8

Click here to load reader

jurnal antimitosis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: jurnal antimitosis

ANTISPERMATOGENIK FRAKSI ALKALOID Achyranthes aspera Linn TERHADAP STAGINGSPERMATOGENESIS DAN APOPTOSIS

PADA TIKUS (Raftus norwegcus)

Wurlina Fakultas Kedokteran Hewan, Unair Surabaya \\ 9"

ABSTRACT

The extract of Achyranthes aspera Linn. Leaves contains saponin, ramnose, glucose, galactose and aikaioid in the trom achyranthin, betaine and aciilin, flavonoid in the from poiyfenol, a spinasteroi-3 P- S giicoside, daukosterol and ecdysteron, glycoside triterpenoid and achyranthoside E & F. The objective of this study is to prove that alkaloid fraction of Achyranthes aspera Linn. Has effect on apoptotic spermatogenetic staging, which inciuds spermatocyte, spermatid, Sertoii cells counts. This study involved 96 male rats, which were divided randomly into 4 groups, each comprising 24 rats. Group 1, receives alkaloid fraction for 14 days; group 2, receives alkaloid fraction for 14 days and repeated 1 X with interval of 14 days; group 3 receives alkaloid fraction for 14 days and repeated 2 X with interval of 14 days and group 4 receives aikaloid fraction for 14 days and repeated 3 X with interval of 14 days. Each groups were divided into 4 treatment, each comprises 6 rats. In treatment 1 (control), the rats receive CMC only, treatment 2, 3 and 4 they receive aikaioid fraction with doses of 60 mglkgbw, 75 mg/kgbw and 90 mglkgbw, respectively. Alkaloid fraction is given per oral once each day according to the treatment. Operation was flnaiiy carried out to remove the testis for making histological and immunohistochemistry preparation. It is concluded that the administration aikaloid fraction of Achyranthes aspera Linn as much as 60-90 mglkg bw could inhibit spermatogenic in spermatogenetic staging, in which spermatocyte, spermatid and Sertoli cells counts are reduced because of necrotic and apoptotic(p<O,OS),

Kata kunci : antispermatogenik, apoptosis, Achyranthes aspera Linn

PENDAHULUAN

Tanaman Achyranthes aspera Linn mengandung saponin, alkaloid, betain, akirantin, ramnose, glukose, galaktose, saponin, flavonoid dalam bentuk polifenol, alfa spinasterol, beta sitosterol, crysophanol, dibutyl phthalate, asam palmitat, alfa-spinasterol-3-beta-D glikosida, daukosterol, ecdysteron, glikosida triterpenoid dan achiranthoside E & F. (Gao XY et al., 2000, Chakraborty A et a1.,2002).

Achyranths aspem Linn mempunyai potensi sebagai antispermatogenik, berhu- bungan dengan kandungan alkaloid yang diduga mempunyai aktivitas sebagai antimitosis dengan menghambat pembe- lahan sel yang cepat pembelahannya. Alkaloid selain berkhasiat antimitosis juga berkhasiat antitelomerase yang dapat

menghambat proses mitosis sel dengan cara menghambat kerja enzim untuk mengikat tubulin yaitu mengharnbat polimerisasi protein yang berakibat mikrotubulus akan hancur dan pembelahan sel akan berhenti pada stadium metafase. Tidak terbentuknya benang mitosis secara utuh menyebabkan kromosom seperti bola atau bintang disebut dengan explode mitotic. Gangguan pada telomerase menyebabkan ukuran telomer pada ujung kromosom tidak dapat dipertahankan, sehingga tejadi kematian sel (apoptosis). Obat yang mempunyai efek antimitosis diduga juga mempunyai efek antitelomerase yang dapat menghambat pembelahan dan perkembangan sel yang cepat pembelahannya seperti sel kanker dan berakibat tejadi kematian sel (apoptosis).

pdiipdl
Rectangle
Page 2: jurnal antimitosis

SAIMEK, Vol. 10, No. 2, Desember 2006: 139-14s

Alkaloid tanaman diduga juga dapat menyebabkan gangguan pada membran sel sehingga menghentikan pembelahan sel dan menghambat perkembangan sel ter- masuk embrio dan spermatogonium (Das MC dan Shashi MB, 1983; Unchendu CN et al., 2000).

Alkaloid tanaman dapat mempenga- ruhi permiabilitas membran sel, dimana membran akan menjadi mengkerut sehing- ga integritasnya akan menurun. Pening- katan permiabilitas membran akan menye- babkan cairan elektrolit di luar sel mudah masuk ke dalam sel sehingga sel akan membengkak dan mudah pecah. Permia- bilitas membran spermatozoa berhubungan erat dengan proses spermatogenesis (Tahiliani P dan A Kai,2000).

Alkaloid tanaman dapat menghambat sekresi gonadotropin, menyebabkan ham- batan pada pertumbuhan dan perkem- bangan folikel dan ovulasi pada tikus betina dan spermatogenesis pada tikus jantan (Gomes Y et al., 2001). Beberapa jenis alkaloid tanaman, mempunyai efek antimi- tosis dan antitelomerase yang sekarang digunakan untuk menghambat pertum- buhan sel yang cepat membelah seperti sel kanker (Chabner BA et al., 2001).

Dari informasi tersebut tanaman Achyranthes aspera Linn kemung kinan dapat dimanfaatkan sebagai obat antisper- matogenik. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan fraksi alkaloid Achyranthes aspera Linn mempunyai efek antisperma- togenik pada staging spermatogenesis dan apoptosis sel spermatogenik.

MATERI DAN METODE

Pembuatan Faksi Alkaloid Pembuatan fraksi alkaloid menurut

Pharmacope Indonesia, dan kadar fraksi alkaloid ditentukan dengan HPLC (high petformance liquid chromatography), yang didahului dengan pemeriksaan alkaloid menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dari fraksi alkaloid Achyranthes aspera Linn hasil proses ekstraksi dan fraksinasi.

Hewan Percobaan Tikus putih jantan (Rattus

nonuegicus) diperoleh dari Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma) Surabaya berumur + 60- 70 hari dengan berat rata-rata 250-300 gram.

Metode penelitian Tikus jantan sebanyak 96 ekor dibagi

menjdi 4 kelompok secara acak, sehingga tiap kelompok terdiri dari 24 ekor. Kelompok tersebut adalah : Kelompok 1, diberi fraksi alkaloid selama 14 hari, Kelompok 2, diberi fraksi alkaloid selama 14 hari, diulang 1X selang waktu 14 hari, Kelornpok 3, diberi fraksi alkaloid selama 14 hari, diulang 2 X selang waktu 14 hari dan Kelompok 4, diberi fraksi alkaloid selama 14 hari, diulang 3 X selang waktu 14 hari.

Tiap kelompok dibagi menjadi 4 perlakuan, sehingga masing-masing perlakuan terdiri dari 6 ekor. Kelompok perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:: Perlakuan 1 (Kontrol) : Diberi CMC 0,5

ml/ lx hari/ PO Perlakuan 2 : Diberi fraksi alkaloid

60 mg/kgbb./lx hari/PO

Perlakuan 3 : Diberi fraksi alkaloid 75 mg/kgbb./lx hariJP0

Perlakuan 4 : Diberi fraksi alkaloid 90 mg/kgbb./lx hari/ PO

Sehari setelah perlakuan, semua kelompok dibedah untuk diambil testisnya guna pemeriksaan secara histologis untuk menghitung jumlah spermatosit, spermatid dan sel Sertoli serta mengamati sel spermatogenik secara imunohistokimia.

Data yang didapat dianalisa dengan Anava, jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan Uji BNT untuk mengetahui letak perbedaan

Identifikasi Spermatosit, Spermatid dan Sel Sertoli, Nekrosis dan Apoptosis

Spermatosit ada 2 macam yaitu spermatosit primer dengan ciri selnya

Page 3: jurnal antimitosis

1

Antispermatogenik Fraksi Alkaloid Achyranthesaspera Unn terhadap StagingSpermatogenesis ( Wurlina)

berada pada basal dinding epitel, dengan inti terlihat besar karena mengandung kromosom 2 n, sehingga intinya terlihat agak gelap bila dibandingkan dengan spermatosit sekunder, sedangkan sperma- tosit sekunder dengan ciri selnya berada pada iapisan kedua dari epitel yang intinya lebih kecil daripada spermatosit primer karena mengandung 1 n kromosom. Spermatid dapat diidentifikasi yaitu selnya mendekati lumen tubulus dan mulai terlihat ekor, sedangkan Sel Sertoli berada dibagian basal dari epitel, ukuran lebih besar dengan inti tidak jelas pada pewarnaan PAS. Sel spermatosit maupun spermatid yang mengalami nekrosis akan terlihat lebih besar dari yang normal akibat pembengkaan. Sei spermatid maupun sei spermatid yang mengalami apoptosis akan terlihat kecil serta mengkerut dan pengkerutan akibat tejadi fragmentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pada tikus jantan yang diberi fraksi alkaloid daun Achyranthes aspera Linn secara per oral selama 14 hari, pemberian fraksi alkaloid selama 14 hari dengan 1 kali ulangan, 2 kali ulangan dan 3 kali ulangan selang waktu 14 hari dengan dosis pada perlakuan 1 1 kontrol (PI) 0 mglkgbblhari, perlakuan 2 (P2) 60 mglkgbb, perlakuan 3 (P3) 75 mg/kgbb dan perlakuan 4 (P4) 90 mglkgbb. adaiah sebagai berikut :

Jumlah Spermatosit Hasil perhitungan jumlah sperrnatosit

setelah pemberian fraksi alkaloid daun Achyranthes aspera Linn dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada Tabel 1, terlihat pemberian fraksi alkaloid daun Achyranthes aspera Linn pada tikus berpengaruh terhadap jumlah spermatosit dalam tubulus seminiferus (p<0,05). Jumlah spermatosit antara kelompok kontrol (PI) berbeda dengan kelompok P2, P3 dan P4 tetapi

antara kelompok P2, P3 dan P4 tidak terdapat perbedaan.

Tabel 1. Rerata lumlah Spermatosit pada Tikus Setelah Pemberian Fraksi Alkaloid Achyranthes aspeta Linn Selama 14 hari, Ulangan 1 Kali, Ulangan 2 Kali dan Ulangan 3 Kali

Jumlah sei spermatosit mengalami penurunan, ha1 ini disebabkan fraksi alkaloid Achyranthes aspera Linn menye- babkan sel spermatogenik mengalami diskuamasi atau kematian sel spermatosit sehingga jumlah sel yang menyusun tubulus seminiferus menjadi berkurang. Selain itu sel spermatosit mengalami hambatan pembelahan sel (mitosis)

Fraksi aikaloid Achyranthes aspera Linn dapat menyebabkan gangguan pada poros hipotalamus-hipofisa-testis sekresi sehingga FSH, LH maupun testosteron akan menurun (Gomez Y et al., 2001). Penurunan kadar FSH akan berpengaruh terhadap sel Sertoli menyebabkan tejadi penurunan sekresi ABP kedalam lumen tubulus seminiferus, akibatnya sekresi testosteron yang menuju ke tubulus seminiferus dan epididimis menjadi berkurang sehingga mengganggu proses spermatogenesis ditandai dengan tejadi penurunan jumlah sel spermatogenik.

Jumlah Spermatid Hasil perhitungan jumlah spermatid

setelah pemberian fraksi alkaloid daun Achyranthes aspera Linn dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 4: jurnal antimitosis

SAINTEK, Vol. 10, No. 2, Desember 2006: 13%145

Tabei 2. Rerata Jumlah Spermatid pada Tikus Setelah Pemberian Fmksi Alkaloid Achyranthes aspera Linn Selama 14 Hari, Ulangan 1 Kali, Ulangan 2 Kali dan Ulangan 3 Kali

Pada Tabel 2, terlihat pemberian fraksi daun Achyranthes aspera Linn pada tikus berpengaruh terhadap jumlah sper- matid dalam tubulus seminiferus (p<0,05). Jumlah spermatid antara kelompok kontrol (PI) berbeda dengan kelompok P2, P3 dan P4 tetapi kelompok P2, P3 dan P4 tidak terdapat perbedaan.

Jumlah sel spermatid pada penelitian ini, dengan diberi fraksi alkaloid Achyranthes aspera Linn 60 mg/kgbb dapat menyebabkan .hambatan pembelahan sel sehingga terjadi penurunan jumlah sel spermatid. Te rjadinya penurunan jurnlah spermatosit dan spermatid disebabkan fraksi alkaloid yang mempunyai efek antimitosis sehingga terjadi hambatan pada proses pembelahan mitosis sel sperma- togenik, disamping kemungkinan banyak sel spermatogenik yang tidak membelah akibat mengalami nekrosis dan apoptosis.

Selain itu fraksi alkaloid diduga dapat menyebabkan hambatan pada poros hipotalarnus-hipofisa sehingga sekresi FSH dan LH dihambat dan berakibat sekresi testosteron dihambat pula. Testosteron diperlukan untuk perkembangan sperma- tosit menjadi spermatid, proliferasi dan deferensiasi dari sel spermatogenik (Muchtaromah B, 1999) sehingga menye- babkan sel penyusun dari tubulus semi- niferus seperti sel yang berasosiasi secara berurutan ke arah lumen seperti sperma- tosit primer dan sekunder, spermatid dan

spermatozoa menjadi berkurang akibat mengalami kematian (apoptosis).

Spermatosit merupakan hasil pembe- lahan secara mitosis dari spermatogonia pada tahap proliferasi dari spermatogenesis. Menurunnya jumlah spermatosit disebabkan karena terjadi hambatan pada proses mitosis. Hambatan pada proses mitosis menyebabkan menurunnya sel spermatosit sehingga jumlah sel spermatid akan mengalami penurunan pula.

Jurnlah Sel Sertoli Hasil perhitungan jumlah sel Sertoli

setelah pernberian fraksi alkaloid daun Achyranthes aspera Linn dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel3. Rerata lumlah Sel Sertoli pada Tikus Setelah Pemberian Fraksi Alkaloid Achyranthes aspera Linn Selama 14 Hari, Ulangan 1 Kali, Ulangan 2 Kali dan Ulangan 3 Kali

Pada Tabel 3, terlihat pemberian fraksi alkaloid daun Achyranthes aspera Linn pada tikus berpengaruh terhadap jumlah sel Sertoli dalam tubulus seminiferus (p<0,05). Jumlah sel sertoli antara kelom- pok kontrol (PI) berbeda dengan kelompok P2, P3 dan P4 tetapi antara kelompok P2, P3 dan P4 tidak terdapat perbedaan.

Untuk berlangsungnya proses sperma- togenesis diperlukan hormon FSH dan LH. Hormon FSH diperlukan saat berlang- sungnya proses spermatogenesis dan sasaran dari FSH adalah sel Sertoli. LH bekerja secara tidak langsung yaitu merangsang sel Leydig untuk sekresi testosteron. Hormon yang langsung bekerja pada epitel tubulus seminiferus adalah FSH

Page 5: jurnal antimitosis

Antispermatogenik Fraksi Alkaloid Achyranthesaspera Unn terhadap Staging Spermatogenesis ( Wuriina)

Gambar 1. Penampungan Tubulus Seminiferus Beberapa Sel Spermatogonia.

dan testosteron. Sel Sertoli merupakan sel target dari hormon testosteron yang berperan untuk menjaga kelangsungan dari sel Sertoli dalam menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) (Hafez ESE, 2000).

Fungsi sel Sertoli yang dipengaruhi oleh FSH secara fisiologi adalah sintesis ABP, sintesis inhibin, sintesis reseptor androgen (bekejasama dengan androgen), sintesis glikoprotein dan metabolisme energi yang menghasilkan asam laktat yang meru- pakan sumber energi bagi sel sperma- togenik. Apabila tejadi gangguan fungsi dari sel Sertoli yang merupakan sel pendukung dan pemberi nutrisi sel sperma- togenik akan berakibat sel spermatogenik mengalami degenerasi selanjutnya akan mengalami kematian atau apoptosis. Peru- bahan bentuk sel Sertoli berupa penyusutan ukuran, akibat tejadi pengurangan jumlah dari mitokondria dan endoplasma retikulum sebagai respon atau kekurangan sekresi hormon FSH. Perubahan sel Sertoli tersebut berupa degenerasi bagian basal sel Sertoli yang menyebabkan sel germinal immatur menjadi lepas sehingga hubungan antara sel spermatid dan sel Sertoli menjadi hilang akibatnya tejadi apoptosis dari sel sper- matid (Hafez ESE, 2000, dan Muchtaromah B, 1999).

Pemeriksaan Secara Imunohistokimia Dari pemeriksaan sel spermatogenik

pada tikus jantan yang diberikan fraksi alkaloid Achyranthes aspera Linn selama 14 hari, selama 14 hari, 1 kali ulangan, 2 kali ulangan dan 3 kali ulangan selang waktu 14

hari, pada kelompok perlakuan diperoleh hasil sebagai berikut : penampang tubulus seminiferus (Gambar 1.B dan l.C) beberapa sel spermatogonia mengalami kongesti, degenerasi, nekrosis dan apoptosis sedang- kan sel spermatogonia pada kelompok kontrol (Gambar 1.A) tidak menunjukkan perubahan yaitu sel spermatogonia berkem- bang secara normal menjadi spermatosit primer.

Kematian sel spermatogonia akibat kongesti atau pembengkakan pada pem- berian fraksi alkaloid Achyranthes aspera Linn disebabkan tejadi hambatan terben- tuknya adenosin triphosphat (ATP) yang diperlukan untuk aktivitas pembelahan sel spermatogonia. Gangguan terbentuknya ATP dapat disebabkan adanya gangguan dari reaksi oksidasi di dalam tubuh untuk berlangsungnya siklus pembentukan ATP melalui siklus kreb dan proses fosforilasi oksidatif. Hal ini menyebabkan gangguan proses pertukaran ion natrium dan kalium melalui pompa natrium dan kalium akibat dari kurangnya Na-K ATPase yang menyebabkan tejadi peningkatan ion natrium didalam sel. Ion natrium bersifat hipertonis yang menyebabkan akan menarik air disekitar sel lainnya sehingga sel akan membengkak, ha1 ini disebut kongestif. Penurunan jumlah ATP di dalam sel juga akan menyebabkan lemak tubuh termasuk trigliserida tidak dapat dimobilisasi keluar sel sehingga tejadi degenerasi melemak. Apabila keadaan ini berlanjut terus sel akan mengalami nekrosis yang ditandai dengan inti sel piknotis (mengkerut), kemudian inti sel akan mengalami karyoreksis (pecah-

Page 6: jurnal antimitosis

SAIMEK, Vol. 10, No. 2, Desernber 2006: 139-145

pecah), selanjutnya inti sel akan mengalami karyolisis (larut). Dari beberapa penga- matan diketemukan beberapa sel sperma- togonia mengalami apoptosis yakni sel mengkerut dengan inti pecah. Apoptosis diketahui hampir setiap hari jutaan sel di dalam tubuh mengalami kematian. Kebanyakan sel yang mati merupakan reaksi "bunuh did" yang digunakan untuk mengatur kehidupan suatu organisme. Sel yang mengalami apoptosis akan tampak terjadi kondensasi kromatin (membentuk masa yang homogen) dan pemisahan kromatin dari membran inti, juga terjadi kondensasi pada sitoplasma yang disertai pengkerutan sel, fragmentasi nukleus, sitoplasma beserta membran sel sebagai suatu kesatuan yang disebut "apoptotic bodied', selanjutnya apoptotic bodies segera menghilang dan jaringan akan tampak norrnal kembali (Kroemer G dan 3C Reed, 2000).

Mekanisme tentang terjadinya apoptosis ada 2 pendapat, Pertama siklus apoptosis dengan melibatkan reseptor kematian sel (fas death receptor) sedang- kan pendapat kedua peranan mitokondria dalam apoptosis.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa mitokondria mempunyai peranan penting pada proses kematian sel. Apabila terjadi stress karena kebutuhan faktor pertum- buhan berkurang atau paparan sinar ultraviolet, maka mitokondria akan menjadi bocor atau pecah sehingga akan dikeluar- kan bermacam-macam faktor pemicu enzim pemecah protein yang disebut-caspase yang menyebabkan terjadi pemecahan protein secara cepat dari skeleton, membran dan nukieus sebagai tanda spesifik dari apoptosis. Sebagian peneliti berpendapat bahwa mitokondria berperan secara sekunder pada proses kematian sel. Signal apoptosis primer secara langsung oleh enzim caspase tanpa melibatkan mitokon- dria. Saat enzim caspase aktif mungkin targetnya pada mitokondria untuk kemudian mengaktifkan seluruh enzim caspase dalam sel (Finkel, 2001). Silang pendapat ini sulit - dinilai mana yang benar dan mana yang

salah karena proses apoptosis berlangsung secara cepat dan sulit diamati rangkaian tahapannya. Apoptosis terpusat pada mitokondria yang meliputi bebempa proses pelepasan aktivator caspase (sitokrom c), perubahan pada transport elektron, hilang- nya potensial membran mitokondria, peru- bahan reaksi reduksi oksidasi sel dan peran serta dari protein pro dan antiapoptosis Bc12. Apoptosis yang melalui jalur caspase dimulai adanya ikatan ligand-reseptor kematian yang diinduksi oleh famili TNF seperti TNFRl dan fas. Protein akan merekrut protein adapter kedalam domain kematian sitosol termasuk FADO, akan mengikat DED yang mengandung procaspase, terutama procaspase-8. Dengan mekanisme pensinyalan menjadi capase-8 sebagai caspase inisator, kemudian caspase-8 akan mengaktifkan caspase lain yang bertindak sebagai caspase eksekutor, selanjutnya te qadi pembelahan substrat protein sehingga terjadi apoptosis (Kroemer G dan 3C Reed, 2000; Hunot S dan RA Flavell, 2001).

Proses apoptosis juga dapat terjadi melalui ribonucleoprotein atau telomerase. Telomerase terdiri dari dari beberapa nukleotida yang tersusun secara berulang, terdiri dari C+A2 dan G4-T2. Telomerase berfungsi untuk mempertahankan ukuran telomer dan kromosom pada sel. Telomer akan rnengaiami pemendekan pada saat sel melakukan pembelahan diri. Apabila telomer tersebut mencapai ukuran tertentu (level kritis) sebagai akibat terjadi pembelahan sel secara berulang, maka sel tersebut tidak dapat lagi melanjutkan pembelahannya yang pada akhirnya sel akan mengalami kematian yang disebut apoptosis. Adanya altivitas enzim telomerase menyebabkan ukuran telomer pada ujung kromosom akan dapat dipertahankan secara terus menerus, sehingga kromosom sel selalui terlindungi, yang pada akhirnya sel tersebut bersifat immortal. Telomerase akan tetap aktif pada sel benih dan tidak aktif pada sel somatik, namun telomerase akan terinduksi kembali bila sel norrnal mengalami transformasi menjadi sel kanker (Zou W et al., 2004).

Page 7: jurnal antimitosis

Antispermatogenik Fraksi Alkaloid Achyranfiesaspera tinn terhadap StagingSperrnatogenesis ( Wurlina)

Mekanisrne apoptosis dapat diharnbat oleh suatu inhibitor, seperti beberapa oncogen, farnili Bc12 bersifat antiapoptosis rnisalnya Bc12, Bclx.Bcl-w dan CED-9. Beberapa farnili Bcl yang bertindak proapoptosis yaitu Bax, Bak, Bok,Bad dan protein lain seperti p53 yang rnengaktivasi Bax, AIF yang rnengaktivasi caspase eksekutor (Didiano D et al., 2004).

KESIMPULAN

Pernberian fraksi alkaloid Achyranthes aspera Linn pada tikus jantan pada dosis 60 rng/kgbb dapat rnenyebabkan harnbatan spermatogenesis yaitu penurunan jurnlah sperrnatosit, sperrnatid dan sel Sertoli.

Perubahan sel sperrnatogenik pada pernberian fraksi alkaloid Achyranthes aspera Linn pada tikus jantan pada dosis 60 rnglkgbb menyebabkan tejadinya kongesti dan degenerasi serta nekrosis dan apoptosis sel sperrnatogonia.

UCAPAN TERIMA KASIH Dijent Dikti, Depdiknas yang telah

membiayai melaiui Proyek pengkajian dan Peneiitian Iimu Pengetahuan dan Teknoiogi Kontrak Nomer: 499/J03.2/PG/2005 Ditbiniitabmas, Dijent Dikti,Depdiknas.

DAFTAR RUJUKAN

Chabner BA, DP Rian, L Paz-Ares, RG Carbonero and P. Calabresi. 2001. Antineoplastic Agents. In Goodman & Gilmank The Pharmacological Basis o f Therapeutics. 10 th. Edition. McGraw-Hill. Medical Publishin Division. p.1417-1421.

Chakraborty A, A Branther, T Mukainaka, T Konoshima, H Tokuda and H Nishino. 2002. Cancer Chemopreventive Activity o f Achyranthes aspera.

Didiano D, T Shalaby, D Lang and m A Grotzer. 2004. Telomerase maintenance in Child- hood Primitive Neuroectodermal Brain Tumors. Neuro-Oncol. Jan;6(1) : 1-8.

Das MC and MB Shashi. 1983,Triterpenoids. Phytochemisty 22: p.1071- 1095.

Finkel. 2001. The Mitochondrial: Is It. Central to Apoptosis ?. Sience. April. 27 :p. 624-676.

Gao XY, D.W.Wang and FM Li. 2000. Determination of Acdysterone in Achyrantes bidentata and its Activity Promoting Proliferation of Osteoblast-Like Cell. Yao Xue Xue Bao.Nov:35(11) : 868- 870.

Gomez Y, PN Velazquez, I D Pelalta, MC Mendez, F Vilchia, MA0 iuarez And E Pedernera. 2001. Follicle Stimulating Hormone Regulates Steroigenic Enzymes in Culture Cells of The Chick Embryo Ovary. Gen Comp Endocrinol. V01.121 (3): 305-315.

Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In Reproduction in Farm Animal. USA: Lea and Febiger.

Hunot S and RA Flavell. 2001. Death of Monopoly ? Science. Vol. 292. P. 865-866.

Kroemer G and i C Reed. 2000. Mitochondrial Control of Cell Death Naturai. Medicine. Vo1.6 (5). P. 523-529.

Muchtaromah B. 1999. Pengaruh Pemberian Metoklopramid terhadap Gambaran Histologis Testis Tkus Putlh (Rattus norwegicus). Tesis (Tidak D@ublikasikan)). Surabaya: Unair.

Tahiliani P and A Kai. 2000. Achyranthes aspera Elevates Thyroid Hormone Levels and Decrease Hepatic Lipid feroxidation in Female Rats. J. Ethnopharmacol. Aug. 7(3): 527-532.

Unchendu CN, TN Kamaiu and IU Asuzu. 2000. A Preliminary Evaluation Antifertility of Triterpenoid Glicoside '(DSS) from Dalbergra Saraiitis in Female Wistar Rats. Pharmacol Ras. May.41(5) 521-525.

Zou W, C Luo, Z Zhang, i Liu, 3 Gu, Z Pei, C Qian dan X Liu. 2004. Anovei Oncoiytic Adenovirus Targeting to Telomerase Activity in Tumor Cells wioth Potent. Oncogene. Jan 15: 23(2): 457-64.

Page 8: jurnal antimitosis

SAINTEK, Vol. 10, No. 2, Desernber 2006