25
Atrial Fibrilasi Subklinis dan Risiko Stroke Jeff S. Healey, M.D., Stuart J. Connolly, M.D., Michael R. Gold, M.D., Carsten W. Israel, M.D., Isabelle C. Van Gelder, M.D., Alessandro Capucci, M.D., C.P. Lau, M.D., Eric Fain, M.D., Sean Yang, M.Sc., Christophe Bailleul, M.D., Carlos A. Morillo, M.D., Mark Carlson, M.D., Ellison Themeles, M.Sc., Elizabeth S. Kaufman, M.D.,and Stefan H. Hohnloser, M.D., for the ASSERT Investigators* ABSTRAK Latar Belakang Seperempat kejadian stroke tidak diketahui penyebabnya, atrial fibrilasi subklinis mungkin menjadi penyebab yang umum ditemukan. Alat pacu jantung dapat mendeteksi episode subklinis dari peningkatan denyut atrium, dimana hal tersebut berhubungan dengan gambaran atrial fibrilasi pada electrokardiogram. Kami menilai apakah episode subklinis dari peningkatan denyut atrium yang terdeteksi dari alat implant berhubungan dengan meningkatnya risiko stroke iskemik pada pasien yang tidak memiliki riwayat atrial fibrilasi. Metode Kami melibatkan 2580 pasien dengan karakteristik usia 65 tahun atau lebih, menderita hipertensi, tidak memiliki riwayat atrial fibrilasi, dan menggunakan alat pacu jantung atau defibrilator. Kami melakukan pengawasan selama 3 bulan untuk mendeteksi adanya atrial

Jurnal Atrial Fibrilasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal Atrial Fibrilasi

Atrial Fibrilasi Subklinis dan Risiko Stroke

Jeff S. Healey, M.D., Stuart J. Connolly, M.D., Michael R. Gold, M.D., Carsten W. Israel, M.D., Isabelle C.

Van Gelder, M.D., Alessandro Capucci, M.D., C.P. Lau, M.D., Eric Fain, M.D., Sean Yang, M.Sc.,

Christophe Bailleul, M.D., Carlos A. Morillo, M.D., Mark Carlson, M.D., Ellison Themeles, M.Sc.,

Elizabeth S. Kaufman, M.D.,and Stefan H. Hohnloser, M.D., for the ASSERT Investigators*

ABSTRAK

Latar Belakang

Seperempat kejadian stroke tidak diketahui penyebabnya, atrial fibrilasi

subklinis mungkin menjadi penyebab yang umum ditemukan. Alat pacu jantung

dapat mendeteksi episode subklinis dari peningkatan denyut atrium, dimana hal

tersebut berhubungan dengan gambaran atrial fibrilasi pada electrokardiogram.

Kami menilai apakah episode subklinis dari peningkatan denyut atrium yang

terdeteksi dari alat implant berhubungan dengan meningkatnya risiko stroke

iskemik pada pasien yang tidak memiliki riwayat atrial fibrilasi.

Metode

Kami melibatkan 2580 pasien dengan karakteristik usia 65 tahun atau lebih,

menderita hipertensi, tidak memiliki riwayat atrial fibrilasi, dan menggunakan alat

pacu jantung atau defibrilator. Kami melakukan pengawasan selama 3 bulan untuk

mendeteksi adanya atrial takiaritmia subklinis (denyutan atrium > 190 kali per

menit selama lebih dari 6 menit) dan memantau mereka dalam jangka waktu 2,5

tahun untuk mengetahui adanya stroke iskemik atau emboli sistemik. Pasien dengan

alat pacu jantung dipilih secara acak, beberapa dari mereka akan mendapatkan

continous atrial overdrive pacing .

Hasil

Setelah 3 bulan, terdapat 261 pasien (10,1%) mengalami atrial takiaritmia subklinis

yang terdeteksi pada alat implant. Atrial takiaritmia subklinis berhubungan dengan

peningkatan risiko atrial fibrilasi (hazard ratio 5,56; confidence interval (CI) 3,78-

8,17; p<0,001). Dari 51 pasien yang mengalami stroke iskemik atau emboli

sistemik, dalam periode 3 bulan 11 . diantaranya mengalami atrial takiaritmia

subklinis namun tidak ada yang mengalami gejala atrial fibrilasi. Risiko terjadinya

Page 2: Jurnal Atrial Fibrilasi

stroke iskemik atau emboli sistemik yang berhubungan dengan dengan atrial

takiaritmia subklinis yaitu sebesar 13%. Atrial takiaritmia subklinis diprediksi

sebagai penyebab utama munculnya stroke iskemik atau emboli sistemik setelah

dilakukan penilaian pada faktor-faktor risiko stroke lain (hazard ratio 2,50;

confidence interval (CI) 1,28-4,89; p=0,008). Pemasangan continous atrial

overdrive pacing tidak dapat mencegah atrial fibrilasi.

Kesimpulan

Terjadinya atrial takiaritmia subklinis tanpa disertai atrial fibrilasi sering terjadi

pada pasien dengan alat pacu jantung dan hal tersebut berhubungan dengan

peningkatan risiko stroke iskemik atau emboli sistemik.

Page 3: Jurnal Atrial Fibrilasi

Atrial fibrilasi mungkin asimptomatik dan tidak memberikan gejala klinis

yang nyata. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa banyak pasien dengan

gambaran atrial fibrilasi pada pemeriksaan EKG sebelumnya tidak pernah

didiagnosis menderita atrial fibrilasi. Sekitar 15% penderita stroke terbukti

mengalami atrial fibrilasi dan 50-60% mengalami cerebrovaskular disease. Namun

sekitar 25% pasien yang mengalami stroke iskemik tidak memiliki faktor risiko

apapun. Atrial fibrilasi subklinis menjadi kecurigaan terbesar penyebab stroke pada

pasien-pasien tersebut. Namun prevalensi dan prognosis dari atrial fibrilasi

subklinis ini sulit untuk dinilai.

Implantasi lead atrium dalam jangka panjang disertai analisis software dari

alat pacu jantung yang modern dapat mendeteksi secara kontinyu peningkatan

kecepatan denyut atrium dalam periode yang panjang. Sebuah studi menunjukkan

bahwa dengan bantuan pemrograman alat pacu jantung, dapat mendeteksi adanya

peningkatan kecepatan denyut atrium yang berhubungan erat dengan gambaran

atrial fibrilasi pada EKG. Lebih dari 400.000 alat pacu jantung dan Implantable

Cardioverter Defibrillator (ICD) terpasang setiap tahunnya di Amerika Utara.

Episode subklinis dari peningkatan kecepatan denyut atrium terdeteksi pada pasien-

pasien tersebut, dan sering tidak disertai dengan tanda klinis adanya atrial fibrilasi.

Angka kejadian stroke pada pengguna alat pacu jantung sangat tinggi, sekitar 5,8 %

pasien menglami stroke setelah 4 tahun pemasangan implant. Namun, hubungan

antara alat pendeteksi atrial takiaritmia dengan stroke masih belum dimengerti.

The Asymptomatic Atrial Fibrillation and Stroke Evaluation in Alat pacu

jantung Patients and the Atrial Fibrillation Reduction Atrial Pacing Trial

(ASSERT) didirikan dengan dua tujuan. Pertama, untuk mengevaluasi apakah

episode subklinis dari peningkatan denyut atrium yang terdeteksi dengan alat

implant berhubungan dengan peningkatan risiko stroke iskemik pada pasien yang

tidak menujukkan tanda atrial fibrilasi. Kedua, untuk meneliti dengan metode

randomized trial manfaat continous atrial overdrive pacing dalam mencegah gejala

atrial fibrilasi.

Page 4: Jurnal Atrial Fibrilasi

METODE

Gambaran Penelitian

Gambaran mengenai ASSERT telah dijelaskan sebelumnya. Para komite

utama (dapat dilihat pada lampiran tambahan) telah mendesain penelitian ini. Data

dikumpulkan dan dianalisa oleh Population Health Research Institute (McMaster

University, Hamilton, ON,Canada). Pihak sponsor juga termasuk dalam anggota

komite dan dapat membantu mendesain penelitian termasuk pengumpulan data.

Namun mereka tidak memiliki hak untuk menganalisa, menyiapkan naskah,

ataupun publikasi naskah. Dua penulis utama bertanggung jawab atas kelengkapan,

akurasi data, analisa, dan tingkat kepercayaan dari laporan.

Populasi Pasien

Pasien akan dilibatkan dalam penelitian jika usia mereka lebih dari 65

tahun, memiliki riwayat hipertensi dan sedang menjalani terapi, serta melakukan

pemasangan alat pacu jantung menggunakan St. Jude Medical dual-chamber alat

pacu jantung (untuk gangguan sinus-node atau atrioventricular-node) atau ICD

dalam kurun waktu 8 minggu terakhir.

Pasien akan dieksklusi bila memiliki riwayat atrial fibrilasi atau atrial flutter

selama lebih dari 5 menit atau jika pasien mengonsumsi antagonis vitamin K

dengan alasan apapun.

Prosedur Penelitian

Setelah melalui inform consent, pasien akan mendapatkan alat pacu jantung

atau ICD sesuai dengan protokol yang telah ditetapkan. Alat implant tersebut telah

diatur sedemikian rupa sehingga atrial takikadi akan terdeteksi jika denyut jantung

mencapai 190 kali permenit, elektrogram penyimpan data juga telah diaktifkan,

sedangkan algoritma penekanan atrial fibrilasi di non aktifkan.

Tiga bulan kemudian dilakukan evaluasi kembali di klinik. Alat implant

diperiksa untuk mengetahui dan mencari pasien-pasien yang mengalami atrial

takiaritmia subklinis sejak hari pertama pelaksanaan penelitian. Atrial takiaritmia

subklinis diartikan sebagai suatu episode peningkatan denyut atrium (190 kali atau

Page 5: Jurnal Atrial Fibrilasi

lebih per menit selama sedikitnya 6 menit) yang terdeteksi dengan alat pacu jantung

atau defibrilator. Saat evaluasi, pasien dengan alat pacu jantung (tidak termasuk

pengguna ICD) akan di pilih secara acak untuk dilakukan pemasangan continous

atrial overdrive pacing dengan program “on” dan “off”. Ketika alat ini “on” alat

pemacu atrium mulai diaktifkan dengan pengaturan elektronik untuk memacu

atrium kanan sehingga frekuensinya lebih tinggi dibandingkan sinus rhythm

intrinsik pasien. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan menghindari inisiasi dari

atrial fibrilasi. Setelah itu, pasien di evaluasi kembali setiap 6 bulan sekali hingga

akhir penelitian.

Hasil Penelitian

Penelitian ini mengevaluasi tingkat prognosis dari atrial fibrilasi subklinis,

dengan outcome akhir yaitu stroke iskemik atau emboli sistemik. Outcome

sekunder yaitu kematian vaskular, miokard infark, stroke karena penyebab lain, dan

atrial takiaritmia yang terekam dengan EKG. Uraian hasil secara perseorangan di

sertakan di lampiran tambahan. Semua electrogram yang menunjukkan adanya

atrial takiaritmia subklinis atau yang secara nyata menunjukkan gejala klinis akan

dievaluasi langsung oleh komite utama.

Tujuan utama penggunaan sistem randomized trial dalam continous atrial overdrive

pacing adalah mencari adanya simptomatik atau asimptomatik atrial takiaritmia

selama lebih dari 6 menit yang terekam dalam electrocardiogram. Hasil tersebut

hanya akan dibahas secara singkat dalam laporan ini karena laporan ini fokus untuk

menemukan nilai prognosis dari atrial fibrilasi subklinis.

Analisis Statistik

Pada pembahasan sebelumnya, kami memperkirakan bahwa perkiraan

tahunan dari pasien stroke atau emboli sistemik yang berusia 65 tahun atau lebih

dengan riwayat hipertensi dan menggunakan alat pacu jantung yaitu sebesar 1%.

Dengan demikian kami memperkirakan jika kami melibatkan 2500 pasien,

penelitian ini memiliki peluang 90% untuk meningkatkan angka risiko stroke

iskemik atau emboli sistemik per tahun dari 1% menjadi 2% pada pasien-pasien

yang mengalami peningkatan kecepatan denyutan atrium.

Page 6: Jurnal Atrial Fibrilasi

Dengan metode penelitian secara random, dari 2500 pasien yang terlibat

dalam penelitian ini, kemungkinan 90% akan terdeteksi penurunan sebesar 25 %

dari kejadian atrial takiaritmia dengan adanya continous atrial overdrive pacing .

Dimana control rate pertahunnya sebesar 8 %. Karakteristik dasar dari pasien

dengan atau tanpa atrial takiaritmia subklinis sebelum evaluasi dalam waktu 3

bulan dibandingkan dengan menggunakan uji t independen atau tes Fisher exact.

Analisis utama yang diharapkan adalah perbandingan kedua kelompok ini terhadap

risiko kumulatif dari stroke iskemik atau emboli sistemik setelah 3 bulan. Kurva

hazard dibuat dengan menggunakan metode Kaplan-Meier dan dikombinasikan

dengan log-rank tes. Model Cox-proportional-hazard digunakan untuk

menyesuaikan ketidakseimbangan dasar sehubungan dengan ada atau tidaknya

riwayat stroke/TIA, diabetes mellitus, kelainan jantung, penyakit arteri coroner,

penyakit arteri perifer, usia, dan jenis kelamin.

Sebuah analisis jugadapat dilakukan menggunakan skor CHADS2. Pada

skor CHADS2, indek risiko stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi berkisar

antara 0-6, dimana skor yang makin tinggi menandakan risiko stroke yang lebih

tinggi. Analisis data dilakukan dengan cara menyensor/menghapus data pasien yang

terdeteksi mengalami atrial fibrilasi. Analisis dengan metode Time-Dependent-

Covariate dilakukan dengan melibatkan semua data pasien atrial takiaritmia selama

masa penelitian. Dalam analisis ini, deteksi dari atrial takiaritmia subklinis (durasi

> 6 menit, durasi > 6 jam, atau durasi >24 jam) memicu munculnya variabel waktu

yang akan tetap positif selama periode evaluasi. Data yang diperoleh dengan sistem

random dari continous atrial overdrive pacing. Dianalisis dengan metode Cox-

Proportional-Hazard dan Log-Rank test.

HASIL

Gambaran Pasien

Selama periode Desember 2004 hingga September 2009, terdapat total 2451

pasien dengan pemasangan alat pacu jantung baru dan 29 pasien dengan

pemasangan implant baru ICD, terkumpul dari 23 negara. Sejak waktu

terkumpulnya pasien hingga 3 bulan pelaksanaan evaluasi, setidaknya satu kejadian

Page 7: Jurnal Atrial Fibrilasi

atrial takiaritmia terdeteksi oleh alat implant pada 261 pasien (10,1%). Dalam

waktu yang sama, atrial takiaritmia secara klinis terjadi pada 7 pasien.

Diantara seluruh pasien yang mengalami periode subklinis atrial takiarirmia

setelah rentang 3 bulan pemasangan implant, rata-rata mengalami episode serangan

sebanyak 2 kali (rentang 1-3 kali). Nilai median dari denyut atrium yaitu 480 kali

permenit (rentang 366-549 kali per menit), dan nilai median untuk waktu terjadinya

serangan pertama adalah 35 hari (rentang 11-66 hari ). Sebelum waktu 3 bulan,

persentase usia pasien dan riwayat terjadinya stroke hampir sebanding diantara

kelompok yang mengalami atrial takiaritmia subklinis dan yang tidak megalami

atrial takiaritmia subklinis (Lihat Tabel 1). Dibandingkan dengan kelompok yang

tidak mengalami atrial takiaritmia subklinis, prevalensi gangguan sinus nodal

meningkat dan kejadian henti jantung menurun pada pasien-pasien yang mengalami

atrial takiaritmia subklinis. Persentase perbandingan penggunaan aspirin yaitu

61,3% : 61,7 % diantara kedua kelompok tersebut dan tidak ada diantaranya yang

mengonsumsi antagonis vitamin K.

Atrial Takiaritmia Selama Masa Pengawasan

Pasien masih akan mendapatkan pengawasan selama kurang lebih 2,5 tahun

namun terdapat 14 pasien yang gagal mendapat pengawasan. Selama masa tersebut,

194 pasien mendapatkan antagonis vitamin K, termasuk 47 pasien (18%) yang

mengalami atrial takiaritmia subklinis dalam 3 bulan pertama.

Selama masa pengawasan, terjadi penambahan kejadian atrial takiaritmia

subklinis pada 633 pasien (24,5%). Sebelum pemeriksaan dibulan ketiga, sebanyak

41 dari 261 pasien (15,7%) yang mengalami atrial takiaritmia subklinis

memperlihatkan gambaran atrial takiaritmia di electrocardiogram. Dan gambaran

tersebut juga ditemukan pada 71 dari 2319 pasien (3,1%) yang tidak mengalami

atrial takiaritmia subklinis (hazard ratio 5,56; 95% confidence interval (CI) 3,78 -

8,17; p<0,001) (lihat Tabel 2 dan Gambar 1A).

Page 8: Jurnal Atrial Fibrilasi

Stroke atau Emboli Sistemik Selama masa pengawasan

diketahui bahwa 11 dari 261 pasien (4,2%) yang telah mengalami atrial

takiaritmia subklinis sebelum jangka waktu 3 bulan pada akhirnya juga mengalami

stroke atau emboli sistemik (angka kejadian 1,69% per tahun) bila dibandingkan

dengan yang tidak mengalami atrial takiaritmia subklinis (sebanyak 1,7% dengan

angka kejadian 0,69 % per tahun) (hazard ratio 2,49; 95% confidence interval (CI)

1,28 - 4,85; p = 0,007) (Lihat Tabel 2 dan Gambar 1B). Risiko tersebut sebenarnya

tidak berubah walaupun telah dilakukan pengaturan faktor-faktor risiko stroke lain

(hazard ratio 2,50; 95% confidence interval (CI) 1,28 - 4,89; p = 0,008). Ini serupa

dengan analisis lain dimana data pasien yang pernah sekali saja mengalami arial

fibrilasi akan lansung disensor/dihapuskan (hazard ratio 2,41; 95% confidence

interval (CI) 1,21 - 4,83; p=0,01).

Dari total 51 pasien yang mengaami stroke iskemik atau emboli sistemik, 11

diantaranya mengalami atrial takiaritmia subklinis dalam periode 3 bulan pertama,

namun tidak ada diantara mereka yang mengalami atrial fibrilasi dalam kurun

waktu tersebut. Keterlibatan atrial takiaritmia subklinis sebagai risiko dari

munculnya stroke atau emboli sistemik sebesar 13%. Tidak ada hubungan antara

atrial takiaritmia subklinis dengan munculnya gejala klinis lain (Lihat Tabel 2).

Analisis dengan metode time-dependent yang melibatkan seluruh kejadian atrial

takiaritmia yang terdeteksi dengan alat impant selama masa pengawasan

menunjukkan kejadian atrial takiaritmia selama lebih dari 6 menit berhubungan

dengan meningkatnya risiko stroke iskemik atau emboli sistemik dibandingkan

dengan yang tidak mengalami serangan atrial takiaritmia (hazard ratio 1,76; 95%

confidence interval (CI) 0,99 – 3,11; p= 0,05). Peningkatan risiko ini juga

didapatkan pada kejadian serangan selama lebih dari 6 jam bila dibandingkan

dengan kelompok yang tidak mendapatkan serangan (hazard ratio 2,00; 95%

confidence interval (CI) 1,13 - 3,55; p = 0,02), begitu juga pada episode serangan

yang lebih dari 24 jam dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan

serangan (hazard ratio 1,980; 95% confidence interval (CI) 1,11 - 3,51; p = 0,02).

Pasien dengan serangan yang terdeteksi dengan alat implant dikategorikan

berdasarkan durasinya, dalam quartil tergolong menjadi serangan ≤ 0,86 jam, 0,87

hingga 3,63 jam, 3,64 hingga 17,72 jam, dan ≥ 17,72 jam). Angka kejadian stroke

Page 9: Jurnal Atrial Fibrilasi

iskemik atau emboli sistemik per tahun pada masing-masing kelompok tersebut

secara berurutan yaitu 1,23 (95% CI 0,15-4,46), 0 (95% CI 0-2,08), 1,18 (95% CI

0,14-4,28), dan 4,89 (95% CI 1,96-10,07). Terdapat pula analisis lain yang hampir

serupa mengenai durasi serangan atrial takiaritmia subklinis, secara quartil

dikelompokkan menjadi 1, 2, 3, 4, dan > 4, menghasilkan angka tahunan stroke

iskemik atau emboli sistemik secara berurutan sebesar 1,20 (95% CI, 0,25 – 3,50),

2,15 (95% CI, 0,44 - 6.29), 1,89 (95% CI, 0,23 – 6,81), dan 1,93 (95% CI, 0,40 –

5,63). Risiko relatif terjadinya stroke iskemik atau emboli sistemik yang berkaitan

dengan atrial takiaritmia subklinis secara konsisten meningkatkan risiko awal

terjadinya stroke sebagaimana yang dapat ditentukan dengan skor CHADS2 (Lihat

Tabel 3). Tingkat kejadian stroke meningkat seiring dengan meningkatnya skor

CHADS2, hingga mencapai angka 3,78% per tahun pada pasien yang mengalami

atrial takiaritmia subklinis dan memiliki skor CHADS2 lebih dari dua.

Evaluasi Random pada Penggunaan Continous Atrial Overdrive Pacing

Kami juga secara acak memilih beberapa pasien dengan alat pacu jantung

untuk mendapatkan continous atrial overdrive pacing dan sebagian lagi tidak.

Karakteristik dasar dari kedua kelompok ini di sesuaikan agar serupa (Lihat Tabel

1). Angka kejadianatrial fibrilasi secara klinis tidak terlalu tinggi pada kedua

kelompok ini. Tindakan pencegahan tersebut tidak berpengaruh secara signifikan

pada hasil ini ataupun lainnya.

Pada sebuah analisis terhadap nilai prognostik atrial takiaritmia subklinis

dengan pasien distratifikasikan berdasarkan kelompok penelitian acak (continous

atrial overdrive pacing versus tanpa continous atrial overdrive pacing), uji

interaksinya tidak signifikan (P=0,995). Sebuah tabel yang menunjukkan kejadian

merugikan yang muncul selama bagian acak pada percobaan tersebut diberikan

pada Lampiran Tambahan.

Page 10: Jurnal Atrial Fibrilasi

Tabel 1. Karakteristik Pasien.

1. Nilai plus-minus berarti ±SD. Karakteristik dasar pasien ditunjukkan

berdasarkan apakah atrial takiaritmia subklinis terdeteksi atau tidak terdeteksi

antara waktu pendaftaran hingga 3 bulan dan berdasarkan apakah pasien yang

ditugaskan secara acak setelah tiga bulan kunjungan tersebut untuk menyalakan

atau mematikan pacu continous atrial overdrive pacing. Seluruh pasien memiliki

Page 11: Jurnal Atrial Fibrilasi

riwayat hipertensi yang membutuhkan pengobatan, dan tidak ada pasien yang

mendapatkan terapi antagonis vitamin K. ECG menunjukkan elektrokardiogram

dan ICD menunjukkan implantable cardioverter-defibrillator.

2.Hanya pasien yang menerima alat pacu jantung yang didaftarkan pada bagian

percobaan tersebut di mana pasien secara acak ditugaskan menyalakan atau

mematikan pacu continous atrial overdrive pacing setelah 3 bulan kunjungan

tersebut. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok tersebut

pada karakteristik dasar yang ditunjukkan (P>0,05 pada seluruh perbandingan).

3.Indeks massa tubuh merupakan berat dalam kilogram yang dibagi dengan kuadrat

tinggi dalam meter.

4.Skor CHAD2 digunakan untuk memperkirakan risiko stroke pada pasien dengan

fibrilasi atrial. Cakupan skor dari 0 hingga 6, dengan skor yang lebih tinggi

menunjukkan risiko stroke yang lebih besar; kategori gagal jantung kongestif,

hipertensi, diabetes dan usia 75 tahun atau lebih masing-masing diberikan 1 poin,

dan kategori stroke terdahulu atau serangan iskemik ringan (TIA) diberi 2 poin.

Page 12: Jurnal Atrial Fibrilasi

“Lima kasus menjelaskan stroke dengan penyebab yang tidak ditentukan (iskemik

atau hemoragik) telah diikutsertakan. Seluruh lima kasus tersebut terjadi pada

kelompok pasien yang tidak memiliki episode atrial takiaritmia subklinis antara

waktu pendaftaran hingga 6 bulan.”

DISKUSI

Temuan utama pada penelitian ini adalah bahwa di antara pasien berusia 65

tahun atau lebih dengan riwayat hipertensi yang memiliki implantasi alat pacu

jantung atau ICD dan bebas dari fibrilasi atrial klinis, memiliki insiden takiaritmia

subklinis yang besar. Atrial takiaritmia subklinis dideteksi pada sepersepuluh

pasien dalam 3 bulan setelah implantasi dan dideteksi paling sedikit satu kali

selama rata-rata 2,5 tahun pengawasanpada 34,7% pasien. Episode atrial takiaritmia

subklinis hampir terjadi delapan kali sama seperti episode fibrilasi atrial klinis.

Selama masa penelitian, fibrilasi atrial klinis berkembang hanya pada 15,7% pasien

dengan atrial takiaritmia subklinis, yang menandakan bahwa terdapat kelambatan

antara kejadian subklinis dengan deteksi klinis. Waktu median untuk mendeteksi

adalah selama 36 hari, dengan merata-ratakan waktu monitoring alat secara

kontinu, pada saat terjadinya atrial takiaritmia subklinis selama 3 bulan pertama,

mengindikasikan bahwa monitoring Holter dapat gagal mendeteksi fibrilasi atrial

subklinis bahkan untuk beberapa hari.

Temuan utama kedua pada penelitian tersebut menyebutkan bahwa atrial

takiaritmia subklinis berhubungan secara independen dengan peningkatan faktor

2,5 pada risiko stroke iskmeik atau emboli sistemik dan risiko ini independen

terhadap faktor stroke lainnya dan pada kejadian fibrilasi atrial klinis. Populasi

dengan risiko stroke iskemik atau emboli sistemik yang berhubungan dengan atrial

takiaritmia subklinis sebelum 3 bulan sebesar 13%, yang serupa dengan risiko

stroke yang berhubungan dengan fibrilasi atrial klinis yang dilaporkan oleh peneliti

Framingham. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa risiko stroke lebih tinggi

saat episode atrial takiaritmia subklinis berlangsung lebih lama, namun penelitian

tersebut tidak dapat menguatkankan analisis ini. Penelitian kami juga menganalisi

Page 13: Jurnal Atrial Fibrilasi

kejadian yang berlangsung 6 menit atau kurang, yang sering terjadi dan yang

mungkin penting secara klinis.

Page 14: Jurnal Atrial Fibrilasi

Risiko stroke dengan atrial takiaritmia yang terdeteksi alat dimodulasi

dengan profil risiko pasien terhadap stroke. Saat seorang pasien memiliki skor

CHADS 2 lebih tinggi dari 2, risiko stroke isemik atau emboli sistemik yang

dihubungkan dengan takiaritnia atrial subklinis mendekati angka 4% per tahun.

Lebih dari setengah pasien awalnya menerima aspirin, dan 18% pasien dengan

atrial takiaritmia subklinis menerika antagonis vitamin K selama masa pengawasan.

Kedua terapi tersebut dapat menurunkan risiko stroke dan mungkin mengurangi

peningkatan risiko stroke yang berhubungan dengan atrial takiaritmia subklinis.

Keuntungan bersih pada terapi antitrombotik ditunjukkan dengan baik pada pasien

dengan fibrilasi atrial klinis, namun mungkin tidak ditemukan keuntungan serupa

pada pasien dengan atrial takiaritmia subklinis; oleh karena itu, diperlukan

percobaan acak pada terapi antikoagulan pada pasien dengan atrial takiaritmia

subklinis.

Dua penelitian sebelumnya melaporkan sebuah peningkatan risiko kejadian

klinis dengan atrial takiaritmia yang terdeteksi alat, namun keduanya tidak

mengekslusi pasien yang pernah terdiagnosis fibrilasi atrial, dan juga tidak

menentukan episode dari atrial takiaritmia tersebut. Analisis retrospektif pada

subgroup dengan 312 pasien dari Mode Selection Trial (MOST; ClinicalTrials.gov

number, NCT00000561) menunjukkan bahwa risiko kematian atau stroke

meningkat dengan faktor 2,5 pada pasien dengan minimal satu episode angka atrial

yang tinggi. Glotzer et al. juga melaporkan hubungan antara takikardia atrial yang

Page 15: Jurnal Atrial Fibrilasi

terdeteksi alat dengan kejadian embolik. Akan tetapi, penelitian tersebut juga

mengikutsertakan pasien yang sebelumnya pernah tercatat mengalami fibrilasi atrial

dan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan pada analisis primer sebelumnya.

Prevalensi atrial takiaritmia subklinis mungkin lebih tinggi pada pasien

dengan alat pacu jantung dibandingkan dengan kelompok pasien dengan risiko

tinggi lainnya. Disfungsi sinus-node berhubungan dengan peningkatan risiko

fibrilasi atrial. Selanjutnya, pasien dengan penyakit atrioventrikuler-node lebih

mungkin asimtomatis saat terjadi atrial takiaritmia, yang menunjukkan penurunan

konduksi atrioventrikuler. Meskipun demikian, prevalensi fibrilasi atrial subklinis

pada populasi yang lebih tua mungkin tinggi. Pada penelitian kesehatan

kardiovaskuler yang mengikutsertakan orang-orang usia 65 tahun atau lebih secara

acak, fibrilasi atrial didiagnosis dengan elektrokardiografi pada 2% pasien; 14% di

antaranya tidak memiliki diagnosis fibrilasi atrial sebelumnya. Hubungan antara

penyebab stroke yang belum diketahui, sering disebut dengan stroke kriptogenik,

dan fibrilasi atrial subklinis telah lama diperkirakan. Penelitian dengan monitoring

jangka pendek menunjukkan bahwa fibrilasi atrial subklinis sering muncul pada

pasien dengan stroke kriptogenik, namun pada monitoring jangka panjang, yang

disertai dengan alat pacu jantung, saat ini tidak mudah dilaksanakan. Data dari

penelitian terbaru mendukung konsep bahwa terdapat hubungan antara fibrilasi

atrial subklinis dengan stroke kriptogenik.

Hasil dari penelitian ini tidak menunjukkan keuntungan dari continous atrial

overdrive pacing. Akan tetapi, karena angka perkembangan fibrilasi atrial klinis

yang rendah, penelitian ini tidak sanggup mendukung hasil tersebut. Algoritme

untuk continous atrial overdrive pacing telah dievaluasi pada percobaan

sebelumnya, namun hampir seluruh percobaan tersebut hanya memiliki jumlah

sampel yang sedikit, dan terdapat banyak perbedaan dalam karakteristik populasi

paien, penggunaan algoritme pacu dan posisi sadapan atrial. Percobaan-percobaan

tersebut tidak memberikan bukti manfaat yang meyakinkan. Data saat ini

memberikan bukti yang kurang kuat bahwa intervensi ini tidak mencegah fibrilasi

atrial klinis.

Page 16: Jurnal Atrial Fibrilasi

“Angka tahunan merupakan angka per 100 pasien yang di-followup bertahun-tahun.

Atrial takiaritmia simtomatik dan asimtomatik (denyut atrial > 190 kali per menit)

yang berlangsung lebih dari 6 bulan, tercatat dengan EKG, merupakan keluaran

primer secara acak dari percobaan continous atrial overdrive pacing.”

Kesimpulan

Atrial takiritmia subklinis sering muncul pada pasien dengan alat pacu jantung yang

memiliki riwayat hipertensi namun tanpa diagnosis utama fibrilasi atrial klinis.

Atrial takiaritmia subklinis sering mangawali kejadian fibrilasi atrial klinis. Pada

pasien dengan alat pacu jantung tanpa fibrilasi atrial klinis, kejadian atrial

takiaritmia subklinis dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke lanjutan yang

signifikan.