50

Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya
Page 2: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya
Page 3: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya
Page 4: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya
Page 5: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

iii

Journal of Pharmacy and Science Jurnal Ilmiah Ilmu Farmasi dan Sains (Kimia, Biologi, Fisika)

Volume 5, Nomor 1, Januari 2020

Journal of Pharmacy and Science yang diterbitkan sejak 2016 berisi kumpulan artikel

yang telah ditelaah dari hasil penelitian dan studi kepustakaan berbasis pengetahuan

dan terkait dengan bidang farmasi, biologi, kimia, dan kesehatan. Artikel berasal dari

penulis yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, badan penelitian dan pengembangan,

lembaga penelitian non-departemen (LPND) atau lembaga lain yang memiliki aktifitas

dalam riset, ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap naskah yang diterima redaksi

Journal of Pharmacy and Science akan ditelaah oleh penelaah ahli dan anggota redaksi.

Journal of Pharmacy and Science terbit 2 kali dalam setahun, pada bulan Juli dan

Januari.

Alamat Redaksi:

AKADEMI FARMASI SURABAYA

Jl. Ketintang Madya 81 Surabaya Telp. (031) 828 0996

Email: [email protected] .

Kesalahan penulisan (isi) diluar tanggung jawab percetakan

Page 6: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

iv

Halaman Kosong

Page 7: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

v

DEWAN REDAKSI VOLUME 5 NOMOR 1

Penanggung Jawab : Dr. Abd. Syakur, M. Pd.

Pimpinan Redaksi : Prasetyo Handrianto, S.Si., M.Si.

Ketua Penyunting : Ratih Kusuma Wardani, S.Si., M.Si.

Anggota Penyunting : Djamilah Arifiyana, S.Si., M.Si.

Vika Ayu Devianti, S.Si., M.Si.

Ilil Maidatuz Zulfa, S.Farm., M.Si., Apt.

Editor/Layout : Alfian Aldianto, S. IP.

Rizky Darmawan, M.Si.

Dewi Setiowati, S.Pd.

Kesekretariatan : Suci Reza Syafira, SE.I.

Penelaah Ahli : Umarudin, S.Si., M.Si.

(Akademi Farmasi Surabaya)

Floreta Fiska Yuliarni,

(Akademi Farmasi Surabaya)

Djamilah Arifiyana, S.Si., M.Si.

(Akademi Farmasi Surabaya)

Selly Septi Fandinata, S.Farm., M.Farm., Apt.

(Akademi Farmasi Surabaya)

Page 8: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

vi

Halaman Kosong

Page 9: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

vii

DAFTAR ISI

Journal of Pharmacy and Science .................................................................. iii

DEWAN REDAKSI VOLUME 5 NOMOR 1 .................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

Efektivitas Penggunaan Oral Antidiabetes Kombinasi Glimepiride Dengan

Pioglitazone Pada Pasien Dibetes Mellitus Tipe 2 .............................................. 1

Ninik Mas Ulfa1*),

Nabila Arfiana2 ............................................................. 1

Analisis Kandungan Formalin pada Mie Basah Menggunakan Nash dengan

Metode Spektrofotometri UV-Vis ...................................................................... 7

Cicik Herlina Yulianti 1*),

Aldila Nur Safira 1 ............................................ 7

Karakteristik Kimia dan Fisik Teh Hijau Kombucha pada Waktu Pemanasan

yang Berbeda ................................................................................................... 15

Kinanti Ayu Puji Lestari1*)

, Lailatus Sa’diyah1 ...................................... 15

Pengaruh Lama Pemanasan Terhadap Nilai ALT Bakteri Teh Kombucha........ 21

Lailatus Sa’diyah1*)

, Kinanti Ayu Puji Lestari1 ...................................... 21

Pengaruh Pemberian Edukasi terhadap Pengetahuan Complementary Alternative

Medicine (CAM) Pada Penderita HIV Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi

......................................................................................................................... 25

Jelly Permatasari 1,

Indri Meirista 1.

Nadiatul Mawaddah1*).

................. 25

Pemberian POC (Pupuk Organik Cair) Air Limbah Tempe dan Limbah Buah

Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman

Pakcoy (Brassica rapa L.) ................................................................................ 29

I.A.K Pramushinta1*),

Rosalia Yulian1 ..................................................... 29

Efektivitas Ekstrak Rimpang Pacing (Costus speciosus), Daun Srikaya (Annona

squamosa L.) dan Ekstrak Kombinasinya Terhadap Penurunan Jumlah Folikel

Tersier dan Folikel De Graff Pada Mencit Betina (Mus musculus) ................... 33

Purity Sabila Ajiningrum. 1*)

, Susie Amilah. 2, Prafikka Galuh

Widyaningtyas3 ......................................................................................... 33

Page 10: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

viii

Halaman Kosong

Page 11: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

1

Artikel Penelitian

Ninik Mas Ulfa1*),

Nabila Arfiana2

1, 2 Akademi Farmasi Surabaya *) E-mail: ([email protected].)

ABSTRAK

Diabetes mellitus atau yang dikenal dengan kencing manis merupakan gangguan sindroma metabolik kronis

dari karbohidrat, lipid dan lemak yang diakibatkan dari defisisiensi insulin dalam tubuh sehingga dapat

menyebabkan hiperglikemia. Pemberian Oral Antidiabetes dan Insulin merupakan terapi farmakologi yang

dapat mengontrol kadar gula darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati efektivitas pemberian terapi

kombinasi Glimepiride dengan Pioglitazone pada pasien DM tipe 2 dengan parameter GDP dan GD2PP yang

dibandingkan nilai pre dan post. Metode penelitian ini bersifat observasional dengan pengambilan data

secara retrospektif dan data dianalisis secara deskriptif. Besar sampel sebanyak 30 pasien DM tipe 2 yang

mendapat terapi setelah 6 bulan. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara

nilai GDP pre dan GDP post serta GD2PP pre dan GD2PP post dari analisis statistik menggunakan uji t-test

berpasangan, dengan nilai α = 0,00 lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi

Glimepiride dengan Pioglitazone efektif dalam kontrol glukosa darah pada pasien DM tipe 2.

Kata kunci: Diabates Mellitus, OAD, Glimepiride, Pioglitazone.

Effectivity of Glimepiride and Pioglitazone Combination In Type 2

Diabetes Melitus Patients

ABSTRACT

Diabetes mellitus is a disorder of chronic metabolic syndrome from carbohydrates, lipids and fats resulting

from the deficiency of insulin in the body so that it can cause hyperglycemia. Oral Antidiabetic and Insulin is

pharmacological therapy that can control blood sugar levels. This study aims to observe the effectiveness of

Glimepiride combination therapy with Pioglitazone in type 2 DM patients with fasting blood Glucose and

blood Glucose 2 hour post prandial parameters compared to pre and post values. This research method is observational with retrospective data collection and data analyzed descriptively. The sample size was 30

type 2 DM patients who received therapy after 6 months. The results showed that there were significant

differences between the value of fasting blood Glucose pre and fasting blood Glucose post and blood

Glucose 2 hour post prandial pre and blood Glucose 2 hour post from statistical analysis using paired t-test,

with a value of α = 0.00 smaller than α = 0.05. This shows that the combination of Glimepiride with

Pioglitazone is effective in blood glucose control in type 2 DM patients.

Keywords: Dibetes Mellitus, Oral Antidiabetic, Glimepiride, Piogliatzone

1. PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan

sindroma metabolik kronis dari karbohidrat, lipid

dan lemak yang diakibatkan dari defisisiensi

insulin dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan

hiperglikemia (peningkatan glukosa darah diatas

ambang normal) [1]. Defisiensi insulin ini

disebabkan karena kurangnya produksi insulin

oleh sel-sel kelenjar β-pankreas, dapat juga karena

rusaknya sel-sel kelenjar β-pankreas yang

disebabkanoleh tumor, virus, ataupun penyakit

autoimun. Selain itu juga dapat dikarenakan terjadi

resistensi reseptor insulin atau jumlah reseptor

insulin yang berkurang [1].

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

yang dilakukan oleh Kemenkes tahun 2018,

menyebutkan bahwa prevalensi DM berdasarkan

diagnosis dokter dengan penderita tertinggi

berjenis kelamin perempuan sebanyak 1,8%

sedangkan laki-laki sebanyak 1,2%. Sedangkan

hasil Riskesdas tahun 2018 pada kriteria usia,

penderita DM terbanyak pada usia manula yaitu

antara usia 55 – 64 tahun. Berdasarkan konsesnsus

Perkeni 2015 pada usia penduduk diatas 15 tahun

prevalensi DM pada tahun 2018 sebanyak 10,9 %

Efektivitas Penggunaan Oral Antidiabetes Kombinasi Glimepiride

Dengan Pioglitazone Pada Pasien Dibetes Mellitus Tipe 2

Page 12: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

2

yang mengalami peningkatan dari jumlah penderita

DM tahun 2013 yaitu 10,3% [2].

Pengobatan DM meliputi terapi non

farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non

farmakologi berupa olahraga, diet karbohidrat dan

menjaga pola hidup sehat perlu dilakukan sebagai

tindakan pencegahan. Sedangkan untuk terapi

farmakologi meliputi pemberian oral anti diabetes

(OAD) maupun pemberian injeksi hormonalinsulin,

sangat efektif untuk menjaga normalitas glukosa

darah dan mencegah agar tidak terjadi progresifitas

penyakit DM yaitu dapat mencegah kerusakan

mikrovaskular maupun makrovaskular [3].

Pemberian OAD kombinasi pada pasien DM tipe 2

digunakan dengan tujuan untuk menurunkan kadar

glukosa darah. Golongan OAD yang dapat

menurunkan kadar glukosa darah setelah makan

adalah golongan Sulfonil urea dengan mekanisme

kerja meningkatkan sekresi insulin pada kelenjar

pankreas, salah satu contohnya adalah Glimepirid.

Penggunaan golongan Thiazolidinedion dengan

contoh obat Pioglitazone dapat berfungsi

menurunkan resistensi insulin tetapi dapat

meningkatkan retensi cairan tubuh, sehingga

kontraindikasi pada pasien gagal jantung [4].

Penggunaan kombinasi Glimepiride dengan

Pioglitazone diberikan pada pasien DM tipe 2 jika

pemberian monoterapi OAD selama 3 bulan

menghasilkan kadar HBA1C tetap 6,5% - 7,0% [5].

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka

dilakukan penelitian ini di Rumah Sakit X Wilayah

Surabaya Selatan dengan mengamati efektivitas

penggunaan OAD kombinasi Glimepiride dan

Pioglitazone dengan parameter gula darah acak

(GDA) sebelum terapi (GDA pre), GDA setelah

terapi (GDS post), dan gula darah 2 jam post

prandial (GD2PP) pre dan post terapi selama

periode penelitian berlangsung.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif observasional,

dengan pengambilan data secara retrospektif yang

dilakukan pada bulan Desember 2016 sampai

dengan Mei 2017. Data diperoleh dari dokumen

rekam medik pasien di Rumah Sakit X wilayah

Surabaya Selatan. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh pasien DM tipe 2 yang mendapat

terapi obat Glimepiride dan Pioglitazone selama

periode penelitian yaitu Desember 2016 sampai

dengan Mei 2017. Besar sampel menggunakan

teknik total sampling. Dalam penelitian ini

diperoleh total sampel sebanyak 30 pasien yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.

Kriteria inklusi pada penelitian adalah

1. Dokumen rekam medik pasien DM tipe 2 usia

35 tahun – 70 tahun yang mendapat terapi

Glimepiride 2 mg 1xsehari 1 tablet dikombinasi

dengan Pioglitazone 15mg 1xsehari 1 tablet

2. Terdapat data laboratorium pemeriksaan GDP

dan GD2PP pre dan post secara lengkap dalam

dokumen rekam medik pasien yang

mendapatkan terapi selama 6 bulan (selama

periode penelitian)

Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini

adalah

1. Dokumen rekam medik pasien DM tipe 2 yang

mendapat terapi Glimepiride 2mg 1xsehari 1

tablet dikombinasi dengan Pioglitazone 15 mg

1xsehari 1 tablet tetapi selama periode

penelitian mengalami pergantian terapi OAD

lainnya karena pertimbangan klinis

2. Dokumen rekam medis pasien DM tipe 2 yang

tidak kontrol rutin dan putus obat ataupun

meningggal dunia.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu

GDP dan GD2PP baik pre dan post selama

penelitian diolah dengan melakukan analisis

deskriptif , kemudian dibandingkan nilai GDP pre-

post dan nilai GD2PP pre-post dengan

menggunakan analisis uji t-berpasangan (t-test).

Data GDP dan GD2PP pre diperoleh pada saat

pasien melakukan pemeriksaan kontrol gula darah

awal penelitian dimulai yaitu mulai bln Desember

2016. Untuk data GDP dan GD2PP post diperoleh

pada saat pasien setelah mendapat terapi 6 bulan

OAD kemudian dilakukan pemeriksaan pada akhir

penelitian bulan Mei 2017

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia

Berdasarkan pengamatan penelitian,

diperoleh hasil bahwa jumlah pasien terbanyak

adalah pasien dengan jenis kelamin perempuan

sebanyak 19 pasien (63%) dan pasien dengan jenis

kelamin laki-laki sebanyak 11 pasien (37%). Hal

ini menunjukkan bahwa populasi terbesar penderita

DM tipe 2 berdasarkan hasil penelitian ini adalah

perempuan dikarenakan jumlah penduduk

perempuan lebih banyak daripada laki-laki.

Sedangkan karakteristik usia pada penelitian ini

Page 13: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

3

diperoleh bahwa usia penderita DM tipe 2

terbanyak pada rentang usia antara 46 – 55 tahun

sebanyak 16 pasien (53 %), disusul pada rentang

usia 56 – 65 tahun sebanyak 9 pasien(30%). Hal ini

dikarenakan pada rentang usia tersebut terma-

suk dalam kategori masa lanjut usia awal menurut

Permenkes tahun 2009. Pada masa lanjut usia awal

terjadi penurunan fungsi organ tubuh, dalam hal ini

adalah penurunan kelenjar β-pankreas dalam

memproduksi insulin, ditambah juga pola hidup

dan pola makan yang kurang sehat [6]. Hasil

penelitian dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia

Pasien DM tipe 2 yang mendapat terapi

Glimepiride dan Pioglitazone

Variabel n Prosentase

(%)

Jenis Kelamin

Perempuan 19 63

Laki-laki 11 37

Total 30 100

Usia (tahun)

26 – 35 1 3

36 – 45 1 3

46 – 55 16 53

56 – 65 9 30

66 – 70 3 11

Total 30 100

3.2 Profil Kadar GDP dan GD2PP pre-post

Hasil laboratorium pemeriksaan kadar gula dara

puasa (GDP) dan kadar gula darah 2 jam post

prandial (GD2PP) berdasarkan rekam medis pasien

DM tipe 2 yang mendapat terapi Glimepiride 2 mg

sehari 1 kali dikombinasi dengan pemberian

Pioglitazone 15 mg sehari 1 kali dapat dilihat pada

tabel 2 dan tabel 3 dibawah ini. Kadar GDP

diperoleh berdasarkan pemeriksaa darah saat pasien

puasa atau tidak mendapat asupan minimal selama

8 jam, dengan nilai normal glukosa < 100 mg/dl,

dan dinayatakn diabetes jika nilai glukosa > 126

mg/dl. Sedangkan untuk kadar GD2PP diperoleh

berdasarkan pemeriksaan darah saat pasien

mendapat asupan makanan yang mengandung

karbohidrat dan 2 jam kemudian diukur kadar gula

darahnya dengan nilai normal < 140 mg/dl,

dinyatakan diabetes jika kadar gula darahnya > 200

mg/dl [4]. Berikut adalah tabel profil kadar GDP

dan GD2PP dari hasil pengamatan penelitian.

Tabel 2. Profil Kadar GDP Pre-Post Pasien DM

Tipe 2 Dengan Terapi Glimepride Kombinasi

Pioglitazone Setelah 6 Bulan Terapi

Inisial

Pasien

GDP

Pre

(mg/dl)

GDP

Post

(mg/dl)

∆ GDP

(%)

Ny. SM 176 124 29,55

Ny. MR 145 128 11,72

Ny. SN 155 150 3,23

Ny. SK 215 188 12,56

Tn. SM 181 126 30,39

Ny. MR 215 111 48,37

Tn. MT 209 142 32,06

Tn. SW 150 105 30,00

Ny. TY 175 120 31,43

Tn. BM 187 102 45,45

Tn. SY 191 112 41,36

Tn. KH 241 147 39,00

Ny. WS 144 136 5,56

Tn. SL 175 113 35,43

Tn. KR 194 125 35,57

Ny. YL 191 121 36,65

Tn. SG 176 126 28,41

Tn. AN 173 98 43,35

Tn. AY 287 153 46,69

Ny. KR 203 133 34,48

Ny. AT 175 126 28,00

Ny. TM 210 141 32,86

Ny. UA 145 122 15,86

Tn. ZK 165 122 26,06

Ny.HR 170 130 23,53

Ny. WR 200 135 32,50

Ny. NA 205 125 39,02

Ny. EL 243 160 34,16

Ny. DA 195 124 36,41

Ny. IN 170 115 32,35

Rata-rata ∆ GDP 30,73

Data profil GDP pre dan post pasien diatas

menunjukkan bahwa kombinasi Glimepiride

dengan Pioglitazone dapat menurunkan kadar gula

darah puasa sebesar 30,73 %. Hal ini menunjukkan

bahwa komninasi Glimepiride dengan Pioglitazone

dapat menunrunkan kadar gula darah sebanyak

0,31 kali pada pasien DM tipe 2.

Page 14: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

4

Tabel 3. Profil Kadar GD2PP Pre-Post Pasien

DM Tipe 2 Dengan Terapi Glimepiride

Kombinasi Pioglitazone Setelah 6 Bulan Terapi

Inisial

Pasien

GD2PP

Pre

(mg/dl)

GD2PP

Post

(mg/dl)

∆ GD2PP

(%)

Ny. SM 285 188 34,04

Ny. MR 329 223 32,22

Ny. SN 208 200 3,85

Ny. SK 309 195 36,89

Tn. SM 205 150 26,83

Ny. MR 250 187 25,20

Tn. MT 193 185 4,15

Tn. SW 250 185 26,00

Ny. TY 262 212 19,08

Tn. BM 282 208 26,24

Tn. SY 185 167 9,73

Tn. KH 300 197 34,33

Ny. WS 200 130 35,00

Tn. SL 262 163 37,79

Tn. KR 268 166 38,06

Ny. YL 200 151 24,50

Tn. SG 279 152 45,52

Tn. AN 200 143 28,50

Tn. AY 386 216 44,04

Ny. KR 310 180 41,94

Ny. AT 262 190 27,48

Ny. TM 251 216 13,94

Ny. UA 212 180 15,09

Tn. ZK 210 192 8,57

Ny.HR 200 180 10,00

Ny. WR 220 190 13,63

Ny. NA 190 175 7,89

Ny. EL 265 202 23,77

Ny. DA 300 190 36,67

Ny. IN 295 164 44,41

Rata-rata ∆ GD2PP 25,85

Berdasarkan Tabel 3 tersebut diatas, nilai rata-

rata ∆GD2PP mengalami penurunan 25,85 %

setelah 6 bulan terapi dengan OAD kombinasi

Glimepiride 2mg dan Pioglitazone 15 mg. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian kombinasi kedua

OAD tersebut dapat menurunkan glukosa darah 2

jam post prandial sebanya 0,26 kali.

3.3 Uji Efektifitas Dengan Parameter GDA Dan

GD2PP Pada Terapi Kombinasi Glimepiride

Dengan Pioglitazone

Data yang diperoleh dari hasil penelitian setelah

diketahui profil GDP pre-post dan profil GD2PP

pre-post, selanjutnya dilakukan analisis statistik

menggunakan uji paired t-test. Uji ini dilakukan

untuk membandingkan nilai GDP pre dengan GDP

post pada pasien yang mendapat kombinasi terapi

Glimepiride dengan Pioglitazon apakah ada

perbedaan yang bermakna dalam menurunkan

kadar gula darah puasa (GDP). Begitu juga pada

GP2PP pre dengan GD2PP post pada pasien

dengan terapi kombinasi Glimepiride dan

Pioglitazone juga dibandingkan nilainya, apakah

ada perbedaan yang bermakna ataukah tidak

dengan menggunakan analisis statistik uji paired t-

test. Tabel dibawah ini merupakan hasil analisis

statistik dari GDP pre-post dan GD2PP pre-post.

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data GDP dan

GD2PP Menggunakan Kolmogorov Smirnov Dan

Shapiro-Wilk

Parameter Kolmogorov

Smirnov

Shapiro-Wilk

df Sig df Sig.

GDP Pre 30 0,200 30 0,040

GDP Post 30 0,056 30 0,043

GD2PP Pre 30 0,055 30 0,050

GD2PP Post 30 0,200 30 0,675

Berdasarkan Tabel 4 tersebut diatas menunjukkan

bahwa data GDP dan GD2PP baik pre maupun post

berdistribusi normal karena nilai α kurang dari 0,05.

Selanjutnya dilakukan analisis Uji Efektifitas terapi

kombinasi Glimepiride dosis 2 mg sehari 1 tablet

dan Pioglitazone dosis 15 mg senari 1 tablet, dengan

membandingkan nilai GDP pre dengan GDP post

dan membandingkan nilai GD2PP pre dan post

menggunakan analisis statistik uji paired t-test.

Tabel hasil uji tersebut, dapat dilihat pada Tabel 5

dibawah ini.

Tabel 5. Hasil Uji Efektifitas Terapi Kombinasi

Glimepiride dengan Pioglitazone Selama Terapi 2

Bulan Dengan Parameter GDP pre-post dan

GD2PP pre-post

Parameter Sig. (2-talled)

Pair 1 GDP pre – GDP post 0,00

Pair 2 GD2PP pre – GD2PP

post

0,00

Dari hasil analisis statitistik menggunakan uji

paired-t test pada Tabel 5 tersebut diatas

menunjukkan bahwa pada uji GDP pre

dibandingkan dengan GDP post diperoleh bahwa

nilai α kurang dari 0,05 hal ini menunjukkan bahwa

ada perbedaan yang bermakna dari penurunan nilai

GDP pre ke GDP post. Sedangkan pada uji GD2PP

pre dibandingkan dengan GD2PP post diperoleh

hasil nilai α = 0,00 artinya nilai α kurang dari 0,05

hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna dari

Page 15: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

5

penurunan nilai GD2PP pre ke GD2PP post.

Berdasarkan hasil analisis statistik tersebut diatas

bahwa terapi kombinasi Glimepiride dengan

Pioglitazone dapat efektif menurunkan kadar

glukosa darah pasien DM tipe 2 pada parameter

GDP dan GD2PP. Hal ini dikarenakan kedua OAD

tersebut mempunyai mekanisme kerja yang saling

mendukung yaitu dapat menstimulasi pengeluaran

insulin. Pioglitazone merupakan golongan

Thiazolidinedione yang bekerja pada agonis

Peroxisome Proliferator Activated Receptorɣ

(PPARɣ) yang dapat meningkatkan stimulasi insulin

sehingga meningkatkan uptake glukosa pada

jaringan perifer, selain itu juga Pioglitazone dapat

meningkatkan sensitivitas insulin di hati dan

jaringan adipose sehingga dapat menurunkan kadar

glukosa dalam darah baik penggunaan tunggal

maupun dikombinasi dengan OAD lain ataupun

dengan insulin dengan efek samping hipoglikemia

yang lebih kecil [7]. Selain menurunkan kadar

glukosa dalam darah, Pioglitazone juga dapat

menormalkan profil lipid pada pasien DM tipe 2

dengan menurunkan trigliserida, Free Fatty Acid dan

lipid peroksida serta dapat memperbaiki densitas

lipoprotein yang rendah [8]. Pada Glimepiride

merupakan golongan Sulfonil Urea (SU) generasi

kedua dengan mekanisme kerja mengaktivkan sel β-

pankreas, setelah Glimepiride berikatan dengan

reseptor spesifik SU, maka akan menutup kanal

kalium ATP-sensitif akibatnya insulin akan release

dari sel β-pankreas. Penelitian yang dilakukan di UK

Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada psien

DM tipe 2 yang mendapatkan terapi golongan

Sulfonil Urea termasuk Glimepiride dapat

menurunkan komplikasi makrovaskular pada

penderita DM tipe 2 sebanyak 15 %, kejadian Acute

Myocard Infarction (AMI) menurun sebanyak 16 %.

Penggunaan Glimepiride sangat direkomendasikan

intuk pasien DM tipe 2 yang diet lemak. Glimepiride

dapat menurunkan Fasting Plasma Glucosa (FPG)

dan HBA1c [8]. Pada penelitian ini kombinasi

Glimepiride 2 mg dengan Pioglitazone 15 mg yang

masing-masing diberikan sehari 1 kali efektif dalam

menurunkan glukosa darah baik GDP maupun

GD2PP. Hasil penelitian ini mendukung hasil

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hanefeld

M, Brunetti P, dkk tahun 2004 pada investigasi

pasien DM tipe 2 sebanyak 639 selama 1 tahun

terapi kombinasi Pioglitazone 15 mg – 45mg dengan

Glimepiride 2mg – 8 mg efektif memperbaiki

HBA1c, FPG dan Fast Plasma Insulin (FPI)

dibandingkan kombinasi Metformin dengan

Glimepiride. Kombinasi Glimepiride dengan

Pioglitazone juga dapat menurunkan kadar albumin

atau kreatinin dengan rasio 15 %, sehingga aman

bagi pasien DM tipe 2 dengan gangguan fungsi

ginjal [9]. Kombinasi Glimepiride dan Pioglitazone

juga dapat menurunkan resiko kardivaskuler pada

pasien DM tipe 2 karena efek terapinya yang dapat

memperbaiki profil lemak darah dan memperbaiki

tekanan darah sistolik maupun diastolic [10].

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa kombinasi OAD Glimepiride

dengan Pioglitazone pada pasien DM tipe 2 efektif

menurunkan kadar gula darah dengan parameter

GDP pre-post dan GD2PP pre-post setelah 6 bulan

terapi pada 30 pasien DM tipe 2, dengan nilai

α=0,00 yang lebih kecil dari α tabel yaitu 0,005.

Hal ini membuktikan bahwa Glimepiride dan

Pioglitazone efektif dalam mengontrol glukosa

darah pada pasien DM tipe 2. Saran untuk

penelitian selanjutnya yaitu dilakukan penelitian

yang sama dengan mengukur kadar HBA1c pre-

post terapi 6 bulan atau 1 tahun.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih diberikan kepada Nabila

Arfiana yang telah membantu dalam pengambilan

data penelitian ini. Serta Rizki Darmawan yang telah

membantu dalam analisis data penelitian.

6. PENDANAAN

Penelitian ini tidak didanai oleh sumber hibah

manapun.

7. KONFLIK KEPENTINGAN

Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat

potensi konflik kepentingan dengan penelitian,

kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel

ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dipiro J, Talbert R, Yee G, Matzke G, Wells B, Posey L. Pharmacotherapy: a

pathophysiologic approach Edisi ke-7. New York: The McGraw-Hill Companies Inc; 2008.

2. Kemenkes R.I. Hasil Utama RISKESDAS. Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2018

3. Kim JM, Kim SS, Kim JH, Kim MK, Kim TN, Lee SH, et al. Efficacy and Safety of

Pioglitazone versus Glimepiride after Metformin and Alogliptin Combination Therapy : A Randomized, Open-Label,

Page 16: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No 1., (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

6

Multicenter, Parallel-Controlled Study.

Diabetes and Metabolism Journal Publish on line, July 11. 2019 : 1-11

4. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit PB Perkeni; 2015

5. Soegondo. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit : FKUI; 2011

6. Meidikayanti W, Wahyuni CU. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Pademawu. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2017;5(2):240-252

7. Dorkhan M, Frid A. A Review of Piogliatzone HCl and Glimepiride in The Treatmentof Type 2 Diabetes. Vascular and Risk Management.

2007;3(5):721-731 8. Derosa G, Salvadeo SAT. Glimepiride-

Pioglitazone Hydrochlorida in The Treatment of Type 2 Diabetes. Clinical Medicine : Therapeutics. 2009;1:835-845

9. Hanefeld M, Brunetti P, Scherenthaner GH. One year Glycemic Control with a Sulfonylurea plus Pioglitazone Versus a Sulfonylurea plus

Metformin in Patients with Type 2 Diabetes. Diabetes Care.2004;27:141-147

1. Araki T, Emoto M, Konishi T. Glimepiride increase High Density Lipoprotein Cholesterol via Increasing Adiponectin levels in Type 2 Diabetes Melitus. Metabolism. 2009;58:143-

148.

Page 17: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

7

Artikel Penelitian

Cicik Herlina Yulianti 1*),

Aldila Nur Safira 1

1Akademi Farmasi Surabaya *) E-mail : ([email protected].)

ABSTRAK

Mie merupakan produk makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia karena rasanya enak,

harganya murah, dan pengolahannya mudah. Salah satu mie yang cukup banyak dikonsumsi masyarakat adalah

mie basah. Mie basah memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, mie basah tidak dapat disimpan

terlalu lama. Untuk mencegah pembusukan dan tumbuhnya jamur, produsen biasanya menambahkan bahan

tambahan pangan ke dalam proses pembuatan mie basah. Akan tetapi, masih saja dijumpai pengawet mie basah

yang tidak boleh digunakan yaitu formalin. Pada penelitian sebelumnya telah ditemukan mie basah yang

mengandung formalin dijual di beberapa kota di Indonesia. Formalin adalah bahan kimia yang berbahaya bagi

kesehatan dan juga dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya formalin pada mie basah yang dijual di pasar Wonokusumo Surabaya dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif menggunakan spektrofotometri dan reagen nash.

Tahapan-tahapan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan pembakuan larutan standar

formalin untuk menentukan panjang gelombang maksimal dan kurva kalibrasi; pembuatan reagen nash;

preparasi sampel; dan pengujian kandungan formalin pada mie basah secara kualitatif dan kuantitatif. Sedangkan

hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kadar larutan standar formalin setelah dibakukan

sebesar 34,5807 %; panjang gelombang maksimal formalin dengan reagen nash terdapat pada 412 nm, koefisien

korelasi (r) dari kurva kalibrasi sebesar 0,9992. Hasil uji kualitatif pada kelima sampel setelah ditambahkan

reagen nash dan dipanaskan menunjukkan bahwa sampel A, D, dan E tidak mengandung formalin karena tidak

terjadi perubahan warna. Sedangkan sampel B dan C mengandung formalin karena terjadi perubahan warna

menjadi kuning. Hasil uji kuantitatif terhadap sampel B dan C diperoleh kandungan rata-rata formalin pada

sampel B sebesar 257,596 mg/kg dan sampel C sebesar 320,884 mg/kg.

Kata kunci: mie basah, formalin, nash, spektrofotometri UV-Vis.

Analysis of Formaldehyde Level in Wet Noodles Using Nash and

UV-Vis Spectrophotometry Method

ABSTRACT

Noodle is a type of food that is much favoured by community, specially Indonesian, because of good taste,

cheap, and easy in processing. One of the most widely consumed noodles is wet noodles. Wet noodles have a

fairly high water content. Therefore, wet noodles cannot be stored for a long time. To prevent spoilage and mold

growth, producers usually add food additives to the process of making wet noodles. However, still found

preserved wet noodles that can not be used, example formalin. Previous research has found that wet noodles

containing formalin are sold in several cities in Indonesia. Formalin is a chemical that is harmful to health and

its use is also prohibited as a food additive. The aims of study is to determine whether there is formalin in wet

noodles sold in the Wonokusumo Surabaya market by using qualitative and quantitative analysis methods using

spectrophotometry and nash reagents. The stages of research used in this study were to standardize formalin

standard solutions to determine the maximum wavelength and calibration curves; Nash reagent manufacturing;

sample preparation; and testing the formalin content of wet noodles qualitatively and quantitatively. While the research results obtained in this study are the levels of standard solution formalin after standardized by

34,5807%; the maximum wavelength of formalin with nash reagents is at 412 nm, the correlation coefficient (r)

of the calibration curve is 0.9992. Qualitative test results on the five samples after adding reagent and heated

showed that samples A, D, and E did not contain formalin because there was no change in color. Whereas

samples B and C contain formalin because of a change in color to yellow. Quantitative test results on samples B

and C obtained an average content of formalin in sample B of 257,596 mg/kg and sample C of 320,884 mg /kg.

Keywords: wet noodles, formalin, nash, UV-Vis spectrophotometry.

Analisis Kandungan Formalin pada Mie Basah Menggunakan Nash dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis

Page 18: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

8

1. PENDAHULUAN

Siapa yang belum pernah makan mie,

kebanyakan orang baik tua, muda, maupun anak-

anak pernah makan mie. Mie banyak digemari

masyarakat karena rasanya enak, harganya murah,

dan mudah dalam pengolahannya. Dalam e-book

seri Teknologi Pangan Populer, mie berdasarkan

tahap pengolahan dan kadar airnya dibedakan

menjadi mie mentah/segar, mie basah, mie kering

mie goreng, dan mie instan. Mie basah adalah mie

mentah yang mengalami perebusan sebelum

dipasarkan dengan kadar air sekitar 52-60% [1]. Mie

basah banyak dijual di pasar dan pedagang sayur

keliling, biasanya digunakan sebagai pelengkap

bakso, lontong mie, mie kopyok dan jenis makanan

yang lain. Dengan kandungan air yang cukup

tinggi, mie basah tidak tahan lama.

Berbeda dengan mie kering yang dapat

disimpan dalam waktu lama, mie basah tidak tahan

lama karena kandungan air yang dimilikinya cukup

tinggi. Menurut Koswara (2009), apabila

pembuatan dan penyimpanannya dilakukan dengan

baik maka pada musim panas mie basah dapat

bertahan selama 36 jam. Sedangkan pada musim

hujan hanya bertahan selama 20-22 jam [1].

Penyimpanan yang lebih lama akan mengakibatkan

tumbuhnya jamur atau kapang yang ditandai

dengan munculnya lendir dan bau busuk.

Salah satu upaya meningkatkan daya tahan mie

basah adalah dengan menambahkan pengawet ke

dalam makanan. Pada kenyataannya, masih saja

dijumpai pengawet pada mie basah yang tidak

boleh digunakan yaitu formalin. Berdasarkan hasil

penelitian Hubarat (2010), sampel mie basah yang

dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan

mengandung formalin dengan kadar sebesar 33,9

mg/kg; 21,52 mg/kg dan 21,65 mg/kg [2].

Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Tatriatmadja dan Rusli (2016), sampel mie basah

yang diambil di sekitar Universitas Tarumanegara

Kota Jakarta diperoleh 4 sampel mie basah yang

mengandung formalin sebesar 5,57 mg/kg; 5,99

mg/kg; 6,47 mg/kg, dan 5,28 mg/kg [3]. Mie basah

yang mengandung formalin memiliki ciri–ciri yaitu

tampak mengkilat, kenyal, tidak mudah putus, tidak

lengket, beraroma seperti obat, dan tidak mudah

busuk meskipun disimpan lebih dari dua hari [4].

Formalin merupakan bahan kimia berbahaya

karena bersifat karsinogen dan mutagenik yaitu

dapat menyebabkan perubahan sel dan jaringan

tubuh, selain itu juga korosif dan iritatif. Uap

formalin sendiri sangat berbahaya jika terhirup oleh

saluran pernafasan dan iritatif jika tertelan.

Formalin juga dapat merusak sistem saraf pada

tubuh manusia serta dapat mengganggu organ

reproduksi seperti, kerusakan testis dan ovarium,

gangguan menstruasi, dan infertilitas sekunder [5].

Berdasarkan Permenkes No. 33 Tahun 2012

menyatakan bahwa formalin dilarang digunakan

sebagai bahan tambahan pangan [6].

Pengamatan organoleptis pada sampel mie

basah saja tidak dapat memastikan mie basah yang

dikonsumsi aman dari formalin. Oleh karena itu

perlu dilakukan pengujian secara kualitatif dan

kuantitatif terhadap kandungan formalin pada mie

basah. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

mengetahui kelayakan konsumen untuk

mengkonsumsi mie basah dari berbagai pedagang

mie basah di Pasar Wonokusumo Kota Surabaya

dengan menggunakan reagen nash dengan metode

Spektrofotometri UV-Vis.

2. METODE PENELITIAN

2.1. Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini

adalah spektrofotometer ultraviolet-visible, buret,

termometer, neraca analitik, labu ukur, gelas ukur,

beaker glass, erlenmeyer, batang pengaduk, kaca

arloji, pipet, penangas air, dan blender.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini

adalah larutan formalin 37%, mie basah, asetil

aseton, asam asetat glasial, amonium asetat, asam

fosfat, NaOH, H2SO4, H2C2O4, indikator PP,

indikator methyl red, indikator timolftalein, dan

aquadest.

2.2. Metode

Pada penelitian ini penetapan kadar larutan

standar formalin menggunakan prosedur yang

terdapat pada SNI ISO 14184-2:2015 [7]. Analisis

kadar formalin pada makanan menggunakan

metode spektrofotometri dilakukan pada kondisi

optimum yaitu dengan mencari panjang gelombang

maksimal dari standar formalin. Sebelum

melakukan pengujian kadar formalin pada sampel

maka membuat kurva linieritas larutan standar

formalin terlebih dahulu, setelah itu melakukan

pengujian baik secara kualitatif maupun kuantitatif

dengan menggunakan reagen nash.

2.3. Pembuatan Reagen Nash

Reagen nash dibuat berdasarkan prosedur yang

terdapat pada SNI ISO 14184-2:2015, yaitu dengan

Page 19: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

9

melarutkan ammonium asetat sebanyak 150 g

dalam 700 mL air. Ditambahkan 3 mL asetat

glasial dan 2 mL asetil aseton, dipindahkan dalam

labu ukur 1000 mL dan diencerkan menggunakan

aquadest hingga tepat tanda batas. disimpan

terlebih dahulu dalam botol gelap selama 12 jam

sebelum digunakan [7].

2.4. Preparasi Sampel untuk Analisis Formalin

pada Sampel

Sampel Mie basah ditimbang masing-masing

sebanyak ± 5 gram, kemudian dimasukkan kedalam

erlenmeyer dan ditambahkan aquadest 40 mL dan

H3PO4 10 mL kemudian erlenmeyer ditutup dengan

aluminium foil untuk mencegah uap formalin

keluar. Panaskan selama ± 1 jam pada suhu 40 ±

2˚C sambil dikocok selama 1 menit tiap 5 menit.

Dinginkan, lalu disaring. Prosedur dilakukan

replikasi tiga kali tiap sampel. Masing-masing

filtrat selanjutnya dilakukan analisis secara

kualitatif dan kuantitatif

2.5. Analisis Secara Kualitatif dan Kuantitatif

dengan Reagen Nash

Memipet 5 mL filtrat lalu memasukkan filtrat

dalam tabung reaksi, menambahkan 5 mL pereaksi

nash lalu memanaskan dalam penangas air pada

suhu ± 40°C selama 30 menit kemudian

mendinginkan selama ± 30 menit, dan mengamati

perubahan warna yang terjadi. Hasil positif

mengandung formalin ditunjukkan dengan

terbentuknya warna kuning. Untuk analisis

kuantitatif maka dilanjutkan dengan memasukkan

larutan dalam kuvet. Absorbansinya diukur

menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada

panjang gelombang maksimal, dan dicatat serta

dihitung kadar formalinnya [8].

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini menggunakan metode

analisis kuantitatif dengan spektrofotometer karena

metode analisis ini lebih sederhana, cepat,

ekonomis dan sensitive [8]. Sedangkan alasan

pemilihan reagen nash sebagai pereaksi untuk

mendeteksi formalin dalam sampel karena reagen

nash merupakan pereaksi warna yang paling baik

untuk analisis formalin secara kuantitatif

dibandingkan dengan pereaksi asam kromatropat

dan Schryver [8].

3.1. Pembakuan Formalin

Pembakuan formalin bertujuan untuk

mengetahui kadar larutan formalin 37% yang

digunakan. Cara membakukan formalin yaitu

dengan titrasi bertingkat. Pada tahap awal

dilakukan pembakuan NaOH dengan asam oksalat

yang bertujuan untuk mengetahui normalitas

NaOH. Tahap selanjutnya dilakukan pembakuan

H2SO4 dengan NaOH yang bertujuan untuk

mengetahui konsentrasi H2SO4 dan tahap yang

terakhir adalah pembakuan formalin dengan H2SO4

yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi

formalin dengan tepat. Hasil pembakuan NaOH;

H2SO4, dan Formalin ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Titrasi Pembakuan NaOH, H2SO4, dan

Formalin.

Volume Hasil Pembakuan (mL)

NaOH H2SO4 Formalin

0,00 - 10,50 0,00 - 8,50 0,00 - 19,80

0,00 - 9,90 0,00 - 8,60 0,00 - 20,00

0,00 - 9,80 0,00 - 8,60 0,00 - 20,10

Dari hasil titrasi pembakuan dari Tabel 1.

diperoleh konsentrasi NaOH sebenarnya adalah

0,0198 N. NaOH perlu dibakukan terlebih dahulu

karena memiliki sifat higroskopis. Sedangkan hasil

titrasi H2SO4 diperoleh konsentrasi H2SO4 yang

sebenarnya adalah 0,0231 N. setelah itu melakukan

perhitungan kadar formalin dengan menggunakan

ketentuan pada SNI ISO 14184-2:2015 yaitu 1 mL

H2SO4 0,02 N setara dengan 0,6 mg formalin [7].

Sehingga diperoleh kadar formalin sebenarnya

sebesar 1383,228 ppm atau 34,5807 %. Kadar ini

sesuai dengan ketentuan kadar formalin dalam

farmakope Indonesia edisi III yaitu 34 - 38 % [9].

Kadar larutan standar formalin yang diperoleh

dari tahap standarisasi selanjutnya digunakan untuk

perhitungan dan pembuatan larutan baku kerja yang

akan digunakan untuk pembuatan kurva kalibrasi

serta untuk membuat konsentrasi yang diinginkan

pada tahap-tahap berikutnya

3.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal

Penentuan panjang gelombang maksimal

dilakukan menggunakan larutan standar formalin

10 ppm, yang kemudian diukur pada panjang

gelombang 400-500 nm. Berdasarkan data hasil uji

standar 10 ppm, terlihat panjang gelombang

maksimal terdapat pada 412 nm dengan absorbansi

sebesar 0,484. Hasil ini sesuai dengan literature

yaitu panjang gelombang maksimal formalin

dengan reagen nash adalah di 412 nm [8].

Page 20: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

10

Gambar 1. Spektra Standar Formalin 10 ppm

3.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi berdasarkan

panjang gelombang maksimal yaitu 412 nm dengan

konsentrasi 1 ppm, 4 ppm, 7 ppm, 10 ppm, 13 ppm,

dan 16 ppm. Pada Gambar 2. Kurva kalibrasi

menunjukkan adanya hubungan antara konsentrasi

dengan absorbansi, dimana semakin besar

konsentrasi standar formalin maka semakin besar

pula absorbansi yang didapat. Dari data yang

diperoleh pada Gambar 2. didapatkan persamaan

regresi linier hubungan antara konsentrasi terhadap

absorbansi yaitu y = 0,051x-0,012. Linieritas kurva

kalibrasi dapat dilihat dengan menghitung nilai

koefisien korelasi (r), dikatakan linier jika nila r ≥

0,98. Nilai r yang diperoleh sebesar 0,9992. Harga

koefisien korelasi (r) yang mendekati nilai 1

menyatakan hubungan yang linier antara

konsentrasi dengan absorbansi yang dihasilkan.

Gambar 2. Kurva kalibrasi senyawa kompleks

formalin dan reagen nash

3.4. Preparasi sampel

Pengujian sampel mie basah yang dibeli dari 5

pedagang (A, B, C, D, dan E) dan dipreparasi

sebelum diuji. Gambar 3. adalah sampel mie basah

dari 5 pedagang (A, B, C, D, dan E).

Gambar 3. Sampel mie basah

Hasil pengamatan organoleptis dari sampel mie

basah A, D, dan E, berwarna kuning pucat, pada

saat dipegang mudah putus, dan aroma khas

tepung. Sedangkan hasil pengamatan organoleptis

dari sampel mie basah B dan C berwarna kuning

mengkilat, dan teksturnya kenyal.

Sebelum melakukan pengujian kualitatif

sampel mie basah dipreparasi terlebih dahulu

dengan menambahkan H3PO4 10 mL. Tujuan

penambahan H3PO4 adalah untuk memutuskan

ikatan antara protein dan formalin yang terdapat

pada sampel mie basah. Setelah itu melakukan

ekstraksi yaitu dengan merendam sampel dalam

pelarut air disertai dengan pemanasan pada suhu 40

°C selama 1 jam dan dilakukan pengadukan selama

1 menit setiap 5 menit, hal ini bertujuan membantu

mengeluarkan formalin dari mie basah larut ke

dalam air. Setelah itu dilakukan penyaringan

menggunakan kertas saring untuk memisahkan

sampel mie dengan pelarutnya. Hasil filtrat yang

diuji harus jernih dan tidak mengandung zat

pengotor atau partikel–partikel yang dapat

menganggu saat proses pengujian. Gambar 4.

adalah hasil filtrat yang diperoleh dari preparasi

sampel mie basah.

Gambar 4. Hasil filtrat sampel mie basah setelah

disaring

y = 0,051x - 0,0121 r = 0,9992

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

0 5 10 15 20

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi larutan formalin (ppm)

Page 21: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

11

3.5. Analisis sampel secara kualitatif

Setelah melakukan preparasi diperoleh filtrat

dari masing–masing sampel. Untuk pengujian

secara kualitatif maka sebanyak 5 mL filtrat

direaksikan dengan 5 mL reagen nash. Filtrate dan

nash yang sudah dicampur harus dipanaskan

terlebih dahulu pada suhu 40 °C selama 30 menit

untuk membantu reaksi antara formalin dengan

reagen nash sehingga terbentuk senyawa kompleks

yang berwarna kuning. Perubahan warna campuran

filtrat sampel dan reagen nash sebelum dipanaskan

dan sesudah dipanaskan dapat dilihat pada Gambar

5.

Gambar 5. Hasil filtrat setelah ditambah reagen nash,

(a) sebelum dipanaskan dan (b) setelah dipanaskan

Hasil pengamatan uji kualitatif yang

ditunjukkan dari perubahan warna ke-5 filtrate

sampel mie basah setelah ditambahkan reagen nash

dan dilakukan pemanasan menghasilkan perubahan

warna yang berbeda-beda. Perubahan warna

masing-masing sampel ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji kualitatif sampel mie basah setelah

ditambah reagen nash

Sampel Sebelum

dipanaskan

Setelah

dipanaskan Hasil

A Tidak berwarna Tidak berwarna negatif

B Tidak berwarna Kuning positif

C Tidak berwarna Kuning positif

D Tidak berwarna Tidak berwarna negatif

E Tidak berwarna Tidak berwarna negatif

Dari Gambar 5. dan Tabel 2. dapat diketahui

hasil uji kualitatif sampel mie basah, setelah

ditambahkan reagen nash tetapi belum dipanaskan

semua larutan dari sampel A, B, C, D dan E tidak

berwarna. Sedangkan setelah dipanaskan dari

keempat sampel terjadi perubahan warna yang

signifikan dari sampel B dan C menjadi kuning,

meskipun tingkat ketajaman warna dari sampel B

dan C berbeda, hal ini menandakan pada sampel B

dan C positif mengandung formalin. Terbentuknya

warna kuning berdasarkan reaksi antara reagen

nash dengan formalin yang menghasilkan senyawa

kompleks 3,5-diasetil-1,4-dihidrolutidin (DDL) [8].

3.6 Analisis sampel secara kuantitatif

Sampel mie basah yang mengalami perubahan

warna adalah B dan C, berubah menjadi kuning.

Oleh karena itu perlu dilanjutkan pengujian untuk

mengetahui kadar formalin secara tepat dan akurat

dengan spektrofotometri visibel pada panjang

gelombang 400 - 500 nm. Gambar 6. dan 7. adalah

spektra hasil uji kuantitatif sampel B dan C dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

400 420 440 460 480 500

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

Ab

sorb

an

si

Panjang Gelombang (nm)

(a)

400 420 440 460 480 500

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

Ab

sorb

an

si

Panjang Gelombang (nm)

(b)

Page 22: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

12

400 420 440 460 480 500

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

Ab

sorb

an

si

Panjang Gelombang (nm)

(c)

Gambar 6. Spektra sampel B; Replikasi 1 (a);

replikasi 2 (b); Replikasi 3(c)

400 420 440 460 480 500

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

Ab

sorb

an

si

Panjang Gelombang (nm)

(a)

400 420 440 460 480 500

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

1,8

Ab

sorb

an

si

Panjang Gelombang (nm)

(b)

400 420 440 460 480 500

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

1,8

Ab

sorb

an

si

Panjang gelombang (nm)

(c)

Gambar 7. Spektra sampel C; Replikasi 1 (a);

replikasi 2 (b); Replikasi 3 (c)

Gambar 6. dan Gambar 7. memiliki Profil

spektra yang sama, yaitu terdapat puncak di 412

nm, puncak ini menunjukkan adanya formalin dari

sampel B dan C yang berikatan dengan reagen

nash. Absorbansi tertinggi sampel B replikasi 1,2

dan 3 rata-rata sebesar 1,2 -1,3 sedangkan sampel C

replikasi 1,2 dan 3 rata-rata sebesar 1,5-1,7.

Tingginya nilai absorbansi pada kedua sampel

menunjukkan kandungan formalin yang cukup

tinggi pada kedua sampel.

Tabel 3. Hasil Uji Kuantitatif Sampel Mie Basah

Repli

kasi sam

pel

Absor-

bansi

(λ =

412)

Massa

Sampel

(gram)

Kadar

Formalin

(mg/kg)

Rata-rata

Kadar

Formalin

(mg/kg)

B

1 1,314 5,016 257,651

257,596 2 1,367 5,021 268,064

3 1,259 5,013 247,075

C

1 1,574 5,010 305,136

320,884 2 1,714 5,053 331,775

1 1,659 5,019 325,741

Tabel 3. menunjukkan pencatatan data hasil

pengolahan perhitungan kadar formalin dari sampel

B dan C yang dihitung berdasarkan nilai absorbansi

dan berat sampel. Dari Tabel 3. dapat diketahui

absorbansi sampel B pada panjang gelombang 412

nm sebesar 1,259 – 1,367. Sedangkan absorbansi

sampel C sebesar 1,574 – 1,714. Dari perhitungan

menggunakan persamaan kurva kalibrasi (Gambar

2.), dapat diperoleh kadar formalin pada sampel

mie basah B sebesar 247,075 - 268,064 mg/Kg

sedangkan kadar formalin pada mie basah C

sebesar 305,136 - 331,775 mg/Kg. Kadar formalin

pada mie basah B lebih rendah dari pada kadar

Page 23: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

13

formalin pada mie basah C karena nilai absorbansi

dari sampel B lebih rendah dari pada sampel C.

Berdasarkan hasil penelitian ini ternyata kadar

rata-rata formalin pada sampel mie basah B dan C

sangat tinggi (320,884 mg/kg dan 257,596 mg/kg).

Kandungan formalin pada mie basah B dan C

sangat jauh dari batas paparan formalin yang

direkomendasikan oleh National Institute of

Occupational Safety and Health (NIOSH) yaitu

sebesar 0,016 ppm [10]. Hal ini tentu berbahaya jika

mie basah dengan kandungan formalin yang cukup

tinggi dikonsumsi oleh masyarakat terutama anak-

anak yang daya tahan tubuhnya lebih rendah

dibandingkan orang dewasa.

Mie merupakan salah-satu produk makanan

dengan bahan utamanya adalah tepung terigu.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan

mie basah antara lain tepung terigu, air, garam,

bahan pengembang, zat warna, bumbu, dan telur.

Proses pembuatan mie basah dilakukan dalam

beberapa tahap mulai dari pencampuran bahan,

pembentukan lembaran, pembentukan mie,

pengukusan, penggorengan, pendinginan serta

pengemasan [1]. Menurut Purnawijayanti (2009),

Mie basah memiliki kadar air cukup tinggi dan

kadar kalori yang rendah [11]. Sedangkan menurut

Koswara (2009) untuk meningkatkan atau

mempertahankan nilai gizi serta kualitas daya

simpan maka pada pembuatan mie basah

ditambahkan bahan tambahan pangan berupa

pengawet kalsium propinat untuk mencegah mie

berlendir dan munculnya jamur [1]. Selain itu,

pengawet alami yang dapat digunakan untuk

meningkatkan daya tahan mie basah adalah

chitosan, asap air tempurung kelapa dan air kelapa

[10]. Bahan tambahan pangan yang alami & tidak

berbahaya bagi kesehatan ini seharusnya menjadi

alternative bagi produsen mie basah untuk tidak

menggunakan formalin sebagai pengawet pada mie

basah yang mereka produksi.

Bahan tambahan pangan yang boleh

ditambahkan pada makanan telah diatur dalam

peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun

2012. Berdasarkan peraturan ini bahan tambahan

pangan yang dilarang digunakan salah satunya

adalah formalin [6]. Menurut Widyaningsih dan

Murtini, (2006) Selain bersifat toksit, formalin juga

bersifat karsinogenik yaitu bekerja mengacaukan

susunan protein (RNA) sebagai pembentuk DNA

dalam tubuh manusia dimana dapat memicu

pertumbuhan sel kanker. Jika setiap hari tubuh

manusia mengkonsumsi makanan yang

mengandung formalin maka kemungkinan besar

akan terkena penyakit-penyakit yang tidak

diinginkan [11].

4. KESIMPULAN & SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji kandungan

formalin pada sampel mie basah di Pasar

Wonokusumo Kota Surabaya dengan metode

spektrofotometri UV-Vis dapat disimpulkan

bahwa :

1. Dari 5 pedagang yang menjual mie basah di

Pasar Wonokusumo Kota Surabaya, mie basah

yang tidak mengandung formalin berasal dari 3

pedagang (sampel A, D, dan E) dan yang

mengandung formalin dari 2 pedagang (sampel

B dan C).

2. Kadar rata – rata kandungan formalin pada

sampel mie basah dari pedagang B sebesar

257,596 mg/Kg dan pedagang C sebesar

320,884 mg/Kg.

4.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dalam pengujian

kandungan formalin pada sampel mie basah

diharapkan :

1. Masyarakat lebih waspada dan berhati – hati

dalam memilih bahan makanan serta

menghindari pembelian bahan makanan yang

dicurigai mengandung bahan berbahaya bagi

kesehatan seperti formalin.

2. Pemerintah diharapkan dapat melakukan

mengawasan keamanan pangan dengan

melakukan pengecekan secara rutin terhadap

bahan pangan yang rentan diberi formalin agar

kualitas bahan pangan yang beredar di

masyarakat benar-benar layak dikonsumsi

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan penulis

kepada pihak Akademi Farmasi Surabaya yang

telah memberikan kesempatan melakukan

penelitian di laboratorium kimia farmasi dan

multipurpose sehingga penulis bisa menyelesaikan

penelitian ini dengan tepat waktu.

6. KONFLIK KEPENTINGAN

Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat

potensi konflik kepentingan dengan penelitian,

kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel

ini.

Page 24: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

14

7. DAFTAR PUSTAKA

1. Koswara S., 2009. Teknologi Pengolahan Mie. Diakses dari http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/Teknologi-Pengolahan-Mie-teori-dan-praktek.pdf. Pada Tanggal 20 Agustus 2019.

2. Hubarat, P. 2010. Analisa kandungan Formalin Pada Mie Basah Serta Ciri-ciri Fisik Mie Basah yang

Mengandung Formalin dan Yang Negatif Mengandung Formalin di Pasar Tradisional Medan Tahun 2010. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

3. Tatriadmadja., dan Rusli. 2016. Uji Formalin Mie Di Sekitar Universitas Tarumanegara Jakarta. J

Fakultas. Vol. 3 No. 1.

4. Cahyadi, W. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi ke-2. Cetakan

Ke- 1, Jakarta : Bumi Aksara.

5. Sajiman, S., Nurhamidi, N., Mahpolah, S. N. 2015. Kajian Bahan Berbahaya Formalin, Boraks, Rhodamin B, dan Methalyn Yellow Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah Di Banjarbaru. J

Skala Kesehatan.Vol. 6 No. 3.

6. Permenkes. 2012. Bahan Tambahan Pangan, Jakarta.

7. Standar Nasional Indonesia. 2015. Cara Uji Kadar Formalina yang dilepas (Metode Absorbsi Uap ). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.Nash, T. (1953). The Colorimetric Estimation Of Formaldehyde by Means of the Hantzsch Reaction. London: Air Hygiene

Laboratory, Public Health Service. Halaman 416-421.Suryadi, H., Kurniadi, M., Melanie, Y. 2010. Analisis Formalin Dalam Sampel Ikan Dan Udang segar Dari Pasar Muara Angke. J Fakultas Farmasi. Universitas Indonesia. Vol. 7

No. 3.

8. Suryadi, H., Kurniadi, M., Melanie, Y. 2010. Analisis Formalin Dalam Sampel Ikan Dan Udang segar Dari Pasar Muara Angke. J Fakultas Farmasi. Universitas Indonesia. Vol. 7

No. 3.

9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979.

Farmakope Indonesia III. Jakarta.

10. Wahab, R. 2012. Pengaruh Formalin Perolral Dosis Bertingkat Selama 12 Minggu Terhadap Gambaran Histopatologis Duodenum Tikus Wistas. KTI. Universitas Diponegoro: Fakultas

Kedokteran.

11. Widyaningsih, T., D., Murtini, E., S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan.

Cetakan ke-1, Surabaya : Trubus Agrisarana,

hal. 1-20.

Page 25: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

15

Artikel Penelitian

Kinanti Ayu Puji Lestari1*)

, Lailatus Sa’diyah1

1Akademi Farmasi Surabaya *) E-mail: ([email protected].)

ABSTRAK

Kombucha merupakan minuman hasil fermentasi oleh SCOBY yang memiliki banyak manfaat bagi

tubuh.Waktu fermentasi berpengaruh terhadap derajat keasaman dan sifat fisik minuman teh kombucha.

Semakin lama proses fermentasi maka diasumsikan pH dari minuman teh kombucha akan semakin rendah

sehingga perlu dilakukan proses pemanasan untuk menghentikan proses fermentasi. Selama proses

pemanasan, aktivitas mikroba akan berkurang, mencegah adanya pertumbuhan dari mikroba serta mencegah

terjadinya reaksi kimia yang tidak diinginkan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang

bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pemanasan terhadap karakteristik fisik minuman teh kombucha

teh hijau. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik

yang meliputi nilai pH, warna, aroma dan rasa dari minuman teh kombucha setelah pemanasan pada waktu pemanasan yang berbeda. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa karakteristik warna,

aroma dan rasa mempengaruhi. Proses pemanasan teh kombucha dengan waktu tunggu 3 dan 5 menit tidak

memberikan perbedaan yang mencolok baik pada warna, aroma, maupun rasa dari teh kombucha.

Kata kunci: minuman teh kombucha, karakteristik kimia dan fisik, waktu pemanasan.

Comparison of Physical Characteristics of Kombucha Green Tea at Different Heating Times

ABSTRACT

Fermentation time affects the degree of acidity and physical properties of kombucha. The incubation period

is equal to the low pH value. The main purpose of the heating process in the food industry is for

preservation. During the heating process, microbial activity will be reduced, preventing the growth of

microbes and preventing unwanted chemical reactions. This research is an experimental study that aims to

determine the effect of heating times on the physical characteristics of kombucha green tea. This study uses a completely randomized design aimed to determine the physical characteristics including pH, color, odoris

and taste of the kombucha after heating at different heating times.there is no significant result of color,

odoris and taste of the kombucha after 3 and 5 minutes heating times.

Keywords: kombucha, chemical dan physical characteristics, heating times

1. PENDAHULUAN

Kombucha merupakan minuman fermentasi

yang berasal dari simbiosis antara yeast dan bakteri

yang disebut dengan SCOBY. Asam laktat, asam

asetat, asam glukoronat, asam usnat, asam sitrat,

asam oksalat, asam malat, asam glukonat, asam

butirat, asam nukleat, asam kondroitin sulfat, dan

asam hyaluronat merupakan kelompok asam yang

terkandung dalam minuman teh kombucha. Selain

itu, minuman teh kombucha juga mengandung

vitamin B1, B2, B6, B12, asam folat dan vitamin C,

selain beberapa asam amino essensial, dan berbagai

enzim penting [1]. Waktu fermentasi berpengaruh

terhadap derajat keasaman makanan ataupun

minuman khususnya minuman teh kombucha [2].

Semakin lama proses fermentasi maka diasumsikan

pH dari minuman teh kombucha akan semakin

rendah sehingga perlu adanya tindakan untuk

pencegahan penurunan pH dalam produksi

minuman kombcuha. Proses pemanasan merupakan

proses yang dibutuhkan dalam pengawetan

makanan dan minuman. Proses ini dapat

mempengaruhi kandungan kimia pada makanan

atau minuman [3].

Tujuan utama dari proses pemanasan dalam

industri makanan adalah untuk pengawetan. Selama

proses pemanasan, aktivitas mikroba akan

Karakteristik Kimia dan Fisik Teh Hijau Kombucha pada Waktu

Pemanasan yang Berbeda

Page 26: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

16

berkurang, mencegah adanya pertumbuhan dari

mikroba serta mencegah terjadinya reaksi kimia

yang tidak diinginkan selama proses penyimpanan.

Namun proses pemanasan memungkinkan

terjadinya reaksi-reaksi fisik dan kimia yang

berdampak negatif pada kualitas produk termasuk

misalnya penurunan gizi, perubahan struktur kimia

pada kandungannya, hilangnya aroma, serta

perubahan rasa dan warna [4]. Kandungan asam

organik dalam minuman teh kombucha memiliki

banyak khasiat. Senyawa organik seperti asam

askorbat, sangat peka terhadap panas [5][6].

Dampak proses pemanasan pada kualitas produk

dapat diminimalkan dengan optimalisasi kondisi

proses pemanasan, misalnya pengguanaan waktu

yang singkat pada perlakuan panas suhu tinggi[7]

seperti pada proses pemanasan dengan prinsip

Pasteurisasi. Penelitian sebelumnya umumnya

mengkaji tentang tingkat kesukaan panelis terhadap

minuman teh kombucha yang dipengaruhi oleh

perbedaan komposisi, namun studi tentang

pengujian karakteristik kimia dan fisik kombucha

yang dipengaruhi oleh waktu pemanasan belum

dilaporkan. Berdasarka uraian tersebut, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

perbandingan karakteristik fisik teh hijau

kombucha pada waktu pemanasan yang berbeda.

2. METODE PENELITIAN

2.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah

eksperimental, karena penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui karakteristik yang meliputi nilai

pH, warna, aroma dan rasa dari minuman teh hijau

kombucha setelah pemanasan pada waktu

pemanasan yang berbeda. Perlakuan yang diberikan

dalam penelitian ini adalah waktu pemanasan yang

digunakan yaitu 3 menit dan 5 menit dengan suhu

75°C. Kontrol yang digunakan dalam penelitian ini

adalah minuman teh hijau kombucha yang tidak

dipanaskan. Jumlah seluruh perlakuan ada 3 dan

setiap perlakuan diberi ulangan sebanyak 3 kali.

2.2. Alat dan Bahan

2.3. Sampel

Kultur kombucha didapatkan dari

Laboratorium Mikrobiologi Akademi Farmasi

Surabaya. Teh yang digunakan adalah teh hijau

merek ‘Dandang’, yang didapatkan dari pasar

sekitar Akademi Farmasi Surabaya..

2.4. Prosedur Penelitian

2.4.1. Pembuatan Minuman teh kombucha

Produk minuman fermentasi kombucha

diproduksi dalam kondisi laboratorium. Teh merk

Dandang diletakkan dalam beaker glass lalu

diseduh dengan aquadest 1000 ml suhu 80°C

selama 15 menit. Teh selanjutnya disaring

menggunakan corong kaca yang dilapisi kertas

saring 2 rangkap dalam beaker glass untuk

memisahkan cairan teh dari ampasnya. Gula

sebanyak 127 gram ditambahkan dalam larutan teh,

kemudian diaduk hingga larut dengan pengaduk

kaca. Larutan teh-gula kemudian didinginkan di

suhu ruang (28°C). Teh hijau manis yang telah

mencapai suhu 22OC dimasukkan ke dalam toples

kaca bening steril. Kultur kombucha yang berupa

60 ml larutan dan 10 gram lapisan selulosa SCOBY

diinokulasikan dalam masing-masing toples kaca.

Larutan teh kombucha, selanjutnya ditutup rapat

dengan tutup toples, ditutup dengan kain gelap dan

diikat dengan tali rafia dan selanjutnya diinkubasi

selama 7 hari pada suhu ruang.

2.4.2. Proses Pemanasan Minuman teh

kombucha

Secara singkat, prosedur pemanasan yang

digunakan yaitu dengan cara minuman teh

kombucha hasil fermentasi selama 7 hari Sebanyak

400mL, dipanaskan pada suhu 75°C dengan

perlakuan lama pemanasan 3 menit dan 5 menit [8].

Kombucha setelah perlakuan dimasukkan dalam

botol steril dan dianalisis karakter fisik dan kimia..

2.4.3. Uji Karakter Fisik Minuman teh

kombucha

Uji pH Kombucha

Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH

universal. Nilai pH silanjutnya akan

dicocokkan dengan kadar pH pada etiquette

pH universal.

Uji Warna

Larutan kombucha sebanyak 5 mL

dimasukkan dalam botol sloki. Sampel dilihat

beberapa saat di bawah sinar matahari atau

pada siang hari, kemudian diberi nilai

terhadap warna dari masing-masing sampel.

Hasil uji diinterpretasikan [9] kemudian

dianalisis hasilnya.

Page 27: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

17

Uji Aroma

Larutan kombucha sebanyak 5 mL

dimasukkan dalam botol sloki. Sampel di

hirup aromanya pada jarak 1 cm dari hidung

untuk mengetahui baunya. Hasil uji

diinterpretasikan [9] kemudian dianalisis

hasilnya.

Uji Rasa

Larutan kombucha sebanyak 3 mL

dimasukkan dalam botol sloki. Sebelum

sampel dirasa pada setiap sampel, terlebih

dahulu panelis meminum air mineral atau

kumur agar indra perasa menjadi netral.

Sampel diminum dan dicatat hasilnya. Hasil

uji diinterpretasikan [9] kemudian dianalisis

hasilnya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji pH Kombucha

Berdasarkan pengukuran pH diketahui bahwa

nilai pH awal dari ketiga sampel adalah 7,

sedangkan nilai pengukuran pH minuman teh

kombucha setelah melalui proses fermentasi selama

7 hari baik pada sampel yang tidak dipanaskan

maupun yang dipanaskan 3 menit dan 5 menit

adalah adalah sama yaitu pH 5 yang berarti asam.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa selama proses

fermentasi terjadi penurunan nilai pH dari

minuman teh kombucha. namun nilai pH dari

sampel kombucha yang tidak dipanaskan maupun

yang dipanaskan setelah fermentasi tidak terlihat

adanya perbedaan (Gambar 1). Berdasarkan hasil

tersebut dapat diasumsikan bahwa proses

pemanasan tidak berpengaruh terhadap pH dari

minuman teh kombucha. Penurunan pH terlihat

selama proses fermentasi. Fermentasi berpengaruh

terhadap perubahan pH dan kesukaan atau

penerimaan panelis pada munuman kombucha

[2][10].

Gambar 1. Perbandingan nilai pH minuman teh

kombucha dengan perbedaan lama pemanasan

Proses penurunan pH dari minuman teh

kombucha sebelum fermentasi dan setelah

fermentasi berkaitan dengan adanya bakteri dan

yeast yang bersimbiosis dalam minuman teh

kombucha. Mikroba tersebut menggunakan gula

yang terdapat dalam larutan kombucha untuk

melakukan metabolisme dalam masing-masing sel

yang selanjutnya akan memproduksi asam-asam

organik sebagai hasil dari metabolisme yang

dilakukan. Semakin lama proses fermentasi, maka

semakin turun juga nilai pH dalam minuman teh

kombucha. Proses pemanasan ini dilakukan untuk

menghentikan kerja mikroba dalam minuman teh

kombucha sehingga asumsinya nilai pH tidak akan

mengalami penurunan yang lebih tinggi. Dari data

tersebut dapat diketahui bahwa nilai pH juga

dipengaruhi oleh perlakuan pemanasan. Hal

tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya

[11][12] bahwa proses pemanasan tidak akan

merubah nilai pH suatu bahan. Hal tersebut terjadi

karena tidak adanya reaksi fermentasi atau lainya

yang dapat merubah nilai pH bahan. Penurunan pH

terjadi karena proses fermentasi yang telah

dilakukan selama 7 hari.

Uji Warna Kombucha

Hasil analisis hubungan antara waktu

pemanasan terhadap karakter fisik warna minuman

teh kombucha menunjukkan peningkatan nilai

warna yang berbeda. Pada minuman teh kombucha

yang tidak dipanaskan memiliki warna jingga

kecoklatan, pada minuman teh kombucha yang

dipanaskan selama 3 menit warnanya berubah lebih

gelap menjadi kecoklatan dan pada minuman teh

kombucha yang dipanaskan selama 5 menit

warnanya berubah lebih gelap menjadi kemerahan.

Suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalh

75°C selama 4 menit. Berdasarkan hasil tersebut

diketahui bahwa semakin lama proses pemanasan

maka semakin gelap pula warna dari minuman teh

kombucha diuji. Pada proses pengolahan bahan

yang memiliki kandungan gula yang tinggi seperti

minuman teh kombucha, suhu dan waktu

pemanasan mempunyai pengaruh yang nyata

terhadap perubahan profil warna [13].

0

2

4

6

hari ke-7

nil

ai p

H

Lama pemanasan

0 menit

3 menit

5 menit

Page 28: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

18

Gambar 2. Perbandingan nilai uji warna

minuman teh kombucha dengan perbedaan

lama pemanasan

Perubahan warna minuman teh kombucha

semakin menjadi gelap dan memerah ini karena

adanya reaksi maillard. Reaksi maillard adalah

reaksi pencoklatan yang terjadi karena reaksi antara

gula dengan suhu tinggi. Produk yang mengalami

browning non enzimatis akibat pemanasan pada

saat pengolahana gula merah seperti reaksi

maillard ini memiliki kecenderungan warna ke arah

coklat [14]. Semakin lama proses pemanasan yang

dilakukan maka semakin gelap pula minuman teh

kombucha yang dihasilkan yang selanjutnya

mempengaruhi rasa dari minuman teh kombucha

yang diproduksi.

Uji Aroma Kombucha

Salah satu parameter uji fisik makanan adalah

aroma [15]. Minuman teh kombucha memiliki

aroma yang sangat khas dan sangat mudah dikenali.

Perlakuan pemanasan yang diberikan pada

penelitian ini diketahui tidak merubah rasa khas

dari minuman teh kombucha sampel (Gambar 3).

Gambar 3. Perbandingan nilai uji aroma

minuman teh kombucha dengan perbedaan

lama pemanasan

Hal tersebut terlihat dari sampel yang

dipanaskan selama 3 menit memiliki aroma standar

kombucha dan kombucha yang dipanaskan selama

5 menit memiliki aroma segar yang lebih menarik

perhatian untuk dikonsumsi.

Uji Rasa Kombucha

Gambar 4 memperlihatkan bahwa tidak terjadi

perbedaan rasa pada minuman teh kombucha yang

telah dipanaskan dengan minuman teh kombucha

control (sebelum dipanaskan). Rasa dari kombucha

ini dipengaruhi oleh penurunan asam yang terjadi

sebelum proses fermentasi berlangsung.

Berdasarkan analisis tersebut dapat diasumsikan

bahwa proses pemanasan tidak merubah kualitas

atau karakteristik rasa dari minuman teh kombucha.

Rasa asam ini terbentuk karena kombucha

diketahui mengandung berbagai senyawa asam

antara lain asam asetat, asam laktat, asam glukonik,

asam glukoronik, asam sitrat, asam tartarat, asam

malat, asam suksinat, asam piruvat, asam usnik,

asam askorbat, dan asam galat [2]. Selain senyawa-

senyawa asam diatas, dalam minuman teh

kombucha juga ditemukan senyawa lain yaitu

vitamin B kompleks, mineral esensial, amina

biogenik, purin, serta antibiotik.

Gambar 4. Perbandingan nilai uji rasa

minuman teh kombucha dengan perbedaan

lama pemanasan

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang

dilakukan sebelumnya[16] yaitu Setelah melalui

masa inkubasi atau masa fermentasi, kultur scoby

yang berada dalam minuman teh kombucha akan

membentuk senyawa-senyawa asam, antara lain

asam asetat, asam laktat, asam glukonat, glukuronat

dan enzim invertase. Enzim invertase disekresikan

oleh ragi dalam SCOBY dengan cara

menghidrolisis substrat gula menjadi monomernya,

yaitu glukosa dan fruktosa dan selanjutnya

mengubahnya menjadi etanol melalui jalur

glikolisis. Dalam kondisi anaerob, bakteri asam

asetat mengubah glukosa menjadi etanol dan

menghasilkan asam glukonat dan asam asetat.

Selain itu dalam kultur scoby juga ditemukan

0

1

2

3

4

5

6

hari ke-7 karak

teris

tik

warn

a

lama pemanasan

0 menit

3 menit

5 menit

0

1

2

3

4

5

hari ke-7

nil

ai p

H

Lama pemanasan

0 menit

3 menit

5 menit

0

1

2

3

4

hari ke-7

nil

ai p

H

Lama pemanasan

0 menit

3 menit

5 menit

Page 29: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

19

bakteri asam laktat yang mengubah gula menjadi

asam laktat dalam larutan kultur.

Minuman teh kombucha disebut sebagai

minuman pendukung kesehatan karena minuman

ini terbukti memberikan dampak positif bagi

fisiologis tubuh manusia. Minuman teh kombucha

memiliki kandungan yang beragam yang berasal

dari adanya proses biokimia yang dilakukan oleh

kultur scoby yang terkandung di dalamnya dan

bergantung dari bahan dasar yang digunakan untuk

pembuatan minuman teh kombucha. Teh

mengandung polifenol, flavonol, katekin, kafein,

katekin galat, adenin, theobromin, theophilin, asam

galat, tanin, dan gallotannin, yang memiliki sifat

antioksidan tinggi yang mampu menangkal radikal

bebas yang ada di tubuh manusia. Menurut United

State Food and Drug Administration (FDA), teh

kombucha merupakan minuman yang aman

dikonsumsi karena telah lolos uji patogen dan uji

klinis. Tidak ditemukannya patogen berbanding

lurus dengan kadar pH yang rendah selama proses

fermentasi. Namun jika minuman teh kombucha

memiliki kadar pH yang terlalu rendah maka akan

berdampak buruk bagi tubuh, hal tersebut sesuai

dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya[17],

yang menyatakan bahwa seseorang laki-laki

berumur 22 tahun mengalami kasus hipertermia,

asidosis laktat, dan gagal ginjal akut dalam 15 jam

setelah konsumsi teh kombucha. Hal tersebut

diasumsikan dapat terjadi karena adanya

kemungkinan pembentukan jamur patogen pada pH

rendah. Selain itu pH yang terlalu rendah dapat

melukai dinding organ saluran pencernaan dan

terbawa oleh darah. Sehingga disarankan untuk

melarutkan minuman teh kombucha dengan air jika

pH akhir yang didapatkan terlalu rendah.

4. KESIMPULAN

Simpulan dari penelitian ini adalah Tidak

terdapat perbedaan yang jelas (pH, karakteristik

warna, aroma dan rasa) pada minuman teh

kombucha yang telah diberi perlakuan pemanasan

dengan waktu yang berbeda. Proses pemanasan teh

kombucha dengan waktu tunggu 3 dan 5 menit

tidak memberikan perbedaan yang mencolok baik

pada warna, aroma, maupun rasa dari the

kombucha.

8. UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan banyak terimakasih

kepada lembaga penelitian dan pengabdian

masyarakat (LPPM) Akademi Farmasi Surabaya

dan seluruh pihak Akademu Farmasi Surabaya

yang telah memberikan dukungan sehingga

penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

9. PENDANAAN

Penelitian ini didanai oleh Akademi Farmasi

Surabaya dalam skemapenelitian dosen internal.

10. KONFLIK KEPENTINGAN

Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat

potensi konflik kepentingan dengan penelitian,

kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel

ini.

DAFTAR PUSTAKA

2. Naland H. Kombucha Teh Ajaib Pencegah & Penyembuh Aneka Penyakit. Jakarta : Agromedia Pustaka; 2005.

3. Lestari, KAP., Surahmaida, Darmawan, R., Sa’diyah, L. Uji Organoleptik dan Perubahan pH Minuman Kopi Aren Kombucha dari Berbagai Jenis Kopi yang dipengaruhi Lama Fermentasi. Journal of Pharmacy and Science.

Vol. 4, No.1: Januari 2019. 4. Jang G.Y., Kim M.Y., Lee Y.J., Li M., Shin Y.S.,

Lee J., Jeong H.S. Influence of Organic Acids and Heat Treatment On Ginsenoside Conversion. J Ginseng Res. 42: 532-539: 2018.

5. Qiu, J., Khalloufi, S., Martynenko, A., Van Dalen, G., Schutyser, M., & Almeida Rivera, C.

Porosity, bulk density, and volume reduction during drying: Review of measurement methods and coefficient determinations. Drying Technology, 33(14), 1684e1699. 2015.

6. Dewanto, V., Wu, X., Adom, K. K., & Liu, R. H. Thermal processing enhances the nutritional value of tomatoes by increasing total antioxidant activity. Journal of Agricultural

and Food Chemistry, 50(10), 3010e3014. 2002.

7. Jacob, K., Periago, M. J., B€ohm, V., & Berruezo, G. R. Influence of lycopene and vitamin C from tomato juice on biomarkers of oxidative stress and inflammation. British Journal of Nutrition, 99(01), 137e146. 2008.

8. Krebbers, B., Matser, A. M., Hoogerwerf, S.W., Moezelaar, R., Tomassen, M. M., & van den

Berg, R. W. Combined high-pressure and thermal treatments for processing of tomato puree: Evaluation of microbial inactivation and quality parameters. Innovative Food Science & Emerging Technologies, 4(4), 377e385 : 2003

9. Fellows, P. J. Pasteurisation. Food Processing Technology, 563–580. doi:10.1016/b978-0-

08-100522-4.00011-0. 2017.

Page 30: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

20

10. Angelus, D. L. N. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Asam dan Karakteristik

Fisika (Uji Organoleptik) Pada Kombucha Teh Rimpang Alang – Alang (Imperata cilindrica). Skripsi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta: 2018.

11. Surahmaida, Lestari, KAP. 2019. Uji Aktivitas Kombucha Teh dan Kopi Sebagai Antibakteri Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif. Journal of Pharmacy and Science.

Vol. 4, No. 2: Juli 2019. 12. Gafar, Patoni A., dan Susi Heryani.

Pengembangan Proses Pengolahan Minuman Nira Aren Dengan Teknik Ultrafiltrasi Dan Deodorisasi. Jurnal Hasil Pertanian Vol 25 (1) : 2012.

13. Hawa, L.C., Luthfi, M., Makhfudi, Y. Studi Proses Termal dalam Pengolahan Nira Siwalan

Menjadi Minuman Sinom Legen di PT.Petrokimia Gresik Jawa Timur. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. Vol. 7 No. 1, nomor 20-27: Februari 2019.

14. Akbar, R., Murtini E.S. Optimasi Suhu Dan Waktu Pemanasan Terhadap Profil Warna Minuman Sari Tebu. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.6 No.3: 48-57: Juli 2018.

15. Erwinda M.D., Susanto, W.H. Pengaruh pH Nira Tebu (Saccharum officinarum) dan Konsentrasi Penambahan Kapur Terhadap Kualitas Gula Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.3 p.54-64, Juli 2014.

16. Irawan, SA., Ginting, S., Karo-karo, T. Pengaruh Perlakuan Fisik Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Minuman Ringan Nira Tebu. J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.3 Th.

2015. 17. Jayabalan, R., loncar, ES., Malbasa, R., Vitas J. A

Review on Kombucha Tea—Microbiology, Composition, Fermentation, Beneficial Effects, Toxicity, and Tea Fungus. J. of Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety: 2014.

18. SungHee Kole A., Jones HD, Christensen R,

Gladstein J. A case of Kombucha tea toxicity. J Intensive Care Med. 2009 May-Jun;24(3):205-7. doi:10.1177/0885066609332963 : 2009.

Page 31: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

21

Artikel Penelitian

Lailatus Sa’diyah1*)

, Kinanti Ayu Puji Lestari1

1Akademi Farmasi Surabaya *) E-mail: ([email protected].)

ABSTRAK

Kombucha adalah minuman teh yang difermentasi oleh simbiosis koloni bakteri dan yeast. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui efek lama pemanasan dalam menghambat jumlah bakteri teh kombucha paska

pemanasan. Lama pemanasan digunakan untuk menghasilkan minuman kombucha yang bebas fermentasi

berkelanjutan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan faktor yaitu lama pemanasan 3 menit

dan 5 menit kombucha pasca fermentasi. Analisis yang dilakukan meliputi nilai Angka Lempeng Total bakteri.

Berdasarkan data yang didapatkan menyatakan bahwa lama pemanasan berpengaruh terhadap perubahan nilai

Angka Lempeng Total bakteri kombucha.

Kata kunci: Kombucha, Lama Pemanasan

The Effect of Heating Duration on the Bacterial TPC in Kombucha

Tea

ABSTRACT

Kombucha is a tea drink fermented by symbiotic colony of bacteria and yeast (SCOBY). The aim of this study is

to know the effect of heating time on fermented kombucha to inhibit the growth of bacteria. Heating time is used to prevent fermentation process during storage time. This is an experimental experiment with heating time as

factor. The bacteria’s total plate count was analyzed and the result shows that hetaing time affects the ability of

bacteria’s growth.

Keywords: kombucha, heating time

1. PENDAHULUAN

Teh merupakan salah satu minuman yang

umum dan banyak dikonsumsi masyarakat

Indonesia sejak dahulu kala. Tanaman teh pertama

kali dikenalkan oleh masyarakat China lebih dari

5000 tahun sebagai obat herba [1]. Teh memiliki

kemampuan sebagai penangkal racun (detox),

penghilang alkohol, pelancar peredaran darah dan

urin, menghilangkan nyeri sendi, dan

meningkatkan resistensi tubuh dari berbagai

penyakit [2].

Minuman lain yang sudah banyak dikenal

adalah kombucha. Kombucha dihasilkan dari

proses fermentasi teh dan gula menggunakan

SCOBY (Symbiotic Colony Of Bacteria and

Yeasts). Teh kombucha memiliki banyak manfaat

antara lain: detoks tubuh, menurunkan kolesterol,

menurunkan tekanan darah, mengurangi inflamasi,

mengurangi efek obesitas, dan lain-lain [3][4][5].

Kemampuan kombucha sebagai minuman obat,

dikarenakan terdapatnya kandungan asam organik

yang terbentuk setelah proses fermentasi yaitu

asam asetat, asam laktat, asam glukonik, asam

glukuronik, etanol, dan gliserol [6];[7].

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbandingan nilai total mikroba teh kombucha setelah

pemanasan dengan lama fermentasi yang berbeda.

2. METODE PENELITIAN

2.1. Alat dan bahan

Bahan yang digunakan untuk membuat minuman

Kombucha adalah teh hitam merek ‘X’yang diseduh

menggunakan air panas dan ditambahkan dengan gula

pasir lalu ditambahkan SCOBY. Adapun alat-alat yang

dibutuhkan antara lain, alat toples kaca, batang

pengaduk, termometer raksa, pH universal, panci dan

kompor.

2.2. Rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimental yang menggunakan rancangan acak

lengkap dengan tujuan untuk mengetahui ALT

Pengaruh Lama Pemanasan Terhadap Nilai ALT Bakteri Teh

Kombucha

Page 32: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

22

kombucha yang telah difermentasi selama 7 hari.

Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini

adalah pemanasan kombucha yaitu 3 menit, 6

menit, dan tanpa dipanaskan (sebagai kontrol).

Jumlah seluruh perlakuan ada 3 dan setiap

perlakuan diberi ulangan sebanyak 3 kali.

2.3. Proses pembuatan teh kombucha

Produk minuman fermentasi kombucha

diproduksi dalam kondisi laboratorium. Teh hitam

sebanyak 6 gram dilarutkan dalam 1 L air dan 100

gram gula dan dimasak hingga mendidih selama 15

menit. Kemudian larutan teh didinginkan di suhu

ruang (37°C), setelah itu starter SCOBY sebanyak

50 gram dan larutan SCOBY sebanyak 60 mL

dimasukkan ke dalam teh tersebut. Minuman ini

diinkubasi selama 7 hari dalam kondisi gelap dan

tertutup pada suhu ruang. Pada hari ke 7 setelah

fermentasi, kombucha dibagi dalam 3 botol dengan

masing-masing sebanyak 25 ml. Botol pertama

akan digunakan untuk perhitungan ALT teh

kombucha tanpa dipanaskan, sedangkan 2 botol

lainnya akan dipanaskan pada suhu 60°C-70°C

selama 3 menit dan 5 menit.

2.4. Perhitungan Angka Lempeng Total

Kombucha yang berusia 7 hari yang tidak

dipanaskan, dipanaskan 3 menit dan 5 menit

diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan pada media

NaCl steril hingga pengenceran 10-5. Setelah

diencerkan pada media NaCl steril dilakukan

plating di atas media NA dengan menggunakan tiga

pengenceran terakhir. Yaitu sebanyak 1 mL biakan

mikroba di NaCl diambil dan dituang di dalam

cawan petri kemudian ditambahkan media NA dan

diratakan dengan menggeser cawan petri searah

angka 8 lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24

jumlah koloni yang terbentuk di atas media NA

dpat dihitung sebagai nilai Angka Lempeng Total

(ALT).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil uji organoleptik

Nilai Angka Lempeng Total (ALT) teh

kombucha didapatkan dari pengembangbiakan 3

pengenceran terakhir (10-3, 10-4, dan 10-5) teh

kombucha (tidak dipanaskan, dipanaskan 3 menit,

dan dipanaskan 5 menit) di atas media NA dan

diinkubasi selama 24 jam dengan replikasi 3 kali.

Setelah 24 jam jumlah koloni yang terbentuk di

atas NA dihitung sebagai nilai ALT teh kombucha.

Tabel 1. Nilai Angka Lempeng Total dan pH

Kombucha

Pengenc

eran

Lama Pemanasan

Hari ke-7

Tanpa

pemanasan

3 menit 5 menit

10-3

79 x 10-3 68 x 10-3 27 x 10-3

10-4

65 x 10-4 35 x 10-4 30 x 10-4

10-5

16 x 10-5 22 x 10-5 9 x 10-5

pH 5 5 5

3.1.1. Nilai Angka Lempeng Total

Berdasarkan nilai ALT pada Tabel 1

diketahui bahwa Nilai ALT pada teh kombucha

yang telah difermentasi 7 hari dan tanpa

dipanaskan pada pengenceran 10-3 menunjukkan 79

x 10-3 cfu/ml, pada pengenceran 10-4 menunjukkan

65 x 10-4

, dan pada pengenceran 10-5

menunjukkan

16 x 10-5, menunjukkan nilai ALT yang lebih tinggi

jika dibanding dengan nilai ALT pada teh

kombucha yang dipanaskan 3 menit. yaitu pada

pengenceran 10-3 menunjukkan 68 x 10-3 cfu/ml,

pada pengenceran 10-4 menunjukkan 35 x 10-4, dan

pada pengenceran 10-5 menunjukkan 22 x 10-5.

Menurunnya nilai ALT antara kombucha yang

dipanaskan 3 menit dan kombucha yang tidak

dipanaskan menunjukkan bahwa pemanasan sengan

suhu 60oC-70oC selama 3 menit dapat mengurangi

jumlah bakteri pemfermentasi untuk menghambat

terjadinya proses pembentukan biofilm SCOBY

yang berkelanjutan. kemampuan mikroba teh

kombucha dalam membentuk biofilm adalah

masalah besar ketika kombucha akan disimpan dan

diperjualbelikan [8]. Sehingga, perlu untuk

membunuh mikroba di dalam kombucha setelah

fermentasi guna untuk mencegah pembentukan

biofilm SCOBY selama penyimpanan.

Nilai ALT pada teh kombucha yang telah

difermentasi 7 hari dan tanpa dipanaskan pada

pengenceran 10-3 menunjukkan 79 x 10-3 cfu/ml,

pada pengenceran 10-4 menunjukkan 65 x 10-4, dan

pada pengenceran 10-5 menunjukkan 16 x 10-5,

menunjukkan nilai ALT yang lebih tinggi jika

dibanding dengan nilai ALT pada teh kombucha

yang dipanaskan 5 menit yaitu pada pengenceran

10-3 menunjukkan 27 x 10-3 cfu/ml, pada

pengenceran 10-4 menunjukkan 30 x 10-4, dan pada

pengenceran 10-5 menunjukkan 9 x 10-5.

Perbandingan nilai ALT pada kombucha tanpa

dipanaskan dan 5 menit menunjukkan bahwa nilai

ALT kombucha tanpa dipanaskan lebih tinggi di

setiap pengencerannya jika dibanding pemanasan

kombucha selama 5 menit. Faktor lain yang

Page 33: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

23

memengaruhi tingginya nilai ALT pada kombucha

yang tidak dipanaskan juga dapat disebabkan

karena dalam kombucha yang tidak dipanaskan zat

nutrisi sebagai hasil metabolit dari starter

kombucha masih dalam keadaan yang bagus.

Sedangkan pada kombucha yang telah dipanaskan

terjadi proses pemanasan yang dapat merusak

berbagai zat nutrisi pada kombucha yang

dibutuhkan oleh bakteri asam laktat. Pemanasan

basah dapat menyebabkan denaturasi protein,

kerusakan vitamin, termasuk enzim-enzim dalam

sel [9].

Nilai ALT pada teh kombucha yang telah

difermentasi 7 hari yang dipanaskan 3 menit. yaitu

pada pengenceran 10-3 menunjukkan 79 x 10-3

cfu/ml, pada pengenceran 10-4 menunjukkan 65 x

10-4, dan pada pengenceran 10-5 menunjukkan 16 x

10-5, menunjukkan nilai ALT yang lebih tinggi jika

dibanding dengan nilai ALT pada teh kombucha

yang dipanaskan 5 menit yaitu pada pengenceran

10-3 menunjukkan 27 x 10-3 cfu/ml, pada

pengenceran 10-4 menunjukkan 30 x 10-4, dan pada

pengenceran 10-5 menunjukkan 9 x 10-5. Pada

kombucha yang dipanaskan selama 3 menit dan 5

menit juga terdapat perbedaan nilai ALT. Dimana

nilai ALT 3 menit lebih tinggi di setiap

pengencerannya jika dibanding ALT 5 menit.

Berdasarkan perbandingan lama waktu pemanasan

dengan suhu yang sama juga memengaruhi jumlah

bakteri yang dibunuh setelah proses pemanasan

tersebut. Pada penelitian sebelumnya [8] pada

pemanasan teh kombucha pasca fermentasi pada

suhu 60oC selama 1 menit menunjukkan nilai ALT

10 x 10-3 cfu/ml sedangkan pada pemanasan pada

suhu 70oC menunjukkkan nilai ALT 0 x 10-3

cfu/ml. Nilai ALT tersebut juga menunjukkan

bahwa pemanasan meski hanya dilakukan selama 1

menit namun dapat membunuh dan menghambat

populasi bakteri di teh kombucha. Perbedaan nilai

ALT antara penelitian ini dan penelitian

sebelumnya [8] dapat dipengaruhi banyak faktor,

salah satunya adalah komposisi resep pembuatan

teh kombucha itu sendiri. Mikroorganisme pada

kombucha dapat dibunuh melalui perlakuan fisik

dan kimiawi. Namun yeast tidak dapat dibunuh

atau dikontrol pertumbuhannya menggunakan

perlakuan kimiawi (resistensi terhadap perservasi

secara kimiawi). Meski tidak dapat membunuh

yeast, namun pemanasan dapat melemahkan

metabolisme dan structural yeast [8].

3.2. Hasil uji pH

Berdasarkan nilai pH yang terbentuk antara kontrol

(kombucha tanpa dipanaskan) dengan yang

dipanaskan baik 3 menit dan 5 menit, tidak terdapat

pengaruh yang signifikan yaitu kesemuanya

memiliki nilai pH yang sama yaitu 5. Kesamaan

nilai pH pada ketiga sampel dapat menunjukkan

indikasi bahwa dengan pemanasan 3 dan 5 menit

dengan suhu 60oC-70oC tidak dapat merusak

kandungan asam organik dan cita rasa kombucha

yang ada yang terbentuk. Seperti yang telah

diketahui secara umum bahwa rasa asam yang

timbul di dalam kombucha sebagian bersar

merupakan kontribusi dari munculnya asam

organik, antioksidan dan vitamin C di dalam

kombucha. Pengaruh pH terhadap stabilitas

senyawa fenolik pada penelitian ini menunjukkan

bahwa senyawa fenolik seperti asam klorogenik,

asam kafeik, asam galat, flavanoids dan catechins

sensitif terhadap pH. semakin rendah pH yang

terbentuk maka stabilitasnya semakin baik [8].

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil nilai ALT yang didapat

menunjukkan bahwa pada pemanasan suhu 60oC –

70oC pada rentang waktu 3 menit dan 5 menit

berpengaruh terhadap nilai ALT yaitu nilai ALT

kombucha yang dipanaskan 3-5 menit lebih rendah

dibandingkan kombucha tanpa pemanasan.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih diberikan kepada rekan

peneliti, serta Ayu Nora S. dan Andika selaku

asisten penelitian dan mahasiswa angkatan 2017

reguler B yang telah membantu selama penelitian

hingga terselesaikannya penelitian ini.

6. PENDANAAN

Pendanaan pada penelitian ini berasal dari

dana penelitian internal Akademi Farmasi Surabaya

dan dana pribadi.

7. KONFLIK KEPENTINGAN

Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat

potensi konflik kepentingan dengan penelitian,

kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel

ini.

Page 34: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Hollman, P. C. H., Hertog, M. G. L., & Katan, M.

B. (1996). Analysis and health e€ ects of ¯avonoids. Food Chemistry, 57, 43±46.

2. Balentine, D. A., Wiseman, S. A., & Bouwens, L. C. (1997). The chemistry of tea ¯avonoids. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 37, 693±704.

3. Ferguson, B., & Estelle, A. (1998). Benefits ofKombucha.http://bawue.de/kombucha/benefits.htm

4. Full Circle Press (1998). Kombucha tea culture Ð The ancient reju-venating health drink. http://www.h2olily.com/insect/kombuch2.html

5. Allen, C. M. (1998). Past research on Kombucha tea. The Kombucha FAQ Part 6. Research and tests results. http://persweb.direct.ca/chaugen/kombucha_faq_part06.html

6. Blanc, P. J. (1996). Characterization of the tea fungus metabolites. Biotechnology Letters, 18, 139±142.

7. Liu, C.-H., Hsu, W.-H., Lee, F.-L., & Liao, C.-C. (1996). The isolation and identification of microbes from a fermented tea beverage,Haipao, and their interactions during Haipao fermentation. Food Microbiology, 13,

407±415. 8. Jayabalan Rasu, Marimuthu Subbaiya, dan

Thangaraj Periyasamy. 2008. Preservation of Kombucha TeasEffect of Temperature on Tea Components and Free Radical Scavenging Properties. J. Agric. Food Chem. 2008, 56, 9064–9071

9. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Penerbit

Pusat Antar Universitas, IPB. Bogor

Page 35: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

25

Artikel Penelitian

Jelly Permatasari 1,

Indri Meirista 1.

Nadiatul Mawaddah1*).

1STIKES Harapan Ibu Jambi

*) E-mail: ([email protected])

ABSTRAK

HIV/AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah.

Selain pengobatan terapi konvensional, orang dengan HIV/AIDS sering menggunakan pengobatan alternatif

dan komplementer (CAM) untuk meningkatkan kualitas kesehatan. Pengobatan alternative dan

komplementer (CAM) menggunakan bahan-bahan alami, tidak hanya terbatas pada tumbuhan herbal, tetapi

juga mencakup penggunaan vitamin dan mineral alam lainnya. Dibandingkan pengobatan konvensional

pengobatan terapi CAM lebih aman untuk digunakan karena tidak menimbulkan efek samping yang serius.

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi CAM pada ODHA di Yayasan Kanti

Sehati Sejati Kota Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental jenis one group pretest-

posttest dan merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dengan pengambilan data secara prospektif.

Didapat 35 ODHA yang menjadi responden pada penelitian ini dan terdaftar sebagai anggota di Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi. Data Hasil penelitian mengenai karakteristik demografi dan pengetahuan

CAM diperoleh dari kuisioner yang diberikan sebelum dan sesudah diberikan edukasi dan dibuktikan dengan

uji paired T test sehingga diperoleh nilai signifikansi ≤ 0,05. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh edukasi

terhadap pengetahuan CAM pada penderita HIV.

Kata Kunci : Pengobatan Alternatif dan Komplementer, CAM, HIV/AIDS

The Effect of Patient Education on the HIV Patients Knowledge

about Complementary Alternative Medicine (CAM) at Kanti Sehati Sejati Foundation, Jambi

ABSTRACT

HIV / AIDS is a public health problem that needs serious attention from the government. Besides to

conventional medicine people with HIV / AIDS often use complementary and alternative medicines (CAM)

in order to increase the quality of health. Complementary and alternative medicine (CAM) uses natural

ingredients, not only restricted to herbal plants, but also includes the use of other natural vitamins and

minerals. Compared to conventional treatments, CAM therapy is more save to use because it does not cause

serious side effects. The purpose of this study was to know what are the effects of providing CAM education

to ODHA at the Jambi Kanti Sehati Sejati Foundation. This research was a quasi-experimental one type

pretest-posttest type of research and is a type of quantitative descriptive study with prospective data

collection. There were 35 ODHA who were respondents in this study and registered as members of the Jambi Kanti Sehati Sejati Foundation. The results of research on demographic characteristics and CAM knowledge

were obtained from questionnaires that given before and after giving the education, and proved by paired T

test so that significance values ≤ 0.05 were obtained. This shows that there is the influence of education on

CAM knowledge in HIV sufferer.

Keywords: Alternative and Complementary Medicine, CAM, HIV / AIDS

I. PENDAHULUAN

Data Global HIV Statistic menunjukkan

terdapat 37,9 juta jiwa hidup dengan HIV, dengan

jumlah kasus baru sebesar 1,7 juta jiwa dan jumlah

orang yang meninggal karena AIDS sebanyak

770.000 jiwa [7]. Selain pengobatan dengan terapi

ARV sebagian Besar penderita HIV cenderung

melakukan segala usaha untuk mengobati

penyakitnya termasuk dengan menggunakan

pengobatan alternatif dan komplementer (CAM)

[1]. Terapi pengobatan Complementary Alternative

Medicine (CAM) merupakan terapi yang

menggunakan bahan-bahan alami dalam melakukan

Pengaruh Pemberian Edukasi terhadap Pengetahuan Complementary Alternative Medicine (CAM) Pada Penderita HIV

Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi

Page 36: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No.1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

26

pengobatan terapi, tidak hanya berasal dari

tumbuhan herbal tetapi juga mencakup penggunaan

vitamin dan mineral alam lainnya [2].

Media edukasi yang dapat digunakan untuk

penyuluh kesehatan dapat berupa media visual,

media audio, media audiovisual dan animasi, serta

media komputer, cara ini ditujukan agar pasien

tidak bosan dalam proses pembelajaran, agar

mampu mendorong dan memotivasi pasien untuk

lebih patuh terhadap program pengobatan

danmerubah pola hidup yang tidak sehat, serta akan

membantu memperjelas materi yang akan

disampaikan, dengan adanya metode edukasi ini

penderita HIV diharapkan dapat memahami serta

mengaplikasikan edukasi yang didapat kedalam

kehidupan sehari-hari [1].

Data penelitian sebelumnya menunjukkan

hampir seluruh penderita HIV di Yayasan Kanti

Sehati Sejati di Kota Jambi menggunakan terapi

pengobatan CAM sebagai salah satu cara terapi

pengobatan HIV/AIDS, dan rata-rata pasien

merasakan efek positif yang ditimbulkan dari terapi

pengobatan CAM [5], namun karena belum adanya

dilakukan edukasi mengenai terapi CAM ini di

sana membuat peneliti tertarik untuk melakukan

peneilitian mengenai pengaruh pemberian edukasi

terhadap pengetahuan CAM pada penderita HIV

Yayasan Kanti Sehati Sejati di kota Jambi.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode Quasi

Eksperimental jenis one group pretest-posttest

yang merupakan jenis penelitian Deskriptif

Kuantitatif dengan pengambilan data prospektif [1].

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh

penderita HIV Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota

Jambi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 474

orang. Sampel penelitian merupakan bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Untuk menentukan sampel maka

diperlukan teknik pengambilan sampel atau teknik

sampling. Teknik sampling dalam penelitian ini

adalah purposive sampling [2]. Sampel dalam

penelitian ini adalah penderita HIV Yayasan Kanti

Sehati Sejati Kota Jambi yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

1) Kriteria inklusi

a) Terdaftar menjadi anggota Yayasan

Kanti Sehati Sejati Kota Jambi

b) Bersedia menjadi responden, dengan

menandatangani inform consent

2) Kriteria eksklusi

a) Tidak Mampu berkomunikasi dengan

baik dan lancar

b) Penderita yang baru di diagnosa HIV

c) Penderita yang sudah meninggal

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan

januari 2020 di Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota

Jambi diperoleh 35 responden orang dengan HIV

yang bersedia menjadi sampel penelitian dan

memenuhi kriteria penelitian. Karakteristik

responden dalam penelitian ini meliputi jenis Usia

dan Jenis Kelamin. Berikut adalah tabel-tabel

frekuensi orang dengan HIV di Yayasan Kanti

Sehati Sejati Kota Jambi berdasarkan karakteristik

yang diinginkan.

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan

Usia

No. Usia Jumlah (%)

1 12-16 tahun 0 0,00

2 17-25 tahun 8 22,9

3 26-35 tahun 10 28,6

4 36-45 tahun 12 34,3

5 46-55 tahun 5 14,3

Total 35 100

Berdasarkan table 2 diatas diketahui bahwa

usia yang banyak terinfeksi virus HIV adalah

rentang usia 36-45 yaitu sebanyak 12 orang dengan

persentase 34,4 %

Tabel 2. Karakteristik responden berdasarka

jenis kelamin

No Jenis

kelamin Jumlah

Persentase (%)

1 Laki-laki 28 80,0

2 Perempuan 7 20,0

Total 35 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui

bahwa laki-laki lebih banyak terinfeksi HIV

dibandingkan perempuan yang jumlah 28 orang

dengan persentase 80 %.

Tabel 3. Pengetahuan Pasien

Perta

nyaan

Sebelum Edukasi Sesudah Edukasi

Ya Tidak Ya Tidak

N % N % N % N %

P1 6 17 29 83 33 94 2 6

P2 22 62 13 37 33 94 2 6

P3 8 22 27 77 33 94 2 6

P4 5 14 30 86 33 94 2 6

Page 37: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No.1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

27

P5 5 14 30 86 31 88 4 11

P6 8 22 27 77 30 85 5 14

P7 5 14 30 86 30 85 5 14

P8 5 14 30 86 32 91 3 8

P9 30 85 5 14 35 94 0 0

P10 10 28 25 71 33 94 2 6

P11 8 22 27 77 33 94 2 6

P12 35 100 0 0 35 100 0 0

P13 4 11 31 88 34 97 1 3

P14 4 11 31 88 34 97 1 3

P15 6 17 29 82 35 100 0 0

P16 8 22 27 77 35 100 0 0

P17 22 62 13 37 35 100 0 0

P18 29 82 6 17 34 97 1 3

Rata-

rata

12,

2

34,

4

22,

7

64,

9

33,

2

94,

3 1.7 5,1

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa

rata-rata yang menjawab YA sebelum diberikan

edukasi dari 18 pertanyaan sebanyak 12,2 (34,4%)

dan yang menjawab TIDAK sebanyak 22,2

(64,9%). Setelah diberikan edukasi rata-rata yang

menjawab YA sebanyak 33,2 (94,3) dan yang

menjawab TIDAK sebanyak 1,7 (5,1%).

Tabel 4. Jumlah skor sebelum dan sesudah

diberikan edukasi.

N Mean Skor

Maksimal Skor

minimal

Sebelum edukasi

35 5.1 6 3

Setelah edukasi

35 17,31 18 15

Berdasarkan tabel diatas rata-rata skor

sebelum di berikan edukasi 5,1 dan sesusah edukasi

17,31 dengan skor maksimal sebelum edukasi 6

dan setelah edukasi 18, skor minimal sebelum

diberikan edukasi 3, sesudah edukasi 15.

Tabel 5. Uji Paired sampel T test.

No Variabel N Mean

Std.

Devi

ation

Std.

Eror Sig

1 Sebelum

edukasi 35 5.09 .981 .166

.000

2 Sesudah

edukasi 35 17.20 .797 .135

Berdasarkan tabel diatas Uji Pired T test

menunjukan angka signifikan 0.000 yang berarti

berpengaruh karena angka ≤ 0,05.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa pemberian edukasi kepada

pasien dapat meningkatkan pengetahuan pasien

mengenai terapi pengobatan CAM melalui PPT dan

ceramah terbukti berpengaruh dalam meningkatkan

pengetahuan pasien, dapat diketahui melalui uji

paired T test yang menunjukkan nilai ≤ 0,05 yaitu

0,00.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan selesainya penelitiaan ini, penulis

mengucapkan terimakasih kepada abang dan kakak

pengurus Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi

atas bantuan tenaga dan waktu dalam pelaksanaan

penelitian ini, sehingga terlaksana dengan baik dan

sukses.

6. PENDANAAN

Penelitian ini tidak didanai oleh sumber hibah

manapun.

7. KONFLIK KEPENTINGAN

Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat

potensi konflik kepentingan dengan penelitian,

kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel

ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fresia, S. (2016). Efektivitas Pemberian Edukasi Berbasis Audiovisual dan Tutorial Tentang

Antiretroviral ( ARV ) Terhadap Kepatuhan Pengobatan pada Pasien HIV / AIDS di Klinik Teratai Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Tahun 2016. The Indonesian Journal Of Infectious Disease, 38–45.

2. Kautsar, A. P., Norika, M., & Widianto, S. (2016). Hubungan Sikap, Persepsi Dan Hambatan Terhadap Complementary and Alternative Medicine (CAM). Farmaka, 14(2).

3. Purboyekti, S. (2017). Gambaran persepsi masyarakat terhadap pengobatan komplementer dan alternatif di wilayah kelurahan pondok benda rw 013 pamulang 2.

4. Rahmawati, M. (2019). Penanggulangan HIV/AIDS Di Indonesia Dalam Ancaman RKUHP: Proyek Dampak Kriminalisasi Prilaku Beresiko Transmisi HIV/AIDS dalam RKUHP Terhadap Penanggulangan HIV/AIDS Di Indonesia. 1–98.

5. Hasina. (2019). Pengobatan Alternatif Dan Komplementer Pada ODHA Di Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi.

6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Data dan Informasi - Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018 (Data and Information - Indonesia Health Profil), 1–207.

7. UNAIDS. (2019). Global HIV Statistics. 1–6..

Page 38: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5, No.1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

28

Halaman Kosong

Page 39: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

29

Artikel Penelitian

I.A.K Pramushinta1*),

Rosalia Yulian1

1Universitas PGRI Adi Buana Surabaya *)E-mail: ([email protected].)

ABSTRAK

Dalam bidang pertanian terjadi kerusakan lingkungan termasuk kerusakan tanah karena penggunaan pupuk

kimia secara berlebihan. Limbah merupakan kasus pencemaran lingkungan yang dapat menimbulkan

permasalahan lingkungan dan memburuknya kesehatan bagi masyarakat, hal ini diakibatkan oleh limbah cair

yang didapat dari berbagai kegiatan industri, terutama pada industri pangan karena menyisakan unsur-unsur

yang langsung terbuang. Pemanfaatan berbagai limbah menjadi pupuk organik merupakan salah satu upaya

untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Air limbah tempe dan buah pepaya merupakan salah satu

limbah produksi yang memiliki kandungan organik tinggi juga mengandung unsur hara makro dan mikro

yang berpotensi memperbaiki struktur tanah dan membantu proses pertumbuhan tanaman. Sehingga

dibuatlah pemanfaatan limbah tersebut dalam bentuk Pupuk Organik Cair yang diaplikasikan pada tanaman

Pakcoy (Brassica rapa L.). Peneliti mengangkat judul ini dengan tujuan untuk menguji pengaruh kedua

limbah pada konsentrasi PO (0%), P1(10%), P2 (20%), dan P3 (30%) terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman pakcoy. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) kemudian dilanjutkan uji

ANOVA, uji LSD/BNT, dan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa POC air limbah tempe dan

limbah buah pepaya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pakcoy. Konsentrasi yang

memberikan hasil optimal adalah 30%.

Kata kunci: Pupuk Organik Cair, limbah, air limbah tempe, buah pepaya, pakcoy

The Use of Tempe Wastewater OLF (Organic Liquid Fertilizer) and Papaya Fruits Waste (Carica papaya L.) on The Growth and

Productivity of Pakcoy Plant (Brassica rapa L.)

ABSTRACT

In agriculture there is environmental damage including soil damage due to excessive use of chemical

fertilizers. Waste is a case of environmental pollution which can cause environmental problems and

deteriorating health for the community, this is caused by liquid waste obtained from various industrial

activities, especially in the food industry because it leaves elements that are immediately wasted. Utilization of various wastes into organic fertilizer is an effort to overcome the problem of environmental pollution.

Tempe wastewater and papaya’s fruit is one of the waste production has a high organic contains macro and

micro nutrient elements that potentially improve to soil structure and help the process of plant growth. That

the usage on Liquid organic fertilizer applied at the Pakcoy (Brassica rapa L.). This study aims to prove the

effect of both waste, the PO (0%) concentration as control, P1(10%), P2(20%), and P3(30%) against the

growth and productivity of Pakcoy. This research uses a completely randomized design (RAL) then

continued with ANOVA test, LSD test, and Duncan test. The result showed that the POC of tempe wastewater

and papaya fruit waste affected the growth and production of pakcoy plants. The concentration that gives

optimal result is 30%.

Keywords: Liquid organic fertilizer, compost, tempe wastewater, papaya fruit, pakcoy

1. PENDAHULUAN

Limbah secara umum merupakan kasus

pencemaran lingkungan yang dapat menimbulkan

permasalahan lingkungan dan memburuknya

kesehatan bagi masyarakat, hal ini diakibatkan oleh

limbah cair yang didapat dari berbagai kegiatan

industri, terutama pada limbah industri pangan

karena dalam prosesnya masih menyisakan unsur-

unsur penting dibuang ke lingkungan. Pemanfaatan

berbagai limbah menjadi pupuk organik merupakan

salah satu upaya untuk mengatasi masalah

Pemberian POC (Pupuk Organik Cair) Air Limbah Tempe dan Limbah Buah Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Pertumbuhan

dan Produktivitas Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.)

Page 40: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

30

pencemaran lingkungan, dengan bahan organiknya

yang tinggi, limbah dapat bertindak sebagai sumber

organik makanan oleh pertumbuhan mikroba.

Peningkatan aktivitas organisme dan

mikroorganime tanah dalam menguraikan bahan

oganik merupakan pengaruh bahan organik

terhadap sifat biologis tanah [1].

Pupuk cair merupakan pupuk yang berbentuk cair.

Pupuk cair mudah disiapkan dan sangat berguna

untuk banyak hal, termasukpembenihan, tumbuhan

kecil, tanaman buah-buahan dan tanam-tanaman

besar lainnya [3].

Air limbah tempe dan buah pepaya adalah

salah satu limbah pangan yang memiliki kandungan

organik tinggi dan juga terdapat unsur hara makro

dan mikro yang berpotensi untuk dijadikan pupuk

organik. Perlunya dilakukan penelitian ini untuk

mengetahui potensi limbah-limbah di sekitar kita

yang terbuang dengan sia-sia dengan cara

memanfaatkan air limbah tempe dan limbah buah

pepaya sebagai pupuk organik. Dengan ini,

diharapkan air limbah tempe dan limbah buah

pepaya dapat berpengaruh signifikan terhadap

produksi tanaman pakcoy hingga dapat

dimanfaatkan para petani sayur.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan 2 jenis tahap

dengan 2 jenis penelitian. Tahap I adalah proses

pembuatan pupuk organik cair dan pengujian unsur

hara pada pupuk tersebut yang merupakan jenis

penelitian deskriptif, karena tidak terdapat variabel

yang digunakan. Pengujian pupuk organik cair dari

air limbah tempe dan limbah buah pepaya

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

kandungan unsur hara yang terdapat di dalamnya

sudah sesuai atau belum dengan standar baku mutu

pupuk organik cair. Pada tahap II memuat tentang

uji coba pupuk organik cair terhadap respon

pertumbuhan pakcoy. Di dalam tahap ini terdapat

variabel bebas, variabel terikat, dan variabel

kontrol. Cara kerja: Pepaya diiris-iris kemudian

diblender kemudian dicampur dengan air limbah

tempe, gula, dan EM4 diaduk hingga rata. Semua

bahan difermentasi di dalam tong selama 30 hari.

Dilanjutkan uji kadar N, P, K di laboratorium Balai

Riset dan Standardisasi Industri Surabaya.

Sampel yang digunakan sebanyak 24 tanaman

pakcoy (Brassica rapa L). Varietas pakcoy

(Brassica rapa L.) diseleksi secara acak dari biji

yang disemai setelah tumbuh 2 minggu lalu

dipindahkan ke dalam polybag besar dan dibagi 6

buah untuk kelompok kontrol 18 buah untuk

kelompok perlakuan yang disiram dengan pupuk

organik cair berbahan baku air limbah tempe, dan

limbah buah pepaya dengan konsentrasi yang

berbeda dengan 1 kelompok kontrol dan yang 3

kelompok perlakuan dengan 6 ulangan.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

pemberian POC berbahan baku air limbah tempe

dan limbah buah pepaya. Indikator variabel bebas

yaitu perlakuan berbagai dosis : P0 (0%), P1

(10%), P2 (20%), P3 (30%). Perbandingan antara

limbah temped an Limbah papaya sebesar 1:1.

Sedangkan variabel terikatnya adalah pertumbuhan

dan produksi yaitu tinggi tanaman, jumlah daun,

berat basah tanaman pakcoy (Brassica rapa L.).

Variabel kontrol yaitu media tanam, waktu

penyiraman, dan ukuran polybag. Analisis data

yang digunakan adalah Uji F, Uji LSD/BNT (Beda

Nyata Terkecil), dan Uji Duncan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pertumbuhan Tanaman Pakcoy

Dalam penelitian ini parameter yang diteliti

pada pertumbuhan tanaman Pakcoy ada dua yaitu

tinggi tanaman dan jumlah daun yang diamati

secara kuantitatif.

1.Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

Gambar 1 Diagram rata-rata tinggi tanaman

sawi pakcoy (Brassica rapa L.) setelah diberi

perlakuan POC berbahan baku air limbah

tempe dan limbah buah pepaya.

Berdasarkan dari Gambar 1 rata-rata tinggi

tanaman pakcoy setelah di berikan POC dari bahan

baku air limbah tempe dan limbah buah papaya

pada konsentrasi 0%; 10%; 20%; 30% mengalami

kenaikan seiring dengan peningkatan konsentrasi

POC sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin

tinggi konsentrasi yang diberikan pada tanaman

pakcoy maka semakin tinggi pula tanaman tersebut.

17,21 ±

(1,36)

23,26 ±

(0,92)

27,7 ±

(0,95)

33,45 ±

(1,23)

0

10

20

30

40

0% 10% 20% 30% TIN

GG

I TA

NA

MA

N P

AK

CO

Y

KONSENTRASI POC

Rata-rata tinggi tanaman pakcoy

Page 41: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

31

Rata-rata jumlah daun tanaman pakcoy pada

perlakuan P0 dengan konsentrasi 0% sebesar 12

helai pada perlakuan P1 dengan konsentrasi 10%

sebesar 14 helai pada perlakuan P2 dengan

konsentrasi 20% sebesar 18 helai pada perlakuan

P3 dengan konsentrasi 30% sebesar 21 helai,

sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan

kenaikan konsentrasi juga berpengaruh terhadap

jumlah daun pada tanaman pakcoy.

Peningkatan konsentrasi POC pada tinggi

tanaman dan jumlah daun pada tanaman pakcoy

disebabkan karena unsur hara dalam pupuk organik

cair dari bahan baku air limbah tempe yang

dibutuhkan untuk perbanyakan jumlah daun

digunakan dalam takaran yang sesuai dan dapat

merangsang pertumbuhan tanaman sawi pakcoy.

Peningkatan perbanyakan jumlah daun disebabkan

oleh adanya pembesaran dan pembelahan sel.

Dalam pertumbuhan jumlah daun sangat

memerlukan unsur hara seperti nitrogen dan fosfor.

Unsur hara yang dibutuhkan ini terdapat pada

pupuk organik cair dari bahan baku air limbah

tempe dan limbah buah pepaya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Mufida (2013) [2], bahwa unsur

yang dapat merangsang pertumbuhan vegetatif

(warna hijau) seperti daun yang sangat berguna

dalam proses fotosintesis adalah nitrogen. Dengan

penyerapan hara nitrogen akan dapat meningkatkan

pembentukan dan pertumbuhan daun pada

tanaman. Tersedianya unsur nitrogen dalam jumlah

yang cukup bagi tanaman akan memperlancar

proses metabolisme tanaman dan memengaruhi

pertumbuhan organ-organ seperti daun, batang dan

akar pada tanaman.

Sedangkan menurut Lingga dan Marsono

(2003) [3] nitrogen berperan sangat penting dalam

proses pembentukan protein lemak dan senyawa

lain-lainnya serta merangsang pertumbuhan

tanaman seperti batang, cabang, daun, dan akar.

Kalium juga berfungsi dalam memperkuat tubuh

tanaman agar daun, bunga, buah tidak mudah gugur

dan merupakan sumber kekuatan bagi tanaman

dalam menghadapi kekeringan dan penyakit,

kalium juga berperan membantu pembentukan

protein dan karbohidrat.

2. Berat Basah

Gambar 2 Diagram rata-rata berat basah

tanaman sawi pakcoy (Brassica rapa L.) setelah

diberi perlakuan pupuk organik cair dari air

limbah tempe dan limbah buah pepaya.

Rata-rata berat basah tanaman di atas pada

perlakuan PO dengan konsentrasi 0% sebesar

74,83 gram pada perlakuan P1 dengan konsentrasi

10% sebesar 196,6 gram pada perlakuan P2 dengan

konsentrasi 20% sebesar 260,5 gram pada

perlakuan P3 dengan konsentrasi 30% sebesar

420,1 gram.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan

bahwa pada perlakuan P3 dengan konsentrasi 30%

memperlihatkan hasil yang terbaik untuk parameter

berat basah tanaman dengan rata-rata 420,1 g. Hal

ini dikarenakan terdapat kandungan unsur hara

nitrogen pada POC dimana nitrogen sendiri dapat

meningkatkan perbandingan protoplasma terhadap

dinding sel dan dapat mengakibatkan bertambah

besar ukuran sel dengan dinding sel yang tipis,

keadaan ini mengakibatkan daun banyak

mengandung air.

Air merupakan salah satu faktor yang

menentukan proses pertumbuhan tanaman.

Tanaman membutuhkan CO₂ dari udara dan air dari

tanah untuk membentuk gula dan karbohidrat

dalam proses fotosintesis serta sebagai pelarut

unsur hara sehingga unsur hara dapat diserap oleh

akar tanaman [4].

3. Kadar NPK

Tabel 1. Komposisi unsur hara N,P dan K pada

pupuk organik cair dari air limbah tempe dan

limbah buah pepaya.

74,83 ±

(2,31)

196,6 ±

(2,16)

260,5±

(3,78)

420,1±

(9,28)

0

100

200

300

400

500

0% 5% 10% 15% BER

AT

BA

SAH

SA

WI

PA

KC

OY

KONSENTRASI POC

Rata-rata berat basah pakcoy

Parameter Hasil

Analisis

Kriteria

N % 0,27

P % 0,01

K % 0,21

Tinggi

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

0% 10% 20% 30%

Page 42: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

32

Tabel 1 menunjukkan bahwa unsur hara N, P dan K

pada pupuk organik cair dari air limbah tempe dan

limbah buah pepaya berturut-turut yaitu unsur hara

N sebesar 0,27%, P sebesar 0,1%, K sebesar

0,21%. Adapun kriteria menurut standar baku mutu

hara tanah (Hadjowigeno, 2003) menunjukkan

bahwa kadar N termasuk kategori tinggi (>0,10);

kadar P kategori sangat tinggi (>0,035) dan kadar

K kategori sangat tinggi (>0,06). Karena tingginya

unsur hara N,P dan K yang terkandung

didalamnya ,berdasarkan kriteria komposisi unsur

hara di atas, pupuk organik cair ini dapat digunakan

untuk diaplikasikan pada tanaman [5].

Tingginya unsur hara N, P dan K pada

pupuk organik cair dikarenakan bahan yang

digunakan mengandung unsur hara makro maupun

mikro yang dibutuhkan tanaman. Kesuburan tanah

mengindiksikan ketersediaan unsur hara yang

dibutuhkan tanaman. Tanaman memerlukan unsur

hara makro diantaranya N, P dan K.

Hal ini dapat diketahui bahwa pupuk organik cair

berbahan baku air limbah tempe dan limbah buah

pepaya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman sawi pakcoy (Brassica rapa L.).

4. KESIMPULAN

Terdapat pengaruh pemberian pupuk organik

cair air limbah tempe dan limbah buah pepaya

terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman

pakcoy (Brassica rapa L.). Konsentrasi yang

memberikan pengaruh paling optimal adalah 30%.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada rekan-rekan peneliti atas

masukan serta saran dan bersedia membantu

penelitian dan penyusunan jurnal ini.

6. PENDANAAN

Artikel ini merupakan hasil penelitian mandiri

dan tidak mendapatkan hibah dana dari pihak

manapun.

7. KONFLIK KEPENTINGAN

Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat

potensi konflik kepentingan dengan penelitian,

kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel

ini

DAFTAR PUSTAKA

1. Hardianto, R. 2005. Dukungan Teknologi Organic

Dalam Pengembangan Tanaman Pangan dan

Holtikultura Di Kawasan Selatan Jawa Timur.

http:/www.bptpjatimdeptan.go.id/templates/du

kungantanama pangan dan Hortikultura. Htm.

Diakses 7 November 2018.

2. Hardjowigeno, S, 2003. Ilmu Tanah. Jakarta:

AkademikaPressindo.

3. Lingga, P dan Marsono. 2003. Petunjuk

Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.

4. Mufida, L. 2013. Pengaruh Penggunaan

Konsentrasi FPE ( Fermented Plant Extrac )

Kulit Pisang Terhadap Jumlah Daun. Kadar

Klorofil dan Kadar Kalium Pada Tanaman

Seledri (Apiumgraveolens). Semarang: IKIP

PGRI Semarang.

5. Norhasanah. 2011. Pengaruh pupuk organik.

Jakarta: Penebar Swadaya

Page 43: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

33

Artikel Penelitian

Purity Sabila Ajiningrum. 1*)

, Susie Amilah. 2, Prafikka Galuh Widyaningtyas

3

1 Staf Pengajar Prodi Biologi FMIPA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya 2 Dosen Prodi Biologi FMIPA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

3 Mahasiswa Prodi Biologi FMIPA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya *) E-mail: ([email protected].)

ABSTRAK

Salah satu cara menanggulangi pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali adalah dengan penggunaan

kontrasepsi melalui program Keluarga Berencana (KB). Kontrasepsi yang beredar kebanyakan merupakan

kontrasepsi sintetis yang memiliki risiko terhadap kesehatan pemakainya. Kontrasepsi lain yang dapat

digunakan sebagai alternative dengan efek samping tidak berbahaya yaitu memanfaatkan tanaman obat yang

mengandung senyawa antifertilitas. Beberapa tanaman yang mengandung senyawa antifertilitas yaitu srikaya

(Annona squamosa L.) dan pacing (Costus speciosus (Koen.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh ekstrak rimpang pacing, ekstrak daun srikaya dan ekstrak kombinasinya terhadap jumlah folikel

tersier dan folikel de graff pada mencit betina. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan

Metode analisis uji F (anova) satu arah dengan percobaan rancangan acak lengkap (RAL). Penurunan jumlah

folikel tersier terbaik adalah pada pemberian ekstrak daun srikaya pada dosis 250 mg/kg BB. Pada folikel de

graff, paling efektif adalah pada pemberian ekstrak daun srikaya dosis 250 mg/kg BB dan pemberian ekstrak kombinasi ekstrak rimpang pacing dan daun srikaya yaitu pada pemberian dosis 125:125 mg/kg BB.

Penurunan jumlah folikel tersier dan folikel de graff juga dapat disebabkan karena adanya kandungan bahan

aktif yang ada didalam rimpang pacing dan daun srikaya. Penurunan jumlah folikel pada tiap-tiap perlakuan

juga dipengaruhi banyaknya dosis yang diberikan sehingga semakin banyak jumlah dosis yang diberikan,

maka semakin sedikit jumlah folikel yang terbentuk.

Kata kunci : antifertilitas, folikel de graff, folikel tersier, ekstrak rimpang pacing, ekstrak daun srikaya

The Effectivity of Pacing Rhizome Extract (Costus speciosus),

Srikaya Leaves Extract (Annona squamosa L.) and Its Combination on the Decrease of Tertiary and de Graff Follicles Number of

Female Mice (Mus Musculus)

ABSTRACT

One way to deal with uncontrolled population growth is by using contraception through the family planning

program. the existing contraceptives are mostly synthetic contraceptives that have risks. another alternative

that can be used as contraception with harmless side effects is to use medicinal plants that contain

antifertility compounds. some plants that contain antifertility compounds are srikaya (annona squamosa l.)

and pacing (costus speciosus (koen.). this study aims to determine the effect of pacing rhizome extract,

srikaya leaf extract and its combination extract on the number of tertiary follicles and de graff follicles in

female mice. this is an experimental study using a one-way f (anova) test analysis method with a complete

randomized design trial. the best reduction in the number of tertiary follicles and de graff follicles is at a

dose of 250 mg/kg and and the combination extract of pacing rhizome extract and srikaya leaf are at a dose

of 125: 125 mg/kg. the decrease in the number of tertiary follicles and de graff follicles can also be caused by the presence of active ingredients in the pacing and srikaya leaves. decreasing the number of follicles in

each treatment is also influenced by the dose given, so the more the number of doses given, the less the

number of follicles formed.

Keywords: antifertility, de graff follicles, tertiary follicles, pacing rhizome extract, srikaya leaves extract.

Efektivitas Ekstrak Rimpang Pacing (Costus speciosus), Daun

Srikaya (Annona squamosa L.) dan Ekstrak Kombinasinya Terhadap Penurunan Jumlah Folikel Tersier dan Folikel De Graff

Pada Mencit Betina (Mus musculus)

Page 44: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

34

I. PENDAHULUAN

Pertumbuhan penduduk yang masih tinggi di

Indonesia menjadi salah satu ancaman yang harus

diperhatikan. Untuk menanggulangi pertumbuhan

penduduk tersebut maka diperlukan suatu

pengendalian salah satunya dengan penggunaan

kontrasepsi melalui program Keluarga Berencana

(KB). Kontrasepsi yang beredar kebanyakan

merupakan kontrasepsi sintetis yang memiliki

risiko terhadap kesehatan pemakainya.

Kontrasepsi sintetis diketahui memiliki efek

samping seperti menstruasi yang tidak teratur,

alergi, obesitas dan pendarahan diluar siklus

menstruasi. Alternatif lain yang dapat digunakan

sebagai kontrasepsi dengan efek samping tidak

berbahaya yaitu memanfaatkan tanaman obat yang

mengandung senyawa antifertilitas. Tanaman obat

diketahui memiliki kelebihan yaitu efek

sampingnya relatif kecil dan komponen dalam satu

bahan memiliki efek yang saling mendukung [1]

[2].

Senyawa antifertilitas adalah senyawa yang

dapat mencegah kesuburan dengan mengganggu

beberapa mekanisme reproduksi normal pada pria

maupun wanita [2][3]. Beberapa tanaman yang

mengandung senyawa antifertilitas yaitu srikaya

(Annona squamosa L.) dan pacing (Costus

speciosus (Koen.). Daun Srikaya dapat digunakan

sebagai antiradang, antelmentik, astringen,

antifertilitas dan zat pemicu pematangan bisul dan

antitumor [4][5]. Hasil skrining fitokimia yang

dilakukan oleh penelitian terdahulu (Dewi, 2015)

diperoleh hasil bahwa daun pacing mengandung

flavonoid, saponin, tannin, steroid, triterpenoid dan

glikosida dan hasil pengujian efek antifertilitas

ekstrak etanol daun pacing menunjukkan bahwa

pada dosis 100 mg/kg BB dan dosis 200 mg/kg BB

pemberian ekstrak seminggu sebelum kopulasi dan

pada pemberian seminggu sebelum kopulasi

sampai seminggu setelah kopulasi memiliki efek

antifertilitas [6].

Penelitian terdahulu juga telah membuktikan

bahwa ada pengaruh pemberian ekstrak rimpang

pacing, ekstrak daun srikaya dan ekstrak

kombinasinya terhadap jumlah folikel primer dan

sekunder pada mencit. Penurunan jumlah folikel

primer dan sekunder terbaik adalah pada

pemberian ekstrak Rimpang Pacing dosis 250

mg/kg BB [7]. Maka dari itu, penelitian ini

merupakan penelitian lanjutan untuk mengetahui

pengaruh ekstrak rimpang pacing dan daun

srikaya terhadap jumlah folikel tersier dan folikel

de graaf pada mencit betina.

2. METODE PENELITIAN

2.5. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biologi

Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.

2.6. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain bak plastik, tempat makan dan minum mencit,

alat pencekok oral, timbangan analitik, alat destilasi,

alat bedah, mikroskop, mikrotom, cover glass dan

object glass. Bahan yang digunakan adalah ekstrak

daun srikaya dan ekstrak rimpang pacing, mencit

betina, alkohol 80%, etanol 80%, kloroform, kapas

dan reagen pewarna untuk histologi.

2.7. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental

menggunakan Metode analisis uji F (ANOVA) satu

arah dengan percobaan rancangan acak lengkap

(RAL). Untuk membandingkan angka rata-rata dari

hasil perlakuan dan menentukan perlakuan mana

yang menimbulkan perbedaan nyata di bandingkan

dengan perlakuan kontrol maka dilakukan Uji LSD.

2.8. Pengambilan Sampel

2.4.1 Pemberian Ekstrak Rimpang Pacing dan

Ekstrak Daun Srikaya

Penelitian ini menggunakan mencit betina

sebanyak 45 ekor mencit normal dengan rentang usia

2,5-3 bulan dan berat 25-30 gram. Pemberian dosis

ekstrak perlakuan yang digunakan adalah 0 mg/kg

BB, 100 mg/kg BB, 150 mg/kg BB, 200 mg/kg BB,

250 mg/kg BB dan dosis 0:0 mg/kg BB, 50:50 mg/kg

BB, 75:75 mg/kg BB, 100:100 mg/kg BB, 125:125

mg/kg BB. Dosis diberikan yaitu dengan 15

perlakuan meliputi 3 kelompok sebagai kontrol dan

12 kelompok diberi konsentrasi berbagai ekstrak

yang diberikan secara oral dengan menggunakan alat

pencekok oral (sonde) sebanyak 0,5 ml dan masing-

masing perlakuan diulang 3 kali ulangan.

Ekstrak daun srikaya, ekstrak rimpang pacing

serta kombinasi keduanya dilarutkan dengan aquades

dan didiamkan selama 24 jam. Ekstrak di berikan

secara oral dengan menggunakan sonde dengan

volume tidak melebihi intragestik mencit (0,5 ml).

Ekstrak diberikan pada mencit sebanyak satu kali

setiap hari yaitu pagi hari pukul 08.00-12.00 WIB

selama 25 hari dengan dosis yang telah dihitung

sesuai dengan berat mg/kg BB mencit. Pada hari ke-

Page 45: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

35

26, seluruh mencit dibius dengan eter atau kloroform,

dibedah dan diambil ovariumnya untuk dibuat

preparat mikroanatomi.

2.4.2 Pembuatan Preparat Histologi Ovarium

Mencit

Tahap pertama yaitu ovarium difiksasi pada

larutan formalin 10% selama 1 jam, diulang

sebanyak 2 kali pada larutan yang berbeda. Setelah

melakukan filtrasi di lanjutkan dengan dehidrasi.

Tahap kedua yaitu ovarium yang sudah difiksasi

kemudian didehidrasi pada larutan etanol 70%

selama 1 jam, kemudian dipindahkan pada larutan

etanol 80% dan 95% sebanyak 2 kali dan dalam

etanol absolut selama 1 jam dan diulang sebanyak

2 kali pada etanol absolut yang berbeda. Setelah

didehidrasi dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu

proses clearing (penjernihan) untuk menarik kadar

etanol dengan menggunakan larutan xylene I

selama 1,5 jam dan dilanjutkan ke larutan xylene

II selama 1,5 jam. Tahap keempat dilanjutkan

dengan proses embedding. Pada proses ini

ovarium dimasukkan ke dalam cetakan dan

diinfiltrasi dengan menuangkan paraffin yang

dicairkan pada suhu 600C, kemudian paraffin

dibiarkan mengeras dan dimasukkan ke dalam

freezer selama ± 1 jam. Setelah proses embedding,

dilanjutkan dengan proses sectioning

(pemotongan). Ovarium yang sudah mengeras

dilepaskan dari cetakan dan dipasang pada

mikrotom kemudian dipotong setebal 5 micron

dengan pisau mikrotom. Hasil potongan

dimasukkan ke dalam water bath bersuhu 400C

untuk merentangkan hasil potongan. Hasil

potongan kemudian diambil dengan objek glass

dengan posisi tegak lurus dan dikeringkan.

2.4.3 Pewarnaan

Hasil potongan diwarnai dengan Hematoxilin

Eosin (pewarna HE) yang dilakukan dengan

beberapa tahap yaitu: Tahap pertama merendam

preparat dalam larutan xylene I selama 10 menit,

kemudian larutan xylene II dan etanol absolute

selama 5 menit. Setelah itu rendam dalam larutan

etano 96% dan 50% selama 30 detik dan running

tap water selama 5 menit. Tahapan dilanjutkan

dengan merendam preparat dalam meyer

hematoshirin selama 1-5 menit, kemudian rendam

lagi dalam running tap water selama 2-3 menit.

Selanjutnya preparat direndam dalam pewarna

eosin selama 1-5 menit. Lalu dimasukkan lagi

dalam etanol 75% selama 5 detik dan etanol

absolut selama 5 detik diulang 3 kali pada etanol

absolut yang berbeda. Selanjutnya preparat

direndam dalam larutan xylene III selama 5 menit,

kemudian dipindahkan dalam xylene IV selama 5

menit dan terakhir dipindahkan ke dalam xylene V

selama 10 menit. Preparat diangkat dan

dikeringkan dan ditutup menggunakan deckglass.

Setelah diwarnai proses dilanjutkan dengan

mounting (perekatan). Sediaan yang telah diwarnai

kemudian ditutup pengamatan sediaan dan

mikroanatomi ovarium mencit diamati dibawah

mikroskop dengan perbesaran 400 kali (10 x 40).

Parameter yang diamati meliputi jumlah folikel

tersier dan folikel de graaf.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan Tabel 1, terjadi penurunan

jumlah folikel tersier dan folikel de graff pada 45

mencit yang telah diberi ekstrak rimpang pacing,

daun srikaya pada dosis 100 mg/kg BB, 150 mg/kg

BB, 200 mg/kg BB, dan 250 mg/kg BB, sedangkan

pada ekstrak kombinasi pada dosis 50:50, 75:75,

100:100, 125:125. Penurunan jumlah folikel tersier

terbaik adalah pada pemberian ekstrak daun srikaya

pada dosis 250 mg/kg BB. Penurunan jumlah folikel

de graff terbaik adalah pada pemberian ekstrak daun

srikaya dosis 250 mg/kg BB dan pemberian ekstrak

kombinasi antara rimpang pacing dan daun srikaya

pada pemberian dosis 125:125 mg/kg BB.

Tabel 1. Rata-rata folikel tersier dan folikel

de graff

Jenis

Ekstrak

Konsen

trasi

mg/kg

BB

Rata-

rata

Folikel

Tersier

Rata-

rata

Folikel

De Graff

Ekstrak

Rimpang

Pacing

0 12 4

100 11 3,33

150 5 2,33

200 4 1,66

250 3,66 1,33

Ekstrak

Daun

Srikaya

0 12 4

100 7,66 2,33

150 6 1,66

200 3,66 1

250 3 1

Kombinasi

Ekstrak

0 12 4

50:50 10 2

Page 46: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

36

Rimpang

Pacing dan

Ekstrak

Daun

Srikaya

75:75 7,33 1,66

100:100 5,33 1

125:125 5 1

Tabel 2. Analisis Uji Anova Folikel Tersier

Tabel 3. Analisis Uji Anova Folikel De Graff

Hasil uji Anova pada tabel 2 dan tabel 3

menunjukkan bahwa ekstrak rimpang pacing,

ekstrak daun srikaya dan ekstrak kombinasinya

berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap jumlah

folikel tersier mencit (Mus musculus). Hasil uji

beda LSD pengaruh ekstrak rimpang pacing, daun

srikaya dan ekstrak kombinasinya menunjukkan

signifikan terhadap jumlah folikel tersier dan

folikel de graaf pada mencit.

Turunnya jumlah folikel dapat melalui

mekanisme penghambatan produksi dan sekresi

hormon FSH, LH dan estrogen maupun melalui

mekanisme gangguan secara langsung pada sel target

yaitu dapat berupa rusaknya membran sel, degenerasi

dan apoptosis serta gangguan pada proses

pembelahan. Selain itu, penurunan jumlah folikel

pada tiap-tiap perlakuan juga dipengaruhi banyaknya

dosis yang diberikan. Semakin banyak dosis yang

diberikan, maka semakin sedikit jumlah folikel yang

terbentuk. Hal ini juga dibuktikan pada penelitian

sebelumnya, bahwa folikel tersier tidak mampu

berkembang sampai pada tahap folikel de graff

karena disebabkan oleh pemberian dosis yang terlalu

besar sehingga menyebabkan ovulasi tidak terjadi [8].

Penurunan jumlah folikel tersier juga dapat

disebabkan karena adanya kandungan bahan aktif

yang ada didalam rimpang pacing dan daun srikaya.

Daun srikaya (Annona squamosa L.) mengandung

senyawa flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid,

steroid dan alkaloid [7][9]. Flavonoid dapat

menghambat enzim aromatase yang berfungsi

mengkatalisis androgen menjadi estrogen, sehingga

ketika enzim aromatase dihambat maka jumlah

estrogen meningkat. Konsentrasi estrogen yang

meningkat ini akan memberikan efek umpan balik

negatif ke hipofisis untuk menekan sekresi FSH dan

LH sehingga akan menghambat perkembangan

folikel [8][10].

Bahan aktif lain pada daun srikaya yaitu

triterpenoid yang dapat menyebabkan terjadinya

penurunan jumlah folikel tersier menuju ke folikel de

graff. Triterpenoid menyebabkan efek antifertilitas

sehingga terjadi gangguan hormonal, yaitu gangguan

pada FSH dan LH. Folikel yang tidak berkembang

dapat disebabkan karena adanya gangguan pada jalur

hipotalamus hipofisa sehingga sekresi GnRH

mengalami gangguan dan mempengaruhi

pembentukan, perkembangan dan pematangan folikel

[8][11].

Menurunnya jumlah folikel de graff

menunjukkan adanya kematian sel-sel granulosa

sehingga mengganggu terjadinya proses

folikulogenesis yang menyebabkan folikel

mengalami atresia dan folikel atresia dapat terjadi di

berbagai tahap perkembangan folikel [2][12][13].

Berdasarkan hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa

penurunan jumlah folikel yang matang diakibatkan

karena adanya kandungan ekstrak rimpang pacing

dan ekstrak daun srikaya yang menyebabkan

terjadinya folikel atresia pada tahap perkembangan

folikel, sehingga jumlah folikel de graff mengalami

penurunan. Hal ini

4. KESIMPULAN

Ekstrak rimpang pacing, ekstrak daun srikaya

dan ekstrak kombinasinya berpengaruh signifikan

terhadap jumlah folikel tersier dan folikel de graff

pada mencit (Mus musculus). Penurunan jumlah

folikel tersier terbaik adalah pada pemberian ekstrak

ANOVA

Folikel.Tersier

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Between

Groups

477.244 14 34.089 4.62

0

.000

Within

Groups

221.333 30 7.378

Total 698.578 44

ANOVA

Folikel.De.Graff

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Between

Groups

55.244 14 3.946 2.08

9

.044

Within

Groups

56.667 30 1.889

Total 111.911 44

Page 47: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya

Journal of Pharmacy and Science

Vol. 5 No. 1, (Januari 2020), P-ISSN : 2527-6328, E-ISSN : 2549-3558

37

daun srikaya pada dosis 250 mg/kg BB. Penurunan

jumlah folikel de graff terbaik adalah pada

pemberian ekstrak daun srikaya dosis 250 mg/kg BB

dan pemberian ekstrak kombinasi antara rimpang

pacing dan daun srikaya pada pemberian dosis

125:125 mg/kg BB.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih kepada rekan-rekan peneliti atas

masukan, saran dan telah bersedia membantu

penelitian dan penyusunan jurnal ini.

6. PENDANAAN

Penelitian ini adalah penelitian skema

pengembangan yang didanai oleh Universitas PGRI

Adi Buana Surabaya melalui Penelitian Hibah Adi

Buana tahun 2018/2019.

7. KONFLIK KEPENTINGAN

Seluruh penulis menyatakan tidak terdapat

potensi konflik kepentingan dengan penelitian,

kepenulisan (authorship), dan atau publikasi artikel

ini.

DAFTAR PUSTAKA

10. Katno. Tingkat manfaat, keamanan dan efektifitas tanaman obat dan obat tradisional. Karanganyar: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2008.

11. Alfian MAJ, Sitasiwi AJ, Djaelani MA. Efek antifertilitas ekstrak air biji pepaya (Carica

papaya L.) terhadap jumlah dan diameter folikel de graaf mencit (Mus musculus) Betina. Jurnal Pro-Life. 2018; 5(1): 476-486.

12. Dabhadkhar DK, Thakare VG, Zade VS, Charjan AP, Dhore MM, Deosthale SM. Review on some ethnobotanical plants having antifertility activity in female albino rats. Int. Res J. of Science and Engineering. 2015; 3 (2): 43 – 46

13. Djajanegara I, Wahyudi P. Pemakaian sel hela dalam uji sitotoksisitas fraksi kloroform dan etanol ekstrak daun annona squamosa. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2009; 7(1): 7-11.

14. Laili NDH, Nofianti T, Sari FI. Uji antifertilitas ekstrak etanol daun srikaya (Annona squamosa L.) terhadap mencit putih betina bunting galur swiss webster. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. 2016; 15 (1): 51-55.

15. Dewi N. P. Uji efek antifertilitas ekstrak etanol daun pacing (Cheilocostus speciosus (J. Koenig) C.D. Specht) pada mencit betina (skripsi). Universitas Sumatera Utara; 2015.

16. Ajiningrum PS, Amilah S, Widyaningtyas PG. Potensi Ekstrak Rimpang Pacing (Costus speciosus), Daun Srikaya (Annona squamosa L.) dan Kombinasinya Terhadap Jumlah Folikel

Primer dan Sekunder Pada Mencit Betina (Mus musculus). Prosiding Sminar Nasional Hasil

Riset dan Pengabdian II; 18 Oktober 2019;

Surabaya, Indonesia. Indonesia: Universitas PGRI Adi Buana Surabaya; 2019.

17. Hasfita Y. Pengaruh ekstrak daun pegagan (Centella asiatica (L.) urban) dosis tinggi terhadap histologi dan berat ovarium mencit (Mus musculus) betina (skripsi). Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; 2013.

18. Rusmiati. Pengaruh ekstrak metanol kulit kayu durian (Durio zibethius murr) pada struktur mikroanatomi ovarium dan uterus mencit (Mus musculus L) Betina. Jurnal Sains dan Terapan Kimia. 2010; 4 (1): 29-37

19. Adimunca C. Kemungkinan pemanfaatan ekstrak buah pare sebagai bahan kontrasepsi pria. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran. 1996;

112:12-14. 20. Limbong T. Pengaruh ekstrak ethanol kulit batang

pakettu (Ficus superba Miq) terhadap folikulogenesis ovarium mencit (Mus musculus) (tesis). Universitas Airlangga Surabaya; 2003.

21. Bender DA. Free Radicals an Antioxidant Nutrients. New York: Mc Graw Hill Lange, 2009.

22. Tilly JL, Tilly KL. Inhibitors of Oxidative Stress Mimic the Ability of Follicle-Stimulating

Hormone to Suppress Apoptosis in Cultured Rat Ovarian Follicles. Endocrinology. 1995; 136 (1): 242-252.

Page 48: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya
Page 49: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya
Page 50: Jurnal Akademi Farmasi Surabaya