Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
i
JURNAL PENDIDIKAN IPS
SUSUNAN REDAKSI
Pelindung dan Penasehat
Drs. H. Sudirman Ismail, M.Si. Ketua STKIP Taman Siswa Bima
Dr. Ibnu Khaldun, M.Si. Pelaksana Harian STKIP Taman Siswa Bima
Penganggung Jawab
Syarifuddin, S.Pd., M.Pd. Ketua LPPM STKIP Taman Siswa Bima
Ketua Penyunting
Mariamah, M.Pd.
Sekretaris Penyunting
Asriyadin, M.Pd.
Penyunting Pelaksana
Syarifuddin.S.Si, M.Pd.
Yus’iran, M.Pd.
Muliana, M.Pd.
Muliansani, M.Kom
Zuriatin. S.S,M.Pd
Penyunting Ahli (Mitra Bestari)
Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D. Universitas Negeri Malang
Prof. Dr. Agil Alidrus, M.Pd. Universitas Mataram
Dr. Amran Amir, M.Pd. STKIP Bima
Dr. Syahruddin, M.Si.
Bendahara
Nanang Diana, M.Pd.
Alamat Redaksi
Redaksi Jurnal Pendidikan SOSIAL
LPPM STKIP Taman Siswa Bima
Jln. Lintas Bima – Tente Palibelo. Tlp (0374) 42891
Email: [email protected]
Jurnal Pendidikan IPS STKIP Taman Siswa Bima, terbit 2 kali setahun dengan
edisi Januari – Juni dan Juli - Desember. Sebagai media informasi, pemikiran dan
hasil penelitian yang berkaitan dengan pendidikan sosial dan ilmu sosial.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
ii
JURNAL PENDIDIKAN IPS
Volume 4 no 1, Januari-Juni 2014
ISSN : 2088-0294
DAFTAR ISI
PEMAHAMAN GURU TENTANG MATA PELAJARAN
PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN DALAM KURIKULUM
SMK 2013
Ida Mawaddah, Universitas Negeri Malang
PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V
SDN RISA TAHUN PELAJARAN 2013
LINA BUDIARTI, Guru IPS Kelas V SDN Risa
METODE DRIIL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SDN INPRES SORO AFU
TAHUN PELAJARAN 2013
Sumantiah, Guru IPS Kelas IV SDN Inpres Soro Afu
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V
DI SD NEGERI NO 2 TEKE TAHUN PELAJARAN 2013.
Ratnah & ANAS. S.Pd
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Shere
(TPS) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV di
SD Negeri Inpres Pasir Putih Tahun Pelajaran 2013
Siti Fatimah, Guru SD Negeri Inpres Pasir Putih
MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR PADA
PELAJARAN IPS EKONOMI PADA MATERI LEASING
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN FICTURE AND
FICTURE DI KELAS VIIC MADRASAH TSANAWIYAH
NEGERI WATAMPONE KECAMATAN TANETE RIATTANG
TIMUR KABUPATEN BONE
FATMAWATI
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN STUDENT TEAM
LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS EKONOMI
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
iii
KELAS VII RINTISAN MANDRASA BERTAHAP
INTERNASIONAL (RMBI) 1 MTsN WATAMPONE
AGUSTINA
TINJAUANPENERAPANPENGELOLAANKELAS DAN
PENGARUHNYATERHADAP PROSES BELAJARMENGAJAR
DI MTS DARULHIKMAHTENTETAHUNPELAJARAN
2013/2014
SAHRIR, M. PD & AGUSARDIANSYAH
PENERAPAN PENGELOLAAN KELAS DALAM
MENGINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP
NEGERI 3 PALIBELO TAHUN PELAJARAN 2012/2013
TRI IRAWATI, M.SI, & ESTAURINA, ENDANG
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
26
PEMAHAMAN GURU TENTANG MATA PELAJARAN PRAKARYA
DAN KEWIRAUSAHAAN DALAM KURIKULUM SMK 2013
Ida Mawaddah
Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui secara detail mengenai pemahaman guru dalam
memaknai kurikulum 2013, meliputi 7 aspek yaitu Interpretasi, Mencontohkan,
Mengklasifikasikan, Menggeneralisasikan, Inferensi, Membandingkan, menjelaskan.
Informan dalam penelitian ini yaitu 3 guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan di
SMK Negeri 1 Malang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
interpretatif, dengan tujuan agar dapat memperoleh pemahaman dan interpretasi mendalam
tentang makna dari fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini ada beberapa
tahapan proses pengumpulan data yaitu: (a) observasi awal, (b) penyebaran kuesioner, (c)
wawancara, (d) dokumentasi dan (e) pengamatan. Teknik analisis yang digunakan adalah
menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bersifat induktif. Hasil penelitian yaitu
sejauh mana pemahaman guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan yang mengajar
di kelas X yang telah menerapkan kurikulum 2013 di SMK Negeri 1 Malang, dalam
mengembangkan kompetensi inti dan kompetensi dasar ke bentuk rencana pelaksanaan
pembelajaran dan perangkat pembelajaran lainnya, menyesuaikan dengan pemahaman
guru, kemampuan peserta didik, sarana dan prasarana sekolah serta potensi daerah
setempat.
Kata kunci: Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan
PENDAHULUAN
Arah kebijakan pemerintah
memberikan pembelajaran prakarya dan
kewirausahaan bertujuan agar peserta
didik mampu berekspresi kreatif melalui
keterampilan teknik berkarya ergonimis,
teknologi dan ekonomis. Melatih
keterampilan mencipta karya berbasis
estetis, artistic, ekosistem dan
tekonologis, serta melatih keterampilan
menciptakan media dan bahan berkarya
seni dan teknologi melalui prinsip
ergonomis, hygienis, tepat-cekat-cepat,
ekosistemik dan metakognitif.
Menghasilkan karya jadi maupun
apresiatif yang siap dimanfaatkan dalam
kehidupan, maupun bersifat wawasan dan
landasan pengembangan apropriatif
terhadap teknologi terbarukan dan
teknologi kearifan lokal, dan menumbuh
kembangkan jiwa wirausaha melalui
melatih dan mengelola penciptaan karya
(produksi). Mengemas, dan usaha
menjual berdasarkan prinsip ekonomis,
ekosistemik dan ergonomis. Oleh karena
itu peneliti meneliti pemahaman guru
tentang mata pelajaran prakarya dan
kewirausahaan dalam kurikulum SMK
2013, dengan melihat pemahaman guru,
RPP dan pelaksanaan kegiatan
pembelajaran.
Pemahaman guru terhadap mata
pelajaran prakarya dan kewirausahaan
terkait kompetensi inti dan kompetensi
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
27
dasar bila dilihat dari hasil penelitian
sangat bervariasi, akan tetapi memiliki
makna yang sama, sejauh ini pemahaman
guru pada pembelajaran prakarya dan
kewirausahaan hanya mencangkup
kerajinan saja, sejatinya secara teori mata
pelajaran prakarya dan kewirausahaan
terdiri dari 4 aspek yaitu kerajinan,
rekayasa, budidaya serta pengolahan.
Dalam pembuatan RPP disusun secara
bersama oleh guru mata pelajaran,
pelaksanaan di kelas dilaksanakan sesuai
RPP meskipun ada tujuan yang belum
tercapai. Tujuan pembelajaran secara utuh
belum dapat dilaksanakan karena
terkendala oleh pemahaman, waktu dan
sarana pembelajaran. Oleh karena itu
pembelajaran prakarya dan
kewirausahaan tidak hanya dilakukan
dalam kelas tapi juga dilaksanakan dalam
bentuk praktik pada unit produksi,
penjualan produk di masyarakat dan
usaha mandiri, dengan demikian
pembelajaran kewirausahaan dapat
mencapai tujuan sesuai ketetapan
kurikulum 2013.
METODE
Penelitian ini dilakukan di Kota
Malang. Metode yang digunakan yaitu
penelitian kualitatif dengan pendekatan
interpretatif, dengan tujuan agar dapat
memperoleh pemahaman dan interpretasi
mendalam tentang makna dari fenomena
yang ada di lapangan. Dalam penelitian
ini ada beberapa tahapan proses
pengumpulan data yaitu: observasi awal,
penyebaran kuesioner, wawancara,
dokumentasi dan pengamatan. Teknik
analisis yang digunakan adalah
menggunakan metode deskriptif kualitatif
yang bersifat induktif. Untuk sumber data
diperoleh langsung dari ke-3 informan
yang mengajar mata pelajaran prakarya
dan kewirausahaan kelas X di SMK
Negeri 1 Malang, baik secara kuesioner,
wawancara mendalam, kepustakaan, dan
rekaman observasi. Penelitian ini
mengambil lokasi di SMK Negeri 1
Malang yang beralamat di Jl.
Sonokembang, Janti, Sukun, Kota
Malang. Dengan pertimbangan bahwa
satu-satunya sekolah yang berbasis bisnis
dan manajemen, sekolah ini merupakan
sekolah yang sering menjuarai bidang-
bidang keahlian khususnya bidang
keahlian bisnis, serta meraih sekolah
menengah kejuruan berbasis adiwiyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemahaman Guru tentang Mata
Pelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan Kurikulum 2013 di
SMK Negeri 1 Malang
Guru pelajaran prakarya dan
kewirausahaan di SMK Negeri 1 Malang
memiliki pandangan yang hampir sama
terhadap pembelajaran prakarya dan
kewirausahaan yang meliputi pemahaman
terhadap kompetensi inti dan kompetensi
dasar dalam kurkulum 2013. Guru
prakarya dan kewirausahaan di SMK
Negeri 1 Malang khususnya pada jurusan
Bisnis dan Manajemen telah melakukan
kesepakatan bersama dalam tahap
menyusun perangkat pembelajaran dan
melaksanakan kegiatan belajar yang
sama. Variasai pandangan yang mereka
diskusikan menjadi patokan dalam
pelaksanaan pembelajaran dalam kelas,
untuk pemahaman guru dalam perangkat
pembelajaran tidak terlalu mencolok.
Berdasarkan pada kajian teori
ketetapan tentang pembelajaran prakarya
dan kewirausahaan terkait memahami
makna yang tertuang dari kompetensi inti
dan kompetensi dasar, maka pemahaman
guru terhadap pembelajaran prakarya dan
kewirausahaan di SMK Negeri 1 Malang
menunjukan bahwa ketetapan tentang
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
28
pembelajaran perlu dikaji ulang agar
menjadi pedoman yang baik dalam
pelaksanaan pembelajaran dan mencapai
tujuan pembelajaran, walaupun dalam
kurikulum 2013 khusus SMK pada
Peraturan Pemerintah No.70 belum
secara rinci menjelaskan penjabaran dari
prakarya dan kewirausahaan sehingga
untuk sementara guru harus memaknai
sendiri dan mencari rujukan yang tepat
sesuai dengan kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang telah ada.
Secara teori mata pelajaran
prakarya dan kewirausahaan meliputi 4
aspek yaitu kerajinan, rekayasa, budidaya
dan pengolahan, dalam pembelajaran
prakarya dan kewirausahaan
mengkolaborasikan 4 aspek tersebut
dalam kegiatan pembelajaran. Aspek
kerajinan, aspek rekayasa, aspek
budidaya dan aspek pengolahan memiliki
keterkaitan dalam proses pelaksanaan
pembelajaran. Sejauh ini dari hasil
penelitian, pemahaman guru mata
pelajaran prakarya dan kewirausahaan
jurusan bisnis dan manajemen di SMK
Negeri 1 Malang hanya mencangkup
bagian kerajinan saja, dengan alasan yang
hampir sama saat wawancara
berlangsung.
Implementasi Pembelajaran Prakarya
dan Kewirausahaan dalam RPP
Dari hasil penelitian, guru
merumuskan tujuan dan langkah-langkah
pembelajaran sesuai dengan ketetapan
pembelajaran prakarya dan
kewirausahaan sesuai dengan pemahaman
mereka. Langkah-langkah pembelajaran
yang digunakan menunjukan cara
bagaimana mencapai tujuan yang telah
dirumuskan. Guru mata pelajaran masih
menekankan pada aktivitas dimensi
proses kognitif memahami. Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari ke-3 responden
yang hampir sama yaitu menekankan
pada proses pemahaman peserta didik
akan sikap dan jiwa wirausaha,
sehubungan dengan
pengimplementasikan yang belum bisa
dilaksanakan.
Secara umum guru mencoba
menyusun RPP merujuk pada ketetapan
pembelajaran prakarya dan
kewirausahaan sesuai dengan pemahaman
mereka. Guru berupaya menyusun RPP
sesuai pedoman penyusunan RPP pada
pendidikan No.81A tahun 2013 tentang
Pedoman Implementasi, komponen RPP
meliputi :
a) Identitas sekolah yaitu nama satuan
pendidikan
b) Identitas mata pelajaran atau tema/sub
tema;
c) Kelas/semester;
d) Materi pokok;
e) Alokasi waktu ditentukan sesuai
dengan keperluan untuk pencapaian
kd dan beban belajar dengan
mempertimbangkan jumlah jam
pelajaran yang tersedia dalam silabus
dan kd yang harus dicapai;
f) Tujuan pembelajaran yang
dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional
yang dapat diamati dan diukur, yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan;
g) Kompetensi dasar dan indikator
pencapaian kompetensi;
h) Materi pembelajaran, memuat fakta,
konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk
butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator ketercapaian kompetensi;
i) Metode pembelajaran, digunakan oleh
pendidik untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik mencapai KD yang
disesuaikan dengan karakteristik
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
29
peserta didik dan KD yang akan
dicapai;
j) Media pembelajaran, berupa alat
bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran;
k) Sumber belajar, dapat berupa buku,
media cetak dan elektronik, alam
sekitar, atau sumber belajar lain yang
relevan;
l) Langkah-langkah pembelajaran
dilakukan melalui tahapan
pendahuluan, inti, dan penutup; dan
m) Penilaian hasil pembelajaran.
Implementasi Pembelajaran Prakarya
dan Kewirausahaan dalam
Pelaksanaan
Dari hasil penelitian dan
pengamatan di lapangan, secara
keseluruhan guru melaksanakan
pembelajaran prakarya dan kewiraushaan
sesuai dengan RPP, namun demikian
masih ada beberapa tahapan kegiatan
pembelajaran yang direncanakan tidak
terlaksanakan. Tujuan pembelajaran pada
prakarya dan kewirausahaan sesuai
dengan ketentuan kurikulum memang
belum dapat dilaksanakan secara
maksimal mengingat guru masih merasa
pemahaman dalam memaknai kurikulum
sesuai dengan kompetensi inti dan
kompetensi dasar masih sangat kurang,
pembelajaran di kelas dengan jumlah
waktu mengajar hanya 2 jam perminggu.
SMK Negeri 1 Malang berusaha mencari
bentuk pembelajaran yang dapat lebih
mencapai tujuan pembelajaran prakarya
dan kewirausahan sesuai ketentuan
pemerintah melalui program pengadaan
bisnis center “Kharisma”, hanya saja
masih terkendala oleh pengaturan waktu
yang terbatas, perlu adanya penambahan
sarana pembelajaran.
Pembelajaran prakarya dan
kewirausahaan baik dalam kelas dan di
lapangan, peserta didik diharapkan
mampu membuat kerajinan dengan
memanfaatkan limbah yang ada di
lingkungan sekitar, secara kreatif dan
ekonomis. Kemudian belajar memasarkan
produk apa yang telah dihasilkan, sejauh
ini dalam kegiatan pembelajaran peserta
didik sudah mampu menghasilkan karya
yang berupa kerajinan dari limbah
lingkungan sekitar, hanya saja terkendala
dalam menawar dan menjual produk yang
telah mereka produksi sehingga untuk
penerapan pelaksanaan pelajaran dirasa
belum optimal.
PENUTUP
Pemahaman Guru terhadap
Pembelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan
Guru mata pelajaran prakarya dan
kewirausahaan SMK 1 Negeri Malang
sebenarnya masih terkendala dengan
pemahaman memaknai kurikulum 2013
terkait kompetensi inti dan kompetensi
dasar sehingga dalam pembuatan
pembuatan perangkat pembelajaran
mereka masih ragu-ragu dalam
penyusunan. Dimensi pengetahuan yang
diberikan pada peserta didik meliputi
sikap secara moral, pengetahuan dan
keterampilan. Proses pembelajaran di
kelas meliputi kognitif mengingat,
memahami, mengaplikasikan,
menciptakan, belum sampai pada proses
memasarkan produk.
Implementasi Pembelajaran Prakarya
dan Kewirausahaan dalam RPP
Tujuan dan langkah- langkah
pembelajaran dirumuskan berdasarkan
dimensi sikap, pengetahuan dan
keterampilan, untuk mencapai tujuan
mengaplikasikan pengetahuan prosedural
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
30
terlebih dahulu dilaksanakan proses
kognitif mengingat dan memahami
konsep materi sampai dengan proses
keterampilan menciptakan. RPP hanya
untuk proses pelaksanaan di kelas,
sementara untuk proses pembelajaran
prakarya secara praktik yang dapat
dilajutkan di rumah dalam RPP belum
disusun secara tertulis.
Implementasi Pembelajaran
Kewirausahaan dalam Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran prakarya
dan kewirausahaan tidak cukup hanya
diberikan dikelas dalam bentuk
pemahaman konsep berkarya dan konsep
wirausaha saja dalam waktu yang singkat,
praktik kerja dalam menciptakan
kerajinan dan pelatihan penjualan produk,
melainkan peserta didik juga harus
dilatih, dibiasakan dan ditumbuhkan
sikap kemauan untuk berwirausaha
dengan memanfaatkan poetensi daerah.
Dengan demikian pembelajaran prakarya
dan kewirausahaan dapat mencapai
seluruh kompetensi inti dan kompetensi
dasar pada domain pengetahuan, sikap
dan keterampilan.
Implementasi bagi Perbaikan
Pembelajaran Kewirausahaan
Kebijakan pembelajaran prakarya
dan kewirausahaan oleh kurikulum dapat
dijadikan pedoman yang baik dalam
pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan
guna meningkatkan dan mengembangkan
kecakapan hidup peserta didik dan agar
peserta didik dapat mengaktualisasikan
prilaku wirausaha.
Guru membuat RPP untuk Proses
pembelajaran secara teori dan praktik di
unit produksi sekolah dan di lapangan
secara tertulis agar pelaksanaan
pembelajaran praktik kewirausahaan
menjadi terarah, terlaksana dengan baik,
dapat di evaluasi hasilnya secara objektif.
Pembelajaran prakarya dan
kewirausahaan yang tepat dilakukan
adalah pembelajaran yang tidak hanya
dilakukan dalam kelas melainkan juga
dilakukan diluar kelas (baik di bisnis
center dan di lapangan) serta
pembelajaran dengan memberi contoh
nyata pada peserta didik dalam
mengembangkan ide usaha dan
menjalankan ide usahanya.
DAFTAR RUJUKAN
Alma,Buchari.2010. Kewirausahaan.
Bandung: Alfabeta.
Anderson. 1981.Efficient Reading: A
Practical Guide. Sidney:
McGraw-Hill Book
Company.
Azwar, Saifuddin. 2011.Sikap Manusia
Teori dan Pengukurannya.
Yogyakarta:Pustaka Belajar.
Biggs. J. & Collis, K.F. 1982. Evaluating
The Quality Of Learning: The
SOLO Taxonomy. New York:
Academic Press. (Online),
(http://www.hebes.mdx.ac.uk/t
eaching/), diakses 14
November 2013.
Depdiknas. 2003. SistemPendidikan
Nasional ( UU RI No 20
Tahun 2003 ) beserta
peraturan pelaksanaanya.
Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2013. Peraturan Menteri
Pendidikan Pendidikan
Nasional Nomor 32 Tahun
2013 Tentang Standart Mutu
Pendidikan Nasional.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
31
Faiq, Muhammad. 2013. Karakteristik
Pendekatan Scientific (Ilmiah)
dalam Kurikulum 2013,
Saturday, July 27 2013.
(Online),
(http://www.depdikbud.go.id/
30/Modulpelatihanimplementa
sikurikulum2013_model.html)
, diakses 2 desember 2013.
Hendro. 2010. Kewirausahaan. Jakarta:
Erlangga.
Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 1995 Tentang
Gerakan Nasional
Memasyarakatkan dan
Membudayakan
Kewirausahaan. Jakarta:
Alfabeta.
Lupiyoadi, Rambat. 2007.
Entrepreneurship From
Mindset To Strategy. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Miles, M.B., & Hubberman, A.M. (1994).
Qualitataive Data Analysis.
Newbury Park, CA: Sage.
Partowisastro, Koestoer. 1983. Dinamika
dalam Psikologi Pendidikan.
(Jilid I). Jakarta: Erlangga.
Permendikbud. 2013. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor
54 Tahun 2013 Tentang
Standard Kelulusan.
Permendikbud. 2013. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor
64 Tahun 2013 Tentang
Standard Isi.
Permendikbud. 2013. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor
65 Tahun 2013 Tentang
Standard Proses.
Permendikbud. 2013. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor
66 Tahun 2013 Tentang
Standard Penilaian.
Permendikbud. 2013. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor
70 Tahun 2013 Tentang
Standard Kurikulum SMK.
Tampubolon, D.P. Kemampuan
Membaca: Teknik Membaca
Efektif dan Efisien. 1987.
Bandung: Angkasa.
Timmons.dkk.2004.New Venture
Creation Entrepreneurship
For The 21𝑠𝑡 Century. Terjemahan Julianto Agung
Sahputro. 2008. Yogyakarta:
Andi.
Undang-Undang Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 31 Ayat 3.
2005.
Wijatno, Serian.2010.Pengantar
Entrepreneurship. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Yandriana, 2013. (Online)
http://yandriana.files.wordpres
s.com201307prakarya-dan-
kewirausahaan.pdf, Diakses
April 2013: Wikipedia
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
26
PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SDN RISA TAHUN PELAJARAN
2013
LINA BUDIARTI
Guru IPS Kelas V SDN Risa
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penggunaan Media Pembelajaran dapat
Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Risa Tahun Pelajaran 2013. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas V
di SD Negeri Risa. Instrumen yang digunakan ada dua yaitu instrumen tes untuk mengukur
prestasi belajar siswa dan lembar observasi aktivitas siswa dan guru.
Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPS siswa pada siklus I dengan
persentase ketuntasan klasikal sebesar 77,4 % dan pada siklus II dengan persentase
ketuntasan klasikal sebesar 96,8 %. Aktivitas siswa dan guru dari hasil analisis observasi
yang menunjukan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar
IPS Siswa Kelas V SDN Risa Tahun Pelajaran 2013
Kata Kunci: media/alat peraga gambar, prestasi belajar
PENDAHULUAN
Upaya pemerintah untuk
mewujudkan tujuan pendidikan di
Indonesia dengan mengadakan
pembaharuan sistem pendidikan Nasional
diantaranya pembaharuan dan
penghapusan diskriminasi antara
pendidikan yang dikelola masyarakat,
serta perbedaan antara pendidikan
keagamaan dan pendidikan umum.
Pembaruan sistem pendidikan
nasional dilakukan untuk memperbarui
visi, misi dan strategi pembangunan
pendidikan nasional. Pendidikan nasional
mempunyai visi terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang
kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua Warga Negara
Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah (UUD No. 20, 2006)
Kemampuan guru merupakan syarat
utama keberhasilan proses belajar
mengajar di kelas. Keberhasilan seorang
guru dalam melaksanakan tugasnya tidak
hanya tergantung dari penguasaan cara
atau teknik-teknik penyampaian materi
belajar dan mampu menggunakan media
secara efektif dan efisien (Anonim,
2002).
Kegiatan pembelajaran merupakan
suatu proses yang mengandung
serankaian perbuatan guru dan siswa atas
dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini,
peran guru dalam pembentukan sikap,
mental, watak yang sangat dominan.
Guru harus memperhatikan siswa
terutama sikap, tingkah laku, ketertiban,
dan kedisiplinan (Aqip, 2003)
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
27
Berdasarkan buku media
pendidikan dikemukakan oleh Hamalik
(1994) bahwa dalam materi belajar
sebaiknya disertai dengan media
pelajaran jika kita menginginkan hasil
belajar yang lebih bagus. Penggunaan
media dalam proses belajar mengajar
sangat membantu siswa memahami pesan
dan informasi dari guru. Apa yang di
informasikan akan sampai kepada siswa
dan terjadi kesesuian informasi. Hal
tersebut dapat mengatasi perbedaan
pemahaman pada siswa mengenai suatu
objek, juga menghindari ucapan-ucapan
yang slalu abstrak menambah realita dan
sangat penting adalah pemberian
pengalaman pada siswa, sehingga
diharapkan pada akhir dari kegiatan
belajar mengajar akan tercapai tujuan
yang telah di tetapkan.
Media, hanyalah suatu benda mati,
manfaat yang ditimbulkan oleh media
tersebut tergantung cara penggunaanya
dalam pembelajaran. Dalam hal ini
gurulah yang akan menentukan
kemanfaatan dari media tersebut.
Pembelajaran dengan media akan berhasil
maksimal tergantung dengan metode atau
model apa guru menyajikan informasi
melalui media tersebut. Oleh sebab itu,
guru harus dapat memilih strategi yang
sesuai untuk menggunakan suatu media.
Di samping itu guru masih banyak
yang belum dapat memanfaatkan media
belajar yang maksimal sehingga siswa
terlihat pasif.
Berdasarkan pengamatan peneliti
selama mengajar di SDN Risa
menemukan beberapa masalah antara
lain: siswa dalam proses pembelajaran
belum terlalu aktif, penggunaa media/alat
peraga oleh guru masih kurang, prestasi
belajar siswa yang masih rendah, dilihat
dari hasil MID dan UAS yang masih
banyak dibawah KKM (70), cara
mengajar guru yang belum bervariasi.
Dari masalah-masalah yang
ditemukan di atas, untuk itu sudah
sepatutnya hal ini mendapatkan perhatian
yang serius. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah memanfaatkan atau
menggunakan media yang mampu
mengaktifkan siswa agar tidak terlihat
pasif dalam kegiatan belajar serta melatih
siswa untuk banyak belajar sendiri
sehingga berimplikasi pada peningkatan
prestasi belajar siswa.
Hal lain yang peneliti temukan
adalah: para siswa rajin masuk mengikuti
pelajaran. Jika para siswa ini rajin, maka
jika diditata dengan baik dan
pembelajaranya menggunakan media
yang banyak memberikan manfaat maka
dapat terjadi peningkatan motivasi dan
menuntaskan belajar siswa terhadap
materi pembelajaran yang diajarkan oleh
guru.
Pemanfaatan media diharapkan
siswa dapat menunjukkan secara jelas
tentang konsep dan dapat merangsang
siswa untuk lebih berperan aktif dalam
proses belajar mengajar.
Materi IPS di SDN masih ada yang
bersifat kompleks, cenderung abstrak dan
begitu dekat dengan kehidupan siswa,
menuntut gambaran yang kongkrit serta
pengalaman langsung melalui
pengamatan, penguraian dan
penggolongan objek dengan
memaksimalkan seluruh indera yang ada,
baik indera penglihatan, pendengaran,
maupun peraba (Hamalik, 1994: 56).
Untuk memperoleh gambaran yang
kongkrit serta pengalaman langsung
diperlukan alat peraga yang berfungsi
untuk membantu mengkonkretkan
pengalaman atau pengertian dalam proses
belajar mengajar. Peragaan adalah
mewujudkan bahan yang diajarkan secara
nyata baik dalam bentuk asli maupun
tiruan sehingga siswa lebih memahami
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
28
apa yang disampaikan guru (Nurbatni,
2005: 5)
Dalam peragaan, guru
menggunakan alat yang dapat membantu
mempelajari bahan yang disampaikan.
Alat-alat yang digunakan dalam peragaan
ini disebut alat peraga. Istilah alat peraga
dewasa ini disebut sebagai media
pendidikan, ada pula yang menyebutnya
sebagai Audio Visual Aids (AVA) atau
alat bantu pandang dengar.
Gagne dalam Nurbatni (2005: 23)
menyatakan bahwa media atau alat peraga
adalah segala bentuk alat fisik yang
dapat menyajikan pesan serta merangsang
siswa untuk belajar. Di dalam penulisan
ini penulis memakai istilah alat peraga,
karena seperti yang ditulis oleh Hamalik
(1994: 59) bahwa media pendidikan
identik dengan pengertian keperagaan
yang berasal dari kata raga artinya suatu
benda yang dapat diraba, dilihat, didengar
dan yang dapat diamati melalui panca
indera.
Anwar (2012: 17), bahwa alat
peraga sebagai media pendidikan terdiri
dari:
1. Bahan cetakan atau bacaan seperti
buku, Koran, majalah, dll
2. Alat audio visual radio, kaset, tv,
dll
3. Peninggalan masyarakat seperti:
monument, candid an peninggalan
sejarah lainnya
4. Koleksi benda-benda seperti: mata
uang kuno.
Lebih lanjut Anwar menjelaskan
bahhwa dilihat dari jenis indera yang kita
gunakan, alat peraga dapat digolongkan
menjadi:
Media audio seperti alat peraga yang bida didengan. Contohnya kaset, suara
burung, suara bel, dll
Media visual seperti alat peraga yang dapat dilihat. Contohnya gambar,
hewan, tumbuhan, grafik, model, slide.
Media audio visual seperti alat peraga yang dapat didengan dan dilihat.
Contohnya video, film, dll
Jika dikaitkan dengan pengalaman
yang diperoleh siswa yang belajar dengan
menggunakan alat peraga memperoleh
pengalaman yang riil. Proses penerimaan
siswa terhadap pelajaran akan lebih
berkesan secara mendalam, sehingga
membentuk pengertian yang baik dan
sempurna. Belajar dengan alat peraga
merupakan alat bantu yang efektif dalam
mengikutsertakan berbagai indera dalam
belajar mengajar (Nurbatni, 2005: 23).
Berdasarkan pendapat di atas
penulis dapat menyimpulkan bahwa pada
prinsipnya alat peraga adalah segala
sesuatu yang dapat menyalurkan atau
menyampaikan pesan, khususnya antara
guru dan siswa, dapat memberikan
pengalaman kongkret, serta mempertinggi
prestasi belajar siswa dalam menerima
pesan atau informasi pelajaran sehingga
proses penyampaian dan penerimaan
pesan dalam proses belajar mengajar
dapat terjadi dengan baik.
Prestasi adalah hasil dari suatu
kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan baik secara individu maupun
secara kelompok (Djamarah, 1994: 15).
Sedangkan menurut Mas’ud Hasan dalam
Djamarah (1994: 16) bahwa prestasi
adalah apa yang telah dapat diciptakan,
hasil pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh
dengan jalan keuletan kerja.
Dari pengertian yang dikemukakan
tersebut di atas, jelas terlihat perbedaan
pada kata-kata tertentu sebagai
penekanan, namun intinya sama yaitu
hasil yang dicapai dari suatu kegiatan.
Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi
adalah hasil dari suatu kegiatan yang
telah dikerjakan, diciptakan, yang
menyenangkan hati, yang diperoleh
dengan jalan keuletan kerja, baik secara
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
29
individual maupun secara kelompok
dalam bidang kegiatan tertentu.
Menurut Nurkencana (1990: 25)
prestasi belajar adalah hasil yang telah
dicapai atau diperoleh anak berupa nilai
mata pelajaran. Ditambahkan bahwa
prestasi belajar merupakan hasil yang
mengakibatkan perubahan dalam diri
individu sebagai hasil dari aktivitas dalam
belajar.
Setelah menelusuri uraian di atas,
maka dapat dipahami bahwa prestasi
belajar adalah hasil atau taraf kemampuan
yang telah dicapai siswa setelah
mengikuti proses belajar mengajar dalam
waktu tertentu baik berupa perubahan
tingkah laku, keterampilan dan
pengetahuan dan kemudian akan diukur
dan dinilai yang kemudian diwujudkan
dalam angka atau pernyataan.
METODE PENELITIAN
Adapun jenis penelitian ini adalah
Penelitian Tindakan Kelas (Clasroom
Action Research). Secara singkat
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah
suatu pencermatan terhadap kegiatan
belajar berupa sebuah tindakan, yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam
sebuah kelas secara bersama (Suharsimi,
2007:45)
Berdasarkan pendapat ahli di atas
dapat disimpulkan bahwa Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) berfokus pada
kelas atau pada proses belajar mengajar
yang terjadi di kelas, dengan
menggunakan media sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas
V di SDN Risa tahun pelajaran 2013.
Rancangan dalam penelitian ini
mengacu pada model spiral atau siklus
menurut Kemmis & Mc Taggart (Mc
Taggar, 1991: 32). Tujuan menggunakan
model ini adalah apabila pada awal
pelaksanaan tindakan ditemukan adanya
kekurangan, maka tindakan perbaikan
dapat dilakukan pada tindakan
selanjutnya sampai pada target yang
diinginkan tercapai. Pada masing-masing
siklus terdiri dari tahap perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan
refleksi.
Mengacu pada model Kemmis dan
Mc. Taggart di atas, maka langkah-
langkah penelitian tindakan kelas (PTK)
dengan empat tahap yaitu :
a. Perencanaan
Peneliti sebagai guru, merumuskan
rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dan hal-hal lain yang diperlukan
dalam rangka melaksanakan tindakan.
Guru melaksanakan pembelajaran
mengacu pada esensi tindakan dan
rencana pelaksanaan pembelajaran
yang telah disusun.
b. Pelaksanaan
Guru melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan perangkat pembelajaran
yang telah sisusun dengan baik, dalam
hal ini adalah rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan alat peraga.
c. Observasi
Dalam penelitian ini yang menjadi
sebagai observator yaitu dibantu oleh
guru lain/teman sejawat untuk
mengamati pelaksanaan pembelajaran
yang dilakukan. Obsever melakukan
pengamatan terhadap aktivitas siswa
da guru/peneliti sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP)
menggunakan alat peraga.
d. Refleksi
Peneliti merefleksi hasil observasi
setiap pertemuan pada masing-masing
siklus. Peneliti mengadakan refleksi
setelah dilakukan pembelajaran setiap
akhir siklus. Refleksi ini bertujuan
untuk menemukan kekurangan yang
kemudian dijadikan sebagai dasar
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
30
penyusunan tindakan pada siklus
selanjutnya
Dalam penelitian Ini kehadiran dan
peran peneliti selain sebagai guru
sekaligus menjadi peneliti yang
mengajarkan langsung materi penelitian
dengan menggunakan alat peraga.
Sedangakn yang menjadi observer adalah
teman sejawat.
Instrumen penelitian adalah alat pada
waktu peneliti menggunakan suatu
metode (Suharsimi, 1998:47). Adapun
instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran
biasanya lebih efektif dan efisien
dalam menyampaikan materi yang
akan disampaikan di dalam kelas
dimana rencana ini berisi gambaran
global dari materi yang akan
disampaikan
b. Tes Evaluasi
Tes merupakan serentetan pertanyaan
atau latihan yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan yang dimiliki
individu atau kelompok (Suharsimi
Arikunto, 2002).
Instrumen tes digunakan peneliti
dalam skripsi ini adalah untuk mengukur
pemahaman siswa yang terdiri dari soal
esay yang berisikan soal-soal yang
berkaitan dengan materi yang diajarkan.
Dalam penelitian ini jenis tes yang
digunakan adalah bentuk essay terdiri
dari 5 nomor soal yang diambil dari
berbagai buku paket. Instrumen ini
disusun berpedoman pada kurikulum dan
buku pelajaran IPS SDN kelas V.
c. Lembar observasi
Lembar observasi berisi tentang
keterlaksanaan proses pembelajaran
dan instrumen tes hasil belajar.
Lembar observasi keterlaksanaan
proses pembelajaran yang
dikembangkan dari Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
telah disusun oleh peneliti, yang berisi
detail siklus (langkah-langkah proses
pembelajaran)
Rancangan dalam penelitian ini mengacu
pada model spiral atau siklus menurut
Kemmis & Mc Taggart (Mc Taggar,
1991: 32). Tujuan menggunakan model
ini adalah apabila pada awal pelaksanaan
tindakan ditemukan adanya kekurangan,
maka tindakan perbaikan dapat dilakukan
pada tindakan selanjutnya sampai pada
target yang diinginkan tercapai. Pada
masing-masing siklus terdiri dari tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi.
Mengenai prosedur penelitian
Mengacu pada model Kemmis
dan Mc. Taggart di atas, maka langkah-
langkah penelitian tindakan kelas (PTK)
dengan empat tahap yaitu :
1. Perencanaan
Peneliti sebagai guru,
merumuskan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam rangka melaksanakan
tindakan. Guru melaksanakan
pembelajaran mengacu pada esensi
tindakan dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah disusun.
2. Pelaksanaan
Guru melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan perangkat pembelajaran
yang telah sisusun dengan baik, dalam hal
ini adalah rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan alat peraga.
3. Observasi
Dalam penelitian ini yang menjadi
sebagai observator yaitu dibantu oleh
guru lain/teman sejawat untuk mengamati
pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan. Obsever melakukan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
31
pengamatan terhadap aktivitas siswa da
guru/peneliti sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP)
menggunakan alat peraga.
4. Refleksi
Peneliti merefleksi hasil observasi
setiap pertemuan pada masing-masing
siklus. Peneliti mengadakan refleksi
setelah dilakukan pembelajaran setiap
akhir siklus. Refleksi ini bertujuan untuk
menemukan kekurangan yang kemudian
dijadikan sebagai dasar penyusunan
tindakan pada siklus selanjutnya
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian tindakan kelas ini meliputi:
data keaktifan belajar, data observasi dan
data dokumentasi aktivitas siswa dan
guru dalam proses pembelajaran.
Cara pengambilan data dalam
penelitian ini adalah :
1) Data mengenai ketuntasan/prestasi
belajar siswa diperoleh dengan cara
memberikan tes pada siswa setiap
akhir siklus
2) Data tentang aktivitas pembelajaran
dan keterlaksanaan proses belajar
mengajar diambil dengan lembar
observasi yang dilakukan pada tiap
siklus.
Analisis Data
Pengelolaan data merupakan
satu langkah yang sangat penting
dalam kegiatan penelitian bila
kesimpulan yang akan diteliti dapat
dipertanggung jawabkan data yang di
analisis oleh peneliti adalah :
1. Ketuntasan individu
Setiap siswa dalam proses
belajar mengajar dikatakan
tuntas apabila memperoleh
nilai 70 Nilai ketuntasan
minimal sebesar 70 dipilih
karena sesuai dengan
kemampuan individu
2. Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal dikatakan telah
dicapai apabila target pencapaian ideal
85 % dari jumlah siswa dalam kelas.
%1001 xn
nKK
Keterangan : KK = Ketuntasan
Klasikal
n1 = Jumlah siswa yang memperoleh
nilai 70
n = Jumlah siswa yang ikut tes
(banyaknya siswa)
(Nurkencana, 2003)
3. Data Aktivitas Guru
Setiap prilaku guru pada
penelitian ini, penilainnya
berdasarkan kriteria berikut :
1. Skor 4 diberikan jika 3 deskriptor
nampak
2. Skor 3 diberikan jika 2 deskriptor
nampak
3. Skor 2 diberikan jika 1 deskriptor
nampak
4. Skor 1 diberikan jika tidak ada
deskriptor nampak
Tabel 3.1 : Pedoman Skor
Standar Aktivitas
Guru
A > MI + 1,5 SDI Sangat
aktif
MI + 0,5 SDI < A <
MI + 1,5 SDI
Aktif
MI – 1,5 SDI < A <
MI + 0, 5 SDI
Cukup aktif
MI – 1,5 SDI < A <
MI – 0,5 SDI
Kurang
aktif
A < MI – 1,5 SDI Sangat
kurang
aktif
Menentukan MI (mean ideal) dan SDI
(standar deviasi)
MI = ½ x (skor tertinggi +
skor terendah)
SDI = 1/6 x (skor tertinggi
+ skor terendah)
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
32
(Nurkencana, 1990)
4. Data aktivitas belajar siswa
Setiap indikator perilaku
siswa pada penelitian ini cara
penskoranya berdasarkan
aturan berikut :
1. Skor 4 diberikan jika 3 deskriptor
nampak
2. Skor 3 diberikan jika 2 deskriptor
nampak
3. Skor 2 diberikan jika 1 deskriptor
nampak
4. Skor 1 diberikan jika tidak ada
deskriptor nampak
Skor maksimal ideal (SMI) merupakan
skor tertinggi aktivitas siswa yang didapat
apabila semua deskriptor yang diamati
nampak yaitu skor 4 untuk menilai
kategori aktivitas siswa, ditentukan
terlebih dahulu MI dan SDI.
Tabel 3.2 : Pedoman Skor Standar
Aktivitas Belajar Siswa Interval Kategori
A > Mi + 1,5 SDi Sangat aktif
Mi + 1,5 SDi < A < Mi + 1,5 SDi Aktif
Mi – 1,5 Sdi < A < Mi + 0, 5 Sdi Cukup aktif
Mi – 1,5 Sdi < A < Mi – 0,5 Sdi Kurang aktif
A < Mi – 1,5 SDi Sangat kurang
aktif
HASIL PENELITIAN
Siklus I
Sebelum proses belajar dimulai
pada siklus I, peneliti telah
mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), lembar observasi,
soal evaluasi untuk mendukung
kelancaran proses pembelajaran.
Adapun materi yang
dibahas pada siklus ini adalah
menegenal tokoh-tokoh
proklamasi.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar pada siklus I
dilaksanakan mengacu pada RPP
yang telah disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas peneliti
dalam mengajara dilaksanakan oleh
teman sejawat selama berlangsung
proses belajar mengajar dengan
mengisi lembar observasi yang telah
disiapkan. Sedangkan untuk
observasi aktivitas siswa
dilaksanakan oleh teman sejawat
juga. Ringkasan data hasil observasi
tersebut dapat dilihat berikut ini :
a) Observasi untuk aktivitas
siswa
Tabel 3.
Hasil Observasi aktivitas siswa siklus I
Aspek yang Diobservasi Sko
r
A. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran 3
B. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran
2
C. Respon dalam pembelajaran 3
Jumlah 8
b) Observasi untuk aktivitas
Guru
Tabel 4.
Hasil Observasi aktivitas Guru
siklus I Aspek yang diobservasi Skor
A.1 Membangkitkan minat dan motivasi siswa
dalam belajar
3
B.1 Penyampaian materi kepada siswa 2
B.2 Pendampingan siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung
2
C. Penutup 3
Jumlah 10
3) Hasil Evaluasi
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
33
Adapun hasil evaluasi yang diperoleh
pada siklus I untuk prestasi belajar
IPS siswa sebagai berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas: 24
b. Jumlah siswa yang tidak tuntas : 7
c. Jumlah siswa yang ikut tes: 31
d. Ketuntasan klasikal: 77,4 %
Berdasarkan indikator ketuntasan
yang ditetapkan yaitu ≥ 85 %, maka pada
hasil evaluasi siklus tersebut belum
mencapai standar ketuntasan untuk
prestasi IPS siswa, hal ini diakibatkan
karena masih ada siswa yang masih
mendapat nilai 70 kebawah. Sehingga
sebelum melanjutkan pembelajaran ke
siklus berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan terlebih
dahulu dengan melakukan diskusi dengan
siswa yang mendapat nilai kurang dari 70
dengan memberikan saran-saran seperti:
jika belum paham dengan materi, anak-
anak harus berani bertanya.
4) Refleksi
Melihat hasil yang diperoleh dari proses
belajar mengajar sampai hasil evaluasi
pada siklus I, masih belum mencapai
hasil yang diharapkan. Hal ini ditunjukan
oleh data observasi aktivitas siswa.
Diantaranya adalah, kesiapan siswa untuk
menerima pelajaran masih sangat kurang.
Berdasarkan hasil evaluasi
menunjukan belum tercapainya hasil yang
memuaskan. Dapat dilihat dari ketuntasan
belajar siswa untuk prestasi belajar IPS
siswa hanya mencapai 77,4 % dari
standar ketuntasan ≥ 85%.
Untuk merespon komentar
Observer dalam hal ini adalah teman
sejawat, peneliti melakukan umpan balik
kepada observer tentang apa yang perlu
diperbaiki agar pada siklus selanjutnya
dapat meningkat. Masukan dari Observer
tersebut antara lain: Berusaha
mengarahkan siswa untuk mengerjakan
tugas rumah agar dikumpulkan pada
pertemuan berikutnya, agar ada persiapan
dari rumah.
Siklus II
Siklus II dilaksanakan dengan
melanjutkan pengajaran materi lanjutan
tentang proklamsi kemerdekaan RI.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar pada siklus
II dilaksanakan dengan mengacu
pada RPP yang telah disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas siswa
dilaksanakan oleh teman sejawat
selama berlangsung proses belajar
mengajar dengan mengisi lembar
observasi yang telah disiapkan.
Ringkasan data hasil observasi
tersebut dapat dilihat berikut ini :
Tabel 5.
Hasil Observasi aktivitas siswa siklus
II
Aspek yang Diobservasi Sk
or
A. Kesiapan siswa dalam
menerima pelajaran
4
B. Antusias siswa dalam
mengikuti kegiatan
pembelajaran
4
C. Respon dalam pembelajaran 4
Jumlah 16
c) Observasi untuk aktivitas
Guru
Tabel 6.
Hasil Observasi aktivitas Guru
siklus II
Aspek yang diobservasi Sko
r
A.1 Membangkitkan minat dan
motivasi siswa dalam belajar
4
B.1 Penyampaian materi 4
B.2 Pendampingan siswa selama
proses belajar mengajar
berlangsung
4
C. Penutup 4
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
34
Jumlah 16
Kategori aktif
3) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang
diperoleh pada siklus II dapat dilihat pada lampiran. Secara ringkas hasilnya sebagai
berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas : 30 siswa
b. siswa yang belum tuntas : 1 siswa
c. Jumlah siswa yang ikut tes : 30 siswa
d. Ketuntasan klasikal : 96,8 %
Data tersebut diatas menunjukan
bahwa pada siklus II sudah mencapai
standar ketuntasan klasikal yaitu 100 %.
Persentase ketuntasannya menunjkan
peningkatan dari siklus sebelumnya.
Karena pada siklus II ketuntasan
klasikalnya telah mencapai ≥85%, maka
tidak perlu untuk melanjutkan ke siklus
berikutnya.
PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan dalam dua siklus dengan
menggunakan media gambar.
Berdasarkan hasil analisis tindakan dan
hasil evaluasi pada siklus I diketahui
bahwa ketuntasan belajar belum
mencapai seperti yang diharapkan. Hal ini
ditunjukan oleh hasil evaluasinya yaitu
persentase ketuntasannya adalah 77,4 %,
sehingga sebelum melanjutkan
pembelajaran ke siklus berikutnya
dilakukan upaya perbaikan dan
penyempurnaan terlebih dahulu dengan
melakukan diskusi dan membimbing
siswa yang mendapat nilai kurang dari 70
dengan bimbingan secara khusus atau
individual. Adapun hasilnya adalah
dengan lebih termotivasi dan antusiasnya
siswa dalam bertanya baik kepada
temannya maupun kepada guru. Dan juga
dapat terlihat pada saat siswa
mengerjakan soal-soal latihan setelah
berdiskusi dan diberikan bimbingan.
Tindakan yang akan dilakukan
untuk memperbaiki kekurangan yang ada
pada siklus I yaitu: berusaha
mengarahkan siswa untuk mengerjakan
tugas rumah agar dikumpulkan pada
pertemuan berikutnya.
Setelah dilakukan tindakan pada
siklus II yang mengacu pada perbaikan
tindakan dari siklus I diperoleh hasil yang
lebih baik. Ini ditunjukan dari hasil
evaluasi akhir siklus dimana persentase
ketuntasan klasikal adalah 96,8 %. Hal ini
berarti tindakan pada siklus II sudah
mencapai standar ketuntasan klasikal 85
%. Dengan demikian tidak perlu untuk
melakukan siklus selanjutnya.
Dari proses tindakan dan hasil
yang diperoleh dari siklus I, maka untuk
siklus II menunjukan hasil yang lebih
baik dari siklus sebelumnya. Berarti
pembelajaran dengan menggunakan
media gambar dapat meningkatkan
prestasi belajar IPS siswa. Karena siswa
sangat tertarik dengan gambar yang
ditampilkan sehingga daya ingat dan daya
serap mereka terhadap materi yang
diajarkan akan lebih cepat baik
Setelah melakukan penelitian
tersebut peneliti melihat suasana kelas
lebih hidup karena partisipasi siswa
dalam proses belajar mengajar sangat
aktif.
SIMPULAN
Proses tindakan dan hasil
evaluasi dari penelitian telah
diperoleh, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Penerapan pembelajaran dengan
menggunakan media gambar
dapat meningkatkan prestasi
belajar IPS siswa kelas V SDN
Risa tahun pelajaran 2013.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
35
2. Prestasi belajar IPS siswa
tersebut ditunjukan oleh
aktivitas siswa dalam kelas dan
hasil evaluasi tiap akhir siklus.
Pada siklus I, persentase
ketuntasan sebesar 77,4 % dan
pada siklus II dengan persentase
ketuntasan 96,8 %.
3. Aktivitas guru dan siswa
meningkat dari siklus I ke siklus
II.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Saparudin Saleh. (2012).
Penggunaan alat peraga untuk
meningkatkan hasil belajar
IPA.penelitian PTK. Universitas
Pendidikan Indonesia
Aqib. (2003). Pendidikan Guru
Berdasarkan Pendekatan
Kompetensi, Jakarta : PT. Bumi
Aksara
Barth, J.L. (1990). Method of instruction
in social studies education. Third
edition. Boston: university press of
America. inc
Brown, H.D. (2000). Principle of
language and teaching. New York:
By Addison Wesley longman, inc
Depdiknas. (2006). Undang-Undang RI
Nomor 20, tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
Depdiknas. (1997). Efektivitas
pembelajaran biologi di SMP,
Jakarta : Rineka Cipta
Dick, W., Carey, L., James. O., & Carey,
C. (2001). The systematic design of
instruction . Newyork: Addison-
weley educational publisher inc.
Djamarah, Saiful, Bahri, 1994. Prestasi
Belajar dan Kompetensi Guru,
Surabaya: Usaha Nasional
Dimyati dan Mudjiono. (2006).
Efektivitas pembelajaran pada SMP,
Jakarta : Rineka Cipta
_______(1980). Media Pendidikan,
Bandung : Citra Aditya
Hamalik, Oemar. (1994). Media
Pendidikan, Bandung : Citra Aditya
Jerolimek, S., & McTargaart, R. (1990).
The action research planner.
Victoria: deakin university
Joyce, B., & Weil, M. (2004). Models of
teaching. Boston: Allyn
and Bacon.
Lexi J. Moleong, (2006). Metodelogi
Penelitian Kualitatif. Bandung :
Remaja Rosdakarya
Muhibbin, Syah, (2007). Psikologi
Belajar. :Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
Nurbatni, (2005). Media Pendidikan,
Bandung : Citra Aditya
Nurkencana, (1990). Evaluasi Hasil
Belajar, Surabaya : Usaha
Nasional
________, (2003). Evaluasi Hasil
Belajar, Surabaya : Usaha
Nasional
Riyanto, (1996). Metodologi Penelitian
Pendidikan, Surabaya : SIC
Sudjana, Nana, (2004). Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar, Bandung
: Sinar Baru Algensindo
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
36
Siti Arum Gita Nurmala. (2008).
Penggunaan Alat Peraga Gambar
Untuk Meningkatkan Minat Belajar
Membaca yang diakses pada taggal
2 maret di
http://id.shvoong.com/social-
sciences/education/2335003-alat-
peraga-sebagai-media-
pendidikan/#ixzz2NTOIXXi1
Slameto, (2003). Belajar dan Faktor-
faktor yang Mempengaruhinya.
:Jakarta: PT. Rineka Cipta
_______, (1995). Belajar dan Faktor-
faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: PT. Rineka
Subroto, (1977). Belajar Tuntas pada
mata pelajaran IPA, Jakarta : PT.
Rajagrafindo Persada
Suharsimi, Arikunto, (2007). Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi
Aksara
______,(2002). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta
:Rineka Cipta
_______,(2006). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta
_______,(1998). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Prakte. ,Jakarta:
Rineka Cipta
Suyanto, (1997). Pedoman Pelaksanaan
Penelitian Tindakan Kelas 1-III, DI
IKIP:Yogyakarta
Undang-Undang No. 20, 2006. Sistem
Pendidikan Nasional, Jakarta :
Depdiknas
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
27
METODE DRIIL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA
KELAS IV SDN INPRES SORO AFU TAHUN PELAJARAN 2013
Sumantiah.
Guru IPS Kelas IV SDN Inpres Soro Afu
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Penerapan Metode Driil Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Inpres Soro Afu Tahun Pelajaran
2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian
yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian
adalah siswa Kelas IV SDN Inpres Soro Afu. Instrumen yang digunakan ada dua yaitu
instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar observasi aktivitas siswa
dan guru.
Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPS siswa pada siklus I dengan
persentase ketuntasan klasikal sebesar 45% dan pada siklus II dengan persentase
ketuntasan klasikal sebesar 95%. Aktivitas siswa dan guru dari hasil analisis observasi
yang menunjukan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa metode Driil dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa Kelas
IV SDN Inpres Soro Afu tahun peljaran 2013
Kata Kunci: metode Driil, prestasi belajar
PENDAHULUAN
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 41 tahun 2007 tentang
standar proses, menyatakan bahwa proses
pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk
berpartisipatif aktiv serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologi peserta didik.
Namun keadaan dilapangan
belumlah sesuai dengan yang diharapkan.
Hasil study oleh direktorat (2000)
menyebutkan bahwa meski adanya
peningkatan mutu pendidikan yang cukup
menggembirakan, namun pembelajaran
dan pemahaman siswa SD (pada beberapa
mata pelajaran termasuk IPS)
menunjukkan hasil yang kurang
memuaskan. Pembelajaran di SD
cenderung text book, kurang memotivasi
siswa serta siswa kurang aktif dalam
pembelajaran.
Mencermati hal tersebut di atas,
sudah saatnya untuk diadakan
pembaharuan, inovasi ataupun gerakan
perubahan mind set kearah pencapaian
tujuan pendidikan di atas. Pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru hendaknya
menggunakan metode yang bervariasi
guna mengoptimalkan potensi siswa.
Upaya-upaya guru dalam mengatur dan
memberdayakan berbagai variabel
pembelajaran merupakan bagian penting
dalam keberhasilan siswa mencapai
tujuan yang direncanakan. Karena itu
pemilihan metode dalam pembelajaran
guna tercapainya iklim pembelajaran aktif
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
27
yang bermakna adalah tuntutan yang
mesti dipenuhi oleh para guru.
Keanekaragaman metode
pembelajaran merupakan upaya alternatif
dalam penerapan metode pembelajaran
yang hendak diterapkan yang selaras
dengan tingkat perkembangan kognitif,
afektif dan psikomotorik peserta didik
jenjang SD. Ini artinya bahwa tidak ada
metode pembelajaran yang paling baik
atau metode pembelajaran yang satu lebih
baik dari metode pembelajaran yang lain.
Menurut Rahmadi Widdiharto
(2004: 2) bahwa baik tidaknya suatu
model pembelajaran atau pemilihan suatu
metode pembelajaran akan bergantung
pada tujuan pembelajaran, kesesuaian
dengan materi yang hendak disampaikan,
perkembangan peserta didik, dan juga
kemampuan guru dalam mengelola dan
memberdayakan sumber daya belajar
yang ada.
Berdasarkan pengamatan serta
pengalaman peneliti selama mengajar di
SDN Inpres Soro Afu, menemukan
bebera hal antara lain: kehadiran siswa
untuk masuk sekolah/mengikuti
pembelajaran masih kurang, setelah
penyampaian materi oleh guru dan diberi
latihan soal masih banyak siswa yang
belum bisa menyelesaikannya, masih
banyak siswa yang belum mencapai nilai
ketuntasan disetiap pemberial latihan,
MID, dan quis, serta penerapan
pembelajaran belum mampu bervariasi
dan masih mengacu pada paradigma lama
seperti mengajar dengan metode
ceramah/belum menerapkan metode driil.
Sejalan dengan hal tersebut maka
guru mata Pelajaran IPS dituntut agar
mampu menyiasati dan mencermati
keadaan tersebut dengan menerapkan
metode pembelajaran yang tepat, sesuai
dengan materi yang disampaikan. Sesuai
dengan pendapat Roestiyah dalam
Djamarah (2006: 74) bahwa guru
memiliki strategi agar anak didik dapat
belajar secara afektif dan efesien,
mengena pada tujuan yang diharapkan.
Salah satu langkah untuk memiliki
strategi itu adalah harus menguasai
teknik-teknik penyajian atau biasanya
disebut metode mengajar.
Dengan melihat permasalahan di
atas, maka perlu diupayakan suatu
strategi pembelajaran dengan melakukan
tindakan yang dapat melibatkan siswa
untuk lebih aktif dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran yang sesuai
dengan keadaan tersebut adalah
pembelajaran dengan metode
drill/latihan. Metode drill adalah suatu
metode dalam pendidikan dan pengajaran
dengan jalan memilih anak-anak terhadap
bahan pelajaran yang sudah diberikan
(Achsanuddin Dkk, 1990: 56).
Metode drill adalah suatu cara
mengajar dimana siswa melaksanakan
kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa
memiliki ketangkasan atau keterampilan
yang lebih tinggi dari apa yang telah
dipelajari (Roestiyah, 1998 : 25).
Sedangkan Djamarah, (2006: 95)
mengatakan bahwa “Metode drill
merupakan suatu cara mengajar yang baik
untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan
tertentu, untuk memperoleh suatu
ketuntasan, ketangkasan, ketepatan,
kesempatan dan keterampilan.
Menurut Subari (1994: 83-84).
Bahwa ada beberapa prinsip dasar yang
harus diperhatikan dalam menggunakan
metode drill antara lain yaitu:
1. Drill/latihan hanya untuk bahan yang
berisi otomatis.
2. Latihan harus memiliki arti dalam
rangka yang lebih luas
3. Latihan itu pertama-tama harus
ditekankan pada diagnosa
4. Masa berlatih harus relatif singkat,
tetapi harus sering diadakan.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
28
5. Masa berlatih harus menarik, gembira
dan menyenangkan.
6. Proses latihan dan kebutuhan harus
disesuaikan dengan tingkat
kemampuan siswa
Jadi sebelum menggunakan
metode drill/latihan, guru harus betul-
betul mempertimbangkan segala sesuatu
yang menunjang terlaksananya metode
drill/latihan tersebut.
Dengan metode drill ini
pengetahuan anak bisa segar setiap saat.
Karena latihan akan membangkitkan
semangat mereka untuk senantiasa
mengingat apa yang telah diterimanya,
baik itu yang menyangkut kecakapan
motorik, atau menyangkut keterampilan
mental berupa berhitung (Mustaqim,
2004: 81).
Menurut Roestiyah (1998: 125)
bahwa tehnik mengajar dengan
menggunaka metode drill biasanya
digunakan untuk beberapa tujuan yaitu
agar siswa:
1. Memiliki keterampilan motoris/gerak,
seperti menghafal kata-kata, menulis,
mempergunakan suatu alat/ membuat
suatu benda.
2. Mengembangkan kecakapan intelek,
seperti mengalikan, membagi,
menjumlahkan, mengurangi, menarik
akar dalam hitung mencongkak,
mengenal benda/ bentuk dalam
pelajaran matematika, ilmu pasti, ilmu
kimia, tanda baca dan lain sebagainya.
3. Memiliki kemampuan
menghubungkan antara sesuatu
keadaan dengan hal lain, seperti
hubungan sebab akibat
Dengan demikian dapat dilihat
bahwa metode drill/latihan biasanya
digunakan pada pelajaran-pelajaran yang
bersifat motorik seperti pelajaran baca
tulis, dan keterampilan serta pelajaran-
pelajaran yang bersifat mental dalam arti
melatih kecakapan berpikir anak dan juga
untuk meningkatkan kecerdasan dan
ketangkasan anak serta memperkuat daya
ingat para murid. Dan perlu juga
diperhatikan bahwa dalam situasi
bagaimana metode drill/latihan sebaiknya
digunakan dan bagaiamana caranya.
Adapun langkah-langkah yang
harus diperhatikan oleh guru untuk
keberhasilan dalam pelaksanaan latihan
adalah sebagai berikut:
1) Gunakan latihan hanya untuk
pelajaran atau tindakan yang
dilakukan secara otomatis.
2) Guru harus memilih latihan yang
mempunyai arti luas.
3) Didalam latihan pendahuluan
instruktur harus lebih menekankan
pada diagnosa, karena latihan
permulaan itu kita belum bisa
mengharapkan siswa dapat
menghasilkan keterampilan yang
sempurna
4) Perlu mengutamakan ketepatan agar
siswa melakukan latihan secara tepat.
5) Guru memperhitungkan waktu/masa
latihan yang singkat saja agar tidak
meletihkan dan membosankan, tetapi
sering dilakukan pada kesempatan
yang lain.
6) Guru dan siswa perlu memikirkan
dan mengutamakan proses-proses
yang pokok atau inti.
7) Instruktur perlu memperhatikan
individual siswa sehingga
kemampuan dan kebutuhan siswa
masing-masing tersalurkan atau
dikembangkan.
Menurut (Djamarah dkk, 2006 :
96) bahwa kelebihan Metode Drill antara
lain:
1) Untuk memperoleh kecakapan
motorik, seperti menulis, melafalkan
huruf, kata-kata atau kalimat.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
29
2) Untuk memperoleh kecakapan
mental seperti dalam perkalian,
menjumlahkan, pengurangan,
pembagian, tanda-tanda (symbol),
dan sebagainya.
3) Untuk memperoleh kecakapan dalam
bentuk asosiasi yang dibuat, seperti
hubungan huruf-huruf dalam ejaan,
penggunaan simbol, membaca peta
dan sebagainya.
4) Pembentukan kebiasaan yang
dilakukan dan menambah ketepatan
serta kecepatan pelaksanaannya.
5) Pemanfaataan kebiasaan-kebiasaan
yang tidak memerlukan konsentrasi
dalam pelaksanaannya.
6) Pembentukan kebiasaan-kebiasaan
membuat gerakan-gerakan yang
kompleks, rumit menjadi otomatis.
Sedangkan kelemahan metode
drill adalah sebagai berikut:
a. Kadang-kadang latihan yang
dilaksanakan secara berulang-ulang
merupakan hal yang monoton, mudah
membosankan.
b. Membentuk kebiasaan yang kaku,
karena bersifat otomatis.
Menurut Djajadisastra
(1981: 24), kelebihan dan
kelemahan metode driil adalah :
1. Kelebihan Metode Drill
a. Bahan pelajaran yang diberikan dalam
suasana yang sungguh-sungguh
(serius) akan lebih kokoh tertanam
dalam daya ingat murid karena
seluruh pikiran, perasaan dan
kesemuanya dikonsentrasikan kepada
pelajaran yang sudah dilatihkan.
b. Adanya pengawasan, bimbingan dan
koreksi yang serta langsung dari guru,
melainkan murid untuk melakukan
perbaikan masalah pada saat itu juga.
c. Suatu sukses akan memperkuat
asosiasi sedangkan suatu kegagalan
akan melemahkan atau menghapuskan
suatu asosiasi, dengan kata lain murid
yang mengetahui bahwa respon yang
diberikannya itu benar, akan sgera
mengingat baik-baik respon tersebut.
d. Pengetahuan siap atau keterampilan
siap yang terbentuk, sewaktu-waktu
dapat dipergunakan dalam keperlun
sehari-hari, baik untuk keperluan studi
maupun bagi bekal hidup kelak di
masyarakat.
2. Kelemahan Metode Drill
a. Latihan yang dilakukan di bawah
pengawasan yang ketat dan dalam
suasana yang serius mudah sekali
menimbulkan kebosanan dan
kejengkelan.
b. Latihan yang terlampau berat dapat
menimbulkan perasaaan benci dalam
diri murid, baik terhadap mata
pelajaran maupun terhadap gurunya.
c. Latihan yang diberikan dapat
membentuk suatu kebiasaan yang
kaku.
Berdasarkan kelemahan-
kelemahan tersebut di atas, bukan berarti
metode drill tidak layak digunakan
karena pada dasarnya semua metode
dalam mengajar mempunyai kelebihan
dan kelemahan. Oleh sebab itu,
diharapkan agar metode yang digunakan
disesuaikan dengan tujuan, waktu,
tempat, dan alat-alat yang tersedia, jenis
kegiatan minat serta perhatian murid dan
lain-lain.
METODE PENELITIAN
Adapun jenis penelitian ini adalah
Penelitian Tindakan Kelas (Clasroom
Action Research). Secara singkat
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah
suatu pencermatan terhadap kegiatan
belajar berupa sebuah tindakan, yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam
sebuah kelas secara bersama (Suharsimi,
2007:45)
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
30
Berdasarkan pendapat ahli di atas
dapat disimpulkan bahwa Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) berfokus pada
kelas atau pada proses belajar mengajar
yang terjadi di kelas, dengan
menggunakan metode driil sehingga
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas IV SDN Inpres Soro Afu tahun
pelajaran 2013
Penelitian ini dilaksanakan di
SDN Inpres Soro Afu kelas IV tahun
pelajaran 2013. Dengan jumlah siswa 20
orang.
Instrumen penelitian adalah alat
pada waktu peneliti menggunakan suatu
metode (Suharsimi, 1998:47). Adapun
instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
a. Tes Evaluasi
Tes merupakan serentetan
pertanyaan atau latihan yang digunakan
untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensi, kemampuan
yang dimiliki individu. Instrumen tes
digunakan peneliti dalam skripsi ini
adalah untuk mengukur pemahaman
siswa yang terdiri dari soal esay yang
berisikan soal-soal yang berkaitan dengan
materi yang diajarkan. Dalam penelitian
ini jenis tes yang digunakan adalah
bentuk esay terdiri soal esay untuk siklus
satu dan dua. Instrumen ini disusun
berpedoman pada kurikulum dan buku
pelajaran IPS IV di SDN Inpres Soro Afu.
b. Lembar observasi
Lembar observasi berisi tentang
keterlaksanaan proses pembelajaran dan
instrumen tes hasil belajar. Lembar
observasi keterlaksanaan proses
pembelajaran yang dikembangkan dari
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang telah disusun oleh peneliti,
yang berisi detail siklus (langkah-langkah
proses pembelajaran)
Rancangan dalam penelitian ini
mengacu pada model siklus. Tujuan
menggunakan model ini adalah apabila
pada awal pelaksanaan tindakan
ditemukan adanya kekurangan, maka
tindakan perbaikan dapat dilakukan pada
tindakan selanjutnya sampai pada target
yang diinginkan tercapai. Pada masing-
masing siklus terdiri dari tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi.
Langkah-langkah penelitian
tindakan kelas (PTK) dengan empat tahap
yaitu :
a. Perencanaan
Peneliti sebagai guru,
merumuskan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam rangka melaksanakan
tindakan. Guru melaksanakan
pembelajaran mengacu pada esensi
tindakan dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah disusun.
b. Pelaksanaan
Guru melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan perangkat pembelajaran
yang telah sisusun dengan baik, dalam hal
ini adalah rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dengan metode driil.
c. Observasi
Dalam penelitian ini yang menjadi
sebagai observator yaitu dibantu oleh
guru lain/teman sejawat untuk mengamati
pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan. Obsever melakukan
pengamatan terhadap aktivitas siswa da
guru/peneliti sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP)
menggunakan driil.
d. Refleksi
Peneliti merefleksi hasil observasi
setiap pertemuan pada masing-masing
siklus. Peneliti mengadakan refleksi
setelah dilakukan pembelajaran setiap
akhir siklus. Refleksi ini bertujuan untuk
menemukan kekurangan yang kemudian
dijadikan sebagai dasar penyusunan
tindakan pada siklus selanjutnya
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
31
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian tindakan kelas ini meliputi:
data prestasi belajar, data observasi dan
data dokumentasi aktivitas siswa dan
guru dalam proses pembelajaran.
Menganalisis data merupakan satu
langkah yang sangat penting dalam
kegiatan penelitian bila kesimpulan yang
akan diteliti dapat dipertanggung
jawabkan data yang di analisis oleh
peneliti adalah :
Data prestasi belajar siswa dengan
mencari Kriteria Ketuntasan Minimal
1) Ketuntasan individu
Setiap siswa dalam proses belajar
mengajar dikatakan tuntas apabila
memperoleh nilai 70 karena nilai
ketuntasan minimal di SDN Inpres Soro
Afu yakni 70
2) Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal dikatakan
telah dicapai apabila target pencapaian
ideal 85 % dari jumlah siswa dalam
kelas.
%1001 xn
nKK
Keterangan : KK = Ketuntasan Klasikal
n1 = Jumlah siswa yang memperoleh
nilai 70
n = Jumlah siswa yang ikut tes
(banyaknya siswa)
(Nurkencana, 2003)
Data Aktivitas belajar
3) Data Aktivitas Guru
Setiap indikator aktivitas siswa
penskorannya berdasarkan aturan sebagai
berikut.
1. Skor 4 diberikan jika 3 yang
melakukan deskriptor.
2. Skor 3 diberikan jika 2 yang
melakukan deskriptor.
3. Skor 2 diberikan jika 1 yang
melakukan deskriptor.
4. Skor 1 diberikan jika 0 yang
melakukan deskriptor.
Penentuan kategori aktivitas siswa
dengan menggunakan pedoman dari
Djemari Mardapi (2004: 117),
dijelaskan pada Tabel pedoman
aktivitas belajar siswa di bawah ini:
Tabel 1.
Pedoman Kategori Aktivitas
Belajar Siswa
Interval Kategori
X �̅� + 1. SBx Sangat aktif
�̅� X �̅�+ 1.
SBx
Aktif
�̅� + 1. SBx X
�̅�
Cukup aktif
X < �̅� - 1. SBx Kurang aktif
Keterangan : X = Aktivitas
Belajar Siswa.
a. Menentukan �̅� dan SBx
�̅� = 2
1(skor maksimal +
skor minimum)
SBx = 1
3 �̅�
Keterangan :
�̅� = Rerata skor
SBx = Simpangan baku
rerata skor
1. Data Aktivitas Guru
a. Menentukan skor yang
diperoleh
Setiap indikator aktivitas
guru penskorannya berdasarkan
aturan sebagai berikut:
1. Skor 4 diberikan jika 3 deskriptor
terlaksana.
2. Skor 3 diberikan jika 2 deskriptor
terlaksana.
3. Skor 2 diberikan jika 1 deskriptor
terlaksana.
4. Skor 1 diberikan jika tidak ada
deskriptor terlaksana.
b. Menentukan �̅� dan SBx
�̅� = 2
1(skor maksimal +
skor minimum)
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
32
SBx = 1
3 �̅�
Keterangan :
�̅� = Rerata skor
SBx = Simpangan baku
rerata skor
Tabel 2.
Pedoman Kategori Kegiatan
Guru
Interval Kategori
X �̅� + 1. SBx Sangat aktif
�̅� X �̅�+ 1.
SBx
Aktif
�̅� + 1. SBx
X �̅�
Cukup aktif
X < �̅� - 1. SBx Kurang aktif
Keterangan : X = kegiatan
guru.
HASIL PENELITIAN
Siklus I
Sebelum proses belajar dimulai
pada siklus I, peneliti telah
mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), lembar observasi,
soal evaluasi untuk mendukung
kelancaran proses pembelajaran. Adapun materi yang dibahas pada
siklus ini adalah kegiatan ekonomi
masyarakat setempat.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar pada siklus I
dilaksanakan mengacu pada RPP
yang telah disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas peneliti
dalam mengajara dilaksanakan oleh
teman sejawat selama berlangsung
proses belajar mengajar dengan
mengisi lembar observasi yang telah
disiapkan. Sedangkan untuk
observasi aktivitas siswa
dilaksanakan oleh teman sejawat
juga. Ringkasan data hasil observasi
tersebut dapat dilihat berikut ini :
d) Observasi untuk aktivitas
siswa
Tabel 3.
Hasil Observasi
aktivitas siswa siklus I
Aspek yang Diobservasi Sk
or
A.1 Keterlibatan siswa dalam
menyelesaikan latihan
2
A.2 Keterlibatan Individu 2
B. Antusias siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran
2
C. Respon dalam pembelajaran 2
D. Aktivitas siswa dalam
mengerjakan latihan
2
Jumlah 10
Kategori
e) Observasi untuk aktivitas
Guru
Tabel 4.
Hasil Observasi aktivitas Guru
siklus I
Aspek yang diobservasi Sko
r
A.1 Membangkitkan minat dan
motivasi siswa dalam belajar
2
B.1 Penyampaian materi kepada
siswa
3
B.2 Pendampingan siswa selama
proses belajar mengajar
berlangsung
2
B3. Melaksanakan pembelajaran
metode Driil
3
C. Penutup 2
Jumlah 12
Kategori
3) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang diperoleh
pada siklus I untuk prestasi IPS siswa
sebagai berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas: 8
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
33
b. Jumlah siswa yang tidak tuntas : 12
c. Jumlah siswa yang ikut tes: 20
d. Ketuntasan klasikal: 40 %
Berdasarkan indikator ketuntasan
yang ditetapkan yaitu ≥ 85 %, maka pada
hasil evaluasi siklus tersebut belum
mencapai standar ketuntasan untuk
prestasi IPS siswa, hal ini diakibatkan
karena masih ada siswa yang masih
mendapat nilai 70 kebawah. Sehingga
sebelum melanjutkan pembelajaran ke
siklus berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan terlebih
dahulu dengan melakukan diskusi dengan
siswa yang mendapat nilai kurang dari 70
dengan memberikan saran-saran seperti:
1) sepulang dari sekolah usahakan belajar
kembali materi yang dipelajari dikelas,
dan 2) mengerjakan latihan dengan serius
serta 3) jika belum paham dengan materi,
anak-anak harus berani bertanya.
Adapun hasil yang tampak dari
saran-saran yang telah diberikan seperti
terlihat siswa lebih termotivasi dan
antusiasnya siswa dalam bertanya baik
kepada temannya maupun kepada guru.
Dan juga dapat terlihat pada saat siswa
mengerjakan soal-soal latihan serta,
mengerjakan PR.
4) Refleksi
Melihat hasil yang diperoleh dari
proses belajar mengajar sampai hasil
evaluasi pada siklus I, masih belum
mencapai hasil yang diharapkan. Hal
ini ditunjukan oleh data observasi
aktivitas siswa. Diantaranya adalah,
kesiapan siswa untuk menerima
pelajaran masih sangat kurang.
Berdasarkan hasil evaluasi
menunjukan belum tercapainya hasil yang
memuaskan. Dapat dilihat dari ketuntasan
belajar siswa untuk kemampuan
prestasi IPS siswa hanya mencapai 59 %
dari standar ketuntasan ≥ 85%.
Untuk merespon komentar
Observer dalam hal ini adalah teman
sejawat, peneliti melakukan umpan balik
kepada observer tentang apa yang perlu
diperbaiki agar pada siklus selanjutnya
dapat meningkat. Masukan dari Observer
tersebut antara lain: Berusaha
mengarahkan siswa untuk mengerjakan
tugas rumah agar dikumpulkan pada
pertemuan berikutnya, agar mereka ada
persiapan dari rumah.
Siklus II
Siklus II dilaksanakan dengan
melanjutkan pengajaran materi kegiatan
ekonomi masyarakat.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar pada siklus II
dilaksanakan dengan mengacu pada RPP
yang telah disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas siswa
dilaksanakan oleh teman sejawat selama
berlangsung proses belajar mengajar
dengan mengisi lembar observasi yang
telah disiapkan. Ringkasan data hasil
observasi tersebut dapat dilihat berikut ini
:
Tabel 5.
Hasil Observasi aktivitas siswa siklus
II
Aspek yang Diobservasi Skor
A.1 Keterlibatan siswa dalam
menyelesaikan latihan
4
A.2 Keterlibatan Individu 4
B. Antusias siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran
4
C. Respon dalam pembelajaran 4
D. Aktivitas siswa dalam
mengerjakan latihan
4
Jumlah 20
f) Observasi untuk aktivitas Guru
Tabel 6.
Hasil Observasi aktivitas Guru
siklus II
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
34
Aspek yang diobservasi Skor
A.1 Membangkitkan minat
dan motivasi siswa
dalam belajar
4
B.1 Penyampaian materi
kepada siswa
4
B.2 Pendampingan siswa
selama proses belajar
mengajar berlangsung
4
B3. Melaksanakan
pembelajaran metode
Driil
4
C. Penutup 4
Jumlah 20
g) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang
diperoleh pada siklus II dapat
dilihat pada lampiran. Secara
ringkas hasilnya sebagai berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas : 19 siswa
b. siswa yang belum tuntas : 1 siswa
c. Jumlah siswa yang ikut tes : 20 siswa
d. Ketuntasan klasikal : 95 %
Data tersebut diatas menunjukan
bahwa pada siklus II sudah mencapai
standar ketuntasan klasikal yaitu 95 %.
Persentase ketuntasannya menunjkan
peningkatan dari siklus sebelumnya.
Karena pada siklus II ketuntasan
klasikalnya telah mencapai ≥85%, maka
tidak perlu untuk melanjutkan ke siklus
berikutnya.
PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan dalam dua siklus dengan
menggunakan metode driil. Berdasarkan
hasil analisis tindakan dan hasil evaluasi
pada siklus I diketahui bahwa ketuntasan
belajar belum mencapai seperti yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh hasil
evaluasinya yaitu persentase
ketuntasannya adalah 40%, sehingga
sebelum melanjutkan pembelajaran ke
siklus berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan terlebih
dahulu dengan melakukan diskusi dan
membimbing siswa yang mendapat nilai
kurang dari 70 dengan bimbingan secara
khusus atau individual. Adapun hasilnya
adalah dengan lebih termotivasi dan
antusiasnya siswa dalam bertanya baik
kepada temannya maupun kepada guru.
Dan juga dapat terlihat pada saat siswa
mengerjakan soal-soal latihan setelah
berdiskusi dan diberikan bimbingan.
Tindakan yang akan dilakukan
untuk memperbaiki kekurangan yang ada
pada siklus I yaitu: sebelum memulai
masuk kemateri, diberikan terlebih
dahulu pertanyaan atau pengaitan materi
yang akan dipelajari dengan materi
sebelumnya dan kaitannya dalam
kehidupan sehari-hari berusaha
mengarahkan siswa untuk mengerjakan
tugas rumah agar dikumpulkan pada
pertemuan berikutnya, agar mereka ada
persiapan dari rumah, penyampaian
materi harus menyesuaikan dengan daya
serap siswa.
Setelah dilakukan tindakan pada
siklus II yang mengacu pada perbaikan
tindakan dari siklus I diperoleh hasil yang
lebih baik. Ini ditunjukan dari hasil
evaluasi akhir siklus dimana persentase
ketuntasan klasikal adalah 95 %. Hal ini
berarti tindakan pada siklus II sudah
mencapai standar ketuntasan klasikal 85
%. Dengan demikian tidak perlu untuk
melakukan siklus selanjutnya.
Dari proses tindakan dan hasil
yang diperoleh dari siklus I, maka untuk
siklus II menunjukan hasil yang lebih
baik dari siklus sebelumnya. Berarti
penerapan metode driil dapat
meningkatkan prestasi IPS siswa. Dan
terbukti apa yang disampaikan bahwa
Metode drill adalah suatu cara mengajar
dimana siswa melaksanakan kegiatan-
kegiatan latihan, agar siswa memiliki
ketangkasan atau keterampilan yang lebih
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
35
tinggi dari apa yang telah dipelajari
(Roestiyah, 1998 : 25)
Setelah melakukan penelitian
tersebut peneliti melihat suasana kelas
lebih hidup karena partisipasi siswa
dalam proses belajar mengajar sangat
aktif.
SIMPULAN
Proses tindakan dan hasil evaluasi
dari penelitian telah diperoleh, maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Penerapan pembelajaran dengan
metode driil dapat meningkatkan
prestasi belajar IPS siswa kelas IV
di SDN Inpres Soro Afu tahun
pelajaran 2013.
2. Prestasi IPS siswa tersebut
ditunjukan oleh aktivitas siswa
dalam kelas dan hasil evaluasi tiap
akhir siklus. Pada siklus I,
persentase ketuntasan sebesar 45 %
dan pada siklus II dengan
persentase ketuntasan 95%.
3. Aktivitas guru dan siswa meningkat
dari siklus I ke siklus II.
DAFTAR PUSTAKA
Asmawat. (2008). Penerapan metode
latihan dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas
VII d SMPN 1 Mataram tahun
ajaran 2007/2008.
Achsanuddin. Dkk. (1990). Didaktik
Metodik Suatu Pengantar .
Mataram: IAIN Sunan Ampel
Fakultas Tarbiyah Mataram.
Djajadisastra.(1981). Metode-Metode
Mengajar. Bandung: angkasa.
Djamarah dan Zain Aswan. (2006).
Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Djamarah. (1994). Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru. Surabaya:
Usaha Nasional
Faqieh Insani. (2005). Pandai
Matematika. Mataram:
Pustaka Widya.
Kasro dan Hendro D. (2001). Dasar-
dasar Pendidikan MIPA. Pusat
Penerbitan Universitas
Terbuka.
Madya, Suwarsih. (2007). Teori dan
Praktik Penelitian Tindakan
(Action Research). Bandung.
Mustaqiem. 2001. Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar
bekerja sama dengan Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang.
Nasution. (1996). Berbagai Pendekatan
dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Bumi
Aksara.
Negoro. ST. dah Harahap. (2005).
Ensiklopedia Matematika.
Ciawi-Bogor Selatan: Ghalia
Indonesia
Roestiyah. (1998). Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta. Rineka
Cipta
Soedjadi. (1999). Kiat Pendidikan
Matematika di Indonesia.
Konsentrasi Keadaan Masa
Kini Menuju Masa Depan.
Jakarta. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
36
Direktorat Jendral pendidikan
Tinggi.
Subari. (1994). Supervisi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-
faktor Yang Mempengaruhi.
Jakarta: Rineka Cipta
Sudjana. (1995). Dasar-dasar Proses
Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
----------- (1996). Metode Statistika.
Tarsito. Bandung.
Suharsimi dkk. (2007). Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta. Bumi
aksara
------------- (1998). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta. Rineka Cipta
Suhardjono, dkk. (2007). Penelitian
Tindakan kelas. Jakarta. Bumi
Aksara
Supardi. (2006). Metodologi Penelitian.
Mataram Lombok. Yayasan
Cerdas Press.
Syah, Muhibbin. (2003). Psikologi
Belajar. Jakarta. PT.
RajaGrafindo Persada.
Widdiharto, Rahmadi, (2004). Model-
Model Pembelajaran
Matematika SMP. Masalah
Diklat
Instruktur/Pengembangan
matematika SMP Jenjang
Dasar. 10-23 Oktober 2004 di
Pusat Pengembangan
Penataran Guru (PPPG)
Matematika Yogyakarta, yang
diselenggarakan oleh
Direktorat Jendral pendidikan
Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan
Nasional.
Wiriaatmadja. Rochiati. (2007). Metode
penelitian Tindakan kelas.
Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
37
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED
HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR IPS SISWA KELAS V DI SD NEGERI NO 2 TEKE TAHUN
PELAJARAN 2013.
Ratnah
STKIP Taman Siswa Bima
ANAS. S.Pd
Guru SDN No 2 Teke
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan pembelajaran
kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas V di SD
Negeri No 2 Teke. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan
rancangan penelitian yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas V di SD Negeri No 2 Teke. Instrumen
yang digunakan ada dua yaitu instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa
dan lembar observasi aktivitas siswa dan guru.
Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPS siswa pada siklus I dengan
persentase ketuntasan klasikal sebesar 38,10% dan pada siklus II dengan
persentase ketuntasan klasikal sebesar 100 %. Aktivitas siswa dan guru dari hasil
analisis observasi yang menunjukan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat
meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas V di SD Negeri No 2 Teke tahun
peljaran 2013
Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif tipe NHT, prestasi belajar
PENDAHULUAN
Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (UU No. 20 tahun
2003). Pencapaian dari fungsi dan
tujuan yang dikemukakan di atas,
merupakan harapan bagi semua pihak
terutama pihak yang ada dalam dunia
pendidikan. Untuk mewujudkan tujuan
pendidikan tersebut salah satunya
diupayakan pendidikan yang
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
38
berorentasi pada proses pembelajaran
yang sesuai dengan standar proses.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 41 tahun 2007 tentang
standar proses, menyatakan bahwa
proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipatif aktiv serta
memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologi
peserta didik.
Professional guru sangat dituntut
untuk menciptakan suasana
pembelajaran yang kreatif dan
menyenangkan bagi siswa. Untuk itu
guru harus melalukan berbagai upaya
untuk mencapai tujuan pembelajaran
melalui pembelajaran yang kreatif dan
menyenangkat tersebut. Tidak cukup
hanya mengandalkan kesadaran dari
diri siswa itu sendiri. Hal tersebut
bertujuan untuk membantu siswa
dalam pencapaian salah satu tujuan
pembelajaran yaitu prestasi belajar
yang optimal. Dalam pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
diharapkan mampu melaksanakan
pembelajaran yang kreatif dan
menyenangkan tersebut.
Hasil pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti selama
mengajar sebagai guru di SDN No 2
Teke menemukan beberapa masalah
antara lain: (1) Prestasi siswa masih
rendah, dilihat dari hasil evaluasi
dimana masih banyak siswa yang
memenuhi KKM, (2) Aktivitas siswa
untuk pembelajaran dikelas masih
rendah, (3) Siswa juga belum siap
menerima pelajaran pada setiap
pertemuan, (4) pembelajaran yang
dilaksanakann belum bervariasi/ masih
menggunakan metode ceramah, (5)
Motivasi siswa yang kurang, (6)
Kehadiran siswa yang masih kurang,
(7) Peran orang tua yang masih
kurang, (8) kurangnya kemauan siswa
untuk bertanya terhadap materi yang
belum dipahami.
Untuk mengatasi masalah di
atas, model pembelajaran yang dipilih
sebagai alternatif dalam penelitian ini
adalah cooperative learning.
Cooperative learning dalam
pembelajaran akan dapat membantu
para siswa meningkatkan sikap positif
siswa dalam belajar (Erma Suherman,
dkk, 2003: 259). Model pembelajaran
ini memungkinkan siswa untuk
mengembangkan pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan secara
penuh dalam suasana belajar yang
terbuka dan demokratis. Selanjutnya
pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan falsafah konstruktivis.
Menurut Jim Knight (2009: 13),
The Cooperative Learning is learning
mediated by students rather than the
instructor. In cooperative learning,
students work in groups to teach
themselves content being covered.
Teachers can utilize a variety of
learning structures while providing
cooperative learning. Sehingga
cooperative learning adalah suatu
model belajar mengajar yang
menekankan pada sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu
di antara sesama dalam struktur
kerjasama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri dari dua orang
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
39
atau lebih. Pembelajaran kooperatif
merupakan model belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya,
setiap siswa anggota kelompok harus
saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi
pelajaran. Dalam pembelajaran
kooperatif, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
Pengajaran Cooperative
Learning dapat didefinisikan sebagai
sistem kerja/ belajar kelompok yang
terstruktur. Yang termasuk di dalam
struktur ini adalah lima unsur pokok
Johnson & Johnson yaitu “positive
interdependence, individual
accountability, face to face promotion
interaction, social skill, and group
processing (Marzano, et al. 2001: 67).
Pembelajaran kooperatif tipe NHT
Arends, R.I (2007: 16)
menyatakan bahwa number heads
together adalah pembelajaran yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan
(1998) untuk melibatkan lebih banyak
siswa dalam reviu berbagai materi
yang dibahas dalam sebuah pelajaran
dan untuk memeriksa pemahaman
siswa tentang isi pelajaran tersebut.
Guru menggunakan empat langkah
antara lain: 1) numbering, 2)
quetioning, 3) heads
Maksud dari pernyataan tersebut
bahwa siswa dikelompokkan beberapa
kelompok (kelompok A, B, C, dll),
setiap anggota kelompok diberi nomor
(1, 2, 3, dll). Semua siswa bertanggung
jawab secara individu maupun
kelompok, saling berkonsultasi tentang
bahan yang dipelajari/soal yang
diberikan guru, dan dipastikan setiap
anggota kelompok memahami serta
mengtahui yang dipelajari dalam LKS,
kemudian guru memanggil salah satu
siswa (seperti 5B) atau semua
kelompok B dimintai komentar tentang
pertanyaan: setuju, tidak setuju,
pertanyaan rumit, atau menawarkan
perspektif lain.
Ibrahim (2000: 28)menyatakan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe
NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus
yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan memiliki
tujuan untuk meningkatkan
penguasaan akademik. Tipe ini
dikembangkan oleh Kagan dengan
melibatkan para siswa dalam menelaah
bahan yang tercakup dalam suatu
pelajaran dan mengecek pemahaman
mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Menurut Slavin (2005: 131). NHT
pada dasarnya adalah sebuah varian
dari grup diskusi, tiap siswa dalam tiap
kelompok mempunyai nomor dan para
siswa tersebut tahu bahwa hanya ada
satu siswa yang akan dipanggil untuk
mewakili kelompoknya, tetapi tidak
diimformasikan sebelumnya siapa
yang akan menjadi wakil kelompok
tersebut. Hal tersebut memastikan
keterlibatan total dari semua siswa.
NHT ini adalah cara yang sangat baik
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
40
untuk menambahkan tanggung jawab
individual kepada diskusi kelompok.
Dotson, J (2001: 4) menyatakan
bahwa: dalam pembelajaran NHT,
siswa dibagi dalam jumlah tim terdiri
dari 1-4. Guru mengajukan pertanyaan
dan siswa bekerja bersama-sama untuk
mendiskusikan jawabannya. Guru
secara acak memanggil nomor dari
setiap tim, siswa dengan nomor yang
dipanggil menulis jawabannya di
papan dan tim lain meresponnya.
Japar, A (2008: 5) berpendapat
bahwa: Teknik NHT meliputi
membagi kelas menjadi kecil (4
anggota), kelompok belajar heterogen
di mana jumlah siswa sendiri (1
sampai 4). Jumlah yang diberikan
kepada siswa dimaksudkan untuk
membantu siswa berkonsentrasi
melakukan tugas mereka karena
mereka akan dipanggil oleh guru untuk
memberikan jawaban berdasarkan
nomor yang mereka miliki.
Selanjutnya, guru memberikan
pertanyaan berdasarkan teks yang
dibaca siswa. Kemudian, siswa
"menempatkan kepala mereka
bersama-sama" dalam menanggapi
setiap pertanyaan guru berdasarkan
teks; datang dengan jawaban terbaik
mereka, dan pastikan bahwa setiap
orang dalam tim tahu jawabannya.
Satu siswa secara acak dipilih dari
mereka yang mengangkat tangan
mereka kemudian menanggapi setiap
pertanyaan dan guru cek dengan siswa
lain untuk kesepakatan. Karena siswa
diberi waktu untuk membahas
kemungkinan jawaban sebelum
merespons, adalah lebih mungkin
bahwa setiap orang, termasuk siswa
mencapai yang lebih rendah, akan
mengetahui jawaban yang benar.
Selain itu, karena kelompok tidak
dapat memprediksi siapa yang akan
dipanggil untuk menanggapi, mereka
lebih cenderung untuk memastikan
bahwa semua anggota tahu
jawabannya.
Ibrahim, (2000: 27)
mengemukakan tiga tujuan yang
hendak dicapai dalam pembelajaran
kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik
stuktural. Bertujuan untuk
meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman.
Bertujuan agar siswa dapat
menerima teman-temannya
yang mempunyai berbagai latar
belakang.
3. Pengembangan keterampilan
sosial. Bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan
sosial siswa. Keterampilan yang
dimaksud antara lain berbagi
tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang
lain, mau menjelaskan ide atau
pendapat, bekerja dalam
kelompok dan sebagainya.
Penerapan pembelajaran kooperatif
tipe NHT merujuk pada Kagan (
Ibrahim, 2000: 29), dengan tiga
langkah yaitu :1) Pembentukan
kelompok, 2) diskusi masalah, 3) tukar
jawaban antar kelompok. Langkah-
langkah tersebut kemudian
dikembangkan menjadi enam langkah
sebagai berikut :
1) Persiapan. Dalam tahap ini
guru mempersiapkan
rancangan pelajaran dengan
membuat Skenario
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
41
Pembelajaran (SP), Lembar
Kerja Siswa (LKS) yang sesuai
dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT.
2) Pembentukan kelompok.
Dalam pembentukan kelompok
disesuaikan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe
NHT. Guru membagi para
siswa menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan
3-4 orang siswa. Guru memberi
nomor kepada setiap siswa
dalam kelompok dan nama
kelompok yang berbeda.
Kelompok yang dibentuk
merupakan percampuran yang
ditinjau dari latar belakang
sosial, ras, suku, jenis kelamin
dan kemampuan belajar. Selain
itu, dalam pembentukan
kelompok digunakan nilai tes
awal (pre-test) sebagai dasar
dalam menentukan masing-
masing kelompok.
3) Tiap kelompok harus memiliki
buku paket atau buku panduan.
Dalam pembentukan
kelompok, tiap kelompok harus
memiliki buku paket atau buku
panduan agar memudahkan
siswa dalam menyelesaikan
LKS atau masalah yang
diberikan oleh guru.
4) Diskusi masalah. Dalam kerja
kelompok, guru membagikan
LKS kepada setiap siswa
sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja
kelompok setiap siswa berpikir
bersama untuk
menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang
mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang telah ada
dalam LKS atau pertanyaan
yang telah diberikan oleh guru.
Pertanyaan dapat bervariasi,
dari yang bersifat spesifik
sampai yang bersifat umum.
5) Memanggil nomor anggota
atau pemberian jawaban.
Dalam tahap ini, guru
menyebut satu nomor dan para
siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama
mengangkat tangan dan
menyiapkan jawaban kepada
siswa di kelas.
6) Memberi kesimpulan. Guru
bersama siswa menyimpulkan
jawaban akhir dari semua
pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan.
Ada beberapa manfaat pada
model pembelajaran kooperatif
tipe NHT terhadap siswa yang
hasil belajar rendah yang
dikemukakan oleh Lundgren
(Ibrahim, 2000: 18), antara lain
adalah :
1. Rasa harga diri menjadi lebih
tinggi
2. Memperbaiki kehadiran
3. Penerimaan terhadap individu
menjadi lebih besar
4. Perilaku mengganggu menjadi
lebih kecil
5. Konflik antara pribadi berkurang
6. Pemahaman yang lebih
mendalam
7. Meningkatkan kebaikan budi,
kepekaan dan toleransi
8. Hasil belajar lebih tinggi.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
42
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran tipe NHT
merupakan pembelajaran kooperatif
structural yang membagi siswa dalam
kelompok kecil 1-4 anggota yang
heterogen, setiap siswa diberi nomor
dan bekerja sama dalam kelompok
yang menuntut semua anggota
kelompok harus menguasai bahan,
salah satu dari anggota kelompok
mereka akan dipanggil untuk
mempersentasikan jawaban.
Prestasi Belajar
Poerwadarminta dalam
Djamarah (1994: 20) berpendapat
bahwa prestasi adalah hasil yang telah
dicapai (dilakukan, dikerjakan dan
sebagainya) sedangkan menurut
Mas’ud Khasan Abdul Qohar, prestasi
adalah apa yang telah dapat diciptakan,
hasil pekerjaan hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh
dengan jalan keuletan kerja.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian tindakan (action
research). Penelitian tindakan
dilakukan untuk meningkatkan presatsi
belajar IPS dengan menggunakan
modelpembelajaran kooperatif tipe
NHT.
Rancangan dalam penelitian ini
mengacu pada model spiral atau siklus
menurut Kemmis & Mc Taggart (Mc
Taggar, 1991: 32). Tujuan
menggunakan model ini adalah apabila
pada awal pelaksanaan tindakan
ditemukan adanya kekurangan, maka
tindakan perbaikan dapat dilakukan
pada tindakan selanjutnya sampai pada
target yang diinginkan tercapai. Pada
masing-masing siklus terdiri dari tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi
Mengacu pada model Kemmis dan
Mc. Taggart di atas, maka langkah-
langkah penelitian tindakan kelas
(PTK) dengan empat tahap yaitu :
a. Perencanaan
Peneliti sebagai guru, merumuskan
rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dan hal-hal lain yang diperlukan
dalam rangka melaksanakan tindakan.
Guru melaksanakan pembelajaran
mengacu pada esensi tindakan dan
rencana pelaksanaan pembelajaran
yang telah disusun.
b. Pelaksanaan
Guru melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan perangkat pembelajaran
yang telah sisusun dengan baik, dalam
hal ini adalah rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan pendekatan
pembelajaran kooperatife NHT.
c. Observasi
Dalam penelitian ini yang menjadi
sebagai observator yaitu dibantu oleh
guru lain/teman sejawat untuk
mengamati pelaksanaan pembelajaran
yang dilakukan. Obsever melakukan
pengamatan terhadap aktivitas siswa
da guru/peneliti sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP)
menggunakan pendekatan
pembelajaran kooperatife tipe NHT.
d. Refleksi
Peneliti merefleksi hasil observasi
setiap pertemuan pada masing-masing
siklus. Peneliti mengadakan refleksi
setelah dilakukan pembelajaran setiap
akhir siklus. Refleksi ini bertujuan
untuk menemukan kekurangan yang
kemudian dijadikan sebagai dasar
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
43
penyusunan tindakan pada siklus
selanjutnya.
Penelitian ini dilakukan selama
1 bulan yakni dari bulan Maret tahun
2013. Waktu perencanaan sampai
penulisan laporan hasil penelitian ini
pada bulan Pebruari sampai Maret
tahun 2013.
Subjek dalam penelitian ini
adalah siswa kelas V SDN No 2 Teke
tahun pelajaran 2013 yang berjumlah
21 orang.
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data kualitatif dan
kuantitatif yaitu prestasi belajar siswa.
Sumber data penelitian ini adalah siswa.
Adapun langkah-langkah pengumpulan
data adalah diambil dengan cara
menggunakan tes akhir tiap siklus setelah
melaksanakan pembelajaran untuk
melihat kemampuan prestasi siswa.
Instrumen pengumpulan data
dalam penelitian ini berupa instrumen
Tes berbentuk esay untuk mengukur
prestasi siswa sebagai variabel
dependen. Tes dilaksnakan pada tiap
ahir siklus untuk melihat peningkatan
prestasi belajar IPS siswa. Test
pada ahir siklus pertama terdiri dari 4
butir soal esay dan tes ahir siklus dua
juga terdiri dari 4 butir soal bentuk
esay.
Teknik Analisis Data Penelitian tindakan (action
research) dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui peningkatan prestasi
belajar IPS siswa. Adapun data yang
dianalisis dengan teknik analisa
sebagai berikut.
1. Data prestasi belajar Siswa
Setelah memperoleh hasil
tes prestasi belajar IPS, data
tersebut dianalisis dengan mencari
ketuntasannya baik secara
individu maupun klasikal.
ketuntasan individu berdasarkan
pada kriteria ketuntasan minimal
(KKM) kelas V SDN No 2 Teke
tahun pelajaran 2013 yaitu 70.
Adapun ketuntasan klasikal
dihitung dengan ketuntasan
klasikal sebagai berikut.
Keterangan:
KK : Ketuntasan Klasikal
X : Jumlah siswa yang
memperoleh nilai KKM Z : Jumlah siswa yang
ikut tes
2. Data Aktivitas Siswa
b. Menentukan skor yang
diperoleh
Setiap indikator aktivitas
siswa penskorannya
berdasarkan aturan sebagai
berikut.
1. Skor 4 diberikan jika 3 yang
melakukan deskriptor.
2. Skor 3 diberikan jika 2 yang
melakukan deskriptor.
3. Skor 2 diberikan jika 1 yang
melakukan deskriptor.
4. Skor 1 diberikan jika 0 yang
melakukan deskriptor.
Penentuan kategori aktivitas siswa
dengan menggunakan pedoman
dari Djemari Mardapi (2004:
117), dijelaskan pada Tabel
pedoman aktivitas belajar siswa
di bawah ini:
Tabel 1.
Pedoman Kategori
Aktivitas Belajar Siswa
%100xZ
XKK
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
44
Interval Kategori
X �̅� + 1. SBx Sangat aktif
�̅� ≤ X < �̅�+ 1. SBx Aktif
�̅� + 1. SBx ≤ X <
�̅�
Cukup aktif
X < �̅� - 1. SBx Kurang
aktif
Keterangan : X = Aktivitas
Belajar Siswa.
c. Menentukan �̅� dan SBx
�̅� = 2
1(skor maksimal
+ skor minimum)
SBx = 1
3 �̅�
Keterangan :
�̅� = Rerata skor SBx = Simpangan baku
rerata skor
3. Data Aktivitas Guru
Setiap indikator aktivitas guru
penskorannya berdasarkan aturan
sebagai berikut:
a. Skor 4 diberikan jika 3 deskriptor
terlaksana.
b. Skor 3 diberikan jika 2 deskriptor
terlaksana.
c. Skor 2 diberikan jika 1 deskriptor
terlaksana.
d. Skor 1 diberikan jika tidak ada
deskriptor terlaksana.
Menentukan �̅� dan SBx
�̅� = 2
1(skor maksimal
+ skor minimum)
SBx = 1
3 �̅�
Keterangan :
�̅� = Rerata skor SBx = Simpangan baku
rerata skor
Tabel 2.
Pedoman Kategori
Kegiatan Guru
Interval Kategori
X �̅� + 1. SBx Sangat
aktif
�̅� ≤ X < �̅�+ 1. SBx Aktif
�̅� + 1. SBx ≤ X <
�̅�
Cukup
aktif
X < �̅� - 1. SBx Kurang
aktif
Keterangan : X = kegiatan guru.
Indikator Keberhasilan
Dalam penelitian ini yang menjadi
indikator keberhasilan untuk aspek
prestasi belajar siswa apabila
Ketuntasan Klasikal (KK) yang harus
dicapai minimal 85%. Untuk aspek
aktifitas guru dan siswa minimal
berkategori aktif.
Siklus 1
a. Perencanaan
Persiapan peneliti sebelum
melaksanakan tindakan dimulai pada
tanggal 13 oktober sampai tanggal 18
oktober 2011. Adapun persiapan yang
peneliti lakukan antara lain sebagai
berikut:
1). Membuat RPP tentang materi yang
akan diajarkan, yaitu tentang
persamaan garis lurus, dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
RPP ini berguna sebagai pedoman bagi
peneliti dalam melaksanakan
pembelajaran dikelas.
2). Membuat LKS tentang materi yang
akan diajarkan yaitu tentang
persamaan garis lurus.
3). Menyusun pedoman observasi dan
mempersiapkan lembar observasi. Ada
dua jenis lembar observasi aktivitas
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
45
siswa dan lembar observasi aktivitas
guru.
4). Mempersiapkan soal tes untuk
dilakukan pada setiap akhir siklus I.
Tes yang disusun untuk mengetahui
kemampuan komunikasi matematika
siswa yang meliputi dua aspek antara
lain: kemampuan mengilustrasikan
ide-ide matematika, dan kemampuan
menguraikan jawaban dan penggunaan
symbol.
b. Deskripsi pelaksanaan
pembelajaran NHT
Pelaksanaan dan observasi untuk
siklus I dilaksanakan mulai tanggal 13
oktobers sampai tanggan 18 november
2012. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini adalah peneliti melaksanakan
tindakan sesuai dengan RPP yang telah
disusun peneliti. Dalam pelaksnaan
tindakan ini juga dilakukan observasi
di kelas oleh observer, dalam hal ini
peneliti lain yang mengadakan
penelitian juga di sekolah yang sama.
Observasi dilakukan menggunakan
lembar observasi yang telah dibuat
peneliti sebelumnya. Berdasarkan hasil
observasi, baik hasil observasi untuk
aktivitas siswa dan aktivitas guru dapat
dilihat pada lampiran.
Sintaks pembebelajaran
1). Presentasi kelas
Pada tiap pertemuan
pelaksanaan pembelajaran, materi
yang dipelajari adalah materi
persamaan garis luru. Setelah
membuka pelajaran, peneliti tidak
langsung memberikan apersepsi, tetapi
mengumumkan terlebih dahulu nama-
nama anggota kelompok. Pembagian
kelompok berdasarkan nilai ters pada
materi sebelumnya yaitu nilai pada tes
materi relasi dan fungsi. Satu kelas
dibagi 4 kelompok dengan tiap
kelompok terdiri dari 4 orang siswa
dengan tingkat kemampuan yang
berbeda. Kemudian guru secara
singkat menjelaskan materi sesuai
yang tertuang dalam RPP.
2). Belajar kelompok
Setelah peneliti membagikan LKS,
siswa bersama kelompoknya diminta
untuk mendiskusikan permasalahan
yang ada dalam LKS. Siswa saling
bekerja sama, saling menukar ide, dan
saling membantu satu sama lain dalam
menguasai permasalahan dalam LKS.
3). Pemanggilan secara acak untuk
maju presentasi hasil kerja
kelompok
Setelah selesai waktu yang
diberikan untuk berdiskusi, guru
secara acak memanggil no dada misal
3, semua siswa yang merasa no dada
tiga masuk untuk mempresentasikan
hasil kerja kelompok sesuai dengan
intruksi peneliti. Guru meminta siswa
lain menanggapi dari jawaban yang
disampaikan teman yang maju.
SIKLUS II
a. Perencanaan
Persiapan peneliti sebelum
melaksanakan tindakan untuk siklus II
dimulai pada tanggal 3 september
2011. Adapun persiapan yang peneliti
lakukan tidak jauh berbeda dengan
persiapan pada siklus I, antara lain
sebagai berikut:
1). Membuat RPP tentang materi yang
akan diajarkan, yaitu tentang
persamaan garis lurus, dengan
model pembelajaran kooperatif tipe
NHT. RPP ini berguna sebagai
pedoman bagi peneliti dalam
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
46
melaksanakan pembelajaran
dikelas.
2). Membuat LKS tentang materi yang
akan diajarkan yaitu tentang
persamaan garis lurus.
3). Menyusun pedoman observasi dan
mempersiapkan lembar observasi.
Ada dua jenis lembar observasi
aktivitas siswa dan lembar
observasi aktivitas guru.
4). Mempersiapkan soal tes untuk
dilakukan pada setiap akhir siklus.
Tes yang disusun untuk mengetahui
kemampuan komunikasi
matematika siswa yang meliputi
dua aspek antara lain: kemampuan
mengilustrasikan ide-ide
matematika, dan kemampuan
menguraikan jawaban dan
penggunaan symbol.
b.Deskripsi pelaksanaan
pembelajaran NHT
Pelaksanaan dan observasi
untuk siklus II dilaksanakan mulai
tanggal 3 november sampai tanggan 8
november 2012. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini adalah
peneliti melaksanakan tindakan sesuai
dengan RPP yang telah disusun
peneliti. Dalam pelaksnaan tindakan
ini juga dilakukan observasi di kelas
oleh observer, dalam hal ini peneliti
lain yang mengadakan penelitian juga
di sekolah yang sama. Observasi
dilakukan menggunakan lembar
observasi yang telah dibuat peneliti
sebelumnya. Berdasarkan hasil
observasi, baik hasil observasi untuk
aktivitas siswa dan aktivitas guru dapat
dilihat pada lampiran.
Sintaks pembebelajaran
1). Presentasi kelas
Pada tiap pertemuan
pelaksanaan pembelajaran, materi
yang dipelajari adalah materi
persamaan garis luru. Setelah
membuka pelajaran, peneliti langsung
memberikan apersepsi, Kemudian guru
secara singkat menjelaskan materi
sesuai yang tertuang dalam RPP.
2). Belajar kelompok
Setelah peneliti membagikan
LKS, siswa bersama kelompoknya
diminta untuk mendiskusikan
permasalahan yang ada dalam LKS.
Siswa saling bekerja sama, saling
menukar ide, dan saling membantu
satu sama lain dalam menguasai
permasalahan dalam LKS.
3). Pemanggilan secara acak untuk
maju presentasi hasil kerja
kelompok
Setelah selesai waktu yang
diberikan untuk berdiskusi, guru
secara acak memanggil no dada misal
3, semua siswa yang merasa no dada
tiga masuk untuk mempresentasikan
hasil kerja kelompok sesuai dengan
intruksi peneliti. Guru meminta siswa
lain menanggapi dari jawaban yang
disampaikan teman yang maju.
c. Kemampuan Komunikasi
Matematika
1). Hasil tes siklus I Hasil tes kemampuan
komunikasi matematika pada siklus 1.
Terlihat pencapaian aspek-aspek yang
diukur seperti menuliskan ide-ide
matematika dan menguraikan jawaban
dan penggunaan symbol. Disajikan
berikut:
Adapun hasil evaluasi yang diperoleh
pada siklus I untuk kemampuan
komunikasi matematika siswa
sebagai berikut:
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
47
1. Jumlah siswa yang tuntas: 7
2. Jumlah siswa yang tidak tuntas : 7
3. Jumlah siswa yang ikut tes: 14
4. Ketuntasan klasikal: 50 %
Berdasarkan indikator ketuntasan yang
ditetapkan yaitu ≥ 85 %, maka pada
hasil evaluasi siklus tersebut belum
mencapai standar ketuntasan untuk
kemampuan komunikasi matematika
siswa, hal ini diakibatkan karena masih
ada siswa yang masih mendapat nilai
65 kebawah. Sehingga sebelum
melanjutkan pembelajaran ke siklus
berikutnya dilakukan upaya perbaikan
dan penyempurnaan terlebih dahulu
dengan melakukan diskusi dengan
siswa yang mendapat nilai kurang dari
65 dengan memberikan saran-saran
seperti: 1) jika belum memahami
materi pelajaran, jangan takut untuk
bertanya baik bertanya kepada guru
maupun kepada teman yang lain, 2)
serius dalam berdiskusi, 3) sepulang
dari sekolah usahakan belajar kembali
materi yang dipelajari dikelas, dan 4)
mengerjakan PR.
Adapun hasil yang tampak dari saran-
saran yang telah diberikan seperti
terlihat siswa lebih termotivasi dan
antusiasnya siswa dalam bertanya baik
kepada temannya maupun kepada
guru. Dan juga dapat terlihat pada saat
siswa mengerjakan soal-soal latihan
serta, mengerjakan PR.
Refleksi
Melihat hasil yang diperoleh
dari proses belajar mengajar sampai
hasil evaluasi pada siklus I, masih
belum mencapai hasil yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh
data observasi aktivitas siswa.
Diantaranya adalah, kesiapan siswa
untuk menerima pelajaran masih
sangat kurang. Berdasarkan hasil
evaluasi menunjukan belum
tercapainya hasil yang memuaskan.
Dapat dilihat dari ketuntasan belajar
siswa untuk kemampuan komunikasi
matematika siswa hanya mencapai 50
% dari standar ketuntasan ≥ 85 %.
Untuk merespon komentar Observer
dalam hal ini adalah guru matematika,
peneliti melakukan umpan balik
kepada observer tentang apa yang
perlu diperbaiki agar pada siklus
selanjutnya dapat meningkat. Masukan
dari Observer tersebut antara lain:
a. Mengontrol dan mengawasi siswa
dalam mengerjakan LKS
b. Contoh soal sebaiknya diberikan
conto-contoh yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari.
c. Penyampaian materi harus
menyesuaikan dengan daya serap
siswa.
2). Hasil tes siklus II
Adapun hasil evaluasi yang
diperoleh pada siklus II dapat dilihat
pada lampiran. Secara ringkas hasilnya
sebagai berikut:
5. Jumlah siswa yang tuntas :
12 orang
6. Jumlah siswa yang belum tuntas :
2 orang
7. Jumlah siswa yang ikut tes : 14
orang
8. Ketuntasan klasikal :
85,7 %
Data tersebut diatas
menunjukan bahwa pada siklus II
sudah mencapai standar ketuntasan
klasikal yaitu 85,7 %. Persentase
ketuntasannya menunjkan peningkatan
dari siklus sebelumnya. Karena pada
siklus II ketuntasan klasikalnya telah
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
48
mencapai ≥85%, maka tidak perlu
untuk melanjutkan ke siklus
berikutnya.
3). Total hasil tes siklus I dan II
Pada siklus II, kemampuan
komunikasi siswa mengalami
peningkatan dari tiap aspek
Mengilustrasikan ide-ide matematika
dari 30% menjadi 47%, kenaikan
sebanyak17%. Sehingga dari kategori
rendah menjadi kategori sedang.
Kemudian auntuk aspek yang kedua
Menguraikan jawaban dan penggunaan
symbol dari 20% menjadi 40,5%.
Peningkatannnya sebanyak 20,5%.
Sehingga pencapaian total untuk siklus
II mencapai 85,7%, dimana dalam hal
ini sudah mencapai kriteria yang telah
ditetapkan yakni 85,7% > 85%. Berarti
pembelajaran NHT sudah dikatakan
efektif untuk kemampuan komunikasi
matematika siswa pada materi
persamaan garis lurus.
d). Hasil observasi aktivitas siswa
dan aktivitas guru
Proses observasi dilaksanakan
oleh guru bidang studi matematika
selama berlangsung proses belajar
mengajar dengan mengisi lembar
observasi yang telah disiapkan.
Ringkasan data hasil observasi tersebut
dapat dilihat berikut:
Observasi untuk aktivitas siswa
Tabel 3.
Hasil Observasi
aktivitas siswa siklus I
Aspek yang
Diobservasi
Kualita
s
Deskrip
tor
1 2 3 4
A. Kesiapan siswa
dalam menerima
pelajaran
A. Antusias siswa dalam
mengikuti kegiatan
pembelajaran
C. Respon dalam
pembelajaran
D. Aktivitas siswa
dalam diskusi
Jumlah 0 2 1
1
2
Hasil kali
dengan kualitas
descriptor
0 4 3
3
8
Skor 45
Rata-rata
(dibagi dengan
15)
3
Tabel 5.
Hasil Observasi
aktivitas siswa siklus
II
Aspek yang
Diobservasi
Kualitas
Deskriptor
1 2 3 4
A. Kesiapan
siswa
dalam
menerima
pelajaran
B. Antusias
siswa dalam
mengikuti
kegiatan
pembelajaran
C. Respon
dalam
pembelajaran
D. Aktivitas
siswa dalam
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
49
diskusi
Jumlah 0 3 8 4
Hasil kali
dengan
kualitas
descriptor
0 6 2
4
1
6
Skor 46
Rata-rata
(dibagi dengan
15)
3,066
Observasi untuk aktivitas Guru
Tabel 4.
Hasil Observasi
aktivitas Guru siklus
I
Aspek yang
diobservasi
Kualitas
Indikator
1 2 3 4
A. Pendahuluan
B. Kegiatan Inti
C. Penutup
Jumlah 0 0 6 12
Hasil kali
dengan kualitas
descriptor
0 0 1
8
48
Skor 62
Rata-rata (dibagi
dengan 18)
3,44
Tabel 6.
Hasil Observasi
aktivitas Guru siklus
II
Aspek yang
diobservasi
Kualitas
Indikator
1 2 3 4
A. Pendahuluan
B. Kegiatan Inti
C. Penutup
Jumlah 0 0 1
5
3
Hasil kali dengan
kualitas descriptor
0 0 4
5
1
2
Skor 57
Rata-rata (dibagi
dengan 18)
3,167
PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan dalam dua siklus dengan
menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe NHT (number head
together) pada materi pelajaran
persamaan garis lurus. Materi
persamaan garis lurus yang
disampaikan yaitu siklus I; gradien
garis lurus yang melalui satu titik dan
melalui dua titik, sedangkan siklus II:
menentukan gradien garis sejajar,
garis tegak lurus dan menentukan
persamaan garis lurus.
Melalui model kooperatif tipe
NHT yang merupakan model
pembelajaran kooperatif yang
diberikan variasi di dalamnya, yaitu
adanya kerja kelompok untuk
memperdalam materi. Dengan
mengacu pada tahap-tahap dalam
NHT, merupakan suatu upaya untuk
meningkatkan kemampuan
komunikasi matenatika siswa. NHT
meliputi tahap presentasi kelas,
belajar kelompok, pemanggilan
secara acak oleh guru untuk maju
presentasikan hasil diskusi. Setelah
menerapkan model NHT melalui
tahapan-tahapan tersebut, terjadi
peningkatan kemampuan komunikasi
matematika siswa dalam
pembelajaran matematika khususnya
materi persamaan garis lurus.
Peningkatan kemampuan
komunokasi matematika siswa dapat
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
50
dilihat dari hasil tes siklus I ke siklus
II.
Berdasarkan hasil analisis
tindakan dan hasil evaluasi pada
siklus I diketahui bahwa ketuntasan
belajar belum mencapai seperti yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh
hasil evaluasinya yaitu persentase
ketuntasannya adalah 50%, sehingga
sebelum melanjutkan pembelajaran
ke siklus berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan
terlebih dahulu dengan melakukan
diskusi dan membimbing siswa yang
mendapat nilai kurang dari 60 dengan
bimbingan secara khusus atau
individual. Adapun hasilnya adalah
dengan lebih termotivasi dan
antusiasnya siswa dalam bertanya
baik kepada temannya maupun
kepada guru. Dan juga dapat terlihat
pada saat siswa mengerjakan soal-
soal latihan setelah berdiskusi dan
diberikan bimbingan.
Tindakan yang akan dilakukan
untuk memperbaiki kekurangan yang
ada pada siklus I yaitu: sebelum
memulai masuk kemateri, diberikan
terlebih dahulu pertanyaan atau
pengaitan materi yang akan dipelajari
dengan materi sebelumnya dan
kaitannya dalam kehidupan sehari-hari
berusaha mengarahkan siswa untuk
mengerjakan tugas rumah agar
dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya, agar mereka ada persiapan
dari rumah, mengontrol dan
mengawasi siswa dalam mengerjakan
LKS, contoh soal sebaiknya diberikan
conto-contoh yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, penyampaian
materi harus menyesuaikan dengan
daya serap siswa.
Setelah dilakukan tindakan pada
siklus II yang mengacu pada perbaikan
tindakan dari siklus I diperoleh hasil
yang lebih baik. Ini ditunjukan dari
hasil evaluasi akhir siklus dimana
persentase ketuntasan klasikal adalah
85,7 %. Hal ini berarti tindakan pada
siklus II sudah mencapai standar
ketuntasan klasikal 85 %. Dengan
demikian tidak perlu untuk melakukan
siklus selanjutnya.
Dari proses tindakan dan hasil
yang diperoleh dari siklus I, maka
untuk siklus II menunjukan hasil yang
lebih baik dari siklus sebelumnya.
Berarti penerapan pembelajaran
kooperatif tipe NHT dapat
meningkatkan kemampuan
komunikasi matematika siswa
khususnya pada penelitian ini adalah
pokok bahasan persamaan garis lurus.
Setelah melakukan penelitian
tersebut peneliti melihat suasana kelas
lebih hidup karena partisipasi siswa
dalam proses belajar mengajar sangat
aktif. Hal ini mendukung teori menurut
Effandi Zakaria & Zanaton Iksan
(2006: 35) bahwa pembelajaran
kooperatif diyakini paling efektif
karena siswa secara aktif terlibat
dalam berbagi ide dan bekerja sama
dalam kelompok untuk menyelesaikan
tugas-tugas akademik. Berbagi ide
terlihat saat siswa berdiskusi
menyelesaikan soal-soal dalam LKS.
Ide-ide yang dikeluarkan siswa
termasuk mengkomunikasikan
jawaban soal yang diberikan. Adanya
peningkatan kemampuan komunikasi
matematika dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe NHT
dilihat dari hasil tes dua siklus, dimana
peneliti mengacu pada NCTM,
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
51
penilaian kemampuan siswa untuk
berkomunikasi matematika, peneliti
melihat indikasi siswa setelah
pembelajaran kooperatif tipe
NHT.diantaranya siswa dapat:
a. Mengekspresikan ide-ide matematis
dengan berbicara, menulis,
menunjukkan, dan menggambarkan
secara visual.
b. memahami, menafsirkan, dan
mengevaluasi ide-ide matematika
yang disajikan dalam fonns tertulis.
c. menggunakan kosakata matematika,
notasi, dan struktur untuk mewakili
ide-ide, menggambarkan hubungan,
dan situasi model.
Sehingga dalam penelitian ini
pembelajaran kooperatif tipe NHT
dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematika siswa.
SIMPULAN
Proses tindakan dan hasil
evaluasi dari penelitian telah
diperoleh, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Kemampuan komunikasi siswa
mengalami peningkatan dari
siklus I kesiklus II untuk tiap
aspek: aspek yang pertama yaitu
mengilustrasikan ide-ide
matematika dari 30% menjadi
47%, kenaikan sebanyak17%.
Sehingga dari kategori rendah
menjadi kategori sedang.
Kemudian auntuk aspek yang
kedua menguraikan jawaban dan
penggunaan symbol dari 20%
menjadi 40,5%.
Peningkatannnya sebanyak
20,5%. Sehingga pencapaian
total untuk siklus II mencapai
85,7%, dimana dalam hal ini
sudah mencapai kriteria yang
telah ditetapkan yakni 85,7% >
85%. Berarti pembelajaran NHT
sudah dikatakan efektif untuk
kemampuan komunikasi
matematika siswa pada materi
persamaan garis lurus.
2. Peningkatan aktivitas guru dan
siswa, pada siklus pertama hanya
kategori aktif menjadi naik ke
kategori sangat aktif pada siklus
dua.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.I., & Kilcher, A. (2010).
Teaching for student learning
“becoming an accumplhised
teacher”. New York: Published
in the Taylor & Francis e-
Library.
Arends, R.I. (2008). Learning to teach.
(terjemahan Herlly Prajitno S &
Sri Mulyantini S). New York:
McGraw Hill Companies. (buku
asli diterbitkan tahun 2007).
Depdiknas. (2006). Undang-Undang
RI Nomor 20, tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
Depdiknas. (2007). Peraturan menteri
pendidikan nasional republik
indonesia nomor 41, tahun 2007
tentang standar proses untuk
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
52
satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Doston, J.M. (2001). Cooperative
learning structures can increase
student achievement: Kagan
online magazine. 4, Artikel
diambil pada tanggal 15 juli
2011. Dari
http://www.kagan.online.magazi
ne/files/rcd/BE018766/PIG12.pd
f
Effendi Zakaria & Zananto Iksan.
(2007). Promoting cooperative
learning in science and
mathematics educational: A
Malaysian perspective. Eurasia
journal of mathematics, science
& technology education, 35, 35-
39.
Ellis, Athur K. (1998). Teachingand
learning elementary social
student. USA: A Vivacom
Company
Ibrahim, M, dkk. (2000).
Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
UNESA University Press.
Japar, A. (2008). Diambil pada
tanggal 7 Juli dari
http://www.infodiknas.com/im
proving-the
students%E2%80%99-reading
comprehension-through-
numbered-heads-together-
technique/.
Lili Solikhati. (2009). Meningkatkan
Hasil Belajar Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe
TPS. Ms. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan
dan Penerapan, Universitas
Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009.
Marzano. (2001). A handbook for
classroom itruction that work.
American: ASCD.
Numan, Somantri. M. (2001).
Menggagas pembaharuan IPS.
Bandung: remaja Rosdakarya.
NSCC.
http://wikipedia.org/wiki/Nationa
l_Council_the_social_student
Orlich, D.C., Harder, R.J., Callahan,
R.C., Trevisan, M.S., & Brown,
A.H. (2007). Teaching strategies
a guide to effective instruction.
Boston New York: Houghton
Mifflin company.
Robert, L. & Chair, L. (2009). Student
learning, student achievement:
how do teachers measure up?.
American: National board for
professional teaching standars
(NBPTS).
Saiful Bahri Djamarah. (1994).
Prestasi belajar dan kompetensi
guru Surabaya: Usaha Nasional
Slavin, R.E. (2005). Cooperative
learning “theori, research and
practice. London: Allyn and
Bacon.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
53
. (2006). Education
psychology “theory and
practice”(8nd ed). Johns Hopkins
University: Pearson Education
International.
Susan Bawn. (2007). The effects of
cooperative learning on learning
and engagement. Master in
Teaching, diterbitkan. The
Evergreen State College.
Woolfolk, A. (1996). Educational
psychology active learning.
America: Pearson Education
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
54
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Shere (TPS) Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV di SD Negeri Inpres Pasir Putih
Tahun Pelajaran 2013
Siti Fatimah.
Guru SD Negeri Inpres Pasir Putih
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan pembelajaran
kooperatif tipeTPS dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas IV di SD
Negeri Pasir Putih. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan
rancangan penelitian yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas IV di SD Negeri Pasir Putih. Instrumen
yang digunakan ada dua yaitu instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa
dan lembar observasi aktivitas siswa dan guru.
Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPS siswa pada siklus I dengan
persentase ketuntasan klasikal sebesar 69,2% dan pada siklus II dengan
persentase ketuntasan klasikal sebesar 92,30 %. Aktivitas siswa dan guru dari
hasil analisis observasi yang menunjukan peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS
dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas IV di SD Negeri Pasir Putih
tahun peljaran 2013
Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif tipe TPS, prestasi belajar
PENDAHULUAN
Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat
3 menyebutkan bahwa tujuan
pendidikan adalah Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan
suatu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang diatur dalam undang-
undang. Menuntut ilmu merupakan hal
yang penting dalam hidup ini, dengan
ilmu kita dapat menguasai dunia serta
merupakan ibadah bagi kaum
muslimin. Seseorang yang menuntut
ilmu tentu tidak jauh dari yang
namanya belajar.
Departemen Pendidikan
Nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu dan relevansi serta
efisiensi manajemen pendidikan.
Pemerataan kesempatan pendidikan
diwujudkan dalam program wajib
belajar sembilan tahun. Peningkatan
mutu pendidikan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas manusia
Indonesia seutuhnya melalui olahhati,
olahpikir, olahrasa dan olahraga agar
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
55
memiliki daya saing dalam
menghadapi tantangan global.
Peningkatan relevansi pendidikan
dimaksudkan untuk menghasilkan
lulusan yang sesuai dengan tuntutan
kebutuhan berbasis potensi sumber
daya alam Indonesia. Peningkatan
efisiensi manajemen pendidikan
dilakukan melalui penerapan
manajemen berbasis sekolah dan
pembaharuan pengelolaan pendidikan
secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan (Depdiknas, 2006:
1).
Perkembangan akhir-akhir ini,
pemerintah menuntut kepada para
pemerhati pendidikan untuk
meningkatkan kualitas lembaga,
pengajar (guru), dan peserta didik
(siswa) supaya dapat bersaing dalam
kompetensinya masing-masing.
Lembaga pendidikan sebagai
penyelenggara pendidikan di tanah air
tercinta ini, terus berupaya
meningkatkan kualitas, baik kualitas
administrasi maupun manajemen
pengelolaan kelas terus berkompetisi.
Sistem pendidikan terus diperbaharui
demi kelancaran proses pembelajaran
khususnya pada pembelajaran IPS.
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 41 tahun 2007 tentang
standar proses, menyatakan bahwa
proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipatif aktiv serta
memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologi
peserta didik.
Untuk mengikuti standar proses
yang diamanatkan dalam UU di atas,
proses pembelajaran di kelas diupayan
siswa lebih efektif dan termotivasi
untuk belajar. Untuk itulah perlu
adanya metode khusus yang diterapkan
oleh guru untuk menyampaikan materi
embelajaran di kelas. Dalam
mempelajari materi-materi IPS, perlu
proses pembelajaran di kelas yang
lebih menekankan pada siswa sebagai
individu yang memiliki potensi untuk
belajar dan berkembang. Siswa harus
aktif dalam pengembangan
pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak
terbatas pada apa yang disampaikan
oleh guru. Guru harus mengubah
perannya, tidak lagi sebagai pemegang
otoritas tertinggi keilmuan dan
indoktriner, tetapi menjadi fasilitator
yang membimbing siswa ke arah
pembentukan pengetahuan oleh
dirinya sendiri.
Berdasarkan hasil pengamatan
peneliti selama mengajar/menjadi guru
di SDN Inpres Pasir Putih pada kelas
IV menemukan beberapa hal yang
merupakan permasalahan antara lain:
1) prestasi belajar IPS siswa yang
rendah, dilihat dari nilai yang
diperoleh yang kurang dari KKM (70),
2) motivasi dan minat belajar siswa
yang rendah, 3) minimnya peran orang
tua terhadap pendidikan, 4) kurangnya
partisipasi siswa dalam pembelajaran,
5) kurang siapnya siswa dalam
memulai pembelajaran, 5) kuranya
minab baca siswa, dan 6) pembelajaran
yang disampaikan oleh guru masih
bersifat konvensional dan tidak
berfariasi.
Dari permasalahan yang
ditemukan di atas, maka peneliti
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
56
memilih solusi permasalahan dengan
mengubah metode mengajar yang
belum berfariasi dengan menerapkan
pembelajaran kooperatif. Sebagai
metode pembelajaran yang
menekankan pada pengalaman siswa
yaitu metode pembelajaran kooperatif.
Strategi yang melibatkan siswa secara
penuh dalam proses pembelajaran.
Siswa didorong untuk beraktivitas
mempelajari materi pelajaran sesuai
dengan topik yang akan dipelajarinya.
Belajar dalam konteks kooperatif
bukan hanya sekedar mendengarkan
dan mencatat, tetapi belajar adalah
proses berpengalaman secara
langsung. Melalui proses pengalaman
itu, diharapkan perkembangan siswa
terjadi secara utuh, yang tidak hanya
berkembang dalam aspek kognitif saja,
tetapi aspek afektif maupun
psikomotor.
Slavin (2005: 17) menjelaskan
bahwa “pembelajaran kooperatif
menurut teori kognitif, menekankan
pada pengaruh dari kerja sama itu
sendiri (apakah kelompok tersebut
mencoba meraih tujuan kelompok atau
pun tidak)”. Melalui pembelajaran
kooperatif diharapkan di kelas siswa
aktif secara individu, aktif berdiskusi,
berani menyampaikan gagasan dan
menerima gagasan dari orang lain,
kreatif mencari solusi dari suatu
permasalahan yang dihadapi dan
memiliki kepercayaan diri yang tinggi
dalam pembelajaran IPS.
Prestasi belajarar IPS siswa
merupakan salah satu konsentrasi
dalam kegiatan pembelajaran. Upaya
meningkatkan Prestasi belajarar IPS
siswa selalu menemui berbagai macam
permasalahan yang cukup kompleks,
salah satunya kejenuhan siswa dalam
belajar. Mengatasi kejenuhan siswa
belajar IPS membutuhkan adanya
kreatifitas guru menciptakan
pembelajaran menyenangkan sesuai
dengan karakteristik materi pelajaran
sehingga terjadi prestasi belajar siswa
semakin tinggi.
Pembelajaran IPS perlu
diterapkan metode pembelajaran yang
bervariasi sehingga mampu membekali
Prestasi belajarar IPS untuk dapat
mencapai kompetensi yang
diharapkan. Pembelajaran ini adalah
pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Sher. Dimana tipe TPS ini, guru
biasa menunjukkan pasangan untuk
bertukar ide, kemudian guru
memberikan tugas dan siswa
mengerjakan tugas secara individu
terlebuh dahulu, kemudian setelah
selesai, masing-masing pasangan
bergabung dengan pasangan yang
sudah ditunjuk gurunya, pasangan
tersebut bertukar ide untuk
merumuskann jawaban mereka atas
pertanyaan yang diajukan guru, setelah
waktu berahir kemudian dari
perwakilan tiap pasangan untuk
menyampaikan hasil diskusinya
tersebut dan siswa lain menanggapi,
Slavin (2005: 36). Dengan adanya
pasangan untuk bertukar ide mengenai
permasalah yang diajukan guru
diharapkan penguasaan materi IPS
siswa lebih optimal lagi, yang ahirnya
dapat berimplikasi meningkatnya
prestasi belajar IPS siswa.
Pembelajaran kooperatif tipe
TPS
Sa’dijah, Cholis (2006 : 12)
menyatakan bahwa Think Pair Share
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
57
adalah suatu metode pembelajaran
kooperatif yang memberi siswa waktu
untuk berfikir dan merespon serta
saling bantu satu sama lain. Metode ini
memperkenalkan ide “waktu berfikir
atau waktu tunggu” yang menjadi
faktor kuat dalam meningkatkan
kemampuan siswa dalam merespon
pertanyaan. Pembelajaran Kooperatif
model Think-Pair-Share ini relatif
lebih sederhana karena tidak menyita
waktu yang lama untuk mangatur
tempat duduk ataupun
mengelompokkan siswa. Pembelajaran
ini melatih siswa untuk berani
berpendapat dan menghargai pendapat
teman.
Think Pair Share (TPS) adalah
strategi diskusi kooperatif yang
dikembangkan oleh Frank Lyman dan
kawan-kawannya dari Universitas
Maryland pada tahun 1981. TPS
mampu mengubah asumsi bahwa
metode resitasi dan diskusi perlu
diselenggarakan dalam setting
kelompk kelas secara keseluruhan.
Think Pair Share memberikan kepada
siswa waktu untuk berpikir dan
merespon serta saling bantu satu sama
lain . Think Pair Share memiliki
prosedur yang secara eksplisit untuk
member siswa waktu untuk berpikir,
menjawab, saling membantu satu sama
lain. Dengan demikian diharapkan
siswa mampu bekerja sama, saling
membutuhkan, dan saling bergantung
pada kelompok kecil secara kooperatif.
Menurut Susilo, (2005: 3)
menyebutkan tahapan demi tahapan
yang dilakukan pada pelaksanaan
Think Pair Share, antara lain:
a. Tahap satu, think (berpikir).
Pada tahap ini guru
memberikan pertanyaan yang
terkait dengan materi pelajaran.
Proses TPS dimulai pada saat
ini, yaitu guru mengemukakan
pertanyaan yang menggalakkan
berpikir ke seluruh kelas.
Pertanyaan ini hendaknya
berupa pertanyaan terbuka
yang memungkinkan dijawab
dengan berbagai macam
jawaban.
b. Tahap dua, pair
(berpasangan).
Pada tahap ini siswa
berpikir secara individu. Guru
meminta kepada siswa untuk
berpasangan dan mulai
memikirkan pertanyaan atau
masalah yang diberikan guru
tadi dalam waktu tertentu.
Lamanya waktu ditetapkan
oleh guru berdasarkan
pemahaman guru terhadap
siswanya, sifat pertanyaanya,
dan skedul pembelajaran.
Siswa disarankan untuk
menulis jawaban atau
pemecahan masalah hasil
pemikirannya.
c. Tahap 3, share (berbagi).
Pada tahap ini siswa
secara individu mewakili
kelompok atau berdua maju
bersama untuk melaporkan
hasil diskusinya ke seluruh
kelas. Pada tahap terakhir ini
siswa seluruh kelas akan
memperoleh keuntungan dalam
bentuk mendengarkan berbagai
ungkapan mengenai konsep
yang sama dinyatakan dengan
cara yang berbeda oleh
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
58
individu yang berbeda. Ada
beberapa alasan mengapa TPS
perlu digunakan, antara lain:
1) TPS membantu menstrukturkan
diskusi. Siswa mengikuti proses
yang telah ditentukan sehingga
membatasi kesempatan pikirannya
melantur dan tingkah lakunya
menyimpang karena harus
melapor hasil pemikiranyya ke
mitranya/temanya.
2) TPS meningkatkan partisipasi
siswa dan meningkatkan
banyaknya informasi yang dapat
diingat siswa.
3) TPS meningkatkan lamanya
”Time On Task” dalam kelas dan
kualitas kontribusi siswa dalam
diskusi kelas.
4) Siswa dapat
mengembangkan
kecakapan hidup sosialnya.
Lebih lanjut menurut
Menurut Susilo, (2005: 7)
Keunggulan-Keunggulan Think
Pair Share antara lain:
a. TPS mudah diterapkan
diberbagai jenjang pendidikan
dan dalam setiap kesempatan.
b. Menyediakan waktu berpikir
untuk meningkatkan kualitas
respon siswa.
c. Siswa menjadi lebih aktif
dalam berpikir mengenai
konsep dalam mata pelajaran.
d. Siswa lebih memahami tentang
konsep topik pelajaran selama
diskusi.
e. Siswa dapat belajar dari siswa
lain.
f. Setiap siswa dalam
kelompoknya mempunyai
kesempatan untuk berbagi atau
menyampaikan idenya.
2. Prestasi Belajar
Poerwadarminta dalam
Djamarah (1994: 20) berpendapat
bahwa prestasi adalah hasil yang telah
dicapai (dilakukan, dikerjakan dan
sebagainya) sedangkan menurut
Mas’ud Khasan Abdul Qohar, prestasi
adalah apa yang telah dapat diciptakan,
hasil pekerjaan hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh
dengan jalan keuletan kerja.
Belajar adalah menurut
Sardiman dalam Djamarah (1994: 21)
mengemukakan suatu rumusan, bahwa
belajar sebagai rangkaian kegiatan
jiwa raga, psikofisik, menuju
keperkembangan pribadi manusia
seutuhnya, yang menyangkut unsur
cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Sementara Gani dalam
Wahyuningsih (2003: 13) menyatakan
bahwa prestasi belajar itu harus
mencerminkan sekurangnya tiga
aspek, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor. Diantara berbagai hasil
belajar tersebut, menurut Sudjana
(1989: 43) hasil belajar dalam aspek
kognitif yang paling banyak dinilai
oleh guru di sekolah yang berkaitan
dengan kemampuan siswa dalam
menguasai isi bahan pengajaran.
Menurut Rober & Chair (2009:
9), “student achievement is the status
of subject-matter knowledge,
understandings, and skills at one point
in time most commonly used measure
of student achievement is a
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
59
standardized test”. Maksud dari
pernyataan bahwa prestasi siswa
adalah status pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilan
terhadap materi yang telah dicapai
siswa pada waktu yang ditentukan.
Untuk mengukur prestasi yang paling
umum digunakan adalah tes standar.
Lebih lanjut pendapat Rober & Chair
(2009: 38), “achievement is that it is
easier to estimate each student’s
expected outcomes when we have
measures over time for each individual
student. Student scores are highly
correlated over time”. Maksud dari
pernyataan tersebut bahwa prestasi
adalah cara yang lebih mudah untuk
memperkirakan hasil yang diharapkan
dari setiap siswa ketika kita ingin
mengukur diahir waktu tertentu untuk
setiap individu siswa. Nilai siswa
saling berkaitan dari waktu ke waktu.
Berdasarkan menurut pendapat
para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa prestasi belajar adalah hasil
yang diperoleh dari suatu kegiatan
yang telah dikerjakan, diciptakan, baik
secara individu maupun kelompok
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian tindakan (action
research). Penelitian tindakan
dilakukan untuk meningkatkan presatsi
belajar IPS dengan menggunakan
modelpembelajaran kooperatif tipe
TPS.
Rancangan dalam penelitian ini
mengacu pada model spiral atau siklus
menurut Kemmis & Mc Taggart (Mc
Taggar, 1991: 32). Tujuan
menggunakan model ini adalah apabila
pada awal pelaksanaan tindakan
ditemukan adanya kekurangan, maka
tindakan perbaikan dapat dilakukan
pada tindakan selanjutnya sampai pada
target yang diinginkan tercapai. Pada
masing-masing siklus terdiri dari tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi.
Mengacu pada model Kemmis dan
Mc. Taggart di atas, maka langkah-
langkah penelitian tindakan kelas
(PTK) dengan empat tahap yaitu :
a. Perencanaan
Peneliti sebagai guru, merumuskan
rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam rangka
melaksanakan tindakan. Guru
melaksanakan pembelajaran
mengacu pada esensi tindakan dan
rencana pelaksanaan pembelajaran
yang telah disusun dengan
menggunakan metode TPS
.
b. Pelaksanaan
Guru melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan perangkat
pembelajaran yang telah sisusun
dengan baik, dalam hal ini adalah
rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran
kooperatif TPS.
c. Observasi
Dalam penelitian ini yang menjadi
sebagai observator yaitu dibantu
oleh guru lain/teman sejawat untuk
mengamati pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan.
Obsever melakukan pengamatan
terhadap aktivitas siswa da
guru/peneliti sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP)
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
60
menggunakan pendekatan
pembelajaran kooperatife tipe TPS.
d. Refleksi
Peneliti merefleksi hasil observasi
setiap pertemuan pada masing-
masing siklus. Peneliti mengadakan
refleksi setelah dilakukan
pembelajaran setiap akhir siklus.
Refleksi ini bertujuan untuk
menemukan kekurangan yang
kemudian dijadikan sebagai dasar
penyusunan tindakan pada siklus
selanjutnya.
Teknik dan Instrumen
Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data kualitatif dan
kuantitatif yaitu prestasi belajar siswa.
Sumber data penelitian ini adalah siswa.
Adapun langkah-langkah pengumpulan
data adalah diambil dengan cara
menggunakan tes akhir tiap siklus setelah
melaksanakan pembelajaran untuk
melihat kemampuan prestasi siswa.
Instrumen pengumpulan data
dalam penelitian ini berupa instrumen
Tes berbentuk esay untuk mengukur
prestasi siswa sebagai variabel
dependen. Tes dilaksnakan pada tiap
ahir siklus untuk melihat peningkatan
prestasi belajar IPS siswa. Test
pada ahir siklus pertama terdiri dari 5
butir soal esay dan tes ahir siklus dua
juga terdiri dari 4 butir soal bentuk
esay.
Teknik Analisis Data
Penelitian tindakan (action
research) dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui
peningkatan prestasi belajar
matematika siswa. Adapun data
yang dianalisis dengan teknik
analisa sebagai berikut.
1. Data prestasi t.
Keterangan:
KK : Ketuntasan Klasikal
X : Jumlah siswa yang
memperoleh nilai KKM Z : Jumlah siswa yang
ikut tes
2. Data Aktivitas
Siswa
Menentukan skor yang diperoleh
Setiap indikator aktivitas siswa
penskorannya berdasarkan aturan
sebagai berikut.
1. Skor 4 diberikan jika 3 melakukan
deskriptor.
2. Skor 3 diberikan jika 2 melakukan
deskriptor.
3. Skor 2 diberikan jika 1 melakukan
deskriptor.
4. Skor 1 diberikan jika 0 melakukan
deskriptor.
Penentuan kategori aktivitas
siswa dengan menggunakan pedoman
dari Djemari Mardapi (2004: 117),
dijelaskan pada Tabel pedoman
aktivitas belajar siswa di bawah ini:
Tabel 1.
Pedoman Kategori Aktivitas Belajar
Siswa
Interval Kategori
X �̅� + 1. SBx Sangat aktif
�̅� ≤ X < �̅�+ 1. SBx Aktif
�̅� + 1. SBx ≤ X <
�̅�
Cukup aktif
X < �̅� - 1. SBx Kurang
aktif
%100xZ
XKK
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
61
Keterangan : X = Aktivitas
Belajar Siswa.
Menentukan �̅� dan SBx
�̅� = 2
1(skor maksimal
+ skor minimum)
SBx = 1
3�̅�
Keterangan :
�̅� = Rerata skor SBx = Simpangan baku
rerata skor
c. Data Aktivitas Guru
Tabel 2.
Pedoman Kategori Kegiatan Guru
Interval Kategori
X �̅� + 1. SBx Sangat aktif
�̅� ≤ X < �̅�+ 1. SBx
Aktif
�̅� + 1. SBx ≤ X
< �̅�
Cukup aktif
X < �̅� - 1. SBx Kurang aktif
Keterangan : X = kegiatan guru.
HASIL PENELITIAN
Siklus I
Sebelum proses belajar dimulai
pada siklus I, peneliti telah
mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP),
lembar observasi, soal evaluasi untuk
mendukung kelancaran proses
pembelajaran.
Siklus I dilaksanakan
dengan membahas materi:
mengenal kegiatan ekonomi
masyarakat
a. Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar pada siklus
I dilaksanakan mengacu pada RPP
yang telah disusun.
b. Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas peneliti
dalam mengajara dilaksanakan oleh
teman sejawat selama berlangsung
proses belajar mengajar dengan
mengisi lembar observasi yang
telah disiapkan. Sedangkan untuk
observasi aktivitas siswa
dilaksanakan oleh teman sejawat
juga. Ringkasan data hasil observasi
tersebut dapat dilihat berikut ini :
Observasi untuk aktivitas siswa
Tabel 3.
Hasil Observasi aktivitas siswa
siklus I
Aspek yang
Diobservasi
Keterl
aksan
aan
s
k
o
r
Y
a
ti
da
k
A. Kesiapan siswa
dalam menerima
pelajaran
A.1 Keterlibatan siswa
dalam kelompok
kooperatif
3
A.2 Keterlibatan
Individu
2
B. Antusias siswa dalam
mengikuti kegiatan
pembelajaran
3
C. Respon dalam
pembelajaran
2
D. Aktivitas siswa dalam
diskusi
2
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
62
Jumlah 1
2
Observasi untuk aktivitas Guru
Tabel 4.
Hasil Observasi aktivitas Guru
siklus I
Aspek yang diobservasi Keter
laksa
naan
S
k
o
r
Y
a
ti
d
a
k
A. Pendahuluan 3
A.1 Membangkitkan minat
dan motivasi siswa
dalam belajar
B. Kegiatan Inti
B.1 Penyampaian materi
kepada siswa 3
B.2 Pengaturan waktu dan
pengaturan kegiatan
secara kelompok
dengan melihat situasi
latihan soal yang
berlangsung
2
B.3 Pendampingan siswa
selama proses belajar
mengajar berlangsung
2
B.4 Pendampingan siswa
dalam kegiatan
kelompok
3
C. Penutup
C.1 Bersama-sama siswa
membuat kesimpulan
dengan bahasa sendiri
Jumlah
1
5
c. Hasil Evaluasi
Adapun hasil
evaluasi yang
diperoleh pada siklus I
untuk kemampuan
prestasi IPS siswa
sebagai berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas: 9
b. Jumlah siswa yang tidak tuntas : 4
d. Jumlah siswa yang ikut tes: 13
e. Ketuntasan klasikal: 69,2 %
Berdasarkan indikator
ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥ 85
%, maka pada hasil evaluasi siklus
tersebut belum mencapai standar
ketuntasan untuk prestasi IPS siswa,
hal ini diakibatkan karena masih ada
siswa yang masih mendapat nilai 70
kebawah. Sehingga sebelum
melanjutkan pembelajaran ke siklus
berikutnya dilakukan upaya perbaikan
dan penyempurnaan terlebih dahulu
dengan melakukan diskusi dengan
siswa yang mendapat nilai kurang dari
70 dengan memberikan saran-saran
seperti: 1) jika belum memahami
materi pelajaran, jangan takut untuk
bertanya baik bertanya kepada guru
maupun kepada teman yang lain, 2)
serius dalam berdiskusi, 3) sepulang
dari sekolah usahakan belajar kembali
materi yang dipelajari dikelas, dan 4)
mengerjakan PR.
Adapun hasil yang tampak dari
saran-saran yang telah diberikan
seperti terlihat siswa lebih termotivasi
dan antusiasnya siswa dalam bertanya
baik kepada temannya maupun kepada
guru. Dan juga dapat terlihat pada saat
siswa mengerjakan soal-soal latihan
serta, mengerjakan PR.
d. Refleksi
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
63
Melihat hasil yang diperoleh
dari proses belajar mengajar sampai
hasil evaluasi pada siklus I, masih
belum mencapai hasil yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh
data observasi aktivitas siswa.
Diantaranya adalah, kesiapan siswa
untuk menerima pelajaran masih
sangat kurang.
Berdasarkan hasil evaluasi
menunjukan belum tercapainya hasil
yang memuaskan. Dapat dilihat dari
ketuntasan belajar siswa untuk
prestasi IPS siswa hanya mencapai
69,2 % dari standar ketuntasan ≥ 85%.
Untuk merespon komentar
Observer, peneliti melakukan umpan
balik kepada observer tentang apa
yang perlu diperbaiki agar pada siklus
selanjutnya dapat meningkat. Masukan
dari Observer tersebut antara lain:
Berusaha mengarahkan siswa untuk
mengerjakan tugas rumah agar
dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya, agar mereka ada persiapan
dari rumah, Penyampaian materi harus
menyesuaikan dengan daya serap
siswa.
Siklus II
Adapun materi yang dibahas pada
siklus ini adalah kegiatan ekonomi
masyarakat.
1. Pelaksanaan tindakan
Proses belajar
mengajar pada siklus II
mengacu pada RPP yang
telah disusun.
2. Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas siswa dan
guru dilaksanakan oleh teman sejawat
selama berlangsung proses belajar
mengajar dengan mengisi lembar
observasi yang telah disiapkan.
Ringkasan data hasil observasi tersebut
dapat dilihat berikut ini :
Observasi untuk aktivitas siswa
Tabel .
Hasil Observasi aktivitas siswa
siklus II
Aspek yang
Diobservasi
Keter
laksa
naan s
k
o
r
Y
a
ti
d
a
k
A. Kesiapan siswa
dalam menerima
pelajaran
A.1 Keterlibatan siswa
dalam kelompok
kooperatif
4
A.2 Keterlibatan
Individu
4
B. Antusias siswa
dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran
4
C. Respon dalam
pembelajaran
4
D. Aktivitas siswa
dalam diskusi
4
Jumlah 2
0
Observasi untuk aktivitas Guru
Tabel .
Hasil Observasi aktivitas Guru
siklus II
Aspek yang
diobservasi
Keterlak
sanaan
Sk
or
y
a
tida
k
A. Pendahuluan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
64
A.1
Membangkit
kan minat
dan motivasi
siswa dalam
belajar
4
B. Kegiatan Inti
B.1 Penyampaian
materi kepada
siswa
B.2 Pengaturan
waktu dan
pengaturan
kegiatan
secara
kelompok
dengan
melihat
situasi
latihan soal
yang
berlangsung
4
B.3
Pendamping
an siswa
selama
proses
belajar
mengajar
berlangsung
4
B.4
Pendamping
an siswa
dalam
kegiatan
kelompok
4
C. Penutup
C.1 Bersama-
sama siswa
membuat
kesimpulan
dengan
4
bahasa
sendiri
Jumlah
24
3. Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang diperoleh
pada siklus II dapat dilihat pada
lampiran. Secara ringkas hasilnya
sebagai berikut:
1. Jumlah siswa yang tuntas :
12 siswa
2. Jumlah siswa yang belum tuntas :
1 siswa
3. Jumlah siswa yang ikut tes : 13
siswa
4. Ketuntasan klasikal :
92,30 %
Data tersebut diatas
menunjukan bahwa pada siklus II
sudah mencapai standar ketuntasan
klasikal yaitu 92,30 %. Persentase
ketuntasannya menunjukan
peningkatan dari siklus sebelumnya.
Karena pada siklus II ketuntasan
klasikalnya telah mencapai ≥85%,
maka tidak perlu untuk melanjutkan ke
siklus berikutnya.
PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan dalam dua siklus dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe TPS pada materi pelajaran
kegiatan ekonomi masyarakat
Berdasarkan hasil analisis
tindakan dan hasil evaluasi pada siklus
I diketahui bahwa ketuntasan belajar
belum mencapai seperti yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh
hasil evaluasinya yaitu persentase
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
65
ketuntasannya adalah 69,2%, sehingga
sebelum melanjutkan pembelajaran ke
siklus berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan terlebih
dahulu dengan melakukan diskusi dan
membimbing siswa yang mendapat
nilai kurang dari 70 dengan bimbingan
secara khusus atau individual. Adapun
hasilnya adalah dengan lebih
termotivasi dan antusiasnya siswa
dalam bertanya baik kepada temannya
maupun kepada guru. Dan juga dapat
terlihat pada saat siswa mengerjakan
soal-soal latihan setelah berdiskusi dan
diberikan bimbingan.
Tindakan yang akan dilakukan
untuk memperbaiki kekurangan yang
ada pada siklus I yaitu: sebelum
memulai masuk kemateri, diberikan
terlebih dahulu pertanyaan atau
pengaitan materi yang akan dipelajari
dengan materi sebelumnya dan
kaitannya dalam kehidupan sehari-hari
berusaha mengarahkan siswa untuk
mengerjakan tugas rumah agar
dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya, agar mereka ada persiapan
dari rumah, mengontrol dan
mengawasi siswa dalam mengerjakan
LKS, contoh soal sebaiknya diberikan
conto-contoh yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, penyampaian
materi harus menyesuaikan dengan
daya serap siswa.
Setelah dilakukan tindakan pada
siklus II yang mengacu pada perbaikan
tindakan dari siklus I diperoleh hasil
yang lebih baik. Ini ditunjukan dari
hasil evaluasi akhir siklus dimana
persentase ketuntasan klasikal adalah
92,30 %. Hal ini berarti tindakan pada
siklus II sudah mencapai standar
ketuntasan klasikal 85 %. Dengan
demikian tidak perlu untuk melakukan
siklus selanjutnya.
Dari proses tindakan dan hasil
yang diperoleh dari siklus I, maka
untuk siklus II menunjukan hasil yang
lebih baik dari siklus sebelumnya.
Berarti penerapan pembelajaran
kooperatif tipe TPS dapat
meningkatkan prestasi IPS siswa
khususnya pada penelitian ini
Setelah melakukan penelitian
tersebut peneliti melihat suasana kelas
lebih hidup karena partisipasi siswa
dalam proses belajar mengajar sangat
aktif.
SIMPULAN
Proses tindakan dan hasil
evaluasi dari penelitian telah
diperoleh, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
a) Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe TPS
dapat meningkatkan prestasi IPS
siswa kelas IV SDN Inpres Pasir
Putih pada pokok bahasan kegiatan
ekonomi masyarakat.
b) Kemampuan
prestasi IPS siswa tersebut
ditunjukan oleh aktivitas siswa
dalam kelas dan hasil evaluasi tiap
akhir siklus. Pada siklus I, persentase
ketuntasan sebesar 69,2 % dan pada
siklus II dengan persentase
ketuntasan 92,30 %.
c) Demikian juga
pada aktivitas guru meningkat dari
siklus I dan siklus II.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
66
Arends, R.I., & Kilcher, A. (2010).
Teaching for student learning
“becoming an accumplhised
teacher”. New York: Published
in the Taylor & Francis e-
Library.
Arends, R.I. (2008). Learning to teach.
(terjemahan Herlly Prajitno S &
Sri Mulyantini S). New York:
McGraw Hill Companies. (buku
asli diterbitkan tahun 2007).
Brown, H.D. (2000). Principle of
language and teaching. New
York: By Addison Wesley
longman, inc
Dick, W., Carey, L., James. O., &
Carey, C. (2001). The systematic
design of instruction . Newyork:
Addison-weley educational
publisher inc.
Doston, J.M. (2001). Cooperative
learning structures can increase
student achievement: Kagan
online magazine. 4, Artikel
diambil pada tanggal 15 juli
2011. Dari
http://www.kagan.online.magazi
ne/files/rcd/BE018766/PIG12.pd
f
Effendi Zakaria & Zananto Iksan.
(2007). Promoting cooperative
learning in science and
mathematics educational: A
Malaysian perspective. Eurasia
journal of mathematics, science
& technology education, 35, 35-
39.
Joyce, B., & Weil, M. (2004). Models
of teaching. Boston:
Allyn and Bacon.
Marzano. (2001). A handbook for
classroom itruction that work.
American: ASCD.
Orlich, D.C., Harder, R.J., Callahan,
R.C., Trevisan, M.S., & Brown,
A.H. (2007). Teaching strategies
a guide to effective instruction.
Boston New York: Houghton
Mifflin company.
Robert, L. & Chair, L. (2009). Student
learning, student achievement:
how do teachers measure up?.
American: National board for
professional teaching standars
(NBPTS).
Slavin, R.E. (2005). Cooperative
learning “theori, research and
practice. London: Allyn and
Bacon.
. (2006). Education
psychology “theory and
practice”(8nd ed). Johns Hopkins
University: Pearson Education
International.
Woolfolk, A. (1996). Educational
psychology active learning.
America: Pearson Education
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
36
MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR PADA
PELAJARAN IPS EKONOMI PADA MATERI LEASING
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN FICTURE AND
FICTURE DI KELAS VIIC MADRASAH TSANAWIYAH
NEGERI WATAMPONE KECAMATAN TANETE RIATTANG
TIMUR KABUPATEN BONE
FATMAWATI [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa
dengan menggunakan model pembelajaran picture and picture pada pelajaran IPS
Ekonomi kelas VII C MTsN Watampone Kecematan Tanete Riattang Kabupaten
Bone Tahun Pembelajaran 2012/2013 terdiri dari 33 siswa, 14 Laki-laki dan 19
perempuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan
adalah mengolah data, mengidentifikasi data,menganalisis data, dan
mengumpulkan hasil pembelajaran. Hasil penelitian, sebanyak 80% siswa dapat
meningkatkan prestasi belajar melalui model pembelajaran picture and picture,
dengan menggunakan model pembelajaran picture and picture dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa karena siswa dapat bertukar pendapat antar
kelompok. Model pembelajaran ceramah diganti dengan model pembelajaran
picture and picture, diharapkan dapat berpengaruh terhadap motivasi dan minat
belajar siswa dan diikuti dengan prestasi belajar siswa.
Kata kunci: Aktivitas Belajar Pada Pelajaran IPS Ekonomi Pada Materi Leasing
Melalui Model Pembelajaran Ficture And Ficture
PENDAHULUAN
Kondisi umum dalam dunia
pendidikan terutama pendidikan
ekonomi adalah sebagai salah satu
ilmu dasar yang mempunyai peranan
penting. Karena pelajaran ekonomi
merupakan salah satu sarana dalam
membentuk siswa untuk berpikir
secara alamiah. Hal ini sesuai dengan
fungsi pembelajaran ekonomi yaitu
untuk mengembangkan kemampuan
berhitung dan berwira usaha, dalam
wadah perekonomian yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Menyadari pentingnya
pembelajaran ekonomi pada jenjang
Sekolah Peningkatan mutu
pendidikan ekonomi ditandai dengan
peningkatan hasil belajar ekonomi.
Mutu hasil belajar ekonomi
ditentukan oleh mutu proses belajar
ekonomi di kelas atau di sekolah.
Peningkatan mutu pendidikan hanya
dapat dicapai melalui peningkatan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
37
37
mutu proses pembelajaran ekonomi
yang bermuara pada peningkatan
hasil belajar ekonomi.
Sejalan dengan salah satu tujuan
pembelajaran ekonomi disekolah
menengah tercantum dalam
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) melatih siswa
untuk mengembangkan kemampuan
dalam menarik kesimpulan, kreatif,
mampu menyelesaikan masalah dan
mengkomunikasikan gagasan, serta
menata cara berfikir untuk mengubah
tingkah laku ( Depdiknas, 2006).
Mutu proses dan hasil pembelajaran
ekonomi dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain adalah penggunaan
model pembelajaran. Dengan
penggunaan model pembelajaran
yang tepat maka hasil belajar
ekonomi siswa akan meningkat
sehingga kriteria ketuntasan
minimum 60 yang telah ditetapkan
sekolah dapat dicapai oleh seluruh
siswa. Tinggi Rendahnya hasil
belajar ekonomi akibat proses
pembelajaran yang kurang tepat
mendorong peneliti untuk
mengadakan perbaikan terhadap
proses pembelajaran. Salah satunya
adalah dengan memilih model
pembelajaran picture and picture
dengan harapan mampu
memperbaiki proses pembelajaran
ekonomi disekolah tersebut yang
bermuara pada hasil belajar siswa
dan mampu mencapai KKM yang
telah ditentukan sekolah.
Pentingnya penggunaan
metode pembelajaran merupakan
Proses pembelajaran interaksi guru-
siswa dan siswa-siswa yang secara
tidak langsung menyangkut berbagai
komponen lain yang saling terkait
menjadi suatu sistem yang utuh.
Pendidikan dapat mengalami
perubahan ke arah yang lebih baik
bahkan sempurna sehingga sangat
diharapkan adanya pembaharuan-
pembaharuan. Salah satu upaya
pembaharuan dalam bidang
pendidikan adalah pembaharuan
metode atau meningkatkan relevansi
metode mengajar. Metode mengajar
dikatakan relevan jika mampu
mengantarkan siswa mencapai tujuan
pendidikan pada umumnya. Banyak
hasil riset yang mengungkapkan
bahwa minat belajar siswa
berkorelasi positif dengan
keberartian pengalaman belajar
siswa. Keberartian pengalaman
belajar siswa dapat diperoleh dari
pemberian kegiatan belajar yang
mengaktifkan siswa secara mental-
intelektual dalam suasana belajar
yang menyenangkan. Hal tersebut
menekankan pentingnya penyediaan
kondisi yang dapat mengefektifkan
belajar siswa. Pentingnya minat
belajar merupakan salah tolak ukur
dari keberhasilan siswa dalam
belajar. Siswa yang memiliki minat
pada mata pelajaran IPS tentunya
akan melaksanakan pekerjaanya
dengan perasaan senang dan tidak
menundah-nundah pekerjaanya.
Sikap yang demikian
menggambarkan ketertarikan siswa
terhadap materi pelajaran dan
mengupayakan kegiatan yang dapat
mendukungnya dalam
mencapai prestasi belajar.
kenyataanya minat belajar siswa
pada mata pelajaran IPS masih
rendah. Umumnya siswa kurang
memiliki ketertarikan pada mata
pelajaran IPS disebabkan karena
guru yang membosankan karena
mengutamakan metode hafalan dan
ceramah. Dalam kesehariannya
Namun masih dijumpai siswa yang
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
38
38
lambat dalam melaksanakan tugas,
membolos pada saat jam pelajaran
berlangsung, tidak mengerjakan PR
dan sikap acuh tak acuh serta nilai
hasil belajar yang lebih rendah dari
nilai KKM ( Kriteria Ketuntasan
Minimal ).
Kondisi pra peneltian yang
terjadi pada objek Banyak Faktor
yang menyebabkan prestasi belajar
IPS Ekonomi rendah, antara lain
kualitas guru yang belum semuanya
profesional dalam bidangnya,
fasilitas yang belum lengkap, minat
siswa dalam belajar karena mereka
belum menguasai pengetahuan ,
proses pembelajaran yang belum
bermutu, dan dana pendidikan yang
belum mencukupi (Paul
Suparno,2008:2). Pada proses
pembelajaran, peran guru sangat
penting. “Guru seharusnya dapat
mendiagnosis berbagai situasi dan
mengadaptasikan serta menggunakan
pengetahuan profesionalnya secara
tepat guna untuk meningkatkan
pembelajaran siswa” (Richard I
Arends, 2008:19). Rendahnya
prestasi belajar siswa dapat juga
disebabkan dominannya proses
pembelajaran konvensional yang
dilakukan guru. Pada pembelajaran
konvensional suasana kelas
cenderung teacher-centered sehingga
siswa menjadi pasif, meskipun
demikian guru lebih suka
menerapkan model tersebut, sebab
tidak memerlukan alat dan media
pembelajaran, hanya cukup
menjelaskan konsep-konsep yang
ada pada buku ajar atau referensi
lain. Siswa tidak diajarkan dengan
strategi belajar yang dapat
memahami bagaimana belajar,
berpikir dan memotivasi diri sendiri,
padahal aspek tersebut merupakan
kunci keberhasilan dalam
pembelajaran sehingga dapat
membantu siswa memahami materi
ajar dan aplikasi serta relevansinya
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
sesuai dengan pendapat di bawah ini:
yang berarti dalam mengajar guru
selalu menuntut siswa untuk belajar
dan jarang memberikan pelajaran
tentang bagaimana siswa
untuk belajar, guru juga menuntut
siswa untuk menyelesaikan masalah,
tapi jarang
mengajarkan bagaimana siswa
seharusnya menyelesaikan masalah.
Arends 1997
Pentingnya penelitian akan
dilaksanakan di sekolah selama ini
memang cenderung sangat teoritik
dan dirasa tidak ada relevansinya
dengan lingkungan di mana peserta
didik tinggal. Sehingga tidak jarang
dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik tidak mampu menerapkan apa
yang dipelajarinya di bangku sekolah
untuk memecahkan masalah
sekaligus memenuhi tuntutan hidup
di masyarakat. Akhir-akhir ini kita
masih sering direpotkan oleh gejala
kenakalan siswa” daIam berbagai
bentuknya, lalu publik pun segera
melirik dunia pendidikan sebagai
sumber awal, setidak-tidaknya dari
faktor kegagalan proses pendidikan
dalam mentransformasikan nilai-nilai
agama dan nilai-nilai etis pada
umumnya kepada peserta didik.
Masalah ini seringkali menjadi fokus
perbincangan para praktisi
pendidikan, pakar pendidikan dan
masyarakat pada umumnya. Oleh
karena itu, pentingnya peran
pendidikan agama dalam
pembangunan watak bangsa,
sehingga pendidikan agama harus
diberikan pada semua jalur, jenjang
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
39
39
dan jenis pendidikan. Pendidikan
agama yang mendorong peserta didik
untuk taat menjalankan ajaran
agamanya dalam kehidupan sehari-
hari dan menjadikan agama sebagai
landasan etika dan moral dalam
berbangsa dan bernegara. Karena itu
jika anak-anak, remaja, menurut
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan
Agama dan dapat Pembangunan
Watak Bangsa, (jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005), ataupun
orang dewasa tanpa mengenal
agama, maka perilaku moral yang
dimilikinya dapat mendorong ke pola
laku dan pola pikir yang kurang atau
bahkan tidak baik.
Tinjauan tentang aktivitas
belajar
Menurut Poerwadarminta
(2003:23), aktivitas adalah kegiatan.
Belajar menurut Dimyati dan
Mudjiono (1999:7) merupakan
tindakan dan perilaku siswa yang
kompleks. Menurut Sadirman
(1994:24) menyatakan:"'Belajar
sebagai suatu interaksi antara diri
manusia dengan lingkungan yang
mungkin terwujud pribadi, fakta,
konsep ataupun teori". Jadi aktivitas
belajar adalah kegiatan-kegiatan
siswa yang menunjang keberhasilan
belajar yang merupakan interaksi
antara siswa dengan guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam hal kegiatan belajar,
Rousseuau (dalam Sardiman
2004:96) memberikan penjelasan
bahwa segala pengetahuan itu harus
diperoleh dengan pengamatan
sendiri, penyelidikan sendiri, dengan
bekerja sendiri baik secara rohani
maupun teknis.
Paul B. Diedrich dalam
Sardiman (2004: 101) membuat
suatu daftar yang berisi 177 macam
kegiatan/aktifitas belajar siswa yang
digolongkan ke dalam 6 kelompok :
1. Visual Activities, meliputi
kegiatan seperti membaca,
memperhatikan (gambar,
demonstrasi, percobaan dan
pekerjaan orang lain)
2. Oral Activities, seperti :
menyatakan, merumuskan,
bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat,
mengadakan wawancara, diskusi,
dan interupsi.
3. Listening Activities, seperti :
mendengarkan uraian, percakapan
diskusi, musik dan pidato.
4. Writting Activities, seperti :
menulis cerita, menulis karangan,
menulis laporan, angket,
menyalin, membuat rangkuman.
5. Drawing Activities, seperti ;
menggambar, membuat
grafik, peta, diagram.
6. Motor Activities, seperti :
melakukan percobaan, membuat
konstruksi, model, mereparasi,
bermain dan berternak
Secara umum faktor-faktor
yang memengaruhi belajar dibedakan
atas dua kategori, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Kedua
faktor tersebut saling memengaruhi
dalam proses belajar individu
sehingga menentukan kualitas hasil
belajar.
Faktor internal adalah faktor-
faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan dapat memengaruhi
hasil belajar individu. Faktor-faktor
internal ini meliputi faktor fisiologis
dan psikologis.
Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis
adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktor-faktor ini dibedakan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
40
40
menjadi dua macam. Pertama,
keadaan tonus jasmani. Keadaan
tonus jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar
seseorang. Kondisi fisik yang sehat
dan bugar akan memberikan
pengaruh positif terhadap kegiatan
belajar individu. Sebaliknya, kondisi
fisik yang lemah atau sakit akan
menghambat tercapainya hasil
belajar yang maksimal. Oleh karena
keadaan tonus jasmani sangat
memengaruhi proses belajar, maka
perlu ada usaha untuk menjaga
kesehatan jasmani.
Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis
adalah keadaan psikologis seseorang
yang dapat memengaruhi proses
belajar. Beberapa faktor psikologis
yang utama memengaruhi proses
belajar adalah kecerdasan siswa,
motivasi, minat, sikap, bakat dan
percaya diri.
Selain karakteristik siswa
atau faktor-faktor endogen, faktor-
faktor eksternal juga dapat
memengaruhi proses belajar siswa.
Dalam hal ini, Syah (2003)
menjelaskan bahwa faktor faktor
eksternal yang memengaruhi belajar
dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu faktor lingkungan
sosial dan faktor lingkungan
nonsosial.
Lingkungan sosial
Lingkungan sosial keluarga,
Lingkungan sosial
sekolah, Lingkungan sosial
masyarakat.
Lingkungan nonsosial.
Faktor faktor yang termasuk
lingkungan nonsosial adalah:
Lingkungan alamiah, Faktor
instrumental, Faktor materi
pelajaran (yang
diajarkan ke siswa).
Definisi Ilmu Pengetahuan Sosial
Istilah Ilmu Pengetahuan
Sosial dalam penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia masih relatif
baru digunakan. Ilmu Pengetahuan
Sosial adalah terjemahan dari social
studies dalam konteks kurikulum
pendidikan dasar dan menengah di
Amerika Serikat. Edgar B. Wesley
dalam buku Teaching Social Studies
(1952) mengartikan Studi Sosial
“those portions or aspect of social
sciences that heve been selected and
adapted for used in the school or in
other instructional situation” (bagian
atau aspek-aspek ilmu sosial yang
dipilih dan disesuaikan dengan
maksud digunakan di sekolah atau
situasi pengajaran lain).
Paul Mathias dalam buku The
Teacher’s Handbook for Social
Studies memberikan penjelasan
bahwa Studi Sosial merupakan
pelajaran tentang manusia dalam
masyarakat pada masa lalu,
sekarang, dan yang akan datang.
Karena itu Studi Sosial membahas
ciri kemasyarakatan yang mendasar
dari manusia, meliputi studi banding
tentang perbedaan-perbedaan rasial
dan lingkungan antara manusia yang
satu dengan yang lainnya, dan
memerlukan penelitian rinci terhadap
berbagai pernyataan (perilaku)
mengenai adaptasi manusia terhadap
lingkungan hidupnya, serta
hubungan antara manusia yang satu
dengan lainnya.
John Jarolimek menulis Pengetahuan
Sosial adalah bagian dari kurikulum
sekolah dasar yang mengambil
subject matter content dari ilmu-ilmu
sosial seperti sejarah, sosiologi,
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
41
41
politik, psikologi, philosofi,
antropologi, dan ekonomi.
Leonard S. Kenworthy
mengatakan Pengetahuan Sosial
adalah studi tentang manusia untuk
menolong siswa mengenal dirinya
maupun orang lain, di dalam suatu
masyarakat yang sangat bervariasi,
baik karena perbedaan tempat atau
waktu sebagai individu maupun
kelompok dalam memenuhi
kebutuhannya melalui berbagai
institusi seperti halnya manusia
mencari kepuasan batin dan
masyarakat yang baik.
Diana Nomida Musnir dan
Maas DP (1998) menjelaskan
hakikat pendidikan IPS adalah
berbagai konsep dan prinsip yang
terdapat dalam ilmu-ilmu sosial,
misalnya tentang kependudukan,
kriminalitas, korupsi dan kolusi dan
sebagainya yang dikemas untuk
kepentingan pendidikan dalam
rangka upaya pencapaian tujuan di
berbagai jenjang pendidikan.
Berbagai realitas tersebut dijelaskan
melalui pendekatan multi dimensi
arah dalam melakukan berbagai
prinsip dan generalisasi yang
terdapat dalam ilmu-ilmu sosial
seperti sejarah, sosiologi,
antropologi, psikologi sosial,
geografi dan ilmu politik.
Nu’man Sumantri (2001)
mengaskan bahwa IPS adalah suatu
synthetic discipline yang berusaha
untuk mengorganisasikan dan
mengembangkan substansi ilmu-ilmu
sosial secara ilmiah dan psikologis
untuk tujuan pendidikan. Makna
synthetic discipline, bahwa IPS
bukan sekedar mensintesiskan
konsep-konsep yang relevan antara
ilmu-ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu
sosial, tetapi juga mengkorelasikan
dengan masalah-masalah
kemasyarakatan, kebangsaan, dan
kenegaraan.
Dengan demikian IPS adalah
ilmu pengetahuan tentang manusia
dalam lingkungan hidupnya, yaitu
mempelajari kegiatan hidup manusia
dalam kelompok yang disebut
masyarakat dengan menggunakan
berbagai disiplin ilmu sosial, seperti
sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah,
antropologi, dan sebagainya
Definisi Materi Leasing
Leasing atau sewa guna usaha
adalah setiap kegiatan pembiayaan
perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang-barang modal untuk
digunakan oleh suatu perusahaan
untuk jangka waktu tertentu,
berdasarkan pembayaran-
pembayaran secara berkala disertai
dengan hak pilih bagi perusahaan
tersebut untuk membeli barang-
barang modal yang bersangkutan
atau memperpanjang jangka waktu
leasing berdasarkan nilai sisa uang
yang telah disepakati bersama.
Dengan melakukan leasing
perusahaan dapat memperoleh
barang modal dengan jalan sewa beli
untuk dapat langsung digunakan
berproduksi, yang dapat diangsur
setiap bulan, triwulan atau enam
bulan sekali kepada pihak lessor.
Melalui pembiayaan leasing
perusahaan dapat memperoleh
barang-barang modal untuk
operasional dengan mudah dan cepat.
Hal ini sungguh berbeda jika kita
mengajukan kredit kepada bank yang
memerlukan persyaratan serta
jaminan yang besar. Bagi perusahaan
yang modalnya kurang atau
menengah, dengan melakukan
perjanjian leasing akan dapat
membantu perusahaan dalam
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
42
42
menjalankan roda kegiatannya.
Setelah jangka leasing selesai,
perusahaan dapat membeli barang
modal yang bersangkutan.
Perusahaan yang memerlukan
sebagian barang modal tertentu
dalam suatu proses produksi secara
tibatiba, tetapi tidak mempunyai
dana tunai yang cukup, dapat
mengadakan perjanjian leasing untuk
mengatasinya. Dengan melakukan
leasing akan lebih menghemat biaya
dalam hal pengeluaran dana
dibanding dengan membeli secara
tunai.
Munculnya lembaga leasing
merupakan alternatif yang menarik
bagi para pengusaha karena saat ini
mereka cenderung menggunakan
dana rupiah tunai untuk kegiatan
operasional perusahaan. Melalui
leasing mereka bisa memperoleh
dana untuk membiayai pembelian
barang-barang modal dengan jangka
waktu pengembalian antara tiga
tahun hingga lima tahun atau lebih.
Disamping hal tersebut di atas para
pengusaha juga memperoleh
keuntungan-keuntungan lainnya
seperti kemudahan dalam
pengurusan, dan adanya hak opsi.
Suatu keuntungan lain jika
ditinjau dari laporan keuangan fiskal
adalah transaksi capital lease
diperhitungkan sebagai operational
lease pembayaran lease dianggap
sebagai biaya mengurangi
pendapatan kena pajak. Tetapi tidak
begitu halnya jika ditinjau dari segi
komersial.
Secara umum leasing artinya
Equipment funding, yaitu
pembiayaan peralatan/barang modal
untuk digunakan pada proses
produksi suatu perusahaan baik
secara langsung maupun tidak
langsung.
Pengertian leasing menurut
surat Keputusan Bersama Menteri
Keuangan dan Menteri Perdagangan
dan Industri Republik Indonesia No.
KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor
32/M/SK/2/1974, dan Nomor
30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari
1974 adalah: ”Setiap kegiatan
pembiayaan perusahaan dalam
bentuk penyediaan barang-barang
modal untuk digunakan oleh suatu
perusahaan untuk jangka waktu
tertentu, berdasarkan pembayaran-
pembayaran secara berkala disertai
dengan hak pilih bagi perusahaan
tersebut untuk membeli barang-
barang modal yang bersangkutan
atau memperpanjang jangka waktu
leasing berdasarkan nilai sisa uang
telah disepakati bersama”.
Equipment Leasing Association
di London memberikan definisi
leasing sebagai berikut: “Leasing
adalah perjanjian antara lessor dan
lessee untuk menyewa sesuatu atas
barang modal tertentu yang
dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak
pemilikan barang modal tersebut ada
pada lessor sedangkan lessee hanya
menggunakan barang modal tersebut
berdasarkan pembayaran uang sewa
yang telah ditentukandalam jangka
waktu tertentu”.
Berdasarkan beberapa
pengertian di atas, maka pada
prinsipnya pengertian leasing terdiri
dari beberapa elemen di bawah ini:
1. Pembiayaan perusahaan
2. Penyediaan barang-barang modal
3. Jangka waktu tertentu
4. Pembayaran secara berkala
5. Adanya hak pilih (option right)
6. Adanya nilai sisa yang disepakati
bersama
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
43
43
7. Adanya pihak lessor
8. Adanya pihak lessee
Pembiayaan melalui leasing
merupakan pembiayaan yang sangat
sederhana dalam prosedur dan
pelaksanaannya dan oleh karena itu
leasing yang digunakan sebagai
pembayaran alternatif tampak lebih
menarik. Sebagai suatu alternatif
sumber pembiayaan modal bagi
perusahaan-perusahaan, maka
leasing didukung oleh keuntungan-
keuntungan sebagai berikut:
1. Fleksibel, artinya struktur kontrak
dapat disesuaikan dengan
kebutuhan perusahaan yaitu
besarnya pembayaran atau
periode lease dapat diatur
sedemikian rupa sesuai dengan
kondisi perusahaan.
2. Tidak diperlukan jaminan, karena
hak kepemilikan sah atas aktiva
yang di lease serta pengaturan
pembayaran lease sesuai dengan
pendapatan yang dihasilkan oleh
aktiva yang dilease sudah
merupakan jaminan bagi lease itu
sendiri.
3. Capital saving, yaitu tidak
menyediakan dana yang besar,
maksimum hanya menyediakan
down payment yang jumlahnya
dalam kebiasaan lease tidak
terlalu besar, jadi dalam hal ini
bisa dikatakan menjadi suatu
penghematan modal bagi lessee,
yaitu lessee dapat menggunakan
modal yang tersedia untuk
keperluan lain. Karena leasing
umumnya membiayai 100%
barang modal yang dibutuhkan.
4. Cepat dalam pelayanan, artinya
secara prosedur leasing lebih
sederhana dan relatif lebih cepat
dalam realisasi pembiayaan bila
dibandingkan dengan kredit
investasi bank, jadi tanpa
prosedur yang rumit dan hal itu
memberikan kemudahan bagi
para pengusaha untuk
memperoleh mesin-mesin
danperalatan yang mutakhir
untuk memungkinkan dibukanya
suatu bidang usaha produksi
yang baru atau untuk
memodernisasi perusahaan.
5. Pembayaran angsuran lease
diperlakukan sebagai biaya
operasional, artinya pembayaran
lease langsung dihitung sebagai
biaya dalam penentuan laba rugi
perusahaan, jadi pembayarannya
dihitung dari pendapatan sebelum
pajak, bukan dari laba yang
terkena pajak.
6. Sebagai pelindung terhadap
inflasi, artinya terhindar dari
resiko penurunan nilai uang yang
disebabkan oleh inflasi, yaitu
lessee sampai kapan pun tetap
membayar dengan satuan
moneter yang lalu terhadap sisa
kewajibannya.
7. Adanya hak opsi bagi lessee pada
akhir masa lease.
8. Adanya kepastian hukum, artinya
suatu perjanjian leasing tidak
dapat dibatalkan dalam keadaan
keuangan umum yang sangat
sulit, sehingga dalam keadaan
keuangan atau moneter yang
sesulit apapun perjanjian leasing
tetap berlaku.
9. Terkadang leasing merupakan
satu-satunya cara untuk
mendapatkan aktiva bagi suatu
perusahaan, terutama perusahaan
ekonomi lemah, untuk dapat
memodernisasi pabriknya.
Definisi Pembelajaran Koperatif
Pembelajaran kooperatif adalah
salah satu bentuk pembelajaran yang
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
44
44
berdasarkan paham konstruktivis.
Isjoni (2009:14) mengemukakan
bahwa “pembelajaran kooperatif
adalah salah satu bentuk
pembelajaran yang berdasarkan
paham konstruktivis”. Pembelajaran
kooperatif merupakan strategi belajar
dengan sejumlah siswa sebagai
anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya,
setiap siswa anggota kelompok harus
saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi
pelajaran. Pada pembelajaran
kooperatif, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
Pada dasarnya, proses
pembelajaran yang terjadi
melibatkan siswa dari latar belakang
yang berbeda-beda, mulai dari warna
kulit, agama bahkan dari tingkat
kemampuan berpikir dan gaya
belajar mereka. Untuk itu seorang
guru harus pandai melihat
perbedaan-perbedaan karakterisitik
di setiap melakukan proses belajar
mengajar. Johson, dkk (Miftahul
Huda 2011:13) mengemukakan
bahwa “Pengalaman pembelajaran
kooperatif ternyata lebih diminati
oleh siswa-siswa yang heterogen,
siswa-siswa yang berasal dari
kelompok etnik yang berbeda, baik
yang cacat maupun noncacat”.
Sedangkan Iskandar (2009:126)
mengemukakan bahwa
“pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi
yang saling asuh antar siswa untuk
menghindari ketersinggungan dan
kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan”.
Model pembelajaran kooperatif
sangat membantu tugas dari seorang
guru dalam menyampaikan materi
yang akan dibawakan karena
pembelajaran kooperatif
mengharuskan melakukan interaksi
antar teman sejawatnya untuk
melakukan atau menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru. Secara
historis pembelajaran kooperatif
bermula dari paham konstruktivisme
dimana siswa saling membantu dari
awal untuk menemukan hingga
memahami setiap materi-materi yang
diberikan oleh guru.
Slavin (Iskandar 2009:126)
mengemukakan bahwa :
Pembelajaran konstruktivis dalam
pengajaran menerapkan model
pembelajaran kooperatif secara
ekstensif atas dasar teori bahwa
siswa akan lebih mudah menemukan
dan memahami konsep–konsep yang
sulit apabila mereka saling
mendiskusikan konsep - konsep
tersebut.
Pembelajaran kooperatif dapat
menguntungkan bagi siswa yang
tingkat kemampuan rendah ataupun
berprestasi rendah begitupun yang
tingkat kemampuan tinggi atau
berprestasi tinggi yang mengerjakan
tugas akedemik bersama-sama.
Mereka atau siswa yang berprestasi
tinggi mengajari teman-temannya
yang berprestasi yang lebih rendah,
sehingga memberikan bantuan
khusus dari sesama teman yang
memiliki minat dan bahasa
berorientasi kaum muda yang sama.
Dalam prosesnya, mereka yang
berprestasi lebih tinggi juga
memperoleh hasil secara akademik
karena bertindak sebagai tutor
menuntut untuk berpikir lebih
mendalam tentang hubungan di
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
45
45
antara berbagai ide dalam subjek
tertentu.
Pengertian Model Pembelajaran
Picture And Picture
Model Pembelajaran Picture
and Picture merupakan suatu model
pembelajaran dengan penggunaan
media gambar. Dalam oprasionalnya
gambar-gambar dipasangkan satu
sama lain atau bisa jadi di urutkan
menjadi urutan yang logis. Prinsip
dasar dalam model pembelajaran
kooperatif picture and picture adalah
sebagai berikut:
1) Setiap anggota kelompok (siswa)
bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dikerjakan dalam
kelompoknya.
2) Setiap anggota kelompok (siswa)
harus mengetahui bahwa semua
anggota kelompok mempunyai
tujuan yang sama.
3) Setiap anggota kelompok (siswa)
harus membagi tugas dan
tanggung jawab yang sama di
antara anggota kelompoknya.
4) Setiap anggota kelompok (siswa)
akan dikenai evaluasi.
5) Setiap anggota kelompok (siswa)
berbagi kepemimpinan dan
membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama
proses belajarnya.
6) Setiap anggota kelompok (siswa)
akan diminta
mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok
kooperatif.
Adapun langkah-langkah dari
pelaksanaan Picture and Picture ini
menurut Istarani (2011:7) adalah
sbb:
1) Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran atau kompetensi
yang ingin dicapai. Di langkah
ini
2) guru diharapkan untuk
menyampaikan apakah yang
menjadi Kompetensi Dasar mata
pelajaran yang bersangkutan.
Dengan demikian maka siswa
dapat mengukur sampai sejauh
mana yang harus dikuasainya.
Disamping itu guru juga harus
menyampaikan indicator-
indikator ketercapaian KD,
sehingga sampai dimana KKM
yang telah ditetapkan dapat
dicapai oleh peserta didik.
3) Memberikan materi pengantar
sebelum kegiatan. Penyajian
materi sebagai pengantar sesuatu
yang sangat penting, dari sini
guru memberikan momentum
permulaan pembelajaran.
Kesuksesan dalam proses
pembelajaran dapat dimulai dari
sini. Karena guru dapat
memberikan motivasi yang
menarik perhatian siswa yang
selama ini belum siap. Dengan
motivasi dan teknik yang baik
dalam pemberian materi akan
menarik minat siswa untuk
belajar lebih jauh tentang materi
yang dipelajari.
4) Guru menyediakan gambar-
gambar yang akan digunakan
(berkaitan dengan materi). Dalam
proses penyajian materi, guru
mengajar siswa ikut terlibat aktif
dalam proses pembelajaran
dengan mengamati setiap gambar
yang ditunjukan oleh guru atau
oleh temannya. Dengan Picture
atau gambar kita akan
menghemat energy kita dan
siswa akan lebih mudah
memahami materi yang
diajarkan. Dalam perkembangan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
46
46
selanjutnya sebagai guru dapat
memodifikasikan gambar atau
mengganti gambar dengan video
atau demontrasi yang kegiatan
tertentu.
5) Guru menunjuk siswa secara
bergilir untuk mengurutkan atau
memasangkan gambar-gambar
yang ada. Di langkah ini guru
harus dapat melakukan inovasi,
karena penunjukan secara
langsung kadang kurang efektif
dan siswa merasa terhukum.
Salah satu cara adalah dengan
undian, sehingga siswa merasa
memang harus menjalankan
tugas yang harus diberikan.
Gambar-gambar yang sudah ada
diminta oleh siswa untuk
diurutkan, dibuat, atau di
modifikasi.
6) Guru memberikan pertanyaan
mengenai alasan siswa dalam
menentukan urutan gambar.
7) Setelah itu ajaklah siswa
menemukan rumus, tinggi, jalan
cerita, atau tuntutan KD dengan
indicator yang akan dicapai.
Ajaklah sebanyak-banyaknya
siswa dan teman yang lain untuk
membantu sehingga proses
pembelajaran semakin menarik.
8) Dari alasan tersebut guru akan
mengembangkan materi dan
menanamkan Konsep materi
yang sesuai dengan kompetensi
yang ingin dicapai.
9) Dalam proses diskusi dan
pembacaan gambar ini guru
harus memberikan penekanan-
penekanan pada hal ini dicapai
dengan meminta siswa lain untuk
mengulangi, menuliskan atau
bentuk lain dengan tujuan siswa
mengetahui bahwa hal tersebut
penting dalam pencapaian KD
dan indikator yang telah
ditetapkan. Pastikan bahwa siswa
telah menguasai indikator yang
telah ditetapkan.
10) Guru menyampaikan kesimpulan.
Di akhir pembelajaran, guru
bersama siswa mengambil
kesimpulan sebagai penguatan
materi pelajaran.
Kelebihan Dan Kelemahan Picture
And Picture Kelebihan Model
Pembelajaran Picture And
Picture: menurut Istarani
(2011:8)
1) Materi yang diajarkan lebih
terarah karena pada awal
pembelajaran guru menjelaskan
kompetensi yang harus dicapai
dan materi secara singkat terlebih
dahulu.
2) Siswa lebih cepat menangkap
materi ajar karena guru
menunjukkan gambar-gambar
mengenai materi yang dipelajari.
3) Dapat meningkat daya nalar atau
daya pikir siswa karena siswa
disuruh guru untuk menganalisa
gambar yang ada.
4) Dapat meningkatkan tanggung
jawab siswa, sebab guru
menanyakan alasan siswa
mengurutkan gambar.
5) Pembelajaran lebih berkesan,
sebab siswa dapat mengamati
langsung gambar yang telah
dipersiapkan oleh guru.
Kelemahan Model
Pembelajaran Picture And
Picture:
1) Sulit menemukan gambar-gambar
yang bagus dan berkulitas serta
sesuai dengan materi pelajaran.
2) Sulit menemukan gambar-gambar
yang sesuai dengan daya nalar
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
47
47
atau kompetensi siswa yang
dimiliki.
3) baik guru ataupun siswa kurang
terbiasa dalam menggunakan
gambar sebagai bahan utama
dalam membahas suatu materi
pelajaran.
4) Tidak tersedianya dana khusus
untuk menemukan atau
mengadakan gambar-gambar yang
diinginkan
Langkah-langkah Penggunaan Model
pembelajaran picture and picture :
1. Tahap Persiapan: Membentuk
Kelompok
2. Tahap pelaksanaan: menyediakan
media gambar
3. Tahap penyelesaian: memberikan
tugas
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
Penelitian Tindak Kelas atau class
room research. Peneliti bersama-
sama observer melaksanakan
penelitian pada mata pelajaran IPS di
kelas VII C MTsN Watampone pada
tahun pelajaran 2012/2013
Subjek penelitian adalah siswa
Kelas VII C MTsN Watampone
dengan jumlah siswa 33 orang, 19
orang perempuan,14 orang laki-laki.
Pada tahun
Pelaksanaan penelitian
direncanakan dua siklus. Siklus
pertama dilaksanakan selama 3 kali
pertemuan dan Siklus kedua
dilaksanakan selama 3 kali
pertemuan. Tiap siklus dilaksanakan
sesuai dengan perubahan yang ingin
di capai, seperti yang telah didesain
dalam faktor yang diselidiki.
Untuk dapat mengetahui
aktifitas belajar IPS Ekonomi pada
materi leasing, maka digunakan nilai
individu baik keaktifan siswa
maupun hasil belajar siswa.
Berdasarkan rencana pembelajaran di
atas, maka penelitian tindakan kelas
ini meliputi 4 tahap yakni: tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan
( tindakan), tahap observasi
(pengamatan), dan tahap refleksi.
Adapun rincian kegiatan yang
dilakukan pada setiap siklus
adalah sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan
b. Pelaksanaan Tindakan
Siklus I dilaksnakan selama
tiga kali pertemuan. Pertemuan I dan
II siswa diberikantugasKelompook
Sedangkan pertemuan III siswa
diberikantugas secara individu
sekaligus merefleksi kekurangan
dalam memberikan tindakan atau tes
yang diberikan oleh siswa.
Teknik Pengumpulan Data
teknik pengumpulan data yang
dilakukan dalam peelitian ini
adalah
1. Observasi yaitu pengamatan
dan pengambilan data primer
dan data sekunder pada
penelitian
2. Tes yaitu pengukuran prestasi
belajar siswa setelah
mendapatkan pengajaran oleh
peneliti
3. Dokumentasi yaitu data-data
dan bahan perpustakaan
pendukung untuk
menambahkan informasi
yang relevan dengan kajian
peneliti
Tabel 3.1. teknik kategorisasi
standar berdasarkan ketetapan
kementrian pendidikan
nasional
SKOR KATEGORI
0-34 Sangat Rendah
35-54 Rendah
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
48
48
55-64 Sedang
65-84 Tinggi
85-100 Sangat Tinggi
Indikator Keberhasilan
Pelaksanaan pembelajaran
dikelas yang dilaksanakan akan
tercapai keberhasilan jika
Sekurang-kurangnya 85% siswa
yang mendapat nilai hasil belajar 60
keatas, dinyatakan tindakan tercapai.
HASIL PENELITIAN
Data mengenai hasil belajar
leasing siswa setelah penerapan
tindakan pada siklus I, diperoleh
melalui pemberian tes akhir siklus I.
Adapun deskripsi skor hasil belajar
siswa pada siklus I dapat dilihat pada
tabel 4.1berikut :
Tabel 4.1 : Statistik Skor Hasil
Belajar Siswa Pada Siklus 1
STATISTIK NILAI
STATISTIK
Subyek 33
Skor ideal 100
Skor tertinggi 70
Skor terendah 10
Rentang skor 60
Skor rata-rata 54,6
Standar deviasi 30,92
Berdasarkan tabel 4.1 diatas,
dapat dilihat bahwa skor rata – rata
hasil balajar siswa setelah
dilaksanakan tindakan pada siklus I
adalah 74,6. Skor tertinggi yang
diperoleh siswa adalah 70 dari skor
ideal yang mungkin dicapai yaitu
100 dan skor terendah yang
diperoleh siswa adalah 10 dari skor
ideal yang mungkin dicapai yaitu
100. Dari hasil ini dapat
dikemukakan bahwa hasil balajar
pada siklus I barada dalam kategori
tinggi.
Jika skor hasil belajar setelah
diterapkan model pembelajaran
picture and picture dikelompokkan
dalam lima kategori, Menurut
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan maka diperoleh
frekuensi dan persentase nilai seperti
pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi
Dan Persentase Skor Siklus I Siswa
Kelas VII C MTsN Watampone
Kecamatan Tanete Riattang
Kabupaten Bone.
N
o
Sk
or
Katago
ri
Freku
ensi
Persent
ase %
1 0-
34
Sangat
Rendah 7 21,87
2
35
-
54
Rendah 2 6,25
3
55
-
64
Sedang 1 3,12
4
65
-
84
Tinggi 11 34,37
5
85
-
10
0
Sangat
Tinggi 11 34,37
Jumlah 32 100
Dari tabel 4.2 menunjukkan
bahwa dari 33 siswa. 7 siswa (
21,8% ) yang penguasaan
materinya berada dalam kategori
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
49
49
sangat rendah, 2 siswa (6,25% )
yang penguasaan materinya
berada dalam kategori rendah, 1
siswa ( 3,12% ) yang
penguasaan materinya berada
dalam kategori sedang, 11 siswa
( 34,37 ) berada dalam kategori
tinggi, 11 siswa (34,37) berada
dalam katagori tinggi. Dengan
demikian dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar siswa setelah
dilaksanakan tindakan pada
siklus I berada pada kategori
tinggi dan sangat tinggi.
a. Analisis Deskriptif Hasil Belajar
Siklus II
Data hasil belajar siswa
pada akhir siklus II, diperoleh
melalui pemberian tes pada akhir
siklus II. Adapun deskripsi skor
hasil belajar siswa pada akhir
siklus II dapat dilihat pada table
4.3 berikut :
Tabel 4.3: Statistik Skor Hasil
Belajar Siswa Pada Siklus II
STATISTIK NILAI STATISTIK
Subyek 33
Skor Ideal 100
Skor Tertinggi 80
Skor Terendah 10
Rentang Skor 70
Skor Rata-Rata 58,31
Standar Deviasi 34,87
Berdasarkan table 4.3 diatas,
menunjukkan bahwa skor rata – rata
hasil belajar siswa setelah diadakan
tindakan pada siklus II adalah 58,31
dari skor ideal yang mungkin dicapai
yaitu 100. Skor tertinggi yang
diperoleh siswa adalah 80. dan skor
terendah yang diperoleh siswa adalah
10 dari skor ideal yang mungkin
dicapai yaitu 100 dengan standar
deviasi 34,87. Jika skor hasil belajar
siswa setelah diterapkan model
picture and picture dikelompokkan
kedalam lima kategori, menurut
Departemen Pendidikan dan
kebudayaan maka diperoleh
distribusi frekuensi dan persentase
pada tabel 4.4 berikut :
Tabel 4.4: Distribusi Frekuensi Dan
Persentase Skor Hasil Belajar Siklus
II Siswa Kelas VII C MTsN
Watampone Kecamatan Tanete
Riattang Kabupaten Bone
No Skor Katagori Frekuensi Persentase
%
1 0-34 Sangat
Rendah 1 3,33
2 35-54 Rendah 2 6,66
3 55-64 Sedang 2 6,66
4 65-84 Tinggi 4 13,33
5 85-100 Sangat
Tinggi 22 73,33
Jumlah 30 100
setelah diterapkan model
pembelajaran picture and picture
termasuk dalam kategori sangat
tinggi Dari tabel 4.4
menunjukkan bahwa dari 33
siswa, (3,33%) yang berada
dalam kategori rendah, 2 siswa
(6,66%) siswa yang penguasaan
materinya berada dalam kategori
rendah, terdapat 2 siswa (6,66%)
penguasaan materinya berada
dalam kategori sedang, 4 siswa
(13,33%) berada dalam kategori
tinggi, 22 siswa (73,33%) berada
dalam kategori sangat tinggi.
Skor rata – rata hasil belajar
siswa pada siklus II adalah 54,6
dari skor ideal yang mungkin
dicapai yaitu 100 berada pada
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
50
50
interval 65 – 84 . Dengan
demikian dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar siswa setelah
di terapkan metode pembelajaran
picture and picture termasuk
dalam kategori sangat tingi
b. Distribusi frekuensi dan
persentase skor hasil belajar siswa
kelas VII C MTsN watampone
kecamatan tanete riattang
kabupaten bone setelah proses
pembelajaran pada siklus I dan
siklus II
N
o
Sko
r
Katago
ri
Frekuensi Persentase %
SI
K I
SI
K
II
SIK I SIK
II
1 0-
34
Sangat
Rendah 7 1 21,87 3,33
2 35-
54 Rendah 2 2 6,25 6,66
3 55-
64 Sedang 1 2 3,125 6,66
4 65-
84 Tinggi 11 4 34,37
13,3
3
5 85-
100
Sangat
Tinggi 11 22 34,37
73,3
3
JUMLAH 32 30 100 100
Berdasarkan hasil analisisis
diperoleh bawa dari 33 siswa pada
siklus 1 kehadiran siswa rata-rata
mencapai 94,94%, siswa yang aktif
menjawab pertanyaan guru 30,3%,
siswa yang mengajukan pertanyaan
pada guru 15,15%, siswa yang aktif
dalam katihan terkontrol atau kerja
kelompok 13,13%, siswa yang yang
aktif dalam mengerjakan tugas
17,17%, siswa yang membuat
rangkuman materi yang telah
diajarkan 16,16%, siswa yang masih
memerlukan bimbingan materi
8,08%.
b. Siklus II
berdasarkan hasil analisis
diperoleh bawa dari 33 siswa pada
siklus II kehadiran siswa rata-rata
mencapai 92,92%, siswa yang aktif
menjawab pertanyaan guru 39,39%,
siswa yang mengajukan pertanyaan
pada guru 65,65%, siswa yang aktif
dalam katihan terkontrol atau kerja
kelompok 72,72%, siswa yang yang
aktif dalam mengerjakan tugas
70,7%, siswa yang membuat
rangkuman materi yang telah
diajarkan 65,65%, siswa yang masih
memerlukan bimbingan materi
6,06%.
1. Hasil Refleksi
a. Refleksi siklus 1
Waktu yang cukup lama untuk
memberikan pemahaman tentang
model pembelajaran ini. Selain itu
pembelajaran dengan langsung yang
dibentuk oleh guru, membuat siswa
dapat saling bekerja sama.
Menyikapi proses pembelajaran
dengan suasana yang gaduh, bentuk
refleksi lebih ditekankan pada
bagaimana merancang pengelolaan
kelas yang lebih baik untuk
pertemuan berikutnya.
Proses pembelajaran pada
pertemua kedua, penulis
menyampaikan kompetensi dasar,
indicator,dan tujuan yang ingin
dicapai lalu pembahasan materi
pelajaran dengan model
pembelajaran picture and picture.
Menyadari kekurangan pada
pertemuan pertama penulis berusaha
mengelola kelas dengan
membimbing siswa sehingga suasana
kelas lebih terkendali. Siswapun
tampak tetap antusias dalam
mengikuti pelajaran. Secara umum
siswa mengalami kesulitan dalam
membuat kesimpulan tentang materi
yang telah dipelajari. Hal itu
disebabkan karena materi
pembelajaran lebih sulit
dibandingkan materi pada pertemuan
sebelumnya. Akibatnya sebagian
kecil siswa yang mampu membuat
kesimpulan materi namun melaui
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
51
51
proses pembelajaran picture and
picture siswa dapat meminta
pandangan dalam menyelesaikan
tugasnya. Menyikapi proses
pembelajaran pada pertemuan kedua
tersebut, bentuk refleksi lebih
ditekankan untuk memotivasi siswa..
Proses pembelajaran pada
pertemuan ketiga, menyelesaikan
materi pelajaran. Proses
pembelajaran dengan konsep
pembelajaran picture and picture
yang mentrasfer secarah langsung
pengetahuan kepada siswa.
Proses pembelajaran pada
pertemuan keempat, memberikan
bimbingan secara oftimal kepada
siswa. Menyadari kekurangan
sebelumnya tampak siswa
memerlukan membimbing dalam
menyelesaikan tugasnya.
b. Refleksi Siklus II
Menyikapi berbagai
masalah yang terjadi selam siklus I,
maka diperoleh suatu gambaran
tindakan yang akan dilaksanakan
pada siklus kedua, ini sebagai
perbaikan dari tindakan yang telah
dilakukan pada siklus I. Adapun
tindakan yang dilakukan antara lain :
1. Memberi pengarahan dan
pengenalan kembali tentang
model pembelajaran picture and
picture dan menjelaskan materi
pokok secara lebih rinci.
2. Meningkatkan strategi
pembelajaran dalam
mengepektifkan pelajaran.
3. Memberi motivasi kepada siswa
agar lebih giat mengikuti proses
belajar.
Pelaksanaan tindakan
siklus II, sebagai perbaikan dari
pelaksaan siklus I memberikan
dampak positif terhadap aktivitas
siswa, secara umum hasilnya
semakin sesuai dengan yang
diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari
kemampuan setiap siswa untuk
menjawab latihan yang diberikan.
Siswa juga telah dapat menguasai
materi sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan, serta mereka tidak
cangguh lagi dalam mengerjakan
latihan. Selain itu perhatian dan
motivasi siswa semakin meningkat,
hal ini menandakan bahwa ada
kesungguhan siswa untuk belajar.
Hasil belajar siswa pada
siklus II menunjukkan peningkatan
dari siklus I yaitu sudah banyak
siswa yang memperoleh nilai dengan
kategori sangat tinggi dan siswa yang
berada kategori sedang sudah
berkurang. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar kendala yang
dihadapi pada siklus I dapat teratasi
meskipun masih terjadi pada siklus
II. dari data yang ada maka dikatakan
bahwa penerapan pembelajaran
picture and picture dapat
memberikan konstribusi posirif
terhadap peningkatan hasil belajar
siswa.
PEMBAHASAN
1. Peningkatan hasil belajar Siswa
Berdasarkan analisis hasil
belajar siswa diperoleh bahwa siswa
mengalami peningkatan yaitu pada
siklus I siswa yang menguasai bahan
ajar leasing siswa sebanyak 11 siswa
sedangkan pada siklus II meningkat
menjadi 22 siswa yang menguasai
bahan ajar ini menunjukkan bahwa
secara kuantitatif terjadi peningkatan
hasil belajar siswa dan daya serap
terhadap materi dengan kompetensi
dasar serta indicator pembebelajaran
yang telah ditentukan.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
52
52
2. Peningkatan aktvitas belajar
siswa
Berdasarkan analisis
deskriptif aktivitas belajar siswa
diperoleh bahwa terjadi peningkatan
aktivitas belajar siswa Jika
dibandingkan hasil observasi siklus I
dan siklus II, persentase rata-rata
jumlah siswa yang aktif menjawab
pertanyaan guru 30,3% meningkat
menjadi 33,39%, siswa yang
mengajukan pertanyaan pada guru
15,15% meningkat menjadi 65,65%,
siswa yang aktif dalam katihan
terkontrol atau kerja kelompok
13,13% meningkat menjadi 72,72%,
siswa yang yang aktif dalam
mengerjakan tugas 17,17 meningkat
menjadi 70,7%, siswa yang membuat
rangkuman materi yang telah
diajarkan 16,16 meningkat menjadi
65,65%, siswa yang masih
memerlukan bimbingan materi
8,08%, menurun menjadi 6,06
Berdasarkan hal diatas, dapat
disimpulkan hasil belajar siswa
mengalami peningkatan.
Terjadinya peningkatan
persentase aktivitas belajar siswa,
siswa yang hadiri proses
pembelajaran dan jumlah siswa yang
memperhatikan pengajaran
menunjukkan bahwa siswa memiliki
perhatian yang besar dalam belajar,
khususnya dalam penelitian ini.
Peningkatan jumlah siswa yang
memahami masalah dan mampu
memecahkan persoalan
menunjukkan antusias aktivitas
belajar siswa dalam proses
pembelajaran dengan model picture
and picture.
Selain perubahan aktivitas
yang menunjukkan peningkatan, jug
terjadi perubahan yang menunjukkan
penurunan. Jumlah siswa yang masih
memerlukan bimbingan berkurang
menunjukkan bahwa akhirnya siswa
mampu mengerjakan latihan tanpa
dibimbing oleh guru. Hal ini dapat
terjadi karena motif mengerjakan
latihan yang hampir sama pada setiap
pertemuan dan arena siswa sudah
terbiasa dengan model Pembelajaran
picture and picture.
Penulis menyadari untuk
menumbuhkan minat siswa bergiat
menemukan sediri bukan hal yang
mudah apalagi dengan kemampuan
siswa yang masih terbatas baik
dalam hal pengetahuan maupun
dalam hal perkembangan cara
berfikir siswa. Namun yang
terpenting adalah mebelajarkan siswa
antusias, keberanian mengungkapkan
dan kreatifitas ide dan pemikiran
serta menumbuhkan minat belajar.
Adanya peningkatan aktivitas belajar
siswa pada siklus II tersebut
menunjukkan bahwa banyak
kemajuan yang dialami siswa
melalui pembelajaran dengan model
picture and picture.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
penilitian dan pembahasan, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
Melalui model Pembelajaran
picture and picture terjadi
peningkatan persentase rata-rata
jumlah siswa yang aktif menjawab
pertanyaan guru 30,3% meningkat
menjadi 33,39%, siswa yang
mengajukan pertanyaan pada guru
15,15% meningkat menjadi 65,65%,
siswa yang aktif dalam katihan
terkontrol atau kerja kelompok
13,13% meningkat menjadi 72,72%,
siswa yang yang aktif dalam
mengerjakan tugas 17,17 meningkat
menjadi 70,7%, siswa yang membuat
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
53
53
rangkuman materi yang telah
diajarkan 16,16 meningkat menjadi
65,65%, siswa yang masih
memerlukan bimbingan materi
8,08%, menurun menjadi 6,06.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 1994. Pengelolaan
Pengajaran. Bintang
Selatan: Ujung Pandang.
Arikunto,Suharsimi. 2006.
Penelitian Tindakan Kelas.
Bumi Aksara: Jakarta.
Azhar. 2006. Media Pembelajaran.
PT. Raja Grafindo Persada.
Depdiknas. 2006. Kurikulum 2006.
(KTSP). Depdiknas: Jakarta
Jamarah dan Zain. 2006. Strategi
Belajar Mengajar . Rhineka
Cipta: Jakarta.
Dimyati dan Mujiono. 2006.
Belajar dan Pembelajaran.
Rhineka Cipta: Jakarta.
Kardi dan Nur. 2000.Pengajaan
Langsung. UNESA –
UNIVERCITY PRESS:
Ritonga Z dan Natuna D. 2006.
Teknik Analisis Data.
Cendikia Insani: Pekanbaru.
Sadiman dkk. 2006. Media
Pendidikan. Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Sardiman. 1996. Interaksi dan
motivasi Belajar Mengajar.
Rajawali Pers: Jakarta.
Sudjana, N. 2000. Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar.
RemajaRosdakarya:Bandung.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-
faktor yang Mempengaruhi.
Rhineka Cipta: Jakarta.
Sundjaja, ridwan dan inge
barlian.2003. manajemen
keuangan, edisi keempat,
cetakan kedua, penerbit
yayasan astra Honda motor:
Jakarta
Simamora, hendry.2001. Akutansi
Manajemen, Cetakan Pertama
Salemba Empat : Jakarta
Taswan (2003) akutansi
perbankan. Transaksi dalam
valuta rupiah edisi revisi,
penerbit UPP AMP YKPN:
Yogyakarata.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi
Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Suryabrata, Sumadi. 2010. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Dimyanti dan Mudiono. 2006.
Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: PT Asdi Mahasatya
Mustaqim dan Wahid, Abdul. 2003.
Psikologi Pendidikan.
Jakarta: PT Melton Putra
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
1
1
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN STUDENT TEAM LEARNING PADA
MATA PELAJARAN IPS EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR SISWA KELAS VII RINTISAN MANDRASA BERTAHAP
INTERNASIONAL (RMBI) 1 MTsN WATAMPONE
AGUSTINA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa dengan
menggunakan metode pembelajaran Student Team Learning pada pelajaran IPS Ekonomi kelas
VII RMBI I MTsN Watampone Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten Bone Tahun pelajaran
2013 terdiri dari 22 siswa, 9 laki-laki dan 13 perempuan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan
dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah mengolah data,
mengidentifikasi data, menganalisis data, dan mengumpulkan hasil pembelajaran.
Hasil penelitian, sebanyak 75% siswa dapat meningkatkan prestasi belajar melalui
metode Pembalajaran Student Team Learning, dengan menggunakan metode pembelajaran
Student Team Learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa karena siswa dapat bertukar
pendapat antar kelompok. Jika Model pembelajaran guru diganti dengan metode pembelajaran
Student Team Learning, maka itu akan berpengaruh terhadap motivasi dan minat belajar siswa
dan diikuti dengan prestasi belajar siswa.
PENDAHULUAN
Salah satu masalah dalam
pembelajaran di sekolah adalah
rendahnya hasil belajar siswa.Masalah
merupakan ketidaksesuaian antara
harapan dengan kenyataan,Masalah
yang dialami anak didik dapat
bermacam-macam menurut corak dan
ragamnya.Keragaman tersebut dapat
pula dilihat dari intensitas dan
kuantitas.Secara intensitas,masalah anak
didik dapat bergerak dari masalah yang
bersifat ringan sampai pada tingkat
yang sedang yang berupa neorosis dan
berat yang berupa psikosis.
Masalah yang dialami anak didik
tidak timbul begitu saja,tetapi ada
berbagai faktor yang menyebabkan
masalah tersebut. Bila guru mampu
mengidentifikasi penyebab timbunya
masalah yang dialami anak didik, maka
guru akan mampu memberikan
penanganan dan pencegahan sedini
mungkin. Secara garis besar, faktor-
faktor yang mempengaruhi timbulnya
masalah yang dihadapi anak didik
adalah faktor internal yaitu faktor dari
dalam diri anak didik seperti keadaan
fisik (keadaan indra persepsinya,
perkembangan fisik dan kesehatan anak
didik), keadaan psikologis (kurangnya
kemampuan dasar, kurangnya
pengalman, kurangnya perhatian
disekolah, bakat tidak sesuai dengan
lingkungan anak didik, tidak ada minat,
sikap yang tidak sesuai dengan hati
nurani dan tidak adanya kemauan),
Sedangkan faktor eksternal adalah
faktor dari luar anak didik seperti
lingkungan keluarga (keadaan status
ekonomi,perhatian orang tua, harapan
orang tua, hubungan keluarga yang
tidak harmonis), lingkungan
sekolah (kondisi kurikulum, hubungan
guru dengan siswa, hubungan antar
siswa, iklim sekolah), lingkungan masyarakat.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
adalah proses penelitian yang sistematis
dan terencana melalui tindakan
perbaikan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru di kelasnya sendiri
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
2
2
(Mills,Geoffrey
E,2000;Schmuck,Richard A,1997).
Guru yang professional tidak
hanya dituntut untuk menguasai materi
ajar atau mampu menyajikannya secara
tepat,tetapi juga dituntut mampu
melihat atau menilai kinerjanya
sendiri.Kemampuan ini berkaitan
dengan penelitian yang dalam konteks
ini ruang lingkupnya berada seputar
kelas yaitu penelitian di kelas sendiri.
Salah satu kompetensi yang harus
dimiliki guru adalah mendidik,mengajar
dan melatih agar anak didiknya kelak
menjadi manusia pandai,terampil dan
berbudi luhur. Untuk dapat
melaksanakan tugas tersebut, guru
seharusnya menguasai kemampuan
mengajarkan pengetahuan dan
keterampilan hidup, mendidik agar
menjadi manusia yang berakhlak dan
melatih para anak didiknya agar mampu
memanfaatkan pengetahuan dan
keterampilannya bagi hidupnya kelak.
Salah satu kemampuan yang harus
dimiliki guru sebagai salah satu unsur
pendidik agar mampu melaksanakan
tugas profesionalnya adalah memahami
bagaimana anak didik belajar dan
mengorganisasikan proses pembelajaran
yang mampu mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak
peserta didik serta memahami tentang
bagaimana anak didik belajar.Untuk
dapat memahami proses belajar yang
terjadi pada diri anak didik guru perlu
menguasai hakekat dan konsep dasar
belajar. Dengan menguasai hakekat dan
konsep dasar belajar diharapkan guru
mampu menerapkannya dalam kegiatan
pembelajaran, karena fungsi utama
pembelajaran adalah mempasilitasi
tumbuh dan berkembangnya belajar
dalam diri peserta didik.
Wadah dan sarana yang paling
strategis bagi kecerdasan kahidupan
bangsa adalah pendidikan,utamanya
melalui sistem persekolahan.Bagi
bangsa kita,upaya yang dilakukan
pemerintah dalam rangka mengakses
dan mengimplementasikan tujuan
nasional tersebut adalah
menyelenggarakan sistem pendidikan
nasional yang diatur oleh undang-
undang.
Pendidikan bagi sebagian orang,
berarti berusaha membimbing anak
untuk menyerupai orang dewasa,
sebaliknya bagi (Jean Piaget, 1896)
pendidikan berarti menghasilkan,
mencipta, sekalipun tidak banyak,
sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh
pembandingan dengan penciptaan yang
lain. Pandangan tersebut memberi
makna bahwa pendidikan adalah segala
situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan individu sebagai
pengalaman belajar yang berlangsung
dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup. Dalam arti sempit pendidikan
adalah pengajaran yang diselenggarakan
umunya di sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal. Ilmu disebut juga
pedagogik, yang merupakan terjemahan
dari bahasa Inggris yaitu ”Pedagogics”.
Pedagogics sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu ” pais ” yang artinya anak,
dan ” again ” yang artinya
membimbing. (Poerbakwatja dan
Harahap, 1982 : 254 ) mengemukakan
pedagogik mempunyai dua arti yaitu :
(1) peraktek, cara sesorang mengajar;
dan (2) ilmu pengetahuan mengenai
prinsip-prinsip dan metode mengajar,
membimbing, dan mengawasi pelajaran
yang disebut juga pendidikan.
Orang yang memberikan
bimbingan kepada anak didik disebut
pembimbing atau ” pedagog”, dalam
perkembangannya, istilah pendidikan
(pedagogy) berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan kepada anak
oleh orang dewasa secara sadar dan
bertanggung jawab. Dalam dunia
pendidikan kemudian tumbuh konsep
pendidikan seumur hidup (lifelong
education), yang berarti pendidikan
berlangsung sampai mati, yaitu
pendidikan berlangsung seumur hidup
dalam setiap saat selama ada pengaruh
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
3
3
lingkungan. Untuk memberi
pemahaman akan batasan pendidikan
berikut ini dikemukakan sejumlah
batasan pendidikan yang dikemukan
para ahli yaitu :
a. Pendidikan ialah proses
pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan ( Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1991 ).
b. Dalam pengertian yang sempit
pendidikan berarti perbuatan atau
proses perbuatan untuk
memperoleh pengetahuan (
McLeod, 1989 ).
c. Pendidikan ialah segala
pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup
serta pendidikan dapat diartikan
sebagai pengajaran yang
diselenggarakan di sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal (
Mudyahardjo, 2001:6 ).
d. Dalam pengertian yang agak luas
pendidikan diartikan sebagai
sebuah proses dengan metode-
metode tertentu sehingga orang
memperoleh pengetahuan,
pemahaman, dan cara bertingkah
laku yang sesuai dengan kebutuhan
(Muhibinsyah, 2003:10 ).
Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan
bangsa,bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa,serta
berakhlak
mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif
mandiri dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggung
jawab (Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003),tentang sistem Pendidikan
Nasional.
Pendidikan Taman kanak-kanak
merupakan bagian dari pendidikan
nasional bertujuan untuk memberikan
bekal kemampuan pribadi anggota
masyarakat,warga Negara dan anggota
umat manusia serta mempersiapkan
peserta didik dan untuk mengikuti
pendidikan dasar PP nomor 28 Tahun
1990 tentang pendidikan dasar.Tujuan
pendidikan taman kanak-kanak
tersebut,dijabarkan lagi ke dalam tujuan
kurikuler (tujuan mata pelajaran) dan
tujuan instruksional menempati posisi
kunci yang strategis dalam menciptakan
dan mengembangkan suasana belajar
yang kondusif dan menyenangkan
sehingga terjadi pembelajaran yang
efektif dan bermakna untuk
mengarahkan siswa agar mampu
mencapai hasil yang optimal.
Pendidikan selalu dapat dibedakan
menjadi teori dan praktek, teori
pendidikan adalah pengetahuan tentang
makna dan bagaimana soyogyanya
pendidikan itu dilaksanakan, sedangkan
praktek adalah tentang pelaksanaan
pendidikan secara konkretnya. Teori
pendidikan disusun seperti latar
belakang yang hakiki dan sebagai
rasional dari praktek pendidikan serta
pada dasarnya bersifat direktif. Istilah
direktif memberi makna bahwa
pendidikan itu mengarah pada tujuan
yang pada hakekatnya untuk mencapai
kesejahteraan bagi subjek
Pada dasarnya ”mengajar” adalah
membantu ( mencoba membantu )
seseorang untuk mempelajari sesuatu
dan apa yang dibutuhkan dalam belajar
itu tidak ada kontribusinya terhadap
pendidikan orang yang belajar. Artinya
mengajar pada hakekatnya suatu proses,
yakni proses mengatur, mengorganisasi
lingkungan yang ada disekitar siswa
sehingga menumbuhkan dan
mendorong siswa belajar.Hal ini akan
dapat terwujud jika dilakukan melalui
proses pengajaran dengan strategi
pelaksanaan melalui :
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
4
4
1. Bimbingan yaitu pemberian
bantuan,arahan,motivasi,nasihat
dan penyuluhan agar siswa mampu
mengatasi,memecahkan dan
menanggulangi masalahnya sendiri.
2. Pengajaran yaitu bentuk kegiatan
dimana terjalin hubungan interaksi
dalam proses belajar dan mengajar
antara tenaga kependidikan dengan
peserta didik.
3. Pelatihan yaitu sama dengan
pengajaran khususnya untuk
mengembangkan keterampilan
tertentu.
Menurut (Langford, 1978) yang
penting hubungan yang relevan
bukanlahantara pengajaran dengan
pendidikan tetapi antara pengajaran
sebagai suatu profesi dengan
pendidikan.
Indikator keberhasilan
pembelajaran adalah tingkat penguasaan
materi pelajaran oleh anak didik yang
lazimnya dinyatakan dengan
nilai.Mengacu pada konsep
tersebut,maka dapat dikatakan bahwa
hasil kegiatan pembelajaran di kelas
tempat saya mengajar kurang
berhasil,ditandai rendahnya hasil belajar
anak didik atau tingkat pemahaman
anak didik pada tema dan sub tema.Hal
ini terbukti dari 22 orang siswa 14
orang siswa mencapai tingkat
pemahaman 70 % ke atas.
Gejala yang demikian,tentu saja
tidak boleh dibiarkan terus menerus
terjadi.Saya menyadari bahwa sebagai
seorang guru yang diberi tugas dan
tanggung jawab untuk membimbing dan
mengarahkan siswa agar dapat
menguasai materi pelajaran secara
optimal,merasa terpanggil dan
berkewajiban untuk berbuat dan
bertindak mengatasi masalah tersebut
dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) sebagai suatu system kegiatan
untuk mencari dan menemukan solusi
yang tepat dalam rangka memperbaiki
pembelajaran,sehingga penguasaan
siswa terhadap materi pelajaran dapat
ditingkatkan.
Fakta dilapangan menunjukkan
bahwa siswa VII itu masih memeliki
sifat yang kekanak-kanakan dimana
mereka suka belajar bersama ketimbang
belajar sendiri-sendiri, itulah sebabnya
siswa kelas VII lebih suka belajar jika
guru mata pelajaran membentuk sebuah
kelompok belajar siswa agar mereka
bisa bekerja sama dalam menyelesaikan
masalah yang mereka temukan.
Siswa memiliki sifat yang
berbeda-beda pula karena ada siswa
yang lebih suka belajar sendiri
ketimbang membentuk kelompok
belajar siswa, dimana kita bisa liat
siswa yang suka belajar sendiri itu
selalu diam dan tidak mahu banyak
bicara dan jika dibandingkan dengan
siswa yang membentuk kelompok
belajar siswa itu membuat siswa lebih
aktif dalam bicara dan siswa memiliki
sifat yang berani dalam mengeluarkan
pendapat atau argumen mereka.
Keaktifan seorang siswa dalam
berbicara itu sangat mempengaruhi
prestasi belajarnya, dimana siswa yang
aktif berbicara itu lebih cepat
pemikirannya dibanding siswa yang
selalu belajar sendiri dan terdiam.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti
termotivasi untuk melakukan sebuah
penelitian tindakan kelas dengan
berfokus pada peningkatan prestasi
belajar siswa dalam bidang Ekonomi
melalui model pembelajaran student
team learning.
Metode pembelajaran kooperatif
tipe student team learning ini
dikembangkan di John Hopkins
University – Amerika Serikat. Lebih
dari separuh penelitian tentang
pembelajaran kooperatif di sana
menggunakan student team learning.
Pada dasarnya model pembelajaran
kooperatif yang satu ini sama saja
dengan metode pembelajaran kooperatif
yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa
siswa harus bekerjasama dan turut
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
5
5
bertanggungjawab terhadap
pembelajaran siswa lainnya yang
merupakan anggota kelompoknya.
Pada tipe student team learning
ini penekanannya adalah bahwa setiap
kelompok harus belajar sebagai sebuah
tim. Ada 3 konsep sentral pada model
pembelajaran kooperatif tipe student
team learning ini, yaitu: (1)
penghargaan terhadap kelompok; (2)
akuntabilitas individual; (3) kesempatan
yang sama untuk memperoleh
kesuksesan. Pada sebuah kelas yang
menerapkan model pembelajaran ini,
setiap kelompok dapat memperoleh
penghargaan apabila mereka berhasil
melampaui ktiteria yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Akuntabilitas individual
bermakna bahwa kesuksesan sebuah
kelompok bergantung pada
pembelajaran yang dilakukan oleh
setiap individu anggotanya. Pada
metode pembelajaran tipe student team
learning, setiap siswa baik dari
kelompok atas, menengah, atau bawah
dapat memberikan kontribusi yang sama
bagi kesuksesan kelompoknya, karena
skor mereka dihitung berdasarkan skor
peningkatan dari pembelajaran mereka
sebelumnya.
Penggunaan kelompok siswa,
suatu format koperasi yang belajar,
telah dipromosikan sebagai alat/ makna
k e p e n ge m b a n g a n k e t r a m p i l a n
hubungan antar pribadi, pengetahuan isi
yang ditingkatkan, dan pengembangan
tentang tingkat yang lebih tinggi
berpikir kemampuan. Banyak hadiah
Catatan/Kertas ini hasil tujuh studi
terpisah yang menyertakan lima kursus.
Studi bandingkan capaian ujian di
bawah bermacam-macam kondisi -
kondisi yang menyertakan kelompok
Siswa belajar (student team learning)
dan menggolongkan pe rangsang
nilai/kelas. Hasil ke seberang yang tujuh
b e l a j a r b i a s a n ya m e n u n j u k k a n
kecil/sedikit atau tidak ada efek student
t eam l ea rn in g a t au pe ra n gs an g
ni la i /kelas kelompok pada uj ian
mencetak prestasi setelah pengendalian
untuk perbedaan kelompok di dalam
G P A d a n s c o r e u j i a n a w a l
Kelompok Siswa Yang belajar
Pelajaran kelompok Siswa adalah suatu
kelompok yang belajar struktur dan,
sedemikian, adalah suatu intervi
dibanding/bukannya suatu strategi
teratur. Penggunaannya, bagaimanapun,
nampak untuk mempunyai suatu efek
hal positif atastimbulnya kelakuan
buruk kelas.
Dengan menggunakan metode
pembelajaran Student Team Learning
itu mempermudah siswa untuk
memahami mata pelajaran yang kurang
dimengerti, dan apabila siswa
memahami mata pelajaran yang telah
diberikan itu akan berdampak pada
prestasi yang akan dicapainya.
Istilah prestasi berasal dari bahasa
Belanda yaitu prestatie, kemudian
dalam bahasa Indonesia menjadi
prestasi yang berarti hasil usaha.
Prestasi adalah hasil yang
dicapai.Prestasi adalah penguasaan
pengetahuan/keterampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran,
ditunjukkan dengan nilai tes (KBBI,
2008:895).Prestasi adalah hasil dari
suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual
maupun kelompok. Prestasi tidak akan
pernah dihasilkan tanpa suatu usaha
baik berupa pengetahuan maupun
berupa keterampilan (Qohar,2000).
Menurut Muhibbin Syah “Prestasi
adalah tingkat keberhasilan siswa
dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam sebuah program”.
Sumadi Suryabrata mengemukakan
bahwa “Prestasi belajar adalah nilai
yang merupakan perumusan terakhir
yang dapat diberikan oleh guru
mengenai kemajuan/prestasi belajar
selama masa tertentu”.
Pendapat senada juga
diungkapkan oleh (James P. Chaplin,
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
6
6
2002: 5) bahwa “Prestasi belajar
merupakan hasil belajar yang telah
dicapai atau hasil keahlian dalam karya
akademis yang dinilai oleh guru/dosen,
lewat tes-tes yang dilakukan atau lewat
kombinasi kedua hal tersebut”. Hal
ini misalnya prestasi belajar
mahasiswa selama satu semester yang
diukur dengan nilai beberapa mata
kuliah yang harus ditempuh selama satu
semester tersebut, jika mahasiswa bisa
mengumpulkan nilai yang tinggi
dalam masing-masing mata kuliah dan
mengumpulkan jumlah yang tinggi atau
lebih dari yang lain berarti mahasiswa
tersebut mempunyai prestasi belajar
yang tinggi.
(W.S Winkel, 2004: 162)
mengemukakan bahwa “Prestasi
belajar adalah suatu bukti keberhasilan
belajar atau kemampuan seseorang
siswa dalam melakukan kegiatan
belajarnya sesuai bobot yang dicapai”.
Sejalan dengan pendapat tersebut Nana
Sudjana mengemukakan bahwa
“Prestasi belajar merupakan hasil-hasil
belajar yang dicapai oleh siswa
dengan kriteria-kriteria
tertentu”.Sementara Nasution S.
berpendapat bahwa “Prestasi belajar
adalah kesempurnaan yang dicapai
seseorang dalam berfikir, merasa dan
berbuat”. Prestasi belajar dikatakan
sempurna apabila memenuhi tiga
aspek yakni: kognitif, afektif, dan
psikomotor, sebaliknya dikatakan
prestasi belajar kurang memuaskan jika
seorang belum mampu memenuhi target
ketiga kriteria tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas,
maka dapat dijelaskan bahwa prestasi
belajar merupakan tingkat kemanusiaan
yang dimiliki siswa dalam menerima,
menolak, dan menilai informasi-
informasi yangdiperoleh dalam proses
belajar mengajar. Prestasi belajar
seseorang sesuai dengan tingkat
keberhasilan sesuatu dalam mempelajari
materi pelajaran yang dinyatakan
dalam bentuk nilai setelah mengala mi
proses belajar. Prestasi dapat diketahui
apabila seseorang telah melalui tahap
evaluasi. Dari hasil evaluasi tersebut
dapat memperlihatkan tentang tinggi
rendahnya prestasi yang diperoleh oleh
seseorang.
(Muhibbin Syah, 2010: 149)
berpendapat bahwa prestasi belajar
pada dasarnya merupakan hasil
belajar atau hasil penilaian yang
menyeluruh, dengan meliputi:
1. Prestasi belajar dalam bentuk
kemampuan pengetahuan dan
pengertian. Hal ini juga meliputi:
ingatan, pemahaman, penegasan,
sintesis, analisis dan evaluasi.
2. Prestasi belajar dalam bentuk
keterampilan intelektual dan
keterampilan sosial.
3. Prestasi belajar dalam bentuk sikap
atau nilai.
Berdasarkan pengertian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah hasil yang dicapai oleh
seorang pelajar/siswa yang mencakup
aspek ranah kognitif, afektif dan
psikomotoryang ditunjukkan dengan
nilai yang diberikan dosen setelah
melalui kegiatan belajar selama periode
tertentu.
Prestasi adalah hasil yang telah
dicapai seseorang dalam melakukan
kegiatan.(Gagne, 1985:40) menyatakan
bahwa prestasi belajar dibedakan
menjadi lima aspek, yaitu : kemampuan
intelektual, strategi kognitif, informasi
verbal, sikap dan keterampilan. Menurut
Bloom dalam (Suharsimi Arikunto,
1990:110) bahwa hasil belajardibedakan
menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif
dan psikomotorik.
Prestasi merupakan kecakapan
atau hasil kongkrit yang dapat dicapai
pada saat atau periode tertentu.
Berdasarkan pendapat tersebut, prestasi
dalam penelitian ini adalah hasil yang
telah dicapai siswa dalam proses
pembelajaran.
(Winkel, 1996:226)
mengemukakan bahwa prestasi belajar
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
7
7
merupakan bukti keberhasilan yang
telah dicapai oleh seseorang. Maka
prestasi belajar merupakan hasil
maksimum yang dicapai oleh seseorang
setelah melaksanakan usaha-usaha
belajar.Sedangkan menurut (Arif
Gunarso, 1993 : 77) mengemukakan
bahwa prestasi belajar adalah usaha
maksimal yang dicapai oleh seseorang
setelah melaksanakan usaha-usaha
belajar.
Prestasi belajar di bidang
pendidikan adalah hasil dari pengukuran
terhadap peserta didik yang meliputi
faktor kognitif, afektif dan psikomotor
setelah mengikuti proses pembelajaran
yang diukur dengan menggunakan
instrumen tes atau instrumen yang
relevan. Jadi prestasi belajar adalah
hasil pengukuran dari penilaian usaha
belajar yang dinyatakan dalam bentuk
simbol, huruf maupun kalimat yang
menceritakan hasil yang sudah dicapai
oleh setiap anak pada periode tertentu.
Prestasi belajar merupakan hasil dari
pengukuran terhadap peserta didik yang
meliputi faktor kognitif, afektif dan
psikomotor setelah mengikuti proses
pembelajaran yang diukur dengan
menggunakan instrumen tes yang
relevan.
Prestasi belajar dapat diukur
melalui tes yang sering dikenal dengan
tes prestasi belajar. Menurut (Saifudin
Anwar, 2005 : 8-9) mengemukakan
tentang tes prestasi belajar bila dilihat
dari tujuannya yaitu mengungkap
keberhasilan sesorang dalam belajar.
Testing pada hakikatnya menggali
informasi yang dapat digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan. Tes
prestasi belajar berupa tes yang disusun
secara terrencana untuk mengungkap
performasi maksimal subyek dalam
menguasai bahan-bahan atau materi
yang telah diajarkan. Dalam kegiatan
pendidikan formal tes prestasi belajar
dapat berbentuk ulangan harian, tes
formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas
dan ujian-ujian masuk perguruan
tinggi.Pengertian prestasi belajar adalah
sesuatu yang dapat dicapai atau tidak
dapat dicapai. Untuk mencapai suatu
prestasi belajar siswa harus mengalami
proses pembelajaran. Dalam
melaksanakan proses pembelajaran
siswa akan mendapatkan pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan.
Prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai seseorang dalam pengusasaan
pengetahuan dan keterampilan yang
dikembangkan dalam pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan tes angka
nilai yang diberikan oleh guru (Asmara.
2009 : 11).
Menurut (Hetika, 2008: 23),
prestasi belajar adalah pencapaian atau
kecakapan yang dinampakkan dalam
keahlian atau kumpulan pengetahuan.
(Harjati, 2008: 43), menyatakan bahwa
prestasi merupakan hasil usaha yang
dilakukan dam menghasilkan perubahan
yang dinyatakan dalam bentuk simbol
untuk menunjukkan kemampuan
pencapaian dalam hasil kerja dalam
waktu tertentu.
Pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan yang diperoleh akan
membentuk kepribadian siswa,
memperluas kepribadian siswa,
memperluas wawasan kehidupan serta
meningkatkan kemampuan siswa.
Bertolak dari hal tersebut maka siswa
yang aktif melaksanakan kegiatan
dalampembelajaran akan memperoleh
banyak pengalaman. Dengan demikian
siswa yang aktif dalam pembelajaran
akan banyak pengalaman dan prestasi
belajarnya meningkat. Sebaliknya siswa
yang tidak aktif akan minim/sedikit
pengalaman sehingga dapat dikatakan
prestasi belajarnya tidak meningkat atau
tidak berhasil.
Dari beberapa pendapat diatas
maka dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah sesuatu yang dapat
dicapai yang dinampakkan dalam
pengetahuan, sikap, dan keahlian.
Tujuan pendidikan yang ingin
dicapai dapat dikategorikan menjadi
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
8
8
tiga bidang yaitu bidang kognitif
(penguasaan intelektual), bidang afektif
(berhubungan dengan sikap dan nilai)
serta bidang psikomotorik (kemampuan
atau keterampilan bertindak atau
berperilaku). Ketiganya tidak berdiri
sendiri, tapi merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan, bahkan
membentuk hubungan hirarki (Sudjana,
2005:49). Di dalam ketiga aspek
tersebut, terdapat unsur-unsur di
dalamnya yaitu:
a. Bidang kognitif, meliputi:
pengetahuan hafalan (knowledge),
pemahaman (comprehension),
penerapan (application), analisis,
sintesis, evaluasi.
b. Bidang afektif, meliputi: receiving
atau attending, responding
(jawaban), valuing (penilaian),
organisasi, karakteristik nilai atau
internalisasi nilai.
c. Bidang psikomotorik, meliputi:
gerak refleks, keterampilan pada
gerakan-gerakan dasar, kemampuan
persptual, kemampuan di bidang
fisik gerakan skill serta gerakan
akspresif dan interpretatif (Sudjana,
2005: 22-23).
Sebagai tujuan yang hendak
dicapai, tiga bidang tersebut harus
nampak dan dipandang sebagai hasil
belajar pelajar dari proses pengajaran
yang dilakukan oleh guru. Sebagai hasil
belajar, perubahan pada tiga bidang
tersebut secara teknis dirumuskan dalam
pernyataan verbal melalui tujuan
pengajaran atau
tujuaninstruksional(Depag,2001:57).
Dari tiga jenis hasil belajar di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar dapat diperinci lagi menjadi
empat yaitu:
a. Hasil belajar yang merupakan
pengetahuan dan pengertian.
b. Hasil belajar dalam bentuk sikap dan
kelakuan.
c. Hasil belajar dalam bentuk
kemampuan untuk mengamalkan.
d. Hasil belajar dalam bentuk
keterampilan yang dilakukan dalam
kehidupan sehari- hari.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan judul penelitian ini,
yakni peningkatan prestasi belajar
melalui metodepembelajaran Student
Team Learning siswa kelas VII RMBI I
MTsN Watampone kecamatan tanete
riattang kabupaten bone, maka
penelitian ini digolongkan ke dalam
penelitian tindakan kelas (classroom
action research). Penelitian tindakan ini
dilakukan untuk menggambarkan dan
mengamati proses belajar siswa kelas
VII RMBI I MTsN Watampone
kecamatan tanete riattang kabupaten
bone melalui penggunaan metode
pembelajaran Reciprocal teaching.
Mekanisme pelaksanaanya dilakukan
dengan dua siklus. Setiap siklus masing-
masing dilaksanakan dengan empat
tahap, yaitu: 1). Perencanaan, 2).
Tindakan, 3). Pengamatan, Dan4).
Refleksi. Penelitian tindakan kelas ini
merupakan salah satu upaya untuk
memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pembelajaran serta membantu
memberdayakan guru dalam
memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Dengan demikian guru dapat
mengetahui secara jelas masalah-
masalah yang ada di kelas dan solusi
pemecahan dalam mengatasi masalah
tersebut.
Jenis penelitian yang digunakan
dalan penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (classroom action
reseach) dengan pemaparan data
deskriptif kualitatif dan data kuantitatif.
Data kualitatif diperbolehkan dari
lembar observasi, dan lembar catatan
lapangan dalam setiap pelaksanaan
tindakan
(proses pembelajaran), dan data
kuantitatif diperoleh dari tes akhir setiap
siklus.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
9
9
Menurut (Agib, 2006:13),
dikatakan bahwa yang dimaksud dengan
penelitian tindakan kelas (PTK) adalah
suatu perencanaan terhadap kegiatan
yang sengaja dimunculkan, dan terjadi
dalam suatu kelas. PTK dapat
meningkatkan kinerja guru sehingga
menjadi profesional karena mampu
memperbaiki proses pembelajaran
melalui suatu kajian yang terjadi di
kelasnya.
Penelitian ini dilaksanakan selama
dua siklus, setiap siklus saling berkaitan
dalam hal rangkaian kegiatannya.
Artinya, bahwa pelaksanaan pada siklus
I akan dilanjutkan pada siklus II yang
merupakan pelaksanaan perbaikan dari
siklus I. (Arikunto, 2009: 74),
memperkenalkan empat tahap pada
masing-masing siklus yaitu :1).
Menyusun rancangan tindakan
(planning), 2). Pelaksanaan tindakan
(acting), 3). Pengamatan (observasi), 4).
Refleksi (reflecting)
Subyek penelitian ini adalah siswa
kelas VII MTsN Watampone pada
tahun pelajaran 2013. Penelitian ini
termasuk jenis penelitian tindakan kelas
yang ingin mengungkap seberapa tinggi
Tingkat efektifitas Penerapan model
pembelajaran student team learning
dalam meningkatkan prestasi belajar
IPS ekonomi. Penelitian ini dilakukan
2(dua) siklus, masing- masing siklus
terdiri dari 4(empat) tatap
muka(pertemuan).
Refleksi awal, kelas VII RMBI I
sangat pasip, siswa hanya mendengar
dan menyimak, bagaimana guru dapat
meningkatkan prestasi belajar agar
siswa aktif.
1. Perencanaan
Meliputi penyampaian materi IPS
Ekonomi, latihan dengan
mengerjakan beberapa soal,
pembahasan latihan soal,
keaktifan siswa dalam menjawab
pertanyaan dan motivasi siswa.
2. Tindakan (action) kegiatan
mencakup
a. Siklus I dimulai dari refleksi
awal, kemudian dilanjutkan
dengan perencanaan,
tindakan, observasi dan
refleksi akhir.
b. Siklus II (sama dengan siklus
I)
3. Observasi (pengamatan)
Pada tahap ini peneliti akan
mengadakan pengamatan hasil
belajar siswa dari keaktifan siswa
yaitu :
a. Keaktifan siswa dalam
diskusi
b. Banyaknya siswa yang
bertanya
c. Banyaknya siswa yang
menjawab pertanyaan
guru/siswa lain
d. Memberikan pendapat
4. Refleksi
Pada kegiatan akhir tiap
siklus perlu adanya pembahasan
antara siklus-siklus tersebut
untuk dapat menentukan
kesimpulan atau hasil penelitian.
Dalam penelitian tindakan ini
peneliti menggunakan beberapa
prosedur pengumpulan data agar
memperoleh data yang objektif.
Beberapa teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini,
antara lain:
1. Observasi
Obsevasi diartikan
sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak
pada objek penelitian (Zuriah,
2003).Pengamatan dan
pencatatan yang dilakukan
terhadap objek ditempat terjadi
atau berlangsungnya peristiwa.
Ada dua observasi yang
dilakukan oleh peneliti dalam
penelitian tindakan ini,
diantaranya : (I) Obsevasi
langsung, adalah pengamatan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
10
10
yang dilakukan dimana observer
berada bersama dengan objek
yang selidiki. Artinya peneliti
ikut berpartisipasi secara
langsung saat peristiwa terjadi.
(2) Obsevasi tidak langsung,
adalah observasi yang dilakukan
dimana observer tidak berada
bersama dengan objek yang
selidiki. Tetapi, peneliti
menggunakan daftar cek (Check
List) dalam menggali atau
mengumpulkan data ketika
menggunakan terknik ini.
2. Wawancara
Wawancara merupakan
salah satu prosedur terpenting
untuk mengumpulkan data
dalam penelitian kualitatif,
sebab banyak informasi yang
diperoleh peneliti melalui
wawancara.Wawancara
dilakukan peneliti untuk
memperoleh data sesuai dengan
kenyataan pada saat peneliti
melakukan
wawancara.Wawancara dalam
penelitian ini ditujukan kepada
siswa kelas VII dan guru - guru
kelas VII MTsN Watampone.
3. Dokumentasi
(Zuriah, 2003),
menjelaskan bahwa dokumentasi
merupakan salah satu cara untuk
mengumpulkan data melalui
peninggalan tertulis, terutama
berupa arsip-arsip dan termasuk
juga buku-buku tentang
pendapat, teori, atau hukum -
hukum lain yang berhubungan
dengan masalah penelitian
Data pada peneli t ian dia tas
b e r d a s r k a n d a t a h a s i l f o r m a t
pengamatan dan hasil Tes dari mata
pe l a j a ra n IP S Eko nomi de n gan
menggunakan model pembelajaran
reciprocal teaching pada siswa serta
data yang diperoleh dari hasil
observasi dan catatan lapangan. Data
tersebut di reduksi berdasarkan
padamasalah yang diteliti, diikuti
p e n y a j i a n d a t a , d a n t e r a k h i r
penyimpulan atau verifikasi. Tahap
analisi itu diuraikan sebagai berikut :
1. Mengolah data
Data yang diolah melalui
observasi, catatan lapangan, dan studi
dokumentasi dengan melakukan
transkripsi hasil observasi,
penyeleksian, dan pemilihan data. Data
dikelompokkan berdasarkan data pada
tiap siklus.
2. Mengedentifikasi data
Data keseluruhan yang terkumpul
di seleksi dan didentifikasi berdasarkan
kelompoknya dan mengklasifikasikan
data sesuai dengan kebutuhan.
3. Menganalisi data
Penganalisis data dengan cara
mengorganisasikan informasi yang telah
direduksi. Keseluruhan data dirangkum
dan disajikan secara terpadu sesuai
siklus yang direncanakan sehingga
fokus pada pembelajaran.
4. Mengumpulkan hasil penelitian
Akhir temuan penelitian
dikumpulkan dan dilakukan kegiatan
tringulasidata atau pengujian temuan
penelitian. Keabsahan data diuji dengan
memikirkan kembali hal-hal yang telah
dilakukan dan dikemukakan melalui
tukar pendapat dengan ahli dan
pembimbing, teman sejawat, peninjauan
kembali catatan lapangan, hasil
observasi serta tringulasidengan teman
sejawat atau guru setelah selesai
pembelajaran.
Penerapan metodepembelajaran
Student Team Learning dalam upaya
meningkatkan prestasi belajar siswa
dalam mata pelajaran IPS Ekonomi
pada siswa kelas VII RMBI 1 MTsN
Watampone Kecamatan Tanete Riattang
Kabupaten Bone. Dikaitkan dengan
ketuntasan belajar. Siswa yang
mendapat nilai 70 keatas ≥ 75% , dan
≥ 75% siswa aktif mengikuti pembelajaran, maka pembelajaran
dengan menggunakan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
11
11
metodepembelajaranStudent Team
Learning oleh guru dinyatakan berhasil.
Tabel 3.2. Penentuan Patokan
Dengan Menghitung Persentase
NO Interval Persentase
Tingkat Penguasaan Keterangan
1 85 – 100 Baik sekali
2 75 – 84 Baik
3 60 – 74 Cukup
4 40 – 59 Kurang
5 0 – 39 Gagal
Indikator Keberhasilan a. Sebanyak 75% siswa dapat
memahami materi manusia
sebagai makhluk sosial dan
makhluk ekonomi yang
bermoral.
b. Ketuntasan belajar tercapai jika
85% siswa mendapat nilai 72.
c. Untuk kriteria keaktifan siswa
mendapat nilai baik, dilihat dari
hasil penilaian instrument.
HASIL PENELITIAN
Pada bab IV ini akan
disajikan data hasil pembelajaran IPS
kelas VII RMBI I MTsN Watampone
Kacematan Tanete Riattang
Kabupaten Bone.
Data perbaikan pembelajaran
pada siklus I dan II akan ditampilkan
dalam bentuk tabel sehingga
nantinya akan terlihat hasil perbaikan
pembelajaran yang telah dilakukan
oleh guru pada siklus II pada mata
pelajaran IPS.
1. Hasil Observasi Aktivitas Belajar
pada siklus I dan siklus II
Aktifitas siswa diamati dengan
menggunakan lembar observasi
aktivitas belajar selama pembelajaran
berlangsung. Hasil Observasi dapat
dilihat pada table berikut :
Tabel.4.1 Perbandingan Hasil
Observasi Aktivitas Belajar dalam
Mata pelajaran IPS pada siklus I
dan siklus II siswa kelas VII RMBI
I MTsN Watampone Kecamatan
Tanete Riattang Kabupaten Bone.
No Aktivitas Belajar
(%) (%)
1 Banyaknya siswa yang hadir
95,45 97,72
pada saatproses pembelajaran
Berlangsung
2 siswa yang aktif menjawab 23,86 48,86
pertanyaan Guru
3 siswa yang mengajukan 23,86 50
pertanyaan kepada guru
4 siswa yang aktif dalamlatihan
36,36 65,90
terkontrol atau kerja
kelompok
5 siswa yang aktif dalam 84,09 94,31
mengerjakan tugas/tes
evaluasi
6 siswa yang membuat
rangkuman 86,36 95,45
materi yang telah diajarkan
7 siswa yang masih
memerlukan 26,13 14,77
bimbingan materi
2. Hasil Belajar pada Siklus I dan
Siklus II
Data hasil belajar siswa
diperoleh melalui pemberian tes
hasil belajar setelah menyelesaikan
beberapa materi pembelajaran pada
pokok bahasan yang sama. Hasil
belajar IPS siswa kelas VII RMBI I
MTsN Watampone Kecamatan
Tanete Riattang Kabupaten Bone
setelah menggunakan metode
pembelajaran Student team
Learning diterapkan selanjutnya
dianalisi secara deskriptif
kuantitatif yang dapat dilihat pada
Lampiran IX.
Hasil belajar IPS ekonomi
siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan metode
pembelajaran student team
learning pada siklus I Adapun analisis deskriptif
data hasil belajar IPS ekonomi pada
siklus I siswa kelas VII RMBI I
MTsN Watampone kecamatan tanete
riattang kabupaten bone.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
12
12
Tabel 4.2 Deskriptif hasil belajar IPS
siswa kelas VII RMBI I MTsN
Watampone kecamatan tanete
riattang kabupaten bone
STATISTIK NILAI STATISTIK
Subyek 22
Skor Ideal 100
Skor Tertinggi 95
Skor Terendah 50
Rentang Skor 45
Skor Rata-rata 58.4
Standar Deviasi 29,60
Jika skor hasil belajar IPS
dikelompokkan dalam 7 kategori, maka
dibuat tabel distribusi frekuensi skor
sebagai berikut :
Tabel. 4.3 Distribusi frekuensi dan
presentase skor siklus I
siswa kelas VII RMBI I
MTsN Watampone
kecamatan tanete
riattang kabupaten bone
N
o SKOR
KATAGO
RI
FREKUE
NSI
PRESENTA
SE (%)
1 0 – 39 Gagal 0 0
2 40 – 59 Kurang 4 18,18
3 60 – 74 Cukup 11 50
4 75 – 84 Baik 6 27,27
5 85 –
100
Sangat
Baik 1 4,55
Jumlah 22 100
Berdasarkan tabel 4.2
menunjukkan bahwa hasil belajar IPS
siswa kelas VII RMBI I MTsN
Watampone Kecamatan Tanete Riattang
Kabupaten Bone yang diajarkan dengn
metode pemblaran Student Team
Learning berdasarkn sampel yang
diteliti ternyata menghasilkan skor rata-
rata 58.4 dan standar deviasi 29,60
dengan skor maksimum 85 dan skor
minimum 50 . sementara pada tabel 4.3
terlihat bahwa 4,55% atau 1 orang siswa
yang hasil belajar IPS ekonominya
berada pada kategori yang sangat baik,
27,27% atau 6 orang siswa yang hasil
belajarnya berada pada kategori baik,
50% atau 11 orang siswa yang hasil
belajarnya berada pada kategori cukup,
18,18% atau 4 orang siswa yang hasil
belajarnya berada pada kategori kurang
dan tidak ada siswa untuk kategori
gagal.
Hasil belajar IPS siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan
metode pembelajaran student team
learning pada siklus II
Adapun analisis deskriptif data
hasil belajar IPS pada siklus II siswa
kelas VII RMBI I MTsN Watampone
kecamatan tanete riattang kabupaten
bone
Tabel 4.4 Deskriptif hasil belajar IPS
siswa kelas VII RMBI I MTsN
Watampone kecamatan tanete
riattang kabupaten bone
STATISTIK NILAI
STATISTIK
Subyek 22
Skor Ideal 100
Skor Tertinggi 100
Skor Terendah 63
Rentang Skor 37
Skor Rata-rata 64.4
Standar Deviasi 31,98
Jika skor hasil belajar IPS
dikelompokkan dalam 7 kategori, maka
dibuat tabel distribusi frekuensi skor
sebagai berikut :
Tabel. 4.5 Distribusi frekuensi dan
presentase skor siklus II siswa
kelas VII RMBI I MTsN
Watampone kecamatan tanete
riattang kabupaten bone
Berdasarkan tabel 4.4
menunjukkan bahwa hasil belajar
N
o
SKO
R
KATAGO
RI
FREKUEN
SI
PRESENTAS
E (%)
1 0 –
39 Gagal 0 0
2 40 –
59 Kurang 0 0
3 60 –
74 Cukup 4 18,18
4 75 –
84 Baik 4 18,18
5 85 –
100
Sangat
Baik 14 63,64
Jumlah 22 100
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
13
13
IPSsiswa kelas VII RMBI I MTsN
Watampone Kecamatan Tanete Riattang
Kabupaten Bone yang diajarkan dengn
metode pembelajaran Student Team
Learning berdasarkn sampel yang
diteliti ternyata menghasilkan skor rata-
rata 64.4 dan standar deviasi 31,98
dengan skor maksimum 100 dan skor
minimum 63. sementara pada tabel 4.5
terlihat bahwa 63,64% atau 14 orang
siswa yang hasil belajar IPS
ekonominya berada pada kategori yang
sangat baik, 18,18% atau 4 orang siswa
yang hasil belajarnya berada pada
kategori baik, 18,18% atau 4 orang
siswa yang hasil belajarnya berada pada
kategori cukup,dan tidak ada siswa
untuk kategori kurang dan gagal.
Tabel 4.6 Perbandingan distribusi
frekuensi dan presentase skor hasil
belajar siswa kelas VII RMBI I
MTsN Watampone Kecamatan
Tanete Riattang Kabupaten Bone
Setelah Proses pembelajaran pada
siklus I dan siklus II
N
o
SK
OR
KATAG
ORI
FREKUENSI
PERSENTAS
E (%)
SIKL
US I
SKIL
US II
SIKL
US I
SIKL
US II
1
0 –
39 Gagal 0 0 0 0
2
40 –
59 Kurang 4 0 18,18 0
3
60 –
74 Cukup 11 4 50 18,18
4
75 –
84 Baik 6 4 27,27 18,18
5
85 –
100
Sangat
Baik 1 14 4,55 63,64
Jumlah 22 22 100 100
Berdasarkan tabel 4.6
menunjukkan bahwa hasil belajar IPS
Ekonomi kelas VII RMBI I MTsN
Watampone Kecamatan Tanete Riattang
Kabupaten Bone yang diajarkan dengan
menggunakan metode pembelajaran
Student Team Learning, pada siklus I
terlihat bahwa 4,55% atau 1 orang siswa
sedangkan pada siklus II 63,64% atau
14 orang siswa yang hasil belajar IPS
ekonominya berada pada kategori yang
sangat baik, pada siklus I 27,27% atau 6
orang siswa sedangkan pada siklus II
18,18% atau 4 orang siswa yang hasil
belajarnya berada pada kategori
baik,pada siklus I 50% atau 11 orang
siswa sedangkan pada siklus II 18,18%
atau 4 orang siswa yang hasil belajarnya
berada pada kategori cukup, pada siklus
I 18,18% atau 4 orang siswa sedangkan
pada siklus II tidak ada siswa yang hasil
belajarnya berada pada kategori kurang
dan pada siklus I dan II tidak ada siswa
untuk kategori gagal.
Dengan melihat tabel
perbandingan pada tabel 4.6 itu sangat
jelas perbandingan antara hasil belajar
pada siklus I dan hasil belajar siklus II,
berarti dengan menggunakan metode
pembelajaran Student Team Learningitu
sangat jelas dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa.
PEMBAHASAN
1. Pembahasan Siklus I
Pada siklus I, tampak siswa dengan
perilaku positif dan negatif. Siswa yang
berperilaku positif menunjukkan sikap
aktif menjawab pertanyaan teman dan
memperhatikan penyampaian guru
dengan saksama, dan pada saat
melakukan diskusi siswa menanyakan
hal yang belum dipahami. Siswa serius
berdiskusi dan saling bertukar pendapat,
ketika mengerjakan soal, siswa tampak
serius walaupun masih ada siswa yang
belum bisa untuk berbicara, dan pada
saat guru menyuruh membaca hasil
diskusi dan memberi umpan balik siswa
terlihat antusias dengan berani
mengacungkan tangan. Perilaku positif
ini dikarenakan penggunaan metode
pembelajaran student team
learningmerupakan hal baru, selain itu
guru mata pelajaran menguasai materi
dengan baik.
Siswa yang berperilaku negatif
melakukan aktivitas seperti bermasa
bodoh, asyik mengobrol, bermain
handphone, dam mengantuk, serta ada
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
14
14
siswa ketika diminta menanggapi
umpan balik dari guru dia tidak berani
dengan alasan tidak mengetahui
mengenai apa yang dipelajari. Penyebab
siswa berperilaku negatif karena guru
tidak menguasai kelas secara
keseluruhan, guru hanya kebanyakan
berdiri didepan kelas sehingga siswa
yang duduk diposisi belakang merasa
terabaikan.
Pada pelaksanaa proses pembelajaran
siklus I, secara umum siswa masih
kurang aktif mengikuti proses
pembelajaran, hanya 55,3% siswa yang
aktif. Hal ini berarti, masih kurang dari
target ≥75%. Kekurangaktifan siswa
pada proses pembelajaran siklus I
terdampak pada hasil dari menjawab
pertanyaan saat diskusi yang dicapai
hanya 35,15% siswa mendapat nilai 70
keatas dari target ≥75%.
2. Pembahasan Siklus II
Hasil observasi aktivitas siswa pada
siklus II menunjukkan 74,5% siswa
aktif mengikuti pembelajaran, hal ini
menunjukkan terjadinya peningkatan
prestasi proses pembelajaran yang
signifikan yaitu sebesar 39,5% yang
pada siklus I hanya 55,3%. Prestasi
belajar siswa sejalan dengan
pelaksanaan kinerja guru yangsudah
maksimal.
Secara umum frekuensi penggunaan
metode pembelajaran student team
learning berdasarkan 7(Tujuh) kriteria
penilaian mengalami peningkatan, yang
menunjukkan adanya peningkatan hasil
pembelajaran sebagai dampak dari
proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Hasil penilaian berdasarkan
penentuan patokan persentase tingkat
penguasaan yang ditetapkan
menunjukkan bahwa pada siklus II
86,5% dari target ≥75% siswa memperoleh nilai 70 ke atas, ini berarti
terjadi peningkatan hasil belajar sebagai
dampak dari peningkatan keaktifan
proses pembelajaran, sehingga
pembelajaran IPS Ekonomi dengan
poko pembahasan manusia sebagai
makhluk sosial dan ekonomi yang
bermoral melalui metode pembelajaran
student team learningdi kelas VII
RMBI I MTsN Watampone kecamatan
Tanete Riattang Kabupaten Bone
dinyatakan telah berhasil.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dikemukakan
sebelumnya maka akan dikemukakan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Prestasi belajar siswa pada kelas
VII RMBI I MTsN Watampone pada
mata pelajaran IPS Terpadu dengan
pokok pembahasan Kegiatan Ekonomi
mengalami peningkatan pada saat
penggunaan metode pembelajaran
Student team learningkeaktifan siswa
terjadi pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Pada siklus I jumlah siswa
yang mengkuti pembelajaran secara
aktif sebesar 74,5%, pelaksanaan
pembelajaran peningkatan prestasi pada
siklus II 86,7% siswa aktif mengikuti
pembelajaran.
2. Hasil diskusi pembelajaran IPS
Ekonomi dengan pokok pembahasan
kegiatan ekonomi melalui penggunaan
metode Student team learningjuga
menunjukkan peningkatan. Hasil
diskusi siklus I sebesar 62,4% siswa
memperoleh nilai 72 keatashasil diskusi
siklus II sebesar 64,4% siswa
memperoleh nilai 72 ke atas.
DAFTAR PUSTAKA
Cotton, K. (2001) Schoolwide and
Classroom Discipline. Online
Resource Accessed on June 8th,
2005 at:
http://www.nwrel.org/scpd/sirs/
5/cu9.html
Cronbach, Harold Spears, Goch dan
Sardiman A M. 2005. Definisi
Belajar. Jakarta : Rajawali Press
Dakir, 1993. Dasar-Dasar Psikologi,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
15
15
Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar
dan Pembelajaran. Rhineka Cipta:
Jakarta.
Djalali, M. As'ad. 2001. Psikologi
_Motivasi Minat Jabatan,
Intelegensi, Bakat dan Motivasi
Kerja, Wineka Media, Malang
Guba, E.G., & Lincoln, Y.S.
1981.Effective Evaluation, Jossey-
Bass Publishers, Sanfransisco
Hamalik, O. 2002.Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan
Pendekatan Sistem, PT. Bumi
Aksara, Jakarta
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi
Belajar dan Mengajar, Penerbit
Sinar Baru Algensindo, Bandung
Hetika dan Harjati. 2008. Prestasi
Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti
Jean Piaget. 1896. Definisi Pendidikan.
Bandung : Epsilon Grup
Jamarah dan Zain. 2006. Strategi
Belajar Mengajar .Rhineka Cipta:
Jakarta.
Kosasih, Andreas. 2004. Peranan
Motivasi terhadap Hasil Belajarnya
Siswa, Tabularasa, Vol. 2, No. 3
Marhijanto Bambang, 1991. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Surabaya
: Terbit Terang
Mcleod. 1989. Pendidikan dan
Pengetahuan. Bandung : Tarsito
Mills, Geoffrey. 2000. Penelitian
Tindakan Kelas, Jakarta : Rhineka
Cipta
Moeleng, L.J. 2000.Metodologi
Penelitian Kualitatif. PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung
Mudyahardjo. 2001. Pendidikan,
Jakarta: Rineka Cipta
Muhibinsyah. 2003. Pendidikan Butuh
Strategi. Bandung : Angkasa
Poerbakwatja dan Harahap, 1982. Ilmu
Adalah Pedagogik, Bandung : Citra
Umbara
Qohar. 2000. Prestasi Belajar. Bandung
: Pakar Jaya
Ravenscroft, Sue Pickard, Buckless,
Frank A. and Zuckerman, Gilroy J.,
Student Team Learning -
Replication and
Extension.Accounting Education,
Vol 2, No 2, 1997.
Reuseffendi. 1990.Macam-macam .
Jakarta: Bina Aksara.
Silver, H. F., Hanson, J. R., Strong, R.
W., & Schwartz, P. B.
1996.Teaching styles &
strategies.Trenton, NJ: The
Thoughtful Education Press.
Schmuck, Richard A. 1997. Penelitian
Tindakan Kelas, Jakarta: Bina
Aksara
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-
faktor yang Mempengaruhi.
Rhineka Cipta: Jakarta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-
faktor yang mempengaruhinya.
Jakarta : Bina Aksara
Sudjana. 2005. Jenis-jenis Prestasi.
Bandung : Alfabeta
Sudjana, N. 2000.Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar.Remaja
Rosdakarya:Bandung.
Udin S. Winataputra. 1995. Definisi
Learning. Jakarta: Erlangga
Winataputra dan Sugiyanto. 2008.
Jenis-jenis Model Pembelajaran.
Jakarta : Rajawali-Press
W. S Winkel. 2000. Prestasi dalam
Belajar. Bandung : Armico
Zuriah, N. 2003.Penelitian Tindakan
Bidang Pendidikan Dan Sosial,
edisi pertama, 13ayu Media
Publishing, Malang
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
6
6
TINJAUANPENERAPANPENGELOLAANKELAS DAN
PENGARUHNYATERHADAP PROSES BELAJARMENGAJAR DI MTS
DARULHIKMAHTENTETAHUNPELAJARAN 2013/2014
SAHRIR, M. PD & AGUSARDIANSYAH
Dosen STKIP Taman Siswa Bima
ABSTRAK
Kata Kunci:PengelolaanKelas, Proses Belajar Mengajar.
Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
penanggungjawab kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar dicapaikondisi
yang optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar mengajars eperti yang
diharapkan. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan pengelolaan
kelas dan pengarunya terhadap kegiatan proses belajar mengajar di Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah Tente.
Penelitian ini adalah merupakan penelitian studi kasus dan penelitian
lapangan. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah
pendekatan kualitatifd eskriptif. Artinya penelitian yang bertujuan
mendiskripsikan hasilpenelitian yang ditemukanolehpenulis di lapangan.
Sehubungan dengan penelitian deskriptif kualitatif ini di kemukakan beberapa
pendapat antara lain, Moleong (1990:45) mengatakan bahwa penelitian kualitatif
sebagai penelitian yang tidak menggunakan perhitungan. Sedangkan Muhadjir
(1998:21) mengatakan bahwa penelitian dengan menggunakan pendekatan
kualitatif merupakan penelitian hanya sekedar menggambarkan hasil analisiss
uatu variable penelitian,
Penerapan pengelolaan kelas di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
HikmahTente dilakukan dalam dua bentuk, yaitu pengaturan kelasdan pengelolaan
siswa. Kedua bentuk tersebut senantiasa diawali dengan perencanaan oleh guru.
Pengaturan kelaster sebut menghasilkan kondisi kelas yang cukup bersih, kondisi
pencahayaan dalam kelas yang cukup, kedaan suhu udara yang cukup sejuk,
pengaturan formasi tempat duduk yang variatif dan integrative dengan
pilihanmetode pengajaran yang digunakanoleh guru, serta tertatanya pajangan
kelas secara rapi dan baik. Sedangkan bentuk pengelolaan siswa menghasilkan
kondisi siswa yang mau meneladani siswa lain yang berperilaku baik dan tidak
meneladani siswa yang berperilaku sebaliknya (buruk), terjaganya hubungan
sosio-emosional antara guru dan siswa, serta terjaganya iklim komunikasi yang
baik antara guru dengan siswa.Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan kelas berpengaruh positif bagi proses kegiatan pembelajaran di
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul HikmahTente Tahun Pelajaran 2013/2014.
Hal initerlihat dari berpengaruhnya pengaturan kelas dan pengelolaan siswa, baik
guru maupun siswa yang terlibat dalam kegiatan proses pembelajaran.
PENDAHULUAN Pendidikan dan pengajaran
merupakan suatu kebutuhan yang
sangat penting bagi manusia. Dengan
pendidikan dan pengajaran maka
manusia dapat meningkatkan
kemampuan dirinya menjadi manusia
yang berkualitas. Lembaga
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
7
7
pendidikan atau sekolah muncul
sebagai suatu institusi yang bersifat
formal yang memberikan pelayanan
kepada keluarga dan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan
khususnya dalam bidang pendidikan
dan pengajaran. Keberadaan lembaga
pendidikan formal sebagai suatu
institusi sebenarnya untuk membantu
keterbatasan keluarga dan
masyarakat dalam menjalankan
fungsinya sebagai institusi
pendidikan non-formal. Hal tersebut
sebagaimana yang dijelaskan oleh
Syaifullah (1988:71-72), sebagai
berikut:
Suatu ilustrasi dipilihnya
lembaga sosial keluarga yang
menurut sejarahnya merupakan
lembaga pendidikan yang pertama
dan yang utama dan pengaruhnya
terhadap perkembangan pendidikan
dan kepribadian anak. Tetapi
dewasa ini kita semakin sadar,
bahwa betapa peranan lembaga
sosial keluarga semakin gersang,
dan hal ini hanya dapat dimengerti
bila dikaitkan dengan semakin
terbuka luasnya lapangan kerja atau
peranan orang tua, suami istri, baik
di luar kehidupan keluarga sebagai
lembaga sosial maupun di
lingkungan pendidikan. Lapangan
kerja dan peranan sosial yang yang
semakin luas tersebut di atas akan
mudah dipahami bila dikaitkan
dengan perkembangan industri
dalam masyarakat. Jumlah dan jenis
lapangan kerja yang semakin
meningkat tersebut tidak hanya
tersedia bagi para kaum laki-laki,
melainkan juga para wanita. Dengan
masuknya wanita kedalam lapangan
kerja menyebabkan semakin
longgarnya ikatan dalam keluarga,
kekuasaan dan pengaruhnya dalam
menentukan pendidikan, laangan
kerja dari anak-anak mereka dalam
masyarakat orang dewasa di masa
yang akan datang.
Disamping itu, lembaga
pendidikan atau sekolah mampu
menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran secara sistematis,
berjenjang, dan memiliki kurikulum
yang jelas dengan ditunjang oleh
tenaga pendidik serta didukung oleh
sarana dan prasarana pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik. Sekolah
mempersiapkan peserta didik dengan
berbagai macam ilmu pengetahuan
agar peserta didik mampu berperan
secara aktif di masa yang akan
datang.
Oleh karena itu,
penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran di sekolah tidak
sesederhana dalam keluarga dan
masyarakat. Sekolah sebagai suatu
institusi pendidikan formal
memerlukan pengelolaan dengan
menerapkan manajemen yang
profesional sehingga dapat
menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran yang berkualitas.
Salah satu bagian yang sangat
penting dalam masalah pengajaran di
sekolah atau lembaga pendidikan
adalah pengelolaan kelas. Kelas
merupakan unit sekolah yang terkecil
sebagai tempat berlangsungnya
kegiatan proses belajar mengajar. Di
dalam kelas terjadi pertemuan dan
interaksi secara edukatif antara
pendidik dan peserta didik. Dengan
kata lain, bahwa kelas merupakan
lingkungan terdekat yang
memungkinkan pendidik atau guru
dan peserta didik menciptakan proses
belajar mengajar. Kegiatan proses
belajar mengajar berjalan dengan
baik apabila kelas dikelola oleh guru
atau pendidik dengan menggunakan
cara yang profesional yang
berdampak pada penciptaan suasana
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
8
8
kondusif bagi terjadinya interaksi
edukatif antara peserta didik dan
pendidik.
Arikunto menjelaskan,
pengelolaan kelas adalah suatu usaha
yang dilakukan oleh penanggung
jawab kegiatan belajar mengajar
dengan maksud agar dicapai kondisi
yang optimal sehingga dapat
terlaksana kegiatan belajar mengajar
seperti yang diharapkan
(Arikunto:1986:143). Pelaksanaan
pengelolaan kelas di MTs Darul
Hikmah Tente menurut pengamatan
saya selama mengikuti PPL (Praktek
Pengalaman Lapangan) dari tanggal,
3 September sampai dengan 3
Nopember 2012 belum optimal.
Seringkali pengelolaan kelas
diartikan sebagai bagaimana
mengatur kursi dan meja agar
kelihatannya rapi, bagaimana ruang
kelas bersih. Hal ini disebabkan
pemahaman guru tentang
pengelolaan kelas yang kurang baik
dan kesadaran siswa untuk mengikuti
tata tertib yang masih kurang.
Berdasarkan uaraian di atas,
penulis mencoba melakukan
penelitian tentang penerapan
pengelolaan kelas dan pengaruhnya
terhadap kegiatan proses belajar
mengajar di kelas VII Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente. Dengan demikian, dapat
diteliti adanya keterkaitan antara
penerapan pengelolaan kelas dengan
terciptanya suasana yang kondusif
bagi terjadinya interaksi edukatif
antara peserta didik dan pendidik.
Pengertian Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh
penanggung jawab kegiatan belajar
mengajar dengan maksud agar
dicapai kondisi yang optimal
sehingga dapat terlaksana kegiatan
belajar mengajar seperti yang
diharapkan (Arikunto, 1986:143).
Suparno, dkk., (1998:78)
menjelaskan pengertian pengelolaan
kelas yaitu:
pengelolaan kelas dipandang sebagai
serangkaian aktivitas atau kegiatan
guru dalam menampilkan tingkah
laku murid yang baik dan
mengurangi atau menekan tingkah
laku yang kurang baik;
menciptakan hubungan yang baik
antara individu dan keadaan
sosioemosional yang sehat serta
membentuk dan memelihara
organisasi kelas yang efektif dan
produktif
Bafadlol dan Syair (1990:69)
menjelaskan pengertian pengelolaan
kelas, yaitu sebagai berikut;
Pengelolaan kelas pada dasarnya
hanya membicarakan hal-hal yang
secara langsung berkaitan dengan
pelaksanaan tugas guru mengatur di
kelas. Oleh karena itu, ada dua hal
yang penting untuk dibahas, yaitu
penataan ruang kelas dan
pengelolaan murid.
Berdasarkan uraian dan
pengertian tersebut di atas, maka
dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa pengelolaan kelas adalah
serangkaian aktivitas atau kegiatan
guru yang mengarahkan semua
sumber daya yang ada secara efektif
untuk menciptakan dan memelihara
kondisi belajar yang optimal dalam
kegiatan proses belajar mengajar
dengan cara menata ruang kelas,
menampilkan tingkah laku murid
yang baik dan mengurangi atau
menekan tingkah laku yang kurang
baik, menciptakan hubungan yang
baik antara individu dan kedaan
sosioemosional yang sehat serta
membentuk dan memelihara
organisasi kelas yang efektif dan
produktif.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
9
9
1. Perspektif Pengelolaan Kelas
Menurut Arend (2007) terdapat
beberapa perspektif pengelolaan
kelas, yaitu;
a. Pengelolaan kelas preventatif
Pengelolaan kelas preventatif
merupakan perspektif bahwa
banyak masalah di kelas dapat
diselesaikan dengan
merencanakan tujuan
pembelajaran yang menarik dan
relevan, serta pelaksanaan
pembelajaran yang efektif. Jadi
pengelolaan kelas akan berjalan
baik bila guru merencanakan
pembelajaran yang melibatkan
siswa dan mencapai tujuan yang
diharapkan. Pengelolaan kelas dan
pembelajaran saling terkait satu
sama lain dan merupakan salah
satu bagian dari peran
kepemimpinan guru secara
keseluruhan.
Pengelolaan kelas merupakan
program pembelajaran yang harus
direncanakan dan dilaksanakan
guru dengan menggunakan
berbagai pertimbangan antara
lain: kemampuan siswa, sarana
pembelajaran, materi
pembelajaran, waktu dan tujuan
pembelajaran, proses dan
pencapaian pembelajaran,
maupun evaluasinya.
b. Pengelolaan kelas dengan
perspektif penguatan
Pengelolaan kelas dengan
perspektif penguatan berdasarkan
pada pendekatan tingkah laku.
Misalnya guru memberikan reward
(hadiah) dengan memberi nilai yang
baik, pujian, dan hak istimewa untuk
menguatkan perilaku yang
diinginkan dari siswa. Pendekatan
tingkah laku sering menekankan
tentang bagaimana mengontrol
perilaku individu-individu siswa
daripada mempertimbangkan kelas
sebagai kelompok dan situasi belajar
secara keseluruhan. Menurut
perspektif penguatan, guru dapat
mendorong perilaku yang diinginkan
melalui pemberian hadiah, hak
istimewa, dan pujian. Pujian mudah
diberikan oleh guru tapi harus
digunakan dengan tepat agar efektif.
Hukuman dan sangsi digunakan
untuk mengurangi pelanggaran
aturan dan prosedur. Pedoman
penggunaan sangsi menurut
perspektif penguatan, adalah sebagai
berikut.
1) Gunakan pengurangan skor untuk
tugas atau pekerjaan yang terkait
dengan perilaku, misalnya jika
siswa tidak mengumpulkan
pekerjaan yang tidak dikerjakan
sampai selesai.
2) Gunakan denda untuk menangani
pengulangan pelanggaran
terhadap aturan dan prosedur.
Berikan peringatan pertama, dan
bila perilaku berlanjut berikan
denda. Contoh denda: berupa
gambar-gambar yang harus
dibayarkan karena melanggar
aturan atau bentuk lain sesuai
kesepakatan kelas.
3) Bila Anda memiliki siswa yang
sering menerima sangsi, bantulah
mereka agar merencanakan untuk
menghentikan perilaku buruknya.
Contoh: guru dengan kalimat
halus menyuruh siswa yang
berperilaku buruk untuk membaca
aturan kelas yang telah disepakati
bersama.
c. Pengelolaan kelas yang berpusat
pada siswa (student centered)
Perspektif pengelolaan kelas
yang berpusat pada siswa
berdasarkan pada teori John
Dewey dan pendidik Swiss serta
reformis humanistik. Dalam
perspektif ini, guru
memperlakukan siswa di sekolah
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
10
10
secara manusiawi. Siswa disikapi
dengan hormat dan diciptakan
komunitas belajar yang ”peduli
etika”. Pengelolaan kelas
direncanakan sedemikian rupa
sehingga membantu
perkembangan siswa dalam
bidang akademik, sosial, dan
emosional.
Pengelolaan kelas yang efektif
a. Menegakkan aturan dan
menerapkan prosedur
Untuk mempersiapkan
pengelolaan kelas yang efektif, siswa
harus mengetahui aturan kelas dan
prosedur. Aturan kelas adalah
pernyataan yang menyebutkan apa
yang diharapkan untuk dilakukan
dan tidak dilakukan oleh siswa.
Biasanya aturan dibuat secara tertulis
dan dimengerti dengan jelas oleh
siswa. Sedangkan prosedur adalah
cara untuk menyelesaikan pekerjaan
atau kegiatan dan jarang yang dibuat
dalam bentuk tertulis. Prosedur kelas
ditetapkan oleh guru untuk
menangani tugas-tugas rutin dan
menginstruksikan apa yang
seharusnya dilakukan siswa.
Pengelolaan kelas yang efektif akan
terwujud bila konsisten dalam
menegakkan aturan dan menerapkan
prosedur. Bila tidak, aturan dan
prosedur apapun akan hilang dengan
cepat. Tabel berikut merupakan
contoh aturan kelas.
Tabel 2.1: Aturan Kelas
Aturan Contoh
Boleh Tidak Boleh
Dengarkan
pendapat
orang lain.
Perhatikan
ketika orang
lain berbicara.
Berteriak atau
menyela
pembicaraan.
Hormatilah
hak orang
lain.
Perlakukan
semua orang.
Memberi nama
julukan.
b. Mengembangkan tanggung jawab
siswa
Untuk mempersiapkan
pengelolaan kelas yang efektif, guru
perlu mengembangkan tanggung
jawab kepada siswa. Hal-hal yang
dapat dilakukan misalnya guru
mengkomunikasikan dengan jelas
tugas-tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas dan guru perlu
pula mengetahui kemajuan siswa
setelah tugas diberikan. Bila tugas
dilakukan di dalam kelas guru dapat
berjalan mengitari kelas untuk
memeriksa dan memberi bimbingan.
c. Menangani perilaku yang tidak
semestinya dan mengganggu
Menurut Glasser (dalam
Arend, 2007), bila siswa berperilaku
buruk di sekolah, guru sering
menunjuk pada keadaan rumah yang
tidak menguntungkan sebagai
alasannya. Padahal seringkali alasan
sebenarnya adalah karena siswa
tersebut menganggap sekolah tidak
cukup memuaskan dirinya. Guru
seharusnya menyadari bahwa siswa
tersebut ingin terpenuhi semua
kebutuhan dan pengalaman
belajarnya di kelas. Bila guru cukup
sabar untuk menghadapai
ketidakmampuan siswa dalam
belajar, maka siswa akan memiliki
peluang cukup banyak untuk
mendapatkan pengalaman yang lebih
baik.
d. Merespon perilaku siswa yang
menyimpang
Seringkali siswa berperilaku
menyimpang atau tidak mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan guru,
misal mengganggu teman. Dengan
adanya perilaku menyimpang, maka
guru harus merespon tindakan
menyimpang tersebut. Contoh respon
guru terhadap perilaku menyimpang
(Arend, 2007).
Pengertian Proses Belajar Mengajar
e. Pengertian Proses
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
11
11
Kata proses secara etimologi
berasal dari bahasa Inggris, yaitu
process. Hornby (1995:922)
menjelaskan pengertian proses
adalah suatu rangkaian aksi atau
pelaksanaan suatu pekerjaan atau
mencapai suatu pekerjaan; suatu
rangkaian perubahan, terutama yang
terkait dengan suatu kejadian yang
bersifat natural; serta sebuah metode
untuk mengerjakan atau melakukan
sesuatu, khususnya yang terkait
dengan dunia industri.
f. Belajar
Proses belajar mengajar
memeiliki makna dan pengertian
yang lebih luas daripada pengertian
mengajar semata. Dalam proses
belajar mengajar tersirat adanya
suatu kesatuan kegiatan yang tak
terpisahkan antara siswa yang belajar
dan guru yang mengajar. Antara
kedua kegiatan ini terjalin interaksi
yang saling menunjang.
Sagala (2010:14) menjelaskan
bahwa belajar adalah suatu proses
adaptasi atau penyesuaian tingkah
laku yang berlangsung secara
progresif. Sedangkan Ahmadi dan
Supriyono (1991:121)
mendefinisikan tentang belajar
adalah suatu proses usaha yang
dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan.
g. Mengajar
Pengertian mengajar, yaitu
sebagai berikut: mengajar adalah
suatu aktivitas atau kegiatan untuk
menolong, membimbing seseorang
untuk mendapatkan, mengubah atau
mengembangkan skill, attitude,
ideals, appreciations, dan knowledge
(Slameto, 1995:21).
Menurut Usman bahwa proses
belajar mengajar adalah suatu proses
yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas dasar
hubungan timabl balik yang
berlangsung dan situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu
(Suryosubrata, 1990:19).
Dari pengertian-pengertian
tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan pengertian bahwa proses
belajar mengajar secara utuh yaitu
suatu rangkaian interaksi yang
dinamis antara peserta didik atau
guru dengan peserta didik atau siswa
dalam suasana edukatif yang di
implementasikan dengan pemberian
pertolongan, bimbingan, atau
penciptaan lingkungan dari peserta
didik yang memungkinkan peserta
didik belajar sehingga terjadi
perubahan tingkah laku pada diri
peserta didik itu sendiri.
2. Penerapan Pengelolaan Kelas dan
Pengaruhnya Terhadap Proses
Belajar Mengajar
Kelas merupakan unit sekolah
terkecil sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan proses
belajar mengajar. Di dalam kelas
terjadi pertemuan dan interaksi
edukatif antara pendidik dan
peserta didik. Dengan kata lain
bahwa kelas merupakan
lingkungan terdekat yang
memungkinkan pendidik dan
peserta didik menciptakan
kegiatan proses belajar mengajar.
Dalam konteks pengelolaan
kelas menurut Bafadlol dan Syair
(1990:71), terdapat dua unsur utama
yang penting untuk diperhatikan,
yaitu penataan ruang kelas dan
pengelolaan siswa yaitu:
a. Penataan Ruang Kelas
Penataan ruang kelas
diimplementasikan dalam beberap
kriteria, di antaranya yaitu:
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
12
12
1) Penataan lingkungan fisik
kelas harus bersih dan nyaman untuk
ditempati. Lingkungan fisik kelas
harus senantiasa terjaga
kebersihannya, ruangan kelas harus
disapu serta dibersihkan setiap hari.
Setiap kelas diupayakan memiliki
tempat sampah, sapu, pengangkut
sampah, pembersih debu dari bulu
ayam, dan lain sebagainya. Ruangan
kelas yang bersih dan rapi tentu akan
menyehatkan bagi guru dan siswa itu
sendiri. Guru dan siswa akan merasa
lebih nyaman karena ruangan kelas
bebas dari sampah yang berserakan
atau debu-debu yang menyesakkan.
Ruangan kelas yang nyaman juga
harus didukung oleh adanya ventilasi
ruangan, keadaan cahaya yang
mencukupi, dan sebaiknya tidak
memantulkan cahaya atau
menggemakan suara.
Fentilasi udara yang cukup
akan memungkinkan keluar
masuknya udara sehat di dalam
ruangan kelas sehingga guru dan
siswa tidak merasa pengap atau
merasa kepanasan. Keadaan cahaya
dalam ruangan kelas harus cukup
atau tidak terlalu terang sehingga
menyilaukan mata untuk melihat
keadaan ruangan kelas. Keadaan
dinding kelas juga jangan sampai
memantulkan atau menggemakan
suara karena akan menganggu
kegiatan proses belajar mengajar.
Lebih lanjut menurut Dewey,
penataan ruang kelas adalah: Luas
ruangan kelas yang baik yaitu seluas
rumah, sehingga siswa dapat belajar
semaksimal mungkin. Ruangan kelas
yang terlalu sempit akan
menyulitkan penataan ruangan kelas
yang tentu akan membuat guru dan
siswa tidak merasa nyaman berlama-
lama di dalamnya (Robinson
1988:53).
2) Pengaturan tempat duduk harus
fleksibel, dengan demikian akan
memudahkan guru bergerak ke
segala arah, dan membuat siswa
merasa nyaman untuk belajar.
Biasanya sebahagian besar ruangan
kelas diisi oleh meja dan bangku atau
kursi yang digunakan oleh siswa
sebagai tempat duduk. Oleh karena
itu, diperlukan pengaturan khusus
agar tempat duduk dapat tertata
dengan rapi, apik dan
memungkinkan siswa belajar dengan
nyaman.
Pengaturan tempat duduk
siswa harus fleksibel, hal ini
sebagaimana yang dijelaskan oleh
Bafadlol dan Syair (1990:71) sebagai
berikut:
Pengaturan tempat duduk
siswa harus fleksibel. Maksudnya
bentuk dan komposisinya dapat
dirubah-rubah sesuai dengan
kepentingan, atau komposisinya bisa
tetap, tetapi posisi duduknya dapat
dirubah menurut kebutuhan yaitu
dengan memutar bangku siswa
sehingga semua siswa dapat
menghadap ke satu arah tanpa harus
mengubah posisi meja. Hal ini
dilakukan bila pelajaran diberikan
secara klasikal.
Ada beberapa macam atau
bentuk formasi pengaturan tempat
duduk yang dapat dipilih oleh guru
secara fleksibel untuk dipergunakan
di dalam kelas, di antaranya sebagai
berikut:
a) Formasi belajar atau berderet
Papan tulis dan meja guru
berada di depan kelas sedangkan
tempat duduk siswa seluruhnya
diatur secara berderet-deret
menghadap ke papan tulis atau meja
guru. Formasi tempat duduk sangat
cocok diterapkan untuk pengajaran
dengan menggunakan metode
ceramah dan tanya.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
13
13
b) Formasi tapal kuda
Papan tulis dan meja guru
berada di depan kelas, sedangkan
tempat duduk siswa diatur dengan
model setengah lingkaran dengan
menghadap seluruhnya ke arah
papan tulis atau meja guru. Formasi
tempat duduk seperti ini sangat
cocok diterapkan untuk pengajaran
dengan menggunakan metode
diskusi, khususnya diskusi diantara
siswa secara individual atau diskusi
siswa dengan guru.
c) Formasi berkelompok
Papan tulis dan meja guru
berada di depan kelas, sedangkan
tempat duduk siswa diatur secara
berkelompok. Setiap kelompok tidak
lebih dari enam orang. Formasi
pengaturan tempat duduk ini sangat
cocok diterapkan untuk pengajaran
dengan metode diskusi.
d) Formasi meja bundar dan persegi
panjang
Tempat duduk siswa diatur
dengan bentuk meja bundar atau
persegi panjang, sedangkan meja
guru berada di salah satu bagian
di antara tempat duduk siswa.
Papan tulis diletakkan tidak jauh
dari meja guru. Formasi tempat
duduk ini sangat cocok diterapkan
untuk pengajaran dengan
menggunakan metode diskusi di
antara siswa.
Pengaturan tempat duduk tidak
boleh menyulitkan guru untuk
bergerak ke segala arah sehingga
guru dapat mengawasi seluruh
siswanya. Di samping itu,
pengaturan tempat duduk siswa
harus memungkinkan siswa
merasa nyaman dalam belajar,
sehingga menurut Fadlol Bafadlol
harus memperhatikan beberapa
ketentuan, yaitu: bentuk dan luas
ruangan kelas, bentuk serta
ukuran bangku atau kursi dan
meja siswa, jumlah siswa pada
ruang kelas yang bersangkutan,
jumlah kelompok dalam kelas,
dan komposisi siswa dalam
kelompok (Bafadlol dan Syair
(1990:71).
3) Pengaturan panjang kelas harus
membantu motivasi belajar siswa.
Suatu sekolah yang menerapkan
keterampilan proses biasanya
akan menghasilkan koleksi karya
siswa. Karya siswa tersebut dapat
dijadikan pajangan kelas, selain
gambar-gambar tertentu, misalnya
gambar presiden dan wakilnya,
gambar peta, dan lain sebagainya.
Bafadlol dan Syair (1990:76)
menjelaskan manfaat pajangan
kelas, yaitu:
Pajangan kelas bermanfaat untuk
membina kepercayaan diri,
menumbuhkan persaingan yang
sehat di kalangan siswa dalam
kegiatan proses belajar. Pajangan
dapat mengembangkan kreatifitas
dan merangsang daya imajinatif.
Pajangan dalam kelas dapat
membantu membangkitkan
semangat belajar siswa, karena
pajangan menyediakan bahan-
bahan yang dapat dilihat untuk
dibahas dan dilaporkan.
Ruangan kosong tanpa
pajangan akan menjadi tempat yang
membosankan, menjenuhkan,
terkesan gersang dan tidak
memancing daya kreatifitas siswa
khsusnya dalam kegiatan belajarnya.
Oleh karena itu, pajangan kelas harus
diatur secara rapi dan apik. Beberapa
tanaman bunga yang ditanam di
dalam pot diletakkan di depan kelas,
gambar-gambar di dinding diberi
bingkai, serta hasil kreatifitas siswa
diatur di meja kecil di sudut ruangan
kelas yang tidak menganggu siswa.
Gambar-gambar di dinding tidak
perlu terlalu banyak sehingga akan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
14
14
menganggu pemandangan. Hasil
kreatifitas siswa diusahakan sering
diganti agar tidak membosankan
mata yang melihatnya dan
memberikan kesempatan terhadap
hasil kreatifitas siswa yang lain
untuk dipajang.
b. Pengelolaan Siswa
Pengelolaan siswa terkait erat
dengan keterampilan guru dalam
menciptakan dan memelihara
kondisi belajar yang optimal bagi
siswa atau menjaga jangan sampai
siswa mendapat gangguan-
gangguan dalam kegiatan proses
belajarnya.
Guru memiliki peranan yang
sentral dalam pengelolaan siswa
karena pengelolaan kelas
sebenarnya merupakan wujud dari
aktivitas guru dalam
mengoptimalisasikan kegiatan
belajar siswanya. Suparno, dkk.,
(1998:78) menjelaskan bahwa:
Pengelolaan kelas dipandang
sebagai serangkaian aktivitas atau
kegiatan guru dalam
menampilkan tingkah laku murid
yang baik dan mengurangi atau
menekan tingkah laku yang
kurang baik; menciptakan
hubungan yang baik antara
individu dan keadaan
sosioemosional yang sehat serta
membentuk dan memelihara
organisasi kelas yang efektif dan
produktif.
Dari penjelasan tersebut di
atas, dapat dipahami bahwa tugas
pendidik atau guru dalam
pengelolaan kelas di antaranya
adalah sebagai berikut:
1) Menampilkan tingkah laku siswa
yang baik dan mengurangi atau
menekan tingkah laku siswa yang
kurang baik. Apabila siswa
menunjukkan tingkah laku yang
baik seperti menaati peraturan-
peraturan sekolah, mendengarkan
penjelasan guru di depan kelas,
membuat atau mengerjakan tugas
yang diberikan oleh guru, dan lain
sebagainya tentu akan
memperlancar kegiatan proses
belajar mengajar. Tingkah laku
siswa yang tidak baik walaupun
hanya dilakukan oleh seorang atau
sekelompok siswa akan sangat
menganggu kelancaran kegiatan
proses belajar mengajar.
Oleh karena itu, guru
harus senantiasa mengurangi
tingkah laku siswa yang kurang
baik tersebut dan menampilkan
tingkah laku siswa yang baik.
Pujian yang diberikan pada siswa
yang bertingkah laku baik
sedangkan teguran diberikan
kepada siswa yang bertingkah
laku buruk. Moh Uzer Usman
memberikan contoh seperti, guru
dapat memberikan penguatan
kepada siswa yang menganggu,
yaitu dengan jalan menangkap
siswa tersebut ketika ia sedang
melakukan tingkah laku yang
tidak wajar, lalu kemudian
menegurnya. Contoh lainnya
adalah guru dapat memberikan
penguatan kepada siswa yang
bertingkah laku wajar dan dengan
demikian dapat menjadi contoh
atau teladan tentang tingkah laku
positif bagi siswa yang suka
menganggu siswa lainnya
(Usman, 2001:100).
Tetapi teguran yang
diberikan oleh guru terhadap
siswa yang bertingkah laku buruk
tidak boleh diberikan secara
kasar, menyakitkan, mengandung
penghinaan, ocehan, atau bahkan
ejekan yang berlebihan.
2) Menciptakan hubungan yang baik
antara individu dan keadaan
sosioemosional yang sehat. Para
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
15
15
siswa akan berada bersama-sama
dalam satu ruangan kelas selama
beberapa jam. Oleh karena itu,
hubungan di antara mereka harus
terbangun dengan baik
berdasarkan hubungan
sosioemosional yang sehat.
Dengan demikian, guru akan lebih
mudah membangun interaksi di
antara para siswa yang sangat
penting dalam kegiatan proses
belajar mengajar. Hubungan yang
baik di antara guru dan siswa atau
sesama siswa dapat terbangun
apabila diciptakan iklim
komunikasi yang efektif antara
guru dengan siswa atau
persahabatan yang akrab antara
sesama siswa.
3) Membentuk dan memelihara
organisasi kelas yang efektif dan
produktif. Organisasi kelas secara
sederhana terdiri dari guru sebagai
pembina dan siswa sebagai
individu yang dibina. Guru dapat
mengangkat ketua kelas dan
seksi-seksinya yang terdiri dari
siswa-siswa itu sendiri dalam satu
ruangan untuk memudahkan guru
dalam mengorganisir kelas.
Upaya ini lebih efektif jika proses
pembentukan organisasi kelas
melibatkan siswa secra langsung,
sehingga siswa merasa ikut
berpartisipasi dalam organisasi
kelas. Para siswa diarahkan untuk
memahami tugasnya masing-
masing sehingga guru akan lebih
mudah mengawasi pelaksanaan
tugas tersebut.
Organisasi kelas yang efektif
dan produktif adalah organisasi
kelas yang mendukung
optimalisasi kegiatan proses
belajar mengajar. Oleh karena itu,
pembentukan organisasi kelas
harus diarahkan oleh guru untuk
menunjang kegiatan proses
belajar mengajar. Di samping itu,
siswa akan terlatih dalam
memimpin dan berorganisasi yang
nantinya akan berguna bagi
kehidupannya dalam
bermasyarakat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente yang beralamat di
jalan Buya Hamka Kecamatan Woha
Kabupaten Bima.
Penelitian ini dilaksanakan
selama satu bulan mulai tanggal 20
Mei sampai dengan 19 Juni 2013.
Penelitian ini adalah
merupakan penelitian studi kasus dan
penelitian lapangan. Menurut
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi
Akbar (2003:4) mengatakan bahwa
penelitian kasus dan penelitian
lapangan bermaksud mempelajari
secara intensif tentang latar belakang
keadaan sekarang, interaksi sosial,
individu, kelompok, lembaga dan
masyarakat. Variabel utama dalam
penelitian ini adalah penerapan
pengelolaan kelas dan pengaruhnya
terhadap proses belajar mengajar di
kelas VII Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Darul Hikmah Tente
Kecamatan Woha Kabupaten Bima.
Pendekatan penelitian yang
digunakan dalam skripsi ini adalah
pendekatan kualitatif deskriptif.
Artinya penelitian yang bertujuan
mendiskripsikan hasil penelitian
yang ditemukan oleh penulis di
lapangan. Sehubungan dengan
penelitian deskriptif kualitatif ini di
kemukakan beberapa pendapat antara
lain, Moleong (1990:45) mengatakan
bahwa penelitian kualitatif sebagai
penelitian yang tidak menggunakan
perhitungan. Sedangkan Muhadjir
(1998:21) mengatakan bahwa
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
16
16
penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif merupakan
penelitian hanya sekedar
menggambarkan hasil analisis suatu
variabel penelitian,
Menurut Sugiyono (2006:15)
menyatakan bahwa metode
penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang berdasarkan pada
filsafat post positivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek
yang alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen) dan peneliti
sebagai instrumen kunci.
Penelitian dengan pendekatan
kualitatif dalam tulisan ini
didasarkan pada sasaran yang ingin
dicapai yaitu mendiskripsikan
tentang penerapan pengelolaan kelas
dan pengaruhnya terhadap proses
belajar mengajar di Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente Kabupaten Bima.
Jenis data yang akan
dikumpulkan oleh penulis dalam
penelitian ini terbagi dalam dua
jenis, yaitu:
1. Data kepustakaan, yaitu: data
yang diperoleh dari literatur
seperti buku, majalah, dan lain
sebagainya. Karakteristik data
kepustakaan yang dikumpulkan
dapat dikategorikan dalam dua
jenis, yaitu:
a. Data primer, yaitu: literatur yang
membahas tentang penerapan
pengelolaan kelas dan
pengaruhnya terhadap proses
belajar mengajar.
b. Data sekunder, yaitu: literatur lain
yang mendukung penelitian ini
seperti kamus-kamus, buku-buku
yang membahas tentang masalah
penerapan pengelolaan kelas, dan
lain sebagainya.
2. Data lapangan, yaitu: data yang
diperoleh dari hasil penelitian
penulis di lokasi penelitian.
Karakteristik data lapangan yang
dikumpulkan dapat di
kategorisasikan dalam dua jenis,
yaitu:
a. Data primer, yaitu: data lapangan
yang mengungkapkan tentang
penerapan pengelolaan kelas dan
pengaruhnya terhadap proses
belajar mengajar di kelas VII
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Darul Hikmah Tente Kecamatan
Woha Kabupaten Bima, terutama
yang diperoleh dari informan,
yaitu satu orang Kepala Sekolah,
tiga orang Wakil Kepala Sekolah
dan beberapa orang guru, satu
orang bagian Tata Usaha, dan
beberapa orang siswa.
b. Data Sekunder, yaitu: data
lapangan lain yang mendukung
penelitian ini seperti sejarah
berdirinya Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Darul Hikmah Tente
Kecamatan Woha Kabupaten
Bima, keadaan sarana dan
prasarana, dan lain sebagainya.
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan teknik
pengumpulan data dengan
menggunakan metode sebagai
berikut:
1. Observasi; yaitu penulis
melakukan pengamatan
langsung pada lokasi penelitian
yaitu pada Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente Kecamatan Woha
Kabupaten Bima, menyangkut
keadaan pengelolaan kelas dan
lain sebagainya.
2. Interview; yaitu penulis
melakukan wawancara dengan
beberapa informan yang dapat
memberikan data, seperti Kepala
sekolah, Wakil Kepala Sekolah,
beberapa orang dewan guru,
dan sejumlah siswa.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
17
17
3. Dokumentasi; yaitu penulis
mengumpulkan data dari
beberapa dokumen-dokumen
penting, seperti papan monografi
dan arsip-arsip lain yang
mendukung kelengkapan data
penelitian ini.
Dalam penelitian kualitatif,
teknik sampling yang sering
digunakan adalah pertama, metode
purposive sampling, Menurut
Sugiyono (2006:300) menyatakan
bahwa purposive sampling adalah
teknik pengambilan sampel sumber
data dengan pertimbangan kepada
fokus penelitian. Dalam hal ini
peneliti menganggap bahwa
informan tersebut mengetahui
masalah yang diteliti secara
mendalam dan dapat dipercaya untuk
menjadi sumber yang mantap. Hal
ini dilakukan karena dari jumlah
sumber data yang sedikit belum
mampu memberikan data yang
memuaskan, maka peneliti mencari
sumber data lain-lain yang
mempunyai karakteristik sama
(Sugiyono, 2007:54).
Arikunto (2002:121),
menerangkan bahwa instrumen
penelitian adalah alat atau fasilitas
yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaan
lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap dan
sistematis sehingga mudah diolah.
Adapun instrumrn dalam penelitian
ini adalah:
a. Pedoman Observasi
Pedoman Observasi dipergunakan
untuk mengumpulkan data-data
yang diperlukan dalam penelitian
seperti keadaan sarana dan
prasarana, keadaan guru dan
siswa Madrasah Tsanawiyah
Darul Hikmah Tente.
b. Pedoman Wawancara
Pedoman Wawancara digunakan
untuk mengumpulkan sumber
baik kepada guru maupun siswa
tentang penerapan pengelolaan
kelas di Madrasah Tsanawiyah
Darul Hikmah Tente Tahun
Pelajaran 2013/2014.
Validitas Data
Dalam penelitian, setiap hal
temuan harus dicek keabsahannya
agar hasil penelitiannya dapat
dipertanggungjawabkan
kebenarannya dan dapat dibuktikan
keabsahannya. Untuk pengecekan
keabsahan temuan ini teknik yang
dipakai oleh peneliti adalah
trianggulasi. Trianggulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu.
(Moleong, 1990:178).
Pemeriksaan yang dilakukan
oleh peneliti antara lain dengan :
1. Trianggulasi data, yaitu dengan
cara membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil
wawancara, data hasil wawancara
dengan dokumentasi dan data
hasil pengamatan dengan
dokumentasi. Hasil perbandingan
ini diharapkan dapat menyatukan
persepsi atas data yang diperoleh.
2. Trianggulasi metode, yaitu
dengan cara mencari data lain
tentang sebuah fenomena yang
diperoleh dengan menggunakan
metode yang berbeda yaitu
wawancara, observasi dan
dokumentasi. Kemudian hasil
yang diperoleh dengan
menggunakan metode ini
dibandingkan dan disimpulkan
sehingga memperoleh data yang
bisa dipercaya.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
18
18
3. Trianggulasi sumber, yaitu
dengan cara membandingkan
kebenaran suatu fenomena
berdasarkan data yang diperoleh
oleh peneliti, baik dilihat dari
dimensi waktu maupun sumber
yang lain.
Data yang di kumpulkan
kemudian diolah dan di analisis
dengan langkah-lagkah sebagai
berikut:
1. Reduksi data, yaitu penulis
merangkum beberapa data dan
keterangan yang dianggap penting
untuk dianalisa, kemudian
dimasukkan kedalam pembahasan
ini. Artinya, tidak semua data dan
keterangan yang diperoleh masuk
dalam kategori pembahasan ini.
2. Penyajian data, yaitu penulis
memperoleh data dan keterangan
dari objek yang bersangkutan,
kemudian disajikan untuk dibahas
guna menemukan kebenaran-
kebenaran yang hakiki.
3. Verifikasi data, yaitu penulis
membuktikan kebenaran data
yang diperoleh dengan tujuan
menghindari adanya unsur
subjektifitas yang dapat
mengurangi bobot kualitas skripsi
ini. Artinya, data dan keterangan
yang diperoleh dapat diukur
melalui responden yang benar-
benar sebagai pelaku atau
sekurang-kurangnya memahami
terhadap masalah yang diajukan.
HASIL PENELITIAN
Penerapan Pengelolaan Kelas di
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente
Pengelolaan kelas di Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente senantiasa diawali dengan
perencanaan. Hal ini senada dengan
apa yang diungkapkan Kepala MTs
Darul Hikmah Tente, Drs. Haris,
dalam wawancara hari Selasa, 27
Agustus 2013 di ruang Kepala
Sekolah bahwa, agar pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar dapat
berlangsung dengan baik diadakan
tahap perencanaan terlebih dahulu.
Perencanaan yang dimaksud
misalnya dengan meyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Berdasarkan wawancara pada
dengan salah satu guru dijelaskan
bahwa sebelum memulai kegiatan
belajar mengajar guru harus
membuat perencanaan. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Ibu Fatimah
H. Mansyur bahwa perencanaan
merupakan sesuatu yang harus
dilakukan sebelum proses belajar
mengajar dimulai.
Dari hasil wawancara di atas
maka dapat disimpulkan bahwa guru
di Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Darul Hikmah Tente sering
merencanakan pengelolaan kelas
yang akan mereka terapkan dalam
kegiatan mengajar.
Pengelolaan kelas di Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dikelola dalam dua bentuk,
yaitu : 1) dalam bentuk penataan
ruang kelas, dan 2) dalam bentuk
pengelolaan siswa. Kedua hal
tersebut dilakukan secara integratif,
sinergis, dan dijalankan berdaarkan
perencanaan pengelolaan kelas yang
telah disiapkan sebelumnya
(Wawancara, 27 Agustus 2013 di
MTs Darul Hikmah Tente). Kedua
bentuk pengelolaan kelas tersebut
akan diuraikan sebagai berikut:
1. Pengaturan Kelas
Pengaturan kelas dalam rangka
pengelolaan kelas di Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente diawali dengan menjaga
kebersihan ruang kelas. Setiap kelas
memiliki alat kebersihan, seperti
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
19
19
sapu, tempat sampah, alat
pengangkut sampah, dan pembersih
debu. Siswa Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Darul Hikmah Tente yang ada
dalam setiap ruang kelas
bertanggung jawab membersihkan
ruang kelas tersebut berdasarkan
jadwal piket kebersihan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Jadwal
tersebut di tempelkan di dinding
kelas sehingga mudah untuk dilihat
oleh seluruh siswa yang ada dalam
ruangan tersebut (Wawancara, 28
Agustus 2013 di MTs Darul Hikmah
Tente).
Guru Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Darul Hikmah Tente akan
mengawasi tugas pembersihan kelas,
khsususnya ketika masuk mengajar
di ruang kelas tersebut. Dalam hal ini
peneliti pengawasan kebersihan kelas
guru terlebih dulu memeriksa ruang
kelas dan apabila masih ditemukan
sampah maka diambil tindakan
dengan memanggil siswa yang
mendapat jadwal piket kebersihan
pada hari itu dan menyuruhnya untuk
membersihkan sampah tersebut
(Wawancara, 28 Agustus 2013).
Hal senada disampaikan oleh
siswa Madrasah Tsnawiyan Darul
Hikmah Tente bahwa, sebelum
kegiatan belajar mengajar semua
siswa yang bertugas piket harus
membersihkan kelas agar terasa
nyaman (Wawancara, 29 Agistus
2013). Berdasarkan data tersebut,
penulis dapat mengambil suatu
kesimpulan bahwa guru Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente sering melakukan pengawasan
dalam hal kebersihan ruang kelas
ketika mereka melakukan kegiatan
mengajar. Dengan demikian, setiap
ruang kelas di Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Darul Hikmah Tente
senantiasa terjaga kebersihannya.
Hal ini terlihat dari pengakuan siswa
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente.
Kebersihan setiap siswa di
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente didukung juga oleh
keadaan pencahayaan dan suhu udara
yang cukup kondusif bagi kegiatan
proses belajar mengajar. Keadaan
pencahayaan dalam kelas dapat
terlihat dari pengakuan siswa
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente (Wawancara, Kamis,
29 Agustus 2013 di MTs Darul
Hikmah Tente). Arahmat Hidayat
adalah siswa kelas VIIA MTs Darul
Hikmah Tente sangat mengganggu
kegiatan belajar mengajar, misalnya
kelas yang remang-remang apalagi
gelap sehingga siswa tidak bisa
melihat dengan jelas apa yang
diterangkan guru di depan kelas
(Wawancara, 30 Agustus 2013).
Keadaan suhu udara dalam
kelas dapat terlihat dari pengakuan
Khaerunissa, siswa kelas VIIA
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente (Wawancara, 29
Agustus 2013 di MTs Darul Hikmah
Tente) bahwa keadaan suhu udara
dalam ruangan cukup sejuk sehingga
siswa tidak kepanasan waktu belajar.
Ditambahkan siswa kadang-kadang
menggunakan buku untuk mengipas
kalau suhu kelas panas. Berdasarkan
informsi di atas, maka penulis dapat
mengambil suatu kesimpulan bahwa
setiap ruang kelas di Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dirasakan suhu udaranya
cukup sejuk.
Dalam pengaturan ruang kelas
untuk pengelolaan kelas, guru
senantiasa mengatur tempat duduk
guru dan siswa agar sesuai dengan
metode pengajaran yang sedang
digunakan. Ada empat pilihan
formasi pengaturan tempat duduk
yang sering digunakan oleh guru di
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
20
20
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente, yaitu pengaturan
tempat duduk dalam formasi berjejer,
pengaturan tempat duduk dalam
bentuk tapal kuda, pengaturan tempat
duduk dalam bentuk kelompok, dan
pengaturan tempat duduk dalam
bentuk meja bundar (Wawancara, 29
Agustus 2013 di MTs Darul Hikmah
Tente).
Formasi pengaturan tempat
duduk yang dipilih oleh guru di
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente apabila menggunakan
metode pengajaran ceramah.
Demikian hanya dengan wawancara
yang dilakukan dengan siswa kelas
VIIB bahwa apabila belajar
menggunakan metode ceramah guru
menerapkan metode ceramah
(Wawancara, 29 Agustus 2013).
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa guru di
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente apabila mengajar
dengan menggunakan metode
ceramah senantiasa menggunakan
formasi pengaturan tempat duduk
berjejer.
Sedangkan pengaturan tempak
duduk yang dipilih oleh guru di
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente apabila menggunakan
metode pengajaran tanya jawab
seperti dituturkan oleh Syarifuddin,
S. Ag., bahwa, umunya guru-guru
menggunakan tempat duduk berjejer
apabila menerapkan metode tanya
jawab (Wawancara, 29 Agustus 2013
di MTs Darul Hikmah Tente).
Selanjutnya peneliti melakukan
wawancara untuk mengetahui
menggunakan metode tanya jawab.
Peneliti mewawancarai salah seorang
guru dan menjelaskan bahwa, dalam
penerapan metode tanya jawab guru
sering menggunakan formasi tempat
duduk berjejer (Wawancara, 2
September 2013).
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente apabila melakukan
aktivitas mengajar di kelas dengan
menggunakan metode tanya jawab
senantiasa menerapkan formasi
pengaturan tempat duduk berjejer.
Di samping metode di atas
guru MTs Darul Hikmah
menggunakan metode pengajaran
diskusi kelompok. Dalam hal ini
peneliti melakukan wawancara
dengan guru Kewarganegaraan yang
menjelaskan, guru di MTs sering
menggunakan formasi duduk
berberkelompok dari pada formasi
tapal kuda. Hal ini dimaksud agar
guru mudah mengontrol aktifitas
perkelompok (Wawancara, 2
September 2013). Demkian halnya
dengan wawancara dengan guru
ekonomi bahwa kebiasaan guru di
sini apabila menggunakan metode
diskusi kelompok lebih memilih
formasi duduk berkelompok dari
pada formasi lainnya seperti tapal
kuda atau berjejer.
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente apabila melakukan
aktivitas mengajar di kelas dengan
menggunakan metode diskusi
kelompok senantiasa menerapkan
formasi pengaturan tempat duduk
kelompok.
Penelitian selanjutnya tentang
pelaksanaan metode pengajaran
demontrasi. Penelitian ini
menggunakan metode wawancara
dengan beberapa guru di MTs Darul
Hikmah Tente pada hari Selasa, 3
September 2013. Formasi tempat
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
21
21
duduk yang dipilih oleh guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente apabila menggunakan
metode pengajaran demonstrasi
menurut Juadin, BA (Wawancara, 3
September 2013).
Hasil tersebut di atas
memberikan gambaran kepada
peneliti tentang pelaksanaan metode
demonstrasi. Wawancara selanjutnya
dengan guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Peneliti menemui guru
bahasa Indonesia diruang guru pada
tanggal 3 September 2013.
Dijelaskan, bahwa pelaksanakan
kegiatan belajar mengajar
menggunakan metode demontrasi,
guru senantiasa menggunakan
foemasi duduk berjejer. Kemudian
pada hari yang sama peneliti
melakukan wawancara dengan guru
Ekonomi Koperasi. Dijelaskan
bahwa, mata pelajaran ekonomi
sangat cocok menggunakan metode
demontrasi.
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente apabila melakukan
aktivitas mengajar di kelas dengan
menggunakan metode diskusi
kelompok senantiasa menerapkan
formasi pengaturan tempat duduk
berjejer dan kelompok.
Penelitian selanjutnya adalah
dalam rangka mendapatkan
informasi tentang penerapan metode
penugasan. Menurut Juadin, BA.
Formasi pengaturan tempat duduk
yang dipilih oleh guru Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente apabila menggunakan metode
pengajaran penugasan adalah formasi
berjejer, hal ini dilakukan agar
siswa-sswa dalam satu kelompok
memiliki pemahaman yang sama
tentang tuga-tugas yang diberikan
(Wawancara pada hari Kamis, 5
September 2013 di MTs Darul
Hikmah Tente). Demikian juga
dalam wawancara yang dilakukan
dengan guru Pendidikan Agama
Islam (PAI) bahwa dalam
pelaksanaan metode penugasan mata
pelajaran PAI biasa digunakan
adalah formasi duduk berjejer.
. Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente apabila melakukan
aktivitas mengajar di kelas dengan
menggunakan metode penugasan
senantiasa menerapkan formasi
pengaturan tempat duduk berjejer.
Formasi pengaturan tempat
duduk yang dipilih oleh guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente apabila menggunakan
metode pengajaran kerja kelompok
menurut Juadin, BA. (Wawancara, 9
September 2013 di MTs Darul
Hikmah Tente) bahwa metode
pengajaran kerja kelompok sering
menggunakan foramsi duduk
berkelompok. Formasi ini juga sering
digunakan oleh guru-guru yang lain
dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar. Penulis juga melakukan
wawancara dengan guru Sejarah,
dijelaskan bahwa apabila
menerapkan metode mengajar kerja
kelompok senantiasa menggunakan
formasi duduk kelompok untuk
memudahkan pengawasan terhadap
kegiatan siswa.
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente apabila melakukan
aktivitas mengajar di kelas dengan
menggunakan metode kerja
kelompok senantiasa menerapkan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
22
22
formasi pengaturan tempat duduk
kelompok.
Setiap ruang kelas di Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente juga dilengkapi dengan
pajangan kelas, seperti gambar atau
poster burung Garuda Pancasila,
poster Presiden dan Wakilnya,
gambar para pahlawan, dan lain
sebagainya. Sedangkan pajangan
karya siswa tidak ditampilkan dalam
ruang kelas. Menurut Hj. Kalisom H.
Hasan, guru bidang studi Fiqih
menjelaskan, siswa Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente ingin memajang hasil
karyanya, terutama karya ilmiah atau
karya sastra yang tertulis, maka
pihak sekolah telah menyediakan
tempat khusus yaitu Majalah
Dinding (Mading) yang terdapat di
beberapa tempat di sekolah ini.
Karya siswa tersebut sekali
seminggu diganti dengan karya siswa
yang lainnya, sehingga dengan
demikian diharapkan siswa dapat
lebih berkreativitas (Wawancara,
Senin, 2 September 2013 di Darul
Hikmah Tente).
2. Pengelolaan Siswa
Pengelolaan siswa dalam
rangka kegiatan manajerial
pengelolaan kelas di Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dilakukan oleh guru Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dengan diteliti (Wawancara,
Senin 2 September 2013).
Wawancara ini terkait dengan upaya
guru menampilkan perilaku para
siswa yang baik dan yang buruk
ketika para siswa sedang menyimak
pengajaran yang diberikan oleh guru
dengan menjadikan perilaku mereka
sebagai contoh atau teladan,
hubungan sosio-emosional dan iklim
komunikasi dengan para siswa di
ruang kelas.
Intensitas guru Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dalam menampilkan perilaku
siswa yang bertingkah laku baik
ketika menyimak pelajaran dengan
memujinya. Menurut Fadlin, S. Pd.,
guru mata pelajaran Ekonami,
menampilkan perilaku siswa yang
bertingkah laku baik ketika
menyimak pengajaran dengan
memujinya masih jarang dilakukan
(Wawancara, 3 September 2013 di
MTs Darul Hikmah Tente).
Demikian juga ketika mewawancarai
guru Pendidikan Kesehatan Jasmani
menjelaskan, pemberian pijian
terhadap siswa yang menyimak
pelajaran dengan baik masing jarang
dilakukan. Berdasarkan data tersebut
di atas, maka penulis dapat
mengambil suatu kesimpulan bahwa
guru Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Darul Hikmah Tente jarang
memberikan pujian terhadap siswa
ketika mereka bertingkah laku baik
di saat menyimak pengajaran dalam
rangka pengelolaan siswa.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan guru Bahasa Inggris Ibu Rita
Suriayti, Ss. menjelaskan, intensitas
guru Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Darul Hikmah Tente dalam
menampilkan perilaku siswa yang
bertingkah laku baik ketika siswa
tersebut menyimak pengajaran
dengan menegaskan bahwa perilaku
tersebut dapat dijadikan teladan
dalam rangka pengelolaan siswa
yang lainnya hal ini dimaksudkan
agar siswa lain bisa mengikuti
perilaku tersebut (wawancara, 4
September 2013 di MTs Darul
Hikmah Tente).
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente sering menegaskan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
23
23
bahwa siswa yang bertingkah laku
baik di saat menyimak pengajaran
merupakan teladan bagi siswa yang
lain dalam rangka pengelolaan siswa.
Sedangkan intensitas guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente dalam menampilkan
perilaku siswa yang bertingkah laku
buruk ketika siswa tersebut
menyimak pengajaran dengan
menegurnya atau menjatuhkan sanksi
dalam rangka pengelolaan siswa,
bahwa apabila ada siswa yang sering
mengobrol atau melakukan kegiatan
lain selama pelajaran berlangsung
sering diberikan hukuman seperti
diharuskan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan
materi yang sedang diajarkan. Hal ini
dengan makdus agar siswa tersebut
mengalihkan perhatiannya pada
proses belajar mengajar (Wawacara,
4 September 2013). Untuk
menguatkan data penelitian ini,
peneliti mewawancai guru
Matematika, apabila ada siswa yang
berperilaku buruk ketika menyimak
pelajaran sering ditegur dengan
memberikan penjelasan tentang
manfaat ilmu pengetahuan dengan
harapan ssiwa tersebut
memperhatikan atau menyimak
materi yang sedang diajarkan.
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente sering menegur atau
menjatuhkan sanksi terhadap siswa
ketika mereka bertingkah laku buruk
di saat menyimak pengajaran dalam
rangka pengelolaan siswa.
Pengelolaan siswa selanjutnya
adalah menampilkan siswa yang
berperilaku buruk dalam menyimak
pelajaran dengan menegaskan bahwa
tingkah laku tersebut bukan teladan
bagi siswa yang lain. Peneliti
mewawancarai Bapak Juaidin, BA.,
guru mata Pelajaran Sejarah
Nasional Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Darul Hikmah Tente bahwa
dalam menampilkan perilaku siswa
yang bertingkah laku buruk ketika
siswa tersebut menyimak pengajaran
dengan menegaskan bahwa perilaku
tersebut bukanlah teladan bagi siswa
yang lain dalam rangka pengelolaan
siswa masih jarang dilakukan. Hal
ini mengingat jangan sampai siswa
yang kita tampilkan menjadi minder
atau menjadi malu terhadap teman-
temannya (Wawancara, 9 September
2013). Demikain juga beberapa guru
yang saya wawancarai pada
umumnya menjawab jarang
menampilkan siswa yang berperilaku
buruk. Pertimbagannnya adalah
jangan sampai mengganggu mental
atau siswa menjadi malu pada teman-
temannya sehingga meninggalkan
mata pelajaran. Berdasarkan data
tersebut di atas, maka penulis dapat
mengambil suatu kesimpulan bahwa
guru Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Darul Hikmah Tente jarang
menegaskan bahwa siswa yang
bertingkah laku buruk disaat
menyimak pengajaran bukan teladan
bagi siswa yang lain dalam rangka
pengelolaan siswa.
Intensitas guru Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dalam menjaga hubungan
sosio-emosional yang baik ketika
siswa tersebut menyimak pengajaran.
Penulis kemudian mewawancarai
Syarifudin, S. Ag., guru mata
pelajaran Al-Qur’an-Al Hadist
menjelaskan, bahwa, guru sering dan
memang harus menjaga hubungan
sosial dan emosional dengan siswa
agar tercipta suasana kelas yang
harmonis dengan harapan proses
belajar mengajar dapat berlangsung
sebagaimana mestinya sehingga
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
24
24
hasilnya sesuai dengan tujuan
pembelajaran (Wawacara, Kamis, 5
September 2013 di MTs Darul
Hikmah Tente). Wawancar juga
dilakukan dengan guru Seni Budaya,
Ibu Ferawati, S.Pd., bahwa hubungan
sosial-emosional dengan siswa tetap
dijaga agar tidak ada jarak yang
terlalu lebar antara guru dan siswa
atau dengan kata lain kita tidak
mengenal keadaan sosial maupun
emosional siswa.
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente sering menjaga
hubungan sosio-emosional yang baik
dengan siswa dalam rangka
pengelolaan siswa.
Pada tanggal 6 September 2013
peneliti melalakukan wawancara
untuk mendapatkan informasi
tentang Intensitas guru Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dalam menjaga iklim
komunikasi yang baik ketika siswa
ketika pengajaran sedang
berlangsung. Juadin, BA., guru mata
pelajaran Sejarah Nasional
menjelaskan, dalam rangka
pengelolaan siswa, guru harus
mampu membangun komunikasi
yang intens dengan siswa. Hal
sebada dijelaskan oleh guru Bahasa
Inggris bahwa, guru harus membuka
diri sehingga agar mengetahui apa
keinginan, kekurangan yang ada
pada diri siswa sehingga kita bisa
mengatasi permsalahan-
permasalahan yang dihadapi terkait
dengan proses pembelajaran.
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa guru
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente sering menjaga iklim
komunikasi yang baik dengan siswa
dalam rangka pengelolaan siswa.
Pengaruh Penerapan Pengelolaan
Kelas Terhadap Proses Belajar
Mengajar di Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente
Dalam meneliti pengaruh
penerapan pengelolaan kelas
terhadap proses belajar mengajar di
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente di dasarkan pada
pengaturan kelas dan pengelolaan
siswa yang telah dijelaskan
sebelumnya, sebagai berikut:
1. Pengaturan Kelas
Pengelolaan kelas merupakan
hal yang sangat penting dalam proses
belajar mengajar di kelas. Pengaruh
kebersihan kelas terhadap proses
belajar mengajar di Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dapat dilihat dari pengakuan
Juadin, BA., guru Sejarah Nasional
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente, bahwa kalau kelas
bersih siswa dapat belajar dengan
nyaman tidak ada gangguan sampah
maupun bau yang mengganggu
proses belajar mengajar
(Wawancara, 7 September 2013).
Wawancara juga dilakukan dengan
beberapa guru dari beberapa hasil
wawancara tersebut disimpulkan
bahwa kebersihan kelas merupakan
hal yang sangat berpengaruh bagi
kenyamanan guru Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dalam melaksanakan kegiatan
mengajarnya dalam kelas.
Peneliti kemudian
mewawancarai siswa MTs Darul
Hikmah Tente kebersihan kelas.
Pengakuan siswa Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente tentang pengaruh kebersihan
kelas terhadap kenyamanan belajar
mereka. Peneliti mewawncarai siswa
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
25
25
kelas VIIIB atas nama Muhamad,
bahwa kelas yang bersih akan
memberikan kenyamanan kepada
siswa terutama pada saat proses
belajar mengajar sedang berlangsung
(Wawancara, 7 September 2013).
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa kebersihan
kelas merupakan hal yang sangat
berpengaruh bagi kenyamanan siswa
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente dalam kegiatan
belajar dalam kelas.
Pengaruh pencahayaan dalam
kelas terhadap proses belajar
mengajar di Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Darul Hikmah Tente dapat
dilihat dari pengakuan guru dan
siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Darul Hikmah Tente. Pengakuan
guru mata pelajaran Ekonomi,
Fadlin, S. Pd., bahwa ruangan kelas
harus mendapatkan cahaya yang
cukup agar siswa dapat melihat
tulisan guru di papan tulis demikian
juga guru dapat mengamati tungkah
laku siswa dalam kelas (Wawancara,
7 September 2013).
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa
pencahayaan dalam kelas merupakan
hal yang sangat berpengaruh bagi
kenyamanan guru Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dalam kegiatan mengajar
dalam kelas.
Pengakuan siswa kelas VIIA
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente atas nama Amirudin,
bahwa kelas harus terang agar siswa
dapat melihat tulisan guru di papan.
Demikian juga pengakuan siswa-
siswa lain dimana ruang kelas harus
mendapatkan pencahayaan yang baik
dengan fentilasi yang cukup
(Wawancara, 7 September 2013).
Berdasarkan data tersebut di atas,
maka penulis dapat mengambil suatu
kesimpulan bahwa pencahayaan
dalam kelas merupakan hal yang
sangat berpengaruh bagi
kenyamanan siswa Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dalam kegiatan belajar dalam
kelas.
Pengaruh suhu udara dalam
kelas terhadap proses belajar
mengajar di Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Darul Hikmah Tente dapat
dilihat dari pengakuan guru dan
siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Darul Hikmah Tente. Langkah
pertama peneliti melakukan
wawancara dengan guru Geografi,
Adi Fariaddin bahwa, suhu udara
yang panas sangat mengganggu
situasi di dalam kelas. Siswa merasa
kepanasan dan sering menggunakan
buku untuk mengipas, hal ini tentu
sangat mengganggu. Hal senada
disampaikan siswa kelas VIIA
bahwa, kalau kelas panas sangat
mengganggu dan sering kurang
konsentrasi waktu menerima
pelajaran (Wawancara, 9 September
2013).
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa suhu udara
dalam kelas merupakan hal yang
sangat berpengaruh bagi
kenyamanan guru Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dalam kegiatan mengajar
dalam kelas.
Penelitian selanjutnya
ditujukan untuk mengetahui
pengaruh tempat duduk yang
ditetapkan oleh guru. Pengaruh
tempat duduk yang diterapkan oleh
guru terhadap kenyamanan belajar
siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Darul Hikmah Tente dalam kelas
dapat dilihat dari pengakuan siswa
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
26
26
kelas VIIB Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Darul Hikmah menjelaskan,
bahwa tempat duduk yang telah
ditetapkan oleh guru sangat
berpengaruh terhadap kenyamanan
sewaktu belajar (Wawancara, 9
September 2013). Demikian halnya
dengan pengakuan siswa lain bahwa
tempat duduk yang telah ditentukan
oleh guru berpengaruh terhadap
kenyamanan siswa.
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa pengaruh
pengaturan tempat duduk yang
diterapkan oleh guru terhadap
kenyamanan belajar siswa Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente cukup berpengaruh bagi
kenyamanan siswa Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente dalam kegiatan belajar dalam
kelas.
2. Pengelolaan Siswa
Pengaruh pengelolaan siswa
yang diterapkan oleh guru terhadap
kegiatan proses belajar mengajar di
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente dapat dilihat dari
pengakuan siswa Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente. Pengakuan siswa kelas VIIB
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul
Hikmah Tente tentang pengaruh
tindakan guru menampilkan perilaku
siswa yang bertingkah laku baik
dengan memberikan pujian dalam
rangka pengelolaan siswa, bahwa
pujian dari guru sangat berpengaruh
kepada kami dimana mendorong
untuk berperilaku baik lagi serta
sebagai contoh bagi ssiwa yang
lainnya. Demikian juga disampaikan
siswa kelas VIIA , bahwa pujian guru
sangat memberikn dorongan buat
kami untuk berperilaku baik.
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa pengaruh
tindakan guru yang menampilkan
perilaku siswa yang bertingkah laku
baik dengan memberikan pujian
terhadap siswa yang lain dalam
rangka pengelolaan siswa sangat
berpengaruh terhadap siswa yang
lain untuk mengikuti perilaku
tersebut.
Wawancara selanjutnya
tentang pengaruh tindakan guru
menampilkan perilaku siswa yang
bertingkah laku baik sebagai teladan
bagi siswa yang lain dalam rangka
pengelolaan siswa. Pertanyaan yang
disampaikan adalah ”apakah ada
pengaruh bagi anda untuk mengikuti
siswa yang bertingkah laku baik
dalam menyimak pengajaran setelah
ditegaskan oleh guru bahwa siswa
tersebut adalah teladan bagi siswa
yang lain”? Peneliti mewawancarai
siswa kelas VIIA bahwa pujian yang
diberikan oleh guru terhadap siswa
lain sangat berepngaruh dan kami
ingin mengikutinya (Wawancara, 10
September 2013). Demikian juga
pengakuan siswa kelas VIIB bahwa,
kami sangat terobsesi disuatu saat
nanti mendapat pujian dari guru
dalam menyimak pelajaran.
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa pengaruh
tindakan guru yang menampilkan
perilaku siswa yang bertingkah laku
baik sebagai teladan bagi siswa yang
lain dalam rangka pengelolaan siswa
sangat berpengaruh terhadap siswa
yang lain untuk mengikuti perilaku
tersebut.
Pengakuan siswa Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente tentang pengaruh tindakan
guru menampilkan perilaku siswa
yang bertingkah laku buruk dengan
memberikan teguran atau
menjatuhkan sanksi dalam rangka
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
27
27
pengelolaan siswa. Siswa kelas VIIA
menjelaskan, apabila ada siswa yang
mendapat hukuman dari guru karena
tidak memperhatikan atau menyimak
pelajaran misalnya dengan diberikan
Pekerjaan Rumah, hal ini sangat
berpengaruh agar siswa lain tidak
mengikuti perilaku siswa tersebut.
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa pengaruh
tindakan guru yang menampilkan
perilaku siswa yang bertingkah laku
buruk dengan memberikan teguran
atau menjatuhkan sanksi dalam
rangka pengelolaan siswa sangat
berpengaruh terhadap siswa lain
untuk tidak mengikuti perilaku
tersebut.
Selanjutnya peneliti melakukan
wawancara dengan siswa Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente tentang pengaruh tindakan
guru menampilkan perilaku siswa
yang bertingkah laku buruk sebagai
bukan teladan bagi siswa yang lain
dalam rangka pengelolaan siswa.
Siswa kelas VIIA menjelaskan,
bahwa sangat berpengaruh apabila
guru menampilkan perilaku siswa
yan buruk sebagai bukan teladan
bagi siswa yng lain, misalnya
ketiduran sedang berlangsungnya
proses belajar mengajar. Siswa
sangat malu karena mereka harus
berdiri di depan kelas.
Wawancara juga dilanjutkan ke
kelas VIIB, dijelaskan bahwa
tindakan guru menampilkan perilaku
siswa yang bertingkah laku buruk
sebagai bukan teladan bagi siswa
yang lain sangat berpengaruh pada
siswa, dimana siswa menjadi malu
sedangkan ssiwa yang lain berupaya
tidak mengikuti kesalahan yang
dilakukan oleh siswa yang
berperilaku buruk (Wawancara, 10
September 2013).
Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa pengaruh
tindakan guru yang menampilkan
perilaku siswa yang bertingkah laku
buruk sebagai bukan teladan bagi
siswa yang lain dalam rangka
pengelolaan siswa sangat
berpengaruh terhadap siswa lain
untuk tidak mengikuti perilaku
tersebut.
Selanjutnya wawancara dengan
siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Darul Hikmah Tente tentang
pengaruh cara guru menciptakan
hubungan sosio-emosional dengan
siswa terhadap kondisi belajar. Dari
hasi wawancara dengan siswa kelas
VIIA bahwa, guru yang terbuka dan
ramah sewaktu proses belajar
mengajar sangat berpengaruh,
misalnya siswa tumbuh
keberaniannya untuk bertanya
terhadap materi yang belum
diketahuinya (Wawancara, 10
September 2013).
Wawancara selanjutnya
dilaksanakan di kelas VIIB, apabila
guru yang menjaga hubungan sosial-
emosionalnya dengan siswa
menimbulkan keberanian siswa
untuk mengungkapkan pendapat
maupun persoalan yang menyangkut
materi yang diajarkan (Wawancara,
10 September 2013). Dari hasil
wawancara tersebut di atas penulis
dapat mengambil suatu kesimpulan
bahwa pengaruh cara guru
menciptakan hubungan sosio-
emosional dengan siswa terhadap
kondisi belajar mereka dalam rangka
pengelolaan siswa sangat
berpengaruh terhadap kondisi belajar
siswa.
Selanjutnya penelitian
menyangkut cara guru
berkomunikasi dengan siswa.
Peneliti melakukan wawancara
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
28
28
dengan beberapa siswa di kelas VIIB,
bahwa cara atau metode guru
membangun komunikasi dengan
siswa berpengaruh terhadap kegiatan
belajar mengajar siswa, dimana
siswa bisa menyimak pelajaran
dengan baik. Demikian halnya
wawancara dengan siswa kelas VIIA,
siswa sangat antusias mengikuti
pelajaran apabila guru bisa
membangun komunikasi dengan
siswa (Wawancaram, 11 September
2103). Berdasarkan data tersebut di
atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa pengaruh
cara berkomunikasi yang digunakan
guru dengan siswa terhadap kondisi
belajar mereka dalam rangka
pengelolaan siswa sangat
berpengaruh terhadap kondisi belajar
siswa.
Dari hasil penelitian tentang
pengaruh pengaturan kelas dan
pengelolaan siswa tersebut, maka
penulis dapat mengambil suatu
kesimpulan secara umum bahwa
penerapan pengelolaan kelas sangat
berpengaruh terhadap proses belajar
mengajar di Madrasah Tsanawiyah
(MTs) Darul Hikmah Tente.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka penulis
dapat mengambil suatu kesimpulan,
sebagai berikut:
1. Penerapan pengelolaan kelas di
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Darul Hikmah Tente dilakukan
dalam dua bentuk, yaitu
pengaturan kelas dan pengelolaan
siswa. Kedua bentuk tersebut
senantiasa diawali dengan
perencanaan oleh guru.
Pengaturan kelas tersebut
menghasilkan kondisi kelas yang
cukup bersih, kondisi
pencahayaan dalam kelas yang
cukup, kedaan suhu udara yang
cukup sejuk, pengaturan formasi
tempat duduk yang variatif dan
integratif dengan pilihan metode
pengajaran yang digunakan oleh
guru, serta tertatanya pajangan
kelas secara rapi dan baik.
Sedangkan bentuk pengelolaan
siswa menghasilkan kondisi siswa
yang mau meneladani siswa lain
yang berperilaku baik dan tidak
meneladani siswa yang
berperilaku sebaliknya (buruk),
terjaganya hubungan sosio-
emosional antara guru dan siswa,
serta terjaganya iklim komunikasi
yang baik antara guru dengan
siswa.
2. Pengelolaan kelas berpengaruh
positif bagi proses kegiatan
pembelajaran di Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Darul Hikmah
Tente. Hal ini terlihat dari
berpengaruhnya pengaturan kelas
dan pengelolaan siswa, baik guru
maupun siswa yang terlibat dalam
kegiatan proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo
Supriyono. 1991. Psikolgi
Belajar, Cet. I; Jakarta:
Rineka Cipta.
Arends, Richard I. 2007. Learning
To Teach. New York: Mac
Graw Hill
Arfhan., Imron. 1996. Penelitian
Kualitatif Dalam Ilmu-ilmu
Sosial dan Keagamaan, Cet.
III; Malang : Kalimasada
Press.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
29
29
Bafadlol, Fadlol dan Syair. 1990.
Pedoman Madrasah
Tsanawiyah, Cet. I; Jakarta:
Departemen Agama Republik
Indonesia.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik
Indonesia. 1996. Kamus
Besar Bahasa Indonesia
Edisi II, Cet. VII; Jakarta :
Balai Pustaka.
Hornby, A.S. 1995. Oxford
Advanced Learner’s
Dictionary of Current
English Edisi V; Oxford
Universty Press.
Moleong. 1990, Penelitian
Kualitatif, Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Muhadjir. Noen., 1998. Metodologi
Penelitian Kualitatif, Ed. III;
Yokyakarta : Rake Sarasin.
Robinson, D. N. Adjai. 1988. Asas-
Asas Praktek Mengajar,
Kriteria Baru Dalam
Program Pendidikan Jakarta :
Bharata.
Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna
Pembelajaran, Bandung:
Alfabeta.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-
Faktor yang
Mempengaruhinya Cet. III;
Jakarta : Rineka Cipta.
Sugiyono. 2007. Metode Peneleitian
Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung : Alfabeta.
____________. 2006. Metode
Penelitian Administrasi,
Bandung, Alfa Beta.
Suparno, et.all.1998, Dimensi-
Dimensi Mengajar Cet. I;
Bandung : Sinar Baru.
Suryosubroto. 1995. Proses Belajar
Mengajar di Sekolah, Jakarta,
Penerbit. Rineka Cipta.
Tim Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan
IKIP Malang. 1988.
Pengantar Dasar-Dasar
Kependidikan Cet. III;
Surabaya : Usaha Nasional.
Usman, Husaini dan Purnomo
Setiadi Akbar, 2003.
Metodologi Penelitian Sosial,
Cet. IV; Jakarta : PT. Bumi
Aksara.
Usman, Moh Uzer. 2001. Menjadi
Guru Profesional Edisi. II,
Cet. XII. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Wursanto, I.G., 1986. Dasar-Dasar
Manajemen Umum Cet. II.
Jakarta, Pustaka Dian.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
30
30
PENERAPAN PENGELOLAAN KELAS DALAM MENGINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 3 PALIBELO TAHUN
PELAJARAN 2012/2013
TRI IRAWATI, M.SI, & ESTAURINA, ENDANG
Dosen STKIP Taman Siswa Bima
ABSTRAK
Kata Kunci : Pengelolaan Kelas, Prestasi Belajara Siswa
Pokok masalah skripsi ini adalah bagaimana penerapan pengelolaan kelas
dan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 3 Palibelo. Tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan pengelolaan kelas dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 3 Palibelo.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan rancangan penelitian studi kasus tunggal. Data penelitian ini
dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi, interview, dan
dokumentasi, kemudian di analisis secara reduksi; penyajian data, dan verivikasi
data. Supaya data yang di analisis tersebut terjaga validitasnya maka diadakan
pengecekan keabsahan data dengan menggunakan metode tri angulasi.
Penerapan pengelolaan kelas di SMP Negeri 3 Palibelo dilakukan dalam
dua bentuk, yaitu pengaturan kelas dan pengelolaan siswa. Kedua bentuk tersebut
senantiasa diawali dengan perencanaan oleh guru. Pengaturan kelas tersebut
menghasilkan kondisi kelas yang cukup bersih, kondisi pencahayaan dalam kelas
yang cukup, kedaan suhu udara yang cukup sejuk, pengaturan formasi tempat
duduk yang variatif dan integratif dengan pilihan metode pengajaran yang
digunakan oleh guru, serta tertatanya pajangan kelas secara rapi dan baik.
Sedangkan bentuk pengelolaan siswa menghasilkan kondisi siswa yang mau
meneladani siswa lain yang berperilaku baik, terjaganya hubungan sosio-
emosional antara guru dan siswa, serta terjaganya iklim komunikasi yang baik
antara guru dengan siswa. Pengelolaan kelas berpengaruh positif bagi proses
peningkatan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 3 Palibelo. Hal ini terlihat dari
berpengaruhnya pengaturan kelas dan pengelolaan siswa, baik guru maupun siswa
yang terlibat dalam kegiatan proses pembelajaran.
Dari hasil penelitian tentang pengaruh pengaturan kelas dan pengalolaan
siswa tersebut maka, penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan secara umum
bahwa penerapan pengelolaan kelas sangat berpengaruh pada terhadap pengikatan
prestasi belajar siswa di SMP Negeri 3 palibelo. Dengan demikian hipotesis nol
(Ho) ditolak, atau tidak ada hubungan anatara penerapan pengelolaaan kelasa
dengan prestasi belajar siswa, sedangkan hipotesis alternative (Ha) diterima ini
berarti terdapat hubungan/korelasi antar penerapan pengelolaan kelas dengan
prestasi belajar siwa.
PENDAHULUAN
Peranan guru sangat penting
dalam upaya meningkatkan prestasi
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
31
31
belajar siswa. Pernana guru tersebut
diterapkan memalui proses
pembelajaran melalui media
pembelajaran yang tepat. Oleh
karena itu guru perlu melakukan
kreasi teknik/metode
pembelajaranpengajaran sehingga
diharapkan dapat membantu siswa
dalam memahami materi pelajaran
yang diberikan. Hal ini penting
karena dapat mendorong motivasi
dan member arah did al;am proses
pembelajaran di sekolah
Kegiatan belajar merupakan
kegiatan yang paling pokok, ini
berarti berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan banyak tergantung
kepada bagaimana proses belajar
yang dialami oleh siswa sebagai anak
didik (Hasis, 2001).
Disadari bahwa aktivitas
belajar bagi siswa individu tidak
selamanya dapat berlangsung secara
wajar, kadang ada yang lancar,
kadang-kadang tidak, kadang ada
yang cepat menangkap apa yang
dipelajari tetapi ada juga yang lambat
dan terasa amat sulit. Setiap individu
memang tidak ada yang sama.
Perbedaan individual inilah yang
menyebabkan perbedaan tingkah
laku belajar di kalangan anak didik
(Ahmadi, 2004).
Secara metodologis, dapat
dikatakan bahwa penanganan
kesulitan belajar dapat dilakukan
melalui peningkatan pembelajaran
remedial (remedial teaching),
bimbingan dan penyuluhan
(guidance and counseling) dan
psikoterapi seyogyanya salah satu
pendekatan yang harus dikuasai dan
dikenal adalah pembelajaran remedial (Hasis, 2001).
Proses pembelajaran remedial
di dalamnya menyangkut perbaikan
aspek-aspek yang ada dalam proses
belajar mengajar, dan lebih bersifat
khusus tergantung macam kesulitan
yang dihadapi siswa. Proses bantuan
dapat ditekankan pada perbaikan
cara belajar mengajar, mengaktifkan
siswa, serta proses evaluasi (Arifin,
1994).
Untuk itu guru sebagai
pendidik sekaligus pembimbing
harus dapat membantu setiap pribadi
siswa dalam memecahkan
masalahnya melalui proses belajar
mengajar, pembelajaran remedial
merupakan salah satu upaya yang
dapat idlaksanakan guna
memberikan peluang besar bagi
setiap pribadi siswa untuk mencapai
prestasi belajar secara optimal
(Hasis, 2001).
Ilmu Pengetahuan Sosial
merupakan mata pelajaran yang
bersumber dari kehidupan sosial
masyarakat yang diseleksi dengan
menggunakan konsep-konsep ilmu
social yang digunakan untuk
kepentingan pembelajaran.
Kehidupan sosial masyarakat
senantiasa mengalami perubahan-
perubahan dari waktu ke waktu.
Perubahan tersebut dapat dilihat baik
dalam konteks keruangan (tempat
tinggal) maupun konteks waktu.
Berbagai perubahan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat harus
dapat ditangkap oleh lembaga
pendidikan yang kemudian menjadi
sumber bahan materi pembelajaran.
Sumber bahan pelajaran secara
formal dapat dituangkan dalam
bentuk kurikulum.
Pendidikan IPS juga harus
mampu mengatasi masalah-masalah sosial kontemporer pada masyarakat
seperti rendahnya etos kerja dan
menurunnya jiwa kewirausahaan.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
32
32
Hal tersebut sesuai dengan hakikat
IPS yaitu bidang studi tentang
tingkah laku kelompok umat
manusia (the study of the group
behavior of human beings) (Leonard
(1981:42). yang sumber-sumbernya
digali dari kehidupan nyata di
masyarakat. Untuk itu pembelajaran
IPS yang diramu dalam kurikulum
harus memiliki peran penting dalam
menyiapkan peserta didik
mengembangkan nilai nilai kerja
keras, hemat, jujur, disiplin,
kecintaan pada diri dan
lingkungannya serta memiliki
semangat kewirausahaan (Nana
Supriatna, 2007:2). Hal itu senada
dengan pendapat Hamid Hasan
(1996:20) yang menyatakan bahwa
mata pelajaran IPS bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta
didik agar peka terhadap masalah
sosial yang terjadi di masyarakat,
memiliki sikap mental positif
terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan
terampil mengatasi setiap masalah
yang terjadi sehari-hari baik yang
menimpa dirinya sendiri maupun
yang menimpa kehidupan
masyarakat.
Terkait dengan hal tersebut di
atas, tidak dapat dipungkiri bahwa
pelajaran sejarah di SMP Negeri 1
Palibelo, guru sering mengeluhkan
tentang para siswa yang kurang
berhasil, hal ini terlihat nilai siswa
yang masih rendah sehingga
dilakukan tindakan pengajaran
remedial, tetapi belum menunjukkan
hasil yang memuaskan. Hal ini
ditandai dengan banyaknya siswa
yang sudah diberikan pengajaran remedial belum memahami materi
yang diajarkan sebagai yang
diharapkan. Adapula siswa yang
diberikan pengajaran remedial baru
memahami materi yang diajarkan.
Sebaliknya ada pula sebagian siswa
tanpa diberikan pengajaran remidial
sudah memahami materi yang
diajarkan, timbul pertanyaan,
mengapa pengajaran remedial belum
menunjukkan hasil yang
memuaskan? Maka timbul keinginan
penulis untuk mencoba meneliti
pengaruh pengajaran remedial dalam
meningkatkan prestasi belajar sejarah
bagi siswa kelas VII1 SMP Negeri 1
Palibelo.
Pengertian Pengajaran Remedial
Supartini (2001: 171)
mengungkapkan bahwa pengajaran
remedial merupakan bentuk khusus
dari pengajaran yang bersifat
menyembuhkan atau membetulkan.
Pendapat di atas menjabarkan bahwa
pengajaran remedial mempunyai
bentuk yang berbeda dari pengajaran
biasa karena pengajaran remedial
bersifat menyembuhkan sesuatu yang
salah dari pengajran biasa atau
klasikal. Hasis (2001: 64)
menyebutkan bahwa yang
disembuhkan atau dibetulkan dalam
pengajaran remedial adalah
kesulitan-kesulitan belajar yang
dialami oleh siswa. Pandapat di atas
mengungkapkan bahwa setiap
kesulitan belajar siswa harus
disembuhkan atau dibetulkan,
sebelum melakukan pengajaran
remedial guru hendaknya dapat
mengetahui kesulitan yang dialami
oleh siswa sehingga penanganannya
sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi. Pengajaran remedial
bersifat individual yang diberikan
kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar sehingga siswa
mampu mengikuti pelajaran secara
klasikal sehingga mencapai hasil
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
33
33
yang optimal. Definisi di atas
menjabarkan bahwa penyembuhan
dalam pengajaran remedial harus
menyeluruh baik dari dalam diri
siswa maupun alat penunjang
pembelajaran sehingga hasil yang
diperoleh siswa dapat maksimal.
Berkaitan dengan pendapat di
atas Abin Syamsudin (2004: 342)
mengungkapkan bahwa pengajaran
remedial merupakan upaya guru
untuk menciptakan suatu situasi yang
memungkinkan individu atau
kelompok mengembangkan diri
seoptimal mungkin sehingga kriteria
keberhasilan minimal dalam belajar
dapat tercapai. Situasi terebut dapat
tercapai melalui suatu proses
interaksi yang berencana,
terorganisasi, terarah, terkoordinasi
dan terkontrol dengan lebih
memperhatikan keragaman kondisi
objektif individu dan kelompok
siswa yang bersangkutan serta daya
dukung sarana dan lingkungan.
Dalam hal ini siswa dapat
mengembangkan diri menjadi lebih
baik dalam belajar, siswa dapat
memperoleh pengajaran sesuai
dengan kebutuhan masing – masing.
Berdasarkan pendapat dari
beberapa ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa pengajaran
remedial adalah suatu bentuk
pangajaran khusus bersifat remedial
diberikan kepada siswa yang
mengalami kesulitan belajar
sehingga pencapaian hasil belajar
yang optimal dapat tercapai. Yang
diperbaiki adalah keseluruhan proses
belajar mengajar dan keseluruhan
kepribadian siswa. Pemberian
pengajaran remedial diberikan melalui tahapan tertentu yang
disesuaikan dengan karakteristik
kesulitan yang dialami oleh masing –
masing siswa.
Tujuan Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial
mempunyai beberapa tujuan yang
melatarbelakangi program tersebut
dilaksanakan. Hasis (2001: 67)
mengemukakan tujuan pengajaran
remedial adalah membantu siswa
yang mengalami kesulitan belajar
agar dapat mencapai prestasi belajar
dengan baik. Pendapat diatas dapat
dijabarkan bahwa siswa yang
berkesulitan belajar mendapat
penanganan khusus dari guru agar
prestasi belajarnya meningkat.
Supartini (2001: 173)
mengungkapkan bahwa tujuan
pengajaran remedial adalah
membantu siswa mencapai hasil
belajar sesuai dengan tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan
dalam kurikulum. Tujuan pengajaran
yang dimaksud dalam pendapat
diatas adalah agar setiap siswa dapat
mencapai prinsip belajar secara
tuntas yaitu setiap siswa dapat
menguasai materi pelajaran yang
diberikan oleh guru sehingga siswa
dapat memperoleh nilai yang baik.
Abin Syamsudin (2004: 342)
mengemukakan tujuan pengajaran
remedial lebih diarahkan kepada
remedial prestasi dari prestasi yang
telah dicapai dengan menggunakan
proses belajar mengajar biasa. Hasil
dari pengajaran remedial sekurang –
kurangnya dapat memenuhi kriteria
keberhasilan minimal atau
meningkatkan kemampuan
penyesuaian diri baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap lingkungan.
Dari pendapat di atas dapat dijabarkan bahwa melalui pengajaran
remedial diharapkan terjadi
perubahan dari siswa yaitu
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
34
34
peningkatan prestasi menjadi lebih
baik, siswa juga lebih mampu dalam
menyesuaikan diri terhadap
lingkungan.
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa tujuan dari
pengajaran remedial adalah
membantu siswa yang mengalami
kesulitan dalam belajar sehingga
siswa tersebut dapat memperoleh
hasil yang optimal dan membantu
kemampuan siswa dalam
penyesuaian diri.
Fungsi Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial
merupakan bagian penting dari
keseluruhan proses pembelajaran.
Pengajaran remdial mempunyai
beberapa fungsi yang penting dalam
pendidikan. Hasis (2001: 68)
menyebutkan beberapa fungsi
pengajaran remedial yaitu:
a. Fungsi korektif yaitu sebagai
pembetulan atau perbaikan
terhadap sesuatu yang dipandang
masih belum mencapai apa yang
diharapkan dalam proses belajar
mengajar.
b. Fungsi pemahaman akan
memungkinkan guru memperoleh
pemahaman yang lebih baik
terhadap siswanya.
c. Fungsi penyesuaian menjadikan
penyesuai yang baik antara siswa
dengan tuntutan dalam proses
belajarnya.
d. Fungsi pengayaan adalah guru
memberikan materi yang tidak
diberikan dalam pengajaran
regular sehingga menambah
pengetahuan siswa
e. Fungsi akselerasi yaitu pengajaran
perbaikan dapat mempercepat proses belajar baik dalam arti
waktu maupun materi
f. Fungsi terapiutik merupakan
pengajaran perbaikan
menyembuhkan atau memperbaiki
kondisi – kondisi kepribadian
kepribadian siswa yang
menunjukkan adanya
penyimpangan.
Metode dan Faktor-Faktor
Pengajaran Remedial
Hasis (2001: 105)
mengemukakan beberapa metode
dalam pengajaran perbaikan antara
lain : a) Metode pemberian tugas, b)
Metode diskusi, c) metode Tanya
jawab, d) metode kerja kelompok, e)
Metode tutor sebaya, f) Metode
pengajaran individual. Purnomo
(2009: 75) menyebutkan beberapa
metode pengajaran remedial yang
berbeda dengan metode diatas yaitu:
a. Metode Ceramah
Merupakan metode yang
disampaikan secara lisan oleh
pengajar didepan siswanya untuk
memperjelas informasi atau
pengetahuan yang belum
dipahami siswa yang mengalami
kesulitan belajar.
b. Metode Role Playing
Merupakan upaya pemecahan
masalah, khususnya yang
berhubungan dengan kehidupan
moral sosial melalui peragaan.
c. Metode Brainstorming
Metode pemecahan masalah
dengan cara setiap siswa yang
tergabung dalam suatu kelompok
mengusulkan dengan cepat semua
kemungkinan pemecahan masalah
tanpa boleh dikritik kemudian
usulan itu ditampung dan
dievaluasi. Keunggulan metode
siswa belajar untuk berfikir kreatif untuk memunculkan pendapat
baru.
d. Metode Demonstrasi
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
35
35
Merupakan metode mengajar
dengan cara memperagakan
langsung kepada siswa untuk
memperjelas suatu arti atau
konsep
e. Metode Experimen
Dalam metode ini peserta didik
diminta untuk melakukan
percobaan,
mengerjakan sesuatu serta
mengamati suatu proses dan hasil
percobaan.
f. Metode Karya Wisata
Dalam metode ini siswa pergi
ketempat lain untuk mengerjakan
suatu hal dan meneliti sesuatu
ditempat tersebut, misal di kebun
binatang, pabrik dll. Pada
dasarnya keseluruhan metode
diatas mempunyai tujuan yang
sama yaitu membantu individu
agar lebih memahami suatu materi
yang belum ia pahami dalam
pengajaran regular, yang
membedakan hanyalah metode
yang dipakai yang disesuaika
dengan kebutuhan siswa.
Sementara itu Supartini
(2001: 187) mengemukakan
faktor – faktor yang terkandung
dalam pengajaran remedial yaitu:
a. Sifat remedial yaitu
menyederhanakan konsep yang
kompleks, menjelaskan konsep
yang kabur dan memperbaiki
konsep yang disalah tafsirkan.
b. Jumlah siswa yang
memerlukannya yaitu guru harus
dapat mengambil keputusan
untuk menetapkan jumlah siswa
yang memerlukan bantuan
sehingga kesulitan yang dialami
perseorangan masih sempat diperhatikan.
c. Tempat kegiatan remedial
diberikan yaitu guru harus
mempertimbangkan tempat
pemberian pengajaran perbaikan
yang tepat sehingga siswa tidak
terganggu oleh lingkungan
sekitar.
d. Waktu penyelenggaraan yaitu
meliputi waktu pelaksanaan dan
berapa lama waktu yang
diberikan untuk memberikan
bantuan kepada siswa.
e. Siapa yang memberikan yaitu
berkaitan dengan pihak
bersangkutan dalam pemberian
pengajaran perbaikan dalam hal
ini dalaha guru bidang studi.
f. Metode yang digunakan yaitu
pemilihan metode yang tepat
sesuai dengan kebutuhan siswa.
g. Sarana atau alat yang sesuai
dengan keadaan tersebut yaitu
buku – buku, lembar kegiatan
dan sarana lain harus menunjang
proses pengajaran perbaikan.
h. Tingkat kesulitan belajar siswa
yaitu kemampuan siswa akan
mempengaruhi tingkat kesulitan
belajar yang mereka alami.
Tahap-tahap Pengajaran
Remedial
Terdapat tiga tahap dalam
pengajaran perbaikan yaitu:
a. Perencanaan Pengajaran
Remedial
Proses awal dalam pengajaran
remedial adalah mempelajari
kesulitan belajar yang dialami oleh
siswa. Kesulitan belajar merupakan
suatu kondisi di dalam proses belajar
yang ditandai oleh adanya hambatan
– hambatan tertentu untuk mencapai
hasil belajar (Tidjan dkk, 2000:78).
Sumadi Suryabrata menyebutkan
beberapa ciri anak yang mengalami kesulitan belajar adalah adanya
gangguan motorik, emosional,
persepsi, prestasi, tidak dapat
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
36
36
menangkap arti, membuta dalam
mengungkap simbol, tidak dapat
memperhatikan dan mengalami
gangguan ingatan.
Setelah kesulitan belajar atau
masalah yang dihadapi siswa
diketahui proses atau tahap
selanjutnya adalah mendiagnosis
kesulitan belajar siswa. Muhibbin
(2003:186) mengungkapkan bahwa
diagnosis kesulitan belajar
merupakan upaya mengenali gejala
dengan cermat terhadap fenomena
yang menunjukkan kemungkinan
adanya kesulitan belajar siswa.
Dalam proses perencanaan juga
dilakukan penyusunan program
pengajaran perbaikan dan pemilihan
strategi dalam pengajaran perbaikan.
Syamsuddin (2004: 357)
mengemukakan bahwa terdapat tiga
strategi dan pendekatan dalam
pengajaran perbaikan yaitu : 1)
Strategi dan pendekatan yang
bersifat kuratif. Sasaran pokok
tindakan ini adalah membantu siswa
yang prestasinya jauh sekali di
bawah batas kriteria keberhasilan
minimal. 2) Strategi dan pendekatan
yang bersifat preventif. Sasarannya
adalah membantu agar hambatan –
hambatan yang diantisipasikan dapat
dikurangi seminimal mungkin
sehingga siswa dapat mencapai
prestasi dan kemampuan
penyesuaian sesuai kriteria
keberhasilan yang ditetapkan. 3)
Strategi dan pendekatan yang
bersifat pengembangan. Tujuan dari
strategi ini adalah membantu agar
siswa dapat mengatasi hambatan –
hambatan atau kesulitan –kesulitan
yang mungkin dialaminya selama melaksanakan kegiatan proses
belajar mengajar.
Pelaksanaan Pengajaran Remedial
Pelaksanaan pengajaran
perbaikan di sekolah secara skematis
dijelaskan Syamsuddin (2004: 344)
sebagai berikut:
1) Penelaahan kembali kasus dengan
permasalahan (tahapan paling
pokok). Sasaran pokoknya
memperoleh gambaran yang lebih
definitif mengenai karakteristik
kasus tersebut. Sasaran
difokuskan kepada suatu analisis
rasional atas hasil diagnostic yang
telah kita lakukan atau
rekomendasi dari pihak lain (wali
kelas atau guru BK)
2) Menentukan aletrnatif pemilihan
tindakan
Lanjutan dari langkah pertama.
Hasil penelaahan hal pertama
diperoleh kesimpulan mengenai
dua pokok, yaitu 1) Karakteristik
khusus yang akan ditangani secara
umum, maksudnya setelah
disimpulkan memiliki kesulitan
dalam mengembangkan pola
strategi belajar juga dihadapkan
pada masalah lain seperti
hambatan ego emosional, sosial-
psikologis dan penyesuaian diri
terhadap lingkungan. 2) Alternatif
pemecahannya mungkin akan
lebih strategis apabila : langsung
kepada langkah keempat
(pelaksanaan pengajaran
perbaikan) atau harus menempuh
dulu langkah ketiga (layanan
BK/psikoterapi) sebelum lanjut ke
langkah ke-4. Sasaran kegiatan
tahap ini adalah membuat
keputusan pemilihan altenatif
yang ditempuh berdasarkan
pertimbangan yang masuk akal dengan seksama.
3) Layanan bimbingan belajar
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
37
37
Layanan ini ditujukan untuk
membantu mengatasi kesulitan
belajar siswa, sehingga siswa siap
kembali untuk melakukan
kegiatan belajar secara wajar dan
realistis.
4) Melaksanakan pengajaran
perbaikan/ remedial
Sasaran pengajaran perbaikan
adalah tercapainya peningkatan
prestasi dan kemampuan
penyesuaian diri sesuai dengan
kriteria keberhasilan yang
dihasilkan. Pengajaran perbaikan
dapat dilakukan pada setiap akhir
jam tertentu,akhir satuan bahan
pelajaran tertentu dan akhir
semester. Bentuk pengajaran
perbaikan dapat berupa pemberian
tugas, diskusi kelompok dan lain
sebagainya.
5) Mengadakan pengukuran prestasi
belajar kembali
Pengukuran terhadap peserta
didik dilaksanakan setelah proses
pengajaran perbaikan.
Pengukuran dilaksanakan untuk
mengetahui kesesuaian antara
rencana dengan pencapaian hasil.
6) Mengadakan re-evaluasi dan re-
diagnostik
Hasil pengukuran pada langkah
kelima ditafsirkan dengan
menggunakan cara dan kriteria
seperti pada proses pembelajaran
yang sesunguhnya. Hasil
penfsiran tersebut akan
menghasilkan tiga kemungkinan
(Syamsuddin, 2004:354):a)
peserta didik menunjukan
peningkatan prestasi dan
kemampuan penyesuaiannya
mencapai criteria keberhasilan minimum seperti yang
diharapkan, b) peserta didik
menunjukkan peningkatan
prestasi dan kemampuan
menyesuaikan dirinya, tetapi
belum sepenuhnya memadai
criteria keberhasilan minimum
yang diharapkan, c) peserta didik
menunjukkan perubahan yang
berarti, baik dlam prestasinya
maupun penyesuaian dirinya.
Sebagai tindak lanjut dari
pengajaran remedial ini ada tiga
kemungkinan yang harus
ditempuh guru yaitu :a) bagi
peserta didik yang berhasil, diberi
rekomendasi untuk melanjutkan
ke program pembelajaran utama
tahap berikutnya, b) bagi peserta
didik yang belum sepenuhnya
berhasil, sebaiknya diberi
pengayaan dan pengukuhan
prestasi sebelum diperkenankan
melanjutkan ke program
berikutnya, c) bagi peserta didik
yang belum barhasil, sebaiknya
dilakukan rediagnostik untuk
megetahui letak kelemahan,
kesalahan atau kekurangan
pengajaran remedial yang telah
dilakukan, sehingga mungkin
perlu adanya ulangan dengan
alternatif yang sama atau
alternative yang lain.
7) Remedial pengayaan atau
pengukuran (tambahan)
Bersifat pilihan yang bersyarat .
Sasaran pokok langkah ini agar
hasil remedial lebih sempurna
dengan diadakannya pangayaan
dan pengukuhan.Secara umum
prosedur pengajaran perbaikan
didasari oleh pokok – pokok
pikiran yang berlaku pada prinsip
belajar tuntas.
Evaluasi Pengajaran Remedial
Pada tahap ini guru memberikan
ulangan kepada siswa dan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
38
38
melakukan penilaian hasil belajar
siswa. Syamsuddin (2004: 368)
mengemukakan tujuan dari
evaluasi pengajaran remedial
adalah untuk mengetahui
kesesuaian antara metode atau
cara pemberian bantuan
pengajaran perbaikan dengan
permasalahan yang, dialami oleh
peserta didik sesuai dengan
kriteria keberhasilan yang telah
ditetapkan.
Pengertian Prestasi Belajar
Kata prestasi belajar terdiri dari
dua suku kata, yaitu .prestasi. dan
.belajar. Di dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, yang dimaksud
dengan presatasi adalah: .Hasil yang
telah dicapai (dilakukan,
dikerjakan,\dan sebagainya).
(Depdikbud, 2002: 895)
Adapun belajar menurut
pengertian secara psikologis, adalah
merupakan suatu proses perubahan
yaitu perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Perubahan-
perubahan tersebut akan nyata dalam
seluruh aspek tingkah laku. Menurut
Slameto pengertian belajar dapat
didefinisikan sebagai berikut:
.Belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan
lingkungannya. (Salometo, 2003: 2)
M. Ngalim Purwanto (2003:
85) dalam bukunya Psikologi
Pendidikan, mengemukakan bahwa
belajar adalah .tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar
menyangkut berbagai aspek
kepribadian, baik fisik maupun
psikis, seperti: perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu
masalah atau berpikir, keterampilan,
kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
Dalam rumusan H. Spears
yang dikutip oleh Dewa Ketut
Sukardi mengemukakan bahwa
belajar itu mencakup berbagai
macam perbuatan mulai dari
mengamati, membaca, menurun,
mencoba sampai mendengarkan
untuk mencapai suatu tujuan.
(Sukardi, 1983: 17)
Selanjutnya, defini belajar
yang diungkapkan oleh Cronbach di
dalam bukunya Educational
Psychology yang dikutip oleh
Sumardi Suryabrata menyatakan
bahwa: belajar yang sebaik-baiknya
adalah dengan mengalami; dan
dalam mengalami itu si pelajar
mempergunakan pancainderanya.
(Suryabrata, 2002: 231)
Berdasarkan definisi yang
dikemukakan beberapa tokoh di atas,
maka penulis dapat mengambil suatu
kesimpulan, bahwa belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku
yang merupakan sebagai akibatdari
pengalaman atau latihan. Sedangkan
pengertian prestasi belajar
sebagaimana yang tercantum dam
Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah: .penguasaan pengetahuan
atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran,
lazimnya ditunjukan dengan nilai tes
atau angka nilai yang diberikan oleh
guru. (Depdikbud, 2003: 895)
Prestasi belajar dapat bersifat
tetap dalam serjarah kehidupan
manusia karena sepanjang
kehidupannya selalu mengejar prestasi menurut bidang dan
kemampuan masing-masing. Prestasi
belajar dapat memberikan kepuasan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
39
39
kepada orang yang bersangkutan,
khususnya orang yang sedang
menuntut ilmu di sekolah.
Prestasi belajar meliputi
segenap ranah kejiwaan yang
berubah sebagai akibat dari
pengalaman dan proses belajar siswa
yang bersangkutan. Prestasi belajar
dapat dinilai dengan cara:
1) Penilaian formatif
Penilaian formatif adalah
kegiatan penilaian yang bertujuan
untuk mencari umpan balik
(feedback), yang selanjutnya hasil
penilaian tersebut dapat digunakan
untuk memperbaiki proses belajar-
mengajar yang sedang atau yang
sudah dilaksanakan.
2) Penilaian Sumatif
Penilaian sumatif adalah
penilaian yang dilakukan untuk
memperoleh data atau informasi
sampai dimana penguasaan atau
pencapaian belajar siswa terhadap
bahan pelajaran yang telah
dipelajarinya selama jangka waktu
tertentu. (Purwanto, 2001: 26)
Pada prinsipnya,
pengungkapan hasil belajar ideal
meliputi segenap ranah psikologis
yang berubah sebagai akibat
pengalaman dan proses belajar siswa.
Yang dapat dilakukan guru dalam hal
ini adalah mengambil cuplikan
perubahan tingkah laku yang
dianggap penting yang dapat
mencerminkan perubahan yang
terjadi sebagai hasil belajar siswa,
baik yang berdimensi cipta dan rasa
maupun karsa. Kunci pokok untuk
memperoleh ukuran dan data hasil
belajar siswa adalah mengetahui
garisgaris besar indikator (penunjuk adanya prestasi belajar) dikaitkan
dengan jenis-jenis prestasi yang
hendak diukur. (Muhibin Syah,
2003:150)
Dalam sebuah situs yang
membahas Taksonomi Bloom,
dikemukakan mengenai teori Bloom
yang menyatakan bahwa, tujuan
belajar siswa diarahkan untuk
mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah
tersebut adalah ranah kognitif, afektif
dan psikomotorik. Dalam proses
kegiatan belajar mengajar, maka
melalui ketiga ranah ini pula akan
terlihat tingkat keberhasilan siswa
dalam menerima hasil pembelajaran
atau ketercapaian siswa dalam
penerimaan pembelajaran. Dengan
kata lain, prestasi belajar akan
terukur melalui ketercapaian siswa
dalam penguasaan ketiga ranah
tersebut. Maka Untuk lebih
spesifiknya, penulis akan akan
menguraikan ketiga ranah kognitif,
afektif dan psikomotorik sebagai
yang terdapat dalam teori Bloom
berikut:
1) Cognitive Domain (Ranah
Kognitif), yang berisi perilaku-
perilaku yang menekankan
aspek intelektual, seperti
pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir.
Bloom membagi domain
kognisi ke dalam 6 tingkatan.
Domain ini terdiri dari dua
bagian: Bagian pertama adalah
berupa Pengetahuan (kategori 1)
dan bagian kedua berupa
Kemampuan dan Keterampilan
Intelektual (kategori 2-6).
a) Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk
mengenali dan mengingat
peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi,
prinsip dasar dan sebagainya.
Pengetahuan juga diartikan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
40
40
sebagai kemampuan mengingat
akan hal-hal yang pernah
dipelajaridan disimpan dalam
ingatan.
b) Pemahaman (Comprehension)
Pemahaman didefinisikan sebagai
kemampuan untuk menangkap
makna dan arti yang dari bahan
yang dipelajari. Pemahaman juga
dikenali dari kemampuan untuk
membaca dan memahami
gambaran, laporan, tabel,
diagram, arahan, peraturan, dan
sebagainya.
c) Aplikasi (Application)
Aplikasi atau penerapan
diartikansebagai kemampuan
untuk menerapkan suatu kaidah
atau metode bekerja pada suatu
kasus atau problem yang konkret
dan baru. Di tingkat ini, seseorang
memiliki kemampuan untuk
menerapkan gagasan, prosedur,
metode, rumus, teori, dan
sebagainya di dalam kondisi kerja
d) Analisis (Analysis)
Analisis didefinisikan sebagai
kemampuan untuk merinci suatu
kesatuan ke dalam bagian-bagian,
sehingga struktur keseluruhan
atau organisasinya dapat dipahami
dengan baik. Di tingkat analisis,
seseorang akan mampu
menganalisa informasi yang
masuk dan membagi-bagi atau
menstrukturkan informasi ke
dalam bagian yang lebih kecil
untuk mengenali pola atau
hubungannya, dan mampu
mengenali serta membedakan
faktor penyebab dan akibat dari
sebuah skenario yang rumit.
e) Sintesis (Synthesis) Sintesis diartikan sebagai
kemampuan untuk membentuk
suatu kesatuan atau pola baru.
Sintesis satu tingkat di atas
analisa. Seseorang di tingkat
sintesa akan mampu menjelaskan
struktur atau pola dari sebuah
skenario yang sebelumnya tidak
terlihat, dan mampu mengenali
data atau informasi yang harus
didapat untuk menghasilkan
solusi yang dibutuhkan.
f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi diartikan sebagai
kemampuan untik membentuk
suatu mpendapat mengenai
sesuatu atau beberapa hal,
bersama dengan
pertanggungjawaban pendapat itu,
yang berdasarkan criteria tertentu.
Evaluasi dikenali dari
kemampuan untuk memberikan
penilaian terhadap solusi,
gagasan, metodologi, dengan
menggunakan kriteria yang cocok
atau standar yang ada untuk
memastikan nilai efektivitas atau
manfaatnya. Winkel (1996: 247)
2) Affective Domain (Ranah Afektif)
berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan
emosi, seperti minat, sikap,
apresiasi,mdan cara penyesuaian
diri.
Tujuan pendidikan ranah
afektif adalah hail belajar atau
kemampuan yang berhubungan
dengan sikap atau afektif.
Taksonomi tujuan pendidikan
ranah afektif terdiri dari aspek:
a) Penerimaan (Receiving/Attending)
Penerimaan mencakup kepekaan
akan adanya suatu perangsang dan
kesediaan untuk memperhatikan
rangsangsangan itu, seperti buku
pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleg guru. (Winkel,
1996: 248)
b) Tanggapan (Responding)
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
41
41
Memberikan reaksi terhadap
fenomena yang ada di
lingkungannya. Meliputi
persetujuan, kesediaan, dan
kepuasan dalam memberikan
tanggapan.
c) Penghargaan (Valuing)
Penghargaan atau penilaian
mencakup kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap
sesuatu dan membawa diri sesuai
dengan penilaian itu.mulai
dibentuk suatu sikap menerima,
menolak atau mengabaikan, sikap
itu dinyatakan dalam tingkah laku
yang sesuai dengan konsisten
dengan sikap batin. (Winkel,
1996: 248)
Kegiatan belajar dilakukan
oleh setiap siswa, karena melalui
belajar mereka memperoleh
pengalaman dari situasi yang
dihadapinya. Dengan demikian
belajar berhubungan dengan
perubahan dalam diri individu
sebagai hsil pengalamannya di
lingkungan. Secara global, faktor-
faktor yang mempengaruhi belajar
siswa dapat kita bedakan menjadi
dua macam:
Faktor Internal (faktor dari dalam
siswa), yakni keadaan atau
kondisi jasmani dan rohani siswa,
meliputi dua aspek yakni:
1. Aspek Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus
(tegangan otot) yang menandai
tingkat kebugaran organ-organ
tubuh dan sendi-sendinya, dapat
mempengaruhi semangat dan
intensitas siswa dalam mengikuti
pelajaran. Kondisi organ tubuh
yang lemah dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif)
sehingga materi yang
dipelajarinya pun kurang atau
tidak membekas.
2. Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk
aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan
kualits perolehan pembelajaran
siswa. Namun, di antara faktor-
faktor rohaniah siswa yang pada
umumnya dipandang lebih
esensial itu adalah sebagai
berikut:
1) Tingkat kecerdasan atau
intelegensi siswa
Intelegensi pada umumnya dapat
diartikan sebagai kemampuan
psiko-fisik untuk mereaksi
rangsangan atau menyesuaikan
diri dengan lingkungan dengan
cara yang tepat. Jadi, intelegensi
sebenarnya bukan persoalan otak
saja, melainkan juga kualitas
organ-organ tubuh lainnya. Akan
tetapi, memang harus diakui
bahwa peran otak dalam
hubungan dengan intelegensi
manusia lebih menonjol dari pada
peran organ-organ tubuh lainnya,
lantaran otak merupakan .menara
pengontrol. hampir seluruh
aktifitas manusia. Tingkat
kecerdasan atau intelegensi (IQ)
siswa tak dapat diragukan lagi,
sangat menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa. Ini
bermakna, semakin tinggi
kemampuan intelegensi seorang
siswa mak semakin besar
peluangnya untuk memperoleh
sukses.
2) Sikap siswa
Sikap adalah gejala internal yang
berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi
atau merespon (response
tendency) dengan cara yang relatif
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
42
42
tetap terhadap objek, orang,
barang,dan sebgainya, baik secara
positif maupun negatif. (Muhibin
Syah, 2003: 135) Sikap
merupakan faktor psikologis yang
kan mempengaruhi belajar. Dalam
hal ini sikap yang akn menunjang
belajar seseorang ialah sikap
poitif (menerima) terhadap bahan
atau pelajaran yang akan
dipelajari, terhadap guru yang
mengajar dan terhadap
lingkungan tempat dimana ia
belajar seperti: kondisi kelas,
teman-temannya, sarana
pengajaran dan sebagainya.
(Sabri, 1996: 84)
3) Bakat Siswa
Secara umum, bakat adalah
kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa
yang akan datang. Dengan
denikian, sebetulnya setiap orang
mempunyai bakat dalam arti
berpotensi untuk mencapai
prestasi sampai ke tingkat tertentu
sesuai dengan kapasitas masing-
masing. Jadi, secara global bakat
mirip dengan intelegensi. Itulah
sebabnya seorang anak yang
berintelegensi sangat cerdas
(superior) atau cerdas luar bisa
(very superior) disebut juga
sebagai gifted, yakni anak
berbakat intelektual.
4) Minat siswa
Secara sederhana minat (interest)
berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi seseorang
terhadap sesuatu. Minat dapat
mempengaruhi kualits pencapaian
hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu.67
(MUhibinsyah, 2003: 136)
Faktor eksternal (faktor dari luar
diri siswa), terdiri dari factor
lingkungan dan faktor
instrumental sebagai berikut:
a) Faktor-faktor Lingkungan
Faktor lingkungan siswa ini dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu:
faktor lingkungan alam/non sosial
dan faktor lingkungan sosial.
Yang termasuk faktor lingkungan
non sosial/alami ini ialah seperti:
keadaan suhu, kelembaban udara,
waktu (pagi, siang, malam),
tempat letak gedung sekolah, dan
sebagainya. Faktor lingkungan
sosial baik berwujud manusia dan
representasinya termasuk
budayanya akan mempengaruhi
proses dan hasil belajar siswa.
b) Faktor-faktor Instrumental
Faktor instrumental ini terdiri dari
gedung/sarana fisik kelas,
sarana/alat pengajaran, media
pengajaran, guru dan
kurikulum/materi pelajaran serta
strategi belajar mengajar yang
digunakan akan mempengaruhi
proses dan hasil belajar siswa.
(Sabri, 1996: 59-60)
Dari semua faktor di atas,
dalam penelitian kali ini akan
diarahkan pada faktor instrumental
yang di dalamnya guru profesional
itu akan ditunjukan.Faktor-faktor di
atas saling mempengaruhi satu sama
lain. Misalnya: Seorang siswa yang
conserving terhadap ilmu
pengetahuan biasanya cenderung
mengambil pendekatan yang
sederhana dan tidak mendalam.
Sebaliknya seorang siswa yang
memiliki kemampun intelegensi
yang tinggi (faktor Iternal) dan mendapat dorongan positif dari
orang tua atau gurunya (faktor
eksternal) akan lebih memilih
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
43
43
pendekatan belajar yang lebih
mementingkan kualitas hasil belajar.
Akibat pengaruh faktor-faktor
tersebut di atas muncul siswa-siswa
yang berprestasi tinggi, rendah atau
gagal sama sekali.
Dalam hal ini seorang guru
yang memiliki kompetensi yang baik
dan profesional diharapkan mampu
mengantisipasi
kemungkinankemungkinan
munculnya siswa yang menunjukkan
gejala kegagalan dengan berusaha
mengetahui dan mengatasi faktor-
faktor yang menjadi penghambat
proses belajar siswa.
METODE PENELITIAN
Adapun jenis penelitian yang
peneliti gunakan adalah jenis
penelitian eksperimen dengan
pendekatan kuantitatif. Penelitian
kuantitatif adalah suatu proses
pengetahuan yang digunakan untuk
menemukan data berupa angka
sebagai alat untuk menemukan
keterangan mengenai apa yang
diteliti atau yang ingin diketahui
(Margono, 2004:109). Data
penelitian kemudian dijabarkan
secara sistematis, faktual dan akurat
tentang suatu objek yang diteliti,
baik fakta-fakta maupun hubungan
antara fenomena-fenomena yang
diteliti kemudian dianalisis secara
sistematis dan tepat sesuai dengan
masalah yang diteliti.
Metode kuantitatif peneliti
perlu melibatkan diri dalam
kehidupan orang-orang yang menjadi
subyek penelitian. Dengan
keterlibatan tersebut, peneliti akan mengetahui kejadian-kejadian yang
terjadi pada waktu melakukan
observasi. Oleh karena itu, harus
berusaha mendapatkan kepercayaan
dari obyek yang diteliti, artinya
menjalin hubungan dengan baik
dengan obyek yang diteliti tersebut.
Sebelum peneliti hadir dilokasi
penelitian, terlebih dahulu peneliti
melakukannya melalui proses dan
prosedur penelitian yaitu
mengadakan koordinasi dengan
dosen pembimbing serta meminta
saran-saran yang berkaitan dengan
penelitian ini. Adapun proses yang
akan dilakukan oleh oleh peneliti
sebelum hadir dilokasi penelitian
adalah:
Melakukan koordinasi dengan
bagian penelitian di STKIP Taman
Siswa selanjutnya penulis meminta
surat ijin penelitian dari Sekolah
Tinggi Keguruan dan Ilmu
pendidikan Taman Siswa Bima
untuk SMP Negeri 1 Belo sebagai
tempat atau lokasi penelitian.
Selanjutnya peneliti akan melakukan
penelitian sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
Untuk mendapat data yang
valid, reliabel dan obyektif, maka
diperlukan alat atau isntrumen yang
disusun sedemikian rupa sehingga
diperoleh data yang akurat.
Instrumen adalah alat yang dipakai
oleh peneliti pada waktu
mengumpulkan data (Arikunto,
2002:136). Untuk dapat
mengumpulkan data dalam suatu
penelitian diperlukan adanya
instrumen atau alat penelitian.
Objektif atau tidaknya data
yang dikumpulkan sangat tergantung
dari bentuk instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini,
sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah. Adapun
instrumen penelitian yang digunakan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
44
44
dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan test. Adapun test
tersebut merupakan cara untuk
mengumpulkan data kaitannya
dengan apa yang diteliti. Test dalam
penelitian ini digunakan untuk
mendapatkan data tentang prestasi
belajar IPS sejarah siswa sebagai
data hasil pre-test dan post-test
dalam penelitian. Di dalam
pelaksanaannya test peneliti berikan
(disebarkan) kepada siswa untuk
dijawab dalam bentuk esay. Hal ini
dilakukan guna untuk mempermudah
peneliti dalam menganalisis data
yang diperoleh di lapangan.
Uji Coba Instrumen
1. Viliditas
Untuk instrument yang berbentuk
tes, maka pengujian validitas tes
dapat dilakukan dengan
membandingkan antara isi
instrument dengan materi
pelajaran yang telah diajarkan.
Seorang guru yang memberi ujian
di luar pelajaran yang telah
ditetapkan, berarti instrument
ujian tersebut tidak mempunyai
validitas. Untuk instrument yang
akan mengukur efektivitas
pelaksanaan program, maka
pengujian validitas isi dapat
dilakukan dengan
membandingkan antara isi
instrument dengan isi atau
rancangan yang telah ditatapkan.
(Sugiyono, 2011:353).
2. Realiabilitas
Instrument penelitian yang
realiabilitasnya diuji dengan test
dilakukan dengan mencobakan
instrument pada responden. Jadi
dalam hal ini instrumenya sama, respondenya sama, waktunya
yang berbeda. Realiabilitas diukur
dari koofisien korelasi antara
percobaan pertama dengan yang
berikutnya. Bila koofisien korelasi
positif dan signifikan, maka
instrument tersebut sudah
dinyatakan reliable. Pengujian
cara ini juga disebut stability.
(Sugiyono, 2011:354)
Pengujian dengan dua sisi dengan
taraf signifikasi 5% dengan
kriteria pengujian adalah sebagai
berikut:
a) Jika r hitung ≥ r tabel (uji dua sisi
dengan signifikasi 5%) maka
instrumen atau item pertanyaan
berkorelasi signifikasi terhadap
skor total (dinyatakan valid).
2) Jika r hitung ≤ r tabel (uji dua sisi
dengan signifikasi 5%) maka
instrumen atau item pertanyaan
berkorelasi signifikasi terhadap
skor total (dinyatakan tidak valid).
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Metode Angket
Angket adalah “Sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia
ketahui” (Walgito, 1998 : 124).
Pendapat lain menyatakan “Angket
adalah suatu metode pengumpulan
data dengan cara mengajukan suatu
daftar pertanyaan tertulis kepada
sejumlah individu, dan individu yang
diberikan daftar pertanyaan tersebut
diminta untuk memberikan jawaban
secara tertulis pula” (Mardalis, 2001
: 45).
Dari kedua pendapat tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode angket
dalam penelitian ini adalah suatu
metode pengumpulan data dengan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
45
45
cara mengajukan serangkaian
pertanyaan tertulis kepada sejumlah
individu /responden, dan individu
yang diberikan serangkaian
pertanyaan tersebut diminta untuk
menjawabnya secara tertulis pula.
2. Metode Dokumentasi
Dalam buku Metodologi
Penelitian dijelaskan bahwa “Metode
dokumentasi adalah suatu cara untuk
memperoleh data dengan jalan
mengumpulkan segala macam
dokumen serta mengadakan
pencatatan yang sistematis”
(Sugiyono, 1999: 77). Sedangkan
pendapat lain menyatakan bahwa
“Metode dokumen adalah suatu cara
untuk mencari data atu hal-hal yang
berupa catatan transkrip” (Arikunto,
2001: 187).
Dari kedua pendapat di atas,
maka yang dimaksud dengan metode
dokumentasi adalah suatu cara untuk
memperoleh data yang dilakukan
dengan jalan mencatat keterangan-
keterangan yang terdapat dalam
dokumen-dokumen seperti raport,
daftar nilai dan catatan khusus dari
guru yang terkait dengan masalah
yang diteliti.
3. Metode Observasi
Observasi adalah merupakan
salah satu metode untuk
mendapatkan data dalam suatu
penelitian. Hal ini sesuai dengan
pendapat seorang ahli yang
menyatakan bahwa “Observasi
adalah suatu cara pengumpulan data
yang diinginkan dengan jalan
mengadakan pengamatan secara
langsung” (Ahmadi, 1982 : 47).
Sedangkan ahli lain memberikan
batasan “Observasi adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan
jalan mengadakan pengamatan
secara langsung dan sistematis”
(Nurkancana, 1981 : 46)
Berdasarkan kedua pendapat
ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa, Observasi adalah cara
pengumpulan data yang sengaja
dilakukan terhadap suatu obyek
penelitian dengan jalan pengamatan
langsung ke lapangan untuk
memperoleh data yang diperlukan.
4. Teknik Wawancara
Metode wawancara dalam
penelitian ini digunakan sebagai
metode pokok. Metode ini dipandang
perlu mengingat metode-metode di
atas masing-masing memiliki
keutamaan dan kelemahan yang akan
diusahakan untuk mengatasinya.
Dengan menggunakan metode
wawancara diharapkan data yang
akan terjaring lewat angket dan
dokumen dapat diperoleh dengan
mudah.
Seorang ahli berpendapat
“Wawancara atau interview adalah
suatu cara pengumpulan data dengan
jalan mengajukan pertanyaan secara
lisan kepada sumber data, dan
sumber juga memberikan jawaban
secara lisan” (Nurkancana, 1981:
61). Sedangkan menurut ahli yang
lain mengatakan “Wawancara adalah
sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawnacara untuk memperoleh
informasi dari wawancara
(interview). Interview juga sering
disebut wawancara atau angket
lisan” (Arikunto, 1992: 126).
Berdasarkan kedua pendapat
tersebut di atas, maka yang dimaksud
dengan Interview dalam penelitian
ini adalah suatu dialog yang akan
diadakan untuk memperoleh data pendukung mengenai variabel
penelitian yang belum terjaring
dengan menggunakan metode angket
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
46
46
dan dokumentasi di atas kepada
siswa yang menjadi sampel.
Populasi dan Sampel penelitian
1. Populasi Penelitian
Dalam buku Metodologi
Penelitian dijelaskan bahwa:
“Populasi adalah keseluruhan subyek
yang mempunyai kualitas serta ciri-
ciri tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan”
(Sugiyono, 1999: 57). Sedangkan
ahli lain menyatakan bahwa:
“Populasi adalah semua individu
baik subyek maupun obyek yang
dikenakan perlakuan dalam
penelitian” (Mardalis, 2001:53).
Jadi yang menjadi populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas VII SMP Negeri 1
Palibelo tahun pelajaran 2012/2013
yang berjumlah 125 orang siswa.
Tabel 3.1. Jumlah Populasi
Siswa Kelas VII SMP Negeri
1 Palibelo
No Kelas
Jumlah Siswa
Total Laki-
laki
Peremp
uan
1 VII1 14 11 25
2 VII2 15 12 27
3 VII3 13 12 25
4 VII4 12 12 24
5 VII5 12 12 24
Jumlah 66 59 125
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah proses
pemilihan sejumlah individu
suatu penelitian sedemikian
rupa sehingga individu-
individu tersebut merupakan
perwakilan kelompok yang
lebih besar pada nama orang
dipilih. (Darmadi, 2011:46).
Pemilihan sampel
dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan
random sampling atau teknik
acak. Pada teknik acak ini,
secara teoritis, semua anggota
dalam populasi mempunyai
propabiltas atau kesempatan
yang sama untuk dipilih
menjadi sampel. Teknik
memilih secara acak dapat
dilakukan dalam penelitian
ini adalah dengan cara
manual atau tradisional.
(Darmadi, 2011:57)
Langkah-langkah
yang dilakukan dalam
pemilihan acak ini adalah
sebagai berikut:
a. Menentukan jumlah populasi dan
dikelompokan dalam kelas
b. Daftar semua anggota populasi
yang dikelompokan dalam kelas,
dimasukan dalam kotak yang
telah diberi lobang penarikan
c. Kocok kotak tersebut dan
keluarkan lewat lubang
pengeluaran yang telah dibuat
d. Nama kelas yang keluar adalah
kelas yang ditunjuk sebagai
sampel penelitian
Dalam pemilihan sampel
penelitian ini, peneliti menggunakan
kelas dalam memilih sampel. Nama-
nama kelas tersebut dimasukan ke
dalam kotak seperti uraian di atas,
dan dikocok. Hasil pemilihan
tersebut, yang keluar sebagai sampel
adalah kelas VII1 sebanyak 25 orang
siswa
Teknik Analisa Data
Setelah data yang diberikan
terkumpul, maka langkah selanjutnya
adalah mengolah data. Mengolah
data ini menggunakan analisis
statistik dengan mempretimbangkan data yang dikumpulkan berupa data
kuantitatif yaitu angka yang
diperoleh dari hasil tes.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
47
47
Adapun rumus yang
digunakan dalam menganalisis
data penelitian ini adalah rumus
regresi linear sederhana sebagai
berikut:
Y = a + b X
𝑎∑𝑌(∑𝑥2) − ∑𝑋. ∑𝑋𝑌)
𝑛∑𝑋2 − (∑𝑥)2
𝑏𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − ∑𝑋∑𝑌)
𝑛∑𝑋2 − (∑𝑋)2
Keterangan:
X = Variabel Bebas
Y = Variabel Terikat
a = Nilai Intercept (Konstant)
b = Koofisien Regresi
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di
SMP Negeri 1 Palibelo dengan
tujuan untuk mengetahui pengaruh
pengajaran remedial terhadap
peningkatan prestasi belajar IPS
Sejarah siswa kelas VII1 tahun
pelajaran 2013/2014.
Perencanaan awal yang
dilakukan oleh peneliti dalam
pengajaran remedial adalah dengan
mempelajari kesulitan belajar yang
dialami oleh siswa. Setelah kesulitan
atau hambatan yang dihadapi siswa
sudah dapat di ketahui tahap
selanjutnya adalah dengan
mendiagnosa atau upaya mengenali
gejala-gejala terhadap fenomena
yang menunjukan kesulitan yang
dihadapi siswa.
Adapun data tentang identitas
siswa diperoleh pada saat penentuan
sampel penelitian, dan sampel dalam
penelitin ini adalah sebanyak 25
orang siswa pada kelas VII1,
sedangkan data-data tentang hasil
pengajaran remedial terhadap
peningkatan prestasi belajar siswa
diperoleh pada saat pelaksanaan tes
yaitu diberikan soal evaluasi
kemudian dilakukan penyekoran
untuk mengathui tingkat
keberhasilan siswa setelah dilakukan
pengajaran remedial.
Langkah-langkah yang dilakukan
dalam pengajaran remedial
adalah sebagai berikut:
i. Melakukan telaah pokok
permasalahan dengan sasaran
pokok memperoleh gambaran
yang lebih definitif tentang
karateristik permasahan tersebut.
Pada tahap awal ini guru
melakukan telaah permasalahan
yang dihadapi siswa selama
melaksanakan proses belajar di
sekolah tersebut. Hal ini
dilakukan agar guru dapat
mengetahui kendala-kendala
yang menyebabkan siswa
mengalami kesulitan dalam
belajar.
ii. Menentukan aletrnatif pemilihan
tindakan
Langkah selanjutnya adalah
hasil penelaahan pada langkah
sebelumnya dipeoleh
kesimpulan mengenai
Karakteristik khusus yang akan
ditangani secara umum,
maksudnya setelah disimpulkan
memiliki kesulitan dalam
mengembangkan pola strategi
belajar juga dihadapkan pada
masalah lain seperti hambatan
ego emosional, sosial-psikologis
dan penyesuaian diri terhadap
lingkungan. Layanan bimbingan
belajar.
Layanan ini ditujukan untuk
membantu mengatasi kesulitan
belajar siswa, sehingga siswa
siap kembali untuk melakukan kegiatan belajar secara wajar
dan realistis.
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
48
48
Tahap kedua ini,
guru/peneliti berusaha
semaksimal mungkin
mengambil tindakan dengan
memberikan arahan dan
bimbingan kepada seluruh siswa
agar dapat mengatasi kesulitan
yang dihadapi. Permasalahan
yang dihadapi siswa hadir dari
berbagai macam indikasi yang
membuat siswa tidak dapat
konsentrasi dan antusias dalam
proses pembelajaran. Oleh
karena itu, guru/peneliti
mengembangkan strategis
mengajar siswa dengan cara
melakukan pendekatan secara
indidu kepada siswa dalam
memberikan bimbingan seuai
dengan masalah yang dihadapi.
iii. Melaksanakan pengajaran
perbaikan/ remedial
Sasaran pengajaran perbaikan
adalah tercapainya peningkatan
prestasi dan kemampuan
penyesuaian diri sesuai dengan
kriteria keberhasilan yang
dihasilkan. Pengajaran perbaikan
dilakukan pada setiap akhir jam
tertentu,. Bentuk pengajaran
perbaikan yang dilakukan dalam
penelitian ini berupa pemberian
tugas soal-soal yang akan
dikerjakan untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar siswa.
Pada pelaksanaan remdial
dalam penelitian ini, sebelumnya
guru menyampaikan materi
pembelajaran dengan pola
pembelajaran yang dapat
dipahami siswa. Hal ini
dilakukan agar dalam
pelaksanaan remdial siswa dapat mengerjakn tugas dengan baik
dan dapat memahami materi
dengan seksama.
Setelah guru menyampaikan
materi pembelajaran, guru
memberikan tugas kepada siswa
berupa soal yang akan
dikerjakan secara individu.
Tugas ini diberikan untuk
melakukan penilaian terhadap
hasil belajar siswa dan
dibandingkan dengan hasil
belajar sebelum dilakukan
pengajaran remedial.
Dari hasil remedial/perbaikan
yang dilakukan oleh guru, nilai
evaluasi belajar IPS sejarah
siswa secara keseluruhan yang
diperoleh adalah 1900 dengan
nilai rata-rata 76.
iv. Mengadakan pengukuran
prestasi belajar kembali
Pengukuran terhadap siswa
dilaksanakan setelah proses
pengajaran perbaikan.
Pengukuran dilaksanakan untuk
mengetahui kesesuaian antara
rencana dengan pencapaian
hasil.
Pada tahap ini, guru
melakukan pengukuran kembali
hasil belajar siswa sebelum
dilakukan remedial dan setelah
melakukan remedial.
v. Mengadakan re-evaluasi dan re-
diagnostik
Hasil pengukuran pada
langkah ini ditafsirkan dengan
menggunakan cara dan kriteria
seperti pada proses pembelajaran
yang sesunguhnya. Hasil
penfsiran tersebut akan
menghasilkan tiga yaitu : a)
siswa menunjukan peningkatan
prestasi dan kemampuan
penyesuaiannya mencapai criteria keberhasilan minimum
seperti yang diharapkan, b)
siswa menunjukkan peningkatan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
49
49
prestasi dan kemampuan
menyesuaikan dirinya, tetapi
belum sepenuhnya memadai
kriteria keberhasilan minimum
yang diharapkan, c) siswa
menunjukkan perubahan yang
berarti, baik dalam prestasinya
maupun penyesuaian dirinya.
Sebagai tindak lanjut dari
pengajaran remedial ini ada tiga
akan ditempuh guru yaitu :a)
bagi siswa yang berhasil, diberi
rekomendasi untuk melanjutkan
ke program pembelajaran utama
tahap berikutnya, b) bagi siswa
yang belum sepenuhnya
berhasil, diberi pengayaan dan
pengukuhan prestasi sebelum
diperkenankan melanjutkan ke
program berikutnya, c) bagi
siswa yang belum barhasil,
dilakukan rediagnostik untuk
megetahui letak kelemahan,
kesalahan atau kekurangan
pengajaran remedial yang telah
dilakukan, sehingga perlu
adanya ulangan dengan alternatif
yang sama atau alternatif yang
lain.
vi. Remedial pengayaan atau
pengukuran (tambahan)
Bersifat pilihan yang
bersyarat. Sasaran pokok
langkah ini agar hasil remedial
lebih sempurna dengan
diadakannya pangayaan dan
pengukuhan. Oleh karena pada
tahap evaluasi, siswa mendapat
nilai di atas rata-rata, maka tidak
dilakukan remedial dan berhenti
pada tahap evaluasi.
Dibawah ini adalah skor hasil
evaluasi siswa pada mata pelajaran IPS Sejarah siswa
kelas VII1 SMP Negeri 1
Palibelo tahun pelajaran
2013/2014.
Table 4.1: Daftar nilai Hasil
Evaluasi siswa kelas VII1 pada
Mata Pelajaran IPS Sejarah
No Score Jumlah
Siswa
Kelas
1 80 7 VII1
2 85 6 VII1
3 70 2 VII1
4 60 4 VII1
5 75 6 VII1
Jml 1900 25
Berdasarkan analisis tabel di
atas, menunjukan nilai keseluruhan
yang diperoleh siswa adalah 1900
dengan nilai rata-rata 76. Dari tabel
diatas diketahui bahwa prestasi
belajar siswa kelas VII1 pada
pelajaran IPS Sejarah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 4.2
Klasifikasi dan Kualifikasi Jumlah
Nilai Evaluasi Siswa
Klasifik
asi
Jumlah
Siswa
Kualisifik
asi
80-89 13 Siswa Tinggi
70-79 8 Siswa Sedang
60-69 4 Siswa Rendah
Jadi berdasarkan tabel
klasifikasi dan kualifikasi di atas,
tingkat prestasi belajar siswa dalam
pelajaran IPS Sejarah yang diambil
dari hasil evaluasi dianggap tinggi,
yakni antara klasifikasi 80-89
sebanyak 13 orang siswa.
Kemuadian yang memperoleh nilai
klasifikasi antara 60-69 dengan
kualifikasi rendah berjumlah 4 orang.
Hal ini menunjukan bahwa dari 4
orang siswa tersebut akan dilakukan
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
50
50
remedial karena nilai masih dibawah
standar ketuntasan minimal yaitu 65.
Berdasarkan dari hasil
remedial/perbaikan, kesulitan yang
dihadapi siswa adalah tidak mampu
memahami materi yang disampaikan
oleh guru saat proses pembelajaran.
Hal ini disebabkan siswa kurang
memperhatikan guru saat mengajar.
Kemudian untuk mengatasi hal itu,
guru melakukan tindakan dengan
cara mengulangi atau memperdalam
materi kepada siswa dengan harapan
siswa dapat memahami materi
dengan baik. jenis bantuan yang
diberikan guru adalah dengan
memberikan tugas berupa soal-soal
untuk dikerjakan guna memperbaiki
nilai yang belum mencapai
ketuntasan minimal yaitu dengan
nilai 65. Dari hasil tersebut, siswa
dapat menyelesaikan perkerjaan
dengan baik dan telah mencapai
ketuntasan minimal. Data tentang
program remedial (terlampir).
Dari hasil analisis program
remedial, siswa yang dilakuka
remedial sebanyak 4 orang siswa.
Setelah dilakukan program remdial,
nilai evaluasi belajar siswa
meningkat dan siswa mecapai
ketuntasan hasil belajar karena telam
memenuhi kriteria ketuntasan
minimal yaitu 36. Nilai hasli
remedial (terlampir).
Langkah selanjutnya, untuk
mengetahui tingkat pengaruh
pengajaran remedial terhadap
peningkatan prestasi belajar IPS
Sejarah siswa kelas VII1 adalah
dengan cara menyebarkan angket
kepada siswa dalam bentuk
pertanyaan dan pernyataan dengan jumlah 25 item. Kemudian diisi
sesuai dengan jawaban masing-
masing dan diberikan skor dengan
ketentuan yang ada pada lampiran
skripsi ini.
Yang dimaksud dengan angket
dalam penelitian ini adalah suatu
metode pengumpulan data dengan
cara mengajukan serangkaian
pertanyaan tertulis kepada sejumlah
individu /responden, dan individu
yang diberikan serangkaian
pertanyaan tersebut diminta untuk
menjawabnya secara tertulis pula.
Pada tabel di bawah ini adalah
skor siswa yang diperoleh dari
angket penelitian dengan tujuan
untuk mengetahui pengaruh
pengajaran remedial terhadap
peningkatan prestasi belajar IPS
Sejarah siswa kelas VII1 SMP
Negeri 1 Palibelo.
Table 4.3. Skor Angket siswa
kelas VII1 SMP Negeri 1 Palibelo
No Skor Jumlah
Siswa
Kelas
1 70 13 VII1
2 75 1 VII1
3 65 8 VII1
4 60 1 VII1
Jml 1700 25
Dari hasil perhitungan skor
angket pada tabel di 2.4 di atas, nilai
keseluruhan dari angket adalah 1700
dengan nilai rata-rata 65. Lebih
lanjut, untuk mengetahui klasifikasi
skor jawaban angket dapat dilihat
pada tabel di bawah ini sebagai
berikut:
Tabel 4.4
Klasifikasi Jumlah Skor Jawaban
Angket Siswa
Klasifikasi Jumlah
Siswa
Kategori
25-50 - Rendah
51-75 25 Sedang
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
51
51
siswa
76-100 - Tinggi
Berdasarkan tabel klasifikasi di
atas, tingkat pengaruh pengajaran
remedial menurut pendapat siswa
berada pada kategori sedang yaitu
dengan klasifikasi antara 51-75.
Agar data yang terkumpul
punya arti, maka data yang masih
mentah itu perlu di olah dianalisa
secara cermat. Langkah-langkah
analisa data adalah; (a). Merumuskan
Hipotesis Nihil (Ho), (b). Menyusun
Tabel Kerja, (c). Mendistribusikan
Data Kedalam Rumus, (d). Menguji
Nilai t (e). Menarik Kesimpulan.
Berdasarkan hasil perhitungan
berdasarkan langkah-langkah di atas,
memperoleh nilai t hitung sebesar
1.176 sedangkan nilai t-tabel adalah
sebesar 0.396 atau t-hitung (1,176) >
t-tabel (0,396). Hal ini berarti dapat
disimpulkan bahwa, Ho ditolak, Ha
diterima. Untuk lebih jelas menganai
langkah-langkah pengujian hipotesis
di atas, dapat dilihat pada lampiran
dibagian skripsi ini.
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakah di
SMP Negeri 1 Palibelo dengan
jumlah sampel 25 orang siswa.
Penelitian dilaksanakan dengan
melakukan pengajaran remedial guna
mengatahui pengaruhnya terhadap
peningkatan prestasi belajar IPS
Sejarah siswa kelas VII1 di SMP
Negeri 1 Palibelo.
Berdasarkan hasil penelitian di
atas, jumlah skor keseluruhan siswa
dari hasil evaluasi adalah 1900
dengan nilai rata-rata 76. dengan
klasifikasi angka yang diperoleh
siswa antara 80-89 dengan
kualisifikasi tinggi sebanyak 13
oarng siswa, 70-79 sebanyak 8 orang
siwa dengan kualisifikasi sedang dan
antara 60-69 sebanyak 4 orang siswa
dengan kualisifikasi rendah. Ini
membuktikan bahwa nilai rata-rata
siswa masuk pada kualisifikasi
tingga yaitu antara 80-89 sebanyak
13 orang. Dari jumlah 25 orang
siswa, 4 orang siswa belum
mendapat kriteria ketuntasan
minimal yaitu dengan memperoleh
nilai 60, sedangkan kriteria
ketuntasan minimal adalah dengan
nilai 65. Dengan demikian dari 4
orang ini akan dilakukan remdial
untuk memnuhi ketuntasan belajar
siswa.
Remedial dilakukan sesuai
dengan permasalahan yang terjadi
sehingga siswa belum mendapatkan
ketuntasan belajar, hal yang
dilakukan guru adalah dengan
memberikan pembinaan kepada
siswa agar lebih memperhatikan guru
di saat proses belajar berlangsung.
Guru melakukan pengulangan materi
dan memberikan tugas berupa soal
untuk memperbaiki nilai yang belum
mencapai ketuntasan minimal. Dari
hasil remedial tersebut, siswa yang
melakukan remedial mengalami
peningkatan dengan nilai 65-70.
Dengan demikian dari 25 orang
siswa telah mencapai kriteria
ketuntasan minimal.
Dari hasil perhitungan tersebut,
bahwa pengajaran remedial mampu
meningkatkan prestasi belajar siswa
karena pengajaran remedial dapat
mengeluarkan siswa dari kesulitan
belajar dan permasalaha yang
dihadapi, pengajaran ini memungkinkan siswa untuk
menciptakan suasana yang dapat
mengembangkan diri seoptimal
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
52
52
mungkin sehingga criteria
keberhasilan minimal belajar dapat
tercapai. Proses awal dalam
pengajaran remedial dalam penelitian
ini adalah mempelajari kesulitan
belajar yang dialami oleh siswa.
Kesulitan belajar merupakan suatu
kondisi di dalam proses belajar yang
ditandai oleh adanya hambatan-
hambatan tertentu untuk mencapai
hasil belajar.
Selanjutnya, dalam penelitian
ini siswa diberikan angket untuk
disisi dan diberikan jawaban sesuai
yang ada pada petunjuk angket.
Angket ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat
pengaruh pengajaran remedial
terhadap peningkatan prestasi belajar
IPS sejarah siswa kelas VII1. Jumlah
pertanyaan dalam angket sebanyak
25 item pertanyaan yang diberikan
skor berdasarkan jawaban masing-
masing. Dari hasil yang diperoleh
dari angket siswa, jumlah kesluruhan
jawaban angket berjumlah 1700
dengan nilai rata-rata 68 dan
kualisifikasi angka antara 51-75
dengan jumlah siswa 25 orang,
berada pada kategori sedang.
Kemudian untuk mengetahui
pengaruh variabel X (pengajaran
remedial) terhadap variabel Y
(prestasi belajar siswa) maka, telah
dilakukan analisis data dengan
menggunakan rumus regresi linear
sederhana. Hasil tersebut menunjuka
nila a adalah 1.702 dan nilai b adalah
4.814. Jadi, persamaan regresi
linearnya adalah . Dari hasil
perhitungan kesalahan standar
estimasi (se) = 0,144 dan kesalahan
standar koofisien regresi = 4.114. setelah hasil ini diperoleh, langkah
selanjutnya adalah menguji nilai t
yaitu nilai b (4,814) dikurangi
dengan hipotesis nol (β) dan dibagi
dengan kesalahan standar koofisien
regresi (Sb/4,114). dari hasil
tersebut, maka nilai t yang diperoleh
adalah 1.176. hal ini menunjukan
bahwa nilai t hitung lebih besar dari
pada nilai nilai t tabel pada taraf
signifikasi 5% atau (1,176) > t tabel
(0,396).
Berdasarkan perhitungan di
atas, ini berarti metode pengajaran
remedial memiliki pengaruh yang
kuat dalam meningkatkan prestasi
belajar IPS sejarah siswa kelas VII1
SMPN 1 Monta. Hal ini menunjukan
bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.
PENUTUP
Dari hasil penelitian yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka penulis
dapat mengambil suatu kesimpulan,
sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelitian,
jumlah skor keseluruhan siswa dari
hasil evaluasi adalah 1900 dengan
nilai rata-rata 76. dengan klasifikasi
angka yang diperoleh siswa antara
80-89 dengan kualisifikasi tinggi
sebanyak 13 oarng siswa, 70-79
sebanyak 8 orang siwa dengan
kualisifikasi sedang dan antara 60-69
sebanyak 4 orang siswa dengan
kualisifikasi rendah. Ini
membuktikan bahwa nilai rata-rata
siswa masuk pada kualisifikasi
tingga yaitu antara 80-89 sebanyak
13 orang. Dari jumlah 25 orang
siswa, 4 orang siswa belum
mendapat kriteria ketuntasan
minimal yaitu dengan memperoleh
nilai 60, sedangkan kriteria
ketuntasan minimal adalah dengan nilai 65. Dengan demikian dari 4
orang ini akan dilakukan remdial
untuk memnuhi ketuntasan belajar
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
53
53
siswa. Dari hasil remedial tersebut,
siswa yang melakukan remedial
mengalami peningkatan dengan nilai
65-70. Dengan demikian dari 25
orang siswa telah mencapai kriteria
ketuntasan minimal.
Hasil yang diperoleh dari
angket siswa, jumlah kesluruhan
jawaban angket berjumlah 1700
dengan nilai rata-rata 68 dan
kualisifikasi angka antara 51-75
dengan jumlah siswa 25 orang,
berada pada kategori sedang.
Kemudian untuk mengetahui
pengaruh variabel X (pengajaran
remedial) terhadap variabel Y
(prestasi belajar siswa) maka, telah
dilakukan analisis data dengan
menggunakan rumus regresi linear
sederhana. Hasil tersebut menunjuka
nila a adalah 1.702 dan nilai b adalah
4.814. Jadi, persamaan regresi
linearnya adalah . Dari hasil
perhitungan kesalahan standar
estimasi (se) = 0,144 dan kesalahan
standar koofisien regresi = 4.114.
setelah hasil ini diperoleh, langkah
selanjutnya adalah menguji nilai t
yaitu nilai b (4,814) dikurangi
dengan hipotesis nol (β) dan dibagi
dengan kesalahan standar koofisien
regresi (Sb/4,114). dari hasil
tersebut, maka nilai t yang diperoleh
adalah 1.176. hal ini menunjukan
bahwa nilai t hitung lebih besar dari
pada nilai nilai t tabel pada taraf
signifikasi 5% atau (1,176) > t tabel
(0,396).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. 2004. Psikologi Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arifin, H.M.. 1994. Ilmu Pendidikan
Islam, Cet. III; Jakarta : Bumi
Aksara
Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur
Penelitian. Jakarta. Rineka
Karya
________________. 2001.
Metodologi Penelitian.
Jakarta. Rineka Karya
________________. 2002. Prosedur
Penelitian-
SuatuPendekatan Praktis,
Jakarta, Rineka Cipta.
Darmadi, Hamid. 2011. Metode
Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfa Beta
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. 2002. Kamus
Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka)
Hasis, Izhar. (2001). Remedial
Teaching. Malang: Universitas
Negeri Malang Press
Hamid Hasan, S. (1996), Pendidikan
Ilmu Sosial, Jakarta :
Depdiknas.
Leonard, Kenworthy, S. (1981),
Social Studies For The
Eighties, Canada : John
Wiley & Sons.
Mardalis. 2001. Metodologi
Research Social. Jakarta.
Rineka Cipta.
Margono. 2004. Metodologi
Penelitian Pendidikan, PT.
Rineka Cipta: Jakarta
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
54
54
Muhibbin Syah. (2003). Psikologi
Pendidikan Dengan
Pendekatan Baru. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Nurkancana. 1981. Evaluasi
Pendidikan. Surabaya. Usaha
Nasional.
Purwanto, Ngalim, M. 2001. Prinsip-
prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya)
Purwanto, Ngalim, M. 2003.
Psikologi Pendidikan, (Bandung:
Remaja Rosadakarya)
Purnomo, Sidik. (2009).
Pembelajaran Remedial.
http://kidispur.blogspot.com/2009/01
/. Akses 29 Maret 2010.
Sugiyono.1999. Metode Penelitian.
Jakarta. Haji Mas Agung
________ 2011. Statistika Untuk
Penelitian. Bandung: Alfa
Beta, Cv
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-
Faktor yang
Mempengeruhinya. (Jakarta:
Rineka Cipta)
Sukardi, Dewa Ketut. 1983.
Bimbingan dan Penyuluhan
Belajar di Sekolah,
(Surabaya: Usaha Nasional)
Suryabrata, Sumardi. 2002. Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada)
Sabri, Alisuf. 1996. Alisuf Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya)
Syamsudin, Abin. 2004. Psikologi
Kependidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Supartini, Endang. (2001).
Diagnostik kesulitan Belajar
dan Pengajaran Remedial.
Yogyakarta: FIP-UNY
Walgito. 1998. Bimbingan dan
Penyuluhan di Sekolah.
Yogyakarta. Usaha Nasiona
Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 4. No. 1, Januari-juni 2014 ISSN: 2088-0294
36