25
UNIVERSITAS INDONESIA “NURSING ASSESSMENT OF GUAIAC-POSITIVE AND OCCULT BLOOD IN PRETERM INFANT STOOLS” MAKALAH (JOURNAL READING) Diajukan sebagai tugas mata ajar Pengkajian Maternitas Lanjut I Dosen Pengampu: Dr. Imami Nur Rachmawati, SKp., MSc NAMA : RIADINNI ALITA NPM : 1506779076 PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

jurnal readQ guaiac

Embed Size (px)

DESCRIPTION

reading

Citation preview

Page 1: jurnal readQ guaiac

UNIVERSITAS INDONESIA

“NURSING ASSESSMENT OF GUAIAC-POSITIVE AND

OCCULT BLOOD IN PRETERM INFANT STOOLS”

MAKALAH (JOURNAL READING)Diajukan sebagai tugas mata ajar Pengkajian Maternitas Lanjut I

Dosen Pengampu: Dr. Imami Nur Rachmawati, SKp., MSc

NAMA : RIADINNI ALITA

NPM : 1506779076

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2015

Page 2: jurnal readQ guaiac

1

“Nursing Assessment of Guaiac-Positive and Occult Blood in

Preterm Infant Stools”

Brigit M. Carter

E-mail: [email protected], Springer Publishing Company

Neonatal Network Vol. 33 No. 2, March/ April 2014, 5 pages http://dx.doi.org/10. 1891 / 0730-0832.33.2.101

RINGKASAN ARTIKEL

Berat bayi saat lahir merupakan faktor penentu penting, tidak hanya dari

kelangsungan hidup bayi tetapi juga risiko penyakit yang akan dihadapi setelah

kelahiran atau pertumbuhan dimasa depan. Berat lahir rendah dan berat lahir

tinggi bayi berkaitan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas jangka

panjang atau komplikasi lebih serius lainnya. Berat lahir rendah telah dikaitkan

dengan peningkatan risiko masalah- masalah saluran pencernaan. Masalah-

masalah tersebut dapat mengancam status kesehatan pada bayi. Bayi yang lahir

dengan berat sangat rendah (< 1500 gr) dan preterm akan berisiko mengalami

intoleransi minum (FI) dan Enterokolitis Nekrotikans (NEC). Hal tersebut dapat

dilihat melalui adanya darah samar atau darah nyata dari tinja bayi. Darah yang

terdapat dalam tinja terkadang sering diasumsikan berasal dari tindakan- indakan

invasif misalnya, pemasangan selang NGT, tindakan suctioning, atau pemberian

gliserin. Pada kondisi yang lain, bila dilakukan secara cermat, munculnya darah

dalam tinja bayi dapat menjadi indikator adanya masalah, sehingga dengan tes

guaiac, perawat dapat mengidentifikasi asal darah tersebut dan dapat menentukan

penilaian serta rencana tindakan yang tepat. Tujuan penelitian ini untuk

menggambarkan perbedaan tampilan darah pada tinja bayi prematur, untuk

menggali faktor penyebabnya, yaitu faktor fisik atau faktor pengobatan serta

untuk membantu dalam penilaian atau rencana tindakan keperawatan. Darah yang

terdapat dalam tinja bayi akan di uji dengan tes guaiac.

Sampel yang digunakan ialah bayi-bayi yang lahir rendah (< 1500 gr) dan

preterm, namun peneliti tidak menyebutkan berapa banyak sampel dan dimana

pengujian ini dilakukan.

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 3: jurnal readQ guaiac

2

Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji/ test Guaiac untuk melihat

positif atau negatif darah dalam tinja bayi, apakah darah yang terdapat di tinja

darah samar atau darah nyata (segar), dan melihat resiko bayi mengalami feeding

intolerance (Toleransi minum) atau Enterokolitis Nekrotikans (NEC). Darah

samar apabila hanya sebagian tipis atau sedikit tinja terdapat bercak atau bintik

darah, sedangkan darah nyata apabila darah segar terdapat di tinja dan banyak

(tampak jelas). Diperoleh pula penyebab adanya darah samar atau darah nyata

dalam tinja yaitu disebabkan dua faktor : 1) Faktor fisik bayi, 2) Faktor

Pengobatan Bayi. Hasil tiga pengkajian keperawatan pada bayi berat lahir rendah

dan prematur dengan dugaan darah samar atau darah nyata dalam tinja adalah : (1)

faktor pengobatan bayi, (2) faktor fisik bayi, dan (3) muncul tanda intoleransi

minum

Maka pengkajian yang dapat dilakukan bila ditemukan darah samar atau darah

nyata pada tinja pada berat bayi lahir rendah yaitu:

1) Ditemukan alergi susu sapi (intoleransi protein susu sapi) maka dapat muncul

diare dan tampak bercak/bintik darah sehingga perawat perlu mengevaluasi

toleransi pada makanan lainnya serta meninjau grafik pola penyertaan

ketergantungan atau perubahan makanan secara enteral.

2) Ditemukan virus/bakteri pada saluran gastrointestinal (viral gastroenteritis)

maka tinja akan cair, diare (air dan lendir) sehingga perawat kaji evaluasi jika

terdapat intoleransi pada makanan lainnya, gejala seperti pada NEC, kaji

adanya distensi abdomen, demam, lemas, apneu, muntah.

3) Ditemukan fisura pada rectal maka ada coret/ bercak darah di tinja sehingga

perawat kaji riwayat BAB (berapa banyak BAB, adakah konstipasi, tindakan

baru atau sering dilakukan pemberian gliserin, laporan stimulasi digital, amati

fisura atau hemoroid yang tampak.

4) Apabila bayi menelan darah atau amnion ibu saat dalam kandungan maka

muncul darah nyata ditinja terjadi di 5 hari pertama kehidupan bayi sehingga

kaji riwayat persalinan. Jika bayi minum, nilai tanda/gejala intoleransi minum

namun jika bayi muntah lakukan tes Apt-Downey untuk membedakan apakah

darah tersebut berasal dari darah ibu atau darah bayi

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 4: jurnal readQ guaiac

3

5) Ditemukan intoleransi minum atau enterocolitis nekrotikans (NEC) seperti

konstipasi, kehilangan cairan dari diare, ada darah nyata atau darah bruto maka

perawat lakukan dengan menilai intoleransi minum pada makanan lainnya,

peningkatan lingkar perut atau distensi abdomen, abdomen menghitam atau

terdapat lingkaran, terjadi aspirasi atau sisa lambung, mual muntah,

peningkatan bising usus, tentukan apakah stimulus gliserin baru diberikan, dan

evaluasi riwayat untuk menentukan penyebab lain darah nyata ditinja.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bayi prematur masih merupakan masalah yang penting dalam bidang perinatologi,

karena berkaitan dengan kejadian mortalitas dan morbiditas masa neonatus. Bayi

prematur adalah bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan di bawah 37 minggu.

Berdasarkan kurva pertumbuhan intrauterin, maka kebanyakan bayi prematur

akan dilahirkan dengan berat badan yang rendah. Bayi berat lahir rendah (BBLR)

dibedakan atas bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), yaitu bila < 1500 gram,

dan bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR), yaitu bila < 1000 gram (Yu

dan Monintja, 1996). Pada tahun 1961 oleh World Health Organization(WHO)

semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut low

birth weight infant, sedangkan yang kurang dari 1500 gram disebut very low birth

weight infant (WHO,1990).

Bayi yang lahir dengan prematur atau berat badan lahir sangat rendah lebih

beresiko atas kematian. Kematian bayi baru lahir merupakan salah satu komponen

utama tingginya angka kematian bayi di Indonesia. Penanganan yang sesuai yang

sesuai serta tepat waktu menentukan keberhasilan bayi untuk bertahan hidup.

Bayi berat lahir rendah lebih rentan mengalami masalah yang mengakibatkan

tingginya kematian pada bayi baru lahir sehingga memerlukan penanganan khusus

melalui ketrampilan dan kinerja yang baik dari seluruh petugas medis yang

menanganinya (Lestari dan Sari, 2015)

Berdasarkan SDKI 2012 dilaporkan Angka Kematian Bayi di Indonesia sebesar

34 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini tidak jauh berbeda dengan SDKI 2007

yaitu sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Cakupan ini masih jauh dari target

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 5: jurnal readQ guaiac

4

pencapaian pemerintah melalui program Millenium Development Goal’s (MDGs)

tahun 2015 (Profil Kesehatan Ibu, 2012).

Bayi-bayi lahir dengan berat lahir rendah atau sangat rendah berisiko untuk

hipotermia, apneau, hipoksemia, sepsis, intoleransi minum dan enterokolitis

nekrotikan. Semakin kecil bayi semakin tinggi resiko. Semua Bayi Berat Lahir

Enterokolitis nekrotikans (NEC) merupakan salah satu penyakit yang sangat

serius dan berat pada saluran pencernaan neonatus. Tata laksana NEC sangat

kompleks dan perjalanan penyakitnya sulit diprediksi. Enterokolitis

nekrotikans termasuk penyebab utama kesakitan dan kematian pada

neonatus. Masalah lain yang dihadapi bayi dengan berat lahir rendah yaitu

intoleransi minum. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tes Guaiac sehingga jika

hasil positif akan muncul darah samar.

Apabila seorang perawat mengetahui bagaimana kondisi bayi lahir dengan berat

rendah dan bila ditemukan darah dalam tinja maka perawat harus melakukan

pengkajian keperawatan secara tepat. Tes Guaiac ini dapat membantu perawat

dalam memutuskan pengkajian dan tanda/gejala apakah yang muncul bila bayi

dengan intoleransi minum ataupun enterokolitis nekrotikans.

2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fenomena diatas, perlu lebih dalam lagi membahas perbedaan jenis

darah dalam tinja bayi berat lahir rendah dengan uji Guaiac dan artikel “Nursing

Assesment of Guaiac-Positive and Occult Blood in Preterm Infant Stool”, sebagai

kajian utama dalam penyusunan makalah ini dengan membandingkan kejadian di

Indonesia. Tujuan penulisan makalah ini untuk mengeksplorasi perbedaan

gambaran darah dalam tinja bayi berat lahir rendah, menentukan perlakuan bila

ditemukan darah samar, serta memandu/membimbing saat melakukan pengkajian

keperawatan.

3. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari ringkasan artikel, pendahuluan,

analisa pustaka, pembahasan, implikasi keperawatan dan kesimpulan.

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 6: jurnal readQ guaiac

5

ANALISIS PUSTAKA

Angka kematian bayi dan balita untuk periode lima tahun (2008 – 2012) bahwa

semua Angka kematian bayi dan balita hasil Survey Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2012 lebih rendah dari pada hasil SDKI 2007. Angka

kematian bayi hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1000 kelahiran hidup dan

kematian balita adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup dan mayoritas

kematian bayi terjadi pada neonatus. Pada tahun 2012 Angka kematian bayi

tertinggi di Indonesia diduduki oleh Gorontalo dan Papua Barat dengan jumlah

kematian 67 jiwa dan 74 jiwa dari 1.283 jiwa (SDKI, 2012).

Saat ini Indonesia masih menghadapi masalah tingginya angka kematian bayi.

Dituturkan oleh Dr. dr. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS, Direktur

Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes dalam acara peluncuran Program EMAS

di gedung Kemenkes bahwa sekitar 56% kematian bayi terjadi pada masa neonatal

atau baru lahir hingga usia 28 hari. Kematian bayi disebabkan adanya masalah

pada neonatal seperti afiksia, BBLR dan infeksi neonatus. Masalah lain yang bisa

menjadi penyebab kematian pada bayi seperti pneumonia, diare serta masalah gizi

buruk dan gizi kurang yang biasanya mulai terjadi sejak masa kehamilan. Beliau

menambahkan, terdapat 5 provinsi yang menyumbang 50 persen kematian bayi di

Indonesia atau sekitar 86.111 kematian bayi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa

Tengah, Sumatera Utara dan Banten (health.detik.com, 2012)

Menurut Ersdal, et al. (2012), di Tanzania, masalah bayi baru lahir 61%

mengalami asfiksia, 15% mengalami prematur, 8% mengalami berat badan lahir

rendah, 2% mengalami infeksi, 8% mengalami anomali kongenital, dan 2%

mengalami masalah yang tidak jelas. Masalah kesehatan pada neonatus

mengharuskan neonatus untuk di rawat di ruang perawatan perinatologi dan

dikategorikan sebagai bayi baru lahir yang berisiko.

Menurut Dokter spesialis anak dari Divisi Neonatologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM), Risma

Kerina Kaban (2013) faktor risiko BBLR antara lain dibagi menjadi risiko

demografik, risiko medis, risiko perilaku dan lingkungan, dan faktor risiko

fasilitas kesehatan. Faktor risiko demografik meliputi usia ibu terlalu muda, yaitu

kurang dari 16 tahun atau terlalu tua, yaitu lebih dari 35 tahun, status sosio-

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 7: jurnal readQ guaiac

6

ekonomi yang merupakan salah satu penentu utama status gizi, serta tingkat

pendidikan yang rendah. Faktor usia ibu terlalu muda biasanya banyak ditemukan

di pedesaan yang budayanya menuntut anak untuk cepat-cepat dinikahkan.

Sebaliknya, usia terlalu tua banyak ditemukan di perkotaan, wanita terlalu asyik

bekerja, lupa menikah. Faktor risiko medis meliputi kehamilan multipel yang

biasanya karena tnecik bayi tabung sehingga menghasilkan bayi kembar lebih dari

dua, kenaikan berat badan ibu tidak optimal, jarak kehamilan sekarang dengan

kehamilan sebelumnya pendek, tekanan darah rendah atau

hipotensi, hipertensi atau preeklamsia, infeksi yaitu adanya bakteri dalam

urin, rubella, dan cytomegalovirus, pendarahan pada trimester pertama atau

kedua, dan cairan ketuban yang jumlahnya sedikit atau terlalu banyak. 

Faktor risiko perilaku dan lingkungan meliputi saat hamil terkena paparan asap

rokok, status nutrisi buruk, konsumsi alkohol, dan konsumsi narkoba serta faktor

risiko fasilitas kesehatan, seperti perawatan kehamilan yang tidak rutin atau tidak

ada sama sekali. Faktor ekonomi, sering kali akibat kemiskinan, ibu hamil malas

memeriksakan kehamilannya secara rutin, bahkan tidak sama sekali, padahal hal

itu sangat penting untuk mencegah bayi berat lahir kurang (kompas.com, 2013)

Bayi baru lahir, terutama bayi prematur, seringkali mengalami gangguan pada

pemenuhan kebutuhan nutrisi dan masalah pencernaan. Bayi preterm mengalami

imaturitas pada pengaturan koordinasi kemampuan menghisap, menelan dan

bernafas. Kondisi tersebut tersebut memungkinkan bayi belum memiliki pola

menetek dengan baik. Bayi dalam kondisi ini akan sulit minum atau terjadi

intoleransi minum, akibatnya akan muncul masalah- masalah lain yang menyertai,

seperti sepsis karena invasi mikroorganisme dan imunitas yang rendah (Picler,

Best & Crosson, 2009). Pemberian nutrisi pada bayi prematur yang tidak adekuat

dapat menyebabkan restriksi pertumbuhan yang dapat diasosiasikan dengan

buruknya perkembangan neurokognitif bayi. Oleh karena itu, bayi dengan

intoleransi minum atau masalah pernapasan akan mendapat pemberian minum

melalui enteral dengan selang nasogastrik atau akan mendapatkan suctioning.

Tidakan tersebut terkadang melukai saluran pencernaan sehingga akan ada darah

dalam feses bayi. (Ziegler, 2011).

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 8: jurnal readQ guaiac

7

Enterokolitis nekrotikans (NEC) merupakan salah satu penyakit yang sangat

serius dan berat pada saluran pencernaan neonatus. Sampai saat ini etiologi yang

jelas mengenai NEC belum diketahui secara pasti, beberapa teori berusaha

menjelaskan timbulnya nekrosis dan perforasi yang terjadi pada saluran

pencernaan neonatus yang menderita NEC. Beberapa teori tersebut antara lain

teori gangguan sirkulasi pada saluran pencernaan, pengaruh hipoksia serta

iskemia, terjadinya proses inflamasi, pengaruh jenis dan volume pemberian

minum, pengaruh flora kuman dan kolonisasi kuman, maturitas dan imunitas

saluran cerna serta peranan faktor genetik pada neonatus (Hartini dkk, 2012).

Selain itu, imaturitas fungsi saluran cerna dalam motilitas, absorpsi, digesti,

imunitas, fungsi barier mukosa, dan regulasi sirkulasi adalah predisposisi

terjadinya NEC pada bayi kurang bulan. Sekresi asam lambung, mukus,

peristaltik saluran cerna, dan secretory IgA yang dibentuk oleh dinding usus

masih terbatas pada bayi kurang bulan. Disamping itu, fungsi tight junctions

untuk menjaga barrier epitel usus masih kurang, sehingga risiko kolonisasi

kuman patogen enterik sangat tinggi. Peningkatan permeabilitas saluran cerna

terhadap protein dan karbohidrat memungkinkan lewatnya toksin bakteri

melalui mukosa ke dalam kelenjar getah bening dan sirkulasi darah. Sepsis

ditemukan sebagai prediktor komorbid terbanyak pada penelitian (96%)

karena infeksi memainkan peranan yang penting pada terjadinya NEC.

Adanya peranan bakteri pada kejadian NEC dikuatkan dengan diketahuinya

bahwa pneumatosis yang ditemukan pada penderita NEC terdiri dari sejumlah

gelembung gas hidrogen yang biasanya merupakan produk dari metabolisme

bakteri usus (Hartini dkk, 2012). Akibatnya, sering ditemukan adanya perdarahan

sepanjang saluran pencernaan, untuk mengetahui apakah terdapat darah samar

dalam feses neonatus perlu dilakukan screening melalui uji Guaiac.

Secara konseptual, tes Guaiac merupakan screening atau mendeteksi adanya darah

dalam feses. Prinsip kerja tes Guaiac apabila terdapat darah dalam feses yang

ditentukan secara kualitatif dalam tes Hemoccult. Bagian heme dari hemoglobin

bereaksi dengan guaiac yang meresap dikertas, lalu oksidasi guaiac ketika

hidrogen peroksida (bahan aktif dalam pengembang) ditambahkan, yang

kemudian bila dalam feses positif maka menghasilkan warna biru. Tes ini

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 9: jurnal readQ guaiac

8

direkomendasikan untuk digunakan sebagai alat bantu diagnostik selama

pemeriksaan rutin untuk mendeteksi feses dengan darah samar. Tes ini juga

berguna dalam pemantauan perdarahan pada pasien dengan anemia defisiensi besi

atau pemulihan diri dari operasi, ulkus peptikum, kolitis ulserativa dan

penyaringan program untuk kolorektal kanker ketika diet diagnostik khusus

digunakan. Sebuah tes positif tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Robert Wood

Johnson Medical School, 2005).

PEMBAHASAN

Faktor yang berhubungan dengan bayi kurang bulan (BKB) dan bati berat lahir

rendah (BBLR) Sangat sulit untuk membedakan faktor yang berhubungan dengan

kurang bulan dan IUGR (intra uterine growth retardation) atau janin tumbuh

lambat. Hubungan yang kuat dan positip antara BKB dan BKMK atau janin

tumbuh lambat adalah dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah.3 Di samping

itu kehamilan ganda (kembar) juga sering terjadi pada persalinan preterm dengan

frekuensi sekitar 15%, hal lain yang sering dihubungkan dengan persalinan

preterm yang berkaitan dengan kesehatan ibu adalah riwayat persalinan preterm

sebelumnya, kadar alfafetoprotein yang tinggi yang tidak diketahui sebabnya pada

trimester ke dua, penyakit atau infeksi yang tidak diobati dengan baik (misalnya

Infeksi Saluran Kemih infeksi kulit ketuban/ amnionitis), abnormalitas uterus dan

servik, ketuban pecah dini, serta plasenta previa. Faktor risiko terjadinya

persalinan preterm antara lain perawatan antenatal yang tidak baik, status nutrisi

ibu yang buruk, ibu muda (umur kurang dari 18 tahun) dan penyalahgunaan obat

(Kosim, 2006).

Kematangan fungsi organ khususnya saluran cerna, sangat menentukan jenis dan

cara pemberian nutrisi pada BBLR. Kondisi klinis seringkali merupakan faktor

penentu, apakah nutrisi enteral atau parenteral yang akan diberikan. Saluran cerna

merupakan organ pertama yang berhubungan dengan proses digesti dan absorpsi

makanan. Ketersediaan enzim pencernaan baik untuk karbohidrat, protein,

maupun lemak sangat berkaitan dengan masa gestasi. Umumnya pada neonatus

cukup bulan (NCB) enzim pencernaan sudah mencukupi kecuali laktase. Aktivitas

enzim sukrase dan Iaktase Iebih rendah pada BBLR dan sukrase lebih cepat

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 10: jurnal readQ guaiac

9

meningkat daripada laktase. Disamping masalah enzim, kemampuan pengosongan

lambung (gastric emptying time) Iebih lambat pada bayi BBLR dari pada bayi

cukup bulan. Demikian pula fungsi mengisap dan menelan masih belum

sempurna, terlebih bila bayi dengan masa gestasi kurang dari 34 minggu.

Toleransi terhadap osmolaritas formula yang diberikan masih rendah, sehingga

kemungkinan terjadinya komplikasi seperti NEC (neoritising enterocolitis)

ataupun diare Iebih besar (Nasar,2004).

Bayi dengan pemberian nutrisi yang adekuat memiliki peran penting dalam

pertumbuhan dan perkembangan. Pada bayi prematur, salah satu penyebab

intoleransi minum adalah motilitas saluran cerna yang belum sempurna sehingga

menyebabkan pengosongan lambung dan transit di usus yang lebih lambat dan

meningkatkan residu di lambung. Pemberian nutrisi parenteral yang lama

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya infeksi nosokomial, disfungsi

hati, kerusakan struktur dan fungsi saluran cerna, serta memperpanjang masa

rawat inap. Kondisi ini dapat berujung pada atrofi mukosa usus sehingga

pemberian nutrisi enteral yang adekuat penting dilakukan secepatnya setelah

kelahiran. Salah satu upaya untuk mengatasi intoleransi minum pada bayi

prematur adalah pemberian obat prokinetik untuk meningkatkan motilitas saluran

cerna. Obat prokinetik yang biasa digunakan untuk mengatasi masalah

dismotilitas pada anak. Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolid yang

memiliki efek menyerupai motilin terhadap motilitas saluran cerna, bekerja

sebagai agonis motilin dengan cara berikatan dengan reseptor motilin pada antrum

dan duodenum bagian atas. Dewasa ini, penggunaan eritromisin sebagai obat

prokinetik diperluas pada bayi prematur yang mengalami intoleransi minum

namun peran klinisnya masih menjadi kontroversi (Harahap dkk, 2013).

Faktor risiko pada asfiksia neonatorum, gagal nafas, polisitemia dan transfusi

tukar. Fungsi intestinal dan daya tahan tubuhnya masih rendah pada bayi BBLSR.

Tata laksana NEC adalah dengan tidak memberikan makanan oral, aspirasi cairan

lambung, pemberian antibiotik dan nutrisi parenteral. Operasi dilakukan bila

terjadi perforasi atau peritonitis. Mencegah NEC pada bayi asfiksia adalah

pemberian makanan enteral yang isotonik atau hipotonik dengan volume yang

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 11: jurnal readQ guaiac

10

kecil dimulai pada hari ke 5-7 atau setelah bising usus normal dan feses tidak

berdarah (Manoe dan Amir, 2003).

Melihat gambaran masalah diatas, dapat diketahui melalui feses bayi. Feces (tinja)

normal terdiri dari sisa- sisa makanan yang tidak tercerna, air, bermacam produk

hasil pencernaan makanan dan kuman- kuman nonpatogen. Terdiri dari 60- 70%

merupakan air dan sisanya terdiri dari substansi solid (10-20%) yang terdiri dari

makanan yang tidak tercerna (selulosa), sisa makanan yang tidak terabsorbsi, sel-

sel saluran pencernaan (sel epitel) yang rusak, bakteri dan unsur- unsur lain (+

30%). Tinja yang dikeluarkan merupakan hasil pencernaan dari + 10 liter cairan

masuk dalam saluran cerna. Tinja normal menggambarkan bentuk dan ukuran

liang kolon. Perhatian terhadap pemeriksaan tinja di laboratorium dan pada

umumnya masih kurang. Tinja merupakan specimen yang penting untuk

diagnosis adanya kelainan pada system traktus gastrointestinal seperti diare,

infeksi parasit, pendarahan gastrointestinal, ulkus peptikum, karsinoma dan

sindroma malabsorbsi. Pemeriksaan dan tes yang dapat dilakukan pada tinja

umumnya meliputi: Tes makroskopi, tes mikroskopi, tes kimia dan tes

mikrobiologi (Widmann, 1995).

IMPLIKASI KEPERAWATAN

Perawat memiliki peranan penting dan bertanggung jawab terhadap pemenuhan

kebutuhan nutrisi pada bayi prematur. Oleh karena itu pengenalan secara dini

adanya intoleransi minum pada bayi yang dirawat penting untuk diketahui,

sehingga tindakan pencegahan dan penatalaksanaan dini dapat dilakukan untuk

mencegah komplikasi lebih lanjut. Pada penelitian Zubaidah (2013) terhadap

perawatan bayi prematur di NICU bahwa bayi dengan NEC grade II didapatkan

hasil pengkajian Hasil pemeriksaan fisik didapatkan abdomen tampak membesar,

lemas, dan bising usus tidak ada. Bayi masih dipuasakan, refleks hisap dan

menelan lemah. OGT terpasang untuk dekompresi dengan cairan OGT berwarna

hijau. Pada bayi kedua dengan sepsis neonatorum awitan dini, distres pernapasan

dan perdarahan saluran cerna ditemukan refleks hisap dan menelan masih lemah,

produksi cairan OGT dalam selang dengan warna coklat kemerahan, ikterik. Pada

bayi ketiga dengan Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan (NKB

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 12: jurnal readQ guaiac

11

SMK), atresia yeyenum post operasi anastomosis yeyunoclosenden hari ke-5,

stress ulcer, dan sepsis ditemukan saat pengkajian dan hasil pemeriksaan

pernapasan ditemukan adanya retraksi dinding dada minimal, napas cepat dan

dangkal, dan tidak ada sianosis, abdomen distensi, bising usus tidak ada.

Kasus penelitian mengalami intoleransi minum yang dapat menganggu kebutuhan

nutrisi yang merupakan komponen penting dalam proses pemulihan, pertumbuhan

dan perkembangan bayi. Fungsi motorik intestinal juga merupakan masalah kritis

yang menyebabkan intoleransi minum pada bayi prematur (Neu, 2007). Kondisi

bayi prematur pada kelima kasus juga mengalami masalah kesehatan akibat

prematuritas dan kelainan kongenital. Adapun masalah yang menyertai kelima

kasus adalah NEC, perdarahan lambung, distres pernapasan, peptic ulcer,

gastroschisis, dan GERD. Masalah-masalah tersebut menyebabkan dan

memperberat intoleransi minum. Kelima kasus tersebut mengalami masalah

keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang

disebabkan oleh intoleransi minum.

Carter (2012) yang mengatakan bahwa intoleransi minum adalah

ketidakmampuan bayi menerima minum secara enteral yang menyebabkan

penundaan rencana minum akibat satu atau lebih tanda dan gejalanya. Perdarahan

gastrointestinal pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa yaitu idiopatik,

menelan darah ibu, ulcer, alergi kolitis, nasogastrik trauma, necrotizing

enterocolitis, coagulopaty dan sebagainya (Gomella et al., 2009).

Tindakan Keperawatan utama yang dilakukan pada kasus terpilih untuk

menangani masalah intoleransi minum pada kasus adalah penundaan minum

secara enteral atau pasien dipuasakan. Hal tersebut dilakukan untuk

mengistirahatkan saluran gastrointestinal karena pasien mengalami distensi

abdomen, lemahnya peristaltik usus, peningkatan lingkar perut, dan residu

lambung berwarna hijau atau coklat kemerahan. Tindakan yang dilakukan saat

ditemukan adanya warna residu lambung hijau atau adanya kemerahan adalah

dengan penundaan pemberian minum (Sankar, 2008; Carter, 2012). Selain itu

tindakan lainnya adalah melakukan pengukuran lingkar perut, memantau

peristaltik usus, menimbang berat badan setiap hari, dan memantau jumlah dan

karakteristik cairan lambung. Memantau apnea dan bradikardi juga merupakan

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 13: jurnal readQ guaiac

12

tindakan penting yang dilakukan. Apnea dan bradikardi merupakan tanda sistemik

dari intoleransi minum (Sankar, 2008). Tindakan keperawatan kolaborasi yang

dilakukan adalah pemberian nutrisi parenteral. Nutrisi parenteral merupakan

tindakan yang dianggap efektif dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pasien selama

periode kritis (Luccini et al., 2011).

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pengkajian keperawatan yang tepat dan cermat sangat diperlukan dalam tindakan

keperwatan pada bayi dengan berat lahir rendah atau sangat rendah. Hal tersebut

disebabkan karenakondisi neonatus dengan BBLR sangat rentan terhadap

masalah- masalah kesehatan. Imaturitas dan rendahnya imunitas bayi

menyebabkan mudahnya mikroorganisme masuk dan terkena penyakit komplikasi

lainnya. Kasus yang banyak dijumpai pada neonatus dengan BBLR adalah

intoleransi minum dan NEC sehingga pemahaman dan kecakapan perawat dalam

mengkaji sangat dibutuhkan. Ada tanda- tanda yang muncul, salah satunya adalah

adanya atau positifnya darah samar dalam feses bayi. Hal tersebut dapat

dipastikan dengan uji Guaiac, apabila hasil tersebut positif maka akan berubah

menjadi biru. Hal tersebut menandakan bahwa terdapat hemeatau hemoglobin

dalam feses bayi.

2. Rekomendasi

Walau hasil akurasi tes Guaiac ini tidak pasti, namun perlu dicermati bahwa

adanya darah samar dalam feses bayi dengan intoleransi minum dan NEC pada

Bayi Berat Lahir Sangat Rendah bisa menjadi indikator masalah serius yang akan

dihadapi. Diperlukan pengamatan saat pengkajian oleh perawat. Sehingga tes

Guaiac ini bisa dijadikan sebagai salah satu tes untu melihat neonatus dengan

intoleransi minum dan enterokolitis nekrotikans pada bayi berat lahir sangat

rendah.

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 14: jurnal readQ guaiac

13

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bararah,V.F.2012. Kematian Bayi di Indonesia Banyak Terjadi di Masa

Neonatal.Detik.health.com,http://health.detik.com/read/2012/01/26/142

448/1825789/1300/kematian-bayi-di-indonesia-banyak-terjadi-di-masa-

neonatal, diakses 3 November 2015

Carter, B. M. (2012). Feeding intolerance in preterm infants and standard of care

guidelines for nursing assessments. Newborn and Infant Nursing

Review, 12(4), 187-201.

Ersdal, H.L., Mduma, E., Svensen, E., & Perlman, J. (2012). Birth asphyxia: A

major cause of early neonatal mortality in a Tanzanian rurral hospital.

Pediatrics, 129, e1238.

Gomella, T. L., Cunningham, M. D., & Eyal, F. G. (2009). Neonatologi:

Management, procedures, on-call problems, diseases, and drug (6th

ed.). New York: Mc. Graw Hill.

Harahap, dkk. 2013. Peran eritromisin terhadap toleransi minum bayi premature

Sari Pediatri, Vol. 15, No. 3, Oktober 2013,

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/15-3-7.pdf , diakses 3 November

2015

Kosim, M.S.2006. Gawat Darurat Neonatus pada Persalinan Gawat Darurat

Neonatus pada Persalinan Gawat Darurat Neonatus pada Persalinan

Preterm. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 4, Maret 2006: 225 – 231,

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/7-4-9.pdf, diakses 2November 2015

Latt SA (1984). Fetal growth and neonatal adaptation. Dalam: Avery ME,

Taeusch HW, penyunting. Disease of the Neoborn, Edisi ke-5.

Philadelphia: WB Saunders Co. pp 43-52.

Luccini, R., Bizzari, B., Giampietro, S., & De Curtis, M. (2011). Feeding

intolerance in preterm infants: How to undersatand the warning signs.

The Journal of Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, 24(1), 72-74.

Manoe, V.M dan Amir, Idham. 2003. Gangguan Fungsi Multi Organ pada Bayi

Asfiksia Berat. Sari Pediatri, Vol. 5, No. 2

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 15: jurnal readQ guaiac

14

Markum AH, Monintja HE, Boetjang RF (1991). Prematuritas dan retardasi

pertumbuhandalam: Markuni AH, penyunting. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Anak Jilid 1. BIKA FKUI. Jakarta. pp 224-40.

Nasar, S.S. 2004. Tata laksana . Nutrisi pada Bayi Berat Lahir Tata laksana

Nutrisi pada Bayi Berat Lahir Rendah. Sari Pediatri, Vol. 5, No. 4,

Maret 2004: 165 – 170, http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-4-6.pdf,

diakses 2 November 2015

Neu, J. (2007). Gastrointestinal development and meeting the nutritional needs of

premature infants. The American Journal of Clinical Nutrition,

85(suppl), 629S- 634S.

Pickler, R.H., Best, A., & Crosson, D (2009). The effect of feeding experience on

clinical outcomes in preterm infants. J Perinatol, 29(2), 124–129.

Robert Wood Johnson Medical School. 2005. Guaiac Testing Screening For

Occult Blood

Sankar, M. J., Agarwal, R., Mishra, S., Deorari, A., & Paul, V. (2008). Feeding of

low birth weight infants. http://www.newbornwhocc.org, diakses 2

November 2015

Trihardiani, I. (2011). Factor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di

Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Timur dan Utara Kota

Singkawang.

Widmann FK. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil pemeriksaan Laboratorium, Edisi

9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pg.571- 584

World Health Organization (1990). Bayi dengan berat lahir rendah. Dalam : Akre

J, penyunting. Pemberian makanan untuk bayi. Jakarta. pp 127-62.

Yu VHY, Monintja HE (1996). Nutrisi parenteral. Dalam: Beberapa masalah

perawatan intensif neonatus. Jakarta; FKUI. hal 245-69.

Zieegler, E.E (2011). Meeting the nutritional needs of the low-birth-weight infant.

Ann Nutr Metab. 58 Suppl (1),8-18.

Zubaidah, dkk. 2013. Penerapan Model Konservasi Levine Pada Bayi Prematur

Dengan Intoleransi. Jurnal Keperawatan Anak . Volume 1, No. 2,

November 2013; 65-72

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 16: jurnal readQ guaiac

15

UNIVERSITAS INDONESIA