Upload
dini-damayanti
View
248
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pelemas otot
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Obat pelumpuh otot adalah obat yang dapat digunakan selama intubasi dan
pembedahan untuk memudahkan pelaksanaan anestesi dan memfasilitas intubasi.
Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau
untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah
suatu operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh. Relaksasi otot jurik dapat
dicapai dengan mendalamkan anestesi umum inhalasi, blokade saraf regional, dan
memberikan pelumpuh otot. Dengan relakasasi otot ini akan memfasilitasi intubasi
trakea, mengontrol ventilasi mekanik dan mengoptimalkan kondisi pembedahan. Pada
prinsipnya, obat ini menginterupsi transmisi impuls saraf pada neuromuscular
junction. Daerah diantara motor neuron dan sel saraf disebut neuromuscular junction.
Membrane selneuron dan serat otot dipisahkan oleh sebuah celah (20 nm) yang disebut
sebagai celah sinaps.
I.2 Tujuan Percobaan
- Dapat mengetahui efek obat pelemas otot
- Dapat mengetahui obat-obat yang bekerja pada syaraf otonom
- Mengetahui cara kerja obat-obat syaraf otonom
I.3 Hipotesis
Penyuntikkan yang dilakukan pada mencit yaitu diazepam dan striknin, kedua
obat tersebut bersifat antagonis. Striknin yang disuntikkan setelah diazepam efeknya
tidak akan berlangsung cepat karena masih adanya efek diazepam yang masih bekerja
pada tubuh mencit. Karena diazepam merupakan golongan obat yang proses
absorbsinya berlangsung lama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot
rangka atau untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk
mempermudah suatu operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh. Obat
relaksan otot yang beredar di Indonesia terbagi dalam dua kelompok obat yaitu obat
pelumpuh otot dan obat pelemas otot yang bekerja sentral. Berikut pembagiannya :
1. Obat pelumpuh otot
Jenis obat pelumpuh otot ini yang beredar di pasaran hanya golongan
penghambat transmisi neuromuskular. Golongan ini terbagi dalam dua ;
a. Obat penghambat kompetitif
Pancurunium (Pankuronium), Vecoronium (Vekorunium), Atracurium
(Atrakurium) dan Rocuronium (Rokuronium). Obat penghambat kompetitif
merupakan aminosteroid non-depolarisasi. Sehingga obat golongan ini tidak
menimbulkan stimulasi awal pada otot sebelum otot normal kembali. Obat
pelumpuh otot golongan ini biasa digunakan untuk mempermudah pemasangan
intubasi endotracheal dan membuat relaksasi pada otot rangka sebelum operasi
atau pemasangan alat bantu nafas. Berawal dari penelitian terhadap racun panah
suku indian, kurare oleh Claude Bernard yang menyimpulkan tempat kerja kurare
bukan di syaraf pusat tetapi di sambungan saraf -otot. Dari sintesa kurare
didapatkan zat aktifnya yaitu d-Tubokurarin. Dari hasil penelitian lebih lanjut
didapat Pancuronium yang 5 kali lebih kuat daripada d-Tubokurari, dengan efek
kardiovaskuler dan pelepasan histamin yang lebih rendah. Vecoronium sama atau
sedikit lebih kuat dari Pancuronium, dengan efek kardiovaskuler yang lebih
rendah lagi. Sedangkan Atracurium merupakan pelumpuh otot sintetik dengan
masa kerja sedang. Potensinya 3-4 kali lebih rendah daripada Pancuronium.
b. Obat penghambat secara depolarisasi persisten ;
succinylcholine (suksinilkolin).
Berbeda dengan dengan penghambat kompetitif, Succinylcholine
menghambat dengan cara menimbulkan depolarisasi persisten pada lempeng
akhir saraf, karena Succinylcholine bekerja sebagai agonis ACh (Asetilkolin)
tetapi tidak segera dipecah seperti halnya dengan ACh. Succinylcholine
mempunyai perbedaan penting dengan obat pelumpuh otot yang lain dalam
kecepatan dan lama kerjanya. Dengan sifatnya ini, derajat relaksasi otot rangka
dapat diubah dalam ½ - 1 menit setelah pengubahan kecepatan infus. Setelah
penghentian infus, efek relaksasi hilang dalam 5 menit. Semua pelumpuh otot
adalah senyawa amoniumkuarterner maka tidak menimbulkan efek sentral
karena tidak dapat menembus sawar darah otak.
2. Obat pelemas otot yang bekerja sentral
Diazepam : Valium, Stesolid, Mentalium
Di samping khasiat anksiolitis, relaksasi otot dan hipnotiknya, senyawa
benzodiazepin ini (1961) juga berdaya antikonvulsi. Berdasarkan khasiat ini,
diazepam digunakan pada epilepsi dan dalam bentuk injeksi i.v. terhadap status
epilepticus. Pada penggunaan oral dan dalam klisma (retiole), resorpsinya baik
dan cepat tetapi dalam bentuk suppositoria lambat dan tidak sempurna. K.l. 97-99%
diikat pada protein plasma.
Benzodiazepines yang memiliki efek yang lebih menenangkan, seperti
estazolam (ProSom), dapat diresepkan untuk pengobatan jangka pendek dari
gangguan tidur. Mereka mempengaruhi neurotransmitter aminobutyric gamma-
asam (GABA). Neurotransmitor kimia otak yang memfasilitasi komunikasi antara sel-
sel otak. GABA bekerja dengan menurunkan aktivitas otak. Walaupun kelas
berbeda CNS depressants bekerja dengan cara yang unik, pada akhirnya itu
adalah kemampuan mereka untuk meningkatkan aktivitas GABA yang
menghasilkan mengantuk atau efek menenangkan. Walaupun efek yang
menguntungkan ini untuk orang yang menderita dari kecemasan atau gangguan
tidur, barbiturat dan benzodiazepin dapat kecanduan dan harus digunakan hanya
sebagai diresepkan.
CNS depressants tidak boleh digabungkan dengan obat atau zat yang
menyebabkan kantuk, termasuk rasa sakit resep obat-obatan, beberapa overthe-
counter dingin dan alergi obat, atau alkohol. Jika digabungkan, mereka dapat
memperlambat pernapasan, atau lambat baik hati dan pernapasan, yang dapat
berakibat fatal. Berkepanjangan menghentikan penggunaan dosis tinggi dapat
menyebabkan depresi SSP untuk penarikan. Karena mereka bekerja dengan
memperlambat brain. Aktivitas, potensi konsekuensi dari penyalahgunaan adalah
bahwa ketika seseorang berhenti mengambil depresan SSP. Aktivitas dapat rebound
ke titik yang kejang dapat terjadi. Seseorang berpikir tentang mereka mengakhiri
penggunaan depresan SSP, atau yang telah berhenti dan penderitaan penarikan, harus
berbicara dengan seorang dokter dan mencari perawatan medis. (Tan Hoan Tjay dan
Kirana Rahardja, 2007)
Striknin
Striknin termasuk obat yang bekerja sebagai stimulan medula spinalis dan
konvulsinya disebut konvulsi spinal. Striknin merupakan alkaloid utama dalam
nux vormica, tanaman yang banyak tumbuh di India. Striknin merupakan
penyebab keracunan tidak sengaja. Striknin bekerja dengan cara mengadakan
antagonisme kompetitif terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah
penghambatan postsinaps. Striknin menyebabkan pada semua bagian sistem
syaraf pusat. Obat ini merupakan konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada
hewan konvulsi berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak.
Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat
yang merangsang neuron pusat. Sifat khas lainnya adalah kontraksi ekstensor
yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik seperti pendengaran,
penglihatan, perabaan. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan motorik
hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi dan
akhirnya terjadi konvulsi tetani.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
A. Alat
- Jarum suntik
- Timbangan hewan coba
B. Bahan
- Mencit dengan jenis kelamin dan umur yang sama
- Diazepam 5 mg/kgBB ( C = 10 mg/20 ml)
- Striknin 0,75 mg/kgBB ( C = 0,01 % )
III.2 Cara Kerja
A. Pelemas Otot
1. Disediakan dua ekor mencit
2. Diamati keadaan biologi dari hewan coba meliputi ; bobot badan, frekwensi
jantung, laju nafas, reflex, tonus otot, kesadaran, rasa nyeri dan gejala lainnya
bila ada.
3. Dihitung dosis yang akan diberikan kepada hewan coba :
- Diazepam 5 mg/kgBB ( C = 10 mg/20 ml)
- Striknin 0,75 mg/kgBB ( C = 0,01 % )
4. Pada salah satu mencit disuntikkan secara intra peritoneal larutan diazepam
5. 30 menit kemudian disuntikkan striknin.
6. Pada mencit yang lainnya disuntikkan secara intra peritoneal larutan striknin,
30 menit kemudian disuntikkan larutan diazepam.
7. Diamati gejala yang terjadi dengan selang waktu setiap 10 menit.
8. Tentukan onset dan durasinya.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Data Pengamatan
Tabel 1. Data biologi hewan coba
PengamatanHewan Coba
Mencit 1 Mencit kel. 10
Bobot badan 19,44 g 16,50 g
Frekwensi jantung 256/menit 144/menit
Laju nafas 248/menit 138/menit
Refleks ++++ +++
Tonus otot ++++ +++
Kesadaran ++++ +++
Rasa nyeri ++++ +++
Gejala lain :
Defekasi
+++
Tabel 2. Perhitungan dosis diazepam dan striknin
Mencit Berat mencit Obat Dosis (volume pemberian)
1 19,44 g Diazepam 0,19 ml
19,44 g Striknin 0,15 ml
Tabel 3. Pengamatan gejala yang terjadi
Pengamatan
Perlakuan
Diazepam Striknin
0 10 20 30 40 50 60
Frekwensi jantung 304/menit 248/menit 280/menit 276/menit 296/menit 304/menit 296/menit
Laju nafas 184/menit 136/menit 160/menit 192/menit 192/menit 276/menit 212/menit
Refleks +++ ++ + + ++ +++ +++
Tonus otot ++ + + + ++ +++ +++
Kesadaran +++ ++ ++ ++ ++ +++ ++++
Rasa nyeri +++ ++ ++ ++ ++ +++ +++
Gejala lain :
Salivasi +++
Onset 1:4 menit 1 menit
Durasi 1 : 2 jam
Tabel 4. Pengamatan gejala yang terjadi kelompok 10
Pengamatan
Perlakuan
Striknin Diazepam
0 10 20 30 40 50 60
Frekwensi jantung 144/menit 168/menit 126/menit 106/menit 100/menit 186/menit
Laju nafas 180/menit 180/menit 126/menit 121/menit 110/menit 168/menit
Refleks +++ +++ +++ ++ ++ ++
Tonus otot +++ +++ +++ ++ ++ ++
Kesadaran +++ +++ +++ ++ ++ ++
Rasa nyeri +++ +++ ++ ++ ++ ++
Gejala lain :
Salivasi
Defekasi
++
++
-
++
-
++
-
-
-
-
+
-
Onset
Durasi
Ket : ++++ = sangat aktif, +++ = aktif, ++ = lemah, + = sangat lemah
IV.2 Perhitungan dosis
Diazepam C = 10 mg/20 ml
D = 5 mg/kgBB
BM = 19,44 g
5 mgkg BB
= x19,44 g
5 mg1000 g
= x19,44 g
x=5 x19,441000
¿0,0972 mg
ml injeksi
10 mg20 ml
=0,0972y ml
y=0,0972 x2010
¿0,19 ml
Striknin C = 0,01 %
D = 0,75 mg/kgBB
BM = 19,44 g
0,75 mgkg BB
= x19,44 g
0,75 mg1000 g
= x19,44 g
x=0,75 x19,441000
¿0,0146 mg
ml injeksi
0,01100
=0,0146 x 10−3
yml
y=0,0146 x 10−3 x1000,01
¿0,146 ml 0,15 ml
IV.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu mengenai pelemas otot yang bertujuan untuk
mengetahui efek dari obat pelemas otot. Obat yang dipakai yaitu diazepam dan
striknin. Sebelum melakukan percobaan yaitu mengamati keadaan biologi dari hewan
coba, hasilnya frekwensi jantung 256 per menit, laju nafas 248 per menit dan refleks,
tonus otot, kesadaran serta rasa nyeri yang normal.
Percobaan pertama yaitu menyuntikkan obat pelemas otot terlebih dahulu
yaitu diazepam secara intra perintoneal dengan dosis 0,19 ml pada mencit yang
berbobot 19,44 gram. Diazepam bekerja dalam mengurangi spastisitas sebagian di
medula spinalis. Pada menit ke-10 frekwensi jantung dan laju nafas mencit
mengalami penurunan yaitu 248 dan 136 per menit begitupun dengan tonus otot,
kesadaran dan rasa nyeri. Namun pada menit ke-20 dan 30, frekwensi jantung dan laju
nafas pada mencit mengalami naik turun, hal ini disebabkan karena kesalahan pada
saat pengamatan ynag dilakukan oleh pengamat yang berbeda. Onset dari obat
diazepam yaitu 1 menit 49 detik.
Percobaan selanjutnya yaitu penyuntikkan obat striknin setelah 30 menit dari
penyuntikkan diazepam. Striknin merupakan stimulan SSP yang dapat meningkatkan
denyut jantung dan laju nafas. Namun pada menit ke-40 sampai menit ke-60
frekwensi jantung dan laju nafas mengalami naik dan turun. Serta pengamatan pada
aktifitasnya, mencit masih dalam keadaan pengaruh obat pelemas otot. Hal ini
disebabkan masih adanya efek dari diazepam yang masih berlangsung pada tubuh
mencit. Onset dari striknin yaitu 1 menit.
Beda halnya dengan penyuntikkan obat diazepam setelah penyuntikkan
striknin. Pada penyuntikkan striknin, mencit mengalami peningkatan pada frekwensi
jantung dan laju nafas. Striknin merupakan stimulan SSP yang mudah diserap dari
saluran cerna dan tempat suntikkan, segera meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan.
Striknin segera dimetabolisme terutama oleh enzim mikrosom sel hati dan diekskresi
melalui urin. Kemudian dilakukan penyuntikkan diazepam 30 menit setelah
penyuntikkan striknin. Kerja dari striknin dihambat oleh diazepam yang berlangsung
cepat. Diazepam merupakan obat penekan SSP non-selektif. Hal ini dibuktikan
dengan penurunan keadaan biologis dari mencit.
BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Diazepam merupakan obat pelemas otot. Diazepam bekerja dalam mengurangi
spastisitas sebagian di medula spinalis.
2. Striknin merupakan stimulan SSP yang mudah diserap dari saluran cerna dan
tempat suntikkan, segera meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Striknin
segera dimetabolisme terutama oleh enzim mikrosom sel hati dan diekskresi
melalui urin.
3. Efek dari diazepam lebih kuat dan lama berlangsung dalam tubuh mencit
dibandingkan dengan efek striknin.
4. Hasil percobaan sesuai dengan hipotesis yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Katzung,B.G.,1998.Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal 351
Katzung, Bertram G.2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika
Mien R, dkk. 2014.Penuntun Praktikum Farmakologi I.Bogor: Universitas Pakuan
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja.(2007).Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya.Edisi Keenam, Cetakan Pertama. Jakarta: PT.Elex Media
Komputindo. Hal.424