Upload
da-niel
View
906
Download
91
Embed Size (px)
Citation preview
PERCOBAAN POTENSIOMETRI (PENGUKURAN pH)
I. Tujuan
1. Membuat kurva hubungan pH - volume pentiter
2. Menentukan titik akhir titrasi
3. Menghitung kadar zat
II. Prinsip
Prinsip potensiometri didasarkan pada pengukuran potensial listrik antara
elektroda indikator dan elektroda yang dicelupkan pada larutan. Untuk mengukur
potensial pada elektroda indikator harus digunakan elektroda standar yaitu berfungsi
sebagai pembanding yang mempunyai harga potensial tetap selama pengukuran
(Gandjar, 2007). Elektroda indikator ini sebagai elektroda pengukur dan elektroda
yang dicelupkan merupakan elektroda pembanding. Elektroda indikator merupakan
elektroda yang potensialnya bergantung pada konsentrasi ion yang akan ditetapkan
dan proses pemilihannya berdasarkan jenis senyawa yang hendak ditentukan.
Sedangkan elektroda pembanding adalah elektroda yang potensialnya diketahui dan
selama pengukuran energi potensialnya tetap konstan. Elektroda pembanding yang
banyak digunakan adalah elektroda kalomel karena potensial yang dihasilkan tetap
konstan. Antara elektroda pengukur atau elektroda indikator dengan elektroda
pembanding terdapat jembatan arus atau garam dengan larutan elektrolit yang di
dalamnya terdapat transport ion arus. Elektroda membran gelas, sensitif terhadap
perubahan jumlah ion hidrogen (H+). Untuk titrasi asam basa, setiap perubahan ion
tersebut diamati. Melalui kurva hubungan antara volume pentiter dan pH dapat
ditentukan titik akhir titrasinya. Pada titik akhir titrasi terjadi lonjakan perubahan pH
secara drastis dengan perubahan volume yang kecil (Roth dan Blaschke, 1994).
Skema susunan pengukuran untuk titrasi potensiometri ditunjukkan oleh gambar
berikut (Roth dan Blaschke, 1994) :
Gambar 1. Alat Pengukur pH dalam Potensiometri
Potensiometri merupakan aplikasi langsung dari persamaan Nernst yang
dilakukan dengan cara pengukuran dua elektroda tidak terpolarisasi pada kondisi arus
nol, yang mana persamaan ini menyatakan adanya hubungan antara potensial relatif
suatu elektroda dengan konsentrasi spesies ioniknya yang sesuai dalam larutan
(Khopkar, 2003). Apabila E=E0 maka dinamakan potensial standar suatu logam.
Biasanya yang digunakan sebagai potensial elektroda standar adalah elektroda
hidrogen baku atau elektroda kalomel baku. Potensial elektroda standar merupakan
ukuran kuantitatif dari kemudahan unsur untuk melepas elektron, jadi merupakan
ukuran kekuatan unsur itu sebagai reduktor. Makin negatif potensialnya, maka makin
kuat sebagai reduktor (Gandjar, 2007). Adapun persamaan Nernst dibuat dalam
persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
E = potensial (V), diperoleh dari elektroda hidrogen normal
E0 = potensial normal
Z = jumlah elektron yang terlibat dalam proses redoks
aOx = aktivita bentuk teroksidasi
aRed = aktivita bentuk tereduksi
(Roth dan Blaschke, 1994)
Selain itu, potensiometri merupakan suatu metode elektroanalitik yang
menggunakan peralatan listrik untuk mengukur potensial elektroda indikator.
Besarnya potensial elektroda indikator ini tergantung pada konsentrasi ion-ion
tertentu dalam larutan. Harga potensial yang diperoleh dapat diubah sedemikian rupa
sehingga dapat disajikan dalam nilai pH, pM atau pE. Kurva titrasi yang diperoleh
dalam percobaan seringkali serupa dengan kurva teoritis. Pengukuran pH secara
elektrik mungkin merupakan pengukuran fisika yang paling sering digunakan di
laboratorium kimia. Pengukuran ini mungkin disebabkan oleh nilai-nilai emf tertentu
berbagai macam sel kimia yang menggunakan konsentrasi larutan ion hidrogen dalam
sel. Hal ini berarti bahwa jika variabel-variabel lain dalam sel dikendalikan, maka
nilai emf sel dapat dihubungkan dengan pengukuran pH secara potensiometri
(Gandjar, 2007). Data percobaan titrasi potensiometri yang disajikan dalam bentuk
grafik dapat menunjukkan titik ekivalen titrasi. Penyajian langsung data percobaan
sebagai grafik pH melawan ml titran yang ditambahkan dapat dipakai untuk
penentuan titik akhir titrasi secara teliti, sehingga tidak perlu menggunakan indikator.
Sementara itu, umumnya kurva titrasi tidak mempunyai daerah ekivalen yang
terpisah dengan tajam. Sehingga, timbul kesulitan dalam penentuan titik akhir titrasi
dengan tepat. Titrasi asam basa atau titrasi netralisasi diikuti dengan elektroda
indikator yaitu elektroda gelas, tetapan ionisasi harus kurang dari 10 -8 (Khopkar,
2003). Titik ekivalen dari titrasi asam basa dapat ditentukan dari reaksi yang terjadi
dari jumlah asam atau basa penitrasi sehingga dapat dihitung jumlah asam atau basa
yang dititrasi. Pada titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer atau
titran. Titran dimasukkan ke dalam buret dan selama titrasi berlangsung, titran
ditambahkan sedikit demi sedikit melalui kran ke dalam erlenmeyer yang telah
mengandung larutan pereaksi lain atau sampel sampai seluruh reaksi selesai yang
ditandai dengan perubahan warna indikator. Perubahan warna ini menandai telah
tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999).
Pada tahun 1909, sebelum konsep aktivitas dikembangkan, seorang ahli biokimia
pH dalam pengertian konsentrasi molar H+ (Gandjar, 2007):
pH = - log [ H+]
Ini memberikan cara yang tepat untuk mengungkapkan nilai [ H+] untuk
berbagai orde besarnya dan dari persamaan Nerst, secara eksplisit linear dalam
tegangan dari sel yang digunakan untuk mengukur H+. Di tahun 1924, menyadari
bahwa potensial elektroda mencerminkan aktivitas selain konsentrasi (Gandjar,
2007).
pH = - loga a H+ = - log [H+]fH+
Dimana fH+ adalah koefisien aktivitas. Definisi ini mewakili sudut pandang
larutan elektrolit yang lebih canggih, tetapi pada waktu yang sama menarik perhatian
ke masalah pokok yang secara prinsip tidak dapat dipecahkan: dalam istilah
termodinamika aktivitas spesies ion tunggal tidak penting secara operasional dalam
hal percobaan-percobaan yang dapat dilakukan. pH suatu larutan yang berdasarkan
pada definisi kedua Sorensen adalah sebanding dengan kerja yang diperlukan untuk
memindahkan H+ sebaliknya dari larutan tersebut ke larutan dimana a H+ adalah satu.
Sebenarnya tak ada cara lain untuk memindahkan kation tanpa memindahkan anion,
dan akan ada cara termodinamika yang berlaku untuk memecahkan seluruh kerja
yang diukur menjadi kontribusi ion secara individu (Gandjar, 2007).
Potensiometri memiliki beberapa keuntungan yaitu cara potensiometri ini
sangat berguna ketika tidak ada indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir
titrasi, misalkan ketika sampel yang akan dititrasi keruh atau berwarna dan ketika
daerah titik ekivalen sangat pendek sehingga tidak ada indikator yang cocok.
Biayanya yang relatif murah dan sederhana. Voltmeter dan elektroda jauh lebih
murah daripada instrumen saintifik yang paling modern. Selain itu, pada saat
potensial sel dibaca pada metode potensiometri, tidak terdapat arus yang mengalir
dalam larutan dimana arus residual tatanan sel dan efek polarisasi dapat diabaikan.
Manfaat potensiometri secara umum yaitu untuk menetapkan tetapan kesetimbangan.
Potensial-potensial yang stabil sering diperoleh dengan cukup cepat dan tegangan
yang mudah dicatat sebagai fungsi waktu, sehingga potensiometri kadang juga
bermanfaat untuk pemantauan yang kontinyu dan tidak diawasi. Sedangkan manfaat
metode potensiometri ini dalam analisis di bidang farmasi yaitu potensiometri
digunakan untuk penentuan titik akhir titrasi pada titrasi asam basa, titrasi redoks,
titrasi pengendapan dan titrasi pembentukan kompleks (Khopkar, 2003).
III. Pelaksanaan Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
Alat
Labu takar 25 ml, 50 ml, 100 ml, 500 ml.
Pipet volume 1 ml, 5 ml dan 10 ml
Pipet ukur 1 ml, 5 ml dan 10 ml
Pipet tetes
Labu erlenmeyer 100 ml
pH meter
Buret 10 ml dan 25 ml
Statif
Ball filler
Tissue
Lap
Bahan
Larutan NaOH 0,1 N
Larutan HCl 0,1 N
Aquades
3.2 Pengukuran
Titrasi Asam Basa (Widjaja dkk., 2009)
Sebanyak 10 ml larutan asam diambil dengan pipet volume 10 ml.
Kemudian larutan asam yang telah dipipet dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer 25 ml. Pelaksanaan titrasi dimulai dengan jumlah pentiter
yang ditambahkan sesuai dengan yang ada pada tabel. Lalu, pH meter
dicelupkan pada larutan setiap kali penambahan larutan pentiter dan
dibaca angka yang ditampilkan.
V. Data Pengamatan
Volume Pentiter
(ml)
pH Volume Pentiter
(ml)
pH
2,0 1,6 0,1 2,9
2,0 1,6 0,1 3,3
1,0 1,8 0,1 3,7
1,0 1,8 0,1 4,0
1,0 2,0 0,1 4,5
1,0 2,1 0,1 5,0
0,5 2,2 0,1 7,0
0,2 2,3 0,2 7,1
0,2 2,4 0,2 7,1
0,1 2,4 0,5 7,2
0,1 2,4 1,0 7,3
0,1 2,4 1,0 7,3
0,1 2,4 1,0 7,5
VI. Perhitungan
Menghitung Turunan pH
Diketahui : N NaOH : 0,1 N
Menentukan turunan kedua dari pH :
- turunan pertama:
- turunan kedua :
Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut:
Volume titran (ml) pH ∆pH / ∆V∆2pH / ∆ V2
2 1,60
4 1,6 0,10,2
5 1,8 -0,20
6 1,8 0,20,2
7 2,0 0,10,1
8 2,1 0,10,2
8,5 2,2 0,60,5
8,7 2,3 00,5
8,9 2,4 00
9 2,4 00
9,1 2,4 00
9,2 2,4 00
9,3 2,4 50
59,4 2,9 -10
49,5 3,3 0
49,6 3,7 -10
39,7 4,0 20
59,8 4,5 0
59,9 5,0 150
2010 7,0 -195
0,510,2 7,1 0
010,4 7,1 1
0,210,9 7,2 1,6
111,9 7,3 0
012,9 7,3 0,2
0,213,9 7,5
Menghitung Kadar Sampel HCl
Diketahui: Volume NaOH = 13,9 ml
Molaritas NaOH = 0,1 M
Volume HCl = 10 ml
Ditanya : Volume ekivalen = ............?
Jawab :
Volume ekivalen =
=
= 9,9 + 0,043
= 9,943 ml
Hal ini berarti bahwa volume NaOH yang diperlukan untuk menetralkan larutan
sampel (HCl) tersebut adalah 9,943 ml.
Reaksi yang terjadi :
NaOH + HCl → NaCl + H2O
Diketahui : Volume NaOH = 9,943 ml
Molaritas NaOH = 0,1 M
Volume HCl = 10 ml
BM HCl = 36,5 mg/mmol
Ditanya :
a. mmol NaOH =......?
b. Mol HCl = .….?
c. Kadar HCl atau sampel =…..?
Jawab :
a. mmol NaOH = Molaritas NaOH x volume NaOH
= 0,1 M × 9,943 ml
=0,994 mmol
mmol HCl =
=
b. Molaritas HCl =
= M
Diketahui bahwa : 1 ekivalen HCl =1 mol
Normalitas HCl = Molaritas HCl x ekivalen HCl
= 0,099 × 1
= 0,099 N
Massa HCl (mg) = mol HCl x BM HCl
= 0,099 mmol × 36,5 mg/mmol
= 3,614 mg
c. Kadar HCl (mg/ml) =
=
= 0,3614
Jadi kadar HCl (sampel) adalah sebesar 0,099 N atau 0,3614
VII. Pembahasan
Pada praktikum potensiometri (pengukuran pH) kali ini bertujuan untuk
menetapkan titik akhir titrasi dan menentukan kadar sampel yang digunakan. Dimana
sampel yang digunakan adalah larutan HCl 0,1 N. Alat yang digunakan dalam
mengukur pH pada percobaan ini adalah pH meter biasa yang dalam proses
pengukurannya tidak menggunakan elektroda indikator dan elektroda pembanding
serta tidak terdapat jembatan antara kedua elktroda tersebut yanbg berupa larutan
elektolit tempat terjadinya transport arus. Prinsip yang digunakan yaitu titrasi
potensiometri secara asam basa yaitu larutan NaOH 0,1 N berfungsi sebagai titran
yang dimasukkan ke dalam buret dengan volume keseluruhan adalah 25 ml dan
larutan HCl dengan konsentrasi kurang lebih 0,1 N sebagai larutan sampel yang
nantinya akan ditentukan kadarnya. Volume larutan HCl yang dimasukkan adalah 10
ml dan kemudian ditambahkan aquades sebanyak 40 ml. Tujuan penambahan
aquades ini adalah agar pH meter yang digunakan dapat tercelup ke dalam larutan
sehingga memaksimalkan kerja dari pH meter tersebut. Kemudian, larutan pentiter
yaitu NaOH 0,1 N ditambahkan sedikit demi sedikit melalui kran ke dalam
erlenmeyer yang telah mengandung larutan sampel yaitu HCl sampai titik akhir
titrasi. Adapun reaksi yang terjadi :
NaOH + HCl → NaCl + H2O
Dalam prinsip titrasi potensiometri secara asam basa penentuan titik akhir
titrasi dilakukan dengan cara melihat lonjakan perubahan pH yang terjadi secara
drastis dengan perubahan volume pentiter yang kecil. Apabila terjadi lonjakan
perubahan pH yang drastis namun perubahan volume pentiternya juga besar, maka
tidak dapat dikatakan sebagai titik akhir titrasi. Potensiometri dengan titrasi asam
basa digunakan agar titik ekivalen dan titik akhir titrasi dapat ditentukan dengan
tepat.Sedangkan, titrasi asam basa pada umumnya menggunakan suatu indikator
dimana titik akhir titrasinya ditandai dengan perubahan warna dari indikator yang
digunakan sehingga titik akhir titrasi yang diperoleh dapat bervariasi. Penyajian
langsung data percobaan sebagai grafik pH melawan ml titran yang ditambahkan
dapat juga digunakan untuk penentuan titik akhir titrasi secara teliti. Adapun grafik
pH melawan ml titran yang ditambahkan sebagai berikut :
Kurva 1. Hubungan antara volume pentiter dengan pH
Dari kurva di atas, dapat diketahui bahwa lonjakan pH terjadi pada saat
penambahan 0,1 ml larutan pentiter NaOH dari volume 9,9 ml menjadi 10 ml.
Dimana pH berubah dari 5 (pH asam) menjadi 7 (pH netral). Dan berdasarkan hasil
perhitungan yang diperoleh titik ekivalen tercapai pada larutan pentiter NaOH yaitu
pada volume 9,943 ml, dimana dalam hal ini 1 mol NaOH akan tepat bereaksi dengan
1 mol HCl. Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa seri volume NaOH dimana nilai
pHnya tidak berubah, hal ini mungkin karena penambahan volume pentiter yang kecil
tidak mempengaruhi kenaikan dari pH larutan dan alat yang digunakan pun bukan
rangkaian alat pH meter yang terdapat 2 elektroda yaitu elektroda indikator dan
elektroda pembanding dimana antara elektroda pengukur atau elektroda indikator
dengan elektroda pembanding terdapat jembatan arus atau garam dengan larutan
elektrolit yang di dalamnya terdapat transport ion arus. Namun, alat yang digunakan
itu pH meter yang biasa tanpa 2 elektroda tersebut. Sebelum menggunakan pH meter,
alat harus dikalibrasi dahulu yaitu pada alat harus menunjukkan pH 7 atau netral baru
dicelupkan pada larutan sampel. Lalu dari hasil perhitungan diperoleh kadar HCl
sampel sebesar 0,3614 mg/ml dimana kadar HCl ini diperoleh dengan cara
mengalikan antara mol dari HCl dengan berat molekul dari HCl.
VIII. Kesimpulan
Dari praktikum potensiometri (pengukuran pH) kali ini diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Melalui kurva hubungan antara volume pentiter vs pH dapat ditentukan
titik akhir titrasi yang ditandai dengan lonjakan pH yang drastis dengan
penambahan volume pentiter yang kecil.
2. Titik akhir titrasi larutan sampel asam klorida yaitu antara volume 9,9 ml
sampai 10 ml dan perubahan pH yang terjadi yaitu pH 5 menjadi pH 7 dan
titik ekivalen tercapai pada larutan pentiter NaOH yaitu pada volume
9,943 ml.
3. Kadar sampel HCl yang digunakan dalam percobaan sebesar 0,099 N atau
0,3614 mg/ml
DAFTAR PUSTAKA
Brady, J. G., 2002. Kimia Universitas, Asas dan Struktur. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Gandjar, I.G., dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Roth, H. J. Dan G. Blaschke. 1994. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Universitas Gajah