15
Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang) Email : [email protected] . 1 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP INTENSI IBU MERAWAT KESEHATAN GIGI DAN MULUT ANAK DOWN SYNDROME DI SLB-C KOTA BANDUNG Triandini 1 , Mamat Lukman 1 , Raini Diah Susanti 1 1 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat ABSTRAK Keberhasilan perawatan gigi dan mulut serta pencegahan penyakit periodontal pada anak down syndrome sangat berpengaruh pada perilaku ibu kepada anak tersebut. Muncul atau tidak nya perilaku dalam menerapkan perawatan kesehatan gigi dan mulut sebenarnya dapat dilihat dari intensi atau kecenderungan ibu untuk melakukan perilaku.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berkontribusi terhadap intensi ibu merawat kesehatan gigi dan mulut pada anak down syndrome di SLB-C kota Bandung. Penelitian ini dilakukan pada 32 responden ibu yang memiliki anak down syndrome di 9 SLB-C Kota Bandung yang diambil dengan teknik purposive sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan dari Theory of Planned Behavior Questionnares: Manual for Researcher (Icek Ajzen :2006). Alat ukur ini telah diuji dan memiliki nilai realibilitas alat ukur 0,715. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden ibu memiliki intensi yang kuat untuk merawat kesehatan gigi dan mulut anak down syndrome. Ketiga faktor pembentuk intensi yaitu sikap terhadap perilaku memiliki hasil yang kuat sebesar 100%, norma subjektif kuat sebesar 98,3%, dan persepsi terhadap kontrol kuat sebesar 78,1%. Kata Kunci: Intensi, kesehatan gigi dan mulut, down syndrome ABSTRACT The Success dental and mouth treatment as well as the prevention of periodontal disease on child down syndrome is very influential on the behavior of mother. Appear or no her behavior in applying dental and oral health care could actually be seen from a mother’s intention or perform the behaivor. The purpose of this reseach is to get decription of determinane factors that contribute to the maternal care of intention dental and mouth health care for down syndrome in SLB-C Bandung. The data of the research was taken from 32 mother who has down syndrome child in Bandung by using incidental sampling technique. The questionaire developed from the theory of Planned Behavior Qustionaires: Manual for Researcher (Icek Ajzen :2006) as measuring instrument. The questionaire has realibility 0,715 .The result of this study 100% of mothers had strong intention caring dental and mouth healty of down syndrome child. The third determinant factor was 100% of mother had strong of attitude toward behavior,93,8%% of mothers had strong subjective norms and 78,1% of mothers had positive perceived control behavior. Keywords : Intention, , down syndrome, health dental and oral care

jurnal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KTI

Citation preview

Page 1: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 1

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP INTENSI IBU MERAWAT KESEHATAN GIGI DAN MULUT ANAK DOWN

SYNDROME DI SLB-C KOTA BANDUNG

Triandini1, Mamat Lukman1, Raini Diah Susanti1

1 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat

ABSTRAK Keberhasilan perawatan gigi dan mulut serta pencegahan penyakit periodontal

pada anak down syndrome sangat berpengaruh pada perilaku ibu kepada anak tersebut. Muncul atau tidak nya perilaku dalam menerapkan perawatan kesehatan gigi dan mulut sebenarnya dapat dilihat dari intensi atau kecenderungan ibu untuk melakukan perilaku.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berkontribusi terhadap intensi ibu merawat kesehatan gigi dan mulut pada anak down syndrome di SLB-C kota Bandung. Penelitian ini dilakukan pada 32 responden ibu yang memiliki anak down syndrome di 9 SLB-C Kota Bandung yang diambil dengan teknik purposive sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan dari Theory of Planned Behavior Questionnares: Manual for Researcher (Icek Ajzen :2006). Alat ukur ini telah diuji dan memiliki nilai realibilitas alat ukur 0,715. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden ibu memiliki intensi yang kuat untuk merawat kesehatan gigi dan mulut anak down syndrome. Ketiga faktor pembentuk intensi yaitu sikap terhadap perilaku memiliki hasil yang kuat sebesar 100%, norma subjektif kuat sebesar 98,3%, dan persepsi terhadap kontrol kuat sebesar 78,1%.

Kata Kunci: Intensi, kesehatan gigi dan mulut, down syndrome

ABSTRACT The Success dental and mouth treatment as well as the prevention of periodontal

disease on child down syndrome is very influential on the behavior of mother. Appear or no her behavior in applying dental and oral health care could actually be seen from a mother’s intention or perform the behaivor. The purpose of this reseach is to get decription of determinane factors that contribute to the maternal care of intention dental and mouth health care for down syndrome in SLB-C Bandung. The data of the research was taken from 32 mother who has down syndrome child in Bandung by using incidental sampling technique. The questionaire developed from the theory of Planned Behavior Qustionaires: Manual for Researcher (Icek Ajzen :2006) as measuring instrument. The questionaire has realibility 0,715 .The result of this study 100% of mothers had strong intention caring dental and mouth healty of down syndrome child. The third determinant factor was 100% of mother had strong of attitude toward behavior,93,8%% of mothers had strong subjective norms and 78,1% of mothers had positive perceived control behavior. Keywords : Intention, , down syndrome, health dental and oral care

Page 2: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 2

PENDAHULUAN

Retardasi mental atau RM merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan

khusus, pada keadaan ini ditandai oleh keterbatasan kemampuan yang diakibatkan oleh

gangguan yang bermakna dalam intelegensi terukur dan perilaku penyesuaian diri.

Asosiasi Retardasi Mental Amerika telah merekomendasikan klasifikasi retardasi

mental berdasarkan tingkat IQ, retardasi mental ringan (55-69), sedang (40-54), berat

dan sangat berat (dibawah 25). Penyebab retardasi mental bergantung pada beratnya

retardasi. Kira-kira 50% kasus RM ringan etiologinya bisa diketahui, kelainan

kromosom adalah penyebab yang paling sering teridentifikasi dengan penyebab utama

sindrom X fragil dan Down Syndrome.

Prevalensi kelahiran anak down syndrome di dunia cukup tinggi sekitar 1:700

kelahiran yang bisa meningkat sesuai dengan umur kehamilan ibu, resiko terjadinya

kelainan kromosom pada anak dua kali lebih besar pada ibu di atas umur 35 tahun,

meskipun demikian 80% dari penyandang down syndrome masih berusia muda.

Kelainan genetik pada down syndrome berdampak pada kondisi kesehatan umum

dan pertumbuhan dentokraniofasial penderita. Masalah gigi dan mulut yang timbul

akibat kelainan genetik pada penderita down syndrome seperti kelainan gigi dalam hal

bentuk, ukuran dan jumlah, keterlambatan erupsi gigi, karies gigi, kebiasaan bernafas

melalui mulut.

Berbagai perawatan untuk mengatasi masalah gigi dan mulut, seperti perawatan

konservasi gigi, periodonsi, bedah mulut serta ortodonsi. Perawatan- perawatan tersebut

dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan penderita down syndrome serta kerja

sama antara orang tua dan tenaga kesehatan agar perawatan berhasil dengan baik (Eko

SY, 2008).

Page 3: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 3

Pada penelitian tahun 1987 Storhaug K, dkk mengemukakan keterbatasan anak

berkebutuhan khusus pada sampel 415 anak sekolah dengan 10 jenis kebutuhan khusus

yang termasuk 62 anak down syndrome dari mulai usia 7-13 tahun dalam hal

pengalaman karies gigi sangat rendah misalnya menggunakan menggunakan indeks

dalam kehidupan sehari-hari 91% anak berkebutuhan khusus menyikat gigi hanya sekali

dan 32% orang tua mengatakan memiliki kesulitan untuk melakukan prosedur menyikat

gigi dengan baik dan benar.

Hasil penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Oliveria AC pada tahun 2010 di

Brazil tentang persepsi ibu mengenai kesehatan mulut pada anaknya yang mengalami

Down Syndrome yaitu para ibu cenderung memiliki tanggung jawab terbatas dalam

status kesehatan anak-anak mereka dan mengenai pengalaman dalam merawat

kesehatan mulut anak-anak mereka mengalami kesulitan. Faktor- faktor lain yang

menjadi kendala adalah masalah keuangan, waktu, dan akses terhadap pelayanan

rujukan kesehatan yang dapat menghambat pencarian dalam perawatan gigi untuk

individu dengan kebutuhan khusus.

Menurut Eriska Riyanti (2005) keberhasilan perawatan gigi dan mulut serta

pencegahan penyakit periodontal pada anak down syndrome sangat berpengaruh pada

perilaku orang tua. Artinya para orang tua harus menanamkan kedisiplinan kepada

mereka dalam membersihkan rongga mulut. Bila sejak dini sang anak terbiasa

membersihkan rongga mulut, dia tidak akan berontak atau teriak sekuat tenaga jika

suatu hari dibawa ke pelayanan kesehatan gigi, memang tak bisa sekaligus berhasil

dalam menanamkan kebiasaan tersebut, orang tua harus gigih dan terus menerus

memperkenalkan hal itu kepada anak, terlebih lagi membuat mengerti anak yang

menderita down syndrome bukanlah hal perkara yang mudah, keluarga di rumah harus

Page 4: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 4

tetap tekun dan bersabar mengajari cara bersikat gigi yang baik dan benar kepada

seorang anak down syndrome, sebab pada intinya mereka di pahamkan bahwa rongga

mulutnya harus selalu sehat.

Peran utama ibu di keluarga sebagai pengarah kesehatan dan pemberi layanan

kesehatan utama maka ia berfungsi sebagai model utama dalam pembuat keputusan

akan kesehatan, pendidik, konselor, dan pemberi layanan kesehatan pada kelurganya

(Litman,1974). Pada model ini seorang ibu dapat membatasi dan menentukan

seharusnya pencegahan dari efek sakit yang dialami oleh keluarga, ia juga bisa lebih

mengontrol kepada anaknya untuk mendapatkan pencegahan primer atau kuratif

( Aday & Eichhorn, 1972).

Menurut hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Desember di SLB

Negeri Cileunyi dan beberapa SLB-C lainnya di Kota Bandung , peneliti mengobservasi

kebersihan gigi dan mulut 10 anak down syndrom dari total jumlah 24 anak Retardasi

Mental dari tingkat TK dan SD. Rata- rata kebersihan mulut mereka kurang dan paling

banyak menderita gingivitis dan gigi berlubang, pada saat peneliti menanyakan

penyebab karies gigi kepada beberapa orang tua dikarenakan efek mereka

mengonsumsi obat dan perilaku orang tua khususnya ibu yang membiarkan anaknya

tidak menyikat gigi sehabis sarapan dikarenakan anaknya tidak suka dengan rasa pasta

gigi sehingga membuat anak-anak menjadi malas untuk menyikat gigi.

Hasil wawancara dengan beberapa guru di SLB-C di Kota Bandung, mereka

mengungkapkan bahwa pengajaran teknik menyikat gigi sudah diajarkan dalam bentuk

kurikulum BinaDiri kepada para siswa-siswi di sekolah tersebut , dikarenakan anak

down syndrome memiliki kemampuan terbatas dalam hal mengingat pelajaran, para

guru tersebut meminta bantuan para orang tua khususnya ibu untuk mempraktekkan

Page 5: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 5

kembali atau mengajarkan sesering mungkin cara menyikat gigi kepada anaknya di

rumah.

Berdasarkan data awal wawancara juga, peneliti mendapati bahwa lima dari

sepuluh ibu memiliki sikap positif untuk melakukan perawatan kesehatan gigi dan

mulut pada anaknya dikarenakan hal itu dilakukan demi kesehatan anaknya agar tidak

bertambah parah dan ada beberapa ibu yang memiliki sikap negatif tentang sulitnya

mengajarkan cara menyikat gigi pada anaknya karena anak mereka yang menderita

down syndrome memiliki suasana hati yang sulit ditebak, jika harus dipaksakan para ibu

akan khawatir anaknya akan berontak. Alasan sulitnya untuk membujuk anaknya untuk

ke dokter gigi sering diungkapkan para ibu, jika hal ini terjadi biasanya sang ibu akan

membiarkan saja dan tidak berusaha memaksakan anaknya mengontrol gigi ke

puskesmas.

Menurut uraian tersebut peneliti mendapati bahwa perilaku orang tua yang belum

sepenuhnya menerapkan disiplin dalam merawat kesehatan gigi dan mulut pada

anaknya penderita Down syndrome, namun ada pula ibu yang sudah melakukan perilaku

merawat kesehatan gigi dan mulut pada anaknya. Muncul atau tidak nya perilaku dalam

menerapkan disiplin pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebenarnya dapat dilihat

dari intensi atau kecenderungan ibu untuk melakukan perilaku tersebut. Intensi perilaku

dijelaskan dalam The Theory of Planned Behavior (Ajzen.1998). Menurutnya intensi

seseorang untuk melakukan suatu perilaku dibentuk oleh tiga kombinasi faktor yaitu

attitude toward behavior (sikap terhadap perilaku), subjective norm (norma subjektif),

dan perceived behavioral control (kontrol yang dimiliki terhadap perilaku). Semakin

kuat intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu diharapkan semakin

berhasil ia melakukannya, begitu pula halnya dengan semakin kuat intensi ibu dalam

Page 6: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 6

melakukan perawatan gigi dan mulut anak nya yang menderita down syndrome maka

semakin besar peluang dia berhasil melakukannya dan sebaliknya.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran faktor yang berkontribusi

terhadap intensi ibu merawat kesehatan gigi dan mulut anak down syndrome di SLB-C

kota Bandung yaitu faktor sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan persepsi

terhadap kontrol ibu melakukan perawatan gigi dan mulut pada anaknya.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif yaitu peneliti

menjelaskan mengenai intensi dan gambaran faktor-faktor yang membentuk intensi ibu

yamg memiliki anak down syndrome dalam melakukan perilaku merawat kesehatan gigi

dan mulut anaknya di SLB-C Kota Bandung.

Variabel penelitian ini terdiri dari dua yaitu variabel terikat yaitu intensi ibu dan

variabel bebas terdiri dari sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan persepsi

terhadap kontrol perilaku ibu merawat kesehatan gigi dan mulut pada anaknya.

Subjek yang akan diteliti adalah ibu memiliki anak down syndrome yang

bersekolah di SLB-C Kota Bandung. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik

purposive sampling. Pada penelitian ini peneliti mengambil ibu yang memiliki kriteria

anak down syndrome yang belum mandiri dalam menyikat gigi baik dan didampingi

serta diajarkan cara menyikat gigi oleh orang tua di rumah. Berdasarkan kriteria tersebut

peneliti mendapatkan 32 responden ibu yang sesuai pada cakupan sembilan SLB-C di

Kota Bandung.

Peneliti menggunakan instrumen kuesioner sebanyak 30 pernyataan dan data

tambahan seperti identitas ibu, usia ibu, pendapatan keluarga perbulan, dan jenis

pekerjaan ibu yang diadaptasi dari teori The Planned Of Behavior Icek Ajzen. Uji

Page 7: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 7

validitas telah diujicobakan di SLB Negeri Cileunyi dan SLB-C Bina Kasih Bandung

dengan menggunakan rumus korelasi product moment dan content validity dan ke-30

item digunakan secara keseluruhan, total kuesioner diujicobakan ke 17 orang ibu

(responden). Hasil uji reliabilitas terhadap alat ukur penelitian ini diujikan menggunakan

persamaan alpha cronbach dari 30 pertanyaan semua item tersebut mempunyai nilai

alpha 0,715 sehingga semua pertanyaan tersebut dinyatakan reliabel.

Analisa data kuesioenr ini menggunakan skala penilaian Likert yang

mencantumkan kategori pilihan yang dibagi atas 5 penilaian , yaitu SS (Sangat Setuju),

S (Setuju), R (Ragu-ragu), TS ( Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).

Penghitungan Intensi didapat dari penjumlahan skor total alat ukur, skor intensi setiap

responden kemudian dimasukkan ke dalam kategori kuat atau lemah begitu pula dengan

ketiga faktor pembentuk intensi tersebut. Semakin kuat angka skor tersebut

menunjukkan intensi semakin kuat , sikap terhadap perilaku, norma subjektif, atau

persepsi terhadap kontrol semakin kuat pula.

Dalam hasil perhitungan skor total intensi dan ketiga faktor yang berkontribusi

tersebut kemudian dilakukan kategorisasi. Langkah- langkah dalam menentukan

kategorisasi yaitu menghitung skor total masing-masing responden, menentukan nilai

tertinggi dan terendah, menentukan selisih nilai tersebut selanjutnya hasil selisih kedua

nilai tersebut adalah rentang dua kategori kuat dan lemah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, intensi ibu berperilaku merawat kesehatan gigi dan mulut

pada anak down syndrome merupakan kemungkinan subyektif ibu untuk menampilkan

perilaku merawat kesehatan gigi dan mulut pada anaknya, bentuk perilaku disini adalah

ibu mengajarkan cara menyikat gigi yang benar secara berulang-ulang setiap hari serta

Page 8: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 8

menenangkan anaknya yang tidak kooperatif pada kunjungan ke pelayanan kesehatan

gigi dan mulut. Kemungkinan subyektif disini adalah seberapa kuat ibu menampilkan

perilaku merawat kesehatan gigi dan mulut pada anaknya tersebut.

Intensi dalam penelitian ini dikategorikan dalam dua kriteria ,yaitu kuat dan lemah.

Ketiga faktor yang berkontribusi terhadap intensi yaitu sikap terhadap perilaku, norma

subjektif dan persepsi terhadap kontrol juga dikategorikan pada kuat dan lemah .

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Intensi dan ketiga faktor yang berkontribusi (n=32)

Komponen Kuat Lemah Total f % f % f %

Intensi 32 100 0 0 32 100 Sikap terhadap perilaku

32 100 0 0 32 100

Norma subjektif 30 93,8 2 6,2 32 100 Persepsi terhadap kontrol

25 78,1 7 21,9 32 100

Berdasarkan tabel 1 seluruh responden memiliki intensi yang kuat dalam merawat

kesehatan gigi dan mulut anak down syndrome. Seluruh responden juga memiliki sikap

terhadap perilaku yang kuat untuk merawat kesehatan gigi dan mulut anaknya , hampir

seluruh responden ibu memiliki norma subjektif (93,8%) dan persepsi terhadap kontrol

perilaku yang kuat (78,1%) untuk merawat kesehatan gigi dan mulut pada anaknya

penderita down syndrome di SLB-C Kota Bandung.

Menurut Eriska Riyanti (2005) keberhasilan perawatan gigi dan mulut serta

pencegahan penyakit periodontal pada anak down syndrome sangat berpengaruh pada

perilaku orang tua . Ibu yang melakukan perawatan gigi dan mulut pada anak down

syndrome harus benar-benar gigih dan terus menerus memperkenalkan cara menyikat

Page 9: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 9

gigi pada anaknya yang terkait dengan ketidakmampuan dalam gerakan motorik pada

anak tersebut.

Muncul atau tidaknya perilaku tertentu ditandai oleh adanya intensi atau niat

individu untuk perilaku. Semakin kuat intensi individu untuk berperilaku tertentu, maka

semakin besar pula kemungkinan individu tersebut untuk melakukan perilaku tersebut

atau adanya usaha individu untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen,1988).

Hasil yang diperoleh terhadap 32 responden ibu yang memiliki anak down

syndrome di sembilan SLB-C kota Bandung didapatkan bahwa seluruh ibu memiliki

intensi yag tergolong kuat dan tidak ada responden ibu yang memiliki intensi yang

lemah untuk berperilaku merawat kesehatan gigi dan mulut pada anak penderita Down

syndrome. Dengan hasil intensi yang kuat ini, kemungkinan ibu memiliki keinginan

yang kuat dan usaha yang lebih banyak untuk menampilkan perilaku merawat

kesehatan gigi dan mulut anaknya mencakup perilaku mengajarkan teknik menyikat

gigi yang benar dan berulang-ulang pada anaknya,serta menenangkan anaknya yang

tidak kooperatif pada saat dilakukan perawatan gigi oleh petugas kesehatan. Berbagai

macam pengalaman yang ditemui orang tua dalam mengajarkan kemandirian pada anak

down syndrome, orang tua khususnya ibu mengalami kelelahan karena harus

berhadapan dengan banyak hal yang dilakukan anaknya, akan tetapi hal itu tidak

membuat orang tua menyerah dan berhenti berusaha untuk terus menerus mencari cara

dan tempat untuk kesembuhan anaknya (Jana,2009).

Menurut Theory of Planned Behavior, intensi dipengaruhi oleh tiga determinan,

yaitu sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior), norma subjektif (subjecitve

norms), dan presepsi terhadap kontrol perilaku (perceived behavior control). Ketiga

Page 10: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 10

determinan ini memiliki peranan penting dalam membentuk intensi ibu berperilaku

merawat kesehatan gigi dan mulut pada anak penderita down syndrome. Ketika ibu

berniat melakukan perilaku tersebut maka secara langsung dipengaruhi oleh tiga hal

tersebut.

Dalam penelitian ini, didapati bahwa seluruh ibu memiliki sikap positif yang kuat

dalam memunculkan perilaku merawat kesehatan gigi dan mulut pada anaknya.

Menurut Hurlock (1976) sikap positif pada orang tua khususnya ibu akan memberikan

dampak yang positif juga pada perilaku anak karena anak akan mencontoh atau meniru

sikap orang tuanya, contohnya dalam bidang kesehatan gigi dan mulut yaitu apabila

orang tua berupaya mengajarkan cara menyikat gigi berulang-ulang pada anak down

syndrome maka akan memberikan dampak kepada anaknya meniru perbuatan orang

tuanya tersebut.

Kedua, determinan yang mempengaruhi ibu untuk memunculkan perilaku

merawat kesehatan gigi dan mulut pada anaknya penderita down syndrome adalah

norma subjektif. Norma subjektif disini adalah ibu merasakan bahwa orang –orang yang

penting bagi dirinya (significant person) mengharapkannya untuk melakukan perilaku

merawat kesehatan gigi dan mulut. Pada penelitian ini orang yang dianggap penting

bagi ibu adalah keluarga(suami), guru di SLB-C, dan petugas kesehatan di tempat

pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian pada faktor norma subjektif ini didapati hampir seluruh ibu

memiliki norma subjektif yang kuat sebesar 93,8%. Peran keluarga dan lingkungan

sangatlah penting dalam membantu perkembangan anak down syndrome ,karena itu

Page 11: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 11

seluruh keluarga harus saling menguatkan dalam upaya mencapai perkembangan yang

baik bagi anak down syndrome (Frieda Mangunsong, 2005).

Keinginan untuk mengajarkan anaknya cara menyikat gigi yang benar secara

berulang-ulang dan menenangkan anak yang tidak kooperatif pada tindakan dental

treatment di pelayanan kesehatan umum timbul adanya motivasi dalam diri ibu sendiri

untuk memenuhi keinginan dan harapan dari significant person. Motivasi orang tua

atau ibu muncul dikarenakan kesadaran bahwa anak-anak mereka yang mengalami

down syndrom butuh perawatan kesehatan gigi dan mulut yang lebih khusus dan

berbeda dibandingkan dengan anak normal lainnya (Cullen,1981)

Determinan yang ketiga sebagai pembentuk intensi adalah perceived behavior

control atau persepsi terhadap kontrol perilaku dimana ibu memiliki persepsi tentang

kemampuannya untuk berusaha melakukan perawatan kesehatan gigi dan mulut

anaknya. Dalam penelitian ini, didapati bahwa hampir seluruh (78,1%) ibu memiliki

persepsi terhadap kontrol perilaku yang kuat ,hal ini berarti ibu bisa mengendalikan

faktor-faktor yang menjadi penghambat untuk melakukan perilaku merawat kesehatan

gigi dan mulut. Faktor –faktor yang dibahas pada penelitian ini adalah faktor dari diri

sendiri, faktor waktu yang dimiliki ibu untuk mengajarkan cara menyikat gigi berulang-

ulang dan menenangkan anak yang tidak kooperatif pada saat kontrol ke puskesmas

,dan faktor biaya perawatan khusus bagi anak penderita down syndrome. Akan tetapi,

21,9% dari 32 responden ibu memiliki kontrol perilaku yang lemah dikarenakan adanya

alasan kesulitan dalam menerapkan teknik mengajarkan berulang-ulang pada anaknya

untuk menyikat gigi dan membujuk anaknya yang sering mengamuk bila diajak ke

dokter gigi.

Page 12: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 12

Persepsi ibu mengenai kesehatan mulut pada anaknya yang mengalami Down

Syndrome yaitu para ibu cenderung memiliki tanggung jawab terbatas dalam status

kesehatan anak-anak mereka dan mengenai pengalaman dalam merawat kesehatan

mulut anak-anak mereka mengalami kesulitan. Faktor- faktor lain yang menjadi kendala

adalah masalah keuangan, waktu, dan akses terhadap pelayanan rujukan kesehatan

yang dapat menghambat pencarian dalam perawatan gigi untuk individu dengan

kebutuhan khusus (Oliveria,2010).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran faktor-faktor yang berkontribusi

terhadap intensi ibu dalam merawat kesehatan gigi dan mulut anak down syndrome di

SLB-C Kota Bandung dapat disimpulkan bahwa seluruh responden (100%) memiliki

sikap terhadap perilaku yang kuat atau sikap setuju untuk menerapkan perilaku merawat

kesehatan gigi dan mulut pada anaknya penderita down syndrome di SLB-C Kota

Bandung.

Hampir seluruh responden (98,3%) memiliki norma subjektif yang kuat, hal ini

berarti persepsi ibu tentang orang-orang yang penting atau yang berpengaruh baginya

mengharapkannya dan mendukungnya dalam menerapkan perilaku merawat kesehatan

gigi dan mulut pada anak down syndrome di SLB-C kota Bandung.

Hampir seluruh responden (78,1%) memiliki persepsi terhadap kontrol perilaku

kuat yang berarti bahwa ia mampu mengendalikan perilakunya untuk dapat

menampilkan merawat kesehatan gigi dan mulut pada anak down syndrome di SLB-C

kota Bandung.

Page 13: jurnal

Triandini, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang)

Email : [email protected]. 13

SARAN

Bagi para tenaga pendidikan (guru) di SLB-C Kota Bandung, pemanfaatan UKS

di SLB-C lebih terfokus pada fasilitas tempat berkonsultasi dan sumber informasi bagi

orang tua agar mendapatkan pendidikan kesehatan yang tepat bagi penderita down

syndrome. Perlu dilakukannya keikutsertaan orang tua dalam memberikan materi

tentang pembinaan mandiri bagi anak down syndrome karena dengan orang tua

khususnya para ibu bisa belajar dan praktik bagaimana menghadapi kendala dalam

melakukan perilaku merawat kesehatan gigi dan mulut yang nantinya bisa

diaplikasikan di rumah.

Bagi institusi keperawatan dalam melakukan perawatan kesehatan gigi dan

mulut merupakan tantangan tersendiri dengan pasien down syndrome. Untuk itu perlu

diadakan pencegahan sekunder dengan modifikasi perilaku yang bisa diterapkan pada

tenaga kesehatan dalam intervensi khusus bagi anak down syndrome di tempat

pelayanan kesehatan umum.

Bagi penelitian selanjutnya agar dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode

kualitatif tentang perilaku ibu merawat kesehatan gigi dan mulut pada penderita down

syndrome terkait indikator perilaku ibu mengajarkan cara menyikat gigi pada anak

down syndrome di rumah sehingga data yang didapatkan lebih lengkap yang nantinya

akan membantu dalam penentuan intervensi yang tepat dan efektif

Page 14: jurnal

Triandini, S.Kep

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang) Email : [email protected].

14

DAFTAR PUSTAKA

Johara, A. Oral Hygiene Practice and dietary habits Among Children with Down

Syndrome in Riyadh, Saudi Arabia.Journal of Saudi Dental.2006. Vol.18(3) 141-

142.

Ajzen, I .1991. Theory of Planned behavior. Amherst: Academic Press Inc.

_____, I . 2006. Constructing a TpB Questionnaires : Conceptual an Methodological

Consideration. http:///people.umass.edu/aizen/pdf/tpb.measurement.pdf. (diakses

pada tanggal 20 April 2012).

American Dental Association. Caries Risk Assessment Form (Age > 6). 2008.

http://www.ada.org. (diakses pada tanggal 8 Febuari 2012).

Cheng, R, et al. In Tech Oral Health in Individuals With Down Syndrome. Faculty of

Dentistry, University of Hongkong. China.2008. http://cdn.intechopen.com

(diakses pada tanggal 19 Juni 2012).

Jana. Anak Down Sindrome. http:www.anakluarbiasa.com.2009 (diakses pada tanggal

22 Juni 2012).

Johansson, I. Snacking Habbits in Caries Young. 2010. Departement of Odontolgy

Swedia. Journal of Caries Reseach 2010; 44: 421-430.

Lam, M. Coping with a Child With Down Syndrome : The Experiences of Mothers in

Hongkong. Departement Of Nursing, The Chinese University of Hongkong.

China. 2002. http://paed.hku.hk ( diakses pada tanggal 20 Juni 2012).

Nasution, S. Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Anak Down Sindrome di YPAC

Medan. 2011:Univeristas Sumatera Utara. http//:www.respositury.usu.ac.id

(diakses pada tanggal 22 Juni 2012).

Page 15: jurnal

Triandini, S.Kep

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor-Sumedang) Email : [email protected].

15

OKDDC. Oral Health Care for Children with Special Health Care.2008.

http:///.www.okacaa.org (diakses pada tanggal 20 April 2012).

Oliveira, C. Mother’s Perceptions Concerning oral helath of Children an adolescence

Down Syndrome : qualitaive approach. Departement of Social an Preventive Dentistry.

Faculty of Dentistry Federal University of Minas Gerais. Brazil.2010. 11(1):pages 27-

30.

Riyanti, E. Pengenalan Perawatan Kesehatan Gigi Anak Sejak Dini. Jakarta : seminar

Sehari Kesehatan-Psikologi Anak; Mei 29,2005.

Ronald, H et al. Oral Health in Individuals with Down Syndrome.Faculty of Dentistry

University of Hongkong.China.

Noerdin, S. Masalah Penanganan Perawatan Gigi pada Penderita Cacat. Jurnal

Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 1999; 6(1):36-41. http:///.www.

repository.usu.ac.id (di akses pada tanggal 8 Desember 2012).

Storhaug, K & Holst, D. Caries Experience of Disabled School- age Children.

Community Dental Oral Epidemiology. University of Oslo, Norwegia. 1986:

145-152.