79
JURNAL Inflamasi : Hubungan Antara Endometriosis Dengan Kelahiran Preterm Felice Petraglia, M. D., a Felice Arcuri, b Ph. D., Dominique de Ziegler, M. D., c dan Charles Chapron, M. D. c Endometriosis adalah penyakit inflamasi kronik yang mempengaruhi kesehatan wanita. Nyeri dan infertilitas merupakan gejala utama yang disebabkan oleh disfungsi hormonal atau gangguan imun yang menyebabkan kerusakan di endometrium. Terdapat mekanisme patofisiologi yang hampir sama antara endometriosis dan kelahiran preterm: hormon, sitokin, neurohormon dan growth factor berinteraksi dalam mempengaruhi sekresi prostaglandin dan ekstraseluler matriks yang mengaktifkan proses inflamasi di dalam membran plasenta dan endometrium. Molekul-molekul dan mekanisme yang sama dapat memberikan bukti bahwa kelahiran preterm adalah hasil yang sering terjadi pada pasien hamil dengan endometriosis. Kata kunci : Endometriosis, Kelahiran Preterm, Inflamasi, Sitokin, Neurohormon, Growth factors Inflamasi menggambarkan proses fisiologi yang terjadi apabila jaringan merespon terhadap berbagai 1

jurnal LENGKAP

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: jurnal LENGKAP

JURNAL

Inflamasi : Hubungan Antara Endometriosis Dengan Kelahiran Preterm

Felice Petraglia, M. D.,a Felice Arcuri,b Ph. D., Dominique de Ziegler, M. D.,c

dan Charles Chapron, M. D.c

Endometriosis adalah penyakit inflamasi kronik yang mempengaruhi

kesehatan wanita. Nyeri dan infertilitas merupakan gejala utama yang disebabkan

oleh disfungsi hormonal atau gangguan imun yang menyebabkan kerusakan di

endometrium. Terdapat mekanisme patofisiologi yang hampir sama antara

endometriosis dan kelahiran preterm: hormon, sitokin, neurohormon dan growth

factor berinteraksi dalam mempengaruhi sekresi prostaglandin dan ekstraseluler

matriks yang mengaktifkan proses inflamasi di dalam membran plasenta dan

endometrium. Molekul-molekul dan mekanisme yang sama dapat memberikan

bukti bahwa kelahiran preterm adalah hasil yang sering terjadi pada pasien hamil

dengan endometriosis.

Kata kunci : Endometriosis, Kelahiran Preterm, Inflamasi, Sitokin,

Neurohormon, Growth factors

Inflamasi menggambarkan proses fisiologi yang terjadi apabila jaringan

merespon terhadap berbagai macam gangguan. Inflamasi dapat digambarkan

sebagai kondisi kompleks yang ditandai dengan terdapatnya kemerahan, rasa

hangat, pembengkakan dan nyeri. Saat ini inflamasi dihubungkan dengan regulasi

dari prostaglandin, kemokin, sitokin dan pola pengenalan reseptor. Inflamasi

mempunyai peranan penting dalam mempertahankan homeostasis jaringan.

Bagaimanapun juga, reaksi inflamasi yang berlebihan atau respon tubuh yang

kurang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit.

Mediator inflamasi merupakan komponen-komponen yang berperan

penting dalam fungsi reproduksi wanita, seperti: ovulasi, menstruasi, implantasi

embrio dan kehamilan. Persistiwa fisiologi ini memerlukan peran yang harmonis

antara sinyal-sinyal endokrin, yaitu sekresi dari H-P-O axis yang sesuai dengan

1

Page 2: jurnal LENGKAP

waktunya. GnRH menstimulasi hipofisis untuk mensekresi FSH dan LH yang

kemudian mengaktifkan E2 dan P yang berfungsi pada ovulasi, proliferasi dan

diferensiasi sel-sel endometrium, pembentukan korpus luteum, regresi serta

menstruasi saat tidak terjadi kehamilan.

Sehingga, hubungan endokrin-inflamasi memiliki peran yang penting

dalam memastikan kesuksesan suatu reproduksi yang berlanjut pada saat

kehamilan, dimana hormon dan proses inflamasi lokal mencapai kesetimbangan

sehingga menyebabkan pertumbuhan uterus dan keadaan non-kontraktilitas dari

myometrium. Persalinan kemungkinan besar berhubungan dengan akhir dari

keseimbangan antara hormon dan proses inflamasi tersebut.

Inflamasi, endometrium, dan endometriosis

Endometrium adalah jaringan reproduksi yang kaya akan mediator

inflamasi. Sel imun endometrium bermigrasi dari sumsum tulang yang

menyebabkan perubahan yang penting untuk implantasi embrio dan hasil

kehamilan yang baik. Sel-sel imun yang banyak terdapat di endometrium sudah

diketahui sejak beberapa dekade, terutama mengenai gambaran klasik perubahan

histologi dari jaringan ini. Tahapan-tahapan menstruasi berbanding lurus dengan

respon inflamasi, dimana akumulasi dari leukosit pada endometrium sebelum

terjadinya menstruasi mengindikasikan adanya peran penting sel-sel ini pada

proses remodelling. Sedangkan neutrofil dan eusinofil muncul pada saat fase pre-

menstrual saja. Migrasi dari leukosit ke dalam endometrium muncul akibat adanya

respon antara sitokin dan kemokin( IL-8 meregulasi pembentukan neutrofil

sebelum menstruasi) dan diperkuat lebih jauh dengan adanya aktifitas dari COX-2

dan PGE2. Efek dari PG pada pembuluh darah lokal menyebabkan eksudasi dari

protein plasma dan leukosit melalui endotel dan membran sel yang menyebabkan

munculnya karakteristik proses inflamasi akut, seperti pembengkakan, kemerahan,

dan rasa hangat. Leukosit tersebut mempengaruhi perubahan fisiologis dan

terjadinya penyakit pada traktus genitalia perempuan, dan juga memiliki peranan

penting dalam kehamilan.

2

Page 3: jurnal LENGKAP

Estrogen dan progesteron memiliki efek langsung pada sel-sel

endometrium, yaitu merangsang seksresi sitokin dan kemokin. Estrogen dan

progesteron juga dapat bekerja melalui efek mediator dari sejumlah growth factor

dan neurohormon lokal. Peran penting dari IGF-1 dan TGF-β atau aktivin telah

ditemukan dimana berfungsi dalam meregulasi fase proliferasi endometrium dan

diferensiasi menjadi fase sekretorik.

Semua peristiwa hormon seks dan mediator tersebut dihubungkan dengan

perubahan populasi sel-sel imun di dalam endometrium yang berawal dari jalur

endokrin-imun yang penting di dalam fungsi reproduksi. Perubahan kembali dari

bentuk jaringan ikat terlibat dalam proses inflamasi ini dan membutuhkan

keseimbangan diantara aktivitas matrix metaloproteinase (MMPs) dan MMPs

inhibitor. MMP mempengaruhi proliferasi, diferensiasi motilitas dan apoptosis sel

dengan cara meregulasi protein matriks ekstraseluler yang berinteraksi dengan sel.

MMP-7, MMP-11, MMP-12, diekspresikan di dalam endometrium selama

peluruhan menstruasi dan ditekan oleh progesteron selama fase sekretorik.

Hormon androgen dan glukokortikoid juga memainkan peran yang penting

dalam fungsi endometrium (proliferasi, apoptosis, remodelling). Dan efek tersebut

diregulasikan oleh ekspresi lokal dari enzim aromatase dan 11-βHydroxisteroid

dehidrogenase (11-bHSD) yang pada akhirnya memperbesar peranan dari enzim-

enzim lokal tersebut di dalam fungsi endometrium. Ketidakseimbangan endokrin

menyebabkan disregulasi peristiwa imunitas lokal dan sebagai akibatnya terjadi

reaksi inflamasi yang abnormal. Sehingga menyebabkan adanya hipo atau hiper-

aktivasi mediator inflamasi yang mempengaruhi dinamika remodelling sel

endometrium. Hiperaktifitas dari jaringan inflamasi tersebut kemungkinan

merupakan kunci utama dari perubahan endometrium yang merugikan

(endometriosis, hiperplasia endometrium) dan juga hasil kehamilan yang

merugikan (preeklampsia, kelahiran preterm, dan IUGR)

Endometriosis adalah suatu kelainan inflamasi kronik berupa tumor jinak

yang menyebabkan nyeri dan mempengaruhi fertilitas melalui mekanisme yang

berbeda sehingga memiliki efek yang berbeda pula. Interaksi oosit dan sperma,

cadangan ovarium, implantasi, tergantung dari jaringan tempat terjadinya

3

Page 4: jurnal LENGKAP

endometriosis. Terdapat hubungan antara endometriosis dan inflamasi yang

menyebabkan kerusakan jaringan dari ovarium, destruksi dari epitel germinativum

dengan penurunan jumlah oosit yang tersedia serta adanya distorsi pada anatomi

pelvis yang kemungkinan diakibatkan oleh pembentukan massa ovarium yang

besar atau perubahan endometrium.

Ketidakseimbangan estrogen dan progesteron kemungkinan menjadi awal

dari pembentukan endometriosis. Hiperekspresi dari reseptor estrogen mungkin

juga menyebabkan terjadinya proliferasi sel endometrium dan penurunan

apoptosis yang pada akhirnya menstimulasi fase awal endometriosis. Resistensi

reseptor progesteron kemungkinan menimbulkan pergeseran dari rasio PRB/PRA,

yang merupakan ketidakseimbangan endokrin lain yang menyebabkan

peningkatan proliferasi sel inflamasi, angiogenesis, penurunan apoptosis, dan

kegagalan desidualisasi. Dan ternyata benar, ketidakseimbangan ER/PR pada

wanita dengan endometriosis dapat dihubungkan dengan peningkatan aktivasi sel

darah putih dan makrofag. Sekresi IL-1, IL-6 dan TNF-α; hiperekspresi dari

peptida atau growth factor di cairan peritoneum dan lesi endometrium serta stres

oksidasi dan proliferasi sel endometrium. Pada saat yang sama, di endometrium

eutopik, penurunan diferensiasi desidua dengan penurunan ekspresi PRL dan

CRH-R1 berkontribusi dalam penjelasan infertilisasi. Peningkatan ekspresi COX-

2 menyebabkan sekresi yang berlebihan PGE2 dan PGF2α di dalam uterus dan

jaringan endometrium pada wanita dengan endometriosis yang berujung pada

nyeri pelvis. Aromatase sebuah enzim lokal yang diekspresikan secara belebihan

pada endomeriosis menyebabkan biosintesis yang abnormal dari estradiol(E2)

yang pada akhirnya meningkatkan formasi PGE2 dengan stimulasi ekspresi dari

COX-2 umpan balik positif antara estrogen dan PG yang membantu dalam

proliferasi dan karakteristik inflamasi dalam endometriosis.

Invasi peritoneum oleh sel stroma adalah proses kunci yang dimodulasi

oleh aktivin sehingga menyebabkan peningkatan ekspresi dari MMP, dimana yang

paling sering diakibatkan oleh resistensi progesteron dan peningkatan sekresi

sitokin. Gen polimorfism atau ekspresi yang berubah dari enzim matrix degrading

dapat memfasilitasi invasi jaringan endometrium ke permukaan peritoneum.

4

Page 5: jurnal LENGKAP

Penurunan apoptosis di peritoneum merupakan faktor lain yang mungkin

berkontribusi dalam mempertahankan sel endotelial dalam keadaan agresif.

Estrogen, sitokin, dan faktor angiogenetik (VEGF, FGF, IGFs dan derivat

platelet growth factor) dimana kesemuanya itu diekspresikan baik oleh

endometrium yang eutopik maupun yang ektopik, berperan dalam angiogenesis

yang penting bagi progresifitas penyakit. Sekali sel endometrium telah

menginvasi endometrium dan mendapatkan suplai darah mereka dapat

berimplantasi, dan proses implantasi kronik dimulai. Dimana dapat dihubungkan

dengan hipersekresi mediator inflamasi yang menyebabkan nyeri dan infertilitas.

Inflamasi, kehamilan dan kelahiran pretem

Kehamilan ditandai oleh peningkatan hormon dan aktivitas imun. Inisiasi

kehamilan ditandai dengan sekresi HCG dan produksi progesteron dan relaxin

oleh korpus luteum selama kehamilan, plasenta merupakan kelenjar endokrin

tambahan yang berkontribusi dalam peningkatan estrogen dan progesteron serum

seiring bertambahanya usia kehamilan. Estrogen dan progesteron merupakan

hormon yang penting dalam mempersiapkan kehamilan. Progesteron yang

disintesis kemudian oleh syncitiothropoblast plasenta, memainkan peranan yang

penting dalam implantasi embrio dan mempertahankan relaksasi endometrium.

Karakteristik dari kehamilan manusia adalah kurangnya penurunan kadar

progesteron serum menjelang persalinan, dimana perubahan fungsi progesteron

reseptor isoform (PRB PRA berubah menjadi PRA PRB) dianggap penting.

Estrogen yang juga merupakan produk trophoblast berfungsi dalam menjaga

homeostasis kehamilan, dan penggeseran rasio E3/E2 menandai peran estrogen

pada awal persalinan. Plasenta juga merupakan tempat cadangan hormon stress

yang baik dan CRH merupakan neurohormon plasenta yang berhubungan dengan

homeostasis fetoplasenta yang memiliki efek hormonal dan imunologik.

Hormon sex steroid mempengaruhi sistem imun dan memodulasi keadaan

inflamasi. Sejak awal kehamilan, pada tempat implantasi, kemungkinan respon

dari allograf fetus, leukosit, macrophages dan sel dendritik normalnya

berakumulasi di sekitar sel-sel trophoblast yang sedang menginvasi sel-sel

5

Page 6: jurnal LENGKAP

endometrium dan ikut serta dalam pembersihan debris sel yang mengalami

apoptosis. Peningkatan sistem imun memiliki peranan yang penting dalam

fetomaternal, serta kesuksesan pembentukan plasenta. Awal kehamilan ditandai

dengan adanya profil proinflamasi yang dominan dengan kadar sitokin dan

kemokin yang tinggi, yang kemudian menurun selama pertengahan kehamilan dan

kemudian meningkat lagi pada saat kehamilan aterm. Peran kunci dari sel desidua

pada chemoattractant antara neutrofil dan monosit. Invasi sel-sel trofoblas

merupakan peristiwa yang penting dan kegagalan pembentukan plasenta dapat

berujung kepada hasil kehamilan yang buruk. Invasi sitotrofoblas ke kedalaman

yang tepat di uterus juga merupakan faktor utama dalam penentuan hasil

kehamilan. Invasi yang berlebihan dapat berakibat pada perkembangan desidua

yang abnormal dengan penempelan plasenta ke miometrium yang juga abnormal.

Invasi yang tidak adekuat dapat masuk ke dalam patofisiologi terjadinya

preeklampsi, karena tekanan arteriol-arteriol uterus meningkat dan dapat terjadi

kegagalan adaptasi, seperti adanya interaksi desidua miometrium inadekuat dapat

menyebabkan perkembangan ke arah kelahiran preterm.

Mendekati waktu persalinan, sitokin proinflamasi secara aktif melakukan

remodelling serviks, melemahkan dan memecah kulit ketuban serta mengaktivasi

kontraksi uterus, sehingga dapat terjadi pengeluaran janin dan juga plasenta.

Secara khusus sitokin inflamasi terlibat dalam kontraktilitas miometrium (TNF-α

dan IL-1β mempunyai efek yang sama seperti oksitosin terhadap endometrium,

mengingkatkan ekspresi COX-2 dan produksi PGE2 oleh sel-sel miometrium),

sedangkan IL-6 meregulasi ekspresi reseptor oksitosin di sel-sel miometrium;

ruptur selaput ketuban (IL-1 meningkatkan kadar MMP-9, kolagenasi dan

ekspresi prostaglandin serta penurunan kadar inhibitor jaringan yaitu MMP-2);

pematangan serviks (sitokin meningkatkan produksi dari MMP-1, MMP-3, MMp-

8, MM-9, catepsin S, COX-2 dan PGE2).

Selama kehamilan, hormon stress atau infeksi atau faktor penyebab lain

(stress oksidatif, perdarahan) dapat merubah keseimbangan sitokin, yang

menentukan pergeseran pada kaskade produksi sitokin inflamasi yang terlibat

6

Page 7: jurnal LENGKAP

dalam peningkatan kontraktilitas uterus, pematangan serviks dan ruptur selaput

ketuban yang terjadi pada aborsi spontan dan kelahiran preterm.

Kelahiran preterm muncul sekitar 12-13% (Amerika Serikat) dan 5-9%

(Eropa) dan disebabkan oleh berbagai macam mekanisme. Penyebabnya secara

umum dibagi menjadi beberapa kategori yang berbeda, namun semuanya

memiliki kesamaan yaitu hipersekresi dari sitokin dan kemokin inflamasi;

peningkatan regulasi COX-2 dan kadar prostaglandin; dan aktivasi MMP pada

selaput ketuban, miometrium, serviks, dan pembuluh darah perifer, yang

mengakibatkan pematangan serviks, peningkatan kontraksi uterus dan

melemahnya selaput ketuban.

Beberapa mekanisme hormonal terlibat didalam kelahiran preterm.

Ketidakseimbangan antara estrogen dan progesteron adalah salah satunya.

Hipersekresi dari estriol merupakan akibat dari peningkatan sekresi androgen fetal

adrenal oleh adanya perubahan plasenta melalui aromatase. Wanita dengan

kelahiran peterm memiliki sekresi serum yang tinggi serta rasio E3/E2 yang lebih

tinggi. Penurunan PRB dan peningkatan ekspresi PRA juga merupakan bukti pada

wanita dengan kelahiran preterm, mendukung adanya penurunan aktivitas

antikontraktilitas dari progesteron. Kortisol dan hormon stress (CRH dan ACTH)

juga terlibat di dalam kelahiran preterm. Aktivasi dari HPA axis merupakan

peristiwa endokrin utama pada stress dan selama kehamilan kortisol di

metabolisme menjadi kortison oleh 11-βHSD plasenta, yang melindungi janin dari

efek kortisol. Pada kelahiran preterm plasenta dan selaput ketuban memiliki

ekspresi 11-βHSD yang rendah sehingga memungkinkan adanya aktivasi

peristiwa yang berhubungan dengan stress. Peningkatan sekresi horman CRH

plasenta merupakan bukti yang jelas pada kelahiran preterm, yang menunjukkan

bahwa terdapat aktivasi awal dari plasenta oleh mekanisme stress. CRH dapat

mengaktifkan sekresi prostaglandin, kontraktilitas uterus, vasodilatasi dan fungsi

imun. Ketidakseimbangan pada mekanisme antara anti-inflamasi dan pro-

inflamasi pada uterus dan plasenta merupakan peristiwa patogen yang mungkin

terjadi pada kelahiran preterm. Kemudian ekspresi dari mekanisme lokal yang

7

Page 8: jurnal LENGKAP

melindungi unit fetoplasenta dari inflamasi (lipoxin) telah ditemukan dan

peranannya di dalam kelahiran preterm sampai saat ini masih diteliti.

Endometriosis dan Kelahiran Preterm

Endometriosis pada kehamilan kemungkinan dapat dihubungkan dengan

hasil kehamilan yang buruk. Preeklampsia, IUGR dan kalahiran preterm

kemungkinan dapat dikorelasikan dengan endometriosis, namun pada jurnal ini

kami hanya menjelaskan hubungannya dengan kelahiran preterm. Korelasi antara

endometriosis dan kelahiran preterm ditunjukkan oleh beberapa penelitian

retrospektif.

Penilitian dari Skandinavia telah dilakukan terhadap sekelompok besar

wanita dengan riwayat endometriosis. Wanita-wanita dengan riwayat

endometriosis memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami kelahiran preterm,

dimana keadaan inflamasi kronik endometriosis kemungkinan mengakami

korelasi dengan kelahiran preterm. Hal ini juga berlaku pada Crohn’s disease dan

rheumathoid artritis yang juga berhubungan dengan kelahiran preterm.

Pada penelitian retrospektif kohort, peningkatan resiko kelahiran preterm

telah dilaporkan pada beberapa wanita dengan endometrioma yang menjalani

ART (Assisted Reproductive Technology), yang menunjukkan bahwa

endometrium yang abnormal dan pembentukan desidua yang tidak baik dapat

merubah proses pembentukan plasenta. Penelitian case control juga menunjukkan

adanya korelasi anatara kelahiran preterm dan adenomiosis, begitu juga terhadap

wanita dengan infertilitas yang bersifat idiopatik. Tidak ada perbedaan yang

ditemukan pada kejadian kelahiran preterm antara perempuan dengan

endometriosis minimal dengan infertilitas yang idiopatik yang sedang menjalani

ART. Ekspresi endometrium yang tidak biasa dari neurohormon atau growth

factor serta angiogenesis yang terganggu telah ditemukan dapat menentukan

pembentukan plasenta dan fungsi desidua yang abnormal. Tetapi beberapa dari

hasil penelitian ini mungkin memiliki interpretasi yang berbeda sesuai dengan

bukti terbaru bahwa bahkan embrio di dalam kultur dengan perpanjangan waktu

dapat dikaitkan dengan peningkatan resiko kelahiran preterm, yang mungkin

8

Page 9: jurnal LENGKAP

dapat diakibatkan karena pengaruh epigenetik pada gen yang berhubungan dengan

kelahiran preterm.

Kesimpulannya, kondisi endometrium dapat menentukan kualitas

implantasi dan perkembangan plasenta serta mempengaruhi hasil dari kehamilan.

Sistem imunoendokrin sangat penting bagi fungsi endometrium yang normal,

dimana hormon seks steroid, neurohormon, sitokin dan growth factor

berkontribusi dalam proses remodelling endometrium dengan menginduksi

perubahan di membran basal, angiogenesis dan jalur inflamasi. Di lain pihak, pada

saat kehamilan, interaksi trofoblas-desidua dipengaruhi oleh suatu sistem

imunoendokrin, yang meliputi pemeran yang sama (hormon seks steroid,

neurohormon, sitokin dan growth factor) dan mungkin dapat mempengaruhi

perkembangan kehamilan. Keadaan inflamasi yang berlebihan dapat berujung

pada kekacauan jalur imunoendokrin endometrium yang pada akhirnya dapat

menyebabkan endometriosis; pola ini kemungkinan dapat mempengaruhi interaksi

desidua trofoblas dan mengaktivasi mekanisme yang dapat menyebabkan

kelahiran preterm. Sehingga dengan mempertimbangkan kesehatan wanita,

seorang pasien infertil dengan endometriosis harus lebih diawasi apabila dia

hamil. Resiko kelahiran preterm pada wanita ini harus dipertimbangkan walaupun

penelitian yang lebih jauh dibutuhkan untuk membuktikan kebenaran didalam

aplikasi nyata.

9

Page 10: jurnal LENGKAP

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Endometriosis merupakan penyakit yang hanya diderita kaum perempuan.

Prevalensi endometriosis cenderung meningkat setiap tahun, walaupun data

pastinya belum dapat diketahui. Menurut Jacoeb (2007), angka kejadian di

Indonesia  belum dapat diperkirakan karena belum ada studi epidemiologik, tapi

dari data temuan di rumah sakit, angkanya berkisar 13,6-69,5% pada kelompok

infertilitas. Bila persentase tersebut dikaitkan dengan jumlah penduduk sekarang,

maka di negeri ini akan ditemukan sekitar 13 juta penderita endometriosis pada

wanita usia produktif. Kaum perempuan tampaknya perlu mewaspadai penyakit

yang seringkali ditandai dengan nyeri hebat pada saat haid ini (Widhi, 2007).

Gejala endometriosis sangat tergantung pada letak sel endometrium ini

berpindah. Yang paling menonjol adalah adanya nyeri pada panggul, sehingga

hampir 71-87% kasus didiagnosa akibat keluhan nyeri kronis hebat pada saat haid,

dan hanya 38% yang muncul akibat keluhan infertil (mandul). Tetapi ada juga

yang melaporkan pernah terjadi pada masa menopause dan bahkan ada yang

melaporkan terjadi pada 40% pasien histerektomi (pengangkatan rahim). Selain

itu juga 10% endometriosis ini dapat muncul pada mereka yang mempunyai

riwayat endometriosis dalam keluarganya (Widhi, 2007).

Penyakit endometriosis umumnya muncul pada usia reproduktif. Angka

kejadian endometriosis mencapai 5-10% pada wanita umumnya dan lebih dari

50% terjadi pada wanita perimenopause. Gejala endometriosis sangat tergantung

pada letak sel endometrium ini berpindah. Yang paling menonjol adalah adanya

nyeri pada panggul, sehingga hampir 71-87% kasus didiagnosa akibat keluhan

nyeri kronis hebat pada saat haid, dan hanya 38% yang muncul akibat keluhan

infertil (mandul). Tetapi ada juga yang melaporkan pernah terjadi pada masa

menopause dan bahkan ada yang melaporkan terjadi pada 40% pasien

10

Page 11: jurnal LENGKAP

histerektomi (pengangkatan rahim). Selain itu juga 10% endometriosis ini dapat

muncul pada mereka yang mempunyai riwayat endometriosis dalam keluarganya

(Widhi, 2007).

Partus prematurus (persalinan preterm) didefinisikan sebagai pengeluaran

hasil konsepsi dari kavum uteri yang dapat hidup pada usia kehamilan 20-37

minggu.23,24 Partus prematurus terjadi pada 7-10 % kehamilan sebelum minggu ke-

37, 3-4 % kehamilan sebelum minggu ke-34 dan 1-2 % kehamilan sebelum

minggu ke-32.22,25 Persalinan preterm merupakan hal yang berbahaya karena

potensial meningkatkan kematian perinatal sebesar 65%-75%, umumnya

berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir rendah dapat disebabkan oleh

kelahiran preterm dan pertumbuhan janin yang terhambat. Keduanya sebaiknya

dicegah karena memiliki dampak yang negatif; tidak hanya kematian perinatal

tetapi juga morbiditas, potensi generasi akan datang, kelainan mental dan beban

ekonomi bagi keluarga dan bangsa secara keseluruhan.24

Di Amerika Serikat setiap tahun terjadi lebih dari 1 juta partus prematurus

(10% dari kelahiran normal).25 Angka kejadian persalinan preterm di Indonesia

berkisar antara 10-20%.26 Penyebab persalinan preterm adalah multifaktorial dan

sering kali tidak diketahui. Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadi

kontraksi spontan yaitu kelainan bawaan uterus, ketuban pecah dini, serviks

inkompeten dan kehamilan ganda. Ada pula faktor resiko lain yang mungkin

menimbulkan partus prematurus, misalnya usia, tinggi badan, tingkat sosio-

ekonomi, riwayat persalinan preterm sebelumnya, riwayat lahir mati, tidak

menikah dan perokok berat.23 Menurut Iams JD dalam prematurity prevention and

treatment, faktor resiko lain yang mempengaruhi persalinan preter, ialah adanya

riwayat penyakit infeksi menular seksual, perdarahan setelah trimester I, ada

infeksi saluran kemih, anemia (hematokrit < 34%), dan terdapat pembukaan

serviks sebelum umur kehamilan 32 minggu (pembukaan serviks > 1 cm dan

pendataran serviks < 1 cm).28 Teori berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan

oleh Hippocrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang maka

hasil konsepsi akan segera dikeluarkan. Ditemukan oleh peneliti di Inggris dan di

Amerika, berat ibu yang menunjukkan kemungkinan kurang gizi juga mempunyai

11

Page 12: jurnal LENGKAP

resiko persalinan prematur yang meningkat dibandingkan dengan yang bergizi

lebih baik.22

Berdasarkan hasil penelitian European Society of Human Reproduction

and Embryology, ditemukan 5 dari 100 perempuan tanpa endometriosis

melahirkan secara prematur, yaitu sekitar 37 minggu kehamilan bukan seperti

normalnya 40 minggu, hampir 7 dari 100 perempuan dengan endometriosis

melahirkan prematur. Ini berarti ada 33% resiko lebih besar kelahiran prematur

pada perempuan yang mengidap endometriosis.

II. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang endometriosis

dan kelahiran preterm secara umum, serta hubungan antara endometriosis dengan

kejadian kelahiran preterm.

12

Page 13: jurnal LENGKAP

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi Genitalia Interna Wanita

1. Vagina

Vagina merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan

rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus

sfingter ani dan muskulus levator ani, oleh karena itu dapat dikendalikan. Vagina

terletak antara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depannya sekitar 9 cm

dan dinding belakangnya sekitar 11 cm. Bagian serviks yang menonjol ke dalam

nagina disebut dengan portio. Portio uteri membagi puncak (ujung) vagina

menjadi: forniks anterior, forniks posterior, forniks dextra dan forniks sinistra. Sel

dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam dengan

PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama

vagina sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi,

alat hubungan eks dan merupakan jalan lahir pada waktu persalinan.

2. Uterus

Uterus atau rahim berfungsi sebagai tempat implantasi ovum yang

terfertilisasi dan sebagai tempat perkembangan janin selama kehamilan sampai

dilahirkan. Uterus terletak anterior terhadap rectum dan posterior terhadap vesica

urinaria. Uterus berbentuk seperti pear terbalik dan ukuran uterus pada wanita

yang belum pernah hamil (nullipara) adalah panjang 7,5 cm, lebar 5 cm dan tebal

2,5 cm. Uterus terbagi dalam 2 bagian besar yaitu corpus uteri, dan serviks uteri.

Corpus adalah bagian uterus (2/3 superior uterus) yang melebar, terletak di antara

kedua lembar ligmentum latum dan tidak dapat digerakkan. Di dalam corpus uteri

terdapat cavum uteri yang membuka keluar melalui saluran (kanalis sevikalis)

yang terletak di serviks (1/3 inferior uterus). Bagian bawah serviks yang berada di

vagina dinamakan portio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang

13

Page 14: jurnal LENGKAP

berada di atas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan

serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.1

Bagian atas uterus disebut fundus uteri, yang merupakan bagian uterus

yang berbentuk seperti kubah berada di bagian superior dan tempat dimana tuba

fallopi kanan dan kiri masuk ke uterus.1

Gambar 1. Anatomi uterus3

Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina kiri dan kanan yang terdiri

atas ramus ascendens dan ramus descendens. Pembuluh darah ini berasal dari

arteri iliaca interna (disebut juga arteria hipogastrika) yang melalui dasar

ligamentum latum masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm di

atas forniks lateralis vagina. Pembuluh darah lain yang memperdarahi uterus

adalah arteria ovarika kiri dan kanan. Arteria ini berjalan dari lateral dinding

pelvis melalui ligamentum infundibulo-pelvikum mengikuti tuba fallopii dan

beranastomosis dengan ramus ascendens arteria uterina di sebelah lateral kanan

dan lateral kiri uterus. Bersama-sama dengan arteri tersebut di atas terdapat vena-

vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena hipogastrika.1

Getah bening yang berasal dari serviks akan mengalir ke daerah obturatorial

dan inguinal, selanjutnya ke daerah vasa iliaka. Dari korpus uteri saluran getah

bening akan menuju ke daerah paraaorta atau paravertebra dalam. Kelenjar-

kelenjar getah bening penting artinya dalam operasi karsinoma.3

14

Page 15: jurnal LENGKAP

Gambar 2. Posisi Uterus2

Dinding uterus mempunyai 3 lapisan, yaitu endometrium, miometrium, dan

perimetrium.4,5

a. Endometrium

Merupakan lapisan mukosa uterus yang terdiri dari epitel selapis silindris

dan lamina propria. Epitelnya terdiri dari 2 macam sel seperti di tuba uteri yaitu

sel yang mempunyai silia dan sel sekretori. Pada lamina propria banyak

ditemukan glandula uterine yang berbentuk tubular simpleks, selain itu juga dapat

ditemukan jaringan pengikat kolagen irregular dengan bermacam-macam sel

berbentuk stelat, sel leukosit, makrofag dan serabut retikular. Serat jaringan

ikatnya terutama berasal dari kolagen tipe III. Morfologi dan fisiologi

endometrium dipengaruhi oleh berbagai macam hormon. Endometrium kaya akan

vaskularisasi dan memiliki 3 komponen yaitu: 5,6

1) Lapisan paling dalam; epitel selapis columnar (bersilia dan sel sekretori)

yang melapisi lumen

15

Page 16: jurnal LENGKAP

2) Endometrial stroma; daerah lamina propria yang sangat tebal

3) Endometrial glands; berkembang sebagai invaginasi luminal epithelium dan

sebagian besar memanjang ke miometrium. Endometrium dibagi atas 2

daerah, yaitu:

a) Stratum fungsionale yang melapisi rongga uterine dan divaskularisasi

oleh A. Spiralis yang berkelok-kelok sehingga disebut juga coiled

arteri. A. spiralis akan membentuk arteriol, kemudian anyaman kapiler

dipermukaan endometrium. Stratum fungsionale akan dilepaskan atau

meluruh pada saat menstruasi.

b) Stratum basale yang dekat dengan miometrium. Divaskularisasi oleh

A. basalis yang berbentuk lurus dan pendek. Lapisan ini bersifat

permanen dan membentuk stratum fungsional baru ketika setelah

menstruasi. A. basalis dan A. spiralis berasal dari A. arcuata yang

terletak di perbatasan myometrium dan endometrium.

Gambar 3. Lapisan uterus6

b. Miometrium

Merupakan lapisan otot polos yang tebal, terdiri dari 3 lapisan otot yang

tidak berbtas tegas. Lapisan yang paling luar dan paling dalam berjalan

longitudinal/oblique, sedangkan lapisan yang di tengah berjalan sirkular. Pada

lapisan yang ditengah terdapat pembuluh-pembuluh darah besar sehingga disebut

stratum vaskulare. Lapisan ini diperdarahi oleh A. arcuata. Makin kearah serviks,

16

Page 17: jurnal LENGKAP

sel-sel otot makin berkurang digantikan oleh jaringan pengikat fibrosa. Di serviks,

miometrium terdiri dari jaringan pengikat padat irregular yang banyak

mengandung serabut elastis dan hanya sedikit sel-sel otot polos.5,6

Ukuran dan jumlah sel-sel otot di miometrium dipengaruhi oleh kadar

hormon estrogen. Pada kehamilan sel-sel otot akan bertambah banyak

(hyperplasia) dan bertambah besar (hipertrofi) karena produksi hormon estrogen

meningkat. Setelah mentruasi hormon estrogen berkurang, maka sel-sel otot juga

akan mengecil, bahkan bila tidak ada estrogen maka sel-sel otot miometrium akan

mengalami atrofi. Ketika melahirkan terjadi koordinasi kontraksi miometrium

yang merespon terhadap oksitosin dari hipofisis posterior yang membantu

mengeluarkan fetus dari uterus.5,6

c. Perimetrium

Bagian anterior uterus ditutupi oleh tunika adventitia (jaringan pengikat

tanpa sel epitel) yang menutupi urinary bladder dan membentuk vesicouterine

pouch. Bagian lateral menjadi broad ligament, sedangkan bagian fundus dan

posterior ditutupi oleh tunika serosa yang terdiri dari selapis sel epitel gepeng

yang disebut mesotel dan jaringan pengikat longgar yang melapisi rektum dan

membentuk kantung rectouterine.5,6

Gambar 4. Lapisan uterus6

3. Tuba Fallopii

17

Page 18: jurnal LENGKAP

Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan

diameternya antara 3 sampai 8 mm. Fungsi tuba sangat penting, yaitu untuk

menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa

ovum dan hasil konsepsi, tempat terjadinya konsepsi dan tempat pertumbuhan dan

perkembangan hasil konsepsi sampai membentuk blastula yang siap melakukan

implantasi.

4. Ovarium

Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan

kanan di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum

latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum

dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi

adalah pematangan folikel de graaf dan mengeluarkan ovum. Ketika dilahirkan,

wanita memiliki cadangan ovum sebanyak 100.000 buah di dalam ovariumny, bila

habis maka disebut menopause. Ovarium memiliki 3 fungsi, yaitu : memproduksi

ovum, memproduksi hormon esterogen dan memproduksi hormon progesteron.

Memasuki pubertas yaitu sekitar usia 13-16 tahun dimulai pertumbuhan folikel

primordial ovarium yang mengeluarkan homon esterogen. Esterogen merupakan

hormon terpenting pada wanita. Pengeluaran hormon ini menumbuhkan tanda

seks sekunder pada wanita seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut

pubis, pertumbuhan rambut ketiak, dan akhirnya terjadi pengeluaran darah

menstruasi pertama yang disebut dengan menarch. Awal-awal menstruasi sering

tidak teratur karena folikel de graaf belum melepaskan ovum yang disebut

dengan ovulasi. Hal ini terjadi karena memberikan kesempatan kepada esterogen

untuk menumbuhkan tanda-tanda seks sekunder. Paa usia 17-18 tahun menstruasi

sudah teratur dengan interval 28-30 hari yang berlangsung kurang lebih 2-3 hari

disertai dengan ovulasi, sebagai tanda dari kematangan organ reproduksi wanita.

II.2. Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

18

Page 19: jurnal LENGKAP

1. Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan siklik dan periodik dari uterus disertai

pelepasan endometrium. Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal

mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi yang berikutnya. Hari

mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus wanita yang

berovulasi 97% berkisar antara 21 – 35 hari dengan rata – rata 28 hari. Lama

menstruasi biasanya bervariasi antara 3 – 5 hari namun ada yang sampai 7 – 8

hari. Jumlah darah yang keluar rata – rata adalah 33,2 ± 16 cc. Jumlah darah

menstruasi lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah menstruasi tidak membeku

disebabkan karena adanya fibrinolisin. Usia waktu pertama kalinya mendapat

menstruasi (menarche) bervariasi, yaitu antara 10 – 16 tahun, tetapi rata – rata

12,5 tahun. Usia menarche dipengaruhi genetik, keadaan gizi, dan keadaan

kesehatan secara umum. Menarche terjadi di tengah – tengah masa pubertas.

Sesudah masa pubertas, wanita memasuki masa reproduksi, yaitu masa dimana ia

dapat memperoleh keturunan. Masa reproduksi ini berlangsung 30 – 40 tahun dan

berakhir pada masa mati menstruasi (menopause).2

Hal yang memegang peranan penting dalam siklus menstruasi dan ovulasi

adalah hubungan antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-

pituitary-ovarian axis). Hipotalamus mengawasi sekresi hormon gonadotropin

oleh adenohipofisis melalui sirkulasi portal khusus. Hipotalamus menghasilkan

Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH) yang merangsang pelepasan

Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari

hipofisis.2

Siklus menstruasi normal berkaitan dengan siklus uterus (fase proliferasi,

fase sekresi, menstruasi) dan siklus ovarium (fase folikel, saat ovulasi, fase luteal).

Fase folikel pada siklus ovarium diawali dari penurunan kadar estrogen dan

progesterone yang memberikan rangsangan feedback positif terhadap hipotalamus

dalam memproduksi GnRH. Peningkatan GnRH akan merangsang hipofisis

anterior (adenohipofisis) melepaskan FSH dan LH. Jumlah FSH yang dilepaskan

tidak sebanyak LH karena FSH tidak diperlukan dalam jumlah banyak dalam

merangsang sel granulosa pada folikel primer, sedangkan LH diperlukan dalam

19

Page 20: jurnal LENGKAP

jumlah banyak dalam merangsang sel teka pada folikel primer. FSH dan LH akan

merangsang pertumbuhan sel granulosa dan sel teka pada sel folikel yang

mengelilingi oosit primer. Sel granulosa selanjutnya akan memproduksi gel yang

akan mengelilingi oosit primer sehingga disebut sebagai zona pelusida. Sel

granulosa juga akan memproduksi estrogen dalam jumlah besar yang mengisi

antrum (rongga cairan kaya akan estrogen di antara jaringan granulosa) yang

terjadi pada hari ke-5 fase folikel dan estrogen yang juga dilepaskan ke aliran

darah. Estrogen di aliran darah memberikan suatu feedback negatif pada

adenohipofisis terutama FSH, sehingga produksi FSH dan LH berkurang, dimana

FSH lebih banyak ditekan dengan tujuan agar folikel yang matang hanya satu.

Produksi FSH dan LH tidak hilang sama sekali dengan maksud agar masih

merangsang pematangan folikel dan folikel terus memproduksi estrogen. Estrogen

terus meningkat sampai suatu saat mencapai puncak. Memuncaknya estrogen

justru akan menyebabkan lonjakan LH. Efek dari lonjakan LH ini akan

menyebabkan oosit primer pada folikel primer mengalami meisois kedua sehingga

menjadi oosit sekinder sebelum mengalami ovulasi, selanjutnya lonjakan LH ini

juga akan merangsang pembentukan prostaglandin yang mencerna dinding sel

granulosa dan sel teka pada folikel sehingga oosit sekunder akan dilepas bersama

sel granulosa yang menjadi korona radiata dan zona pelusida dimana periode ini

disebut dengan ovulasi. Hal ini akan menyebabkan rusaknya dinding folikel yang

yang merupakan tanda berakhirnya fase folikel. Sel granulosa dan sel teka yang

tertinggal di ovarium membesar dan membentuk vakuola serta terjadi

penumpukan pigmen kuning (lutein) kemudian folikel berubah menjadi korpus

luteum. Luteinized granulosa cells dalam korpus luteum itu meningkatkan

progesteron dan luteinized theca cells juga meningkatkan estrogen namun tidak

sebanyak progesterone sehingga kedua hormon ini meningkat tinggi pada fase

luteal. Apabila tidak terjadi kehamilan, mulai 10 – 12 hari setelah ovulasi, korpus

luteum mengalami regresi berangsur angsur disertai dengan berkurangnya kapiler

– kapiler dan diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron dan estrogen.

Penurunan sekresi estrogen dan progesteron merupakan tanda berakhirnya fase

luteal dan akan dimulainya fase folikel kembali. Namun dengan adanya

kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan dari

20

Page 21: jurnal LENGKAP

Human Chorionic Gonadothropin (HCG), yang dihasilkan oleh sinsiotrofoblast.

Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pasca

ovulasi) yang merupakan waktu yang tepat untuk mencegah regresi luteal. HCG

memelihara korpus luteum hingga 9 – 10 minggu kehamilan sampai plasenta telah

terbentuk.2,7

Pada endometrium akan terjadi perubahan – perubahan siklik yang terjadi

yang berkaitan erat dengan aktifitas ovarium. Dibedakan 3 fase pada

endometrium, yaitu fase menstruasi, fase proliferasi, dan fase sekresi. Fase

menstruasi bersamaan dengan akhir dari fase luteal atau awal dimulainya fase

folikel pada ovarium, yaitu akibat dari penurunan kadar progesteron dan estrogen

akan menyebabkan terlepasnya endometrium dari dinding uterus yang disertai

perdarahan. Darah menstruasi mengandung darah vena dan arteri dengan sel darah

merah yang mengalami hemolisis atau aglutinasi, sel – sel epitel dan stroma yang

mengalami disintegrasi dan otolisis, serta sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar

vulva dimana fase ini berlangsung 3 – 4 hari. Fase proliferasi berlangsung dari

hari ke-4 sampai hari ke-15 siklus menstruasi. Fase proliferasi bersamaan dengan

fase folikel ovarium yaitu dibawah pengaruh estrogen yang meningkat yang akan

menyebabkan pertumbuhan endometrium dan miometrium di uterus serta

meningkatkan reseptor progesteron di uterus sebagai persiapan apabila terjadi

pembuahan. Pada fase ini ditandai dengan kelenjar yang lurus, pendek dan sempit

serta stroma yang tumbuh aktif dan padat. Tebal endometrium pada fase

proliferasi menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase sekresi berlangsung dari hari ke-14

sampai hari ke-28 siklus menstruasi. Fase sekresi bersamaan dengan fase uteal

dari ovarium. Fase ini dipengaruhi oleh progesteron dan estrogen dalam jumlah

besar. Pada fase ini endometrium kira – kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar

berubah menjadi panjang, berlekuk lekuk dan mengeluarkan getah yang makin

lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang

kelak akan diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan

perubahan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium menerima telur yang

dibuahi.2,7

21

Page 22: jurnal LENGKAP

Gambar 5. Siklus Menstruasi4

2. Konsepsi/Fertilisasi

Pembuahan adalah suatu peristiwa penyatuan antara sperma dengan ovum

di tuba fallopii, umumnya terjadi di ampula tuba, pada hari ke sebelas sampai

empat belas dalam siklus menstruasi. Ada jutaan sperma yang dikeluarkan di

forniks vagina. Hanya beberapa ratus ribu sperma yang meneruskan ke kavum

uteri dan tuba. Dan hanya beberapa ratus sperma yang dapat sampai ke ampula

tuba. Hanya satu sperma yang telah mengalami proses kapasitasi yang dapat

membuahi ovum. Kaput sperma mengandung enzim hialuronidase yang dapat

meluruhkan dan menembus zona pellusida ovum. Sperma masuk ke dalam

vitellus, membangkitkan nukleus ovum yang masih dalam metafase untuk

melanjutkan pembelahan. Ovum memiliki pronukleus yang haploid. Sperma juga

22

Page 23: jurnal LENGKAP

memiliki pronukleus yang haploid. Kedua pronuklei ini saling mendekat dan

bersatu membentuk zigot. Beberapa jam kemudian zigot membelah, Sitoplasma

ovum banyak mengandung zat asam amino dan enzim. Dalam 3 hari terbentuk

suatu kelompok sel-sel yang sama besarnya. Hasil konsepsi disalurkan terus ke

pars ismika dan pars interstisialis tuba menuju kavum uteri. Dalam kavum uteri,

hasil konsepsi mencapai stadium blastula.

Gambar 6. Fertilisasi6

3. Nidasi/Implantasi

Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi ke dalam

endometrium. Blastula tersebut diselubungi oleh trofoblas yang mampu

menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai cavum uteri,

jaringan endometrium berada dalam masa sekres yang banyak mengandung sel-sel

desidua, yaitu sel-sel besar yang mengandung lebih banyak glikogen serta mudah

dihancurkan oleh trofoblas. Blastula dengan bagian yang mengandung inner-cell

mass aktif akan mudah masuk ke dalam lapisan desidua dan menyebabkan luka

kecil pada desidua yang kemudian dapat sembuh dan dapat menutup kembali.

Kadang-kadang pada saat ini terjadi perdarahan pada luka desidua (tanda

Hartman). Umumnya nidasi terjadi di dinding depan atau belakang uterus, dekat

23

Page 24: jurnal LENGKAP

pada fundus uteri. Jika nidasi ini telah terjadi, makan dimulailah differensiasi sel-

sel blastula. Sel-sel yang lebih kecil terletak dekat ruang exoxoeloma akan

membentuk entoderm dan yolk sac. Sedangkan sel-sel yang lebih besar akan

membentuk ectoderm dan ruang amnion.Maka terbentuklah suatu lempeng

embrional (embryonal plate) di antara amnion dan yolk sac. Sel-sel trofoblas

mesodermal yang tumbuh disekitar embrio akan melapisi bagian dalam trofoblas

dan membentuk sekat korionik (chorionic membrane) yang disebut dengan

korion. Sel2 trofoblas tumbuh mjd 2 lapisan, yaitu: Sitotrofoblas, di sebelah dalam

dan Sinsitiotrofoblas, di sebelah luar. Vili koriales yang berhubungan dengan

desidua basalis tumbuh bercabang-cabang membentuk korion frondosum. Vili

koriales yqng berhubungan dengan desidua kapsulasris kurang mendapat makanan

sehingga akhirnya menghilang, dan kemudian disebut chorion leave. Dalam

tingkat nidasi, trofoblas menghasilkan hormon HCG. Hormon HCG meningkat

sampai kurang lebih hari ke 60 kehamilan untuk kemudian turun kembali. Fungsi

dari hormon HCG adalah untuk mempengaruhi korpus luteum supaya dapat

tumbuh terus dan mengahsilkan progesteron, sampai plasentadapat membuat

cukup progesteron sendiri. Hormon HCG dapat diperiksan pada urin wanita hamil

sebagai pemeriksaan kehamilan.

4. Plasentasi

Plasenta merupakan organ penting bagi janin, karena sebagai alat

pertukaran zat antara ibu dan bayi atau sebaliknya. Plasenta berbentuk bundar atau

hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal ± 2,5 cm, berat rata-rata 500

gram. Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan kurang dari 16

minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Plasenta terletak

di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas kearah fundus uteri,

dikarenakan alasan fisiologis, permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas,

sehingga lebih banyak tempat untuk berimplementasi. Plasenta berasal dari

sebagian besar dari bagian janin, yaitu villi koriales atau jonjot chorion dan

sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.

Plasenta mempunyai dua permukaan, yaitu permukaan fetal dan maternal.

Permukaan fetal adalah permukaan yang menghadap ke janin, warnanya keputih-

24

Page 25: jurnal LENGKAP

putihan dan licin. Hal ini disebabkan karena permukaan fetal tertutup oleh

amnion, di bawah nampak pembuluh-pembuluh darah. Permukaan maternal

adalah permukaan yang menghadap dinding rahim, berwarna merah dan terbagi

oleh celah-celah yang berasal dari jaringan ibu. Jumlah celah pada plasenta dibagi

menjadi 16-20 kotiledon.

Gambar 7. Permukaan Plasenta

Penampang plasenta terbagi menjadi dua bagian yang terbentuk oleh

jaringan anak dan jaringan ibu. Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut

membrana chorii, yang dibentuk oleh amnion, pembuluh darah janin, korion dan

villi. Bagian dari jaringan ibu disebut piring desidua atau piring basal yang terdiri

dari desidua compacta dan desidua spongiosa.

Gambar 8. Struktur Plasenta

25

Page 26: jurnal LENGKAP

II.3. Endometriosis

1. Definisi

Endometriosis adalah jaringan ektopik (tidak pada permukaan dalam

uterus) yang memiliki susunan kelenjar atau stroma endometrium atau kedua-

duanya dan bersifat jinak, tetapi dapat menyebar ke organ-organ dan susunan

lainnya.8 Bila jaringan endometrium tersebut berimplantasi di dalam miometrium

disebut endometriosis interna atau adenomiosis, sedangkan jaringan endometrium

yang berimplantasi di luar kavum uteri disebut endometriosis eksterna atau

endometriosis sejati.8-10 Pembagian ini sekarang sudah tidak dianut lagi karena

baik secara patologik, klinik ataupun etiologik adenomiosis dan endometriosis

berbeda.9 endometriosis sering disertai pembentukan fibrosis dan perlekatan luas

menyebabkan gangguan anatomi pelvis.

2. Lokasi Endometrosis

Berdasarkan urutan tersering endometrium ditemukan ditempat-tempat

sebagai berikut :

a Ovarium;

b Peritoneum dan ligamentum sakrouterinum, kavum Douglasi, dinding

belakang uterus, tuba Fallopi, plika vesiko uterina, ligamentum

rotundum, dan sigmoid.

c Septum rektovaginal;

d Kanalis inguinalis;

e Apendiks;

f Umbilikus;

g Serviks uteri, vagina,

kandung kencing, vulva,

perineum;

h Parut laparotomi;

i Kelenjar limfe; dan

j Walaupun sangat jarang, endometriosis dapat ditemukan di lengan,

paha, pleura, dan perikardium.

26

Page 27: jurnal LENGKAP

3. Patogenesis

Sampai saat ini belum ada yang dapat menerangkan secara pasti penyebab

terjadinya endometriosis. Namun demikian beberapa ahli mencoba menerangkan

kejadian endometriosis, antara lain :

a. Teori implantasi dan regurgitasi (John A. Sampson)

Endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi)

melalui tuba ke dalam rongga pelvis.8,9 Sudah dibuktikan bahwa dalam

darah haid ditemukan sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel yang

masih hidup ini kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis.9 Teori

ini paling banyak penganutnya, tetapi teori ini belum dapat menerangkan

kasus endometriosis di luar pelvis.

b. Teori metaplasia (Rober Meyer)

Metaplasia yaitu perubahan dari satu tipe jaringan normal menjadi tipe

jaringan normal lainnya. Beberapa jaringan endometrium memiliki

kemampuan dalam beberapa kasus untuk menggantikan jenis jaringan lain

di luar rahim. Beberapa peneliti percaya hal ini terjadi pada embrio, ketika

pembentukan rahim pertama. Lainnya percaya bahwa beberapa sel dewasa

mempertahankan kemampuan mereka dalam tahap embrionik untuk

berubah menjadi jaringan reproduksi. Endometriosis terjadi karena

rangsangan pada sel-sel epitel yang berasal dari selom yang dapat

mempertahankan hidupnya di dalam pelvis. Rangsangan ini akan

menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan

endometrium.9 Secara endokrinologis, epitel germinativum dari ovarium,

endometrium dan peritoneum berasal dari epitel selom yang sama.8

c. Teori penyebaran secara limfogen (Halban)

Teori ini dikemukakan atas dasar jaringan endometrium menyebar melalui

saluran limfatik yang mendrainase rahim, dan kemudian diangkut ke

berbagai tempat pelvis dimana jaringan tersebut tumbuh secara ektopik.

27

Page 28: jurnal LENGKAP

Jaringan endometrium ditemukan dalam limfatik pelvis pada sampai 20%

dari penderita endometriosis.14

d. Teori imunologik

Banyak peneliti berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit

autoimun karena memiliki kriteria cenderung lebih banyak pada

perempuan, bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan

multiorgan, dan menunjukkan aktivitas sel B-poliklonal. Di samping itu

telah dikemukakan bahwa danazol yang semula dipakai untuk pengobatan

endometriosis yang disangka bekerja secara hormonal, sekarang ternyata

telah dipakai untuk mengobati penyakit autoimun atas dasar bahwa

danazol menurunkan tempat ikatan IgG pada monosit, sehingga

mempengaruhi aktivitas fagositik.8

Hipotesis berbeda tersebut telah diajukan sebagai penyebab endometriosis.

Sayangnya, tak satu pun dari teori-teori ini sepenuhnya terbukti, juga tidak

sepenuhnya menjelaskan semua mekanisme yang berhubungan dengan

perkembangan penyakit. Dengan demikian, penyebab pasti endometriosis masih

belum diketahui.

4. Patologi

Lokasi yang sering terdapat endometriosis ialah pada ovarium, dan

biasanya di dapati pada kedua ovarium. Pada ovarium tampak kista-kista biru

kecil sampai kista besar berisi darah tua menyerupai coklat (disebut kista coklat

atau endometrioma). Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada

dinding kista, dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium

dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadang-kadang dapat

mengalir dalam jumlah banyak ke dalam rongga peritoneum karena robekan

dinding kista, dan menyebabkan acute abdomen. Tuba pada endometriosis

biasanya normal. Pada salah satu atau kedua ligamentum sakrouterinum, kavum

Douglasi, dan permukaan uterus sebelah belakang dapat ditemukan satu atau

beberapa bintik sampai benjolan kecil yang berwarna kebiru-biruan. Juga pada

permukaan sigmoid atau rektum seringkali ditemukan benjolan yang berwarna

28

Page 29: jurnal LENGKAP

kebiru-biruan ini. Sebagai akibat dari timbulnya perdarahan pada waktu haid dari

jaringan endometriosis, mudah sekali timbul perlekatan antara alat-alat di sekitar

kavum Douglasi.9

5. Gambaran Mikroskopik

Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi

endometriosis yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium, serta perdarahan

bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi

hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel radang dan jaringan ikat, sebagai reaksi

dari jaringan endometriosis.9

6. Gambaran Klinis

Aktivitas jaringan endometriosis sama halnya dengan endometrium yakni

sangat bergantung pada hormon. Aktivitas jaringan endometriosis akan terus

meningkat selama hormon masih ada dalam tubuh, setelah menopause gejala

endometriosis akan menghilang.8 Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada

penyakit endomeriosis berupa :

a Dismenorea adalah nyeri haid siklik merupakan gejala yang sering

dijumpai. Terjadi 1-3 hari sebelum haid dan dengan makin banyaknya

darah haid yang keluar keluhan dismenorea pun akan mereda.1 penyebab

dari dismenorea ini belum diketahui, tetapi diduga berhubungan dengan

adanya vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada

waktu sebelum dan semasa haid.9

b Dispareunia merupakan gejala tersering dijumpai setelah dismenorea,

keluhan ini disebabkan adanya endometriosis di dalam kavum Douglasi.9

c Diskezia atau nyeri waktu defekasi terutama pada waktu haid, disebabkan

adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid.9

d Gangguan miksi dan hematuria bila terdapat endometriosis di kandung

kencing, tetapi gejala ini jarang terjadi.9

e Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi pada endometriosis apabila

kelainan pada ovarium demikian luasnya sehingga fungsi ovarium

terganggu.9

29

Page 30: jurnal LENGKAP

f Infertilitas juga merupakan suatu gejala endometriosis yang masih sulit

dimengerti.14 Tetapi faktor penting yang menyebabkan infertilitas pada

endometriosis ialah mobilitas tuba terganggu karena fibrosis dan

perlekatan jaringan disekitarnya.9

Pada pemeriksaan ginekologik, khususnya pada pemeriksaan vagino-rekto-

abdominal, ditemukan pada endometriosis ringan benda-benda padat sebesar butir

beras sampai butir jagung di kavum douglasi dan pada ligamentum sakrouterinum

dengan uterus dalam retrofleksi dan terfiksasi. Ovarium mula-mula dapat diraba

sebagai tumor kecil, akan tetapi dapat membesar sampai sebesar tinju.9

7. Klasifikasi Endometriosis

Menurut American Fertility Society (2007), berdasarkan visualisasi rongga

pelvis dan volume tiga dimensi dari endometriosis dilakukan penilaian terhadap

ukuran, lokasi dan kedalaman invasi, keterlibatan ovarium dan densitas dari

perlekatan. Dengan perhitungan ini didapatkan nilai-nilai dari skoring yang

kemudian jumlahnya berkaitan dengan derajat klasifikasi endometriosis (Rusdi,

2009). Klasifikasi endometriosis tersebut adalah sebagai berikut:17,20,21

a. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium I)

b. Nilai 5-15 adalah ringan (stadium II)

c. Nilai 16-40 adalah sedang (stadium III)

d. Nilai >40 adalah berat (stadium IV)

30

Page 31: jurnal LENGKAP

Tabel 1. American Society for Reproductive Medicine Revised Classification

of Endometriosis. 17,20,21

31

Endometriosis <1cm 1-3 cm >1cm

Peritoneum Permukaan 1 2 4

Dalam 2 4 6

Ovarium Kanan Permukaan 1 2 4

Dalam 4 16 20

Kiri Permukaan 1 2 4

Dalam 4 16 20

Perlekatan kavum

douglas

Sebagian Komplit

4 40

Ovarium Perlekatan <1/3 1/3-

2/3

>2/3

Kanan Tipis 1 2 4

Tebal 4 8 16

Kiri Tipis 1 2 4

Tebal 4 8 16

Tuba Kanan Tipis 1 2 4

Tebal 4 8 16

Kiri Tipis 1 2 4

Tebal 4 8 16

Page 32: jurnal LENGKAP

Skema klasifikasi berdasarkan beratnya penyakit endometriosis menurut

American Fertility Society (2007a) dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 9. American Society for Reproductive Medicine Revised

Classification of Endometriosis21

32

Page 33: jurnal LENGKAP

8. Diagnosis

Visualisasi endometriosis diperlukan untuk memastikan diagnosis.

Diagnosis biasanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dipastikan

dengan pemeriksaan laparoskopi. Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi

seperti forniks vaginae posterior, perineum, parut laparotomi dan sebagainya,

biopsi dapat memberi kepastian mengenai diagnosis.

Gambar 10. Kista cokelat pada ovarium23

Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi tanda yang khas,

hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid dapat

menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada rektosigmoid atau kandung

kencing.17 Penggunaan teknik pengambilan gambar yang khusus seperti

ultrasound, Computerized Tomography (CT scan), atau Magnetic Resonance

Imaging (MRI) juga dapat dilakukan untuk menambah informasi tentang pelvis.

Prosedur ini dapat mengidentifikasi kista dan mengetahui karakteristik dari lesi.

33

Page 34: jurnal LENGKAP

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan endometriosis diantaanya adalah dengan cara

pencegahan, terapi hormon dan terapi pembedahan.

a. Pencegahan

Kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk endometriosis.

Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu

dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-sarang

endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan jangan ditunda

terlalu lama, dan sesudah perkawinan hendaknya diusahakan supaya

mendapat anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Sikap demikian itu tidak hanya merupaka profilaksis yang baik terhadap

endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah

endometriosis timbul. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang

kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, karena dapat

menyebabkan mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga

panggul.7

b. Terapi Medis

Dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwa pertumbuhan dan

fungsi jaringan endometriosis sama seperti jaringan endometrium yang

normal, dimana jaringan endometriosis juga dikontrol oleh hormon-

hormon steroid. Data laboratorium menunjukkan bahwa jaringan

endometriosis mengandung reseptor estrogen, progesteron dan androgen,

yakni estrogen merangsang pertumbuhan jaringan endometriosis, androgen

menyebabkan atrofi, sedang progesteron masih diperdebatkan, namun

progesteron sintetik yang mengandung efek androgenik tampaknya

menghambat pertumbuhan endometriosis.9 Dari dasar tersebut, prinsip

pertama pengobatan hormonal endometriosis adalah menciptakan

lingkungan hormon rendah estrogen dan asiklik, sehingga diharapkan

kadar estrogen yang rendah menyebabkan atrofi jaringan endometriosis

dan keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid yang berarti tidak

34

Page 35: jurnal LENGKAP

terjadinya pelepasan jaringan endometrium yang normal maupun jaringan

endometriosis. Kemudian prinsip kedua adalah menciptakan lingkungan

hormon tinggi androgen atau tinggi progestogen yang secara langsung

menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. Di samping itu, prinsip tinggi

androgen atau tinggi progestogen juga menyebabkan keadaan rendah

estrogen yang asiklik karena gangguan pada pertumbuhan folikel.9

Tabel 2. Manajemen Terapi Endometriosis 20

Drug Mechanism Dosage Side effects

Gonadotropin-

releasing

hormone

analogs

Down-regulation of

pituitary receptors,

inhibition of the

hypothalamic-

pituitary-ovarian axis

leading to ovarian

suppression

Leuprolide acetate

(Lupron): 3.75-7.5 mg

IM 1-6 mo

Hot flashes, vaginal

dryness, bone

demineralization,

insomnia, libido

changes, fatigue

Nafarelin acetate

(Synarel): 200-400 µg

intranasally 1-6 mo

Goserelin acetate

(Zoladex): 3.6-mg

implant SC 28d

10.8-mg implant SC

q12wks 1-6 mo

Oral

contraceptives

Anovulation, atrophy

and decidualization

of endometrial tissue

Monophasic pill Weight gain,

breakthrough bleeding,

breast tenderness,

bloating, nausea

35

Page 36: jurnal LENGKAP

Progestins Atrophy and

decidualization of

endometrial tissue,

suppression of

gonadotropins,

inhibition of

ovulation,

amenorrhea

Medroxyprogesterone

acetate: 150 mg IM

3mo-4

Weight gain, fluid

retention,

breakthrough bleeding,

depression

30 mg PO 1-90 days

Megestrol acetate: 40

mg PO 1-6 mo

Possible bone

demineralization with

long-term use

Danazol Anovulation by

decreasing the

midcycle luteinizing

hormone surge

400-800 mg PO 1-6

Mo

Amenorrhea,

virilization, acne,

hirsutism, atrophic

vaginitis, decrease in

breast size, hot flashes,

deepening of voice

Obat-obat anti-peradangan nonsteroid atau nonsteroidal anti-

inflammatory drugs atau NSAIDs

Umumnya diresepkan untuk membantu membebasan nyeri pelvis dan

kejang menstruasi. Obat-obat pembebas nyeri ini tidak mempunyai efek

pada endometrial implants. Bagaimanapun, mereka mengurangi produksi

prostaglandin, dan prostaglandins dikenal baik mempunyai peran dalam

produksi sensasi (perasaan) nyeri. Karena diagnosis dari endometriosis

adalah hanya pasti setelah seorang wanita menjalani operasi, tentunya

akan banyak wanita-wanita yang dicurigai mempunyai endometriosis

berdasarkan pada alam dari gejala-gejala nyeri pelvisnya. Pada situasi-

36

Page 37: jurnal LENGKAP

situasi semacam ini, NSAIDs umumnya digunakan. Jika mereka bekerja

untuk mengontrol nyeri, tidak ada prosedur-prosedur atau perawatan-

perawatan media lain diperlukan. Jika mereka tidak membebaskan nyeri,

evaluasi dan perawatan tambahan umumnya terjadi.

Gonadotropin-releasing hormone analogs (GnRH analogs)

Gonadotropin-releasing hormone analogs (GnRH analogs) telah digunakan

secara efektif untuk membebaskan nyeri dan mengurangi ukuran dari

endometriosis implants. Obat-obat ini menekan produksi estrogen oleh

indung-indung telur dengan menghambat sekresi (pengeluaran) hormon-

hormon pengatur dari kelenjar pituitary. Sebagai akibatnya, periode-

periode menstruasi berhenti, meniru menopause. Bentuk-bentuk nasal

(hidung) dan suntikan dari GnRH agonists tersedia.

Danazol (Danocrine)

Danazol (Danocrine) adalah obat sintetik yang menciptakan lingkungan

hormon androgen (hormon tipe pria) yang tinggi dan estrogen yang rendah

dengan mengganggu ovulasi dan produksi estrogen indung-indung telur.

Delapan puluh persen dari wanita-wanita yang meminum obat ini akan

mempunyai pembebasan nyeri dan penyusutan dari endometriosis

implants, namun sampai dengan 75% dari wanita-wanita mengembangkan

efek-efek sampingan dari obat ini.

Aromatase inhibitors

Pendekatan yang lebih baru pada perawatan dari endometriosis telah

melibatkan pengaturan dari obat-obat yang dikenal sebagai aromatase

inhibitors [contohnya, anastrozole (Arimidex) dan letrozole (Femara)].

Obat-obat ini bekerja dengan menginterupsi pembentukan estrogen lokal

didalam endometriosis implants sendiri. Mereka juga menghalangi

produksi estrogen di indung-indung telur, otak, dan sumber-sumber lain,

seperti jaringan adipose. Penelitian sedang berlangsung untuk

mengkarakteristikan keefektifan dari aromatase inhibitors dalam

37

Page 38: jurnal LENGKAP

pengendalian endometriosis. Aromatase inhibitors menyebabkan

kehilangan tulang yang signifikan dengan penggunaan yang

berkepanjangan dan tidak dapat digunakan sendiri tanpa obat-obat lain

pada wanita-wanita premenopause karena mereka menstimulasi

pengembangan dari banyak follicles pada ovulasi.

c. Terapi Pembedahan

Endometriosis yang cukup berat (stadium III atau IV) dapat menyebabkan

kelainan anatomis pelvis, dimana hal tersebut sangat memungkinkan

merusak fertilitas (kesuburan) dengan cara mengganggu jangkauan oosit

dan transportasi sepanjang tuba fallopi. Keadaan ini umumnya diterapi

dengan cara pembedahan.13 Pada umumnya terapi pembedahan pada

endometriosis bersifat bedah konservatif yakni mengangkat saranng-

sarang endometriosis dengan mempertahankan fungsi reproduksi dengan

cara meninggalkan uterus dan jaringan ovarium yang masih sehat, dan

perlekatan sedapat mungkin dilepaskan.8,9 pembedahan konservatif dapat

dilakukan dengan dua cara pendekatan yakni laparotomi atau laparoskopi

operatif.2 Pembedahan konservatif pada pasien usia duapuluhan akhir dan

awal empatpuluhan terutama bila fertilitas di masa depan dikehendaki,

maka endometriosis yang cukup luas diterapi dengan 1) reseksi

endometriomata; 2) melepaskan perlekatan tuba dengan atau tanpa

neurektomi presakral (untuk mengurangi dismenorea); 3) suspensi uterus

(melepaskan fiksasi retroversi fundus uteri dari kavum Douglasi akibat

perlekatan endometriotik); 4) menghilangkan apendiks dikarenakan tidak

jarang sarang-sarang endometriosis terdapat pada serosa apendiks.9,14

Pembedahan radikal dilakukan pasien usia 40 tahun dengan menderita

endometriosis yang luas disertai banyak keluhan. Pilihan pembedahan

radikal histerektomi total, salpingo-ooforektomi bilateral dan

pengangkatan sarang-sarang endometriosis yang ditemukan.9,14,15

Komplikasi tersering pembedahan adalah pecahnya kista, tidak dapat

terangkatnya seluruh dinding kista secara baik dan sempurna. Hal ini

mengakibatkan tingginya perlekatan pasca-pembedahan. Untuk mencegah

pecahnya kista, dianjurkan pengobatan terapi hormonal praoperatif selama

38

Page 39: jurnal LENGKAP

beberapa bulan. Cara lain untuk mencegah pecahnya kista dengan pungsi

kista per-laparaskopi yang kemudian dilanjutkan terapi hormonal selama 6

bulan, tetapi cara ini masih belum banyak dilakukan dan masih

diperdebatkan.8

Gambar 11. Mekanisme penatalaksanaan pasien dengan endometriosis9

II.4. Kehamilan preterm

1. Definisi

Persalinan preterm adalah persalinan pada kehamilan antara 20 – 37

minggu. Angka kejadian 10 – 15% kehamilan. Penyebab utama morbiditas dan

mortalitas neonatal. 75% kematian neonatus pada persalinan preterm disebabkan

oleh karena kelainan kongenital.

2. Etiologi kelahiran preterm :

a. Komplikasi medis dan obstetrik

39

Page 40: jurnal LENGKAP

28% persalinan preterm kehamilan tunggal disebabkan oleh beberapa hal,

yaitu : 50% akibat pre eklampsia, 25% akibat gawat janin, 25% akibat

IUGR, solusio plasenta atau kematian janin. Sedangkan 72% persalinan

preterm kehamilan tunggal sisanya adalah persalinan spontan preterm

dengan atau tanpa disertai KPD.

b. Abortus iminen

Perdarahan pervaginam [ada awal kehamilan seringkali berkait dengan

meningkatnya perubahan pada outcome kehamilan. Weiss dkk (2002)

melaporkan adanya kaitan antara perdarahan pervaginam pada kehamilan

6 – 13 minggu dengan kejadian meningkatnya persalinan sebelum

kehamilan 24 minggu, persalinan preterm dan solusio plasenta. 37

c. Gaya hidup

Merokok, kenaikan BB selama kehamilan yang tidak memadai serta

penggunaan obat-obatan tertentu memiliki peranan penting dalam angka

kejadian dan outcome BBLR. Casaenuva 2005 menyimpulkan bahwa

faktor maternal lain yang berkaitan dengan persalinan preterm adalah :

Kehamilan remaja atau pada usia tua

Tubuh pendek

Kemiskinan

Defisiensi vit C

Faktor pekerjaan (berjalan jauh , berdiri lama, pekerjaan berat, jam

kerja yang terlalu lama)

d. Faktor genetik

Perkiraan bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik denga persalinan

preterm adalah sifat persalinan preterm yang berulang, menurun dalam

keluarga dan banyak pada ras tertentu.

e. Chorioamnionitis

Infeksi selaput ketuban dan cairan amnion yang disebabkan oleh berbagai

jenis mikroorganisme dapat menjelaskan peristiwa KPD dan atau

persalinan preterm. Jalan masuk mikroorganisme kedalam cairan amnion

pada kondisi selaput ketuban yang masih utuh tidak jelas. Endotoksin

sebagai produk dari bakteri dapat merangsang monosit desidua untuk

40

Page 41: jurnal LENGKAP

menghasilkan cytokine yang selanjutnya dapat merangsang asam

arachidonat dan produksi prostaglandine. Prostaglandine E2 dan F2a

bekerja dengan modus parakrin untuk merangsang terjadinya kontraksi

miometrium.

3. Faktor resiko kelahiran preterm :

a. Riwayat persalina preterm sebelumnya

Tabel 3. Recurrent Spontaneous Preterm Births According to Prior Outcome

in 15.863 Women Delivering Their First and Subsequent Pregancies at

Parkaland Hospital (Adapted from Bloom and associates 2001)26

Birth outcome Second Birth = 34 weeks

First birth = 35 weeks 5 %

First birth = 34 weeks 16 %

First and second birth = 34 weeks 41 %

Meskipun pasien hamil dengan riwayat persalinan preterm jelas memiliki

resiko tinggi mengalami persalinan preterm pada kehamilan selanjutnya,

peristiwa ini hanya 10% dari keseluruhan persalinan preterm. Dengan kata

lain 90% kejadian persalinan preterm tak dapat diramalkan berdasarkan

riwayat persalinan preterm.

b. Inkompetensia serviks

Berdasarkan naskah dari American College of Obstetrican and

Gynecologist (2001) Inkompetensia servik adalah peristiwa klinis

berulang yang ditandai dengan dilatasi servik yang berulang, persalinan

spontan pada trimester II yang tidak didahului dengan KPD, perdarahan

atau infeksi.

c. Dilatasi serviks

Dilatasi servik asimptomatik pada kehamilan setelah trimester II adalah

faktor resiko terjadinya persalinan preterm, ahli lain berpendapat bahwa

hal tersebut adalah variasi normal terutama pada pasien multipara.

41

Page 42: jurnal LENGKAP

Pemeriksaan servik pada kunjungan prenatal untuk memperkirakan adanya

persalinan preterm adalah hal yang tak perlu dan berbahaya.

d. Fetal fibronectin

Fetal fibronectin adalah glikoprotein yang dihasilkan dalam 20 bentuk

molekul dari berbagai jenis sel antara lain hepatosit, fibroblas, sel endothel

serta amnion janin. Kadar yang tinggi dalam darah maternal serta dalam

cairan amnion diperkirakan berperan dalam adhesi interseluler selama

implantasi dan dalam mempertahankan adhesi plasenta pada desidua.

Deteksi fibronectin dalam cairan servikovaginal sebelum adanya ketuban

pecah adalah “marker” adanya partus prematurus iminen. Nilai > 50

ng/mL adalah positif (pemeriksaan dengan metode ELISA dan harus

menghindari kontaminasi dengan darah dan cairan ketuban). Goldenberg

dkk (2000) : pemeriksaan fibronectin bahkan pada kehamilan 8 – 22

minggu merupakan prediktor kuat untuk terjadinya persalinan preterm.

Lowe dkk (2004) pemeriksaan fibronectin pada kasus partus prematurus

iminen dapat menurunkan lama waktu tinggal di RS.31,35

e. Vaginosis bakterial

Vaginosis bakterial adalah bukan keadaan infeksi namun adalah satu

keadaan dimana flora vagina normal ( laktobasiluspenghasil hidrogen

peroksida) diganti dengan kuman-kuman anerobik (Gardnerella vaginalis,

spesies Mobiluncus dan Mycoplasmahominis). Vaginosis bakterial sering

dikaitkan dengan abortus spontan, persalinan preterm, KPD,

chorioamnionitis dan infeksi cairan amnion. Vaginosis bakterial

menyebabkan terjadinya persalinan preterm melalui mekanisme yang sama

dengan yang terjadi akibat infeksi dalam cairan amnion. Dari penelitian

yang ada, tak ada keraguan bahwa perubahan flora vagina yang normal

seperti vaginosis bakterial memiliki kaitan erat dengan persalinan preterm

spontan. Namun demikian, sampai saat ini skrining maupun terapi dari

kondisi tersebut terbukti tidak dapat mencegah terjadinya persalinan

preterm.

f. Infeksi traktus genitalia bagian bawah

42

Page 43: jurnal LENGKAP

Infeksi chlamydia trachomatis nampaknya tidak berperan dalam proses

persalinan preterm. Goepfert dkk (2002) angka kejadian pada pasien

dengan atau tampa infeksi chlaydia atau trichomonas adalah sama.

Ramsey dkk (2003) hapusan vagina dengan pengecatan gram pada

trimester kedua yang menghasilkan peningkatan rasio polimorfonuclear

dengan sel epitel adalah prediktif untuk terjadinya persalinan preterm

sebelum minggu ke 35. Knudtson dkk (2003) wanita tidak hamil yang

menderita endometritis kronis diluar kehamilan yang ditandai dengan sel

plasma, resiko terjadinya persalinan preterm meningkat 2.5 kali lipat.30,34

g. Penyakit Periodontal

Pasien hamil yang menderita periodontitis memiliki resiko mengalami

persalinan preterm 7.5 kali lipat. Goepfert dkk (2003) Persalinan preterm

sebelum usia kehamilan 32 minggu seringkali disertai dengan periodontitis

berat.

4. Penatalaksanaan kelahian preterm :

a. Rehidrasi dan tirah baring

b. Kortikosteroid

Diberikan untuk percepatan pematangan paru. Betamethasone 12 mg IM

tiap 24 jam selama 48 jam. Dexamethasone 6 mg IM tiap 12 jam selama

48 jam. Efek optimal terjadi 24 jam setelah pemberian terakhir mencapai

puncak dalam waktu 48 jam dan bertahan sampai 7 hari. Pemberian

ulangan kortikosteroid tak berguna oleh karena dapat mengganggu

perkembangan psikomotor janin.

c. Tokolitik :

Beta mimetik (ritodrine, terbutaline)

Magnesium sulfat : Pemberian harus diawasi dengan ketat dengan

pemeriksaan: reflek patela, frekuensi pernafasan, produksi urine.

Harus tersedia antidotum calcium gluconat 10 ml dalam larutan 10%

Indomethacine (Prostaglandine syntetase inhibitors) : Pemberian dapat

peroral atau per rektal. Dosis 50-100 mg diikuti dengan pemberian

selama 24 jam yang tak melebihi 200 mg. Peck dan Lutheran (2003)

43

Page 44: jurnal LENGKAP

pemberian Indomethacine selama 7 hari atau lebih pada kehamilan

<33 minggu tidak meningkatkan resiko medis pada neonatus.

Calcium channel blocker : Aktivitas miometrium berkaita langsung

dengan kalsium bebas dalam sitoplasma dan penurunan kadar kalsium

menyebabkan terhambatnya kontraksi uterus. King dkk (2003),

menyatakan bahwa Nifedipine adalah tokolitik yang lebih aman dan

lebih efektif dibandingkan beta-mimetik. Untuk maksud tokolitik,

Nifedipine jangan digunakan bersama dengan Magnesium Sulfat oleh

karena pemberian Nifedipine akan memperkuat efek blokade

neuromuskuler yang dapat mengganggu fungsi jantung dan paru.

Dosis Nifedipine : 20 mg peroral dilanjutkan dengan pemberian 10-

20mg p.o setiap 6 jam sampai kontraksi uterus hilang.

Atosiban : Kompetitif antagonis dari kontraksi uterus akibat oksitosin.

US FDA menolak penggunaan Atosiban dalam pencegahan persalinan

prematur oleh karena efektivitas dan keamanan bagi janin atau

neonatus meragukan.

d. Antibiotika

Terapi antibiotika pada kasus persalinan preterm diperkirakan oleh

sebabesar ahli tidak memberikan manfaat dalam menghambat persalinan

preterm. Pemberian antibiotika bermanfaat untuk mencegah infeksi GBS

pada neonatus. Terapi pilihan adalah pemberian Penicilline atau

Ampicilline. Clindamycin diberikan pada pasien yang alergi terhadap

penicilline.

44

Page 45: jurnal LENGKAP

BAB III

PEMBAHASAN

Endometriosis merupakan penyakit inflamasi kronik, dimana sel-sel

endometrium ditemukan di luar cavum uteri. Dimana nyeri panggul dan

infertilitas merupakan gejala utama dari penyakit ini. Pada jurnal ini dibahas

adanya beberapa persamaan pemeran antara endometriosis dan kelahiran preterm,

seperti mediator inflamasi, sitokin, dan kemokin. Sehingga diadakan penelitian

untuk membuktikan adanya korelasi antara endometriosis dan risiko terjadinya

kelahiran preterm pada wanita hamil.

Hormon androgen dan glukokortikoid memainkan peran yang penting

dalam fungsi endometrium (proliferasi, apoptosis, remodelling). Dan efek tersebut

diregulasikan oleh ekspresi lokal dari enzim aromatase dan 11-βHydroxisteroid

dehidrogenase (11-βHSD) yang pada akhirnya memperbesar peranan dari enzim-

enzim lokal tersebut di dalam fungsi endometrium. Ketidakseimbangan endokrin

yang diakibatkan hiperekspresi enzim aromatase dan 11-βHSD menyebabkan

disregulasi peristiwa imunitas lokal dan sebagai akibatnya terjadi reaksi inflamasi

yang abnormal. Sehingga menyebabkan adanya hipo atau hiper-aktivasi mediator

inflamasi yang mempengaruhi dinamika remodelling sel endometrium.

Hiperaktifitas dari jaringan inflamasi tersebut kemungkinan merupakan kunci

utama dari perubahan endometrium yang merugikan (endometriosis, hiperplasia

endometrium) dan juga hasil kehamilan yang merugikan (preeklampsia, kelahiran

preterm, dan IUGR)

Mendekati waktu persalinan, sitokin proinflamasi secara aktif melakukan

remodelling serviks, melemahkan dan memecah kulit ketuban serta mengaktivasi

kontraksi uterus, sehingga dapat terjadi pengeluaran janin dan juga plasenta.

Secara khusus sitokin inflamasi terlibat dalam kontraktilitas miometrium (TNF-α

dan IL-1β mempunyai efek yang sama seperti oksitosin terhadap endometrium,

mengingkatkan ekspresi COX-2 dan produksi PGE2 oleh sel-sel miometrium),

sedangkan IL-6 meregulasi ekspresi reseptor oksitosin di sel-sel miometrium;

45

Page 46: jurnal LENGKAP

ruptur selaput ketuban (IL-1 meningkatkan kadar MMP-9, kolagenasi dan

ekspresi prostaglandin serta penurunan kadar inhibitor jaringan yaitu MMP-2);

pematangan serviks (sitokin meningkatkan produksi dari MMP-1, MMP-3, MMp-

8, MM-9, catepsin S, COX-2 dan PGE2).

Hal diatas seharusnya terjadi pada saat kehamilan memasuki usia

kehamilan aterm. Namun pada wanita hamil dengan endometriosis terjadi proses

inflamasi kronik, dimana terjadi perubahan keseimbangan sitokin, yang

menentukan pergeseran pada kaskade produksi sitokin inflamasi yang terlibat

dalam peningkatan kontraktilitas uterus, pematangan serviks dan ruptur selaput

ketuban yang terjadi pada aborsi spontan dan kelahiran preterm.

Pada keadaan endometriosis juga terjadi, hipersekresi dari sitokin dan

kemokin inflamasi; peningkatan regulasi COX-2 dan kadar prostaglandin; dan

aktivasi MMP pada selaput ketuban, miometrium, serviks, dan pembuluh darah

perifer, yang mengakibatkan pematangan serviks, peningkatan kontraksi uterus

dan melemahnya selaput ketuban. Yang pada akhirnya akan berujung pada

terjadinya peningkatan risiko persalinan sebelum usia kehamilan aterm.

Beberapa mekanisme hormonal juga terlibat didalam kelahiran preterm

yang dapat dihubungkan dengan endometriosis. Ketidakseimbangan antara

estrogen dan progesteron adalah salah satunya. Hipersekresi dari estriol

merupakan akibat dari peningkatan sekresi androgen fetal adrenal oleh adanya

perubahan plasenta melalui enzim lokal aromatase. Wanita dengan kelahiran

peterm memiliki sekresi serum yang tinggi serta rasio E3/E2 yang lebih tinggi.

Penurunan PRB dan peningkatan ekspresi PRA juga merupakan bukti pada wanita

dengan kelahiran preterm, mendukung adanya penurunan aktivitas

antikontraktilitas dari progesteron, sehingga akan timbul kontraksi myometrium

sebelum usia kehamilan aterm. Kortisol dan hormon stress (CRH dan ACTH) juga

terlibat di dalam kelahiran preterm. Aktivasi dari HPA axis merupakan peristiwa

endokrin utama pada stress dan selama kehamilan kortisol di metabolisme

menjadi kortison oleh 11-βHSD plasenta, yang melindungi janin dari efek

kortisol. Pada kelahiran preterm plasenta dan selaput ketuban memiliki ekspresi

11-βHSD yang rendah sehingga memungkinkan adanya aktivasi peristiwa yang

46

Page 47: jurnal LENGKAP

berhubungan dengan stress. Peningkatan sekresi horman CRH plasenta

merupakan bukti yang jelas pada kelahiran preterm, yang menunjukkan bahwa

terdapat aktivasi awal dari plasenta oleh mekanisme stress. CRH dapat

mengaktifkan sekresi prostaglandin, kontraktilitas uterus, vasodilatasi dan fungsi

imun. Ketidakseimbangan pada mekanisme antara anti-inflamasi dan pro-

inflamasi pada uterus dan plasenta merupakan peristiwa patogen yang mungkin

terjadi pada kelahiran preterm.

Korelasi antara endometriosis dan kelahiran preterm ditunjukkan oleh

beberapa penelitian retrospektif pada jurnal ini. Endometriosis pada kehamilan

kemungkinan dapat dihubungkan dengan hasil kehamilan yang buruk.

Preeklampsia, IUGR dan kalahiran preterm kemungkinan dapat dikorelasikan

dengan endometriosis.

Penilitian dari Skandinavia telah dilakukan terhadap sekelompok besar

wanita dengan riwayat endometriosis. Wanita-wanita dengan riwayat

endometriosis memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami kelahiran preterm,

dimana keadaan inflamasi kronik endometriosis kemungkinan mengalami korelasi

dengan kelahiran preterm.

Pada penelitian retrospektif kohort, peningkatan resiko kelahiran preterm

telah dilaporkan pada beberapa wanita dengan endometrioma yang menjalani

ART (Assisted Reproductive Technology), yang menunjukkan bahwa

endometrium yang abnormal dan pembentukan desidua yang tidak baik dapat

merubah proses pembentukan plasenta.

Penelitian case control juga menunjukkan adanya korelasi anatara

kelahiran preterm dan adenomiosis, begitu juga terhadap wanita dengan

infertilitas yang bersifat idiopatik. Ekspresi endometrium yang tidak biasa dari

neurohormon atau growth factor serta angiogenesis yang terganggu telah

ditemukan dapat menentukan pembentukan plasenta dan fungsi desidua yang

abnormal.

Kesimpulannya, kondisi endometrium dapat menentukan kualitas

implantasi dan perkembangan plasenta serta mempengaruhi hasil dari kehamilan.

47

Page 48: jurnal LENGKAP

Sistem imunoendokrin sangat penting bagi fungsi endometrium yang normal,

dimana hormon seks steroid, neurohormon, sitokin dan growth factor

berkontribusi dalam proses remodelling endometrium dengan menginduksi

perubahan di membran basal, angiogenesis dan jalur inflamasi. Di lain pihak, pada

saat kehamilan, interaksi trofoblas-desidua dipengaruhi oleh suatu sistem

imunoendokrin, yang meliputi pemeran yang sama (hormon seks steroid,

neurohormon, sitokin dan growth factor) dan mungkin dapat mempengaruhi

perkembangan kehamilan. Keadaan inflamasi yang berlebihan dapat berujung

pada kekacauan jalur imunoendokrin endometrium yang pada akhirnya dapat

menyebabkan endometriosis; pola ini kemungkinan dapat mempengaruhi interaksi

desidua trofoblas dan mengaktivasi mekanisme yang dapat menyebabkan

kelahiran preterm. Sehingga dengan mempertimbangkan kesehatan wanita,

seorang pasien infertil dengan endometriosis harus lebih diawasi apabila dia

hamil. Resiko kelahiran preterm pada wanita ini harus dipertimbangkan walaupun

penelitian yang lebih jauh dibutuhkan untuk membuktikan kebenaran didalam

aplikasi nyata.

48

Page 49: jurnal LENGKAP

BAB IV

KESIMPULAN

1. Endometriosis adalah penyakit inflamasi kronik yang mempengaruhi

kesehatan wanita, dimana nyeri dan infertilitas merupakan gejala utama yang

disebabkan oleh disfungsi hormonal atau gangguan imun yang menyebabkan

kerusakan di endometrium.

2. Terdapat mekanisme patofisiologi yang hampir sama antara endometriosis

dan kelahiran preterm: hormon, sitokin, neurohormon dan growth factor

berinteraksi dalam mempengaruhi sekresi prostaglandin dan ekstraseluler

matriks yang mengaktifkan proses inflamasi di dalam membran plasenta dan

endometrium.

3. Molekul-molekul dan mekanisme yang sama dapat memberikan bukti bahwa

kelahiran preterm adalah hasil yang sering terjadi pada pasien hamil dengan

endometriosis.

4. Keadaan inflamasi kronik pada penderita endometriosis di daerah panggul

dan organ-organ di sekitarnya, dapat menginduksi kehamilan sehingga terjadi

kelahiran preterm.

5. Keadaan inflamasi kronik tersebut dapat mengakibatkan peningkatan

kontraktilitas uterus, pematangan serviks dan ruptur selaput ketuban yang

terjadi pada aborsi spontan dan kelahiran preterm.

6. Kondisi endometrium dapat menentukan kualitas implantasi dan

perkembangan plasenta serta mempengaruhi hasil dari kehamilan, interaksi

trofoblas-desidua dipengaruhi oleh suatu sistem imunoendokrin, keadaan

inflamasi yang berlebihan dapat berujung pada kekacauan jalur

imunoendokrin endometrium yang pada akhirnya dapat menyebabkan

kelahiran preterm.

49

Page 50: jurnal LENGKAP

DAFTAR PUSTAKA

1. BIOMOLEKULAR

2. Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kandungan. P.T. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta. Hal 104 – 124, 338 - 345.

3. Moore, Keith L. 2006. Clinically Oriented Anatomy. 5the d.Williams &

Wilkins.Baltimore.

4. Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2005. Tumor Ovarium Neoplatik Jinak, dalam

Ilmu kebidanan, edisi keenam. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 347-366.

5. Junquiera L.C., Carneiro J. 2003. Basic Histology, 10th ed. Lange,

New York.

6. Eroschenko V.P. 2005. diFiore’s Atlas of Histology, 10th ed. Lippincott

Williams & Wilkins, Baltomore.

7. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:

EGC

8. Baziad A, Jacoeb TZ, Basalamah A, Rachman IA. Endometriosis. Dalam :

Baziad A, Jacoeb TZ, Surjana EJ, Alkaff Z, editor. Endokrinologi

Ginekologi. Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi Indonesia (KSERI),

Edisi Ke-1, Jakarta 1993; 107-23.

9. Prabowo, Raden P. Endometriosis. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB,

Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Edisi Ke-2, Jakarta 2005; 314-27.

10. Manuaba, Ida Bagus G. Endometriosis. Dalam : Manuaba, editor. Kapita

Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta 2001; 526-32.

11. Mounsey A, Wilgus A, Slawson DC. Diagnosis and Management of

Endometriosis. Dalam : American Academy of Family Physician 2006, Vol.

74, No. 4; 594-602.

12. Bulun SE. Mechanisms of Disease Endometriosis. Dalam : The New

England Journal of Medicine 2009, Vol. 360, No. 3; 268-79.

50

Page 51: jurnal LENGKAP

13. Olive DL, Pritts EA. Treatment Endometriosis. Dalam : Wood AJ, editor.

The New England Journal of Medicine 2001, Vol. 345, No. 4; 266-75.

14. Moore JG. Endometriosis dan Adenomiosis. Dalam : Christina Y, editor.

Esensial Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Buku Hipokrates, Edisi Ke-2,

Jakarta 2001; 401-9.

15. Taber B. Endometriosis. Dalam : Melfiawati, editor. Kapita Selekta Obstetri

dan Ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1994; 200-5.

16. Pernoll ML, 10th ed. Benson & Pernoll’s Handbook of Obstetrics &

Gynecology. USA: McGraw-Hill; 2001.p.755-66.

17. Edmonds DK, 7th ed. Dewhurst’s Textbook of Obstetrics & Gynecology.

London: Blackwell; 2007.p.430-9.

18. Lewis V. Reproductive Endocrinology & Infertility. Texas: Landes;

2007.p.84-8.

19. Wiknjosastro H, edisi kedua. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP;

1999.p.314-27.

20. Fortner KB eds, 3rd ed. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and

Obstetrics. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.chap.34.

21. DeCherney AH eds, 10th ed. Current Diagnostic & Treatment Obstetrics &

Gynecology. USA: McGraw-Hill; 2007.chap.43.

22. Hohenhaus MH. Endometriosis In: McGarry KA, Tong IL, 1st ed. The 5

Minute Consult clinical Companion to Women’s Health. USA: Lippincott

Williams & Wilkins; 2007.chap.40.

23. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan ed III, cet.

VII, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2005; 125,

180-2, 312-7.

24. Rompas J. Pengelolaan Persalinan Prematur. Bagian/SMF Obstetri

Ginekologi FK UNSRAT/ RSUP Manado. 2004.

25. Dewi J, Rastini A. Fetal Fibronectin Sebagai Prediktor Partus Prematurus.

Lab PK RSU Dr Saiful Anwar / FK UNBRAW Malang. 2007.

51