115
BALAI TEKNOLOGI KOMUNIKASI PENDIDIKAN BALAI TEKNOLOGI KOMUNIKASI PENDIDIKAN DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI DIY DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI DIY ADI KARSA ADI KARSA Edukasi Vol. X No. 11 Hlm. i - iv 1 - 110 Yogyakarta November 2016 ISSN 2088 - 186X ISSN 2088-186X ISSN 2088 - 186X Jurnal Teknologi Komunikasi Pendidikan

Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

  • Upload
    lyhanh

  • View
    308

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

BALAI TEKNOLOGI KOMUNIKASI PENDIDIKANBALAI TEKNOLOGI KOMUNIKASI PENDIDIKANDINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI DIYDINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI DIY

ADI KARSAADI KARSA

Edukasi Vol. X No. 11 Hlm. i - iv1 - 110

YogyakartaNovember 2016

ISSN2088 - 186XISSN 2088-186X

ISSN 2088 - 186X

Jurnal

Teknologi Komunikasi Pendidikan

Page 2: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

ADI KARSAADI KARSAISSN 2088 - 186X

Jurnal Teknologi Komunikasi PendidikanVol. X, No. 11 November 2016

ADI KARSAADI KARSAKetentuan Penulisan :

Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk soft copy baik melalui disket, flesh disk, cd atau via email dengan menggunakan fasilitas attachment file.Penulis tidak keberatan jika naskah yang dikirim mengalami penyuntingan atau perbaikan tanpa merubah isinyaIsi artikel yang dimuat merupakan tanggungjawab penulis sepenuhnya.Penulis menyertakan biodata singkat dan alamat lengkap termasuk email dan nomor HP yang bisa dihubungi .Naskah yang masuk redaksi dikategorikan; diterima tanpa revisi, diterima dengan revisi. dan ditolak.Naskah yang tidak dimuat akan diberitahukan kepada penulis via SMS maupun email.Penulis yang naskahnya dimuat akan diberi copy buletin sebanyak 1 eksemplar.

Bersifat ilmiah yaitu kajian atas masalah - masalah yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi dari penerapan teknologi dan komunikasi dalam dunia pendidikan yang berupa artikel gagasan orisinil, artikel kajian teori/konsep dan artikel ringkasan hasil penelitian yang sesuai dengan kompetensi penulis.Naskah diketik dengan huruf Pica Arial ukuran huruf 11, jarak baris 1,5 spasi, ukuran kertas kwarto. Panjang tulisan antara 10 s.d. 15 halaman.Naskah yang dikirim merupakan naskah yang belum pernah dipublikasikan dalam penerbitan apapun dan atau sedang diminta penerbitannya oleh media lainNaskah ditulis secara berurutan terdiri dari :Judul (ringkas dan lugas / tidak lebih dari 15 kata)Nama penulis tanpa gelar (dicetak miring)Abstrak ditulis dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia (diketik jarak baris 1 spasi dan terdiri dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian setidaknya memuat tujuan, metode, dan hasil penelitian.Kata kunci ditulis bawah abstrak (dicetak miring maksimal 5 kata)Pendahuluan (setidaknya memuat latar belakang dan rumusan masalah penulisan)Inti / Pembahasan (terdiri dari uraian atas sub - sub bab)Metode Penelitian (khusus untuk artikel hasil penelitian)Penutup (setidaknya berisi kesimpulan dan saran)Penulisan kutipan langsung dari literatur lain diketik masuk 5 spasi ke dalam dengan jarak baris 1.Penulisan Daftar Pustaka diurutkan sebagai berikut:Nama penulis (Khusus Inggris dibalik dengan pemisah tanda koma [,]. Tahun penerbitan dalam kurung. Judul buku atau tulisan dicetak miring. Kota tempat penerbitan diikuti tanda titik dua [:]. Nama penerbit.Setiap pustaka diketik dengan dengan jarak 1 spasi. Antar pustaka diberi jarak 2 spasi Setiap pustaka yang lebih dari 2 baris, baris kedua dan seterusnya diketik masuk ke dalam sebanyak 5 ketukan.

Naskah yang dikirim ke redaksi Jurnal llmiah Adi Karsa akan dipertimbangkan pemuatannya apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1.

2.3.4.

5.

6.

7.

8.

9.10.

11.12.13.

a.b.c.

d.e.f.g.h.

Contoh Daftar Pustaka :Borg, Walter, R. & Gall, M., D. (1989), Educational research: an introduction (4th ed) New York & London: Logman.

Estu Miyarso. (2009), Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran Sinematografi. Tesis Yogyakarta: Program Studi Teknologi Pembelajaran Pasca Sarjana UNY

Pengarah

Kadarmanta Baskara Aji

Penanggung Jawab

Isti Triasih

Redaksi Ahli

Estu MiyarsoYoko Rimy

Pemimpin Redaksi

Drs. Maryadi

Sekretaris Redaksi

Dwi Budi Astutiek

Redaksi Pelaksana

Dwi Budi AstutiekKholifah Khoirun Nisa

Penyunting Bahasa

Estu MiyarsoYoko Rimy

Setting / Tata Letak

Loko KuswantoroFitri Trisnawati

Jl. Kenari No. 2 YogyakartaTelp./Fax : 0274 - 517327website : http=//www.btkp-diy.or.ide-mail : [email protected] [email protected]

Alamat Redaksi :

Kantor Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan (Balai Tekkomdik)Daerah Istimewa Yogyakarta

VisiMenjadi salah satu referensi utama bagi guru dan pelaku pendidikan tentang perencanaan pelaksanaan maupun

evaluasi pendidikan di wilayah Yogyakarta

MisiMedia aktualisasi dan sosialisasi karya ilmiah guru dan

pelaku pendidikan di wilayah Yogyakarta pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.

“Adi Karsa” diambil dari Bahasa Jawa yang berarti “Kemauan yang baik”. Jurnal ini diterbitkan oleh Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan (Balai Tekkomdik) Yogyakarta sebagai Media penuangan dan pengkajian karya ilmiah guru maupun pelaku pendidikan. Jurnal ini diterbitkan dua kali setahun setiap terbit bulan Juli dan November 2016

Page 3: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Jurnal

ADI KARSATeknologi Komunikasi Pendidikan

BALAI TEKNOLOGI KOMUNIKASI PENDIDIKANDINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA DIY

Page 4: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu
Page 5: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

DAFTAR ISI

Peningkatan Kemampuan Guru Membuat Alat Peraga Pembelajaran Matematika Melalui Kegiatan Pendampingan Guru Dalam Kegiatan KKGOleh: Iswanto ................................................................................................................. 1Penerapan Model Project Based Learning (Pjbl) Untuk Meningkatan Kinerja Dan Prestasi Belajar Fisika Listrik Pada Siswa Kelas Xi Av1 Sekolah Menengah KejuruanOleh : Eko Mulyadi ........................................................................................................ 10Peningkatan Hasil Belajar Kimia Melalui Model Chemisong Pada Peserta Didik Kelas X Kimia Analisis SMK Oleh : Indayatmi ............................................................................................................ 19 Menenangkan Siswa Yang Resah Di Sekolah Melalui Layanan Konseling Individu Dengan Pendekatan Teori Gestalt Oleh : Mulyono .............................................................................................................. 33 Peningkatan Partisipasi Dan Hasil Belajar Kimia Pada Siswa Sma Kelas XI IPA Melalui Implementasi Model Pembelajaran PogilOleh : Totok Ariyanto ..................................................................................................... 40 Pembelajaran Metode Snowball Throwing (Melempar Bola Salju) Sebagai Upaya Meningkatkan Minat Belajar MatematikaOleh : Sriyati .................................................................................................................. 48Pemanfaatan Sampah Plastik Gelas Air Mineral Sebagai Alat Peraga Pembelajaran SosiologiOleh : Andhy Surya Hapsara ......................................................................................... 58 Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation) Dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas X 1SMAOleh : Jumadi ................................................................................................................ 69Model Think Pair Share Untuk Meningkatkan Sikap Percaya Diri Dan Prestasi Belajar IPS Kelas IV SDOleh : Sulisriatmi ........................................................................................................... 75 Bernyanyi Dan Belajar Mengenal Tulisan Melalui Produk Pengembangan Multimedia Karaoke Interaktif AnakOleh : Estu Miyarso ....................................................................................................... 85The Implementation Of Workshop Method For Increasing Of Teacher Competence In Composing Of Learning Implementation Plan At The Special School Sleman DistrictOleh : Wahyana .............................................................................................................. 98

iii

Page 6: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu
Page 7: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU MEMBUAT ALAT PERAGA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI KEGIATAN

PENDAMPINGAN GURU DALAM KEGIATAN KKG

Oleh : IswantoPengawas Sekolah Dinas Dikpora Gunung Kidul

Email: [email protected]

ABSTRACT: This research aims to improve the ability of teachers in making the learning of Mathematics teaching aids through mentoring activities making teaching aids in KKG.

This research uses a Classroom Action Research. Subjects were primary school teachers Gugus VI SD Semin II in 2015. The collection of data through observation, while the analysis of data using qualitative descriptive analysis.

The results showed that: Through the mentoring activity of making teaching aids in KKG, target schools can improve the ability of making the learning of Mathematics teaching aids in Gugus VI SD Semin II, Gunungkidul in 2015, marked by all the teachers in the group has been able to make the learning of Mathematics teaching aids. Results of the assessment making the learning of Mathematics teaching aids in cycle I was 67 % in the category at a minimum and the cycle II increased to a 83 % in good category.

Keywords: mentoring, the teaching aids learning, KKG

PENDAHULUAN

Pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga akan meningkatkan tingkat aktifitas siswa, pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan. Melalui pembelajaran matematika yang berkualitas maka prestasi belajar matematika siswa juga meningkat. Guru dalam pembelajaran hendaknya menggunakan alat peraga yang tersedia di sekolah dan jika alat peraga pembelajaran tidak tersedia maka menjadi kewajiban guru untuk mengusahakan misalnya dengan cara membuat sendiri alat peraga pembelajaran yang dibutuhkan

Keberhasilan pembelajaran matematika di sekolah segugus VI SD Semin II UPT TK dan SD Kecamatan Semin belum optimal, ditandai rendahnya prestasi belajar matematika. Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal banyak dipengaruhi oleh beberapa komponen belajar mengajar antara lain bagaimana cara mengorganisasikan

materi, metode yang diterapkan, interaksi guru dan siswa, media atau alat peraga pembelajaran yang dipergunakan dan sebagainya.

Alat bantu peraga pembelajaran dibutuhkan oleh guru ketika melakukan proses pembelajaran termasuk pembelajaran matematika, untuk membantu memudahkan berpikir siswa dan memudahkan guru dalam menjelaskan materi pembelajaran seperti yang dikemukan oleh Sudjana (1989:76) bahwa alat peraga adalah suatu alat bantu untuk mendidik atau mengajar supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak didik.

Keterbatasan alat peraga di SD memberi tantangan guru agar dapat membuat atau memodifikasi alat peraga yang diperlukan. Kendala yang ada adalah rendahnya pengetahuan guru dalam membuat alat peraga pembelajaran sendiri. Guru sangat memerlukan pengetahuan dan ketrampilan

1

Page 8: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

dalam membuat dan memodifikasi alat peraga pembelajaran matematika sehingga kebutuhan guru akan alat peraga dapat tercukupi.

Pengawas sekolah sesuai ketugasannya berusaha mengatasi masalah rendahnya kemampuan guru membuat alat peraga pembelajaran matematika ini. Salah satu cara yang telah dilakukan oleh pengawas sekolah adalah dengan pembinaan melalui diskusi antar guru di sekolah maupun dalam forum KKG. Usaha yang dilakukan pengawas sekolah dengan cara tersebut belum membawa hasil yang memuaskan.Guru membutuhkan pendampingan untuk dapat membuat alat bantu peraga pembelajaran matematika walaupun alat peraga pembelajaran dalam kategori alat peraga sederhana. Pendampingan dapat dilakukan secara mandiri maupun kelompok.

Berangkat dari kondisi tersebut di atas maka pengawas melakukan penelitian tindakan sekolah dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Guru Membuat Alat Peraga Pembelajaran Matematika Melalui Kegiatan Pendampingan Guru Dalam Kegiatan KKG” Melalui penelitian tindakan sekolah ini diharapkan guru mampu memilih dan membuat alat peraga pembelajaran matematika untuk digunakan dalam pembelajaran matematika di kelas masing-masing.

Kemampuan Guru

Kemampuan dalam arti yang umum, Danim (1995:12) mengemukakan bahwa kemampuan sebagai perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yangdipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sedangkan kemampuan dalam konteks keguruan oleh Wijaya dan Tabrani (1992:7) diterjemahkan sebagai gambaran hakekat kualitatif dari perilaku guru yang nampak sangat berarti. Dengan demikian, suatu kemampuan dalam suatuprofesi yang

berbeda menuntut kemampuan yang berbeda beda pula. Sehubungan dengan pengertian kemampuan mengajar guru, Imron (1995:168) mengungkapkan kompetensi dasar keguruan itu adalah kemampuan merencanakan pengajaran, kemampuan melaksanakan pengajaran, kemampuan mengevaluasi pengajaran

Apabila pengertian kemampuan guru tersebut dihubungkan dengan pembuatan alat peraga pembelajaran, maka guru sebagai pendidik harus memiliki kemampuan dalam membuat dan memilih alat peraga pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar yang disampaikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

Alat Peraga Pembelajaran Matematika

Pengertian alat peraga menurut Pujiati (2004:3)adalah media pengajaran yang mengandung atau membawakan konsep konsep yang dipelajari. Sedangkan Amalia, dkk (2014:5.10) mengungkapkan pengertian alat peraga sebagai sesuatu yang digunakan untuk mengkomunikasikan materi pembelajaran agar terjadi proses belajar.Ruseffendi (1994:229) mengartikan alat peraga adalah “alat alat yang dipergunakan oleh guru ketika mengajar untuk memperjelas materi pelajaran dan mencegah terjadinya verbalisme pada siswa”.

Alat peraga dapat dimasukkan sebagai bahan pembelajaran apabila alat peraga tersebut merupakan desain materi pelajaran yang diperuntukkan sebagai bahan pembelajaran. Misalnya, dalam pembelajaran klasikal, guru menggunakan alat sebagai peraga yang berisi materi yang akan dijelaskan. Jadi alat peraga yang digunakan guru tersebut memang berbentuk desain materi yang akan disajikan dalam pelajaran. Sudjana (1989:76) mengartikan bahwa alat peraga adalah suatu alat bantu untuk mendidik atau mengajar supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak didik.

2

Page 9: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Berdasarkan pendapat tersebut di atas bahwa alat peraga pembelajaran adalah suatu alat yang diperagakan, baik berupa alat atau benda sesungguhnya maupun berupa benda tiruannya guna memberikan gambaran yang lebih jelas kepada anak didik tentang sesuatu yang dipelajarinya sehingga proses pembelajaran menjadi lebih efektif.

Masrukun ( 2004: 32) dalam kaitan dengan pembelajaran matematika mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga selain akan membuat siswa mudah memahami materi yang dipelajari, juga akan meningkatkan kadar aktifitas siswa, pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan. Dari pernyataan ini bahwa alat peraga bertujuan untuk membantu memudahkan siswa memahami materi pelajaran matematika.

Alat peraga merupakan bagian media pembelajaran yang dapat diartikan sebagai semua benda yang digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran. Tujuan dasar penggunaan media pembelajaran yakni untuk memperjelas instrumen yang akan disampaikan, dapat merangsang perhatian, pikiran, dan kemampuan siswa, alat peraga juga harus dapat meningkatkan efektifitas dan kelancaran dalam proses belajar, terutama dalam hal memperjelas materi yangsedang dipelajari, sehingga pada akhirnya dapat mempercepat proses perubahan tingkah laku siswa. Alat peraga merupakan bagian media pembelajaran yang dapat diartikan sebagaisemua benda yang digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran.Tujuan dasar penggunaan media pembelajaran yakni untuk memperjelas instrumen yang akan disampaikan, dapat merangsang perhatian, pikiran, dan kemampuan siswa, alat peraga juga harus dapat meningkatkan efektifitas dan kelancaran dalam proses belajar, terutama dalam hal memperjelas materi yangsedang dipelajari, sehingga pada akhirnya dapat

mempercepat proses perubahan tingkah laku siswa. Alat peraga matematika terdiri dari dua jenis yaitu alat peraga asli dan alat peraga benda tiruan, untuk mendapatkan fungsi dan manfaat alat peraga matematika agar sebagaimana yang diharapkan dari pengajar.

Bertolak dari kreteria alat peraga yang memenuhi syarat alat peraga yang baik untuk digunakan dalam pembelajaran Matematika seperti tersebut di atas maka dalam membuat alat peraga pembelajaran Matematika untuk siswa sekolah dasar guru harus bisa memilih dan menentukan jenis alat peraga yang sesuai.

Pendampingan Guru

Pendampingan guru merupakan suatu aktivitas yang yang dapat bermakna sebagai bentuk pembinaan, pengajaran, pengarahan yang diberikan kepada guru-guru agar guru mampu memiliki kemampuan yang dibutuhkan guru untuk meningkatkan keprofesionalannya sebagai guru. Kata pendampingan lebih mengarah pada kebersamaan, kesejajaran. Dengan demikian kedudukan antara keduanya (pendamping dan yang didampingi) sederajat, sehingga tidak ada dikotomi antara pimpinan dan bawahan. Hal ini membawa dampak dalam kegiatan pendampingan peran pendamping hanya sebatas pada memberikan fasilitas, saran, dan bantuan konsultatif dan tidak pada pengambilan keputusan.

Pendampingan guru merupakan bentuk bantuan dari pihak luar, baik perorangan maupun kelompok untuk menambahkan kesadaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan pemecahan permasalahan guru.Pendampingan guru juga merupakan kegiatan untuk membantu guru baik secara individu maupun kelompok yang berangkat dari kebutuhan guru dalam rangka meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas.

3

Page 10: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Mulyani Sumantri (2013:6.18) mengemukakan bahwa sistem belajar yang cocok diterapkan bagi orang dewasa adalah menemukan sendiri (discovery method). Dari pendapat ini maka model pendampingan sangat tepat untuk diterapkan guru untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki karena guru pada hakekatnya belajar mandiri. Pendamping dalam kegiatan ini hanya sebagai fasilitator dan pembimbing kegiatan.

Guru perlu didampingi karena mereka merasa tidak mampumengatasi permasalahan secara sendirian. Pendamping dikatakan mendampingi karena yang melakukan kegiatan pemecahan masalah itu bukan pendamping. Pendamping hanya berperan untuk memfasilitasi bagaimana memecahkan masalah secara bersama-sama dengan masyarakat, mulai dari tahap mengidentifikasi permasalahan, mencari alternatif pemecahan masalah, sampai pada implementasinya.

Dalam upaya pemecahan masalah, peran pendamping hanya sebatas pada memberikan alternatif-alternatif yang dapat diimplementasikan. Dan kelompok pendampingan dapat memilih alternatif mana yang sesuai untuk diambil. Pendamping perannya hanya sebatas memberikan pencerahan berfikir berdasarkan hubungan sebab akibat yang logis, artinya kelompok pendampingan disadarkan bahwa setiap alternatif yang diambil senantiasa ada konsekuensinya. Diharapkan konsekwensi tersebut bersifat positip terhadap kelompoknya.Dalam rangka pendampingan ini, hubungan yang dibangun oleh pendamping adalah hubungan konsultatif dan partisipatif. Dalam kegiatan pendampingan maka guru dapat belajar melalui pengalaman langsung. Suciati, dkk (2007: 4.11) mengemukakan bahwa belajar melalui pengalaman (experiential learning) mengacu pada proses belajar yang melibatkan siswa

secara langsung dalam masalah atau materi yang sedang dipelajari.

Keberhasilan proses pendampingan sangat memerlukan peran serta aktif dari terdamping. Mulyasa (2011:105) dari segi proses, pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Dari pendapat ini proses pendampingan berhasil sangat ditentukan partisipasi aktif peserta pendampingan.

Prosedur Pendampingan Guru

Prosedur pendampingan untuk keperluan pendampingan guru melalui kegiatan KKG dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Pemberian penguatan kepada guru agar guru sadar dan termotivasi untuk melakukan kegiatan yang direncanakan. Kegiatan yang dimaksud dalam penelitian tindakan sekolah ini adalah kegiatan membuat alat peraga.

2. Melakukan pembimbingan dan pemantauan secara intensif kepada guru ketika membuat alat peraga pembelajaran.

3. Mengevaluasi kegiatan dan hasil pembimbingan

4. Menyusun rencana tindak lanjut kegiatan

Kelompok Kerja Guru

Berdasarkan Keputusan Mendikbud RI No 0487 Tahun 1982 tentang Sekolah Dasar, dan Keputusan Dirjen Dikdasmen No. 079/C/Kep./I/1993, tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru melalui pembentukan gugus sekolah di sekolah dasar, maka salah satu wadah atau tempat yang dapat digunakan untuk membina dan meningkatkan profesional guru sekolah dasar di antaranya melalui kelompok kerja guru (KKG), selain peningkatan profesional

4

Page 11: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

melalui jenjang akademik berupa sekolah atau pendidikan formal (Depdiknas, 1997: 46)

Kelompok Kerja Guru (KKG) merupakan suatu wadah bagi guru-guru untuk berkumpul dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan ketugasan sebagai guru.

Kelompok Kerja Guru (KKG) merupakan forum (wadah) komunikasi profesional bagi guru Sekolah Dasar (SD) di suatu gugus, tempat guru mengadakan diskusi, tanya jawab dan upaya pembinaan serta pengembangan profesionalismenya dengan bimbingan guru pemandu, kepala sekolah, pengawas, dan para pembina pendidikan lainnya. KKG sebagai wadah profesionalisme memiliki tujuan :

1. Memperluas pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan subtansi materi pembelajaran, penyusunan silabus, penyusunan bahanpembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, memaksimalkan pemakaian sarana/prasana belajar, memanfaatkan sumber belajar dsb.

2. Memberi kesempatan kepada anggota kelompok kerja untuk berbagi pengalalamanserta saling memberikan bantuan dan umpan balik.

3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta mengadopsi pendekatan pembaharuan dalam pembelajaran yang lebih profesional bagi peserta kelompok kerja atau musyawarah kerja

4. Memberdayakan dan membantu anggota kelompok kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di sekolah.

5. Mengubah budaya kerja anggota kelompok kerja atau musyawarah kerja (meningkatkan pengetahuan, kompetensi

dan kinerja) mengembangkan profesionalisme guru melalui kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme guru di tingkat KKG.

6. Meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran yang tercermin dari peningkatan hasil belajar peserta didik.

7. Meningkatkan kompetensi guru melalui kegiatan-kegiatan di tingkat KKG. (Depdiknas, 2008: 4-5)

Berdasar fungsi dan tujuan pembentukan KKG tersebut maka peningkatan kemampuan guru dalam membuat alat peraga pembelajaran Matematika dapat dilakukan melalui kegiatan KKG di tingkat gugus.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan Pebruari sampai dengan Mei 2015. Penelitian dilakukan di KKG Gugus VI SD Semin II, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.Guru yang menjadi subyek penelitian ini adalah guru SD se Gugus VI Semin II.

Data penelitian dikumpulkan dengan observasi/pengamatan terhadap proses kegiatan pendampingan dan hasil kegiatan pendampingan berupa alat peraga pembelajaran matematika buatan guru selama kegiatan pendampingan.

Instrumen pengumpul data berupa lembar observasi/pengamatan, terdiri dari Panduan observasi untuk mengungkap partisipasi guru dalam kegiatan pendampingan dan panduan pengamatan untuk penilaian terhadap karya guru berupa alat peraga pembelajaran matematika. Data penelitian yang telah terkumpul dianalisa secara diskriptif, selanjutnya diinterprestasikan dengan kalimat. Dan dinyatakan dengan sebutan sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang.

5

Page 12: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

PROSEDUR PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dalam bentuk penelitian tindakan sekolah (PTS). Penelitian ini menggunakan tahapan penelitian yang terdiri dari merencanakan, melakukan tindakan, mengamati, dan melakukan refleksi (Eko Budi, 2015:34).Peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai pengawas sekolah sekaligus sebagai peneliti. Penelitian ini menggunakan desain spiral yang terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi/pengamatan dan refleksi. Hasil refleksi setiap siklus digunakan untuk menentukan rencana tindakan siklus berikutnya. Penelitian dilakukan dalam dua siklus dan ada akhir penelitian ditargetkan sebanyak 80% guru peserta pendampingan mampu membuat alat peraga pembelajaran matematika dengan kategori minimal baik.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan siklus IPada pertemuan pertama siklus I,

kegiatan yang dilakukan dalam pendampingan kegiatan pemberian penjelasan tentang alat peraga pembelajaran, kegiatan pembentukan kelompok, kegiatan diskusi menentukan materi pelajaran dan model alat peraga yang akan dibuat. Kegiatan diskusi juga membahas alat dan bahan yang perlu dipersiapkan untuk pertemuan selanjutnya. Pada Pertemuan kedua kegiatan pendampingan berupa praktik langsung membuat alat peraga pembelajaran matematika secara kelompok dibawah pendampingan dan bimbingan pengawas sekolah (peneliti). Hasil yang dicapai dari siklus I ini adalah untuk tingkat partisipasi guru dalam kegiatan pendampingan yang dicapai guru sebagai berikut, sebanyak 10 atau 56% guru mencapai tingkat partisipasi baik dan 8 atau 44% guru yang mencapai tingkat partisipasi amat baik. Pencapaian kategori dari hasil penilaian terhadap

alat peraga buatan guru selama kegiatan pendampingan yang dicapai guru sebagai berikut, sebanyak 3 kelompok guru atau sebanyak 50% guru mencapai nilai dalam kategori B, 1 kelompok guru atau 17% guru mencapai nilai A dan 2 kelompok guru atau 33% guru mencapai nilai kategori C.

Refleksi Siklus I

Kegiatan refleksi dilakukan dengan melakukan diskusi antara penulis dengan kolaborator penelitian membahas pelaksanaan dan hasil penelitian tindakan, meliputi tingkat partisipasi guru dalam kegiatan pendampingan dan hasil/produk berupa alat peraga pembelajaran. Dari refleksi diketahui partisipasi guru dalam kategori baik. Alat peraga pembelajaran buatan guru untuk kategori minimal baik baru 67%. Dalam refleksi juga didiskusikan rancangan tindakan untuk siklus II.

Pelaksanaan Siklus II

Pada pertemuan pertama siklus II ini kegiatan yang dilakukan dalam pendampingan adalah kegiatan diskusi alat peraga pembelajaran matematika buatan guru dari siklus I dilanjutkan dengan membuat alat peraga pembelajaran matematika berdasar hasil diskusi dan perencanaan. Pada pertemuan kedua kegiatan pendampingan berupa penyempurnaan alat peraga pembelajaran buatan dilanjutkan presentasi alat peraga pembelajaran buatan guru. Pada kegiatan presentasi ini kelompok mempresentasikan alat peraga pembelajaran untuk ditanggapi anggota kelompok lain.Hasil yang dicapai dari siklus II ini adalah tingkat partisipasi guru dalam kegiatan pendampingan yang dicapai guru sebagai berikut, sebanyak 13 atau 72% guru tingkat partisipasi dalam kategori sangat baik dan 5 atau 28% guru dalam kategori tingkat partisipasi baik. Sementara pencapaian hasil pengamatan/penilaian terhadap alat peraga pembelajaran buatan guru selama kegiatan

6

Page 13: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

pendampingan yang dicapai guru sebagai berikut, sebanyak 3 kelompok guru atau sebanyak 50 % guru mencapai nilai dalam kategori A, 2 kelompok guru atau 33 % guru mencapai nilai B, dan hanya 1 kelompok atau 17 % guru mencapai nilai C. Dari data ini terlihat 83% guru mencapai nilai dalam kategori minimal baik.

Pembahasan

a. Tingkat Partisipasi Guru dalam Kegiatan PendampinganTingkat partisipasi guru dalam kegiatan

pendampinganpada siklus I berdasar data

yang diperoleh melalui hasil observasi selama kegiatan pendampingan diketahui rerata prosentase partisispasi guru sebesar 85%. Dalam kegiatan diskusi pada siklus II berdasar data yang diperoleh diketahui bahwa rerata skor tingkat partisipasi guru dalam kegiatan pendampingan meningkat menjadi 90%.

Di bawah ini disampaikan grafik tingkat perkembangan tingkat partisipasi dalam kegiatan pendampingan pada siklus I dan tingkat partisipasi guru dalam kegiatan pendampingan pada siklus II.

Grafik 1. Prosentase Perkembangan Tingkat Partisipasi guru Selama Tindakan.

Berdasar grafik diatas terlihat ada perkembangan tingkat partisipasi guru dalam kegiatan tindakan siklus I dan siklus II. Adanya peningkatan partisipasi guru dalam kegiatan pendampingan ini tidak terlepas dari ketertarikan guru pada penerapan model pendampingan pembuatan alat peraga pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan guru dalam pembuatan alat peraga pembelajaran. Ketertarikan guru dalam kegiatan tindakan ini juga terlihat dari presensi kehadiran guru. Rata-rata kehadiran guru mencapai 98%.

b. Tingkat kemampuan guru dalam pembuatan alat peraga pembelajaran

Tingkat kemampuan guru dalam membuat alat peraga pembelajaran sebelum kegiatan tindakan dilakukan sangat rendah didasarkan pada hasil supervisi yang dilakukan. Hanya kisaran 30% guru yang menggunakan alat peraga dalam kegiatan

pembelajaran matematika. Dari guru yang menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika hanya dua orang guru yang menggunakan alat peraga buatan guru sendiri. Dari hasil wawancara diketahui sedikitnya guru menggunakan alat peraga pembelajaran matematika buatan sendiri dikarenakan guru belum mampu membuat sendiri.

Hasil dari tindakan pada siklus I berdasar data yang diperoleh melalui hasil observasi dan penilaian terhadap hasil kinerja guru berupa alat peraga pembelajaran buatan guru diketahui setiap kelompok telah mampu menampilkan alat peraga pembelajaran matematika. Berdasar penilaian alat peraga hasil kerja kelompok diperoleh 17 % ketegori amat baik, Kategori baik 50% dan kategori cukup 33%. Kemampuan guru dalam pembuatan alat peraga pada siklus II dapat dilihat dari hasil Penilain alat peraga pembelajaran yang dibuat secara

7

Page 14: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

berkelompok. Semua kelompok guru mampu menampilkan alat perga pembelajaran buatan guru. Hasil dicapai berdasar penilaian 50% kategori sangat baik, sementara 33% dalam kategori baik, dan hanya satu alat peraga atau 17% dalam kategori cukup.

Di bawah ini disampaikan perkembangan tingkat kemampuan guru dalam membuat alat peraga matematika selama kegiatan tindakan dilakukan, di lihat dari capaian kategori alat peraga pembelajaran matematika buatan guru pada siklus I dan siklus II. Sebagai gambaran disajikan dalam diagram berikut.

Grafik 2. Capaian Tingkat Kategori Alat Peraga Pembelajaran Matematika Buatan Guru pada siklus I dan II

Berdasar diagram diatas pada siklus I capaian kategori alat peraga minimal kategori baik ada 67% sedangkan pada siklus II mencapai 83%. Berdasar diagram terlihat ada perkembangan tingkat kemampuan guru dalam membuat alat peraga matematika selama tindakan dilakukan dari siklus I ke Siklus II. Adanya peningkatan kemampuan guru dalam membuat alat peraga pembelajaran matematika berdasar wawancara terhadap guru dikarenakan guru mempunyai perhatian dan keinginan untuk bisa membuat alat peraga pembelajaran sendiri yang nantinya juga dapat digunakan untuk nilai angka kredit guru.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis hasil yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwakegiatan pendampingan guru dalam kegiatan KKG sekolah binaan dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan guru membuat alat peraga pembelajaran matematika di gugus VI SD Semin IIKabupaten Gunungkidul tahun 2015.Indikator keberhasilan penelitian terlampaui, ditandai dengansemua guru dalam kelompok masing-masing mampu membuat alat peraga pembelajaran matematika. Hasil penilaian

alat peraga pembelajaran matematika buatan guru pada siklus I adalah 67% dalam kategori minimal baik dan pada siklus II meningkat menjadi 83% dalam kategori minimal baik.

Berdasar pengalaman penulis bahwa penggunaan pendampingan dalam KKG mampu meningkatkan kemampuan guru dalam membuat alat peraga matematika maka alangkah baiknya jika teman sejawat mau mencoba untuk menerapkan pendampingan guru untuk mengatasi permasalahan di sekolah binaan.

8

Page 15: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

DAFTAR PUSTAKA

Ali Imron. (1995),Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya

Danim Sudarwan. (1995),Tranformasi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Depdiknas. (1997),Pedoman pengelolaan gugus sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Dasar.

______. (2008),Standar operasional kelompok kerja guru (KKG) musawarah gurua mata pelajaran (MGMP). Jakarta: Direktorat Profesi Pendidik Direktoral Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Eko Budi Susanto. (2015),Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Yogyakarta: Liberty

Masrukun, (2004). Matematika dan Alat Peraga. Jakarta: Fasilitator.

Mulyani Sumantri. (2013),Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka.

Mulyasa. (2011),Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Pujiati. (2004),Penggunaan Alat Peraga Dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika.

Ruseffendi, E. T., dkk. (1994),Materi Pokok Pendidikan Matematika III. Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud

Sudjana.(1991),Dasar dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Wijaya, H. ES dan Tabrani Rusyan. (1992),Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Nine Karya Jaya.

9

Page 16: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

PENERAPAN MODEL PROJECT BASED LEARNING (PJBL) UNTUK MENINGKATAN KINERJA DAN PRESTASI BELAJAR

FISIKA LISTRIK PADA SISWA KELAS XI AV1 SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

Oleh : Eko MulyadiGuru SMK N 3 Yogyakarta email :[email protected]

ABSTRACT: This Research aims to improve the performance and increase student achievement with the application of PjBL in Physics Learning Competency Static Electricity and Electrical Direct Current. Project made is material to the presentation of static and dynamic electricity in the form of a slide that contains: understanding, pictures, video, animation, conclusions, example problems and solutions. The study was conducted two cycles, each cycle consisting of three meetings, with 2 hours of lesson time allocation. PjBL model with steps determination, planning, scheduling, monitoring, presentation and evaluation. Aspects measured achievement of pre-test, product assessment, and post test. The results showed that Improved performance in the first cycle performance of 71.88%, in the second cycle performance of 90.63%, an increase 18.75%, Improved learning achievement of Physics average of 54.48 pre-cycle, cycle 1 from 55.56 to 71.56, there was a strengthening 15.70, the second cycle of 53.44 into 78.06, 24.63 reinforcement occurs, the pre-absorption cycle of 55%, 72% cycle 1 and cycle 2 at 77.8%.

Keywords: PjBL, Learning, Performance, Achievement

PENDAHULUAN

Pendidik sebagai pilar pencetak generasi muda dapat memberikan inspirasi kepada Siswa bukan sebagai obyek belajar, tetapi memposisikan Siswa sebagai subyek belajar, bahwa Siswa berangkat dari rumah sudah membawa bekal ilmu pengetahuan, bisa dari berbagai sumber buku, modul, diktat, hotspot area yang ada di sekolah, di Mall, atau warung internet. Sehingga peran pendidik memfasilitasi atau sebagai fasilitator atas apa yang dibutuhkan oleh Siswa dalam mengembangkan potensinya. Selanjutnya perubahan paradigma belajar dariSiswa bekerja secara individu kemudian beralih secara kelompok dalam memecahkan masalah, masalah dapat dipecahkan dengan proyek yang dapat diselesaikan secara berkelompok dan berkolaborasi dalam

mencapai tujuan belajar. Tugas pendidik memberikan arahan, belajar atau pelayanan yang menyenangkan bagi Siswa.

Lemahnya perhatian terhadap kualitas pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Kejuruan, karena proses belajar mengajar fisika masih didominasi dengan metode klasikal yaitu ceramah dan tanya jawab mengakibatkan pembelajaran fisika masih bersifat “ Teachers Center” menjadi kurang bermakna sehingga motivasi, dan prestasi siswa dalam belajar fisika belum optimal (Purwanto, 2008). Hasil Penelitian tahun 2009 diperoleh dominasi metode mengajar yang sering dilakukan dalam proses PBM 33 responden guru adalah tanya jawab, penugasan dan latihan, sedangkan 127 responden siswa , dominasi mengajar guru

10

Page 17: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

adalah mencatat, penugasan dan ceramah (Eko Mulyadi, 2009).

Dengan memperhatikan keadaan diatas maka diperlukan metode dan model pembelajaran yang akan dapat mengaktifkan peserta, meningkatkan kinerja Siswadan inovasi pembelajaran Fisika di SMK. Oleh sebab itu dipilih ModelProject Based Learning (PjBL) dalam pembelajaran Fisikauntuk meningkatan Kinerja dan Prestasi Siswa Kelas XIAV1di SMKN 3 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2014/2015.Model PjBL dipilih untuk menyelesaikan masalah dikelas XIAV1 karena kecenderungan siswa yang pasif, perlu untuk diaktifkan melalui proyek.

Dari latar belakang masalah yang dilakukan pengamatan di SMKN 3 Yogyakarta, maka masalah dapat diidentifikasi : Siswa belajar kurang antusias terhadap mata pelajaran fisika disebabkan image terhadap fisika kebanyakan rumus, menghitung, Siswa dalam pembelajarannya kenderungannya pasif tidak ada ide untuk bertanya, menanggapi, mengkritik, terhadap substansi materi, metode, dan model pembelajaran, Siswa senang bermain lempar-lemparan kertas dan kapur di kelas, Siswa dalam menyelesaikan tugas fisika masih bergantung temannya terbukti kalau ada Siswa datang pagi kemudian mengerjakan tugas, dikerjakan di sekolah.

Siswa kurang mandiri dalam menyelesaikan tugas , masih nyontek temannya karena kurang percaya diri atas jawaban sendiri, Siswa mempunyai motivasi yang masih rendah ditunjukkan dengan antusiasme siswa yang kurang, lesu, Siswa mempunyai kinerja masih rendah misalnya kurang berani bertanya, mengkritik, memberikan usul dan saran, tugas ditunda-tunda, dengan ungkapan banyak alasan, banyak tugas, Siswa memiliki hasil prestasi belajar Fisika yang diperoleh masih rendah.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana proses pembelajaran Fisika dengan model PjBL untuk meningkatkan kinerjaSiswa kelas XIAV 1 di SMK N 3 Yogyakarta? 2) Bagaimana perubahan kinerja Siswa kelas XIAV1 dengan model PjBL? 3) Bagaimana proses pembelajaran Fisika dengan model PjBLuntuk meningkatkan prestasi Siswakelas XIAV 1di SMK N 3 Yogyakarta?

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : 1) Meningkatkan kinerja Siswa kelas XIAV1 di SMK N 3 Yogyakarta melalui penerapan Model PjBL dalam pembelajaran Fisika. 2) Perubahan kinerja Siswa kelas XIAV1 di SMK N 3 Yogyakarta dengan penerapan Model PjBL dalam pembelajaran Fisika, 3) Meningkatkan prestasi belajar Siswakelas XIAV1di SMK N 3 Yogyakarta dengan penerapan Model PjBL dalam pembelajaran Fisika

Pembelajaran Fisika

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang Fisika material melalui penemuan piranti mikroelektronika yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, Fisika juga memberikan pelajaran yang baik Kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta penguarangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang Fisika (Permendiknas No. 23 Tahun 2006:502).

Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang materi atau zat yang meliputi sifat fisis, komposisi, perubahan, dan

11

Page 18: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

energi yang dihasilkannya. Oleh karena itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat saat ini tidak lepas dari ilmu Fisika sebagai salah satu ilmu dasar. Ilmu Kedokteran, Teknologi industri, Teknologi manufaktur dan teknologi informasi, misalnya perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi saat ini, seperti telepon selular dan satelit tidak lepas dari aplikasi dari pembelajaran Fisika pada materi gelombang elekteromagnetik. Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini, harus selaras dengan peningkatan mutu SDM agar arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menuju sasaran yang tepat. Kami sebagai guru, perhatian yang seksama dalam peningkatan mutu SDM., khususnya dalam melihat permasalahan-permasalahan dan perkembangan di dalam proses pembelajaran, Siswa maupun bahan ajar yang di ajarkan ( Suparman, 2007).

Pembelajaran Fisika adalah proses interaksi antara Siswa, pendidik dan media pembelajaran pada lingkungan alam, kompetensi untuk penelitian ini tentang listrik statis, dan listrik arus searah. Penyampaian listrik ini karena konseptual dan faktual, maka penting untuk penerapan model pembelajaran berbasis proyek, agar Siswa mendapat pengalaman empiris tentang kelistrikan.

Kinerja

Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi” (Yeremias T. Keban, 2004 : 191). Pengertian kinerja menurut KBBI ada 3 pengertian antara lain : 1)sesuatu yang dicapai, 2)prestasi yang diperlihatkan, 3) kemampuan kerja. Secara etimologis, kinerja adalah sebuah kata yang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “kerja” yang menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi, bisa pula berarti hasil

kerja. Sehingga pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Berbeda dengan Bernardin dan Russel (1993 : 379) dalam Yeremias T. Keban (2004 : 192) mengartikan kinerja sebagai the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period. Dalam definisi ini, aspek yang ditekankan oleh kedua pengarang tersebut adalah catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian kinerja hanya mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pegawai selama periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai.

Ada 10 aspek kinerja yang teramati : (1) Mendengarkan secara aktif, (2) Menyampaikan argumentasi, (3) Kemauan untuk bertanya, (4) Menghargai kontribusi, (5) Kerjasama dalam menyelesaikan tugas, (6) Menerima tanggung jawab, (7) Menghormati perbedaan individu, (8) Mengungkapkan ketidaksetujuan, (9) Mengambil giliran dan berbagi tugas, (10) Berkompromi dalam menyelesaikan tugas (Purwanto, 2008 ).

Dalam penelitian ini indikator yang mudah diamati dalam pelaksanaan pembelajaran adalah 1) menyampaikan argumentasi , 2) kamauan untuk bertanya, 3) Mengungkapkan ketidak setujuan, 4) Memberi saran atau kritikan, keempat komponen ini yang akan digunakan sebagai instrumen peningkatan kinerja siswa.

Prestasi Belajar

Menurut Adi Negoro, prestasi adalah segala jenis pekerjaan yang berhasil dan prestasi itu rnenunjukkan kecakapan suatu bangsa. Kalau menurut W.J.S Winkel Poerwadarminta, “ prestasi adalah hasil

12

Page 19: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

yang dicapai “. Berdasarkan pendapat diatas, penulis berkesimpulan hahwa prestasi adalah segala usaha yang dicapai manusia secara maksimal dengan hasil yang memuaskan.

Menurut W.J.S Poerwadarrninta ( 1987: 767 ) rnenyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik - baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal - hal yang dikerjakan atau dilakukan “. Jadi prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai menurut kemampuan yang tidak dimiliki dan ditandai dengan perkembangan serta perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang diperlukan dari belajar dengan waktu tertentu, prestasi belajar ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai dan hasil tes atau ujian. Prestasi hasil belajar pelajaran Fisika yang akan diukur adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep, perhitungan dan aplikasi standar kompetensi listrik statis dan dinamis.

Model Project Based Learning (PjBL)

Model Project Based Learning (Model Pembelajaran Berbasis Proyek) adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelol pembelajaran di

kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan permasalahan (problem) yang diberikan kepada siswa sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata, dan menuntut siswa untuk melakukan kegiatan merancang, melakukan kegiatan investigasi atau penyelidikan, memecahkan masalah, membuat keputusan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri maupun kelompok (kolaboratif). Hasil akhir dari kerja proyek tersebut adalah suatu produk yang antara lain berupa laporan tertulis atau lisan, presentasi atau rekomendasi. Penilaian tugas proyek dilakukan dari proses perencanaan, pengerjaan tugas proyek sampai hasil akhir proyek (Theresia Widyantini, 2014: 2).Langkah-langkah PjBL dapat dijelaskan sebagaimana pada Gambar 1.

Hipotesis Tindakan

Penerapan model pembelajaran berbasis proyek meningkatkan kinerja dan prestasi belajar siswa

1. Penentuan Proyek 2. Perancangan

penyelesaian proyek

3. Penyusunan Jadwal

6. Evaluasi

proses dan hasil proyek

5. Menguji hasil dan Presentasi

4. Monitoring

Gambar 1. Langkah-langkah PjBL (Modifikasi dari buku Bimtek KTI Pembelajaran Inovatif Produktif , 2014: 11)

METODE PENELITIANPenelitian dilaksanakan di SMK 3

Yogyakarta, Jl. R.W Monginsidi No. 2 Yogyakarta. Pembuatan rencana tindakan berdasarkan refleksi yang ditulis pada proposal dilaksanakan pada tanggal 23

September sampai 25 November 2014, dikerjakan setiap hari Selasa. Pelaksanaan tindakan dikerjakan mulai tanggal 30 September sampai 25 November 2014. Jam pelajaran 1-2 siang pukul 11.20-12.40 WIB, pertemuan setiap hari Selasa durasi 2 x 40 menit.

13

Page 20: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Setting penelitian dilakukan di dalam kelas di ruang 43 yang sudah terpasang LCD proyektor, untuk penentuan proyek, perancangan dan penyusunan jadwal, presentasi dan evaluasi . Didalam perancangan ada diskusi kelompok untuk mendesain proyek yang akan dibuat, untuk pembuatan proyek diluar kelas, di Balairung SMK N 3 Yogyakarta yang ada hotspotnya atau di luar sekolah. Monitoring dilakukan dengan pengamatan dan wawancara ketua kelompok kapan dan dimana proyek dikerjakan, serta berapa orang yang aktif dalam pekerjaan proyek.

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di kelas XIAV1 SMK Negeri 3 Yogyakarta semester ganjiltahun pelajaran 2014/2015, Kelas XI AV 1 terdiri dari 24 putradan 8 putri, jumlah Siswa yang menjadi subjek penelitian adalah 32 Siswa.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc taggart (1990:14), yang kemudian oleh Suharsimi Arikunto (2006:16) dan Yoko Rimy (2008:12) dijabarkan sebagai berikut :

PlanningObservingReflecting

Acting

Reflecting

ActingPlanningObserving

Rencana tindakan dilakukan dalam dua siklus , setiap siklusnya terdiri dari 3 tatap muka 2x 45 menit. Setiap siklus mencakup 4 tahapan, yaitu : Perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Kegiatan perencanaan dilakukan pada tiap pertemuan dalam satu siklus .

Pada Siklus I terdiri dari , Perencanaan dengan agenda : a. Menyiapkan bahan ajar materi listrik statis, silabus, RPP, tugas kelompok, soal pre dan pos tes, lembar observasi, instrumen kinerja, angket, b.Menyiapkan form rancangan proyek, form monitoring, form penilaian produk dan c.Menyiapkan form angket , tentang penerapan PjBL sebagai refleksi. Pelaksanaan pada pertemuan 1 : a) Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang harus dicapai dan

rambu-rambu tugas yang akan dilakukan, b) Guru membagikan soal pre tes dan Siswa mengerjakan, c) Siswadibagi ke dalam kelompok 8 Kelompok, dua kelompok membahas topik yang sama sebagai pembanding, d) Guru memanggil ketua kelompok untuk mengambil permasalahan/ topik proyek yang akan di kerjakan dan e) Siswamembuat rancangan di dalam kelas dengan diskusi kelompok, dan rancangan dipresentasikan di depan kelas.

Dalam Pertemuan 2 dan 3 siklus 1 :a) Siswa secara kelompok menyiapkan hasil proyek berupa materi yang ditugaskan tentang listrik statis untuk dipresentasikan didepan kelas , b)Guru mengarahkan tata cara berdiskusi dan aturan mainnya, c) Siswa mempresentasikan hasil proyek yang telah dibuat, d) diadakan tanya jawab , e)

Gambar 2. Siklus dalam penelitian CAR model Kemmis dan Targart

14

Page 21: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Kolaborator guru mencatat Siswa yang aktif kinerjanya, f) Guru sebagai pengarah jika ada permasalahan yang tidak bisa dijawab oleh kelompok yang persentasi, dan g) setelah semua kelompok presentasi kemudian diadakan pos tes

Pengamatan siklus 1, dilakukan guru peneliti dan kolaborator terhadapkinerjaSiswa dalamdiskusi kelompok , proses pembuatan proyek, diskusi kelas (presentasi) dan guru peneliti mengoreksi hasil pre dan pos test, rancangan proyek dan penilaian hasil proyek, kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam daftar nilai (prestasi) belajar Siswa. Dilanjutkan dengan refleksi, diakhir siklus I Siswa diberi angket tentang pembelajaran dengan modelPjBL dalam Pembelajaran Fisika sebagai refleksi untuk mendiskusikan temuan-temuan dalam pembelajaran. Refleksi dilakukan juga oleh peneliti bersama kolaborator.

Dan seterusnya, siklus kedua dan ketiga mirip dengan siklus I, tetapi dengan materi Fisikaberbeda kompetensi listrik statis, listrik searah dan magnet.

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Pegumpulan data dilakukan dengan instrument kinerja dan instrument hasil belajar. Untuk instrument kinerja dengan teknik memberi tanda centang siswa yang mengajukan pertanyaan, siswa berargumentasi, siswa yang presentasi, siswa yang mengkritik, dan Teknik untuk hasil belajar dengan mengadakan pre dan pos tes, soal berupa pilihan ganda sejumlah 10 soal berisi konsep dan perhitungan, serta penilaian rancangan dan hasil proyek . Serta dokumentasi berupa rekapitulasi hasil pre dan pos tes.

Data hasil observasi, catatan guru, kuesioner terbuka dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kualitas proses belajar mengajar. Untuk mengetahui peningkatan

kualitas hasil belajar dilakukan dengan cara membandingkan skorindividu dan kelompok dengan tes atau kuis sebelumnya.

Teknik analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif dan kuantitatif, yakni dengan mendeskripsikan data mengenai kinerja Siswa selama proses pembelajaran baik dalam proses perancangan proyek, hasil proyek, diskusi kelompok dan diskusi kelas dalam bentuk Persentasi dan Tanya jawab, deskripsi kuantitatif dengan mendeskripsikan kinerja dari hasil angket siswa mengenai penerapan Model PJBL diakhir proses dan prestasi belajar Siswa dari nilai pre dan pos tes baik pada siklus I dan seterusnya.

Indikator Keberhasilan

Penelitian Tindakan Kelas ini berhasil jika ada peningkatan kinerja Siswadengan indikator, menyampaikan argumentasi, kemauan untuk bertanya, mengungkapkan ketidaksetujuan, presentasi dengan rekapitulasi lebih dari atau sama dengan 75% dari jumlah siswa, dan hasil prestasi belajar dengan daya serap 70% jumlah siswa, maka siklus dihentikan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kondisi Awal Pra Tindakan Kelas XIAV1 terdiri dari 24 siswa putra dan 8 siswa putri, di dalam proses pembelajaran Fisika, kurang antusias, senang ngobrol dan bercanda dengan temannya pada saat guru menjelaskan, kurang aktif, pasif, ketika guru selesai menjelaskan, diminta bertanya tidak ada yang bertanya, tidak yang berargumentasi, tidak ada yang berani mengkritisi tentang pembelajaran, masih nuansa segan dan tidak percaya diri.

Pembelajaran Fisika jam ke 7,8 (11.20-12.40 WIB), Kelas XIAV1 masuk siang maka kondisi para siswa terlihat lelah, lesu, kurang antusias,tidak bergairah dalam pembelajaran, oleh karena itu perlu dilakukan

15

Page 22: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

pembelajaran yang dapat mengaktifkan, menggerakan para siswa, dipilih model Project Based Learning (PjBL), karena di dalam PjBL dan merancang dan membuat proyek siswa aktif mendiskusikannya, serta mempresentasikannya.

Hasil Pengamatan dan Pembahasan

Pembahasan Kinerja siklus 1 dan siklus 2. Rekapitulasi kinerja pada siklus 1 dan siklus 2 ditunjukkan Gambar 3 :

Siklus1

Siklus2

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

1

71,88%

90,63%

Gambar 3. Peningkatan Kinerja dari siklus 1 ke siklus 2 Gambar 3 menunjukkan peningkatan

dan perubahan kinerja dari siklus 1 sebesar 71.88% menjadi 90,63% pada siklus 2, bahwa semakin hari pertemuan ada peningkatan siswa yang aktif berargumentasi, mau bertanya, mengkomunikasikan hasil pekerjaannya dengan presentasi di depan kelas, menambah rasa percaya diri, dalam menampilkan hasil proyek yang berupa

powerpoint yang berisi judul, nama-nama anggota kelompok , pengertian atau definisi, animasi atau gambar, video yang ditayangkan, dan 2 contoh soal yang diperoleh serta disampaikan pada temannya.

Pembahasan Prestasi belajar Fisika

Hasil rekapitulasi pre dan pos tes , dari siklus 1 dan siklus 2 diperoleh ( Tabel 9)

Tabel 1. Prestasi dari pra siklus, siklus 1 dan siklus 2

PRESTASI BELAJAR PRA-SIKLUS

SIKLUS 1 SIKLUS 2

Pre tes Pos tes Pre tes Pos tes

Nilai Minimum 37,5 20 30 30 20

Nilai Maksimum 87,5 80 100 90 100

Ketuntasan 2 (6,25%) 2 (6,25%) 12 (37,5%) 3(9,37%) 21 (65,63%)

Nilai Rata-rata 54,58 55,86 71,56 53,44 78,06

Penguatan (Gain) 1,28 15,70 24,63

Daya Serap 55% 56% 72% 53% 78%Peningkatan Daya Serap 1% 16% 25%

16

Page 23: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Tabel 1 menunjukkan Nilai rata-rata pra-siklus 54,58, siklus 1 : 71,56 dan siklus 2 adalah 73,93, sedangkan penguatan (Gain) dari 1,28 , siklus 1 : 15, 70 , siklus 2 : 20,49, daya serap meningkat dari 55%,

siklus 1: 72%, dan siklus 2 : 78%, sedangkan peningkatan daya serap pra siklus 1%, siklus 1: 16% dan siklus 2 : 25%.

Peningkatan ini dapat dilihat pada Gambar 4.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Nilai Rata-rata Penguatan (Gain) Daya Serap (%) Peningkatan DayaSerap (%)

54.58

1.28

55

1

71.56

15.7

72

16

78.06

24.63

78

25

PRA-SIKLUS SIKLUS 1 SIKLUS 2

Gambar 4. Peningkatan prestasi belajar Fisika siswa

Peningkatan ini terjadi karena semakin hari siswa semangat dalam pertemuan, usaha mendiskusikan rancangan, mengerjakan proyek secara berkelompok lebih enjoy meskipun ada siswa yang mengeluh kurang paham, ternyata hasil prestasinya ada peningkatan, dengan model PjBL ini dapat meningkatkan hasil prestasi belajar Fisika.

PENUTUP

Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan, bahwa :

1. Model PjBL dalam pembelajaran Fisika dapat meningkatkan kinerja Siswa kelas XIAV1 di SMK N 3 Yogyakarta khususnya pada materi pembelajaran listrik statis dan listrik arus searah (DC).

2. Model PjBL dalam pembelajaran Fisika mampu menjadikan perubahan kinerja Siswa kelas XIAV1 di SMK N 3 Yogyakarta

3. Penerapan Model PjBL dalam pembelajaran Fisika dapat meningkatkan prestasi belajar Siswa kelas XIAV1 di SMK N 3 Yogyakarta

Berdasarkan simpulan di atas, peneliti menyarankan untuk : 1) Pihak sekolah agar terus mendorong para guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas, karena tujuan utama penelitian tindakan kelas adalah untuk memperbaiki dan mengembangkan proses pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa dapat terus ditingkatkan, hendaknya memberikan reward kepada guru yang melakukan penelitian tindakan kelas, Memotivasi guru untuk mencoba dengan model Project-Based Learning untuk meningkatkan kinerja dan prestasi belajar Fisika.

Pihak Guru : dalam menyampaikan materi pelajaran, para guru hendaknya menyesuaikan materi pelajaran dengan metode dan model pembelajaran yang dipergunakan, proses pembelajaran hendaknya dilakukan secara kooperatif dimana aktivitas belajar-mengajar diletakan pada pihak siswa (subyek belajar), Guru harus lebih rajin melakukan penelitian tindakan kelas, karena dari penelitian ini akan diperoleh cara terbaik dalam menyampaikan

17

Page 24: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

suatu materi pelajaran kepada siswa, disamping untuk meningkatkan kredibilitas dan profesionalisme guru itu sendiri.

Pihak Siswa hendaknya mampu belajar secara aktif tidak terlalu menggantungkan kegiatan belajar kepada pihak guru, namun mampu memanfaatkan semua sumber belajar yang ada. Karena belajar untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006) ,Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara

Keban, Yeremias. T. (2004),Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep,Teori, dan Isu. Yogyakarta. Gava Media.

Mulyadi, Eko. (2009),Respon-Metode Proses Belajar Mengajar Dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan. Perpustakaan SMK N 3 Yogyakarta.

P2TK Dikmen .(2014),Model-model Pembelajaran Bagi Pendidikan Kejuruan dan Karya Tulis Ilmiah. Pada BimtekLomba KTI KIIP yang Diselenggarakan oleh P2TK Dikmen , 17-19Juni 2014 di hotel Sahid Prince Solo, Handout.

Poerwadarminta , WJS . (1987),Kamus umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Purwanto. (2008),Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tpe Jigsaw sebagai upaya peningkatan Motivasi dan prestasi belajar fisika di SMK Negeri 3 Yogyakarta. Yogyakarta . Persentasi PTK Tanggal 5 Nopember 2008.

Suparman. (2007),Meningkatkan Aktivitas Belajar Dan Hasil Belajar Di Materi Listrik Statis Dengan Pembelajaran Berbasis ICT Pada Kelas XII IPA 3 SMAN 4 Kendari. Kendari : SMAN 4 .

Widyantini, Theresia. (2014),Penerapan Model Project Based Learning (Model Pembelajaran Berbasis Proyek) dalam Materi Pola Bilangan Kelas VII. P4TK Matematika.

18

Page 25: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

PENINGKATAN HASIL BELAJAR KIMIA MELALUI MODEL CHEMISONG PADA PESERTA DIDIK KELAS X

KIMIA ANALISIS SMK

Oleh: IndayatmiGuru SMK Negeri 2 Depok, Sleman, Yogyakarta

email: [email protected]

ABSTRACT: This research aims to increase the activity and learning outcomes students use learning model chemisong in chemistry competency of class X SMK N 2 Depok. Research carried out comprises of three stages : pre-cycle, cycle 1 and cycle 2. Data collection was conducted through observation, evaluation of learning outcomes, assessment chemisong, and documentation. The results showed that the use chemisong learning model can improve the learning outcomes of students of class X on pre cycle of learning evaluation values obtained by an average of 51, cycle 1 by 73, cycles 2 of 82. The use of the learning model chemisong can increase the number of learners who on pre-cycle can increase the number of learner who achieve minimum scor criteria minimum of 4 students on cycle 1 of 19 students on cycle 2 of 27 students. The conclusion of this study is the use chemisong learning model can improve the activity of the learner and the learning outcomes chemistry on students of class X SMK N 2 Depok.

Keywords : chemisong; chemical; activity; learning outcomes

PENDAHULUAN

Proses belajar diharapkan ada suatu perubahan perilaku dari peserta didik. Masih kurangnya pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran kimia disebabkan oleh berbagai faktor pada proses belajar mengajar. Faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar peserta didik antara lain yaitu selama proses belajar mengajar peserta didik kurang terlibat secara aktif, peserta didik kurang memiliki motivasi dan minat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar yang ditunjukkan dengan sikap peserta didik yang ramai sendiri, acuh tak acuh, tidak bersemangat sehingga sulit memahami materi apalagi untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru banyak yang menggunakan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, kurang didukung dengan penggunaan media dan sumber-sumber lain. Sebagian besar

peserta didik tidak aktif, tidak bergairah, dan cenderung tidak kreatif. Hal ini ditunjukkan oleh sikap yang kurang antusias ketika pelajaran berlangsung, rendahnya respon peserta didik terhadap pertanyaan dan penjelasan guru serta kurangnya konsentrasi peserta didik. Berdasarkan observasi dan wawancara kepada peserta didik, kurang aktifnya peserta didik dalam mengikuti kegiatan proses belajar mengajar disebabkan oleh adanya anggapan bahwa materi tersebut sulit dipahami, tidak jelas, abstrak dan menjemukan, sehingga yang terjadi di kelas proses belajar mengajar hanya berjalan linier tidak terjadi interaksi antara guru dengan peserta didik, suasana belajar kurang hidup dan cenderung membosankan. Hal ini jika dibiarkan terus maka akan terjadi kejenuhan dalam belajar dan yang dirugikan adalah peserta didik, karena muncul kejenuhan sehingga motivasi dan semangat belajar kurang, akibatnya materi pelajaran jelas tidak akan terserap banyak oleh peserta didik.

19

Page 26: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Pergeseran paradigma pembelajaran dalam dunia pendidikan di abad 21 ini, yaitu dari teacher active teaching bergeser menjadi student active learning. Menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi pembelajaran teacher centered, guru tidak hanya mengandalkan buku pegangan mengajar, tetapi harus dilengkapi dengan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model yang dipandang cukup efektif adalah model chemisong. Kurangnya guru menggunakan model pembelajaran lain dikarenakan anggapan bahwa : belum terbiasa, perlu persiapan khusus, khawatir tidak berhasil, takut suasana belajar menjadi gaduh, tidak ada niat merubah, kebiasaan menikmati bicara, dengan anggapan yang demikian maka kemampuan mengajar guru berada pada taraf sedang. Dengan kemampuan tersebut guru sering merasa kesulitan dalam melakukan perubahan.

Proses pembelajaran sebaiknya berorientasi pada peserta didik dan bukan berorientasi pada guru. Dalam proses pembelajaran diupayakan dapat menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didik untuk aktif dan responsif sehingga memperoleh pemahaman yang cepat dan menyeluruh tentang konsep pelajaran kimia yang akan digunakan sebagai bekal untuk mengikuti pelajaran pada kompetensi selanjutnya.

Banyak peserta didik yang merasa kesulitan dalam memahami materi kimia. Hal ini ditunjukkan dari hasil prestasi belajar mereka masih di bawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang diharapkan. Pada program keahlian kimia analisis, materi tersebut sangat penting karena merupakan materi adaptif yang harus dikuasai oleh peserta didik. Kompetensi dasar pada pelajaran kimia kelas X SMK semester genap meliputi reaksi reduksi dan oksidasi, Hukum

Dasar Ilmu Kimia dan Hitungan Kimia, Elektrokimia.

Kenyataan di lapangan peserta didik kurang aktif, kurang responsif dalam mengikuti kegiatan pelajaran, demikian pula guru kurang kreatif, guru menggunakan metode ceramah yang monoton dalam pemberian materi pelajaran, di sisi lain idealnya bahwa peserta didik sebagai pusat belajar hendaknya aktif dan antusias, demikian pula pada materi pembelajaran dikemas menarik dan menyenangkan sehingga tidak membosankan peserta didik. Dengan demikian peserta didik menjadi lebih mudah dan cepat dalam memahami materi kimia. Berdasarkan kenyataan tersebut maka perlu adanya solusi dengan cara melakukan tindakan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik pada materi kimia dengan menggunakan model pembelajaran yang menarik yaitu dengan model chemisong.

Model chemisong ini mempunyai kelebihan yaitu peserta didik menjadi senang belajar kimia karena dapat belajar sambil menyanyi, peserta didik dapat mengembangkan diri dengan memberikan kreativitas dan inovasi dalam pembuatan materi chemisong, peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran, peserta didik terlibat langsung dalam membuat konsep chemisong sehingga materi menjadi mudah diingat oleh peserta didik. Mengingat pentingnya materi tersebut bagi peserta didik jurusan kimia analisis, sedangkan pada kenyataannya peserta didik banyak mengalami kesulitan dalam memahaminya maka perlu diupayakan kreativitas guru agar proses pembelajaran berjalan efektif dan menarik perhatian peserta didik dengan model chemisong. Dengan model pembelajaran tersebut diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar kimia.

20

Page 27: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Permasalahan dalam proses pembelaja-ran kimia yang dapat diidentifikasi yaitu : peserta didik kurang semangat dalam belajar dan pasif, peserta didik kesulitan dalam menguasai pelajaran kimia karena guru lebih banyak melaksanakan proses pembelajaran dengan ceramah, kreativitas dan motivasi belajar peserta didik rendah, karena guru kurang melibatkan peserta didik dalam aktivitas pembelajaran, hasil belajar pelajaran kimia yang dicapai peserta didik masih rendah, persentase nilai hasil belajar yang di bawah ketuntasan minimal lebih dari lima puluh persen, pembelajaran kurang menarik bagi peserta didik, monoton, dan kurang variatif, model pembelajaran kurang memotivasi dan kurang memberi kesempatan pada peserta didik untuk belajar dan mengembangkan kreativitasnya.

Pengertian belajar menurut Wina Sanjaya (2006) adalah perubahan perilaku sebagai akibat pengalaman dan latihan. Belajar tidak sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar merupakan proses mental yang terjadi pada diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi dengan lingkungan yang disadari. Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat, artinya proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat dilihat. Yang bisa dilihat adalah gejala-gejala perubahan perilaku.

Belajar pada dasarnya menyangkut perubahan tingkah laku seseorang yang bersifat permanen disebabkan oleh interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana belajar dapat diartikan sebagai aktivitas mental atau psikis yang berlangsung secara hubungan timbal balik antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar, baik sumber yang didesain maupun yang dimanfaatkan.

Perbuatan dan hasil belajar dapat dimanifes-tasikan dalam wujud: pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta, prinsip, hukum, teori, dan sistem nilai, penguasaan pola-pola perilaku kognitif, perilaku afektif, dan perilaku psikomotorik, perubahan dalam sifat-sifat kepribadian, misalnya kritis, tekun, teliti, kreatif, dan terbuka.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu suatu aktivitas peserta didik dalam interaksi edukasi dengan langkah-langkah tertentu yang terencana, tersusun dan terarah sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang relatif permanen dan berbekas yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai sikap sebagai akibat interaksi dengan lingkungan. Belajar dalam penelitian ini merupakan segala usaha dan aktivitas peserta didik yang diarahkan oleh guru agar peserta didik mampu menguasai kompetensi tertentu.

Penilaian hasil belajar menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. Tes yang dilakukan dapat berupa tes tertulis, tes lisan, tes praktik. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung. Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan harus memenuhi persyaratan : merepresentasikan kompetensi yang dinilai, memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai denga taraf perkembangan peserta didik (Anonim, 2007).

Model pembelajaran menurut Arends (2001) adalah suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,

21

Page 28: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Pengertian model pembelajaran menurut Toeti Soekamto dan Udin Saripudin (1996) adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran serta pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian aktivitas belajar mengajar benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi pembelajaran dan metode pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi dan metode pembelajaran. Ciri-ciri model pembelajaran adalah : (a) Rasional, teori logis yang disusun oleh pengembangnya, (b) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar, (c) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, (d) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai

Arends (2001) menyeleksi enam model pengajaran yang praktis dan sering digunakan guru dalam mengajar yaitu presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pengajaran berbasis masalah, dan diskusi kelas. Arends berpendapat bahwa tidak ada satu model yang paling baik dibanding model lainnya

kerena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik jika telah diujicobakan untuk mengajarkan materi tertentu. Oleh karena itu dari beberapa model pembelajaran perlu diseleksi model pembelajaran yang paling baik untuk mengajarkan suatu materi tertentu.

Guru harus mempelajari dan menambah wawasan tentang model pembelajaran yang akan digunakan. Jika Guru menguasai beberapa model pembelajaran maka akan merasakan kemudahan di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan tuntas sesuai yang diharapkan. Implementasi di lapangan, model pembelajaran dapat diterapkan sendiri-sendiri dan bisa juga gabungan dari beberapa model tersebut sesuai dengan sifat dan karakteristik dari materi yang dipelajari (Trianto, 2011).

Model pembelajaran merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk rencana pembelajaran jangka panjang, merancang bahan pembelajaran, dan membimbing pembelaja-ran di kelas. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya (Hamzah B. Uno, 2012)

Chemisong merupakan singkatan dari ”Chemistry” yang artinya kimia dan ”song” yang artinya lagu. Chemisong adalah lagu yang berisi materi kimia. Pendekatan belajar kimia dengan menyanyikan lagu sebagai teknik pembelajaran yang sangat efektif. Bernyanyi adalah salah satu kegiatan yang sangat menyenangkan karena bernyanyi lagu kimia bisa di lakukan di mana saja. Banyak manfaat yang dapat diambil dari

22

Page 29: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

kegiatan bernyanyi. Manfaat bernyanyi antara lain : menjadikan pernafasan lebih baik, mengoksidasi darah, merangsang aktivitas otak, melepaskan hormon bahagia, mengurangi stres, membangun kepercayaan diri, meningkatkan memori, meningkatkan kreativitas, menciptakan suara yang bertenaga, membuat Anda merasa fantastis ( Sri Suryani, 2003 )

Model chemisong merupakan proses pembelajaran kimia menggunakan pendekatan lagu atau nyanyian. Materi pada suatu kompetensi dasar dirumuskan dalam bentuk lirik lagu yang iramanya diambil dari lagu yang sudah dikenal oleh peserta didik. Peserta didik dianjurkan untuk membuat video klip dari lagu yang sudah diubah liriknya. Pembuatan video klip ini bertujuan untuk mendidik peserta didik lebih kreatif dan inovatif serta memudahkan mereka dalam memahami materi kimia. Kompetensi dasar hukum-hukum dasar dan perhitungan kimia merupakan materi yang sulit dipahami oleh peserta didik sehingga dibutuhkan model pembelajaran yang menyenangkan dan menarik yaitu dengan chemisong.

Metode ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dengan menciptakan situasi belajar kimia bernuansa gembira yang dapat membuat peserta didik merasa nyaman dan dapat dilakukan di luar maupun di dalam kelas. Sehingga diharapkan peserta didik lebih mudah memahami materi kimia dan hasil belajar peserta didik akan meningkat.

Kenyataan di lapangan peserta didik kurang aktif, kurang responsif dalam mengikuti kegiatan pelajaran, demikian pula guru kurang kreatif dalam memilih model pembelajaran yang menarik. Berdasarkan kenyataan tersebut maka perlu adanya solusi dengan cara melakukan tindakan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik

pada materi kimia dengan menggunakan model pembelajaran yang menarik yaitu dengan model chemisong. Model chemisong ini mempunyai kelebihan yaitu peserta didik menjadi senang belajar kimia karena dapat belajar sambil menyanyi, peserta didik dapat mengembangkan diri dengan memberikan kreativitas dan inovasi dalam pembuatan materi chemisong, peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran, peserta didik terlibat langsung dalam membuat konsep chemisong sehingga materi menjadi mudah diingat oleh peserta didik. Mengingat pentingnya materi tersebut bagi peserta didik maka perlu diupayakan kreativitas guru agar proses pembelajaran berjalan efektif dan menarik perhatian peserta didik dengan model chemisong. Dengan model pembelajaran tersebut diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar kimia.

Permasalahan pada proses pembelajaran kimia dapat diidentifikasikan sebagai berikut : peserta didik kesulitan dalam menguasai pelajaran kimia karena guru lebih banyak melaksanakan proses pembelajaran dengan ceramah, kreativitas dan motivasi belajar peserta didik rendah, karena guru kurang melibatkan peserta didik dalam aktivitas pembelajaran, hasil belajar pelajaran kimia yang dicapai peserta didik masih rendah, persentase nilai hasil belajar yang di bawah ketuntasan minimal lebih dari lima puluh persen, model pembelajaran kurang memotivasi dan kurang memberi kesempatan pada peserta didik untuk belajar dan mengembangkan kreativitasnya.

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : (1) Bagaimanakah penggunaan model pembelajaran chemisong dapat meningkatkan aktivitas peserta didik pada kompetensi kimia kelas X kimia Analisis

23

Page 30: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

SMK Negeri 2 Depok tahun 2014/2015 ?. (2) Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar kompetensi kimia pada peserta didik kelas X kimia Analisis SMK Negeri 2 Depok tahun 2014/2015 melalui model pembelajaran chemisong ?

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut : (1) Menggunakan model pembelajaran chemisong untuk meningkatkan aktivitas peserta didik pada kompetensi kimia kelas X kimia Analisis SMK Negeri 2 Depok tahun 2014/2015. (2) Meningkatkan hasil belajar kompetensi kimia pada peserta didik kelas X kimia Analisis SMK Negeri 2 Depok tahun 2014/2015 melalui model pembelajaran chemisong.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah : (a) penggunaan model pembelajaran chemisong dapat meningkatkan aktivitas peserta didik pada kompetensi kimia kelas X Kimia Analisis SMK Negeri 2 Depok tahun 2014/2015, (b) peningkatan hasil belajar kompetensi kimia pada peserta didik kelas X Kimia Analisis SMK Negeri 2 Depok tahun 2014/2015 dapat dicapai melalui model pembelajaran chemisong.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 2 Depok, Sleman Yogyakarta pada bulan Januari sampai Mei 2015 pada semester 2 tahun pelajaran 2014/2015. Subyek penelitian adalah siswa kelas X Kimia Analisis SMK Negeri 2 Depok Sleman berjumlah 32 orang. Sasaran penelitian adalah untuk meningkatkan hasil belajar kimia kususnya kompetensi dasar reaksi reduksi oksidasi, hukum-hukum dasar kimia, elektrokimia pada peserta didik kelas X program keahlian kimia analisis semester 2 tahun 2014/2015

dengan menggunakan model pembelajaran chemisong. Penelitian dilakukan dalam 3 siklus yaitu pra-siklus, siklus 1, dan siklus 2

Instrumen penelitian yang digunakan adalah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh peneliti dengan model yang telah direncanakan terlebih dahulu di baca dan di nilai oleh kolaborator, instrumen penilaian kinerja guru dalam proses pembelajaran meliputi penguasaan materi, pengelolaan kelas, pengaturan alokasi waktu, ketrampilan dalam penggunaan alat praktik, intonasi suara pada saat menerangkan materi, Instrumen penilaian hasil belajar dilakukan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik pra siklus, Siklus I, dan Siklus II yang dibuat dalam bentuk soal pilihan ganda yang berjumlah 30 butir soal, instrumen penilaian chemisong yang meliputi penilaian pemilihan lirik chemisong, isi chemisong, teori yang mendasari chemisong, video chemisong, penggunaan IT, sikap saat presentasi, waktu penyelesaian tugas, instrumen observasi aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran, intrumen Penilaian pra siklus, intrumen penilaian siklus 1, intrumen penilaian siklus 2.

Metode pengumpulan data yang diguna-kan meliputi observasi aktivitas guru dan peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung, wawancara kepada peserta didik berkaitan dengan efektivitas pembelajaran, dokumentasi yang meliputi dokumen RPP, instrumen aktivitas peserta didik, instrumen tes tertulis, Instrumen penilaian praktik, foto kegiatan guru dan peserta didik selama proses pembelajaran, penilaian chemisong yang meliputi penilaian pemilihan lirik chemisong, isi chemisong, teori yang mendasari chemisong, video chemisong, penggunaan IT, sikap saat presentasi, waktu penyelesaian tugas.

24

Page 31: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Perencanaan tindakan siklus I yang dilakukan adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model chemisong, menyiapkan lembar kerja peserta didik yang berisi tugas chemisong, menyiapkan lembar instrumen penilaian aktivitas peserta didik selama pembelajaran, menyusun instrumen evaluasi hasil belajar peserta didik

berupa soal pilihan ganda dan jawabannya, menyiapkan lembar observasi guru yang akan digunakan oleh kolaborator dalam mengamati proses pembelajaran, menyusun instrumen penilaian guru dalam pembuatan RPP, menyiapkan penilaian kinerja, baik afektif maupun psikomotorik, pelaksanaan atau tindakan.

Gambar 1. Skema Pembelajaran Siklus I

Pelaksanaan tindakan dilakukan untuk mengatasi permasalahan hasil belajar peserta didik yang rendah dengan melaksanakan proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dan dilakukan pengamatan oleh kolaborator atas segala yang terjadi pada saat pelaksanaan tindakan. Pengamatan dicatat dalam lembar observasi yang disusun sesuai permasalahan yang diangkat dan kemungkinan-kemungkinan yang muncul saat pelaksanaan tindakan pada proses pembelajaran. Adapun

langkah-langkah pelaksanaan tindakan adalah guru membuka pelajaran dengan berdoa dan presensi kehadiran peserta didik, guru menyampaikan standar kompetensi, tujuan pembelajaran dan indikator yang akan dicapai, guru memberikan apersepsi dan memotivasi peserta didik, guru membagi peserta didik dalam 8 kelompok masing-masing kelompok beranggota 4 peserta didik,

25

Page 32: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

guru memberikan tugas chemisong yang harus dikerjakan oleh kelompok yaitu dengan cara guru memberikan indikator materi kimia pada masing-masing kelompok, kelompok melaksanakan pembuatan chemisong, masing-masing kelompok mempresentasikan hasil chemisong dan materi kimia di depan

kelas dan kelompok lain menanggapi presentasi kelompok tersebut, dilanjutkan diskusi, peserta didik mengerjakan soal evaluasi tertulis, penutup.

Kolaborator melakukan pengamatan selama proses belajar mengajar berlangsung dengan cara mengisi instrumen observasi aktivitas peserta didik. Pengamatan oleh kolaborator berguna untuk mencari dan mengumpulkan data selama proses pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan oleh kolaborator selama proses pembelajaran adalah mengisi lembar observasi aktivitas

peserta didik, observasi kegiatan guru, penilaian chemisong, penilaian presentasi hasil chemisong, refleksi. Refleksi merupakan upaya untuk mengkaji apa yang terjadi pada saat pelaksanaan tindakan. Peneliti dengan kolaborator berdiskusi tentang hasil pengamatan yang diperoleh sebagai dasar untuk menentukan siklus berikutnya. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I maka

Gambar 2. Skema Pembelajaran Siklus II

26

Page 33: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

guru mempunyai rencana perbaikan pada pembelajaran siklus II dengan melakukan perencanaan yang lebih baik.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah memanfaatkan analisis deskriptif dari proses dan hasil belajar. Analisis juga dilakukan dari hasil observasi, wawancara, angket, dan penilaian hasil belajar pada setiap siklus. Analisis 1 dalam siklus I hasilnya direfleksikan ke siklus II, analisis 2 dari siklus II direfleksikan ke siklus III, dan seterusnya. Refleksi yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang dilakukan. Data dari penilaian hasil belajar (evaluasi) dianalisis dengan analisis butir soal. Skor yang dihasilkan dikonversi menjadi nilai skala 1 sampai 100. Setelah itu dibandingkan dengan kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah. Hasilnya adalah persentase peserta didik yang masih di bawah KKM dan persentase peserta didik yang sudah di atas KKM. Data kuantitatif yang diperoleh digabungkan dengan data kualitatif hasil wawancara dan observasi, sehingga dapat memberikan informasi mengenai keberhasilan pembelajaran dengan model chemisong

Kriteria pelaksanaan proses pembelaja-ran dinyatakan efektif apabila ada kesesuaian antara rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pelaksanaan pembelajaran di depan kelas, diikuti dengan peningkatan aktivitas dan motivasi belajar serta peningkatan hasil belajar. Adanya peningkatan aktivitas dan motivasi belajar antara kegiatan prasiklus, siklus I dan siklus II saat proses pembelajaran

berlangsung. Kriteria evaluasi yang digunakan adalah hasil belajar dari proses pembelajaran dikategorikan baik apabila sekurang-kurangnya 75% peserta didik telah memenuhi kriteria ketuntasan minimum (KKM). Jika subjek penelitian sebanyak 32 peserta didik, maka peserta didik yang mencapai nilai KKM atau di atasnya minimal 24 orang. Jika persentase peserta didik yang mencapai KKM sudah tercapai, maka PTK dapat diakhiri. Jika hasil penelitian hingga siklus ketiga tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan pada hasil belajar peserta didik, maka PTK tetap diakhiri pada 3 siklus saja.

Hasil belajar adalah nilai total yang diperoleh peserta didik dalam pembelajarannya, baik aspek kognitif, afektif, maupun aspek psikomotorik. Hasil belajar diperoleh dari evaluasi baik selama pembelajaran berlangsung maupun setelah pembelajaran berakhir. Kriteria refleksi penelitian ini yaitu adanya peningkatan jumlah peserta didik yang mencapai nilai KKM pada setiap siklus, daya serap yang dicapai oleh peserta didik ≥ 80 %, peningkatan aktivitas belajar peserta didik pada setiap siklus.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Rekapitulasi data nilai hasil belajar rata-rata, daya serap, jumlah peserta didik yang mencapai KKM pada pra siklus, siklus 1, siklus 2 disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi nilai hasil belajar rata-rata, daya serap, jumlah peserta didik yang mencapai KKM

No Aspek Penilaian Pra siklus Siklus 1 Siklus 2

1 Nilai evaluasi hasil belajar rata-rata 51 73 82

2 Daya serap 51% 73% 82 %

3 Peserta didik yang mencapai KKM 4 19 27

27

Page 34: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Pada siklus 1 peserta didik lebih menguasai materi sehingga hasil evaluasi tertulis meningkat. Pada siklus 2 peserta didik

sudah terbiasa dengan model pembelajaran chemisong sehingga materi lebih mudah dikuasai dan hasil belajar menjadi meningkat.

Grafik hasil belajar rata-rata pada pra siklus, siklus 1, siklus 2 disajikan pada gambar 3. Grafik tersebut menunjukkan kenaikan hasil belajar yang signifikan. Rendahnya nilai evaluasi belajar peserta didik pada pra siklus disebabkan peserta didik kurang fokus dan kurang bersemangat pada pelajaran sehingga hasil evaluasi tertulis rendah. Kegiatan siklus 1 menggunakan model chemisong mengharuskan peserta

didik untuk aktif dalam pembelajaran. Pada model pembelajaran ini peserta didik harus aktif dalam mencari materi pembelajaran sehingga materi yang di dapat tersebut melekat di ingatan peserta didik. Materi kimia yang diperoleh kemudian dibuat chemisong. Dengan chemisong maka suasana pembelajaran menjadi menyenangkan dan materi mudah masuk ke dalam memori peserta didik.

Gambar 3. Grafik hasil belajar rata-rata pada pra siklus, siklus 1, dan siklus 2

Gambar 4. Peserta didik presentasi Chemisong

28

Page 35: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Grafik daya serap peserta didik pada pra siklus, siklus 1, siklus 2 disajikan pada gambar 5. Grafik tersebut menunjukkan kenaikan daya serap yang signifikan. Rendahnya daya serap peserta didik pada pra siklus disebabkan peserta didik kurang fokus dan kurang bersemangat pada pelajaran sehingga daya serap pra siklus rendah. Kegiatan siklus 1 menggunakan model chemisong mengharuskan peserta didik untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam

pembelajaran. Pada model pembelajaran ini peserta didik harus aktif dalam mencari materi pembelajaran sehingga materi yang di dapat tersebut melekat di ingatan peserta didik. Peserta didik pada siklus 1 lebih menguasai materi sehingga daya serap meningkat. Pada siklus 2 peserta didik sudah terbiasa dengan model pembelajaran chemisong sehingga materi lebih mudah dikuasai dan daya serap menjadi meningkat.

Gambar 5. Grafik daya serap peserta didik pada pra siklus, siklus 1, dan siklus 2

Grafik peserta didik yang memenuhi KKM pada pra siklus, siklus 1, siklus 2 disajikan pada gambar 6. Grafik tersebut menunjukkan kenaikan peserta didik yang memenuhi KKM secara signifikan. Rendahnya peserta didik yang memenuhi KKM pada pra siklus disebabkan peserta didik kurang fokus dan kurang bersemangat pada pelajaran. Kegiatan siklus 1 menggunakan model chemisong mengharuskan peserta didik untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam pembelajaran. Pada model pembelajaran ini peserta didik harus aktif dalam mencari materi pembelajaran sehingga materi yang di dapat tersebut melekat di ingatan peserta didik. Pada siklus 1 peserta didik lebih menguasai materi sehingga hasil evaluasi

tertulis meningkat dan peserta didik yang memenuhi KKM juga meningkat. Pada siklus 2 peserta didik sudah terbiasa dengan model pembelajaran chemisong sehingga materi lebih mudah dikuasai dan jumlah peserta didik yang memenuhi KKM menjadi meningkat.

29

Page 36: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Gambar 6. Peserta didik yang mencapai nilai KKM

Perbandingan hasil belajar pra siklus, siklus 1 dan siklus 2 disajikan pada tabel 2. Tabel tersebut menunjukkan bahwa terjadinya kenaikan nilai pada masing-masing peserta didik. Jika nilai siklus 2 dibandingkan dengan pra siklus maka hasil belajar meningkat sangat signifikan. Peningkatan nilai hasil belajar rata-rata juga sangat signifikan. Ini membuktikan bahwa

penggunaan model pembelajaran chemisong sangat efektif dalam meningkatkan hasil belajar kimia pada peserta didik kelas X kimia analisis SMK Negeri 2 Depok Sleman tahun pelajaran 2014/2015. Dengan demikian maka peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan chemisong efektif dalam meningkatkan hasil belajar kimia.

Tabel 2. Perbandingan hasil belajar pra siklus, siklus 1 dan siklus 2

NO

NILAI HASIL BELAJAR RATA-RATA

PRA SIKLUS SIKLUS 1 SIKLUS 2

1 51 73 82

Interval nilai hasil belajar pra siklus, siklus 1, dan siklus 2 jika dibuat dalam bentuk grafik maka disajikan pada gambar 7. Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada pra-siklus peserta didik yang mendapat nilai kurang dari 70 sangat dominan. Pada siklus

1 mayoritas peserta didik mendapat nilai 81 sampai 90, pada siklus 2 mayoritas peserta didik mendapat nilai 81 sampai 90 dan beberapa peserta didik mendapat nilai 91 sampai 100.

30

Page 37: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Gambar 7. Grafik Interval nilai hasil belajar

Model pembelajaran chemisong meningkatkan aktivitas peserta didik karena pada model pembelajaran ini banyak aktivitas peserta didik yang dilakukan di dalam kelas. Aktivitas peserta didik yang dilakukan pada model pembelajaran tersebut adalah peserta didik secara berkelompok aktif dalam berdiskusi dalam membuat chemisong dan materi kimia, peserta didik aktif dalam melaksanakan chemisong, masing-masing peserta didik dalam kelompok membuat materi kimia dan chemisong yang akan dipresentasikan, masing-masing kelompok mempresentasi-kan hasil chemisong di depan kelas dan kelompok lain menanggapi diskusi, peserta didik mengerjakan soal evaluasi tertulis

Hasil penilaian chemisong dilakukan untuk masing-masing peserta didik. Skor penilaian 1 sampai 3, peserta didik mendapat skor 1 jika kriteria penilaian yang ada di lembar penilaian tidak dilakukan, skor 2 jika sebagian kriteria dilakukan, skor 3 jika semua kriteria dilakukan. Jumlah skor chemisong pada siklus 2 lebih baik dari pada siklus 1, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas peserta didik pada pembelajaran kimia.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan untuk meningkatkan hasil belajar kimia melalui pendekatan saintifik menggunakan model chemisong pada peserta didik kelas X kimia analisis SMK Negeri 2 Depok tahun pelajaran 2014/2015 maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) Penggunaan model pembelajaran chemisong dapat meningkatkan aktivitas peserta didik pada pelajaran kimia kelas X kimia Analisis SMK Negeri 2 Depok tahun 2014/2015, (2) Peningkatan hasil belajar kimia pada peserta didik kelas X kimia Analisis SMK Negeri 2 Depok tahun 2014/2015 dapat dilakukan melalui model pembelajaran chemisong.

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas mengenai penggunaan model pembelajaran chemisong pada peserta didik kelas X Kimia Analisis SMK Negeri 2 Depok tahun 2014/2015 maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut : (1) Bagi guru kimia, disarankan untuk melakukan penelitian dengan model pembelajaran lainnya. Hal ini dimaksudkan agar guru lain dapat mengkaji teori-teori yang berkaitan dengan penggunaan model pembelajaran sebagai

31

Page 38: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik yang belum terdapat dalam penelitian ini. Bagi guru lain maka hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai acuan untuk dikembangkan menjadi penelitian yang lebih menarik. (2) Bagi siswa disarankan untuk dapat belajar secara aktif dengan menerapkan model chemisong untuk pembelajaran pada kompetensi selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta : Mendiknas.

Arends. (2001). Classroom Instructional Mangement. New York : The McGraw-Hill Company.

Aris Shoimin. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta : Ar-russ Media.

Daryanto. (2012). Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta : Gava Medika.

Didik Komaidi. (2011). Panduan Lengkap PTK. Yogyakarta : Sabda Media.

Fitri Yuliawati. (2012). Penelitian Tindakan Kelas untuk Tenaga Pendidik Profesional. Yogyakarta. : Pedagogia.

Hamzah B Uno. (2012). Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran Aktiv Inovatif Lingkungan Kreatif Efektif Menarik. Jakarta : Bumi Aksara.

Jamal Ma’mur Asmani. (2013). 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Yogyakarta : DIVA Press.

Sri Suryani. (2003). Belajar Kimia Asyik dan Menyenangkan. Lubuk Linggau : MAN 1 Lubuklinggau.

Sukardjo. (2005). Evaluasi pembelajaran. Yogyakarta : Program Pascasarjana UNY.

Supriyadi. (2011). Strategi Belajar dan Menga-jar. Yogyakarta : Cakrawala Ilmu.

Rudi Hartono. (2013). Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima Murid. Yogyakarta : Diva Press.

Toeti S, dan Udin S W. (1996). Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta : PPU-PPAI Universitas Terbuka.

Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Wina Sanjaya. (2006). Strategi Pembelajaran Berorentasi Standar Proses Pendidikan. Bandung : Kencana.

32

Page 39: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

MENENANGKAN SISWA YANG RESAH DI SEKOLAH MELALUI LAYANAN KONSELING INDIVIDU

DENGAN PENDEKATAN TEORI GESTALT

Oleh: Mulyono Guru BK SMP N 3 Prambanan, Sleman dan SMP N 2 Gedangsari, Gunungkidul, DIY

email : [email protected]

ABSTRACT: The purpose of this study is to describe the process of individual counselling services with Gestalt Theory approach in soothing a restless student in school. This is a descriptive study of qualitative research that tells the service process carried out nearly one (1) year and the changes that are shown to students during and after the service. This research was conducted on a student misbehaving in terms of restless during the school day. The results of this research show the Gestalt theory approach in the execution of counseling services the individual can do and have been able to reduce cases of restless on the subject of research. The condition of the subject when at home also has shown good condition.

Keywords: individual counseling services, Gestalt theory, peace of restless students, .

PENDAHULUANOrangtua siswa (ibunya)

memberitahukan kepada guru bimbingan dan konseling (BK) bahwa anaknya ingin pindah sekolah; meskipun diberi uang saku tidak mau sekolah kalau tidak pindah ke sekolah lain. Keinginan keras anaknya pindah menjadi beban ibunya yang dapat dikatakan susah; terlebih ingin pindah ke sekolah lain daerah tanpa alasan yang logis. Terbayang harus mengurus surat-surat pindah antar daerah, tambah biaya membeli buku-buku atau yang lain di sekolah baru, dan pengaruh dari calon teman baru yang belum dikenal. Keresahan anak dapat digolongkan bahwa jalan pikiran anak kurang sehat; perlu obat, bantuan atau pemecahan. Menurut Pearls (Willis, 2009 h. 66) individu yang sehat adalah yang seimbang antara ikatan organisme dengan lingkungan. Menurut Cohen (Papalia. Feldman, dan Martorell, 2015 h. 91) hubungan sosial tampaknya merupakan hal utama bagi kesehatan dan kesejahteraan. Penelitian telah mengidentifikasikan setidaknya dua aspek lingkungan sosial yang saling berhubungan yang dapat mempromosikan kesehatan; integrasi sosial, dan dukungan sosial.

Mencermati dari dua pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa seorang individu yang sehat jiwanya berada atau hidup pada lingkungan yang sehat; yang dapat menenteramkan jiwa dan pikiranya. Apabila seorang individu tidak tenang atau resah dapat dicermati dari kondisi hubungan sosialnya dan masalahnya.

Di lapangan kadang-kadang ada bahwa siswa yang bermasalah berat dengan teman sekolahnya tetapi tidak mau lapor kepada gurunya karena jika ketahuan lapor takut diancam dan dipukul oleh teman yang memusuhi. Oleh karena itu jika orangtua siswa melaporkan anaknya ke sekolah merupakan catatan penting bahwa masalahnya sudah serius agar segera ditindaklanjuti sehingga tidak berkepanjangan yang merugikan berbagai pihak, terutama anak dan orangtuanya. Apabila tidak ada solusinya dikhawatirkan anak dapat mengalami gangguan mental. Kassler dkk (Wade dan Tavris, 2007 h. 322) mendefinisikan gangguan mental secara luas, yaitu semua perilaku atau kondisi emosional yang dapat menyebabkan seseorang menderita; perilaku atau kondisi emosional

33

Page 40: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

yang merusak diri sendiri, menyebabkan penurunan kemampuan seseorang dalam bekerja atau berinteraksi dengan orang lain, atau perilaku atau kondisi emosional yang membahyakan orang lain atau komunitas.

Di kelas VIII C SMP N 2 Gedangsari Gunungkidul tempat subyek penelitian belajar bernama Erik (nama samarandimaksudkan untuk menjaga rahasia subyek yang diteliti/klien sesuai etika penelitian suatu kasus) seorang siswa laki-laki yang tubuhnya tergolong kecil, suka usil, dan kadang suka berbicara kasar atau semaunya. Ada informasi bahwa dia pernah menendang kaki temanya perempuan satu kelas meskipun tidak berakibat luka atau sakit. Beberapa guru mengatakan bahwa siswa tersebut susah diatur dan membuat gaduh di kelas pada saat pelajaran berlangsung. Hal itu terjadi pada saat ia masih duduk di kelas VII. Menjadi catatan penting bagi penulis untuk memantau dan mencermati lebih mendalam. Setelah ia kelas VIII semester satu merasa resah dan ingin pindah sekolah. Ibunya merasa keberatan jika anaknya pindah sekolah lalu lapor kepada guru pembimbing atau bimbingan dan konseling (BK).

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan tersebut di atas maka dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu apakah layanan konseling individu dengan pendekatan teori Gestalt dapat menenangkan seorang siswa kelas VIII C SMP N 2 Gedangsari, Gunungkidul?

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model layanan konseling untuk menenangkan seorang siswa yang mengalami keresahan di sekolah agar menjadi baik dan orangtuanya juga dapat tenang sehingga memungkinkan siswa lebih berhasil dalam belajar. Meskipun hanya kasus seorang siswa harus menjadi perhatian yang penting karena berkaitan dengan kelanjutan masa depan siswa dan pada umumnya akan teringat selama hidup.

Hasil pengembangan model layanan konseling individu ini diharapkan dapat memberikan manfaat: secara teoritis, dapat mengembangkan teori konseling individu dengan pendekatan teori Gestalt dalam menenangkan kasus seorang siswa yang mengalami keresahan di sekolah agar menjadi tenang dan berhasil dalam belajar. Secara praktis, bagi siswa sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah keresahan dengan memanfaatkan konseling individu. Bagi guru pembimbing atau konselor untuk membantu siswa yang mengalami kasus serupa atau mendapat ancaman dari teman sekolah atau ancaman dari orang lain agar beban siswa menjadi hilang atau berkurang. Bagi guru mata pelajaran, hasil penelitian tindakan kelas (PTK) ini sebagai masukan untuk memantau kegiatan belajar siswa yang tampak berbeda atau ada gejala-gejala negatif yang ada pada siswa. Bagi penentu kebijaksanaan hasil PTK ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

METODE PENELITIAN

Tempat pelaksanaan kegiatan pengembangan model konseling individu ialah di SMPN 2 Gedangsari, Gunungkidul. Penelitian dilaksanakan pada seorang siswa yang mengalami kasus resah. Layanan ini dilakukan sejak tanggal 3 Nopember 2015 hingga tanggal 22 Oktober 2016.

Menurut teori Gestalt (Willis, 2009 h. 66) tujuan konseling adalah membantu klien menjadi individu yang merdeka dan berdiri sendiri. Untuk tujuan itu diperlukan: (1) usaha membantu penyadaran klien tentang apa yang dilakukannya; (2) membantu penyadaran tentang siapa dan hambatan dirinya; (3) membantu klien untuk menghilangkan hambatan dalam pengembangan penyadaran diri. Proses konseling mengikuti lima hal penting adalah sebagai berikut: 1. Pemolaan (patterning) 2. Pengawasan (control) 3. Potensi 4. Kemanusiaan. 5. Kepercayaan.

34

Page 41: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Berdasarkan tujuan tersebut penulis lakukan sebagai berikut:

• Memanggil siswa yang menjadi subyek penelitian ke ruang BK untuk mengingatkan dan menyampaikan pengertian bahwa yang ia lakukan tidak pantas atau melanggar etika dan norma. Antara lain klien berkata kasar kepada ibunya, kasar kepada teman perempuan, menarik kerudung temannya di kelas, berkata jorok, dan gaduh di kelas.

• Menanyakan kepada klien (subyek penelitian) tentang apa yang menyebapkan resah dan bersikras ingin pindah sekolah.

• Melakukan konseling kepada klien agar keresahannya berkurang/hilang dan tidak dihantui perasaan takut kepada teman; dengan dasar berani karena benar dan takut karena salah. Peneliti menganjurkan kepada klien memberikan keterangan yang jelas dan lengkap, tidak perlu takut, dan sebagai konselor akan melindungi.

Pada awal memperoleh data dari guru mata pelajaran dan informasi dari orangtua siswa penulis segera mencatat lalu memanggil siswa yang menjadi subyek penelitian untuk wawancara. Peneliti melakukan sebagai berikut:

• Setelah peneliti memperoleh data segera menentukan langkah selanjutnya disesuaikan dengan keadaan suatu masalah .

• Peneliti meyakinkan kepada klien bahwa sebagai konselor akan sungguh-sungguh ikut membantu menyelesaikan masalah yang dirasakan/dihadapi. Jika ada sesuatu rahasia maka konselor akan merahasiakan.

• Peneliti mencermati data yang diperoleh kemudian memaparkan hambatan yang dihadapi klien bahwa klien ingin pindah sekolah tetapi tidak dapat memberikan alasan yang logis. Mengenai alasan klien takut kepada teman di sekolah;

konselor meyakinkan kepada klien dapat selesai, damai tanpa harus pindah sekolah baru yang belum klien kenal dalam lingkungannya. Peneliti berusaha menguatkan agar klien dapat memikir/mencari hal-hal positif yang ada di SMP N 2 Gedangsari, konselor siap memdampingi sehingga klien merasa tenang.

• Peneliti berusaha berbicara dengan enak, santai, cerita pengalaman yang positif yang bermanfaat bagi klien, dan terbuka agar klien juga dapat terbuka masalahnya sehingga memudahkan penyelesaian. Kemudian klien mengaku hahwa keinginannya akan pindah sekolah karena diancam teman-teman sekelasnya, pernah diikat kakinya oleh teman-temannya; hanya ada dua teman laki-laki yang baik mau membantu melepas tali untuk mengikat dirinya.

Teknik untuk mengumpulkan data dalam pengembangan penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penulis uraikan sebagai berikut:

Observasi

Pengertian observasi menurut Usman (2014) observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistimatis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi merupakan proses yang kompleks, yang tesusun dari proses biologis dan psikologis. Dalam menggunakan teknik observasi yang terpenting ialah mengadakan pengamatan dan ingatan si peneliti. Ada dua indera yang sangat vital dalam melakukan pengamatan yaitu mata dan telinga. Oleh sebab itu, kedua indera itu harus benar-benar sehat. Setelah peneliti memepeljari apa itu yang dimaksud observasi; kemudian peneliti mengamati klien selama penelitian berlangsung, baik di kelas maupun di luar kelas, dan mendengarkan perkataan dari klien. Peneliti juga mencatat masukan/informasi dari sumber lain. Antara lain dari siswa yang lain,

35

Page 42: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

guru mata pelajaran, guru pembimbing (BK), dan orangtua klien.

Usman (2014) menyebutkan ada tiga jenis observasi: 1. partisipasi lawannya nonpartisipasi; 2. Sistimatis lawannya nonsistematis; 3. eksperimental lawannya noneksperimental. Peneliti menggunakan observasi eksperimen; yang selanjutnya menurut Usman observasi eksperimenialah observasi yang dilakukan terhadap situasi yang disiapkan sedemikian rupa untuk meneliti sesuatu yang dicobakan. Di kelas VIII C penulis anjurkan para siswa diskusi membahas masalah seorang klien teman sekelasnya (tanpa ada klien agar lebih bebas berpendapat, mempersingkat waktu, dan klien tidak tegang). Peneliti mencermati, mencatat permasalahan pokok yang dikemukakan para siswa, dan menyampaikan solusi.

Wawancara

Menurut Usman (2014) wawancara ialah tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewancara disebut interviewer, sedangkan orang yang diwancarai disebut interviewee.Penulis melakukan wawancara berujuan agar mendapat data-data asli dari tangan pertama sehingga tidak meragukan kebenarannya. Antara lain wawancara kepada klien, siswa-siswa sekelas dengan klien, dan guru BK pada saat klien duduk di kelas VII SMP N 2 Gedangsari. Peneliti menggunakan wawancara tidak terpimpin adalah wawancara bebas yang disebut juga wawancara tidak terarah. Yang menurut Usman cocok untuk penelitian pendahuluan dan dapat memelihara kewajaran suasana. Peneliti melakukan:

Wawancara kepada klien:

Peneliti : Menurut ibumu bahwa Anda ingin pindah sekolah apa sebabnya?

Klien : Karena diikat dan diancam teman-teman di kelas saya.

Peneliti : Mengapa Anda tidak lapor

kepada wali kelas atau guru pembimbing/BK?

Klien : Karena jika saya ketahuan lapor kepada guru BK akan diancam lebih berat.

Peneliti : Selama ini siswa yang terus terang lapor kepada guru BK justru lebih aman dan masalah yang dihadapi dapat selesai dengan wajar, tanpa ada ancaman sehingga damai dapat belajar dengan tenang. Saya (peneliti) yakin teman-teman yang megancam tidak akan berani lagi melakukan ancaman baik di sekolah dan di luar sekolah karena mereka akan dibina agar baik dengan Anda. Begitu pengalaman saya (peneliti) beberapa kali terhadap kasus yang sama. Coba jelaskan mengapa Anda diancam teman-teman sekelas dengan Anda?

Klien : Tidak tahu Pak, tahu-tahu saya diikat dan diancam jika lapor ke BK.

Peneliti : Tenang saja, sebutkan siapa saja yang menganiaya dan mengancam Anda?

Klien : Hampir semua teman yang laki-laki Pak, cuma ada dua orang teman laki-laki yang tidak mengancam, dia membantu saya melepas tali yang diikatkan saya.

Peneliti : Kalau terbuka begitu menjadi jelas dan dapat difahami.

Untuk sementara Anda duduk di ruang BK ini, menunggu sampai saya (peneliti) kesini. Kemudian peneliti melakukan wawancara dengan siswa kelas VIII C lalu melakukan eksperimen menganjurkan siswa berdiskusi masalah klien tersebut di kelas;

36

Page 43: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

tanpa ada klien dengan maksud agar lebih bebas/netral. Sehingga klien tidak merasa malu atau tertekan. Peneliti menyampaikan solusi di kelas tersebut. Kemudian peneliti menyampaikan hasil diskusi kepada klien di ruang BK agar klien paham perilakunya yang tidak disukai oleh teman-temannya. Bertujuan agar klien tidak mengulangi kekeliruannya yang menyebabkan teman-temannya marah.

Dokumentasi

Data-data klien tersebut pada waktu masih duduk di kelas VII menunjukkan bahwa klien sering gaduh di kelas, mengotori ruang kelas, berbicara seenaknya/jorok, sukar diatur pada saat mengikuti pelajaran; berbicara kasar kepada ibu kandungnya. Bahkan ibunya berkata bahwa klien mengejar dan melempar batu. Peneliti mencermati data-data tersebut untuk menindaklanjuti agar hal-hal yang negatif dapat dihindari/ditekan dan mengutakan hal-hal yang positif agar diulangi sehinga semakin kuat yang positif dan semakin berkurang atau hilang yang negatif.

Skala Psikologi

Untuk mengukur sikap klien menggunakan skala psikologi. Suryabrata (2005 h. 202) mengatakan bahwa pada hakekatnya sikap adalah derajat kesukaan atau ketidaksukaan kepada sesuatu. Berkaitan dengan itu menurut Anastasi (Muhadjir, 2011 h. 15) dalam berbagai kepustakaan, pembahasan mengenai pengukuran sikap biasa disangkut pautkan atau berada dalam konteks pembahasan tes kepribadian. Minat, sikap, motif, dan pandangan hidup seseorang merupakan aspek penting kepribadian. Mencermati dari dua pendapat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa tes kepribadaian diantaranya bertujuan untuk mengetahui sikap seseorang.

Indikator Keberhasilan

Setelah mendapat layanan konseling individu terhadap klien yang bermasalah

(mengalami resah) dengan pendekatan teori Gestalt menggunakan layanan penguatan positif (hadiah/reward). Hal tersebut dapat dengan anggukan atau jabat tangan tanda setuju, acungan jempol tanda baik/sangat baik, senyuman tanda menerima. Cara mudah dan tanpa biaya tersebut diharapkan mampu mengubah klien ke arah yang baik/positif sehingga masalah klien dapat berkurang atau hilang; sehingga merasa hidup tenang, lepas dari ketegangan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Di SMP N 2 Gedangsari, Gunungkidul didukung oleh 41 guru, yang lulusan S 1 sejumlah 35 orang, yang lulusan S 2 sejumlah 6 orang. Semua guru dapat membantu menyelesaikan sebagian permasalahan yang dihadapi siswa. Melihat banyaknya guru di sekolah tersebut mestinya siswa tidak mengalami kesulitan untuk mengadu atau konsultasi kepada guru jika mempunyai masalah atau mendapat ancaman dari temannya.

Namun kenyataannya ada seorang siswa laki-laki kelas VIII C yang merasa resah dari pemberitahuan orangtuanya (ibunya) kepada guru bimbingan dan konseling SMP N 2 Gedangsari. Pada waktu klien duduk di kelas VII, ia beberapa kali membuat gaduh di kelas, berbicara jorok menyebabkan teman-temannya tidak senang dan banyak guru mata pelajaran kesulitan mengatur karena cenderung semaunya.

Berkaitan dengan kasus tersebut, menurut Pearl (Willis, 2009) banyak sekali manusia yang mencoba menyatakan apa yang seharusnya daripada menyatakan apa yang sebenarnya. Perbedaan aktualisasi gambaran diri dan aktualisasi diri benar-benar merupakan krisis pada manusia itu. Mencermati dari pendapat Pearl tersebut terutama pada kata krisis; menurut peneliti merupakan peringatan suatu tanda bahaya. Jika tidak segera ada penyelesaian akan membahayakan klien.

37

Page 44: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Agar permasalahan klien dapat berkurang syukur dapat hilang sehingga klien merasa tenang disekolah maka peneliti melakukan:

Perencanaan

Peneliti sebagai konselor merencanakan akan memanggil klien pada hari Selasa 3 November 2015 untuk melakukan konseling Individu. Satu konselor dengan satu klien di ruang bimbingan dan konseling tanpa ada pengaruh orang lain, ada buku tamu siswa di ruang BK dan buku catatan. Peneliti akan memanggil ulang klien jika diperlukan; melakukan pengamatan terhadap klien, mencatat masukan dari guru mata pelajaran, dari temannya, dan orangtuanya.

Pelaksanaan

Peneliti memanggil klien ke ruang BK pada hari Selasa 3 November 2015 melakukan konseling individu, klien dihargai sebagai tamu. Sebagai konselor mengucapkan terima kasih atas kehadirannya. Diusahan suasana yang kondusif, santai, agar klien merasa tenang. Konselor terbuka dengan harapan klien juga bersedia terbuka, dan mengatakan siap membantu penyelesaian sebagian permasalahan yang sedang dihadapi klien. Konselor mengatakan kepada klien, jika Anda merasa ada sesuatu peramasalahan baik dengan teman, orangtua atau yang lain silahkan disampaikan di sini; jika dirasa rahasia akan dirahasiakan. Setelah itu konselor sebagai peneliti mencoba melakukan wawancara dengan pertanyaan berikut: apakah Anda ingin menjadi orang yang sopan? Apakah Anda ingin menghargai orangtua? Apakah Anda ingin menghargai guru? Apakah Anda ingin menjadi orang yang baik? Apakah Anda bersedia menghargai teman?

Setiap klien mengucapkan jawaban ya lalu peneliti mengacungi jempol dan jabat tangan dengan tersenyum. Klien menjawab ya semua pertanyaan lalu jabat tangan dan

membalas juga dengan tersenyum.Tampak roman muka klien cerah menandakan kegembiraan yang enak dipandang meskipun pada senyuman pertama tampak agak malu.

Proses dan Fase Konseling

A. Fase I Pertemuan Pola Terapeutik

Pada waktu klien datang ke ruang BK; sebagai konselor peneliti tetap menghargai klien; sebagai manusia muda yang masih banyak dapat diharapkan menjadi orang yang baik dan mempunyai cita-cita yang baik; tanpa merasa curiga dan tanpa merasa benci kepada klien. Sebagaimana yang diuraikan oleh Willis (2009) bahwa konseling indiviual mengandung makna bagaimana seseorang berbicara dengan orang lain dengan tujuan untuk membantu agar terjadi perubahan perilaku kearah positif dari orang yang dibantu. Dalam konseling individual, kedua pihak harus bekerjasama agar klien dapat memahami diri dan permasalahannya serta mampu mengembangkan potensi positif dalam dirinya. Yang terpenting lagi, klien harus mampu memecahkan masalahnya sendiri. Tentu atas bantuan kepakaran konselor.

Peneliti sebagai konselor mendengarkan sungguh-sungguh apapun yang diucapkan/dikatakan oleh klien agar klien merasa diperhatikan sehingga merasa senang bahwa ia juga sebagai orang yang dianggap penting keberadaannya. Kadang mengangguk sebagai tanda setuju, kadang memberi acungan jempol sambil berkata bagus, jabat tangan dengan tersenyum jika klien menunjukkan atau berkata baik. Diperlakukan begitu tampak klien senang dan merasa dihargai. Menandakan ada keinginan klien kearah kebaikan.

38

Page 45: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

B. Fase II Pengawasanan

Sebagai konselor peneliti berusaha agar klien mematuhi prosedur konseling. Jika klien dipanggil harus disiplin datang dan diwajibkan mengikuti pengarahan atau bimbingan di kelas atau di luar kelas. Tujuannya agar klien belajar disiplin menghargai waktu dan memudahkan peneliti untuk mengetahui perubahan sikap klien terhadap guru dan teman-temannya; juga sikap teman-temannya terhadap klien akan tampak dalam suatu kegiatan; misalnya pada waktu diskusi di kelas dan kegiatan Jum’at bersih sebelum jam pelajaran berlangsung.

C. Fase III Mengungkap Perasaan dan Kecemasan

Peneliti berusaha mendorong agar klien bersedia mengungkapkan perasaan-perasaan dan kecemasannya sehingga memudahkan klien terbantu pemecahan masalahnya. Setelah antara konselor dengan klien saling enak berbicara, kemudian klien mau terbuka tentang masalah yang sedang dihadapi.

D. Fase IV atau Terakhir

Pada fase yang terakhir ini klien diharapkan sudah memiliki kepribadian yang menyeluruh sebagai manuasia unik yang tetap diharapkan meningktkan sikap yang baik kepada teman, guru, orangtua, dan masyarakat. Pada fase ini konselor menyampaikan pesan bahwa kegiatan akan berakhir. Konselor meminta klien agar menyampaikan kesan-kesan selama menjalani konseling individu. Peneliti sebagai konselor menyampaikan kesan-kesan dan pujian kepada klien agar terus menguat hal-hal yang positif. Peneliti memantau perkembangan klien melalui teman-temannya, guru mata pelajaran, dan

menjalin kerja sama dengan orangtuanya melalui telepon/SMS untuk mengontrol perkembangan anaknya (klien).

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian, pendekatan teori Gestalt dalam pelaksanaan layanan konseling individu dapat dilakukan dan telah dapat mengurangi kasus resah pada subyek penelitian, klien tidak jadi pindah sekolah, dan sekarang klien tidak mengeluh diancam teman. Berdasarkan keterangan orangtuanya (ibunya) klien di ruang BK SMP N 2 Gedangsari bahwa kondisi subyek ketika di rumah juga sudah menunjukkan keadaan yang semakin baik tingkah lakunya.

Tindakan selanjutnya peran orangtua penting untuk dilibatkan lebih banyak, komunikasi dengan guru mata pelajaran, dan kerja sama dengan teman sejawat guru BK; melakukan cara demikian maka keberhasilan tindakan terhadap kasus keresahan akan semakin nyata/besar.

DAFTAR PUSTAKA

Muhadjir, N. 2011. Psikologi Pengukuran Kepribadian. Konstruk, Model dan Validitas. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Papalia, D.E, Feldman, R.D, & Martorell, G. 2015. Menyelami Perkembangan Manusia. Penerjemah: Fitriana Wuri Herarti. Jakarta: Salemba Humanika.

Usman, H., Akbar, P.S. 2014. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Wade, C. & Tavris, C. 2007. Psikologi. jilid 2. Alih bahasa: Padang Mursalin & Dinastuti. Jakarta: Erlangga.

Willis, S.S. 2009. Konseling Individual. Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

39

Page 46: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

PENINGKATAN PARTISIPASI DAN HASIL BELAJAR KIMIA PADA SISWA SMA KELAS XI IPA MELALUI IMPLEMENTASI

MODEL PEMBELAJARAN POGIL

Oleh: Totok AriyantoGuru Kimia SMA Institut Indonesia Sleman

e-mail: [email protected]

ABSTRACT:This research was conducted in order to determine whether the implementation of learning model POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning) can increase participation and student learning outcomes. This research is a classroom action research with research subjects students of class XI SMA Institut Indonesia Sleman academic year 2015/2016. The research was conducted in two cycles of action, which is preceded by a pre-cycle activity. Research data on student learning outcomes obtained from the quizzes, worksheets and tests. The results showed that the implementation POGIL can improve student learning participation of 50% in the pre-cycle to 62.5% in cycle 1 and increased again to 85% in cycle 2. While the result of increased student learning, which is an average student learning outcomes in pre-sklius 69.92 increased to 81.75 in cycle 1 and increased again in cycle 2 at 88.65.

Keywords: POGIL, participation learning, learning outcomes.

PENDAHULUAN

Keberhasilan belajar para siswa bertalian dengan efektifitas pembelajaran.Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang di dalamnya pendidik secara optimum berperan sebagai fasilitator belajar yang menyediakan kondisi-kondisi fisik dan psikologis, yang memungkinkan peserta didik dapat meraih berbagai kompetensi yang ditargetkan dalam kurikulum. Menurut Firman (dalam Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2012: 231), proses pembelajaran dapat ditingkatkan efektivitasnya melalui upaya kerja sama sinergis guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

Proses pembelajaran kimia di kelas XI IPA SMA Institut Indonesia Sleman selama ini memang belum menunjukkan perwujudan pembelajaran yang efektif. Antara guru dan peserta didik belum terjadi hubungan kerja sama yang sinergis. Hal ini menjadi penyebab rendahnya tingkat partisipasi belajar siswa maupun hasil belajar siswa masih rendah.Model pembelajaran kimia konvensional

yang tidak efektif ini secara berangsur-angsur semestinya mulai ditinggalkan.

Model pembelajaran efektif yang digambarkan dalam perspektif kerja sama antara pendidik dan peserta didik selama interaksi pembelajaran berlangsung, menuntut para pendidik harus dapat berperan untuk menata organisasi dan sistimatika penyajian materi pembelajaran dan kegiatan belajar siswa agar mampu menstimulasi motivasi dan minat belajar, serta mentransformasipengetahuan agar mudah ditangkap oleh siswa. Sementara itu, peserta didik berkewajiban untuk secara antusias dan responsif terlibat dalam proses pembelajaran, secara mandiri berupaya untuk melakukan internalisasi terhadap materi pelajaran yang baru dipahami. Secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry), peserta didik juga dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai sebuah aspek dalam kecakapan hidup.

40

Page 47: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Pembelajaran kimia yang efektif dalam perspektif kerja sama antara pendidik dan peserta didik secara sinergis yang demikian ini perlu ditemukan solusinya dengan mengimplementasikan model pembelajaran POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning).

POGIL merupakan model pembelajaran aktif yang menggunakan belajar dalam tim, aktivitas guided inquiry (inkuiri terbimbing) untuk mengembangkan pengetahuan, pertanyaan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan analitis, memecahkan masalah, melaporkan, metakognisi, dan tanggungjawab individu (Ningsih, 2012: 45).

Model pembelajaran POGIL merupakan jawaban atas arah perbaikan proses pembelajaran revolusioner (Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014:13) yang mencakup : 1) Lintasan taksonomi Anderson untuk pengetahuan, Dyers untuk ketrampilan, dan Krathwohl untuk sikap, 2) Pendekatan saintific, 3) Inquiry dan discovery, 4) Project Base Learning, 5) Cooperative Learning.

Dalam pelaksanaan model pembelajaran POGIL ini, para siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu dan bekerja sama satu sama lain untuk mempelajari materi pembelajaran, yaitu konfigurasi elektron.

Setelah menyampaikan tujuan dari perbaikan pembelajaran dan model pembelajaran POGIL, guru membagi seluruh peserta didik menjadi beberapa kelompok.Tiap kelompok terdiri atas 4 peserta didik. Guru membagikan LKS (Lembar Kerja Siswa) pada tiap kelompok, kemudian melaksanakan tahap-tahapan berikut :

1. Tahap Identifikasi kebutuhan untuk belajar (Engage)

• Peserta didik membaca LKS yang telah dibagikan pada bagian tujuan (why) agar peserta didik termotivasi untuk belajar materi pada hari itu.

2. Tahap Menghubungkan pengetahuan sebelumnya (Elicit)

• Guru bertanya, “Jika Niels Bohr menyebutkan bahwa struktur atom seperti sistem tata surya, bagaimana peredaran planet-planet dalam system tata surya yang kamu ketahui? Jelaskan!”

3. Tahap Eksplorasi (Explore)

• Tiap peserta didik saling berdiskusi dalam satu kelompok untuk memahami penjelasan dalam LKS dan penjelasan yang terdapat pada referensi lain untuk menemukan sendiri suatu konsep.

• Pada waktu ketika masing-masing kelompok ingin menemukan konsep, guru yang berperan sebagai fasilitator berkeliling pada tiap kelompok untuk mengetahui apakah konsep berhasil ditemukan atau tidak. Tiap kelompok bisa bertanya apa saja kepada guru.

• Penjelasan guru hanya pancingan saja agar konsep ditemukan sendiri oleh para siswa dalam kelompok, bukan penjelasan matang tentang konsep yang sudah jadi.

4. Tahap Pemahaman dan pembentukan konsep (Explain)

• Guru mengajukan pertanyaan kepada setiap kelompok tentang jawaban pertanyaan tadi tentang konsep. Setiap kelompok mempresentasikan jawaban dengan tetap diperhatikan kelompok-kelompok lain. Setelah semua kelompok mempresentasikan, guru bersama-sama dengan peserta didik menyimpulkan tentang konsep yang telah ditemukan oleh tiap kelompok.

41

Page 48: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

5. Tahap Praktik mengaplikasikan pengetahuan (Elaborate)

• Tiap peserta didik mengerjakan soal pada kuis secara individu.

6. Tahap Mengaplikasikan pengetahuan kedalam konsep baru (Elaborate and Extend)

• Peserta didik diberi kesempatan mengerjakan di depan kelas. Guru bersama peserta didik membahas bersama-sama. Peserta didik yang maju mengerjakan di depan kelas dan benar-benar diberikan penghargaan.

7. Tahap Refleksi dalam proses (Evaluated)

• Peserta didik melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran.

• Peserta didik menyimpulkan materi pada hari itu dengan bimbingan guru.

• Peserta didik mengerjakan tes tertulis.

Menurut Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI : 2007) mendefinisikan partisipasi adalah turut berperan serta dalam suatu kegiatan (keikutsertaan/peran serta). Menurut Suryosubroto (dalam Rosidah, 2013:6) partisipasi dalam pembelajaran, siswa harus terlibat dalam proses belajar, berlatih untuk menjelajah, mencari, mempertanyakan sesuatu, menyelidiki jawaban atas pertanyaan, mengelola dan menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif. Partisipasi diartikan sebagai kegiatan atau keadaan mengambil bagian dalam suatu aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal.

Dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada partisipasi siswa, pendidik berperan aktif sebagai fasilitator, bertugas membantu memudahkan siswa belajar, sebagai narasumber yang harus mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi siswanya. Pendidik harus mampu merancang, melaksanakan kegiatan bermakna dan dapat mengelola sumber belajar yang diperlukan

serta menggunakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk ikut serta berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi siswa adalah keterlibatan atau keikutsertaan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar baik pikiran maupun tenaga guna mengembangkan daya pikir serta menyampaikan hasil pemikirannya secara komunikatif untuk mencapai kemanfaatan pembelajaran secara optimal.

Sudjana (dalam Ariyani, 2006:9) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar merupakan hal yang penting yang akan dijadikan sebagai tolak ukur sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam belajar. Dari hasil belajar, guru dapat menilai apakah sistem pembelajaran yang diberikan berhasil atau tidak, untuk selanjutnya bisa diterapkan atau tidak dalam proses pembelajaran.Hasil belajar dibagi dalam tiga ranah yaitu ranah kogintif, ranah afektif dan ranah psikomotor.

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek yaitu pengetahuan/ ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.Ada enam aspek ranah psikomotorik, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan/ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Sesuai uraian diatas dapat disimpulkan hasil belajar kimia adalah kemampuan yang telah dicapai siswa baik kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik setelah mengalami proses belajar. Hasil belajar kognitif berasal

42

Page 49: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

dari nilai ulangan harian dari siswa.Menurut kurikulum KTSP, hasil belajar siswa meliputi hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotorik.Hasil belajar psikomotorik siswa berkaitan dengan ketrampilan dan kemampuan bertindak siswa untuk pelajaran kimia, hasil belajar psikomotorik siswa diperoleh dari hasil pengamatan terhadap ketrampilan siswa ketika melakukan kegiatan kerja kelompok dalam pembelajaran POGIL.

Berdasarkan paparan di atas, permasalahan yang akan diteliti pada penelitian ini adalah apakah implementasi model pembelajaran POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning) dapat meningkatkan partisipasi belajar dan hasil belajar siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus. Masing-masing siklus melalui empat (4) tahap yang meliputitahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi dan tahap refleksi.

Pada Siklus 1, ada tiga tahapan dalam rencana perbaikan pembelajaran ini. Tahap pertama, menyusun perangkat pembelajaran berupa silabus, rencana perbaikan pembelajaran dan skenario pembelajaran, menentukan dua sub pokok bahasan (materi pembelajaran) yang menjadi muatan tindakan. Penentuan materi ini disesuaikan dengan kurikulum dan perangkat pembelajaran terutama silabus, dan menyiapkan bahan dan alat pembelajaran serta menyiapkan media pembelajaran yang relevan.Tahapkedua, membuat indikator rancangan pembentukan kelompok berdasarkan jenis kelamin, dan tingkat prestasi/kemampuan akademik siswa. Pada tahap ini juga sudah disiapkan rancangan perubahan komposisi anggota kelompok sebanyak dua kali (tindakan) sekaligus setiap individu dalam kelompok berganti peran untuk menghindari kejenuhan kelompok dan meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran kimia. Sedangkan

yang dilaksanakan pada setiap akhir kegiatan dalam rangka untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran kimia dengan menggunakan model POGIL.Tahap ketiga, membuat berbagai instrumen tindakan berupa instrumen observasi kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran dengan model POGIL,membuat instrumenevaluasiyangdisesuaikan dengan tujuan pembelajaran khusus seperti termuat dalam perangkat pembelajaran khususnya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) perbaikan.

Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran pada siklus 1 meliputi :

1. Kegiatan Pembukaan, guru mengabsen, mengkondisikan kelas dan pembiasaan sebagai implementasi nilai disiplin. Kemudian menyampaikan cakupan materi pembelajaran, tujuan pembelajaran maksud model pembelajaran POGIL yang akan dilaksanakan. Dilanjutkan membagi seluruh peserta didik menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok terdiri atas 4 peserta didik, masing-masing memperoleh 2 buah LKS.

2. Kegiatan Inti, tahap Identifikasi kebutuhan untuk belajar (Engage): peserta didik membaca LKS yang telah dibagikan pada bagian tujuan (why) agar peserta didik termotivasi untuk belajar materi pada hari itu.Tahap Menghubungkan pengetahuan sebelumnya (Elicit): guru bertanya, “Jika Niels Bohr menyebutkan bahwa struktur atom seperti system tata surya, bagaimana peredaran planet-planet dalam system tata surya yang kamu ketahui?”Tahap Eksplorasi (Explore): tiap peserta didik saling berdiskusi dalam satu kelompok untuk memahami penjelasan dalam LKS dan penjelasan yang terdapat pada referensi lain untuk menemukan sendiri suatu konsep.Pada waktu ketika masing-masing kelompok ingin menemukan konsep, guru yang berperan sebagai fasilitator berkeliling pada tiap kelompok

43

Page 50: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

untuk mengetahui apakah konsep berhasil ditemukan atau tidak. Tiap kelompok bisa bertanya apa saja kepada guru.Penjelasan guru hanya pancingan saja agar konsep ditemukan sendiri oleh para siswa dalam kelompok, bukan penjelasan matang tentang konsep yang sudah jadi.Tahap Pemahaman dan pembentukan konsep (Explain): guru mengajukan pertanyaan kepada setiap kelompok tentang jawaban pertanyaan tadi tentang konsep. Setiap kelompok mempresentasikan jawaban dengan tetap diperhatikan kelompok-kelompok lain. Setelah semua kelompok mempresentasikan, guru bersama-sama dengan peserta didik menyimpulkan tentang konsep yang telah ditemukan oleh tiap kelompok.

3. Tahap Praktik mengaplikasikan pengetahuan (Elaborate): tiap peserta didik mengerjakan soal pada kuis secara individu.Tahap Mengaplikasikan pengetahuan kedalam konsep baru(Elaborate and Extend): peserta didik diberi kesempatan mengerjakan di depan kelas. Guru bersama peserta didik membahas bersama-sama. Peserta didik yang maju mengerjakan di depan kelas dan benar-benar diberikan penghargaan.

4. Kegiatan Penutup, tahap Refleksi dalam proses (Evaluated): peserta didik melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran.Peserta didik menyimpulkan materi pada hari itu dengan bimbingan guru.Peserta didik mengerjakan tes tertulis.

Observasi dilakukan sebelum, saat dan setelah pelaksanaan tindakan. Sebelum tindakan yang diobservasi berupa kelengkapan pembelajaran guru termasuk lembar kerja dan media. Pada saat tindakan dilaksanakan yang diobservasi adalah kegiatan guru dalam melakukan tindakan mulai dari tahap awal, inti, dan akhir. Juga diobservasi respon siswa selama menerima tindakan terutama kerjasama antar siswa.

Refleksi pada siklus 1 dimaksudkan untuk mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan tindakan yang telah dilakukan. Adapun sumber informasi untuk melakukan refleksi adalah hasil observasi kegiatan guru dan siswa, serta hasil evaluasi tes kognitif. Aspek yang sudah dinilai baik pada tindakan terdahulu dipertahankan pada tindakan selanjutnya, sedangkan kelemahan-kelemahan yang ada didiskusikan bersama kemudian mencari cara terbaik memperbaiki kelemahan tersebut. Dengan demikian peneliti menjadikan tahap refleksi ini sebagai medium revisi tindakan. Refleksi semakin dimatangkan setiap selesai satu siklus.

Pada siklus 2, tahap perencanaan maupun pelaksanaan secara garis besar sama dengan perencanaan dan pelaksanaan pada siklus 1. Perbedaannya adalah materi pembelajaran pada siklus 2 ini adalah bilangan kuantum dan konfigurasi elektron. Untuk mempertajam peningkatan partisipasi belajar dan hasil belajar secara kelompok maupun individu, pada siklus ini, setiap kelompok diminta membuat model molekul dan konfigurasi elektron yang lebih nyata dan sederhana dengan menafaatkan kotak dan batang korek api.

Observasi dan refleksi pada siklus 2 juga sama dengan observasi dan refleksi pada siklus 1. Adapun sesuatu yang membedakan di antara ke-2 siklus adalah tingkat partisipasi belajar maupun hasil belajar siswa semakin meningkat.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Peningkatan partisipasi belajar siswa dalam proses pembelajaran kimia dengan menerapkan model POGIL diperoleh dari data pengamatan dengan menggunakan lembar observasi yang didukung dengan jawaban siswa terhadap pertanyaan dalam kuesioner.Sedangkan peningkatan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran kimia yang menggunakan model POGIL

44

Page 51: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

diperoleh dari hasil kuis, worksheet dan tes tertulis di akhir pembelajaran.

Partisipasi Belajar Siswa

Hasil Observasi Partisipasi Belajar Siswa pada pra-Siklus, Siklus 1 dan Siklus 2 ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini.

Berdasarkan hasil observasi, rata-rata partisipasi belajar siswa pada siklus 1 mencapai 62,25%, yang berarti rata-rata partisipasi belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 12,25% jika dibandingkan dengan rata-rata partisipasi belajar siswa pada pra-siklus yang semula hanya mencapai 50,00%.

Jika didasarkan pada skala angka 0 sampai dengan 4,0 pada lembar observasi dimana apabila rata-rata 3,1 – 4,0 adalah amat baik, lalu apabila rata-rata 2,1 – 3,0 adalah baik, selanjutnya rata-rata 1,1 – 2,0 adalah cukup dan rata-rata 0 – 1,0 adalah kurang, maka maka rata-rata partisipasi belajar siswa pada pra-siklus mencapai skor 2,0 masuk kategori cukup, pada siklus 1 mencapai skor 2,5 masuk kategori baik.

Adapun rata-rata partisipasi belajar siswa pada siklus 2 mencapai 85,00%, yang berarti rata-rata partisipasi belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 22,75% jika dibandingkan dengan rata-rata partisipasi belajar siswa pada siklus 1 atau peningkatannya mencapai 35,00% jika

dibandingkan dengan rata-rata partisipasi belajar siswa pada pra-siklus yang hanya mencapai 50,00%.

Selanjutnya jika didasarkan pada skala angka 0 sampai dengan 4,0 pada lembar observasi dimana apabila rata-rata 3,1 – 4,0 adalah amat baik, lalu apabila rata-rata 2,1 – 3,0 adalah baik, selanjutnya rata-rata 1,1 – 2,0 adalah cukup dan rata-rata 0 – 1,0rata-rata partisipasi belajar siswapada siklus 2 mencapai skor 3,4masuk kategori amat baik.

Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran kimia diamati berdasarkan pengamatan nilai yang diperoleh para siswa pada hasil penilaian kuis, worksheet dan tes tertulis. Ketiga aktivitas penilaian tersebut dilakukan baik pada pra-Siklus, Siklus 1 maupun pada Siklus 2.

Hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran kimia pada pra-Siklus, Siklus 1 maupun pada Siklus 2 ditunjukkan pada tabel 2 berikut :

Tabel 1. Partisipasi Belajar Siswa pada pra-Siklus, Siklus 1 dan Siklus 2

Aspek yang diamatiHasil Observasi

Pra-Siklus Siklus 1 Siklus 2

Membaca 77,00% 82,50% 89,50%

Menulis 56,25% 60,50% 77,00%

Bertanya 35.50% 41,75% 77,00%

Menanggapi 41,75% 43,75% 85,50%

Berdiskusi 33,25% 81,25% 91,75%

Rata-rata 50,00% 62,25% 85,00%

45

Page 52: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Tabel 2. Hasil Belajar Siswa pada pra-Siklus, Siklus 1 dan Siklus 2

Aspek yang diamatiHasil Observasi

Pra-Siklus Siklus 1 Siklus 2

Nilai Kuis 54,17 75,00 93,75

Nilai Worksheet 75,00 100 96,67

Nilai Ulangan Harian 75,25 76,00 82,08

Rata-rata Hasil Belajar 69,92 81,75 88,65

Berdasarkan hasil pengamatan rata-rata hasil belajar siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan nilai kuis, nilai worksheet dan nilai ulangan harian, maka setelah dilakukan tindakan perbaikan terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar siswa. Sebelum dilakukan tindakan perbaikan (pada pra-siklus), hasil belajar siswa hanya mencapai 69,92, yang berarti jika dibandingkan dengan besaran KKM = 70 adalah belum tuntas.

Namun setelah ada tindakan perbaikan dengan mengimplementasi model pembelajaran POGIL pada siklus 1 dan siklus 2, terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar siswa. Pada siklus 1, rata-rata hasil belajar siswa sebesar 81,75 berarti meningkatkan 11,83 angka (16,92%) jika dibandingkan rata-rata hasil belajar siswa pada pra-siklus,sedangkan pada siklus 2, rata-rata hasil belajar siswa sebesar 88,65 berarti meningkatkan 18,73 angka (26,79%) jika dibandingkan rata-rata hasil belajar siswa pada pra-siklus.

Selanjutnya jika dibandingkan dengan besaran KKM=70 maka rata-rata hasil belajar siswa pada pra-siklus siklus 1 maupun pada siklus 2 adalah tuntas semua. Adapun jumlah siswa yang telah meraih ketuntasan belajar mulai dari pra-siklus, siklus-1 dan siklus-2 masing-masing menunjukkan angka persentase sebesar 58,33%, 83,33% dan 91,33%, sebagaimana tampilan grafik berikut ini.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi

model pembelajaran POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning) dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa dan hasil belajar siswa. Tingkat partisipasi belajar siswa pada siklus 1 mengalami peningkatan sebesar 12,25% jika dibandingkan dengan rata-rata partisipasi belajar siswa pada pra-siklus. Pada siklus 2 mengalami peningkatan mencapai 35,00% jika dibandingkan dengan rata-rata partisipasi belajar siswa pada pra-siklus.

Adapun rata-rata hasil belajar siswa pada siklus 1 sebesar 81,75 berarti meningkatkan 11,83 angka (16,92%) jika dibandingkan rata-rata hasil belajar siswa pada pra-siklus. Pada siklus 2, rata-rata hasil belajar siswa sebesar 88,65 berarti meningkatkan 18,73 angka (26,79%) jika dibandingkan rata-rata hasil belajar siswa pada pra-siklus.

PENUTUP

Berdasarkan data dan hasil pengolahan data diperoleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa melalui implementasi model pembelajaran POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning) dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa maupun hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Institut Indonesia Sleman dalam proses pembelajaran kimia.Denganimplementasi POGIL dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa dari 50% pada pra-siklus menjadi 62,5% pada siklus 1 dan meningkat lagi menjadi 85% pada siklus 2. Sedangkan hasil belajar siswa meningkat, yaitu rata-rata hasil belajar siswa pada pra-sklius 69,92

46

Page 53: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

meningkat menjadi 81,75 pada siklus 1 dan meningkat lagi pada siklus 2 sebesar 88,65.

Menurut penulis,model pembelajaran POGIL (Process Oriented Guided Inquiry Learning) merupakan model pembelajaran yang cukup komprehensif,oleh karena itumodel pembelajaran POGIL sangat layak untuk diterapkan pada berbagai mata pelajaran, karena model pembelajaran ini memiliki tiga basis yaitu basis inquiry terbimbing (guided inquiry), berbasis pemecahan masalah (problem solving learning) dan mengandalkan basis kooperatif (cooperative learning).

Perlu ada upaya yang berkesinambungan dari berbagai pihak, terutama pihak pemangku kebijakan pendidikan, untuk mensosialisasikan sekaligus menumbuhkembangkan (proliferation) model pembelajaran POGIL ini sehingga dapat menggantikan model pembelajaran konvensional selama ini yang masih memposisikan guru sebagai pusat pembelajaran (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada diri siswa (student centered), terutama untuk menyongsong penerapan kurikulum nasional yang menitikberatkan pendekatan ilmiah (scientific approach).

DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, Rosyda Safrida, (2006). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia melalui Model Pembelajaran dengan Pendekatan IBL (Inquiry Based Learning) pada Kelas XI SMA 12 Semarang. Skripsi Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007). Jakarta: PN BalaiPustaka

Mocerino, M., (2015).POGIL : Process Oriented Guided Inquiry Learning. Building Student Centered Learning, using POGIL, into

the Chemistry Curriculum.MakalahdalamPertemuan MGMP Kimia Provinsi DIY padatanggal 20 Mei 2015.

Ningsih, S.M. dkk. (2012). Implementasi Model Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.Unnes Physics Education Journal.

Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, (2014).Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Rosidah, (2013). Keefektifan Model Pembelajaran POGIL Berbantu Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah. Skripsi Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang.

Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, (2012). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bagian III : Pendidikan Displin Ilmu. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama.

47

Page 54: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

PEMBELAJARAN METODE SNOWBALL THROWING (MELEMPAR BOLA SALJU) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

MINAT BELAJAR MATEMATIKA

Oleh: Sriyati Guru Matematika SMP N 3 Mlati Sleman

email: [email protected]

ABSTRACT:The purpose of this study is to describe the efforts of educators in improving learning outcomes Mathematics integer and fractional Numbers and Shapes Aljabarmenggunakan Throwing Snowball method. This research is a classroom action research. Subjects were students of class VII D SMP N 3 Mlati, Sleman, totaling 32 learners. This study concluded that the learning outcomes integers, fractions and Form Numbers Algebra class VII D SMPN 3 Mlati, Sleman many as 29 students of 32 children or by 88.57% has reached complete learn individually, it is seen that the total learning fractions and Learning algebra using models Snowball Throwing at each cycle to increase the achievement of mastery learning.

Kata kunci: snowball throwing method

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan fondasi penting dalam kemajuan sebuah bangsa. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Belajar dan mengajar merupakan suatu hal yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan satu dengan yang lainnya dalam proses pendidikan.Pendidikan merupakan proses pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan yang berperan penting untuk mewujudkannya adalah guru.Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia secara baik, terencana dan terarah sejalan dengan tuntutan perkembangan pendidikan masa kini, untuk itu efektifitas kegiatan belajar mengajar sangat dibutuhkan dalam menentukan keberhasilan pendidikan, guru

dituntut selalu tanggap untuk memecahkan masalah yang timbul dalam pengelolaan kelas pada proses belajar mengajar dan selalu dapat menghasilkan solusi terbaik

Kenyataan dilapangan nilai rata-rata Matematika klas VII semester genap tahun 2012/2013 adalah 6,57 dari jumlah 127 peserta didik SMP N 3 Mlati pada tes Ulangan Kenaikan Klas SMP N 3 Mlati Sleman.Nilai tersebut dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang diharapkan KTSP sekolah, untuk Matematika 7,5. Berdasar temuan tersebut kemungkinan disebabkan oleh rendahnya minat belajar peserta didik,atau penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat sehingga pembelajaran Matematika terkesan membosankan dan tidak menarik.

Berdasarkan kondisi diatas untuk meningkatkan hasil belajar Matematika peserta didik klas VIID SMP N 3 Mlati, dan untuk meningkatkan dayapikir kritis, inovatif maka peneliti menerapkan pembelajaran Matematika dengan metode

48

Page 55: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Snowball Throwing sebagai upaya meningkatkatkan hasil belajar Matematika peserta didik kelas VII D SMP N 3Mlati.

Penerapan model pembelajaran Snowball Throwing peneliti harapkan akan meningkatkan prestasi belajar Matematika,Bilangan bulat dan Bilangan pecahan dan Bentuk Aljabar peserta didik klas VII D SMP N 3 Mlati, dan membantu usaha yang telah dilakukan guru untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika.

Pengertian Minat Belajar

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat dapat juga diartikan sebagai kencenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang (Slameto, 2005: 180)

Winkel (2004, 212) mengartikan minat sebagai kencenderungan yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Minat ialah perasaan tertarik pada suatu topik yang sedang dibahas atau dipelajari, untuk itu kerap digunakan istilah “perhatian”. Namun, perhatian dalam arti “konsentrasi”. Antara minat dan berperasaan senang terdapat hubungan timbal balik, sehingga tidak mengherankan kalau peserta didik yang berperasaan tidak senang, juga akan kurang berminat dan sebaliknya.

Perlunya pengembangan atau peningkatan minat peserta didik terhadap mata pelajaran, agar prestasi belajar siswa dapat meningkat. Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu peserta didik melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu. Minat dapat dibangkitkan dengan

cara-cara antaralain: (a) Membangkitkan adanya suatu kebutuhan, (b) Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau, (c) Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik, (d) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.

Berdasarkan uraian di atas, minat dapat diartikan sebagai kesenangan hati/ketertarikan tanpa ada paksaan atau tekanan dari orang lain terhadap sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa pekerjaan/aktivitas maupun objek atau benda. Minat terjadi secara alami. Akan tetapi, minat dapat dimunculkan dengan cara-cara tertentu. Dalam kaitannya dengan pembelajaran di sekolah, minat terhadap suatu mata pelajaran dapat dimunculkan, antara lain dengan metode pembelajaran yang bervariasi, fasilitas pembelajaran yang lengkap dan menarik, serta situasi belajar yang menyenangkan. Sedangkan minat seseorang, dapat dilihat dari aspek ketertarikan, perhatian, rasa senang, keingintahuan, dan kebutuhan.

Pengertian Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisir dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efisien, efektif dengan hasil optimal (Sugihartono,dkk 2007:81).

Pembelajaran adalah suatu proses aktifitas manusia yang dapat menimbulkan perubahan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang bisa terlepas dari pengalaman atau pengaruh lingkungan yang dialami, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal (Suherman,2003:7 )

Pembelajaran matematika pada hakekatnya adalah belajar yang

49

Page 56: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

berkenaandengan matematika hendaknya diarahkan untuk membantu siswa dalam berpikir. Dengan berpikir memungkinkan siswa dapat menyelesaikanmasalah dengan benar dan benarnya penyelesaian itu bukankarena guru yang mengatakan demikian, tetapi karena penalarannya. Belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide dan struktur yang diaturmenurut urutan logis. Belajar matematika tidak ada artinya jika hanya dihafalkan saja. Belajar matematika akan bermakna jika siswa mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan yang sudah dimiliki. Untuk bisa dikatakan bermakna pemahaman konsep siswa harus baik. Jika hal tersebut dapat dilakukan,maka akan tercapai tujuan pembelajaran matematika.

Pembelajaran Kooperatif Model Snowball Throwing

Pembelajaran dengan metode snowball throwing tidak demikian, dalam hal ini peserta didik diberikan kebebasan untuk membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba memberi arti pada pengetahuan yang dialaminya. Peserta didikdiberi pemahaman bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu yang tidak stabil dan hanya berupa rekaman. Ilmu pengetahuan adalah konstruksi manusia mengalami pengalaman-pengalaman baru yang menyebabkan pengetahuan terus berkembang sesuai perkembangan zaman. Prinsip pembelajaran dengan metode snowball throwing termuat di dalam prinsip pendekatan kooperatif yang didasarkan pada lima prinsip, yaitu prinsip belajar peserta didikaktif (student active learning), belajar kerjasama (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, mengajar reaktif (reactive teaching), dan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning) (Agus Suprijono, 2012).

Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pengalaman semakin

dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget manusia memilki struktur pengetahuan dalam otaknya, yang masing-masing individu memilki kemampuan yang berbeda-beda. Setiap pengalaman baru (struktur pengetahuan) dihubungkan dan disimpan di dalam otak manusia. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah struktur pengetahuan dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi adalah struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan pengalaman baru yang diperoleh.

Pembelajaran dengan metode snowball throwing, menggunakan tiga penerapan pembelajaran antara lain: pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas melalui pengalaman nyata (constructivism), pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri (inquiry), pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari “bertanya” (questioning) dari bertanya peserta didikdapat menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Di dalam metode pembelajaran snowball throwing strategi memperoleh dan pendalamanpengetahuan lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak peserta didikmemperoleh dan mengingat pengetahuan tersebut.

Kelebihan pembelajaran dengan metode snowball throwing

1. Melatih kesiapan peserta didik dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.

50

Page 57: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

2. Peserta didik lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena peserta didikmendapat penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan, pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam kelompok.

3. Dapat membangkitkan keberanian peserta didikdalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru.

4. Melatih peserta didikmenjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.

5. Merangsang peserta didikmengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut.

6. Dapat mengurangi rasa takut peserta didikdalam bertanya kepada teman maupun guru.

7. Peserta didik akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan suatu masalah.

8. Peserta didik akan memahami makna tanggung jawab.

9. Peserta didik akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial, budaya, bakat dan intelegensia.

10. Peserta didik akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya.

Kelemahan pembelajaran dengan metode snowball throwing

1. Terciptanya suasana kelas yang kurang kondusif

2. Adanya peserta didikyang bergantung pada peserta didik lain

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksanakan

di klas VII D SMP N 3 Mlati. Penelitian dilakukan pada bulan September sampai bulan Oktober 2013 tahun pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian adalah peserta didik klas VII D SMP N 3Mlati,Sleman,yang berjumlah 32 peserta didik.Penelitian ini menggunakan model spiral oleh Kemmis dan Taggart yang memuat empat tahapan yang harus dilakukan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Data yang akan dianalisis adalah data yang diperoleh selama penelitian tindakan kelas berlangsung berupa data observasi pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran Snowball Trhowing data angket minat belajar matematika, data LKS, data hasil tes awal, data hasil tes akhir siklus, dan data wawancara peserta didik.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada saat pra siklus, pembelajaran diikuti oleh 32 peserta didik terdiri 14 peserta didik laki-laki dan 18 peserta didik perempuan. Dalam pelaksanaan tes awal, peserta didik masih banyak yang bekerjasama dan saling mencontek. Dari hasil tes awal, diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 67,5 dengan nilai terendah sebesar 40 dan nilai tertinggi sebesar 90. Hasil tes awal digunakan untuk menentukan kelompok belajar berdasarkan nilai yang diperoleh masing-masing peserta didik.

1. Siklus Pertama

Guru membuka pembelajaran dengan salam dan mengecek kehadiran peserta didik dan kesiapan belajar peserta didik. Pada pertemuan kali ini, guru menyampaikan materi yang akan dipelajari, yaitu menghitungbilangan pecahan. guru memberikan apersepsi tentang Bilangan pecahan sebelumnya mencocokan PR, peserta didik diminta segera berkelompok sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan kemarin

51

Page 58: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Tabel 1 Prosentase minat pembelajaran Matematika yang diperoleh siswa pada siklus pertemuan1 dan 2

No AspekSiklus I

Rata-rataPertemuan 1

Pertemuan 2

1 Siswa senang/tertarik materi pelajaran matematika

77,30 74,22 75,76

2 Siswa selalu mengikuti kegiatan belajar mata pelajaran matematika sesuai dengan jadwal

81,25 81,43 81,34

3 Siswa mencatat semua penjelasan dari guru 74,22 74,22 74,224 Perhatian terhadap PR 75 71,88 73,445 Siswa selalu mengerjakan dan mengumpulkan

tugas yang diberikan guru tepat waktu74,22 81,25 77,74

6 Siswa mempelajari materi dimodul yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari

86,72 86,72 86,72

7 menandai bagian-bagian yang penting dalam buku atau catatan pelajaran matematika

74,22 75, 74,61

8 Siswa selalu berdiskusi dengan teman apabila saya menghadapi kesulitan dalam mata pelajaran matematika

80,47 91,41 85,94

9 Siswa tidak senang dengan pelajaran matematika

46,09 46,09 46,09

10 Siswa tidak membantu teman yang kesulitan belajar matematika

46,09 38,28 42,19

Rata-rata 71,55 72,35 71,95

Tabel 2 Hasil Penilaian Lembar Kerja Siswa siklus I pertemuan ke1 dan ke 2

No Kelompok Banyak Anggota

Nilai Siklus IRata-rata

Pertemuan 1 Pertemuan 2

1 I 6 100 90 95

2 II 6 90 80 85

3 III 5 60 100 80

4 IV 5 40 80 60

5 V 5 60 60 60

6 VI 5 70 70 70

Jumlah 32 2290 2570 2430

71,35 81,88 76,62

Berdasarkan tabel diatas bahwa nilai LKS pembelajaran Matematika yang dapat dilihat pada siklus I baik pertemuan ke1

maupun ke 2 dengan nilai rata-rata 76,62 dalam kategori baik.

52

Page 59: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Tabel 3 Hasil Penilaian Prestasi belajar matematika siklus I pertemuan ke1dan ke2

No IntervalFrekuensi Siklus Presentasi

Rata-rata KategoriPertemuan

1Pertemuan

2 Pertemuan 1 Pertemuan 2

1 86 – 100 3 5 9,4 % 15,63% 12,51% Baik Sekali

2 71-85 3 19 9,4 % 59,38% 34,39% Baik

3 56-70 20 6 62,5 % 18,75% 40,63% Cukup

4 41-55 1 2 3,1 % 6,25% 9.35% Kurang

5 <40 5 15,6 % 7,8% Sangat Kurang

Berdasarkan tabel diatas bahwa nilai prestasi belajaran Matematika yang dapat dilihat pada siklus I baik pertemuan ke 1

maupun ke 2 dengan lampiran daftar nilai rata-rata 73,13 dalam kategori baik bisa dilihat pada grafik berikut:

Gambar 1.Interval Klas nilai prestasi belajar siklus I pertemuan 1 dan 2

Refleksi siklus pertama adalah hasil refleksi pada siklus I diperoleh gambaran tentang sikap dan perilaku peserta didik perihal kesungguhan peserta didik. Perhatian peserta didik mulai terpusat pada pelajaran walaupun belum maksimal. Sedangkan semangat peserta didik dalam mengikuti pembelajaran mulai meningkat. Peserta didik lebih bersemangat jika dibandingkan dengan kondisi awal sebelum menggunakan model Snowball Throwing diterapkan. Kemajuan peserta didik juga terlihat dalam hal keberanian peserta didik ketika mengemukakan pendapat. Peserta didik

mulai berani mengemukakan pendapatnya, hal ini terlihat dari keaktifan peserta didik bertanya tentang materi yang belum dimengerti. Peserta didik juga tidak malu lagi menjawab pertanyaan, peserta didik berusaha menjawab pertanyaan dengan benar tanpa malu-malu lagi. Keberanian peserta didik juga semakin terlihat ketika harus tampil di depan kelas untuk presentasi. Hal lain yang meningkat yaitu kemampuan peserta didik dalam menjawab pertanyaan. Selain itu dalam membuat pertanyaan, peserta didik mampu membuat pertanyaan sesuai materi yang sedang dipelajari.

53

Page 60: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

B. Siklus II

Guru membuka pembelajaran dengan salam dan mengecek kehadiran peserta didik dan kesiapan belajar peserta didik. Pada pertemuan kali ini, guru menyampaikan materi yang akan dipelajari, yaitu Bentuk Aljabar. guru memberikan apersepsi tentang Bentuk Aljabar sebelumnya mencocokan PR,peserta didik diminta segera berkelompok sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan kemarin. Langkah dalam

penelitian ini adalah guru membagikan LKS, pembuatan soal oleh masing-masing kelompok, diskusi kelompok, presentasi kerja kelompok.

Berdasar data hasil penelitian Siklus 2 mengenai BentukAljabar melalui model pembelajaran Snowball Throwing diperoleh Skor minat pembelajaran Matematika,LKS,dan Prestasi hasil belajar matematika pada pokok bahasan melakukan operasi Bentuk Aljabar, sebagai berikut

Tabel 4. Prosentase minat pembelajaran Matematika yang diperoleh siswa pada siklus II pertemuan 1 dan 2

No AspekSiklus II

Rata-rataPertemuan 1

Pertemuan 2

1 Siswa senang/tertarik materi pelajaran matematika 78,13 92,19 85,16

2 Siswa selalu mengikuti kegiatan belajar mata pelajaran matematika sesuai dengan jadwal 83,59 100 91,79

3 Siswa mencatat semua penjelasan dari guru 78,13 89,06 83,59

4 Perhatian terhadap PR 78,13 88,28 83,20

5 Siswa selalu mengerjakan dan mengumpulkan tugas yang diberikan guru tepat waktu 88,28 90,63 89,46

6 Siswa mempelajari materi dimodul yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari 89,96 89,84 89,9

7 menandai bagian-bagian yang penting dalam buku atau catatan pelajaran matematika 74,22 86,72 80,47

8Siswa selalu berdiskusi dengan teman apabila saya menghadapi kesulitan dalam mata pelajaran matematika

85,94 87,50 86,72

9 Siswa tidak senang dengan pelajaran matematika 42,19 29,69 35,94

10 Siswa tidak membantu teman yang kesulitan belajar matematika 40,63 36,72 38,68

Rata-rata 73,92 79,06 76,49

54

Page 61: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Dari table di atas bahwa nilai rata-rata siklus II pertemuan ke 1 73,92 dan pada pertemuan 2 nilai rata-rata 79,06 ada

kenaikan 5,14 dengan nilai rata-rata 76,49 kategori tinggi.

Tabel 5 Hasil Penilaian Lembar Kerja Siswa siklus II pertemuan ke 1 dan ke 2

No KelompokBanyak Ang-

gota

Nilai Siklus IIRata-rataPertemuan 1 Pertemuan 2

1 I 6 100 90 95

2 II 6 100 80 90

3 III 5 60 90 75

4 IV 5 50 80 65

5 V 5 80 90 85

6 VI 5 100 100 100

Jumlah 32 2600 2770 2735

Rata-rata 81,25 86,56 85,47

Berdasarkan tabel diatas bahwa nilai LKS pembelajaran matematika yang dapat dilihat pada siklusII baik pertemuan 1 atau

pertemuan 2 dengan nilai rata-rata 85,47 kategori baik sekali

Tabel 6 Tabel frekuensi hasil prestasi belajar matematika pada siklus I siklus II

No Interval

Frekuensi Siklus II PresentasiSiklus IIRata-rata Kategori

Pertemuan 1

Pertemuan 2

Pertemuan 1

Pertemuan 2

1 86 – 100 14 14 43,75% 43,75% 43,75 Baik Sekali

2 71-85 8 11 45,75% 34,38% 35,34 Baik

3 56-70 9 5 15,63% 28,13% 21,88 Cukup

4 41-55 1 3,13% 1,57 SangatKurang

5 <40 2 6,25% 3,13 Sangat Kurang

32 32 100% 100% 100

55

Page 62: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Berdasarkan tabel diatas bahwa nilai prestasi belajar matematika yang dapat dilihat Pada silkus II baik pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 nilai rata-rata,pertemuan

1 nilai rata-rata 81,25 (lampiran 37) pertemuan II nilai rata-rata 81,88.kategori inggi selanjutnya dapat dilihat dalam gratik atau diagram berikut:

Dari diagram diatas nilai prestasi belajar siswa pada siklus I dan siklus II sebagai berikut: Prestasi pada siklus Iyaitu 69,38 dan pada siklus II yaitu81,57ada peningkatan 12,19. Dari hasil siklus I dan siklus II baik minat belajar matematika sebagai berikut:minat belajar matematika pada siklus I Yaitu 71,95dan pada siklus II yaitu 76,49 ada peningkatan 4,54. Dari hasil siklus I dan siklus II Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam belajar matematika sebagai berikut:LKS dalam belajar matematika pada siklus I yaitu 75,94 dan pada siklus II yaitu 85,47 ada peningkatan 9,53. Hal ini menunjukkan bahwa Pembelajaran model pembelajaran Snowball Throwingpeserta didik klas VII D SMP N 3 MLATI ternyata sangat bermanfaat untuk meningkatkan minat, prestasi pelajaran matematika setelah di kenai tindakan sehingga indikator kinerja penelitian tindakan klas ini selesai pada siklus II.

Terjadinya hipotesis tindakan dalam penelitian ini membuktikan bahwa penerapan kolaborasi model pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Disamping aspek kognitif peserta didik, penerapan model tersebut juga mampu meningkatkan aspek afektif dan psikomotor. Aspek afektif yang tampak yakni

kesungguhan, keberanian, sementara aspek psikomotor dapat dilihat dari kecepatan dan ketepatan peserta didik menyelesaikan serangkaian tugas.

Dalam pembelajaran terdapat tiga ranah yang menjadi fokus peningkatan kualitas pembelajaran yakni ranah kognitif, ranah efektif,dan ranah psikomotoris. Dengan demikian hasil penelitian tindakan kelas ini dapat dijadikan rujukan oleh peneliti lain yang hendak menelaah dan menindakkritisi sebagai fenomena aktual bidang pendidikan kususnya dalam hal inovasi pembelajaran

Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Snowball Throwing ternyata sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan siswa. Semua para peserta didik mengikuti pembelajaran dengan semangat yang tinggi. Setelah dikenai tindakan pada Snowball Throwing, peserta didik dapat memecahkan masalah suatu permasalahan dengan baik. Satu dengan yang lain saling menghormati perbedaan pendapat tersebut tanpa harus mengorbankan prinsip atau kenyakinan sehingga jika terjadi perubahan dalam kelompok perubahan tersebut jadi secara damai pula.

Perencanaan tindakan sungguh-sungguh dapat menjadi acuan pelaksanaan kegiatan,

Gambar 2 Interval Klas nilai prestasi belajar siklus II pertemuan 1 dan 2

56

Page 63: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

memudahkan pelaksanaan kegiatan, serta menjadi bahan evaluasi seluruh kegiatan, hingga akhirnya dapat dikatakan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan perencanaan.

Pelaksanaan tindakan pada siklus I, II pembelajaran terasa lebih lancar.Dengan demikian kegiatan pembelajaran peserta didik lebih berkualitas, bahkan peserta didik mengikuti pembelajaran lebih antusias. Hal ini terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan guru-peneliti tentang pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan Snowball Throwing. Para peserta didik menyatakan rasa senangnya mengikuti pembelajaran.Mereka mengatakan bahwa pembelajaran lebih menarik, tidak membosankan, waktu pembelajaran terasa pendek.

Metode yang diterapkan pada siklus I, II umumnya lebih berbobot. Para peserta didik telah mengetahui bagaimana cara mengikuti pembelajaran yang baik. Suatu masalah ternyata dapat dianggap benar oleh seseorang, tetapi dapat terjadi masalah tersebut ternyata dianggap salah oleh peserta didik yang lainnya.Masing-masing peserta didik berusaha mengemukakan pendapatnya dengan alasan-alasan logis tanpa harus memaksakan kehendaknya.Sikap ini sengaja dikembangkan oleh guru-peneliti, hingga akhirnya peserta didik berusaha berbicara, mengemukakan pendapatnya berdasarkan norma-norma yang ada.Snowball Throwing ini ternyata membawa suasana pembelajaran lebih menarik karena peserta didik merasa dihargai setiap mengemukakan gagasannya.

Pelaksanaan kemampuan musyawarah peserta didik tampak lebih hidup ketika peserta didik berupaya memberikan balikan kepada teman-temannya tentang kesalahan-kesalahan konsep.Peserta didik secara tidak langsung belajar bersikap terbuka dan selalu berusaha mentaati peraturan mengutamakan persatuan dan kesatuan. Dengan diskusi ini, peserta didik berupaya memberikan masukan-masukan positif terhadap pikiran atau pendapat kawannya, sedangkan peserta didik yang merasa ditemukan kesalahannya

akan lebih berhati-hati. Pengetahuan yang diperoleh melalui Snowball Throwing ini ternyata lebih mengesan, ingatan peserta didik lebih tahan lama.

PENUTUPKesimpulan penelitian bahwa hasil

belajar Bilangan bulat, Bilangan pecahan dan BentukAljabar kelas VII D SMPN 3 Mlati, Sleman sebanyak29peserta didik dari 32 anak atau sebesar 88,57% telah mencapai ketuntasan belajar secara individual, hal ini terlihat bahwa pembelajaran Bilangan pecahan dan Aljabar dengan menggunakan model Pembelajaran Snowball Throwing pada tiap siklusnya mengalami peningkatan dalam pencapaian ketuntasan belajarnya.

Berikut ini akan disampaikan saran-saran: 1) sebaiknya guru melibatkan siswa secara aktif dengan menggunakan diskusi kelompok, 2) guru harus dapat mengatur waktu dengan sebaik-baiknya, 3) guru mampu menggunakan alat peraga 4) Guru perlu melaksanakan penyusunan program secara lebih tepat dan rinci untuk memperbaiki atau mengembangkan proses pembelajaran dengan metode yang lebih cocok bagi siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijoko (2012) Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem.yogyakarta Pustaka Pelajar.

Slameto. (2005). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugihartono, Kartika Nur Fathiyah, Farida Harahap, Farida Agus Setiawan, Siti Rohmah Nurhayati. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakatrta: UNY Press.

Suherman. (2003).Strategi Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI.

Winkel. (2004). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

57

Page 64: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

PEMANFAATAN SAMPAH PLASTIK GELAS AIR MINERAL SEBAGAI ALAT PERAGA PEMBELAJARAN SOSIOLOGI

Oleh: Andhy Surya HapsaraGuru Sosiologi SMA N 1 Sedayu

email: [email protected]

ABSTRACT: The aim of this study was to improve learning outcomes on sociology subject, and also to provoke student’s motivation and creativity on social structure competence by asked them to create study model made from mineral water plastic waste as learning method. This study taken place on 11th grade of social class in SMA N 1 Sedayu. This study used classroom action research design in 2 cycles. The result of this study showed that there were improvement of student’s mark from 77,30 in first cycle to 81,09 in second cycle. The learning method pursued student to analyze the real model of social structure which consist of social diferentiation and social stratification. Meanwhile the study model describe that intersection will form social integration, consolidation provoke social conflict, whilst social stratification pyramid model describe that real social stratification have close and open characteristic.

Key Words : mineral water plastic waste, social structure, social diferentiation, social stratification

PENDAHULUAN

Belajar dan mengajar pelajaran sosiologi sebenarnya sangat menyenangkan. Meskipun kita harus memahami teori-teori, kita dapat menerapkannya secara praktis dalam pergaulan hidup di masyarakat. Sosiologi memiliki kekuatan yang dapat menerangkan gejala-gejala sosial yang ada, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian sosiologi tidak lagi ditempatkan sebagai ilmu murni yang hanya berbicara pada tataran teoritis yang abstrak, tetapi dapat diterapkan untuk mencapai tujuan praktis.

Namun dalam dunia pendidikan, hal di atas masih jauh dari kenyataan, khususnya dalam hal pembelajaran sosiologi di dalam kelas. Dalam proses belajar mengajar sosiologi sekarang ini masih banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi, misal di dalam proses pembelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Sedayu masih banyak siswa yang bercanda, berbicara dengan teman sebangku, tidak aktif dalam diskusi, dan bermalas-malasan, sehingga materi pelajaran

yang diterangkan guru tidak dapat diterima oleh siswa dengan baik. Oleh karena itu guru harus mengembangkan strategi dengan metode dan media pembelajaran yang kreatif serta inovatif untuk mencari solusi dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat mengembangkan potensi siswa. Strategi pembelajaran dengan memanfaatkan sampah plastik gelas air mineral sebagai media pembelajaran sosiologi merupakan salah satu teknik atau cara yang perlu dicoba keefektifannya dalam meningkatkan prestasi, motivasi, dan kreatifitas siswa.

Pemanfaatan sampah plastik gelas air mineral sebagai media pembelajaran sosiologi dipilih sebagai masalah dalam penelitian ini karena pada era globasisasi sekarang ini manusia tidak dapat lepas dari segala macam benda yang terbuat dari plastik. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu memanfaatkan plastik sebagai pembungkus, misalnya: pembungkus barang belanja, tempat minuman, pembungkus makanan, dan sebagainya. Akan tetapi sebagian

58

Page 65: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

besar masyarakat kurang menyadari bahwa penggunaan plastik memiliki dampak negatif terhadap kondisi kesehatan mereka sendiri dan terhadap lingkungan sekitar.

Sampah plastik gelas plastik air mineral dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat besar. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pemanfaatan sampah plastik gelas air mineral yang kreatif, inovatif, dan ramah lingkungan. Salah satunya dengan membuatnya sebagai media pembelajaran sosiologi. Sampah plastik gelas air mineral digunakan sebagai bahan untuk membuat piramida stratifikasi sosial dan pola interaksi diferensiasi sosial dalam kompetensi struktur sosial, yang mana ilustrasi tersebut sebelumnya hanya digambarkan dalam bentuk segitiga dan lingkaran dua dimensi. Bahan sampah plastik dipilih karena sifatnya yang tahan lama, ketersediaannya melimpah, murah, dan mudah dibentuk. Metode ini memungkinkan untuk diterapkan dalam pembelajaran sosiologi di seluruh satuan pendidikan tingkat SMA. Penelitian ini dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan prestasi, motivasi, dan kreatifitas siswa dalam pelajaran sosiologi pada kompetensi struktur sosial.

Berdasarkan beberapa permasalahan dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah : Bagaimana peningkatan prestasi, perubahan motivasi, dan perubahan daya kreatifitas siswa kelas XI IPS SMA N 1 Sedayu Tahun 2015/2016 setelah mengikuti pembelajaran sosiologi kompetensi Struktur Sosial dengan membuat alat peraga pembelajaran dari plastik bekas gelas air mineral.

Sampah Plastik Gelas Air Mineral

Menurut World Health Organization (WHO), definisi sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak

terjadi dengan sendirinya (http://repository.usu.ac.id/bitstream/Chapter%20II.pdf). Wikipedia menyebutkan bahwa air mineral adalah air yang mengandung mineral atau bahan-bahan larut lain yang memberi nilai-nilai terapi. Banyak kandungan garam, sulfur, dan gas-gas yang larut di dalam air ini. Air mineral bersumber dari mata air yang berada di alam (http://id.wikipedia.org/Air_mineral). Air mineral dapat ditemukan di pasaran dalam berbagai kemasan, berupa kemasan botol, tabung galon, maupun kemasan gelas yang terbuat dari plastik. Berbagai merek produk air mineral dalam kemasan khususnya gelas plastik antara lain: Aqua, Aquaria, Aquades, Total, MQ, Prim-a, dan sebagainya.

Pembelajaran Sosiologi

Kompetensi siswa dalam pembelajaran sosiologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang masyarakat secara sistematis. Sosiologi bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa teori-teori, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran sosiologi diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Pembelajaran sosiologi di sekolah menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung terhadap fenomena kehidupan sehari-hari. Untuk itu siswa perlu dibantu untuk mengembangkan sejumlah keterampilan proses supaya mereka mampu menjelajahi dan memahami lingkungan masyarakat sekitarnya (Kemendikbud, Kurikulum Sosiologi tahun 2013).

Dalam proses belajar mengajar, tujuan pembelajaran dapat tercapai melalui proses yang melibatkan siswa. Dalam kurikulum 2013 tujuan pembelajaran sosiologi yaitu agar siswa mampu menerapkan konsep-konsep sosiologi untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut senada

59

Page 66: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

dengan yang disampaikan Bloom (dalam Mulyono, 1985: 15), aspek keterampilan yang harus diajarkan melalui pembelajaran sosiologi adalah “keterampilan berfikir, keterampilan akademis, keterampilan sosial dan keterampilan meneliti”.

Alat Peraga Pembelajaran Struktur Sosial dengan Memanfaatkan Sampah Plastik Gelas Air Mineral

Rossi dan Briedle (1996: 3) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti televisi, buku, koran, majalah, alat peraga dan sebagainya. Strategi pembelajaran diartikan sebagai “Semua komponen materi, paket pengajaran, media pembelajaran, dan

prosedur yang digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu” (Dick & Carey, 2001: 106).

Struktur sosial adalah sebuah tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat. Di dalam tatanan sosial tersebut terkandung hubungan timbal balik antara status dan peranan yang menunjuk pada suatu keteraturan sosial. Menurut Selo Soemardjan, struktur sosial adalah jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yakni kelompok-kelompok sosial, kaedah/norma sosial, lembaga sosial (lembaga kemasyarakatan), lapisan-lapisan sosial (stratifikasi sosial). Bentuk struktur sosial terbagi menjadi dua, yaitu struktur sosial dengan pembedaan secara horisontal (diferensiasi sosial) dan pelapisan sosial secara vertikal (stratifikasi sosial).

1. Contoh pola interaksi diferensiasi sosial adalah sebagai berikut:

a. Pola Konsolidasi

b. Pola Interseksi

2. Contoh piramida stratifikasi sosial adalah sebagai berikut:

60

Page 67: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Pemanfaatan sampah plastik gelas air mineral sebagai alat peraga pembelajaran sosiologi kompetensi struktur sosial, yaitu pembelajaran dengan tugas membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial dan piramida stratifikasi sosial. Tugas ini akan memberikan bentuk secara nyata dari definisi dan perbedaan antara diferensiasi sosial dengan stratifikasi sosial. Perlu dipahami bahwa secara konseptual alat peraga tersebut merupakan “penajaman” konsep pembelajaran proses dan konsep lainnya. Menurut Gerlach (1980: 21), “A medium, broadly conceived, is any person, material, as event that establishes conditions which enable the learner to acquire knowledge, skills, and attitudes.” Inti tujuan penggunaan alat peraga adalah untuk membantu proses pembelajaran agar lebih efektif dan efisien.

Dari beberapa masalah dalam pembelajaran sosiologi selama ini, peneliti fokuskan pada permasalahan bagaimana agar siswa lebih semangat belajar dan kreatif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar sosiologi. Untuk itu perlu dicari media pembelajaran yang tepat yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan pemanfaatan sampah plastik gelas air mineral sebagai media pembelajaran kompetensi struktur sosial diharapkan dapat memacu semangat, kreatifitas, dan membantu daya ingat siswa untuk menerima pelajaran yang dijelaskan guru, khususnya dalam materi struktur sosial. Dengan membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial dan piramida stratifikasi sosial secara langsung siswa mampu memahami dengan cepat, sehingga hasil belajar siswa diharapkan akan meningkat.

Deskripsi media pembelajaran / alat peraga ini menggambarkan miniatur struktur sosial dalam masyarakat. Alat peraga menggambarkan tatanan dalam kehidupan masyarakat, dimana terdapat pembedaan secara horisontal dan pelapisan

secara vertikal. Potensi keefektifan media pembelajaran ini adalah :

1. Alat peraga tersebut dapat memberikan definisi dan perbedaan secara jelas antara diferensiasi sosial dan stratifikasi sosial

2. Alat peraga tersebut dapat menjelaskan pengertian antara interseksi dan konsolidasi dalam pola interaksi diferensiasi sosial, termasuk konsekuensinya.

3. Alat peraga tersebut dapat menjelaskan perbedaan sifat stratifikasi sosial tertutup dan stratifikasi sosial terbuka.

4. Kebutuhan gelas plastik untuk 5 kelas XI IPS di SMA N 1 Sedayu : 1000 buah, sehingga dalam waktu 4 minggu sekolah bersih dari sampah gelas plastik air mineral, juice/popice, maupun puding.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian menggunakan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini adalah sebuah tindakan nyata, rasional berbasis masalah di kelas, dan fleksibel (mudah diterapkan). Penelitian ini mengambil tempat di SMA N 1 Sedayu yang beralamat di Argomulyo, Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Subjek penelitian yaitu siswa kelas XI IPS semester gasal tahun ajaran 2015/2016. Objek penelitian meliputi seluruh proses pembelajaran dan hasil belajar siswa pada kompetensi Struktur Sosial. Alat pengumpulan data pada penelitian ini antara lain: lembar observasi kreatifitas untuk memperoleh data tentang kreatifitas siswa, lembar angket motivasi untuk memperoleh data tentang motivasi siswa, lembar soal tes tertulis untuk mengungkap hasil belajar siswa dari segi kognitif.

Pengumpulan data dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dalam keseluruhan siklus. Data yang diperoleh melalui tes tertulis dilakukan sebanyak satu

61

Page 68: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

kali dalam satu siklus. Data non-tes diperoleh melalui observasi kreatifitas dan motivasi siswa pada siklus I dan II serta angket respon pada akhir penelitian.

Data yang diperoleh melalui lembar observasi dan angket dianalisis secara kualitatif, analisa data ini dilakukan secara kontinyu berdasarkan pengamatan selama penelitian. Sedangkan data dari hasil tes dianalisis secara kuantitatif. Hasil akhir analisis data berupa rekapitulasi menyeluruh dari proses analisis data. Keseluruhan hasil penelitian diperoleh setelah seluruh siklus selesai dilaksanakan dan digunakan untuk menjawab permasalahan yang diajukan.

Rencana Tindakan

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Adapun tiap siklus dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Pelaksanaan; siswa mencatat materi melalui diktat Sosiologi, kemudian guru menjelaskan materi Struktur Sosial dan memberikan tugas membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial dan piramida stratifikasi sosial dari sampah plastik gelas air mineral sebagai media pembelajaran. Dalam siklus I, disampaikan beberapa petunjuk dalam membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial. Petunjuk tersebut adalah sebagai berikut:

Buatlah 5 (lima) kelompok, setiap kelompok membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial berikut: (1) Membuat pola konsolidasi antar ras. (2) Membuat pola konsolidasi antar partai politik. (3) Membuat pola interseksi antar suku. (4) Membuat pola interseksi antar pemeluk agama. (5) Membuat pola interseksi antar suporter sepakbola. Dengan keterangan:

a. Alat peraga dibuat menggunakan sampah plastik gelas air mineral.

b. Di dalam gelas air mineral tersebut

dimasukkan kertas yang sudah dicetak gambar orang yang menduduki status tersebut. (gb. 1, 2 & 3).

Gb.1. Kertas yang sudah diprint gambardan sampah plastik gelas air mineral

Gb.2. Gambar dimasukkan ke dalam sampah plastik gelas air mineral

Gb.3. Gelas bergambar disusunmembentuk piramida sesuai tingkatan

c. Peraga diberi alas dan keterangan yang menjadi ciri masyarakat tersebut.

Pada pertemuan selanjutnya dipilih secara acak tiga kelompok untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya dan siswa yang lain diminta memberikan tanggapan atau pertanyaan. Setelah itu pada jam kedua diberikan soal tes.

Tindakan pada siklus II merupakan modifikasi dari tindakan yang diberikan pada siklus I dengan memperhatikan hasil evaluasi. Dalam siklus II, ada sedikit penambahan tugas yaitu membuat rumah yang menjadi ciri masyarakat dalam piramida tersebut. Dalam siklus II ini juga disampaikan beberapa petunjuk kepada siswa dalam membuat karya. Petunjuk tersebut adalah sebagai berikut:

Buatlah 5 (lima) kelompok, setiap kelompok membuat tugas berikut: (1) Membuat piramida stratifikasi sosial pada masyarakat Yogyakarta. (2) Membuat piramida pada masyarakat kasta di India. (3) Membuat piramida pada masyarakat Oligarkhi di Inggris. (4) Membuat piramida pada masyarakat demokrasi di Indonesia. (5) Membuat piramida pada masyarakat ekonomi/industri modern. Dengan keterangan:

a. Piramida dibuat menggunakan sampah plastik gelas air mineral.

b. Di dalam gelas aqua tersebut dimasukkan

62

Page 69: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

kertas yang sudah dicetak gambar orang yang menduduki piramida tersebut. (gb. 3).

c. Piramida diberi rumah yang menjadi ciri masyarakat tersebut.

Pada pertemuan selanjutnya dipilih secara acak tiga kelompok untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya dan siswa yang lain diminta memberikan tanggapan atau pertanyaan. Setelah itu pada jam kedua diberikan soal tes.

Pada akhir siklus dilaksanakan refleksi, kegiatan ini dilaksanakan oleh peneliti dan siswa setelah pembelajaran selesai. Dalam refleksi dilakukan pengajuan data temuan selama penelitian dan pemaknaan dari tugas yang diberikan.

Kriteria berikut ini digunakan untuk menyatakan keberhasilan dari tindakan :

a. Media yang diterapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa apabila nilai tes hasil belajar yang diperoleh siswa di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan (75) sekurang-kurangnya 80% dari jumlah siswa keseluruhan.

b. Media yang diterapkan dapat memperbaiki motivasi siswa apabila terjadi peningkatan dalam hal keaktifan, kedisiplinan, keberanian mengemukakan pendapat, menghargai pendapat orang

lain, menghargai perbedaan, ketepatan waktu menyelesaikan tugas dan berlaku santun pada pembelajaran kompetensi Struktur Sosial sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa.

c. Media yang diterapkan dapat memicu kreatifitas siswa apabila terjadi peningkatan dalam hal pengembangan ide, keterampilan mengolah bahan, keindahan/estetika, kerapihan karya, kerjasama kelompok, presentasi karya dan kebersihan dalam membuat produk sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Siklus I

Pada siklus I, pembelajaran inti dimulai dengan mencatat materi Diferensiasi Sosial. Motivasi belajar siswa terhadap materi Diferensiasi Sosial masih rendah, siswa belum fokus pada materi pelajaran. Pada tahap ini ada 66,66% siswa yang rajin dalam mencatat materi pelajaran, menurut pengakuan dari beberapa siswa rata-rata mereka lelah. Pada proses ini guru tidak memaksa siswa untuk mencatat materi pelajaran. Tahap berikutnya adalah guru menjelaskan secara sistematis materi tentang Diferensiasi Sosial. Pada akhir pembelajaran siswa diminta mengerjakan tugas di rumah berupa membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial.

63

Page 70: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Pertemuan kedua adalah saatnya mengumpulkan hasil karya siswa. Pada tahap ini hanya tiga kelompok yang dapat menyelesaikan tugas dan mengumpulkan tugasnya tepat waktu, sedangkan dua kelompok yang lain masih harus menyempurnakan hasil karyanya di kelas. Pada awal pembelajaran guru menunjuk tiga kelompok yang karyanya sudah jadi tersebut untuk mempresentasikan hasil

pekerjaannya. Setiap kelompok yang telah selesai mempresentasikan karyanya, guru memandu jalannya diskusi, diskusi dibatasi tiga penanya, namun seluruh siswa dihimbau untuk menulis pertanyaan di kertas, diberikan motivasi bahwa apa yang mereka tulis mempengaruhi nilai keaktifan. Diskusi berjalan dengan baik terbukti dengan jumlah siswa yang aktif (semangat dan antusias) mencapai 75,75% siswa.

Karya yang telah selesai dikerjakan siswa kemudian secara langsung peneliti amati untuk penilaian kreatifitasnya. Aspek penilaian kreatifitas yang pertama adalah pengembangan ide, dalam hal ini yang ditinjau adalah kemampuan kelompok dalam mengembangkan materi tugas dan mencari gambar-gambar yang relevan. Pada aspek ini hanya tiga kelompok yang sudah mampu mengembangkan materi dan mencari gambar-gambar yang berhubungan dengan pola interaksi diferensiasi sosial. Keterampilan dalam mengolah bahan hanya ada satu kelompok yang masih kesulitan menyusun gelas air mineral untuk membentuk pola interaksi diferensiasi sosial. Aspek yang masih rendah frekuensinya terletak pada aspek keindahan/estetika, kerapihan karya dan kebersihan, dimana hanya ada dua kelompok yang telah memenuhi kriteria tersebut. Pada aspek kerjasama hanya terlihat satu kelompok yang kurang solid dan kurang komunikasi sehingga karyanya belum terselesaikan dengan baik. Dengan bimbingan peneliti/guru, kelompok-kelompok yang masih kurang sempurna diberikan arahan dan motivasi untuk segera menyelesaikan karyanya.

Alat peraga yang dibuat ini dapat menuntut pemahaman siswa untuk menganalisa secara kongkret bentuk struktur sosial yang pertama yaitu diferensiasi sosial. Peraga tersebut memberikan gambaran pada siswa bahwa pola interseksi akan membuat integrasi pada suatu masyarakat sedangkan pola konsolidasi dapat memicu konflik dalam masyarakat. Hal ini diamati lebih lanjut melalui hasil tes yang dilaksanakan pada jam kedua di hari yang sama, dimana setelah diskusi siswa mengerjakan soal tes formatif. Hasil tes menunjukkan pemahaman siswa pada siklus I sangat bervariasi. Dari hasil tes formatif, yang mendapatkan nilai di atas rata-rata maupun di bawah rata-rata cukup seimbang. Rata-rata hasil tes formatif pada siklus I adalah 77,30.

Dalam pembelajaran sosiologi yang menggunakan pendekatan pemahaman dan analisis yang memberdayakan siswa dengan metode tugas membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial, ternyata masih ada siswa yang kurang tertarik. Dari hasil pengamatan guru terlihat bahwa beberapa siswa belum mampu menyerap materi

64

Page 71: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

secara baik. Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru ketika guru menyampaikan materi. Rendahnya keaktifan siswa disebabkan oleh faktor kemalasan dan rasa kurang percaya diri dalam memahami materi yang diterimanya.

Pada termin diskusi dan tanya jawab, masih ada siswa yang ramai sendiri. Peranan guru juga masih dominan dan belum mengikutsertakan siswa dalam memperjelas materi yang ada. Ada siswa yang tidak tampil pada saat diskusi atau bertanya. Perhatian guru juga kurang menycluruh ke semua siswa, sehingga beberapa siswa belum ditangani secara khusus.

Pada aspek kreatifitas masih tergolong rendah karena beberapa kelompok kurang mampu mengoptimalkan ide untuk menyelesaikan karyanya. Siswa kurang memperhatikan aspek keindahan, kerapihan karya dan kebersihan, hal tersebut mengakibatkan karyanya kurang sempurna untuk dipresentasikan.

Hasil prestasi belajar yang diperoleh melalui tes pada akhir siklus I menunjukkan hasil yang baik atau di atas KKM, dimana rata-rata nilai yang diperoleh pada siklus I adalah 77,30.

Deskripsi Siklus II

Mengacu dari hasil proses pembelajaran pada siklus pertama, peneliti mengadakan perubahan materi dan penambahan tugas pada siklus II (pertemuan ketiga dan keempat). Guru melakukan pembelajaran dengan materi Stratifikasi Sosial menggunakan metode yang sama yaitu membuat alat peraga piramida Stratifikasi Sosial. Pada siklus 2, ada sedikit penambahan tugas yaitu membuat rumah yang menjadi ciri masyarakat dalam piramida tersebut. Pada siklus II, pembelajaran inti dimulai dengan mencatat materi, motivasi siswa terhadap materi Stratifikasi Sosial mengalami kenaikan, siswa sudah fokus pada materi pelajaran. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan motivasi yang mengalami peningkatan. Pada tahap ini ada 78,78% siswa yang rajin dalam mencatat materi pelajaran.

Tahap berikutnya adalah guru menjelaskan secara sistematis materi tentang Stratifikasi Sosial. Dengan penjelasan dan penyampaian yang sangat baik ternyata dapat meningkatkan motivasi belajar siswa terhadap materi pelajaran. Pada akhir pembelajaran siswa diminta mengerjakan tugas di rumah berupa membuat alat peraga piramida stratifikasi sosial.

Pada pertemuan keempat adalah saatnya mengumpulkan lagi hasil karya siswa setelah membuat alat peraga piramida stratifikasi sosial di rumah. Pada tahap ini semua kelompok mengumpulkan tugas tepat waktu (100%). Pada awal pembelajaran guru memilih dua kelompok yang berbeda dari siklus I untuk mempresentasikan hasil karyanya. Setelah selesai presentasi, guru memandu jalannya diskusi, diskusi dibatasi tiga penanya, namun seluruh siswa dihimbau

65

Page 72: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

untuk menulis pertanyaan di kertas, diberikan motivasi bahwa apa yang mereka tulis mempengaruhi nilai keaktifan. Diskusi berjalan dengan baik terbukti dengan jumlah

siswa yang aktif (semangat dan antusias) mencapai 90,9% atau mengalami kenaikan sebanyak 15,15%.

Daya kreatifitas pada siklus II mengalami kenaikan yang signifikan, terbukti pada aspek pengembangan ide, keterampilan mengolah bahan, presentasi karya dan kebersihan semua kelompok menunjukkan semua kriteria tersebut. Hanya pada aspek keindahan, kerapihan karya dan kerjasama kelompok masih ada satu kelompok yang belum menunjukkan kriteria tersebut.

Pembuatan alat peraga menuntut pemahaman siswa untuk menganalisis secara kongkret bentuk struktur sosial yang kedua yaitu Stratifikasi Sosial. Piramida Stratifikasi Sosial yang mereka susun dapat menunjukkan secara nyata bahwa lapisan-lapisan sosial memiliki sifat tertutup dan terbuka, selain itu lapisan piramida yang menuju ke atas akan menunjukkan jumlah orang yang menduduki lapisan tersebut semakin sedikit.

Pemahaman tersebut dibuktikan dalam hasil tes formatif yang dilaksanakan pada jam kedua di hari yang sama. Pemahaman siswa pada siklus II meningkat dengan indikasi nilai di bawah rata-rata sudah berkurang. Hal ini juga dipengaruhi oleh kesiapan siswa, minat, keaktifan, dan pemahaman yang semakin meningkat. Hasil tes menunjukkan kenaikan rata-rata hasil tes formatif pada siklus II menjadi 81,09. Dengan demikian dapat dikatakan kesiapan dan keaktifan siswa mempengaruhi pemahaman konsep.

Pelaksanaan penyelesaian alat peraga membuat siswa paham akan materi yang dipelajari karena alat peraga tersebut merupakan gambaran nyata struktur sosial yang ada di masyarakat. Adanya penambahan tugas membuat rumah piramida yang menjadi ciri masyarakat dalam piramida tersebut, membuat siswa paham bahwa piramida stratifikasi sosial tersebut hanya berlaku dalam rumah/daerah tempat masyarakat tersebut tinggal, di luar rumah/daerah yang ditempati masyarakat tersebut sistem pelapisan sosialnya sudah berbeda.

Tugas ini membuat siswa lebih kreatif, teliti, cermat, dan tanggung jawab sehingga hasil belajar lebih baik dan efektif. Hasil analisis prestasi belajar yang diperoleh melalui tes pada akhir siklus II menunjukkan peningkatan rata-rata nilai yang diperoleh pada siklus I sebesar 77,30 menjadi 81,09 pada siklus II. Data tersebut menunjukkan peningkatan prestasi, dan bila dilihat dari nilai KKM (75), hanya empat siswa yang memiliki nilai di bawah KKM.

Berdasarkan hasil angket respon siswa, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran struktur sosial dengan memberikan tugas membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial dan piramida stratifikasi sosial dari sampah plastik gelas air mineral bersifat menyenangkan, kondisi tersebut membuat siswa lebih tertarik untuk belajar.

66

Page 73: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Pembelajaran sosiologi kompetensi Struktur Sosial dengan metode tugas seperti ini membuat siswa lebih mudah memahami materi, karena memberi gambaran nyata bentuk struktur sosial yang ada di masyarakat. Metode tersebut merangsang siswa untuk belajar dan ingin terus belajar. Belajar dengan metode tugas tersebut tidak memberi beban berat bagi siswa karena bahan-bahan yang digunakan merupakan sampah yang sudah tidak terpakai lagi dan ketersediaannya melimpah di lingkungan sekitar.

Mayoritas siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran dengan metode ini. Siswa berpendapat bahwa hal tersebut dapat meningkatkan pemahaman, perhatian, minat, kreatifitas, dan prestasi pada pembelajaran Struktur Sosial. Siswa juga berharap agar media pembelajaran seperti dalam tugas ini, perlu diterapkan pada pembelajaran berikutnya.

Ketrampilan siswa dalam membuat karya, diskusi, dan tanya jawab menjadi lebih baik karena perhatian siswa terpusat pada materi yang diajarkan. Proses pembelajaran yang ada sesuai dengan tujuan mata pelajaran sosiologi yaitu menaikkan dan mengembangkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan mengemukakan pendapat, sikap, dan kreatifitas dalam membuat media pembelajaran.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian tentang upaya peningkatan hasil belajar, motivasi dan kreatifitas siswa kelas XI IPS SMA N 1 Sedayu Tahun 2015/2016, setelah mengikuti pembelajaran Sosiologi kompetensi Struktur Sosial melalui metode tugas membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial dan piramida stratifikasi sosial dari sampah plastik gelas air mineral, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dalam penelitian ini menunjukkan perubahan motivasi belajar, dengan indikator meningkatnya perhatian, keaktifan, kedisiplinan, keberanian mengemukakan pendapat dalam diskusi, menghargai pendapat orang lain, menghargai perbedaan, ketepatan waktu menyelesaikan tugas dan berlaku santun. Sebagian besar siswa mau dan mampu mengerjakan tugas dengan baik sesuai yang diperintahkan.

2. Aspek kreatifitas siswa pada siklus II meningkat setelah ada pengalaman membuat produk pada siklus I, selain itu arahan, bimbingan dan motivasi dari peneliti/guru membantu siswa paham dalam membuat produk. Metode tugas membuat alat peraga seperti ini membuat siswa lebih paham karena memberikan gambaran nyata bentuk struktur sosial yang ada di masyarakat.

3. Hasil belajar pada siklus I sudah baik karena rata-rata kelas di atas KKM yaitu 77,30 dan pada siklus II sebesar 81,09. Rata-rata nilai tersebut menunjukkan peningkatan prestasi. Hal ini disebabkan karena siswa dengan mudah memahami konsep materi Struktur Sosial, berdasarkan pengamatan dan analisa melalui tugas membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial dan piramida stratifikasi sosial.

4. Pemanfaatan sampah plastik sebagai media pembelajaran sosiologi kompetensi Struktur Sosial membantu mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya melalui metode tugas membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial dan piramida stratifikasi sosial adalah :

67

Page 74: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

1. Bagi siswa, agar menghilangkan anggapan bahwa belajar sosiologi sangat teoritis dan membosankan. Ternyata melalui metode ini pembelajaran konsep sosiologi menjadi lebih memahami dan menyenangkan, siswa lebih mandiri, kreatif, inovatif dan membangkitkan semangat siswa untuk belajar sendiri.

2. Bagi guru, persiapan diri dan penguasaan materi sangat perlu untuk meningkatkan dan memperbaiki proses belajar mengajar. Selain itu metode tugas membuat alat peraga pola interaksi diferensiasi sosial dan piramida stratifikasi sosial yang digunakan harus sesuai dengan materi yang disampaikan. Penampilan guru itu sendiri juga sangat penting karena dengan penampilan yang baik diikuti profesionalisme diri akan menambah ketertarikan siswa.

3. Bagi masyarakat, masyarakat didorong untuk memanfaatkan sampah plastik yang ada di sekitarnya agar masyarakat semakin sadar tentang bahaya sampah plastik terhadap pencemaran lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Kemendikbud. 2013. Perkembangan Pendidikan Guru. Jakarta: Dirjen Dikti.

Dick W., dan Carey L. 1978. The Systematic Design of Instruction. Illionois: Foresman Co.

Diknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Diknas.

Gerlach Vernon, et.al. 1980. Teaching and media a systematic aproach. New Jersey: Prentice-Hall inc.

http://www.blph.go.co.id/bahaya sampah

http://sevenwow7.blogspot.com/2013/04/7-bahaya-plastik-bpa.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Air_mineral

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan.

Wardani, I GAK dkk. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbit Universitas Terbuka.

68

Page 75: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (GROUP INVESTIGATION) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA KELAS X 1SMA

Oleh: JumadiGuru SMA Negeri 2 Yogyakarta

email: [email protected]

ABSTRACT: The aim of this research is to improve the mathematic problem solving skill of students of grade eleven SMA N 2 Yogyakarta by using Model – Eliciting Activities ( MEAs) approach.This research is an action research using 4 steps; planning, acting, observing, and relecting.The learning material of this research is linier program marerial.The result of this research which is the implementations of Model – Eliciting Activities ( MEAs) learning model can improve the problem solving skill of the students. The improvement of the problem solving skill is 45,45 %.Theoretically,the Model – Eliciting Activities approach can be used as the alternative way to encourage the students to make a mathematic model in solving the mathematic problem.Model – Eliciting Activities ( MEAs) gives the effect of accomplishing the studens’ minimum learning achievement in the linier program material which is reviewed from the problem solving skill of the students.

Keywords: action research, Model – Eliciting Activities , mathematic problem solving

PENDAHULUAN

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan menyebutkan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah mempelajari matematika yaitu memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mempunyai kemampuan bekerjasama. Kompetensi lain yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik yaitu memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik ke pendidikan selanjutnya.Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang

selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Model pembelajaran koperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis akan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal.Dari beberapa tipe pembelajaran kooperatif tersebut di atas, GI dipandang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika. Hal inisesuaidengan yang diungkapkanolehSlavin (2005: 112) menjelaskan bahwa “successful implementation of Group Investigation requeres prior training in communicatuion and social skill”.

Hasil pengamatan dan pengalaman yang dilakukan oleh penulis tentang bagaimana guru mengajar di SMA N 2Yogyakarta khususnya pada matapelajaran matematika antara lain bahwa siswa kurang semangat

69

Page 76: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

setiap mengahadapi mata pelajaran matematika. Banyak diantara siswa yang belum mampu menggunakan simbol-simbol, tabel atau grafik dengan tepat. Siswa kadang-kadang mampu menyelesaikan permasalahan dengan tepat, namun belum mampu menjelaskan secara detail baik lisan maupun tulisan langkah-langkahpenyelesaiannya.

Aktifitas siswa dalam pembelajaran dikelas juga dirasa masih rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, siswa didalam kelas hanya mencatat, mendengar dan melakukan kegiatan sesuai dengan perintah guru. Siswa juga belum siap menerima pelajaran pada setiap pertemuan, hal ini disebabkan karena sebagian siswa tidak mempelajari materi yang akan dibahas sebelum proses balajar mengajar dimulai.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan topik “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation) dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa kelas X SMA N 2 Yogyakarta”.

Menurut Rober (Muhibbin Syah, 2004: 91)dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama belajar adalah The process of acquiring knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah A relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relative langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.

Lebih lanjut Arends & Kilcher (2010: 306) mengungkapkan bahwa “Cooperative learning is a teaching model or strategy that is characterized by cooperative task, goal, and reward structures, and requires students to be actively engaged in discussion, debate, tutoring, and teamwork”. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran atau strategi yang dicirikan oleh tugas kelompok,

tujuan, dan struktur penghargaan, dan membutuhkan siswa untuk secara aktif terlibat dalam diskusi, debat, latihan, dan kerja sama tim.

Sependapat dengan Arends & Kilcher, Gillies at. all. (2008: 97) menjelaskan “Cooperative learning teams were used as a vehicle to get students to engage in academic interactions that would further their understanding of what had been taught (National Reading Panel, 2000)”. Pembelajaran kooperatif digunakan sebagai kendaraan untuk mendapatkan siswa untuk terlibat interaksi dalam bidang akademik yang akan meningkatkan pemahaman tentang apa yang telah diajarkan.

Kesuksesan dari implementasi Group Investigasi menuntut pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial. Komunikasi dan interaksi kooperatif diantara sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik apabila dilakukan dalam kelompok kecil, dimana pertukaran diantara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa terus bertahan.

Komunikasi sebagai cara berbagi pesan atau sikap yang menghasilkan tingkat pemahaman antara pengirim dan penerima. Di kelas pada melibatkan pertukaran informasi terus-menerus sebagai proses yang melibatkan sejumlah orang yang menerima dan mengirim pesan.Salah satu cara mencoba untuk menganalisis komunikasi adalah untuk mengkategorikan dalam hal set kemampuan: kemampuan bahasa, keterampilan sosial, dan keterampilan kognitif.

Schneider&Peschek (2002: 231) “In mathematical communication, in addition to verbal representations, visual forms of representation such as the schematic representation (like tables and graphs) and symbolic representations (like arithmetical and algebraic expressions) are of particular significance”. Dalam komunikasi

70

Page 77: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

matematika, selain representasi verbal, bentuk-bentuk representasi visual seperti representasi skematik (seperti tabel dan grafik) dan representasi simbolik (seperti ekspresi aritmatika dan aljabar) adalah makna khusus.

Berdasarkan uraian di atas, penerapan pembelajaran kooperatif mengunakan tipe GI (group investigation)memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Rancangan dalam penelitian ini mengacu pada model spiral atau siklus menurut Kemmis & Mc Taggart. Penenlitian ini dilakukan di SMA Negeri Yogyakarta dengan subjek penelitiannya adalah siswa kelas X PMIIA1 SMA N 2 Yogyakarta yang berjumlah 34 siswa. Banyaknya siklus pada penenlitian ini disesuaikan dengan tingkat ketercapaian yang didiapatkan. Setiap siklus pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari wawancara dan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari data hasil belajar. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi, soal evaluasi, pedoman wawancara.

Indikator keberhasilan penelitian ini dilihat dari ketuntasan klasikal. Setelah memperoleh hasil tes belajar, data tersebut dianalisisi dengan mencari ketuntasannya baik secara individu maupun klasikal. Sesuai dengan petunjuk teknik penilaian kelas dapat dikatakan tuntas secara klasikal terhadap prestasi belajar yang disajikan bila ketuntasan klasikal mencapai ≥ 75 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas yang berhasil dilakukan oleh peneliti untuk meningkatkan komunikasi matematika belajar matematika kelas X PMIIA 1 SMA N 2 Yogyakarta adalah dua siklus.Masing-masing siklus terdiri dari tiga pertemuan, dua pertemuan digunakan untuk pembelajaran dan satu pertemuan lagi digunakan untuk tes siklus.

Penelitian tindakan kelas ini memerlukan waktu sekitar tiga minggu untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, yang dimulai pada tanggal 14 November 2012 dan berakhir pada tanggal 29 November 2012. Kelas yang digunakan penelitian tindakan kelas ini adalah kelas X 1 SMA N 2 Yogyakarta yang berjumlah 32 orang.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pre-testpada siklus 1 diperoleh nilai rata-rata kelas.Masih banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah 60.

Hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe GI (goup investigation). Selama proses pembelajaran matematika siklus I dapat dipersentasekan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan GI sebesar 55 %.

Selain belum memuaskannya hasil pada siklus I walaupun sudah mencapai target, siklus II dilakukan untuk mengetahui signifikansi kenaikan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe GI (goup investigation).Dengan dilakukannya siklus II ini maka hasil pada siklus pada I dapat dibandingkan. Apabila komunikasi matematika siswa mengalami peningkatan maka diharapkan hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan. Hal-hal yang belum sempurna pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II.

Hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe GI (goup investigation) selama proses pembelajaran matematika siklus II dapat dipersentasekan bahwa aktifitas siswa dengan pembelajaran GI sebesar 73,25%.

71

Page 78: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Pada siklus II proses pebelajaran yang menggunakan model kooperatif tipe GI (goupinvestigation)sudah mulai terealisasi dengan baik. Siswa juga mulai berani mengemukakan pendapatnya dan tidak canggung lagi untuk bertanya dan mendengarkan sesuatu yang disampaikan oleh temannya sendiri.

Rasa gotong royong dan kerjasama dalam proses pembelajaran dikelas juga mulai sudah mulai tampak. Hal ini terjadi karena guru mulai menyisipkan motifasi-motifasi dan menjelaskan manfaat mempelajari matematika dalam kehidupan sehari-hari serta guru juga memberikan cerita lucu yang dapat mencairkan suasana. Peneliti juga menjanjikan akan memberikan reword (penghargaan)kepada siswa yang berani dan mampu mengerjakan soal dengan

baik. Peneliti (guru) sudah mulai mengurangi perannya dalam pembelajaran dan mulai menjadi fasilitator saja. Keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe GI (goupinvestigation) yang semakin baik ini, dari siklus I sebesar 55 % pada siswa menjadi 73,25 % pada siswaketika siklus II mengakibatkan kemampuan komunikasi matematis siswa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hasil tersebut sudah mulai terlihat pada pertemuan pertama siklus II dan lebih baik pada pertemuan kedua siklus II.

Hasil yang diperoleh dari pengerjaan tes evaluasi digunakan sebagai tolak ukur ada dan tidaknya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pelajaran matematika.Data hasil pengerjaan tes evaluasi siswa akan disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1 Hasil nilai rata-rata skor LKS siswa

Siklus ISkor Tes evaluasi I Tes evaluasi II

Rata-rata skor LKS 52, 31 64, 42Skor Minimal 20 30Skormaksimal 100 100

Siklus IISkor Tes evaluasi I Tes evaluasi II

Rata-rata skor LKS 84, 23 71, 15Skor Minimal 20 20Skormaksimal 100 100

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe GI (goupinvestigation)juga dapat meningkatkan prestasi siswa disetiap siklusnya.Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata skor tes di setiap siklusnya.Hasil rata-

rata skor tes siklus dapat digunakan sebagai alat untuk untuk mengukur kompetensi siswa terhadap pelajaran matematika. Hasil rata-rata skor tes siklus dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2 Hasil nilai rata-rata skor tes siklus siswa

Skor SiklusI II

Rata-rata skor tes siklus 66, 73 79, 60Skor minimal 30 30Skormaksimal 10 100

72

Page 79: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

PENUTUP

Proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe GI (goupinvestigation)yang dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa dalam belajar matematika adalah guru membentuk kelompok-kelompok kecil yang heterogen, pembagian kelompok dilakukan secara random. Dalam pembentukan kelompok harus diperhatikan, sebaiknya peneliti menawarkan topik kepada siswa, biarkan siswa memilih ketertarikannya pada materi setelah diketahui siswa-siswa dengan ketertarikan pada materi tertentu, barulah dibentuk kelompok dengan memperhatikan komposisi yang heterogen.

Selanjutnya, peneliti memberikan apersepsi terlebih dahulu mengenai materi yang akan dipelajari, peneliti menyertakan diri siswa dalam pembelajaran, lebih dalam lagi. Guru hanya menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Dalam diskusi kelompok guru mengawasi dan mengarahkan diskusi siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. Guru juga memberikan pengakuan terhadap apa yang sudah dilakukan oleh siswa dengan tepuk tangan atau ucapan selamat, sehingga siswa merasa dihargai. Guru memberikan motivasi terhadap siswa dengan penegasan dalam bentuk perkataan agar selalu giat belajar dan akan memberikan reword terhadap siswa yang selalu aktif dan mendapat nilai terbaik. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas dan setelah itu guru memberikan penguatan terhadap materi yang sedang dipelajari dengan cara menekankan bagian-bagian yang penting dalam materi melalui simbol-simbol, singkatan-singkatan yang mudah di hafal oleh siswa. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk mengomentari pendapat temennya atau guru yang memberikan penjelasan mengenai materi yang sedang dipelajari.

Hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe GI (goupinvestigation)menunjukkkan adanya peningkatan dari siklus I sebesar 55 % pada siswa menjadi 73,25 % pada siswaketika siklus II. Hal ini berbanding lurus dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Komunikasi matematis siswa yang dilihat dari hasil belajar siswa disetiap siklusnya mengalami peningkatan. Hal tersebut secara kuantitatif ditunjukkan dari rata-rata skor hasil belajar siswa, yitu tes siklus yang pada siklus I sebesar 66, 73 menjadi 79, 60 pada siklus II.

73

Page 80: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R.I., &Kilcher A. (2010).Teaching for Student Learning: Becoming an Accomplished Teacher. New York &London.Routledge.

Cohen, E.G. Brody, C.M. & Mara, S.S. (2004). Teaching cooperative learning “the challenge for teacher education”. New York: State University of New York Press.

Depdiknas .(2004) Teori-teori Belajar. Yogyakarta: Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru SMP,

Gillies, R.M. Adrian, A & Jan, T. (2008). The Teacher’s Role in Implementing Cooperative Learning in the Classroom. Australia: Springer.

Haylock, D., & Thangata, F. (2007).Key concept in teaching Primary Mathematics. Los Angeles – London - New Delhi - Singapore: SAGE Publication.

Joyce, B & Weil, M. (1996). Models of teaching. Boston: Allyn and Bacon.

Marsh C. (2004). Becoming a Teacher: Understandings, Skill, and issues (3rded). Australia: Malaysia WP.

Sardiman.(2010). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: Rajawali Pers.

Slavin R. E. (2005).Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Sydney: AllymandBroon.

Suherman, Erman dan Udin S. (1993/1994).Winataputra.Strategi Belajar Mengajar Matematika Modul 1-9.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DirektoratJenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran GuruSLTP setara D-III: Jakarta.

Syah, Muhibbin. (2004) Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya.

74

Page 81: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

MODEL THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN PRESTASI BELAJAR IPS KELAS IV SD

Oleh:SulisratmiGuru SD Negeri Nyaen 1 Slemanemail: [email protected]

ABSTRACT:This study aims to improve the students’ confidence and achievement in Social Education using Think-Pair-Share strategy.This study is a classroom action research. The subject in this study was 33 students of year IV of SD NegeriNyaen 1 in the second semester in the academic year 2014/2015. The instrument of the collecting the data used the observation form to measure the students’ confidence and the evaluation form to measure the students’ achievement. The data were analyzed by using descriptive quantitative. The result was compared with the achievement point indicators that had been decided before.The result of this study shows that: (1) the students who reach the passing grade of minimum requirement in the students’confidence are 45,46% (in cycle I), 72,73% (in cycle II), and 81,82% (in cycle III); (2) the students who reach the passing grade of minimum requirement in the students’ achievement are 30,30% (in cycle I), 57,58% (in cycle II), and 78,79% (in cycle III).

Key Words: Think-Pair-Share strategy, students’ confidence, students’ achievement

PENDAHULUAN

Percaya diri merupakan salah satu sikap sosial yang perlu dimiliki oleh peserta didik. Percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis seseorang yang memberi keyakinan kuat untuk berbuat atau bertindak yang ditandai dengan indikator berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu, mampu membuat keputusan dengan cepat, tidak mudah putus asa, tidak canggung dalam bertindak, berani presentasi di depan kelas, berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan (Kemdikbud, 2014:72). Manfaat percaya diri bagi peserta didik adalah memiliki sikap tidak mudah goyah dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi sangat dibutuhkan untuk meraih sukses dalam belajar.

Pada kenyataannya, sikap percaya diri peserta didik kelas IV SD Negeri Nyaen 1

belum sesuai dengan indikator percaya diri tersebut. Kondisi awal sebelum dilaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK), persentase peserta didik yang memiliki predikat sikap percaya diri amat baik ada 9,10%, peserta didik yang memiliki sikap percaya diri dengan predikat baik ada 30,30%, predikat cukup ada 42,42%, dan predikat kurang ada 18,18%.Jadi, ada 39,40% peserta didik yang berada pada predikat baik dan amat baik sedangkan peserta didik yang beradadi bawah predikat baik ada60,60%.Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti; peserta didik belum berani presentasi di depan kelas, berbicara gagap dan ragu-ragu, canggung dalam bertindak, masih banyak peserta didik yang tidak menjawab pertanyaan maupun tidak mau bertanya jika diberi kesempatan oleh peneliti. Keadaan itu terjadi pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).Materi IPS sangat banyak dan membutuhkan waktu lama

75

Page 82: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

untuk memahaminya sehingga peserta didik sebagian besar kurang menguasai materi pembelajaran.Kurang menguasai materi pembelajaran dapat menjadi salah satu penyebab ketidakpercayaan diri pada peserta didik sekaligus menjadi penyebab prestasi belajar rendah.

Kegiatan pembelajaran yang penulis lakukan sebelum melaksanakan penelitian adalah memberi tugas kepada peserta didik untuk membaca materi pembelajaran.Peneliti menjelaskan materi pembelajaran yang diselingi tanya jawab, kemudian peserta didikmengerjakan soal-soal latihan.Dampak dari pembelajaran tersebut adalah peserta didik malas membaca materi, pasif dalam menjawab pertanyaan, mengerjakan soal-soal latihan sangat lamban, dan nilai prestasi belajar mata pelajaran IPS masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Nilai rata-rata kelas mencapai 59,28 sedangkan KKM mata pelajaran IPS adalah 75,00. Kesenjangan antara hasil dan KKM mencapai 15,72. Hal ini merupakan masalah yang serius dan perlu mendapat tindak lanjut.

Hasil belajar yang belum memuaskan tersebut, membuat peneliti merefleksi diri terhadap pembelajaran yang telah dilakukan selama ini.Hasil dari refleksi diriadalah masih bayak kekurangan dan kelemahanan dalam pembelajaran khususnya bagi peneliti.Pembelajaran yang dilakukan masih didominasi kegiatan membaca dan mendengarkan penjelasan dari peneliti, sehingga membuat peserta didik bosan, mengantuk, partisipasi dalam pembelajaran rendah, dan kurang melatih keterampilan berkomunikasi dengan peserta didik lainnya. Menyadari kekurangan-kekurangan tersebut, peneliti ingin memperbaiki proses pembelajaran yang selama ini peneliti lakukan. Oleh karena itu, peneliti berusaha memperbaiki praktik pembelajaran dengan melakukan tindakan penelitian kelas (PTK).

Penelitian tindakan kelas menurut Nizar Alam Hamdani dan Dody Harmana

(2008:42) diartikan sebagai penelitian yang berorientasi pada penerapan tindakan dengan tujuan peningkatan mutu atau pemecahan masalah pada sekelompok subyek yang diteliti dan mengamati tingkat keberhasilan atau hakekat tindakannya, kemudian diberikan tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.Suhardjono (2010:12) juga menjelaskan yang dimaksud penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan untuk memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya, sehingga berfokus pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan berharap mendapat hasil yang lebih baik pula. Proses pembelajaran pada penelitian ini akan diperbaiki dengan menggunakan model pembelajaranThink-Pair-Share. Model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran yang dilakukan secara berpasangan.Melalui pembelajaran Think-Pair-Share peserta didik diberi waktu yang cukup untuk menguasai materi secara berpasangan dengan teman semejanya. Selain itu, kerja sama berpasangan merupakan kelompok kecil tempat berlatih berkomunikasi dengan teman lainnya tanpa harus merasa malu dan takut salah karena pada saat menyampaikan pendapat atau ide-idenya hanya teman pasangannya yang mendengarkan. Demikian juga pada saat peserta didik mengomunikasikan hasil diskusinya pada kelompok yang lebih besar (kelas), peserta didik tidak merasa sendirian sehingga menumbuhkan keberanian pada diri peserta didik. Melalui kerja sama secara berpasangan, akan meningkatkan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran dan akan berdampak pada meningkatnya sikap percaya diri dan prestasi belajar pada peserta didik. Meningkatnya prestasi belajar dapat menambah kepercayaan diri peserta didik,

76

Page 83: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

demikian juga meningkatnya sikap percaya diri mampu mengantarkan peserta didik sukses dalam belajar.

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah penelitian tindakan kelas ini adalah bagaimana model Think-Pair-Share dalam pembelajaran dapat meningkatkan sikap percaya diri pada peserta didik kelas IV SD Negeri Nyaen 1 tahun pelajaran 2014/ 2015? Bagaimana model Think-Pair-Share dalam pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran IPS pada peserta didik kelas IV SD Negeri Nyaen 1 tahun pelajaran 2014/2015?

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap percaya diri dan prestasi belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share pada peserta didik kelas IV SD Negeri Nyaen 1 tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan sikap percaya diri dan prestasi belajar peserta didik. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru lain dalam upaya meningkatkan sikap percaya diri dan prestasi belajar dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share.

Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran Cooperative Learning.Pembelajaran kooperatif menurut Hamruni (2012:119) adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.Jadi, peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok untuk belajar bersama dengan harapan peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal ini, Think-Pair-Sharemerupakan kelompok belajar yang terdiri dari dua orang atau berpasangan. Eggen dan Kauchak (2012: 134), menjelaskan bahwa Think-Pair-Share efektif saat disisipkan di dalam pengajaran kelompok utuh yang dibimbing guru.Think-

Pair-Share bisa efektif karena ada tiga alasan yaitu: 1) Strategi ini mengundang respons atau tanggapan dari semua peserta didik di dalam kelas dan menempatkan semua peserta didik ke dalam peran-peran yang aktif secara kognitif, 2) Karena setiap anggota dari pasangan diharapkan untuk berpartisipasi, hal ini akan mengurangi kecenderungan menitip nama tanpa ikut bekerja yang bisa menjadi masalah saat menggunakan kerja kelompok, 3) Think-Pair-Share mudah direncanakan dan diterapkan.

Menurut Miftahul Huda (2014:136), Think-Pair-Share memungkinkan peserta didik untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan peserta didik lain, mengoptimalkan partisipasi peserta didik, memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap peserta didik untuk menunujukkan partisipasi mereka kepada peserta didik lain. Partisipasi atau keaktifan kelompok akan tampak pada saat peserta didik menyampaikan ide atau gagasan bersama pasangannya. Berbeda jika kelompok dengan anggota empat atau lima, kesempatan berpartisipasi tentu lebih sedikit dan sering didominasi oleh anggota yang dipandang lebih pintar.

Prosedur Think-Pair-Share (TPS) menurutMiftahul Huda (2014:136-137) yaitu: 1) Perserta didik ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat anggota/peserta didik; 2) Guru memberikan tugas kepada setiap kelompok; 3) Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu; 4) Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya; 5) Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk mengomunikasikan hasil diskusinya.

Think-Pair-Share menurut Kunandar (2007:367) memberi kepada peserta didik waktu untuk berpikir dan merespons

77

Page 84: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

serta saling membantu satu sama lain. Hal tersebut dapat dilihat pada langkah-langkah pembelajaran Think-Pair-Share antara lain: 1) Berpikir (Thinking), yaitu guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan materi pelajaran dan peserta didik diberi waktu untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut; 2) Berpasangan (Pairing), yakni guru meminta kepada peserta didik untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat mengahasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan; 3) Berbagi (Sharing), yakni guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Langkah ini menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.

Langkah-langkah pembelajaran Think-Pair-Share menurut Zainal Aqib (2014: 24) yaitu: 1) Peneliti menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.2) Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi atau permasalahanyang disampaikan peneliti.3) Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 peserta didik) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. 4) Peneliti memimpin pleno kecil diskusi (kelas), tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. 5) Berawal dari kegiatan tersebut, mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para peserta didik. 6) Peneliti memberi kesimpulan. 7) Penutup.Langkah-langkah tersebut menurut peneliti lebih lengkap dan mudah dilakukan, untuk itu peneliti dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Zainal Aqib.

Percaya diri merupakan sikap meyakini atau mengakui dirinya berbuat yang benar.Peserta didik yang telah memiliki sikap percaya diri akan tampak pada perilaku dan ucapannya seperti berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu, mampu membuat keputusan dengan cepat, tidak mudah putus asa, tidak canggung dalam bertindak, berani presentasi di depan kelas, berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan.Peserta didik yang kurang percaya diri akan menunjukkan sikap yang sebaliknya seperti tidak mampu membuat keputusan, mudah putus asa, canggung dalam bertindak, tidak berani presentasi di depan kelas, tidak berani berpendapat, tidak berani bertanya, atau tidak berani menjawab pertanyaan.

Penyebab kurang percaya diri ada beberapa hal seperti, kurang menguasai materi pembelajaran, takut salah, dan malu karena belum pernah tampil di depan kelas. Kurang menguasai materi dapat diatasi dengan pemberian waktu yang cukup untuk menguasai materi pelajaran.Rasa takut salah dan malu karena tidak pernah tampil di depan kelas dapat diatasi dengan latihan atau pembiasaan untuk menyampaikan pendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan melalui kelompok kecil yang memungkinkan keefektifan dalam berlatih mengomunikasikan ide-ide atau pendapatnya.

Pengertian prestasi belajar, merupakan gabungan dari istilah prestasi dan belajar.Pengertian prestasi menurut Poerwadarminta (2011: 910) adalah suatu hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dsb.). Sedangkan pengertian belajar menurut Sugihartono dkk. (2012:74) adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Dengan menggabung kedua pengertian

78

Page 85: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

tersebut, maka yang dimaksud prestasi belajar adalah hasil yang dicapai setelah peserta didik memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK).Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di SD Negeri Nyaen 1, yang beralamat di Dusun Nyaen, Desa Pandowoharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.Penelitian tindakan kelas yang peneliti lakukan dalam rangka meningkatkan sikap percaya diri dan prestasi belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) semester dua tahun ajaran 2014/2015, dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share. Subyek penelitian adalah peserta didik kelas IV SD Negeri Nyaen 1 yang berjumlah 33 peserta didik, dengan perincian laki-laki 17 dan perempuan 16 peserta didik.

Penelitian tindakan kelas meliputi empat langkah yaitu perencanaan, pe laksanaan ,observas i /pengamatan , dan refleksi. Keempat tindakan tersebut akan berulang jika tujuan perbaikan pembelajaran terebut belum tercapai.Pada tahap perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah:1)Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang akan dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas; 2) Membuat lembar observasi pada saat peserta didik melakukan sharing (mengomunikasikan) untuk menilai sikap percaya diri; 3) Membuat lembar kerja peserta didik sebagai bahan diskusi; 4) Membuat instrumen evaluasi untuk menilai prestasi belajar; 5) Membuat lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran.

Pelaksanaan pembelajaran dilakukan sesuai urutan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun.

Pendekatan yang digunakanCoopertive Learning dengan model pembelajaran Think-Pair-Share. Sintak model pembelajaran Think-Pair-Share pada penelitian ini menggunakan langkah-langkah pembelajaran menurut Zainal Aqib karena lebih lengkap dan mudah dilaksanakan oleh peserta didik.

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung terutama pada saat peserta didik mempresentasikan atau sharing tentang hasil diskusi dengan menggunakan lembar observasi dan rubrik penilaian yang telah disiapkan oleh peneliti. Peneliti juga diobservasi oleh observer untuk mengamati keterlaksanaan pembelajaran.

Refleksi dilakukan setelah diperoleh hasil analisis observasi dan hasil tes tertulis di akhir pembelajaran. Jika hasil belum sesuai dengan indikator keberhasilan, langkah selanjutnya adalah menyusun tindakan perbaikan pada siklus kedua. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi tersebut akan dilakukan berulang pada setiap siklus pembelajaran hingga penelitian tindakan kelas mencapai keberhasilan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakankelas (PTK) berupa instrumen untuk menilai sikap percaya diri dengan pedoman observasi dan instrumen evaluasi dalam bentuk soal tes tertulis untuk memperoleh data prestasi belajar. Pedoman observasi berisi indikator-indikator percaya diri yaitu berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu, tidak canggung dalam bertindak, berani presentasi di depan kelas, berani bertanya, dan berani menjawab pertanyaan. Masing-masing indikator memiliki rentangan skor satu sampai dengan empat.Skor tersebut di konversi menjadi nilai kualitatif. Skor satu (1) dengan predikat kurang baik, skor dua (2) predikat cukup, skor tiga (3) predikat baik, dan skor empat (4) predikatnya sangat baik.

Teknik pengumpulan data prestasi belajar menggunakan instrumen evaluasi

79

Page 86: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

yang berbentuk uraian dengan jumlah soal empat butir pertanyaan. Setiap butir soal akan diberi skor maksimal dua puluh lima. Pemberian skor mempertimbangkan kesesuaian soal dengan jawaban (skor 1-5), kelengkapan jawaban (skor 1-10), keterbacaan tulisan (skor 1-5), dan jawaban mudah dipahami (skor 1-5).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yaitu data yang diperoleh dianalisis kemudian diinterprestasikan. Data yang diperoleh berupa angka-angka dari hasil menghitung skor setiap indikator percaya diri maupun bobot jawaban setiap soal evaluasi. Cara menentukan nilai percaya diri, adalah perolehan skor setiap peserta didik dihitung berdasarkan modus dari kelima indikator. Kritera ketuntasan minimal (KKM) secara perorangan adalahmemperoleh nilaiminimal tiga atau predikat baik. Cara menghitung persentase peserta didik yang telah mencapai KKM yaitu menghitung jumlah peserta didik yang mendapat nilai tiga dan empat lalu dibagi jumlah peserta didik keseluruhan (33 peserta didik) dikalikan seratus. Langkah berikutnya adalah membandingkan nilai sikap percaya diri dengan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu 70,00%. Jika persentase peserta didik yang memperoleh nilai minimal baikpada sikap percaya diri masih di bawah 70,00%, maka peneliti masih mengulang penelitianini pada siklus berikutnya.

Teknik analisis data prestasi belajar untuk setiap peserta didik yaitu dengan menjumlahkan skor dari empat soal.Indikator keberhasilan secara perorangan adalah jika peserta didik memperoleh nilai prestasi belajar IPS minimal 75,00. Hal ini sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran IPS yaitu 75,00. Indikator keberhasilan prestasi belajar IPS dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila 70,00% peserta didik telah mencapai nilai minimal 75,00.Cara menentukan keberhasilan penelitian adalah menghitung jumlah peserta

didik yang telah mencapai KKM (75,00). Langkah berikutnya adalah menghitung persentase peserta didik yang mencapai KKM dengan rumus jumlah peserta didik yang mencapai KKM dibagi jumlah peserta didik di kelas IV (33 peserta didik) dikalikan seratus.Apabila data tentang prestasi belajar telah didapat, langkah berikutnya adalah membandingkan hasil persentase tersebut dengan indikator keberhasilan. Jika hasilnya mencapai 70,00% atau lebih, maka penelitian sudah berhasil dan dapat dihentikan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas berlangsung selama tiga siklus.Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan.Pada siklus I pertemuan pertama, peneliti menyampaikan materitentang pengertian koperasi dan lambang koperasi. Pada pertemuan kedua materi pembelajaran yang dibahas adalah sifat-sifat koperasi dan tokoh koperasi. Hasil pengamatan sikap percaya diri diperoleh datajumlah peserta didik yang telah mencapainilai berpredikat baikdan amat baik sebagai berikut:Indikator berpendapat tanpa ragu-ragu ada 14 peserta didik atau 42,42%. Indikator tidak canggung dalam bertindak ada 10 peserta didik atau 30,30%. Berani tampil di depan kelas ada 15 peserta didik atau 45,45%. Berani bertanya ada 13 peserta didik atau 39,39% dan berani menjawab pertanyaan ada 19 peserta didik atau 57,57%. Persentase sikap percaya diri secara keseluruhan mencapai 45,45%. Hal ini masih jauh dari indikator keberhasilan yang ditetapkanyaitu 70,00%. Urutan Indikator yang paling lemah dari kelima indikator tersebut adalah tidak canggung dalam bertindak, berani bertanya, berpendapat tidak ragu-ragu, berani tampil di depan kelas, dan berani menjawab pertanyaan. Hal ini menjadi temuan untuk melakukan perbaikan pada siklus berikutnya

Data prestasi belajar diperoleh dari nilai hasil evaluasi belajar dalam bentuk tes tertulis yang dilaksanakan pada pertemuan

80

Page 87: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

kedua.Prestasi belajar yang dimaksud adalah berupa nilai perolehan setiap peserta didik.Pada siklus I,rata-rata kelas mencapai 60,15.Ada 23 peserta didik atau 60,70% belum mencapai KKM.Jumlah peserta didik yang telah mencapai KKM ada 10 peserta didik atau 30,30% sedangkan indikator keberhasilan adalah 70,00%. Untuk itu, penelitian ini masih akanberlanjut pada siklus berikutnya. Kelemahan atau kekurangan peserta didik pada siklus ini adalah jawaban kurang lengkap.Hal ini menjadi bahan untuk perbaikan pada pembelajaran siklus kedua.

Materipelajaran pertemuan pertama pada siklus II adalah asas dan modal koperasi, sedangkan pada pertemuan kedua tentang tujuan dan ciri-ciri koperasi.Pada siklus II, Peneliti mewajibkan semua peserta didik untuk mempresentasikan hasil diskusi.Selain itu, peneliti juga menyosialisasikan kriteria penilaian pada evaluasi akhir pelajaran, hal ini merupakan tindak lanjut dari hasil evaluasi belajar siklus I. Pada siklus I, peserta didik banyak yang belum menjawab secara lengkap.Hal ini berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.

Hasil kegiatan pelaksanaan siklus II diperoleh data sebagai berikut,jumlah peserta didik yang telah mencapaikriteria minimal berpredikat baik untuk sikap percaya diriyaitu, indikator berpendapat tanpa ragu-ragu ada 14 peserta didik atau 42,42%. Indikator kedua tidak canggung dalam bertindak ada 11 peserta didik atau 33,33%. Indikator ketiga berani presentasi di depan kelas ada 33 peserta didik (100%). Indikator keempat ada 21 peserta didik (63,64%) memiliki keberanian bertanya, dan indikator kelima menjawab pertanyaan ada 24 peserta didik atau 72,73%.Persentase peserta didik yang mencapai KKM (baik dan amat baik) mencapai 72,73%. Perolehan ini sudah melampaui indikator keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu 70,00%. Artinya peningkatan sikap percaya diri yang diharapkan pada peserta didik kelas IV SD Negeri Nyaen 1 telah tercapai. Meskipun

demikian, masih ada temuan tiga indikator yang belum maksimal yaitu berpendapat tanpa ragu-ragu, tidak canggung dalam bertindak, dan berani bertanya. Dalam hal ini, peneliti berusaha memotivasi peserta didik agar meningkatkan ketiga hal tersebut.

Nilai prestasi belajar pada siklus II diperoleh rata-rata kelas 68,33. Peningkatan nilai rata-rata kelas juga diikuti oleh jumlah peserta didik yang telah mencapai KKM yaitu 19 peserta didik atau 57,58%. Perolehan tersebut masih di bawah KKM yang diharapkan. Artinya indikator keberhasilan prestasi belajar yang diharapkan belum tercapai. Walaupun sikap percaya diri telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan,namun penelitian masih akan berlanjut hingga KKMprestasi belajar mata pelajaran IPS dapat tercapai. Untuk itu, peneliti akan meningkatkan lagi strategi penyampaian materi pembelajaran agar mudah dipahami oleh peserta didik dan diperoleh hasil yang lebih baik.

Siklus III materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah macam-macam koperasi berdasarkan jenis usaha dan keanggotaannya.Pada pertemuan kedua materi yang dibahas adalah menceritakan koperasi konsumsi dan koperasi sekolah.Pada siklus III, strategi yang ditempuh adalah berganti pasangan. Pada saat peserta didik bertukar pendapat dengan pasangannya (pair), peserta didik dapat bertukar pasangan dengan kelompok lain. Hal ini bertujuan untuk menambah pemahaman terhadap materi. Dengan berganti pasangan, akan terjadi saling memberi informasi dan saling melengkapi kekurangan mereka masing-masing.

Hasil pengamatan tentang sikap percaya diri diperoleh data sebagai berikut:Jumlah peserta didik yang telah mencapai nilai minimal berpredikat baik pada indikator berpendapat tanpa ragu-ragu ada 20 peserta didik atau 60,61%. Indikator kedua tidak canggung dalam bertindak ada 17 peserta

81

Page 88: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

didik atau 51,52%. Indikator ketiga berani presentasi100%, dan indikator keempat berani bertanya 27 peserta didik atau 87,88%. Indikator kelima, 26 peserta didik atau 78,79% peserta didik telah berani menjawab pertanyaan. Secara keseluruhan peserta didik yang telah mencapai nilai baik dan amat baikada 81,82%.Meskipun begitu, jika dianalisis dari kelima indikator

tersebut, ada dua indikator yang berada di bawah KKM yaitu berpendapat ragu-ragu dan tidak canggung dalam bertindak. Kedua indikator tersebut akan ditingkatkan melalui pembiasaan sehari-hari dalam pembelajaran.

Rekapan perolehan nilai sikap percaya diri secara keseluruhan dari siklus I sampai dengan siklus III adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Rekap Jumlah Peserta Didik dan Predikatnya

No Predikat Sikap Percaya Diri∑ Peserta Didik pada

Siklus Prosertase Peserta Didik

I II III I II III1 Kurang (D) 5 0 0 15,15 00,00 00,002 Cukup (C ) 13 9 6 39,39 27,27 18,183 Baik (B) 11 21 19 33.33 63.64 57,584 Sangat Baik (A) 4 3 8 12,12 9,09 24,24

Jumlah Total 33 33 33 100 100 100 Jumlah pencapaian KKM (B dan A) 15 24 27 45,45 72,73 81,82

Jumlah persentase peserta didik yang mencapai KKM diperoleh dengan menjumlahkan persentase peserta didik yang berpredikat baik dan amat baik pada setiap siklusnya. Pada siklus I persentase baik 33,33%, amat baik12,12% jumlah seluruhnya 45,45%. Siklus II persentase predikat baik 63,64%, amat baik 9.09%. Jumlah seluruhnya adalah 72,73%. Siklus III persentase predikat baik 57,58%, amat baik 24,24%. Jumlah seluruhnya 81,82%. Pencapaian tersebut telah melampaui kriteria minimal yang telah ditetapkan yaitu 70%.

Gambar 1. Grafik sikap percaya diri peserta didik yang telah mencapai KKM

Sikap percaya diri pada siklus I, jumlah peserta didik yang telah mencapai KKM 45,45%, sedangkan siklus II mencapai 72,73%. Dari siklus I dan siklus II ada kenaikan 27,28%. Kenaikan yang pesat terjadi karena peneliti mewajibkan semua peserta didik untuk maju presentasi.Sedangkan pada siklus pertama peserta didik belum diwajibkan presentasi, sehingga yang mempresentasikan hanya peserta didik pada kelompok tertentu yang telah memiliki sikap percaya diri dalam kategori baik. Pada siklus III, sikap percaya diri mencapai 81,82%. Kenaikan dari siklus II ke siklus III adalah 9,09%. Hal ini dapat terjadi karena peserta didik diwajibkan mempresentasikan hasil diskusinya, alasan lainnya yaitu peserta didik sudah pernah mengalami pembelajaran dengan model pembelajaran yang sama pada siklus sebelumnya.

Hasil prestasi belajar pada siklus I, nilai rata-rata kelas IV mencapai 60,15. Peserta didik yang telah mencapai KKM

82

Page 89: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

baru 10 peserta didik atau 30,30% dari 33 peserta didik. Nilai prestasi belajar pada siklus II diperoleh nilai rata-rata kelas 68,33. Peningkatan nilai rata-rata kelas juga diikuti oleh jumlah peserta didik yang mencapai KKM yaitu 19 peserta didik atau 57,58%. Namun demikian, perolehan tersebut masih di bawah indikator keberhasilan yang ditentukan.Artinya indikator keberhasilan prestasi belajar yang diharapkan belum tercapai. Siklus III nilai rata-rata kelas mencapai 80,00. Peserta didik yang mencapai KKM ada 26 peserta didik atau 78,79%. Artinya peserta didik yang mendapat nilai minimal sesuai KKM (75,00) ada 78,79%, sedangkan indikator keberhasilan penelitian ini adalah 70,00%. Berarti penelitian ini telah mencapai tujuan yang diharapkan.

Gambar 2. Grafik nilai prestasi belajar IPS

Perolehan data prestasi belajar dapat disajikan dalambentuk rekapan jumlah dan persentase peserta didikdalam dua kelompok yaitu peserta didik yang berada di bawah KKM dan kelompok peserta didik yang telah mencapai KKM.Peserta didik yang telah mencapai KKM yaitu peserta didik yang mendapatkan nilaiminimal75,00.

Tabel 2. Rekap Pencapaian KKM pada Prestasi Belajar IPS

No Kriteria

Siklus dan Jumlah

Peserta DidikPersentase per Siklus

I II III I II III1 Di bawah KKM 23 14 7 69,70 42,42 21,212 Sesuai KKM atau melebihi KKM 10 19 26 30,30 57,58 78,79

JUMLAH 33 33 33 100,00 100,00 100,00

Persentase jumlah peserta didik yang telah mencapai nilai sesuai KKM atau melebihi KKM,siklus I ada 30,30%, siklus II 57,58%, siklus III mencapai78,79%. Data tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Gb. 3 Grafik persentase peserta didik yang telah mencapai KKM IPS

Jumlah persentase peserta didik yang telah mencapai KKM mengalami peningkatan setiap siklusnya.Siklus I terdapat 30,30%,siklus II ada 57,58%,peningkatan mencapai 27,28%. Siklus III terdapat 78,79% peserta didik yang telah mencapai KKM. Ada peningkatan 21.21% dari siklus II ke siklus III.Indikator keberhasilan prestasi belajar yang ditetapkan adalah 70,00%.Dengan demikian, penelitian tindakan kelas (PTK) ini telah berhasil karena perolehan pada siklus III yaitu 78,79% telah melampaui indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 70,00%.

83

Page 90: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

PENUTUP

Berdasar hasil penelitian dan pembahasan, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa penggunaan model pembelajaran Think-Pair-Share dalam pembelajaran dapat meningkatkan sikap percaya diri dan prestasi belajar mata pelajaran IPS pada peserta didik kelas IV SD Negeri Nyaen 1 tahun ajaran 2014/2015.

Penelitian ini mempunyai batasan antara lain: 1) Penelitian Ini hanya menggunakan materi pembelajaran tentang koperasi, jadi tidak semua materi IPS dibahas dalam penelitian.2) Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan instrumen buatan peneliti sendiri yang validitasnya belum diuji.

Beberapa saran yang perlu disampaikan yaitu: 1) Penggunaan model pembelajaran Think–Pair-Share dapat meningkatkan sikap percaya diri, alangkah baiknya apabila para guru mencoba menggunakan model pembelajaran Think–Pair-Share untuk meningkatkan sikap percaya diri. 2) Penggunaan model pembelajaran Think–Pair-Share juga dapat meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran IPS, alangkah baiknya jikapara guru menggunakan model pembelajaran Think–Pair-Share sebagai alternatif dalam upaya meningkatan prestasi belajar mata pelajaran IPS.

DAFTAR PUSTAKA

Eggen, Paul dan Don Kauchak. (2012). Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir. Jakarta: Indeks

Hamdani, NA dan Dody Harmana.(2008). Classroom Action Research.Bandung :Rahayasa Research and Training.

Hamruni. (2012). Strategi Pembelajaran.Yogyakarta:Insan Madani

Kemdikbud.(2014). Materi Pelatihan Peneliti Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.

Kunandar (2007).Peneliti Profesional Implementasi KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Peneliti.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Miftahul Huda. (2014). Cooperative Learning (Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan). Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Sugihartono dkk.(2012). Psikologi Pendidikan.Yogyakarta: UNY Press

Suhardjono.(2010). Pertanyaan dan Jawaban di Sekitar Penelitian Tindakan Kelas dan Tindakan Sekolah. Malang: Cakrawala Indonesia LPS Universitas Negeri Malang.

Zainal Aqib. (2014). Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif).Bandung : Yrama Widya

84

Page 91: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

BERNYANYI DAN BELAJAR MENGENAL TULISAN MELALUI PRODUK PENGEMBANGAN MULTIMEDIA KARAOKE

INTERAKTIF ANAK

Oleh: Estu MiyarsoDosen Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY

email: [email protected]

ABSTRACT: This study aims to produce a decent of interactive karaoke multimediato learn familiar with writing for young children. This research method is R&D by implementing nine steps according to the model development stage by Borg and Gall. The focus of this research stages in the 2nd year to measure the feasibility of multimedia products through the validity and field trials. data collection instruments used is through product assessment questionnaires, interviews, and documentation. The results show the validation scores matter experts after a revised two times on the learning aspect reaches a mean of 4.2 (very good) and the content aspect reaches a mean score of 4.1 (very good). Assessment scores to see aspects of media experts reached 4.5 (very good) and the programming aspects of achieving a score of 4.1 (very good). The results of field trials final show assessment score 4.3 (very good). Thus, this interactive karaoke multimedia product is already fit for use to learn about the writing (letters and numbers) for early childhood.

Keywords:To learn familiar of letters and numbers, karaoke interactive multimedia product

PENDAHULUAN

Salah satu potensi anak yang sangat perlu dikembangkan adalah kemampuanya dalam berkomunikasi melalui bahasa verbal. Kemampuan anak melakukan komunikasi verbal dengan baik juga merupakan bagian dari kecerdasan linguistik. Kemampuan ini sangat penting terutama bagi anak-anak usia dini sebagai kemampuan dasar untuk dapat mengembangkan potensi dan kemampuan lainnya.

Begitu pentingnya kemampuan penguasaan bahasa pada anak sehingga banyak penyelenggara PAUD yang telah memasukannya sebagai bagian dari kurikulum sekolah saat ini. Namun demikian, fakta di masyarakat menunjukan banyak sekolah bahkan orang tua yang secara langsung maupun tidak langsung telah “memaksakan” pelajaran bahasa baik

membaca maupun menulis kepada anak tanpa memperdulikan tingkat kemampungan dan perkembangannya. Hal ini mengakibatkan beban mental tersendiri bagi anak usia dini yang masih mengandalkan kemampuan berpikir konkret daripada kemampuan berpikir secara abstrak. Simbol grafis berupa teks, huruf, angka, atau tanda baca merupakan abstraksi dari bahasa verbal yang masih asing bagi dunia anak usia dini.

Untuk itu, perlu dikembangkan strategi pembelajaran membaca yang mampu menjembatani tingkat berpikir konkret ke tingkat berpikir abstrak anak usia dini. Strategi ini tentu harus tetap mengoptimalkan peran usia emasnya dalam menerima segala bentuk rangsangan pada otaknya. Strategi pembelajaran yang dikembangkan ini juga harus dapat memotivasi anak usia dini agar mau belajar hingga mampu menguasai materi pelajaran membaca tanpa menghilangkan

85

Page 92: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

dunianya yaitu bermain dan bersenang-senang.

Karaoke adalah salah satu media untuk bernyanyi sekaligus bersenang-senang. Dengan fungsi dan karakternya tersebut, karaoke bisa dimanfaatkan sebagai media pembelajaran PAUD yang sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan anak. Tidak sekedar untuk belajar bernyanyi, media karaoke juga dapat dikembangkan sebagai sumber belajar materi tentang komunikasi verbal termasuk membaca permulaan bagi anak usia dini dengan cara memanfaatkan dan memodifikasi teks yang muncul pada klip monitor. Fakta dan orientasi inilah yang melandasi penelitian pengembangan ini.

Hasil penelitian pada tahun pertama menunjukkan bahwa tingginya kebutuhan pengembangan produk multimedia karaoke interaktif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi verbal pada anak usia dini sebagai bagian dari pembentukan kultur keluarga yang baik ini ditandai dari dukungan positif dari pihak guru, orang tua, dan penyelenggara PAUD serta menghendaki perlunya tindaklanjut beserta penerapannya di lapangan. Hasil tahapan analisis kebutuhan ini ditunjang dengan hasil analisis kompetensi teknologi dan analisis ketersediaan sarana prasarana baik dari pihak pengembang maupun pihak PAUD yang mendukung untuk diteruskannya penelitian ini.

Adapun hasil tahapan perencanaan pengembangan produk didapatkan adanya kesesuaian kurikulum PAUD dengan kontent video karaoke yang dipilih sebagai materi produk multimedia interaktif ini. Hasil tahapan pengembangan draft produk multimedia menunjukkan telah selesai dan divalidasinya instrumen penilaian kelayakan produk multimedia, terselesaikannya desain grafis, suara, navigasi, kemasan produk, serta desain model pembelajarannya yang akan diterapkan di lapangan. Hasil validasi awal produk multimedia oleh ahli materi dan ahli

media menunjukkan bahwa desain produk multimedia karaoke interaktif belum layak untuk diujicoba dengan rincian penilaian pada aspek pembelajaran mendapatkan rerata skor 2,54 dan masuk pada kriteria kurang baik, untuk aspek isi mendapatkan rerata skor 3,76 dan masuk pada kriteria baik, untuk aspek tampilan mendapatkan rerata skor 4,23 dan masuk pada kriteria Sangat baik, dan untuk aspek pemrograman mendapatkan rerata skor 4,00 dan masuk pada kriteria Baik.

Berdasarkan hasil penelitian pada tahun pertama tersebut, penelitian di tahun kedua ini akan kembali melakukan proses validasi ahli terhadap desain produk multimedia karaoke interaktif yang telah direvisi sesuai masukan ahli materi maupun ahli media hingga mendapatkan skor penilaian untuk masing-masing apek yaitu rata-rata baik atau mencapai batas minimal kelayakan. Penelitian ini juga akan dilanjutkan dengan pelaksanaan tahapan pengembangan berikutnya berdasarkan prosedur model R & D yang telah ditetapkan.

Kajian tentang Keterkaitan Menyanyi dan Kemampuan Bahasa pada Anak

Perkembangan anak terkait menyanyi dan bahasa yaitu sebagai berikut:

1. Memahami (reseptif) bahasa: memahami cerita, perintah, aturan, dan menyenangi serta menghargai bacaan.

2. Mengekspresikan Bahasa: mampu bertanya, menjawab pertanyaan, berkomunikasi secara lisan, menceritakan kembali apa yang diketahui

3. Keaksaraan: memahami hubungan bentuk dan bunyi huruf, meniru bentuk huruf, serta memahami kata dalam cerita.(Campbell, 2002: 27)

Lebih jauh dikatakan Campbell (2002: 189-190) contoh peran musik dalam bidang pengetahuan lain, yaitu:

86

Page 93: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

1. Dalam usia 5 tahun, anak akan lebih mengerti dalam pengenalan matematikan jika dalam pelaksanaannya terdapat penggabungan bilangan dengan irama.

2. Usia 4-6 tahun pengenalan konsep geometri lebih mudah dikenal melalui pola tarian sederhana.

3. Mengajarkan membaca dan mengeja melalui kegiatan menyanyi.

Dalam alinea berikut ini akan dikupas mengenai perkembangan anak dalam seni musik dari usia 0 bahkan dari usia 4 bulan dalam kandungan sampai 6 tahun. Dalam Konsep Pengembangan Kurikulum AUD Formal 2007 disebutkan bahwa dalam usia lahir sampai dengan 1 tahun, standar kompetensinya yaitu mampu bereaksi terhadap irama yang didengarnya. Untuk menggali kompetensi ini maka uraian berikut mungkin dapat Anda jadikan referensi pendukung. Campbell (2002: 64-65) menuliskan sebuah kasus tentang anak yang bernama Alex. Seorang anak yang sejak kecil hidup di pantiasuhan dan yang sering mengganggu teman lain di kelas, waktu itu pada jenjang Taman Kanak-Kanak.

Singkatnya, ketika sang guru memainkan sebuah lagu yang mungkin sering didengar Alex ketika para pengasuh pantiasuhan menidurkannya di waktu kecil atau saat Alex dalam kandungan. Dengan sertamerta lagu yang dimainkan sang guru menggunakan seruling tersebut membuat Alex menjadi tenang, memperhatikan, dan mulai menggerakkan badannya. Melihat perubahan pada diri Alex yang menari-nari saat lagu tersebut dimainkan maka teman sekelas juga mengikutinya menari. Dan seluruh kelas dapat bergerak seirama dengan lagu dan Alex. Mengetukkan kaki ke lantai, berayun ke depan, ke belakang, dan bergerak mengikuti pemimpin. Pemimpin gerakan adalah Alex.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut maka dalam pembelajaran menyanyi untuk anak usia dini, hal mendasar yang perlu

dicatat salah satunya adalah mencatat lagu apa saja yang pernah di dengarkan anak selama dalam kandungan sampai anak masuk PAUD. Senandung apa saja yang sering dilakukan orang-orang di sekitar anak untuk membuat kesan gembira, aman, tenang. Lagu apa saja yang membuat sang ibu selama mengandung merasa tenang dan nyaman dalam beraktivitas. Dengan bekal catatan itu maka seorang pendidik PAUD dapat lebih mantap dalam memberikan stimulasi pada anak. Dengan catatan karya musik favorit anak, maka guru dapat menentukan materi apa yang akan dikenalkan pada anak melalui lagu kesukaan mereka. Anda dapat mengganti syair lagu kesukaan si anak dengan syair lain yang kental akan pesan pendidikan, yaitu perubahan pada sikap.

Kajian tentang Multimedia Interaktif

Menurut Rob Philip “The term ‘multimedia’ is a catch-all phrase to describe the new wave of computer software that primarily deals with the provisions of information. The ‘multimedia’ component is caracterized by the presence of text, picture, sound, animation and video; some or all of wich are organized into some coherence program. The ‘interactive’ component refers to the proses of empowering the user to control the environment usualy by a computer.”

Berdasarkan beberapa pengertian menurut Rob Philips tersebut, dapat dikemukakan bahwa:

1. Multimedia merupakan suatu program media yang berisi perpaduan dari dua komponen informasi atau lebih berupa teks, gambar, suara, animasi dan video.

2. Penyajiannya dapat melalui perangkat komputer maupun tidak

3. Sistem pengoperasiannya dapat bersifat interaktif (non linear) maupun tidak interaktif (linear).

Menurut Hofstetter yang dikutip oleh Suyanto (2005: 52-238) menyatakan ada empat komponen penting pada

87

Page 94: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

multimedia: (1) harus ada komputer yang mengkoordinasikan apa yang dilihat dan didengar, yang berinteraksi dengan kita; (2) harus ada link yang menghubungkan kita dengan informasi; (3) harus ada alat navigasi yang memandu kita, menjelajah jaringan informasi; (4) multimedia menyediakan tempat kepada kita untuk mengumpulkan, memproses, dan mengomunikasikan informasi dan ide kita sendiri.

Secara implisit dalam pengertian multimedia yang dikemukakan Rob Philip (Estu Miyarso, 2009: 26) mengemukakan bahwa sifat multimedia yang berbasis komputer terdiri atas multimedia interaktif dan tidak interaktif. Interaktif artinya pengguna dapat mengontrol pengoperasian program sesuai yang dikehendakinya (non linear) dan multimedia tidak interaktif artinya pengguna tidak bisa mengontrol operasi program hingga pogram itu selesai diputar (linear). IRFA Media (2007) dalam situs promosinya mengemukakan bahwa ada dua jenis produk multimedia yang dapat dirancang dan disajikan dengan sistem komputer yaitu sistem interaktif dan sistem looping atau untuk presentasi.

Selanjutnya multimedia interaktif dapat diklasifikasikan menjadi multimedia interactife of line (tanpa terkoneksi) dengan internet. Dan multimedia interactife on line yang pengoperasiannya harus terkoneksi dengan internet. Berdasarkan tingkat interaktivitasnya, multimedia juga dibedakan menjadi multimedia interaktif tingkat operator dan multimedia interaktif tingkat kreator atau lebih dikenal dengan software aplikasi. Interaksi yang terjadi pada multimedia tingkat operator, pengguna sekedar bisa memilih atau menentukan menu-menu atau perintah yang tersedia. Sedangkan interaksi yang terjadi pada multimedia tingkat kreator, pengguna sudah sekaligus memanfaatkannya untuk berkreasi sesuai materi programnya.

Berdasarkan model pembelajaran isinya, bentuk multimedia interaktif dibedakan

menjadi; (a) model drill and practice; (b) tutoria; (c) simulation; (d) education games (edutainment); dan (e) problem solving (Sunaryo: 2007, 6-7). Adapun jenis multimedia yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah multimedia interaktif untuk tingkat operator dengan model pembelajaran berbentuk tutorial yang melalui perangkat CD room secara of line.

Kajian tentang KaraokeKaraoke berasal dari kata bahasa Jepang

yaitu kara, void, oke + kosong (sutora), (dari kata orkestra) Bahasa Inggris. Istilah karaoke dapat diartikan sebagai sebuah sistem hiburan yang memberikan rekaman iringan musik lagu-lagu populer di mana seorang pemain dapat menyanyikannya secara langsung, biasanya dengan mengikuti teks di layar monitor atau video. Karaoke juga dapat diartikan sebagai kinerja dari musik tersebut (http://www.dbkaraoke.com, 2010)

Adapun pengertian karaoke secara lebih luas adalah proses menyanyi dengan lagu yang sudah disiapkan, di mana seseorang dapat menggantikan penyanyi utama atau penyanyi aslinya. Lirik lagu karaoke direproduksi seperti lagu aslinya, tapi tanpa suara vokalisnya. Syair lagu untuk penyanyi biasanya disajikan melalui layar monitor (video), dan kata-kata yang akan dinyanyikan digarisbawahi (ditandai) sehingga seseorang dapat mengikutinya tanpa harus menghafal syair lagu tersebut.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini yaitu R&D dengan menerapkan 9 langkah sesuai model 10 tahapan penelitian dan pengembangan menurut Borg and Gall (1989). 10 tahapan tersebut yaitu: (1) Penelitian dan pengumpulan informasi; (2) Perencanaan penelitian; (3) Pengembangan produk awal; (4) Uji lapangan terbatas; (5) Revisi hasil uji lapangan terbatas; (6) Uji lapangan lebih luas; (7) Revisi hasil uji lapangan; (8) Uji kelayakan; (9) Revisi hasil kelayakan; (10) Desiminasi dan sosialisasi produk akhir.

88

Page 95: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Fokus tahapan pengembangan pada penelitian ini yaitu mengukur tingkat kelayakan produk multimedia melalui uji validitas dan ujicoba lapangan. Untuk itu, penelitian di tahun kedua ini akan mengulang tahapan ketiga yaitu pengembangan produk awal dalam bentuk uji validasi dari ahli materi dan ahli media. Penelitian dilanjutkan hingga tahap kesembilan yaitu revisi hasil uji kelayakan sampai produk multimedia karaoke interaktif ini dikatakan telah selesai dikembangkan dan layak untuk diterapkan pada pembelajaran mengenal tulisan (huruf dan angka) bagi anak usia dini.

Penelitian tahun kedua ini dilaksanakan pada bulan Mei hinggaakhir bulan oktober 2016. Subjek dan seting penelitian ini yaitu anak-anak TK kelas B PAUD Pedagogia UNY jalan Bantul Yogyakarta. Teknik dan instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui angket penilaian produk dengan skala 5,wawancara, dan dokumentasi.

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif. Produk multimedia karaoke interaktif yang dikembangkan ini dapat dikatakan sudah layak sebagai media pembelajaran pada anak usia dini apabila hasil penilaian dari kegiatan validasi maupun uji coba lapangan minimal termasuk dalam kriteria baik.adapun pedoman hasil data kuantitatif ke data kualitatif dapat dicocokkan dengan tabel 1 berikut:

Tabel 1. Pedoman Hasil Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif

Skor Rentang Kriteria

5 X > 4,08 Sangat baik

4 3,36 < X ≤ 4,08 Baik

3 2,64 < X ≤ 3,36 Cukup

2 1,92 < X ≤ 2,64 Kurang

1 X ≤ 1,92 Sangat kurang

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Validasi Produk Multimedia Karaoke Interaktif

Pada penelitian tahun kedua ini validasi ahli materi kembali dilakukan sebab pada tahap validasi materi awal di tahun pertama dapat disimpulkan bahwa produk multimedia memang belum layak. Pada tahap ini produk pengembangan divalidasi dan diberikan pertimbangan oleh ahli. Penilaian ahli materi ini dilakukan oleh dosen PGPAUD FIP UNY yang berkompeten mengenai perkembangan bahasa dan kognisi anak usia dini, yaitu Ibu Nurhayati, M.Pd.

Kegiatan validasi dilakukan 2 kali sampai materi dinyatakan layak tanpa revisi. Validasi tahap pertama dilaksanakan pada tanggal 21 sampai 29 Juli 2016. Validasi ahli materi tahap 1 meliputi 2 aspek yaitu, aspek pembelajaran dan aspek materi. Data aspek pembelajaran dan aspek materi hasilnya sebagai berikut.

a. Aspek Pembelajaran

Validasi pada aspek pembelajaran dilakukan sebanyak dua kali.bertujuan untuk mengetahui kualitas produk multimedia karaoke interaktif dari aspek pembelajaran. Aspek pembelajaran produk multimedia karaoke interaktif pada tahap validasi 1 mendapatkan rerata skor 3,7 dan masuk pada kriteria baik.Namun demikian, produk media masih perlu direvisi terutama pada indikator kejelesan dan kesesuaian judul dan kejelasan menu pada game yang mendapatkan skor 2 atau masuk pada kriteria kurang baik.

b. Aspek Isi/ Materi

Validasi pada aspek pembelajaran bertujuan untuk mengetahui kualitas produk multimedia karaoke interaktif dari aspek isi/ pembelajaran. aspek isi/ materi produk multimedia karaoke interaktif pada tahap validasi tahap pertama ini mendapatkan rerata skor 4,0 dan masuk pada kriteria baik.

89

Page 96: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Namun demikian, produk media masih perlu direvisi terutama pada indikator urutan isi materi, kejelasan contoh, dan kecukupan contoh yang masih masuk pada kriteria cukup baik.

c. Komentar dan Saran Ahli Materi

Berikut ini adalah masukan ahli materi tahap pertama mengenai produk Multimedia Karaoke interaktif yang dikembangkan ini:

• Perlunya revisi judul yang lebih sesuai dengan materi

• Perlunya kejelasan terkait dengan menu pada game

• Perlunya revisi urutan isi materi• Perlunya revisi tentang kejelasan dan

kecukupan contoh materi

d. Revisi Aspek Pembelajaran dan Isi/ Materi ProdukBerdasarkan komentar dan saran ahli

materi tersebut maka dilakukan revisi terhadap produk multimedia karaoke interaktif ini. Berikut beberapa tampilan yang dilakukan revisi dan perbaikan.

Gambar 1. Tampilan Judul dan Menu Utama sebelum direvisiSebelum revisi, menu tampilan awal

berjudul mari bernyanyi hal ini dinilai tidak sesuai dengan isi materi dan tujuan program

yaitu mengenalkan tulisan pada anak usia dini.

Gambar 2. Tampilan Judul dan Menu Utama setelah direvisiSetelah revisi, judul berubah lebih

sesuai dengan isi materi, menu utama juga pilihannya lebih banyak dari sebelumnya.

Sebelum direvisi setelah direvisi

Gambar 3. Tampilan pilihan jenis klip video karaoke sebelum dan setelah direvisi

90

Page 97: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Sebelum revisi, tampilan pilihan jenis hanya tersedia 4 pilihan lagu dengan tampilan video klip karaoke full talent. Setelah direvisi 4 pilihan lagu karaoke sebagai dasar materi tulisan yang akan di kenalkan anak disesuaikan dengan kurikulum PAUD yaitu adanya 2 menu pilihan tambahan yang terdiri dari menu video klip full talent, menu video klip dengan runing text huruf besar, dan menu video klip dengan running text huruf kecil sesuai dengan kurikulum PAUD.

e. Validasi Aspek Pembelajaran Tahap 2

Setelah melakukan revisi produk tahap 1 maka dilanjutkan dengan penilaian tahap 2. Validasi tahap 2 dilaksanakan pada tanggal 28 September 2016. Ahli materi memberikan penilaian terhadap 2 aspek yaitu aspek pembelajaran dan aspek materi. Data kedua aspek tersebut pada penilaian ahli tahap 2 hasilnya sebagai berikut:

Tabel 2. Skor Penilaian Aspek Pembelajaran oleh Ahli Materi

No. Indikator Skor Kriteria

1 Kejelasan judul program 5 Sangat Baik

2 Kejelasan sasaran/ pengguna 4 baik

3 Kejelasan petunjuk belajar (petunjuk penggunaan umum) 5 Sangat baik

4 Kejelasan kompetensi yang harus dikuasai pengguna 4 Baik

5 Ketepatan penerapan strategi belajar/ format multimedia 4 Baik

6 Variasi penyampaian jenis informasi/ data 4 Baik

7 Ketepatan dalam penjelasan materi praktis 4 Baik

8 Kemenarikan materi dalam memotivasi pengguna 4 Baik

9 Kejelasan menu game 4 Baik

10 Tingkat kesulitan game 4 Baik

Jumlah skor penilaian 42

Rerata/ Kriteria 4,2 Sangat Baik

Berdasarkan tabel tersebut, aspek pembelajaran produk multimedia karaoke interaktif pada tahap validasi 1 ini mendapatkan rerata skor 4,2 dan masuk pada kriteria Sangat baik. Dengan demikian, produk media tidak perlu direvisi karena rerata skor sudah melampaui kriteria minimal yaitu baik dan tidak ada lagi indikator yang perlu direvisi. Adapun persentase sebaran skor penilaian tersebut pada masing-masing kriteria dapat disajikan pada gambar berikut:

Gambar 4. Sebaran penilaian Ahli Materi untuk Aspek Pembelajaran

91

Page 98: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

f. Validasi Aspek Isi/ Materi Tahap 2

Hasil penilaian ahli materi validasi

tahap 2 untuk aspek pembelajaran dapat ditunjukkan pada tabel 3 berikut ini:

Berdasarkan tabel tersebut, aspek isi/ materi produk multimedia karaoke interaktif pada validasi tahap kedua ini mendapatkan rerata skor 4,1 dan masuk pada kriteria Sangat Baik. Dengan demikian, produk multimedia interaktif pasa aspek ini juga tidak perlu direvisi lagi. Adapun persentase sebaran skor penilaian tersebut pada masing-masing kriteria dapat disajikan pada gambar berikut:

Gambar 5. Sebaran Skor Aspek Isi oleh Ahli Materi

g. Hasil Validasi Ahli Media Aspek Tampilan

Validasi ahli media pada tahap

validasi awal di tahun pertama sebenarnya sudah memperoleh skor rerata 4,3 dengan kriteria sangat baik untuk aspek tampilan dan memperoleh skor rerata 3,7 dengan kriteria baik , untuk aspek pemrograman. Namun demikian, karena komponen media juga mengalami perubahan sebagai konsekuensi dari masukan atau saran ahli materi maka validasi media untuk aspek tampilan dan pemrograman di tahun ke dua ini kembali dilakukan.

Pada tahap ini produk pengembangan divalidasi dan diberikan pertimbangan oleh ahli media dari Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY yaitu Bapak Dr. Ali Muhtadi, M.Pd. Beliau berkompeten dalam hal evaluasi media pembelajaran. Untuk validasi media ini hanya dilakukan satu kali atau satu tahapan saja dan dilaksanakan pada tanggal 2Agustus 2016. Validasi ahli media meliputi 2 aspek yaitu, aspek tampilan dan aspek pemrograman. Data aspek tampilan dan aspek pemrograman hasilnya sebagai berikut.

Tabel 3. Skor Penilaian Aspek Isi/ Materi oleh Ahli Materi

No. Indikator Skor Kriteria 1 Cakupan isi materi 4 Baik2 Kejelasan isi materi 4 Baik3 urutan isi materi 5 Sangat Baik4 Aktualisasi isi materi 4 Baik5 Kejelasan contoh yang disertakan 4 Baik6 Kecukupan contoh yang disertakan 4 Baik7 Kejelasan bahasa yang digunakan 4 Baik8 Kesesuaian bahasa dengan sasaran/ pengguna 4 Baik9 Kejelasan informasi pada teks 4 Baik10 Kejelasan informasi pada ilustrasi video 4 Baik

Jumlah skor penilaian 41 Rerata/ Kriteria 4.1 Sangat Baik

92

Page 99: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Validasi pada aspek tampilan bertujuan untuk mengetahui kualitas produk multimedia karaoke interaktif dari aspek ini. Penilaian terdiri dari 15 butir angket yang ditunjukkan pada tabel 4 .

Berdasarkan tabel 4 tersebut, aspek tampilan produk multimedia karaoke

interaktif pada tahap ini mendapatkan rerata skor 4,5 dan masuk pada kriteria Sangat baik. Dengan demikian, produk media tidak perlu direvisi karena rerata skor sudah melampaui kriteria minimal yaitu baik dan tidak ada lagi indikator yang perlu direvisi.

Tabel 4. Skor Penilaian Aspek Tampilan oleh Ahli Media

No. Indikator Skor Kriteria

1 Proporsional layoutsetiap slide/ frame 4 Baik

2 Kesesuaian pilihan background 5 Sangat Baik

3 Kesesuaian proporsi warna 5 baik

4 Kesesuaian pemilihan jenis huruf 4 Baik

5 Kesesuaian pemilihan ukuran huruf 5 Sangat Baik

6 Kejelasan musik/ suara 5 Sangat Baik

7 Kesesuaian pilihan musik/ suara 5 Sangat Baik

8 Kemenarikan sajian animasi 4 Baik

9 Kesesuaian animasi dengan materi 5 Sangat Baik

10 Kemenarikan sajian video 4 Baik

11 Kesesuaian video dengan materi 5 Sangat Baik

12 Kemenarikan bentuk button/ navigator 4 Baik

13 Konsistensi tampilan button 5 Sangat Baik

14 Kemenarikan desain cover 4 Baik

15 Kelengkapan informasi pada kemasan luar 4 Baik

Jumlah skor penilaian 68

Rerata/ Kriteria 4,53 Sangat Baik

Adapun persentase sebaran skor penilaian tersebut pada masing-masing kriteria dapat disajikan pada gambar berikut:

Gambar 6. Sebaran Skor Aspek Tampilan oleh Ahli Media

93

Page 100: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

h. Validasi Aspek Pemrograman

Validasi pada aspek pemrograman bertujuan untuk mengetahui kualitas

produk multimedia karaoke interaktif dari aspek ini. Penilaian terdiri dari 15 butir angket yang ditunjukkan pada tabel 5 berikut ini.

Adapun persentase sebaran skor penilaian tersebut pada masing-masing kriteria dapat disajikan pada gambar berikut:

Gambar 7. Sebaran Skor Aspek Pemrograman oleh Ahli Media

B. Hasil Uji Coba Produk Multimedia Karaoke Interaktif

Uji coba produk merupakan tahapan inti

dari kegiatan penelitian dan pengembangan ini. Pada tahapan ini, produk multimedia karaoke interaktif dinilai kelayakannya oleh anak sebagai target sasaran atau calon pengguna atau subjek uji coba pengembangan.

Secara teknis metode pengumpulan data penilaian pada tahapan ini tidak langsung dilakukan oleh anak tapi dilakukan melalui perantara guru kelas. Hal ini dilakukan mengingat anak TK sebagai subjek penelitian belum bisa membaca apalagi memahami butir pertanyaan pada angket yang telah disiapkan oleh peneliti. Guru membacakan angket dan memandu anak untuk memilih opsi yang ada pada angket tersebut tentunya berdasarkan penilaian dari anak dan juga pertimbangan dari guru setelah mencoba produk multimedia karaoke interaktif ini di kelas.

Tabel 5. Skor Penilaian Aspek Pemrograman oleh Ahli Media

No. Indikator Skor Kriteria1 Kemudahan pemakaian program 4 Baik2 Kemudahan memilih menu program 5 Sangat Baik3 Kebebasan memilih materi untuk dipelajari 4 baik4 Kemudahan berinteraksi dengan program 4 Baik5 Kemudahan keluar dari program 5 Sangat Baik6 Kemudahan memahami struktur navigasi 4 Baik7 Kecepatan fungsi tombol (kinerja navigasi) 4 Baik8 Ketepatan reaksi button (tombol navigator) 4 Baik9 Kemudahan pengaturan pencarian halaman 4 Baik10 Kemudahan pengaturan menjalankan video 4 Baik11 Kemudahan pengaturan menjalankan animasi 4 Baik12 Kompatibilitas sistem operasi 4 Baik13 Kecepatan akses sistem operasi 4 Baik14 Kapasitas file program untuk kemudahan duplikasi 4 Baik15 Kekuatan/keawetan kepingan program 4 Baik

Jumlah skor penilaian 62 Rerata/ Kriteria 4,13 Sangat Baik

94

Page 101: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Uji coba penilaian produk dilakukan sebanyak 3 tahap, yaitu uji coba lapangan awal, uji coba lapangan dan uji pelaksanaan lapangan dengan uraian sebagai berikut:

a. Uji Lapangan Terbatas

Uji lapangan terbatas untuk produk multimedia karaoke interaktif mulai dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2016 selesai tahapan validasi ahli dan direvisi produknya. Pada tahap uji lapangan terbatas ini melibatkan 4 orang anak kelas B1 TK Pedagogi Bantul Yogyakarta. Pemilihan subjek uji lapangan terbatas dilakukan oleh guru kelas secara acak. Setelah dilakukan penghitungan dari angket penilaian produk yang ditanyakan guru kepada 4 anak kelas B1 sebagai subjek penelitian, diperoleh data

uji lapangan terbatas dihasilkan rerata skor 3,75 dengan kriteria baik.

b. Revisi Hasil Uji Lapangan Terbatas

Dalam pelaksanaan uji lapangan terbatas, peneliti menghimpun catatan kekurangan produk multimedia karaoke interaktif ini dari siswa melalui angket yang ditanyakan langsung oleh gurunya.Saran atau masukan dari anak sebagai subjek uji lapangan terbatas ini yaitu: menyempurnakan salah satu pilihan lagu karaoke yang suara vokalnya belum bisa dihilangkan dari musiknya karena disfungsi sistem karaoke pada lagu “balonku ada lima”. Hal ini baru diketahui pada saat anak-anak mencoba untuk menyanyikan pilihan lagu yang tersedia tersebut.

Gambar 8. Tampilan salah satu modifikasi klip lagu karaoke sesuai kurikulum PAUD

Sebelum revisi, suara vokal masih muncul meskipun tombol pengatur karaoke sudah diklik. Setelah direvisi suara vokal lagu tersebut sudah bisa dihilangkan sesuai sistem karaoke yang ada. Komentar dan saran dari anak tentang kekurangan dari sistem karaoke tersebut menjadi acuan peneliti untuk melakukan revisi produk ini.

c. Uji Lapangan Lebih Luas

Uji lapangan lebih luas untuk produk multimedia karaoke interaktif mulai dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2016 selesai revisi produk pasca uji lapangan terbatas. Pada tahap uji lapangan lebih luas ini melibatkan 11 orang anak kelas B1 TK Pedagogi Bantul

Yogyakarta. Pemilihan subjek uji lapangan lebih luas ini adalah semua anak di kelas B1 yang sebelumnya tidak menjadi subjek uji lapangan terbatas. Setelah dilakukan penghitungan dari angket penilaian produk yang ditanyakan guru kepada 11 anak kelas B1 sebagai subjek penelitian, diperoleh data uji lapangan terbatas dihasilkan rerata skor 4,15 dengan kriteria sangat baik.

d. Revisi Hasil Uji Lapangan Lebih Luas

Meskipun hasil penilaian pada tahapan ini diperoleh skor rerata 4,15 atau masuk pada kriteria sangat baik, namun dalam tahapan ini pula masih ditemui kelemahan terutama pada sistem pemrograman produk multimedia

95

Page 102: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

karaoke interaktif ini. Dari hasil catatan guru kelas ketika mereka memilih salah satu lagu tertentu dan tidak jadi maka musik dan lagu

jadi tertumpuk dengan pilihan lagu lain yang dipilih sesudahnya.

Gambar 9. Tampilan 2 klipmodifikasi lagu karaoke sesuai kurikulum PAUD yang memungkinkan tabrakan/ tumpukan suara

Sebelum revisi, suara musik dan lagu karaoke masih ada yang bertumpukan ketika pengguna membatalkan pilihan lagu yang satu dan memilih lagu karaoke lainnya. Setelah direvisi pada sistem pemrogramannya hal tersebut dapat teratasi.

e. Uji Kelayakan Lapangan

Uji kelayakan lapangan dilakukan pada

tanggal 15 Oktober 2016 selesai revisi produk pasca uji lapangan lebih luas. Pada tahap uji kelayakan lapangan ini melibatkan 15 orang atau semua anak di kelas B2 TK Pedagogi Bantul Yogyakarta.

Hasil penilaian ahli materi validasi tahap 2 untuk aspek pembelajaran dapat ditunjukkan pada tabel 3 berikut ini:

Tabel 6. Skor Penilaian Uji Kelayakan Lapangan

No. Indikator Skor Kriteria

1 Kemenarikan tampilan awal 60 Baik

2 Kemudahan memilih menu 60 Baik

3 Kemudahan mengoperasikan video 60 Baik

4 Kemudahan mengoperasikan games 60 Baik

5 Kejelasan teks/ tulisan 60 Baik

6 Kejelasan gambar 60 Baik

7 Kemenarikan pilihan lagu karaoke 60 Baik

8 Kejelasan suara musik dan lagu 75 Sangat Baik

9 Kemudahan lagu untuk dihapal 60 Baik

10 Kemudahan materi untuk diingat 60 Baik

Jumlah skor penilaian 615

Rerata/ Kriteria 4,1 Sangat Baik

96

Page 103: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Berdasarkan tabel tersebut produk multimedia karaoke interaktif ini diperolehtotal skor 615 dari 15 orang anak dengan rerata skor 4,1 atau masuk kriteria Sangat Baik. Dengan demikian, produk multimedia interaktif dapat dikatakan sudah layak dan tidak perlu direvisi lagi. Adapun persentase sebaran skor penilaian tersebut pada masing-masing kriteria dapat disajikan pada gambar berikut:

Gambar 5. Sebaran Skor Aspek Isi oleh Ahli Materi

Tampilan salah satu modifikasi klip lagu karaoke sesuai kurikulum PAUD

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa produk pengembangan multimedia karaoke interaktif telah layak untuk digunakan sebagai bahan materi mengenal tulisan (huruf dan angka) pada pendidikan anak usia dini. Kelayakan produk tersebut diukur dari hasil penilaian pada tahap validasi untuk aspek pembelajaran mencapai rerata 4,25 (sangat baik) dan aspek isi mencapai rerata skor 4,15 (sangat baik). Skor penilaian aspek tampilan dari ahli media mencapai 4,35 (sangat baik) dan aspek pemrograman mencapai skor 4,1 (sangat baik). Hasil ujicoba pada uji kelayakan lapangan akhir menunjukkan skor penilaian 4,3 (sangat baik).

DAFTAR PUSTAKA

Borg, Walter. R. &Gall, M., D. (1989). Educational research: an introduction (4th ed.). New York & London: Logman.

Campbell, Don. 2002. Efek Mozart bagi Anak-Anak Meningkatkan Daya Pikir, Kesehatan, dan Kreativitas Anak melalui Musik. Terjemahan dari Bahasa Inggris oleh Alex Tri Kantjono Widodo. Cetakan kedua. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Estu Miyarso. (2009). Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran Sinematografi. Tesis.: Yogyakarta: Program Studi Teknologi Pembelajaran Pasca Sarjana UNY

http://www.dbkaraoke.com/help/karaoke_info.php. (2010). diakses tanggal 21 Maret 2015

IRFA Media. (2007). Halaman Muka http://IRFA MEDIA.com diakses 21 Juli 2007

97

Page 104: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

THE IMPLEMENTATION OF WORKSHOP METHOD FOR INCREASING OF TEACHER COMPETENCE IN COMPOSING OF

LEARNING IMPLEMENTATION PLAN AT THE SPECIAL SCHOOL SLEMAN DISTRICT

By : Wahyana

(Special School Superfisor)[email protected]

Abstract The main goal of this research was to improve teacher competence in composing Learning Implementation Plan (RPP) with workshop for special school teachers in Sleman District. This research for class action that held by two cycle and every cycle was composed by four stage, those are planning, implementating, observation, and reflection. Perfomance indicator set in: if there was 85% teacher was categorized good in composing aspect of Learning Implementation Plan (RPP). Aspect for measuring in success action is the readiness of teacher in following the workshop and implementation of workshop.

From the analysis was acquired, there was improvement of teacher readiness and competency in composing Learning Implementation Plan (RPP) from first cycle to second cycle is from 56,65% became 93,37% or improved 36,715%. So from this research be suggested that the teachers should compose of Learning Implementation Plan use the National Standart which was conducted.

Key words: teacher competence, Learning Implementation Plan, workshop

PENDAHULUAN

Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam melakukan pembelajaran. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.Dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI pasal 39 tentang Pendidikan dan Tenaga kependidikan, dinyatakan bahwa tenaga Kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan

dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan Bab VI pasal 28 tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksudkan adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan

98

Page 105: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

perundang-undangan yang berlaku.Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (1) Kompetensi pedagogik; (2) Kompetensi kepribadian; (3) Kompetensi profesional; dan (4) Kompetensi sosial.

Dalam kompetensi profesional guru dituntut untuk mampu merencanakan proses pembelajaran. Merencanakan program pembelajaran merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan pembelajaran, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan. Sesuai dengan Permendiknas no 1 tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa dan Tunalaras, perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompentensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajar. Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut (1) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik (2) Mendorong partisipasi aktif peserta didik (3) Mengembangkan budaya membaca dan menulis (4) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut (5) Memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan (6) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar (KD). Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap

dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.Komponen RPP meliputi (1) Identitas mata pelajaran/tema pembelajaran (2) Standar kompetensi (3) Kompetensi dasar (4) Indikator pencapaian kompetensi () Tujuan pembelajaran (5) Materi ajar (6) Alokasi waktu (7) Metode pembelajaran (8) Kegiatan pembelajaran (9) Penilaian hasil belajar (10) Sumber belajar

Permasalahan dalam penelitian ini adalah dari hasil supervisi akademik yang dilaksanakan penulis terhadap 128 guru Sekolah Luar Biasa di Kabupaten Sleman terdapat 32 guru yang belum dapat menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan baik. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran, antara lain memperdalam pengetahuan bidang studi yang harus dikuasai guru, memperdalam pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan syarat-syarat pembuatan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan lain sebagainya.

Metode yang digunakan dalam peningkatan kompetensi penyusunan rencana pelaksanaan pemebelajaran ini adalah menggunakan metode workshop.Siswanto (1989: 139) mengatakan workshop bertujuan untuk memperoleh nilai tambah seseorang yang bersangkutan, terutama yang berhubungan dengan meningkatnya dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang bersangkutan. Workshop

99

Page 106: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

dimaksudkan untuk mempertinggi kinerja dengan mengembangkan cara-cara berpikir dan bertindak yang tepat serta pengetahuan tentang tugas pekerjaan termasuk tugas dalam melaksanakan evaluasi diri.Dari paparan di atas, menunjukkan bahwa peningkatan kinerja guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran melalui kegiatan workshop yang lebih menekankan pada metode kolaboratif konsultatif akan memberikan kesempatan sharing antara satu guru dengan guru lain. Dengan demikian, pemahaman terhadap penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dapat ditingkatkan baik dalam teoretisnya maupun implementasinya. Dengan demikian dapat diduga bahwa melalui workshop dapat meningkatkan kinerja guru dan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bagi guru SLB se Kabupaten Sleman. Melalui workshop dapat memberikan pengalaman belajar bagi guru SLB se Kabupaten Sleman, karena melalui workshop guru dilatih menemukan/menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan karaketristik siswa dan situasi kelas yang ada.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan model Kemmis yang terdiri dari atas empat langkah, yakni: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi (Wardhani, 2007: 45). Penelitian dilakukan di 8 SLB se Kabupaten Sleman. Pemilihan lokasi penelitian karena sekolah tersebut merupakan sekolah binaan peneliti. Di samping itu, hari hasil supervisi ditemukan kelemahan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Februari sampai bulan April

2015 mulai dari persiapan sampai dengan pembuatan laporan.

Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dan masing-masing siklus terdiri atas: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pada silus pertama beberapa kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan yaitu mendatangi Ketua MKKS SLB Kabupaten Sleman untuk menyampaikan maksud akan dilaksanakannya kegiatan workshop, mengumpulkan guru melalui undangan Pengurus MKKS SLB Kabupaten Sleman, menyusun jadual workshop: hari, tanggal, jam dan tempat, menyiapkan materi workshop, menyiapkan tempat dan perlengkapan, dan menyiapkan konsumsi untuk workshop. Pelaksanaan workshop pada hari pertama tanggal 6 Februari 2015 pukul 10.00 Wib sampai dengan 13.00 bertempat di SLB Negeri Sleman, dengan acara pokok adalah Pengarahan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga dan Pemaparan Penyusunan Silabus Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran . Pada harii kedua Sabtu tanggal 13 Februari 2015, acara pokok adalah peserta diberi tugas menyusun konsep RPP sesuai format yang dicontohkan, tanya jawab, presentai kelompok kecil, dan revisi RPP yang telah ditanggapi oleh peserta.

Untuk mengumpulkan data-data tentang kesiapan guru dalam mengikutin workshop dilakukan observasi tentang kesiapan bahan RPP, kesiapan bahan-bahan yang dibawa guru pada saat workshop, dan kehadiran guru. Untuk melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan dan hasil pemberian tindakan, menggunakan pedoman observasi. Untuk menentukan keberhasilan suatu tindakan digunakan norma/kriteria keberhasilan dari masing-masing indicator adalah *%%. Apabila kurang dari 85% guru tidak mememenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, berarti tindakan dianggap belum berhasil. Oleh karena itu

100

Page 107: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

perlu dilakukan perbaikan dan dilaksanakan pada siklus II.. Hal-hal yang diperbaiki diperoleh dari hasil releksi terhadap tahapan proses dan hasil pelaksanaan worksop

Pada dasarnya siklus II memiliki prosedur yang sama dengan siklus I, hanya saja diadakan perbaikan pada hal-hal yang dilihat ada kelemahan serta mempertahankan hal-hal yang sudah berjalan dengan baik. Tidak menutup kemungkinan juga dilakukan modifikasi terhadap hal-hal sudah baik supaya tindakan yang diberikan tidak membosankan. Sedangkan analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif, yakni dengan selalu berupaya untuk memahami data dan menanalisa data yang telah dikumpulkan peneliti.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari hasil supervisi penulis menemukan 32 guru SLB di Kabupaten Sleman yang memperolrh nilai di bawah baik dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Kesalahan umum yang tampak adalah: (1) guru belum mampu menyusun tujuan pembelajaran, (2) guru belum mampu menguraikan materi ajar dengan baik, (3) guru belum mampu membuat langkah-langkah pembelajaran sesuai metode pembelajaran yang dituliskan, (4) guru belum mampu membuat penilaian sesuai dengan metode yang digunakan, dan (5) guru belum mampu memanejemen waktu baik dalam kegiatan awal, inti dan penutup. Dengan kondisi awal seperti ini perlu adanya tindakan nyata yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, yakni berupa workshop.

Pada Siklus Pertama kegiatan perencanaan terdiri atas: (1) melaporkan kegiatan penelitian kepada Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY, (2) berkoordinasi dengan Ketua MKKS

SLB Kabupaten Sleman minta masukan tentang masalah yang ada sekaligus membicarakan tentang masalah teknis, waktu pelaksanaanpenelitian dan hal-hal yang terkait dengan penelitian dan atau workshop yang dilaksanakan, (3) bersama Ketua MKKS SLB Kabupaten Sleman memberikan pengarahan tentang workshop penyusunan RPP, (4) mengelompokkan guru berdasarkan Kelas/Mata Pelajaran, (5) menelaah konsep Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (6) mendiskusikan konsep Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan presentasi kelompok, (7) presentasi kelas, dan (8) menghasilkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran final.Di samping perencanaan umum, dilakukan juga perencanaan teknis pelaksanaan kegiatan seperti: (1) mengumpulkan guru melalui undangan Ketua MKKS SLB Kabupaten Sleman, (2) menyusun jadual workshop: hari, tanggal, jam dan tempat, (3) menyiapkan materi workshop; pengarahan kepala sekolah, pemaparan materi strategi pembelajaran dari ahli yang membidangi, (4) meminta guru membawa bahan-bahan seperti; kurikulum, silabus, RPP bahan ajar dan sebagainya, (5) pengelompokan guru menurut kelas dan bidang studi, (6) menyiapkan konsumsi untuk workshop, dan (7) meminta guru semua membawa laptop.

Pada tahap pelaksanaan tindakan dilakukan beberapa langkah, yakni: (1) absensi peserta, (2) pengarahan Ketua MKKS SLB Kabupaten Sleman, (3) penjelasan umum kepada seluruh peserta, (3) peserta dikelompokan sesuai mata pelajaran, (4) guru mengkaji: standard kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD) sesuai model silabus mata pelajaran masing-masing, materi pembelajaran, indikator, penilaian, (5) guru menyusun strategi pembelajaran sesuai format yang telah disepakati yang berisi tentang aspek, materi dan kegiatan, dan (6) presentasi visual strategi pembelajaran.

101

Page 108: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Pada tahap observasi dilakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan, yaitu menitikberatkan pada kompetensi guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sebagai akibat diterapkan workshop. Tujuan dilaksanakan pengamatan adalah untuk mengetahui kegiatan yang sebaiknya dipertahankan, diperbaiki, atau dihilangkan sehingga kegitan pembinaan melalui workshop benar-benar berjalan sesuai dengan tujuan yang ada dan

mampu meningkatkan kompetensi peserta dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.Kegiatan peserta juga diobservasi, baik menyangkut kesiapan bahan RPP, kesiapan bahan materi ajar yang dibawa guru pada waktu workshop, kehadiran guru, kesiapan laptop. Dari hasil pengamatan terhadap aktivitas peserta yang berjumlah 32 orang dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan, diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 1. Rangkuman Hasil Observasi Tentang Kesiapan Guru dalam Mengikuti Workshop pada Siklus Pertama

Aspek yang Diamati

Kesiapan bahan RPP

Kesiapan bahan Materi Ajar Kehadiran Guru Kesiapan Laptop

S TS S TS H TH S TS

Jumlah 25 7 22 10 32 0 7 25

Persentase (%) 78,1 21,8 68,7 31,2 100 0 21,88 78,12

Pencapaian indika-tor keberhasilan

Belum ter-capai Belum tercapai Sudah

tercapaiBelum

Tercapai

Keterangan:

S = siap H = hadir

TS = tidak siap TH = tidak hadir

Dari Tabel 1 di atas, tampak bahwa: pada aspek kesiapan bahan RPP; 25 orang atau 78,13% peserta siap dan 7 orang atau 21,87% tergolong belum siap. Pada aspek kesiapan bahan materi ajar; tampak bahwa 22 orang guru atau 68,75% siap dan 10 orang atau 31,25% belum siap. Pada aspek kehadiran guru tampak bahwa 32 orang atau 100% hadir dan. Pada aspek kesiapan laptop tampak bahwa 7 orang atau 21,88% siap dan 25 orang atau 78,12% belum siap. Berdasarkan dekripsi ini tampaknya kesiapan guru dalam mengikuti worksop belum memenuhi kriteria keberhasilan untuk semua aspek.

Dari hasil evaluasi terhadap penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh 32 orang guru setelah diadakan workshop pada tahap awal (siklus I) diperoleh kinerja guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran seperti tampak pada Tabel 2 berikut.

102

Page 109: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Tabel 2. Rangkuman Hasil Penilaian Komptensi Guru dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada Siklus I (Pertama)

ASPEK/INDIKATORNILAI

4 3 2 1

jml % jml % Jjml % % jml

A. Komponen RPP

1. Identitas mata pelajaran 20 62,5 8 25 4 12,5

0 0

2. Standar kompetensi 20 62,5 8 25 4 12,5

0 0

3. Kompetensi Dasar 18 56,2 14 43,7 0 0 0 0

4. Indikator Pencapaian Kompe-tensi

12 37,5 16 50 2 6,25 2 6,25

5. Tujuan pembelajaran 16 50 12 37,5 2 6,25 2 6,25

6. Materi ajar 10 62,5 14 43,7 6 18,75 2 6,25

7. Alokasi waktu 12 37,5 12 37,5 8 25 0 0

8. Metode pembelajaran 12 3,75 12 37,5 4 12,5 4 12,5

9. Kegiatan Pembelajaran (terdiri dari pendahuluan, inti, dan pe-nutup)

14 43,7 14 43,7 4 12,5 0 0

10. Penilaian hasil belajar 10 62,5 14 3,75 6 18,75 2 6,25

11. Memuat nilai karakter budaya bangsa

10 31,2 16 50 6 18,75 0 0

12. Sumber belajar 14 43,7 14 43,7 4 12,5 0 0

Nilai Rata-rata (%) 14 45,0 12,83 39,0 4,17 13,03 1 3,02

B. Keterkaitan antara komponen RPP dan Silabus1. Kesesuaian SK, KD dengan

indikator 2 6,25 4 12,5 12 37,5 16 50

2. Kesesuaian indikator dengan tujuan pembelajaan

- 0 4 12,5 6 18,7 22 68,7

3. Kesesuaian tujuan pembelaja-ran dengan materi

- 0 6 18,7 6 18,7 20 62,5

4. keluasan dan kedalaman ma-teri disesuaikan dengan karak-teristik peserta didik

4 12,5 4 12,5 6 18,7 18 56,2

5. Keluasan dan kedalaman ma-teri memungkinkan dicapai dalam waktu yang disediakan

2 6,25 3 9,37 6 18,7 21 62,6

6. Kesesuaian metode dengan tu-juan dan materi pembelajaran

3 9,37 3 9,37 7 21,8 19 59,3

7. Kesesuaian kegiatan dengan metode pembelajaran

4 12,5 4 12,5 8 25 16 50

103

Page 110: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

8. Kesesuaian penilaian dengan tujuan pembelajaran

2 6,25 4 12,5 8 25 18 56,2

9. Kesesuaian buku ajar dengan materi pelajaran

- 0 3 ,375 3 9,37 26 81,2

10. Kesesuaian antara komponen RPP yang disusun dengan komponen dalam silabus

4 12,5 12 37,5 16 50 - 0

Nilai Rata-rata (%) 2,1 6,56 4,7 14,9 7,8 24,3 17,6 55

C. Kelayakan kegiatan pembe-lajaran 1. Kelayakan kegiatan pendahu-

luan 2 6,25 4 12,5 14 43,7 12 37,5

2. Memuat kegiatan eksplorasi - 0 4 12,5 14 43,7 14 43,7

3. Memuat kegiatan elaborasi 4 12,5 4 12,5 12 37,5 12 37,5

4. Memuat kegiatan konfirmasi 4 12,5 8 25 16 50 4 12,5

5. Kelayakan kegiatan Penutup 2 6,25 4 12,5 8 25 16 50

Nilai Rata-rata (%) 2,4 7,5 4,8 15 12,8 40 11,6 36,2

JUMLAH /RATA-RATA (Kes-eluruhan)

8.98 28.06 3,89 12,15 9,2 28,6 9.93 31,1

Keterangan:

4 = sangat baik 2 = cukup

3 = baik 1 = tidak baik

Dari Tabel 2 di atas, Pada aspek komponen RPP, tampak bahwa 14 orang atau 45,05% tergolong amat baik, 12,83 orang atau 39,01% tergolong baik, 4,17 orang atau 13,03% tergolong cukup dan 1 orang atau 3,02% tergolong tidak baik. Bila dijumlahkan antara yang baik dan sangat baik mencapai 26,83 orang atau 84,06%.Pada aspek keterkaitan antara komponen RPP dan Silabus; 2,1 orang atau 6,56% guru dalam kategori amat baik, 4,7 orang atau 14,69% tergolong baik, 7,8 orang atau24,375% tergolong cukup dan 17,6 orang atau 55% tergolong tidak baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 6,8 orang atau 21,25%. Pada aspek kelayakan kegiatan pembelajaran ; 2,5 orang atau 7,5% guru dalam kategori amat baik, 4,8 orang atau 15% tergolong baik, 12,8

orang atau 40% tergolong cukup dan 11,6 orang atau 36,25% tergolong tidak baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 7,3 orang atau 22,5%.

Berdasarkan deskripsi pada tabel 1 dan 2 tampaknya kinerja guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran para guru SLB se Kabupaten Sleman belum memenuhi indikator kompetensi yang telah ditetapkan pada semua aspek, baik menyangkut kesiapan maupun kompetensi menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.

Tindakan yang akan dilakukan pada siklus kedua dirancang berdasarkan hasil refleksi setelah siklus pertama, yakni terkait dengan kesiapan guru, ditemukan bahwa guru belum menyadari bahwa pentingnya

104

Page 111: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran hal ini ditunjukan dengan masih terdapat 21,87% guru yang belum siap dengan membawa RPP yang telah dimiliki, dan terdapat 31,25 % yang belum membawa bahan materi ajar. Mengenai kehadiran, tampak guru memiliki minat yang tinggi untuk meningkatkan profesinya terbukti dapat hadir semua (100%). Terkait dengan kesiapan laptop, guru kebanyakan (78, 13 %) tidak memiliki/membawa laptop sendiri. Berdasarkan hasil refleksi itu, itu diputuskan untuk memantapkan kegiatan pembinaan lebih memfokuskan pada aspek-aspek yang belum memenuhi indikator kinerja yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam proses wiorkshop ditemukan kelemahan pada keterkaitan antara komponen silabus dan RPP, serta kelayakan kegiatan pembelajaran. Langkah-langkah ini dijalankan pada siklus II dengan tetap mempertahankan kegiatan yang lain yang sudah dianggap baik. Untuk meningkatkan kesiapan guru, fasilitator

memberikan kesadaran bahwa petapa penting perencanaan pembelajaran yang dibuat guru sebelum melaksanakan pembelajaran. Mengenai alternatif untuk menambah laptop diputuskan agar peserta meminjam pada temannya yang ada di sekolah sehingga semua guru membawa satu persatu.

Pada siklus II, langkah-langkah yang diambil sesuai mengikuti langlah-langkah seperti siklus I dengan memfokuskan pada hasil releksi siklus pertama yakni penjelasan aspek-aspek yang belum dipahami guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran lebih menitikberatkan pada aspek pembimbingan secara individu. Dari 32 orang guru semua dilibatkan dalam siklus II untuk memperdalam pengetahuan tentang penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Setelah siklus II dijalankan yang mengacu pada refleksi dan pemecahan masalah pada sikuls I diperoleh data tentang seperti tampak pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Rangkuman Hasil Observasi Tentang Kesiapan Guru dalam Mengikuti Workshop pada Siklus II

Aspek yang DiamatiKesiapan

Baham RPPKesiapan bahan

Materi Ajar Kehadiran Guru Kesiapan Laptop

S TS S TS H TH S TSJumlah 32 0 29 3 32 0 31 1Persentase (%) 100 0 90,6 9,37 100 0,00 96,87 3,125Pencapaian indika-tor keberhasilan Tercapai Tercapai Tercapai Tercapai

Dari Tabel 3 di atas, tampak bahwa: pada aspek kesiapan bahan RPP; 32 orang atau 100% peserta siap. Pada aspek kesiapan bahan materi ajar; tampak bahwa 29 orang guru atau 90,63% siap dan 3 orang atau 9,37% belum siap. Pada aspek kehadiran guru tampak bahwa 32 orang atau 100% hadir dan tidak yang tidak hadir atau 0,00% tidak hadir. Pada aspek kesiapan laptop tampak bahwa 31 orang atau 96,875% siap dan 1 orang atau 3,125% belum siap. Berdasarkan dekripsi ini tampaknya kesiapan guru dalam

mengikuti worksop telah memenuhi kriteria keberhasilan untuk semua aspek. Namun belum sepenuhnya tercapai seratus persen.

Dari hasil evaluasi terhadap penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dibuat oleh 32 orang guru setelah diadakan workshop pada siklus II diperoleh kinerja guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran seperti tampak pada Tabel 4 berikut.

105

Page 112: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Tabel 4. Rangkuman Hasil Penilaian Komptensi Guru dalam Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada Siklus II (Kedua)

ASPEK / INDIKATOR

NILAI4 3 2 1

jml % Jml % Jjml % % jmlA. Komponen RPP1. Identitas mata pelajaran 28 87,5 4 12,5 0 0 0 0

2. Standar kompetensi 32 100 0 0 0 0 0 0

3. Kompetensi Dasar 32 100 0 0 0 0 0 0

4. Indikator Pencapaian Kompetensi 18 56,2 14 43,7 0 0 0 0

5. Tujuan pembelajaran 12 37,5 16 50 2 6,25 2 6,25

6. Materi ajar 18 56,2 12 37,5 2 6,25 0 0

7. Alokasi waktu 12 37,5 14 43,7 6 18,7 0 0

8. Metode pembelajaran 12 37,5 12 37,5 8 25 0 09. Kegiatan Pembelajaran (terdiri dari

pendahuluan, inti, dan penutup) 16 50 12 37,5 4 12,5 0 0

10. Penilaian hasil belajar 14 43,7 14 43,7 4 12,5 0 0

11. Memuat nilai karakter budaya bangsa 20 62,5 10 31,2 2 6,25 0 0

12. Sumber belajar 10 31,2 16 50 6 18,7 0 0

Nilai Rata-rata (%) 18,6 58,3 10,3 32,2 2,83 8,85 0,17 0,52

B. Keterkaitan antar Komponen RPP dan silabus 1. Kesesuaian SK, KD dengan indikator 14 43,2 16 50 2 6,25 0 02. Kesesuaian indikator dengan tujuan

pembelajaan 6 18,7 22 68,5 4 12,5 0 0

3. Kesesuaian tujuan pembelajaran dengan materi 6 18,7 20 62,5 6 18,7 0 0

4. keluasan dan kedalaman materi disesuaikan dengan karakteristik peserta didik

10 31,2 16 50 6 18,7 0 0

5. Keluasan dan kedalaman materi memungkinkan dicapai dalam waktu yang disediakan

14 43,2 16 50 2 6,25 0 0

6. Kesesuaian metode dengan tujuan dan materi pembelajaran 12 37,5 14 43,7 6 18,7 0 0

7. Kesesuaian kegiatan dengan metode pembelajaran 14 43,2 16 50 2 6,25 0 0

8. Kesesuaian penilaian dengan tujuan pembelajaran 10 31,2 18 56,2 2 6,25 0 0

9. Kesesuaian buku ajar dengan materi pelajaran 14 43,2 16 50 2 6,25 0 0

10. Kesesuaian antara komponen RPP yang disusun dengan komponen dalam silabus 14 43,7 14 43,7 4 12,5 0 0

Nilai Rata-rata (%) 11,4 35,4 16,8 52,5 3,6 11,2 0 0

106

Page 113: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

C. Kelayakan kegiatan pembelajaran

1. Kelayakan kegiatan pendahuluan 12 37,5 18 56,2 2 18,7 0 0

2. Memuat kegiatan eksplorasi 10 31,2 16 50 6 18,7 0 0

3. Memuat kegiatan elaborasi 10 31,2 16 50 6 18,7 0 0

4. Memuat kegiatan konfirmasi 12 37,5 18 56,2 2 18,7 0 0

5. Kelayakan kegiatan Penutup 14 43,7 14 43,7 4 12,5 0 0

Nilai Rata-rata (%) 11,6 35,2 16,4 51,2 4 12,5 0 0

JUMLAH /RATA-RATA (Keseluruhan) 13,8 43 14,5 45,3 2,54 10,8 0,06 0,17

Dari Tabel 4 di atas, pada aspek komponen RPP, tampak bahwa 18,67 orang atau 58,33% tergolong amat baik, 10,33 orang atau 32,29% tergolong baik, 2,83 orang atau 8,25% tergolong cukup dan 0,17 orang atau 0,52% tergolong tidak baik. Bila dijumlahkan antara yang baik dan sangat baik mencapai 29 orang atau 90,62%. Pada aspek keterkaitan antara komponen RPP dan Silabus; ada 11,4 orang atau 35,43% guru dalam kategori amat baik, 16,8 orang atau 52,5% tergolong baik, 3,5 orang atau 11,25% tergolong cukup dan tidak ada orang atau 0% tergolong tidak baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 28,2 orang atau 87,93%. Pada aspek kelayakan kegiatan pembelajaran ; 11,6 orang atau 35,25% guru dalam kategori amat baik 16,4 orang atau 51,25% tergolong baik, 4 orang atau 12,5% tergolong cukup dan tidak ada

orang atau 0 % tergolong tidak baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 28 orang atau 87,5%.

Berdasarkan dekripsi pada tabel 3 dan 4 tampaknya kinerja guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran para guru SLB se Kabupaten Sleman sudah memenuhi indikator kinerja yang telah ditetapkan pada semua aspek, baik menyangkut kesiapan maupun kompetensi menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Dengan hasil seperti itu, berarti tindakan yang diberikan efektif dalam meningkatkan kinerja guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

Perbandingan hasil penelitian pada siklus 1 dan siklus 2 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5 : Perbandingan hasil penelitian siklus 1 dan siklus 2

KOMPONEN ASPEK Jumlah Nilai (%) Amat Baik dan Baik

KETERANGAN (peningkatan %)

Siklus 1 Siklus 2Proses Workshop Kesiapan bahan RPP 78,13 78,13 100 21,87

Kesiapan bahan Materi Ajar

68,75 90,63 21,88

Kehadiran 100 100 0

Kesiapan membawa Laptop

21,88 96,875 74,995

Hasil Workshop menyusun komponen RPP

84,06 90,62 6,56

Keterkaitan antara RPP dan Silabus

21,25 87,93 66,68

Kelayakan kegiatan pembelajaran

22,5 87,5 65

RATA-RATA 56,65 93,37

107

Page 114: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

Berdasarkan data tersebut di atas maka dalam proses workshop terjadi peningkatan kesiapan peserta, yaitu:

1. Kesiapan bahan RPP pada siklus pertama jumlah nilai amat baik dan baik mencapai 78,13 % dan pada siklus ke dua 100%, sehingga telah mencapai kriteria dan ada peningkatan 21,87%

2. Kesiapan bahan materi ajar pada siklus pertama nilai amat baik dan nilai baik mencapai 68,75 % dan pada siklus ke dua 90,63 %, sehingga telah mencapai kriteria dan ada peningkatan 21,88 %.

3. Kesiapan kehadiran peserta pada siklus pertama nilai amat baik dan nilai baik mencapai 100 % dan pada siklus ke dua juga 100 %, sehingga telah mencapai kriteria.

4. Kesiapan peserta untuk membawa Laptop pada siklus pertama nilai amat baik dan nilai baik mencapai 21,88 % dan pada siklus ke dua 96,875 %, sehingga telah mencapai kriteria dan ada peningkatan 74,995 %.

Sedangkan data hasil workshop dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dalam menyusun komponen RPP pada siklus pertama mencapai nilai 84,06 % dan pada siklus ke dua 90,62 %, sehingga telah mencapai kriteria dan ada peingkatan 6,56 %

2. Dalam menyusun keterkaitan antara RPP dan Silabus pada siklus pertama mencapai nilai 21,25 % dan pada siklus ke dua 87,93%, sehingga telah mencapai kriteria dan ada peingkatan 66,68 %

3. Dalam menyusun kelayakan kegiatan pembelajaran pada siklus pertama mencapai nilai 22,5 % dan pada siklus ke dua 87,5 %, sehingga telah mencapai kriteria dan ada peingkatan 65 %

Berdasarkan analisis dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kesiapan peserta dalam kegiatan workshop. Di samping itu juga, terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran melalui workshop. Dari siklus I ke siklus II dari ketujuh aspek terjadi peningkatan yakni dari 56,65 % menjadi 93,37, sehingga target ketercapaian sesuai dengan kriteria yang ditetapkanyakni 85% telah tercapai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui workshop dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bagi guru SLB se Kabupaten Sleman.

Keberhasilan tindakan ini disebabkan oleh pemahaman secara menyeluruh tentang penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sangat diperlukan. Dengan pemahaman yang baik, maka Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dapat disusun dengan baik. Mengoptimalkan pemahaman guru terhadap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran melalui pembinaan intensif dalam bentuk penyelenggaraan workshop merujuk pada metode kooperatif konsultatif dimana diharapkan para guru berdiskusi, bekerja sama dan berkonsultasi secara aktif. Aktivitas ini akan sangat membantu mereka dalam memahami konsep-konsep dasar penyusunan strategi pembelajaran serta pada akhirnya nanti mereka mampu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran pembelajaran dengan baik dan benar.

Dari paparan di atas, menunjukkan bahwa peningkatan kompetensi guru melalui kegiatan workshop yang lebih menekankan pada metode kolaboratif konsultatif akan memberikan kesempatan sharing antara satu guru dengan guru lain. Dengan demikian, pemahaman terhadap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dapat ditingkatkan baik dalam teoretisnya maupun implementasinya.

108

Page 115: Jurnal ADI KARSA - 202.152.135.5202.152.135.5/btkp/upload_btkp/file_download/093438_JURNAL ADIKARSA... · dari 100 - 150 kata). Khusus artikel hasil penelitian ... Menjadi salah satu

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kesiapan peserta dalam kegiatan workshop tentang penyususnan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bagi guru SLB se Kabupaten Sleman. Di samping itu juga, terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran melalui workshop. Dari siklus I ke siklus II dari ketujuh aspek terjadi peningkatan yakni dari 56,65 % menjadi 93,37, sehingga target ketercapaian sesuai dengan kriteria yang ditetapkan yakni 85% telah tercapai..Guru SLB se Kabupaten Sleman memberikan respon sangat positif terhadap kegiatan penyusuan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran melalui workshop. Dengan demikian kegiatan workshop memberikan dampak positif terhadap kompetensi guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

Berdasarkan hasil simpulan yang diperoleh, dapat disarankan beberapa hal, antara lain: (1) para pengawas sekolah sebaiknya menggunakan metode workshop dalam usaha meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP, (2) Guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran hendaknya berdasarkan kebutuhan siswa dan memperhatikan proporsi waktu yang ada dan tidak hanya mencontoh rencana peleksanaan pembelajaran yang telah ada, (3) agar pembinaan melalui workshop dapat berjalan secara efektif, maka semua guru harus mempersiapkan bahan maupun alat serta disiplin dalam kehadiran serta mampu bekerjasama dengan peserta lain yang bersifat kolaboratif konsultatif.

DAFTAR PUSTAKA

ASB , (2010), Aha Sekarang Aku Bisa, Yogyakarta: ASB

Badan Standar Nasional Pendidikan, (2006).Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah, Jakarta: Depdiknas

Badudu, J.S, (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Direktorat PKLK, (1994). Identifikasi dan Evaluasi Anak Luar Biasa, Jakarta

Direktorat Profesi Pendidik Depdiknas, (2008), Standar Pengembangan Kelompok Kerja Guru (KKG)/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Jakarta: Drpdiknas

Kirk, Samuel A., Galleagher, James J., Alih Bahasa oleh Moh. Amin dan Ina Yusuf Kusumah, (1996),Pendidikan Anak Luar Biasa (II), Jakarta: DNIKS

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan

Peraturan Mendiknas No. 1 Thaun 2008. Standar Proses Pendidikan Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa dan Tunalaras, Jakarta: Depdiknas

Purwanto, M Ngalim,(1984), Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosda Karya

UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

109