atau lemak hewani yang umumnya ditambahkan zat pewangi atau

antiseptik yang digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan

kesehatan. Sabun yang dibuat dari NaOH dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap),

sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap).

Sabun yang berkualitas baik harus memiliki daya detergensi yang tinggi, dapat diaplikasikan

pada berbagai jenis bahan dan tetap efektif walaupun digunakan pada suhu dan tingkat

kesadahan air yang berbeda-beda (Shrivastava, 1982).

Hill (2005) menyatakan bahwa sabun batangan yang ideal harus memiliki kekerasan

yang cukup untuk memaksimalkan pemakaian (user cycles) dan ketahanan yang cukup

terhadap penyerapan air (water reabsorption) ketika tidak sedang digunakan, sementara pada

saat yang sama juga mampu menghasilkan busa dalam jumlah yang cukup untuk mendukung

daya bersihnya.

Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu saponifikasi dan netralisasi. Proses

saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi

terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali. Pada proses saponifikasi akan diperoleh

produk samping yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak menghasilkan gliserol

(Spitz, 1996). Proses saponifikasi terjadi pada suhu 80-100oC. Reaksi kimia pada proses

saponifikasi adalah sebagai berikut.

Reaksi kimia proses netralisasi asam lemak adalah sebagai berikut.

Sabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa) dimana gugus R bersifat hidrofobik

karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik karena bersifat polar. Molekul sabun

terdiri dari bagian kepala yang disebut gugus hidrofilik dan bagian ekor yang disebut gugus

hidrofobik. Gambar molekul sabun dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 2: Jurnal Sabun IPB

Kotoran yang menempel pada kulit umumnya berupa

pada kulit karena adanya

Air saja tidak dapat mem

adanya suatu bahan yang dapat mengangkat kotoran yang menempel tersebut. Sabun

merupakan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan air dan berfungsi sebagai

pembersih. Molekul sabun ters

yang bersifat polar. Bagian nonpolar akan larut dalam minyak, sedangkan bagian polar akan

larut dalam air. Prinsip tersebut menyebabkan sabun memiliki daya pembersih. Ketika mandi

dengan menggunakan sabun, gugus nonpolar dari sabun akan menempel pada kotoran dan

bagian polarnya akan menempel pada air. Hal ini akan mengakibatkan tegangan permukaan

air akan semakin berkurang, sehingga air akan mudah menarik kotoran

terlihat pada Gambar2

Keterangan : A = hidrofilik (polar)

Kirk et al

mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama, yaitu asam lemak dengan rantai

karbon C12-C18 dan sodium atau potasium.

made, opaque, dan transparan. Sabun

mengandung garam (air sadah). Sabun

batang dan penampakannya tidak transparan, sementara sabun transparan memiliki

penampakan yang transparan dan menarik

kulit.

Menurut Cavitch (2001), sabun transparan merupakan sabun yang memiliki tingkat

transparansi paling tinggi. Sabun transparan mampu meneruskan cahaya yang disebarkan

Gambar 1. Molekul Sabun

Kotoran yang menempel pada kulit umumnya berupa minyak. Debu akan menempel

pada kulit karena adanya minyak tersebut. Kotoran tersebut dapat menghambat fungsi kulit.

Air saja tidak dapat membersihkan kotoran yang menempel di kulit sehingga diperlukan

adanya suatu bahan yang dapat mengangkat kotoran yang menempel tersebut. Sabun

merupakan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan air dan berfungsi sebagai

pembersih. Molekul sabun tersusun dari gugus alkil yang bersifat nonpolar dan ion karboksilat

yang bersifat polar. Bagian nonpolar akan larut dalam minyak, sedangkan bagian polar akan

larut dalam air. Prinsip tersebut menyebabkan sabun memiliki daya pembersih. Ketika mandi

gunakan sabun, gugus nonpolar dari sabun akan menempel pada kotoran dan

bagian polarnya akan menempel pada air. Hal ini akan mengakibatkan tegangan permukaan

air akan semakin berkurang, sehingga air akan mudah menarik kotoran

da Gambar2.

Keterangan : A = hidrofilik (polar)

B = hidrofobik (nonpolar)

C = kotoran (lemak)

D = molekul air

Gambar 2. Mekanisme Kerja Sabun sebagai Pembersih

et al. (1954) menyatakan bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk

mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama, yaitu asam lemak dengan rantai

dan sodium atau potasium. Sabun batangan terbagi menjadi tiga, yaitu

dan transparan. Sabun cold made dapat berbusa dengan baik d

mengandung garam (air sadah). Sabun opaque adalah sabun mandi biasa yang berbentuk

batang dan penampakannya tidak transparan, sementara sabun transparan memiliki

kan yang transparan dan menarik serta mampu menghasilkan busa yang lembut d

Menurut Cavitch (2001), sabun transparan merupakan sabun yang memiliki tingkat

ing tinggi. Sabun transparan mampu meneruskan cahaya yang disebarkan

3

. Debu akan menempel

tersebut. Kotoran tersebut dapat menghambat fungsi kulit.

bersihkan kotoran yang menempel di kulit sehingga diperlukan

adanya suatu bahan yang dapat mengangkat kotoran yang menempel tersebut. Sabun

merupakan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan air dan berfungsi sebagai

usun dari gugus alkil yang bersifat nonpolar dan ion karboksilat

yang bersifat polar. Bagian nonpolar akan larut dalam minyak, sedangkan bagian polar akan

larut dalam air. Prinsip tersebut menyebabkan sabun memiliki daya pembersih. Ketika mandi

gunakan sabun, gugus nonpolar dari sabun akan menempel pada kotoran dan

bagian polarnya akan menempel pada air. Hal ini akan mengakibatkan tegangan permukaan

air akan semakin berkurang, sehingga air akan mudah menarik kotoran dari kulit seperti

sebagai Pembersih

ah bahan yang digunakan untuk

mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama, yaitu asam lemak dengan rantai

menjadi tiga, yaitu cold

dapat berbusa dengan baik dalam air yang

ah sabun mandi biasa yang berbentuk

batang dan penampakannya tidak transparan, sementara sabun transparan memiliki

serta mampu menghasilkan busa yang lembut di

Menurut Cavitch (2001), sabun transparan merupakan sabun yang memiliki tingkat

ing tinggi. Sabun transparan mampu meneruskan cahaya yang disebarkan

Page 3: Jurnal Sabun IPB

4

dalam bentuk pertikel-partikel kecil, sehingga obyek yang berada di balik sabun dapat terlihat

dengan jelas hingga jarak 6 cm.

Sabun transparan adalah jenis sabun yang digunakan untuk wajah dan tubuh yang dapat

menghasilkan busa yang lebih lembut di kulit dan penampakannya lebih berkilau jika

dibandingkan dengan jenis sabun yang lain (Hambali et al., 2005).

Proses pembuatan sabun transparan telah dikenal sejak lama. Produk sabun transparan

yang cukup dikenal adalah pears transparent soap. Sama halnya dengan sabun mandi biasa,

sabun transparan juga merupakan reaksi hasil penyabunan antara asam lemak dan basa kuat,

yang membedakan hanya penampilan yang transparan (Mitsui, 1997).

Sabun transparan dapat dihasilkan dengan beberapa cara berbeda. Salah satu metode

tertua adalah dengan cara melarutkan sabun dalam alkohol dengan pemanasan lembut untuk

membuat larutan jernih yang kemudian diberi pewangi dan pewarna. Warna dari sabun

batangan akhir tergantung pada pilihan bahan awal dan bila tidak digunakan sabun yang

berkualitas baik, maka kemungkinan produk akhir akan berwarna sangat kuning (Williams

dan Schmitt, 2002).

Proses tradisional pembuatan sabun transparan mencakup penghilangan sebagian

alkohol melalui destilasi dan pencetakan sabun dari sabun cair menjadi blok. Blok tersebut

dibiarkan hingga tiga bulan sebelum dicetak dan dikemas ke dalam penampilan akhirnya.

Proses ini merupakan proses yang mahal. Kini telah dikembangkan metode yang lebih murah

dengan menggunakan minyak nabati dengan penambahan transparent agents seperti sukrosa

(gula). Metode ini memungkinkan untuk membuat sabun transparan langsung dari bahan baku

penyusunnya tanpa harus melakukan prapersiapan sabun sebagai tahap perantara dalam

proses.

2.2 Asam Lemak

Asam lemak merupakan asam karboksilat yang berantai panjang yang dapat bersifat

jenuh atau tidak jenuh, dengan panjang rantai berbeda-beda tetapi bukan siklik atau

bercabang. Asam-asam lemak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh

dan asam lemak tak jenuh. Penggolongan tersebut berdasarkan perbedaan bobot molekul dan

derajat ketidakjenuhannya (Winarno, 1997).

Menurut Cavitch (2001), setiap asam lemak memberikan sifat yang berbeda pada sabun

yang dihasilkan. Sabun yang dihasilkan dari asam lemak dengan bobot molekul kecil akan

lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul besar. Asam

lemak yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah yang memiliki rantai karbon berjumlah

12-18 (C12-C18). Asam lemak dengan rantai karbon kurang dari 12 tidak memiliki efek sabun

(soapy effect) dan asam dapat menimbulkan iritasi pada kulit, sementara asam lemak dengan

rantai karbon lebih dari 20 memiliki kelarutan yang sangat rendah. Asam lemak dengan rantai

karbon 12-14 memberikan fungsi yang baik untuk pembusaan sementara asam lemak dengan

rantai karbon 16-18 baik untuk kekerasan dan daya detergensi (Cavitch, 2001). Dalam Tabel 1

dapat dilihat jenis-jenis asam lemak dan pengaruhnya terhadap karakteristik sabun.

Page 4: Jurnal Sabun IPB

5

Tabel 1. Pengaruh Jenis Asam Lemak terhadap Karakteristik Sabun

Asam Lemak Karakteristik Sabun

Asam laurat (C12H24O2)

Keras (konsistensi tinggi), daya detergensi (kemampuan

membersihkan) tinggi, kelarutan tinggi dan menghasilkan busa

yang lembut

Asam linoleat (C18H32O2) Melembabkan kulit

Asam miristat (C14H28O2) Keras, daya detergensi tinggi dan menghasilkan busa yang

lembut

Asam oleat (C18H34O2) Melembabkan kulit

Asam palmitat (C16H32O2) Keras dan menghasilkan busa yang stabil

Asam risinoleat (C18H34O2) Melembabkan kulit, menghasilkan busa yang stabil dan lembut

Asam stearat (C18H36O2) Keras dan menghasilkan busa yang stabil

Sumber : Cavitch (2001)

Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan asam lemak yang memiliki rantai

panjang, khususnya C16 dan C18, akan menghasilkan sabun dengan struktur yang lebih kompak

dan dapat mencegah atau memperlambat disintegrasi sabun saat terpapar oleh air. Asam-asam

lemak dengan rantai pendek, misalnya asam laurat dan asam-asam lemak lain yang memiliki

kelarutan tinggi, berperan dalam kemampuan sabun untuk menghasilkan busa.

Asam-asam lemak merupakan komponen utama penyusun lemak atau minyak.

Karakteristik suatu sabun sangat dipengaruhi oleh karakteristik minyak yang dipakai. Tiap-

tiap minyak memiliki jenis asam lemak yang dominan. Asam-asam lemak inilah yang

nantinya akan menentukan karakteristik dari sabun yang dihasilkan. Pada Tabel 2 disajikan

pengaruh beberapa jenis minyak nabati terhadap karakteristik sabun.

Tabel 2. Pengaruh Jenis Minyak terhadap Karakteristik Sabun

Jenis Minyak Karakteristik Sabun

Konsistensi Sifat Pembusaan Daya Detergensi

Minyak Kelapa Keras dan rapuh Cepat berbusa Sangat bagus dalam air hangat dan dingin

RBDPO Keras dan rapuh Cepat berbusa Sangat bagus dalam air hangat dan dingin

Minyak jarak Lunak Sedikit berbusa Cukup

Sumber : Shrivastava (1982)

Sabun dengan sifat yang lengkap dan ideal dapat diperoleh dengan melakukan

pencampuran minyak sehingga asam lemak pada campuran tersebut menjadi lengkap dan

kombinasinya seimbang sehingga memberikan semua sifat yang diinginkan dalam sabun.

2.3 Minyak Nabati

Minyak nabati berfungsi sebagai sumber asam lemak. Setiap jenis minyak

menghasilkan karakteristik sabun yang berbeda-beda.

Page 5: Jurnal Sabun IPB

6

2.3.1 Minyak Kelapa

Menurut Woodroof (1979), minyak kelapa diperoleh sebagai hasil ekstraksi kopra atau

daging buah kelapa segar. Daging kelapa segar mengandung 35-50% minyak dan jika

dikeringkan (dijadikan kopra), kadar minyaknya akan naik menjadi 63-65%. Asam-asam

lemak dominan yang menyusun minyak kelapa adalah laurat dan miristat, yang merupakan

asam-asam lemak berbobot molekul rendah, sedangkan menurut Ketaren (1986), minyak

kelapa memiliki sekitar 90% kandungan asam lemak jenuh.

Shrivastava (1982) menyatakan bahwa minyak kelapa memiliki sifat mudah

tersaponifikasi (tersabunkan) dan cenderung mudah menjadi tengik (rancid). Shrivastava

(1982) juga menyatakan bahwa minyak kelapa sebagai salah satu jenis minyak dengan

kandungan asam lemak yang paling kompleks. Sifat fisikokimia minyak kelapa dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat Fisikokimia Minyak Kelapa

Karakteristik Nilai

Specific gravity, 15oC 0.931

Bilangan Iod 7.5 – 10.5

Bilangan Penyabunan 250 – 280

Titik Leleh (oC) 20 – 25

Sumber : Woodroof (1979), Shrivastava (1982), Ketaren (1986)

Asam lemak yang paling dominan dalam minyak kelapa adalah asam laurat

(HC12H23O2). Asam laurat sangat diperlukan dalam pembuatan sabun karena asam laurat

mampu memberikan sifat pembusaan yang sangat baik untuk produk sabun.

Asam-asam lemak yang lain yang terdapat dalam minyak kelapa adalah asam kaproat

(HC16H11O), kaprilat (HC8H15O2) dan kaprat (HC10H19O2). Semua asam lemak tersebut dapat

larut dalam air dan bersifat mudah menguap jika didestilasi dengan menggunakan air atau uap

panas. Komposisi asam lemak minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Kelapa

Asam Lemak Jumlah (%) Asam Lemak Jenuh Laurat (C12H24O2) 44 – 52 Miristat (C14H28O2) 13 – 19 Palmitat (C16H32O2) 7.5 – 10.5 Kaprilat (C8H16O2) 5.5 – 9.5 Kaprat (C10H20O2) 4.5 – 9.5 Stearat (C18H36O2) 1 – 3 Kaproat (C6H12O2) 0 – 0.8 Arachidat (C20H40O2) 0 – 0.04

Asam Lemak Tak Jenuh Oleat (C18H34O2) 5 – 8 Linoleat (C18H32O2) 1.5 – 2.5 Palmitoleat (C16H30O2) 0 – 1.3

Sumber :Thieme (1968)

Page 6: Jurnal Sabun IPB

7

Asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki sifat pembusaan yang baik

dan sering digunakan dalam formulasi sabun. Penggunaan asam laurat sebagai bahan baku

akan menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi dan karakteristik busa yang baik.

Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil komponen bukan

minyak, misalnya fosfatida, gum sterol (0.06-0.08%), tokoferol (0.003%) dan asam lemak

bebas (kurang dari 5%). Sterol yang terdapat dalam minyak nabati disebut fitosterol. Sterol

bersifat tidak berwarna, tidak berbau, stabil dan berfungsi sebagai penstabil dalam minyak.

Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat disabunkan dan berfungsi sebagai antioksidan

(Ketaren, 1986).

2.3.2 RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)

Buah kelapa sawit terdiri atas 80% perikarp dan 20% daging buah yang dilapisi kulit

tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40% (Ketaren, 1986). Patterson (1992)

menyatakan bahwa minyak kelapa sawit hasil pengepresan (crude palm oil) sebelum diolah

lebih lanjut harus mengalami proses pemurnian, yaitu degumming, netralisasi, pemucatan

(bleaching) dan penghilangan bau (deodorization). Minyak yang dihasilkan dari proses

pemurnian ini disebut refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) yang belum dipisahkan

fraksi padat dan fraksi cairnya. Jenis minyak ini biasanya digunakan sebagai bahan baku

dalam industri minyak goreng, margarin, shortening, dan berbagai industri turunan lainnya.

Menurut Departemen Pertanian (2008), proses pemurnian RBDPO dapat menghasilkan

73% olein, 21% stearin, 5% palm fatty acid distillate (PFAD), dan 0.5% bahan lainnya. Sifat

fisikokimia RBDPO dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sifat Fisikokimia RBDPO

Karakteristik Nilai

Bobot Jenis, 25oC 0.90

Indeks Bias, 40oC 1.16 – 1.46

Bilangan Iod 48 – 56

Bilangan Penyabunan 196 – 205

Sumber : Luthana (2008)

Menurut Cavitch (2001) sabun yang terbuat dari RBDPO merupakan sabun yang

memiliki tingkat kekerasan yang sangat tinggi. Kekerasan sabun sangat dipengaruhi oleh

adanya asam lemak jenuh dalam sabun. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam

sabun, maka sabun akan menjadi semakin keras.

Stabilitas emulsi sabun yang terbuat dari RBDPO juga sangat tinggi (Yunita, 2009).

Menurut Suryani et al. (2002), jumlah asam lemak mempengaruhi tingkat kestabilan emulsi

serta berperan dalam menjaga konsistensi sabun. Komposisi asam lemak dalam olein kelapa

sawit dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 7: Jurnal Sabun IPB

8

Tabel 6. Komposisi Kimia Asam Lemak dalam Olein Sawit

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam Lemak Jenuh Palmitat (C16H32O2) 37.9 – 41.7

Stearat (C18H36O2) 4.0 – 4.8

Miristat (C14H28O2) 0.9 – 1.5

Laurat (C12H24O2) 0.1 – 0.5

Asam Lemak Tak Jenuh Oleat (C18H34O2) 40.7 – 43.9

Linoleat (C18H32O2) 10.4 – 13.4

Linolenat (C18H30O2) 0.1 – 0.5

Sumber : Departemen Pertanian (2008)

2.3.3 Minyak jarak (Castor Oil)

Menurut Shrivastava (1982), minyak jarak diperoleh dari biji tanaman jarak (Ricinus

communis L.) dan memiliki sifat mudah tersaponifikasi. Biji jarak mengandung 50-55%

minyak (Klemczynska et al., 2006). Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan

dengan trigliserida lainnya karena bobot jenis, kekentalan, bilangan asetil dan kelarutan dalam

alkohol yang nilainya relatif tinggi. Minyak jarak larut dalam etil alkohol 95% pada suhu

kamar, dalam pelarut organik yang polar dan sedikit larut dalam golongan hidrokarbon

alifatis. Nilai kelarutan minyak jarak dalam petroleum eter relatif rendah (Ketaren, 1986).

Sifat fisikokimia minyak jarak tersaji dalam Tabel 7.

Tabel 7. Sifat Fisikokimia Minyak Jarak

Karakteristik Nilai

Bobot jenis, 20oC 0.96 – 0.96

Specific gravity 0.96 – 0.97

Indeks bias, 40oC 1.48 – 1.48

Bilangan Iod 82 – 88

Bilangan Penyabunan 176 – 181

Bilangan Tak Tersabunkan 0.70

Bilangan Asam 0.40 – 4.00

Bilangan Asetil 145 – 154

Titik Api ( oC) 322

Sumber : Bailey (1950), Shrivastava (1982)

Tidak seperti minyak lain, minyak jarak tidak mudah teroksidasi, kecuali jika terpapar

pada suhu tinggi (Klemczynska et al., 2006). Shrivastava (1982) menyebutkan bahwa minyak

Page 8: Jurnal Sabun IPB

9

jarak termasuk dalam golongan soft oil dan banyak mengandung asam oleat, linoleat dan

linolenat. Kandungan tokoferol dalam minyak jarak relatif kecil (0.05%) dan kandungan asam

lemak esensial minyak jarak sangat rendah. Ini menyebabkan minyak jarak sangat berbeda

dengan minyak nabati yang lain (Ketaren, 1986). Komposisi asam lemak minyak jarak

disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak jarak

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam Lemak Jenuh Stearat (C18H36O2) 0.5 – 2

Asam Lemak Tak Jenuh Risinoleat (C18H34O2) 86

Oleat (C18H34O2) 85

Linoleat (C18H32O2) 3.5

Sumber : Bailey (1950)

Sabun yang dibuat dari minyak jarak memiliki kelarutan yang tinggi dan penampakan

yang sangat jernih. Menurut Shrivastava (1982), sabun yang dibuat dari minyak jarak

memiliki transparansi yang sangat bagus, tetapi terasa lengket (sticky) dan wanginya cepat

hilang. Jika dalam formula sabun ditambahkan pewangi maka wangi pewangi tersebut akan

hilang dalam selang waktu tertentu. Williams dan Schmitt (2002) menyatakan bahwa sabun

transparan yang terbuat dari minyak jarak akan berwarna kuning sehingga dapat menghambat

proses pewarnaan pada sabun.

Menurut Puspito (2008), minyak jarak termasuk kategori superfatting oil. Minyak yang

termasuk dalam golongan ini memiliki nilai lebih, yaitu dapat melembabkan dan melembutkan

kulit. Contoh yang lain adalah minyak almon, lemak coklat (cocoa butter) dan minyak

alpukat.

Puspito (2008) juga menyatakan bahwa sabun yang dibuat dengan penambahan minyak

jarak akan menghasilkan busa yang lembut (creamy). Minyak jarak dalam sabun juga

berfungsi sebagai emmolient (penghalus dan pelembut kulit). Klemczynska et al. (2006)

menyebutkan bahwa minyak jarak banyak digunakan dalam kosmetik dan produk-produk

sejenis karena sifatnya non-komedogenik (tidak memperburuk kondisi kulit dan tidak

merangsang timbulnya jerawat).

2.4 Komponen Lain Pembentuk Sabun Transparan

Sabun tersusun atas komponen-komponen minyak dan bukan minyak. Menurut

Shrivastava (1982), sabun yang bagus harus mengandung lebih dari satu macam komponen

bukan minyak (non-oil substances). Hill (2005) menyatakan bahwa bahan aditif dapat

ditambahkan dalam jumlah normal, misalnya overgreasing agents (1-3%), penstabil

(antioksidan, complexing agents) (0.05-0.5%), pewangi (0.5-3%), pewarna (0.05-0.3%), dan

skin protection agents seperti sorbitol atau gliserin (1-5%).

Struktur transparan pada sabun dapat dibentuk dengan menambahkan transparent agent

seperti gliserin, sukrosa dan alkohol dalam formulasi pembuatan sabun transparan. Selain itu,

Page 9: Jurnal Sabun IPB

10

penambahan propilen glikol, sorbitol, polietilen glikol, surfaktan amfoterik dan surfaktan

anionik dapat juga ditambahkan sebagai transparent agent agar melengkapi fungsi yang sama

dengan gliserin (Mitsui, 1997).

Berikut adalah penjelasan mengenai komponen lain yang digunakan dalam formulasi

sabun transparan :

2.4.1 Asam Stearat (C18H36O2)

Asam stearat adalah jenis asam lemak dengan rantai hidrokarbon yang panjang,

mengandung gugus karboksil di salah satu ujungnya dan gugus metil di ujung yang lain. Asam

stearat memiliki 18 atom karbon dan merupakan asam lemak jenuh karena tidak memiliki

ikatan rangkap di antara atom karbonnya. Menurut (Mitsui, 1997), asam stearat sering

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan krim dan sabun. Asam stearat berbentuk padatan

berwarna putih kekuningan dan berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada

sabun.

2.4.2 Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida adalah senyawa alkali berbentuk butiran padat berwarna putih dan

memiliki sifat higroskopis, serta reaksinya dengan asam lemak menghasilkan sabun dan

gliserol. NaOH sering digunakan dalam industri pembuatan hard soap. NaOH merupakan

salah satu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan

organik yang halus. Menurut Departemen Perindustrian (1984), banyaknya alkali yang akan

digunakan dalam pembuatan sabun transparan dapat ditentukan dengan melihat besarnya

bilangan penyabunan.

2.4.3 Dietanolamida (C4H11NO2)

Dietanolamida (DEA) adalah surfaktan nonionik yang dihasilkan dari minyak atau

lemak. Dalam sediaan kosmetika, DEA berfungsi sebagai surfaktan dan zat penstabil busa.

Surfaktan adalah senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang berfungsi untuk

menyatukan fasa minyak dengan fasa air. Suryani et al. (2002), menyatakan bahwa

dietanolamida dapat meningkatkan tekstur kasar busa serta dapat mencegah proses

penghilangan minyak secara berlebihan pada kulit dan rambut.

Menurut Williams dan Schmitt (2002), dietanolamida berbasis minyak kelapa

merupakan dietanolamida yang paling umum digunakan, walaupun efek pengentalannya

berkurang jika ditambahkan gliserol. Harga dietanolamida juga relatif murah dan lebih mudah

ditangani dibanding senyawa amida murni lain yang berbasis metil ester.

2.4.4 Gliserin (C3H8O3)

Gliserin merupakan produk samping pemecahan minyak atau lemak untuk

menghasilkan asam lemak. Gliserin diperoleh sebagai hasil samping pembuatan sabun dari

berbagai asam lemak, berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa agak manis.

Kegunaan gliserin berubah-ubah sesuai dengan produknya. Pada pembuatan sabun transparan,

Page 10: Jurnal Sabun IPB

11

gliserin berfungsi untuk menghasilkan penampakan yang transparan dan memberikan

kelembaban pada kulit (humektan). Humektan (moisturizer) adalah skin conditioning agents yang dapat meningkatkan

kelembaban kulit. Menurut Mitsui (1997), gliserin telah digunakan sejak lama sebagai

humektan karena gliserin merupakan komponen higroskopis yang dapat mengikat air dan

mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit. Efektifitas gliserin tergantung pada

kelembaban lingkungan di sekitarnya. Humektan contohnya gliserin dan propilen glikol, dapat

melembabkan kulit pada kondisi kelembaban tinggi. Mitsui (1997) juga menyatakan bahwa

gliserin dengan konsentrasi 10% dapat meningkatkan kehalusan dan kelembutan kulit.

2.4.5 Natrium Klorida (NaCl)

Natrium klorida merupakan bahan berbentuk butiran kristal kubik berwarna putih dan

bersifat higroskopis rendah. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun

transparan karena berfungsi sebagai elektrolit dan turut berperan dalam pembentukan busa.

Untuk menghasilkan sabun berkualitas tinggi, NaCl yang digunakan harus bebas dari unsur

besi, kalsium dan magnesium (Shrivastava, 1982).

Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu

tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya

berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl juga digunakan untuk memisahkan

produk sabun dan gliserol. Gliserol tidak mengalami pengendapan dalam brine karena

kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap.

2.4.6 Etanol (C2H5OH) Etanol berfungsi sebagai pelarut dalam pembuatan sabun transparan karena sifatnya

yang mudah larut dalam air dan lemak sehingga akan menghasilkan sabun dengan kelarutan

yang tinggi (Puspito, 2008). Selain itu, etanol juga berfungsi untuk membentuk tekstur

transparan sabun (Shrivastava, 1982).

2.4.7 Sukrosa (C12H22O11)

Menurut Mitsui (1997) glukosa atau sukrosa berfungsi sebagai transparent agent dan

humektan. Glukosa merupakan monosakarida dengan enam atom C, sedangkan sukrosa

merupakan penggabungan molekul-molekul glukosa dan fruktosa.

2.4.8 Air

Air merupakan pelarut yang bersifat polar dan tidak dapat bercampur dengan fraksi

lemak. Menurut Winarno (1997), sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang

berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen.