20
53 TRANSMISI TRANSOVARIAL VIRUS DENGUE PADA TELUR NYAMUK Aedes aegypti (L.) TRANSOVARIAL TRANSMISSION OF DENGUE VIRUS ON THE EGG OF Aedes aegypti (L.) Magdalena Desiree Seran 1 dan Heni Prasetyowati 2 Naskah masuk: 02 September 2012 | Review 1: 01 Oktober 2012 | Review 2: 15 Oktober 2012 | Layak terbit: 14 November 2012 1 UPT Laboratorium Kesehatan Kupang, Nusa Tenggara Timur, email: [email protected] 2 Loka Litbang P2B2 Ciamis, Badan Litbang Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, email: myheraphie@ gmail.com Abstrak. Kemampuan virus dengue untuk mempertahankan keberadaanya di alam dilakukan melalui dua mekanisme yaitu transmisi horizontal dan dengan transmisi vertikal (transovarial) yaitu dari nyamuk betina infektif ke generasi berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya transmisi transovarial dan transovarial infection rate (TIR) virus dengue pada telur Ae. aegypti yang induknya telah diinfeksi virus DEN-2 secara peroral. Penelitian merupakan jenis penelitian eksperimental di laboratorium. Populasi penelitian adalah Ae. aegypti betina dewasa yang sebelumnya sudah diinfeksi dengan virus DEN-2 secara oral dan terbukti terinfeksi virus DEN-2 secara transovarial (F1). Sampel penelitian adalah telur Ae. aegypti betina dewasa (imago) generasi F2 hasil kolonisasi sampel telur dari nyamuk Ae. aegypti (F1) yang terbukti terinfeksi virus DEN-2 secara transovarial yang diperlakukan dalam penelitian ini. Jumlah telur nyamuk Ae. aegypti yang dibuat sediaan egg squash sebanyak 50 sampel yang berasal dari 5 induk nyamuk berbeda. Keberadaan antigen virus dengue pada nyamuk F0 dan F1 diperiksa menggunakan metode imunositokimia SBPC dengan antibodi monoklonal DSSC7 (1: 50) sebagai antibodi primer yang dibakukan. Hasil penelitian menunjukan adanya transmisi transovarial virus dengue pada telur Ae. aegypti (F2) yang terlihat pada sediaan egg squash berupa warna kecoklatan yang menyebar pada jaringan embrio, dengan TIR sebesar 52%. Virus dengue mampu ditransmisikan lewat telur dengan TIR sebesar 52%. Kata kunci: transmisi transovarial, egg squash, Aedes aegypti, transovarial infection rate (TIR) Abstract. The ability of dengue virus to maintain its existence in nature through two mechanisms, both horizontal and vertical transmission (transovarial) of the infective female mosquitoes to the next generation. This study aims to investigate the transovarial transmission and transovarial infection rate (TIR) of dengue virus in eggs Aedes aegypti infected mother has a peroral virus DEN-2. This study is an experimental study in the laboratory. The population of the study was Ae. aegypti adults who have previously been infected with DEN-2 virus orally and proved to be infected with DEN-2 transovarially (F1). The research sample was egg of Ae. aegypti from F2 generation which colonized from DEN-2 transovarially infected Ae. aegypti (F1). Egg squash preparations made as many as 50 samples from five different mosquito parents. The presence of dengue virus antigen in mosquitoes F0 and F1 were checked by SPBC immunocytochemistry method and using monoclonal antibodies DSSC7 (1:50) as standardized primary antibodies. The results shows the existence of transovarial transmission of dengue virus in eggs Ae. aegypti (F2) were seen in squash preparations in the form of a brownish color egg spread on embryonic tissues (TIR= 52%). It concludes that dengue virus is able to be transmitted vertically through the egg. Keywords: transovarial transmission, eggsquash, Aedes aegypti, transovarial infection rate (TIR)

jurnal aspirator

  • Upload
    boo105

  • View
    119

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

artikel jurnal aspirator, lurda almier, mutiara widawati, heni prasetyohendri

Citation preview

Page 1: jurnal aspirator

53

TRANSMISI TRANSOVARIAL VIRUS DENGUE PADA TELUR NYAMUK Aedes aegypti (L.)

TRANSOVARIAL TRANSMISSION OF DENGUE VIRUS ON THE EGG OF Aedes aegypti (L.)

Magdalena Desiree Seran1 dan Heni Prasetyowati2

Naskah masuk: 02 September 2012 | Review 1: 01 Oktober 2012 | Review 2: 15 Oktober 2012 | Layak terbit: 14 November 2012

1 UPT Laboratorium Kesehatan Kupang, Nusa Tenggara Timur, email: [email protected] Loka Litbang P2B2 Ciamis, Badan Litbang Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI, email: [email protected]

Abstrak. Kemampuan virus dengue untuk mempertahankan keberadaanya di alam dilakukan melalui dua mekanisme yaitu transmisi horizontal dan dengan transmisi vertikal (transovarial) yaitu dari nyamuk betina infektif ke generasi berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya transmisi transovarial dan transovarial infection rate (TIR) virus dengue pada telur Ae. aegypti yang induknya telah diinfeksi virus DEN-2 secara peroral. Penelitian merupakan jenis penelitian eksperimental di laboratorium. Populasi penelitian adalah Ae. aegypti betina dewasa yang sebelumnya sudah diinfeksi dengan virus DEN-2 secara oral dan terbukti terinfeksi virus DEN-2 secara transovarial (F1). Sampel penelitian adalah telur Ae. aegypti betina dewasa (imago) generasi F2 hasil kolonisasi sampel telur dari nyamuk Ae. aegypti (F1) yang terbukti terinfeksi virus DEN-2 secara transovarial yang diperlakukan dalam penelitian ini. Jumlah telur nyamuk Ae. aegypti yang dibuat sediaan egg squash sebanyak 50 sampel yang berasal dari 5 induk nyamuk berbeda. Keberadaan antigen virus dengue pada nyamuk F0 dan F1 diperiksa menggunakan metode imunositokimia SBPC dengan antibodi monoklonal DSSC7 (1: 50) sebagai antibodi primer yang dibakukan. Hasil penelitian menunjukan adanya transmisi transovarial virus dengue pada telur Ae. aegypti (F2) yang terlihat pada sediaan egg squash berupa warna kecoklatan yang menyebar pada jaringan embrio, dengan TIR sebesar 52%. Virus dengue mampu ditransmisikan lewat telur dengan TIR sebesar 52%.

Kata kunci: transmisi transovarial, egg squash, Aedes aegypti, transovarial infection rate (TIR)

Abstract. The ability of dengue virus to maintain its existence in nature through two mechanisms, both horizontal and vertical transmission (transovarial) of the infective female mosquitoes to the next generation. This study aims to investigate the transovarial transmission and transovarial infection rate (TIR) of dengue virus in eggs Aedes aegypti infected mother has a peroral virus DEN-2. This study is an experimental study in the laboratory. The population of the study was Ae. aegypti adults who have previously been infected with DEN-2 virus orally and proved to be infected with DEN-2 transovarially (F1). The research sample was egg of Ae. aegypti from F2 generation which colonized from DEN-2 transovarially infected Ae. aegypti (F1). Egg squash preparations made as many as 50 samples from five different mosquito parents. The presence of dengue virus antigen in mosquitoes F0 and F1 were checked by SPBC immunocytochemistry method and using monoclonal antibodies DSSC7 (1:50) as standardized primary antibodies. The results shows the existence of transovarial transmission of dengue virus in eggs Ae. aegypti (F2) were seen in squash preparations in the form of a brownish color egg spread on embryonic tissues (TIR= 52%). It concludes that dengue virus is able to be transmitted vertically through the egg.

Keywords: transovarial transmission, eggsquash, Aedes aegypti, transovarial infection rate (TIR)

Page 2: jurnal aspirator

54

Aspirator Vol. 4 No. 2 Tahun 2012

PENDAHULUAN

Nyamuk Aedes aegypti telah diketahui sebagai penyebar virus dengue. Nyamuk ini merupakan vektor yang paling dominan dalam penularan penyakit Demam Berdarah Dengue. Selain Ae. aegypti, di beberapa wilayah di Indonesia Ae. albopictus dan Ae. scutellaris juga berperan sebagai vektor. Ketiga jenis nyamuk Aedes ini memang tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis. Di Indonesia sendiri jenis nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus ini hampir terdapat di seluruh wilayah Indonesia.1

Dalam tubuh nyamuk Ae. aegypti di alam, virus dengue dapat tumbuh dan berkembang biak tanpa menimbulkan kematian pada nyamuk karena tidak terbentuk cytopathic effect.2 Kemampuan virus dengue untuk mempertahankan keberadaanya di alam dilakukan melalui dua mekanisme yaitu transmisi horizontal antara vertebrata viremia yang ditularkan oleh nyamuk Aedes dan dengan transmisi vertikal (transovarial) yaitu dari nyamuk betina infektif ke generasi berikutnya.3

Di Indonesia adanya transmisi transovarial virus dengue pada nyamuk Ae. aegypti di alam pertama kali dilaporkan Umniyati4, yaitu di Kelurahan Klitren Yogyakarta dengan menggunakan metoda imunositokimia streptavidin biotin peroxidase complex (ISBPC) pada sediaan pencet kepala (head squash) nyamuk dengan transovarial infection rate (TIR) sebesar 27,27% dari nyamuk Ae. aegypti hasil koloni dari pupa dan

larva yang diperoleh dari sumur. Teknik ini meskipun bersifat kualitatif tapi dikenal sangat sensitif, spesifik, dapat dipercaya dan sahih untuk keperluan diagnostik infeksi virus dengue pada nyamuk Ae. aegypti.5

Kajian transmisi transovarial virus DEN ini semula dianggap tidak berperan bagi epidemiologi penularan dengue. Informasi terakhir menunjukkan bahwa transmisi transovarial virus dengue pada nyamuk Ae. aegypti berperan dalam meningkatkan dan mempertahankan epidemik dengue. Belum adanya data mengenai transovarial infection rate pada kajian trasmisi transovarial (TIR) virus dengue maka diperlukan kajian mengenai TIR virus dengue pada Ae. aegypti. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya transmisi transovarial dan transovarial infection rate (TIR) virus dengue pada stadia telur dari nyamuk Ae. aegypti yang induknya telah diinfeksi virus DEN-2 secara peroral.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu penelitian yang dilakukan di laboratorium dengan rancangan studi Pre-test and Post-test Control Group Design. Lokasi penelitian adalah di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk kegiatan penyediaan koloni induk Ae. aegypti infeksius virus dengue, koleksi dan

Page 3: jurnal aspirator

55

Magdalena Desiree Seran dan Heni Prasetyowati, 2012. Transmisi Transovarial Virus Dengue ....

perlakuan sampel telur dari induk Ae. aegypti positif virus dengue, setelah deteksi infeksi virus dengue pada sediaan pencet kepala (head squash) nyamuk dengan metode immunocytochemistry streptavidin biotin peroxidase complex (ISBPC). Populasi penelitian adalah nyamuk Ae. aegypti betina dewasa yang sebelumnya sudah diinfeksi dengan virus DEN-2 secara oral dan terbukti terinfeksi virus DEN-2 secara transovarial (F1). Sampel penelitian adalah telur Ae. aegypti betina dewasa (imago) generasi F2 hasil kolonisasi sampel telur dari nyamuk Ae. aegypti (F1) yang terbukti terinfeksi virus dengue secara transovarial yang diperlakukan dalam penelitian ini. Jumlah telur nyamuk Ae. aegypti yang dibuat sediaan egg squash sebanyak 50

sampel yang berasal dari 5 induk nyamuk berbeda. Keberadaan antigen virus dengue pada nyamuk F0 dan F1 diperiksa menggunakan metode imunositokimia SBPC dengan antibodi monoklonal DSSC7 (1 : 50) sebagai antibodi primer yang dibakukan Umniyati.4

HASIL

Deteksi antigen virus DEN-2 pada sediaan imunositokimia egg squash Ae. aegypti generasi F2 yang induknya F0 telah diinfeksi peroral memperlihatkan hasil positif antigen virus DEN-2 pada embrio yang keluar dari telur berupa warna kecoklatan yang menyebar pada jaringan embrio. Sedangkan sediaan egg squash yang negatif menunjukkan warna biru (Gambar 1).

Gambar 1. Foto mikroskopis pemeriksaan imunositokimia sediaan egg squash telur Ae. aegypti

Page 4: jurnal aspirator

56

Aspirator Vol. 4 No. 2 Tahun 2012

Hasil infeksi virus DEN-2 peroral pada nyamuk Ae. aegypti betina F0 dengan masa inkubasi 14 hari adalah 83,3% dan transovarial infeksi rate (TIR) progeninya (F1) stadium dewasa umur 12 hari adalah 100%. Hasil pemeriksaan antigen virus

DEN-2 pada sediaan egg squash stadium telur pada generasi F2 menunjukan nilai TIR sebesar 52%. Deteksi antigen virus dengue pada telur Ae. aegypti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Deteksi antigen virus DEN-2 pada telur Ae. aegypti

Induk nyamuk

Deteksi antigen virus DEN-2TIR(%) Rata-rata

TIR (%)Positif Negatif Jumlah1 7 3 10 70 522 7 3 10 703 5 5 10 504 3 7 10 305 6 4 10 40

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan terlihat bahwa terdapat transmisi transovarial virus dengue pada telur Ae. aegypti generasi F2. Pengamatan terhadap kemampuan nyamuk Ae. aegypti dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan perkembangan virus DEN-2 yang di transmisikan secara transovarial (vertikal) ke generasi selanjutnya pada stadia telur diperoleh rata-rata TIR virus DEN-2 sebesar 52%.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa keberadaan virus dengue di alam terpelihara secara vertikal. Mekanisme transmisi vertikal virus dengue dalam tubuh nyamuk dapat ditularkan oleh nyamuk betina pada telurnya (transovarial). Hal ini terjadi bila virus ditransfer masuk ke dalam telur saat fertilisasi melalui oviduct/saluran sel telur selama masa embriogenesis, akibatnya

telur terinfeksi menghasilkan larva yang infeksius yang nantinya akan menjadi nyamuk dengan tingkat infeksi melebihi 80%.6

Penggandaan virus dalam organ-organ berbeda selama proses embriogenesis atau dalam tahap akhir kehidupan nyamuk dapat bervariasi karena adanya tropisme jaringan, keturunan virus, dan pembuatan genetik inang.7 Menurut Mardihusodo et al. nyamuk Aedes aegypti betina gravid yang terinfeksi virus dengue sebagai induk ke ovum (telur) dalam uterus nyamuk itu, yang akhirnya berpropagasi dalam embrio dalam telur, selanjutnya virus dengue menggunakan larva sampai imagonya sebagai medium hidup untuk perbanyakannya. Manusia bisa terinfeksi virus dengue sewaktu pertama kali nyamuk yang muncul dari pupanya dalam air menggigit dan mengisap darah.5

Page 5: jurnal aspirator

57

Magdalena Desiree Seran dan Heni Prasetyowati, 2012. Transmisi Transovarial Virus Dengue ....

Meskipun transmisi transovarial virus dengue pada nyamuk Ae. aegypti telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian baik dalam laboratorium maupun di lapangan, akan tetapi kepentingan epidemiologis aktual dari hal ini terhadap terjadinya kasus dengue belum dipahami dengan jelas, namun bagi spesies vektor yang ada di daerah epidemik dengue dapat menjadi fenomena etiologis utama yang bertanggungjawab atas terjangkitnya kembali penyakit tersebut dari tahap inter-epidemik sampai epidemik permulaan penyakit. Terbuktinya Ae. aegypti pra-dewasa yang sudah membawa virus dengue secara transovarial dapat digunakan dalam pengembangan untuk melengkapi sistem kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD).

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa virus DEN-2 mampu ditransmisikan secara vertikal (transovarial) pada telur generasi F2 dengan umur rata-rata 2 (dua) hari TIR 52%.

SARAN

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui TIR virus dengue pada stadia pra-dewasa lainnya

2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai hal-hal yang berpengaruh terhadap TIR virus dengue pada berbagai stadia Ae. aegypti.

DAFTAR PUSTAKA

1. Koesharto,. Hama Pemukiman. IPB. 2006. Bogor

2. Yotopranoto, S., Sri Subekti, Rosmanida, Salamun. Analisis Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan Kasus Demam Berdarah Dengue yang Tinggi di Kotamadya Surabaya. Majalah Kedokteran Tropis Indonesia, 1998. 9: 23-31

3. Halstead, S.B. Dengue. In K.S. Warren & A.A.F Mahmound (eds): Tropical and Geographical Medicine. 1990: pp.675-685

4. Umniyati, S.R. Prelimenary investigation on the transovarial transmission of Dengue virus in the population of Aedes aegypti in the well. Dalam Seminar Hari Nyamuk IV, 21 Agustus 2004 di Surabaya. 2004

5. Mardihusodo, S.J., Satoto, T.B.T., Mulyaningsih, B., Umniyati, S.R. & Ernaningsih. 2007. Bukti Adanya Penularan Virus Dengue Secara Transovarial Pada Nyamuk Aedes spp. Di Kota Yogyakarta. Simposium Nasional Aspek Biologi Molekuler, Patogenesis, Manajemen dan Pencegahan KLB, Pusat Studi Bioteknologi UGM, Yogyakarta, 16 Mei 2007.

6. Beaty, B.J, Jennifer L.W and Stephen Higgs. Natural cycles of vector-borne pathogens. In: B.J Beaty and

Page 6: jurnal aspirator

58

Aspirator Vol. 4 No. 2 Tahun 2012

W.C Marquardt (eds) : The Biology of Disease Vectors. University Press of Colorado. 1996. pp.51-70

7. Joshi, V. Mourya, D.T, Sharma RC. Presistence of Dengue-3 Virus

Through Transovarial Transmission Passege In Successive Generations of Aedes aegypti Mosquitoes. Am.J.Trop.Med.Hyg. 2002, 67:158-161

Page 7: jurnal aspirator

59

Analisis Pengaruh Ekstraksi Non-polar Batang Pohon Tanjung (Mimusops elengi L.) Terhadap Larva Aedes aegypti (L.)

Non-polar Extraction Effect Analysis of Mimusops elengi (L.) bark to Larvae of Aedes aegypti (L.)

Mutiara Widawati1 dan Lurda Almierza2

Abstrak. Pohon Tanjung (Mimusops elengi) merupakan salah satu pohon yang banyak memiliki efek terapeutik dan sudah banyak diteliti sebagai berbagai macam obat, diantaranya obat radang, diare, dan asma. Penelitian ini menguji daya larvasida ekstrak batang tanjung untuk larva Aedes aegypti dengan LC50 dan LC90, bahan yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu ekstrak pelarut semi polar dan non polar dari batang tanjung (Mimusops elengi), yaitu ekstrak etil asetat dan ekstrak heksan. Ekstrak batang tanjung dibuat dengan cara reflux untuk selanjutnya difraksinasi dengan hasil analisis dari kromatografi lapis tipis.Dari penelitian ini diperoleh hasil nilai LC50 dari ekstrak 1, 2 dan 3, yaitu masing-masing 59,36 ppm, 82,53 ppm, dan 110,42 ppm. Hasil eksperimen menunjukan bahwa heksan memiliki daya larvasida yang paling kuat dibandingkan dengan ektrak yang lain.

Kata Kunci: ekstraksi non-polar, Mimusops elengi, Aedes aegypti, larvasida

Abstract. Tanjung or Mimusops elengi is one of a tree that has many therapeutic effects and has been widely studied as an alternative drug like anti-inflammatory agent, diarrhea, and asthma. This study tested the larvicidal ability of Tanjung bark extract for larvae of Aedes aegypti. The solvent that will be used for Mimusops elengi stem extraction in this research is semi-polar and non-polar solvent, which is ethyl acetate and hexane. The method used in this research was reflux extraction and proceed further with fractionation that has been analyzed by thin layer chromatography. The larvicidal activity of Mimusops elengi extract was tested using a bioassay method that has been established by WHO to determine LC50 and LC90 which can be processed further in order to compare the efficacy of solvent used. The LC50 value of the extract 1, 2 and 3, were each 59.36 ppm, 82.53 ppm, and 110.42 ppm. The experimental results showed that hexane has the most powerful larvicidal ability compared to other extracts.

Keywords: non-polar extraction, Mimusops elengi, Aedes aegypti, larvicide

Naskah masuk: 27 Oktober 2012 | Review 1: 04 Oktober 2012 | Review 2: 23 Oktober 2012 | Layak terbit: 14 November 2012

1 Loka Penelitian dan Pengembangan Penyakit Bersumber Binatang. Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, email: [email protected]

2 Fakultas MIPA, Institut Teknologi Bandung, Bandung Indonesia. email: [email protected]

Page 8: jurnal aspirator

60

Aspirator Vol. 4 No. 2 Tahun 2012

PENDAHULUAN

Nyamuk merupakan vektor penyebab penyakit tropis seperti malaria, demam dengue, demam kuning, Japanese encephalitis, dan Lymphatic filariasis. Metode untuk mengendalikan penyakit bersumber binatang ini, di antaranya yaitu dengan menghambat transmisi dari penyakit ini. Indonesia merupakan negara dengan variasi tanaman yang sangat banyak, banyak jenis tanaman obat di Indonesia yang telah digali sebagai bahan baku obat, sebagian spesies tanaman obat tersebut bahkan telah diuji secara klinis kandungan fitokimia, khasiat, serta keamanan penggunaannya.1

Tanaman merupakan sumber alternatif untuk mengontrol serangga pembawa penyakit, karena tanaman memiliki kandungan senyawa yang bersifat bioaktif yang menyerang serangga dan tidak mempunyai efek buruk pada manusia dan lingkungannya.2 Beberapa tanaman memiliki kandungan pestisida alami yang dapat dikembangkan menjadi jenis-jenis pestisida baru.3 Sifat tanaman yang dapat dikembangkan menjadi sumber pengobatan baru masih banyak yang bisa dikembangkan, itulah sebabnya sekarang ini penelitian tentang tanaman sebagai sumber biomolekul baru yang dapat mengatasi penyakit pada manusia sangat popular.4

Tanaman Tanjung (Mimusops elengi) merupakan tanaman yang sudah diteliti dan terbukti berpotensi untuk mengatasi penyebaran nyamuk Aedes

aegypti. Tanaman ini merupakan jenis tanaman perindang, daunnya sangat rimbun dan rapat serta bunganya berbau harum5. Daun tanjung merupakan tanaman bergetah, batangnya berkayu.6 Daun, bunga dan kulit tanaman tanjung diketahui berkhasiat sebagai obat.7

Hasil penapisan kandungan kimia menunjukkan bahwa ekstrak daun dan batang tanjung mempunyai kandungan senyawa alkaloid, tanin dan saponin.6 Diperkirakan senyawa-senyawa tersebut dapat memberikan efek larvasida, selain itu, eksplorasi pemanfaatan dari tanaman Tanjung untuk dijadikan sebagai larvasida masih kurang. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penelitian ini akan menguji efektivitas larvasida dari ekstrak semi polar dan non polar terhadap larva Aedes aegypti.

BAHAN DAN METODE

Tanaman Tanjung (Mimusops elengi) yang digunakan berasal dari pasar tanaman di Jakarta dan batangnya di identifikasi di Laboratorium Biologi LIPI (Herbarium Bogoriense) Cibinong.

Batang yang telah dikeringkan sebanyak 50 gr direfluks dengan pelarut etil asetat selama 18 jam. Filtrat yang didapat lalu dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator. Kemudian dilakukan fraksinasi etil asetat (EA) dari ekstrak yang telah dibuat dengan menggunakan pelarut non polar n-heksan. Fraksinasi dilakukan dengan berbagai konsentrasi etil asetat. Tiap fraksi dibuat hingga 100 mL. Hasil

Page 9: jurnal aspirator

61

Mutiara Widawati dan Lurda Almierza, 2012. Analisis Pengaruh Ekstraksi Non-polar Batang ....

fraksi dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Fraksi yang didapatkan, yaitu empat fraksi, fraksi 1 (F1) 100% n-heksan, (F2) heksan : etil asetat; 9 : 1, dan (F3) heksan : etil asetat; 8 : 2.

Larva dari nyamuk Ae. aegypti di rearing di laboratorium serangga Sekolah Tinggi Ilmu Hayati Institut Teknologi Bandung dan dijaga agar suhunya stabil di 27±2°C dengan kelembaban 75±5%. Pada penelitian ini digunakan larva Ae. aegypti instar 4.

Hasil fraksinasi dilarutkan dengan pelarut DMSO (Dimethyl Sulfoxide). Dibuat 11 larutan dengan konsentrasi 500 hingga 10 ppm, yaitu 10, 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350, 400, 450, dan 500 ppm. Larutan akan di uji untuk menentukan aktifitas larvasida untuk larva Ae. aegypti. Metode pengujian larvasida menggunakan prosedur dari WHO dengan sedikit modifikasi. Pengujian dilakukan pada suhu 27±1°C dengan merendam 10 larva di tiap konsentrasi ekstrak. Volume ekstrak yaitu 50 mL dan diujikan di gelas kimia 100 mL. Pengujian juga dilakukan pada lima konsentrasi yang sama dan dilakukan tiga kali ulangan.

Menurut Komisi Pestisida, penggunaan larvasida dikatakan efektif apabila dapat mematikan 90-100% larva

uji.8 Pada penelitian ini penggunaan LC90 didasarkan pada penggunaan konsentrasi larvasida yang efektif pada 90% kematian.

Kematian larva di setiap perlakuan termasuk kontrol dicatat setelah 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Koreksi kematian dihitung dengan menggunakan rumus Abbott9, data konsentrasi dianalisis dengan menggunakan metode Finney10 dengan menghitung Lethal concentrations pada kematian larva sejumlah 50% dan 90% (LC50 dan LC90).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan uji aktivitas dari berbagai konsentrasi batang Tanjung, hasilnya dianalisis. Ekstrak heksan (F1) dan etil asetat (EA, F2 dan F3) menunjukan aktivitas sebagai larvasida. Pada penelitian ini, larva Ae. aegypti instar 4 direndam pada konsentrasi tertentu untuk menentukan daya efikasi batang Tanjung pada kondisi normal. Pada ekstrak etil asetat tanpa campuran heksan (EA) kematian larva Ae. aegypti setelah 24 jam hanya mencapai 20%, kematian total didapat setelah dikontakan selama 48 jam. Nilai LC setelah 24 jam dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai LC50 dan LC90 dari EA yaitu 388,12 dan 842,98.

Tabel 1. Nilai konsentrasi letal (LC50) dan LC90 setelah 24 jam

Sampel Uji LC50 (ppm) LC90(ppm)

EA 388,12 842,98F1 59,36 93,35F2 82,53 165,72F3 110,42 312,83

Page 10: jurnal aspirator

62

Aspirator Vol. 4 No. 2 Tahun 2012

Untuk ekstrak yang lain, yaitu ekstrak heksan (F1), 9 : 1 heksan : EA (F2) dan 8 : 2 heksan : EA (F3) menunjukan daya toksisitas yang cukup baik. Berdasarkan Komisi Pestisida, larvasida dikatakan efektif jika dapat membunuh 90%-100% larva, di antara semua hasil ekstrak, F1

menunjukan daya toksisitas yang paling baik. Pada konsentrasi rata-rata kurang dari 100 ppm, dalam 24 jam ekstrak ini mampu membunuh semua larva. Ekstrak F2 baru aktif pada konsentrasi di atas 150 ppm dan F3 baru aktif pada konsentrasi di atas 350 ppm.

Gambar 1. Jumlah larva Aedes aegypti setelah 24 jam pengujian pada setiap konsen-trasi fraksi

Nilai LC50 dari ketiga fraksi ini berturut-turut adalah F1 sebesar 59,36 ppm, F2 sebesar 82,53 ppm, dan F3 sebesar 110,42 ppm. Ekstrak heksan terbukti menjadi ekstrak yang paling aktif dikarenakan membunuh 100% larva pada konsentrasi kurang dari 100 ppm selama 24 jam. Maka bisa disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi senyawa non-polar dari hasil ekstrak batang Tanjung, maka semakin tinggi pula daya toksisitas untuk larva Ae. aegypti.

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menunjukan adanya aktivitas ekstrak batang pohon Tanjung (Mimusops elengi) terhadap larva Aedes aegypti, sehingga tanaman ini mempunyai potensi sebagai larvasida. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih jauh untuk menentukan senyawa non-polar batang Tanjung yang efektif dalam membunuh larva Ae. aegypti, dan perlu juga diteliti lebih lanjut tentang pembuatan formula yang terbaik untuk membuat larvasida yang paling efektif dari ekstrak batang Tanjung ini.

Kondisi setelah 24 jam

Page 11: jurnal aspirator

63

Mutiara Widawati dan Lurda Almierza, 2012. Analisis Pengaruh Ekstraksi Non-polar Batang ....

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis berterima kasih kepada Kepala Laboratorium SITH ITB dan Kepala Laboratorium Kimia ITB, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Trubus. Umbi-umbi berkhasiat obat. Trubus no. 302- TH XXVI. 1995. Halaman 1-15.

2. Hedlin PA, Holingworth RM, Masler EP, Miyamoto J, Thopson DG, editors. Phytochemicals for pest control. ACS Symp Ser No. 658. Washington DC: American Chemical Society. 1997. p.372.

3. Newman, DJ, Cragg GM, Snader KM. The influence of natural products upon drug discovery. 2000. Natural Product Res; 17:215–34.

4. Grierson DS, Afolayan AJ. Antibacterial activity of some indigenous plants used for the treatment of wounds in the Eastern Cape, South Africa. 1999. J. Ethnopharmacol; 66:103–6.

5. Heyne, K. Tumbuhan Berguna Indonesia jilid 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan RI. Jakarta. 1987.

6. Syamsu hidayat, S. Hutapea J.R. Inventaris tanaman Obat Indonesia I. Balitbangkes, Depkes RI, Jakarta. 701.

7. Kloppenburg-Versteegh, J. Petunjuk lengkap mengenai tanaman-tanaman di Indonesia dan khasiatnya sebagai obat-obatan tradisional. Balitbangkes. Depkes RI. Jakarta. 1988. p.167.

8. Komisi Pestisida. Metode Standar Pengujian Efikasi Pestida. Departemen Pertanian. 1995.

9. Abbott WS. A method of computing the effectiveness of an insecticide. J Econ Entomol. 1925. 18:265–7.

10. Finney DJ. Probit analysis III edition. 1971. London: Cambridge University Press; p.1–333.

Page 12: jurnal aspirator

64

Aspirator Vol. 4 No. 2 Tahun 2012

SURVEI ENTOMOLOGI Aedes spp PRA DEWASA DI DUSUN SATU KELURAHAN MINOMARTANI KECAMATAN DEPOK

KABUPATEN SLEMAN PROVINSI YOGYAKARTA

ENTOMOLOGICAL SURVEY ON Aedes spp LARVAE IN MINOMARTANI VILLAGE DEPOK SUB-DISTRICT SLEMAN

YOGYAKARTA

Junus Widjaja.1

Abstrak. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Sejak tahun 1968 pertama kali ditemukan kasus DBD terus mengalami peningkaatan dan beberapa daerah terjadi KLB. Kelurahan Minomartani Kecamatan Depok merupakan salah satu daerah endemis DBD di Kab.Sleman. Tujuan survei jentik untuk mengetahui angka House Indeks (HI), Container Indeks (CI), Pupae Indeks (PI), Breteau Index (BI), Angka Bebas Jentik (ABJ),variasi jenis, letak dan kondisi tempat perkembanganbiakan Aedes spp. Jenis penelitian adalah deskriptif. Metode yang dilakukan adalah survei jentik dengan metode single larval method. Hasil penelitian menunjukkan HI 48,8%, CI 46,1%, BI 91, PI 612, dan ABJ 52%. Jenis kontainer paling banyak ditemukan jentik yaitu bak mandi dan tempayan sedangkan letak kontainer di dalam rumah serta kondisi kontainer dalam keadaan tertutup. Penelitian ini merekomendasikan perlunya program pemberian larvasida massal dan penyuluhan 3M

Kata Kunci: Demam Berdarah Dengue, survei jentik, Aedes aegypti

Abstract. Dengue haemorrhagic fever (DHF) is still a public health problem in Indonesia. DHF cases has been increased an caused outbreak since reported for the first in 1968. Minomartani village in Depok sub districh is one of the DHF endemic area in Sleman District. The aim of the survey was to measure House Index (HI), Container Index (CI), Pupae Index (PI), Breteau Index (BI), Larvae Free Index (LFI) and also type, position, and condition of Aedes spp breeding places. A descriptive research method was conducted and single larval method used on data collection of the study. The result showed that, the value for each index was HI 48.8%, CI 46.1%, BI 91, PI 612 and LFI 52%. Water container in the bathroom and jar were the common container found. The position of the water containers were mostly found inside the house and closed. This study purpose application of larvacide and community education on prevention as the recomendations.

Keywords: Dengue Haemorrahagic Fever (DHF), Larvae survey, Aedes aegypti

Naskah masuk: 01 Agustus 2012 | Review 1: 14 Agustus 2012 | Review 2: 5 November 2012 | Layak terbit: 20 November 2012

1 Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan R.I. email: [email protected]

Page 13: jurnal aspirator

65

Junus Widjaja, 2012. Survei Entomologi Aedes spp Pra Dewasa di Dusun Satu Kelurahan ....

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) yang biasa disebut Dengue Haemorrahagic Fever (DHF) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia terutama negara berkembang. Di Indonesia DBD muncul sejak tahun 1968 di Surabaya. Hampir setiap tahun DBD terjadi dan sering menimbulkan KLB di beberapa daerah di Indonesia.

Di Indonesia yang paling banyak adalah DEN-3 yang ganas dan virulen DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes sp dan nyamuk tersebut hidup di dalam dan sekitar rumah penduduk, maka untuk pencegahan dan pemberantasan DBD perlu didasarkan atas pengetahuan epidemiologinya yaitu manusia (inang dari virus dengue), agen penyakit (virus dengue), nyamuk vektor (Aedes spp) dan lingkungan yang berpengaruh.1

Nyamuk Aedes. Virus dengue ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk Aedes subgenus Stegomya. Di Indonesia ada 2 jenis nyamuk Aedes yang bisa menularkan virus dengue yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Ae. aegypti lebih berperan dalam penularan DBD. Nyamuk ini banyak ditemukan di dalam rumah atau di luar bangunan dan tempat perindukannya juga lebih banyak di dalam rumah.

Sampai saat ini cara pencegahan yang paling efektif dan dapat dilakukan ialah pemberantasan vektornya karena belum ada vaksin yang tersedia.2 Pemberantasan vektor terutama ditujukan untuk

memutuskan rantai penularan penyakit. Dalam program pemberantasan DBD, survei larva yang biasa dilakukan adalah investigasi larva Aedes spp di perumahan dan tempat-tempat umum dengan menggunakan single larva methods.3 Ukuran untuk mengetahui kepadatan larva Aedes spp yaitu House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI) dan Pupae Index (PI), besaran parameter entomologis dengan interpretasi makna rasio penularan DBD.

Selama tahun 2010 jumlah kasus DBD di Kab. Sleman mencapai 608 kasus dengan tiga orang meninggal dunia, sedangkan pada 2009 tercatat 551 kasus dengan lima meninggal dunia, dibanding tahun lalu terjadi kenaikan 52 kasus atau 9,43% dan penurunan jumlah kematian dari lima menjadi tiga orang. Berdasarkan kecamatan jumlah kasus DBD terbanyak selama 2010 meliputi Kecamatan Kalasan 143 kasus, Depok 90 kasus, Gamping 84 kasus, Godean 60 kasus, Mlati 52 kasus.4 Kelurahan Minomartani merupakan daerah endemis DBD di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman dan kondisi keadaan pemukiman yang padat dan kurang tertata, serta banyak tempat penampungan air di setiap rumah penduduk dan lokasi desa yang terletak dengan jalur transportasi yang ramai sehingga dapat memperbesar jumlah kasus DBD.

Tujuan penelitian untuk untuk mengetahui angka House Index (HI), Container Index (CI), Pupae Index (PI), Breteau Index (BI), Angka Bebas Jentik (ABJ), variasi jenis, letak, dan kondisi

Page 14: jurnal aspirator

66

Aspirator Vol. 4 No. 2 Tahun 2012

tempat perkembanganbiakan jentik pra-dewasa Aedes spp di kelurahan Minomartani Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Provinsi Yogyakarta.

BAHAN DAN METODE

Lokasi penelitian yaitu Dusun Satu Kelurahan Minomartani Kecamatan Depok karena lokasinya kecil House Index diharapkan 50% dengan 95% tingkat kepercayaan dengan interval 44-56%, maka besar sampel rumah yang harus diperiksa sebanyak tiga puluh tiga rumah dari total populasi rumah dipilih dengan simple random sampling.3 Survei

ini adalah survei sewaktu (spot survey) dan disajikan dalam bentuk deskriptif.

Pengumpulan data jentik dan identifikasi jentik menggunakan single larval method.3 Pengambilan jentik dilakukan dengan menggunakan cidukan, pipet, senter, dan botol vial. Seluruh jentik yang diperoleh diindentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi.5

Populasi jentik DBD dinilai berdasarkan hasil survei jenik dan dinyatakan sebagai indeks yang berupa persentase positif untuk masing-masing parameter yang diukur. Indeks yang diukur meliputi:

Container Index (CI): persentase tempat penampungan air yang positif terhadap jentik DBD

Jumlah kontainer positif jentik Jumlah kontaine

Ae. aegyptirr yang diperiksa

× 100%

House Index (HI): persentase rumah yang positif terhadap jentik DBD

Jumlah rumah positif jentik Jumlah rumah yang d

Ae. aegyptiiiperiksa

× 100%

Breteau Index (BI): jumlah tempat penampungan air positif jentik per rumah diperiksa).

Jumlah kontainer positif jentik Jumlah rumah ya

Ae. aegyptinng diperiksa

× 100%

Survei pupa dilakukan pada setiap kontainer yang terdapat di perumahan dan tempat-tempat umum. Populasi pupa

dinilai berdasarkan hasil survei pupa dan dinyatakan sebagai indeks yang berupa persentase positif.

Pupae Index (PI)

Jumlah pupaJumlah rumah yang diperiksa

× 100%

Page 15: jurnal aspirator

67

Junus Widjaja, 2012. Survei Entomologi Aedes spp Pra Dewasa di Dusun Satu Kelurahan ....

HASIL

Jumlah rumah diperiksa sebanyak tiga puluh tiga rumah dan jumlah kontainer yang diperiksa sebanyak 65 kontainer. Jumlah rumah yang positif ditemukan jentik DBD sebanyak 16 rumah dengan jumlah kontainer positif sebanyak tiga puluh kontainer.

Sepuluh jenis kontainer yang diperiksa, bak mandi paling banyak ditemukan positif jentik Ae. aegypti dan Ae. albopictus (26%), tempayan sebesar 11%, pot bunga 3%, ember 3% dan ban bekas 2% (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis kontainer positif yang diperiksa di Kelurahan Minomartani Kec. Depok Kab.Sleman tahun 2010

No. Tipe kontainer Jumlah Jumlah positif (%)1 Bak mandi 36 17 32 Ember 5 2 23 Ban bekas 1 1 114 Tempayan 13 7 05 Sumur 1 0 06 Tower air 1 0 07 Bak air 2 0 08 Kolam ikan 1 0 09 Toples 1 0 010 Pot bunga 4 3 5

65 30 46

Spesies Aedes yang ditemukan yaitu Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Paling banyak yaitu jentik Ae. aegypti sebanyak 24 ekor dan jentik Ae. aegypti paling banyak ditemukan di dalam rumah pada kontainer bak mandi (Tabel 2).

Tabel 2. Aedes spp yang ditemukan di Kelurahan Minomartani Kec. Depok Kab.Sleman Tahun 2010

No.Jenis

kontainerJml

Letak kontainerDalam Luar

Ae. aegypti Ae. Albopictus Ae. aegypti Ae. albopictus1 Bak mandi 17 15 1 1 02 Ember 2 1 0 0 13 Tempayan 7 4 0 2 14 Pot bunga 3 0 0 1 25 Kolam ikan 0 0 0 0 06 Bak air 0 0 0 0 0

Page 16: jurnal aspirator

68

Aspirator Vol. 4 No. 2 Tahun 2012

No.Jenis

kontainerJml

Letak kontainerDalam Luar

Ae. aegypti Ae. Albopictus Ae. aegypti Ae. albopictus7 Ban bekas 1 0 0 0 18 Toples 0 0 0 0 09 Tower air 0 0 0 0 010 Sumur 0 0 0 0 0

30 20 1 4 5

Berdasarkan letak kontainer yang positif, 80% kontainer terletak di dalam rumah dan 20% terletak di luar rumah (Tabel 3).

Tabel 3. Letak kontainer yang positif di Kelurahan Minomartani Kec. Depok Kab. Sleman tahun 2010

No. Letak kontainer Jumlah Positif jentik % kontainer1 Dalam 54 24 802 Luar 11 6 20

65 30 100

Berdasarkan keadaan kontainer 87% tidak ada penutup dan yang menggunakan penutup sebesar 13% (Tabel 4).

Tabel 4. Keadaan kontainer di Kelurahan Minomartani Kec. Depok Kab. Sleman tahun 2010

No. Penutup Jumlah Positif jentik % kontainer1 Ada 52 4 132 Tidak ada 13 26 87

65 30 100

Hasil perhitungan Larva Index, Pupae Index dan Angka Bebas Jentik, House Index di Kelurahan Minomartani 48,4% , Container Index yaitu 46,15%, Breteau Index 91, Pupae Index 612, dan angka bebas jentik yaitu sebesar 52% (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil larva indeks, pupa indeks dan ABJ di Kelurahan Minomartani Kec. Depok Kab. Sleman tahun 2010

No. Indikator Nilai parameter1 House Index 48,4%2 Container Index 46,1%3 Breteau Index 914 Pupa Index 6125 Angka Bebas Jentik 52%

Page 17: jurnal aspirator

69

Junus Widjaja, 2012. Survei Entomologi Aedes spp Pra Dewasa di Dusun Satu Kelurahan ....

PEMBAHASAN

Kelurahan Minomartani daerah padat penduduk dan terletak di daerah pinggiran Kota Yogyakarta. Mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah sebagai pedagang dan buruh. Mobilitas penduduk cukup tinggi hal ini karena banyaknya pendatang dari luar wilayah yang tinggal di wilayah tersebut. Kondisi pemukiman penduduk padat serta terkesan kumuh karena kurang tertata.

Kelurahan Minomartani juga merupakan salah satu daerah endemis DBD di wilayah Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Hasil survei jentik menemukan jentik Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Hal ini menunjukkan adanya potensi terjadinya penularan DBD secara terus menerus di Kelurahan Minomartani, karena kedua spesies tersebut merupakan vektor DBD.6

Hasil survei jentik menunjukkan House Index (HI), Container Index (CI) dan Breteau Index (BI) di Kelurahan Minomartani merupakan daerah sensitif dan rawan DBD. WHO tahun 1998 menyatakan daerah yang mempunyai HI lebih dari 5% dan BI lebih dari 20% merupakan daerah yang rawan dan sensitif DBD. Demikian juga ABJ masih kurang dari 95% hal ini dapat menyebabkan terjadinya transmisi virus DBD, maka kelurahan Minomartani mempunyai risiko terjadinya penularan DBD sehingga perlu melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

Jenis kontainer yang paling banyak ditemukan jentik Ae. aegypti yaitu Bak mandi hasil ini sama dengan survei jentik dibeberapa kelurahan endemis DBD di Kota Palu.7 Demikian juga menurut Hasyimi dan Soekirno menyatakan bak mandi merupakan salah satu Tempat Penampungan Air (TPA) paling banyak ditemukan sebagai tempat perkembangan jentik Ae. aegypti dan Ae. albopictus karena berukuran besar dan sulit menganti airnya. 8

Selain bak mandi penelitian ini juga menemukan ban bekas sebagai tempat perkembangbiakan jentik Aedes spp di Kelurahan Minomartani. Menurut WHO9, ban bekas merupakan salah satu tempat perkembangbiakan jentik Ae. aegypti sehingga hal ini perlu diperhatikan penempatan ban bekas yang tidak digunakan lagi atau ban bekas dapat diisi dengan tanah yang dapat digunakan wadah tanaman atau dapat didaur ulang menjadi sandal, keset atau ember dan lain-lain. Hasil penelitian Tsuda et al ban-ban bekas 60% yang menampung air ditemukan jentik Ae. aegypti dan Ae. albopictus.10

Jentik Ae. aegypti paling dominan ditemukan baik di dalam maupun di luar rumah di Kelurahan Minomartani. WHO menyatakan bahwa spesies Ae. aegypti paling dominan ditemukan dan mempunyai tingkat kepadatan populasi nyamuk tingkat sedang sampai tingkat tinggi. Spesies lain yang ditemukan yaitu

Page 18: jurnal aspirator

70

Aspirator Vol. 4 No. 2 Tahun 2012

Ae. albopictus, jentik Ae. albopictus di Kelurahan Minomartani paling banyak ditemukan di luar rumah. Jentik ini mempunyai kemampuan hidup secara baik di dalam kontainer meskipun jumlah air sangat sedikit. Pada umumnya jentik ini ditemukan pada ban-ban bekas, drum, kantong plastik, botol-botol plastik bekas minuman maupun barang-barang bekas lainnya, seperti aluminium.

Berdasarkan letak kontainer paling banyak di dalam rumah karena pada umumnya kontainer seperti bak mandi dan tempayan paling banyak di dalam rumah. Keadaan kontainer di dalam rumah lebih gelap ini dapat memberikan rasa aman dan tenang nyamuk untuk bertelur. Kontainer yang ditemukan jentik pada umumnya tidak ada penutup hal ini disebabkan kurangnya kepedulian masyarakat untuk membersihkan kontainer-kontainer ter-sebut karena TPA tersebut digunakan menampung air, terutama pada daerah-daerah yang sulit mendapatkan air atau bisa juga disebabkan penutup tidak rapat atau ada bagian dari kontainer yang berlubang pada penutup kontainer. Hal ini berbeda dengan penelitian Milana dan Febriyanto.11 Banyaknya ditemukan jentik pada kontainer yang menggunakan penutup disebabkan karena air pada TPA yang tidak berpenutup lebih sering digunakan oleh masyarakat, sehingga kondisi tersebut tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk berkembangbiak (bertelur), sebaliknya air pada kontainer yang berpenutup lebih jarang digunakan dan dibersihkan. Pemberian penutup

yang baik dan pembersihan kontainer secara berkala dapat mencegah berkembangbiaknya jentik Ae. aegypti.

KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menyimpulkan bahwa HI 48,8%, CI 46,1%, BI 91, PI 612, ABJ 52% di Kelurahan Minomartani. Jenis kontainer paling banyak ditemukan jentik DBD yaitu bak mandi dan tempayan. Letak kontainer paling banyak ditemukan jentik DBD yaitu di dalam rumah serta kondisi kontainer dalam keadaan tertutup. Penelitian menyarankan perlunya melakukan pemberantasan jentik dengan larvasida massal dan penyuluhan pada masyarakat akan pentingnya pelaksanaan 3M.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Kelurahan Minomartani dan staf yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan survei jentik ini.Kami juga mengucapkan terima kasih juga kepada Ibu Sitti Umniyati selaku Dosen serta staf Parasitologi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang telah membantu dalam pelaksanaan survei ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Satoto,. Pengendalian Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue di Indonesia dalam Simposium Nasional Demam Berdarah

Page 19: jurnal aspirator

71

Junus Widjaja, 2012. Survei Entomologi Aedes spp Pra Dewasa di Dusun Satu Kelurahan ....

Dengue (Aspek Biologi Molekuler, Patogenesis, Manajemen dan Pencegahan Kejadian Luar Biasa) Pusat Studi Bioteknologi UGM, 2007, Yogyakarta.

2. Suroso, T., Hadinegoro, Wuryadi., Siamnjuntak, G., Umar, A.i., Pitoyo, P.D., Kusraituti., Izhar, A.R.A (Editor). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (Terjemahan dari WHO SEARO no. 29 ‘Prevention Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever’). 2003. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

3. Depkes, RI, Pedoman Survei Entomologi DBD, Ditjen P2M & PL, 2002, Jakarta

4. Muslikah, Peningkatan Angka Bebas Jentik (ABJ) melalui pemberdayaan masyarakat di dusun ganjuran caturharjo sleman. 2011. puskesmassleman.blogspot.com/

5. Mahadevan S, Cheong, WH. Kunci Identifikasi Nyamuk Aedes (Stegimya) Group (terjemahan Ditjen P2M & PL, Depkes) Devision of Entomologi, Institute for Medical Research, 1974. Kuala Lumpur.

6. Sembel., DT. Entomologi Kedokteran, Penerbit Andi, 2009. Yogyakarta.

7. Yunus W, Hayani A, Made Agus, Risti. Tempat Perkembanganbiakan Jentik Aedes aegypti di Kota Palu, Jurnal Vektor Penyakit. 2007. Vol.1 (1) 35-39.

8. Hasyimi, H, dan Soekirno., M. Pengamatan Tempat Perindukan Aedes aegypti Pada Tempat Penampungan Air Rumah Tangga Pada Masyarakat Pengguna Air Olahan, Jurnal Ekologi Kesehatan, 2004. Vol. 3 (1): 37-42, Jakarta.

9. WHO., Prevention hemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd ed, Geneva: WHO, 1-11. 2001

10. Tsuda, Y., Kobayashi, J., Nambanya, S., Miyagi, I., Toma, T., Phompida, S & Manivang, K. 2002. An. Ecological Survey of Dengue Vector mosquitos in Central Lao PDR. Southeast Asian J Trop Med Public Health, 33(1), March 63-76.

11. Milana & Febrianto, 2005, Survei Jentik Aedes aegypti di Desa Saung Naga. www.infodiknas.com

Page 20: jurnal aspirator

72

Aspirator Vol. 4 No. 2 Tahun 2012