Upload
robson-m-saragi
View
238
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
1/71
April 2013, Volume 1, Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1
EVALUASI KINERJA JALAN AKIBAT HAMBATAN SAMPING
(STUDI KASUS PADA JALAN SOETOYO S BANJARMASIN)
Ahmad RizaniStaf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Banjarmasin
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Peningkatan jumlah kendaraan di daerah perkotaan menyebabkan problem terhadap
jalan raya dan lalu lintas itu sendiri terutama pada jalan-jalan utama. Adanya aktivitas
samping jalan sering menimbulkan masalah, dimana dampak yang ditimbulkan akan
berpengaruh terhadap arus lalu lintas. Apalagi pada jam-jam puncak/sibuk adanya side
friction/ hambatan samping sangat berpengaruh terhadap kapasitas jalan, hal ini akanberdampak menurunnya tingkat kinerja pada segmen jalan tersebut.
Hambatan samping yang dimaksud adalah pejalan kaki/pedestrian, kendaraan
parkir/berhenti, kendaraan keluar/masuk dan kendaraan lambat. Faktor hambatan samping
yang paling besar menyebabkan kemacetan adalah yang faktor disebabkan oleh parkir
kendaraan dan kendaraan keluar masuk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisa akibat pengaruh hambatan samping terhadap kinerja jalan pada ruas jalan
tersebut berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).
Hasil pengamatan selama 3 hari pada jam-jam puncak pada Jalan Soetoyo S, yaitu
pagi jam 07.00 09.00, siang jam 13.00 15.00, dan sore jam 17.00 19.00 didapat
volume lalu lintas terbesar terjadi pada hari Rabu pada jam 17.00 18.00 yaitu sebesar
2592,05 smp/jam, kapasitas aktual sebesar 2770,97 smp/jam dan derajat kejenuhansebesar 0,998. Sedangkan hasil dari rata rata faktor bobot hambatan samping antara 181
283 kejadian. Hal ini menunjukkan bahwa faktor hambatan samping yang terjadi masih
relatih rendah. Namun untuk tingkat kinerja jalan secara keseluruhan dipengaruhi oleh
arus lalu lintas yang padat khususnya pada jam puncak siang (13.00-15.00) dan jam
puncak sore (17.00-19.00) dimana derajat kejenuhan yang terjadi antara 0,733-0,998.
Ini berarti pada Jalan Soetoyo S merupakan daerah rawan macet karena tingkat jumlah
volume kendaraan yang besar, walaupun faktor hambatan samping yang terjadi rendah.
Kata kunci :Hambatan samping, kinerja jalan, dan MKJI.
PENDAHULUAN
Jalan merupakan sarana transportasi
darat yang sangat penting bagi masyarakat
untuk berhubungan antara daerah yang satu
ke daerah yang lain, selain itu juga untuk
memperlancar kegiatan perekonomian, dan
aktivitas sehari-hari masyarakat. Dengan
berkembangnya dunia transportasi dan
banyaknya jumlah kendaraan makadiperlukan sarana dan prasarana
transportasi yang menunjang dengan
kebutuhan masyarakat dan untuk
memajukan pertumbuhan pembangunan
daerah tersebut.
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
2/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur22
Dengan bertambahnya jumlah
kendaraan dari tahun ketahun dan jumlah
jalan yang tidak sesuai lagi dengan
kapasitasnya maka sering menimbulkan
kemacetan arus lalu lintas, kemacetandalam berlalu lintas merupakan hal tidak
asing lagi kita lihat di kota-kota besar dan
khusus nya di Banjarmasin. Kemacetan
juga sering menimbulkan para pengendara
sepeda motor sering menggunakan bahu
jalan dan trotoar sebagai jalan pintas untuk
menghindari kemacetan, hal seperti
demikian yang menyebabkan bahu jalan
dan trotoar tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Untuk itu kepada pihak-pihak
terkait agar segera dapat membenahimasalah tersebut dan berupaya
merencanakan peningkatan jalan yang
sudah ada.
Pada Jalan Soetoyo S yang berada
di kota Banjarmasin merupakan jalan utama
untuk menuju pelabuhan Trisakti yang
mana jalan tersebut sering terjadi
kemacetan lalu lintas yang sering
diakibatkan oleh truk-truk pengangkut
barang, kemacetan tersebut kadang
membuat para kendaraan bermotor
khususnya kendaraan roda dua yang mana
mereka menggunakan bahu jalan atau
trotoar sebagai jalan alternnatif dalam
mengatasi kemacetan yang terjadi, dan
sering kita lihat pula para pedagang kaki
lima yang menggunakan trotoar dan bahu
jalan dijadikan tempat untuk berjualan.
Hal seperti diataslah yang menyebabkan
kurang berfungsinya bahu jalan dan trotoar
sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu dilakukan tinjauan dan evaluasi kembali
terhadap fungsi bahu jalan dan trotoar pada
jalan tersebut agar diketahui sejauh mana
fungsi dari bahu jalan dan trotoar tersebut
dan kendala-kendala apa saja yang
menyebabkan kurang berfungsinya.
Tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tingkat kinerja jalanberdasarkan MKJI.
2. Mengetahui hambatan samping yangpaling besar dan signifikan
mempengaruhi tingkat kinerja jalan.
Beberapa batasan masalah dalam
penelitian ini adalah :1. Lokasi jalan yang diteliti adalah Jalan
Soetoyo S Kota Banjarmasin, dan
pengamatan hambatan samping
sepanjang 200 meter depan Pasar Teluk
Dalam.
2. Survei yang dilaksanakan adalah surveivolume lalu lintas jalan, hambatan
samping dan geometrik.
3. Waktu pengamatan survei pada pagihari jam 07.00-09.00, siang hari jam
13.00-15.00, sore hari jam 17.00-19.00.Dilaksanakan selama 3 hari pada hari
Senin, Rabu dan Kamis.
4. Metode yang digunakan sesuai denganManual Kapasitas Jalan Indonesia (
MKJI )Tahun 1997 Jalan Perkotaan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hambatan Samping
Banyak aktivitas samping jalan di
Indonesia sering menimbulkan konflik,
Pengaruh hambatan samping terutama
berpengaruh pada kapasitas dan kinerja
jalan apalagi pada daerah jalan perkotaan
Adalah hambatan samping itu terdiri
dari :
- Pejalan kaki- Angkutan umum dan kendaraan lain
berhenti.- Kendaraan lambat seperti becak, keretakuda dll
- Kendaraan masuk dan keluar dari lahandisamping jalan.
Untuk menyederhanakan peranannya dalam
prosedur perhitungan, tingkat hambatan
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
3/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur33
samping telah dikelompokkan dalam lima
kelas, sangat rendah, rendah, sedang, tinggi
dan sangat tinggi. Sedangkan penentuan
besarannya berdasarkan bobot kejadian
yang dikalikan dengan rekuensi kejadianhambatan samping sepanjang jalan yang
diamati.
2.2 Perhitungan Kapasitas Jalan
Menurut Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI) bahwa kapasitas jalan
didefinisikan sebagai arus maksimum
melalui suatu titik di di jalan yang dapat
dipertahankan per satuan jam pada kondisi
tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arahkapasitas ditentukan untuk arus dua arah
(kombinasi dua arah ), tetapi untuk jalan
dengan banyak lajur, harus dipersiapkan per
arah dan kapasitas ditentukan per jalur.
Karena lokasi yang mempunyai arus
mendekati kapasitas segmen jalan (sebagai
mana terlihat dari kapasitas simpang
sepanjang jalan), kapasitas juga telah
diperkiraan dari analisa kondisi iringan lalu
lintas, dan secara teoritis dengan
mengasumsikan hubungan matematika
antara kerapatan, kecepatan, dan arus.
Kapasitas jalan dinyatakan satuan mobil
penumpang (smp ).
Persamaan dasar untuk menentukan
kapasitas jalan adalah sebagai berikut :
Dimana :
C : Kapasitas Jalan ( smp / jam )
Co : Kapasitas dasar untuk kondisi
tertentu ( smp / jam )
FCw : Faktor Penyesuaian lebar
Jalur lalu lintasFCsp : Faktor Penyesuaian
Pemisahan arah
FCsf : Faktor Penyesuaian
Hambatan samping
FCcs : Faktor Penyesuaian
Ukuran kota
2.3 Perhitungan Derajat Kejenuhan
( DS )
Derajat kejenuhan (DS)didefinisikan sebagai rasio arus terhadap
kapasitas, digunakan sebagai faktor utama
dalam penentuan tingkat kinerja simpang
dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan
apakah segmen jalan tersebut mempunyai
masalah kapasitas atau tidak.
DS = Q / C
Keterangan :
DS : Derajat kejenuhan
Q : Kapasitas arus lalu lintas
C : Kapasitas Jalan
Derajat kejenuhan dihitung dengan
perbandingan arus dan kapasitas dinyatakan
dalam smp / jam. (sumber MKJI 1997).
Tabel 2.1 Faktor Bobot Hambatan Samping
Hambatan samping Simbol Faktor Bobot
Pejalan kaki PED 0,5
Parkir, kendaraan berhenti PSV 1
Kendaraan keluar dan masuk EEV 0,7
Kendaraan lambat SMV 0,4
Sumber MKJI 1997 hal 5-82
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
4/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur44
Tabel 2.2 Kelas Hambatan Samping
Kelas hambatansamping Kode Jumlah bobotkejadian/jam
(kedua sisi)
Kondisi khusus
Sangt rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
VL
L
M
H
VH
100
100299
300499
500900
900
Daerah pemukiman, jalan dengan
jalan samping.
Daerah pemukiman, beberapa
kendaraan umun dsb.
Daerah industri dengan beberapa
took disisi jalan.
Daerah komersial dengan aktivitas
sisi jalan yang sangat tinggi.
Daerah komersial dan aktivitas
pasar di samping jalan yang
sangat tinggi.
Sumber MKJI 1997 hal 5-68
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
pengambilan dan pengumpulan data di
lapangan meliputi:
- Mengumpulkan data volume lalu lintas- Mengumpulkan data hambatan samping- Mengumpulkan data geometrik jalan
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
5/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur55
HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA
TABEL 4.1. RATA-RATA VOLUME ARUS LALU LINTAS
JL. SOETOYO S BANJARMASIN
WAKTU
HARI PENGAMATAN HASIL DALAM SMP
SENIN RABU KAMIS
LV HV MC LV HV MC LV HV MC LV HV MC
07.00-08.00
08.00-09.00
645
657
24
115
3987
3194
642
563
32
69
3570
3438
573
657
20
53
3200
3332
620
626
31
95
897
831
13.00-14.00
14.00-15.00
660
817
332
372
3638
3958
804
1090
322
434
3597
3813
940
1023
311
396
3430
3928
802
977
386
481
889
975
17.00-18.00
18.00-19.00
974
767
289
344
3950
3320
1108
905
404
375
3997
3421
1083
925
397
374
3982
3861
1055
866
436
438
995
884
Pengumpulan data
Data Primer- Data Geometrik dan Bahu
Jalan- Data Volume Lalu Lintas- Data Hambatan Samping
Data Sekunder
- Jumlah Penduduk- Keadaan lingkungan
Perhitungan Volume LaluLIntas, Hambatan Samping
& Geometrik Jalan
Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
Mulai
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
6/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur66
TABEL 4.2. HASIL PENGAMATAN HAMBATAN SAMPINGJL. SOETOYO S BANJARMASIN
WAKTU
DATA PENGAMATAN HASIL DARI RATA-RATA
DI KALI FAKTOR BOBOTSENIN RABU KAMIS
PED PSV EEV SMV PED PSV EEV SMV PED PSV EEV SMV PED PSV EEV SMV
07.00-08.00
08.00-09.00
75
74
35
37
155
152
138
125
68
67
81
43
110
153
96
124
66
60
75
53
97
145
96
121
35
34
64
44
84
105
44
49
13.00-14.00
14.00-15.00
72
65
56
59
96
81
63
70
48
60
62
64
93
77
65
72
63
60
57
73
83
82
68
68
31
31
58
65
63
56
26
28
17.00-18.00
18.00-19.00
79
82
105
134
91
97
92
102
66
78
108
111
94
129
101
105
69
66
119
108
99
137
111
110
36
38
111
118
66
85
41
42
TABEL 4.3. HASIL PERHITUNGAN KAPASITAS JALANDAN DERAJAT KEJENUHAN AKTUAL
Waktu CO FCw FCsp FCsf FCcs CQ
(Total)DS= Q/C
07.00 - 08.00 2900 1.07 1 0.99 0.94 2887.65 1547 0.54
08.0009.00 2900 1.07 1 0.99 0.94 2887.65 1551 0.54
13.0014.00 2900 1.07 1 0.96 0.94 2800.15 2076 0.74
14.0015.00 2900 1.07 1 0.96 0.94 2800.15 2432 0.87
17.0018.00 2900 1.07 1 0.92 0.94 2683.47 2485 0.93
18.0019.00 2900 1.07 1 0.92 0.94 2683.47 2186 0.81
TABEL 4.4. HASIL PERHITUNGAN KAPASITAS JALAN
DAN DERAJAT KEJENUHAN TANPA HAMBATAN SAMPING
Waktu CO FCw FCsp FCsf FCcs CQ
(Total)DS= Q/C
07.00 - 08.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 1547 0.53
08.0009.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 1551 0.53
13.0014.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 2076 0.71
14.0015.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 2432 0.83
17.0018.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 2485 0.85
18.0019.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 2186 0.75
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
7/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur77
PEMBAHASAN
Dari hasil perhitungan dan analisa
selama pengamatan baik volume lalu lintas
dan hambatan samping yang terjadi pada
Jalan Soetoyo S Kota Banjarmasin
menunjukkan bahwa adanya hambatan
samping pada daerah tersebut
mempengaruhi terhadap kinerja jalan, hal
itu dapat dilihat dari besarnya derajat
kejenuhan (DS) yang terjadi. Dimana
besarnya DS pada pagi hari sampai siang
antara jam 07.00-14.00 berkisar antara 0.54
0.74 dan masih dibawah 0.85 (tabel 4.3).Hal ini dikarenakan kondisi pada jalan
Soetoyo S pada jam tersebut aktivitasdisamping jalan atau sepanjang bahu jalan
masih relative rendah. Sehingga pengaruh
dari adanya hambatan samping terhadap
kinerja jalan relatif kecil.
Pada jam 14.00-18.00 menunjukkan
peningkatan yang signifikan pada volume
lalu lintas dan hambatan samping. Hal ini
berdampak pada meningkatnya DS berkisar
natara 0.97-0.93. Sehingga arus lalu lintas
terlihat mulai mengalami hambatan
walaupun masih relative kecil.Jika asumsi hambatan samping
dihilangkan dan fungsi bahu jalan sesuai
dengan peruntukannya (tabel 4.4) maka
tingkat kinerja jalan masih relative stabil
yang ditunjukkan dengan nilai DS antara
0.53-0.85.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Volume lalu lintas yang terbesar untukkedua arah pada Jalan Soetoyo S Kota
Banjarmasin terjadi pada jam 17.00-
18.00 sebesar 2.485 smp/jam.
Sedangkan volume lalu lintas yang
terkecil pada jam-jam puncak jam 07.00
08.00 yaitu sebesar 1547 smp/jam.2. Besarnya Derajat Kejenuhan pada pagi
hari sampai siang antara jam 07.00-
14.00 berkisar antara 0.54 0.74. Halini dikarenakan kondisi pada jalan
Soetoyo S pada jam tersebut aktivitasdisamping jalan atau sepanjang bahu
jalan masih relative rendah. Sehingga
pengaruh dari adanya hambatan
samping terhadap kinerja jalan relatif
kecil.
3. Pada jam 14.00-18.00 menunjukkanpeningkatan yang signifikan pada
volume lalu lintas dan hambatan
samping. Hal ini berdampak pada
meningkatnya DS berkisar natara 0.97-
0.93. Sehingga arus lalu lintas terlihat
mulai mengalami hambatan walaupun
masih relative kecil.
4. Jika asumsi hambatan sampingdihilangkan dan fungsi bahu jalan
sesuai dengan peruntukannya, maka
tingkat kinerja jalan masih relativestabil yang ditunjukkan dengan nilai DS
antara 0.53-0.85.
5. Lebar bahu jalan efektif sangatberpengaruh terhadap penentuan nilai
kapasitas jalan dan derajat kejenuhan
Untuk mengurangi permasalahan
yang terjadi pada Jalan Soetoyo S Kota
Banjarmasin, khususnya pengaruh adanya
hambatan samping, diantaranya dengan
1. Mengatur para pedagang kaki lima yangyang berjualan pada bahu jalan yang
mengakibatkan bahu jalan tidak
berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Menata ulang parkir kendaraan rodadua atau roda empat yang sering
memarkir kendaraan pada badan jalan
yang mengurangi efektifnya badan jalan
dan mengakibatkan kemacetan lalu
lintas.
Penelitian yang dilakukan ini masih banyak
kekurangan diantaranya waktu pengamatanyang relative singkat dan lokasi penelitian
baru satu tempat. Semoga penelitian ini
dapat dilanjutkan untuk kondisi jalan yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Direktorat Jendral Bina Marga Dan
Direktorat Pembinaan Jalan Kota,
1990, Petunjuk Tertib Pemanfaatan
Jalan, Jakarta.
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
8/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur88
[2] Sweroad, PT.Bina Karya (Persero)
1997, Manual Kapasitas Jalan
Indonesia.. Direktorat Jenderal Bina
Marga Direktorat Bina Jalan Kota
(BINKOT). Jakarta.[3] Tamin, Ofyar Z,. 2008, Perencanaan,
Permodelan dan Rekayasa
Transportasi : Teori, Contoh Soal dan
Aplikasi. Penerbit ITB. Bandung.
[4] Tyas, S.A.K., Priyanto S,. 2005,
Pengaruh Hambatan Samping
Terhadap Kapasitas Jalan (Studi
Kasus di Ruas Jalan Dr. Rajiman
depan Pasar Klewer).Simposium VIII
FSTPT. Palembang.
[5] Yogi Yatama Putra, 2012, PengaruhFungsi Bahu Jalan Terhadap
Kapasitas Jalan pada Jalan Soetoyo S
Kota Banjarmasin, Jurusan Teknik
SIpil Politeknik Negeri Banjarmasin.
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
9/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur99
PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEREBUSAN TEKANAN TINGGI
TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KIMIA MARNING JAGUNG
Ari Azhar Septiawan
Politeknik Hasnur
ABSTRAK
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,
selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan
Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk
beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga
menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung
juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya
(dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena),
dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kayaakan pentosa,yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural.Jagung yang telah
direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi. Salah satu
bentuk olahan jagung adalah marning, yaitu makanan ringan yang dibuat dari biji buah
jagung (Zea mays L.) tua, direbus, dikeringkan dan digoreng menggunakan minyak,
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diingingkan. Dengan pengolahan ini maka akan meningkat kan nilai ekonomis dari jagung
itu sendiri sehingga memiliki nilai jual yang tinggi dan menambah daya simpan dari
produk tersebut. Untuk menghasilkan marning jagung yang berkualitas baik maka perlu
dilakukan beberapa perlakuan lama perendaman dan lama perebusan dengan tekanan
tinggi sehingga dapat dihasilkan marning jagung yang memiliki tekstur renyah dan
mempersingkat lama perebusan biji jagung. Seperti yang kita ketahui permasalahan yang
sering terjadi dalam pembuatan marning jagung adalah terlalu lamanya perebusan biji
jagung, dan tekstur marning yang dihasilkan keras.
Kata kunci: jagung, marning jagung, perebusan tekanan tinggi
PENDAHULUANJagung (Zea mays L.) merupakan
salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi.
Jagung juga menjadi alternatif sumberpangan dan sumber karbohidrat di
Amerika Serikat, Amerika Tengah dan
Amerika Selatan. Penduduk beberapa
daerah di Indonesia (misalnya di Madura
dan Nusa Tenggara) juga menggunakan
jagung sebagai makanan tambahan. Selain
sebagai sumber karbohidrat, jagung juga
ditanam sebagai pakan ternak (hijauan
maupun tongkolnya), diambil minyaknya
(dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal
dengan istilah tepung jagung atau
maizena), dan bahan baku industri (dari
tepung biji dan tepung tongkolnya).
Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang
dipakai sebagai bahan baku pembuatan
furfural. Jagung yang telah direkayasagenetika juga sekarang ditanam sebagai
penghasil bahan farmasi.
http://id.wikipedia.org/wiki/Gandumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Padihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Karbohidrat_utama&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madurahttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pakanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pentosahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Furfural&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Gandumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Padihttp://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madurahttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pakanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pentosahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Furfural&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Furfural&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Pentosahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pakanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madurahttp://id.wikipedia.org/wiki/Padihttp://id.wikipedia.org/wiki/Gandumhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Furfural&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Pentosahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pakanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madurahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Karbohidrat_utama&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Padihttp://id.wikipedia.org/wiki/Gandum7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
10/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1010
Salah satu bentuk olahan jagung
adalah marning, yaitu makanan ringan
yang dibuat dari biji buah jagung (Zea
mays) tua, direbus, dikeringkan dan
digoreng menggunakan minyak, denganatau tanpa penambahan bahan makanan
lain dan bahan tambahan makanan yang
diingingkan. Pengolahan jagung menjadi
marning akan meningkatkan nilai
ekonomis dari jagung itu sendiri sehingga
memiliki nilai jual yang tinggi dan
menambah daya simpan dari produk
tersebut
Menghasilkan marning jagung yang
berkualitas baik maka perlu dilakukanbeberapa perlakuan lama perendaman dan
lama perebusan dengan tekanan tinggi
sehingga dapat dihasilkan marning jagung
yang memiliki tekstur renyah dan
mempersingkat lama perebusan biji
jagung. Umumnya permasalahan yang
sering terjadi dalam pembuatan marning
jagung adalah lamanya perebusan biji
jagung yang bisa mencapai 6-7 jam , dan
tekstur marning yang dihasilkan keras,
sehingga dilakukanlah perendaman danperebusan tekanan tinggi dengan harapan
akan terciptanya tekstur marning yang
renyah
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah rancangan acak kelompok (RAK)
yang disusun secara faktorial, terdiri dari 2
faktor dan masing-masing faktor terdiri dari
3 level dengan 3 kali ulangan dan ulangansebagai kelompok.
Faktor-faktor yang digunakan dalam
penelitian adalah pengaruh lama
perendaman (P) dan lama perebusan (L).
Faktor I : Pengaruh lama perendaman
larutan kapur pH 13 (P)
P1 : 8 Jam
P2 : 16 Jam
P3 : 24 Jam
Faktor II : lama perebusan tekanan
tinggi 1,7-1,8 atm (L).
L1 : 30 menit
L2 : 60 menit
L3 : 90 menit
Pembuatan Marning Jagung
Pembuatan marning jagung dapat
dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. PencucianPencucian dilakukan dengan air
mengalir agar segala kotoran dan debu
yang melekat di biji jagung bisa hilang.
2. Perendaman dalam air kapurPerendaman dalam air kapur ini
dilakukan selama 8, 16, dan 24 jam
3. PerebusanPerebusan menggunakan autoklaf
dengan suhu 121 oC selama 30, 60, dan
90 menit
4. Pengeringan dengan cabinet drayerSetelah dingin dingin dimasukan
kedalam cabinet dryer dengan suhu
50oC dengan waktu 24 Jam.
5. PenggorenganSetelah dikeringkan, jagung
dimasukkan kedalam penggorengan
yang telah berisi minyak panas dan
digoreng pada suhu 180-200C+1C
Sampai terjadi perubahan warna.
6. PenirisanSetelah terjadi perubahan warna,diangkat dari penggorengan,
selanjutnya ditiriskan dengan
menggunakan spinner dengan
kecepatan 1300 rpm, selama 1,5 menit.
7. PengemasanMarning jagung yang telah ditiriskan
selanjutnya dikemas dalam kemasan
plastik sebelum dilakukan analisa.
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
11/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1111
Parameter Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada hasil
akhir marning jagung, meliputi beberapa
parameter antara lain kadar air, kadar abu,protein, kadar lemak, warna, dan tekstur.
Hasil dan Pembahasan
Kadar Air Produk Akhir (Marning
Jagung)
Berdasarkan hasil analisa ragam
(Lampiran 5) diketahui bahwa terjadi
interaksi yang sangat nyata antara lama
perebusan tekanan tinggi dan lama
perendaman dalam larutan kapur terhadapkadar air marning jagung. Rerata kadar air
marning jagung sebagai mana tampak pada
Tabel 1
Tabel 1 Rerata Nilai Kadar Air Marning Jagung Akibat Interaksi Perlakuan Lama
Perendaman Larutan Kapur Dan Lama Perebusan Tekana Tinggi.
Perlakuan Kadar Air (%)
P1L1 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 3,26 a
P2L1 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 3,50 a
P3L1 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 3,57 b
P1L2 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 3,79 b
P2L2 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 3,72 b
P3L2 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 4,48 c
P1L3 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 4,41 c
P2L3 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 4,50 c
P3L3 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 4,90 d
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan 5%
Kadar Abu Produk Akhir (Marning
Jagung)
Berdasarkan analisa ragam
diketahui bahwa tidak terjadi interaksi
antara lama perebusan tekanan tinggi dan
lama perendaman dalam larutan kapur.
Akan tetapi perlakuan lama perebusan
tekanan tinggi berpengaruh nyata terhadap
kadar abu marning jagung
Kadar Protein Produk Akhir (Marning
Jagung)
Berdasarkan analisa ragam
diketahui bahwa tidak terjadi interaksiantara perlakuan lama perebusan tekanan
tinggi dan lama perendaman dalam larutan
kapur. Akan tetapi perlakuan lama
perebusan tekanan tinggi memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar
protein marning jagung. Rerata kadar
protein marning jagung dapat dilihat pada
Tabel 2.
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
12/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1212
Tabel 2. Rerata Kadar Protein Marning Jagung Akibat Pengaruh Lama Perebusan
Tekanan Tinggi.
Perlakuan Kadar Protein (%)
L1 (Lama perebusan 30 menit) 9,70 b
L2 (Lama perebusan 60 menit) 9,11 b
L3 (Lama perebusan 90 menit) 8,18 a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan 5%
Kadar Lemak Produk Akhir (Marning
Jagung)
Berdasarkan analisa ragam
(Lampiran 8) menunjukan bahwa, terjadi
interaksi yang sangat nyata antara lama
perebusan tekanan tinggi dan lama
perendaman dalam larutan kapur terhadap
kadar lemak marning jagung. Rerata kadar
lemak marning jagung dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Rerata Kadar Lemak Marning Jagung Akibat Interaksi Perlakuan Lama
Perendaman Dalam Larutan Kapur Dan Lama Perebusan Tekanan Tinggi.
Perlakuan Kadar Lemak (%)
P1L1 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 9,16 a
P2L1 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 9,85 a
P3L1 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 10,49 b
P1L2 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 60 menit) 10,91 b
P2L2 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 60 menit) 11,89 c
P3L2 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 60 menit) 13,30 d
P1L3 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 90 menit) 14,79 e
P2L3 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 90 menit) 16,25 f
P3L3 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 90 menit) 19,93 g
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan 5%
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
13/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1313
Intensitas Warna (L, a, dan b) Tingkat
Kecerahan (L)
Dari analisa ragam menunjukan
bahwa tidak terjadi interaksi yang nyataantara perlakuan lama perebusan tekanan
tinggi dan lama perendaman dalam larutan
kapur terhadap tingkat kecerahan (L) dan
tingkat kekuningan (b+). Akan tetapi dari
analisa ragam menunjukan bahwa terjadi
interaksi yang sangat nyata antara
perlakuan lama perebusan tekanan tinggi
dan lama perendaman dalam larutan kapur
terhadap tingkat kemerahan (a+). Rerata
tingkat kemerahan marning jagung akibatperlakuan lama perebusan tekanan tinggi
dan lama perendaman dalam larutan kapur
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini
Tabel 4. Rerata Tingkat Kemerahan (a+) Marning Jagung Akibat Interaksi Lama
Perendaman Dalam Larutan Kapur dan Lama Perebusan Tekanan Tinggi.
Perlakuan Nilai a+
P1L1 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 9,60 bc
P2L1 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 11,37 c
P3L1 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 7,40 b
P1L2 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 60 menit) 8,70 b
P2L2 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 60 menit) 8,23 b
P3L2 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 60 menit) 8,63 b
P1L3 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 90 menit) 6,43 a
P2L3 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 90 menit) 7,87 b
P3L3 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 90 menit) 8,90 b
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan 5%
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
14/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1414
Gambar 1. Rerata Tingkat Kecerahan (L) Marning Jagung Akibat Perlakuan Lama
Perendaman Dalam Larutan Kapur dan Lama Perebusan Tekanan Tinggi
Gambar 2. Rerata Tingkat Kekuningan (b+) Marning Jagung Akibat Perlakuan
Lama Perendaman dalam Larutan
Kapur dan Lama Perebusan Tekanan
Tinggi.
Tekstur (Marning Jagung)
Berdasarkan hasil analisa ragam
menunjukan bahwa, terjadi interaksi yang
sangat nyata antara perlakuan lama
perebusan tekanan tinggi dan lama
perendaman dalam larutan kapur terhadaptekstur marning jagung. Rerata tekstur
marning jagung akibat pengaruh lamaperebusan tekanan tinggi dan lama
perendaman dalam larutan kapur sebagai
mana tampak pada Tabel5.
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
15/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1515
Tabel 5. Rerata Tekstur Marning Jagung Akibat Interaksi Lama Perendaman
Dalam Larutan Kapur dan Lama Perebusan Tekanan Tinggi
Perlakuan Tekstur (N)
P1L1 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 170,01 e
P2L1 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 160,28 e
P3L1 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 129,22 d
P1L2 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 60 menit) 108,24 c
P2L2 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 60 menit) 102,83 c
P3L2 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 60 menit) 100,08 c
P1L3 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 90 menit) 70,37 b
P2L3 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 90 menit) 41,84 a
P3L3 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 90 menit) 28,79 a
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan 5%
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anonim. 2010. Autoklaf.
http://wiki.org/autoklaf.htm. Dikases
pada tanggal 16 Mei 2010.[2] Crosby, N. T. 1986. Food Peckaging
Materials.ASP-LTD. London
[3] Evawati, A.A., 1997. MempelajariPembuatan Kripik Ubi Kayu: Kajian
dari Cara dan Lama Gelatinisasi sertaAnalisa finansialya. Jurusan
Teknologi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Unibraw. Malang.[4] Halleygirl. 2007. Kandungan Gizi
Jagung.
http://haleygiri.multiply.com/journal/i
tem/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htm.
Diakses pada tanggal 14 Juni 2010.
[5] Muchtadi, T. R, Purwiyatino dan A.
Basuki. 1987. Teknologi Pemasakan
Ekstruksi. Pusat Antar Universitas.IPB. Bogor.
[6] Murni, M. 1991. Penelitian PembuatanKeripik Apel.Berita Litbang Industri,badan penelitian dan pengembangan
Industri , balai penelitian danpengembangan industri. surabaya
[7] Kataren, S.1986. Minyak dan Lemak
Pangan.Penerbit UI Press. Jakaarta.[8] Pandoyo, S. T. 2000. Pembuatan
Kripik Pepaya dengan Vaccum
Frying, Kajian dari Lama Perendaman
dalam Larutan CaCl2 dan LamaPembekuan Terhadap Sifat Fisik
Kimia dan Organoleptik. SkripsiJurusan THP-FTP UNIBRAW,
Malang.
http://wiki.org/autoklaf.htmhttp://wiki.org/autoklaf.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://wiki.org/autoklaf.htm7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
16/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1616
[10] Petrusi, R.H.1987. Kimia Dasar
Prinsip dan Terapan Modern.
Erlangga. Jakarta[11] Prihatman, Kemal. 2000. Jagung.
BAPPENAS. Jakarta.
[12] Saputra, Andrian. 2007. KlasifikasiTumbuhan Jagung.
http://andriansaputra.multiply.com/reviews/item/4. Diakses pada tanggal
14 Juni 2010.
[13] Setyowati, Nus Asih. 2000. PengaruhPerendaman Konsentrasi Larutan
Kapur Tohor Terhadap Efektifitas
Netralisasi Rasa Pahit Pada ProdukJelly Kulit Buah Manggis. Fakultas
Teknik UNNES.
[14] SNI No 01- 3547-1994. KembangGula Jelly. Departemen Perindustrian.
[15] Sudarmadji, S., B. Haryono dan
Suhardi. 2003. Analisa BahanMakanan dan Pertanian. Liberty dan
Pusat Antar Universitas UGM.
Yogyakarta.[16] Sukandarrumidi, 1991. Bahan Galian
Industri. Yogyakarta : UGM Pres.[17] Susanto, T dan B, Saneto. 1987.
Teknologi Pengolahan Hasil
Pertanian. Bina Ilmu. Surabaya.
[18] Winarno, F. G.1988. Kimia Pangandan Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.[19] Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D.
Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi
Pangan. PT Gramedia. Jakarta.
http://andriansaputra.multiply.com/reviews/item/4http://andriansaputra.multiply.com/reviews/item/4http://andriansaputra.multiply.com/reviews/item/4http://andriansaputra.multiply.com/reviews/item/47/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
17/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1717
Mikroorganisme yang Berperan pada Optimasi Dekomposisi Kulit
Buah Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Campuran Effective
M icroorganisms 4 (EM4) dan Kotoran Ternak
1Linda Rahmawati dan 2Uswatun Chasanah1, 2
Staf Pengajar Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
Politeknik Hasnure-mail : [email protected]
ABSTRACT
Wastes were unused substance and usually not interesting to use. After the kernel
take for oil extraction, a waste from physic nut yard such as hulls was not used. To
increasing nut hulls (Jatropha curcas L.) value, it can be used for compost. In thispresent, compost production from physic nut hulls need a long time to composting about
2.5 months. Hence its need an biological activator to increase the composting process
likes EM4. EM4 that contain more than 80% lactic acid bacteria populations, yeasts,photosynthetic bacteria, N fixations bacteria and actinomycetes. The Objectives of this
research were to determine of microbe at optimum composting conditions mixing EM4and to determine microorganism medium for resulting best quality compost from physic
nut hulls. The experiment design used Factorial Randomize Block Design. First factors
(A) were: A1 (without EM4), A2 (EM4 1%), A3 (EM4 2%), Second factors (B) were: B1(without animal manure), B2 (chicken manure 10%), and B3 (cow manure 10%). The
combinations of factors resulting 9 treatment with 3 times replication and obtained 27
treatment units. Microorganisms that has important role during highest temperature oractive phase were bacteria and fungi, whereas during cooling phase were actinomycetes.
Keywords : decomposition, Effective microorganisms, animal manure, nut hulls
PENDAHULUAN
Limbah merupakan sisa hasil
produksi yang tidak digunakan lagi,namun jika dikelola dengan baik akan
memiliki nilai lebih serta tidak mencemari
lingkungan. Limbah yang dihasilkan daripengolahan minyak jarak pagar berupa
kulit buah sangat melimpah pada saat
pemanenan buah, karena setelah kulitdikupas dan biji diambil untuk diekstraksi
minyaknya kulit buah menumpuk.
Pemanfaatan kulit buah jarak pagar(Jatropha curcas L.) belum optimal,
karena umumnya digunakan sebagai bahan
dasar pewarna pakaian. Selain itu, kulitbuah jarak pagar (Jatropha curcas L.)
dimanfaatkan sebagai mulsa pada
perkebunan jarak pagar (Jatropha curcasL.), namun kandungan serat dan lignin
yang terdapat pada kulit menyebabkankulit buah lambat untuk didekomposisi
(Hisewa, 2007).
Jarak pagar (Jatropha curcas L.)merupakan tumbuhan herba berkayu yang
tahan hidup terhadap kekeringan.
Tanaman ini banyak ditemukan di AfrikaTengah dan Selatan, Amerika Latin, Asia
Tenggara dan India. Jika produksi biji
jarak pagar (Jatropha curcasL.) adalah 5ton/ha/tahun, maka diperoleh kulit buah
sekitar 2,1 ton/ha/tahun. Banyaknya kulit
buah yang terbuang tersebut, dibiarkansehingga mengalami dekomposisi, namun
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
18/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1818
karena kulit buah proses dekomposisinya
memerlukan waktu yang lama sehingga
perlu ditambahkan aktivator untukmempercepat proses dekomposisi. Salah
satu aktivator yang digunakan adalah
Effective microorganisms4 (EM4), karenaEM4 mengandung lebih dari 80% populasi
bakteri asam laktat dan yeast dan sebagiankecil bakteri fotosintetik, bakteri
pemfiksasi N dan aktinomisetes. Sehingga
diharapkan dapat membantu mempercepatproses dekomposisi dari kulit buah jarak
pagar (Jatropha curcasL.).
Mikroorganisme memerlukannutrisi pertumbuhannnya, yang meliputi
nitrogen, fosfor dan kalium. Oleh karena
itu, perlu ditambahkan kotoran ternakseperti kotoran ayam dan kotoran sapi.
Selain sebagai tambahan nutrisi, kotoran
ayam dan kotoran sapi juga sebagai mediatumbuh mikroorganisme. Kotoran ayam
mengandung nitrogen yang sangat tinggi
dibandingkan kotoran ternak lain. Kotoransapi meningkatkan ketersediaan fosfor dan
unsur-unsur mikro (Nurmawanti danSuhardianto, 2000). Dengan demikian,
penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan mikroorganisme yang
berperan dalam optimasi dekomposisikulit buah jarak pagar (Jatropha curcas
L.) campuran Effective microorganism-4(EM-4) dan kotoran ternak serta
mendapatkan media pertumbuhan
mikroorganisme yang tepat.
METODE PENELITIAN
Pembuatan Kompos
Metode pengomposan yangdigunakan adalah pengomposan aerobikdengan wadah dari kayu berbentuk kotak
dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 40
cm dan tinggi 20 cm. Mencampurkanbahan cair (EM-4 dan air) dengan molase
dan diaduk hingga rata adapun konsentrasi
EM-4 disini disesuaikan dengan faktor
perlakuan yakni (tanpa EM4, sama dengan
dosis anjuran dan dua kali dosis anjuran).Mencampurkan bahan dasar pembuatan
pupuk organik dalam hal ini adalah limbah
kulit buah jarak (Jatropha curcas L.) yangsudah digiling. Mengaduk sampai semua
bahan tercampur rata, memasukkan kedalam bak. Meletakkan bak-bak tersebut
di tempat kering yang terlindungi lalu
ditutup dengan plastik atau terpal.Mempertahankan suhu antara 40-50
oC,
suhu tersebut dikontrol setiap hari dengan
cara mengaduk-aduk bahan tersebut agarsuhunya tidak terlalu tinggi. Pengadukan
setiap hari ini juga berfungsi agar
mikroorganisme yang bekerja sebagaipendekomposisi kulit buah jarak pagar
(Jatropha curcas L.) tersebut
mendapatkan sirkulasi udara yang baiksehingga bekerja secara optimal.
Prosedur Pengambilan Data
Parameter yang diamati dalam
percobaan ini meliputi analisis C organik,N total, C/N, P, K, pH, dan kadar air untuk
sebelum dan sesudah pengomposan. Untuk
mengamati lama proses pengomposan,
terlebih dahulu dilakukan pencampuranlimbah kulit buah jarak pagar, media
tumbuh mikroorganisme yang berupakotoran ayam, sapi dan kambing, air
secukupnya dan starter Effective
microorganism-4 (EM-4) yang telahdiukur konsentrasinya sesuai perlakuan.
Analisa Populasi MikroorganismeSelama proses pengomposan
berlangsung, dilakukan pengamatan suhu.
Suhu optimum mikroorganisme yangsedang aktif merombak pada suhu di atas55
oC (Valentini, 2008). Pengambilan
sampel untuk penghitungan
mikroorganisme yaitu pada saat suhu akannaik, suhu memuncak, suhu turun dan fase
pematangan ketika kompos sudah jadi.
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
19/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1919
Sampel kompos dimasukkan ke
dalam wadah sampel. Sampel kompos
dikeringkan satu hari. Setelahdikeringanginkan, sampel kompos
dihaluskan dan disaring. Setelah disaring,
ditimbang sebanyak 10 gram, kemudiandisimpan dalam aluminium foil atau
langsung digunakan. Sebanyak 10 gramkompos dimasukkan dalam 90 ml akuades
dalam erlenmeyer, kemudian dishaker
selama 15 menit. Sehingga dihasilkansuspensi. Ambil 1 ml suspensi,
dimasukkan ke dalam 9 ml akuades dalam
tabung reaksi (pengenceran 10-1
).Pengenceran dilakukan sampai dengan 10
-
5/10
-6untuk jamur, pengenceran dilakukan
sampai dengan 10-5/10-6untuk bakteri danpengenceran dilakukan sampai dengan 10
-
5/10
-6 untuk aktinomisetes. Inkubasi pada
suhu ruang 5 hari untuk fungi dan
aktinomisetes dan 2 hari untuk bakteri.
Hitung populasi cendawan dan bakteriyang tumbuh. Kemudian melakukan
karakterisasi mikroorganisme secara
mikroskopis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk menjaga kondisi
pengomposan, dilakukan pengontrolan
suhu, pH dan kelembaban. Pengukuransuhu menggunakan termometer,
sedangkan pH dan kelembaban
menggunakansoil tester. Pengukuran suhudilakukan setiap hari 2 kali siang dan sore
untuk pengontrolan. Pada awal awal
setelah pencampuran, suhu masing-masingdiukur. Suhu awal hampir sama pada
semua perlakuan yaitu antara 2626,70C.Tabel 1. Perubahan suhu pada proses pengomposan
No Perlakuan
Suhu rata-rata
Awal
(oC)
Puncak Akhir/stabil
(oC)
Hari
ke-(oC)
Hari
ke-
1 Tanpa EM4, tanpa Kotoran 26,3 38,3 2 27,6 26
2Tanpa EM4 dengan kotoran ayam10%
26 40,6 2 28 21
3Tanpa EM4 dengan kotoran sapi
10%26,3 42,7 2 28,3 21
4 EM4 1%, tanpa kotoran 26 40,7 2 28,7 21
5EM4 1% dengan kotoran ayam10%
26,3 41,3 2 28 18
6 EM4 1% dengan kotoran sapi 10% 26,7 43,3 2 28,7 19
7 EM4 2%, tanpa kotoran 26 42 2 28,7 19
8EM4 2% dengan kotoran ayam
10%26,7 44,3 2 28,7 18
9 EM4 2% dengan kotoran sapi 10% 26,7 46,3* 2 28,3 19
Keterangan : angka dengan tanda (*) adalah suhu maksimum dari semua perlakuan
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
20/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2020
Pada hari ke 2 saat pengukuran suhu,
semua perlakuan mengalami kenaikanyaitu antara 38,3 46,30C. Suhu palingrendah terdapat pada kontrol A1B1 (tanpa
EM4-tanpa kotoran), hal ini karenakurangnya nutrisi dan mikroorganisme
untuk merombak kulit buah jarak pagar
(Jatropha curcas L.). Sedangkan suhupaling tinggi terdapat pada perlakuan
A3B3 (EM4 2%dengankotoran sapi 10%),
karena nitrogen dari kotoran sapi dankarbon pada molases mencukupi nutrisimikroorganisme pada EM4, sehingga
semakin banyak mikroorganisme yang
merombak maka hasil respirasi selmikroorganisme berupa energi panas juga
semakin banyak dikeluarkan.Umumnya suhu optimum
terjadinya pengomposan yaitu 50 700C,namun pada penelitian ini, suhu optimumdicapai pada kurang dari 50
0C yaitu suhu
paling tinggi mencapai 46,30C. Hal ini
terjadi karena kulit buah jarak pagar(Jatropha curcas L.) sewaktu dilakukan
penggilingan tidak dihancurkan secara
sempurna, sehingga banyak menyimpanudara dan suhu cepat turun. Selain itu,
karena tumpukan terlalu rendah yaitu 20
cm, dimana pada tinggi tersebutmerupakan syarat minimal ketinggian
tumpukan, namun masih kurang mampumenyimpan panas dengan baik. Sejalan
dengan penelitan yang dilakukan oleh
Rochaeni et al (2003) di mana suhumaksimum dicapai pada 40
0C. Menurut
Isroi (2007) suhu antara 30-600Cmenunjukkan aktivitas pengomposan yangcepat karena jika suhu di atas 60
0C akan
membunuh sebagian mikroorganisme dan
hanya mikroorganisme termofilik yangbertahan hidup. Ketika suhu puncak ini,
dilakukan pengambilan sampel kompos
masing-masing perlakuan untuk analisapopulasi mikroorganismenya.
Populasi dan Karakterisasi
Mikroorganisme
Keberadaan mikroorganisme
sangat penting demi berlangsungnyaproses dekomposisi. Untuk itu perlu
diketahui mikroorganisme yang berperan
dalam proses pengomposan kulit buahjarak pagar. Metode yang digunakan untukinokulasi dari sampel kompos adalah pour
plate (agar tuang) Teknik ini memerlukan
agar yang belum padat (>45oC) untukdituang bersama suspensi bakteri ke dalam
cawan petri lalu kemudian dihomogenkandan dibiarkan memadat. Hal ini akan
menyebarkan sel-sel bakteri tidak hanya
pada permukaan agar saja melainkan selterendam agar (di dalam agar) sehingga
terdapat sel yang tumbuh dipermukaan
agar yang kaya O2 dan ada yang tumbuh didalam agar yang tidak banyak begitu
banyak mengandung oksigen.
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
21/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2121
Tabel 2. Jumlah populasi mikroorganisme pada fase aktif
No PerlakuanBakteri
(cfu/g)
Aktinomisetes
(cfu/g)
Fungi
(cfu/g)
1 A1B1 108 x 10
14,7 x 10
21 x 10
2 A1B2 97,3 x 10 6,3 x 10 17,7 x 10
3 A1B3 46,3 x 10 4 x 10 38 x 10
4 A2B1 87,3 x 10 2 x 10 41 x 10
5 A2B2 100 x 10 1 x 10 18,4 x 10
6 A2B3 109,3 x 10 4,3 x 10 44,7 x 10
7 A3B1 101,7 x 10 4,7 x 10 5,1 x 10
8 A3B2 159 x 10 2,3 x 10 8,97 x 10
9 A3B3 120,7 x 10 3,7 x 10 12,63 x 10
4.4.2 Populasi mikroorganisme pada fase mesoterm
Tabel 3. Jumlah populasi mikroorganisme pada fase mesoterm
No Perlakuan Bakteri (cfu/g)Aktinomisetes
(cfu/g)
Fungi
(cfu/g)
1 A1B1 41,7 x 103
2 x 103
17,5 x 102
2 A1B2 84 x 10 10,7 x 10 4,1 x 10
3 A1B3 46,7 x 10 8 x 10 4,1 x 10
4 A2B1 60,3 x 10 8,3 x 10 1,9 x 10
5 A2B2 76,3 x 10 2,3 x 10 5,1 x 10
6 A2B3 94,7 x 10 9,3 x 10 4,3 x 10
7 A3B1 98 x 10 2 x 10 3,4 x 10
8 A3B2 64,3 x 10 19,67 x 10 7 x 10
9 A3B3 114,3 x 10 26 x 10 3,3 x 10
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
22/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2222
Populasi mikroorganisme pada fase pematangan (maturation phase)
Tabel 4. Jumlah populasi mikroorganisme pada fase pematangan
No PerlakuanBakteri
(cfu/g)
Aktinomisetes
(cfu/g)
Fungi
(cfu/g)1 A1B1 71 x 10
25,3 x 10
5,5 x 10
2 A1B2 34,7 x 10 40,7 x 10 11 x 10
3 A1B3 97,3 x 10 34,3 x 10 5,1 x 10
4 A2B1 47 x 10 31x 10 5,7 x 10
5 A2B2 20 x 10 10,7 x 10 13,1 x 10
6 A2B3 23 x 10 4,3 x 10 8,9 x 10
7 A3B1 11,3 x 10 8,3 x 10 8,3 x 10
8 A3B2 30 x 10 3,3 x 10 10,9 x 10
9 A3B3 15,3x 10 4,7 x 10 9,3 x 10
Semua perlakuan mencapai rata-rata suhuyang stabil antara 27-29
0C yaitu pada hari
ke 30, sehingga semua kompos dinyatakan
jadi karena sudah tidak terjadi kenaikansuhu lagi yang artinya perombakan
mikroorganisme sudah selesai yang
ditandai tidak terjadi pengembunan padapenutup kompos. Selain suhu, dilakukan
suhu, dilakukan pula pengukuran pH padaawal pencampuran, saat suhu puncak, suhu
turun dan stabil atau matang. Pada awal
proses pengomposan, pH berkisar antara5,2-6,5 dimana menurut Holmer (2000)pada pH ini merupakan termasuk dalam
kondisi yang baik bagi mikroorganismeuntuk melakukan proses pengomposan.
Nilai pH cenderung meningkat pada
proses pengomposan, akibat terurainyaprotein dan terjadinya pelepasan amonia
(Supadma dan Arthagama, 2008). Pada
suhu puncak pH berkisar antara 5,8 6,8dimana pada pH ini cocok untuk
pertumbuhan jamur dan bakteri asidofil,seperti penelitian yang dilakukan olehArslan et.al(2008).
Bakteri asidofil memiliki
kemampuan membalik potensialmembran, yaitu dengan masuknya K
+
lebih besar daripada keluarnya proton
(Purwoko, 2007). Menurut Austin dan
Dopson (2007), mikroorganisme yangtoleran terhadap pH asam memiliki
membran permeabilitasnya sangat tinggi
terhadap proton. Ketika nilai pH eksternalmenjadi asam, proton tidak dipompa
keluar. Proton dikonsumsi pada saat
respirasi, ketika pH eksternal menjadiasam. Akibatnya nilai pH intrasel menjadi
semakin alkali, tetapi dengan arusmasuknya proton eksternal dapat
memulihkan nilai pH intrasel.
4.4.4 Populasi BakteriPengamatan populasi bakteri pada
fase aktif, fase mesoterm dan fasepematangan dilakukan pada masing-
masing perlakuan dengan 2 kali
pengambilan dan 3 ulangan kemudiandiperoleh rata-rata.
Menurut Holmer (1997), pada saat
aktivitas bakteri dan fungi maksimum,akan merombak senyawa organik dan
mengeluarkan asam-asam organik. Asam-asam akan terakumulasi dan akanmenyebabkan pH menurun yang akan
mendorong pertumbuhan fungi sehingga
akan menghancurkan senyawa lignin danselulosa. Aktivitas mikrobia terjadi pada
permukaan molekul organik yang akan
memperkecil ukuran partikel sehingga
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
23/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2323
mempermudah aktivitas mikroorganisme
dalam merombak material.
Untuk mengetahui populasimikroorganisme yang berperan dalam
pengomposan ini dilakukan pengenceran.
Sampling mikroorganisme meliputibakteri, jamur dan aktinomisetes. Bakteri
ditumbuhkan pada media Trip Soy Agar(TSA) 100%. Setelah inkubasi selama 2
hari, dilakukan isolasi untuk mendapatkan
koloni tunggal dengan metode gores padamedia CPG (Casein Peptone Glucose).
Bakteri yang muncul dikarakterisasi
bentuk luar (morfologinya) dan secaramikroskopis.
Mikroorganisme yang tahan hidup
pada suhu tinggi dikelompokkan dalammikroba termofil. Mikroorganisme ini
mempunyai membran sel yang
mengandung lipida jenuh, sehingga titikdidihnya tinggi. Selain itu dapat
memproduksi protein termasuk enzim
yang tidak terdenaturasi pada suhu tinggi.Di dalam DNA-nya mengandung guanin
dan sitosin dalam jumlah yang relatif besarkarena ikatan antara guanin dan sitosin
sangat kuat, sehingga molekul DNA tetap
stabil pada suhu tinggi (Suarez et al,
2000).4.4.5 Populasi Jamur
Jamur adalah mikroorganismeperombak dengan bentuk seperti benang,
multiseluler, tidak berklorofil dan
memiliki diferensial dalam jaringan. Jamurtelah banyak diketahui sebagai
mikroorganisme perombak bahan organik
terutama yang tersusun atas senyawakarbon seperti selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Kulit buah jarak pagar memilikikandungan karbon yang tinggi, dandiketahui bahwa karbon sebagian besar
adalah penyusun lignin.
Jamur tumbuh pada media yangmengandung karbohidrat. Pada kulit buah
jarak pagar, karbohidrat berupa lignin dan
selulosa menjadi nutrisi bagi jamur. Pada
umumnya, jamur dengan sebutan white-
root fungi adalah pendegradasi bahanorganik berupa lignin, selulosa dan
hemiselulosa (Adegunloye et al, 2007).
4.4.6 Populasi Aktinomisetes
Aktinomisetes adalah mikrobiauniseluler yang membentuk miselium
sangat halus dan bercabang-cabang,
biasanya membentuk miselium vegetatifdan miselium udara.
Mikroorganisme yang berperan
dalam pengomposan pada saat fase suhurendah adalah bakteri mesofilik yang
memecah senyawa-senyawa yang mudah
didegradasi seperti gula dan pati.Sedangkan pada saat suhu tinggi,
mikroorganisme yang berperan adalah
bakteri termofilik yang memecah protein,lemak, selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Fungi dan aktinomisetes atau bakteri
berfilamen menyerang senyawa yangresistant selama fase pematangan
(Cooperband, 2000).Fase kedua pada proses
pengomposan setelah tahap aktif yaitu fase
pematangan yang dimulai dengan
menurunnya suhu, hal ini karena nutrisimikrobia berkurang setelah digunakan
pada masa aktif sehingga panas yangtinggi tidak lagi dihasilkan. Ketika suhu
mulai turun yaitu antara 27380C, bakterimasih mendominasi walaupun jumlahnyasudah menurun. Bakteri yang masih
bertahan merupakan bakteri mesofilik,
dimana suhu yang diperlukan oleh bakterimesofilik antara 25 400C (Sunberg,2005). Keberadaan bakteri pada fase inimasih mendominasi karena nutrisi masihtersedia dan kondisi lingkungan yang
mendukung seperti pH. Pada fase ini, pH
berkisar antara 6,0-6,8 dimana padaderajat keasamaan ini mendukung bakteri
untuk melakukan metabolisme. Sedangkan
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
24/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2424
keberadaan jamur cenderung menurun
karena jamur umumnya dapat bertahan
pada pH asam atau < 5.Suhu stabil pada penelitian ini
berkisar antara 27-29oC, dimana pada saat
ini kompos telah matang dan terjadipenurunan populasi mikroorganisme
terutama pada perlakuan menggunakanpenambahan EM4 dan kotoran.
Mikroorganisme tidak melakukan aktivitas
metabolisme lagi karena nutrisi yangdiperlukan sebagai energi sudah tidak
tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Adegunloye, D.V., F.C. Adetuyi, F.A.Akinyosoye and M.O. Doyeni. 2007.
Microbial Analysis of Compost UsingCowdung as Booster. Pakistan
Journal of Nutrition6 (5): 506-510
[2] Arslan, E. I., Erdal O., Sevda K.,Ubeyde I.,
and Murat T. 2008.
Determination of the Effect of
Compost on Soil Microorganisms.International Journal of Science &
Technology Volume 3, No 2, 151-
159.[3] Austin, C. B. and M. Dopson. 2007.
Life in Acid: pH homeostasis in
acidophiles. Trends in Microbiology
Vol. 15 No. 4
[4] Cooperband, L. 2000. Biology ofComposting. University of Wisconsin
Department of Soil Science.
Department of Natural Resources andParks. 2005. Organic Fertilizer: What
Does it Mean?.
www.metrokc.gov/dnrp/swd/naturalyardcare/documents.asp Tanggal akses
10 September 2008
[6] Holmer, R.J., L.B. Gabutin, and W. H.Schnitzler. 1997. Organic Fertilizer
Production from City Waste : A
Model Approach in a Southeast Asian
Urban Environment. Kasetsart J.
(Nat. Sci.)32 : 50 - 53
[7] Holmer, R. J. 2000. Basic Principlesfor Composting of Biodegradable
Household Waste. ATSAF
Tagungsband, Berlin.
[8] Isroi. 2007. Pengomposan Limbah
Kakao. http://www.isroi.org Tanggal
akses 20 Agustus 2008
[9] Nurmawanti, S., dan A. Suhardianto.
2000. Studi PerbandinganPenggunaan Pupuk Kotoran Sapi
dengan Pupuk Kascing terhadap
Tanaman Selada (Lactuca sativa).Laporan Penelitian. Fakultas MIPA,
Bogor.[11] Rochaeni, A., D. Rusmaya, dan K.
Hartini. 2003. Pengaruh Agitasi
Terhadap Proses Pengomposan
Sampah Organik. Jurusan TeknikLingkungan Fakultas Teknik -
Universitas Pasundan. Bandung[12] Sundberg, C. 2005. Improving
Compost Process Efficiency by
Controlling Aeration, Temperature
and pH. Faculty of Natural
Resources and Agricultural SciencesDepartment of Biometry andEngineering Uppsala. Swedish.
[13] Supadma A.A.N dan D.M.
Arthagama. 2008. Uji FormulasiKualitas Pupuk Kompos yang
Bersumber dari Sampah Organik
dengan Penambahan Limbah TernakAyam, Sapi, Babi dan Tanaman
Pahitan. Jurnal Bumi Lestari, Vol. 8
No. 2. hal. 113-121
[14] Watanabe, T. 2001. Pictorial Atlas ofSoil and Seed Fungi:
Morphologies of Cultured Fungiand Key to Species. CRC Press.
New York
http://www.isroi.org/http://www.isroi.org/http://www.isroi.org/7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
25/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2525
EVALUASI KELAYAKAN TEKNIS
SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL
DI PT. BANUA LIMASEJURUS (BALIMAS) BANJARMASIN
Rachmat Subagyo1
, Sigit Mujiarto2
, Adi Muttaqin3
1,3Prodi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin2Politeknik Hasnur Banjarmasin
Email : [email protected]
ABSTRACT
Diesel power plants in PT BALIMAS has operated for more than 15 years. with the
longer operates the system will decrease reliability. This requires an evaluation of the
technical feasibility of diesel power in the company. Things will be evaluated on a diesel
power plants include: the load on the system, the efficiency of diesel engines, diesel
engines, generators, fuel systems, lubrication systems, cooling systems, and air intakesystems. The entire system must be either a diesel generator and can meet the needs of
electric power quality, effective and efficient as needed.
From the preparation of this final duty is taken to a conclusion based on value of the
company's 64.95% demand factor, load factor 50%, 35.8% efficiency of diesel engines,
diesel fuel consumption 0.2287 liters / kwh, oil consumption 0.0025 liters / kwh , radiator
water consumption 46.9 liters / kwh, water cooling tower consumption 31.269 liters / kwh
and the total air required 2.707 m / sec it can be concluded that the diesel power
generation system worth to keep operating.
Key words : diesel power plants, engine, system, feasibility.
PENDAHULUAN
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
cocok untuk lokasi dimana pengeluaran
bahan bakar rendah, persediaan air terbatas,
minyak sangat murah dibandingkan dengan
batubara dan semua beban besarnya adalah
seperti yang dapat ditangani oleh mesin
pembangkit dalam kapasitas kecil, serta
dapat berfungsi dalam waktu yang singkat.
Komponen- komponen utama dariPLTD adalah sebagai berikut yaitu:
Mesin atau rotor
Sistem bahan bakarSistem bahan bakar pada umumnya
memerlukan bahan bakar sebanyak 0.3
liter/kWh.
Sistem udara masukSistem pemasukan udara umumnya
memerlukan udara yang masuk
sebanyak 4 m/kWh output listrik.
Sistem pembuangan gas
Termasuk peredam dan penyambung
saluran.
Sistem pendinginSistem pendingin memerlukan air
sebagai media pendingin, untuk Diesel
Genset slow speed memerlukan air
sebanyak 60 liter/kWh, untuk medium
speed memerlukan 75 liter/kWh dan
untuk high speedmemerlukan sebanyak
90 liter/kWh.
Sistem pelumasanSistem pelumasan umumnya
memerlukan minyak sebanyak 0.005
liter/kWh.
Sistem penggerak mulaTermasuk aki, tangki hampa udara,
starter sendiri dan sebagainya. Fungsi
sistem penggerak mula adalah
menjalankan mesin. Sistem ini
memungkinkan mesin pada awalnya
berputar dan berjalan sampai terjadi
pembakaran dan unit meninggalkannya
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
26/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2626
untuk memperoleh daya.(Lawono E,
2004 cit Sulasno, 1992)
Operasi Suatu system pembangkit
tidak lepas dari Demand factor dan
Load Factor. Faktor kebutuhan(Demand factor) merupakan perbedaan
antara daya maksimum yang dipakai
oleh beban dibandingkan dengan daya
terpasang. Idealnya demand factor
bernilai lebih kecil dari satu. Bila
demand faktor melebihi dari satu, maka
unit pembangkit akan overloaddan hal
ini tidak boleh terjadi. Untuk lebih
menjamin tingkat kontinuitas suplai
tenaga listrik, sebelum terjadi beban
lebih, unit pembangkit cadangan harussegera dioperasikan saat faktor
kebutuhan > 95 %. (Palaloi S, 2009).
Sedangkan load factor (Faktor
beban) adalah perbandingan rata-rata
dalam jangka waktu tertentu dan bebanmaksimum yang terjadi. Faktor beban
biasanya digunakan untuk menentukan
besarnya biaya pembangkitan per unit
untuk permintaan daya maksimum yang
sama. Load faktor dihitung dengan
menggunakan rumus:
Suatu sIstem pembangkit listrik
tenaga diesel dapat dihitung
efisiensinya dengan cara membagi
output 1 kwh listrik yang dihasilkan
dibandingkan dengan energy yang
digunakan untuk menyalakan engine
(input energy),
=
Efisiensi mesin diesel adalah
antara 28-40%.( Barney L, 2008).
METODE PENELITIAN
Dalam melakukan kajian tentang
analisis sistem pembangkit listrik tenaga
diesel di PT Banua Limasejurus, akan
digunakan metode kualitatif dengan
pendekatan observasional. Jenis penelitian
yang digunakan adalah Deskriftif Analitik.
Gambar 1. Diagram alur Penelitian
Pada penelitian ini, data yang
dikumpulkan berasal dari berbagai sumber
berupa catatan-catatan, data-data yang telahdirekap perusahaan, manual book dari
mesin, name plate dari mesin generator,
name platedari pompa, dan lainnya.
Teknik pengolahan dan analisis data
dilakukan dengan cara melakukan penilaian
dengan membandingkan hasil perhitungan
dengan studi literatur yang ada, terutama
dengan standar dan ketentuan sistem
pembangkit listrik tenaga diesel. Hal yang
dinilai adalah layak atau tidaknya
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
27/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2727
komponen dari sistem pembangkit listrik
tenaga diesel.
Untuk penjelasan diagram alur
penelitian pada gambar 1 adalah sebagai
berikut1. Penelitian Awal, dengan melakukan
survey terdahulu ke perusahaan
2. Studi Literatur, dengan mencari buku-
buku literatur yang berhubungan
dengan pembangkit listrik tenaga diesel.
3. Pengambilan Data, meliputi
- Data beban listrik pada perusahaan
- Data mesin dan generator yang
digunakan- Data Pengoperasian Genset
- Data komponen - komponen penting
dari PLTD seperti sistem penyediaan
bahan bakar, sistem pendingin, sistem
pelumasan, sistem pemasukan udara,
dan sebagainya.
4. Pengolahan Data, Dari data yang
diperoleh akan dilihat dan dianalisis
bagaimana sistem PLTD yang
digunakan secara keseluruhan apakah
masih layak untuk dioperasikan atau
tidak.
5. Pengambilan Kesimpulan, Akan
disimpulkan dengan melihat data dan
analisis apakah pembangkit diesel ini
layak atau tidak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2. Grafik daya perhitungan
dibandingkan dengan daya pengamatan
Dari grafik tersebut data perbandingan
antara daya hasil pengamatan dengandata hasil perhitungan. Daya hasil
pengamatan adalah daya yang didapat
dari pengambilan data melalui
pembacaan panel. Dalam pembacaan
panel daya selalu berubah tiap detik,
untuk memastikan nilai yang sesuai,
untuk itulah diperlukan daya dari hasil
perhitungan.
Gambar 3. Diagram Batang Total Kwh dan
Pemakaian bahan bakar selama 1 tahun
Dari data total kwh dan pemakaian
konsumsi bahan bakar akan dapat dihitung
efisiensi mesin diesel tersebut. Dari hasil
perhitungan didapat efisiensinya adalah35,80 % .
0
200
400
600
800
1,000
1,2001,400
1 7 13 19
Daya(KW)
Jam Operasi Daya Hasil
Perhitungan
0
100000
200000
300000
400000
500000
1 3 5 7 9 11
Jumlah
Bulantotal
kWh
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
28/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2828
Gambar 4. Pemakaian Oli
Untuk pemakaian oli, Berdasarkan
hasil perhitungan pemakaian oli, dimana
pemakaian oli sebanyak 0.002378
liter/kWh. Lebih sedikit pergantian oli
tersebut dibandingkan standar.
Untuk pemakaian air pendingin,
Berdasarkan hasil perhitungan, konsumsiair pendingin untuk cooling tower = 32,03
liter/kwh. Hal ini sudah sesuai dengan
standar untuk mesin putaran rendah yakni
60 liter/kwh.
Berdasarkan analisa perhitungan
pemasukan Total udara yang diperlukan
untuk pembakaran dalam keseluruhan
mesin yang beroperasi adalah sebanyak
9.496,611 m/jam atau 2,638 m/detik.
1.Kesimpulan
Tabel 1 Hasil Analisa Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
No KriteriaHasil
PerhitunganStandar
Kesimpulan
Memenuhi Tidak
1 Demand Factor 64,95 % < 95% -
2 Load Factor 50 % 20-70 %(Industri
Menengah)
-
3 Efisiensi Mesin
Diesel
35,8% 28-40% -
4 Konsumsi bahan
bakar
0,2287 liter/kwh 0,3 liter/kwh -
5 Pemakaian Oli 0,0025 liter/kwh 0,003
liter/kwh -
6 Pemakaian Air
Pendingin
Cooling Tower
31,269 liter/kwh 60 liter/kwh
(mesin
kecepatan
rendah)
-
7 Total Udara yang
diperlukan
2,707 m/detik
050
100150200250300350
PergantianOli(liter)
Mesin
Pemakaian Oli
Pemakaian Oli
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
29/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2929
Pada PLTD PT BALIMAS, akan dicari
nilai demand factor dan load factor.
Berdasarkan hasil perhitungan demand
faktor mencapai 64,95 % atau 0,6495.
Nilai tersebut masih dibawah batasmaksimal 95%. Jadi, pengoperasian sistem
pembangkitnya wajar dan masih layak
pengoperasiannya.
Untuk load factor berdasarkan hasil
perhitungan adalah 50%. Dari Tabel
kriteria industri menurut load factor, maka
PT. BALIMAS termasuk dalam industri
medium.
Efisiensi mesin diesel adalah antara
28-40%.( Barney L, 2008). Efisiensi Mesin
diesel di PT BALIMAS berdasarkan hasilperhitungan adalah 35,80%, dan nilai
tersebut diantara 28% dan 40%. Jadi, Mesin
Diesel di PT BALIMAS masih cocok dan
layak untuk terus dipakai.
Konsumsi bahan bakar untuk mesin
dari hasil perhitungan nilainya lebih kecil
daripada standar, hal itu menyatakan bahwa
mesin lebih sedikit mengkonsumsi bahan
bakar dibanding standar. Begitu pula
dengan pemakaian oli dan air pendingin
cooling tower. Pemakaiannya juga lebih
sedikit dibandingkan standar.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Arismunandar, Wiranto dan Koichi
Tsuda., 1986, Motor Diesel Putaran
Tinggi, Pradnya Paramita, Jakarta.
[2] Barney L. Capehart, Wayne C. Turner,
and William J Kennedy, 2008, Guide
To Energy Management, Fairmont PressInc, USA.
[3] Daywin F.J, Moeljarno Djojomartono,
R.G Sitompul, 1991, Motor Bakar
Internal dan Tenaga Di Bidang
Pertanian, IPB, Bogor.
[4] Lawono, Edwin., 2004, Studi Teknis
Pengoperasian Diesel Genset (PLTD)
3.000 kVA di PT. Kayan River Indah
Plywood, Sumber Mas Group
Samarinda, Tugas Akhir Teknik Mesin,
UK Petra, Surabaya.
[5] Maleev, V.L, 1954. Operasi dan
Pemeliharaan Mesin Diesel,
Terjemahan oleh Bambang Priambodo,
1991, Erlangga, Jakarta.
[6] Manga, John B., 2004, SistimPembangkit Daya dan Penggerak Mula
(Prime Mover), UNHAS, Makassar.
[7] Palaloi, Sudirman., 2009, TahapanMendisain Sistem Pembangkit Tenaga
Listrik, Jurnal Ilmiah Tek Energi Vol.1 No. 8 Februari 2009 hlm 41-57.
[8] Passini, Anthony J., 2006, Electrical
Distribution Engineering, The Fairmont
Press Inc, United States of America.
[9] Raja, A.K, Amit Prakash Srivastana &
Manish Dwivedi, 2006, Power PlantEngineering, New Age International
Publishers, New Delhi.
[10] Tirtoatmodjo, Rahardjo.,
1996, Penggerak Mula, UK Petra,
Surabaya.
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
30/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur3030
TRANSFER GEN KITINASE
PADA KALUS ABACA (Musa textili sNEE)
DENGAN MENGGUNAKAN VEKTOR
Agrobacteri um tumefaciens
Gusti Rokhmaniyati IskarliaStaf Pengajar Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
Politeknik Hasnur
e-mail :[email protected]
ABSTRACTOne major problem in abaca plantations is the disease caused by Fusarium
oxysporums f.sb cubense (Foc). Chemical pesticide usage to overcome this disease is not
friendly to the environment and human health. Utilization of resistant plant disease is one
effort to control this disease without destroying the environment. Genetic engineering of
abaca to produce resistant plant to (Foc) fungi is one potential approach to overcome thisproblem. It could be done by chitinase gene transfer into abaca plant genome. Therefore, a
research to produce abaca callus that contain chitinase gene which is expressing chitinase
enzyme to increase plant resistant to fungi (Foc) infestation is needed.
The aim of this research is to transfer chitinase gene into callus of abaca using A.
tumefanciens as a vector
This research were divided into 5 stages : (1) callus preparation, (2) Optimization
of Basta herbicide and Timentin antibiotic, (3) Preparation of A. tumefecians suspension,
(4) Chitinase gene transfer and (5) Evaluation of GUS gene expression in abaca callus
tissue.
This research showed that chitinase gene could be transferred into abaca callus
using A. tumefaciens vector in selected MS medium containing 50 ppm Basta herbicide and
100 ppm timentin antibiotic. There was a blue color in abaca callus clone Tangongon in
the GUS gene expression test confirming th chitinase gene existence.
Key word : calus abaca, timentin,agrobacterium
PENDAHULUAN
Tanaman abaca (Musa textilis Nee)
merupakan salah satu jenis pisang yang
termasuk dalam familia Musaceae, yang
umumnya dikenal dengan pisang serat atauManila Hemp. Abaca memiliki bentuk dan
ukuran daun lebih ramping, bersudut daun
kecil dan berwarna terang bila
dibandingkan dengan jenis pisang lain.
Umumnya abaca memiliki buah kecil,
banyak biji dan tidak enak dimakan (Setyo-
Budi et al., 2001).
. kemajuan teknologi, serat abaca semakin
banyak digunakan pada berbagai industri
kertas berkualitas tinggi, seperti kertas mata
uang, kertas dokumen berharga, kertas cek.Selain itu serat abaca juga digunakan
sebagai kain jok, pembungkus kabel,
pembalut wanita, popok bayi (pampers) dan
peredam suara pesawat terbang (Haroen,
1999).
Perbanyakan tanaman abaca dapat
dilakukakan secara vegetatif mengunakananakan, bonggol atau belahan bonggol dan
bibit hasil kultur jaringan. Kultur jaringan
menawarkan peluang besar untuk
menghasilkan jumlah bibit tanaman dalam
jumlah yang besar, serentak dan bebas
penyakit sehingga bibit yang dihasilkan
lebih sehat dan seragam (Wetter dan
Constabel, 1981).
Kendala utama dalam pengembangan
abaca adalah adanya serangan penyakit layu
yang disebabkan oleh jamur Fusariumoxysporum f.sp. cubense(Anunciado et al.,
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
31/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur3131
1997) Pertanaman abaca yang
dikembangkan secara besar-besaran
dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah
penyebaran penyakit dari bibit yang sakit di
sentra-sentra produksi karena varietas yangada tidak tahan penyakit layuFusarium.
Salah satu cara untuk meningkatkan
ketahanan tanaman abaca terhadap
serangan penyakit yang disebabkan oleh
jamur patogen adalah dengan mentransfer
gen yang mengekspresikan ketahanan
terhadap patogen tersebut ke genom
tanaman. Gen yang dapat
mengekspresikan ketahanan terhadap jamur
patogen antara lain adalah kitinase. Teknik
transformasi dapat dibedakan atastransformasi secara tidak langsung
menggunakan vektor Agrobacterium
tumefaciens dan transformasi secara
langsung, misalnya dengan mikroinjeksi,
elektroporasi, fusi protoplas maupun
dengan penembakan partikel (Prakash dan
Varadarajan, 1992). Sistem transformasi
dengan A. tumefaciens telah banyak
digunakan karena efisien, relatif lebih
murah, dan stabil dalam mengintroduksikan
suatu gen (Siemens dan Schieder, 1996;
Gama et al., 1996).
Telah dilaporkan dari beberapa
penelitian bahwa transfer gen tanaman
menggunakan vektor A. tumefaciens
berhasil dilakukan pada tanaman monokotil
seperti padi (Raineri et al.,1990), jagung
(Ishida et al.,1996), tebu (Arencibia et al.,
1999). Metode ini memberikan beberapa
keuntungan seperti tekniknya sederhana,
tidak banyak mengubah genom tanamantransforman dan mampu mentransfer DNA
lebih besar. Melalui rekayasa genetika
sudah dihasilkan tanaman transgenik yang
memiliki sifat baru seperti ketahanan
terhadap serangan hama atau penyakit,
ataupun peningkatan kualitas hasil.
Menurut Yuwono (2006), transfer
gen secara tidak langsung dilakukan dengan
cara sel A. tumefaciens ditumbuhkan
bersama-sama dengan sel atau jaringan
tanaman yang akan di transfer (teknikkokultivasi). Teknik melalui vektor A.
tumefaciens paling sering digunakan untuk
mentransfer gen ke dalam genom tanaman
melalui eksplan baik yang berupa potongan
daun (leaf discs) atau bagian lain dari
jaringan tanaman yang mempunyai potensiberegenerasi tinggi. Gen yang ditransfer
terletak pada plasmid Ti (tumor inducing).
Segmen spesifik DNA plasmid Ti disebut
T-DNA (transfered DNA) yang berpindah
dari bakteri ke inti sel tanaman dan
berintegrasi ke dalam genom tanaman,
karena A. tumefaciens merupakan patogen
tanaman. Faktor yang menentukan
keberhasilan untuk memperoleh tanaman
transgenik adalah adanya sistem
transformasi melalui A. tumefaciens yangoptimal. Sistem ini dapat dikembangkan
apabila faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya dapat dikondisikan
secara optimal. Faktor tersebut adalah jenis
dan perkembangan jaringan yang akan
diinfeksi, genotipe, jenis vektor, strain A.
tumefaciens, gen marka, seleksi yang
efisien, penambahan fitohormon selama sub
kultur, lamanya periode kultur, penambahan
asetosiringon dan waktu inokulasi
(Chakrabarty et al.,2002).
Namun sampai saat ini upaya
perbaikan ketahanan terhadap serangan
jamur patogen pada tanaman abaca belum
pernah dilakukan, sehingga perlu dilakukan
upaya transfer gen kitinase pada kalus
abaca menggunakan vektor A. tumefaciens
untuk meningkatkan ketahanan terhadap
serangan jamur patogen.
METODE PENELITIAN
Penelitian transfer gen kitinase pada
kalus abaca (M. textilis Nee) dengan
menggunakan vektor A. tumefaciens
dilaksanakan mulai bulan Juni 2007 sampai
Mei 2008 di Laboratorium Kultur Jaringan,
Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan
Serat (Balittas) Malang. Persiapan suspensi
A. tumefaciensdan pengujian ekspresi gen
gus pada kalus abaca dilaksanakan di
Laboratorium Bioteknologi FakultasPertanian Universitas Brawijaya Malang.
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
32/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur3232
Bahan - bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : media MS (Stok A F), myo-inositol, vitamin B, Vitamin C,
BAP, Thidiazuron (TDZ), Sukrosa, agar,
larutan HCl, larutan NaOH 1 N dan bahanSterilisasi (kloroks, benlate, rifampicin,
alkohol 70%, aquadest steril), media LB ;
antibiotik rifampicin dan spectinomycin,,
konstruksi plasmid pB2GW7 dalam A.
tumefaciens strain Ag 4404 (milik Prof.Ir
Liliek Sulistyowati, Ph.D), kertas filter,
asetosiringon, herbisida basta, antibiotik
timentin, kalus abaca klon Tangongon dan
GUSreagent
Kalus abaca yang digunakan pada
penelitian ini dihasilkan dari bonggoltanaman abaca klon Tangongon, yang
terdiri dari beberapa tahap, yaitu : sterilisasi
eksplan. Eksplan yang baik barasal dari
anakan tanaman yang telah beumur 2
bulan dan tingginya telah mencapai kira-
kira 30-50 cm. Penebangan anakan harus
beserta bonggolnya, kemudian dipotong
dan dikupas hingga diameternya mencapai
5 cm. Eksplan dicuci dengan detergen
dibawah air yang mengalir, disikat sampai
bersih dan dikupas lagi hingga diameternya
3 cm. Eksplan yang sudah bersih
kemudian direndam dalam larutan Benlate
2 g/l selama 10 menit, kemudian dengan
Rifampicin 600 mg/l selama 30 menit,
alkohol 70 selama 1 menit dan kloroks50 selama 10 menit. Proses sterilisasiselanjutnya dilakukan dalam LAFC yaitu
dibilas dengan aquadest steril 3 kali
masing-masing selama 5 menit.
Tahap kedua yaitu penanamaneksplan. Eksplan yang telah disterilkan
dikupas lagi di cawan petri dengan
menggunakan skalpel dan pinset hingga
berdiameter 1 2 cm, kemudian dibelahmenjadi 4 bagian tepat pada titik
tumbuhnya. Masing-masing bagian eksplan
ditanam di dalam botol kultur dengan satu
eksplan tiap botol, selanjutnya botol kultur
disimpan di dalam ruangan kultur. Pada
umumnya kalus dari eksplan mulai
terbentuk setelah berumur 3 minggu setelahtanam. Kalus yang dihasilkan digunakan
untuk transformasi menggunakan vektor A.
tumefaciens Media tumbuh kalus yang
digunakan adalah media Murashige dan
Skoog (MS), dengan penambahan 0,4 mg/l
TDZ, 5 mg/l BAP, dan 100 mg/l Vitamin Cdengan pH 5.8.
Suspensi biakan A. tumefaciens
strain Ag4404 yang mengandung gen
kitinase, gen pelapor (GUS), genbar(tahan
terhadap herbisida basta) yang sebelumnya
telah disimpan dalam pendingin pada suhu -
80C diambil sedikit, kemudian ditorehkan
ke dalam cawan petri pada media LB padat,
diinkubasi pada suhu 28C selama 4 hari.
Selanjutnya satu titik koloni ditumbuhkan
kedalam media LB cair, dan diinkubasi28C selama 4 hari dalam water bath
sambil digoyang dengan menggunakan
shaker. Setelah 4 hari diinkubasi pada
media LB cair, biakan A. tumefaciens
kemudian disentrifuge selama 15 menit
dengan kecepatan 5.000 rpm. Pelet yang
dihasilkan disuspensikan kedalam media
MS cair, dan siap digunakan untuk
transformasi pada kalus abaca klon
Tangongon.
Media yang digunakan dalam
optimasi herbisida Basta adalah media MS
padat + 0,4 mg/l TDZ + 5 mg/l BAP + 100
mg/l Vit C (Mariska dan Sukmadjaja,
2003). Perlakuan herbisida Basta terdiri
atas beberapa konsentrasi yaitu 0 (kontrol),
50 ppm, 100 ppm, 150 ppm dan 200 ppm
yang ditambahkan pada media tersebut.
Sebelum digunakan, media disimpan atau
diinkubasi pada suhu kamar selama 3 hari
untuk menyakinkan tidak terjadikontaminasi. Kalus abaca dipotong-potong
dengan ukuran 3x3x3 mm3, kemudian
ditanam pada masing-masing media dengan
tingkat konsentrasi basta yang berbeda.
Pengamatan yang dilakukan meliputi :
pertumbuhan kalus, perubahan warna kalus
dan jumlah kalus yang mati. Konsentrasi
optimum basta, dihitung berdasarkan
jumlah kalus yang paling banyak mati pada
konsentrasi paling rendah
Media yang digunakan dalamoptimasi antibiotik timentin pada kalus
7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf
33/71
April 2013, Volume 1 Nomor 1
PolhaSains
Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur3333
abaca adalah media MS padat + 0,4 mg/l
TDZ + 5 mg/l BAP + 100mg/l Vit C
(Mariska dan Sukmadjaja, 2003) dengan
penambahan antibiotik timentinkonsentrasi
0 (kontrol), 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm,400 ppm, 500 ppm. Sebelum digunakan,
media diinkubasi selama 3 hari pada
suhu ruangan. Kalus abaca ditanam pada
masing-masing media dengan tingkat
konsentrasi timentin yang berbeda.
Pengamatan yang dilakukan meliputi
pertumbuhan kalus, perubahan warna kalus
dan jumlah kalus yang mati. Konsentrasi
optimal timentin berdasarkan jumlah kalus
yang paling banyak hidup pada konsentrasi
timentin paling rendah yang dapatmematikanA. tumefaciens.
Media yang digunakan dalam
optimasi timentin pada A. tumefaciens
adalah media LB padat dengan penambahan
timentin konsentrasi 0 (kontrol), 100 ppm,
200 ppm dan 300 ppm. Sebelum
digunakan, media diinkubasi selama 3
hari pada suhu ruangan. A. tumefaciens
dikulturkan pada masing-masing media
dengan tingkat konsentrasi timentin yang
berbeda. Pengamatan dilakukan terhadap
pertumbuhan A. tumefaciens. Konsentrasi
optimum timentin untuk A. tumefaciens
ditentukan berdasarkan tidak tumbuhnya A.
tumefaciens pada konsentrasi timentin
tertentu setelah 3 hari dikulturkan.
Kalus direndam dalam suspensi A.
tumefaciens yang telah ditambah 100 ppm
asetosiringon selama 15 menit. Setelah
inokulasi, kalus diangkat dan ditiriskan di
atas kertas steril di dalam cawan petri, laluditanam pada media MS padat yang
mengandung 100 ppm asetosiringon,
kemudian dilakukan kokultivasi dengan
cara menginkubasikan kulltur tersebut
selama dua hari diruang gelap dengan suhu
28C (Fitranty et al., 2003). Setelah
kokultivasi, kalus ditanam pada media MS
cair ditambah timentin 100 ppm yang
diletakan di atas kertas saring. Selama
seminggu, setiap hari kalus dipindahkan ke
media MS cair yang mengandung timentin100 ppm. Pada dua minggu setelah tanam
kalus yang telah bebas dari kontaminasi A.
tumefaciens dipindahkan ke media MS
padat + 50 ppm herbisida Basta + 100 ppm
antibiotik timentin. Setelah transfer gen
dilakukan, maka kalus abaca mengalamistagnasi atau pertumbuhannya terhambat
beberapa hari sampai beberapa bulan. Kalus
abaca yang terinsersi dengan plasmid
pB2GW7 yang terdapat pada A.
tumefaciens akan tumbuh dan dapat
dipindahkan ke media MS padat + 0,5 mg/l
BAP + 100mg/l Vit C (media regenerasi
atau media pertunasan). Untuk memastikan
kalus abaca yang telah terinsersi gen
kitinase yang terdapat pada plasmid
pB2GW7 bersama-sama dengan gen GUSmaka dilakukan pengujian ekspresi gen
GUSsecara histokimia.
Untuk mengetahui keberadaan gen
kitinase di dalam kalus abaca klon
Tangongon hasil transformasi yang tumbuh,
maka dilakukan pengujian ekspresi gen
GUS atau uji Histokimia -glukoronidase.
Jika positif maka terdapat bercak biru pada
jaringan kalus abaca.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu tahapan yang dilakukan
dalam transfer gen yaitu persiapan kalus