Upload
nindiafanisa
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
1/109
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
2/109
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
3/109
3
dari ketahanan nasional, dimana ketahanan nasional berkaitan erat dengan kualitas
sumber daya manusia.
Isu ketahanan pangan menjadi topik penting karena pangan merupakan
kebutuhan paling hakiki yang menentukan kualitas sumber daya manusia dan
stabilitas sosial politik sebagai prasyarat untuk melaksanakan pembangunan.
(Ilham, dkk, 2006). Ketahanan pangan ini menjadi semakin penting karena pangan
bukan hanya merupakan kebutuhan dasar (basic need ) tetapi juga merupakan hak
dasar (basic right ) bagi setiap umat manusia yang wajib dipenuhi. Oleh karena
pangan merupakan hak dasar itulah, maka negara berkewajiban untuk memastikan
bahwa setiap individu warga negara telah mendapatkan haknya atas pangan
(Hariyadi, dkk, 2009 : 1).
Program peningkatan ketahanan pangan diarahkan untuk dapat memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat di dalam negeri dari produksi pangan nasional.
Ketahanan pangan bagi suatu negara merupakan hal yang sangat penting, terutama
bagi negara yang mempunyai jumlah penduduk sangat banyak seperti Indonesia.
Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 220 juta jiwa pada tahun 2020
dan diproyeksikan 270 juta jiwa pada tahun 2025 (Hanafie, 2010 : 272).
Sebagian besar petani padi merupakan masyarakat miskin atau
berpendapatan rendah, rata-rata pendapatan rumah tangga petani masih rendah,
yakni hanya sekitar 30% dari total pendapatan keluarga (Mardianto, 2001). Selain
berhadapan dengan rendahnya pendapatan yang diterima petani, sektor pertanian
juga dihadapkan pada penurunan produksi dan produktivitas hasil pertanian. Hal
ini berkaitan erat dengan sulitnya produktivitas padi di lahan-lahan sawah irigasi
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
4/109
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
5/109
5
bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Secara makro pembangunan pertanian dituangkan pada visi pembangunan
pertanian 2025 yang pertama kali dicanangkan pada era pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid I. Pada
seminar dan lokakarya nasional 12 Maret 2005 tentang “Arah kebijakan
pembangunan pertanian nasional pada kabinet Indonesia bersatu”, Menteri
Pertanian kala itu dijabat oleh Anton Apriyantono, menyampaikan pidato yang
menyatakan bahwa, pembangunan pertanian masih dihadapkan kepada sejumlah
kendala dan masalah yang harus dipecahkan, antara lain : (1) Keterbatasan dan
penurunan kapasitas sumberdaya pertanian, (2) Sistem alih teknologi yang masih
lemah dan kurang tepat sasaran, (3) Keterbatasan akses terhadap layanan usaha,
terutama permodalan, (4) Rantai tata niaga yang panjang dan sistem pemasaran
yang belum adil, (5) Kualitas, mentalis, keterampilan sumberdaya petani rendah,
(6) Kelembagaan dan posisi tawar petani rendah, (7) Lemahnya koordinasi antar
lembaga terkait dan birokrasi, dan (8) Kebijakan makro ekonomi yang belum
berpihak kepada petani.
Sehingga memperhatikan permasalahan tersebut, maka visi pembangunan
pertanian sampai tahun 2025 adalah: “Terwuj udnya sistem pertanian industr ial
berkelanju tan yang berdayasaing dan mampu menjamin ketahanan pangan
dan kesejahteraan petani ”. Secara lebih spesifik sasaran jangka panjang yang
perlu ditempuh adalah: (1) Terwujudnya sistem pertanian industrial yang
berdayasaing; (2) Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri; (3) Terciptanya
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
6/109
6
kesempatan kerja penuh bagi masyarakat pertanian; dan (4) Hapusnya masyarakat
petani miskin dan meningkatnya pendapatan petani.
Sedangkan target utama Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014 yaitu:
(1) Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) Peningkatan
diversifikasi pangan, (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan (4)
Peningkatan kesejahteraan petani (Restra Kementerian Pertanian 2010-2014).
Implementasi dari pelaksanaan visi tersebut dituangkan dalam Program
Ketahanan Pangan Nasional 2005-2009 yaitu : “Program Peningkatan
Ketahanan Pangan, Program Peningkatan Kesejahteraan Petani, dan
Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik ”. Selanjutnya program tahap
ke-2 yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan pada tahun 2010-2014
sesuai dengan visi dan misi, tugas pokok dan fungsinya serta memperhatikan
permasalahan dan potensi ketahanan pangan; adalah “Program Peningkatan
Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat” (www.bkp.deptan.go.id).
Sedangkan secara mikro atau teknis, pembangunan pertanian dituangkan
dalam bentuk kebijakan yang dilahirkan oleh Badan Penelitian Teknologi
Pertanian (BPTP). Untuk meningkatkan produksi padi nasional, Badan Litbang
Pertanian telah mengembangkan model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
padi sawah pada tahun 1999 hingga 2002 di 26 propinsi melalui Program
Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) (www.agrina-online.com). Hal ini
didasari oleh pendekatan agribisnis yang terkait erat dengan pembangunan
wilayah pedesaan dengan menggunakan sumber daya lokal dan budaya lokal.
http://www.agrina-online.com/http://www.agrina-online.com/
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
7/109
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
8/109
8
pengembangan teknologi spesifik lokasi. Upaya-upaya tersebut terangkum dalam
komponen program P3T.
Khusus mengenai kebijakan subsidi pupuk petani merupakan salah satu
kebijakan utama pembangunan pertanian yang telah lama dilaksanakan
pemerintah dengan cakupan dan besaran yang berubah dari waktu ke waktu. Di
Indonesia, subsidi pertanian berupa subsidi harga input usahatani, yaitu subsidi
pupuk, benih dan bunga kredit.
Usaha peningkatan produksi padi ini diikuti oleh penyediaan penunjang
produksi, salah satunya adalah ketersediaan pupuk. Penggunaan pupuk berimbang
dalam usahatani padi sangat perlu dilakukan, namun disatu sisi harga pupuk
sangat mahal. Oleh karenanya, pemerintah melakukan kebijakan dengan
memberikan subsidi pupuk kepada petani padi sawah. Dengan program P3T
menunjukkan angka yang cukup signifikan bagi perkembangan produksi padi di
Bali. Secara rinci perkembangan luas tanam, panen, produktivitas dan produksi
Padi di Provinsi Bali tahun 2005 s/d 2009 yakni :
Tabel 1.1
Perkembangan Luas Tanam,Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di ProvinsiBali tahun 2005 s/d 2009
PADITahun
2005 2006 2007 2008 2009
Tanam (Ha)Panen (Ha)Produktivitas (Ku/Ha)Produksi (Ton)
152,887142,35655.28786,961
145,795150,55755.85840,891
154,724145,03057.90839,775
158,726143,99958.37840,465
151,764150,28358.47878,764
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali 2010
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
9/109
9
Alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun 2010
(dalam ton), adalah sebagai berikut :
Tabel 1.2Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian tahun 2010
Sub Sektor UREA SP-36/Superphos ZA NPK ORGANIK
Tanaman Pangan 3,640,000 576,708 404,253 1,237,100 591,500Hortikultura 516,146 48,967 164,860 179,456 83,874Perkebunan 1,235,574 301,156 378,633 547,445 200,781Peternakan 16,538 1,349 2,255 - 2,687
Perikanan Budidaya 191,742 71,820 - - 31,158Cadangan Budidaya 400,000 - - 200,000 -
JUMLAH 6,000,000 1,000,000 950,000 2,200,000 910,000
Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 2010
Alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2010 menurut jenis dan jumlah
pupuk per bulan-nya untuk Provinsi Bali adalah :
Tabel 1.3Alokasi Kebutuhan Pupuk Bersubsidi tahun 2010 menurut Jenis dan Jumlah
Pupuk per Bulan Provinsi Bali
No Jenis Pupuk Jumlah (Ton)
1 Urea 57,0002 SP-36/Superphos 5,5003 ZA 11,6494 NPK 33,3335 Organik 60,667
Selanjutnya menurut data dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian
Pertanian 2010, bahwa tahun 2010, Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk
bersubsidi di kios pengecer resmi, ditingkat kecamatan/desa ditetapkan sebagai
berikut :
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
10/109
10
Tabel 1.4Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi di Tingkat Kecamatan/Desa
Jenis Pupuk Harga(Rp/kg) (Rp/Zak)
UREA 1,200 60,000 @50 kgZA 1,050 52,500 @50 kgSP-36 1,550 77,500 @50 kgSuperphos 1,250 62,500 @50 kg
NPK Phonska 1,750 87,500 @50 kg NPK Pelangi 1,830 91,500 @50 kg NPK Kujang 1,586 79,300 @50 kg
Organik 500
25,000 @50 kg
atau 10,000 @20 kgSumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 2010
Catatan :
1. HET pupuk bersubsidi tersebut dalam kemasan 50 kg atau 20 kg, yangdibeli petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan atau gudang di kios
pengecer resmi secara tunai.2.
Jenis pupuk NPK bersubsidi dimaksud terdiri dari : a) pupuk NPKPhonska (15 :15 :15) yang diproduksi oleh PT Petrokimia Gresik ; b)
pupuk NPK Pelangi (20 :10 :10) yang diproduksi oleh PT Pupuk Kaltim ;
c) pupuk NPK Kujang (30 :6 :8) yang diproduksi oleh PT Pupuk Kujang.3. Untuk alokasi kebutuhan pupuk SP-36 dapat dipenuhi dengan pupuk
Superphos sampai dengan bulan Maret 2010 yang telah ditetapkan dalamPermentan No. 22/Permentan/SR. 130/2/2010 tentang PerubahanPermentan No. 50/Permentan/SR. 130/11/2009.
Berdasarkan data tersebut menggambarkan bahwa pemerintah melakukan
pemberian subsidi input dan dukungan harga bagi petani, yaitu subsidi yang
menitikberatkan pada sarana produksi, seperti pupuk, benih, maupun alat dan
mesin pertanian (input).
Kabupaten Tabanan, yang terletak di Provinsi Bali merupakan kabupaten
yang memiliki luas tanaman padi paling luas di Bali, dimana luas sawah di
Kabupaten Tabanan 22.465 hektare dari total 81.482 hektare sawah di Bali, jika
ditinjau dari produksi padi di daerah Tabanan tahun 2009 Kabupaten Tabanan
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
11/109
11
dapat menghasilkan gabah 242 ribu ton per tahun, dimana tiap hektare sawah
menghasilkan 5,98 ton gabah kering.(Bali Dalam Angka, 2010). Sampai saat ini
Tabanan menjadi penyumbang produksi padi tertinggi di Bali. Hal ini sesuai
dengan julukan kabupaten Tabanan sebagai lumbung beras di Bali. Kabupaten
Tabanan terdiri atas 10 kecamatan, dan salah satu kecamatan dengan luas tanam
dan luas panen terbesar adalah kecamatan Penebel yaitu berturut-turut 8.788 ha
dan 8.569, dengan produksi padi sawah sebesar 4.297.353,5 ton (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Kabupaten Tabanan, 2008).
Seperti halnya penggunaan benih berkualitas, orientasi petani pangan
adalah minimalisasi biaya produksi, belum ke arah maksilisasi keuntungan.
Disamping itu, teknologi pemupukan petani masih relatif rendah akibat
terbatasnya kemampuan permodalan petani atau tidak tersedianya pupuk pada saat
dibutuhkan petani. Oleh karena itu, pemberian subsidi pupuk yang diberikan
pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani menjadi
hal yang prioritas bagi ketahanan pangan Indonesia.
Hasil penelitian Kasiyati (2004) mengindikasikan bahwa kebijakan subsidi
pupuk dapat meningkatkan pendapatan petani di Jawa Tengah. Ini berarti bahwa
kebijakan subsidi pupuk diduga dapat berdampak signifikan terhadap peningkatan
pendapatan petani didaerah lainnya juga, khususnya Tabanan.
Berdasarkan posisi yang strategis tersebut, usahatani padi seyogyanya
diusahakan dengan baik serta memiliki unggulan kompetitif dan dapat
meningkatkan keuntungan. Keadaan yang demikian akan menguntungkan bagi
ketahanan pangan, ekonomi nasional, bahkan stabilitas nasional. Dengan
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
12/109
12
demikian kebijakan subsidi pupuk dimaksudkan untuk membantu petani agar
dapat memperoleh pupuk dengan harga terjangkau sehingga proses usahatani
dapat berjalan secara berkesinambungan, memiliki keunggulan kompetitif serta
dapat meningkatkan keuntungan usahatani padi.
Sehingga perlu kajian terhadap pengaruh subsidi pupuk tersebut, karena
dampak yang ditimbulkan oleh adanya kebijakan subsidi pupuk tersebut akan
berpengaruh terhadap keunggulan kompetitif dan tingkat keuntungan usahatani
padi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukan bahwa akibat
dari adanya subsidi pupuk pada usahatani padi di Bali akan menimbulkan
berbagai dampak. Oleh karenanya permasalahan yang dihadapi sebagai berikut.
1.
Apakah usahatani padi sawah masih merupakan usahatani yang memiliki
keunggulan kompetitif pada dua musim tanam yang berbeda di Kabupaten
Tabanan.
2. Berapakah tingkat keuntungan usahatani padi sawah sebagai dampak dari
subsidi pupuk pada dua musim tanam yang berbeda di Kabupaten Tabanan.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
13/109
13
1. Menganalisis keunggulan kompetitif usahatani padi sawah sebagai dampak
dari subsidi pupuk pada dua musim tanam yang berbeda di Kabupaten
Tabanan.
2. Menganalisis tingkat keuntungan usahatani padi sawah sebagai dampak dari
akibat adanya subsisi pupuk pada dua musim tanam yang berbeda di
Kabupaten Tabanan.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang ingin didapatkan
dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan yang terkait dengan dampak
kebijakan subsidi pupuk.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai suatu acuan atau
referensi maupun informasi bagi penelitian lebih lanjut untuk pengembangan
sistem subsidi pupuk.
3.
Bagi petani diharapkan mendapatkan ilmu pengetahuan agar bisa
meningkatkan keuntungan atau pendapatan.
4. Bagi pemerintah hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk
mengambil kebijakan baru dalam sistem usahatani padi sawah di Kabupaten
Tabanan dalam rangka peningkatan pendapatan dan daya saing.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
14/109
14
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Terkait dengan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka penulis
bermaksud mengkaji dampak dari kebijakan subsidi pupuk terhadap keunggulan
kompetitif dan tingkat keuntungan usahatani padi sawah melalui pendekatan
Policy Analysis Matrix (PAM), yang dalam hal ini penulis batasi hanya kepada
petani padi yang menggunakan subsidi pupuk. Penelitian ini akan dilaksanakan di
subak terluas dari masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Tabanan
Bali.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
15/109
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Analisis Kebijakan
Kerangka analisis ( framework ) adalah pendekatan atau metode yang
disusun dengan baik dan konsisten dalam rangka menghasilkan pemikiran-
pemikiran yang jelas. Pemahaman tentang kerangka analisis kebijakan sangat
diperlukan oleh para pembuat kebijakan sebagai konskwensi logis dari kebijakan
yang ada. Sebuah framework dirancang sedemikian rupa agar mampu menelaah
berbagai hubungan yang terjadi dalam sebuah sistem perekonomian, misalnya
mengapa aktivitas yang dilakukan oleh satu kelompok masyarakat mempengaruhi
kelompok lainnya. Masalah pertanian berhubungan dengan masalah produksi dan
konsumsi dari berbagai komoditas, sebagai hasil dari sebuah usaha tani atau
usaha peternakan.Sebuah kebijakan adalah sebuah intervensi pemerintah,
dimaksudkan untuk merubah prilaku produsen dan konsumen. Analisis
merupakan evaluasi dari berbagai keputusan pemerintah yang merubah
perekonomian. Oleh karena itu, sebuah framework analisis kebijakan pertanian
dapat diartikan sebagai sebuah sistem untuk menganalisis kebijakan publik yang
mempengaruhi produsen, pedagang, dan konsumen dari berbagai produk
pertanian (Pearson, dkk., 2005)
Komponen utama dari framework kebijakan pertanian yang dibahas ada
empat yaitu tujuan (objectives), kendala (constraints), kebijakan ( policies), dan
strategi ( strategies). Objektives merupakan tujuan yang diharapkan akan dicapai
oleh sebuah kebijakan ekonomi yang dibuat oleh para pembuat kebijakan.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
16/109
16
Contraints adalahsuatu keadaan (ekonomi) yang membuat apa yang bisa dicapai
menjadi terbatas. Kebijakan terdiri atas berbagai instrument yang bisa digunakan
pemerintah untuk merubah outcome perekonomian. Sebuah kebijakan yang
efektif akan merubah prilaku produsen, pedagang, dan konsumen, serta
menciptakan outcome baru dari sebuah perekonomian. Strategies adalah
seperangkat instrument kebijakan yang digunakan oleh pemerintah untuk
mencapai objectives yang telah ditetapkan.Setiap strategi dilaksanakan melalui
penerapan berbagai kebijakan yang terkoordinasi dengan baik.
Kerangka kebijakan digambarkan seperti sebuah alur lingkar (mengikuti
arah jarum jam) dari sejumlah hubungan kausal dari keempat komponen tersebut
di atas. Strategi para pengambil kebijakan terdiri atas seperangkat kebijakan yang
dimaksudkan untuk meningkatkan outcome ekonomi, sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh para pengambil keputusan atau pengambil kebijakan (Gambar 1).
Gambar 2.1. Grafik alur kerangka kerja ( framework ) kebijakan (Pearson et al , 2003)
Strategi Kebijakan
Evaluasi
TujuanMendukung atau
menghambat
Kendala
Dilaksanakan
melalui
Terdiri atas
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
17/109
17
Penilaian dampak kebijakan terhadap pencapaian tujuan memungkinkan
untuk melakukan penyesuaian strategi yang telah ditetapkan bila
diperlukan.Dalam hal ini pemerintah membuat strategi pembangunan pertanian
dengan menentukan seperangkat kebijakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan mempertimbangkan berbagai kendala ekonomi pada sektor
pertanian.
2.1.1 Tujuan Dasar Analisis Kebijakan
Kebijakan pemerintah mempunyai tujuan utama yaitu efisiensi (eficiency),
pemerataan (equity), dan ketahanan (scurity). Efisiensi tercapai apabila alokasi
sumber daya ekonomi yang langka mampu menghasilkan pendapatan maksimum,
serta alokasi barang dan jasa yang menghasilkan tingkat kepuasan konsumen
yang paling tinggi. Pemerataan diartikan sebagai distribusi pendapatan diantara
kelompok masyarakat atau wilayah yang menjadi target pembuat kebijakan.
Umumnya, pemerataan yang lebih baik akan dicapai melalui distribusi
pendapatan yang lebih baik atau lebih merata. Namun karena kebijakan
merupakan aktivitas pemerintah, maka para penentu kebijakanlah yang
menentukan definisi pemerataan tersebut.
Ketahanan pangan diartikan sebagai ketersediaan pangan pada tingkat
harga yang stabil dan terjangkau. Ketahanan pangan akan meningkat apabila
stabilitas politik dan ekonomi memungkinkan produsen ataupun konsumen
meminimumkan adjustment cost. Di dalam kerangka ini, setiap tujuan yang
dicapai oleh pemerintah akan terkait paling tidak dengan salah satu dari ketiga
tujuan dasar yang telah disebutkan yaitu efisiensi, pemerataan, dan ketahanan.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
18/109
18
Menurut Pearson dan Gotsch (2003) trade-offs akan terjadi ketika salah satu
tujuan bisa dicapai dengan mengorbankan tujuan lainnya yaitu mencapai tujuan
yang satu, tetapi mengorbankan tujuan lainnya. Apabila terjadi trade-offs, maka
pembuat kebijakan harus memberikan bobot atas setiap tujuan yang saling
bertentangan itu, dengan mnentukan beberapa manfaat yang bisa diraih dari suatu
tujuan dibandingkan dengan kerugian yang diderita oleh tujuan lainnya dan
umumnya trade-offs selalu saja terjadi.
2.1.2 Kendala-kendala yang Membatasi Kebijakan Pertanian
Kendala-kendala yang membatasi gerak sebuah kebijakan adalah
penawaran, permintaan, dan harga dunia. Penawaran (produksi nasional) dibatasi
oleh ketersediaan sumber daya (lahan, tenaga kerja dan modal), teknologi, harga
input, dan kemampuan manajemen. Parameter ini merupakan komponen dari
fungsi produksi sehingga membatasi kemampuan perekonomian dalam
menghasilkan komoditas pertanian. Permintaan (konsumsi nasional) dibatasi atau
dipengaruhi oleh jumlah penduduk, pendapatan, selera, dan harga output.
Parameter ini merupakan komponen dari fungsi permintaan sehingga
mempengaruhi kemampuan perekonomian dalam mengkonsumsi produk-produk
pertanian. Selanjutnya harga dunia, untuk komoditas yang diperdagangkan secara
internasional baik input maupun output, menentukan dan membatasi peluang
untuk mengimpor dalam rangka meningkatkan supplay domestic dan
mengeksport dalam rangka memperluas pasar bagi produk domestik. Ketiga
parameter ekonomi ini menentukan pasar bagi sebuah komoditas pertanian dan
merupakan kekuatan utama dalam mempengaruhi terbentuknya harga serta
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
19/109
19
alokasi sumberdaya. Kendala-kendala ekonomi bisa mengarah kepada terjadinya
trade-offs dalam pembuatan kebijakan (Monke dan Pearson, 1995; Bahri, 2005).
2.1.3 Kategori Kebijakan yang Mempengaruhi Pertanian.
Kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi sektor pertanian dapat
digolongkan pada tiga katagori yaitu kebijakan harga, kebijakan makro ekonomi,
dan kebijakan investasi publik. Kebijakan harga komoditas pertanian merupakan
kebijakan yang bersifat spesifik komoditas. Setiap instrumen kebijakan harga
pertanian akan menimbulkan transfer dari produsen kepada konsumen terhadap
komoditas bersangkutan maupun anggaran pemerintah atau sebaliknya.
Kebijakan harga juga mempengaruhi input pertanian.
Produsen dan konsumen komoditas pertanian sangat dipengaruhi oleh
kebijakan makro ekonomi meskipun seringkali mereka tidak terlibat dalam proses
pembuatan kebijakan yang bersifat nasional ini. Kebijakan makro ekonomi
mencakup seluruh wilayah dalam satu negara, sehingga kebijakan ini
mempengaruhi seluruh komoditas.
Katagori ketiga dari kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi sektor
pertanian adalah investasi publik dalam bentuk barang-barang modal pada
infrastruktur, sumberdaya manusia, serta penelitian dan teknologi. Kebijakan
investasi publik ini mengalokasikan pengeluaran investasi (modal) yang
bersumber dari anggaran belanja negara. Kebijakan ini bisa mempengaruhi
berbagai kelompok, produsen, pedagang, dan konsumen, dengan dampak yang
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
20/109
20
berbeda karena dampak tersebut bersifat spesifik pada wilayah dimana investasi
itu terjadi (Pearson dkk.,2005).
2.2 Kebijakan Subsidi
Campur tangan pemerintah diperlukan untuk mempengaruhi keputusan
produsen, konsumen dan para pelaku pemasaran agar terlaksana pembangunan
pertanian sesuai dengan yang direncanakan. Campur tangan ini disebut sebagai
“ politik pertanian“ (agricultural policy) atau “kebijakan pertanian“ (Hanafie,
2010 : 229).
Campur tangan pemerintah tersebut diperlukan untuk memutus rantai
lingkaran kemiskinan yang tak berujung pangkal, yang merupakan gambaran
hubungan keterkaitan timbal balik dari beberapa karakteristik negara berkembang
(seperti Indonesia) berupa sumber daya yang ada belum dikelola sebagaimana
mestinya, mata pencaharian penduduk yang mayoritas pertanian berlangsung
dalam kondisi yang kurang produktif, adanya dualisme ekonomi antara sektor
modern yang mengikuti ekonomi pasar dan sektor tradisional yang mengikuti
ekonomi subsisten, serta tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan
kualitas sumber daya manusianya yang masih relatif rendah (Hanafie, 2010 : 229).
Sedangkan kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan produksi
domestik suatu komoditas antara lain berupa kebijakan harga dan pedagangan
input dan output yang pada prinsipnya bertujuan untuk memperkuat atau
meningkatkan daya saing dari komoditas yang bersangkutan di pasar domestik.
Hal ini ditempuh agar produsen domestik terdorong untuk memanfaatkan
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
21/109
21
sumberdaya domestik secara intensif, sehingga diharapkan produsen yang
bersangkutan dapat beroperasi dengan nilai tambah yang lebih tinggi dari
sebelumnya.
Di samping kebijaksanaan harga yang menyangkut hasil-hasil pertanian,
peningkatan pendapatan petani dapat dicapai dengan pemberian subsidi pada sarana-
sarana produksi seperti pupuk atau pestisida. Subsidi ini mempunyai pengaruh untuk
menurunkan biaya produksi yang dalam teori ekonomi berarti menggeser kurva
penawaran ke kanan. Subsidi adalah pemberian pemerintah kepada produsen untuk
mengurangi biaya produksi yang ditanggung produsen. Subsidi dapat menurunkan
harga. Sampai dimana besarnya keuntungan yang diperoleh pembeli dengan adanya
subsidi adalah bergantung kepada besarnya penurunan harga yang berlaku
(Sukirno, 2005).
Subsidi diartikan sebagai pembayaran sebagian harga oleh pemerintah
sehingga harga dalam negeri lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatan
suatu komoditi atau harga internasionalnya. Ada 2 macam subsidi, yaitu subsidi
harga produksi dan subsidi harga faktor produksi (Hanafie, 2010 : 238).
a. Subsidi harga produksiSubsidi ini bertujuan melindungi konsumen dalam negeri, artinyakonsumen dalam negeri dapat membeli barang yang harganya lebih rendah
daripada biaya rat-rata pembuatan suatu komoditas atau hargainternasionalnya. Untuk meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian,khususnya beras, pemerintah memberikan subsidi harga faktor produksi,seperti pupuk, pestisida, dan bibit. Subsidi untuk usaha tani padi yangditanggung oleh pemerintah sangat besar, misalnya biaya yang ditanggungoleh pemerintah untuk mengimpor atau memproduksi pupuk dalam negeri.
b. Subsidi harga faktor produksiUntuk membeli pupuk yang harganya relatif mahal, seringkali petani tidakmemiliki uang tunai. Untuk itu, petani dapat memperoleh kredit dengan
bunga yang relatif rendah. Selisih antara bunga bank sesungguhnya
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
22/109
22
dengan bunga yang harus ditanggung petani, dibayarkan oleh pemerintahdalam bentuk subsidi kepada petani.
Pengadaan pupuk bersubsidi akan meningkatkan efisiensi usaha tani, yaitu
berimplikasi pada peningkatan pemanfaatan lahan dan penggunaan benih yang
secara sinergis berpengaruh terhadap peningkatan produksi pertanian. Kemudian,
peningkatan produksi dengan biaya yang disubsidi dan harga output yang stabil
menyebabkan pendapatan petani meningkat. Kedua hal tersebut akan
mempengaruhi aspek ketersediaan dan aksesibilitas, sehingga akan mempengaruhi
status ketahanan pangan.
2.2.1 Kebijakan Subsidi Pupuk
Pembangunan pertanian yang diarahkan untuk mewujudkan pertanian
yang tangguh dan efisien memerlukan kebijakan yang berkaitan langsung dengan
pertumbuhan, stabilitas, dan pemerataan pembangunan ekonomi. Salah satu cara
untuk menciptakan pertanian yang tangguh adalah melalui peningkatan produksi
pertanian yang berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang dapat meningkatkan
produksi pertanian adalah melalui penerapan teknologi usahatani yaitu berupa
penggunaan pupuk sebagai salah satu input produksi. Teknologi pertanian yang
dimaksud adalah teknologi modern. Tanpa penggunaan teknologi modern maka
hasil panen tidak akan sebesar yang diharapkan (Ratna, 2000).
Dalam rangka mencapai tujuan ini, pemerintah selalu berupaya
mendorong petani untuk memanfaatkan pupuk secara tepat waktu dan tepat dosis.
Konsekuensinya adalah pemerintah juga harus berupaya meningkatkan produksi
pupuk, sehingga tercapai pasokan yang cukup dan juga dengan harga yang dapat
dijangkau oleh petani.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
23/109
23
Namun sebagai bahan pangan pokok seperti padi dan palawija, umumnya
mempunyai kurva permintaan yang inelastis, sehingga perubahan produksi akan
sangat berpengaruh pada perubahan harga bahan pangan tersebut. Besarnya
investasi yang dikeluarkan untuk memproduksi pupuk dalam jumlah besar
tentunya mempunyai konsekuensi terhadap harga pupuk, dimana pupuk harus
dijual dengan harga yang diperhitungkan dengan biaya produksi agar produsen
pupuk tidak merugi dan tetap dapat melangsungkan kegiatan usahanya.
Melihat keadaan tersebut di atas, maka pemerintah merasa perlu
menerapkan kebijakan pemberian subsidi penyediaan pupuk kepada produsen
pupuk agar dapat menurunkan biaya produksi. Sedangkan untuk menjaga agar
harga pupuk terjangkau oleh petani, maka pemerintah juga menetapkan HET
(celling price) terhadap harga jual pupuk. Selanjutnya menurut Monke dan
Pearson (1995 : 45) menyatakan bahwa subsidi input mempunyai relevansi
langsung hanya kepada produsen output. Sehubungan dengan petani, maka petani
dapat dianggap sebagai produsen padi dan pupuk merupakan input pertanian,
sehingga dengan demikian subsidi pupuk merupakan subsidi input kepada petani.
Dengan adanya subsidi input ini maka biaya produksi padi akan berkurang,
sehingga produksi meningkat. Namun tidak bisa dihindari hilangnya efisiensi
ekonomi karena uang untuk subsidi tersebut dialokasikan ke sektor-sektor lain
yang lebih produktif. Hilangnya efisiensi tersebut merupakan biaya ekonomi
yang harus ditanggung oleh kas pemerintah dan secara tidak langsung berarti
ditanggung oleh masyarakat banyak sebagai pembayar pajak kepada kas
pemerintah.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
24/109
24
Kombinasi penerapan kebijakan subsidi pupuk dan penetapan HET
(Harga Eceran Tertinggi) tersebut akan menimbulkan DWL ( Dead Weight Loss),
yaitu manfaat yang hilang dalam sistem karena tidak dinikmati baik oleh
konsumen maupun produsen, dan oleh karenanya merupakan inefisiensi yang
menjadi biaya ekonomi yang harus ditanggung pemerintah.
Sampai saat ini tingkat produksi beberapa pangan utama masih dibawah
tingkat konsumsinya. Oleh karena itu, maka peningkatan kapasitas produksi
pangan nasional merupakan salah satu upaya memperkuat pilar ketahanan pangan
nasional. Salah satu faktor produksi penting dalam peningkatan kapasitas produksi
pangan utama seperti padi adalah pupuk. Penggunaan pupuk yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman akan mampu meningkatkan kapasitas produksi pangan
nasional. Ada dua aspek untuk melihat pentingnya subsidi pupuk bagi petani
yaitu : (1) kecenderungan peningkatan harga pupuk dunia dan (2) kecenderungan
penurunan laba usahatani (Dinas Pertanian Tabanan, 2005 ).
Subsidi pupuk di Indonesia dimulai pada tahun 1971, yaitu untuk
melengkapi introduksi varietas padi unggul baru. Varietas padi unggul baru
tersebut sangat responsif terhadap pupuk. Dengan menanam varietas padi unggul
baru, produsen dapat meningkatkan keuntungannya dengan menambah
penggunaan pupuk. Dengan adanya subsidi pupuk, diharapkan petani bersedia
menerapkan penggunaan pupuk sebagaimana yang direkomendasikan sehingga
produksi padi meningkat dan kebutuhan pangan dalam negeri tercukupi
(Hanafie, 2010 : 238-239).
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
25/109
25
Memasuki akhir dekade 1990-an pemerintah mengumumkan paket
kebijakan Desember 1998, yaitu : (1) menghapus perbedaan harga pupuk yang
dialokasikan untuk tanaman pangan maupun tanaman perkebunan, (2) menghapus
subsidi pupuk, (3) menghilangkan monopoli distribusi dan membuka peluang bagi
distributor baru (PT. Pusri tidak lagi menjadi distributor tunggal dalam penyaluran
pupuk), (4) menghapus holding company untuk mendorong berkembangnya
kompetisi yang sehat antar produsen pupuk , dan (5) menghapus quota ekspor dan
kontrol terhadap impor pupuk.
Dampak positif dari kebijakan tersebut terlihat dari : (a) tersedianya pupuk
dalam jumlah yang cukup di kios-kios, (b) harga eceran urea di tingkat petani
pada umumnya dibawah harga patokan KUT, dan (c) variasi harga eceran pupuk
SP-36 dan ZA yang sebagian berasal dari impor, masih mendekati harga plafon
KUT. Sementara itu, dampak negatif dari kebijakan tersebut adalah : (a) relatif
tingginya harga pupuk mendorong munculnya pupuk alternatif yang relatif murah,
namun dengan kualitas yang beragam dan kurang terjamin, dan (b) pasar pupuk
yang mengarah ke oligopolistik, dimana hanya distributor bermodal kuat yang
mampu membeli pupuk di Lini I dan II serta mampu menyalurkan pupuk ke
daerah yang bukan wilayah kerjanya. Peningkatan harga pupuk dunia akibat
peningkatan harga gas sejak tahun 2000 telah mendorong pemerintah kembali
memberikan subsidi pupuk pada tahun 2001.
Perhitungan subsidi pupuk dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
perhitungan subsidi atas biaya distribusi dan subsidi harga gas. Subsidi atas biaya
distribusi adalah konsep yang selama ini telah disusun, yang pada dasarnya
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
26/109
26
subsidi pemerintah kepada petani dihitung dari selisih antara Harga Eceran
Tertinggi (HET) dengan seluruh biaya yang terjadi mulai dari produksi sampai
dengan pupuk berada di Lini IV. Sedangkan subsidi harga gas dihitung dengan
melihat jumlah subsidi yang tersedia digunakan untuk menekan biaya gas di
masing-masing produsen, sedemikian rupa sehingga total biaya produksi
ditambah dengan marjin, biaya distribusi dari pabrik sampai dengan Lini IV
(termasuk PPN 10 persen), menghasilkan HET seperti yang telah ditetapkan
(Maulana, 2006).
Selama tahun 2001-2002, subsidi pupuk diberikan dalam bentuk insentif
gas domestik (IGD) sebagai bahan baku utama untuk produksi pupuk Urea. Di sisi
lain, peningkatan harga pupuk dunia memaksa pemerintah untuk mengendalikan
harga pupuk domestik dalam rangka membantu petani dan mencegah dampak
negatifnya terhadap kinerja sektor pertanian. Oleh karena itu, sejak tahun 2003
pemerintah meningkatkan dan memperluas subsidi, tidak saja subsidi gas untuk
Urea tetapi juga subsidi harga untuk pupuk lainnya (SP-36, ZA dan NPK). Namun
demikian, kebijakan subsidi pupuk tersebut mengandung kelemahan yang
membuat kebijakan tidak efektif menjamin HET, yang diindikasikan oleh : (a)
relatif lebih tingginya harga pupuk eceran di tingkat petani dibanding HET pupuk
yang berlaku, (b) volume penyaluran pupuk bersubsidi tidak dapat dipastikan, dan
(c) wilayah tanggung-jawab distribusi tidak dapat dipisah secara tegas (wilayah
tanggung-jawab pabrik pupuk didasarkan pada wilayah provinsi yang tidak
mungkin diisolir) (Rachman, 2009).
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
27/109
27
2.3 Keunggulan Kompetitif
Abad ke-21 atau disebut era milenium ketiga ini menunjukkan bahwa
tingkat persaingan di berbagai sektor semakin tajam sehingga setiap unit yang
ingin menang dalam persaingan tersebut harus memiliki keunggulan kompetitif
(competitive advantage) tertentu dibandingkan dengan pesaingnya (Mujiati, 2008).
Keunggulan kompetitif bisa dibentuk melalui berbagai cara, seperti
menciptakan produk dengan desain yang unik, penggunaan teknologi, desain
organisasi, dan utilisasi sumber daya manusia. Pengelolaan organisasi atau
perusahaan untuk membentuk keunggulan bersaing melalui cara-cara seperti itu
pada masa yang akan datang akan menjadi tema penting bagi manajemen. Hal itu
disebabkan oleh perubahan lingkungan ekonomi, politik, dan teknologi yang cepat
serta efek persaingan global, yang pada akhirnya bermuara pada perubahan
kebutuhan. Perubahan kebutuhan adalah perubahan terhadap kualitas produk,
desain produk, dan kualitas pelayanan. Konsep tentang keunggulan kompetitif
atau keunggulan bersaing merupakan salah satu fokus perhatian yang penting bagi
manajemen. Hal itu merupakan upaya untuk meletakkan organisasi atau
perusahaan pada posisi persaingan pasar yang lebih kuat melalui kompetensi
organisasi yang khas (distinctive competence) dibandingkan dengan kompetensi
yang dimiliki perusahaan-perusahaan pesaing.
Kemampuan bersaing organisasi melalui SDM berarti meletakkan peran
orang dalam perusahaan untuk selalu melakukan peningkatan kualitas dan inovasi,
baik terhadap proses, sistem, maupun produk. Melalui cara ini perusahaan atau
pihak manapun diharapkan mampu mempertahankan, meningkatkan market share,
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
28/109
28
atau memperluas pasar dibandingkan dengan kekuatan pesaing dalam industri.
Semua faktor keunggulan untuk bersaing, seperti desain produk, teknologi, dan
organisasi pada akhirnya bertumpu pada dukungan SDM. Menurut
Benardin dan Russel (1993), ada dua prinsip untuk menciptakan keunggulan
kompetitif, yaitu nilai yang diterima oleh pasar serta keunikan-keunikan produk
dan jasa yang ditawarkan organisasi. Keunggulan kompetitif akan terbentuk bila
customers merasa memperoleh nilai tambah dari transaksi yang mereka lakukan
dengan organisasi.
Demikian pula dengan keunikan yang ditawarkan, keunggulan kompetitif
dapat dipertahankan melalui penciptaan barang dan jasa yang tidak mudah ditiru
oleh pesaing. Sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Dalam usahatani,
keunggulan kompetitif terjadi manakala dalam suatu luasan lahan yang sama
mampu dihasilkan produk yang menghasilkan pendapatan relatif tinggi. Sebagai
contoh bahwa padi ladang memiliki keunggulan kompetitif terhadap jagung dan
ubi kayu, tetapi tidak kompetitif terhadap ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Hal
ini salah satu penyebabnya karena faktor harga jual jagung yang relatif rendah,
sehingga walaupun produksinya lebih tinggi dibandingkan kacang tanah,
penerimaan dan keuntungannya tetap rendah (Hendayana, 2003). Keunggulan
kompetitif beranjak dari pandangan bahwa semua keunggulan, baik dalam bentuk
produk, teknologi, sistem, maupun proses bermuara pada kualitas SDM. Faktor-
faktor yang inherent (terpadu) dalam pengertian keunggulan SDM, seperti
kompetensi, komitmen, kecerdasan intelektual, kepribadian, dan motivasi
merupakan human capital yang perlu dibangun terus-menerus kualitasnya, baik
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
29/109
29
melalui pendekatan lunak maupun pendekatan keras dalam upaya meningkatkan
profitabilitas dan memenuhi kepentingan customers. Keunggulan Kompetitif
muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi
yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya. Sehingga keunggulan
kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh organisasi, dimana
keunggulannya dipergunakan untuk berkompetisi dan bersaing dengan organisasi
lainnya, untuk mendapatkan sesuatu sesuai dengan keunggulan yang dimilikinya.
2.4 Tingkat Keuntungan Usaha Tani (Keuntungan Finansial dan Sosial)
Keuntungan finansial ( private profitability atau PP) adalah perbedaaan
antara penerimaan (A) dengan biaya-biaya (B+C) dalam sistem pertanian atau PP
= D = (A – B – C). Dengan demikian keuntungan privat yang terdapat pada baris
pertama matrik dihitung berdasarkan penerimaan dan biaya sesungguhnya yang
diterima dan dibayarkan oleh petani, pedagang atau pengolah hasil dalam sistem
pertanian. Harga-harga yang terjadi adalah harga yang telah dipengaruhi oleh
kebijakan pemerintah dan kegagalan pasar. Keuntungan privat merupakan ukuran
daya saing dalam harga pasar aktual. Jika PP negatif (D < 0), artinya usaha itu
rugi dan dengan begitu dapat dipakai untuk estimasi apakah kegiatannya
dihentikan. Apabila sama dengan nul (D = 0) berarti usahatani tersebut
memperoleh keuntungan normal (normal profit ). Apabila PP positif (D > 0)
menunjukkan keadaan yang lebih daripada tingkat pengembalian normal dan
dapat meningkatkan investasi di waktu yang akan datang. Suatu usaha layak
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
30/109
30
diteruskan jika selisih antara penerimaan dan seluruh biaya minimal sama dengan
nul (Astawa, 2006 : 18).
Penerimaan merupakan total penerimaan dari kegiatan usahatani yang
diterima pada akhir proses produksi. Penerimaan usahatani dapat pula diartikan
sebagai keuntungan material yang diperoleh seorang petani atau bentuk imbalan
jasa petani maupun keluarganya sebagai pengelola usahatani maupun akibat
pemakaian barang modal yang dimilikinya. Penerimaan usahatani dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan bersih usahatani dan penerimaan kotor
usahatani ( gross income). Penerimaan usahatani dipengaruhi oleh produksi fisik
yang dihasilkan, dimana produksi fisik adalah hasil fisik yang diperoleh dalam
suatu proses produksi dalam kegiatan usahatani selama satu musim tanam.
Penerimaan usahatani akan meningkat jika produksi yang dihasilkan bertambah
dan sebaliknya akan menurun bila produksi yang dihasilkan berkurang.
Disamping itu, bertambah atau berkurangnya produksi juga dipengaruhi oleh
tingkat penggunaan input pertanian (Soekartawi, dkk, 1986). Peningkatan
produksi dapat diperoleh dengan mengalokasikan input produksi secara tepat dan
berimbang. Hal ini berarti petani secara rasional melakukan usahatani dengan
tujuan meningkatkan produksi untuk memaksimumkan keuntungan. Keuntungan
maksimum diperoleh apabila produksi per satuan luas pengusahaan dapat optimal,
artinya mencapai produksi yang maksimal dengan menggunakan input produksi
secara tepat dan berimbang Oleh karena itu pengaruh pemakaian input produksi
terhadap pendapatan petani perlu diketahui sehingga petani dapat mengambil
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
31/109
31
sikap untuk mengurangi atau menambah input produksi tersebut
(Sahara, dkk, 2006).
Keuntungan finansial merupakan hasil analisis yang mudah dimengerti.
Apabila penerimaan lebih besar dari biaya, keuntungan finansial akan menjadi
positif. Dalam analisis PAM, keuntungan merupakan excess profit (return to
management ) yaitu nilai lebih setelah semua biaya diperhitungkan termasuk biaya
modal. Apabila suatu sistem usahatani memperoleh keuntungan finansial yang
positif berarti sistem usahatani tersebut mampu bersaing pada tingkat harga aktual
termasuk didalamnya dampak dari kebijakan dan kegagalan pasar.
Sedangkan keuntungan sosial ( social profitability atau SP) adalah
perbedaan antara penerimaan ekonomi (E) dengan biaya ekonomi (F + G) atau SP
= H = (E – F – G). Sehingga keuntungan sosial dihitung dari perbedaan
penerimaan dan biaya dengan menggunakan harga sosial. SP merupakan ukuran
efisiensi karena output dan input dinilai dalam harga yang menunjukkan nilai
kelangkaan (biaya oportunitas ekonomi). Untuk output dan inpout yang
diperdagangkan secara internasional ditentukan dari harga dunia. Input (faktor
ekonomi, G) yaitu service faktor produksi domestik (lahan, tenaga kerja, dan
kapital) tidak mempunyai harga dunia, maka ditentukan oleh pasar domestik.
Keuntungan ekonomi merupakan hasil analisis PAM yang menarik. Keuntungan
ekonomi sistem usahatani yang tinggi sangat menarik perhatian pemerintah yang
mementingkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Investasi baru harus
memberikan keuntungan yang tinggi bila ingin memaksimalkan pertumbuhan
ekonomi. Manfaat penggunaan teknologi baru atau investasi publik dapat dihitung
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
32/109
32
dengan membandingkan tingkat keuntungan ekonomi pada sistem usahatani yang
ada saat ini dengan keuntungan ekonomi yang diharapkan akan diperoleh setelah
penerapan teknologi baru atau setelah investasi publik itu dimanfaatkan. Namun
terkadang sistem usahatani yang memiliki keuntungan finansial dan ekonomi
tidak dapat berkembang dengan cepat dilapangan. Pada kondisi ini, diperlukan
pemahaman tentang kendala yang menyebabkan komoditas tersebut tidak
berkembang sebelum melakukan investasi publik memberikan bantuan teknis atau
mengambil kebijakan harga yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan sektor
pertanian. Beberapa kendala tersebut yaitu investasi (asing dan domestik)
khawatir dengan masalah keamanan di Indonesia, tidak adanya kepastian hukum,
ketidakpastian harga internasional akibat proteksi negara kaya seperti USA
(Astawa, 2006).
2.5 Poli cy Analysis Matri x (PAM ) untuk Kebijakan Pertanian
Produktivitas pertanian, baik di pemerintahan pusat, provinsi, maupun
kabupaten dapat ditingkatkan melalui investasi pada sektor pertanian dengan
menggunakan instrument kebijakan harga, kebijakan makroekonomi,dan
kebijakan investasi publik. Kebijakan makroekonomi hanya bisa diterapkan pada
tingkat pusat dan memerlukan analisis tersendiri oleh para ahli ekonomi makro.
Sementara di pihak lain, para ahli ekonomi pertanian melakukan penkajian
tentang pengaruh kebijakan harga dan kebijakan investasi. Namun demikian,
dampak kebijakan harga dan kebijakan investasi pertanian dapat dikaji melalui
pendekatan yang sama, yaitu Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analsis PAM
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
33/109
33
ini dapat menunjukkan pengaruh individual maupun kolektif dari kebijakan harga
dan kebijakan faktor domestik. PAM juga memberikan baseline information yang
penting bagi Benefit-Cost Analysis untuk kegiatan investasi di bidang pertanian
(Pearson dkk., 2005)
Transfer kebijakan dapat dihitung dari baris ketiga matrik PAM yaitu
perbedaan antara lain yang diperoleh pada baris pertama dengan baris kedua. Nilai
ini menunjukkan besarnya kegagalan pasar dan insentif kebijakan pemerintah.
Jika kegagalan pasar dianggap tidak begitu berpengaruh, maka analisis tentang
pengaruh insentif kebijakan pemerintah dapat dilakukan. Beberapa analisis yang
dapat digunakan matriks PAM untuk melihat insentif pengaruh kebijakan
pemerintah adalah sebagai berikut.
1.
NPCO ( Nominal Protection Coefficient on Output ) yaitu rasio yang
menunjukkan dampak dari insentif kebijakan pemerintah yang menyebabkan
terjadinya perbedaan nilai output yang diukur pada harga privat dan harga
sosial. NPCO = penerimaan privat dibagi penerimaan sosial, merupakan
indikator dari transfer output. Jika nilai NPCO lebih besar dari satu
(NPCO 1) menunjukkan adanya proteksi terhadap produsen input,
sehingga sektor yang menggunakan input tersebut dirugikan karena tingginya
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
34/109
34
biaya produksi. Jika nilai NPCI kurang dari satu (NPCI1 berarti
kebijakan pemerintah tidak menimbulkan hambatan untuk berproduksi, dan
jika EPC
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
35/109
35
analisis Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI), Nominal Protection
Rate on Input (NPRI), Transfer Input ( Input Transfer atau IT) dan Transfer
Faktor (FT). Transfer input (IT) adalah perbedaan total biaya input tradable
dalam harga finansial (B) dengan total biaya input tradable dalam harga ekonomi
(F). Apabila harga finansial input lebih besar daripada harga ekonomi berarti
kebijakan itu memberikan transfer positif. Hal ini mengakibatkan sistem produksi
menghasilkan keuntungan finansial yang lebih tinggi, atau dapat menutup biaya
finansial lebih besar daripada jika tanpa bantuan kebijakan (Astawa, 2006).
Transfer positif yang menguntungkan produsen juga mempunyai tanda positif
pada baris PAM. Subsidi pada satu atau lebih input-input tradable menyebabkan
produksi lebih menguntungkan bagi produsen. Subsidi input ini akan ditandai
dengan nilai negatif pada PAM. Subsidi-subsidi tersebut akan menambah secara
langsung pada transfer output yang positif dengan mengurangi biaya negatif.
Subsidi-subsidi negatif, yaitu berbagai pajak pada input tradable adalah transfer
negatif dan akan terkurangi dari transfer output yang positif. Dengan demikian
memudahkan pengertian secara keseluruhan dari dampak perbedaan, rangkaian
pengaruh output , input Tradable, dan faktor-faktor.
Nilai nominal protection coefficient on input (NPCI) merupakan rasio
antara harga privat dari input yang diperdagangkan dengan harga sosialnya.
Nilai NPCI > 1 mengukur dampak proteksi terhadap produsen input ataupun
terhadap yang menggunakan input tersebut. Sedangkan nilai NPCI < 1
mengukur dampak hambatan ekspor input atau subsidi input terhadap konsumen
input . Dampak dari kebijakan yang terakhir menyebabkan meningkatnya
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
36/109
36
pemakaian input dalam negeri. Apabila nilai dari dampak kebijakan input
(NPCI) < 1 berarti kebijakan pemerintah terhadap input berpihak kepada petani.
Sebaliknya jika nilai dari kebijakan output (NPCO) < 1 berarti kebijakan
pemerintah terhadap output tidak berpihak pada petani (Mira, 2007).
Sedangkan besarnya persentase dampak kebijakan pemerintah terhadap
input ditunjukkan oleh nilai NPRI sebesar {(NPCI – 1) x 100%}. Pada komoditi
input yang non tradable dampak intervensi pemerintah berupa halangan
perdagangan tidak tampak karena input Non Tradable hanya diproduksi dan
dikonsumsi di dalam negeri. Intervensi pemerintah dilakukan dalam bentuk
kebijakan subsidi, baik subsidi positif maupun subsidi negatif (pajak). Akan
tetapi kebijakan ini akan mempengaruhi produsen dan konsumen, tidak seperti
kebijakan subsidi pada input yang Tradable.
2.5.1 Tujuan Analisis PAM (Poli cy Analysis Matrix )
Analisis PAM, secara umum mempunyai tiga tujuan. Tujuan pertama
adalah membantu pembuat keputusan atau pengambil kebijakan, baik di tingkat
pusat, maupun di tingkat daerah, selanjutnya mengkaji tiga isu utama analisis
kebijakan pertanian. Isu pertama berkaitan dengan pertanyaan, apakah sebuah
system usahatani memiliki daya saing pada tingkat harga dan teknologi yang
ada?. Apakah petani, pedagang dan pengolah mendapat keuntungan pada tingkat
harga aktual?. Sebuah kebijakan akan merubah nilai output atau biaya input dan
dengan sendirinya keuntungan privat. Perbedaan keuntungan privat sebelum dan
sesudah kebijakan menunjukkan pengauh perubahan kebijakan atas daya sauing
pada tingkat harga actual. Isu kedua adalah dampak investasi public, dalam
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
37/109
37
bentuk pembangunan infrastruktur baru terhadap tingkat efisiensi sistem
usahatani.Tingkat efisiensi diukur dengan tingkat keuntungan sosial ( social
profitability), yakni tingkat keuntungan yang dihitung berdasarkan harga
efisiensi. Investasi publik dalam bentuk jaringan irigasi atau transportasi akan
meningkatkan nilai output atau menurunkan biaya input. Perbedaan keuntungan
sosial sebelum dan sesudah adanya investasi publik menunjukkan peningkatan
keuntungan social.Isu ketiga terkait erat dengan isu kedua, yakni dampak
investasi baru, dalam bentuk riset atau teknologi pertanian terhadap efisiensi
sistem usahatani. Sebuah investasi publik dalam bentuk penemuan benih baru,
teknik budidaya, atau teknologi pengolahan hasil akan meningkatkan hasil
usahatani atau hasil pengolahan, dan dengan sendirinya akan meningkatkan
pendapatan atau menurunkan biaya. Perbedaan keuntungan social sebelum dan
sesudah investasi dalam bentuk riset menunjukkan manfaat dari investasi
tersebut. Jadi tujuan pertama dari analisis PAM ini pada hakekatnya adalah
memberikan informasi dan analisis untuk membantu pengambil kebijakan
pertanian dalam ketiga isu tersebut. Melalui sebuah tabel PAM untuk suatu
usahatani memungkinkan seseorang untuk menghitung tingkat keuntungan privat
atau ukuran daya saing usahatani pada tingkat harga actual atau harga pasar.
Tujuan kedua analisis PAM adalah menghitung tingkat keuntungan social
sebuah usahatani dihasilkan dengan menilai output dan biaya pada tingkat harga
efisiensi ( social opportunity cost). Dengan melakukan hal yang sama untuk
berbagai system usahatani lainnya memungkinkan untuk membuat urutan tingkat
efisiensi dari beberapa usahatani. Perhitungan tingkat keuntungan sosial
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
38/109
38
ditempatkan pada baris kedua dari table PAM. Hasil perhitungan ini dapat
digunakan sebagai informasi dasar (baseline information) untuk perhitungan
analisis keuntungan social ( social benefit analysis) pada tingkat harga efisiensi.
Tujuan ketiga dari analisis PAM adalah menghitung transfer effect,
sebagai dampak dari sebuah kebijakan. Dengan membandingkan pendapatan dan
biaya (untuk selanjutnya disebut budget), sebelum dan sesudah penerapan
kebijakan, selanjutnya dapat ditentukan dampak dari kebijakan tersebut.
Jadi tujuan dari analisis PAM adalah mengukur dampak kebijakan
pemerintah terhadap profitabilitas privat dan social, system pertanian dan
efisiensi terhadap sumber daya. Profitabilitas privat ( privat profitability) dan
daya saing (competitiveness) mungkin menjadi penting dalam pikiran yang
peduli dengan pendapatan pertanian. Profitabilitas social dan efisiensi sering
ditekankan oleh para perencana ekonomi yang mengalokasikan sumber daya
antar sector dan pertumbuhan pendapatan agregat dalam perekonomian.
Pendekatan PAM sangat cocok untuk analisis empirik dari kebijakan harga
pertanian dan pendapatan usahatani, kebijakan investasi publik, efisiensi,
kebijakan riset pertanian dan perubahan teknologi (Monke dan Pearson, 1995;
dalam Suyatna dan Antara, 2004).
2.5.2 Identitas Matrik Dalam PAM
Policy Analysis Matrix mempunyai dua identitas yaitu identitas tingkat
keuntungan ( profitability identity), dan identitas penyimpangan (divergences
identity).
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
39/109
39
Identitas keuntungan pada sebuah tabel PAM adalah hubungan
perhitungan lintas kolom dari tabel (sering juga disebut matrik) tersebut.
Keuntungan didefinisikan sebagai pendapatan dikurangi biaya-biaya. Semua
angka di bawah kolom bernama “profits” dengan sendirinya identik dengan
selisih antara kolom yang berisi “revenue” dan kolom yang berisi “cost”
(termasuk di dalamnya biaya input tradable dan factor domestic). Oleh karena
itu keuntungan privat pada PAM adalah selisih dari pendapatan privat dengan
biaya privat. Perhitungan keuntungan privat, dari budget usahatani dan
pengolahan hasil, dilakukan untuk mengukur daya saing. Oleh karenanya, salah
satu dampak penting dari kebijakan pertanian dapat ditunjukkan oleh baris
pertama tabel PAM (Tabel 2.1). Selanjutnya untuk membandingkan sistem
usahatani yang berbeda digunakan rasio. Untuk membandingkan daya saing
sistem usahatani yang berbeda dihitung privat benefit cost ratio (PBCR) untuk
setiap system, dan selanjutnya kedua rasio tersebut dibandingkan. Jadi PBCR
adalah pendapatan privat dibagi dengan biaya privat atau PBCR = A/(B+C)
Pendapatan dan biaya pada tingkat harga sosial (simbol E,F, dan G) pada
Tabel 2.1, didasarkan pada estimasi the social opportunity cost dari komoditas
yang diproduksi dan input yang digunakan. Jadi keuntungan social adalah selisih
antara penerimaan social dengan biaya social, dan ini dilakukan untuk mengukur
tingkat efisiensi usahatani.
Harga sosial (harga efisiensi) untuk factor domestic (lahan, tenaga kerja,
dan modal) juga diestimasi dengan prinsip social opportunity cost . Namun
karena factor domestic tidak diperdagangkan secara internasional, sehingga tidak
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
40/109
40
memiliki harga internasional, maka social opportunity cost -nya diestimasi
melalui pengamatan lapangan atas pasar domestic di pedesaan. Tujuannya adalah
untuk mengetahui berapa besar output atau pendapatan yang hilang karena factor
domestic yang digunakan untuk memproduksi komoditas tersebut (misalnya
padi) dibandingkan dengan apabila digunakan untuk komoditas lainnya (the next
best alternative commodity) seperti kedelai. Untuk membandingkan tingkat
efisiensi komoditas yang berbeda dihitung social benfit cost ratio (SBCR) untuk
setiap usahatani, dan selanjutnya membandingkannya. Jadi SBCR adalah rasio
antara pendapatan sosial dengan biaya sosial, atau SBCR = E /(F+G)
Tabel 2.1Identitas Keuntungan dan Divergensi dalam PAM
Uraian PenerimaanBiaya-biaya
KeuntunganInput Tradable Faktor Domestik
1 2 3 4 5
Harga privat A B C DHarga sosial E F G H
Efek Divergensi I J K L
Keterangan:
Baris harga privat:A = harga output x produksi; B = Biaya privat input tradable, C = Biaya privat input factor
domestic;D = A – (B + C) (keuntungan privat).
Baris harga social:E = harga output social x produksi; F = biaya social input tradable; G = biaya social input factor
domestic; H = E – (F + G) (keuntungan social)
Baris efek divergensi:I = A – E (output transfer); J = B – F (input tradable transfer); K = C – G (factor domestictransfer); L = I – (J + K) atau D - H (transfer bersih)
Identitas Penyimpangan (divergences identity) adalah hubungan lintas
baris dari matrik. Divergensi disebabkan oleh harga privat suatu komoditas
dengan harga sosialnya. Divergensi meningkat, baik oleh karena pengaruh
kebijakan distortif, yang menyebabkan harga privat berbeda dengan harga
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
41/109
41
sosialnya atau karena kegagalan pasar menghasilkan harga efisiensi. Semua
angka pada baris ketiga dari tabel PAM didefinisikan sebagai “effect of
divergences” dan sama dengan selisih antara angka pada baris pertama, yang
dinilai dengan harga privat ( private prices), serta angka pada baris kedua, yang
dinilai dengan harga social ( social prices) Pearson, dkk. 2005). Identitas
keuntungan dan identitas divergensi dapat dilihat pada tabel 2.1.
Salah satu penyebab terjadinya divergensi adalah kegagalan pasar (market
failure). Pasar dikatakan gagal apabila tidak mampu menciptakan harga yang
bersaing, yang mencerminkan social opportunity cost , yang menciptakan alokasi
sumberdaya maupun produk yang efisien. Kebijakan yang efisien adalah
intervensi pemerintah untuk memperbaiki kegagalan pasar sehingga
menghapuskan divergensi. Misalnya, regulasi monopoli untuk menurunkan harga
penjual ( seller price), menyebabkan harga privat dan harga social yang sama,
dan meningkatkan pendapatan.
Penyebab kedua dari divergensi adalah kebijakan pemerintah yang
distortif. Kebijakan distortif diterapkan untuk mencapai tujuan yang bersifat non-
efisien (yaitu pemerataan dan ketahanan pangan), akan menghambat terjadinya
alokasi sumberdaya yang efisien dan dengan sendirinya akan menimbulkan
divergensi. Misalnya, tarif impor beras bisa diterapkan untuk meningkatkan
pendapatan petani (tujuan pemerataan) dan meningkatkan produksi beras dalam
negeri (untuk ketahanan pangan). Namun, hal ini menimbulkan kerugian efisiensi
(efficiency losses) bila beras impor yang digantikannya ternyata lebih murah dari
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
42/109
42
biaya sumberdaya domestik yang digunakan untuk memproduksi bersa dalam
negeri sehingga timbul trade off.
Secara teori, kebijakan yang paling efisien dapat dicapai apabila
pemerintah mampu menciptakan kebijakan yang mampu menghapuskan
kegagalan pasar, dan apabila pemerintah mampu mengesampingkan tujuan non-
efisiensi dan menghapuskan kebijakan yang distortif. Apabila kedua hal tersebut
menerapkan kebijakan yang efisien dan menghilangkan kebijakan distortif dapat
dilaksanakan, divergensi dapat dihilangkan dan efek divergensi (nilai yang ada
pada baris ketiga) akan menjadi nol (Pearson, dkk, 2003).
Jika keuntungan privat yang diperoleh positif atau minimal sama dengan
nol, berarti usahatani tersebut memperoleh keuntungan di atas normal. Jika
keuntungan privat sama dengan nol, berarti usahatani tersebut memperoleh
keuntungan normal (normal profit). Jika keuntungan privat bernilai negative
maka usaha tani tersebut tidak menguntungkan. Dari perhitungan harga privat
maka dapat dihitung besarnya rasio PCR ( Privat Cost Ratio) yang besarnya sama
dengan rasio antara biaya faktor domestik dengan nilai tamah pada harga privat,
yaitu perbedaan antara nilai output dengan biaya produksi yang diperdagangkan.
Jadi besarnya PCR = faktor domestik privat (penerimaan privat-input tradable
privat). Untuk mendapat keuntungan maksimum maka selalu diusahakan
meminimunkam rasio PCR dengan cara meminimumkan biaya domestik atau
memaksimumkan nilai tambah.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
43/109
43
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIK DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritik
Komoditas padi / beras merupakan komoditas strategis dalam kehidupan
soaial ekonomi nasional, mengingat bahwa sekitar 95% penduduk Indonesia
mengkonsumsi beras sebagai bahan pokoknya dan sekitar 21 juta rumah tangga
petani pendapatannya bersumber dari usahatani padi. Beras hingga kini masih
merupakan salah satu komoditi pangan pokok bagi masyarakat Indonesia dan
merupakan komoditi strategis bagi pembangunan nasional. Pengalaman pada
periode-periode awal pembangunan di tanah air menunjukkan bahwa kekurangan
beras sangat mempengaruhi kestabilan pembangunan nasional. Bahkan hingga
kini, bukan saja pada tingkat nasional, daerah, dan rumah tangga tetapi juga
tingkat internasional dimana terlihat besarnya dampak yang ditimbulkan akibat
kekurangan persediaan pangan beras (Tambunan, 2007).
Sarana produksi yang dimiliki petani dipengaruhi oleh mekanisme harga
pasar yang berlaku di masyarakat. Mekanisme pasar menentukan besar kecilnya
harga-harga dari sarana produksi, seperti harga pupuk, harga sewa alat mesin
pertanian, dan harga sewa lahan maupun sewa tenaga kerja. Sebagai salah satu
faktor input dari produkstifitas petani, penggunaan pupuk sebagai sarana produksi,
mempunyai peranan yang strategis dalam peningkatan keunggulan kompetitif dan
tingkat keuntungan usahatani bagi petani.
Dalam rangka membantu petani untuk mendapatkan pupuk dengan harga
terjangkau, pemerintah menetapkan pemberian subsidi penyediaan pupuk yang
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
44/109
44
dimaksudkan untuk membantu petani agar dapat memperoleh pupuk dengan harga
terjangkau sehingga proses usahatani dapat berlangsung secara
berkesinambungan. Kebijakan pemerintah mengenai subsidi pupuk , dilandasi
pemikiran bahwa pupuk merupakan faktor kunci dalam meningkatkan
produktivitas, dan subsidi dengan harga pupuk yang lebih murah akan mendorong
peningkatan penggunaan input tersebut. Selain itu, subsidi pupuk juga
dimaksudkan untuk merespons kecenderungan kenaikan harga pupuk di pasar
internasional dan penurunan tingkat keuntungan usaha tani. Selanjutnya,
kebijakan subsidi pupuk juga bertujuan untuk memenuhi prinsip enam tepat dalam
penyaluran pupuk, yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan
produktivitas dan produksi pangan nasional serta meningkatkan kesejahteraan
petani. Sejak itu, subsidi pupuk terus diberikan dalam bentuk harga eceran
tertinggi atau HET (Susila, 2010).
Disamping itu akibat terjadinya krisis ekonomi, kemampuan daya beli
petani menurun sehingga kesulitan bila harus membeli pupuk dengan harga pasar.
Dengan harga jual sesuai kemampuan petani, sulit bagi produsen pupuk untuk
menjaga kelangsungan usaha dan kemampuannya dalam menjamin pemenuhan
kebutuhan pupuk nasional. Agar harga pupuk terjangkau petani dan menjaga
kelangsungan industri pupuk, pemerintah perlu menyediakan subsidi pupuk
(Maulana, 2006).
Oleh karena itu kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi mekanisme
pasar dan menghasilkan sekumpulan harga yang berbeda dengan harga pasar
bebas. Akibatnya harga input dan output relatif di dalam dan/atau antar wilayah
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
45/109
45
berubah, dengan demikian mempengaruhi pola insentif produksi dan alokasi
sumber daya. Faktor input produksi usahatani ada yang tradable seperti pupuk
kimia, benih, pestisida dan lain-lain, dan ada yang non tradable seperti tenaga
kerja, lahan dan modal. Komposisi dan faktor input yang digunakan dalam
produksi akan menentukan biaya usahatani, selanjutnya akan menentukan juga
kualitas dan kuantitas output -nya. Dengan harga pupuk yang tersubsidi tersebut
akan memberikan pengaruh bagi biaya produksi kemudian secara signifikan
berpengaruh pula pada produktifitas yang secara simultan saling berperan
terhadap daya saing (keunggulan kompetitif) dan tingkat keuntungan usahatani
padi.
Berdasarkan posisi yang strategis tersebut, usahatani padi seyogyanya
diusahakan dengan baik serta memiliki unggulan kompetitif dan dapat
meningkatkan keuntungan. Namun kenyataannya, bila timbul kendala seperti
adanya gejolak harga beras, maka akan berdampak negatif terhadap usahatani,
kesejahteraan petani dan buruh tani, serta konsumen beras terutama kelompok
miskin. Hal ini akan berdampak pada gairah petani untuk berusahatani padi dan
pada gilirannya produksi padi akan menurun, dan impor beras akan naik. Keadaan
yang demikian jelas tidak menguntungkan bagi ketahanan pangan, ekonomi
nasional, bahkan stabilitas nasional.
Peningkatan produksi pertanian dan pendapatan petani akan
mempengaruhi status ketahanan pangan, karena dengan meningkatnya produksi
maka ketersediaan pangan juga meningkat. Di samping itu terwujud aksesibilitas
ekonomi dimana daya beli petani menjadi lebih tinggi dan skala usaha taninya
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
46/109
46
juga dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan keunggulan kompetitif dan
tingkat keuntungan usahatani. Kerangka konseptual penelitian tersebut disajikan
pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Kerangka Konsep/Pemikiran Mekanisme Pengaruh Subsidi Pupuk terhadapKeunggulan Kompetitif dan Tingkat Keuntungan Usahatani Padi
3.2 Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian ditetapkan hipotesis sebagai berikut.
1. Usahatani padi sawah di Kabupaten Tabanan mempunyai keunggulan
kompetitif (PCR
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
47/109
47
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di seluruh kecamatan kabupaten Tabanan dengan
masing-masing subak terluasnya. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara
purposive sampling, yaitu penentuan lokasi penelitian yang dilakukan secara
sengaja dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut.
1. Kabupaten Tabanan merupakan salah satu sentra produksi tanaman padi
sawah terbesar di Bali yang memiliki keadaan tanah dan iklim yang cocok di
samping potensi lainnya.
2. Subak terluas di Tabanan merupakan subak yang paling banyak mendapatkan
subsidi pupuk.
3. Kabupaten Tabanan memiliki luas lahan sawah terbesar di Bali.
4. Pemerintah Kabupaten Tabanan sampai saat ini masih memberikan perhatian
yang besar pada komoditas tanaman padi sawah, dengan direalisasikannya
beberapa proyek pertanian berkenaan dengan upaya peningkatan daya saing
dan menguntungkan usahatani padi sawah
Dengan demikian diharapkan pemilihan Kabupaten Tabanan cukup
representatif dan lebih mudah memperoleh data serta informasi untuk menunjang
penelitian, sehingga secara keseluruhan dapat menggambarkan keadaan usahatani
padi sawah di Kabupaten Tabanan.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
48/109
48
Penelitian lapangan untuk memperoleh data dan informasi tentang biaya
dan penerimaan sampai impor pada tahun 2010 akan dilakukan sekitar bulan
Maret 2011.
4.2 Populasi dan Pengambilan Sampel
Populasi atau keseluruhan objek pengamatan dalam penelitian ini adalah
petani padi sawah yang terdapat di subak terluas pada masing-masing kecamatan
kabupaten Tabanan. Tabanan memiliki 10 kecamatan dengan masing-masing
subak terluasnya yang terlihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1Subak terluas pada masing-masing Kecamatan di Kabupaten Tabanan
No Kecamatan SubakLuas Baku
(ha)1 Selemadeg Lanyah Bajra I 209
2 Selemadeg Barat Soko 305
3 Selemadeg Timur Lanyah Delod Jalan 247
4 Kerambitan Meliling 290
5 Tabanan Gubug II 245
6 Kediri Bengkel 375
7 Marga Guama 184
8 Baturiti Poyan 301
9 Penebel Jatiluwih 30310 Pupuan Yeh Saba 132
Sumber : Data Primer, 2010
Penentuan populasi dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
random sampling , yaitu pemilihan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan
subak terluas, sehingga jumlah populasi seluruhnya adalah 4547 orang petani.
Untuk menentukan ukuran sampel yang akan diambil tergantung pada variasi
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
49/109
49
populasinya. Semakin besar dispersi atau variasi suatu populasi maka semakin
besar pula ukuran sampel yang diperlukan agar estimasi terhadap parameter
populasi dapat dilakukan dengan akurat dan presisi. Selanjutnya Riduwan (2006)
menyebutkan sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri
keadaan tertentu yang akan diteliti. Dalam penelitian ini pengambilan ukuran
sampel dengan menggunakan rumus:
N
n = N.d2 + 1
Di mana:
N = ukuran populasin = sampeld2 = α = presisi yang ditetapkan
Pada penelitian ini tingkat ketelitian atau keyakinan yang dikehendaki adalah
90 % atau dengan tingkat presisi yang diharapkan 10 % atas dasar pertimbangan
bahwa untuk penelitian sosial tingkat kesalahan masih dapat ditolerir sampai dengan
10 %. Sehingga besarnya sampel yang diperoleh dari populasi sebanyak 4547 orang
adalah sebesar 98 orang. Jumlah sampel tersebut selanjutnya diambil secara
proportional random sampling . Sampel yang diambil pada masing-masing
kecamatan terdistribusi seperti Tabel 4.2
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
50/109
50
Tabel 4.2Sebaran Sampel di Kabupaten Tabanan
Tahun 2010
No Kecamatan SubakJumlah Petani*
(orang)Ukuran
Sampel (orang)
1 Selemadeg Lanyah Bajra I 210 42 Selemadeg Barat Soko 400 93 Selemadeg Timur Lanyah Delod Jalan 450 104 Kerambitan Meliling 993 215 Tabanan Gubug II 300 76 Kediri Bengkel 849 187 Marga Guama 200 4
8 Baturiti Poyan 500 119 Penebel Jatiluwih 395 9
10 Pupuan Yeh Saba 250 5
Jumlah 4547 98
Sumber: Data Primer (diolah)
4.3 Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dibutuhkan untuk mendukung penelitian ini adalah data
kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang diukur dengan
suatu alat ukur tertentu, yang diperlukan untuk keperluan analisis secara
kuantitatif yang berbentuk angka-angka seperti jumlah produksi, jumlah bibit,
jumlah pupuk, jumlah obat-obatan, biaya bibit, biaya pupuk, biaya tenaga kerja,
serta biaya lainnya. Sedangkan data kualitatif adalah jenis data yang tidak
berbentuk angka-angka, (data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar)
tetapi berupa penjelasan yang berhubungan dengan objek penelitian seperti
potensi padi sawah dan perkembangan produktivitas padi sawah.
Berdasarkan sumbernya, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
51/109
51
1.
Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung dari lapangan
dengan metode wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah
disiapkan sebelumnya. Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama
(responden) yang telah ditentukan dalam hal ini bersumber dari petani padi
sawah.
2. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari sumber tidak langsung
(sumber kedua) umumnya diperoleh melalui badan/dinas/instansi yang
bergerak dalam proses pengumpulan data baik instansi pemerintah maupun
swasta. Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari BPPS (Badan Pusat
Statistik), Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Dinas pertanian
Tanaman Pangan Kabupaten dan Provinsi Bali, dan lembaga lainnya yang
terkait dengan objek penelitian.
Metode pengumpulan data merupakan bagian instrument pengumpulan
data yang menentukan berhasil tidaknya suatu penelitian (Antara, 2006). Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan :
a. Observasi lapangan, yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek
yang diteliti, sehingga dapat diharapkan diperoleh gambaran yang lebih jelas
tentang kegiatan usahatani.
b.
Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab langsung kepada responden
(petani) dengan menggunakan instrumen / menggunakan kuesioner terstruktur
yang telah disiapkan.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
52/109
52
c.
Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mencari dokumen-
dokumen atau segala sumber terkait dengan cara studi kepustakaan serta
pengambilan gambar berupa foto-foto.
4.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Struktur input dan output fisik (tradable input, faktor domestik, dan output)
2. Harga privat (tradable input , harga faktor domestik, dan harga output di
tingkat petani)
Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.
Perkembangan luas area, produksi produktivitas, konsumsi, ekspor dan impor
komoditas beras.
2. Perkembangan produksi, konsumsi dan harga beras dunia.
3. Perkembangan ekspor dan impor komoditas beras dunia
4. Budidaya, pengolahan dan pemasaran beras
5.
Perkembangan nilai tukar dolas US terhadap rupiah
6. Nilai pemilahan kandungan komponen input
7. Faktor konversi harga pasar aktual (privat) ke harga bayangan (sosial)
8. Perkembangan harga dasar dan harga impor pupuk kimia
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
53/109
53
4.5 Definisi Operasional Variabel
Batasan operasional dan asumsi yang digunakan dalam analisis PAM
adalah sebagai berikut.
1.
Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani atau produsen
dan didalamnya terdapat kebijakan pemerintah
2.
Harga bayangan adalah harga pada pasar persaingan sempurna yang
mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada komoditas
tradable, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.
3. Output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan ke dalam input tradable
dan faktor domestik (input non tradable)
4. Input tradable adalah input produksi yang dapat diperdagangkan secara
internasional (seperti pupuk kimia, benih, obat-obatan, alat produksi)
5. Input non tradable atau faktor domestik adalah input produksi yang tidak
diperdagangkan di pasar internasional (seperti tenaga kerja, lahan, modal)
6. Output fisik adalah produksi usahatani padi sawah, dalam hal ini adalah
gabah kering panen.
7. Harga privat input adalah harga aktual dari input produksi yang dibayar
petani padi sawah.
8. Harga faktor domestik adalah harga input non tradable yang dibayar oleh
petani padi sawah berdasarkan harga yang berlaku di pasar domestik.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
54/109
54
Asumsi tersebut memberikan arti bahwa pada harga-harga input dan
output komoditas yang dianalisis terdapat gangguan yang berupa peraturan-
peraturan atau pembatasan dari pemerintah maupun kegagalan pasar. Oleh karena
itu, harga yang terjadi tidak mencerminkan yang sesungguhnya atau nilai
kelangkaannya. Output yang dihasilkan merupakan barang-barang yang
diperdagangkan (traded goods), yaitu suatu komoditas yang harganya ditentukan
oleh impor atau ekspornya. Input yang digunakan dalam proses sistem komoditas
tersebut terdiri atas faktor domestik yang tidak diperdagangkan (non tradable
input) dan faktor produksi yang diperdagangkan (tradable input) Faktor domestik
non tradable adalah input produksi yang harganya ditentukan oleh pasar
domestik. Input non tradable adalah lahan, tenaga kerja, dan modal. Disamping
itu tidak terdapat dampak negatif dan positif kepada pihak lain yang tidak terlibat
langsung dalam sistem komoditas yang dianalisis.
4.6 Metode Analisis Data
Analisis penelitian menggunakan metode PAM ( Policy Analysis Matrix).
Dengan menggunakan metode PAM, ukuran-ukuran koefisien keunggulan
komparatif (DRC) dan keunggulan kompetitif (PCR), tingkat keuntungan pada
nilai finansial dan ekonomi usahatani padi, kebijakan pemerintah dapat dihitung
sekaligus secara menyeluruh dan sistematis (Monke dan Pearson, 1995).
Indikator intervensi pemerintah antara lain kebijakan transfer harga output dan
input produksi, proteksi pada output dan input (NPCO dan NPCI), koefisien
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
55/109
55
proteksi efektif (EPC), profitabilitas (PC) dan subsidi kepada produsen (SRP).
Secara rinci Tabel PAM yang dihasilkan disajikan pada Tabel 4.3
Tabel 4.3
Uraian PenerimaanInput
KeuntunganInput Tradable Faktor Domestik
Harga privat A B C D
Harga sosial E F G H
Efek Divergensi I J K L
Keterangan:1.
Keuntungan privat : D = A – B – C2. Keuntungan social : H = E – F – G3. Out tranfer : I = A – E4. Input transfer : J = B – F5. Faktor transfer : K = C - G6.
Transfer bersih : L = D – H atau L = I – J – K
4.6.1 Profitabilitas.
1.
Privat Profitability (D) = A- (B+C)
Keuntungan privat merupakan indikator daya saing (competitiveness) dari
sistem komoditas berdasarkan teknologi, nilai input, biaya input dan trasnfer
kebijakan yang ada. Apabila D> 0, berarti sistem komoditas memperoleh
provit atas biaya normal yang mempunyai implikasi bahwa komoditas itu
mampu ekspasi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya komoditas
alternatif yang lebih menguntungkan.
2.
Social provitability (H) = E – (F + G).
Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulan komparetif (comparative
advantage) dari sistem komoditas pada kondisi tidak ada divergensi baik
akibat kebijakan pemerintah maupun distorsi pasar. Apabila H > 0, berarti
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
56/109
56
sistem komoditas memperoleh profit atas biaya normal dalam harga sosial dan
mempunyai keuntungan komparatif.
4.6.2 Keunggulan Kompetitif dan Komparatif
1. Privat Cost Ratio (PCR) = C/(A – B)
PCR yaitu profitabilitas privat yang menunjukkan kemampuan system
untuk membayar biaya sumberdaya domestic dan tetap kompetitif. Sistem
bersifat kompetitif jika PCR < 1.
2. Domestik Resource Cost Ratio (DRCR) = G/(E – F)
DRCR yaitu indicator keunggulan komparatif, yang menunjukkan
sumberdaya domestic yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit
devisa. Sistem mepunyai keunggulan komparatif jika DRCR < 1.Semakin
kecil nilai DRCR maka system semakin efisien dan mempunyai
keunggulan komparatif makin tinggi.
4.6.3 Kebijakan Pemerintah
1.
Kebijakan Input
a. Transfer Input : IT = B – F : Transfer input adalah selisih antara biaya
input yang dapat diperdagangkan pada harga privat dengan biaya yang
dapat diperdagangkan pada harga social. Jika nilai IT > 0, menunjukkan
transfer dari petani produksen kepada produsen input tradable.
b. Nominal Protection Coefficien on Input (NPCI) = B/F : yaitu indicator
yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga input
pertanian domestic. Kebijakan bersifat protektif terhadap input jika nilai
NPCI < 1, berarti ada kebijakan subsidi terhadap input tradable.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
57/109
57
c.
Transfer factor : FT = C – G: Transfer factor merupakan nilai yang
menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosialnya yang
diterima produsen untuk pembayaran factor-faktor produksi yang tidak
diperdagangkan. Nilai FP > 0, mengandung arti bahwa ada transfer dari
petani produsen kepada produsen input non tradable.
2. Kebijakan Input – Output
a. Effective Protection Coefficient (EPC) = (A-B)/(E-F). : yaitu indicator
yang menujukkan tingkat proteksi simultan terhadap output dan input
tradable. Kebijakan masih bersifat positif jika nilai EPC> 1.
b.
Net Transfer : NT = D – H : Transfer bersih merupakan selisih antara
keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan
keuntungan bersih sosialnya. Nilai NT > 0, menunjukkan tambahan
surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang
diterapkan pada input dan output.
c. Profitability Coefficient : PC = D/H. : Koefisien keuntungan adalah
perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima
produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. Jika PC > 0, maka secara
keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen.
d.
Subsidy Ratio to Producer (SRP) = L/E = (D – H)/E, yaitu indicator yang
menunjukkan proporsi penerimaan pada harga social yang diperlukan
apabila subsidi atau pajak digunakan sebagai pengganti kebijakan.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
58/109
58
4.6.4 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas adalah suatu teknik analisis untuk menguji secara
sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila
terdapat kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan-perkiraan yang dibuat
di dalam perencanaan. Suatu analisis kepekaan dikerjakan dengan mengubah
suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur, kemudian menentukan
pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis. Ada beberapa kemungkinan
yang dapat terjadi di masa datang yang dapat merubah rasio-rasio PAM. Namun
kemungkinan tersebut sangat banyak maka analisis kepekaan dibatasi hanya
terhadap kemungkinan perubahan yang memiliki pengaruh yang besar terhadp
hasil analisis, khususnya pada usahatani padi sawah. Pada analisis ini diasumsikan
usahatani terjadi suatu kondisi yang tidak menguntungkan seperti berikut.
(1) Terjadi penurunan harga bayangan output sebesar 20 persen. Penurunan
harga bayangan output ini didasarkan pada asumsi bahwa harga bayangan
output sangat berfluktuatif dan cepat berubah dalam periode tertentu.
(2) Subsidi pupuk Urea, SP-36, ZA, dan NPK Phonska dihilangkan menjadi 0
persen, yang dapat menyebabkan petani menerima harga pupuk dalam nilai
finansial sesuai dengan harga bayangannya. Asumsi ini didasarkan pada
pemikiran bahwa sejak Tahun 1994 subsidi pupuk mulai dihilangkan
utamanya terhadap pupuk KCl. Selanjutnya subsidi terhadap jenis pupuk
lainnya setiap tahun dilakukan pengurangan secara bertahap dan pada
akhirnya akan dihapus hingga 0 persen sehingga usaha pertanian diharapkan
dilakukan melalui pasar bersaingan sempurna.
8/20/2019 jurnal pola tanam tanaman
59/109
59
(3)
Ada kecenderungan bahwa produktivitas gabah menurun karena
penggunaan benih padi bukan kualitas F1 (generasi pertama) tetapi
turunannya berdasarkan sistem jalur benih antar lapang (jabal) dan adanya
serangan hebat hama/penyakit. Turunnya produktivitas gabah akan
menurunkan keuntungan privat dan pada akhirnya menurunkan daya saing
usahatani padi sawah. Kalau teknologi produksi tidak berkembang, hasil
gabah akan berkurang sampai 20%. Kasus ini dijumpai dibeberapa daerah
produksi di Kabupaten Tabanan, yang menyebabkan petani menderita
kerugian.
(4)
Rupiah menguat (apresiasi) menjadi Rp 8.500,00 per US $. Asumsi ini
didasarkan pada kenyataan bahwa mata uang Rupiah mengalami penguatan
(apresiasi) terhadap Dollar Amerika Serikat.
4.6.5 Analisis Titik Impas (Break Event Poin t )
Analisis ini sering disebut juga dengan cost volume profit analysis. Karena
analisa ini diperlukan u